LAPORAN TUTORIAL SKENARIO 1 BLOK THT “Aduh, telingaku sakit!”
Nama tutor : dr. Sinu Andi Y.
Disusun oleh : Kelompok A1 Amirul Zakiya Braver (G0011019) Andyka Prima Pratama (G0011023) Dewi Nur Khotimah (G0011071) Derajat Fauzan N (G0011065) Lina Kristanti W. (G0011127) Martha Oktavia Dewi (G0011133) Nadya Kemala A. (G0011145) Naili N.S.N (G0011147)
R.A. Sitha Anisa P (G0011161) Rizqa febriliany P (G0011183) Yoga Mulia Pratama (G0011213)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNS ANGKATAN 2011 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kesehatan merupakan aspek penting dalam kehidupan manusia. Tidak dipungkiri bahwa ungkapan ‘kesehatan mahal harganya’ itu benar. Tanpa badan yang sehat, aktivitas sehari-hari pun akan terganggu. Banyak pasien datang ke dokter untuk memeriksakan kesehatan mereka. Berbagai jenis keluhan ditemukan dalam praktik sehari-hari. Keluhan dalam bidang THT adalah salah satu jenis keluhan yang sering ditemui juga dalam praktik dokter umum. Oleh karena kasusnya yang banyak dijumpai, alangkah lebih baik apabila sebagai mahasiswa kedokteran memelajari topik ini. Untuk memperdalam bahasan ini, penulis melaksanakan tutorial dan menyusun laporan. Sebagai pancingan untuk pembahasan lebih mendalam, diberikan skenario sebagai berikut Seorang buruh bangunan laki-laki usia 25 tahun, datang ke praktek dokter umum dengan keluhan utama telinga kanan mengeluarkan cairan kuning, kental dan berbau busuk. Pasien juga mengeluh telinga berdenging sehingga pendengaran terganggu, disertai kepala pusing. Pasien sejak remaja sering pilek, disertai hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu. Satu tahun yang lalu, telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah. Riwayat kambuh-kambuhan terutama jika batuk dan pilek. Pada pemeriksaan otoskopi telinga kanan didapatkan: discharge mukopurulen dan granuloma. Rinoskopi anterior terdapat : discharge
seromukous, konka hipertrofi, livide. Pemeriksaan pharing didapatkan : mukosa hiperemi. Selanjutnya, dokter merencanakan pemeriksaan penunjang. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ pendengaran? 2. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario? 3. Bagaimanan analisis hasil pemeriksaan pada skenario? 4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario tersebut? 5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoloskopi? 6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario? 7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? 8. Bagaimana gambaran normal yang ditemukan pada pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi? C. Tujuan
1. Menggunakan teknologi informasi untuk mencari informasi terkini mengenai penyakit pada organ THT. 2. Menjelaskan ilmu-ilmu dasar yang berhubungan dan melingkupi organ THT meliputi a. Anatomi : organ – organ THT, hubungan anatomi dengan organ lainnya, arteria/vena/nervi di organ THT, dan kontrol saraf pada THT b. Fisiologi : fungsi organ-organ THT c. Fisika : bioakustik 3. Menjelaskan klasifikasi macam-macam penyakit pada organ THT berdasarkan jenis causa, fungsi, dan berdasar lokasi organ.
4. Menjelaskan penyebab-penyebab
terjadinya gangguan pada organ THT beserta
mekanismenya. 5. Menjelaskan faktor-faktor pencetus terjadinya gangguan pada organ THT. 6. Menjelaskan mekanisme terjadinya kelainan pada sel/organ pada penyakit-penyakit organ THT meliputi patogenesa, patologi, dan patofisiologinya. 7. Menjelaskan komplikasi yang ditimbulkan pada penyakit-penyakit di organ THT. 8. Menjelaskan manajemen/penatalaksanaan penyakit pada organ THT meliputi dasardasar terapi yaitu medikamentosa, konservatif,diet, operatif, rehabilitasi, dll. 9. Menjelaskan penegakan diangnosis penyakit pada organ THT. 10. Menjelaskan prognosis secara umum tentang penyakit pada organ THT. 11. Menentukan prosedur klinik penunjang diangnosa penyakit pada organ THT meliputi : pemeriksaan fisik telinga, hidung dan tenggorokan, test pendengaran, pemeriksaan suara dan bicara. 12. Menentukan pemeriksaan laboratorium penunjang diagnosa penyakit organ THT. 13. Merancang tindakan promotif dan preventif penyakit pada organ THT dengan mempertimbangkan faktor-faktor pencetus (untuk jelasnya lihat blueprint field lab). 14. Mampu menjelaskan dan menerapkan strategi pencegahan primer,sekunder dan tersier terkait penyakit THT. D. Manfaat 1. Mahasiswa mampu memahami fisiologi, anatami, dan histologi organ THT, terutama telinga 2. Mahasiswa mampu menjelaskan klasifikasi macam-macam penyakit pada organ telinga berdasarkan jenis kausa, fungsi, dan lokasi organ 3. Mahasiswa mampu menjelaskan patologi, patogenesis, dan patofisiologi dari suatu penyakit yang berhubungan organt THT, terutama telinga 4. Mahasiswa memahami faktor pencetus dan faktor risiko dari suatu penyakit pada organ pendengaran 5. Mahasiswa mampu melakukan penegakan penyakit pada organ telinga berdasarkan gejala dan tanda yang ada 6. Mahasiswa memahami manajemen dan tatalaksana suatu penyakit pada organ telinga
7. Mahasiswa memahami prognosis dan komplikasi yang bisa timbul dari suatu penyakit pada organ telinga 8. Mahasiswa mampu menetukan prosedur pemeriksaan apa saja yng diperlukan untuk penegakan diagnosis dari suatu penyakit 9. Mahasiswa mampu menjelaskan dan menerapkan strategi pencegahan terkait penyakit THT, terutama telinga
BAB II DISKUSI DAN PEMBAHASAN
A. Jump 1 : Klarifikasi istilah dan konsep Berikut adalah istilah penting yang dibahas 1. Granuloma -
Timbulnya suatu massa akibat infeksi kronis dimana bentukannya adalah makrofag yang tersusun epiteloid dan terdapat imigrasi limfosit ke daerah radang, merupakan contoh hipersensitivitas tipe IV
2. Ostoskopi -
Pemeriksaan pada telinga menggunakan otoskop untuk mengamati mebran tympani dan saluran telinga luar
3. Rhinoskopi -
Terdapat dua jenis pemeriksaan, yaitu rhinoskopi anterior (menggunakan spekulum untuk mengamati meatus, concha, dan sinus) dan rhinoskopi posterior (menggunakan cermin untuk melihat dinding nasopharynx dan bagian posterior lidah)
4. Pilek -
Kelebihan produksi sekret pada hidung
5. Livide -
Perubahan warna menjadi kebiruan, bisa disebabkan karen hipervaskularisasi
6. Mukopurulen -
Sekret berwarna kekuning-kuningan dan merupakan cairan dari kelenjar yang berisi mukus dan pus (berisi sel-sel PMN)
7. Seromukus -
Sekret berwarna terang , dimana lebih dominan mukus
8. Telinga berdenging -
Sering disebut sebagai tinitus,. Tinitus merupakan adanya sensasi suara yang bukan berasal dari luar telinga. Terdapat dua jenis tinitus yaitu subjektif dan objektif
9. Mukosa hiperemis -
Mukosa terlihat kemerahan akibat terjadinya vasodilatasi
10. Konka hipertrofi -
Pembesaran pada concha nasalis
B. Jump 2 : Menetapkan dan mendefinisikan masalah Berikut adalah masalah yang ditetapkan dari skenario Hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik terhadap seorang pasien adalah sebagai berikut : 1. Anamnesis a.
Jenis kelamin
: laki-laki
b.
Usia
: 25 tahun
c.
Keluhan utama
: telinga kanan mengeluarkan cairan kuning,
kental dan berbau busuk d.
Keluhan lain
:
mengeluh
telinga
berdenging
sehingga
pendengaran terganggu, disertai kepala pusing e.
Riwayat penyakit dahulu
: sejak remaja sering pilek, disertai hidung
tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu ; satu tahun yang lalu, telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah; riwayat kambuh-kambuhan terutama jika batuk dan pilek 2. Pemeriksaan fisik a. Pemeriksaan otoskopi
: telinga kanan didapatkan: discharge mukopurulen dan
granuloma b. Pemeriksaan rinoskopi : anterior discharge seromukous, konka hipertrofi, livide.
c. Pemeriksaan pharing
: : mukosa hiperemi
C. Jump 3 : Analisis masalah 1.
Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ pendengaran?
2.
Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario?
3.
Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan 1 tahun lalu?
4. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit sekarang? 5. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario tersebut? 6.
Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?
7.
Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario?
8.
Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut?
9.
Bagaiamana patologi, patogenesis, pastofisiologi dari penyakit tersebut?
10. Bagaiamana gejala klinis dari OMSK ? 11. Apa penyebab tinitus berdenyut (pulastile tinitus) ? 12. Bagaimana patogenesis OMA? 13. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dalam skenario? 14. Bagaimana manifestasi klinis tinitus? 15. Bagaiamana patofisiologi rhinitis allergica? D. Jump 4 : Menginventarisasi secara sistematik berbagai penjelasan yang didapatkan pada langkah 3 1.
Bagaimana anatomi, histologi, dan fisiologi organ pendengaran? a. Anatomi
Secara anatomis, telinga dibagi menjadi tiga regio utama: 1) Auris eksterna Berfungsi untuk mengumpulkan suara dan sebagai saluran ke bagian yang lebih dalam. Terdiri dari: -
auricula: merupakan kartilago elastis yang ditutupi oleh kulit, berbentuk seperti terompet dengan bagian ujung yang melebar
-
meatus acusticus externus: tabung yang melengkung dengan panjang sekitar 2,5cm. Terletak mulai dari pintu masuk porus acusticus externus hingga ke membrana tympani. Struktur histologis sama dengan kulit bagian luar, memiliki rambut dan modifikasi kelenjar keringat yang disebut glandula cerominous. Glandula tersebut akan mengeluarkan sekret yang disebut serumen, berfungsi mencegah kotoran masuk ke dalam telinga.
-
membrana
tympani:
merupakan
selapis
membran
tipis
yang
semitransparan dan menjadi batas antara auris externa dengan auris media. Epitelnya adalah kuboid simpleks. 2) Auris media Berfungsi untuk membawa getaran suara ke fenestra ovale. Ruangan di dalamnya berisi udara disebut cavum timpani. Auris media dipisahkan dengan auris interna oleh fenestra ovale dan fenestra rotundum. Fenestra ovale nantinya akan dilekati oleh basis stapedis. Sedangkan, fenestra rotundum akan ditutupi oleh selapis membran disebut membrana tympani sekundaria. Terdiri dari: -
osikula auditiva: terdapat tiga tulang pendengaran, yaitu malleus, incus, dan stapes. Manubrium mallei akan melekat di bagian interna dari membrana tympani. Caput dari mallei akan berartikulasi dengan corpus incus. Sedangkan, caput dari stapes akan berartikulasi dengan processus lenticularis pada os incus. Basis stapedis akan melekat pada fenestra
ovale. Ketiga tulang ini berhubungan dengan fungsinya adalah penghantaran getaran. -
musculus stapedius dan musculus tensor timpani: musculus tensor timpani akan diinervasi oleh nervus maxillaris dan berfungsi untuk membatasi gerakan dan meningkatkan tekanan di membrana timpani untuk mencegah suara yang terlalu keras di dalam auris interna. Musculus stapedius diinervasi oleh nervus facialis dan merupakan musculus skeletal terkecil pada tubuh manusia. Fungsinya adalah memperkecil getaran apabila terdapat suara yang keras untuk melindungi fenestra rotundum.
-
tuba auditiva atau tuba Eustachii: saluran ini menghubungkan ruangan pada auris media dengan nasopharynx. Tuba auditiva akan membuka saat menguap dan menelan. Fungsinya adalah menyeimbangkan tekanan antara auris media dengan dunia luar. Saluran ini sering menjadi rute perpindahan patogen dari hidung dan tenggorok ke telinga.
3) Auris interna Berfungsi sebagai tempat reseptor pendengaran dan keseimbangan. Terdiri dari dua bagian, yaitu labyrinthis osseus dan labyrinthis membranaceus. Labyrinth osseus dibatasi oleh periosteum dan mengandung perilymphe. Bagian-bagiannya adalah canalis semicircularis (anterior, posterior, dan lateral), vestibulum, dan cochlea. Sedangkan, labyrinth membranaceus menyerupai kantung epitelium, terdaoat reseptor pendengaran atau organon Corti dan keseimbangan. Labyrinth membranaceus mengandung endolymphe. Di dalam vestibulum, terdapat dua kantung yang merupakan bagian dari labyrinth membranaceus, disebut utriculus dan sacculus. Di dalam canalis semicircularis terdapat ductus membranous semicircularis, yang nantinya akan melebar pada bagian akhir disebut ampulla. Cochlea merupakan saluran spiral yang terbentuk dari tulang dan berputar hamper tiga kali dengan pusatnya adalah modiolus. Adanya membrana basalis dan membrana vestibuli akan membagi cochlea menjadi tiga ruangan, yaitu scala vestibule, scala media, dan scala timpani. Scala media merupakan tempat terletaknya reseptor pendengaran. (Tortora, 2011)
b. Histologi 1) Telinga luar a) Daun telinga • Tulang rawan elastis, kecuali lobus aurikularis • Ditutupi oleh kulit tipis • Tulang rawan yang berbentuk tidak teratur • Kulit : rambut halus (vellus), kelenjar sebasea dan kelenjar keringat b) Meatus Akustikus Eksterna (MAE) • Saluran dari daun telinga ke membran timpani • 2/5 bagian luar merupakan tulang rawan elastis • 3/5 bagian dalam merupakan tulang temporal • Bagian luar ditutupi oleh kulit, terdapat rambut (tragi), kelenjar sebasea dan kelenjar keringat, 2) Telinga tengah a) Rongga Timpani ( Kavum timpani ) •
Rongga kecil berisi udara, bentuk tidak teratur
•
Dalam tulang temporal
•
Dilapisi membran mukosa, epitel selapis gepeng
•
Bagian anterior epitel bertingkat dengan sel kolumnair bersilia dan sel
goblet b) Membran timpani • oval, keabu-abuan • pars tensa dan pars flaksid • 3 lapisan Bagian luar : ditutupi kulit, epitel berlapis gepeng tidak bertanduk, kelenjar dan rambut Bagian tengah : lapisan fibrosa intermedia, 2 lapis serat kolagen (radier, sirkuler) Bagian dalam : membran mukosa, epitel selapis gepeng dan lamina propria tipis c) Osikula Auditorius • 3 tulang kecil : maleus, inkus, stapes • 2 otot : m tensor timpani dan m. stapedius • Fungsi : bersama membran timpani merubah gelombang suara menjadi gel cairan di perilimfe telinga dalam d) Antrum Mastoid •
Ruang berisi udara di posterior rongga timpani
e) Tuba Auditorius • Saluran yang menghubungkan rongga timpani dengan nasofaring • Mukosa dibentuk oleh epitel bertingkat kolumnair bersilia dengan sel goblet dan lamina propria • Fungsi : mengalirkan udara ke rongga timpani 3) Telinga dalam a) Labirin Ossea Panjang 2 cm, berisi cairan perilimfe, cairan ini mengisi ruang perilimfatik b) Vestibulum •
Oval
•
Organ keseimbangan
•
Terdpt venestra vestibuli
c) Kanalis Semisirkularis
• 3 kelompok : anterior, posterior, lateral • Ampula : pelebaran kanalis semisirkularis, dekat vestibulum d) Koklea • Bentuk spiral seperti kulit keong • Diameter 9 mm, tinggi 5 mm • Puncaknya : kupula • Modiolus : tiang btk kerucut di tengah • Lamina spiralis ossea : skala vestibuli dan skala timpani • Helikotrema : hubungan koklea pada apeks • Krista basilaris : perlekatan membran basalis ke dinding luar koklea (Mescher, 2013) c. Fisiologi Masing-masing telinga terdiri dari tiga bagian yaitu telinga luar, telinga tengah, dan telinga dalam. Bagian luar dan tengah menyalurkan gelombang suara ke telinga dalam. Telinga dalam memiliki dua macam sensorik, yaitu koklea, yang mengandung reseptor untuk mengubah gelombang suara menjadi impuls saraf sehingga kita dapat mendengar, dan apparatus vestibularis, yang penting bagi sensasi keseimbangan. Telinga luar terdiri dari daun telinga dan saluran telinga luar. Daun telinga berfungsi menangkap dan megumpulkan gelonbang suara dan menyalurkannya ke saluran telinga luar. Pintu masuk saluran telinga dijaga oleh rambut-rambut halus yang berfungsi mencegah partikel asing masuk ke dalam telinga. Kulit yang melapisi saluran mengandung kelenjar keringat modifikasi yang menghasilkan serumen , suatu sekret yang merupakan salah satu mekanisme pertahanan terhadap benda asing. Membran timpani terletak di perbatasan antara telinga tengah dan telinga luar. Bagian luar mebran timpani terpajan oleh tekanan atmosfer dari luar, sedangkan bagian dsalamny aterpapar oleh tekanan penyeimbang dari tuba eustachius, yang meghubungkan telinga tengah dengan nasopharynx. Tuba eustachius dalam keadaan normal tertutup, tetapi membuka oleh menguap, menelan, dan mengunyah. Tulang telinga terdiri dari malleus, incus, dan stapes.
Sistem osikulus ini memperkuat tekanan yang ditimbulkan oleh gelobang suara di udara melalui dua keistimewaan . Pertama, luas permukaan jendela oval lebih kecil daripada luas permukaan membran timpani, sehingga tekanan yang disalurkan ke jendela oval akan lebih besar. Kedua, sistem osikulus ini merupakan sistem pengungkit yang akan mengamplifikasi gaya yang berkerja pada jendela oval sebesar 20 kali. Koklea merupakan bagian dari telinga dalam yanng mengandung organ indera pendengaran, yaitu organ Corti.Organ Corti terletak di atas mebran basilaris, mengadung sel rambut, yang merupakan reseptor suara. Sel rambut menghasilkan sinyal saraf jika terjadi perubahan gerakan mekanis dari rambut permukaaannya akibat gerakan cairan limfe di telinga dalam. Peran sel rambut dalam dan luar berbeda. Sel rambut dalam adalah sel ynang mengubah gaya mekanis suara menjadi impuls listrik pendengaran. Sementara sel rambut luar adalah mengirim sinyal auditorik ke otak melalui sel saraf aferen. Diskriminasi nada bergantung oada bagian membran basilaris yang bergetar. Diskriminasi kekuatan suara bergantung pada amplitudo getaran. Untuk keseimbangan dan posisi, di dalam kanalis semisirkularis terdapat sel-sel rambut reseptif yang terbenam di dalam lapisan gelatinosa di atasnya, kupula, yang menonjol ke dalam endolimfe di dalam ampula. Rambut-rambut di sel rambut vestibularis terdiri dari kinosilium bersama 20-50 stereosilia. Stereosilia berhubungan di ujung-ujungnya oleh tautan ujung, yaitu jembatan molecular halus antara stereosilia-stereosilia yang berdekatan. Jika tautan ini tegang, maka saluran ion berpintu mekanis di sel rambut akan tertarik yang menyebabkan terjadinya depolarisasi atau hiperpolarisasi bergantung pada apakah saluran ion terbuka atau tertutup. Pada saat depolarisasi neurotransmitter dilepaskan, menyebabkan peningkatan frekuensi lepas muatan serat aferen; sebaliknya, hiperpolarisasi mengurangi pelepasan neurotransmitter dari sel rambut, pada gilirannya mengurangi frekuensi potensial aksi di saraf aferen. Organ otolit pada telinga juga membantu memberikan informasi tentang posisi kepala relative terhadap gravitasi dan perubahan kecepatan gerakan lurus. Organ otolit berupa utrikulus dan sakulus. Pada utrikulus terdapat otolit atau batu keseimbangan di lapisan gelatinosa yang terletak di atas rambut. Pada posisi tegak rambut utrikulus akan vertical dan rambut sakulus akan horizontal. Sakulus
berfungsi untuk memberikan informasi pada gerakan miring menjauhi posisi horizontal, misalnya bangun tidur, dan linier vertical, misalnya loncat naik turun dan naik tangga berjalan. Fungsi organ otolit ini adalah: 1. Mempertahankan keseimbangan dan postur yang diinginkan 2. Mengontrol otot mata eksternal sehingga terfiksasi ke satu titik meskipun kepala bergerak 3. Mempersepsikan gerakan dan orientasi. Adanya ketidakseimbangan cairan di dalam telinga khususnya di kanalis semisirkuklaris atau sering disebut Meniere bisa menyebabkan vertigo, tinnitus, dan tidak dapat berdiri tegak (Sherwood, 2011)
E. Jump 5 : Merumuskan tujuan pembelajaran Berikut pertanyaan yang menjadi tujuan pembelajaran 1. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario? 2. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan 1 tahun lalu? 3. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit sekarang? 4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario tersebut?
5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi? 6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario? 7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? Apa korelasi usia dan jenis kelamin degan penyakit yang diderita? 8.
Bagaiamana patologi, patogenesis, pastofisiologi dari penyakit tersebut?
9.
Bagaiamana gejala klinis dari OMSK ?
10. Apa penyebab tinitus berdenyut (pulastile tinitus) ? 11. Bagaimana patogenesis OMA? 12. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dalam skenario? 13. Bagaimana manifestasi klinis tinitus? 14. Bagaimana manifestasi rhinitis allergica? F. Jump 6 : Belajar Mandiri Kegiatan belajar mandiri dan diskusi tanpa tutor. G. Jump 7 : Melakukan sintesis dan pengujian informasi yang telah terkumpul Berikut hasil sintesis setelah pengumpulan informasi 1. Bagaimana patofisologi terkait semua keluhan pada skenario? a.
Mengapa pasien mengeluh pusing? Pada telinga terdapat alat keseimbangan dan alat pendengaran. Alat keseimbangan berupa tiga kanalis semisirkularis, yaitu kanalis semisirkularis horizontal, inferior, dan superior yang berfungsi untuk membuat seseorang sadar akan posisi tubuh dalam suatu ruang. Apabila sistem ini terganggu makan akan timbul pusing atau vertigo (Herawati dan Rukmini, 2003)
b. Mengapa kambuh ketika terjadi pilek ?
Faktor Utama terjadinya otitis Media Adalah tidak bias membukanya Tuba Eustachius hal ini menyebabkan tekanan negatif pada cavum timpani dan terjadi efusi cairan (Mansjoer, 2001) Rhinitis terjadi karena inflamasi pada cavum nasi dengan terbentuknya mucus yang berlebihan dan bisa menyebar sampai ke nasofaring (Mansjoer, 2001) Dengan begitu mucus tersebut dapat menutupi OPTAE sehingga tidak bisa membuka (Mansjoer, 2001). c. Mengapa dari telinga keluar cairan ( satu tahun yang lalu) dan telinga berdenging (sekarang)? Jika sekret dan pus bertambah banyak dari proses inflamasi lokal, perndengaran dapat terganggu karena membran timpani dan tulang- tulang pendengaran tidak dapat bergerak bebas terhadap getaran. Akumulasi cairan yang terlalu banyak akhirnya dapat merobek membran timpani akibat tekanannya yang meninggi sehingga cairan dapat keluar dari liang telinga. (Kerschner, 2007). 2. Apa perbedaan tanda dan gejala penyakit pasien sekarang dengan satu tahun lalu? -
Sekarang : telinga kanan keluar cairan kuning, kental, dan berbau busuk, telinga berdenging sehingga opendengaran terganggu, kepala pusing
-
1 tahun yang lalu : telinga kanan keluar cairan encer, jernih dan ada sedikit darah, riwayat kambuhan terjadi saat batuk pilek.
Kemungkinan timbulnya perbedaan tanda dan gejala yang dialami pasien akibat penyakit yang diderita pasien telah mengalami tahap yang kronis. Telah dijelaskan bahwa pasien mengalami riwayat sering pilek disertai hidung tersumbat bergantian kanan dan kiri terutama jika terpapar debu. Ini bisa menjadi semacam penyebab awal timbulnya penyakit pada telinga pasien. jadi, awalnya pasien menderita infeksi didaerah hidung kemudian infeksi tersebut menyebar ke cavum timpani melalu tuba auditiva eustachius sehingga timbullah otitis media yang sifatnya masih akut. Seiring dengan perjalanan waktu dan seringnya pasien kambuh-kambuhan bila batuk pilek maka penyakit pasien berlanjut menjadi tahap kronis. Keluarnya cairan yang berbau busuk kemungkinan adalah kolesteatoma. Kolesteatoma yaitu suatu Krista epitel yang berisi deskuamasi epitel.
3. Apa hubungan riwayat penyakit pasien saat remaja (pilek, dll) dengan penyakit sekarang? Pathogenesis otitis media dimulai oleh infeksi saluran pernapasan atas (ISPA) atau alergi, sehingga terjadi kongesti dan edema pada mukosa saluran napas atas, termasuk nasofaring dan tuba Eustachius. Tuba Eustachius menjadi sempit, sehingga terjadi sumbatan tekanan negatif pada telinga tengah. Bila keadaan demikian berlangsung lama akan menyebabkan refluks dan aspirasi virus atau bakteri dari nasofaring ke dalam telinga tengah melalui tuba Eustachius. Mukosa telinga tengah bergantung pada tuba Eustachius untuk mengatur proses ventilasi yang berkelanjutan dari nasofaring. Jika terjadi gangguan akibat obstruksi tuba, akan mengaktivasi proses inflamasi kompleks dan terjadi efusi cairan ke dalam telinga tengah. Ini merupakan faktor pencetus terjadinya OMA dan otitis media dengan efusi. Bila tuba Eustachius tersumbat, drainase telinga tengah terganggu, mengalami infeksi serta terjadi akumulasi sekret di telinga tengah, kemudian terjadi proliferasi mikroba patogen pada sekret. Akibat dari infeksi virus saluran pernapasan atas, sitokin dan mediatormediator inflamasi yang dilepaskan akan menyebabkan disfungsi tuba Eustachius. Virus respiratori juga dapat meningkatkan kolonisasi dan adhesi bakteri, sehingga menganggu pertahanan imum pasien terhadap infeksi bakteri.(Kerschner, 2007) 4. Apa saja pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk penyakit pada skenario tersebut? a. Pemeriksaan audiometri Pada pemeriksaan audiometri penderita OMSK biasanya didapati tuli konduktif. Tapi dapat pula dijumpai adanya tuli sensotineural, beratnya ketulian tergantung besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas Derajat ketulian nilai ambang pendengaran Normal : -10 dB sampai 26 dB Tuli ringan : 27 dB sampai 40 dB
Tuli sedang : 41 dB sampai 55 d Tuli sedang berat : 56 dB sampai 70 dB Tuli berat : 71 dB sampai 90 dB Tuli total : lebih dari 90 dB. Untuk melakukan evaluasi ini, observasi berikut bisa membantu : 1)
Perforasi biasa umumnya menyebabkan tuli konduktif tidak lebih dari 1520 dB
2)
Kerusakan rangkaian
tulang-tulang pendengaran
menyebabkan
tuli
konduktif 30-50 dB apabila disertai perforasi. 3)
Diskontinuitas rangkaian tulang pendengaran dibelakang membran yang masih utuh menyebabkan tuli konduktif 55-65 dB.
4)
Kelemahan diskriminasi tutur yang rendah, tidak peduli bagaimanapun keadaan hantaran tulang, menunjukan kerusakan kohlea para (Paparella, 1997)
b. Pemeriksaan bakteriologi Bakteri yang sering dijumpai pada OMSK adalah Pseudomonas aeruginosa, Stafilokokus aureus dan Proteus. Sedangkan bakteri pada OMSA Streptokokus pneumonie, H. influensa, dan Morexella kataralis. Bakteri lain yang dijumpai
pada OMSK E. Coli, Difteroid, Klebsiella, dan bakteri anaerob adalah Bacteriodes sp (Helmi, 2001) c. Pemeriksaan radiologi 1) Proyeksi Schuller Memperlihatkan luasnya pneumatisasi mastoid dari arah lateral dan atas. Foto ini berguna untuk pembedahan karena memperlihatkan posisi sinus lateral dan tegmen 2) Proyeksi Mayer atau Owen, Diambil dari arah dan anterior telinga tengah. Akan tampak gambaran tulang-tulang pendengaran dan atik sehingga dapat diketahui apakah kerusakan tulang telah mengenai struktur-struktur 3) Proyeksi Stenver Memperlihatkan gambaran sepanjang piramid petrosus dan yang lebih jelas memperlihatkan
kanalis
auditorius
interna,
vestibulum
dan kanalis
semisirkularis. Proyeksi ini menempatkan antrum dalam potongan melintang sehingga dapat menunjukan adanya pembesaran akibat 4) Proyeksi Chause III Memberi gambaran atik secara longitudinal sehingga dapat memperlihatkan kerusakan dini dinding lateral atik. Politomografi dan atau CT scan dapat menggambarkan kerusakan tulang oleh karena kolesteatom (Paparella, 1997) 5. Apa saja indikasi dan kontraindikasi dari pemeriksaan otoskopi dan rhinoskopi?
a. Otoskopi 1) Indikasi : -
Pemeriksaan rutin pada telinga tengah dan luar
-
Untuk membantu diagnosis patologis
-
Untuk debridement cerumen dan pemngambilan corpus allienum
2) Kontraindikasi : tidak ada kontraindikasi khusus (Medscape, 2012) b. Rhinoskopi 1) Indikasi : -
Hanya bila hasil evaluasi sistemik menunjukkan kalau oenyakit nasal adalah primary problem
-
Chronic nasal discharge yang tidak merespon dengan terapi sederhana
-
Epistaksis
-
Stertor
-
Evaluasi dan pemeriksaan cavum nasi, sinus paranasal, dan nasopharynx
-
Evaluasi septum nasi dan obstruksi jalan nafas
-
Skrining awal tumor
-
Pelaksanaan prosedur terapi (irigasi, kultur, balloon dilation)
-
Membuang darah dan jaringan parut pascaoperasi
2) Kontraindikasi : - Tidak ada kontraindikasi absolut, kontraindikasi relatif jika pasien tidak bis adiajak kerja sama (Medscape, 2012)
6. Apa diagnosis kerja dan diagnosis banding penyakit dalam skenario? a. Diagnosis kerja Otitis media supuratif kronik et causa rhinitis allergica b. Diagnosis banding -
Otitis media akut
-
Otitis media dengan efusi
-
Rhinitis allergica
-
Neoplasia
-
Cholesteatoma
-
Extradural abcess
-
Otitic hydrocephalus
7. Apa saja faktor risiko yang mempengaruhi penyakit dalam skenario tersebut? Apa korelasi usia dan jenis kelamin dengan penyakit yang diderita? Berdasarkan beberapa studi, prevalensi terjadinya otitis media tidak dipengaruhi oleh perbedaan jenis kelamin. Namun, studi lama menunjukkan bahwa insidensi otitis media lebih banyak terjadi pada anak laki-laki. Terkait dengan umur, 80-90% kasus menyatakan bahwa penyakit ini terjadi pada anak-anak usia di bawah enam tahun. Sedangkan puncak prevalensinya adalah anak-anak usia 6-18 bulan. Hal ini disebabkan karena pada anak-anak masih terjadi perkembangan anatomis dari tuba auditiva, dimana tuba auditiva pada anak-anak lebih lebar, pendek, dan mendatar sehingga lebih memudahkan terjadinya penyebaran patogen. (Medscape, 2012) 8. Bagaiamana patologi, patogenesis, pastofisiologi dari penyakit tersebut? a. Patologi Patogensis OMSK belum diketahui secara lengkap, tetapi dalam hal ini merupakan stadium kronis dari otitis media akut (OMA) dengan perforasi yang sudah terbentuk diikuti dengan keluarnya sekret yang terus menerus. Perforasi
sekunder pada OMA dapat terjadi kronis tanpa kejadian infeksi pada telinga tengah misal perforasi kering. Beberapa penulis menyatakan keadaan ini sebagai keadaan inaktif dari otitis media kronis (Helmi, 2001) b. Patogenesis OMSK lebih sering merupakan penyakit kambuhan dari pada menetap. Keadaan kronis ini lebih berdasarkan keseragaman waktu dan stadium dari pada keseragaman gambaran patologi. Secara umum gambaran yang ditemukan adalah: 1) Terdapat perforasi membrana timpani di bagian sentral. 2) Mukosa bervariasi sesuai stadium penyakit 3) Tulang-tulang pendengaran dapat rusak atau tidak, tergantung pada beratnya infeksi sebelumnya. 4) Pneumatisasi mastoid OMSK paling sering pada masa anak-anak. Pneumatisasi mastoid paling akhir terjadi antara 5-10 tahun. Proses pneumatisasi ini sering terhenti atau mundur oleh otitis media yang terjadi pada usia tersebut atau lebih muda. Bila infeksi kronik terusberlanjut, mastoid mengalami proses sklerotik, sehingga ukuran prosesus mastoid berkurang. (Helmi, 2001) c. Patofisiologi Karena OMSK didahului OMA, maka penjelasan tentang patofisiologi OMSK, akan dijelaskan dengan patofisiologi terjadinya OMA. OMA biasanya disebabkan oleh Infeksi di Saluran Nafas Atas (ISPA), umumnya terjadi pada anak karena keadaan tuba eustakius , yang sangat berperan penting dalam patofiologi OMA pada anak berbeda dengan orang dewasa. Tuba eustakius pada anak lebih pendek, lebih horizontal dan relatif lebih lebar daripada dewasa. Infeksi pada saluran nafas atas akan menyebabkan edema pada mukosa saluran nafas termasuk mukosa tuba eustakius dan nasofaring tempat muara tuba eustakius. Edema ini akan menyebabkan oklusi tuba yang berakibat gangguan fungsi tuba eustakius yaitu fungsi ventilasi, drainase dan proteksi terhadap telinga tengah.
Gangguan fungsi Ventilasi Normalnya tuba akan berusaha menjaga tekanan di telinga tengah dan udara luar stabil, ketika terdapat oklusi tuba, maka udara tidak akan dapat masuk ke telinga tengah, sedangkan secara fisiologis udara (Oksigen dan Nitrogen) akan diabsorbsi di telinga tengah 1 ml tiap hari pada orang dewasa. Keadaan ini kan menyebabkan tekanan negatif pada telinga tengah, keadaan vacum di telinga tengah menyebabkan transudasi cairan di telinga tengah. Gangguan Fungsi drainase Dalam keadaan normal mukosa telinga tengah akan menghasilkan sekret yang akan di dorong oleh gerakan silia ke arah nasofaring, ketika terjadi oklusi tuba fungsi ini akan terganggu, sehingga terjadi penumpukan sekret di telinga tengah. Akumulasi cairan di telinga tengah akan lebih banyak dengan adanya transudasi akibat tekanan negatif. Sekret ini merupakan media yang baik untuk tumbuhnya kuman. Gangguan fungsi proteksi Tuba berperan dalam proteksi kuman dan sekret dari nasofaring masuk ke telinga tengah, diantaranya melalui kerja silia. Ketika terjadi oklusi tuba, fungsi silia tidak efektif untuk mencegah kuman dan sekret dari nasofaring ke kavum timpani dengan akumulasi sekret yang baik untuk pertumbuhan kuman. Sehingga terjadi proses supurasi di telinga tengah. Proses supurasi akan berlanjut dengan peningkatan jumlah sekret purulen, penekanan pada membran timpani oleh akumulasi sekret ini kan menyebabkan membran timpani (bagian sentral) mengalami iskemi dan akhirnya nekrosis, dengan adnya tekanan akan menyebabkan perforasi dan sekret mukopurulen akan keluar dari telinga tengah ke liang telinga. Jika proses peradangan ini tidak mengalami resolusi dan penutupan membran timpani setelah 6 minggu maka OMA beralih menjadi OMSK (Paparella, 1997) 9. Bagaimana gejala klinis dari OMSK ?
a. Telinga Berair (Otorrhoe) Sekret bersifat purulen atau mukoid tergantung stadium peradangan. Pada OMSK tipe jinak, cairan yang keluar mukopus yang tidak berbau busuk yang sering kali sebagai reaksi iritasi mukosa telinga tengah oleh perforasi membran timpani dan infeksi. Keluarnya sekret biasanya hilang timbul. Pada OMSK stadium inaktif tidak dijumpai adannya sekret telinga. Pada OMSK tipe ganas unsur mukoid dan sekret telinga tengah berkurang atau hilang karena rusaknya lapisan mukosa secara luas. Sekret yang bercampur darah berhubungan dengan adanya jaringan granulasi dan polip telinga dan merupakan tanda adanya kolesteatom yang mendasarinya. Suatu sekret yang encer berair tanpa nyeri mengarah kemungkinan tuberkulosis b. Gangguan Pendengaran Biasanya dijumpai tuli konduktif namun dapat pula bersifat campuran. Beratnya ketulian tergantung dari besar dan letak perforasi membran timpani serta keutuhan dan mobilitas sistem pengantaran suara ke telinga tengah. Pada OMSK tipe maligna biasanya didapat tuli konduktif berat c. Otalgia (Nyeri Telinga) Pada OMSK keluhan nyeri dapat karena terbendungnya drainase pus. Nyeri dapat berarti adanya ancaman komplikasi akibat hambatan pengaliran sekret, terpaparnya durameter atau dinding sinus lateralis, atau ancaman pembentukan abses otak. Nyeri merupakan tanda berkembang komplikasi OMSK seperti Petrositis, subperiosteal abses atau trombosis sinus lateralis.
d. Vertigo Keluhan vertigo seringkali merupakan tanda telah terjadinya fistel labirin akibat erosi dinding labirin oleh kolesteatom. Vertigo yang timbul biasanya akibat perubahan tekanan udara yang mendadak atau pada panderita yang sensitif keluhan vertigo dapat terjadi hanya karena perforasi besar membran timpani yang akan menyebabkan labirin lebih mudah terangsang oleh perbedaan suhu. Penyebaran infeksi ke dalam labirin juga akan meyebabkan keluhan vertigo. Vertigo juga bisa terjadi akibat komplikasi serebelum. 10. Apa penyebab tinitus berdenyut (pulastile tinitus) ? a.
Peningkatan aliran darah sistemik Terjadi pada kehamilan maupun olahraga yang membutuhkan energi besar. Selain itu, terjadi pada penderita anemia berat dan hipertirodisme.
b.
Peningkatan aliran darah lokal Terjadi pada perkembangan janin yang tidak sempurna menyebabkan arteri stapedius tidak tertutup dan pada tumor di kepala dan leher yang menyebabkan bentuk pembuluh darah yang abnormal.
c.
Aliran darah yang turbulen Pada penderita atherosclerosis, dinding dari pembuluh darah mengalami pengerasan sehingga aliran darah di dalamnya tidak lancar dan menimbulkan aliran turbulen. (British Tinitus Association, 2013)
11. Bagaimana patogenesis OMA? a. Stadium Oklusi -
Gambaran retraksi membrane timpani akibat tekanan negative dalam cavum timpani
-
Terjadi efusi secara perlahan tapi tidak bias dideteksi
b. Stadium Hiperemis -
Tampak pembuluh darah melebardi dalam membran timpani
-
Sekret yang terbentuk mungkin masih eksudat serosa sehingga sukar dilihat
c. Stadium Supurasi -
Membrane telinga menonjol akibat edema
-
Terbentuk eksudat purulen di kavum timpani
-
Pasien merasa sangat sakit, nadi dan suhu meningkat
d. Stadium Perforasi -
Terjadi rupture membrane timpani dan nanah keluar mengalir dari telinga tengah ke telinga luar
-
Pasien yang semula gelisah menjadi tenang dan suhu badan turun.
e. Stadium Resolusi -
Bila membran timpani utuh maka perlahan akan normal kembali
-
Bila telah terjadi perforasi maka sekret akan berkurang dan mongering
-
OMA berubah menjadi Otitis Media Supuratif Subakut bila perforasi menetap, sekret keluar hilang timbul selama lebih dari 3 minggu
-
Disebut OMSK jika lebih dari 2 bulan. (Mansjoer, 2001)
12. Bagaimana penatalaksanaan penyakit dalam skenario tersebut? Bila sekret telah kering namun perforasi masih tetap ada setelah observasi selama dua bulan, maka harus dirujuk untuk miringoplasti atau timpanoplasti, sumber infeksi harus diobati dahulu (Mansjoer,2001). 13. Bagaimanakah manifestasi klinis tinitus?
Pendengaran yang terganggu biasanya di tandai dengan mudah marah, pusing, mual dan mudah lelah. Kemudian pada kasus tinnitus sendiri terdapat gejala berupa telinga berdenging yang dapat terus menerus terjadi atau bahkan hilang timbul. Denging tersebut dapat terjadi sebagai tinnitus bernada rendah atau tinggi. Sumber bunyi di ataranya berasal dari denyut nadi, otot-otot dala rongga tellinga yang berkontraksi, dan juga akibat gangguan saraf pendengaran. (Marilyn, 1999) 14. Bagaimana patofisiologi rhinitis allergica? Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitasi dan diikuti dengan tahap provokasi/reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari dua fase yaitu, Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan allergen sampai 1 jam setelahnya dan Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lama (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam (Irawati et al.,2007). Pada komtak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap allergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC kelas II yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper (Th 0). Kemudian sel penyaji akan melepaskan sitokin seperti IL 1 yang akan mengaktifkan Th 1 dan Th 2. Th 2 akan menghasilkann berbagai sitokin seperti IL 3, IL 4, IL 5, dan IL 13. IL 4 dan IL 13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptornya di permukaan sel mastosit atau basophil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif (Irawati et al.,2007). Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat allergen spesifik dan terjadi degranulasi mastosit dan basophil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamine. Selain histamine, juga dikeluarkan antara lain prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien D4 (LT D4), leukotriene C4 (LT C4), bradikinin, PAF, dan juga berbagai sitokin (Irawati et al.,2007).
Histamin akan merangsang reseptor di ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamine juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore. Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid (Irawati et al.,2007).
BAB III PENUTUP
A. KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis kelompok kami, pasien pada skenario menderita otitis media supuratif kronik dengan causa rhinitis allergica. Untuk mencegah kondisi yang lebih parah, sebaiknya pasien menghindari paparan debu di tempat bekerja, karena debu tersebut merupakan allergen bagi pasien. Terapi yang terpenting di sini adalah terapi preventif agar prognosis penyakit tidak semakin buruk.
B. SARAN Skenario Pasien sebaiknya menghindari kontak dengan allergen karena allergen tersebut merupakan faktor predisposisi memburuknya keadaan pasien Tutorial 1. Semua anggota kelompok diharapkan lebih berpartisipasi aktif dalam diskusi. 2. Moderator lebih dapat memancing anggota kelompok yang kurang aktif agar diskusi lebih hidup. 3. Lebih menghargai pendapat setiap anggota kelompok. 4. Jangan terpaku pada satu permasalahan saja. 5. Menyiapkan materi sehingga pada saat pertemuan kedua tutorial berjalan dengan baik dan lancar
DAFTAR PUSTAKA
British Tinnitus Association. 2011. Pulsatile Tinnitus. http://www.tinnitus.org.uk/pulsatiletinnitus [diakses tanggal 29 Agustus 2013] Doenges, Marilynn,E, dkk. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi ketiga, penerbit buku kedokteran. EGC.1999. FKUI. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. Helmi. Komplikasi otitis media supuratif kronis dan mastoiditis. Dalam: Soepardi EA, Iskandar N, Ed. Buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala leher. Edisi kelima. Jakarta: FKUI, 2001. h. 63-73 Herawati S, Rukmini S. 2003. Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta: EGC Irawati, N., Kasekayan, E., Rusmono, N. 2007. Rinitis Alergi. Dalam: Soepardi, Efiaty A., Iskandar N., Bashiruddin, J., Restuti, Ratna D (eds). Buku Ajar Ilmu Kesehatn: Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi 6. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Indonesia, pp:128-9 Kerschner, J.E., 2007. Otitis Media. In: Kliegman, R.M., ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th ed. USA: Saunders Elsevier, 2632-2646 Mansjoer, Arief. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga JIlid Pertama. Jakarta : Media Aesculapius FK UI Mescher, A.L. 2013. Junquiera’s Basic Histology Text and Atlas. Mc Graw Hill, Inc. Paparella MM, Adams GL, Levine SC. Penyakit telinga tengah dan mastoid. Dalam: Effendi H, Santoso K, Ed. BOIES buku ajar penyakit THT. Edisi 6. Jakarta: EGC, 1997: 88118 Tortora, Gerard J. 2011. Principles of Anatomy & Physiology. John Wiley & Sons, Inc. Waseem, Muhammad. 2013. Otitis Media. Medscape [diakses tanggal 29 Agustus 2013]
http://emedicine.medscape.com/article/2068768-overview#a3 [diakses tanggal 28 Agustus 2013] http://emedicine.medscape.com/article/1890801-overview [diakses tanggal 28 Agustus 2013]