LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI KE PROVINSI GORONTALO MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014-2015 TANGGAL 9 - 13 DESEMBER 2014
LAPORAN TIM KUNJUNGAN KERJA KOMISI VI DPR RI KE PROVINSI GORONTALO PADA RESES MASA PERSIDANGAN I TAHUN SIDANG 2014 - 2015 TANGGAL 09 s.d. 13 DESEMBER 2014
I.
PENDAHULUAN A. Dasar Kunjungan Kerja Dasar kunjungan kerja Komisi VI DPR RI adalah berdasarkan: 1. Rapat Internal Komisi VI DPR RI pada tanggal 5 November 2014 tentang Program Kerja Komisi VI DPR RI pada Masa Persidangan I Tahun Sidang 2014-2015. 2. Surat Tugas DPR RI No. ST/06/KOM.VI/DPR-RI/XI/2014 tanggal 28 November 2014 tentang Penugasan Pelaksanaan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR-RI pada Tanggal 9-13 Desember 2014 ke Provinsi Gorontalo. 3. Rapat Koordinasi Komisi VI DPR RI pada tanggal 3 Desember 2014 tentang Koordinasi Kunker dengan Para Penghubung Mitra Kerja Komisi VI DPR RI. B. Maksud dan Tujuan Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Gorontalo sebagaimana diatur dalam Peraturan Nomor 1 Tahun 2014, dimaksudkan untuk melaksanakan salah satu tugas komisi di bidang pengawasan yang hasilnya akan dilaporkan dalam rapat komisi untuk ditindaklanjuti. Kunjungan kerja ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran pelaksanaan kegiatan pembangunan di Provinsi Gorontalo yang berhubungan dengan ruang lingkup tugas Komisi VI DPR RI yang membidangi Perdagangan, Perindustrian, Investasi, Koperasi dan UKM, BUMN dan Standarisasi Nasional, baik perkembangan kinerja maupun permasalahan dan kendala yang dihadapi, serta upaya penyelesaiannya.
2
C. Sasaran dan Obyek Kunjungan Kerja Sasaran dan obyek dari kunjungan kerja ke Provinsi Gorontalo kali ini adalah: 1. PT. Pertamina (Persero) 2. PT. PLN (Persero) 3. PT. Pelindo IV (Persero) 4. PT. ASDP Ferry Indonesia (Persero) 5. PT. Pertani (Persero) 6. PT. Pupuk Kaltim (Persero) 7. UMKM D. Susunan Anggota Tim Kunjungan Kerja Susunan Anggota Tim Kunjungan Kerja Komisi VI DPR RI ke Provinsi Gorontalo sesuai dengan Surat Tugas DPR RI No.ST/06/KOM.VI/DPR-RI/XI/2014 tanggal 28 November 2014 adalah sebagai berikut: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.
A-244 A-224 A-133 A-296 A-239 A-333 A-324 A-408 A-427 A-504 A-45 A-76 A-97 A-537 A-2 -----------
Dodi Reza Alex Noerdin Lic Econ, MBA Vanda Sarundajang Muhammad Rakyani Ihsan Yunus,BA,BCOM Gde Sumarjaya Linggi Betti Shadiq Pasadigoe H. Nurzahedi, SE Fadlhullah Wahyu Sanjaya Ambar Tjahyono Dra. Hj. Tina Nur Alam, MM Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz, S.Th.I Dr. KH. Kholilurrahman, SH., M.SI Drs. H. Adang Daradjatun Usman Ja’far Zulfan Lindan CDR Buyung Adi Somara Armiko Yudopadmanto Eka Budiyanti, S.Si., MSE Rokhim Nugraha
Pimpinan/F-PG F-PDIP F-PDIP F-PG F-PG F-GERINDRA F-GERINDRA F-PD F-PD F-PAN F-PKB F-PKB F-PKS F-PPP F-NASDEM Set. Kom VI Set. Kom VI Set. Kom VI P3DI TV Parlemen
E. Jadwal Kunjungan Kerja 1. Selasa, 09-12-2014 Pertemuan dengan Gubernur Provinsi Gorontalo dan jajarannya Bupati/Walikota se Provinsi Gorontalo, Kadinda Provinsi Gorontalo. Pertemuan ini dibatalkan karena keterlambatan penerbangan tiba di Gorontalo akibat cuaca, sempat kembali lagi ke Makassar.
3
2. Rabu, 10-12-2014 a. Pertemuan Tim Komisi VI DPR-RI dengan Jajaran Direksi PT. PLN (Persero) dan Jajaran Direksi PT. Pertamina (Persero). b. Pertemuan dengan Jajaran Direksi PT. PELINDO IV (Persero) dan Jajaran Direksi PT. ASDP Ferry Indonesia (Persero). c. Pertemuan dengan Jajaran Direksi PT. PERTANI (Persero), dan PT. Pupuk Kaltim (Persero). d. Pertemuan dengan Jajaran Direksi Perum Bulog dibatalkan karena Direksi Perum Bulog tidak hadir. 3. Kamis, 11-12-2014 Tim Komisi VI DPR RI meninjau UMKM dengan didampingi Kepala Dinas Perindustrian, Kepala Dinas Perdagangan, dan Kepala Dinas Koperasi dan UKM. UMKM di provinsi Gorontalo yang ditinjau adalah ke U.D. Kerawang Naga Mas dan U.D. Anyaman Rotan Indah. II. HASIL KUNJUNGAN KERJA A. Deskripsi Umum Daerah Kunjungan Kerja Perekonomian provinsi Gorontalo pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 7,77 persen, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,35 persen. Pertumbuhan ekonomi provinsi Gorontalo pada triwulan III tahun 2014 ditopang oleh tiga sektor utamanya yaitu sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 27,11 persen, sektor jasa sebesar 25,55 persen, dan sektor Perdagangan-Hotel-Restoran sebesar 12,15 persen. PDRB provinsi Gorontalo triwulan III tahun 2014 naik 3,42 persen dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 1,63 persen. Seluruh sektor mengalami pertumbuhan positif, di mana pertumbuhan ekonomi tertinggi adalah sektor pertanian yang tumbuh sebesar 5,45 persen. Sektor lainnya yang mengalami percepatan pertumbuhan yaitu sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 2,96 persen sedangkan pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor listrik, gas, dan air bersih dengan pertumbuhan sebesar 1,12 persen. Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di provinsi Gorontalo tersedia satu bandar udara, yaitu Bandara Djalaluddin. Untuk transportasi laut tersedia empat pelabuhan, antara lain Pelabuhan Anggrek, Pelabuhan Gorontalo, Pelabuhan Kwandang, dan Pelabuhan Tilamuta. Provinsi Gorontalo memiliki satu kawasan industri yaitu Kawasan Industri Agro Terpadu (KIAT) yang terletak di Kabupaten Bone Bolango. Perkembangan aktivitas perdagangan luar negeri Gorontalo juga mengalami percepatan pertumbuhan pada triwulan III tahun 2014. Kinerja ekspor tercatat tumbuh 14 persen atau lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh 7,75 persen. Kinerja impor tercatat stabil cenderung melemah dari 8,19 persen menjadi 8,17 persen. Oleh karena itu, peningkatan nilai ekspor pada triwulan III tahun 2014 menyebabkan neraca perdagangan Gorontalo mengalami tren positif pada triwulan III tahun 2014 dengan surplus sebesar US$1,1 juta. 4
Sektor industri pengolahan tumbuh menguat dari 9,26 persen pada triwulan II tahun 2014 menjadi 9,41 persen pada triwulan III tahun 2014. Pertumbuhan industri mikro dan kecil mengalami perlambatan yang signifikan disebabkan oleh menurunnya kinerja industri makanan dan minuman serta industri makanan jadi dan industri furnitur. Berdasarkan hasil survei BPS provinsi Gorontalo, perlambatan pertumbuhan tidak hanya terjadi pada industri mikro dan kecil, tetapi juga industri besar dan sedang yaitu tercatat sebesar 7,02 persen atau lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 9,15 persen. Jika melihat kinerja industri miko dan kecil dengan lebih rinci, penurunan produksi terjadi pada industri makanan dan minuman, dan industri furnitur. Kinerja investasi atau Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada triwulan III tahun 2014 tumbuh 11,77 persen atau meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 11,11 persen. Investasi pemerintah masih memegang peranan yang penting dalam pertumbuhan komponen ini, terutama dalam hal investasi fisik. Pembangunan proyek strategis di provinsi Gorontalo tetap difokuskan dalam pembangunan infrastruktur daerah demi mempercepat pertumbuhan ekonomi dan menarik minat investor untuk berinvestasi di provinsi Gorontalo. Peran perbankan provinsi Gorontalo dalam mendukung perkembangan UMKM cukup signifikan. Hal ini terlihat pada penyaluran kredit kepada UMKM di provinsi Gorontalo di mana pada triwulan III tahun 2014 mencapai Rp2,29 triliun dengan jumlah penerima mencapai 45.494 debitur. Kredit UMKM tersebut tumbuh sebesar 7,19 persen, meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar 2,80 persen. Kredit produktif bagi UMKM yang tercatat Rp2,29 triliun tersebut memiliki share sebesar 30,64 persen dari total kredit yang disalurkan perbankan di provinsi Gorontalo. B. BUMN Bidang Energi 1. PT. PLN (Persero) a. Deskripsi Umum Provinsi Gorontalo termasuk bagian dari area kerja PT. PLN (Persero) wilayah Suluttenggo (Sulawesi Utara, Tengah, dan Gorontalo). Selain itu, yang termasuk wilayah area kerjanya antara lain Tolitoli, Palu, Luwuk, Kotamobagu, Manado, sektor Minahasa, Area Pengatur dan Penyalur Beban (AP2B) Minahasa, dan Tahuna. Pada bulan Oktober 2014, rasio elektrifikasi (tingkat perbandingan jumlah penduduk yang menikmati listrik dengan jumlah total penduduk di suatu wilayah) wilayah Suluttenggo mencapai 78,41 persen. Provinsi Gorontalo memiliki rasio elektrifikasi terendah yaitu sebesar 72,53 persen, sedangkan provinsi Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah masing-masing sebesar 85,25 persen dan 74,48 persen. 5
Sedangkan untuk provinsi Gorontalo pada bulan Oktober 2014, kabupaten/kota yang memiliki rasio elektrifikasi terendah adalah kabupaten Pohuwato sebesar 54,34 persen, kemudian diikuti dengan Kabupaten Boalemo 58,30 persen, kabupaten Bone Bolango 59,40 persen, kabupaten Gorontalo Utara 65,71 persen, kota Gorontalo 80,25 persen, dan tertinggi adalah kabupaten Gorontalo sebesar 88,86 persen. Kondisi jumlah pelanggan listrik di provinsi Gorontalo meningkat setiap tahunnya. Kenaikan terbesar terjadi pada tahun 2013 mencapai 19,5 persen, dari 149.799 pelanggan pada tahun 2012 menjadi 178.970 pelanggan pada tahun 2013. Sampai dengan bulan Oktober 2014, jumlah pelanggan listrik di provinsi Gorontalo mencapai 194.222 pelanggan. Berdasarkan komposisinya, pelanggan listrik di provinsi Gorontalo didominasi oleh rumah tangga yang mencapai 182.029 pelanggan atau 93,72 persen dari total pelanggan listrik. Untuk sektor industri belum terlalu banyak sehingga hanya ada 100 pelanggan listrik atau sekitar 0,05 persen dari total pelanggan listrik di provinsi Gorontalo. Seiring dengan terus meningkatnya jumlah pelanggan listrik di provinsi Gorontalo, tentunya tingkat konsumsi energi listriknya pun ikut meningkat. Sampai dengan bulan Oktober 2014, tingkat konsumsi energi listrik di provinsi Gorontalo mencapai 302 juta kWh, dengan target sampai akhir tahun 2014 mencapai 362 juta kWh. Sebanyak 44 persen power plant di provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo merupakan minyak solar atau High Speed Diesel (HSD), 27 persen PLTP, 15 persen PLTA, 13 persen PLTU, dan 1 persen Marine Fuel Oil (MFO). Sepanjang tahun 2010, terjadi defisit daya sistem listrik di provinsi Sulawesi Utara dan Gorontalo yang masing-masing mencapai 5.250 kW pada semester 1 dan 2.550 kW pada semester 2. Pada tahun 2012 terjadi surplus yang sangat signifikan yaitu sebesar 16.400 kW pada semester 1 dan 25.000 kW pada semester 2. Hal ini disebabkan terjadi interkoneksi sampai dengan wilayah Gorontalo. Dan sejak tahun 2013, PLTU Molotabu mulai masuk ke sistem kelistrikan provinsi Sulawesi Utara-Gorontalo sehingga terjadi surplus sebesar 18.352 kW pada semester 1 dan 15.949 kW pada semester 2. PLTU Molotabu memiliki 2 unit masing-masing berkapasitas 10 MW. Saat ini PLTU Molotabu unit 2 sedang mengalami gangguan dan rencana akan mulai beroperasi kembali pada Januari 2015. Dalam rangka peningkatan sistem kelistrikan di provinsi Sulawesi Tenggara - Gorontalo, dilakukan beberapa perencananaan baik itu dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Adapun rencana jangka pendek meliputi: 1) Pembangunan PLTU IPP Molotabu Unit 2 (+10,5 MW) yang rencananya akan beroperasi pada bulan Januari 2015;
6
2) Sewa MFO Amurang (+20 MW) yang rencananya akan beroperasi pada bulan Maret 2015; 3) Sewa MFO Amurang (+15 MW) yang rencananya akan beroperasi pada bulan Juni 2015; 4) Pembangunan PLTU Anggrek Unit 1 (+25 MW) yang rencananya akan beroperasi pada bulan Oktober 2015; dan 5) Pembangunan PLTU Anggrek Unit 2 (+25 MW) yang rencananya akan beroperasi pada bulan Desember 2015. Sedangkan rencana jangka panjang meliputi: 1) Pembangunan PLTS IPP Gorontalo (Sumalata) 2 MW yang saat ini masih dalam proses konstruksi dan akan beroperasi pada tahun 2016. 2) Pembangunan PLTG Gorontalo Peaker (Marisa) 100 MW yang saat ini masih dalam proses lelang dan akan beroperasi pada tahun 2016. 3) Pembangunan PLTU IPP Sulbagut I (Anggrek) 2x50 MW yang saat ini masih dalam proses lelang ulang dan akan beroperasi pada tahun 2018. 4) Pembangunan PLTU IPP Sulbagut II (Atinggola) 2x100 MW yang saat ini masih dalam proses feasibility study dan akan beroperasi pada tahun 2019. 5) Pembangunan PLTU IPP Sulbagut III (Molotabu) 2x30 MW yang saat ini masih tertunda karena masalah lingkungan dan akan beroperasi pada tahun 2019. Berdasarkan RUPTL tahun 2013-2022, juga direncanakan penambahan gardu induk (GI) baru dan transmisi di provinsi Gorontalo. Penambahan tersebut antara lain: 1) 2) 3) 4)
gardu induk Anggrek 10 MVA pada tahun 2015, jaringan transmisi Marisa - Moutong pada tahun 2017, gardu induk Gorontalo Baru 60 MVA pada tahun 2018, dan gardu induk Tilamuta 30 MVA pada tahun 2019.
PT. PLN (Persero) juga telah mengoptimalkan pembangkitpembangkit yang berasal dari HSD ataupun MFO. Selain itu, juga dilakukan upaya koordinasi dengan hotel-hotel atau industri besar dan Pemerintah Daerah untuk mendukung penghematan listrik. Saat ini pada malam hari kantor pemerintahan dan hotel-hotel di provinsi Gorontalo menggunakan genset selama 2-3 jam. PT. PLN (Persero) telah berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan. PT. PLN (Persero) bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Untuk itu, PT. PLN (Persero) mengembangkan Program Kemitraan Bina Lingkungan (PKBL) sebagai wujud nyata dari tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungan.
7
Sejak tahun 2012, jumlah dana PKBL yang disalurkan ke wilayah Suluttenggo semakin menurun sampai dengan tahun 2013. Penurunan paling signifikan terjadi pada tahun 2013 sekitar 44,78 persen di mana pada tahun 2012 dana PKBL mencapai 1,445 miliar rupiah kemudian turun menjadi 798 juta rupiah pada tahun 2013. Penurunan tersebut disebabkan dari kebijakan PT. PLN (Persero) lebih selektif dalam menentukan kegiatan program dan fokus pada pendidikan dan kesehatan. Untuk provinsi Gorontalo, jumlah dana yang disalurkan melalui PKBL selama tahun 2009-2010 sebesar 51 juta rupiah. Adapun sektor-sektor yang disalurkan antara lain sektor perdagangan, jasa, dan perikanan. Pada tahun 2012 dilakukan program pelatihan kerajinan kain dan rotan serta pelatihan peningkatan produksi kerajinan daerah. Sedangkan pada tahun 2013, dilakukan pemberian bantuan sembako di provinsi Gorontalo. b. Identifikasi Masalah Permasalahan pembangunan kelistrikan di provinsi Gorontalo antara lain meliputi: 1) Belum diperolehnya izin pembangunan Jetty dalam proses pembangunan PLTU Anggrek (2x25 MW) walaupun persetujuan redesign sudah sesuai dengan skala gempa. 2) Belum diperolehnya izin penetapan supply gas dari SKK Migas dalam proses pembangunan PLTG Gorontalo Peaker (100 MW) di Desa Maleo. 3) Kurangnya pasokan listrik dikarenakan keterbatasan pembangkit listrik. Saat ini kebutuhan listrik di provinsi Gorontalo sebesar 300 MW tetapi yang tersedia hanya 260 MW, jadi kurang 40 MW; 4) Pembangunan PLTU dengan kapasitas yang tidak terlalu besar sangat rentan; 5) Ketidakpastian ketentuan perpanjangan kontrak migas; dan 6) Khusus PLTA, masih dipengaruhi faktor cuaca sehingga saat kemarau pasokan listrik menurun. c. Saran dan Rekomendasi 1) PT. PLN (Persero) harus lebih intensif dan maksimal dalam mengatasi tingginya pertumbuhan pengguna listrik yang tidak diimbangi dengan ketersediaan pasokan listrik. 2) Dalam mengelola sisi permintaan listrik, PT. PLN (Persero) perlu mengajak masyarakat ikut berperan serta baik melakukan penghematan pemakaian listrik dan berpartisipasi dalam proses penyusunan kebijakan listrik. 3) Perlunya peran serta Pemerintah Daerah setempat untuk ikut membantu mengkoordinasikan pemadaman bergilir, misalnya dengan memberikan subsidi. 8
4) PT. PLN (Persero) harus memperketas pengawasan agar subsidi listrik tepat sasaran. 5) PT. PLN (Persero) perlu membuat rencana komprehensif untuk mengatasi masalah yang akan datang. 6) PT. PLN (Persero) perlu mendorong integrasi dengan energi yang ramah lingkungan melalui pengembangan pemakaian energi baru dan terbarukan (renewable energy) sebagai energi alternatif. 7) Perlu koordinasi dan kerjasama antara PT. PLN (Persero) dengan pihak-pihak terkait dalam rangka mengatasi keterbatasan energi. 8) Program PKBL PT. PLN (Persero) dilaksanakan lebih bervariasi dan berinovasi, tepat sasaran, sustainable, serta berkualitas tinggi. Catatan: Komisi VI DPR RI meminta agar PT. PLN (Persero) memberikan penjelasan secara tertulis dan data-data yang disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk diagendakan pembahasannya dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan PT. PLN (Persero) mengenai: Kendala operasional yang direfleksikan pada laporan keuangan yang lengkap dengan penjelasan secara rinci mengenai masalah dan langkah-langkah yang sudah dilakukan dalam mengatasi masalah tersebut serta langkah-langkah yang akan dilakukan pada dua tahun mendatang dalam mengatasi defisit pasokan listrik terutama mengenai masalah perizinan. Penjelasan mengenai strategi dan kebijakan serta dasar perhitungan tarif tenaga listrik terutama tarif penyesuaian tenaga listrik yang dikaitkan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 31 Tahun 2014 tentang tarif tenaga listrik yang disediakan PLN disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk dibahas dalam rapat-rapat Komisi VI DPR RI. 2. PT. Pertamina (Persero) a. Deskripsi Umum Wilayah kerja Marketing Operation Region (MOR) VII meliputi provinsi Sulawesi Selatan (24 kabupaten/kota), Sulawesi tenggara (13 kabupaten/kota), Sulawesi Utara (15 kabupaten/kota), Gorontalo (6 kabupaten/kota), Sulawesi Tengah (13 kabupaten/kota), dan Sulawesi Barat (6 kabupaten/kota). Saat ini supply untuk area Sulawesi diperoleh dari kilang Refinery Unit (RU) V Balikpapan dan impor. Total lembaga penyalur untuk BBM, LPG, dan pelumas di region VII sebanyak 908 penyalur.
9
Wilayah MOR VII memiliki 17 Terminal Bahan Bakar Minyak (TBBM) dengan 143 tangki dan safe capacity 355.284 kiloliter. TBBM ini terdiri dari 49 tangki premium dengan safe capacity 140.155 kiloliter; 49 tangki solar dengan safe capacity 149.993 kiloliter; 24 tangki kerosene dengan safe capacity 29.505 kiloliter; 5 tangki Marine Fuel Oil (MFO) dengan safe capacity 16.274 kiloliter; 12 tangki avtur dengan safe capacity 11.945 kiloliter; dan 4 tangki pertamax dengan safe capacity 7.412 kiloliter. Selama lima tahun terakhir, rata-rata pertumbuhan pertamax sebesar 27,4 persen, kerosene tumbuh 383,2 persen, dan solar tumbuh 203,1 persen. Fluktuasi kerosene mengikuti program konversi minyak tanah, sedangkan fluktuasi solar mengikuti perkembangan harga keekonomian dan pertumbuhan outlet solar nonPSO (Public Service Obligation). Selama tahun 2009-2014, realisasi volume industrial fuel marketing terbesar terjadi pada sektor PT. PLN (Persero) mencapai 49.990 kiloliter atau sekitar 78,53 persen dari total realisasi pada November 2014. Sedangkan sektor industri dan TNI masing-masing hanya mencapai 20,75 persen dan 0,72 persen. Secara rinci realisasi Industrial fuel marketing MOR VII dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Realisasi Industrial Fuel Marketing MOR VII Tahun 2009-2014 Wilayah Gorontalo (dalam kiloliter) Sektor
2009
2010
2011
2012
2013
Nov 2014
Industri
12.286
10.148
7.293
10.160
13.683
13.208
PLN
54.598
60.817
71.328
52.710
42.729
49.990
387
496
607
534
514
458
67.271
71.460
79.228
63.404
56.926
63.656
TNI Total
Realisasi refill LPG 3 kg dimulai pada tahun 2011 dengan adanya program konversi minyak tanah ke LPG 3 kg. Sedangkan untuk realisasi LPG 12 kg terjadi penurunan di tahun 2014 akibat sebagian konsumen bermigrasi ke LPG 3 kg karena naiknya harga LPG 12 kg. Dan untuk realisasi LPG 50 kg cenderung tetap stabil. Berdasarkan rencana jangka panjang PT. Pertamina (Persero) untuk sektor hulu tahun 2025 ditargetkan minyak lebih dari 2,2 juta barel per hari. Saat ini penambahan produksi berasal dari terminasi wilayah kerja yang sudah habis jangka waktu kerjasamanya, akuisisi dalam dan luar negeri, serta peningkatan produksi yang existing. Adapun strategi yang dilakukan PT. Pertamina (Persero) selama ini adalah: 1) koordinasi dengan shipping dan marine serta melakukan upaya build up stock sebelumnya;
10
2) melakukan Regular Alternative on Emergency (RAE) atau spot charter jika terjadi bencana alam baik longsor, banjir maupun kendala pada lalu lintas (jembatan putus); dan 3) penambahan tangki timbun baru dan pembangunan jetty untuk antisipasi antrian jetty di TBBM. Sebagai salah satu perusahaan BUMN terbesar di Indonesia, PT. Pertamina (Persero) memiliki dua tanggung jawab besar yaitu untuk meningkatkan profit dalam rangka meningkatkan kesejahteraan negara dan melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Peran dan tanggung jawab sosial PT. Pertamina (Persero) dilaksanakan salah satunya melalui Small Medium Enterprise & Social Responsibility (SME & SR) Partnership Program atau lebih dikenal dengan nama PKBL, sebagaimana diatur dalam Permen05/MBU/2007 tentang Program Kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan Program Bina Lingkungan. Program Kemitraan ditujukan untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri sekaligus memberikan multiplier effect bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dalam wilayah operasi PT.Pertamina (Persero). Kebijakan tersebut diharapkan akan dapat mendukung kegiatan usaha baik PT. Pertamina (Persero) maupun mitra bisnis. Sedangkan Program Bina Lingkungan dilaksanakan melalui pemanfaatan dana dari bagian laba BUMN dan bersifat hibah. Adapun pelaksanaan program PKBL di provinsi Gorontalo antara lain renovasi Puskesmas, renovasi SD dan SMP, bantuan sarana dan fasilitas sekolah, renovasi Masjid, dan program kemitraan dengan UKM. Pada tahun 2013 terjadi penurunan jumlah dana yang disalurkan ke PKBL yaitu sebesar Rp945.650.000, turun sekitar 37,38 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar Rp1.510.097.500. Dan pada tahun 2014 jumlah dana PKBL meningkat kembali menjadi Rp1.562.772.000. b. Identifikasi Masalah Terdapat beberapa permasalahan dalam proses penyaluran BBM, antara lain: 1) Kondisi cuaca. 2) Gangguan alam dan infrastruktur. 3) Demurrage (pembebanan atas kelebihan waktu laytime yang telah digunakan terhadap batas waktu yang ditentukan) yang disebabkan keterbatasan tangki timbun. 4) Kontraktor migas juga memerlukan kepastian untuk melanjutkan investasi di blok migas yang mendekati masa akhir kontraknya atau masih dalam tahap proses perpanjangan kontraknya. Ketidakpastian dan ketidakjelasan dalam proses perpanjangan kontrak akan menunda kontraktor migas untuk melanjutkan investasi karena tidak ada jaminan atas pengembalian 11
investasinya atau memaksimalkan produksi dengan sedikit investasi sampai kontrak berakhir. Hal ini dapat berdampak pada produksi dan pendapatan migas terutama di akhir masa kontrak walaupun lapangan migas tersebut masih berpotensi besar. 5) Pemberlakuan pajak bumi dan bangunan (PBB) untuk kegiatan eksplorasi juga dinilai menciptakan iklim investasi yang kurang kondusif di sektor hulu migas. Khusus untuk Pertamina Geothermal Energy (PGE) area Lahendong, terdapat beberapa permasalahan antara lain: 1) Lambatnya proses perizinan. 2) Dalam hal pembebasan lahan masyarakat, tawaran harga yang diminta masyarakat sangat tinggi di atas harga wajar ganti rugi tanah dan tanaman. 3) Kurangnya pemahaman masyarakat terhadap industri geothermal mengakibatkan terhambatnya proses proyek geothermal di daerahnya. 4) Tingginya biaya listrik untuk pemompaan brine dan kondesat dari operasional pembangkitan listrik. c. Saran dan Rekomendasi 1) Perlunya upaya PT. Pertamina untuk meminimalisir dampak dari gangguan alam atau cuaca terhadap proses penyaluran migas. 2) PT. Pertamina perlu menyeimbangkan antara jumlah pembangkit dengan jumlah jaringan yang tersedia. 3) Hendaknya program PKBL ataupun CSR PT. Pertamina lebih bervariasi dan berinovasi, tepat sasaran, sustainable, serta berkualitas tinggi. Catatan: Komisi VI DPR RI meminta agar PT. Pertamina (Persero) memberikan penjelasan secara tertulis dan data-data yang disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk diagendakan pembahasannya dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan PT. Pertamina (Persero) yang terkait: Kendala operasional yang direfleksikan pada laporan keuangan yang lengkap. Kendala dari distribusi supply chain BBM serta penjelasan lebih rinci mengenai masalah dan langkah-langkah yang sudah dilakukan oleh PT. Pertamina dalam mengatasi masalah tersebut. Metode penetapan harga BBM dan lifting minyak. Pembangunan tangki timbun. Roadmap dan program pengembangan usaha PT. Pertamina ke depan. 12
C. BUMN Bidang Transportasi 1. PT. Pelindo IV (Persero) a. Deskripsi Umum PT. Pelindo IV (Persero) membawahi 20 cabang, 3 UPK, 2 Terminal Petikemas, dan 4 Pelabuhan Kawasan. Masing-masing pelabuhan memiliki karakteristik, potensi dan hinterland yang sangat beragam. Sedangkan jasa pelayanan yang dilakukan meliputi jasa pelayanan kapal (labuh, pandu, tunda, tambat, air kapal, bunkering); jasa pelayanan barang (dermaga, penumpukan, bongkar muat barang); jasa pengusahaan alat; jasa pelayanan terminal (petikemas, curah cair, curah kering, penumpang, dll); jasa lainnya (pemanfaatan tanah/lahan, bangunan, listrik); serta jasal penunjang lainnya. Kinerja keuangan PT. Pelindo IV pada tahun 2010-2014 semakin meningkat tiap tahunnya. Sepanjang tahun 2013, total pendapatan sebesar Rp1,7 triliun dan laba sebelum pajak sebesar Rp522,86 miliar atau 8,3 persen di atas anggaran dan 23,85 persen di atas realisasi tahun 2012. Hal ini disebabkan terjadinya kenaikan produksi dan penyesuaian tarif pelayanan kapal di beberapa cabang. Selain itu meningkatnya kegiatan pengusahaan alat di hampir seluruh cabang, meningkatnya kegiatan peti kemas konvensional di sebagian besar cabang, serta semakin tingginya kegiatan di dermaga/pelabuhan khusus. Dari sisi kegiatan operasional, secara umum terjadi peningkatan di hampir semua aspek. Pada tahun 2013, kunjungan kapal mencapai 277 Call dan 896.091 GT. Arus barang pada tahun 2013 secara total mencapai sebesar 551.129 ton/m3 atau bila dibanding dengan realisasi tahun 2012 mengalami penurunan sebesar 13,65 persen. Sama halnya dengan arus barang, arus petikemas juga mengalami penurunan yakni 20.799 ton/m3 atau turun 30, 22 persen bila dibandingkan dengan realisasi tahun 2012. Pembangunan Makassar new port masih dalam tahap awal, masih dalam proses penyiapan lahan dan amdal. Dalam pembangunan tol laut, ada beberapa hal yang harus diperhatikan yaitu pelabuhan, pelayaran, kecukupan muatan, dan akses. Dalam hal penyusunan tarif, PT. Pelindo IV melakukan kajian, kemudian didiseminasikan dengan asosiasi dan otoritas pelabuhan lalu dilanjutkan dengan dibawa ke tingkat direksi dan Kementerian Perhubungan. Tarif sewa sebesar 1,5 persen dari Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) dan dikoordinasikan dengan pusat. Selalu ada penyesuaian tarif setiap tahunnya. Investasi infrastruktur di wilayah timur kecil dan waktu investasi bidang infrastruktur panjang.
13
Beberapa strategi yang dilakukan PT. Pelindo IV (Persero) dalam mengembangkan usahanya yaitu: 1) Investasi fasilitas pelabuhan berupa penambahan fasilitas dan peralatan, penyediaan atau pengadaan lahan, serta pembangunan terminal baru. 2) Rekonfigurasi terminal dengan melakukan penataan dan optimalisasi kapasitas pelabuhan, misalnya dengan membuat zonasi terminal, spesialisasi pelayanan (Petikemas, General Cargo, Curah, dan Penumpang), dan konversi fasilitas menjadi lapangan. 3) Pemasaran aktif dengan melakukan end user approach dan transhipment service. 4) Pengembangan jaringan tol laut Indonesia melalui kesepakatan berthing window atau pola kontrak dermaga antara pelabuhan dengan perusahaan pelayaran; jaminan atau kepastian pelayanan baik itu berupa jadwal, productivity (Service Level Guarantee/SLG atau Service Level Agreement /SLA), dan regularity; serta eksekusi tol laut pada jalur utama. 5) Standarisasi produktivitas melalui pengaturan PBM yang berkegiatan di pelabuhan, penyediaan jasa TKBM tidak hanya single provider, dan kinerja pelayanan atau Level of Service (LOS) berbasis target atau guarantee. Sebagai wujud kepedulian perusahaan terhadap masyarakat di lingkungan perusahaan dan pemberdayaan terhadap usaha kecil, perusahaan secara konsisten menjalan PKBL dalam bentuk pemberian bantuan kepada Usaha Menengah, Kecil dan Koperasi (UMKM) dan bantuan sosial sesuai dengan kemampuan perusahaan. Pemberian bantuan modal usaha kepada Usaha Kecil dan Koperasi dibarengi dengan penelitian dan evaluasi terhadap kelayakan usaha sehingga diharapkan bantuan yang diberikan sesuai dengan sasaran. Selain itu kepedulian terhadap masyarakat sekitar diberikan dalam bentuk hibah terhadap bencana alam, pendidikan, kesehatan, pengembangan sarana umum dan sarana ibadah. Sepanjang tahun 2009-2012, dana yang disalurkan pada PKBL semakin meningkat setiap tahunnya. Pada tahun 2012, dana yang liberikan untuk program kemitraan mencapai Rp5.388.093.000 dan bina lingkungan Rp5.388.093.000. b. Identifikasi Masalah Beberapa permasalahan yang dihadapi PT. Pelindo IV (Persero) antara lain: 1) Cargo imbalance atau ketimpangan arus petikemas di mana barang bongkar lebih banyak daripada barang muat. 2) Lokasi pelabuhan menyatu dengan pusat kota. 3) Keterbatasan infrastruktur pelabuhan. 14
4) Double-triple handling. 5) Tingginya Turn Round Time (TRT) yaitu total waktu kedatangan kapal dan keberangkatan untuk seluruh kapal dibagi dengan jumlah kapal (di luar Terminal Petikemas). 6) International direct call atau angkutan langsung petikemas luar negeri. 7) Connectivity network. 8) Perizinan pengembangan atau pembangunan pelabuhan. 9) Standarisasi produktivitas (Perusahaan Bongkar Muat/PBM dan Tenaga Kerja Bongkar Muat/TKBM). 10) Sinkronisasi pemanfaatan dermaga yang dibangun dengan APBN di lokasi PT.Pelindo IV (Persero). c. Saran dan Rekomendasi 1) Dalam proses pengembangan pembangunan sarana dan prasarana transportasi, hendaknya PT. Pelindo IV dapat menyiapkan rencana yang lebih baik daripada pembangunan yang sebelumnya sehingga masalah atau hambatan yang terjadi pada pembangunan tahap sebelumnya tidak terjadi di tahap yang berikutnya. 2) Diharapkan proses revitalisasi infrastruktur yang saat ini masih kurang dapat segera terselesaikan tepat waktu sehingga tidak mengganggu operasional pelabuhan sehari-hari. 3) Dalam rangka menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) diharapkan standarisasi internasional setiap pelabuhan di Indonesia sama. 4) Diharapkan partisipasi Pemerintah Daerah setempat dalam membangun pelabuhan yang berstandarisasi internasional. Catatan: Komisi VI DPR RI meminta agar PT. Pelindo IV (Persero) memberikan penjelasan secara tertulis dan data-data yang disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk diagendakan pembahasannya dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan PT. Pelindo IV (Persero) yang terkait: Penjelasan mengenai penunjang program kemaritiman. Benefit and cost analysis perusahaan secara rinci. Kendala internal yang dihadapi secara rinci. Struktur PT. Pelindo IV ke depan.
15
2. PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) a. Deskripsi Umum PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) memiliki beberapa peran, baik peran utama maupun peran pendukung. Peran utamanya antara lain: 1) memberi keuntungan dan dividen penyeberangan dan jasa pelabuhan;
melalui
jasa
angkutan
2) menyediakan jaringan transportasi publik antarpulau (daerah yang sudah dan sedang berkembang); dan 3) menyediakan jaringan transportasi publik bagi wilayah pulau terpencil (jauh) dan terluar (perbatasan) guna mempercepat pembangunan dan membuka isolasi geografis. Sedangkan peran pendukungnya antara lain: 1) menyediakan jaringan transportasi untuk keperluan sosial-politik negara dan pertahanan nasional melalui kunjungan reguler di pulau; dan 2) menyediakan angkutan dengan kapasitas besar, cepat, murah, dan handal ke seluruh pelosok nusantara untuk kondisi darurat nasional. Sampai dengan bulan Oktober 2014, jumlah lintasan penyeberangan mencapai 195 lintasan (52 lintasan komersil dan 143 lintasan perintis) dengan jarak lintasan 24.100 KM (6.728 KM lintasan komersil dan 17.372 KM lintasan perintis). Armada kapal yang dimiliki berjumlah 129 unit dengan 35 pelabuhan penyeberangan. Cabang PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) terdekat dengan provinsi Gorontalo adalah PT. ASDP Indonesia Ferry Cabang Luwuk yang mengelola dan mengusahakan satu pelabuhan dan 6 kapal penyeberangan. Sejak tahun 2011 sampai Oktober 2014, kinerja keuangan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) cukup baik. Kenaikan laba terbesar terjadi pada Oktober 2014 sekitar hampir 3 kali lipat laba tahun 2013 dari Rp2.810.515.277 pada tahun 2013 menjadi Rp9.400.538.865 pada Oktober 2014. Hal ini disebabkan adanya penambahan aset pada PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero). PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Luwuk baru mulai menyalurkan dana untuk Program Kemitraan pada tahun 2014 sebesar Rp97 juta. Sedangkan untuk Program Bina Lingkungan disalurkan dana sebesar Rp44 juta pada tahun yang sama.
16
b. Identifikasi Masalah Secara umum tidak terdapat permasalahan yang signifikan dalam hal pelaksanaan operasional yang sudah berjalan, namun untuk pengembangan pelayanan ke depan dibutuhkan dukungan dari Pemerintah Daerah, misalnya baik dalam bentuk sarana maupun prasarana pelabuhan atau menuju pelabuhan. Permasalahan utama yang dihadapi PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) Cabang Luwuk yaitu: 1) Sandar kapal di dermaga Pelabuhan Pasokan menggunakan pelabuhan umum sehingga tidak bisa menurunkan kendaraan yang mengakibatkan hilangnya potensi pendapatan dan tidak maksimalnya pelayanan terhadap pengguna jasa. 2) Sandar kapal di dermaga Dolong dan Boniton masih menggunakan dermaga plengsengan yang mengakibatkan apabila terjadi ombak besar ataupun angin kencang akan berbahaya untuk kondisi kapal saat sandar. c. Saran dan Rekomendasi 1) PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) perlu memperhatikan penataan penyeberangan agar sistem transportasi penyeberangan lebih baik. 2) Hendaknya PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) dapat bersinergi dengan pihak-pihak terkait sehingga pengembangan pembangunan sarana dan prasarana transportasi dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat khususnya provinsi Gorontalo. Catatan: Komisi VI DPR RI meminta agar PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) memberikan penjelasan secara tertulis dan data-data yang disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk diagendakan pembahasannya dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan PT. ASDP Indonesia Ferry (Persero) yang terkait: Kendala yang dihadapi selama ini secara rinci. Bentuk sinergi dengan pihak swasta. Persiapan dalam mengemban tanggungjawabnya agar lebih efisien. Struktur PT. ASDP Indonesia Ferry ke depan.
17
D. BUMN Bidang Pertanian 1. PT. Pupuk Kaltim (Persero) a. Deskripsi Umum PT. Pupuk Kaltim merupakan anak perusahaan dari PT. Pupuk Indonesia (Persero). Selama ini PT. Pupuk Kaltim memenuhi kebutuhan pupuk domestik, baik untuk sektor tanaman pangan melalui distribusi pupuk bersubsidi, maupun untuk sektor perkebunan dan industri. Wilayah pemasaran PT. Pupuk Kaltim untuk pupuk bersubsidi meliputi seluruh Kawasan Timur Indonesia, sedangkan produk nonsubsidi tersebar di seluruh Indonesia. Selain urea, NPK, dan pupuk organik, PT. Pupuk Kaltim juga menjual Amoniak untuk kebutuhan industri dalam dan luar negeri. Selama tahun 2010-2014, produksi PT. Pupuk Kaltim semakin meningkat khususnya untuk produk urea dan amoniak. Sampai bulan November 2014, produksi amoniak sudah meningkat cukup signifikan sebesar 13,59 persen menjadi 2.202.532 ton dari tahun sebelumnya yang mencapai 1.939.021 ton. Sedangkan urea saat ini produksinya sudah mencapai 2.737.194, diperkirakan jumlah produksinya akan terus bertambah sampai dengan akhir tahun 2014. Urea merupakan produk PT. Pupuk Kaltim yang tingkat produksinya paling besar dibandingkan produk-produk lainnya. Selama ini produk urea dijual di dalam dan luar negeri. Untuk dalam negeri sendiri juga dibagi menjadi dua yaitu urea bersubsidi dan urea nonsubsidi. Penjualan urea di dalam negeri lebih besar jika dibandingkan dengan penjualan luar negeri (ekspor). Sampai dengan November 2014, penjualan urea di dalam negeri mencapai 1.836.334 ton, sedangkan ekspornya mencapai 856.437 ton. Selain urea, penjualan amoniak juga cukup besar. Pada November 2014 tercatat penjualan amoniak mencapai 636.097 ton, meningkat 34,93 persen jika dibandingkan tahun 2013 sebesar 471.414 ton. Posisi laba bersih atau laba setelah pajak sepanjang tahun 2010 sampai dengan Oktober 2014 cenderung meningkat, walaupun sempat menurun drastis di tahun 2013 menjadi sebesar Rp1,05 triliun, sampai dengan Oktober 2014 sudah mencapai Rp1,78 triliun. Sepanjang tahun 2010-2014, rata-rata laba bersih yang diperoleh di atas 10 persen dari penjualan. Secara keseluruhan, kinerja keuangan PT. Pupuk Kaltim sudah baik. Nilai aset sampai Oktober 2014 mengalami peningkatan mencapai Rp19,67 triliun. Peningkatan total aset ini juga diikuti peningkatan liabilitas setiap tahunnya. Sampai saat ini, PKBL PT. Pupuk Kaltim dan PT. Petrokimia Gresik tidak disalurkan di Provinsi Gorontalo. Tetapi untuk wilayah lainnya diberikan bantuan pembinaan dalam rangka peningkatan kualitas mitra binaan dalam bentuk pendidikan, penelitian, pelatihan, 18
pemagangan dan promosi. Pinjaman modal kerja dan investasi digunakan untuk meningkatkan modal usaha. Pinjaman tersebut meliputi pinjaman langsung (pemberian pinjaman langsung kepada mitra binaan PT. Pupuk Kaltim); pinjaman khusus (pinjaman permodalan bersifat jangka pendek yang diberikan kepada mitra binaan); dan hibah (membiayai pendidikan, pelatihan, penelitian, pemagangan, pemasaran, dan promosi). b. Identifikasi Masalah Masalah-masalah yang dialami PT. Pupuk Kaltim adalah sebagai berikut: 1) Keterbatasan lahan industri dan infrastruktur (jalan, gudang dan dermaga) menjadi kendala dalam pengembangan bisnis ke depan. 2) Diperlukan dukungan dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah untuk menjamin kepastian hukum dalam hal pengurusan lahan-lahan yang akan dikembangkan PT. Pupuk Kaltim untuk investasi pengembangannya. 3) Infrastruktur juga perlu dibangun dengan kebutuhan modal yang tidak sedikit dan hal tersebut menjadi kendala untuk mengakses sumber-sumber pendanaan eksternal dengan biaya pendanaan yang murah. 4) Pasokan gas bumi periode perpanjangan kontrak akan dialokasikan dari sumber-sumber yang jauh di laut dalam (DeepWell) yang nilai investasinya sangat tinggi, sehingga berdampak pada tingginya harga gas bumi yang harus dibayar PT. Pupuk Kaltim. Harga gas bumi yang tinggi menyebabkan produk PT. Pupuk Kaltim tidak kompetitif dan berpotensi membengkaknya anggaran subsidi pupuk, mengingat 72 persen biaya produksi pupuk adalah komponen biaya gas bumi. 5) Dalam jangka panjang, pasokan gas bumi cenderung menurun seiring dengan menipisnya cadangan gas bumi dari lapanganlapangan exsisting. Diharapkan pihak-pihak terkait dapat memprioritaskan untuk mencari blok gas baru yang kompetitif. 6) Untuk menjamin keberlangsungan produksi pupuk urea terutama untuk mendukung program ketahanan program nasional maka diperlukan kebijakan prioritas alokasi gas untuk PT. Pupuk Kaltim/produsen pupuk lainnya dengan pasokan gas yang lancar, tidak terputus dan tentunya dengan harga gas yang dapat diterima oleh PT. Pupuk Kaltim. 7) Dalam hal keterbatasan sarana distribusi, masalah penyaluran yang dihadapi di provinsi Gorontalo pada umumnya adalah kapasitas pelabuhan relatif kecil dan tidak adanya prioritas penyandaran untuk muatan pupuk; ketersediaan gudang dan buruh di daerah terbatas; dan alat transportasi darat yang terbatas. 19
c. Saran dan Rekomendasi 1) PT. Pupuk Kaltim perlu meningkatkan kualitas pupuk yang diproduksi baik itu pupuk bersubsidi maupun pupuk nonsubsidi. 2) Hendaknya PT. Pupuk Kaltim dapat membuat terobosan untuk memajukan bisnisnya. 3) Dalam penyebaran dan penyaluran pupuk terutama pupuk bersubsidi harus diperhatikan agar tepat sasaran. 4) PT. Pupuk Kaltim perlu memperketat pengawasan dalam proses distribusi. 5) Diharapkan PT. Pupuk Kaltim fokus pada pemerataan distribusi pupuk di setiap daerah. 6) Perlu kajian lebih lanjut mengenai apakah subsidi pupuk perlu dilanjutkan atau tidak. 7) Dalam hal pengurangan subsidi pupuk, PT. Pupuk Kaltim perlu memperhatikan kemampuan petani untuk membeli pupuk nonsubsidi. Catatan: Komisi VI DPR RI meminta agar PT. Pupuk Kaltim memberikan penjelasan secara tertulis dan data-data yang disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk diagendakan pembahasannya dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan PT. Pupuk Kaltim yang terkait: Permasalahan yang dihadapi secara rinci. Data pupuk Indonesia secara lengkap. 2. PT. Pertani (Persero) a. Deskripsi Umum PT. Pertani merupakan salah satu BUMN yang bergerak dalam bidang usaha yang berhubungan dengan sektor pertanian. Kompetensi inti perusahaan merupakan pelayanan kegiatan budidaya pertanian/on-farm meliputi penyediaan sarana produksi pertanian, peralatan mesih pertanian dan pengolahan lahan pertanian, serta pelayanan kegiatan pascapanen pertanian/off-farm meliputi pengolahan produk pertanian, pengelolaan pergudangan, dan pengelolaan aset. Tujuan PT. Pertani adalah melakukan usaha di bidang pengadaan, produksi, dan pemasaran sarana produksi pertanian dan komoditi pertanian, serta optimalisasi pemanfaatan sumber daya perseroan untuk menghasilkan barang dan atau jasa yang bermutu tinggi dan berdaya saing kuat untuk mendapatkan atau mengejar keuntungan guna meningkatkan nilai perseroan dengan menerapkan prinsip-prinsip GCG. 20
Aktivitas usaha PT. Pertani (Persero) meliputi sektor hulu (on farm) dan sektor hilir (off farm). Kegiatan di sektor hulu antara lain: 1). Penyedia sarana produksi pertanian (saprotan) berupa benih, pupuk kimia/organik, dan obat-obatan berupa pestisida, herbisida, dll. 2). Industri alat mesin pertanian (alsintan) yang digunakan dalam olah tanah, tanam, dan panen di mana dapat juga digunakan dalam trading dan jaminan purna jual serta sewa atau jasa. 3). Pengelola lahan yang dibayar setelah panen dan mendukung tercapainya ketahanan pangan nasional dengan melaksanakan program pro beras dan kebun pangan. Sedangkan kegiatan di sektor hilir antara lain: (1) Pengolahan yang meliputi pengeringan/pembersihan (bahan baku). (2) Pergudangan yang meliputi resi gudang (pangan dan komoditi perkebunan) dan penyewaan. (3) Perdagangan baik pangan (beras, kedelai, gula) dan komoditas perkebunan. (4) Pengelolaan aset berupa properti. PT. Pertani (Persero) memiliki 1 kantor pusat; 7 kantor wilayah; 31 unit kantor cabang; 28 unit kantor pemasaran; 13 unit penggilingan padi pada Pusat Pergudangan Agrobisnis (kapasitas 42.000 ton); 28 unit produksi benih (kapasitas 100.000 ton); 6 unit produksi pupuk (kapasitas Procal 21.000 ton, POG 9.500 ton, dan POC 475 kl); dan 380 unit gudang di 211 lokasi (kapasitas 300.000 ton). Saat ini jumlah SDM PT. Pertani mencapai 1.116 orang. Sejak tahun 2012, kinerja PT. Pertani (Persero) berstatus kurang sehat (BB) berdasarkan Keputusan Menteri Negara BUMN Nomor KEP-100/MBU/2002 tentang Penilaian Tingkat Kesehatan BUMN. Hal ini terlihat dari kondisi rugi yang dialami PT. Pertani (Persero) pada tahun 2012, rugi sebesar Rp33,21 juta dan pada tahun 2013 rugi sebesar Rp278,24 juta. Sedangkan pada tahun 2014 diprediksikan kerugian akan menurun menjadi Rp158,53 juta. Produk-produk pupuk yang dihasilkan PT. Pertani (Persero) antara lain pupuk non-organik, urea, KCL, ZA, TSP/SP-36, Rock Phospate, SP-18, NEB Strong, Procal, organik, granul, dan cair. Produksi beras antara lain medium, kualitas, menir/broken, dan katul. Produksi benih meliputi padi, nonhibrida, hibrida, jagung, komposit, kedelai, dan bibit kelapa sawit. Aneka sarana produksi pertanian meliputi insektisida, herbisida, rhodentisida, fungisida, ZPT/PPC, alat sederhana, dan mesin pertanian. Sedangkan aneka usaha meliputi hasil bumi, jagung, kakao, jasa, sewa gudang, resi gudang, dryer, dan combine harvester.
21
Selama tahun 2009-2014, produksi komoditi pupuk terbesar terjadi pada tahun 2010, meningkat 18,83 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Peningkatan ini didominasi oleh peningkatan produksi Pupuk Organik Granul “Bintang Kuda Laut” (POG BKL) yang cukup signifikan sekitar 67,9 persen dibandingkan produksi tahun sebelumnya. Pada tahun 2013, produksi pupuk mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumya yang hanya mencapai 357.941 ton/kl. Komoditi terbesar saat itu adalah urea sebesar 140.415 ton/kl. Lain halnya dengan pupuk, komoditi beras mengami lonjakan kenaikan yang cukup drastis pada tahun 2013 mencapai 58.093 ton atau meningkat lebih dari 100 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya mencapai 26.455 ton. Pada tahun 2013, produksi beras terbesar adalah jenis komoditi Gabah Kering Simpan (GKS)/Gabah Kering Giling (GKG) sebesar 30.900 ton dan yang terendah adalah beras medium sebesar 1.995 ton. Pada tahun 2011, komoditi perbenihan mengalami penurunan sekitar 62,69 persen menjadi 29.057 ton dibandingkan tahun sebelumnya yang mencapai 77.871 ton. Pada tahun 2013, beberapa komoditi perbenihan yang sudah tidak diproduksi lagi antara lain benih padi bersubsidi, benih kelapa sawit, dan benih hortikultura. Setiap tahunnya, kinerja usaha unit pemasaran provinsi Gorontalo mengalami peningkatan. Pada tahun 2013 produksi pupuk, perstisida, dan benih mencapai 14.128.500 kuintal atau senilai dengan Rp22.430.931.412. b. Identifikasi Masalah Terdapat beberapa permasalahan yang dihadapi PT. Pertani (Persero) selama ini, antara lain: 1) Kemampuan usaha perseroan semakin berkurang dangan adanya kesulitan permodalan. Masih tingginya pinjaman dari perbankan menyebabkan kesulitan memperoleh tambahan permodalan. 2) Ketersediaan modal kerja tidak sesuai dengan jadwal dan kebutuhan. 3) Kemampuan jual dan pengembangan pasar yang rendah. Hal ini dikarenakan produk tidak kompetitif karena mutu yang masih rendah dan kontinuitas pasokan tidak terjamin. 4) Cash flow negatif karena piutang macet. Penjualan kredit cukup besar tetapi tidak dapat segera ditagih. 5) Perolehan pendapatan masih rendah. 6) Beban tetap maupun variabel tinggi. 7) Kemampuan perolehan margin kecil karena konsentrasi pada pasar pangan yang perolehan marginnya rendah.
22
8) Tidak tersedia persediaan yang cukup saat dibutuhkan. Hal ini dikarenakan kontinuitas pasokan bahan baku/barang dagangan tidak terjamin. 9) Kepercayaan pemasok minim. 10) Permintaan jasa khususnya resi gudang masih rendah. 11) Kegiatan usaha belum dapat mencapai skala ekonomi. 12) Beban bunga yang tinggi karena pinjaman cukup besar. 13) Komposisi produk sebagian besar barang dagangan subsidi. 14) Pengadaan sebagian besar dilakukan secara kredit. 15) pengadaan gabah sebagian besar dilakukan di luar masa panennya. c. Saran dan Rekomendasi 1) Dengan aktivitas usaha yang sangat beragam, PT. Pertani (Persero) hendaknya membuat terobosan untuk meningkatkan kinerja keuangannya. 2) PT Pertani (Persero) juga perlu fokus pada hasil-hasil produk yang menguntungkan bisnisnya sehingga produk-produk tersebut dapat dikembangan secara optimal. 3) Perlu memperluas jaringan cabang pada tiap provinsi karena masih ada di beberapa daerah di Indonesia yang belum ada cabang PT. Pertani (Persero) padahal selain besarnya wilayah, pertanian di daerah tersebut berpotensi atau subur dan memiliki banyak petani lokal (misal provinsi Sumatera Barat). 4) Dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan diperlukan sinergisitas masing-masing BUMN bidang pertanian (misal Bulog) guna mendongkrak produktivitas pangan sehingga terwujudnya ketahanan pangan dan pengurangan impor pangan. Catatan: Komisi VI DPR RI meminta agar PT. Pertani (Persero) memberikan penjelasan secara tertulis dan data-data yang disampaikan melalui Sekretariat Komisi VI DPR RI untuk diagendakan pembahasannya dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan PT. Pertani (Persero) mengenai program kegiatan yang sudah dan akan dilaksanakan serta permasalahannya secara rinci.
23
E. UMKM 1. U.D. Kerawang Naga Mas a. Deskripsi Umum Usaha kerajinan sulaman Kerawang Naga Mas terletak di Desa Mongolato, kecamatan telaga kabupaten Gorontalo. Usaha ini di mulai sejak tanggal 17 oktober 1976. U.D. Kerawang Naga Mas merupakan salah satu usaha rumah tangga yang bergerak di bidang tekstil. Adapun berbagai macam kain kerawang yang di produksi oleh perusahan kerajinan sulaman Kerawang Naga Mas antara lain kopia, kemeja, sapu tangan, kipas. Saat ini kurang lebih terdapat 400 pengrajin karawo, untuk di U.D. Kerawang Naga Mas ada 260 pengrajin. Proses membuat sulaman kain kerawang cukup rumit. Terlebih dulu membuat desain sulaman di kertas milimeter blok. Kemudian, kain dipotong sesuai ukuran. Lapisan kain dibuka benang-benangnya untuk ruang sulaman. Ukurannya sesuai jenis kain yang dipakai dan besar motifnya. Setelah itu kain langsung disulam. Motif sulaman bermacam-macam misalnya aneka bunga dan hewan seperti tulip, mawar, dan kupu-kupu. Sehelai sulaman kain kerawang rampung selama satu minggu hingga satu bulan atau bahkan lebih. Lama pengerjaan sesuai dengan jenis kain, benang, dan motifnya. Kain berkualitas terbaik dengan menggunakan benang emas dan motif yang rumit memerlukan waktu lebih lama. Dalam rangka mempromosikan hasil kerajinan, perusahaan kerajinan sulaman Kerawang Naga Mas melakukan kegiatan promosi terhadap sulaman kerawang ini melalui iklan surat kabar, penjualan langsung di tempat produksi, dan berpartisipasi dalam pameran atau acara khusus seperti festival karawo. Selain itu Pemerintah Daerah Gorontalo juga ikut berpartisipasi dalam mempromosikan hasil kerajinan karawo ini dengan mewajibkan para pegawai menggunakan pakaian karawo di hari kamis setiap minggunya. Dalam hal pembiayaan modal, perusahaan kerajinan sulaman Kerawang Naga Mas memperoleh dana dari bank. b. Identifikasi Masalah Permasalahan yang dihadapi U.D. Kerawang Naga Mas antara lain: 1) Biaya operasional. Kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi menyebabkan harga bahan baku juga meningkat hampir 25 persen yang menyebabkan biaya operasional pun ikut meningkat.
24
2) SDM Sulitnya menemukan tenaga terampil yang profesional untuk mendesain pakaian jadi juga menjadi kendala yang dihadapi U.D. Kerawang Naga Mas, mengingat banyaknya permintaan konsumen untuk membeli langsung pakaian jadi dengan sulaman kerawang. 3) Akses pasar, akses informasi, dan tata kelola manajemen usaha. c. Saran dan Rekomendasi 1) Pemerintah hendaknya dapat memecahkan persoalan klasik yang kerap kali menerpa UMKM yaitu akses pasar, akses modal, dan akses teknologi. 2) Pendekatan yang perlu dilakukan dalam mengatasi kendala yang dihadapi UMKM yaitu melalui upaya meningkatkan kemampuan finansial dan manajerial UMKM, membangun jaringan pemasaran produk UMKM, dan meningkatkan promosi produk UMKM. 3) Kebijakan atau peraturan pemerintah yang kondusif dan keberpihakan pemerintah terhadap UMKM merupakan kunci keberhasilan dalam mengatasi kendala-kendala yang dihadapi UMKM. 2. U.D. Anyaman Rotan Indah a. Deskripsi Umum U.D. Anyaman Rotan Indah terletak di Kecamatan Talaga Jaya Kabupaten Gorontalo, provinsi Gorontalo. Perusahaan ini bergerak di bidang usaha produksi dan penjualan barang jadi berupa berbagai jenis hasil kerajinan anyaman rotan. Selain rotan, U.D. Anyaman Rotan Indahjuga menggunakan bahan baku eceng gondok. Bahan baku eceng gondok ini diperoleh dari Danau Limboto provinsi Gorontalo. Saat ini jumlah pekerja di perusahaan ini ada sekitar 20 pegawai. Selain itu, U.D. Anyaman Rotan Indah juga sudah menerima bantuan dari Kementerian Perindustrian berupa mesin pengolah rotan. Bantuan dana yang telah diterima oleh U.D. Anyaman Rotan Indah dari beberapa perusahaan besar seperti Telkom dan Pertamina. Juga telah menerima bantuan pembiayaan yang berasal dari program “Bapak Angkat” dengan bunga yang cukup rendah yaitu sekitar 3-6 persen. Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) Kementerian Koperasi dan Usaha kecil dan Menengah juga telah memberikan akses pembiayaan dengan bunga yang sangat rendah yaitu 3 persen tetapi proses pengajuannya sangat lama.
25
b. Identifikasi Masalah Adapun masalah yang dihadapi U.D. Anyaman Rotan Indah ini adalah: 1) Akses pembiayaan dan pinjaman. Banyak bank yang telah menawarkan pembiayaan pada perusahaan ini dengan bunga sangat tinggi atau di atas 12 persen. U.D. Anyaman Rotan Indah saat ini sedang mengajukan pinjaman ke Koperasi Pusat dengan jaminan dalam bentuk aset. Tetapi nilai jaminan yang harus disiapkan harus sama nilainya dengan jumlah dana yang akan dipinjam. 2) Akses pasar. Hambatan yang dihadapi U.D. Anyaman Rotan Indah adalah sulitnya memasarkan hasil usaha sehingga banyak persediaan barang dagangan di gudang yang belum laku dijual. 3) Rendahnya profitabilitas perusahaan. c. Saran dan Rekomendasi 1) Hendaknya Pemerintah dapat menyediakan pembiayaan baik untuk investasi maupun modal kerja yang memenuhi kriteria persyaratan mudah, mekanisme cepat, dan biaya murah. 2) Diperlukan fasilitas yang diarahkan pada pengembangan jaringan bisnis agar dapat meningkatkan akses pasar produknya. III. PENUTUP Demikianlah laporan Kunjungan Kerja Komisi VI ke provinsi Gorontalo disampaikan sebagai bahan masukan dan untuk ditindaklanjuti dalam Rapat Komisi. Diharapkan laporan ini dapat menjadi masukan dalam upaya perbaikan pembangunan ke depan dan bermanfaat bagi negara khususnya daerah dan masyarakat di provinsi Gorontalo. Sekian dan Terima Kasih. Jakarta,
Desember 2014
Ketua Tim,
DODI REZA ALEX NOERDIN LIC ECON, MBA
26