LAPORAN AKHIR TAHUN
PENDAMPINGAN PROGRAM STRATEGIS KEMENTERIAN PERTANIAN SL-PTT JAGUNG DI PROVINSI ACEH
PENELITI UTAMA EMLAN FAUZI, SP
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2012
KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT atas terlaksananya penyusunan Laporan Akhir Tahun Kegiatan SL-PTT Jagung Hibrida di Provinsi Aceh tahun 2012 yang dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tenggara. Terlaksananya kegiatan ini tidak terlepas dari dukungan dan peran aktif seluruh Dinas/Instansi yang terkait, petani kooperator dan penyuluh/peneliti yang ada di BPTP Aceh. Namun demikian kami menyadari dalam pelaksanaan kegiatan ini masih banyak terdapat kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun guna perbaikan dimasa yang akan datang. Akhirnya kepada semua pihak yang telah membantu terlaksananya kegiatan ini mulai dari perencanaan sampai dengan pelaksanaan yang dilanjutkan dengan penyusunan laporan tengah tahun ini, kami ucapkan terimakasih dan semoga laporan ini memberikan manfaat bagi kita semua.
Banda Aceh, Desember 2012 Penanggung Jawab,
Emlan Fauzi, SP NIP. 19810909 200801 1 010
i
RINGKASAN Pendampingan oleh BPTP Aceh bertujuan agar teknologi Badan Litbang Pertanian dapat diterapkan secara optimal dalam SL-PTT Jagung, sehingga pelaksanaan SL-PTT Jagung lebih berkualitas dalam mendukung pencapaian tujuan dan sasaran peningkatan produksi jagung nasional. Pelaksanaan program pendampingan SL-PTT untuk memberikan dorongan/motivasi kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam memanfaatkan paket teknologi seperti benih Varietas Unggul Baru (VUB), sistem tanam, penggunaan pupuk organik serta mesin pertanian melalui Pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dalam usaha peningkatan produksi, pendapatan dan kesejahteraan petani. Hal ini dapat diwujudkan dengan membuat percontohan pada SL-PTT, demplot dan pelatihan bagi para petugas dan petani serta mengembangkan 3 (tiga) varietas unggul baru (VUB) yaitu varietas unggul baru hibrida Bima 3,10 dan pioner 27 yang dilengkapi dengan petunjuk teknis serta nara sumber yang di dahului dengan koordinasi yang intensif di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota pada Dinas/Instansi terkait dalam penentuan lokasi. Lokasi yang dimaksud untuk pengembangan varietas unggul baru (VUB) hibrida yaitu Kecamatan Babussalam dan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara masing-masing seluas 0,5 ha dimana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Aceh mendapat tugas mendampingi khusunya inovasi teknologi budidaya jagung dan membuat percontohan/demplot seluas 1 ha dengan varietas unggul baru jagung hibrida yang dikembangkan Bima 3,10 dan Pioner 27. Hasil pelaksanaan demplot produksi varietas hibrida bima 3 dan bima 10 masing-masing 6,0 ton/ha dan 4,5 ton/ha pipil kering dengan kadar air 20%. Melihat hasil produksi yang dicapai program SL-PTT dapat meningkatkan produksi > 10%. Secara umum pelaksanaan SL-PTT jagung hibrida di Aceh mendekati baik, sehingga masih perlu penyempurnaan terutama distribusi benih atau saprodi agar tidak mengganggu jadwal tanam disamping pengaruh iklim yang sangat ektrim saat ini serta perlu melibatkan pemerintah/investor sebagai penyedia modal dan penjamin pemasaran hasil. Key Word : Pendampingan, Hibrida, Jagung
ii
DAFTAR ISI Hal HALAMAN PENGESAHAN ....................................................................................
i
KATA PENGANTAR .............................................................................................
ii
RINGKASAN .....................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................
iv
I.
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
1.1. Latar Belakang...................................................................................
1
1.2. Tujuan .............................................................................................
3
1.3. Keluaran yang diharapkan .................................................................
3
1.4. Hasil Yang Diharapkan .......................................................................
4
1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak ..........................................................
4
II.
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
5
III.
PROSEDUR................................................................................................
10
3.1. Ruang Lingkup Kegiatan ....................................................................
10
3.2. Pendekatan ......................................................................................
10
3.3. Pola Pendampingan ...........................................................................
10
3.4. Komponen Teknologi PTT Jagung .......................................................
11
3.5. Bahan ..............................................................................................
12
3.6. Teknik Diseminasi .............................................................................
12
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
13
4.1. Hasil .................................................................................................
13
4.2. Pembahasan ......................................................................................
20
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
22
5.1. Kesimpulan.........................................................................................
22
5.2. Saran .................................................................................................
22
Kinerja Hasil Kegiatan ...............................................................................
23
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................
24
LAMPIRAN .......................................................................................................
24
IV.
V.
VI.
iii
I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kebutuhan jagung domestik pada tahun 2005 diperkirakan 11,8 juta ton, pada tahun 2010 meningkat menjadi 13,6 juta ton, dan pada tahun 2015 dan 2020 masingmasing 15,9 juta ton dan 18,9 juta ton. Tanpa upaya khusus untuk memacu produksi nasional, maka impor jagung diperkirakan pada tahun 2005 dan 2010 masing-masing sebesar 937 ribu ton dan 740 ribu ton, dan pada tahun 2015 dan 2020 mencapai 1,03 juta ton dan 1,68 juta ton. Di sisi lain, rata-rata volume jagung yang diperdagangkan di pasar dunia dalam periode 1990-2003 hanya 75,5 juta ton atau 13,5% dari total produksi dunia, dan menurun 0,02%/tahun. Kondisi ini menunjukkan bahwa pasar jagung dunia relatif tipis (thin market). Berpijak dari informasi di atas, maka prospek pasar jagung di pasar domestik maupun pasar dunia sangat cerah. Pasar jagung domestik masih terbuka lebar, mengingat sampai saat ini produksi jagung Indonesia belum
mampu
memenuhi
kebutuhan
permintaan
dalam
negeri.
Meningkatnya
permintaan dan tipisnya pasar jagung dunia menunjukkan bahwa pasar jagung dunia terbuka lebar bagi para eksportir baru. Oleh karena itu, upaya Indonesia untuk mengembangkan jagung dalam jangka menengah (2005-2009) dan jangka panjang (2010-2025) prospektif ditinjau dari aspek pasar. Aceh mempunyai sumberdaya yang cukup potensi dalam pengembangan jagung, baik perluasan areal (ekstensifikasi) maupun peningkatan produksi (intensifikasi), mengingat ada 6 (enam) Kabupaten/Kota merupakan daerah penghasil jagung, sementara dalam usaha peningkatan produksi masih banyak yang perlu dilakukan, karena produksi jagung masih antara 3-5 ton/ha dan rendahnya produksi ini antara lain disebabkan oleh pengelolaan tanaman yang masih terbatas. Seiring dengan pekembangan teknologi produksi pengelolaan tanaman ini, diperlukan suatu sistem pengelolaan tanaman yang sepesifik lokasi seperti pengelolaan tanaman terpadu (PTT) yaitu suatu pendekatan inovatif dan dinamis dalam upaya meningkatkan produksi dan pendapatan petani melalui perakitan komponen teknologi secara partisipatif bersama petani. Badan Litbang Pertanian telah menghasilkan dan mengembangkan
berbagai
inovasi
teknologi
salah
satunya
adalah
Pendekatan
Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) yang ternyata mampu meningkatkan produksi padi dan efisiensi input produksi. Keberhasilan pengembangan PTT padi maka hal ini juga diterapkan pada pengambangan kedelai dan jagung. Untuk mengembangkan PTT secara nasional, pemerintah melalui Kementerian Pertanian meluncurkan program Sekolah
1
Lapangan pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Program ini diharapkan mampu dimanfaat sebagai ajang pembelajaran bagi petani-petani di lapangan. SL-PTT pada dasarnya bertujuan untuk melatih petani bekerja sambil belajar dan diharapkan petani yang terlibat pada kegiatan SL-PTT dapat mengembangkan model pendekatan PTT kepada petani lain diwilayahnya. Model PTT mengacu kepada keterpaduan teknologi dan sumberdaya setempat yang dapat menghasilkan efek sinergis dan efesiensi tinggi, sebagai wahana pengelolaan tanaman dan sumberdaya spesifik lokasi. Pada dasarnya PTT bukanlah sauatu paket teknologi yang tetap, tetapi merupakan model atau cara pendekatan usahatani. Prinsip PTT adalah memprioritas pemecahan masalah setempat (petani dan lahannya) serta memadukan pengelolaan tanaman dan lingkungannya model pengembangan spesifik lokasi. Oleh sebab itu paket teknologi PTT harus benar-benar bertitik tolak dari karakterisitik sumberdaya dan kebutuhan/keinginan di daerah setempat. Menurut Makarim dan Irsal (2005 ), Pendekatan yang ditempuh dalam PTT adalah sebagai berikut: (i) Pemecahan masalah prioritas; (ii) Optimalisasi pemanfaatan sumberdaya di lokasi; (iii) Sinergisme dan efek berantai dari komponen-komponen produksi; (iv) Efisiensi penggunaan input; (v) Peningkatan dan pemeliharaan kesuburan tanah; (vi) Partisipasi petani dan (vii) Kerjasama antar instasi/kelembagaan. Berdasarkan hasil evaluasi pelaksanaan SL-PTT ditingkat petani menunjukan bahwa pelaksanaan SL-PTT belum sepenuhnya sesuai dengan panduan umum dan sangat beragam sesuai pemahaman petugas lapang, hal ini disebabkan karena sosialisasi ditingkat Kabupaten dan Kecamatan serta pelaksana lapangan belum memadai sehingga kegiatan pendampingan SL-PTT dan BPTP perlu dilaksanakan untuk menunjang keberhasilan program tersebut. Sehubungan dengan hal di atas, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh sebagai perpanjangan tangan dari Badan Litbang Pertanian di Provinsi melakukan pendampingan program penerapan pengelolaan tanaman terpadu (PTT) jagung. Kemampuan sumberdaya BPTP dengan dukungan Balit dalam hal sumberdaya penelitian, informasi dan teknologi dapat mengawal pelaksanaan kegiatan SL-PTT, sekaligus menghimpun umpan balik dari petani sebagai pengguna teknologi. Kegiatan pendampingan yang dilakukan oleh
BPTP Aceh dengan kerangka
pelaksana SL-PTT jagung sesuai dengan petunjuk pelaksanaan meliputi; (1) Memberikan informasi PTT dalam bentuk bahan cetakan kepada petugas lapang, (2) Pembuatan demplot PTT, (3) Sosialisasi varietas VUB, (4) Menjadi narasumber pada saat pelatihan
2
ditingkat kabupaten dan BPP, dan (5) Menjadi narasumber dan supervisi teknologi pada saat pertemuan petugas lapangan dan petani. Sebagai kewajiban dan tugas dari Badan Litbang Pertanian dalam rangka melaksanakan program SL-PTT, maka BPTP Aceh secara intensif melakukan pengawalan dan pendampingan oleh para peneliti/penyuluh terkait inovasi teknologi peningkatan produksi jagung. 1.2. Tujuan Memberikan pendampingan dan pengawalan teknologi pada kegiatan SL-PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Aceh. Meningkatkan koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan SL-PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Aceh. Meningkatkan produktivitas, produksi dan pendapatan serta kesejahteraan petani jagung pada areal SL-PTT Jagung. Memperlihatkan dan memberikan contoh kepada petani/masyarakat keunggulan dan tata cara penerapan teknologi budidaya jagung spesifik yang diwujudkan dalam bentuk demplot. 1.3. Keluaran Yang Diharapkan Terlaksananya pendampingan dan pengawalan teknologi pada kegiatan SL-PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Aceh. Terlaksananya koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan SL-PTT Jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Aceh. Tercapainya peningkatan produktivitas jagung dalam usaha meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani pada areal SL-PTT Jagung. Terlaksananya contoh kepada petani/masyarakat keunggulan dan tata cara penerapan teknologi budidaya jagung hibrida spesifik lokasi yang diwujudkan dalam bentuk demplot.
3
1.4. Hasil yang Diharapkan Meningkatnya kemampuan petani dalam menerapkan teknologi dan upaya untuk meningkatkan produktivitas melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan prinsip partisipatif, spesifik lokasi, terpadu, sinergis atau serasi dan dinamis. Meningkatnya produktivitas jagung >10% per hektar sekaligus meningkatkan pendapatan petani. 1.5. Perkiraan Manfaat dan Dampak Terjadinya sinkronisasi kegiatan SL-PTT baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota pada Dinas/Instansi terkait. Tersebarluasnya komponen paket teknologi melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dalam upaya meningkatkan produktivitas tanaman jagung. Terjadinya peningkatan produktivitas jagung >10% per hektar pada setiap lokasi kegiatan.
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman jagung termasuk tanaman yang serbaguna karena dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan, pakan maupun industri lainnya. Melihat perkembangannya jagung akan mempunyai peran yang semakin strategis ditinjau dari aspek (a) agribisnis, kerana jagung banyak terkait dengan kegiatan industri (pakan, pangan dan lainnya) serta adanya peluang ekspor, (b) peningkatan ketahanan pangan nasional karena jagung mempunyai nilai gizi (karbohidrat, protein, lemak, mineral) yang setara dengan beras, dan (c) kesempatan penyerapan tenaga kerja dikaitkan dengan ketersediaan lahan yang cukup luas bagi pengembangan jagung. Program pembangunan pertanian, pemerintah telah menetapkan beberapa komoditas prioritas diantaranya padi, jagung, kedelai dan sapi potong. Pengembangan tanaman jagung sangat erat hubungannya dengan pengembangan peternakan terutama unggas dan sapi potong. Oleh sebab itu untuk pengembangan unggas dan sapi potong dibutuhkan bahan baku utama berupa jagung (± 52%) sebagai industri pakan dan penghasil biomas yang bermutu tinggi. Produktivitas dan pendapatan usahatani ternak ditentukan oleh kecukupan (jumlah dan mutu) penyediaan pakan dan sumber/cara memperolehnya yang berhubungan erat dengan biaya produksi karena 60-80% biaya usaha ternak diperuntukan bagi pengadaan pakan (Hardiyanto et, al dalam Soeharsono et, al. 2004). Sementara pakan ternak dapat berupa (a) rumput alam yang berasal dari padang/areal pengembalaan dan lahan pertanaman (b) biomas tanaman sebagai hasil samping atau utama dan (c) rumput budidaya. Sehubungan dengan hal tersebut diperlukan sistem pengembagan jagung yang dapat
mengakomodasi setiap
kepentingan secara
lebih
khusus adalah
sistem
pengembangan jagung mendukung penyediaan biomas dan pakan ternak. Melihat betapa penting akan kebutuhan jagung, maka diperlukan usaha-usaha pengembangan secara luas. Tanaman jagung mempunyai daya adaptasi yang cukup tinggi sehingga relative mudah dibudidayakan. Tanaman jagung sudah banyak diusahakan oleh petani pada lingkungan fisik dan sosial sekonomi yang beragam. Tanaman jagung dapat tumbuh dengan baik pada lahan kering, lahan sawah, lebak dan pasang surut dengan berbagai jenis tanah pada berbagai tipe iklim dan pada ketinggian tempat 0-2000 m dari permukaan laut. Dilihat dari luas panen, jagung merupakan tanaman yang dapat memproduksi percepatan akumulasi biomas yang paling tinggi sekaligus berpotensi untuk menghasilkan biomas pakan. Selain itu biomas yang
5
diperoleh dari pertanaman jagung mempunyai mutu yang baik, lebih baik daripada jerami padi, begitupun cara di frekuensi panen biomas todak dapat dilakukan pada padi, kacang tanah, kedelai, kacang hijau, maupun ubi jalar. Keberjasilan peningkatan produksi dan pendapatan petani jagung terkait dengan orientasi dan tujuan serta bergantung pada kemampuan penyediaan dan penerapan inovasi teknologi yang meliputi varietas unggul, penyediaan benih bermutu dan teknologi budidaya termasuk ketersediaan air dan pemupukan. Varietas unggul sangat berperan dalam egonya meningkatkan produktivitas maupun sebagai komponen pengendalian hama dan penyakit. Selanjutnya sifat tanaman harus dipertimbangkan dalam perakitan varietas unggul seperti kesesuaian dengan kondidi lingkungan (tanah, iklim) disamping umur dan warna biji. Penggunaan benih terutama jagung hibrida pada saat ini semakin meluas. Namun demikian benih hibrida yang digunakan kebanyakan benih turunan (F2) terutama oleh petani yang tidak mampu membeli benih hibrida F1 karena harganya mahal. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan benih tanaman hibrida silang tunggal menurukan hari 8,34-8,38 ton/ha menjadi 6,14-6,50 ton/ha (F2) atau turun sekitar 2232% sementara jenis komposit (Bisma) dapat menghasilkan 7,66 ton/ha (Saenong et, al. 2003). Tabel 1. Varietas unggul jagung komposit dan hibrida yang telah dihasilkan Badan Litbang Pertanian yang mempunyai keunggulan karakter spesifik yang diharapkan dapat mendukung usaha tani. Daya Hasil (t/ha)
Umur Panen (hari)
Ketahanan Penyakit Bulai
Keunggulan Spesifik
7,5 7,5 7,6 8,5 7,9 8,1
96 90 95 105 110 110
Agak Toleran Toleran Agak Toleran Toleran Rendah Rendah
Biomas hijauan tinggi Toleran kekeringan Toleran kekeringan Toleran Kemasaman Protein bermutu Protein bermutu
Semar-10 Bima-1
9,0 9,0
97 97
Agak Toleran Agak Toleran
Bima-2 Bantimurung
11,0
100
Agak Toleran
Biomas tinggi Stay green (biomas tinggi) Stay green (biomas tinggi)
Bima-3 Bantimurung
10,0
100
Toleran
Varietas Komposit/bersari bebas Bisma Lagaligo Lamuru Sukmaraga Srikandi Kuning-1 Srikandi Putih-1 Hibrida
6
Selanjutnya teknologi budidaya sangat menentukan dalam usahatani jagung. Biaya produksi jagung yang diusahakan secara intensif berkisar antara Rp. 750 - Rp. 1.150/kg biji kering pada tingkat hasil 5,0 ton/ha bergantung pada kondisi lahan/kesuburan tanah, tingkat penerapan teknologi dan kondisi sosial/upah tenaga kerja. Cara pengolahan tanah (TOT, OTM, OTS) erat dengan kecepatan atau waktu tanam terutama dalam suatu urutan pola tanam setahun. Tanpa olah tanah (TOT) umumnya akan mempercepat waktu tanam, sehingga potensi resiko kekeringan dapat ditekan. Menurut Subandi et, al. 2005, penundaan saat tanam karena menunggu pengolahan tanah yang memerlukan waktu sekitar 1 bulu dapat menambah besarnya resiko kekeringan tanaman terutama dilahan kering. Hasil penelitian budidaya jagung pada lahan sawah tadah hujan di takalar (Sulawesi Selatan) dengan sistem TOT mendatangkan keuntungan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan sistem OTS, yakni 73%. Keunggulan sistem TOT adalah (a) mengurangi biaya produksi Rp. 627.500/ha dari biaya pengolahan tanah dan pengairan, (b) memberikan hasil yang lebih tinggi dari OTS ± 1,1 ton/ha, nampaknya berkaitan dengan kondisi lingkungan yang lebih baik, terutama dalam kecukupan lengas tanah karena penanaman pada sistem TOT lebih awal 33 hari dibandingkan dengan sistem OTS, sehingga sisa air setelah padi dan sisa-sisa hujan dapat termanfaatkan oleh pertanaman sistem TOT. Mundurnya penanaman pada sistem OTS karena menungggu menurunnya kadar lengas tanah untuk dapat diolah (Wahid et, al. 2002), seperti halnya pada lahan sawah tadah hujan di Pangkep, Barnu dan Sedrap. Penanaman secara TOT dapat mengurangi biaya produksi untuk pengolahan tanah sebesar Rp. 750.000/ha, dengan biaya produksi rata-rata Rp. 750 – Rp. 1.000/kg biji kering. Begitu pula dengan pengolahan hara dan air sangat diperlukan dalam pertanaman jagung. Tanaman jagung merupakan tanaman yang relatif banyak membutuhkan hara agar dapat tumbuh dan berproduksi optimal sehingga pemupukan merupakan salah satu factor kunci bagi keberhasilan budidaya jagung pada lahan sawah maupun lahan kering dengan berbagai jenis tanah. Hasil penelitian di Maros dengan menggunakan tiga varietas hibrida dan dua varietas komposit menunjukkan bahwa takaran pupuk urea yang optimal untuk hibrida adalah 420 kg/ha dan komposit 350 kg/ha dengan aplikasi tiga kali ( 7,25,40 HST) di tugal disamping tanaman dan di tutp tanah.
7
Takaran pupuk urea ini masih dapat diefisiensikan bergantung pada tingkat kesuburan lokasi penanaman dengan cara menggunakan Bagan Berwarna Daun (BWD) seperti berikut ini :
Pada awal pertanaman (± 7 HST), tanaman dipupuk N sebanyak 110 kg Urea/ha, bersamaan dengan pemberian pupuk SP-36 dan KCl sesuai dengan rekomendasi setempat.
Pada umur 28-30 HST, tanaman dipupuk 170 kg urea/ha.
Pada umur 40-50 HST (bergantung umur varietas) dilakukan pemantauan warna daun menggunakan BWD.
Daun yang akan dipantau warnanya adalah daun yang telah terbuka sempurna (daun ke 3 dari atas). Pilih 20 tanaman secara acak apada setiap petakan lahan (± 1,0 ha).
Lindungi daun diletakan diatas BWD, bagian daun yang dipantau adalah 1/3 dari ujung daun, kemudian warna daun dibandingkan dengan warna BWD, skala yang yang paling sesuai dengan warna daun dicatat. BWD mempunyai nilai skala 2-5. Jika warna daun berada diantara skala 2 dan 3 digunakan nilai 2-5, diantara 3 dan 4 gunakan nilai 3,5 dan diantara 4 dan 5 gunakan nilai 4,5.
Rata-rata nilai skala dari 20 daun yang diamati. Nilai rata-rata skala digunakan untuk menentukan tambahan pupuk urea.
Tambahan pupuk urea berdasarkan hasil pemantauan segera dilakukan dengan takaran berikut ini :
Tabel 2. Takaran pupuk urea berdasarkan skala BWD Skala Pada BWD
Takaran Pupuk Urea (Kg/ha) Hibrida
Komposit
4,0
158
56
4,1
142
49
4,2
124
41
4,3
102
28
4,4
76
8
4,5
31
0
4,6
0
0
Sumber Syafrudin dan Saenong (2006)
8
Pemberian bahan organik pada tanaman jagung sangat penting dilakukan karena kandungan bahan organic pada lahan pertanian intensif umumnya tergolong rendah. Pengaruh pemberian pupuk organic seperti pupuk kandang dari kotoran sapi dengan takaran 5-20 ton/ha terutama pada tanah alluvial masam dapat meningkatkan hasil tanaman jagung dari 2,80 ton menjadi 3,58 ton/ha (Djamaluddin 1986 dalam Subandi et, al. 1998 b), namun demikian kotoran ayam tampaknya paling unggul dibandingkan dengan kotoran sapi dan kompos ampas tebu. Pemberian pupuk kandang sebanyak 5 ton/ha tidak mudah dilakukan petani, karena terkait dengan pengadaan, harga, maupun pengangkutan, sehingga perlu diari teknik pemberian pupuk organic yang lebih mudah dan murah. Menurut Akil. 2003, pemberian pupuk organik sebagai penutup bagi jagung pada lubang atau tempat benih sebanyak 1-3 ton/ha dapat menguntungkan. Selain itu keberadaan air semakin bermasalah untuk pertanian, sehingga diperlukan teknologi pengelolaan air yang efisien penggunaan serta cara aplikasi yang dapat meningkatkan efisien tenaga kerja/biaya irigasi tanaman jagung dengan sistem akar yang dibuat dengan alsin PAI-M2 mampu meningkatkan efisiensi irigasi dari 45,2% pada cara petani menjadi 90&. Pembuatan alur dengan alsin PAI-M2 menghemat penggunaan tenaga/biaya yakni turun sekitar 90% dari cara pembuatan alur dengan cara dicangkul (Subandi et, al. 2003). Budidaya jagung dapat dilakukan pada lahan perkebunan karet muda yaitu sebagai tanaman sela. Adapun varietas jagung yang baru dan dianjurkan oleh Badan Litbang Pertanian pada saat ini adalah varietas Bisma. Varietas ini memiliki beberapa kelebihan diantaranya adalah merupakan verietas komposit yang dapat dijadikan sebagai sumber benih disamping memiliki rata-rata produksi yang cukup tinggi, yaitu mampu mencapai 5,7 ton/ha (Arief, 1988). Umumnya daerah/lokasi perkebunan karet rakyat pada lahan kering yang didominasi oleh jenis tanah Pasolik Merah Kuning (PMK), dimana tanaman jagung membutuhkan Urea antara 200-300 kg/ha (Suryatna et ,al., 1982 ; Erdiman, Syafei dan Kasim, 1996 ; dan kasim, 1996 dan Sudjana,Rifin dan Sudjadi, 1991) dan pemakaian pupuk fosfat dalam bentuk SP-36 berkisar antara 75-125 kg/ha, serta penggunaan pupuk KCl berkisar antara 50-100 kg/ha (Suratna et. Al, 1982 ; dan Sudjana, Rifin dan Sudjadi, 1991).
9
III. PROSEDUR 3.1. Ruang Lingkup Kegiatan Pendampingan SL-PTT dilakukan untuk memberikan dorongan/motivasi kepada pelaku utama dan pelaku usaha dalam memanfaatkan paket teknologi hasil Litbang pertanian. Pendampingan oleh BPTP Aceh bertujuan agar teknologi Badan Litbang Pertanian dapat diterapkan secara optimal dalam SL-PTT Jagung, sehingga pelaksanaan SL-PTT Jagung lebih berkualitas dalam mendukung pencapaian tujuan dan sasaran peningkatan produksi jagung nasional. Kegiatan SL-PTT Jagung di Provinsi Aceh dilaksanakan di 1 (satu) kabupaten yaitu Kabupaten Aceh Tenggara dengan 2 (dua) lokasi masing-masing lokasi luasnya 0,5 ha. Adapun kegiatan pendampingan yang dilakukan BPTP Aceh, meliputi :
Memberikan informasi PTT dalam bentuk bahan cetakan kepada petugas lapang,
Pembuatan demplot dan gelar teknologi di lokasi Laboratorium Lapangan (LL) di dua lokasi,
Sosialisasi VUB pada Laboratorium Lapangan (LL),
Menjadi narasumber pada saat pelatihan di kabupaten dan BPP,
Sebagai narasumber pada pertemuan-pertemuan baik di tingkat petani maupun petugas khususnya mengenai informasi teknologi yang digunakan dalam mengelola SL-PTT jagung terutama pada unit-unit LL yang dikawal.
3.2. Pendekatan Kegiatan ini bersifat pendampingan, pengawalan dan koordinasi mengenai aspek penerapan teknologi budidaya jagung pada program SL-PTT Jagung di Provinsi Aceh. Oleh sebab itu diperlukan pendekatan dengan dinas/instansi terkait melalui koordinasi baik di tingkat Provinsi, Kabupaten/Kota maupun petugas di tingkat lapangan serta petani di lokasi/wilayah tersebut dengan menggunakan prinsip-prinsip sebagai berikut.
Terpadu yang merupakan suatu pendekatan agar sumberdaya tanaman, tanah dan air dapat dikelola dengan sebaik-baiknya secara terpadu.
Sinergis
dengan
memanfaatkan
teknologi
pertanian
terbaik
dengan
memperhatikan keterkaitan yang saling mendukung antara komponen teknologi.
Spesifik lokasi dengan memperhatikan kesesuaian teknologi dan lingkungan fisik maupun sosial budaya dan ekonomi petani.
10
Partisipatif dimana petani turut berperan serta dalam memilih dan menguji teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat dan kemampuan petani melalui proses pembelajaran dalam bentuk Laboratorium Lapangan.
3.3. Pola Pendampingan Pola pendampingan yang akan dilaksanakan oleh BPTP Aceh tersebut dapat pula dilihat pada Gambar 1, berikut:
Tim Teknis SL-PTT Provinsi
POPT Pelatihan
Kontak Tani/ Petani Maju
10-25 ha SL-PTT
Demplot Introduksi VUB
KCD/KUPT/ Mantri Tani
Pendampingan Teknologi
Pendamping di Lokasi SL-PTT
Bahan cetak-VCD teknologi
PP/THL-TB
LL 1 ha
Gambar 1. Struktur Pola Pendampingan BPTP NAD pada SL-PTT Padi
3.4. Komponen Teknologi Unggulan PTT Jagung Komponen teknologi pendukung teknologi PTT-jagung yang diterapkan adalah sebagai berikut: 1. Varietas unggul bersaribebas, yaitu Bima-3, Bima-11, dan Sukmaraga. 2. Benih berkualitas, daya kecambah 95-97% 3. Penyiapan lahan, olah tanah konservasi. 4. Saluran
drainase,
utamanya
bagi
petakan-petakan
yang
datar
untuk
mengantisipasi pada saat awal pertumbuhan tanaman adanya hujan yang kadang-kadang masih cukup tinggi. 5. Populasi tanaman optimal yaitu sekitar 62.000-66.000 tanaman per hektar, jarak tanam 75-80 cm antar baris dan 40 cm dalam baris, 2 tanaman per rumpun. 6. Penananam dengan tugal, dan sebagian lahan yang petakannya luas penanaman dengan menggunakan alat tanam Tugal.
11
7. Pemupukan: hanya pupuk anorganik karena di tingkat petani sulit untuk penyediaan pupuk organik meskipun ada petani yang memelihara sapi. Jenis dan takaran pupuk anorganik berdasarkan hasil analisis tanah. 8. Pengairan, dari hujan dan/atau air tanah dengan pompanisasi. 9. Penyiangan, dengan herbisida dan/atau manual (Balitsereal, 2010) 10. Pengendalian hama dan penyakit secara terpadu 11. Panen dan prosesing hasil dengan alat pemipil milik petani
3.5. Bahan Bahan yang digunakan adalah benih jagung hibrida varietas Bima 3 dan 10, pupuk (Urea, SP-36, KCl dan NPK serta pupuk kandang), herbisida, pestisida, dan bahan pendukung lainnya seperti: tali rafia, papan nama kegiatan, meteran dan lain-lain di samping petunjuk teknik sebagai acuan dalam pelaksanaan SL-PTT Jagung dengan inovasi baru. 3.6. Teknik Diseminasi Pengembangan informasi pertanian merupakan kegiatan untuk menyebarluaskan teknologi dan informasi pertanian kepada pengguna yang tersebar secara luas, yang dilakukan melalui penggunaan berbagai media komunikasi, baik media cetak maupun media elektronik (Anonimous, 2001). Berkaitan dengan hal tersebut maka teknologi maupun capaian hasil yang telah diperoleh dari penerapan teknologi PTT tersebut perlu disampaikan kepada petani dan pengambil kebijakan di daerah, maka dalam kegiatan ini BPTP Aceh juga membuat prototipe teknis penerapan teknologi PTT ke dalam bentuk demplot dan berbagai media komunikasi lainnya. Kegiatan diseminasi yang akan dilaksanakan oleh BPTP Aceh dalam bentuk: 1) Demplot, yang dibuat dengan ukuran 1 ha, 2) Penyampaian informasi teknologi PTT jagung kepada petani di lokasi LL dan SL dengan cara pemberian leaflet SL-PTT jagung, brosur pupuk organik, deskripsi varietas, leaflet pengendalian HPT. Adapun penyampaian teknologi PTT melalui penyuluhan dan bimbingan kepada penyuluh pendamping dan Pemandu Lapangan menjadi fokus pada kegiatan diseminasi dengan target 60% dari jumlah lokasi demplot LL.
12
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil 4.1.1.
Profile Aceh Tenggara Secara Geografis, Kabupaten Aceh Tenggara terletak antara 3° 55’ 23” – 4° 16’
37” LU dan 96° 43’ 23” – 98° 10’ 32” BT. Di sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Gayo Lues, di sebelah timur dengan Provinsi Sumatera Utara dan Kabupaten Aceh Timur, di sebelah selatan dengan Kabupaten Aceh Selatan, Kabupaten Aceh Singkil dan Provinsi Sumatera Utara, dan di sebelah barat dengan Kabupaten Aceh Selatan. Wilayah Kabupaten Aceh Tenggara terletak di ketinggian 25-1000 meter di atas permukaan laut, berupa daerah perbukitan dan pegunungan. Sebagian kawasannya merupakan daerah suaka alam Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Suhu udara berkisar antara 25° sampai 32° Celsius. Kabupaten Aceh Tenggara termasuk zona pertanian di Provinsi Aceh, bersama Kabupaten Aceh Barat, Aceh Selatan dan Aceh Tengah karena sumberdaya alam dan penduduknya mayoritas hidup di sektor pertanian. Namun, dari luas keseluruhan wilayahnya hanya 9,74% yang dimanfaatkan sebagai lahan budidaya. Lahan pertanian yang ada di Kabupaten Aceh Tenggara selama ini dapat memenuhi kebutuhan masyarakat, bahkan pada beberapa tahun yang lalu dapat melakukan pengiriman ke luar daerah. Jenis tanah di Aceh Tenggara terdiri dari inseptisol, entisol, dan ultisol dengan tingkat kesuburan tanah agak subur sehingga kurang subur. Menurut studi yang dilakukan oleh Universitas Sumatera Utara pada 2003, areal pertanian di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara cocok untuk tanaman pangan seperti padi, palawija, sayuran, dan buah-buahan. Tanaman perkebunan yang dikelola secara tradisional sangat dominan berupa tanaman karet, kakao, kopi, nilam, kemiri, dan tembakau, yang sangat menonjol dari aspek luas areal dan jumlah produksi. 4.1.2. Hasil wawancara dengan Penyuluh dan Ka. BPP Kec. Babussalam dan Lawe Alas Kabupaten Aceh Tenggara Tentang Teknologi Budidaya Jagung. Kabupaten Aceh Tenggara merupakan sentra produksi jagung di Provinsi Aceh. jagung ditanam pada lahan sawah setelah panen padi pada MK-I (Maret – Juni) dan MKII (Juli – Oktober). Pada lahan kering jagung ditanam pada MH (Nopember – Januari). Teknologi yang umum digunakan petani adalah : tanpa olah tanah, gulma disemprot dengan herbisida sistemik, jarak tanam 75 cm x 40 cm, 2 biji/lubang (barisan teratur), varietas yang dominan ditanam pioner 23, pioneer 27, NK dan BISI 2. tanpa pemupukan, sebagian besar (70%) menggunakan PPC (seprint), penyiangan 1 kali (umur 35 hari
13
setelah tanam secara disemprot herbisida). Untuk pengendalian hama digunakan insektisida seperti Decis, Bestox, Decamon, dll . Panen dilakukan jika kelobot tongkol telah mengering atau berwarna coklat, biji telah mengeras, dan telah terbentuk lapisan hitam minimal 50% pada setiap baris biji. 4.1.3. Hasil wawancara dengan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Aceh tenggara Tentang Teknologi Budidaya Jagung Kabupaten Aceh Tenggara merupakan sentra utama produksi jagung di Provinsi Aceh. Jagung ditanam pada lahan sawah setelah panen padi pada MK-I (Maret – Juni) dan MK-II (Juli – Oktober). Pada lahan kering jagung ditanam pada MH (Nopember – Januari). Teknologi yang umum digunakan petani adalah : tanpa olah tanah, gulma disemprot dengan herbisida sistemik, jarak tanam 75 cm x 20 cm, 2 biji/lubang (barisan tidak teratur), varietas yang dominan ditanam pioneer 27, NK 2 dan Bisi 2, tanpa pemupukan, sebagian besar (90%) menggunakan PPC (seprint), penyiangan 1 kali (umur 35 hari setelah tanam secara manual dan disemprot). Untuk pengendalian hama digunakan insektisida seperti Decis, Decamon, Basal, dll. Panen dilakukan jika kelobot tongkol telah mengering atau berwarna coklat, biji telah mengeras, dan telah terbentuk lapisan hitam minimal 50% pada setiap baris biji. 4.1.4.
Hasil Peninjauan Lapangan untuk Lokasi Demplot
Penijauan lapang bertujuan untuk menentukan lokasi Demplot yang akan dilaksanakan.
Lokasi
ditetapkan
berdasarkan
kriteria;
mudah
dijangkau,
lahan
merupakan suatu hamparan yang cukup luas (> 10 ha), drainase baik. Untuk petani kooperator harus bersedia melaksanakan budidaya jagung sesuai dengan petunjuk teknis yang telah dibuat oleh BPTP Aceh, dan mematuhi semua perjanjian yang telah disepakati antara petani dan BPTP Aceh. Berdasarkan uraian diatas maka lokasi Demplot jagung telah ditetap sebanyak dua unit yaitu : 1.
Desa Prapat Ulu, Kecamatan Babussalam, Kabupaten Aceh Tenggara, Luas 0,5 ha, Nama petani; M. Nasir, tipe lahan; kering, berdampingan dengan SL-PTT jagung Dinas Pertanian Aceh Tenggara.
2.
Desa Kota Batu 2, Kecamatan Lawe Alas, Kabupaten Aceh Tenggara, Luas 0,5 ha, nama petani; Muhammad, tipe lahan; lahan kering.
14
4.1.5.
Pelaksanaan SL-PTT Jagung Peningkatan produktivitas tanaman jagung melalui SL-PTT terutama jagung
merupakan salah satu terbesar yang diharapkan mampu memberikan kontribusi yang lebih besar pada produksi tanaman jagung dimasa-masa mendatang. Oleh sebab itu SLPTT ini akan berhasil meningkatkan produksi dan pendapatan petani apabila didukung oleh semua pihak termasuk pemangku kepentingan baik hulu, on-farm maupun hilir serta terciptanya koordinasi pelaksanaan SL-PTT yang sinkron dan sinergis disetiap tingkat pemerintahan mulai dari pusat, provinsi, kabupaten/kota, kecamatan sampai ketingkat desa. Salah satu pendekatan untuk meningkatkan produktivitas dilakukan melalui introduksi varietas unggul baru produktivitas tinggi yang dibudidayakan dengan pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT). Penyebarluasan PTT dilakukan melalui Sekolah Lapang (SL), dimana Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Aceh melaksanakan pendampingan teknologi pada 2 lokasi yang tersebar di satu kabupaten. Tabel 3. Sebaran Lokasi Pendampingan SL-PTT Jagung Hibrida No 1.
Kabupaten Aceh Tenggara
Lokasi SL-PTT 875 Ha
Sasaran Pendampingan 35 unit
Penentuan Sebaran lokasi ini merupakan hasil koordinasi di tingkat Provinsi maupun Kabupaten. Koordinasi dilakukan pada Dinas/Instansi terkait seperti Dinas Pertanian dan Hortikultura Provinasi Aceh, Dinas Pertanian Kabupaten, Badan Pelaksana Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan (BP4K), Kantor Cabang Dinas (KCD) di Kecamatan, Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) serta Kelompok Tani Pelaksana SL-PTT di lapangan. Dalam pelaksanaan kegiatan koordinasi ini adanya kesepakatan penetapan lokasi SL-PTT dimasing-masing kabupaten yang dituangkan dalam SK Kepala Dinas Pertanian Kabupaten yang di dalamnya memuat nama kecamatan, nama desa, nama kelompok tani, luas tanam, varietas yang digunakan serta rencana tanam, sehingga Dinas/Instansi dapat menjalankan tugas dan fungsinya dalam pendampingan SL-PTT. Untuk melihat hasil kinerja koordinasi pendampingan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
15
Tabel 4. Kinerja Koordinasi Pendampingan
No 1.
Kabupaten Aceh Tenggara
Komponen Penilaian Kinerja Koordinasi (Skor 1-3) A B C 0,6 1 0,3
Nilai 1,9
Faktor Kendala Distribusi benih yang Kurang memenuhi jadwal tanam disamping yang dipengaruhi oleh iklim
Keterangan : Skor penilaian 1=kurang, 2=baik, 3=sangat baik A
= Kelengkapan legalitas keterlibatan institusi (bobot=0,2)
B
= Berfungsinya institusi yang terlibat sesuai fungsi yang telah disepakati bersama (bobot=0,5)
C
= Sinergi pelaksanaan di lapangan (bobot=0,3) Kegiatan SL-PTT Jagung dilaksanakan pada lahan kering sehingga diperlukan
distribusi benih (saprodi) yang tepat sesuai dengan keinginan petani dilapangan dan nampaknya hal ini sulit dilakukan disebabkan ketersediaan benih yang terbatas disamping pengiriman benih yang sering terlambat. Selanjutnya hal ini yang dapat mempengaruhi pelaksanaan di lapangan menghadapi iklim yang ekstrim seperti curah hujan yang cukup tinggi yang dapat menyebabkan areal pertanaman menjadi banjir sehingga pertanaman gagal total. Keadaan ini dialami kegiatan Demplot di Kabupaten Aceh Tenggara. Pelaksanaan pendampingan inovasi teknologi khususnya pada demplot dilaksanakan di kabupaten dan keragaannnya dapat dilihat seperti tabel berikut.
16
Tabel 5. Keragaan Pelaksanaan Demplot Inovasi PTT Komoditas Jagung Hibrida No 1.
Nama Lokasi Demplot Lawe Alas
Jenis Inovasi teknologi yang dikenalkan Penyiapan Lahan dengan cara olah tanam sempurna (OTS) dengan terlebih dahulu dilakukan penyemprotan dengan herbisida Varietas Unggul Baru Hibrida Bima 3, Bima 10 dan Pioner 27 Benih bermutu dan berlebel daya tumbuh > 95% yang sudah diberi perlakuan Penanaman dengan cara tugal 1 biji/lubang, jarak tanam 40x20x80 cm, 40x40x80 cm 2 biji/lubang dan pola petani (75x40 cm) Pemberian pupuk urea dan NPK Pembuatan saluran drainase bersamaan dengan pengolahan tanah, pembumbunan atau pengendalian gulma
Luas Demplot 0,5 ha
Permasalahan Pengaruh curah hujan yang cukup tinggi yang menyebabkan areal pertanaman tergenang air (banjir) sehingga terjadi penanaman ulang dan perbaikan saluran drainase
17
No 2.
Nama Lokasi Demplot Prapat Ulu
Jenis Inovasi teknologi yang dikenalkan Penyiapan lahan dengan cara ditebas atau penggunaan herbisida Pengolahan tanah dengan cara olah tanah sempurna (OTS) yaitu dibajak dilanjutkan dengan pengaruan Penggunaan pupuk kompos Varietas Unggul Baru Hibrida Bima 3, Bima 10 dan Pioner 27 Penanaman dengan cara tugal 1 biji/lubang, jarak tanam 40x20x80 cm, 40x40x80 cm 2 biji/lubang dan pola petani (75x40 cm) Pemupukan dilakukan dengan dosis Urea 270 kg/ha, NPK (ponska) 400 kg/ha, Pembumbunan dan pengendalian gulma dengan menggunakan herbisida sekaligus pembuatan saluran drainase untuk memperbaiki kelembaban dan aerasi tanah
Luas Demplot 0,5 ha
Permasalahan Pengaruh curah hujan yang cukup tinggi yang menyebabkan areal pertanaman tergenang air sehingga diperlukan Perbaikan saluran drainase
Dukungan pembenihan varietas unggul baru (VUB) jagung hibrida dalam pelaksanaan SL-PTT ditingkat petani (lapangan) sangat ditentukan oleh distribusi benih, mutu benih, ketersediaan benih disamping faktor iklim sehingga menghasilkan pertumbuhan tanaman yang baik. Lokasi SL-PTT jagung hibrida dilaksanakan pada daerah penghasil jagung atau merupakan sentra produksi jagung, sehingga diharapkan sudah mengenal atau biasa dalam membudidayakan atau menanam jagung dari pihak pemerintah/swasta dapat memfasilitasi atau mengadakan pembinaan-pembinaan secara intensif. Selanjutnya dalam usaha untuk menambah ilmu pengetahuan bagi petugas dan petani dilakukan pelatihan maupun pertemuan kelompok dengan topik materi mengenai petunjuk teknis pelaksanaan SL-PTT dan budidaya jagung hibrida sampai pasca panen yang melibatkan nara sumber dari dinas/instansi terkait. Pertemuan petugas dilakukan di aula BPTP Aceh dengan menghadirkan nara sumber dari Balai Penelitian Serealia Maros Sulawesi Selatan sedangkan pelatihan petani dilakukan di lokasi pelaksanaan Demplot SL-PTT, adapun mengenai efektifitas pelatihan ini dapat dilihat pada tabel berikut.
18
Tabel 6. Efektifitas Pelatihan/Pertemuan SL-PTT Jagung Hibrida Sasaran Peserta Pelatihan
Pedoman Umum Pelaksanaan SLPTT Pelaksanaan Teknis di Lapangan Teknis Budidaya Pengendalian Organisme
Dinas/Instansi yang terkait Tingkat Provinsi dan Kabupaten
40
Jumlah Peserta Pelatihan yang menjadi Nara Sumber di Wilayah Kerjanya 2
KCD/BPP Penyuluh dan Petani
120
3
Pertemuan dengan petani mengenai hasil demplot
Petani, PPL, Mantri Tani
60
3
Tingkat Penyelenggaraan Pelatihan Tingkat Provinsi (PL II)
Pelatihan Petani (2 Desa) Temu Lapang
Topik/Materi Pelatihan
Asal Institusi
Jumlah Peserta (org)
Disamping Pelatihan dilakukan pertemuan-pertemuan kelompok tani yang pesertanya adalah anggota kelompok tani pelaksanaan SL-PTT dan materi pertemuan dititik beratkan pada teknis budidaya serta pemecahan masalah yang dihadapi dalam usahatani. Penyebarluasan inovasi juga dilakukan melalui pencetakan media informasi dalam bentuk brosur. Usaha pengembangan usahatani jagung telah dilaksanakan dengan berbagai kebijakan pemerintah, teknologi budidaya, panen dan pasca panen melalui pendekatan SL-PTT dengan harapan produktivitas yang dihasilkan oleh petani dapat meningkat. Peningkatan produktivitas ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 8.
No 1
Hasil Evaluasi Produktivitas Rata-Rata Kabupaten Aceh Tenggara di LL, SL, dan non SL Kabupaten
Aceh Tenggara
Jumlah Unit SL yang disampling 35
Produktivitas (Ton/ha) SL LL Non-SL 5,1 5,6 4,8
Walaupun demikian lokasi SL-PTT jagung hibrida umumnya dilaksanakan pada daerah-daerah penghasil jagung atau merupakan sntra-sentra produksi jagung, sehingga diharapkan sudah mengenal atau biasa dalam membudidayakan atau menanam jagung dari pihak pemerintah/swasta dapat memfasilitasi atau mengadakan pembinaanpembinaan secara intensif.
19
4.2. Pembahasan Aceh sangat potensi dalam pengembangan tanaman jagung seiring dengan pengembangan pabrik pakan disamping dukungan sumberdaya alam. Hal tersebut dicerminkan hampir semua kabupaten/kota di wilayah Aceh merupakan daerah penghasil jagung seperti Kabupetan Aceh Tenggara, Aceh Timur, Aceh Utara, Bireuen Pidie dan Aceh Tamiang (BPS, 2011). Pengembangan jagung ini dapat dilakukan dengan cara perluasan areal (ekstensifikasi) maupun peningkatan produksi (intensifikasi), sementara dalam pengelolaan tanaman di areal pertanaman banyak yang perlu dilakukan terutama dalam pengelolaan tanaman di areal pertanaman. Mulai tahun 2010 pemerintah telah melaksanakan upaya peningkatan produksi jagung hibrida melalui pendekatan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SLPTT) yang melibatkan Dinas/Instansi terkait sehingga memerlukan koordinasi yang baik, sosialisasi sera kemudahan-kemudahan terutama petani sebagai pelaku usahatani di tingkat lapangan. Melihat keadaan pelaksanaan kegiatan SL-PTT tingkat kinerja koordinasi
pendampingan
dapat
dinilai
mendekati
baik
karena
masih
banyak
kekurangan-kekurangan yang masih perlu penyempurnaan. Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani cukup beragam, bergantung pada orientasi produksi (subsisten, semi komersial, komersial), kondisi kesuburan tanah, risiko yang dihadapi, dan kemampuan petani membeli atau mengakses sarana produksi. Penyebaran penggunaan varietas pada tahun 2008 di kabupaten Aceh Tenggara adalah 28% hibrida, 47% komposit unggul, dan 25% komposit lokal. Karena pertimbangan harga dan risiko yang dihadapi, cukup banyak petani yang menanam benih hibrida turunan (F2). Pemberian pupuk juga sangat beragam. Petani yang berorientasi subsistem dan semi komersial tidak memupuk atau memberikan pupuk pada takaran sangat rendah, biasanya hanya urea dengan takaran 100-150 kg/ha. Bagi petani yang berorientasi komersial, penggunaan pupuk anorganik berkisar: urea 250-700 kg/ha, SP36 0-150 kg/ha, dan KCl 0-100 kg/ha. Penetapan jenis dan takaran pupuk anorganik belum didasarkan pada rekomendasi spesifik lokasi, sesuai hasil analisis tanah dan/atau petak omisi. Bahan organik/pupuk kandang umumnya diberikan pada lubang tanam sebagai penutup benih dengan takaran 1,5-2,0 t/ha. Salah satu faktor penghambat dalam adopsi teknologi oleh petani adalah belum adanya keyakinan petani terhadap manfaat teknologi itu sendiri sebelum melihatnya secara langsung. Dalam penerapan teknologi sesuai dengan yang dianjurkan, petani mengalami hambatan psikologis berupa kekhwatiran apakah hasil produksi akan sesuai seperti yang diharapkan, padahal biaya input sudah lebih tinggi. Untuk mengatasi
20
hambatan psikologis tersebut, penerapan teknologi di lahan pertanian dilaksanakan sebagai gelar teknologi (demonstrian plot/ farm), dan menjadi contoh bagi petani agar secara langsung dapat dilihat manfaat dari penerapan teknologi sesuai anjuran. Sampai saat ini jagung hibrida yang telah dilepas, baik oleh Badan Litbang Pertanian maupun swasta, memiliki potensi hasil 9,0-14,0 t/ha. Varietas jagung hibrida yang banyak ditanam adalah produk perusahaan multinasional dan yang populer adalah Bisi, Pioneer, dan NK. Jagung hibrida varietas Semar-10 dan Bima-1, Bima-3 yang benihnya diproduksi oleh swasta nasional di Blitar (Jawa Timur) telah mulai dipasarkan di beberapa daerah di Jawa dan Sumatera. Benih jagung hibrida tersebut perlu disosialisasikan ke petani sehingga sesuai dengan keinginan mereka. Untuk itu perlu petak percontohan di lapangan (demplot) untuk menyakinkan petani bahwa varietas yang digunakan atau teknologi secara umum memang benar-benar dapat meingkatkan produktivitas.
Hasil demplot yang dilakukan
dengan pola pendekatan SL-PTT, penggunaan varietas unggul hibrida Bima 3 dan Bima 10 mampu menghasilkan masing-masing 6,0 ton/ha dan 4,5 ton/ha jagung pipil dengan kadar air 20%. Hasil ini perlu mendapat perhatian dan dukungan penyediaan benih baik jumlah maupu mutu dan bahan saprodi lain harus sesui dengan jadwal tanam karena lahan yang digunakan sudah mempunyai jadwal tanam dalam semusim atau satu tahun karena dengan keterlambatan sarana produksi (benih) tau pemindahan jadwal tanam dapat mempengaruhi kegiatan usahatani. Sumberdaya yang tidak kalah pentingnya adalah sumber daya manusia sebagai pelaku usahatani disamping kelembagaan dan infrastruktur. Penanganan sumberdaya manusia ini dapat dilakukan dengan pelatihan baik di tingkat provinsi atau kabupaten maupun pertemuan kelompok bagi petani maupun petugas dengan harapan arah kebijakan pemerintah, penguasaan teknis budidaya serta permasalahan dalam usahatani dapat dipecahkan. Disamping itu untuk penyebarluasan khususnya inovasi teknologi diperlukan media informasi baik berupa brosur, liptan maupun media lain sebagai bahan bacaan bagi petani, petugas yang mudah dimengerti dalam mengelola usahatani. Sistem koordinasi sampai ke tingkat lapangan masih perlu perbaikan sehingga sarana produksi yang dibutuhkan khususnya pendistribusian benih tepat waktu sesuai dengan jadwal tanam. Oleh sebab itu perlu melibatkan pemerintah/investor sebagai fasilitator atau penyedia modal untuk menjamin pemasaran hasil dilanjutkan dengan pembinaapembinaan oleh petugas yang terkait. V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan
21
1. Lokasi SL-PTT Jagung di Aceh merupakan lahan lahan kering yang terletak di Kabupaten Aceh Tenggara 2. Hasil koordinasi baik ditingkat provinsi, kabupaten/kota lokasi SL-PTT jagung hibrida di kabupaten Aceh Tenggara seluas 1260 ha. 3. Karena
koordinasi
pendampingan
mendekati
baik
karena
perlu
pembenahan/penyempurnaan terutama pelaksanaan di lapangan mengenai distribusi benih yang kurang memenuhi jadwal tanam di samping pengaruh iklim yang kurang menguntungkan. 4. Penggunaan Varietas Unggul Baru (VUB) atau inovasi lainnya mampu mendukung peningkatan produksi jagung hibrida apabila tersosialisasi dengan baik, terutama melalui pelatihan, pertemuan kelompuk untuk petugas dan petani di lapangan. 5.2. Saran Pengembangan jagung hibrida khususnya pada lahan
kering diperlukan
penyesuaian dengan iklim.
VI. KINERJA HASIL KEGIATAN Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Pengembangan Terpadu (SL-PTT) Jagung hibrida di Aceh pada umumnya berjalan mendekati baik, yang dimulai dari
22
koordinasi Dinas/Instansi terkait baik di tingkat Provinsi maupun Kabupaten/Kota, terutama dalam penentuan/penetapan lokasi. Khusus dalam pendampingan/pengawalan teknologi dalam usahatani telah dilakukan perakitan beberapa komponen teknologi budidaya melalui pendekatan pemilihan teknologi PTT baik itu teknologi dasar maupun teknologi pilihan sesuai kebutuhan lokasi dengan memperhatikan aspek lingkungan atau sumberdaya yang tersedia, sehingga diperoleh teknik budidaya yang spesifik lokasi, upaya ini dilakukan untuk pencapaian peningkatan produktivitas jagung hibrida >10%. Selanjutnya lokasi Demplot SL-PTT jagung hibrida di Aceh adalah Kabupaten Aceh Tenggara dengan luasan masing-masing 0,5 ha. Diperlukan dukungan kebijakan infrastruktur yang memadai terutama perbaikan saluran air dan tersedianya varietas unggul baru (VUB) jagung, serta saprodi lainnya yang tepat waktu maupun permodalan sekaligus penjaminan pemasaran hasil. Keluaran yang diperoleh dari kegiatan ini adalah inovasi dalam mewujudkan SL-PTT Jagung di agroekologi lahan kering, sehingga dapat dilakukan secara optimal. Manfaat dari kegiatan ini adalah terjadi sinkronisasi dan inovasi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dalam meningkatkan produksi, terutama pengembangan varietas-varietas jagung yang adaptif. Namun demikian, dampak dari kegiatan tersebut baru dapat dilihat pada musim tanam berikutnya.
23
DAFTAR PUSTAKA
Adil, M. 2003. Teknologi Budidaya Jagung untuk Pangan dan Pakan yang Efisien dan Bekalan Jutas pada Lahan marginal. Laporan Akhir 2003, Balisereal. Arief, T., 1988. Budidaya Jagung Varietas Bisma. LIPTAN. Loka Pengkajian Teknologi Pertanian Puntikayu. Sumatera Selatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2007. Pedoman Umum PTT Jagung Departemen Pertanian. Jakarta. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2009. Pedoman Umum PTT Jagung. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jendral Tanaman Pangan, 2010. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) Padi, Jagung, Kedelai dan Kacang Tanah tahun 2010. Kementrian Pertanian. Jakarta. Kasryno, F dan M. Rahmat, 1988. Pembahas Pola Konsumsi, Permintaan dan Pemasaran Produksi Palawija. Makalah pada Simposium Penelitian Tanaman Pangan II Celoto, Bogor 21 B, 23 maret 1988. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, 2009. Petunjuk Pelaksanaan Pendampingan SL-PTT Departemen Pertanian. Jakarta. Saenong, S, Margaretha. SL., J. Tandiabang., Sajafruddin, Y. Sinuseing dan Rahmawati, 2003. Sistem Perbenihan Untuk Mendukung Penyebarluasan Varietas Jagung Nasional. Laporan Hasil Penelitian Kelompok Peneliti Fisiologi Hasil. Balit Sereal, Maros. Soeharsono, Supriadi dan Prayitno, 2004. Potensi dan Pengelolaan Limbah Pertanian dalam Mendukung Ketersediaan Pakan Ternak Sepanjang Tahun di Lahan Kering. Makalah Seminar Nasional dan Ekspose Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Agribisnis. Malang, 8-9 September 2004. Subandi, F. Kaim, M. Basir, W. Wakman, Zubachtirodin, I. uddin Firmansyah, dan M. Akil, 2003. High light. Balai Penelitian Tanaman Serealia 2002. Balai Penelitian Tanaman Serealia, 24 p. Subandi, IG. Ismail, dan Harmanto, 1998. Jagung : Teknologi Produksi dan Pascapanen. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor, 57 P. Sudjana, A.A. Arifin dan M. Sudjadi, 1991. Jagung. Buletin Teknik No. 3 Badan Litbang Pertanian. Balittan, Bogor. Wahid, A.S, Muslimin, Zainudin, S. Saenong, dan Baco. 2002. Kajian Efesiensi dan Diversifikasi Kelembagaan Corporate Farming pada lahan sawah Tadah Hujan.
24
Lampiran 1 : DAFTAR RISIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN UNIT KERJA/UPT
: BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
NAMA PIMPINAN
: Ir. T. Iskandar, MSi
NIP
: 19580121 198303 1 001
KEGIATAN
: Pendampingan SL-PTT Jagung Hibrida
TUJUAN KEGIATAN
: 1. CPCL 2. Penanaman
No
Risiko
3.
Pemeliharaan
4.
Panen
Penyebab
Dampak
1.
Petani Kurang Koperatif
Kelompok yang kurang aktif atau belum mantap
2.
Distribusi Benih
Keterlambatan pengiriman benih ke petani
3.
Lahan tidak memenuhi Persyaratan Tumbuh Pertumbuhan vegetatif kurang baik
Keterbatasan lahan/lokasi atau pengelolaan lahan yang kurang sempurna
4.
Karena Banjir, kurang memperhatikan pengelolaan lahan, kurang unsur hara atau air serta serangan hama penyakit
Informasi tidak sampai (terputus) terutama teknologi anjuran sehingga kegiatan usahatani kurang baik Panen dan jadwal tanam sehingga mengganggu pertumbuhan/perkembangan tanaman Pertumbuhan tanaman yang kurang optimal Produktivitas menjadi berkurang
Disusun Tanggal : Desember 2012 Penjab Kegiatan :
Emlan Fauzi, SP NIP. 19810909 200801 1 010
25
Lampiran 2 :
PENANGANAN RESIKO BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
UNIT KERJA/UPT
: BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN ACEH
NAMA PIMPINAN
: Ir. T. Iskandar, MSi
NIP
: 19580121 198303 1 001
KEGIATAN
: Pendampingan SL-PTT Jagung Hibrida
TUJUAN KEGIATAN
: 1. CPCL 2. Penanaman 3. Pemeliharaan 4. Panen
No
Resiko
Penyebab
Dampak
Upaya Penanganan
1.
Petani Kurang Koperatif
Kelompok yang kurang aktif atau belum mantap
Informasi tidak sampai (terputus) terutama teknologi anjuran sehingga kegiatan usahatani kurang baik
Benah kelompok dan meningkatkan intensitas pembinaan oleh Dinas/Instansi terkait
2.
Distribusi Benih
Keterlambatan pengiriman benih ke petani
Panen dan jadwal tanam sehingga mengganggu pertumbuhan/perke mbangan tanaman
Penyediaan benih sesuai dengan kebutuhan (kuantitas/kualitas) dan mantapkan jadwal tanam
3.
Lahan tidak memenuhi Persyaratan Tumbuh
Keterbatasan lahan/lokasi atau pengelolaan lahan yang kurang sempurna
Pertumbuhan tanaman yang kurang optimal
Penekanan pada pengolahan tanah dan penggunaan pupuk terutama pupuk organik
4.
Pertumbuhan vegetatif kurang baik
Kualitas kurang baik, kurang memperhatikan pengelolaan lahan, kurang unsur hara atau air serta serangan hama penyakit
Produktivitas menjadi berkurang
Pengolahan tanah sempurna dan penambahan unsur hara dan air serta pengendalian OPT secara terpadu
26
No
Resiko
5.
Terlambat Panen
Penyebab
Dampak
Upaya Penanganan
Kurang memahami cara pengelolaan pasca panen
Kualitas dan kuantitas produksi menjadi berkurang
Informasi petugas lapangan mengenai penanganan pasca panen
Disusun Tanggal : Desember 2012 Penjab Kegiatan :
Emlan Fauzi, SP NIP. 19810909 200801 1 010
27
Lampiran 3. Organisasi Pelaksana Kegiatan No
Nama
Jabatan dalam Kegiatan
1.
Emlan Fauzi, SP
Penjab Kegiatan
2.
Ir.Chairunas, MS
Pelaksana
3.
Ir. Jamal Khalid
Pelaksana
4. 5. 6. 7.
Saupan Daud, SP Samsul Bahri, SE Darmawan Muzni
Pelaksana Pelaksana Pelaksana Pelaksana
Uraian Tugas Mengkoordinir kegiatan mulai perencanaan sampai laporan - Menyusun proposal dan laporan - Mengolah dan menganalisis data - Mengumpulkan data - Pelaksana - Pelaksana - Pelaksana - Pelaksana
Alokasi Waktu (Jam/mg) 10 5 5 5 5 5 5
28
Lampiran 5. Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKT) Tahun 2012 INSTANSI : BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) ACEH
Realisasi
Persentasi Pencapaian Rencana Tingkat Capaian Target (%)
Ket
5
6
7
8
Rupiah
100.000.000
89.906.000
89,90
orang orang orang orang
2 2 2 1
2 2 2 1
100,00 100,00 100,00 100,00
-
Lokasi
2
2
100,00
-
Lokasi
2
2
100,00
-
Ton/ha
5,5
6,0
< 10
2
2
100,00
Rencana Tingkat Capaian Target Satuan 4
KEGIATAN
Program 1
Uraian 2 Pendampingan Program Strategis Kementerian Pertanian SLPTT Jagung di Wilayah Provinsi Aceh
Indikator Kinerja 3
Masukan : - Dana : Rp. 100.000.000,SDM : - Peneliti :2 - Penyuluh :2 - Teknisi :2 - Administrasi : 1
Keluaran : 1. Terlaksananya pendampingan dan pengawalan teknologi pada kegiatan SL-PTT jagung sebanyak 2 (dua Lokasi) di Aceh 2. Terlaksananya koordinasi dan keterpaduan pelaksanaan pendampingan SL-PTT jagung sebanyak 2 (dua) lokasi di Aceh 3. Tercapainya peningkatan produktivitas jagung hibrida dalam usaha meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan petani pada areal SL-PTT jagung 4. Terlaksananya contoh kepada petani/masyarakat keunggulan dan tata cara penerapan teknologi budidaya jagung hibrida spesifik lokasi yang diwujudkan dalam bentuk demplot
Unit
Setelah penanaman umur 1 minggu terjadi banjir
29
KEGIATAN
Program 1
Uraian 2
Indikator Kinerja 3 Hasil : 1. Meningkatnya kemampuan petani dalam menerapkan teknologi dan upaya untuk meningkatkan produktivitas melalui pendekatan Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dengan prinsip partisipatif, spesifik lokasi, terpadu, sinergis atau serasi dan dinamis 2. Meningkatnya produktivitas jagung hibrida >10% per hektar sekaligus meningkatkan pendapatan petani Dampak : Dikembangkannya varietas unggul baru (VUB) jagung hibrida yang adaptif dengan penerapan beberapa alternatif komponen teknologi pengelolaan tanaman terpadu (PTT) dalam rangka meningkatkan produktivitas.
Satuan 4
Kabupaten
Rencana Tingkat Capaian Target 5
Realisasi
Persentasi Pencapaian Rencana Tingkat Capaian Target (%)
Ket
6
7
8
1
1
100,00
Ton/ha
5,5
6,0
> 10
Varietas
3
3
100
-
Distribusi dan penyediaan benih yang kurang
30
FOTO KEGIATAN
Survey dan Penetuan Lokasi Demplot
Pengolahan Tanah Sempurna di lokasi Demplot
Penanaman di Lokasi demplot Desa Prapat Ulu dan Kota Batu II
Pemasangan papan Demplot di Desa Prapat Ulu dan Kota Batu
31
Pengukuran Tingggi Tanaman Jagung (30 HST)
Acara Temu Lapang
Tanaman jagung umur 45 Hari
Panen Jagung di Lokasi Demplot
32
Penampilan 3 Varietas Jagung Hibrida
Hasil Panen Jagung dalam Bentuk Tongkol
Biji Jagung Varietas Bima 3
Biji Jagung Varietas Bima 10
Biji Jagung Varietas Pioneer 27
Biji 3 varietas Jagung Hibrida
33