19
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Sifat Fisik dan Kimia Tanah Awal Sifat fisik tanah di lokasi penelitian dengan jenis tanah Vertisol menunjukkan tekstur lempung liat berdebu. Fraksi tanah yang dominan adalah debu, fraksi liat cukup tinggi dengan fraksi pasir yang rendah (Tabel 3). Sementara itu, sifat kimia tanah, baik kadar C-organik, N-total, P tersedia, dan K dapat ditukar tergolong sangat rendah dengan pH tanah relatif netral. Berdasarkan kriteria status sifat-sifat kimia tanah, maka status kesuburan tanah setempat tergolong rendah (Puslittan, 1983). Tabel 3. Sifat-Sifat Tanah Vertisol (Epiaquerts Ustic)di Lokasi Penelitian No
Sifat-Sifat Tanah Fisik Tanah : Tekstur: Pasir Liat Debu Kadar Air Tersedia Kimia Tanah - C-Organik (%) - N total (%) - P2O5 tersedia (ppm) - K2O dapat ditukar (me/100 g) - pH:H2O
1
2
Nilai 16 34 50 8.66 0.86 0.09 5.47 0.19 6.89
Sebelum Penelitian Kriteria*
Lempung Liat Berdebu
Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Netral
Sumber: TOR Tipe A Survey Kapabilitas Tanah (Puslittan, 1983)
Berdasarkan sifat fisik dan kimia tanah tersebut, maka diperlukan perbaikan pada tanah tersebut dengan cara pemberian amelioran tanah. Beberapa amelioran yang diberikan pada tanah ini meliputi: pasir sungai, sabut kelapa dan sabut batang pisang. Adapun pemberian bahan amelioran berhubungan dengan perbaikan sifat-sifat tanah, diantaranya tahana (status) hara sehingga tanaman dapat tumbuh optimal (Noor et al. 2005).
20
4.2 Sifat Fisik Tanah Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pasir sungai, sabut kelapa dan sabut batang pisang berpengaruh nyata terhadap kadar air tanah, fraksi pasir, debu dan fraksi liat dalam tanah (Tabel 4). Kadar air tertinggi ditunjukkan oleh pemberian pasir sebesar 0% atau kontrol dan berbeda nyata dengan dengan perlakuan lainnya. Peningkatan kadar air pada perlakuan kontrol sebesar 40,38% dibanding pemberian pasir sebesar 25%, sementara dengan pemberian pasir sebanyak 50% peningkatan kadar airnya sebesar 84,81%. Hal ini diduga disebabkan oleh kadar liat yang cukup tinggi, sehingga kemampuan tanah memegang air (soil retension) pada perlakuan kontrol masih tinggi pula. Namun, hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Narka dan Wiyanti (1999) di daerah Bali yang menyimpulkan bahwa taraf pencampuran pasir 50% ke dalam tanah menurunkan nilai COLE, permeabilitas, indeks plastisitas, dan kadar air tersedia yang terbaik. Tabel 4. Rataan parameter sifat fisik tanah dengan pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang Pasir
Pelakuan 0% 25% 50%
Sabut Kelapa 0 ton ha-1 10 ton ha-1 20 ton ha-1 Sabut Batang Pisang 0 ton ha-1 10 ton ha-1 20 ton ha-1 Interaksi BNT0.05 KK (%)
Kadar Air (%)
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
4.38a 3.12b 2.37c
16.00c 53.20b 64.26a
41.38a 21.30b 18.22c
42.63a 25.49b 17.52c
3.93a 2.96b 2.98b
43.56b 45.74a 44.16b
27.48tn 26.39 27.03
28.95tn 27.88 28.81
3.69a 3.24b 2.93b tn 0.39 21.91
44.78tn 44.13 44.54 tn 1.53 6.34
27.84tn 26.56 26.50 tn 1.59 10.86
27.38b 29.30a 28.97a tn 1.27 8.21
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5% BNT=beda nyata terkecil; KK=koefisien keragaman.
Kadar air tertinggi dengan pemberian sabut kelapa dan sabut batang pisang diperoleh pada perlakuan 0 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainny. Hal ini diduga karena pasir menpengaruhi sifat fisik tanah vertisol. Soeleman (2010)
21
melaporkan bahwa liat vertisol yang ditambahkan ke tanah pasir memberikan pengaruh nyata terhadap sifat fisik tanah seperti buld desity, porositas, kemantapan agregat dan permeabilitas tanah. Fraksi pasir menunjukan bahwa pasir teringgi pada pemberian 50% pasir dibandingkan dengan yang lainnya( Tabel 4). Sementara pasir tertinggi ditunjukkan oleh pemberian sabut kelapa 25 ton ha-1 sebesar 3.58% dibandingkan dengan perlakuan 0 ton ha-1sebesar 5.00% sedangkan perlakuan 20 ton ha-1 semakin rendah. Pemberian sabut batang pisang, pasir tertinggi ditunjukkan pada perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena kandungan pasir didalam tanah sangat tinggi (lapaisan atas tanah). Fraksi debu tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Penigkatan fraksi debu pada perlakuan 0% sebesar 94.27% dibandingkan dengan perlakuan 25% sebesar 16%, sementara perlakuan 50% sebesar 127.11%. hal ini diduga karena semakin besar pemberian pasir semakin rendah pula fraksi debu pada tanah tersebut. Tekstur tanah pasir adalah kasar, karena tanah pasir mengandung lebih dari 60% pasir dan memiliki kandungan liat kurang dari 2% (Kanisius, 1993). Partikel-partikel pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dan luas permukaan yang kecil dibandingkan fraksi debu dan liat. Oleh karena itu, tidak banyak berfungsi dalam mengatur kimia tanah tetapi lebih sebagai penyokong tanah dimana sekitarnya terdapat partikel debu dan liat yang aktif (Hakim Nurhajati, 1986). sedangkan pemberian sabut kelapa dan sabut batang pisang tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Fraksi liat tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Peningkatan fraksi liat pada perlakuan kontrol sebesar 67.24% dibandingkan dengan pemberian pasir 25% sebesar 45.49% dan pemberian pasir 50% sebesar 143.32%. hal ini diduga semakin besar pemberian pasir semakin rendah pula fraksi liat di dalam tanah. Menurut Kusnarta (2012) pasir pada vertisol dapat menurunkan jumlah fraksi klei secara proporsional sehingga merubah tekstur tanah menjadi lebih kasar. Penambahan pasir pada takaran 20% berat sudah dapat
22
merubah tekstur Vertisol dari klei menjadi lom klei sekaligus juga menurunkan sifat kembang kerut (COLE) secara nyata. Pemberian sabut kelapa tertinggi ditunjukan oleh perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan yang lainnya, sedangkan pemberian sabut batang pisang tertinggi pemberian 10 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Berdasarkan hal di atas dapat dilihat pola perlakuan terbaik dari masing-masing faktor pemberian amelioran seperti pada gambar dibawah ini :
4.5
4.38 3.93
4
Persen (%)
3.5 3 2.5
3.12
2.96 2.98 2.37
3.24
P1 2.93
P2 C0 C1
2
C2
1.5
B0
1
B1
0.5 0
P0
3.69
B2 Kadar Air
Gambar 1. Keragaan kadar air dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Tampaknya, keragaan kadar air dengan pemberian pasir mempunyai pola yang relatif sama kedua bahan amelioran lainnya. Peningkatan pemberian pasir 0%, 25% , dan 50% masing-masing sebesar 40.38%, 31.65%, dan 84.81% lebih besar dari pada pemberian sabut kelapa dan sabut batang pisang. Hal dikarenakan air banyak terinfiltrasi kedalam tanah dibandingkan dengan dengan penggunaan sabut kelapa dan batang pisang yang dapat menyerap air.
23
P1
53.2
60
Persen (%)
P0
64.26
70
43.56
50
45.74
44.16
44.78 44.13 44.54
C0
40 30 20
P2 C1 C2
16
B0
10
B1
0
B2
Pasir
Gambar 2. Keragaan kadar fraksi pasir dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Terdapat perbedaan antara pola kadar air dan pola kadar fraksi pasir. Tampaknya, pemberian pasir berpengaruh signifikan terhadap kadar fraksi pasir dalam tanah, sementara untuk kadar fraksi pasir dengan pemberian sabut kelapa dan sabut batang pisang polanya relatif sama. Hal ini diduga karena pemberian pasir turut
Persen (%)
meningkatkan kadar fraksi pasir dalam tanah. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
41.38
P0 P1 27.4826.3927.03 21.3
18.22
27.8426.56 26.5
P2 C0 C1 C2 B0 B1
Debu
B2
Gambar 3. Keragaan kadar fraksi debu dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Keragaan kadar fraksi debu tanpaknya sama dengan keragaan kadar air mempunyai pola yang relatif sama kedua bahan amelioran, dimana pemberian pasir 0%, 25%, dan 50% menunjukkan peningkatan masing sebesar 94.27%, 16,90%, dan
24
127.11% lebih besar dari pada pemberian sabut batang pisang dan pasir. Hal ini
Persen (%)
diduga karena pasir dapat memperbaiki kadar fraksi debu dalam tanah
45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
42.63
P0
25.49
28.9527.8828.81
27.38
29.3 28.97
P1 P2 C0
17.52
C1 C2 B0 B1 Liat
B2
Gambar 4. Keragaan kadar fraksi liat dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Terdapat kesamaan antara kadar air, fraksi debu, dan liat yang mempunyai pola relatif yang sama kedua amelioran, dimana peningkatan pemberian pasir 0%, 25%, dan 50% masing-masing sebesar 67.24%, 45.49%, dan 143.32% lebih besar dari pada pemberian sabut batang pisang dan sabut kelapa. Hal ini diduga karena pemberian pasir dapat memperbaiki kadar fraksi liat dalam tanah 4.3 Sifat Kimia Tanah Dari hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang berpengaruh nyata terhadap pH H2O, C-Organik, N total, P2O5, dan K2O (Tabel 5). pH H2O tertinggi ditunjukkan oleh pemberian pasir 0% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5). Peningkatan pH H2O pada perlakuan kontrol sebesar 67.88% dibandingkan dengan pemberian pasir 25%, sementara pemberian pasir 50% sebesar 67.66. Sabuk kelapa tertinggi ditunjukkan oleh pemberiaan 20 ton ha-1 dan berbeda nyata pada perlakuan lainnya. Hal ini diduga karena sabut kelapa mengandung pH yang tinggi. Sifat kimia sabut kelapa, yaitu: pH rata-rata agak masam (6,33, nilai
25
C/N rasio sangat tinggi (98,42), nilai KTK sangat tinggi (84,28 me 100 g -1), dan unsur-unsur hara makro (C, N, P, K, Ca dan Mg) dalam kelas yang sangat tinggi dan cukup bervariasi. Selain itu, sabut kelapa saat ini digunakan untuk penyisihan logam berat (Mn2+) pada sumur (Silalahi et al. 2007). Pemberian sabut batang pisang tertinggi pada perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Peningkatan pH H2O pada perlakuan kontrol sebesar 72.14% dibandingkan dengan pemberian 10 ton ha -1. Sementara pemberian 20 ton ha-1 sebesar 72.60%. Hal ini diduga sabut batang pisang memiliki pH yang rendah. Menurut Hakim et al. (1986) faktor yang mempengaruhi pH antara lain : Kejenuhan basa, sifat misel (koloid), macam kation yang terjerap. Pengukuran pH tanah dapat memberikan keterangan tentang kebutuhan kapur, respon tanah terhada pemupukan, proses kimia yang mungkin berlangsung dalam proses pembentukan tanah, dan lain-lain. Tabel 5. Rataan parameter sifat kimia tanah dengan pemberian pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pH H2O
C-Organik (%)
N total (%)
P2O5 (ppm)
K 2O (ppm)
0% 25% 50%
12.91a 7.69b 7.70b
1.16a 1.01b 0.69c
0.17a 0.14b 0.11c
83.27tn 83.00 84.22
119.47b 131.67ab 146.67a
0 ton ha-1 10 ton ha-1 20 ton ha-1 Sabut Batang Pisang 0 ton ha-1 10 ton ha-1 20 ton ha-1 Interaksi BNT0.05 KK (%)
7.55b 7.51b 13.24a
0.87b 0.96ab 1.02a
0.14tn 0.13 0.15
76.39b 78.11b 96.00a
131.24tn 136.00 130.56
13.10a 7.61b 7.59b tn 3.98 77.71
0.89b 0.91b 1.05a tn 0.09 17.6
0.14tn 0.14 0.15 tn 0.01 13.9
54.83c 75.33b 120.33a tn 7.88 13.38
78.35c 121.67b 197.78a tn 23.66 32.83
Pelakuan Pasir
Sabut Kelapa
Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom sama tidak berbeda nyata pada taraf uji BNT 5% BNT=beda nyata terkecil; KK=koefisien keragaman.
C organik tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Peningkatan C organik pada perlakuan kontrol sebesar 14.85% dibandingkan dengan perlakuan 25%, sementara pemberian pasir 50%
26
sebesar 68.12%. hal ini diduga karena partikel-partikel pasir mempunyai ukuran yang lebih besar dan luas permukaan yang kecil dibandingkan fraksi debu dan liat. Oleh karena itu, tidak banyak berfungsi dalam mengatur kimia tanah tetapi lebih sebagai penyokong tanah dimana sekitarnya terdapat partikel debu dan liat yang aktif (Hakim et al. 1986). Pemberian sabuk kelapa dan sabut batang pisang terendah pada perlakuan kontrol dan berbeda nyata pada perlakuan lainnya. Hal ini diduga sabut kelapa dan sabut batang pisang mempunyai kadar C organik yang cukup (Kompos). Sifat kimia sabut kelapa, yaitu: pH rata-rata agak masam (6,33, nilai C/N rasio sangat tinggi (98,42), nilai KTK sangat tinggi (84,28 me 100 g -1), dan unsur-unsur hara makro (C, N, P, K, Ca dan Mg) dalam kelas yang sangat tinggi dan cukup bervariasi. Selain itu, sabut kelapa saat ini digunakan untuk penyisihan logam berat (Mn2+) pada sumur (Silalahi et al. 2007). Berdasarkan analisis N total tertinggi pada perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5). Peningkatan N total pada perlakuan 0% dan 25 % masing-masing 21.43% dan 27%, dibandingkan dengan perlakuan 50% sebesar 54%. Sementara sabuk kelapa dan sabut batang pisang tertinggi pada perlakuan 20 ton ha-1 dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sifat kimia sabut kelapa, yaitu: pH rata-rata agak masam (6,33, nilai C/N rasio sangat tinggi (98,42), nilai KTK sangat tinggi (84,28 me 100 g-1), dan unsur-unsur hara makro (C, N, P, K, Ca dan Mg) dalam kelas yang sangat tinggi dan cukup bervariasi. Selain itu, sabut kelapa saat ini digunakan untuk penyisihan logam berat (Mn 2+) pada sumur (Silalahi et al. 2007). Menurut Helga (2011), ada tiga unsur yang dianalisis dari jaringan pucuk, yaitu unsur N (nitrogen), P (fosfor), dan K (kalium). Bahwa kandungan dan serapan N, P, dan K tertinggi dimiliki oleh media perlakuan dengan pencampuran kompos batang pisang. Dimana N yang terkadung dalam kompos batang pisang sebesar 18.056 mg, P sebesar 2.562 mg, dan K sebesar 15.860 mg. Kadar P2O5 tertinggi ditunjukkan oleh perlakuan kontrol dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5). Peningkatan
P2O5 pada perlakuan kontrol
sebesar 0.33 % dan pemberian pasir 50% sebesar 1.14%, sementara pemberian pasir
27
25 11.49%. untuk sabut kelapa dan sabut batang kadar P2O5 tertinggi ditunjukkan oleh pemberian 20 ton ha-1berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 4). Peningkatan kadar P2O5masing-sebesar 25.67% dan 119.46%. hal ini bahan organik dari sabut kelapa dan sabut batang pisang (kompos). Sifat kimia sabut kelapa, yaitu: pH rata-rata agak masam (6,33, nilai C/N rasio sangat tinggi (98,42), nilai KTK sangat tinggi (84,28 me 100 g-1), dan unsur-unsur hara makro (C, N, P, K, Ca dan Mg) dalam kelas yang sangat tinggi dan cukup bervariasi. Selain itu, sabut kelapa saat ini digunakan untuk penyisihan logam berat (Mn 2+) pada sumur (Silalahi et al. 2007). Helga (2011) melaporkan ada tiga unsur yang dianalisis dari jaringan pucuk, yaitu unsur N (nitrogen), P (fosfor), dan K (kalium). Bahwa kandungan dan serapan N, P, dan K tertinggi dimiliki oleh media perlakuan dengan pencampuran kompos batang
pisang. Dimana N yang terkadung
dalam kompos batang pisang sebesar
18.056 mg, P sebesar 2.562 mg, dan K sebesar 15.860 mg. Kandungan K2O tertinggi ditunjukkan pada perlakuan 50% dan berbeda nyata dengan perlakuan lainnya (Tabel 5).
Peningkatan kandungan kadar K2O pada
perlakuan 50% sebesar 22,77% dibandingkan dengan perlakuan 0% dan 25% masing-masing sebesar 10.21 % dan 11.39 %. hal ini diduga karena pasir pemberian sabuk kelapa tertinggi ditunjukan perlakuan 10 ton ha -1 sebesar 4.17% berbeda nyata dengan perlakuan lainnya, dengan perlakuan 0 ton ha -1 dan perlakuan 20 ton ha-1 masing-masing sebesar 3.63 % dan 0.52 %. sementara pemberian sabut batang pisang tertinggi ditunjukan oleh
perlakuan 20 ton ha -1berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. Peningkatan kandungan K2O pada permberian sabut batang pisang 20 ton ha 1
sebesar 152.43 ppm dibandingkan dengan perlakaun 0 ton ha-1dan perlakuan 10 ton
ha-1 masing-masing sebesar 66.64% dan 62.55%. Sunarti (1996) dalam hermawati (2007) melaporkan bahwa K2O yang terkandung di dalam abu sabut kelapa adalah sebesar 10,25%, dan diberikan sebanyak 643,940 kg ha-1 pada tanaman Centrosema pubes-cens mampu meningkatkan K-tersedia total tanah sebesar 740,07 mg, dan meningkatkan hasil tanaman. Sifat kimia sabut kelapa, yaitu: pH rata-rata agak masam (6,33, nilai C/N rasio sangat tinggi (98,42), nilai KTK sangat tinggi (84,28 me 100 g -1), dan unsur-
28
unsur hara makro (C, N, P, K, Ca dan Mg) dalam kelas yang sangat tinggi dan cukup bervariasi. Selain itu, sabut kelapa saat ini digunakan untuk penyisihan logam berat (Mn2+) pada sumur (Silalahi et al. 2007). Helga (2011) melaporkan ada tiga unsur yang dianalisis dari jaringan pucuk, yaitu unsur N (nitrogen), P (fosfor), dan K (kalium). Bahwa kandungan dan serapan N, P, dan K tertinggi dimiliki oleh media perlakuan dengan pencampuran kompos batang
pisang. Kadar N dalam kompos
batang pisang sebesar 18.056 mg, P sebesar 2.562 mg, dan K sebesar 15.860 mg. Berdasarkan hal di atas dapat dilihat pola perlakuan terbaik dari masing-masing faktor pemberian amelioran seperti pada gambar dibawah ini :
14
13.24
12.91
13.1
P0 P1
Persen (%)
12 10 8
7.69 7.7
7.55 7.51
P2 S0 S1
6
S2
4
B0
2 0
7.61 7.59
B1 pH H2O
B2
Gambar 5. Keragaan pH H2O dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Tampaknya, keragaan pH H2O dengan pemberian sabut kelapa mempunyai pola yang relatif sama kedua bahan amelioran lainnya. Peningkatan pemberian sabut kelapa 0 ton ha-1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1 masing-masing 10.34%, 6,25%, dan 75.36% lebih besar dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa dan pasir. Hal ini diduga karena sabut kelapa dapat mengikat air lebih banyak sehingga dapat meningkatkan pH H2O.
29
1.2
1.16 1.01
Persen (%)
1
0.87
0.96
1.02
1.05 0.89 0.91
P1 P2
0.69
0.8
P0
C0
0.6
C1 C2
0.4
B0
0.2
B1
0
B2
C-Organik
Gambar 6. Keragaan kadar C Organik dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. B
Terdapat perbedaan pola antara pH H2O dan pola C Organik. Tanpaknya
pemberian sabut batang pisang berpengaruh baik terhadap kadar C Organik dalam tanah. pemberian sabut batang pisang mempunyai pola relatif sama kedua bahan amelioran. Peningkatan pemberian sabut batang pisang 0 ton ha-1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1 masing-masing 72.14%, 0.26%, dan 72.60% lebih besar dari pada pemberian sabut kelapa dan pasir. Hal ini diduga karena sabut batang pisang mengandung kadar
Persen (%)
C lebih besar dibandingkan sabut kelapa dan pasir.
0.18 0.16 0.14 0.12 0.1 0.08 0.06 0.04 0.02 0
0.17 0.14
0.14
0.15 0.13
0.11
0.14 0.14
0.15
P0 P1 P2 C0 C1 C2 B0 B1
N Total
B2
Gambar 7. Keragaan kadar N Total dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts.
30
Keragaan kadar N Total mempunyai pola relatif sama kedua bahan amelioran. Tampaknya sabut batang pisang berpengaruh baik terdahadap N Total. Pemberian sabut batang pisang 0 ton ha-1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1 menunjukkan peningkatan masing-masing sebesar 37.39%, 59.74, dan 7.14% lebih besar dibandingkan dengan pemberian sabut kelapa dan pasir. Hal ini diduga sabut batang pisang mengadung kadar N lebih besar dibandingkan sabut kelapa.
Part Per Million (ppm)
140
120.33
120 100 80
76.3978.11
75.33 54.83
60
P2 C0 C1 C2
40
B0 B1
20 0
P1
96.00 83.2783.0084.22
P0
B2 P 2O 5
Gambar 8. Keragaan kadar P2O5 dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Sabut batang pisang menunjukkan pola yang relatif sama kedua bahan amelioran. Peningkatan pemberian sabut batang pisang 0 ton ha -1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1 masing-masing sebesar 55.29 ppm. 62. 55 ppm, dan 119.46 ppm. Pemberian sabut batang pisang berpengaruh baik terhadap kadar P 2O5 lebih besar dibandingkan pemberian sabut kelapa dan pasir. Hal ini diduga sabut batang pisang mengadung kadar P lebih besar dibandingkan sabut kelapa.
Part per million (ppm)
31
200.00 180.00 160.00 140.00 120.00 100.00 80.00 60.00 40.00 20.00 0.00
197.78 P0 146.67 131.67 131.24136.00130.56 119.47
P1 121.67
P2 C0
78.35
C1 C2 B0 B1 B2
K2O
Gambar 9. Keragaan kadar K2O dengan pemberian amelioran pasir, sabut kelapa dan sabut batang pisang pada Ustic Epiaquerts. Terdapat kesamaan antara kadar C Organik, N Total, P 2O5, dan K2O yang mempunyai pola relatif sama kedua bahan amelioran. Peningkatan pemberian sabut batang pisang 0 ton ha-1, 10 ton ha-1, dan 20 ton ha-1 masing-masing sebesar 66.64 ppm, 62.55 ppm, dan 152.43 ppm lebih besar dari pada pemberian sabut kelapa dan pasir. Hal ini diduga sabut batang pisang mengadung kadar K lebih besar dibandingkan sabut kelapa.