LAPORAN HASIL PIPKPP KAJIAN POLA PENDAMPINGAN INOVASI PADA PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN DI PROPINSI SULAWESI SELATAN Sahardi, dkk ABSTRAK
Pembangunan pertanian nasional menunjukan kinerja yang semakin dinamis, ditandai dengan lahirnya berbagai Program Strategis Kementerian Pertanian seperti yang Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) dan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi oleh Ditjen Tanaman Pangan dan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao oleh Ditjen Perkebunan. Berbagai pendekatan dilakukan guna mengsukseskan program strategis tersebut salah satunya adalah dengan pendampingan. Kegiatan pendampingan secara intensif telah dilakukan sejak awal pengembangan dari masing-masing Program strategis tersebut. SL-PTT sebagai salah satu Program Strategis Kementan, perlu mendapat dukungan bersama guna mempercepat keberhasilan pelaksanaannya. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi. Program Gernas kakao merupakan upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumberdaya yang ada. Cakupan kegiatan utamanya terdiri dari peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi tanaman kakao rakyat disentra produksi kakao dengan teknologi terkini. Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan model pendampingan program strategis yang efektif dan menyusun rekomendasi perbaikan Pelaksanaan pendam pingan program strategis Kementrian Pertanian. Kegitan dilaksanakan di Kabupaten Soppeng, Wajo dan Luwu untuk SL-PTT, sedangkan Gernas Kakao di Kabupaten Soppeng dan Luwu. Pengumpulan data dengan Metode Survey, jumlah responden 35 Orang pada sertiap kabupaten untuk SL-PTT dan 40 orang per lokasi untuk GERNAS Kakao. Hasil kajian Pendampingan SL-PTT pada Tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Luwuw, Soppeng, dan Wajo menujukan bahwa Pola pendampingan yang efektif adalah pendampingan yang dimulai dari sosialisasi, yang diikuti dengan aplikasi teknologi yang mendukung kegiatan SL-PTT melaluai Demplot atau Demfarm yang dikawal bersama oleh penyuluh di masing-masing daerah dengan peneliti/penyuluh BPTP. Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaa SL-PTT khususnya di Sulawesi Selatan, maka Demplot/Demfarm/LL menggunakan benih sumber VUB, sehingga hasil demplot/demfarm tersebut dapat dijadikan benih oleh kelompok tani. Untuk mengatasi masalah ketersedian benih berlabel dan bermutu pada kegiatan SL-PTT, maka sebaiknya pemerintah mendorong penangkaran benih pada tingkat kelompok tani dengan memberikan batuan/subsidi benih sumbur (SS), dan menghindari bantuan atau subsidi benih sebar (ES). Pendampingan kegiatan Program Peningkatan Produksi dan mutu kakao nasional (GERNAS) di Kabupaten Luwu dan Soppeng, pelaksanaannya belum efektif. Tenaga pendamping yang ada dari sarjana yang baru lulus, sehingga kurang menguasai masalah teknis dilapangan, sehingga mereka hanya lebih banyak mengawal masalah administrasi saja. Tenaga pendamping lebih banyak berkomunikasi dengan ketua kelompok saja, dan sangat jarang melakukan pengawalan teknis dilapangan. Untuk efektiftas pendampingan pada kegiatan GERNAS Kakao, maka sebaiknya kegiatan pendampingan melibatkan tenaga yang menguasasi teknis bubudidaya kakao dilapangan, seperti penyuluh yang ada di daerah dan bekerja sama dengan peneliti/penyuluh BPTP Sulawesi Selatan. Pendampingan GERNAS Kakao sebaiknya dilaksanakan seperti SL-PTT, dan perlu membuat demplot/demfarm sebagai media tempat pembelajaran dan atau tempat berdiskusi antara petani, penyuluh dan peneliti. Kelebihan Pendamping/Pemandu SL-PTT diantaranya adalah telah berpengamalan, menguasai permasahan teksnis dilapangan, dan telah memasyarakat. Sedangkan Kekurangannya yaitu diantaranya dalam melaksanakan tugas pendampingan kurang disiplin/fokus karena, masih punya tugas lain selain pendampingan, demikian pulah tidak ada biaya khusus untuk melaksanakan kegiatan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 1
pendampingan. Kelebihan Pendamping GERNAS Kakao diantaranya masih muda, energik, idealis, terfokus dalam melaksanakan tugas pendampingan, tidak ada tugas lain yang bisa mengganggu sebagai pendamping sedangkan Kekurangannya diantaranya adalah pengamalan pendampingan masih kurang, kurang menguasai teknis budidaya sampai pada kegiatan pasca panen kakao, belum familiar dengan petani. ABSTRACT National agricultural development shows that the more dynamic performance, marked by the birth of the various Strategic Programme Ministry of Agriculture as National Rice Improvement Program (P2BN) and Integrated Crop Management Field School (FFS-PTT) Rice by the Directorate General of Food Crops and National Movement (Gernas) Cocoa by Directorate General of Plantation. A variety of approaches made to succes strategic program is one of them is with assistance. Intensive mentoring activities have been conducted since the beginning of development of each of these strategic programs. SL-PTT as one of the Strategic Programme Kementan, need to be supported together to accelerate the success of its implementation. In SL-PTT farmers can learn directly in the field of learning and appreciation through direct (experience), disclose, analyze, conclude and implement (do / experience back), deal with and solve problems, especially in terms of cultivation techniques to assess joint based on site-specific . Gernas program is an effort to accelerate improvement cocoa crop productivity and quality results by empowering national cocoa / optimally involve all potential stakeholders and available resources. Coverage of the main activities consist of rejuvenation, rehabilitation and intensification of crop production disentra people cocoa cocoa with the latest technology. This activity aims to get a model of effective mentoring programs and develop strategic recommendations for improvement by side buried implementation of strategic programs the Ministry of Agriculture. Activity of Soppeng implemented in the District, and Luwu Wajo for SL-PTT, while Gernas Cocoa Soppeng and Luwu District. Survey data collection method, the number of respondents 35 people in the district sertiap for SL-PTT and 40 people per location for GERNAS Cocoa. The study results Assistance SL-PTT on the District Three District Luwu, Soppeng, and Wajo shows that the pattern of effective assistance is assistance that starts from socialization, followed by application of the technology that supports the activities of SL-PTT whit Demonstration Plot or Demfarm who guarded jointly by the extension in each region by the researchers / extension BPTP. To further streamline aplication SL-PTT, especially in South Sulawesi, the Demonstration Plot / Demfarm / LL using a seed source VUB, so the results of demonstration plots / demfarm can be used as seed by farmers' groups. To overcome the problem of availability of quality seeds and labeled on the activities of SL-PTT, then the government should encourage seed at farmer group level by giving rock / seed subsidies sumbur (SS), and avoid the spread of seed aid or subsidy (ES). Improvement Assistance Program activities and quality of the national cocoa production (GERNAS) in Luwu and Soppeng, implementation has not been effective. Existing professional assistants of fresh graduates, resulting in less control of the technical problems in the field, so they are just more trouble guarding the administration only. Professional assistants to communicate more with the head of the group alone, and very rarely do the escort technical field. For assistance in activities GERNAS efektiftas Cocoa, it should be of assistance activities involve personnel who dominate cacao technical field, such as extension agents in the area and work closely with researchers / extension AIAT South Sulawesi. Assistance should be implemented as Cocoa GERNAS SL-PTT, and the need to create a demonstration plot / demfarm as a medium of learning and a place or places discussion between farmers, extension workers and researchers. Excess companion / guide including the SL-PTT has experienced, mastered permasahan teksnis field, and has been popular in the community. While the downside of such assistance in carrying out the task of lack of discipline / focus because, still had other duties in addition to mentoring, such pulah no special charges for carrying out assistance activities. Excess GERNAS Cocoa companion whom are young, energetic, idealistic, focused assistance in performing the task, no other task that could interfere with a companion while the drawback of which is the practice of mentoring is still lacking, less technical cultivation until mastering on cocoa post-harvest activities, not that familiar with the the farmers.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 2
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pembangunan pertanian nasional menunjukan kinerja yang semakin dinamis, ditandai dengan lahirnya berbagai Program Strategis Kementerian Pertanian yang diprakarsai oleh Ditjen Teknis terkait diantaranya dalah
Program Peningkatan Beras Nasional (P2BN) dan
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Kakao, Jagung, dan Kedelai oleh Ditjen Tanaman Pangan dan Gerakan Nasional (Gernas) Kakao oleh Ditjen Perkebunan. Guna mengsukseskan program strategis tersebut berbagai pendekatan dilakukan salah satunya adalah dengan pendampingan. Kegiatan pendampingan secara intensif telah dilakukan sejak awal pengembangan dari masing-masing Program strategis tersebut seperti; Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman terpadu (SL-PTT) kakao di tahun 2008, dan GERNAS Kakao tahun 2009. Namun hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Berbagai
permasalahan
yang
dihadapi
dalam
pelaksanaan
Program
strategis
Kementerian Pertanian seperti SL-PTT dan GERNAS Kakao. Permasalahan yang dihadapi pada program SL-PTT diantaranya adalah ketersediaan benih bermutu dan bersertifikat, benih selalu terlambat, mutu masih beragam, demikian pula dengan pupuk, pada saat di butuhkan oleh petani pupuk tidak tersedia atau kalaupun ada harganya mahal. Kakao merupakan komoditas andalan petani pada sebagian besar petani di Sulawesi Selatan, khususnya Kabupaten Soppeng dan Kabupaten Luwu. Produksi dan Mutu kakao petani cenderung menurun dari tahun ketahun. Untuk meningkatkan Produksi dan Mutu Kakao Petani, maka kementerian pertanian melalui Detjen Perkebunan meluncurkan Program GERNAS Kakao, yang bertujuan untuk mempercepat perbaikan peningkatan produksi dan mutu kakao petani dan disertai dengan program pendampingan. Oleh karena itu program pendampingan kedepan masih perlu formula untuk medapatkan rekomendasi program pendampingan yang efisien dan efektif dalam pelaksanaan program strategis kementerian perntanian yang akan datang.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA Kata
pendampingan
lebih
bermakna
kebersamaan,
kesejajaran,
dan
samping
menyamping. Kedudukan pendamping dan yang didampingi berada dalam posisi setara, bukan atasan bawahan. Arahnya tertuju pada pembinaan, pengajaran, pengarahan, pengendalian, dan mengontrol. Dalam pengertian umum, pendampingan adalah upaya untuk menyertakan masyarakat dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya menuju pencapaian kualitas kehidupan yang lebih baik, dilaksanakan untuk memfasilitasi proses pengambilan keputusan yang terkait dengan kebutuhan masyarakat, membangun kemampuan untuk meningkatkan pendapatan, melaksanakan usaha berskala bisnis serta mengembangkan perencanaan dan pelaksanaan kegiatan partisipatif. Prinsipnya, membangun inisiatif dan mendayagunakan potensi lokal, partisipasi, peningkatan peran aktif anggota kelompok dalam berusahatani, kemitraan, tidak menggurui, aktualisasi institusi tradisi, dan keberlanjutan. SL-PTT sebagai salah satu Program Strategis Kementan, perlu mendapat dukungan bersama guna mempercepat keberhasilan pelaksanaannya. Dalam SL-PTT petani dapat belajar langsung di lapangan melalui pembelajaran dan penghayatan langsung (mengalami), mengungkapkan, menganalisis, menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji bersama berdasarkan spesifik lokasi (Deptan, 2008) Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang memegang peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Seperti halnya dengan komoditas perkebunan lainnya, komoditas ini sebagai sumber pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, mendorong pengembangan wilayah dan sebagai sumber devisa negara (Manggabarani, 2006). Tahun 2008, luas tanaman kakao di Indonesia mencapai seluas 1.563.423 ha dengan produksi 795.581 ton dan jumlah petani yang terlibat secara langsung sebanyak 1.526.271 KK. Namun produktifvitas tanaman kakao selama 5 tahun terahir mengalami penurunan yang cukup drastis yaitu dari 1.100 kg/ha/tahun menjadi 660 kg/ha/tahun atau sebesar 40%. Penurunan tersebut terutama disebabkan semakin meningkatnya tanaman kakao yang rusak akibat tanaman tua dan semakin meluasnya serangan hama penggerek buah kakao (PBK) dan penyakit vascular streak deabeck (VSD). Hingga tahun 2008 tanaman kakao yang rusak telah mencapai 450.000 ha terdiri dari rusak berat selus 70.000 ha, rusak sedang 235.000 ha, dan rusak ringan 145.000 ha (Manggabarani 2009). Walaupun telah dilakukan upaya untuk
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 4
memperbaiki kondisi tersebut namun hasilnya belum optimal karena masih dilakukan secara parsial dan dalam skala kecil, oleh karena itu perbaikan perlu dilakukan secara serentak, terpadu dan meneyeluruh melalui suatu gerakan yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan maupun sumberdaya yang ada (Dijen Pekebunan Deptan 2009). Gernas kakao adalah upaya percepatan peningkatan produktivitas tanaman dan mutu hasil kakao nasional dengan memberdayakan/melibatkan secara optimal seluruh potensi pemangku kepentingan serta sumberdaya yang ada. Cakupan kegiatan utamanya terdiri dari peremajaan, rehabilitasi dan intensifikasi tanaman kakao rakyat disentra produksi kakao dengan teknologi terkini. GERNAS Kakao dimulai pada tahun 2009 dan akan berakhir pada tahun 2011. Gernas kakao bertujuan meningkatkan pendapatan petani melalui peningkatan produksi, produktivits dan mutu hasil kakao. BAB III. TUJUAN DAN KELUARAN 3.1. Tujuan: 1.
Untuk mendapatkan model pendampingan program strategis yang efektif
2. Untuk menyusun rekomendasi perbaikan Pelaksanaan pendampingan program strategis Kementrian Pertanian 3.2. Keluaran: 1. Model pendampingan program strategis yang efektif 2. Rekomendasi perbaikan Pelaksanaan pendampingan program strategis kementerian pertanian yang efektif
BAB IV. METODOLOGI Seperti judul dan keluaran dari kajian ini, yang termasuk program insentif percepatan difusi dan pemanfaatan iptek, dengan bidang fokus ketahanan pangan. Topik kajian dalam penelitian ini adalah Kajian pola pendampingan Program Strategis Kementerian Pertanian di wilayah Propinsi Sulawesi Selatan.
Metoda penelitian ini akan tetap memperhatikan
landasan teoritis dan mempertahan objektivitas. 4.1. Ruang Lingkup Pengkajian Pengkajian pola pendampingan program strategis mencakup beberapa tahapan, yaitu: (a)
kementerian pertanian akan
Penentuan instrument pendampingan yang dilakukan pada masing-masing program strategis menurut sasaran.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 5
(b)
Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pendampingan,
(c)
Mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan yang merupakan kekuatan dan kelemahan dari pola pendampingan program strategis eksisting.
(d)
Menganalisis persoalan berdasarkan data yang ada.
(e)
Memformulasikan strategi pendampingan yang efektif.
4.2. Waktu dan Lokasi Pengkajian Kegiatan dilaksanakan di Kabupaten Soppeng, Wajo dan Luwu untuk Program SL-PTT dan Program GERNAS Kakao di Kabupaten Luwu dan Soppeng Sulawesi Selatan dengan melibatkan pendamping Program strategis dan petani kooperator, dinas terkait a. Rancangan Pengkajian Data yang dibahas utamanya dari data primer yang dikumpulkan melalui diskusi kelompok terfokus (focus group discussion – FGD), melibatkan pendamping dari BPTP dan Penyuluh Pendamping lingkup Dinas Pertanian/peternakan Kabupaten contoh. Disamping itu dikumpulkan pula informasi dari petani kooperator 40 Orang yang merepresentasikan kegiatan di lokasi masing-masing kegiatan program strategis, dan FGD diwakili satu grup diskusi (5-8 orang). Materi yang didiskusikan di Instansi, meliputi: Kelemahan dan kelebihan pola pendampingan eksisting program stratedis, dukungan fasilitasi pendampingan, pendorong dan
topik
penghambat kegiatan pendampingan, umpan balik pendampingan, dan
Informasi lain yang relevan. Dari grup petani kooperator, akan dikumpulkan informasi terkait dengan keberhasilan dan kendala yang muncul dalam menerapkan teknologi yang diintroduksikan, terutama dari sudut petani pelaksana. b. Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul
divalidasi, kemudian dipilah berdasarkan
permasalahan. Setiap kluster ditampilkan dalam gambaran sebaran informasi terkait dengan
kluster
opic
opic frekuensi untuk memperoleh
opic yang terungkap.
Selanjutnya informasi diinterpretasikan berdasarkan referensi dan kepakaran tim. Terhadap data kuantitatif, akan dianalisis secara desktiptif kuantitatif melalui tabulasi. Kondisi adopsi dan difusi teknologi introduksi akan menjadi perhatian utama yang akan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 6
dielaborasi sebagai basis data di masing-masing Unit program strategis. Untuk membahas proses percepatan adopsi teknologi, jumlaha adopter, dan jumlah inovasi yang teradopsi dalam kurun waktu tertentu, maka akan dilakukan Analisis Rgregresi sederhana. c.
Tahapan Pelaksanaan Pengkajian
(1) Persiapan Tahap persiapan meliputi penyiapan instrumen pengumpulan data, penyusunan panduan ke lapangan, dan studi pustaka serta penelusuran dokumentasi laporan pendampingan. (2) Penentuan Lokasi didasarkan kriteria tertentu menurut persyaratan sesuai karakteristik pengkajian. Informasi lokasi akan ditelusuri dari dokumentasi laporan yang ada. (3) Pengumpulan data primer, dilakukan ke lokasi yang sudah terpilih sebagai lokasi pengkajian. Frekuensi pengumpulan data disesuaikan dengan kebutuhan, melibatkan seluruh anggota tim dan kerjasama dengan pendamping SLPTT di lapangan. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara dengan menggunakan kuesioner. (4) Pengolahan dan analisis data, dilakukan sesuai metode yang ditetapkan dalam metodologi. (5) Penulisan Laporan Hasil kajian yang telah dianalisis selanjutnya dituangkan dalam bentuk laporan. Penulisan laporan dilakukan secara bertahap dimulai dari draft sampai laporan final. (6) Seminar Hasil Hasil penelitian yang telah disusun dalam bentuk laporan diseminarkan untuk memperoleh tanggapan dan umpan balik dari peneliti/penyuluh dalam upaya perbaikan dan penajaman pelaporan
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 7
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN Kegiatan Kajian Pola Pendampingan Inovasi pada Program Strategis Kementerian Pertanian meliputi Program SL-PTT dan Program GERNAS Kakao. Lokasi Kegiatan meliputi Kabupaten Soppeng, Wajo untuk Progran SL-PTT, sedangkan Program GERNAS Kakao di Kabupaten Luwu dan Soppeng Provinsi Sulawesi Selatan. Setiap Kabupaten terdiri atas dua Kecamatan dan setiap kecamatan dipilih satu Desa 5.1. PROGRAM SL-PTT PADI
Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) merupakan salah satu program strategis
kementerian Pertanian yang di prakarsai oleh Dirjen Tanaman
Pangan. Program SL-PTT di Sulawesi Selatan tersebar di 22 kabuten kota. Kegiatan ini di laksanakan di 3 kabupaten yaitu Kabupaten Luwu, Kabupaten Wajo dan Kabupaten Soppeng. 5.1.1. Kabupaten Luwu Potensi Lahan Sawah Luas Kabupaten Luwu menurut jenisnya terdiri dari lahan sawah dan lahan kering dimana masing-masing seluas 36.576 ha untuk lahan sawah, 263.449 ha lahan kering. Dari 263.449 Ha lahan kering tersebut 125.058 Ha merupakan lahan pertanian (bukan sawah). Dengan kata lain dari 53,87 persen luas Kabupaten Luwu yang merupakan lahan pertanian, 12,19 persen diantaranya merupakan lahan sawah. Luas lahan sawah irigasi teknis 12.664 Ha, irigasi setengah teknis 8.810 Ha dan irigasi sederhana seluas 6.947 ha, yang tersebar pada 21 kecamatan (Dinas Pertanian Luwu) Program SL-PTT Kab. Luwu Jumlah unit pendampingan SL-PTT komoditas kakao non hibrida di Kabupaten Luwu tahun 2010 sebanyak 200 unit yang tersebar di 21 Kecamatan (Tabel 3) yang didampinggi BPTP 60% dengan melakukan displei Varietas. Tahun 2011 jumlah SL-PTT sebanyak 210 unit yang tersebar 16 Kecamatan (Tabel 1), dengan satu unit dempam dan beberapa displei varietas. Tenaga pendamping SL-PTT di kabupaten Luwu dari BPTP Silsel berjumlah 4 orang yardiri atas Peneliti 1 orang, penyuluh 1 orang dan teknisi 2 orang, selain itu juga ada
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 8
pendamping dari Dinas Pertanian setempat yaitu penyuluh pertanian lapangan di setiap Desa dan pada tingkat Kecamatan dikoordinir oleh kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Tabel 1. Jumlah unit SL-PTT di Kabupaten Luwu Tahun 2010 dan 2011 NO
KECAMATAN
UNIT SL 2010
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20 21.
LATIMOJONG LAROMPONG BAJO BELOPA BAJO BARAT KAMANRE WALENRANG TIMUR BELOPA UTARA LAMASI TIMUR LAROMPONG SELATAN BUA WALENRANG UTARA PONRANG BUPON LAMASI BASTEM WALENRANG BARAT SULI BARAT SULI PONRANG SELATAN WALENRANG JUMLAH
2011
4 12 8 8 8 12 12 12 12 12 6 12 8 12 14 4 8 8 12 6 10 200
20 14 16 10 7 10 15 17 8 20 6 9 6 20 16 16 210
Profil Petani Petani responden 45,71% berumur 41 – 50 tahun dengan tingkat pendidikan sebagian besar tamatan SLTA (51,43%). 42,86% petani telah berusahatani selama 11 – 20 tahun dan 8,57% yang telah berusahatani selama 31 – 40 tahun. Petani responden yang menjadi Ketua Kelompok tani sebanyak 62,86%, pengurus 5,71% dan hanya sebagai anggota 31,43%. Petani responden yang menjadi petani kooperator LL sebanyak 48,57%. Dari segi kepemilikan lahan 54,29% petani memiliki lahan sendiri seluas 0,1 – 1,0 ha, 14,29% petani menyewa lahan dengan luasan 0,1 – 1,0 ha dan 5,71% petani mengerjakan lahan gadai dengan luasan 0,1 – 1,0 ha. Dari lahan tersebut yang masuk SL-PTT adalah 54,29 % lahan milik sendiri, 14,29% lahan sewa dan 2,86% lahan gadai dengan luasan 0,1 – 1,0 ha ( Tabel 2). Mata pencaharian utama petani responden adalah berusahatani tanaman pangan (91,43%), dan sebagai mata pencaharian sampingan adalah usahatani perkebunan (80%).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 9
Tabel 2. Status kepemilikan lahan sawah serta luasan lahan sawah yang masuk SL-PTT Jumlah Petani dan Persentase kepelikan lahan Status Lahan (Ha)
Petani
%
Lahan milik sendiri 0
3
8.57
0.1 - 1.0
19
54.29
1.1 - 2.0
11
31.43
2.1 - 3.0
1
2.86
> 3.0
1
2.86
0
27
77.14
0.1 - 1.0
5
14.29
1.1 - 2.0
1
2.86
2.1 - 3.0
1
2.86
> 3.0
1
2.86
0
33
94.29
0.1 - 1.0
2
5.71
1.1 - 2.0
0
0.00
2.1 - 3.0
0
0.00
> 3.0
0
0.00
Lahan Sewa
Lahan Gadai
Keikut sertaan Petani Petani responden 100% telah mengetahui dan menerapkan komponen teknologi yang diberikan pada SL-PTT padi.
Dalam menerapkan suatu teknologi 94,29% responden
mempertimbangkan faktor produktivitas tinggi sebagai prioritas utama dalam menerapkan teknologi, prioritas kedua adalah mudah diterapkan (54,29%), ketiga faktor kegagalan rendah (65,71%), teknologi tersedia dan murah (34,29%) sebagai prioritas ke empat, kelima adalah pasar ada (54,29%) dan prioritas terakhir adalah perubahan nyata (28,57%). Motivasi petani responden mengikuti SL-PTT adalah karena produktivitas dan hasil meningkat juga kualitas gabah baik dan harga tinggi (100%), 45,71% motivasinya adalah mengikuti anjuran pemerintah dan untuk mendapatkan BLM dan tidak ada petani yang terpaksa untuk mengikuti SL-PTT. Selama kegiatan SL-PTT, pertemuan dengan pemandu 54,29% mengatakan < 10 kali dan 5,71% responden yang mengatakan bahwa pertemuan dengan pemandu > 18 kali. Dari jadwal pertemuan SL-PTT Padi 100% petani responden mengikuti, kecuali kegiatan pada M-4
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 10
dan M-1 hanya 94,29% petani yang mengikuti. Sebanyak 62,86% petani tidak memiliki sertifikat SL-PTT dan 37,14% petani yang memiliki sertifikat SL-PTT. Persepsi Petani terhadap Pendamping Penilaian petani terhadap pendampingan, 77,14% petani mengenal Ketua, Sekretaris dan Bendahara SL-PTT dan hanya 22,86% yang tidak mengenal. Pemandu lapang yang sering hadir di lokasi SL-PTT adalah penyuluh dari BPP-KP (100%), BPTP (54,29%) dan lainnya dari formulator (22,86%). Tingkat kehadiran para pemandu lapang adalah Penyuluh dari BPP-KP 42,86% (< 10 kali) dan 51,43% (> 10 kali); BPTP Sulsel 48,57% (<10 kali) dan 5,71% (> 10 kali); Lainnya 5,71% (< 10 kali) dan 8,57% (> 10 kali). 100% petani responden menyatakan bahwa pemandu lapang berperan pada kegiatan koordinasi dengan dinas, klarifikasi dan penentuan CPCL, pengiriman benih padi, demplot, apresiasi dan bimbingan lapang, dan sebagai nara sumber pelatihan. Pada pengamatan pertumbuhan dan panen 97,14% petani responden menyatakan bahwa pemandu lapang berperan pada kegiatan tersebut.
97,14% responden menyatakan bahwa Teknologi yang
diberikan berdasarkan PRA, bantuan benih sesuai keinginan dan bantuan benih digunakan dilahan petani. Perbandingan produksi padi antara produksi padi LL, SL dan di luar SL, 28,57% petani memperoleh hasil > 6 ton di lokasi LL dan 17, 14% di lokasi SL. Adapun untuk produksi padi diluar SL paling tinggi 5-6 ton (22,86%). (Tabel 3).
Tabel 3. Perbandingan Produksi Padi LL, SL dan Non SL Hasil (ton) <3 3-4 4-5 5-6 >6
Peserta LL Jml. Petani % 0 0.00 1 2.86 2 5.71 1 2.86 10 28.57
Peserta SL Jml. Petani % 1 2.86 4 11.43 4 11.43 5 14.29 6 17.14
Petani Non SL Jml. Petani % 2 5.71 5 14.29 4 11.43 8 22.86 0 0.00
Persepsi petani terhadap pendampingan, 100% responden sangat setuju apabila pendampingan dilakukan bersama-sama peneliti dan penyuluh dan 100% responden tidak setuju apabila pendampingan hanya dilakukan oleh petugas laki-laki. 71,43% responden menyatakan
bahwa pendidikan
formal
dan ilmu yang dikuasai mempengaruhi
cara
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 11
pendampingan dan 91,4% kurang setuju bila umur menjadi kendala pendampingan. 100% responden setuju apabila pendampingan dilakukan oleh peneliti dan penyuluh BPTP. Untuk wujud pendampingan 100% responden sangat setuju apabila cara pendampingan dilakukan berdasarkan kebutuhan petani dan menurut mereka pelatihan merupakan wujud pendampingan paling efektif. 100% responden setuju bahwa Juknis dan membuat demplot merupakan wujud pendampingan paling efektif, menjadi nara sumber telah dilakukan pendamping dengan baik dan kombinasi keseluruhan merupakan pendampingan idesl. Responden 100% setuju apabila waktu pendampingan disepakati dengan petani dan jangkaun pendampingan satu lokasi didampingi oleh 2-3 orang dengan lokasi dipilih yang paling dekat, strategis dan ditentukan sesuai kebutuhan. Materi pendampingan yang diperlukan 100% petani setuju dengan materi budidaya, panen, pengolahan hasil, pemasaran maupun materi yang bersifat umum. 100% responden setuju bahwa fasilitas pendampingan mutlak diperlukan untuk keberhasilan pendampingan termasuk dukungan anggaran perjalanan yang memadai dan asuransi jiwa. Responden 100% kurang setuju bila ada atau tidak ada fasilitas pendampingan hasilnya sama saja. Adpso Teknologi Pada saat SL-PTT 100% responden mengikuti seluruh teknologi yang diintroduksikan kecuali teknologi penambahan bahan organik hanya 88,57% yang mengetahuinya. Setelah SLPTT 97,14 % petani akan tetap menggunakan teknologi penggunaan VUB, benih sehat 94.29, jajar legowo 34,28%, pemupukan berimbang 34,28%, untuk penambahan bahan organik 25,71% responden akan tetap menggunakan teknologi tersebut. Untuk teknologi pengendalian OPT, pengolahan tanah, dan panen 100% responden akan tetap menggunakan teknologi tersebut (Tabel 4). 91,43% responden menyatakan bahwa 0 -10 orang Petani luar SL-PTT yang ikut menerapkan teknologi SL-PTT dengan luasan 0 – 10 ha. Adapun teknologi yang ditiru oleh petani non SL-PTT adalah Jajar legowo (45,71%), Pemupukan (37,14%), Pengaturan air dan VUB (20%).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 12
Tabel 4. Jumlah Petani yang merapkan teknologi setelah selesai mengikuti SL-PTT Saat SL-PTT Sesudah SL-PTT Teknologi Jlm.Petani Persentase Jml.Petani Persentase Penggunaan VUB 35 100.00 34 97.14 Penggunaan Benih sehat 35 100.00 33 94.29 Penambahan bhan organik 31 88.57 9 25.71 Jajar legowo 35 100.00 12 34.28 Pemupukan berimbang 35 100.00 26 74.29 OPT 35 100.00 35 100.00 Pengolahan tanah 35 100.00 35 100.00 Umur bibit muda 35 100.00 15 50.00 Tanam pindah 35 100.00 28 80.00 Perbaikan aerasi 35 100.00 14 40.00 Pengeringan sesuai anjuran 35 100.00 23 65.71 Panen 35 100.00 35 100.00 Komponen teknologi VUB, bibit muda, benih, olah tanah, tanam jajar legowo, PHT, pengendalian gulma, penggunaan alsintan dan cara panen 100% responden menyatakn bahwa teknologi tersebut bagus, sedangkan untuk pupuk organik, BWD (88,57%) dan irigasi berselang (82,86%) responden menyatakan bagus (Tabel 5).
Tabel 5. Penilaian Komponen Teknologi SL-PTT Komponen Teknologi VUB Bibit Muda Pupuk organik Irigasi BWD Benih Olah tanah jajar legowo HPT Gulma alsintan panen
Bagus Σ Petani 35 35 31 29 31 35 35 35 35 35 35 35
% 100.00 100.00 88.57 82.86 88.57 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00 100.00
Tidak Σ Petani % 0 0.00 0 0.00 4 11.43 6 17.14 4 11.43 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00 0 0.00
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 13
5.1.2. Kabupaten Wajo Potensi Sumberdaya lahan Potensi biofisik lahan di Kabupaten Wajo sangat bervariasi sesuai dengan daya dukung lahan. Perbedaan ini menimbulkan keragaman yang besar dalam sitem pertanian dan budaya petani. Sumberdaya lahan yeng tersedia sebesar 250.579 ha dan yang dimanfaatkan sebagai lahan sawah sebesar 86.142 ha (34,38 %) dan merupakan potensi yang terbesar disusul oleh lahan tegal/kebun/huma sebesar 35.733 ha (14,26 %), dan penggembalaan/ padang rumput sebesar 27.345 ha ( 10,92%).
Gambaran potensi lahan tersebut menunjukkan peluang
pengembangan dan pemnafaatannya dimasa datang secara optimal. Potensi Lahan Sawah Luas lahan sawah di Kab. Wajo tahun 2010 (Tabel 6) yaitu sebesar 85.026 terdiri dari lahan sawah berpengairan teknis seluas 8.111 ha (9,54%), pengairang setengah teknis 1.302 ha (1,53%), pengairan sderhana/Desa/Pompanisasi 15.539 ha (18,28%), Tadah hujan 59.539 ha (70,12%) dan pasang surut 449 ha (0,53%). Kab. Wajo dengan luas sawah yang dimiliki didominasi oleh lahan sawah tadah hujan yaitu sebesar 70,12%. Tabel 6. Luas Sawah menurut Jenis Pengairannya di Kab. Wajo tahun 2010 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Jenis Pengairan Pengairan Teknis Pengairan Setengah Teknis Pengairan Sederhana/Desa/Pompanisasi Tadah Hujan Pasang Surut Tanah Sawah Lainnya Jumlah
Luas (ha) 8.111 1.302 15.539 59.625 449 85.026
Persentase (%) 9,54 1,53 18,28 70,12 0,53 100
Program SL-PTT Padi di Kab. Wajo Program SL-PTT padi di Kab. Wajo dilaksanakan mulai pada tahun 2009 sampai sekarang (2011). Jumlah unit SL-PTT padi di Kab. Wajo dari tahun 2009 sampai 2011 terdapat peningkatan setiap tahun. Tahun 2009 jumlah unit SL-PTT padi inbrida sebanyak 596 unit dan padi hibrida tidak ada. Tahun 2010 jumlah unit SL-PTT padi hibrida sebanyak 300 unit dan SLPTT padi Inbrida sebanyak 525 unit. Tahun 2011 jumlah unit SL-PTT padi hibrida sebanyak 400 unit dan SL-PTT padi Inbrida sebanyak 535 unit. Pelaksanaan SL-PTT padi tersebut tersebar pada 14 kecamatan (Tabel 7)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 14
Tenaga pendamping SL-PTT di kabupaten Wajo dari BPTP Silsel berjumlah 5 orang yardiri atas Peneliti 1 orang, penyuluh 2 orang dan teknisi 2 orang, selain itu juga ada pendamping dari Dinas Pertanian setempat yaitu penyuluh pertanian lapangan di setiap Desa dan pada tingkat Kecamatan dikoordinir oleh kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Tabel 7. Jumlah Unit SL-PTT padi di Kab. Wajo No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Kecamatan Tempe Tanasitolo Maniangpajo Belawa Sabbangparu Pammana Takkalalla Sajoanging Majauleng Pitumpanu Bola Keera Gilireng Penrang Jumlah
2009 Padi hibrida -
Padi Inbrida 4 60 32 109 36 32 40 40 56 32 40 40 20 55 596
2010 Padi Padi hibrida Inbrida 4 50 60 20 39 15 25 31 55 17 24 10 30 30 50 10 29 42 50 10 25 40 50 5 9 20 75 300 525
2011 Padi hibrida 1 61 25 40 19 20 20 30 30 35 21 25 10 63 400
Padi Inbrida 5 75 35 56 20 27 37 47 40 50 25 30 15 73 535
Petani Pelaksana SL-PTT Sebagian kecil peserta ikut kegiatan pemahaman PMP (25%) dan sebagian kecil (25%) ikut dalam menganalisis kebutuhan dan peluang penerapan teknologi. Teknologi yang masih belum dipahami dengan baik adalah penggunaan bibit muda umur <15 hari dan penerapan irigasi berselang masing-masing 36% dan 31% petani melakukannya. Umumnya petani mengetahui dan menerapkan cara olah tanah yang dianjurkan, PHT, Pengendalian gulma, penggunaan Alsintan, panen, pasca panen, sementara itu jarak tanam legowo baru 76% petani menerapkan. Dalam penerapan teknologi umumnya mempertimbangkan produktivitas lebih tinggi dan mudah dilakukan petani. Disamping itu sebelum penerapan teknologi dipertimbangkan pasar dan ketersediaan teknologi. Motivasi peserta mengikuti SL-PTT Padi adalah meningkatkan produktivitas dan hasil serta kualitas gabah sehingga harga lebih baik. Dalam pelaksanaan pertemuan/pelatihan SL mata ajaran yang tepat waktu adalah pembuatan pupuk organik, kompos, pengolahan tanah, aplikasi bahan organik dan penetapan varietas. Mata ajaran lain
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 15
yang sebagian besar tepat waktu adalah persemaian dan perlakuan benih, PHT, PUTS, Sistem tanham, irigasi, pengenalan bahan kimia, pupuk dasar, BWD, pengenalan PHT, Gulma, siklus hama, pupuk susulan, ambang ekonomi PHT dan anatomi bunga. Petani kurang mengenal pengurus SL-PTT. Umumnya penyuluh atau penyuluh BPTP dan lainnya hadir di lokasi. Penyuluh yang hadir di lokasi sebagian besar karena tugas penyusunan CPCL, pengiriman benih dan demplot. Penilaian petani terhadap kehadiran SL-PTT padi adalah bahwa SL-PTT sangat positif dan bermanfaat bagi petani dimana produksi LL sekitar 3 – 9 t/ha, sementara SL 2,5 – 8,0 t/ha dan produksi padi di luar SL-PTT : 2,5 – 6,0 t/ha. Sebagian besar petani peserta memakai benih bantuan BLBU (60%) dan sesuai dengan permintaaan mereka Persepsi Petani terhadap Pendampingan Sebagian besar (>60 %) petani berpendapat bahwa pendidikan formal mempengaruhi cara pendampingan, >70 % penguasaan ilmu dan sebagian setuju bahwa umur bisa jadi kendala pendampingan lebih dari 70% respon setuju bahwa sebaiknya pendampingan dilakukan bersama peneliti dan penyuluh. Cara pendampingan harus dilakukan berdasarkan kebutuhan petani (>90%) sebagian menyatakan bahwa wujud pwndampingan efektif adalah pelatihan. Pendamping sudah cukup berperan dengan baik sebagai narasumber Pendmpingan berbentuk demplot merupakan cara pendekatan efektif (>60%), Waktu pendampingan sebaiknya disepakati dengan petani (>60%), Sebagian besar sepakat bahwa pendamping ditempatkan 1 orang tiap lokasi (desa), Materi pendampingan yang diperlukan adalah budidaya (>90%), panen (71%), pengolahan hasil (70%) dan pemasaran (70%). Lokasi pendampingan menurut sebagian besar petani (66 %) sebaiknya ditentukan berdasarkan kebutuhan Dalam operasional pelaksanaan pendampingan SL-PTT padi hamper secara umum petani menyatakan bahwa fasilitas pendampingan mutlak diperlukan guna keberhasilan kegiatan. Selanjutnya petani umumnya sependapat bahwa keberhasilan hanya bisa terwujud jika didukung oleh anggaran perjalanan yang memadai. Menurut petani pada umumnya bahwa pelaksana pendampingan harus dijamin keselamatannya melalui perlindungan asuransi jiwa karena mereka penuh dengan resiko dalam melaksanakan tugasnya. 5.1.3. Kabupaten Soppeng Potensi Lahan Sawah Luas lahan sawah di Kab. Soppeng tahun 2010 (Tabel 8) yaitu sebesar 26.218 terdiri dari lahan sawah berpengairan teknis seluas 12.791 ha (48,79%), pengairang setengah teknis 3.800 ha (14,49), pengairan sederhana/Desa/Pompanisasi 6.106 ha (23,29%), dan Tadah
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 16
hujan 3.521 ha (13,43%). Kab. Soppeng dengan luas sawah yang dimiliki didominasi oleh lahan sawah pengairan teknis yaitu sebesar 48,79%. Tabel 8. Luas Sawah menurut Jenis Pengairannya di Kab. Soppeng tahun 2010 No. 1. 2. 3.
Jenis Pengairan Pengairan Teknis Pengairan Setengah Teknis Pengairan Sederhana/Desa/Pompanisasi Tadah Hujan Jumlah
4.
Luas (ha) 12.791 3.800 6.106 3.521 26.218
Persentase (%) 48,79 14,49 23,29 13,43 100
Program SL-PTT Padi di Kab. Soppeng Program SL-PTT padi di Kab. Soppeng yang dilaksanakan mulai pada tahun 2010 yaitu padi hibrida sebanyak 162 unit dan padi inbrida sebanyak 212 unit. Tahun 2011 jumlah unit SLPTT padi hibrida sebanyak 650 unit dan SL-PTT padi Inbrida sebanyak 410 unit. Pelaksanaan SL-PTT padi tersebut tersebar pada 8 kecamatan (Tabel 9) Tenaga
pendamping SL-PTT
di kabupaten Soppeng dari BPTP Sulsel berjumlah 5
orang yang terdiri atas Peneliti 1 orang, penyuluh 2 orang dan teknisi 2 orang, selain itu juga ada pendamping dari Dinas Pertanian setempat yaitu penyuluh pertanian lapangan di setiap Desa dan pada tingkat Kecamatan dikoordinir oleh kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP). Tabel 9. Jumlah Unit SL-PTT padi di Kab. Soppeng No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Kecamatan Marioriwawo Liliriaja Lilirilau Lalabata Donri-Donri Marioriawa Ganra Citta Jumlah
Padi hibrida 38 23 5 14 21 30 31 162
2010 Padi Inbrida 37 34 5 35 27 33 35 6 212
Padi hibrida 100 125 15 120 75 110 100 5 650
2011 Padi Inbrida 60 80 16 80 42 60 62 10 410
Profil Petani Responde Pada Tabel 10 menunjukkan bahwa umur petani responden yang paling banyak berada pada kisaran umur 41 – 60 tahun yaitu 68.30% dan yang paling rendah pada kisaran umur 61 70 tahun yaitu sebanyak 9.76%, sedangkan petani pada kisaran umur yang paling muda yaitu 20 – 40 yang merupakan produktif didalam melaksnakan usahatani hanya berkisar 21.95%.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 17
Tabel 10. Umur Petani Responden
Jumlah 3 6 15 13 4 40
Umur Responden 20 - 30 31 - 40 41 - 50 51 - 60 61 - 70 Total
Persentase 7.32 14.63 36.59 31.71 9.76 100
Pendidikan petani SMP sebanyak 34.15%, yang berpndidikan SD dan SMA masingmasing sebanyak 31.71% sedangkan yang berpendidikan D1 ada sekitar 2.44%. Dengan demikian pendidikan petani setara SMP lebih banyak disbanding dengan tingkat pendidikan lainnya (Tabel 11).
Tabel 11. Pendidikan Petani Responden Jumlah Pendidikan SD 13 SMP 14 SMA 13 D1-3 1 S1 0
Persentase 31.71 34.15 31.71 2.44 0.00
Petani responden yang tidak memiliki tanggungan keluarga dibawah umur 15 tahun sebanyak 31.71% dan yang memilki tanggungan 2 orang dibawah umur 15 tahun juga 31.71%, sedangkan petani yang memiliki tanggungan lebih dari 3 orang dibawah umur 15 hanya 4.88% (Tabel 12). Petani yang tidak memiliki tanggungan pada umur diatas 15 tahun sebanyak 12.20%, petani yang memiliki tanggungan lebih dari 3 orang yang berumur diatas 15 tahun sebanyak 14.63%, dan yang memiliki tanggungan 2 orang yang berumur diatas 15 tahun sebanyak 34.15% dan pada kelompok umur ini merupakan yang terbanyak disbanding dengan tanggungan keluarga lainnya.
Tabel 12. Tanggungan Keluarga Tanggungan keluarga 0 1 2 3 >3
Umur <15 th Jumlah Persentase 13 31.71 10 24.39 13 31.71 3 7.32 2 4.88
Umur > 15 th Jumlah Persentase 5 12.20 9 21.95 14 34.15 7 17.07 6 14.63 www.sulsel.litbang.deptan.go.id 18
Anggota Keluarga yang Ikut Usahatani Jumlah anggota keluarga yang banyak ikut bekerja dalam bidang usahatani yaitu sebanyak 19 (46.34%) orang dengan jumlah anggota keluaga yang ikut bekerja 2 orang, sedangkan jumlah anggota keluarga yang ikut bekerja usahatani 3 dan lebih dari 3 orang, masing-masing sebanyak 4 orang petani responden (9.76%), dengan demikian tanggungan keluarga yang paling banyak ikut bekerja dalam usahatani padi adalah 2 orang (Tabel 13). Tabel 13. Anggota Keluarga Ikut Usahatani
Anggota Keluarga Ikut Usahatani 0 1 2 3 >3
Jumlah 7 7 19 4 4
Persentase 17.07 17.07 46.34 9.76 9.76
Pengalaman Usahatani Pengalaman berusahatani yang paling banyak 21-30 tahun yaitu 31.71% dan 0-10 tahun juga sebanyak 31.71%, sedangkan pengalaman berusahatani 41-50 tahun hanya 4.88% dan pengalaman antara 11-20 tahun sebanyak 21.95%. Kepemilikan Lahan Petani yang berstatus sebagai pemilik lahan sendiri dengan luas 0.1-1.0 ha yang masuk SL-PTT ada sebanyak 68.29% dan yang tidak masuk SL-PTT ada sebanyak 60.98%, dengan demikian luas pemilikan lahan oleh petani responden sebagian besar antara 0.1-1.0 ha, sedangkan memiliki lahan miliki sendiri dengan luas 1.1-2.1 ha ada 2.44% yang masuk SL-PTT 14.63% yang tidak masuk SL-PTT. Lahan yang berstatus sewa dengan luasan antara 0.1-1.0 ha yang masuk SL-PTT dan tidak masuk SL-PTT masing-masing 48.78%, sedangkan dengan luasan antara 1.1-2.0 ha petani yang masuk SL-PTT sebanyak 2.44% dan yang tidak masuk SLPTT sebanyak 4 orang 9.76%, dengan demikian petani responden dengan kepemilikan 0.1-1.0 ha baik SL-PTT maupun non SL-PTT lebih banyak disbanding kelompok kepemilikan lahan lainnya.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 19
Mata Pencaharian Mata pencaharian utama petani responden adalah pada sektor tanaman pangan yaitu sebanyak 100%. Sedangkan mata pencaharia samping petani responden adalah perkebuan sebanyak 53.66%, usaha ternak 14.63%, dagang hasil pertanian 7.32%, buruh pertanian ada 4.88% dan yang btidak punya usaha sampingan ada 19.50%. Komponen Teknologi yang diketahui dan diterapkan petani Komponen teknologi yang paling banyak diketahui dan diterpakan petani responden adalah penggunaan VUB, pengolahan tanah, pengendalian hama terpadu dan pengendalian gulma, sedangkan teknologi irigasi berselang dan penggunaan BWD diketahui oleh petani sebanyak masing-masing 92.68 dan 95.12%, namun petani yang menerapkan hanya sekitar 53.66 dan 58.54% (Tabel 14) Tabel 14. Kompoen Teknologi SL-PTT yang diketahui dan diterpakan Komponen Teknologi
Diketahui Jumlah
Diterapkan
Persentase
Jumlah
Persentase
Penggunaan VUB
40
100,00
39
97,50
Bibit Muda (<15)
40
100,00
28
70,00
PPk organik
40
100.00
31
77,50
Irigasi berselang Pengunaan BWD
38
95,00
22
55,50
97,50
24
60,00
Perlakuan Benih
39
97,50
37
92,50
Pengolahan tanah
40
100,00
39
97.50
Jajar Legowo
40
100,00
35
87,50
Hama Terpadu
40
100,00
39
97,50
Pengendalian Gulma
40
100,00
39
97.50
Peng. Alsintan
40
100,00
34
85,00
Penanganan Pasca Panen
40
100,00
39
97,50
39
Pertimbangan Penerapan Teknologi Dalam penerapan teknologi oleh petani responden yang menjadi pertimbangan adalah teknologi tersebut produktivitasnya tinggi yang merupakan pertimbangan atau prioritas pertama oleh 72.5% responden dan dijadikan prioritas kedua oleh 9 orang (22.50%) responden. Penerapan teknologi muda diterapkan sebagai prioritas pertama oleh sebanyak 2 orang (5.88%) responden dan ada masing-masing 10 orang (29.41%) dan 15 orang (44.12%) menjadikan sebagai prioritaS ke 2 dan ke 3 apabila teknologi tersebut mudah diterapkan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 20
Teknologi dengan tingkat kegagalan rendah sebagai prioritas pertama oleh sebanyak 2 orang (5.13%) dan hanya 3 orang (7.69%) sebagai prioritas kedua. Pertimbangan penerapan teknologi diterapkan dengan prioritas pertama bila pasarnya ada oleh sebanyak 1 orang (2.86%) dan yang paling tinggi bila pasar ada dijadikan sebagai prioritas ke 6 oleh sebanyak 15 orang (42.86%). Teknologi tersedia dan murah dijadikan sebagai prioritas pertama oleh sebanyak 5 orang (12,82%) dan oleh 9 orang (23.08%) sebagai prioritas kedua dan dijadikan oleh 10 orang (25.64%) sebagai priritas ke 6. Teknologi yang banyak memberi perubahan nyata tidak ada petani responden yang menjadikan sebagai pertama dan hanya dijadikan sebagai prioritas ke 4 dan 6 oleh sebanyak 11 orang (28.21%) dan 10 orang (25.64%) petani responden (Tabel 15). Dengan demikian penerapan teknologi yang dapat memberikan atau dapat menimngkatkan produktivitas yang tinggi sebagai pertimbangan yang paling banyak dijadikan pertimbangan penerapan suatu teknologi. Tabel 15. Faktor yang pertimbangkan dalam menerapkan teknologi dan urutan prioritas Juml. responden N0. Pertimbangan Urutan Prioritas Org % 1 Produktivitas (hasil panen) lebih tinggi 40 100 I 2 Mudah diterapkan, tidak rumit 40 100 III 3 Risiko kegagalannya rendah 40 100 V 4 Pasarnya ada 40 100 VI 5 Teknologinya tersedia dan murah 40 100 II 6 Perubahannya nyata 40 100 IV Motivasi Mengikuti SL-PTT Motivasi petani untuk mengikuti SL-PTT adalah karena petani ingin agar produktivitas dan hasil meningkat dijawab oleh sebanyak 85.37% dan sebanyak 78.05% mengikuti SL-PTT agar kualitas biji dan harga tinggi. Sedangkan dengan motivasi hanya mengikuti anjuran pemerintah 21.95%, dan untuk mendapatkan BLM sebanyak 21.95% (Tabel 16). Dengan demikian produktivitas dan hasil meningkat merupakan motivasi yang paling tinggi sehingga petani responden mengikuti SL-PTT.
Tabel 16. Motivasi petani mengikuti SL-PTT Motivasi Mengikuti SL PTT Jumlah Produktivitas dan hsl meningkat 35 Kualitas biji baik dan harga tinggi 32 Mengikuti anjuran pemerintah 9 Mendapatkan BLM 7 Terpaksa 2
Persentase 87,50 80,00 22,50 17,50 5,00
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 21
Aktivitas Pendamping Frekuensi
pertemuan pemandu dengan petani responden kurang dari 10 kali yaitu
sebanyak 95.12%) dan pertemuan 10 – 18 kali oleh 2 orang (4.88%) responden, sedangkan diatas 18 kali tidak petani yang bertemu dengan pemandu (Tabel 17) Tabel 17. Frekuensi pertemuan dengan pemandu Frekuensi < 10 kali 10 - 18 kali > 18 kali
Jumlah
Perasentase 38 2 0
95.00 5,00 0.00
Pertemuan yang diikuti oleh petani responden berdasarkan jadwal pertemuan dengan topik setiap pertemuan menunjukkan bahwa pertemuan dengan topik PRA yang dilaksanakan pada 3 minggu sebelum tanam diikuti oleh 63.41%, sedangkan topic pengolahan tanah dan pembuatan pesemaian pada 2 minngu sebelum tanam diikuti oleh sebanyak 73.17%. Pada saat penanaman dengan materi system tanam dan cara tanam diikuti 65.85% hal ini mungkin disebabkan karena para responden sudah mulai sibuk pada kegiatannya di lahan sawah masing-masing. Pertemuan yang paling banyak diikuti oleh responden adalah pada pertemuan denganmateri pengendalian gulma yaitu diikuti 80.49%. Dengan tingkat pertemuan petani dalam pelaksanaan SL-PTT berfluktuasi dari setiap pelaksanaan pertemuan . Penilaian terhadap pendampingan Pengenalan peserta dengan ketua kelompok tani menunjukkan bahwa responden ratarata mengenal pengurus SL-PTT yaitu ketua, sekertaris dan bendahara. Penyuluh dari Bapeluh juga rata-rat dikenal oleh petani dalam pelaksanaan SL-PTT, sedangkan peneliti dari BPTP hanya dikenal oleh 7.5% hal ini mungkin karena memang peneliti dan penyuluh di BPTP memiliki jangkauan pendampingan SL-PTT bukan hanya satu lokasi akan tetapi pada 60% lokasi SL-PTT di kabupaten yang bersangkutan. Tingkat kehadiran pemandu lapang pada setiap pertemuan menunjukkan bahwa penyuluh mengikuti pertemuan dengan responden kurang dari 10 kali yaitu sebanyak 97.50% dan diatas 10 kali oleh satu orang responden. Sedangkan dari BPTP kehadirannya kurang dari 10 kali dijawab oleh responden sebanyk 7.50% dan diatas 10 kali tidak ada. Pemandu lapang sebagai pelaksana dalam kegiatan SL-PTT melaksanakan kegiatannya di tingkat lapang. Dalam melakukan koordinasi dengan Dinas Pertanian Kabupaten sebanyak
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 22
57,50% responden dan 90,00% responden menyatakan pemandu lapang datang berkunjung ke SL-PTT untuk mengklarifikasi CP/CL. Pemandu lapang datang berkunjung ke lokasi SL-PTT untuk pelaksanan demplot ada 65,00%, sedangkan dalam rangka apresiasi dan bimbingan lapang ada 75,00%. Pemandu lapang sebagai narasumber pelatihan 75.00% responden dan menyatakan pemandu lapang datang berkunjung ke lokasi SL-PTT untuk melakukan pengamatan pertumbuhan dan panen 80,00% responden. Perbandingan produksi yang diperoleh antara petani pelaksana SL-PTT dan luar SL-PTT menunjukkan bahwa produksi kurang 3000 kg tidak ada petani peserta SL-PTT maupun LL dan ada 1 orang (2.44%) produksi diluar SL-PTT. Produksi padi yang tertinggi diperoleh pada lokasi LL yaitu diatas 6000 kg/ha yaitu sebanyak 16 orang (39.02%), sedangkan pada SL-PTT banyak diperoleh petani responden adalah antara 4001 – 5000 kg/ha yaitu sebanyak 17 orang (41.46%), sedang produksi diluar SL-PTT yaitu anatar 3000 – 4000 kg/ha sebanyak 18 orang (43.90%)(Tabel 18). Dengan demikian produksi yang diperoleh lokasi LL masih lebih tinggi disbanding lokasi SL dan Luar SL, begitupula dengan produksi SL masih lebih tinggi disbanding lokasi diluar SL.
Tabel 18. Tingkat produktivitas Tingkat Produksi (kg/ha) < 3.000 3.000 - 4000 4.001 - 5.000 5.001 - 6.000 > 6.000
Prod. Padi LL Jumlah % 0 0.00 0 0.00 9 21.95 14 34.15 16 39.02
Prod. Padi SL Prod. Padi luar SL Jumlah % Jumlah % 0 0.00 1 2.44 5 12.20 18 43.90 17 41.46 12 29.27 9 21.95 2 4.88 8 19.51 6 14.63
Persepsi petani terhadap Pendampingan Tedapat 19 orang (46.34%) respondeng sangat setuju dan 20 orang (48.78%) setuju pendidikan formal mempengaruhi cara pendampingan dan hanya 2 orang (4.88%) kurang setuju bahwa pendidikan mempengaruhi cara pendampingan.
Ada 20 orang (48.78%)
respondeng sangat setuju dan 20 orang (48.78%) setuju ilmu yang dikuasai mempengaruhi cara pendampingan dan hanya 1 orang (2.44%) kurang setuju bahwa ilmu yang dikuasai mempengaruhi cara pendampingan. Ada 1 orang (2.44%) respondeng sangat setuju dan 12 orang (29.27%) setuju
umur menjadi kendala pendampingan dan ada 15 orang (4.88%)
kurang setuju bahwa umur menjadi kendala pendampingan. Pendampingan oleh BPTP saja, ada 5 orang (12.20%) sangat setuju dan 6 orang (14.63%) setuju, selanjutnya ada 16 orang
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 23
(39.02%) kurang setuju dan 10 orang (24.39%) responden mengatakan tidak setuju pendamping hanya dilakukan oleh BPTP. Pendampingan bersama-sama peneliti dan penyuluh, sangat setuju sebanyak 58.54% dan setuju 41.46% (Tabel 19). Tabel 19. Persepsi petani terhadap pendamping Pendamping
SS %
Σ
Pendidikan Forml mempengaruhi cara pendampingan Ilmu yg dikuasai mempengaruhi cara pendampingan Umur menjadi kendala pendampingan Pendampingan oleh peneliti BPTP saja Pendampingan oleh penyuluh BPTP Pendampingan bersama sama peneliti dan penyuluh Pendampingan sebaiknya oleh petugas lakilaki
S Σ
%
R %
Σ
KS %
Σ
TS %
Σ
19
46.34
20
48.78
0
0.00
2
4.88
0
0.00
20 1 5 5
48.78 2.44 12.20 12.20
20 12 6 18
48.78 29.27 14.63 43.90
0 3 4 2
0.00 7.32 9.76 4.88
1 15 16 12
2.44 36.59 39.02 29.27
0 10 10 4
0.00 24.39 24.39 9.76
24
58.54
17
41.46
0
0.00
0
0.00
0
0.00
2
4.88
1
2.44
5
12.20
10
24.39
23
56.10
Wujud Pendampingan (WP), terdapat 19 orang (46.30%) sangat setuju dan 19 orang (46.34%) setuju pendampingan dilakukan berdasarkan kebutuhan petani. Ada 10 orang (24.40%) sangat setuju dan 28 orang (68.29%) setuju juknis wujud pendampingan paling efektif. Ada 16 orang (39%) sangat setuju dan 21 orang (51.22%) setuju pelatihan wujud pendampingan paling efektif. Ada 15 orang (36.60%) sangat setuju dan 26 orang (63.41%) setuju demplot pendekatan paling efektif sebagai wujud pendampingan (Tabel 20). Tabel 20. Wujud pendampingan Wujud Pendampingan Cara pendampingan dilakukan berdsrkan kebutuhan petani Juknis WP paling efektif Pelatihan WP paling efektif Jadi nara sumber dilakukan pendampingn dgn baik Membuat demplot pendekatan paling efektif Kombinas keseluruhan merupakan pendampingan ideal
SS
S
R Σ
KS
Σ
%
Σ
%
%
19 10 16
46.3 24.4 39
19 28 21
46.34 68.29 51.22
0 3 3
0 7.32 7.32
21 15
51.2 36.6
19 26
46.34 63.41
1 0
28
68.3
10
24.39
3
Σ
TS %
%
Σ
2 0 0
4.878 0 0
0 0 0
0 0 0
2.44 0
0 0
0 0
0 0
0 0
7.32
0
0
0
0
Waktu Pendampingan. Waktu pendampingan sebaiknya disepakati dengan petani, ada 22 orang (53.7%) sangat setuju dan 19 0rang (46.6%) setuju. Pendampingan pada pagi hari, ada 30 orang kurang setuju, 19 orang sangat setuju dan 22 orang setuju dan pendampingan pada malam hari, ada 15 orang yang kurang setuju dan 24 orang tidak setuju (Tabel 21).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 24
Tabel 21. Waktu pandampingan Waktu Pendampingan
SS
Sebaiknya disepakati dgn petani Pagi hari paling efektif malam hari paling efektif
S
R
KS
TS
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
Σ
%
22
53.7
19
46.3
0
0
0
0
0
0
19 1
46.3 2.44
22 1
53.7 2.44
0 0
0 0
30 15
73.2 36.6
0 24
0 58.5
Jangkauan Pendampingan Jangkauan pendampingan dengan satu lokasi satu orang, ada 25 orang (61%) kurang setuju dan 7 orang (17.07%) setuju dan 3 orang (7.32%) sangat setuju. Pendampingan dilakukan oleh 2-3 orang satu lokasi petani yang setuju ada 24 orang (58.54%) dansangat setuju sebanyak 5 orang (12.2%) dan kurang setuju 8 orang (19.5%). Dengan demikian petani banyak yang senang kalau pendampingan dilakukan 2-3 orang untuk satu lokasi (Tabel 22). Tabel 22. Jangkauan pendampingan Jangkauan Pendampingan satu lokasi cukup satu orang satu lokasi 2-3 orang
SS Σ
S %
3 5
Σ
7.32 12.2
7 24
R %
KS
Σ
17.07 58.54
% 3 4
Σ
7.32 9.76
TS %
25 8
Σ
61 19.5
% 3 0
7.32 0
Materi Pendampingan. Materi budidaya sebagai inti pendampingan di setujui oleh 24 prang (58.5%) dan sangat setuju sebanyak 13 orang (31.7%). Materi panen di setujui oleh 29 orang (70.7%) dan sangat setuju sebanyak 11 orang (26.8%). Materi pengolahan hasil di setujui oleh 29 orang (70.7%) dan sangat setuju sebanyak 11 orang (26.8%). Materi pemasaran hasil di setujui oleh 28 prang (68.3%) dan sangat setuju 22% (Tabel 23). Tabel 23. Materi Pendampingan Materi yang diperlukan Materi budidaya inti pendampingan Materi panen Materi pengolahan hasil Materi pemasaran Materi bersifat umum
SS
S
R
Σ
%
Σ
%
13 11 11 9 18
31.7 26.8 26.8 22 43.9
24 29 29 28 19
58.5 70.7 70.7 68.3 46.3
Σ 1 0 0 2 1
KS % 2.44 0.00 0.00 4.88 2.44
Σ
TS %
3 1 1 2 3
7.32 2.44 2.44 4.88 7.32
Σ
% 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0
Lokasi pendampingan dipilih paling dekat, ada 16 orang (39%) kurang setuju dan 12 orang (29.3%) sangat setuju dan 11 orang (26.83%) setuju. Lokasi yang strategis sebagai tempat pendampingan disetujui oleh 18 orang (43.9%) dan sangat setuju sebanyak 14 orang (34.1%). Lokasi pendampingan ditentukan sesuai dengan kebutuhan ada 25 orang (61%)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 25
sangat setuju dan 12 orang (29.27%) setuju. Dengan pendampingan yang banyak dipilih oleh responden adalah pada lokasi yang strategis. Fasilitas
pendampingan
mutlak
diperlukan
untuk
mendukung
keberhasilan
pendampingan menunjukkan ada 29 orang (70.7%) respondeng sangat setuju dan 12 orang (29.3%) setuju. Sedangkan ada tidaknya fasilitas pendampingan hasilnya sama saja ada 26 orang (63.41%) responden kurang setuju dan 7 orang (17.1%) tidak setuju. Dukungan anggaran perjalanan yang memadai responden yang sangat setuju ada 26 orang (63.4%) dan yang setuju 22% (Tabel 24) Tabel 24. Fasilitas pendampingan Fasilitas Pendampingan Mutlak diperlukan untuk mendukung keberhasilan pendampingan Ada tdk ada fasilitas pendampingan hasilnya sama saja Dukungan anggaran perjalanan yang memadai
SS Σ 2 9 4 2 6
S % 70. 7 9.7 6 63. 4
Σ 1 2
R
3
% 29. 3 7.3 2
9
22
Σ
KS %
0
0
0
0 7.31 7
3
TS
Σ
%
Σ
%
0 2 6
0 63.4 1
0 7
0 17. 1
2
4.88
0
0
Pendamping sebaiklnya dilindungi asuransi jiwa responden sangat setuju ada 22 orang (53.7%) dan 18 orang (43.9%) setuju, namun ada 1 orang (2.44%) kurang setuju. Adanya asuransi berpengaruh pada kualitas pendampingan disetujui oleh 23 orang (56.1%), sangat setuju sebanyak 9 orang (22%) dan kurang setuju sebanyak 4 orang (9.76%). Ada tidaknya asuransi, pendampingan harus memenuhi kualifikasi standar disetujui oleh 30 orang (73.17%), sangat setuju sebanyak 5 orang (12.2%) dan yang kurang setuju sebanyak 12.2% (Tabel 25). Table 25. Asuransi keselamatan jiwa Asuransi Keselamatan Jiwa Pendamping sebaiknya dilindungai asuransi jiwa Adanya asuransi berpengaruh pada kualitas pendampingan Ada tidaknya asuransi, pendampingan harus memenuhi kualifikasi standar
SS
S
R Σ
%
Σ
KS %
TS
Σ
%
Σ
%
Σ
22
53.7
18
43.9
0
0
1
2.44
0
% 0
9
22
23
56.1
5
12.2
4
9.76
0
0
5
12.2
30
73.17
0
0
5
12.20
1
2.44
Adopsi Teknologi
Secara umum teknologi yang diintoduksikan pada kegiatan SL-PTT diterima dan
diterapkan dengan baik oleh petani dengan penerimaan berkisar 92,7 – 100%, setelah kegiatan SL-PTT, teknologi yang dierapkan hanya sekitar 26,8 – 75,6% dan yang paling rendah penerapannya adalah teknologi enggunaan bahan organic yaitu hanya 26,8% (Tabel 26)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 26
Tabe 26. Keberlanjutan Teknologi Indikator Komponen Teknologi Penggunaan VUB Penggunaan Benih sehat Penambahan bahan organik Sistim tanam Jajar legowo Pemupukan berimbang OPT Pengolahan tanah Umur bibit muda Perbaikan aerasi Pengeringan sesuai anjuran Panen
Saat SL PTT Sesudah SL PTT Jumlah Persentase Jumlah Persentase 40 100.00 27 65.85 40 100.00 26 63.41 38 92.68 11 26.83 40 97.56 19 46.34 39 95.12 15 36.59 40 100.00 25 60.98 40 100.00 28 68.29 40 100.00 24 58.54 40 100.00 25 60.98 40 100.00 27 65.85 40 100.00 31 75.61
Kualitas Teknologi Yang Diperkenalkan Kualitas teknologi VUB menunjukkan bahwa ada 36 orang (87.80%) menyatakan bagus dan 5 orang (12.2%) menyatak tidak bagus. Teknologi bibit muda ada 29 orang (70.73%) menyatakan bagus dan 12 orang (29.27%) menyatak tidak bagus.Pupuk organik ada 37 orang (90.24%) menyatakan bagus dan 4 orang (9.76%) menyatak tidak bagus. Irigasi berselang ada 35 orang (85.37%) menyatakan bagus dan 6 orang (14.63%) menyatak tidak bagus. Penggunaan BWD ada 28 orang (68.29%) menyatakan bagus dan 13 orang (31.71%) menyatak tidak bagus. Teknologi benih ada 36 orang (87.80%) menyatakan bagus dan 5 orang (12.2%) menyatak tidak bagus. Teknologi pengolahan tanah ada 37 orang (90.24%) menyatakan bagus dan 4 orang (9.76%) menyatak tidak bagus. Teknologi jajar legowo ada 32 orang (78.05%) menyatakan bagus dan 9 orang (21.95%) menyatak tidak bagus. Teknologi pengendalian hama penyakit ada 37 orang (90.24%) menyatakan bagus dan 4 orang (9.76%) menyatak tidak bagus. Teknologi pengendalian gulma Teknologi pengendalian hama penyakit ada 37 orang (90.24%) menyatakan bagus dan 4 orang (9.76%) menyatak tidak bagus. Teknologi Alsintan Teknologi pengendalian hama penyakit ada 28 orang (68.29%) menyatakan bagus dan 13 orang (31.71%) menyatak tidak bagus. Taknologi panen dan pasca panen Teknologi pengendalian hama penyakit ada 35 orang (85.37%) menyatakan bagus dan 6 orang (14.63%) menyatak tidak bagus (Tabel 27).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 27
Tabel 27. Persepsi Petani terhadap Kualitas Teknologi yang diperkenalkan Bagus Tidak Komponen Teknologi Jumlah Persentase Jumlah Persentase VUB 36 87.80 5 12.20 Bibit Muda 29 70.73 12 29.27 Pupuk organik 37 90.24 4 9.76 Irigasi berselang 35 85.37 6 14.63 BWD 28 68.29 13 31.71 Benih 36 87.80 5 12.20 Olah tanah 37 90.24 4 9.76 Jajar legowo 32 78.05 9 21.95 HPT 37 90.24 4 9.76 Gulma 37 90.24 4 9.76 Alsintan 28 68.29 13 31.71 Panen dan pasca panen 35 85.37 6 14.63 Dukungan Pemerintah Dukungan Pemda pada pelaksanaan SL-PTT dianggap cukup baik oleh 40 (100%). Waktu dropping BLBU 46.34% responden menyatakan tepat dan 53,7% menyatakan tidak tepat waktu. (varietas).
Jenis BLBU yang diterima
73,17 responden menyatakan tidak tepat jenis
Waktu pemberian BLP, 56.10% petani menyatakan tidak tepat waktu/terlambat.
Sedangkan jenis BLP yang diterima dianggap tepat oleh responden sebanyak 97.56%. dan tidak tepat oleh 1 orang (2.44%) Fasilitas yang dimiliki petani responden menunjang pelaksanaan SL-PTT berupa BWD ada 21 orang (51.22%) yang memiliki dan ada 20 orang (48.78%) tidak memiliki BWD. Fasilita PUTS yang digunakan dianggap tepat oleh 12 orang (29.27%) dan 29 orang (70.73%) menganggap tidak tepat. Fasilitas VUB dianggap cukup oleh 20 orang (70.73%) dan tidak cukup oleh 12 orang (29.27%) responden (Tabel 28).
Tabel 28. Fasilitas Pelaksanaan SL-PTT Fasilitas Jumlah BWD: Ada 21 Tidak ada 20 PUTS: Tepat 12 Tidak ada 29 VUB: Cukup 29 Tidak Cukup 12
Persentase 51.22 48.78 29.27 70.73 70.73 29.27
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 28
5.1.4. PENDAMPING SL-PTT Profil Pendamping
Umur pendamping masih produktif sekitar 27 – 39 tahun. Tingkat pendidikan terakhir yang dijalani adalah SMK/SPP dan S1. Pendamping yang berpendidikan S1 berstatus PNS sedangkan yang tamat SMK/SPP statusnya non PNS (THL=Tenaga harian lepas). Pengamalan jadi pendamping sekitar 2-3 tahun, ditetapkan jadi pendamping berdasarkan penunjukan kepala. Dasar penunjukan adalah disiplin/bidang yang sesuai dengan kompetensi tugas pendampingan. Pendamping telah mengikuti pelatiahn PL III dan sebelum SL-PTT Padi telah mengikuti pelatihan-pelatihan sebanyak 3 – 4 kali. Persepsi Pendamping SL-PTT Pendidikan formal dan disiplin ilmu mempengaruhi kinerja pendampingan.
Umur
pendamping tidak menjadi kendala dalam operasional pelaksanaan kegiatan SL-PTT Padi. Pendamping berpendapat bahwa pendampingan lebih efektif jika dilakukan bersama antara peneliti dan penyuluh. Pendampingan tidak perlu dibatasi oleh status gender, dapat dilakukan oleh petugas laki-laki dan perempuan. Cara pendampingan yang baik adalah berdasarkan kebutuhan petani.
Untuk lebih
mengefektifkan kinerja pendamping diperlukan juknis dan pelatihan-pelatihan. Keberadaan petak-petak percontohan (demplot) merupakan pendekatan pendampingan yang baik, waktu yang cocok untuk pelaksanaan pendamping sebaiknya pada pagi hari. Tiap lokasi diharapkan pendamping satu orang Materi pendampingan/pelatihan baik yang bersifat khusus maupun umum diperlukan sebagai bekal pengetahuan dalam mengemban tugas sebagai pendamping yang bermanfaat bagi petani. Lokasi pendampingan sebaiknya yang strategis sesuai dengan kebutuhan. Dalam pelaksanaaan tugas dan tanggungjawab pendamping, mutlak diperlukan fasilitas pendamping, khususnya dukungan anggaran perjalanan yang memadai. Pendamping setuju bahwa ada tidaknya asuransi, pendampingan tetap harus memenuhi kualifikasi standar
Kelebihan dan Kekurangan Pendamping SL-PTT Kelebihan: Pendamping/Pemandu SL-PTT diantaranya adalah telah berpengamalan, menguasai permasahan teksnis dilapangan, dan telah memasyarakan.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 29
Kekurangan: diantaranya
selain
punya
kelebihan
pendamping
juga
punya
kekurangan
dalam melaksanakan tugas pendampingan kurang fokus karena, masih
punya tugas lain selain pendampingan, demikian pulah tidak ada biaya khusus untuk melaksanakan kegiatan pendampingan Permasalahan Pendampingan SL-PTT Hasil Kajian menunjukkan bahwa pelaksanaan pendampingan/pengawalan SL-PTT, khususnya di Kabupaten Soppeng, Wajo dan Luwu dan Sulawesi Selatan pada umumnya ditemui beberapa masalah sehingga pelaksanaan SL-PTT belum memberikan hasil optimal sesuai harapan. Pemasalahan tersebut terutama adalah ketersedian sarana produksi sepeti benih dari program bantuan langsung benih unggul (BLBU) dan bantuan langsung pupuk (BLP) yang masih sering terlambat. Benih dari BLBU tidak pernah memenuhi 6 tepat (tepat waktu, varietas/jenis, mutuh, jumlah, sasaran dan harga) demikian pulah dengan BLP sering terlambat atau tidak tersedia pada saat dibutuhkan, yang mengakibatkan pelaksanaan SL-PTT juga selalu terlambat waktu tanamnya, akibatnya pertanaman sering mendapat gangguan OPT yang berat, seperti tikus, penggerek batang, walangsangt dan lainnya, sehingga produksi yang diperoleh masih rendah dibanding dengan potensi hasil varietas unggul baru (VUB) yang ditanam. Umpat Balik Program SL-PTT Padi disambut positif oleh pemerintah dan petani karena kegiatan SL-PTT Padi merupakan metode penyuluhan terbaik Distribusi benih (BLBU) masih sering terlambat, jumlah dan jenis (varietas) tidak sesuai dengan yang diperlukan, label hampir expayer, mutu rendah, hal ini merugikan petani Benih ditangani perusahaan (BUMN), proses tender dan kontrak kerja lambat.
Benih
bermutu sudah merupakan kebutuhan dasar bagi petani Bantuan Langsung Pupuk (BLP) juga masih sering lambat karena proses kontrak lambat BLBU dan BLP serta bantuan kegiatan LL menimbulkan kecemburuab bagi petani karena tidak semua petani pada waktu yang sama menerima bantuan BLBU, BLP seperti pada kegiatan LL. Petani digilir berdasarkan kelompok tani per desa.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 30
5.2. PROGRAM GERNAS KAKAO
Gerakan Penikatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional merupakan salah satu program
strategis Kementrian Pertanian yang prakarsai oleh Dirjen Perkebunan. Luas areal program Gernas di Sulawesi Selatan pada Tahun 2009 adalah 48.900 ha yang terdiri atas; peremajaan 4.300 ha, rehabilitasi 20.900 ha dan intensifikasi 23.700 ha. Tahun 2010 areal Gernas seluas 17.049 ha, yaitu peremajaan 3.550 ha, rehabilitasi 10.149 ha dan intensifikasi 3.350 ha. Sedangkan tahun 2011 luas areal GERNAS adalah 23.750 ha yang terdiriatas; peremajaan 6.300 ha, rehabilitasi 9.100 ha dan intensifikasi 8.350 ha. Program GERNAS terdiri atas 3 kegiatan utama yaitu; a. Peremajaan Tanaman Kakao, yaitu penggantian tanaman tidak produktif (tua/rusak) dengan tanaman baru secara keseluruhan atau bertahap, dan pengutuhan (pemadatan) populasi sesuai standar teknis dengan menggunakan bahan tanaman unggul yang berasal dari perbanyakan teknologi Somotic Embryogenesis (SE) b. Rehabilitasi Tanaman Kakao, yaitu perbaikan kondisi tanaman (pertumbuhan dan Produktivitas melalui teknologi sambung samping dengan menggunakan bahan tanaman unggul c. Intensifikasi Tanaman kakao, adalah upaya untuk meningkatkan produktivitas tanaman melalui penerapan standar teknis budidaya Kegiatan peremajaan menggunakan bibit Somatic Embryogenesis (S.E) yang produksi oleh Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember. Bibit S.E berasal dari Klon Sulawesi 1, klon Sulawesi 2, ICRI 03, ICRI 04 dan Scapina 6. Sedangkan untuk kegiatan Rehabilitasi dengan teknologi Sambung Samping menggunakan Klon Sulawesi 1 dan Sulawesi 2. 5.2.1 Kabupaten Luwu Luas areal program Gernas Kakao di Kabupaten pada Tahun 2009 adalah 4.500 Ha yang terdiri atas; Peremajaan seluas 500 Ha dengan melibatkan 12 kelompok tani pada 9 Desa dan 6 Kecamatan. Rehabilitasi 2.000 Ha, yang melibatkan 60 kelompok tani pada 32 Desa dan 9 Kecamatan, serta Intensifikasi seluas 2.000 Ha, melibatkan 49 kelompok tani pada 28 Desa dan 11 Kecamatan Tahun 2010 Program peremajaan seluas 400 Ha yang tersebar pada 15 Kecamatan, dengan 32 Desa yang melibatkan 37 kelompok tani, Program Rehabilitasi seluas 800 Ha tersebar pada 13 kecamatan, 24 Desa dengan 38 kelompok tani. Program Intensifikasi seluas 300 Ha tersebar pada 7 kecamatan, 18 Desa dengan 23 kelompok tani.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 31
Tahun
2011
Program
peremajan
diusulkan
seluas
1.500
Ha
dengan
anggaran
Rp.3.175.687.000, dari usulan tersbu yang siap untuk dilaksanakan hanya 800 Ha karena adanya pemblokiran dana sebesar 1.481.987.000 yang setara dengan 700 ha. Program Rehabilitasi diusulkan seluas 2.700 Ha dengan anggaran Rp. 21.559.000.000, dari usulan tersbu yang siap untuk dilaksanakan hanya 1.000 Ha karena adanya pemblokiran dana sebesar 13.574.500.000 yang setara dengan 1.700 ha. Program Intensifikas diusulkan seluas 1.300 Ha dengan anggaran Rp. 5.454.000.000, dari usulan tersbu yang siap untuk dilaksanakan hanya 900 Ha karena adanya pemblokiran dana sebesar 1.363.000.000 yang setara dengan 300 ha. Lokasi yang terpilih di Kabupaten Luwu yaitu Desa Salu Premang Selatan Kecamatan Kamanre dan Kelurahan Noling Kecamatan Bupon Kegiatan Gernas di Kabupaten Luwu tersebar di 15 Kecamatan yang di kawal oleh 5 Orang pendampning, sehingga dengan demikian pendampingan belum optimal. Tenaga pendamping direkrut oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan Profil Petani Responden Pendidikan petani responden peserta program GERNAS kakao d0minan SLTA yaitu 47,5%, juga terdapat petani yang berpendidikan S1 sebanya 5% (Tabel 29). Melihat pendidikan petani peserta GERNAS Kakao yang didominas i pendidikan SLTA dan bahkan ada yang berpendikan sarjana sehingga diharap dapat menerima inovasi yang diintroduksikan Tabel 29. Tingkat Pendidikan Petani Responden No 1 2 3 4 5
Pendidikan SD SMP SLTA D1-3 S1
Jumlah 13 3 19 3 2
Persentase 32,5 7,5 47,5 7,5 5,0
Secara umum umur pateni responden masih didominasi umur yang produktif (Tabel 30). Umur 25 – 45 tahun sebanyak 30 orang dar 40 orang responden atau 75,o%, sedangakan yang berumur lebih dari 55 tahun hanya 15% Tabel 30. Umur Petani Responden No Umur (tahun) 1 25 – 35 2 36 – 45 3 46 - 55 4 >55
Jumlah (Org) 10 20 4 6
Persentase 25 50 10 15
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 32
Jumlah tanggungan keluarga umur ≤ 15 tahun berkisar 1 – 7 Orang per Kepala Keluarga (KK), yang terbanyak adalah 1 - 2 Orang per KK yaitu 55%, keluarga yang memiliki tanggunggan ≥ 5 orang adalah 2 KK atau 5% dari jumlah responden (Tabel 31.) Tabel 31. Jumlah tanggungan keluarga umur 15 tahun ke bawaw No 1 2 3 4
Jumlah tanggunagan < 15 tahun 0 1-2 3-4 ≥5
Jumlah (Org) 7 22 9 2
Persentase 17,5 55,0 22,5 5,0
Jumlah tanggungan keluargan yang berumur ≥15 Tahun sekitar 0 - 4 Orang per KK. Tanggungan keluarga umur ≥ 15 tahun yang terbanyak adalah 1 orang per KK, namun juga terdapat 7,5% KK yang tidak meniliki tanggungan yang berumur 15 tahu lebih (Tabel 32) Tabel 32. Jumlah tanggungan keluarga umur ≥ 15 tahun No 1 2 3 4 5
Jumlah tanggunagan < 15 tahun 0 1 2 3 4
Jumlah (Org) 3 14 11 9 3
Persentase 7,5 35,0 27,5 22,5 7,5
Jumlah anggota keluarga yang ikut membantu dalam usahatani kakao berkisar 1 - 3 orang per KK, yang tebanyak adalah satu orang per KK yaitu 77,5% (Tabel 33.), juga terdapat 5% KK yang tidak meliki anggota keluarga yang membantu dalam usahataninya. Tabel 33. Jumlah anggota keluarga yang ikut membantu dalam kegiatan usahatani No 1 2 3 4
Jumlah anggota keluarga yg membantu 0 1 2 3
Jumlah (Org) 2 31 4 3
Persentase 5,0 77,5 10,0 7,5
Pengalaman dalam berusahatani yaitu 7,5% kurang dari 10 Tahun, 67,5% telah berusahatani kakao antara 10 – 20 tahun, dan 25% berpengalaman lebih dari 20 tahun. Keanggotaan kelompok tani; 20% telah menjadi anggota kelompok tani (koptan) selama 11 tahun (Tabel 6), sebanyak 17,5% menjadi anggotan koptan sejak 2004 (7 tahun), 25% menjadi
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 33
anggota koptan sejak 2007 (34 tahun), dan 37,5% menjadi anggota koptan pada tahun 2009 (2 tahun), saat program GERNAS di mulai. Tabel 34. Pengalaman petani responden dalam berkelompok No 1 2 3 4
Pengalaman (tahun) 2 4 7 11
Jumlah (Org) 15 10 7 8
Persentase 37,5 25,0 17,5 20,0
Petani peserta Gernas tahun 2009 yang mengikuti program Peremajaan 10%, Rahabilitasi 55% dan Intensifikasi 35%.
Kepemilikan lahan garapan petani peserta GERNAS
kakao, adalah lahan milik sendiri dengan luas areal berkisar antara 0,25 – 7,8 ha, tidak ada petani yang menyewa, gadai atau sakap. Terdapat 30% petani yang memiliki lahan antara 0,6 – 1,0 Ha, demikian pula tedapat 17,5% petani yang memili lahan garapan lebih dari 3 Ha. Kepemilikan lahan garapan terndah adalah 0,25 Ha dimiliki 1 KK dan yang tertinggi yaitu 1 KK yang memiliki lahan seluas 7,8 Ha (Tabel 35). Tabel 35. Luas kepemilikan lahan petani responden GERNAS Kakao No 1 2 3 4 5 6 7
Luas Lahan (Ha) ≤ 0,5 0,6 - 1,0 1,1 – 1,5 1,6 – 2,0 2,1 – 2,5 2,6- 3,0 >3,00
Jumlah (Org) 4 12 9 4 3 1 7
Persentase 10,0 30,0 22,5 10,0 7,5 2,5 17,5
Tidak semua lahan milik petani masuk program Gernas, luas lahan garapan yang masuk dalam kegiatan geras berkisar 0,25 – 2,0 Ha dan yang tebanyak adalah berkisar antara 0,6 – 1,0 ha per KK yaitu 55% petani (Tabel 36) Tabel 36. Luas lahan petani responden yang masuk GERNAS Kakao No
Luas Lahan (Ha)
Jumlah (Org)
Persentase
1 2 3 4
≤ 0,5 0,6 – 1,0 1,1 – 1,5 1,6 – 2,0 >2,0
8 22 2 4 2
20,0 55,0 5,0 10,0 5,0
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 34
Mata pencaian utama petani peserta GERNAS yaitu 97,5% adalah usahatani perkebunan dan 2,5% adalah usahatani tanamn pangan. Sedangkana mata pencaharian sampingan yaitu 25% tanaman pangan, juga terdapat 40% petani yang tidak memiliki mata pencaharian sampingan (Tabel. 37), jadi mereka menggatungkan hidupnya pada usahatani perkebunan kakao Tabel 37. Mata pencaharian sampingan petani responden peserta Gernas Kakao No 1 2 3 4 5 6 7
Mata Pencaharian sampingan Usahatani tanaman pangan Usahatani Sayuran Usahatani Buah-buahan Dagang sembako Dagang hasil pertanian Tidak ada usaha sampingan Lainnya
Jumlah (Org)
Persentase
10 6 1 1 1 16 5
25,0 15,0 2,5 2,5 2,5 40 12,5
Beberapa komponen teknologi yang direkomendasikan dalam program Gernas kakao meliputi; penggunaan klon unggul, bibit SE, pupuk organik, pemupukan berimbang,sambung samping,pemangkasan, sanitasi, panen sering, pengendalian PBK, pengendalian VSD dan fermentasi. Pengenalan komponen teknologi dalam program GERNAS Kakao sangat baik demikian pendapat 100% petani responden, namun dalam penerapannya masih ada beberapa yang relatif kurang seperti penggunaan bibit hanya 27,5% petani yang mencobanya, demikian pula dengan pemupukan sesuai rekomendasi baru 62,5 % petani yang menerapkannya (Tabel 38) Tabel 38. Komponen teknologi dalam GERNAS, diketahui dan yang diterapkan No
Komponen teknologi
Mengetahui Juml Petani %
Menerapkan Jml Petani %
1
Penggunaan klon unggul
40
100
40
100
2
Bibit S.E
40
100
11
27,5
3
Bibit Sambung Pucuk
40
100
35
87,5
4
Penggunaan pupuk organik (ppk kandang)
40
100
28
70,0
5
Pemupukan sesuai rekomendasi
40
100
25
62,5
6
Sambung samping
40
100
40
100
7 8 9 10 11 12
Pemangkasan Sanitasi Panen sering Pengendalian PBK terpadu Pengendalian penyakit busuk buah dan VSD Fermentasi
40 40 40 40 40 40
100 100 100 100 100 100
40 35 34 38 30 0
100 87,5 85,0 95 75,0 0
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 35
Faktor yang menjadi prioritas utama bagi petani dalam menerapkan teknologi adalah untuk menigkatkan produktivitas yang lebih tinggi, hal ini dinyatakan oleh 100% responden, sedangkan yang prioritas kedua adalah terjadinya perubahan
yang nyata dan menyusul
kemudahan dalam penerapannya (Tabel 39). Keikut sertaan petani pada program GERNAS Kakao 100% menyatakan termemotivasi untuk meningkatkan produksi dan mutu kakaonya. Tabel 39. Faktor-faktor yang pertimbangkan sebelum menerapkan teknologi itu Juml. responden N0. Pertimbangan Urutan Prioritas Org % 1 Produktivitas (hasil panen) lebih 40 100 I tinggi 2 Mudah diterapkan, tidak rumit 40 100 III 3 Risiko kegagalannya rendah 40 100 VI 4 Pasarnya ada 40 100 V 5 Teknologinya tersedia dan murah 40 100 IV 6 Perubahannya nyata 40 100 II
Aktivitas pendamping Menurut petani kehadiran pendamping/pemandu pada berbagai kegiata GERNAS Kakao masih sangat kurang. Pada Program Peremajaan tingkat kehadiran pemandu/pendaping dilapangan hanya berkisar 5 – 30%. Untuk Progran Rehabilitasi kehadiran pemandu/ pendamping dilapangan juga hanya berkisar 5 – 30%, dan untuk kegiatan intesifikasi kehadiran pemandu dilapangan hanya berkisar 2,5 – 12,5% (Tabel 40). Kurangnya kehadiran pendamping dilapang diduga karena luasnya wilah kegiatan, sedangkan pendamping hanya 5 orang per Kabupaten. Kegiatan Peremajaan yang perlu pendampingan yaitu mulai dari, persiapan lahan, penanaman tanaman sela, pengelolaan tanaman pelindung, penanaman kakao, pemeliharaan, pengendalian hama dan penyakit. Untuk kegiatan rehabilitasi meliputi; persiapan batang bawah, persiapan batang atas (entres), pelaksanaan sambung samping, pemeliharaan, sanitasi dan pengelolaan pohon pelindung, sedangkan Intensifikasi meliputi; pemeliharaan, pengelolaan pohon pelindung, pengendalian hama/penyakit, dan fermentasi kakao.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 36
Tabel 40. Kehadiran Pendamping pada kegiatas GERNAS Kakao, No. I
II
III
Kegiatan dan Topik Peremajaan Persiapan Lahan Penananaman tanaman sela Pengelolaan Tanamn Pelindung Penanaman Kakao Pemeliharaan Pengendalian hama dan penyakit Rehabilitasi Persiapan Batang Bawah Persiapan batang atas (Entres) Pelaksanaan sambung samping Pemeliharaan Sanitasi Pengelolaan pohon pelindung Pengendalian hama dan penyakit Intensipikasi Pemeliharaan Pengelolaan pohon pelindung Pengendalian hama dan penyakit Fermentasi biji kakao
Hadir
Tidak Hadir
Jml 9 9 2 2 11 12 7
% 22,5 22,5 5,0 5,0 27,5 30,0 17,5
Jml 31 31 40 38 29 28 33
% 77,5 77,5 95,0 95,0 72,5 70,0 82,5
6 8 12 6 2 2 6
15,0 20,0 30,0 15,0 5,0 5,0 15,0
34 32 28 34 38 38 34
85,0 80,0 70,0 85,0 95,0 95,0 85,0
4 1 5 3
10,0 2,5 12,5 7,5
36 39 35 37
90,0 97,5 87,5 92,5
Frekuensi kehadiran pendamping dalam pertemuan dengan kelompok tani masih rendah, dari 40 responden 30% menyatakan tidak pernah bertemudengan pendamping/ pemandu. Namun 47,5% petani menyatakan mereka frekuensi pertemuan dengan pendamping Gernas antara 11 – 15 dalam satu periode pelaksanaan Gernas (Tabel 41) Tabel 41. Frekuensi kehadiran Pendamping menurut responden per satu periode kegiatan GERNAS Kakao No Frekuensi kehadiran Jumlah (Org) Persentase 1 0 12 30,0 2 1–5 3 7,5 3 6 – 10 6 15,0 4 11 - 15 19 47,5 Peran pendamping Gernas di lokasi menujukkan sekitar 75 -77,5% digunakan berko. Kegiatan ini menujukkan bahwa pendamping lebih banyak mengurusi kegiatan administrasi ketimbang urusan teknis dilapaangan. Seperti pada Tabel 14 peran pendamping pada kegiatan teknis masih sangat rendah yaitu hanya berkisar 7,5 – 40% (Tabel 42).
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 37
Tabel 42. Peran Pendamping di lokasi kegiatan GERNAS Kakao No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kegiatan Melakukan koordinasi dengan Dinas perkebunan Klarifikasi dan penentuan CP/CL Pengiman bibit Pelaksanaan peremajaan Pelaksanaan sambung samping Apresiasi dan bibimbingan lapangan Narasumber dalam pelatihan Pengamatan pertumbuhan dan panen
Jumlah responden(Org) 31
Persentase 77,5
30 9 16 14 12 8 3
75,0 22,5 40,0 35,0 30,0 20,0 7,5
Persepsi Petani Terhadap Muatan Pendampingan Persepsi petani terhadap muatan pendampingan selama mengikuti Program GERNAS cukup baik. Manurut petani beberapa pernyataan tentang pendamping seperti pada Tabel 43 dinilai sangat sesuai sampai sesuai dengan persentase sekitar 70 -100%, kecuali umur pendamping yang setuju hanya 20% dan pendampingan hanya pemandu Gernas saja yang setuju hanya 57,5% saja. Jika pendampinga bersama pemandu, penyuluh dan peneliti 100% petani sangat setuju. Wujut pendampingan berupan pelatihan, demplot direspon 100% petani. Materi pendampingan mulai aspek budidaya sampai pasca panen. Tabel 43. Persepsi petani terhadap muatan pendampingan selama mengikuti GERNAS Kakao N0 1.
Pendapat petani (%)*) SS-S R KS-TS
Pernyataan Pendamping:
a. Basis pendidikan formal pendamping mempengaruhi cara
70,0
30,0
0,0
b. Bidang ilmu yang dikuasai pendamping mempengaruhi kualitas
82,5
7,5
0,0
c. Faktor umur pendamping menjadi kendala pendampingan
20,0
2,5
77,5
d. Pendampingan sebaiknya dilakukan pendamping Gernas saja
57,5
e. Pendampingan sebaiknya dilakukan peneliti/penyuluh dari BPTP
97,5
2,5
0,0
f. Pendampingan sebaiknya dilakukan peneliti dan penyuluh secara
100
0,0
0,0
g. Pendampingan sebaiknya dilakukan oleh petugas laki-laki saja
0,0
0,0
100
a. Cara pendampingan sebaiknya dilakukan berdasarkan kebutuhan petani
100,0
0,0
0.0
b. Juknis inovasi teknologi pertanian merupakan paling efektif
100,0
0,0
0,0
pendampingan pendampingan
42,5
bersama-sama
2
Wujud pendampingan (WP)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 38
3
4
5
6
7
8.
c. Pelatihan, adalah WP paling efektif
100,0
0,0
0,0
d. Berperan jadi narasumber sudah dilakukan pendamping dengan baik
80,0
20,0
0,0
e. Membuat demplot merupakan salah satu pendekatan paling efektif
100,0
0,0
0,0
f. Kombinasi (a – e) merupakan pendampingan ideal
80,0
20,0
0,0 0,0
Waktu Pendampingan a. Waktu pendampingan sebaiknya disepakati dengan petani yang akan didampingi
97,5
2,5
0,0
b. Waktu pendampingan di pagi hari adalah paling efektif
100,0
0,0
0,0
c. Waktu pendampingan di malam hari adalah paling efektif
0,0
0,0
100
Jangkauan Pendampingan
0,0
0,0
0,0
a. Pendamping di satu lokasi cukup satu orang saja
37,5
62,5
0,0
b. Sebaiknya pendampingan oleh 2 – 3 orang perlokasi
100,0
0,0
0,0
0,0
0,0
0,0
Materi Pendampingan yang diperlukan a.
Materi budidaya merupakan inti pendampingan
100,0
0,0
0,0
b.
Materi Panen
100,0
0,0
0,0
c.
MAteri Pengolahan hasil
100,0
0,0
0,0
d.
Materi Pemasaran
100,0
0,0
0,0
e.
Sebaiknya materi pendampingan adalah bersifat umum meliputi berbagai bidang masalah
85,0
15,0
0,0
a. Lokasi pendampingan sebaiknya dipilih paling dekat
85,0
0,0
5,0
b. Lokasi pendampingan sebaiknya dipilih yang paling strategis
100,0
0,0
0,0
c. Lokasi pendampingan ditentukan sesuai kebutuhan
100,0
0,0
0,0
a. Fasilitasi pendampingan mutlak diperlukan untuk mendukung keberhasilan pendampingan
100,0
0,0
0,0
b. Ada tidak ada fasilitasi pendampingan hasilnya sama saja
15,0
82,5
2,5
c. Unsur minimal yang harus dipenuhi dalam fasilitas pendampingan adalah dukungan anggaran perjalanan yang memadai
100,0
0,0
Lokasi Pendampingan
Fasilitas Pendampingan
Asuransi keselamatan jiwa a.
Pendamping sebaiknya dilindungi asuransi keselamatan jiwa
100,0
0,0
0,0
b.
Adanya asuransi berpengaruh pada kualitas pendampingan
100,0
0,0
0,0
Ada tidaknya asuransi, pendampingan tetap harus memenuhi 65,0 35,0 kualifikasi yang standar Keterangan: SS = sangat setuju; S = setuju; R = ragu-ragu; KS = kurang setuju; TS = tidak setuju *) Jumlah Responden 40 orang petani peserta Gernas Kakao
0,0
c.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 39
Penilaian Petani terhadap teknologi dalam program Gernas Keberlanjutan penerapan teknologi setelah kegiatan Gernas kakao, secara umum teknologi yang diintroduksikan dalam kegiatan gernas direspon dengan baik dan sebagian besar tetap dilanjutkan diterapkan sesuda gernas selesai kecuai beberapa inovasi teknologi yang belum bisa diterakan oleh petani yaitu teknologi penggunaan bibit SE, 100% tidak gunakan petani, demikan juga dengan fermentasi haya 25 % petani yang masih melakukannya. Tabel 44. Keberlanjutan penggunaan teknologi setelah selesai mengikuti GERNAS Menurut Responden (%)
No.
Introduksi Teknologi
1. 2. 3. 4. 5.
Klon unggul kakao yang digunakan adalah klon anjuran Penggunaan bibit S.E Penggunaan bibit sambung pucuk Penambahan bahan organik : Dari limbah kakao (kulit, pangsan dll) Sambung Samping dengan klon unggul seperti: klon Sulawesi 1, & 2 Pemupukan berimbang sesuai rekomendasi Pengendalian hama PBK, dan busuk buah terpadu serta penyakit VSD Pemangkasan Sanitasi Panen sering Fermentasi
-
6. 7. 8. 9. 10. 11.
Pada saat GERNAS
Sesudah GERNAS
100 10 100 85,0
100 0 100 75,0
100,0
100,0
100,0 100,0
75,5 85,0
100,0 100,0 85,00 55,0
100,0 85,00 70,0 25,0
Persepsi petani terhadap teknologi yang yang diperkenalkan dalan kegiatan GERNAS menunjuukan 95 – 100 % petani menyatakan baik kecuali, penggunaan bibit SE 100% petani menyatakan tidak baik (Tabel 45) Tabel 45. Persepsi petani tehadap teknologi yang diperkenalkan dalam kegiatan GERNAS Kompenen Teknologi
No. 1 2 3 4 5
Klon unggul kakao yang digunakan adalah klon anjuran Penggunaan bibit S.E Penggunaan bibit sambung pucuk Penambahan bahan organik : Dari limbah kakao (kulit, pangsan dll) Ambung Samping dengan klon unggul seperti: -
6 7 8 9 10
klon Sulawesi 1, & 2
Pemupukan berimbang sesuai rekomendasi Pengendalian hama PBK, dan busuk buah terpadu serta penyakit VSD Pemangkasan Sanitasi Panen sering
Menurut Responden (%) Baik 100,0
Tidak Baik 0,0
0,0
100,0
100,0
0,0
95,0
5,0
100,0
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
100,0
0,0
67,5
32,5
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 40
5.2.2. Kabupaten Soppeng Luas pengembangan program Gernas Kakao di Kabupaten Soppeng pada Tahun 2009 adalah 3.000 Ha yang terddi atas Peremajaan seluas 500 Ha dengan melibatkan 40 kelompok tani pada 27 Desa dan 9 Kecamatan, Rehabilitasi 1.500 Ha, yang melibatkan 82 kelompok tani pada 38 Desa dan 8 Kecamatan serta Intensifikasi seluas 1.000 Ha, melibatkan 57 kelompok tani pada 24 Desa dan 8 Kecamatan Tahun 2010 Program peremajaan seluas 400 Ha yang tersebar pada 8 Kecamatan, dengan 35 Desa yang melibatkan 48 kelompok tani, Program
Rehabilitasi seluas 1.100 Ha
tersebar pada 7 kecamatan, 33 Desa dengan 68 kelompok tani. Program Intensifikasi seluas 300 Ha tersebar pada 8 kecamatan, 22 Desa dengan 39 kelompok tani. Tahun
2011
Program
peremajan
diusulkan
seluas
1.100
Ha
dengan
anggaran
Rp.2.328.837.000, dari usulan tersbu yang siap untuk dilaksanakan hanya 700 Ha karena adanya pemblokiran dana sebesar 846.850.000 yang setara dengan 400 ha. Program Rehabilitasi diusulkan seluas 2.300 Ha dengan anggaran Rp. 18.365.500.000, dari usulan tersbu yang siap untuk dilaksanakan hanya 1.500 Ha karena adanya pemblokiran dana sebesar 6.388.000.000 yang setara dengan 800 ha. Program Intensifikas diusulkan seluas 1.000 Ha dengan anggaran Rp. 4.545.000.000, dari usulan tersbu yang siap untuk dilaksanakan hanya 800 Ha karena adanya pemblokiran dana sebesar 909.000.000 yang setara dengan 200 ha. Lokasi yang terpilih di Kabupaten Soppeng yaitu Desa Tinco Kecamatan Citta dan Desa Barang Kecamatan Liliriaja. Kegiatan Gernas di Kabupaten Soppeng tersebar di 9 Kecamatan yang di kawal oleh 4 Orang pendampning. Tenaga pendamping diseleksi oleh Dinas Perkebunan Provinsi Sulawesi Selatan sebanyak 5 orang. Jumlah responden 40 orang
Profil Petani GERNAS Kakao Kabupaten Soppeng
Petani peserta GERNAS sebagian besar (82%) masih dalam usia produktif. Pendidikan
petani responden peserta program GERNAS kakao menunjukkan 21,95% adalah SD, yang tamat SMP 24,8%, SMA 43,90%, D-3 7,32% dan S1 2,44%. Tanggungan keluarga petani yang ber umur kurang dari 15 Tahun berkisar 1 – 3 Orang per Kepala Keluarga (KK), sedangkan yang berumur lebih dari 15 Tahun sekitar 1 - 5 Orang per KK. Anggota keluarga yang ikut membantu dalam usahatani kakao berkisar 1-5 orang per KK. Pengalaman dalam berusahatani kakao kurang dari 10 tahun 19,51%, antara 10 – 20 tahun 58,54% dan yang lebih dari 20 tahun 14,63%.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 41
Kegiatan Gernas Petani peserta Gernas tahun 2009 yang mengikuti Peremajaan 34,15%, Rahabilitasi 39,02% dan Intensifikasi 6,83%.
Pengusasahaan lahan garapan petani
peserta GERNAS
kakao, adalah lahan milik sendiri dengan luas areal berkisar antara 1,0 – 4,5 ha, tidak ada petani yang menyewa, gadai atau sakap. Mata pencaian utama petani peserta GERNAS adalah usahatani perkebunan 97,56% dan sebeihnya 2,44% adalah usahatani tanamn pangan. Peserta Gernas 87,8% menyatakan mengikuti PRA sebelum kegiatan di mulai dan 85,36% yang ikut melakukan analisis kebutuhan teknologi. Pengetahuan petani mengenai komponen teknologi pada program GERNAS Kakao sangat tinggi yaitu berkisar 87,8 – 100%, kecuali bibit SE yang hanya 26,4% petani yang mengetahui dan sambung pucuk
63,40% responden yang mengetahuinya. Sedangkan
penerapan teknologi tersebut pada kebun petani masih kurang yaitu sekitar 17,07 -51,22%, kecuali mpemupukan dan penggunaan pupuk organik yang mencapai lebih dari 79%. Komponen yang paling rendah diterapkan adalah bibit SE. Faktor yang menjadi prioritas utama bagi petani dalam menerapkan teknologi adalah untuk menigkatkan produksi, hal ini dinyatakan oleh 100% responden, kemudian mudah diterapkan dengan biaya yang murah. Keikut sertaan petani pada program GERNAS Kakao 100% menyatakan
termemotivasi untuk meningkatkan produksi
dan mutu kakaonya,
mengikuti anjuran pemerintah dengan memanfaatkan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Petani peserta GERNAS Kakao menyatakan aktivitas pendampingan oleh pemandu/pendamping dalam setahun masih kurang, menurut petani responden pertemuan antara 10-18 kali 48,79%, sedangkan lebih 18 kali 39,02% dan yang kurang dari 10 kali 12,19% Kehadiran pendamping pada berbagai aktifitas GERNAS Peremajaan; kehadiran pendamping untuk melakukan pendampingan pada kegiatan Peremajaan hanya sekitar 34,15 – 46,34%, padan kegiaran Rehabilitasi (sambung samping) kehadiran pendamping hanya 60,97 - 63,41% dan pada kegiatan Intensifikasi hanya 17,07 – 29,27%. Kurang optimalnya pendampingan yang dilakukan oleh pendamping diduga karane rasio antara pendamping dengan areal yang akan didanpingi tidak seimbang, jumlah tenaga pendamping 5 Orang sedangkan areal yang akan didampinggi sangat luas.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 42
Tanggapan Responden terhadap Pendampingan. Pendampingan dilakuakan bersama Pemadu dengan penyuluh pertanian lapangan 97,6%, responden setuju. Pendapingan melibatkan BPTP sangat setu dan setuju sebanayak 92,7%.
Pelatihan disertai praktek dan dengan pembuatan demo plot merupakan wujud
pendampingan yang efektif demikian pengakuan 97,2% responden perserta Gernas Kakao. Pendidikan formal dan pengalaman pendamping sangat mepengaruhi cara pendampingan hal ini menurut pernayataan 70,0% responden sangat setuju dan setuju, sedangkan umur tidak dipermasalahkan.
Pendampingan
bersama
Pemandu
penyuluh
kabupaten
dengan
penyuluh/peneliti dari BPTP, 97,5% responden mentakan setuju dan perlu diteruskan. Cara pendampingan sebaiknya disesuaikan dengan kebutuhan petani, 100% responden menyatakan setuju. Pembuatan demo plot merupakan wujud pendampingan yang efektif demikian 80% responden yang setuju dan 20% sangat setuju., sedangkan pelatiahan, 62,5% responden menyatakan sangat setuju dan 37,5% yang setuju Waktu pendampngan sebaiknya disepakati antara petani dan pendamping, waktu pendampingan yang diinginkan responden yaitu 100% pada sore atau pagi hari, sedangakan 100% yang tidak setuju pada malam hari. Jumah pendamping GERNAS dilokasi sangat kurang yaitu hanya 5 Orang perkabupaten. Menurut responden tenaga pendamping minimal 1 orang satu Desa dan akan lebih baik kalau bisa 2 orang dalam satu lokasi demikian hasil dari 100% responden (50% sangat setuju dan 50 setuju). Lokasi pendampingan 100% responden setuju diletakkan padalokasi yang strategis, muda diakses dan dibutuhkan oleh petani. Fasilitas pendampingan GRNAS Kakao Seluruh responden setuju dengan penyediaan fasilitas bagi pendamping untuk mendukung keberhasilan pendampingan, termasuk dukungan anggaran perjalan yang memadai bahkan seluruh responden juga setuju jika pendamping di asuransikan. Dukungan fasilitas pendampingan dari Pemda dirasakan masih kurang, namun dukungan kebijakan cukup memadai 5.2.3. PENDAMPING GERNAS KAKAO
Profil Pendamping Gernas Kakao Umur pendamping masih produktif sekitar 22– 37tahun. Tingkat pendidikan terakhir yang dijalani adalah SMK/SPP dan S1.
Pemandu berstatus non PNS.
Pengamalan jadi
pendamping sekitar 2-3 tahun, ditetapkan jadi pendamping berdasarkan penunjukan kepala
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 43
dinas perkebunan provinsi.
Dasar penunjukan adalah disiplin/bidang yang sesuai dengan
kompetensi tugas pendampingan. Pendamping telah mengikuti pelatiahan (masing-masing satu kali tiap pemandu) yang diadakan oleh Pusat Penelitian Kakao dan Direktorat Jenderal Perkebunan.
Materi pelatihan yang diberikan berisi teori dan praktek .
Tingkat kepuasa
terhadap pelatihan adalah kurang puas karena kurang intensif (hanya sekali). Persepsi Pendamping Pendidikan formal dan disiplin ilmu mempengaruhi kinerja pendampingan.
Umur
pendamping tidak menjadi kendala dalam operasional pelaksanaan kegiatan Gernas Kakao. Pemandu berpendapat bahwa pendampingan lebih efektif jika dilakukan bersama antara peneliti dan penyuluh. Pendampingan tidak perlu dibatasi oleh status gender, dapat dilakukan oleh petugas laki-laki dan perempuan. kebutuhan petani.
Cara pendampingan yang baik adalah berdasarkan
Untuk lebih mengefektifkan kinerja pendamping diperlukan juknis dan
pelatihan-pelatihan. Keberadaan petak-petak percontohan (demplot) merupakan pendekatan pendampingan yang baik, waktu yang cocok untuk pelaksanaan pendamping sebaiknya pada pagi hari. Materi pendampingan/pelatihan baik yang bersifat khusus maupun umum diperlukan sebagai bekal pengetahuan dalam mengemban tugas sebagai pendamping yang bermanfaat bagi petani. Lokasi pendampingan sebaiknya yang strategis sesuai dengan kebutuhan. Dalam pelaksanaaan tugas dan tanggungjawab pendamping, mutlak diperlukan fasilitas pendamping, khususnya dukungan anggaran perjalanan yang memadai. Pendamping setuju bahwa ada tidaknya asuransi, pendampingan tetap harus memenuhi kualifikasi standar. Faktor-faktor pendorong kegiatan pendampingan; beberapa hal yang menjadi faktor pendorong kegiatan pendampingan diantaranya adaah dukungan kebijakan dan pembiayaan dari pemerintah pusat/daerah untuk pelaksanaan program GERNAS cukup memadai, dan juga semangat petani untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil kakaonya cukup tinggi Faktor penghambat kegiatan pendampingan; Sosialisasi masih kurangn, administrasi sulit dan berbeli-belit, penyediaan saprodi sering terlambat, penggunaan bibit S.E untuk peremajaan belum teruji, jumlah tenaga pendamping masih kurang dan tidak melibatkan tenaga penyuluh lapangan sebagai pendamping.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 44
Kelebihan dan Kekurangan Pendamping GERNAS Kakao Kelebihan:
Pendamping/pemandu Gernas kakao masih muda, energik, idealis,
terfokus dalam melaksanakan tugas pendampingan, tidak ada tugas lain yang bisa mengganggu sebaga pendamping Kekurangan: Pendamping/Pemandu GERNAS kakao selain punya kelebihan juaga punya kekurangan diantaranya adalah pengamalan pendampingan masih kurang, kurang menguasai teknis budidaya sampai pada kegiatan pasca panen kakao, belum familiar dengan petani. Permasalahan Untuk kegiatan pendamping pada kegiatan Gernas Kakao, relatif kurang terpengaruh dengan musim tanam, sehingga walaupun saranya produksi terlambat kegiatan masih bisa bejalan dengan baik. Permasalahan utamanya adalah penguasaan teknis budidaya belum sepenuhnya dikuasai oleh petani.
Dilain pihak program GERNAS Kakao hanya
didampingi/kawal oleh sarjana yang baru lulus yang masih sangat minim pengetahuan tekinis tentang budidaya kakao Program GERNAS kakao tidak melibatkan penyuluh yang ada di daerah, demikian pulah dengan peneliti dan penyuluh dan Peneliti dari BPTP yang relatif menguasai teknis budidaya kakao. Program GERNAS kakao meliputi 3 kegiatan utamya yaitu; Intensifikasi, Rehabilitasi dan Peremajaan. Kegitan Intensifikasi dan Rehabilitasi sebagian petani telah melaksanakan khusnya di Kabupaten Luwu, Namun untuk kegiatan peremajaan dengan menggunakan bibit
Somatic Emryogenesis (S.E) adalah hal yang baru bagi petani dan termasuk staf dinas perkebunan di Provinsi maupun Kabupaten. Sementara dilapangan tidak ada demplot yang bisa dijadikan acuan oleh petani, akibatnya kegiatan peremajaan dengan bibit S.E keberhasinnya hanya sekitar 20%. Umpan balik Tenaga pendamping Gernas Kakao sebaiknya menguasai masalah teknis mulai dari teknik budidaya sampai pasca panen kakao Pendamping jangan hanya fokus pada masalah administrasi, tetapi juga mendampingi petani dilapangan. Pendampingan seharusnya dilakukan bersama; pendampin Gernas, penyuluh dan peneliti
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 45
Perlu dungan anggaran pendampingan dari pusat dan daerah/kabupaten Materi dan alat peraga masih kurang memadai, sehingga perlu ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya Perlunya ada demplot sebagai tempat pembelajaran petani dan bila memungkinkan demplot tersebut ada pada setiap kecamatan lokasi Gernar Pelatihan tenaga pendamping masih perlu tingkatkan kualitas dan kuntutasnya Pendamping perlu mendapat asuransi jiwa
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 46
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Hasil kajian Pendampingan Program straregis kementerian pertanian yaitu Program SL-
PTT tanaman kakao dan Program GERNAS Kakao, maka dapat dibuat kesimpulan sebagai berikut: a. Hasil kajian Pendampingan SL-PTT pada Tiga Kabupaten yaitu Kabupaten Luwuw, Soppeng, dan Wajo menujukan bahwa Pola pendampingan yang efektif adalah pendampingan yang dimulai dari sosialisasi, yang diikuti dengan aplikasi teknologi yang mendukung kegiatan SLPTT melaluai Demplot atau Demfarm (vararietas unggul baru =VUB, pemupukan, pengendalian OPT dan lainnya) yang dikawal bersama oleh penyuluh di masing-masing daerah dengan peneliti/penyuluh BPTP. b. Pendampingan kegiatan Program Peningkatan Produksi dan mutu kakao nasional (GERNAS) pada Kabupaten Luwu dan Soppeng, pelaksanaannya belum efektif. Tenaga pendamping yang direkrut oleh Dinas Perkebunan Propinsi dari sarjana yang baru lulus kurang menguasai masalah teknis dilapangan, sehingga mereka hanya lebih banyak mengawal masalah administrasi saja. Tenaga pendamping lebih banyak berkomunikasi dengan ketua kelompok saja, dan sangat jarang melakukan pengawalan teknis dilapangan. 6.2. Saran/Rekomendasi Hasil kajian menunjukan beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pendampingan Program strategis SL-PTT kakao dan Program GERNAS kakao. Berdasarkan permasalahan tersebut maka disusun rekomendasi sebagai berikut: a. Untuk lebih mengefektifkan pelaksanaa SL-PTT khususnya di Sulawesi Selatan, maka pendampingan perlu dilakuan secara bersama antara penyuluh di kabupaten dengan peneliti/penyuluh di BPTP dengan melalui kegiatan Demplot/Demfarm yang menggunakan benih sumber VUB, sehingga hasil demplot/demfarm tersebut dapat dijadikan benih oleh kelompok tani. b. Untuk mengatasi masalah ketersedian benih berlabel pada kegiatan SL-PTT, maka sebaiknya pemerintah mendorong penangkaran benih pada tingkat kelompok tani dengan memberikan batuan/subsidi benih sumbur (SS), dan menghindari bantuan atau subsidi benih sebar (ES)
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 47
c. Untuk efektiftas pendampingan pada kegiatan GERNAS Kakao, maka sebaiknya kegiatan pendampingan melibatkan tenaga yang menguasasi teknis bubudidaya kakao dilapangan, seperti penyuluh yang ada di daerah dan bekerja sama dengan peneliti/penyuluh BPTP Sulawesi Selatan. d. Pendampingan GERNAS Kakao sebaiknya dilaksanakan seperti SL-PTT, perlu membuat demplot/demfarm sebagai media tempat pembelajaran dan atau tempat beskusi antara petani, penyuluh dan peneliti.
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 48
VII. DAFTAR PUSTAKA Departemen Pertanian, 2008. Pedoman Umum Peningkatan produksi dan produktivtas Kakao, Jagung, dan Kedelai melalui pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman dan Sumberdaya Terapdu (SL-PTT). Departemen Pertanian, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, 2009. Gambaran Umum Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional 2009-2011. Lewangka O. 2003. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan Laporan Penelitian Bisnis. Program Studi Manajemen. Unhas Makassar. Manggabarani A., 2006. Revitalisasi Perkebunan di Indonesia. Makalah disampaikan pada acara sinar nasional dalam rangkan Dies Natalis UNHAS, di Makassar Manggabarani A., 2009. Gerakan Peningkatan Produksi dan Mutu Kakao Nasional. Makalah disampaikan pada acara sinar nasional dalam rangkan Dies Natalis UNHAS, di Makassar, Januari 2009 Tim Penyusun, 2007 a. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Sapi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta Tim Penyusun, 2007 b. Prospek dan Arah Pengembangan Agribisnis Kakao. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Jakarta
www.sulsel.litbang.deptan.go.id 49