Saharuddin, Kajian Pendidikan Kejuruan di Sulaswesi Selatan
KAJIAN PENDIDIKAN KEJURUAN DI SULAWESI SELATAN Saharuddin Jurusan Pendidikan Teknik Elektronika Fakultas Teknik Universitas Negeri Makassar
Abstrak
Sebagai salah satu provinsi di Indonesia, Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi yang sangat strategis, yaitu sebagai centre point of Indonesia dan sebagai pintu gerbang Kawasan Indonesia Timur (KTI). Oleh karena itu Provinsi Sulawesi Selatan harus mempersiapkan diri menghadapi peran strategis itu di masa yang akan datang. Salah satu persiapan tersebut adalah persiapan tenaga kerja profesional dan terdidik untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga kerja di masa yang akan datang. Salah satu institusi/lembaga yang berperan dalam hal tersebut, adalah institusi pendidikan, khususnya Sekolah Menengah Kejuruan. Perlu kajian yang mendalam mengenai pendidikan kejuruan untuk menentukan road map (peta jalan) pendidikan kejuruan. Beberapa permasalahan pendidikan menengah kejuruan di Indonesia adalah relevansi, distribusi, kualitas dan kuantitas. Proyeksi pendidikan menengah kejuruan di Sulawesi Selatan didasarkan pada perkembangan industri, road map Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Kejuruan (PSMK). Road map Dit. PSMK Kemendikbud mengisyaratkan bahwa pertumbuhan SMK sebesar 3-4 % pertahun, sehingga pada tahun 2014 diharapkan jumlah SMK secara nasional peningkatannnya mencapai 67 %. Kajian ini diperlukan untuk menyelaraskan program nasional melalui Dit. PSMK Kemendikbud dengan road map pendidikan kejuruan di Sulawesi Selatan. Kata kunci: Kajian, Pendidikan Kejuruan, Sulawesi Selatan
Undang-undang No. 20 tahun 1990 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa Pendidikan Kejuruan merupakan pendidikan menengah yang mempersiapkan siswa terutama untuk bekerja pada bidang tertentu. PP. No. 29 tahun 1990 juga menjelaskan bahwa pendidikan menengah kejuruan bertujuan untuk memasuki lapangan kerja dan mengembangkan sikap profesionalisme. Tujuan pendidikan kejuruan juga dikemukan dalam Kurikulum SMK tahun 2004 bahwa SMK merupakan bentuk satuan pendidikan kejuruan yang mempunyai tujuan khusus; (a) Menyiapkan siswa menjadi manusia produktif, mampu
bekerja mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) sebagai tenaga kerja tingkat menengah sesuai dengan kompetensi dan program keahlian yang dipilih. (b) Menyiapkan siswa agar mampu memilih karier, ulet dan gigih dalam berkompetisi, beradaptasi dilingkungan kerja, dan mengembangkan sikap profesional dalam bidang kahlian yang diminatinya (c) Membekali siswa dengan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, agar mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (d) Membekali siswa dengan kompetensi-kompetensi tertentu yang
Jurnal MEDTEK, ISSN: 2085-5508, Volume 3, Nomor 1, April 2011
sesuai dengan program keahlian yang dipilih. Pendidikan kejuruan mencakup semua jenis dan bentuk pengalaman belajar yang membantu anak didik meniti tahap-tahap perkembangan vokasionalnya, mulai dari identifikasi, eksplorasi, orientasi, persiapan, pemilihan dan pemantapan karir di dunia kerja.Olehnya itu pendidikan kejuruan identik dengan pendidikan kedunia kerjaan.Karakteristik pokok pendidkan kejuruan diantaranya bahwa pendidikan kejuruan didasarkan atas kebutuhan dunia kerja. Keberhasilan peserta didik dilihat dari tampilannya di dunia kerja, responsip dan antisipatif terhadap kemajuan teknolologi, lebih fokus pada“learning by doing” dan “hands-on experience”, dan perlu dukungan fasilitas untuk pembelajaran praktik. Bagi masyarakat, manfaat pendidikan kejuruan antara lain: dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dapat meningkatkan produktivitas nasional yang pada akhirnya dapat meningkatkan penghasilan negara. Akan tetapi, berbagai macam persoalan masih dihadapi oleh pendidikan kejuruan, diantaranya: kurikulum pada sebagian besar pendidikan kejuruan pada umumnya kurang lengkap, kompetensi lulusan masih berorientasikan pada kebutuhan lapangan kerja masa sekarang atau bahkan masa lalu, dan belum membuka wawasan ke masa mendatang. Program kejuruan belum dikembangkan sesuai dengan kondisi lingkungan, karakteristik peserta didik, dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (Yusufhadi Miarso; Tim Kajian Staf Ahli Mendiknas Bidang Mutu Pendidikan). Secara makro, peta permasalahan pendidikan kejuruan dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu: relevansi, kualitas, distribusi, dan kuantitas.
A. Kondisi Riil Penyelenggaraan PTK di Sulawesi Selatan Sekolah kejuruan di Sulawesi Selatan juga tidak terlepas dari berbagai macam permasalahan. Permasalahan ini timbul diakibatkan oleh tidak sinkronnya antara harapan dan kenyataan, terjadi gab antara existing condition dengan expected condition.Data statistik, menunjukkan banyak siswa sekolah menengah kejuruan (SMK) pada tahun 2006 dan 2007 sebesar 63.165 orang dan menjadi 68.756 dan 78.168 pada tahun setelahnya. Tentunya alumni sebanyak ini harapannya akan terserap di dunia kerja. Akan tetapi menurut data secara nasional, (Kohort siswa SMK 2010-2014, DIT.PSMK) menunjukkan bahwa serapan tenaga yang berasal dari sekolah kejuruan hanya 50% pada tahun 2010, meskipun pada tahuntahun berikutnya diharapkan meningkat.Kondisi serapan tenaga kerja oleh industry di Sulawesi Selatan tidak jauh berbeda dengan kondisi rata-rata nasional, bahkan kemungkinan di bawahnya.Hal ini berarti bahwa hampir setengah dari lulusan sekolah kejuruan tidak mendapat kerja. Walaupun ada yang lanjut studi, akan tetapi jumlah ini tidak signifikan jumlahnya. Ketimpangan antara jumlah tenaga kerja dan lulusan pendidikan kejuruan di Sulawesi Selatan juga dapat dilihat pada data bps. Jumlah tenaga kerja yang terserap pada industry pada tahun 2006 sebesar 40.775 orang dan hanya meningkat sedikit pada tahun berikutnya yaitu 46.069 orang, tetapi turun pada tahun 2008 menjadi 44.440 orang. Dari data ini, beberapa asumsi yang dapat ditarik antara lain; (1) data bps tersebut tidak merinci tingkat pendidikan tenaga kerja tersebut.Jika diasumsikan bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja tersebut berasal perguruan tinggi, diploma, SMK dan SMA, maka dapat dipastikan bahwa tenaga kerja yang berasal dari pendidikan kejuruan kurang dari jumlah tersebut. Jika dikaji lebih lanjut maka permasalahan pendidikan kejuruan digambarkan sebagai berikut:
Saharuddin, Kajian Pendidikan Kejuruan di Sulaswesi Selatan
1.
Relevansi
Relevansi adalah sinkronisasi atau kecocokan antara kempetensi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dengan kompetensi yang dihasilkan oleh dunia pendidikan baik dari segi bidang studi maupun kurikulum yang diterapkan.Data Dit. PMSK menunjukkan jumlah siswa SMK pada tahun 2006/2007, 2007/2008, dan 2008/2009 berturut-turut sebesar 63.165 orang, 68.756 orang, dan 78.168 orang. Meskipun data tersebut tidak merinci jenis SMK tersebut (teknologi atau bisnis) dan bidang keahlian, hampir bisa dipastikan bahwa yang banyak adalah bidang studi klasik, BELMO (Bangunan, Elektronika, Listrik, Mesin dan Otomotif), meskipun saat ini telah berkembang pesat program Teknologi Informasi dan Komunikasi. Adapun bidang studi lain relative tidak terlalu banyak. Jika tidak ada inovasi, maka bidang studi ini akan mengalami kejenuhan. Selain itu, jenis industry yang tingkat penyerapan tenaga kerja paling banyak adalah jenis industry makanan dan minuman, yaitu sebanyak 21.992 orang pada tahun 2007, menyusul industry furniture dan industry pengolahan lainnya sebanyak 1.187 orang, industry barang galian bukan logam sebesar 9.708 orang, dan industry kayu, barang-barang dari kayu (bukan meubel) sebesar 8.023 orang. Sedangkan industry-industri lainnya serapan tenaga kerjanya di bawah 1000 orang.Jika melihat dari sisi penyerapan dunia kerja nampak jelas bahwa program studi yang dikembangkan pada sekolah kejuruan belum mendukung arah berkembangnya industry.Seharusnya pengembangan sekolah kejuruan juga diarahkan pada sector dimana industry tersebut berkembang pesat.Jika dianalisis lebih jauh, industry/perusahaan yang berkembang di Sulawesi Selatan lebih banyak pada industry pengolahan hasil bumi/sumber daya alam, belum beranjak pada industry teknologi tinggi (data bps).
Industry teknologi tinggi seperti dalam daftar klasifikasi industry belum tersentuh oleh data bps.Hal ini bisa diasumsikan bahwa industry yang bergerak dalam bidang ini dan penyerapan tenaga kerja pada sector tersebut tidak banyak.Sedangkan pengembangan sekolah kejuruan justru lebih mengarah pada program studi teknologi tinggi.Para pendiri SMK lebih cenderung mengembangan program studi yang sudah dikenal di masyarakat dibandingkan mengembangan sekolah kejuruan yang dibutuhkan oleh industry local.Nampak jelas bahwa pendirian sekolah kejuruan tidak melalui analisis pasar yang memadai. 2.
Distribusi
Keberadaan sekolah kejuruan masih terkonsentrasi pada kota-kota besar. Jika dilihat dari skala nasional maka konsentrasi sekolah kejuruan masih tertinggi di Pulau Jawa dan skala Propinsi Sulawesi Selatan masih didominasi oleh Kota Makassar, data bps) sebanyak 81 SMK, menyusul kabupaten Toraja Utara sebanyak 20 dan Kabupaten Tana Toraja sebanyak 18 SMK. Sedangkan daerah lainnya pada umumnya hanya di bawah 10 SMK, bahkan Kabupaten Luwu Timur hanya 2 buah SMK padahal kabupaten ini termasuk kabupaten pemekaran yang berlembang pesat karena ditunjang oleh Pendapatan Asli Daerah (PAD) yang memadai. Jumlah perusahaan yang terdata oleh BPS di kabupaten/kota (kecuali Kota Makassar), yang terbanyak adalah di Kabupaten Wajo dengan 10.494 perusahaan, kabupaten Selayar sebanyak 7.091 perusahaan, kabupaten Bantaeng, Gowa dan Sidrap sekitar 3.000 perusahaan. Hal ini jelas tidak sesuai dengan jumlah SMK yang ada kabupaten tersebut. Sebagai contoh, kabupaten Wajo hanya memiliki 7 buah sekolah SMK dengan jumlah siswa hanya 1.781 orang. Kabupaten Selayar hanya memiliki 4 SMK dengan jumlah siswa 1.131.padahal kedua
Jurnal MEDTEK, ISSN: 2085-5508, Volume 3, Nomor 1, April 2011
kabupaten tersebut menempati peringkat atas banyaknya perusahaan yang beroperasi. 3.
Kualitas
Kualitas alumni sekolah kejuruan diukur dengan beberapa indikator, antara lain: berapa lama mereka menunggu untuk mendapatkan perkejaan pertama dan atau pekerjaan relevan, seberapa tinggi penghargaan yang diberikan oleh pengguna dalam bentuk gaji pertama dan sebagainya. Kualitas alumni pastinya dipengaruhi oleh berbagai macam factor, mulai dari kualitas input (siswa yang diterima), tenaga pengajar, proses pembelajaran, dan proses asimilasi dengan pihak industry (praktek kerja industry, prakerin). Para pakar Pendidikan Teknologi Kejuruan baik secara konsep, program maupun secara operational terus berupaya dalam meningkatkan kompetensi alumni agar keterserapan pada dunia industry menjadi semakin tinggi.Akan tetapi dari sisi pelaksanaan tidaklah mudah.Supply Driven, konsep konvensional dimana totalitas pendidikan kejuruan dari kurikulum sampai pada uji komptensi hanya dilakukan satu pihak, telah disadari bahwa saat ini sudah tidak cocok lagi. Hal ini dikarenakan para penyusun kurikulum kemungkinan besar adalah orang-orang yang kurang paham tentang dunia industry.Olehnya itu, diperkenalkanlah konsep DemandDriven, dimana kurikulum disusun berdasarkan kebutuhan pengguna (stake holder).Konsep ini mengharuskan dunia pendidikan kejuruan menggali informasi pada pasar kerja tentang kompetensi yang mereka butuhkan.Atas dasar inilah kurikulum beserta perangkatnya disusun.Jika hal ini dilaksanakan secara benar, maka diyakini bahwa alumni pendidikan kejuruan tidak ada yang menganggur. Tidak banyak sekolah dalam menyusun kurikulum melibatkan pihak
industry sebagai stake holder, baik sebagai narasumber maupun sebagai pihak yang layak didatangi untuk mendapatkan informasi.Mereka (pihak sekolah) nampaknya belum memahami betul manfaat dan kegunaan pihak industry sebagai sumber informasi. Hal ini terlihat pada ketiadaan dana (kalaupun ada, sangat minim) yang disediakan untuk keperluan assessment. Selain dana, mereka juga biasanya terkendala pada kurangnya kerjasama industry. Begitu pula sebaliknya pihak industry merasa tidak berkepentingan atau enggan memberikan informasi kompetensi pada pihak penyedia tenaga kerja. Dunia pendidikan dan dunia industry seakanakan jalan sendiri-sendiri tanpa saling membutuhkan satu sama lain. Kecenderungan pola konvensional lain adalah school based program dimana setiap sekolah berusaha melengkapi alatalat praktek se-modern mungkin. Biasanya sekolah-sekolah berlomba mengajukan permintaan bantuan peralatan.Ironisnya tidak jarang dari peralatan tersebut tidak termanfaatkan secara maksimal.Permasalahan yang berkenaan dengan hal ini adalah biasanya pengadaan peralatan tidak dibarengi dengan peningkatan kompetensi tenaga pangajarnya khususnya yang berkaitan dengan peralatan tersebut. Dengan kata lain, tenaga pengajar tidak dilatih secara khsusus pemakaian alat tersebut. Perlu pula diketahui bahwa bagaimanapun pelajaran disekolah hanya bersifat simulasi, sulit menyamai perkembangan peralatan pada industry.Olehnya itu dikembangkan program praktek kerja industry (prakerin) dan penilaian system ganda. Namun, program praktek kerja industry juga memiliki permasalah tersendiri.Program pada dasarnya diharapkan memberikan pengalaman industry bagi siswa sebagai bekal nantinya mereka dalam dunia kerja yang sesungguhnya.Tapi dari sisi pelaksanaan tidak jarang kita jumpai siswa hanya sekedar melepas
Saharuddin, Kajian Pendidikan Kejuruan di Sulaswesi Selatan
kewajiban.Industry/perusahaan yang mereka tempati praktek tidak semuanya (atau sebagian besar) tidak memenuhi standar. Misalnya, banyak diantara mereka yang praktek kerja industry pada toko penjual barang elektronik yang tentukan tidak berhubungan langsung dengan skill teknis yang akan dibangun. Sementara itu, hanya sedikit sekolah yang telah mempunyai standar operational prosedur tentang praktek kerja industry ini. Berdasarkan hasil wawancara sebagian kecil dari alumni SMK diperoleh gambaran bahwa mereka bekerja sebagai karyawan pada berbagai industri/perusahaan di Kota Makassar dengan rata-rata waktu tunggu untuk mendapatkan pekerjaan pertama masih tinggi dan dengan rata-rata gaji pertama mereka masih rendah.Ditinjau dari jenis pekerjaannya, masih sedikit diantara mereka yang pekerjaannya relevan dengan bidang studinya. Sebagai contoh, beberapa diantara mereka bekerja sebagai tenaga administrasi dan marketing peralatan kesehatan padahal dari jurusan mesin dan otomotif. Hal yang menggembirakan adalah beberapa orang diantara mereka mendirikan usaha sendiri, melanjutkan studi ke program Sarjana (S1) di UNM dan UNHAS dan juga masih banyak yang menganggur sambil mengikuti kursus bahasa inggris dan komputer. Peningkatan kompetensi professional tenaga pengajar seharusnya juga menjadi hal yang penting. Secara berkala seharusnya dilakukan pelatihanpelatihan, workshop-workshop yang bertujuan untuk meng-update pengetahuan paratenaga pengajar agar mampu memberi pengetahuan terkini pada anak didik. Mekanismenya dapat dilakukan dengan mengundang para professional dari industry memberikan pelatihan singkat di sekolah, ataupun mengirim staf pengajar mengikuti training singkat pada industry atausekolah terkemuka lainnya/universitas. Hal yang terakhir biasanya juga akan berimplikasi
pada peningkatan atmosfir akademik. Staf yang telah dikirim akan memperoleh pengalaman baru, misalnya; kedisiplinan, kerjasama, etos kerja dan sebagainya. 4. Kuantitas Kelihatanya dari segi kuantitas terlihat bahwa jumlah sekolah kejuruan sangat memadai dalam menyediakan tenaga kerja.Akan tetapi program studi/kompetensi yang diharapkan menopang perkembangan industry di daerah Sulawesi Selatan masih rendah. Sesuai dengan data bps terlihat bahwa kebutuhan akan tenaga kerja masih sangat banyak. Ditambah lagi jika diasumsikan bahwa pertumbuhan industry pada masamasa akan datang makin pesat. Banyak jenis industry yang belum terdata oleh bps yang kemungkinan besar akan berkembang di Sulawesi Selatan seiring dengan perkembangan kebutuhan masyarakat. Tentunya hal ini akan membutuhkan tenaga kerja yang banyak. Seperti diketahui bahwa pendidikan kejuruan merupakan institusi utama penyedia tenaga kerja yang handal.
B.
PROYEKSI KEBUTUHAN SEKOLAH, SISWA DAN GURU PTK DI SULAWESI SELATAN
Proyek kebutuhan sekolah, siswa dan tenaga pengajar dapat dilihat dari dua sudut pandang; (1) sudut pandang kebutuhan berdasarkan perkembangan industry dan (2) sudut pandang pemenuhan Road Map Dit.PSMK yang pada tahun 2014 menargetkan persentase antara SMK dan SMU adalah 67 berbanding 33. 1.
Berdasarkan Industri
Perkembangan
Data bps memperlihatkan jumlah SMK pada tahun 2006/2007, 2007/2008,
Jurnal MEDTEK, ISSN: 2085-5508, Volume 3, Nomor 1, April 2011
dan 2008/2009 secara berturut-turut adalah 267, 233, dan 282.Nampak pada tahun 2007/2008 jumlah SMK ini menurun.Tidak ada penjelasan dari bps tentang hal ini. Jika data tahun 2007/2008 ini diabaikan maka, peningkatan jumlah SMK dari tahun 2006/2007 ke 2008/2009 hanya sebesar 15 SMK atau kurang dari 6% (selama 2 tahun). Dilain pihak jumlah penyerapan tenaga kerja oleh industry dari tahun 2004 sampai dengan 2007 terlihat menurun, dari 10.332 orang para tahun 2004 ke 7.014 pada tahun 2009. Penurunan daya serap industry ini seakan-akan mengisyaratkan ketiadaaan lapangan kerja yang berimplikasi pada pengurangan persentase alumni sekolah kejuruan.Olehnya itu sangat beralasan jika persentse alumni SMK yang terserap oleh lapangan kerja hanya 50%. Akan tetapi jika dianalisa secara mendalam, potensi industrI yang berkembang justru industry yang tidak berhubungan langsung dengan bidang studi SMK yang selama ini menjadi andalan pengelola.Sebagai contoh, bahwa yang berkembang dengan pesat adalah industry makanan dan minuman, disusul oleh industry logam bukan galian dan industry kayu (bukan meubel).Dari segi wilayah seharusnya kabupaten Selayar, Wajo, gowa, Bantaeng menjadi pioner dalam pengembangan SMK karena pada daerah tersebut pertumbuhan industry sangat pesat. Disamping itu yang perlu diperhatikan adalah komuditas andalan, dimana setiap daerah mempunyai komuditas andalan yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Berkenaan dengan ini seharusnya pengembangan sekolah kejuruan juga memperhatikan hal ini. Pertumbuhan industry-industri teknologi maju juga harus menjadi perhatian serius.Walaupun saat ini industry-industri teknologi maju belum sepesat di Pulau Jawa, pemerintah daerah seyogyanya mengantisipasi perkembangan ini.Sulawesi Selatan tidak bisa melepaskan pengaruh global yang dibawa oleh teknologi maju. Salah satu cara mengantisipasinya adalah dengan
penyiapan tenaga terampil, kompeten dan SMK merupakan salah satu institusi yang bisa diandalkan untuk hal tersebut. 2.
Road Map Dit. PSMK
Road map Dit. PSMK mengisyaratkan perkembangan sekolah kejuruan (SMK) sebesar 3 - 4 % pertahun sehingga pada tahun 2014 nanti akan mencapai 67%. Jika dari segi jumlah maka pertumbuhan SMK pertahun diprogramkan sebanyak 300-400 sekolah pertahun.Begitu pula dengan siswa dan guru. Setiap tahun diprogram adanya penambahan sekitar 500.000 sampai 600.000 orang siswa dan penambahan sekitar 20.000 guru SMK. Program ini tentunya akan dipersiapkan untuk mengantisipasi peluang pasar kerja industry yang semakin pesat. Jika dibandingkan dengan program nasional, perkembangan SMK di Sulawesi Selatan masih terkesan lambat. Pertumbuhan yang hanya 5% selama dua tahun atau 2,5% per tahun dirasa masih kurang untuk mengejar target 67% SMK secara nasional. Apalagi jika diasumsikan bahwa Sulawesi Selatan merupakan sentra pengembangan SMK di Kawasan Timur Indonesia.Presentase pertumbuhan siswa selama dua tahun terakhir hanya 13%, sedangkan yang diisyaratkan oleh program nasional minimal 15%.
KESIMPULAN
Permasalahan klasik SMK tetap harus diatasi adalah distribusi, relevansi, kualitas dan kuantitas. Selain itu pengembangan SMK secara kuantitas juga harus mandapat perhatian. Ada dua yang menjadi landasar perkembangan SMK yaitu perkembangan industry dan Road Map Dit. PSMK. Perkebangan SMK seharusnya mengantisipasi perkembangan industry yang menyerap tenaga kerja yang banyak dan mengantisipasi
Saharuddin, Kajian Pendidikan Kejuruan di Sulaswesi Selatan
perkembangan industry teknologi tinggi Road map Dit. PSMK juag mengisyaratkan bahwa pada tahun 2014 persentase SMK dan SMA adalah 67% berbanding 33%. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi perkembangan tenaga kerja dan industri di masa yang akan datang.
Jurnal MEDTEK, ISSN: 2085-5508, Volume 3, Nomor 1, April 2011
Daftar Pustaka http://yusufhadi.net/pemetaanpendidikan-kejuruan, 14 September 2011, download 30 September 2011. Dr. As’ari Djohar MPd, 2010,Pendidikan Teknologi Dan Kejuruan Sudji Munadi (FT-UNY), transformasi teknologi Pada pendidikan kejuruan, Konvensi Nasional Ke IV APTEKINDO pada tanggal 3 – 6 Juni 2008 Budi Raharjo, 2008, Perkembangan Kebutuhan Tenaga Kerja IT Pardjono (2008).Urgensi Penerapan Konstruktivisme dalam Pendidikan Kejuruan.Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 10Mei 2008. Dedy Suryadi, M.Pd, FPTK UPI, Pengembangan Sistem Dan Kurikulum Pendidikan Kejuruan, seminar nasional Peran stake holder dalam menghasilkan guru teknologi daan kejuruan yang professional, Bandung, Nopember 2006 Sukamto (2001).Perubahan karakteristik dunia kerja dan revitalisasi pembelajaran dalam kurikulum pendidikan kejuruan.Pidato pengukuhan Guru Besar di Universitas Negeri Yogyakarta, tanggal 5 Mei 2008. Siti Mariah (2006). Pengembangan guru teknologi dan kejuruan berkarakter teknologi.Makalah disampaikan pada Seminar Nasional PengembanganProfesi Guru Berbasis Moral dan Kultur, pada tanggal 11 Mei 2006 diUniversitas Negeri Yogyakarta. Hendra jaya dan Sapto Haryoko; 2011, “Integrating virtual training environment into vocational high school to facilitate character education to deliver a professional workplace”.International Conference on Vocational Training, Yogjakarta 2011.
Yahya Muhammad, FT Kecenderungan Pendidikan Matakuliah.
UNM, Vokasi,