KELOMPOK TUTORIAL VII SKENARIO 2 Blok XVII
Tutor : dr. Boby suryawan Anggota :
Putri ulfa sani
G1A109001
Septy priantika
G1A109073
Wiko wicaksono
G1A109065
Reisa maulidya.T
G1A109105
Sulin ziyati
G1A109007
Anita rahayu.W
G1A109009
Dara wulan sari.A
G1A109005
Tri wibowo
G1A109033
Indah dewiana akhyar
G1A109034
M. Padri jaka kusuma
G1A109035
Fanny eka astuti
G1A109056
Program Studi Pendidikan Dokter Universitas Jambi 2011 - 2012
SKENARIO
Vina , hamil aterm, merasakan mules yang menjalar ke pinggang dan mengeluarkan darah disertai lendir dari vagina. Vina segera dibawa ke UGD. Di UGD, dokter menjelaskan bahwa gejala tersebut merupakan tanda inpartu yang berarti vina akan segera melahirkan bayinya. Berdasarkan hasil pemeriksaan fundus uteri dan denyut jantung janin (DJJ) dokter menyimpulkan bahwa taksiran berat janin vina dalam batas normal dan kondisi janin baik, sedangkan dari pemeriksaan vagina toucher ( vagina tuse) dokter menyimpulkan bahwa kondisi panggul vina memungkinkan untuk terjadinya persalinan normal sehingga kecil sekali kemungkinan distosia dan tidak ada kelainan presentasi dan letak janin intrauterine. Dokter akan memantau kala I persalinan melalui pantograf. Setelah janin selasai dilahirkan, dokter berusaha mengeluarkan plasenta namun tidak berhasil karena terjadi retensio plasenta yang mengakibatkan perdarahan post partum. Dokter kemudian melakukan manual plasenta, dan berhasil dengan baik. Namun vina masih harus dipantau secara ketat selama masih dalam masa nifas.
KLARIFIKASI ISTILAH
1. Aterm usia kehamilan cukup bulan, 37 minggu – 40 minggu / BB janin lebih dari 2500 gram 2. Tanda Inpart tanda-tanda persalinan 3. Fundus uteri bagian atas atau puncak uterus 4. Vaginal toucher pemeriksaan fisik vagina dengan cara palpasi
5. Ditosia persalinan yang sulit dan ditandai terlalu lambat kemajuan persalinan.
6. Presentas bagian terbawah janin yang mendekati pintu jalan lahir 7. Persalinan normal proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina atau jalan lainnya. 8. Letak janin hubungan antara sumbu panjang janin dengan sumbu panjang ibu 9. Partograf alat bantu untuk memantau kemajuan kala 1 persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik 10. Plasenta organ yang merupakan ciri khas mamalia sejati pada saat kehamilan yang menghubungkan ibu dan anaknya 11. Retensi plasenta suatu keadaan jika plasenta tetap tinggal didalam uterus setengah jam setelah anak lahir. 12. Postpartum perdarahan masif yang berasal dari tempat implantasi plasenta, robekan pada jalan lahir dan jaringan sekitarnya sehingga oerdarahan yang melebihi 500 m / setelah bayi lahir. 13. Masa nifas masa sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6 minggu
IDENTIFIKASI MASALAH
1. Vina , hamil aterm, merasakan mules yang menjalar ke pinggang dan mengeluarkan darah disertai lendir dari vagina. 2. Vina segera dibawa ke UGD. Di UGD, dokter menjelaskan bahwa gejala tersebut merupakan tanda inpartu yang berarti vina akan segera melahirkan bayinya. 3. Berdasarkan hasil pemeriksaan fundus uteri dan denyut jantung janin (DJJ) dokter menyimpulkan bahwa taksiran berat janin vina dalam batas normal dan kondisi janin baik, sedangkan dari pemeriksaan vagina toucher ( vagina tuse) dokter menyimpulkan bahwa kondisi panggul vina memungkinkan untuk terjadinya persalinan normal sehingga kecil sekali kemungkinan distosia dan tidak ada kelainan presentasi dan letak janin intrauterine. 4. Dokter akan memantau kala I persalinan melalui pantograf. 5. Setelah janin selasai dilahirkan, dokter berusaha mengeluarkan plasenta namun tidak berhasil karena terjadi retensio plasenta yang mengakibatkan perdarahan post partum. 6. Dokter kemudian melakukan manual plasenta, dan berhasil dengan baik. Namun vina masih harus dipantau secara ketat selama masih dalam masa nifas.
ANALISIS MASALAH
Vina , hamil aterm, merasakan mules yang menjalar ke pinggang dan mengeluarkan darah disertai lendir dari vagina. 1. Bagaimana anatomi jalan lahir ? Jawab : Jalan lahir dibagi atas : 1. Bagian tulang terdiri atas tulang-tulang panggul dengan sendi-sendinya (artikulasio) 2. Bagian lunak terdiri atas otot-otot, jaringan-jaringan, dan ligamen-ligamen. Tulang-tulang Panggul Tulang-tulang panggul terdiri dari :
1. Os koksa yang terdiri atas : a. Os ilium b. Os ischium c. Os pubis 2. Os sacrum 3. Os koksigis Tulang-tulang ini saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Di depan terdapat hubungan antara kedua os pubis kanan dan kiri, disebut simfisis. Di belakang terdapat artikulasio sakro-iliaka yang menghubungkan os sacrum dengan os ilium. Di bawah terdapat artikulasio sakro-koksigea yang menghubungkan os sacrum dengan os koksigis. Secara fungsional panggul terdiri dari 2 bagian yang disebut : 1. Pelvis mayor adalah bagian pelvis yang terletak di atas linea terminalis, disebut pula false pelvis. 2. Pelvis minor adalah bagian yang terletak di bawah linea terminalis atau true pelvis. a. Pintu Atas Panggul - suatu bidang yang dibentuk oleh promontorium korpus vertebra sacral 1, linea innominata (terminalis), dan pinggir-atas simfisis. - Panjang jarak dari pinggir-atas simfisis ke promontorium lebih kurang 11 cm, disebut konjugata vera. - Jarak terjauh garis melintang pada pintu atas panggul lebih kurang 12,5-13 cm, disebut diameter transversa. - Bila ditarik garis dari artikulasio sakro iliaka ke titik persekutuan antara diameter transversa dan konjugata vera dan diteruskan ke linea innominata, ditemukan diameter yang disebut diameter oblikua sepanjang lebih kurang 13 cm.
Gambar : pintu atas panggul
Didalam obstetric dikenal 4 jenis panggul (pembagian Caldwell dan Moloy, 1933), yang mempunyai cirri-ciri pintu atas panggul sebagai berikut : 1. Jenis ginekoid : panggul paling baik untuk wanita, bentuk pintu atas panggul hamper bulat. Panjang diameter antero-posterior kira-kira sama dengan diameter transversa. 2. Jenis android : bentuk pintu atas panggul hamper segitiga. Umumnya pria mempunyai jenis ini, panjang diameter anteroposterior hamper sama dengan diameter transversa, tetapi yang berakhir ini lebih jauh mendekati sacrum. 3. Jenis anthropoid : bentuk pintu atas panggul agak lonjong, seperti telur. Panjang diameter anteroposterior lebih besar daripada diameter transversa. 4. Jenis platipelloid : jenis ginekoid yang menyempit pada arah muka belakang. Ukuran melintang jauh lebih besar daripada ukuran muka belakang.
Gambar : jenis-jenis panggul
b. Pintu Bawah Panggul - Pintu bawah panggul tidak merupakan suatu bidang datar, tetapi tersusun atas 2 bidang datar yang masing-masing berbentuk segitiga, yaitu bidang yang dibentuk oleh garis antara kedua buah tubera ossis iskii dengan ujung os sacrum dan segitiga lainnya yang alasnya juga garis antara kedua tubera ossis iskii dengan bagian terbawah simfisis. - Pinggir bawah simfisis berbentuk lengkung ke bawah dan merupakan sudut (arkus pubis). Dalam keadaan normal besarnya sudut ini ± 90º atau lebih sedikit.
c. -
Ruang Panggul (Pelvic Cavity) Ruang panggul di bawah pintu atas panggul mempunyai ukuran yang paling kuat. Di panggul tengah terdapat penyempitan setinggi kedua spina iskiadika. Jarak antara kedua spina iskiadika ini (distansia spinarum normal ± 10,5 cm.
d. Ukuran-ukuran Luar Panggul Yang diukur adalah : 1. Distansia spinarum (± 24 cm – 26 cm) : jarak antara kedua spina iliaka anterior superior sinistra dan dektra. 2. Distansia kristarum (± 28 cm – 30 cm) : jarak terpanjang antara dua tempat yang simetris pada krista iliaka sinistra dan dekstra. 3. Distansia oblika eksterna (ukuran miring luar) : jarak antara spina iliaka posterior sinistra dan spina iliaka anterior superior dekstra dan dari spina iliaka posterior dekstra ke spina iliaka anterior superior sinistra. 4. Distansia intertrokanterika : jarak antara kedua trokanter mayor. 5. Konjugata eksterna (Boudeloque) ± 18 cm : jarak antara bagian atas simfisis ke prosessus spinosus lumbal 5. 6. Distansia tuberum (± 10,5 cm) : jarak antara tuber iskii kanan dan kiri. Bagian-bagian Lunak Jalan Lahir - Otot-otot yang menahan dasar panggul di bagian luar adalah m. sfingter ani eksternus, m. bulbokavernosus yang melingkari vagina, dan m. perinea transverses superfisialis. - Di bagian tengah ditemukan otot-otot yang melingkari uretra (m. sfingter uretrae), - otot-otot yang melingkari vagina bagian tengah dan anus, antara lain m. iliokoksigeus, m. iskiokoksigeus, m. perinea transverses profundus, dan m. koksigeus. - Lebih dalam lagi ditemukan otot-otot dalam yang paling kuat, disebut diafragma pelvis, terutama m. levator ani yang berfungsi menahan dasar panggul. 1
2. Bagaimana fisiologi mules yang menjalar ke pinggang dan mengeluarkan darah disertai lendir dari vagina ? 1,3 Jawab : Pengaruh prostaglandin yg m↑ mulai dari minggu ke 15 s/d aterm, terlebih sewaktu partus
Struktur uterus yang berubah semakin besar dan lebih tegang
Regangan pada otot2 polos uterus Regangan mekanik
Sirkulasi uterus
Pengaruh saraf dan nutrisi
Plasenta yang semakin tua seiring dgn tuanya kehamilan
p↓ nutrisi pada janin
Iskemia otot2 uterus Sirkulasi uteroplasenter terganggu Plasenta mengalami degenerasi Perubahan2 fungsional plasenta p↓ sekresi progesteron
Hasil konsepsi akan segera dikeluarkan Penekanan pada gn. Servikale dari pleksus Frankenhauser yang terletak di belakang serviks Peregangan pada serviks uteri Perangsangan transmisi miogenik sinyal2 dari serviks ke korpus uteri
Perubahan2 fungsional villi koreales Perubahan hormonal progresif p↓ sekresi hormone progesteron P↓ kadar progesterone (fs : menghambat kontraksi uterus selama kehamilan, dan membantu mencegah ekspulsi fetus)
p↑ eksitabilitas otot2 uterus Menimbulkan kontraksi uterus yang dimulai terutama dari puncak FU dan menyebar ke seluruh korpus uteri (dmn intensitas kontraksi sangat besar pd puncak dan korpus uteri, tetapi lemah pd segmen bawah uterus yg berdekatan dgn serviks)
Servik berdilatasi dan tipis sehingga terjadi robekan-robekan dan rupture pembuluh darah kecil pada serviks yang akan mengeluarkan mucus berupa gumpalan lendir dan darah. Darah berasal dari pecahnya pembuluh darah kapiler sekitar kanalis servikalis karena pergeseran ketika serviks mendatar dan terbuka.3 keluar lendir / darah (bloody show) akibat terlepasnya sumbat mukus (mucous plug) yang selama kehamilan menumpuk di kanalis servikalis, akibat terbukanya vaskular kapiler serviks, dan akibat pergeseran antara selaput ketuban dengan dinding dalam uterus.3
3. Apa saja factor yang mempengaruhi keluarnya darah disertai lendir ? Jawab : Usia ibu yang lanjut
Riwayat seksio caesaria Multigravida Merokok Hipertensi Riwayat Solutio o Kelainan dari plasenta (plasenta previa, solusio plasenta, vasa previa, dll) o Bukan kelainan plasenta (kelainan serviks dan kelainan vagina (erosio, polip, varises yang pecah), ruptur uteri, trauma, dll)
4. Apa saja keadaan yang ditandai dengan keluarnya darah pervagian sebelum melahirkan ? 4 Jawab : DD perdarahan Antepartum : Klinis Solusio Plasenta
Plasenta Previa
Ruptura Uteri In partu
Mulainya
Sewaktu hami dan Sewaktu hamil inpartu Tiba-tuba Perlahan
Perdarahan
Non-Recurent
Bergantung pada pembuluh darah yang pecah
Warna darah
Darah tua dan beku.
Anemia
Tak sebandung Sesuai dengan darah Perdarahan dengan darah yang yang keluar dan di dalam keluar Bisa ada -
Terjadinya
Toksemia gravidarum Nyeri perut Palpasi
Ada
Recurent
Dimulai RUM
(hitam) Darah baru, merah Darah baru, merah segar segar
Tidak ada
Uteri in-bois bagian- Biasa dan floating bagian anak sulit di
keluar
+ di SBR Defans
muskular.
raba
Meteoritis
His
Kuat
Biasa
Hilang
DJJ
(-)
(+)
(-)
Periksa Dalam
Ketuban tegang, Jaringan plasenta Robekan menonjol Tipis kreater cekung Ketuban robek pada Biasa pinggir
Plasenta
5. Apa saja macam-macam persalinan ? Jawab : Partus normal Pada bayi :
BB lebih atau sama dengan 2500 gram APGAR baik yaitu tidak ada asfiksi Tidak ada kelainan janin
Pada ibu :
Kehamilan aterm 37 keatas Komplikasi (-) Riwayat persalinan sesuai < 16 jam Nifas tidak ada komplikasi
Partus Spontan
kebalikan dari partus normal melahirkan bayi meninggal lahir dengan preklamsia lahir dengan BB 2 kg
Vina segera dibawa ke UGD. Di UGD, dokter menjelaskan bahwa gejala tersebut merupakan tanda inpartu yang berarti vina akan segera melahirkan bayinya. 1. Apa saja tanda-tanda inpartu ? Jawab : Tanda-tanda inpartu Rasa sakit oleh adanya his yang dating lebih kuat, sering dan teratur Keluar lender yang bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-robekan kecil pada serviks Kadang-kadang ketuban pecah dengan sendirinya Pada pemeriksaan dalam : serviks mendatar dan pembukaan telah ada.5
2. Bagaiamana fisiologi persalinan ? Jawab : Ada 3 faktor yang mempengaruhi persalinan : 1. Factor HIS/ kekuatan 2. Factor jalan lahir 3. Factor janin Ada 4 kala dalam proses persalinan : Kala I (kala pembukaan): ditandai dengan keluarnya lendir bercampur darah darah karena serviks mulai membuka dan mendatar. Ada 2 fase : 1. Fase laten : di mana pembukaan serviks berlangsung lambat sampai pembukaan 3 cm berlangsung dalam 7-8 jam. 2. Fase aktif : berlangsung selama 6 jam dan dibagi atas 3 subfase : Periode akselerasi : berlangsung 2 jam ,pembukaan menjadi 4 cm Periode dilatasi maksimal (steady) : selama 2 jam pembukaan berlangsung cepat menjadi 9 cm Periode deselerasi : berlangsung lambat , dalam waktu 2 jam pembukaan jadi 10 cm atau lengkap Primigravida Serviks mendatar dulu baru dilatasi Berlangsung 13-14 jam Multigravida Mendatar dan membuka bisa bersamaan Berlangsung 6-7 jam
Kala II (kala pengeluaran janin ) : terjadi his teroordinir,kuat,cepat dan lebih lama, kira-kira 2-3 menit sekali. Kepala janin telah turun masuk ruang panggul sehingga terjadilah tekanan pada otototot dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa mengedan. Karena tekanan pada rectum, ibu merasa seperti mau buang air besar dengan tanda anus terbuka. Pada waktu his kepala janin mulai kelihatan ,vulva membuka dan perineum teregang. Dengan his mengedan yang terpimpin,akan lahirlah kepala , diikuti oleh seluruh badan janin. Kala II pada primi : 1,5 – 2 jam , pada multi ½ -1 jam Kala III (kala pengeluaran Uri) : setelah bayi lahir, kontraksi rahim istirahat sebentar. Uterus teraba keras dengan fundus uteri setinggi pusat dan berisi plasenta yang menjadi tebal 2x sebelumnya. Beberapa saat kemudian timbul his pelepasan dan pengeluaran uri Dalam waktu 5-10 menit seluruh plasenta terlepas ,terdorong kedalam vagina dan akan lahir spontan atau dengan sedikit dorongan dari atas simfisis atau fundus uteri Seluruh proses biasanya selama 5-30menit setelah bayi lahir . Pengeluaran plasenta biasanya disertai pengeluaran darah sekitar 100-200 cc Kala IV adalah kala pengawasan selama 1 jam setelah bayi dan uri lahir untuk mengamati keadaan ibu terutama terhadap bahaya perdarahan postpartum. Lamanya persalinan pada primi dan multi : Primi : multi : kala I : 13 jam 7 jam kala II : 1 jam ½ jam kala III : ½ jam ¼ jam lama persalinan : 14 ½ jam 7 ¾ jam Usia kehamilan inpartu : 37-40 minggu. 3
3. Bagaimana cara mendiagnosis inpartu ? Jawab : Cara mendiagnosa inpartu yaitu dengan menentukan 6 a. Kontraksi pada persalinan sejati 1. Kontraksi terjadi dengan interval yang teratur
2. Interval secara bertahap memendek 3. Intensitas secara bertahap meninngkat 4.
Nyeri dipunggung dan abdomen
5. Serviks membuka 6. Nyeri tidak hilang dengan sedasi b. Kontraksi pada persalinan palsu 1. Kontraksi terjadi dengan interval yang tidak teratur 2. Interval tetap lama 3. Intensitas tetap tidak berubah 4.
Nyeri terutama diperut bawah
5. Serviks belum membuka 6. Nyeri biasanya mereda dengan sedasi
4. Apa saja factor yang berperan dalam proses persalinan ? Jawab : 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Factor humoral Pengaruh prostaglandin Struktur uterus Sirkulasi uterus Pengaruh saraf dan nutrisi Factor HIS 1
Berdasarkan hasil pemeriksaan fundus uteri dan denyut jantung janin (DJJ) dokter menyimpulkan bahwa taksiran berat janin vina dalam batas normal dan kondisi janin baik, sedangkan dari pemeriksaan vagina toucher ( vagina tuse) dokter menyimpulkan bahwa kondisi panggul vina memungkinkan untuk terjadinya persalinan normal sehingga kecil sekali kemungkinan distosia dan tidak ada kelainan presentasi dan letak janin intrauterine.
1. Bagaimana cara pemeriksaan tinggi fundus uteri dan DJJ ? Jawab : Cara pemeriksaan fundus uteri Letakkan sisi lateral telunjuk kiri pda puncak fundus uteri untuk menentukan tinggi fundus. Angkat jari telunjuk kiri, kemudian atur posisi pemeriksa sehingga menghadap ke bagian kepala ibu. Letakkan ujung telapak tangan kiri dan kanan pada fundus uteri dan rasakan bagian bayi yang ada pada bagian tersebut dengan jalan menekan secara lembut dan menggeser telapak tangan kiri dan kanan secara bergantian.
Tujuan pemeriksaan DJJ dan cara Gunakan Fetoskop Pinnards atau Doppler untuk mendengar denyut jantung janin (DJJ) dalam rahim ibu dan untuk menghitung jumlah denyut janin per menit, gunakan jarum detik pada jam dinding atau jam tangan. Tentukan titik tetentu pada dinding abdomen ibu dimana suara DJJ terdengar paling kuat. Tips : Jika DJJ sulit ditemukan, lakukan palpasi abdomen ibu untuk menentukan lokasi panggung bayi. Biasanya rambatan suara DJJ lebih mudah didengar melalui dinding abdomen pada sisi yang sama dengan panggung bayi.
Nillai DJJ selama dan segera setelah kontraksi uterus. Mulailah penilaian sebelum atau selama puncak kontraksi. Dengarkan DJJ selama minimal 60 detik, dengarkan sampai sedikitnya 30 detik setelah kontraksi berakhir. Lakukan penilaian DJJ tersebut pada lebih dari satu kontraksi. Gangguan kondisi kesehatan janin dicerminkan dari DJJ yang kurang dari 100 atau lebih dari 160 per menit. Bila demikian, baringkan ibu kesisi kiri dan anjurkan ibu untuk relaksasi. Nilai kembali DJJ setelah 5 menit dari pemeriksaan sebelumnya, kemudiaan simpulkan perubahan yang terjadi. Jika DJJ tidak mengalami perbaikan maka siapkan ibu untuk segera di rujuk.
2. Bagimana interpretasi normal dari pemeriksaan fundus uteri dan DJJ ? Jawab : 7
Fundus Uteri 7 Usia Kehamilan
Tinggi (letak) fundus uteri
Sebelum bulan III
Belum teraba dari luar
Akhir bulan III (12 minggu)
1-2 jari di atas symphisis pubica
Akhir bulan IV (16 minggu)
Pada pertengahan symphisi-umbilicus
Akhir bulan VI (24 minggu)
3 jari di bawah pusat
Akhir bulan VII (28 minggu)
3 jari di atas pusat
Akhir bulan VIII (32 minggu)
Pada pertengahan processus xiphoideusumbilicalis
Akhir bulan IX (36 minggu)
Mencapai arcus costalis atau 3 jari di bawah processus xiphoideus
Akhir bulan X (40 minggu)
Pertengahan antara processus xiphoideusumbilicalis
Tinggi fundus uteri (dalam cm)
Umur kehamilan (dalam bulan
20
5
23
6
26
7
30
8
33
9
Menurut Speigelberg : dengan jalan mengukur tinggi fundus uteri dari simfisis, maka diperoleh 8 22-28 mg 24-25 cm di atas simfisis 28 mg 26,7 cm di atas simfisis 30 mg 29,5-30 cm di atas simfisis 32 mg 29,5-30 cm di atas simfisis 34 mg 31 cm di atas simfisis
36 mg 38 mg 40 mg
33 cm di atas simfisis 33 cm di atas simfisis 37,7 cm di atas simfisis 8
Denyut Jantung Janin 9 - Cara menghitung DJJ : Setiap menit, misalnya 140 kali per menit Dihitung 3 x 5 detik secara berurutan, dengan cara ini dapat diketahui teratur tidaknya djj, contoh : 11 12 13 DJJ = 4 x (11 + 12 + 13) = 136 permenit teratur 10 14 9 DJJ = 4 x (10 + 14 + 9) = 132 permenti tidak teratur 8
o Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal angka 180-100. o Normal DJJ : 120-160 x’/m, fetoskop 17-19 mg, dopler 10-12 ng 9
3. Apa tujuan pemeriksaan fundus uteri dan DJJ ? Jawab : Tujuan pemeriksaan fundus uteri:
Sebagai Indicator kemajuan pertumbuhan janin
Untuk menentukan usia kehamilan
dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko tinggi.
Tujuan pemeriksaan DJJ :
untuk mengetahui frekuensi dasar denyut jantung janin 120 – 160 dpm
menunjukkan variabilitas denyut jantung janin 6 – 25 dpm
ada tidaknya akselerasi
ada tidaknya deselerasi 1
4. Pada usia berapa DJJ bisa dipriksa ? Jawab :
Dengan alat Fetal Elektrocardiograph kehamilan 12 minggu Dengan stetoskop Laennec kehamilan 18 – 20 minggu Dengan memakai alat dengan system droppler kehamilan 12 minggu
5. Bagaimana menentukan takaran BJ ? Jawab : Dengan melakukan pemeriksaan tinggi fundus uteri, kemudian dihitung menggunakan rumus Johnson Tausack sebagai berikut: Taksiran Berat Janin [TBJ] = [tinggi fundus uteri dalam cm – N] x 155 gram N = 1 3 bila kepala belum melewati PAP N = 12 bila kepala masih berada di atas Spina Ischiadica N = 11 bila kepala masih berada di bawah Spina Ischiadica BB = berat badan; mD = jarak simfisis-fundus uteri
6. Bagaimana cara pemeriksaan VT? Jawab : Tehnik Vaginal toucher pada pemeriksaan kehamilan dan persalinan: 1. Didahului dengan melakukan inspeksi pada organ genitalia eksterna. 2. Tahap berikutnya pemeriksaan inspekulo untuk melihat keadaan jalan lahir. 3. Labia minora disisihkan kekiri dan kanan dengan ibu jari dan jari telunjuk tangan kiri dari sisi kranial untuk memaparkan vestibulum. ( Gambar 6 ) 4. Jari telunjuk dan jari tengah tangan kanan dalam posisi lurus dan rapat dimasukkan kearah belakang - atas vagina dan melakukan palpasi pada servik. (Gambar 7)
Gambar 6 Sisihkan kedua labia major dengan telunjuk dan ibu jari tangan kiri
Gambar 7. Memasukkan jari telunjuk dan tengah tangan kanan dalam keadaan lurus kedalam vagina
Menentukan dilatasi (cm) dan pendataran servik (prosentase). Menentukan keadaan selaput ketuban masih utuh atau sudah pecah, bila sudah pecah tentukan : 1. Warna 2. Bau 3. Jumlah air ketuban yang mengalir keluar
Menentukan presentasi (bagian terendah) dan posisi (berdasarkan denominator) serta derajat penurunan janin berdasarkan stasion. (gambar 8 )
Gambar 8. Derajat desensus kepala melalui pemeriksaan vaginal dengan titik 0 (zero point) setinggi spina ischiadica
Menentukan apakah terdapat bagian janin lain atau talipusat yang berada disamping bagian terendah janin. Pada primigravida digunakan lebih lanjut untuk melakukan pelvimetri klinik: Pemeriksaan bentuk sacrum Menentukan apakah coccygeus menonjol atau tidak. Menentukan apakah spina ischiadica menonjol atau tidak. Mengukur distansia interspinarum. Memeriksa lengkungan dinding lateral panggul. Meraba promontorium, bila teraba maka dapat diduga adanya kesempitan panggul (mengukur conjugata diagonalis). Menentukan jarak antara kedua tuber ischiadica.
7. Apa indikasi, kontraindikasi dan yang dinilai dari pemeriksaan pada VT ? Jawab : Indikasi : - Sebagai bagian tindakan di dlaam menegakkan diagnosa kehamilan muda - Pada primigravida dengan usia kehamilan lebih dari 37 minggu digunakan untuk melakukan eveluasi kapasitas panggul (pelvimetri klinik) dan menentukan apakah ada kelainan pada jalan lahir yang diperkirakan akan mengganggu jalannya proses persalinan pervaginam - Pada saat masuk kamar bersalin dilakukan untuk menentukan fase persalinan dan diagnosa letak janin - Pada saat inpartu digunakan untuk menilai apakah kemajuan proses persalinan sesuai dengan yang diharapkan
-
Pada saat ketuban pecah digunakan untuk menentukan ada tidaknya prolapsus bagian kecil janin atau tali pusat Pada saat inpartu, ibu tampak ingin meneran dan digunakan untuk memastikan apakah fase persalinan sudah masuk pada persalinan kala II.
Kontraindikasi : - Perdarahan per vaginam - Placenta latak di bawah. 8. Apa etiologi dan jenis-jenis distosia? Jawab : Penyebab distosia dapat dibagi dalam 3 golongan : A. Kelainan tenaga (His). His yang tidak normal dalam kekuatan atau sifatnya menyebabkan kerintangan pada jalan lahir yang lazim terdapat pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehinga mengalami hambatan atau kemacetan. Penyebabnya : Sebagian besar tdk diketahui. Primigravida Multipara. Hirediter. Emosi. Partus lama. Kelainan letak. Gemelli & hidramion. Uterus bikornis unikolis. Jenis kelainan His - Inesersia uteri a. Inersia uteri primer atau hypotonic uterine contraction : his dari awal lemah b. Inersia uteri sekunder : his melemah setelah berlangsungnya his kuat untuk waktu lama. - His terlampau kuat atau hypertonic uterine contraction a. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan persalinan selesai dalam waktu yang sangat singkat b. Partus yang sudah selesai kurang dari 3 jam : partus presipitatus c. Bahaya partus presipitatus bagi ibu adalah perlukaan jalan lahir ( serviks, vagina & perineum dan bagi janin adalah perdarahan intrakranial. Sering terjadi ruptura uteri.
- Incoordinate uterine action a. Sifat his berubah. b. Tonus otot uterus meningkat, juga diluar his. c. Kontraksi tdk berlangsung seperti biasa krn tdk ada d. Sinkronisasi antara kontraksi bagian-bagiannya. e. Tidak efisien dalam pembukaan. f. Adakalanya persalinan tidak maju karena kelainan servik : distosia servikalis. Dibagi 2 : - Distosia servikalis primer : servik tidak membuka karena tidak mengadakan relaksasi berhubung IUA - Distosia servikalis sekunder : kelainan organik pada serviks, misal jaringan Parut atau Ca bisa robek.
B.Kelainan Janin Persalinan dapat mengalami gangguan atau kemacetan karena kelainan dalam letak atau dalam bentuk janin Posisi oksipitalis posterior persistens - Suatu keadaan ubun-ubun kecil tidak berputar kedepan, sehingga tetap dibelakang. - Penyebab : usaha penyesuaian kepala terhadap bentuk panggul yang tidak normal, misal pada panggul antrpiod, android atau pada otot lembek (multipara) atau kepala janin kecil. Presentasi Puncak Kepala - Pada persalinan normal kepala melewati jalan lahir dalam keadaan fleksi, tetapi pada keadaan tertentu tidak terjadi fleksi, melainkan defleksi. - Defleksi ringan : pres. puncak kepala. - Defleksi sedang : pres. dahi. - Defleksi maksimal/berat : pres. muka. Presentasi Muka - Primer bila terjadi sejak awal kehamilan. - Sekunder bila terjadi pada waktu persalinan. - Pada Presentasi muka, tubuh janin dalam keadaan ekstensi, sehingga pada pemeriksaan luar dada akan teraba seperti punggung - Etiologi : pada umumnya terjadi pada keadaan yang memaksa terjadinya defleksi kepala atau keadaan yang menghalangi terjadinya fleksi kepala. - Presmuk dapat ditemukan pada : 1. Panggul sempit. 2. Janin besar.
3. Multiparitas. 4. Perut gantung. 5. Kelainan janin: Anensepalus, tumor leher depan, IUFD (otot janin kehilangan tonusnya). Presentasi Dahi - Kedudukan kepala diantara fleksi & defleksi maksimal. Presentasi Lintang - keadaan janin melintang dengan sumbu panjang ibu. - Etiologi : 1. Multiparitas disertai dinding perut yang lembek. 2. Kehamilan prematur. 3. Hidramion. 4. Gemelli. 5. Panggul sempit. 6. Tumor pd daerah panggul. 7. Plasenta previa. 8. Kelainan uterus (arkuatus atau subseptus). Presentasi Ganda - Disamping kepala janin, dalam rongga panggul dijumpai tangan, lengan atau kaki, & atau disamping bokong dijumpai tangan. - Presentasi ganda terjadi karena PAP tidak tertutup sempurna oleh kepala atau bokong. C.Kelainan jalan lahir Kelainan dalam ukuran atau bentuk jalan lahir bisa menghalangi kemajuan persalinan atau menyebabkan kemacetan. 10
9. Bagaimana tatalaksana persalinan dengan distosia? Jawab : Secara umum tatalaksananya yaitu : - Dalam menghadapi persalinan lama oleh sebab apapun, keadaan ibu yang bersangkutan harus diawasi dengan seksama. - Tekanan darah diukur tiap 4 jam - DJJ janin dicatat setiap setengah jam dalam kala I dan lebih sering pada kala II - Kemungkinan dehidrasi dam asidosis harus mendapat perhatian sepenuhnya - Diberikan infus larutan glukosa 5% dan larutan NaCl isotonic secara IV bergantian
- Untuk mengurangi rasa nyeri dapat diberikan : petidin 50 mg yang dpat diulangi; pada permulaan kala I dapat diberikan 10 mg morfin - Apabila persalinan berlangsung 24 jam tanpa kemajuan yang berarti, perlu diadakan penilaian yang seksama tentang keadaan. Selain penilaian keadaan umu, perlu ditetapkan apakah persalinan benar-benar sudah dimulai atau masih dalam tingkat false labour, apakah ada insersi uteri, atau incoordinate uterine action¸ - Jika serviks sudah terbuka untuk sedikitnya 3 cm, dapat diambil kesimpulan bahwa persalinan sudah dimulai. Inesersia uteri - Melakukan stimulasi /induksi ( pacuan). - Sebelum melakukan pacuan harus diperhatikan: 1. Keadaan serviks. 2. Presentasi serta posisi janin. 3. Turunnya kepala atau bokong janin dalam panggul. 4. Keadaan panggul, kalau ada DKP (disproporsi kepala panggul) seksio. - Cara pacuan: 1. 5 unit oksitosin dlm Dextrose 5 %, mulai 12 tts/mnt maksimal 50 tts/mnt. 2. Selama pacuan harus diawasi dgn ketat. - Yang harus diperhatikan selama pacuan: 1. Kekuatan & kecepatan his. 2. Denyut jantung janin. 3. Tekanan darah. 4. Adanya cincin Bandl. 5. Tanda ruptura uteri iminen. - Evaluasi dilakukan dengan PD bila : 1. Botol I habis. 2. Ketuban pecah 3. Gawat janin. 4. Adanya tanda RUI. 5. Tanda kala II. His terlampau kuat - Kalau ada riwayat partus presipitatus sebelumnya harus diperhatikan dengan ketat. - Episiotomi dilakukan degan cepat agar tidak terjadi ruptur perinii Incoordinate uterine action - Hanya dapat diobati secara simptomatis, biasanya diberi analgetika : morphin, pethidin, dll. - Persalinan jangan sampai lama bila perlu Seksio sesarea. - Kalau didapatkan cincin bandl pd kala I : Seksio sesarea..
-
Distosia servikalis primer diambil sikap seperti pada incoordinate uterine action. Distosia servikalis sekunder cepat Seksio sesarea..
Posisi oksipitalis posterior persistens. - Bisa spontan, dilakukan episiotomi yang lebar, kalau tidak bisa spontan dilakukan degan VE atau FE. Presentasi Muka - Pada persalinan harus dilakukan pemeriksaan yang teliti untuk menentukan adanya disproporsi sefalopelvik. - Posisi mento posterior persisten : Seksio sesarea - Dicoba mengubah presentasi muka menjadi presentasi belakang kepala dengan syarat: 1. Dagu harus dibelakang, sebab bila dagu didepan akan terjadi presentasi belakang kepalada dengan ubun-ubun kecil yang tidak lebih menguntungkan bila dibandingkan dengan presentasi muka dagu didepan. 2. Kepala belum turun kedalam rongga panggul & masih mudah didorong keatas. Presentasi dahi - Presentasi dahi dengan ukuran janin & panggul normal, tidak akan lahir spontan pervaginam Seksio sesarea - Janin kecil & panggul luas harus diwaspadai seperti presentasi muka - Bila persalinan maju, tidak perlu dilakukan tindakan. - Bila akhir kala I belum masuk panggul , diusahakan merubah dengan perasat Thorn,jika tidak berhasil Seksio sesarea - Kala II tak maju Seksio sesarea Presentasi Lintang - Bila ditemukan pada ANC diterapi dengan posisi dada-lutut. - Versi luar membutuhkan keahlian & persyaratan. - Kalau ada panggul sempit, tumor dalam panggul & PPT diterapi dengan Seksio sesarea. - Primigravida versi luar gagal Seksio sesarea - Versi Ekstraksi dilakukan pada multigravida dengan riwayat obstreksi baik & letak lintang belum kasep. - Versi eksktraksi dilakukan pada letak lintang janin kedua pada gemelli. - Letak lintang kasep, janin mati dekapitasi. Presentasi Ganda - Jika panggul normal dapat lahir spontan. - Kalau lengan seluruhnya menumbung reposisi. - Presentasi Ganda dengan tali pusat menumbung, kalau pembukaan belum lengkap SC
-
Presentasi Ganda dengan tali pusat menumbung, pembukaan lengkap, panggul normal, multipara pervaginam, janin mati spontan. 10
10. apa saja macam-macam presentasi dan bagaimana normalnya? jawab : presentasi dipakai untuk untuk menentukan pada pemeriksaan dalam bagian janin yang ada di bagian bawah uterus.
Jika kepala ditempat tersebut, dinamakan presentasi kepala. Normalnya presentasi kepala. Jika bokong, maka presentasi bokong Jika janin mengolak, maka bahu biasanya berada di bagian bawah uterus dinamakan presentasi bahu. Dapat pula ditemukan presentasi kaki Presentasi belakang kepala Presentasi muka
11. Apa saja macam-macam letak janin dan bagaimana normalnya? Jawab : Letak ( situs) Hubungan antara sumbu panjang ibu dengan sumbu panjang janin, misalnya situs memanjang atau membujur yaitu sumbu panjang janin sesuai dengan sumbu panjang ibu dapat pada letak kepala atau letak bokong, situs melintang adalah sumbu panjang janin melintang terhadap sumbu panjang ibu, situs miring adalah sumbu panjang janin miring terhadap sumbu panjang ibu. Frekuensi situs memanjang 99,6% ( 96% letak kepala, 3,6% letak bokong) dan 0,4 % letak lintang atau miring 12. Apa saja macam-macam posisi janin dan bagaimana normalnya? Jawab : Posisi dipakai untuk menetapkan apakah bagian janin yang ada dibagian bawah uterus sebelah kiri, sebelah kanan, sebelah belakang atau sebelah depan terhadap sumbu tubuh ibu, minsalnya ubun-ubun kecil kiri depan. Dengan demikian dapat ditemukanbermacam-macam presentasi, dengan kombinasi posisi kiri atau di kanan, di depan atau belakang. Dengan dilakukan pemeriksaan luar dan
pemeriksaan dalam biasanya presentasi dan posisi janin dalam jalan lahir dapat ditetapkan. Minsalnya : belakang kepala : ubun-ubun kecil, puncak kepala : uuk/uub, dahi : glabela dan muka : umentum. 13. Apa saja factor resiko timbulnya kelainan presentasi posisi dan letak? Jawab : 1. 2. 3. 4.
Pada ibu: bentuk panggul yang tidak normal atau sempit Pada janin: kepala janin kecil Adanya tumor pada daerah panggul Pada multiparitas: disertai dengan perut yang lembek
14. Bagaimana langkah-langkah tatalaksana kelainan presentasi, letak dan posisi? Jawab : 1. Posisi oksipitalis posterior persistens : bisa spontan, dilakukan episiotomi yang lebar,kalau tidak bisa spontan dilakukan dengan VE /FE 2. Persentasi muka : -.bila ditemukan ANC diterapi dengan posisi dada-lutut. Kalau panggul sempit,tumor dalam panggul dan PPT diterapi dengan SC.primigravida versi luar gagal -> SC 3. Distosia karena kelainan panggul : -. pada persalinan harus dilakukan pemerikasaan yang diteliti untuk menentukan adanya disproporsi sefalopelvik. -. Posisi mento posterior persisten -> SC 4. Persentasi dahi : persentasi dahi dengan ukuran janin dan panggul normal,tidak akan lahir spontan pervaginam -> SC
Dokter akan memantau kala I persalinan melalui pantograf. 1. Apa saja kala-kala pada persalinan? Jawab : Kala Persalinan : Kala I : Dimulai ketika telah tercapai kontraksi uterus dengan frekuensi, intensitas dan durasi yang cukup untuk menghasilkan pendataran dan
Kala II Kala III
Kala IV
dilatasi serviks yang progresif (kala I selesai ketika serviks sudah membuka lengkap) : Dimulai ketika dilatasi serviks sudah lengkap dan berakhir ketika janin sudah lahir. : Dimulai setelah janin lahir dan berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban janin (disebut juga sebagai stadium pemisahan dan ekspulsi plasenta) : Waktu dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam.12
2. Bagaimana pembagian waktu normal pada setiap kala? Jawab : Kala 1 : penghitungan setiap 4 jam sekali Kala 2 : 2 1/2 jam, jika lebih dari 2 1/2 jam ada gangguan. Kala 3 : tidak lebih dari setengah jam, jika lebih ada kemungkinan retensio plasenta. Kala 4 : tidak lebih dari 16 jam.
3. Apa tujuan dan manfaat pemeriksaan partograf ? Jawab : Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk: 1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui pemeriksaan dalam. 2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian, juga dapat melakukan deteksi secara dini setiap kemungkinan terjadinya partus lama (Depkes RI, 2007). 3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, kondisi bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan medikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan k1inik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir. Jika digunakan secara tepat dan konsisten, maka partograf akan membantu penolong persalinan untuk: 1. Mencatat kemajuan persalinan. 2. Mencatat kondisi ibu dan janinnya. 3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran.
4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk secara dini mengidentifikasi adanya penyulit. Menggunakan informasi yang ada untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu 4. Bagaimana format dan cara pengisian partograf? Jawab : Halaman depan partograf Bagian-bagian partograf : 1. Identitas 2. Denyut jantung janin 3. Servikograf 4. Waktu 5. Air ketuban 6. Kontraksi per 10 menit 7. Oksitosin 8. Obat-obatan dan cairan intravena 9. Nadi dan tekanan darah ibu 10. Urin 11. Temperatur ibu 12. Kala III. Identitas Identitas meliputi : - Tanggal – Hari pertama haid terakhir - Gravida – Taksiran parrtus - Para – Nomor regisster - Abortus – Pecah ketubaan janin - Nama Denyut Jantung Janin Denyut jantung janin dihitung dan dicatat setiap 30 menit lalu menghubungkan setiap titik (jumlah denyut jantung janin dihubungkan). Servikograf Friedman membagi persalinan dalam 2 fase, yaitu :
1. Fase I (fase laten) Biasanya berlangsung selama 8-10 jam, dimulai dari awal persalinan sampai pembukaan serviks 3 cm. 2. Fase II (fase aktif) Fase ini dimulai dari pembukaan serviks 3 cm sampai pembukaan lengkap (10 cm).Pemeriksaan dalam vagina dilakukan saat pasien masuk rumah sakit, dilanjutkan setiap 4 jam untuk menilai pembukaan serviks. Pemeriksaan ini dapat dilakukan lebih sering pada pasien yang persalinannya sudah berjalan lebih jauh, terutama pasien multipara. Pembukaan mulut rahim dicatat dengan tanda “X”. Bila pasien masuk rumah sakit dalam fase aktif, tanda “X” diletakkan pada garis waspada sedangkan waktu masuknya pasien ditulis dibawah tanda “X”. Apabila pembukaan mulut rahim ketika pasien masuk rumah sakit dalam fase laten kemudian masuk kedalam fase aktif dalam jangka waktu kurang 8 jam maka tanda “X” dipindahkan ke garis waspada. Perpindahan ini digambarkan dengan garis putus-putus sampai pada garis waspada dan diberi tanda “Tr”. Untuk menentukan seberapa jauh bagian depan anak turun ke dalam rongga panggul, digunakan bidang HODGE (H) sebagai berikut :
1. HI : Sama dengan pintu atas panggul 2. HII : Sejajar dengan H I melalui pinggir bawah simfisis pubis 3. HIII : Sejajar dengan H I melalui spina iskiadika 4. HIV : Sejajar dengan H I melalui ujung tulang koksigeus. Porsio dinilai dengan memperhatikan kekakuan, lunak, tebal, mendatar atau melepasnya porsio.
Waktu Waktu 0 dianggap pada saat pasien masuk rumah sakit bukan pada saat timbulnya persalinan. Air Ketuban Air ketuban bisa : - Utuh (U) - Jernih (J) - Campur mekonium (M) - Kering (K) Mulase (penyisipan tulang tengkorak janin) ditandai dengan :
0 : Tulang tengkorak terpisah dan sutura dapat teraba dengan mudah + : Tulang tengkorak saling berdekatan ++ : Tulang tengkorak tumpang tindih +++ : Tulang tengkorak tumpang tindih dengan nyata. Posisi kepala ditandai dengan memperhatikan letak dari ubun-ubun kecil. Kontraksi Uterus Kontraksi uterus dihitung per 10 menit, terbagi atas : - Kurang 20 detik : Tanpa arsiran - 20-40 detik : Dengan arsiran - Lebih 40 detik : Dihitamkan Oksitosin Hal yang diperhatikan : - Jumlah unit per 500 cc - Jumlah tetesan per menit Nadi & Tekanan Darah Ibu Nadi diukur setiap 30 menit; tekanan darah diukur setiap jam atau lebih sering bila ada indikasi (edema, hipertensi).
Urin Yang diukur : - Volume - Albumin - Glukosa Halaman belakang partograf Catatan persalinan adalah terdiri atas unsur-unsur berikut : Data dasar Kala I Kala II Kala III Bayi baru lahir Kala IV
5. Apa saja yang dinilai dan di observasi padanifas? Jawab :
denyut jantung janin: setiap ½ jam frekuensi dan lamanya kontraksi uterus:setiap ½ jam nadi: setiap ½ jam pembukaan serviks: setiap 4 jam penurunan bagian terbawah janin: setiap 4 jam tekanan darah dan temperatur tubuh: setiap 4 jam produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam
6. Bagaimana cara menilai kemajuan persalinan? Jawab : a. Pembukaan serviks Nilai dan catat pembukaan serviks setiap 4 jam. Saat ibu berada dalam fase aktif persalinan, catat pada partograf hasil temuan setiap pemeriksaan.
b. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin Pada persalinan normal, kemajuan kemajuan pembukaan serviks umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin. Di bagi menjadi 5 kategori dengan symbol 5/5 sampai 0/5. Symbol 5/5 menyatakan bahwa bagian kepala janin belum memasuki tepi atas simfisis pubis; sedangkan symbol 0/5 menyatakan bahwa bagian kepala janin sudah tidak dapat lagi di palpasi diatas simfisis pubis. c. Garis waspada dan garis bertindak Garis waspada dimulai pada pembukaan serviks 4 cm dan berakhir pada titik dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan 1 cm per jam. 7. Siapa sasaran penilaian pada partograf? Jawab : 1. Semua ibu dalam kala I persalinan ,baik yang kemajuan persalinannya berjalan normal maupun abnormal. 2. Persalinan di institusi pelayanan kesehatan ataupun di rumah 3. Persalinanyang ditolong oleh tenaga kesehatan. Setelah janin selasai dilahirkan, dokter berusaha mengeluarkan plasenta namun tidak berhasil karena terjadi retensio plasenta yang mengakibatkan perdarahan post partum. 1. Apa definisi APN ? Jawab : Asuhan Persalinan Normal adalah asuhan yang bersih dan aman selama persalinan dan setelah bayi lahir, serta upaya pencegahan komplikasi terutama perdarahn pascapersalinan, hipotermia dan asfikasi bayu baru lahir. 13
2. Bagimana langkah-langkah APN ? Jawab : 60 Langkah Asuhan Persalinan pada kala1,2,3,4 KEGIATAN I. MELIHAT TANDA DAN GEJALA KALA DUA 1. Mengamati tanda dan gejala persalinan kala dua. � Ibu mempunyai keinginan untuk meneran. � Ibu merasa tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan/atau vaginanya. � Perineum menonjol. � Vulva-vagina dan sfingter anal membuka.
II. MENYIAPKAN PERTOLONGAN PERSALINAN 2. Memastikan perlengkapan, bahan dan obat-obatan esensial siap digunakan. Mematahkan ampul oksitosin 10 unit dan menempatkan tabung suntik steril sekali pakai di dalam partusset. 3. Mengenakan baju penutup atau celemek plastik yang bersih. 4. Melepaskan semua perhiasan yang dipakai di bawah siku, mencuci kedua tangan dengan sabun dan air bersih yang mengalir dan mengeringkan tangan dengan handuk satu kali pakai/pribadi yang bersih. 5. Memakai satu sarung dengan DTT atau steril untuk semua pemeriksaan dalam. 6. Mengisap oksitosin 10 unit ke dalam tabung suntik (dengan memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril) dan meletakkan kembali di partus set/wadah disinfeksi tingkat tinggi atau steril tanpa mengkontaminasi tabung suntik). III. MEMASTIKAN PEMBUKAAN LENGKAP DENGAN JANIN BAIK 7. Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang sudah dibasahi air disinfeksi tingkat tinggi.Jika mulut vagina, perineum atau anus terkontaminasi oleh kotoran ibu, membersihkannya dengan seksama dengan cara menyeka dari depan ke belakang. Membuang kapas atau kasa yang terkontaminasi dalam wadah yang benar. Mengganti sarung tangan jika terkontaminasi (meletakkan kedua sarung tangan tersebut dengan benar di dalam larutan dekontaminasi, langkah # 9). 8. Dengan menggunakan teknik aseptik, melakukan pemeriksaan dalam untuk memastikan bahwa pembukaan serviks sudah lengkap. • Bila selaput ketuban belum pecah, sedangkan pembukaan sudah lengkap, lakukan amniotomi. 9. Mendekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian melepaskannya dalam keadaan terbalik serta merendamnya di dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Mencuci kedua tangan (seperti di atas). Pelatihan Asuhan Persalinan Mormal 10. Memeriksa Denyut Jantung Janin (DJJ) setelah kontraksi berakhir untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 100 – 180 kali / menit ). • Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal. • Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta asuhan lainnya pada partograf.
IV. MENYIAPKAN IBU & KELUARGA UNTUK MEMBANTU PROSES PIMPINAN MENERAN. 11. Memberitahu ibu pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik. Membantu ibu berada dalam posisi yang nyaman sesuai keinginannya. • Menunggu hingga ibu mempunyai keinginan untuk meneran. Melanjutkan pemantauan kesehatan dan kenyamanan ibu serta janin sesuai dengan pedoman persalinan aktif dan mendokumentasikan temuan-temuan. • Menjelaskan kepada anggota keluarga bagaimana mereka dapat mendukung dan memberi semangat kepada ibu saat ibu mulai meneran. 12. Meminta bantuan keluarga untuk menyiapkan posisi ibu utuk meneran. (Pada saat ada his,bantu ibu dalam posisi setengah duduk dan pastikan ia merasa nyaman). 13. Melakukan pimpinan meneran saat Ibu mempunyai dorongan yang kuat untuk meneran : • Membimbing ibu untuk meneran saat ibu mempunyai keinganan untuk meneran • Mendukung dan memberi semangat atas usaha ibu untuk meneran. • Membantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihannya (tidak meminta ibu berbaring terlentang). • Menganjurkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi. • Menganjurkan keluarga untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu. • Menganjurkan asupan cairan per oral. • Menilai DJJ setiap lima menit. • Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera dalam waktu 120 menit (2 jam) meneran untuk ibu primipara atau 60/menit (1 jam) untuk ibu multipara, merujuk segera. Jika ibu tidak mempunyai keinginan untuk meneran • Menganjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang aman. Jika ibu belum ingin meneran dalam 60 menit, menganjurkan ibu untuk mulai meneran pada puncak kontraksi-kontraksi tersebut dan beristirahat di antara kontraksi. • Jika bayi belum lahir atau kelahiran bayi belum akan terjadi segera setalah 60 menit meneran, merujuk ibu dengan segera. V. PERSIAPAN PERTOLONGAN KELAHIRAN BAYI. 14. Jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, meletakkan handuk bersih di atas perut ibu untuk mengeringkan bayi. 15. Meletakkan kain yang bersih dilipat 1/3 bagian, di bawah bokong ibu. 16. Membuka partus set. 17. Memakai sarung tangan DTT atau steril pada kedua tangan.
VI. MENOLONG KELAHIRAN BAYI Lahirnya kepala 18. Saat kepala bayi membuka vulva dengan diameter 5-6 cm, lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi kain tadi, letakkan tangan yang lain di kelapa bayi dan lakukan tekanan yang lembut dan tidak menghambat pada kepala bayi, membiarkan kepala keluar perlahan-lahan. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan-lahan atau bernapas cepat saat kepala lahir. • Jika ada mekonium dalam cairan ketuban, segera hisap mulut dan hidung setelah kepala lahir menggunakan penghisap lendir DeLee disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau bola karet penghisap yang baru dan bersih. 19. Dengan lembut menyeka muka, mulut dan hidung bayi dengan kain atau kasa yang bersih. 20. Memeriksa lilitan tali pusat dan mengambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan kemudian meneruskan segera proses kelahiran bayi : • Jika tali pusat melilit leher janin dengan longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi. • Jika tali pusat melilit leher bayi dengan erat, mengklemnya di dua tempat dan memotongnya. 21. Menunggu hingga kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan. Lahir bahu 22. Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, tempatkan kedua tangan di masingmasing sisi muka bayi. Menganjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi berikutnya. Dengan lembut menariknya ke arah bawah dan kearah keluar hingga bahu anterior muncul di bawah arkus pubis dan kemudian dengan lembut menarik ke arah atas dan ke arah luar untuk melahirkan bahu posterior. Lahir badan dan tungkai 23. Setelah kedua bahu dilahirkan, menelusurkan tangan mulai kepala bayi yang berada dibagian bawah ke arah perineum tangan, membiarkan bahu dan lengan posterior lahir ke tangan tersebut. Mengendalikan kelahiran siku dan tangan bayi saat melewati perineum, gunakan lengan bagian bawah untuk menyangga tubuh bayi saat dilahirkan. Menggunakan tangan anterior (bagian atas) untuk mengendalikan siku dan tangan anterior bayi saat keduanya lahir. 24. Setelah tubuh dari lengan lahir, menelusurkan tangan yang ada di atas (anterior) dari punggung ke arah kaki bayi untuk menyangganya saat panggung dari kaki lahir. Memegang kedua mata kaki bayi dengan hati-hati membantu kelahiran kaki.
VII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR 25. Menilai bayi dengan cepat, kemudian meletakkan bayi di atas perut ibu dengan posisi kepala bayi sedikit lebih rendah dari tubuhnya (bila tali pusat terlalu pendek, meletakkan bayi di tempat yang memungkinkan). 26. Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi kecuali bagian pusat. 27. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira 3 cm dari pusat bayi. Melakukan urutan pada tali pusat mulai dari klem ke arah ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama (ke arah ibu). 28. Memegang tali pusat dengan satu tangan, melindungi bayi dari gunting dan memotong tali pusat di antara dua klem tersebut. 29. Mengganti handuk yang basah dan menyelimuti bayi dengan kain atau selimut yang bersih dan kering, menutupi bagian kepala, membiarkan tali pusat terbuka. Jika bayi mengalami kesulitan bernapas, mengambil tindakan yang sesuai. 30. Memberikan bayi kepada ibunya dan menganjurkan ibu untuk memeluk bayinya dan memulai pemberian ASI jika ibu menghendakinya. VIII. PENANGANAN BAYI BARU LAHIR Oksitosin 31. Meletakkan kain yang bersih dan kering. Melakukan palpasi abdomen untuk menghilangkan kemungkinan adanya bayi kedua. 32. Memberi tahu kepada ibu bahwa ia akan disuntik. 33. Dalam waktu 2 menit setelah kelahiran bayi, memberikan suntikan oksitosin 10 unit IM di 1/3 paha kanan atas ibu bagian luar, setelah mengaspirasinya terlebih dahulu. Penegangan tali pusat terkendali 34. Memindahkan klem pada tali pusat 35. Meletakkan satu tangan diatas kain yang ada di perut ibu, tepat di atas tulang pubis, dan menggunakan tangan ini untuk melakukan palpasi kontraksi dan menstabilkan uterus. Memegang tali pusat dan klem dengan tangan yang lain. 36. Menunggu uterus berkontraksi dan kemudian melakukan penegangan ke arah bawah pada tali pusat dengan lembut. Lakukan tekanan yang berlawanan arah pada bagian bawa uterus dengan cara menekan uterus ke arah atas dan belakang (dorso kranial) dengan hati-hati untuk membantu mencegah terjadinya inversio uteri. Jika plasenta tidak lahir setelah 30 – 40 detik, menghentikan penegangan tali pusat dan menunggu hingga kontraksi berikut mulai. • Jika uterus tidak berkontraksi, meminta ibu atau seorang anggota keluarga untuk melakukan ransangan puting susu.
Mengeluarkan plasenta. 37. Setelah plasenta terlepas, meminta ibu untuk meneran sambil menarik tali pusat ke arah bawah dan kemudian ke arah atas, mengikuti kurve jalan lahir sambil meneruskan tekanan berlawanan arah pada uterus. • Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5 – 10 cm dari vulva. • Jika plasenta tidak lepas setelah melakukan penegangan tali pusat selama 15 menit : - Mengulangi pemberian oksitosin 10 unit IM. - Menilai kandung kemih dan mengkateterisasi kandung kemih dengan menggunakan teknik aseptik jika perlu. - Meminta keluarga untuk menyiapkan rujukan. - Mengulangi penegangan tali pusat selama 15 menit berikutnya. - Merujuk ibu jika plasenta tidak lahir dalam waktu 30 menit sejak kelahiran bayi. 38. Jika plasenta terlihat di introitus vagina, melanjutkan kelahiran plasenta dengan menggunakan kedua tangan. Memegang plasenta dengan dua tangan dan dengan hatihati memutar plasenta hingga selaput ketuban terpilin. Dengan lembut perlahan melahirkan selaput ketuban tersebut. • Jika selaput ketuban robek, memakai sarung tangan disinfeksi tingkat tinggi atau steril dan memeriksa vagina dan serviks ibu dengan seksama. Menggunakan jarijari tangan atau klem atau forseps disinfeksi tingkat tinggi atau steril untuk melepaskan bagian selapuk yang tertinggal. Pemijatan Uterus 39. Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, melakukan masase uterus, meletakkan telapak tangan di fundus dan melakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi (fundus menjadi keras). VIII. MENILAI PERDARAHAN 40. Memeriksa kedua sisi plasenta baik yang menempel ke ibu maupun janin dan selaput ketuban untuk memastikan bahwa selaput ketuban lengkap dan utuh. Meletakkan plasenta di dalam kantung plastik atau tempat khusus. • Jika uterus tidak berkontraksi setelah melakukan masase selam 15 detik mengambil tindakan yang sesuai. 41. Mengevaluasi adanya laserasi pada vagina dan perineum dan segera menjahit laserasi yang mengalami perdarahan aktif.
IX. MELAKUKAN PROSEDUR PASCA PERSALINAN 42. Menilai ulang uterus dan memastikannya berkontraksi dengan baik. Mengevaluasi perdarahan persalinan vagina. 43. Mencelupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5 %, membilas kedua tangan yang masih bersarung tangan tersebut dengan air disinfeksi tingkat tinggi dan mengeringkannya dengan kain yang bersih dan kering. 44. Menempatkan klem tali pusat disinfeksi tingkat tinggi atau steril atau mengikatkan tali disinfeksi tingkat tinggi dengan simpul mati sekeliling tali pusat sekitar 1 cm dari pusat. 45. Mengikat satu lagi simpul mati dibagian pusat yang berseberangan dengan simpul mati yang pertama. 46. Melepaskan klem bedah dan meletakkannya ke dalam larutan klorin 0,5 %. 47. Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering. 48. Menganjurkan ibu untuk memulai pemberian ASI. EVALUASI 49. Melanjutkan pemantauan kontraksi uterus dan perdarahan pervaginam : • 2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan. • Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan. • Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan. • Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melaksanakan perawatan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri. Jika ditemukan laserasi yang memerlukan penjahitan, lakukan penjahitan dengan anestesia lokal dan menggunakan teknik yang sesuai. 50. Mengajarkan pada ibu/keluarga bagaimana melakukan masase uterus dan memeriksa kontraksi uterus. 51. Mengevaluasi kehilangan darah. 52. Memeriksa tekanan darah, nadi dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama satu jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan. • Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama dua jam pertama pasca persalinan. • Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal. Kebersihan dan keamanan 53. Menempatkan semua peralatan di dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi (10 menit). Mencuci dan membilas peralatan setelah dekontaminasi 54. Membuang bahan-bahan yang terkontaminasi ke dalam tempat sampah yang sesuai.
55. Membersihkan ibu dengan menggunakan air disinfeksi tingkat tinggi. Membersihkan cairan ketuban, lendir dan darah. Membantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering. 56. Memastikan bahwa ibu nyaman. Membantu ibu memberikan ASI. Menganjurkan keluarga untuk memberikan ibu minuman dan makanan yang diinginkan. 57. Mendekontaminasi daerah yang digunakan untuk melahirkan dengan larutan klorin 0,5% dan membilas dengan air bersih. 58. Mencelupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, membalikkan bagian dalam ke luar dan merendamnya dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. 59. Mencuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir. Dokumentasi 60. Melengkapi partograf (halaman depan dan belakang) 5
3. Apa saja kondisi patologi yang terjadi pada proses persalinan ? Jawab : Patologis dalam persalinan a. Riwayat bedah besar b. Perdarahan pervaginam c. Persalinan kurang bulan(usia kehamilan < 37 minggu) d. Ketuban pecah disertai denagn mekonium yang kental e. Ketuban pecah lama (lebih dari 24 jam) f. Ketuban pecah dalam persalinan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu) g. Ikterus h. Anemia berat i. Tanda dan gejala infeksi j. Preklampsia/hipertensi dalam kehamialn k. Tinggi fundus 40 cm atau lebih l. Gawat janin m. Primiparadalam fase aktif kala satu persalinan dan kepala janin masih 5/5 n. Presentasi bukan belakang kepala o. Presentasi gandaatau gemeli p. Tali pusat menambung q. Syok
4. Apa saja etiologi retensio plasenta? Jawab : 1) Placenta belum lepas dari dinding uterus karena (a) kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan placenta (b) placenta yang tumbuh melekat erat lebih dalam. Pada keadaan ini tidak terjadi perdarahan dan merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.
2) Placenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Keadaan ini dapat terjadi karena atonia uteri dan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak dan adanya lingkaran konstriksi pada bagian bawah rahim. Hal ini dapat disebabkan karena (a) penanganan kala III yang keliru/salah (b) terjadinya kontraksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi placenta (placenta inkaserata). Menurut tingkat perlekatannya, retensio placenta dibedakan atas beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut : o Placenta Adhesiva; placenta melekat pada desidua endometrium lebih dalam o Placenta Inkreta; placenta melekat sampai pada villi khorialis dan tumbuh lebih dalam menembus desidua sampai miometrium. o Placenta Akreta; placenta menembus lebih dalam kedalam miometrium tetapi belum mencapai lapisan serosa. o Placenta Perkreta; placenta telah menembus mencapai serosa atau peritonium dinding rahim. o Placenta Inkarserata; adalah tertahannya di dalam kavum uteri karena kontraksi ostium uteri.
Indikasi pelepasan plasenta secara manual adalah pada keadaan perdarahan pada kala tiga persalinan kurang lebih 400 cc yang tidak dapat dihentikan dengan uterotonika dan masase, retensio plasenta setelah 30 menit anak lahir, setelah persalinan buatan yang sulit seperti forsep tinggi, versi ekstraksi, perforasi, dan dibutuhkan untuk eksplorasi jalan lahir dan tali pusat putus.
Retensio plasenta adalah tertahannya atau belum lahirnya plasenta hingga atau melebihi waktu 30 menit setelah bayi lahir. Hampir sebagian besar gangguan pelepasan plasenta disebabkan oeh gangguan kontraksi uterus.
5. Bagaimana tatalaksana retensio plasenta? Jawab : Dengan melakukan manual placenta , namun jika masih ada yang tersisa atau kotiledonnya tidak lengkap kita bisa melakukan eksplorasi kedalam rahim dengan cara manual/digital atau kuret dan pemeberian uteronika
6. Bagaimana komplikasi retensio plasenta? Jawab :
Perdarahan pervaginam
7. Apa etiologi pendarahan post partum? Jawab : Banyak faktor potensial yang dapat menyebabkan hemorrhage postpartum, faktor-faktor yang menyebabkan hemorrhage postpartum adalah atonia uteri, perlukaan jalan lahir, retensio plasenta, sisa plasenta, kelainan pembekuan darah. 1. Tone Dimished : Atonia uteri Atonia uteri adalah suatu keadaan dimana uterus gagal untuk berkontraksi dan mengecil sesudah janin keluar dari rahim. Perdarahan postpartum secara fisiologis di control oleh kontraksi serat-serat myometrium terutama yang berada disekitar pembuluh darah yang mensuplai darah pada tempat perlengketan plasenta. Atonia uteri terjadi ketika myometrium tidak dapat berkontraksi. Pada perdarahan karena atonia uteri, uterus membesar dan lembek pada palpusi. Atonia uteri juga dapat timbul karena salah penanganan kala III persalinan, dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam usaha melahirkan plasenta, sedang sebenarnya bukan terlepas dari uterus. Atonia uteri merupakan penyebab utama perdarahan postpartum. Disamping menyebabkan kematian, perdarahan postpartum memperbesar kemungkinan infeksi puerperal karena daya tahan penderita berkurang. Perdarahan yang banyak bisa menyebabkan “ Sindroma Sheehan “ sebagai akibat nekrosis pada hipofisis pars anterior sehingga terjadi insufiensi bagian tersebut dengan
gejala : astenia, hipotensi, dengan anemia, turunnya berat badan sampai menimbulkan kakeksia, penurunan fungsi seksual dengan atrofi alat-alat genital, kehilangan rambut pubis dan ketiak, penurunan metabolisme dengan hipotensi, amenorea dan kehilangan fungsi laktasi. Beberapa hal yang dapat mencetuskan terjadinya atonia meliputi :
Manipulasi uterus yang berlebihan, General anestesi (pada persalinan dengan operasi ), Uterus yang teregang berlebihan : o Kehamilan kembar o Fetal macrosomia ( berat janin antara 4500 – 5000 gram ) o polyhydramnion
Kehamilan lewat waktu, Portus lama Grande multipara ( fibrosis otot-otot uterus ), Anestesi yang dalam Infeksi uterus ( chorioamnionitis, endomyometritis, septicemia ), Plasenta previa, Solutio plasenta,
2. Tissue a. Retensio plasenta b. Sisa plasenta c. Plasenta acreta dan variasinya. Apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah janin lahir, hal itu dinamakan retensio plasenta. Hal ini bisa disebabkan karena : plasenta belum lepas dari dinding uterus atau plasenta sudah lepas akan tetapi belum dilahirkan. Jika plasenta belum lepas sama sekali, tidak terjadi perarahan, tapi apabila terlepas sebagian maka akan terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya. Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena :
kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta ( plasenta adhesiva )
Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vilis komalis menembus desidva sampai miometrium – sampai dibawah peritoneum ( plasenta akreta – perkreta )
Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III. Sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta ( inkarserasio plasenta ). Sisa plasenta yang tertinggal merupakan penyebab 2025 % dari kasus perdarahan postpartum. Penemuan Ultrasonografi adanya masa uterus yang echogenic mendukung diagnosa retensio sisa plasenta. Hal ini bisa digunakan jika perdarahan beberapa jam setelah persalinan ataupun pada late postpartum hemorraghe. Apabila didapatkan cavum uteri kosong tidak perlu dilakukan dilatasi dan curettage.
3. Trauma Sekitar 20% kasus hemorraghe postpartum disebabkan oleh trauma jalan lahir a. Ruptur uterus b. Inversi uterus c. Perlukaan jalan lahir d. Vaginal hematom Ruptur spontan uterus jarang terjadi, faktor resiko yang bisa menyebabkan antara lain grande multipara, malpresentasi, riwayat operasi uterus sebelumnya, dan persalinan dengan induksi oxytosin. Repture uterus sering terjadi akibat jaringan parut section secarea sebelumnya. Laserasi dapat mengenai uterus, cervix, vagina, atau vulva, dan biasanya terjadi karena persalinan secara operasi ataupun persalinan pervaginam dengan bayi besar, terminasi kehamilan dengan vacuum atau forcep, walau begitu laserasi bisa terjadi pada sembarang persalinan. Laserasi pembuluh darah dibawah mukosa vagina dan vulva akan menyebabkan hematom, perdarahan akan tersamarkan dan dapat menjadi berbahaya karena tidak akan terdeteksi selama beberapa jam dan bisa menyebabkan terjadinya syok. Episiotomi dapat menyebabkan perdarahan yang berlebihan jika mengenai artery atau vena yang besar, jika episitomi luas, jika ada penundaan antara episitomi dan persalinan, atau jika ada penundaan antara persalinan dan perbaikan episitomi.Perdarahan yang terus terjadi ( terutama merah menyala ) dan kontraksi uterus baik akan mengarah pada perdarahan dari laserasi ataupun episitomi. Ketika laserasi cervix atau vagina diketahui sebagai penyebab perdarahan maka repair adalah solusi terbaik.
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kovum uteri, sehingga tundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini terjadi tiba-tiba dalam kala III atau segera setelah plasenta keluar. Inversio uteri dapat dibagi :
Fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri tetapi belum keluar dari ruang tersebut. Korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina. Uterus dengan vagina semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri ialah perasat crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik dan tarikan pada tali pusat dengan plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Pada penderita dengan syok perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada tempat yang lazim pada kala III atau setelah persalinan selesai. Pemeriksaan dalam dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servix uteri atau dalam vagina. Kelainan tersebut dapat menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi ( 15 – 70 % ). Reposisi secepat mungkin memberi harapan yang terbaik untuk keselamatan penderita. 4. Thrombin : Kelainan pembekuan darah Gejala-gejala kelainan pembekuan darah bisa berupa penyakit keturunan didapat, kelainan pembekuan darah bisa berupa :
ataupun
Hipofibrinogenemia, Trombocitopeni, Idiopathic thrombocytopenic purpura, HELLP syndrome ( hemolysis, elevated liver enzymes, and low platelet count ), Disseminated Intravaskuler Coagulation, Dilutional coagulopathy bisa terjadi pada transfusi darah lebih dari 8 unit karena darah donor biasanya tidak fresh sehingga komponen fibrin dan trombosit sudah rusak.
8. Bagaimana Patofisiologi pendarahan post partum? Jawab : Selama masa kehamilan banyak sekali sinus-sinus darah terbentuk di bawah plasenta. Setelah persalinan otot uterus berkontraksi, gerakannya menutup pembuluh
darah, dan mencegah kehilangan banyak darah. Bila terdapat jaringan dalam uterus atau bila otonya terlampau teregang, uterus tidak dapat berkontraksi dengan sempurna dan mengakibatkan hemoragie atau perdarahan. Oleh karena itu, plasenta tertahan, inversi uterus, dan tumor dapat menyebabkan perdarahan postpartum serius. Ketika terdapat laserasi (robekan) servik atau vagina yang merupakan tempat darah mengalir, tidak ada kontraksi uterus yang dapat menghentikan hemoragie atau perdarahan. Setelah persalinan dokter menginpeksi jalan lahir dengan ketat untuk mengetahui adanya laserasi. Bila didapati hal tersebut, maka keadaan diperbaiki dengan cepat. Kadang-kadang pembuluh darah yang masih terbuka tidak terlihat dan masih mengakibatan hemoragi lanjutan.
9. Bagaimana Tatalaksana pendarahan post partum? Jawab : Tatalaksana perdarahan pasca persalinan. Pengobatan perdarahan kala uri Sikap dalam menghadapi perdarah : 1. Berikan oksitosin 2. Cobalah mengeluarkan plasenta menurut cara Crede (1-2 kali) 3. Keluarkan plasenta dengan tangan 4. Jika masih ada sisa-sisa plasenta yang agak melekat dan masih terdapat perdarahan, segera lakukan utero-vaginal tampone selama 24 jam, diikuti pemberian uterotonika dan antibiotic selama 3 hari berturut-turut; dan pada hari ke empat baru lakukan kuratase untuk membersihkannya 5. Jika disebabkan oleh luka-luka jalan lahir, luka segera dijahit dan perdarahn akan berhenti Atonia Uteri Tergantung pada banyaknya perdarahan, dibagi dalam 3 tahap : a. Tahap I Perdarahan yang tidak begitu banyak dapat diatasi dengan cara pemberiaan uterotonika, mengurut rahim (massage), dan memasang gurita b. Tahap II Bila perdarahan belum berhenti dan bertambah banyak, selanjutnya berikan infsu dan transfuse darah dan dapat dilakukan : - Perasat (maneuver) Zangemeister - Perasat (maneuver) Fritch - Kompresi bimanual
-
Kompresi aorta Tamponade utero-vaginal Jepitan arteri uterine dengan cara Henkel
c. Tahap III Bila semua upaya diatas tidak menolong juga, maka usaha terakhir adalah menghilangkan sumber perdarahn, dapat ditempuh dua cara yaitu, dengan meligasi arteri hipogastrika atau histerektomi. Berdasarkan sumber lain menjelaskan pada umumnya dilakukan simultan (bila pasien syok) hal-hal sebagai berikut : - Sikap Trendelenburg, memasang venous line, dan memberikan oksigen - Sekaligus merangsang kontraksi uterus dengan cara : 1. Masase fundus uteri dan merangsang putting susu 2. Pemberian oksitosin dan turunan ergot melalui suntikan i.m, i.v, atau s.c 3. Memberikan derivate prostaglandin F2α (ccarboprost tromethamine) yang kadang memberikan efek samping berupa diare, hipertensi, mual muntah, febris, dan takikardi 4. Pemberian misoprostol 8 – 1000 µg per-rektal 5. Kompresi bimanual eksternal dan/atau internal 6. Kompresi aorta abdominalis 7. Pemasangan “tampon kondom”, kondom dalam kavum uteri disambung dengan kateter, difiksasi dengan karet gelang dan diisi cairan infus 200 ml yang akan mengurangi perdarahan dan menghindari tindakan operatif. Catatan : tindakan memasang tampon kasa utero-vaginal tidak dianjurkan dan hanya bersifat temporer sebelum tindakan bedah ke rimah sakit rujukan - Bila semua tindakan itu gagal, maka dipersiapkan untuk dilakukan tindakan operatif laparotomy dengan pilihan bedah konsvatif (mempertahankan uterus) atau melakukan histerektomi. Alternatifnya berupa : 1. Ligase arteri uterine atau arteri ovarika 2. Operasi ransel B Lynch 3. Histerektomi supervaginal 4. Histerektomi total abdominal Robekan Jalan lahir - Semua sumber perdarahan yang terbuka harus di klem, diikat dan luka ditutup dengan jahitan cat-gut lapis demi lapis sampai perdarahan berhenti - Teknik penjahitan memerlukan asisten, anastesi local, penerangan lampu yang cukup serta speculum dan memperhatikan keadaan luka.
Inversi Uterus - Memanggil bantuan anastesi dan memasang infus untuk cairan/ darah pengganti dan pemberian obat - Beberapa senter memberikan tokolitik/ MgSO4 untuk melemaskan uterus yang terbaik sebelum dilakukan reposisi manual yaitu mendorong endometrium ke atas masuk ke dalam vagina dan terus melewati serviks sampai tangan masuk ke dalam uterus pada posisi normalnya. Hal itu dapat dilakukan sewaktu plastenta sudah terlepas atau tidak. - Di dalam uterus plasenta dilepaskan secara manual dan bila berhasil dikeluarkan dari rahim dan sambil memberikan uterotonika lewat infus atau i.m tangan tetap dipertahankan agar konfigurasi uterus kembali normal dan tangan operator baru di lepaskan - Pemberian antibiotic dan transfuse darah sesuai dengan keperluannya - Intervensi bedah dilakukan bila karena jepitan serviks yang keras menyebabkan maneuver di atas tidak bisa dikerjakan, maka dilakukan laparotomy untuk reposisi dan kalau terpaksa dilakukan histerektomi bila uterus mengalami infeksi dan nekrosis Perdarahan karena gangguan pembekuan darah - Transfuse darah dan produknya seperti plasma beku segar, trombosit, fibrinogen dan heparinisasi atau pemberian EACA (epsilon amino caproic acid) 4,14
10. Bagaimana prognosis pendarahan post partum? Jawab : Prognosis bergantung dari management yang dilakukan, walaupun perdarahan post partum merupakan perdarahan yang melebihi 500 ml setelah bayi lahir, tapi pada praktisnya tidak perlu mengukur jumlah perdarahan sampai sebanyak itu sebab menghentikan perdarahan lebih dini akan memberikan prognosis baik. 5
Dokter kemudian melakukan manual plasenta, dan berhasil dengan baik. Namun vina masih harus dipantau secara ketat selama masih dalam masa nifas. 1. Apa indikasi dan kontraindikasi dilakukan manual plasenta? Jawab : Indikasi : - Ada sangkaan akan terjadi perdarahan postpartum - Ada perdarahan yang banyak (lebih dari 500 cc)
- Terjadi retensio plasenta adhesiva - Dilakukan tindkaan obstetric dalam narkosa - Ada riwayat perdarahan postpartum persalinan yang lalu Kontraindikasi : - Plasenta terlepas dengan sendirinya dan tidak ada perdarahan - Retensio Plasenta akreta - Retensio Plasenta inkreta - Retensio Plasenta perkreta 4
2. Bagaimana cara melakukan manual plasenta? Jawab :
Prosedur Manual plasenta : Persiapan Sebelum Tindakan 1). Pasien Cairan dan selang infus sudah terpasang. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun Uji fungsi dan kelengkapan peralatan resusitasi Siapkan kain alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah Medikamentosa: Analgetik (Pethidin 1-2 mg/ kg BB, ketamin Hcl 0,5 mg/ kg BB, tramadol 1-2 mg/ kg BB) Sedativa (Diazepam 19 mg) Atropin sulfas 0,25- 0,50 mg/ ml Utrotonika (oksitosin, ergometrin, prostagladin) Set infus Larutan antiseptik (providon lodin 10%) Oksigen dengan regulator 2). Penolong (Operator Dan Asisten) - Baju kamar tindakan, pelapis plastik, masker dan kacamata pelindung: 3 set - Sarung tangan DTT/ steril : sebaiknya sarung tangan panjang - Alas kaki (sepatu/ „boot“ karet) : 3 pasang Teknik : 1. Pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong 2. Jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva ,tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai
3. Secara obstetric ,masukkan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah ) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat 4. Setelah mencapai bukaan serviks ,minta seseorang asisiten lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri 5. Sambil menahan fundus unteri ,masukkan tangan dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta 6. Bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam ( ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari saling merapat) 7. Tentukan implantasi plasenta ,temukan tepi plasenta paling bawah : Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang,tali pusat tetap di sebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke bawah ( posterior ibu) Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas ( anterior ibu ) 8. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser tangan ke kanan dan kiri sambil digeserkan ke atas ( cranial ibu ) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus 9. Sementara satu tangan masih didalam kavum uteri ,lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada sisa plasenta tertinggal 10. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simfisis (tahan simfisis bawah uterus ) kemudian instruksikan asisten /penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari terjadinya percikan darah ) 11. Lakukan penekanan ( dengan tangan yang menahan suprasimfisis) uterus kearah dorsokranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta didalam wadah telah disediakan 12. Dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan ) dan peralatan llain yang digunakan 13. Lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya didalam larutan klorin 0,5 % 14. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir 15. Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering 16. Periksa kembali tanda vital ibu 17. Catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan 18. Tuliskan rencana pengobatan ,tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan 19. Beritahukan pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan sudah selesai tetapi ibu masih perlu pemantauan dan asuhan lanjutan 20. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum dipindah keruang rawat gabung
3. Apa komplikasi dilakukan manual plasenta? Jawab : Pendarahan postpartum 4. Apa saja yang harus di pantau dalam masa nifas? Jawab : 6 1. Menilai kondisi kesehatan ibu dan bayi. 2. Melakukan pencegahan terhadap kemungkinan-kemungkinan adanya gangguan kesehatan ibu nifas dan bayinya. 3. Mendeteksi adanya komplikasi atau masalah yang terjadi pada masa nifas. 4. Menangani komplikasi atau masalah yang timbul dan mengganggu kesehatan ibu nifas maupun bayinya. 5. Apa saja kelainan –kelainan yang timbul pada masa nifas? Jawab : Kelainan pada uterus 1. Nyeri pasca melahirkan Uterus sering berkontrak hebat dalam interval-interval tertentu terutama pada multipara, sehingga menyebabkan nyeri pasca melahirkan. Kadang-kadang nyeri ini cukup parah sehingga memerlukan analgesic 2. Perdarahan postpartum awitan lambat Perdarahan ini plaing sering disebabkan infolusi abnormal tempat melekatnya plasenta namun dapat pula disebabkan oleh sebagian retensi plasenta. Biasanya bagian yang tertinggal mengalami nekrosis pada akhirnya akan membentuk polip plasenta. Apabila polip terlepas dari myometrium perdarahan hebat dapat terjadi. Kelainan pada mamae : 1) Mastitis Infeksi parentimal kelenjar mamae merupakan komplikasi antrpartum yang jarang namun terkadang ditemui pada masa nifas dan menyusui. 2) Breast siver yaitu demam pada nifas yang disebabkan oleh pembengkakan payudara, hal ini umum terjadi.
Kelainan pada thromboembolic : penyakit ini dahulu dianggap terjadi hanya terjadi pada nifas, namun hal ini tak sepenuhnya benar. Frekuensi trombosit vena dalam penyulit kehamilan dan masa nifas telah menurun akhir-akhir ini. Kelumpuhan obsetri : penekanan pada cabang pleksus lumbosacral selama persalinan dapat bermanifestasi sebagai keluhan neuralgia berat / nyeri seperti kram. 6 (Willians 42 )
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachimhadhi, Trijatmo. Anatomi Jalan Lahir, Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010. Hal 187-201 2. Guyton, Arthur C. , John E. Hall. Persalinan . Dalam : dr. Luqman Yanuar Rachman, dkk. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi : 11. Jakarta: EGC, 2007, hal: 1089-1091 3. Lutan, Delfi. Sinopsis Obsterik. Persalinan, Mekanisme dan Pimpinan Persalinan. 1998. Jakarta : EGC, hal. 93-97) 4. Lutan, Delfi. Sinopsis Obstetri, Edisi 2.Jilid I. Jakarta : EGC. 1998. Hal 285 5. Prawirohardjo, Sarwono. Ilmu Kebidanan Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010 6. Cunningham FG, dkk. Pimpinan persalinan dan pelahiran normal. Dalam Hartanto Huriawati, editor. Obstetric Williams volume satu. Edisi ke-21. Jakarta: ECG; 2005. Hal 442 7. Wirakusumah, Firman F, dkk. Obstetri Fisiologi : Ilmu Kesehatan Reproduksi, Edisi II. Jakarta : EC. 2011. Hal 89-92 8. Lutan, Delfi. Sinopsis Obstetri, Edisi 2.Jilid I. Jakarta : EGC. 1998. 53-54 9. Keman, Kusnarman. Partograf Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010. Hal 315-333 10. Mose, Johanes S,dkk. Persalinan Lama, Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010. Hal 562-598 11. Mose, Johanes S,dkk. Persalinan Lama, Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010. Hal 562-598 12. Cunningham FG, dkk. Pimpinan persalinan dan pelahiran normal. Dalam Hartanto Huriawati, editor. Obstetric Williams volume satu. Edisi ke-21. Jakarta: ECG; 2005. hal. 337, 341- 351, 370. 13. Mose, Johanes S,dkk. Asuhan Persalinan Normal, Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010. Hal 334 14. Karkata, Made Kornia Perdarahan Pasca Persalinan, Buku Ilmu Kebidanan Sarwono Prawirohardjo, Edisi IV. Jakarta : PT Bina Pustaka. 2010. Hal 522-529