KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS TAHUN 2013
KEMENTERIAN KOORDINATOR BIDANG PEREKONOMIAN
KEMENTERIAN DALAM NEGERI
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
KATA PENGANTAR Perkembangan inflasi selama tahun 2013, ditandai oleh tingginya tekanan inflasi kelompok administered prices dan volatile food, sehingga inflasi IHK mencapai 8,38%, atau di atas target Pemerintah sebesar 4,5%±1%. Tekanan inflasi volatile food disebabkan oleh terbatasnya pasokan domestik, dan belum optimalnya tata niaga impor beberapa bahan makanan hotikultura seperti cabai, bawang merah dan putih serta daging sapi. Di kelompok administered prices, tekanan inflasi didorong oleh pengaruh meningkatnya harga BBM bersubsidi, dan kenaikan tarif listrik. Sementara itu tekanan inflasi karena pelemahan nilai tukar Rupiah, berdampak minimal karena pada saat yang bersamaan terjadi penurunan harga komoditi global. Dalam rangka menjaga stabilitas harga, berbagai langkah ditempuh oleh Bank Indonesia bersama Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah melalui Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID). Di bidang moneter, Bank Indonesia melakukan penyesuaian BI rate, dan bauran kebijakan dalam rangka mengelola permintaan dan ekspektasi inflasi. Dari sisi Pemerintah, respons kebijakan diarahkan untuk meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM, menambah penyaluran RASKIN menjadi 15 kali, serta penyaluran kompensasi Bantuan Langsung Sementara (BLSM). Selain itu, Pemerintah juga melakukan penyempurnaan prosedur impor hortikultura dan mengeluarkan paket kebijakan stabilisasi ekonomi dalam rangka menstabilkan harga pangan. Sejalan dengan kebijakan yang ditempuh di tingkat pusat, pengendalian inflasi di daerah pada intinya juga diarahkan untuk meminimalkan dampak lanjutan kenaikan harga BBM, menjamin ketersediaan dan kelancaran distribusi bahan pokok, terutama pada saat perayaan hari keagamaan, dan mengarahkan ekspektasi inflasi melalui berbagai program komunikasi secara intensif. Selain itu, beberapa program kegiatan yang diinisiasi Pokjanas TPID juga mulai dipersiapkan implementasinya oleh TPID, seperti penyusunan data base dalam rangka penguatan kerja sama antar daerah, penyusunan blueprint program pengembangan pusat informasi harga pangan strategis (PIHPS), dan program penyelarasan asumsi makro daerah untuk mendukung perencanaan pembangunan dan penyusunan RAPBD. Berbagai upaya tersebut, dapat meredakan tekanan inflasi di akhir 2013 sehingga inflasi IHK tetap single digit. Tahun 2013 menjadi momentum penting bagi pengembangan TPID di seluruh Indonesia. TPID telah memiliki dasar hukum pembentukan dan pengelolaannya berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No. 027/1696/SJ tanggal 2 April 2013 tentang “Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah.” Sampai dengan akhir 2013 terdapat sekitar 140 TPID, yakni 33 TPID pada tingkat provinsi dan 107 TPID di tingkat kabupaten/kota. Perkembangan TPID yang pesat tersebut, menunjukan besarnya perhatian dan pemahaman Pemerintah Daerah, tentang pentingnya stabilisasi harga dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang berkelanjutan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ke depan, upaya untuk mencapai sasaran inflasi yang rendah dan stabil masih menghadapi tantangan yang cukup besar. Pengendalian inflasi memerlukan penyelesaian berbagai permasalahan struktural dalam perekonomian, baik yang ada di tingkat produksi, distribusi, hingga penyelesaian terkait struktur pasar dan akses informasi. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut koordinasi antara Pokjanas TPID dengan TPID akan terus diperkuat. Dalam kaitan ini,
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
iii
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Pokjanas TPID akan melakukan penyempurnaan mekanisme koordinasi dengan seluruh TPID di daerah, yang panduannya akan disampaikan kepada seluruh TPID. Buku Laporan Tahunan Pokjanas TPID 2013 merupakan bentuk akuntabilitas dari berbagai program kerja yang ditempuh oleh Pokjanas TPID bekerja sama dengan TPID. Laporan ini juga menguraikan beberapa catatan penting terkait evaluasi inflasi 2013, outlook inflasi 2014, serta rencana kerja Pokjanas TPID ke depan dalam bentuk road map, sehingga dapat menjadi acuan bagi TPID dalam menyusun program kerja pengendalian inflasi di masing-masing daerah. Dalam penyusunannya dilakukan oleh tim dari lintas kementerian/lembaga (Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Bank Indonesia, dan Kementeria Dalam Negeri).
Jakarta, Februari 2014 Kelompok Kerja Nasional TPID,
iv
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Kementerian Dalam Negeri
Bank Indonesia
Sartono Asisten Deputi Urusan Ekonomi dan Keuangan Daerah
W. Sigit Pudjianto Direktur Pengembangan Ekonomi Daerah
Doddy Zulverdi Kepala Grup Asesmen Ekonomi
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL
i
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
v
DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GRAFIK
viii
DAFTAR GAMBAR
ix
BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF
1
BAB II EVALUASI INFLASI 2013
5
II.1 Gambaran Umum Inflasi Nasional
6
II.2 Gambaran Umum Inflasi Daerah
10
BAB III EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KERJA POKJANAS TPID 2013
13
III.1 Penguatan Koordinasi Pengendalian Inflasi
14
III.1.1 Penilaian Kinerja TPID Terbaik 2012
14
III.1.2 Pelaksanaan Rakornas IV TPID 2013
15
III.1.3 Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah TPID 2013
16
III.1.4 Penguatan Kerja Sama Antar Daerah
18
III.1.5 Penyelarasan Asumsi Makro Daerah
18
III.2 Penguatan Aspek Kelembagaan TPID
20
III.2.1 Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) No 027/1696/SJ Tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah
20
III.2.2 Sosialisasi Instruksi Menteri Dalam Negeri Inmendagri) No 027/1696/SJ Tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah
21
III.3 Peningkatan Akses Informasi Harga
21
Boks- Instruksi Menteri Dalam Negeri No.027/1696/SJ Tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa di Daerah 23
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
v
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB IV PROSPEK INFLASI 2014
27
BAB V PROGRAM KERJA POKJANAS TPID 2014
31
32
vi
V.1 Program Kerja Strategis 2014 V.1.1 Penguatan Kerja Sama Antar Daerah
32
V.1.2 Peningkatan Akses Informasi Harga
32
V.1.3 Penyelarasan Asumsi Makro Daerah
33
V.2 Program Kerja Rutin
33
V.2.1 Pelaksanaan Rakornas V TPID
33
V.2.2 Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah TPID
34
V.2.3 Pelaksanaan High Level Meeting (HLM)
34
V.2.4 Pelaksanaan Penyusunan Laporan Tahunan Pokjanas TPID
34
V.3 Road Map Program Kerja Strategis
35
V.3.1 Penguatan Peran TPID
35
V.3.2 Penyelarasan Asumsi Makro Daerah
36
V.3.3 Peningkatan Akses Informasi Harga
38
V.3.4 Penguatan Kerja Sama Antar Daerah
39
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food
8
Tabel 2.2 Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices
10
Tabel 3.1 TPID Dengan Kinerja Pengendalian Inflasi Terbaik 2012
15
Tabel 3.2 Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah 2013
17
Tabel 3.3 Permasalahan Inflasi Pangan
17
Tabel 3.4 Pembagian Wilayah Pengembangan REMBI
19
Tabel 3.5 Perkembangan Jumlah TPID
21
Tabel 5.1. Program Penguatan Kerja Sama Daerah 2014
32
Tabel 5.2 Program Peningkatan Akses Informasi Harga 2014
33
Tabel 5.3 Program Penyelarasan Asumsi Makro Daerah 2014
33
Tabel 5.4 Road Map Penyelarasan Asumsi Makro Daerah
37
Tabel 5.5 Road Map Pengembangan Akses Informasi Harga
38
Tabel 5.6 Road Map Penguatan Kerja Sama Antar Daerah
39
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
vii
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
DAFTAR GRAFIK
viii
Grafik 2.1
Sumbangan Disagregasi Inflasi 2013
6
Grafik 2.2
Pola Inflasi Pada Kenaikan Harga BBM Bersubsidi
6
Grafik 2.3
Inflasi Sektor Jasa
7
Grafik 2.4
Inflasi Jasa Perumahan dan Harga Properti Residential
7
Grafik 2.5
Inflasi Core dan Faktor Eksternal
7
Grafik 2.6
Perkembangan Inflasi Industri Pengolahan
7
Grafik 2.7
Ekspektasi Harga Pedagang Eceran
8
Grafik 2.8
Ekspektasi Harga Konsumen
8
Grafik 2.9
Ekspektasi Inflasi CF Tahunan
8
Grafik 2.10 Ekspektasi Inflasi Pasar Keuangan
8
Grafik 2.11 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food
8
Grafik 2.12 Perubahan Harga Daging Sapi Bulanan
9
Grafik 2.13 Perubahan Harga Beras Bulanan
9
Grafik 2.14 Inflasi Administered Price
10
Grafik 2.15 Inflasi IHK di Daerah
11
Grafik 2.16 Inflasi Bahan Makanan Kawasan
11
Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Bumbu-bumbuan
11
Grafik 2.18 Inflasi Bulanan Transportasi
11
Grafik 4.1
28
Perbandingan Proyeksi Inflasi
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1. Sebaran Inflasi Daerah
10
Gambar 3.1. Formula Penilaian TPID Terbaik 2012
14
Gambar 4.1. Sebaran Prakiraan Inflasi Daerah 2014
30
Gambar 5.1. Road Map Penguatan Peran TPID
36
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
ix
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
x
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB I Ringkasan Eksekutif
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
1
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB I RINGKASAN EKSEKUTIF Realisasi inflasi nasional berada di atas sasaran inflasi yang ditetapkan Pemerintah sebesar 4,5%±1%. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) 2013 mencapai 8,38% (yoy), meningkat signifikan dari tahun sebelumnya yang tercatat 4,30% (yoy). Peningkatan inflasi tersebut diakibatkan oleh kenaikan harga bbm bersubsidi, dan gejolak yang terjadi di kelompok volatile foods karena adanya gangguan pasokan pada beberapa komoditas hortikultura, yang disebabkan oleh gangguan cuaca serta kendala implementasi pengaturan impor di awal tahun. Hal ini sempat mendorong peningkatan ekspektasi inflasi di 2013. Sementara itu, pelemahan nilai tukar Rupiah berdampak minimal terhadap inflasi IHK karena pada saat yang bersamaan terjadi pelemahan harga komoditi global. Sejalan dengan kondisi nasional, secara spasial inflasi seluruh kawasan juga mengalami peningkatan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya (2008-2012). Secara spasial wilayah Jawa masih menjadi penyumbang tingginya inflasi di 2013. Namun demikian, kawasan Sumatera mengalami tingkat inflasi tertinggi, dibandingkan kawasan Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Perkembangan inflasi di kawasan Sumatera tahun 2013 terlihat sangat kontras dengan situasi tahun 2012 ketika Sumatera menjadi kawasan yang memiliki inflasi terendah yakni 3,50% (yoy).Tren peningkatan inflasi di berbagai daerah telah terlihat sejak awal tahun, terutama dipicu oleh kenaikan harga yang cukup signifikan pada beberapa komoditas pangan, khususnya kelompok bumbu-bumbuan. Kemudian pada awal semester II kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi memberikan tekanan inflasi di seluruh kawasan. Dampak tidak langsung tertinggi dari kenaikan harga BBM terjadi di Kawasan Sumatera. Pokjanas TPID bersama TPID selama tahun 2013 melakukan berbagai upaya untuk meminimalkan gejolak harga. Langkah penguatan koordinasi, baik di tingkat pusat maupun daerah telah dilakukan melalui berbagai forum koordinasi, seperti Rakornas IV TPID, Rakor Pusat Daerah, Rakorwil TPID, dan forum-forum lain yang diinisiasi oleh TPID. Secara khusus, Pokjanas TPID melakukan koordinasi intensif dengan seluruh daerah dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM dan pengamanan pasokan bahan pangan menjelang perayaan hari besar keagamaan. Selain itu, Pokjanas TPID dan TPID juga telah menyepakati beberapa program kerja strategis bersama yang akan dilaksanakan secara berkelanjutan, mencakup langkah-langkah untuk meningkatkan akses informasi harga, memperkuat kerja sama antar daerah, dan penyelarasan asumsi makro daerah dalam rangka mendukung perencanaan pembangunan dan penyusunan RAPBD. Dalam rangka memperkuat dasar hukum kelembagaan pengendalian inflasi daerah, Pokjanas TPID melalui Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri). Setelah melalui proses pembahasan yang cukup panjang di Pokjanas TPID, pada tanggal 2 April 2013 Menteri Dalam Negeri menetapkan Inmendagri Nomor 027/1696/SJ, tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa Di Daerah sebagai pedoman dalam pelaksanaan koordinasi TPID dan penyeragaman struktur organisasi/kelembagaan TPID. Hal ini menjadi tonggak baru yang menandai keberadaan TPID ke depan, yang perannya semakin dituntut untuk dapat berkontribusi positif dalam pengembangan ekonomi dan menciptakan stabilisasi harga di daerah.
2
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Prospek inflasi tahun 2014 cenderung menurun, namun masih dihadapkan pada risiko yang cukup besar. Perkiraan tersebut didukung oleh tekanan inflasi dari sisi eksternal yang masih relatif rendah seiring dengan perbaikan ekonomi dunia yang berlangsung secara gradual. Sementara itu, tekanan inflasi dari domestic juga masih terjaga pada tingkat yang moderat, sejalan dengan pemulihan ekonomi domestik dan relatif minimalnya dampak administered prices. Selain faktor based effect, perkiraan inflasi 2014 yang cenderung menurun juga didasari oleh relatif normalnya perkembangan harga kelompok volatile food. Secara spasial, menurunnya tekanan inflasi pada 2014 diprakirakan akan terjadi pada seluruh kawasan, baik KTI, Sumatera, maupun Jawa. Dari tiga kawasan tersebut. Diprakirakan akan mengalami penurunan tekanan inflasi yang cukup tajam dibandingkan tahun sebelumnya. Secara keseluruhan, agregasi proyeksi inflasi dari ketiga kawasan tersebut diperkirakan masih akan berada pada sasaran inflasi nasional untuk tahun 2014 sebesar 4,5%±1%. Namun demikian, terdapat sejumlah faktor risiko yang dapat meningkatkan tekanan inflasi ke depan. Dari sisi eksternal risiko bersumber dari tekanan terhadap stabilitas nilai tukar. Dari domestik, risiko inflasi antara lain bersumber dari penyesuaian administered prices strategis, gejolak harga volatile food terkait faktor iklim yang ekstrim yang menghambat akselerasi produksi dan mengganggu distribusi pangan. Dalam rangka mencapai sasaran inflasi dan mengantisipasi risiko inflasi ke depan, Pokjanas TPID bekerja sama dengan TPID telah menyiapkan program kerja strategis. Terkait dengan upaya untuk mengatasi risiko administered prices, Pokjanas TPID berkoordinasi dengan TPI akan menyiapkan road map kebijakan energi yang mendukung pencapaian sasaran inflasi. Sementara itu, terkait dengan risiko volatile food program yang akan dilakukan antara lain, dengan mendorong penguatan kerja sama antara daerah, dan pengembangan pusat informasi harga pangan strategis. Selain itu, juga akan dilanjutkan pengembangan tools dalam rangka penyelarasan asumsi makro untuk mendukung perencanaan pembangunan dan penyusunan RAPBD di tingkat provinsi. Berbagai program tersebut dilakukan secara bertahap, dan telah dimulai persiapannya tahun sebelumnya. Keseluruhan program tersebut merupakan bagian dari penguatan peran TPID yang pada tahun ini meningkat dari fase building awareness yang telah dilakukan selama lima tahun terakhir, menuju fase fostering commitment. Pada tahap ini, tuntutan peran TPID akan semakin besar, terutama berperan aktif dalam penyelesaian permasalahan struktural inflasi, sehingga berkontribusi positif dalam pengembangan ekonomi dan stabilisasi harga di daerah.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
3
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
4
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB II Evaluasi Inflasi 2013
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
5
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB II EVALUASI INFLASI 2013 II. 1. GAMBARAN UMUM INFLASI NASIONAL Inflasi IHK pada tahun 2013, meningkat namun tetap terkendali di single digit. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 8,38% (yoy), berada di atas kisaran sasarannya sebesar 4,5% ± 1%, dan meningkat dari tahun sebelumnya (4,30%, yoy). Tingginya realisasi inflasi IHK didorong oleh meningkatnya ketiga komponen inflasi: i) inflasi volatile food melonjak tinggi di atas rata – rata historisnya, didorong oleh permasalahan gangguan pasokan terutama pada paruh pertama akibat anomali cuaca dan kendala dalam implementasi kebijakan pengendalian impor serta dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi pada 22 Juni 2013; ii) inflasi administered prices yang meningkat tinggi akibat kenaikan harga premium dan solar bersubsidi masing-masing sebesar 44% dan 22% serta kenaikan TTL yang dilakukan secara bertahap per triwulanan (±16%, yoy); iii) inflasi inti meningkat secara terbatas yang terutama bersumber dari dampak lanjutan kenaikan biaya input volatile food dan harga BBM bersubsidi sementara dampak dari pelemahan Rupiah masih minimal dan dimitigasi oleh penurunan harga global. Grafik 2.1 Sumbangan Disagregasi Inflasi 2013
Grafik 2.2 Pola Inflasi Pada Kenaikan Harga BBM Bersubsidi %,yoy
%,yoy 12.0
VF
ADM
Inti
2005
40.00
IHK
2008
2009-2012
41.71
2013
35.00 9.0 30.00 25.00
6.0
20.00 3.0
10.00 0.0 1
-3.0
17.11
15.51
15.00
3
5
7
9
11
1
2010
Sumber: BPS (diolah)
3
5
7
2011
9
11
1
3
5
7
2012
9
11
1
3
5
2013
7
9
5.00
11.06 8.40
9.75
8.29
16.48 13.94
15.99
15.47
7.68 4.32 4.72
4.46
1.89
IHK
Inti
Volatile Foods
Administeres Prices
Sumber: BPS (diolah)
Inflasi inti pada tahun ini tercatat sebesar 4,98% (yoy) meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 4,40% (yoy). Sumber utama tekanan berasal dari domestik sebagai dampak lanjutan gejolak harga pangan dan kebijakan harga energi. Pada triwulan I, tekanan inflasi meningkat antara lain didorong oleh cost push harga bahan pangan akibat tekanan inflasi volatile food. Tekanan selanjutnya didorong oleh dampak lanjutan kenaikan harga BBM bersubsidi yang mencapai puncaknya pada Juli 2013. Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos produksi (bahan bangunan dan upah).1 Peningkatan harga properti residensial tersebut selanjutnya mendorong kenaikan inflasi jasa perumahan (sewa dan kontrak rumah) di dalam keranjang IHK. 1 Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25%
6
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Sumber: BPS, diolah
Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food
Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded
Grafik 1. 13 Inflasi Core Food (Non-traded) & Volatile Food
Grafik 1. 12 Dekomposisi Core Non – Traded
Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada
Selain karena pengaruh ke dua faktor tersebut, tekanan inflasi dari domestik juga terjadi pada kelompok perumahan antara lain didorong oleh tren kenaikan harga properti residensial. Tekanan kelompok perumahan antara lain didorong olehKELOMPOK tren kenaikan harga properti residensial.INFLASI Tekanan KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN DAERAH (POKJANAS TPID) permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi permintaan pada sektor ini terindikasi dari kenaikan harga perumahan di pasar primer yang melebihi kenaikan ongkos ongkos produksi produksi (bahan (bahan bangunan bangunan dan dan upah). upah).3 3 Peningkatan Peningkatan harga harga properti properti residensial residensial kenaikan tersebut selanjutnya selanjutnya mendorong mendorong kenaikan kenaikan inflasi inflasi jasa jasa perumahan perumahan (sewa (sewa dan dan kontrak kontrak rumah) rumah) didi tersebut dalamkeranjang keranjang IHK.Inflasi Sektor Jasa GrafikIHK. 2.3 Grafik 2.4 Inflasi Jasa Perumahan dan Harga dalam Properti Residential
%,yoy 12.00%
%,yoy Jasa Perumahan
Jasa Pendidikan
Jasa Lainnya
10.00%
16.0
Jasa Perumahan (Sewa dan Kontrak)
16.0
Harga Property Residential
16.0
8.00%
16.0 16.0
6.00%
16.0 4.00%
16.0
2.00%
16.0
Jan-08 Mar-08 May-08 Jul-08 Sep-08 Nov-08 Jan-09 Mar-09 May-09 Jul-09 Sep-09 Nov-09 Jan-10 Mar-10 May-10 Jul-10 Sep-10 Nov-10 Jan-11 Mar-11 May-11 Jul-11 Sep-11 Nov-11 Jan-12 Mar-12 May-12 Jul-12 Sep-12 Nov-12 Jan-13 Mar-13 May-13 Jul-13 Sep-13 Nov-13
Mar-03 Jun-03 Sep-03 Dec-03 Mar-04 Jun-04 Sep-04 Dec-04 Mar-05 Jun-05 Sep-05 Dec-05 Mar-06 Jun-06 Sep-06 Dec-06 Mar-07 Jun-07 Sep-07 Dec-07 Mar-08 Jun-08 Sep-08 Dec-08 Mar-09 Jun-09 Sep-09 Dec-09 Mar-10 Jun-10 Sep-10 Dec-10 Mar-10 Jun-11 Sep-11 Dec-11 Mar-12 Jun-12 Sep-12 Dec-12 Mar-13 Jun-13 Sep-13 Dec-13
16.0
0.00%
Sumber: diolah Sumber: BPS Sumber:BPS, BPS,(diolah) diolah Grafik Grafik1.1.1515Inflasi InflasiSektor SektorJasa JasaPerumahan Perumahandan danHarga Harga Properti Residential Tekanan faktor eksternal terbatas karena minimalnya dampak depresiasi nilai tukar yang Properti Residential
Sumber: Sumber: BPS (diolah) Sumber:BPS, BPS,diolah diolah Grafik Grafik1.1.1414Inflasi InflasiSektor SektorJasa Jasa
disertai oleh penurunan harga global. Tekanan eksternal meningkat pada triwulan III 2013 Di luar sektor perumahan, tekanan permintaan relatif masih moderat dan dapat direspon oleh sisi seiring denganperumahan, pelemahantekanan nilai tukar Rupiah selama triwulan III 2013 capital Di luar sektor permintaan relatif masih moderat danakibat dapat derasnya direspon oleh sisi penawaran. Tekanan permintaanisuyang masih– moderat tercermin dari peningkatan beberapa outflow semenjak menguatnya tapering off dari The Fed. Meskipun demikian, kuatnya penawaran. Tekanan permintaan yang masih moderat tercermin dari peningkatan beberapa indikator permintaan masih moderat sepertiharga Kreditglobal. Konsumsi (KK),harga Surveiyang Penjualan tekanan iniyang dimitigasi penurunan Koreksi cukup Eceran dalam indikatoreksternal permintaan yang masiholeh moderat seperti Kredit Konsumsi (KK), Survei Penjualan Eceran (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu,2 pada harga global emas membawa dampak deflasi pada komoditas emas perhiasan domestik. (SPE), Excess M1 dan gap antara harga di tingkat konsumen dan pedagang besar. Sementara itu, Secara sisi sektoral, dampak passthrough nilai tukar terutama padaKegiatan inflasi sektor respon penawaran yang masih memadai tercermin dari terlihat hasil Survei Duniasemen Usaha dan dan respongalian. sisi penawaran yang masih memadai tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha dan bahan Selain itu, efek passthrough nilai tukar juga tercermin pada inflasi barang – barang Survei Produksi terkait kapasitas utilisasi yang masih di level normal. Survei Produksi terkait kapasitas yang masih di level normal.dan perlengkapannya, sandang dengan kandungan impor yang utilisasi tinggi seperti barang konstruksi dan aksesoris, serta barang elektronik dan automotif. Meskipun demikian, dampak depresiasi pada tahun ini terindikasi tidak mengalami akselerasi passthrough sebagaimana tahun 2004. Grafik 2.5 Inflasi Core dan Faktor Eksternal Nilai Tukar (dep (+)/apr (-), %, yoy) Indeks Harga Impor (Prosksi Imported Inflation, %YOY)*) Inflasi Core Traded (%, yoy), RHS
80 60
9.0
yoy
Industri Pengolahan : Pakaian dan Tekstil Industri Pengolahan : Kimia dan Karet Industri Pengolahan : Semen dan Galian Non-Logam Industri Pengolahan : Makanan dan Minuman
15%
8.0 7.0
12%
6.0
40
5.0
20
9%
4.0 3.0
0
2.0
-20
3
Grafik 2.6 Perkembangan Inflasi Industri Pengolahan
6%
3%
1.0
Nov-13
Jul-13
Sep-13
May-13
Jan-13
Mar-13
Nov-12
Jul-12
Sep-12
May-12
Jan-12
Mar-12
Nov-11
Jul-11
Sep-11
May-11
Jan-11
Mar-11
Jul-10
Sep-10
Nov-10
May-10
Jan-10
Mar-10
Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya 0.0 -40 0% sewa sebesar 4,25% 3
Harpa properti residential meningkat signifikan pada tahun 2013 sebesar 15% (yoy), sementara inflasi biaya sewa sebesar 4,25% 5 *) Indeks komposit harga global dengan weigted average (berdasar prosentase impor dan bobot di IHK) dari komoditas pangan (CPO, gandum, gula, jagung dan kedelai), minyak dunia (WTI), emas, kapas, dan besi.
Sumber: BPS (diolah)
Sumber: BPS (diolah)
Ekspektasi inflasi cenderung mereda, setelah sempat terakselerasi pada paro pertama5 2013. Peningkatan ekspektasi terutama di semester I terlihat dari hasil survei consensus forecast sebagai akibat adanya gejolak harga pangan dan memuncak ketika implementasi kenaikan harga BBM bersubsidi. Di pasar barang, hasil Survei Ekspektasi Inflasi di level Pedagang Eceran dan Konsumen juga menunjukkan hasil yang relatif serupa. Sementara itu, masih tingginya ekspektasi inflasi di pasar keuangan hingga penghujung tahun lebih disebabkan oleh tekanan outflow yang mendorong naiknya yield SUN jangka panjang. Secara umum, bauran kebijakan moneter dan makroprudensial yang cenderung ketat yang ditempuh BI mampu menjangkar ekspektasi inflasi para pelaku ekonomi dan pada gilirannya menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi. Hal ini antara lain terlihat dari ekspektasi inflasi 2014 yang mulai menurun, yang pada survei September tercatat 5,0% menjadi 4,9% pada survei Desember 2013. 2
Emas sepanjang tahun 2013 mengalami penurunan harga sebesar -5,33% (yoy) memberikan dampak deflasi terhadap inflasi sebesar 0,13% (yoy).
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
7
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Grafik 2.7 Ekspektasi Harga Pedagang Eceran Indeks
Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspansi Harga Pedagang 3 bln yad Indeks Ekspansi Harga Pedagang 6 bln yad
200
180
Grafik 2.8 Ekspektasi Harga Konsumen %, yoy 20
15
160
%, yoy
%, yoy
Inflasi IHK aktual (skala kanan) Indeks Ekspansi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspansi Harga Konsumen 3 bln yad Indeks Ekspansi Harga Konsumen 6 bln yad
250
220
20
16
190
12
160
9
130
6
10 140 5
120
100
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0
100
2005
Grafik 2.9 Ekspektasi Inflasi CF Tahunan %,yoy 9.0
8.6
8.0 5.3
6.0
2006
2007
2008
2009
12 12
2011
2012
2013
7.2
1.500 1.500
(RHS) SpreadSpread (RHS) Inflation Expectation Inflation Expectation CPI (yoy) CPI (yoy)
10 10
7.7
2010
Grafik 2.10 Ekspektasi Inflasi Pasar Keuangan
Consensus Forecast
10.0
8,99% 8,99%
88
5.7
4.9
4.7
0
1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11
2013
1.100 1.100 900 900
66
4.0
1.300 1.300
700 700 500 500
44
300 300
2.0
22
0.0 I
II
III
IV
I
II
2013
III
00
IV
100 100 10 11 12 11 22 33 44 55 66 77 88 99 10 11 12 11 22 33 44 55 66 77 88 99 101112 10 11 12 11 22 33 44 55 66 77 88 99 10 10 11 11 11 22 33 44 55 66 77 88 99 101112 101112
2014
2010 2010
Quartely Consencus Forecast, September 2013
2011 2011
2012 2012
-100 -100
2013 2013
Sumber: Consensus Forecast
Inflasi volatile food melonjak tinggi hingga mencatat double-digit sejak Februari dan cenderung mereda semenjak September 2013.3 Kendala dalam implementasi kebijakan pengaturan impor hortikultura di awal tahun, di tengah terbatasnya pasokan akibat gangguan cuaca dan minimalnya produksi dalam negeri, mendorong gejolak harga aneka bumbu serta aneka sayur dan buah. Di sisi lain, tren peningkatan harga daging sapi yang terus berlanjut akibat permasalahan terbatasnya kuota impor, mendorong lebih jauh inflasi volatile food pada triwulan I 2013. Cost – push biaya transportasi sebagai dampak lanjutan kenaikan harga BBM mendorong kenaikan inflasi di bulan Juni dan Juli setelah sebelumnya mengalami deflasi akibat panen padi yang sedang berlangsung dan relaksasi kebijakan pengaturan impor. Koreksi harga yang terus berlanjut semenjak September kemudian menahan inflasi bahan pangan lebih lanjut, meskipun sedikit meningkat di akhir triwulan IV seiring dengan pola musiman berkurangnya pasokan di akhir tahun. Penyumbang utama inflasi pada kelompok ini a.l sbb: bawang merah, cabai merah, beras, daging ayam, jeruk, dan daging sapi. Grafik 2.11 Pola Inflasi/Deflasi Volatile Food 8
Inflasi VF 2012 (%, mtm)
6
Inflasi VF 2013 (%, mtm) Rata-rata 3 th (%, mtm)
Tabel 2.1 Penyumbang Inflasi/Deflasi Kelompok Volatile Food Commodities Inflation
Shallot Red Chili Rice Orange Pb.Chicken Meat Beaf Apple Potatos Tofu Birds Eye Chili Instant Noodle
4 2 0 -2
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Des
Sumber: BPS (diolah)
8
Contribution (%, yoy)
90.03 113.36 3.38 18.17 7.85 11.13 33.44 33.44 14.91 46.78 11.89
0.38 0.31 0.20 0.11 0.11 0.11 0.08 0.07 0.07 0.07 0.06
-22.22 -4.90
-0.07 -0.01
Deflation
-4
3
Dec-13 %,yoy
Garlic Carrot
Source : BPS
Rata – rata historis selama 2009 – 2011 sebesar 8,93% (yoy).
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Tekanan harga daging sapi yang sangat tinggi sejak tahun 2012 relatif mereda di akhir Triwulan III 2013 terutama didukung oleh kebijakan relaksasi impor. Beberapa langkah kebijakan yang ditempuh Pemerintah untuk menahan akselerasi kenaikan harga daging sapi antara lain (i) tambahan kuota impor baik berbentuk daging sapi beku maupun sapi bakalan, (ii) memperluas kewenangan BULOG untuk membantu upaya stabilisasi harga melalui operasi pasar daging sapi. Mempertimbangkan kebijakan kuota yang belum sepenuhnya efektif dalam mengendalikan harga, sejak September pemerintah mengubah kebijakan impor menjadi berbasis harga referensi. Grafik 2.12 Perubahan Harga Daging Sapi Bulanan
Grafik 2.13 Perubahan Harga Beras Bulanan
%,mtm
Daging Sapi th 2012
%,mtm
6.00
Daging Sapi th 2012 Rata-rata Daging Sapi (2012-2012)
5.00
4.00
Rice 2011 Rice 2013
Rice 2012 AVG Rice (2003-2013)
3.00
2.00 1.00 0.00 -1.00
--2.00 -4.00
-3.00 Jan
Feb
Mar
Apr
Sumber: BPS (diolah)
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Jan
Feb
Mar
Apr
Mei
Jun
Jul
Agt
Sep
Okt
Nov
Des
Sumber: BPS (diolah)
Sepanjang tahun 2013, kenaikan harga beras cukup terkendali tercermin dari inflasi yang mencapai sekitar 3,38% (yoy).4 Hal ini didukung oleh produksi dalam negeri yang mampu memenuhi kebutuhan domestik, antara lain tercermin dari kemampuan BULOG melakukan penyerapan beras domestik dengan cukup baik yang mencapai 3,5 juta ton (hampir 90% dari target 2013). Kemampuan BULOG dalam melakukan pembelian beras domestik diimbangi dengan kelancaran dalam penyalurannya (RASKIN mencapai hampir 100% dari target 2013 dan operasi pasar (OP) beras mencapai 102 ribu ton). Pada akhir Triwulan IV 2013, sesuai pola musiman paceklik harga beras cenderung naik. Namun demikian, kenaikan harga pada akhir tahun lalu relatif terbatas, bahkan jauh lebih rendah dibanding rata-rata dalam sepuluh tahun terakhir. Kenaikan harga BBM bersubsidi mendorong inflasi administered prices meningkat signifikan. Inflasi kelompok harga yang diatur pemerintah melonjak dari 2,66% pada tahun sebelumnya menjadi 15,49% (yoy) di tahun 2013. Sumber tekanan terutama berasal dari dampak kebijakan Pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi di akhir triwulan II guna mengurangi beban subsidi BBM dan current account deficit. 5 Dampak total kenaikan harga BBM pada tahun 2013 diperkirakan sebesar 2,69%. Sumber tekanan inflasi kelompok administered prices juga berasal dari kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), kenaikan Bahan Bakar Rumah Tangga (BBRT), dan kenaikan tarif cukai rokok. Kenaikan TTL tahun ini merupakan bagian dari roadmap kebijakan tariff listrik untuk mencapai harga keekonomian secara bertahap. Kenaikan TTL yang dilakukan menyumbang inflasi sebesar 0,38%.6 Sementara tekanan harga pada BBRT menyumbang inflasi sebesar 0,16% yang didorong oleh adanya penyesuaian biaya distribusi LPG. Selanjutnya, kenaikan harga jual eceran (HJE) rokok mengikuti kenaikan tarif cukai rokok yang ditetapkan oleh Pemerintah dengan besaran rata – rata 8,5% dan menyumbang inflasi sebesar 0,31%. Sementara itu, kebijakan administered 4
Rata – rata inflasi beras selama lima tahun terakhir sebesar 11.42%
5
Pemerintah menaikkan harga premium (44%) dan solar (22%) pada tanggal 22 Juni 2013
6
Kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL ) yang dilakukan bertahap per triwulanan, yang rata-rata mencapai sekitar 16%
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
9
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
prices lainnya berdampak minimal, seperti penyesuaian harga tarif tol, tarif kereta api, dan tarif air minum PAM di beberapa daerah. Grafik 2.14 Inflasi Administered Prices
Tabel 2.2 Penyumbang Inflasi Kelompok Administered Prices
Administered Prices (%, mtm) Administered Prices (%, yoy)-Rhs
9.0 7.0
1.17
31.48
0.75
15.89
0.38
0.0
Filter Cigarette
8.66
0.19
-5.0
Household Fuel
6.65
0.16
Clove-Flavored Cigarette
6.65
0.08
City Water Fare
6.43
0.05
White Cigarette
8.19
0.04
5.0
1.0 -1.0 -3.0 1
4
7 10 1
2008
4
7 10 1
2000
Sumber: BPS (diolah)
4
7 10 1
2010
4
7 10 1
2011
4
7 10 1
2012
4
7 10
2013
Contribution (%, yoy)
41.89
10.0
3.0
Dec-13 %,yoy
Gasoline Rate of Intracity Transportation Electricity Fare
15.0
5.0
-5.0
Commodities
20.0
-10.0
Source : BPS
II. 2. GAMBARAN UMUM INFLASI DAERAH Sejalan dengan nasional, pada tahun 2013 inflasi seluruh kawasan mengalami peningkatan bahkan lebih tinggi dibandingkan rata-rata historisnya (2008-2012). Secara spasial, kenaikan inflasi tahun 2013 tercatat cukup tinggi di Kawasan Sumatera. Inflasi Kawasan Sumatera tercatat 8,92% (yoy), lebih tinggi dibandingkan tiga kawasan lainnya yakni Jawa (8,55%, yoy), Jakarta (8,00%, yoy) dan Kawasan Timur Indonesia (7,86%, yoy). Tren peningkatan inflasi di berbagai daerah telah terlihat sejak awal tahun. Tekanan inflasi pada awal tahun terutama dipicu oleh kenaikan harga yang cukup signifikan pada beberapa komoditas pangan, khususnya kelompok bumbu-bumbuan. Gambar 2.1. Sebaran Inflasi Tahunan Daerah (Desember 2013)
Sumber: BPS (diolah)
Kenaikan harga kelompok bumbu-bumbuan pada awal tahun terutama dipicu oleh kendala cuaca sehingga mengakibatkan terbatasnya produksi dalam negeri dan kendala distribusi. Terbatasnya pasokan dalam negeri, pada saat yang bersamaan juga tidak diimbangi secara optimal dengan kebijakan pengendalian impor hortikultura. Di awal tahun tekanan kenaikan harga bumbubumbuan tersebut cenderung lebih tinggi di Kawasan Jawa dan Jakarta. Hal ini salah satunya dikarenakan pengaruh bencana banjir yang melanda sejumlah wilayah di DKI Jakarta sehingga
10
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
mengganggu arus distribusi barang, dan bahkan sempat terhenti selama beberapa waktu karena terputusnya jalur masuk ke beberapa wilayah di Jakarta. Sementara itu, kondisi sedikit berbeda terjadi di Kawasan Timur Indonesia, dimana pada awal tahun tekanan inflasi lebih dipicu oleh meningkatnya harga pada komoditas ikan-ikanan akibat terbatasnya kegiatan penangkapan ikan karena faktor cuaca yang tidak kondusif. Grafik 2.15 Inflasi IHK di Daerah
Grafik 2.16 Inflasi Bahan Makanan Kawasan
%,yoy
%,yoy
10
8.92
8.38
8.00
8
20.00
8.55 7.86 6.57
5.83
5.78
6
5.63
15.00
5.51 10.00
4 5.00 2 0.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0
Nasional
Sumatera
Jakarta
Jawa
2013
KTI
2011
-5.00
Historis*
2012
Sumatera
* Rata-rata akhir tahun 2008-2012
Sumber: BPS (diolah)
2013
Jakarta
Jawa
KTI
Sumber: BPS (diolah)
Memasuki triwulan II 2013, tekanan relatif mereda seiring dengan relaksasi kebijakan importasi produk hortikultura, mulai meningkatnya pasokan dari produksi dalam negeri. Pada bulan Maret, pasokan impor bawang putih mulai meningkat. Hal ini didukung oleh pasokan bawang merah dan cabai dari dalam negeri mulai meningkat sejalan dengan panen di beberapa sentra produksi seperti Brebes, Tegal, Cirebon, dan Kuningan untuk bawang merah, serta Madiun, Magetan, Lamongan, Karanganyar, Cianjur, dan Cirebon untuk cabai. Namun di sisi lain, tekanan inflasi muncul dari subkelompok daging dan hasil-hasilnya, khususnya daging ayam ras dan daging sapi. Untuk daging sapi terkendalanya implementasi impor daging sapi mendorong inflasi komoditas tersebut di berbagai daerah, dan hingga akhir tahun masih persisten tinggi. Kondisi tersebut mendorong masing-masing daerah untuk saling mengamankan pasokan untuk kebutuhan wilayah masing-masing, sebagaimana yang dilakukan oleh Jawa Tengah, DIY, dan Jawa Timur. Grafik 2.17 Inflasi Bulanan Bumbu-bumbuan
Grafik 2.18 Inflasi Bulanan Transportasi 16
50
Sumatera
40
Jakarta
Jawa
KTI
Jakarta
Jawa
KTI
12
30
10
20
8
10
6
0
Sumatera
14
4 1
2
3
4
(10) (20) (30)
Sumber: BPS (diolah)
5
6
7
2013
8
9
10
11
12
2 0 (2)
1
2
3
4
(4)
5
6
7
8
9
10
11
12
2013
Sumber: BPS (diolah)
Pada awal semester II kebijakan menaikan harga BBM bersubsidi memberikan tekanan inflasi di seluruh kawasan dan puncaknya pada bulan Juli 2013. Dampak langsung yang terjadi di daerah adalah mendorong kenaikan inflasi subkelompok transpor. Kenaikan tarif angkutan dalam kota di kawasan Jawa yang terbesar terjadi di Jakarta, Bogor, dan Solo. Namun demikian, dampak BBM terhadap kenaikan inflasi secara umum paling dominan dirasakan sejumlah daerah di wilayah Sulawesi-Maluku-Papua (Sulampua).
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
11
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Sementara itu tekanan inflasi inti di berbagai daerah relatif terbatas. Dampak pelemahan nilai tukar Rupiah sejak Juli 2013 di berbagai daerah relatif minimal, karena pada saat yang bersamaan harga komoditi global mengalami penurunan. Bahkan penurunan harga emas yang terjadi pada Oktober 2013 mengakibatkan terjadinya deflasi, kecuali di beberapa kota di Kawasan Timur Indonesia (Palangkaraya, Ambon, Jayapura, dan Manokwari) dan Jawa Bagian Barat (Bandung dan Cirebon).
12
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB III Evaluasi Pelaksanaan Program Kerja Pokjanas TPID 2013
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
13
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB III EVALUASI PELAKSANAAN PROGRAM KERJA POKJANAS TPID 2013 III. 1. PENGUATAN KOORDINASI PENGENDALIAN INFLASI Upaya stabilisasi harga membutuhkan koordinasi lintas sektor, lintas kementerian, dan melibatkan pemerintah pusat maupun daerah. Pengendalian inflasi dipengaruhi oleh interaksi berbagai kebijakan pemerintah, yaitu kebijakan antar Kementerian/Lembaga, antar kebijakan antar sektor, kebijakan pemerintah pusat dan daerah, serta kebijakan khusus untuk domestik dan eksternal. Perkembangan pembentukan TPID yang cukup pesat membutuhkan koordinasi yang semakin intens sehingga fungsi koordinasi TPID dengan Pemerintah Pusat yang dalam hal ini berada di bawah koordinasi Pokjanas TPID perlu semakin dioptimalkan. Selama tahun 2013, fungsi koordinasi yang dilaksanakan oleh Pokjanas TPID telah melakukan berbagai program kerja guna menselaraskan upaya TPID di setiap daerah dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional.
Iii.1.1 Penilaian Kinerja TPID Terbaik TPID 2012 Pengukuran kinerja pengelolaan inflasi daerah dimaksudkan untuk mengukur efektifitas koordinasi pengendalian inflasi daerah yang dilakukan di masing-masing wilayah. Selain itu hal ini juga dimaksudkan untuk memberikan apresiasi atas peran aktif TPID dalam menjaga stabilitas harga, baik yang dilakukan oleh TPID di tingkat Provinsi maupun di tingkat Kabupaten/ Kota. Pengukuran kinerja TPID difokuskan pada berbagai aspek koordinasi stabilisasi harga yang dilakukan TPID, dalam upaya menjaga stabilitas harga di daerahnya masing-masing sepanjang tahun 2012. Gambar 3.1. Formula Penilaian TPID Terbaik 2012
Pengukuran kinerja mempertimbangkan dua aspek umum yaitu aspek proses dan aspek keluaran. Dalam menilai aspek proses, tim penilai mempertimbangkan dua komponen yakni intensitas proses/kegiatan TPID, dan kualitas pelaksanaan. Sedangkan untuk aspek keluaran atau outcome pengendalian inflasi, dinilai dari realisasi inflasi akhir tahun 2012 serta serta volatilitas
14
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
inflasi bulanan yang terjadi. Keseluruhan komponen tersebut dibagi berdasarkan proporsi penilaian sebagaimana gambar di atas. Dalam pelaksanaan penilaian Pokjanas TPID melibatkan tim ahli dari luar Pokjanas TPID selaku eksternal reviewer guna menerapkan azas objektifitas dalam penilaian. Penilaian oleh pihak eksternal terutama untuk menilai aspek proses pada item kualitas dari kegiatan utama yang dilakukan di daerah dalam rangka stabilisasi harga. Setelah melalui proses penilaian yang cukup intens dan menyeluruh, terpilihlah tiga TPID di tingkat provinsi dan tiga TPID di tingkat kabupaten/kota berkinerja terbaik dalam menjaga stabilitas harga dan mengendalikan inflasi di daerahnya masing-masing sebagaimana Tabel 3.1. Tabel 3.1. TPID Dengan Kinerja Pengendalian Inflasi Terbaik 2012
KAWASAN
TPID Tingkat Provinsi
TPID Tingkat Kabupaten/Kota
SUMATERA
TPID Provinsi Sumatera Utara
TPID Kota Medan
JAWA
TPID Provinsi Jawa Barat (FKPI Jawa Barat)
TPID Kota Cirebon
KAWASAN TIMUR INDONESIA
TPID Provinsi Nusa Tenggara Timur
TPID Kota Balikpapan
Pengukuran kinerja pengelolaan inflasi daerah untuk tahun 2012 merupakan pelaksanaan tahun kedua. Kegiatan penilaian kinerja TPID dilakukansetiap tahun (tahunan) dengan tetap mempertimbangkan objektifitas penilaian dengan terus dilakukan penyempurnaan mekanisme penilaian. Sejalan dengan perkembangan TPID yang semakin pesat, Pokjanas TPID sedang mempertimbangkan penilaian bagi TPID yang saat ini bukan menjadi sampel perhitungan inflasi IHK nasional oleh BPS.
III.1.2 Pelaksanaan Rakornas IV TPID 2013 Rakornas IV TPID merupakan salah satu agenda kerja utama Pokjanas TPID yang diselenggarakan pada tahun 2013. Rakornas IV TPID diharapkan dapat menghasilkan rumusan solusi dan langkah yang perlu ditempuh oleh Pemerintah Daerah (Pemda) untuk mendorong penguatan ekonomi domestik dan menjaga stabilitas harga. Pada tanggal 8 Mei 2013 bertempat di Hotel Grand Sahid Jakarta, telah dilaksanakan kegiatan Rakornas IV TPID yang secara resmi dibuka oleh Wakil Presiden RI, dan dihadiri Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Dalam Negeri, Menteri Pertanian dan pimpinan dari Kementerian Keuangan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Perhubungan dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral serta Kepala Daerah Tingkat Provinsi dan Tingkat Kabupaten/Kota yang telah memiliki TPID (33 TPID provinsi, 53 TPID kab/kota inflasi, dan 10 TPID kab/kota non inflasi), dan 41 Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia. Isu yang mengemuka dalam pembahasan Rakornas IV TPID terkait penyelesaian permasalahan inflasi di daerah, dengan melibatkan berbagai Kementerian/Lembaga. Beberapa hal yang menjadi isu adalah (a) Tingginya ketergantungan pasokan pangan antar daerah, dan belum didukung oleh kondisi infrastruktur, serta konektivitas antar daerah yang memadai. Hal tersebut menjadi salah satu sumber permasalahan distribusi antar daerah. Pemerintah Daerah sangat mengharapkan penyediaan sistem logistik yang terintegrasi untuk mendukung ketersediaan
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
15
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
cadangan stok pangan; (b) Dalam rangka pelaksanaan kerjasama antar daerah Pemerintah Daerah memiliki kendala, terutama adanya ketidakselarasan kepentingan antar daerah, sehingga untuk memediasi hal ini, perlu difasilitasi/keterlibatan secara langsung dari Pemerintah Pusat khususnya Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian dan Kementerian Dalam Negeri; (c) TPID ke depan perlu memberi masukan dalam pembahasan Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan UMP agar dalam penetapannya; (d) Pemerintah pusat perlu mempertegas arah kebijakan terkait harga BBM bersubsidi untuk memberi kepastian bagi masyarakat. Rakornas IV TPID menghasilkan sejumlah kesepakatan terutama dalam rangka memperkuat kerja sama daerah sebagai upaya mendorong perekonomian domestik dan stabilitas harga. Adapun poin-poin kesepakatan yang dihasilkan adalah sebagai berikut: 1) Penguatan kelembagaan TPID di daerah hendaknya mengacu pada Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 27 tahun 2013. 2) Dalam rangka peningkatan efektivitas koordinasi pengendalian inflasi, maka langkah penguatan kelembagaan Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) TPID akan dilakukan oleh Kementerian Koordinator Perekonomian, Kementerian Dalam Negeri, dan Bank Indonesia. 3) Dalam rangka memperkuat kerjasama daerah untuk meningkatkan perekonomian domestik dan menjaga stabilitas harga untuk kesejahteraan masyarakat, seluruh peserta Rakornas IV TPID bersepakat selama satu tahun kedepan akan melaksanakan upaya berikut: a) Meningkatkan komitmen kerjasama antar-daerah dalam mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga pangan. b) Memperkuat sinergi perencanaan dan anggaran kebijakan ketahanan pangan antara Pemerintah Propinsi dengan Pemerintah Kabupaten/Kota. c) Meningkatkan ketersediaan dan kemudahan akses data dan informasi neraca pangan daerah secara berkesinambungan dan terintegrasi dengan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) di daerah. d) Meningkatkan koordinasi dalam perumusan kebijakan pengupahan untuk mendukung terciptanya iklim usaha yang kondusif. e) Melaksanakan langkah-langkah mitigasi dampak kebijakan perubahan harga BBM bersubsidi terhadap kesejahteraan masyarakat.
III.1.3 Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah TPID 2013 Dalam rangka menindaklanjuti hasil kesepakatan dalam Rakornas IV TPID, Pokjanas TPID melakukan koordinasi dengan seluruh TPID melalui forum Rakor Pusat Daerah. Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah dibagi dalam 3 (tiga) wilayah, yaitu Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Pembagian pelaksanaan rakor tersebut, didasari oleh kondisi karakteritistik inflasi daerah yang berbeda-beda, sehingga nantinya dalam melakukan pembahasan akan lebih terfokus. Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah tahun 2013 juga berbeda dengan yang dilakukan pada tahun 2012, dimana pada tahun ini Pokjanas TPID tidak hanya menyampaikan arahan tentang program ke depan sebagai kelanjutan hasil kesepakatan Rakornas saja, namun TPID juga diharapkan menyampaikan berbagai permasalahan inflasi, khususnya terkait volatile food yang memerlukan penanganan kebijakan oleh Pemerintah Pusat.
16
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Tabel 3.2. Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah 2013
Wilayah
Tempat
Jumlah TPID
Sumatera
Medan
10 TPID provinsi dan 15 TPID kab/kota
Kawasan Timur Indonesia
Makasar
17 TPID provinsi dan 23 TPID kab/kota
Jawa
Semarang
6 TPID provinsi dan 25 TPID kab/kota
Berdasarkan hasil kompilasi dari seluruh TPID, diperoleh informasi mengenai berbagai permasalahan yang menjadi penyebab sumber inflasi pangan di daerah. Secara umum penyebab kenaikan harga pangan di daerah disebabkan oleh permasalahan produksi, distribusi, maupun dampak kebijakan pemerintah pusat. Secara lebih jelas permasalahan inflasi pangan di daerah dapat dilihat sebagaimana tabel di bawah. Tabel 3.3. Permasalahan Inflasi Pangan Produksi
Distribusi
Kebijakan Pusat
Komoditas pangan sangat rentan oleh perubahan musim/cuaca spt bawang merah, cabai dll
Kondisi infrastruktur pendukung distribusi (jalan dan pelabuhan), khususnya di luar Jawa masih belum sepenuhnya memadai.
Dalam penentuan pintu masuk impor, pemerintah pusat perlu memperhatikan peta surplusdefisit komoditi yang diimpor.
Pertumbuhan kebutuhan lahan untuk perumahan maupun industri meningkat dengan pesat, sehingga mengurangi areal pertanian.
Panjangnya rantai distribusi dan struktur pasar yang cenderung oligopolistik, sehingga pembentukan harga menjadi tidak efisien.
Meningkatkan kembali peran Bulog sebagai stabilisator pangan, khususnya pada komoditi strategis penyumbang inflasi
Persoalan ketersediaan saprodi dan permasalahan klasik terkait kondisi infrastruktur pendukung produksi pertanian, yang masih kurang memadai.
Belum tersedianya informasi mengenai pasokan dan harga yang CRAT (current, reliable, accurate, timely) dan terintegrasi, menyebabkan pedagang lebih dominan dalam penetapan harga (price maker).
Perluasan akses pembiayaan kepada sektor pertanian. Kredit program yang ada saat ini belum menjangkau kebutuhan sektor pertanian yang memang membutuhkan dukungan pembiayaan.
Beberapa hal penting yang menjadi kesepakatan bersama dalam pelaksanaan Rakor Pusat Daerah 2013 adalah sebagai berikut: a) TPID sepakat memperkuat pengembangan kerja sama antar daerah, dalam rangka mendukung ketahanan dan stabilitas harga pangan melalui identifikasi dan pengkinian data surplus defisit komoditi pangan secara berkala sebagai bagian dari proses identifikasi awal, dan melakukan penjajagan kerja sama antar daerah melalui koordinasi antar TPID dalam forum koordinasi wilayah sebagaiman road map yang telah disepakati. b) TPID akan mendorong perluasan akses informasi pangan melalui pengembangan data base harga komoditi secara bertahap, serta dengan mendukung pengembangan PIHPS Nasional, dan melaksanakan tahapan pengembangan PIHPS sesuai dengan road map yang telah disepakati bersama. c) Pokjanas TPID akan segera mempercepat penyelesaian blueprint PIHPS Nasional untuk selanjutnya disosialisasikan kepada TPID sebagai langkah awal proses integrasi PIHPS Nasional pada tahun 2014.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
17
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
d) Dengan keluarnya Inmendagri No. 027/1696/SJ tanggal 2 April 2013, pembentukan, struktur organisasi, mekanisme kerja TPID sepenuhnya mengacu pada Inmendagri tersebut.
III.1.4 Penguatan Kerja Sama Antar Daerah TPID sebagai wadah koordinasi pengendalian inflasi perlu menyadari bahwa tantangan dalam pengendalian inflasi pangan ke depan akan semakin kompleks. Upaya pengendalian inflasi akan semakin efektif bila setiap daerah, saling bersinergi satu sama lain, terutama bila melihat keterkaitan ekonomi antar daerah di Indonesia yang cukup kuat, dimana tidak bisa melepaskan pengaruh keterkaitan suatu daerah dengan daerah lain. Dalam sistem perdagangan antar daerah yang terbuka (free flow of goods and services), pangan hasil produksi suatu daerah dimungkinkan mengalir ke daerah lain mengikuti hukum permintaan (demand) dan penawaran (supply). Kerjasama antar daerah merupakan salah satu alternatif solusi untuk menjaga kelancaran pasokan sehingga mendorong terciptanya stabilitas harga. Konteks stabilitas harga tersebut bukan hanya bagi para konsumen, namun juga berlaku untuk produsen seperti halnya pengembangan Sistem Resi Gudang (SRG) yang merupakan kelanjutan dari hasil Rakornas III TPID melalui kerja sama dengan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, BAPPEBTI Kementerian Perdagangan. Langkah penguatan kerja sama antar daerah, merupakan salah satu agenda kesepakatan dalam Rakornas IV TPID di tahun 2013. Sebagai langkah awal TPID melakukan identifikasi potensi dan kebutuhan daerah sebagai dasar untuk mengembangkan kerjasama antar-daerah yang diperlukan dalam mendukung ketahanan pangan dan stabilitas harga pangan di daerah. Proses identifikasi, diawali dengan pembahasan pada TPID tingkat kabupaten/kota yang telah terbentuk di masing-masing provinsi. Kemudian hasil pembahasan tersebut menjadi input dalam pembahasan TPID tingkat provinsi untuk selanjutnya dikompilasi data secara nasional oleh Sekretariat Pokjanas TPID dan dibahas bersama oleh Pokjanas TPID dan TPID dalam Rakor Pusat Daerah yang dilaksanakan di 3 (tiga) wilayah. Sebagai tahap awal, identifikasi surplus defisit dilakukan pada 3 (tiga) komoditi utama penyumbang inflasi nasional, yaitu: beras, daging sapi dan daging ayam, serta 2 (dua) komoditi lain yang disesuaikan dengan kondisi karakteristik masingmasing daerah. Ke depan sebagaimana road map yang disepakati bersama dalam Rakor Pusat Daerah, program ini akan dilanjutkan secara bertahap dengan fokus utama pada wilayah KTI, mengingat kondisi inflasi di wilayah tersebut cenderung lebih tinggi dari nasional.
III.1.5 Penyelarasan Asumsi Makro Daerah Peran Pemerintah Daerah dituntut untuk senantiasa dapat melakukan asesmen terhadap kondisi perekonomian di wilayahnya. Sampai saat ini mekanisme perumusan asumsi makroekonomi di daerah belum mengacu pada pencapaian indikator makro nasional, sebagai wujud koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah. Asumsi makro daerah pada dasarnya tidak hanya merupakan dasar bagi pemerintah daerah dalam konteks perencanaan pembangunan ekonomi, tetapi juga dalam mendukung pencapaian sasaran makro nasional, baik pertumbuhan ekonomi maupun inflasi. Program penyelarasan asumsi makro daerah merupakan program multiyears yang telah dimulai sejak 2011. Pada tahun 2013 bentuk pelaksanaan program tersebut adalah melalui Kegiatan Penghitungan Inflasi dan Proyeksi Ekonomi dalam Mendukung Perencanaan Pembangunan Daerah. Hal ini dimaksudkan untuk meningkatkan pemahaman pejabat perencanaan keuangan di daerah tentang pentingya asumsi makro daerah terhadap postur
18
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
RAPBD, dan perencanaan pembangunan di daerah. Selain itu, dimaksudkan untuk menjelaskan tentang bisnis proses dan decision making process (DMP) penyusunan proyeksi dan asumsi makro daerah secara baik. Adapun peserta dari kegiatan workshop ini adalah pejabat PEMDA (unsur BAPPEDA) dari seluruh provinsi yang menangani penyusunan RAPBD. Selain itu, kegiatan yang juga akan dihadiri oleh peneliti ekonomi dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi yang telah mengembangkan model makro ekonomi regional (REMBI) pada sembilan wilayah, sebagai tools untuk melakukan proyeksi indikator makro daerah. Dengan adanya model tersebut diharapkan dapat membantu Pemerintah Daerah dalam menyusun perencanaan dan penganggaran daerah yang selaras dengan perencanaan pembangunan nasional. Tabel 3.4. Pembagian Wilayah Pengembangan REMBI Wilayah
Provinsi
Sumatera Bagian Utara
Sumatera Utara dan Nanggroe Aceh Darussalam
Sumatera Bagian Tengah
Sumatera Barat, Riau, Jambi, Kepualauan Riau
Sumatera Bagian Selatan
Sumatera Selatan, Bangka Belitung, Lampung, dan Bengkulu
Daerah Khusus Ibukota
DKI Jakarta
Jawa Bagian Barat
Jawa Barat dan Banten
Jawa Bagian Tengah
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogjakarta
Jawa Bagian Timur
Jawa Timur
Kalimantan
Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Utara
Bali Nusa Tenggara
Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Nusa Tenggara Timur
Sulampua
Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat
Selain wokshop, pada tahun 2013 juga dilaksanakan Rakor Pusat Daerah dalam Rangka Penyusunan Proyeksi Makro Ekonomi Daerah. Penyelenggaraan Rakor ini merupakan kelanjutan dari wokshop yang diselenggarakan untuk level teknis. Rakor ini ditujukan bagi pejabat daerah agar adanya keseragaman pemahaman mengenai pentingnya asumsi makro bagi perencanaan program kerja dan anggaran daerah pada tataran strategis. Melalui penyelanggaraan program ini diharapkan ke depan akan meningkatkan kesadaran pentingnya sinkronisasi antara perencanaan pembangunan daerah dengan perencanaan pembangunan nasional dalam rangka menjamin tercapainya sasaran prioritas pembangunan nasional sesuai dengan potensi dan kondisi masingmasing daerah tertuang dalam Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD). Sesuai dengan Permendagri No. 23 Tahun 2013, RKPD sebagai penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) berpedoman pada arah kebijakan pembangunan nasional yang disesuaikan dengan batas kewenangan, potensi ekonomi, kondisi serta dinamika yang terjadi di daerah. Berbagai permasalahan dan kelemahan dalam proses penyusunan yang dilakukan saat ini, diharapkan perlu ditindaklanjuti oleh Pemerintah Daerah antara lain melalui: 1) Menyusun model proyeksi makro ekonomi yang sistematis, komprehensif, transparan dan dapat dipertanggungjawabkan, sehingga menghasilkan estimasi dan proyeksi asumsi makro ekonomi yang akurat; 2) Melakukan koordinasi dengan institusi lainnya, seperti Badan Pusat Statistik di daerah, Kantor Perwakilan Bank Indonesia, Perguruan Tinggi, dalam melakukan proyeksi dan menganalisa asumsi makro ekonomi;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
19
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
3) Mengintegrasikan penggunaan variabel-variabel asumsi makro ekonomi berdasarkan hasil proyeksi ekonomi dalam RKPD, dalam program kegiatan pemerintah daerah; 4) Melakukan inovasi-inovasi dalam upaya meningkatkan obyek pendapatan daerah yang diperlukan sebagai sumber pendanaan bagi pembangunan daerah.
III. 2. PENGUATAN ASPEK KELEMBAGAAN TPID 3.2.1 Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 027/1696/SJ tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa Di Daerah Sejalan dengan semakin kuatnya awareness Pemerintah Daerah dalam upaya pengendalian inflasi, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) yang terbentuk pertama kali pada tahun 2008 telah mengalami perkembangan yang cukup pesat. Namun demikian, struktur organisasi serta mekanisme kerja dan pelaporan TPID pada tahap awal pembentukan TPID masih beragam, disesuaikan dengan situasi dan kondisi di masing-masing daerah. Hal ini memberikan implikasi terhadap efektifitas koordinasi oleh Pokjanas TPID dan pengelolaan inflasi di masing-masing daerah sebagai tindak lanjut. Pada pelaksanaan Rakornas II TPID 2011 disepakati untuk memperkuat dasar hukum kelembagaan TPID. Tantangan pengendalian inflasi masih cukup berat pada masa mendatang. Dalam kaitan ini, tersedianya pedoman pelaksanaan Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) menjadi sangat penting. Pedoman ini antara lain akan memberikan gambaran tentang langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam pembentukan TPID; tugas, fungsi, dan mekanisme kerja TPID; dan koordinasi antara TPI dan TPID atau antar TPID. Dengan demikian, TPID diharapkan akan dapat meningkatkan kemampuannya dalam membantu pencapaian sasaran inflasi nasional. Dalam rangka mengakomodasi kebutuhan tersebut, maka pada tanggal 2 April 2013, Kementerian Dalam Negeri telah menerbitkan Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 027/1696/SJ tentang Menjaga Keterjangkauan Barang dan Jasa Di Daerah sebagai pedoman bagi daerah dalam pelaksanaan koordinasi TPID dalam menjaga stabilitas harga, serta untuk penyeragaman struktur organisasi/kelembagaan TPID. Melalui Inmendagri, Kepala Daerah diinstruksikan untuk melakukan upaya yang diperlukan dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di daerah dan mengatasi permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa. Adapun tugas dan kewenangan tersebut dijabarkan dalam tugas Perangkat Daerah dan hal ini sejalan dengan arahan kebijakan pada PP No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota. Dengan adanya Inmendagri tersebut diharapkan fungsi perangkat daerah dalam melakukan tugas dan fungsinya yang berpengaruh terhadap pembentukan inflasi di daerah dapat semakin optimal. Selain itu, substansi Inmendagri juga telah diselaraskan dengan UU Pangan Nomor 18 Tahun 2012 yang mengamanatkan pemerintah dan pemerintah daerah untuk bertanggung jawab atas ketersediaan pangan (pasal 12 ayat 1) serta pengelolaan stabilisasi pasokan dan harga pangan pokok (pasal 13).
20
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
3.2.2 Sosialisasi Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 027/1696/SJ 2 April 2013 Dalam rangka memberikan informasi dan pemahaman yang komprehensif mengenai substansi Inmendagri kepada daerah, Kementerian Dalam Negeri melakukan sosialisasi kepada seluruh TPID. Terbitnya Inmendagri sebagai pedoman pelaksanaan TPID disampaikan pertama kali kepada Pemerintah Daerah pada penyelenggaraan Rakornas IV TPID bulan Mei 2013, yang selanjutnya diikuti oleh kegiatan sosialisasi melalui penyelenggaraan Rakor Pusat Daerah TPID di 3 (tiga) wilayah (Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia), serta pada pelaksanaan rapat-rapat koordinasi yang diinisiasi oleh Pemerintah Daerah. Dalam upaya mempercepat pembentukan TPID di seluruh wilayah di Indonesia, maka pada diktum ketujuh Inmendagri diinstruksikan kepada seluruh Kepala Daerah untuk segera membentuk TPID dengan berpedoman kepada Inmendagri. Hal ini diperkuat dengan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 500/6414/SJ, tanggal 19 September 2013 tentang Rencana Aksi Tindak Lanjut Paket Kebijakan Stabilisasi dan Pertumbuhan Ekonomi yang ditujukan kepada seluruh Kepala Daerah di Indonesia yang belum membentuk TPID agar segera membentuk paling lambat bulan Desember 2013. Implikasi dari terbitnya Inmendagri dan Surat Edaran MDN tersebut adalah banyaknya daerah yang membentuk TPID sehingga pada bulan Desember 2013 telah terbentuk 140 TPID atau terdapat penambahan 45 TPID dalam kurun waktu 6 bulan sebagaimana Tabel 3.5. Tabel 3.5. Perkembangan Jumlah TPID Wilayah
TPID Pra-Inmendagri
TPID Pasca-Inmendagri
Provinsi
33
33
Kab/kota
Kota inflasi 53 Kota non inflasi 9
Kota inflasi 61 Kota non inflasi 89
Total
95
183
Percepatan pembentukan TPID di daerah dipandang merupakan hal yang penting untuk dilakukan. Hal ini dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa tingkat inflasi nasional merupakan agregasi dari tingkat inflasi daerah. Selain itu inflasi yang terjadi merupakan dampak dari permasalahan yang terjadi pada sektor riil, bahkan sumber penyebab terjadinya inflasi di kota yang menjadi basis penghitungan inflasi IHK, tidak semata-mata hanya disebabkan oleh aktivitas yang ada di kota tersebut, akan tetapi dapat juga disebabkan oleh pengaruh kota/kabupaten lain yang bukan menjadi basis penghitungan inflasi namun berperan sebagai pemasok bagi kota inflasi. Diharapkan dengan terbentuknya TPID di seluruh kabupaten/kota daerah, maka kegiatan koordinasi pengendalian inflasi akan semakin efektif.
III. 3. PENINGKATAN AKSES INFORMASI HARGA Pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) terus diupayakan secara optimal. Hal ini merupakan upaya membenahi berbagai persoalan struktural yang menjadi kendala bagi terjaganya stabilitas harga di daerah khususnya dalam memberikan informasi harga yang mudah, cepat dan aktual yang dapat di akses oleh masyarakat. Menyadari pentingnya peningkatan akses informasi harga pangan yang terpadu kepada pelaku ekonomi guna menjaga
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
21
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
ekspektasi masyarakat, beberapa daerah telah merespon secara cepat dengan membentuk PIHPS baik yang berbasis web maupun papan informasi harga. Provinsi Jawa Barat, Jawa Tengah, Jambi dan Kalimantan Tengah telah mengenalkan papan informasi harga di beberapa pasar tradisional sebagai acuan masyarakat dalam berbelanja. Sementara itu guna semakin mengoptimalkan data/informasi harga pangan yang tersedia di daerah untuk mengatasi permasalahan informasi asimetri, 7 (tujuh) provinsi telah memiliki sistem informasi harga yang berbasis web, yakni: Jawa Barat menampilkan Pusat Informasi Harga Pangan (Priangan/www.priangan.org), Jawa Tengah menampilkan dalam Sistem Informasi Harga dan Produksi Komoditi (Sihati/www.hargajateng. org), Jawa Timur melalui Sistem Informasi Ketersediaan dan Perkembangan Harga Bahan Pokok (Siskaperbapo/www.siskaperbapo.com), Sulawesi Selatan dengan Sistem Informasi Harga Pangan (SIGAP/www. biroekonomi.sulselprov.go.id), Sulawesi Utara melalui Pusat Informasi Harga Bahan Pokok Strategis (PIHBS/www.tpidsulut.org) dan Provinsi Nusa Tenggara Timur yang telah meluncurkan Sistem Informasi Komoditas (SiKomodo/www.tpid-ntt.org). Sementara itu di tingkat nasional telah disusun blue print Pusat Informasi Harga Pangan Strategis Nasional. Secara konsep, PIHPS Nasional ini akan menjadi rumah besar yang mengintegrasikan PIHPS-PIHPS daerah yang diharapkan nanti akan ada di seluruh provinsi. PIHPS Nasional ini diharapkan dapat memberikan referensi harga komoditas pangan dalam rangka menjaga kestabilan harga bahan pangan dan memperkuat ketahanan pangan dalam upaya pencapaian sasaran inflasi nasional. Tantangan terbesar dari sistem ini tentunya adalah bagaimana untuk dapat menampilkan data yang memiliki standar yang sama di semua daerah, yang tepat waktu dan berkelanjutan. PIHPS Nasional ini nantinya diharapkan mampu mengintegrasikan data terkini baik di tingkat konsumen maupun di tingkat produsen yang dapat menjadi acuan bagi seluruh pelaku ekonomi, serta dipublikasikan secara rutin. Pokjanas TPID telah melakukan sosialisasi konsep pengembangan PIHPS kepada seluruh TPID. Hal ini dimaksudkan untuk mencari masukan sehingga lebih menyempurnakan blue print PIHPS Nasional, maupun dalam rangka memperoleh komitmen atau kesepakatan bersama dengan TPID. Pelaksanaan sosialisasi kepada seluruh TPID bersamaan dengan penyelenggaraan Rakor Pusat Daerah di ketiga wilayah, yaitu Sumatera, Jawa dan Kawasan Timur Indonesia. Dari hasil sosialisasi tersebut, diperoleh beberapa masukan dari TPID, khususnya mengenai standarisasi bentuk diseminasi/tampilan dan data, dan pentingnya komitmen bersama seluruh Pemerintah Daerah dalam penyediaan suplai data bagi PIHPS Nasional. Sebagai pillot project PIHPS Nasional, pada tahun 2013 telah dilakukan pengembangan PIHPS Provinsi Jakarta, dan akan diimplementasikan pada awal 2014.
22
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 027/1696/SJ TENTANG MENJAGA KETERJANGKAUAN BARANG DAN JASA DI DAERAH MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
Dalam rangka menjaga stabilitas perekonomian di daerah dan mengatasi permasalahan ekonomi sektor riil serta menjaga stabilitas harga barang dan jasa yang terjangkau oleh masyarakat dengan ini diinstruksikan: Kepada
:
Gubernur di seluruh Indonesia; dan Bupati dan Walikota di seluruh Indonesia
Untuk
:
KESATU
: Menjaga dan meningkatkan produktivitas, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok.
KEDUA
:
Mendorong pembangunan dan pengembangan infrastruktur yang mendukung kelancaran produksi dan distribusi hasil pertanian khususnya komoditas bahan pangan pokok.
KETIGA
:
Mendorong terciptanya struktur pasar dan tata niaga yang kompetitif dan efisien, khususnya untuk komoditas yang menjadi kebutuhan pokok masyarakat.
KEEMPAT
:
Mengelola dampak dari penyesuaian harga barang dan jasa yang ditetapkan Pemerintah Pusat dan Daerah antara lain harga bahan bakar minyak, tarif tenaga listrik, harga liquefied petroleum gas, upah minimum (UMP/UMR), bea balik nama kendaraan bermotor, cukai rokok, tarif tol, tarif pelabuhan, dan tarif angkutan.
KELIMA
:
Mendorong ketersediaan informasi terkait produksi, ketersediaan (stok) dan harga bahan pangan pokok yang kredibel, terkini, dan mudah diakses oleh masyarakat.
KEENAM
:
Melakukan koordinasi yang intensif diantara Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam satu wilayah dan kerjasama dengan SKPD di wilayah lainnya, Kantor Perwakilan Bank Indonesia, kantor perwakilan kementerian/lembaga negara lainnya di daerah, serta berbagai pihak terkait untuk menjamin produksi, ketersediaan pasokan dan kelancaran distribusi kebutuhan bahan pangan pokok.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
23
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
KETUJUH
:
Segera membentuk Tim Pengendalian Inflasi Daerah yang selanjutnya disingkat dengan TPID sebagai suatu wadah koordinasi dalam menjaga agar tidak terjadi inflasi di daerah dengan susunan organisasi serta tugas dan kewajiban sebagaimana tercantum dalam lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Instruksi Menteri ini.
Instruksi Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 2 April 2013 MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA, GAMAWAN FAUZI
24
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
LAMPIRAN INSTRUKSI MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA NOMOR 027/1696/SJ TENTANG MENJAGA KETERJANGKAUAN BARANG DAN JASA DI DAERAH
A. Susunan Keanggotaan TPID 1. Pengarah
: Kepala Daerah.
2. Ketua
: Sekretaris Daerah.
3. Wakil Ketua
: Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi dan Kabupaten/ Kota.
4. Sekretaris
: Asisten Sekretariat Provinsi membidangi ekonomi.
5. Anggota
: a. Kepala SKPD yang membidangi urusan pertanian; b. Kepala SKPD yang membidangi urusan perhubungan; c. Kepala SKPD yang membidangi urusan perdagangan dan perindusrian; d. Unsur pemangku kepentingan lainnya.
dan
Kabupaten/Kota
yang
B. Tugas dan Kewajiban 1. memutuskan kebijakan yang akan ditempuh terkait pengendalian inflasi daerah; 2. memantau dan mengevaluasi atas efektifitas kebijakan yang diambil terkait pengendalian inflasi daerah; 3. merumuskan rekomendasi kebijakan yang bersifat sektoral terkait dengan upaya menjaga keterjangkauan barang dan jasa di daerah untuk ditindaklanjuti oleh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait sesuai dengan tugas dan kewenangannya masing-masing; 4. melakukan analisa terhadap sumber atau potensi tekanan inflasi daerah; 5. melakukan analisa permasalahan perekonomian daerah yang dapat mengganggu stabilitas harga dan keterjangkauan barang dan jasa; 6. melakukan inventarisasi data dan informasi perkembangan harga barang dan jasa secara umum melalui pengamatan terhadap perkembangan Inflasi di daerahnya; 7. mengidentifikasi dan menganalisa permasalahan perekonomian daerah yang dapat mengganggu keterjangkauan barang dan jasa di daerah; 8. menyampaikan rekomendasi yang dapat mendukung perumusan dan penetapan standar biaya umum terkait dengan perencanaan dan penganggaran serta upah minimum di daerah; 9. melakukan komunikasi, sosialisasi dan publikasi serta memberikan himbauan (moral suasion) kepada masyarakat mengenai hal-hal yang diperlukan dalam upaya menjaga stabilitas harga;
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
25
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
10. mengoptimalkan penyediaan, pemanfaatan dan diseminasi data/informasi mengenai produksi, pasokan dan harga, khususnya komoditas bahan pangan pokok yang kredibel dan mudah diakses masyarakat; 11. Melakukan koordinasi dan sinkronisasi kebijakan daerah untuk mengatasi permasalahan keterjangkauan barang dan jasa melalui forum Rapat Koordinasi Wilayah TPID, Rapat Koordinasi Pusat dan Daerah, serta Rapat Koordinasi Nasional TPID; 12. Menyusun laporan pelaksanaan tugas TPID setiap 6 bulan sekali yang memuat: a) b) c) d) e) f )
Perkembangan dan prospek Inflasi Daerah; Identifikasi dan analisa permasalahan ekonomi sektor riil; Rumusan rekomendasi kebijakan; Pelaksanaan kebijakan; Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan kebijakan; dan Rencana program kerja tahun berikutnya.
13. TPID Kabupaten/Kota menyampaikan laporan pelaksanaan tugas TPID kepada Gubernur setiap minggu pertama bulan Juli dan minggu pertama bulan Januari. 14. Gubernur menyampaikan laporan pelaksanaan tugas TPID Provinsi dan Kabupaten/ Kota di wilayahnya kepada Menteri Dalam Negeri melalui Direktorat Jenderal Bina Pembangunan Daerah setiap minggu pertama bulan Agustus dan minggu pertama bulan Februari. 15. TPID Provinsi melakukan monitoring dan evaluasi serta memberikan arahan kebijakan pengendalian inflasi daerah kepada TPID Kabupaten/Kota yang berada di wilayahnya.
MENTERI DALAM NEGERI REPUBLIK INDONESIA,
GAMAWAN FAUZI
26
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB IV Prospek Inflasi 2014
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
27
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB IV PROSPEK INFLASI 2014 Inflasi tahun 2014 diprakirakan akan cenderung menurun dan berada dalam rentang sasaran inflasi sebesar 4,5% ± 1%, dengan dukungan koordinasi kebijakan Bank Indonesia dan Pemerintah. Dengan telah berlalunya dampak dari kenaikan harga BBM bersubsidi tahun 2013, maka inflasi pada tahun 2014 diperkirakan akan menurun. Dari eksternal, tekanan inflasi diprakirakan masih relatif rendah meskipun harga-harga komoditas internasional sedikit meningkat seiring dengan perbaikan perekonomian dunia yang berlangsung secara gradual dan adanya potensi passthrough dari depresiasi rupiah yang telah ditahan di tahun 2013. Dari domestik, tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan relatif moderat seiring dengan pertumbuhan ekonomi yang masih tumbuh di bawah tingkat potensialnya dan masih rendahnya utilisasi kapasitas di tengah konsumsi rumah tangga yang meningkat. Ekspektasi inflasi diperkirakan juga tetap terjaga dengan dukungan bauran kebijakan moneter dan makroprudensial serta koordinasi antara Bank Indonesia dan Pemerintah. Prakiraan inflasi tersebut juga telah memperhitungkan potensi tingginya inflasi bahan makanan akibat gangguan cuaca terhadap produksi dan distribusi bahan makanan. Sementara itu, kebijakan harga barang dan jasa yang bersifat strategis (strategic administered prices) diperkirakan hanya sebatas kenaikan tarif tenaga listrik (TTL) untuk sektor industri dan kenaikan LPG 12 kg. Secara keseluruhan, kecenderungan membaiknya prospek inflasi sejalan dengan proyeksi dari berbagai lembaga internasional yang juga memperkirakan tekanan inflasi yang menurun pada tahun 2014. Grafik 4.1 Perbandingan Proyeksi Inflasi 10 8 6 4 2 0
2013 OECD
2014 CF
ACB
WB
IMF
Sumber: berbagai sumber
Tekanan inflasi inti tahun 2014 diprakirakan mengalami perlambatan. Terjaganya tekanan inflasi inti dari sisi eksternal terutama terkait dengan perkembangan harga komoditas global yang masih di level rendah di tengah rupiah yang diperkirakan masih mengalami depresiasi. Dari sisi domestik, tekanan inflasi inti dari sisi cost-push juga masih cukup terkendali. Sumber utama tekanan inflasi di tahun 2014 dari sisi ongkos produksi adalah kebijakan kenaikan UMP yang
28
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
mencapai sekitar 14% dan rencana kenaikan Tarif Tenaga Listrik (TTL) industri yang terbatas pada golongan Industri-Besar (I-4) dan golongan Industri Menengah (I-3) yang sudah go public secara bertahap. Kenaikan TTL tersebut berpotensi mendorong kenaikan harga barang-barang hasil industri terkait meningkatnya ongkos produksi (cost-push). Sumber potensi cost-push lain adalah dampak pelemahan nilai tukar pada harga barang-barang yang mengandung komponen impor. Sebagaimana diketahui, sampai dengan akhir tahun 2013 pelaku usaha cenderung masih terbatas dalam mentransmisikan dampak pelemahan Rupiah pada harga jual dengan mempertimbangkan daya beli dan tingkat persaingan usaha. Dalam tahun 2014, dampak lanjutan akibat pelemahan Rupiah diperkirakan berlanjut. Sementara tekanan inflasi dari sisi permintaan diprakirakan masih relatif minimal. Ekspektasi inflasi meskipun sempat meningkat telah kembali menurun seiring bauran kebijakan dan koordinasi yang ditempuh oleh BI dan Pemerintah. Inflasi dari kelompok volatile food diprakirakan cenderung menurun pada tahun 2014 meskipun terdapat prakiraan curah hujan yang kembali di atas normalnya. Inflasi volatile food yang cenderung menurun tersebut didukung oleh peningkatan produksi dan distribusi bahan makanan serta tata niaga yang lebih baik. Kondisi tersebut memerlukan komitmen kebijakan dari pemerintah dari sejak sisi hulu sampai sisi hilir, sehingga dapat menjamin ketersediaan dan keterjangkauan pangan. Pada RAPBN 2014, Pemerintah mengalokasikan dana infrastruktur yang lebih tinggi dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Anggaran infrastruktur tersebut antara lain akan dialokasikan untuk pembangunan dan perbaikan jalan/jembatan serta pembangunan waduk dan peningkatan irigasi pertanian. Selain itu, dukungan terhadap produksi pertanian juga diberikan dalam bentuk subsidi benih dan pupuk. Hal tersebut diharapkan dapat mendukung peningkatan produksi dan kelancaran distribusi bahan makanan. Di sisi hilir, kebijakan pemerintah untuk stabilisasi harga konsumen, yaitu kebijakan harga referensi pada komoditas hortikultura (bawang merah dan cabai) dan daging sapi, diperkirakan mulai dapat menunjukkan dampak positif, selain kebijakan stabilisasi harga beras yang sudah berjalan lama. Inflasi kelompok administered prices diperkirakan kembali menurun di 2014, sejalan dengan kebijakan srategis pemerintah di bidang harga yang minimal. Tekanan inflasi akibat kebijakan Pemerintah di bidang harga komoditas strategis diperkirakan bersumber dari kenaikan harga LPG 12 kg. Meskipun besaran kenaikan harga LPG 12 kg relatif moderat yaitu diputuskan sekitar Rp 1.000,-/kg, terdapat risiko lanjutan yang perlu diwaspadai yaitu meningkatnya harga jual LPG 3 kg di pasaran akibat tingginya permintaan karena efek substitusi maupun kelangkaan karena penimbunan. Terkait dengan hal tersebut, diperlukan dukungan koordinasi antar K/L. Secara spasial, menurunnya tekanan inflasi pada 2014 diprakirakan akan terjadi pada seluruh kawasan, baik KTI, Sumatera, maupun Jawa. Dari tiga kawasan tersebut memperkirakan inflasi pada 2014 akan berada dalam sasaran inflasi nasional 4,5%±1%. Inflasi KTI pada 2014 diprakirakan yang terendah akan terjadi di wilayah Sulawesi, Maluku dan Papua, kemudian untuk kawasan Sumatera sebagaimana pola normalnya, tekanan paling minim masih akan dirasakan di wilayah Sumatera Bagian Tengah, dan untuk wilayah Jawa adalah Jawa Barat. Penurunan tersebut terutama akibat menurunnya dampak kenaikan harga BBM subsidi pada pertengahan tahun 2013, dan perbaikan pasokan terutama terkait komoditi-komoditi impor.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
29
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Gambar 4.1. Sebaran Prakiraan Inflasi Daerah 2014 (%,yoy)
Sumber: BPS, diolah
Masih terdapat beberapa faktor risiko yang berpotensi dapat meningkatkan tekanan inflasi tahun 2014. Risiko dari administered prices terutama bersumber dari kemungkinan penyesuaian harga BBM bersubsidi dan kenaikan TTL yang lebih tinggi dalam kaitannya dengan upaya pemerintah menjaga sustainabilitas fiskal dan defisit neraca pembayaran. Risiko lain adalah kemungkinan berlanjutnya gejolak harga pangan yang bersumber dari meningkatnya aktivitas gunung berapi di sejumlah daerah seperti yang terjadi di Sumatera Utara yang berpotensi mengganggu produksi dan distribusi di wilayah bencana dalam waktu yang cukup lama.
30
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB V Program Kerja Pokjanas TPID 2014
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
31
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
BAB V PROGRAM KERJA POKJANAS TPID 2014 V. 1. PROGRAM KERJA STRATEGIS 2014 V.1.1 Penguatan Kerja Sama Antar Daerah Program penguatan kerja sama antar daerah tahun 2014 masih akan difokuskan dalama rangka mendukung ketersediaan dan ketahanan pangan daerah. Seiring dengan peningkatan jumlah konsumsi akibat pertambahan jumlah penduduk, kebutuhan akan ketersediaan pangan yang cukup, aman, dan terjangkau menjadi hal pokok bagi masyarakat Indonesia. Beberapa daerah defisit diperkirakan masih akan memiliki tingkat ketergantungan bahan pangan yang sangat tinggi dari daerah surplus sebagai sentra penghasil. Selain itu, permasalahan kondisi infrastruktur produksi pertanian, maupun pendukung distribusi masih belum sepenuhnya akan terselesaikan, sehingga upaya menjaga stabilitas harga pangan melalui penguatan kerja sama daerah masih akan berperan penting. Pada tahun 2014, Pokjanas TPID dan TPID akan melengkapi peta daerah surplus defisit komoditas pangan strategis sebagai dasar penyusunan matriks potensi kerja sama antar daerah. Dengan mempertimbangkan pola dan karakteristik perdagangan antar daerah dan serta aspek produksi dan tata niaga masing-masing komoditi, Pokjanas TPID akan memfasilitasi kemungkinan penjajakan kerja sama antar daerah. Target utama adalah pada daerah di wilayah Kawasan Timur Indonesia, dengan mempertimbangkan tingkat inflasi di wilayah tersebut yang cenderung berada di atas inflasi nasional. Sementara itu, untuk mendorong ketersediaan cadangan pangan, Pokjanas TPID dan Bappebti Kementerian Perdagangan akan terus menjalin kerjasama dalam mensosialisasikan percepatan implementasi Sistem Resi Gudang (SRG) di berbagai daerah. Tabel 5.1. Program Penguatan Kerja Sama Daerah 2014
Pokjanas TPID Pokjanas TPID mengupdate database surplus defisit TPID.
TPID TPID mengupdate data surplus defisit di wilayahnya secara periodik.
Pokjanas memfasilitasi pembahasan kerjasama TPID mulai melakukan pembahasan dengan antar wilayah TPID lain guna menigkatkan kerja sama daerah
V.1.2 Peningkatan Akses Informasi Harga Program Kerja Pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) merupakan program berkelanjutan. Program ini ke depan akan terus menerus diupayakan secara optimal agar masyarakat dapat menikmati informasi harga yang kredibel, aktual dan terpercaya. Dengan telah diselesaikannya blue print PIHPS Nasional, maka di 2014 proses sosialisasinya ke seluruh daerah akan dapat ditingkatkan. Pada tahun 2014 direncanakan pengembangan sistem PIHPS Nasional berbasis web guna menampung dan mensinergikan PIHPS daerah yang telah ada. Sebagai tahap awal akan dilakukan penjajakan guna mengintegrasikan PIHPS yang telah dibangun di wilayah Jawa dan
32
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
PIHPS lainnya yang telah ada. Di lain pihak, TPID diharapkan juga secara bersamaan menyusun program pengembangan PIHPS di wilayahnya masing-masing. Program pengembangan tersebut diharapkan telah mengacu pada blue print yang telah disepakati bersama, sehingga nantinya mempermudah proses integrasi dengan PIHPS Nasional. Tabel 5.2. Program Peningkatan Akses Informasi Harga 2014
Pokjanas TPID
TPID
Mensosialisasikan blue print PIHPS nasional
Menyusun program pengembangan PIHPS
Penyempurnaan blue print dan pengembangan awal PIHPS Nasional
Mengembangkan PIHPS regional (tahap awal hanya data di level konsumen)
Melakukan penjajagan awal untuk integrasi PIHPS wilayah Jawa.
Persiapan integrasi dengan PIHPS nasional
V.1.3 Penyelarasan Asumsi Makro Daerah Program Kerja penyelarasan asumsi makro daerah 2014 difokuskan pada pengembangan model ekonomi regional di sejumlah provinsi. Pada tahun 2013 Bank Indonesia telah selesai membangun model proyeksi PDRB dan inflasi daerah yang berbasis wilayah (9 wilayah). Namun demikian disadari model berbasis wilayah ini belum sepenuhnya dapat memenuhi kebutuhan Pemerintah Daerah yang sangat membutuhkan sebuah model/tools yang dapat menjadi acuan awal sehingga dapat memberikan penjelasan secara lebih mendalam akan perkiraan pertumbuhan ekonomi dan inflasi di provinsinya masing-masing. Kendala utama dalam membangun model berbasis provinsi ini terletak pada ketersediaan data yang berkesinambungan dalam jangka waktu yang relatif panjang sehingga cukup feasible untuk digunakan sebagai basis proses forecasting yang akurat. Tabel 5.3. Program Penyelarasan Asumsi Makro Daerah 2014
Pokjanas TPID Evaluasi model ekonomi 9 KPw Wilayah
TPID Pembahasan bersama proyeksi makro 9 KPw Wilayah dgn 9 Pemda Provinsi dan Pengembangan model beberapa provinsi
Untuk mendukung pengembangan model provinsi, masing-masing daerah diharapkan melakukan identifikasi dan penyempurnaan atas data-data makro yang dimiliki oleh setiap provinsi. Untuk itu dibutuhkan komitmen yang kuat dari masing-masing Pemda untuk terus melakukan pembenahan dan penyempurnaan sistem data di daerah. Ke depan, diharapkan dalam penyusunan asumsi makro daerah, Pemerintah Daerah provinsi juga dapat melibatkan berbagai pihak lainnya, seperti akademisi, ataupun instansi vertikal yang ada untuk mendapatkan pandangan mengenai prospek kondisi di wilayahnya.
V. 2. PROGRAM KERJA RUTIN V.2.1 Pelaksanaan Rakornas V TPID Penguatan koordinasi pemerintah daerah dengan pemerintah pusat salah satu kunci keberhasilan stabilitas harga. Sehubungan dengan hal tersebut, Pokjanas TPID pada tahun 2014 kembali memprioritaskan pertemuan secara periodik yang melibatkan pemerintah daerah
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
33
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
dan pusat, dimana melalui pertemuan dimaksud dapat menghasilkan berbagai kesepakatan untuk mengatasi permasalahan yang menganggu stabilitas harga di daerah. Rakornas V TPID 2014 rencananya masih akan mengusung tema terkait kerja sama daerah sebagai tindak lanjut dari Rakornas sebelumnya. Penyelenggaraan Rakornas V TPID tahun 2014 yang direncanakan akan dilaksanakan pada bulan Mei 2014 dan direncanakan akan melibatkan seluruh TPID, baik di tingkat provinsi, maupun kabupaten kota di seluruh Indonesia. Sebagaimana kesepakatan dari pertemuan High Level pada 6 Desember 2013, Rakornas V TPID 2014 diagendakan untuk dibuka secara resmi oleh Presiden RI. Oleh karena itu, Rakornas V 2014 akan menjadi momentum untuk memperkuat koordinasi pengendalian inflasi di seluruh daerah dalam menuju pencapaian sasaran inflasi yang rendah dan stabil.
V.2.2 Pelaksanaan Rakor Pusat Daerah TPID Rakor Pusat Daerah TPID merupakan forum koordinasi antara Pokjanas TPID dengan seluruh TPID, dalam rangka menindaklanjuti hasil kesepakatan Rakornas dan membahas permasalahan spesifik di daerah. Pada tahun 2014 Pokjanas TPID direncanakan akan kembali melakukan Rakor Pusat Daerah, namun pelaksanaannya akan disesuaikan dengan ketersedian waktu dan sumber daya yang dimiliki Pokjanas TPID. Selain membahas tindak lanjut kesepakatan Rakornas, Rakor Pusat Daerah juga akan menselaraskan program kerja strategis Pokjanas TPID yang bersifat multiyears, yakni: Penguatan Peran TPID ke Depan, Penguatan Kerja Sama Antar Daerah, Peningkatan Akses Informasi Harga, dan Penyelarasan Asumsi Makro Daerah.
V.2.3 Pelaksanaan High Level Meeting (HLM) High Level Meeting merupakan forum pertemuan tertinggi yang melibatkan pimpinan masing-masing Kementerian/Lembaga dalam anggota Pokjanas TPID. Dalam pertemuan tersebut diputuskan berbagai isu, rencana kerja, serta berbagai rekomendasi kebijakan untuk selanjutnya diimplementasikan dan ditindaklanjuti oleh level teknis. Pada tahun 2013, pertemuan HLM melibatkan pimpinan tertinggi kementerian dan lembaga negara anggota Pokjanas TPID dan pelaksanaannya dibarengi dengan HLM Tim Pemantauan dan Pengendalian Inflasi Nasional (TPI). Rapat dihadiri oleh Menteri Koordinator Bidang Ekonomi, Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Wakil Menteri Pertanian, Wakil Menteri Keuangan, Pejabat Eselon I Kementerian Perdagangan, Staf Ahli Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Direktur Utama BULOG, dan Pejabat Kementerian Dalam Negeri. Sesuai hasil kesepakatan HLM 2013, serta dalam rangka memperkuat koordinasi pengendalian inflasi, penyelenggaraan HLM 2014 tetap diagendakan untuk dihadiri oleh pimpinan tertinggi dari Kementerian/Lembaga. Dalam kesempatan yang sama, pada tahun 2014 juga akan dilakukan High Level Meeting Tim Pengendalian Inflasi Nasional, sehingga tercipta keselarasan antara kebijakankebijakan pengendalian inflasi yang akan ditempuh baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
V.2.4 Penyusunan Laporan Tahunan Pokjanas TPID Laporan Tahunan Pokjanas TPID merupakan bentuk akuntabilitas dari program koordinasi pengendalian inflasi yang telah dilaksanakan Pokjanas TPID selama setahun. Dalam Laporan Tahunan, akan dijelaskan mengenai kondisi inflasi daerah pada tahun 2014 dan outlook inflasi daerah 2015, program kerja yang telah dilaksanakan selama tahun 2014, dan rencana program kerja di tahun 2015, serta berbagai isu strategis mengenai permasalahan inflasi di daerah lainnya. Dalam penyusunan Laporan Tahunan, sebagaimana penyusunan Laporan Tahunan 2013,
34
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
penulisan laporan tersebut akan melibatkan tim yang bersifat lintas Kementerian/Lembaga, sehingga mempermudah penyelarasan materi. Laporan Tahunan Pokjanas TPID Tahun 2014 tersebut nantinya akan dibagikan kepada seluruh Kepala Daerah dan Ketua TPID pada pelaksanaan Rakornas VI TPID 2015.
V.3. ROAD MAP PROGRAM KERJA STRATEGIS V.3.1 Penguatan Peran TPID Tim Pengendalian Inflasi Daerah sebagai wadah koordinasi ke depan akan memiliki peran yang semakin strategis dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional. Oleh karena itu, peran TPID perlu semakin ditingkatkan. Road Map penguatan peran TPID disusun melalui tiga tahapan (fase) untuk rentang waktu 2008 s.d. 2018. Fase pertama (2008 - 2013) adalah fase “building awareness” terhadap pentingnya inflasi yang rendah dan stabil di daerah. Pada fase awal ini, Pemerintah Daerah mulai dikenalkan pada terminologi “inflasi yang rendah dan stabil”, serta pentingnya menjaga kestabilan harga guna mencapai kesejahteraan masayarakat. Pada fase building awareness juga mulai dibentuk aliansi strategis antar seluruh unsur-unsur di daerah dalam menjaga kestabilan harga, melalui sebuah wadah yaitu TPID. Oleh karenanya diperlukan komunikasi dan kerjasama yang baik dari stakeholder di daerah sangat mendukung kelancaran proses pada tahap ini. Untuk mendukung pencapaian target tersebut, telah dilakukan berbagai program/kegiatan baik yang diarahkan untuk meningkatkan pemahaman aparatur daerah dan stakeholders daerah, yakni capacity building (workshop), rapat koordinasi daerah (Rakorda TPID) dan wilayah (Rakorwil TPID), dan fokus grup diskusi baik yang difasilitasi oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia, maupun oleh Pemerintah Daerah sendiri. Sedangkan untuk kegiatan di tingkat nasional, pertemuan TPID seluruh Indonesia dilakukan dalam Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) yang diselenggarakan setahun sekali, dan untuk tahun 2013 merupakan pelaksanaan yang ke-empat kalinya. Selain Rakornas, atas inisiatif dari Pokjanas TPID juga dilaksanakan Rapat Koordinasi Pusat Daerah TPID yang pelaksanaannya mencakup di tiga wilayah yakni TPID di wilayah Sumatera, Jawa dan KTI, dengan fokus utama pada permasalahan inflasi di masing-masing wilayah. Fase berikutnya dinamakan fase “fostering commitment” dari seluruh pemangku kepentingan daerah dalam mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional. Pada tahap ini mulai disusun beberapa program kerja TPID guna mencapai sasaran inflasi nasional secara lebih konkrit. Beberapa program kerja yang akan terus diperkuat adalah Pengembangan Pusat Informasi Harga Pangan Strategis, Peningkatan Kerja Sama Antar Daerah dan Penyelarasan Asumsi Makro. Seluruh tahapan pelaksanaan dari program-program tersebut sangat membutuhkan komitmen dan kerja sama dari seluruh elemen yang terlibat dalam TPID, khususnya Pemerintah Daerah. Tahun 2013 merupakan transisi dari fase I “building awareness” menuju ke fase II “fostering commitment” yang diagendakan hingga tahun 2018. Fase yang terakhir (2018 dan seterusnya) adalah fase “mature”, di mana sudah terdapat komitmen kuat di kalangan pemerintah daerah terhadap pencapaian inflasi yang rendah dan stabil. Bentuk komitmen yang kuat tersebut tertuang pada penguatan koordinasi dan program kebijakan di daerah yang mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional. Program kerja dan kebijakan di daerah juga diperkuat dengan dukungan sumber daya yang memadai, target indikator yang jelas, dan terukur.
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
35
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Gambar 5.1. Road Map Penguatan Peran TPID
V.3.2. Penyelarasan Asumsi Makro Daerah Perencanaan pembangunan daerah sebagai satu kesatuan dengan sistem perencanaan pembangunan nasional. Hal ini menyiratkan bahwa pentingnya sinkronisasi dan integrasi antara perencanaan pembangunan daerah dengan perencanaan pembangunan nasional rangka menjamin tercapainya sasaran prioritas pembangunan nasional sesuai dengan potensi dan kondisi masing-masing daerah, sebagaimana tertuang dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Sinkronisasi perencanaan pembangunan salah satunya tercermin dari dalam perumusan asumsi makroekonomi di daerah yang mengarah pada pencapaian indikator makro nasional. Dalam rangka melakukan penyelarasan tersebut, Pokjanas TPID sejak tahun 2011 telah memulai program penyelarasan asumsi makro daerah. Adapun tahapan pengembangan program dimaksud adalah sebagai berikut: Tahap Pembentukan Pola Pikir dan Penyusunan (2011-2013) Mengawali tahapan ini berbagai kegiatan difokuskan pada kegiatan capacity building kepada sumber daya di Pemerintah Daerah. Hal tersebut dimaksudkan untuk menigkatkan pemahaman akan pentingnya asumsi makro dalam penyusunan RKPD dan RAPBD. Langkah selanjutnya adalah mendorong peningkatan akurasi proyeksi indikator makro daerah, yang akan digunakan sebagai dasar penentuan asumsi makro daerah dalam penyusunan postur RAPBD. Untuk mendukung hal tersebut, Bank Indonesia pada tahun 2013 mengembangkan model Makro Ekonomi Regional (Regional Macroeconomic Model of Bank Indonesia-REMBI) untuk sembilan wilayah regional, sebagai salah satu tools yang dapat digunakan untuk melakukan proyeksi berbagai indikator makro daerah. Dalam keseluruhan rangkaian tahapan ini, telah berhasil diidentifikasi permasalahan yang mengakibatkan belum adanya sinkronisasi dalam menyusun asumsi makro daerah dengan nasional, yakni: 1) Belum adanya mekanisme keterlibatan Pemerintah Daerah dalam rangka penyusunan asumsi makro nasional, sehingga penetapan asumsi makro tingkat nasional bukan berdasarkan agregasi masukan dari daerah. 2) Hal tersebut mengakibatkan ketidakjelasan penjabaran target indikator makro di daerah untuk mendukung sasaran makro nasional.
36
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
3) Belum terintegrasinya mekanisme dan kerangka waktu (time frame) antara Rancangan Teknis (Ratek) Kementerian/Lembaga dengan forum Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). 4) Minimnya ketersediaan informasi dan data di daerah baik dari sisi kualitas, maupun kuantitas. Beberapa poin penting yang dihasilkan dalam tahapan ini adalah sebagai berikut: 1) Akurasi proyeksi indikator makro daerah sangat penting dalam mempengaruhi struktur dan postur APBD daerah. 2) Akurasi proyeksi juga menentukan prioritas, strategi pembangunan, dan dasar pertimbangan dalam penyusunan respon kebijakan bagi Pemerintah Daerah. 3) Mengingat kondisi dan karakteristik di daerah yang berbeda-beda, maka setiap daerah memerlukan pendekatan yang spesifik untuk menyusun dan menghasilkan angka proyeksi indikator makro yang akurat dengan melibatkan berbagai instansi terkait. Tahap Pengembangan (2014-2016) Pada tahapan ini program penyelarasan asumsi makro difokuskan pada pengembangan tools dan penguatan aspek hukum. Pada tahapan sebelumnya tools yang dikembangkan oleh Bank Indonesia baru dapat diaplikasikan pada tataran wilayah, dimana satu wilayah merupakan agregasi beberapa provinsi. Oleh karena itu, pada tahun 2014 Bank Indonesia akan melanjutkan pengembangan REMBI pada level yang lebih detil (provinsi), untuk beberapa provinsi yang memiliki peranan cukup besar dalam struktur ekonomi nasional. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, terutama untuk mengatasi kendala ketersediaan data di daerah, hasil REMBI perlu dilakukan koordinasi dengan SKPD dan instansi vertikal di daerah. Informasi tambahan dari SKPD dan instansi lainnya, terkait kondisi aktual, rencana program kerja selama satu tahun ke depan, serta rencana program jangka menengah panjang yang telah disiapkan sesuai dengan tugas dan fungsi masing-masing akan memperkaya analisis yang diperlukan dalam perumusan asumsi makro daerah. Hal tersebut bahkan dapat menjadi bahan pertimbangan, apakah output yang dihasilkan dengan menggunakan REMBI perlu dilakukan penyesuaian. Penguatan koordinasi antar SKPD, dengan melibatkan instansi lainnya akan semakin optimal apabila memiliki business process dan time schedule yang disesuikan dengan tahapan perencanaan pembangunan daerah, serta memiliki dasar hukum yang jelas. Oleh penguatan koordinasi melalui penyusunan dasar hukum mekanisme koordinasi menjadi salah satu agenda kerja dalam tahapan pengembangan. Tabel 5.4. Road Map Penyelarasan Asumsi Makro Daerah
Periode
Pokjanas TPID
TPID
2013
• Forum KER 2013 “Pentingnya Tahapan Perumusan Asumsi Makroekonomi Daerah dlm Perencanaan Anggaran” • Workshop “Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi & Inflasi” bagi Bappeda Provinsi
• Pengembangan model oleh di 9 Wilayah oleh Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah
2014
• Evaluasi model ekonomi di 9 Wilayah
• Pembahasan bersama proyeksi makro antara Kantor Perwakilan Bank Indonesia Wilayah dengan Pemerintah Provinsi • Pengembangan model di beberapa provinsi
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
37
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
Periode
Pokjanas TPID
TPID
2015
• Pembahasan penguatan dasar hukum • Pembahasan bersama proyeksi makro bisnis proses RKPD yg melibatkan KPwDN KPw Provinsi dengan Pemda Provinsi
2016
• Finalisasi dasar hukum
• Pemerintah Daerah Provinsi menggunakan angka proyeksi makro sebagai asumsi dalam RAPBD
V.3.3. Peningkatan Akses Informasi Harga (Pengembangan PIHPS) Keterbukaan informasi menjadi salah satu faktor pembentukan harga yang efisien. Hal ini akan memberikan dampak positif bagi seluruh pelaku ekonomi, maupun pemangku kebijakan. Pengembangan PIHPS akan dilakukan secara bertahap. Road Map pengembangan PIHPS dibagi ke dalam dua tahap yaitu tahap I (2012-2015) dan tahap II (2016-2018). Fokus pengembangan tahap I pada penyusunan blue print PIHPS dan pengembangan pilot project PIHPS tingkat daerah, hingga dilakukan integrasi dalam rangka terbentuknya PIHPS tingkat nasional. Namun demikian, pada tahap ini dengan mempertimbangkan kondisi di masing-masing daerah yang beragam, baik dari aspek ketersediaan data yang ada maupun sumber daya yang dimiliki, pemilihan jumlah komoditas masih dalam jumlah terbatas (10 komoditi utama), dan hanya mencakup data harga pada tingkat konsumen. Pada tahap ini TPID akan terlibat aktif dengan melakukan indentifikasi ketersediaan data di wilayahnya, sehingga secara bertahap data di seluruh provinsi dapat terintegrasi dalam PIHPS Nasional. Pengembangan tahap II difokuskan pada penambahan data tingkat konsumen serta pengembangan integrasi dengan data harga pada tingkat produsen. Penambahan jumlah komoditi untuk harga di tingkat konsumen dari semula 10 komoditi menjadi 20 komoditi. Sedangkan untuk pengembangan data tingkat produsen, akan kembali diawali dengan identifikasi ketersediaan dan kualitas data harga produsen di daerah, dan menjajaki kemungkinan kerja sama dengan Kementerian Pertanian terutama data harga di pada sentra produksi. Target pengembangan data harga produsen adalah pada 10 komoditas pangan utama inflasi. Dalam pengembangan lebih lanjut, Pokjanas TPID akan berkoordinasi dengan lembaga yang ditunjuk Pemerintah sebagai pengelola Sistem Informasi Pangan sesuai UU No.18/2012 tentang Pangan (pasal 113-115). Tabel 5.5. Road Map Pengembangan Akses Informasi Harga
Periode
38
Pokjanas TPID
TPID
2013
• Pengembangan pillot project PIHPS Jakarta • Melakukan penjajagan lebih lanjut dengan Kemendag & Kementan untuk menyusun blue print PIHPS Nasional • Penyusunan blueprint PIHPS
• Melakukan identifikasi data yang tersedia di daerah (sumber data, continuity, mekanisme dan periode penyampaian data)
2014
• Mensosialisasikan blue print PIHPS nasional • Penyempurnaan blue print dan pengembangan awal PIHPS Nasional • Melakukan penjajagan awal untuk integrasi PIHPS wilayah Jawa
• Menyusun program pengembangan PIHPS • Mengembangkan PIHPS regional (tahap awal hanya data di level konsumen) • Persiapan integrasi dengan PIHPS nasional
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
• Pengembangan tahap lanjut PIHPS Nasional (mengintegrasikan data produksi) • Melakukan integrasi PIHPS Nasional dengan PIHPS di daerah • Finalisasi PIHPS Nasional
2015
2016 - 2018
• Mengembangkan PIHPS regional (mengintegrasikan data produksi) • Melakukan integrasi dengan PIHPS nasional
• Penambahan jumlah komoditi dalam PIHPS nasional untuk harga di tingkat konsumen dari semula 10 komoditi menjadi 20 komoditi. • Melakukan identifikasi ketersediaan dan kualitas data produsen di daerah • Menjajaki kerja sama dengan Kementerian Pertanian untuk mengintegrasikan data harga di tingkat produsen (sentra produksi) untuk 10 komoditas pangan utama di IHK. • Pengembangan lebih lanjut PIHPS akan berkoordinasi lembaga yang ditunjuk Pemerintah sebagai pengelola sistem informasi pangan sesuai UU No.18/2012 tentang Pangan (pasal 113-115). • Kick off Pengembangan tahap II PIHPS Nasional mencakup data harga di tingkat produsen.
V.3.4. Penguatan Kerja Sama Antar Daerah Agenda kerja penguatan kerja sama antar daerah akan menjadi bagian kegiatan Pokjanas TPID dalam beberapa tahun mendatang. Upaya tersebut tetap akan diarahkan untuk mendorong terwujudnya stabilisasi harga, sehingga fokus kerja sama untuk mendorong terwujudnya ketahanan pangan merupakan target utama Pokjanas TPID. Untuk mendukung keberhasilan program ini, setiap TPID harus memiliki data dan informasi yang komprehensif terkait kondisi dan karakteristik inflasi di wilayahnya. Dengan dukungan data yang selalu terupdate, maka TPID akan memiliki dasar atau acuan yang lebih jelas dalam menentukan langkah-langkah penguatan kerja sama dengan daerah lainnya. Sampai dengan tahun 2014, TPID diharapkan telah mampu menghasilkan peta surplus defisit untuk masing-masing wilayah, terutama pada komoditi-komoditi strategis yang menjadi komponen utama penyumbang inflasi nasional (beras, daging sapi, daging ayam), dan komoditi spesifik daerah lainnya. Data tersebut ke depan akan terus diperbaharui dan diperkaya jenis komoditinya sesuai dengan kondisi dan kebutuhan di daerah, bahkan sampai dengan mengidentifikasi pelaku ekonomi yang terlibat dalam komoditi dimaksud. Tabel 5.6. Road Map Penguatan Kerja Sama Antar Daerah
Periode
Pokjanas TPID
TPID
2013
• Kick off penguatan kerjasama antar daerah • TPID melakukan pemetaan surplus dan (Rakornas TPID) kebutuhan daerah di wilayahnya. • Pokjanas TPID melakukan kompilasi • TPID mengidentifikasi produsen/ data surplus dan kebutuhan daerah (5 pedagang yang berpotensi untuk komoditi utama bermitra dengan produsen/pedagang • Pokjanas TPID melakukan pembahasan daerah lain. dan identifikasi awal kemungkinan kerja sama antar daerah melalui Rakor Pusat Daerah di 3 wilayah (KTI, Sumatera, Jawa)
2014
• Pokjanas TPID mengupdate database surplus defisit TPID. • Pokjanas memfasilitasi pembahasan kerjasama antar wilayah
• TPID mengupdate data surplus defisit di wilayahnya secara periodik. • TPID mulai melakukan pembahasan dengan TPID lain guna menigkatkan kerja sama daerah
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
39
KELOMPOK KERJA NASIONAL TIM PENGENDALIAN INFLASI DAERAH (POKJANAS TPID)
2015
• Pokjanas mereview program penguatan kerja sama antar daerah. • Pokjanas TPID mengembangkan kerja sama untuk komoditas lainnya
• TPID memfasilitasi kerjasama antar produsen/pedagang di daerahnya dengan daerah lain • Terjadinya penurunan defisit
Selain ketersediaan data dan informasi, faktor lain yang menjadi kunci keberhasilan adalah komitmen dan koordinasi yang intens antar TPID. Untuk mewujudkan hal tersebut, Pokjanas TPID akan mengkompilasi seluruh data dan informasi yang dimiliki oleh TPID, untuk selanjutnya menjadi dasar untuk menyusun matriks potensi kerjasama antar daerah. Matriks tersebut akan menjadi salah satu pertimbangan bagi Pokjanas TPID untuk memfasilitasi penjajakan kerja sama antar TPID (antar daerah). Namun demikian, inisitatif penjajakan kerja sama juga dapat dilakukan oleh TPID secara langsung dalam forum-forum koordinasi yang diselenggarakan atas inisiatif daerah, seperti Rakorda, maupun Rakorwil. Wujud konkrit kerjasama antar daerah ke depan tidak hanya sebatas perdagangan antar daerah semata, namun juga dapat diperluas seperti pengembangan infrastruktur yang mendukung efisiensi konektivitas antar daerah, atau bahkan kerja sama dalam konteks penguatan sumber daya (capacity building). Adapun road map penguatan kerja sama yang diinsiasi oleh Pokjanas TPID, telah disosialisasikan dan mendapat masukan dari seluruh TPID, dan telah disepakati bersama pada saat pelaksanaan Rakor Pusat Daerah 2013.
40
LAPORAN PELAKSANAAN TUGAS POKJANAS TPID 2013
CREDIT TITLE Editor Arief Hartawan
– Bank Indonesia
Hery Indratno
– Bank Indonesia
Ala Baster
– Kementerian Dalam Negeri
Kuspradoto Budi Djati
– Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
Maximilian Tutuarima
– Bank Indonesia
Penulis
Bambang Takri Subarkah – Kementerian Dalam Negeri Subhany Prayitno
– Kementerian Dalam Negeri
Faisal Baharudin
– Kementerian Dalam Negeri
Vinny Wahyuningtyas
– Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian
41