8
sentrifus. Gelas piala dibilas lagi dengan 2-2.5 mL kloroform, kemudian ukuran ekstrak ditepatkan menjadi 5 mL dengan kloroform. Standar kolesterol dibuat dengan konsentrasi 50, 100, 150, 200, dan 250 µg/mL sebanyak masing-masing 5 mL. Blanko dibuat dengan memasukkan 5 mL kloroform ke dalam tabung sentrifus. Masingmasing tabung kemudian ditambahkan 2 mL asam asetat anhidrida dan 0.1 mL asam sulfat pekat, lalu dikocok. Setelah itu tabung disimpan diruang gelap selama 15 menit sampai terbentuk warna hijau kebiruan dan larutan diukur absorbansinya pada panjang gelombang 420 nm dengan menggunakan spektrofotometer. Konsentrasi kolesterol kuning telur dengan metode LiebermanBurchard yang diperoleh dalam penelitian ini sebesar 43.50 mg/g tepung kuning telur (Lampiran 3). Pengambilan darah dan pengukuran konsentrasi kolesterol darah total (Richmond 1973) Sebelum diambil darahnya, tikus dipuasakan ± 16 jam. Darah diambil dengan menyayat ujung ekor tikus. Sebelumnya, ekor tikus dibersihkan terlebih dahulu menggunakan alkohol 70%. Darah kemudian ditampung dalam tabung Eppendorf sebanyak ± 1 mL per tikus. Darah diinkubasi pada 4 0C selama 12 jam diikuti dengan sentrifugasi berkecepatan 3000 rpm dengan jari-jari rotor 12 cm selama 10 menit. Serum digunakan untuk penentuan konsentrasi kolesterol total. Konsentrasi kolesterol total darah diukur dengan metode enzimatik cholesterol oxidase phenol amino phenazone (CHOD-PAP) menggunakan kit diagnostik komersial (Randox). Prinsip pengukuran kolesterol dengan metode ini melibatkan enzim yang mempunyai kemampuan untuk mengoksidasi kolesterol dan reaksi berikutnya menghasilkan perubahan warna yang dapat diukur dengan menggunakan spektrofotometer. Indikator warna kolorimetri quinoneimin terbentuk dari reaksi hidrogen peroksida dan fenol yang dikatalisis oleh enzim peroksidase. Sebanyak 10 µL serum darah dicampur dengan 1 mL kit pereaksi. Larutan dikocok dan dibiarkan selama 10 menit pada suhu ruang (25 0C) sampai terbentuk warna merah muda. Standar dibuat dengan cara yang sama dengan konsentrasi standar kolesterol 25, 50, 100, 150, dan 200 mg/dL. Blanko dibuat dari 1 mL kit pereaksi tanpa penambahan apapun. Adapun pengukuran absorban menggunakan
spektrofotometer pada panjang gelombang 505 nm. Analisis Data (Mattjik & Sumertajaya 2000) Rancangan acak lengkap digunakan pada rancangan penelitian ini. Data yang diperoleh dianalisis dengan metode ANOVA (analysis of variance) pada tingkat kepercayaan 95% dan taraf α = 0.05.Model rancangan tersebut menurut Mattjik & Sumertajaya (2000) adalah Yij = µ + τ +εi Keterangan : Yij = Pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j. µ = Pengaruh rataan umum. τ = Pengaruh rataan ke-i, i = 1, 2, 3, 4, 5. εi = Pengaruh galat peerlakuan ke-I dan ulangan ke-j, j = 1, 2, 3, 4, 5. Uji lanjut yang digunakan adalah uji Duncan pada selang kepercayaan 90%, taraf α = 0.1. Semua data dianalisis dengan program SPSS 11.5.
HASIL DAN PEMBAHASAN Ekstrak Kulit Kayu Mahoni Sebelum dilakukan ekstraksi, serbuk kulit kayu mahoni dihaluskan hingga ukuran 40-60 mesh. Penghalusan serbuk kulit kayu mahoni ini dilakukan di Fakultas Kehutanan, IPB dengan menggunakan mesin penghalus. Ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan merebus serbuk kulit kayu mahoni dalam air mendidih (1000C) selama 4 jam. Metode rebusan ini mengikuti metode yang dilakukan oleh Harjadi (1993). Rendemen yang diperoleh dari ekstraksi adalah 8.12%. Pada penelitian ini jumlah ekstrak yang dihasilkan lebih besar daripada yang dilakukan oleh Mardisadora (2010) yaitu 6.64%. Hal ini dikarenakan lingkungan agrobiofisik tanaman yang digunakan berbeda sehingga mempengaruhi kadar senyawa metabolit sekunder tanaman yang nantinya berpengaruh pula pada rendemen yang dihasilkan. Semakin banyak kandungan metabolit sekunder, semakin banyak pula rendemennya. Produksi metabolit sekunder pada suatu tanaman dipengaruhi salah satunya oleh interaksi lingkungan. Hal ini juga sesuai dengan Hanan (1999) (diacu dalam Mardisadora 2010) yang menyatakan bahwa kandungan senyawa dalam suatu tanaman yang sama bisa berbeda karena adanya pengaruh iklim, keadaan tanah, sinar matahari, dan cara pengolahannya.
9
Bobot Badan (gram)
Masa Adaptasi Penelitian ini menggunakan tikus putih galur Sprague Dawley yang berumur ± 3 bulan dengan jenis kelamin jantan. Sehingga konsentrasi kolesterol total dapat diamati tanpa dipengaruhi oleh faktor internal (estrogen) seperti pada hewan betina. Kondisi hewan coba yang sehat merupakan faktor penting dalam penelitian dan merupakan syarat untuk memenuhi asumsi percobaan. Bobot badan dan konsumsi pakan merupakan parameter yang mudah diukur dan diamati untuk memantau kondisi kesehatan hewan coba selama percobaan berlangsung. Lu (1991) menyatakan kenaikan bobot badan dan kecenderungan kenaikan konsumsi pakan hewan coba menunjukkan hewan coba dalam kondisi sehat. Adaptasi dilakukan 10 minggu. Selama masa adaptasi semua tikus mengalami kenaikan bobot badan. Bobot badan ratarata tikus pada awal adaptasi sebesar 246.92 ± 7.53 gram, sedangkan pada akhir adaptasi diperoleh bobot badan rata-rata tikus sebesar 324.96 ± 10.45 gram (Gambar 7). Persentase kenaikan bobot badan sebesar 31.60 %. Kenaikan bobot badan yang terjadi pada masa adaptasi berkaitan dengan konsumsi pakan standar rataan yang cenderung meningkat, walaupun peningkatannya tidak stabil. Selain itu, diduga usia tikus yang lebih dari 3 bulan sehingga menyebabkan lambatnya pertumbuhan atau kenaikan bobot badan. Kenaikan bobot badan dan kecenderungan peningkatan konsumsi pakan yang terjadi pada setiap individu tikus, menurut Lu (1991) menunjukkan tikus dalam keadaan sehat, kalorinya tercukupi, tidak 400 350 300 250 200 150 100 50 0 -10
-8
-6 -4 -2 Minggu ke-
0
Gambar 7 Bobot badan masa adaptasi (----normal, ----- hiperkolesterol, ---lovas, ----- ekstrak 1, ----- ekstrak 2).
ada gangguan pertumbuhan serta tidak adanya zat toksikan dalam pakan. Kondisi tikus yang sehat ini menjadi penting karena dapat memperkecil galat percobaan saat masa percobaan. Masa Peningkatan Kolesterol Hasil pengamatan terhadap perkembangan bobot badan tikus selama masa peningkatan kolesterol terlihat variasi bobot badan tikus sebelum dan sesudah perlakuan (Gambar 8), dibandingkan dengan minggu ke-0 terlihat perbedaan cukup signifikan. Bobot badan kelompok normal(N) terus meningkat selama perlakuan dibandingkan dengan kelompok hiperkolesterol (HK), kelompok lovastatin (L), kelompok perlakuan ekstrak 1 (E1), kelompok perlakuan ekstrak 2 (E2). Pada minggu ke 1 kelompok lovastatin, dan minggu ke 3 kelompok perlakuan 1 serta kelompok perlakuan 2 terjadi penurunan bobot badan. Hal ini kemungkinan disebabkan karena efek pemberian PTU setiap hari pada kelompok tersebut. PTU adalah suatu zat antitiroid yang dapat menghambat biosintesis tiroksin. Akibatnya tiroksin tidak lagi digabungkan ke protein karena tidak ada tRNA yang mengenalinya (Marineti 1990) sehingga sintesis protein secara umum terganggu. Hal ini dapat mengakibatkan pertumbuhan pada hewan tersebut juga terganggu. Karena protein merupakan zat yang berperan untuk pertumbuhan dan perkembangan mahkluk hidup. Pemberian pakan kolesterol dan PTU selama 6 minggu, telah terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol darah. Peningkatan selama 6 minggu ini mampu meningkatkan semua tikus melebihi batas minimal hiperkolesterolemia yaitu lebih dari 130 mg/dL (Malole 1989). Tikus yang digunakan pada saat pemberian pakan kolesterol ini berumur 5 bulan 2 minggu yaitu umur awal tikus adalah 3 bulan kemudian adaptasi selama 10 minggu (2 bulan 2 minggu). Diduga umur tikus yang lebih tua dapat lebih cepat meningkatkan konsentrasi kolesterol darah tikus. Mustika (2010) melaporkan bahwa tikus dengan umur 2 bulan 2 minggu hanya meningkatkan konsentrasi kolesterol sebesar 50.71% yaitu dari 63.26 mg/dL menjadi 95.34 mg/dL. Komposisi pakan kolesterol yang digunakan pada penelitian tersebut sama.
10
(2000), peningkatan jumlah sel berarti akan meningkatkan sintesis kolesterol endogen secara keseluruhan, karena setiap sel memiliki kemampuan dalam mensintesis kolestrol yang pada akhirnya akan menekan sintesis reseptor LDL. Ketiga, menurut Getz & Reardon (2007), peningkatan bobot badan berkaitan erat dengan banyaknya pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa yang selanjutnya meningkatkan produksi VLDL.
Bobot badan (gram)
400 350 300 250 200 150 100 50 0 0
2
4 6 Minggu ke-
7
Gambar 8 Perkembangan bobot badan tikus selama penelitian (----- normal, ......hiperkolesterol, ---- lovas,, -ekstrak 1, ----- ekstrak 2). . Komposisi pakan kolesterol yang diberikan adalah tepung kuning telur, lemak kambing, dan minyak goreng curah. Bahanbahan tersebut banyak mengandung asam lemak jenuh. Momuat (1996) menyatakan bahwa konsumsi asam lemak jenuh dapat menyebabkan hiperkolesterolemia, sementara asam lemak tak jenuh dapat menurunkan konsentrasi kolesterol plasma. Menurut Murray et al. (2000) asam lemak jenuh merupakan prekursor trigliserida yang akan disimpan dalam jaringan adiposa sehingga bobot badan tikus menjadi besar. Selain itu, menurut Getz & Reardon (2007) pakan yang mengandung banyak lemak berpengaruh terhadap kenaikan bobot badan. Selama masa perlakuan (setelah minggu ke-6 sampai minggu ke-7) bobot badan tikus pada kelompok HK, L, E1 dan E2 terjadi penurunan yang tidak stabil bila dibandingkan dengan kelompok normal (Gambar 8). Hal ini disebabkan efek pemberian ekstrak yang dapat mempengaruhi pola nafsu makan atau akibat-akibat lain yang tidak terdeteksi selama perlakuan, contohnya beberapa kandang yang kotor dan sekam yang basah. Akibatnya perkembangan bobot badan pada kelompok tersebut mengalami penurunan. Pengaruh bobot badan terhadap konsentrasi kolesterol darah disebabkan oleh tiga mekanisme. Pertama, menurut Kasaniemi (1983) peningkatan bobot badan akan menyebabkan hati meningkatkan produksi lipoprotein yang mengandungapo-B (apoprotein-B) yang kemudian meningkatkan konsentrasi VLDL yang berakhir sebagai LDL. Kedua menurut Grundy (1991) dan Murray et al.
Kadar Kolesterol Total Pada akhir penelitian minggu ke-7 rataan konsentrasi kolesterol darah tikus kelompok normal melebihi batas normal (130 mg/dL). Hal ini dikarenakan terjadi lisis saat pengambilan darah (Lampiran 7). Lisis adalah pecahnya membran eritrosit sehingga hemoglobin bebas ke dalam plasma atau medium sekelilingnya (Katzung 2002). Hal ini dapat menyebabkan warna pada serum darah tikus lebih merah dan dapat menyebabkan kesalahan pada pembacaan melalui spektrofotometer. Serum darah tikus yang berasal dari darah yang lisis memiliki nilai absorban yang tinggi sehingga konsentrasi kolesterolnya pun tinggi. Bila kondisi ekor tikus tidak nyaman saat pengambilan darahnya, akan terjadi tekanan pada membran eritrositnya. Hal ini yang menjadi penyebab terjadinya lisis. Selang konsentrsai kolesterol darah pada minggu ke-0 adalah 51.28 mg/dL hingga 187.17 mg/dL. Kadar kolesterol total normal dari berbagai hasil penelitian bervariasi sesuai dengan umur tikus yang digunakan, spesies dan jenis pakan yang diberikan. Kadar kolesterol ini lebih besar menurut Malole et al. (1989) yang menyebutkan bahwa kadar kolesterol normal tikus adalah 40-130 mg/dL. Selama masa peningkatan kolesterol yang berlangsung 6 minggu (dari minggu ke 0 hingga minggu ke 6) terjadi peningkatan konsentrasi kolesterol total pada semua kelompok (Gambar 9). Hal ini sesuai dengan penelitian Juletta (1995) dan penelitian Purwansti (2004) yang melaporkan bahwa pemberian diet kolesterol tinggi dan PTU dengan dosis 0.5 mg/kg BB/ hari secara terus menerus dapat meningkatkan kadar kolesterol total dalam plasma darah tikus. Konsentrasi kolesterol total kelompok normal hanya mampu meningkatkan 18.60% dari 132.05 mg/dL menjadi 156.61 mg/dL. Kelompok hiperkolesterol meningkat sebesar 107.84% dari 114.35 mg/dL menjadi 237.69 mg/dL. Kelompok lovastatin naik sebesar
Konsentrasi Kolesterol Darah (mg/dL)
11
450 400 350 300 250 200 150 100 50 0 Normal
Hiperkolesterol
Lovas Kelompok
Ekstrak 1
Ekstrak 2
Gambar 9 Perubahan konsentrasi kolesterol total selama percobaan (-0- minggu ke-0, -2- minggu ke 2, -4- minggu ke 4, -6- minggu ke-6, -7- minggu ke-7).
106.45% dari 115.12 mg/dL menjadi 237.69 mg/dL. Kelompok E1 naik sebesar 141.57% dari 110.43 mg/dL menjadi 266.76 mg/dL. Kelompok E2 meningkat sebesar 109.33% dari 127.43 mg/dL menjadi 266.76 mg/dL. Selama masa peningkatan kolesterol tersebut, pada minggu ke-6 kelompok HK, L, E1, dan E2 rata-ratanya telah melebihi 100% kenaikan kolesterol. Tingginya kenaikan kadar kolesterol disebabkan karena pakan yang diberikan mengandung kolesterol tinggi. Menurut Grundy (1991), konsumsi makanan yang kaya kolesterol dan asam lemak jenuh menekan sintesis reseptor LDL yang dapat meningkatkan kadar kolesterol pada hati. Peningkatan kadar kolesterol ini juga dipicu dengan konsumsi PTU yang dapat menghambat katabolisme kolesterol. Pemberian PTU pada tikus juga mempengaruhi kadar kolesterol darah. PTU merupakan suatu zat antitiroid yang dapat menghambat pembentukan hormon tiroid. Kekurangan hormon tiroid mengakibtkan katabolisme kolesterol menurun sehingga terjadi peningkatan kadar kolesterol dalam darah (Hotimah 2002). Konsentrasi Kolesterol Darah Total Kelompok Normal Rataan konsentrasi kolesterol darah kelompok N pada awal percobaan sebesar 132.05±14.44 mg/dL (Gambar 9), sedangkan pada minggu ke-6 (akhir peningkatan kolesterol) dan ke-7 (akhir pencekokan) sebesar 156.61±27.61 mg/dL
dan 212.50±9.12 mg/dL (tidak signifikan secara statistik). Konsentrasi kolesterol darah pada minggu ke-0 hingga minggu ke-6 cenderung stabil. Namun pada minggu ke-7 peningkatan kolesterol darah cukup tinggi. Hal ini dikarenakan umur tikus yang sudah tua, sehingga terjadi kerusakan metabolisme. Setelah diuji, tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Konsentrasi kolesterol darah kelompok N diakhir percobaan lebih besar jika dibandingkan dengan yang dilaporkan Mustika (2010) yaitu tikus kelompok N dengan galur yang sama selama 8 minggu adalah 63.77±6.76 mg/dL. Konsentrasi kolesterol darah ini lebih besar jika dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Rahayu (2007) dan Santillo et al. (1999). Rahayu (2007) melaporkan tikus kelompok N dengan galur yang sama selama 14 minggu masa percobaan rataan konsentrasi kolesterol darahnya sebesar 71.7±13.10 mg/dL. Selain itu, konsentrasi kolesterol darah juga lebih besar dari yang dilaporkan Purwanti (2004) dengan waktu percobaan yang sama (7 minggu) sebesar 73.87±13.02 mg/dL. Walaupun demikian, rataan semua konsentrasi kolesterol sesuai dengan Malole & Pramono (1989). Konsentrasi Kolesterol Total Darah Kelompok Kontrol Hiperkolesterolemia Rataan konsentrasi kolesterol darah kelompok HK pada awal percobaan sebesar 114.35±16.40 mg/dL (Gambar 9),
12
sedangkan pada akhir percobaan (minggu ke-6 dan ke-7) sebesar 231.38±51.62 mg/dL dan 395±29.37. Persentase kenaikan konsentrasi kolesterol selama 7 minggu sebesar 245.40 % (Gambar 9), bila dibandingkan dengan kelompok N kenaikan konsentrasi kolesterol pada HK juga signifikan (p<0.05). Pada minggu ke-7, konsentrasi kolesterol darah kelompok HK lebih besar 85.88% terhadap kelompok normal. Dengan demikian ada pengaruh pakan kolesterol dan PTU yang diberikan pada kelompok HK selama percobaan. Persentase kenaikan kolesterol tersebut lebih besar dibandingkan yang dilaporkan Rahayu (2007) sebesar 65.68% selama 14 minggu pada tikus jantan galur yang sama, komposisi pakan kolesterol 1.05%, dan dosis PTU yang sama. Diduga tingginya komposisi kolesterol pada pakan kolesterol mempengaruhi besarnya kenaikan konsentrasi kolesterol darah. Santillo et al. (1999) menyatakan bahwa kondisi hiperkolesterolemia dapat disebabkan oleh pemberian pakan kolesterol atau PTU. Tikus galur Wistar selama 2 bulan diberi pakan kolesterol 1.5 % mampu menaikkan konsentrasi kolesterol darah sebesar 225% sedangkan induksi hiperkolesterolemia dengan PTU 0.1% (b/v) menaikkan konsentrasi kolesterol darah sebesar 34.92%. Berdasarkan penelitian tersebut, pemberian pakan kolesterol berperan lebih besar dalam mencapai kondisi hiperkolesterolemia. Hal ini sesuai dengan laporan Nofendri (2004) dengan capaian kenaikan kolesterol 181.40 % dengan komposisi pakan kolesterol 12.5 %, galur tikus yang sama, selama 7 hari tanpa pemberian PTU. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Giri (2007) yang hanya menaikkan kolesterol darah sebesar 44.48% selama 13 minggu pada tikus jantan galur yang sama. Komposisi pakan 1.5% kolesterol, dan dosis PTU yang digunakan sama. Diduga umur tikus yang digunakan pada penelitian ini telah tua sehingga cepat meningkatkan konsentrasi kolesterolnya. Konsentrasi Kolesterol Total Darah Kelompok Lovastatin Kontrol positif pada penelitian ini adalah kelompok L yaitu tikus yang diberi lovastatin dengan dosis 0,2857 mg/kgBB. Lovastatin sebagai agen hiperkolesterolemia mampu
menurunkan kadar serum kolesterol, LDL, trigliserol dan VLDL dalam darah (Albert 1989). Tikus kelompok L pada awal percobaan memilki rataan konsentrasi kolesterol darah sebesar 115.12±63.88 mg/dL dan di akhir peningkatan kolesterol (minggu ke-6) sebesar 237.69±98.83 mg/dL (Gambar 9). Setelah itu, kelompok L dicekok lovastatin selama 7 hari. Pada minggu ke-7 konsentrasi kolesterolnya sebesar 309.54±43.02. Kinerja lovastatin pada periode ini hanya bersifat mengambat kenaikan kolesterol. Pada minggu ke-7 konsentrasi kolesterol darah kelompok L (45.66%), kelompok HK (85.88%) lebih besar bila dibandingkan dengan kelompok normal (Gambar 10). Walaupun tidak signifikan, terlihat adanya kecenderungan lovastatin untuk menghambat kenaikan kolesterol darah. Kinerja lovastatin akan efektif bila masukan kolesterol eksogen dihentikan. Namun, pada penelitian ini, masukan kolesterol eksogen (pakan kolesterol) tetap diberikan. Hal ini karena penurunan konsentrasi kolesterol darah tikus, hanya fokus pada pengaruh ekstrak kulit kayu mahoni saja sebagai parameter utama. Mekanisme kerja lovastatin yang dipahami dengan baik sampai saat ini adalah bahwa lovastatin berfungsi sebagai inhibitor kompetitif enzim kunci dalam sintesis kolesterol endogen, yaitu enzim HMG-KoA reduktase yang mengkatalisis HMG KoA menjadi mevalonat (Gianturco et. al 1993). Namun Lehninger et al. (2005) menyatakan kolesterol eksogen tidak akan terpengaruh oleh mekanisme tersebut. Artinya konsentrasi kolesterol plasma darah tetap akan naik karena disebabkan asupan pakan kolesterol yang pada penelitian tetap diberikan dari awal sampai akhir percobaan. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahayu (2007) dan Darusman et al. (2008). Berdasarkan laporan penelitian Gianturco et al. (1993) dan Darusman et al. (2008) serta Rahayu (2007) dapat diduga bahwa lovastatin tidak bekerja secara efektif ketika pakan tinggi kolesterol tetap diberikan seperti yang terjadi dalam penelitian ini. Namun, Hsu et al. (2007) menyatakan dari lovastatin mekanisme lain dalam mencegah kenaikan konsentrasi kolesterol darah, yang memungkinkan adanya kecenderungan penurunan kolesterol darah walaupun tetap mengkonsumsi pakan
13
tinggi kolesterol. Mekanisme regulasi kerja lovastatin yang lain dalam jangka panjang mampu mempengaruhi ekspresi gen sitokrom P450 sebagai salah satu faktor yang mengaktifkan enzim kolesterol 7αhidroksilase, yaitu enzim kunci dalam lintas katabolisme kolesterol menjadi asam empedu. Katabolisme kolesterol menjadi asam empedu akan menurunkan konsentrasi kolesterol darah. Katzung (2002) menyatakan lovastatin dapat menginduksi sintesis reseptor LDL yang menurunkan jumlah LDL yang beredar di darah. Pernyataan ini diperkuat oleh Hsu et al.(2007) yang juga menyatakan adanya hambatan terhadap faktor transkripsi sterol regulatory element binding protein (SREBP) yang mengakibatkan penghambatan biosintesis kolesterol serta meningkatkan ekspresi gen yang membentuk reseptor LDL. Konsentrasi Kolesterol Darah Kelompok Perlakuan Ekstrak 1 dan Kelompok Perlakuan Ekstrak 2 Parameter penting dalam penelitian ini adalah konsentrasi kolesterol darah kelompok ekstrak untuk menguji khasiat ekstrak kulit kayu mahoni sebagai penurun hiperkolesterolemia pada tikus. Tikus kelompok E1 di awal percobaan memiliki rataan konsentrasi kolesterol darah sebesar 110.43±36.05 mg/dL dan di akhir peningkatan kolesterol (Minggu ke6) sebesar 266.76±167.78 mg/dL (Gambar 9). Setelah diberi ekstrak kulit kayu mahoni, kolesterol darahnya turun menjadi 261.81±17.85 mg/dL. Hasil analisis menunujukkan bahwa pada minggu ke-7 konsentrasi kolesterol darah kelompok E1 23.20% lebih tinggi terhadap kelompok normal(Gambar 10). Bila dianalisis secara statistik dibandingkan dengan kelompok N maka signifikan. Sementara bila dibandingkan dengan kelompok HK tidak signifikan (p>0.05) (Lampiran 8). Hasil analisis menunjukkan kelompok E1 dapat menurunkan konsentrasi kolesterol. Belum terbuktinya khasiat ekstrak kulit kayu mahoni pada kelompok E1 terhadap pengobatan penurunan konsentrasi kolesterol darah diduga salah satunya disebabkan oleh lama waktu pemberian ekstrak yang singkat (7 hari). Purwanti (2004) melaporkan bahwa pemberian serat selulosa mikrobial selama 10 minggu dapat menurunkan konsentrasi kolesterol darah tikus sebesar 30.42%. Rataan konsentrasi kolesterol total kelompok E2 yaitu kelompok yang
dicekok oleh ekstrak mahoni dengan dosis 300 mg/kg BB sebelum dan setelah peningkatan kolesterol darah adalah 127.43±56.24 mg/dL dan 249.53±82.57 mg/dL (Gambar 9). Sementara konsentrasi kolesterol darah setelah diberi ekstrak kulit kayu mahoni adalah 220.00±25.16. Hasil analisis penurunan konsentrasi kolesterol sebesar 17.53% dari minggu sebelumnya, dan konsentrasinya lebih besar 3.52% terhadap kelompok normal pada minggu ke-7 (Gambar 10). Bila dibandingkan dengan kelompok normal, secara statistik konsentrasi kolesterol darah tikus yang dicekok ekstrak kulit kayu mahoni ini tidak signifikan. Hal ini berarti ekstrak kulit kayu mahoni memiliki kemampuan untuk menurunkan konsentrasi kolesterol darah. Konsentrasi kolesterol darah kelompok E2, secara statistik signifikan bila dibandingkan terhadap konsentrasi kolesterol darah kelompok HK. Pada kelompok E2 terlihat adanya aktivitas ekstrak kulit kayu mahoni dalam menurunkan konsentrasi kolesterol darah (17.53%). Kemampuan ekstrak kulit kayu mahoni dalam menurunkan konsentrasi kolesterol darah diduga karena adanya senyawa-senyawa fitokimia yang terkandung dalam ekstrak kulit kayu mahoni. Ekstrak kulit kayu mahoni yang dipergunakan diketahui mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, dan triterpenoid (Ningsih 2010). Flavonoid yang terkandung pada ekstrak termasuk ke dalam kelompok flavon dan flavonol. Ningsih (2010) melaporkan bahwa konsentrasi flavonoid yang terkandung adalah setara dengan 0.0402% (b/b) kuersetin, kuersetin merupakan senyawa golongan flavonol yang paling aktif dan umumnya terdapat pada tanaman. Flavonoid dilaporkan mempunyai kontribusi untuk menurunkan resiko penyakit jantung koroner terkait dengan kemampuannya untuk menurunkan kolesterol dan trigliserida pada serum darah tikus (Monforte et al. 1995). Selain itu beberapa senyawa flavonoid (asam tanat dan rutin) mampu menghambat kenaikan kolesterol total darah masingmasing 35.23 % dan 20.63% terhadap tikus putih hiperkolestrolemia selama 6 minggu (Park et al. 2002). Tanin di dalam tubuh berkhasiat mengendapkan mukosa protein yang ada pada permukaan usus halus, sehingga dapat mengurangi