7
konsentrasi larutan Ca, dan H3PO4 yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Larutan Ca 1 M (massa 7,6889 gram) dan H3PO4 0,6 M (volume 3,4386 ml) 2) Larutan Ca 0,5 M (massa 3,8449) dan H3PO4 0,3 M (volume 1,7193) Ketika larutan Ca ditambahkan, permukaan gelas piala ditutup dengan menggunakan aluminium foil agar tidak bereaksi dengan udara. Kemudian hasil presipitasi tersebut diendapkan selama 5 jam pada suhu kamar. Hasil endapan tersebut disaring dengan menggunakan Tabel 2: Spesifikasi Sampel Kode Konsentrasi Larutan A1 1 M Ca/0,6 M H3PO4 A2 1 M Ca/0,6 M H3PO4 B1 0,5 M Ca/0,3 M H3PO4 B2 0,5 M Ca/0,3 M H3PO4
Suhu Pengeringan (°C) 110 110 110 100
Setelah sampel diperoleh, kemudian dikarakterisasi dengan menggunakan XRD dan FTIR.
3.5 Karakterisasi Sampel Hasil Sintesis 3.5.1
Karakterisasi XRD
vakum dan dipanaskan dalam furnace. Variasi suhu yang digunakan ada 2 yaitu: 1) Suhu 110°C selama 5 jam, dan hasilnya langsung ditumbuk hingga halus. 2) Suhu 110°C selama 5 jam, lalu sintering pada suhu 900°C selama 5 jam, dan hasilnya ditumbuk hingga halus. Sampel akan dibuat dengan spesifikasi seperti pada Tabel 2.
menggunakan
Karakterisasi yang ke-2 ini dilakukan pada semua sampel yang dibuat. Karakterisasi ini untuk melihat apakah hidroksiapatit yang dibuat sudah terbentuk pada sampel tersebut. Sampel berupa serbuk sebanyak 200 mg ditempatkan di dalam plat aluminium berukuran 2 x 2 cm. Setelah itu dikarakterisasi menggunakan XRD XD610 SHIMADZU dengan sumber CuKα, yang memiliki panjang gelombang 1,54056 Å. Tegangan yang digunakan sebesar 40 kV dan arus generatornya sebesar 20 mA. Pengambilan data difraksi dilakukan dalam rentang sudut difraksi 2θ = 10o sampai 2θ = 80o dengan kecepatan baca di set 0,02o per detik.
3.5.2
Sintering (°C) 900 (5 jam) 900 (5 jam)
Karakterisasi FTIR
menggunakan
Karakterisasi ini dilakukan pada 2 sampel, A2 dan B2 (yang pembuatannya dengan sintering). Sampel berupa serbuk sebanyak 2 mg dicampur dengan 100 mg KBr, kemudian dibuat pelet. Setelah itu, sampel dikarakterisasi dengan menggunakan FTIR HITACHI 270–50 dengan jangkauan bilangan gelombang 400 – 4000 cm-1.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Preparasi Bahan Sumber kalsium yang digunakan dalam penelitian ini adalah cangkang keong sawah yang telah dikalsinasi. Proses perlakuan cangkang keong sawah meliputi perebusan keong sawah, pembersihan, pengeringan dan kalsinasi. Perlakuan diawali dengan perebusan keong sawah hingga masak. Kemudian dilakukan proses pemisahan daging
8
keong sawah dengan cangkangnya. Cangkang keong sawah yang akan digunakan sebagai sampel dibersihkan dari kotoran-kotoran yang masih melekat pada cangkang tersebut, kemudian dijemur. Setelah itu, cangkang keong sawah dihancurkan menjadi serpihan-serpihan kecil dan dikeringkan di udara terbuka. Serpihan-serpihan kecil cangkang keong sawah yang telah kering dikalsinasi pada suhu 800°C selama 3 jam. Selanjutnya, hasil kalsinasi ditumbuk hingga halus. Serbuk cangkang keong sawah yang dihasilkan memiliki massa sebesar 58,3143 gram dari massa serpihan keong sebesar 82,8875 gram. Hasil kalsinasi cangkang keong sawah memiliki warna putih mendekati abu-abu dan berbentuk serbuk.
Hasil uji sampel menunjukkan bahwa kandungan kalsium yang terdapat dalam cangkang keong sawah adalah sekitar 52%. Balgies17 mendapatkan kandungan kalsium cangkang kerang sebesar 79,68%. Samsiyah18 mendapatkan kandungan kalsium untuk cangkang telur sebesar 71,68%.
4.3 Hasil Karakterisasi menggunakan XRD Hasil karakterisasi XRD pada Gambar 6 menyatakan bahwa pada cangkang keong sawah kalsium yang terkandung adalah mayoritas calcium hydroxide Ca(OH)2. Puncak- puncak XRD dicocokkan dengan Joint Committee on Power Diffraction Standards (JCPDS) untuk Ca(OH)2, CaCO3dan CaO (lampiran 4 hal. 30).
4.2 Hasil Karakterisasi menggunakan AAS
Gambar 6. Pola difraksi XRD Cangkang Keong Sawah Berdasarkan analisis Gambar 6 dan dari basic data process XRD diperoleh puncak-puncak tertinggi pada
Ca(OH)2 yaitu pada sudut 34,0752◦, 18,0028◦, 50,7894◦. Pada sampel cangkang keong sawah muncul puncak
9
milik CaCO3 dan CaO. Hal ini disebabkan karena beberapa senyawa Ca(OH)2 sudah berubah fase saat pemanasan.
4.4 Hasil Sintesis Hidroksiapatit Pengeringan dan pemanasan menghasilkan massa hasil sintesis HAp yang berbeda dengan massa serbuk awal seperti yang ditunjukkan pada Tabel 3. Tabel 3. Massa Ca(OH)2 dengan massa hasil sintesis HAp Kode Sampel A1 A2 B1 B2
Massa Ca(OH)2 (gram) 7,6899 7,6899 3,8449 3,8449
Perbedaan massa ini disebabkan karena hasil sintesis HAp yang telah melewati proses presipitasi dan penyaringan, dipanaskan dalam furnace. Sehingga terjadi penguapan air. Sampel yang sudah dihasilkan kemudian dianalisis fasenya dengan menggunakan XRD. Hasil XRD dapat dilihat pada Tabel 4 dan Gambar 7a, 7b, 8a, 8b. Tabel 4 berdasarkan pada quality analytic hasil XRD yang menunjukkan fase yang terbentuk pada sampel.
Massa hasil sintesis Hap (gram) 5,2937 7,4000 1,2093 2,6729
Tabel 4. Fase yang terbentuk dari hasil XRD Kode Sampel A1 A2 B1 B2
Hasil XRD Rumus Kimia Ca3(PO4)2.xH2O Ca5(PO4)3(OH) Ca3(PO4)2.xH2O Ca5(PO4)3(OH)
Nama Kimia Calcium Phosphate Hydrate Calcium Phosphate Hydroxid Calcium Phosphate Hydrate Calcium Phosphate Hydroxid
Nama Mineral Hydroxiapatite Hydroxiapatite
10
(a)
(b) Gambar 7. (a) Pola difraksi XRD Sampel HAp A1 (b) Pola difraksi XRD Sampel HAp A2
11
Berdasarkan analisis hasil sintesis HAp pada Tabel 4, untuk sampel A1 belum menghasilkan HAp tetapi masih dalam bentuk Calcium Phosphate Hydrate. Sedangkan dari analisis pola difraksi pada Gambar 7 (a) memperlihatkan bahwa HAp terbentuk. Hal ini disebabkan karena pada sampel A1 masih terdapat pengotor yang banyak, sehingga belum terbentuk HAp dengan baik. Jadi dapat disimpulkan bahwa pada sampel A1 belum terbentuk HAp. Untuk sampel A2, baik berdasarkan analisis pada Tabel 4
maupun Gambar 7 (b) mayoritas membentuk HAp. Hal ini disebabkan karena pada sampel A2 ditambah proses sintering pada suhu 900°C yang menyebabkan sampel mengalami pengeringan yang lebih tinggi daripada sampel A1. Terbentuknya fase AKA karena pada struktur HAp, karbonatnya digantikan oleh ion OH-. Sedangkan fase AKB terbantuk karena pada struktur HAp, karbonatnya digantikan oleh ion PO43-.9
(a)
12
(b) Gambar 8. (a) Pola difraksi XRD sampel HAp B1 (b) Pola difraksi XRD sampel HAp B2 Berdasarkan analisis pada Tabel Tabel 5. Perbandingan Massa Ca(OH)2 4 didapatkan bahwa sampel B1 belum dan Massa hasil sintesis HAp sampel terbentuk HAp. Sedangkan berdasarkan ulangan Gambar 8 (a) muncul beberapa puncak milik HAp. Kondisi ini sama seperti Kode Massa Massa hasil sampel A1. Sedangkan untuk sampel Sampel Ca(OH)2 sintesis HAp B2, baik berdasarkan Tabel 4 maupun A2* 7,6899 7,3110 dari Gambar 8 (b) memperlihatkan B2* 3,8449 1,2542 bahwa HAp terbentuk. Kemudian berdasarkan hasil tersebut maka dilakukan pengulangan Kemudian sampel A2* dan B2* pembuatan sampel A2 dan B2 untuk dikarakterisasi menggunakan XRD. memastikan bahwa sampel yang dibuat Hasil karakterisasi XRD ditunjukkan membentuk HAp. pada Gambar 9 (a) dan 9 (b). Hasil pengulangan pembuatan sampel A2 dan B2 memiliki massa yang berbeda antara Ca(OH)2 dan Massa hasil sintesis HAp seperti pada Tabel 5.
13
(a)
(b) Gambar 9. (a) Pola difraksi XRD sampel A2* (b) Pola difraksi XRD sampel B2*
14
Hasil XRD nenyatakan bahwa kedua sampel membentk HAp seperti sampel A2 dan B2. Dapat disimpulkan bahwa sampel yang dibuat dengan penambahan proses sintering dapat menghasilkan HAp. Konsentrasi yang berbeda memperlihatkan pembentukan HAp yang berbeda. Sampel A terbentuk mayoritas HAp lebih banyak daripada sampel B. Hal ini dapat terjadi konsentrasi larutan pada sampel A merupakan dua kali lipat dari larutan pada sampel B.
Parameter kisi dapat dihitung dengan menggunakan jarak antara bidang (00.2) pada geometri kristal hexagonal. Perhitungan untuk mendapatkan parameter kisi sampel ada pada Lampiran 5 (hal 25). Berdasarkan Tabel 6, parameter kisi sampel berada pada kisaran HAp dengan kisaran akurasi parameter kisi a sebesar 64.06517-99.6087, sedangkan kisaran akurasi kisi c sebesar 61.0756199.56933, sehingga dapat dikatakan fase yang terbentuk adalah fase HAp. Akurasi kisi sampel yang kecil, kemungkinan disebabkan oleh proses presipitasi yang kurang baik dari segi pencocokan suhu pada hotplate dengan suhu larutan.
Dengan menggunakan data dari hasil analisis XRD juga dapat ditentukan parameter kisi dari sampel yang menghasilkan HAp. Berdasarkan analisis XRD dapat ditentukan parameter kisi sampel seperti pada Tabel 6. Tabel 6. Parameter Kisi Sampel Parameter Kisi Kode Sampel a (Å) Accuracy c (Å) A2 B2
9.841414371 95.5042 9.38114704 99.6087
7,198906 6,854352
Accuracy 95,42554 99,56933
A2* 12.8023426 64.06517 9,563555 61,07561 B2* 7.994737479 84.88785 5,828688 84,67007 Derajat kristalinitas merupakan Berdasarkan data XRD juga besaran yang menyatakan banyaknya dapat menghitung ukuran kristal. kandungan kristal dalam suatu material Ukuran Kristal yang didapatkan dengan membadingkankan luasan kurva berbanding terbalik dengan nilai kristal dengan luasan kurva amorf dan FWHM. Perhitungan untuk kristal. Pengukuran derajat kristalinitas mendapatkan ukuran kristal ada pada diperoleh langsung dari program Lampiran 6 dan 7 (hal 32). Jika nilai karakterisasi XRD. Derajat kristalinitas FWHM kecil maka ukuran kristal akan ditunjukkan pada Tabel 7. Perbedaan besar. Pada konsentrasi kalsium dan derajat kristalinitas sampel disebabkan fosfat 1/0,6 ukuran kristal lebih kecil karena jumlah konsentrasi mol larutan dibandingkan pada sampel yang yang berbeda. memiliki konsentrasi 0,5/0,3, karena penambahan konsentrasi mengakibatkan Tabel 7. Derajat Kristalinitas Sampel penurunan ukuran kristal.17 Ukuran Kristalinitas kristal pada sampel yang terbentuk HAp Kode Sampel (%) ditunjukkan pada Tabel 8. A2 83,13 B2 87,78 A2* 92,10 B2* 78,19
15
Tabel 8. Ukuran kristal sampel. Kode β (deg) β (rad) Sampel A2 0,001747 0,003494 B2 0,001888 0,003777 A2* 0.001658 0.928388 B2* 0.00185 0.928487
Catatan: Untuk A2* dan B2*, perhitungan kristal menggunakan acuan D00.4
D00.2 (nm) 85,04829 78,68079 97.67405 87.54025
Spektroskopi FTIR dilakukan pada sampel A2 dan B2. Hasil Karakterisasi FTIR dapat dilihat pada Gambar 10 (a) dan 10 (b).
(a)
(b) Gambar 10. (a) Spektrum spektroskopi FTIR sampel A2 (b) Spektrum spektroskopi FTIR sampel B2