Lembar Persetujuan Pembimbing
Masyarakat Jawa Dan Gorontalo Di Kecamatan Tolangohula (Studi Sejarah Sosial dan Budaya)
Nama : Selvi R Indara Nim : 231 410 139
Masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula (Studi sejarah sosial dan budaya). Selvi R. Indara1) Drs. Joni Apriyanto, M. Hum 2) Drs. Surya Kobi, M.Pd3) Jurusan Sejarah, Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Gorontalo ABSTRAK Selvi R. Indara, 2015.Masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula (studi sejarah sosial dan budaya). Program Studi S1-Sejarah, Universitas Negeri Gorontalo. Drs. Joni Apriyanto, M.Hum, Drs. Surya Kobi, M.Pd selaku pembimbing I dan II. Adapun rumusan dalam dalam penelitian ini yaitu : 1. Bagaimanakah proses awal datangnya etnis Jawa di Kecamatan Tolangohula?, 2. Bagaimanakah budaya masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula?, 3. Bagaimanakah perkembangan budaya masyarakat di Kecamatan Tolangohula? Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1.Mengetahui bagaimanakah proses awal datangnya etnis Jawa di Kecamatan Tolangohula, 2. Mengetahui bagaimanakah budaya masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula, 3.Mengetahui bagaimanakah perkembangan budaya masyarakat di Kecamatan Tolangohula Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah. Terdapat beberapa langkah-langkah dalam menggunakan metode sejarah yaitu pengumpulan data, kritik (verifikasi), interprestasi (penafsiran), historiografi (Penulisan Sejarah) Awalkedatangan masyarakat Jawa di Kecamatan Tolangohula disebakan keinginan masyarakat Jawa mengubah nasib di tanah perantauan dengan mengikuti program trasnmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 1989.Budaya masyarakat di Kecamatan Tolangohula pada awalnya masih bersifat sendiri-dendiri sesuai suku, namun seiring perkembangan zaman akulturasi budaya pun terjadi, meskipun harus melewati berbagai macam halangan seperti konflik perbedaan antar pemuda. Di desa yang ada di Kecamatan Tolangohula dapat dilihat perkembangan budaya yang ada.Jika dahulu budaya masih bersifat sendiri-sendiri saat ini beberapa kebudayaan seperti pernikahan menggunakan dua adat yang di rangkum menjadi satu bentuk budaya baru dantelah membudaya dikalangan masyarakat Tolangohula. Kata Kunci : budaya, masyarakat, trasnsmigrasi, akulturasi
Pendahuluan Indonesia merupakan negara yang memiliki populasi lebih dari 200 juta jiwa atau terpadat keempat di dunia.Masyarakat yang ada di Indonesia sendiri terdiri dari kurang lebih 350 etnis suku dengan 483 bahasa dan budaya.Banyaknya populasi ataupun masyarakat Indonesia ini menyebabkan permasalahan di wilayah-wilayah tertentu mengenai kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk memang merupakan suatu masalah yang tidak dapat dipandang sebelah mata, sebab permasalahan ini besar pengaruhnya terhadap masyarakat itu sendiri. Masyarakat yang tinggal di daerah yang padat penduduk akan sulit untuk memenuhi kebutuhan mereka, sebab tidak seimbangnya sumber daya alam dan sumber daya manusia yang ada di daerah tersebut. salah satu wilayah yang mengalami ketimpangan antara potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia ialah pulau Jawa. Melihat ketimpangan ini, pemerintah mencanangkan suatu program khusus yang diberi nama transmigrasi. Program ini bertujuan untuk mengatasi permasalahan yang diakibatkan oleh kepadatan penduduk yakni dengan memindahkan penduduk dari tempat yang p 1enduduknya terlalu padat ke tempat yang kepadatan penduduknya masih cukup rendah dan potensi alamnya masih belum digarap secara lebih intensif atau disebut transmigrasi. Tansmigrasi dalam arti perpindahan penduduk yang diselenggarakan oleh pemerintah 1
sebagai
akibat
tumbuhnya
kekhawatiran
Yudhohusodo. 1998. Transmigrasi. Juranlindo Akasara Grafika : Jakarta
akan
kemunduran
kemakmuran rakyat yang disebabkan tekanan penduduk yang semakin terasa Program transmigrasi yang dilakukan oleh pemerintah memang sudah sangat tepat guna untuk mengatasi permasalahan yang ditimbulkan oleh kepadatan penduduk tersebut, sebab program transmigrasi sendiri bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk dan mengurangi angka pengangguran yang ada di Indonesia Dalam pelaksanaan program transmigrasi meskipun tujuannya baik guna untuk kesejahteraan masyarakat, tetapi dalam pelaksanaanya pemerintah akan menemukan permasalahan-permasalahan yang nantinya akan berdampak negatif kepada masyarakat transmigrasi itu sendiri. Keberagaman yang ada pada masyarakat atau perbedaan etnis ataupun kebudayaan yang ada pada kelompok masyarakat satu dengan kelompok masyarakat lainnya tentu akan menimbulkan gesekan-gesekan yang akan berujung konflik di antara kelompok masyarakat yang satu dengan kelompok masyarakat lainnya karena berbedanya mereka baik dari segi buday ataupun kebiasaan di antara mereka. Konflik-konflik yang terjadi akibat berbedanya etnis maupun kebudayaan di antara masyarakat kemungkinan besar akan terjadi di wilayah yang dijadikan sebagai2 wilayah transmigrasi. Mengapa demikian? Karena pada suatu wilayah yang dijadikan sebagai daerah transmigrai akan terdapat berbagai macama kebudayaan, baik itu kebudayaan dari penduduk asli di daerah tersebut, kebudayaan dari para pendatang, maupun pendatang lainnya. Permasalahan yang
2
Keyfitz. R. 2001. IPS V untuk SD/ MI. Intan Pariwara:Jakarta
diakibatkan oleh berbedanya etnis, bahasa maupun budaya di antara masyarakat merupakan permasalahan yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam pelaksanaan program transmigrasi. Pada dasarnya perbedaan kebudayaan memang menimbulkan gesekangesekan di antara kelompok masyarakat yang nantinya akan menimbulkan konflik antara masyarakat yang memiliki perbeedaan kebudayaan tersebut, karena perbedaan mereka baik dari segi kepercayaan ataupun kebiasaan. Tetapi jika dicermati lebih mendalam, keanekaragaman kebudayaan yang dimiliki oleh Indonesia tidak semata-mata hanya akan mengakibatkan konflik antara kelompok masyarakat
satu
dengan
kelompok
masyarakat
lainnya,
tapi
dengan
keanekaragaman tersebut dapat memberikan peluang terhadap kita untuk dapat mengembangkan budaya nasional kita sebab dengan keanekaragaman kebudyaan akan lahir kebudayaan baru yang nantinya akan manambah kekayaan khasanah budaya kita. Salah satu wilayah yang termasuk dalam program pemerintah dalam menanggulangi
permasalahan
kepadatan
penduduk
ialah
di
kecamatan
Tolangohula.Pemilihan kecamatan Tolangohula oleh pemerintah sebagai salah satu yang dijadikan wilayah transmigrasi memang tepat karena kecamatan Tolangohula pada waktu itu sebagian besar wilayahnya masih berupa hutan, sehingga memungkinkan untuk ditempati oleh para transmigran. Kecamatan Tolangohula masuk dalam wilayah provinsi Gorontalo, maka jamak penduduk di kecamatan Tolanghula adalah suku Gorontalo, tetapi setelah kabupaten Tolangohula dijadikan wilayah transmigrasi, masyarakat di kecamatan
Tolangohula bukan saja berasal dari suku Gorontalo saja melainkan turut didiami oleh masyarakat dari suku Jawa yang merupakan masyarakat transmigran. Wilayah transmigrasi di kecamatan Tolangohula provinsi Gorontali merupakan wilayah yang memiliki masyarakat multietnis.Pembauran masyarakat suku Gorontalo dan suku Jawa ini ternyata tidak menimbulkan konflik atau perpecahan pada masyarakan multietnis ini, baik antara kelompok penduduk asli dan kelompok transmigran.Perbedaan etnis budaya dan kebiasaan yang dimiliki oleh masyarakat di kecamatan Tolangohula justru telah mempersatukan mereka untuk saling menghargai.Hal ini dibuktikan dengan keikutsertaan masyarakat pada setiap peringatan hari-hari besar agama atau dalam membangun kecamatan Tolangohula. Pluralitas memang sering memunculkan gap antara kelompok mayoritas dan kelompok minoritas atau penduduk asli dan kaum transmigran.Di beberapa daerah di Indonesia, kondisi seperti ini bahkan membuahkan konflik yang sangat krusial bagi negara. Belum lagi masalah desintegrasi bangsa yang didengungdengungkan oleh beberapa daerah, setelah apa yang dilakukan Timor-Timur, Irian Jaya dan Aceh terhadap Indonesia yang mana mereka menuntut pengakuan identitas etnis dalam wujud negara merdeka, selain itu ada juga konflik di Ambon, Halmahera, Poso, Sambas dan Nusa Tenggara Timur yang diakibatkan oleh keinginan untuk mempertahankan identitas etnis dan agama di antara kelompokkelompok tersebut. Semua konflik ini terlihat sebagai gerakan pengakuan etnis masing-masing kelompok.
Konflik yang terjadi di daerah-daerah di Indonesia yang diakibatkan oelh perbedaan etnis, agama, maupun budaya seperti halnya di atas tidak terjadi di kecamatan Tolangohula, malah dengan keanekaragaman suku maupun budaya diantara mereka dapat menciptakan suatu masyarakat madani dengan menjunjung tinggi semboyan Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni bhineka tunggal ika yang memiliki arti berbeda-beda tapi tetap satu. Dengan melihat keunikan masyarakat yang ada di kecamatan Tolangohula, meskipun mereka terdiri dari beberapa suku tetapi mereka menjalani kehidupan tanpa adanya kesenjangan diantara mereka maka penulis ingin melakukan penelitian tentang masyarakat di sana guna untuk mengetahui interakssi maupun perkembangan masyarakat yang ada di kecamatan Tolangohula dengan judul “Mayarakat jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula ( Studi Sejarah Sosial dan Budaya)” 1.1 Pembatasan Masalah Penelitian ini difokuskan pada Masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula. Pemilihan fokus penelitian ini berdasarkan pertimbangan : 1.
Secara spasial penelitian ini di Kecamatan Tolangohula dengan pertimbangan
hingga sekarang belum ada penelitian yang lebih mendalam membahas tentang Masyarakat Jawa dan Gorontalo (Studi Sejarah Sosial dan Budaya). 2.
Secara temporal pembahasan penelitian adalah pada tahun 1973-2010, dengan demikian rentetan periode ini sudah representatif untuk ditelaah secara ilmiah.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan pokok yang diangkat dalam penelitian ini adalah : Bagaimana kehidupan sosial budaya masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula? 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1) Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kehidupan sosial dan budaya masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula. 2) Manfaat Penelitian Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi penelitian sejarah terutama kajian sejarah lokal di Gorontalo. 2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan lebih lanjut, khususnya mengenai penelitian selanjutnya yang sejenis. 1.5. Kerangka Teoretis dan Pendekatan Pendekatan ini lebih didasarkan pada penelitian sejarah lokal yang di dalamnya menyangkut kehidupan sosial dan budaya masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula itu sendiri. Berangkat dari permasalahan yang coba diangkat dalam penelitian ini maka penelitian menggunakan beberapa konsep teori. Adapun teori-teori yang dimaksud adalah sebagai berikut : Pengertian Masyarakat
Masyarakat secara umum berarti sekelompok manusia yang mendiami daerah tertentu beserta budaya-budayanya. Masyarakat dapat terbentuk jika suatu tempat didiami sekurang-kurangnya dua orang dan memiliki aturan, nilai-nilai, kebiasaan yang sama.3 Menurut Roucek, et.al (2001) masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki rasa dan kesadaran bersama, di mana mereka berdiam (bertempat tinggal) dalam daerah yang sama yang sebagian besar atau seluruh warganya memperlihatkan adanya adat istiadat serta aktivitas yang sama pula. 4 Teori tersebut didukung oleh pendapat yang menyatakan bahwa masyarakat adalah sekumpulan manusia yang secara relative mandiri, yang hidup bersama-sama cukup lama, yang mendiami suatu wilayah tertentu, memiliki kebudayaan yang sama dan melakukan sebagian besar kegiatan dalam kelompok itu. Pada bagian lain Horton mengemukakan bahwa masyarakat adalah suatu organisasi manusia yang saling berhubungan satu dengan yang lainnya. 5 Kedua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa yang disebut sebagai masyarakat adalah sekelompok manusia yang relativ mandiri, yang mendiami suatu tempat dan hidup bersama-sama dan memiliki pemikiran, pendapat, adat istiadat atau kebudayaan yang sama. Sedangkan ciri-ciri suatu masyarakat diungkapkan oleh Soekanto (2010) sebagai berikut :6 a. Manusia yang hidup bersama, sekurang-kurangnya terdiri atas dua orang. 3
Soekanto, S. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press: Jakarta Ibid. hal 12 5 Ibid. Hal 14 6 Sunarti. K. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit: Jakarta 4
b.Bercampur atau bergaul dalam waktu yang cukup lama. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia-manusia baru. Sebagai akibat hidup bersama itu, timbul sistem komunikasi dan peraturan-peraturan yang mengatur hubungan antarmanusia. c.
Sadar bahwa mereka merupakan satu-kesatuan.
d. Merupakan suatu sistem hidup bersama. Sistem kehidupan bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa dirinya terikat satu dengan lainnya. Pengertian Interaksi Manusia merupakan mahluk sosial untuk itu dalam kehidupan sehari-hari manusia satu dengan manusia yang lain saling berinteraksi melakukan suatu aktivitas dengan tujuan tertentu. Tanpa adanya interaksi dengan manusia lain maka manusia akan kesulitan menghadapi masalah tertutama yang harus dikerjakan secara berkelompok. Interaksi adalah perhatian timbal balik anatar dua orang atau lebih terhadap satu dengan lainnya atau terhadap suatu objek atau orang ketiga.Perhatian timval balik ini sering kali direspons dengan isyarat, ujaran atautindakan. Gerak isyarat dan ujaran ini setelah beberapa lama akan berkembang menjadi suatu dialog “percakapan”, permaian bergiliran atau pertukaran antara “berbicara” dan mendengarkan. Ini dapat pula digambarkan sebagai inisiatif yang diambil dan reaksi yang diberikan oleh masing-masing mitra. Ini akan berkembang menjadi saling pengertian dan akhirnya ikatan kasih sayang.
Berlangsungnya suatu proses interaksi didasarkan pada pelbagai faktor : 7 1.
Imitasi
Salah satu segi positifnya adalah bahwa imitasi dapat mendorong seseorang untuk 2.
mematuhi
kaidah-kaidah
dan
nilai-nilai
yang
berlaku
Sugesti
Faktor sugesti berlangsung apabila seseorang memberi suatu pandangan atau suatu sikap yang berasal dari dirinya yang kemudian diterima oleh pihak lain. 3.
Identifikasi
Identifikasi sebenarnya merupakan kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk menjadi sama dengan pihak lain. Identifikasi sifatnya lebih mendalam daripada imitasi, karena kepribadian seseorang dapat terbentuk atas dasar 4.
proses ini. Proses
simpati
Sebenarnya merupakan suatu proses dimana seseorang merasa tertarik pada pihak lain. Di dalam proses ini perasaan memegang peranan yang sangat penting, walaupun dorongan utama pada simpati adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya. Pengertian Interaksi Sosial Budaya Sosial adalah bagian yang tidak utuh dari sebuah hubungan manusia sehingga 7
membutuhkan
pemakluman atas
hal-hal
yang bersifat
rapuh
Soerjono. 2014 (http://islam-download.net/bentuk-bentuk-interaksi-sosial123380.html) di akses tanggal 06 oktober 2014
didalamnya.Sedangkan budaya adalah keseluruhan yang dalamnya
termuat
kompleks, yang di
kepercayaan, pengetahuan, kesenian,
moral, adat
istiadat, hukum, dan kemampuan-kemampuan lain yang diperoleh seseorang sebagai bagian dari masyarakat. Interaksi sosial budaya merupakan hubungan timbal balik atas sesuatu yang memicu respon dalam kehidupan bermasyarakat yang melibatkan kebiasaan-kebiasaan atau budaya. Menurut Macionis (2012) interaksi sosial budaya adalah proses bertindak (aksi) dan membalas tindakan (reaksi) yang dilakukan seseorang dalam hubungannya dengan orang lain. Pendapat ini diperjelas dengan pendapat yang dinyatakan oleh Murdiyatmuloko, et.al(2004) interaksi sosial budaya adalah hubungan
antar
manusia
yang
menghasilkan
suatu
proses
pengaruh
mempengaruhi yang menghasilkan hubungan tetap dan pada akhirnya memungkinkan pembentukan struktur sosial.8
Dari kedua pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa interaksi sosial budaya adalah proses bertindak (aksi) dan bereaksisesuai dengan tindakan orang lain
atau
adanya
hubungan
pengaruh
mempengaruhi
yang
menghasilkanpembentukan struktur sosial. Struktur sosial dalam hal ini yaitu sekumpulan individu beserta pola perilakunya atau budayanya.
Kontak sosial berasal dari bahasa latincon atau cum yang berarti bersamasama dan tango yang berarti menyentuh. Jadi secara harfiah kontak bersama-sama menyentuh.Secara 8
fisik,
kontak
baru
terjadi
apabila
terjadi
hubungan
Murdiyatmuloko. 2014. (http://pindahan.wordpress.com/materi-sosiologi) di akses tanggal 28 juli 2014
badaniah.Sebagai gejala sosial itu tidak perlu berarti suatu hubungan badaniah, karena orang dapat mengadakan hubungan tanpa harus menyentuhnya, seperti misalnya dengan cara berbicara dengan orang yang bersangkutan. Dengan berkembangnya teknologi dewasa ini, orang-orang dapat berhubungan satu sama lain dengan melalui telepon, telegraf, radio, dan yang lainnya yang tidak perlu memerlukan sentuhan badaniah. Menurut Soekanto (59:2010) kontak sosial dapat berlangsung dalam tiga bentuk yaitu sebagai berikut :9 a. Antara orang perorangan Kontak sosial ini adalah apabila anak kecil mempelajari kebiasaankebiasaan dalam keluarganya. Proses demikian terjadi melalui komunikasi, yaitu suatu proses dimana anggota masyarakat yang baru mempelajari norma-norma dan nilai-nilai masyarakat di mana dia menjadi anggota. b. Antara orang perorangan dengan suatu kelompok manusia atau sebaliknya Kontak sosial ini misalnya apabila seseorang merasa bahwatindakantindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat. c.
Antara
suatu
kelompok
manusia
dengan
kelompok
manusia
lainnya.Umpamanya adalah dua partai politik yang bekerja sama untuk mengalahkan partai politik lainnya. Kontak sosial memiliki beberapa sifat, yaitu kontal sosial positif dan kontak sosial negative. Kontak sosial positif adalah kontak sosial yang mengarah pada suatu kerja sama, sedangkan kontak sosial negative mengarah kepada suatu 9
Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu. Budaya Dasar.Jakarta : Rineke Cipata
pertentangan atau bahkan sama sekali tidak menghasilkan kontak sosial. Selain itu kontak sosial juga memiliki sifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara Komunikasi adalah bahwa seseorang yang memberi tafsiran kepada orang lain (yang berwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaanperasaan apa yang ingin disampaikan oleh orang tersebut. Orang yang bersangkutan kemudian memberi reaksi terhadap perasaan yang ingin disampaikan. Dengan adanya komunikasi sikap dan perasaan kelompok dapat diketahui olek kelompok lain atau orang lain. Hal ini kemudian merupakan bahan untuk menentukan reaksi apa yang akan dilakukannya. Dalam komunikasi kemungkinan sekali terjadi berbagai macam penafsiran terhadap tingkah laku orang lain. Seulas senyum misalnya, dapat ditafsirkan sebagai keramah tamahan, sikap bersahabat atau bahkan sebagai sikap sinis dan sikap
ingin
menunjukan
kemenangan.
Dengan
demikian
komunikasi
memungkinkan kerja sama antar perorangan dan atau antar kelompok. Tetapi disamping itu juga komunikasi bisa menghasilkan pertikaian yang terjadi karena salah paham yang masing-masing tidak mau mengalah. 1.4
Tinjauan Pustaka dan Sumber Langkah penelitian sejarah, pengumpulan data dan sumber merupakan
langkah yang paling penting untuk kelengkapan penyusunan historiografi nanti. Adanya sumber tentunya sangat berpengaruh terhadap proses historiografi karena tidaklah mungkin kita merekomendasikan sebuah sejarah apabila bahan-bahannya
(sumber) tidak tersedia. Kalaupun bisa, mungkin rekonstruksi itu tidak akan utuh dan kokoh. Pentingnya sebuah sumber ini dibuktikan dengan metode sejarah yang menempatkan pada tahap pertama penelitian sejarah atau lebih kita kenal dengan heuristik. Pada penelitian
sejarah ini, penulis mencoba menggali sumber yang
terdiri dari : 1. Buku – buku, Skripsi, Tesis, Desertasi maupun majalah - majalah yang terkait tentang Sejarah pendudukan Jepang dari tingkat Lokal samapi Nasional. 2. Arsip baik itu dari ANRI maupun dari arsip tingkatan Kabupaten, Provinsi, maupun Pusat. 3. Sejarah lisan yang tentunya melibatkan para pelaku-pelaku sejarah. Sejarah lisan memberikan sarana untuk rekonstruksi masa lalu yang lebih realistik dan seimbang, memungkinkan munculnya sosok – sosok pahlawan tidak saja dari kalangan pemimpin tetapi juga dari rakyat yang tidak dikenal. Sejarah menjadi lebih demokratis, memanusiakan manusia.10 4. Mengkaji dokumen dan arsip (content analysis) 11 Teknik wawancara pada penelitian ini dilakukan dengan metode variasi dan menyesuaikan dengan kepribadian mereka (informan).Pilihan
10
Paul Thompson. (2012). “Teori dan Metode Sejarah Lisan”. Yogyakarta: OMBAK. Hal. Sampul buku (kutipan langsung)
11
Sutopo, HB. 2006. Metodologi Penelitian Kuantitaif. Dasar teori dan Penerapannya dalam Penelitian Surakarta: Universitas Sebelas Maret
metodenya adalah obrolan ramah dan informal atau obrolan formal dengan pertanyaan yang lebih teratur. Wawancara mendalam (indeph interview) yang dilakukan lebih menyerupai suatu bentuk dialog antara peneliti dan narasumber dilakukan dalam suasana santai. Agar wawancara mendalam lebih terarah maka dipersiapkan pedoman wawancara
(interview guide)
yang berisi
pertanyaan – pertanyaan tentang garis besar pemahaman nilai – nilai historis.12 1.7 Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode sejarah.Yang terdiri dari langkah-langkah sebagai berikut:
:
1.Heuristik Heuristik merupakan tahap pengumpulan sumber dimana seorang peneliti sudah mulai secara aktual turun meneliti lapangan. Pada tahap ini kemampuan teori – teori yang bersifat deduktif – spekulatif yang dituangkan dalam proposal penelitian mulai di uji secara induktif – empirik atau pragmatik.13. Tahap heuristik ini banyak menyita waktu, biaya, tenaga, pikiran, dan juga perasaan. Ketika kita mencari sumber dan berhasil menemukannya akan terasa seperti menemukan “tambang emas”. Tetapi apabila keadaan sebaliknya, maka kita akan frustasi. Sehingga itu agar dapat mengatasi masalah kesulitan sumber, maka kita harus
12 13
ibid Prof. A. Daliman. (2012). “Metode Penelitian Sejarah”. Yogyakarta. OMBAK. Hal 51
menggunakan strategi untuk dapat mengatur segala sesuatunya baik mengenai biaya maupun waktu.14 Pada tahap ini, penulis akan mulai dengan mencari sumber – sumber seperti yang telah dijelaskan pada poin tinjauan pustaka dan sumber. Penulis akan berusaha untuk mengidentifikasi sumber – sumber primer seperti arsip baik ditingkat kabupaten, provinsi, ataupun pusat. Menurut metodologi sejarah, sumber berupa arsip merupakan sumber yang menempati posisi tertinggi dibandingkan dengan posisi lainnya (sumber primer) karena arsip diciptakan pada waktu yang bersamaan dengan kejadian. Namun bukan berarti sumber yang lainnya tidak berguna sama sekali. Sumber – sumber yang lainnya merupakan pelengkap sekaligus penopang dalam banguna rekonstruksi sejarah. 2.Kritik Sumber Kritik sumber ini adalah langkah awal selanjutnya setelah langkah pengumpulan sumber dilakukan. Kritik sumber adalah upaya untuk mendapatkan otentisitas dan kredibilitas sumber dengan cara melakukan kritik. Kritik dilakukan dengan memakai kerja intelektual dan rasional dan mengikuti metodologi sejarah guna mendapatkan obyektifitas suatu kejadian
15
. Selanjutnya kritik sumber itu
terdiri dari kritik eksternal yang mengarah pada relasi antar sumber dan kritik internal yang mengcu pada kredibilitas sumber16.
14
Helius Sjamsudin (2012), “Metodologi Sejarah”, Yogyakarta: OMBAK. Hal 48 L. Gottschalk (1956), “Metodologi Sejarah”. Yogyakarta: OMBAK. Hal 68 16 Ibid. Hal 36 - 37 15
Setelah mengumpulkan sumber – sumber yang telah dijelaskan di atas, selanjutnya panulis akan melakukan kritik seperti yang dijelaskan di atas. Melakukan tahap penyeleksian sumber dengan pertimbanganyang berasal dari dalam dan luar sumber itu sendiri. 3.
Interprestasi
Interprestasi merupakan penafsiran atau pemberian makna oleh sejarawan terhadap fakta – fakta (Fact) dan bukti – bukti (Evidences).Dalam metodologi penelitian sejarah, tahap interprestasi inilah yang memegang peranan penting dalam mengeksplanasikan sejarah. Sumber – sumber sejarah tidak akan bisa berbicara tanpa ijin dari sejarawan 17 4. Historiografi Hisoriografi merupakan tahap terakhir dari penelitan sejarah, dimana semua sumber yang telah menjadi fakta setelah melalui kritik, kini dieksplanasikan dengan interprestasi penulis menjadi historiografi
yang naratif, deskriptif,
maupun analisis. Prof. A. Daliman mengatakan bahwa penulisan sejarah (historiografi) menjadi sarana mengkomunikasikan hasil- hasil penelitian yang diungkap, di uji (verifikasi) dan interprestasi. Rekonstruksi akan menjadi eksis apabila hasil – hasil pendirian tersebut di tulis 18. Dalam tulisan ini, bentuk penjelasan atau eksplanasi disajikan tidak hanya dalam bentuk narasi, melainkan dalam bentuk analisis secara mendalam.Ini disebabkan karena penulisan ini menggunakan pendekatan ilmu politik, sosiologi,
17 18
A. Daliman. “Metodologi Penelitian” Prof. A. Daliman
dan agama dengan berbagai teorinya yang dapat membantu dalam menganalisis sebuah peristiwa sejarah. Penjelasan tentang metodologi sejarah yang dipakai penulis di atas hanyalah bersifat teoritis, efektif tidaknya implementasi dari metodologi sejarah di atas akan sangat terlihat pada hasil penelitian dan penulisan sejarah. Satu hal penting lagi menurut penulis adalah mengkoreksi tulisan.Menurut W. K. Storey sebelum menyajikan hasil penelitian sejarah, alangkah baiknya baca kembali dan lakukan koreksi terhadap draf final dan tanda baca dari hasil tulisan itu. Membaca dan mengkoreksi adalah bagian yang penting dalam penulisan sejarah dan membutuhkan waktu dan kesabaran19 1.8 Sistematika Penulisan Agar lebih terarah penulisan ini, maka perlu mencantumkan sistematika penulisan sebagai berikut. BAB I PENGANTAR 1.1 Latar Belakang 1.2 Pembatasan Masalah 1.3 Rumusan Masalah 1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.5 Kerangka Teoretis dan Pendekatan 1.6 Tinjauan Pustaka dan Sumber 1.7 Metodologi Penelitian 1.8 Sistematika Penulisan 19
W.K. Storey (2011), ed. “Menulis Sejarah Penduan Untuk Mahasiswa”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal 179. Buku ini adalah edisi ke-2 dan diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Abdillah Halim.
BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 2.1 Letak Geografis dan Topografi 2.2 Kependudukan BAB III TINJAUAN SINGKAT SEJARAH TRANSMIGRASI DI INDONESIA 3.1 Pengertian Transmigrasi 3.2 Transmigrasi di Indonesia BAB
IV
MASYARAKAT
JAWA
DAN
GORONTALO
DI
KECAMATAN TOLANGOHULA 1997-2001 4.1 Transmigrasi di Gorontalo 4.2 Kehidupan Sosial dan Budaya masyarakat Jawa dan Gorontalo di Kecamatan Tolangohula tahun 1997-2001 BAB V PENUTUP 5.1 Simpulan 5.2 Saran BAB II GAMBARAN UMUM OBYEK PENELITIAN 2.1 Letak Geografis dan Topografi Kecamatan Tolangohula meupakan salah satu dari 17 Kecamatan yang ada di Kabupaten Gorontalo. Ibu kota Kecamatan Toalngohula terleltak di 0,30 Lintang Utara, 1,0 Lintang Selatan, 121 Bujur Timur, 123,3 Bujur Barat. Kecamatan Tolangohula terdiri dari 15 Desa, yaitu Desa Gadasari, Sukamakmur, Molohu, Lakeya, Binajaya, polohungo, Tamaila Utara, Sidoharjo, Sukamakmur
Utara, Margomulya, Mkamur Abadi, Gandaria, Ombulotango, Tamaila dan Desa Himalaya. Kecamatan Tolangohula berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo, Utara di sebelah Utara, Kecamatan Boliyohuto dan Mootilango di sebelah Timur, Kabupaten Boalemo sebelah selatan serta Kecamatan Asparaga di sebelah barat (BPS Kabupaten Gorontalo, 2012). Topografi wilayahnya sebagian besar merupakan daerah pegunungan. Kecamatan Tolangohula dlintasi oleh 5 sungai yaitu sungai Motoyi di Desa Molohu, sungai Bongo di Desa Lakeya, sungai Molohu di Desa Polohungo, sungai Tonala di Desa Binajaya dan sungai Tombiu di Desa Sidoharjo. Wilayah Kecamatan Tolangohula sebagian besar merupakan daerah dataran. Jika dilihat dari luas wilayahnya, maka desa yang memiliki luas terbesar adalah Desa Binajaya dan Desa Polohungo, sementara desa yang memiliki luas daerah terkecil adalah Desa Sukamakmur (BPS Kabupaten Gorontalo, 2012). Desa yang memiliki wilayah paling luas terdiri dari dua desa yaitu Desa Polohungo dengan luas 36 km
2
dan Desa Binajaya dengan luas wilayah yang
sama yakni 36 km2. Di Kecamatan Tolangohula tidak terdapat pantai hanya lembah atau daerah aliran sungai.Adapun desa yang memiliki lembah atau aliran sungai yakni terdiri dari 2 desa yaitu Desa Tamaila Utara dan Desa Gandaria.Selain itu, hanya terdapat 2 desa yang memiliki lereng yaitu Desa Gandasari dan Desa Tamaila Utara. 2.2 Kependudukan
Jumlah penduduk di Kecamatan Tolangohula pada tahun 2011 mencapai 14.931 jiwa, yang terdiri dari penduduk laki-laki mencapai 7.645 jiwa dan penduduk perempuan mencapai 7.286 jiwa. Pada tahun 2011 kepadatan penduduk di Kecamatan Tolangohula mencapai 301 jiwa per km2. Desa yang paling padat penduduknya yaitu Desa Gandasari dengan jumlah penduduk 126,48 jiwa/km 2, sedangkan desa yang memiliki jumlah penduduk paling rendah adalah Desa Polohungo yaitu 31,42 jiwa/km2. Desa Gandasari merupakan desa yang memiliki jumlah penduduk terbanyak yakni 1.189 laki-laki dan 1.106 perempuan, yang kemudian disusul oleh Desa Sukamakmur yang memiliki jumlah penduduk mencapai 1.167 laki-laki dan 1.094 perempuan. Apabila dilihat secara keseluruhan desa yang ada di Kecamatan Tolangohula, yang mempunyai penduduk paling sedikit adalah Desa Margomulya yakni, 415 laki-laki dan 409 perempuan. Jika diakumulasi secara keseluruhan Kecamatan Tolangohula memiliki jumlah penduduk cukup banyak yaitu 22.205 jiwa denga rasio jenis kelamin 105,7. Ketersediaan sarana pendidikan baik sarana maupun prasarana akan sangat menunjang dalam meningkatkan pendidikan. Selain hal tersebut, tersedianya tenaga pendidik/guru dan peserta didik merupakan bagian yang sangat penting dalam upaya meningkatkan kuantitas dan kualitas sumber daya manusia yang ada. Di Kecamatan Tolangohula terdapat beberapa jenjang penduduk yaitu dimulai dari Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah
Dasar (SD), Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Perguruan Tinggi. Pertanian merupakan sektor penting di Kecamatan Tolangohula, karena sebagian besar penduduknya bermatapencaharian sebagai petani, sub sektor tanaman bahan makanan merupakan salah satu sub sektor pada sektor pertanian. Sub sektor ini mencakup tanaman padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang tanah, kacang hijau dan kedelai. Padi dan jagung merupakan andalan bagi sebagian besar penduduk petani di Kecamatan Tolangohula.Sehingganya ketika terjadi masalah di bidang pertanian, maka hal tersebut secara otomatis menjadi masalah juga bagi masyarakat. Sebagian besar lahan pertanian di Kecamatan Tolangohula adalah lahan persawahan, dimana banyak para petaninya berprofesi sebagai petani sawah. Luas baku sawah yang diolah dan belum dilah di Kecamatan Tolangohula yakni mencapai 2.772,5 Ha. Angka ini merupakan akumulasi dari lahan persawahan yang berada di 15 desa se Kecamatan Tolangohula. Adapun desa yang memiliki lahan persawahan paling sempit adalah Desa Himalaya yakni mencapai 55 Ha.Selain itu, dapat dijelaskan bahawa di Kecamatan Tolangohula tidak terdapat sawah perairan non teknis dan sawah belum diolah, karena keseluruhan lahan persawahan di Kecamatan tolangohula adalah sawah PU dan semuanaya telah diolah. Selain lahan persawahan di Kecamatan Tolangohula juga terdapat lahan perkebunan yang dalam kepemilikannya terbagi menjadi dua, yaitu perkebunan
milik rakyat dan perkebunan negara/swasta.Perkebunan milik rakyat secara keseluruhan mencapai 4.239 Ha dan perkebuna negara/swasta keseluruhannya mencapai 3.375 Ha. BAB III TINJAUAN SINGKAT SJARAH TRANSMIGRASI DI INDONESIA 3.1 Transmigrasi Transmigrasi merupakan bentuk migrasi penduduk yang khas Indonesia. Selam satu abad pelaksanaannya (1905-2005), yang dimulai pada jaman pemerintahan kolonial Belanda dengan nama Kolonisasi, hingga jaman reformasi saat ini, secara demografis belum bisa dikatakan berhasil. Selain tujuan demografis, pada setiap periode memiliki tujuan yang berbeda0beda, baik yang tersurat maupun ynag tersirat. Dalam tulisan ini dideskripsikan pelaksanaan transmigrasi pada periode pemerintahan kolonial Belanda yang terdiri atas masa percobaan, masa Lampngsche volksbank, dan masa depresi ekonomi dunia, kemudian pada jaman pendudukan tentara Jepang, serta jaman setelah kemerdekaan Indonesia yang terdiri atas masa orde lama, orde baru, dan msa reformas Dalam perjanalan sejarah transmigrasi di indonesia yang sudah mencapai satu abad, sejak mulai dilaksanakan pada jaman pemerintahan kolonial Belanda tahun 1905 hingga saat ini, telah melalui berbagai masa pemerintahan dan kekuasaan yang berbeda. Walaupun secara demografis pengertian umum dari transmigrasi ini tetepa sama dari masa ke masa, yaitu memindahkan pendudk dari wilayah yang padat ke wilayah yang kurang atau jarang penduduknya, tetapi
dalam pelaksanaanya didasarkan pada latar belakang, tujuan, dan kebijakan yang berbeda-beda, baik yang tertulis secara resmi maupun terselubung. Transmigrasi merupakan salah satu bentuk mobilitas spasial atau migrasi penduduk horizontal atau inisiatif pemerintah yang khas Indonesia dan telah menjadi program yang sudah diimplementasikan sejak lama. Tidak ada satu pun negara lain yang menerapkan program transmigrasi. Pengertian yang lebih spesifik, transmigrasi adalah kebijakan pemerintah Indonesia untuk memindahan penduduk dari pulau Jawa yang berpenduduk padat ke wilayah lain yang berpenduduk jarang di luar Pulau Jawa. Namun demikian, pengertian transmigrasi telah berkembang menjadi beberapa varian, saat ini misalnya, ada istilah transmigrasi lokal yaitu perpindahan penduduk di dalam suatu pulau baik di Pulau Jawa sendiri maupun di luar Pulau Jawa. Transmigrasi juga telah dilaksanakan dari pulau-pulau di luar Jawa yang berpenduduk padat seperti Pulau Lombok dan Bali ke pulau-pulau lainnya. Periodisasi pelaksanaan transmigrasi selama satu abad terakhir, dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu (1) jaman pemerintahan kolonial Belanda 19051941, (2) masa pendudukan tentara Jepang, 1942-1945, dan (3) periode setelah kemerdekaan Indonesia, 1945-2005. Deskripsi dalam tulisan ini membagi jaman pemerintahan kolonial Belanda menjadi tahap percobaan kolonisasi antara tahun 1905-1911, periode Lampongsche volksbanks pada kurun waktu antara 19111929, serta jaman depresi ekonomi dunia antara tahun 1930-1941. sedangkan setelah jaman kemerdekaan Indonesia, dibagi menjadi masa pemerintahan orde lama, masa pemerintahan orde baru serta masa reformasi.
3.2 Transmigrasi di Indonesia Sejarah transmigrasi di Indonesia sejak dilaksanakannya kolonisasi oleh pemerintah kolonial Belanda tahun 1905. Kebijakan kolonisasi pendudk dari pulau Jawa ke luar Jawa dilatarbelakangi oleh : (1) Melaksanakan salah satu program milik poloti etis, yaitu emigrasi untuk mengurangi jumlah penduduk pulau Jawa dan memperbaiki taraf kehidupan yang masih rendah, (2) Pemilikan tanah yang makin sempit di pulau Jawa akibat pertambahan penduduk yang cepat telah menyebabkan taraf hidup masyarakat di pulau Jawa semakin menurun, (3) Adanya kebutuhan pemerintah kolonial Belanda dan perusahaan swasta akan tenaga kerja di daerah-daerah perkebunan dan pertambangan di luar pulau Jawa. Politik etis yang mulai diterpakan pada tahun 1900 bertujuan mensejahterakan
masyarakat
petani
yang
telah
dieksploitasi
selama
dilaksanakannya culture stelsel (sistem tanam paksa). Sebab sistem tanam paksa tersebut secara empirik telah menyebabkan orang-orang pribumi semakin menderita. Dari sisi ekonomi, telaah menyebabkan pula berubahnya sistem perekonomian tradisional miskinnya penduduk terutama masyarakat petani. Kondisi seperti itu telah menggugah kaum etis Belanda seperti C.Th. Van Deveter mengkritisi kebijakan pemerintah yang dituangkan dalam sebuah tulisan “A Debt of Honor” dan merekomendasikan agar pemerintah Belanda memberi bantuan untuk mensejahterakan penduduk di daerah jajahannya yang telah banyak memberikan keuntungan melalui sistem tanam paksa. Selanjutnya, senagai rasa tanggung jawab moral untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pribumi yang mencakup program: (1) emigrasi, (2) irigasi, 93) dedukasi.
Dalam kaitannya dengan emigrasi, pemerintah kolonial Belanda mengadakan redsitribusi penduduk dari pulau Jawa je luar Jawa, menginagt kondisi pulau Jawa yang semakin padat penduduknya. Ada beberapa pemikiran mengapa pendudk terkonsentrasi di pulau Jawa. Menurut pemikiran Mohr seorang ahli geologi dan tanah berkebangsaan Belanda, kepadatan penduduk di pulau Jawa disebabkan keadaan tanah yang subur serta iklmim yang menguntungkan bagi pertanian. Sementara dalam pendangan Fisher, ahli geografi berkebangsaan Inggris, adanyaketimpangan distribusi penduduk antara pulau Jawa dan luar Jawa disebabkan oleh kebijakan pemerintah Belanda yang Jawa sentris, sehingga pembangunan pusat-pusat pertumbuhanseperti pendidikan, perdagangan, dan pemerintahan, juga prasarana pembangunan seperti transportasi, komunikasi, dan irigasi lebih terkonsentrasi di pulau Jawa. Pemerintah kolonial Belanda, pada pelaksanaan kolonisasi yang pertama tahun 1905, telah memindahkan 155 keluarga dari keresidenan Kedu Jawa Tengah menuju daerah kolonisasi Gedongtataan di Lampung. Lembaga yang mengurus kolonialisasi adalah komisi inter departemen yaitu Centraal Commissie voor Emmigratie en Kolonisasi van Inheemsen. Kontrolir H. G. Heyting sebagai inisiator, memiliki pemikiran yang cukup maju. Agar penduduk yang dipindahkan betah tinggal di daerah baru, dilakukan upaya mengkondisikan daerah tujuan (Sumatera) seperti suasana di pulau Jawa. Pelaksanaan kolonisasi periode percobaan ini, pemerintah kolonial Belanda boleh dibilang kurang serius menanganinya, yang disebabkan masalah internal mereka sendiri. Ada pro-kontra berkaitan dengan pelaksanaan kolonisasi,
akibat masih adanya perbedaan pendapat mengenai kepadatan penduduk pulau Jawa. Mereka yang pro berpendapat penduduk pulau Jawa sudah padat, sementara yang kontra belum melihat adanya kondisi yang mendesak untuk memindahkan pendudk dari pulau Jawa ke luar Jawa. BAB IV MASYARAKAT JAWA DAN GORONTALO DI KECAMATAN TOLANGOHULA 4.1 Transmigrasi di Gorontalo Sejak proklamasi kemerdekaan, Gorontalo aldalah salah satu wilayah Republik Indonesia yang tidak pernah bergolak, apalagi melakukan tindakan makar seperti daerah lainnya. Oleh karena itu, program pembangunan dapat berjalan sesuai rencana-rencana yang telah dibuat. Meskipun hanua berstatus daerah tingakat II, selama dekade 1950-an, Gorontalo punya arti penting bagi pemerintah pusat. Dengan demikian maka cukup rasional jika daerah ini dijadikan daerah penempatan transmigran dari pulau Jawa sejak tahun 1953, karena secara politis, demografis dan geografis sangat memungkinkan untuk program ini. Selain itu, progrma transmigrasi lokal yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah sejak masa federal, menjadi salah satu bukti bahwa penyelenggaraan pemindahan penduduk tidak mengalami hambatan berarti di Gorontalo. Demikian pula dengan keberadaan etnis Jawa Tondano di Gorontalo sejak permulaan abad XX juga berperan sebagai pra kondisi bagi pemindahan penduduk dari Jawa ke wilayah ini.
Wilayah Gorontalo yang dijadikan tujuan awal program transmigrasi adalah dataran Paguyaman. Sebuah daerah yang cukup luas, sekitar 65 km sebelah baarat Kota Gorontalo. Daerah ini dipilih sebab selain tersedianya cukup banyak lahan, juga karena topografinya yang tidak jauh berbeda dengan kondisi di Pulau Jawa pada umumnya. Dataran yang cocok untuk persawahan ditambah ketersediaan air yang cukup menjadikan Paguyaman sangat ideal untuk eksperimen awal program transmigrasi di wilayah Gorontalo. Selain itu jarak dari kota dan pelabuhan – pelabuhan penting di Gorontalo juga relatif dekat dibandingkan dengan dataran lainnya. Tahun 1951, dua tahun sebelum realisasi program, seorang pengusaha perkebunan kelapa asal Sulawesi yang bermukim di Jakarta pernah menulis ke Wakil Perdana Menteri selaku koordinator nasional program transmigrasi. Maksud utama surat tersebut adalah maminta tenaga kerja dari Jawa untuk mengelola perkebunan kelapa di Pulau Una-Una dekat Gorontalo, yang terbengkalai karena kekurangan buruh. Meskipun demikian, dua lembar terakhir suratnya menyarankan agar pemerintah mengirimkan transmigran dari Jawa untuk mengolah tanah yang luas di Paguyaman. Hal ini dimaksudkan untuk memproduksi beras dengan sistem persawahan. Perlu diketahui bahwa saat itu wilayah Sulawesi Utara, Tengah, dan Kepulauan Banggai serta maluku masih mengimpor beras dari Sulawesi Selata dan Pulau Jawa. Argumen-argumen di atas tidak berlebihan sebab dalam kenyataanya memang demikian. Salah satunya dapat dibuktikan oleh keberadaan penduduk transmigran yang jauh melebihi jumlah penduduk lokal di sekitarnya, yang berarti
bahwa sangat sedikit tanah dimiliki penduduk lokal. Demikian juga dengan fakta bahwa dataran paguyaman menjadi satu-satunya destinasi transmigrasi di Gorontalo selam tahun 1950-1960. Sebelum adanya surat tersebut, pada bulan Oktober
1951 Djawatan
Transmigrasi Provinsi Sulawesi juga telah menyelidiki wilayah-wilayah di Sulawesi yang cocok untuk penempatan transmigrasi, termasuk di Gorontalo. Berdasarkan inspeksi yang dilakukan, terdpat dua lokasi yang cocok untuk trasnmigrasi yakni dataran Pinogu di bagian timur Kota Gorontalo dengan luas sekitar 5.000 Ha dan dataran Paguayaman di sebelah barat
Kota gorontalo,
luasnya sekitar 60.000 Ha. Hingga btahun 1960, hanya wilayah Paguyaman yang dijadikan sebagai objek transmigrasi. Mungkin karena dataran Pinogu tidak begitu luas dan telah banyak penduduk lokal yang bermukim di tempat itu. 4.2
Kehidupan Sosial dan Budaya Masyarakat Jawa dan Gorontalo di
Kecamatan Tolangohula Tiga tahun sebelum trasnmigrasi dari jawa ditempatkan di Paguyaman, pemerintah daerah Gorontalo yang disubsidi oleh negara Indonesia Timur (NIT) telah menyelenggarakan pemindahan penduduk . sebanyak 288 jiwa telah dipindahkan dari wilayah kota Gorontalo dan sekitarnya ke dataran Paguyaman. Pada tanggal 29 Oktober 1951 Gubernur Sulawesi mengunjungi objek tersebut guna memastikan keberadaan program itu. Seperti ditunjukkan dua foto di bawah ini. Kunjungan Gubernur, kemudian surat T.A Lasahido menjadi faktor pendorong implementasi gagasan penempatan transmigran di lokasi tersebut.
Khusus surat dari Lasahido, ditanggapi serius oleh pemerintah, dalam hal ini Djawatan Transmigrasi pusat dan Badan Rekonstruksi nasional (BRN). Ir. Tambunan sebagai kepala Djawatan Transmigrasi menyampaikan kepada Wakil Perdana Menteri dan Kepala Kantor Transmigrasi Provinsi Sulawesi, bahwa usulan tersebut cukup baik dan patut ditindak lanjuti. Oleh karena itu, perlu peninjauan lokasi secepatnya agar kondisi tanah, iklim dan aspek-aspek lain tentang Paguyaman dapat diketahui. Dengan demikian maka pengiriman transmigrasi dapat segera dilakukan. Selain Djawatan Transmigrasi, Biro Rekonstruksi Nasional (BRN) juga memberi tanggapan positif atas usulan tersebut. G. Wiranegara atas nama direktur BRN melalui suratnya kepada BRN Cabang Sulawesi, menyampaikan bahwa lokasi tersebut baik untuk transmigrasi BRN secara besar-besaran, namun tidak untuk tahun 1952 karena program untuk penyaluran BRN pada tahun ini telah dilaksanakan. Seperti Ir. Tambunan, ia juga menekankan perlunya peninjauan lokasi secara intensif oleh pihak terkait di Sulawesi. Atas saran-saran tersebut, pada tanggal 30 April 1952 BRN Cabang Sulawesi telah mengirim saudara A.H. Tangahu untuk meninjau dan menyelidikai lokasi dimaksud. Kondisi alam daerah Tolangohula membuat interaksi sosial antar perorangan lebih banyak terjadi dalam lingkup keluaga saja baik di desa Himalaya, Sidoharjo, dan Gandasari.Setiap hari anak-anak lebih sering ikut bersama orangtuanya ke sawah atau ke ladang dibandingkan bermain dengan teman-temannya, kecuali anak yang telah menginjak bangku sekolah.
Fenomena ini dapat menyebabkan anak sulit untuk bersosialisasi dengan lingkungan masyarakat kelak karena mengalami hambatan saat sosialisasi primer. Menurut Barger, et.al (dalam Lukman, 25:2006) sosialisasi primer, adalah suatu proses sosialisasi dimana individu mulai mengenal lingkungan sosialnya. Sosialisasi ini terjadi ketika seorang individu berumr 0-4 tahun. Biasanya, apa yang diserap anak pada masa itu akan menjadi kepribadiannya setelah dewasa nanti. Hal ini dapat dicegah dengan memberikan ruang gerak kepada anak untuk mengenal lingkungannya dengan bantuan sikap terbuka dari orangtua yang dengan suka rela membawa anaknya berjalan-jalan diareal desa sekaligus agar secara tidak langsung anak mengenal lingkungan masyarakat desanya beserta kehidupan masyarakat yang kelak dirinya akan terlibat di dalamnya. Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa warga dari desa yang dijadikan sample tidak semua narasumber setuju untuk mengajarkan anaknya bersosialisasi atau berinteraksi dengan lingkungan masyarakat sebab mereka beranggapan anak-anak masih terlalu kecil untuk tau lingkungan masyarakat dan khawatir akan terpengaruh hal-hal yang buruk dari lingkungannya, namun tidak sedikit pula yang setuju dan beranggapan mengajarkan anak berinterkasi dini dnegn lingkungannya akan mengajarkan anak mengenal masyarakat dan dapat belajar membedakan hal yang baik dan hal yang tidak patut dicontoh dari lingkungannya. Ternyata jawaban setuju rata-rata dijawab oleh orangtua yang memiliki pendidikan minimal SMA dan tokoh masyarakat yang sering berinteraksi dengan
mayarakat di desa tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan dapat juga berpengaruh terhadap adanya interaksi selain itu kebiasaan orangtua yang sering berinteraksi dengan lingkungan sosial dapat ditiru oleh anaknya. Menurut Mead (dalam Soemanto, 74:2002) pada anak terdapat tahap play stage atau meniru,pada tahap ini, anak sudah mulai meniru peranan yang dijalankan oleh orang lain. Kehidupan sosial budaya antara orang perorang dengan kelompok manusia atau sebaliknya di kecamatan Tilangohula seperti yang telah dijelaskan pada bab dua bahwa contoh dari interaksi ini seperti apabila seseorang merasa bahwatindakan-tindakannya berlawanan dengan norma-norma masyarakat, maka akan diselesaikan dengan cara bersama-sama. Memang dari tiga desa yang dijadikan sample tidak ada seorangpun yang melakukan tindakan melanggar dari norma masyarakat, yang ada hanya perubahan tingkah laku akibat semakin majunya kehidupan ini. Ada beberapa kebudayaan yang telah ditingalkan karena dianggap tidak sesuai dengan agama yang mereka anut. Terjadi pergeseran norma yang ada pada masyarakat seiring berkembangnya pola pikir masyarakat. Menurut Maran (2000:41) salah satu faktor yang menyebabkan orang melanggar norma atau aturan yang berlaku di masyarakat yaitu individu kurang mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan, sehingga ia merasa terasing dan terkucil yang berakibat ia sering melakukan tindakan regresi terhadap nilai dan norma.
Data yang didapat dari hasil wawancara mengungkapkan bahwa jika ada seseorang yang melanggar norma-norma yang ada di desa itu maka orang tersebut akan diusir dari desa itu atau dimusyawarahkan. Perbedaan pendapat antar perorangan dengan masyarakat memang ada karena di negara kita memang memiliki hak bagi seseorang untuk berpendapat, hanya saja jangan sampai pendapat tersebut akan menyebabkan konflik di antara masyarakat dan apabila orang tersebut melanggar dalam hal kriminal maka langsung diserahkan kepada pihak kepolisian. Kehidupan sosial budaya antara suatu kelompok manusia dengan kelompok manusia lainnya di kecamatan Tolangohula ini sangat kental. Masyarakat Tolangohula selain terdiri dari dua etnis juga terdiri dari dua agama yaitu islam dan kristen. Saat-saat hari besar agama kristiani kelompok masyarakat yang beragama islam memberikan bantuan berupa sembako untuk diberikan kepada kelompok kristiani, begitu pula sebaliknya jika hari besar umat muslim maka kelompok kristiani akan memberikan bantuan sembako kepada kelompok muslim. Menurut Soerjono (2014) kerjasama merupakan salah satu bentuk dari interaksi sosial.Kerjasama adalah hubungan sosial yang dilakukan oleh beberapa orang untuk mencapai tujuan bersama dalam berbagai hal, antara lain sosial, agama dan dalam hal pendidikan. Belum lama ini terdapat pemilihan umum tentu terdapat perbedaan pilihan dalam masyarakat, ada kelompok masyarakat yang memilih pasangan nomer 1 dan 2 namun perbedaan tersebut tidak lantas menimbulkan konflik diantara
masyarakat.Kedua kelompok masyarakat ini bergotong royong mensukseskan pemilihan umun di desa mereka masing-masing. Selain itu di kecamatan Tilangohula dari tiga desa yang menjadi sample ditemukan bahwa terdapat kelompok-kelompok masyarakat yang terlibat dalam pelestarian budaya. Kelompok-kelompok tersebut sering berinteraksi bersatu menampilkan berbagai tarian dan musik-musik etnik dari daerah mereka masing-masing pada saat-saat tertentu untuk menyatukan sekaligus memperkenalkan kebudayaan para transmigran dan penduduk lokal Gorontalo. Di kecamatan Tolangohula komunikasi antar masyarakat setiap desa berbeda-beda ada desa yang sesama warga sangat akrab, ada juga desa yang lebih kepada kehidupan keluarga.Komunikasi bukanlah menjadi sebuah masalah di kecamatan Tolangohula saat ini, meski dulu awal datangnya transmigran terjadi perbedaan pendapat yang menyebabkan sedikit konflik namun tidak untuk saat ini.Saat ini penduduk Jawa maupun Gorontalo bersatu padu membangun desa mereka masing-masing. Saat datang di kecamatan Tolangohula keramahan masyarakat baik suku Jawa dan Gorontalo sangat terasa.Berbagai jamuan diberikan kepada tamu yang berkunjung di desa mereka. Suasana perdesaan yang syarat akan nilai-nilai budaya tergambar jelas dari alam yang terjaga, seni yang dilestarikan, dan sikap ramah yang ditunjukkan. Pada kegiatan-kegiatan tertentu seperti acara pentas seni, masyarakat berkumpul di suatu tempat beramai-ramai sehingga tidak lagi ada batasan antara suku pendatang dan suku asli semua berbaur tanpa memikirkan perbedaan diantara mereka.
Berdasarkan uraian di atas komunikasi bukanlah menjadi faktor yang menyebabkan konflik di antara kedua suku, baik desa yang komunikasi antar masyarakatnya bagus maupun desa yang lebih bersifat individual atau lebih akrab dalam kalangan keluarga saja.Budaya yang tetap terjaga membuat budaya tersebut yang dapat dijadikan alat untuk menyatukan kedua suku pada acara-acara tertentu. Akulturasi budaya antara masyarakat Jawa dan Gorontalo tidak terbentuk dengan cepat saat masyarakat Jawa datang ke Kecamatan Tolangohula.Akulturasi budaya terjadi setelah bertahun-tahun pemabauran antara suku asli dan suku transmigran. Akulturasi budaya juga tidak berjalan mudah, banyak pertentanganpertentangan terjadi dalam masyarakat.Bahkan pertentangan-pertetangan ini ada yang berujung konflik terutama jika terjadi dikalangan anak muda, namun saat ini pertentangan tersebut tidak terjadi lagi, jika terjadi hanya sebatas konflik kecil yang dapat diselesaikan secara kekeluargaan. Dari ketiga desa yang dijadikan sample penelitian di desa Margo Mulyo yang paling nampak akulturasi budayanya. Informasi ini didapatkan dari wawancara Kepala Desa Margo Mulyo yang menyatakan bahwa di desa ini penduduk Jawa lebih banyak dibanding penduduk asli Gorontalo bahkan sudah banyak penduduk Jawa dan Gorontalo yang melakukan pernikahan, sehingga pada saat pernikahan terjadi pembauran budaya. Saat ini bukan hanya pernikahan dua suku yang menggunakan pembauran budaya namun saat orang Gorontalo menikah dengan orang Gorontalo mereka tetap memasukkan adat Jawa.Hal ini membuktikan bahwa pemabauran dua kebudayaan dapat menyatukan masyrakat
yang berbeda dan melahirkan suatu budaya baru yang membudaya dikalangan masyarakat setempat. Akulturasi budaya menunjukkan adanya perkembangan budaya pada awal kedatangan masyarakat Jawa ke Kecamatan Tolangohula yang bersifat sendirisendiri menjadi pembauran budaya adat Gorontalo dan Jawa disatukan sehingga tidak nampak celah antara masyarakat Jawa dan Gorontalo bahkan masyarakat Gorontalo yang tinggal di Kecamatan Tolangohula banyak yang sudah bisa berbahasa Jawa begitu pula sebaliknya, banyak masyarakat Jawa yang mulai mengetahui bahasa Gorontalo. BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Awal datangnya masyarakat Jawa di Kecamatan Tolangohula disebabkan keinginan masyarakat Jawa mengubah nasib di tanah perantauan dengan mengikuti program transmigrasi yang dilaksanakan oleh pemerintah pada tahun 1918.Budaya masyarakat di Kecamatan Tolangohula pada awalnya masih bersifat sendiri-sendiri sesuai suku, namun seiring perkembangan zaman akulturasi budaya pun terjadi, meskipun harus melewati berbagai macam halangan seperti konflik perbedaan antar pemuda. Di desa yang ada di Kecamatan Tolangohula dapat dilihat perkembangan budaya yang ada.Jika dahulu budaya masih bersifat sendiri-sendiri saat ini beberapa kebudayaan seperti pernikahan menggunakan dua adat yang dirangkum
menjadi satu bentuk budaya baru dan telah membudaya dikalangan masyarakat Tolangohula. 5.2 Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikemukakan beberapa saran sebagai berikut : 1.
Peneliti yakin dan percaya bahwa masih banyak kekurangan di dalam penyusunan yang kiranya masih banyak terdapat hal-hal yang tidak seidentik dengan pemikiran pembaca., maka dengan itu saran serta kritik guna untuk kesempurnaan ke depan sangatlah diharapkan.
2.
Kepada Pemerintah
: mengeluarkan kebijakan yang berpihak kepada
kesejahteraan kehidupan masyarakat tanpa membeda-bedakan suku dan agama. 3.
Kepada Masyarakat
: selalu menjaga keharmonisan hubungan di
Kecamatan Tolangohula baik antar sesama etnis maupun anatar etnis yang satu dengan yang lain guna tercapainya persatuan dan kesatuan pembangunan bangsa. DAFTAR PUSTAKA A Daliman. 2012. Metode Penelitian Sejarah.Yogyakarta : Ombak Agus Salim. 2002. Perubahan Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana Yogya Beni Ahmad Saebani. 2012. Pengantar Antropologi, Bandung : Pustaka Setia Esti Ismawati. 2012. Ilmu Sosial Budaya Dasar. Yogyakarta : Ombak Gilin.2003. Sosiologi Suatu Kajian Kehidupan Masyarakat Kelas 1 SMA. Jakarta: Yudhistira. Helius Sjamsudin. 2012. Metodologi Sejarah, Yogyakarta : Ombak
Keyfitz, R. 2001. IPS V untuk SD/MI. Intan Pariwara :Jakarta Maran, Rafael Raga. 2000. Manusia dan Kebudayaan dalam Perspektif Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Rineke Cipta. Mona Lohanda. 2011. Membaca Sumber Menulis Sejarah, Yogyakarta : Ombak Soekanto, S. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Soekanto, S. 2010. Sosiologi. Jakarta:PT Raja Grafindo Persada Soemanto. 2002. Sosiologi. Bumi Aksara. Jakarta Sunarti, K. 2004. Pengantar Sosiologi. Lembaga Penerbit. Jakarta Uno. 2011. Model Pembelajaran. Bumi Aksara. Jakarta Yudhohusodo, S. 1988. Transmigrasi. Juranlindo Aksara Grafika. Jakarta