Laporan Studi National Health Account Bersumber Swasta
Tim Peneliti Hasbullah Thabrany Prastuti Soewondo Mahlil Ruby dan Peneltiti PKEK FKMUI
Depok, Desember 2002
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
i
KATA PENGANTAR
Dengan rasa syukur yang mendalam kepada Tuhan Yang Maha Esa, bersama ini tim peneliti menyampaikan Final Report Survai Nasional Pembiayaan Kesehatan di Perusahaan Swasta Tahun 2002. Dalam laporan ini disajikan proses penelitian secara keseluruhan dari tahap persiapan hinga analisis data. Laporan akhir ini baru dapat disajikan pada akhir November 2002 yang disebabkan oleh berbagai macam hambatan. Kendala utama adalah terlambatnya pengembalian data dari daerah dan sebagian besar data yang masuk memerlukan konfirmasi ulang dari sumber data. Setelah itu, proses analisis data dan penulisan laporan baru dilakukan. Pada kesempatan ini, izinkanlah tim peneliti menghaturkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Dr. Georg Petersen, PhD sebagai WHO Representative to Indonesia dan dr. Stephanus Indrajaya, MPH, Ph.D. sebagai staff WHO untuk Indonesia atas bantuan dan dorongan untuk melaksanakan studi ini. Demikian juga pada Bapak Abdul Choliq Amin, SE, MM. sebagai kepala Biro Keuangan Depkes RI yang telah memberi masukan dan bantuan administratif sehingga survai ini berjalan dengan lancar. Hal yang sama disampaikan kepada Direksi PT. (Persero) Asuransi Kesehatan Indonesia yang menjadi sponsor utama survai ini. Demikian juga kepada Direksi PT. (Persero) Jamsostek yang berpartisipasi dalam pendanaan survai ini. Kepada segenap petugas pengumpul data di seluruh Indonesia tim peneliti mengucapkan terima kasih dan penghargaan. Tidak lupa kami ucapkan perhargaan yang setinggi tingginya kepada semua perusahaan yang telah bersedia menjadi responden dalam survai ini. Semoga sumbangsih dari semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini mendapatkan imbalan pahala dari Tuhan Yang Maha Kuasa. Amin. Seluruh kegiatan ini rencananya dilakukan dalam kurun satu tahun terhitung sejak penandatanganan kontrak dengan PKEK-FKMUI, yaitu pada bulan Juli 2001. Tetapi berbagai macam kendala di lapangan, terutama kelangkaan data perusahaan swasta di lapangan, menyebabkan kegiatan pengumpulan data terhambat beberapa bulan. Beberapa kendala akan disampaikan pada bagian selanjutnya. Dengan selesainya survai ini dari tahap pesiapan sampai analisis data, langkah terakhir adalah penulisan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
ii
laporan. Sistematika penyajian laporan studi ini dibagi dalam bab-bab menurut tahapan survai yaitu: Bab I.
Pendahuluan
Bab II.
Persiapan
Bab III.
Metodologi
Bab IV.
Pengumpulan Data
Bab V.
Cleaning, Coding dan Entry Data
Bab VI.
Hasil Studi
Bab VII.
Pembahasan
Bab VIII.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Akhir kata, dengan mengambil hikmah dari pepatah "tak ada gading yang tak retak", maka tim peneliti akan sangat berbesar hati jika sidang pembaca berkenan meluangkan pikiran dan waktu untuk memberikan masukan-masukan untuk perbaikan naskah laporan ini.
Depok, Medio November 2002 Tim Peneliti
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
iii
EXECUTIVE SUMMARY
National Health Account, sourced by private sector/ third party payer Center for Health Economic Studies, University of Indonesia This assessment aimed to provide information on the total health expenditures sourced by private enterprises/ third party as part of the overall estimation on the national health account for Indonesia. The study was conducted in early 2001, which initially planned to include 1,500 private companies as our respondents. Primary data (self assessment) was used for this assessment where each participating companies filled out questionnaires. Results indicated that response rate was quite low (70.53%) due to several factors such as objection to participate (24,13%) and invalid address of respondents (5.33%). There were 1,058 companies who completed and returned the questionnaires. In terms of location, 66% of the private enterprises are located in Java, and 66% of total sample is small-scale companies with 10-99 employees.
In the analysis, private
enterprises are divided into 9 groups by type of industries called KLUI (Kelompok Lapangan Usaha Industri), using guideline developed by BIDI. The majority of respondents (86.6%) provide health coverage to their employees, where most of these were large to medium-scale companies.
Health
coverage varies by KLUI, for instance coverage was provided for all-scale (small, medium, and large) companies in KLUI no. 2 and 4. Meanwhile, KLUI no. 3 and 9 include companies who provide proportionally less health coverage. With respect to legal entity, non-profit enterprises such as Yayasan (Co-ops) were less likely to provide healthcare coverage, whereas LLC (Limited Liability Company) and joint venture enterprises were more likely to consider healthcare as a basic component of their benefits plans. Of those respondents who provide health coverage, a majority (83.41%) use one type only, whether it is JPK Jamsostek, private health insurance, or provide its own health services (self insured). Companies who provide their own healthcare coverage account for 6 out of every ten (58.76%). Even though in-house coverage seemed more popular among employers, study shows that JPK Jamsostek and private health insurance proved to be more efficient than in-house coverage.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
iv
In comparing JPK Jamsostek and private health insurance, study shows small variance between their costs of health services. Companies who transfer healthcare risk to JPK Jamsostek and private health insurance account for 28% and 29% respectively. Average monthly wage per employee is Rp 723,000 while average monthly healthcare expenditure per employee is Rp 38,000, which account for 5.24% of monthly wage. Only half of respondents provide healthcare coverage to immediate families (husband/wife) but of that amount, although 3.8% did not extend coverage to children. With respect to the retirees, very small amount of companies offer healthcare benefits to this group. Total healthcare expenditure from the private enterprises in 2001 was estimated Rp 6.138 trillion. Projection of expenditures for years 1998, 1999, 2000, and 2002 were Rp 2.803 trillion, Rp 4.669 trillion, Rp 5.749 trillion, and Rp 6.554 trillion, respectively.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
v
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR ……………………………………………………………….
i
EXECUTIVE SUMMARY ………………………………………………………….
iii
DAFTAR ISI ………………………………………………………………………...
v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………………...
vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………………..
x
BAB I:
PENDAHULUAN …………………………………………………….
1
1.1. Latar Belakang ……………………………………………………
1
1.2. Tujuan Survai ……………………………………………………..
5
1.3. Manfaat Survai ……………………………………………………
6
PERSIAPAN ………………………………………………………….
7
2.1. Pengembangan Instrumen ………………………………………...
7
2.2. Kegiatan-Kegiatan dalam Tahap Persiapan ………………………
7
2.3. Sponsorship ……………………………………………………….
8
2.4. Tahap Pemantapan Sampel dan Sampling Frame …………………..
9
METODOLOGI ……………………………………………………….
11
3.1. Rancangan Sampel (Sampling Design) ………………………………
11
3.2. Kerangka dan Besar Sampel ……………………………………...
12
3.2.1. Kerangka Sampel …………………………………………..
12
3.2.2. Besar Sampel ……………………………………………….
14
3.3. Pemilihan Sampel …………………………………………………
15
3.3.1. Stratified Random Sampling……………………………………
15
3.3.2. Systematic Sampling …………………………………………….
17
PENGUMPULAN DATA …………………………………………….
18
4.1. Pelatihan Petugas Pengumpul Data ……………………………….
18
4.2. Pengumpulan Data ………………………………………………..
19
4.3. Penyebab Rendahnya Pengembalian Kuesioner ………………….
20
4.4. Upaya yang Diambil ………………………………………………
21
BAB V:
CLEANING, CODING & ENTRI DATA ……………………………..
22
BAB VI:
HASIL STUDI ………………………………………………………...
23
6.1. Gambaran Umum Perusahaan …………………………………….
23
BAB II:
BAB III:
BAB IV:
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
vi
6.1.1. Sampel & Uji Representatif Sampel Terhadap Populasi …..
23
6.1.2. Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah …………………..
25
6.1.3. Distribusi Menurut Ukuran Perusahaan ……………………
26
6.1.4. Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum …………….
29
6.1.5. Distribusi Perusahaan Menurut Karyawan ………………...
32
6.1.6. Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan ………………………………………………….
33
6.2. Gaji dan Biaya Kesehatan Karyawan …………………………….
36
PEMBAHASAN ………………………………………………………
53
7.1. Keterbatasan Penelitian …………………………………………...
53
7.2. Situasi Jaminan Kesehatan Karyawan …………………………….
55
7.3. Jaminan Kesehatan Suami / Isteri dan Anak ……………………...
60
7.4. Jaminan Kesehatan Pensiunan ……………………………………
60
7.5. Ekstrapolasi Biaya Kesehatan Perusahaan Swasta ……………….
60
BAB VIII: KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ……………………………..
68
8.1. Kesimpulan (Summary Hasil) …………………………………….
68
8.2. Rekomendasi ……………………………………………………...
69
BAB VII:
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN 1: KUESIONER LAMPIRAN 2: PEDOMAN PENGISIAN KUESIONER
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
vii
DAFTAR TABEL Tabel 3.1: Distribusi Populasi Perusahaan Menurut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI) ..................................................................................................... 12 Tabel 3. 2: Distribusi Perusahaan Menurut Jumlah Tenaga Kerja ................................ 13 Tabel 3.3: Distribusi Sampling Frame Perusahaan Menurut Ukuran Perusahaan ........ 13 Tabel 3.4.: Langkah Menentukan Besar Sampel ........................................................... 15 Tabel 3.5: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI ............................................. 16 Tabel 3.6: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI Setelah Over Sampling ....... 17 Tabel 6.1.: Distribusi Jumlah Kuesioner yang Disebarkan dan Kembali Menurut KLUI .................................................................................................................. 24 Tabel 6.2.: Distribusi Populasi dan Sampel Perusahaan Menurut Lapangan Usaha (KLUI) ..................................................................................................... 25 Tabel 6.3.: Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah ..................................................... 26 Tabel 6.4.: Distribusi Perusahaan Menurut Skala Perusahaan ...................................... 27 Tabel 6.5.: Distribusi Sampel Perusahaan ..................................................................... 28 Menurut Wilayah dan Skala Perusahaan ....................................................................... 28 Tabel 6.6.: Distribusi Perusahaan Menurut Bidang Usaha (KLUI)
dan Skala
Perusahaan ............................................................................................... 29 Tabel 6.7.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum ........................................... 30 Tabel 6.8.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Badan Hukum Perusahaan ............................................................................................... 30 Tabel 6.9.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum dan Skala Perusahaan ....... 31 Tabel 6.10.: Jumlah Karyawan Menurut Bidang Usaha Perusahaan (KLUI) Tahun 2000 .................................................................................................................. 32 Tabel 6.11.: Distribusi Perusahaan Berdasarkan Pemberian Jaminan Kesehatan dan Skala Perusahaan...................................................................................... 33
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
viii
Tabel 6.12.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan, KLUI, dan Skala Perusahaan...................................................................................... 34 Tabel 6.13.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberi Jaminan Kesehatan dan Bentuk Badan Hukum .......................................................................................... 36 Tabel 6.14.: Proporsi Rata-Rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji Menurut KLUI ....... 38 Tabel 6.15.: Proporsi Rata-rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji .................................. 39 Menurut Skala Perusahaan ............................................................................................ 39 Tabel 6.16.: Distribusi Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan ........................... 40 Menurut KLUI dan Skala Perusahaan Tahun 2000 ....................................................... 40 Tabel 6.17.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Jaminan Kesehatan Menurut Cara yang Digunakan ............................................................................... 42 Tabel 6.18.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Secara Kombinasi ............ 43 Tabel 6.19.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Dengan Cara Pelayanan Sendiri Menurut Bentuk Jaminannya ....................................................... 44 Tabel 6.20.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK dengan Pemberian Pelayanan Sendiri Menurut Lingkup Pelayanan yang Dijamin ............... 45 Tabel 6.21.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Uang Kesehatan ...................... 46 Menurut Metode Pemberiannya .................................................................................... 46 Tabel 6.22.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Uang Kesehatan Menurut Periode Waktu Pemberiannya ............................................................................... 47 Tabel 6.23.: Distribusi Perusahaan Menurut Proporsi Dana Kesehatan Terhadap RataRata Gaji Bulanan Karyawan ................................................................... 47 Tabel 6.24.: Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan ............ 49 Cara Pemberian Jaminan Kesehatan .............................................................................. 49 Tabel 6.25.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan ................................................................................... 49 Tabel 6.26.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan ............... 50
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
ix
Pada Suami/Isteri Karyawan.......................................................................................... 50 Tabel 6.27.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Suami / Isteri Karyawan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Anak ..... 50 Tabel 6.28.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Anak Menurut Jumlah Anak Yang Dijamin ...................................................... 51 Tabel 6.29.: Distribusi Perusahaan Yang Melakukan Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan ....................................................................... 51 Tabel 6.30.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha Dan Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan ..................................................... 52 Tabel 7.1.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2000 .............. 63 Tabel 7.2.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1999 .............. 64 Tabel 7.3.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1998 ............. 65 Tabel 7.4.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2001 .............. 66 Tabel 7.5.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2002 .............. 67
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
x
DAFTAR LAMPIRAN
-
Lampiran 1 : Kuesioner
-
Lampiran 2 : Pedoman Pengisian Kuesioner
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Berbagai penelitian terdahulu menunjukkan bahwa pembiayaan kesehatan di Indonesia didominasi oleh pembiayaan dari sektor swasta, termasuk pembayaran dari kantong sendiri (out of pocket). Berbagai penelitian memperkirakan bahwa biaya kesehatan sektor publik (yang dibiayai pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan asuransi sosial) hanya berkisar pada 25-30% saja (Gani.A., 2002). Pembiayaan kesehatan oleh pihak ketiga yang bukan bersumber dari pemerintah selama sepuluh tahun lalu hanya berkisar antara 6-10% dari total pembiayaan kesehatan. Dalam tiga tahun terakhir, pertumbuhan pembiayaan kesehatan melalui asuransi kesehatan meningkat sangat pesat mencapai pertumbuhan 30-50% setahun (Thabrany.H., 2000). Hal ini sejalan dengan semakin mahalnya biaya kesehatan sehingga mendorong banyak perusahaan melakukan transfer risiko finansial kepada perusahaan asuransi. Di lain pihak, perusahaan asuransi juga terus melakukan pengembangan produk dan pemasaran yang agresif sehingga mendorong banyak perusahaan membeli asuransi kesehatan. Undang-undang Jamsostek yang mewajibkan perusahaan dengan 10 karyawan atau lebih untuk memberikan jaminan kesehatan turut menunjang pertumbuhan asuransi kesehatan di Indonesia. Pada tahun 1999 jumlah premi asuransi kesehatan yang diterima perusahaan asuransi telah mencapai lebih dari Rp 700 milyar dan di tahun 2000 diperkirakan telah melampaui Rp 1 triliun (Thabrany.H., 2000). Jumlah tersebut belum termasuk sekitar Rp 150 milyar yang diterima oleh PT Jamsostek dan sekitar Rp 100 milyar yang diterima oleh PT Askes Indonesia. Namun demikian, pertumbuhan premi yang besar tesebut belum tentu menggambarkan semakin luasnya jaminan kesehatan yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya sesuai dengan yang diwajibkan oleh UU Jamsostek. Disinyalir banyak perusahaan yang belum memenuhi hak karyawan atas jaminan kesehatan sebagai mana digariskan dalam Konvensi ILO tahun 1952. Apabila UU Jamsostek dapat dilaksanakan dengan baik, maka sebagian sektor formal dapat membiayai pelayanan kesehatan bagi karyawannya. Namun demikian,
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
1
karena UU Jamsostek mewajibkan majikan secara bersyarat, diduga banyak pengusaha yang mengambil keuntungan dengan tidak ikut serta dalam Jamsostek tetapi juga tidak membelikan asuransi melalui perusahaan asuransi. Diduga banyak pengusaha yang berusaha memanfaatkan subsidi pemerintah dengan memberikan penggantian biaya pengobatan di fasilitas umum seperti puskesmas atau RS umum yang mutu pelayanannya relatif rendah dan mendapat subsidi pemerintah. Data sementara dari PT Jamsostek menunjukkan bahwa dari 17 juta tenaga kerja yang terdaftar sebagai peserta Jamsostek, hanya 1,1 juta (kurang dari 8%) yang mendapatkan jaminan kesehatan melalui Program Jaminan Pemeliharaan Kesehatan (JPK) Jamsostek. Sementara yang mendapatkan jaminan asuransi melalui perusahaan asuransi diperkirakan tidak lebih dari 2 (dua) juta karyawan dengan jaminan yang relatif terbatas. Menurut laporan ILO Jakarta, terdapat hampir 30 juta tenaga kerja di sektor formal di Indonesia. Dengan demikian, cakupan tenaga kerja yang mendapat jaminan kesehatan baru mencapai 1015% saja, setelah hampir 10 tahun UU Jamsostek dikeluarkan. Sementara diasumsikan bahwa banyak juga perusahaan yang menyediakan sendiri pelayanan kesehatan atau memberikan jaminan dalam bentuk penggantian biaya kesehatan atau pemberian uang kesehatan bulanan. Sayangnya sampai saat ini belum diketahui seberapa besar potensi sektor formal ini dalam pembiayaan kesehatan. Bagaimanakah pola dan besarnya pembiayaan kesehatan oleh perusahaan dengan jumlah karyawan tertentu? Apakah ada kecendrungan bahwa perusahaan sektor tertentu, misalnya konstruksi atau industri, lebih sedikit membiayai pelayanan kesehatan dan lebih bergantung dari pelayanan kesehatan di sektor publik yang disubsidi dibandingkan dengan perusahaan di sektor keuangan misalnya? Sebarapa besar dana pelayanan kesehatan dari majikan (pihak ketiga) yang dapat dimobilisir dan ditingkatkan manfaat sosialnya? Pada saat yang sama, tren di dunia mengarah pada penataan pembiayaan kesehatan dengan mengembangkan National Health Account yang merupakan catatan sumber pendanaan kesehatan dan jasa-jasa yang dibiayai dari sumber-sumber tersebut. Sebagai gambaran, di negara yang tergabung dalam perkumpulan negara-negara ekonomi maju (OECD’s countries) telah berhasil menyusun analisis perbandingan belanja kesehatan dengan menggunakan standar definisi yang baku tentang penggunaan sumber-sumber dana kesehatan dan diperinci menurut sumber-sumber biaya kesehatan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
2
baik dari sektor publik maupun swasta. Analisis perbandingan tersebut telah menghasilkan temuan penting tentang perbedaan sistem kesehatan yang mampu menjelaskan variasi tentang besaran dan komposisi pembiayaan di sektor kesehatan. Pemerintah Federal Amerika bahkan telah mengembangkan pendekatan NHA yang lebih rinci, yang merupakan pengembangan lebih lanjut dari metode yang dilakukan oleh kelompok negara yang tergabung dalam OECD’s country, yaitu dengan membagi sumber-sumber dan pemanfaatan biaya kesehatan dalam bentuk “matrik”. Oleh karenanya, di negara maju, dengan mudah kita mengetahui besarnya pembiayan kesehatan bersumber dari anggaran pemerintah, asuransi, perusahaan penyedia langsung, dan dari masyarakat langsung. Di negara-negara berkembang, analisis pembiayaan kesehatan jauh lebih tidah terstruktur, meskipun dalam beberapa dekade terakhir ini telah mendapat perhatian dari para peneliti. Namun demikian, studi NHA telah lama dilakukan oleh sejumlah negaranegara berkembang. Termasuk diantaranya: (1) Studi NHA di Mexico yang merupakan bagian dari usulan reformasi kesehatan di Mexico (oleh the Fundacion Mexicana para la Salud); (2) Series Study di Phillipine (oleh the University of the Philippines dari tahun 1990 sampai 1995); (3) Studi di Egypt (oleh Biro Perencanaan, Depkes bekerjasama dengan Harvard University); (4) Studi NHA di Columbia yang merupakan bagian dari landasan penelitian dalam rangka penerapan reformasi nasional di sektor kesehatan (joint study by the Department of National Planning, the MOH and the Superintendency of Health). Di Indonesia, sampai saat ini belum memiliki informasi tentang NHA. Hal ini akan sangat mempengaruhi mutu perencanaan strategis pelayanan kesehatan di kemudian hari baik bagi perusahaan, perusahaan asuransi, maupun bagi pemerintah. World Health Organization (WHO) merupakan badan kesehatan dunia yang bernaung di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan saat ini memfokuskan pada penataan pembiayaan kesehatan dengan mengembangkan National Health Account (NHA). NHA adalah suatu alat untuk meringkas, menggambarkan, dan menganalisis pembiayaan kesehatan nasional yang menjadi suatu langkah penting dalam menilai kinerja sistem kesehatan. Manfaat NHA bagi suatu sistem kesehatan adalah estimasi jumlah dan kharakteristik biaya kesehatan yang dibelanjakan di suatu negara dan digunakan oleh
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
3
pengambil kebijakan atau perencana kesehatan. NHA ini dapat digunakan sebagai input kebijakan dan sekaligus sebagai alat ukur outcome dari sistem kesehatan di suatu negara. WHO memakai NHA sebagai alat untuk pemahaman kondisi finansial sektor kesehatan suatu negara. Jika NHA telah dikembangkan dengan baik, maka NHA dapat menjawab beberapa pernyataan antara lain: 1. Bagaimana mobilisasi sumber dana pembiayaan kesehatan? 2. Siapa yang membayar? 3. Apa yang diproduksi? 4. Bagaimana sumberdaya dikelola? 5. Apakah pooling cukup baik? 6. Bagaimana provider dibayar? 7. Bagaimana alokasi sumber daya? 8. Siapa yang menyediakan pelayanan dan pelayanan apa yang diberikan? 9. Untuk siapa pelayanan diberikan? 10. Bagaimana
pengeluaran
kesehatan didistribusikan dalam kelompok
penduduk seperti kelompok penghasilan, umur, gender, dan daerah dalam suatu negara? Berkaitan dengan uraian diatas, Indonesia sampai saat ini belum memiliki data sumber pembelanjaan kesehatan secara rinci berdasarkan fungsi baik bersumber pemerintah (publik) dan swasta (masyarakat, asuransi kesehatan, dan pihak ketiga/perusahaan). Beberapa studi terdahulu hanya mencakup pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah (anggaran pemerintah pusat dan daerah) dan bersumber dari masyarakat. Estimasi pembiayaan kesehatan bersumber dari masyarakat diambil dari data out of pocket yang tersedia pada data Survai Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Namun demikian, belum ada studi yang secara khusus memotret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari perusahaan swasta atau pemberi kerja. Informasi ini sangat diperlukan untuk mendapat gambaran total pembiayaan kesehatan dan proporsi konstribusi pihak swasta/pemberi kerja serta khususnya untuk perencanaan pelayanan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
4
kesehatan di tingkat nasional. Hasil survai ini mencoba menjawab pertanyaanpertanyaan di atas. Sehubungan dengan itu, perwakilan WHO di Indonesia, melalui Biro Keuangan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI), mengupayakan berbagai macam studi pembiayaan dalam rangka mendapat gambaran utuh pembiayaan kesehatan nasional di sektor kesehatan. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (PKEK-FKMUI) mendapat porsi untuk memotret besaran biaya kesehatan dikeluarkan melalui perusahaan swasta. Beberapa institusi lain ditugaskan untuk memotret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari pemerintah (Universitas Gajah Mada), masyarakat (Litbangkes, Depkes RI), dan perusahaan-perusahaan BUMN (Litbangkes, Depkes RI). 1.2. Tujuan Survai Tujuan umum survai ini adalah melakukan pemetaan pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta/ pihak ketiga, khususnya oleh majikan. Tujuan khusus survai ini adalah: 1. Mengetahui seberapa besar dana jaminan kesehatan yang tersedia melalui perusahaan swasta, baik langsung dari pemberi kerja maupun yang dibelanjakan melalui perusahaan asuransi 2. Mendapatkan informasi bagaimana pola pembiayaan kesehatan perusahaan dilakukan, misalnya apakah dengan menyediakan asuransi, penggantian biaya, pemberian uang tunai, dengan iur biaya dan sebagainya 3. Melakukan pendataan tentang jenis pelayanan kesehatan yang umumnya ditanggung oleh perusahaan, misalnya konsultasi dokter, obat, perawatan, dan sebagainya 4. Mengetahui pola penjaminan kesehatan di berbagai sub-sektor dan berbagai ukuran perusahaan menurut jumlah tenaga kerja. 5. Mendapatkan informasi kasar tentang pilihan (preference) perusahaan dalam pemberian jaminan kesehatan bagi karyawannya, misalnya melalui Jamsostek, penyediaan sendiri, kontrak langsung dengan provider, atau melalui pembelian asuransi kesehatan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
5
1.3. Manfaat Survai Berlandaskan latar belakang singkat yang dikemukakan di atas, maka survai pembiayaan kesehatan oleh perusahaan merupakan kebutuhan yang sangat esensial dan mendesak dimiliki oleh pemerintah dan perusahaan asuransi dalam rangka memenuhi standar National Health Account yang telah disepakati dunia international. Informasi tersebut akan sangat berguna bagi pengembangan sistem pembiayaan, jaminan kesehatan bagi karyawan dan delivery pelayanan kesehatan strategis bagi karyawan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
6
BAB II PERSIAPAN 2.1. Pengembangan Instrumen Tahap persiapan
adalah mengembangkan instrumen yang sudah dilakukan
sejak awal bulan Juli 2001. Dalam rapat tersebut dibahas berbagai komponen yang akan dimasukkan dalam kuesioner, merancang sampling dan mencari tambahan dana penelitian untuk penambahan sampel. Kesepakatan dalam pertemuan ini adalah mengumpulkan data melalui mailing list dengan memuat variable-variable seperti: •
jenis perusahaan
•
lama berdiri perusahaan
•
jumlah karyawan
•
cakupan jaminan kesehatan (rawat inap , rawat jalan, obat, tindakan)
•
pola yang dianut dalam jaminan kesehatan (kelola sendiri, menjadi peserta JPK Jamsostek, pergantian biaya, beli asuransi kesehatan lain, memberi uang bulanan)
•
penyebab perusahaan tidak menjadi peserta JPK Jamsostek
•
besar biaya yang dialokasikan perusahaan untuk kesehatan
•
besar biaya kesehatan yang dikeluarkan dalam 3 tahun terakhir
•
besar biaya operasional tahunan klinik
•
jaminan bagi pensiunan karyawan
2.2. Kegiatan-Kegiatan Dalam Tahap Persiapan Berikut ini diuraikan kegiatan-kegiatan dalam tahap persiapan: 1. Tahap pengembangan instrumen dilalui dengan beberapa kali penyempurnaan kuesioner, yang disebabkan karena perubahan metode/cara pengumpulan data. Awalnya metode pengumpulan data dilakukan melalui mailing list. Dengan pertimbangan tingkat pengembalian yang rendah (low response rate), eksplorasi informasi terbatas, dan keterbatasan persepsi dalam pengisian, diputuskan untuk
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
7
mengubah cara pengumpulan data dengan wawancara langsung ke pihak perusahaan. Kuesioner disesuaikan dengan metode wawancara langsung dengan melibatkan konsultan WHO perwakilan Indonesia, yang kemudian dilanjutkan dengan uji coba di lapangan. Lampiran 1 dan 2 menunjukkan hasil akhir dari kuesioner dan pedoman pengisian kuesioner. 2. Paralel dengan studi ini, Litbangkes Depkes RI juga mempunyai kegiatan yang sama dengan target sasaran berbeda (Badan Usaha Milik Negara). Untuk penyamaan persepsi dan kesinambungan tujuan penelitian, pengembangan instrumen juga melibatkan pihak Litbangkes Depkes. 3. Pertemuan lanjutan adalah seminar instrumen (tanggal 26 september 2001) yang di inisiasi oleh PKEK dengan membuahkan beberapa kesepakan seperti: ♦ Metode penghitungan besar sampel dengan memakai metode incident rate pada Lameshow. ♦ penarikan sampling dengan metode stratified random sampling ♦ Menyusun daftar perusahaan sesuai dengan jenis industri dan jumlahnya (sampling frame) ♦ Revisi kuesioner ♦ Draft surat dari Menteri Kesehatan RI yang ditujukan untuk perusahaan ♦ Training petugas pengumpul data ♦ Draft surat ke WHO tentang tambahan kebutuhan dana 2.3. Sponsorship Berkenaan dengan pengumpulan data secara wawancara langsung, maka kebutuhan anggaran biaya ternyata melebihi dari anggaran yang telah dialokasikan oleh pihak donor. Seijin WHO, PKEK telah melakukan penjajakan kepada beberapa calon donatur yang berminat untuk turut mensponsori studi ini antara lain PT. Jamsostek, PT. Askes, dan perusahaan asuransi kesehatan swasta lainnya. Hasilnya PT Askes bersedia sebagai sponsor utama dan PT Jamsostek juga ikut memberikan bantuan dana. Keterlibatan PT Askes dalam studi ini sangat besar dengan melibatkan langsung pada pengumpulan data.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
8
Pelatihan tim pengumpul data dari PT Askes dilakukan di Bogor pada bulan Oktober 2001. Sedang untuk kegiatan pengumpulan data di sekitar Jabotabek, dilakukan oleh tim peneliti dari PKEK. 2.4. Tahap Penetapan Sampel dan Sampling Frame Agar semua perusahaan swasta terwakili, idealnya penetapan sampel harus diambil dari data base seluruh perusahaan milik swasta yang tersebar diseluruh Indonesia yang dipilih secara proporsif menurut karakteristik perusahaan. Idealnya sampel dipilih secara proporsif berdasarkan jenis usaha perusahaan (pertanian, manufaktur, jasa, dll), jumlah pegawai dan lokasi. Tetapi dalam proses penetapan sampel, ditemukan banyak sekali kendala. Hambatan terbesar adalah kelangkaan data base yang bersifat nasional dari perusahaan-perusahaan milik swasta. Data yang diperoleh dari Bussiness Intelegence Data Indonesia (BIDI) mempunyai data lebih dari 55 ribu perusahaan yang tersebar di seluruh Indonesia dan disimpan dalam bentuk CD (compact disc). Sayangnya data tersebut tidak memiliki informasi jumlah tenaga dari tiap-tiap perusahaan. Padahal informasi ini sangat diperlukan untuk menentukan besar sampel. Untuk itu dicarikan tambahan data dari sumber lain untuk kelengkapan informasi seperti jumlah tenaga, jenis usaha dan lainnya. Upaya mencari data base perusahaan swasta yang relatif lengkap terus dilakukan dengan mengadakan pendekatan secara formal ke berbagai pihak seperti kantor pusat PT. Jamsostek dan Direktorat Jenderal Pajak Departemen Keuangan RI (Dirjen Pajak), terutama kepada kepala Pusat Informasi Pajak. Informasi dari PT. Jamsostek tidak diperoleh, karena data base perusahaan secara lengkap hanya ada di daerah dan butuh waktu lama untuk meminta ke daerah. Sedang kantor pusat PT Jamsostek hanya mempunyai data yang bersifat global dan tidak rinci. Demikian juga dengan Pusat Informasi Pajak yang tidak dapat memberikan data base perusahaan swasta menurut jenis usaha dan jumlah pegawai karena alasan kerahasiaan perusahaan. Solusi diperoleh dengan menerima hanya empat variabel yaitu nama perusahaan, alamat perusahaan, jenis usaha dan jumlah tenaga. Proses selanjutnya adalah menggabungkan data yang bersumber dari BIDI dan dari Ditjen Pajak. Data yang dipakai untuk kerangka sampel adalah data dari Ditjen
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
9
Pajak, sedang data BIDI dipakai hanya sebagai pedoman penggolongan Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI). Setelah selesai penggabungan ini, maka tahap proses persiapan sampling frame selesai. Proses penggabungan ini menyita banyak waktu yang menyebabkan pelaksanaan pengambilan data penelitian ini sangat terlambat. Penelitian ini membutuhkan informasi yang berkaitan dengan data keuangan perusahaan swasta seperti aset, nilai cair, pengeluaran gaji, dan pengeluaran kesehatan. Surat pengantar dari Menteri Kesehatan RI dilampirkan untuk meyakinkan bahwa data yang dikumpulkan akan digunakan untuk penetapan kebijakan di tingkat nasional, dan tidak disalahgunakan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
10
BAB III METODOLOGI 3.1. Rancangan Sampel (Sampling Design) Populasi Survai adalah seluruh perusahaan swasta yang berbadan hukum, mempunyai Nomor Pokok Wajib Pakaj (NPWP), dan terdaftar dalam tanda daftar rekanan (TDR) di Indonesia. Yang dimaksud dengan perusahaan dalam penelitian ini adalah segala bentuk usaha yang mempekerjakan tenaga kerja, termasuk di dalamnya Perseroan Terbatas (PT), Yayasan, Koperasi, Firma, CV, Badan Usaha Milik Daerah dan sebagainya. Dalam mengembangkan kerangka sampel, peneliti mengumpulkan informasi tentang jumlah dan jenis perusahaan dari berbagai sumber. Data dari berbagai sumber ternyata menunjukkan jumlah perusahaan yang berbeda, karena perbedaan kepentingan dan sumber pencatatan. Sebagai contoh: PT. Jamsostek memperkirakan jumlah perusahaan di Indonesia sebanyak 180.000 buah dimana 70.000 perusahaan diantaranya aktif menjadi peserta PT. Jamsostek (Purwoko, 2001). Pusat Informasi Ditjen Pajak Departemen Keuangan RI (2001) menyampaikan jumlah perusahaan terdaftar di Indonesia adalah 800.000 perusahaan yang telah memiliki NPWP. Sementara sebuah pusat data informasi bisnis mengeluarkan BIDI (Bussiness Intelligence Data Indonesia) dengan jumlah perusahaan sebanyak 55.000 buah. Perbedaan jumlah perusahaan menunjukkan perbedaan kepentingan dalam pengumpulan data dari perusahaan. Data Ditjen Pajak memang merupakan data yang paling lengkap, namun demikian data tersebut tidak menunjukkan jumlah perusahaan yang benar-benar aktif dilapangan karena banyak perusahaan yang didirikan dan telah memiliki NPWP tetapi dalam prakteknya belum beroperasi. Di lain pihak, banyak perusahan yang tadinya telah memiliki NPWP dan beroperasi tetapi kemudian bangkrut, khususnya setelah terjadi krisis. Dengan demikian, jumlah perusahaan yang memiliki NPWP saja tidak bisa dijadikan patokan tentang jumlah perusahaan yang sebenarnya. Untuk mengatasi hal tersebut, peneliti melakukan rekonsiliasi data dengan melakukan stratifikasi jenis industri. Langkah pertama adalah melakukan pengolongan data Ditjen Pajak sesuai dengan KLUI. Untuk mengetahui jenis industri tertentu
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
11
digolongkan ke KLUI tertentu, kami berpedomani jenis industri dari data BIDI. Hasil rekonsiliasi data ini digunakan sebagai kerangka sampel (sampling frame). Langkah ke dua adalah melakukan penghitungan jumlah sampel dari masing-masing jenis industri berdasarkan Kelompok Lapangan Usaha Industri berdasarkan metoda stratified probability random sampling. Langkah selanjutnya adalah penarikan sampling dari sampling frame dengan metode Systematic Random Sampling. Berikut ini akan disampaikan secara rinci langkah-langkah penentuan jumlah sampel tiap KLUI dan penarikan sampling. 3.2. Kerangka dan Besar Sampel 3.2.1. Kerangka Sampel Setelah dilakukan validasi jumlah dan jenis perusahaan diperoleh kerangka sampel berjumlah 239.669 perusahaan. Jumlah ini digunakan sebagai sampling frame yang terdiri atas 9 (sembilan) kelompok lapangan usaha industri (KLUI) yang distribusinya seperti disajikan dalam Tabel 3.1 di bawah ini. Tabel 3.1: Distribusi Populasi Perusahaan Menurut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI) Jumlah No. KLUI % Perusahaan 1
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan
3.768
1,57
2
Pertambangan dan penggalian (quarrying)
1.470
0,61
3
Industri pengolahan
22.256
9,29
4
Listrik,gas dan air
602
0,25
5
Konstruksi
61.337
25,59
6
Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomodasi
86.706
36,18
7
Angkutan,penggudangan dan komunikasi
14.789
6,17
8
Lembaga keuangan, real estate usaha persewaan & jasa perusahaan
34.376
14,34
9
Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan
14.365
5,99
TOTAL
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
239.669 100,00
12
Tahap selanjutnya adalah membagi ukuran perusahaan dalam 3 kelompok yaitu perusahan berskala besar, medium dan kecil. Perusahaan besar adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga lebih dari 500 orang. Perusahaan berskala medium adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga 100-500 orang; dan perusahaan berskala kecil adalah kelompok perusahaan yang memiliki tenaga 10-99 orang. Tampilan distribusi perusahaan menurut besaran tenaga kerja (tabel 3.2) terlihat sangat tidak merata. Perusahaan yang memiliki tenaga di bawah sepuluh digolongkan sebagai mikro. Studi ini memfokuskan kepada perusahan yang memiliki karyawan 10 orang atau lebih sesuai dengan Undang-Undang No 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial tenaga Kerja (Jamsostek). Setelah dikeluarkan perusahaan yang memiliki jumlah tenaga kerja di bawah 10 orang yang berjumlah 175.315 (73,15%) perusahaan, maka sisa perusahaan sebanyak 64.354 perusahaan dijadikan sebagai sampling frame (tabel 3.3). Tabel 3. 2: Distribusi Perusahaan Menurut Jumlah Tenaga Kerja No.
Kategori Perusahaan
Jumlah Tenaga Kerja
Jumlah Perusahaan
%
1
Mikro
<9
175.315
73,15
2
Kecil
10-99
48.631
20,29
3
Medium
100-499
11.329
4,73
4
Besar
>500
4.394
1,83
239.669
100,00
Total
Tabel 3.3: Distribusi Sampling Frame Perusahaan Menurut Ukuran Perusahaan No.
Ukuran Perusahaan
1
Kecil
2
Medium
3
Besar
Jumlah Tenaga Kerja
Total
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Jumlah Perusahaan
%
<100
48.631
75,6
100-500
11.329
17,6
>500
4.394
6,8
64.354
100,0
13
3.2.2. Besar Sampel Setelah kerangka sampel berhasil dipetakan, maka peneliti kemudian mengambil sampel sesuai dengan rumus incidence rate dari Lameshow (Lameshow, 1993). Pengertian Incidence rate dalam studi ini adalah suatu probabilitas perusahaan yang menyelenggarakan jaminan kesehatan kepada karyawan. Pemilihan probabilitas 50% diambil karena tim peneliti tidak tahu berapa persen perusahaan
yang
memberikan jaminan kesehatan, maka secara netral tim memilih 50% probabilitas sekelompok perusahaan memberikan jaminan kesehatan dalam berbagai bentuk. Dengan tingkat kemaknaan (alfa) 0.05%. Dengan menggunakan rumus insiden rate dari Lameshow (1993)) seperti tercantum di bawah ini diperoleh jumlah perusahaan tiap KLUI minimal 15 perusahaan. N ={Z1-α/2/ε)2 = (1,96/0.5)2 = 15.3664 Dengan minimal sampel 15 perusahaan untuk tiap KLUI diharapkan dapat mendeteksi perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan. Selanjutnya peneliti menghitung kebutuhan sampel untuk dapat mendeteksi pemberian jaminan di 10 KLUI, 3 (tiga) kelompok perusahaan di masing-masing KLUI (besar, sedang, dan kecil) dan di 3 (tiga) wilayah (Jawa, Sumatera dan Indonesia bagian Timur). Untuk mendeteksi pembiayaan kesehatan di masing-masing kelompok yang berjumlah 90 kelompok ( 3 ukuran perusahaan dikalikan 3 wilayah dan dikalikan 10 KLUI), maka dibutuhkan sampel paling sedikit 1.350 perusahaan (hasil perkalian 90 kelompok dengan minimum sampel 15). Untuk menjaga kemungkinan terjadinya atrisi karena penolakan, alamat tidak ditemukan, dan alasan teknis lain, maka peneliti menambah 10% sampel sehinga diperoleh kebutuhan jumlah sampel menjadi 1.485 yang kemudian dibulatkan menjadi 1.500 perusahaan. Secara ringkas perhitungan besar sampel dapat dilihat tabel 3.4 di bawah ini:
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
14
Tabel 3.4.: Langkah Menentukan Besar Sampel No
Kriteria
Total
1
Minimum sampel untuk distribusi normal
15
2
Jumlah KLUI
10
3
Ukuran perusahaan
3
4
Daerah
3
Sub total I: 1*2*3*4 5
6
Cadangan atrisi 10%
1.350 135
Sub Total II
1.485
Dibulatkan
1.500
Setelah ditentukan sampling frame dengan menggunakan kriteria BIDI, ternyata jumlah KLUI pada basis data BIDI hanya ada 9 (sembilan). Pengurangan jumlah KLUI akan terjadi penguranan besar sampel, tetapi untuk menganntisipasi response rate yang rendah, tim peneliti sepakat besar sampel tidak diubah. 3.3. Pemilihan Sampel Penarikan sampel dalam studi ini berdasarkan probability sampling. Proses pemilihan sampling dilakukan dalam dua metode yaitu stratified random sampling dan systematic sampling. Langkah-langkah pemilihan itu diuraikan di bawah ini.. 3.3.1. Stratified Random Sampling Pemilihan metode ini ditempuh untuk dapat mengetahui besar sampel masingmasing strata (KLUI). Proses penentuan besar sampel tiap-tiap KLUI
ditentukan
dengan memberi bobot masing-masing KLUI. Dasar pembobotan tiap KLUI adalah persentase masing-masing KLUI seperti tercantum pada tabel 3.1. Misalnya, KLUI 1 memiliki bobot 1,57 dan untuk mengetahui jumlah sampel di KLUI 1 adalah 1,57 dikalikan 1500 sehingga diperoleh sekitar 24 sampel. Demikian seterusnya untuk KLUI-KLUI lain.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
15
Setelah tiap KLUI memiliki besar sampel sesuai dengan bobotnya, terlihat KLUI 2 dan 4 sangat terbatas sampelnya seperti ditunjukkan tabel 3.5 di bawah ini. Untuk meningkatkan probabilitas variasi biaya kesehatan dan pola pelayanan kesehatan yang diberikan oleh perusahaan, maka dilakukan over sampling. Metode over samplingnya adalah menambahkan jumlah pada KLUI 2 dan 4 sehingga masing-masing mencapai jumlah 24 (jumlah minimal setelah over sampling). Over sampling ini adalah meningkatkan besar sampel pada KLUI 2 dan 4 dengan mengurangi pada KLUI 6 sehingga total besar sampel tetap 1.500 perusahaan. Tabel 3.6 menunjukkan besar sampel masing-masing KLUI stelah dilakukan over sampling. Tabel 3.5: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI No.
KLUI
Jumlah
1
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan
2
Pertambangan dan penggalian (quarrying)
3
Industri pengolahan
4
Listrik, gas dan air
5
Konstruksi
383
6
Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi
543
7
Angkutan, penggudangan dan komunikasi
8
Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan
9
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
9 139 5
Total
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
24
93 215 90 1.500
16
Tabel 3.6: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut KLUI Setelah Over Sampling No.
KLUI
Jumlah
1
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan
24
2
Pertambangan dan penggalian (quarrying)
24
3
Industri pengolahan
139
4
Listrik, gas dan air
24
5
Konstruksi
384
6
Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi
508
7
Angkutan, penggudangan dan komunikasi
8
Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan
9
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan Total
93 215 90 1.500
3.3.2. Systematic Sampling Setelah besar sampel menurut masing-masing KLUI telah diperoleh, dilanjutkan dengan mengambil sampel dari daftar perusahaan yang telah disusun. Perusahaan yang termasuk katagori BUMN dikeluarkan dari kerangka sampel karena akan disurvai tersendiri oleh Badan Litbangkes. Pemilihan sampel di masing-masing KLUI memakai metode systematic sampling. Misalnya, total sampel berjumlah 24 perusahaan dari 200 perusahaan di KLUI 1. Daftar perusahaan diurut sesuai abjad dan diberi nomer 1 sampai 200. Pemilihan sampel dimulai dari nomer urut 1 dan pilihan selanjutnya dipilih dengan interval 24 yaitu nomor urut 25, interval selanjutnnya adalah nomor 49 dan seterusnya sampai memenuhi rencana sampel pada KLUI 1. Peneliti memeriksa keabsahan informasi perusahan yang terpilih seperti kejelasan alamat (jalan, propinsi, Kabupaten dan kota) dan jumlah tenaga kerja. Bila alamat ternyata tidak jelas, kantor cabang atau BUMN maka sampel dijatuhkan pada urutan berikutnya. Begitu seterusnya sampai diperoleh perusahaan yang datanya seperti kriteria inklusi. Jika jumlah sampel belum terpenuhi, sedangkan urutan sudah mencapai 200, maka pilihan dimulai pada urutan nomor dua.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
17
BAB IV PENGUMPULAN DATA 4.1. Pelatihan Petugas Pengumpul Data Mengingat kompleknya pertanyaan-pertanyaan kuesioner sehingga untuk menjaga validitas survai memerlukan pelatihan bagi petugas pengumpul data (kolektor). Pelatihan telah dilakukan dua gelombang seperti telah diuraikan pada bab sebelumnya. Demikian juga dengan uji coba kuesioner. Tujuan utama uji coba kuesioner adalah memperoleh informasi terhadap komunikatifnya kuesioner
dan
penambahan isu-isu yang belum terakomodir sebelumnya. Uji coba ini telah dilakukan pada 9 (sembilan) perusahaan di wilayah Jabotabek. Petugas pengumpul data terdiri dari mahasiswa program S2 (Pasca Sarjana) Ekonomi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia (FKM UI), personil Biro Keuangan Depkes RI dan staf daerah PT Askes. Total petugas pengumpul data se Jabotabek berjumlah 36 orang. Mahasiswa FKM-UI dan personil Depkes Petugas adalah pengumpul data di wilayah Jabotabek. Sedangkan personil PT. (Persero) Asuransi Kesehatan membantu pengumpulan data di wilayah luar Jabotabek. Pelatihan petugas pengumpul data wilayah Jabotabek dilaksanakan dalam dua gelombang. Gelombang pertama diadakan di kantor PKEK dan gelombang kedua di Biro Keuangan Depkes RI. Materi yang diberikan dalam pelatihan adalah pemahaman kuesioner seperti urutan dan alur dari sistimatika pertanyaan kuesioner yang dilanjutkan dengan contoh-contoh kasus untuk simulasi
pengisian kuesioner. Diskusi juga
menyinggung kendala-kendala yang mungkin terjadi dan antisipasinya dalam proses pengumpulan data. Proses pelatihan memerlukan waktu 6 jam. Sedangkan pelatihan untuk wilayah di luar Jabotabek dilakukan kepada wakil tiap regional PT. Askes. Untuk petugas pengumpul data daerah dilatih 17 regional. Kemudian wakil tersebut merekrut dan melatih petugas pengumpul data sesuai dengan kebutuhan di daerahnya. Pelatihan petugas pengumpul data untuk wilayah di luar Jabotabek diselenggarakan pada tanggal 16 Nopember 2001. Sedangkan pelatihan petugas pengumpul data untuk wilayah Jabotabek dilakukan pada tanggal 25 Februari 2002.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
18
4.2. Pengumpulan Data Koordinasi pengumpulan data secara umum dibagi dua koordinator. Pertama; untuk wilayah Jabotabek pengumpulan data dikoordinir langsung oleh PKEK. Untuk wilayah di luar Jabotabek, pengumpulan data dilakukan oleh kantor regional dan cabang PT. Askes di daerah dengan koordinator Divisi Litbang PT. Askes Pusat. Pada tahap turun ke lapangan, pengumpul data telah dibekali beberapa pedoman, antara lain: 1. Surat pengantar untuk perusahaan yang ditanda tangani oleh Kepala PKEK dan diketahui oleh Sekjen Depkes RI 2. Ringkasan Tujuan Penelitian 3. Surat Keterangan/identitas petugas dari PKEK 4. Pedoman Pengisian kuesioner 5. Surat persetujuan dan kerahasiaan data 6. Protap kunjungan perusahaan Langkah-langkah dalam pengumpulan data ini harus dilakukan oleh petugas pengumpul data melalui tata cara yang telah dibakukan atau prosedur tetap (protap) yaitu: 1. Petugas pengumpul data menghubungi perusahaan melalui telpon atau alamat yang tertulis pada amplop kuesioner 2. Setelah alamat ditemukan, petugas pengumpul data membuat janji bertemu dengan salah seorang staf yang memiliki wewenang untuk memberikan informasi perusahaan 3. Petugas pengumpul data memberikan identitas, menceritakan tujuan penelitian, menunjukkan surat pengantar dari PKEK yang diketahui oleh Sekjen Depkes RI dan Pernyataan Kerahasiaan. 4. Petugas pengumpul data menawarkan kesiapan perusahaan untuk dilakukan wawancara. 5. Jika perusahaan tidak siap saat itu untuk diwawancara, maka kuesioner ditinggalkan untuk dipelajari agar pihak perusahaan memahami pertanyaanpertanyaan di dalam kuesioner.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
19
6. Petugas pengumpul data juga menekankan bahwa pertanyaan tentang aset perusahaan merupakan pertanyaan yang bersifat pilihan (optional). 7. Petugas pengumpul data meninggalkan identitasnya dan membuat janji akan menghubungi dalam beberapa hari kemudian untuk melakukan wawancara. 8. Jika wawancara akan dilakukan, petugas memberi surat persetujuan dan kerahasiaan data (informed consent) untuk ditanda tangani oleh perusahaan. Jika petugas pengumpul data tidak mendapatkan perusahaan yang dimaksud baik karena pailit, pindah alamat maupun menolak wawancara, petugas pengumpul data diberikan pilihan untuk memilih perusahaan lain sebagai pengganti dengan kriteria yang sama dengan perusahaan tersebut (menurut KLUI). Mekanisme pengambilan data dengan cara ini secara akademis masih sesuai dengan pemilihan sampel yang diuraikan sebelumnya. Pengumpulan data ini telah dimulai pada pertengahan Maret 2002 untuk wilayah Jabotabek dan awal April 2002 untuk di luar Jabotabek. Jumlah kuesioner yang kembali (Response Rate) adalah 1,058 kuesioner (70.53 %) dari total kuesioner yang disebarkan sebanyak 1.500 set. 4.3. Penyebab Rendahnya Pengembalian Kuesioner Ada beberapa penyebab rendahnya pengembalian kuesioner (Response Rate) yang dapat dirangkum sebagai berikut: 1) Pihak perusahaan keberatan diwawancarai dengan alasan: a) Pihak perusahaan sibuk atau tidak ada waktu untuk melakukan wawancara b) Perusahaan mengulur-ulur waktu dengan menyatakan pihak yang berkompeten sedang tidak berada di tempat c) Pihak perusahaan khawatir atas kerahasiaan data perusahaan karena terdapatnya biaya yang tercantum dalam kuesioner d) Tidak melihat manfaat bagi perusahaan dalam waktu dekat e) Perusahaan
khawatir data yang dikumpulkan akan digunakan untuk
menjatuhkan perusahaan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
20
2) Alamat perusahaan banyak yang telah berubah. Seperti telah disampaikan sebelumnya, pengambilan sampel awal diambil dari data base pembayar Pajak. Ternyata data tersebut bukan data terbaru (update). Informasi yang didapat dari personil pajak menyatakan bahwa pihak pajak baru dapat menghapus nama perusahaan sebagai pembayar pajak apabila ada laporan bahwa perusahaan yang telah pailit (tidak aktif). Selama tidak ada surat pernyataan dari pihak yang berwenang, maka data di perpajakan tetap ada. 4.4. Upaya Yang Diambil Dalam upaya mengatasi sulitnya akses ke perusahaan, beberapa cara telah ditempuh: 1) Upaya untuk bekerja-sama dengan Kantor BPS DKI Jakarta untuk merekrut petugas pengumpul data yang full-time, tidak terlaksana. Hal ini disebabkan karena pada saat bersamaan mereka sedang melakukan survai rutin mereka sendiri. 2) Upaya lain yang dilakukan adalah merekrut petugas pengumpul data yang penuh waktu dan mendapat pelatihan khusus untuk wilayah Jabotabek. Setelah menempuh tahap kedua ini, terlihat kemajuan yang bermakna. Hal ini dicoba di wilayah Jakarta Selatan dimana 80% kuesioner telah kembali. Kesulitan pengambilan data yang sering ditemui adalah tidak ditemukannya perusahaan yang telah disampling oleh PKEK. Hal ini terjadi baik di Jabotabek maupun di luar Jabotabek. Solusi yang diambil untuk wilayah Jabotabek digantikan secara random pada wilayah yang bersangkutan. Sebagai contoh, jika perusahaan yang drop berdomisili di Jakarta Selatan, maka diganti secara random dengan perusahaan lain di wilayah bersangkutan dengan KLUI dan jumlah tenaga sama. Sedangkan untuk wilayah di luar Jabotabek,
kebijaksanaan penggantian sampel diserahkan kepada
kantor regional PT. Askes masing-masing. Secara teknis, pihak kantor regional PT.Askes menggantikan sampel di wilayahnya berdasarkan jenis lapangan usaha perusahaan dan jumlah karyawannya. Secara akademik, pengambilan pengganti sampel langsung oleh petugas pengumpul data masih dalam batas kewajaran dan kewajaran ini akan diuji statistik.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
21
BAB V CLEANING, CODING, DAN ENTRI DATA Kegiatan dalam cleaning data adalah pemeriksaan kebenaran alur, kebenaran pengisian (jumlah uang dan cara penulisannya) dan memastikan isian setiap pertanyaan dalam kuesioner. Jika kuesioner tidak terisi dengan benar akan dikembalikan kepada petugas pengumpul data untuk konfirmasi lebih lanjut terutama bagi wilayah Jabotabek, sedangkan untuk luar Jabotabek dikonfirmasikan melalui telpon, fax dan email. Pada fase ini telah terlihat beberapa data yang tidak dapat diisi terutama yang menyangkut aset dan dana cair serta perincian biaya kesehatan berdasarkan pelayanan kesehatan. Pengkodean diberikan kepada nama perusahaan asli yang dikonversikan ke kode KLUI dan pemberian kode sebelum analisis lebih lanjut seperti recode berbagai variabel yang dapat dianalisis dan membuat dummy table. Setelah melalui proses di atas, kemudian data dientri dengan perangkat lunak Microsoft Access. Selanjutnya tim peneliti yang menangani entri data menyeleksi kembali proses entri awal. Kegiatan ini kami sebut double entri. Setelah diisi kemudian ditransfer ke STATA 7 dan SAS. Tahap terakhir adalah menganalisis dengan uji univariat dan bivariat sesuai dengan kebutuhan survai ini.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
22
BAB VI HASIL STUDI
6.1. Gambaran Umum Perusahaan 6.1.1. Sampel dan Uji Representatif Sampel terhadap Populasi Jumlah kuesioner yang kembali dan dianalisis adalah 70,53% atau 1.058 buah perusahaan swasta dari 1.500 buah kuesioner yang disebarkan. Bidang usaha ini disajikan dalam 9 kelompok yang disebut Kelompok Lapangan Usaha Industri (KLUI) seperti telah disampaikan dalam bab metodologi. Pengelompokkan mengacu pada kriteria BIDI (Bisnis Intelligent Data Indonesia). Kuesioner yang tidak terisi terdiri dari 362 perusahaan (24,13%) yang menolak berpartisipasi dalam studi ini dan 80 perusahaan (5,33%) yang tidak mengembalikan kuesioner. Walaupun sudah disertakan surat pengantar dari Menteri Kesehatan yang menjelaskan tujuan penelitian dan menjamin kerahasiaan data perusahaan, tetapi kenyataan di lapangan masih ditemukan bahwa banyak perusahaan yang menolak untuk berpartisipasi. Tabel 6.1. berikut menunjukkan perbandingan antara jumlah kuesioner yang direncanakan dan jumlah kuesioner yang kembali diterima oleh tim peneliti. Hasilnya menunjukkan bahwa untuk KLUI tertentu (seperti KLUI no. 5), jumlah kuesioner yang diperoleh lebih sedikit dari jumlah sampel pada rencana awal. Sebagai contoh, besar sampel di KLUI no. 5 (Konstruksi) direncanakan sebanyak 383 perusahaan tetapi hanya terealisasi sejumlah 184 perusahaan. Banyak dari perusahaan konstruksi yang sudah tidak exist yang mungkin disebabkan karena data dasar perusahaan yang dipakai adalah data tahun 2000 yang diperoleh dari BIDI. Pengumpulan data ini dilakukan pada awal tahun 2002. Sementara di KLUI no. 3 (industri pengolahan) jumlah kuesioner yang diperoleh lebih besar dari jumlah sampel pada rencana awal. Sebagai contoh, besaran sample di KLUI no.4 terealisasi 182 perusahaan dari 139 perusahaan yang direncanakan atau sekitar 130.94% dari rencana awal. Tampak pada tabel 6.1. bahwa ada 2 KLUI yang mempunyai jumlah kuesioner yang kembali lebih besar dari rencana awal yaitu KLUI no. 9 (122%) dan KLUI no. 3 (130.9%). Hal ini terjadi karena di
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
23
lapangan pengumpul data dapat mencari substitusi sebagai pengganti perusahaan yang tidak exist atau menolak berpartisipasi. Sementara KLUI yang lain mempunyai proporsi jumlah kuesioner yang kembali dibawah 100% dengan proporsi paling rendah pada KLUI konstruksi (no. 5). Tabel 6.1.: Distribusi Jumlah Kuesioner yang Disebarkan dan Kembali Menurut KLUI KLUI
Bidang usaha
1 1
2 Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan Pertambangan dan penggalian (quarrying) Industri pengolahan Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi angkutan,penggudangan dan komunikasi lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan Total
2 3 4 5 6 7 8 9
Kuesioner Kuesioner % kuesioner yang yang kembali kembali disebarkan 3 4 5 23 17 73,91 24 139 24 383 508
14 182 22 184 320
58,33 130,90 91,66 38,04 62,99
93 215
49 160
52,68 74,41
90 1.500
110 1.058
122,22 70,53
Tabel 6.2. dibawah menjabarkan distribusi perusahaan pada populasi dan sampel menurut KLUI. Urutan empat
besar di populasi dan sampel perusahaan
menurut KLUI adalah bidang perdagangan besar, eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi (KLUI no. 6) yaitu 30,25% di sampel dan 36,18% di populasi; bidang konstruksi (KLUI no. 5) yaitu 17,39% di sampel dan 25,59% di populasi; dan bidang industri pengolahan (KLUI no. 3) yaitu 17,20% di sampel dan 9,29% di populasi; dan bidang lembaga keuangan, real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan (KLUI no. 8) yaitu 15,12% di sampel dan 14,34 % di populasi.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
24
Tabel 6.2.: Distribusi Populasi dan Sampel Perusahaan Menurut Lapangan Usaha (KLUI) KLUI 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Bidang usaha
Populasi
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan Pertambangan dan penggalian (quarrying) Industri pengolahan Listrik,gas dan air Konstruksi Perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi Angkutan,penggudangan dan komunikasi Lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan Jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan TOTAL
%
Sampel
%
3.768
1,57
17
1,61
1.470 22.256 602 61.337 86.706
0,61 9,29 0,25 25,59 36,18
14 182 22 184 320
1,32 17,20 2,08 17,39 30,25
14.789 34.376
6,17 14,34
49 160
4,63 15,12
14.365 239.669
5,99 100
110 1.058
10,40 100
Representativeness merupakan isu yang paling krusial dalam menjawab pertimbangan apakah sampel yang dipilih menurut KLUI dapat mewakili seluruh populasi yang ada. Melalui uji statistik Levene’s test didapat bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna antara proporsi KLUI di populasi dan proporsi KLUI di sampel dengan nilai p=0,0589. Artinya, hasil survai dapat mewakili (representatif) populasi, sehingga hasilnya valid untuk di ekstrapolasi ke tingkat populasi. 6.1.2. Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah Pemilihan sampel dalam studi ini didasarkan pada 9 KLUI, bukan berdasarkan wilayah/ regional. Walaupun distribusi perusahaan menurut KLUI tersebar di seluruh wilayah Indonesia, tetapi terlihat bahwa ada tiga propinsi yang tidak terpilih menjadi sample. Ketiga propinsi tersebut adalah Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD), Papua, dan Maluku. Desain pemilihan sampel yang tidak didasarkan pada distribusi propinsi menyebabkan data ini kurang representatif mewakili propinsi. Walaupun demikian, tabel 6.3. menjabarkan distribusi sampel perusahaan menurut wilayah.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
25
Hampir sepertiga (27,88%) sampel perusahaan berasal dari wilayah DKI Jakarta dengan total 295 perusahaan, disusul oleh provinsi Jawa Barat dan provinsi Banten dengan jumlah sampel sebanyak 214 perusahaan (20% dari total sampel). Ketiga propinsi tersebut mewakili hampir separuh (48,11%) total sampel. Pada urutan ketiga dan keempat terdapat provinsi Jawa Tengah/D.I. Yogyakarta dan provinssi Jawa Timur dengan jumlah sampel hampir seimbang yakni masing-masing 174 perusahaan dan 142 perusahaan. Secara menyeluruh keenam propinsi di Pulau Jawa ini mewakili 77.9% dari total sampel yang ada. Tabel 6.3.: Distribusi Perusahaan Menurut Wilayah No 1 2 3 4 5 6 7 8
Wilayah Sumatera DKI Jabar & Banten Jateng & DIY Jatim Bali & Nusa Tenggara Kalimantan Sulawesi Total
Total N 82 295 214 174 142 70 34 47 1.058
% 7,75 27,88 20,23 16,45 13,42 6,62 3,21 4,44 100,00
6.1.3. Distribusi Menurut Ukuran Perusahaan Sebagaimana diketahui bersama, jumlah tenaga kerja di perusahaan mempunyai varian yang sangat lebar. Untuk kepentingan analisis, studi ini mengelompokkan perusahaan-perusahaan dalam 3 kategori yaitu perusahaan berskala “kecil” yang memiliki tenaga kerja 10-99 orang; perusahaan berskala “medium” dengan jumlah karyawan antara 100- 499 orang; dan perusahaan berskala “besar” dengan jumlah tenaga kerja >500 orang. Dari distribusi sampel perusahaan menurut ukuran perusahaan (tabel 6.4.) tampak bahwa majoritas (75%) perusahaan yang berpartisipasi dalam studi ini masuk dalam kategori perusahaan berskala kecil. Hanya 20% dari total sampel yang masuk dalam kategori perusahaan berskala medium, sementara jumlah yang masuk kategori perusahaan berskala besar jumlahnya hanya 7% dari total sampel.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
26
Tabel 6.4.: Distribusi Perusahaan Menurut Skala Perusahaan No
Skala Perusahaan
N
%
1
Kecil
758
71,64
2
Sedang
222
20,98
3
Besar
78
7,37
1.058
100
Total
Tampilan pada tabel 6.5. adalah distribusi perusahaan menurut wilayah dan skala perusahaan. Secara proporsif, perusahaan berskala besar lebih cenderung berlokasi di wilayah DKI Jakarta (10.58%) dan Jabar/Banten (13.08%), dibanding dengan wilayah lainnya. Sebagai contoh, di pulau Kalimantan dan Sulawesi masingmasing hanya terwakili satu perusahaan berskala besar dan majoritas perusahaan yang menjadi sampel berskala kecil. Proporsi perusahaan berskala kecil di setiap wilayah cukup besar (lebih dari 60%) kecuali wilayah Jabar dan Banten yang memiliki proporsi perusahaan berskala kecil kurang dari 60%. Sementara wilayah Sulawesi dan Jateng/DIY mempunyai proporsi perusahaan berskala kecil lebih dari 80%. Di kelima wilayah lainnya, proporsi perusahaan berskala medium hanya berkisar antara 15-23%. Sementara DKI, Jabar dan Banten memiliki proporsi ukuran perusahaan berskala besar yang relatif lebih banyak dibandingkan daerah lain.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
27
Tabel 6.5.: Distribusi Sampel Perusahaan Menurut Wilayah dan Skala Perusahaan Ukuran Perusahaan No
Wilayah
Kecil
Sedang %
Total
Besar
n
%
n
n
%
N
%
53
64,63
25
30,49
4
4,88
82
100
1
Sumatera
2
DKI
219
74,24
44
14,92
32
10,85
295
100
3
Jabar & Banten
123
57,48
63
29,44
28
13,08
214
100
4
Jateng & DIY
142
81,61
26
14,94
6
3,45
174
100
5
Jatim
106
74,65
32
22,54
4
2,82
142
100
6
Bali & Nusa Tenggara
53
75,71
15
21,43
2
2,86
70
100
7
Kalimantan
23
67,65
10
29,41
1
2,94
34
100
8
Sulawesi
39
82,98
7
14,89
1
2,13
46
100
Total
758
71,64
222
20,98
78
7,37
1.058
100
Tabel berikut (table 6.6.) memperlihatkan distribusi perusahaan berdasarkan bidang usaha dan skala perusahaan. Tampak bahwa KLUI no.5, 6, 8, dan 9 memiliki perbedaan proporsi sampel yang relatif besar antara perusahaan berskala kecil dengan yang berskala medium dan besar. Hal ini menunjukkan bahwa pada kelompokkelompok usaha tersebut jumlah perusahaan berskala kecil adalah sangat dominan. Sedangkan pada KLUI no. 3 tidak tampak perbedaan jumlah perusahaan yang menyolok antara yang berskala kecil, sedang, dan besar. Sementara pada KLUI no. 1 dan 4 tidak ada perusahaan berskala besar yang mewakilinya.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
28
Tabel 6.6.: Distribusi Perusahaan Menurut Bidang Usaha (KLUI) dan Skala Perusahaan KLUI
Skala Perusahaan Kecil
Sedang
Besar
Jumlah
1
9
8
-
17
2
9
4
1
14
3
84
63
35
182
4
15
7
-
22
5
152
26
6
184
6
243
55
22
320
7
36
11
2
49
8
123
29
8
160
9
87
19
4
110
Total
758
222
78
1.058
6.1.4. Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum Badan hukum digolongkan dalam tujuh golongan sesuai dengan status hukum yang mengacu pada akte pendirian perusahaan (akte notaries). Badan hukum dibagi menjadi 7 kategori dimana kategori ke 7 (lain-lain) merupakan bentuk badan hukum perusahaan yang tidak dapat digolongkan kedalam enam golongan lainnya seperti restoran, rumah-makan, salon, dan sebagainya. Kelompok usaha ini tetap memiliki tenaga kerja. Tabel 6.7. menunjukkan bahwa lebih dari separuh perusahaan berbadan hukum PT (57,94%) dan yang terkecil berbadan hukum PMA (1,5%). Perusahaan berbadan hukum CV/NV/Firma berjumlah hampir seperlima (17,3%). Secara umum, badan hukum berbentuk PT dan CV/NV/Firma mewakili sekitar 75% dari total sampel perusahaan yang ada.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
29
Tabel 6.7.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum No 1 2 3 4 5 6 7
Badan Hukum PT CV/NV/Firma Yayasan Koperasi PMA BUMD Lain-lain Total
n 613 183 79 66 16 28 73 1.058
% 57,9 17,3 7,5 6,3 1,5 2,7 6,9 100,0
Tabel 6.8.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Badan Hukum Perusahaan KLUI 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Total
Jumlah % N % N % N % N % N % N % N % N % N % N %
BADAN HUKUM PT 12 70.6% 9 64.3% 143 78.6% 5 22.7% 83 45.1% 191 59.7% 43 87.8% 106 66.3% 21 17.6% 613 57.9%
CV 3 17.6% 1 7.1% 16 8.8% 2 9.1% 94 51.1% 43 13.4% 5 10.2% 14 8.8% 5 4.6% 183 17.3%
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Yayasan Koperasi PMA
BU MD
Total Lain-lain
2 11.8%
2 1.1% 5 1.6%
3 1.9% 69 63.9% 79 7.5%
3 21.4% 2 5 1.1% 2.7% 1 13 4.5% 59.1% 1 1 .5% .5% 33 5 5 10.3% 1.6% 1.6% 1 2.0% 19 1 9 11.9% .6% 5.6% 7 2 6.5% 1.9% 66 16 28 6.3% 1.5% 2.7%
1 7.1% 16 8.8% 1 4.5% 3 1.6% 38 11.9%
8 5.0% 6 5.6% 73 6.9%
17 100.0% 14 100.0% 182 100.0% 22 100.0% 184 100.0% 320 100.0% 49 100.0% 160 100.0% 110 100.0% 1058 100.0%
30
Distribusi sampel pada tabel 6.8 di atas menggambarkan bahwa badan hukum PT dan CV ada di setiap lapangan usaha (KLUI). Demikian halnya dengan badan hukum berbentuk koperasi juga ada di hampir seluruh KLUI, kecuali dalam bidang pertambangan dan penggalian (KLUI 2). Sedangkan badan hukum berbentuk yayasan sangat dominan di bidang jasa kemasyarakatan (KLUI 9). Bidang usaha perdagangan besar, eceran, rumah makan, serat, jasa akomodasi (KLUI 6) dan bidang usaha lembaga keuangan, real estate, persewaan dan jasa perusahaan (KLUI 8) diwarnai oleh semua bentuk badan hukum perusahaan. Badan hukum perusahaan yang terjun dalam bidang pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan (KLUI 1) dan bidang usaha angkutan, penggudangan dan komunikasi (KLUI 7) hanya PT, CV/NV/ Firma, dan koperasi. BUMD sangat dominan dalam sektor usahanya bidang KLUI 4 (listrik, gas dan air). Tabel 6.9.: Distribusi Perusahaan Menurut Badan Hukum dan Skala Perusahaan No 1 2 3 4 5 6 7 Total
Badan Hukum PT CV/NV Firma Yayasan Koperasi PMA BUMD Lain-lain
Skala Perusahaan Kecil (%) Sedang (%) 376 (61,5) 170 (27,8) 165 (90,2) 15 (8,2) 62 (78,5) 14 (17,7) 57 (86,4) 7 (10,6) 11 (68,8) 3 (18,8) 20 (71,4) 6 (21,4) 65 (89,0) 7 (9,6) 756 (71,6) 222 (21,0)
Jumlah (%) Besar (%) 67 (10,6) 3 (1,6) 3 (3,8) 2 (3,0) 2 (12,5) 2 (7,1) 1 (1,4) 80 (7,4)
613 (100) 183 (100) 79 (100) 66 (100) 16 (100) 28 (100) 73 (100) 1.058 (100)
Tabel 6.9. menggambarkan bahwa skala perusahaan tidak tergantung pada bentuk badan hukum perusahaannya. Pada setiap badan hukum perusahaan terdapat ketiga skala perusahaan, yaitu perusahaan berskala kecil, medium, dan besar. Badan hukum PMA sekalipun, sebagian besar perusahaannya berskala kecil (68,8%). Namun, bersama badan hukum PT, perusahaan PMA secara proporsi memiliki persentase perusahaan ukuran besar yang tertinggi yakni PMA 12,5% dan PT 10,6%.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
31
6.1.5. Distribusi Perusahaan Menurut Karyawan Jumlah karyawan dari 1.058 sampel perusahaan pada tahun 2001 adalah 259.738 orang. Sebesar 42% karyawan berada pada KLUI perdagangan besar, eceran & rumah makan, serat dan jasa akomodasi (KLUI 6), 25% karyawan bekerja di bidang industri pengolahan (KLUI 3) dan 16% bekerja di bidang usaha lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI 8). Ketiga bidang usaha tersebut mencakup 82% dari total sampel karyawan. Distribusi karyawan secara rinci dapat dilihat pada tabel 6.10. Tabel 6.10.: Jumlah Karyawan Menurut Bidang Usaha Perusahaan (KLUI) Tahun 2001 KLUI
Bidang Usaha
1
pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan dan perikanan
2 3 4 5 6
pertambangan dan penggalian (quarrying) industri pengolahan listrik,gas dan air Konstruksi perdagangan besar,eceran dan rumah makan serat jasa akomondasi angkutan,penggudangan dan komunikasi lembaga keuangan,real estate usaha persewaan dan jasa perusahaan jasa kemasyarakatan,sosial dan perorangan Total
7 8 9
Jumlah Karyawan 1.907
% 1
2.102 63.976 2.031 16.042 109.005
1 25 1 6 42
11.935 39.330
5 15
13.410 259.738
5 100
Bila dibandingan antara tabel 6.10. dan tabel 6.2. terlihat bahwa jumlah karyawan menurut lapangan usaha berkolerasi dengan proporsi jumlah perusahaan menurut lapangan usaha (KLUI) dalam populasi. Artinya, makin besar proporsi KLUI makin besar jumlah tenaga kerjanya. Perbedaan jumlah tenaga yang mencolok antara proporsi KLUI dalam populasi ada pada KLUI 5 (bidang usaha konstruksi). Proporsi jumlah perusahaan KLUI no. 5 pada populasi adalah sekitar 17%, dimana jumlah ini lebih besar dibandingkan dengan proporsi jumlah perusahaan di KLUI no. 3 (bidang usaha industri pengolahan). Namun, jumlah karyawannya sangat jauh berbeda. Jumlah
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
32
karyawan KLUI no. 3 jauh lebih besar dibandingkan dengan KLUI 5. Penyebab utama dari perbedaan ini adalah jenis pekerjaan KLUI 5 lebih bersifat musiman atau kontrakan dibandingkan KLUI 3. Jumlah tenaga kerja KLUI 5 tergantung pada tahapan kegiatan konstruksi. Pada tahap awal kegiatan, direkrut jumlah tenaga kerja yang banyak. Sebaliknya, pada tahap finishing hanya dibutuhkan sedikit tenaga. Disamping itu, kegiatan konstruksi pada tahun 2001 sangat menurun karena kondisi ekonomi yang belum membaik. 6.1.6. Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan Sebagian besar perusahaan (86,6% atau 916 perusahaan) telah memberikan jaminan kesehatan pada karyawan dalam berbagai bentuk manfaat (asuransi kesehatan melalui pihak ketiga, penggantian biaya, penyediaan pelayanan sendiri, atau tunjangan kesehatan). Selebihnya, sekitar 13,4% (142 perusahaan) sama sekali belum memberikan jaminan kesehatan pada karyawan. Tabel 6.11. menampilkan distribusi perusahaan yang telah memberikan dan belum memberikan jaminan kesehatan. Bila dilihat lebih rinci, perusahaan yang berskala medium dan besar cenderung untuk memberi jaminan kesehatan kepada karyawannya. Sementara perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan sebagian besar berada pada perusahaan berskala kecil (82%). Tabel 6.11.: Distribusi Perusahaan Berdasarkan Pemberian Jaminan Kesehatan dan Skala Perusahaan Skala Perusahaan Kecil Sedang Besar Total
Memberi Jaminan 622 217 77 916
% 82,06 97,75 98,72 86,58
Tidak Memberi 136 5 1 142
%
Total
%
17,94 2,25 1,28 13,42
758 222 78 1.058
100 100 100 100
Tabel berikut (tabel 6.12) mencoba melihat apakah ada perbedaan perilaku dalam memberi jaminan kesehatan di masing-masing KLUI. Menarik untuk diamati bahwa seluruh perusahaan (100%) yang bergerak dalam bidang pertambangan dan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
33
penggalian (KLUI no. 2) dan bidang listrik, gas dan air (KLUI no. 4) telah memberi jaminan kesehatan kepada karyawan. Hal ini terdapat di perusahaan berskala kecil, medium, maupun besar. Demikian halnya terjadi di perusahaan industri pengolahan (KLUI no.3), hampir semua perusahaan memberi jaminan kecuali perusahan yang berskala kecil masih ada 3,57% yang belum memberikan jaminan kesehatan. Perusahaan yang bergerak dibidang jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI no.9) mempunyai perilaku yang berbeda. Majoritas perusahaan di KLUI ini berskala kecil dan hampir 25% dari jumlah tersebut belum memberikan jaminan kesehatan. Secara umum lapangan usaha yang paling buruk dalam pemberian jaminan kesehatan kepada karyawan ialah bidang konstruksi (KLUI 5) disusul bidang jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI 9). Hampir 25% perusahaan konstruksi (KLUI no.5) dan 20% perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI no.9) yang disurvai tidak memberikan jaminan kesehatan. Perusahaan konstruksi berskala kecil merupakan perusahaan yang paling jarang memberi jaminan kesehatan yakni 26,32%, disusul oleh perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan berskala kecil yaitu 24,14%. Tabel 6.12.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan, KLUI, dan Skala Perusahaan KLUI
Lapangan Industri
1
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan Pertambangan dan Penggalian
2
3
Industri pengolahan
4
Listrik, gas dan air
5
Konstruksi
Ukuran Perusahaan Kecil Sedang Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Sub total Kecil
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
7 8 15 9 4 1 14 81 63 35 179 15 7
77,78 100 88,24 100 100 100 100 96,43 100 100 98,35 100 100
Tidak Memberi 2 2 3 3 -
22 112
100 73,68
40
Memberi
%
%
Total
22,22 11,76 3,57 1,65 -
9 8 17 9 4 1 14 84 63 35 182 15 7
26,32
22 152
34
6
Perdagangan besar, eceran dan rumah makan, serat, jasa akomodasi
7
Angkutan, pergudangan dan komunikasi
8
Lembaga keuangan, real estate, ussaha persewaan dan jasa perusahaa
9
Jasa Kemasyarakatan, sosial, dan perorangan
Total
Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total
23 6 141 200 54 22 276 28 11 2 41 104 28 8 140 66 19 3 88 622 217 77 916
88,46 100 76,63 82,30 98,18 100 86,25 77,78 100 100 83,67 84,55 96,55 100 87,50 75,86 100 75 80 82,06 97,75 98,72 86,58
3 43 43 1 44 8 8 19 1 20 21 1 22 136 5 1 142
11,54 23,37 17,70 1,82 13,75 22,22 16,33 15,45 3,45 12,50 24,14 25 20 17,94 2,25 1,28 13,42
26 6 184 243 55 22 320 36 11 2 49 123 29 8 160 87 19 4 110 758 222 78 1058
Tabel berikut (tabel 6.13) mengamati adanya pola pemberi jaminan kesehatan menurut bentuk badan hukum perusahaan. Tampak bahwa untuk perusahaan berbadan hukum PMA cenderung untuk lebih taat pada peraturan ketenagakerja, yaitu memberi jaminan kesehatan pada karyawannya. Pola seperti ini ada di perusahaan berbadan hukum PT dan BUMD, dimana majoritas telah memberi jaminan kesehatan. Sementara perusahaan berbadan hukum koperasi, CV/NV/Firma, dan yayasan merupakan badan hukum yang cenderung tidak memberikan jaminan kesehatan. Sekitar 25% dari total perusahaan berbadan hukum CV/NV/Firma dan yayasan belum memberi jaminan kesehatan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
35
Tabel 6.13.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberi Jaminan Kesehatan dan Bentuk Badan Hukum No 1 2 3 4 5 6 7
Badan Hukum PT CV/NV/Firma Yayasan Koperasi PMA BUMD Lainnya Total
Memberi n % 558 91,03 142 77,60 61 77,22 48 72,73 16 100,00 27 96,43 64 87,67 916 86,58
Tidak memberi n % 55 8,97 41 22,40 18 22,78 18 27,27 1 3,57 9 12,32 142 13,42
Jumlah n 613 183 79 66 16 28 73 1.058
% 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
6.2. Gaji dan Biaya Kesehatan Karyawan Salah satu tujuan utama dari penelitian ini adalah mendapat gambaran estimasi biaya kesehatan yang dikeluarkan melalui perusahaan swasta. Berbagai pertanyaan dilontarkan untuk menggali besaran pembiayaan kesehatan yang bersumber dari sektor perusahaan swasta dan sekaligus menghitung proporsi biaya tersebut terhadap rata-rata gaji karyawan. Hasilnya, seperti ditampilkan pada tabel 6.14, menunjukkan bahwa rata-rata gaji karyawan per bulan pada tahun 2001 adalah Rp.723,000. Gaji karyawan termasuk gaji pokok, bonus, insentif, tunjangan, upah yang dikeluarkan oleh perusahaan. Rata-rata gaji ini mungkin saja di estimasi terlalu tinggi (over estimate) yang dikarenakan oleh variasi gaji yang sangat lebar dari beberapa perusahaan PMA atau perusahaan lainnya. Sebagai contoh, perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) memberikan gaji rata-rata per bulan terbesar yakni Rp 884.075,-, sementara rata-rata gaji terendah yaitu Rp 572.759,- diterima oleh karyawan yang bekerja di perusahaan pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan (KLUI no.1). Rata-rata gaji yang diterima oleh karyawan juga bervariasi sesuai dengan skala perusahaan. Semakin besar skala perusahaan, semakin tinggi rata-rata gaji karyawannya. Secara berurutan rata-rata gaji karyawan perusahaan berskala kecil, sedang, dan besar berturut-turut adalah Rp.710,000, Rp.747,000, dan Rp.779,000.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
36
Studi ini secara spesifik menanyakan rata-rata biaya kesehatan yang dikeluarkan melalui perusahaan. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih ada sebagian perusahaan yang belum memberi jaminan kesehatan pada karyawannya. Dari perusahaan yang telah menyediakan jaminan kesehatan, rata-rata biaya kesehatan karyawan per bulan adalah Rp.38,000. Rata-rata biaya kesehatan bervariasi lebar dari Rp 70.089,-/orang/bulan dinikmati oleh karyawan yang bekerja di perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) dan yang terendah adalah Rp 28.150,/orang/bulan diterima oleh karyawan yang bekerja di perusahaan angkutan, pergudangan, dan komunikasi (KLUI no.7). Bila alokasi biaya kesehatan dilihat dari skala perusahaan, ternyata tidak ada perbedaan yang bermakna antara alokasi biaya kesehatan di perusahaan berskala kecil dan berskala besar dengan rata-rata biaya kesehatan berkisar antara Rp 34,000 pada perusahaan berskala kecil dan sedang sampai Rp. 42,000 pada perusahaan berskala besar. Salah satu kriteria kecukupan biaya kesehatan adalah menghitung proporsi biaya kesehatan terhadap rata-rata gaji karyawan. Sebagai contoh, pegawai negeri sipil (PNS) dikenakan premi 2% dari gaji pokok untuk biaya kesehatan karyawan dan keluarganya. Sedang PT Jamsostek mengenakan premi sejumlah 3% dari gaji pokok untuk lajang dan 6% untuk yang telah berkeluarga. Hasil studi menunjukkan bahwa secara rata-rata proporsi biaya kesehatan karyawan terhadap rata-rata gaji ialah 5,24%. Proporsi ini jelas berbeda menurut KLUI. Perusahaan bidang listrik, gas, dan air (KLUI no.4) serta perusahaan bidang pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) berturut-turut memiliki proporsi pengeluaran kesehatan terbesar yakni 8,14% dan 7,93% dari rata-rata gaji karyawan sebulan. Sedangkan perusahaan bidang angkutan, pergudangan, dan komunikasi (KLUI no.7) serta perusahaan bidang lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI no. 8) mempunyai proporsi terendah yakni berturut-turut 4,12% dan 4,85% dari rata-rata gaji.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
37
Tabel 6.14.: Proporsi Rata-Rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji Menurut KLUI No.
Lapangan Usaha
Rata-2 Gaji/org/bln
Rata-2 Biaya Kes/org/bln
% Biaya Kes (d/c*100)
a
B
c
d
e
1
Pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan
572.759
31.609
5,52
2
Pertambangan dan penggalian (quarrying)
884.075
70.089
7,93
3
Industri pengolahan
702.548
34.567
4,92
4
Listrik, gas, dan air
694.354
56.492
8,14
5
Konstruksi
693.172
39.206
5,66
6
Perdagangan besar, eceran dan rumah makan, serat, jasa akomodasi
707.538
37.580
5,31
7
Angkutan, pergudangan, dan komunikasi
683.916
28.150
4,12
8
Lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan
876.087
42.497
4,85
9
Jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan
654.457
32.257
4,93
722.954
37.913
5,24
Total
Sementara, tabel 6.15. memperlihatkan bahwa walaupun nilai absolut biaya kesehatan/orang/bulan yang tertinggi adalah pada perusahaan besar dan yang terendah adalah pada perusahaan berskala medium, tetapi secara relatif perusahaan berskala kecil (5.48%) mempunyai proporsi biaya kesehatan terhadap gaji yang hampir sama dengan perusahaan berskala besar (5.42%) dibanding dengan perusahaan berskala medium yang hanya kontribusi sebesar 4,49% dari gaji karyawan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
38
Tabel 6.15.: Proporsi Rata-rata Biaya Kesehatan Terhadap Gaji Menurut Skala Perusahaan No.
Ukuran Perusahaan
Rata-2 Gaji/org/bulan
Rata-2 Biaya Kes/org/bulan
% Biaya Kes (d/c*100)
A
B
C
D
E
1
Kecil
710.085
38.897
5,48
2
Sedang
747.058
33.554
4,49
3
Besar
779.408
42.247
5,42
Total
722.954
37.913
5,24
Tentunya rata-rata biaya gaji dan biaya kesehatan bervariasi menurut KLUI dan skala perusahaan seperti ditunjukkan dalam tabel 6.16. Terlihat ada tiga kategori perusahaan yang memberikan rata-rata gaji sedikit diatas Rp 1 juta/bulan yakni perusahaan angkutan, penggudangan dan komunikasi (KLUI no.7) yang berskala besar; dan perusahaan lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan (KLUI no.8) yang berskala sedang; serta perusahaan jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan (KLUI no. 9) yang berskala besar. Sementara jika dilihat berdasarkan proporsi biaya kesehatan dari biaya gaji tampak dua KLUI yang mempunyai alokasi diatas 10%: (a) perusahaan pertambangan dan penggalian (KLUI no. 2) yang berskala medium yaitu 13,15%; dan (b) perusahaan listrik, gas dan air (KLUI no.4) yang berskala kecil yaitu 11,32%. Ada kemungkinan bahwa tingginya persentase biaya kesehatan tersebut lebih disebabkan karena gaji dari kedua KLUI tersebut relatif lebih kecil dari rata-rata total.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
39
Tabel 6.16.: Distribusi Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan Skala Perusahaan Tahun 2001
No.
Lapangan Usaha
a 1
B Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perburuan dan Perikanan
2
Pertambangan & Penggalian (Quarying)
3
Industri Pengolahan
4
Listrik, Gas dan Air
5
Konstruksi
6
Perdagangan Besar, Eceran & Rmh Mkn, Serat, Jasa Akomodi
7
8
Rata-2 Ukuran Gaji/org/ Perusahaan bulan Kecil Sedang Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil
d 548.064 600.540 572.759 990.543 658.748 827.174 884.075 681.354 679.078 795.658 702.548 646.980 795.870 694.354 684.825 732.399 734.648 693.172 688.320
Sedang Besar Sub total Angkutan, Penggudangan & Komunikasi Kecil Sedang Besar Sub total Lembaga Keu, Real Estate Usaha Kecil Persewaan & Jasa Perushn Sedang Besar
777.449 745.030 707.538 683.919 606.830 1.107.829 683.916 844.775 1.083.458 605.795
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
c
Rata-2 % Biaya Biaya Kes Kes/org/ (e/d*100) bulan e f 44.255 8,07 20.543 3,42 31.609 5,52 68.146 6,88 86.632 13,15 21.404 2,59 70.089 7,93 31.582 4,64 32.844 4,84 44.577 5,60 34.567 4,92 73.250 11,32 20.582 2,59 56.492 8,14 40.541 5,92 31.925 4,36 42.189 5,74 39.206 5,66 39.199 5,69 33.711 32.364 37.580 27.890 19.724 78.145 28.150 39.726 48.843 56.310
4,34 4,34 5,31 4,08 3,25 7,05 4,12 4,70 4,51 9,30
40
9
Jasa Kemasyarakatan, Sosial & Perorangan
Total
Sub total Kecil Sedang Besar Sub total Kecil Sedang Besar Total
876.087 661.783 534.587 1.064.504 654.457 710.085 747.058 779.408 722.954
42.497 35.172 21.991 33.157 32.257 38.897 33.554 42.247 37.913
4,85 5,31 4,11 3,11 4,93 5,48 4,49 5,42 5,24
Pemberian jaminan kesehatan kepada karyawan bisa dilakukan melalui berbagai metode/cara. Studi ini mengelompokkan dengan tiga cara, yaitu mengikut-sertakan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek, membeli premi dan bergabung dengan asuransi kesehatan swasta, dan menjamin pelayanan sendiri (self insured). Cara pertama dan kedua mengikuti prinsip asuransi dimana perusahaan memindahkan risiko biaya pengobatan karyawan (dan/atau keluarganya) kepada pihak ketiga (third party) dinataranya pada pihak PT. Jamsostek dan perusahaan asuransi swasta (termasuk PT Askes program sukarela). Sedangkan cara ketiga berarti perusahaan menyelenggarakan sendiri pemberian jaminan kesehatan kepada karyawannya termasuk menanggung risiko fluktuasi/variasi biaya berobat karyawan (dan/atau keluarganya). Pada dasarnya ada empat bentuk penyelenggaraan jaminan kesehatan dengan cara pelayanan sendiri, yaitu: (a) penyelenggaraan poliklinik sendiri; (b) penggantian biaya berobat; (c) kontrak dengan klinik lain; dan (d) pemberian uang kesehatan; (e) berbagai kombinasinya. Sebuah perusahaan mungkin memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dengan kombinasi dari berbagai cara diatas. Hal ini terjadi karena perusahaan tidak mungkin memberikan jaminan kesehatan yang sama untuk berbagai tingkat jabatan karyawan. Misalnya, tingkat tehnis pelaksana bisa menerima/cukup puas dengan jaminan kesehatan yang ditawarkan oleh JPK Jamsostek yang mempunyai paket manfaat terbatas pada pelayanan kesehatan dasar (yankesdas) dan harus dilayani di PPK (Pusat Pelayanan Kesehatan) terpilih (biasanya rawat jalan di Puskesmas). Sedangkan tingkat manajer keatas (termasuk direksi), lebih cenderung memilih jaminan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
41
dengan paket manfaat yang lebih komprehensif dan kualitas PPK yang lebih baik. Paket manfaat seperti ini biasanya disediakan oleh asuransi swasta. Pada tabel 6.17. tampak bahwa dari 916 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan, sebagian besar perusahaan (764 perusahaan atau 83,41%) memilih pemberian jaminan kesehatan secara tunggal. Artinya, perusahaan hanya menggunakan satu cara pemberian jaminan kesehatan, apakah dengan cara menyertakan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek saja, atau membelikan asuransi kesehatan swasta saja atau memberi jaminan pelayanan sendiri saja. Selain itu, terdapat sekitar 16.52% (152 perusahaan) yang memberikan jaminan kesehatan secara kombinasi dari dua atau tiga cara. Pemberian jaminan kesehatan secara tunggal didominasi dengan cara menjamin pelayanan sendiri (449 perusahaan atau 58,76%). Apabila dikombinasi dengan cara yang lain, jumlah perusahaan yang memberikan pelayanan sendiri mencapai 559 buah (61%). Hal ini menunjukkan bahwa enam dari sepuluh perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan memilih melakukannya sendiri, termasuk menanggung risiko terjadinya variasi biaya kesehatan karyawan. Sementara itu, proporsi perusahaan yang memilih pihak ketiga sebagai pemberi jaminan kesehatan bagi karyawan masih relatif kecil, yang masing-masing adalah 28% untuk PT Jamsostek dan 29% untuk asuransi kesehatan swasta. Tabel 6.17.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Jaminan Kesehatan Menurut Cara yang Digunakan Cara pemberian jaminan kesehatan Jamsostek Pelayanan sendiri Askes swasta Total
Tunggal 152 449 163 764
% 16,59 49,02 17,79 83,41
Kombinasi 104 110 101 152
% 11,35 12,01 11,03 16,59
Jumlah
%
256 27,95 559 61,03 264 28,82 916 100,00
Berikut ini (tabel 6.18) adalah telaah lebih dalam atas 152 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan secara kombinasi. Tampak bahwa sebagian besar perusahaan memilih kombinasi dua cara. Jumlah perusahaan yang memberikan
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
42
kombinasi dua cara memiliki proporsi hampir sama yakni (a) kombinasi Jamsostek dan Pelayanan sendiri (34%); (c) kombinasi Jamsostek dan Askes Swasta (28%); dan (c) kombinasi Pelayanan sendiri dan Askes Swasta (32%). Hanya sebagian kecil (11 perusahaan atau 7%) yang memakai kombinasi dari ketiga cara. Tabel 6.18.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Secara Kombinasi Kombinasi cara pemberian JPK
Jumlah
%
Jamsostek + Pel. sendiri
51
33,55
Jamsostek + Askes swasta
42
27,63
Pel. sendiri + Askes swasta
48
31,58
Jamsostek + pel. Sendiri + Askes swasta
11
7,24
Total
152 100,00
Seperti telah disebutkan, ada 559 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan dengan cara pelayanan sendiri (tabel 6.17). Ada banyak cara dan kombinasi pemberian jaminan kesehatan melalui pelayanan sendiri, antara lain mempunyai poliklinik sendiri, pergantian biaya, kontrak dengan klinik swasta/puskesmas, dan pemberian uang kesehatan langsung pada karyawan. Hasil studi ini menunjukkan bahwa 50,81% dari perusahaan yang memakai cara pelayanan sendiri memilih untuk memberi uang kesehatan saja, dan 29.16% nya memilih cara pergantian biaya berobat saja.
Hanya 1.97% (11 perusahaan) yang memilih menyelenggarakan poliklinik
sendiri. Data menunjukkan jumlah perusahaan yang memberikan uang kesehatan dengan berbagai kombinasinya mencapai 325 buah.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
43
Tabel 6.19.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK Dengan Cara Pelayanan Sendiri Menurut Bentuk Jaminannya
Bentuk jaminan
Jumlah % Poliklinik sendiri 11 1,97 Penggantian biaya 163 29,16 Poli. sendiri + penggantian biaya 15 2,68 Kontrak dengan klinik 29 5,19 Kontrak dengan klinik + poli. sendiri 2 0,36 Kontrak dengan klinik + penggantian biaya 10 1,79 Poli. sendiri + penggantian biaya + kontrak dengan klinik 4 0,72 Uang kesehatan 284 50,81 Uang kesehatan + poli. sendiri 1 0,18 Uang kesehatan + penggantian biaya 29 5,19 Uang kesehatan + poli. Sendiri + penggantian biaya 2 0,36 Uang kesehatan + kontrak dengan klinik 5 0,89 Uang kesehatan + poli. sendiri + kontrak dengan klinik 1 0,18 Poli. sendiri + penggantian biaya + kontrak dengan klinik + uang 3 0,54 kesehatan Total 559 100,00
Studi ini juga menggali jenis paket manfaat yang diberikan kepada karyawan. Secara normative, cakupan manfaat harus ditawarkan secara komprehensif yang meliputi rawat jalan, rujukan, obat-obatan, penunjang medis, pemeriksaan penunjang dan rawat inap. Tabel 6.20 memperlihatkan bahwa lebih dari separuh perusahaan yang memberikan JPK dengan cara pelayanan sendiri (56,35% dari 559 perusahaan) tidak memberikan jawaban tentang lingkup pelayanan kesehatan karyawan yang mereka jamin. Dari yang memberikan jawaban, 11% menyatakan hanya memberikan jaminan rawat jalan dan 2,5% hanya memberikan jaminan rawat inap. Sedangkan yang menyatakan memberikan jaminan rawat jalan dan rawat inap mencapai 13,6%. Pelayanan lain yang dijamin oleh cukup banyak oleh perusahaan ialah pelayanan obat, rawat jalan, dan rawat inap (2%); dan masing-masing 3% untuk pelayanan laboratorium, obat, rawat jalan, dan rawat inap; serta pelayanan operasi, laboratorium,
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
44
obat, rawat jalan, dan rawat inap. Menarik untuk disimak bahwa ternyata ada perusahaan yang hanya menjamin pelayanan obat saja (empat perusahaan atau 0,7%) atau pelayanan laboratorium saja atau pelayanan operasi saja masing-masing satu perusahaan atau 0,2%. Tabel 6.20.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan JPK dengan Pemberian Pelayanan Sendiri Menurut Lingkup Pelayanan yang Dijamin Lingkup pelayanan yang dijamin Rajal Ranap Rajal +Ranap Obat Obat + Rajal Obat + Ranap Obat + Rajal + Ranap Laboratorium Lab. + Ranap Lab. + Rajal + Ranap Lab. + Obat Lab. + Obat + Rajal + Ranap Operasi Operasi + Rajal Operasi + Ranap Operasi + Rajal + Ranap Operasi + Obat + Rajal Operasi + Obat + Ranap Operasi + Obat + Rajal + Ranap Operasi + Lab. + Ranap Operasi + Lab. + Rajal + Ranap Operasi + Lab. + Obat Operasi + Lab. + Obat + Rajal Operasi + Lab. + Obat + Rajal + Ranap Pemberian uang kesehatan tanpa melihat jenis pelayanan Total
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Jumlah 61 14 76 4 8 1 11 1 2 5 3 17 1 2 4 8 1 1 2 1 1 2 1 17 315
% 10,91 2,50 13,60 0,72 1,43 0,18 1,97 0,18 0,36 0,89 0,54 3,04 0,18 0,36 0,72 1,43 0,18 0,18 0,36 0,18 0,18 0,36 0,18 3,04 56,35
559 100,00
45
Tabel 6.21. menggambarkan bahwa dari 325 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan berupa uang kesehatan, separuh diantaranya diberikan dalam bentuk tunjangan biaya kesehatan (216 perusahaan) yang diterima oleh karyawan sebagai bagian dari gaji. Sementara 25% (81 buah) dari perusahaan yang memberi jaminan berupa uang kesehatan hanya memberi uang jika karyawan (atau keluarganya) sakit. Di samping uang kesehatan, perusahaan juga memberikan kombinasi jaminan kesehatan seperti poli sendiri, penggantian biaya, dan kontrak dengan klinik. Tabel 6.21.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Uang Kesehatan Menurut Metode Pemberiannya Bentuk jaminan Uang kesehatan Uang kes. + poli. sendiri Uang kes. + pengg. biaya Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya Uang kes. + kontrak dg. klinik Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. Biaya Total
Tunjangan Diberikan jika biaya kes. sakit
Jumlah
216 1 21 2 1 1 2
68 . 8 . 4 . 1
284 1 29 2 5 1 3
163
81
325
Tabel 6.22. memperlihatkan bahwa dari 325 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan berupa uang kesehatan, 285 perusahaan memberikan secara teratur dalam termin bulanan. Sepuluh persen memberikan uang kesehatan secara tahunan. Hanya sebagian kecil yang memakai cara triwulanan (8 dari 325 perusahaan).
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
46
Tabel 6.22.: Distribusi Perusahaan yang Memberikan Uang Kesehatan Menurut Periode Waktu Pemberiannya Bentuk jaminan Uang kesehatan Uang kes. + poli. sendiri Uang kes. + pengg. biaya Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya Uang kes. + kontrak dg. klinik Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. biaya Total
Bulanan Triwulan Tahunan Jumlah 256 7 21 284 1 . . 1 20 1 8 29 2 . . 2 4 . 1 5 1 . . 1 1 . 2 3 285
8
32
325
Tabel 6.23. menunjukkan bahwa hampir 10% (32 dari 325 perusahaan) yang menyediakan jaminan kesehatan berupa uang kesehatan sebesar lebih dari 30% dari rata-rata gaji per bulan. Walaupun majoritas dari perusahaan (70,76%) memberikan uang kesehatan kurang dari 10% dari rata-rata gaji per bulan. Tabel 6.23.: Distribusi Perusahaan Menurut Proporsi Dana Kesehatan Terhadap Rata-Rata Gaji Bulanan Karyawan Jenis Jaminan Uang kesehatan Uang kes. + poli. sendiri Uang kes. + pengg. biaya Uang kes. + poli. sendiri + pengg. biaya Uang kes. + kontrak dg. Klinik Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik Uang kes. + poli. sendiri + kontrak dg. klinik + pengg. Biaya Total
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
< 10 % 10-19% 20-29% >=30% Total 207 39 15 23 284 1 . . . 1 15 3 4 7 29 2 . . . 2 3 . 2 . 5 1 . . . 1 . . 2 3 1 230
42
21
32
325
47
Pada tabel 6.24. tampak bahwa dari tiga cara pemberian jaminan kesehatan pada karyawan, rata-rata biaya kesehatan/karyawan/bulan dengan cara pelayanan sendiri saja adalah Rp 38.021,-, Angka ini lebih besar dibandingkan dengan cara mengikut-sertakan pada JPK Jamsostek saja (Rp 35.709,-) maupun mengikut-sertakan pada asuransi kesehatan swasta saja (Rp 35.895,-). Rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan terbesar pada pelayanan sendiri diduduki oleh perusahaan bidang listrik, gas, dan air (KLUI no.4) sebesar Rp.86,000 disusul kelompok pertambangan dan penggalian (KLUI no.2) sebesar Rp.69,000. Rata-rata biaya kesehatan terkecil ada di kelompok usaha jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan dan usaha angkutan, pergudangan, dan komunikasi (KLUI no. 9 ) sebesar Rp 30,000. Sementara pada pemberian jaminan kesehatan melalui JPK Jamsostek, rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan terbesar diduduki oleh perusahaan yang bergerak di bidang lembaga keuangan, real estate, usaha persewaan, dan jasa perusahaan (KLUI no.8) yaitu sebesar Rp 66,000 dan yang terkecil terdapat di bidang pertanian, peternakan, kehutanan, perburuan, dan perikanan (KLUI no.1) sebesar Rp.50,000; disusul oleh kelompok jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan (KLUI no.9 ) sebesar Rp 19,000. Biaya JPK Jamsostek sebesar lima ribu rupiah per karyawan per bulan sekaligus menggambarkan rendahnya rata-rata gaji yang diberikan oleh perusahaan tersebut, hanya berkisar antara Rp 83,000 sampai Rp 167,000, mengingat besar iuran JPK Jamsostek adalah 3% bagi pekerja lajang dan 6% bagi pekerja yang telah berkeluarga. Perlu diperhatikan bahwa jumlah sampel perusahaan yang memiliki biaya kesehatan yang terkecil hanya satu buah (tabel 6.26). Sehingga hasilnya kurang representatif dan mempunyai keterbatasan dalam generalisasi. Sebaliknya, rata-rata biaya kesehatan per orang per bulan tertinggi sebesar Rp 66,000 juga menimbulkan pertanyaan, mengingat batas maksimal iuran JPK Jamsostek per bulan hanya Rp 30,000 bagi pekerja lajang dan Rp 60,000 bagi yang telah berkeluarga. Sedangkan pada perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan karyawan dengan cara mengikut-sertakannya sebagai peserta asuransi kesehatan swasta saja, ratarata biaya per karyawan per bulan terbesar ditempati oleh kelompok usaha pertambangan dan penggalian (KLUI no. 2) yaitu sebesar Rp 83,000. Rata-rata biaya
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
48
kesehatan yang
terkecil adalah kelompok industri pengolahan (KLUI no. 3) dan
kelompok listrik, gas, dan air (KLUI no. 4) berturut-turut sebesar Rp 23,000 dan Rp 25,000. Tabel 6.24.: Rata-rata Biaya Kesehatan/Karyawan/Bulan Menurut KLUI dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan Jamsost Pel. Jamsostek Jamsostek Pel. ek+ sendiri+ +Pel.sendi Lapangan Askes + Jamsostek Total Sendiri usaha swasta Askes Askes ri+Askes Pel.sendiri swasta swasta swasta Pertanian 5.140 38.235 26.271 30.169 . 36.194 . 31.609 Pertambangan 35.417 68.649 . 83.025 . . 21.404 70.089 Industri 36.622 32.287 32.681 23.345 28.104 76.008 41.667 34.567 Listrik 25.287 86.308 25.000 25.185 75.798 38.578 . 56.492 Konstruksi 30.700 40.291 72.091 34.989 38.511 47.779 38.373 39.206 Perdagangan 31.164 40.117 35.940 33.946 51.008 33.936 37.837 37.580 Angkutan 30.108 30.239 7.876 26.943 . 35.838 10.579 28.150 Lemb. 65.920 37.929 43.258 40.577 41.933 46.743 14.472 42.497 Keuangan Jasa 19.196 30.133 19.540 39.190 35.543 33.326 88.326 32.257 Total 35.709 38.021 40.122 35.895 43.141 44.626 34.347 37.913 Tabel 6.25.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha dan Cara Pemberian Jaminan Kesehatan Pel. Jamsostek Jamsostek Sendiri Ketiga Jamsos Pel. Jumlah Lapangan usaha + + Swasta +Swas nya tek Sendiri Pel.Sendiri Swasta ta Pertanian 1 6 2 5 . 1 . 15 Pertambangan 1 5 . 7 . . 1 14 Industri 45 86 13 19 6 9 1 179 Listrik 3 10 1 5 1 2 . 22 Konstruksi 35 65 9 21 5 3 3 141 Perdagangan 40 134 12 55 15 18 2 276 Angkutan 7 19 2 7 . 4 2 41 Lemb. Keuangan 16 71 9 25 12 6 1 140 Jasa 4 53 3 19 3 5 1 88 Total 152 449 51 163 42 48 11 916
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
49
Tabel 6.26. memperlihatkan bahwa 11 dari 20 perusahaan tidak memberikan jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan. Hanya 45% perusahaan yang menyediakan jaminan kesehatan bagi suami atau isteri dari para karyawan. Demikian pula, tabel 6.27. menunjukkan bahwa tidak seluruh perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan juga memberikan jaminan kesehatan bagi anak karyawan. Dari 473 perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan bagi suami/isteri karyawan, ada 18 (3,8%) perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan bagi anak. Pada tabel 6.28. tampak bahwa lebih dari separuh perusahaan yang menjamin kesehatan anak karyawan, memberikan jaminan bagi tiga orang anak dan seperempat lainnya menjamin dua anak. Namun, ada 3,3% perusahaan yang hanya menjamin satu anak. Sebaliknya, juga ada 11% perusahaan yang menjamin kesehatan anak hinga empat orang. Tabel 6.26.: Distribusi Perusahaan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Suami/Isteri Karyawan Pemberian jaminan kesehatan pada Jumlah % suami/isteri karyawan Ya 473 44,71 Tidak 585 55,29 Total 1.058 100,00
Tabel 6.27.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Suami / Isteri Karyawan Menurut Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Anak Pemberian jaminan kesehatan pada anak Ya Tidak Total
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Jumlah
%
455 43,01 18 1,70 473 100,00
50
Tabel 6.28.: Distribusi Perusahaan Yang Memberikan Jaminan Kesehatan Pada Anak Menurut Jumlah Anak Yang Dijamin Jumlah anak yang dijamin 1 2 3 4 >4 Total
Jumlah
%
15 3,30 116 25,49 265 58,24 50 10,99 9 1,98 455 100,00
Pada tabel 6.29. dan tabel 6.30. tampak bahwa dari sampel sebanyak 1.058 perusahaan, hanya ada 54 perusahaan (5,89%) yang memberikan jaminan kesehatan kepada para pensiunan/mantan karyawan.
Sebagian besar perusahaan tidak
memberikan jaminan kesehatan bagi para pensiunannya. Situasi ini merata terjadi pada semua bidang usaha perusahaan. Berdasarkan bidang usaha perusahaan, proporsi perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada pensiunannya berkisar antara 3,3-8,8%. Bahkan, dari sampel 22 perusahaan listrik, gas, dan air minum tidak ada satu pun yang memberikan jaminan kesehatan bagi pensiunannya. Tabel 6.29.: Distribusi Perusahaan Yang Melakukan Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan Pemberian jaminan kesehatan pada pensiunan karyawan Ya Tidak Total
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Jumlah
%
54 5,89 862 94,10 916 100,00
51
Tabel 6.30.: Distribusi Perusahaan Menurut Lapangan Usaha Dan Pemberian Jaminan Kesehatan Pada Pensiunan Karyawan Lapangan usaha Pertanian Pertambangan Industri Listrik Konstruksi Perdagangan Angkutan Lemb. Keuangan Jasa Total
Pemberian jaminan kesehatan pada pensiunan Ya % Tidak % 1 5,88 14 94,12 1 7,14 13 92,86 6 3,30 173 96,70 . . 22 100,00 8 4,35 133 95,65 11 3,44 255 96,56 4 8,16 37 91,84 14 8,75 126 91,25 9 8,18 79 91,82 54 5,10 862 94,90
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Total 15 14 179 22 141 266 40 140 88 916
% 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00 100,00
52
BAB VII PEMBAHASAN
7.1. Keterbatasan Penelitian Seperti halnya dengan studi-studi lain, penelitian ini tidak luput dari berbagai keterbatasan. Keterbatasan pertama yang sangat mengganggu kelancaran pada tahap penelitian adalah tidak tersedia basis data (data base) perusahaan yang mutakhir untuk pengambilan sampel. Basis data yang tersedia sifatnya fragmented dengan variabel yang sangat terbatas. Sebagi contoh, data BIDI hanya merekam jumlah perusahaan menurut lapangan usaha industri (KLUI) tetapi tidak tersedia informasi jumlah karyawan. Sedangkan sumber data lain seperti Ditjen Pajak hanya mencatat data jumlah perusahaan berikut jumlah karyawannya tetapi tidak disertai informasi klasifikasi jenis lapangan usaha (KLUI). Ditambah lagi kondisi data kedua sumber tadi yang tidak mutakhir. Begitu banyak waktu yang terbuang dalam tahap persiapan antara lain mencari data dasar perusahaan yang dipakai sebagai kerangka pemilihan sample (sampling framework). Oleh karena itu, dimasa depan perlu dilakukan langkah koordinatif dalam pengumpulan data perusahaan yang lengkap dan mutakhir (up-todate). Keterbatasan kedua adalah keterbatasan di lapangan dimana perusahaan masih belum terbiasa berbagi data perusahaan, apalagi yang berkaitan dengan data keuangan. Banyak perusahaan yang bersikap menerima/kooperatif dalam pengumpulan data ini, walaupun tidak semua bersedia memberikan data yang dibutuhkan oleh tim peneliti. Kuesioner yang disiapkan dalam survei ini mencoba mendata informasi keuangan perusahaan seperti aset perusahaan, dana cair, alokasi untuk kesehatan dan lain-lain. Kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa majoritas perusahaan masih belum bersedia membagi informasi keuangan karena alasan rahasia, takut disalah gunakan, belum diolah, dsb. Perlu diingat bahwa penelitian ini adalah kajian pembiayaan kesehatan di perusahaan swasta yang pertama di Indonesia, sehingga lumrah bila sebagian dari perusahaan belum kooperatif karena tidak memahami tujuan makro dari survei ini. Biasanya data biaya/finansial perusahaan hanya digali oleh petugas Ditjen
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
53
Pajak, sehingga ketika datang petugas pengumpul data dari tim kami, sebagian dari perusahaan tersebut bersikap menolak karena kekhawatiran data yang mereka berikan akan disalah-gunakan. Agar memudahkan pelaksanaan studi serupa dikemudian hari perlu dilakukan sosialisasi kepada perusahaan-perusahaan, misalnya wajib lapor gaji dan biaya kesejahteraan karyawan, termasuk biaya kesehatan, bagi perusahaan yang memiliki jumlah karyawan tertentu. Keterbatasan ketiga adalah kejujuran dalam pemberi data oleh perusahaan, terutama yang berkenaan dengan data keuangan. Pengisian kuesioner hanya berdasarkan keterangan responden dan tidak dilakukan cek silang dengan dokumen tertulis. Akibatnya tim peneliti menemukan banyak data yang kadang-kadang tidak layak/ tidak konsisten sehingga perlu konfirmasi ulang pada perusahaan. Berbagai macam kendala dialami ketika rekonfirmasi data dilakukan. Upaya dijalankan melalui telepon, fax, dan email agar perusahaan termotivasi untuk melengkapi data kuesioner. Namun sebagian perusahaan bersikap tidak kooperatif dengan memberikan alasan tidak ada pihak yang berwenang dalam hal itu. Untuk mengantisipasi kondisi diatas, beberapa langkah treatment data dilakukan sebelum analisis dimulai. Data ditelaah berdasarkan kelayakan nilai-nilai normatif suatu perusahaan dalam memberikan biaya pelayanan kesehatan. Manakala tim peneliti menemukan nilai-nilai data yang berlaku diluar standar normatif, tim peneliti melakukan cek silang pada kuesioner dan melakukan komunikasi dengan pihak perusahaan. Dalam cek silang ini, kadang-kadang ditemukan kesalahan pengisian data oleh pihak perusahaan. Pada umumnya kesalahan terjadi dalam menerjemahkan isian data biaya dalam ribuan rupiah. Pembetulan kesalahan data dilakukan per kuesioner yang memiliki nilai yang jauh menyimpang dari nilai normatif. Jika perusahaan tidak memberikan informasi yang lain seperti yang tercantum didalam kuesioner, tim peneliti memperlakukan data tersebut dengan menarik ke rata-rata nilai KLUI. Keterbatasan keempat adalah tidak diperoleh rincian penggunaan biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan, misalnya untuk apa saja biaya kesehatan tersebut dipakai oleh karyawan/keluarga karyawan: untuk rawat jalan, rawat inap, obat, tindakan, atau pemeriksaan penunjang lain. Informasi ini memang sangat penting untuk penentu kebijakan, sementara pihak perusahaan mempunyai persepsi yang lain. Majoritas dari mereka tidak mengisi informasi ini secara rinci.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
54
Keterbatasan kelima ialah tidak diketahui apakah seluruh tenaga kerja di perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan mengikut-sertakan semua karyawan dalam program jaminan kesehatan. Walaupun ada UU yang mewajibkan perusahaan swasta untuk memberikan program jaminan kesehatan bagi seluruh karyawan beserta keluarganya, tetapi kenyataan di lapangan menunjukkan bahwa masih banyak perusahaan yang tidak mematuhinya. Keterbatasan lain adalah tidak diketahuinya sumber pembiayaan kesehatan karyawan; apakah bersumber dari pemotongan gaji karyawan atau kontribusi perusahaan seluruhnya atau kombinasi keduanya. Seperti pegawai negeri sipil (PNS) yang wajib mengikuti program Askes, premi dibiayai oleh para pegawai dengan memotong langsung dari gaji. Kondisi ini mungkin berbeda di perusahaan swasta dimana kebanyakan pihak perusahaan ber kontribusi, baik sebagian atau seluruhnya, sebagai bagian dari fringe benefit karyawan. Hal ini tidak dikaji secara mendalam dalam studi ini. 7.2. Situasi Jaminan Kesehatan Karyawan Di dalam bab hasil telah disajikan bahwa secara umum perusahaan telah memberikan gaji sesuai ketentuan upah minimum propinsi. Upah minimum tertinggi di Indonesia adalah di Jakarta yakni sekitar Rp 590 ribu. Data pada tabel 6.15. menunjukkan bahwa rata-rata gaji per bulan telah mencapai Rp 723 ribu dengan kisaran antara Rp 573 sampai Rp 884 ribu. Sejalan dengan hal di atas, rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan adalah Rp 38 ribu dengan kisaran antara Rp 28 ribu sampai Rp.70 ribu. Dalam proporsi, biaya kesehatan tersebut mencapai 5,24% dari gaji sebulan dengan kisaran 4,12-8,14%. Secara normatif dengan acuan ketentuan undang-undang nomor 3 tahun 1992 tentang Jamsostek mewajibkan perusahaan untuk alokasi premi jaminan kesehatan sebesar 3% bagi pekerja lajang dan 6% bagi yang berkeluarga. Dengan demikian data menunjukkan cukup dipatuhinya ketentuan oleh perusahaan milik swasta yang memberi program jaminan kesehatan. Biaya kesehatan sebesar itu mungkin telah memadai untuk pelayanan kesehatan dasar (yankesdas) sesuai standar Jamsostek, walaupun mungkin belum memadai untuk pelayanan kesehatan komprehensif kepada karyawan. Misalnya, perusahaan hanya memberikan penggantian jaminan biaya rawat jalan saja atau rawat inap saja atau bahkan hanya
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
55
memberikan penggantian sebesar persentase biaya tertentu saja. Seperti diketahui bahwa jaminan pelayanan kesehatan JPK Jamsostek tidak menjamin (exclusion) jenisjenis pelayanan kesehatan yang bersifat catastrophic yang relatif memerlukan biaya tinggi seperti pelayanan jantung, hemodialisis, dan kanker. Banyak jaminan yang membuat batasan (limitation) lama rawat inap di rumah sakit dengan batasan 60 hari per episode sakit. Banyaknya exclusion di paket jaminan yang ditawarkan menyebabkan karyawan kurang merasakan manfaat dari program perlindungan jaminan kesehatan seperti ini. Mengingat mahalnya biaya kesehatan yang disebabkan oleh tingginya angka inflasi dan besar gaji karyawan yang tidak jauh dari UMR, maka tampak besaran proporsi biaya kesehatan tersebut perlu ditingkatkan lagi menjadi 8-10% dari total gaji sebulan. Peningkatan proporsi biaya kesehatan ini harus dilakukan, kecuali jika nominal gaji dinaikkan satu setengah kali lipat dari rata-rata gaji tersebut di atas. Dengan menaikkan gaji karyawan otomatis nominal jaminan kesehatan juga akan naik tanpa menaikkan persentase biaya kesehatan karyawan. Hanya berpedoman pada proporsi biaya kesehatan terhadap gaji saja kurang relevan, terutama bila nilai nominal gaji yang relatif kecil. Pemberian jaminan kesehatan oleh perusahaan kepada karyawan dapat dilakukan melalui empat cara yaitu a). diikut sertakan sebagai peserta JPK Jamsostek; b). pemberian pelayanan kesehatan sendiri; c). diikutkan sebagai peserta asuransi kesehatan swasta; dan d) kombinasi. Studi ini membatasi subjek penelitian pada perusahaan-perusahaan milik swasta dengan jumlah karyawan minimal 10 orang. Mengacu pada undang-undang nomor 14 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial tenaga Kerja (Jamsostek) dan Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Jamsostek, perusahaan dengan jumlah tenaga kerja minimal 10 orang wajib mengikut-sertakan para karyawannya sebagai peserta JPK Jamsostek, kecuali jika perusahaan tersebut telah memberikan jaminan kesehatan yang lebih baik dibandingkan dengan yang diberikan oleh JPK Jamsostek. Adanya perusahaan yang belum memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan ini tidak terlepas dari adanya kebijakan opting-out dalam Peraturan Pemerintah nomor 14 tahun 1993, yaitu perusahaan yang memenuhi syarat tertentu diperbolehkan tidak mengikut-sertakan karyawannya menjadi peserta JPK Jamsostek.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
56
Hasil studi menunjukkan bahwa sebagian besar perusahaan milik swasta (86,58%) telah memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dalam berbagai bentuk manfaat, walaupun masih terdapat sebagian kecil (13,42%) perusahaan yang sama sekali belum memberikan jaminan kesehatan pada karyawan. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan peraturan perundang-undangan dibidang ketenagakerjaan terutama yang berkaitan dengan pemberian jaminan kesehatan oleh perusahaan swasta masih perlu ditingkatkan. Lebih mengejutkan lagi ternyata masih ada BUMD (3,57%), sebagai badan usaha milik pemerintah daerah, yang tidak memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan. Secara normatif BUMD sebagai unsur pemerintah seharusnya memberikan contoh yang baik dalam melaksanakan perundang-undangan Jamsostek tersebut. Diantara perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan, hampir separuh perusahaan (49,02%) di semua KLUI memberikan jaminan kesehatan berupa pelayanan sendiri. Jumlah perusahaan yang ikut JPK Jamsostek dan kombinasinya adalah 27,95% dan yang ikut asuransi kesehatan swasta dan kombinasinya adalah 28,82%. Paparan diatas menunjukkan bahwa jaminan kesehatan berupa pelayanan sendiri masih sangat dominan dalam mewarnai pembiayaan pelayanan kesehatan karyawan perusahaan swasta. Secara teoritis, penyelenggaraan pelayanan kesehatan sendiri oleh perusahaan mempunyai keterbatasan pada paket pelayanan (benefit package) yang diterima karyawan. Data menunjukkan bahwa separuh perusahaan yang menjamin kesehatan karyawan dengan cara pelayanan sendiri memberikan dalam bentuk uang kesehatan. Seperempat (25%) dari total perusahaan memberikan jaminan kesehatan dalam bentuk uang dengan batas maksimal (ceiling) yang bervariasi sesuai dengan fungsi dan jabatan karyawan. Tidak jarang terjadi bahwa pagu dana yang dialokasikan pada karyawan tidak mencukupi biaya kesehatan yang memang semakin canggih dan mahal. Implikasinya, karyawan harus menanggung sebagian dari risiko bila mereka jatuh sakit dan/atau memerlukan perawatan kesehatan yang lebih intensif. Dari survei ini tampak bahwa perusahaan yang memberikan pelayanan kesehatan secara komprehensif (meliputi rawat jalan, rawat inap, obat, laboratorium, dan operasi) relatif kecil, yaitu hanya 3.04%. Lebih banyak yang memberikan jaminan secara parsial seperti hanya
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
57
rawat jalan (10,91%), hanya rawat inap (2,5%), jaminan rawat jalan dan rawat inap (13,6%). Lebih dari separuh perusahaan (56,35%) memberikan uang kesehatan tanpa melihat jenis pelayanan yang digunakan. Data ini menunjukkan bahwa perusahaan yang memilih cara pelayanan sendiri sebagian besar tidak sesuai dengan aturan dan ketentuan perundang-undangan dibidang Jamsostek. Ditambah lagi dengan isu kualitas pelayanan yang mungkin jauh dibawah standar pelayanan. Secara normatif, perusahaan memberikan jaminan kesehatan dasar yang mencakup kelima macam pelayanan tersebut. Tujuan utama studi ini adalah mendapat gambaran total dana yang dialokasikan di sektor kesehhatan dalam rangka menunjang kesejahteraan karyawan di perusahaan swasta. Sehingga eksplorasi lebih dalam atas dampak pelayanan sendiri pada efisiensi tidak dalam lingkup studi ini. Demikian halnya tidak dilakukan pengukuran dampak pelayanan kesehatan sendiri terhadap kualitas pelayanan. Data di lapangan menunjukkan bahwa perusahaan swasta lebih menyukai untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan sendiri, seperti mempunyai klinik dan dokter di lokasi tempat bekerja. Beberapa alasan yang mungkin dikemukakan adalah ketentuan Undang-undang Jamsostek yang mengharuskan perusahaan membayar biaya iuran JPK Jamsostek tanpa kontribusi dari pekerja dan adanya opting-out dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian, perusahaan tidak mempunyai insentif untuk mengikut sertakan pada JPK Jamsostek. Alasan lain mungkin karena penambahan beban administrasi perusahaan tidak signifikan. Faktor ketersediaan tenaga medis khususnya dokter juga menjadi salah satu pertimbangan untuk penyelenggaraan sendiri. Hal lain yang juga menjadi pertimbangan adalah faktor kenyamanan bagi karyawan berobat tanpa harus meninggalkan tempat kerja yang terlalu lama dan jam buka yang relatif lebih lama. Penelitian lanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui secara spesifik justifikasi kenapa lebih menyukai menyelenggarakan pelayanan kesehatan sendiri. Dari aspek pemasaran, sebenarnya masih terbuka peluang yang cukup besar bagi pihak ketiga seperti PT. Askes (program sukarela), PT Jamsostek, dan perusahaan asuransi swasta, untuk mengemas dalam bentuk paket kesehatan yang menarik agar perusahaan-perusahaan swasta yang selama ini menyelenggarakan sendiri tergabung
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
58
dalam pool yang lebih besar dan terstruktur. Harapannya paket manfaat yang diterima oleh karyawan lebih baik dengan kualitas yang memenuhi standar minimal. Ditinjau dari lapangan usaha (KLUI), hampir semua perusahaan di bidang usaha ‘pertambangan dan penggalian’ dan ‘bidang listrik, gas, dan air’ telah memberi jaminan kesehatan kepada karyawannya. Bidang usaha pertambangan secara relatif memang telah memberikan kesejahteraan yang sangat baik. Hal ini ditandai dengan seluruh perusahaan dalam bidang usaha ini telah memberikan jaminan kesehatan bagi para karyawannya. Sedangkan bidang usaha yang secara persentase paling sedikit memberikan jaminan kesehatan adalah perusahaan “konstruksi” dan perusahaan “jasa kemasyarakatan, sosial, dan perorangan “, terutama untuk perusahaan dengan jumlah pegawai yang kurang dari 100 orang. Seperti telah dipahami bersama, sebagian besar karyawan yang bekerja di perusahaan konstruksi ber skala kecil, mempunyai banyak pegawai lepas atau pegawai tidak tetap karena type perusahaan yang sangat bergantung pada keberadaan proyek. Untuk menghindari biaya overhead
yang tinggi termasuk biaya gaji pegawai,
karyawan di rekrut berbasis proyek (dalam jangka pendek). Dengan demikian perusahaan akan terhindar dari risiko beban overhead termasuk pemberian jaminan kesehatan bagi karyawannya. Bidang usaha “kemasyarakatan, sosial, dan perorangan” umumnya berbadan hukum yayasan dan bersifat sosial dengan jumlah pegawai relatif kecil. Sebagian besar perusahaan ini mengandalkan pendapatan dari sumbangan para dermawan sehingga tingkat kesejahteraan karyawan relatif rendah, termasuk tidak mendapatkan jaminan kesehatan dari perusahaan. Sementara itu, jika ditinjau dari ukuran perusahaan tidak ada perbedaan yang menyolok dalam biaya kesehatan per karyawan per bulan antara perusahaan yang ber skala kecil, sedang, dan besar. Secara teoritis perusahaan besar lebih mampu karena memiliki kemampuan finansial yang lebih besar dibandingkan dengan perusahaan yang berskala sedang atau kecil. Sehingga biaya kesehatan perusahaan besar lebih banyak dibandingkan dengan perusahaan sedang atau kecil. Sedangkan kenyataannya tidak demikian, hal ini dapat disebabkan karena bervariasinya lapangan usaha dan cara pemberian pelayanan kesehatan kepada karyawan.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
59
7.3. Jaminan Kesehatan Suami/Isteri dan Anak Mengacu pada penyajian di tabel 6.27. diketahui bahwa lebih dari separuh perusahaan hanya memberikan jaminan kesehatan terbatas pada karyawan saja, tidak termasuk jaminan kesehatan keluarga (suami/isteri) tenaga kerja. Selanjutnya di tabel 6.28. tampak bahwa diantara perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada suami/isteri pun masih ada yang belum memberikan jaminan kesehatan bagi anak dari karyawan. Bahkan tiga dari sepuluh perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada anak pun memberi batasan jaminan kesehatan pada dua anak pertama. Bila dikaji lebih dalam, praktek di lapangan seperti ini sudah melanggar ketentuan perundang-undangan dibidang Jamsostek yang seharusnya menjamin kesehatan suami/isteri tenaga kerja serta tiga orang anak. 7.4. Jaminan Kesehatan Pensiunan Di bidang jaminan kesehatan pada pensiunan lebih memprihatinkan lagi. Hanya terdapat 5,1% dari total perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan pada pensiunan. Perusahaan yang tidak memberikan jaminan kesehatan pada pensiunannya memang tidak melanggar ketentuan perundang-undangan, karena hal tersebut tidak diatur. Namun langkah yang telah ditempuh oleh perusahaan yang memberikan jaminan kesehatan kepada pensiunan perlu diikuti untuk menjamin akses mereka pada pelayanan kesehatan. Secara normative jaminan kesehatan untuk pensiunan lebih dibutuhkan karena kondisi tubuh yang menurun di usia senja. 7.5. Ekstrapolasi Biaya Kesehatan Perusahaan Swasta Hasil analisis data survai bahwa rata-rata biaya kesehatan pada tahun 2001 adalah Rp 37.913,-/karyawan/bulan. Berdasarkan data tersebut tim peneliti melakukan ekstrapolasi biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan di seluruh Indonesia pada tahun 2001 dengan langkah-langkah sebagai berikut (perhatikan tabel 28):
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
60
1. Menentukan jumlah karyawan berdasarkan KLUI. Menurut data Sakernas 2001, jumlah karyawan yang bekerja di sektor formal adalah 23.412.055 tenaga kerja. Jumlah karyawan ini dibagi ke masing-masing KLUI. Sebagai contoh jumlah karyawan di KLUI no.1 adalah 7.705.405 tenaga kerja. 2. Menentukan prosentase perusahaan yang memberi jaminan kesehatan. Seperti diketahui, tidak semua perusahaan memberi jaminan kesehatan bagi karyawan. Pola ini berlainan dari satu KLUI ke KLUI yang lain. Prosentase perusahaan yang memberi jaminan kesehatan diambil dari hasil studi ini, sebagaimana tertera dalam tabel 6.12. Sebagai contoh hanya 88,24% dari jumlah perusahaan di KLUI no. 1 yang memberi jaminan kesehatan. Angka 88,24% dipakai sebagai dasar estimasi biaya kesehatan di KLUI no. 1. 3. Menghitung jumlah karyawan yang mendapat jaminan kesehatan. Tidak semua karyawan bekerja di perusahaan berskala kecil, medium, dan besar. Ada juga yang bekerja pada perusahaan berskala sangat kecil dimana jumlah pegawai di bawah 10 karyawan. Dengan menggunakan teknik pareto terhadap jumlah karyawan yang tidak mendapat pelayanan kesehatan, ditentukan bahwa probabilitas karyawan yang bekerja di perusahahaan berskala kecil, medium, dan besar adalah 73,15%. Jadi, estimasi jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 10 dan mendapat jaminan kesehatan adalah hasil perkalian antara jumlah karyawan per-KLUI (kolom a) dengan prosentase pemberian jaminan per-KLUI (kolom b). Sebagai contoh di KLUI no. 1, jumlah karyawan yang bekerja di perusahaan dengan pegawai lebih dari 10 dan mendapat jaminan adalah 0,8824 x 0,7315 x 7.705.405 = 4.973.651. 4. Rata-rata biaya kesehatan per-KLUI sebagaimana telah disampaikan pada bab hasil ada pada kolom d. Sebagai contoh rata-rata biaya kesehatan di KLUI no. 1 adalah Rp. 31.609,-. 5. Menghitung jumlah biaya kesehatan per-bulan dengan mengalikan nilai pada kolom c dan kolom d. Sebagai contoh, total biaya kesehatan yang telah dikeluarkan untuk KLUI no. 1 adalah Rp 157,2 Milyar. 6. Menghitung biaya pertahun dengan mengalikan kolom e dengan 12. Sebagai contoh, rata-rata biaya kesehatan di KLUI no.1 setahun adalah Rp 1,886 triliun.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
61
Hasil perhitungan ekstrapolasi biaya kesehatan yang dihitung menurut KLUI menghasilkan estimasi total biaya kesehatan yang melalui perusahaan pada tahun 2001 yaitu sebesar Rp 6,138 triliun (lihat pada tabel 7.1). Langkah selanjutnya adalah melakukan proyeksi biaya kesehatan perusahaan swasta untuk tahun 1998, 1999, 2000, dan 2002. Beberapa asumsi yang digunakan dalam perhitungan adalah: -
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja bervariasi dari tahun ke tahun. Asumsi pertumbuhan jumlah tenaga pada tahun 1999 adalah 1,31%; tahun 1998 adalah 0,71 dan pada tahun 2000 1,15% (BPS).
-
Asumsi Inflasi biaya kesehatan pada tahun 1999 adalah 21,53%; pada tahun 2000 adalah 5,56%; dan pada tahun 1998 adalah sebesar 65,4%.
-
Diasumsikan bahwa proporsi jumlah perusahaan yang memberi jaminan kesehatan kepada karyawan dan probabilitass karyawan yang mendapat jaminan kesehatan sama dengan kondisi pada tahun 2001
-
Pertumbuhan jumlah tenaga kerja dan inflasi 2002 dianggap sama dengan keadaan tahun 2000 karena tidak ada perubahan ekonomi yang signifikan antara tahun 2000-2002
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diperoleh proyeksi biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta se Indonesia seperti tercantum pada tabel 7.1 – 7.5 berikut ini:
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
62
Tabel 7.1.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2001
KLUI
Jumlah Karyawan (Sakernas, 2001)
% beri Jaminan Menurut survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya, menurut survai ini
Jumlah biaya kesehatam per bulan
Jumlah biaya Kesehatan per tahun
a
b
c=(a*b)*0.7315
D
e = c*d
e*12
1
7,705,405
0.8824
4,973,651
31,609
157,212,131,792
1,886,545,581,501
2
282,388
1
206,567
70,089
14,478,061,987
173,736,743,846
3
1,803,186
0.9835
1,297,267
34,567
44,842,612,999
538,111,355,988
4
42,925
1
31,400
56,492
1,773,828,322
21,285,939,860
5
1,453,361
0.7663
814,679
39,206
31,940,314,904
383,283,778,854
6
7,387,524
0.8625
4,660,927
37,580
175,157,651,980
2,101,891,823,765
7
2,512,014
0.8367
1,537,468
28,150
43,279,731,132
519,356,773,581
8
99,058
0.875
63,403
42,497
2,694,450,513
32,333,406,155
9
2,126,194
0.8
1,244,249
32,257
40,135,731,245
481,628,774,939
Total
23,412,055
511,514,514,874
6,138,174,178,488
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
63
Tabel 7.2.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2000
Jumlah karyawan KLUI (a 2000 * 1/1.0115) a
% beri jaminan
Jumlah dapat jaminan
Rata-rata biaya (jumlah biaya tahun 2000*1/1.0556)
Jumlah biaya kesehatan
kesehatan /tahun
b
c=(a*b)*0.7315
d
e= c*d
e*12
Jumlah biaya
1
7,617,800
0.8824
4,917,104
29,944
147,238,297,839
1,766,859,574,070
2
279,177
1
204,218
66,397
13,559,546,447
162,714,557,359
3
1,782,685
0.9835
1,282,518
32,746
41,997,713,111
503,972,557,337
4
42,437
1
31,043
53,516
1,661,293,310
19,935,519,716
5
1,436,837
0.7663
805,417
37,141
29,913,961,126
358,967,533,514
6
7,303,533
0.8625
4,607,936
35,601
164,045,320,403
1,968,543,844,842
7
2,483,454
0.8367
1,519,988
26,667
40,533,983,416
486,407,800,987
8
97,932
0.875
62,682
40,259
2,523,509,494
30,282,113,926
9
2,102,021
0.8
1,230,103
30,558
37,589,444,807
451,073,337,688
Total
23,145,877
479,063,069,953
5,748,756,839,439
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
64
Tabel 7.3.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1999
KlUI
Jumlah karyawan (a 1999 *1/1.0131) a
% beri Jaminan Jumlah dapat Menurut Survai ini jaminan b
c=(a*b)*0.7315
Rata-rara biaya (Biaya tahun 1999 * 1/1.2153)
Jumlah biaya kesehatam per bulan
Jumlah biaya Kesehatan per tahun
d
e= c*d
e*12
1
7,519,297
0.8824
4,853,523.06
24,639
119,587,276,374
1,435,047,316,482
2
275,568
1
201,577.64
54,635
11,013,094,094
132,157,129,133
3
1,759,634
0.9835
1,265,933.87
26,945
34,110,636,965
409,327,643,578
4
41,888
1
30,641.25
44,036
1,349,306,159
16,191,673,911
5
1,418,258
0.7663
795,002.43
30,561
24,296,186,448
291,554,237,379
6
7,209,094
0.8625
4,548,352.72
29,294
133,237,977,868
1,598,855,734,421
7
2,451,342
0.8367
1,500,334.00
21,943
32,921,792,417
395,061,509,000
8
96,665
0.875
61,871.94
33,126
2,049,600,082
24,595,200,980
9
2,074,840
0.8
1,214,196.57
25,144
30,530,231,542
366,362,778,506
Total
22,846,587
389,096,101,949
4,669,153,223,390
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
65
Tabel 7.4.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 2002
KLUI
Jumlah karyawan (a 2002 *1.0115)
% beri Jaminan Menurut survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya (Biaya tahun 2002 * 1.0556)
Jumlah biaya kesehatam per bulan
Jumlah biaya Kesehatan
a
b
c=(a*b)*0.7315
D
e= c*d
e*12
per tahun
1
7,794,017.16
0.8824
5,030,847.90
33,366
167,861,587,272
2,014,339,047,264.78
2
285,635.46
1
208,942.34
73,986
15,458,797,219
185,505,566,631.97
3
1,823,922.64
0.9835
1,312,185.12
36,489
47,880,224,698
574,562,696,375.29
4
43,418.64
1
31,760.73
59,633
1,893,986,388
22,727,836,654.34
5
1,470,074.65
0.7663
824,048.07
41,386
34,103,932,672
409,247,192,063.06
6
7,472,480.53
0.8625
4,714,528.07
39,669
187,022,726,231
2,244,272,714,771.87
7
2,540,902.16
0.8367
1,555,149.13
29,715
46,211,474,151
554,537,689,809.80
8
100,197.17
0.875
64,132.45
44,860
2,876,970,974
34,523,651,687.42
9
2,150,645.23
0.8
1,258,557.59
34,050
42,854,501,598
514,254,019,175.91
Total
23,681,293.63
546,164,201,203
6,553,970,414,434.44
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
66
Tabel 7.5.: Ekstrapolasi Total Biaya Kesehatan Menurut KLUI Tahun 1998
KLUI
Jumlah karyawan (a 1998 *1.0115)
% beri Jaminan Menurut survai ini
Jumlah dapat jaminan
Rata-rara biaya (Biaya tahun 1998 * 1.0556)
Jumlah biaya kesehatam per bulan
Jumlah biaya Kesehatan
a
b
c=(a*b)*0.7315
D
e= c*d
e*12
per tahun
1
7,466,287
0.8824
4,819,306
14,897
71,792,135,796
861,505,629,548
2
273,625
1
200,157
33,032
6,611,518,974
79,338,227,685
3
1,747,229
0.9835
1,257,009
16,291
20,477,726,020
245,732,712,240
4
41,593
1
30,425
26,624
810,032,421
9,720,389,054
5
1,408,260
0.7663
789,398
18,477
14,585,791,814
175,029,501,770
6
7,158,271
0.8625
4,516,287
17,711
79,987,096,373
959,845,156,476
7
2,434,060
0.8367
1,489,757
13,267
19,764,023,929
237,168,287,144
8
95,984
0.875
61,436
20,028
1,230,441,664
14,765,299,974
9
2,060,213
0.8
1,205,637
15,202
18,328,292,066
219,939,504,792
Total
22,685,520
233,587,059,057
2,803,044,708,681
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
67
BAB VIII KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 8.1. Kesimpulan Berdasarkan survai pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta tergambarkan besar biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta tahun 2001 adalah Rp.6,138 triliun. Proyeksi biaya kesehatan tahun 1999 adalah Rp 4,669 triliun, tahun 2000 adalah Rp.5,748 triliun, tahun 2002 adalah Rp.6,554 triliun, dan tahun 1998 adalah Rp.2,803 triliun. Rata-rata biaya kesehatan per karyawan per bulan adalah 38 ribu rupiah dengan kisaran 28-70 ribu rupiah. Biaya kesehatan tersebut mencapai 5,24% dari gaji sebulan dengan kisaran 4,12-8,14%. Sebagaian besar perusahaan (86,6%) telah memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dengan empat pola yaitu diikutkan menjadi peserta JPK Jamsostek, pemberian pelayanan kesehatan sendiri, diikutkan sebagai peserta asuransi kesehatan swasta, atau kombinasi. Dari total ini, sekitar 83,41% yang memilih dominan tunggal untuk masing-masing pola di atas. Pola tunggal diikuti oleh perusahaan menjadi peserta JPK Jamsostek sebesar 16,59%, melakukan pelayanan kesehatan sendiri (poliklinik sendiri, kontrak dengan dokter, menggantikan biaya, dan memberi uang kesehatan) sebesar 49,02%, membeli asuransi kesehatan swasta sebesar 17,79% dan memberi pola kombinasi sebesar 16,59%. Mobilisasi sumber dana pembiayaan kesehatan oleh perusahaan swasta belum efisien karena sebagaian besar (58,76%) masih melalui out of pocket Pembayar biaya kesehatan oleh perusahaan belum diketahui dengan pasti, apakah biaya dari majikan atau dari karyawan. Benefit yang diberikan sangat terfragmentasi bagi yang tidak menjadi peserta JPK Jamsostek dan asuransi kesehatan lain, sedangkan benefit yang menjadi peserta asuransi kesehatan sosial belum diketahui jenisnya Sumber daya kesehatan (tenaga, alat dan gedung) hampir seluruhnya dikelola oleh pihak ke tiga. Secara umum pooling tidak cukup baik karena menyebar dalam berbagai scheme dan berbagai payor.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
68
Pembayaran
provider
dilakukan
secara
fee
for
service
bagi
yang
menyelenggarakan pelayanan sendiri. Sedangkan rawat inap yang diselenggarakan oleh JPK Jamsostek belum diketahui dengan pasti. Demikian juga pembayaran kepada provider rawat jalan dan rawat inap yang menjadi peserta asuransi kesehatan swasta 8.2. Rekomendasi Perlu dilakukan penyusunan basis data yang lengkap dan up to date dengan mengkoordinasikan berbagai lembaga seperti Depnaker, Ditjen Pajak, PT. Jamsostek, dan Deperindag dan asosiasi-asosiasi perusahaan. Untuk meningkatkan partisipasi perusahan dalam pengumpulan data NHA perlu dilakukan sosialisasi pentingnya informasi biaya kesehatan dari perusahaan. Dapat dipikirkan ketentuan wajib lapor biaya kesehatan sehingga data yang diberikan relatif terpercaya, pencatatan rincian biaya kesehatan, siapa pembayar, dan sebagainya. Departemen Tenaga Kerja dan PT Jamsostek hendaknya meningkatkan kepatuhan perusahaan yang belum memberi jaminan kepada karyawan dengan mendaftarkan karyawan sebagai peserta JPK Jamsostek. Sasaran dari rancangan Jaminan Sosial Nasional terutama bidang kesehatan hendaknya difokuskan pada perusahaan yang belum memberikan jaminan kesehatan kepada karyawan dan perusahaan yang melakukan pelayanan kesehatan sendiri. Untuk mencapai pelayanan kesehatan yang komprehensif maka premi untuk jaminan kesehatan karyawan perlu ditingkatkan dari 3% untuk pekerja lajang dan 6% untuk pekerja berkeluarga (aturan JPK Jamsostek yang berlaku sekarang) menjadi 8% tanpa melihat status perkawinan; 6 % berasal dari majikan (perusahaan) dan 2% dari karyawan. Jaminan kesehatan harus mencakup semua keluarga pekerja seperti isteri/suami dan anak tanpa batas, semua jenis pekerja ( tetap, kontrak, harian dan borongan) dan pekerja yang telah pensiun. Studi yang dilakukan ini merupakan salah satu upaya untuk memperoleh gambaran utuh pembiayaan kesehatan nasional di sektor kesehatan. Namun demikian, dalam laporan studi ini, peneliti hanya menyajikan hasil temuannya tentang besaran biaya kesehatan yang dikeluarkan oleh perusahaan swasta. Untuk mendapat gambaran menyeluruh tentang National Health Account, maka hasil studi ini harus digabung
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
69
dengan temuan studi lain yang kini dilakukan oleh: (i) Universitas Gajah Mada (tentang potret pembiayaan kesehatan yang bersumber dari Masyarakat dan perusahaanperusahaan BUMN). Setelah informasi yang diperoleh dari studi tersebut tersedia, langkah selanjutnya adalah penyusunan/estimasi NHA. Dalam penyusunan NHA, kami mengusulkan pendekatan NHA yang dikembangkan oleh Amerika. Pendekatan ini banyak dipakai oleh berbagai negara berkembang dan sangat cocok untuk sistem kesehatan yang lebih mengarah ke pluralistic (Berman, 1997). Pada pendekatan tersebut, ada dua elemen penting: Pertama: Melakukan estimasi perhitungan dan menyajikan secara nasional dengan mengklasifikasikan sumber-sumber dan penyerapan biaya kesehatan dalam bentuk “matrik”. Hal tersebut bisa diperjelas dengan menggunakan tabulasi account yang terpisah (yang lebih dikenal dengan istilah T-Account) yang terdiri dari sumber-sumber anggaran dan penggunaan anggaran tersebut. Syarat khusus pendekatan ini adalah bahwa seluruh perkiraan tentang pengeluaran dari berbagai sumber harus bisa dirinci menurut penggunaan dari sumber tersebut. Selanjutnya, hasil angka total dan sub-total dijumlah dan hasilnya harus konsisten. Oleh karenanya, cara ini bisa dilakukan dengan melakukan kajian tidak hanya terhadap jumlah sub-total dan pembagian rinci dari jumlah tersebut, tetapi juga pemahaman tentang bagaimana aliran dana (flow of fund) terjadi di dalam sistem pelayanan kesehatan. Pendekatan ini menekankan pada perlunya pemahaman secara terintegrasi tentang siapa yang membayar, berapa banyak dan untuk apa. Kedua: Pembagian sumber-sumber pengeluaran menurut kategori yang lebih umum seperti misalnya sektor publik dan swasta. Pendekatan inilah yang mencerminkan adanya sistem pembiayaan kesehatan yang pluralistik.
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
70
KEPUSTAKAAN
BPS, 1999 Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 1999, Jakarta ____, 2000 Indikator Industri Besar dan Sedang Indonesia 2000, Jakarta ____, 2000 Indeks Harga Konsumen Indonesia Tahun 2000, Jakarta Ditjen Pajak, 2001 Data Perusahaan menurut Jenis Perusahaan, Alamat dan jumlah tenaga kerja, dalam disket, Jakarta Gani A, 2002 Reformasi Pembiayaan Kesehatan di Indonesia, BAPPENAS, Jakarta Hasbullah et al, 2000 Review JPKM untuk Merancang Sistem Asuransi Kesehatan yang Sustainable, Yayasan Pengembangan Masyarakat, Jakarta Hendratno, 2002 Analisis Data Sakernas 2001, Jakarta Irawan PB, Ahmed I & Islam I, 2000 Labour Market Dynamics in Indonesia, Analysis of 18 Key Indicators of the Labour Market (KILM) 1986-1999, International Labour officeJakarta, Jakarta
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI
Lameshow, S et al,1993 Adequacy of Sample Size in Health Studies, WHO, John Wilex & Sons, Singapore Sastroasmoro S & Ismael S, 1995 Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis, Binarupa Aksara, Jakarta WHO, 2002 NHA Producers Guide 4 TH, Draft, Chapter 1-6. Purwoko, B, 2001 Wawancara Mendalam Perkembangan JPK Jamsostek, Jakarta Trochim WM, 1999 Research Methods Knowledge Base, Cornell University. Bussines Inteligence Data Indonesia, Compact Disc, Jakarta. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja Peraturan Pemerintah Nomor 14 tahun 1993 Tentang Penyelenggaraan Jaminan Sosial Tenaga Kerja
Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan - FKMUI