4.2
Hasil Karakterisasi SEM Serbuk yang melewati proses kalsinasi tadi selain dianalisis dengan XRD juga
dianalisis dengan menggunakan SEM untuk melihat struktur mikro, sehingga bisa dilihat bentuk dan ukuran dari butirnya.
(a)
(b)
(c)
(d)
Gambar 4.14 Gambar analisa SEM untuk ( a ) sampel 1-1, ( b ) sampel 1-2, ( c ) sampel 1-3, ( d ) sampel 1-4 Ukuran kristal pada sampel 1-1 adalah 1-4 µm, sampel 1-2 ukuran kristalnya adalah 1-3 µm, sampel 1-3 ukuran kristalnya 2-4 µm, dan pada sampel 1-4 ukuran kristalnya adalah 0,5-2 µm. Hasil yang didapat pada pengukuran kristal lewat SEM menunjukkan adanya perbedaan dengan penghitungan dengan menggunakan data XRD, data XRD menunjukkan bahwa kristal yang terbentuk skalanya nano, sedangkan lewat SEM yang merupakan pencitraan daripada kristal yang terbentuk, skalanya adalah mikron, hal ini dapat disebabkan karena gambar kristal yang muncul 38
dari hasil pengamatan SEM dapat merupakan serbuk barium ferit yang menggumpal, karena pada preparasi sampel sebelum karakterisasi tidak digunakan dispersant, untuk mencegah serbuk menggumpal. Kristal yang muncul telah bertumbuh sebagai akibat dari pemanasan bertahap dari suhu 700oC sampai 1100oC.
(a)
(b)
Gambar 4.15 Gambar analisa SEM pada(a) sampel 2-1 dan (b) sampel 2-2 Dari hasil SEM ini terlihat bahwa ukuran serbuk lebih kecil daripada sampel yang dikalsinasi lewat pemanasan bertahap. Hal ini terjadi karena lewat pemanasan langsung kristal yang ada tidak sempat tumbuh membesar. Ukuran kristal yang berskala nano ini diharapkan memberikan sifat magnet yang tinggi, karena single domain yang terbentuk akan semakin banyak.
4.3
Hasil Uji Sifat Magnet dan Analisis Sifat Magnet Pengujian magnet ini dilakukan dengan menggunakan alat Permagraph yang
terdapat di LIPI, lewat uji magnet ini kita akan mendapatkan informasi besarnya koersifitas, remanensi, dan nilai BH max dari sampel magnet yang telah dibuat. Preparasi yang dilakukan sebelum uji magnet ini adalah dengan mencetak serbuk menjadi sebuah bentuk yang solid, pada pengujian ini penulis menggunakan cetakan berbentuk ring.
39
Hasil pengujian magnet yang didapat adalah sebagai berikut : no Rasio Fe/Ba 1
7
Rasio mol oksidan 1:2:1
2
7
1:2:3
3
7
1:2:4
4
12
1:2:1
5
12
-
Kalsinasi (ºC)
Br Mr Hc (Gauss) (emu/g) (Oersted)
BH max (MGOe)
Perlakuan panas bertahap (1100 oC)
1030
26,3
1989
0,25
Perlakuan panas bertahap (1100oC) Perlakuan panas bertahap (1100 oC) Perlakuan panas tidak bertahap (1100 oC)
1550
29,7
3106
0,55
2150
33,5
2756
0,97
980
24,3
3276
0,23
Perlakuan panas tidak bertahap (1100 oC)
1260
34,94
3807
0,26
Untuk sampel 1:2:2 tidak dilakukan pengujian sifat magnet karena gagal dicetak, dan karena serbuk sisa hasil percobaan pencetakan yang pertama terlalu sedikit untuk dicetak, maka sampel 1:2:2 tidak jadi dicetak.
Kur va Hyst er isi s samp el 1:2 :1
M (kG)
3 2 1 0 -6
-4
-2
-1
0
2
4
6
H (kOe)
-2 -3
Gambar 4.16 Gambar kurva hysteresis pada sampel 1-1
40
Kur va Hyst er i si s samp el 1:2 :3
3
M(kG)
2 1 0 -6
-4
-2
-1
0
2
4
H (kOe)
6
-2 -3
Gambar 4. 17 Gambar kurva hysteresis pada sampel 1-3
Kur va Hyst er i si s Samp el 1:2 :4
M (kG) 3 2 1 0
-6
-4
-2
0
2
4
6
-1 H (kOe) -2 -3
Gambar 4.18 Gambar kurva hysteresis pada sampel 1-4
41
Kurva Hysterisis sampel oksidan 3 R e m a n e n c e (k G )
M (kG)
-8
2 1 0 -6
-4
-2
-1
0
2
4
6
8
H (kOe)
-2 -3 Coercivity (kOe)
Gambar 4.19 Gambar kurva hysteresis pada sampel 2-1
Kurva Hysterisis sampel non-oksidan 3 R e m a n e n c e (k G )
M (kG)
-8
2 1 0 -6
-4
-2
-1
0
2
4
6
8
H (kOe)
-2 -3 Coercivity (kOe)
Gambar 4.20 Gambar kurva hysteresis pada sampel 2-2
42
Material
Br (gauss)
Hc (Oe)
BHmax (MGOe)
BaO.6Fe2O3
2250
4000
1,2
Tabel 4.1 Tabel Sifat magnet barium ferrite komesial Pada sampel yang menggunakan rasio Fe/Ba=7, dapat dilihat bahwa nilai remanensi masih belum sebesar dengan yang diharapkan. Hal ini disebabkan karena fasa yang muncul setelah kalsinasi tidak tunggal, melainkan terdapat fasa lain, yang dapat menurunkan nilai remanensi. Nilai coercivity dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran butir, semakin kecil ukuran butir akan meningkatkan nilai coercivity dari barium ferrite.[6] Nilai coercivity tertinggi terdapat pada sampel 1-3, hal ini kemungkinan pada sampel ini kristal yang terbentuk lebih seragam daripada dua sampel lainnya sehingga nilai coercivity meningkat, pada dua sampel lainnya, distribusi bentuk dan ukuran kristal yang terbentuk cenderung besar, sehingga nilai coercivity tidak sebesar sampel 1-3. Penghitungan besar butir dengan metoda Scherrer untuk sampel yang dikalsinasi pada suhu 900oC, menunjukkan bahwa butir dari sampel 1-3 memiliki ukuran yang paling kecil, hal ini juga meningkatkan nilai koersifitas dari sampel tersebut. Nilai coercivity dari ketiga sampel ini masih terbilang kecil, karena ukuran kristalnya diperkirakan telah melewati ukuran single domainnya, yang menyebabkan nilai coercivity menjadi rendah. Terdapatnya fasa lain yaitu BaFe2O4 meskipun jumlahnya tidak terlalu banyak juga mempengaruhi nilai remanensi dari sampel karena fasa ini bersifat antiferromagnetik yang menyebabkan nilai remanensi serbuk turun. Ukuran kristal pada percobaan kedua dimana komposisi rasio yang digunakan adalah Fe/Ba = 12 ini lebih kecil daripada hasil percobaan pertama. Hal ini kemungkinan butir yang memenuhi ukuran single domain semakin banyak jumlahnya, sehingga nilai koersifitas yang dihasilkan menjadi meningkat. Nilai (BH)max pada sampel dengan rasio Fe/Ba = 12 ini lebih rendah daripada sampel yang menggunakan rasio Fe/Ba = 7 karena banyak terdapat fasa Fe2O3 yang bersifat antiferromagnetik, yang menurunkan remanensi dari serbuk, akibat dari berlebihnya Fe karena kurangnya jumlah Ba yang dapat bereaksi membentuk BaFe12O19. Kurangnya Ba sebagai akibat banyaknya Ba yang menguap saat proses kalsinasi, sebagaimana telah dijelaskan pada bagian awal bab ini. Adanya fasa lain mengakibatkan turunnya
43
remanensi dari serbuk barium ferrite, sedangkan nilai koersifitas dari serbuk lebih disebabkan oleh pengaruh dari kalsinasi yang dialami oleh serbuk. Penambahan oksidan pada percobaan diharapkan dapat menyediakan oksigen lebih banyak lagi untuk membuat proses pembakaran menjadi semakin sempurna, sehingga serbuk yang didapatkan diharapkan memiliki ukuran sekecil mungkin, yang akan meningkatkan nilai koersifitasnya. H2O2 merupakan oksidan yang sangat kuat, dan akan langsung bereaksi dengan larutan lain ketika dicampurkan, hal ini berbeda dengan oksidan HNO3 seperti yang digunakan dalam percobaan yang dilakukan oleh Bahadur dkk[3], yang tidak reaktif. Reaksi yang terjadi saat H2O2 dicampurkan adalah reaksi yang menghasilkan panas / eksoterm, artinya reaksi antara oksidan tambahan dengan campuran logam nitrat dan bahan bakar telah terjadi tanpa perlu adanya tambahan panas. Hal ini tidak terjadi dengan penggunaan oksidan HNO3, oksidan tambahan ini baru bereaksi ketika campuran dipanaskan. Karena sifat yang sangat reaktif ini kemungkinan pada temperatur kalsinasi yang digunakan saat percobaan, butir telah tumbuh, sehingga akan mempengaruhi koersifitas dari sampel barium ferit tersebut. Hal ini dapat dilihat dari sifat magnet yang lebih rendah daripada sifat magnet barium ferit komersial. Oleh karena itu penambahan oksidan H2O2 perlu memperhatikan penggunaan temperatur kalsinasi, agar butir tidak sempat bertumbuh, dan didapatkan ukuran dimana terdapat single domain per butirnya.
44