PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA MELALUI AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH
LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT (LKPP)
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya buku ‘Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas Pengelolaan Keuangan Negara melalui Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah tahun 2004-2009’ dapat disusun dan diterbitkan sebagai informasi tentang perkembangan upaya-upaya pemerintah dalam memperbaiki pengelolaan keuangan negara. Kebutuhan akan adanya good governance dalam pengelolaan keuangan negara telah mensyaratkan pemerintah untuk terus membenahi berbagai permasalahan dalam pengelolaan keuangan publik. Selaku agent dari masyarakat, pemerintah tidak hentihentinya berupaya agar transparansi dan akuntabilitas keuangan publik dapat terus ditingkatkan, antara lain melalui implementasi akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah yang baik. Perbaikan yang dilakukan pemerintah terhadap implementasi sistem akuntansi pemerintah telah menjadikan laporan pertanggungjawaban atas pengelolaan keuangan negara menjadi semakin efisien, transparan, dan akuntabel. Salah satu indikator dari meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara adalah semakin membaiknya kualitas Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP) yang antara lain ditunjukkan dengan opini BPK terhadap LKKP dan Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL). Opini disclaimer terhadap LKPP selama lima tahun berturutturut kerap menjadi sorotan publik dan para pemangku kepentingan di bidang pengelolaan keuangan negara dengan mempertanyakan akuntabilitas pemerintah terhadap masyarakat. Namun demikian, opini disclaimer tersebut memiliki makna yang berbeda setiap tahunnya karena adanya upaya perbaikan LKPP dari tahun ke tahun. Melalui pemaparan dalam buku ini, pemerintah mengharapkan masyarakat dapat memperoleh informasi yang memadai bahwa pemerintah telah terus berupaya untuk melakukan perbaikan serta terus memitigasi berbagai permasalahan keuangan negara, termasuk temuan BPK terhadap LKPP tersebut. Terhadap informasi yang diterima tersebut, pemerintah juga mengharapkan agar masyarakat dapat memberikan masukan/input bagi peningkatan transparansi dan akuntabilitas keuangan pemerintah, khususnya melalui akuntansi dan pelaporan keuangan, di masa yang akan datang.
Direktur Jenderal Perbendaharaan
i
KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas berkat rahmatNya buku ini dapat terselesaikan. Buku ini mencoba mengupas berbagai kemajuan (progress) dalam akuntansi dan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKKP), mulai tahun 2004 sampai dengan tahun 2009. Adapun tujuan utama dari diterbitkannya buku ini adalah untuk memberikan informasi dari hasil reformasi keuangan negara khususnya pada bidang akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. Buku ini membahas berbagai kemajuan dalam penyusunan Laporan Keuangan ditinjau dari aspek Penyajian dan Pengungkapan LKPP, aspek Temuan Pemeriksaan BPK atas LKPP, aspek Pengembangan Standar dan Sistem Akuntansi, dan aspek Sumber Daya Manusia. Hal-hal apa saja yang telah dilakukan pemerintah dalam setiap aspek tersebut beserta hasilnya dikupas secara rinci. Dengan berbagai perkembangan di masa kini, isu transparansi dan akuntabilitas merupakan tantangan tersendiri bagi pemerintah. Implementasi akuntansi dan pelaporan keuangan terutama sejak diberlakukannya Standar Akuntansi Pemerintahan tahun 2005 dan berbagai aturan pendukung lainnya, telah turut mendukung penerapan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Selain itu, buku ini juga memberikan fokus tersendiri bagi upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan tata kelola keuangan publik yang baik. Melalui pemahaman terhadap berbagai upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, masyarakat khususnya para pelaku akuntansi dan pengelola keuangan pemerintah pusat dapat memperoleh informasi yang memadai tentang upaya-upaya penegakan tata kelola keuangan negara yang baik.
Direktur Akuntansi dan Pelaporan Keuangan
Sonny Loho
ii
DAFTAR ISI Hal KATA PENGANTAR DIREKTUR JENDERAL PERBENDAHARAAN
i
KATA PENGANTAR DIREKTUR AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN
ii
DAFTAR ISI
iii
DAFTAR GRAFIK
iv
DAFTAR TABEL
v
DAFTAR SINGKATAN
vi
PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA MELALUI AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH TAHUN 2004-2009 Tujuan Kemajuan LKPP
1
ASPEK PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN Meluasnya Cakupan Entitas Pelaporan Meluasnya Penyajian Komponen-Komponen Laporan Keuangan Meningkatnya Nilai Nominal yang Tersaji dalam LKPP Selisih Kurs Laporan Keuangan BUN Analisa Kebijakan Fiskal Catatan Penting Lainnya
5 5 6 11 12 13 14 15
ASPEK TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT Ruang Lingkup Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Sistem Pengendalian Intern Ketidakpatuhan kepada Ketentuan Peraturan PerUUan
19
ASPEK PENGEMBANGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI Peningkatan Kualitas Standar Akuntansi dan Peran Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) Peningkatan Kualitas Sistem Akuntansi Penggunaan Klasifikasi Anggaran yang Konsisten Penyampaian dan Opini LK K/L ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA Hasil Pelatihan PPAKP Tahun 2007 Hasil Pelatihan PPAKP Tahun 2008
2 3
19 22 25 28 28 30 32 34 36 38 39
iii
DAFTAR GRAFIK Hal Grafik 1
Jumlah BA pada LKPP
6
Grafik 2
Perkembangan Data Aset, Kewajiban dan Ekuitas Dana
12
Grafik 3
Bunga Utang terhadap Total PNBP (%)
17
Grafik 4
Rasio Utang terhadap PDB
18
Grafik 5
Bagan Kerangka Umum SAPP
25
Grafik 6
Suspen
34
Grafik 7
Opini Pemeriksaan BPK atas LKKP Tahun 2006-2008
35
Grafik 8
Jumlah Peserta PPAKP 2007-2008
38
Grafik 9
Statistik Peserta PPAKP 2008 (%)
41
iv
DAFTAR TABEL Hal Tabel 1
Perkembangan Neraca Pemerintah Pusat (Dalam Triliun Rupiah)
11
Tabel 2
Entitas Pelaporan BAPP
13
Tabel 3
Penyebab Opini Disclaimer LKPP 2004-2008
21
Tabel 4
Produk KSAP
29
Tabel 5
Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintah
31
Tabel 6
Penyampaian LKKL
34
Tabel 7
Rekapitulasi Peserta PPAKP Per Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2008
40
Tabel 8
Laporan Realisasi Anggaran (Dalam Miliar Rupiah)
42
Tabel 9
Neraca (Dalam Miliar Rupiah)
43
Tabel 10
Laporan Arus kas (Dalam Miliar Rupiah)
45
v
DAFTAR SINGKATAN
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
APBN BA Bapertarum BAPP BAS BDL BI BLU BNP2TKI BPH Migas BPK BPLS BPPK BPYBDS BRR BUMD BUMN BUN CaLK DAU DJKN DK/TP DPR ESDM GFS IMF INDRA K/L KDh Keppres KKKS KMK KPA KPPN KSAP LAK LHP LKBUN
Anggaran Pendapatan dan Belanjan Negara Bagian Anggaran Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan Bagian Anggaran Perhitungan Pembiayaan Bagan Akun Standar Bank Dalam Likuidasi Bank Indonesia Badan Layanan Umum Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia Badan Pengatur Hilir Minyak Dan Gas Bumi Badan Pemeriksa Keuangan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo Balai Pendidikan dan Pelatihan Keuangan Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Badan Usaha Milik Daerah Badan Usaha Milik Negara Bendahara Umum Negara Catatan atas Laporan Keuangan Dana Alokasi Umum Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Dewan Perwakilan Rakyat Energi dan Sumber Daya Mineral Government Finance Statistics International Monetary Fund Indonesian Debt Restructuring Agency Kementerian Negara/Lembaga Kepala Daerah Keputusan Presiden Kantor Kontrak Kerja Sama Keputusan Menteri Keuangan Kuasa Penggunan Anggaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Komite Standar Akuntansi Pemerintah Laporan Arus Kas Laporan Hasil Pemeriksaan Laporan Keuangan Bendahara Umum Negara vi
39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59
LKjPP LKKL LKPP LNS LRA PAN PBB PDB PEMDA Perdirjen PIP PMK PMU PNBP PP PPAKP PPK PPN PSAP RDI/RPD Rekompak
60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79
RKUN RPL SA-BAPP SA-BL SABMN SAI SA-IP SAK SAP SAPKPP SAPP SA-PP SA-TD SAU SAUP-H SDM SiAP SIKPA SILPA SIMAK-BMN
Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah Pusat Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Lembaga Non Struktural Laporan Realisasi Anggaran Perhitungan Anggaran Negara Pajak Bumi dan Bangunan Produk Domestik Bruto Pemerintah Daerah Peraturan Direktorat Jenderal Pusat Investasi Pemerintah (PIP) Peraturan Menteri Keuangan Project Management Unit Penerimaan Negara Bukan Pajak Peraturan Pemerintah Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah Pusat Pengelolaan Komplek Pajak Pertambahan Nilai Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan Rekening Dana Investasi/Rekening Pemerintah Daerah Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Pemukiman Berbasis Komunitas Rekening Kas Umum Negara Rekening Pemerintah Lainnya Sistim Akuntansi Bagian Anggran Perhitungan dan Pembiayaan Sistim Akuntansi Badan Lainnya Sistem Akuntansi Barang Milik Kekayaan Negara Sistem Akuntansi Instansi Sistim Akuntansi Investasi Permanen Sistim Akuntansi Keuangan Standar Akuntansi Pemerintahan Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat Sistim Akuntansi Pemerintah Pusat Sistim Akuntansi Penerusan Pinjaman Sistim Akuntansi Transfer ke Daerah Sistem Akuntansi Umum Sistim Akuntansi Utang Pemerintah dan Hibah Sumber Daya Manusia Sistim Akuntansi Pusat Sisa Kurang Penggunaan Anggaran Sisa Lebih Penggunaan Anggaran Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara vii
80 81 82 83 84 85
SKPKB SLA ToT UU WP WTP
Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar subsidiary loan agreement Training of Trainers Undang-Undang Wajib Pajak Wajar Tanpa Pengecualian
viii
PENINGKATAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA MELALUI AKUNTANSI DAN PELAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH TAHUN 2004 – 2009 Upaya pemerintah untuk memitigasi inefisiensi dalam manajemen keuangan publik melalui reformasi manajemen keuangan negara merupakan salah satu upaya untuk membuat Indonesia lebih sejalan (more into lines) dengan berbagai praktik manajemen keuangan negara modern. Upaya menyetarakan manajemen keuangan negara
tersebut
memiliki
tujuan
untuk
meningkatkan
efisiensi,
efektivitas,
transparansi dan akuntabilitas pengelolaan uang negara yang antara lain bersumber dari para pembayar pajak (tax payers’ money).
Keberhasilan dalam penyusunan LKPP
Dalam upaya mewujudkan tuntutan akan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara, pemerintah telah berhasil menyusun Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2004 yang terbit pada tahun 2005, yaitu 60 tahun sejak Indonesia merdeka. Keberhasilan ini menjadi salah satu hallmark dalam sejarah reformasi
tata
kelola
pertanggungjawaban
atas
Pemerintahan pengelolaan
Indonesia.
Selain
keuangan
yang
sebagai dilaksanakan
bentuk oleh
pemerintah, LKPP juga diharapkan mampu menjawab kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholders) melalui penyajian laporan keuangan yang relevan, andal, dapat diperbandingkan dan dapat dipahami. Walaupun belum mencapai semua tuntutan dan persyaratan akan suatu laporan keuangan yang andal, patutlah diakui bahwa upaya pemerintah menyajikan laporan keuangan dari tahun ke tahun telah mengalami kemajuan yang signifikan yang menopang tercapainya prinsip-prinsip tata kelola keuangan negara yang baik khususnya terkait dengan transparansi dan akuntabilitas dalam keuangan negara.
Pengungkapan yang seluasluasnya
Salah satu penyempurnaan yang dilakukan pemerintah atas LKPP adalah perluasan terhadap cakupan (scope) penyajian. Hal ini sejalan dengan upaya pemerintah untuk memenuhi salah satu prinsip dalam pelaporan keuangan, yaitu melakukan pengungkapan yang lengkap (full disclosure). Pengungkapan yang lengkap dalam laporan keuangan diperlukan bukan semata-mata untuk meningkatkan transparansi, namun juga dimaksudkan agar para pengguna laporan keuangan memperoleh
1
pemahaman yang memadai atas praktik manajemen keuangan pemerintah. Adanya pemahaman yang optimal dari para pengguna laporan keuangan atas aktivitas pemerintah pada gilirannya dapat meningkatkan kredibilitas pemerintah. Berbagai kemajuan dalam akuntansi dan pelaporan yang mendukung terjaminnya IMF menyebutkan sistem akuntansi di Indonesia telah mampu memproduksi laporan keuangan yang relatif akurat
transparansi dan akuntabilitas juga dilaporkan oleh International Monetary Fund (IMF). Dalam laporannya yakni Report on Observance of Standards and Codes-Fiscal Transparency Module Indonesia 2006, IMF menyebutkan bahwa sistem akuntansi di Indonesia telah mampu memproduksi laporan tahunan yang relatif akurat atas pelaksanaan anggaran. Hal ini patut diakui sebagai bukti kinerja pemerintah terutama dalam meningkatkan transparansi dan akuntabilitas. Fenomena menarik lainnya yang disajikan dalam laporan IMF tersebut adalah penyajian aset yang semakin lengkap dari tahun ke tahun. Namun demikian, laporan IMF tersebut juga menyebutkan berbagai hal yang masih memerlukan perhatian khusus bagi pemerintah, seperti cakupan
pelaporan
keuangan
yang
belum
mencakup
keseluruhan
general
government dan signifikansi berbagai peraturan akuntansi yang belum sepenuhnya menjamin disiplin anggaran. Hal ini secara cepat telah direspon oleh pemerintah dimana satu tahun setelah laporan IMF tersebut diterbitkan pada tahun 2006, cakupan LKPP tahun 2007 telah semakin membaik dengan dilampirkannya laporan keuangan Badan Layanan Umum (BLU) sebagai bagian dari general government. Selain memberikan manfaat bagi pihak eksternal, yakni berupa penyusunan Manfaat untuk pihak eksternal dan internal
pertanggungjawaban keuangan negara kepada para stakeholders dan masyarakat secara luas, berbagai kemajuan yang dicapai juga memberikan keuntungan tersendiri bagi pihak internal yakni pemerintah. Dari sisi pemerintah, kemajuan-kemajuan yang telah dicapai telah mampu menjadi pendorong (stimulus) dalam meningkatkan kinerjanya. Stimulus ini mempengaruhi perilaku para pengelola keuangan negara untuk lebih berhati-hati dalam bekerja (prudent), profesional, dan mampu untuk bekerja sama dan berkoordinasi dalam mengelola keuangan negara.
Tujuan Di samping berbagai upaya yang dilaksanakan pemerintah, LKPP selama 5 (lima) tahun yakni LKPP tahun 2004, 2005, 2006, 2007 dan 2008 masih mendapatkan opini disclaimer dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Namun demikian, patutlah dipahami bahwa LKPP dalam 5 (lima) tahun berturut-turut tersebut tidak berada pada level yang sama dikarenakan kemajuan atas penyajian LKPP yang terus berlangsung dari tahun ke tahun. Berbagai salah tafsir terhadap opini disclaimer tersebut perlu
2
diklarifikasi untuk menjelaskan bahwa kemajuan LKPP dari tahun ke tahun merupakan sinyal peningkatan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara. LKPP sebagai hasil dari aplikasi sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah mengalami kemajuan yang cukup signifikan selama 5 (lima) tahun terakhir ini. Salah satu progress yang dominan dari tahun ke tahun adalah meluasnya cakupan keuangan negara yang disajikan terutama terkait dengan meningkatnya nilai aset. Salah satu indikator peningkatan sistem akuntansi pemerintahan yang tengah dikembangkan oleh pemerintah adalah berkurangnya nilai suspen sebagai dampak perbaikan sistem akuntansi dan meningkatnya jumlah kementerian negara/lembaga yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) atas Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dimaksud. Buku ini bertujuan untuk menyajikan informasi dari hasil reformasi keuangan negara dengan fokus akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Informasi dimaksud diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pelaku akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah untuk mengetahui kemajuan yang dicapai pemerintah dalam mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang profesional. Pemahaman yang baik diharapkan pula dapat meningkatkan public awareness dan participation dalam mewujudkan good public governance. Informasi dalam buku ini meliputi kemajuan terkini dari LKPP yang diterbitkan dalam rangka pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara. Paparan dalam buku ini akan dielaborasi seluas-luasnya (broad elaboration) dengan menyajikan berbagai bukti empiris atau supporting details yang mengkonfirmasi berbagai fenomena yang ada. Di samping itu, buku ini juga menjelaskan dinamika permasalahan yang dihadapi pemerintah termasuk upaya yang telah dilakukan dan berbagai permasalahan yang masih memerlukan perhatian untuk mendapatkan solusi yang optimal.
Kemajuan LKPP Kemajuan (Progress) dari LKPP dapat dikaji dari penyajian laporan keuangan Empat aspek Peningkatan LKPP
pemerintah,
temuan
pemeriksaan
BPK
atas
laporan
keuangan,
aspek
pengembangan standar dan sistem akuntansi, serta aspek sumber daya manusia. Keempat aspek ini secara rinci akan dipaparkan pada bagian selanjutnya dalam buku ini. Di samping berbagai kemajuan yang meliputi empat aspek di atas, pemerintah
3
juga menyadari bahwa masih terdapat berbagai kelemahan dalam penerapan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Hal ini terobservasi antara lain masih lemahnya sistem pengendalian intern, kurangnya komitmen dari unit pelaksana akuntansi, dan minimnya kapasitas sumber daya manusia (SDM) yang secara keseluruhan juga relatif memberikan dampak kurang baik bagi upaya yang dilakukan pemerintah. Hasil pemeriksaan BPK terhadap LKKL dan LKPP menunjukkan berbagai permasalahan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan negara. Berbagai kemajuan dalam akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah mengindikasikan bahwa reformasi manajemen keuangan negara telah berada pada jalur yang tepat, namun masih terdapat berbagai masalah yang masih perlu diselesaikan untuk mencapai transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Untuk itu, pemerintah berkomitmen untuk terus memperbaiki kualitas akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah. Berbagai masukan baik berupa komentar dan kritik yang konstruktif sangat diharapkan dalam mencapai ultimate goal dari reformasi akuntansi dan laporan keuangan pemerintah yakni transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan negara.
4
ASPEK PENYAJIAN DAN PENGUNGKAPAN Salah satu penentu opini BPK adalah kecukupan pengungkapan
Sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara, salah satu penentu opini BPK atas LKPP adalah kecukupan pengungkapan (adequate disclosure) dalam laporan keuangan yang disajikan. Sejalan dengan perkembangan standar dan sistem akuntansi pemerintahan, LKPP dituntut untuk lebih transparan mengungkap hal-hal yang selama ini belum terlaporkan. Pengungkapan yang komprehensif dan transparan mengindikasikan sistem yang baik, data keuangan yang andal, dan transparansi yang memadai. Dengan demikian, LKPP dapat menjadi alat ukur, alat kendali dan alat perencanaan dari pembangunan nasional yang berkesinambungan.
Meluasnya Cakupan Entitas Pelaporan LKPP sebagai pengganti PAN
LKPP tahun 2004 merupakan pengganti dari Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang telah dilaksanakan mulai tahun 1969. PAN dinilai tidak dapat lagi menjawab tantangan yang ada karena dihasilkan dari sistem akuntansi yang tidak memadai serta tidak disusun dari pelaksanaan akuntansi yang berjenjang. Selain itu LKPP dapat mengatasi kelemahan PAN yang tidak dapat menyajikan nilai aset dan kewajiban pemerintah karena disusun dari data yang menggunakan metode pembukuan tunggal (single entry). Seiring dengan makin kompleksnya pengelolaan keuangan negara, maka penyajian
Penyajian LKPP lebih komprehensif
LKPP dari tahun ke tahun dituntut untuk lebih komprehensif. Selama terbitnya LKPP dari tahun 2004, penyajiannya semakin baik yang ditandai dengan meningkatnya nilai-nilai yang tersaji dalam laporan keuangan, antara lain data kas yang lebih terpercaya dan nilai aset yang makin mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Meluasnya cakupan entitas pelaporan dalam LKPP ditandai dengan meningkatnya jumlah Bagian Anggran (BA) yang dikompilasi dalam LKPP. Apabila LKPP tahun 2004 mengkompilasi laporan keuangan dari 55 BA, pada tahun-tahun selanjutnya jumlah ini terus meningkat, dimana pada LKPP tahun 2008 telah dikompilasi 74 BA dan 11 Bagian Anggaran Perhitungan dan Pembiayaan (BAPP) yang merupakan bagian anggaran Bendahara Umum Negara (BUN).
5
Grafik 1. Jumlah BA pada LKPP
Meluasnya cakupan entitas pelaporan
Meluasnya cakupan entitas pelaporan juga ditandai dengan dimasukkannya aktivitas anggaran dari Lembaga Non Struktural (LNS) dan Badan Layanan Umum (BLU) mulai LKPP tahun 2006. Pada LKPP tahun 2007 ditambahkan suplemen laporan keuangan yang pada tahun-
Penambahan suplemen dalam LKPP
tahun sebelumnya belum ada. Suplemen ini memuat laporan terkait Penertiban Rekening Pemerintah pada K/L per 31 Desember 2007 yang meliputi rekening pemerintah lainnya di Bank Indonesia (BI), rekening penerimaan dan pengeluaran, serta rekening-rekening lainnya di Kementerian Negara/Lembaga (K/L). Selain itu, sejak LKPP tahun 2008 pemerintah telah menyajikan Ikhtisar Laporan Kinerja Pemerintah Pusat (LKjPP) dalam bentuk suplemen.
Meluasnya
Penyajian
Komponen-Komponen
Laporan
Keuangan Sejak LKPP 2004, komponen-komponen laporan keuangan disajikan secara Komponen penyajian LKPP semakin bertambah
komprehensif dan terarah. Pada LKPP tahun-tahun berikutnya, komponen penyajian semakin bertambah sehingga informasi yang dikandung lebih informatif bagi para pengguna laporan keuangan. Salah satu contoh perluasan penyajian komponen laporan keuangan adalah lebih dirincinya jenis-jenis perkiraan kas yang terdapat pada Neraca. Bila pada LKPP tahun 2004 hanya dikenal rekening ‘Kas BUN di BI’, ‘Kas di Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN)’, ‘Kas Pemerintah Lainnya di BI’, ‘Kas di Bendahara Pengeluaran’, serta ‘Kas di Bendahara Penerimaan’, maka rekening kas bertambah dengan adanya ‘Kas di BLU’ dan ‘Kas Trust Fund’ pada LKPP tahun selanjutnya. Dengan demikian, transparansi penyajian cenderung meningkat.
6
Box 1. Perluasan Komponen LKPP Penyajian Belanja dan Pendapatan Sejak LKPP tahun 2004, pengungkapan belanja dan pendapatan disajikan secara lebih komprehensif dan terarah. Mulai LKPP tahun 2006, penyajiannya ditambahkan rincian belanja secara komparatif antara tahun 2006 dan 2005 sehingga lebih informatif bagi para pengguna laporan keuangan. Improvisasi lain pada LKPP 2007 adalah
ditambahkannya
perbandingan
rincian
belanja
menurut
jenis
dan
pengungkapan pendapatan dan belanja BLU. Pengungkapan ini meningkatkan kualitas penyajian LKPP. Selain itu, pada LKPP tahun 2008 telah dijelaskan perbedaan realisasi pembiayaan dan penyebabnya antara data BUN dan data Kuasa Pengguna Anggaran (KPA). Hal lainnya yang cukup signifikan adalah adanya pengungkapan pendapatan hibah di luar mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang tidak terlaporkan dalam Laporan Realisasi Anggaran (LRA). Sebagaimana diketahui bersama bahwa meskipun sistem akuntansi hibah belum selesai disusun pada saat itu,
tetapi
pemerintah
telah
berhasil
mengidentifikasi
dan
mengungkapkan
pendapatan hibah di luar mekanisme APBN dalam Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Dengan demikian, akuntabilitas pengelolaan keuangan negara dapat ditingkatkan dengan transparansi penyajian pendapatan hibah di luar APBN. Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan (DK/TP) Dalam rangka meningkatkan kualitas LKPP, dana DK/TP yang berada di K/L mulai diungkapkan pada LKPP 2007. Sebagaimana diketahui dana DK/TP diperuntukkan bagi Gubernur/Bupati/Walikota yang disalurkan melalui K/L. Selama ini akuntabilitas dana tersebut relatif rendah mengingat kewenangan untuk pengalokasian dan penggunaannya berada di dua pihak yang berbeda, yaitu K/L dan pemerintah daerah. Sebagai wujud kepedulian pemerintah untuk meningkatkan transparansi, pada penyajian LKPP 2007 pemerintah memilah dana K/L menurut kode kewenangannya dan menyajikan dana DK/TP ke dalam laporan. Dengan demikian diharapkan pengelolaan keuangan dana DK/TP di masa depan dapat lebih ditingkatkan dan diawasi. Rekening Kas BUN di BI Selama ini penyajian rekening BUN yang berada di BI masih disajikan dalam bentuk rupiah dan belum mengungkap rekening lainnya. Sejak LKPP 2007, rekening BUN
7
dalam bentuk valuta asing turut diungkap secara lebih terinci. Rekening ini merupakan reklasifikasi dari rekening pemerintah lainnya yang berada di BI. Rekening Pemerintah Lainnya (RPL) di BI Kemajuan yang paling utama adalah pengungkapan RPL pada BI, antara lain pengungkapan rekening migas nomor 600.000411 pada CaLK yang pada periodeperiode sebelum tahun 2007 hanya disarikan dalam bentuk global saja. Sejak LKPP 2007 diungkapkan penjelasan khusus mengenai rekening migas ini. Di sini dikemukakan rincian saldo awal, mutasi penerimaan dan pengeluaran serta saldo akhir RPL yang disajikan dalam bentuk suplemen LKPP. Selama ini, pengelolaan rekening migas dinilai kurang transparan dan akuntabel karena dikelola di luar mekanisme APBN. Dengan pengungkapan yang lebih rinci, maka tuntutan yang selama ini diajukan oleh pemeriksa maupun para pengguna laporan keuangan dapat dipenuhi. Kas pada Badan Layanan Umum (BLU) Salah satu bentuk pengelolaan keuangan negara yang sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara adalah pembentukan Pengelola Keuangan (PK) BLU. Secara formal pembentukan BLU sudah dimulai sejak tahun 2005, tetapi pelaporannya masih menemui berbagai kendala seiring dengan belum lengkapnya peraturan perundangan yang mengaturnya. Setelah perbaikan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan, maka pada LKPP 2007 Kas pada BLU dapat disajikan dengan transparan. Dalam penyajian ini diungkapkan kas yang terdapat pada BLU di 5 (lima) K/L yaitu Departemen Keuangan, Departemen Kesehatan, Kementerian Negara Riset dan Teknologi, Kementerian Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, serta Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Dengan pengungkapan ini, maka dapat diketahui uang yang berada di BLU untuk kepentingan pengendalian kas.
Piutang Pajak Tambahan pengungkapan piutang pajak mulai disajikan sejak LKPP 2007 yang meliputi piutang pajak/pungutan ekspor. Selain itu juga dijelaskan nilai Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) yang sedang diajukan sebagai keberatan dan banding disertai lampirannya. Sebagaimana diketahui, dalam SKPKB ini masih terdapat kemungkinan para Wajib Pajak (WP) untuk memenangkan perkara yang menjadi sengketa dan dapat menyebabkan piutang yang ada menjadi lunas ataupun menimbulkan utang bagi pemerintah. Oleh karena itu penanganan SKPKB haruslah lebih transparan sehingga tidak menimbulkan kesan piutang pajak yang ada menjadi
8
hilang. Dalam konteks ini juga dijelaskan adanya sejumlah tunggakan pajak yang telah kedaluwarsa dan dalam proses penghapusan serta piutang yang telah dihapuskan. Bagian Lancar
Rekening Dana Investasi/Rekening Pemerintah Daerah
(RDI/RPD) RDI/RPD merupakan rekening yang digunakan oleh pemerintah untuk menampung pembayaran utang dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), atau Pemerintah Daerah atas penerusan pinjaman kepada pemerintah sebelum masuk ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Pada tahuntahun sebelumnya bagian lancar RDI/RPD belum dapat dipisahkan dengan piutang jangka panjangnya. Hal ini akan menyulitkan proses penagihannya di masa yang akan datang dan dapat menimbulkan kesan pengelolaan piutang menjadi tidak akuntabel. Sejak LKPP 2007 bagian lancar RDI/RPD disajikan terpisah dengan piutang jangka panjangnya. Kemudian, penyajian RDI/RPD juga dilengkapi dengan penjelasan
dan
rincian
pokok
pinjaman
kepada
pemerintah
daerah
dan
BUMN/BUMD. Di sini juga diungkapkan penjelasan mengenai proses restrukturisasi RDI/RPD/penerusan pinjaman subsidiary loan agreement (SLA) untuk BUMN dan pemerintah daerah. Piutang Lain-Lain Penjelasan tentang perkembangan saldo dan pembayaran piutang di 18 Bank Dalam Likuidasi (BDL) mulai diungkapkan pada LKPP 2007. Pada tahun-tahun sebelumnya telah berhasil diungkapkan piutang uang pengganti di Kejaksaan Agung RI, piutang yang tekait dengan kewajiban BDL, dan piutang kelebihan rekapitalisasi atas Bank Danamon. Tambahan pengungkapan di tahun 2007 ini menunjukkan konsistensi pemerintah dalam menangani piutang negara sekaligus mengisyaratkan transparansi pengelolaannya. Dana Bergulir Penyajian dana bergulir dari tahun ke tahun terus menunjukkan perkembangan yang berarti. Setelah pada LKPP 2006 diungkapkan dana bergulir yang berada di rekening penampungan pada Departemen Keuangan dan dana bergulir lainnya pada 5 (lima) K/L, pada LKPP 2007 diungkapkan tambahan berupa dana bergulir dalam bentuk hak tagih pada Departemen Keuangan yang semula masih tersebar di beberapa akun. Selain itu, diungkapkan pula dana bergulir yang terdapat di Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias yang selama ini belum terungkap. Secara
9
keseluruhan, hal ini menjadikan pengungkapan dana bergulir menjadi lebih komprehensif. Investasi Sejak diterbitkan pertama kali pada LKPP 2004, perkiraan Investasi Non Permanen Lainnya telah disajikan. Pada LKPP tahun-tahun berikutnya, penjelasan pada perkiraan ini semakin luas dan lebih mendetail. Sebagai contoh pada LKPP 2007 ditambahkan penjelasan mengenai investasi melalui Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Selain itu, ditambahkan pula penjelasan atas akun Bantuan Pemerintah Yang Belum Ditetapkan Statusnya (BPYBDS) pada 11 BUMN di pos Investasi Permanen Penyertaan Modal Negara. Pengungkapan investasi pemerintah ini meningkatkan kualitas penyajian laporan keuangan yang diharapkan. Sementara itu, pada investasi permanen lainnya ditambahkan pula penjelasan mengenai Yayasan Gedung Veteran dan Indonesian Debt Restructuring Agency (INDRA). Aset Tetap Nilai aset tetap pada LKPP semakin mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Hal ini antara lain disebabkan oleh penyajian dari hasil inventarisasi dan revaluasi aset tetap yang dilaksanakan oleh Ditjen Kekayaan Negara. Selain itu juga diungkapkan aset tetap dari unit-unit fiskal register yang mengelola aset milik pemerintah, seperti BPH Migas. Penambahan lainnya yang cukup signifikan adalah pengungkapan aset tetap yang berasal dari konsolidasi BLU. Aset Lainnya (Dana yang Dibatasi Penggunaannya) Sejak tahun 2007 telah ditambahkan pengungkapan mengenai ekuitas Bapertarum yang berada pada Kementerian Negara Perumahan Rakyat. Tambahan lainnya adalah pengungkapan Rekening Penjaminan pada Depnakertrans yang dikelola oleh K/L. Selain itu, sebagai hasil reklasifikasi dari aset lancar - uang muka pembelian aset tetap di Departemen Luar Negeri, disajikan pula kas Rekompak (Rehabilitasi dan Rekonstruksi Masyarakat dan Pemukiman Berbasis Komunitas) dan komite beasiswa di BRR Aceh-Nias. Adapun kas Rekompak merupakan dana yang berasal dari grant/bantuan pihak eksternal yang secara definitif telah keluar dari kas negara, tetapi ditempatkan dalam rekening Project Management Unit (PMU) Rekompak untuk selanjutnya disalurkan ke penerima bantuan rumah atau kelompok penerima bantuan (kelompok pemukim). Utang kepada Pihak Ketiga Kemajuan lainnya pada LKPP adalah pengungkapan utang K/L kepada pihak ketiga.
10
Apabila pada LKPP 2006 telah berhasil diungkapkan utang yang berada pada 5 (lima) K/L, rekening penjaminan pada Departemen ESDM, DAU, dan escrow account, maka pada LKPP 2007 terdapat tambahan pengungkapan yang mencakup 14 (empat belas) K/L, rekening penjaminan di Depnakertrans, dan utang dana bagi hasil kepada Pemda. Selain itu, diungkapkan juga utang subsidi kepada Perum BULOG, PT. KAI, PT. Pos Indonesia, PT. PERTAMINA dan PT. PLN. Pengungkapan ini terus bertambah pada LKPP 2008. Ekuitas Dana Lancar Lainnya Pada LKPP 2008 telah diungkapkan secara rinci perhitungan Ekuitas Dana Lancar Lainnya yang pada LKPP tahun-tahun sebelumnya belum pernah diungkapkan. Ekuitas Dana Lancar Lainnya terdiri dari perkiraan Kas dan Bank Pemerintah di luar Rekening BUN Nomor 502.000000 dan Rekening Kas di KPPN.
Meningkatnya Nilai Nominal yang Tersaji dalam LKPP Penyajian LKPP yang semakin luas mengakibatkan nilai nominal yang tersaji Peningkatan nilai nominal LKPP yang signifikan
meningkat secara signifikan. Peningkatan ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam melaporkan keuangannya secara transparan dan akuntabel. Salah satu peningkatan nilai yang menjadi highlight dalam progress LKPP adalah peningkatan nilai aset dan ekuitas dana neto dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada tabel berikut: Tabel 1. Perkembangan Neraca Pemerintah Pusat (dalam triliun rupiah) No 1.
Uraian Aset
2005
2006
2007
2008
852
1.173
1.222
1.600
2.072
87
129
126
157
264
b. Investasi Jangka Panjang
465
650
665
691
712
c. Aset Tetap
229
345
443
673
69
314 78
87
309
422
1.349
1.342
1.327
1.431
1.694
a. Jangka Pendek
126
138
105
140
181
b. Jangka Panjang
1.223
1.204
1.222
1.291
1.512
a. Aset Lancar
d. Aset Lainnya 2.
2004
Kewajiban
Dari tabel di atas dapat disimpulkan: 1. Peningkatan jumlah aset lancar, terutama kas dan piutang yang antara lain disebabkan oleh peningkatan volume APBN dan terjadinya SILPA yang cukup besar, khususnya pada tahun anggaran 2008.
11
2. Peningkatan investasi jangka panjang disebabkan adanya penambahan penyertaan modal pemerintah/negara, terutama pada BUMN, dan semakin meningkatnya ekuitas perusahaan negara. 3. Peningkatan aset lainnya terutama atas penyajian aset eks KKKS yang sejak tahun 2007 telah dicatat dengan menggunakan nilai perolehan, bukan nilai buku sebagaimana pelaporan pada LKPP tahun 2004 – 2006. 4. Peningkatan nilai aset tetap antara lain disebabkan oleh: – Perolehan aset tetap dari realisasi Belanja Modal. – Koreksi nilai aset tetap K/L berdasarkan hasil inventarisasi dan revaluasi Barang Milik Negara. – Konsolidasi Aset Tetap pada BLU Pusat Pengelolaan Komplek (PPK) Gelora Bung Karno dan PPK Kemayoran. – Pelaksanaan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara (SIMAK-BMN) pada beberapa Kementerian Negara/Lembaga yang membaik sehingga aset tetap yang dicatat dan dilaporkan meningkat. – Hibah berupa aset tetap, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Grafik 2. Perkembangan Data Aset, Kewajiban dan Ekuitas Dana
Seperti terlihat pada grafik di atas, perkiraan Ekuitas Dana tidak lagi menunjukkan saldo negatif sejak LKPP 2007. Sementara itu, pada LKPP 2008 nilai Ekuitas Dana naik lebih dari dua (2) kali lipat dibanding nilai yang sama pada LKPP 2007.
Selisih Kurs Perkiraan selisih kurs pada neraca
Mulai LKPP tahun 2007 disajikan perkiraan ’selisih kurs’ pada Neraca. Selisih kurs merupakan selisih yang timbul karena penjabaran nilai utang dalam mata uang asing 12
ke rupiah pada kurs yang berbeda antara kurs saat transaksi dengan kurs pada tanggal pelaporan (kurs tengah BI). Pada LKPP 2007, perkiraan Selisih Kurs disajikan sebagai bagian dari Ekuitas Dana Lancar. Sementara pada LKPP 2008 telah disempurnakan dengan menyajikan selisih kurs pada dua (2) bagian, yaitu Selisih Kurs -yang berasal dari- Bagian Lancar Utang Jangka Panjang yang merupakan bagian dari Ekuitas Dana Lancar dan Selisih Kurs -yang berasal dari- Utang Jangka Panjang yang merupakan bagian dari Ekuitas Dana Investasi.
Laporan Keuangan BUN Untuk pertama kalinya dalam LKPP tahun 2008 telah disajikan Laporan Keuangan LKBUN pertama kali disajikan pada LKPP Tahun 2008
BUN (LKBUN) yang terdiri atas Laporan Realisasi Anggaran, Neraca, Laporan Arus Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. LKBUN ini merupakan konsolidasi dari laporan keuangan entitas pelaporan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP), data keuangan dalam pengelolaan BUN, dan unit-unit terkait lainnya yang mengelola dan/atau menguasai aset pemerintah. Pengendalian BUN terhadap kekayaan yang dilaporkan seluruh entitas BUN ada yang bersifat langsung dan tidak langsung. Contoh pengendalian secara tidak langsung adalah penyertaan modal negara dan kekayaan pada Badan Lainnya. Rincian entitas pelaporan dalam LKBUN adalah sebagai berikut: Tabel 2. Entitas Pelaporan BAPP BA
Uraian
061
Cicilan Bunga Utang
062
Subsidi dan Transfer
069
Belanja Lain – lain
070
Dana Perimbangan
071
Dana Penyesuaian dan Dana Otonomi Khusus
096
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri
097
Pembayaran Cicilan Pokok Utang Dalam Negeri
098
Penerusan Pinjaman
099
Penyertaan Modal Negara
101
Penerusan Pinjaman sebagai Hibah*)
102
Penerusan Hibah*) Badan Lainnya (antara lain: yayasan. Lembaga Non Struktural di Lingkungan K/L)
*) tidak terdapat realisasi anggaran pada LKPP 2008
13
Analisa Kebijakan Fiskal Perbaikan dalam pengungkapan Analisa Kebijakan Fiskal
Pengungkapan analisa kebijakan fiskal terus menunjukkan perbaikan yang signifikan. Pada LKPP tahun 2004 dan 2005 penyajian analisa ini hanya mengungkap besaranbesaran makro secara umum. Mulai tahun 2006, analisa ini diungkap dengan lebih komprehensif dengan memuat kebijakan-kebijakan pemerintah yang mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Selain itu, hasil-hasil yang berhasil dicapai pemerintah selama tahun tersebut juga diungkapkan dengan lugas. Salah satunya keberhasilan pemerintah untuk menarik investasi asing masuk ke Indonesia dengan peluncuran Inpres No.6/2006 tentang Perbaikan Iklim Investasi. Selanjutnya jika merujuk pada LKPP 2007 dan 2008, maka penyajian analisa kebijakan fiskal makin diperluas dengan mengungkapkan isu-isu terbaru di seputar ekonomi makro. Di sini disajikan perkembangan terakhir dari Inpres No. 6/2006 tentang Perbaikan Iklim Investasi yang telah diformulasikan ke dalam UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal. Peran pemerintah dalam dunia global turut diungkap dalam analisa ini dengan mengulas hubungan climate change dengan pembangunan berkelanjutan. Peranan Indonesia dalam mewujudkan tata ekonomi global yang ramah lingkungan ini diungkap dengan lugas dan terarah. Pada analisa ini penyerapan anggaran dan akuntabilitas keuangan negara dibahas secara terbuka. Terlihat bahwa dengan tingkat penyerapan anggaran yang relatif baik, ternyata akuntabilitas keuangan masih belum diaplikasikan secara bersamaan. Terdapat kecenderungan bahwa kementerian negara/lembaga yang mempunyai penyerapan anggaran besar ternyata masih mendapatkan opini yang kurang baik dari BPK. Hal ini setidaknya menunjukkan bahwa akuntabilitas yang ada di kementerian negara/lembaga harus terus ditingkatkan. Dari sisi pendapatan, diungkapkan juga bahwa perbaikan aturan perpajakan, sesuai UU No. 28/2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan, telah berhasil menaikkan rasio perpajakan. Kemudian, upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara bukan pajak antara lain diwujudkan dalam pengembangan BUMN. Keseluruhan kenaikan kinerja pemerintah ini kemudian diukur pengaruhnya terhadap sektor riil. Dari sini terlihat bahwa anggaran negara telah menjadi stimulus yang utama bagi pertumbuhan ekonomi yang berkesinambungan. Keseluruhan kemajuan pemerintah yang diungkapkan secara transparan ini merupakan wujud keinginan untuk mengelola keuangan negara secara lebih akuntabel.
14
Catatan Penting Lainnya Pengungkapan hal-hal yang signifikan dalam LKPP
Beberapa tambahan pengungkapan yang cukup signifikan termuat dalam LKPP 2006 antara lain mengenai dana masyarakat yang dikelola oleh BAZNAS, aset bersejarah, laporan keuangan BLU, penertiban rekening pemerintah, aset eks BPPN dan eks Cina, kewajiban pemerintah terkait subsidi beras, serta past service liabilities kepada PT. TASPEN dan PT. ASABRI. Penambahan pengungkapan di tahun 2007 antara lain langkah-langkah penertiban Barang Milik Negara, perkembangan pembayaran rekapitalisasi Bank Danamon, unit bisnis di lingkungan TNI, dan disclosure sumber dana dan realisasi belanja Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo. Berikut contoh pengungkapan signifikan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah pada LKPP 2007 dan 2008. Box 2. Pengungkapan dan Penyajian Signifikan Lainnya Rekening Minyak dan Gas (Migas) Selama ini rekening migas dinilai kurang transparan dan akuntabel karena dikelola di luar mekanisme APBN. Pengungkapan Rekening Penerimaan Migas 600.000411 dimulai pada LKPP TA 2007 yang disajikan dalam bentuk suplemen, sementara pada LKPP tahun 2008 dilengkapi dengan penyajian Production Sharing dan Lifting dari 64 Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) yang sudah berproduksi. Dengan pengungkapan ini diharapkan kebutuhan para pengguna laporan keuangan dapat terpenuhi. Rekening Pemerintah Salah satu langkah konkret dalam reformasi perbendaharaan adalah penertiban terhadap rekening liar sehingga diharapkan akuntabilitas dan transparansi keuangan negara dapat terwujud sebagaimana amanat undang-undang. Penertiban terhadap rekening liar ini juga merupakan tindak lanjut atas Peraturan Menteri Keuangan (PMK), yaitu: 1. PMK No. 57/PMK.05/2007 tentang Pengelolaan Rekening Milik Kementerian
Negara/Lembaga/Kantor/Satuan Kerja; 2. PMK No. 58/PMK.05/2007 tentang Penertiban Rekening Pemerintah pada
Kementerian Negara/Lembaga; dan 3. PMK No. 67/PMK.05/2007 tentang Pengenaan Sanksi dalam rangka Pengelolaan
dan Penertiban Rekening Pemerintah pada Kementerian Negara/Lembaga/ Kantor/Satuan Kerja.
15
Sebagai tindak lanjutnya, Menteri Keuangan telah membentuk Tim Penertiban Rekening
Pemerintah
yang
tugas
pokoknya
antara
lain
meliputi:
(i)
pendataan/inventarisasi rekening pemerintah pada masing-masing kementerian negara/lembaga, dan (ii) pembahasan dan penetapan status rekening pemerintah. Dari hasil investigasi Tim Penertiban Rekening Pemerintah, didapat data sebagai berikut: Sampai dengan 31 Desember 2008 pemerintah telah selesai membahas lebih dari 30.000 (tiga puluh ribu) rekening dengan hasil: setuju untuk terus digunakan (baik secara permanen maupun sementara), ditutup (dengan menyetor sisa dana ke Kas Negara/Non Kas Negara), serta dibahas lebih lanjut. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: No A. 1.
Kelompok Rekening
Rek. Bend. Penerimaan (P) Rek. Bend. Pengeluaran (P)
3.
Rek. Penampungan Dana Dukungan Pelayanan Khusus yang Bersifat Permanen (diusulkan menjadi BLU) (S) Rek. Penampungan Dana Jaminan Pihak Ketiga (S) Rek. Penampungan Dana Titipan (S) Rek. Penampungan Hibah dan Kerjasama Terikat (S) Rek. Penerimaan Non DIPA (S)
5. 6. 7.
Rupiah
Sub Total
7.061
1.295.168.423.447
1.739.018
19.315
4.920.302.629.662
226
13.668.285.521.808
49.806.419 €2.861.356 108.613.797
2.893
4.173.511.453.903
26.224.069
645
3.083.653.204.231
17.945.400
1.809
233.409.548.100
7.698.525
759 32.708
67.665.072.324 27.441.995.853.474
10.703.580 222.730.808 €2.861.356
B. Sudah Ditutup 1. Ditutup dan Disetor ke Kas 2.394 6.714.786.753.279 Negara 2. Ditutup dan Digabung ke Rek. 494 706.848.630.172 Pemerintah Lainnya 3. Ditutup dan Disetor ke Non Kas 1.027 473.151.097.664 Negara 4. Ditutup dan Disetor ke Kas 15 (KN) 37.106.398 Negara dan Non Kas Negara (NKN) 2.067.187.689 Sub Total 3.930 7.896.890.775.202 C. Tidak Terselesaikan/Terlaksana Pembahasannya 1. Penutupan yang belum / tidak 1.270 518.551.915.630 dilaksanakan 2. Tidak jelas identitas pemilik 431 56.377.966.227 rekening 3. Pembahasan deadlock 1.138 2.920.228.548
US $
Disetujui untuk Digunakan secara Permanen (P) atau Sementara (S)
2.
4.
Jumlah Rek.
14.751.930 36.562 151.666 7.304 42.854 14.990.316 219.446
16
(dokumen/informasi lengkap) Sub Total
tidak
TOTAL
2.839 39.477
577.850.110.405 35.916.736.739.082
219.446 237.940.570 €2.861.356
Dari rekening yang sudah ditutup dan rekening yang tidak terselesaikan pembahasannya telah dibekukan sebanyak 3.074 rekening senilai Rp1,22 triliun dan USD541,04 ribu. Selanjutnya investigasi lanjutan sedang dilakukan terhadap 4.520 rekening sebesar Rp2,49 triliun dan USD21,78 juta oleh KPK, BPKP maupun APIP K/L. Pengelolaan Utang Penyajian laporan keuangan yang lebih transparan juga ditunjukkan dalam pengelolaan utang pemerintah. Selama 4 tahun terakhir, pemerintah mampu mengelola utang dalam/luar negeri dengan baik. Hal ini terlihat dari komposisi pembayaran bunga utang terhadap total Pendapatan Negara dan Belanja Negara (PNBP) yang mengalami penurunan sebagaimana terlihat pada grafik berikut: Grafik 3. Bunga Utang terhadap Total PNBP (%)
Selain itu, semakin membaiknya pengelolaan utang juga dapat ditunjukkan dengan rasio utang terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) tahun 2008 yang semakin menurun sejak tahun 2005 sebagaimana terlihat pada grafik berikut:
17
Grafik 4. Rasio Utang terhadap PDB
R as io Utang T erhadap P DB 47
39
50
36
33
%
40 30 20 10 0
2005
2006
2007
2008
18
ASPEK TEMUAN PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGAN PEMERINTAH PUSAT Sesuai dengan tuntutan akan reformasi hukum dan reformasi organisasi di negara Indonesia, terbitlah paket undang-undang bidang keuangan negara dengan tujuan tercapainya tata kelola pemerintahan yang baik (good governance). Keberhasilan penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) yang merupakan bentuk pertanggungjawaban
pengelolaan
keuangan
negara
merupakan
salah
satu
pencapaian milestone dari pelaksanaan reformasi di bidang manajemen keuangan publik. Selanjutnya untuk menyempurnakan proses penyelenggaraan keuangan negara yang transparan dan akuntabel, laporan keuangan yang telah disusun akan diperiksa oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga dapat diyakinkan bahwa LKPP bebas dari kesalahan penyajian yang material dan telah mengikuti peraturan perundang-undangan yang berlaku. LKPP mulai tahun 2004 hingga 2008 telah diperiksa oleh BPK dengan opini disclaimer. Opini disclaimer yang selama ini diberikan BPK didasarkan atas alasan antara lain: adanya pembatasan dan keterbatasan dalam ruang lingkup pemeriksaan, adanya kelemahan pada sistem pengendalian intern serta adanya ketidakpatuhan terhadap
ketentuan
rekomendasi
BPK
peraturan ini,
perundang-undangan.
pemerintah
senantiasa
Terhadap
melakukan
temuan
perbaikan
dan untuk
mewujudkan pengelolaan keuangan negara yang berkualitas.
Ruang Lingkup Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Perubahan drastis dalam proses perencanaan dan proses pelaporan
Sejak disahkannya UU No 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, UU No. 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara dan UU No.15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan
atas
Pengelolaan
dan
Tanggung
Jawab
Keuangan
Negara,
pengelolaan keuangan negara mengalami perubahan drastis mulai dari proses perencanaan hingga ke proses pelaporan. Penerapan reformasi di bidang manajemen keuangan negara, termasuk di antaranya merubah proses pelaporan merupakan bagian dari upaya untuk meningkatkan tranparansi dan akuntabilitas sehingga diharapkan dapat mengurangi tingkat kebocoran keuangan negara.
Unsur LKPP mencakup LRA, Neraca, LAK, dan CaLK
Laporan Keuangan Pemerintah Pusat yang pertama (LKPP 2004) merupakan pengganti dari Perhitungan Anggaran Negara (PAN) yang penyajiannya lebih komprehensif, karena LKPP tidak hanya mencakup Laporan Realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), akan tetapi juga Neraca, Laporan Arus 19
Kas, dan Catatan atas Laporan Keuangan. Sesuai dengan tuntutan reformasi di bidang manajemen keuangan negara, PAN dianggap tidak dapat lagi menjawab tantangan yang ada karena tidak dihasilkan dari sistem akuntansi yang memadai. Selain daripada itu sebagai satu-satunya laporan keuangan yang disampaikan kepada lembaga legislatif (DPR), PAN dinilai kurang informatif karena pemerintah mengalami kesulitan untuk membuat Neraca dari data PAN yang menggunakan metode pembukuan tunggal (single entry).
LKPP juga meliputi dana APBN yang dikelola Pemda
Selain mencakup aspek keuangan yang dikelola oleh seluruh entitas pemerintah pusat (K/L) beserta jenjang struktural di bawahnya, LKKP 2004 juga telah meliputi transaksi keuangan yang berasal dari dana APBN yg dikelola oleh pemerintah daerah. Di samping itu laporan keuangan BUMN juga telah dilampirkan sebagai suplemen Laporan Keuangan Pemerintah Pusat sehingga diperoleh gambaran kekayaan negara yang utuh, termasuk di dalamnya kekayaan negara yang dikelola secara terpisah oleh BUMN. Menanggapi temuan audit BPK terhadap LKPP 2004 yang antara lain menyatakan masih banyak anggaran yang dikelola secara non-budgeter, pemerintah berusaha memperbaiki kinerja LKPP tahun 2005 dengan menyajikan informasi yang lebih lengkap dan lebih tertib dibandingkan dengan LKPP tahun 2004, antara lain dengan menyajikan data kas yang lebih terpercaya dan nilai aset yang makin mencerminkan keadaan yang sebenarnya. Keandalan data yang semakin meningkat dalam LKPP 2005 ini tidak terlepas dari kewajiban rekonsiliasi seperti yang terdapat pada PMK No.59/PMK.06/2005 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat. Selanjutnya Neraca yang merupakan bagian dari LKPP 2005 memperluas cakupannya dengan menyajikan aktivitas anggaran dari lembaga negara/pemerintah yang menggunakan dana APBN namun belum merupakan entitas pelaporan dalam tahun anggaran 2005 antara lain Dewan Perwakilan Daerah, Komisi Yudisial, Komisi Pemberantasan Korupsi, dan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan. Selain itu juga terdapat pengungkapan (disclosure) terhadap keuangan BP Migas dan Bapertarum untuk tahun 2005, meskipun laporan keuangan dari kedua badan tersebut belum terintegrasi dalam Neraca Pemerintah Pusat per 31 Desember 2005.
Pelaporan Lembaga Non Struktural
Pada LKPP tahun-tahun berikutnya ruang lingkup menjadi semakin bertambah. Pelaporan Badan Layanan Umum mulai disinggung pada LKPP 2006. Sedangkan pada LKPP 2007 pelaporan Lembaga Non Struktural seperti Dewan Pers mulai
20
dikonsolidasikan
pada
neraca
kementerian
negara/lembaga
yang
secara
organisatoris membawahinya. Selain itu informasi keuangan Lembaga Non Struktural juga di-disclose pada Catatan atas Laporan Keuangan LKPP 2007. Selanjutnya LKPP tahun 2008 melaporkan entitas pelaporan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan yang dikonsolidasi pada Laporan Keuangan BUN. Pada tahun-tahun mendatang, laporan pertangungjawaban semua lembaga dan badan yang menggunakan dana APBN dalam kegiatannya diharapkan dapat dilaporkan pada LKPP sehingga masyarakat luas dapat menilai kinerja pemerintah. Selain itu, LKPP juga dapat menjadi alat ukur, alat kendali dan alat perencanaan dari pembangunan nasional yang berkesinambungan. Penyebab opini disclaimer semakin berkurang
Selama beberapa tahun ini, yaitu mulai dari LKPP 2004 sampai dengan LKPP 2008, jumlah temuan BPK yang menjadi penyebab opini disclaimer semakin berkurang sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3. Penyebab Opini Disclaimer LKPP 2004 – 2008 LKPP
Masalah Pembatasan lingkup pemeriksaan pajak Bagian
tertentu
dari
LKPP
tidak
didasarkan LKKL dan LKBUN
2004
2005
2006
2007
2008
V
V
V
V
Tidak ada pembatasan
V
V
V
V
V
V
V
V
Telah
Penerimaan perpajakan belum dapat diyakini kewajarannya
diterbitkan
LKBUN Hanya
3,4
trilyun
rupiah
yang
belum
dapat direkonsiliasi Pengakuan pendapatan migas secara
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
belum
V
V
V
Administrasi dan kebijakan akuntansi
V
V
V
netto dari rekening migas (600.000411) Selisih realisasi belanja menurut KL dan BUN (suspen) Pencatatan penarikan utang luar negeri tidak terekonsiliasi Penertiban rekening belum dilakukan
Investasi
Permanen
PMN
belum
didasarkan pada data valid Pencatatan inventarisasi
aset dan
tetap
tidak
reveluasi
Pengungkapan
V
telah
memadai Selisih tidak signifikan
V Dalam proses V
V
Selesai
Semakin baik
tertib, Dalam proses (masih berlanjut)
dilakukan
V
V
21
aset eks BPPN dan aset KKKS tidak memadai Nilai outsatnding utang luar negeri tidak dapat diyakini Perbedaan fisik dan catatan SAL
V
V
V
V
Outstanding telah
V
V
V
V
V
sesuai
Sistem Pengendalian Intern Kelemahan dalam sistem pengendalian intern
Sejak pertama kali LKPP diperiksa oleh BPK, salah satu temuan audit yang menjadi sorotan adalah adanya kelemahan dalam Sistem Pengendalian Intern pemerintah pusat. BPK menilai bahwa proses penyusunan LKPP belum sepenuhnya sesuai dengan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat seperti yang dituntut dalam peraturan yang berlaku. Hal ini antara lain tercermin dalam perkiraan suspen yang merupakan akibat dari adanya perbedaan antara data Sistem Akuntansi Umum (SAU) yang dikelola oleh Departemen Keuangan dengan data Sistem Akuntansi Instansi (SAI) yang ada di K/L.
Langkahlangkah penataan ulang sistem pengendalian intern
Sejalan dengan temuan pemeriksaan BPK ini dan tuntutan reformasi yang digaungkan dalam paket UU Keuangan Negara, pemerintah melakukan langkahlangkah penataan ulang sistem pengendalian intern di lingkungan pemerintah, termasuk perubahan dalam proses penyusunan laporan pertanggungjawaban pelaksanaan APBN. Apabila laporan pertanggungjawaban APBN pada tahun-tahun sebelumnya (berupa PAN) disusun berdasarkan laporan keuangan manual yang dibuat oleh Biro Keuangan masing-masing Kementerian Negara / Lembaga, maka LKPP tahun 2004 yang merupakan LKPP pertama telah mengikuti proses akuntansi yang berjenjang, dimulai dari tingkat satuan kerja (satker) hingga kementerian negara/lembaga. Meskipun LKPP 2004 belum disiapkan menggunakan sistem akuntansi terstruktur yang merujuk pada sebuah peraturan / ketentuan khusus namun pemerintah telah berusaha untuk merubah sistem akuntansi yang sentralisasi (terpusat) menjadi sistem akuntansi bertingkat dimana kebenaran dari laporan keuangan suatu unit akuntansi menjadi tanggung jawab langsung dari unit akuntansi tersebut. Sebagai laporan keuangan pertama yang berhasil disusun di masa reformasi
Kendala pada K/L
pengelola keuangan negara, LKPP 2004 tidak terlepas dari berbagai kelemahan. Beberapa Kementerian Negara / Lembaga, terutama yang mempunyai banyak satker tersebar di daerah masih menyusun laporan keuangannya secara manual meski telah mengikuti proses akuntansi berjenjang. Hal ini sebagian besar disebabkan
22
ketidaksiapkan sumber daya manusia yang ada, di samping peralatan komputer dan sistem aplikasi yang ada masih bersifat sederhana. Selanjutnya LKPP tahun 2005 telah mengacu pada sistem akuntansi terstruktur yang Dasar hukum penyusunan LK
telah diformulasikan ke dalam PMK No. 59/PMK.06/2005. Di samping itu LKPP tahun 2005 telah disusun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dengan terbitnya ketentuan ini, dasar hukum dari penyusunan laporan keuangan menjadi semakin kuat. Banyak Kementerian Negara / Lembaga bersiap diri dalam melaksanakan ketentuan ini dengan membentuk struktur organisasi akuntansi di lingkungannya serta melakukan pembinaan terhadap pegawai-pegawai yang ditunjuk untuk melaksanakan tugas akuntansi.
Pelaksanaan rekonsiliasi
Kemajuan lain dari penyusunan LKPP 2005 adalah pelaksanaan rekonsiliasi yang telah mulai dilakukan di tingkat satuan kerja dan di tingkat wilayah. Dengan adanya ketentuan yang baru (PMK No. 59/PMK.06/2005), proses rekonsiliasi wajib dilakukan oleh semua level unit akuntansi yang ada sehingga diharapkan laporan keuangan yang dihasilkan oleh Kementerian Negara/Lembaga dan laporan keuangan yang dikelola Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal negara menghasilkan angka yang sama.
Data K/L semakin andal
Sejak diberlakukannya ketentuan atas prosedur rekonsiliasi yang dilakukan mulai dari unit terbawah, laporan keuangan yang dihasilkan semakin meningkat kualitasnya karena data yang digunakan oleh K/L meningkat keandalannya. Efek positif lainnya dari keluarnya peraturan pelaksanan di bidang akuntansi ini adalah staff akuntansi Kementerian Negara/Lembaga baik di pusat maupun di daerah merasa terangkat moralnya karena kini proses pelaporan menjadi bagian yang penting dari siklus keuangan, hal mana kurang diperhatikan pada tahun-tahun sebelumnya. Akibatnya ketaatan Kementerian Negara/Lembaga dalam menyusun laporan keuangan meningkat secara signifikan.
Tantangan atas SIMAK BMN
Untuk tahun anggaran 2006, pemerintah lebih intensif lagi dalam melaksanakan sistem akuntansinya dimana penyusunan LKPP dalam tahun ini masih mengacu pada PMK No. 59/PMK.06/2005. Secara umum pelaksanaan sistem akuntansi keuangan berjalan lebih memuaskan bila dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Tantangan yang harus dihadapi dalam penyusunan LKPP tahun 2006 ini terkait dengan pencatatan dan pelaporan aset dalam Sistem Akuntansi Barang Milik Kekayaan Negara (SABMN yang kemudian berganti nama menjadi Sistem Informasi
23
Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Kekayaan Negara atau biasa dikenal SIMAK BMN). Nilai aset yang tersaji dalam neraca pemerintah dinilai masih jauh dari kewajaran karena masih banyak satuan kerja yang belum melaksanakan SABMN. Sehingga nilai aset di tingkat pusat yang merupakan hasil konsolidasi dari laporan keuangan di bawahnya menunjukkan nilai di bawah yang seharusnya. Di samping itu, aplikasi untuk mencatat nilai aset pada SABMN juga belum sempurna. Penyempurnaan SAPKPP
Berdasarkan kendala dan tantangan yang ada, pemerintah menyempurnakan PMK No. 59/PMK.06/2005 menjadi PMK No. 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat (SAPKPP) yang mulai berlaku sejak 1 Januari 2008. Penyempurnaan ini mendorong satuan kerja di Kementerian Negara/Lembaga untuk lebih mendayagunakan peran struktur organisasi Simak BMN sehingga pencatatan/pelaporan aset lebih tertib dibanding tahun-tahun sebelumnya. Kemudian PMK Nomor 102/PMK.05/2009 yang baru juga menetapkan bahwa data BMN harus direkonsiliasi. Rekonsiliasi data BMN dilakukan dua arah, baik antara data BMN Kementerian Negara/Lembaga dengan data Menteri Keuangan, maupun antara data Direktorat Jenderal Perbendaharaan dengan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara baik ditingkat satuan kerja (KPPN dengan KPKNL), tingkat wilayah (Kanwil Ditjen PBN dengan Kanwil DJKN) dan tingkat Pusat (Kantor Pusat Ditjen PBN dengan Kantor Pusat DJKN). Pemberlakuan PMK No. 171/PMK.05/2007 tentang SAPPP tidak hanya memperbaiki pelaksanaan sistem akuntansi pada Kementerian Negara/ Lembaga (SAI) saja. PMK ini juga menyempurnakan Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) yang dijalankan di Departemen Keuangan selaku pengelola fiskal. Bila aturan pada PMK No. 59/PMK.06/2005 lebih menitikberatkan pada sistem akuntansi instansi, maka PMK yang baru mengatur beberapa tambahan sistem akuntansi yang dikelola oleh Menteri Keuangan selaku BUN seperti Sistem Akuntansi Investasi Pemerintah dan Sistem Akuntansi Badan Lainnya.
Alur pelaporan DK/TP
Pemberlakuan PMK Nomor 171/PMK.05/2007 juga memperbaiki alur pelaporan untuk DK/TP dimana pembentukan Unit Akuntansi Pembantu Pengguna Anggaran – Wilayah (UAPPA-W) pada satu dinas akan memberikan informasi berapa sesungguhnya dana DK/TP yang diterima oleh dinas tersebut. Selain itu pembentukan koordinator wilayah juga akan memberikan informasi kepada Gubernur/Kepala Daerah (KDh) atas alokasi dana DK/TP di daerahnya sehingga tidak terjadi duplikasi pendanaan sebagaimana amanat pasal 87 UU Nomor 33 Tahun
24
2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Grafik 5. Bagan Kerangka Umum SAPP
SAPP
DJKN
SABUN
SAI
SAK
SIMAK-
SiAP
SAUP&H
SA-IP
SA-BL
SABAPP
070,07 1
Kemayor an,
062,06 9
SA-PP
BMN
SAKUN
SA-TD
SAU
061,096,
099
097,101
098
Sementara itu, dengan adanya revaluasi dan inventarisasi kekayaan/barang milik negara pada tahun 2008 lalu, maka nilai aset dan ekuitas pemerintah terkoreksi secara positif pada neraca pemerintah tahun 2008. Dengan demikian LKPP tahun 2008 mengalami peningkatan kualitas sejalan dengan usaha-usaha pemerintah untuk terus memperbaiki pelaksanaan sistem akuntansi pemerintah pusat. Perbaikan sistem akuntansi BUN
Di masa depan pemerintah berencana untuk memperbaiki sistem akuntansi Bendaharawan Umum Negara (BUN) yang selama ini masih menjadi kendala. Selain itu diharapkan pertanggungjawaban aktivitas hibah dan transfer lebih rapi lagi dengan telah diterbitkannya peraturan pelaksanaannya. Dengan demikian tujuan transparansi dan akuntabilitas keuangan negara seperti yang diamanatkan dalam paket undangundang keuangan negara dapat lebih ditegakkan.
Ketidakpatuhan kepada Ketentuan Peraturan PerUUan Penerimaan negara dari perpajakan dan keberadaan rekening pemerintah
Salah satu temuan dari BPK atas LKPP 2004-2008 adalah ketidakpatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Bidang yang kerap menjadi sorotan dalam hal ini antara lain penerimaan negara dari perpajakan dan keberadaan rekening pemerintah yang kurang jelas penggunaannya. Terkait keterbatasan pemeriksaan atas penerimaan perpajakan, telah dilakukan proses judicial review di Mahkamah Konstitusi yang putusannya sudah terbit. Selain daripada itu, pemerintah
25
juga melakukan langkah-langkah perbaikan di bidang pajak seperti: penyempurnaan aplikasi pelaporan perpajakan, penyusunan peraturan yang di dalamnya antara lain mengatur prosedur rekonsiliasi internal data pajak dan lain sebagainya. Sementara terhadap temuan atas rekening pemerintah, telah digulirkan Program Penertiban Rekening Pemerintah dimana sampai dengan akhir tahun 2008, lebih dari 2.000 (dua ribu) rekening pemerintah telah ditutup penggunaannya. Di masa depan diharapkan lebih banyak lagi kas negara yang dapat diselamatkan.
Kontraktor Kontrak Kerja Sama
Hasil temuan lain dari pemeriksaan BPK adalah tidak disetornya penerimaan dari Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) ke kas negara secara langsung. Terhadap masalah ini, terjadi perbedaan pendapat antara pemerintah dan BPK. Sesuai dengan undang-undang yang berlaku, KKKS yang melaksanakan kegiatan usaha hulu wajib membayar penerimaan negara yang berupa pajak dan penerimaan bukan pajak. Penerimaan negara dari KKKS ini disetor dalam bentuk tunai dan dalam bentuk minyak mentah. Setoran dalam bentuk minyak mentah disalurkan melalui Pertamina sebagai pihak pengelola yang ditunjuk oleh BP Migas sedangkan setoran tunai disetor ke rekening antara 600.000.411. Selanjutnya setoran tunai ini masih harus dipotong dengan pengeluaran-pengeluaran seperti PBB Migas, fee BP Migas, PPN Reimbursment, pinjaman dana talangan, biaya kesalahan kurs dan koreksi buku. Selain itu terdapat setoran Pertamina dan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) dari migas. Setelah seluruh pendapatan dan biaya ini diperhitungkan, total pendapatan negara dari sektor migas yang ada di rekening antara disetor ke kas negara melalui rekening 600.502.411. Penggunaan rekening antara ini kemudian menjadi temuan BPK yang antara lain menyebutkan bahwa realisasi penerimaan dari KKKS tidak disetor secara langsung ke kas negara. Adanya temuan ini merupakan akibat dari perbedaan pendapat antara BPK dan pemerintah dalam penerapan ketentuan keuangan negara serta pengakuan pendapatan menurut standar akuntansi dan sistem akuntansi. BPK menyatakan bahwa pengelolaan, pencatatan dan pelaporan penerimaan migas harus memenuhi asas bruto sebagaimana diatur dalam pasal 12 dan 16 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara serta PP Nomor 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. Di pihak lain, pemerintah mengikuti pendapat Komite Standar Akuntansi Pemerintah (KSAP) bahwa penerimaan negara dari migas dapat diakui hanya setelah earnings
26
process selesai. Penerimaan migas yang ada pada rekening 600.000.411 masih harus memperhitungkan unsur-unsur under/over lifting, DMO, pengembalian PPN dan PBB. Selain itu, pengakuan pendapatan migas sebelum earnings process selesai akan berakibat pada dasar penetapan Dana Perimbangan yang tidak akurat, sehingga penerapan azas bruto dalam hal ini akan menyesatkan. Kebijakan pemerintah untuk menetapkan asas netto dalam menghitung pendapatan UU Nomor 8 Tahun 2009
negara dari migas telah disepakati dengan DPR yang dituangkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2009 tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2006. Penjelasan Pasal 3 ayat (3) UU dimaksud berbunyi “Yang dimaksud asas netto pada ayat ini adalah penerimaan minyak
bumi
dan
gas
alam
diakui
sebagai
penerimaan
negara
setelah
memperhitungkan kewajiban-kewajiban pemerintah yang harus dibayarkan kepada kontraktor kontrak kerja sama, seperti pengembalian Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), over/under lifting, dan fee kegiatan hulu minyak bumi dan gas alam”. Upaya pemerintah untuk mengungkapkan (disclose) status rekening antara 600.000.411 telah dimulai sejak LKPP 2007. Pengungkapan ini terbuka untuk diaudit yang merupakan langkah perbaikan menuju LKPP yang transparan, reliable dan akuntable. Sebagai hasil dari upaya-upaya yang dilakukan pemerintah, temuan terkait penerimaan dan penggunaan rekening migas di luar mekanisme APBN sudah tidak muncul lagi pada pemeriksaan BPK atas LKPP 2008.
27
ASPEK PENGEMBANGAN STANDAR DAN SISTEM AKUNTANSI Peran standar dan sistem akuntansi
Standar dan sistem akuntansi memiliki peran yang cukup penting dalam reformasi akuntansi dan pelaporan keuangan secara menyeluruh. Introduksi Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP) pada tahun 2005 merupakan langkah awal dari -implementasi praktik akuntansi modern di Indonesia. Selanjutnya SAP memerlukan pengembangan lebih
lanjut
seiring
dengan
dinamika
dalam
reformasi
dimana
proses
pengembangannya menjadi faktor krusial penentu keberhasilan pelaksanaan sistem informasi akuntansi di lingkungan pemerintah pusat. Salah satu isu dalam aspek pengembangan standar dan sistem akuntansi adalah Check and balance mechanism
terkait dengan check and balance mechanism. Berbagai penyempurnaan terus dilakukan pemerintah untuk meningkatkan sistem pengendalian internal yang memungkinkan pemerintah untuk menjamin keandalan data dalam LKPP. Melalui mekanisme check dan balance yang diperbaiki, setiap transaksi yang dilaporkan dapat terlebih dahulu diverifikasi pada berbagai tingkatan. Pada akhirnya, laporan keuangan yang andal mampu meningkatkan kualitas pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara.
Peningkatan Kualitas Standar Akuntansi dan Peran Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) Meskipun penyusunan LKPP tahun 2004 belum dilaksanakan berdasarkan standar akuntansi pemerintah yang secara formal mengatur proses akuntansi sektor publik, namun secara prinsip penyusunan laporan pertanggungjawaban APBN tersebut telah mengikuti standar baku yang sejalan dengan berbagai praktik akuntansi modern yang merupakan cikal bakal lahirnya standar akuntansi pemerintahan di Indonesia. Penyusunan SAP dimulai sebelum tahun 2005 dengan dibentuknya Komite Standar Pembentukan KSAP dan penyusunan SAP
Akuntansi Pemerintahan (KSAP) melalui Keputusan Presiden (Keppres) No.84/2004 jo. Keppres No.2/2005. Proses pembentukan KSAP ini menandai era baru pertanggungjawaban pelaksanaan anggaran yang menjunjung tinggi transparansi dan akuntabilitas. Peran utama KSAP adalah melaksanakan penyusunan dan pengembangan
SAP
sebagai
pondasi
implementasi
reformasi
akuntansi
pemerintahan.
28
Pada tahap awal di tahun 2005, KSAP berhasil menyusun 1 (satu) Kerangka Konseptual Akuntansi Pemerintahan dan 11 (sebelas) Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) yang menjadi acuan pemerintah pusat/daerah dalam menyusun sistem akuntansi dan pelaporan keuangannya. Kesebelas pernyataan standar tersebut meliputi: 1. PSAP No. 01 tentang Penyajian Laporan Keuangan; 2. PSAP No. 02 tentang Laporan Realisasi Anggaran; 3. PSAP No. 03 tentang Laporan Arus Kas; 4. PSAP No. 04 tentang Catatan atas Laporan Keuangan; 5. PSAP No. 05 tentang Akuntansi Persediaan; 6. PSAP No. 06 tentang Akuntansi Investasi; 7. PSAP No. 07 tentang Akuntansi Aset Tetap; 8. PSAP No. 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan; 9. PSAP No. 09 tentang Akuntansi Kewajiban; 10. PSAP No. 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa; 11. PSAP No. 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian. Pada tahun 2005 tersebut, KSAP juga telah berhasil menyusun Buletin Teknis Akuntansi Pemerintahan sebagai pelengkap dari PSAP, yaitu: 1. Buletin Teknis 01 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Pusat; 2. Buletin Teknis 02 tentang Penyusunan Neraca Awal Pemerintah Daerah. Penyempurnaan standar akuntansi ini terus dilaksanakan dari tahun ke tahun melalui penyusunan buletin teknis, fatwa/pendapat dari komite dan produk lainnya untuk menjawab permasalahan akuntansi. Pada tahun 2006, KSAP mampu menerbitkan dua buletin teknis lagi yaitu Buletin Teknis 03 tentang Penyajian Laporan Keuangan Pemerintah Daerah sesuai dengan SAP dengan Konversi dan Buletin Teknis 04 tentang Penyajian dan Pengungkapan Belanja Pemerintah. Di tahun berikutnya, pada tahun 2007 KSAP menyusun Buletin Teknis 05 tentang Akuntansi Penyusutan. Sedangkan pada tahun 2008, KSAP menerbitkan Buletin Teknis 06 tentang Akuntansi Piutang dan Buletin Teknis 07 tentang Akuntansi Dana Bergulir. Tabel 4. Produk KSAP
Produk KSAP
Tahun 2005 2006 2007 2008
Pernyataan Standar 11 (sebelas) -
Buletin Teknis 2 (dua) 2 (dua) 1 (satu) 2 (dua) 29
Penyusunan standar akuntansi sebagai indikator kinerja KSAP mendukung pemerintah dalam melaksanakan reformasi akuntansi dan pelaporan. Penerbitan buletin teknis oleh KSAP merupakan wujud tanggung jawab KSAP dalam merespon kebutuhan pengguna akuntansi dan pelaporan keuangan. Dengan terbitnya buletin teknis ini, diharapkan pemahaman akan standar akuntansi pemerintahan dapat lebih ditingkatkan.
Rekomendasi komite standar
Komite Standar juga berperan aktif dalam menyelesaikan permasalahan akuntansi yang terjadi di lingkup pemerintahan dengan memberikan rekomendasi/pendapat yang dapat digunakan untuk penetapan kebijakan akuntansi pemerintahan. Salah satu yang menonjol adalah dengan ditetapkannya fatwa mengenai Pelaporan Keuangan BP Migas pada tahun 2006. Dalam pendapat ini dikemukakan mengenai status pendapatan migas yang diperoleh dari kontrak kerja sama belum dapat diakui sebagai pendapatan negara pada saat pendapatan tersebut diterima oleh BP Migas dalam Rekening Migas 600.000411 karena earning process pendapatan tersebut belum selesai. Pendapatan migas baru dapat diakui masuk ke Kas Negara apabila telah disetorkan ke Rekening Kas Umum Negara nomor 502.000000 setelah menghitung seluruh pengeluaran seperti biaya bagi hasil kepada kontraktor dan cost recovery.
Realisasi aset tetap
Implementasi dari standar akuntansi telah diformulasikan dalam penyusunan LKPP yang makin komprehensif pula. Sebagai contoh, pada LKPP 2004 dan 2005 pelaksanaan standar untuk melakukan reklasifikasi atas aset tetap yang dihentikan penggunaannya belum berjalan. Akan tetapi pada LKPP 2006 dan 2007 kedua hal tersebut telah diakomodasi. Sebelum LKPP 2007, dana bergulir belum disajikan sesuai dengan standar yang tepat sehingga banyak ditemui kebingungan mengenai kategorisasi dana bergulir ini. Pemerintah selaku penyusun LKPP berkonsultasi dengan KSAP, kemudian menyusun metodologi penyajian yang jelas sesuai substansi dari dana bergulir tersebut dan jenis belanja yang digunakan dalam penyalurannya. Hasil formulasi inilah yang kemudian dituangkan dalam Buletin Teknis 07.
Peningkatan Kualitas Sistem Akuntansi Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat merupakan suatu prosedur manual dan terkomputerisasi dalam mengumpulkan data, mencatat, mengikhtisarkan sampai
30
Perkembangan sistem akuntansi pemerintahan
dengan melaporkan posisi dan operasi keuangan Pemerintah Pusat. Untuk menjamin agar sistem tersebut dapat berlangsung secara optimal, maka diperlukan mekanisme saling uji yang andal. Seiring dengan tuntutan akuntabilitas dan transparansi seperti yang
tercermin
dalam
UU
Keuangan
Negara,
pemerintah
terus
menerus
menyempurnakan Sistem Akuntansi dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat seperti terlihat dalam tabel di bawah ini: Tabel 5. Perkembangan Sistem Akuntansi Pemerintahan Tahun 2003
Sistem KMK 337/KMK.012/2003
2005 2005
PMK 13/PMK.06/2005 PMK 59/PMK.06/2005
2006
Perdirjen 24/PB/2006
2006
Perdirjen 66/PB/2006
2007 2007
PMK 91/PMK.05/2007 PMK 171/PMK.05/2007
2008 2008 2008
Perdirjen 51/PB/2008 PMK 86/PMK.05/2008 PMK 196/PMK.05/2008
2009 2009
Perdirjen 09/PB/2009 Perdirjen 38/PB/2009
2009 2009
PMK 40/PMK.05/2009 PMK 87/PMK.05/2009
2009 2009
PMK 102/PMK.05/2009 PMK 120/PMK.05/2009
Keterangan sistem akuntansi pemerintah berbasis komputer Bagan Perkiraan Standar (BPS) 2 (dua) sub sistem utama: - Sistem Akuntansi Instansi - Sistem Akuntansi Pusat Pedoman Penyusunan Laporan Keuangan Kementerian Negara / Lembaga Rekonsiliasi dan Analisa Laporan Keuangan Tingkat Kuasa BUN Bagan Akun Standar (Revisi BPS) 2 (dua) sub sistem utama: - Sistem Akuntansi Instansi; terbagi atas Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi BMN (SIMAK BMN) - Sistem Akuntansi BUN (menampung fungsi-fungsi menteri keuangan selaku BUN) Revisi Perdirjen 24/PB/2006 Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) Tata Cara Penyusunan Laporan Keuangan Belanja Subsidi dan Belanja Lain-lain Rekonsiliasi Pajak Penyusunan Laporan Keuangan Kuasa BUN (Revisi Perdirjen 66/PB/2006) Sistem Akuntansi Hibah (Sikubah) Mekanisme Pelaksanaan dan Pertanggungjawaban Bea Masuk Ditanggung Pemerintah Rekonsiliasi Barang Milik Negara Sistem Akuntansi dan Pelaporan Transfer ke Daerah
Pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan signifikan dalam hal cakupan dan mekanisme saling uji. Meskipun beberapa sub sub sistem saat ini masih belum sepenuhnya terbentuk dan/atau dalam tahapan penyempurnaan, tetapi kemajuan yang dicapai tidak dapat dipungkiri. Contohnya, temuan pemeriksaan BPK mengenai pengelolaan utang dan sistem akuntansi hibah yang masih belum tertata baik. Terkait dengan hal tersebut pemerintah telah berupaya memperbaiki sistem akuntansi dimaksud dimana pada tahun 2008 pemerintah telah berhasil menyelesaikan PMK mengenai Sistem Akuntansi Utang Pemerintah (SAUP) dan PMK tentang Sistem Akuntansi Hibah pada
31
tahun 2009. Sehingga pada tahun 2008 kualitas LKPP dapat meningkat seiring dengan pembagian peran, tugas, dan wewenang tersebut.
Penggunaan Klasifikasi Anggaran yang Konsisten Ketidakkonsistenan penggunaan mata anggaran
Klasifikasi anggaran yang sesuai dengan praktik internasional yang teruji turut berperan dalam pengembangan sistem akuntansi pemerintahan. Seperti yang diketahui,
salah
satu
pertanggungjawaban
permasalahan
anggaran
adalah
yang
dihadapi
ketidakkonsistenan
dalam penggunaan
proses mata
anggaran yang menyebabkan kinerja tidak terukur. Hal-hal yang direncanakan oleh kementerian negara/lembaga kerap mengalami deviasi pada tahap pelaksanaan anggaran, sehingga menyulitkan pengukuran kinerjanya. Oleh karena itu, klasifikasi penganggaran yang digunakan mulai dari proses perencanaan dan penganggaran perlu
mendapat
perhatian.
Dalam
konteks
sistem
akuntansi
pemerintahan,
pengklasifikasian ini dituangkan ke dalam bentuk kumpulan akun buku besar yang disebut dengan bagan akun standar (chart of account) yang disusun berdasarkan transaksi yang dilakukan (seperti utang, pembayaran, dan penyusutan) dan kategori administratif (operasi internal) yang memudahkan dalam mengukur kinerja secara keseluruhan. Dalam rangka memperbaiki konsistensi dalam pencatatan transaksi anggaran, pemerintah telah memperbaiki chart of account yang ditetapkan berdasarkan PMK No.13/PMK.06/2005
tentang
Bagan
Perkiraan
Standar
ke
dalam
PMK
No.91/PMK.05/2007 tentang Bagan Akun Standar. Bagan Akun Standar (BAS) ditetapkan dengan sasaran agar penyusunan laporan keuangan pemerintah dan kementerian negara/lembaga mampu memenuhi unsur pengendalian, pengukuran dan
pelaporan
kinerja
sehingga
mampu
meningkatkan
akuntabilitas
pertanggungjawaban anggaran. Di samping itu. Bagan Akun Standar disusun dengan mengadaptasi standar international yakni Government Finance Statistics (GFS) yang diperlukan dalam konteks analisis makro ekonomi secara lebih luas dalam kaitannya dengan pendapatan dan pengeluaran yang terealisasi pada sektor pemerintahan. Bagan Akun Standar (BAS) selanjutnya dipergunakan dalam pencatatan transaksi yang terjadi pada seluruh proses pengelolaan keuangan negara mulai dari tahapan perencanaan, penganggaran sampai dengan pelaporan keuangan baik oleh Bendahara Umum Negara maupun oleh Kementerian Negara/Lembaga dan berlaku mulai tahun anggaran 2008. Adapun tujuan utama penyusunan BAS adalah sebagai berikut: 1. menyamakan istilah dalam perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan keuangan;
32
2. meningkatkan kualitas informasi keuangan pemerintah; dan 3. memudahkan pengawasan keuangan. Kendala penerapan Bagan Akun Standar
Penerapan/penggunaan Bagan Akun Standar (BAS) juga masih mengalami beberapa kendala. Salah satu kendala dimaksud adalah masih adanya ketidakkonsistenan penerapan Bagan Akun Standar (BAS) yang terobservasi pada penyusunan LKPP selama ini. Namun demikian, persentase terjadinya ketidakkonsistenan tersebut dari tahun ke tahun terus menurun seiring dengan meningkatnya pemahaman mengenai mekanisme akuntansi dalam keuangan negara. Kemajuan tersebut juga merupakan hasil sosialisasi yang dilakukan pemerintah mengenai sistem pencatatan yang konsisten dalam setiap tahapan penganggaran. Sebagai contoh, atas belanja yang menghasilkan aset tetap suatu satker seyogyanya mencatat perolehan aset tersebut dan menyajikannya dalam neraca satker yang bersangkutan. Namun dalam praktiknya hal ini masih banyak yang tidak dilakukan. Selain itu, masih banyak pelaksanaan anggaran yang tidak mengacu pada prinsip akuntansi yang benar. Seperti pengalokasian belanja perjalanan dinas yang berkaitan dengan perolehan suatu aset tetap dimasukkan dalam kelompok belanja barang. Padahal apabila melihat definisinya, biaya tersebut selayaknya dimasukkan dalam kelompok belanja modal.
Perkembangan suspen
Dengan berkembangnya sistem dan standar akuntansi, diharapkan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan dari tahun ke tahun terus menunjukkan peningkatan yang antara lain ditunjukkan dengan penurunan besaran suspen dalam LKPP tahunan, seperti dijelaskan dalam box di bawah ini: Box 3. Suspen Suspen (suspend) merupakan perbedaan nilai pembukuan dari dua sub sistem yang dijalankan pemerintah, yaitu Sistem Akuntansi Instansi (SAI) oleh kementerian negara/lembaga dan Sistem Akuntansi Pusat (SiAP) oleh Ditjen PBN dalam Laporan Realisasi Anggaran. Kedua sub sistem ini mengindikasikan kualitas mekanisme check and balance yang dijalankan oleh pemerintah. Nilai suspen yang kecil mengindikasikan mekanisme saling uji yang semakin baik dan menyiratkan data laporan keuangan yang andal. Sebaliknya, selisih yang besar menunjukkan kualitas mekanisme saling uji yang tidak baik dan menyiratkan data laporan keuangan yang tidak andal. Sampai dengan saat ini, pemerintah masih mengakui bahwa data laporan keuangan yang dihasilkan belum seluruhnya andal. Akan tetapi, kualitas laporan keuangan dari
33
tahun ke tahun terus menunjukkan perbaikan signifikan yang ditandai dengan menurunnya nilai absolut suspen. Pada tahun 2004, suspen yang tercatat sebesar Rp10,3 miliar namun jumlah ini tidak menggambarkan hal yang sebenarnya mengingat pada saat itu laporan keuangan belum dihasilkan dari suatu sistem akuntansi dan pelaporan keuangan yang baku. Pada tahun 2005 pemerintah membuat sistem akuntansi dan pelaporan keuangan dengan menerbitkan PMK No.59/PMK.06/2005 sehingga laporan keuangan dapat dihasilkan dari suatu sistem yang lebih tertata. Suspen pada LKPP 2005 tercatat sebesar Rp1,9 triliun yang terus menurun pada LKPP tahun 2006 menjadi Rp916,7 miliar dan pada LKPP tahun 2007 menjadi Rp236,5 miliar. Sedangkan LKPP tahun 2008 mencatat angka suspen sebesar Rp58,7 miliar. Grafik 6. Suspen
Penyampaian dan Opini LK K/L Peningkatan pelaksanaan akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah juga Kualitas LKK/L
ditunjukkan dengan kualitas penyampaian LKPP yang semakin meningkat sehingga mulai LKPP tahun anggaran 2007 tidak ada lagi Kementerian Negara/Lembaga yang terlambat menyampaikan Laporan Keuangannya. Berikut data jadwal penyampaian LK K/L: Tabel 6. Penyampaian LK KL Bagian Anggaran 2006 2007 2008
Tepat Waktu
77
81
83
Terlambat Tidak Menyampaikan Jumlah
4 81
81
83
34
Sementara itu, jumlah K/L yang mendapat perbaikan opini dari BPK juga bertambah, sebagaimana terlihat pada grafik di bawah ini: Grafik 7. Opini Pemeriksaan BPK atas LKKL Tahun 2006-2008
WTP: Wajar Tanpa Pengecualian TW: Tidak Wajar
WDP: Wajar Dengan Pengecualian TMP: Tidak Menyatakan Pendapat
Pada tahun anggaran 2007, terdapat 4 (empat) Bagian Anggaran yang termasuk entitas pelaporan keuangan namun tidak diperiksa/mendapat opini BPK, yaitu: Penerusan Pinjaman Sebagai Hibah; Penerusan Hibah; BNP2TKI; dan Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo (BPLS). Tahun anggaran berikutnya (2008) BNP2TKI dan BPLS menjadi ‘Bagian Anggaran’ secara formal. Namun demikian BPLS telah menyampaikan laporan keuangannya secara resmi sejak tahun yang lalu.
35
ASPEK SUMBER DAYA MANUSIA Reformasi pengelolaan keuangan negara dapat dijalankan apabila didukung oleh Minimnya SDM yang berkualitas
Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompeten baik di lingkungan kementerian negara/lembaga maupun Depertemen Keuangan sehingga tercipta sinergi dalam pengelolaan keuangan negara. Namun demikian, setelah kurang lebih 6 (enam) tahun reformasi keuangan negara bergulir, sinergi yang diharapkan belum tercapai secara optimal dikarenakan minimnya SDM yang berkualitas pada unit-unit pemerintahan. Untuk itu diperlukan upaya peningkatan kapasitas SDM (capacity building) untuk menyediakan kebutuhan tenaga yang andal dan kompeten. Pada satu sisi, jumlah pegawai pemerintahan relatif cukup banyak, namun pada sisi
Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah
lain dalam hal kompetensi akuntansi jumlah tersebut relatif sedikit. Untuk menjembatani kekurangan pegawai yang kompeten dan kelebihan jumlah pegawai yang potensial di atas, pemerintah telah mendisain suatu program pelatihan yang bertujuan membekali para pegawai yang berpotensi namun tidak memiliki kompetensi sehingga mendapatkan keterampilan yang terstandarisasi di bidang akuntansi dan keuangan negara. Program pelatihan tersebut dikenal dengan Program Percepatan Akuntabilitas Keuangan Pemerintah (PPAKP) yang mempunyai tujuan utama: 1. Menciptakan SDM keuangan yang kompeten dalam menjalankan tugas di bidang
Keuangan Negara. 2. Menciptakan keterpaduan antara upaya peningkatan akuntabilitas keuangan
pemerintah dan pengembangan karier bagi SDM yang mengemban tugas tersebut. Dari program ini diharapkan tercapainya outcome berupa akuntabilitas keuangan negara yang andal. Hal ini dapat diukur melalui LKPP yang dihasilkan mendapatkan opini dari pemeriksa berupa “Wajar tanpa Pengecualian”. Untuk mencapai hasil ini diperlukan beberapa keluaran secara bertahap dan berkesinambungan antara lain: 1. SDM yang terdidik, ditandai dengan perolehan sertifikasi serta mengoptimalkan
penyebarannya melalui penempatan pada bidang tugas pengelolaan keuangan negara dengan titik berat pada penyusunan laporan keuangan; 2. Manajemen pengembangan karier berdasarkan kompetensi; 3. Pembuatan laporan keuangan kementerian negara/lembaga yang terdiri dari LRA,
Neraca, dan CaLK yang memenuhi karakteristik kualitatif laporan keuangan, yaitu: relevan, andal, dapat diperbandingkan, dan dapat dipahami, sehingga
36
dapat diyakini kewajarannya oleh pemeriksa eksternal; 4. Imbalan ekstrinsik bagi para SDM yang terdidik dalam melaksanakan tugas
bidang keuangan negara. Untuk mencapai keluaran dan hasil yang diharapkan tersebut, maka tahapan Tiga sub program yang terintegrasi
program dibagi ke dalam 3 (tiga) sub program yang terintegrasi dan berhubungan satu sama lain, yaitu program pelatihan, rekrutmen, dan pemberian insentif. Program pelatihan mencakup kegiatan pembangunan kapasitas SDM pengelola keuangan melalui pemberian sertifikasi atau pernyataan memiliki komptensi melaksanakan tugas di bidang keuangan, misalnya kompetensi menyelenggarakan kegiatan akuntansi dan pelaporan. Program rekrutmen mencakup kegiatan rekrutmen SDM pada unit pengguna SDM, baik berupa kegiatan rekrutmen awal tenaga S1/DIII jurusan akuntansi maupun kebijakan pola mutasi/rotasi/promosi yang mempertimbangkan kompetensi khusus dan persyaratan telah mengikuti pelatihan dan/atau kebijakan pengembangan kompetensi melalui program pelatihan sebelum seseorang dikenai kebijakan mutasi/rotasi/promosi tersebut. Sedangkan yang terakhir, program pemberian insentif mencakup pemberian insentif yang menarik bagi para SDM berkompeten/bersertifikasi yang telah melaksanakan tugas berkaitan dengan kompetensi tersebut. Dalam jangka panjang, sesuai dengan amanat untuk membentuk suatu jabatan fungsional pengelola perbendaharaan, maka pemberian insentif ini akan dilekatkan pada penyandang jabatan fungsional tersebut.
Pelaksanaan PPAKP
Program pelatihan PPAKP telah diadakan sejak tahun 2007. Peserta pelatihan akuntansi pemerintah ini diberikan kepada pegawai lama maupun pegawai baru yang menjalankan sistem akuntansi pemerintahan maupun yang akan melaksanakan sistem akuntansi pemerintahan. Kebutuhan tenaga akuntansi pemerintahan untuk tingkat pusat adalah sekitar 40 ribu orang, sementara untuk tingkat daerah sekitar 30 ribu orang. Dari jumlah tersebut diharapkan sampai dengan akhir tahun 2008 telah terdidik 9.160 orang, sehingga program selanjutnya di masa yang akan datang tinggal 60.840 orang lagi yang harus dididik. Pada dua tahun pertama pelaksanaan, sasaran utama pelatihan ditujukan kepada: 1. Satker di lingkungan Departemen Keuangan; 2. Satker Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan (BAPP); 3. Kementerian Negara/Lembaga dengan temuan pemeriksa yang signifikan; 4. Satker yang belum menerapkan Sistem Akuntansi Instansi (SAI); dan 5.
Satker yang belum mampu menyusun laporan keuangannya secara mandiri.
37
Grafik 8. Jumlah Peserta PPAKP 2007-2008
Untuk mendukung terlaksananya program pelatihan ini, maka diadakan rekrutmen tenaga pengajar yang harus memenuhi kompetensi akademik yang memadai, memiliki pengalaman praktik akuntansi dan pelaporan keuangan yang cukup, dan mempunyai kemampuan untuk melakukan transfer keilmuan dengan baik. Tenaga pengajar yang memenuhi spesifikasi ini diambil dari berbagai institusi melalui proses seleksi dan Training of Trainers (ToT) terlebih dahulu. Sementara itu, materi yang diajarkan meliputi paket Undang-undang Keuangan Negara, proses penganggaran, akuntansi pemerintahan, dan operasionalisasi aplikasi akuntansi pemerintahan. Titik berat dari pelatihan ini adalah peningkatan kemampuan dalam mengoperasikan aplikasi Sistem Akuntansi Keuangan (SAK) dan Sistem Informasi Manajemen dan Akuntansi BMN (SIMAK-BMN), namun tetap diberikan porsi yang cukup agar peserta mengetahui proses penganggaran, pelaksanaan anggaran serta pertanggungjawaban anggaran.
Hasil Pelatihan PPAKP Tahun 2007 Pada tahap awal kegiatan PPAKP tahun 2007 dilakukan pelatihan narasumber berupa Training of Trainers (ToT) dengan tujuan menyediakan tenaga instruktur di bidang akuntansi dan keuangan. Untuk tahun 2007 dibutuhkan sekitar 208 tenaga narasumber, dengan rincian 83 orang telah dilatih terlebih dahulu melalui proses pembekalan nara sumber dan sisanya sebanyak 125 orang diseleksi dalam kegiatan ToT. Selanjutnya pada tahap berikutnya adalah pelatihan untuk mendidik operator Sistem Akuntansi Instansi di lingkup Departemen Keuangan. Pelatihan dilaksanakan dalam 2 (dua) gelombang, yaitu gelombang pertama dimulai dari tanggal 5 Nopember sampai dengan 6 Desember 2007 dengan peserta sebanyak 780 orang. Sementara gelombang kedua dimulai dari tanggal 12 Nopember sampai dengan 13 Desember
38
2007 dengan peserta sebanyak 780 orang. Lokasi pelatihan pada tahun 2007 tersebar pada 13 lokasi di seluruh Balai Diklat Keuangan BPPK. Pelaksanaan pelatihan berlangsung dalam jangka waktu 28 hari yang meliputi 26 hari pelatihan dan 2 hari untuk ujian. Materi yang diberikan pada pelatihan tersebut adalah sebagai berikut : 1. Paket Undang-undang Bidang Keuangan Negara; 2. Perencanaan dan Penganggaran; 3. Pelaksanaan Anggaran; 4. Manajemen Aset dan Utang; 5. Dasar-dasar Akuntansi; 6. Standar Akuntansi Pemerintahan; 7. Sistem Akuntansi Instansi (termasuk aplikasi) yang terdiri dari Sistem Akuntansi Keuangan dan Sistem Akuntansi Barang Milik Negara; 8. Analisa Laporan Keuangan; 9. Pelaporan Keuangan & Kinerja Instansi Pemerintah. Selanjutnya pelaksanaan kegiatan PPAKP untuk tahun 2008 diperluas, tidak hanya di lingkungan Departemen Keuangan, tetapi juga di Kementrian Negara/Lembaga lainnya.
Hasil Pelatihan PPAKP Tahun 2008 Sebelum pelatihan PPAKP tahun 2008 dimulai, pada awal tahun dilaksanakan pembekalan dan Training of Trainers (ToT) calon narasumber PPAKP 2008. Hal ini dilaksanakan untuk memenuhi kekurangan tenaga pengajar sebanyak 125 orang. Dari dua kali pelaksanaan pelatihan bagi calon narasumber tersebut didapatkan hasil 121 orang dinyatakan lulus dan diberikan sertifikasi untuk mengajar dalam pelatihan PPAKP 2008. Para pengajar ini berasal dari berbagai instansi antara lain Departemen Keuangan, BPKP, dan Kementerian Negara/Lembaga lainnya. Pelatihan PPAKP tahun 2008 diharapkan dapat mendidik 7.600 orang peserta yang berasal dari satker kementerian negara/lembaga yang terbagi dalam 14 (empat belas) angkatan. Pelatihan ini dilaksanakan di 7 (tujuh) lokasi yang berbeda, yaitu Jakarta, Medan, Semarang, Surabaya, Balikpapan, Makassar, dan Manado. Yang bertindak sebagai penyelenggara dalam pelatihan tahun 2008 adalah Kanwil Ditjen Perbendaharaan dan Balai Diklat Keuangan (Departemen Keuangan) setempat. Jumlah realisasi peserta sampai dengan tahap terakhir mencapai 7.181 orang, sebagaimana terlihat dalam tabel berikut ini.
39
Tabel 7. Rekapitulasi Peserta PPAKP Per Kementerian Negara/Lembaga Tahun 2008 REKAPITULASI PESERTA PPAKP PER KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA TAHUN 2008 NO
KUOTA
REALISASI
LULUS
TIDAK LULUS
GUGUR
1
Mahkamah Agung
786
762
649
110
3
2
Kejaksaan Agung
495
432
340
88
4
3
Badan Meteorologi dan Geofisika
185
180
156
23
1
4
98
62
58
2
2
5
Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Departemen Keuangan
1,033
431
392
36
3
6
Departemen Pertanian
1,708
488
425
56
7
7
Departemen Pendidikan Nasional
300
312
274
37
1
8
Departemen Kesehatan
197
134
119
15
0
9
Departemen Perhubungan
732
386
337
43
6
10
Departemen Sosial
205
142
115
26
1
11
Departemen Perindustrian
12
Departemen Pekerjaan Umum
13
Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi Departemen Kelautan dan Perikanan
14 15 16 17
Badan Koordinasi SurveI dan Pemetaan Nasional Departemen Kehutanan
172
67
61
6
0
1,042
227
196
26
5
731
310
229
75
6
482
189
178
10
1
4
6
6
0
0
264
170
158
12
0
51
10
9
1
0
766
544
454
87
3
19
Departemen Kebudayaan dan Pariwisata Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia Badan Pertanahan Nasional
429
216
192
22
2
20
Departemen Perdagangan
134
13
13
0
0
21
Komisi Pemilihan Umum
474
47
38
8
1
22
Badan Pusat Statistik
435
403
384
18
1
23
Perpustakaan Nasional
31
22
19
2
1
24
956
1,228
1,102
123
3
18
25
22
3
0
26
Kepolisian Negara Republik Indonesia Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
50
7
6
1
0
27
Badan Kepegawaian Negara
28
Departemen Luar Negeri
29
Badan Pengkajian Penerapan Teknologi Badan Tenaga Nuklir Nasional
18
25
13
25
21
4
0
131
9
9
0
0
24
10
10
0
0
22
9
8
1
0
56
9
8
1
0
32
Departemen Komunikasi dan Informatika Komisi Pemberantasan Korupsi
1
2
2
0
0
33
Badan Pemeriksa Keuangan
32
45
45
0
0
34
Badan Narkotika Nasional
9
6
6
0
0
30 31
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
40
NO
KEMENTERIAN NEGARA/LEMBAGA
KUOTA
REALISASI
TIDAK LULUS
LULUS
GUGUR
35
Sekretariat Negara
15
20
17
3
0
36
Majelis Permusyawaratan Rakyat
2
4
4
0
0
37
Dewan Perwakilan Rakyat
2
1
1
0
0
38
Departemen Dalam Negeri
744
20
12
7
1
39
Departemen Pertahanan
247
4
4
0
0
40
Departemen Agama
4,027
131
100
31
0
41
Departemen Koperasi dan UKM
36
5
3
1
1
42
Dewan Ketahanan Nasional
1
4
3
1
0
43
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
35
2
2
0
0
44
42
1
1
0
0
45
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional Lembaga Administrasi Negara
12
1
1
0
0
46
Arsip Nasional Republik Indonesia
32
10
10
0
0
47
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Lain‐lain
31
1
1
0
0
48
11
Jumlah Prosentase
17,292
5
6
0
7,143
6,205
885
53
41.% **
86.9% *
12.4% *
0.7% *
* Prosentase Terhadap Realisasi ** Prosentase Terhadap Kuota
Grafik 9.Statistik Peserta PPAKP 2008 (%)
Peserta yang gugur pada pelatihan PPAKP disebabkan minimnya jumlah absensi yang harus dipenuhi.
HASIL PELATIHAN PPAKP TAHUN 2009 Sebanyak lebih dari 7.000 pegawai dari berbagai instansi direncanakan akan mengikuti program PPAKP tahun 2009. Seperti halnya pelaksanaan PPAKP tahun yang lalu, terdapat 7 (tujuh) lokasi pelatihan PPAKP dimana lokasi pelatihan Denpasar menggantikan Balikpapan.
41
LAPORAN REALISASI ANGGARAN (dalam milyar rupiah) URAIAN
2004
2005
2006
2007
2008
A. Pendapatan Negara dan Hibah I. Penerimaan Perpajakan
280.559
347.031
409.203
490.989
658.701
a. Pajak Dalam Negeri
622.359
267.817
331.792
395.972
470.052
b. Pajak Perdagangan Internasional
12.742
15.239
13.231
20.937
36.342
II. Penerimaan Negara Bukan Pajak
122.546
146.888
226.950
215.120
320.605
91.543
110.467
167.474
132.883
224.463
9.818
12.835
22.973
23.223
29.088
21.185
23.586
36.503
59.014
67.053
262
1.305
1.834
1.698
2.304
403.367
495.224
637.987
707.806
981.609
1. Penerimaan Sumber Daya Alam 2. Bagian Pemerintah atas Laba BUMN 3. Penerimaan Negara Bukan Pajak Lainnya III. Penerimaan Hibah Jumlah Pendapatan Negara dan Hibah (A.I + A.II) B. Belanja Negara I. Belanja Pemerintah Pusat
297.464
361.155
440.154
504.623
693.356
1. Belanja Pegawai
52.743
54.254
73.252
90.425
112.830
2. Belanja Barang
15.518
29.172
47.182
54.511
55.963
3. Belanja Modal
61.450
32.889
55.074
64.289
72.772
4. Pembayaran Bunga Utang
62.486
65.200
79.083
79.806
88.430
5. Subsidi
91.529
120.765
107.432
150.214
275.291
‐
24.903
40.709
49.756
57.741
13.738
33.972
37.423
15.621
30.328
6. Bantuan Sosial 7. Belanja Lain‐lain II. Transfer untuk Daerah
129.723
150.464
226.180
253.263
292.433
1. Dana Perimbangan
122.868
143.221
222.131
243.967
278.715
a. Dana Bagi Hasil
36.700
49.692
64.900
62.942
78.420
b. Dana Alokasi Umum
82.131
88.765
145.664
164.787
179.507
c. Dana Alokasi Khusus
4.036
4.764
11.566
16.238
20.787 13.719
2. Dana Otonomi Khusus dan Penyesuaian
6.855
7.243
4.049
9.296
a. Dana Otonomi Khusus
1.643
1.775
3.488
4.046
7.510
b. Dana Penyesuaian
5.213
5.467
561
5.250
6.209
III. Suspen
(10)
(1.987)
795
(237)
(59)
Jumlah Belanja Negara (B.I + B.II + B.III)
427.177
509.632
667.129
757.650
985.731
C. Defisit Anggaran (B ‐ A)
(23.810)
(14.408)
(29.142)
(49.844)
(4.121)
D. Pembiayaan I. Pembiayaan Dalam Negeri II. Pembiayaan Luar Negeri (Neto) 1. Penarikan Pinjaman Luar Negeri (Bruto) 2. Pembayaran Cicilan Pokok Utang Luar Negeri
48.853
19.145
55.982
66.309
97.288
(28.057)
(10.272)
(26.566)
(23.852)
(13.217)
18.434
26.840
26.115
34.070
50.219
(46.491)
(37.112)
(52.681)
(57.922)
(63.435)
Jumlah Pembiayaan (D.I + D.II)
20.796
8.873
29.416
42.457
84.072
E. Sisa Lebih (Kurang )Pembiayaan Anggaran‐SILPA (SIKPA
(3.014)
(5.535)
274
(7.387)
79.950
42
NERACA (dalam milyar rupiah) URAIAN
2004
2005
2006
2007
2008
ASET
Aset Lancar
Kas dan Bank Uang Muka dari Rekening BUN Piutang Investasi Jangka Pendek BLU Persediaan Jumlah Aset Lancar Investasi Jangka Panjang Investasi Non Permanen
52.308
46.187
37.987
29.479
114.958
2.574
2.490
2.765
3.405
3.727
31.658
72.828
81.576
116.917
127.355
0
0
0
0
329
356
7.046
3.536
6.798
17.702
86.896
128.551
125.863
156.600
264.070
66.465
65.993
67.653
53.365
59.158
Investasi Permanen
398.803
584.493
597.199
637.977
652.877
Jumlah Investasi Jangka Panjang
465.268
650.486
664.852
691.342
712.035
Tanah
Aset Tetap
83.635
78.518
81.910
126.356
280.978
Peralatan dan Mesin
61.688
136.141
112.020
128.364
129.575
Gedung dan Bangunan
38.896
39.275
53.297
74.831
109.120
Jalan. Irigasi. dan Jaringan
40.489
50.532
82.203
94.082
107.367
Aset Tetap Lainnya
1.902
1.669
4.119
6.056
6.707
Konstruksi Dalam Pengerjaan
2.461
8.032
11.066
13.796
39.619
229.072
314.167
344.615
443.486
673.365
Jumlah Aset Tetap Dana Cadangan Aset Lainnya JUMLAH ASET
1.730
1.730
0
0
0
68.916
78.200
86.988
308.784
422.232
851.881
1.173.135
1.222.317
1.600.212
2.071.703
KEWAJIBAN
Kewajiban Jangka Pendek
125.838
138.027
104.608
139.732
181.343
Kewajiban Jangka Panjang
623.843
625.297
665.901
762.103
856.486
Utang Jangka Panjang Dalam Negeri Utang Jangka Panjang Luar Negeri
599.351
578.727
556.206
529.130
655.862
Jumlah Kewajiban Jangka Panjang
1.223.195
1.204.023
1.222.107
1.291.233
1.512.348
JUMLAH KEWAJIBAN
1.349.033
1.342.051
1.326.716
1.430.965
1.693.691
EKUITAS DANA
SAL
Ekuitas Dana Lancar
24.588
21.574
17.066
18.830
13.371
SILPA (SIKPA)
(3.014)
(5.535)
274
(7.387)
79.950
Dana Lancar Lainnya
32.504
31.462
22.518
16.179
4.723
Cadangan Piutang
31.658
72.828
81.576
120.322
131.082
Cadangan Persediaan
356
7.046
3.535
6.798
17.702
Pendapatan yang Ditangguhkan
577
956
433
1.332
5.633
(125.612)
(137.807)
(104.148)
(139.207)
(149.374)
Dana untuk Pembayaran Utang Jangka Pendek Selisih Kurs (Bagian Lancar Utang Jangka Panjang) Jumlah Ekuitas Dana Lancar
0
0
0
0
(20.360)
(38.942)
(9.476)
21.255
16.867
82.727
43
Ekuitas Dana Investasi
Diinvestasikan dalam Investasi Jangka Panjang
465.268
650.486
664.852
691.342
712.035
Diinvestasikan dalam Aset Tetap
229.072
314.167
344.615
443.486
673.365
68.916
78.200
86.988
308.784
422.232
(1.223.195)
(1.204.023)
(1.222.107)
(1.243.576)
(1.314.489)
0
0
0
(47.657)
(197.859)
(459.940)
(161.170)
(125.653)
152.378
295.284
1.730
1.730
0
0
0
(497.152)
(168.916)
(104.398)
169.246
378.011
Diinvestasikan dalam Aset Lainnya Dana untuk Pembayaran Utang Jangka Panjang Selisih Kurs Utang Jangka Panjang Jumlah Ekuitas Dana Investasi Ekuitas Dana Cadangan EKUITAS DANA NETO JUMLAH KEWAJIBAN DAN EKUITAS DANA
851.881
1.173.135
1.222.317
1.600.212
2.071.703
44
LAPORAN ARUS KAS (dalam milyar rupiah)
URAIAN
2004
2005
2006
A. ARUS KAS DARI AKTIVITAS OPERASI I. Arus Kas Masuk
2008
1. Penerimaan Perpajakan
a. Pajak Penghasilan
134.904
175.367
208.833
238.431
327.498
b. Pajak Pertambahan Nilai dan Penjualan Barang Mewah
87.567
101.296
123.036
154.527
209.647
c. Pajak Bumi dan Bangunan
11.769
16.219
20.859
23.724
25.354
d. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
2.911
3.433
3.184
5.953
5.573
e. Cukai
29.172
33.256
37.772
44.679
51.252
f. Bea Masuk
12.444
14.921
12.140
16.699
22.764
g. Pajak Ekspor h. Pajak Lainnya Total Penerimaan Perpajakan 2. Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
318
1.091
4.237
13.578
2.050
2.287
2.738
3.034
280.898
346.860
409.203
490.989
658.701
132.883
224.463
91.398
b. Pendapatan Bagian Pemerintah atas Laba BUMN c. Penerimaan PNBP Lainnya Total PNBP 3. Pendapatan Hibah Jumlah Arus Kas Masuk (A.I) II. Arus Kas Keluar 1. Belanja Pegawai
298 1.832
a. Penerimaan Sumber Daya Alam
110.467
167.474
9.818
12.835
22.973
23.223
29.088
15.490
23.459
36.468
58.932
66.964
116.705
146.762
226.914
215.038
320.516
278
1.326
1.834
1.698
2.304
397.880
494.948
637.952
707.724
981.521
54.783
56.417
72.884
90.359
112.774
2. Belanja Barang dan Jasa
15.143
31.874
47.065
54.395
55.888
3. Bunga Utang
62.664
57.632
79.069
79.744
88.352
4. Subsidi
91.899
120.724
107.457
150.214
275.290
5. Bantuan Sosial
0
24.375
40.685
49.669
56.930
6. Belanja Lain‐Lain
13.258
30.934
38.156
15.624
31.097
7. Bagi Hasil Pajak
19.469
23.802
28.544
34.990
37.879
8. Bagi Hasil Sumber Daya Alam
17.231
26.019
36.701
27.952
40.740
9. Dana Alokasi Umum
82.084
88.733
145.667
164.809
179.507
4.089
4.750
11.566
16.238
20.787
10. Dana Alokasi Khusus 11. Dana Otonomi Khusus
1.643
1.775
3.488
4.058
7.510
12. Dana Penyesuaian
5.165
5.437
558
5.216
6.209
367.429
472.473
611.840
693.269
912.962
30.452
22.475
26.111
14.455
68.559
Jumlah Arus Kas Keluar (A.II) Arus Kas Bersih dari Aktivitas Operasi (A.I ‐ A.II) B. ARUS KAS DARI AKTIVITAS INVESTASI ASET NON
I. Arus Kas Masuk
Penjualan Aset
108
127
36
82
89
Jumlah Arus Kas Masuk (B.I)
108
127
36
82
89
II. Arus Kas Keluar 1. Belanja Aset Tetap Jumlah Arus Kas Keluar (B.II) Arus Kas Bersih dari Aktivitas Inv. Aset Non Keuangan (B.I
2007
66.961
37.010
55.288
64.381
72.769
66.961
37.010
55.288
64.381
72.769
(66.853)
(36.883)
(55.253)
(64.299)
(72.680)
45
C. ARUS KAS DARI AKTIVITAS PEMBIAYAAN
I. Arus Kas Masuk
107.629
91.927
147.876
176.259
241.535
II. Arus Kas Keluar
74.242
83.054
118.460
133.802
157.464
42.457
84.072
5.992
(28.174)
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Pembiayaan (C.I – C.II)
33.387
8.873
29.416
D. ARUS KAS DARI AKTIVITAS NON ANGGARAN
Arus Kas Bersih dari Aktivitas Non Anggaran (D.I – D.II)
(3.552)
Koreksi Pembukuan
10.845
3.218
0
0
0
0
(9)
PENURUNAN KAS (A+B+C+D)
(6.566)
5.309
3.492
(1.395)
51.768
SALDO AWAL KAS
19.314
12.748
18.057
25.458
24.062
24.062
75.830
SALDO AKHIR KAS
12.748
REKENING PEMERINTAH LAINNYA
18.057
21.549
38.660
26.503
12.331
3.248
35.643
KAS DI BENDAHARA PENGELUARAN
323
671
1.460
1.245
1.155
KAS DI BENDAHARA PENERIMAAN
577
956
433
878
1.308
KAS TRUST FUND / KAS PADA BLU SALDO AKHIR KAS DAN BANK
0
0
2.214
0
52.308
46.187
37.987
29.434
1.022 114.958
46