Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014 Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Medan, 6 Nopember 2014
ISBN 978-602-19559-7-0
KORELASI PERTAMBANGAN EMAS TRADISIONAL TERHADAP KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT: Kasus di Kabupaten Madina (Sumut) Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana Balai Penelitian Kehutanan Aek Nauli Jln. Raya Parapat Km.10,5 Desa Sibaganding Parapat, Sumatera Utara E-mail:
[email protected] dan
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan korelasi antara pertambangan emas tradisional terhadap keadaan sosial ekonomi masyarakat di Kabupaten Madina, Sumatera Utara. Sampel penelitian diambil pada Huta Bargot Dolok, dengan mengambil responden secara purposive terhadap masyarakat yang terlibat pada pertambangan emas tradisional. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan analisis korelasi Spearman, yakni dengan menguji kekuatan korelasi variabel bebas (Xi), yakni usia, lama tinggal, pendidikan dan pendapatan terhadap varibel dependen (Yi) yakni persepsi responden akan perubahan sosial ekonomi sebagai dampak dari adanya pertambangan emas. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat pendapatan merupakan faktor yang berkorelasi positif terhadap persepsi, yang berarti semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka persepsinya akan semakin positif terhadap dampak pertambangan emas tradisional bagi perubahan sosial ekonomi masyarakat. Faktor lain seperti umur, lama tinggal dan tingkat pendidikan tidak signifikan korelasinya terhadap persepsi masyarakat.Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai data dan informasi awal untuk kajian lebih dalam mengenai kelestarian daerah penyangga taman nasional, dengan memasukkan faktor sumber daya alam dan manusia sebagai faktor penentunya. Kata-kata kunci: korelasi Spearman, pertambangan, sosial, ekonomi, Madina.
I.PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Kawasan Taman Nasional Batang Gadis (TNBG) merupakan kawasan hutan konservasi. Sebagai fungsi konservasi keberadaan dan kondisi hutan mempengaruhi pengawetan keanekaragaman flora-fauna dan ekosistemnya.
Tantangan yang
dihadapi oleh hampir semua fungsi kawasan hutan adalah dalam perlindungan dan pengelolaannya.
Pengelolaan
hutan
selalu
ditujukan
untuk
meningkatkan
produktivitas dengan prinsip kelestarian ekosistem. Produktivitas diukur tidak hanya berdasarkan hasil hutan kayu tetapi dari seluruh aspek fungsi hutan dan kepentingan. Banyak pihak terutama pengelola atau yang diberikan kewenangan dalam pengelolaan kehutanan tidak menyadari bahwa masyarakat sekitar hutan merupakan
bagian
dari
ekosistem
1 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
yang
berpengaruh
terhadap
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
kelangsungan/kelestarian dari hutan tersebut. Jika terjadi hubungan yang kurang baik diantara aspek tersebut akan menimbulkan konflik atau dampak. Demikian halnya yang terjadi di sekitar kawasan TNBG, salah satu faktor terjadinya degradasi hutan di sekitar kawasan penyangga TN.Batang Gadis adalah adanya tambang emas tradisional (rakyat). Kegiatan penambangan ini, secara ekologi dan sosial ekonomi akan memberikan dampak kepada masyarakat setempat atau lokal. Salah satu dampak sosial ekonomi adalah kesempatan kerja dan berkembangnya perekonomian masyarakat setempat. Namun demikian besar kecilnya dampak tersebut sangat bergantung kepada kepedulian dan kesiapan sumberdaya manusia dari masyarakat sekitar dalam memanfaatkan potensi yang ada. Pada umumnya dampak terjadinya perubahan sosial ekonomi akibat adanya suatu pembangunan adalah masyarakat lokal akan tersingkir oleh pendatang dalam memanfaatkan peluang. Saat ini, di Desa Huta Bargot telah marak dengan tambang emas rakyat yang terletak di kawasan hutan masyarakat dan diduga ada penambang ilegal yang masuk ke dalam kawasan hutan yang merupakan zona penyangga dari TNBG. Kegiatan penambangan emas ini berpotensi menimbulkan dampak postif dan negatif terhadap sosial ekonomi masyarakat sekitar. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian untuk mengetahui dampak pertambangan rakyat di kawasan penyangga TNBG terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat. 1.2. Tujuan Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak pertambangan rakyat di kawasan penyangga TNBG terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat. II. METODE PENELITIAN 2.1. Lokasi, Waktu dan Rancangan Penelitian. Penelitian dilakukan di Kecamatan Huta Bargot pada tahun 2012, dengan mengambil sampel di Desa Huta Bargot Dolok yang melakukan pertambangan emas. Data dan informasi yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan sekunder. Pengambilan data primer mencakup perubahan sosial ekonomi masyarakat pada lokasi/desa terpilih. Responden dipilih secara purposif terhadap pelaku (penambang) dengan basis kepala keluarga sebanyak 10 % dari seluruh
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
|2
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
keluarga yang terdapat di desa tersebut. Setiap responden diwawancara secara mendalam menggunakan kuisioner. Untuk melengkapi data primer, dilakukan pengumpulan data sekunder dari instansi-instansi dan lembaga terkait seperti Dinas Kehutanan Kabupaten, Dinas Pertambangan, dan Balai Taman Nasional Batang Gadis. Data sekunder berupa data dan informasi yang telah terdokumentasi oleh pihak-pihak terkait baik berupa dokumentasi laporan, program, hasil penelitian, kebijakan, peraturan maupun kesepakatan tertulis. 2.2. Analisis Data. Dampak pertambangan emas pada ekonomi regional pada lokasi penelitian dianalisis dengan menggunakan data sumbangan sektoral pertambangan bagi perekonomian daerah yakni dengan PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Kemudian untuk menganalisis dampak pertambangan emas tradisional di lokasi penelitian terhadap rumah tangga penduduk di lokasi penelitian dilakukan analisis deskriptif individu (rumah tangga) pelaku. Parameter yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah parameter-parameter sosial ekonomi seperti usia, lama bermukim,
tingkat
pendidikan
dan
tingkat
pendapatan
responden
serta
hubungannya terhadap persepsi responden dalam merespon perubahan sosial ekonomi yang terjadi di desanya. Perubahan
sosial
ekonomi
yang
dialami
responden
diukur
dengan
menggunakan skala Likert, di mana responden dinilai persepsinya terhadap berbagai perubahan yang terjadi baik secara ekonomi maupun sosial pada individu, keluarga dan lingkungan sosialnya. Hasil analisis disajikan dengan metode tabulasi dan dianalisis secara deskriptif. Karakteristik individu diyakini berkorelasi dengan persepsi individu terhadap perubahan sosial ekonomi yang dialaminya. Korelasi tersebut diukur dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman, untuk melanjutkan pengolahan data hasil wawancara. Perhitungan korelasi Rank Spearman dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Prayitno, 2008): 1. Nilai pengamatan dari dua variabel yang akan diukur hubungannya diberi urutan atau ranking. Jika ada nilai pengamatan yang sama dihitung urutan rata-ratanya. 2. Setiap pasangan urutan dihitung perbedaannya.
3 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
3. Perbedaan
setiap
pasangan
urutan
tersebut
dikuadratkan
jumlahnya, kemudian dihitung nilai rs nya. Koefisien
dan
dihitung
korelasi Spearman (rs)
dihitung dengan rumus berikut:
Keterangan : di = selisih dari pasangan rank ke i; n = banyaknya pasangan rank. Interpretasi koefisien korelasi urutan Spearman (rs), diartikan sebagai berikut: 1). Jika rs = 0,50 - 1.00 (ada korelasi yang kuat antar variabel yang diuji) 2). Jika rs = 0.00 - 0.49 (ada korelasi yang rendah antar varibel yang diuji) 3). Jika rs = 0 (tidak ada korelasi) 4). Jika rs = 1 (ada korelasi yang sempurna) 5). Tanda positif atau negatif menunjukkan arah korelasi. 4. Pengujian Hipotesis rs. Pengujian hipotesis dilakukan dengan menggunakan distribusi t . Prosedur pengujiannya sebagai berikut : 1). Menentukan formulasi hipotesis Ho : tidak ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya. H1 : ada hubungan antara urutan variabel yang satu dengan urutan dari variabel lainnya. 2).
Menentukan taraf nyata ∝
dan nilai �s tabel. Taraf nyata dan nilai �s
tabel ditentukan sesuai dengan besar n ≤ 30. 3). Menentukan kriteria pengujian. - Ho diterima apabila - Ho ditolak apabila 4). Menentukan nilai uji statistik. Merupakan nilai rS itu sendiri. 5). Membuat kesimpulan, apakah menolak atau menerima Ho. Untuk
sampel
besar ( n > 10 ) nilai uji statistikanya dihitung dengan rumus :
Dalam penelitian ini beberapa faktor yang diduga saling berkorelasi adalah faktor-faktor karakteristik sosial ekonomi responden (Xi) dengan persepsi mereka
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
|4
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
terhadap perubahan sosial ekonomi (Yi). Faktor-faktor berupa karakteristik sosial ekonomi tersebut berupa umur, lama tinggal, tingkat pendidikan dan tingkat pendapatan responden, dengan masing-masing hipotesis (Ho) sebagai berikut: 1. Terdapat
korelasi
antara
umur
responden
dengan
persepsinya
akan
perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan emas. 2. Terdapat korelasi antara lama tinggal responden tinggal di lokasi penelitian dengan persepsinya akan perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan emas. 3. Terdapat korelasi antara tingkat pendidikan responden dengan persepsinya akan perubahan sosial ekonomi akibat adanya pertambangan emas. 4. Terdapat korelasi antara tingkat pendapatan responden dengan persepsinya akan perubahan sosial ekonomi akibat adanya pertambangan emas. III. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian. Penelitian dilakukan di Desa Huta Bargot Dolok, Kecamatan Huta Bargot, Kabupaten Mandailing Natal. Desa Huta Bargot Dolok secara administratif mempunyai wilayah seluas 1.871, 92 ha (16,11 % dari luas total Kecamatan Huta Bargot) menurut BPS Kabupaten Madina, 2011. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran di dekat dengan aliran Sungai Batang Gadis dan Bukit Barisan. Oleh karena itu dalam klasifikasi kawasan Taman Nasional Batang Gadis, desa ini merupakan salah satu bagian dari kawasan penyangga Taman Nasional Batang Gadis (Ikhsan, dkk, 2005). Gambaran umum Desa Huta Bargot Nauli disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Kondisi Umum Biofisik dan Sosial Ekonomi Desa Huta Bargot Nauli. No
Parameter Biofisik dan Sosial Ekonomi
Nilai
1 2
Jarak ke ibukota kecamatan Luas wilayah
3 km 1.871,92 ha
3
Jumlah penduduk
435 jiwa (138 KK)
4
Suku mayoritas
Mandailing
5
Pendidikan tertinggi mayoritas
SLTA
6
Rata-rata jumlah anggota keluarga
3,15 orang
7
Mata pencaharian mayoritas
Pertanian
8
Komoditi pertanian mayoritas
Karet
Sumber: Kecamatan Huta Bargot Dalam Angka, 2011; Kepala Desa Huta Bargot Nauli, 2012; diolah.
5 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
Penduduk Desa Huta Bargot Dolok mayoritas merupakan suku Mandailing yang juga merupakan suku terbanyak yang mendiami Kabupaten Mandailing Natal. Jumlah penduduk pada tahun 2010 adalah sebanyak 435 jiwa atau 138 kepala keluarga, yang berarti jumlah anggota keluarga rata-rata sebesar 3.15 orang yang termasuk dalam kategori keluarga kecil. Penduduk mayoritas bermata pencaharian pertanian, dengan tanaman utama pohon karet.
Aksessibilitas termasuk mudah,
bahkan dari ibukota kabupaten, yakni kota Panyabungan, Desa Huta Bargot Dolok dapat ditempuh dengan kendaraan lebih kurang 30 menit. Fasilitas pendidikan yang tersedia di desa hanya Sekolah Dasar, sehingga untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi, penduduk desa bersekolah di kota kecamatan atau ke luar desa. Sarana kesehatan terbatas, yakni hanya poliklinik desa dan posyandu sebanyak 2 unit, namun demikian akses kesehatan mudah dijangkau ke kota Panyabungan. Sarana perekonomian adalah pasar yang berada di kota kecamatan, serta beberapa warung kebutuhan sehari-hari di desa. Penduduk menjual hasil pertanian di desa tersebut, di mana pembeli langsung datang ke desa, atau ke pedagang penampung di kota Panyabungan. Fasilitas sosial masyarakat adalah berupa lembaga-lembaga adat dan lembaga keagamaan. Masyarakat yang mayoritas beragama Islam banyak melakukan kegiatan sosial melaui wadah yang difasilitasi lembaga keagamaan baik inisiatif masyarakat sendiri maupun oleh pemerintah. 3.2. Gambaran Umum Usaha Pertambangan. Pertambangan emas tradisional dilakukan di lahan milik masyarakat yang berdekatan dengan lahan tambang milik PT Sorik Mas Mining. Lahan definitif tambang emas PT Sorik Mas Mining berdasarkan Perpu No 1 tahun 2004 adalah sebesar 106.626 ha (Susanto, 2006). Dampak keberadaan tambang Sorik Mas Mining adalah terbukanya kesempatan kerja bagi masyarakat lokal dan peluang penambangan emas di lahan masing-masing petani (masyarakat) yang berada di sekitar lokasi pertambangan emas milik PT Sorik Mas Mining karena diduga juga mempunyai kandungan bijih emas. Kegiatan ini dimulai sekitar sepuluh tahun terakhir melalui adopsi teknologi dan sistem pertambangan tradisional (atau sering disebut sebagai pertambangan emas tanpa ijin-PETI) di Jawa. Bahkan beberapa tenaga penambang juga didatangkan dari Jawa sebagai upaya transfer ilmu pengetahuan pertambangan kepada masyarakat lokal.
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
|6
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
Dari data PDRB Kabupaten Mandailing Natal (BPS Kabupaten Madina,
2011),
sumbangan sektor pertambangan terhadap PDRB pada kurun waktu 2006 sampai dengan 2010 terus mengalami peningkatan (dari Rp 35,860 milyar
tahun 2006
menjadi Rp 48,150 milyar pada tahun 2010) yang berarti terdapat kenaikan kontribusi pertambangan terhadap perekonomian daerah sebesar 34.27 % dalam kurun waktu 5 tahun. Padahal hasil pertambangan yang tercatat pada PDRB Kabupaten tersebut hanya dari sektor pertambangan (emas) resmi saja. Pekerjaan penambangan emas merupakan pekerjaan sampingan dari masyarakat desa Huta Bargot Dolok, selain mengandalkan mata pencaharian pada bidang pertanian yakni perkebunan karet. Perkebunan karet merupakan mata pencaharian turun temurun (Ikhsan, et al, 2005) dan merupakan upaya pemanfaatan lahan yang umum dilakukan masyarakat di sekitar daerah penyangga Taman Nasional Batang Gadis (Siregar, 2011). Kegiatan pertambangan emas melibatkan beberapa tingkatan pekerjaan dan keahlian, yang jaringannya dapat digambarkan seperti pada Gambar 1 berikut.
Gambar 1. Jaringan Kerja Pertambangan Emas Tradisional di Desa Huta Bargot Dolok.
7 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
3.3. Dampak Sosial Ekonomi Pertambangan Emas Tradisional. Dampak sosial ekonomi pertambangan dilakukan dengan wawancara terstruktur terhadap responden yang dipilih secara purposive.
Basis pemilihan
responden adalah kepala keluarga sebanyak lebih dari 10% (20 KK) dari populasi kepala keluarga (138 KK) dengan kriteria terlibat dalam proses pertambangan emas tradisional (seperti pada Gambar 1) dan dengan latar belakang pendidikan yang dapat memahami dan mengisi kuisioner yang diadaptasi dari Sukmara and Crawford, 2002; Pasaribu, 2010 dan adalah laki-laki (90 %),
Jagger, et al., 2011. Mayoritas responden
karena dalam budaya Mandailing laki-laki
banyak yang bersosialisasi ke masyarakat luar.
yang lebih
Berdasarkan sebaran usia,
responden sebagian besar berada pada kisaran umur 31 - 40 tahun (50 %), yang diikuti oleh kelompok usia 41 - 50 tahun (30 %) dan lebih besar atau sama dengan 51 tahun (20 %). Sehingga dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebagian besar responden berada pada kelompok usia produktif, yakni 35-50 tahun. Berdasarkan pendidikan terakhir yang ditempuh, sebaran responden penelitian di Desa Huta Bargot Dolok mayoritas adalah pada tingkat SD (45 %) yang diikuti oleh SLTA (30 %) dan SLTP (25%). Keterbatasan fasilitas pendidikan yang tersedia di desa dan kecamatan mengakibatkan tingkat pendidikan responden juga terbatas, sehinga peluang mata pencaharian juga terbatas. Untuk sebaran mata pencaharian responden, semua responden mengaku berwiraswasta, atau dalam hal ini pertanian. Pertanian karet merupakan warisan turun temurun dan setelah adanya pertambangan emas tradisional, maka responden melakukannya sebagai alternatif pekerjaan untuk memperoleh tambahan penghasilan. Bidang pekerjaan yang dilakoni yang berkaitan dengan pertambangan pun beraneka ragam, yakni sebagai tenaga pembantu penambang, pengangkut dan pengolah. Tingkat pendapatan responden yang diteliti dapat dibedakan menjadi dua bagian, yakni sebelum adanya pertambangan emas tradisional dan setelahnya. Kisaran pendapatan responden per bulan tersebut disajikan pada Tabel 2 berikut.
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
|8
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
Tabel 2. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendapatan. No
Tingkat pendapatan per bulan (Rupiah)
Sebelum pertambangan emas Jumlah Persentase (orang) 4 20,00 9 45,00
Setelah pertambangan emas Jumlah Persentase (orang) 0 0,00 0 0,00
1 2
500.001 - 750.000 750.001 - 1.000.000
3
1.000.001 - 1.250.000
1
5,00
0
0,00
4
1.250.001 - 1.500.000
3
15,00
1
5,00
5
1.500.001 - 1.750.000
1
5,00
1
5,00
6
1.750.001 - 2.000.000
2
10,00
2
10,00
7
2.000.001 atau lebih
0
0,00
16
80,00
20
100,00
20
100,00
Jumlah
Sumber: Data primer diolah, 2012. Dari Tabel 2 terlihat bahwa tingkat pendapatan responden meningkat, setelah adanya tambahan penghasilan berupa upah dari pekerjaan yang berkaitan dengan proses pertambangan emas tradisional.
Tingkat pendapatan per bulan
responden sebelum adanya pertambangan emas mayoritas (65 %) berada pada kelas pendapatan Rp. 500.001 sampai dengan Rp. 1.000.000 per bulan. Setelah adanya pertambangan emas, maka tingkat pendapatan mayoritas responden bergeser menjadi mayoritas (80%) berada pada tingkatan Rp. 2.000.000 atau lebih. Hal ini dikarenakan oleh terbukanya kesempatan kerja dan penghasilan dari pekerjaan pertambangan emas dan sektor terkait. Hal yang sama juga ditemukan oleh
Pasaribu,
2010
yang
melakukan
penelitian
dampak
sosial
ekonomi
pertambangan emas di Batang Toru, Tapanuli Tengah, di mana kegiatan pertambangan emas resmi di lokasi tersebut membuka kesempatan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat, terutama karena efek multiplier dari kegiatan pertambangan emas. Begitu juga dengan hasil penelitian Refles, 2012 di Sumatera Barat, terbukti bahwa kegiatan pertambangan emas tradisional membuka kesempatan kerja dan tambahan penghasilan bagi masyarakat. Perubahan sosial ekonomi masyarakat dapat diukur dari besaran kuantitatif yang terkait dengan aspek sosial ekonomi tersebut maupun dari persepsi masyarakat akan keadaan sosial ekonomi hidupnya akibat adanya program, kegiatan, teknologi maupun aspek-aspek yang baru lainnya dalam masyarakat (Hastuti, et al., 2004; Pasaribu, 2010dan Refles, 2012).
Dampak kegiatan
pertambangan emas di Desa Huta Bargot Dolok diukur dengan menggunakan penilaian (skoring) atas persepsi masyarakat mengenai keadaan sosial ekonomi di
9 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
desa mereka sebelum dan sesudah adanya pertambangan emas yang hasilnya disajikan pada Tabel 3 dan 4. Indikator pertama dari sepuluh indikator mengenai persepsi masyarakat Desa Huta Bargot Dolok tentang perubahan sosial yang terjadi di daerah mereka adalah mengenai sarana pendidikan. Dari seluruh responden, 85 % menyatakan bahwa sarana pendidikan di desa mereka belum berubah, dan secara fisik diperlihatkan oleh fasilitas pendidikan yang tersedia hanyalah sekolah dasar. Demikian juga dengan kualitas tenaga pendidik, 85 % responden menyatakan bahwa kualitas tenaga pendidik tidak mengalami perubahan. Tabel 3. Penilaian Responden Atas Dampak Sosial Pertambangan Emas. Skor (Persentase) No 1
Pernyataan Ketersediaan sarana pendidikan bertambah.
SS 0,00
S 15,00
KS 60,00
TS 25,00
2
Terjadi kualitas peningkatan tenaga pendidik.
0,00
15,00
60,00
3
Kemampuan untuk memenuhi uang sekolah anak lebih baik. Kemampuan membeli buku-buku sekolah anak lebih baik. Kemampuan untuk memenuhi biaya sekolah lain anak lebih baik. Ketersediaan sarana kesehatan bertambah.
15,00
85,00
10,00
Kemampuan memenuhi kebutuhan kesehatan keluarga lebih baik. Kemampuan mengikuti kegiatan sosial termasuk adat istiadat menjadi lebih baik. Kemampuan memenuhi biaya sosial kemasyarakatan (binaan pemerintah) menjadi lebih baik. Terjadi peningkatan kualitas kehidupan keluarga.
4 5 6 7 8 9 10
STS 0
Total 100,00
25,00
0,00
100,00
0,00
0,00
0,00
100,00
90,00
0,00
0,00
0,00
100,00
10,00
90,00
0,00
0,00
0,00
100,00
0,00
15,00
65,00
20,00
0,00
100,00
15,00
80,00
5,00
0,00
0,00
100,00
5,00
80,00
10,00
0,00
5,00
100,00
5,00
65,00
20,00
10,00
0,00
100,00
40,00
50,00
10,00
0,00
0,00
100,00
Sumber: Data primer, diolah, 2012. Keterangan: SS = sangat setuju, S = setuju, KS = kurang setuju, TS = tidak setuju, STS = sangat tidak setuju.
Perubahan kondisi sosial terjadi pada keluarga masyarakat, yang ditunjukkan oleh
kemampuan
mayarakat
dalam
mengakses
pendidikan
dan
sarana
pendukungnya, yang ditunjukkan oleh butir pertanyaan nomor 3, 4 dan 5 pada wawancara
dengan
responden.
Secara
mayoritas,
responden
menyatakan
kemampuan mereka untuk membeli buku-buku pelajaran sekolah anak, memenuhi biaya uang sekolah dan memenuhi biaya sekolah lainnya untuk anak-anak mereka menjadi lebih baik. Hal ini ditunjukkan oleh jawaban responden atas ketiga pertanyaan tersebut, 100 % jawaban responden menyatakan setuju atau sangat setuju untuk adanya perbaikan kondisi sosial rumah tangga mereka, sehingga mengakibatkan penduduk dapat mengakses pendidikan anak secara lebih baik.
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
| 10
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
Di bidang kesehatan, menurut responden tidak terdapat perubahan pada keberadaan fasilitas dan sarana kesehatan setelah adanya pertambangan. Hal ini berbeda dengan temuan Pasaribu, 2011 di Kecamatan Batang Toru, fasilitas kesehatan mengalami peningkatan, karena perusahaan melakukan program CSR (Corporate Social Responsibility). Berbeda halnya dengan di Desa Huta Bargot Dolok, belum tersentuh oleh program CSR dari perusahaan tambang emas Sorik Mas Mining. Namun demikian, menurut responden, masyarakat di Desa Huta Bargot Dolok menjadi lebih mudah untuk mengakses fasilitas kesehatan setelah adanya pertambangan tradisional di desa mereka. Peningkatan pendapatan dan interaksi dengan pendatang mengakibatkan masyarakat lebih mempunyai kemampuan ekonomi untuk mengakses fasilitas kesehatan, yang ditunjukkan oleh jawaban mereka atas pertanyaan yang berkaitan. Demikian juga untuk kemampuan masyarakat untuk mengikuti kegiatan sosial baik itu kegiatan sosial atas inisiatif masyarakat seperti adat istiadat (pertanyaan nomor 8) maupun atas binaan pemerintah (pertanyaan nomor 9). Mayoritas responden memberikan respon positif atas kedua pertanyaan ini, sehinga dapat dinyatakan bahwa kemampuan masyarakat untuk mengikuti kegiatan sosial menjadi lebih baik setelah adanya pertambangan emas tradisional. Hasil penelitian pada seluruh aspek sosial dicerminkan oleh butir pertanyaan nomor 10 pada aspek sosial ini. Mayoritas responden (90 %) menyatakan bahwa kualitas kehidupan mereka secara sosial menjadi lebih baik. Dampak ekonomi pertambangan emas tradsional di Desa Huta Bargot Dolok dilihat melalui sepuluh kategori pertanyaan terkait bidang ekonomi. Distribusi jawaban responden atas pertanyaan tersebut disajikan pada Tabel 4. Pertanyaan nomor 1, 2 dan 3 pada kuisioner penelitian ini berkaitan dengan kesempatan kerja dan peluang tambahan penghasilan dari pertambangan emas tradisional di Desa Huta
Bargot
Dolok.
Dari
jawaban
responden
dapat
disimpulkan
bahwa
pertambangan emas membuka peluang kerja bagi masyarakat desa, terutama bagi yang berada pada usia produktif, yang meliputi pekerjaan sebagai pemodal usaha tambang, penambang, pengangkut, pengolah dan pedagang hasil tambang. Mayoritas responden (90%) menganggap bahwa pekerjaan yang berkaitan dengan pertambangan emas tradisional ini telah menjadi sumber mata pencaharian utama untuk saat ini. Masyarakat yang sebelumnya mengandalkan hidup dari pertanian karet merasa mendapatkan kesempatan ekonomi yang lebih bagus dengan adanya
11 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
pertambangan emas.
Namun demikian, mereka tidak sama sekali meninggalkan
pertanian,
ke
peralihan
pertambangan
emas
tradisional
dilakukan
sambil
meremajakan tanaman karet. Tabel 4. Penilaian Responden Atas Dampak Ekonomi Pertambangan Emas. Skor (Persentase) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Pernyataan Usaha pertambangan membuka kesempatan kerja di daerah ini. Usaha pertambangan menjadi mata pencaharian utama. Usaha pertambangan menjadi mata pencaharian tambahan. Usaha pertambangan memberikan penghasilan yang lebih besar daripada pekerjaan sebelumnya. Usaha pertambangan menambah pendapatan
SS 80,00
S 20,00
KS 0,00
TS 0,00
20,00
70,00
5,00
0,00
45,00
45,00
Pertambangan meningkatkan aktivitas ekonomi yang sudah ada sebelumnya di daerah ini. Usaha pertambangan menumbuhkan peluang usaha lain di daerah ini. Usaha sebelum adanya pertambangan dapat memenuhi semua kebutuhan rumah tangga. Usaha pertambangan mengakibatkan terpenuhinya semua kebutuhan rumah tangga. Usaha pertambangan mengakibatkan ada atau meningkatnya tabungan rumah tangga.
STS 0
Total 100,00
5,00
0,00
100,00
55,00
0,00
0,00
100,00
55,00
0,00
0,00
0,00
100,00
25,00
75,00
0,00
0,00
0,00
100,00
45,00
55,00
0,00
0,00
0,00
100,00
30,00
70,00
0,00
0,00
0,00
100,00
5,00
50,00
45,00
0,00
0,00
100,00
0,00
95,00
5,00
0,00
0,00
100,00
5,00
90,00
0,00
0,00
0,00
100,00
Demikian juga dengan keterkaitan usaha pertambangan dengan aktivitas ekonomi lain di desa (pertanyaan nomor 6 dan 7). Mayoritas responden (100%) menyatakan setuju atau sangat setuju dengan pernyataan bahwa pertambangan emas dapat menghidupkan aktivitas ekonomi sebelumnya dan aktivitas ekonomi lain di Desa Huta Bargot Dolok. Keterkaitan pertambangan ini terkait dengan sektor lain yakni seperti usaha rumah makan, warung kebutuhan sehari-hari, peralatan pertambangan, bahan bakar, bahkan penjualan kendaraan terutama roda dua yang lebih banyak digunakan sebagai alat transportasi hasil tambang. Terkait dengan pemenuhan kebutuhan ekonomi rumah tangga (pertanyaan nomor 8, 9 dan 10), responden juga menganggap pertambangan emas tradisional memberikan dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan ekonomi. Setelah adanya pertambangan emas, maka 95% responden menyatakan bahwa kebutuhan mereka dapat terpenuhi serta memberikan kesempatan menabung bagi masyarakat. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa usaha pertambangan emas tradisional memberikan kemampuan ekonomi yang lebih baik bagi masyarakat Desa Huta Bargot Dolok terutama untuk penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan dan pemenuhan kebutuhan (konsumsi) serta tabungan. Temuan ini
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
| 12
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
sama dengan temuan Pasaribu, 2011 dan Refles 2012, yakni secara ekonomis pertambangan emas dapat memberikan kehidupan yang lebih baik di sekitarnya. Analisis lebih lanjut adalah analisis mengenai keterkaitan beberapa perubahan sosial ekonomi yang merupakan hasil persepsi responden dengan faktorfaktor yang diduga mempengaruhi persepsi masyarakat tersebut.
Faktor-faktor
yang diduga mempengaruhi penilaian masyarakat akan perubahan sosial ekonomi sebagai dampak dari keberadaan pertambangan diidentifikasi sebagai umur, lama tinggal di lokasi penelitian, tingkat pendidikan dan pendapatan responden. Ringkasan hasil analisis tersebut disajikan pada Tabel 5. Tabel 5. Analisa Korelasi Rank Spearman Dengan Faktor Sosial Ekonomi Responden. No
Indikator
Koefisien Rank Spearman -0,19
t hitung
t tabel (α = 0.10)
-0,79851
0,377
Korelasi lemah
Kesimpulan
1
Umur
2
Lama tinggal
-0,12
-0,52228
0,377
Korelasi lemah
3
Tingkat pendidikan
0,10
0,40698
0,377
Korelasi lemah
4
Tingkat pendapatan
0,59
179,570
0,377
Korelasi kuat
Dari penelitian yang dilakukan di Desa Huta Bargot Dolok, terlihat pada Tabel 5 bahwa faktor umur responden mempunyai nilai koefisien korelasi Rank Spearman sebesar -0,19; t hitung = -0,79851 dan t tabel = 0,377 untuk tingkat kepercayaan pada level 90 %, yang berarti bahwa faktor umur mempunyai korelasi yang lemah dengan persepsi terhadap perubahan sosial ekonomi akibat keberadaan tambang emas. Hal ini berarti perbedaan umur bukan merupakan faktor signifikan sebagai pembeda persepsi responden terhadap perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan tradisional. Demikian juga dengan faktor lama tinggal dan tingkat pendidikan.
Jadi, dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa perbedaan umur,
lama tinggal dan tingkat pendidikan tidak mempunyai korelasi yang kuat terhadap perbedaan persepsi mengenai perubahan sosial ekonomi akibat pertambangan emas di Desa Huta Bargot Dolok. Faktor terakhir yang diteliti adalah faktor tingkat pendapatan responden. Nilai koefisien korelasinya adalah 0,59; t hitung = 1,79570 dan t tabel = 0,377 (α=0,10). Hal ini berarti faktor tingkat pendapatan responden mempunyai korelasi yang kuat terhadap persepsi responden akan perubahan sosial ekonomi yang signifikan pada tingkat kepercayaan 90 %, bahkan signifikan juga pada tingkat
13 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
kepercayaan 99 % (nilai t tabel pada α = 0,01 adalah sebesar 0,591). Dengan demikian semakin tinggi tingkat pendapatan responden, maka semakin positif persepsi mereka akan perubahan sosial ekonomi termasuk kualitas kehidupan mereka yang diyakini sebagai akibat dari adanya pertambangan emas tradisional di Desa Huta Bargot Dolok. Dari hasil wawancara juga terbukti bahwa pertambangan emas memberikan peluang kerja yang lebih baik bagi responden, menjadi mata pencaharian
utama
serta
memberikan
peluang
untuk
pemenuhan
seluruh
kebutuhan ekonomi repsonden dan kemungkinan penyediaan tabungan. Sektor pertambangan tradisional juga membawa dampak positif bagi pemenuhan kebutuhan sosial, ketika porsi pendapatan dari sektor tersebut dipergunakan untuk memenuhi kebutuhan akan akses terhadap pendidikan anak, kesehatan dan kebutuhan sosial lainnya.
Oleh karena itu, pengaruh pertambangan emas
tradisional bagi masyarakat Desa Huta Bargot Dolok sampai saat ini masih positif untuk perbaikan kualitas hidup masyarakat di desa tersebut. IV. KESIMPULAN DAN SARAN 4.1. Kesimpulan. Berdasarkan penelitian mengenai dampak sosial ekonomi pertambangan emas tradisional di Desa Huta Bargot Dolok yang termasuk dalam wilayah daerah penyangga Taman Nasional Batang Gadis diperoleh kesimpulan bahwa secara sosial ekonomi kualitas kehidupan masyarakat semakin baik pada masa sekarang ini. Secara ekonomi perbaikan kehidupan diperoleh dari terbukanya peluang kerja sebagai sumber mata pencaharian utama sebagai pengganti pertanian karet yang sekarang ini sedang dalam tahap peremajaan. Peluang pekerjaan tersebut meliputi investasi atau pemodal, penambang, transportasi, pengolah dan pedagang hasil tambang.
Perubahan ekonomi masyarakat juga terjadi pada peningkatan
pendapatan rumah tangga, peningkatan aktivitas ekonomi kawasan serta peluang tabungan rumah tangga. Perubahan kemampuan ekonomi juga diikuti dengan perubahan sosial di masyarakat di mana masyarakat semakin dapat mengakses kebutuhan akan pendidikan anak, kesehatan dan pemenuhan kebutuhan sosial baik atas inisiatif masyarakat maupun kegiatan sosial binaan pemerintah. Salah satu dampak sosial negatif keberadaan tambang emas di desa tersebut adalah karena semakin
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
| 14
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
sempitnya waktu yang tersedia bagi masyarakat untuk melaksanakan upacara adat budaya tradisional karena keterlibatan masyarakat di pertambangan membutuhkan waktu yang lebih banyak. Dari hasil analisis terhadap faktor-faktor yang diduga mempengaruhi korelasi antara faktor sosial ekonomi masyarakat dengan persepsi mereka akan perubahan sosial ekonomi akibat adanya pertambangan emas tradisional diperoleh kesimpulan tingkat pendapatan merupakan faktor yang berkorelasi positif terhadap persepsi, yang berarti semakin tinggi tingkat pendapatan seseorang, maka persepsinya akan semakin positif terhadap dampak pertambangan emas tradisional bagi perubahan sosial ekonomi masyarakat.
Faktor lain seperti umur, lama tinggal dan tingkat
pendidikan tidak signifikan korelasinya terhadap persepsi mayarakat. 4.2. Saran. Penelitian ini lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji keterkaitan antara faktor-faktor biofisik daerah penyangga terhadap perubahan sosial ekonomi masyarakat akibat pertambangan emas
tradisional, mengingat lokasi penelitian
yang merupakan daerah penyangga bagi keberadaan TNBG.
Hasil penelitian ini
juga dapat digunakan sebagai data dan informasi awal untuk kajian lebih dalam mengenai kelestarian daerah penyangga taman nasional, dengan memasukkan faktor sumber daya alam dan manusia sebagai faktor penentunya.
15 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
Alfonsus H. Harianja dan Asep Sukmana
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandailing Natal. 2011. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Mandailing Natal Tahun 2006 - 2010. Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Mandaliling Natal. 2012. Kecamatan Huta Bargot Dalam Angka 2011. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mandailing Natal. 2012. Kabupaten Mandailing Natal Dalam Angka, 2011. Hastuti, J. Harjono, S. Sumarto, A. Suharyadi, S.K. Rahayu, B. Soelaksono, D. Perwira, D. Suryadarma, N. Toyamah, R.P.Artha, R.Filaili, S. Budiyati, W. Munawar, W. Widyanti, B.C. Hadi, M. Sintia, H. Marsono, Mardianti dan Supriyadi. 2004. Evaluasi Dampak Sosial-ekonomi Proyek Pengembangan Wilayah Berbasis Pertanian Sulawesi (SAADP): Pelajaran dari Program Kredit Mikro di Indonesia. Lembaga Penelitian SMERU. Jakarta. 131 pp. Diakses dari http://www.smeru.or.id/report/research/saadp/saadp_ind.pdf pada tanggal 6 Agustus 2012. Ikhsan, E., Z. Lubis, Arif, M. Ritonga, S. Siregar, Y. Melvani, Yusriwiyati. 2005. Dari Hutan Rarangan ke Taman Nasional: Potret Komunitas Lokal di Sekitar Taman Nasional Batang Gadis. USU Press. 2005. pp: 127 - 137. Jagger P., Sills E.O., Lawlor, K. dan Sunderlin, W.D. 2011 Pedoman untuk mempelajari berbagai dampak proyek REDD+ bagi mata pencarian. Occasional Paper 67. CIFOR, Bogor, Indonesia. Diakses dari http://www.cifor.org/publications/pdf_files/OccPapers/OP-67.pdf pada tanggal 2 Mei 2012. Pasaribu, A. 2010. Analisis Dampak Pertambangan Emas Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Batang Toru, Kabupaten Tapanuli Selatan. Thesis pada Sekolah Pasca Sarjana Universitas Sumatera Utara. Medan. Tidak Diterbitkan. Diakses dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/ 123456789/22264/5/Chapter%20I.pdf pada tanggal 5 Agustus 2012. Priyatno, D. 2008. Mandiri Belajar SPSS (Statistical Product and Service Solution). Mediakom. Yogyakarta. Refles. 2012. Kegiatan Pertambangan Emas Rakyat dan Implikasinya Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kenagarian Mundam Sakti Kecamatan IV Nagari, Kabupaten Sijunjung. Arikel ilmiah pada Program Studi Pembangunan Wilayah dan Pedesaan, Program Pascasarjana Universitas Andalas. Padang. Tidak diterbitkan. Diakses dari http://pasca.unand.ac.id/id/wpcontent/uploads/2011/09/KEGIATAN-PERTAMBANGAN-EMAS-RAKYAT.pdf pada tanggal 5 Agustus 2012. Siregar, H. 2011. Analisis Potensi Pengembangan Perkebunan Karet Rakyat di Kabupaten Mandailing Natal, Propinsi Sumatera Utara. Thesis Pada Sekolah Pasca Sarjan Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Diterbitkan. Diakses dari http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/46588 pada tanggal 5 Agustus 2012.
Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)
| 16
Prosiding Ekspose Hasil Penelitian Tahun 2014
Sukmara, A. and B. Crawford. 2002. Perubahan Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Sosial Masyarakat Desa Talise Sebagai Desa Proyek Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Berbasis Masyarakat di Sulawesi Utara. Laporan Proyek Pesisir Sulawesi Utara pada Konferensi Nasional III Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Indonesia 2002. Diakses dari http://www.crc.uri.edu/download/KonasIII.pdf pada tanggal 2 Juni 2012. Susanto, H. 2006. Paradigma Pembangunan Kehutanan: Suara Grassroot. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan (JEP), XIV (1) 2006: 176 - 210. Diakses dari http://scholar.google.com/scholar?q=paradigma+ pembangunan+kehutanan%3A+suara+grassroot+oleh+Hari+Susanto%2C+2 006&btnG=&hl=en&as_sdt=0%2C5 pada tanggal 5 Agustus 2012.
17 | Korelasi Pertambangan Emas Tradisional Terhadap Keadaan
Sosial Ekonomi Masyarakat: Kasus Di Kabupaten Madina (Sumut)