LAPORAN DISKUSI TUTORIAL KELOMPOK TUTORIAL 7 BLOK 20
Disusun oleh : Dewi Paramita
G1A108068
Reissa Maulidia
G1A109105
Debbi Triyuni Desi
G1A107052
Sulin Ziyanti
G1A109007
Yoshanda Krisna P
G1A109048
Arindia Wulandari
G1A109019
Wely Wahyura
G1A109032
M. Septian Saad
G1A109053
Anita Rahayu W
G1A109009
Citra Utami Violety
G1A109010
Fasilitator : Dr. Valentin
FAKULTAS KEDOTERAN DAN ILMU KESEHATAN PENDIDIKAN DOKTER UMUM UNIVERSITAS JAMBI 2012
2
SKENARIO 1 Anda tiba di ruang IGD suatu rumah sakit yang sudah berisi empat pasien. Pasien pertama, Tuan W, 22 tahun, sadar, terlihat lemas, GCS 13, dengan tekanan darah 85/60 mmHg, frekuensi nadi 114x/menit dan frekuensi nafas 17x/m, tampak berlumuran darah setelah kecelakaan lalu lintas. Pasien kedua, ibu X 31 tahun, hamil aterm, sedang berteriak kesakitan bahwa dia merasa dia akan segera melahirkan, saat ini tidak ada tanda-tanda perdarahan, dengan TD 110/70 mmHg, N94 x/m, RR 32x/m. Pasien ketiga ibu Y, 42 tahun, datang dengan keluhan sesak dan nyeri dada setelah tabrakan, dengan TD 110N/70 mmHg, N 100x/m, RR 32 x/m. Pasien keempat, anak Z laki-laki 5 tahun, datang dengan luka bakar di daerah wajah dan dada (lebih kurang 15 % permukaan tubuh), GCS 13, dengan TD 90/60, N 120x/m, dan RR 24 x/m. Sebagai dokter jaga, anda melakukan menentukan skala prioritas penanganan terhadap pasien tersebut dengan menggunakan prinsip triage untuk menentukan yang mana yang akan mendapatkan penanganan pertama terlebih dahulu.
Klarifikasi Istilah 1. GCS : metode yang digunakan untuk menilai kondisi neurologis. 2. Hamil Aterm : hamil cukup bulan 37 – 42 minggu 3. Triage : suatu proses di mana pasien digolongkan berdasarkan tipe dan kondisi pasien untuk menentukan prioritas terapi.
Konsep Masalah 1. Triage 2. Penilaian awal dan pengelolaan 3. Luka bakar 4. Trauma torak 5. Syok
3
Identifikasi masalah
Triage 1. Pada skenario ini pasien mana yang mendapatkan pertolongan lebih dahulu? Pasien 1
Pasien 2
Tuan W, 22 th,
ibu X 31 tahun,
terlihat lemas,
hamil aterm,
Pasien 3 ibu Y, 42 tahun
GCS 13
Pasien 4 Z (L) 5 th
GCS 13,
TD 85/60 mmHg
TD 110/70 mmHg
TD 110N/70
TD 90/60mmHg
N 114x/m
N 94 x/m,
mmHg, N
N 120x/m,
RR 17x/m
RR 32x/m
100x/m, RR 32 RR 24 x/m
berlumuran
sedang berteriak
x/m
luka bakar di
darah setelah
kesakitan
sesak dan
daerah wajah
kecelakaan lalu
tidak ada tanda-
nyeri dada
dan dada (lebih
lintas
tanda perdarahan
setelah
kurang 15 %
tabrakan
permukaan tubuh)
Dari keempat pasien di atas, pasien yang terlebih dahulu ditangani adalah pasien no 4, no 3, no 1, dan kemudian pasien no 2. Luka bakar pada pasien no 4 yang mengenai bagian wajah dan dada berisiko tinggi untuk terjadinya gangguan pada jalan nafas (edema jalan nafas) terutama apabila pasien diduga mengalami cidera inhalasi panas yang dapat menciderai jalan nafas. Urutan di atas di dasarkan prioritas dalam triage (pertanyaan no 3).
4
2. Apa tujuan dan prinsip triage ? Jawab: tujuan triage adalah menentukan prioritas terhadap pemberian penanganan atau terapi. Prinsip triage adalah nyawa lebih penting, perbaiki kondisi hemodinamik, status mental. 3. Bagaimana metode triage di IGD ? Jawab : METTAG STAT ; simple triage and rapi treament (dalam 60 detik) Dalam sistem STAT yang dinilai adalah Ventilasi, perfusi dan status mental.
Pada saat pasien masuk ke IGD maka akan dilakukan penilaian oleh petugas tirage untuk menentukan prioritas tindakan yang diberikan.
Urutan Prioritas dalam triage a.
Prioritas I (label merah): Emergency. Pasien gawat darurat; mengancam nyawa/ fungsi vital; penanganan dan pemindahan bersifat segera, antara lain: syok oleh berbagai kausa; gangguan pernapasan; perdarahan eksternal massif; gangguan jantung yang mengancam; problem kejiwaan yang serius;
b.
Prioritas II (label kuning): Urgent Pasien dalam kondisi darurat yang perlu evaluasi secara menyeluruh dan ditangani oleh dokter untuk stabilisasi, diagnosa dan terapi definitif, potensial mengancam jiwa/fungsi vital bila tidak segera ditangani dalam waktu singkat penanganan dan pemindahan bersifat jangan terlambat, antara lain: pasien dengan resiko syok; fraktur multiple; fraktur femur/ pelvis; luka bakar luas; gangguan kesadaran/trauma kepala; pasien dengan status yang tidak jelas;
c.
Priotas III (label hijau): Non Emergency
5
Pasien gawat darurat semu (False emergency) yang tidak memerlukan pemeriksaan dan perawatan segera. d. Prioritas IV (label hitam): Death, Pasien datang dalam keadaan sudah meninggal
4. Apa tindakan awal yang dilakukan di IGD ? Jawab : Tindakan awal yang dilakukan di IGD adalah melakukan penilaian awal dengan prinsip triage untuk menentukan prioritas penanganan pasien yang masuk ke IGD. Untuk pasien 1 : pasien pertama yang mengalami luka bakar pada wajah dan dada memiliki risiko untuk terjadinya cidera inhalasi yang dapat menyebabkan terjadinya edema atau obstruksi jalan nafas. Untuk menangani kemungkinan terhirupnya CO2 dapat diberikan O2. Untuk menghilangkan rasa nyeri dapat diberikan analgetik. Untuk kemungkinan adanya cidera inhalasi dapat diberikan bronkodilator. Untuk pasien 2 : pasien kedua adalah pasien 42 tahun yang mengalami kecelakaan dengan keluhan nyeri dada dan sesak nafas. Langkah awal adalah melakukan tindakan penilaian awal (initial assessment). Perlu dilakukan observasi pada pasien ini untuk kemungkinan penyebab timbulnya nyeri dan sesak pada dada. Tindakan pengelolaan ABC tetap harus dilakukan, mempertahankan jalan nafas, menilai pernapasan, dan mempertahankan perfusi. Apabila terdapat kemungkinan terjadinya tension
pneumotorak,
hematotorak,
dapat
dipertimbangkan
untuk
dilakukannya dekompresi dan pemasangan WSD. Tindakan medika mentosa untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan analgetik atau dapat dilakukan infiltrasi pada dada bila terjadi flail ches atau blok interkostal untuk mengurangi rasa nyeri. Untuk pasien 3 : pasien ketiga yang mengalami perdarahan, tindakan yang dilakukan adalah menghentikan perdarahan dan memberikan resusitasi cairan. PSAG (pneumatic anti shock garment) dapat digunakan
6
untuk mengendalikan perdaragan dari patah tulang pelvis atau ekstremitas bawah, namun tidak boleh mengganggu resusitasi cairan cepat. Pasien keempat : tindakan yang dilakukan pada pasien ini adalah menunggu tanda in partu, dan mempersiapkan untuk melakukan asuhan persalinan.
5. Bagaimana pengelolaan ABCD pada tiap-tiap pasien ? Jawab : A, Airway Pastikan jalan nafas baik dan pastikan tidak terdapat cidera cervikal. Ada beberapa manuver yang dapat digunakan dalam memperbaiki jalan nafas, seperti head tilt, chin lift, jaw Thrust. Namun harus berhati-hati apa bila pasien dicurigai mengalami cidera cervikal, maka manipulasi yang dapat mempengaruhi cervikal tidak dilakukan seperti head tilt.
Gambar 1. Chin lift manuver
Gambar 2. Jaw Thrust manuver
Pada pasien tidak sadar yang, maka dapat dipasangkan pipa orofaringeal untuk mempertahankan jalan nafas. Tindakan definitif (intubasi) harus dipertimbangkan
apabila
terdapat
keraguan
kemungkinan
pasien
mengalami gangguan integritas jalan nafas.
B, Breathing Untuk memastikan apakah pasien bernafas dengan adekuat maka dapat dilakukan look, listen and feel. Untuk look nilai apakah ada obstruksi atau
7
bendaasing, perdarahan, pembengkakan, luka bakar, atau cidera jaringan lunak. Untuk listen dengarkan apakah terdapat suara nafas dari mulut, snoring, grunting, gurgling, atau stridor. Untuk feel rasakan apakah terdapat hembusan nafas atau tidak. Apabila pernapasan tidak adekuat maka lakukan tindakan bantuan nafas seperti mouth to mouth, atau VTP atau tindakan oksigenase, dan dapat dilakukan bantuan nafas menggunakan ventilator.
C, Circulation Pada C (circulation) pastikan adanya pulsasi dengan meraba nadi karotis, apa bila tidak terdapat pulsasi maka lanjutkan dengan tindakan compression . apabila terdapat perdarahan atau syok maka berikan resusitasi cairan segera.
Syok 6. Bagaimana penanganan syok hipovolemik ? Jawab : Untuk penanganan pasien dengan syok hipovolemik, berikan resusitasi cairan yang adekuat untuk menggantikan cairan yang hilang dari intravaskular. Apabila terjadi perdarahan yang banyak atau massive maka dapat dipertimbangkan untuk melakukan transfusi darah. Apabila terjadi penurunan kesadaran atau tekanan PO2 menurun dapat dilakukan Oksigenasi.
7. Apa saja tanda-tanda syok hipovolemik? Jawab : Penurunan tekanan darah Kapilari refil memanjang Kesadaran menurun
8
Takikardi/bradikardia
8. Bagaimana patofisiologi syok hipovolemik ? Jawab : Hilangnya cairan dari intravaskular dalam jumlah yang banyak menyebabkan terjadinya vasokonstriksi yang menyebabkan perfusi jaringan menjadi menurun. Aliran darah akan difokuskan untuk memperdarahi
organ-organ
vital.
Menurunnya
volume
darah
menyebabkan menurunnya tekanan darah. Terjadinya penurunan perfusi ke jaringan menyebabkan akral dingin. Kompensasi dari terjadinya syok hipovolemik dapat berupa penurunan tekanan darah, akral dingin, takikardia.
9. Apa saja komplikasi syok hipovolemik ? Jawab : Kerusakan organ target, kematian
Trauma torak 10. Mengapa Ny Y mengalami nyeri dada dan sesak nafas setelah tabrakan ? Jawab : Kemungkinan ny Y mengalami trauma torak akibat tabrakan yang diaalaminya. Terdapat beberapa kemungkinan yang dapat terjadi pada ny Y, seperti
pneumotorak, hematotorak,
menimbulkan nyeri dada dan sesak nafas.
flail
chest,
dll, sehingga
9
11. Tata laksana pada trauma torak ? Jawab : ABCD merupakan langkah awal yang harus dilakukan dalam primary survey untuk memastikan keadaan pasien. Pada trauma torak, beberpa hal mungkin terjadi adalah pneumotorak, hematotorak, pneumohematotorak, tension pneumotorak, contusio paru, perdarahan mediastinum, cidera esofagus, cidera pada organ jantung. Prinsip penatalaksanaan adalah mengurangi/ menghilangkan gejala dan mencegah terjadinya perburukan.
Luka Bakar 12. Derajat luka bakar ? Jawab: Luka bakar derajat I Kerusakan terbatas pada lapisan epidermis (surperficial), kulit hiperemik berupa eritem, tidak dijumpai bullae, terasa nyeri karena ujungujung saraf sensorik teriritasi. Luka bakar derajat II Kerusakan meliputi epidermis dan sebagian dermis, berupa reaksi inflamasi disertai proses eksudasi. Terdapat bullae, nyeri karena ujungujung saraf sensorik teriritasi.
Dibedakan atas 2 (dua) bagian : Derajat II dangkal/superficial (IIA) Kerusakan mengenai bagian epidermis dan lapisan atas dari corium/dermis.Organ – organ kulit seperti folikel rambut, kelenjar sebecea masih banyak. Semua ini merupakan benih-benih epitel. Penyembuhan terjadi secara spontan dalam waktu 10-14 hari tanpa terbentuk sikatrik.
10
Derajat II dalam / deep (IIB) Kerusakan mengenai hampir seluruh bagian dermis dan sisa – sisa jaringan epitel tinggal sedikit. Organ – organ kulit seperti folikel rambut,
kelenjar
keringat,
kelenjar
sebacea
tinggal
sedikit.
Penyembuhan terjadi lebih lama dan disertai parut hipertrofi. Luka bakar derajat III Kerusakan meliputi seluruh tebal kulit dan lapisan yang lebih dalam sampai mencapai jaringan subkutan, otot dan tulang. Organ kulit mengalami kerusakan, tidak ada lagi sisa elemen epitel. Tidak dijumpai bullae, kulit yang terbakar berwarna abu-abu dan lebih pucat sampai berwarna hitam kering. Terjadi koagulasi protein pada epidermis dan dermis yang dikenal sebagai esker. Tidak dijumpai rasa nyeri dan hilang sensasi karena ujung – ujung sensorik rusak. Penyembuhan terjadi lama karena tidak terjadi epitelisasi spontan. Luas luka bakar
11
13. Komplikasi luka bakar ? Jawab : Infeksi sekunder, edema, syok, gangguan metabolik, keracunan CO2, hipoksia,
Gambar 3. Gangguan metabolik postburn
14. Penatalaksanaan pada pasien luka bakar ? Jawab : Derajat 1 : bersihkan luka dengan cairan fisiologis. Derajat 2 : bersihkan luka dengan cairan fisiologis, larutan savlon, tutup permukaan luka dengan tule, balut dengan kasa steril tebal. Biarkan selam satu Minggu. Pertimbagkan untuk dirawat. Derajat 3 : bersihkan, oleskan salaf silver sulfadizin (burnazin, dermazin), balut dengan kasa steril tebal, dilakukan debridemen tiap hari, perwatan lanjutan bila perlu dengan eskarektomi dan tandur kulit. Pasien dirawat.
12
Dalam penangan pasien dengan luka bakar perlu diperhatikan lokasi, ukuran luka bakar. Pertimbangkan untuk pemberian obat secara sistemik dan topikal seperti antibiotik, antitetanus, dan antiinflamasi.
GCS 15. Bagaimana penilaian GCS dan interpretasinya ? Jenis pemeriksaan
Nilai
Respons buka mata (Eye Opening, E)
Respons spontan
4
Respons terhadap suara
3
Respons terhadap nyeri
2
Tidak ada respons
1
Respons Verbal (V)
Berorientasi baik
5
Berbicara mengacau (bingung)
4
Kata-kata tidak teratur ( kata-kata jelas dengan
3
substansi tidak jelas)
Suara tidak jelas (tanpa arti, mengerang)
2
Tidak ada suara
1
Respons Motorik (M)
Mengikuti perintah
6
Melokalisirr nyeri
5
Fleksi abbnormal
4
Fleksi abnormal
3
tidak ada respons (Flasid)
2 1
13
SINTESIS
A. PENILAIAN AWAL
Pengelolaan penderita yang terluka parah memerlukan penilaian yang cepat dan pengelolaan yang tepat guna menghindari kematian. Pada penderita trauma, waktu sangat penting, karena itu diperlukan adanya suatu cara yang mudah dilaksanakan. Proses ini dikenal sebagai Initial assessment (penilaian awal) dan meliputi :1 1. Persiapan 2. Triase 3. Primary survey (ABCDE) 4. Resusitasi 5. Tambahan terhadap primary survey dan resusitasi 6. Secondary survey, pemeriksaan head to toe dan anamnesis 7. Tambahan terhadap secondary survey 8. Pemantauan dan re-evaluasi berkesinambungan 9. Penanganan definitif
Urutan kejadian diatas diterapkan seolah-seolah berurutan (sekuensial), namun dalam praktek sehari-hari dapat dilakukan secara bersamaan (simultan).
I. Persiapan a. Fase Pra-Rumah Sakit (pre-hospital) 1. Koordinasi yang baik antara dokter di rumah sakit dan petugas lapangan. 2. Sebaiknya terdapat pemberitahuan terhadap rumah sakit sebelum penderita mulai diangkut dari tempat kejadian. 3. Pada fase pra-rumah sakit titik berat diberikan pada penjagaan airway, kontrol perdarahan dan syok, imobilisasi penderita dan segera ke rumah sakit terdekat. 4. Pengumpulan keterangan yang akan dibutuhkan di rumah sakit seperti
14
waktu kejadian, sebab kejadian. Mekanisme kejadian dapat menerangkan jenis dan berat perlukaan. b. Fase Rumah Sakit (hospital) 1. Perencanaan sebelum penderita tiba dan sebaiknya ada ruangan/daerah khusus resusitasi. 2. Perlengkapan airway (laringoskop, endotracheal tube, dsb) sudah dipersiapkan, dicoba dan diletakkan di tempat yang mudah dijangkau. 3. Cairan kristaloid yang sudah dihangatkan, disiapkan dan diletakkan pada tempat yang mudah dijangkau. 4. Pemberitahuan terhadap tenaga laboratorium dan radiologi apabila sewaktu-waktu dibutuhkan. 5. Persiapan rujukan ke pusat trauma jika dibutuhkan. 6. Pemakaian alat-alat proteksi diri.
II. Triase Triase adalah cara pemilahan penderita berdasarkan kebutuhan terapi dan sumber daya yang tersedia. Dua jenis keadaan triase dapat terjadi : a. Multiple Casualties Penderita dengan masalah yang mengancam jiwa dan multi trauma akan dilayani lebih dahulu. b. Mass Casualties Penderita dengan kemungkinan survival yang terbesar, serta membutuhkan waktu, perlengkapan dan tenaga yang paling sedikit akan dilayani lebih dahulu.
Pemberian label kondisi pasien pada musibah massal : A. Label hijau Penderita tidak luka . Ditempatkan di ruang tunggu untuk dipulangkan. B. Label kuning Penderita hanya luka ringan. Ditempatkan di kamar bedah minor UGD. C. Label merah
15
Penderita dengan cedera berat. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD dan disiapkan dipindahkan ke kamar operasi mayor UGD apabila sewaktu-waktu akan dilakukan operasi D. Label biru Penderita dalam keadaan berat terancam jiwanya. Ditempatkan di ruang resusitasi UGD disiapkan untuk masuk intensive care unit atau masuk kamar operasi. E. Label hitam Penderita sudah meninggal. Ditempatkan di kamar jenazah.
III. Primary Survey a. Airway dengan kontrol servikal (Cervical Spine Control) 1. Penilaian a. Mengenal patensi airway ( inspeksi, auskultasi, palpasi) b. Penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi 2.
Pengelolaan airway a. Lakukan chin lift dan atau jaw thrust dengan kontrol servikal in-line immobilisasi b. Bersihkan airway dari benda asing bila perlu suctioning dengan alat yang rigid c. Pasang pipa nasofaringeal atau orofaringeal Pasang airway definitif sesuai indikasi
Indikasi Airway Definitif
Kebutuhan untuk
Kebutuhan untuk ventilasi
perlindungan airway Tidak sadar
Apnea • Paralisis neuromuskuler • Tidak sadar
Fraktur maksilofasial
Usaha nafas yang tidak adekuat
16
• Takipnea • Hipoksia • Hiperkarbia • Sianosis Bahaya aspirasi
Cedera kepala tertutup berat yang
• Perdarahan
membutuhkan hiperventilasi singkat,
• Muntah – muntah
bila terjadi penurunan keadaan neurologis
Bahaya sumbatan • Hematoma leher • Cedera laring, trakea • Stridor
3.
Fiksasi leher
4.
Anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlukaan diatas klavikula.
5.
Evaluasi
17
gambar 4. Algoritma airway b. Breathing dan Ventilasi 1. Penilaian a. Buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatikan kontrol servikal in-line immobilisasi b. Tentukan laju dan dalamnya pernapasan c. Inspeksi dan palpasi leher dan thoraks untuk mengenali kemungkinan terdapat deviasi trakhea, ekspansi thoraks simetris atau tidak, pemakaian otot-otot tambahan dan tanda-tanda cedera lainnya. d. Perkusi thoraks untuk menentukan redup atau hipersonor e. Auskultasi thoraks bilateral 2. Pengelolaan a. Pemberian oksigen konsentrasi tinggi (nonrebreather mask 11-12
18
liter/menit) b. Ventilasi dengan Bag Valve Mask c. Menghilangkan tension pneumothorax d. Menutup open pneumothorax e. Memasang pulse oxymeter 3. Evaluasi
c. Circulation dengan Kontrol perdarahan 1. Penilaian a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal b. Mengetahui sumber perdarahan internal c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar merupakan pertanda diperlukannya resusitasi masif segera. d. Periksa warna kulit, kenali tanda-tanda sianosis. e. Periksa tekanan darah 2. Pengelolaan a. Penekanan langsung pada sumber perdarahan eksternal b. Kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah c. Pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sampel darah untuk pemeriksaan rutin, kimia darah, tes kehamilan (pada wanita usia subur), golongan darah dan cross-match serta Analisis Gas Darah (AGD). d. Beri cairan kristaloid yang sudah dihangatkan dengan tetesan cepat. e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada pasienpasien fraktur pelvis yang mengancam nyawa. f. Cegah hipotermia 3. Evaluasi
d. Disability 1. Tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS
19
2. Nilai pupil : besarnya, isokor atau tidak, reflek cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi 3. Evaluasi dan Re-evaluasi aiway, oksigenasi, ventilasi dan circulation
e. Exposure/Environment 1. Buka pakaian penderita 2. Cegah hipotermia : beri selimut hangat dan tempatkan pada ruangan yang cukup hangat.
IV. Resusitasi a. Re-evaluasi ABCDE b. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 mL/kg pada anak dengan tetesan cepat
20
B. LUKA BAKAR 1. Definisi Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi dan friksi.
2. Etiologi Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis penyebab, antara lain : a. Luka bakar karena api b. Luka bakar karena air panas c. Luka bakar karena bahan kimia d. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi e. Luka bakar karena sengatan sinar matahari. f. Luka bakar karena tungku panas/udara panas g. Luka bakar karena ledakan bom.
3. Patofisiologi
Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi sel darah yang ada didalamnya ikut rusak anemia.
Peningkatan permeabilitas edema dan bula yang mengandung elektrolit berkurangnya volume cairan intravaskuler.
Kerusakan kulit akibat luka bakar kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yg terbentuk pada luka bakar derajat 2, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.
Jika luas luka bakar > 20 % syok hipovolemik dg gejala khas: gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, TD menurun, produksi urin berkurang.
Jk luas < 20 % tubuh masih dpt mengkompensasi.
Kebaran pada ruangan tertutup atau jika luka terjadi di wajah dapat terjadi kerusakan mukosa jalan nafas o.k gas, asap, atau uap panas yang terisap.
21
Edema laring yang ditimbulkan dapat menyebabkan hambatan jalan nafas dg gejala sesak nafas, takipnea, stridor, suara serak, dahak berwarna gelap akibat jelaga. Dapat juga akibat keracunan CO karbon monoksida akan mengikat oksigen tanda: lemas, bingung, pusing, mual dan muntah. Jk > 60 % Hb terikat CO +
Luka bakar sering tidak steril kontaminasi pada kulit mati merupakan medium baik untuk pertumbuhan kuman infeksi. Infeksi sulit diatasi o.k daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yg mengalami trombosis (pembulh ini membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik).
Awal infeksi biasanya penyebabnya: kokus gram positif (berasal dari kulit atau saluran nafas) invasi kuman gram negatif (pseudomonas aeroginase) endotoksin protease dan toksin lainnya yg berbahaya tanda warna hijau pada kasa penutup luka bakar kuman produksi enzim penghancur keropeng + eksudasi oleh jar. granulasi nanah.
Infeksi ringan dan noninvasif ditandai dg keropeng yg mudah terlepas dg nanah yg banyak
Infeksi invasif ditandai dg keropeng kering dengan perubahan jaringan ditepi keropeng yg mula – mula sehat menjadi nekrotik.
Jika penderita dapat mengatasi infeksi luka bakar sembuh dg meninggalkan jaringan parut.
Luka bakar derajat tiga jika sembuh sendiri kontraktur jika terkena dipersendian fungsi sendi dapat berkurang atau menghilang.
Kriteria berat ringannya luka bakar (American Burn Association) 1. Luka Bakar Ringan. a. Luka bakar derajat II <15 % b. Luka bakar derajat II < 10 % pada anak – anak c. Luka bakar derajat III < 2 % 2. Luka bakar sedang a. Luka bakar derajat II 15-25 % pada orang dewasa
22
b. Luka bakar II 10 – 20 5 pada anak – anak c. Luka bakar derajat III < 10 % 3. Luka bakar berat a. Luka bakar derajat II 25 % atau lebih pada orang dewasa b. Luka bakar derajat II 20 % atau lebih pada anak – anak. c. Luka bakar derajat III 10 % atau lebih d. Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perineum. e. Luka bakar dengan cedera inhalasi, listrik, disertai trauma lain.
4. Penegakan Diagnosa o Anamnesis Riwayat trauma luka bakar, umur, riwayat penyakit yang diderita, dll. o Pemeriksaan fisik Luas, kedalaman, lokasi, dan periksa juga apakah terdapat cidera tambahan, timbang berat badan. o Pemeriksaan penunjang Darah dan radiologi.
5. Tatalaksana A. Primary survey Airway Periksa jalan nafas, bila ditemukan obstruksi jalan nafas, buka jalan nafas dengan pembersihan jalan nafas. Bila perlu lakukan intubasi ataupun krikotiroidektomi/trakeostomi. Breathing Berikan oksigen Circulation Pasang IV line untuk resusitasi cairan. Rumus pemberian cairan
23
Dengan cara Evans 1. % luka bakar X BB X 1 cc NaCl 2. % luka bakar X BB X 1 cc Plasma 3. 2000 dextrose 5% Separuh dari 1,2,3 diberikan 8 jam pertama dan sisanya 16 jam berikutnya. Dan hari selanjutnya setengan dari hari pertama. Hari ke II dan III diberikan ½ hari I.
Dengan cara Baxter Hari Pertama : 1. Dewasa : Ringer Laktat 4 cc x berat badan x % luas luka bakar per 24jam 2. Anak : Ringer Laktat: Dextran = 17 : 3 2 cc x berat badan x % luas luka ditambah kebutuhan faali. Kebutuhan faali : < 1 Tahun
: berat badan x 100 cc
1 – 3 Tahun
: berat badan x 75 cc
3 – 5 Tahun
: berat badan x 50 cc
½ jumlah cairan diberikan dalam 8 jam pertama. ½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua Dewasa
: ½ hari I
Anak
: diberi sesuai kebutuhan faali
Pasang kateter urin pemantauan diuresis Pasang pipa lambung untuk mengosongkan lambung Monitoring EKG
4. Disability Pemeriksaan kesadaran GCS dan periksa pupil 5. Exposure/environment Cegah penderita dari hipotermi.
24
B. Secoundary Survey 1. Pemeriksaan Fisik Hal-hal yang harus dilakukan dalam pemeriksaan fisik yaitu: a. Tentukan luas dan dalamnya luka bakar. b. Periksa apakah ada cidera ikutan. c. Timbang berat badan penderita.
2. Catatan Penderita Catatan penanganan harus dibuat dalam catatan penderita begitu penderita masuk ke dalam Unit Gawat Darurat. Catatan penderita ini harus disertakan bila penderita dirujuk ke pusat luka bakar.
3. Pemeriksaan Penunjang untuk Penderita Luka Bakar a. Darah Pemeriksaan darah lengkap, golongan darah dan crossmatch, kadar karboksihemoglobin, gula darah, elektrolit, dan tes kehamilan pada wanita usia subur. Darah arteri juga diambil untuk analisis gas darah. b. Radiologi Pemeriksaan rontgen toraks bila diperlukan dan dicurigai adanya cidera ikutan.
4. Luka Bakar Melingkar pada Ekstremitas Menjamin Sirkulasi Perifer a. Lepaskan seluruh perhiasan b. Nilai keadaan sirkulasi distal c. Bila terjadi gangguan sirkulasi pada luka bakar ekstremitas segera konsultasikan ke ahli bedah untuk dilakukan eskarotomi. Eskarotomi biasanya belum diperlukan pada 6 jam pertama luka bakar. d. Fasiotomi kadang diperlukan pada luka bakar fraktur, crush injury, trauma listrik tegangan tinggi, atau luka bakar yang mengenai bagian bawah fasia.
25
5. Pemesangan Pipa lambung Pemasangan pipa lambung bila penderita mengalami mual, muntah, perut kembung, atau luas luka bakarnya melebihi 20% permukaan tubuh dan apabila penderita akan dirujuk.
6. Obat Narkotika, Analgesik, dan Sedativa Bila memang diperlukan sebaiknya diberikan dalam dosis, diulang dan hanya diberikan intravena.
7. Perawatan Luka Karena luka bakar derajat II terasa nyeri karena hanya aliran udara ruangan ke atas luka, maka menutup luka dengan kain bersih dapat mengurangi nyeri. Jangan memecahkan bulla atau memberikan antiseptik. Obat-obat yang sebelumnya telah diberikan pada luka harus dibersihkan dahulu sebelum memberikan antibakteri topikal. Kompres dingin pada luka bakar dapat mengakibatkan hipotermia apalagi pada penderita dengan luka bakar luas.
8. Antibiotik Pemberian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan pada luka bakar yang baru terjadi. Antibiotika ditujukan untuk terapi bila terjadi infeksi.
9. Tetanus Status imunisasi tetanus perlu dipertanyakan pada penderita untuk menentukan perlu tidaknya pemberian anti tetanus.
Indikasi Rawat Inap: A. Penderita syok atau terancam syok a. Anak
: luas luka bakarnya > 10%
b. Dewasa : luas luka bakarnya > 15% B. Letak lukanya memungkinkan penderitanya terancam luka berat a. Wajah dan mata
26
b. Tangan dan kaki c. perineum C. Terancam udem laring Tertiup asap atau udara hangat.
Pemantauan penderita luka bakar: a. Pengukuran tensi, nadi dan frekuensi nafas b. Pemasangan kateter buli-buli untuk mengukur produksi urin per jam c. Pemasangan kateter pengukur tekanan vena d. Pemeriksaan hemoglobin dan hematokrit e. Analisis kadar elektrolit
6. Komplikasi a. Syok karena kehilangan cairan. b. Sepsis / toksis. c. Gagal Ginjal mendadak d. Peneumonia
9. Prognosis Prognosis luka bakar tergantung: a. Derajat luka bakar b. Luas permukaan c. Daerah d. Usia e. Keadaan kesehatan
27
C. TRAUMA TORAK
3.1 Tension Pneumotoraks
a. Definisi Tension Pneumotoraks merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleuraakan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan
tekanan
intratoraks
mengakibatkan
bergesernya
organmediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami tekanan.(Tension pneumothoraks adalah pengumpulan/ penimbunan udara di ikuti peningkatan tekanan di dalamrongga pleura. Kondisi ini terjadi bila salah satu rongga paru terluka, Sehingga udara masuk ke rongga pleura dan udara tidak bisa keluar
secara
alami.
Kondisi
ini
bisa
dengan
cepat
menyebabkan
terjadinyainsufisiensi pernapasan, kolaps kardiovaskuler, dan, akhirnya, kematian jika tidak dikenali dan ditangani.Hasil yang baik memerlukan diagnosa mendesak dan penanganan dengan segera. Tension pneumothoraksadalah diagnosa klinis yang sekarang lebih siap dikenali karena perbaikan dipelayanan-pelayanan daruratmedis dan tersebarnya penggunaan sinar-x dada. b. Etiologi Etiologi Tension Pneumotoraks yang paling sering terjadi adalah karena iatrogenik atau berhubungan dengan trauma. Yaitu, sebagai berikut:Trauma benda
28
tumpul atau tajam ± meliputi gangguan salah satu pleura visceral atau parietal dan seringdengan patah tulang rusuk (patah tulang rusuk tidak menjadi hal yang penting bagi terjadinya Tension pneumotoraks). Pemasangan kateter vena sentral (ke dalam pembuluh darah pusat), biasanya vena subclavia atau vena jugular interna (salah arah kateter subklavia).Komplikasi
ventilator,
pneumothoraks
spontan,
Pneumotoraks
sederhana ke Tension Pneumotoraks ketidakberhasilan mengatasi pneumothoraks terbuka ke pneumothoraks sederhana di mana fungsi pembalut luka sebagai
1-way
katupAkupunktur, baru-baru ini telah dilaporkan mengakibatkan pneumothoraks. c. Patofisiologi Tension pneumotoraks atau pneumotorask ventile terjadi karena mekanisme check valve yaitu pada saat inspirasi udara masuk ke dalam cavum pleura tetapi pada saat ekspirasi udaranya tidak dapat keluar. Semakin lama tekanan udara di dalam rongga pleura akan meningkatkan dan melibihitekanan atmosfir. Udara yang terkumpul dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga seringmenimbulkan gagal nafas.Tekanan dalam rongga pleura meningkat sehingga paru mengempis lebih hebat, mediastinum tergeser kesisi lain dan mempengaruhi aliran darah vena ke atrium kanan. Pada foto sinar tembus dada terlihatmediastinum terdorong kearah kontralateral dan diafragma tertekan kebawah sehingga menimbulkan rasasakit. Keadaan ini dapat mengakibatkan fungsi
pernafasan sangat terganggu
ditanganikalau tidak akan berakibat fatal.
yang harus segera
29
d. Manifestasi klinis Manifestasi awal : nyeri dada, dispnea, ansietas, takipnea, takikardi, hipersonor dinding dada dan tidak ada suara napas pada sisi yang sakit. Manifestasi lanjut : tingkat kesadaran menurun, trachea bergeser menuju ke sisi kontralateral, hipotensi, pembesaran pembuluh darah leher/ vena jugularis (tidak ada jika pasien sangat hipotensi) dan sianosis.) Berikut adalah keadaan atau kelainan akibat trauma toraks yang berbahaya dan mematikan bila tidak dikenali dan ditatalaksana dengan segera : dispnea, hilangnya bunyi napas, sianosis, asimetri toraks,mediastinal shift. e. Penegakkan diagnosis dan tatalaksana Standar pemeriksaan diagnostik (yang hanya bisa dilakukan bila pasien stabil), adalah : portable x-ray, portable blood examination, portable
30
bronchoscope.
Tidak
dibenarkan
melakukan
pemeriksaan
dengan
memindahkan pasien dari ruang emergency. Penanganan pasien tidak untuk menegakkan diagnosis akan tetapi terutama untuk menemukan masalahyang mengancam nyawa dan melakukan tindakan penyelamatan nyawa.Pengambilan anamnesis (riwayat) dan pemeriksaan fisik dilakukan bersamaan atau setelah melakukan prosedur penanganan trauma.
.Primary SurveyAirwayAssessment : perhatikan potensi airway dengar suara napas perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dadaManagement :
inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh
lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan benda yang menghalangi jalan napas
re-posisi kepala, pasang collar-neck
lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)BreathingAssesmentPeriksa frekwensi napas.
Perhatikan gerakan respirasi
Palpasi toraksAuskultasi dan dengarkan bunyi napasManagement
Lakukan bantuan ventilasi bila perlu Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks dengan
CirculationAssesment periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi, periksa tekanan darah, Pemeriksaan pulse oxymetri, Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis). ManagementResusitasi cairan dengan memasang 2 iv linesTorakotomi emergency bila diperlukanOperasi Eksplorasi vaskular emergency
Pada pneumothoraks ventil/ tension pneumothoraks, penderita sering sesak napas berat dan keadaan inidapat mengancam jiwa apabila tidak cepat dilakukan tindakan perbaikan. Tekanan intrapleura tinggi, bisaterjadi kolaps paru dan ada penekanan pada mediastinum dan jantung.
31
Himpitan pada jantung menyebabkan kontraksi terganggu dan venous return juga terganggu. Jadi selain menimbulkan gangguan pada pernapasan, juga menimbulkan gangguan pada sirkulasi darah (hemodinamik). Penanganan segera terhadap kondisi yang mengancam kehidupan meliputi dekompresi pada hemitoraks yang sakit dengan menggunakan needle thoracostomy (ukuran 14 ± 16 G)
ditusukkan
pada ruang interkostal kedua sejajar dengan
midclavicular line. Selanjutnya dapat dipasang tube thoracostomy diiringi dengan control nyeri dan pulmonary toilet (pemasangan selang dada) diantara anterior dan midaxillaris. Penanganan Diit dengan tinggi kalori tinggi protein 2300 kkal + ekstra putih telur 3 x 2 butir /hari.
3.2 Hematotoraks
a. Definisi
Hematotoraks adalah pengumpulan darah dalam ruang potensial antara pleura viseral dan parietal. Gejala dan tindakan pada waktu penderita masuk sangat tergantung pada jumlah perdarahan yang ada di rongga toraks.
b. Manifestasi Klinis
Pada penderita hematotoraks keluhannya nyeri dan sesak napas. Bila ada keluhan yang progresif, curigai adanya tension pneumothorax. Pada inspeksi biasanya tidak tampak kelainan, mungkin gerakan napas tertinggal atau pucat karena perdarahan. Fremitus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain. Pada perkusi didapatkan pekak dengan batas seperti garis miring atau mungkin
tidak
jelas,
tergantung
pada
jumlah
darah
yang
ada
di
talaksanaanrongga toraks. Bunyi napas mungkin tidak terdengar atau menghilang. a. Penatalaksanaan
32
Pada trauma toraks
dengan
tanda-tanda
hematotoraks,
dilakukan WSD.
Keluarnya darah/cairan intravaskular sebanyak 15 – 20% dari volume darah total atau perdarahan lebih dari 5 cc/kg BB/jam dapat menimbulkan renjatan. Bila volume darah total 80 cc/kgBB atau 15% dari berat badan, darah yang keluar melalui WSD dapat dihitung apakah sesuai untuk dianggap sebagai penyebab renjatan. Renjatan merupakan indikasi untuk torakotomi. Pasien yang datang dengan renjatan harus segera diinfus dan ditransfusi dengan cairan, dan darah yang sesuai dengan menggunakan jarum infus yang besar. Jika dianggap perlu gunakan dua infus sekaligus. Darah yang sesuai untuk mengatasi renjatan adalah darah plasma, namun jika tidak tersedia gunakan cairan plasma ekspander atau cairan kristaloid sampai keadaan darah membaik. Sementara itu dengan cepat lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis lengkap, terutama perhatikan adanya tanda-tanda anemia, sesak napas, takipnu, atau takikardi. Adanya perkusi yang pekak pada sisi yang terkena mungkin disebabkan karena pendorongan mediastium pada daerah tersebut. Terkadang didapatkan pula bunyi napas yang melemah atau menghilang. Pada pungsi mungkin keluar darah. Segera setelah itu lakukan WSD, dan pasien dikirim ke kamar bedah untuk dilakukan torakotomi eksplorasi.
WSD WSD adalah merupakan suatu system yang digunakan untuk mengalirkan cairan atau udara dari torak dengan tujuan untuk mempertahankan tekanan negatif yg normal dalam cavum pleurae, sehingga akan dapat mengembalikan dan atau mempertahankan pengembangan paru.
Indikasi Pneumothorax Haemothorax Pleuraleffusion Empyema (pyothorax)
33
Kontraindikasi Infeksi pada tempat pemasangan Gangguan pembekuan darah yang tidak terkontrol.
Cara Pemasangan WSD 1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksillaris anterior dan media. 2. Lakukan analgesia / anestesia pada tempat yang telah ditentukan. 3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus interkostalis. 4. Masukkan Kelly klemp melalui pleura parietalis kemudian dilebarkan. Masukkan jari melalui lubang tersebut untuk memastikan sudah sampai rongga pleura / menyentuh paru. 5. Masukkan selang ( chest tube ) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly forceps 6. Selang ( Chest tube ) yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan ke dinding dada 7. Selang ( chest tube ) disambung ke WSD yang telah disiapkan. 8. Foto X- rays dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan. Cara Pemasangan selang WSD
34
1. Torakoskopi Torakoskopi adalah suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks dengan alat bantu toraskop. Tindakan ini dilakukan apabila : Tindakan aspirasi maupun WSD gagal Paru tidak mengembang setelah 3 hari pemasangan tube toraskostomi Terjadinya fistula bronkopleura
Timbulnya kembali pneumptpraks setelah tindakan
plsurodesis Pada pasien yang berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh kembali seperti pada pilot dan penyelam
2. Torakotomi Tindakan pembedahan ini indikasinya hamper sama dengan toraskopi. Tindakan ini dilakukan jika toraskopi gagal atau jika blep atau bulla terdapat di apeks paru, maka tindakan toraskotomo ini efektif untuk reseksi blep atau bulla tersebut
35
DAFTAR PUSTAKA
American College of Surgeons Committee on Trauma, ATLS (Advanced Trauma JLife Support) for Doctor. Edisi ke-8. Chicago : American College of Surgeons.2008 Kamus Saku Kedokteran DORLAN. Jakarta : EGC, 1998 Sjamsuhidajat, R. Jong Wim de. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta : EGC, 2004 Sabiston. Textbook of surgery edisi 19. Philadelphia: Elseiver Saunders. 2012