BAGI HASIL KEMITRAAN AYAM PEDAGING PADA PT. X DI KABUPATEN MAROS, PROPINSI SULAWESI SELATAN
PRODUCTION SHARING IN BROILER PARTNERSHIP IN PT. X IN MAROS REGENCY, SOUTH SULAWESI PROVINCE
Mathina Ranggadatu¹, S. Nurani.Sirajuddin² , dan Ahmad R.Siregar².
¹ Ilmu dan Teknologi Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar ² Sosial Ekonomi Peternakan Universitas Hasanuddin, Makassar
Alamat Korespondensi : Marthina Ranggadatu Ilmu dan Teknologi Peternakan Universitas Hasanuddin Makassar 90245 HP. 085244277297 Email :
[email protected]
ABSTRAK Usaha peternakan ayam pedaging di Sulawesi Selatan sampai saat ini masih terus dapat dikembangkan karena permintaan domestik terhadap ayam pedaging masih sangat besar. Penelitian ini tergolong penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan variabel penelitian yang meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak, penerimaan, dan keuntungan yang diperoleh melalui pola kemitraan PT. Satwa Indo Perkasa di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh peternak ayam pedaging sebagai plasma dan PT. Satwa Indo Perkasa sebagi inti dalam usaha kemitraan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April sampai Agustus 2012, bertempat di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa bagi hasil usaha kemitraan ayam pedaging yang diterima PT. Satwa Indo Perkasa sebagai inti berkisar antara 71-79%, sedangkan yang diterima peternak sebagai plasma berkisar antara 21–29%. Sebagai kesimpulan, bagi hasil yang diperoleh PT. Satwa Indo Perkasa jauh lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh peternak. Kata Kunci: Kemitraan, peternak (plasma), perusahaan (inti), bagi hasil ABSTRACT Broiler breeding business in South Sulawesi is still continued to be developed because domestic demand for broiler is still very large. A descriptive research was conducted to describe the research variables, including the budget by ranchers, the income, and the profit obtained in the partnership PT. Satwa Indo Perkasa in Maros Regency, South Sulawesi Province. This study aims to find out the profit obtained by broiler ranchers (as the plasma) and PT. Satwa Indo Perkasa (as the core) in business partnership. This study was conducted from April to August 2012, in Maros Regency, South Sulawesi Province. The results obtained that the results of production sharing in broiler partnership that received PT. Satwa Indo Perkasa (as the core) ranged from 71-79%, while ranchers received as plasma ranged between 21-29%. In conclusion, the results obtained by PT. Satwa Indo Perkasa much larger than those obtained by the ranchers. Key words: Partnership, ranchers (plasma), company (the core), production sharing.
PENDAHULUAN Usaha peternakan ayam pedaging di Sulawesi Selatan sampai saat ini masih
terus dapat dikembangkan antara lain karena permintaan domestik
terhadap ayam pedaging masih sangat besar, hal ini dapat dilihat dari peningkatan produksi ayam pedaging di Sulawesi Selatan setiap tahun semakin meningkat yaitu dari tahun 2005 – 2011 masing-masing adalah 7.859.944 Kg, 7.529.044 Kg, 9.768.434 Kg, 10.728.406 Kg, 9.768.434 Kg, 10.692.339 Kg, dan 18.497.399 Kg (Anonim, 2012). Peningkatan produksi ayam pedaging ini dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan permintaan akibat pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan masyarakat, kesadaran masyarakat akan gizi, daging ayam mudah diperoleh, dan harga daging ayam yang relatif murah. Konsep kemitraan merupakan terjemahan dari partnership atau bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan terhadap lingkungannya, sesuai dengan konsep manajemen berdasarkan sasaran atau partisipatif, perusahaan besar harus juga bertanggung jawab mengembangkan usaha kecil atau masyarakat pelanggannya karena pada akhirnya hanya konsep kemitraan ini yang akan dapat menjamin eksistensi perusahaan besar, terutama untuk jangka panjang (Anoraga, 2001). Pola kemitraan inti plasma merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha sebagai plasma dengan perusahaan inti yang bermitra. Salah satu contoh kemitraan ini adalah pola Perusahaan Inti Rakyat (PIR), dimana perusahaan inti menyediakan lahan, sarana produksi, bimbingan teknis, dan memasarkan hasil produksi, sedangkan kelompok mitra usaha memenuhi kebutuhan perusahaan sesuai dengan persyaratan yang telah disepekati sehingga hasil yang diciptakan harus mempunyai daya kompetitif dan nilai jual yang tinggi (Jafar, 2000). Peternak plasma pada umumnya mempunyai tingkat ketergantungan yang tinggi kepada perusahaan inti dalam hal bibit (DOC), pakan dan input produksi lainnya. Selain itu terdapat beberapa kelemahan dan keterbatasan yang melekat pada peternak plasma diantaranya adalah terbatasnya modal, skill (penguasaan teknis), akses pasar dan lemahnya kemampuan memprediksi pasar yang sangat
fluktuatif setiap saat. Kondisi ini menyebabkan peternak plasma dalam posisi yang lemah terutama dalam posisi tawar terhadap harga DOC, pakan ternak dan harga ayam yang dihasilkan. Dengan posisi yang lemah ini, daya tawar peternak plasma lebih banyak ditentukan oleh perusahaan inti termasuk dalam pembagian laba dalam pola kemitraan ayam ras pedaging sehingga terjadinya distribusi laba yang kurang seimbang antara inti dan plasma sangat dimungkinkan (Wibowo, 2000). Peternak yang memiliki modal yang besar atau mendapat dukungan dari pemodal serta bersedia menanggung resiko usaha cenderung
memilih pola
mandiri dalam menjalankan usahanya. Alasan utamanya adalah untuk meningkatkan keuntungan karena beternak dengan pola mandiri menghasilkan keuntungan lebih tinggi dari peternak pola kemitraan. Sejalan dengan fakta yang diungkap oleh Sumartini (2008) bahwa usaha peternakan ayam ras pedaging yang dikelola secara mandiri memberikan pendapatan yang cenderung lebih besar karena biaya yang lebih rendah dari usaha yang dikelola dengan kemitraan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keuntungan yang diperoleh peternak ayam pedaging sebagai plasma dan PT. Satwa Indo Perkasa sebagai inti dalam usaha kemitraan di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan, pada bulan April sampai Agustus 2012. Rancangan Penelitian Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yaitu penelitian yang menggambarkan variabel penelitian yang meliputi biaya-biaya yang dikeluarkan oleh peternak, penerimaan, dan keuntungan yang diperoleh melalui pola kemitraan PT. Satwa Indo Perkasa di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan.
Populasi dan Sampel Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah semua peternak yang bermitra dengan PT. Satwa Indo Perkasa tahun 2011 di Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan yang berjumlah 26 orang. Teknik penentuan sampel yang akan digunakan adalah
purposive
sampling yaitu metode penentuan sampel yang mempertimbangkan kriteriakriteria tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jumlah peternak yang akan dijadikan sampel penelitian menggunakan rumus Slovin sebagaimana yang dikemukakan oleh Umar (1999) adalah sebagai berikut:
N n = -----------1 + N e² Dimana: n = Ukuran sampel N = Ukuran populasi e = Tingkat kelonggaran (10%). Berdasarkan rumus tersebut maka jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 21 peternak. Teknik Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan pada penelitian ini yakni data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui: Observasi dan wawancara. Data sekunder diperoleh dari kajian kepustakaan, peraturan atau ketentuan yang berlaku dan dokumen lain yang berhubungan dengan masalah penelitian yang diperoleh dari instansi terkait. Analisis Data Analisa data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menghitung pendapatan bersih peternak, digunakan rumus yang dikemukakan oleh Soekartawi (2003): π = TR – TC
Dimana: π = Pendapatan bersih (Rp/periode). TR = Total penerimaan (Rp/periode). TC = Total Biaya (Rp/periode).
HASIL Tabel 1 menunjukkan rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak ayam pedaging yang bermitra dengan PT. Satwa Indo Perkasa di Kabupaten Maros, Propinsi Sulkawesi Selatan. Tabel 2 menunjukkan rata-rata pendapatan yang diperoleh PT. Satwa Indo Perkasa dalam pola kemitraan ayam pedaging di kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. Tabel 3 menunjukkan rata-rata persentase bagi hasil usaha kemitraan ayam
pedaging yang diperoleh
peternak dan PT. Satwa Indo Perkasa di
Kabupaten Maros, Propinsi Sulawesi Selatan. PEMBAHASAN Penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak pada skala usaha diatas 6.500 ekor lebih banyak dibandingkan dengan skala usaha yang lebih kecil. Skala usaha diatass 6.500 ekor, rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak sebesar
Rp. 15.214.862,- untuk skala 3.500 – 6.500
ekor, rata-rata pendapatan sebesar Rp. 5.716.504,- dan untuk skala dibawah 3.500 ekor rata-rata pendapatan yang diperoleh peternak sebesar Rp. 5.716.504,-. Pendapatan peternak ini diperoleh dari hasil penjualan ayam kepada perusahaan. Adapun harga yang diberikan oleh perusahaan, biasanya disesuaikan berdasarkan pada harga garansi yang telah ada, yaitu harga yang telah disepakati bersama dalam kontrak kerjasama. Hal ini sesuai dengan pendapat Lisnawati (2010) yang menyatakan bahwa sistem yang digunakan dalam penjualan ayam setelah panen ditentukan oleh perusahaan bersangkutan. Panen maupun pemasaran dilakukan sendiri oleh perusahaan dengan cara membeli dengan harga kontrak yang telah ditentukan berdasarkan jumlah dan berat badan dan
selanjutnya dikurangi dengan total input atau biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan selama pemeliharaan. Dalam pola kemitraan ini, PT. Satwa Indo Perkasa juga memberikan bonus yang didasarkan pada nilai Rasio Konversi Pakan atau FCR (Feed Convertion Ratio) dan angka kematian (mortalitas) kepada peternak apabila sesuai dengan ketentuan yang ada. FCR menggambarkan tingkat efisiensi konsumsi pakan dalam pemeliharaan ayam. Jika FCR aktual lebih rendah dari FCR standar, berarti penggunaan pakan lebih efisien, sehingga peternak akan mendapatkan insentif. Pemberian bonus FCR berkisar antara Rp. 100,- sampai dengan Rp. 200,- per Kilogram. Sedangkan untuk bonus mortalitas, perusahaan akan memberikan kepada peternak sebesar Rp. 50,- sampai Rp. 60,- per Kilogram apabila tingkat mortalitas usahanya kurang dari 5%. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rahman (2011),
bahwa pihak perusahaan
juga
memberikan
penghargaan jika peternak mencapai prestasi yaitu insentif FCR berdasarkan perbandingan standar dan aktual FCR antara Rp. 100,- sampai Rp. 200,-. Lebih lanjut dikatakan bahwa, peternak
mendapatkan insentif
Rp. 50,-/Kg jika
mortalitas kurang dari 5%. Biasanya dengan semakin besar skala usaha pemeliharaan, maka akan semakin besar pula bonus yang diterima petenak. Hal ini sesuai dengan pendapat Novian (2006), bahwa besarnya jumlah produksi juga memberikan keuntungan tersendiri bagi peternak dalam hal penghitungan insentif. PT. Satwa Indo Perkasa memperoleh pendapatan dari hasil penjualan DOC sebesar Rp. 1.250,-/ekor, pakan Rp. 1.050,-/kg, biaya angkut DOC Rp. 80,5,-/ekor, dan biaya angkut pakan Rp. 4.250,-/zak. Pendapatan tertinggi yang diperoleh PT. Satwa Indo Perkasa, berada pada skala usaha diatas 6.500 ekor yaitu sebesar Rp. 37.614.797,- kemudian skala usaha 3.500 – 6.500 ekor memperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp. 19.311.858,- dan untuk skala usaha dibawah 3.500 ekor, PT. Satwa Indo Perkasa memperoleh rata-rata pendapatan sebesar Rp. 14.344.483,-. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar skala usaha peternak, maka akan semakin besar pula keuntungan yang diperoleh perusahaan.
Persentase bagi hasil yang diperoleh PT. Satwa Indo Perkasa dalam pola kemitraan ayam pedaging di Kabupaten Maros ternyata jauh lebih besar dibandingkan dengan keuntungan yang diperoleh peternak sebagai plasma. Ratarata persentase keuntungan yang diperoleh perusahaan antara 71–79%, sedangkan keuntungan yang diperoleh peternak berkisar antara 21-29%. Perusahaan mendapatkan keuntungan yang lebih besar disebabkan perusahaan yang menentukan harga-harga sapronak seperti DOC, pakan, vitamin dan obat-obatan, dan juga harga ayam. Harga-harga tersebut telah ditetapkan oleh perusahaan dalam kontrak perjanjian kerjasama, dimana kontrak ini tidak dapat diubah oleh peternak, sehingga peternak hanya dapat menerima isi kontrak perjanjian kerjasama tersebut. Sedangkan untuk biaya-biaya seperti gaji karyawan, biaya gas, litter, listrik, dan lain-lain merupakan tanggung jawab peternak. KESIMPULAN DAN SARAN Sistem bagi hasil usaha kemitraan ayam pedaging yang diterima PT. Satwa Indo Perkasa lebih besar dibanding yang diterima peternak. Keuntungan yang diterima perusahaan antara 71-79%, sedangkan peternak 21–29%. Perlu kerjasama yang lebih baik antara perusahaan dan peternak sebagai pelaksana pola kemitraan, sehingga diharapkan kedua belah pihak bisa saling menguntungkan sesuai dengan prinsip-prinsip kemitraan. Kepada pemerintah sebagai pengambil kebijakan, perlu lebih banyak melakukan kajian mengenai pola kemitraan, agar usaha budidaya ayam pedaging betul-betul dapat dirasakan manfaatnya bagi peternak dan tentunya juga berdampak positif pada perekonomian bangsa.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2012). Data Base Peternakan Propinsi Sulawesi Selatan. Makassar: Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sulawesi Selatan. Anoraga. (2001). Manajemen Bisnis. Malang: Rineka Cipta. Jafar, M.H. (2000). Kemitraan Usaha. Jakarta: PT. Pustaka Sinar Harapan. Lisnawati, A. (2010). Analisis Kualitas Pelayanan Perusahaan Inti terhadap Kepuasan Peternak Plasma dalam Implementasi Kemitraan Usaha. (Tesis). Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Novian. (2006). Strategi Pengembangan Peternakan Ayam Ras Pedaging dengan Meningkatkan Pendapatan Peternak melalui Kemitraan di Kota Pekanbaru. (Tesis). Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Rahman, A. (2011). Analisis Biaya Transaksi dalam Pelaksanaan Pola Kemitraan Usaha Ayam Ras Pedaging di Kabupaten Maros. (Tesis). Makassar: Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin. Soekartawi. (2003). Agribisnis Teori dan Aplikasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sumartini. (2004). Analisis Pendapatan Peternakan Ayam Broiler Pola Kemitraan dan Peternakan Mandiri. (Studi Kasus: Peternak di Setaya Farm Kecamatan Batang Anai Kabupaten Padang Pariaman). (Skripsi). Padang: Fakultas Peternakan Andalas. Umar, H. (1999). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Wibowo, P.P. (2002). Kajian Distribusi Laba antara Perusahaan Inti dengan Peternak Plasma Dalam Pola Kemitraan Ayam Ras. (Serial Online). Diunduh 2 Maret 2012. Http://www.bisnispeternakankaltim.blogspot.com.
Tabel 1. Analisa Rata-rata Pendapatan Peternak yang bermitra dengan PT. Satwa Indo Perkasa di Kabupaten Maros. Skala Usaha (Ekor)
Jumlah Peternak (Orang)
Rata-rata Biaya Tetap (Rp)
Rata-rata Biaya Variabel (Rp)
Raat-rata Penerimaan (Rp)
1. < 3.500 2. 3.500 - 6.500 3. > 6.500
6 12 3
1,136,167 1,748,454 3,268,633
72,460,911 95,604,622 180,752,615
79,313,581 102,451,016 199,236,110
No.
Rata-rata Pendapatan (Rp) 5,716,504 5,097,941 15,214,862
Sumber: Data Primer setelah Diolah, 2013. Tabel 2. Rata-rata Pendapatan PT. Satwa Indo Perkasa di Kabupaten Maros.
No.
1. 2. 3.
Skala Usaha (Ekor)
Penerimaan DOC (Rp)
< 3.500 3.500 - 6.500 > 6.500
3,604,167 5,505,208 12,454,931
Penerimaan Pakan (Rp)
Penerimaan Pengangkutan DOC (Rp)
Penerimaan Pengangkutan Pakan (RP)
232,108 354,535 662,783
786,958 1,007,427 1,834,583
9,721,250 12,444,688 22,662,500
Rata-rata Pendapatan (Rp) 14,344,483 19,311,858 37,614,797
Sumber: Data Primer setelah Diolah, 2013. Tabel 3. Rata-rata Persentase Bagi Hasil Usaha Kemitraan Ayam Pedaging PT. Satwa Indo Perkasa dan Peternak di Kabupaten Maros.
No.
Skala Usaha (Ekor)
1. < 3.500 2. 3.500 - 6.500 3. > 6.500
Rata-rata Pendapatan Peternak (Rp) 5,716,504 5,097,941 15,214,862
Rata-rata Pendapatan PT. Satwa Indo Perkasa (Rp) 14,344,483 19,311,858 37,614,797
Sumber: Data Primer setelah Diolah, 2013.
Rata-rata Persentase Keuntungan Peternak (%) 28 21 29
Rata-Rata Persentase Keuntungan PT. Satwa Indo Perkasa (%) 72 79 71