LAPORAN PENELITIAN KPU SIMALUNGUN “PERILAKU MEMILIH (VOTING BEHAVIOUR) MASYARAKAT DI KABUPATEN SIMALUNGUN”
RISET PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMILU DISUSUN OLEH KPU SIMALUNGUN
Jl. Jhon Horailam Saragih Pematang Raya, Telp. (0622) 331785, Fax. (0622) 331785 Email :
[email protected]
i|Page
Tentang KPU Simalungun
Secara institusional, KPU yang ada sekarang merupakan KPU ketiga yang dibentuk setelah Pemilu demokratis sejak reformasi 1998. KPU pertama (1999-2001) dibentuk dengan Keppres No 16 Tahun 1999 yang berisikan 53 orang anggota yang berasal dari unsur pemerintah dan Partai Politik dan dilantik oleh Presiden BJ Habibie. KPU kedua (2001-2007) dibentuk dengan Keppres No 10 Tahun 2001 yang berisikan 11 orang anggota yang berasal dari unsur akademis dan LSM dan dilantik oleh Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada tanggal 11 April 2001. KPU ketiga (2007-2012) dibentuk berdasarkan Keppres No 101/P/2007 yang berisikan 7 orang anggota yang berasal dari anggota KPU Provinsi, akademisi, peneliti dan birokrat dilantik tanggal 23 Oktober 2007 minus Syamsulbahri yang urung dilantik Presiden karena masalah hukum. KPU memiliki visi “Terwujudnya Komisi Pemilihan Umum sebagai penyelenggara Pemilihan Umum yang memiliki integritas, profesional, mandiri, transparan dan akuntabel, demi terciptanya demokrasi Indonesia yang berkualitas berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Saat ini KPU Simalungun di pimpin oleh 5 orang komisioner yaitu : Adelbert Damanik, ST : (Ketua), Puji Rahmad Harahap, S.Pd (Divisi Hukum, Partisipasi Masyarakat dan Hubungan Antar Lembaga), Rahmadhani Sari Isni Damanik (SH : Divisi Perencanaan Keuangan dan SDM), Abdul Razak Siregar, S.Pdi (Divisi Sosialisasi data dan Informasi), dan Dadang Yusprianto, SH (Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu). Sedangkan James Andohar Siahaan, S.STP menjabat Sekretaris KPU Kabupaten Simalungun Laporan Penelitian KPU Simalunguun © 2015 Sajogyo Institute Penyebarluasan dan penggandaan dokumen ini diperkenankan sepanjang untuk tujuan riset, pendidikan dan tidak digunakan untuk tujuan komersial.
Jl. Jhon Horailam Saragih Pematang Raya, Telp. (0622) 331785, Fax. (0622) 331785 Email :
[email protected] ii | P a g e
ABSTRAK
Kabupaten Simalungun dikenal secara nasional merupakan basis golkar dari sejak 1977. Lokasinya yang merupakan wilayah perkebunan, menjadikan Simalungun di dominasi oleh perkebunan, saat terjadi kebijakan Orde Baru secara sistemik dan meluas untuk memenangkan Golkar sejak Pemilu 1977 hingga 1997. Bukan tidak mungkin berlangsung hingga kini. Setting ini turut mempengaruhi pilihan-pilihan dari perilaku pemilih di Simalungun. Meski begitu masyarakat Simalungun memiliki ragam pilihan-pilihan rasional berdasarkan tujuan pilihan yang dilakukannya. Dengan tegas masyarakat Simalungun telah menggeser kekuasaan Partai Golkar menjadi Partai Demokrat pada Pemilu Legislatif 2014. Memberikan sanksi kepada Partai golkar yang tidak memiliki loyalitas kepada pemilihnya. Trend “swing voter” suara pemilih yang berpindahpindah ini di pengaruhi pilihan rasional berdasarkan system nilai, etika, moralitas dan agama yang di miliki oleh pemilih. Pada Pilkada 2005 dan Pilkada 2010 juga membuktikan bahwa terjadi lagi “swing voter”, masyarakat berpindah suara dari Zulkarnain Damanik ke pada JR. Saragih. Meskipun hal tersebut tidak teruji pada Pilpres 2009 dan Pilpres 2014 karena tidak ada calon yang sama. Masyarakat yang mengambil pilihan golput merupakan pilihan rasionalitas berdasarkan tujuan. Ketika memutuskan untuk golput, maka ragam factor mempengaruhi, di mana tujuan akhir, metode dan konsekuensi pilihan di hitung oleh pemilih. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tekhnik penelitian studi dokumen, observasi lapangan dan wawancara sebagai sumber data utama. Analisis data di lakukan dalam mengkonstruksi temuan-temuan lapangan dan menampilkannya dalam laporan ini.
Meskipun apatisme cukup tinggi, harapan masyarakat di Simalungun masih ada, agar melalui pemilu bisa di hasilkan pemimpin yang legitimate sekaligus amanah. Hal ini akan terus di uji dengan system pemilu khususnya Pilkada di mana potensi politik uaang sangat besar terjadi pada saat pilkada. Potensi swing voter atau perilaku berpindah suara di prediksi peneliti akan sangat tinggi pada Pilkada 2015. Konon lagi partai-partai yang ada cenderung tidak melakukan pendidikan politik serta tidak pernah merawat konstituennya dengan pendidikan politik selama 5 tahun terakhir. Sangat penting memastikan agar Pemilu di Simalungun juga menjadi pemilu yang memenuhi standard pemilu yang demokratis dengan mendorong perilaku pemilih menjadi perilaku pemilih yang rasional atas nilai dan kritis.
Kata Kunci : Perilaku Pemilih, Pemilu, Dinamika Politik, Simalungun.
iii | P a g e
DAFTAR ISI
ABSTRAK.................................................................................................. Error! Bookmark not defined. DAFTAR ISI..............................................................................................Error! Bookmark not defined.v GLOSARY.................................................................................................................................................... v DAFTAR TABEL.......................................................................................................................................vii DAFTAR PETA....................................................................................... Error! Bookmark not defined.iii BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................ 1 I.1. LATAR B ELAKANG ............................................................................................................. 1 I.2. LOKASI LINGKUP ................................................................................................................. 1 I.3. RUANG LINGKUP ................................................................................................................. 1 I.4. METODE.................................................................................................................................. 2 I.5. TAHAPAN PELAKSANAAN................................................................................................. 2 I.6. SUSUNAN LAPORAN............................................................................................................ 2 BAB II KABUPATEN SIMALUNGUN ................................................................................................... 3 II.1. SIMALUNGUN SELAYANG PANDANG ............................................................................ 3 II.2. MENGENAL ETNIS BATAK SIMALUNGUN..................................................................... 5 II.3. SYSTEM KEKERABATAN SIMALUNGUN ...................................................................... 6 BAB III KAJIAN PUSTAKA .................................................................................................................. 32 III.1. PEMILU DALAM KONSEP DEMOKRATISASI ............................................................. 32 III.2. STANDARD PEMILU INTERNASIONAL…………………………………...………… 35 III.3. SEJARAH PEMILU INDONESIA…………..………………………………...………… 35 III.4. PERILAKU PEMILIH………………………..………………………………...………… 35 BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM DINAMIKA POLITIK LOKAL DI KABUPATEN SIMALUNGUN .......................................................................................................................... 16 IV.1. PEMILU DI SIMALUNGUN DARI MASA KE MASA .................................................... 16 IV.2. PERILAKU PEMILIH DI SIMALUNGUN ........................................................................ 17 IV.3. AFILIASI POLITIK LOKAL PADA PEMILU LEGISLATIF DI SIMALUNGUN ......... 19 IV.3.1. SWING VOTER DALAM PEMILU LEGISLATIF DI SIMALUNGUN ........................ 22 IV.3.2. KETERWAKILAN PEREMPUAN DALAM PEMILU LEGISLATIF DI SIMALUN .. 24 IV.4. PERILAKU PEMILIH PADA PILKADA 2005 DAN PILKADA 2010 DI SIMALUNGU26 IV.5. PERILAKU PEMILIH PILPRES 2004, 2009, 2014 DI SIMALUNGUN ........................... 29 BAB V KESIMPULAN ............................................................................................................................ 32 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................. 33 LAMPIRAN................................................................................................................................................ 34
iv | P a g e
GLOSARY Swing Votter
: Perilaku pemilih berpindah suara
Golput
: Golongan putih, memilih untuk tidak memilih
Pilkada
: Pemilihan Kepala Daerah 5 tahun sekali
Pileg
: Pemilihan Calon Legislatif 5 tahun sekali
Pilpres
: Pemilihan Presiden 5 tahun sekali
v|Page
DAFTAR TABEL Perbandingan Jumlah Dan Perolehan Suara Partai Pemilu Legislatif di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
20
Tabel IV.2.
Trend Swing Voter Suara Partai Pemenang Pemilu Legislatif di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
23
Tabel IV.3.
Data Pemilih dan Partisipasi Pemilih Berdasarkan Dapil di Kabupaten Simalungun Pemilu Legislatif 2014
24
Tabel IV.4.
Perbandingan Jumlah Kursi Pemilu Legislatif dan Kursi Legislator Perempuan di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
25
Tabel IV.5.
Komposisi Perolehan Suara Pada Pemilihan Bupati Kabupaten Simalungun 2009 dan Tahun 2014
26
Tabel IV.6.
Perbandingan Komposisi, Partai Pengusung / Independen dan Perolehan Suara Pada Pilpres di Kabupaten Simalungun Tahun 2004, 2009 dan Tahun 2014
29
Tabel IV.7.
Perbandingan Daftar Pemilih dan Data Pengguna Hak Pilih Pilpres di Kabupaten Simalungun Tahun 2014
30
Tabel IV.1.
vi | P a g e
DAFTAR PETA
1. Peta Kabupaten Simalungun
3
vii | P a g e
BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Riset pemilu merupakan salah satu elemen strategis dalam manajemen pemilu. Riset tidak hanya memberikan rasionalitas akademik mengenai suatu substansi pemilu. Riset lebih jauh memberikan pijakan empirik mengenai persoalan atas hal yang menjadi perdebatan. Hasil riset memastikan program dan kebijakan kepemiluan tidak dibangun atas postulat spekulatif, tetapi dikonstruksi berlandaskan pada argumen empirik dan rasional dengan proses yang dapat dipertanggungjawabkan. Dalam negara demokrasi, partisipasi pemilih menjadi elemen penting demokrasi perwakilan. Ia adalah fondasi praktik demokrasi perwakilan. Persoalannya, terdapat sejumlah masalah menyangkut partisipasi pemilih yang terus menggelayut dalam setiap pelaksanaan pemilu. Sayangnya, persoalan itu tidak banyak diungkap dan sebagian menjadi ruang gelap yang terus menyisakan pertanyaan. Beberapa persoalan terkait dengan partisipasi dalam pemilu diantaranya adalah fluktuasi kehadiran pemilih ke TPS, suara tidak sah yang tinggi, gejala politik uang, misteri derajat melek politik warga, dan langkanya kesukarelaan politik. Masalah tersebut perlu dibedah sedemikian rupa untuk diketahui akar masalah dan dicari jalan keluarnya. Harapannya, partisipasi dalam pemilu berada pada idealitas yang diimajinasikan. Oleh karena itu, program riset pemilu di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara menjadi aktivitas yang tidak terhindarkan dalam manajemen pemilu yang diselenggarakan oleh KPU Simalungun.
I.2. Lokasi Penelitian Penelitian ini di lakukan di Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara. Saat ini, Kabupaten Simalungun terdiri dari 31 Kecamatan.
I.3. Ruang Lingkup Terdapat dua tujuan dari riset pemilu ini yaitu : 1. Umum: a. Mentradisikan kebijakan berbasis riset atas persoalan-persoalan yang berkaitan dengan manajemen pemilu di Kabupaten Simalungun. b. Bahan penyusunan kebijakan untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi warga dalam pemilu dan setelahnya di Kabupaten Simalungun. 2. Khusus :
1|Page
a. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dalam pemilu di Kabupaten Simalungun. b. Terumuskannya rekomendasi kebijakan atas permasalahan yang dihadapi dalam kaitannya dengan partisipasi dalam pemilu
I.4. Metode Penulis menggunakan pendekatan kualitatif dengan metodologi etnografi untuk dapat merekam dan menuliskan perilaku pemilih di Kabupaten Simalungun. Merujuk pada Moleong, Spradley dan Mariana (2015: vii), penulis menggunakan tekhnik penggalian data melalui observasi, wawancara mendalam dan keterlibatan intim dengan menggunakan pengalaman individu didalam partisipasinya dalam pemilu baik pilkada, pemilu legislative maupun pilpres. Riset ini juga banyak menggunakan studi dan analisis dokumen yang tersedia dan sangat kaya terkait kepemiluan di Simalungun. Dalam penelitian ini, informan di tempatkan sebagai subjek kajian didalam metode ini, dimana semua tuturan informan akan di tampilkan dan di analisis untuk melihat trend politik local dan perilaku pemilih di Kabupaten Simalungun. I.5. Tahapan Pelaksanaan Penelitian dimulai dengan studi literature lalu di tindak lanjuti dengan penelitian lapangan selama 10 hari di lapangan pada 18 Juni hingga 28 Juni 2015. Pemetaan awal perilaku memilih di mulai dengan data skunder yang di kumpulkan, kemudian di analisis lalu di konfirmaasi kepaada informan di Simalungun. Selama periode Juli 2015 di gunakan untuk menuliskan serta menganalisis laporan penelitian.
I.6. Susunan Laporan Laporan penelitian perilakuk pemilih di Kabupaten Simalungun ini terdiri dari lima bab laporan. Bab pertama berisi pendahuluan seputar latar belakang dilakukannya penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian lapangan serta tahapan dan refleksi penelitian. Bab dua mengenai latar lanskap Simalungun sebagai lokasi penelitian. Bab tiga kajian teoritis kepemiluan. Bab empat terdiri dari peta politik local dan perilaku pemilih di Simalungun. Sedangkan bab lima terdiri dari kesimpulan.
2|Page
BAB II KABUPATEN SIMALUNGUN
II.1. Simalungun Selayang Pandang Kabupaten Simalungun merupakan salah satu dari 33 kabupaten yang ada Sumatera Utara, Indonesia. Menuju Simalungun dapat dilakukan perjalanan darat dengan waktu tempuh sekitar 34 jam dari ibukota provinsi yaitu Kota Medan, Sumatera Utara. Dahulu kala, Simalungun di kenal sebagai Afdeling Simelungun en Karolanden, merupakan salah satu dari lima afdelling yang ada di Karesidenan Sumatera Timur sebagai wilayah administrasi Hindia Belanda yang telah berdiri sejak 1 Maret 1887. Dalam perkembangannya, afdeling tersebut kini telah mengalami pemekaran menjadi Kabupaten Simalungun, Kabupaten Karo dan Kota Pematang Siantar.
Sumber : Simalungun Dalam Angka Tahun 2013, Tahun 2014
Bila di lihat dari posisinya yang berada di tengah Sumatera Utara, Kabupaten Simalungun di apit oleh 8 kabupaten yaitu Kabupaten Serdang Bedagai, Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Karo, Kabupaten Tobasa, Kabupaten Samosir, Kabupaten Asahan, Kabupaten Batu Bara, dan Kota Pematang Siantar. Simalungun berbatasan langsung dengan Kabupaten Serdang Bedagai di 3|Page
sebelah Utara, dengan Kabupaten Toba samosir disebelah Selatan, dengan Kabupaten Kabupaten Karo disebelah Barat serta dengan Kabupaten Asahan di sebelah Timur. Secara astronomi, Simalungun terletak pada pisisi koordinat 02°36' - 03°18' LU dan 98°32' - 99°35'BT. Simalungun memiliki luas 4.386,60 Km dengan ketinggian 0-1.400 meter diatas permukaan laut, dimana 75% wilayahnya tersebut berada pada kemiringan 0-15%. Dari data yang tersedia, ternyata Kabupaten Simalungun merupakan kabupaten terluas ketiga di Sumatera Utara, setelah Madina dan Kabupaten Lagkat. Letaknya juga sangat strategis karena berada di kawasan wisata Danau Toba, Parapat. Topografi wilayah kabupaten Simalungun terletak pada ketinggian 1500 dpl. Dengan iklim ratarata 25,5 derajat celcius, dengan suhu tertinggi 31,5 derajat celcius, dan suhu terendah 21,8 derajat celcius. Dengan kelembapan udara rata-rata perbulan sebesar 85%, dengan curah hujan rata-rata per tahun sebesar 269 mm. Bulan dengan curah hujan tertinggi adalah di bulan November setiap tahunnya. Karenanya Simalungun sejak dahulu kala di kenal sebaagai daerah yang sangat subur tanahnya dan menghasilkan produksi pertanian maupun perkebunan di Sumatera Utara. Kabupaten Simalungun memiliki 31 kecamatan dengan luas 438.660 Ha atau 6,12 % dari luas wilayah Provinsi Sumatera Utara. Merupakan kabupaten dengan kecamatan terbanyak di di Sumatera Utara, bahkan bila bandingkan dengan Madina dan Langkat yang wilayahnya lebih luas. Tercatat bahwa kecamatan yang paling luas adalah Kecamatan Tanah Jawa dengan luas 49.175 ha, sedangkan yang paling kecil luasnya adalah Kecamatan Dolok Pardamean dengan luas 9.045 ha. Keseluruhan kecamatan terdiri dari 27 Kelurahan, dan 386 Nagori/Nagori. Diantaranya terdapat 92 nagori merupakan nagori swakarsa dan 275 telah menjadi nagori swasembada dan terdapat 1.807 huta / dusun. Data tahun 2012 menunjukkan bahwa terdapat 830.986 jiwa penduduk Simalungun dimana penduduk perempuan lebih banyak di bandingkan penduduk laki-laki1. Terdapat yang 413.871 orang laki-laki dan 417.115 orang perempuan di Simalungun. Penduduk terbanyak menyebar di Kecamatan Bandar berjumlah 65.554 jiwa dan Kecamatan Siantar berjumlah 64.153 jiwa. Siantar sekaligus menjadi kecamatan dengan penduduk terpadat dengan rasio 867 jiwa/km2, sementara rasio terjarang penduduknya berada di Kecamatan Dolok Silau hanya 46 jiwa/km2. Kecamatan dengan jumlah penduduk yang terkecil di Kecamatan Haranggaol Horison yaitu 5.023 jiwa. DR. Jopinus Ramli Saragih S.H M.M merupakan Bupati Simalungun yang bertugas untuk masa bakti 2010–2015 sedangkan Wakil Bupatinya Hj. Nuriaty Damanik S.H. Pada 23 Juni 2008, ibukota Kabupaten Simalungun berpindah dari Kota Pematang Siantar ke Pematang Raya, karena Kota Pematang Siantar telah menjadi daerah otonom sendiri. Menurut masyarakat, perpindahan tersebut telah menyebabkan banyak perbaikan pembangunan di Pematang Raya. Meski dari amatan peneliti, Pematang Raya sangat kecil dan aktifitas ekonomi dan sosial politik tidak terlalu tinggi, karena masih seperti ibukota Kecamatan saja. Masyarakat yang lain menyebutkan, bahwa selama masa jabatannya, Bupati Simalungun justru melupakan pembangunan di Kecamatan lainnya, bahkan meskipun hanya sekedar pembangunan jalan. 1
Simalungun Dalam Angka Tahun 2013, BPS, 2013.
4|Page
Kabupaten Simalungun memiliki potensi ekonomi terbesar dari produksi pertaniannya. Produksi lainnya termasuk tanaman pangan, perkebunan, pertanian lainnya, industri pengolahan serta jasa. Pada tahun 2003, Simalungun merupakan penghasil kedua terbesar produksi padi setelah Deli Serdang. Sawit adalah komoditas utama dari perkebunan yang ada di Simalungun dan merupakan penghasil produksi kedua terbesar setelah Kabupaten Labuhan Batu. Karet, cokelat, dan teh merupakan komoditas perkebunan lainnya yang berasal dari Simalungun. Saat ini produksi teh dari Raya dan Sidamanik semakin menurun produksinya. Data BPS Simalungun menunjukkan bahwa PAD Simalungun berasal dari perkebunan sawit yang umumnya berada di Simalungun Bawah. Sebagai daerah pertanian, terdapat 43.896 Ha lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan di Simalungun. Areal persawahan tersebut menghasilkan 481.181 ton padi selama tahun 2012 dengan rincian 440.992 ton padi sawah dan 40.189 ton padi ladang. Tanah Jawa dan Hutabayu Raja merupakan penghasil produksi padi tertinggi di Simalungun. Hanya Kecamatan Haranggaol Horison dan Kecamatan Bosar Maligas yang tidak menghasilkan padi di Simalungun. Sisanya merupakan penghasil padi sawah dan padi ladang. Disamping itu, produksi pertanian Simalungun juga terdiri dari jagung, kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubi kayu dan ubi jalar, beragam sayur-sayuran, dan beragam buah-buahan. Masyarakat Simalungun juga mengembangkan perkebunan rakyat seperti karet seluas 14.013,51 Ha, sawit seluas 28.950,61 Ha, kopi robusta seluas 2.682,90 Ha, kopi arabika seluas 7.370,60 Ha, kelapa seluas 2.973,42 Ha, coklat seluas 5.655,54 Ha, cengkeh seluas 718,08 Ha, kayu manis seluas 389,56 Ha, kemiri seluas 463,63 Ha, lada seluas 18,36 Ha, aren seluas 754,17 Ha, tembakau seluas 265 Ha, Vanili seluas 26,80 Ha, dan Pinang seluas 536,55 Ha. Pada tahun 2012, total PDRB Kabupaten Simalungun sebesar 13,06 triliun, jumlah ini naik sebesar 1,43 triliun (12,28%) dari tahun 2011 yang jumlahnya sebesar 11,63 triliun rupiah. Percepatan pertumbuhan ekonomi sebesar 6,06% diklaim oleh Pemda Simalungun 2 mengalami percepatan 0,25% dibanding tahun 2011 yang melaju 5,81% dengan sumber pertumbuhan terbesar berasal dari sektor pertanian 3,20% dan sektor jasa 0,79%. Pertumbuhan tersebut berkontribusi pada PDRB Simalungun yang berasal dari sektor pertanian sebesar 54,08%, industri sebesar 16,63%, jasa-jasa sebesar 11,62%, dan sektor penggalian sebesar 0,44%.
II.2. Mengenal Etnis Batak Simalungun Dalam tradisi tutur Simalungun mencatat bahwa nama Simalungun berasal dari bahasa Simalungun yaitu ‘sima-sima’ yang artinya peninggalan dan ‘lungun’ yang artinya yang di rindukan3. Etnis tuan rumah Simalungun adalah Batak Simalungun dan merupakan salah satu suku asli di Sumatera Utara yang menetap di Kabupaten Simalungun dan sekitarnya dan merupakan etnis tuan rumah di Simalungun4. 2
PDRB Kabupaten Simalungun, BPS Simalungun, 2012.
3
Budi Agustono dkk, Sejarah Etnis Simalungun, 2012.
4
Working Paper “Pemetaan Konflik Agraria dengan Landgrabbing di Simalungun, Hutan Rakyat Institutue (HaRI), Wina Khairina dan Saurlin Siagian, 2014, belum di terbitkan.
5|Page
Beberapa sumber menyebutkan bahwa Suku Simalungun berasal dari India Selatan, yang merupakan gelombang pertama (Simalungun Proto) yang diperkirakan datang dari Nagore Selatan (India Selatan) dan pegunungan Assam (India Timur) pada sekitar abad ke-5 menyusuri Myanmar, ke Siam, dan Malaka, selanjutnya menyeberang ke Sumatera Timur dan mendirikan kerajaan Nagur dari Raja Dinasti Damanik. Sedangkan gelombang kedua (Simalungun Deutero) yang datang dari suku-suku di sekitar Simalungun yang bertetangga dengan suku Simalungun. Suku asli penduduk Simalungun adalah Damanik dan 3 marga pendatang yaitu Saragih, Sinaga dan Purba yang dikenal dengan Sisadapur (Sinaga, Saragih, Damanik, Purba). Ke empat marga inilah yang menjadi 4 marga besar di Simalungun, dan merupakan hasil dari “Harungguan Bolon” (permusyawaratan besar) antara 4 raja besar untuk tidak saling menyerang dan tidak saling bermusuhan (marsiurupan bani hasunsahan na legan, rup mangimbang munssuh). Mengutip Tuan Taralamsyah Saragih yang menyebutkan bahwa pada gelombang Proto Simalungun, rombongan 4 raja-raja besar dari Siam dan India tersebut bergerak dari Sumatera Timur ke daerah Aceh, Langkat, Bangun Purba, hingga Bandar Khalifah dan Batubara. Karena di Nagorik suku setempat, maka bergerak ke daerah pinggiran Toba dan samosir. Pustaka Simalungun Kuno (Pustaha Parpandanan Na Bolag) mengisahkan bahwa cikal bakal daerah Simalungun menyebutkan bahwa Kerajaan Simalungun merupakan kerajaan tertua di Sumatera Timur yang wilayahnya bermula dari Jayu (pesisir Selat Malaka) hingga ke Toba. Sebagian sumber lainnya menyebutkan wilayah Kerajaan meliputi Gayo dan Alas hingga perbatasan Sungai Rokan di Riau. Namun karena derasnya imigrasi, setelah Simalungun menjadi satu Kabupaten sendiri, maka suku Simalungun hanya menjadi mayoritas didaerah Simalungun Atas. Daerah Simalungun bawah sudah bercampur dengan etnis Jawa, Toba, Melayu dan lain sebagainya. Data tahun 2008 menunjukkan terdapat 3,5 juta jiwa etnis Simalungun yang tersebar, dan 3 juta diantaranya tinggal di Simalungun. Saat ini, suku Simalungun telah memiliki agama antara lain Islam (56,6 %), Kristen (37,1 %), Katolik (6,1 %), Buddha (0,06 %), Hindu (0,05 %), dan sisasisanya adalah agama-agama lain seperti Parmalim. Simalungun merupakan basis golkar karena banyaknya perkebunan-perkebunan di Simalungun khususnya Simalungun bawah.
II.3. System Kekerabatan Simalungun Sebuah sumber menyebutkan bahwa Orang Simalungun tidak terlalu mementingkan soal silsilah karena penentu partuturan (perkerabatan) di Simalungun adalah hasusuran (tempat asal nenek moyang) dan tibalni parhundul (kedudukan/peran) dalam horja-horja adat (acara-acara adat). Hal ini bisa dilihat saat orang Simalungun bertemu, bukan langsung bertanya “aha marga ni ham?” (apa marga anda) tetapi “hunja do hasusuran ni ham (dari mana asal-usul anda)?" Hal tersebut dipertegas oleh pepatah Simalungun yang pernah diajarkan kepada peneliti “Sin Raya, sin Purba, sin Dolog, sin Panei. Na ija pe lang na mubah, asal ma marholong ni atei” (dari Raya, Purba, Dolog, Panei. Yang manapun tak berarti, asal penuh kasih).
6|Page
Sebagian sumber menuliskan bahwa hal tersebut disebabkan karena seluruh marga raja-raja Simalungun itu diikat oleh persekutuan adat yang erat oleh karena konsep perkawinan antara raja dengan “puang bolon” (permaisuri) yang adalah puteri raja tetangganya. Seperti raja Tanoh Djawa dengan puang bolon dari Kerajaan Siantar (Damanik), raja Siantar yang puang bolonnya dari Partuanan Silappuyang, Raja Panei dari Putri Raja Siantar, Raja Silau dari Putri Raja Raya, Raja Purba dari Putri Raja Siantar dan Silimakuta dari Putri Raja Raya atau Tongging. Adapun Perkerabatan dalam masyarakat Simalungun disebut sebagai partuturan. Partuturan ini menentukan dekat atau jauhnya hubungan kekeluargaan (pardihadihaon), dan dibagi kedalam beberapa kategori yaitu (1) Tutur Manorus / Langsung, yaitu perkerabatan yang langsung terkait dengan diri sendiri, (2) Tutur Holmouan / Kelompok, yaitu melalui tutur Holmouan ini bisa terlihat bagaimana berjalannya adat Simalungun, dan (3) Tutur Natipak / Kehormatan, yaitu tutur yang digunakan sebagai pengganti nama dari orang yang diajak berbicara sebagai tanda hormat.
7|Page
BAB III KAJIAN PUSTAKA III.1. Pemilu Dalam Konsep Demokratisasi Pemilihan Umum atau Pemilu sudah lazim di laksanakan di berbagai penjuru duniapasca Perang Dunia II sebagai bentuk kemenangan demokrasi dalam mengadapi gagasan ideologi dan rezim yang berkuasa. Bahkan, negara-negara yang tidak mempraktekkan demokrasi mengklaim dirinya sebagai negara demokratis dan menyelenggarakan pemilu. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa demokrasi adalah model kehidupan bernegara yang paling ideal dalam mengatur kehidupan manusia dalam bernegara. Meski bukan sebuah tatanan yang sempurna, masyarakat luas meyakini demokrasi sebagai model memiliki peluang paling minimal dalam menistakan kemanusiaan. Karenanya pula, hingga kini, praktek-praktek dan gagasan demorasi semakin meluas di dunia. Pemilu merupakan praktek demokrasi paling utama bahkan merupakan prasyarat utama dalam demokrasi. Semua negaara yang mengaku negara demokrasi harus memastikan dirinya menjalankan pemilu secara reguler. Karenanya pemilu memerlukan regulasi yang kuat bahkan harus dimasukkan sebagai UUD suatu negara agar jaminan konstitusi dapat memastikan pemilu terselenggara untuk menjaga keberlangsungan demokratisasi di suatu negara. Melalui pemilu, rakyat mengekspresikan kebebasannya untuk memilih pimpinannya, sekaligus menjadi saranan menilai kinerja pemimpin dan menghukumnya jika kinerja dan kelakukan pemimpin tersebut buruk. Masyarakat menseleksi sendiri para pemimpin rakyat yang menjadi anggota perwakilan rakyat maupun wakil rakyat yang menduduki jabatan di pemerintahan baik pimpinan daerah maupun presiden. Di titik inilah pemilu kemampuannya dalam menterjemahkan kedaulan rakyat. Untuk sampai ke level tersebut, harus didorong pemilu menjadi sebuah proses politik yang baik. Upaya tersebutu membutuhkan waktu, tenaga, fikiran dan dana yang cukup besar. Sebuah system yang baik harus di ban gun agar pemilu mampu memproses suara rakyat menjadi kursi legislatif atau jabatan di eksekutif. Pelaksana pemilu juga memerlukan managemen yang khas, dimana peraturan dan penegakan hukum dalam mengubah suara menjadi kursi tersebut tidak dimanipulasi dan dicurangi. Dalam prakteknya, perjalanan pemilu di Indonesai memiliki ke khasan sendiri dari masa ke masa. Cukup banyak juga regulasi yang tercipta terkait kepemiluan di Indonesia yang terus menerus memperbaiki system pemilunya.
8|Page
III.2. Standard Pemilu Internasional Standard internasional dibutuhkan dalam penyelenggaraan pemilu karena pemilu. Hal ini disebabkan pemilu merupakan istrumen demokrasi dan praktek demokrasi sudah semakin meluas dan hamper diterima semua negara di dunia. Pemilu bahkan di lakukan oleh negara-negara yang tidak mempraktekkan demokrasi. Karenanya, meskipun pemilu dilaksanakan oleh banyak negara, namun tidak bisa di jamin bahwa pemilu tersebut berjalan secara demokratis. Untuk itu standard internasional yang sama di butuhkan untuk menjamin pemilu dilaksanakan dengan prinsip-prinsip demokrasi. Standard internasional merupakan ketentuan minimal yang dilaksanakan dalam pemilu agar ketentuan-ketentuan minimal bisa dijalankan agar pemilu layak disebut pemilu demokratis. Bila tolak ukur tersebut tidak di penuhi, maka pemilu tidak bisa disebutkan sebagai pemilu demokratis. Pondasi perumusan dokumen internasional tersebut terdiri dari Deklarasi Universal Hak Azasi Manusia (DUHAM) 1948 dan Kovenan Internasional Hak-hak Dipil dan Politik 1966. Pasal pasal yang langsung bisa di rujuk dari dua dokumen tersebut adalah : Pasal Penting Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia 1944 Pasal 20 (1) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dan berkumpul. (2) Setiap orang tidak dapat dipaksa untuk menjadi bagian dari suatu perhimpunan. Pasal 21 (1) Setiap orang berhak untuk berperanserta dalam pemerintahan di negaranya, baik secara langsung maupun melalui perwakilan yang dipilih secara bebas. (2) Setiap orang berhak atas akses yang sama untuk mendapatkan pelayanan publik di negaranya. (3) Kehendak rakyat merupakan dasar dari kewenangan pemerintah; kehendak tersebut harus dinyatakan di dalam pemilu berkala dan murni yang harus dilaksanakan dengan hak pilih yang sama dan setara dan harus dilaksanakan dengan surat suara rahasia atau dengan prosedur pemungutan suara bebas yang setara. Pasal Penting Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik 1966 Pasal 19 (1) Setiap orang berhak untuk berpendapat tanpa campur tangan orang lain. (2) Setiap orang berhak mendapatkan kebebasan untuk mengungkapkan pikiran; hak ini mencakup kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan segala macam informasi dan gagasan, tanpa memperhatikan hambatan-hambatan, baik secara lisan, secara tertulis atau dalam bentuk cetakan, dalam bentuk seni, atau melalui media lainnya yang dipilihnya. (3) Pelaksanaan dari hak-hak yang diatur di dalam paragraf di atas menimbulkan tugas-tugas dan tanggung jawab-tanggung jawab khusus. Oleh karena itu, hal tersebut dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu. Tetapi pembatasan-pembatasan tersebut semata-mata sebagaimana diatur oleh undang-undang dan sebagaimana yang diperlukan, 1) penghormatan atas hak dan martabat orang lain, 2) perlindungan atas keamanan nasional atau ketertiban umum (ordre public), atau kesehatan atau moral masyarakat.
9|Page
Pasal 21 Hak untuk berkumpul secara damai harus diakui. Tidak dibenarkan untuk membatasi pelaksanaan hak ini selain dari yang ditetapkan oleh undang-undang dan diperlukan dalam masyarakat demokratis guna menjaga kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum (ordre public), perlindungan atas kesehatan dan moral masyarakat atau perlindungan atas hak-hak dan kebebasan orang lain. Pasal 22 (1) Setiap orang berhak atas kebebasan untuk berserikat dengan orang lain, termasuk hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat buruh untuk melindungi kepentingankepentingannya. (2) Tidak dibenarkan untuk melakukan pembatasan atas pelaksanaan hak ini selain dari yang ditentukan oleh undang-undang dan yang diperlukan dalam sebuah masyarakat yang demokratis untuk kepentingan keamanan nasional atau keselamatan umum, ketertiban umum (ordre public), perlindungan kesehatan dan moral masyarakat atau perlindungan hakhak dan kebebasan orang lain. Pasal ini tidak menafikan dikenakannya batasan-batasan yang sah atas para anggota angkatan bersenjata dan kepolisian dalam melaksanakan hak ini. (3) Tidak ada ketentuan dalam pasal ini yang memberi wewenang kepada negara-negara yang berperanserta dalam Konvenan Buruh Internasional 1948 tentang “Kebebasan Berserikat dan Perlindungan atas Hak untuk Berorganisasi” untuk melakukan tindakan legislatif yang akan merugikan, atau menerapkan undang-undang sedemikian rupa sehingga merugikan, jaminanjaminan yang diberikan di dalam konvenan tersebut. Pasal 25 Setiap warga negara berhak dan berkesempatan, tanpa pembedaan yang dimaksud di dalam pasal 2 dan tanpa pembatasan yang tidak wajar: 1. Untuk berperanserta dalam pelaksanaan urusan-urusan umum, secara langsung atau melalui perwakilan yang dipilh secara bebas; 2. Untuk memilih dan dipilih di dalam pemilu berkala yang dilaksanakandengan hak pilih yang sama dan setara dan dilaksanakan dengan surat suara rahasia, yang menjamin pengungkapan kehendak para pemilih secara bebas; 3. Untuk memiliki akses, berdasarkan ketentuan umum tetang kesetaraan, kepada layanan masyarakat di negaranya. Standar Internasional versi IDEA International IDEA Internasional, sebuah lembaga nirlaba yang bergerak di bidang pemilu, merumuskan standar internasional pemilu secara lebih rinci. Perumusan itu dilakukan oleh para ahli hukum internasional dan perbandingan pemilu internasional, yang hasilnya diformat dalam bentuk buku5.
5
Sumber, Konsep dan Standard, Rumah Pemilu, Juli 2015.
10 | P a g e
III.3. Sejarah Pemilu Indonesia Pemilu di Indonesia telah terselenggara sebanyak 11 kali. Bila dilihat berdasarkan periodesasi rezim yang berkuasa, pertama sekali pemilu di laksanakan pada masa Orde Lama yaitu Pemilu 1955. Masa Orde Baru pemilu di laksanakan sebanyak 6 kali yaitu Pemilu 1971, Pemilu 1977, Pemilu 1982, Pemilu 1987, Pemilu 1992, dan Pemilu 1997. Sedangkan masa Reformasi telah dilaksanakan 4 kali pemilu y aitu Pemilu 1999, Pemilu 2004, Pemilu 2009, dan Pemilu 2014. Kondisi politik saat itu masing-masing mempengaruhi warna dan karakteristik pemilu di Indonesia dari masa ke masa. III.3.1. Pemilu 1955 Pemilu 1955 di akui banyak pihak adalah pemilu paling demokratis dan paling baik di Indonesia. Pemilu pertama ini syarat nilai keragaman, kejujuran, kesederhanan dan kedamaian. Hingga kini Pemilu 1955 masih menjadi rujukan bagi penyelenggaraan pemilu berikutnya. Merupakan pengalaman pertama yang sangat berharga terkait kepemiluan. Pondasi tertulis didalam naskah asli UUD 1945 tidak ada. BPKNIP yang difungsikan sebagai parlemen menetapkan undangundang pemilu sebagai agenda utama. Pemilu di laksanakan dua kali untuk memilih DPR pada 29 September 1955 dan untuk memilih Kontituante pada 15 Desember 1955. Dari 78 juta penduduk Indonesia, 43 juta penduduk terdaftar sebagai pemilih dan 38 juta penduduk atau 87,66% menggunakan hak pilihnya. Perilaku pemilih ini merupakan kondisi luar biasa karena masih banyak masyarakat Indonesia yang buta hurup pasca peninggalan penjajahan. Terdapat 34 parpol pemilu dan 172 kontestan pemilu karena selain parpol, perorangan juga di ijinkan maju dalam pemilu. Hanya ada 4 parpol menjadi pemenang relative yaitu Partai Nasional Indonesia (PNI) dengan 57 kursi dan 119 kursi atau 22,8% di konstituante, Masyumi 57 kursi di DPR dan 112 kursi di Konstituante (20,9), Nahdatul Ulama (NU) dengan 45 kursi di DPR dan 91 kursi atau 18,4% di Konstituante serta Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan 39 kursi di DPR dan 80 kursi atau 16,4% di Konstituante. Tidak ada parpol pemenang mutlak. III.3.2. Pemilu 1971 Dilaksanakan pada 3 Juli 1971 dengan UU No 15 Tahun 1969 tentang Pemilu. Partai PKI dan Masyumi yang merupakan 2 partai yang memperoleh suara signifikan pada Pemilu 1955 tidak ikut pada Pemilu 1971 karena telah di bubarkan. PKI di bubarkan dan dianggap partai terlarang pada 12 Maret 1966, sehari setelah Letjen TNI Soeharto menerima Supersemar (Surat Perintah Sebelas Maret). Masyumi di bubarkan terlebih dahulu karena di anggab kader/pimpinannya banyak terlibat pada pemberontakan PPRI (Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia). Muncul partai baru setelah Masyumi bubar yaitu Parmusi (Partai Muslimin Indonesia). Terdapat 10 organisasi / parpol yang terlibat dalam Pemilu 1971 yaitu Golongan Karya (Golkar), PNI, Parmusi, Parkindo, Partai Katolik, PSII, NU, Murba, Perti, dan IP-KI. Dari 115 juta jiwa penduduk, 54 juta terdaftar sebagai pemilih. Dan 62,88% pemilih atau sekitar 38 juta memberikan suara dan memenangkan Golkar. Golkar meraih 230 kursi dari 360 kursi di DPRD RI. NU mendapatkan 58 kursi (18,67%), Permusi 24 kursi (8,62%), PNI 20 kursi (6,9%), PSII 10 kursi (2,3%), Parkindo 7 kursi (1,3%), Partai Katolik 3 kursi (1,1%), Perti 2 kursi (0,6%), Partai Murba dan IP-KI tidak mendapat kursi. 11 | P a g e
Menurut dokumen-dokumen yang ada, Golkar menang karena Kokarmendagri (Komando Kekaryaan Menteri Dalam Negeri) yang mewajibkan semua pegawai negeri masuk kek korps Kopri (Korps Pegawai Negeri) dan Bappilu (Badan Pengendali Pemenangan Pemilihan Umum) Golkar dari pusat hingga ke daerah, dimana anggota ABRI (TNI dan Polri) aktif ada di dalamnya. Menjelang pemilu 1971, kompromi politik terjadi, Pemerintahan Orde Baru berkeinginan menukar sisten pemilu proporsional dengaan system pemilu mayoritarian. Akhirnya system pemilu proporsional tetaap di pertahankan dengan kompromi imbalan kursi gratis militer di parlemen6. ABRI (TNI-Polri) tidak izinkan menggunakan hak pilih dan di pilih, tetapi mendapat 100 kursi di DPR RI dengan jalan pengangkatan. 100 kursi tersebut di berikan kepada ABRI (TNI-Polri) sebanyak 75 kursi, dan 25 kursi lagi di berikan kepada Golongan Fungsional Non ABRI (TNI - Polri). III.3.3. Pemilu 1977 - 1997 Kehidupan politik diredam Orde Baru dengan mereduksi partai politik hanya menjadi dua yaitu Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Demokrasi Indonesia (PDI) selain Golkar sendiri. PPP merupakan fusi dari 4 partai politik yaitu NU, Permusi, PSII, dan Perti. Sedangkan PDI merupakan fusi dari 5 partai politik yaitu PNI, Parkindo, Partai Katolik, Murba dan IP-KI. Partai dilarang beroperasi sampai ke desa. PNS di paksa memilih Golkar. Pemilu pada 2 Mei 1977 hanya di tujukan untuk memenangkan Golkar sebagai sandaran legitimasi rezim Orde Baru. Dari 130 juta jiwa penduduk Indonesia termasuk Timor-Timor, terdapat 64 juta pemilih dan 40 juta atau 62,80% memenangkan Golkar secara mutlak. PPP mendapatkan 29,29% suara atau 18,7 juta pemilih, dan PDI dengan 8,60% atau 5 juta pemilih. Selama 30 tahun kemudian, represi dan manipulasi terjadi demi memenangkan Golkar. Setelah 1971 terlaksana lagi 4 kali pemilu yang berhasil memenangkan Golkar yaitu Pemilu 1982 (Golkar 64,34%), Pemilu 1987 (Golkar 65,75%), Pemilu 1992 (Golkar 68,10%), dan Pemilu 1997 (Golkar 74,51%). Soeharto terus tampil sebagai Presiden dengan wakilnya yang berbedabeda. III.3.4. Pemilu 1999 Antusiasme terhadap demokrasi mempengaruhi proses Pemilu 1999. Pemilu dilaksanakan pada 7 Juni diikuti oleh 48 Partai Politik. 4 parpol mendapat suara signifikan yaitu PDI Perjuangan dengan 153 kursi di DPRD RI, Partai Golkar mendapatkan 120 kursi, PPP mendapatkan 58 kursi dan PKB mendapatkan 51 kursi. Masyarakat sebagai pemilih memahami apa y ang haruus dilakukan dalam berdemokrasi. Golkar terpuruk. KPU tidak bersedia mengesahkan hasil pemilu. Presiden mengambil alih urusan pemilu dan mendapat sokongan masyarakat sehingga Pemilu 1999 tetap memiliki legitimasi tinggi. Gus Dur dilantik sebagai presiden dengan Megawati Soekarnoputri sebagai wakilnya dalam sidang umum MPR.
6
Menelusuri jejak-jejak praktek dmeokrasi, Sumber : http://www.rumahpemilu.org/in/read/166/PengantarMenelusuri-Jejak-jejak-Praktek-Demokrasi, diakses pada 25 Juli 2015.
12 | P a g e
III.3.5. Pemilu 2004 Pemilu 2004 merupakan pemilu presiden langsung pertama dengan landasan perubahan ketiga UUD 1945 oleh Sidang Umum MPR pada tahun 2002 yang mengharuskan pemilihan langsung presiden dan wakil presiden, serta pemilihan anggota DPR dari setiap provinsi. Sementara pemilihan anggota DPD di setiap provinsi bersamaan dengan pemilihan anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota, membuat pemilu Pemilu 2004 menjadi sangat kompleks. Pemilu Legislatif dilaksanakan pada tanggal 5 April 2004, diikuti oleh 24 parpol. Hanya 16 parpol yang meraih kursi di DPR RI. Partai Golkar kembali menang dengan meraih 128 kursi di DPR RI, PDI Perjuangan 109 kursi, PPP 58 kursi, Partai Demokrat 55 kursi, PAN 53 kursi, PKB 52 kursi, PKS 45 kursi, PBR 14 kursi, PDS 13 kursi, PBB 11 kursi, PPDK 4 kursi, Partai Pelopor 3 kursi, PKPB 2 kursi, PKPI, PNI Marhaenis, PPDI masing-masing meraih 1 kursi. Pemilu Presiden atau Pilpres memenangkan Jenderal TNI (Purn) Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jusuf Kalla yang di usung Partai Demokrat. Capres Partai Golkar yaitu Jenderal TNI (Purn) Wiranto (Pemenang Konvensi Capres Partai Golkar) berpasangan dengan Salahuddin Wahid kalah suara. Untuk memperkuat pemerintahan SBY-JK di eksekutif dan legislatif, SBYJK berkoalisi dengan partai politik pendukungnya seperti PKB, PKS, PBB, PPP, PAN dan Partai Golkar yang tidak mendukung Capres Partai Golkar Wiranto-Salahuddin Wahid tersebut di atas. PDI Perjuangan dengan Ketua Umumnya Megawati bertahan di luar pemerintahan SBY-JK alias oposisi. III.3.6. Pemilu 2009 Pemilu 2009 juga terdiri dari 2 tahap yaitu Pileg pada 9 April 2009. Diikuti oleh 38 partai politik memperebutkan 560 kursi DPR RI. 9 partai berhasil meraih kursi dan Partai Demokrat muncul sebagai partai pemenang meskipun tidak menang mutlak. Jumlah kursi DPR RI yang dapat diraihnya adalah 148, Partai Golkar 106 kursi, PDI P 94 kursi, PKS 57 kursi, PAN 46 kursi, PPP 38 kursi, PKB 28 kursi, Gerindra 26 kursi, dan Hanura 17 kursi. Partai Demokrat yang mengusung Susilo Bambang Yudhoyono menjadi Calon Presiden pada pemilu tahap kedua (Pilpres) dan keluar sebagai pemenang. Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pun menjadi presiden untuk kedua kalinya (2009-2014) dengan wakilnya Prof Dr Boediono. Karena kemenangan Partai Demokrat pada Pileg tidak mutlak, maka untuk memperkuat pemerintahan kedua inipun, SBY harus berkoalisi dengan beberapa partai politik pendukungnya yaitu Partai Golkar, PAN, PKB, PPP dan PKS. Meskipun koalisi tidak berjalan dengan efektif. PDI Perjuangan masih menjadi oposisi selama 5 tahun. Kontroversi penyelenggaraan pemilu terjadi karena hilangnya hak pilih jutaan warga negara. KPU sebagai penyelenggara berkilah bahwa kesalahan tersebut ada pada pemerintah dan pemerintah daerah sebagai sumber kesalahan. UU No. 10/2008 yang buruk menjadi salah satu penyebab masalah keruwetan pemilu.
13 | P a g e
III.3.7. Pemilu 2014 Pemilu 2014 dilaksanakan 2 kali yaitu Pemilu Legislatif pada 9 April 2014 dan Pilpres pada 9 Juli 2014. Pileg di ikuti oleh 12 partai nasional dan 3 partai local antar lain Nasdem, PKB, PKS, PDIP, Golkar, Gerindra, PD, PAN, PPP, Hanura, PBB dan PKPI7. Terdapat 2 calon presiden yaitu Jokowi – JK yang memenangkan suara dengan 53.15% suara nasional atau 133.574.277 suara dan calon lainnya Prabowo – Hatta Rajasa yang mendapatkan 46,85% suara nasional atau 62.576.444 suara. III.4. Perilaku Pemilih Downs A (1957) mendefinisikan pemilih adalah subyek dan kontestan baik caleg, calon kepala daerah maupun calon presiden seyogyanya memposisikan diri sebagai pelayan dan agen pembaharuan. Karenanya, hubungan antara pemilih dengan kontestannya merupakan hubungan yang tidak stabil. Semakin kritis masyarakat maka ikatan tradisional dan primordial akan semakin luntur. Pemilih merupakan pihak yang menjadi tujuan utama para kontestan untuk di pengaruhi dan di yakinkan agar memberikan suaranya pada kontestan. Downs A (1957) menyebutkan bahwa keputusan memilih berbeda signifikan dengan keputusan ekonomi atau komersial. Karena salah memilih dalam keputusan ekonomi akan berdampak langsung, tetapi salah memilih didalam pemilu tidak berdampak secara langsung. Dampak yang di terima adalah kondisi dan situasi yang kan terjadi dalam 5 tahun kedepannya. Individuindividu baik tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh adat bisa mengubah peta suara bagi kontestan. Maka umumnya Pendekatan teori yang pernah ada untuk mengkonstruksi perilaku memilih meliputi pendekatan sosiologis (madzhab Columbia), pendekatan psikologis (madzhab mischigan), pendekatan rasional dan pendekatan domain kognitif (pendekatan marketing). Schumpeter (1966) menyebutkan bahwa seorang pemilih mendapatkan banyak informasi politik dalam jumlah besar dan beragam serta dari sumber yang bermacam-macam. Dari informasi tersebut, masyarakat mengambil keputusan untuk memilih. Schumpeter menyebutkan bahwa terdapat pilihan rasional dan pilihan tidak rasional. Senada dengan hal tersebut, Brenna & L. Lomasky serta M.P. Fiorina (1977) menyebutkan bahwa keputusan memilih pada saat pemilu merupakan perilaku “ekspresif”. Loyalitas dan ideology merupakan hal utama. Brenna (1977) menyebutkan bahwa loyalitas dari konstituen kepada partai politik dan sebaliknya loyalitas dari partai politik kepada konstituen berjalan dua arah – relasional. Pemilih Rasional menurut K.R. Popper (1974) rasionalitas 'I have a deep igrained fear of big words, such as ranionality. Rasionalitas Max Weber (1972) mengkelompokkan rasionalitas menjadi dua yaitu rasionalitas nilai (value rational) dan rasionalitas tujuan (goal rational). Rasionalitas nilai di dasarkan pada orientasi berdasarkan nilai, etika, moralitas, agama, hal-hal yang bersifat estetika, kesukaan, asalusul. Karenanya keputusan individu berdasarkan nilai-nilai yang di yakininya tersebut, bukan tujuan yang ingin di raih. Sedangkan rasionalitas tujuan merupakan orientasi keputusan dan aksi berdasarkan kesesuaian dengan tujuan akhir, metode pencapaian dan konsekuensinya.
7
Tiga partai local tersebut hanya terdapat di Aceh, yaitu Partai Damai Aceh, Partai Nasional Aceh dan Partai Aceh.
14 | P a g e
Secara operasional, perilaku pemilih, umumnya dilandasi oleh 7 faktor dalam menentukan pilihan individu atau masyarakat dalam memilih calon legislative atau calon pemimpin daerah maupun calon presiden. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Kesadaran Idiologi, b. Kapasitas Calon, c. Imbalan Materi/ Money politic, d. Kesamaan etnis, e. Kesamaan Agama, f. Ajakan keluarga, g. Lain-lain. Pilihan pilihan rasional perilaku pemilih di Simalungun harus di lihat dalam setting setting situasi kondisi social politik yang terjadi saat ini dalam konteks Indonesia dan Simalungun. Peneliti menyadari bahwa pilihan tersebut tidak berdiri diruang hampa. Apatisme yang tinggi terhadap kondisi politik dan pemilu, menyebabkan pilihan masyarakat cenderung mengarah pada pilihan-pilihan pragmatisme. Ini menunjukkan bahwa orientasi lebih diarahkan pada rasionalisme tujuan.
15 | P a g e
BAB IV PERILAKU PEMILIH DALAM DINAMIKA POLITIK LOKAL DI KABUPATEN SIMALUNGUN
IV.1. Pemilu di Simalungun Dari Masa Ke Masa Secara nasional, Simalungun di kenal sebagai basis Partai Golkar sejak dari masa Orde Baru. Hal ini dimungkinkan terjadi karena sebagian besar Simalungun khususnya Simalungun bawah adalah daerah perkebunan sawit di mana banyak BUMN maupun perusahaan swasta beroperasi di Simalungun. Pada masa Orde Baru, seluruh karyawan perkebunan tersebut di wajibkan untuk memilih Golkar atau di keluarkan sebagai karyawan. Intimidasi ini berhasil membuat seluruh karyawan perkebunan memberikan suaranya kepada Partai Golkar. Meskipun belum pernah terbukti bahwa ada karyawan yang dikeluarkan, namun seorang informan menyebutkan, pada masa Orde Baru, ada karyawan yang memilih partai lain yaitu Partai Perjuangan, meski tidak dipecat, namun ia tidak mendapatkan promosi dalam 30 tahun masa kerjanya sebagai karyawan. Ancaman untuk di pecat juga sering di alaminya. Informan juga mengakui bahwa pada masa Orde Baru, pada saat Pemilu 1997, ia di haruskan memilih Partai Golkar. Pasca memilih ia mendapatkan uang sebesar Rp.25.000,-, 1 bungkus nasi, dan sebuah kaos Partai Golkar. Saat itu, Partai Golkar menang telak sebesar 74,51% di Indonesia di bawah tim pemenangan Harmoko. Diperkebunan-perkebunan di Simalungun Partai Golkar bahkan menang nyaris 100%. Bila di lihat kebelakang, upaya pemerintah menyandarkan kekuasaannya melalui Partai Golkar selama 30 tahun sejak sebelum Pemilul 1977 telah berhasil melakukan intimidasi dan teror kepada masyarakat di Simalungun. Sekali, menjelang Pemilu 1999, bahkan seorang anak karyawan membawa bendera PKB ke rumahnya di Perkebunan. Serta merta orang tuanya yang karyawan di tegur oleh pihak perkebunan. Karyawan di perkebunan juga harus memastikan agar seluruh anak-anak mereka yang sudah memiliki suara agar memilih Partai Golkar. Kesejarahan ini mempengaruhi sikap dan perilaku pemilih di Sumatera Utara hingga kini. Bahkan meskipun memasuki masa reformasi, upaya-upaya pemenangan Golkar masih terus dilakukan secara sistemik. Para karyawan perkebunan yang ada di Simalungun hingga kini tetap memilih Golkar meskipun sudah pensiun. Golkar menang di Simalungun hingga Pemilu tahun 2014 untuk pertama kalinya Golkar di kalahkan oleh Partai Demokrat. Warna kuning berubah menjadi biru kini di Simalungun.
16 | P a g e
IV.2. Perilaku Pemilih di Simalungun Data lapangan menemukan setidaknya terdapat 7 faktor yang mendasari pilihan individu atau masyarakat dalam memilih calon legislative atau calon pemimpin daerah maupun calon presiden. Faktor-faktor tersebut antara lain : a. Kesadaran Idiologi, b. Kapasitas Calon, c. Imbalan Materi/ Money politic, d. Kesamaan etnis, e. Kesamaan Agama, f. Ajakan keluarga, g. Lain-lain. Faktor yang paling dominan di pilih masyarakat adalah karena imbalan materi atau money politik. Praktek politik uang terjadi sangat marak pada Pemilu di Simalungun. Semakin meluas sejak Pilkada yang terjadi secara nasional pada tahun 2005 – 2008. Dasar penyelenggaraan pilkada melalui UU No. 32/2004 dan UU No. 12/20088. Putusan MK sangat berkontribusi dalam menata pilkada. Meskipun demikian peraturan perundangan pilkada gagal menyentuk praktek politik uang yang marak setiap pilkada di gelar. Pengurus partai politik melakukan jual beli suara kepada calon pasangan dengan biaya yang sangat mahal kepada pasangan calon yang ingin maju. Pasangan calon juga bisa membeli partai meskipun bukan kader partai, begitu juga suara pemilih dan petugas KPU dari KPPS hingga ke KPU Kabupaten Kota. Disatu sisi, pemilih juga tidak memiliki rasa bersalah saat menerima uang dan barang yang disalurkan oleh tim sukses pasangan calon. Praktek money politik tersebut juga kemudian marak dalam Pileg maupun Pilpres. Sejak Pileg 2009 dan Pileg 2014, serta Pilpres 2009 dan 2014. Sebenarnya hal ini mulai marak sejak 2004 saat masyarakat sipil secaara nasional melakukan kampanye politisi busuk untuk menghempang politisi busuk masuk kedalam panggung politik9. Sebuah meme saat itu marak terucap “Ambil uangnya, jangan pilih orangnya”. Sayang hal ini kemudian berlanjut menjadi money politik oleh para kandidat untuk memenangkan dirinya. Yang sangat diluar dugaan, penyaluran uang dan barang tersebut menggunakan mekanisme dan justifikasi agama. Selain itu, justifikasi kekerabatan dan budaya juga turut di gunakan. Dari masa kemasa, suara pemilih menjadi semakin mahal, dan sindikasi politik uang semakin massif dan sistemik. Bantuan di salurkan melalui STM, Majelis Taklim maupun perwiridan-perwiridan, juga gereja. Selain uang, money politik juga berwujud sembako, jilbab, gelas, sarung, jam dan lainlain. Namun ada juga yang meminta lebih besar, misalnya tikar, loudspeaker, atau peralatan majelis taklim lainnya. Tidak lagi berlaku di Simalunguun bila hanya memberikan kartu nama atau sekedar kalender. Ada money politik yang berhasil di ungkapkan dan kemudian menggugurkan kepesertaan pemilu, namun lebih banyak yang tidak berhasil di ungkap. Pada akhirnya, praktek korupsi menjadi permasalahan baru yang di lakukan oleh para caleg yang berhasil memperoleh kekuasaan dengan cara politik uang. Modal yang di keluarkan ketika Pemilu menjadikan praktek korusi sebagai cara untuk mengembalikannya.
8
Menelusuri jejak-jejak praktek dmeokrasi, Sumber : http://www.rumahpemilu.org/in/read/166/PengantarMenelusuri-Jejak-jejak-Praktek-Demokrasi, diakses pada 25 Juli 2015. 9
Politisi busuk adalah defenisi yang di berikan kepada pelaku pelanggar HAM, pelaku korupsi, dan perusak lingkungan, dan para penguasa politik lama yang berupaya masuk kembali di era reformasi menguasai pemerintahan dan legislative melalui mekanisme pemilu.
17 | P a g e
Kini, saat wawancara dilakukan, apatisme masyarakat sangat tinggi menghadapi Pemilu karena ketidak percayaan terhadap calon dan tidak kenalnya masyarakat dengan calon yang akan di pilihnya ternyata di manfaatkan oleh para calon yang memiliki uang. Seorang informan menggambarkan : “Caleg-caleg berupaya membeli suara rakyat dengan modal yang di milikinya. Karena umumnya yang jadi caleg itu orang-orang yang tidak kita kenal. Begitu juga saat pilkada, sama saja semua. Setelah terpilih, tentu saja mereka kerja keras untuk mengembalikan modal yang telah mereka keluarkan sekaligus numpuk modal agar bisa terpilih lagi. Mulailah main proyek dan korupsi. Makanya korupsi yang di lakukan oleh oknum-oknum politisi dan pemerintah. Kitalah yang di korbankan. Lihat saja, sekarang ini tidak ada pembangunan dalam 5 tahun terakhir”. (M. Siregar, 45 tahun, 30 Juni 2015, Perdagangan). Seorang informan lainnya menyatakan, salah satu cara pelaksanaan politik uang yang di lakukan oleh calon-calon legeslatif di antaranya adalah dengan melakukan serangan fajar. Para politisi akan memberikan uang kepada masyarkat yang mau memilihnya pada pagi hari sebelum masyarakat berangkat ke TPS (Tempat Pemungutan Suara). Ada juga yang dilakukan dengan mengajak makan bersama beberapa kelompok masyarakat yang bersedia untuk memberikan suaranya kepada calon tertentu. Acara makan bersama ini di lakukan atas dasar ikatan kekeluargaan. Dan acara makan bersama ini justru memberikan ikatan yang sangat kuat kepada peserta yang mengikutinya dan lebih besar kemungkinan untuk memilih calon dari pada pola-pola politik uang lainnya10. Sulit untuk membuktikan berbagai kasus-kasus politik uang yang terjadi. Tidak adanya pihak yang bersedia untuk menjadi saksi peristiwa politik yang terjadi, menjadikan kasus tersebut sulit untuk di buktikan. Selain itu juga tidak ada bukti-bukti tertulis yang bisa membuktikan terjadinya politik uang. Kasus money politik merupakan kasus pidana dan dalam 1 x 24 jam setelah di laporkan ke Panwas harus di laporkan ke Gakumdu (polisi + jaksa + panwas). Sedangkan untuk kasus-kasus pelanggaran lainnya baik berupa temuan maupun pelaporan masyarakat, undangundang mengisyaratkan maksimal 7 hari setelah peristiwa bisa dilaporkan, setelahnya akan kadaluarsa, kemudian 3 hari untuk di tindak lanjuti, dan 2 hari untuk melengkapi berkas. Apabila hal tersebut tidak di lakukan maka dianggab kadaluarsa 11. Sehingga sulit untuk mengungkap praktek-praktek politik uang yang dilakukan oleh para peserta Pemilu. Peraturan yang ada justru malah memungkinkan praktek-praktek politik uang semakin sulit untuk di jerat, karena adanya aturan dalam UU No. 8/2015 yang memperbolehkan peserta Pemilu untuk memberikan souvenir yang nilainya tidak lebih dari Rp. 50.000,-. Keterlibatan penyelenggara Pemilu dan Pengawas Pemilu dalam memuluskan calon tertentu untuk berhasil memperoleh suara terbanyak dalam merebut kekuasaan juga merupakan salah satu persoalan yang mengakibatkan parsisipasi politik masyarakat menurun dalam Pemilu. Bagi masyarakat Simalungun, hal ini adalah rahasia umum. Sehingga tingkat kepercayaan masyarakat 10
Wawancara dengan salah seorang anggota Panitia Pemungutan suara tingkat Desa di Simalungun.
11
Wawancara dengan staff Panwas Pemilu, 25 Juni 2015.
18 | P a g e
terhadap penyelenggara Pemilu terus menurun sebanding dengan menurunnya angka partisipasi masyarakat dalam Pemilu. Pemilu akhirnya menjadi ajang membeli kursi bagi para peserta Pemilu yang memiliki modal besar. Rendahnya pendidikan politik oleh begitu banyak partai di Indonesia menjadikan penyebab hal ini terjadi. Masyarakat akhirnya terjebak pada pragmatisme jangka pendek. Pilihan yang sudah dijatuhkan harus di pertaruhkan dengan masa depan dan demokratisasi selama 5 tahun kedepan pasca pemilu. Beberapa kasus pelanggaran Pemilu yang terjadi di tingkat desa dan terpantau oleh panitia pengawas Pemilu. Jika memungkinkan untuk di selesaikan oleh pengawas tingkat desa dengan calon yang melakukan pelanggaran, maka akan di selesaikan pada tingkat desa terebut. Hal ini menurut masyarakat yang seorang anggota pengawas pemilu di tingkat desa di Simalugun di lakukan karena apabila kasus tersebut mereka laporkan ke kecamatan dan sampai ke kabupaten, kasus tersebut juga akan di selesaikan tanpa melalui proses hukum. Sehingga yang akan mendapatkan keuntungan dari kasus tersebut adalah panitia pengawas di tingkat kecamatan dan kabupaten. Sedangkan mereka (pengawas di tingkat desa) yang melaporkan tidak memperoleh apapun, sehingga mereka lebih memilih untuk menyelesaikan persoalan pada tingkat desa. Dengan demikian mereka akan memperoleh pemasukan dari pelanggaran yang dilakukan oleh calon12. Selain factor money politik, kesamaan etnis, kesamaan agama, ajakan keluarga dan alasan-alasan individual lainnya. Pilkada 2005 misalnya, sentiment agama sangat kuat dan berhasil mememangkan Zulkarnain Damanik. Meskipun sedikit, masih terdapat pemilih-pemilih kritis yang memilih dan menentukan pilihan terkait kesadaran ideologis dan kapasitas calon. Beberapa kali pilkada maupun pileg, digambarkan oleh informan, telah memilih pemimpin-pemimpin yang tidak amanah. Hal ini telah menyebabkan minat masyarakat hadir dalam pemilu berkurang. Ia menggeambarkan : “Tidak ada perbaikan atas kualitas hidup masyarakat, meskipun kami memilih caloncalon pemimpin pada saat Pemilu. Keadaan ekonomi kami tidak menjadi lebih baik siapa pun calon yang kami pilih. Infrastruktur desa tetap saja tidak di perbaiki dan bahkan semakin rusak. Tidak ada perhatian pemerintah atas pembangunan di desa kami dari pemimpin-pemimpin yang telah kami pilih melalui pemilihan umum. Lebih baik kami memilih menjadi golput (Golongan Putih) pada pemilu-pemilu yang di selenggarakan. Siapapun yang menang, begini juga hidup kita. (S. Sitindaon, 45 Tahun, Bandar, 30 Juni 2015).
IV.3. Afiliasi Politik Lokal Pada Pemilu Legislatif 2009 dan 2014 di Simalungun Pada pemilu legislatif tahun 2009 dari 38 partai yang berpartisipasi, di Simalungun terdapat 3 partai pemenang yang memperebutkan 45 kursi legislatif di Simalungun yaitu Partai Golkar dengan 15 kursi, Partai Demokrat dengan 10 kursi, dan Partai PDI Perjuangan dengan 5 kursi. Sisa kursi menyebar ke partai-partai kecil yang membentuk menjadi 2 fraksi tersendiri. Fraksi pertama adalah Fraksi Pembela Habonaron dengan 8 kursi legislatif. Sedangkan fraksi kedua adalah fraksi bersatu dengan 7 kursi legislatif. Pada tahun 2009 tersebut terdapat 193,408 suara sah yang di perebutkan 38 partai tersebut. 12
Wawancara dengan seorang pengawas pemilu tingkat desa di simalungun, NN, 28 Juni 2015.
19 | P a g e
Pada pemilu legislatif yang di laksanakan pada 9 April 2014, dari 12 partai nasional yang terlibat menjadi kontestan pemilu legislative yang memperebutkan 50 kursi di Simalungun, terdapat 11 partai yang berhasil memenangkan kursi tersebut. Pemenang pemilu legislative berdasarkan urutan pemenang adalah Partai Demokrat dengan 11 kursi, Partai Golkar dengan 9 kursi, Partai Gerindra dengan kursi, Partai PDI P dengan 5 kursi, Partai Nasdem dengan 5 kursi, Partai Hanura dengan 4 kursi, PAN dan PPP dengan masing-masing 3 kursi, PKS dengan 2 kursi, dan PKPI dan PKB dengan masing-masing 1 kursi. Dari 50 Anggota DPRD Simalungun tahun 2014, terdapat 17 anggota wajah lama, dan 33 wajah baru13. Partai Demokrat sebagai partai incumbent berhasil menjadi nomor satu di Kabupaten Simalungun seiring dengan penurunan suara yang di miliki oleh Golkar yang kursinya hilang hinggga 6 kursi. Sebaliknya partai-partai kecil dan baru berhasil merebut simpati dengan kampanyenya yang luar biasa. Misalnya Nasdem sebagai sebuah partai baru, berhasil merebut 5 kursi di masa awal partisipasinya didalam pemilu legislative. Begitu juga Partai Gerindra, kampanyenya yang luar biasa menghasilkan 6 kursi pada Pemilu tahun 2009. PDI Perjuangan sendiri bertahan dengan 5 kursi meski suaranya meningkat. Terkait perbandingan jumlah dan perolehan suara partai pemilu legislative di Kabupaten Simalungun pada tahun 2009 dan tahun 2014 tertampilkan dalam tabel berikut : Tabel IV.1. Perbandingan Jumlah Dan Perolehan Suara Partai Pemilu Legislatif di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
No
Komposisi Partai Peraih Kursi Legislatif
Perolehan suara 2009
% Perolehan suara
2014
2009
2014
1
Partai Hanura
8,499
31,237
4.39
7.06
2
PKPB
4,753
-
2.46
-
3
PPPI
15,473
-
8.00
-
4
PPRN
5,899
-
3.05
-
5
Partai Gerindra
4,306
58,246
2.23
13.16
6
Parta Barnas
3,178
-
1.64
-
7
PKPI
3,207
18,546
1.66
4.19
8
PKS
9,077
24,235
4.69
5.47
9
PAN
8,833
21,569
4.57
4.87
10
PPIB
7,427
-
3.84
-
11
Partai Kedaulatan
3,742
-
1.93
-
13
Sumber : Metro Siantar, http://www.metrosiantar.com/2014/04/24/135265/pdip-amankan-kursi-wakil-ketuadprd/, di akses pada 25 Juli 2015.
20 | P a g e
12
PPD
1,622
-
0.84
-
13
PKB
904
13,081
0.47
2.95
14
PPI
1,101
-
0.57
-
15
PNI-M
1,787
-
0.92
-
16
PDP
1,687
-
0.87
-
17
PKP
612
-
0.32
-
18
Partai Matahari Bangsa
1,038
-
0.54
-
19
PPDI
1,113
-
0.58
-
20
PPDK
1,169
-
0.60
-
21
PRN
233
-
0.12
-
22
Partai Pelopor
1,160
-
0.60
-
23
Partai Golkar
40,389
78,961
20.88
17.84
24
PPP
6,016
24,193
3.11
5.46
25
PDS
5,449
-
2.82
-
26
PNBKI
2,742
-
1.42
-
27
PBB
1,003
1,448
0.52
0.33
28
PDI P
16,091
39,947
8.32
9.02
29
PBR
3,427
-
1.77
-
30
Partai Patriot (Pancasila)
365
-
0.19
-
31
Partai Demokrat
27,775
91,821
14.36
20.74
32
PKDI
-
-
-
-
33
PIS
893
-
0.46
-
34
PKNU
-
-
-
-
41
Partai Merdeka
191
-
0.10
-
42
PPNUI
-
-
-
-
43
PSI
505
-
0.26
-
44
Partai Buruh (Sosial Demokrat)
1,742
-
0.90
-
45
Nasdem
-
39,421
-
8.90
193,408
442,705
100
100
Jumlah
Sumber : Data di olah dari KPU Simalungu, BPS Simalungun, dan berbagai sumber media, Juli 2015.
21 | P a g e
IV.3.1. Swing Voter Dalam Pemilu Legislatif di Simalungun Pada Pemilu Legislatif tahun 2014 terdapat 442.705 suara pemilih. Terdapat peningkatan partisipasi pemilih hingga 128 % di bandingkan Pemilu Legislatif 2009. Bila di telisik lebih jauh, terlihat bahwa kekuatan politik partai ternyata selalu berubah dari pemilu legislative ke pemilu legislative berikutnya. Terjadi pergeseran partai pemenang di Simalungun dari Partai Golkar menjadi Partai Demokrat sebagai kekuatan politik baru. Perbandingan data tabel di bawah ini menunjukkan bahwa terdapat pergeseran suara pemilih di Simalungun atau swing voter14 terjadi sangat besar antara pemilu legislative tahun 2009 dengan pemilu legislative tahun 2014 di Simalungun. Setidaknya bila melihat data di bawah, Partai Gerindra menerima kenaikan suara hingga sebesar 10,93%. Pada tahun 2009 Gerindra mendapatkan 2,23% suara dari seluruh suara sah, dan pada tahun 2014 mendapatkan 13.16% suara dari suara sah. Hal ini dipengaruhi kampanye dan kerja politik yang luar biasa oleh Partai Gerindra mulai kerja nasional, provinsi hingga ke kabupaten. Meskipun kerja politik tersebut bukanlah berarti memberikan pendidikan politik kepada masyarakat di Simalungun. Indikasi politik uang muncul membumbui partai ini. Demokrat sebagai partai incumbent berhasil menjadi pemenang pemilu di Simalungun. Pada pemilu tahun 2009, Demokrat mendapatkan 14,36% suara sah. Angka tersebut meningkat menjadi 20,74% suara sah. Terjadi kenaikan sebesar 6,38% dari pemilu legislative sebelumnya. Peran dan pengaruh sebagai partai incumbent di akui sangat besar pengaruhnya dalam memenangkan Partai Demokrat menjadi partai pemenang di Simalungun. Meskipun hampir meredup, tetapi pengaruh ketokohan SBY pada pemilu legislatif 2004 dan pemilu legislatif 2009 masih sangat besar. Kecenderungan terjadinya swing voter dialami oleh Partai Golkar yang suaranya berkurang sangat jauh. Setidaknya ia kehilangan 6 bangku setelah suaranya menurun sebesar -3,04%. Bila pada pemilu legislatif Golkar mendapatkan 20,88% suara dari suara sah dan merupakan partai pemenang pemilu 2009 di Simalungun. Kekalahan telak harus di alami Golkar yang suaranya hanya mendapatkan 17,84% suara dari suara sah. Meskipun mendapatkan jumlah suara yang meningkat lebih besar karena partisipasi pemilih meningkat, namun persentase suara dari keseluruhan suara sah berkurang. Kekalahan ini sebenarnya merupakan bagian dari trend kekalahan nasional yang juga terjadi di Simalungun. Partai Nasdem yang relative merupakan partai pendatang baru, bahkan berhasil merebut 8,90% suara di pemilu legislative tahun 2014 di Simalungun. Tentu saja ini merupakan pencapaian yang luar biasa bagi Partai Nasdem. Selain ke Partai Nasdem dan Partai Gerindra, kecenderungan suara juga berpindah ke Partai Hanura yang mendapatkan peningkatan 2,67% suara dari tahun 2009 ke tahun 2014. Bila pada pemilu tahun 2009 Hanura mendapatkan 4,39% suara dari suara sah. Maka tahun 2014 suara tersebut meningkat menjadi 7,06% suara dari suara sah. Hal ini tentu saja tidak terlepas dari terjadinya afiliasi 10 partai yang gagal dalam verivikasi administrasi oleh KPU pada 10 Maret 2013. Kesepuluh partai tersebut adalah Partai Kedaulatan, 14
Swing Voter adalah perilaku pemilih yang berubah atau berpindah pilihan partai atau calon dari satu pemilu ke pemilu berikutnya. Penelitian sebelumnya menunjukan sejak kembal hidupnya pemilu demokratis di Indonesia pada tahun 1999 menunjukkan bahwa angka swing voter relative tinggi di Indonesia.
22 | P a g e
Partai Republika Nusantara (Republikan), Partai Nasional Republik (Nasrep), Partai Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Pemuda Indonesia (PPI), Partai Kongres, Partai Damai Sejahtera (PDS), Partai Peduli Rakyat Nasional (PPRN), Partai Demokrasi Pembaharuan (PDP), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI). Patut di cermati tentunya posisi PDI Perjuangan, meskipun suaranya lebih dari 100%, namun persentase peningkatan hanya 0,79%. Bila sebelumnya pada pemilu legislative 2009 mendapatkan 8,32% suara dari suara sah, maka pada pemilu legislatif 2014 PDI Perjuangan berhasil mendapatkan 9,02%. Pemilih PDI Perjuangan bisa di cermati adalah pemilih konservatif dan memiliki basis yang kuat yang tidak mudah berpindah suara. Terkait trend swing voter suara partai pemenang pemilu legislative tahun 2009 dan tahun 2014 dapat di lihat dari tabel berikut : Tabel IV.2. Trend Swing Voter Suara Partai Pemenang Pemilu Legislatif di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
No
Komposisi Partai Peraih Kursi Legislatif
Perolehan suara 2009
% Kenaikan / Penurunan Suara
% Perolehan suara
2014
2009
2014
Perolehan Kursi Legislatif
1
Partai Hanura
8,499
31,237
4.39
7.06
2014 2,67
2009
2014
2
Partai Gerindra
4,306
58,246
2.23
13.16
10,93
-
6
-
1
-
4
3
PKPI
3,207
18,546
1.66
4.19
2,53
4
PKS
9,077
24,235
4.69
5.47
0,78
-
2
4.87
0,30
-
3
-
1
5
PAN
8,833
21,569
4.57
904
13,081
0.47
2.95
2,48
40,389
78,961
20.88
17.84
- 3,04
15
9
6,016
24,193
3.11
5.46
2,35
-
3
PDI P
16,091
39,947
8.32
9.02
0,79
5
5
10
Partai Demokrat
27,775
91,821
14.36
20.74
6,38
10
11
11
Nasdem Pembela Habonaron
-
39,421 -
-
8.90 -
8.90 -
8
5 -
Fraksi Bersatu
-
-
-
-
-
7
-
Jumlah Persentase
4 8.00
5 10.00
6
PKB
7
Partai Golkar
8
PPP
9
Sumber : Data di olah dari KPU Simalungu, BPS Simalungun, dan berbagai sumber media, Juli 2015.
Pada saat Pileg 2014, meskipun angka partisipasi relative lebih tingggi di bandingkan angka partisipasi Pilpres 2014, namun partisipasi pemilih saat Pileg 2014 merupakan partisipasi yang di mobilisasi. Data menunjukkan bahwa dari 6 Dapil Simalungun, terdapat 645.857 orang data pemilih. Dan terdapat 460.653 pengguna hak pilih atau 71,32% dari seluruh pemilih. Rata-rata angka partisipasi pemilih dari setiap dapil diatas 65%. Hal ini di tampilkan dalam tabel berikut : 23 | P a g e
Tabel IV.3. Data Pemilih dan Partisipasi Pemilih Berdasarkan Dapil di Kabupaten Simalungun Pemilu Legislatif 2014 Jumlah (angka)
(%)
Jumlah (angka)
(%) / Dapil
Simalungun 1
122.624
18,98
Simalungun 1
90.488
73,79
Simalungun 2
95.038
14,71
Simalungun 2
66.853
70,34
Simalungun 3
139.258
21,56
Simalungun 3
94.903
68,15
Simalungun 4
70.219
10,87
Simalungun 4
49.028
69,82
Simalungun 5
119.429
18,49
Simalungun 5
85.554
71,64
Simalungun 6
99.289
15,37
Simalungun 6
73.827
74,35
645.857
100
460.653
71,32
Data Pemilih
Jumlah Pemilih
Data Pengguna Hak Pilih
Jumlah pengguna Hak Pilih
Dari berbagai wawancara yang di lakukan di Simalungun, menunjukkan bahwa factor yang mendasari pilihan pemilih pada saat pemilu legislative berdasarkan urutannya masih di dominasi oleh factor (1) materi atau money politik, (2) kesamaan etnis, (3) kesamaan agama, dan (4) ajakan keluarga. Terkait hal ini, seorang informan menyampaikan : “Ya kita milih sama yang bayar lebih tinggilah. Soalnya siapapun yang menang, sama saja, tidak ada perubahan, begini-begini saja hidup kita”. (B.Sinaga, 52 Tahun, Bandar, 20 Juni 2015) Ajakan keluarga juga menjadi sangat penting dalam menentukan pilihan di Simalungun. Biasanya istri akan memiliki apa yang suami pilih. Begitu juga anak-anak akan memilih apa yang keluarganya pilih. Seorang informan juga menyebutkan, bahwa ia memilih karena keluarganya menjadi tim sukses salah seorang calon legislatif yang di dukung kerabatnya. Seorang informan lainnya mengatakan : “Waktu Pileg 2014 kemarin, saya milih teman saya yang satu sekolah” Dengan tingkat pendidikan masyarakat yang pada umumnya masih rendah. Tingkat melek politik mayasarakat yang rendah juga menjadi penyebab rendahnya partisipasi masyrakat dalam Pemilu. Menurut masyarakat, mereka menjadi bingung ketika harus memilih calon anggota legislative yang sedemikian banyak dan tidak ada yang di kenal oleh masyarakat. Rendahnya minat masyakat untuk mengakses informasi menjadi mengakibatkan masyakat tidak mengenal caloncalon yang akan mereka pilih. Disamping itu, tidak terdapat cukup informasi tersedia atas calegcaleg tersebut. Kampanye yang dilakukan oleh para caleg tidak cukup menyediakan ruang bagi masyarakat Simalungun untuk mendapatkan informasi yang cukup terkait visi dan misi para caleg.
IV.3.2. Keterwakilan Perempuan Dalam Pemilu Legislatif di Simalungun Animo dukungann perilaku pemilih terhadap calon legislator perempuan juga masih sangat rendah. Hal ini bisa dilihat dari masih sedikitnya legislator perempuan yang berhasil duduk di kursi DPRD Simalungun dari masa ke masa. Pilihan dan kepercayaan terhadap legislator 24 | P a g e
perempuan hanya sebesar 8% atau di wakili pada 4 orang legislator pada pemilu legislatif tahun 2009 dari 45 bangku DPRD Simalungun yang tersedia. Jumlah ini sedikit meningkat menjadi 10% atau di wakili oleh 5 legislator perempuan pada pemilu legislative tahun 2014 dari 50 bangku DPRD Simalungun yang tersedia. Keterwakilan 4 orang legislator perempuan pada pemilu legislatif berasal dari Partai Golkar sebanyak 2 orang perempuan legislator, Partai PDI P sebanyak 1 orang perempuan legislator dan dari Fraksi Habonaron Dabona sebanyak 1 orang perempuan legislator. Sedangkan keterwakilan 5 orang legislator perempuan pada pemilu legislatif 2014 juga berasal dari partai PKB sebanyak 1 orang perempuan legislator, dari Partai Golkar sebanyak 1 orang perempuan legislator, dari Partai PDI Perjuangan sebanyak 1 orang perempuan legislator dan dari Partai Golkar sebanyak 2 orang perempuan legislator. Meskipun dalam interval 5 tahun antara 2009 dan 2014, terjadi peningkatan kursi DPRD Simalungun, masih belum signifikan dengan peningkatan jumlah perempuan yang berhasil menduduki kursi DPRD Simalungun. Kuota 30% yang di isyaratkan oleh Undang-Undang Pemilu masih belum terpenuhi. Ketika di konfirmasi kepada masyarakat sebagai pemilih, umumnya alasan kurang memilih perempuan adalah di karenakan tidak yakin perempuan akan mampu menjadi wakil rakyat. Pemilih yang lain juga menyebutkan, umumnya tidak terlalu mengenal para calon legiuslatif yang terdaftar sebaagai calon legislative di Pemilu 2014. Data tersebut di tampilkan dalam tabel berikut : Tabel IV.4. Perbandingan Jumlah Kursi Pemilu Legislatif dan Kursi Legislator Perempuan di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014 No
2009 1
Partai Hanura
2
Partai Gerindra
3 4 5
7
Partai Golkar
8
PPP
9
PDI P
10
Partai Demokrat
11
Nasdem
12
Fraksi Pembela Habonaron
2014 -
-
6
-
-
1
-
-
2
-
-
3
-
-
1
-
1
15
9
2
1
-
3
-
-
-
PAN
2009 4
-
PKS
PKB
2014 -
PKPI
6
Jumlah Legislator Perempuan
Perolehan Kursi Legislatif
Komposisi Partai Peraih Kursi Legislatif
-
5
5
1
1
10
11
-
2
-
5
-
-
1 Jumlah Persentase
45
50
4
5
8.00
10.00
Sumber : Data di olah dari KPU Simalungu, BPS Simalungun, dan berbagai sumber media, Juli 2015.
25 | P a g e
IV.4. Perilaku Pemilih Pada Pilkada 2005 dan Pilkada 2010 di Simalungun Pilkada Simalungun pada tahun 2005 terdiri dari 4 pasangan calon. Ke empat pasangan calon tersebut terdiri dari Zulkarnain dan Pardamean, Jhon Hugo dan Iskandar Sinaga, Rajisten Sitorus dan Ponidi, serta Yan Santoso dan Fatimah. Jhon Hugo adalah incumbent yang menjabat sebagai Bupati Simalunguun pada periode 2000 – 2005. Pasangan Zulkarnain dan Pardamean berhasil memenangkan pilkada Simalungun dengan meraup 40,38% suara atau 157,144 suara sah. Kemenangan tersebut dari wawancara yang di lakukan kepada informan, terjaadi karena pasangan ini memanfaaatkan sentimen agama bahwa sebaikbaiknya pemimpin adalah pemimpin yang seaqidah. Zulkarnain yang didukung PPP pun berhasil memenangkan pertarungan. Pada saat itu, kampanye juga banyak di lakukan melalui perwiridan, pengajian akbar dan tabligh di masjid-mesjid di Simalungun. Selain itu, Zulkarnain juga memberikan gelas dengan gambar dirinya kepada perempuan-perempuan yang hadir didalam pengajian tersebut. Jumlah perempuan yang hampir dari separuh pemilih di Simalungun terbukti berhasil memenangkan Zulkarnain dan Pardamean untuk memimpin Kabupaten Simalungun pada periode 2005 – 2010. Calon lainnya yang ikut sebagai kontestan, Jhon Hugo dan Iskandar Sinaga sebagai incumben hanya berhasil memenangkan 27,38% suara atau 106.537 suara sah dalam Pilkada 2005. Partai Demokrat yang mengusungnya tidak berhasil mempertahankan posisi Jhon Hugo sebagai Bupati Simalungun. Sedangkan calon lainnya, Rajisten Sitorus dan Ponidi mendapatkan 21,83% suara dari 84.971 suara sah. Yan Santoso dan Fatimah berhasil mendapatkan 10,41% suara atau 40.512 suara sah pada pilkada Simalungun. Terkait Data tersebut ditampilkan dalam tabel berikut : Tabel IV.5. Komposisi Perolehan Suara Pada Pemilihan Bupati Kabupaten Simalungun 2009 dan Tahun 2014 Pemilu Bupat/Walikota 2005
Pemilu Bupati/Walikota 2010
Periode I
Periode I
No Pasangan Calon 1
Zulkarnain – Pardamean
Partai Pengusung/ Independen PPP
Jumlah suara (angka) 157,144
Jumlah suara (%) 40.38
Pasangan Calon
Partai Pengusung/ Independen
Syamsuddin Siregar SH dan Kusdianto SH
PAN, PPIB, PNBKI, PPRN, PPPI, Partai Kedaulatan, PDS, Partai Demokrasi Kebangsaan, PPD, Partai Buruh, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, Partai Merdeka, Partai Patriot, Partai Bintang Reformasi, Partai Bulan Bintang, Partai Matahari Bangsa, Partai Gerindra, Partai Pemuda Indonesia, Partai Indonesia Sejahtera, dan Partai Serikat Indonesia.
Jumlah suara (angka) 103,449
Jumlah suara (%) 27.05
26 | P a g e
2
3
4
John Hugo – Iskandar Sinaga (Incumben) Rajisten Sitorus Ponidi Yan Santoso Fatimah
Partai Demokrat
106,537
27.38
Kabel Saragih dan Mulyono
Independen
1,525
0.40
84,971
21.83
Independen
17,972
4.70
40,512
10.41
Muknir Damanik dan Miko JR Saragih dan Hj Nuriati Damanik T. Zulkarnaen Damanik MM dan Marsiaman Naibaho (Incumben)
148,977
38.96
110,497
28.89
5
389,164
100
Partai Demokrat, Partai Golkar, PDIP dan PKS
Jumlah
382420
100.00
Sumber : Di olah dari berbagai sumber media, Metro Siantar, 2005 dan 2010.
Tabel diatas juga memperbandingkan data Pilkada Simalungun tahun 2010. Terdapat 5 pasangan calon yang berpartisipasi dalam proses pilkada yaitu pasangan Syamsuddin Siregar SH dan Kusdianto SH, pasangan Kabel Saragih dan Mulyono, pasangan Muknir Damanik dan Miko, pasangan JR Saragih dan Hj Nuriati Damanik dan pasangan T. Zulkarnaen Damanik MM dan Marsiaman Naibaho. Dari kelima pasangan calon tersebut, JR Saragih dan Hj Nuriati Damanik memenangkan PIlkada Simalungun dengan 38,96% suara atau 148,977 suara sah. Kemenangan ini memperlihatkan swing voter, dimana terjadi perubahan perilaku memilih yang berpindah dari T. Zulkarnaen Damanik MM yang merupakan incumbent. Kemenangan ini terjadi secara logis. Masyarakat mengalami kekecewaan kepada incumbent, janji-janji kampanyenya banyak tidak terwujud. Masyarakat semakin menyadari bahwa factor agama tidak menentukan seseorang kemudian lebih amanah ataupun lebih bertanggung jawab dengan janji-jaanji politiknya. Disamping itu, kemunculan JR Saragih dan Hj Nuriati Damanik dianggab sebagai tokoh baru yang diharapkan bisa memberi harapan baru di Simalungun pada saat itu. Sentimen-sentimen agama yang di gunakan pada tahun 2005 oleh Zulkarnain, yang menyebutkan bahwa memimpin pemimpin yan beragama islam, akhirnya harus berbalik karena pemimpin islam juga tidak membawa perubahan di Simalungun. Konon lagi rumor yang banyak berkembang, di mana Zulkarnain hanya dianggab sebagai boneka, anak laki-lakinya lah yang terlihat dominan dan dianggab menjadi bupati Simalungun, serta memiliki akses yang sangat luas ke dinas-dinas dalam mengkelola proyek-proyek pembangunan di Simalungun khususnya di Dinas Pendidikan. Karenanya, para PNS tentunya tidak mendukung Zulkarnain di tahun 2010. Zulkarnain juga tidak dianggap tidak berhasil didalam keluarganya karena soal anak perempuannya yang murtad15. PPP kecewa dan tidak lagi mengusung Zulkarnain pada Pilkada 2010. Sementara itu, kaum muda di Simalungun, Himapsi (Himpunan Mahasiswa Simalungun) juga menyuarakan penolakannya secara massif kepada Zulkarnain karena Zulkarnain terindikasi tidak 15
Murtad, berpindah agama dari Islam dengan agama yang baru.
27 | P a g e
mendukung pemekaran Kabupaten Simalungun yang sudah didorong sejak tahun 2005 hingga tahun 2010. Hal ini bisa di lihat dengan hilangnya berkas pemekaran Simalungun yang tidak diketahui rimbanya. Maka meskipun Zulkarnain didukung oleh 4 partai besar yaitu Partai
Demokrat, Partai Golkar, PDIP dan PKS, namun ia hanya berhasil di posisi runner up dalam PIlkada tersebut16. Dalam pertarungan Pilkada Simalungun 2010, Syamsuddin Siregar SH dan Kusdianto SH mendapatkan suara yang relative cukup besar yaitu 27,05% dari 103.449 suara sah. Ini terjadi karena Syamsudin di dukung oleh 20 partai, meski belum sanggup mendudukkannya sebagai Bupati Simalungun. Sedangkan dua calon independen yaitu Muknir Damanik dan Miko mendapatkan 4,70% suara atau 19.972 suara sah. Calon independen lainnya bahkan mendapatkan suara kurang dari satu persen yaitu Kabel Saragih dan Mulyono yang hanya mendapatkan 0,40% suara atau 1.525 suara sah. Menuju Pilkada 2015 ini, hingga kini calon independen yang sudah mendaftar dan terverifikasi tahap pertama oleh KPU Simalungun adalah T. Zulkarnaen Damanik MM dan Sugito. Ketua KPU Simalungun, Adelbert Damanik, menyatakan lolosnya Zulkarnaen Damanik - Sugito, dikarenakan data pendukung sudah mencukupi di 25 kecamatan, dengan dukungan KTP sebanyak 68 ribu orang17. Incumben juga akan mengikuti proses seleksi Pilkada 2015 ini. Saat ini trend issu yang mengemuka adalah kekecewaan masyarakat kepada JR. Saragih yang selama 5 tahun tidak melakukan pembangunan dengan maksimal khususnya di Simalungun Bawah. Kekecewaan ini juga bertambah dengan sikap JR. Saragih yang menurut masyarakat Simalungun Bawah tidak rela bila terjadi pemekaran karena PAD Simalungun saat ini relatif sumber utamanya dari Simalungun Bawah. Terjadi perpecahan antara JR. Saragih dengan wakilnya terlihat sejak masa jabatan dan saat ini Hj. Nuriati Damanik sudah mendeklarasikan dirinya akan maju dalam kontestasi Pilkada 2015 dengan pasangan yang berbeda. Dalam Pilkada (Pemilhan Kepala Daerah) yang akan di laksanakan pada tahun 2015 ini, masyarakat masih belum mengidentifikasi siapa calon-calon lain yang akan maju menjadi bakal calon Bupati Simalungun. Masyarakat hanya mengenal incumbent JR. Saragih dan mantan Bupati Simalungun Zulkarnain Damanik. Sentimen agama masih digunakan tampaknya dalam Pilkada 2015 di Simalungun. Issu yang mengemuka saat ini JR. Saragih pindah agama menajdi agama islam. Issu ini marak selama lebaran dari mulut ke mulut di Simalungun dan membuat heboh. Dari 7 faktor yang mendasari masyarakat memilih saat pilkada di Kabupaten/Kota; a. Kesadaran Idiologi, b. Kapasitas Calon, c. Imbalan Materi/ Money politic, d. Kesamaan etnis, e. Kesamaan Agama, f. Ajakan keluarga, g. Lain-lain, terlihat faktor tersebut saling berkelindan. Tidak terdapat factor tunggal dalam proses pilihan menentukan suara pada saat pilkada di Simalungun. 16
Zulkarnain mengajukan kasus ini ke Pengadilan dan Pengadilan sebagai sengketa pemilu dan Pengadilan memenangkan JR. Saragih. 17
Sumber berita : “Mantan Bupati Simalungun Zulkarnaen Damanik Lolos Jalur Perseorangan di Pilkada Simalungun”, http://www.beritasimalungun.com/2015/06/mantan-bupati-simalungun-zulkarnaen.html?m=0, di akses 24 Juli 2015.
28 | P a g e
Tentu saja, perilaku pemilih saat ini akan di uji lagi pada Pilkada 2015 yang akan diselenggarakan pada 9 Desember 2015. Apakah nantinya akan terjadi swing voter ke pemimpin yang baru akan di uji kembali.
IV.5. Perilaku Pemilih Pilpres 2004, 2009 dan 2014 di Simalungun Politik nasional juga berpengaruh dalam politik local di Simalungun. Hal ini bisa di lihat dari Pemilihan Presiden di Simalungun. Tabel di bawah menunjukkan bahwa terdapat 5 pasang calon presiden dan wakil presiden pada Pilpres 2004. Dari lima pasangan tersebut, SBY – Kalla memenangkan pemilu presiden melalui 2 putaran. Saat itu Demokrat sebagai partai pengusung menghantarkan SBY menjadi presiden. Demokrat dianggab sebagai partai baru yang memiliki peluang untuk membuat perubahan politik, dibandingkan calon-calon lain yang merupakan stok lama. Saat itu, figure dan kharisma serta popularitas SBY sebagai ketua umum Partai Demokrat sangat berpengaruh dalam menghantarkan keberhasilannya khususnya bagi pemilih perempuan. Posisinya yang dianggap banyak di zholimi pada masa kepemimpinan Megawati juga berhasil membangun opini public yang baik di masayarakat. Pada periode 2009, terdapat 3 pasang calon presiden yaitu Mega – Prabowo didukung oleh 9 Partai, SBY – Budiono didukung oleh 24 partai, dan Kalla – Wiranto didukung oleh 2 partai. Pada pemilu presiden 2009 ini, SBY – Boediono menang dalam 1 putaran. Posisi SBY sebagai incumbent, melalui Partai Demokrat sangat berpengaruh menjadi mesin politik memenangkan SBY sebagai presiden untuk tahun 2009 – 2014. Tabel IV.6. Perbandingan Komposisi, Partai Pengusung / Independen dan Perolehan Suara Pada Pilpres di Kabupaten Simalungun Tahun 2004, 2009 dan Tahun 2014 Komposisi pasangan calon, partai pengusung/independen dan suara pada pilpres di Kabupaten Simalungun periode 2004, 2009 dan 2014 Periode 2004 Terdapat 5 pasang calon Presiden dan Wapres pada Pilpres 2004
SBY - Kalla menang melalui 2 putaran.
Periode 2009
Periode 2014
Terdapat 3 pasang calon Presiden dan Wapres pada Pilpres 2009
Terdapat 2 pasang calon Presiden dan Wapres pada Pilpres 2014.
Mega - Prabowo didukung 9 partai, SBY-Budiono didukung 24 partai, dan Kalla-Wiranto didukung 2 partai
Jokowi dan JK di usung oleh Koalisi Indonesia Hebat yang merupakan afiliasi 5 partai PDI P, PKB, Nasdem, dan Hanura, PKPI sebagai partai pendukung. Prabowo dan Hatta Rajasa di usung oleh afiliasi Partai Merah Putih yaitu Gerindra, PAN, PPP, Golkar, dan didukung oleh PBB.
SBY - Boediono menang dalam 1 putaran.
Jokowi - JK menang 1 putaran, di Simalungun menang dengan 65,69% di Simalungun, dan Prabowo dengan suara sebesar 34,31%
Sumber : Diolah dari berbagai Sumber, KPU Simalungun, Bawaslu Sumatera Utara dan media, Juli 2015.
29 | P a g e
Pada pemilu presiden 2014, hanya terdapat 2 pasang calon presiden dan wapres yaitu Prabowo – Hatta Rajasa dan Jokowi – Jusuf Kalla. Jokowi dan JK di usung oleh Koalisi Indonesia Hebat yang merupakan afiliasi 5 partai PDI P, PKB, Nasdem, dan Hanura, PKPI sebagai partai pendukung. Prabowo dan Hatta Rajasa di usung oleh afiliasi Partai Merah Putih yaitu Gerindra, PAN, PPP, Golkar, dan didukung oleh PBB. Jokowi - JK menang 1 putaran, di Simalungun menang dengan 65,69% di Simalungun. Sedangkan Prabowo- Hatta hanya mendapatkan suara sebesar 34,31%. Angka kemenangan Jokowi ini jauh lebih tinggi di bandingkan angka kemenangan nasional yang hanya sebesar 53%. Terdapat 644.817 pemilih di Simalungun pada Pilpres 2014. Dan terdapat 422.373 yang menggunakan hak pilihnya. Artinya angka partisipasi pemilih di Simalungun pada Pilpres 2014 sebesar 65,50%. Dan terdapat 34,50% pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya atau golput. Hal ini di tampilkan dalam data partisipasi pemilih sebagai berikut : Tabel IV.7. Perbandingan Daftar Pemilih dan Data Pengguna Hak Pilih Pilpres di Kabupaten Simalungun Tahun 2014 Data Pemilih
1. Jumlah pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) 2. Jumlah pemilih Terdaftar dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) 3. Pemilih terdaftar dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) 4. Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) / pengguna KTP atau identitas lain atau paspor 5. Jumlah Pemilih ( 1 + 2 + 3 + 4 )
Jumlah (angka)
(%)
637.496
98.86
1. Pengguna Hak Pilih dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT)
250
0.04
113
0.02
6.958
1.08
644.817
100
2. Pengguna Hak Pilih dalam Daftar Pemilih Tambahan (DPTb) / Pemilih dari TPS lain 3. Pengguna Hak Pilih dalam Daftar Pemilih Khusus (DPK) 4. Pengguna Hak Pilih dalam Daftar Pemilih Khusus Tambahan (DPKTb) / pengguna KTP atau identitas lain atau paspor 5. Jumlah seluruh pengguna Hak Pilih ( 1+2+3+4)
Data Pengguna Hak Pilih
Jumlah (angka)
(%)
415.141
98.29
249
0.06
69
0.02
6.914
1.64
422.373
100
Angka partisipasi saat Pilpres 2014 ini relative menunjukkan trend menurun bila di bandingkan angka partisipasi saat Pileg 2014, karena kekuatan mobilisasi dan politik uang lebih kecil dibandingkan Pileg 2014. Masih segar ingatan dalam Pilpres 2014, politik uang sangat mengemuka menjadikan factor mendongkrak pemilih memberikan suara Prabowo. Namun hal ini sangat sulit di buktikan. Meski begitu, pertarungan antara Prabowo – Jokowi berlangsung sangat kencang. Masyarakat pendukung berdiri vis a vis, berhadapan satu sama lain. Konflik horijontal nyaris tercipta, bukan saja konflik antar afiliasi pendukung Koalisi Meraah Putih dan Koalisi Indonesia Hebat, antar agama, bahkan antar keluarga bear di Simalungun. Rekam jejak Prabowo sebagai pelanggar HAM cukup mengemuka, namun issu korupsi juga menerpa Jokowi. Masyarakat Simalungun memenangkan Jokowi dan menghukum Prabowo yang saat ini tetap melenggang meskipun melakukan pelanggaran HAM. Masyarakat korban tragedy 30 | P a g e
1965 cukup banyak di Simalungun khususnya di daerah enclave18 sekitar perkebunan. Umumnya mereka faham bahwa tangan Prabowo berdarah-darah karena banyak melakukan pelanggaran HAM, dan memutuskan bahwa sudah saatnya masyarakat di pimpin oleh sipil. Belum lagi pengalaman di pimpin SBY sebagai eks militer selama 10 tahun, menunjukkan tidak terjadi perubahan signifikan di Simalungun dari segi pembangunan. Masyarakat sudah jenuh dengan janji-janji politik semu. Di sisi yang lain masyarakat memiliki harapan dan ekspektasi yang sangat besar kepada Jokowi sebagai orang baru dan tidak terprediksi sebelumnya. Sangat berharap kepada Jokowi dapat membawa perubahan pembangunan local menjadi lebih baik, serta memberikan ruang kepemimpinan kepada kandidat masyarakat sipil. Tentu saja ini beban yang sangat besar bagi Jokowi untuk menunjukkan kemampuannya dalam mendorong demokratisasi dan pembangunan berkeadilan, serta menuntaskan kasus-kasus pelanggaran HAM di Indonesia. Masyarakat juga mengatakan bahwa Jokowi merupakan pilihan terbaik diantara pilihan terburuk karena calon pasangan presiden hanya ada dua pasang. Masyarakat menunjukkan rasionalitasnya dengan melihat rekam jejak, program dan janji pemilu Jokowi dengan memenangkan Jokowi. Pemilu selanjutnya 4 tahun mendatang pada 2019 akan menguji kembali, akankah terjadi swing voter kembali, atau Jokowi bisa mempertahankan dukungannya dari masyarakat pemilih di Simalungun.
18
Enclave, ditengah-tengah perkebunan. Banyak daerah pemukiman di tengaah-tengah perkebunan karena pemberian HGU kepada Perkebunan menapikan kawasan tempal tinggal masyarakat. Bnayak terjadi konflik di wilayah enclave tersebut dengan perkebunan sekitarnya.
31 | P a g e
BAB V KESIMPULAN
Kabupaten Simalungun merupakan sebuah wilayah perkebunan di mana ragam krisis social terjadi. Revolusi social 1946 turut mempengaruhi kondisi social politik di Simalungun. Kondisi terkini, cukup banyak perkebunaan Pilihan pilihan rasional perilaku pemilih di Simalungun harus di lihat dalam setting setting situasi kondisi social politik yang terjadi saat ini dalam konteks Indonesia dan Simalungun. Peneliti menyadari bahwa pilihan tersebut tidak berdiri diruang hampa. Apatisme yang tinggi terhadap kondisi politik dan pemilu, menyebabkan pilihan masyarakat Simalungun cenderung mengarah pada pilihan-pilihan pragmatis, memanfaaatkan trend money politik, memilih dengan perimbangan kedekatan primordial agama, dan kedekatan primordial etnis maupun kekeluargaan. Hal ini mewarnai pengambilan keputusan pemilih dalam melakukan pilihan saat Pemilu Legislatif 2009 dan Pemilu Legislatif 2014, Pilkada 2005 dan Pilkada 2010, serta Pilpres 2004, Pilpres 2009, dan Pilpres 2015. Bisa di pastikan rendahnya tingkat kritis dan independen pemilih adalah dikarenakan terbatasnya informasi pemilih terhadap calon-calon yang ingin maju ke panggung politik. Data-data skunder dan data lapangan terhadap 7 proses pemilu di Simalungun tersebut menunjukkan bahwa orientasi lebih diarahkan pada rasionalisme tujuan. Masyarakat memahami benar tujuannya saat memberikan hak pilihnya akan berkonsekwensi pada 5 tahun perjalanan bernegara dan berbangsa. Namun hal tersebut tetap di lakukan karena tingkat apatisme yang tinggi terhadap pemilu. Konsekwensi logis kemudian terjadi. Konsekwensi pertama, masyarakat menghukum para caleg atau partai, atau pimpinan daerah atau presiden dengan berpindah suara (swing voter) di pemilu berikutnya. Meskpun peran-peran money politik juga berperan dalam berpindahnya suara, namun secara umum memperlihatkan bahwa pemilu di Simalungun berhasil memberikan sanksi kepada kontestan yang tidak loyal dan melayani pemilihnnya. Konsekwensi kedua, masyarakat tidak memberikan suaranya atau golput. Suara golput terjadi dari satu pemilu ke pemilu lainnya dengan beragam alasan, mulai dari tidak terdata, tidak ada calon yang di pilih, hingga anggapan tidak ada calon yang layak. Apatisme akut terjadi di Simalungun bahwa siapapun yang menang tidak akan merubah kehidupan masyarakat. Hal ini di perparah dengan situasi tidak adanya pembangunan di Simalungun selama 5 tahun terakhir yang di keluhkan oleh masyarakat di banyak kecamatan yang di observasi oleh peneliti. Maka bisa di pastikan, potensi swing voter akan sangat tinggi pada Pilkada 2015. Riset ini merekomendasikan kepada partai agar melakkukan pendidikan politik kepada kosntituennya. Kecenderungan saat ini partai- partai tidak melakukan pendidikan politik terjadi, menyebabkan pilihan rasionalitas nilai dari pemilih tidak meningkat dari waktu kewaktu. Ketika konstituen tidak di rawat, kontestan tidak memiliki komitment yang jelas terhadap konstituennya, maka dengan mudah suara berpindah. Yang paling penting adalah pendidikan bahwa hak pilih adalah salah satu hak dasar manusia. Memilih adalah hak, karenanya hak tersebut harus di pergunakan oleh masyarakat sebagai warga negara. Sosialisasi yang dilakukan KPU Simalungun menjelang kampanye, diakui masyarakat tidak cukup efektif bahkan cenderung menghambur-hamburkan anggaran bila di lakukan menjelang pemilu. 32 | P a g e
DAFTAR PUSTAKA Mariana, Anna, dkk: 2015, Panduan Pemeriksaann Kebutuhan Perempuan Pejuang Dalam Situasi Ksris Sosial-Ekologis, Yogyakarta: Budiarjo, Miriam, 1992, “ Dasar-dasar Ilmu Politik“ PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Carlton Clymer Rodee dkk, 2006, “ Pengantar Ilmu Politik “ Rajagrafindo Jakarta. Moleong, Lexy,J 1997. “ Metode Penelitian Kualitatif “ PT Remaja Rosdakarya,Bandung. Mujani, Saiful, 2008, “Pak Bill dan Studi Perilaku Politik “ Kepustakaan Populer Gramedia. Muhammad Solohin, 2009, “Perilaku Pemilih Buruh Rokok Dalam Pilkada Langsung di Kabupaten Kudus” Universitas Deponegoro, Semarang, Tesis. Wikipedia, “Pemilihan umum legislatif Indonesia 2014”, https://id.wikipedia.org/wiki/Pemilihan_umum_legislatif_Indonesia_2014, di akses pada 25 Juli 2015 Rumah Pemilu, “Menelusuri Jejak-jejak Praktek Demokrasi”, http://www.rumahpemilu.org/in/read/166/Pengantar-Menelusuri-Jejak-jejak-PraktekDemokrasi, di akses pada 25 Juli 2015 Rumah Pemilu, “Konsep dan Standard”, http://www.rumahpemilu.org/in/read/166/Pengantar-Menelusuri-Jejak-jejak-PraktekDemokrasi, di akses pada 25 Juli 2015 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia, 1948 Kovenan Internasional Hak-hak Sipil dan Politik, 1966 Standar Internasional Pemilu Versi IDEA Internasional Waspada, “Hari Ini Hasil Pilkada Simalungun Diumumkan: Zumpa TakTergoyahkan”, 20 September 2005 Detik News, Dua Hari Dibuka, Tiga Bakal Calon Bupati Simalungun Mendaftar, http://news.detik.com/berita/1365710/dua-hari-dibuka-tiga-bakal-calon-bupatisimalungun-mendaftar, , 28 May 2010, diakses 25 Juli 2015 SIMALUNGUN-METRO, “Zul & Samsudin Tolak Kemenangan JR” ; Dua pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Simalungun, yakni Zulkarnain Damanik-Marsiman Saragih (KAROMAH)
33 | P a g e
Lampiran
Jumlah Partai Pemenang Pada Pemilu Legislatif di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
No
Komposisi Partai Peraih Kursi Legislatif
Perolehan suara
% Perolehan suara
2009
2009
2014
2014
Jumlah Legislator Perempuan
Perolehan Kursi Legislatif 2009
2014
2009
2014
1
Partai Hanura
8,499
31,237
4.39
7.06
-
4
-
-
2
Partai Gerindra
4,306
58,246
2.23
13.16
-
6
-
-
3
PKPI
3,207
18,546
1.66
4.19
-
1
-
-
4
PKS
9,077
24,235
4.69
5.47
-
2
-
-
5
PAN
8,833
21,569
4.57
4.87
-
3
-
-
6
PKB
904
13,081
0.47
2.95
-
1
-
1
7
Partai Golkar
40,389
78,961
20.88
17.84
15
9
2
1
8
PPP
6,016
24,193
3.11
5.46
-
3
-
-
9
PDI P
16,091
39,947
8.32
9.02
5
5
1
1
10
Partai Demokrat
27,775
91,821
14.36
20.74
10
11
-
2
11
Nasdem
-
39,421
-
8.90
-
5
-
-
12
Fraksi Pembela Habonaron
1 Jumlah Persentase
45
50
4
5
8.00
10.00
34 | P a g e
Jumlah Dan Perolehan Suara Partai Pemilu Legislatif di Kabupaten Simalungun Tahun 2009 dan Tahun 2014
No
Komposisi Partai Peraih Kursi Legislatif
Perolehan suara
% Perolehan suara
2009
2009
2014
Jumlah Legislator Perempuan
Perolehan Kursi Legislatif
2014
2009
2014
2009
2014
1
Partai Hanura
8,499
31,237
4.39
7.06
-
4
-
-
2
PKPB
4,753
-
2.46
-
-
-
-
-
3
PPPI
15,473
-
8.00
-
-
-
-
-
4
PPRN
5,899
-
3.05
-
-
-
-
-
5
Partai Gerindra
4,306
58,246
2.23
13.16
-
6
-
-
6
Parta Barnas
3,178
-
1.64
-
-
-
-
7
PKPI
3,207
18,546
1.66
4.19
-
1
-
-
8
PKS
9,077
24,235
4.69
5.47
-
2
-
-
9
PAN
8,833
21,569
4.57
4.87
-
3
-
-
10
PPIB
7,427
-
3.84
-
-
-
-
-
11
Partai Kedaulatan
3,742
-
1.93
-
-
-
-
-
12
PPD
1,622
-
0.84
-
-
-
-
-
13
PKB
904
13,081
0.47
2.95
-
1
-
1
14
PPI
1,101
-
0.57
-
-
-
-
-
15
PNI-M
1,787
-
0.92
-
-
-
-
-
16
PDP
1,687
-
0.87
-
-
-
-
-
17
PKP
612
-
0.32
-
-
-
-
-
18
Partai Matahari Bangsa
1,038
-
0.54
-
-
-
-
-
19
PPDI
1,113
-
0.58
-
-
-
-
-
20
PPDK
1,169
-
0.60
-
-
-
-
-
21
PRN
233
-
0.12
-
-
-
-
-
22
Partai Pelopor
1,160
-
0.60
-
-
-
-
-
23
Partai Golkar
40,389
78,961
20.88
17.84
15
9
2
1
24
PPP
6,016
24,193
3.11
5.46
-
3
-
-
25
PDS
5,449
-
2.82
-
-
-
-
-
35 | P a g e
26
PNBKI
2,742
-
1.42
-
-
-
-
-
27
PBB
1,003
1,448
0.52
0.33
-
-
-
-
28
PDI P
16,091
39,947
8.32
9.02
5
5
1
1
29
PBR
3,427
-
1.77
-
-
-
-
-
30
Partai Patriot (Pancasila)
365
-
0.19
-
-
-
-
-
31
Partai Demokrat
27,775
91,821
14.36
20.74
10
11
-
2
32
PKDI
-
-
-
-
-
-
-
-
33
PIS
893
-
0.46
-
-
-
-
-
34
PKNU
-
-
-
-
-
-
-
-
41
Partai Merdeka
191
-
0.10
-
-
-
-
-
42
PPNUI
-
-
-
-
-
-
-
-
43
505
-
0.26
-
-
-
-
-
44
PSI Partai Buruh (Sosial Demokrat)
1,742
-
0.90
-
-
-
-
-
45
Nasdem
-
39,421
-
8.90
-
5
-
-
Pembela Habonaron
-
-
-
-
8
-
1
-
Fraksi Bersatu
-
-
-
-
7
-
-
-
Jumlah
193,408
442,705
100
100
45
50
4
5
8.00
10.00
Persentase
36 | P a g e