Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Lamongan
LAPORAN STUDI ENVIRONMENTAL HEALTH RISK ASSESSMENT (EHRA) KABUPATEN NGADA TAHUN 2013
Kelompok Kerja Sanitasi Kabupaten Ngada
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
KATA PENGANTAR Dari sudut pandang dunia yang semakin mengkota, pada KTT Habitat II City Summit di Istanbul (6/1996) masyarakat dunia mengakui bahwa pada masa depan kemajuan dan kesejahteraan rakyat perlu dicapai dari basis perkotaan sebab bukan saja lebih dari separo dari penduduk dunia (termasuk Indonesia) berdiam di kota, tetapi kota juga sudah menjadi sarana untuk memajukan umat manusia dalam segala bidang. KTT ini dipertegas dengan digulirkan Millenium Development Goals (MDGs) yang juga menjadi ukuran keberhasilan pembangunan. Berdasarkan Undang‐Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Oleh sebab itu, rumah yang layak huni merupakan dasar dan salah satu komponen penting dalam menentukan tingkat kesejahteraan. Di Indonesia kota juga menjadi basis perkembangan dan kelangsungan potensi dan kegiatan sosial dan ekonomi wilayah sekitarnya, sehingga kota/kabupaten sedang dan kecil, ternasuk Kabupaten Ngada, perlu dikembangkan menjadi pendukung dan penjamin perkembangan sosial dan ekonomi yang berlangsung di sekitarnya. Agar aspek ekonomi, sosial dan lingkungan terus berkembang semakin baik, diperlukan ada jaminan berkelanjutan ketersediaan sumberdaya yang diperlukan dan ketenaga-ahlian yang terampil bersamaan dengan pengembangkan ilmu yang terkait. Sebagai kabupaten urbanis yang berkembang sangat pesat, aspek sanitasi dan kesehatan masyarakat di permukiman sangat berperan dalam tata laksana kehidupan sumberdaya manusia. Menyadari akan hal itu, dalam rangka meningkatkan kualitas perumahan dan pemukiman, pemerintah Kabupaten Ngada melakukan kegiatan survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) pada tahun 2013. Kegiatan ini merupakan survey partisipatif yang bertujuan untuk mengetahui kondisi sarana dan prasarana sanitasi, kesehatan/higinitas, serta perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi dan advokasi di tingkat kota hingga kelurahan. Melalui studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan ini dikumpulkan data langsung dari responden masyarakat dengan tujuan untuk mengetahui situasi sanitasi di tingkat rumah tangga dan lingkungannya, termasuk Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) untuk membangun program dan advokasi di tingkat kabupaten dan kecamatan/kelurahan/desa seluruh Kabupaten Ngada. Diharapkan hasil studi ini dapat digunakan oleh Kelompok Kerja (Pokja) Sanitasi Kabupaten sebagai salah satu bahan untuk menyusun Buku Putih, penetapan area beresiko dan dalam menyusun Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota (SKK) Kabupaten Ngada.
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 2
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
RINGKASAN EKSEKUTIF
Survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada merupakan salah satu keluaran yang dihasilkan oleh Kelompok Kerja Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Ngada yang dibentuk berdasarkan Keputusan Bupati Ngada Nomor 268/KEP/BAP/2012. Kegiatan ini merupakan bagian dari rencana pemerintah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs). Kondisi sanitasi kesehatan meliputi sistem penyedian air bersih, layanan pembuangan sampah, ketersedian jamban dan saluran pembuangan limbah, dan perilaku dengan higenitas dan Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) meliputi cuci tangan pakai sabun, buang air besar, pembuangan kotoran anak dan pembuangan sampah. Survey ini pada dilakukan pada 10 desa/kelurahan yang dianggap dapat mewakili Duabelas ( 12 ) kecamatan yang meliputi 135 desa dan 16 kelurahan dengan melibatkan masyarakat, kader kesehatan, sanitarian dan stakeholder lainnya yang terlibat dalam pembangunan dan pengembangan kondisi sanitasi dan pola hidup sehat masyarakat Kabupaten Ngada. Produk dari kegiatan ini adalah gambaran dari masing-masing klaster yang dibuat berdasarkan kondisi sanitasi dan PHBS penduduk di Kabupaten Ngada yang dibagi menjadi 5 kelompok/ klaster, yaitu: i) ii) iii) iv) v)
Klaster 0 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS sangat baik Klaster 1 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS yang baik Klaster 2 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS yang sedang Klaster 3 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS buruk Klaster 4 yaitu desa/kelurahan yang telah memiliki kondisi sanitasi dan PHBS sangat buruk
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 3
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
DAFTAR ISI Hal Kata Pengantar..........................................................................................................................
2
Ringkasan Eksekutif ................................................................................................................
3
Daftar Isi ...................................................................................................................................
4
Daftar Tabel ..............................................................................................................................
5
Daftar gambar ..........................................................................................................................
6
BAB 1
Pendahuluan........................................................................................................
9
BAB 2
Metodologi dan Langkah Studi EHRA...............................................................
10
2.1
Penentuan target area survei....................................................................
10
2.2
Penentuan jumlah/ besar responden........................................................
16
2.3
Penentuan desa/ kelurahan area survei..................................
16
2.4
Penentuan RT/ RW dan responden di lokasi survei.................................
17
Hasil Studi EHRA.................................................................................................
17
3.1
Pengelolaan sampah rumah tangga.........................................................
18
3.2
Pembuangan air limbah domestik ............................................................
21
3.3
Drainase lingkungan/ selokan sekitar rumah dan banjir............................
25
3.4
Pengelolaan air bersih rumah tangga.......................................................
29
3.6
Perilaku higiene.........................................................................................
31
3.7
Kejadian penyakit diare.............................................................................
40
Penutup................................................................................................................
42
BAB 3
BAB 4
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 4
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
DAFTAR TABEL Tabel
Hal
2.1
Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko...........................
10
2.2
Hasil klastering desa/ kelurahan ..............................................................................
11
2.3
Desa/ Kelurahan Area Survei EHRA........................................................................
16
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 5
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Hal
2.1
Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA..................................
15
3.1
Diagram Pie Pengelolaan sampah rumah tangga skala kabupaten ..........................
19
3.2
Grafik Pengelolaan sampah rumah tangga per kluster..............................................
19
3.3
Diagram Pie Pemilahan sampah skala kabupaten ....................................................
20
3.4
Grafik Pemilahan sampah per kluster ......................................................................
20
3.5
Diagram Pie kepemilikan jamban skala kabupaten ..................................................
21
3.6
Grafik kepemilikan jamban per kluster .....................................................................
22
3.7
Diagram Pie tempat buangan akhir tinja skala kabupaten .......................................
22
3.8
Grafik tempat buangan akhir tinja per kluster ..........................................................
23
3.9
Diagram Pie BABs balita skala kabupaten................................................................
23
3.10
Grafik BABs balita skala kabupaten ........................................................................
24
3.11
Diagram Pie tempat pembuangan tinja balita skala kabupaten ...............................
25
3.12
Grafik tempat pembuangan tinja balita per kluster ..................................................
25
3.13
Diagram Pie Kepemilikan SPAL skala kabupaten ....................................................
26
3.14
Grafik kepemilikan SPAL per kluster .......................................................................
27
3.15
Diagram Pie kejadian banjir skala kabupaten ..........................................................
28
3.16
Grafik kejadian banjir per kluster .............................................................................
28
3.17
Diagram Pie sumber air bersih rumah tangga skala kabupaten ............................
29
3.18
Grafik sumber air bersih rumah tangga per kluster ..................................................
30
3.19
Diagram Pie pengelolaan air bersih sebelum dimanfaatkan skala kabupaten .......
30
3.20
Grafik pengelolaan air bersih sebelum dimanfaatkan per kluter..............................
31
3.21
Diagram Pie CTPS setelah BAB skala kabupaten ...................................................
32
3.22
Grafik CTPS setelah BAB per kluster .....................................................................
32
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 6
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 3.23
Diagram Pie CTPS setelah menceboki bayi skala kabupaten ..................................
33
3.24
Grafik CTPS setelah menceboki bayi per kluster ......................................................
33
3.25
Diagram Pie CTPS sebelum makan skala kabupaten .............................................
34
3.26
Grafik CTPS sebelum makan per kluster .................................................................
34
3.27
Diagram Pie CTPS sebelum menyuapi anak skala kabupaten ................................
35
3.28
Grafik CTPS sebelum menyuapi anak per kluster .................................................
35
3.29
Diagram Pie CTPS sebelum menyiapkan makanan skala kabupaten ....................
36
3.30
Grafik CTPS sebelum menyiapkan makanan per kluster ........................................
36
3.31
Diagram Pie ketersediaan air di jamban skala kabupaten .......................................
37
3.32
Grafik ketersediaan air di jamban per kluster ...........................................................
37
3.33
Diagram Pie ketersediaan sabun di jamban skala kabupaten .................................
38
3.34
Grafik ketersediaan sabun di jamban per kluster ....................................................
38
3.35
Diagram penggunaan sabun skala kabupaten ........................................................
39
3.36
Grafik penggunaan sabun per kluster ....................................................................
39
3.37
Diagram Pie kejadian penyakit diare skala kabupaten ...........................................
40
3.38
Grafik kejadian penyakit diare per kluster...............................................................
40
3.39
Diagram pie penderita diare skala kabupaten .........................................................
41
3.40
Grafik penderita diare per kluster ............................................................................
41
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 7
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
BAB I PENDAHULUAN Sudi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke kelurahan. Kabupaten/Kota dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena: 1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat 2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda 3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa 4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor pemerintahan secara eksklusif 5. EHRA secara tidak langsung memberi ”amunisi” bagi stakeholders dan warga di tingkat kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah: 1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan 2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi 3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal 4. Menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi Kabupaten Ngada Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40 responden. Yang menjadi responden adalah Ibu atau anak yang sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 9
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
BAB II METODOLOGI DAN LANGKAH EHRA 2013 2.1.
Penentuan Target Area Survey
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi kaidah ”Probability Sampling” dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah “Cluster Random Sampling”. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan. Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai berikut: 1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/ kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/ desa. 2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa. 3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat 4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut. Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Ngada menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama. Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten Ngada.
Tabel 2. 1 Kategori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko Katagori Klaster Klaster 0 Klaster 1 Klaster 2
Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria indikasi lingkungan berisiko. Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 1 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 2 kriteria indikasi lingkungan berisiko
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 10
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada Katagori Klaster Klaster 3 Klaster 4
Kriteria Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 3 kriteria indikasi lingkungan berisiko Wilayah desa/kelurahan yang memenuhi minimal 4 kriteria indikasi lingkungan berisiko
Klastering wilayah di Kabupaten Ngada menghasilkan kategori klaster sebagaimana dipelihatkan pada Tabel 2.2, Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian, kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
Tabel 2. 2 Hasil Klastering Desa/ Kelurahan di Kabupaten Ngada Klaster
Jumlah
4
3
Klaster
Jumlah
3
6
Klaster
Jumlah
2
39
Nama Desa/Kelurahan
Nama Kecamatan
1
Faobata
Bajawa
2
Tanalodu
Bajawa
3
Jawameze Nama Desa/Kelurahan
Bajawa
1
Trikora
Bajawa
2
Ngedukelu
Bajawa
3
Aimere
Aimere
4
Todabelu
Golewa
5
Nangameze
Riung
6
Wolomeze Nama Desa/Kelurahan
Riung Barat Nama Kecamatan
1
Aimere Timur
Aimere
2
Kaligejo
Aimere
3
Bajawa
Bajawa
4
Kisanata
Bajawa
5
Lebijaga
Bajawa
6
Susu
Bajawa
7
Beja
Bajawa
8
Bomari
Bajawa
9
Ubedolumolo
Bajawa
10
Beiwali
Bajawa
11
Wawowae
Bajawa
12
Naru
Bajawa
13
Borani
Bajawa
14
Langagedha
Bajawa
15
Pape
Bajawa
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Nama Kecamatan
Page 11
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Klaster
Jumlah
1
100
16
Bowali
Bajawa
17
Ngoranale
Bajawa
18
Mangulewa
Golewa Barat
19
Rakalaba
Golewa Barat
20 21
Sobo Mataloko
Golewa Barat Golewa
22 23
Turekisa Sobo I
Golewa Barat Golewa Barat
24
Nabelena
Bajawa Utara
25
Waepana
Soa
26
Benteng Tengah
Riung
27
Sambinasi
Riung
28
Denatana
Wolomeze
29
Binawali
Aimere
30
Kila
Aimere
31
Legariwu
Inirie
32
Watusipi
Golewa Selatan
33
Wagowela
Golewa Selatan
34
Were IV
Golewa
35
Ulubelu
Golewa
36
Ekoroka
Golewa
37
Denatana
Wolomeze
38
Wue
Wolomeze
39
Denatana Timur
Wolomeze
Nama Desa/Kelurahan
Nama Kecamatan
1
Waebela
Inerie
2
Kelitei
Inerie
3
Warupele I
Inerie
4
Warupele II
Inerie
5
Inerie
Inerie
6
Sebowuli
Inerie
7
Paupaga
Inerie
8
Foa
Aimere
9
Heawea
Aimere
10
Lekogoku
Aimere
11
Legalapu
Aimere
12
Dariwali
Jerebuu
13
Nenowea
Jerebuu
14
Manubhara
Inerie
15
Naruwolo I
Jerebuu
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 12
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 16
Naruwolo II
Jerebuu
17
Dariwali I
Jerebuu
18
Nio Lewa
Jerebuu
19
Tiworiwu I
Jerebuu
20
Tiworiwu II
Jerebuu
21
Wogowela
Golewa Selatan
22
Boba
Golewa Selatan
23
Were II
Golewa Selatan
24
Kezewea
Golewa Selatan
25
Sadha
Golewa Selatan
26
Takatunga
Golewa Selatan
27
Sarasedu
Golewa
28
Malanuza
Golewa
29
Ratogesa
Golewa
30
Dadawea
Golewa
31
Were I
Golewa
32
Radabata
Golewa
33
Rakateda I
Golewa Barat
34
Rakateda II
Golewa Barat
35
Sangadeto
Golewa
36
Were III
Golewa Selatan
37
Watunay
Golewa Barat
38
Boba I
Golewa Selatan
39
Nirmala
Golewa Selatan
40
Radamasa
Golewa Selatan
41
Were
Golewa
42
Were IV
Golewa
43
Waewea
Bajawa Utara
44
Uluwae
Bajawa Utara
45
Inelika
Bajawa Utara
46
Wololika
Bajawa Utara
47
Inegana
Bajawa Utara
48
Watukapu
Bajawa Utara
49
Uluwae I
Bajawa Utara
50
Uluwae II
Bajawa Utara
51
Genamere
Bajawa Utara
52
Tarawaja
Soa
53
Loa
Soa
54
Mengeruda
Soa
55
Piga
Soa
56
Masukedhi
Soa
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 13
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 57
Seso
Soa
58
Masu Kedhi
Soa
59
Ngabheo
Soa
60
Libunio
Soa
61
Meli Waru
Soa
62
Taen Terong
Riung
63
Rawangkalo
Riung
64
Wangka
Riung
65
Lengkosambi
Riung
66
Tadho
Riung
67
Wangka Selatan
Riung
68
Lengkosambi Timur
Riung
69
Lengkosambi Barat
Riung
70.
Latung
Riung
71
Ria
Riung Barat
72
Lanamai
Riung Barat
73
Benteng Tawa
Riung Barat
74
Ngara
Riung Barat
75
Ria I
Riung Barat
76
Wolomeze I
Riung Barat
77
Lanamai I
Riung Barat
78
Benteng Tawa I
Riung Barat
79
Turaloa
Wolomeze
80
Mainai
Wolomeze
81
Nginamanu
Wolomeze
82
Nginamanu Selatan
Wolomeze
83
Nginamanu Barat
Wolomeze
84
Waesae
Aimere
85
Tiwurana
Inerie
86
Manubhara
Inerie
87
Batajawa
Jerebuu
88
Boba
Golewa Selatan
89
Bawarani
Golewa Selatan
90
Dizi gedha
Golewa Barat
91
Bea Pawe
Golewa Barat
92
Turamuri
Bajawa Utara
93
Masumeli
Soa
94
Bogoboa
Soa
95
Pigasatu
Soa
96
Tarawali
Soa
97
Taen terong satu
Riung
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 14
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Klaster
Jumlah
0
3
98
Taen terong dua
Riung
99
Ubedomolo Satu
Bajawa
100
Nabelena
Bajawa Utara
Nama Desa/Kelurahan
Nama Kecamatan
1
Naruwolo
Jerebuu
2
Tiworiwu
Jerebuu
3
Watumanu
Jerebuu
Hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Ngada yang terdiri atas 151 desa/kelurahan menghasilkan distribusi sebagai berikut: 1) Klaster 0 sebanyak 3 desa 2) Klaster 1 sebanyak 100 desa 3) Klaster 2 sebanyak 39 desa 4) Klaster 3 sebanyak 6 desa 5) Klaster 4 sebanyak 3 desa Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Rekap data kluster dibawah ini :
Gambar 2. 1 Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 15
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 2.2.
Penentuan Jumlah/Besar Responden
Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random, sehingga akan ada minimal 5 responden per RT. Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota digunakan “Rumus Slovin” sebagai berikut:
Dimana: n adalah jumlah sampel N adalah jumlah populasi d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan α=0,05, sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2. Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 148.459 jiwa yang terbagi kedalam 30.110 KK maka jumlah sampel minimum yang harus dipenuhi adalah sebanyak 399. Dibulatkan menjadi menjadi 400 responden.
2.3.
Penentuan Desa/Kelurahan Area Survei
Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 10 desa / kelurahan secara random. Hasil pemilihan ke-10 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada tabel 2.3. Tabel 2. 3 Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2013 Kabupaten Ngada Jml Dusun/RT No Klaster Kecamatan Desa/Kel Terpilih Jumlah Responden terpilih Bajawa 1 4 8 40 Jawameze 2
3
Riung Barat
Wolomeze
8
40
3
2
Aimere
Keligejo
8
40
4
2
Golewa Barat
Sobo
8
40
5
2
Soa
Waepena
8
40
6
1
Golewa Selatan
Nirmala
8
40
7
1
Riung
Lengkosambi
8
40
8
1
Wolomeze
Turaloa
8
40
9
1
Bajawa Utara
Uluwae I
8
40
10
0
Tiworiwu
8
40
Jerebuu
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 16
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 2.4.
Penentuan RW/RT Dan Responden Di Lokasi Survei
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8 (delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih, silahkan ikuti panduan berikut. Urutkan RT per RW per kelurahan. Tentukan Angka Interval (AI). Untuk menentukan AI, perlu diketahui jumlah total RT total dan jumlah yang akan diambil. Jumlah total RT kelurahan : X. Jumlah RT yang akan diambil : Y Maka angka interval (AI) = jumlah total RT kelurahan / jumlah RT yang diambil. AI = X/Y (dibulatkan) misal pembulatan ke atas menghasilkan Z, maka AI = Z Untuk menentukan RT pertama, kocoklah atau ambilah secara acak angka antara 1 – Z (angka random). Sebagai contoh, angka random (R#1) yang diperoleh adalah 3. Untuk memilih RT berikutnya adalah 3 + Z= ... dst. Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya, penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu sendiri. Tahapannya adalah sbb. Pergi ke RT terpilih. Minta daftar rumah tangga atau bila tidak tersedia, buat daftar rumah tangga berdasarkan pengamatan keliling dan wawancara dengan penduduk langsung. Bagi jumlah rumah tangga (misal 25) dengan jumlah sampel minimal yang akan diambil, misal 5 (lima) diperoleh Angka Interval (AI) = 25/5 = 5 Ambil/kocok angka secara random antara 1 – AI untuk menentukan Angka Mulai (AM), contoh dibawah misal angka mulai 2 Menentukan rumah selanjutnya adalah 2 + AI, 2 + 5 = 7 dst.
[Laporan Ehra Kabupaten Ngada]
Page 17
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
BAB III HASIL STUDI EHRA 2013 KABUPATEN NGADA 3.1.
Pengelolaan Sampah Rumah Tangga
Limbah padat (sampah) meliputi timbulan sampah rumah tangga, timbulan sampah sejenis sampah rumah tangga, antara lain dari pasar-pasar tradisional , industri rumah tangga, dsb, serta timbulan sampah spesifik dari rumah sakit. Indikator tonase sampah yang terangkut ke TPA menggambarkan jumlah sampah yang berhasil ditangani Pemerintah Kabupaten melalui SKPD terkait. Dengan semakin banyaknya jumlah sampah yang tertangani berarti polusi yang diakibatkan oleh sampah semakin berkurang yaitu sampah yang dibuang ke sembarang tempat oleh masyarakat semakin berkurang sehingga akan mengurangi kemungkinan terjadinya banjir khususnya di wilayah padat penduduk. Konsep dasar pengelolaan sampah merujuk pada hirarki pengelolaan sampah yakni pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber, pemanfaatan kembali dan tempat pembuangan akhir (TPA). Pencegahan dan pengurangan sampah dari sumber dilakukan dengan mereduksi timbulan sampah, penggunaan barang atau bahan yang bisa digunakan kembali dan pemanfaatan bahan daur ulang. Kemudian hirarki pemanfaatan kembali dilakukan baik pada jenis sampah organik maupun anorganik. Sementara TPA masih akan memegang peran penting dalam pengelolaan sampah. Karena pada akhirnya akan tetap ada sampah yang memang sudah tidak bisa dimanfaatkan secara ekonomis sehingga harus dibuang ke TPA dengan metode sanitary landfill.
A. Cara Pengelolaan Sampah Dalam survey EHRA, ditanyakan cara pengelolaan sampah masyarakat. Dan menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.1 cara pengelolaan masyarakata di Kabupaten Ngada menunjukkan bahwa 78 % sampah dibakar, 1 % dikumpulkan dan dibuang ke TPS, 0 % dikumpulkan oleh kolektor informal yang mendaur ulang, 0% dibuang ke sungai/kali/laut dan danau, 14% dibuang membusuk ke lahan kosong/kebun/ hutan, 0 % dibuang ke dalam lubang tapi tidak ditutup tanah, dan 0% dibuang ke dalam lubang dan ditutup tanah.
[Type text]
Page 18
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3. 1 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.2 menunjukkan berbagai macam pengelolaan sampah masyarakat di masing-masing kluster. Pada kluster 0 dan kluster 4, 100% sampah dibakar, pada kluster 1, terbesar adalah dibakar kemudian yang kedua adalah dibiarkan membusuk dan yang ketiga dibuang ke lahan kosong, pada kluster 2, kluster 3 terbesar adalah dengan dibakar kemudian yang kedua dibuang ke lahan kosong. Secara jelas mengenai pengelolaan sampah pada kluster dapat ditunjukkan pada Gambar 3.2.
Gambar 3. 2 Pengelolaan Sampah Rumah Tangga (Skala Kluster)
[Type text]
Page 19
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada B. Pemilahan Sampah. Survey EHRA juga mempertanyakan tentang pemilahan sampah di Kabupaten Ngada. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.3 menunjukkan bahwa 96 % warga tidak pernah melakukan pemilahan sampah, sedangkan sebesar 4% melakukan pemilahan sampah
Gambar 3. 3 Pemilahan Sampah Rumah Tangga (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.4 menunjukkan bahwa pada kluster 0 dan kluster 3 semuannya tidak melakukan pemilahan sampah, Kluster 1 sebanyak 154 responden tidak melakukan pemilahan sampah, 6 responden melakukan pemilahan sampah. Kluster 2 sebanyak 116 tidak melakukan pemilahan sampah, 3 responden melakukan pemilahan sampah, Kluster 4 sebanyak 33 responden tidak melakukan pemilahan sampah, 7 responden melakukan pemilahan sampah.
Gambar 3. 4 Pemilahan Sampah Rumah Tangga (Per Kluster)
[Type text]
Page 20
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 3.2.
Pembuangan Air Limbah Domestik
Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh usaha/ kegiatan yang dibuang ke media lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Limbah domestic atau limbah rumah tangga merupakan limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga penduduk. Praktik buang air besar dapat menjadi salah satu faktor risiko bagi tecemarnya lingkungan termasuk sumber air, khususnya bila praktik BAB itu dilakukan di tempat yang tidak memadai. Yang dimaksud dengan tempat yang tidak memadai bukan hanya tempat BAB di ruang terbuka seperti di sungai/ kali/ got/ kebun,tetapi bisa juga termasuk sarana jamban yang nyaman di rumah. Bila pun BAB di dilakukan di rumah dengan jamban yang nyaman, namun bila sarana penampungan dan pengolahan tinjanya tidak memadai, misalnya karena tidak kedap air, maka risiko cemaran patogen akan tetap tinggi. 3.2.1
Jumlah Keluarga yang Memiliki Jamban Dalam survey EHRA ditanyakan kepemilikan jamban pribadi warga. Menurut hasil survey EHRA yang ditunjukkan pada Gambar 3.5 menunjukkan bahwa kepemilikan jamban pribadi ( WC Jongkok leher angsa sebesar 68% dan WC duduk leher angsa sebesar 16 % ). Sedangkan warga yang belum memilki jamban pribadi sebesar 16%.
Gambar. 3.5. Kepemilikan Jamban Skala Kabupaten Menurut Survey EHRA yang ditunjukkan pada Gambar 3.6 Kepemilikan Jamban Per-Kluster terlihat bahwa jumlah penduduk yang memiliki jamban jongkok leher angsa mencapai 95% pada kluster 0, Untuk kluster 1 dan 2 sebagian masyarakat belum memiliki jamban pribadi, kluster 3 dan 4 semuanya memiliki jamban pribadi ( WC jongkok leher angsa dan WC duduk leher angsa ).
[Type text]
Page 21
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.6. Kepemilikan Jamban (Per-Kluster)
3.2.2
Saluran Akhir Pembuangan Tinja Saluran akhir pembuangan tinja dikategorikan menjadi 2 macam aman beresiko. Kategori aman jika pembuangan akhir tinja adalah septic tank. Sedangkan beresiko jika saluran pembuangan akhir berupa sungai, laut, danau, tanah, kebun dll. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.7 menunjukkan bahwa 21% saluran akhir pembungan tinja tergolong aman (septic tank) dan sebanyak 34% masuk kategori tidak aman (sungai, laut, danau, tanah, kebun dll), 45% tidak tahu
Gambar 3. 7 Saluran Akhir Pembuangan Tinja (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditunjukkan pada Gambar 3.8 memperlihatkan bahwa jumlah penduduk yang saluran akhir pembuangan tinjanya tergolong aman mencapai pada klaster 0 sebesar
[Type text]
Page 22
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 63,4%, pada klaster 1 sebanyak 23,1%, pada klaster 2 sebanyak 15%, pada klaster 3 sebanyak 1% dan pada klaster 4 sebanyak 0 % .
Gambar 3.8 Saluran Akhir Pembuangan Tinja (Per-Kluster)
3.2.3 Praktek Pembuangan Kotoran Anak Balita di Rumah Responden yang Rumahnya Ada Balita Kotoran atau tinja manusia, baik dari anak-anak ataupun orang dewasa, sama bahayanya bagi kesehatan. Karenanya, praktik yang benar untuk anak-anak kecil juga merupakan isu yang penting bagi kajian kesehatan lingkungan. Studi EHRA melakukan penilaian risiko dengan melihat perilaku pembuangan kotoran anak oleh responden. Untuk mengetahui perilakunya, EHRA mengandalkan jawaban lisan responden bukan dari hasil pengamatan perilaku warga ataupun pengamatan kondisi lingkungan. Dalam Survey EHRA dipertanyakan perilaku BABs anak. Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.9 menunjukkan bahwa 29% anak tidak terbiasa buang air besar sembarangan, 17% kadang-kadang, 13 % sangat sering dan 41% tidak tahu. Angka diatas menunjukkan bahwa perilaku BABs anak sudah hampir tidak biasa ditemui.
Gambar 3.9 BABs Balita (Skala Kabupaten)
[Type text]
Page 23
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.10 yaitu BABs Balita per kluster dimana sebagian besar tidak terbiasa melakukannya yaitu sekitar 62,5 % pada kluster 4, 60 % pada kluster 3, 31,3% pada kluster 2, 18,8 % pada kluster 1
Gambar 3.10 BABs Balita (Per Kluster)
Dalam survey EHRA juga ditanyakan tempat pembuangan tinja anak. Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.11 Tempat pembuangan tinja balita skala kabupaten menunjukkan bahwa sebagian besar tinja anak dibuang ke WC/ jamban yaitu sekitar 31% tinja anak dibuang ke WC/jamban. 27% dibuang dipekarangan/kebun. Secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.11.
[Type text]
Page 24
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3. 11 Pembuangan Tinja Anak (Skala Kabupaten)
Menurut hasil EHRA pada Gambar 3.12 menunjukkan bahwa pada tiap kluster, pembuangan tinja paling banyak dilakukan di WC/ Jamban yaitu sekitar 60% pada Kluster 4, 50% pada Kluster 3, 30,3% pada Kluster 2, 28,8 % pada Kluster 1, dan 0 % pada Kluster 4.
Gambar 3.12 Pembuangan Tinja Anak (Per-Kluster)
3.3.
Drainase Lingkungan Sekitar Rumah dan Banjir
Saluran limbah merupakan objek yang perlu dimasukan dalam EHRA karena saluran air limbah yang tidak memadai memungkinkan berkembangnya binatang pembawa patogen penyakit. [Type text]
Page 25
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada Kebanjiran adalah topik kedua yang akan dipaparkan di bagian ini. Air banjir perlu diangkat dalam EHRA sebab air banjir merupakan salah satu faktor risiko penyakit. Seperti yang diketahui luas, selama kebanjiran dan sesudahnya, warga di daerah banjir umumnya terancam sejumlah penyakit seperti penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare, serta penyakit-penyakit yang disebabkan oleh binatang seperti leptospirosis. Dalam EHRA pengalaman banjir rumah tangga dilihat dari berbagai sisi, yakni rutinitas banjir, frekuensi dalam setahun, dan lama mengeringnya air. Masing-masing aspek banjir itu memiliki kontribusi terhadap risiko kesehatan yang dihadapi rumah tangga. Mereka yang mengalami banjir secara rutin, dengan frekuensi yang tinggi, misalnya beberapa kali dalam setahun atau bahkan beberapa kali dalam sebulan, dan dengan air yang lama bertahan (stagnan) dalam waktu yang cukup lama memiliki risiko yang lebih tinggi dibandingkan mereka yang tak pernah kebanjiran atau yang mengalaminya tidak secara rutin. Lama mengeringnya air juga bisa dijadikan indikasi untuk masalah yang lebih mendasar lainnya, seperti kualitas jaringan saluran drainase dan pola permukaan tanah dari pemukiman warga. Rumah yang tergenang air banjir dalam waktu yang cukup lama, misalnya selama berhari-hari, merupakan sebuah indikasi bahwa rumah terletak di wilayah cekungan di mana air banjir sulit dialirkan ke tempat lain seperti saluran atau sungai. Meski bukan satu-satunya faktor, air banjir yang cepat kering mengindikasikan bahwa masalah banjir terkait dengan sistem drainase setempat. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.13 menunjukkan bahwa di Kabupaten Ngada keberadaan saluran drainase pada skala kabupaten sebagian besar tidak memiliki yaitu sebesar 85%, sedangkan yang memiliki SPAL sebesar 15%
Gambar 3.13 Kepemilikan SPAL (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.14 menunjukkan bahwa rumah di Kabupaten Ngada pada umumnya sebagian besar belum memiliki saluran drainase. Hal ini terlihat dari mayoritas rumah tangga tiap kluster belum memiliki saluran drainase yaitu dengan persentase 95 % pada
[Type text]
Page 26
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada kluster 1, 97,5% pada kluster 2, 100% pada kluster 3, 27,5% pada kluster 4, pada kluster 4 sebagian besar telah memiliki SPAL rumah tangga sebesar 72,5%
Gambar 3. 14 Kepemilikan SPAL (Per Kluster)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.15 Menunjukkan bahwa kejadian banjir di Kabupaten Ngada hanya terdapat di beberapa tempat saja sehingga mayoritas dapat dikatakan tidak pernah mengalami banjir yaitu sekitar 53%. Sedangkan daerah yang mengalami banjir sekali dalam setahun memiliki frekuensi sekitar 7%, beberapa kali dalam setahun sebanyak 2% dan sekali atau beberapa kali dalam sebulan sebanyak 1% sedangkan yang tidak tahu kalau terjadi banjir sebesar didaerahnya sebesar 37%
[Type text]
Page 27
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.15 Kejadian Banjir (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.16 Menunjukkan bahwa 95,1% daerah pada kluster 0 tidak pernah mengalami banjir. Sedangkan pada kluster 1 sebesar 27,5% tidak pernah mengalami banjir, pada kluster 2 sebesar 73,9% tidak pernah banjir,pada kluster 3 sebesar 100% tidak pernah banjir dan pada kluster 4 sebesar 97,5% tidak pernah banjir.
Gambar 3.16 Kejadian Banjir (Per Kluster)
[Type text]
Page 28
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 3.4.
Pengelolaan Air Bersih Bersih Rumah Tangga
Pada dasarnya akses air minum bagi rumah tangga yang dikaji EHRA memiliki hubungan yang erat dengan tingkat risiko kesehatan suatu keluarga. Dalam indikator internasional, diakui bahwa sumbersumber air memiliki tingkat keamanannya tersendiri. Ada jenis-jenis sumber air minum yang secara global dinilai sebagai sumber yang relatif aman, seperti air ledeng/ PDAM, sumur bor, sumur gali terlindungi, mata air terlindungi dan air hujan (yang disimpan secara terlindungi). Namun, ada juga yang dipandang membawa risiko transmisi patogen ke dalam tubuh manusia. Air dari sumur atau mata air yang tidak terlindungi dikategorikan tidak aman. Dalam Joint Monitoring Programme on Water Supply and Sanitation (WHO & UNICEF, 2004), air kemasan dikategorikan sebagai sumber yang belum aman, namun penilaian itu tidak didasarkan pada masalah kualitas air, melainkan persoalan keterbatasan kuantitas. Para pakar higinitas global melihat suplai air yang memadai sebagai salah satu faktor yang mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare. Sejumlah studi memperlihatkan bahwa mereka yang memiliki suplai yang memadai akan cenderung lebih mudah melakukan kegiatan higinitas. Jadi, masalah air kemasan lebih terkait dengan kecenderungan penggunaannya yang ditujukan hanya untuk minum saja dan menggunakan sumber lain, yang belum tentu aman, untuk kebutuhan higinitas. Dalam harmonisasi indikator versi WHO & UNICEF, air kemasan kemudian dianggap sebagai improved source hanya bila ada sumber air komplementer yang dikategorikan aman. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.17 menunjukkan sumber air bersih rumah tangga yang digunakan untuk minum, masak, dan mencuci peralatan adalah berasal dari air ledeng PDAM/Proyek sebesar 24%, 21% berasal dari kran umum Proyek/PDAM, 14% berasal dari mata air terlindungi dan 12 % dari SGL terlindungi, sebagaimana pada gambar 3.17
Gambar 3.17 . Sumber Air Bersih Rumah Tangga (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.18 menunjukkan bahwa sumber air bersih rumah tangga yang digunakan untuk minum, masak, dan mencuci peralatan dari masing-masing [Type text]
Page 29
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada kluster sebagian besar berasal dari air ledeng / kran umum. Pada Kluster 0 sumber air bersih 100% berasal dari kran umum proyek/PDAM. Pada Kluster 1 sumber air bersih 34,4% berasal dari kran umum proyek, 33,8% sumur gali terlindungi , 20,6% mata air terlindungi, pada kluster 2 berasal dari air ledeng PDAM sebesar 22,7%, kran umum proyek sebesar 20,2%, 18,5 berasal dari mata air terlindungi. Pada Kluster 3 sumber air bersih 55% berasal dari kran umum proyek, 37,5 berasal dari mata air terlindungi, dan Kluster 4 sumber air bersih terbesar berasal dari air ledeng PDAM/Proyek sebesar 90%
Gambar 3.18 . Sumber Air Bersih Rumah Tangga ( Per-Kluster)
Dalam survey EHRA juga ditanyakan pengolahan air bersih sebelum dimanfaatkan. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.19 menunjukkan bahwa 81% warga mengolah air sebelum digunakan untuk minum, memasak, mencuci piring dan gelas, dan menggosok gigi.
Gambar 3.19 . Pengolahan Air Bersih Sebelum Dimanfaatkan (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.20 menunjukkan bahwa 100% warga pada kluster 4 mengolah air yang akan digunakan untuk minum, memasak, mencuci piring dan gelas, dan menggosok gigi. Sedangkan pada kluster 0 sebesar 97,6%,Kluster 1 sebanyak 74,4%, pada kluster 2 sebanyak 71,4% dan pada kluster 3 sebanyak 97,5% .
[Type text]
Page 30
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3. 20 Pengolahan Air Bersih Sebelum Dimanfaatkan (Per Kluster)
3.5.
Perilaku Higine
Pencemaran tinja/ kotoran manusia (feces) adalah sumber utama dari virus, bakteri dan patogen lain penyebab diare. Jalur pencemaran yang diketahui sehingga cemaran dapat sampai ke mulut manusia termasuk balita adalah melalui 4F (Wagner & Lanoix, 1958) yakni fluids (air), fields (tanah), flies (lalat),dan fingers (jari/tangan). Jalur ini memperlihatkan bahwa salah satu upaya prevensi cemaran yang sangat efektif dan efisien adalah perilaku manusia yang memblok jalur fingers. Ini bisa dilakukan dengan mempraktekkan cuci tangan pakai sabun di waktu-waktu yang tepat. Dalam meta-studinya, Curtis & Cairncross (2003) menemukan bahwa praktek cuci tangan dengan sabun dapat menurunkan risiko insiden diare sebanyak 42-47%. Bila dikonversikan, langkah sederhana ini dapat menyelamatkan sekitar 1 juta anak-anak di dunia. Untuk konteks balita, waktu-waktu untuk cuci tangan pakai sabun yang perlu dilakukan Si Ibu/ Pengasuhnya untuk mengurangi risiko terkena penyakit-penyakit yang berhubungan dengan diare terdiri dari 5 (lima) waktu penting yakni, 1) sesudah buang air besar (BAB), 2) sesudah menceboki pantat anak, 3)sebelum menyantap makanan, 4) sebelum menyuapi anak, dan terakhir adalah 5) sebelum menyiapkan makanan bagi keluarga. Sebagian waktu penting itu sebetulnya ditujukan bagi ibu-ibu rumah tangga secara umum semisal: waktu sesudah buang air besar, sebelum menyiapkan makanan, dan sebelum menyantap makanan. Sementara, waktu yang lebih khusus ditujukan bagi ibu atau pengasih anak balita adalah sesudah menceboki pantat anak, dan sebelum menyuapi makan anak. Untuk menelusuri perilaku-perilaku cuci tangan yang dilakukan ibu sehari-harinya, EHRA terlebih dahulu memastikan penggunaan sabun di rumah tangga dengan pertanyaan apakah si Ibu menggunakan sabun hari ini atau kemarin. Jawabannya menentukan kelanjutan pertanyaan berikutnya dalam wawancara. Mereka yang perilakunya didalami oleh EHRA terbatas pada mereka yang menggunakan sabun hari ini atau kemarin.
[Type text]
Page 31
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 3.5.1 a.
Praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) pada 5 waktu penting. Sesudah buang air besar Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.21 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada pada skala kabupaten sesudah buang air besar mencapai 60%, sedangkan yang tidak CTPS sebesar 40%.
Gambar 3.21 Praktek Cuci Tangan Sesudah Buang Air Besar (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.22 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada skala kluster sesudah buang air besar mencapai 100% pada kluster 0, 25,6 % pada kluster 1, 76,5% pada kluster 2, 100% pada kluster 3, dan 30 % pada kluster 4.
Gambar 3.22 Praktek Cuci Tangan Sesudah Buang Air Besar (Per Kluster)
[Type text]
Page 32
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
b.
Sesudah menceboki pantat anak Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.23 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada pada skala kabupaten sesudah menceboki pantat anak mencapai 78 %.
Gambar 3.23 CTPS Sesudah Menceboki Pantat Anak (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.24 CTPS setelah menceboki bayi skala kabupaten menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sesudah menceboki pantat anak mencapai 0% pada kluster 0, 3,8% pada kluster 1, 31,9% pada kluster 2, 67,5% pada kluster 3, dan 42,5% pada kluster 4.
Gambar 3.24 Praktek Cuci Tangan Sesudah Menceboki Pantat Anak (Per Kluster)
c.
Sebelum menyantap makanan Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.25 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyantap makanan mencapai 68%.
[Type text]
Page 33
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.25 Praktek Cuci Tangan Sebelum Menyantap Makanan (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.26 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyantap makanan mencapai 100% pada kluster 0, 48,1% pada kluster 1, 79,8% pada kluster 2, 95% pada kluster 3, dan 50% pada kluster 4.
Gambar 3.26 Praktek Cuci Tangan Sebelum Menyantap Makanan (Per Kluster)
d.
Sebelum menyuapi anak Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.27 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyuapi anak mencapai 56%, sedangkan yang tidak CTPS sebesar 44%
[Type text]
Page 34
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.27 CTPS Sebelum Menyuapi Anak (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.28 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyuapi anak mencapai 100% pada kluster 0, 25 % pada kluster 1, 54,6% pada kluster 2, 37,5% pada kluster 3, dan 32,5% pada kluster 4.
Gambar 3.28 CTPS Sebelum Menyuapi Anak (Per Kluster)
e.
Sebelum menyiapkan makanan Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.29 CTPS sebelum menyiapkan makanan skala kabupaten menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyiapkan makanan mencapai 46%.
[Type text]
Page 35
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.29 Praktek Cuci Tangan Sebelum Menyiapkan Makanan (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.30 menunjukkan bahwa praktek cuci tangan pakai sabun (CTPS) masyarakat Ngada sebelum menyiapkan makanan mencapai 82,9% pada kluster 0, 23,1% pada kluster 1, 56,3% pada kluster 2, 85% pada kluster 3, dan 32,5% pada kluster 4.
Gambar 3. 30 CTPS Sebelum Menyiapkan Makanan (Per Kluster)
3.5.2 a.
Ketersediaan sarana CTPS di jamban Ketersediaan air Dalam survey EHRA ditanyakan pula ketersediaan sarana CTPS (Cuci Tangan Pakai Sabun) di jamban. Sarana CTPS meliputi air, sabun dll. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.31 Ketersediaan Air di Jamban pada skala Kabupaten menunjukkan bahwa ketersediaan air dijamban mencapai 58% air tersedia di dalam bak air/ember, dan 28% air berasal dari kran & berfungsi dan yang tidak ada air di jamban sebesar 14%
[Type text]
Page 36
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.31 Ketersediaan Air di Jamban (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.32 menunjukkan bahwa ketersediaan air dijamban menunjukan angka yang tinggi. Sebagian besar air tersedia di dalam bak air/ember, dan sebagian kecil berasakl dari kran. Pada kluster 0, ketersediaan air mencapai 97,6% yang berasal dari kran & berfungsi . Pada kluster 1, ketersediaan air mencapai 48,1% yang terdapat di dalam bak air/ ember. Pada kluster 2, ketersediaan air mencapai 65,5% yang terdapat di dalam bak/ ember. Pada kluster 3, ketersediaan air mencapai 97,5% yang terdapat di dalam bak/ ember. Pada kluster 4, ketersediaan air mencapai 95% yang terdapat di dalam bak air/ ember.
Gambar 3.32 Ketersediaan Air di Jamban (Per Kluster)
b.
Ketersediaan Sabun Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.33 Ketersediaan sabun di jamban pada skala kabupaten menunjukkan bahwa ketersediaan sabun dijamban mencapai 56 %.
[Type text]
Page 37
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
Gambar 3.33 Ketersediaan Sabun di Jamban (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.34 menunjukkan bahwa ketersediaan sabun dijamban mencapai 100% pada kluster 0, 40 % pada kluster 1, 56,3% pada kluster 2, 70% pada kluster 3, 57,5 % pada kluster 4.
Gambar 3.34 Ketersediaan Sabun di Jamban (Per Kluster)
3.5.3
Pola pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari Dalam survey EHRA juga ditanyakan pola pemanfaatn sabun dalam kehidupan sehari-hari. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.35 menunjukkan bahwa penggunaan sabun 17% digunakanan untuk mandi, 15% untuk mencuci peralatan minum, makan, dan masak, 14% untuk mencuci pakaian, 12% untuk mencuci tangan anak dan tangan sendiri, memandikan anak sebesar 13% , menceboki pantat anak sebesar 11% dan untuk lainnya sebesar 6%.
[Type text]
Page 38
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada Gambar 3. 5 Penggunaan Sabun (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.36 menunjukkan bahwa pada kluster 0, sabun digunakan untuk mandi (100%), memandikan anak (100%) ,mencuci tangan anak (100%), mencuci tangan sendiri (100%), Mencuci peralatan(97,6%), mencuci pakaian (48,8%), lainnya (70%), Pada Kluster 1 sabun digunakan untuk mandi (91,1%), memandikan anak (75%) ,mencuci tangan anak (47,9%), mencuci tangan sendiri (50%), Mencuci peralatan(52,8%), mencuci pakaian (88,2%), lainnya (45,1%). Sedangkan untuk kluster lainnya (kluster 2 – kluster 4) menunjukkan angka yang hampir sama. Gambar 3.36 Penggunaan Sabun (Per Kluster)
[Type text]
Page 39
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada 3.6.
Kejadian Penyakit Diare
Dalam survey EHRA juga ditanyakan terkait kejadian diare yang dialamai oleh anggota keluarga dari responden. Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.37 menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare pada skala Kabupaten mencapai 19 %.
Gambar 3. 6 Kejadian Penyakit Diare (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.38 menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare pada kluster 0 tidak pernah terjadi penyakit diare, pada kluster 1 sebanyak 123 responden ( 76,9 % ) menyatakan tidak pernah terkena diare, pada kluster 2 sebanyak 97 responden menyatakan tidak pernah terkena diare (80,8%),pada kluster 3 sebanyak 27 responden (67,5%) menyatakan tidak pernah terkena diare, pada kluster 4 sebanyak 38 responden (95%) menyatakan tidak pernah terkena diare.
Gambar 3. 7 Kejadian Penyakit Diare (Per Kluster)
[Type text]
Page 40
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.39 Penderita diare pada skala kabupaten menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare terjadi pada orang dewasa laki-laki (28%), orang dewasa perempuan (24%), anak-anak balita (15%), anak-anak non balita (16%), anak remaja perempuan (10%), anak remaja laki-laki (7%).
Gambar 3. 8 Penderita Diare (Skala Kabupaten)
Menurut hasil survey EHRA yang ditampilkan pada Gambar 3.40 menunjukkan bahwa kejadian penyakit diare pada kluster 1 terjadi pada orang dewasa perempuan (27%), orang dewasa laki-laki (24,3%), pada kluster 2 orang dewasa laki-laki (27,3%), orang dewasa perempuan (18,3%), Pada kluster 3 anak-anak non balita (38,5%), orang dewasa laki-laki (30,8%),pada kluster 4 anak-anak balita (50%), remaja laki-laki (50%), Selengkapnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini..
Gambar 3. 9 Penderita Diare (Per Kluster) [Type text]
Page 41
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada
BAB IV PENUTUP Survey Penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan atau Survey Environmental Health Risk Assessment (EHRA) adalah sebuah survey yang digunakan dalam mengidentifikasikan kondisi sanitasi yang ada di desa/kelurahan. Dengan diketahuinya kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilakuperilaku masyarakat, akan dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi termasuk promosi atau advokasi kesehatan lingkungan di Kabupaten Ngada sampai ke desa/kelurahan. Pelibatan kader kesehatan desa/kelurahan dan sanitarian Puskesmas sangat efektif dalam pencapaian sasaran berupa promosi dan advokasi dimaksud. Dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan dasar dalam penyusunan buku putih dan SSK (Strategi Sanitasi Kabupaten) Ngada yang akan menjadi modal awal pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Ngada. Perlunya pembangunan dan perbaikan sarana dan prasarana sanitasi di masyarakat serta pentingnya advokasi dan promosi kesehatan lingkungan kepada masyarakat diharapkan akan menjadi salah satu target perencanaan dan pelaksanaan pembangunan sanitasi di Kabupaten Ngada. Kondisi eksisting sarana dan prasarana sanitasi serta perilaku masyarakat sesuai yang teridentifikasi di dalam dokumen hasil survey EHRA akan dijadikan sebagai dasar penyusunan Buku Putih Sanitasi (BPS) Kabupaten Ngada. Diketahuinya kondisi eksisting tersebut baik sarana dan prasarana serta perilaku masyarakat di desa/kelurahan akan menghasilkan tingkat area beresiko di tiap desa/kelurahan. Dengan adanya kondisi eksisting area beresiko tersebut diharapkan akan dapat mendukung penyusunan dokumen Strategi Sanitasi Kabupaten (SSK) Kabupaten Ngada 2013 – 2017. Dalam pelaksanaan pembangunan di bidang sanitasi diperlukan suatu upaya monitoring dan evaluasi. Kegiatan monitoring dan evaluasi ini diharapkan untuk dapat dijadikan suatu alat tolok ukur untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan di bidang sanitasi. Selain hal tersebut, pelaksanaan Survey EHRA ini dapat dijadikan baseline data bagi pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi serta pelaksanaan Survey EHRA di tahun-tahun mendatang. Survey EHRA merupakan suatu kegiatan yang sangat efektif dan efisien dalam rangka mengidentifikasi kondisi sanitasi yang ada di daerah. Pelaksanaan survey dengan pelibatan masyarakat khususnya kader kesehatan dirasa sangat memberi dampak terhadap keberhasilan pelaksanaan survey. [Type text]
Page 42
Laporan Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) Kabupaten Ngada Namun demikian dalam rangka pelaksanaan survey di tahun-tahun mendatang diperlukan perbaikan terhadap materi kuesioner yang akan digunakan sebagai acuan dalam pelaksanaan survey.
[Type text]
Page 43