BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pajak Penghasilan merupakan pajak pemerintah pusat yang dipungut oleh negara berdasarkan sistem self assessment. Pajak Penghasilan berkontribusi sebesar 47,01% dari total realisasi penerimaan pajak Tahun Anggaran 2013 yang berjumlah Rp1.077.306.679.558.272,00 (Laporan Keuangan Pemerintah Pusat Tahun 2013, audited). Oleh karena itu, peraturan dan kebijakan yang dibuat dalam lingkup Pajak Penghasilan selain untuk meningkatkan penerimaan pajak juga harus sesuai dengan asas-asas yang terkandung dalam teori-teori pemungutan pajak yang ada saat ini dan pedoman dalam Tri Dharma Pemajakan. Pengenaan Pajak Penghasilan juga tidak dapat dilakukan tanpa didasari aturan yuridis. Pajak Penghasilan dihitung berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah beberapa kali diubah dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan diberikan perlakuan khusus atas penghitungan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan yang dikategorikan sebagai usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yaitu mendapatkan fasilitas perpajakan berupa pengurangan tarif pajak sebesar 50% dari tarif pajak yang berlaku. Fasilitas ini tercantum pada Pasal 31E UndangUndang Pajak Penghasilan, sehingga diharapkan dengan pemberian insentif dapat mendorong pemenuhan kewajiban bagi Wajib Pajak badan tanpa menghambat
1
http://digilib.mercubuana.ac.id/
2
pertumbuhan usaha itu sendiri. Sektor UMKM adalah penopang perekonomian di Indonesia dengan menyumbang 57% dari PDB dan menyerap 97% tenaga kerja di Indonesia (I Wayan Dipta, Deputi Bidang Pengkajian Sumber Daya UMKM Kementerian Koperasi, dalam seminar tentang Peluang dan Tantangan UMKM Indonesia dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015). Hal ini menunjukkan bahwa peranan UMKM di Indonesia sangatlah penting, oleh karena itu, pemerintah harus dapat mendorong usaha UMKM tersebut akan menjadi lebih besar lagi tanpa harus mengorbankan penerimaan negara yang berasal dari pajak akibat tidak terpenuhinya kewajiban perpajakan UMKM tersebut. Pemberian insentif kepada UMKM melalui Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan dirasa pemerintah tidak cukup untuk meningkatkan kepatuhan pajak secara signifikan. Hal ini dapat terlihat dalam TABEL 1.1 yang menunjukkan masih rendahnya tingkat kepatuhan pajak dari Tahun Pajak 2010 sampai dengan Tahun Pajak 2014 yang rata-rata tidak mencapai 60% dalam lima tahun terakhir, jauh dari target yang ditetapkan sebesar 70%. TABEL 1.1
Uraian/Tahun
RASIO KEPATUHAN PENYAMPAIAN SPT TAHUNAN PPH TAHUN 2010 S.D. 2014 2010
2011
2012
2013
2014
WP Terdaftar
15,911,576
19,112,590 22,564,969
24,886,638
26.918.401
WP Terdaftar Wajib SPT SPT Tahunan PPh Rasio Kepatuhan
14,101,933
17,694,317 17,659,278
17,731,736
18.357.833
8,202,309
9,332,626
9,482,480
10,781,105
10.781.720
58.16%
52.74%
53.70%
60.80%
58.73%
Sumber: LAKIN Kementerian Keuangan Tahun 2014
http://digilib.mercubuana.ac.id/
3
Kurangnya tingkat kepatuhan dari Wajib Pajak tersebut mendorong pemerintah untuk membuat kebijakan baru khususnya kepada pelaku UMKM melalui Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 (PP 46/2013) tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu yang berlaku mulai 1 Juli 2013. Pemerintah mengatur suatu hal baru terkait dengan kewajiban perpajakan Wajib Pajak sejak dilaksanakannya reformasi di bidang perpajakan pada tahun 1984, dimana pajak dikenakan dengan tarif bersifat final terhadap Wajib Pajak dalam negeri atas penghasilan yang bersumber dari kegiatan usaha. Dengan pemberian fasilitas kepada UMKM baik melalui insentif Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan maupun melalui PP 46/2013, pemerintah mengharapkan kepatuhan Wajib Pajak UMKM dapat semakin meningkat karena berdasarkan pernyataan Menteri Keuangan pada tanggal 18 Maret 2014, penerimaan pajak dari sektor Usaha Kecil Menengah (UKM) selama Januari–Maret 2014 berjumlah Rp 450 miliar, dirasa masih sangat kecil kontribusinya dan tidak seluruh UMKM tersebut menjalankan kewajiban membayar pajak. Selama ini pengenaan Pajak Penghasilan dengan tarif bersifat final dikenakan terhadap penghasilan tertentu yang diterima oleh subjek pajak dalam negeri. Untuk penghasilan yang diterima melalui kegiatan usaha, pengenaan Pajak Penghasilan dengan tarif bersifat final dilakukan terhadap Subjek Pajak luar negeri orang pribadi dan atas penghasilan yang diterima oleh Subjek Pajak luar negeri baik orang pribadi maupun badan yang bersumber dari Indonesia.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
4
Saat ini terjadi peralihan peraturan perpajakan terutama sektor Pajak Penghasilan khususnya bagi UMKM yang pada awalnya dikenakan pajak melalui Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan mendapatkan fasilitas berupa pengurangan tarif pajak yang tercantum dalam Pasal 31E menjadi pengenaan tarif yang bersifat final dihitung berdasarkan peredaran bruto Wajib Pajak badan. Dasar penghitungan pajak juga akan berubah dari yang semula adalah penghasilan neto fiskal, yaitu penghasilan yang dihitung dari penghasilan/peredaran bruto dikurangi dengan biaya-biaya yang dapat dikurangkan secara fiskal sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, menjadi dasar penghitungan pajak yang berdasarkan penghasilan/peredaran bruto. Hal ini juga dirasa akan menimbulkan ketidakadilan bagi Wajib Pajak karena dengan adanya aturan baru tersebut, Wajib Pajak akan dikenai pajak tanpa melihat posisi laba/rugi dalam laporan keuangan fiskal. Dengan diberlakukannya PP 46/2013 mulai 1 Juli 2013, timbul respon yang berbeda dari Wajib Pajak. Menurut Resyniar (2014), mayoritas pelaku UMKM tidak setuju dengan penerapan PP No.46 Tahun 2013. Hal tersebut disebabkan oleh perubahan tarif dan dasar penghitungan pajak memberikan dampak yang besar bagi para pelaku UMKM yaitu pada besarnya jumlah nominal pajak yang dibayarkan. Hal yang positif dari pemberlakuan PP 46/2013 adalah kemudahan dan penyederhanaan penghitungan pajak yaitu hanya menghitung 1% dari peredaran usaha. Penulis mengharapkan penelitian ini dapat dipergunakan oleh berbagai pihak yang berkepentingan di bidang perpajakan, dalam hal ini adalah Wajib Pajak,
http://digilib.mercubuana.ac.id/
5
aparatur pajak, dosen, mahasiswa dan masyarakat umum secara luas sehingga dapat lebih mengetahui perbedaan antara Pajak Penghasilan terutang yang dihitung melalui Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan Pajak Penghasilan terutang yang dihitung melalui PP 46/2013. Selain itu, penelitian yang diberikan judul “ANALISIS PERBANDINGAN ANTARA PAJAK PENGHASILAN TERUTANG YANG DIHITUNG MELALUI FASILITAS PASAL
31E
UNDANG-UNDANG
PAJAK
PENGHASILAN
DAN
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 46 TAHUN 2013 (Studi Kasus di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Serpong)” diharapkan dapat dijadikan salah satu pertimbangan dalam penyempurnaan atau pembentukan peraturan perpajakan khususnya pada ketentuan di bidang Pajak Penghasilan. B. Rumusan Masalah Dengan berlakunya PP 46/2013 pada tanggal 1 Juli 2013, maka tata cara penghitungan Pajak Penghasilan terutang bagi UMKM menjadi berubah yang semula dihitung berdasarkan ketentuan pada Pasal 31E Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan cara mengalikan penghasilan neto fiskal dengan tarif pajak 25% yang dikurangi fasilitas sebesar 50% sehingga tarif pajak menjadi 12,5%, menjadi sesuai dengan ketentuan yang terdapat pada PP 46/2013 dengan cara mengalikan total peredaran bruto dengan tarif pajak yang bersifat final sebesar 1%. Penulis membatasi masalah yang akan dibahas dalam penelitian ini yaitu penelitian terhadap Wajib Pajak badan yang memiliki peredaran bruto tertentu
http://digilib.mercubuana.ac.id/
6
sesuai dengan kriteria yang terdapat pada PP 46/2013. Dengan adanya batasan yang telah disebutkan di atas, maka ruang lingkup perumusan masalah dapat lebih jelas, relevan, dan konkrit terkait dengan judul penelitian ini, yaitu “Apakah terdapat perbedaan antara Pajak Penghasilan Terutang bagi Wajib Pajak badan yang dihitung melalui fasilitas Pasal 31E Undang-Undang PPh dan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Serpong?” C. Tujuan dan Kontribusi Penelitian 1.
Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini akan disesuaikan dengan latar belakang dan perumusan
masalah yang telah ditulis sebelumnya, yaitu untuk mengetahui dan menganalisis perbedaan antara Pajak Penghasilan Terutang bagi Wajib Pajak badan yang dihitung melalui fasilitas Pasal 31E Undang-Undang PPh dan penerapan Peraturan Pemerintah Nomor 46 Tahun 2013 di KPP Pratama Serpong. 2.
Kontribusi penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi beberapa pihak
yang berkepentingan, yaitu: a.
Akademisi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dalam studi-studi kepustakaan karena penelitian yang dilakukan berasal dari kajian empiris serta diharapkan dapat digunakan dalam pelaksanaan penelitian lanjutan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/
7
b.
Pemerintah
Sebagai otoritas pajak di Indonesia, Direktorat Jenderal Pajak dapat menjadikan penelitian ini sebagai sumber informasi dalam melakukan pengkajian dalam menghitung potensi penerimaan pajak. Kemudian hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu pertimbangan dalam penyusunan pembentukan kebijakan-kebijakan di bidang perpajakan, khususnya Pajak Penghasilan. c.
Masyarakat
Sebagai sumber informasi untuk dapat menentukan kebijakan pengambilan keputusan dari segi perpajakan, baik berupa bentuk perusahaan maupun bisnis yang dijalankan sehingga dapat melakukan tax saving tanpa melanggar ketentuan peraturan perpajakan.
http://digilib.mercubuana.ac.id/