Jurnal Ekonomi (JE) Vol .1(1), April 2016 E-ISSN: 2503-1937 Page: 135-145 KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI SEKITAR PERTAMBANGAN NIKEL DI KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI 1
Kustiana Ayu F.S, 2La Ode Muhammad Harafah dan 3Heppi Millia 1 Mahasiswa Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo 2,3 Staf pengajar Jurusan Ilmu Ekonomi Universitas Halu Oleo Email:
[email protected]
ABSTRACT This study aimed to reveal the socio-economic condition of the society around nickel mining located in the District of Bohodopi in Morowali Regency. Population of the study was the people in the subdistrict of Bohodopi, particularly those who lived in 4 villages, including Labota, Faturia, Keurea, and Bahomakmur. Samples were determined using the purposive sampling consists 10 respondent from labor of mining; and 30 labor of non mining. The data were then analyzed using a descriptive analysis. Results of the study indicated that the presence of a company in a region is expected to create a better social and economic condition and to improve the welfare of the people in the region. The improvement of social condition is reflected in the increase of people’s incomes, as well as in more employment opportunities for the local people so that they can improve their life welfare. The improvement of economic condition is reflected in the increase of facilities and infrastructures for education, healthcare, and housing, that can improve the welfare of the local people. Keywords: socio-economic, welfare, education, healthcare
1. Pendahuluan Sektor industri mempunyai peranan penting dalam tata perekonomian nasional dimana selain dapat meningkatkan pendapatan Negara, sektor industri juga dapat memberikan kesempatan baru dalam berusaha yang memberi kontribusi positif dalam upaya pemerataan kesejahteraan masyarakat. Olehnya itu pembangunan industri dalam suatu wilayah harus dipertimbangkan sebaik-baiknya yang dimana secara garis besarnya adalah pertimbangan dari segi ekonomis dan pertimbangan non ekonomis. Dipandang dari sudut ekonomi, keberadaan suatu industri pertambangan dalam suatu wilayah akan memberikan dampak terhadap perkembangan wilayah yang akan memberi peluang dan upaya perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat serta kesempatan berusaha. Disamping itu keberadaan industri tersebut juga akan meningkatkan kemampuan ekonomi wilayah yang bersangkutan. Bila ditinjau dari aspek sosial, keberadaan suatu industri dalam suatu wilayah akan menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran di dalam masyarakat wilayah yang bersangkutan seperti perubahan pola pikir dan tata cara kehidupan lainnya. Pada satu sisi, proses kegiatan industri pertambangan apapun jenisnya telah memberikan dampak positif kepada kas negara dari pajak dan royalti. Namun pada sisi lain, keberadaan industri pertambangan selama ini telah menimbulkan dampak negatif http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
135
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
berupa pencemaran lingkungan serta pelanggaran hak-hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat yang tinggal di sekitar wilayah pertambangan itu. Akibatnya pemerintah tidak dapat memberikan kemakmuran bagi masyarakatnya, karena keuntungan pemerintah dari kegiatan tersebut hanya sedikit dibandingkan dengan biaya sosial lainnya (Basuki, 2007). Ketika para ahli dan pengamat pada umumnya menyorot bahwa penguasaan pertambangan oleh individu atau pihak asing telah melanggar Pasal 33 ayat 3 yang menyebutkan bahwa ”Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Pemerintah dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat”. Sungguh konstitusi ini menerangkan bahwa kegiatan apa saja tentang eksploitasi dan eksplorasi kekayaan sumber daya alam harus dikuasai oleh pemerintah demi peningkatan kesejahteraan rakyat serta pertumbuhan ekonomi negara. Dengan demikian, optimalisasi pemanfaatan sumber daya mineral tersebut adalah tidak saja berarti dapat menggali sebanyak mungkin tanpa memperhatikan stabilitas ekosistem dan unsur degradasi lainnya. Akan tetapi juga mengandung arti bahwa manfaat ekonomi yang diperoleh haruslah smaksimal bagi masyarakat, bangsa dan negara. Atas dasar pemikiran inilah, maka beberapa permasalahan utama yang dikedepankan adalah sejauh mana kontribusi perusahaan pertambangan serta pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan sosial ekonomi warga masyarakat yang berdomisili di sekitar wilayah pertambangan tersebut selama ini. Sebagai industri pertambangan yang beroperasi dikecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali merupakan sosok industri yang diharapkan akan membawa perubahan-perubahan baik bagi wilayah maupun masyarakat setempat. Bagi wilayah kecamatan Bahodopi keberadaan PT Bintang Delapan mineral Unit Pertambangan Nikel merupakan suatu motivasi baru di dalam peningkatan pertumbuhan dan pembangunan wilayah, dengan beroperasinya tambang nikel tersebut telah meningkatkan aktifitas perekonomian di wilayah tersebut. Selain itu keberadaan tambang nikel tersebut juga telah menciptakan lapangan kerja baru bagi pencari kerja yang merupakan kelompok-kelompok pengangguran dengan kategori usia produktif. Hal ini membawa sosial positif yaitu mengurangi jumlah kelompok-kelompok pengangguran sehingga kerawanan sosial seperti kenakalan remaja dan tindak kriminalitas di wilayah tersebut dapat berkurang. Pada pasal 33 UUD 1945 ditandaskan: (1) Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas azas kekeluargaan; (2) Cabang-cabang produksi yang penting bagi Pemerintah dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh Pemerintah; dan (3) Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Pemerintah dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat. Dalam konteks ini, maka berarti pasal 33 UUD 1945 tersebut adalah menjamin hak ekonomi dan sosial warga masyarakat sekitarnya serta harus dikuasai oleh pemerintah. Bukan sebaliknya sebagaimana kini yang tampak demikian fenomenal sebagian besar dikuasai oleh asing, sehingga keuntungan yang didapat sangat kecil jika dibanding dengan kerusakan alam serta pelanggaran terhadap hak-hak ekonomi, sosial, budaya masyarakat sekitarnya. Basuki (2007a) telah meneliti dampak pembukaan wilayah pertambangan terhadap kondisi ssosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Lahei Kabupaten Barito Utara, menunjukkan bahwa keberadaan industry pertambangan menjadi lahan pekerjaan baru untuk masyarakat serta dapat menumbuhkan pendapatan dan tingkat kesejahteraan rakyat di sekitarnya. Namunsebaliknya, dapat menimbulkan konflik social antara
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
136
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
masyarakat dengan perusahaan dalam konteks pembebasan tanah, pencemaran air dan udara, serta adanya kecemburuan sosial antara penduduk lokal dengan warga pendatang Dan bahkan disinyalir akan berdampak negative terhadap perilaku tradisional masyarakat, sebagai akibat dari proses perekrutan pekerja perusahaan yang dominan berasal dari luar daerah. Berdasarkan uraian-uraian tersebut kiranya penting untuk mengkaji kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pertambangan Nikel dengan studi kasus Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali. 2. Kajian Literatur Konsep Industri Pertambangan Industri dalam konteks ekonomi merupakan suatu kegiatan ekonomi yang berupaya menambah atau mempertinggi nilai atas suatu bahan atau barang dalam upaya memenuhi kebutuhan kebutuhan hidup manusia. Lebih jauh departemen perindustrian telah membagi klasifikasi industri dalam 4 golongan yaitu sebagai berikut; a. Golongan industri menurut klasifikasi jenis, terdiri dari; 1) Industri berat ( heavy industri ) 2) Industri ringan ( light industri ) b. Golongan industri menurut klasifikasi ukurannya, terdiri dari; 1) Industri besar 2) Industri sedang 3) Industri berat c. Golongan industri menurut klasifikasi bahan baku yang dipergunakan, terdiri dari; d. Industri primer 1) Industri sekunder 2) Industri tersier e. Golongan industri menurut klasifikasi tingkatan, terdiri dari; 1) Industri besar 2) Industri yang di sadur Pada dasarnya industri berat sama dengan industri dasar diaman hal ini di dasarkan dengan pertimbangan bahwa output yang dihasilkan pada intinya merupakan pangkalan bagi industri lainnya. Apabila dilihat dari golongan industri menurut klasifikasi ukurannya, industri berat pada pada umumnya merupakan industri besar. Hal ini didasarkan karena pada industri besar menggunakan mesin-mesin atau instalasi yang besar atau berat seperti ; a. Industri pertambangan b. Industri pengolahan logam c. Industri alat-alat produksi d. Industri alat-alattransportasi atau alat besar lainnya. e. Industri semen f. Industri tenaga listrik g. Industri kimia dasar Berdasarkan kondisi industri pada umumnya serta peran sektor industri dalam pembangunan ekonomi di Negara-negara berkembang maka Indonesia berupaya memacu perkembangan sector industri melalui industrialisasi. Adanya keuntungankeuntungan yang diperoleh dari sector industri baik dalm bentuk peningkatan pendapatan Negara maupun keuntunga sosial lainnya seperti perluasan lapangan kerja
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
137
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
baru dalam mengantisipasi laju jumlah tenaga kerja, dan lain-lain. Semakin memacu pemerataan pembangunan industri pada seluruh kawasan Indonesia. Satu hal yang tidak dapat dipungkiri bahwa pembangunan industri pada suatu wilayah akan membawa perubahan-perubahan baik di bidang ekonomi maupun sosial budaya pada kawasan / wilayah tersebut. Pada sisi lain, pengertian pertambangan Sesuai UU Minerba No.4 Tahun 2009, pada Pasal 1 yaitu: sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang. Selanjutnya menurut UU tersebut Penambangan adalah bagian kegiatan usaha pertambangan untuk memproduksi mineral dan/atau batubara dan mineral ikutannya. Pengolahan dan Pemurnian adalah kegiatan usaha pertambangan untuk meningkatkan mutu mineral dan/atau batubara serta untuk memanfaatkan dan memperoleh mineral ikutan. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Kegiatan pascatambang, yang selanjutnya disebut pascatambang, adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan. Wilayah Pertambangan, yang selanjutnya disebut WP, adalah wilayah yang memiliki potensi mineral dan/atau batubara dan tidak terikat dengan batasan administrasi pemerintahan yang merupakan bagian dari tata ruang nasional. Konsep Dasar Sosial Ekonomi Konsep dasar sosial ekonomi tidak pernah terlepas dari permasalahan masyarakat dalam lingkungannya, karena sosial ekonomi merupakan hal yang paling mendasar yang ada dalam masyarakat di mana menggambarkan keadaan dan kondisi masyarakat serta interaksinya dalam lingkungannya. Untuk mengetahui konsep sosial ekonomi maka terlebih dahulu harus dipahami tentang pengertian masing-masing. Poerwadarminta W. J. S. (2003) mengemukakan bahwa secara harfiah kata sosial mempunyai pengertian : pertama, segala sesuatu mengenai kemasyarakatan, misalnya: departemen yang khusus mengatur kebaikan dan kesejahteraan masyarakat. Kedua, suka memperhatikan kepentingan umum (suka menolong, dermawan dan sebagainya ). Konsep status sosial sebagai konsep yang akan diteliti, maka harus didefinisikan. Mulo dan Trisnoningtias (1992) mendefinisikan status sosial sebagai suatu kedudukan yang di atur secara sosial dan menempatkan seseorang pada posisi tertentu dalam struktur sosial masyarakat, pembagian posisi ini disertai juga dengan seperangkat hak dan kewajiban yang harus dimainkan oleh sipembawa status. Selanjutnya beliau mengatakan bahwa masalah sosial adalah menyangkut masalah pendidikan, kesehatan, keadaan perumahan, tanggungan keluarga, aktifitas rohani serta hubungan sosial. Menurut Nursid Sumatmadja (1991), secara umum studi sosial diartikan sebagai studi mengenai hubungan ilmu sosial dalam menelaah gejala-gejala dan masalah sosial yang terjadi di masyarakat atau secara praktis dapat pula diartikan sebagai usaha mengadakan hubungan ilmu sosial, gejala sosial, dan masalah sosial. Interelasi ilmu sosial, yaitu antara hubungan disiplin akademik ilmu-ilmu sosial yang digunakan untuk menelaah gejala dan masalah sosial, kita tidak akan dapat
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
138
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
mengungkap dengan menggunakan satu atau dua bidang ilmu pengetahuan saja, karena gejala dan masalah tersebut juga merupakan ungkapan hasil hubungan beberapa aspek kehidupan sosial. Gejala sosial ini merupakan tanda-tanda pengungkapan aspek-aspek kehidupan sosial dalam masyarakat. Sehingga masalah sosial adalah situasi yang telah menjadi warisan turun temurun yang memerlukan perbaikan atau pemecahan, baik yang ditimbulkan oleh kondisi masyarakat maupun yang mengandung penerapan kekuatan sosial serta cara-cara sosial untuk mengatasinya. Pada sisi lain, konsep ekonomi menurut Winardi (1996) yaitu sebuah istilah yang digunakan untuk menunjukkan setiap tindakan atau proses yang menyangkut penciptaan barang-barang atau jasa-jasa yang di buat untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Lebih spesifik istilah tersebut digunakan untuk mendirikan produksi barangbarang serta jasa-jasa yang di hasilkan dengan pengetahuan teknis yang berlaku. Di samping pengertian tersebut, Todaro (1993) mendefinisikan bahwa ilmu ekonomi adalah ilmu sosial, ia berkepentingan dengan manusia dan sistim sosial di mana manusia mengorganisasikan aktivitas-aktivitas dalam rangka pemuasan kebutuhan dasar (makan, tempat tinggal, dan pakaian) serta kebutuhan-kebutuhan non materil (pendidikan, pengetahuan, keindahan, spiritual dan sebagainya). Sehingga secara umum dapat dikatakan bahwa keadaan sosial ekonomi suatu masyarakat adalah sama pengertiannya dengan membahas suatu aspek kehidupan masyarakat yang bersangkutan. Hal ini mengingat adanya kenyataan kehidupan seseorang dimana tidak semata-mata dilakukan oleh faktor-faktor yang bersifat non ekonomi atau faktor sosial, bahkan dapat dikatakan faktor sosial juga dapat menentukan tingkat ekonomi atau juga sebaliknya dapat pula menentukan status sosial seseorang dalam lingkungannya. 3. Metode Penelitian Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang meliputi ; umur, pendidikan, kesehatan, dan lain-lain yang berkaitan dengan kondisi sosial dan ekonomi responden. Sedangkan data sekunder meliputi gambaran umum wilayah penelitian yang ada relevansinya dengan obyek penelitian ini. Populassi penelitian merupakan penduduk 4 desa yang tinggal di sekitar wilayah tambang Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali. Desa tersebut yaitu: Desa Labota, Fatufia, Keurea dan Baho Makmur. Jumlah populai sebeasar 3453 jiwa. Sampel ditentukan secara purposive sebanyak
40 responden, yang terdiri dari 10 responden yang bekerja pada perusahaan tambang, dan 30 responden yang tidak terkait dengan perusahaan tambang. Analisis data dalam penelitian ini yaitu deskriptif dengan bantuan persentase. Kondisi sosial ekonomi masyarakat yang dikaji dalam penelitian ini yaitu: (1) ondisi ekonomi terdiri dari: kesempatan kerja, pendapatan, konsumsi bahan makanan, dan tabungan; dan (2) kondisi sosial: pendidikan, kesehatan, dan pemukiman (rumah tinggal). Data-data yang telah berhasil dikumpulkan selanjutnya diolah dengan metode sebagai berikut ; 1. Editing, data yang telah dikumpulkan dari berbagai instansi/ lembaga terkait kemudian diedit, sesuai dengan kebutuhan penelitian. 2. Processing, yakni data yang telah diedit/ disusun secara teratur (diklasifikasi) kemudian diolah dan diproses. 3. Interpretasi, yaitu data yang telah diproses dalam bentuk matematis dan kemudian hasilnya diformulasikan dalam kata-kata yang selanjutnya dapat ditarik suatu kesimpulan.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
139
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
4. Hasil Dan Pembahasan Kondisi Ekonomi Masyarakat di Sekitar Pertambangan Nikel di Kecamatan Bahodopi Kondisi ekonomi masyarakat dapat dikaji dari beberapa aspek, yaitu kesempatan kerja, pendapatan, konsumsi bahan makanan dan tabungan. Tabel 1 menyajikan data kesempetan kerja pada 4 Desa lokasi penelitian. Tabel 1 menyajikan bahwa dari keempat desa tersebut persentase penyerapan tenaga kerja terbesar ialah Desa Bahomakmur sebesar 17,60 atau sebanyak 204 orang dari 1.159 warga yang ada di Desa tersebut. Untuk Desa Fatufia jumlah tenaga kerja yang diserap sebanyak 91 orang dengan persentase penyerapan tenaga kerja sebesar 9,35 persen. Pada Desa Keurea dengan penduduk berjumlah 903 orang memiliki persentase penyerapan tenaga kerja sebesar 11,30 persen atau sebanyak 102 orang. Sedangkan untuk Desa Labota persentase penyerapan tenaga kerja sebesar 12,62 atau sebanyak 54 orang. Berdasarkan data diatas, apabila dilihat dari jumlah penduduk dan besarnya masyarakat yang di serap oleh perusahaan, dapat di simpulkan bahwa penyerapan tenaga kerja terhadap masyarakat lokal yang ada di kecamatan Bahodopi yang di lakukan oleh perusahaan dapat dikatakan masih belum maksimal. Tabel 1 Tingkat KesempatanKerja Lokasi Penelitian No
Desa
Jumlah Penduduk 1 Bahomakmur 1.159 2 Fatufia 963 3 Keurea 903 4 Labota 428 Jumlah 3.453 Sumber: Desa/Kelurahan Masing-masing
Jumlah tenaga kerja yang diserap (orang) 204 91 102 54 451
Persentase Penyerapan Tenaga Kerja (%) 17,60 9,45 11,30 12,62 13,06
Pada sisi lain, dari aspek pendapatan yang diperoleh responden sebelum dan setelah adanya perusahaan tambang disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3. Tabel 2 menunjukkan bahwa pendapatan responden sebelum ada keterkaitan dengan perusahaan tambang yang ada di Kecamatan Bahodopi dari segi responden internal yang memiliki pendapatan terendah yang berada pada interval pendapatan kurang dari atau sama dengan Rp 1.000.000 berjumlah sebanyak 1 orang atau sebesar 10 persen. Selanjutnya untuk pendapatan responden yang berada pada interval pendapatan tertinggi berada pada interval Rp 1.700.000 sampai dengan Rp 1.900.000 berjumlah sebanyak 2 orang atau sebesar 20 persen. Kemudian responden yang berada pada interval pendapatan Rp 1.100.000 sampai dengan Rp 1.300.000 sebesar 30 persen atau berjumlah sebanyak 3 orang. Dan jumlah pendapatan responden terbanyak yaitu berada pada interval pendapatan Rp 1.400.000 sampai dengan Rp 1.600.000 berjumlah sebanyak 4 orang atau sebesar 40 persen. Kemudian untuk pendapatan responden yang terkait secara eksternal dengan jumlah responden terbesar berada pada interval pendapatan Rp 1.100.000 sampai Rp 1.300.000 dengan jumlah sebanyak 12 orang atau sebesar 39.96 persen, Selanjutnya untuk responden terbesar kedua berada pada interval Rp 1.400.000 sampai dengan Rp 1.600.000 dengan jumlah 9 orang atau sebesar 29,98 persen. Kemudian pada interval Rp 1.700.000 sampai Rp 1.900.000 sebanyak 7 orang atau sebesar 23,38 persen, dan pada jumlah responden terendah berada pada interval kurang dari atau sama dengan Rp 1.000.000 sebanyak 2 orang atau sebesar 6,68 persen.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
140
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
Sementara untuk responden yang terkait secara internal maupun eksternal pada interval pendapatan di atas Rp.2.000.000 dalam penelitian tidak di temukan.
No 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 2 Pendapatan Sebelum Kehadiran Perusahaan Tambang Pendapatan reponden internal dan eksternal Pendapatan (Rp) Internal Pesentase (%) Eksternal Persentase (orang) (orang) (%) <1.000.000 1 10.00 2 6.68 1.100.000 – 1.300.000 3 30.00 12 39.96 1.400.000 – 1.600.000 4 40.00 9 29.98 1.700.000 – 1.900.000 2 20.00 7 23.38 > 2.000.000 0 0 0 0 Jumlah 10 100 30 100 Sumber: Data primer, diolah
Selanjutnya setelah kehadiran usaha tambang sebagaimana Tabel 3 menunjukkan bahwa secara internal atau dalam arti kata tenaga kerja yang bekerja langsung pada perusahaan yang pendapatannya lebih dari Rp 3.000.000 berjumlah sebanyak 4 orang atau sebesar 40 persen. Kemudian dengan persentase tertinggi kedua berada pada interval Rp 1.800.000 sampai Rp 2.400.000 atau berjumlah sebanyak 3 orang atau sebesar 30 persen. Selanjutnya pada interval Rp 2.500.000 sampai dengan Rp 3.000.000 sebesar 20 persen atau berjumlah sebanyak 2 orang. Dan kemudian untuk tingkat pendapatan terendah responden pada tingkat pendapatan antara Rp 1.100.000 sampai Rp 1.700.000 atau sebesar 10 persen atau berjumlah 1 orang.
No 1. 2. 3. 4. 5.
Tabel 3 Pendapatan Setelah Kehadiran Perusahaan Tambang Pendapatan responden internal dan eksternal Pendapatan (Rp) Internal Persentase Eksternal Persentase (%) (orang) (%) (orang) < 1.000.000 0 0 0 0 1.100.000 - 1.700.000 1 10.00 2 6.68 1.800.000 – 2.400.000 3 30.00 7 23.38 2.500.000 – 3.000.000 2 20.00 8 26.65 > 3.000.000 4 40.00 13 43.29 Jumlah 10 100 30 100 Sumber: Data primer, diolah
Selanjutnya untuk responden yang terkait secara eksternal atau dalam artian adalah responden yang tidak ada kaitannya dengan perusahaan (masyarakat), pada data diatas tidak ditemukan responden yang berpendapatan kurang dari Rp 1.000.000 baik dari sisi eksternal maupun internal. Persentase pendapatan tertinggi responden berada pada pendapatan lebih dari Rp 3.000.000 yang berjumlah sebanyak 13 orang atau sebesar 43,29 persen. Kemudian persentase tertinggi kedua berada pada tingkat pendapatan Rp 2.500.000 sampai Rp 3.000.000 sebesar 26.65 persen atau sebanyak 8 orang. Selanjutnya pada tingkat pendapatan Rp 1.800.000 sampai Rp 2.400.000 berjumlah sebanyak 7 orang atau sebesar 23.38 persen. Dan pada tingkat persentase terendah berada pada tingkat Rp 1.100.000 sampai Rp 1.700.000 berjumlah sebanyak 2 orang atau sebesar 6,68 persen. Berdasarkan uraian diatas, dapat dilihat bahwa tingkat pendapatan responden setelah hadirnya perusahaan tambang di Kecamatan Bahodopi baik yang terkait secara
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
141
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
internal maupun yang eksternal yaitu meningkat. Hal ini terbukti dan dapat dilihat pada tabel pendapatan responden setelah hadirnya perusahaan yang menunjukkan bahwa tidak ditemukan lagi responden yang berpendapatan kurang dari Rp 1.000.000. Selanjutnya pada indikator konsumsi bahan makanan sebagaimana disajikan pada Tabel 4 menunjukkan bahwa tingkat konsumsi responden dengan tingkat pengeluaran sebesar kurang dari atau sama dengan Rp 1.500.000 berjumlah sebanyak 3 orang atau sebesar 7,50 persen. Kemudian untuk jumlah pengeluaran responden terbanyak berada pada tingkat pengeluaran sebesar Rp 2.100.000 sampai Rp 2.500.000 dengan jumlah sebanyak 12 orang atau sebesar 30 persen. Selanjutnya jumlah pengeluaran responden terbanyak kedua berada pada pengeluaran lebih dari Rp 3.000.000 dengan jumlah sebanyak 9 orang atau sebesar 22,50 persen dan pada tingkat pengeluaran Rp 1.600.000 sampai Rp 2.000.000 sebanyak 8 orang atau sebesar 20 persen, dan untuk pengeluaran pada tingkat pengeluaran Rp 2.600.000 sampai Rp 3.000.000 berjumlah sebanyak 8 orang atau sebesar 20 persen. Tingginya tingkat pengeluaran konsumsi masyarakat di karenakan akibat dari tingginya harga-harga bahan pokok yang ada di Kecamatan Bahodopi. Tabel 4 Tingkat Konsumsi Bahan Makanan Pengeluaran Konsumsi Jumlah Responden Persentase (%) (Orang) 1. < 1.500.000 3 7.50 2. 1.600.000 – 2.000.000 8 20.00 3. 2.100.000 – 2.500.000 12 30.00 4. 2.600.000 – 3.000.000 8 20.00 5. > 3.000.000 9 22.50 Jumlah 40 100 Sumber: Data primer, diolah No
Tabel 5 Tingkat Tabungan Responden Jumlah Tabungan (Rp) Jumlah Responden (Orang) 1. Tidak menabung 14 2. < 300.000 11 3. 400.000 – 500.000 5 4. 600.000 – 700.000 4 5. > 800.000 6 Jumlah 40 Sumber: Data primer, diolah No
Persentase (%) 35 27.5 12.5 10 15 100
Selanjutnya berdasarkan Tabel 5, tampak bahwa 35 persen responden tidak memiliki tabungan. Kemudian pada tingkat tabungan kurang dari Rp 300.000 sebesar 27.5persen atau berjumlah sebanyak 11 orang. Sedangkan untuk jumlah tingkat tabungan responden yang lebih dari Rp 800.000 berjumlah sebanyak 6 orang atau sebesar 15 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa maih terdapat masyarakat di wilayah tambang yang memiliki pendapatan hanya cukup memenuhi kebutuhan seharihari dan tidak mampu menabung.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
142
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
Kondisi Sosial Masyarakat di SekitarPertambangan Tabel 6 menyajikan tingkat pendidikan respponden yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden di lokasi penelitian sudah terbilang cukup baik. Hal ini terlihat dari keseluruhan responden yang ada, hanya terdapat sebanyak 2 orang responden atau sebesar 5 persen yang menamatkan sekolahnya sampai jenjang sekolah dasar, kemudian 10 orang responden atau sebesar 25 persen yang menamatkan pendidikan SMP, dan sebanyak 12 orang atau sebesar 30 persen yang memiliki pendidikan sampai perguruan tinggi, sedangkan untuk jumlah responden terbanyak yang memiliki pendidikan tertinggi yaitu pada tingkat pendidikan SMU sebanyak 16 orang atau sebesar 40 persen. Dari hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kondisi pendidikan di daerah tersebut umumnya berpendidikan menengah yang berarti tingkat pendidikannya sudah tergolong dalam kategori baik. Tabel 6 Tingkat Pendidikan Pendidikan Responden Tingkat Pendidikan Jumlah Responden Persentase (%) (Jiwa) 1. SD 2 5.00 2. SMP 10 25,00 3. SMA 16 40,00 4. Perguruan Tinggi 12 30,00 Jumlah 40 100,00 Sumber: Data primer, diolah No
Pada Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali, terdapat 12 SD, 2 SLTP dan 1 SLTA. Sedangkan untuk daerah penelitian di empat desa yaitu di Desa Labota terdapat 1 SD negeri dan 1 SLTP swasta, Desa Fatufia terdapat 2 SD, Desa Bahomakmur terdapat 1 SD, Sedangkan Desa Keurea terdapat 1 SD, 1 SLTP dan 1 SLTA. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden yang ada dilokasi penelitian, untuk kontribusi perusahaan terhadap sarana dan prasarana di bidang pendidikan yang ada di lokasi penelitian belum ada kontribusi yang diberikan kepada masyarakat di Kecamatan Bahodopi. Adapun kondisi pngelolaan kesehatan di Kecamatan Bahodopi relatif aktif. Untuk fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Bahodopi, tidak semua desa memliki sarana kesehatan seperti poskesdes, puskesmas pembantu dan puskesmas yang digunakan untuk responden berobat. Untuk 12 desa yang ada di Kecamatan Bahodopi hanya Desa Fatufia, Lalampu, dan Siumbatu yang memiliki poskesdes di desa masingmasing. Sedangkan untuk sarana puskesmas pembantu hanya Desa Mekarti Jaya, Bahomakmur dan Desa Le-le yang memilikinya. Dan untuk fasilitas kesehatan berupa puskesmas hanya terdapat di Desa Keurea dan berjumlah 1 buah. Disamping itu, selain sarana dan fasilitas kesehatan yang ada di Kecamatan Bahodopi seperti yang dijelaskan diatas, terdapat pula klinik dari perusahaan tambang yang berada di lokasi perusahaan di Desa Fatufia yang digunakan untuk karyawan perusahan maupun mayarakat setempat yang berdomisili di Kecamatan Bahodopi yang untuk berobat jalan. Penyakit yang umum diderita masyarakat atau responden yang berada dilokasi penelitian sebelum hadirnya tambang adalah penyakit yang sifatnya masih ringan seperti sakit kepala, demam, dan influenza. Namun setelah hadirnya perusahaan di daerah penelitian, banyak masyarakat yang terkena penyakit pernapasan. Terbukti dari data penderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dinas kesehatan Kabupaten Morowali tahun 2013, penyakit ISPA tertinggi di Kecamatan Bahodopi dan kecamatan
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
143
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
lain yang ada di wilayah pertambangan. Tercatat pada tahun 2013 ada 922 kasus ISPA, diare ada 135 kasus dan kulit alergi 443 kasus. Masalah lain yang dihadapi oleh masyarakat yaitu: masalah kebisingan yang di timbulkan oleh kendaraan perusahaan yang melewati, terutaama Desa Futufia dan Bahomakmur. Dengan demikian keberadaan suatu perusahaan dapat berdampak negarif terhadap tingkat kesehatan dari masyarakat. Tanggung jawab perusahaan pertambangan pada masyarakat sekitar wilayah tambang belum optimal. Program perusahaan hanya berbentuk pembebasan biaya berobat pada klinik perusahaan. Jika ditinjau dari prefernsi masyarakat terhadap pelayanan kesehatan, mayoritas responden atau 75,50 persen memilih berobat di layanan kesehatan formal (puskesmas/klinik), sisanya 22,5 persen membeli obat tanpa resep dokter. Dan hanya 5 persen responden yang masih berobat kepada dukun. Selanjutnya, indikator kondisi sosial terakhir, yaitu kondisi tempat tinggal responden sebagaimana disajikan pada Tabel 7 menunjukkan bahwa seluruh responden telah memiliki kondisi tempat tinggal (rumah) yang dapat dikatakan dalam kategori layak huni, yaitu dari seluruh jumlah responden terdapat 26 orang atau 65 persen yang memliki rumah permanen, 8 orang responden atau 20 persen yang memiliki rumah semi permanen dan 6 orang responden atau 15 persen yang memiliki rumah papan; dan tidak ada seorangpun dari responden yang memiliki rumah berlantai tanah. Dan bahwa dari rata-rata responden yang menjadi obyek dalam penelitian sebagian besar merupakan responden yang memang benar-benar masyarakat asli yang ada di kecamatan bahodopi. Tabel 7 Kondisi Hunian Ressponden Kondisi rumah Jumlah responden Persentase (%) (jiwa) 1. Permanen 26 65 2. Semi permanen 8 20 3. Papan 6 15 Jumlah 40 100 Sumber: Data primer, diolah No
5. Simpulan dan Saran Kondisi ekonomi masyarakat di di wilayah tambang Kecamatan Bahodopi menunjukkan kondisi yang cukup baik, meskipun indikator kesempatan kerja belum optimal, namun terdapat peningkatan kesejahteraan masyarakat pasca pembukaan wilayah tambang. Sebagian besar masyarakat memiliki pendapatan diatas Rp 1.700.000. Begitupun halnya dengan tingkat tabungan, terdapat 14 dari 40 responden belum memiliki tabungan atau hidup minimal. Kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Bahodopi untuk tingkat pendidikan tertinggi yaitu sebesar 40 persen yang berada pada jenjang tingkat tamat SMA dan yang terendah pada jenjang tingkat tamat SD sebesar 5 persen. Pada sisi lain, masyarakat memiliki preferensi yang tinggi pada layanan kesehatan formal. Hanya 5 persen responden masih menggunakan layanan kesehatan alternatif (dukun). Meskipun demikian, pertambangan tampaknya berdampak negatif pada kondisi kesehatan masyarakat, yang ditunjukkan dengan peningkatan prevelensi penyakit ISPA di daerah sekitar wilayah tambang. Pada sisi lain, kondisi hunian responden menunjukkan seluruhnya layak huni. Berdasarkan kesimpulan tersebut, maka diharapkan agar pemerintah daerah setempat dapat meningkatkan pemerataan pembangunan dan mampu mengupayakan berbagai fasilitas yang belum memadai di lokasi penelitian seperti penambahan sarana
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
144
Kustiana Ayu, La Ode Muhammad Harafah dan Heppi Millia: Kondisi Sosial Ekonomi.......
pendidikan, kesehatan dan lain-lainnya yang berkaitan dengan kesejahteraan masyarakat. Bagi perusahaan diharapkan agar keberadaan industri pada suatu daerah disamping selain bertujuan untuk membangun ekonomi juga harus meningkatkan kualitas hidup dari masyarakatnya. Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar perusahaan selalu memprioritaskan masyarakat lokal untuk bekerja di perusahaan tersebut, sesuai dengan keahlian dan kriteria yang di tetapkan, dengan demikian keberadaan perusahaan tersebut memberikan kondisi sosial dan dampak ekonomi yang baik dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat kearah yang lebih baik lagi.
Daftar Pustaka Basuki, 2007. Pengelolaan Keuangan Daerah, Edisi 1. Yogyakarta : Kreasi Wacana. Basuki, Ari Satrio. 2007a. Dampak Keberadaan Tambang Batubara PT. Viktor Dua Tiga Mega Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitarnya. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang. Hadi, 2004. Persepsi komunitas setempat terhadap perusahaan pertambangan di kawasan Batu Hijau Kabupaten Sumbawa. Hartman, H.L. 1987. Introductory Mining Engineering, A Wiley Interscience Publication. Malo, M, dan Trisnoningtias, S, 1992. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PAU Ilmu-Ilmu Sosial Universitas Indonesia Michael P. Todaro, 1993. Ekonomi Pembangunan Didunia Ketiga. Jakarta: Penerbit Balai Aksara Pasaribu, Arman 2011. Dampak Keberadaan Pertambangan Emas PT. Agincourt Resources Terhadap Sosial Ekonomi Masyarakat di Kecamatan Batang Toru Kabupaten Tapanuli Selatan. Tesis. Universitas Sumatera Utara RI. 2002. Undang-undang Dasar 1945 Perubahan RI. 2009. Undang-Undang Minerba No.4 Tahun 2009 Tentang Pertambangan. Sumatmadja, Nursid. 1991. Studi Geografi Suatu Pendekatan dan Analisa Keruangan. Bandung: Alumni Todaro, M.P., 1993. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga, Jilid Pertama. Jakarta: Penerbit Erlangga Winardi, 1996. Istilah Ekonomi, Bandung: Penerbit Mandar Maju. W.J.S Poerwadarminta, 2003. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
http://ojs.uho.ac.id/index.php/JE
145