perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakterisasi Morfologi Ipomoea batatas Lamk. Karakterisasi morfologi Ipomoea batatas Lamk. dilakukan dengan mengamati organ tanaman seperti ubi, batang, daun, dan bunga. Pengamatan morfologi ubi meliputi tipe formasi, bentuk, warna kulit, warna daging, dan pola penyebaran warna sekunder. Pengamatan morfologi batang meliputi tipe batang, warna, diameter, dan panjang ruas (internodus). Karakterisasi morfologi daun yang diamati meliputi bentuk helaian, bentuk tepi (kedalaman cuping), jumlah cuping, bentuk ujung, panjang, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna helaian daun muda, warna tangkai, dan panjang tangkai. Adapun pengamatan morfologi bunga terdiri dari bentuk mahkota, warna mahkota, bentuk ujung kelopak, warna kelopak, warna kepala putik, warna tangkai putik, dan kedudukan kepala putik. Hasil pengamatan morfologi I.batatas Lamk. dapat dilihat pada tabel 3. Tabel 2: Hasil pengamatan morfologi sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter Morfologi
1
2
-
-
3
Kultivar 4 5 6 7
8
9
-
-
10
A Ubi 1
2
3
4
5
Tipe formasi tertutup Tipe formasi terbuka Tipe formasi tersebar Bentuk membulat Bentuk elips membulat Bentuk bulat telur Bentuk oblong panjang Bentuk elips memanjang Warna kulit krem Warna kulit kuning Warna kulit merah Warna kulit merah ungu Warna kulit ungu sangat tua Warna daging putih Warna daging krem Warna daging kuning Warna daging oranye Warna daging sangat ungu Pola penyebaran tidak ada
-
-
-
-
-
32
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
Karakter Morfologi Pola penyebaran cincin tipis pada korteks Pola penyebaran mengelompok dan melingkar Pola penyebaran Cincin tipis pada daging ubi B 1
2
3
C 1
2
3
4
5 6
7
8
Batang Warna hijau Warna semburat ungu Warna ungu Warna ungu tua Diameter ruas sangat tipis (< 3 mm) Diameter ruas tipis (4 6 mm) Diameter ruas Cukup (7 9 mm) Panjang ruas pendek (4 5 cm) Panjang ruas Cukup (6 9 cm) Daun Helaian berbentuk hati Helaian bentuk segitiga Helaian berbentuk cuping Tepi bentuk rata Tepi berlekuk dangkal Tepi berlekuk sedang Tepi berlekuk dalam Jumlah cuping 1 Jumlah cuping 3 Jumlah cuping 5 Bentuk ujung meruncing Bentuk ujung runcing Bentuk ujung elips Panjang daun: pendek (< 8 cm) Panjang daun: Sedang (8-15 cm) Warna tulang daun hijau Warna Tulang daun utama sebagian berwarna ungu Warna semua tulang daun ungu Warna helaian dewasa hijau Warna helaian dewasa permukaan atas hijau - permukaan bawah ungu Warna helaian dewasa Permukaan atas dan bawah ungu Warna helaian muda kuning kehijauan Warna helaian muda hijau dengan warna ungu melingkar pada tepi daun Warna helaian muda hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan
1
2
3
4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kultivar 5 6 7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10
-
-
9
-
-
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Karakter Morfologi
9
10
atas daun Warna helaian muda permukaan atas dan bawah ungu Warna tangkai hijau Warna tangkai hijau dengan ujung tangkai dekat daun ungu Warna tangkai hijau dengan pangkal dan ujung tangkai ungu Warna tangkai sebagian besar tangkai ungu dengan sedikit warna hijau Panjang tangkai pendek (5-10 cm) Panjang tangkai Sedang (11-15 cm)
D 1
1
2
3
-
-
-
4
-
-
-
-
-
-
-
8
9
10
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Kultivar 5 6 7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Bunga Mahkota berbentuk bintang Mahkota berbentuk pentagonal Mahkota berbentuk melingkar Mahkota berwarna putih dengan 2 leher ungu Mahkota berwarna ungu muda dengan leher ungu 3 Bentuk ujung kelopak runcing 4 Warna kelopak hijau Warna kelopak Sebagian hijau sebagian ungu 5 Warna kepala putik putih 6 Warna tangkai putik putih 7 Kedudukan kepala putik sejajar Kedudukan kepala putik sedikit lebih tinggi Kedudukan kepala putik menonjol Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6. Kidal;
Hasil pengamatan morfologi sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. menunjukkan adanya perbedaan dan keragaman pada masing-masing kultivar. Berdasarkan ciri morfologi tersebut selanjutnya akan dibahas satu persatu mengenai organ tanaman yang diamati di kebun Balitkabi Malang sehingga akan diketahui keragaman dari masing-masing kultivar Ipomoea batatas Lamk. 1.
Ubi
Ipomoea batatas Lamk. menghasilkan ubi sebagai hasil pertumbuhan sekunder dari beberapa akar ubi (tuberous roots) pada zona perakaran
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
(lapisan tanah sedalam 20-25 cm). Ubi yang diamati adalah ubi yang telah berumur 4 - 4.5 bulan atau ubi yang sudah dipanen. Pengamatan ubi Ipomoea batatas Lamk. yang dilakukan di lapangan meliputi tipe formasi, bentuk, warna kulit, warna daging, dan pola penyebaran warna sekunder. Morfologi ubi Ipomoea batatas Lamk. dapat dilihat pada gambar 19.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Gambar 19 : Morfologi ubi Ipomoea batatas Lamk. Keterangan : 1. Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh Hasil karakterisasi morfologi ubi pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas
Lamk. terdapat perbedaan pada semua karakter yang diamati yaitu tipe formasi, bentuk, warna kulit, warna daging, dan pola penyebaran warna sekunder. Perbedaan tersebut dapat dilihat pada tabel 4. Tipe formasi ubi terbuka ditemukan pada kultivar Antin 1, Antin 2, Antin 3, Beta 2, Papua Solossa, Sari, dan Sukuh, sedangkan tipe formasi tertutup terdapat pada kultivar Kidal dan Sawentar. Kultivar Beta 1 mempunyai tipe formasi yang berbeda dengan sembilan kultivar yang lain yaitu tipe tersebar. Karakterisasi morfologi bentuk ubi juga terdapat beberapa variasi meliputi: bentuk ubi elips memanjang ditemui pada kultivar Antin 1, Beta 1, Beta 2, Papua Solossa, dan Sari. Kultivar Antin 2, Kidal dan Sawentar memiliki bentuk ubi bulat telur.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
Bentuk ubi oblong panjang hanya dimiliki oleh kultivar Antin 1, sedangkan bentuk ubi membulat hanya terdapat pada kultivar Sukuh.
Tabel 3:
Hasil pengamatan morfologi ubi pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter Morfologi Ubi Warna Warna Bentuk kulit daging
No
Kultivar
Tipe formasi
1
Antin 1
Terbuka
Oblong panjang
2
Antin 2
Terbuka
Bulat telur
3
Antin 3
Terbuka
Elips memanjang
4
Beta 1
Tersebar
5
Beta 2
Terbuka
6
Kidal Papua Solossa
Tertutup
7
Terbuka
8
Sari
Terbuka
9 10
Sawentar Sukuh
Tertutup Terbuka
Elips memanjang Elips membulat Bulat telur Elips memanjang Elips membulat Bulat telur membulat
Pola Penyebaran warna sekunder
Sangat ungu Sangat ungu
mengelompok dan melingkar
Sangat ungu
Cincin tipis pada daging ubi
Merah
Oranye
Tidak ada
Merah
Kuning
Merah
Krem
cincin tipis pada korteks Tidak ada
Kuning
Kuning
Tidak ada
Merah
Krem
Tidak ada
Merah Krem
Krem Putih
Tidak ada Tidak ada
Krem Merah ungu Ungu sangat tua
Tidak ada
Pengamatan warna kulit ubi juga ditemukan perbedaan. Pada kultivar Antin 1 dan Sukuh mempunyai warna kulit krem. Warna kulit ubi merah terdapat pada kultivar Beta 1, Beta 2, Kidal, Sari dan Sawentar. Sedangkan warna kulit ubi kuning hanya terdapat pada kultivar Papua Solossa. Warna kulit merah ungu hanya terdapat pada kultivar Antin 2 dan warna kulit ungu sangat tua hanya dimiliki oleh kultivar Antin 3. Karakterisasi warna daging ubi dari sepuluh kultivar
terdapat lima
variasi, yaitu warna daging sangat ungu, oranye, kuning, krem, dan putih. Warna daging sangat ungu terdapat pada kultivar Antin 1, Antin 2, dan Antin 3. Warna daging oranye hanya terdapat pada kultivar beta 1. Kultivar Beta 2, dan Papua Solossa memiliki warna daging kuning. Kultivar Kidal, Sari, dan Sawentar warna dagingnya krem sedangkan warna daging ubi putih hanya dimiliki oleh kultivar Sukuh. Pengamatan selanjutnya pada ubi adalah pola penyebaran warna sekunder. Kultivar yang memiliki pola penyebaran mengelompok dan melingkar adalah
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
Antin 1. Pola penyebaran yang menyerupai cincin tipis pada daging ubi terdapat pada Antin 3. Kultivar Beta 2 pola penyebarannya menyerupai cincin tipis pada korteks. Adapun kultivar Antin 2, Beta 1, Kidal, Papua Solossa, Sari, Sawentar dan Sukuh tidak memiliki pola penyebaran warna sekunder.
2.
Batang Batang merupakan organ tanaman yang berfungsi sebagai pendukung organ tanaman yang ada di atas tanah, tempat penimbunan makanan dan untuk transportasi air, zat makanan serta hasil fotosintesis. Pengamatan batang dilakukan pada ruas ke 10 dari ujung batang. Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh
ukuran batang dewasa. Pengamatan dan pengukuran
meliputi warna, diameter dan panjang ruas (internodus). Hasil pengamatan morfologi batang ditunjukkan pada tabel 5. Tabel 4:
Hasil pengamatan morfologi batang pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk.
No
Kultivar
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Antin 1 Antin 2 Antin 3 Beta 1 Beta 2 Kidal Papua Solossa Sari Sawentar Sukuh
Warna Hijau Hijau Semburat ungu Hijau Hijau Semburat ungu Ungu Hijau Hijau Ungu tua
Karakter morfologi batang Diameter ruas tipis (4 6 mm) tipis (4 6 mm) tipis (4 6 mm) tipis (4 6 mm) sangat tipis (< 8 mm) tipis (4 6 mm) tipis (4 6 mm) sangat tipis (< 8 mm) tipis (4 6 mm) Cukup (7 9 mm)
Panjang ruas
pendek (4 Cukup (6 Cukup (6 pendek (4 pendek (4 pendek (4 pendek (4 pendek (4 pendek (4 pendek (4
5 cm) 9 cm) 9 cm) 5 cm) 5 cm) 5 cm) 5 cm) 5 cm) 5 cm) 5 cm)
Warna batang pada sepuluh kultivar I. batatas Lamk. hampir seluruhnya berwarna hijau, kecuali pada kultivar Antin 3 dan Kidal yang berwarna semburat ungu pada seluruh permukaan batang, serta pada Sukuh yang berwarna ungu tua pada batang dewasanya. Diameter batang kategori sangat tipis (< 8 mm) ditemukan pada kultivar Beta 2 dan Sari, sedangkan kategori cukup ( 7-9 mm) hanya dimiliki oleh Sukuh dan selebihnya memiliki kategori tipis (4-6 mm). Sebagian besar kultivar I. batatas Lamk. memiliki panjang ruas dengan kategori pendek (4-5 cm) kecuali pada kultivar Antin 2 dan Antin 3 termasuk kategori cukup (6-9 cm).
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
3.
Daun Ipomoea batatas Lamk. memiliki daun yang berwarna hijau dengan pertulangan daun menyirip. Pengamatan daun yang dilakukan di lapangan meliputi bentuk helaian, bentuk tepi (kedalaman cuping), jumlah cuping, bentuk ujung, panjang, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna helaian daun muda, warna tangkai, dan panjang tangkai. Morfologi daun I. batatas Lamk. dapat dilihat pada gambar 20. Hasil karakterisasi morfologi daun dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan adanya variasi pada semua karakter yang diamati dan hasilnya dapat dilihat pada tabel 6.
A
B 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
B
Gambar 20: Morfologi daun Ipomoea batatas Lamk. A. Foto morfologi daun dari tiap-tiap kultivar I. batatas Lamk. B. Gambar morfologi daun dari tiap-tiap kultivar I. batatas
Lamk.
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
Keterangan : 1. Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Pengamatan pada bentuk daun ditemukan adanya tiga variasi. Sebagian besar kultivar yaitu Antin 1, Antin 2, Antin 3, Beta 2, Papua Solossa, dan Sari mempunyai bentuk daun bercuping kecuali pada kultivar Beta 1, Kidal dan Sawentar berbentuk hati, dan kultivar Sukuh adalah satu-satunya kultivar yang daunnya berbentuk segitiga. Dari variasi bentuk daun, ditemukan juga variasi lain yaitu tentang tepi, jumlah cuping dan bentuk ujung daun. Kultivar yang mempunyai bentuk daun bercuping, tepi daunnya ada yang berlekuk dangkal (kultivar Antin 1, Antin 2, Antin 3, Beta 2), sedang (Kultivar Sari), dan dalam (kultivar Papua Solossa) serta jumlah cuping yang dimiliki pada umumnya tiga (Antin 1 dan Antin 3) atau lima (Antin 2, Beta 2, Papua Solossa dan Sari). Bentuk ujung daun pada kultivar yang bentuk daunnya bercuping juga terdapat variasi yaitu berujung daun meruncing (Kultivar Antin 1, Antin 2, Antin 3),
runcing (Beta 2), dan ellips (kultivar Papua
Solossa dan Sari). Adapun kultivar yang daunnya berbentuk hati atau segitiga semuanya bertepi daun rata dan bercuping satu, serta berujung daun meruncing (, Beta 1, Kidal, Sawentar dan Sukuh). Pengukuran panjang daun yang dilakukan terhadap masing-masing kultivar terdapat dua kategori yaitu sedang yang memiliki panjang antara 815 cm dan kategori pendek yang memiliki panjang daun < 8 cm. Sebagian besar kultivar termasuk dalam kategori sedang kecuali pada Antin 3 dan Sari termasuk dalam kategori pendek. .
Pengamatan karakter morfologi pada daun selanjutnya adalah warna
tulang daun. Kultivar Antin 1, Antin 3, Beta 1, Kidal, Papua Solossa, Sawentar dan Sukuh semua tulang daunnya berwarna ungu, pada kultivar Antin 2 tulang daun utamanya sebagian berwarna ungu. Sedangkan tulang daun yang berwarna hijau terdapat pada kultivar Beta 2 dan Sari. Warna daun yang diamati terdiri dari warna helaian daun dewasa dan muda. Pengamatan warna helaian daun dewasa dilakukan pada daun ke sepuluh , dan warna helaian daun muda pada daun kelima dari ujung batang. Hasilnya menunjukkan bahwa terdapat beberapa variasi warna helaian daun
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
dewasa. Pada kultivar Antin 1 di permukaan atas dan bawah daun berwarna ungu. Variasi selanjutnya adalah di permukaan atas berwarna hijau dan permukaan bawah ungu terdapat pada kultivar Antin 3 dan Papua Solossa, sedangkan variasi helaian daun yang berwarna hijau ditemukan pada kultivar Antin 2, Beta 1, Beta 2, Kidal, Sari, Sawentar dan Sukuh. Pengamatan pada warna helaian daun muda juga terdapat beberapa variasi. Variasi pertama adalah warna permukaan atas dan bawah ungu pada kultivar Antin 1, Antin 3, Beta 2, dan Sari. Variasi kedua adalah daun berwarna kuning kehijauan hanya terdapat pada kultivar Antin 2. Variasi selanjutnya adalah warna hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan atas ditemukan pada kultivar Beta 1, dan Papua Solossa. Kultivar Kidal, Sawentar dan Sukuh helaian daun mudanya berwarna hijau dengan warna ungu melingkar di tepi daun. Karakter morfologi pada tangkai daun yang diamati adalah pada warna dan panjang tangkai. Beberapa variasi warna juga dapat ditemui pada bagian ini. Tangkai daun yang berwarna hijau terdapat pada kultivar Beta 2 dan Sari. Tangkai berwarna hijau dan ujung tangkai dekat daun berwarna ungu ditemukan pada kultivar Antin 1, Antin 2, Beta 1, Kidal, dan Sawentar. Kultivar Papua Solossa dan Sukuh tangkai daunnya berwarna hijau dengan pangkal dan ujung tangkai berwarna ungu. Sedangkan sebagian besar tangkai daun berwarna ungu dan sedikit warna hijau hanya terdapat pada kultivar Antin 3. Pengukuran panjang tangkai daun yang dilakukan terhadap masingmasing kultivar terdapat dua kategori yaitu sedang yang memiliki panjang antara 11-15 cm dan kategori pendek yang memiliki panjang daun 5-10 cm. Sebagian besar kultivar termasuk dalam kategori sedang kecuali pada Antin 3, Beta 1, Beta 2 dan Sari termasuk dalam kategori pendek.
Berlekuk dangkal
Bercuping
Hati
Bercuping
4
5
3
Meruncing
Runcing
Rata
Berlekuk dangkal
Meruncing
Meruncing
2
Berlekuk dangkal
Bercuping
Bercuping
Ujung daun
Meruncing
Tepi daun
Berlekuk dangkal
Helaian daun
Bentuk
41
Jumlah cuping daun
5
1
3
5
3
Sedang (8-15cm)
Hijau
Sedang (8-15cm)
Hijau
Hijau
semua tulang daun ungu
pendek (< 8 cm)
Permukaan atas dan bawah ungu
hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan atas
Permukaan atas dan bawah ungu
Permukaan atas hijau bawah ungu
Sedang (8-15cm)
semua tulang daun ungu
Permukaan atas dan bawah ungu
Warna Helaian muda
Kuning kehijauan
Helaian dewasa Permukaan atas dan bawah ungu
Hijau
semua tulang daun ungu
Tulang daun
Tulang utama sebagia n ungu
Sedang (8-15cm)
Panjang daun
Hasil pengamatan morfologi daun pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Karakter morfologi daun
1
Kultivar
Tabel 5:
Hijau
hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu sebagian besar tangkai ungu dengan sedikit warna hijau hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu
Tangkai
41
pendek (5-10 cm)
Pendek (5-10 cm)
pendek (5-10 cm)
(11-15 cm)
Sedang
(11-15 cm)
Sedang
Panjang tangkai
10
9
Rata
Rata
Meruncing
Meruncing
Ellips
Ellips
Meruncing
Ujung daun
Jumlah cuping daun
1
1
5
5
1
hijau dengan warna ungu melingkar pada tepi daun hijau dengan warna ungu melingkar pada tepi daun
hijau dengan pangkal dan ujung tangkai ungu
hijau dengan ujung tangkai dekat daun ungu
8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Hijau
semua tulang daun ungu
Sedang (8-15cm)
Sedang (8-15cm)
Hijau
semua tulang daun ungu
Hijau
Permukaan atas dan bawah ungu Hijau
Hijau
Permukaan atas hijau bawah ungu
semua tulang daun ungu
Sedang (8(15cm)
Pendek (< 8 cm)
hijau dengan pangkal dan ujung tangkai ungu
hijau dengan tulang daun ungu pada permukaan atas
Hijau
hijau dan ujung tangkai dekat daun ungu
hijau dengan warna ungu melingkar di tepi daun
semua tulang daun ungu
Tangkai
Sedang (8-15cm)
Warna Helaian muda
Helaian dewasa
Tulang daun
Panjang daun
Karakter morfologi daun
Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa;
Segitiga
Hati
Berlekuk sedang
Bercuping
8
Berlekuk dalam
Bercuping
7
Rata
Tepi daun
Hati
Helaian daun
Bentuk
6
Kultivar
Panjang tangkai
Sedang (11-15 cm)
Sedang (11-15 cm)
pendek (5-10 cm)
Sedang (11-15 cm)
Sedang (11-15 cm)
42
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
4.
Bunga Bunga merupakan organ yang berfungsi sebagai alat perkembangbiakan tanaman. Pengamatan bunga Ipomoea batatas Lamk. yang dilakukan di lapangan terdiri dari bentuk mahkota, warna mahkota, bentuk ujung kelopak, warna kelopak, warna kepala putik, warna tangkai putik, dan kedudukan kepala putik. Morfologi bunga Ipomoea batatas Lamk. dapat dilihat pada gambar 21. Bentuk mahkota bunga pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. yang diamati terdapat tiga variasi yaitu mahkota berbentuk bintang, pentagonal dan melingkar. Mahkota bentuk bintang terdapat pada kultivar Antin 1, Antin 3, dan Sukuh. Bentuk mahkota pentagonal hanya terdapat pada kultivar Beta 1 dan Kidal, sedangkan bentuk melingkar ditemukan pada kultivar Antin 2, Beta 2, Papua Solossa, Sari dan Sawentar. Pengamatan warna mahkota hanya ditemukan dua variasi yaitu warna putih dengan leher ungu dan warna ungu muda dengan leher ungu. Sebagian besar kultivar mahkota berwarna putih dengan leher bunga berwarna ungu kecuali pada kultivar Antin 1, Beta 1, Papua Solossa, dan Sukuh yang mahkotanya berwarna ungu muda dengan leher bunga berwarna ungu. Bentuk ujung kelopak pada
seluruh kultivar yang diamati menunjukkan
bentuk yang sama yaitu runcing. Demikian juga pada warna kelopak hampir seluruh kultivar berwarna hijau kecuali pada Antin 3 dan Papua Solossa kelopaknya sebagian berwarna hijau dan sebagian ungu. Pengamatan warna kepala putik dan tangkai putik pada sepuluh kultivar semuanya menunjukkan warna putih. Adapun pengamatan pada kedudukan kepala putik terhadap kepala sari dijumpai bahwa pada kultivar Kidal dan Sari kedudukannya sejajar, pada kultivar Antin 1, Beta 1, Beta 2, Sawentar dan Sukuh kepala putiknya sedikit lebih tinggi dari kepala sari. Kedudukan kepala putik menonjol daripada kepala sari dijumpai pada kultivar Antin 1, Antin 2 dan Papua Solossa.
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A
B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
B
Gambar 21 : Morfologi bunga Ipomoea batatas Lamk. A. Foto morfologi bunga sepuluh kultivar I. batatas Lamk. B. Gambar morfologi bunga sepuluh kultivar I. batatas Lamk. Keterangan : 1. Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Hasil pengamatan morfologi bunga ditunjukkan pada tabel 7 di bawah ini: Tabel 6:
Kultivar
Antin 1 Antin 2 Antin 3 Beta 1 Beta 2 Kidal Papua S. Sari Sawentar Sukuh
Hasil pengamatan morfologi bunga pada sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Mahkota Bentuk
Warna
Bintang Melingkar Bintang Pentagonal Melingkar Pentagonal Melingkar Melingkar elingkar Bintang
Ungu muda Putih Putih Ungu muda Putih Putih Ungu muda Putih Putih Ungu muda
Karakter Morfologi Bunga Kelopak Bentuk Warna Warna ujung kepala
Runcing Runcing Runcing Runcing Runcing Runcing Runcing Runcing Runcing Runcing
Hijau Hijau Hijau-ungu Hijau Hijau Hijau Hijau-ungu Hijau Hijau Hijau
Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Putik Warna tangkai
Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Kedududkan kepala
Sedikit lebih tinggi Menonjol Menonjol Sedikit lebih tinggi Sedikit lebih tinggi Sejajar Menonjol Sejajar Sedikit lebih tinggi Sedikit lebih tinggi
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Hubungan Kekerabatan Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Karakter Morfologi Kesamaan karakter yang teramati dari sepuluh kultivar I. batatas Lamk. dalam penelitian ini dapat menunjukkan kedekatan dalam hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh sepuluh kultivar tersebut. Analisis hubungan kekerabatan yang dimiliki oleh sepuluh kultivar I. batatas dapat dilihat pada gambar 22. Hubungan kekerabatan dianalisis dengan memberikan nilai 1 apabila tanaman memiliki sifat karakter morfologi yang diamati dan diberi nilai 0 apabila tidak memiliki karakter yang diamati (Jamshidi dan Samira,
2011). Dendrogram yang terbentuk
merupakan hasil dari analisis klaster NTSYS Spc 2.0.
Koefisien Kemiripan
0,71
0,76
0,81
7 Gambar 22:
8
5
3
10
9
6
4
2
1
Dendrogram Hubungan Kekerabatan berdasarkan Karakter Morfologi Sepuluh Kultivar Ipomea batatas Lamk.
Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa;
8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Hasil dendrogram yang diperoleh dari analisis kluster menunjukkan bahwa pada koefisien kemiripan 0,71 terbentuk empat kelompok. Kelompok 1 dan 2 masing-masing beranggotakan satu kultivar yaitu Papua Solossa dan Antin 3. Kelompok 2 beranggotakan kultivar Sari dan Beta 2. Sedangkan kelompok 4 anggotanya terdiri atas kultivar Antin 1, Antin 2, Beta 1, Kidal, Sawentar dan Sukuh. Pada koefisien kemiripan 0,71 terlihat bahwa kultivar Papua Solossa dan Antin 3 terpisah dari kultivar yang lain, hal ini dapat dijelaskan bahwa kedua kultivar tersebut memiliki
beberapa karakter morfologi yang unik (berbeda)
dengan kultivar lain. Keunikan yang terdapat pada kultivar Papua Solossa dapat dilihat dari karakter warna batang ungu, tepi daun berlekuk dalam dan kulit ubi berwarna kuning disertai dengan daging ubi yang juga berwarna kuning. Keunikan ini hanya dimiliki oleh kultivar Papua Solossa dan membedakannya dengan kultivar lainnya. Keunikan yang terdapat pada kultivar Antin 3 dapat dilihat pada karakter kulit ubi berwarna ungu sangat tua, mempunyai pola penyebaran warna sekunder dengan membentuk cincin tipis pada daging ubi dan tangkai berwarna ungu dengan sedikit warna hijau. Keunikan (perbedaan) yang dimiliki oleh kultivar Papua Solossa dan Antin 3 inilah yang menyebabkan kedua kultivar ini terpisah dari kultivar yang lain. Kedua kultivar memiliki banyak perbedaan (keragaman) karakter morfologi dari kultivar yang lain. Hal ini juga ditegaskan oleh Suratman, dkk. (2000) bahwa semakin jauh hubungan kekerabatan maka semakin tinggi tingkat keragaman dan semakin rendah tingkat keseragamannya, demikian pula sebaliknya. Koefisien kemiripan 0,76 kesepuluh kultivar terbagi menjadi tujuh kelompok. Dari tujuh
kelompok yang terbentuk hanya dua kelompok yang
mempunyai anggota lebih dari satu kultivar yaitu kelompok 2 dan 5. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 2. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karakter morfologi yang sama pada kedua kultivar tersebut. Karakter morfologi yang mempunyai kesamaan meliputi tipe formasi, bentuk, warna kulit ubi, warna batang, diameter ruas, panjang ruas, bentuk helaian, jumlah cuping, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna helaian daun muda, warna tangkai,
perpustakaan.uns.ac.id
47 digilib.uns.ac.id
panjang tangkai, warna mahkota, dan warna kelopak. Adapun kelompok 5 terdiri dari kultivar Sawentar, Kidal dan Beta 1. Hal ini dapat dilihat dari beberapa karakter morfologi yang sama pada ketiga kultivar tersebut. Persamaan karakter itu meliputi pola penyebaran warna sekunder, diameter ruas, panjang ruas, bentuk helaian, bentuk tepi, bentuk ujung, jumlah cuping daun, warna tulang daun, warna helaian daun dewasa, warna tangkai, dan warna kelopak. Pada nilai koefisien kemiripan 0,81 terbagi menjadi delapan kelompok. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 2 dan kelompok 5 terdiri dari kultivar Sawentar dan Kidal sedangkan kultivar Beta 1 membentuk kelompok sendiri yaitu kelompok 6. Hal ini dapat dijelaskan
bahwa kultivar Beta 1
memiliki beberapa karakter morfologi yang berbeda dengan Sawentar dan Kidal. Perbedaan karakter morfologi tersebut dapat dilihat pada tipe formasi dan warna daging ubi. Kultivar Beta 1 memiliki tipe formasi tersebar, dan warna daging ubi oranye, dimana kedua karakter morfologi ini tidak dimiliki oleh kultivar Sawentar dan Kidal ataupun oleh kultivar-kultivar yang lain. Kultivar Sawentar dan Kidal mengelompok dalam kelompok yang sama pada nilai koefisien 0,87 yang merupakan tingkat kemiripan tertinggi artinya kedua kultivar tersebut memiliki kekerabatan paling dekat jika dilihat dari kesamaan karakter morfologinya. Hasil dari dendrogram diatas menunjukkan bahwa kultivar yang nilai koefisiennya besar ternyata mempunyai banyak kesamaan karakter morfologi, dan sebaliknya kelompok yang mempunyai nilai koefisien yang kecil ternyata mempunyai sedikit kesamaan karakter morfologi sehingga hubungan kekerabatannya relatif jauh. Hal ini juga ditegaskan oleh Cahyarini, dkk. (2004) bahwa tingkat kemiripan dikatakan jauh apabila kurang dari 0,60 atau 60% semakin mendekati angka 1, maka tingkat kemiripan semakin sempurna dan sebaliknya semakin mendekati angka 0 maka tingkat kemiripan semakin jauh. Hasil dendrogram diatas menunjukkan bahwa sepuluh kultivar yang diamati mempunyai nilai koefisien diatas 0,60 atau berada pada nilai 0,65. Hal ini secara umum menunjukkan bahwa tingkat kemiripan morfologi pada sepuluh kultivar adalah relatif kecil. Sitompul dan Guritno (1995), menyatakan bahwa
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pengaruh faktor lingkungan seperti iklim, suhu, jenis tanah, ketinggian tempat dan kelembaban akan dapat menyebabkan terjadinya variasi morfologi tanaman. Hal ini tidak terjadi apabila kondisi faktor lingkungannya sama. Sepuluh kultivar I. batatas yang diamati, memiliki variasi morfologi yang kecil karena berada pada lokasi atau kebun yang sama dan faktor fisik yang sama pula. Adapun menurut Radford (1986) dalam Nurchayati (2010) , kedekatan hubungan kekerabatan tersebut dapat diketahui dengan banyaknya persamaan karakter atau ciri yang dimiliki. Hasil dari dendrogram
tersebut juga dapat
diketahui bahwa kultivar yang mempunyai banyak persamaan karakter atau ciri maka mempunyai kekerabatan dengan koefisien kesamaan yang besar, sehingga hubungan kekerabatannya dekat. Hal ini dapat dipahami karena sepuluh sampel yang diamati adalah satu spesies sehingga tingkat kemiripannya sangat tinggi. Selain itu, kesepuluh kultivar yang diamati diambil dari lokasi yang sama, sehingga sangat dimungkinkan bahwa masing-masing kultivar dari lokasi tersebut adalah satu tetua dan tidak ada perbedaannya secara genetis. Menurut Das, dkk.(2012) Ciri-ciri fenotipik yang dikontrol secara genetis akan diwariskan ke generasi berikutnya.
C. Karakterisasi Struktur Serbuk Sari Ipomoea batatas Lamk. Karakterisasi struktur serbuk sari Ipomoea batatas Lamk. dilakukan dengan mengamati dan mengukur panjang spina, panjang aksis polar (P), ukuran serbuk sari, diameter ekuatorial (E), indeks P/E dan bentuk serbuk sari. Struktur serbuk sari I. batatas dapat dilihat pada gambar 23 dan hasil pengamatan serta pengukuran serbuk sari ditunjukkan pada tabel 8. Pengukuran panjang spina serbuk sari diketahui bahwa kultivar Antin 1 memiliki ukuran yang paling panjang jika dibandingkan dengan sembilan kultivar yang lain yaitu berkisar antara 9,76
10,98 µm. Sedangkan kultivar yang
memiliki ukuran spina paling pendek adalah Sawentar yaitu berkisar antara 5,04 6,95 µm.
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
A
B
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
A
B
Gambar 23 : Struktur Serbuk Sari Sepuluh Kultivar I. batatas Lamk. A. Morfologi serbuk sari utuh B. Bentuk spina Keterangan:
1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Pengukuran panjang aksis polar (P) pada sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan bahwa kultivar Beta 1 memiliki ukuran yang paling panjang yaitu 116,50 µm, dan kultivar yang memiliki ukuran paling pendek adalah Sawentar yaitu 85,39 µm. Adapun pengukuran diameter ekuatorial (E) dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan ukuran diameter terlebar adalah kultivar Beta 1
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(103,90 µm), dan yang terpendek adalah kultivar Beta 2 (78,51 µm). Mengacu pada pengelompokkan serbuk sari berdasarkan aksis polar terpanjang oleh Erdtman (1952), ukuran serbuk sari dari sepuluh kultivar yang diamati, sembilan kultivar diantaranya termasuk dalam serbuk sari berukuran besar (magnae) karena mempunyai ukuran panjang aksis polarnya antara 50
100 µm, kecuali pada
kultivar Beta 1 yang berukuran sangat besar (permagnae) yaitu mempunyai panjang antara 100 - 200 µm . Tabel 7:
Hasil pengamatan dan pengukuran serbuk sari sepuluh kultivar Ipomoea batatas Lamk. Panjang
Diameter ekuator (E)
Apertur Indek P/E
Spina (µm)
Aksis polar (P) (µm)
Antin 1
9,76 10,98
92,90
Besar
81,60
1,13
Antin 2
7,35 8,90
95,20
Besar
84,86
1,12
Antin 3
6,42 8.65
93,38
Besar
92,79
1.00
103.90
1,12
Kultivar
Ukuran
Bentuk
Orna men Eksin
Jum lah
Tipe
Posisi
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
Poly
Porat
Panto
Ekinat
(µm)
Beta 1
7,34 8,37
116,50
Sangat Besar
Beta 2
5,87 7,56
89,16
Besar
78,51
1,14
Kidal
5,60 7,03
88,84
Besar
83,65
1,06
Papua Solossa
5,16 6,98
91,84
Besar
81,32
1,13
Sari
7,26 8,23
98,33
Besar
93,48
1,05
Sawentar
5,04 6,95
85,39
Besar
83,15
1,03
Sukuh
6,57 7,21
90,55
Besar
85,65
1.06
prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal prolate spheroidal
Hasil pengamatan dan pengukuran bentuk serbuk sari dari sepuluh kultivar, semuanya berbentuk prolate
spheroidal. Bentuk serbuk sari
digambarkan berdasarkan indeks P/E yang merupakan perbandingan panjang aksis polar (P) dengan diameter sumbu ekuatorial (E)
yang dikalikan 100
(Erdtman, 1952). Kultivar Antin 1 memiliki indeks P/E x 100 (=113 µm), Kultivar Antin 2 dengan indeks P/E x 100 (=112 µm), Kultivar Antin 3 memiliki indeks P/E x 100 (=100 µm), Beta 1 dengan indeks P/E x 100 (=112 µm), kultivar Beta 2 memiliki indeks P/E x 100 (=114 µm), Kidal dengan indeks P/E x 100 (=106 µm), Papua Solossa berindeks P/E x 100 (=113 µm), Kultivar Sari,
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Sawentar dan Sukuh masing-masing memiliki indeks P/E x 100 (=105 µm, 103 µm dan 106 µm). Dari hasil indeks P/E diatas dapat diketahui bahwa kultivar yang memiliki indeks P/E terbesar adalah Beta 2 (112 µm) dan yang memiliki indeks P/E terkecil adalah kultivar Antin 3 (100 µm). Adapun pengamatan struktur morfologi serbuk sari dari sepuluh kultivar yang diamati menunjukkan bahwa semua kultivar memiliki jumlah apertur lebih dari enam atau banyak (poly), sedangkan tipe apertur adalah porus atau porat karena apertur bentuk bundar dan posisi tersebar pada seluruh permukaan serbuk sari yang sering disebut dengan awalan panto. Hal ini juga ditegaskan oleh Erdtman (1952), bila jumlah porinya sedikit, porus hanya terletak dibidang ekuator, tetapi jika dalam jumlah besar dapat tersebar di seluruh permukaan serbuk sari. Jadi apertur pada serbuk sari I. batatas adalah polypantoporat dan ornamentasi pada eksin mempunyai tipe ekinat (echinate) yaitu unsur ornamentasinya berbentuk seperti duri (spina). Bentuk spina pada sepuluh kultivar I. batatas mempunyai bentuk seperti botol yaitu ujung bulat dengan bagian tengah melebar dan bagian pangkal berbentuk membulat. Pengamatan bidang simetri semua kultivar
menunjukkan bentuk
radiosymmetric (radial) yaitu apabila serbuk sari dibagi secara vertikal di daerah manapun akan menghasilkan dua bagian vertikal yang sama besar (simetri). Hal ini juga ditegaskan oleh Agashe and Caulton (2009) yang menyatakan bahwa sebagian besar tanaman dikotil memiliki simetri bentuk radial, dan diperkuat lagi oleh pernyataan Erdtman (1952) bahwa simetri radial memiliki lebih dari dua bagian yang simetri. Purnobasuki, dkk (2014) dan Widiyanti, dkk (2008) menyatakan bahwa bentuk serbuk sari dalam satu spesies adalah sama. Pernyataan ini terbukti pada spesies I. batatas, tetapi
terdapat satu keunikan (perbedaan) pada satu dari
sepuluh kultivar yang diamati. Hal ini dapat dilihat dari garis bentuk (contour) dinding serbuk sari, jika dilihat dari pandangan polar dan equatorial diketahui bahwa sembilan kultivar memiliki gasis bentuk (contour) dinding serbuk sari bulat (circular), tetapi pada kultivar Beta 1 jika dilihat dari pandangan equatorial memiliki gasis bentuk (contour) dinding yang cekung (concave). Berdasarkan
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
karakterisasi serbuk sari inilah, dapat diketahui bahwa kultivar Beta 1 menunjukkan struktur yang unik (berbeda) jika dibandingkan dengan kultivar lainnya. Keunikan (perbedaan) itu juga dapat dilihat dari ukuran dan garis bentuk (contour) dinding serbuk sari. Jika dibandingkan dengan hasil penelitian Susanto, dkk. (2013) tentang morfologi serbuk sari pada kultivar Papua Solossa menunjukkan bahwa kultivar ini memiliki bentuk bulat (circular) dan berukuran 119Erdtman (1952) bahwa bentuk, ukuran ataupun tipe serbuk sari dapat bervariasi menurut tingkat kematangannya. Penelitian polen dari beberapa ahli terhadap beberapa jenis tumbuhan di Eropa menurut Faegri dan Iversen (1989) dalam Aprianty dan Eniek (2008) menunjukkan adanya variasi ukuran berdasarkan letak geografisnya. Akan tetapi usaha untuk menghubungkan ukuran polen yang bervariasi dalam menentukan adanya faktor lingkungan belum memberi hasil yang memuaskan. Ukuran polen individu yang berbeda dalam satu jenis juga bisa disebabkan oleh perbedaan fokus optik pengamat.
D. Karakterisasi Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Penanda Isozim Isozim merupakan bentuk ekspresi enzim yang mempunyai fungsi katalitik sama namun tingkat isoelektrisitasnya berbeda-beda, muatan listrik serta berat molekulnya juga berbeda-beda (Setyono dan Endang, 2008). Penggunaan pola pita isozim dengan elektroforesis sudah banyak digunakan untuk mendapatkan data tentang variasi genetik. Enzim atau protein dapat digunakan untuk menunjukkan variasi kualitatif ataupun kuantitatif. Variasi terjadi dari peran gen yang mengarahkan pembentukan enzim, sehingga variasi enzim
dapat
menggambarkan variasi gen (Rahayu, dkk. 2006). Penggunaan isozim peroksidase yang pernah
dilakukan adalah pada Lundi Putih menghasilkan 12 pita
berdasarkan pergerakan relatif enzim (Rf) (Sugiyarto, 2008), Tanaman Mirabilis jalapa dengan 8 pita enzim (Irianto, dkk. 2007), Genus Ranunculus terdapat 5-6 pita enzim (Suranto, 2001), Padi varietas Rojolele menghasilkan 4-5 pita enzim (Widiyanti, dkk. 2008), I.batatas di Jawa Tengah menghasilkan 21 pita enzim pada organ batang dan 17 pita enzim pada daun (Supadmi, dkk. 2009), selain itu
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
hasil purifikasi enzim peroksidase pada I.batatas juga dapat digunakan untuk bioremediasi pada limbah industri yang mengandung senyawa fenolik (Diao, et al, 2014) dan meningkatkan kadar H2O2 pada media yang mengandung logam berat (Kim, et al., 2010). Hasil karakterisasi dengan menggunakan enzim peroksidase
pada organ
batang dan daun terhadap sepuluh kultivar I. batatas menunjukkan hasil sebagai berikut: 1.
Hasil Analisis Pola Pita Isozim dengan Pewarnaan Peroksidase pada Organ Batang. Hasil analisis peroksidase pada batang dapat dilihat pada gambar 24.
A
B
Gambar 24: Pola Pita Isozim dan Zimogram Peroksidase Organ Batang pada Sepuluh Kultivar Ipomea batatas Lamk. C. Pola Pita Isozim Peroksidase pada Organ Batang D. Zimogram Isozim Peroksidase pada Organ Batang Keterangan: 1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa;
8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Analisis pola pita isozim dengan menggunakan pewarnaan peroksidase pada organ batang dari sepuluh kultivar I. batatas membentuk tiga belas pita isozim dengan nilai Rf secara berturut-turut adalah 0; 0,08; 0,14; 0,20; 0,26; 0,38; 0,43; 0,45; 0,48; 0,51; 0,65; 0,74; dan 0,77. Pita pertama (Rf 0) tampak pada semua kultivar. Pita kedua (Rf 0,08) hanya tampak pada kultivar Beta 1. Pita ketiga (Rf 0,14), keempat (Rf 0,20), kelima (Rf 0,26) tampak pada semua kultivar. Pita keenam (Rf 0, 38) muncul pada semua kultivar kecuali pada
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Beta 1 dan Papua Solossa. Adapun pita ketujuh (Rf 0,43) hanya muncul pada kultivar Papua Solossa, demikian juga pada pita kedelapan (Rf 0,45) hanya terdapat pada kultivar Beta 2. Pita kesembilan (Rf 0,48) muncul pada kultivar Kidal, Papua Solossa, Sari, Sawentar dan Sukuh. Pita kesepuluh (Rf 0,51) dan kesebelas (Rf 0,65) terdapat pada semua kultivar. Adapun pita keduabelas (Rf 0,74) dan ketigabelas muncul pada kultivar yang sama yaitu Beta2, Kidal, Papua Solossa,Sari, Sawentar dan Sukuh.
2.
Hasil Analisis Pola Pita Isozim dengan Pewarnaan Peroksidase pada Daun Hasil analisis pola pita isozim peroksidase pada organ daun dari sepuluh kultivar I. batatas sebelas pita dengan nilai Rf 0; 0,13; 0,17; 0,22; 0,26; 0,31; 0,35; 0,40; 0,41; 0,57 dan 0,95. Hasil analisis peroksidase daun dapat dilihat pada gambar 25. Pita pertama (Rf 0) muncul pada semua kultivar. Pita kedua (Rf 0,13) muncul pada semua kultivar kecuali pada kultivar Papua Solossa. Pita ketiga (Rf 0,17), dan keempat (Rf 0,22) muncul pada semua kultivar. Pita kelima (Rf 0,26) hanya tampak pada kultivar Beta 2. Pita keenam (Rf 0,31) terdapat pada semua kultivar, sedangkan pita ketujuh (Rf 0,35) hanya muncul pada kultivar Sukuh. Pita kedelapan(Rf 0, 40), kesembilan (Rf 0, 41), dan kesepuluh (Rf 0,57) muncul pada semua kultivar. Adapun pita kesebelas terdapat pada kultivar Antin 1, Antin 3, Papua Solossa dan Sawentar. Kultivar Beta 1 pada hasil isozim ini menunjukkan bahwa pita pertama (Rf 0) dan pita ketiga serta keempat (Rf 0,17 dan 0,22) berwarna sangat jelas atau tebal.
Adapun
kultivar Kidal (Rf 0,22) dan Sukuh (Rf 0) juga
menunjukkan pola pita yang sangat tebal . Perbedaan tebal tipisnya pita yang terbentuk disebabkan oleh perbedaan jumlah molekul molekul enzim yang termigrasi. Pita tebal merupakan fiksasi dari beberapa pita karena berat molekulnya, semakin besar berat molekul tidak dapat berpisah dengan baik sehingga terbentuk pita yang tebal. Migrasi dari molekul yang memiliki kekuatan ionik besar akan termigrasi lebih jauh dari yang berkekuatan ionik rendah (Cahyarini, dkk. 2004).
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B
A
Gambar 25: Pola Pita Isozim dan Zimogram Peroksidase Organ Daun pada Sepuluh Kultivar Ipomea batatas Lamk. A. Pola Pita Isozim Peroksidase pada Organ Daun B. Zimogram Isozim Peroksidase pada Organ Daun Keterangan:
1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Penelitian lain juga menjelaskan bahwa tebal tipisnya pita menunjukkan bahwa enzim dalam kondisi aktif. Hal ini ditegaskan dengan hasil penelitian Alnopri, dkk. (2009) pada varietas Kopi
menunjukkan bahwa varietas
Robbika mempunyai pola pita isoenzim peroksidase lebih aktif dari varietas Arabika. Hasil penelitian lain yang sejalan adalah hasil penelitian Zen, dkk. (2001), yakni aktivitas enzim peroksidase daun pada genotipe tanaman yang terinfeksi penyakit lebih tinggi dibanding genotipe yang tidak terinfeksi. Adapun Arini, dkk (2013) juga menerangkan bahwa pola pita isozim peroksidase, esterase dan acid phosphatase
tanaman C.annuum L. sakit
memiliki pita lebih tebal dibanding tanaman sehat. Kultivar yang memiliki sedikit keunikan (perbedaan) adalah kultivar Papua Solossa. Kultivar ini adalah satu-satunya yang tidak memiliki pita enzim kedua (Rf 0,13). Keunikan pada pola pita ini juga didukung dengan keunikan pada karakter morfologinya. Keragaman pola pita yang muncul pada kultivar ini dimungkinkan ada keterkaitan dengan sifat-sifat spesifik dari tiap kultivar tersebut. Berdasarkan penelitian Nandariyah (2007) tentang identifikasi keragaman genetik kultivar Salak Jawa, disebutkan bahwa kultivar salak manggala memiliki pita spesifik
56 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang tidak dimiliki kultivar lain dan dapat dihubungkan dengan ciri khas pada kultivar ini yaitu sifat ujung daun melengkung dan warna kulit buah lurik yang tidak dimiliki kultivar lain. Adapun penelitian lain yang sama adalah pada varietas ubi kelapa yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa varietas yang memiki kandungan karbohidrat lebih tinggi, varietas tersebut memiliki pita yang lebih banyak (Budoyo, 2010). E. Hubungan Kekerabatan Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Pola Pita Isozim Peroksidase Hubungan
jarak genetik
I. batatas berdasarkan pola pita isozim
dianalisis menggunakan analisis klaster program NTSYS Spc 2.0. untuk menghasilkan dendrogram. Nilai 1 diberikan apabila terbentuknya pita pada jarak migrasi tertentu, sedangkan nilai 0 diberikan apabila tidak ada kemunculan pita pada jarak migrasi tertentu. Ada tidaknya pita dalam masing-masing parameter dapat dikategorikan sebagai data binomial. Dimulai dengan memasukkan data jumlah sampel dan data faktor fisik ke dalam metode numerik, melakukan analisis similaritas atau dissimilaritas, lalu melakukan pengelompokkan data melalui SAHN (Sequential Agglomerative Hierarchycal Nested Cluster Analysis) pada program NTSYS untuk membuat dendrogram (Rohlf, 1998). 1.
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Batang Pola pita yang diperoleh dari elektroforesis diterjemahkan dalam sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu. Dendrogram hubungan kekerabatan sepuluh kultivar I. batatas berdasarkan pola pita peroksidase pada organ batang dapat dilihat pada gambar 26. Hasil dendrogram yang diperoleh dari analisis kluster menunjukkan bahwa pada koefisien 0,83 terbentuk dua kelompok. Kelompok 1 beranggotakan kultivar Papua Solossa, Sukuh, Sawentar, Sari, Kidal, Beta 2. Sedangkan kelompok 2 terdiri dari kultivar Beta 1, Antin 3, Antin 2 dan Antin1.
57 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Koefisien kemiripan 0,94 kesepuluh kultivar I. batatas terbagi menjadi lima kelompok. Kelompok 1, 3 dan 4 masing-masing hanya beranggotakan satu kultivar yaitu Papua Solossa (kelompok 1), Beta 2 (kelompok 2) dan Beta 1 (kelompok 4). Adapun kelompok 2 terdiri dari kultivar Sukuh, Sawentar, Sari dan Kidal. Kultivar Antin 3, Antin 2 dan Antin 1 merupakan anggota kelompok 5 dari dendrogram pola pita isozim peroksidase pada organ batang.
Koefisien Kemiripan
0.83
0.94
7
10
9
8
6
5
4
3
2
1
Gambar 26:
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Batang
Keterangan:
1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Berdasarkan nilai koefisien dari
sepuluh
kultivar
yang
diamati
menunjukkan bahwa hubungan kekerabatan diantara semuanya adalah memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat karena terpisah pada koefisien 0,84. Menurut Cahyarini, dkk. (2004) jarak kemiripan dapat dikatakan jauh apabila terpisah pada jarak kurang dari 0,60 atau 60%. Pada nilai koefisien 0,94 kultivar Beta 1, Beta 2 dan Papua Solossa terpisah dari kultivar-kultivar yang lain karena
58 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
memiliki pola pita yang berbeda (baik secara kualitatif maupun kuantitatif). Sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pola pita yang muncul, sedangkan
sifat
kuantitatif berdasarkan derajat keaktifan enzim. Berdasarkan sifat kualitatif, kultivar Beta 1 , Beta 2 dan Papua Solossa memiliki pola pita yang berbeda dari kultivar yang lain. Hal ini dapat dilihat dari muncul atau tidaknya pola pita. Pita keenam (Rf 0,38) tidak muncul pada kultivar Beta 1 dan Papua Solossa, padahal pita ini muncul pada sebagian besar kultivar. Kultivar Beta 2 memiliki pita kedelapan (Rf 0,45) dimana pita ini tidak muncul pada sembilan kultivar
yang lain.
Kultivar Papua Solossa
selain tidak
memiliki pita keenam (Rf 0,38), kultivar ini juga merupakan satu-satunya yang memiliki pita ketujuh (Rf 0,43). Berdasarkan sifat kuantitatif, kultivar Beta 1 (Rf 0,14 dan 0,20) dan Beta 2 (Rf 0) menunjukkan pita yang sangat jelas dan tebal yang menandakan bahwa enzim yang ada pada kedua kultivar tersebut sangat aktif. Adapun pada kultivar Papua Solossa dari semua pita yang terbentuk, empat diantaranya memiliki pita yang tidak jelas atau tipis yaitu pada nilai Rf 0,51; 0,65; 0,74; 0,77. Hal ini menandakan bahwa kultivar tersebut memiliki enzim yang aktif tetapi lemah. Hengky (1995) juga mengemukakan bahwa derajat keaktifan enzim dengan membedakan pita yang sangat jelas dan tebal (sangat aktif) dan pita yang kurang jelas atau tipis (aktif tetapi lemah). Hasil penelitian Alnopri,dkk. (2009) menjelaskan bahwa terbentuknya pita tebal menunjukkan adanya indikasi ketahanan tanaman terhadap penyakit. Adapun Souza et al. (2003) melaporkan bahwa aktivitas peroksidase meningkat pada tanaman jagung setelah terjadi inokulasi Maize dwarf mosaic virus (MDMV). Peningkatan aktivitas peroksidase tersebut sangat penting dalam melindungi dinding sel terhadap penyebaran virus. Terbentuknya pita yang tipis pada Papua Solossa diindikasikan bahwa kultivar ini peka terhadap hama tertentu. Hal ini didukung oleh Balitkabi (2012) bahwa kultivar Papua Solossa agak peka pada hama boleng (Cylas formicarius).
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
2.
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Daun Pola pita yang diperoleh dari elektroforesis diterjemahkan dalam sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pita pada jarak migrasi tertentu. Dendrogram hubungan kekerabatan sepuluh kultivar I.batatas berdasarkan pola pita peroksidase pada organ daun dapat dilihat pada gambar 27. Hasil dendrogram menunjukkan pada koefisien kemiripan 0,91 hanya terbentuk satu kelompok yang beranggotakan semua kultivar. Kultivar Sukuh dan Beta 2 terpisah dari kelompoknya pada koefisien kemiripan 1,00. Pada nilai koefisien ini terbentuk empat kelompok. Kelompok 1 dan 2 masingmasing beranggotakan satu kultivar yaitu Sukuh dan Beta 2. Kelompok 3 terdiri dari kultivar Antin 2, Beta 1, Kidal dan Sari. Pada Kelompok 4 terdiri dari kultivar Antin 1, Antin 3, Papua Solossa dan Sawentar. Menurut
Nurchayati
(2010),
kedekatan
hubungan
kekerabatan
berdasarkan keragaman pola pita isozim peroksidase pada organ daun ini dapat diketahui dengan banyaknya persamaan karakter atau ciri yang dimiliki. Hasil dari dendrogram tersebut juga dapat diketahui bahwa kultivar yang mempunyai banyak persamaan karakter atau ciri maka mempunyai kekerabatan dengan koefisien kesamaan yang besar, sehingga hubungan kekerabatannya dekat. Hal ini dapat dipahami karena sepuluh sampel yang diamati adalah satu spesies sehingga tingkat kemiripannya sangat tinggi. Selain itu, kesepuluh kultivar yang diamati diambil dari lokasi yang sama, sehingga sangat dimungkinkan bahwa masing-masing kultivar dari lokasi tersebut adalah satu tetua dan tidak ada perbedaannya secara genetis. Menurut Das, dkk.(2012) Ciri-ciri fenotipik yang dikontrol secara genetis akan diwariskan ke generasi berikutnya.
60 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Koefisien Kemiripan
0.91
10
3.
5
8
6
4
2
9
7
3
1
Gambar 27:
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase pada organ Daun
Keterangan:
1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase Analisis pola pita isozim peroksidase dengan menggunakan organ batang dan daun menunjukkan adanya variasi pola pita isozim dari sepuluh kultivar I.. batatas. Hasil analisis hubungan kekerabatan berdasarkan pola pita isozim peroksidase dapat dilihat pada gambar 28. Hasil dendrogram menunjukkan bahwa pada koefisien kemiripan 0,94 kesepuluh kultivar terbagi menjadi lima kelompok. Kelompok 1 , 3 dan 4 masing - masing hanya terdiri dari satu kultivar yaitu Papua Solossa, Beta 2, dan Beta 1. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sukuh, Sawentar, Sari dan Kidal. Kelompok 5 terdiri dari kultivar Antin 2, Antin 3 dan Antin 1.
61 digilib.uns.ac.id
Koefisien Kemiripan
perpustakaan.uns.ac.id
0.94
7
10
9
8
6
5
4
3
2
1
Gambar 28:
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Pola Pita Isozim Peroksidase
Keterangan:
1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Pada koefisien kemiripan 0,94, kultivar Beta 1, Beta 2 dan Papua Solossa terpisah dari kultivar yang lain. Hal ini disebabkan oleh munculnya pola pita yang sedikit berbeda (baik secara kualitatif maupun kuantitatif) dari kultivar lainnya. Sifat kualitatif berdasarkan ada tidaknya pola pita yang muncul, sedangkan sifat kuantitatif berdasarkan derajat keaktifan enzim.
F.
Hubungan Kekerabatan Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Karakter Morfologi Dan Pola Pita Isozim Peroksidase Hubungan jarak genetik I. batatas berdasarkan karakter morfologi dan
pola pita isozim dianalisis berdasarkan analisis kluster sehingga menghasilkan dendrogram. Dendrogram hubungan kekerabatan I. batatas berdasarkan karakter morfologi dan pola pita isozim dapat dilihat pada gambar 29.
62 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dari hasil dendrogram dapat diketahui bahwa berdasarkan karakter morfologi dan pola pita isozim, hubungan kekerabatan yang paling dekat yaitu pada koefisien kemiripan 0,89 yang terdiri dari kultivar Sawentar dan Kidal. Koefisien kemiripan 0,80 terbagi menjadi tujuh kelompok. Kelompok 1, 3, 4, 6 dan 7 masing masing terdiri dari satu kultivar yaitu secara berturut-turut terdiri dari Papua Solossa, Antin 3, Sukuh, Antin 2 dan Antin 1. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 3, sedangkan kelompok 5 terdiri dari kultivar Sawentar, Kidal dan Beta 1.
Koefisien Kemiripan
0.76
0.80
7
8
5
3
10
9
6
4
2
1
Gambar 29:
Dendrogram Berdasarkan Keragaman Karakter Morfologi dan Pola Pita Isozim Peroksidase
Keterangan:
1.Antin 1; 2. Antin 2; 3. Antin 3; 4. Beta 1; 5. Beta 2; 6. Kidal; 7. Papua Solossa; 8. Sari; 9. Sawentar ; 10. Sukuh
Koefisien kemiripan 0,76 terbagi menjadi lima kelompok. Kelompok 1 dan 3 masing-masing terdiri dari satu kultivar yaitu secara berturut-turut adalah
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Papua Solossa dan Antin 3. Kelompok 2 terdiri dari kultivar Sari dan Beta 2. Kelompok 4 terdiri dari kultivar Sukuh, Sawentar,Kidal dan Beta 1. Adapun kelompok 5 terdiri dari kultivar Antin 2 dan Antin 1. Pada koefisien kemiripan 0,76 ini kultivar Papua Solossa dan Antin 3 terpisah dari kultivar yang lain. Hal ini disebabkan karena kedua kultivar memiliki kemiripan yang jauh dengan kultivar lainnya berdasarkan karakter morfologi dan pola pita isozim . Perbedaan karakter morfologi pada Papua Solossa dan Antin 3 dari delapan kultivar yang lain erat kaitannya dengan faktor genetik, hal ini dapat terlihat dari pola pita isozim yang terbentuk. Berdasarkan hasil pengelompokkan tersebut dapat diketahui bahwa antara sepuluh kultivar yang diamati, perbedaan dalam hal karakter morfologi dan pola pita isozim yang terbentuk adalah sangat kecil dan sebaliknya diantara kultivar yang diamati mempunyai persamaan karakter atau ciri yang sangat besar. Hal ini dapat dilihat bahwa kelompok-kelompok yang terbentuk mulai terpisah pada koefisien kemiripan 0,76.
Menurut
Cahyarini, dkk. (2004)
bahwa jarak
kemiripan dikatakan jauh apabila kurang dari 0,6 atau 60%. Jadi dari pengelompokkan tersebut dapat dikatakan bahwa sepuluh kultivar yang diamati memiliki hubungan kekerabatan yang sangat dekat. Hal ini dapat dipahami bahwa kesepuluh kultivar yang diamati diambil dari lokasi yang sama, sehingga sangat dimungkinkan bahwa masing-masing kultivar dari lokasi tersebut adalah satu tetua dan tidak ada perbedaannya secara genetis. Menurut Nurmiyati, dkk (2010) bahwa faktor genetis lebih kuat mempengaruhi ekspresi fenotip bila dibandingkan dengan faktor lingkungan. G. Keunikan Kultivar Ipomoea batatas Lamk. Berdasarkan Karakter Morfologi, Struktur Serbuk Sari dan Pola Pita Isozim Peroksidase Berdasarkan karakter morfologi, struktur serbuk sari dan pola pita isozim peroksidase, ditemukan adanya keunikan pada beberapa kultivar yang diamati. Kultivar Papua Solossa memiliki keunikan pada karakter morfologi dan pola pita isozim peroksidase yang ditunjukkan oleh dendrogram (gambar 28). Keunikan karakter morfologi yang terdapat pada kultivar Papua Solossa dapat dilihat dari
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
karakter warna batang ungu, tepi daun berlekuk dalam dan kulit ubi berwarna kuning disertai dengan daging ubi yang juga berwarna kuning. Keunikan ini hanya dimiliki oleh kultivar Papua Solossa dan membedakannya dengan kultivar lainnya. Selain itu kultivar ini juga memiliki keunikan pada pola pita isozim. Berdasarkan hasil zimogram diketahui bahwa pada pita enzim kedua (Rf 0,13) hanya Papua Solossa yang tidak memilikinya. Hal ini didukung oleh penelitian Nandariyah (2007) tentang identifikasi keragaman genetik kultivar salak
Jawa, disebutkan bahwa kultivar salak
manggala yang memiliki pita spesifik ternyata karakter morfologinya juga spesifik yaitu sifat ujung daun melengkung dan warna kulit buah lurik yang tidak dimiliki kultivar lain. Adapun penelitian lain yang sama adalah pada varietas ubi kelapa yang menunjukkan adanya kecenderungan bahwa varietas yang memiki kandungan karbohidrat lebih tinggi, varietas tersebut memiliki pita yang lebih banyak (Budoyo, 2010). Kultivar Beta 1 memiliki keunikan pada semua karakter yang diamati. Dari karakter morfologi dapat diketahui bahwa kultivar Beta 1 memiliki karakter yang sangat unik jika dibandingkan dengan sembilan kultivar yang lain yaitu pada karakter warna daging ubi dan bentuk mahkota bunga. Beta 1 memiliki warna daging ubi oranye. Dari sepuluh kultivar yang diamati hanya Beta 1 yang memiliki warna daging ubi oranye.Selain warna daging ubi karakter morfologi yang unik dari Beta 1 adalah bentuk mahkota bunga. Sebagian besar kultivar yang diamati memiliki bentuk mahkota bunga melingkar dan sepert bintang , hanya kultivar Beta 1 dan Kidal yang memiliki bentuk mahkota pentagonal. Keunikan Beta 1 yang lain adalah pada stuktur serbuk sari. Serbuk sari pada Beta 1 memiliki ukuran yang paling panjang pada bagian aksir polar yaitu 116,50 µm dan diameter ekuatorial yaitu 103,90 µm jika dibandingkan dengan sembilan kultivar lainnya. Dari hasil pengukuran ini serbuk sari kultivar Beta 1 termasuk dalam kategori sangat besar. Dari hasil scanning Electron microscope (SEM) diketahui bahwa Beta 1 memiliki garis bentuk (contour) dinding serbuk sari yang berbeda dari yang lainnya. Jika dilihat dari pandangan polar dan equatorial, sembilan kultivar memiliki gasis bentuk (contour) dinding serbuk sari
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bulat (circular), tetapi pada kultivar Beta 1 jika dilihat dari pandangan equatorial memiliki gasis bentuk (contour) dinding yang cekung (concave). Keunikan selanjutnya adalah pada sifat kuantitatif yang terlihat pada pola pita isozim peroksidase. Pola pita isozim yang terbentuk pada organ batang (pita enzim ketiga (Rf 0,14) dan pita enzim keempat (0,20)) serta daun (pita enzim kesatu (Rf 0) dan pita enzim ketiga serta keempat
(Rf
0,17 dan 0,22))
menunjukkan adanya warna yang tebal pada pita-pita tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa enzim yang ada pada kedua organ ini berada pada kondisi yang aktif, sedangkan sebagian besar kultivar pola pitanya tidak menunjukkan warna yang tebal. Perbedaan tebal tipisnya pita yang terbentuk disebabkan oleh perbedaan jumlah molekul molekul enzim yang termigrasi. Pita tebal merupakan fiksasi dari beberapa pita karena berat molekulnya, semakin besar berat molekul tidak dapat berpisah dengan baik sehingga terbentuk pita yang tebal. Migrasi dari molekul yang memiliki kekuatan ionik besar akan termigrasi lebih jauh dari yang berkekuatan ionik rendah (Cahyarini, dkk. 2004).