6
Nilai XYZ diperoleh dari pengukuran menggunakan fotometer dengan cara yang sama seperti pengukuran sinar reflektans standar warna. Nilai XYZ ditransformasikan ke dalam rumus L*a*b*. Untuk mengetahui nilai L*a*b* standar dilakukan pengukuran menggunakan chromameter pada bagian tubuh yang sama. Pengukuran menggunakan Fotometer dan Chromameter dilakukan sebanyak tiga kali pada setiap bagian tubuh.
dibuat serupa dengan gradasi warna kulit normal manusia, sehingga diharapkan dengan pengukuran standar warna tersebut, diperoleh data model yang nantinya dapat digunakan untuk memprediksi perubahan warna kulit normal manusia. Pengukuran nilai L*a*b* menggunakan chromameter juga dilakukan pada standar warna, agar diperoleh data standar yang dapat digunakan untuk tahap karakterisasi selanjutnya.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakterisasi Panjang Gelombang Lampu LED
Dalam mencapai target luaran, yaitu untuk mendapatkan model perhitungan yang paling baik untuk alat fotometer yang sedang dikembangkan ini, yang pada akhirnya alat ini dapat digunakan untuk memprediksi perubahan kecerahan warna kulit di dalam proses pengembangan formula bahan pencerah kulit, maka kerangka penelitian dilakukan secara in vitro (menggunakan standar warna dari produk pencerah kulit komersial) dan in vivo (langsung pada kulit). Pengukuran secara in vitro dimulai dengan pembuatan standar warna, karakterisasi panjang gelombang lampu LED, pengukuran sinar reflektans standar warna menggunakan fotometer, serta pengukuran nilai L*a*b* standar warna menggunakan chromameter, kemudian data tersebut dianalisis dengan pemodelan persamaan (Curve Fit) dan metode kemometrik (Lampiran 1). Target awal penelitian ini ialah untuk mendapatkan model perhitungan nilai L*a*b* bagi alat fotometer, tetapi untuk memprediksi a* dan b* tidak diperoleh model yang baik, sehingga penelitan ini difokuskan pada nilai L* saja. Setelah diperoleh rumus untuk menghitung nilai L* melalui pemodelan persamaan, pengenalan pola serta model prediksi nilai L* menggunakan metode kemometrik, maka pengukuran dilanjutkan ke tahap in vivo (langsung pada kulit). Dari hasil pengukuran dan perhitungan pada tahap ini, maka dapat diketahui potensi alat fotometer ini untuk dijadikan alat pengukur perubahan kecerahan warna kulit manusia.
Pengukuran ini menggunakan alat Spektrofotometer tipe USB-2000 Fiber Optic Vis-Nir (Ocean optics). Sebelum dilakukan pengukuran sinar reflektans pada standar warna dan kulit normal manusia, lampu LED dikarakterisasi panjang gelombangnya. Hasil karakterisasi ini memberikan informasi mengenai panjang gelombang dominan yang dikeluarkan oleh lampu LED. Dari hasil karakterisasi (Gambar 7) diperoleh data seperti pada Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Hasil karakterisasi lampu LED Lampu LED
Intensitas tertinggi [Sλ)] (a.u.)
Ungu
Panjang Gelombang dominan (nm) 402.28
Biru
462.32
2914.86
Hijau
527.62
3072.42
Kuning
587.72
3049.27
Merah
634.65
2860.41
3486.03
Panjang gelombang dominan dilihat dari nilai intensitas tertinggi, data panjang gelombang dominan lampu LED tersebut, dapat digunakan untuk proses karakterisasi lebih lanjut alat fotometer.
Pembuatan Standar Warna Standar warna di dalam penelitian ini dibuat mirip dengan color tone produk pencerah kulit komersial yang biasa digunakan untuk mengetahui perubahan warna kulit setelah penggunaan produk tersebut (Lampiran 2). Standar warna yang
Gambar 7 Spektrum lampu LED
7
Pengukuran Sinar Reflektans Warna Menggunakan Fotometer
Standar
Karakterisasi panjang gelombang dominan lima lampu LED telah dilakukan, maka tahap selanjutnya adalah pengukuran standar warna. Sebelum dilakukan pengukuran sinar reflektans standar warna, alat fotometer harus dikalibrasi menggunakan karton berwarna putih, hal ini bertujuan agar diperoleh data yang konsisten untuk setiap ulangan. Pengukuran dilakukan pada ruangan yang intensitas pencahayaannya rendah, hal ini dilakukan agar hasil yang diperoleh tidak bias, ketika dilakukan pada ruangan yang intensitas pencahayaannya tinggi, dikhawatirkan ada cahaya yang berasal dari sekeliling tempat pengukuran, ikut terdeteksi oleh detektor LDR sehingga nilai yang dihasilkan lebih besar dari yang seharusnya. Pengukuran standar warna dilakukan dari lampu LED yang memiliki energi lebih rendah (lampu LED merah) ke energi lebih tinggi (lampu LED ungu). Perhitungan Koefisien Baru untuk Prediksi Nilai L* Menggunakan 5 Lampu Pengukuran standar warna menggunakan chromameter dan fotometer telah dilakukan, tahap selanjutnya adalah mengolah data hasil pengukuran tersebut dengan menghitung nilai reflektans [R(λ)] menggunakan rumus nomor 2. Dilanjutkan dengan memasukkan [R(λ)] dan [Sλ)] untuk didapatkan nilai XYZ. Dalam perhitungan nilai XYZ diperlukan data fungsifungsi penyesuaian warna pengamat CIE 1931, yang diperoleh dari data sekunder (Soesatyo dan Marwah 2005), seperti pada Tabel 2 berikut ini: Tabel 2 Fungsi-fungsi penyesuaian warna pengamat CIE 1931
λ (nm)
x
y
z
402.28
0.018359
0.000507
0.087162
462.32
0.272379
0.066449
1.603730
527.62
0.138892
0.829251
0.049343
587.72
1.004549
0.784041
0.001237
634.65 0.548935 0.220360 0.000031 *diolah dari Soesatyo dan Marwah (2005) Pengukuran menggunakan alat chromameter dilakukan pada panjang gelombang mulai dari 400 sampai 700 nm,
namun dengan menggunakan alat fotometer hanya dilakukan pada panjang gelombang 402.28, 462.32, 527.62, 587.72, dan 634.65 nm. Hal ini dikarenakan lampu LED yang berwarna monokromatis hanya didapatkan dengan komposisi warna seperti itu, namun tidak mengabaikan panjang gelombang kromofor yang terdapat pada permukaan kulit. Perhitungan dilanjutkan dengan menetapkan koefisien yang ada di dalam rumus L*a*b* sehingga menyebabkan diperolehnya nilai yang setara dengan L*a*b* yang dikeluarkan chromameter, dalam penentuan koefisien ini hanya digunakan standar warna A (sebagai model utama) dan digunakan 5 lampu (merah, kuning, hijau, biru, dan ungu). Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus dan nilai pangkat yang serupa (1/3), dari perangkat lunak DataFit 9 dihasilkan nilai koefisien baru sehingga rumus untuk menghitung L* menjadi: L * 142.28(Y/Yn)1/3 - 54.28 (10) Penelitian pendahuluan ini hanya meninjau nilai L* dikarenakan sulitnya memperoleh model perhitungan yang menghasilkan nilai a* dan b* dengan kemiripan pola yang sama. Karena menurut Soesatyo dan Marwah (2005) nilai a* dan b* merupakan koordinat kromatisitas, sehingga agak sulit untuk memperoleh nilai-nilai tersebut dengan menggunakan alat fotometer sederhana ini dan hanya melalui pendekatan rumus seperti itu. Sesuai dengan yang telah disebutkan sebelumnya, fotometer ini nantinya akan digunakan sebagai alat untuk memprediksi perubahan kecerahan warna kulit karena penggunaan produk kosmetika pencerah kulit. Kecerahan kulit seseorang dipengaruhi oleh kandungan melanin yang terkandung pada kulit. Menurut Trujillo et al. (1996), informasi mengenai pigmentasi relatif dapat ditinjau berdasarkan nilai L*, sehingga kulit yang gelap memiliki nilai L* lebih rendah dibandingkan dengan kulit yang cerah. Clarys et al. (2000) dan (Shriver & Parra 2000), menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara nilai L* (kecerahan relatif) dan M (melanin indeks) sehingga pendekatan dengan hanya menghitung nilai L* menggunakan fotometer untuk tujuan tersebut masih dapat diandalkan. Setelah diperoleh rumus L* untuk model utama, dilakukan validasi rumus (10) dengan menghitung nilai L* standar warna B, C, D (Gambar 8a-d). Dari grafik terlihat bahwa
8
dengan menggunakan rumus baru (10) untuk perhitungan nilai L*, memang tidak diperoleh nilai prediksi (pengukuran menggunakan fotometer kemudian nilai L* diprediksi menggunakan persamaan baru) yang sama dengan nilai aktual (pengukuran menggunakan chromameter), namun memiliki kemiripan pola. Kemiripan pola yang dimaksud adalah dengan menggunakan rumus tersebut, nilai L* standar warna yang diperoleh dari alat chromameter (aktual) terlihat menurun dari nomor 1 hingga 16, demikian halnya dengan nilai L* yang dihasilkan dari fotometer. Hal yang berbeda ditemukan pada standar warna A, B, C, D bernomor 4, hal ini dikarenakan perbedaan warna yang dimiliki antara standar warna sebelum (nomor 3) dan sesudah (nomor 5), gradasi standar warna nomor 4 tidak percis terletak di antara keduanya.
(d) Gambar 8 Nilai aktual dan prediksi standar warna A (a), B (b), C (d), D (d) Walaupun nilai aktual dan prediksi dari setiap standar warna tidak memiliki nilai yang sama, namun bila dilihat nilai korelasi (R2) antara nilai aktual dan prediksi untuk standar warna A, B, C, D berurut-urut adalah sebagai berikut 0.982; 0.990; 0.984; dan 0.987, nilainilai secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Hal ini dapat juga menegaskan bahwa terdapat kesesuaian pola antara nilai yang dihasilkan dari alat fotometer dan chromameter. Analisis Data dengan Metode Kemometrik Pengenalan Pola Antara Nilai Keluaran dari Fotometer dan Chromameter
(a)
(b)
(c)
Persamaan baru untuk memperoleh nilai L* (10) telah digunakan dan dapat dilihat hasilnya, namun dengan pendekatan seperti itu, agak rumit di dalam perhitungan variabelvariabel untuk memperoleh nilai Y/Yn, sehingga perlu dilakukan pemodelan dengan metode lain, salah satunya dapat dilakukan menggunakan metode kemometrik. Langkah pertama adalah analisis pengenalan pola antara nilai keluaran dari fotometer (voltase) dan chromameter (L*a*b*) sehingga secara tidak langsung dapat diperoleh gambaran awal mengenai potensi kelayakan hasil pengukuran fotometer untuk dapat disejajarkan dengan hasil pengukuran dari chromamater. Hal ini dikarenakan, data nilai L*a*b* standar warna yang diperoleh dari alat chromameter (3 variabel), sulit dilihat kemiripan polanya dengan fotometer secara langsung, sebab data keluaran dari fotometer hanya angka bersatuan milivolt dengan lima variasi panjang gelombang (5 variabel), sehingga harus dicari dicari variabel baru dengan tetap mempertahankan informasi yang dimiliki oleh data. Proses ini dapat dilakukan
9
menggunakan teknik Analisis Komponen Utama (AKU), dan digunakan program Unscrambler versi X 10.0.1 (Trial Version), sehingga nantinya dapat dilihat kemiripan pola antara data yang dihasilkan dari kedua alat tersebut serta diketahui kombinasi lampu LED fotometer yang dapat menyebabkan hal itu. Dalam analisis AKU langsung digunakan data pengukuran asli hasil pengukuran standar warna berkode A (model utama) menggunakan kedua instrumen. Hasil analisis AKU dikatakan baik bila dengan jumlah komponen utama yang sedikit mampu menggambarkan total variasi yang besar. Total variasi yang terwakili untuk hasil pengukuran menggunakan chromameter dan fotometer (Gambar 9 dan 10) mencapai 99% dengan rincian masing-masing adalah (PC1 = 93%, PC2 = 6%) dan (PC1 = 98%, PC2 = 1%). Pengelompokkan untuk semua nomor standar warna dari 1-16 berada di keempat kuadran dan beberapa nomor standar warna hasil pengukuran menggunakan chromameter menempati kuadran yang sama, begitu pula dengan hasil pengukuran yang menggunakan fotometer, walaupun berada di kuadran yang berbeda namun distribusi standar warna pada masing-masing kuadran hasil pengukuran kedua instrumen memiliki kemiripan, dan dapat dikatakan pola yang dihasilkan dari kedua alat ini seperti membentuk bayangan cermin. Sumbangan panjang gelombang dari alat fotometer yang sangat berperan pada pengelompokkan ini adalah berasal dari lampu LED berwarna merah (634.65 nm) dan biru (462.32 nm), hal ini dapat diketahui dari loading PCA pada Gambar 11. Hal ini diperkuat dari skor PCA yang dihasilkan (Gambar 12), apabila hanya menggunakan dua lampu saja (merah dan biru), ternyata sudah diperoleh kemiripan pola yang serupa dengan Gambar 10. Pola yang dihasilkan akibat penggunaan lampu merah dan lampu biru setidaknya sudah dapat merepresentasikan kemiripan pola antara nilai yang dihasilkan dari chromameter dan fotometer. Hal ini disebabkan karena pada alat chromameter, pengukuran didasarkan pada sinar yang direfleksikan, terdapat fotosel bersensitivitas tinggi yang berfungsi sebagai penangkap sinar yang telah melewati filter, dan telah disesuaikan dengan standar warna dasar CIE yaitu biru (450 nm), hijau (550 nm), dan merah (610 nm) (Zwinkels 1996). Pada alat fotometer digunakan lampu LED merah (634.65 nm) dan lampu LED biru
(462.32 nm), kedua lampu itu memiliki panjang gelombang yang mendekati warna dasar dari CIE pada alat chromameter, dengan penggunaan lampu monokromatis dan asumsi bahwa sinar reflektans memiliki panjang gelombang yang sama dengan panjang gelombang sumber sinar yang diberikan, sehingga hal tersebut dapat terjadi.
Gambar 9 Skor PCA 16 standar warna A hasil pengukuran dengan chromamater (L*a*b*)
Gambar 10 Skor PCA 16 standar warna A hasil pengukuran dengan fotometer (5 lampu)
Gambar 11 Loading PCA 16 standar warna A dengan fotometer (5 lampu)
Gambar 12 Skor PCA 16 standar warna A hasil pengukuran dengan fotometer (2 lampu)
10
Penggunaan dua lampu LED (merah dan biru) di dalam pengolahan data menggunakan teknik AKU, diperoleh juga pola seperti bayangan cermin, oleh karena itu berdasarkan plot loading (Gambar 11) dilakukan penambahan data dengan metode trial and error (penambahan data dari pengukuran menggunakan lampu LED kuning, hijau, atau ungu) dengan tujuan akhir yaitu dapat diketahui komposisi lampu yang menghasilkan kemiripan pola antara chromameter dan fotometer. Berdasarkan hasil pengolahan data menggunakan teknik AKU, diketahui bahwa komposisi lampu yang benar-benar memiliki kemiripan pola dengan hasil pengukuran chromameter adalah kombinasi lampu merah, biru, dan ungu (Gambar 13), total variasi yang terwakili untuk hasil pengukuran menggunakan fotometer mencapai 100% dengan rincian PC1 = 97%, PC2 = 3%). Hal ini dikarenakan data yang diperoleh dari penggunaan lampu ungu, menjadi pembobot untuk lampu merah dan biru, dan apabila ditinjau dari plot loading (Gambar 11), skor loading pada PC2 untuk lampu biru dan lampu ungu hampir sejajar, sehingga walaupun panjang gelombang dominan lampu ungu tidak sesuai dengan warna dasar dari CIE, namun apabila ketiga lampu tersebut digabungkan maka dapat menghasilkan kemiripan pola antara nilai dari chromameter dan fotometer. Sedangkan kombinasi lampu merah, biru, dan kuning (Gambar 14) dan lampu merah, biru, dan hijau (Gambar 15), kedua kombinasi lampu tersebut menghasilkan pola seperti Gambar 10, hanya saja pada Gambar 15 terdapat penyimpangan pada standar warna bernomor 14, namun tidak terlalu signifikan.
Gambar 13 Skor PCA 16 standar warna A hasil pengukuran dengan fotometer (lampu merah, biru, ungu)
Gambar 14 Skor PCA 16 standar warna A hasil pengukuran dengan fotometer (lampu merah, biru, kuning)
Gambar 15 Skor PCA 16 standar warna A hasil pengukuran dengan fotometer (lampu merah, biru, hijau) Pembentukan Model Prediksi nilai L* Menggunakan Partial Least Square (PLS) Setelah diketahui bahwa terdapat kemiripan pola antara nilai yang dihasilkan fotometer dan chromameter berarti dapat dikatakan terdapat adanya hubungan antara hasil pengukuran fotometer dan chromameter, maka tahap selanjutnya adalah membentuk model untuk dapat melihat seberapa dekat hubungan antara variabel-variabel dari hasil pengukuran kedua instrumen tersebut, salah satunya untuk memprediksi nilai L*, dalam hal ini digunakan teknik PLS, yang dapat menghubungkan hasil kedua instrumen. Model kalibrasi dibentuk dari nilai pengukuran fotometer sebagai variabel x (prediktor) dan nilai pengukuran chromameter (L*a*b*) sebagai variabel y (respons). Analisis PLS melibatkan tiga komponen respons, yaitu dalam bentuk nilai L*a*b*. Kesahihan model yang terbentuk diuji dengan validasi silang. Teknik validasi silang bermanfaat untuk menentukan jumlah komponen yang optimal dari jumlah contoh yang sedikit, selain itu juga mampu melakukan tes secara independen (Stchur et al. 2002). Berdasarkan hasil trial and error pada tahap sebelumnya, diputuskan untuk
11
menggunakan tiga lampu LED (merah, biru, dan ungu) yang didasarkan pada kemiripan pola antara hasil pengukuran fotometer dan chromameter. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya bahwa alat fotometer ini akan difungsikan untuk mengukur tingkat perubahan kecerahan kulit normal manusia yang salah satunya dipengaruhi oleh kandungan melanin yang terkandung di dalam kulit. Menurut Kollias dan Baqer (1985), nilai reflektans yang cukup besar untuk melanin berada panjang gelombang lampu LED berwarna merah, dan Dwyer et al. (2002) menyimpulkan bahwa pada panjang gelombang lampu ungu juga dapat diperoleh hal tersebut, sehingga kombinasi lampu yang diperoleh dari hasil AKU dapat digunakan untuk pengukuran kulit (in vivo). Informasi yang diperoleh dari pengolahan data pengukuran standar warna berkode A (model utama), diperoleh nilai R2 kalibrasi sebesar 0.9936, R2 prediksi sebesar 0.9906, RMSEC sebesar 0.8790, dan RMSEP sebesar 1.1334. Nilai korelasi, RMSEC, dan RMSEP model utama untuk memprediksi nilai L* tersebut, masih dikatakan baik karena menurut Farkas et al. (2004), model yang memiliki nilai root mean square error of calibration (RMSEC) dan root mean square error of
prediction (RMSEP) rendah, nilai korelasi antara y prediksi dan nilai y referensi tinggi, dikatakan model tersebut baik. Model utama tersebut dapat digunakan untuk memprediksi nilai L* standar warna berkode B, C, dan D (Tabel 3). Pengolahan data dengan menggunakan model utama, diperoleh informasi bahwa ketika digunakan model utama (lampu merah, biru, dan ungu) nilai korelasi antara nilai L* aktual dan prediksi untuk standar warna kode B, C, dan D berurut-urut adalah sebagai berikut 0.992; 0.994; 0.994. Hasil-hasil tersebut bisa dikatakan bahwa model utama dapat memprediksi nilai L* dengan cukup baik, walaupun nilai prediksi dan aktual masih terlihat adanya perbedaan (persen deviasi yang masih cukup besar), namun dilihat dari hasil-hasil tersebut adanya kemiripan pola antara hasil pengukuran menggunakan fotometer dan chromameter, dalam arti bahwa nilai L* untuk masing-masing standar warna berkode A, B, C, dan D dari nomor 1–16 sama-sama memiliki pola nilai yang semakin menurun, kecuali pada standar warna berkode C dan D bernomor 4, hal ini dikarenakan perbedaan gradasi antara standar warna bernomor 3 dan 5.
Tabel 3 Hasil prediksi nilai L* standar warna menggunakan teknik PLS A
B
C
D
Nomor Standar Warna
L* Aktual
L* Prediksi
% Deviasi
L* Aktual
L* Prediksi
% Deviasi
L* Aktual
L* Prediksi
% Deviasi
L* aktual
L* Prediksi
% Deviasi
1
83.80
82.18
1.93
83.98
83.75
0.27
83.68
83.14
0.65
83.49
83.14
0.42
2
82.14
81.37
0.94
82.07
81.30
0.93
82.11
82.27
0.20
81.72
81.56
0.20
3
78.97
79.92
1.20
78.77
79.98
1.54
78.97
79.27
0.38
78.75
79.01
0.34
4
77.97
79.70
2.22
77.94
79.62
2.15
78.04
79.62
2.02
77.80
79.26
1.88
5
76.60
77.28
0.89
76.51
77.64
1.47
76.34
77.28
1.23
75.97
77.28
1.72
6
74.22
74.07
0.20
73.78
74.73
1.29
73.86
74.38
0.70
73.65
74.38
0.99
7
70.79
72.07
1.81
70.76
72.70
2.74
70.87
72.60
2.43
70.63
71.99
1.92
8
68.87
67.70
1.69
68.64
68.54
0.15
68.52
68.89
0.54
68.35
68.89
0.79
9
66.89
65.45
2.15
66.79
66.60
0.28
66.76
66.70
0.08
66.70
66.00
1.06
10
64.57
64.08
0.75
64.25
65.28
1.60
64.48
65.28
1.24
64.19
65.28
1.70
11
60.53
60.50
0.05
60.14
61.47
2.21
60.52
61.82
2.15
60.27
61.57
2.16
12
57.64
56.69
1.65
57.09
57.77
1.19
57.35
57.77
0.73
57.01
58.12
1.95
13
55.83
55.71
0.21
54.99
57.15
3.94
55.43
57.15
3.11
55.40
57.15
3.17
14
54.42
54.96
0.99
53.25
56.44
6.00
53.40
55.83
4.56
53.15
55.83
5.05
15
52.43
51.70
1.39
50.63
53.35
5.36
51.63
53.09
2.83
51.44
53.09
3.21
16
47.98
50.41
5.07
46.72
50.81
8.75
47.04
51.06
8.55
46.64
50.71
8.72
12
Perhitungan Koefisien Baru untuk Prediksi Nilai L* Menggunakan 3 Lampu Berdasarkan pengenalan pola menggunakan teknik AKU, diketahui bahwa dengan menggunakan tiga lampu (merah, biru, dan ungu) dapat diperoleh pola yang mirip antara nilai pengukuran menggunakan fotometer dan chromameter, oleh karena itu dilakukan juga pemodelan persamaan (Curve Fit) menggunakan tiga lampu. Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus sejenis dan nilai pangkat yang serupa (1/3), dari perangkat lunak DataFit 9 dihasilkan nilai koefisien baru sehingga rumus untuk menghitung L* menjadi: (11) L* 164.22(Y/Yn)1/3 - 77.81 Setelah diperoleh rumus L* maka dilakukan validasi rumus tersebut dengan memprediksi standar warna berkode B, C, dan D (Gambar 16a-d).
(d) Gambar 16 Nilai aktual dan prediksi standar warna A (a), B (b), C (d), D (d) Seperti hasil prediksi menggunakan lima lampu, ketika digunakan hanya 3 lampu terlihat belum dihasilkannya nilai prediksi yang sama dengan nilai aktual, namun bila dilihat nilai korelasi (R2) antara nilai aktual dan prediksi untuk standar warna A, B, C, D berurut-urut adalah sebagai berikut 0.979, 0.976, 0.977, 0.981, hal ini dapat juga menegaskan bahwa terdapat kesesuaian pola antara nilai yang dihasilkan dari alat fotometer dan chromameter. Pengukuran Warna Kulit Normal Manusia
(a)
(b)
(c)
Setelah dilakukan pengukuran secara in vitro, untuk mencapai target luaran maka dilakukan pengukuran secara in vivo (pengukuran secara langsung pada kulit manusia). Pengukuran kulit manusia hanya dilakukan pada dua mahasiswa saja namun terdapat dua letak target pengukuran pada setiap mahasiswa, hal ini dikarenakan keterbatasan akses dalam penggunaan chromameter. Dalam penelitian ini, dipilih kulit normal manusia (tidak dalam kondisi sakit kulit), pada bagian punggung tangan kanan (PF, PA) dan lengan bagian bawah tangan kanan (FF, FA) untuk setiap mahasiswa. Penelitian ini merupakan penelitian pendahuluan fotometer untuk dijadikan pengukur perubahan kecerahan warna kulit, jadi belum dilakukan proses perlakuan (pemberian bahan kosmetika pencerah kulit) pada kulit tangan yang dijadikan contoh pengukuran. Dasar pemilihan punggung tangan dan lengan bagian bawah, dikarenakan kedua bagian tangan ini memiliki perbedaan warna yang cukup signifikan, sehingga dapat dianalogikan pada target luaran yaitu untuk mengukur perubahan kecerahan warna kulit. Proses prediksi
13
menggunakan pendekatan pemodelan persamaan (Curve Fit) dan kemometrik (PLS) dengan kombinasi tiga lampu LED (merah, biru, dan ungu). Hasil yang diperoleh (Gambar 17 dan 18) ketika digunakan pendekatan pemodelan persamaan (rumus nomor 11) dan kemometrik memiliki nilai korelasi berurut-urut sebagai berikut 0.979 dan 0.975. Walaupun nilai aktual dan prediksi pengukuran kulit menggunakan pemodelan persamaan memiliki nilai korelasi sedikit lebih tinggi, namun apabila dilihat dari grafik terlihat bahwa pendekatan menggunakan metode kemometrik memiliki nilai prediksi yang mendekati nilai sebenarnya, hal ini dikarenakan proses prediksi menggunakan pemodelan persamaan menggunakan satu rumus saja sehingga kemampuan untuk mendekati nilai sebenarnya agak terbatas, sedangkan ketika digunakan pendekatan kemometrik (PLS), komposisi model yang digunakan lebih kompleks dan menyertakan pembobot (W) sehingga dapat memaksimalkan korelasi antara model skor dari X dan Y. Berdasarkan Gambar 17 dan 18 dapat terlihat bahwa kemampuan model untuk menghasilkan nilai prediksi yang mendekati nilai aktual belum begitu baik, karena nilai prediksi masih jauh dari nilai sebenarnya. Hal ini dikarenakan model yang digunakan berdasarkan pengukuran secara in vitro (menggunakan standar warna A yang dicetak pada kertas), tentu saja memiliki matriks yang berbeda dengan kulit manusia sebenarnya, karena warna kulit ditentukan oleh pigmen seperti hemoglobin, melanin, bilirubin, dan karotenoid, sehingga pigmen-pigmen inilah yang diduga dapat memengaruhi hasil pengukuran kulit yang dilakukan secara langsung. Walaupun secara kuantitatif belum diperoleh kecenderungan nilai prediksi yang hampir sama dengan nilai aktual, namun dengan model-model tersebut dapat terlihat kemiripan pola antara pengukuran menggunakan chromameter dan fotometer.
Gambar 18 Nilai aktual dan prediksi kulit normal dari metode kemometrik (PLS)
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pendekatan menggunakan pemodelan persamaan (Curve Fit) dan metode kemometrik (teknik PLS) dapat digunakan untuk memprediksi nilai L* standar warna dan kulit normal manusia. Kombinasi lampu yang memberikan kesamaan pola antara hasil pengukuran menggunakan chromameter dan fotometer adalah lampu merah, biru, dan ungu. Pendekatan untuk menghitung nilai L* kulit normal manusia yang memberikan hasil mendekati nilai L* sebenarnya adalah model yang dihasilkan dari metode kemometrik (teknik PLS). Dari hasil-hasil penelitian yang telah disebutkan di atas, menunjukkan bahwa fotometer ini berpotensi untuk dijadikan alat ukur perubahan kecerahan warna kulit normal manusia. Saran Pengukuran secara langsung pada kulit normal manusia perlu dilakukan pada beragam variasi kecerahan kulit normal manusia, kemudian pembuatan model prediksi nilai L* dibuat berdasarkan pengukuran tersebut, sehingga dapat lebih dipastikan bahwa alat fotometer ini layak digunakan sebagai alat alternatif selain chromameter secara khusus untuk digunakan dalam bidang pengembangan formula bahan kosmetika kulit.
DAFTAR PUSTAKA
Gambar 17 Nilai aktual dan prediksi kulit normal dari pemodelan persamaan
Anonim. 2008. Light Dependent Resistor– LDR. [terhubung berkala]. http://www.sunrom.com/files/3190datasheet.pdf [2 Des 2010]. Chandra, Franky, Arifianto D. 2010. Jago