LAPORAN HASIL PENELITIAN DOSEN MUDA
SINTESIS DAN KARAKTERISASI SUPERKONDUKTOR Bi-2223 UNTUK BAHAN KABEL TRANSMISI DAYA OLEH NURMALITA, M.Si EVI YUFITA, M.Si
Dibiayai oleh Universitas Syiah Kuala, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, sesuai dengan Surat Perjanjian Penugasan Dalam Rangka Pelaksanaan Penelitian Dosen Muda Tahun Anggaran 2013 Nomor : 187/UN11/S/LK-PNBP/2013 Tanggal 13 Mei 2013
JURUSAN FISIKA FAKULTAS MIPA UNIVERSITAS SYIAH KUALA DESEMBER, 2013
HALAMAN PENGESAHAN LAPORAN AKHIR 1. Judul Penelitian
: Sintesis Superkonduktor Bi-2223 Untuk Bahan Kabel Transmisi Daya
2. Bidang Ilmu Penelitian 3. Ketua Peneliti a. Nama Lengkap b. Jenis Kelamin c. NIP d. Pangkat/Golongan e. Jabatan Fungsional f. Jurusan/Fakultas 4. Jumlah Tim Peneliti 5. Lokasi Penelitian 6. Waktu penelitian 7. Biaya
: Fisika Material : : Nurmalita, M.Si : Perempuan : 197010161997032001 : Penata Muda/ IIIa : Lektor : Fisika/MIPA : 2 orang : Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Syiah Kuala : 1 Tahun : Rp. 15.000.000,-
Banda Aceh, 29-11-2013 Mengetahui Dekan Fakultas MIPA ,
Ketua Peneliti,
(DR. Hizir) NIP. 196605101993031002
(Nurmalita, M.Si) NIP. 197010161997032001
Menyetujui, Ketua lembaga penelitian
(Prof. DR. H. Hasanuddin, M.S) NIP. 196011141986031001
i
RINGKASAN Pada penelitian ini dilakukan sintesis superkonduktor Bi-2223 serta dikaji karakteristik dari superkonduktor tersebut. Material Bi-2223 ialah superkonduktor yang tidak mengandung elemen beracun dan memiliki keunggulan dalam hal suhu transisi dan rapat arus kritis yang cukup tinggi sehingga berpotensi besar untuk aplikasi divais superkonduktor yang berkerja pada suhu nitrogen cair, khususnya sebagai kabel penyalur daya (superconducting wire). Namun karakteristik Bi-2223 ini belum sepenuhnya diketahui dan banyak hal dalam teori superkonduktifnya yang masih menjadi misteri. Untuk kajian secara teoritis guna mengungkap sifat transport arus dan sifat magnetic superkonduktor Bi-2223 tentulah sangat dibutuhkan sampel bahan yang berfasa murni, bebas impuritas dan memiliki derajat kristalinitas yang tinggi. Tantangan utama saat ini adalah sulitnya memperoleh senyawa Bi2223 dalam fasa murni dan berkualitas tinggi, sehingga berbagai metode sintesis terus dilakukan secara intensif sejak tahun 1987 diberbagai laboratorium negara maju. Para peneliti sebelumnya mendapatkan hasil yang berbeda dan bervariasi tentang karakteristik material Bi2223, yang mungkin disebabkan oleh perbedaan proses sintesis yang dilakukan. Sintesis material Bi-2223 dapat dilakukan dengan beberapa metode, antara lain metode solid state reaction, metode melt textured growth, metode flux, metode self-flux, dan metode yang menggunakan dopan (doping). Berdasarkan hasil para peneliti sebelumnya dapat disimpulkan bahwa metode dan parameter sintesis sangat mempengaruhi karakteristik serta struktur kristal senyawa Bi-2223 yang dihasilkan. Pada penelitian ini, superkonduktor Bi-2223 disintesis dengan metode solid state reaction yang sederhana dan murah namun berpeluang besar untuk mendapatkan hasil yang berkualitas melalui pemberian dopan Pb sebagai subtitusi parsial Bi dan optimasi parameter sintesis (suhu sintering dan waktu sintering) . Proses sintesis dimulai dengan mencampur menjadi satu semua bahan awal berupa serbuk yaitu Bi2O3, PbO, SrCO3, CaCO3, dan CuO dengan kadar berat sesuai rumus kimia Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy. Selanjutnya bahan dikalsinasi pada suhu 8100C selama 20 jam, dan kemudian dicetak menjadi pelet. Pelet disintering dan selanjutnya mengalami furnace cooling ke suhu ruang. Untuk mendapatkan hasil optimum dilakukan optimasi parameter sintering yaitu variasi suhu (8400C, 8430C, dan 8460C) dan waktu (30 jam, 32 jam dan 34 jam). Akhirnya sampel yang diperoleh dikarakterisasi dengan uji pola XRD ( kualitas kristal), uji efek Meissner (magnetic), dan uji struktur/morfologi permukaan menggunakan SEM/EDAX. Dari data dan hasil analisis yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan bahwa peningkatan waktu sinter menurunkan Fraksi volume Bi-2223. Harga Fv tertinggi yaitu 75.67% dimiliki sample dengan waktu sinter 32 ii
jam pada suhu sinter 8400C. Nilai Fv terendah 54.85% dimiliki oleh sample dengan waktu sinter 34 jam. Peningkatan suhu sinter ternyata menurunkan fraksi volume fasa 2223 yang terbentuk. Fraksi volume tertinggi yaitu 75.67% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 54.85% dimiliki sample dengan suhu sinter 8460C dan waktu sinter 34 jam. Selain itu peningkatan suhu sinter menurunkan orientasi fasa 2223 yang terbentuk. Orientasi fasa tertinggi yaitu 39.19% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 24.54% dimiliki sample dengan suhu sinter 8460C. Peningkatan waktu sinter juga telah mengurangi porisitas bahan dan mampu meningkatkan konektivitas antar grain.. Demikian juga halnya kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus. Disisi lain, ukuran diameter grain terbesar
yaitu 0.84 nm justru diperoleh pada sampel yang
memiliki fraksi volume terendah. Hal ini disebabkan oleh sifat multifase dari pembentukan bahan. Dari hasil analisis data secara menyeluruh diperoleh kesimpulan bahwa sampel yang diperoleh memiliki peluang yang cukup baik sebagai untuk aplikasi bahan superkonduktor dengan meningkatkan sifat-sifat bahan melalui optimasi parameter sintesis lebih lanjut meliputi kemurnian bahan-bahan awal, variasi metode sintesis, dan pemilihan suhu pemanasan. Informasi lebih dalam tentang sampel hasil eksperimen ini dapat ditingkatkan lagi dengan kaji lanjut mengenai sifat magnetic dan sifat transport bahan, melalui pengukuran kurva resistivitas, pengukuran nilai rapat arus, dan permagraph.
Kata kunci : Superkonduktor Bi-2223, metode solid state reaction, dopan Pb, XRD, SEM/EDAX,sintering
iii
SUMMARY In this research, the synthesis of superconducting Bi-2223 and studied the characteristics of the superconductor. The material is superconducting Bi-2223 that do not contain toxic elements and has an advantage in terms of the transition temperature and critical current density is high enough so that the great potential for application of superconducting devices that work at liquid nitrogen temperatures, especially as power transmission cables (superconducting wire). However, the characteristics of Bi-2223 is not yet fully known and many things in superkonduktifnya theory that remains a mystery. For theoretical studies in order to reveal the nature of current transport and magnetic properties of superconducting Bi2223 sample would have been very necessary ingredient pure phase, free of impurities and has a high degree of crystallinity. The main challenge today is the difficulty of obtaining compounds in the Bi-2223 phase pure and high quality, so that the various methods of synthesis continued intensively since 1987 in various laboratories developed countries. Previous researchers get different results and varies on material characteristics Bi-2223, which may be caused by differences in the synthesis process is carried out. Synthesis of Bi2223 material can be done by several methods, such as solid state reaction method, melt textured growth method, flux method, the self-flux method, and a method of using dopants . Based on the results of previous researchers concluded that the method and parameters greatly affects the characteristics of the synthesis and crystal structure of Bi-2223 compounds are produced. In this study, superconducting Bi-2223 were synthesized by solid state reaction method is simple and inexpensive but has a great opportunity to get quality results through the provision of dopant partial substitution of Pb as Bi and optimization of the synthesis parameters (sintering temperature and sintering time). Synthesis process begins by mixing all the ingredients into a powder form that is the beginning of Bi2O3, PbO, SrCO3, CaCO3, and CuO with appropriate levels of heavy chemical formula Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy. Furthermore, the material was calcined at a temperature of 8100C for 20 hours, and then molded into pellets. Disintering pellets and subsequently undergo furnace cooling to room temperature. To obtain optimum results to be optimized sintering parameters are temperature variations (8400C, 8430C, and 8460C) and time (30h, 32h and 34h). Finally, the samples obtained were characterized by XRD pattern test (crystal quality), test the Meissner effect (magnetic), and a test structure / surface morphology using SEM / EDAX. From the data and the results of the analysis conducted it is concluded that the increase in sintering time lowering the volume fraction Bi-2223. Price highest Fv owned 75.67% by the time the iv
sample sintered sintered 32 hours at a temperature of 8400C. Lowest Fv value 54.85% owned by the sample with sinter time 34 hours. Increasing the sintering temperature turns down the volume fraction of the 2223 phase is formed. Highest volume fraction contained 75.67% of the sample with the sintering temperature of 8430C, while the lowest volume fraction of the sample with 54.85% owned 8460C sintering temperature and sintering time of 34 hours. Besides lowering the sintering temperature increases the orientation of the 2223 phase is formed. Orientation highest phase contained 39.19% of the sample with the sintering temperature of 8430C, while the lowest volume fraction of the sample with 24.54% owned sinter temperature 8460C. Increasing the sintering time has also been able to reduce the porosity of materials and improve connectivity between grains . Similarly, the crystal c-axis oriented more and more that provide opportunities in the value of current density. On the other hand, the size of the largest grain diameter is 0.84 nm it was obtained on a sample that has the lowest volume fraction. This is due to the nature of the formation of multiphase materials. From the results of a thorough analysis of the data it is concluded that the samples obtained have a pretty good chance as to the application of superconducting materials to enhance the properties of the material through further optimization of the synthesis parameters include the purity of the starting materials, synthesis method variation, and selection of heating temperature. More information about the sample in the experimental results can be enhanced by further examine the nature of the magnetic and transport properties of the material, through the measurement of the resistivity curve, measuring the value of current density, and permagraph. Keywords: Superconducting Bi-2223, solid state reaction method, dopant Pb, XRD, SEM / EDAX, sintering
v
PRAKATA Segala puji syukur ke hadirat Allah SWT peneliti panjatkan karena berkat rahmat dan karuniaNya, sehingga laporan akhir penelitian dosen pemula ini bisa selesai tepat pada waktunya. Penelitian dosen pemula ini berjudul “Sintesis Superkonduktor Bi-2223 Untuk Bahan Kabel Transmisi Daya. Penulis menyadari bahwa laporan akhir penelitian ini masih memiliki kekurangankekurangan, sehingga saran dan kritik yang membangun sangat diperlukan untuk menyempurnakan laporan ini.
Banda Aceh , 29 November 2013
Peneliti
vi
DAFTAR ISI HALAMAN PENGESAHAN …………………………………………………………i RINGKASAN ………………………………………………………………………......ii SUMMARY ……………………………………………………………………………..iv PRAKATA ……………………………………………………………………………..vi DAFTAR ISI …………………………………………………………………………….vii DAFTAR TABEL ………………………………………………………………………viii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………………...ix DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………………xi BAB 1. PENDAHULUAN …………………………………………………………….1 BAB 2. PERUMUSAN MASALAH ………………………………………………… 3 BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………… … 4 BAB 4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN ………………………………..11 BAB 5. METODE PENELITIAN …………………………………………………….12 BAB 6. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………18 BAB 7. SIMPULAN DAN SARAN …………………………………...........................35 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….36
vii
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 6.1 Data Variable Karakteristik dari Sampel ……………………………………26
viii
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 3.1 Grafik Resistivitas vs Temperatur ………………………………………..5 Gambar 3.2 Sifat Diamagnetik material superkonduktor tipe I dan II pada keadaan suhu dibawah Tc…………………………………………………………6 Gambar 3.3. Sifat Diamagnetik (efek Meissner) superkonduktor. Magnet permanen melayang diatas superkonduktor yang terdapat di dalam termos pendingin………………………………………………6 Gambar 3.4. Hamburan sinar-X oleh atom ……………………………………………7 Gambar 3.5. Difraksi sinar-X oleh Kristal ……………………………………………..8 Gambar 3.6 Pola XRD superkonduktor Bi-2223………………………………………9 Gambar 3.7 Struktur berlapis dari kristal Bi-2223 …………………………………….9 Gambar 5.1. Skema rancangan penelitian.......................................................................14 Gambar 5.2. Diagram kalsinasi………………………………………………………….16 Gambar 5.3. Diagram Sintering …………………………………………………………..16 Gambar 6.1 Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8400C …………………….20 Gambar 6.2Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C ……………………..21 Gambar 6.3 Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C ………………………22 Gambar 6.4 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8400C ……………………….23 Gambar 6.5 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8400C ………………..24 Gambar 6.5 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C ………………………...25 Gambar 6.7 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C …………………26 Gambar 6.8 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C ……………………….27 Gambar 6.9 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C………………….28 Gambar 6.11 Hubungan antara Fraksi volume terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C ………………………………………………..30 ix
Gambar 6.12 Hubungan antara Impuritas (I) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C ………………………………………………..30 Gambar 6.13 Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C …………………………………………………31 Gambar 6.14 Hubungan antara Diameter grain (D) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C …………………………………………………31
x
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN A INSTRUMEN PENELITIAN ………………………………………….40 LAMPIRAN B PERSONALIA TENAGA PENELITI ………………………………….42 LAMPIRAN C BCHP ……………………………………………………………………..46 LAMPIRAN D PROSIDING SEMINAR………………………………………………...52 LAMPIRAN E RINCIAN DANA PENELITIAN ……………………………………… 53 DRAFT Artikel Jurnal DRAFT Artikel Prosiding
xi
xii
BAB 1. PENDAHULUAN Pertumbuhan penduduk dunia yang sangat pesat telah membawa konsekuensi pada meningkatnya kebutuhan energi, khususnya energi listrik. Kabel daya listrik yang menghubungkan stasiun penggerak daya listrik ke tempat pengguna selalu terbuat dari material dengan resistansi listrik (ρ) yang rendah untuk memperoleh efisiensi penghantaran yang tinggi. Resistansi listrik terjadi apabila arus yang terdiri daripada muatan listrik (seperti elektron) mengalami tumbukan atau penyerakan dan menyebabkan kehilangan energi. Resistansi listrik di dalam bahan menyebabkan tidak semua energi listrik yang masuk dapat digunakan sepenuhnya. Kabel transmisi daya yang umum digunakan berasal dari material-material konduktor (ρ=10-8 Ω.m) maupun semikonduktor (ρ= 10-3-106 Ω.m) yang secara alamiah memiliki keterbatasan efesiensi disebabkan resistansi bahan selama proses penghantaran daya sehingga sebagian energy listrik terbuang sia-sia dalam bentuk panas. Selain itu untuk mengantisipasi kemungkinan terbakarnya bahan karena panas yang timbul, maka kabel penyalur daya umumnya dibuat dalam ukuran besar sehingga menjadi kurang praktis. Hal ini telah mendorong usaha untuk mencari sumber material terbarukan, sebagai pengganti material konvensional tersebut. Salah satu sumber material alternatif yang aman, dan memiliki sifat hantaran listrik yang nilainya tak berhingga karena resistansinya nol (ρ= 0)
adalah
superkonduktor. Melihat aktivitas kehidupan sehari-hari semakin meningkat, maka penciptaan peralatan elektrik dengan menggunakan bahan superkonduktor semakin diperlukan untuk menghemat energi dan memberikan berbagai kemudahan yang lebih baik dan menguntungkan manusia. Disebabkan bahan superkonduktor dapat mengalirkan arus tanpa resistansi elektrik maka hal ini membuat revolusi dalam bidang teknik elektro dengan menggantikan tembaga(Cu) dan rangkaian fluks besi(Fe) di dalam rotor generator, juga di dalam mesin-mesin superkonduktor satu-kutub, dan generator magneto. Penggunaan bahan superkonduktor ini menyebabkan penghematan energi karena bahan mempunyai resistansi sama dengan nol maka masalah panas yang terjadi pada peralatan elektronik seperti pada cip-cip elektronik dan mikrokomputer dapat diatasi. Penciptaan sistem pengangkutan terapung seperti kereta api terapung dan kereta api elektrik juga dapat dilaksanakan. Penciptaan ini berdasarkan sifat diamagnetik bahan superkonduktor pada suhu titik lebur nitrogen cair. Di dalam bidang kedokteran, bahan-bahan yang bersifat superkonduktor dipakai pada peralatan MRI 1
(Magnetic Resonance Imager) untuk mendeteksi lebih baik sistem tubuh manusia. Penggunaan bahan superkonduktor dapat menyebabkan ukuran peralatan semakin kecil, seperti penggunaan komputer dimana kerangka utama dapat dikecilkan keukuran tas tangan. Pemakaian dan penggunaan bahan-bahan superkonduktor yang mempunyai resistan elektrik sama dengan nol, kemungkinan akan menggantikan pemakaian dan penggunaan bahan-bahan konduktor elektrik biasa dan ia akan menjadi bahan yang paling penting di masa depan. Walaupun terdapat beberapa masalah tentang bahan superkonduktor, tetapi pasaran dunia untuk memproduksi bahan superkonduktor mendekati US$ 5,0 juta pada tahun 2010 dan diramalkan akan meningkat menjadi US$ 38,0 juta pada tahun 2020 (Eddy Marlianto, 2008). Dari ramalan ini jelas bahwa superkonduktor akan menjadi bahan industri terpenting di dunia pada abad yang akan datang. Bahkan kemungkinan kegunaan bahan superkonduktor dapat meliputi peralatan yang belum dipikirkan saat ini. Transmisi daya oleh material superkonduktor bisa memiliki efesiensi hingga mencapai 100 %, dimana tingginya efesiensi ini disebabkan kelakuan spesifik dari muatan pembawa (carrier) dalam bahan superkonduktor sehingga tidak mengalami resistensi selama proses penghantaran daya dan dengan demikian maka tak ada energy listrik yang terbuang menjadi panas. Salah satu jenis material superkonduktor yang dapat digunakan sebagai kabel transmisi daya (superconducting wire) adalah superkonduktor Bi-2223. Kabel penyalur daya yang difabrikasi dari bahan superkonduktor Bi-2223 ini dapat menghantarkan arus 200.000 Ampere per cm2 pada suhu 4,2 K (sekitar 200 kali kemampuan kabel tembaga biasa) dan 35.000 Ampere pada 77 K. Superkonduktor Bi-2223 merupakan salah satu material superkonduktor yang sangat menarik untuk diteliti. Hal ini dikarenakan superkonduktor Bi2223 memungkinkan untuk didoping dengan unsur lain, sehingga akan didapatkan material baru yang memiliki sifat-sifat yang unik. Berdasarkan uraian di atas, maka material superkonduktor Bi-2223 dapat menjadi salah satu kandidat bahan superkonduktor yang sangat menjanjikan dimasa yang akan datang untuk diaplikasikan pada berbagai
jenis komponen elektronika,
terutama
untuk
superconducting wire. Akan tetapi, karakteristik superkonduktor Bi-2223 belum banyak diketahui, bahkan beberapa peneliti sebelumnya mendapatkan hasil yang berbeda, sehingga perlu diteliti lebih lanjut. Material superkonduktor dapat disintesis dengan beberapa metoda yaitu metoda solid state reaction, metoda melt textured growth, metoda flux, metoda self-flux, dan metoda yang 2
menggunakan dopan (doping). Diantara beberapa teknik tersebut, metoda solid state reaction merupakan teknik sintesis yang paling murah dan sederhana. Namun demikian, peluang untuk mendapatkan hasil sampel bahan yang berkualitas masih terbuka lebar melalui optimasi parameter sintesis dan pemberian dopan. Metoda solid state reaction telah digunakan dalam beberapa dekade untuk menumbuhkan superkonduktor. Dalam proses sintesis, bahan awal berupa serbuk yaitu Bi2O3, PbO, SrCO3, CaCO3, dan CuO dengan kadar berat sesuai rumus kimia yang diinginkan dari superkonduktor Bi-2223 dicampur menjadi satu dalam mortar keramik dan digerus. Selanjutnya bahan dicetak menjadi pelet dan dikalsinasi. Pelet akhirnya disintering dalam tungku (furnace). Karakteristik sampel yang dihasilkan berupa kualitas kristal, struktur, temperatur transisi, rapat arus kritis, sifat magnetik dan morfologi permukaan sangat dipengaruhi oleh komposisi bahan awal, pemberian dopan, proses percampuran dalam mortar dan parameter sintering berupa pemilihan suhu dan jangka waktu sintering.
BAB 2. RUMUSAN PERMASALAHAN Berdasarkan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh para peneliti didunia diperoleh kesimpulan bahwa metode sintesis sangat berpengaruh pada karakteristik superkonduktor Bi2223. Berbagai metode sintesis terus dikembangkan untuk mendapat material superkonduktor yang berkualitas baik. Penelitian ini adalah sintesis superkonduktor Bi-2223 yang memiliki rumus kimia lengkap Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy
,
yang dilakukan dengan metode solid state
reaction. Dari penelitian ini diharapkan akan diperoleh informasi tentang : 1. Karakteristik superkonduktor Bi-2223 yang ditumbuhkan dengan metoda solid state reaction, yang meliputi kualitas kristal (persentase fraksi volume, persentase fasa terorientasi sumbu c kristal), sifat magnetik (efek Meissner), morfologi grain permukaan dan persentase atomik unsur-unsur yang terkandung dalam sampel. 2. Pengaruh parameter-parameter sintesis (suhu sintering, waktu sintering) terhadap karakteristik kualitas kristal, sifat magnetic, dan morfologi permukaan . 3. Peluang pemanfaatan (aplikasi) superkonduktor Bi-2223 sebagai kabel transmisi daya (superconducting wire). 4. Peluang penggunaan teknik solid state reaction sebagai salah satu metoda penumbuhan superkonduktor Bi-2223 yang sederhana dan murah. 3
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Superkonduktor Bi-2223 Salah satu bahan superkonduktor yang banyak dikaji adalah system Bi-Sr-Ca-Cu-O atau BSCCO yang dikenal juga sebagai bahan superkonduktor berbasis Bi, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1987. Minat tersebut berkaitan dengan suhu kritis (Tc) yang lebih tinggi dari system tersebut sehingga bisa beroperasi pada suhu nitrogen cair (77K) dan tidak mengandung elemen tanah jarang yang mahal. Walaupun memiliki Tc yang lebih rendah dari system berbasis Tl dan Hg, system ini tidak mengandung elemen beracun (Nurmalita, 2011). Dalam system Bi dikenal 3 fasa superkonduktif yang berbeda yaitu fasa Bi-2201 (Akimitsu dkk, 1987), fasa Bi-2212 (Maeda dkk,1988), dan fasa Bi-2223 (Maeda dkk, 1988). Tatanama untuk ketiga fasa tersebut berdasarkan rumus kimia Bi2Sr2Can-1CunOy (n=1, 2, dan 3) dengan masing-masing fasa memiliki Tc~10K, Tc~80K, dan Tc~110K berturut-turut. Superkonduktor Bi-2223 berperan penting dalam aplikasi divais elektronik yang lebih bervariasi disebabkan memiliki Tc paling tinggi diantara anggota dari system Bi dan mempunyai rapat arus yang tinggi sehingga dapat digunakan sebagai material kabel transmisi daya listrik (superconducting wire) yang dapat menghantarkan arus 200.000 ampere per cm2 pada suhu 4,2 K (sekitar 200 kali kemampuan kabel tembaga biasa) dan 35.000 ampere pada suhu 77 K (suhu nitrogen cair, yang biasanya dipakai sebagai pendingin dalam teknologi aplikasi superkonduktor). Namun kendala yang masih menjadi tantangan besar sampai saat ini adalah kesulitan memperoleh bahan superkonduktor Bi-2223 yang memiliki suhu kritis mendekati suhu ruang, mempunyai fasa murni, mikrostruktur yang baik, tahan terhadap medan magnet tinggi dan arus besar sehingga pengaplikasiannya tidak memerlukan biaya yang besar. 3.2. Karakteristik Superkonduktor Bi-2223 3.2.1. Resistivitas Nol (ρ = 0 ) Apabila material Bi-2223 didinginkan, maka resistivitas listriknya menjadi hilang (nol) ketika berada dibawah suatu harga suhu tertentu yang dinamakan sebagai suhu kritis (Tc) material tersebut. Suhu kritis (Tc) superkonduktor Bi-2223 ialah ~ 110K.
4
Gambar 3.1 Grafik Resistivitas vs Temperatur
Menurut teori Bardeen-Cooper-Schrieffer (BCS), kehilangan resistansi dalam superkonduktor disebabkan pada temperatur yang rendah (dibawah suhu kritis bahan) ternyata muatan pembawa (carrier) akan mengalami keadaan yang lebih tertib dan membentuk pasangan yang disebut pasangan Cooper (Nurmalita, 2012). Pasangan-pasangan muatan pembawa ini bergerak dengan momentum yang sama tanpa mengalami sembarang proses yang dapat menyebabkan
kehilangan
energi.
Pergerakan
pasangan
Cooper
di
dalam
bahan
superkonduktor adalah ibarat sepasukan tentara yang berbaris rapi dan berjalan dengan kecepatan yang sama dan tidak terjadi pelanggaran diantara mereka. Hal ini yang menyebabkan elektron dapat bergerak tanpa resistansi oleh apapun. Pasangan Cooper terbentuk sebagai hasil interaksi elektron dengan getaran kisi kristal (fonon). 3.2.2. Efek Meissner Superkonduktor Bi-2223 ketika berada dibawah suhu kritisnya akan bersifat diamagnetic sempurna, yaitu menolak semua fluks magnetic dari medan luar. Sifat diamagnetic ini dikenal juga sebagai efek Meissner. Pada tahun 1933, Meissner dan Ochsenfeld mengamati sifat kemagnetan superkonduktor.
Ternyata
superkonduktor
berkelakuan
sebagai
bahan
diamagnetik sempurna (superkonduktor tipe I). Bahan superkonduktor ketika suhunya dibawah Tc akan menolak medan magnet sehingga apabila sebuah magnet permanen diletakkan di atas bahan superkonduktor maka magnet tersebut akan melayang. Jadi kerentanan magnetnya (susceptibility) χ = -1, bandingkan dengan konduktor biasa yang memiliki χ =
-10-5.
Fenomena
efek Meissner ini
tidak terjadi pada bahan non
superkonduktor. Jika bahan non superkonduktor diletakkan di atas suatu magnet permanen, maka fluks magnet dari magnet permanen akan menerobos ke dalam bahan, sehingga
terjadi
induksi
magnet
di
dalam
bahan.
Untuk sifat magnetic dari
superkonduktor Bi-2223 ketika suhunya di bawah Tc digambarkan secara skematik pada Gambar 3.2. Pada gambar tersebut bahan Bi-2223 tidak sepenuhnya menolak fluks magnet medan luar, tapi masih ada daerah-daerah tertentu yang masih bisa diterobos oleh fluks 5
magnet. Hal ini dikarenakan suhu kritis yang tinggi dari bahan Bi-2223 sehingga ia dikelompokkan kedalam superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) yang mengalami fluktuasi termal (superkonduktor tipe II).
Gambar 3.2 Sifat Diamagnetik material superkonduktor tipe I dan II pada keadaan suhu dibawah Tc
Gambar 3.3. Sifat Diamagnetik (efek Meissner) superkonduktor. Magnet permanen melayang diatas superkonduktor yang terdapat di dalam termos pendingin.
3.2.3 Pola XRD X-Ray difraction
atau difraksi sinar-X adalah alat diagnosa yang ampuh dan tidak
merusak untuk menganalisa fase kristalin suatu sampel dan menentukan sifat struktural dari fase tersebut seperti orientasi dominan dan ukuran kristal.
6
Prinsip dasar dari XRD adalah difraksi sinar-X oleh atom-atom kristal. Ketika sebuah sinar-X monokromatik menumbuk atom seperti diperlihatkan pada Gambar 3.4, dua proses hamburan terjadi. Elektron-elektron yang terikat kuat akan mengalami osilasi dan memancarkan sinar-X dengan panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang sinar-X datang. Elektron-elektron yang terikat tidak terlalu kuat akan menghamburkan sebagian dari sinar-X yang datang dan dalam prosesnya sedikit menaikkan panjang gelombang sinar-X yang dihamburkan. Hamburan yang pertama disebut hamburan koheren dan hamburan kedua disebut hamburan inkoheren, keduanya terjadi secara simultan dan di segala arah.
Gambar 3.4. Hamburan sinar-X oleh atom Jika atom tersebut merupakan bagian dari kumpulan atom yang tersusun dalam ruang secara teratur dan periodik seperti dalam sebuah kristal, sebuah fenomena lain terjadi. Radiasi hamburan koheren dari semua atom saling menguatkan pada arah tertentu dan saling meniadakan pada semua arah yang lain, yang menghasilkan sinar difraksi. Gambar 3.5 memperlihatkan seksi sebuah kristal, atom-atomya tersusun pada bidang bidang paralel A, B, C, ..., yang tegak lurus pada bidang gambar dan terpisah sejauh d. SinarX yang benar-benar paralel, benar-benar monokromatik dengan panjang gelombang λ menumbuk kristal ini dengan sudut
, dimana
diukur antara sinar datang dan bidang
kristal. Sinar yang terhambur oleh semua atom pada semua bidang yang memiliki fase yang sama akan saling menguatkan satu sama lain (interferensi konstruktif) membentuk sinar difraksi. Pada semua arah yang lain dalam ruang sinar terhambur tidak sefase dan saling meniadakan satu sama lain (interferensi destruktif). Sinar difraksi lebih kuat dibanding dengan jumlah seluruh sinar terhambur pada arah yang sama, karena penguatan yang terjadi, tetapi sangat lemah dibanding dengan sinar datang karena atom-atom kristal menghamburkan hanya sebagian kecil energi sinar-X yang datang.
7
Gambar 3.5. Difraksi sinar-X oleh kristal Sinar-sinar terhambur misalnya sinar 1’ dan 2’ akan memiliki fase yang sama jika beda lintasannya sama dengan seluruh jumlah n panjang gelombang, atau jika: n λ = 2 d sin θ dimana n disebut orde refleksi. Hubungan ini pertama kali dirumuskan oleh W. L. Bragg dan dikenal sebagai hukum Bragg. Hukum Bragg menyatakan syarat yang harus dipenuhi jika suatu difraksi terjadi. Skema difraktometer sinar-X diperlihatkan pada Gambar 3.5. Sinar X dari sumber dibuat divergen, dan ketika mengenai sampel sinar tersebut dihamburkan ke segala arah. Untuk difraksi yang teramati, maka sudut datang yaitu sudut yang dibentuk oleh sinar-X datang dengan permukaan sampel akan sama dengan sudut pantul yaitu sudut yang dibentuk oleh sinar pantul (sinar difraksi) dengan permukaan sampel dan akan memenuhi hukum Bragg. Sinar yang dipantulkan akan dideteksi dan intensitasnya diukur oleh detektor sebagai fungsi dari 2θ. Untuk pergerakan sumber sinar-X sebesar θ maka detektor bergerak sebesar 2θ. Superkonduktor Bi-2223 yang didoping Pb memiliki rumus senyawa dengan komposisi nominal Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3Oy . Superkonduktor ini mempunyai pola XRD seperti diperlihatkan pada Gambar 3.6.
8
Gambar 3.6 Pola XRD superkonduktor Bi-2223 Dari analisa terhadap puncak-puncak pola XRD akan diperoleh informasi kualitas kristal (fraksi volume, impuritas, persentase fasa yang terorientasi sumbu c, dan diameter grain). Struktur kristal Bi-2223 dengan doping Pb adalah ortorombik dengan susunan berlapis seperti diperlihatkan pada Gambar 3.7.
Gambar 3.7 Struktur berlapis dari kristal Bi-2223
2.2.4. Morfologi Permukaan Berdasarkan interprestasi terhadap foto permukaan (SEM/EDAX) diketahui pertumbuhan kristal bertipe laminar. Mikrostruktur berupa lempengan berukuran sangat tipis, tersusun seperti tumpukan “lembaran kertas”. Terdapat beberapa tipe “permukaan batas butir” dan
9
adanya ruang kosong antar butir (voids), yang menunjukkan perlunya optimasi mikrostruktur pada bahan superkonduktor Bi-2223. 3.3 Metoda Sintesis Superkonduktor Bi-2223 Dalam beberapa tahun terakhir para ahli telah berlomba-lomba melakukan penelitian guna memperoleh bahan superkonduktor Bi-2223 yang mempunyai karakteristik ideal. Usaha yang dilakukan para peneliti diantaranya adalah mengembangkan berbagai teknik-teknik sintesis dan optimasi parameter-parameter sintesis, maupun pengontrolan bahan-bahan awal dengan pemberian dopan, baik yang bersifat aditif maupun substitusif. Dopan berperan penting dalam pembentukan superkonduktor Tc tinggi. Dopan dapat berupa subtitusi artinya mengganti atom asli didalam superkonduktor dengan atom dopan yang ukurannya tidak jauh berbeda dengan ukuran atom aslinya, atau dopan juga dapat berupa aditif artinya menambahkan atom-atom dopan kedalam atom-atom asli superkonduktor. Keluarga superkonduktor Tc tinggi seperti Bi-2223 dapat diekstensifikasi melalui subtitusi khusus dari elemen-elemen tunggal. Selain oksigen, telah pula dilakukan penelitianpenelitian yang menggunakan dopan Pb. Dari hasil yang dilaporkan, penggunaan dopan Pb dalam sintesis polikristal sistem Bi, selain memudahkan pembentukan senyawa bersangkutan dengan kemurnian fasa yang tinggi, juga mempengaruhi sifat-sifat senyawa yang dihasilkannya (Nurmalita, 2012). Karena kemiripan ukuran ion dan persyaratan valensi dari atom Pb maka telah diyakini bahwa penambahan Pb sebagai dopan menghasilkan subtitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda Bi-O. Pendopingan dengan Pb pada superkonduktor Bi-2223 dapat meningkatkan stabilitas fasa dan laju formasi pembentukan fasa. Dalam penelitian ini Pb mengsubstitusi Bi sebesar 0.4 dalam perbandingan molar senyawa sehingga komposisi nominal senyawa adalah Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3Oy. Penumbuhan kristal superkonduktor Bi-2223 ini dapat dilakukan dengan beberapa metode berbeda antara lain metode Fluks Halida Alkali, metode Fluks Carbonat Alkali, metode Self Fluks dan metode Melt Textured Growth. Selain itu, sintesis dapat dilakukan juga dengan metode lainnya yaitu metode Solid State Reaction. 3.3.1 Metode Solid State Reaction Metode Solid state reaction ialah metode reaksi padatan. Metode ini merupakan metode sintesis kristal superkonduktor Bi-2223 yang paling sederhana dan murah dari segi minimnya peralatan sintesis yang diperlukan. Metode ini dilakukan dengan pemilihan suhu sintering 10
didaerah suhu yang masih dibawah titik leleh fase zat. Dengan demikian sifat pelelehan ingkongruen yang merupakan ciri khas pada bahan superkonduktor dapat dihindari sehingga pertumbuhan fase Bi-2223 yang diinginkan memiliki fraksi volume yang cukup tinggi (diatas 50 %). Beberapa penelitian terbaru pada superkonduktor Bi-2223 dengan dopan Pb telah dilakukan menggunakan metode ini dan melibatkan unsur dopan tambahan dari elemen lainnya seperti Fe, Sn, Al, Ni atau Mn. Hasil yang telah dilaporkan ialah dengan penambahan dopan Fe memberikan peningkatan kristalinitas, ukuran butir, dan konektivitas antar butir (O. Ozturk dkk, 2012). Sedangkan penambahan nanopartikel SnO2 dalam bahan awal telah memberikan peningkatan sifat mekanik (R. Awad dkk, 2012). Untuk sintesis yang melibatkan dopan Al telah meningkatkan kekuatan ikatan antar atom (MB. Solunke dkk, 2005), sedangkan penambahan dopan Ni telah melemahkan ikatan antar butir (GY. Hermiz dkk, 2012). Untuk sintesis dengan pemberian dopan Mn telah meningkatkan ukuran butir dan memperkecil ruang kosong antar butir (R. Kumar dkk, 2012). Sintesis Bi-2223 dengan rumus kimia Bi1.6Pb0.4Ca2Cu3O10+δ juga telah dilakukan melalui metoda solid state reaction dimana pellet disinter pada suhu 8400C selama 34 jam dan berhasil diperoleh
sampel bahan yang mempunyai struktur kristal ortorombik dengan
parameter kisi a = 5.4054 Å, b =5.4111 Å dan c = 37.0642 Å berdasarkan hasil analisa pola XRD. Dari foto SEM/EDAX terhadap morfologi permukaannya didapat informasi komposisi kation rata-rata dalam rasio 2:2:2:3 ditemukan hampir pada tiap titik, dimana pada daerah yang sama juga memperlihatkan mikrostruktur yang sangat seragam yaitu butiran yang terorientasi acak dan porositas rendah yang menunjukkan kompaknya koneksi antar butir kristal (Indu Verma dkk, 2012). Kajian tentang mikrostruktur Bi-2223 masih minim, terutama dalam kaitannya dengan pengaruh metode dan parameter sintesis. Bahkan beberapa peneliti mendapatkan hasil yang bervariasi. Oleh karena itu, kajian sifat mikro bahan perlu terus dilakukan sebagai upaya membuka peluang pemanfaatan material ini menjadi lebih optimal.
BAB 4. TUJUAN DAN MANFAAT PENELITIAN Penelitian ini bertujuan untuk membuat sampel bahan superkonduktor Bi-2223 dengan metode solid state reaction,
sekaligus diperoleh informasi
11
tentang karakteristik
superkonduktor yang dihasilkan sehingga diketahui peluang aplikasinya sebagai bahan kabel transmisi daya (superconducting wire).
BAB 5. METODE PENELITIAN 5.1 Tempat Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Fisika Material, Jurusan Fisika FMIPA Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 5.2 Bahan dan Alat Bahan Penelitian Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Bi2O3 (99.99%), CaCO3 (99.9%), SrCO3 (99.9%), dan CuO (99.99%) sebagai bahan utama, 2. PbO (99.99%), sebagai bahan dopan, 3. Nitrogen cair (sebagai pendingin ). Alat Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini : 1. Neraca Sartorius, untuk menimbang bahan-bahan utama dan bahan dopan, 2. Mortar keramik, untuk wadah mencampur bahan-bahan, 3. Mesin press hidrolik dan cetakan untuk membentuk bahan serbuk menjadi pellet, 4. Furnace, untuk memanaskan sampel (proses kalsinasi dan sintering), 5.
Peralatan XRD, untuk karakterisasi pola XRD,
6. Meissner kit, untuk karakterisasi efek Meissner, 7. SEM dan EDAX, untuk karakterisasi morfologi permukaan dan persentase atomik unsur-unsur yang terkandung dalam superkonduktor.
12
5.3.Desain Penelitian
Proses sintesis superkonduktor Bi-2223 diawali dengan menimbang bahan-bahan awal berupa serbuk Bi2O3, SrCO3, CaCO3, CuO dan bahan dopan PbO, dengan perbandingan kadar massa sesuai rumus kimia Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3Oy. Langkah selanjutnya adalah mencampur semua bahan tersebut dalam mortar keramik sambil sesekali digerus untuk optimasi proses percampuran. Tahapan selanjutnya adalah mencetak hasil campuran bahan menjadi pelet dengan menggunakan mesin press hidrolik. Selanjutnya
pelet dikalsinasi
dalam tungku (furnace). Hasil kalsinasi kemudian disintering. Suhu dan jangka waktu sintering divariasikan untuk mengetahui pengaruh kedua parameter tersebut terhadap karakteristik superkonduktor yang dihasilkan. Variasi ini guna mendapatkan karakteristik superkonduktor Bi-2223 yang terbaik, sehingga memenuhi syarat untuk diaplikasikan sebagai superconducting wire. Untuk mengetahui karakteristik dan struktur superkonduktor yang telah disintesis dilakukan pengujian kualitas kristal dengan analisa pola XRD, sedangkan pengujian sifat magnetik menggunakan Meissner kit yang dilengkapi nitrogen cair sebagai pendingin. Untuk karakterisasi morfologi permukaan dan persentase atomik unsur-unsur yang terkandung dalam superkonduktor dilakukan pemotretan SEM/EDAX. Skema rancangan penelitian yang akan dilakukan diperlihatkan pada Gambar 5.1.
13
Penimbangan bahan Bi O
,
SrCO , CaCO , , CuO, PbO
Pencampuran dan penggerusan semua bahan awal di dalam mortar
peletisasi
kalsinasi
sintering
Karakterisasi : pola XRD, uji Meissner, Foto SEM/EDAX
Analisa Data/Hasil
Gambar 5.1. Skema rancangan penelitian Masing-masing mata rantai dari proses sintesis dalam diagram pada Gambar 5.1 dapat dijelaskan secara rinci berikut ini : 5.3.1 Penimbangan Pada awalnya bahan-bahan berupa serbuk ditimbang terlebih dahulu, dimana berdasarkan perhitungan berat molekul maka untuk membuat sebuah pellet bahan superkonduktor Bi2223 berukuran massa 5 gram maka dibutuhkan : Bi2O3 = 1.5580 gram SrCO3 = 1.2340 gram CaCO3 = 0.8365 gram CuO = 0.9975 gram
14
PbO = 0.3730 gram Dalam penelitian ini dibuat 9 buah pellet. 5.3.2 Percampuran dan Penggerusan Bahan-bahan awal berupa padatan serbuk halus Bi O , SrCO , CaCO , CuO dan bahan
dopan serbuk PbO yang sudah ditimbang berdasarkan komposisi molar, dicampur menjadi
satu. Agar bahan-bahan tersebut dapat bercampur secara homogen, dilakukan pengadukan dan penggerusan secara bersamaan dengan mortar dan pastel keramik selama sekitar 48 jam secara bertahap sampai bahan terasa halus. Tujuan dari pengadukan dan penggerusan selain membuat bahan awal superkonduktor menjadi semakin halus, juga diharapkan lebih meningkatkan homogenitas campuran bahan. Dengan bahan yang halus dan homogen akan terjadi peningkatan efektivitas reaksi padatan untuk membentuk benih-benih senyawa.
5.3.3 Peletisasi Sampel serbuk hasil penggerusan dimasukkan ke dalam lubang cetakan berbentuk silinder dengan diameter ±1 cm yang terbuat dari baja, kemudian dipress secara aksial dengan alat press hidrolik sehingga bahan tercetak menjadi bentuk pelet dengan tebal ±3 mm. Peletisasi bertujuan untuk meningkatkan efektivitas reaksi padatan. Reaksi padatan mudah berlangsung bila bahan-bahan pembentuknya berukuran kecil dan jarak antar atom berdekatan satu sama lain. 5.3.4 Kalsinasi Pada proses selanjutnya pelet diletakkan dalam wadah tahan panas yaitu krucibel alumina dan dipanaskan dalam tungku (furnace) selama 20 jam pada suhu 810oC dan selanjutnya didinginkan kesuhu ruang tanpa mengeluarkannya dari tungku (furnace cooling). Proses ini disebut kalsinasi, yaitu proses pemanasan yang umumnya dimaksudkan untuk menghilangkan gugus karbonat pada bahan. Pada proses kalsinasi ini juga diharapkan mulai terbentuk benih-benih senyawa (prekursor) yang nantinya akan membentuk superkonduktor Bi-2223. Diagram proses kalsinasi ditunjukkan pada Gambar 5.2
15
T(°C)
810 Furnace cooling
t (jam) 20 jam Gambar 5.2. Diagram kalsinasi
5.3.6 Sintering Dalam proses sintering ini, sampel berbentuk pelet yang telah dikalsinasi mengalami pemanasan kembali dalam tungku. Dengan laju 600 ºC per jam, suhu tungku dinaikkan dari suhu ruang hingga mencapai suhu sintering yang diinginkan. Suhu yang dipilih divariasikan yaitu
T=8400C, 8430C, dan 8460C. Sedangkan waktu sintering untuk masing-masing suhu
tersebut juga divariasikan yaitu t=30 jam, 32 jam, dan 34 jam. Dengan pemilihan variasi suhu dan waktu sintering demikian maka diperlukan 9 buah pelet. Diagram proses sintering ditunjukkan pada Gambar 5.3.
T(0C)
T (0C),t (jam)
6000C/jam
furnace cooling t (jam) Gambar 5.3. Diagram Sintering
16
5.4 Metode Karakterisasi Sampel yang telah selesai dibuat kemudian dikarakterisasi dengan uji pola XRD, uji foto SEM/EDAX, dan uji efek Meissner. 5.4.1 Pola Difraksi Sinar-X Untuk karakterisasi struktur kristal dilakukan pemotretan pola XRD. Data diambil dalam rentang 2θ = 5o sampai 70o, dengan modus scaning kontinu, dan step size sebesar 2θ = 0,05 serta waktu 2 detik per step. Selanjutnya pola difraksi sampel dibandingkan dengan pola difraksi Bi-2223 standar yang terdapat pada Gambar 2.6. Dengan mengetahui pola XRD dapat dilihat dan dipelajari perkembangan fasa yang terbentuk. Selain itu dapat ditentukan karakteristik kristalinitas senyawa yang terbentuk termasuk jenis fasa impuritas serta bidang-bidang kristal yang terorientasi sumbu c. Untuk mengamati evolusi pertumbuhan fasa Bi-2223 dilakukan perhitungan fraksi volumenya berdasarkan spektrum XRD, dengan menggunakan rumus (C. B Mao dkk, 1996): Fv =
(
)
(
%
)
(5.1)
Untuk mengetahui jumlah impuritas yang mungkin muncul maka digunakan rumus (C.B. Mao dkk, 1996) : =
%−
(5.2)
Sedangkan prosentasi fasa Bi-2223 yang terorientasi pada sumbu c dihitung dengan menggunakan rumus (S. Li, M. Bredehoft dkk, 1997): P=
(
(
)
)
%
(5.3)
Selanjutnya untuk mengetahui ukuran diameter rata-rata partikel digunakan persamaan Scherrer-Warren : D = 0.941λ / β cos θβ
(5.4)
Dimana : Fv
= fraksi volume 17
P
= fasa terorientasi
I
= Impuritas
I(2223)
= intensitas puncak difraksi fasa Bi-2223
I(total)
= intensitas seluruh puncak difraksi
I(00ℓ)
= intensitas puncak difraksi fasa Bi-2223 dengan ℓ bilangan genap
D
= Ukuran diameter rata-rata partikel
λ
= panjang gelombang sinar X
β
= FWHM dari puncak intensitas tertinggi
θβ
= sudut dimana terdapat puncak intensitas tertinggi
5.4.2 Foto SEM Morfologi grain sampel dianalisa dengan Scanning Electron Microscopy (SEM). Hal ini digunakan untuk melihat ukuran, bentuk dan tekstur grain. Scanning ini dilakukan dengan alat SEM JEOL JSM-35C di Laboratorium Rekayasa Teknik Mesin Unsyiah. Sebelum difoto, sampel ditempatkan pada holder dan direkat dengan dobel selotip. Selanjutnya sisi samping disekeliling sampel dicoating dengan pasta perak. Holder lalu dipasang pada peralatan SEM. Sinyal yang digunakan adalah sinyal elektron sekunder. Elektron sekunder, berupa energi rendah sekitar 0-10 eV, diemisikan dari permukaan sampel lalu ditangkap bayangannya oleh pemercepat berkas elektron terfokus yang memiliki beda potensial antara 5 dan 40 kV. 1.
Analisis struktur bahan dengan SEM dilakukan dengan prosedur Melakukan pengukuran struktur bahan dengan SEM berdasarkan parameter tertentu.
2.
Mengatur faktor pembesaran sehingga diperoleh gambar struktur bahan yang optimum
3.
Melakukan pemotretan pada posisi tertentu.
4.
Melakukan interpretasi berdasarkan hasil foto yang diperoleh.
5.4.3 Uji Efek Meissner Pengujian efek Meissner ini dilakukan dengan cara yaitu bahan superkonduktor direndam ke dalam nitrogen cair, kemudian magnet diletakkan di atas bahan superkonduktor tersebut, dan jika bahan superkonduktor itu menunjukkan karakteristik bahan superkonduktor 18
yang baik maka magnet akan terlihat melayang di atas bahan superkonduktor (terjadinya penolakan medan magnet).
BAB 6. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Hasil Eksperimen Dalam penelitian ini dilakukan pembuatan sampel Bi-2223 dengan rumus lengkap Bi2-xPbxSr2CaCu2Oy. Suhu Sintering dan waktu sintering divariasikan untuk melihat pengaruhnya pada sampel yang dihasilkan. Untuk mempermudah penyajian data sampel dan analisanya, setiap sampel diberi kode yang mencantumkan perangkat parameter sintesis menurut format : suhu sintering/jangka waktu sintering. Sebagai contoh, sampel dengan kode 840/30 berarti sampel tersebut dibuat pada suhu sintering 840oC selama 30 jam. Semua sampel bentuknya berupa pelet berdiameter sekitar 1 cm dengan tebal sekitar 3 mm. Pengaruh parameter pada sampel yang dihasilkan tersebut akan dibahas atas dasar hasil pengukuran spektrum XRD, foto SEM/EDAX, dan iji efek Meissner. Sesuai dengan tujuan eksperimen untuk menelaah pengaruh variasi suhu sintering (840oC, 843oC, dan 846oC) dan waktu sintering (30 jam, 32 jam, dan 34 jam) pada kualitas sampel, maka hasil eksperimen yang disajikan berikut ini akan disusun terpisah untuk sampel yang dihasilkan dengan suhu sinter yang berbeda, yaitu 840oC, 843oC, dan 846oC. Hasil Pengukuran Pola Difraksi Sinar-X
19
840/30
*
10
113 200 1010 202
0010 115 110
15
0012
π
20
25 113
110
* 10
115
15
20
π
0010
10
15
30
115
110
20
1111
π
113
π
25
40
0018
220 * 2111 0020
45
0022
50
55
202
1010 0012
840/34
008
35
200
25
0016 206
30
840/32 0010
1111
0016
π
206
35
200
40
202
1010
π
30
35
220 2111 0020
45
50
206
π
40
0018
2111 220 0020
45
50
Gambar 6.1 Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8400C
20
* 0022
55
0016
1111
0012
0018
*
0022
55
113 0010
843/30
1010
200 202 1111
115 008
* 10
15
20
843/32
10
15
25
110
20
π
30
0010
008
*
*
110
0012
115
0018
220 * 2111 0020 0022
0016 206
35
40
113 1010 200 202 0016 1111 0012
π
*
25
30
45
0018
220 0020
206
35
50
40
45
55
* 0022
50
55
0016 1111
843/34 115
10
15
20
25
1010 202 200
30
2111 220 0018 0020
206
35
40
45
50
Gambar 6.2Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C
21
*
0022
55
1010 0016
π
846/30 0012 110
* 10
008
15
20
1111 202 200 114 206 π
115113 0010
25
30
* 846/32
115
* 10
15
20
π
30
* 0010 115
846/34
113
110
10
15
20
1111 0016
25
25
0020 220
0022
45
50
55
202
113
110
40
0018
200
0012 1010
0010 008
35
2111
206
π
35
45
50
0022
55
1111
200 1010
40
2111 220 * 0018 0020
202 0016
0012
π
30
35
π
206
40
2111 200 * 0018 0020
45
50
Gambar 6.3 Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C
22
0022
55
Hasil Rekaman Foto SEM/EDAX
Gambar 6.4 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8400C
23
840/30
840/32
840/34
Gambar 6.5 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8400C
24
843/30
843/32
843/34
Gambar 6.5 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C
25
843/30
843/32
843/34
Gambar 6.7 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C
26
846/30
846/32
846/34
Gambar 6.8 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C
27
846/30
846/32
846/34
Gambar 6.9 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C
28
6.2. Analisa Data Dalam pasal ini dilakukan analisis korelasi antara parameter proses (suhu sinter dan waktu sinter) dan karakteristik sampel yang dihasilkan.Dari hasil pengukuran karakteristik sampel, dapat dihitung nilai dari fraksi volume 2212 yang terbentuk, prosentase fasa terorientasi, impuritas serta diameter rata-rata grain berdasarkan persamaan yang telah dibahas dalam bab III. Sebelum dilakukan analisis korelasi tersebut, hasil perhitungan variabel karakteristik akan dirangkum dalam Tabel 6.1. Tabel 6.1 Data Variable Karakteristik dari Sampel Hasil perhitungan
Suhu
Waktu
sinter
sinter
Fraksi volume
Impuritas
T (0C)
t(jam)
Fv (%)
I(%)
30
67.24
32
840/34 843/30
Nama
Prosentase Fasa
Diameter
terorientasi
rata-rata
P(%)
D(nm)
32.76
29.26
0.26
72.63
27.37
30.62
0.43
34
67.03
32.97
30.00
0.50
30
75.67
24.33
27.65
0.47
32
66.85
33.15
37.85
0.84
843/34
34
69.62
30.38
39.19
0.39
846/30
30
63.31
36.69
24.54
0.57
32
63.01
36.99
35.07
0.54
34
54.85
45.15
26.49
0.70
Sampel
840/30 840/32
843/32
846/32 846/34
840
843
846
Untuk melukiskan pola hubungan antara parameter proses dan karakteristik sampel, maka data dalam tabel 6.1 dituangkan dalam bentuk grafik variasi parameter karakteristik terhadap variasi suhu sinter dan waktu sinter.
29
T = 840 C T = 843 C
80 75.67
75
T = 846 C
72.63
70
69.62
67.24 66.85
Fv (%) 65 63.31
60
67.03
63.01 54.85
55 50 30
32
34
waktu sinter (jam)
Gambar 6.11 Hubungan antara Fraksi volume terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C T = 840 C T = 843 C
50
T = 846 C
40
45.15
36.99
36.69
32.97
I (%)
32.76
33.15
30 30.38 27.37
24.33 20 30
32
waktu sinter (jam)
Gambar 6.12 Hubungan antara Impuritas (I) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C
30
34
T = 840 C T = 843 C T = 846 C
40
37.85
39.19
35.07
P (%)
30
30
29.26 30.62
27.65
26.49
24.54 20 30
32
34
suhu sinter (jam)
Gambar 6.13 Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C
T = 840 C 0.9
0.84
T = 843 C T = 846 C
0.8 0.7 0.7 0.57
0.6
D (nm) 0.5
0.54
0.47
0.5 0.43
0.4
0.39
0.3 0.26
0.2 30
32
34
waktu sinter (jam) Gambar 6.14 Hubungan antara Diameter grain (D) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C, 8430C, dan 8460C
31
6.3. Pembahasan 6.3.1 Sampel Hasil Sintesis dengan Suhu sinter 840oC Dari spektrum XRD yang diperlihatkan dalam Gambar 6.1 tampak puncak-puncak yang muncul sudah dominan dari fasa Bi-2223, meskipun masih ada sedikit impuritas yang berasal dari fasa Bi-2212 (tanda *), Bi-2201 (tanda π), dan impuritas lain. Untuk fasa Bi-2223 juga sudah memiliki puncak-puncak dengan pola indeks hk
= 00
dengan
berupa
bilangan genap. Dari hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian fasa Bi-2223 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan prosentasi fasa terorientasi ditunjukkan pada Tabel 6.1. Dari hasil tersebut tampak bahwa penambahan waktu sinter sangat berpengaruh pada pembentukan fase 2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam yaitu sebesar 72.63%. Dengan penambahan waktu sinter dari 30 jam menjadi 32 jam fraksi volume 2223 meningkat. Hal ini bisa dilihat dengan berkurangnya impuritas. Pada waktu sinter meningkat lagi menjadi 34 jam kristalinitas meningkat yang ditunjukkan oleh membesarnya diameter rata-rata grain tapi fraksi volume 2223 justru menjadi menurun sedangkan impuritas bertambah dan mempunyai nilai terbesar yaitu 32.97%. Hubungan waktu sinter dengan fasa terorientasi ditunjukkan dalam Gambar 6.13. Prosentase fasa terorientasi terbesar yaitu 30.62% diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam , yang juga mempunyai fraksi volume 2223 tertinggi. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang selain 00
pada sampel ini lebih sedikit meskipun
ukuran diameter grainnya lebih kecil dibanding sampel yang waktu sinternya 34 jam. Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 29.26%. Hasil pengamatan SEM diperlihatkan dalam Gambar 6.4. Dari hasi SEM tersebut terlihat bahwa untuk semua sampel tekstur butir-butir kristalnya berbentuk seperti lembaran dan pada umumnya terorientasi acak meskipun rata-rata 30% bidang kristalnya sudah terorientasi dalam arah sumbu c. Dari rekaman SEM tersebut tampak bahwa dengan bertambahnya waktu sinter porisitas berkurang dan konektivitas antar grain meningkat. Sampel dengan waktu sinter 32 jam mempunyai prosentase fasa terorientasi terbesar dan nampak dari SEM pada sampel ini butir kristalnya lebih terorientasi dibanding sampel lainnya. Untuk sampel ini ukuran butirannya dimana berdasarkan spectrum XRD juga dapat 32
dihitung yaitu rata-rata diameternya adalah 30.62 nm. Sedangkan sampel dengan waktu sinter 30 jam mempunyai fasa terorientasi paling rendah, terlihat juga dari hasil SEM pada sampel ini orientasinya kurang teratur. Ukuran butiran pada sampel ini rata-rata berkisar 0.26 nm. Berdasarkan rekaman EDAX tampak bahwa semua sampel sudah mengandung unsur-unsur kimia seperti yang diharapkan. Selanjutnya hasil dari uji Meissner memperlihatkan bahwa untuk semua sampel relative sudah bersifat diamagnetic, dimana potongan kecil magnet permanen mengapung diatas sampel pellet yang direndam dalam Nitrogen cair, meskipun gaya levitasi magnetic tersebut relative kecil hanya berjarak sekitar 1 mm saja. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel dengan suhu sinter 840oC ini dengan penambahan waktu sinter membuat fraksi volume 2223 yang terbentuk relative stabil, meskipun ketika waktu sinter ditambah jadi 34 jam membuat impuritas bertambah berupa fasa suhu rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat multiphase dari bahan superkonduktor berbasis Bi, dimana sangat sulit menghindari hadirnya fasa-fasa yang tak diharapkan selama proses pembentukan Bi-2223 . Dipihak lain, penambahan waktu sinter membuat ukuran grain dan konektivitas antar grain semakin meningkat, dimana porositas juga makin berkurang sehingga berpeluang untuk meningkatnya nilai rapat arus bahan. Dari hasil yang diperlihatkan oleh sampel-sampel dengan suhu sinter 840oC maka perlakuan panas yang optimum untuk memperoleh senyawa fase Bi-2223 dengan fraksi volume yang cukup besar dan prosentase fasa terorientasi yang cukup baik adalah dengan waktu sinter 32 jam.
6.3.2 Sampel Hasil Sintesis dengan Suhu Sinter 843oC Dari spektrum XRD yang diperlihatkan dalam gambar 6.2 tampak puncak-puncak yang muncul sebagian memiliki pola indeks hk
= 00
dengan
berupa bilangan genap.
Dari hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian fasa Bi-2223 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan prosentasi fasa terorientasi ditunjukkan pada tabel 6.1. Dari hasil tersebut tampak bahwa penambahan waktu sinter berpengaruh pada pembentukan fasa Bi-2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar dperoleh pada sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 75.67%. Dengan penambahan waktu sinter menjadi 32 jam fraksi volume 2223 menurun, tapi kristalinitas meningkat dengan membesarnya ukuran grain dan meningkatnya fasa terorientasi. Ketika waktu sinter ditambah lagi menjadi 34 jam fraksi volume 2223 kembali bertambah sedangkan impuritas berkurang . Hubungan waktu sinter 33
dengan fasa teorientasi ditunjukkan dalam gambar 6.11. Prosentase fasa terorientasi terbesar dipeoleh pada sampel dengan waktu sinter 34 jam dan bukan pada sampel yang mempunyai fraksi volume 2223 tertinggi. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang selain 00
lebih banyak pada sampel yang mempunyai fraksi volum tertinggi. Sedangkan
prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam, yaitu sebesar 27.65%. Hasil rekaman SEM dan EDAX diperlihatkan pada Gambar 6.6 dan Gambar 6.7. Dari hasil tersebut semua bahan menunjukkan masih adanya porisitas pada morfologi permukaan. Meskipun demikian penambahan waktu sinter sampai 34 jam telah berhasil mengurangi terbentuknya pori. Hal ini sangat konsisten dengan meningkatnya orientasi grain yang juga mempunyai nilai terbesar pada sampel dengan waktu sinter 34 jam ini, seperti yang terlihat pada foto SEM.. Namun demikian, peningkatan waktu sinter telah menurunkan ukuran grain bahan yang berpengaruh pada meningkatnya batas butir yang berpotensi mengurangi harga rapat arus. Berdasarkan pola XRD maka harga fasa terorientasi paling rendah terdapat pada sampel dengan waktu sinter 30 jam, terlihat juga dari foto SEM pada sampel ini orientasinya sangat tidak teratur. Ukuran diameter butir pada sampel ini rata-rata 0.47 nm. Hasil uji Meissner pada semua sampel telah menunjukkan sifat diamagnetic bahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel dengan suhu sinter 843oC ini dengan penambahan waktu sinter telah mengurangi porisitas bahan dan meningkatkan konektivitas antar grain.. Demikian juga halnya kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus. Disisi lain, ukuran diameter grain terbesar yaitu 0.84 nm justru diperoleh pada sampel yang memiliki fraksi volume terendah Hal ini disebabkan oleh sifat multifase dari pembentukan bahan. Dari hasil yang diperlihatkan oleh sampel-sampel dengan suhu sinter 843oC maka pemanasan yang optimum untuk memperoleh senyawa fase Bi-2223 dengan fraksi volume yang cukup besar adalah pada waktu sinter 30 jam.
6.3.3 Sampel Hasil Sintesis dengan Suhu Sinter 846oC Dari spektrum XRD yang diperlihatkan dalam Gambar 6.3 tampak puncak-puncak yang muncul sudah dominan dari fasa Bi-2223, meskipun masih ada sedikit impuritas yang berasal dari fasa Bi-2212, Bi-2201, dan impuritas lain. Untuk fasa Bi-2223 juga sudah 34
memiliki puncak-puncak dengan pola indeks hk
= 00
dengan
berupa bilangan genap.
Dari hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian fasa Bi-2223 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan prosentasi fasa terorientasi ditunjukkan pada Tabel 6.1. Dari hasil tersebut tampak bahwa penambahan waktu sinter sangat berpengaruh pada pembentukan fase 2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 63.31%. Dengan penambahan waktu sinter dari 30 jam menjadi 32 jam dan kemudian menjadi 34 jam fraksi volume 2223 makin menurun. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya impuritas seperti pada Gambar 6.12. Meningkatnya impuritas juga diikuti dengan menurunnya kristalinitas bahan. Meningkatnya waktu sinter telah menaikkan porositas antar grain dan mengurangi diameter rata-rata grain Hubungan waktu sinter dengan fasa terorientasi ditunjukkan dalam Gambar 6.13. Prosentase fasa terorientasi terbesar yaitu 35.07% diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam , yang juga mempunyai ukuran grain tertinggi yaitu 0.7 nm. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang 00 pada sampel ini lebih banyak dan terlihat jelas pada foto SEM Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 24.54% . Dari hasil SEM pada Gambar 6.7 tersebut terlihat bahwa untuk semua sampel tekstur butir-butir kristalnya berbentuk seperti lembaran dan pada umumnya terorientasi acak meskipun rata-rata 30% bidang kristalnya sudah terorientasi dalam arah sumbu c. Dari rekaman SEM tersebut tampak bahwa dengan bertambahnya waktu sinter porisitas meningkat dan konektivitas antar grain menurun. Sampel dengan waktu sinter 32 jam mempunyai prosentase fasa terorientasi terbesar dan nampak dari SEM pada sampel ini butir kristalnya lebih terorientasi dibanding sampel lainnya. Berdasarkan rekaman EDAX pada Gambar 6.8 tampak bahwa semua sampel sudah mengandung unsur-unsur kimia seperti yang diharapkan. Selanjutnya hasil dari uji Meissner memperlihatkan bahwa untuk semua sampel relative sudah bersifat diamagnetic, dimana potongan kecil magnet permanen mengapung diatas sampel pellet yang direndam dalam Nitrogen cair. Dari hasil yang diperlihatkan oleh sampelsampel dengan suhu sinter 840oC maka perlakuan panas yang optimum untuk memperoleh senyawa fase Bi-2223 dengan fraksi volume yang cukup besar, prosentase fasa terorientasi yang cukup baik, dan ukuran grain yang cukup besara adalah dengan waktu sinter 32 jam.
35
6.3.4 Perbandingan Antara Sampel dengan Suhu Sinter 840oC, 8430C, dan 846oC Hasil perhitungan fraksi volume Bi-2223 yang diperoleh pada sampel-sampel hasil penelitian ini memperlihatkan bahwa sampel-sampel dengan suhu sinter 843oC menunjukkan nilai yang lebih baik daripada sampel dengan suhu sinterr 840oC dan 846oC. Sedangkan prosentasi fasa terorientasi yang lebih baik juga dicapai oleh sampel-sampel dengan perlakuan suhu sinter 843oC. Ukuran grain rata-rata terbesar dicapai oleh sampel dengan suhu sinter 843oC. Hal ini konsisten dengan nilai fraksi volume dan prosentasi fasa terorientasi yang lebih baik yang juga dicapai oleh sampel dengan perlakuan suhu sinter 843oC, dibandingkan dengan sampelsampel bersuhu akhir 840odan 846oC. Derajat orientasi kristal yang tinggi sangat penting bagi bahan sebab untuk mendapatkan nilai rapat arus kristis Jc yang lebih tinggi diperlukan kristal superkonduktor yang memiliki ukuran grain kristal yang cukup besar dengan tingkat kesejajaran yang tinggi pula. Waktu sinter yang optimum untuk sampel dengan suhu sinter 840oC adalah 32 jam. Demikian juga untuk perlakuan dengan suhu sinter 846oC waktu optimumnya adalah 32 jam. Sedangkan waktu optimum untuk suhu sinter 8430C adalah 30 jam.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN Dalam penelitian ini telah dilakukan eksperimen sintesis kristal superkonduktor Bi-2223 dengan metode solid state reacton. Dalam eksperimen ini telah dilakukan variasi suhu sinter dan jangka waktu sinter. Dari data dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Peningkatan waktu sinter menurunkan Fraksi volume Bi-2223. Harga Fv tertinggi yaitu 75.67% dimiliki sample dengan waktu sinter 32 jam pada suhu sinter 8300C. Fraksi volume terendah 54.85% dimiliki oleh sample dengan waktu sinter 34 jam.
36
2. Peningkatan suhu sinter menurunkan fraksi volume fasa 2223 yang terbentuk. Fraksi volume tertinggi yaitu 75.67% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 54.85% dimiliki sample dengan suhu sinter 8460C dan waktu sinter 34 jam. 3. Peningkatan suhu sinter menurunkan orientasi fasa 2223 yang terbentuk. Orientasi fasa tertinggi yaitu 39.19% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 24.54% dimiliki sample dengan suhu sinter 8460C.. 4. Peningkatan waktu sinter telah mengurangi porisitas bahan dan meningkatkan konektivitas antar grain.. Demikian juga halnya kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus. Disisi lain, ukuran diameter grain terbesar yaitu 0.84 nm justru diperoleh pada sampel yang memiliki fraksi volume terendah Hal ini disebabkan oleh sifat multifase dari pembentukan bahan. Dari hasil analisis data secara menyeluruh diperoleh kesimpulan bahwa sampel yang diperoleh memiliki peluang yang cukup baik sebagai bahan superkonduktor dengan meningkatkan sifat-sifat bahan melalui optimasi parameter sintesis lebih lanjut meliputi kemurnian bahan-bahan awal, variasi metode sintesis, dan pemilihan suhu pemanasan. Informasi lebih dalam tentang sampel hasil eksperimen ini dapat ditingkatkan lagi dengan kaji lanjut mengenai sifat magnetic dan sifat transport bahan, melalui pengukuran kurva resistivitas, pengukuran nilai rapat arus, dan permagraph.
DAFTAR PUSTAKA Akimitsu, J., Yamazaki, A., Sawa, H., Fujiki, H.,1987,
Superconductivity in the
Bi−Sr−Cu−O system. Japan. J. Appl. Phys. 26 (Part 2, 12), L2080–L2081 C.B. Mao, L. Zhou, X.Y. Sung and X.Z. Wu, 1996, The Effect of The Silver Layer on Texture Growth and Microsructure in Silver-seathed (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3Ox Superconductors Tape, IOP Publishing Ltd Eddy Marlianto, 2008, Studi Ultrasonik Superkonduktor Suhu Tinggi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Fisika Superkonduktor, FMIPA Universitas Sumatera Utara-Medan 37
G.Y.Hermiz,B.A.Aljurani,H.A.Thabit,
2012,
Mechanical
Properties
of
Bi1.6Pb0.4Sr1.8Ba0.2Ca2Cu3−xNixO10+δ Superconducting System , J Supercond Nov Magn 25:1629–1634 Indu Verma,R. Kumar,V. Ganesan,A. Banergee, 2012, Synthesis and Magnetic Properties of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3O10+δ Superconductor, J Supercond Nov Magn 25:785–789 Maeda, H., Tanaka, Y., Fukutomi, M., Asano, T, 1988, A new high-Tc oxide superconductor without a rare earth element, Jpn. J. Appl. Phys. 27 (Part 2, 2), L209–L210 M B Solunke, P U Sharma, M P Pandya, V K Lakhani, K B Modi, P Venugopal Reddy, S S Shah, 2005, Ultrasonic studies of aluminium-substituted Bi(Pb)-2223 superconductors, Journal of Physics PRAMANA °c Indian Academy of Sciences Vol. 65, No. 3 pp. 481-490 Nurmalita, 2011, The Effect of Pb Dopant on The Volume Fraction of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Jurnal Natural FMIPA Universitas Syiah Kuala Nurmalita, 2012a, Pengaruh Dopan Pb Terhadap Fraksi Volume Kristal Superkonduktor B(P)SCCO-2212, Prosiding Semirata BKS PTN wilayah Barat, FMIPA Universitas Negeri Medan Nurmalita, 2012b, The Effect of Pb Dopant on The Critical Temperature of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Prosiding Annual International Conference 2nd Universitas Syiah Kuala Nurmalita, 2012c, Suhu Kritis Superkonduktor Bi2-xPbxSr2CaCu2Oy, Jurnal Sains MIPA, FMIPA Universitas Lampung O. Ozturk, E. Asikuzun, S. Kaya, M. Coskunyurek, G. Yildirim, M. Yilmazlar, C. Terzioglu, 2012, Physical Properties and Diffusion-Coefficient Calculation of Iron Diffused Bi-2223 System, J Supercond Nov Magn 25:2481–2487 R. Awad, A.I. Abou-Aly, M.M.H. Abdel Gawad, I. G-Eldeen, 2012, The Influence of SnO2 Nano-Particles Addition on the Vickers Microhardness of (Bi, Pb)-2223 Superconducting Phase, J Supercond Nov Magn 25:739–745 R. Kumar,Indu Verma,Nidhi Verma,V.Ganesan, 2012, Effect of Mn on the Surface Morphological Properties of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3−xMnxO10+δ(Bi -2223) Superconductor, J Supercond Nov Magn 25:1215–1221 38
S. Li, M. Bredehoft, Q.Y. Hu, H.K. Liu, S.X. Dou and W. Gao, 1997, The Effect of Annealing and Mechanical Deformation on The Grain Alignment of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3O8+x Superconductors, Iphysica C 275
39
LAMPIRAN A INSTRUMEN PENELITIAN 1. Laboratorium Laboratorium Fisika Material, Jurusan Fisika, FMIPA Universitas Syiah Kuala
2. Peralatan Pendukung No.
Nama Alat
Kegunaan -Untuk memanaskan sampel (proses kalsinasi dan sintering)
1
Furnace -Furnace mampu beroperasi hingga suhu 12000C
2
Mortar dan pastel
-Untuk wadah mencampur dan menggerus bahan-bahan awal - alat terbuat dari keramik kualitas tinggi sehingga mencegah kontaminasi terhadap bahan yang digerus
-
3
Timbangan
Cetakan 3
sampel dan Mesin press hidrolik
3
4
Krusibel alumina
Alat XRD
Menimbang bahan-bahan awal - Kualitas timbangan cukup baik dengan ketelitian tinggi -Untuk mencetak campuran serbuk bahan awal menjadi padatan berbentuk pellet -cetakan pellet terbuat dari baja, sedangkan mesin press mampu memberikan tekanan aksial hingga 10 ton/cm2 -Untuk wadah pelet selama kalsinasi dan sintering dalam furnace -Terbuat dari porselen AlO3 sehingga tahan suhu tinggi dan tidak berkontaminasi dengan pelet -Untuk mengetahui kualitas dan struktur kristal sampel superkonduktor -Alat XRD tersebut adalah tipe terbaru 40
Lokasi
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah
dan tercanggih saat ini di Indonesian, namun hanya untuk sampel berbentuk serbuk 5
6
Meissner kit
Alat SEM/EDAX
Untuk mengetahui sifat sampel superkonduktor
magnetic
Untuk mengetahui morfologi permukaan dan persentase kandungan unsur-unsur atomik sampel superkonduktor
41
Lab. Fisika Material, FMIPA Unsyiah.
Laboratorium Fakultas Teknik, Unsyiah
LAMPIRAN B Daftar Riwayat Hidup KetuaPeneliti 1.Nama Lengkap dan gelar
Nurmalita, M.Si.
2.Jenis kelamin
Perempuan
3. Tempat/Tgl Lahir
Langsa/16 Oktober 1970
4.Alamat
Lr.T.Abdullah-Krungcut-Desa Baet
5.NIP
197010161997032001
6.Pangkat/Golongan
Penata Muda/IIIa
7.Jabatan Fungsional
Lektor
8.Jurusan
Jurusan Fisika
9.Fakultas
FMIPA Universitas Syiah Kuala
11.Riwayat Pendidikan
No.
Pendidikan
Ijazah/tahun
Spesialisasi
1
Universitas Syiah Kuala
S1 Fisika /1995
Fisika
2
Institut Teknologi Bandung
S2 Fisika/2002
Fisika Material
12. Pengalaman Penelitian : No.
Tahun
1
2012
2
2010
Judul Penelitian Sintesis dan Karakterisasi Superkonduktor Bi-2212 dengan Metode Self Flux
Sumber biaya Mandiri
Sintesis dan Karakterisasi Superkonduktor Mandiri Bi-2212 Dengan Metode Melt Textured Growth 13. Publikasi No.
Tahun
Judul Penelitian
1
2012
Suhu Kritis Superkonduktor Bi2-xPbxSr2CaCu2Oy, Jurnal Sains MIPA, Universitas Lampung
2
2012
The Effect of Pb Dopant on The Critical Temperature of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Prosiding Annual International Conference 2nd Universitas Syiah Kuala
3
2012
Pengaruh Dopan Pb Terhadap Fraksi Volume Kristal Superkonduktor B(P)SCCO-2212, Prosiding Semirata BKS PTN wilayah Barat, Universitas Negeri Medan
4
2011
The Effect of Pb Dopant on The Volume Fraction of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Jurnal Natural, Universitas Syiah Kuala 42
Banda Aceh, 29 November 2013 Anggota Peneliti,
Nurmalita, M.Si NIP. 197010161997032001
43
Daftar Riwayat Hidup Anggota Peneliti 1.
Nama Lengkap dan Gelar
:
Evi Yufita, M.Si.
2.
Jenis Kelamin
:
Perempuan
3.
Tempat/Tanggal Lahir
:
Kota Bakti, 20 September 1975
4.
Alamat
:
Jl Peurada I No.7, Banda Aceh
5.
NIP
:
19750920 2000 12 2001
6.
Pangkat/Golongan
:
Penata /IIIc
7.
Jabatan Fungsional
:
Lektor
8.
Jabatan Struktural
:
-
9.
Jurusan/Prodi
:
Fisika / Fisika
10.
Fakultas
:
MIPA
11.
Riwayat Pendidikan
:
No.
Pendidikan
Ijazah/Tahun
Spesialisasi
1.
Universitas Syiah Kuala
S1 Fisika/1999
Fisika
2.
Institut Teknologi Bandung
S2 Fisika/2002
Fisika Material
.12. Pengalaman Penelitian No.
Tahun
Judul Penelitian
Sumber Biaya
1.
2008
Deposisi Lapisan Tipis Zinc Oxide (ZnO) Dengan Metode Spin Coating
DPA-SKPD
2.
3.
4.
2008
Pemanfaatan Ampas Tebu Sebagai bahan Baku Pembuatan Papan Partikel
2007
Kajian Pemanfaatan Tongkol Jagung Sebagai Bahan Alternatif Pembuatan Briket
DPA-SKPD
2000
Kajian Konduktivitas Termal pada Material Komposit Polyester dengan Bahan Pengisi Limbah Serbuk Kayu Penggergajian.
DPA-SKPD
44
Program Penelitian IPTEK
5.
6
2000
Pembuatan Program Visualisasi Fungsi Gelombang Schrodinger dan Kontur Distribusi Elektron pada atom Hidrogen Berbasis Java Apple
DPA-SKPD
2002
Studi Penumbuhan Film Tipis GaSb Di Atas Substrat GaAs dengan Metode MOCVD Reaktor Vertikal
BPPS Dikti
13. Publikasi No.
Tahun
Judul Penelitian
1
2011
Analysis Quality Control (QC) on Scan in RSUZA Banda Aceh an effort to get in bast quality in image, Prosiding Annual international conference Universitas Syiah Kuala
2
2009
Deposisi Lapisan Tipis Zinc Oxide (ZnO) Dengan Metode Spin Coating, Prosiding Semirata BKS PTN Wilayah Barat
3
2006
Studi Morfologi Permukaan Film Tipis GaSb di atas Substat GaAs dengan Metode Reaktor Vertikal, Jurnal natural FMIPA Unsyiah
4
2005
Studi Laju Penumbuhan Film Tipis GaSb di atas Substat GaAs dengan Metode Reaktor Vertikal, Jurnal Rekayasa Fakultas Teknik Unsyiah
Banda Aceh, 29 November 2013 Anggota peneliti,
Evi Yufita, M.Si NIP. 19750920 2000 12 2001
45
LAMPIRAN C
(BCHP) SKIM PENELITIAN
DOSEN MUDA
Nomor BCHP : 187/H11.2/BCHP/2013
Tahun Anggaran 2013 46
Keterangan Penelitian Judul Penelitian
: Sintesis dan Karakterisasi Superkonduktor Bi-2223 untuk Bahan Kabel Transmisi Daya
Peneliti Utama
: Nurmalita, M.Si
Institusi Peneliti
: Universitas Syiah Kuala
Bidang Fokus
: Material Maju Superkonduktor
Tahun Pelaksanaan
: 2013
Biaya
: Rp. 15.000.000,-
Tujuan
: Sintesa Material dan Karakterisasinya
Sasaran Akhir Tahun : Dihasilkan sampel material Superkonduktor Bi- 2223 berikut karakteristiknya, yang selanjutnya akan dipublikasikan
Nomor BCHP
: 187/H11.2/BCHP/2013 13 Mei 2013 47
Tanggal
Catatan Kemajuan Penelitian
Tanggal
Kegiatan
Catatan Kemajuan
20 Juni 2013
I. Penimbangan Bahan
Desain dicek ulang dengan referensi yang didasari hasil perhitungan berat molekuler.
- Timbang bahan –bahan awal menurut komposisi Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy menggunakan timbangan digital seperti pada gambar dibawah ini. .
25 Juni 2013
II. Pencampuran dan Penggerusan
Bahan-bahan yang sudah ditimbang lalu dicampur dan digerus. Penggerusan dilakukan secara manual dengan mortar dan pastel kurang lebih selama 24 jam secara bertahap
48
Diperoleh campuran serbuk yang diharapkan sudah sangat homogen dan halus.
4 Juli 2013
III. Pengepresan
Campuran serbuk dimasukkan kedalam cetakan berbentuk pellet dengan ketebalan sekitar 6 mm lalu dipress dengan tekanan 8 ton menggunakan mesin press hidrolik seperti yang tampak pada gambar berikut.
15 Juli 2013 IV. Pemanasan (Proses Kalsinasi)
9 buah pellet dikalsinasi secara serentak didalam furnace dengan pemrograman suhu yang sama. 9 49
Diperoleh 9 buah pellet. Setiap pellet diukur ketebalan dan beratnya masing-masing.
buah pellet ditempatkan ke dalam 4 buah krusibel kemudian dimasukkan ke dalam furnace (tungku). Proses kalsinasi berguna untuk menghilangkan gugus karbonat dan membentuk senyawa oksida.
Hasil kalsinasi menunjukkan bahwa permukaan pellet lebih licin dan rata dibandingkan sebelum kalsinasi. Terjadi penyusutan dalam ukuran berat setiap pellet, tetapi ketebalan pellet meningkat.
V. Pemanasan (Proses Sintering)
25 Juli 2013
9 buah pellet yang sudah dikalsinasi dipanaskan lebih lanjut. Proses ini dinamakan sintering. Masing-masing pellet memiliki pemrograman suhu sintering yang berbeda satu sama lain. Tujuannya untuk melihat pengaruh suhu dan waktu sintering terhadap pembentukan kristal superkonduktor. Sintering dilakukan menggunakan furnace seperti tampak pada gambar dibawah ini
50
9 buah pelet yang telah disintering diukur kembali berat, diameter dan ketebalannya masing-masing. Pada semua pellet terjadi penyusutan berat, namun diameter dan ketebalannya meningkat.
12 agustus
24 agustus
2 September
10 september
10 Oktober
Uji Pola XRD
Perekaman Foto SEM/EDAX
Uji Messner
Analisa data dan rekap hasil
Penulisan laporan
Nomor BCHP : 187/H11.2/BCHP/2013
Banda Aceh, 29 November 2013 Diketahui oleh, Ketua Lembaga penelitian,
Prof. DR. H. Hasanuddin, M.S NIP. 196011141986031001 51
LAMPIRAN D
PROSIDING SEMINAR HASIL PENELITIAN
I. 1. Skim Penelitian : Penelitian Dosen Muda 2. Judul : Sintesis Superkonduktor Bi-2223 Untuk Bahan Kabel Transmisi Daya 3. Ketua Peneliti/Penyaji : Nurmalita, M.Si 4. Hari/Tanggal : 2 Desember 2013 5. Tempat : AAC Dayan Dawood –Universitas Syiah Kuala II. Pertanyaan : 1. Prof. rer.nat Rinaldi Idroes : Apa rencana keluaran III. Tanggapan : publikasi jurnal dan prosiding IV. Saran : 1. DR. Syaukani : untuk dilanjutkan ke skim penelitian yang lebih tinggi
Moderator
Banda Aceh, 03-12 2013 Ketua Peneliti,
DR. Syaukani
Nurmalita, M.Si
52
LAMPIRAN E RINCIAN DANA PENELITIAN 1. Gaji dan Upah No.
Pelaksana
Jumlah Personil (10 bulan)
Biaya Satuan (Rp.)
Jumlah (Rp.)
1
Ketua peneliti
1 x 10
250,000.00
2.500.000.00
2
Anggota Peneliti
1 x 10
150,000.00
1.500.000.00
Total
4.000.000.00
2. Bahan Habis Pakai No.
Uraian
Volume
1
Bi2O3 (99.99%)
Harga Satuan (Rp.)
50 gram
3.000.000,00
3.000.000,00
2
CaCO3 (99.9%)
50 gram
150.000,00
150.000,00
3
SrCO3 (99.9%)
50 gram
1.500.000,00
1.500.000,00
4
CuO (99.99%)
50 gram
150.000,00
150.000,00
5
PbO (99.99%)
50 gram
100.000,00
100.000,00
6
Nitrogen cair
1 liter
10.000,00
10.000,00
Total
Jumlah (Rp.)
4.910.000,00
3. Perjalanan No. 1
Dari / Ke Seminar
Jumlah personil 1 orang
Rincian (Rp.) 1.250.000,00
Total
Jumlah (Rp.)
1.250.000,00
1.250.000,00
4. Pengeluaran lain-lain No. 1
Uraian Biaya pemotretan/scanning sampel - X-Ray Diffraction - SEM / EDAX - Uji efek Meissner
Volume
9 sampel 53
Harga Satuan (Rp.)
200.000,00
Jumlah (Rp.)
1.800.000,00
2 3 4 5 5
Biaya dokumentasi dan pembuatan laporan Penelusuran pustaka, fotokopi, penjilidan Administrasi surat menyurat Jurnal FMIPA Unsyiah Biaya pemeliharaan alat - Furnace (pemanas) - Mesin press hidrolik
9 sampel
100.000,00
900.000,00
9 sampel
10.000,00
90.000,00
10 eks.
50.000,00
500.000,00
625.000,00
625.000,00
400,000,00
400.000,00
125.000,00
125.000,00
1 unit
200.000,00
200.000,00
1 unit
50.000,00
Total
50.000,00
3.590.000,00
Rekapitulasi No.
Jenis Pengeluaran
Jumlah (Rp)
1 2 3
Gaji dan Upah Bahan Habis Pakai Biaya Publikasi
4.000.000,00 4.910.000,00 1.500.000,00
4
Biaya lain-lain a. Pemotretan/Scanning sampel/uji Meissner b. Dokumentasi dan pembuatan laporan c. Penelusuran pustaka, fotokopi, penjilidan d. Administrasi surat menyurat e. Biaya pemeliharaan alat Total
4.590.000,00
54
15.000.000,00
Synthesis and Surface Morphological Properties of Bi-2223 Superconductors*
Nurmalita1 dan Evi Yufita1
1
Jurusan Fisika FMIPA Universitas Syiah Kuala Email :
[email protected]
Abstrak. Penelitian tentang pengaruh suhu sintering dan waktu sinter terhadap kristal
superkonduktor
Bi-2223
bertujuan
untuk
mengetahui
kualitas
kristal
superkonduktor yang terbentuk pada setiap variasi suhu selama proses sintering dalam sintesis. Eksperimen pembentukan kristal dilakukan dengan metode Solid State Reaction pada variasi suhu sintering 8430C, dan 8460C selama periode waktu 30 jam,32 jam, dan 34 jam. Pengukuran pola spektrum XRD sampel yang dihasilkan menunjukkan bahwa peningkatan waktu sintering telah menurunkan fraksi volume fase superkonduktiv dalam eksperimen ini. Harga Fv tertinggi yaitu 75.67% dimiliki sample dengan waktu sinter 32 jam pada suhu sinter 8430C. Suhu kritis terendah 54.85% dimiliki oleh sample dengan waktu sinter 34 jam pada suhu sinter 8460C . Sedangkan peningkatan suhu sinter menurunkan fraksi volume fasa 2223 yang terbentuk. Fraksi volume tertinggi yaitu 75.67% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 54.85% dimiliki sample dengan suhu sinter 8460C dan waktu sinter 34 jam. Hasil rekaman SEM dan EDAX menunjukkan penambahan waktu sinter sampai 34 jam telah berhasil mengurangi terbentuknya pori dan meningkatnya orientasi grain yang juga mempunyai ukuran terbesar pada sampel dengan waktu sinter 34 jam. Namun demikian, peningkatan waktu sinter telah menurunkan ukuran grain bahan yang berpengaruh pada meningkatnya batas butir yang berpotensi mengurangi harga rapat arus. Hasil uji Meissner pada semua sampel telah menunjukkan sifat diamagnetic bahan. Kata kunci : Superkonduktor Bi-2223, metoda solid state reaction, XRD, SEM, sintering *Didanai oleh Universitas Syiah Kuala melalui Proyek penelitian Dosen Muda Tahun 2013 1
PENDAHULUAN Superkonduktor adalah bahan penghantar listrik yang memiliki resistansi nol (superconducting) ketika berada dibawah suhu tertentu yang dinamakan dengan suhu kritis (Tc) bahan tersebut. Generasi awal superkonduktor yang disebut superkonduktor konvensional umumnya berupa senyawa atau paduan logam dan memiliki Tc rendah sehingga kurang menarik. Teknologi superkonduktor mulai berkembang pesat sejak ditemukannya superkonduktor suhu kritis tinggi (SKST) pada tahun 1986. SKST adalah berupa bahan oksida atau keramik yang berinduk pada senyawa kuprat (Cu-O) dengan komposisi kimiawi yang multi komponen. Akibatnya bahan SKST bersifat multifase, struktur kristalnya berlapis, derajat anisotropinya tinggi dan panjang koherensinya yang pendek. Walau belum tuntas dalam pemahaman dasarnya, bahan SKST telah dikembangkan dalam aplikasi teknologi yang bervariasi luas, mulai dari aplikasi piranti elektronik, transmisi daya berkapasitas besar, peralatan yang menggunakan medan magnet berkekuatan tinggi, sampai dengan berbagai peralatan teknik yang mengandalkan efek levitasi magnetik seperti misalnya SMES (superconducting magnetic energy storage system). Riset yang sangat intensif terus dilakukan untuk menghasilkan pemahaman menyeluruh tentang persoalan fisis yang berkaitan dengan aspek teoritis, eksperimen, maupun aplikasinya. Salah satu bahan SKST yang banyak dikaji adalah system Bi-Sr-CaCu-O (BSCCO) yang dikenal juga sebagai bahan superkonduktor berbasis Bi. Dalam sistem ini dikenal 3 fase superkonduktif yang berbeda yaitu fase 2201, fase 2212 dan fase 2223. Sintesis sampel kristal BSCCO ini dapat dilakukan dengan beberapa metode berbeda antara lain metode Traveling Solvent Floating Zone (TSFZ), metode fluks Halida Alkali, metode fluks Carbonat Alkali, metode Self Fluks dan metode Solid State Reaction (Nurmalita, 2011). Metoda Solid state reaction ialah metode reaksi padatan. Metoda ini merupakan metoda sintesis kristal superkonduktor Bi-2223 yang paling sederhana dan murah dari segi minimnya peralatan sintesis yang diperlukan. Metoda ini dilakukan dengan pemilihan suhu sintering didaerah suhu yang masih dibawah titik leleh fase zat. Dengan demikian sifat
2
pelelehan ingkongruen yang merupakan ciri khas pada bahan superkonduktor
dapat
dihindari sehingga pertumbuhan fase Bi-2223 yang diinginkan memiliki fraksi volum yang cukup tinggi (diatas 50 %). Dalam beberapa tahun terakhir para ahli telah berlomba-lomba melakukan penelitian terhadap bahan ini guna memperoleh bahan superkonduktor Bi-2223 yang mempunyai karakteristik ideal. Usaha yang dilakukan para peneliti diantaranya adalah pengontrolan bahan-bahan awal dengan pemberian dopan, baik yang bersifat aditif maupun substitusif. Dopan dapat berupa subtitusi artinya mengganti atom asli didalam superkonduktor dengan atom dopan yang ukurannya tidak jauh berbeda dengan ukuran atom aslinya, atau dopan juga dapat berupa aditif artinya menambahkan atom-atom dopan kedalam atom-atom asli superkonduktor. Keluarga superkonduktor Tc tinggi seperti Bi-2223 dapat diekstensifikasi melalui subtitusi khusus dari elemen-elemen tunggal. Selain oksigen, telah pula dilakukan penelitian-penelitian yang menggunakan dopan Pb. Dari hasil yang dilaporkan, penggunaan dopan Pb dalam sintesis polikristal sistem Bi, selain memudahkan pembentukan senyawa bersangkutan dengan kemurnian fasa yang tinggi, juga mempengaruhi sifat-sifat senyawa yang dihasilkannya. Karena kemiripan ukuran ion dan persyaratan valensi dari atom Pb maka telah diyakini bahwa penambahan Pb sebagai dopan menghasilkan subtitusi atom Bi oleh atom Pb pada lapisan ganda Bi-O. Pendopingan dengan Pb pada superkonduktor Bi-2223 dapat meningkatkan stabilitas fasa dan laju formasi pembentukan fasa. Beberapa penelitian terbaru pada superkonduktor Bi-2223 dengan dopan Pb telah dilakukan menggunakan metoda Solid sate reaction dan melibatkan unsur dopan tambahan dari elemen lainnya seperti Fe, Sn, Al, Ni atau Mn. Hasil yang telah dilaporkan ialah dengan penambahan dopan Fe memberikan peningkatan kristalinitas, ukuran butir, dan konektivitas antar butir (O. Ozturk dkk, 2012). Sedangkan penambahan nanopartikel SnO2 dalam bahan awal telah memberikan peningkatan sifat mekanik (R. Awad dkk, 2012). Untuk sintesis yang melibatkan dopan Al telah meningkatkan kekuatan ikatan antar atom (MB. Solunke dkk, 2005), sedangkan penambahan dopan Ni telah melemahkan ikatan antar butir (GY. Hermiz dkk, 2012). Untuk sintesis dengan pemberian dopan Mn meningkatkan ukuran butir dan ruang kosong antar butir (R. Kumar dkk, 2012). Sintesis 3
Bi-2223 dengan rumus kimia Bi1.6Pb0.4Ca2Cu3O10+δ juga telah dilakukan melalui metoda solid state reaction dimana pellet disinter pada suhu 8400C selama 34 jam dan berhasil diperoleh sampel bahan yang mempunyai struktur kristal ortorombik dengan parameter kisi a = 5.4054 Å, b =5.4111 Å dan c = 37.0642 Å berdasarkan analisa pola XRD. Dari foto SEM/EDAX terhadap morfologi permukaannya didapat informasi komposisi kation rata-rata dalam rasio 2:2:2:3 ditemukan hampir pada tiap titik, dimana pada daerah yang sama juga memperlihatkan mikrostruktur yang sangat seragam,yaitu butiran yang terorientasi acak dan porositas rendah yang menunjukkan kompaknya koneksi antar butir kristal (Indu Verma dkk, 2012). Tulisan ini mengulas tentang metode sintesis dan kualitas kristal sampel superkonduktor Bi-2223 yang terbentuk pada setiap variasi suhu sinter dan waktu sinter yang digunakan dalam sintesis. METODE PENELITIAN Eksperimen ini telah dilakukan di laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Syiah Kuala Banda Aceh. PERALATAN DAN BAHAN Peralatan yang digunakan adalah furnace segiempat, neraca sartorius, beker gelas, mortal dan pastel keramik, krucibel alumina, dan cetakan sampel. Bahan yang dipakai adalah Bi2O3 (99.9%), PbO (99.9%), SrCO3 (99.995%), CaCO3 (99.0%), CuO (99.99%), HNO3 (65.%), aquades, pasta perak Ag dan Aseton. RANCANGAN PROSES SINTESIS Pada penelitian ini, superkonduktor Bi-2223 akan disintesis dengan metoda solid state reaction yang sederhana dan murah namun berpeluang besar untuk mendapatkan hasil yang berkualitas melalui pemberian dopan Pb sebagai subtitusi parsial Bi dan optimasi parameter sintesis
berupa variasi suhu sintering. Proses sintesis dimulai dengan
mencampur menjadi satu semua bahan awal berupa serbuk yaitu Bi2O3, PbO, SrCO3, CaCO3, dan CuO yang telah ditimbang sesuai dengan kadar berat mengikuti rumus kimia Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy. Selama proses pencampuran bahan juga dilakukan penggerusan secara manual dan bertahap. Selanjutnya bahan dikalsinasi pada suhu 8100C selama 24 4
jam, dan kemudian dicetak menjadi pelet. Pelet disintering dan selanjutnya mengalami furnace cooling ke suhu ruang. Untuk mendapatkan hasil optimum akan dilakukan optimasi parameter sintering yaitu variasi suhu sintering 8430C, dan 8460C serta variasi waktu sinter 30 jam, 32 jam, dan 34 jam. Akhirnya sampel yang diperoleh dikarakterisasi dengan uji pola XRD ( kualitas kristal), uji efek Meissner (magnetic), dan uji struktur/morfologi permukaan menggunakan SEM. ANALISA DATA Pada semua sampel yang peroleh dilakukan pengukuran pola XRD, uji Meissner, dan foto SEM. Pola XRD Untuk karakterisasi kualitas kristal dilakukan pengukuran pola XRD. Untuk mengamati evolusi pertumbuhan fase 2223 dilakukan perhitungan fraksi volumenya berdasarkan spektrum XRD, dengan menggunakan rumus (C.B.Mao, 1996) :
Fv = I (2223)
(1)
I (total) Untuk mengetahui jumlah impuritas yang mungkin muncul maka digunakan rumus (C.B. Mao dkk, 1996) : =
%−
(2)
Sedangkan fraksi volume fase 2223 yang terorientasi pada sumbu c dihitung dengan menggunakan rumus (C.B.Mao, 1996) : P = I (00 l )
(3)
Itotal 2223 Selanjutnya untuk mengetahui ukuran diameter rata-rata partikel digunakan persamaan Scherrer-Warren : 5
D = 0.941λ / β cos θβ (4)
Dimana : Fv
= fraksi volume
P
= fasa terorientasi
I
= Impuritas
I(2223)
= intensitas puncak difraksi fasa Bi-2223
I(total)
= intensitas seluruh puncak difraksi
I(00 )
= intensitas puncak difraksi fasa Bi-2223 dengan bilangan genap
D
= Ukuran diameter rata-rata partikel λ = panjang gelombang sinar X
β = FWHM dari puncak intensitas tertinggi θβ= sudut dimana terdapat puncak intensitas tertinggi
Uji Meissner Untuk karakterisasi sifat magnetic bahan maka dilakukan uji Meissner. Uji ini dilakukan dengan mencelupkan sampel pelet kedalam Nitrogen cair lalu diatasnya diletakkan sepotong kecil magnet permanen. Bahan bersifat diamagnetic jika magnet melayang diatas pellet. Foto SEM/EDAX Untuk mengetahui morfologi permukaan bahan dan kandungan unsure-unsur bahan maka dilakukan pemotretan SEM/EDAX pada sampel pelet. Dari foto tersebut dapat diketahui karakteristik grain, pore, grain boundary, dan kandungan unsure-unsur .
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Sampel hasil sintesis berupa 6 buah pellet dengan ketebalan sekitar 5 mm dan berdiameter sekitar 1 cm. Untuk memudahkan maka sampel diberi nama sesuai kode yang mencantumkan perangkat parameter sintesis menurut format : suhu sintering/jangka waktu sintering. Sebagai contoh, sampel dengan kode 843/30 berarti sampel tersebut dibuat pada suhu sintering 843oC selama 30 jam. Seluruh sampel diuji karakterisasinya meliputi pola XRD, uji Meissner, dan foto SEM/EDAX. Pola XRD untuk sampel dengan suhu sinter 8430C dicantumkan pada Gambar 1, sedangkan sampel dengan suhu sinter 846 0C diperlihatkan pada Gambar 2.
843/30
008
* 10
15
843/32 008
* 10
15
200 202 1010 1111
*
110
20
113
0010 115
25
20
115
0016 206
π
30
0010 110
0012
35
40
1131010200 202 1111 0016 0012
π
*
25
30
0018 220 2111 0020*0022
45
0018
206
35
40
45
50
55
220 *0022 0020
50
55
0016 1111
843/34 115
10
15
20
25
1010 202 200
30
206
35
7
2111 220 0022 0018 0020 *
40
45
50
55
Gambar 1. Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C
1010 0016
π
846/30 0012 110
* 10
008
15
20
1111 202 200 114 206 π
115113 0010
25
30
* 846/32 0010
* 10
15
20
π
30
* 0010 115
846/34
113
110
10
15
20
1111 0016
25
25
0020 220
0022
45
50
55
202
113
110
40
0018
200
0012 1010
115
008
35
2111
206
π
35
40
202 0016
0012
π
30
45
50
35
π
206
40
2111 200 * 0018 0020
45
50
Gambar 2 Pola XRD sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C 8
0022
55
1111
200 1010
2111 220 * 0018 0020
0022
55
Dari hasil spectrum XRD, dapat dihitung nilai dari fraksi volume 2223 yang terbentuk, prosentase fasa terorientasi, impuritas serta diameter rata-rata grain menggunakan persamaan (1), (2), (3), dan persamaan (4). Hasil perhitungan karaktristik seluruh sampel dirangkum pada Tabel 1. Tabel 1. Data Variable Karakteristik dari Sampel Hasil perhitungan
Suhu
Waktu
sinter
sinter
Fraksi volume
Impuritas
T (0C)
t(jam)
Fv (%)
I(%)
30
75.67
32
843/34 846/30
Nama Sampel
843/30 843/32
846/32
843
846
846/34
Prosentase Fasa
Diameter
terorientasi
rata-rata
P(%)
D(nm)
24.33
27.65
0.47
66.85
33.15
37.85
0.84
34
69.62
30.38
39.19
0.39
30
63.31
36.69
24.54
0.57
32
63.01
36.99
35.07
0.54
34
54.85
45.15
26.49
0.70
Untuk melukiskan pola hubungan antara parameter proses dan karakteristik sampel, maka data dalam Tabel 1 dituangkan dalam bentuk grafik variasi parameter karakteristik terhadap variasi suhu sinter dan waktu sinter.
T = 843 C
Fv (%)
80 70 60 50
T = 846 C 75.67 63.31
69.62 66.85 63.01
30
32
waktu sinter (jam)
9
54.85 34
Gambar 3 Hubungan antara Fraksi volume terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8430C, dan 8460C T = 843 C T = 846 C
I (%)
50 40 30 20
45.15
36.99 33.15
36.69
30.38
24.33 30
32
34
waktu sinter (jam)
Gambar 4. Hubungan antara Impuritas (I) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8430C, dan 8460C T = 843 C T = 846 C 40
P (%)
37.85 35.07
30
39.19
27.65 24.54
20
26.49
30
32
34
suhu sinter (jam)
Gambar 5 Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8430C, dan 8460C
D (nm)
0.84
0.9 0.8 0.7 0.6 0.5 0.4 0.3 0.2
0.7
T = 843 C T = 846 C
0.57 0.54
0.47
0.39
30
32
waktu sinter (jam)
10
34
Gambar 6. Hubungan antara Diameter grain (D) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8430C, dan 8460C
843/30
843/32
843/34
11
Gambar 7 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C
843/30
843/32
843/34
Gambar 8 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8430C 12
846/30
846/32
846/34
Gambar 8 Foto SEM sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C 13
846/30
846/32
846/34
Gambar 9 Rekaman EDAX sampel Bi-2223 dengan suhu sinter 8460C
14
Untuk sampel-sampel yang disinter pada suhu 8430C dari spektrum XRD yang diperlihatkan dalam Gambar 1 tampak puncak-puncak yang muncul sebagian sudah memiliki pola indeks hk = 00
dengan
berupa bilangan genap. Dari hasil spektrum tersebut dapat
disimpulkan bahwa sebagian fasa Bi-2223 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Meskipun ada sejumlah puncak impuritas yang berasal dari fasa Bi-2212 (tanda *) dan fasa 2201 (tanda π), namum yang dominan adalah puncak-puncak fasa Bi-2223. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan prosentasi fasa terorientasi dari sampel yang disinter pada suhu 8430C ditunjukkan pada Tabel 1. Dari tabel tersebut tampak bahwa penambahan waktu sinter berpengaruh pada pembentukan fasa Bi-2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar dperoleh pada sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 75.67%. Dengan penambahan waktu sinter menjadi 32 jam fraksi volume 2223 menurun, tapi kristalinitas meningkat dengan membesarnya ukuran grain dan meningkatnya fasa terorientasi. Ketika waktu sinter ditambah lagi menjadi 34 jam fraksi volume 2223 kembali bertambah sedangkan impuritas berkurang . Hubungan waktu sinter dengan fasa teorientasi ditunjukkan dalam Gambar 5. Sedangkan hubungan antara ukuran grain dengan waktu sinter dapat dilihat pada Gambar 6. Prosentase fasa terorientasi terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 34 jam dan bukan pada sampel yang mempunyai fraksi volume 2223 tertinggi. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang selain 00
lebih
banyak pada sampel yang mempunyai fraksi volum tertinggi. Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam, yaitu sebesar 27.65%. Hasil rekaman SEM dan EDAX untuk sampel dengan suhu sinter 8430C diperlihatkan pada Gambar 7 dan Gambar 8. Dari hasil tersebut semua bahan menunjukkan masih adanya porisitas pada morfologi permukaan. Meskipun demikian penambahan waktu sinter sampai 34 jam telah berhasil mengurangi terbentuknya pori. Hal ini sangat konsisten dengan meningkatnya orientasi grain yang juga mempunyai nilai terbesar pada sampel dengan waktu sinter 34 jam ini, seperti yang terlihat pada foto SEM.. Namun demikian, peningkatan waktu sinter telah menurunkan ukuran grain bahan yang berpengaruh pada meningkatnya batas butir yang berpotensi mengurangi harga rapat arus. Berdasarkan pola XRD maka harga fasa terorientasi paling rendah terdapat pada sampel dengan waktu sinter 30 jam, terlihat juga dari foto SEM pada sampel ini orientasinya sangat tidak teratur. Ukuran diameter butir pada
15
sampel ini rata-rata 0.47 nm. Hasil uji Meissner pada semua sampel telah menunjukkan sifat diamagnetic bahan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel dengan suhu sinter 843oC ini dengan penambahan waktu sinter telah mengurangi porisitas bahan dan meningkatkan konektivitas antar grain.. Demikian juga halnya kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus. Disisi lain, ukuran diameter grain terbesar yaitu 0.84 nm justru diperoleh pada sampel yang memiliki fraksi volume terendah Hal ini disebabkan oleh sifat multifase dari pembentukan bahan. Dari hasil yang diperlihatkan oleh sampel-sampel dengan suhu sinter 843oC maka pemanasan yang optimum untuk memperoleh senyawa fase Bi-2223 dengan fraksi volume yang cukup besar adalah pada waktu sinter 30 jam. Selanjutnya untuk sampel hasil sintesis dengan suhu sinter 846 oC dari spektrum XRD yang diperlihatkan dalam Gambar 2 tampak puncak-puncak yang muncul sudah dominan dari fasa Bi-2223, meskipun masih ada sedikit impuritas yang berasal dari fasa Bi-2212 (tanda *), Bi-2201 (tanda π), dan impuritas lain. Untuk fasa Bi-2223 juga sudah memiliki puncak-puncak dengan pola indeks hk = 00 dengan
berupa bilangan genap. Dari hasil
spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian fasa Bi-2223 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan prosentasi fasa terorientasi sampel yang disinter pada 8460C ditunjukkan pada Tabel 6.1. Dari hasil tersebut tampak bahwa penambahan waktu sinter sangat berpengaruh pada pembentukan fase 2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 63.31%. Dengan penambahan waktu sinter dari 30 jam menjadi 32 jam dan kemudian menjadi 34 jam fraksi volume 2223 makin menurun. Hal ini bisa dilihat dengan meningkatnya impuritas seperti pada Gambar 4. Meningkatnya impuritas juga diikuti dengan menurunnya kristalinitas bahan. Meningkatnya waktu sinter telah menaikkan porositas antar grain dan mengurangi diameter rata-rata grain Hubungan waktu sinter dengan fasa terorientasi ditunjukkan dalam Gambar 5. Prosentase fasa terorientasi terbesar yaitu 35.07% diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam , yang juga mempunyai ukuran grain tertinggi yaitu 0.7 nm seperti tampak pada Gambar 6. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang 00 pada sampel ini lebih banyak dan terlihat jelas pada foto SEM Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 24.54%. 16
Dari hasil SEM pada Gambar 8 tersebut terlihat bahwa untuk semua sampel tekstur butirbutir kristalnya berbentuk seperti lembaran dan pada umumnya terorientasi acak meskipun rata-rata 30% bidang kristalnya sudah terorientasi dalam arah sumbu c. Dari rekaman SEM tersebut tampak bahwa dengan bertambahnya waktu sinter porisitas meningkat dan konektivitas antar grain menurun. Sampel dengan waktu sinter 32 jam mempunyai prosentase fasa terorientasi terbesar dan nampak dari SEM pada sampel ini butir kristalnya lebih terorientasi dibanding sampel lainnya. Berdasarkan rekaman EDAX pada Gambar 9 tampak bahwa semua sampel sudah mengandung unsur-unsur kimia seperti yang diharapkan. Selanjutnya hasil dari uji Meissner memperlihatkan bahwa untuk semua sampel relative sudah bersifat diamagnetic, dimana potongan kecil magnet permanen mengapung diatas sampel pellet yang direndam dalam Nitrogen cair. Dari hasil yang diperlihatkan oleh sampelsampel dengan suhu sinter 840oC maka perlakuan panas yang optimum untuk memperoleh senyawa fase Bi-2223 dengan fraksi volume yang cukup besar, prosentase fasa terorientasi yang cukup baik, dan ukuran grain yang cukup besara adalah dengan waktu sinter 32 jam. Hasil perhitungan fraksi volume Bi-2223 yang diperoleh pada sampel-sampel hasil penelitian ini jika dibandingkan antara sampel dengan suhu sinter 8430C, dan 846oC memperlihatkan bahwa sampel-sampel dengan suhu sinter 843oC menunjukkan nilai yang lebih baik daripada sampel dengan suhu sinter 846oC. Sedangkan prosentasi fasa terorientasi yang lebih baik juga dicapai oleh sampel-sampel dengan perlakuan suhu sinter 843oC. Ukuran grain rata-rata terbesar dicapai oleh sampel dengan suhu sinter 843oC. Hal ini konsisten dengan nilai fraksi volume dan prosentasi fasa terorientasi yang lebih baik yang juga dicapai oleh sampel dengan perlakuan suhu sinter 843oC, dibandingkan dengan sampelsampel bersuhu akhir 846oC. Derajat orientasi kristal yang tinggi sangat penting bagi bahan sebab untuk mendapatkan nilai rapat arus kristis Jc yang lebih tinggi diperlukan kristal superkonduktor yang memiliki ukuran grain kristal yang cukup besar dengan tingkat kesejajaran yang tinggi pula. Waktu sinter yang optimum untuk sampel dengan perlakuan suhu sinter 846 oC adalah 32 jam. Sedangkan waktu optimum untuk suhu sinter 8430C adalah 30 jam.
17
KESIMPULAN DAN SARAN Dalam penelitian ini telah dilakukan eksperimen sintesis kristal superkonduktor Bi-2223 dengan metode solid state reacton. Dalam eksperimen ini telah dilakukan variasi suhu sinter dan jangka waktu sinter. Dari data dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Peningkatan waktu sinter menurunkan Fraksi volume Bi-2223. Harga Fv tertinggi yaitu 75.67% dimiliki sample dengan waktu sinter 32 jam pada suhu sinter 8430C. Fraksi volume terendah 54.85% dimiliki oleh sample dengan waktu sinter 34 jam pada suhu sinter 8460C . 2. Peningkatan suhu sinter menurunkan fraksi volume fasa 2223 yang terbentuk. Fraksi volume tertinggi yaitu 75.67% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 54.85% dimiliki sample dengan suhu sinter 846 0C dan waktu sinter 34 jam. 3. Peningkatan suhu sinter menurunkan orientasi fasa 2223 yang terbentuk. Orientasi fasa tertinggi yaitu 39.19% terdapat pada sample dengan suhu sinter 8430C, sedangkan fraksi volume terendah 24.54% dimiliki sample dengan suhu sinter 8460C.. 4. Penambahan waktu sinter telah mengurangi porisitas bahan dan meningkatkan konektivitas antar grain. Demikian juga halnya kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus. Disisi lain, ukuran diameter grain terbesar yaitu 0.84 nm justru diperoleh pada sampel yang memiliki fraksi volume terendah Hal ini disebabkan oleh sifat multifase dari prose pembentukan bahan. Dari hasil analisis data secara menyeluruh diperoleh kesimpulan bahwa sampel yang diperoleh memiliki peluang yang cukup baik sebagai bahan superkonduktor dengan meningkatkan sifat-sifat bahan melalui optimasi parameter sintesis lebih lanjut meliputi kemurnian bahan-bahan awal, variasi metode sintesis, dan pemilihan suhu pemanasan. Informasi lebih dalam tentang sampel hasil eksperimen ini dapat ditingkatkan lagi dengan kaji lanjut mengenai sifat magnetic dan sifat transport bahan, melalui pengukuran kurva resistivitas, pengukuran nilai rapat arus, dan permagraph.
18
UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan kepada Universitas Syiah Kuala yang telah mendanai penelitian ini melalui proyek Penelitian Dosen Muda tahun anggaran 2013 nomor:187/UN11/S/LKPNBP/2013 tanggal 13 mei 2013.
DAFTAR PUSTAKA Akimitsu, J., Yamazaki, A., Sawa, H., Fujiki, H.,1987,
Superconductivity in the
Bi−Sr−Cu−O system. Japan. J. Appl. Phys. 26(Part 2, 12), L2080–L2081 Eddy Marlianto, 2008, Studi Ultrasonik Superkonduktor Suhu Tinggi, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Fisika Superkonduktor, FMIPA Universitas Sumatera Utara-Medan
G.Y.Hermiz,B.A.Aljurani,H.A.Thabit,
2012,
Mechanical
Properties
of
Bi1.6Pb0.4Sr1.8Ba0.2Ca2Cu3−xNixO10+δ Superconducting System, J Supercond Nov Magn 25:1629–1634 Indu Verma,R. Kumar,V. Ganesan,A. Banergee, 2012, Synthesis and Magnetic Properties of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3O10+δ Superconductor, J Supercond Nov Magn 25:785–789 Maeda, H., Tanaka, Y., Fukutomi, M., Asano, T, 1988, A new high-Tc oxide superconductor without a rare earth element, Jpn. J. Appl. Phys. 27(Part 2, 2), L209–L210 M B Solunke, P U Sharma, M P Pandya, V K Lakhani, K B Modi, P Venugopal Reddy, S S Shah, 2005, Ultrasonic studies of aluminium-substituted Bi(Pb)-2223 superconductors, Journal of Physics PRAMANA °c Indian Academy of Sciences Vol. 65, No. 3 pp. 481-490 Nurmalita, 2011, Effect of Pb Dopant on The Volume Fraction of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Jurnal Natural FMIPA Universitas Syiah Kuala O. Ozturk, E. Asikuzun, S. Kaya, M. Coskunyurek, G. Yildirim, M. Yilmazlar, C. Terzioglu, 2012, Physical Properties and Diffusion-Coefficient Calculation of Iron Diffused Bi-2223 System, J Supercond Nov Magn 25:2481–2487
19
R. Awad, A.I. Abou-Aly, M.M.H. Abdel Gawad, I. G-Eldeen, 2012, The Influence of SnO2 Nano-Particles Addition on the Vickers Microhardness of (Bi, Pb)-2223 Superconducting Phase, J Supercond Nov Magn (2012) 25:739–745 R.Kumar,Indu Verma,Nidhi Verma,V.Ganesan, 2012, Effect of Mn on the Surface Morphological Properties of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3−xMnxO10+δ(Bi -2223) Superconductor, J Supercond Nov Magn 25:1215–1221
20
POLA XRD SUPERKONDUKTOR Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy*
(XRD Spectra of Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy Superconductors)
Nurmalita1 dan Evi Yufita1
Abstrak. Telah dilakukan analisa terhadap pola XRD superkonduktor Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy yang dipreparasi pada suhu sinter 8400C selama 30 jam, 32 jam, dan 34 jam. Berdasarkan perhitungan dari pola XRD bahwa penambahan waktu sinter membuat fraksi volume yang terbentuk relative stabil, meskipun ketika waktu sinter ditambah jadi 34 jam membuat impuritas bertambah berupa fasa suhu rendah. Dipihak lain, penambahan waktu sinter membuat ukuran grain dan konektivitas antar grain semakin meningkat, dimana porositas juga makin berkurang sehingga berpeluang untuk meningkatnya nilai rapat arus bahan. Keywords: Superconductor Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy, metode solid state reaction.
* Didanai oleh Universitas Syiah Kuala melalui Proyek Penelitian Dosen Muda Tahun 2013 1
Laboratorium Fisika Material FMIPA Universitas Syiah Kuala 1
1. PENDAHULUAN Salah satu bahan superkonduktor yang banyak dikaji adalah system Bi-Sr-Ca-Cu-O atau BSCCO yang dikenal juga sebagai bahan superkonduktor berbasis Bi, yang ditemukan pertama kali pada tahun 1987. Minat tersebut berkaitan dengan suhu kritis (Tc) yang lebih tinggi dari system tersebut sehingga bisa beroperasi pada suhu nitrogen cair (77K) dan tidak mengandung elemen tanah jarang yang mahal. Walaupun memiliki Tc yang lebih rendah dari system berbasis Tl dan Hg, system ini tidak mengandung elemen beracun (Nurmalita, 2011). Dalam system Bi dikenal 3 fasa superkonduktif yang berbeda yaitu fasa Bi-2201 (Akimitsu dkk, 1987), fasa Bi-2212 (Maeda dkk,1988), dan fasa Bi-2223 (Maeda dkk, 1988). Tatanama untuk ketiga fasa tersebut berdasarkan rumus kimia Bi2Sr2Can-1CunOy (n=1, 2, dan 3) dengan masing-masing fasa memiliki Tc~10K, Tc~80K, dan Tc~110K berturut-turut. Superkonduktor Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy merupakan keluarga Bi berfasa 2223 yang didopan dengan Pb. Untuk sistem Bi, substitusi sebagian kecil atom Bi oleh atom Pb diketahui berpengaruh positif terhadap meningkatnya kualitas kristal superkonduktor yang terbentuk (Nurmalita, 2012). Beberapa penelitian terbaru pada superkonduktor Bi-2223 dengan dopan Pb telah dilakukan menggunakan metode solid state reaction dan melibatkan unsur dopan tambahan dari elemen lainnya seperti Fe, Sn, Al, Ni atau Mn. Hasil yang telah dilaporkan ialah dengan penambahan dopan Fe memberikan peningkatan kristalinitas, ukuran butir, dan konektivitas antar butir (O. Ozturk dkk, 2012). Sedangkan penambahan nanopartikel SnO2 dalam bahan awal telah memberikan peningkatan sifat mekanik (R. Awad dkk, 2012). Untuk sintesis yang melibatkan dopan Al telah meningkatkan kekuatan ikatan antar atom (MB. Solunke dkk, 2005), sedangkan penambahan dopan Ni telah melemahkan ikatan antar butir (GY. Hermiz dkk, 2012). Untuk sintesis dengan pemberian dopan Mn telah meningkatkan ukuran butir dan memperkecil ruang kosong antar butir (R. Kumar dkk, 2012). Sintesis Bi-2223 yang menggunakan dopan Pb untuk mengsubstitusi Bi dengan perbandingan molar 0.4 juga telah dilakukan melalui metoda solid state reaction dan berhasil diperoleh sampel bahan yang mempunyai struktur kristal ortorombik dengan parameter kisi a = 5.4054 Å, b =5.4111 Å dan c = 37.0642 Å. Dari foto SEM/EDAX terhadap morfologi permukaannya didapat informasi komposisi kation rata-rata dalam rasio 2:2:2:3 ditemukan hampir pada tiap titik, dimana pada daerah yang sama juga memperlihatkan mikrostruktur yang sangat seragam yaitu butiran yang terorientasi acak dan porositas rendah yang menunjukkan kompaknya koneksi antar butir kristal (Indu Verma dkk, 2012). 2
Dalam tulisan ini dilakukan analisis terhadap pola XRD sampel superkonduktor Bi1.4Pb0.6Sr2Ca2Cu3Oy yang disintesa menggunakan metode solid state reaction dimana sampel pellet disinter pada suhu 8400Cdengan perlakuan variasi waktu sinter 30 jam, 32 jam, dan 34 jam. Karakteristik sampel yang terbentuk dianalisis berdasarkan pola XRD, meliputi perhitungan fraksi volume, impuritas, prosentase fasa terorientasi, dan ukuran rata-rata grain.
2. PREPARASI SAMPEL Sampel disintesa dengan metode solid state reaction menggunakan bahan-bahan awal dengan kemurnian tinggi, yaitu Bi2O3 (99.99%), CaCO3 (99.9%), SrCO3 (99.9%), dan CuO (99.99%) sebagai bahan utama, serta PbO (99.99%), sebagai bahan dopan. Proses sintesis superkonduktor Bi-2223 diawali dengan menimbang bahan-bahan awal berupa serbuk dengan
perbandingan kadar massa sesuai rumus kimia Bi1.6Pb0.4Sr2Ca2Cu3Oy. Langkah
selanjutnya adalah mencampur semua bahan tersebut dalam mortar keramik sambil sesekali digerus untuk optimasi proses percampuran. Tahapan selanjutnya adalah mencetak hasil campuran bahan menjadi pelet dengan menggunakan mesin press hidrolik. Selanjutnya pelet dikalsinasi pada suhu 8100C selama 24 jam dalam
tungku (furnace).
Hasil kalsinasi
0
kemudian disinterring pada suhu 840 C dan jangka waktu sintering divariasikan (30 jam, 32 jam, dan 34 jam) untuk mengetahui pengaruh parameter tersebut terhadap karakteristik superkonduktor yang dihasilkan.
3. PEMBAHASAN Semua sampel yang telah disinterring dilakukan pengukuran pola XRD. Untuk mempermudah penyajian data sampel dan analisanya, setiap sampel diberi kode yang mencantumkan perangkat parameter sintesis menurut format : suhu sintering/jangka waktu sintering. Sebagai contoh, sampel dengan kode 840/30 berarti sampel tersebut dibuat pada suhu sintering 840oC selama 30 jam.Pola XRD sampel yang telah diukur diperlihatkan pada Gambar 1. Spektrum diukur dari sudut 2θ = 100 sampai sudut 2θ = 550 menggunakan peralatan XRD dengan sumber CuKα yang memiliki panjang gelombang 1.5406 Å. Polapola grafik intensitas yang dihasilkan selanjutnya dihitung dan diperoleh karakteristik sampel yang terangkum pada Tabel 1.
3
840/30
*
10
113 200 1010 202
0010 115 110
15
0012
π
20
25 113
110
* 10
115
15
20
π
0010
30
10
15
115
110
20
25
π
220 * 2111 0020
45
0022
50
55
200
0018 220 2111 0020
206
35
40
202
1010
π
0016
1111
π
113
40
0018
202
1010 0012
840/34
008
35
200
25
0016 206
30
840/32 0010
1111
45
* 0022
50
55
0016
1111
0012
π
30
35
206
π
40
0018
2111 220 0020
45
50
*
0022
55
Gambar 1 Pola XRD sampel dengan suhu sinter 8400C
Tabel.1 Data Variable Karakteristik dari Sampel
Nama Sampel
Waktu
sinter
sinter
Fraksi volume
Impuritas
T (0C)
t(jam)
Fv (%)
I(%)
30
67.24
32 34
840/30 840/32 840/34
Hasil perhitungan
Suhu
840
Prosentase Fasa
Diameter
terorientasi
rata-rata
P(%)
D(nm)
32.76
29.26
0.26
72.63
27.37
30.62
0.43
67.03
32.97
30.00
0.50
4
Untuk melukiskan pola hubungan antara parameter proses dan karakteristik sampel, maka data dalam tabel 1 dituangkan dalam bentuk grafik variasi parameter karakteristik terhadap variasi waktu sinter. 80
Fv (%)
72.63
67.24
70
67.03
60 50 30
32
34
waktu sinter (jam) Gambar 2. Hubungan antara Fraksi volume terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C
50
I (%)
40
32.97
32.76
30
27.37
20 30
32
34
waktu sinter (jam)
Gambar 3. Hubungan antara Impuritas (I) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C 40 30
30 29.26
P (%)
30.62
20 30
32
34
suhu sinter (jam)
Gambar 4. Hubungan antara Prosentase fasa terorientasi (P) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C
5
0.6 0.5
0.5 0.43
D (nm) 0.4 0.3 0.26
0.2 30
32 (jam) waktu sinter
34
Gambar 5. Hubungan antara Diameter grain (D) terhadap waktu sinter pada suhu sinter 8400C
840/30
840/32
840/34
Gambar 6. Foto SEM sampel dengan suhu sinter 8400C
6
840/30
840/32
840/34
Gambar 7. Rekaman EDAX sampel dengan suhu sinter 8400C
Dari spektrum XRD yang diperlihatkan dalam Gambar 1 tampak puncak-puncak yang muncul sudah dominan dari fasa Bi-2223, meskipun masih ada sedikit impuritas yang berasal dari fasa Bi-2212 (tanda *), Bi-2201 (tanda π), dan impuritas lain. Untuk fasa Bi-2223 juga sudah memiliki puncak-puncak dengan pola indeks hk
7
= 00
dengan
berupa bilangan
genap. Dari hasil spektrum tersebut dapat disimpulkan bahwa sebagian fasa Bi-2223 yang terbentuk dalam sampel sudah terorientasi. Hasil perhitungan fraksi volume 2223 dan prosentasi fasa terorientasi ditunjukkan pada Tabel 1. Dari hasil tersebut tampak bahwa penambahan waktu sinter sangat berpengaruh pada pembentukan fase 2223. Fraksi volume fasa 2223 terbesar diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam yaitu sebesar 72.63% (Gambar 2). Dengan penambahan waktu sinter dari 30 jam menjadi 32 jam fraksi volume 2223 meningkat. Hal ini bisa dilihat dengan berkurangnya impuritas. Pada waktu sinter meningkat lagi menjadi 34 jam kristalinitas meningkat yang ditunjukkan oleh membesarnya diameter rata-rata grain tapi fraksi volume 2223 justru menjadi menurun sedangkan impuritas bertambah dan mempunyai nilai terbesar yaitu 32.97% (Gambar 3). Hubungan waktu sinter dengan fasa terorientasi ditunjukkan dalam Gambar 4. Prosentase fasa terorientasi terbesar yaitu 30.62% diperoleh pada sampel dengan waktu sinter 32 jam , yang juga mempunyai fraksi volume 2223 tertinggi. Hal ini disebabkan fasa 2223 yang terbentuk dengan bidang selain 00
pada sampel ini lebih sedikit meskipun
ukuran diameter grainnya lebih kecil dibanding sampel yang waktu sinternya 34 jam. Sedangkan prosentase fasa terorientasi terendah diperoleh dari sampel dengan waktu sinter 30 jam yaitu sebesar 29.26%. Hasil pengamatan SEM diperlihatkan dalam Gambar 5. Dari hasi SEM tersebut terlihat bahwa untuk semua sampel tekstur butir-butir kristalnya berbentuk seperti lembaran dan pada umumnya terorientasi acak meskipun rata-rata 30% bidang kristalnya sudah terorientasi dalam arah sumbu c. Dari rekaman SEM tersebut tampak bahwa dengan bertambahnya waktu sinter porisitas berkurang dan konektivitas antar grain meningkat. Sampel dengan waktu sinter 32 jam mempunyai prosentase fasa terorientasi terbesar dan nampak dari SEM pada sampel ini butir kristalnya lebih terorientasi dibanding sampel lainnya. Untuk sampel ini ukuran butirannya dimana berdasarkan spectrum XRD juga dapat dihitung yaitu rata-rata diameternya adalah 30.62 nm. Sedangkan sampel dengan waktu sinter 30 jam mempunyai fasa terorientasi paling rendah, terlihat juga dari hasil SEM pada sampel ini orientasinya kurang teratur. Ukuran butiran pada sampel ini rata-rata berkisar 0.26 nm. Berdasarkan rekaman EDAX (Gambar 6) tampak bahwa semua sampel sudah mengandung unsur-unsur kimia seperti yang diharapkan. Jadi dapat disimpulkan bahwa sampel dengan suhu sinter 840oC ini dengan penambahan waktu sinter membuat fraksi volume 2223 yang terbentuk relative stabil, meskipun ketika waktu sinter ditambah jadi 34 jam membuat 8
impuritas bertambah berupa fasa suhu rendah. Hal ini disebabkan oleh sifat multiphase dari bahan superkonduktor berbasis Bi, dimana sangat sulit menghindari hadirnya fasa-fasa yang tak diharapkan selama proses pembentukan Bi-2223. Dipihak lain, penambahan waktu sinter membuat ukuran grain dan konektivitas antar grain semakin meningkat, dimana porositas juga makin berkurang sehingga berpeluang untuk meningkatnya nilai rapat arus bahan. Dari hasil yang diperlihatkan oleh sampel-sampel dengan suhu sinter 840oC maka perlakuan panas yang optimum untuk memperoleh senyawa fase Bi-2223 dengan fraksi volume yang cukup besar dan prosentase fasa terorientasi yang cukup baik adalah dengan waktu sinter 32 jam.
3.
KESIMPULAN Dari data dan hasil analisis yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut : 1. Peningkatan waktu sinter tidak cukup signifikan untuk mempengaruhi fraksi volume Bi-2223. Harga Fv tertinggi yaitu 72.63% dimiliki sample dengan waktu sinter 32 jam Fraksi volume terendah 67.3% dimiliki oleh sample dengan waktu sinter 34 jam. 2. Peningkatan waktu sinter telah mengurangi porisitas bahan dan meningkatkan konektivitas antar grain.. Demikian juga halnya kristal yang terbentuk semakin lebih terorientasi sumbu c yang memberikan peluang meningkatnya nilai rapat arus. Disisi lain, ukuran diameter grain terbesar yaitu 0.5 nm justru diperoleh pada sampel yang memiliki fraksi volume terendah Hal ini disebabkan oleh sifat multifase dari pembentukan bahan.
4. UCAPAN TERIMAKASIH Terimakasih disampaikan kepada Universitas Syiah Kuala yang telah mendanai penelitian ini melalui proyek Penelitian Dosen Muda tahun anggaran 2013 nomor:187/UN11/S/LK-PNBP/2013 tanggal 13 mei 2013.
5. DAFTAR PUSTAKA Akimitsu, J., Yamazaki, A., Sawa, H., Fujiki, H.,1987,
Superconductivity in the
Bi−Sr−Cu−O system. Japan. J. Appl. Phys. 26(Part 2, 12), L2080–L2081 9
G.Y.Hermiz,B.A.Aljurani,H.A.Thabit,
2012,
Mechanical
Properties
of
Bi1.6Pb0.4Sr1.8Ba0.2Ca2Cu3−xNixO10+δ Superconducting System, J Supercond Nov Magn 25:1629–1634 Indu Verma,R. Kumar,V. Ganesan,A. Banergee, 2012, Synthesis and Magnetic Properties of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3O10+δ Superconductor, J Supercond Nov Magn 25:785–789 Maeda, H., Tanaka, Y., Fukutomi, M., Asano, T, 1988, A new high-Tc oxide superconductor without a rare earth element, Jpn. J. Appl. Phys. 27(Part 2, 2), L209–L210 M B Solunke, P U Sharma, M P Pandya, V K Lakhani, K B Modi, P Venugopal Reddy, S S Shah, 2005, Ultrasonic studies of aluminium-substituted Bi(Pb)-2223 superconductors, Journal of Physics PRAMANA °c Indian Academy of Sciences Vol. 65, No. 3 pp. 481-490 Nurmalita, 2011, Effect of Pb Dopant on The Volume Fraction of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Jurnal Natural FMIPA Universitas Syiah Kuala Nurmalita, 2012, The Effect of Pb Dopant on The Critical Temperature of BSCCO-2212 Superconducting Crystal, Prosiding Annual International Conference 2nd Universitas Syiah Kuala
O. Ozturk, E. Asikuzun, S. Kaya, M. Coskunyurek, G. Yildirim, M. Yilmazlar, C. Terzioglu, 2012, Physical Properties and Diffusion-Coefficient Calculation of Iron Diffused Bi-2223 System, J Supercond Nov Magn 25:2481–2487 R. Awad, A.I. Abou-Aly, M.M.H. Abdel Gawad, I. G-Eldeen, 2012, The Influence of SnO2 Nano-Particles Addition on the Vickers Microhardness of (Bi, Pb)-2223 Superconducting Phase, J Supercond Nov Magn (2012) 25:739–745 R.Kumar,Indu Verma,Nidhi Verma,V.Ganesan, 2012, Effect of Mn on the Surface Morphological Properties of (Bi, Pb)2Sr2Ca2Cu3−xMnxO10+δ(Bi-2223) Superconductor, J Supercond Nov Magn 25:1215–1221
10