Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................................i DAFTAR ISI ............................................................................................................................................. ii BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................................... 1 BAB II PERENCANAAN KINERJA .......................................................................................................... 3 BAB III AKUNTABILITAS KINERJA ........................................................................................................ 4 A. Capaian Kinerja Organisasi ......................................................................................................... 4 B. Realisasi Anggaran ..................................................................................................................... 58 BAB IV PENUTUP ................................................................................................................................. 59
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
BAB I PENDAHULUAN BBTKLPP Yogyakarta merupakan Unit Pelaksana Teknis Kementerian Kesehatan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Direktur Jenderal PP dan PL. Sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2349/MENKES/PER/XI/2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Bidang Teknik Kesehatan dan Pengendalian Penyakit, tugas BBTKLPP Yogyakarta adalah melaksanakan surveilans epidemiologi, kajian dan penapisan teknologi, laboratorium rujukan, kendali mutu, kalibrasi, pendidikan dan pelatihan, pengembangan model dan teknologi tepat guna, kewaspadaan dini dan penanggulangan kejadian luar biasa (KLB) di bidang pemberantasan penyakit menular dan kesehatan lingkungan serta kesehatan matra. Sesuai tugas dan fungsinya sebagai UPT Kemenkes yang berada di daerah, dengan wilayah layanan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ini, BBTKLPP Yogyakarta berupaya melakukan berbagai kegiatan untuk membantu pemecahan masalah pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan di wilayah Provinsi DIY dan Jawa Tengah. Mengacu pada visi dan misi pemerintah, tujuan BBTKLPP Yogyakarta dalam mendukung pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka pencapaian program pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan adalah: “Meningkatnya pelaksanaan surveilans epidemiologi dan analisis dampak kesehatan lingkungan berbasis laboratorium dalam mendukung upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan” Merujuk pada sasaran dan indikator program dalam Rencana Panjang Jangka Menengah (RPJMN) Pemerintah dan Rencana Strategis (RENSTRA) Kementerian Kesehatan serta sasaran dan indikator kegiatan dalam Rencana Aksi Program (RAP) Direktorat Jenderal PP dan PL, maka BBTKLPP Yogyakarta menetapkan sasaran strategis: “Terselenggaranya surveilans epidemiologi dan analisis dampak kesehatan lingkungan berbasis laboratorium dalam mendukung upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan”, dengan indikator: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
jumlah respon sinyal SKD dan KLB, bencana, wabah, dan kondisi matra lainnya; jumlah kegiatan surveilans/ kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium; advokasi/jejaring kemitraan surveilans faktor risiko penyakit/ penyehatan lingkungan/penguatan laboratorium; pengujian laboratorium dan kalibrasi, dengan indikator jumlah pengujian laboratorium dan kalibrasi; model/teknologi tepat guna bidang PP dan PL; jumlah SDM terlatih bidang PP dan PL; jumlah dokumen dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya.
Dalam menjalankan peran pengembangan surveilans epidemiologi berbasis laboratorium, salah satu permasalahan menonjol yang dihadapi BBTKLPP Yogyakarta adalah jejaring surveilans di daerah yang belum solid sehingga arus pertukaran data dan informasi tentang penyakit, faktor risiko, SKD KLB, situasi dan kejadian matra, belum berjalan secara optimal. Euforia
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
desentralisasi mengakibatkan tata hubungan kerja dan kemitraan belum terjalin dengan baik karena Iebih mementingkan kewenangan dari pada pelaksanaan urusan pemerintahan yang bersifat konkruen dalam arti sebagai kewajiban bersama yang harus diselesaikan secara harmonis dan terintegrasi, mengingat penyakit dan masalah kesehatan lingkungan tidak mengenal batas administrasi wilayah pemerintahan.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
BAB II PERENCANAAN KINERJA Tahun 2015 adalah tahun pertama dimulainya Rencana Aksi Kegiatan (RAK) BBTKLPP Yogyakarta tahun 2015-2019. Rencana Aksi Tahun 2015 dituangkan dalam perjanjian kinerja yang secara ringkas adalah sebagai berikut : Tabel 1. Target Kinerja Tahun 2015 Berdasarkan Matrik Rencana Aksi Kegiatan BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2015-2019 KEGIATAN
SASARAN
INDIKATOR
Surveilans epidemiologi dan analisis dampak kesehatan lingkungan berbasis laboratorium
Terselenggaranya surveilans epidemiologi dan analisis dampak kesehatan lingkungan berbasis laboratorium dalam mendukung upaya pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan
1. Jumlah respon sinyal SKD dan KLB, bencana, wabah, dan kondisi matra lain 2. Jumlah kegiatan surveilans dan/atau kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium 3. Jumlah jejaring kemitraan surveilans faktor risiko penyakit/ penyehatan lingkungan, dan/atau penguatan laboratorium 4. Jumlah pengujian laboratorium dan kalibrasi 5. Jumlah model/teknologi tepat guna bidang PP dan PL 6. Jumlah SDM terlatih bidang PP dan PL 7. Jumlah dokumen dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya
TARGET 20 kegiatan
60 kegiatan
100 kegiatan
12.000 LHU 2 jenis 276 orang 16 dokumen
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA A. Capaian Kinerja Organisasi Tahun 2015 sebagai tahun pertama dilaksanakannya RAK 2015-2019 menunjukkan hasil pencapaian sebagaimana ditampilkan dalam Tabel 2 : Tabel 2. Target dan Realisasi Kinerja Tahun 2015 Berdasarkan Matrik Rencana Aksi Kegiatan BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2015-2019 INDIKATOR
TARGET
REALISASI
%
1. Jumlah respon sinyal SKD dan KLB, bencana, wabah, dan kondisi matra lain
20 kegiatan
20 kegiatan
100,0
2. Jumlah kegiatan surveilans dan/atau kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium
60 kegiatan
81 kegiatan
135,0
3. Jumlah jejaring kemitraan surveilans faktor risiko penyakit/ penyehatan lingkungan, dan/atau penguatan laboratorium
100 kegiatan
102 kegiatan
102,0
12.000 LHU
12.011 LHU
100,1
2 jenis
4 jenis
200,0
276 orang
391 orang
141,7
16 dokumen
21 dokumen
131,3
Rata-rata prosentase capaian
131,0
4. Jumlah pengujian laboratorium dan kalibrasi 5. Jumlah model/teknologi tepat guna bidang PP dan PL 6. Jumlah SDM terlatih bidang PP dan PL 7. Jumlah dokumen dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya
Masing-masing pencapaian indikator sasaran dijelaskan sebagai berikut: 1. Jumlah respon sinyal SKD dan KLB, bencana, wabah, dan kondisi matra lain Target dan realisasi indikator ini diperhitungkan dari jumlah fasilitasi respon sinyal SKD dan KLB/wabah, bencana, dan , kondisi matra lainnya dalam waktu <24 jam selama kurun waktu 1 tahun. Target pada tahun 2015 adalah sebanyak 20 kegiatan. Pada tahun 2015 ini target terpenuhi dan dilaksanakan fasilitasi respon sinyal <24 jam sebanyak 20 kegiatan (100%). Kegiatan yang telah dilakukan yaitu: 1. Konfirmasi laboratorium KLB DBD di Dusun Pangonan, Desa Suropadan, Kecamatan Pringsurat, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah; Disampaikan dari Dinkes Kabupaten Temanggung melalui surat permohonan tanggal 12 Januari 2015 nomor 443.42/047 perihal pengiriman sampel pemeriksaan sampel darah dugaan KLB DBD atau Chikungunya di Dusun Pangonan Desa Suropadan Kecamatan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Pringsurat Kabupaten Temanggung Jawa Tengah. Berdasarkan laporan PE awal yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Temanggung dan laporan mingguan (W1) surveilans Puskesmas Pringsurat pada tanggal 7 Januari 2015 bahwa di Dusun Pangonan Desa Suropadan Kecamatan Pringsurat terdapat 29 warga desa tersebut yang diduga menderita DBD/ Chikungunya. Sampel serum penderita yang diperiksakan di BBTKL PP Yogyakarta sebanyak 5 sampel untuk dilakukan pemeriksaan NS1, IgG/IgM dan IgM Chikungunya. Hasil pengujian sampel menunjukkan 1 sampel positif IgG Dengue, IgM Dengue dan IgM Chikungunya dan 2 sampel positif IgG Dengue. Hasil pemeriksaan serologi tersebut menunjukkan bahwa 1 sampel merupakan kasus DBD dengan infeksi sekunder disertai infeksi Chikungunya dan 2 sampel menunjukkan adanya riwayat terinfeksi virus dengue. 2. Survei entomologi vektor DBD di wilayah kabupaten Gunung Kidul, DIY; Berdasarkan surat dari DKK Gunung Kidul nomor 443/327/P2P tanggal 30 Januari 2015 perihal permohonan kerjasama dalam pengendalian vektor DBD di Kabupaten Gunung Kidul, bahwa telah terjadi peningkatan kasus DBD di tahun 2014-2015 di Kabupaten Gunung Kidul, maka BBTKLPP Yogyakarta menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan survey vektor dengan tujuan untuk mengetahui tingkat resistensi nyamuk vektor DBD terhadap beberapa insektisida. Survei dilakukan secara spot survei untuk mencari larva nyamuk Aedes aegypti dan uji resistensi dilakukan dengan metode Susceptibility test, tabung CDC dan uji bio assay Themepos dan Bacillus thuringensis. Hasil survei menemukan larva Aedes aegypti pada rumah-rumah disekitar rumah kasus positip DBD. Hasil uji resistensi menunjukan nyamuk dari Kecamatan Wonosari dan Tanjungsari telah resisten terhadap malathion 0,8%. Uji aplikasi dosis menggunakan metode botol dari CDC dengan Metil Pirimifos 500 g/l dosis aplikasi 150 ml/ha menunjukan kematian nyamuk 100%. baik nyamuk dari wilayah Kecamatan Wonosari dan tanjungsari. Hasil uji Themephos 1 G menunjukan kematian larva sebesar 100% pada konsentrasi terkecil temephos 0,00625 g/l, sedangkan menggunakan bakteri Bacillus thuringensin var Israelensis type H-14 kematian larva sebesar 100 % pada konsentrasi 2,5 µl/l. Disampaikan rekomendasi sbb: 1) Penggunaan insektisida sebaiknya berganti ke bahan aktif lain dengan target site yang berbeda; 2) Dilakukan roling penggunaan insektisida berdasarkan target sitenya; 3) Penggunaan insektisida berbahan aktif Metil Pirimifos 500 g/l disarankan dosisnya <150 – 200 ml/ha; 4) Penggunaan temephos 1 G mengikuti aturan yang disarankan yaitu 1 gram untuk 10 liter air; 5) penggunaan Bacillus thuringensin var Israelensis type H-14 penggunaannya yaitu 1 ml (20 tetes) untuk 50 liter air. 3. Penyelidikan kasus dan pemantauan faktor risiko leptospirosis di Kota Yogyakarta, DIY; Pada Bulan Januari 2015 Di Wilayah Kota Yogyakarta terdapat 4 kasus konfirm leptospirosis, 3 kasus meninggal. Selanjutnya menyusul beberapa laporan masuk ke Dinkes Kota Yogyakarta mengenai adanya tambahan kasus leptospirosis. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta menerjunkan tim ke lapangan untuk melaksanakan penyelidikan epidemiologi dengan tujuan memastikan adanya KLB Lepto di Kota Yogya. Kegiatan PE dilaksanakan oleh tim dari BBTKLPP Yogyakarta, Puskesmas Gondomanan dan Dinkes Kota Yogyakarta. Penyelidikan kasus dilakukan di Kecamatan Gondomanan Kota Yogyakarta. Penyelidikan dilakukan dalam dua tahap yaitu tahap pertama dilakukan tanggal 17 dan 18 februari 2015 dengan kegiatan pengumpulan data sekunder,
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
pengamatan kondisi lingkungan, pengambilan sampel lingkungan, pemeriksaan populasi berisiko, dan wawancara dengan keluarga kasus, tahap ke dua dilakukan tanggal 5 dan 6 Maret 2015 dengan kegiatan pemasangan dan pengambilan perangkap tikus, identifikasi jenis tikus, dan pengambilan samper urine tikus. Tidak ditemukan adanya penderita baru leptospirosis. Hasil pengujian terhadap lima sampel lingkungan (air dan tanah) menunjukkan 20% sampel positif mengandung bakteri Leptospira. Hasil pemasangan 30 perangkap tikus mendapatkan 12 ekor tikus dengan spesies tikus terbanyak RR Diardii (67%). Hasil pengujian terhadap urine tikus yang tertangkap menunjukkan 100% urine tikus tidak mengandung bakteri leptospira. 4. Investigasi kejadian filariasis di Kecamatan Kasihan, kabupaten Bantul, DIY; Berdasarkan informasi dari Dinkes Kabupaten Bantul melalui surat Nomor 443/502 tertanggal 15 Februari 2015, diketahui ada dugaan kasus filariasis di Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul, untuk itu Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul mengajukan permohonan kerjasama ke BBTKLPP Yogyakarta untuk penyelidikan epidemiologi terhadap kejadian filariasis tersebut. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta mengirimkan tim ke lokasi. Tujuan dilakukannya investigasi adalah untuk memastikan bahwa kasus adalah penderita filariasi, mencari penderita baru dan mengetahui potensi risiko penularan setempat. Investigasi dilakukan oleh tim BBTKLPP Yogyakarta dan DKK Bantul pada tanggal 16 Februari 2015. Lokasi investigasi adalah rumah tinggal dua kasus filariasis yaitu Dusun Ngeprek Rt.1 dan Dusun Kuaron Rt.2, Desa Ngestiharjo, Kecamatan Kasihan Kabupaten Bantul D.I Yogyakarta. Ivestigasi dilakukan dengan pemeriksaan darah kasus dengan menggunakan ICT Filariasis Test untuk filariasis bancrofti dan wawancara dengan kasus untuk mengetahui riwayat penyakit. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan darah penduduk di sekitar kasus dengan menggunakan ICT Filariasis Test untuk filariasis bancrofti untuk mendapatkan penderita baru. Kasus mengalami pembengkakan tungkai kaki bawah seperti tanda pembengkakan pada penyakit filariasis. Kelainan pada kasus terjadi sebelum kasus pertama tinggal di Kabupaten Bantul sedangkan pada kasus kedua pembengkakan terjadi sekitar sepuluh tahun yang lalu (2005) dimana sebelumnya kasus aktif berdagang ke berbagai kota salah satunya di daerah endemis filariasis yaitu Kabupaten Pekalongan. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan ICT pada dua kasus dan 17 orang di sekitar kasus menunjukkan hasil negatif. 5. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB Diare di Kecamatan Cawas, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah; Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten bahwa diduga telah terjadi KLB Diare di Desa Kedungampel Kecamatan Cawas Kabupaten Klaten tanggal 23 Maret 2015. Kejadian bermula dari adanya hajatan yang dilakukan oleh salah seorang warga Desa Kedungampel pada tanggal 20 Maret 2015, dimana 37 orang yang makan pada acara hajatan tersebut mengalami diare. Dugaan sementara, penyebab diare bersumber dari air sumur yang digunakan untuk memasak. Berdasarkan hal tersebut DKK Klaten mengirim sampel air sumur ke BBTKLPP Yogyakarta untuk dilakukan konfirmasi laboratorium pada tanggal 24 Maret 2015 sesuai surat dari DKK Klaten nomor 440/873/04/12 tertanggal 24 Maret 2015 mengenai bantuan pemeriksaan bakteriologi air sumur. Hasil pengujian menunjukkan bahwa contoh uji air sumur telah tercemar E.coli, namun tidak diketemukan adanya Amoeba pada sampel air sumur tersebut.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
6. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB keracunan makanan di Kecamatan Karanganom, Kabupaten Klaten: Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Klaten bahwa diduga telah terjadi KLB keracunan makanan di Desa Kadirejo Kecamatan Karangnom Kabupaten Klaten tanggal 12 April 2015. Kejadian bermula dari adanya pengajian minggu pagi di Desa Kadirejo yang dimulai jam 07.00 WIB dan selesai pukul 08.00 WIB. Konsumsi pengajian dibawa pulang oleh jamaah. Sekitar jam 08.30 beberapa jaamah pengajian yang mengkonsumsi makanan pengajian mulai mengeluh mual, muntah, pusing, dan diare. Dari 35 orang jamaah yang mengkonsumsi makanan 19 diantaranya mengalami keluhan tersebut. Dugaan sementara, penyebab diare bersumber dari makanan yang dihidangkan pada pengajian tanggal 12 April 2015. Berdasarkan hal tersebut DKK Klaten mengirim tiga sampel makanan berupa dua sampel nasi goreng dan satu sampel kecap ke BBTKLPP Yogyakarta untuk dilakukan konfirmasi laboratorium pada tanggal 15 April 2015 sesuai surat dari DKK Klaten nomor 443.4/1012/04/12 tertanggal 14 April 2015 mengenai bantuan pengujian sampel KLB keracunan makanan. Hasil pengujian menunjukkan bahwa semua sampel makanan yaitu dua sampel nasi goreng dan satu sampel kecap mengandung Bacillus Cereus 7. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB Keracunan Zat Kimia pada siswa SMPN Deyangan, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah; Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Kabupaten Magelang diketahui bahwa telah terjadi KLB keracunan bahan kimia di Kabupaten Magelang tanggal 10 April 2015. Kejadian bermula dari kegiatan kerja bakti sekolah di SMPN Kota Mungkid dengan menggunakan pembersih merk Expan Cleaner, 51 siswa yang kontak dengan bahan pembersih tersebut mengalami reaksi alergi kulit yaitu panas, nyeri, dan melepuh. Selanjutnya dilakukan pertolongan kepada siswa yang mengalami reaksi alergi oleh pihak sekolah dan petugas kesehatan setempat. Sedangkan sisa bahan pembersih oleh DKK Magelang melalui surat bernomor 445.9/1215/21/2015 tertanggal 11 April 2015 dikirim ke dan diterima oleh BBTKLPP Yogyakarta tanggal 11 April 2015. Hasil pengujian menunjukkan hasil yaitu; 1) pH 1, 2) Sulfat 10.412 mg/l, 3) Nitrat 3.300,36 mg/l, 4) Klorida 49 mg/l, 5) Deterjen 7.247 mg/l, 6) Phospat 124,3 mg/l, 7) Natrium 3.622 mg/l, 8) Kalium 8 mg/l. Berdasarkan gejala klinis yang dialami penderita dan hasil pemeriksaan laboratorium maka penyebab yang paling mungkin menyebabkan reaksi alergi pada siswa SMPN Kota Mungkid adalah pH cairan pembersih yang sangat rendah (asam) 8. Penanggulangan Bencana Banjir di Kabupaten Bantul; Berdasarkan laporan relawan melalui radio amatir pada tanggal 22 April 2015 dan informasi media massa elektronik pada tanggal 23 April 2015, diperoleh informasi bahwa telah terjadi bencana banjir di Kab. Sleman, Kota Yogyakarta dan Kab. Bantul. BBTKLPP Yogyakarta segera menurunkan tim ke lapangan untuk melakukan tindakan penanggulangan. Kegiatan penanggulangan dilakukan tanggal 23 April 2015 di Kabupaten Bantul tepatnya di Dusun Karanggayam Desa Pleret dan Dusun Jejeran 2 Desa Wonokromo Kecamatan Pleret. Kegiatan penanggulangan dilakukan oleh Tim BBTKLPP Yogyakarta bersama dengan Dinkes Kabupaten Bantul dan BPBD Bantul. Kegiatan penanggulangan yang dilakukan adalah penyuluhan kepada warga mengenai air bersih oleh BBTKLPP Yogyakarta dan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Dinkes setempat, pengurasan sumur oleh BPBD dan bimbingan teknis penjernihan dan desinfeksi air. Dilaksanakan penyuluhan mengenai penyediaan air bersih dan penularan penyakit yang dapat terjadi pasca bencana banjir diberikan oleh Tim BBTKLPP Yogyakarta dan petugas dari linsek setempat kepada warga di wilayah Kecamatan Pleret (Kelurahan Pleret dan Wonokromo). Bimbingan teknis pengolahan air mandiri (penjernihan air) diberikan kepada warga yang terdampak dari bencana banjir yaitu kader PKK dan para kepala RT di Dusun Karanggayam dan jejeren 2 agar warganya bisa melakukan penyediaan kebutuhan air bersih secara mandiri. Pengurasan sumur warga dilakukan oleh BPBD untuk kemudian dilakukan desinfektan oleh BBTKLPP Yogyakarta dengan memasukkan klorin diffuser ke dalam 17 sumur penduduk terdiri dari 5 sumur di wilayah dusun Jejeran 2, 10 sumur di dusun Karanggayam dan 1 sumur milik SDN. Karanggayam Pembubuhan desinfektan (larutan kaporit 60%) ke dalam 78 sumur warga di dusun Karanggayam dengan metode curah oleh relawan dan didampingi tim linsek. Selain itu setiap pemilik sumur diberi bubuk kaporit 60% sebanyak + 25 gram sebagai buffer stock. 9. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB Chikungunya di Desa Argopeni, Kecamatan Kebumen, Kabupaten kebumen, Jawa Tengah; Berdasarkan laporan dari DKK Kabupaten Kebumen bahwa telah terjadi dugaan KLB Chikungunya di RT05 RW03 Desa Argopeni Kecamatan/Kabupaten Kebumen sejumlah 36 kasus untuk periode waktu 20 April s.d. 19 Mei 2015. Gejala yang dirasakan suspek meliputi demam, nyeri persendian, nyeri pinggang/punggung, ruam, mual muntah, conjungtivities dan sakit kepala. Untuk memastikan dugaan KLB Chikunguya maka DKK Kebumen mengirimkan sembilan spesimen serum darah penderita ke BBTKLPP Yogyakarta untuk diperiksa Chikungunya pada tanggal 19 Mei 2015 dengan nomor surat 443.8/970. Sembilan sampel serum darah diperiksa dengan menggunakan RDT Chikungunya tetapi hasilnya negatif, untuk itu lima sampel diantaranya dikirim ke BLK untuk dilakukan pemeriksaan Chikungunya dengan metode Elisa. Satu dari lima sampel serum darah yang diperiksa dengan metode elisa menunjukkan hasil positif. 10. Survei entomologi kegiatan investigasi dan penanggulangan KLB malaria di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo DIY; Berdasarkan informasi dari Dinas Kesehatan Kulon Progo bahwa telah terjadi peningkatan kasus malaria indigenous di wilayah kerja puskesmas Kokap II sebanyak 33 kasus sampai dengan tanggal 8 Juni 2015. Untuk itu perlu dilakukan konfirmasi vektor yang dapat menularkan penyakit malaria di lokasi terjadinya peningkatan kasus. Tujuan dari konfirmasi vektor adalah untuk mengetahui jenis nyamuk Anopheles sp yang berperan sebagai vektor malaria. Metode survei yaitu spot check vektor malaria. Penangkapan nyamuk menggunakan metode resting colection dan dilakukan oleh 12 orang penangkap nyamuk. Nyamuk yang tertangkap dilakukan pembedahan ovarium untuk mengetahui berapa persen nyamuk yang parous. Konfirmasi vektor dilakukan dengan metode PCR. Lokasi kegiatan yaitu Desa Hargowilis, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, DIY dan dilaksanakan tanggal 9-10 Juni 2015.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Jenis nyamuk Anopheles yang tertangkap adalah jenis Anopheles maculatus, An. vagus, An. balabacensis, dan An. kochi. Hasil konfirmasi vektor menggunakan PCR menunjukan hasil negatip baik Plasmodium falcifarum maupun Plasmodium vivax. Nyamuk Anopheles yang tertangkap tidak terbukti sebagai vektor malaria karena tidak membawa parasit Plasmodium falcifarum maupun Plasmodium vivax. 11. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB Diare di Desa Wonodadi, Kecamatan Butuh Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; Berdasarkan surat dari Dinkes Kabupaten Purworejo bernomor 443.52/2386/VI/P2PL/2015 tertanggal 23 Juni 2015, BBTKLPP Yogyakarta menerima 4 (empat) sampel, terdiri atas 1 (satu) sampel muntahan dan 3 (tiga) sampel usap dubur, untuk pemantauan 2 kali masa inkubasi KLB diare di Desa Wonodadi, Kecamatan Butuh, Kab. Purworejo. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel muntahan tidak mengandung patogen yang diuji, tetapi 1 (satu) sampel usap dubur mengandung Shigella disentriae dan 1 (satu) sampel mengandung bakteri E. coli. Namun demikian, karena tidak ada keterangan mengenai patogen penyebab KLB, belum dapat dipastikan apakah KLB di Desa Wonodadi Kec. Butuh Kab. Purworejo masih berlanjut. 12. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB keracunan makanan di Desa Pituruh, Kecamatan Pituruh, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah; Melalui surat permohonan dari DKK Purworejo Nomor: 443.52/2387/VI/P2PL/2015, tanggal 23 Juni 2015, diketahui bahwa telah terjadi dugaan KLB keracunan makanan di Desa/Kecamatan Pituruh Kabupaten Purworejo. Sehubungan dengan hal tersebut telah diterima satu sampel makanan berupa kikil untuk dilakukan konfirmasi laboratorium. Hasil pengujian menunjukkan sampel mengandung bakteri Acinetocater baumannii. Berdasarkan telaah referensi, penyakit yang dapat ditimbulkan dari bakteri Acinetocater baumannii diantaranya Pneumonia, Meningitis dan Infeksi saluran darah dengan gejala diantaranya demam, batuk, nyeri kepala atau dada tergantung pada bagian tubuh yang terinfeksi. Berdasarkan informasi mengenai gejala klinis korban KLB yang kami terima, korban KLB tidak mengindikasikan terinfeksi bakteri Acinetocater baumannii 13. Investigasi kejadian filariasis di Kecamatan kotagede, Kota Yogyakarta, DIY; Surat dari Dinkes Kota Yogyakarta kepada Dinkes D.I. Yogyakarta bernomor 443/4071 tertanggal 9 Juni 2015 menyatakan bahwa diketemukan kasus filariasis di Kota Yogyakarta. Berdasarkan surat tersebut, Dinkes DIY mengadakan rapat untuk membahas tindak lanjut ditemukannya filariasis di Kota Yogya tanggal 24 Juni 2015. Hasil rapat memutuskan perlunya dilakukan investigasi kasus filariasis tersebut yang disepakati akan dilakukan oleh BBTKLPP Yogyakarta dan Dinkes Kota Yogyakarta. Investigasi bertujuan untuk memastikan bahwa kasus adalah penderita filariasis, memastikan lokasi terinfeksinya kasus, mencari kemungkinan adanya penderita baru dan potensi penularan setempat. Jumlah kasus filariasis yang ditemukan di Kota Yogyakarta satu orang. investigasi yang dilakukan oleh tim BBTKLPP Yogyakarta dan Dinkes Kota Yogyakarta pada tanggal 6 Juli 2015 berlokasi di tempat tinggal kasus yaitu Desa Rejowinangun RT 13 RW 4 Kecamatan Kotagede Kota Yogyakarta. Penyelidikan dimulai dengan wawancara dan pemeriksaan darah kasus menggunakan The Immunochromatographic (ICT) Filariasis Test untuk filariasis bancrofti.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan dan wawancara dengan anggota keluarga kasus dan penduduk sekitar kasus. Pemeriksaan responden dilakukan untuk mengetahui kemungkinan adanya penderita filariasis lain di sekitar kasus. Sedangkan wawancara responden dilakukan untuk mengetahui keluhan kesehatan, responden untuk melengkapi data hasil pemeriksaan darah responden. Kasus mengalami pembengkakan kaki kiri dan kanan seperti tanda pembengkakan pada penyakit filariasis. Tidak diketahui kemungkinan tempat kasus terinfeksi. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan ICT pada kasus dan 13 orang penduduk sekitar kasus hasilnya negatif. 14. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB keracunan makanan di Desa Jogoresan, Kecamatan Purwodadi, Kabupaten Purworejo, Jateng; Melalui surat permohonan dari DKK Purworejo tanggal 9 Juli 2015 nomor 443.76/2551/VII/P2PL/2015 perihal pengiriman sampel suspek keracunan diketahui bahwa telah terjadi dugaan keracunan makanan pada tanggal 7 Juli 2015 di Desa Jogoresan Kecamatan Purwodadi Kabupaten Purworejo Jawa Tengah. Sehubungan dengan hal tersebut telah diterima dua sampel makanan yaitu tepung crispy dan minyak goreng oleh BBTKLPP Yogyakarta pada tanggal 9 Juli 2015. Hasil pengujian menunjukkan sampel tepung crispy positif mengandung Bacillus cereus. 15. Konfirmasi laboratorium dugaan KLB Thypoid di Desa Ngalian, Kecamatan Kepil, Kabupaten Wonosobo, Jateng; Berdasarkan penyelidikan epidemiologi yang dilakukan oleh Tim KLB Dinas Kesehatan Wonosobo dan Puskesmas Kepil II, diketahui bahwa selama periode 6 Juli - 27 Juli 2015 telah terjadi 78 kasus suspek demam thypoid di Desa Ngalian, dengan puncak kasus terjadi pada tanggal 15 - 19 Juli 2015. Untuk memastikan etiologi penyakit Dinkes Wonosobo mengirimkan contoh uji air bersih ke BBTKLPP Yogyakarta pada tanggal 3 Agustus 2015. Hasil pengujian menunjukkan bahwa contoh uji air bersih telah tercemar E.coli, namun tidak diketemukan Salmonella typhi pada contoh uji tersebut. 16. Dugaan KLB keracunan makanan di Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo, Kabupaten Purworejo, Jateng; Disampaikan dari Dinkes Kabupaten Purworejo melalui surat permohonan tanggal 31 Agustus 2015 nomor 443.76/3149/VIII/P2PL/2015 perihal pengiriman sampel suspek keracunan di Kelurahan Kutoarjo, Kecamatan Kutoarjo Kabupaten Purworejo Jawa Tengah pada tanggal 28 Agustus 2015. Hasil penyelidikan epidemiologi menyebutkan bahwa keracunan makanan karena syukuran salah satu warga pada tanggal 27 Agustus 2015 dengan jumlah korban sebanyak 8 orang dengan 1 orang diantaranya meninggal dunia. Sampel makanan yang diperiksakan di BBTKL PP Yogyakarta adalah sayur kubis, sayur kentang, sayur mie, sayur kerupuk udang, telur rebus, tempe bacem, dan ayam goreng. Hasil pengujian sampel makanan menunjukkan positif Bacillus cereus pada sampel sayur kerupuk udang dan ayam goreng. Sehingga bakteri penyebab dugaan adanya KLB keracunan makanan adalah Bacillus cereus . 17. Sampel suspek KLB Hepatitis A di Ponpes Darut Tauhid Desa Kedungsari, Kecamatan Purworejo dan Ponpes Al Anwar Annur Desa Maron, Kecamatan Loano, Kabupaten Purworejo, Jateng;
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Melalui surat dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo Nomor: 443.76/4130/X/P2PL/2015, tanggal 5 Oktober 2015, diektahui diduga telah terjadi KLB Hepatitis A di Ponpes Darut Tauhid Desa Kedungsari Kec/Kab Purworejo dan Ponpes Al Anwar Annur Desa Maron, Loano, Purworejo. Sehubungan dengan hal tersebut telah kami terima sepuluh sampel serum darah yang berasal dari dua lokasi tersebut pada tanggal 6 Oktober 2015. Sampel serum darah diuji HAV IgM menggunakan metode Elisa. Hasil pengujian menunjukkan sepuluh sampel serum darah tersebut positif HAV 18. Dugaan KLB keracunan makanan di Desa Soko Agung, Kecamatan Bagelen, Kabupaten Purworejo, Jateng; Berdasarkan surat dari Dinkes Kabupaten Purworejo bernomor 443.76/4347/X/P2PL/2015 tertanggal 15 Oktober 2015 diketahui bahwa diduga telah terjadi KLB keracunan makanan di Desa Soko Agung, Kecamatan Bagelen, Kab. Purworejo. Sehubungan dengan hal tersebut, BBTKLPP Yogyakarta telah menerima sebanyak 2 (dua) sampel, terdiri atas 1 (satu) sampel udang dan 1 (satu) sampel ikan untuk dilakukan konfirmasi laboratorium. Hasil pengujian menunjukkan bahwa sampel udang positif Shigella dysentriae dan sampel duri ikan positif Shigella species. 19. Investigasi kejadian filariasis di kecamatan Sukorejo, Kabupaten Kendal, Jateng; Berdasarkan informasi dari Dinkes Kabupaten Kendal melalui surat Nomor 660/3747/Dinkes tertanggal 12 Oktober 2015, diketahui ada dugaan kasus filariasis di Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal. Sehubungan dengan hal tersebut Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal mengajukan permohonan kerjasama ke BBTKLPP Yogyakarta untuk penyelidikan epidemiologi terhadap kejadian filariasis tersebut. Untuk itu BBTKLPP Yogyakarta mengirimkan tim ke lokasi dan bersama-sama dengan Dinkes Kabupaten Kendal melakukan investigasi kejadian filariasis tersebut. Tujuan penyelidikan epidemiologi untuk memastikan bahwa kasus adalah penderita filariasis, mencari penderita baru dan mengetahui potensi risiko penularan setempat. Investigasi dilakukan oleh tim BBTKLPP Yogyakarta dan DKK Kendal pada tanggal 29 s.d. 31 Oktober 2015. Jumlah kasus dugaan filariasis di Kabupaten Kendal sejumlah satu orang dan bertempat tinggal di Desa Pesaren, Dusun Pucungkerep Rt.3 / RW.04 Kecamatan Sukorejo Kabupaten Kendal Propinsi Jawa Tengah. Investigasi dilakukan dengan pemeriksaan darah kasus dengan menggunakan ICT Filariasis Test untuk filariasis bancrofti dan wawancara dengan kasus untuk mengetahui riwayat penyakit. Selanjutnya dilakukan pemeriksaan darah jari pada penduduk di sekitar kasus untuk mendapatkan penderita baru. Kasus mengalami pembengkakan tungkai kaki bawah seperti tanda pembengkakan pada penyakit filariasis. Kasus diduga terinfeksi filariasis tidak di Kabupaten Kendal. Hasil pemeriksaan dengan menggunakan ICT pada kasus hasilnya negatif dan pemeriksaan SDJ pada 96 orang di sekitar kasus menunjukkan hasil negatif. 20. Pemantauan kualitas udara di daerah yang diperkirakan terkena dampak kebakaran hutan gunung lawu di Kabupaten Karanganyar, Jateng: Gunung Lawu mengalami kebakaran di bulan Agustus 2015 hingga Bulan Oktober 2015 api masih belum padam. Hal ini menyebabkan kepulan asap yang dapat menyebabkan polusi udara. Untuk mengetahui kualitas udara di pemukiman penduduk yang ada di sekitar lokasi
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
kebakaran maka pada tanggal 27 dan 28 Oktober 2015 Tim BBTKLPP Yogyakarta melakukan pengukuran kualitas udara di desa yang terdekat dengan lokasi kebakaran di Kabupaten karanganyar. Tujuan dilakukannya pengukuran kualitas udara adalah untuk mengetahui adanya pencemaran udara dan jumlah kejadian penyakit saluran pernafasan di daerah yang dekat dengan lokasi kebakaran hutan Gunung lawu di Kabupaten Karanganyar. Pengambilan sampel udara dilakukan di Pedukuhan Bulak Rejo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar, Provinsi Jawa Tengah. Pengukuran dimulai pukul 12.00 WIB tanggal 27 Oktober 2015 s.d. pukul 12.00 WIB tanggal 28 Oktober 2015. Parameter udara ambien yang akan diukur yaitu Sulfur dioksida (SO2), Karbon Monoksida (CO), Nitrogen dioksida (NO2), Ozon (O3), Debu TSP dan PM10. Selain pengukuran kualitas udara, dilakukan juga pengujian komposisi kimia partikel yang tertangkap untuk mengetahui kadar parameter Pb dan C organik. Pengukuran kualitas udara dilakukan selama 24 jam untuk semua parameter kecuali Ozon waktu pengukurannya, sesuai SK Gub Jateng no. 8 tahun 2001, adalah 1 jam. Data hasil pengukuran kualitas udara akan dibandingkan dengan baku mutu udara ambien untuk provinsi Jawa Tengah yaitu SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 8 tahun 2001 dan dihitung Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) untuk mengetahui kategori tingkat pencemaran saat pengukuran. Hasil pengukuran kualitas udara menunjukkan kadar semua parameter masih memenuhi baku mutu udara ambien berdasarkan SK Gubernur Jawa Tengah Nomor 8 tahun 2001. Hasil perhitungan ISPU menunjukkan empat parameter yaitu SO2, CO, O3 dan NO2 mempunyai ISPU <50 sehingga masuk kategori baik. ISPU tertinggi yaitu 53,75 pada parameter PM10 sehingga termasuk tercemar dengan efek terjadinya penurunan pada jarak pandang. Komposisi kimia partikel yang tertangkap menunjukkan kadar C organik 48.526mg/kg dan Pb 8,532 mg/kg Hasil perhitungan ISPU dan pembandingan kualitas udara hasil pengukuran dengan BMUA menunjukkan adanya pencemaran PM10 di Dusun Bulak Rejo, Desa Gondosuli, Kecamatan Tawangmangu, Kabupaten Karanganyar. Selain itu terjadi peningkatan kasus ISPA di Kecamatan Tawangmangu pada Bulan Agustus dan September 2015 dibandingkan Bulan Juli 2015. Keberhasilan dalam pencapaian indikator sasaran ini tidak lepas dari kerjasama dan upaya koordinasi cepat dengan institusi di wilayah kerja serta strategi yang ditetapkan yaitu penguatan kewaspadaan, deteksi dini, dan investigasi. Pencapaian indikator sasaran ini dalam rangka mendukung pencapaian sasaran dan indikator Pembinaan Surveilans, Imunisasi, Karantina, dan Kesehatan Matra pada indikator Persentase Kab/Kota yang mempunyai kebijakan kesiapsiagaan dalam penanggulangan kedaruratan kesehatan masyarakat yang berpotensi wabah dalam Program Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan 2. Jumlah kegiatan surveilans dan/atau kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium Indikator sasaran ini diperhitungkan dari jumlah laporan hasil kegiatan surveilans dan/atau kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorim, baik analisis
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
dampak kesehatan lingkungan, surveilans epidemiologi, serta kajian pengembangan pengujian dan kendali mutu laboratorium dalam 1 tahun sebanyak 60 kegiatan. pada tahun 2015 ini target terlampaui dan dilaksanakan kegiatan surveilans dan/atau kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium sebanyak 81 kegiatan (135%). Kegiatan yang telah dilakukan yaitu: 1.
Kegiatan Deteksi Dini dan Respon KKM Terintegrasi dengan Pintu Masuk Negara di Kabupaten Wonogiri, Jateng; Kajian dilaksanakan di Kabupaten Wonogiri, data yang dikumpulkan merupakan data faktor risiko dari kejadian yang berpotensi menimbulkan KKM, terutama yang berkaitan dengan penyakit menular. Data faktor risiko dikumpulkan dari instansi-instansi pemerintah terkait yaitu Kantor Kementrian Agama Kabupaten, KKP, Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Data diolah secara deskriptif untuk menghasilkan pemetaan. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap kemungkinan kejadian / probabilitas dan besaran dampak (kerugian/kerusakan yang ditimbulkan) untuk menentukan satu bahaya/kejadian prioritas. Kegiatan terdiri atas dua tahap, yaitu penyusunan instrumen KKM dan pendataan dan penilaian faktor risiko KKM. Pertemuan pendataan dan penilaian FR KKM dilaksanakan pada tanggal 16 April dan 3 Juli 2016, sedangkan workshop penyusunan instrumen dan draft pedoman penanggulangan KKM dilaksanakan pada tanggal 16-18 Desember 2015 di Kota Surakarta. Berdasarkan analisa data dari instansi terkait, penyakit endemis yang berpotensi berkembang menjadi KKM di Kab. Wonogiri adalah flu burung, leptospirosis, dan Demam Berdarah Dengue (DBD), sedangkan penyakit dari luar yang menjadi ancaman adalah MERS-CoV. Faktor risiko utama dari flu burung adalah terjadinya kasus pada manusia, peredaran virus flu burung di populasi unggas, dan kepadatan populasi unggas di masyarakat. Sedangkan faktor risiko utama MERS-CoV adalah mobilitas penduduk dari dan keluar negeri, terutama ke negara-negara yang telah terjangkit MERS-CoV, baik sebagai jama'ah haji atau umroh, atau sebagai tenaga kerja. Kesiapsiagaan terhadap penyakit yang berpotensi KKM tersebut tertuang dalam draft Pedoman Penanggulangan KKM Kabupaten Wonogiri.
2.
Kegiatan Deteksi Dini dan Respon KKM Terintegrasi dengan Pintu Masuk Negara di Kabupaten Temanggung, Jateng; Kajian dilaksanakan di Kabupaten Temanggung, data yang dikumpulkan merupakan data faktor risiko dari kejadian yang berpotensi menimbulkan KKM, terutama yang berkaitan dengan penyakit menular. Data faktor risiko dikumpulkan dari instansi-instansi pemerintah terkait yaitu Kantor Kementrian Agama Kabupaten, KKP, Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Data diolah secara deskriptif untuk menghasilkan pemetaan. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap kemungkinan kejadian / probabilitas dan besaran dampak (kerugian/kerusakan yang ditimbulkan) untuk menentukan satu bahaya/kejadian prioritas. Kegiatan terdiri atas dua tahap, yaitu penyusunan instrumen KKM dan pendataan dan penilaian faktor risiko KKM. Pertemuan pendataan dan penilaian FR KKM dilaksanakan pada tanggal 29 September 2015, dan Workshop penyusunan instrumen KKM dan draft penanggulangan KKM dilaksanakan pada tanggal 16-18 Desember 2015 di Kota Surakarta.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Berdasarkan analisa data dari instansi terkait, penyakit endemis yang berpotensi berkembang menjadi KKM di Kab. Temanggung adalah flu burung, leptospirosis, dan Demam Berdarah Dengue (DBD), sedangkan penyakit dari luar yang menjadi ancaman adalah MERS-CoV. Faktor risiko utama dari flu burung adalah terjadinya kasus pada manusia, peredaran virus flu burung di populasi unggas, dan kepadatan populasi unggas di masyarakat. Sedangkan faktor risiko utama MERS CoV-adalah mobilitas penduduk dari dan keluar negeri, terutama ke negara-negara yang telah terjangkit MERS-CoV, baik sebagai jama'ah haji atau umroh, atau sebagai tenaga kerja. Kesiapsiagaan terhadap penyakit yang berpotensi KKM tersebut tertuang dalam draft Pedoman Penanggulangan KKM Kabupaten Temanggung 3.
Kegiatan Deteksi Dini dan Respon KKM Terintegrasi dengan Pintu Masuk Negara di Kabupaten Bantul, DIY; Kajian dilaksanakan di Kabupaten Bantul, data yang dikumpulkan merupakan data faktor risiko dari kejadian yang berpotensi menimbulkan KKM, terutama yang berkaitan dengan penyakit menular. Data faktor risiko dikumpulkan dari instansi pemerintah terkait yaitu Kantor Kementrian Agama Kabupaten, KKP, Kantor Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Peternakan, Perikanan dan Kelautan, Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul. Data diolah secara deskriptif untuk menghasilkan pemetaan. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap kemungkinan kejadian / probabilitas dan besaran dampak (kerugian / kerusakan yang ditimbulkan) untuk menentukan satu bahaya / kejadian prioritas. Kegiatan terdiri atas dua tahap, yaitu penyusunan instrumen KKM dan pendataan dan penilaian faktor risiko KKM. Pertemuan pendataan dan penilaian FR KKM dilaksanakan pada tanggal 06 Oktober 2015 di BBTKLPP Yogyakarta, dan Workshop penyusunan instrumen KKM dan draft penanggulangan KKM dilaksanakan pada tanggal 16-18 Desember 2015 di Kota Surakarta. Berdasarkan analisis data, penyakit yang berpotensi menimbulkan KKM yaitu flu burung, DBD, leptospirosis sebagai penyakit lokal, dan MERS-CoV sebagai ancaman dari luar. Kesiapsiagaan terhadap kedaruratan kesehatan masyarakat di daerah diwujudkan dengan penyusunan Draft Pedoman Penanggulangan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Faktor risiko yang utama adalah kasus AI di populasi unggas, kepadatan populasi unggas, dan migrasi penduduk dari dan keluar negeri terutama yang berkaitan dengan jama'ah haji dan umroh dan ketenagakerjaan
4.
Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi DBD di Kabupaten Sragen, Jateng; Survey dilaksanakan pada bulan April sd Oktober 2015 berhasil dikumpulkan spesimen serum sebanyak tiga puluh (30) sampel dari penderita DBD/DD rawat jalan/rawat inap di puskesmas atau rumah sakit setempat. Seluruh spesimen diperiksa dengan menggunakan RDT NS1, IgG dan IgM, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan RT-PCR untuk identifikasi serotipe virus dengue. Pemeriksaan RT-PCR mendapatkan sembilan belas (19) spesimen positif. Keempat serotipe virus dengue (Den 1, Den 2, Den 3 dan Den 4) berhasil diidentifikasi. Urutan serotipe terbesar adalah Den 1, Den 3, Den 2 dan Den 4. Kasus penderita DBD di Kabupaten Sragen berdasarkan pola infeksi serotipe terbanyak adalah infeksi 1 serotipe/single Den (47%), 2 serotipe/double Den (37%) dan 3 serotipe/quadraple Den (16%).
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta 5.
2015
Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi DBD di Kabupaten Semarang, Jateng; Survey dilaksanakan pada bulan April sd Oktober 2015 berhasil dikumpulkan spesimen serum sebanyak dua puluh lima (25) sampel dari penderita DBD/DD rawat jalan/rawat inap di puskesmas atau rumah sakit setempat. Seluruh spesimen diperiksa dengan menggunakan RDT NS1, IgG dan IgM, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan RT-PCR untuk identifikasi serotipe virus dengue. Pemeriksaan RT-PCR mendapatkan sembilan belas (19) spesimen positif. Keempat serotipe virus dengue (Den 1, Den 2, Den 3 dan Den 4) berhasil diidentifikasi. Urutan serotipe terbesar adalah Den 3, Den 1, Den 2 dan Den 4. Kasus penderita DBD di Kabupaten Semarang berdasarkan pola serotipe terbanyak adalah infeksi 2 serotipe/double Den (53 %), 3 serotipe/Triple Den (42 %) dan satu serotipe/single Den (5 %).
6.
Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi DBD di Kabupaten Kulon Progo, DIY; Survey dilaksanakan pada bulan April sd Oktober 2015 berhasil dikumpulkan spesimen serum sebanyak dua puluh lima (25) sampel dari penderita DBD/DD rawat jalan/rawat inap di puskesmas atau rumah sakit setempat. Seluruh spesimen diperiksa dengan menggunakan RDT NS1, IgG dan IgM, kemudian dilanjutkan dengan menggunakan RT-PCR untuk identifikasi serotipe virus dengue. Pemeriksaan RT-PCR mendapatkan tujuh belas (17) spesimen positif. Keempat serotipe virus dengue (Den 1, Den 2, Den 3 dan Den 4) berhasil diidentifikasi. Urutan serotipe terbesar adalah Den 3, Den 1, Den 2 dan Den 4. Kasus penderita DBD di Kabupaten Kulon Progo berdasarkan pola serotipe terbanyak adalah infeksi 2 serotipe/double Den, dengan kombinasi terbanyak adalah Den 1+ Den 3 (70 %).
7.
Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi malaria di kabupaten Sleman, DIY; Ditemukan nyamuk Anopheles vagus pada penangkan malam hari sebanyak 277 ekor dan Anopheles sp sebanyak 19 ekor di Dusun Dadapan, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi. Dan ditemukan tempat breeding place larva nyamuk Anopheles vagus di kolam dan tepian sungai Dusun Dadapan, Desa Wonokerto, Kecamatan Turi, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta.
8.
Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi malaria di kota Yogyakarta, DIY; Ditemukan nyamuk Anopheles vagus pada penangkapan malam hari sebanyak 21 ekor di RW 12, Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo. Dan ditemukan tempat breeding place larva nyamuk Anopheles vagus di tempat persawahan RW 12, Kelurahan Sorosutan, Kecamatan Umbulharjo Kota Yogyakarta
9.
Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi malaria di Kabupaten Gunung Kidul, DIY; Ditemukan nyamuk Anopheles vagus pada penangkapan malam hari sebanyak 55 ekor di Dusun Ngepung, Desa Kemadang, Kecamatan Tanjungsari. Dan ditemukan tempat breeding place larva nyamuk Anopheles vagus pada limpahan air dari kolam penyimpanan air PDAM
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
di daerah Barondandi bekas genangan air hujan di wilayah tepian pantai Drini Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta. 10. Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi malaria di kabupaten Bantul, DIY; Ditemukan nyamuk Anopheles vagus pada penangkapan malam hari sebanyak 128 ekor di Dusun Cawan, Desa Argodadi, Kecamatan Sedayu. Dan ditemukan tempat breeding place larva nyamuk Anopheles vagus di tempat cekungan-cekungan pinggir sungai Progo, Dusun Cawan, Desa Argodadi, Kecamatan Sedayu, Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. 11. Kajian dan monitoring faktor risiko sumber penular dan efektivitas intervensi malaria di Kabupaten Purbalingga, Jateng; Terdapat 2 jenis plasmodium yang menginfeksi masyarakat di wilayah Kabupaten Purbalingga yaitu Plasmodium vivax dan Plasmodium falciparum. Dan ditemukan nyamuk Anopheles balabacensis di Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga. Hasil Uji PCR pada nyamuk Anopheles balabacensis dari Desa Sidareja, Kecamatan Kaligondang, Kabupaten Purbalingga, menunjukan hasil negatip parasit Plasmodium sp 12. Pengamatan faktor risiko dan sumber penular leptospirosis di Kabupaten Kulon Progo, DIY; Kegiatan ini dilaksanakan oleh BBTKLPP Yogyakarta dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo, dan Puskesmas Nanggulan. Subjek dalam kegiatan ini adalah penderita atau yang perneh menderita leptospirosis dan masyarakat yang tinggal disekitar penderita/yang pernah menderita yaitu sebanyak 50 orang. Rancangan kegiatan ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional study, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran atau deskriptif karakteristik tentang faktor risiko lingkungan yang berpotensi sebagai penular leptospirosis, rodent (tikus) yang menjadi penular leptospirosis, perilaku masyarakat yang mendukung terjadinya penularan leptospirosis di Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulon Progo. Dilakukan pengambilan spesimen di Desa Wijimulyo dan Desa Jatisarono, dengan melakukan memasang perangkap sebanyak 100 perangkap di masing-masing desa, observasi tentang kondisi perumahan yang berkaitan dengan keberadaan tikus dan pengamatan tempat-tempat yang terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, penilaian faktor risiko perilaku responden, pengambilan sampel urine tikus, dan identifikasi dan pemusnahan tikus serta pemeriksaan urine tikus. Pemasangan perangkap diperoleh 11 rumah (44%) terdapat tikus yang tertangkap dengan jumlah tikus sebanyak 17 tikus atau success trap sebesar 17%. Hasil pemasangan perangkap diperoleh 14 rumah (56%) terdapat tikus yang tertangkap, dengan jumlah tikus sebanyak 22 tikus atau success trap sebesar 22%. Kondisi rumah dan dapur meliputi kondisi dinding, plafon dan lantai di Desa Wijimulyo dan Desa Jatisarono kecamatan Nanggulan secara statisik tidak berhubungan dengan keberadaan tikus di rumah responden. Hasil pemeriksaan urine tikus di laboratorium mikrobiologi BBTKLPP Yogyakarta tidak terdapat tikus yang urinenya mengandung bakteri leptospira sp. Hal ini menggambarkan bahwa kondisi di Desa Wijimulyo dan Desa Jatisarono tidak berpotensi untuk terjadinya penularan penyakit leptospirosis. Perilaku responden yang mempunyai kebiasaan membuang sampah dan limbah rumah tangganya di sekitar rumah mendukung keberadaan tikus.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
13. Pengamatan faktor risiko dan sumber penular leptospirosis di Kabupaten Demak, Jateng; Kegiatan ini dilaksanakan oleh BBTKLPP Yogyakarta dengan melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, dan Puskesmas Demak Kota. Subjek dalam kegiatan ini adalah penderita atau yang perneh menderita leptospirosis dan masyarakat yang tinggal disekitar penderita/yang pernah menderita yaitu sebanyak 50 orang. Rancangan kegiatan ini adalah deskriptif dengan pendekatan cross sectional study, yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan untuk memperoleh gambaran atau deskriptif karakteristik tentang faktor risiko lingkungan yang berpotensi sebagai penular leptospirosis, rodent (tikus) yang menjadi penular leptospirosis, perilaku masyarakat yang mendukung terjadinya penularan leptospirosis di Kecamatan Demak Kota Kabupaten Demak. Dilakukan pengambilan spesimen di Desa Kali Cilik dan Desa Betokan, dengan melakukan memasang perangkap sebanyak 150 perangkap di masing-masing desa, observasi tentang kondisi perumahan yang berkaitan dengan keberadaan tikus dan pengamatan tempattempat yang terdapat tanda-tanda keberadaan tikus, penilaian faktor risiko perilaku responden, pengambilan sampel urine tikus, dan identifikasi dan pemusnahan tikus serta pemeriksaan urine tikus. Pemasangan perangkap diperoleh 21 rumah (60%) terdapat tikus yang tertangkap dengan jumlah tikus sebanyak 58 tikus atau success trap sebesar 38,67%. Hasil pemasangan perangkap diperoleh 25 rumah (71,43%) terdapat tikus yang tertangkap, dengan jumlah tikus sebanyak 86 tikus atau success trap sebesar 57,33%. Kondisi dinding dapur, plafon dapur dan lantai dapur responden di Desa Kali Cilik dan Desa Betokan Kecamatan Demak Kota sangat mendukung keberadaan tikus di rumah responden. Kondisi lingkungan disekitar rumah responden yang berbatasan langsung dengan rawa-rawa sangat mendukung keberadaan tikus dan jenis tikus yang ada di sekitar rumah responden. Perilaku responden yang mempunyai kebiasaan membuang sampah dan limbah rumah tangganya di rawa-rawa yang ada di sekitar rumahnya sangat mendukung keberadaan tikus. Kondisi tikus yang tertangkap dari rumah responden, terdapat tikus yang mengandung bakteri leptospira pada urinenya, hal ini menunjukkan bahwa tikus yang ada di sekitar rumah responden berpotensi sebagai penular leptospirosis. 14. Pengamatan faktor risiko dan sumber penular pes di Kabupaten Boyolali, Jateng; Kegiatan ini bersifat deskriptif karena tidak melakukan perlakuan/intervensi tetapi hanya melakukan pemasangan perangkap tikus, pemeriksaan sampel darah pada human yang berisiko/mengalami gejala-gejala diduga pes, pemeriksaan pinjal, dan pemeriksaan secara laboratorium (serologi dan bakteriologi) untuk tikus yang mati setelah dilakukan inokulasi. Kajian BBTKLPP Yogyakarta ini dilakukan di Ds Dusunringgit, Desa Kembang Kuning, Kecamatan Cepogo dan Ds. Pojok, Desa Samiran, Kecamatan Selo selama 5 (lima) hari berturut-turut di setiap lokasi setiap bulannya selama 5 (lima) bulan selama tahun 2015. Pemasangan Metal live trap/perangkap tikus sebanyak 1.000 buah di setiap jadual pemasangan yang ditempatkan di dalam dan luar rumah. Jumlah tikus yang tertangkap di Kecamatan Cepogo sebanyak 201 ekor, dengan jumlah flea 316 ekor, IPU 1,82, IPK Xenopsylla cheopis 1,24 dan Success trapp 4,02%; sedangkan Jumlah tikus yang tertangkap di Kecamatan Selo sebanyak 164 ekor dengan jumlah flea 316 ekor, IPU 1,76, IPK Rattus tenezumi/Xenopsylla cheopis 0,98 dan Success trapp 3,28%. Sehingga dari data kedua Kecamatan tersebut untuk Kabupaten Boyolali Jumlah tikus yang tertangkap sebanyak 365 ekor dengan jumlah flea 632 ekor, rata-rata IPU 1,79, IPK Xenopsylla cheopis 1,11 dan Success trapp 3,65%. Hail pemeriksaan serologi di BLK
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Yogyakarta 100% negatif/tidak terinfeksi Yersinia pestis, tidak ditemukan masyarakat dengan gejala menderita pes seperti panas meringkil (panas dengan bubo sebesar buah duku pada daerah lipat paha atau ketiak), atau panas dengan batuk darah secara tiba-tiba tanpa gejala sebelumnya.
15. Pengamatan faktor risiko dan sumber penular pes di Kabupaten Sleman, DIY; Jumlah tikus yang tertangkap di Kecamatan Cangkringan sebanyak 320 ekor, dengan jumlah flea 810 ekor, IPU 2,53, IPK Xenopsylla cheopis 2,74 dan Success trapp 6,4%. Hail pemeriksaan serologi di BLK Yogyakarta 100% negatif/tidak terinfeksi Yersinia pestis, tidak ditemukan masyarakat dengan gejala menderita pes seperti panas meringkil (panas dengan bubo sebesar buah duku pada daerah lipat paha atau ketiak), atau panas dengan batuk darah secara tiba-tiba tanpa gejala sebelumnya. 16. Survei penilaian microfilaria di Kabupaten Blora, Jateng; Data Dinas Kesehatan Kabupaten Blora tahun 2013, penderita filariasis sebanyak 1 orang, tahun 2014 tidak ada penderita filarisis, sedangkan tahun 2015 penderita filariasis sebanyak 1 orang kasus baru. Setiap kabupaten/kota yang mempunyai kasus kronis filariasis berkewajiban untuk melakukan Survei Darah Jari. Tujuan kegiata adalah menentukan status endemisitas kabupaten/kota melalui survei pemetaan atau baseline survey, menentukan apakah masih terjadi transmisi LF di masyarakat, untuk mengetahui hubungan perilaku, pengetahuan dan lingkungan terhadap terjadinya penularan filariasis. Kebiasaan responden yang tidur menggunakan kelambu sebanyak 73.3%, tidur malam menggunakan obat nyamuk 68.3%, memakai pakaian lengan panjang dan celana panjang sebanyak 29.7% dan kebiasaan keluar rumah pada malam hari sebanyak 30.7%. Hal tersebut menunjukkan perilaku responden di Desa Medalem Kecamatan Kradenan sudah cukup bagus. Faktor risiko perilaku (p=0.463), pengetahuan (p=1.000) dan lingkungan (p=0.367) tidak ada hubungan yang bermakna dengan kejadian filariasis (p < 0,005). Dari 300 responden yang diperiksa survei darah jari tidak terdapat positif mikrofilaria. Faktor perilaku, pengetahuan dan lingkungan tidak ada hubungan yang bermakna (p<0,005) dengan kejadian filariasis. 17. Survei penilaian microfilaria di Kabupaten Kendal, Jateng; Data Dinas Kesehatan Kabupaten Kendal tahun 2013, penderita filariasis sebanyak 1 orang, tahun 2014 tidak ada penderita filarisis, sedangkan tahun 2015 penderita filariasis sebanyak 1 orang kasus baru. Setiap kabupaten/kota yang mempunyai kasus kronis filariasis berkewajiban untuk melakukan Survei Darah Jari. Tujuan kegiatan adalah menentukan status endemisitas kabupaten/kota melalui survei pemetaan atau baseline survey, menentukan apakah masih terjadi transmisi LF di masyarakat, untuk mengetahui hubungan perilaku, pengetahuan dan lingkungan terhadap terjadinya penularan filariasis. Faktor risiko perilaku (p=0.463), pengetahuan (p=1.000) dan lingkungan (p=0.367) tidak ada hubungan yang bermakna dengan kejadian filariasis (p < 0,005). Responden mempunyai kebiasaan atau perilaku yang cukup bagus, pengetahuan cukup bagus dan lingkungan yang cukup bagus. Hasil laboratorium Survei Darah Jari (SDJ) dari 300 responden yang diperiksa tidak ditemukan positif mikrofilaria. 18. Kajian faktor risiko kejadian TB Kabupaten Demak, Jateng;
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Tujuan kegiatan adalah Untuk mengetahui gambaran kasus, penularan tuberkulosis dan hubungan antara pengetahuan, perilaku dan lingkungan terhadap kejadian tuberkulosis di Pondok Pesantren Bustanu Usysyuqil Qur’an (BUQ) Kabupaten Demak. Jenis kajian ini adalah deskriptif dan analitik dengan pendekatan cross sectional study. Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa tingkat pengetahuan santri, perilaku santri dan kondisi lingkungan pondok pesantren. Hasil analisis diperoleh tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat pengetahuan dengan kejadian tuberkulosis (p=0.926). Hal tersebut dapat dimengerti, dengan kemajuan teknologi melalui internet, maka informasi tentang penyakit TBC sangat mudah didapatkan. Disamping itu informasi juga bisa didapatkan langsung di Puskesmas maupun melalui selebaran/leafleat. Hasil analisis diperoleh tidak ada hubungan yang bermakna antara tingkat perilaku dengan kejadian tuberkulosis (p=0.720). Hal tersebut karena santri menjaga kebersihan pribadi dan lingkungan. Santri mengerti bahaya merokok, kebiasaan menutup mulut apabila sedang batuk, tidak membuang dahak sembarangan dan menggunakan alat makan milik sendiri dan tidak bergantian dengan temannya. Kesimpulan yang dapat ditarik dari kajian ini adalah tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor pengetahuan dan faktor perilaku terhadap kejadian tuberkulosis. Kondisi sanitasi lingkungan ruang pondok pesantren (kepadatan huni, luas ruang, ventilasi, suhu, dan kelembaban) terutama pencahayaan pada ruang kamar tidur dan ruang aula dikategorikan tidak memenuhi syarat, sehingga risiko penularan dari sisi sanitasi ruang dikategorikan tinggi. 19. Kajian faktor risiko kejadian TB Kabupaten Grobogan, Jateng; Tujuan kegiatan adalah untuk mengetahui gambaran kasus, penularan tuberkulosis dan hubungan antara pengetahuan, perilaku dan lingkungan terhadap kejadian tuberkulosis di Pondok Pesantren Al Hidayah Kabupaten Grobogan. Jenis kajian ini adalah diskriptif dan analitik dengan rancangan cross sectional study. Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa tingkat pengetahuan, perilaku dan kondisi lingkungan pada pondok pesantren. Faktor Pengetahuan (p=0.344) dan faktor perilaku (p=0.607) tidak ada hubungan yang bermakna dengan kejadian tuberkulosis. Faktor lingkungan Ponpes belum memenuhi syarat, misalnya: kepadatan hunian luas kamar 4 x 5 m2 dihuni oleh lebih dari 10 orang, seharusnya 8 m2 dihuni oleh 2 orang, kondisi lantai sudah keramik, dinding menggunakan bata plester, tidak ada plafon, ventilasi insidentik (buka/tutup) tidak ada, tidak ada tempat sampah, baju diletakkan tidak pada tempatnya. Kondisi sanitasi lingkungan ruang pondok pesantren (kepadatan huni, luas ruang, ventilasi, suhu, dan kelembaban) terutama kelembaban dan pencahayaan pada ruang kamar tidur dan ruang aula dikategorikan tidak memenuhi syarat, sehingga risiko penularan dari sisi sanitasi ruang dikategorikan tinggi. 20. Kajian faktor risiko kejadian TB Kabupaten Bantul, DIY; Kajian ini dilakukan dengan tujuan mengetahui gambaran besaran masalah kasus TB di pondok pesantren, mengetahui gambaran kondisi lingkungan pondok pesantren yang berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit TB, dan mengetahui gambaran perilaku penghuni pondok pesantren yang berpotensi meningkatkan risiko penularan penyakit TB, menilai hubungan karakteristik responden dengan tingkat pengetahuan dan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
perilakunya terkait penyakit TB serta mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan perilaku responden terkait penyakit TB. Jenis kajian adalah observasional analitik dengan desain potong lintang. Kegiatan penemuan kasus baru TB pada penghuni pondok, pengukuran kualitas lingkungan yang berpotensi sebagai faktor risiko penularan TB, yaitu:, kelembaban, suhu, ventilasi, dan kepadatan penghuni, serta sanitasi dasar lingkungan pondok, yaitu: sarana air bersih, sarana pembuangan air limbah, dan sarana pembuangan sampah ini dilakukan di Ponpes Daarul Qur’an Samparan, Pandak, Kabupaten Bantul. Sebagai subjek kajian adalah para santri ponpes dan pengasuh sebanyak 20 orang sebagai sampel/responden. Keberadaan kuman TB di sputum responden tersangka dan udara ruang adalah negatif, mungkin karena disebabkan tingkat pengetahuan dan perilaku penghuni ponpes yang sudah baik. Namun demikian masih ada beberapa faktor risiko yang masih kurang dan perlu diperbaiki, yaitu keberadaan jendela dan ventilasi, kepadatan hunian. dan sanitasi lingkungan ruang ponpes mempunyai potensi tinggi terhadap terjadinya penularan penyakit TB 21. Kajian Tifoid pada kelompok berisiko di Kabupaten Kebumen, Jateng; Jenis kajian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di wilker Puskesmas Kebumen Kabupaten Kebumen. Data yang dikumpulkan adalah keberadaan kuman tifoid pada spesimen jajanan, air tanah, dan usap tangan penjaja jajanan, tingkat pengetahuan penjaja jajanan dan hygiene perorangan responden, kondisi sanitasi sekolah. Jumlah responden sebanyak 19 orang dengan kriteria pedagang jajanan di lingkungan sekolah dasar, baik itu di dalam maupun di luar lin gkungan sekolah dasar. Hasil kajian menunjukkan spesimen makanan-minuman/jajanan, air tanah lingkungan sekolah, dan usap tangan penjamah makanan dikategorikan negatif kuman tifoid. Kondisi sanitasi lingkungan sekolah terkait penularan tifoid dikategorikan cukup hingga baik. Tingkat pengetahuan dan hygiene perorangan responden dikategorikan kurang. Sehingga tingkat risiko terjadinya penularan tifoid di sekolah dasar saran dikategorikan tinggi. 22. Kajian Tifoid pada kelompok berisiko di Kabupaten Sleman, DIY; Kegiatan penemuan kasus baru tifoid pada penjamah makanan, pemeriksaan spesimen perorangan, makanan dan lingkungan yang berpotensi sebagai faktor risiko penularan tifoid, yaitu: cemaran air, usap tangan penjamah makanan dan spesimen makanan dan minuman jajanan di sekolah dasar (SD) di SDN Sleman I, Sleman 3, Sleman 5 dan SD MIN Tempel di Kecamatan Sleman dan Ngaglik I, Kabupaten Sleman, D.I Yogyakarta. Sebagai subjek kajian adalah para penjamah makanan jajanan sebanyak 13 orang sebagai sampel. Keberadaan kuman Salmonella typhii/thyposa pada, usap tangan penjamah makanan jajanan, spesimen makanan dan minuman jajanan adalah 100% negatif, sedangkan pada 4 sampel air, 1 diantaranya (25%) positif yaitu yang berasal dari SDN Sleman 5. Namun PHBS siswa yang masih kurang juga mempunyai potensi tinggi terhadap terjadinya dan penularannya penyakit tifoid. 23. Kajian Tifoid pada kelompok berisiko di Kota Yogyakarta, DIY; Kegiatan penemuan kasus baru tifoid pada penjamah makanan, pemeriksaan spesimen perorangan, makanan dan lingkungan yang berpotensi sebagai faktor risiko penularan tifoid, yaitu: cemaran air, usap tangan penjamah makanan dan spesimen makanan dan minuman jajanan di sekolah dasar (SD) di SDN Taman Muda Taman Siswa, SDN
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Pujokusuman I dan SD Kanisius Kintelan I di Kecamatan Mergangsan, Yogyakarta. Sebagai subjek kajian adalah para penjamah makanan jajanan sebanyak 11 orang sebagai sampel. Keberadaan kuman Salmonella typhii/thyposa pada air, usap tangan penjamah makanan jajanan, spesimen makanan dan minuman jajanan adalah 100% negatif. Namun PHBS siswa yang masih kurang mempunyai potensi tinggi terhadap terjadinya dan penularannya penyakit tifoid. 24. Kajian Tifoid pada kelompok berisiko di Kabupaten Kendal, Jateng; Pengetahuan pada penjamah makanan sudah cukup bagus, mengetahui tentang penyakit tifoid (70.6%), mengetahui penyebab penyakit tifoid (76.5%), mengetahui gejala penyakit tifoid (70.6%), dan mengetahui cara pencegahannya (64.7%). Hasil pemeriksaan laboratorium mikrobiologi klinis terhadap Salmonella thypi diperoleh hasil yang negative. Hasil laboratorium mikrobiologi klinis adalah negatif, tidak ditemukan Salmonella Thypi. Hasil laboratorium biologi lingkungan pada usap tangan dan air PDAM adalah negatif dan di SDN Kaligading ditemukan 1 yang positif pada air tanah di warung. 25. Monitoring Resiko PTM Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Tunas Galar di Kota Semarang, Jateng; Kegiatan peningkatan kapasitas kader posbindu PTM Tunas Galar, Kelurahan Tlogosari Kulon, Kecamatan Pedurungan, Kota Semarang berupa Refreshing Posbindu yang dilaksanakan di Puskesmas Tlogosari Kulon tanggal 10–11 Juni 2015, Pelatihan Senam yang dilaksanakan tanggal 7-8 September 2015 di Kelurahan Tlogosari Kulon, dan Sarasehan PTM (Dialog dengan Dokter Spesialis) tanggal 16-17 Nopember 2015 di Puskesmas Tlogosari Kulon. Pemeriksaan Posbindu PTM Tunas Galar tahun 2015 di Kelurahan Tlogosari Kulon Kecamatan Pedurungan dihadiri oleh 35 orang. Sebagian besar peserta Posbindu PTM Tunas Galar adalah wanita (60%), dengan usia antara 46-60 tahun. Faktor risiko utama anggota Posbindu Tunas Galar adalah merokok (43%), obesitas (45.7%), hiperglikemi (28.6%) dan hiperkolesterol (31.4%). Berdasarkan penggolongan peserta Posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk ke kelompok risiko kelompok kuning. 26. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM di Kabupaten Banyumas, Jateng; Kegiatan peningkatan kapasitas kader posbindu PTM Reksomardisiwi, Desa Karanglo, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas berupa Pelatihan Senam yang dilaksanakan tanggal 3-4 Juni 2015 di Balai Desa Desa Karanglo, Pelatihan Pengaturan Menu Gizi Seimbang Bagi Kader Posbindu PTM tanggal 19 Oktober 2015 di Puskesmas Cilongok I dan Sarasehan PTM (Dialog dengan Dokter Spesialis) tanggal 27 Nopember 2015 di Aula Puskesmas Cilongok I. Di Tahun 2015 jumlah anggota Posbindu PTM Reksomardisiwi meningkat (257 orang) dibanding Tahun 2014 (123 orang), akan tetapi jumlah kunjungan tiap bulan mempunyai kecenderungan menurun. Pada Bulan Nopember 2015 proporsi anggota posbindu PTM yang tidak pernah melakukan aktifitas fisik (olah raga) sebesar 5,7%. Perilaku tidak pernah aktifitas fisik yang pada Tahun 2014 menjadi salah satu faktor risiko PTM utama, pada Bulan Nopember 2015 tidak menjadi masalah utama. Selain itu tidak ditemukan pengunjung Posbindu PTM Reksomardisiwi yang mengkonsumsi minuman beralkohol. Pada Bulan Nopember 2015 sebanyak 71,2% pengunjung posbindu PTM masuk kategori obesitas, 46,2% hipertensi, 28,8% hiperkolesterol, dan 5,8%
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
hiperglikemi. Proporsi obesitas, hipertensi, hiperkolesterol, dan hiperglikemi tersebut masih melebihi cut off point, sehingga masih menjadi faktor risiko utama. Setelah dilakukan pelatihan tersebut dilakukan monev dengan hasil bahwa kegiatan senam telah dilaksanakan rutin 1 kali dalam seminggu di Posbindu PTM Reksomardisiwi. Tema senam yang biasa dilakukan adalah Senam Diabetus Militus dengan dipimpin oleh Kader Posbindu PTM. Penyuluhan gizi dilakukan rutin pada saat kegiatan posbindu PTM. Materi penyuluhan telah diterapkan dalam pola makan anggota posbindu PTM. 27. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM di kecamatan Purwodiningratan, Kota Surakarta, Jateng; Kegiatan Surveilans Epidemiologi PPTM Posbindu Purwodiningratan Kota Surakarta dilakukan melalui 2 kegiatan yaitu Senam Tematik pada tanggal 21 Oktober 2015 dan Pelatihan Pengolahan Bahan Makanan pada tanggal 29 Oktober 2015. Selain hal tersebut, juga dilakukan pengumpulan data sekunder hasil pemeriksaan PTM terakhir tahun 2015 untuk dikomparasikan dengan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. Kegiatan senam tematik dan pengolahan bahan makanan diikuti perwakilan dan pengurus Posbindu Purwodiningratan dan ditindaklanjuti dalam bentuk sosialisasi hasil pelatihan kepada anggota posbindu lainnya. Analisis data sekunder pemeriksaan posbindu didapatkan faktor risiko utama adalah obesitas, obesitas sentral, hiperkolesterol, hiperglikemia dan hipertensi. Berdasarkan penggolongan peserta posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk kelompok risiko merah. 28. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Sangkrah, Kota Surakarta, Jateng; Kegiatan Surveilans Epidemiologi PPTM Posbindu Sangkrah Kota Surakarta dilakukan melalui 2 kegiatan yaitu Senam Tematik pada tanggal 21 Oktober 2015 dan Pelatihan Pengolahan Bahan Makanan pada tanggal 29 Oktober 2015. Selain hal tersebut, juga dilakukan pengumpulan data sekunder hasil pemeriksaan PTM terakhir tahun 2015 untuk dikomparasikan dengan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. Kegiatan senam tematik dan pengolahan bahan makanan diikuti perwakilan dan pengurus Posbindu Sangkrah dan ditindaklanjuti dalam bentuk sosialisasi hasil pelatihan kepada anggota posbindu lainnya. Analisis data sekunder pemeriksaan posbindu didapatkan faktor risiko utama adalah obesitas, kurang aktifitas olah raga, hiperkolesterol, dan hipertensi. Berdasarkan penggolongan peserta posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk kelompok risiko merah. 29. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Kratonan, Kota Surakarta, Jateng; Kegiatan Surveilans Epidemiologi PPTM Posbindu Danukusuman Kota Surakarta dilakukan melalui 2 kegiatan yaitu Senam Tematik pada tanggal 21 Oktober 2015 dan Pelatihan Pengolahan Bahan Makanan pada tanggal 29 Oktober 2015. Selain hal tersebut, juga dilakukan pengumpulan data sekunder hasil pemeriksaan PTM terakhir tahun 2015 untuk dikomparasikan dengan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. Kegiatan senam tematik dan pengolahan bahan makanan diikuti perwakilan dan pengurus Posbindu Danukusuman dan ditindaklanjuti dalam bentuk sosialisasi hasil pelatihan kepada anggota posbindu lainnya. Analisis data sekunder pemeriksaan posbindu didapatkan faktor risiko utama
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
adalah obesitas, hiperkolesterol, hiperglikemia dan hipertensi. Berdasarkan penggolongan peserta posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk kelompok risiko merah.
30. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo, DIY; Kegiatan Posbindu PTM Ceria telah dilaksanakan secara rutin setiap bulan di Desa Bumirejo, terdiri atas pemeriksaan faktor risiko PTM dan konsultasi hasil pemeriksaan. Sedangkan untuk meningkatkan kapasitas kader Posbindu, telah dilaksanakan Pelatihan Senam PTM bagi Kader Posbindu dan pelatihan peer educator & gizi bagi kader posbindu PTM di Dinas Kesehatan Kabupaten Kulon Progo tanggal 22 Mei 2015. Untuk Promosi PPTM dilakukan sarasehan PPTM bagi peserta Posbindu tanggal 3 Desember 2015 di Balai Desa Bumirejo. Tiga kegiatan ini terlaksana dengan dukungan dari BBTKLPP Yogyakarta. Kegiatan senam tematik dan pengolahan bahan makanan diikuti perwakilan dan pengurus Posbindu Danukusuman dan ditindaklanjuti dalam bentuk sosialisasi hasil pelatihan kepada anggota posbindu lainnya. Analisis data sekunder pemeriksaan posbindu didapatkan faktor risiko utama adalah obesitas, hiperkolesterol, hiperglikemia dan hipertensi. Berdasarkan penggolongan peserta posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk kelompok risiko merah. 31. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Wates, Kabupaten Kulon Progo, DIY; Pelatihan Posbindu PTM yang dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2015 di Aula Dinas Kesehatan Kab. Kulon Progo, dihadiri oleh dokter puskesmas, pemegang program PTM, perawat/analis kesehatan, Ketua PKK Desa, bidan desa, Kaur Kesra, dan calon kader posbindu. pemeriksaan FR PTM di Desa Wonosidi Lor Kecamatan Wates dilaksanakan tanggal 11 Juni 2015. Hasil pemeriksaan dipresentasikan pada acara Desinfo pada tanggal 14 Desember 2015 di BBTKLPP Yogyakarta. Populasi berisiko yang menjadi sasaran kegiatan adalah masyarakat berusia >15 tahun. Data yang dikumpulkan adalah data karakteristik responden, data faktor risiko PTM yang terdiri dari FR perilaku, FR fisik dan biokemis. Selanjutnya data diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan informasi mengenai cakupan posbindu, karakteristik peserta posbindu, proporsi faktor risiko dan faktor risiko utama. Selanjutnya responden akan dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan FR PTM. Peserta Posbindu PTM Wonosidi Lor sejumlah 37 orang dengan cakupan adalah 4,87%, 100% peserta berjenis kelamin wanita dengan usia terbanyak adalah 56-65 tahun, Faktor risiko utama adalah tidak pernah aktivitas fisik, obesitas, obesitas sentral, hipertensi dan hiperkolesterol. Berdasarkan penggolongan peserta posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk ke kelompok risiko merah yaitu 81% 32. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Girimulyo, Kabupaten Kulon Progo, DIY; Pelatihan Posbindu PTM yang dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2015 di Aula Dinas Kesehatan Kab. Kulon Progo, dihadiri oleh dokter puskesmas, pemegang program PTM, perawat/analis kesehatan, Ketua PKK Desa, bidan desa, Kaur Kesra, dan calon kader posbindu. pemeriksaan FR PTM di Desa Wonosidi Lor Kecamatan Wates dilaksanakan
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
tanggal 11 Juni 2015. Hasil pemeriksaan dipresentasikan pada acara Desinfo pada tanggal 14 Desember 2015 di BBTKLPP Yogyakarta. Populasi berisiko yang menjadi sasaran kegiatan adalah masyarakat berusia >15 tahun. Data yang dikumpulkan adalah data karakteristik responden, data faktor risiko PTM yang terdiri dari FR perilaku, FR fisik dan biokemis. Selanjutnya data diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan informasi mengenai cakupan posbindu, karakteristik peserta posbindu, proporsi faktor risiko dan faktor risiko utama. Selanjutnya responden akan dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan FR PTM. Peserta Posbindu PTM Wonosidi Lor sejumlah 37 orang dengan cakupan adalah 4,87%, 100% peserta berjenis kelamin wanita dengan usia terbanyak adalah 56-65 tahun, Faktor risiko utama adalah tidak pernah aktivitas fisik, obesitas, obesitas sentral, hipertensi dan hiperkolesterol. Berdasarkan penggolongan peserta posbindu ke dalam kelompok risiko, sebagian besar masuk ke kelompok risiko merah yaitu 81%. 33. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Ngawen, Kabupaten Gunung Kidul, DIY; Kegiatan Posbindu PTM telah dilaksanakan secara rutin setiap bulan di Desa Beji, terdiri atas pemeriksaan faktor risiko PTM dan konsultasi hasil pemeriksaan. Sebagai upaya promosi kesehatan, pada tanggal 21 Mei 2015 dilaksanakan Penyuluhan Pola Makan Sehat dan Demo Masak. Sedangkan untuk meningkatkan kapasitas kader Posbindu, pada tanggal 1 September 2015 dilakukan Pelatihan Senam PTM bagi Kader Posbindu. Kedua kegiatan ini terlaksana dengan dukungan dari BBTKLPP Yogyakarta. Berdasarkan supervisi, diketahui kader Posbindu sudah mampu melakukan pemeriksaan FR PTM dengan baik. Entri data online sudah dilakukan, tapi baru sampai data bulan Mei 2015, dan belum ada sistem pemantauan dan evaluasi kegiatan Posbindu di tingkat Puskesmas. Berdasarkan pemeriksaan FR PTM, faktor risiko PTM utama di Posbindu Desa Beji adalah hiperkolesterol (452%) dan hiperglikemia (8%). Sedangkan faktor risiko perilaku yang mengalami penongkatan adalah merokok. Sekitar 66% peserta Posbindu masuk ke kategori kelompok risiko merah yang telah mengalami kondisi antara berisiko penyakit tidak menular, 34% kelompok kuning, dan tidak ada yang masuk ke kategori hijau 34. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Girisubo, Kabupaten Gunung Kidul, DIY; Pelatihan Penguatan Posbindu PTM dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2015 di Aula Dinas Kesehatan Kab. Gunungkidul, dihadiri oleh dokter umum dan pemegang program Posbindu PTM dari Puskesmas Ponjong 1, Girisubo, Rongkop, Semin 1, Tepus 1, Tepus 2, dan Panggang. pemeriksaan FR PTM di Desa Nglindur Kecamatan Girisubo dilaksanakan pada tanggal 15 Juni 2015. Hasil pemeriksaan dipresentasikan pada acara Desinfo pada tanggal 14 Desember 2015 di BBTKLPP Yogyakarta. Populasi berisiko yang menjadi sasaran kegiatan adalah masyarakat berusia >15 tahun. Data yang dikumpulkan adalah data karakteristik responden, data faktor risiko PTM yang terdiri dari FR perilaku, FR fisik dan biokemis. Selanjutnya data diolah dan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan informasi mengenai cakupan posbindu, karakteristik peserta posbindu, proporsi faktor risiko dan faktor risiko utama. Selanjutnya responden akan dikelompokkan menjadi tiga kelompok berdasarkan FR PTM. Pemeriksaan FR PTM di Posbindu Desa Nglindur dihadiri oleh 29 peserta dengan faktor risiko utama PTM hipertensi (46%), hiperkolesterol (48%), obesitas (40%) dan hiperglikemia (14%). Sedangkan faktor risiko perilaku yang menonjol
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
konsumsi makanan berkadar gula tinggi (72%), konsumsi makanan berkadar lemak tinggi (69%), konsumsi makanan berkadar garam tinggi (69%), dan kurang konsumsi buah dan sayur (58,5%). Jumlah anggota posbindu Desa Nglindur berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 90%, kelompok kuning 30%, dan kelompok hijau 0%.
35. Monitoring Resiko PTM, Pemeriksaan anggota Posbindu PTM Kecamatan Ponjong, Kabupaten Gunung Kidul, DIY; Pemeriksaan FR PTM di Posbindu Desa Sumbergiri dihadiri oleh 41 peserta dengan faktor risiko utama PTM hiperkolesterol (54%), hipertensi (46%), obesitas sentral (30%), obesitas (22%) dan hiperglikemia (7%). Sedangkan faktor risiko perilaku yang menonjol konsumsi makanan berkadar lemak tinggi (71%), kurang konsumsi buah dan sayur (58,5%), konsumsi makanan berkadar gula tinggi (58,5%), dan konsumsi makanan berkadar garam tinggi (54%). Jumlah anggota posbindu Desa Sumbergiri berdasarkan kelompok FR PTM untuk kelompok merah 80%, kelompok kuning 20%, dan kelompok hijau 0%. 36. Monitoring faktor risiko PTM melalui kegiatan Posbindu PTM di BBTKLPP Yogyakarta Untuk mengidentifikasi faktor risiko PTM dilakukan dengan kegiatan Posbindu PTM secara ruitn dua bulan sekali. Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta pertama dilaksanakan dia awal Tahun 2015, selanjutnya pada Bulan Maret, Juni, Agustus, September, dan Nopember 2015. Total ada 6 kali pelaksanaan Posbindu PTM selama tahun 2015. Sistim pelaksanaan Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta menggunakan sistim 5 meja. Setiap pertengahan (Agustus 2015) dan akhir tahun (November 2015) dilakukan evaluasi FR PTM pada seluruh anggota Posbindu PTM. data faktor risiko PTM karyawan BBTKLPP Yogyakarta diolah dan dianalisa secara deskriptif dan dientry dalam portal PPTM. Kegiatan pengendalian PTM diantaranya adalah sarasehan PTM bagi seluruh anggota Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta. Dalam sarasehan tersebut hadir Direktur PPTM dan Dokter spesialis pada tanggal 4 Desember 2015 sebagai narasumber. Cakupan Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta pada Bulan Januari 2015 adalah 90,30% (131 peserta) dan pada akhir Tahun 2015 meningkat menjadi 96,55% (140 orang). Faktor risiko PTM utama di posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta pada Bulan Januari 2015 adalah konsumsi buah dan sayur < 5 porsi/hari, mengkonsumsi makanan manis > 1 kali sehari, tidak pernah melakukan aktifitas fisik, obesitas, obesitas sentral, hiperkolesterol dan hiperglikemi. Pada Bulan Nopember 2015 terjadi penurunan proporsi dibawah cut off point untuk perilaku konsumsi buah dan sayur < 5 porsi/hari dan hiperglikemi hingga bukan lagi faktor risiko utama di Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta, sedangkan perilaku yang lain masih menjadi faktor risiko utama ditambah munculnya faktor risiko utama baru yaitu perilaku makan makanan berlemak > 1x/hari. Proporsi anggota Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta berdasarkan faktor risiko PTM pada Bulan Nopember 2015 yaitu kelompok hijau 0%, kelompok kuning 65,79%, dan kelompok merah 34,21%. Peningkatan jumlah cakupan anggota Posbindu tidak diikuti dengan meningkatnya jumlah kunjungan. Demikian halnya dengan kecenderungan anggota Posbindu dengan FR PTM jumlahnya tidak menunjukkan pola tertentu misalkan cenderung meningkat atau turun. Hal ini menunjukkan kegiatan pengendalian FR PTM oleh individu masih belum bersifat permanen. Diperlukan upaya untuk menumbuhkan komitmen dari individu anggota
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Posbindu PTM BBTKLPP Yogyakarta untuk secara disiplin melakukan upaya pengendalian FR PTM dan rutin melakukan pemantauan FR PTM.
37. Kajian Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes sp di Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY; Kajian ini bertujuan mengetahui gambaran faktor resiko lingkungan terhadap kepadatan larva Aedes sp di Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Tahun 2015 dengan mengidentifikasi tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp, mengetahui indek-indek entomologi vektor DBD (HI,CI,BI), mengidentifikasi kondisi fisik rumah responden, mengetahui keberadaan larva Aedes sp, dan mengetahui tingkat risiko penularan penyakit DBD berdasarkan pemetaan rumah yang positif larva Aedes sp di Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Provinsi DIY. Kajian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April, Mei dan Agustus, tahun 2015. Total sampel sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dengan survei entomologi vektor DBD menggunakan instrumen kuisioner dan dengan melakukan wawancara serta pengamatan langsung. Data diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Kondisi fisik rumah responden 5% lantai rumah tanah, 91% dinding kedap air, 76% tidak menggunakan kasa nyamuk, 92% ada baju tergantung, 62% terdapat pohon, 51% jarak antar rumah dekat, 40% drainase terbuka, 4% talang air ada genangan dan 92% pencahayaan ruangan sesuai untuk pertumbuhan nyamuk. Jenis kontainer positif larva Bak mandi, bak penampung air hujan, ban bekas, genangan air, parit/selokan, lubang bamboo, tower, wadah plastik, tempat sampah, tatakan pot/ vas bunga, kolam ikan. Container index (CI) bulan April 3,59 %; Mei 0,95 %; Agustus 0,24%. House index (HI) bulan April 19% ; Mei 6% ; Agustus 2%. Breteau index (BI) bulan April 23 ; Mei 7 ; Agustus 2. Kategori kepadatan larva Aedes sp termasuk dalam kategori kepadatan rendah-sedang. Diperoleh tiga tingkatan risiko berdasarkan jarak dari lokasi responden yang mempunyai kontainer positif larva Aedes sp yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah. Diperoleh tiga tingkatan risiko berdasarkan wilayah dimana responden mempunyai kontainer positif larva Aedes sp yaitu tinggi, sedang dan rendah 38. Kajian Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes sp di Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jateng; Kajian ini bertujuan mengetahui gambaran faktor resiko lingkungan terhadap kepadatan larva Aedes sp di Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah, Tahun 2015 dengan mengidentifikasi tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp, mengetahui indek-indek entomologi vektor DBD (HI,CI,BI), mengidentifikasi kondisi fisik rumah responden, mengetahui keberadaan larva Aedes sp, dan mengetahui tingkat risiko penularan penyakit DBD berdasarkan pemetaan rumah yang positif larva Aedes sp di Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah. Kajian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April, Mei, Agustus dan September, tahun 2015. Total sampel
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
sebanyak 103 responden. Pengumpulan data dengan survei entomologi vektor DBD menggunakan instrumen kuisioner dan dengan melakukan wawancara serta pengamatan langsung. Data diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Kondisi fisik rumah responden 5% lantai rumah tanah, 25% dinding tidak kedap air, 73% tidak menggunakan kasa nyamuk, 91% ada baju tergantung, 58% terdapat pohon, 52% jarak antar rumah sangat dekat, 75% drainase terbuka, 11% talang air ada genangan dan 89% pencahayaan ruangan sesuai untuk pertumbuhan nyamuk. Jenis kontainer positif larva Bak mandi, bak WC, Ember, Gentong, penampung air kulkas, tempat minum burung, drum, PAH, genangan air, tatakan dispenser, parit, toples bekas dan gelas bekas. Container index (CI) bulan April 5,89 %; Mei 2,3 %; Agustus 3,37% ; September 2,75%. House index (HI) bulan April 32% ; Mei 18% ; Agustus 26% ; September 19%. Breteau index (BI) bulan April 62 ; Mei 28 ; Agustus 30 ; September 20. Kategori kepadatan larva Aedes sp termasuk dalam kategori kepadatan sedang-tinggi. Diperoleh tiga tingkatan risiko berdasarkan jarak dari lokasi responden yang mempunyai kontainer positif larva Aedes sp yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah. Diperoleh empat tingkatan risiko berdasarkan wilayah dimana responden mempunyai kontainer positif larva Aedes sp yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah. 39. Kajian Faktor Risiko Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes sp di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jateng; Kajian ini untuk mengetahui gambaran faktor resiko lingkungan terhadap kepadatan larva Aedes sp di Desa Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah dengan mengidentifikasi tempat-tempat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp, mengetahui indek-indek entomologi vektor DBD (HI,CI,BI), mengidentifikasi kondisi fisik rumah responden, mengetahui keberadaan larva Aedes sp, dan mengetahui tingkat risiko penularan penyakit DBD berdasarkan pemetaan rumah yang positif larva Aedes sp. Kajian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross-sectional. Penelitian dilakukan pada bulan April, Mei, Agustus dan September, tahun 2015. Total sampel sebanyak 100 responden. Pengumpulan data dengan survei entomologi vektor DBD menggunakan instrumen kuisioner dan dengan melakukan wawancara serta pengamatan langsung. Data diambil dengan metode purposive sampling. Analisis data menggunakan statistik deskriptif. Kondisi fisik rumah responden 47% lantai tidak diplester, 60% dinding tidak kedap air, 93% ventilasi tidak menggunakan kasa nyamuk, 65% ada baju tergantung, 23% terdapat tanaman perdu, 25% jarak antar rumah sangat dekat, 21% drainase terbuka, 5% talang air ada genangan dan 85% pencahayaan ruangan sesuai untuk pertumbuhan nyamuk. Jenis kontainer positif larva bak mandi, bak WC, ember, gentong, penampung air kulkas, penampung dispenser dan drum. Container index (CI) bulan April 11,67%; Mei 5,08 %; Agustus 9,1% ; September 8,65%. House index (HI) bulan April 32% ; Mei 23% ; Agustus 38% ; September 29%. Breteau index (BI) bulan April 65 ; Mei 27 ; Agustus 45 ; September 45. Kategori kepadatan larva Aedes sp termasuk dalam kategori sedang-tinggi. Diperoleh tiga tingkatan risiko berdasarkan jarak dari lokasi responden yang mempunyai kontainer positif larva Aedes sp yaitu tingkat risiko tinggi, sedang dan rendah. Diperoleh empat tingkatan risiko berdasarkan wilayah dimana responden mempunyai kontainer positif larva Aedes sp yaitu sangat tinggi, tinggi, sedang dan rendah.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
40. Uji Resistensi Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Susceptibility Test di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY; Kajian ini bertujuan mempelajari status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap beberapa jenis insektisida, yaitu sipermetrin 0,05%, propoxur 0,1%, lamda sihalotrin 0,5%, malathion 0,8% dan bendiocarb 0,1% di Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY tahun 2015. Pengumpulan data sekunder (data kasus DBD, data fogingg dan data pembagian abate) dilakukan untuk menentukan lokasi kegiatan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pemasangan ovitrap, pengambilan ovitrap, koleksi dan pemeliharaan larva nyamuk dan nyamuk dewasa, serta uji resistensi nyamuk dengan metode susceptibility. Kriteria kerentanan nyamuk ditetapkan berdasarkan prosentase angka kematian nyamuk menurut WHO. Hasil uji resistensi di diseminasikan kepada stakeholder terkait. Hasil kajian ini menunjukan bahwa populasi nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY yaitu Dusun Sorogenen, Juwangen, Bromonilan, Temanggal, Sanggrahan dan Sidokerto Kelurahan Purwomartani, Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY telah Toleran terhadap insektisida sipermetrin 0,05% dengan kematian nyamuk sebesar 82,7% – 94,7 %. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Sorogenen, Juwangen, Bromonilan, Temanggal, Sanggrahan dan Sidokerto telah toleran terhadap insektisida propoxur 0,1% dengan persentase kematian nyamuk sebesar 82,7% – 89,3%. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Juwangen masih sensitif terhadap insektisida lamda sihalotrin 0,05% dengan persentase kematian nyamuk lebih dari 98%, sedangkan di Dusun Sorogenen, Bromonilan, Temanggal, Sanggrahan dan Sidokerto telah toleran dengan persentase kematian nyamuk sebesar 89,3% – 94,7%. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Sorogenen, Juwangen, Bromonilan, Temanggal, dan Sidokerto telah toleran terhadap insektisida malathion 0,8% dengan persentase kematian nyamuk lebih dari 98%, sedangkan di Dusun Sanggrahan telah resisten dengan persentase kematian nyamuk sebesar 78,7%. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Sorogenen, Juwangen, Bromonilan, Temanggal, Sanggrahan dan Sidokerto telah toleran terhadap insektisida bendiocarb 0,1% dengan persentase kematian nyamuk sebesar 82,7% – 97,3%. 41. Uji Resistensi Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Susceptibility Test di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jateng; Kajian ini bertujuan mempelajari status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap beberapa jenis insektisida, yaitu sipermetrin 0,05%, propoxur 0,1%, lamda sihalotrin 0,05%, malathion 0,8% dan bendiocarb 0,1% di Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah tahun 2015. Pengumpulan data sekunder (data kasus DBD, data fogingg dan data pembagian abate) dilakukan untuk menentukan lokasi kegiatan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pemasangan ovitrap, pengambilan ovitrap, koleksi dan pemeliharaan larva nyamuk dan nyamuk dewasa, serta uji resistensi nyamuk dengan metode susceptibility. Kriteria kerentanan nyamuk ditetapkan berdasarkan prosentase angka kematian nyamuk menurut WHO. Hasil uji resistensi di diseminasikan kepada stakeholder terkait. Kajian ini menunjukkan bahwa populasi nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah yaitu RW 03, 05, 06, 07, 09, 14,17, 18 dan 22 masih toleran terhadap insektisida sipermetrin
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
0,05%, sedangkan di RW 23 telah resisten. Nyamuk Aedes aegypti di RW 03, 05, 06, 07, 09, 14,17, 18, 22 dan 23 telah toleran terhadap insektisida propoxur 0,1%. Nyamuk Aedes aegypti di RW 03, 05, 06, 09, 14,17, 18, 22 dan 23 masih sensitif terhadap insektisida lamda sihalotrin 0,05%, sedangkan di RW 07 telah toleran. Nyamuk Aedes aegypti di RW 03, 05, 17, dan 22 sensitif terhadap insektisida malathion 0,8%, sedangkan di RW 06, 07, 09, 14, 18, dan 23 telah toleran. Nyamuk Aedes aegypti di RW 03, 06, 07, 09, 17, 22 dan 23 masih sensitif terhadap insektisida bendiocarb 0,1%, sedangkan di RW 05, 14, dan 18 telah toleran. 42. Uji Resistensi Nyamuk Aedes aegypti Dengan Metode Susceptibility Test di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jateng; Kajian ini bertujuan mempelajari status resistensi nyamuk Aedes aegypti terhadap beberapa jenis insektisida, yaitu sipermetrin 0,05%, propoxur 0,1%, lamda sihalotrin 0,05%, malathion 0,8% dan bendiocarb 0,1% di Kelurahan Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah tahun 2015. Pengumpulan data sekunder (data kasus DBD, data fogingg dan data pembagian abate) dilakukan untuk menentukan lokasi kegiatan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pemasangan ovitrap, pengambilan ovitrap, koleksi dan pemeliharaan larva nyamuk dan nyamuk dewasa, serta uji resistensi nyamuk dengan metode susceptibility. Kriteria kerentanan nyamuk ditetapkan berdasarkan presentase angka kematian nyamuk menurut WHO. Hasil uji resistensi di diseminasikan kepada stakeholder terkait. Kajian ini menunjukan bahwa populasi nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah yaitu Dusun Jimbaran, Kambangan, Getuk, Klesem, Sidorejo dan Krajan masih toleran terhadap insektisida sipermetrin 0,05%, sedangkan di Dusun Setro telah resisten. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Jimbaran, Kambangan, Setro, Klesem, dan Krajan masih toleran terhadap insektisida propoxur 0,1%, sedangkan di Dusun Getuk dan Sidorejo telah resisten. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Kambangan, dan Getuk masih sensitif terhadap insektisida lamda sihalotrin 0,05%, sedangkan di Dusun Jimbaran, Setro, Klesem, Sidorejo dan Krajan masih toleran. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Kambangan masih sensitif terhadap insektisida malathion 0,8%, sedangkan di Dusun Jimbaran, Setro, Getuk, Klesem dan Krajan masih toleran, dan di Dusun Sidorejo telah resisten. Nyamuk Aedes aegypti di Dusun Klesem dan Krajan masih sensitif terhadap insektisida bendiocarb 0,1%, di Dusun Jimbaran, Kambangan, Setro, dan Getuk masih toleran, sedangkan di Dusun Sidorejo telah resisten. 43. Kajian Status Resistensi Larva Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Temephos di Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, DIY; Kajian ini bertujuan mempelajari status resistensi larva nyamuk Aedes aegypti terhadap larvasida temephos secara in vitro di Kelurahan Purwomartani Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman DIY tahun 2015. Pengumpulan data sekunder (data kasus DBD, data pembagian abate dan data fogingg) dilakukan untuk menentukan lokasi kegiatan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pemasangan ovitrap, pengambilan ovitrap, koleksi dan pemeliharaan larva nyamuk, serta uji resistensi larva nyamuk. Sampel adalah larva Aedes aegypti instar III dan IV awal. Metode uji kerentanan dengan menggunakan enam konsentrasi larutan temephos yaitu 0.005 mg/L: 0.010 mg/L; 0.015 mg/L; 0.020 mg/L; 0.025 mg/L dan 0.030 mg/L dengan 1 kontrol, pengulangan sebanyak 4
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
kali. Penggunaan larva pada tiap ulangan adalah sebanyak 25 ekor. Kriteria kerentanan nyamuk ditetapkan berdasarkan prosentase angka kematian nyamuk menurut WHO pada konsentrasi temephos 0,02 mg/L sebagai Tentative Diagnostic Dosages yang mampu untuk membunuh lebih dari 97 % larva Aedes aegypti. Hasil uji resistensi di diseminasikan kepada stakeholders terkait. Kajian ini menunjukkan bahwa populasi larva nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Purwomartani Kecamatan Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2015 tergolong dalam status sensitif terhadap larvasida temephos untuk Dusun Juwangen, Temanggal dan Sanggrahan dengan konsentrasi diagnostik lebih kecil dari 0,020 mg/L. Sedangkan Dusun Sorogenen, Bromonilan dan Sidokerto telah resisten dengan kematian larva pada dosis 0.021 mg/L, 0,021 mg/L dan 0,022 mg/L. 44. Kajian Status Resistensi Larva Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Temephos di Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Jateng; Kajian ini bertujuan mempelajari status resistensi larva nyamuk Aedes aegypti terhadap larvasida temephos secara in vitro di Kelurahan Sragen Kulon, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Provinsi Jawa Tengah tahun 2015. Pengumpulan data sekunder (data kasus DBD, data pembagian abate dan data fogingg) dilakukan untuk menentukan lokasi kegiatan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pemasangan ovitrap, pengambilan ovitrap, koleksi dan pemeliharaan larva nyamuk, serta uji resistensi larva nyamuk. Sampel adalah larva Aedes aegypti instar III dan IV awal. Metode uji kerentanan dengan menggunakan enam konsentrasi larutan temephos yaitu 0.005 mg/L: 0.010 mg/L; 0.015 mg/L; 0.020 mg/L; 0.025 mg/L dan 0.030 mg/L dengan 1 kontrol, pengulangan sebanyak 4 kali. Penggunaan larva pada tiap ulangan adalah sebanyak 25 ekor. Kriteria kerentanan nyamuk ditetapkan berdasarkan prosentase angka kematian nyamuk menurut WHO pada konsentrasi temephos 0,02 mg/L sebagai Tentative Diagnostic Dosages yang mampu untuk membunuh lebih dari 97 % larva Aedes aegypti. Hasil uji resistensi di diseminasikan kepada stakeholders terkait. Kajian ini menunjukkan bahwa populasi larva nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Sragen Kulon Kecamatan Sragen Kabupaten Sragen tahun 2015 tergolong dalam status sensitif terhadap larvasida temephos untuk RW 03, 05, 06, 07, 09, 14, 17, 18, 22 dan 23 dengan kematian larva pada konsentrasi dosis lebih kecil dari 0.020 mg/L. 45. Kajian Status Resistensi Larva Nyamuk Aedes aegypti Terhadap Temephos di Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Jateng; Kajian ini bertujuan mempelajari status resistensi larva nyamuk Aedes aegypti terhadap larvasida temephos secara in vitro di Kelurahan Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah tahun 2015. Pengumpulan data sekunder (data kasus DBD, data pembagian abate dan data fogingg) dilakukan untuk menentukan lokasi kegiatan. Pengumpulan data primer dilakukan dengan cara pemasangan ovitrap, pengambilan ovitrap, koleksi dan pemeliharaan larva nyamuk, serta uji resistensi larva nyamuk. Sampel adalah larva Aedes aegypti instar III dan IV awal. Metode uji kerentanan dengan menggunakan enam konsentrasi larutan temephos yaitu 0.005 mg/L: 0.010 mg/L; 0.015 mg/L; 0.020 mg/L; 0.025 mg/L dan 0.030 mg/L dengan 1 kontrol, pengulangan sebanyak 4 kali. Penggunaan larva pada tiap ulangan adalah sebanyak 25 ekor. Kriteria kerentanan nyamuk ditetapkan berdasarkan prosentase angka kematian nyamuk menurut WHO pada
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
konsentrasi temephos 0,02 mg/L sebagai Tentative Diagnostic Dosages yang mampu untuk membunuh lebih dari 97 % larva Aedes aegypti. Hasil uji resistensi di diseminasikan kepada stakeholders terkait. Kajian ini menunjukkan bahwa populasi larva nyamuk Aedes aegypti yang berasal dari Kelurahan Gondoriyo, Kecamatan Bergas, Kabupaten Semarang, Provinsi Jawa Tengah yaitu Dusun Jimbaran, Setro, Getuk, Klesem, Sidorejo, dan Dusun Krajan tergolong dalam status sensitif terhadap larvasida temephos dengan konsentrasi diagnostik lebih kecil dari 0,02 mg/L. Sedangkan Dusun Kambangan termasuk dalam status resisten dengan konsentrasi 0,023 mg/L. 46. Pemetaan Tingkat Radiasi di Perkantoran di Kota Yogyakarta, DIY; Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui kondisi kualitas lingkungan kerja di Perkantoran di DIY, mengetahui kondisi tingkat paparan radiasi non pengion di perkantoran di DIY, mengetahuinya gangguan penyakit, pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai dalam hal radiasi. Kajian ini adalah kajian deskriptif kondisi lingkungan fisik (lingkungan kerja) terhadap radiasi di perkantoran Hasil kegiatan menunjukkan kondisi ruangan dengan jumlah personil dan peralatan elektronik yang ada diruangan masih cukup bagus dan terlihat tertata rapi. Angka radiasi pada ruangan-ruangan masih sangat kecil (masih dibawah Kepmenkes RI. No. 1405/Menkes/SK/XI/2002), kondisi perkantoran dilihat dari faktor tingkat radiasi masih aman. Dominan keluhan kesehatan yang dirasakan responden berada di kepala dimana sebagian responden merasakan pusing dan gangguan tubuh terasa lemas/lelah/letih. Seluruh responden mempunyai sikap dan pengetahuan yang cukup bagus mengenai radiasi. Namun hampir seluruh responden berperilaku kurang bagus dalam mengurangi dampak radiasi terhadap kesehatan. 47. Pemetaan Tingkat Radiasi di Perkantoran di Kabupaten Bantul, DIY; Tujuan kajian ini adalah mengetahui kondisi kualitas lingkungan kerja di Perkantoran di Kabupaten Bantul, mengetahui kondisi tingkat paparan radiasi non pengion di perkantoran di Kabupaten Bantul, serta mengetahui gangguan penyakit, pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai dalam hal radiasi. Kajian ini adalah kajian deskriptif terhadap kondisi lingkungan fisik (lingkungan kerja) di di komplek Kantor Sekda Kabupaten Bantul, Kantor DPRD Kabupaten Bantul, Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, dan Kantor BLH Kabupaten Bantul. Pengumpulan data dilakukan melalui tahap survei/observasi, serta pengukuran radiasi. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, dilakukan penyusunan laporan dan sosialisasi hasil kajian kepada instansi terkait. Hasil survei dan observasi menunjukkan bahwa secara umum kondisi lingkungan fisik bangunan dalam keadaan baik, fasilitas sanitasi memenuhi syarat. Berdasarkan hasil pengukuran kondisi radiasi pada perkantoran masih memenuhi syarat (dibawah ambang batas) persyaratan Kepmenkes RI. No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, sehingga seluruh perkantoran di Kabupaten Bantul aman dari aspek radiasi dan tidak berisiko. Hasil wawancara dengan responden terkait gangguan kesehatan dijumpai ada beberapa karyawan mengeluh sakit kepala (pusing), Ganguan kesehatan Fisik (sulit tidur di malam hari, rasa lemas,lesu lelah, dll) pengetahuan cukup baik, sikap baik, perilaku karyawan dalam menggunakan perangkat elektronik cenderung lama.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
48. Pemetaan Tingkat Radiasi di Perkantoran di Kota Semarang, Jateng; Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui kondisi kualitas lingkungan kerja di Perkantoran di Semarang, mengetahui kondisi tingkat paparan radiasi non pengion di perkantoran di Semarang, serta mengetahui gangguan penyakit, pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai dalam hal radiasi. Kajian ini adalah kajian deskriptif terhadap kondisi lingkungan fisik (lingkungan kerja) di perkatoran di komplek Kantor Gubernur Provinsi Jawa Tengah, Kantor DPRD Provinsi Jawa Tengah, Kantor Dinas Kesehatan provinsi Jawa Tengah, dan kantor BLH Provinsi Jawa Tengah. Pengumpulan data dilakukan melalui tahap survei/observasi, serta pengukuran radiasi. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, dilakukan penyusunan laporan dan sosialisasi hasil kajian kepada instansi terkait. Hasil survei dan observasi menunjukkan bahwa secara umum kondisi lingkungan fisik bangunan dalam keadaan baik, fasilitas sanitasi memenuhi syarat. Berdasarkan hasil pengukuran kondisi radiasi pada perkantoran masih memenuhi syarat (dibawah ambang batas) persyaratan Kepmenkes RI. No. 1405/Menkes/SK/XI/2002 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja Perkantoran dan Industri, sehingga seluruh perkantoran di Provinsi Jawa Tengah aman dari aspek radiasi. Hasil wawancara dengan responden terkait gangguan kesehatan dijumpai ada beberapa karyawan mengeluh sakit kepala (pusing), pengetahuan cukup baik, sikap baik, perilaku karyawan dalam menggunakan perangkat elektronik cenderung lama. 49. Pemetaan Tingkat Radiasi di Perkantoran di Kota Surakarta, Jateng; Jenis kajian ini adalah deskriptif dan pengumpulan data dilakukan sesaat atau point time approach dan pada waktu yang bersamaan. Lokasi kajian adalah di perkantoran di Kota Surakarta yaitu: Kantor Dinas Kesehatan, Kantor Sekretariat Daerah, Kantor Badan Lingkungan Hidup dan Kantor DPRD. Responden adalah karyawan dan karyawati yang bekerja di ruang yang diukur tingkat radiasinya. Hasil pengukuran radiasi dari 4 (empat) Kantor di Kota Surakarta didapatkan rentang hasil pengukuran radiasi (kV/m) sebagai berikut: Dinas Kesehatan 0,0014 – 0,0927 (kV/m), Sekretariat Daerah 0,0010 – 0,0209 (kV/m), BLH 0,0012 – 0,0363 (kV/m), Kantor DPRD 0,0011 – 0,0619 (kV/m) sehingga masih berada dibawah baku mutu. 50. Kajian Dampak Kegiatan Industri Batu Kapur Terhadap Lingkungan dan Kesehatan Masyarakat, di Kabupaten Grobogan, Jateng; Kegiatan dilakukan di sentra industri batu kapur Desa Mrisi Kecamatan Tanggungharjo. Data yang dikumpulkan adalah kualitas udara ambien pemukiman (berdasarkan parameter TSP dan PM 2,5) dan fungsi faal paru responden (normal atau menunjukkan gejala obstruktif). Jumlah titik sampel udara sebanyak 2 titik, yaitu satu titik diambil dekat lokasi tobong selama 24 jam dan satu titik diambil jauh dari tobong selama 24 jam. Jumlah responden sebanyak 55 orang, yang dibedakan menjadi dua, yaitu yang tinggal di dekat lokasi tobong (27 orang) dan yang jauh dari lokasi tobong sebagai pembanding (28 orang). Hasil kajian menunjukkan kualitas udara ambien di pemukiman yang dekat dengan lokasi tobong lebih rendah dibandingkan pemukiman yang jauh dari lokasi tobong. Berdasarkan hasil uji fungsi faal paru, sebanyak 74% responden menunjukkan kelainan obstruktif
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
dengan 61% diantaranya berdomisili di pemukiman dengan pajanan debu melebihi baku mutu. Untuk mengurangi risiko akibat debu tobong gamping, perlu dilakukan pengelolaan risiko dengan meminimalkan emisi sumber dan menurunkan konsentrasi debu di media lingkungan. 51. Kajian Dampak Debu Industri Semen Terhadap Lingkungan dan Fungsi Faal Paru Masyarakat Sekitar Industri di Kabupateng Cilacap, Jateng; Kegiatan dilakukan di wilayah kerja (wilker) Puskesmas Cilacap Utara II Kabupaten Cilacap. Data yang dikumpulkan adalah kualitas udara ambien pemukiman dan kondisi faal paru responden. Jumlah titik sampel udara sebanyak 2 titik, yaitu di Desa Karangtalun (sebagai desa terdampak) dan Desa Tritihkulon. Jumlah responden total sebanyak 60 orang, 31 dari Desa Karangtalun, dan 29 orang dari Desa Tritihkulon. Hasil kajian menunjukkan kualitas udara ambien di pemukiman terdampak lebih rendah dibandingkan di luar pemukiman terdampak. Hasil uji fungsi faal paru menuunjukkan sebanyak 65% responden memiliki kondisi kapasitas paru dikategorikan tidak normal, 51% di antaranya berdomisili di pemukiman terdampak dengan pajanan debu melebihi BMUA. Untuk mengurangi risiko akibat debu di sekitar industri semen, perlu dilakukan pengelolaan risiko dengan meminimalkan emisi dari sumber dan menurunkan konsentrasi debu di media lingkungan. 52. Uji Petik Kualitas Air Minum/PDAM Kabupaten Gunungkidul, DIY; Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa inspeksi sanitasi, keluhan pelanggan dan kualitas air PDAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Hasil inspeksi sanitasi air produksi dan instalasi sumber air PDAM Kabupaten Gunungkidul menunjukkan kualitas fisik air termasuk dalam kategori baik dan tingkat risiko pencemaran semua sumber termasuk dalam kategori risiko rendah. Hasil pemeriksaan untuk sampel air baku PDAM Cabang Seropan, Wonosari dan Baron belum memenuhi syarat air bersih menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 untuk parameter pH dan total coliform. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan kualitas air PDAM pada jaringan distribusi PDAM Kabupaten Gunungkidul 100% memenuhi syarat secara fisik, 96,3% memenuhi syarat secara kimia (3,7% tidak memenuhi syarat untuk parameter alumunium), namun tidak ada sampel yang memenuhi syarat secara mikrobiologi menurut Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Adapun untuk parameter sisa klor hanya 14,8% yang memenuhi syarat sesuai Permenkes RI No.736/Menkes/Per/VI/2010. Hasil wawancara dengan pelanggan PDAM Kabupaten Gunungkidul menunjukkan sebagian besar pelanggan menggunakan air PDAM sebagai sumber air bersih (97,4%) dan air minum (87,9%). Sebanyak 74,1% pelanggan mengeluhkan kualitas air PDAM, terutama dikarenakan keruh, aliran tidak lancar, dan berkapur. 53. Uji Petik Kualitas Air Minum/PDAM Kabupaten Rembang, Jateng; Kajian ini merupakan kajian survei, dengan desain cross sectional, untuk mengetahui deskripsi kualitas air baku yang digunakan serta air minum hasil produksi PDAM Kabupaten Rembang. Unit produksi yang dipantau meliputi unit produksi Gunungsari, Sale dan Pamotan. Baku mutu mengacu pada Permenkes 416/Per/IX/1990 tentang Syarat Air Bersih dan Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang persyaratan air minum.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Untuk menggali informasi sebagai data pendukung, dilakukan interview terhadap responden. Responden yang terpilih mewakili pelanggan PDAM berjumlah 105 orang. Diperoleh gambaran umum kualitas air baku yang digunakan, belum memenuhi baku mutu parameter fisika, kimia dan bakteriologi sesuai Permenkes 416/Per/IX/1990. Kualitas air produksi , masih belum memenuhi syarat fisika, kimia dan bakteriologi, seperti yang disyaratkan Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010. Kesimpulan yang didapat dari hasil kajian ini, (1). tiga sumber air baku di tiga unit produksi PDAM Rembang dalam kategori kualitas yang baik, dan tingkat risiko pencemaran kategori rendah (2). Kualitas air baku yang terpantau di empat unit produksi belum memenuhi baku mutu sesuai Permenkes 416/Per/IX/1990, terutama parameter kekeruhan, sehingga masih harus ada perlakuan untuk digunakan sebagai air minum (3). Kualitas air produksi setelah masuk jaringan distribusi menurut Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010, secara fisik telah memenuhi syarat (66,67%), secara kimia tidak memenuhi syarat (3,70% parameter zat organik dan 88,89% untuk sisa khlor), secara bakteriologi belum memenuhi baku mutu, terutama parameter total coliform (100% TMS) dan E. Coli (88,89% TMS) (4). Karakteristik responden berdasarkan waktu berlangganan, jumlah konsumsi air dan keluhan terhadap kualitas memberi penilaian cukup baik atas kinerja dan pelayanan PDAM Kabupaten Rembang. 54. Uji Petik Kualitas Air Minum/PDAM Kabupaten Pemalang, Jateng; Jenis kajian ini deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran atau deskripsi tentang suatu keadaan secara obyektif. Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa inspeksi sanitasi, keluhan pelanggan dan kualitas air PDAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi. Hasil wawancara terhadap 102 pelanggan PDAM Pemalang, 84,3% menggunakan air PDAM sebagai sumber air bersih untuk keperluan rumah tangga, 94,1% menggunakan air PDAM sebagai sumber air untuk dikonsumsi, sebagian besar (58,8%) tidak ada keluhan tentang air PDAM, mengeluhkan berbau kaporit 26,5%, mengeluhkan air keruh sebesar 9,8%. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi, sumber air baku dari tiga unit produksi PDAM Kabupaten Pemalang (3 sumber), dalam kategori sanitasi yang baik dengan tingkat risiko pencemaran kategori rendah. Kualitas air baku PDAM kabupaten Pemalang yang dipantau di tiga sumber air, 1 sumber memenuhi syarat menurut Persyaratan Kualitas Air Bersih menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1999 (parameter terbatas). Kualitas air PDAM Pemalang di distribusi/pelanggan yang tidak memenuhi syarat (TMS) air minum menurut Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 (parameter wajib) dan Permenkes RI No.736/Menkes/Per/VI/2010 adalah sebagai berikut: secara mikrobiologi 27 dari 27 (100%) TMS karena terdeteksi total coliform dan E. coli, secara fisik 12 dari 27 (44,44%) TMS karena berbau kaporit dan secara kimia 26 dari 27 (96,3%) TMS karena pH, Fe dan sisa chlor tidak sesuai syarat. 55. Uji Petik Kualitas Air Minum/PAMSIMAS di Kabupaten Demak, Jateng; Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui sistem pengolahan, penyaluran, adminisrasi pada PAMSIMAS. Mengetahui kualitas air pada sumber, pada pelanggan terdekat, tengah dan terjauh. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia kelompok PAMSIMAS dalam pengamanan kualitas air minum.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Kajian ini adalah kajian deskriptif terhadap aspek lingkungan fisik, lingkungan, Sumber Daya Manusia serta kualitas fisik dan kimia pada PAMSIMAS di BPSPAMS di Kabupaten Demak.Pengumpulan data dilakukan melalui tahap survei/observasi/inspeksi sanitasi, serta pengambilan dan pengujian contoh uji. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, dilakukan penyusunan laporan dan sosialisasi hasil kajian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Demak, Kecamatan Kebonagung, Asosiasi PAMSIMAS, Perangkat Desa Soko Kidul serta pengurus PAMSIMAS Tirto Soko Utomo. Hasil survei dan observasi menunjukkan bahwa secara umum sistem Pengelolaan air berjalan baik, namun perlu dilakukan perawatan dengan jadual yang kontinue,pembuhan dosis bahan kimia yang tepat, sistem penyaluran baik, pengadministrasian baik. Kualitas sumber air tergantung musim (sungai jajar) saat diperiksa berbau, berasa dan keruh, Fe dan Mn cukup tinggi, kualitas (fisik kimia) outlet baik, kualitas (fisik kimia) titik terdekat baik, serta kualitas (fisik kimia) terjauh baik. Secara umum pengetahuan tentang cara pengolahan air, operasional dan perawatan instalasi pengolahan air bersih dikuasai dengan baik oleh parapengelola PAMSIMAS. 56. Uji Petik Kualitas Air Minum/PAMSIMAS di Kabupaten, Jateng; Di wilayah Kabupaten Banjarnegara, pelaksanaan program PAMSIMAS telah berlangsung sejak tahun 2008. Kelompok masyarakat penerima program PAMSIMAS dikenal dengan nama Badan Pengelola Sarana Penyediaan Air Minum (BP SPAM). Hingga tahun 2015 ini desa penerima program PAMSIMAS berjumlah 94 desa. Dalam perkembangannya, layanan BP SPAM lebih terkonsentrasi bagaimana memenuhi kecukupan kebutuhan air. Hal ini terlihat dari 94 BP SPAM yang ada, setidaknya baru sekitar 60% BP SPAM yang rutin dilakukan pemeriksaan kualitas air bersihnya oleh Dinas Kesehatan, melalui puskesmas setempat. Dan hasilnya masih belum memenuhi kondisi ideal sebagai sumber air bersih. Kondisi ini menjadi catatan khususnya terkait pengendalian penyakit yang diakibatkan oleh air (water born diseases). Artinya kualitas air yang belum terpenuhi maka potensi terjadinya penyakit karena air menjadi besar. Kajian deskriptif ini dilakukan dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di BP SPAM “Permata Pining” Desa Aribaya Kecamatan Pagentan, Kabupaten Banjarnegara. Data yang dikumpulkan adalah tinkat risiko sarana air dan kualitas air BP SPAM “Permata Pining”. Kegiatan pengumpulan data, penilaian risiko, dan pemilihan upaya pengelolaan risiko melibatkan langsung pengelola BP SPAM “Permata Pining”. Hasil kajian menunjukkan sarana sumber air merupakan sarana yang paling rentan mengalami kontaminasi zat pencemar, dtingkat risiko dikategorikan tinggi. Kualitas air di titik sumber, reservoir, hingga sambungan rumah dikategorikan rendah. Kandungan pH dan bakteri Coliform teridentifikasi tidak memenuhi persyaratan kualitas air bersih menurut Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/ 1990. Upaya pengelolaan risiko yang diusulkan adalah perlindungan sumber air, dan chlorinasi. 57. Uji Petik Kualitas Air Minum/Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Bantul, DIY; Jenis kajian ini deskriptif yaitu suatu metode yang dilakukan dengan tujuan membuat gambaran kualitas fisik, kimia dan bakteriologis air minum setelah melalui proses pengolahan Depot Air Minum. Pada kajian ini dilakukan pengumpulan data berupa inspeksi sanitasi, keluhan pelanggan dan kualitas air DAM sehingga dapat dibuat gambaran mengenai kualitas secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Hasil kajian DAM Kabupaten Bantul D.I.Yogyakarta: hasil pemeriksaan fisik menunjukkan 100% memenuhi syarat kelaikan fisik. Jenis-jenis alat yang dipergunakan dalam pengolahan air minum DAM terdiri dari: tabung filter sejumlah 13 (86,7%), mikro filter sejumlah 15 (100%), sterilisasi sejumlah 15 (100%) menggunakan UV. Seluruh DAM menggunakan pompa yang terbuat dari besi. Karyawan DAM ada 1 yang mengikuti kursus penjamah makanan atau minuman yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan setempat. Karyawan yang selalu mencuci tangannya pada saat akan melakukan pekerjaannya sebanyak 1 (6,67%) DAM. Karakteristik responden menurut usia responden mayoritas berusia 26 – 55 tahun sebanyak 64 (76%) responden. Dalam mengkonsumsi air DAM paling banyak adalah 2-2,5 Lt/hr sejumlah 64 (76%) responden. Ada 46 (55%) responden paling lama menkonsumsi air DAM antara 1 - 3 tahun. Alasan utama responden mempergunakan air DAM adalah praktis, air lebih bersih, lebih sehat dan murah. Mayoritas responden menyatakan tidak ada keluhan kesehatan selama mengkonsumsi air DAM. Mayoritas responden menyatakan tidak ada keluhan atas kualitas air DAM secara fisik. Hasil pengujian contoh uji air bersih sebagai air baku DAM dari 14 sampel yang diperiksa terdapat 14 (100%) tidak memenuhi syarat (TMS), Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Secara terperinci dari 14 sampel tersebut memenuhi syarat secara fisika (14 DAM), tetapi tidak memenuhi syarat secara kimia (7 DAM) dan biologi (12 DAM). Hasil pengujian contoh uji air minum hasil pengolahan 15 DAM yang diperiksa, 9 DAM tidak memenuhi syarat (TMS) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Secara terperinci dari 15 sampel tersebut memenuhi syarat secara fisika (15 DAM), tetapi tidak memenuhi syarat secara kimia (3 DAM) dan biologi (9 DAM). Aspek pengujian mutu menunjukkan bahwa Hasil pemeriksaan/Laporan Hasil Uji (LHU) pemantauan internal yang dilakukan oleh pemilik DAM frekuensinya tidak sesuai dengan ketentuan Permenkes RI No.736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum. 58. Uji Petik Kualitas Air Minum/Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Kulon Progo, DIY; Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM di Kabupaten Kulon Progo. Untuk mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masing-masing sebanyak 15 sampel (baku mutu Permenkes. RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/MENKES/PER/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). Hasil pengujian contoh uji air bersih sebagai air baku DAM dari 15 sampel yang diuji terdapat 14 (93%) tidak memenuhi syarat (TMS), Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih. Secara terperinci dari 15 sampel tersebut memenuhi syarat secara fisika (15 DAM), tetapi tidak memenuhi syarat secara kimia (9 DAM) dan biologi.(14 DAM). Hasil pengujian contoh uji air minum hasil pengolahan 15 DAM yang diuji, terdapat 14 (93%) tidak memenuhi syarat (TMS) sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Secara terperinci dari 15 sampel tersebut memenuhi syarat secara fisika (15 DAM), tetapi tidak memenuhi syarat secara kimia 13 DAM dan biologi.5 DAM. Jenis-jenis alat yang dipergunakan dalam pengolahan air minum DAM sudah lengkap, sterilisasi sejumlah 15 (100%) menggunakan UV. Sedangkan untuk pompa
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
seluruh DAM menggunakan pompa yang terbuat dari besi. Hasil pemeriksaan fisik (inspeksi sanitasi) dari 15 DAM yang dinilai menunjukkan 12 DAM memenuhi syarat kelaikan fisik karena mempunyai total skor antara 71 – 94 (> 70). Karyawan DAM belum pernah ada yang mengikuti kursus penjamah makanan atau minuman yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan setempat. Tidak ada karyawan yang selalu mencuci tangannya pada saat akan melakukan pekerjaannya sebanyak . Karakteristik responden menurut jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki sejumlah 95 orang (71%). Mayoritas responden berusia 35 – 43 tahun sebanyak 41 (31%) responden..Dalam mengkonsumsi air DAM paling banyak adalah 2 Lt/hr. Ada 73 (55%) responden paling lama menkonsumsi air DAM antara 1 - 4 tahun .Alasan utama responden mempergunakan air DAM adalah praktis dan terjangkau. Seluruh responden menyatakan tidak ada keluhan kesehatan selama mengkonsumsi air DAM. Sejumlah 75 (56%) responden menyatakan bahwa pembelian air DAM dilakukan setelah air dalam galon habis. Seluruh responden menyatakan tidak ada keluhan atas kualitas air DAM secara fisik 59. Uji Petik Kualitas Air Minum/Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Tegal, Jateng; Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM di Kabupaten Tegal. Untuk mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masing-masing sebanyak 15 sampel (baku mutu Permenkes. RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). Hasil pengujian contoh uji air bersih sebagai air baku DAM dari 15 sampel yang diperiksa terdapat 14 (93%) tidak memenuhi syarat (TMS), hasil pengujian contoh uji air minum hasil pengolahan 15 DAM yang diperiksa, seluruhnya tidak memenuhi syarat (TMS). Jenisjenis alat yang dipergunakan dalam pengolahan air minum DAM terdiri dari: tabung filter sejumlah 15 (100%), mikro filter sejumlah 15 (100%), sterilisasi sejumlah 15 (100%) menggunakan UV. Sedangkan untuk pompa seluruh DAM menggunakan pompa yang terbuat dari besi..Hasil pemeriksaan fisik (inspeksi sanitasi) dari 15 DAM yang dinilai menunjukkan 13 DAM memenuhi syarat kelaikan fisik karena mempunyai total skor antara 71 – 94 (> 70). Karyawan DAM belum pernah ada yang mengikuti kursus penjamah makanan atau minuman, yang selalu mencuci tangannya pada saat akan melakukan pekerjaannya sebanyak 4 (27%) DAM. Karakteristik responden menurut jenis kelamin responden terbanyak adalah laki-laki sejumlah 92 orang (61%). Mayoritas responden berusia 35 – 43 tahun sebanyak 52 (35%) responden..Dalam mengkonsumsi air DAM paling banyak adalah 2 Lt/hr sejumlah 35 (23%) responden. Ada 112 (75%) responden paling lama menkonsumsi air DAM antara 1 - 4 tahun .Alasan utama responden mempergunakan air DAM adalah praktis dan terjangkau.Seluruh responden menyatakan tidak ada keluhan kesehatan selama mengkonsumsi air DAM. Sejumlah 130 (87%) responden menyatakan bahwa pembelian air DAM dilakukan setelah air dalam galon habis. Seluruh responden menyatakan tidak ada keluhan atas kualitas air DAM secara fisik 60. Uji Petik Kualitas Air Minum/Depot Air Minum (DAM) di Kabupaten Cilacap, Jateng; Menurut data dari Dinas Kesehatan Kabupaten Cilacap sampai dengan tahun 2014 jumlah DAM yang terdaftar 114 DAM yang tersebar di 24 kecamatan. Semakin banyaknya DAM
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
yang airnya dikonsumsi masyarakat akan mempengaruhi kesehatan masyarakat, maka perlu dilakukan pengawasan dari instansi terkait, yang bertanggung jawab untuk menjamin keamanan kesehatan masyarakat sebagai konsumen. Jenis kajian yang digunakan adalah deskriptif, dengan jumlah sampel yang disurvei sebanyak 15 DAM dari populasi sebanyak 114 DAM berlokasi di Kabupaten Cilacap. Untuk mengetahui kualitas lingkungan DAM dilakukan pemeriksaan fisik, untuk mengetahui kualitas air baku dan air minum dilakukan pemeriksaan air baku dan air minum masingmasing sebanyak 15 sampel (baku mutu Per. Men. Kes. RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan kualitas air bersih, Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum). Berdasarkan hasil survei diperoleh hasil bahwa air bersih yang digunakan sebagai air baku DAM adalah: PDAM sebanyak 12 (80%) dan air sumur sebanyak 3 (20%). Hasil pemeriksaan kualitas air bersih sebagai air baku DAM yang diperiksa 15 sampel, menurut Permenkes RI No. 416/Menkes/Per/IX/1990, tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih yaitu Secara Fisik 15 (100 %) memenuhi syarat, secara kimia 13 (87%)memenuhi syarat, sedangkan secara mikrobiologi 100% tidak memenuhi syarat. Hasil pemeriksaan kualitas air minum hasil pengolahan DAM yang diperiksa 15 sampel menurut Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. Secara fisika Air minum memenuhi syarat 100%, secara kimia 14 (93%) memenuii syarat, secara mikrobiologi kandungan Colifom 100% melebihi ambang batas (tidak memenuhi syarat), kandungan E. coli memenuhi syarat 10 (67%), sedangkan 5 DAM (33%) positif E. coli. Hasil pemeriksaan fisik 15 DAM dengan menggunakan lembar penilaian yang diadopsi dari Pedoman Pelaksanaan Penyelenggaraan Hygiene Sanitasi DAM menunjukkan semua DAM (100%) memenuhi syarat kelaikan fisik karena mempunyai total skor antara 71 –85 (> 70). Dari aspek pengujian mutu menunjukkan bahwa Hasil pemeriksaan/Laporan Hasil Uji (LHU) pemantauan internal yang dilakukan oleh pemilik DAM frekuensinya tidak sesuai dengan ketentuan Permenkes RI No.736/Menkes/Per/VI/2010 tentang Tata Laksana Pengawasan Kualitas Air Minum. 61. Kajian Dampak Pengolahan Sampah Terhadap Kualitas Air Tanah Pemukiman Sekitarnya di Kabupaten Magelang, Jateng; Jenis kajian adalah deskriptif dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di TPSA “Banyuurip” Desa Banyuurip, Kecamatan Tegalrejo, Kabupaten Magelang. Data yang dikumpulkan adalah kualitas limbah lindi, kualitas air badan air, kualitas air tanah, dan kepadatan vektor. Jumlah titik sampel air limbah 2 titik, air badan air 2 titik, air tanah 8 titik, jumlah vektor lalat 6 titik. Hasil kajian menunjukkan kualitas air limbah lindi yang keluar dari IPAL lindi dan dialirkan ke lingkungan masih rendah, kandungan BOD dan COD masih terukur yang tinggi. Kualitas air badan air anak sungai Elo dikategorikan rendah; kandungan BOD, COD dan bakteri Total coliform melebihi baku mutu sungai kelas II berdasarkan PPRI No.81 Tahun 2001. Kualitas air tanah sekitar TPSA dikategorikan rendah, mengandung bakteri Total coliform dengan konsentrasi melebihi batas maksimal menurut Permenkes RI No.416/Menkes/Per/IX/1990. Kondisi sanitasi bangunan sumur penduduk sekitar TPSA sebagian besar dikategorikan kurang/rendah, sehingga risiko terjadinya pencemaran dikategorikan tinggi. Dan kepadatan vektor lalat di pemukiman sekitar TPSA dikategorikan sedang.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
62. Kajian Kualitas Limbah Pabrik Tahu Terhadap Kualitas Air Bersih di Kabupaten Bantul, DIY; Tujuan kajian ini adalah mengetahui kondisi lingkungan pabrik tahu di kecamatan Srandakan kabupaten Bantul. Mengetahui kualitas limbah cair pabrik tahu di kecamatan Srandakan kabupaten Bantul. Mengetahui pengolahan limbah tahu di kecamatan Srandakan kabupaten Bantul. Mengetahui kualitas air tanah (air bersih) di lingkungan pabrik Tahu di kecamatan Srandakan kabupaten Bantul. Kajian ini adalah kajian deskriptif terhadap kondisi lingkungan fisik pabrik tahu, kualitas limbah pabrik tahu, pengelolaan limbah pabrik tahu, kualitas air tanah (air bersih) di lingkungan pabrik tahu di kecamatan Srandakan kabupaten Bantul. Pengumpulan data dilakukan melalui tahap survei/observasi/inspeksi sanitasi, serta pengambilan dan pengujian contoh uji. Setelah dilakukan pengolahan dan analisis data, dilakukan penyusunan laporan dan sosialisasi hasil kajian kepada Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, BLH Kabupaten Bantul, Camat Srandakan, Kepala Desa Trimurti, Kepala Dusun Gunung Saren Lor, Asosiasi Pengusaha Tahu, dan Pengusaha Tahu Hasil survei dan observasi menunjukkan bahwa secara umum kondisi bangunan baik, fasilitas sanitasi memenuhi syarat, namun ditemukan lantai ruang produksi yang gelap, licin dan becek, populasi lalat, kecoak dan tikus yang tinggi, masih ada pabrik tahu yang membuang limbah sembarangan, pemakaian APD yang minim serta tidak ada pemeriksaan kesehatan karyawan secara rutin. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium terhadap limbah cair diketahui bahwa semua limbah cair yang dibuang langsung ke lingkungan, melalui IPAL Komunal (inlet dan Outlet ) belum memenuhi persyaratan Pergub DIY No 7 tahun 2010. Pengelolaan limbah tahu yang ada di desa Trimurti adalah melalui IPAL Komunal (kelompok), dibuang langsung ke lingkungan tanpa pengolahan, dibuang langsung ke Sungai. Kualitas air secara biologi secara umum tidak memenuhi syarat total Coliform secara fisik ditemukan 2 sumur gali dekat IPAL Komunal berbau, ditemukan mangan, nitrat dan nitrit yang melebihi ambang batas Permenkes No 416 tahun 1990. 63. Kajian Uji Toksisitas Logam Berat Limbah Padat Terhadap Hewan Coba di DIY; Kegiatan ini merupakan Kegiatan Uji petik toksisitas logam berat limbah padat terhadap hewan coba di TPA piyungan sebagai hewan terpapar dan hewan diluar daerah sebagi kontrol. uji yang dilakukan disatu wilayah kerja Puskesmas Piyungan dan satu di wilayah kerja Puskesmas Godean.. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan pengisian kuesioner riwayat hewan coba, serta melakukan pengambilan darah kambing di 2 wilayah yang berbeda selanjutnya dianalisis di laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Setelah data dianalisa dan dibuat laporan, hasil uji petik berikan kepada lintas sektor terkait di Kabupaten Bantul Berdasarkan hasil survei dan observasi dilakukan di 2 tempat yaitu pemilik hewan domba (sebagai uji darah domba terhadap logam berat) di sekitar TPA Piyungan di Kabupaten Bantul dan pemilik hewan domba (sebagai darah kontrol) sumber makanannya dari rumput dan dedaunan umumnya. Data Kuesioner untuk Hewan Coba.. Hasil analisis darah domba dari laboratorium biomarker secara keseluruhan darah kambing (Capra aegagrus hircus) di TPA Piyungan masih sangat kecil terpapar Logam Berat Timbal (Pb) Cadmium (Cd), dan Chrom (Cr). Paparan logam berat tertinggi adalah logam berat Pb untuk jenis kambing jantan yaitu 21.435 ppb,sedangkan kambing betina 12.875 ppb. Untuk paparan logam berat Cr pada darah kambing jantan 8.8665 ppb, sedangkan betina 7.81275 ppb. Khusus paparan logam berat Cd dalam darah kambing kontrol lebih tinggi.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
64. Analisis Limbah dan Dampaknya Terhadap Kesehatan di Kabupaten Tegal, Jateng; Sentra industri pengecoran logam, yang berada di Desa Pasarean Kecamatan Adiwerna Kabupaten Tegal mempunyai dampak penting terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat. Sentra industri pengecoran logam ini termasuk usaha rakyat, dikategorikan usaha kecil menengah. Kegiatan utama adalah mengolah bahan-bahan bekas yang mengandung unsur-unsur logam, termasuk ada yang dikategorikan B3, seperti: aqu bekas, batere, maupun bahan-bahan alumunium untuk dijadikan lempengan-lempengan logam yang kemudian dijual ke industri yang membutuhkan. Usaha pengecoran logam ini pada sisi yang lain diindikasikan telah menyebabkan terjadinya pencemaran lingkungan, dan juga penurunan kesehatan pekerja maupun masyarakat sekitar industri. Berdasarkan kondisi tersebut dikeluarkan kebijakan pemindahan lokasi pengecoran logam; dari yang sebelumnya berada di pemukiman penduduk, biasa disebut Perkumpulan Industri Kecil (PIK) Desa Pasarean menjadi di lokasi yang dikhususkan sebagai sentra industri baru dan jauh dari pemukiman penduduk, di PIK Desa Kebasen. Meskipun jauh dari pemukiman penduduk, namun lokasi PIK Kebasen sesungguhnya berada di kawasan pertanian, sehingga perlu dilakukan pemantauan secara periodik kondisi lingkungan sekitar industri ini. Kajian deskriptif ini dilakukan dengan desain cross sectional. Kegiatan dilakukan di PIK Pasarean dan PIK Kebasen Kabupaten Tegal. Data yang dikumpulkan adalah kandungan logam berat di lingkungan perairan dan padatan juga di dalam specimen darah penduduk di sekitar PIK. Hasil kajian menunjukkan teridentifikasi kandungan logam berat, terutama Pb di lingkungan padatan berupa: limbah padat, tanah pekarangan, tanaman, dan sedimen saluran irigasi yang melebihi batas normal, juga di 30% dari 30 spesimen darah responden penduduk dan 37% dari 30 spesimen darah responden pekerja. Sedangkan pada air tanah dan air irigasi kandungan logam berat Pb masih memenuh baku mutu yang dipersyaratkan. 65. Kajian Penyehatan Perumahan di Kabupaten Kulon Progo, DIY; Berdasarkan hasil dari 400 rumah yang disurvei terdapat 85 (25,5%) rumah yang termasuk kriteria rumah sehat dihuni oleh 331 jiwa (22,3%), rumah yang kurang sehat sebanyak 281 (70,25%) rumah dihuni oleh 1.045 jiwa (70,25%), dan sisanya 34 (8,5%) rumah termasuk dalam kriteria rumah tidak sehat dihuni oleh 105 jiwa (7,1%). Hasil pengujian contoh uji air bersih dari 28 sampel yang diperiksa tidak ada yang memenuhi syarat, 24 (86%) tidak memenuhi syarat biologi, 24 (86%) tidak memenuhi syarat kimia, dan 9 (32%) tidak memenuhi syarat fisika. Kualitas udara ruang dari 16 titik yang diperiksa tidak memenuhi syarat ditinjau dari parameter fisik yaitu 1 (6,25%) tidak memenuhi syarat suhu, 1 (6,25%) tidak memenuhi syarat kelembaban, 7 (43,75%) tidak memenuhi syarat suhu dan kelembaban, 5 (31,25%) tidak memenuhi syarat suhu, kelembaban dan pencahayaan. 2 (12,5%) tidak memenuhi syarat kelembaban danpencahayaan. Sedangkan dari parameter mikrobiologi yaitu ALT 14 (88%) tidak memenuhi syarat. Sedangkan dari parameter mikrobiologi yaitu ALT 12 (75%) tidak memenuhi syarat.. Hasil pengujian contah uji tanah dari 2 sampel yang diperiksa seluruhny memenuhi syarat. Kebiasaan membuka jendela setiap hari 160 (40%), yang kadang-kadang 155 (38,75)% dan yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 85 (21,25%). Dengan demikian maka sirkulasi udara dan pencahayaan alamiah belum seluruhnya memenuhi syarat. Kebiasaan menyapu dan mengepel lantai dilaksanakan disetiap rumah, tetapi frekuensinya tidak sama, penduduk yang menyapu dan mengepel lantai setiap hari sebanyak 224 (56%), 3 hari
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
sekali 108 (27%) dan 68 (17%) seminggu sekali. Dengan demikian keadaan lantai sebagian besar bersih dan tidak berdebu. Kebiasaan membuang tinja ke WC/jamban sebanyak 373 (93,25%), sedangkan 27 (6,75)% ke sungai/kebun/kolam. Sampah yang dihasilkan oleh penduduk sebagian besar belum dikelola dengan baik, 44 (11%) dibuang ke TPS/petugas sampah, 47 (11,75%) dimanfaatkan, penduduk yang mempunyai kebiasaan membuang sampah ke kebun 309 (77,25%). Hasil Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih dan jamban keluarga dari 400 rumah adalah Kualitas fisik air bersih, 283 (70,75%) baik, dan 82 (20,5%) tidak memiliki sarana air bersih. Tingkat risiko pencemaran SAB: 210 (52.5%) risiko rendah, 82 (20,5)% risiko sedang, 24 (6%) risiko tinggi, 2 (0,5%) resiko amat tinggi dan 82 (20,5%) tidak memiliki sarana air bersih. Sebanyak 257 (64,25%) jamban mempunyai resiko rendah, 28 (7%) tidak memiliki jamban. 66. Kajian Penyehatan Perumahan di Kabupaten Pemalang, Jateng; Berdasarkan hasil survei didapatkan 168 (42%) rumah yang termasuk kriteria rumah sehat dihuni oleh 748 jiwa (41%), rumah yang kurang sehat sebanyak 200 (50%) rumah dihuni oleh 920 jiwa (51%), dan sisanya 32 (8%) rumah termasuk dalam kriteria rumah tidak sehat dihuni oleh 147 jiwa (8%).Hasil pengujian contoh uji air bersih dari 28 sampel yang diperiksa tidak ada yang memenuhi syarat, 15 (54%) tidak memenuhi syarat biologi, 23 (82%) tidak memenuhi syarat kimia, dan 21 (75%) tidak memenuhi syarat fisika. Kualitas udara ruang dari 16 titik yang diperiksa tidak memenuhi syarat ditinjau dari parameter fisik yaitu 7 (44%) tidak memenuhi syarat suhu, 3 (19%) tidak memenuhi syarat suhu dan pencahayaan, 6 (37%) tidak memenuhi syarat suhu, kelembaban dan pencahayaan. Sedangkan dari parameter mikrobiologi yaitu ALT 12 (75%) tidak memenuhi syarat.. Hasil pengujian contah uji tanah dari 4 sampel yang diperiksa seluruhnya memenuhi syarat. Kebiasaan membuka jendela setiap hari 46,75%, yang kadang-kadang 36% dan yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 17,25%. Dengan demikian maka sirkulasi udara dan pencahayaan alamiah belum seluruhnya memenuhi syarat. Kebiasaan menyapu dan mengepel lantai dilaksanakan disetiap rumah, tetapi frekuensinya tidak sama, penduduk yang menyapu dan mengepel lantai setiap hari sebanyak 75,25%, 3 hari sekali 18% dan 6,75% seminggu sekali. Dengan demikian keadaan lantai sebagian besar bersih dan tidak berdebu. Kebiasaan membuang tinja ke WC/jamban sebanyak 87,25%, sedangkan 12,75% ke sungai/kebun/kolam. Sampah yang dihasilkan oleh penduduk sebagian besar dikelola dengan baik 43,75% dibuang ke TPS/petugas sampah, 39,75% dimanfaatkan, tetapi masih ada sebagian penduduk yang mempunyai kebiasaan membuang sampah ke kebun (26,5%). Hasil Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih dan jamban keluarga dari 400 rumah adalah Kualitas fisik air bersih 78,7% baik, dan 21,3% tidak memiliki sarana air bersih. Tingkat risiko pencemaran: 64,5% risiko rendah, 16,25% risiko sedang, 3% risiko tinggi, 2,75% resiko amat tinggi dan 13,5% tidak memiliki sarana air bersih. Sebanyak 289 (72,2%) jamban mempunyai resiko rendah. 67. Kajian Penyehatan Perumahan di Kabupaten Pati, Jateng; Berdasarkan hasil survei didapatkan 28 (7%) rumah yang termasuk kriteria rumah sehat dihuni oleh 105 jiwa (8%), rumah yang kurang sehat sebanyak 336 (64%) rumah dihuni oleh 1.180 jiwa (85%), dan sisanya 36 (9%) rumah termasuk dalam kriteria rumah tidak sehat dihuni oleh 102 jiwa (7%). Hasil pengujian contoh uji air bersih dari 28 sampel yang diperiksa tidak ada yang memenuhi syarat, 26 (93%) tidak memenuhi syarat biologi, 20 (71%) tidak memenuhi syarat kimia, dan 13 (46%) tidak memenuhi syarat fisika. Kualitas
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
udara ruang dari 16 titik yang diperiksa tidak memenuhi syarat ditinjau dari parameter fisik yaitu 2 (12%) tidak memenuhi syarat suhu dan pencahayaan, 1 (6%) tidak memenuhi syarat suhu, kelembaban dan pencahayaan, 4 (25%) tidak memenuhi syarat kelembaban, pencahayaan, 2 (12%) tidak memenuhi syarat suhu pencahayaan dan 5 (31%) tidak memenuhi syarat suhu, kelembaban. Sedangkan dari parameter mikrobiologi yaitu ALT 13 rumah (81%), tidak memenuhi syarat. Hasil pengujian contah uji tanah dari 4 sampel yang diperiksa seluruhnya memenuhi syarat. Kebiasaan membuka jendela setiap hari 24%, yang kadang-kadang 55,5% dan yang tidak pernah membuka jendela sebanyak 20,5%. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sirkulasi udara dan pencahayaan alamiah sebagian besar rumah belum memenuhi syarat. Kebiasaan menyapu /dan atau mengepel lantai setiap hari sebanyak 87,25%, 3 hari sekali 10% dan 2,75% seminggu sekali. Dengan demikian keadaan lantai sebagian besar bersih dan tidak berdebu., Kebiasaan membuang tinja ke WC/jamban sebanyak 96,25%, sedangkan 3,75% ke sungai/kebun/kolam. Sampah yang dihasilkan oleh penduduk sebagian besar tidak/belum dikelola dengan baik 86% dibuang ke kebun, tetapi ada sebagian penduduk yang mempunyai kebiasaan membuang sampah ke petugas sampah (14%). Hasil Inspeksi Sanitasi Sarana Air Bersih dan jamban keluarga dari 400 rumah adalah Kualitas fisik air bersih 51,75% berkualitas baik, penilaian ini berdasarkan dari pengamatan fisik air yang meliputi: kekeruhan, bau, rasa dan warna Tingkat risiko pencemaran SAB: 40,25% risiko rendah, 20,5% risiko sedang, 4,5% risiko tinggi, 1,25% resiko amat tinggi dan 33,5% tidak memiliki sarana air bersih Sebanyak 189 (47,25%) jamban mempunyai resiko rendah dan 4 (1%) mempunyai resiko amat tinggi. 68. Peningkatan Kesehatan Haji di Boyolali, Jateng; Tujuan kajian ini adalah mengetahui gambaran kualitas lingkungan, sanitasi makanan, minuman, bahan mentah dan penjamah di Asrama Haji Donohudan, Boyolali Provinsi Jawa Tengah. Kegiatan ini terdiri dari survei, observasi pengambilan sampel air baku,bersih,makanan dan penyehatan lingkungan antara lain pengendalian vektor penular penyakit, penyediaan kamar tidur, air mandi dan air minum di Asrama Haji Donohudan. Hasil pengujian air bersih (100%) yang diambil tidak memenuhi baku mutu air bersih secara fisika (berasa) dan kimia (Mangan) menurut Permenkes RI No 416/ Menkes/Per/IX/1990 tentang Persyaratan Kualitas Air Bersih, sedangkan satu dari dua contoh uji (50%) tidak memenuhi persyaratan mikrobiologi. contoh uji air minum dari 16 terdapat 56 % tidak memenuhi syarat (TMS) dan 44% memenuhi syarat (MS) parameter kimia (Mn), parameter biologi Total coliform tidak memenuhi syarat (TMS) 56% dan memenuhi syarat 44% (MS), E Coli tidak memenuhi syarat (TMS) 38 % dan memenuhi syarat (MS) 62%.berdasarkan persyaratan air minum menurut Permenkes RI No.492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum. semua contoh uji bahan mentah, 100 % tidak mengandung bahan pengawet makanan (Nitrit,borax, cyanida, Rhodamin, Metylin yellow). Contoh uji makanan siap saji terdapat 50% mengandung bahan pengawet/pewarna, Contoh Uji jajanan terdapat 60% dari 5 contoh uji terdapat kandungan E.Coli. Contoh uji minuman terdapat 50 % hasil analisis positif mengandung E.Coli sehingga tidak memenuhi syarat parameter mikrobiologi menurut Permenkes RI No. 1096/ Menkes /Per/VI/2010 tentang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. Contoh uji BTA semuanya negatif (MS), untuk parameter kelembaban dari 10 contoh uji terdapat (80%) tidak memenuhi syarat (TMS) menurut Kepmenkes RI No. 829/Menkes/SK/VII/1999, Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan, Parameter pencahayaan terdapat (70%) tidak memenuhi syarat (TMS). Parameter suhu (90%) memenuhi persyaratan(MS) satu dari 2
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
contoh uji (50%) parameter ALT dan parameter suhu di ruang Dapur tidak memenuhi syarat menurut Kepmenkes RI No.1204/Men.Kes/SK/X/2004, Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Sedangkan parameter kelembaban dan Pencahayaan telah memenuhi syarat menurut Permenkes RI Nomor 1096/ Menkes/ Per/VI/2011 Tentang Higiene Sanitasi Jasaboga.Dari 2 contoh uji (50%) di ruang Poliklinik parameter ALT dan parameter kelembaban tidak memenuhi syarat menurut Kepmenkes RI No.1204/Men.Kes/SK/X/2004, Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Sedangkan parameter suhu dan pencahayaan(100%) memenuhi persyaratan menurut Kepmenkes RI No.1204 /Menkes /SK/X/2004, Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Kualitas penjamah makanan dan peralatan, secara mikrobiologi: 4 contoh uji usap tangan penjamah/penyaji parameter ALT dan parameter E. coli (100%) tidak memenuhi syarat (TMS) menurut Kepmenkes RI No. 1096 /Menkes /Per/VI/2011, Tetang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. 10 contoh uji dengan pengambilan 2 kali ada sembilan (10%) usap alat masak, makan dan minum parameter ALT dan E.coli tidak memenuhi syarat (TMS), menurut Kepmenkes RI No. 1096/ Menkes/Per/VI/2011, Tetang Persyaratan Hygiene Sanitasi Jasaboga. 2 contoh uji (100%) limbah cair, tidak memenuhi syarat baku mutu menurut Peraturan Daerah Propinsi Jawa Tenggah Tahun 2012, No 5 Lampiran IX baik dari golongan I maupun golongan II. dua kali pemantauan keberadaan vektor di ruang dapur, tidak didapatkan adanya tikus, kecoa dan lalat. 69. Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai Faktor Risiko Infeksi Nosokomial di Sarana Pelayanan Kesehatan Kabupaten Gunungkidul, DIY; Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui kondisi lingkungan fisik ruang Unit Gawat Darurat, ruang Bedah (OK), ruang Bersalin (VK), ruang Perawatan Pasca Bedah dan ruang Perawatan Pasca Bersalin di empat rumah sakit di Kabupaten Gunungkidul. Mengetahui upaya sterilisasi dan desinfeksi ruang dan alat medis di di empat rumah sakit di Kabupaten Gunungkidul. Mengetahui kondisi fisik dan mikrobiologis Unit Gawat Darurat, ruang OK, ruang VK, ruang perawatan OK dan ruang perawatan VK di empat rumah sakit di Kabupaten Gunungkidul. Mengetahui pelaksanaan sistem surveilans infeksi nosokomial yang dilaksanakan di empat rumah sakit di Kabupaten Gunungkidul. Kondisi tata ruang operasi RSUD Wonosari, RSU Pelita Husada dan RS. Nur Rohmah kurang mendukung upaya sterilisasi ruangan karena masih ada bagian-bagian ruangan yang sulit untuk dibersihkan, demikian juga ventilasi ruangan perawatan kurang memadai karena < 10 % luas ruangan. Upaya sterilisasi ruang operasi di RSUD Wonosari dan RSU. Pelita Husada masih belum optimal, terutama dalam hal peletakan lampu UV dan kontrol penggunaannya. Ruang operasi, perawatan, dan VK di RSUD Wonosari, RSU. Pelita Husada, RS. Nur Rohmah belum memenuhi persyaratan mikrobiologis. Ruang operasi, perawatan, dan VK di RSUD Wonosari, RSU. Pelita Husada, RS. Nur Rohmah belum memenuhi persyaratan suhu, kelembaban dan pencahayaan. RSUD Wonosari dan RS. Nur Rohmah telah melaksanakan surveilans infeksi nosokomial sesuai standar mutu pelayanan medis, sedangkan di RSU. Pelita Husada dan RSU. PKU Muhammadiyah belum melakukan surveilan infeksi Nosokomial.
70. Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai Faktor Risiko Infeksi Nosokomial di Kota Yogyakarta, DIY;
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Kajian ini ditujukan untuk mengetahui kondisi lingkungan fisik dan biologi di ruang operasi, ruang bersalin dan ruang perawatan kelas III dua rumah sakit, mengetahui kondisi lingkungan fisik dan biologi di ruang tindakan unit gawat darurat (IGD), ruang bersalin dan ruang perawatan dua puskesmas serta mengetahui upaya sterilisasi dan desinfeksi yang dilakukan rumah sakit dan puskesmas dalam hal pencegahan infeksi nosokomial. Kajian ini menunjukkan bahwa apabila dibandingkan dengan baku mutu yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 untuk kondisi lingkungan fisik kedua rumah sakit dan puskesmas serta nomor 1248/Menkes/SK/VIII/2006 untuk kondisi lingkungan fisik kedua puskesmas telah memenuhi persyaratan, kecuali pada struktur bangunan, suhu, kelembaban dan pencahayaan. Apabila dibandingkan dengan baku mutu yang tertera pada Keputusan Menteri Kesehatan nomor 1204/Menkes/SK/X/2004 untuk kondisi lingkungan biologi kedua rumah sakit dan puskesmas dan kedua puskesmas belum memenuhi persyaratan yaitu angka kuman udara dan usap lantai rumah sakit dan puskesmas yang masih melebihi baku mutu.. Bakteri patogen di ruang operasi di dua rumah sakit tidak ditemukan, akan tetapi ditemukan bakteri patogen spesies Klebsiella pneumoniae di ruang bersalin di kedua puskesmas. Surveilans infeksi nosokomial telah dilaksanakan oleh tim PPI di kedua rumah sakit. Upaya pencegahan infeksi luka operasi di dua rumah sakit telah dilakukan dengan baik sedangkan di dua puskesmas di belum dilaksanakan, oleh karena tidak ada kasus. 71. Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai Faktor Risiko Infeksi Nosokomial di Sarana Pelayanan Kesehatan Kota Salatiga, Jateng; Kajian ini bertujuan untuk Mengetahui kondisi lingkungan fisik ruang operasi, ruang UGD, ruang bersalin, ruang perawatan pasca operasi kelas III, dan ruang perawatan pasca bersalin kelas III di tiga Rumah Sakit di Kota Salatiga. Mengetahui kondisi lingkungan biologi ruang operasi, Ruang UGD,ruang bersalin, ruang perawatan pasca operasi kelas III, dan ruang perawatan kelas III di tiga Rumah Sakit di Kota Salatiga. Mengetahui upaya pengendalian infeksi nosokomial di tiga Rumah Sakit di Kota Salatiga Hasil survei dan observasi menunjukkan bahwa secara umum kondisi lingkungan fisik bangunan dalam keadaan baik, fasilitas sanitasi memenuhi syarat, namun pertemuan antara dinding dan lantai belum konus (melengkung), serta luas ventilasi dan jumlah wastafel masih kurang. Hasil pengukuran suhu, kelembaban, serta pencahayaan belum seluruhnya memenuhi syarat. Berdasarkan hasil pengujian laboratorium, kondisi lingkungan biologi di tiga Rumah Sakit di kota Salatiga belum memenuhi persyaratan Keputusan Menteri Kesehatan No 1204/Menkes SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit yaitu RSUD Kota Salatiga (angka kuman udara, usap lantai, bakteri patogen, Klebsiella pneumoniae dan E. coli), di RSP Ario Wirawan (angka kuman udara, usaplantai, usap dinding, bakteri pathogen E. coli) dan di RS Puri Asih angka kuman udara, dinding, usap alat, bakteri pathogen Klebsiella pneumoniae dan E. coli ). Upaya Pengendalian Infeksi Nosokomial telah dilakukan dengan cara melakukan surveilans infeksi nosokomial, desinfeksi dan sterilisasi, membentuk tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) walaupun masih belum dilakukan pelatihan. 72. Kajian Kondisi Kesehatan Lingkungan Sebagai Faktor Risiko Infeksi Nosokomial di Kota Surakarta, Jateng; Hasil kajian menunjukkan bahwa kondisi fisik dan mikrobiologis di ruang operasi, ruang bersalin dan ruang perawatan kelas III di tiga rumah sakit di Kota Surakarta belum
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
memenuhi persyaratan dalam Kepmenkes RI No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit, yaitu di RSUD Kota Surakarta (struktur bangunan & ventilasi; suhu, kelembaban dan pencahayaan; angka kuman udara, dinding, lantai dan alat medis; ditemukan bakteri patogen), RSI Kustati (struktur bangunan; angka kuman udara dan lantai; ditemukan bakteri patogen), dan RSU Panti Waluyo (struktur bangunan & ventilasi; suhu, kelembaban dan pencahayaan; angka kuman udara, dinding, lantai dan alat medis; ditemukan bakteri patogen). Ditemukan bakteri patogen di ruang operasi di tiga rumah sakit di Kota Surakarta yaitu di RSUD Kota Surakarta ( spesies Klebsiella pneumoniae, E.coli dan Pseudomonas aeruginosa), di RSUI Kustati (spesies Klebsiella pneumoniae dan E.coli), dan RSU Panti Waluyo (spesies Escherichia coli). Upaya sterilisasi dan disinfeksi ruangan di tiga rumah sakit telah dilaksanakan dengan baik akan tetapi hasilnya belum optimal terbukti dari masih tingginya angka kuman di beberapa ruangan serta ditemukannya bakteri patogen. Surveilans infeksi nosokomial sebagian telah dilaksanakan oleh tim PPI rumah sakit, tidak ada penyakit infeksi nosokomial yang melebihi standar pelayanan mutu, upaya sterilisasi dan disinfeksi juga telah dilaksanakan.akan tetapi dosis disinfektan dan waktu kontak yang digunakan belum optimal. Perlu pelatihan atau refreshing mengenai sanitasi dan sterilisasi ruangan khusus di rumah sakit sehingga pelaksanaan disinfeksi dan sterilisasi optimal dan rumah sakit terhindar dari risiko infeksi nosokomial 73. Kajian Situasi Faktor Risiko Penyakit Menular dan Tidak Menular di Pasar Playen, Kabupaten Gunungkidul, DIY; Kajian dilaksanakan di salah satu pasar paling ramai di Kabupaten Gunungkidul dengan aktivitas hampir tidak berhenti selama 24 jam. Total pedagang yang tercatat di pasar tersebut sebanyak 387 orang. Tahapan kegiatan terdiri atas tahap persiapan berupa koordinasi dan rapat lintas sektor, tahap pelaksanaan terdiri atas survei/observasi pasar serta pengambilan dan pengujian sampel, serta tahap evaluasi dan laporan berupa analisis data dan sosialisasi. Survei/observasi berupa inspeksi sanitasi pasar menggunakan formulir penilaian sanitasi pasar dan perilaku hidup bersih dan sehat pedagang, pengunjung, pekerja, dan pengelola. Sampel lingkungan agen biologis dan fisik kimia diambil dari makanan minuman siap saji, jajanan pasar, air bersih, air minum, usap alat, dan udara. Sosialisasi hasil dilakukan dengan mengundang lintas sektor dan lintas program terkait untuk membuat rencana tindak lanjut bersama dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan pasar. Kegiatan dilaksanakan pada bulan Maret – Juni 2015. Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi, penataan ruang dagang (zoning) dan lebar lorong antar los di pasar tersebut tidak memenuhi syarat, tidak ada tempat sampah, tidak ada tempat cuci tangan, tidak ada tempat penyimpanan bahan pangan dengan rantai dingin, masih dijumpai binatang penular penyakit (vektor) dan tempat perindukannya, jumlah kamar mandi dan WC kurang, tidak ada tempat pembuangan sementara, dan belum pernah dilaksanakan desinfeksi pasar. Hasil pemeriksaan sampel di pasar tersebut menemukan agen biologi berupa E.Coli pada makanan siap saji, air minum, dan peralatan makan, serta tidak terpenuhinya syarat Total Coliform dalam air bersih yang dapat menjadi risiko kejadian penyakit menular. Pemeriksaan agen kimiawi menemukan adanya Rhodamine B dan Formalin pada makanan jajanan dan kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
74. Kajian Situasi Faktor Risiko Penyakit Menular dan Tidak Menular di Pasar Sokaraja, Kabupaten Banyumas, Jateng; Berdasarkan hasil inspeksi sanitasi, ruang pengelola belum dilengkapi dengan fasilitas sanitasi (kamar mandi, WC dan tempat cuci tangan/wastafe), penyediaan wastafel dan sabun cuci tangan, jumlah tempat sampah, pemilahan dan pengolahan sampah, pengujian air bersih, desinfeksi pasar, dan kondisi binatang penular penyakit belum memenuhi syarat kesehatan. Selain itu, Perilaku Hidup Bersih dan Sehat masih perlu ditingkatkan serta perlu dibuat Pos PPPK. Pemeriksaan 12 contoh uji makanan siap saji di Pasar Sokaraja terhadap agen biologi tidak menemukan Salmonella sp., Shigella sp., E. coli, V. cholera, S. aureus, dan K. pneumoniae. Pemeriksaan enam contoh uji alat makan terhadap agen biologi menemukan E. coli serta angka kuman. Pengujian tiga contoh uji air minum terhadap agen biologi mendapatkan dua sampel mengandung Total Coliform dan satu sampel mengandung E. Coli pada air minum. Dua contoh uji air sumur menunjukkan positif Coliform. Angka kuman udara sangat tinggi, terutama di los unggas. Ditemukannya agen biologi di lingkungan pasar berpotensi terhadap kejadian penyakit menular di pasar. Pemeriksaan contoh uji terhadap agen kimiawi di Pasar Sokaraja menemukan adanya Rhodamin B pada lima dari 19 contoh uji, serta kurangnya kandungan Iodium dalam garam yang dijual di pasar, yang berpotensi terhadap kejadian penyakit tidak menular. 75. Kajian Faktor Risiko Legionellosis di TTU di Kota Yogyakarta, DIY; Tujuan kegiatan ini adalah mengetahui sejauh mana pengetahuan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Yogyakarta, dan Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI) Kota Yogyakarta tentang legionellosis, bakteri Legionella dan Kepmenkes No. 1538/Menkes/SK/XI/2003 tentang Standar Pengelolaan Spesimen Legionella. Mengidentifikasi keberadaan bakteri Legionella di lingkungan hotel-hotel dan SPA di Kota Yogyakarta. Mengetahui kualitas air kolam renang dan whirlpool/kolam rendam di hotel-hotel dan SPA di Kota Yogyakarta. Kajian ini bersifat deskriptif. Objek kajian adalah kondisi lingkungan artifisial yang berpotensi sebagai tempat perkembangbiakan bakteri Legionella di tempat-tempat umum. Hasil dari kajian ini tidak diketemukan Legionella pada semua contoh uji yang diambil di enam hotel di Kota Yogyakarta. Kualitas air kolam renang di hotel Grand Aston dan Greenhost Boutique belum memenuhi persyaratan mikrobiologis sedangkan di The Phoenix Hotel, Hotel Melia Purosani, Hotel Horison Ultima Riss tidak memenuhi syarat kimiawi. 76. Kajian Faktor Risiko Legionellosis di Kabupaten Magelang, Jateng; Kegiatan ini adalah kajian deskriptif terhadap pengetahuan stakeholder di bidang pariwisata dan kesehatan tentang legionellosis dan Legionella, serta keberadaan Legionella dan kualitas air kolam renang dan kolam rendam di 6 (enam) hotel di Kabupaten Magelang. Pengumpulan data pengetahuan petugas Dinas Kesehatan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan PHRI dilakukan melalui diskusi. Pengumpulan data keberadaan bakteri Legionella serta kualitas air kolam renang dan kolam rendam dilakukan melalui pengambilan contoh uji di lokasi kegiatan dan pengujian contoh uji di Laboratorium Biologi Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta. Pengujian dilakukan terhadap 19 contoh uji yang terdiri
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
atas air bersih, air kolam dekoratif, air kolam renang, air kolam rendam, air menara pendingin, usap kran, usap outlet AC, dan usap dinding kolam. Tidak diketemukan Legionella di semua contoh uji yang diperiksa. Namun demikian, pengetahuan pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah legionellosis masih kurang, sehingga perlu dilakukan sosialisasi mengenai keberadaan Legionella di lingkungan dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat. Kualitas air kolam renang memenuhi persyaratan, namun kualitas air kolam rendam tidak memenuhi persyaratan mikrobiologis karena tingginya angka total koliform. 77. Kajian Faktor Risiko Legionellosis di Kota Salatiga, Jateng; Kegiatan ini adalah kajian deskriptif terhadap pengetahuan stakeholder di bidang pariwisata dan kesehatan tentang legionellosis dan Legionella, serta keberadaan Legionella dan kualitas air kolam renang dan kolam rendam di 6 (enam) hotel di Kota Salatiga. Pengumpulan data pengetahuan petugas Dinas Kesehatan, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, dan PHRI dilakukan melalui diskusi. Pengumpulan data keberadaan bakteri Legionella serta kualitas air kolam renang dan kolam rendam dilakukan melalui pengambilan contoh uji di lokasi kegiatan dan pengujian contoh uji di Laboratorium Biologi Lingkungan BBTKLPP Yogyakarta. Pengujian dilakukan terhadap 18 contoh uji yang terdiri atas air bersih, air kolam dekoratif, air kolam renang, air kolam rendam, air menara pendingin, usap kran, usap outlet AC, dan usap dinding kolam. Tidak diketemukan Legionella di semua contoh uji yang diperiksa. Namun demikian, pengetahuan pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah legionellosis masih kurang, sehingga perlu dilakukan sosialisasi mengenai keberadaan Legionella di lingkungan dan risikonya terhadap kesehatan masyarakat. Kualitas air kolam renang di dua hotel tidak memenuhi memenuhi persyaratan mikrobiologis. Kualitas air kolam rendam/whirlpool di Laras Asri Resort & SPA tidak memenuhi persyaratan mikrobiologis. 78. Uji Petik Kualitas Makanan di TPM Kabupaten Sleman, DIY; Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui keadaan sanitasi tempat pengelolaan makanan (TPM) di Kabupaten Sleman, mengetahui keadaan usap tangan penjamah makanan berdasarkan parameter biologi, mengetahui kualitas makanan di tempat pengelolaan makanan (TPM) di Kabupaten Sleman berdasarkan parameter kimia tambahan, mengetahui kualitas makanan, minuman, alat masak, serta alat makan dan minum di tempat pengelolaan makananan (TPM) di Kabupaten Sleman berdasarkan parameter biologi. Kajian ini adalah kajian deskriptif yaitu menggambarkan kondisi sanitasi, keadaan usap tangan penjamah makanan, kualitas makanan berdasarkan parameter bahan kimia tambahan, kualitas makanan, alat masak, serta makan dan minum berdasarkan parameter biologi di tempat pengelolaan makanan (TPM) di wilayah Kerja Puskesmas Mlati I, Puskesmas Godean II, Puskesmas Pakem dan Puskesmas Depok I Kabupaten Sleman. Berdasarkan hasil survei dan observasi TPM di Kabupaten Sleman masih memerlukan perbaikan: fasilitas pencucian peralatan, pengawasan serangga, kebersihan konstruksi bangunan dan pengetahuan penjamah serta penyaji mengenai penyakit bawaan. Tidak ditemukan bakteri E. coli pada semua usap tangan penjamah makanan (100%), meskipun semua usap tangan penjamah 50% tidak memenuhi syarat jumlah angka kuman( > 0 CFU/cm2). Tidak diketemukan bahan kimia tambahan dalam makanan pada contoh uji yang diambil di 14 TPM. Tidak diketemukan kontaminan bakteri patogen dalam contoh
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
uji yang diambil di 14 TPM, Jumlah Angka Kuman pada alat masak 50 % tidak memenuhi syarat ( >0 CFU/cm2) namun tidak diketemukan bakteri E. coli pada alat masak.
79. Uji Petik Kualitas Makanan di TPM Kabupaten Gunungkidul, DIY; Kegiatan ini merupakan kegiatan uji petik yang dilakukan di enam belas TPM di wilayah kerja Puskesmas Kabupaten Gunungkidul. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan inspeksi sanitasi di 16 TPM tersebut menggunakan instrumen dan melakukan pengujian contoh uji usap tangan penjamah makanan, makanan, alat masak atau alat makan/minum dari 13 TPM tersebut di laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Setelah data dianalisa dan dibuat laporan, hasil uji petik didiseminasikan kepada lintas sektor terkait di Kabupaten Gunungkidul. Berdasarkan hasil survei observasi, TPM di wilayah Kabupaten Gunungkidul masih memerlukan perbaikan dan peningkatan dalam perlindungan makanan, keadaan karyawan, higiene sanitasi perlengkapan masak dan makan, air bersih, pembuangan air kotor/limbah cair, fasilitas kebersihan, pembuangan sampah, konstruksi bangunan, pengendalian vektor, pencahayaan, penghawaan, dan kamar pakaian. Usap tangan penjamah makanan di 16 TPM di 4 (empat) puskesmas Kabupaten Gunungkidul (100%) tidak memenuhi syarat parameter biologi angka kuman (> 0 CFU/cm2) dan usap tangan penjamah di tujuh TPM ((43,75%) tidak memenuhi syarat E. coli (E.coli = positif). Tidak diketemukan bahan kimia tambahan dalam makanan pada contoh uji yang diambil di 16 TPM Kabupaten Gunungkidul. Tidak diketemukan kontaminan bakteri pathogen (E, Coli,Salmonella sp., Shigella sp., Bacillus, Staphylococcus aureus, dan Vibrio cholerae) dari 16 contoh uji yang di ambil di TPM Kabupaten Gunungkidul. Usap alat masak di 16 TPM Kabupaten Gunungkidul tidak memenuhi syarat , parameter biologi (Angka Kuman > 0 CFU/cm2) dan usap alat masak di semua TPM (100%) memenuhi syarat terhadap parameter bakteri E. coli. 80. Uji Petik Kualitas Makanan di TPM Kabupaten Magelang, DIY; Kegiatan ini merupakan kegiatan uji petik yang dilakukan di enam TPM di wilayah kerja Puskesmas Secang dan tujuh TPM di wilayah kerja Puskesmas Muntilan II. Pengumpulan data primer dilakukan dengan melakukan inspeksi sanitasi di 13 TPM tersebut menggunakan instrumen dan melakukan pengujian contoh uji usap tangan penjamah makanan, makanan, alat masak atau alat makan/minum dari 13 TPM tersebut di laboratorium BBTKLPP Yogyakarta. Setelah data dianalisa dan dibuat laporan, hasil uji petik didiseminasikan kepada lintas sektor terkait di Kabupaten Magelang. Berdasarkan hasil survei observasi, TPM di wilayah Kabupaten Magelang masih memerlukan perbaikan dan peningkatan dalam perlindungan makanan, keadaan karyawan, higiene sanitasi perlengkapan masak dan makan, air bersih, pembuangan air kotor/limbah cair, fasilitas kebersihan, pembuangan sampah, konstruksi bangunan, pengendalian vektor, pencahayaan, penghawaan, dan kamar pakaian. Usap tangan penjamah makanan di 13 TPM Kabupaten Magelang tidak memenuhi syarat parameter biologi angka kuman (> 0 CFU/cm2) dan usap tangan penjamah di lima TPM (38,46%) tidak memenuhi syarat E. coli (E.coli = positif). Tidak diketemukan bahan kimia tambahan dalam makanan pada contoh uji yang diambil di 13 TPM Kabupaten Magelang. Diketemukan kontaminan bakteri pathogen E, Coli sebanyak 2 contoh uji makanan dari 13 contoh uji yang di ambil di TPM, Sedangkan untuk kontaminan bakteri (Salmonella sp., Shigella sp., Bacillus, Staphylococcus
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
aureus, dan Vibrio cholerae) tidak diketemukan dalam contoh uji yang diambil di 13 TPM Kabupaten Magelang. Usap alat masak di 13 TPM Kabupaten Magelang tidak memenuhi syarat parameter biologi (Angka Kuman > 0 CFU/cm2) dan usap alat masak di empat TPM (30,77%) diketemukan bakteri E. coli 81. Uji Petik Kualitas Makanan di TPM Kabupaten Wonosobo, Jateng; Kajian ini adalah kajian deskriptif yaitu menggambarkan kondisi sanitasi, keadaan usap tangan penjamah makanan, kualitas makanan berdasarkan parameter bahan kimia tambahan, kualitas makanan dan alat masak/makan/minum berdasarkan parameter biologi di tempat pengelolaan makanan (TPM) di wilayah Kerja Puskesmas Wonosobo I dan Puskesmas Wonosobo II Kabupaten Wonosobo. Berdasarkan hasil survei dan observasi TPM di Kabupaten Wonosobo, beberapa hal yang masih memerlukan perbaikan yaitu: fasilitas pencucian, pengawasan serangga, kebersihan konstruksi bangunan, serta pengetahuan penjamah dan penyaji mengenai penyakit bawaan. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap 16 contoh uji, usap tangan penjamah makanan yang memenuhi syarat jumlah angka kuman (< 0 CFU/cm2) hanya 2 orang (12,5%), sedangkan 14 penjamah (87,5%) tidak memenuhi syarat (>0 CFU/cm2). Berdasarkan hasil uji laboratorium, tidak diketemukan bahan kimia tambahan dalam 16 contoh uji makanan yang diambil di 16 TPM. Berdasarkan hasil uji laboratorium terhadap 16 contoh uji usap alat masak/makan/minum, semua alat tidak memenuhi syarat angka kuman (> 0 CFU/cm2), namun tidak diketemukan kontaminan bakteri E. coli Keberhasilan dalam pencapaian indikator ke-2 ini karena BBTKLPP Yogyakarta menerapkan berbagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan surveilans/kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium melalui: surveilans/kajian faktor risiko penyakit menular maupun penyakit tidak menular; kajian ADKL/ARKL, serta monitoring kualitas lingkungan sebagai faktor risiko penyakit 3.
Jumlah jejaring kemitraan surveilans faktor risiko penyakit/ penyehatan lingkungan, dan/atau penguatan laboratorium
Indikator sasaran ini diperhitungkan dari jumlah pertemuan, baik yang diselenggarakan maupun yang dihadiri, atau penyebarluasan informasi tentang surveilans faktor risiko penyakit /penyehatan lingkungan, dan/atau penguatan laboratorium, dalam 1 tahun sebanyak 100 kegiatan pada tahun 2015 ini target terlampaui dan dilaksanakan kegiatan dalam rangka jejaring kemitraan surveilans faktor risiko penyakit/ penyehatan lingkungan, dan/atau penguatan laboratorium sebanyak 102 kegiatan (102%). Kegiatan yang dilakukan adalah: 1. Pertemuan dalam rangka Monitoring dan Evaluasi kegiatan bidang surveilans epidemiologi BBTKLPP Yogyakarta untuk penguatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB Penyakit Dinkes Provinsi Jateng tanggal 10 Februari 2015; 2. Pertemuan dalam rangka Monitoring dan Evaluasi kegiatan bidang surveilans epidemiologi BBTKLPP Yogyakarta untuk penguatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB Penyakit ke Dinkes DIY tanggal 12 Februari 2015; 3. Pertemuan untuk Penguatan Kewaspadaan Dini Penyakit Pes ke Provinsi Jawa Tengah kunjungan ke B2P2VRP Salatiga pada tanggal 25 Februari 2015;
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta 4. 5. 6.
7. 8. 9. 10.
11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
2015
Pertemuan Sosialisasi Kegiatan dan Pengumpulan Data Awal Kajian FR Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kabupaten Sleman pada tanggal 2 Maret 2015; Pertemuan Sosialisasi Kegiatan dan Pengumpulan Data Awal Kajian FR Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kabupaten Sragen pada tanggal 5 Maret 2015; Pertemuan Sosialisasi Kegiatan dan Pengumpulan Data Awal Kajian FR Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kabupaten Semarang pada tanggal 10 Maret 2015; Pertemuan di Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas Tanggal 23 Maret 2015 untuk Penguatan monitoring faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM di Kabupaten Banyumas; Pertemuan Jejaring Krida Pengendalian Penyakit Sakha Bhakti Husada di Dinkes DIY pada tanggal 20 April 2015; Penyampaian Media Informasi Kegiatan Edisi I ke stakeholders Pertemuan tindak lanjut penguatan monitoring faktor risiko PTM melalui Posbindu PTM di Kabupaten Banyumas persiapan kunjungan Menteri Kesehatan R.I yang direncanakan tanggal 24 April 2015; Penguatan Kewaspadaan Dini KLB Penyakit Pes dalam Rangka Sosialisasi dan Diseminasi Surveilans Pes di Puskesmas Cangkringan Kabupaten Sleman tanggal 28 April 2015; Bimbingan teknis Peningkatan Sistem Kewasdaan Dini(SKD) KLB dan PHEIC ke Kabupaten Semarang tanggal 30 April 2015; RPAM Temanggung tanggal 4 Mei 2015; Pelatihan Penguatan Posbindu PTM di Desa Sumbergiri Kecamatan Ponjong Kabupaten Gunung Kidul dilaksanakan pada tanggal 6 Mei 2015; Workshop Pembentukan Posbindu Baru pada tanggal 11 Mei 2015 di Kabupaten Kulon Progo; Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan Kab. Sragen tanggal 12-13 Mei 2015 ; Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Pekalongan tanggal 18-19 mei 2015; Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan Kab. Wonogiri tanggal 19-20 Mei 2015; Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Jepara tanggal 19-20 mei 2015; Jejaring Krida Pengendalian Penyakit untuk Orientasi Pengurus SBH di Kab. Magelang dalam Siaga Bencana tanggal 21 Mei 2015; Penyuluhan Pola Makan Sehat dan Demo Masak dilaksanakan pada tanggal 21 Mei 2015 di Balai Dusun Bendo (posbindu Melati), Desa Beji, Kecamatan Ngawen; Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan Kota Yogyakarta 21 Mei 2015; Peningkatan kapasitas kader posbindu Ceria berupa Pelatihan Peer Educator dan Gizi Bagi Kader Posbindu PTM tanggal 22 Mei 2015 di Puskesmas Lendah Kabupaten Kulon Progo; Jejaring Krida Pengendalian Penyakit untuk Orientasi Pengurus SBH di Kab. Sukoharjo dalam Siaga Bencana tanggal 25 Mei 2015; Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta tanggal 25 mei 2015; Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Gunung Kidul tanggal 25 mei 2015;
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
27. Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul tanggal 25 mei 2015; 28. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kab. Purbalingga tanggal 25-26 Mei 2015; 29. Jejaring Kebencanaan (Pertemuan Ilmiah Tahunan (PIT) Riset Kebencanaan) di Universitas Gajah Mada Yogyakarta tanggal 26, 27 dan 28 Mei 2015; 30. Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang tanggal 27-28 mei 2015; 31. Penguatan kapasitas kader Posbindu dengan pelatihan Senam Bagi Kader Posbindu PTM Reksomardisiwi Desa Karanglo tanggal 3 – 4 Juni 2015 di Balai Desa Desa Karanglo; 32. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kab. Sleman 4 Juni 2015; 33. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan / Pendampingan Labkesda. Kab. Rembang Rabu-Kamis, 3-4 Juni 2015 34. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kab. Bantul 10 Juni 2015 35. Refreshing Posbindu di Kelurahan Tlogosari Kulon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang yang dilaksanakan di Puskesmas Tlogosari Kulon tanggal 10–11 Juni 2015; 36. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan / Pendampingan Kab. Sukoharjo tanggal 1516 Juni 2015 37. Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Salatiga tanggal 15-16 Juni 2015; 38. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan/Pendampingan Kab. Kulon Progo 22 Juni 2015 39. Bimbingan teknis laboratorium lingkungan/pendampingan di UPTD Laboratorium Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Sukoharjo tanggal 22-23 Juni 2015; 40. Bimbingan Teknis Laboratorium Lingkungan / Pendampingan Kab. Pati tanggal 22-23 Juni 2015 41. Pembinaan anggota pramuka SBH DIY dalam rangka kegiatan krida pengendalian penyakit saka bakti husada tanggal 13 Juli 2015; 42. Penyampaian Media Informasi Kegiatan Edisi II ke stakeholders 43. Penguatan Sistem Kewaspadaan Dini KLB DBD di Karang Anyar, pertemuan di Dinkes Karang Anyar tanggal 1 Agustus 2015; 44. Penyampaian Buletin Epidemiologi Edisi I ke Stakeholders 45. Penyampaian Jurnal Human Media Edisi I ke stakeholders 46. Pertemuan koordinasi lintas sektoral dalam rangka deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan Pintu Masuk Negara di Kab. Wonogiri pada tanggal 26 Agustus 2015; 47. Pelatihan senam bagi kader Posbindu dilaksanakan di Gedung Olah Raga Desa Beji, Kecamatan Ngawen, Kab. Gunungkidul pada tanggal 1 September 2015; 48. Pelatihan kader Posbindu PTM Tunas Galar Kota Semarang tanggal 7 September 2015; 49. penguatan kewaspadaan dini KLB Penyakit pada petugas surveilans puskesmas se Kota Surakarta tanggal 23 September 2015; 50. Pertemuan koordinasi lintas sektoral dalam rangka deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan Pintu Masuk Negara di Kab. Temanggung pada tanggal 29 September 2015; 51. Pertemuan koordinasi lintas sektoral deteksi dini dan respon KKM terintegrasi dengan Pintu Masuk Negara di Bantul tanggal 06 Oktober 2015;
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
52. Pertemuan Sosialisasi Jejaring Krida Pengendalian Penyakit SBH di DIY tanggal 18 Oktober 2015; 53. Penyampaian Media Informasi Kegiatan Edisi III ke stakeholders 54. Peningkatan Kapasitas Posbindu dengan Pelatihan Pengaturan Menu Gizi Seimbang Bagi Kader Posbindu PTM Reksomardisiwi Desa Karanglo, Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas tanggal 19 – 20 Oktober 2015; 55. Evaluasi pelaksanaan Posbindu PTM Melati, Dusun Bendo, Desa Beji tanggal 20 Oktober 2015; 56. Pelatihan Senam Tematik Posbindu PTM di Kelurahan/kecamatan Purwodiningratan Kota Surakarta pada tanggal 21 Oktober 2015. 57. Pelatihan Senam Tematik Posbindu PTM di Kelurahan/Kecamatan Sangkrah Kota Surakarta pada tanggal 21 Oktober 2015; 58. Pelatihan Senam Tematik Posbindu PTM di Kelurahan Danukusuman Kecamatan Kratonan Kota pada tanggal 21 Oktober 2015; 59. Sosialisasi Hasil Pengukuran Kualitas Udara (ISPU) Dalam Rangka Kesiapsiagaan dan Kewaspadaan Dini Dampak Kebakaran Hutan Gunung Lawu pada bulan Oktober 2015 60. Pelatihan Pengolahan Bahan Makanan Kader Posbindu PTM di Kelurahan/Kecamatan Sangkrah Kota Surakarta pada tanggal 29 Oktober 2015; 61. Pelatihan Pengolahan Bahan Makanan Kader Posbindu PTM di Kelurahan Danukusuman Kecamatan Kratonan Kota pada tanggal 29 Oktober 2015 62. Pelatihan Gizi untuk kader Posbindu PTM Tunas Galar di Kota Semarang tanggal 17 November 2015; 63. Pertemuan penanggulangan Bencana banjir di Kabupaten Bantul tanggal 24 dan 25 November 2015; 64. Pertemuan Sosialisasi Hasil Kajian FR Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kabupaten Sragen tanggal 26 November 2015; 65. Sarasehan Mengenai Penyakit Tidak Menular di Kecamatan Cilongok, Kabupaten Banyumas (Dialog Dengan Dokter Spesialis) tanggal 27 November 2015; 66. Pertemuan Penyusunan Rencana Kerja Antar Laboratorium tanggal 8 Oktober 2015 67. Sarasehan Mengenai Penyakit Tidak Menular di Kecamatan Lendah, Kabupaten Kulon Progo (Dialog Dengan Dokter Spesialis) tanggal 3 Desember 2015; 68. Sosialisasi rencana kegiatan krida pengendalian penyakit Saka Bakti Husada tahun 2015 di Kabupaten Magelang tanggal 5 Desember 2015; 69. Pertemuan untuk penyusunan draft instrumen kedaruratan masyarakat tanggal 6-9 Desember 2015; 70. Pertemuan Sosialisasi Hasil Kajian FR Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kabupaten Sleman tanggal 7 Desember 2015; 71. Pertemuan Sosialisasi Hasil Kajian FR Lingkungan Terhadap Kepadatan Larva Aedes aegypti di Kabupaten Semarang tanggal 8 Desember 2015; 72. Diseminasi Informasi Hasil Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Kawasan Tanpa Rokok tiga kabupaten/kota pada tanggal 10 Desember 2015 di BBTKLPP Yogyakarta; 73. Diseminasi informasi hasil surveilans FR PTM di 5 kabupaten/kota di DIY tanggal 14 Desember di BBTKLPP Yogyakarta; 74. Sosialisasi Hasil pemeriksaan Posbindu PTM Desa wates Kecamatan Wates Kabupaten Kulon Progo dipresentasikan pada acara Desinfo pada tanggal 14 Desember 2015 di BBTKLPP Yogyakarta.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
75. Desinfo sosialisasi hasil pemeriksaan Posbindu PTM Desa Jatimulyo Kecamatan Girimulyo Kabupaten Kulon Progo pada tanggal 14 Desember 2015 di BBTKLPP 76. Sosialisasi Hasil pemeriksaan Posbindu PTM di Desa Nglindur Kecamatan Girisubo Kabupaten Gunung Kidul dipresentasikan pada acara Desinfo pada tanggal 14 Desember 2015 di BBTKLPP Yogyakarta; 77. Penyelenggaraan Kaji Ulang Manajemen pada tanggal 14-15 Desember 2015 78. Pertemuan “Overview Kegiatan BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2015 dan Sinkronisasi Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2016 di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Provinsi Jawa Tengah” tanggal 16 Desember 2015; 79. Sosialisasi rencana kegiatan krida pengendalian penyakit Saka Bakti Husada tahun 2015, 19 Desember 2015; 80. Pertemuan koordinasi penanggulangan KLB di Kabupaten Klaten tanggal 21 Desember 2015; 81. Pertemuan koordinasi penanggulangan KLB di Kabupaten Purworejo tanggal 22 Desember 2015; 82. Pertemuan koordinasi penanggulangan KLB di Kabupaten Kebumen tanggal 23 Desember 2015; 83. Sosialisasi Pasar Sehat Kepada Masyarakat Pasar 84. Jejaring BBVET Wates untuk Kegiatan Hewan Coba 85. Jejaring BLH DIY dan Dinas Kesehatan DIY untuk pertemuan antar laboratorium (Jasabalab) dan bimbingan teknis 86. Jejaring BLK DIY untuk Pemeriksaan Spora Geobacillus 87. Jejaring untuk Pengiriman sampel uji banding Nitrat dan Fluorida ke BLK DIY 88. Pengiriman sampel uji banding ke BATAN, LPPT dan BPTP 89. Jejaring dengan Dinas Kesehatan Provinsi untuk Kegiatan RPAM 90. Jejaring Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah untuk Kegiatan Laboratorium Bidang PTL 2015 91. Jejaring Pembinaan UPTD Laboratorium Kesehatan Kota Magelang 92. Jejaring Laboratorium ke RS Tugurejo Semarang untuk pemeriksaan limbah medis 93. Jejaring dengan Laboratorium Kesehatan Kota Surakarta dan kabupaten Klaten untuk Evaluasi Bimbingan Teknis 94. Jejaring dengan Laboratorium Kesehatan Kota Semarang dalam Verifikasi Metode 95. Jejaring pelayanan pelanggan di Temanggung 96. Jejaring untuk Workshop DBD Surabaya 97. Pertemuan evaluasi program uji profisiensi PP Kimia LIPI tahun 2014 dan pertemuan Teknis program uji profisiensi PP Kimia LIPI tahun 2015 98. Pertemuan Teknis Laboratorium dan lembaga Inspeksi oleh KAN 99. Jejaring dengan BBTKLPP Surabaya berupa Pertemuan Diseminasi dan Informasi ; 100. Penyampaian Buletin Epidemiologi Edisi II ke stakeholders 101. Penyampaian Jurnal Human Media Edisi II ke stakeholders 102. Penyampaian Media Informasi Kegiatan Edisi IV ke stakeholders Keberhasilan dalam pencapaian indikator ke-3 ini karena BBTKLPP Yogyakarta menerapkan berbagai upaya meningkatkan kualitas advokasi/jejaring kemitraan dengan stakeholder terkait melalui sosialisasi data/informasi yang berkualitas serta up to date, terutama yang terkait dengan lingkungan sebagai faktor risko penyakit
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
4. Jumlah pengujian laboratorium dan kalibrasi Jumlah pengujian laboratorium dan kalibrasi diperhitungkan dari jumlah Laporan Hasil Uji laboratorium dan kalibrasi dalam rangka pengendalian faktor risiko lingkungan dan faktor risiko penyakit berpotensi wabah, penyakit menular, serta tidak menular dalam waktu 1 tahun sebanyak 12.000 LHU Pada tahun 2015 ini target terlampaui dan Laporan Hasil Uji yang diterbitkan BBTKLPP Yogyakarta sebanyak 12.011 LHU (100,1%) dengan Tabel 3. Jumlah LHU yang Diterbitkan Laboratorium di BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2015 NO
Laboratorium
Jumlah LHU
1.
Fisika Kimia Air
7.892
2.
Biologi Lingkungan
2.751
3.
Fisika Kimia Gas dan Radiasi
750
4.
Padatan dan B3
257
5.
Biomarker
6.
Mikrobiologi
159
7.
Parasitologi
153
Jumlah
49
12.011
Indikator sasaran ke-4 ini dapat dicapai dengan strategi mempertahankan penyelenggaraan praktek laboratorium yang baik sesuai dengan standar akreditasi dalam pelaksanaan pengujian dan kalibrasi 5. Jumlah model/teknologi tepat guna bidang PP dan PL Jumlah model/teknologi diperhitungkan dari jumlah model atau teknologi tepat guna bidang PP dan PL yang dihasilkan dalam waktu 1 tahun sebanyak 2 Jenis. Pada tahun 2015 ini target terlampaui dan diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Pengembangan Model dan Teknologi Pengendalian Vektor Penyakit Kegiatan keseluruhan dimulai tanggal 11 Mei - 23 Oktober 2015. Model perangkap vektor lalat Flying Trap Plus dengan ditambahkan umpan tape ketan diujifungsikan pada lokasi pasar sebanyak 12 titik di Pasar Projo, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah dan 12 titik di pasar Imogiri, Kabupaten Bantul. Pengecekan hasil pemasangan di Pasar Projo, Ambarawa dilakukan pada tanggal 16 Oktober 2015 dan Penarikan alat pada tanggal 23 Oktober 2015, sedangkan pengecekan hasil pemasangan di pasar Imogiri dilakukan pada tanggal 13 Oktober 2015 dan Penarikan alat pada tanggal 20 Oktober 2015. Hasil Model model Flying Trap Plus dengan ditambahkan umpan tape ketan tidak menurunkan populasi lalat di Pasar Projo, Ambarawa, Kabupaten Semarang, Propinsi Jawa Tengah dan di pasar Imogiri, Kabupaten Bantul, DIY.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
2. Model/Teknologi Sterilisasi Alat Makan di Pondok Pesantren dan Asrama Haji Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan rancang bangun model/prototipe sterilisasi terhadap peralatan makan dan minum di pondok pesantren dan asrama haji. Tujuan khusus (1). Diperoleh model/prototipe sterilisasi terhadap peralatan makan dan minum di pondok pesantren dan asrama haji dan (2). Diketahuinya efektifitas model/prototipe sterilisasi terhadap peralatan makan dan minum di pondok pesantren dan asrama haji yang dibuat. Tahapan kajian terdiri atas : Tahap asesmen TTG yang terdiri atas kegiatan koordinasi, survei dan pengumpulan data serta pesiapan alat dan bahan untuk pembuatan rancang bangun alat. Tahapan kedua, adalah tahap pelaksanaan kajian, yang terdiri atas rancang bangun alat, implementasi, pengambilan, dan pengambilan contoh dan pemeriksaan laboratorium. Kajian ini dilakukan di Pondok Pesantren Modern Gontor VI, Sawangan, Magelang dan di Kantin BBTKLPP Yogyakarta. Prinsip sterilisasi menggunakan intensitas lampu UV dan generator ozone yang dipasang di dalam lemari sterilisator. Hasil uji fungsi menunjukkan adanya penurunan angka kuman di peralatan makan dari sebelum proses sterilisasi dilakukan selama 30 menit dibandingkan dengan setelah proses sterilisasi dilakukan. Diketahui, alat gelas mengalami persentase penurunan sebesar (9799%). Efektifitas sterilisasi pada piring lebih rendah, diperoleh kisaran penurunan 78-85%. Dapat disimpulkan bahwa efektifitas sterilisasi pada gelas dan sendok cukup tinggi, namun belum memenuhi baku mutu menurut Permenkes RI No 1096/Menkes/RI/2011. Untuk mendapatkan hasil sterilisasi hingga memenuhi baku mutu, perlu dilakukan penambahan intensitas lampu UV dan generator Ozone yang digunakan, serta menambah waktu kontak anatara alat makan selama berada di ruang sterilisasi 3. Model/Teknologi Desinfektan Tangan Herbal dari Ekstrak Daun Sirih Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan model/teknologi desinfektan tangan alamiah dari ekstrak daun sirih. Tujuan khusus (1). Diperoleh model/teknologi desinfektan tangan alamiah dan (2). Diketahuinya efektifitas model/teknologi desinfektan tangan yang telah dibuat tersebut. Tahapan kajian terdiri atas : Tahap asesmen TTG yang terdiri atas kegiatan koordinasi, survei dan pengumpulan data serta pesiapan alat dan bahan untuk pembuatan model/teknologi. Tahapan kedua, adalah tahap pelaksanaan kajian, yang terdiri atas rancang bangun alat, implementasi, pengambilan, dan pengambilan contoh dan pemeriksaan laboratorium. Kajian ini dilakukan di Kantin BBTKLPP Yogyakarta. Model/teknologi desinfektan tangan yang dibuat dari bahan alamiah, seperti daun sirih sebagai antispetik, daun lidah buaya sebagai antioksidan serta beberapa bahan tambahan berupa senyawa aromatik agar dihasilkan desinfektan yang wangi. Hasil uji fungsi menunjukkan adanya penurunan angka kuman pada usap tangan di petugas pengolah makanan di kantin BBTKLPP Yogyakarta. Desinfeksi tangan yang dilakukan pada petugas pengolah makanan, menunjukkan bahwa efektifitas desinfeksi hampir mencapai 95%. Dapat dikatakan bahwa desinfeksi tangan pada petugas pengolah makanan menggunakan desinfektan alamiah dari ekstrak daun sirih menghasilkan efektifitas desinfeksi yang cukup tinggi, sehingga model/teknologi ini layak untuk direproduksi sebagai salah satu upaya alternatif perbaikan sanitasi pada kondisi/daerah sulit.
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
4. Model/Teknologi Larvasida Herbal dan Desinfektan Dari Ekstrak Daun Pucung dan Daun Mimba. Kajian ini bertujuan untuk mendapatkan model/teknologi larvasida dan desinfektan alamiah. Tujuan khusus (1). Diperoleh model/teknologi pengendalian larva nyamuk aedes aegpypti dengan cara desinfeksi dan pembubuhan larvasida (2). Diketahuinya efektifitas model/tenologi pengendalian larva nyamuk aedes aegpypti dengan cara desinfeksi dan pembubuhan larvasida. Tahapan kajian terdiri atas : Tahap asesmen TTG yang terdiri atas kegiatan koordinasi, survei dan pengumpulan data serta pesiapan alat dan bahan untuk pembuatan model/teknologi. Tahapan kedua, adalah tahap pelaksanaan kajian, yang terdiri atas pembuatan model/t4knologi, implementasi, pengambilan, dan pengambilan contoh dan pemeriksaan laboratorium. Kajian ini dilakukan di lingkungan sekitar area kantor BBTKLPP Yogyakarta dan di Desa Wirokerten, Banguntapan, Bantul. Bahan larvasdia yang digunakan adalah daun pucung (Pangium edule) sedangkan untuk desinfektan degunakan daun Mimna( (Indica). Prinsip pembuatan larvasida dan desinfektan herbal dengan proses sterilisasi, kemudian, grinding, shieving dilanjutkan formulasi dan terakhir adalh finishing dalam kemasan kapsul dan kantong celup. Hasil uji fungsi menunjukkan adanya penurunan angka kuman pada air bersih sebelum proses pembubuhan dilakukan selama 30 menit dibandingkan dengan setelah pembubuhan dilakukan. Secara kimia, tidak peningkatan parameter pemeriksaan yang mengacu pada air bersih yang mengalami peningkatan hingga melebihi baku mutu. Secara umum, kualitas kimia dan bakteriologi tidak ada yang mengalami deviasi konsentrasi atau melebihi baku mutu. Efektifitas pembubuhan larvasida yang dilakukan selama 14 hari, tidak ditemukan larva jentik nyamuk di dalam bak yang telah dibubuhi bahan larvasdia dan desinfektan alami Indikator sasaran ke-5 ini dapat dicapai dengan strategi mengembangkan model/teknologi sebagai solusi terhadap terjadinya masalah penyakit maupun faktor risikonya 6. Jumlah SDM terlatih bidang PP dan PL Indikator sasaran ini diperhitungkan dari jumlah SDM yang mengikuti pendidikan/ pelatihan/magang, baik internal maupun eksternal, dalam waktu 1 tahun sebanyak 276 orang Pada tahun 2015 target terlampui dan SDM yang mengikuti pendidikan/pelatihan/magang sebanyak 411 orang (148,9%) dengan rincian sebagai berikut:
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Tabel 4. Jumlah SDM yang Mengikuti Pendidikan/Pelatihan/Magang Tahun 2015 No
Jenis pelatihan/workshop
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Peningkatan Kapasitas SDM Penyusunan AMDAL Workshop Analisis Risiko Air Minum/PDAM Workshop Penyehatan Perumahan Workshop Analisis Risiko DAM Workshop Analisis Risiko Kualitas Air Pammaskarta Workshop Analisis Limbah Cair dan Dampaknya Terhadap Lingkungan In House Training Laboratorium Penguji dan Kalibrasi In House Training Teknologi Tepat Guna 15 orang Diklat Eksternal In House Training SKP dan Penilaian Kinerja Diklat/Seminar bagian tata usaha Pelatihan Metode Penyusunan HPS Sosialisasi Sistem Pengendalian Intern Pemerintah Jumlah
Jumlah (orang) 2 41 54 36 37 34 35 15 3 70 11 15 38 411
Indikator sasaran ke-6 ini dapat tercapai dengan upaya dan semangat untuk terus mengembangkan potensi SDM melalui berbagai upaya peningkatan kapasitas sesuai standar kompetensi pelaksanaan tugas dan fungsi institusi 7. Jumlah dokumen dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya Pencapaian indikator ini diperhitungkan dari jumlah dokumen dukungan manajemen dan tugas teknis lainnya dalam waktu 1 tahun sebanyak 16 dokumen Pada tahun 2015 target terlampaui dan dihasilkan 21 dokumen sebagai bentuk dukungan manajemen dan tugas teknis, dengan rincian berikut: Tabel 5. Dokumen yang Diterbitkan BBTKLPP Yogyakarta Tahun 2015 NO 1 2 3 4 5 6
Jenis Dokumen Layanan Administrasi Kepegawaian Tindak Lanjut LHP Target dan Penggunaan PNBP Evaluasi dan Pelaporan Data dan Informasi Perencanaan Jumlah
Jumlah 1 1 1 4 10 4 21
Dokumen Evaluasi dan Pelaporan terdiri dari 4 dokumen yaitu evaluasi monitoring BAPPENAS PP-39, Laporan Tahunan, Laporan Kinerja Instansi Pemerintah, dan Laporan Pelaksanaan Program
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
Dokumen Data dan Informasi terdiri dari 10 dokumen yaitu Buletin Epidemiologi 2 dokumen, Jurnal Human Media sebanyak 2 dokumen, Media Informasi Kegiatan sebanyak 4 dokumen, Peliputan / pengumpulan bahan berita media sebanyak 1 dokumen dan Sistem Informasi Laboratorium sebanyak 1 dokumen. Dokumen perencanaan terdiri dari 4 dokumen antara lain 1 dokumen RAK, 1 dokumen eplanning, 1 dokumen RKAKL dan 1 dokumen penajaman dan penelaahan usulan dokumen perencanaan dan penganngagaran Target indikator sasaran ke-7 ini dapat terpenuhi dengan adanya kerjasama, koordinasi dan konsolidasi internal BBTKLPP Yogyakarta dan juga upaya peningkatan keterlibatan stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatan melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi. B. Realisasi anggaran Alokasi anggaran berdasar DIPA 2015 yang terbit pada tanggal 14 November 2014 dengan nomor SP DIPA-024.05.2.415686/2015 adalah Rp. 18,974,139,000,-(Delapan belas milyar sembilan ratus tujuh puluh empat juta seratus tiga puluh sembilan ribu rupiah). Sedangkan setelah refocusing dan ditetapkan pada tanggal 12 Agustus 2015 sebesar 18,819,969,000,(Delapan belas milyar delapan ratus Sembilan belas juta Sembilan ratus enam puluh sembilan ribu rupiah). Realisasi anggaran tahun 2015 menurut laporan Sistem Akutansi Instansi sebesar Rp. 17.048.045.465,- (90,58 %)
Laporan Kinerja BBTKLPP Yogyakarta
2015
BAB IV PENUTUP Secara umum capaian kinerja BBTKLPP Yogyakarta sudah memenuhi target pada tiap indikator sasaran yang ditetapkan. Karena tahun 2015 merupakan tahun pertama pelaksanaan dari Rencana Aksi Kegiatan tahun 2015-2019, harus terus diupayakan untuk mengikuti arah kebijakan berikut : 1. 2. 3. 4. 5.
Peningkatan pelaksanaan surveilans epidemiologi penyakit dan faktor risiko berbasis laboratorium Peningkatan pemantauan kualitas lingkungan fisik, kimia, dan biologi, termasuk faktor risikonya Penyelenggaraan praktek laboratorium yang baik dalam mendukung pelaksanaan surveilans epidemiologi berbasis laboratorium Peningkatan upaya pengembangan teknologi tepat guna pengendalian penyakit dan penyehatan lingkungan sebagai tindak lanjut hasil surveilans/kajian Peningkatan keterlibatan stakeholder terkait dalam pelaksanaan kegiatan melalui koordinasi, integrasi, dan sinkronisasi
Selain itu, dalam rangka mencapai sasaran setiap tahun harus terus dilaksanakan strategi berikut: 1. 2.
3.
4. 5. 6.
Meningkatkan respon sinyal SKD melalui penguatan kewaspadaan, deteksi dini, investigasi, dan penanggulangan KLB, bencana, wabah, dan kondisi matra lain Meningkatkan kualitas pelaksanaan surveilans/kajian faktor risiko penyakit dan penyehatan lingkungan berbasis laboratorium melalui: surveilans/kajian faktor risiko penyakit menular maupun penyakit tidak menular; kajian ADKL/ARKL, serta monitoring kualitas lingkungan sebagai faktor risiko penyakit Meningkatkan kualitas advokasi/jejaring kemitraan dengan stakeholder terkait melalui sosialisasi data/informasi yang berkualitas serta up to date, terutama yang terkait dengan lingkungan sebagai faktor risko penyakit Mempertahankan penyelenggaraan praktek laboratorium yang baik sesuai dengan standar akreditasi dalam pelaksanaan pengujian dan kalibrasi Mengembangkan model/teknologi sebagai solusi terhadap terjadinya masalah penyakit maupun faktor risikonya Mengembangkan potensi SDM melalui berbagai upaya peningkatan kapasitas sesuai standar kompetensi pelaksanaan tugas dan fungsi institusi