PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI
OLEH: KISWAN STB: 20908029
SKRIPSI Ditulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana (S1) Ilmu Politik
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KENDARI 2013
HALAMAN PERSETUJUAN
Telah diperiksa dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari. Judul
: Pelaksanaan Tertib Administrasi Pemerintahan Kelurahan Dalam Memberikan Pelayanan Kepada Masyarakat (Studi Di Kelurahan Konda Kecamatan Konda Kabupaten Knawe Selatan)
Nama
: HENI SARIPA
No. Stambuk
: 20908095
Program Studi
: Ilmu Pemerintahan
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kendari,
Juni 2013
Menyetujui: Pembimbing I
Pembimbing II
Drs. Akhyar Abdullah, M.Si
Andi Syaiful, S.Sos, M.Si
Mengetahui: Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan
Wahyuddin, S.IP, M.Si
ii
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI
OLEH: KISWAN STB:20908029 Telah dipertahankan di hadapan Panitia Ujian Skripsi Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari pada tanggal 20 Juni 2013 untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Politik dengan sebutan S.IP dan hasilnya dinyatakan telah memenuhi syarat dan dinyatakan lulus.
PANITIA UJIAN SKRIPSI
Ketua
: Dr. RifaiNur, M.Hum
(…………………….......)
Sekretaris
: Drs. Akhyar Abdullah, M.Si
(………………………...)
Anggota
: Wahyuddin, S.IP, M.Si
(………………………...)
Kendari, 22 Juni 2013 Mengetahui, Dekan Fisip UMK
Drs. Muh. Arsyad, M.Si
iii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Yang bertanda tangan di bawah ini: Nama
: Kiswan
Stambuk
: 20908029
Program Studi
: Ilmu Pemerintahan
Fakultas
: Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan jiplakan atau plagiat dari tulisan orang lain. Apabila dikemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil jiplakan atau plagiat, maka saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Kendari,
Juni 2013
Yang membuat pernyataan
KISWAN
iv
ABSTRAK
Kiswan (20908029) : Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali, di bawah bimbingan: Dr. Rifai Nur, M.Hum selaku Pembimbing I dan Abd. Rahman, S.Sos, M.Si selaku Pembimbing II. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia, dan untuk mengetahui berbagai faktor yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi tersebut. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Keluarga (KK) yang berjumlah 147 KK. Adapun sampel ditetapkan secara acak dan sederhana diambil 5% dari jumlah populasi yaitu sebanyak 30 KK. Untuk mendukung data yang ada, maka dalam penelitian ini ditetapkan informan sebanyak 5 orang dari pengurus BPD. Hasil penelitian menunjukkan persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD diketahui bahwa (1) Fungsi menetapkan peraturan desa kurang terlaksana karena adanya hambatan dalam pelaksanaannya yaitu minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi, (2) Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kurang terlaksana karena masih terdapat kendala dalam pelaksanaannya yaitu masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi yang diemban oleh BPD, sehingga dalam proses menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat sering mendapat pertentangan atau perdebatan dari masyarakat, (3) Pelaksanaan fungsi pengawasan telah terlaksana dengan baik sesuai implementasi karena di dukung koordinasi dan kerjasama antar lembaga yang ada di desa. Adapun faktor pendorong pelaksanaan fungsi BPD diketahui bahwa (1) Koordinasi dan kerjasama antar lembaga, (2) Kemampuan dan pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD. Sedangkan faktor penghambat yaitu, (1) Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, sehingga dalam pelaksanaan fungsi BPD seringkali mendapat pertentangan atau perbedaan dari masyarakat, dan (2) Minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Oleh karena itu terdapatnya berbagai faktor pendorong dan penghambat dalam pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga dalam pelaksanaan fungsi tersebut dapat berjalan dan juga kadang terhambat dalam pelaksanaannya.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat rahmat dan hidayahnya-Nya, sehingga tulisan ini bisa terselesaikan sebagaimana yang diharapkan. Sesuai dengan keberadaan penulis maka apa yang tertuang dalam tulisan ini merupakan perwujudan dari upaya optimal yang telah penulis lakukan. Penulis menyadari bahwa proses kegiatan penulisan, penyusunan, serta perbaikan materi skripsi ini tidak mungkin terwujud tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada Bapak Dr. Rifai Nur, M.Hum selaku pembimbing I dan Bapak Abd. Rahman, S.Sos, M.Si selaku pembimbing II yang telah memberikan bimbingan dan arahan dengan tulus dan ikhlas, sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. Kemudian yang teristimewa saya haturkan sembah sujud tak terhingga kepada Ayahanda Bapak Kayum dan Ibunda tercinta Sa’adia yang telah memberikan curahan kasih sayang, perhatian, dukungan, dan pengorbanan atas segalanya demi keberhasilan penulis dalam penyelesaian studi. Oleh karena itu patutlah kiranya pada kesempatan ini penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Bapak
Dr.
Rifai
Nur,
M.Hum,
selaku
Rektor
Universitas
Muhammadiyah Kendari. 2. Bapak Drs. Muh. Arsyad, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari
vi
3. Bapak Wahyuddin, S.IP, M.Si, selaku Ketua Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Kendari 4. Para Dosen Civitas Akademik lainnya yang telah memberikan pengetahuan dan pelayanan administrasi sehingga tulisan ini dapat terselesaikan. 5. Bapak Kepala Desa, Pengurus BPD, dan Sekretaris Desa Fatufia beserta seluruh pihak yang telah banyak membantu memberikan data dan informasi selama penulis mengadakan penelitian. 6. Kakakku tercinta yakni Karlina dan adikku tersayang yakni Zulkifli dan Jefri, serta iparku yakni Albert dan teman terdekatku yakni Herawati Waode yang tulus membantu penulis dalam menyelesaikan studi. 7. Teman-teman seperjuangan dari BMB (Bungku Muna Buton) yaitu Bang Sahid, Bang Bayu, Aswar, Harto, La Samurani dan teman-teman lain yang tidak sempat saya sebutkan satu persatu. 8. Rekan-rekan seangkatan Program Studi Ilmu Pemerintahan angkatan 2009 yang senantiasa membantu penulis selama proses perkuliahan. Penulis berdoa apa yang telah diberikan kepada penulis mendapat pahala dan amal disisi Allah SWT serta senantiasa mendapat perlindungan-Nya dalam menjalankan aktivitas kehidupan, Amin. Kendari,
Juni 2013
Penulis vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................... HALAMAN PERSETUJUAN ......................................................... HALAMAN PENGESAHAN ........................................................... PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ........................................ ABSTRAK ........................................................................................ KATA PENGANTAR ...................................................................... DAFTAR ISI ..................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................. BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................ B. Rumusan Masalah ..................................................... C. Tujuan Penelitian ..................................................... D. Manfaat Penelitian .................................................... TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Persepsi ........................................................ B. Proses Terbentuknya Persepsi.................................... C. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) ........... D. Faktor-Faktor yang Menjadi Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD ...................... E. Kerangka Pikir ...........................................................
BAB III METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian .................... B. Populasi dan Sampel ................................................. C. Teknik Pengumpulan Data ........................................ D. Teknik Analisis Data ................................................. E. Defenisi Operasional ................................................. BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Lokasi Penelitian ........................................ B. Data Umum Responden yang Diteliti ......................... C. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi BPD ................................................................ 1. Pelaksanaan Fungsi Menetapkan Peraturan Desa 2. Pelaksanaan Fungsi Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat ....................... 3. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan .......................... D. Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD ................................................................ 1. Faktor Pendorong .................................................
i ii iii iv v vi viii x
1 8 9 9
10 12 16 23 29
31 31 31 32 34
36 42 46 46 49 52
55 55
viii
a. b.
Koordinasi/kerjasama antar lembaga ............ Kemampuan/pengalaman organisasi pengurus BPD ................................................ 2. Faktor Penghambat ............................................... a. Masyarakat belum sepenuhnya memahami Fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD .......... b. Sarana dan prasarana penunjang ..................... BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ................................................................. B. Saran-Saran .................................................................
55 57 59 60 62
64 65
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN
ix
DAFTAR TABEL
Tabel 1
Jumlah Penduduk Desa Fatufia Menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2012 .............................................
37
Klasifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 .....................................................................
38
Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 .....................................................................
39
Sebaran Agama yang Dianut oleh Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 ...............................................
40
Tabel 5
Sebaran Suku Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 .......
41
Tabel 6
Sebaran Responden Menurut Tingkat Umur ..................
42
Tabel 7
Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin ..................
43
Tabel 8
Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan .........
44
Tabel 9
Sebaran Responden Menurut Mata Pencaharian ............
45
Tabel 10
Sebaran Responden Menurut Agama yang Dianut ........
46
Tabel 11
Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Menetapkan Peraturan Desa ...........................................
47
Jenis-Jenis Peraturan Desa Fatufia yang Sudah di Tetapkan ..........................................................
49
Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat .....
50
Jenis-Jenis Aspirasi yang ditampung dan disalurkan oleh BPD ........................................................................
52
Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan ........................................................
53
Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Koordinasi/Kerjasama Antar Lembaga Oleh BPD .......
55
Jalur Koordinasi yang dilakukan oleh BPD ...................
57
Tabel 2
Tabel 3
Tabel 4
Tabel 12
Tabel 13
Tabel 14
Tabel 15
Tabel 16
Tabel 17
x
Tabel 18
Tabel 19
Tabel 20
Tabel 21
Tanggapan Responden Terhadap Pengalaman Organisasi Kemasyarakatan Pengurus BPD ..................
57
Tanggapan Responden Terhadap Masyarakat yang Belum Sepenuhnya Memahami Fungsi-Fungsi yang Diemban Oleh BPD ........................................................
60
Tanggapan Responden terhadap Sarana dan Prasarana Penunjang Pelaksanaan Fungsi BPD ..............................
62
Keadaan Sarana dan Prasarana BPD Desa Fatufia Tahun 2013 .....................................................................
63
xi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Dengan dikeluarkannya UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yurisdiksi, berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan atau dibentuk dalam sistem Pemerintahan Nasional dan berada di Kabupaten. Landasan
pemikiran
dalam
pengaturan
mengenai
desa
adalah
keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat. Dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
desa
dibentuk
Badan
Permusyawaratan Desa atau yang sering disingkat BPD atau sebutan lain yang sesuai dengan budaya yang berkembang di desa bersangkutan, BPD adalah unsur lembaga dalam menyelenggarakan pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai unsur lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan terkecil yaitu desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dibentuk ditiap-tiap desa di seluruh Indonesia yang pembentukannya di latar belakangi oleh UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah maupun
1
Undang-Undang penggantinya yaitu Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Sesuai dengan fungsi dari lembaga ini yakni sebagai lembaga yang menjalankan fungsi legislasi, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat serta menjalankan fungsi pengawasan, maka diharapkan dengan efektifnya pelaksanaan fungsi tersebut dapat diwujudkan keseimbangan kekuatan antara elemen masyarakat yang direpresentasikan oleh BPD dengan pemerintah desa. Di level desa perlu dibangun good governance (tata kelola pemerintahan yang baik) yang memungkinkan keterlibatan seluruh elemen desa yang direpresentasikan melalui kelembagaan BPD dalam setiap urusan publik, penyelenggaraan pemerintahan serta merumuskan kepentingan desa. Tentunya ini dapat terwujud apabila BPD memiliki posisi tawar (bargaining position) yang kuat tidak hanya terhadap pemerintah desa tetapi juga terhadap pemerintah supra desa. Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia yang menjadi ukuran dalam menilai kinerja organisasi tersebut meskipun dinilai baik, namun terlepas dari penilaian masyarakat tersebut ternyata masih ditemukan sejumlah fakta yang apabila dikaitkan dengan indikator-indikator kinerja organisasi menunjukkan bahwa ada beberapa indikator kinerja yang belum terpenuhi dalam struktur keanggotaan BPD di Desa Fatufia yaitu masih adanya sejumlah elemen masyarakat yang belum terwakili dalam struktur keanggotaan lembaga tersebut. Fungsi pengawasan dari BPD dinilai sebagai fungsi yang paling gencar dilaksanakan dibandingkan pelaksanaan fungsi-fungsi yang lain yaitu menetapkan peraturan desa dan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi
2
masyarakat, dimana merupakan fungsi yang paling minim dalam hal penerapan dan pelaksanaannya. Masih terdapatnya pelaksanaan fungsi dari BPD yang dinilai masih minim, tentu tidak dapat dilepaskan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi tersebut yaitu faktor pendorong dan penghambat. Salah satu faktor pendorong yang cukup berpengaruh dalam pelaksanaan fungsi tersebut adalah pengalaman individu yang dimiliki oleh anggota BPD perihal pelaksanaan
fungsinya,
seperti
pengalaman
kegiatan
organisasi
kemasyarakatan, dan adapun salah satu faktor-faktor yang dapat menghambat yaitu kurangnya sarana dan prasarana. Mengutip pendapat yang menyorot tentang kinerja Lembaga Musyawarah Desa (LMD) menyatakan bahwa: berdasarkan hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa tingkat kemampuan para anggota Lembaga Musyawarah Desa masih terbatas sehingga dengan keterbatasan itu para anggota Lembaga Musyawarah Desa belum memahami, mengkaji dan melaksanakan ketentuan-ketentuan yang digariskan dalam undang-undang, maupun yang telah ditetapkan dalam berbagai peraturan pelaksanaannya. Identik dengan masalah yang melingkupi Lembaga Permusyawaratan Desa,
kondisi
itu
juga
masih
terjadi
pada
pembentukan
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD), apalagi dengan nuansa yang lebih dinamis, dimana Badan Permusyawaratan Desa semakin dituntut untuk dapat berperan secara aktif menjalankan fungsinya dalam rangka peran partisipatif lembaga dalam membangun desa.
3
Peran partisipatif tersebut akan terhambat secara kolektif, apabila kemampuan sumber daya anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sangat rendah dan atau konteks pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di arahkan kepada tujuan dan maksud tertentu, demi kepentingan kelompok atau golongan tertentu. Karena begitu kompleksnya fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD), sehingga untuk mencapai keberhasilan dalam pelaksanaan fungsinya, perlu kiranya dikenali beberapa faktor penghambat yang sering terjadi dalam Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai suatu lembaga yaitu antara lain : (1) Dari aspek hubungan dalam organisasi pemerintahan Desa, (2) Komunikasi dan kerjasama organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), dan (3) dari Aspek kemampuan individual anggota Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi, merupakan salah satu wilayah Desa yang secara administratif berada dalam wilayah Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah. Di lihat dari segi geografisnya, wilayah Desa Fatufia sangat dekat dengan Ibukota Kabupaten Morowali. Kondisi ini menyebabkan Desa Fatufia harus dapat memposisikan diri secara administrasi dan struktural untuk dapat mengikuti dinamisasi perkembangan wilayah desadesa yang ada disekitarnya. Dinamisasi pertumbuhan pembangunan di Desa Fatufiia, seluruh komponen dalam struktur Pemerintahan Desa (Kepala Desa dan aparaturnya beserta BPD) dituntut untuk dapat berinisiatif secara aktif dalam rangka
4
pemikiran perkembangan dan pertumbuhan Desa Fatufia. Perkembangan dan pertumbuhan Desa Fatufia sangat di dukung oleh tingkat kemampuan Pemerintah Desa untuk meningkatkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, tingkat perekonomian dan pendapatan masyarakat Desa, pertumbuhan produksi dan hasil usaha masyarakat. Untuk kesemua itu, diperlukan tatanan peraturan yang bersifat mengikat. Dalam arti bahwa ketentuan dan peraturan yang berlaku dalam masyarakat Desa Fatufia tumbuh dan berkembang berdasarkan aspirasi dan dinamika masyarakat. Untuk dapat mewujudkan hal tersebut, diperlukan suatu bentuk struktur kelembagaan BPD sebagai perumus, dan pengayom dalam ketentuan peraturan desa, dimana hal ini harus didukung oleh koordinasi struktural intern kelembagaan, kemampuan individu yang berupa kecakapan dalam merumuskan aspirasi masyarakat ke dalam peraturan desa yang bersifat mengikat. Pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia dipengaruhi oleh beberapa faktor, faktor tersebut dapat saja menjadi faktor Pendorong dan penghambat pelaksanaan
fungsi. Faktor tersebut dapat saja bersumber dari individu
pengurus BPD yang berupa tingkat pendidikan dan pengalaman, hubungan organisasi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dengan lembaga lain yang ada di desa, dan tingkat pemahaman masyarakat terhadap fungsi BPD, sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Dikalangan masyarakat Desa Fatufia, masih terdapat perbedaan pandangan terhadap realisasi fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
5
Hal ini menyebabkan realisasi pelaksanaan
fungsi badan tersebut masih
sering disalah artikan atau tidak dapat dipahami dengan baik oleh masyarakat, karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman tentang fungsi yang diemban oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Hal pokok yang menjadi perdebatan adalah adanya pandangan yang sempit dan keliru yaitu bahwa BPD hanya bertugas untuk mengawasi pelaksanaan tugas dari Kepala Desa. Sementara tugas dan kewajiban BPD yang harus dilakukan sangat kompleks di antara (1) Membahas rancangan peraturan desa bersama kepala desa, (2) Mengayomi adat istiadat, (3) Merumuskan rencana pembangunan desa bersama dengan pemerintah desa, (4) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, (5)
Mengawasi atas
kebijakan yang dijalankan pemerintah desa, (6) Melaksanakan peraturan desa, (6) Menyetujui anggaran pendapatan dan belanja desa (APBDes), (7) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian kepala desa, (8) Membentuk panitia pemilihan kepala desa. Adanya keinginan untuk mengetahui persepsi masyarakat, dilakukan sebagai evaluasi terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang ditujukan untuk lebih meningkatkan kinerja dan kualitas sebagai wadah pengayom, legislasi dan menampung aspirasi masyarakat di desa. Pelaksanaan fungsi pengayoman adat oleh BPD dapat berjalan dengan baik jika adanya peran dari BPD dan juga kesadaran masyarakat yang cukup tinggi terhadap nilai-nilai sosial yang harus tetap dijaga dan dipatuhi seperti mengedepankan
nilai-nilai
sosial
musyawarah
dalam
menyelesaikan
6
perselisihan yang timbul di dalam masyarakat akan menghasilkan jalan keluar yang dapat memuaskan hasil yang diterima. Fungsi BPD dalam Pemerintahan Desa sangat penting, salah satunya sebagai penyalur aspirasi masyarakat. Usulan atau masukan untuk rancangan suatu Peraturan Desa dapat datang dari masyarakat dan disampaikan melalui BPD. Inisiatif juga bisa datang dari Kepala Desa. Usulan-usulan tersebut dilakukan pemeriksaan oleh BPD apakah usulan tersebut mencakup semua keperluan warga desa atau masalah tersebut datangnya hanya dari satu golongan tertentu untuk memenuhi kepentingan mereka sendiri. Berkenaan dengan hal di atas, BPD harus tanggap terhadap kondisi sosial masyarakat, setiap keputusan yang dihasilkan diharapkan mampu membawa sebuah perubahan yang bersifat positif bagi semua warga desa. Inisiatif dalam pembuatan Peraturan Desa baik yang datangnya dari anggota BPD maupun dari Kepala Desa terlebih dahulu dituangkan dalam rancangan Peraturan Desa. Rancangan yang datang dari Kepala Desa diserahkan kepada BPD untuk dibahas dalam rapat BPD untuk mendapatkan persetujuan dari anggota BPD, demikian juga sebaliknya apabila rancangan Peraturan Desa datang dari BPD maka harus dimintakan persetujuan Kepala Desa. Setelah mendapatkan persetujuan bersama, maka
rancangan tersebut diserahkan
kepada Desa untuk dijadikan sebuah Peraturan Desa. BPD dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa berpedoman
kepada
kebijakan
yang
telah disepakati
bersama yaitu program kerja, APBDes serta berbagai peraturan perundang-
7
undangan yang berlaku. Konsisten dalam melakukan pengawasan terhadap bagaimana suatu program pemerintah, fungsi pemerintahan, peraturan dan keputusan yang telah ditetapkan bersama akan mengurangi adanya penyelewengan atas kewenangan dan keuangan desa dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Tujuan dilakukan pengawasan yaitu agar pelaksanaan suatu kegiatan dapat berjalan dan mencapai hasil sebagaimana yang telah direncanakan atau diprogramkan sebelumnya. Di Desa Fatufia, fungsi BPD belum dilaksanakan secara optimal. Hal ini ditunjukkan dengan terdapatnya persepsi masyarakat yang menganggap BPD tidak menjalankan fungsinya yakni fungsi pengawasan terhadap pelaksanaan program yang telah disepakati, sehingga banyak program yang dijalankan oleh kepala desa sering terjadi penyelewengan. Begitu juga dengan Aspirasi masyarakat yang ditampung dan disalurkan BPD belum representatif. Berdasarkan pemikiran di atas penulis tertarik untuk melakukan kajian khusus mengenai persepsi masyarakat tentang pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam suatu judul penelitian yaitu: “Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan
Fungsi Badan Permusyawaratan Desa
(BPD) di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia.
8
2. Faktor - faktor apakah yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia. C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka penelitian ini bertujuan: 1. Untuk mengetahui persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia. 2. Untuk mengetahui faktor - faktor yang menjadi pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Akademik Sebagai bahan referensi dan bahan pembanding dalam pembahasan dan pengkajian ilmu pengetahuan khususnya mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD demi kemajuan dan penyempurnaan kelembagaan Desa di Desa Fatufia dan bagi peneliti lain yang berminat pada topik yang sama meskipun lokasi yang berbeda. 2. Manfaat Praktis Bagi Pemerintah Desa khususnya di Desa Fatufia dalam rangka meningkatkan pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa demi kemajuan Sistem Pemerintahan Desa.
9
BAB II TINJAUN PUSTAKA A. Konsep Persepsi Secara etimologis, persepsi berasal dari kata perception (Inggris) dan berasal dari bahasa latin perception; dari percipare yang artinya menerima atau mengambil (Sobur, 2003: 445). Menurut kamus lengkap psikologi, persepsi adalah: (1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indera, (2) Kesadaran dari proses-proses organis, (3) (Titchener) satu kelompok penginderaan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman di masa lalu, (4) Variabel yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan organisasi untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang, (5) Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu (Chaplin, 2006: 358). Selanjutnya menurut Leavit (dalam Sobur, 2003: 445) persepsi dalam arti sempit adalah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas persepsi adalah pandangan atau pengertian yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Definisi persepsi menurut para ahli sangat beragam, seperti yang dikemukakan berikut ini. Persepsi menurut Epstein & Rogers (dalam Stenberg, 2008: 105) adalah seperangkat proses yang dengannya kita mengenali, mengorganisasikan dan memahami cerapan-cerapan inderawi yang
10
kita terima dari stimuli lingkungan. Persepsi didefinisikan sebagai suatu proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indera kita (penginderaan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari di sekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri (Shaleh, 2009: 110). Menurut Wittig (1977: 76) persepsi adalah proses menginterpretasikan stimulus oleh seseorang (perception is the process by which a person interprets sensory stimuli). Persepsi muncul dari beberapa bagian pengalaman sebelumnya. Definisi persepsi yang diberikan oleh Desiderato (dalam Rakhmat, 1996: 51) adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi ialah memberikan makna pada stimuli inderawi (sensory stimuli). Hubungan dengan persepsi sudah jelas. Sensasi adalah bagian dari persepsi. Walaupun begitu, menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi, tetapi juga atensi, ekspektasi, motivasi, dan memori. Persepsi dalam pengertian psikologi menurut Sarwono (2002: 94) adalah proses pencarian informasi untuk dipahami. Alat untuk memperoleh informasi tersebut adalah penginderaan (penglihatan, pendengaran, peraba dan sebagainya). Sebaliknya, alat untuk memahaminya adalah kesadaran atau kognisi.
11
Menurut Moskowitz dan Ogel (dalam Walgito, 2003: 54), persepsi merupakan proses yang integrated dari individu terhadap stimulus yang diterimanya. Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa persepsi itu merupakan proses pengorganisasian, penginterpretasian terhadap stimulus yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang berarti dan merupakan aktivitas yang integrated dalam diri individu. Menurut Thoha (2007: 141),bahwa: Persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman, pada dasarnya memahami persepsi bukan suatu pencatatan yang benar terhadap suatu situasi yang dihadapi, melainkan merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi. Selanjutnya Dimyati dan Mudjiono (2006: 239), mengemukakan dengan adanya persepsi tentang sesuatu, mengakibatkan sikap menerima, menolak, atau bisa juga mengabaikan.
B. Proses Terbentuknya Persepsi Persepsi menurut Slameto (2010: 102) adalah proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia. Melalui persepsi manusia terus-menerus mengadakan hubungan dengan lingkungannya. Persepsi dalam pengertian diatas merupakan Proses persepsi individu dituntut untuk memberikan penilaian terhadap suatu obyek, persepsi tersebut dapat bersifat positif atau negatif. Persepsi menjadikan diri berinteraksi dengan sekitarnya, khususnya antar manusia. Kehidupan sosial salah satunya
12
di dalam kelas tidak lepas dari interaksi antara masyarakat dengan masyarakat serta antara masyarakat dan pemerintah. Adanya interaksi antar komponen yang ada menjadikan masing-masing komponen (masyarakat dan pemerintah) akan saling memberikan tanggapan, penilaian dan persepsinya. Persepsi penting adanya untuk menumbuhkan komunikasi aktif, sehingga dapat meningkatkan kapasitas interaksi dalam masyarakat. Feigi (dalamYusuf,1991: 108), menjelaskan proses pembentukan persepsi sebagai pemaknaan hasil pengamatan yang diawali dengan adanya stimuli. Setelah mendapat stimuli, pada tahap selanjutnya terjadi seleksi yang berinteraksi dengan "interpretation", begitu juga berinteraksi dengan "closure". Proses seleksi terjadi pada saat seseorang memperoleh informasi, maka akan berlangsung proses penyeleksian pesan tentang mana pesan yang dianggap penting dan tidak penting. Proses closure terjadi ketika hasil seleksi tersebut akan disusun menjadi satu kesatuan yang berurutan dan bermakna, sedangkan
interpretasi berlangsung ketika yang bersangkutan memberi
tafsiran atau makna terhadap informasi tersebut secara menyeluruh. Menurut Asngari (1984: 12-13) pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam atau dahulu memegang peranan yang penting. Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterprestasikan stimulus
yang
diterimanya sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan. Dengan demikian, stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam pembentukan persepsi. Sejalan hal tersebut dapat
13
disimpulkan bahwa proses terbentuknya
persepsi berawal dari sebuah
rangsangan atau stimulus yang kemudian diinterprestasikan sesuai dengan pengenalan, penalaran, dan perasaan individu yang disebut juga sebagai variabel psikologis yang muncul diantara rangsangan dan tanggapan. Selanjutnya Sobur (2003: 447), mengemukakan dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama yaitu:
1. Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit.
2. Interpretasi,
yaitu
proses
mengorganisasikan
informasi
sehingga
mempunyai arti bagi seseorang.
3. Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang diterima, sehingga menghasilkan sebuah bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Dalam menelaah proses terbentuknya persepsi sangat dipengaruhi oleh faktor fungsional yang menentukan persepsi seseorang yang berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal-hal lain termasuk yang kita sebut sebagai faktor-faktor personal (Rakhmat1998:55).
Selanjutnya Rakhmat
menjelaskan yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli,tetapi karakteristik orang yang memberi respon terhadap stimuli. Persepsi meliputi juga kognitif (pengetahuan), yang mencakup penafsiran objek, tanda dan orang dari sudut pengalaman yang bersangkutan
14
(Gibson,1986:54). Selaras dengan pernyataan tersebut Krech, dkk. (dalam Sri Tjahjorini Sugiharto (2001:19) mengemukakan bahwa persepsi seseorang ditentukan oleh dua faktor utama, yakni pengalaman masa lalu dan faktor pribadi. Dalam pengertian diatas secara lebih jauh akan melahirkan lima prinsip dasar tentang persepsi yang perlu diketahui agar menjadi komunikator yang efektif seperti diungkapkan Slameto (2010:103-105) yaitu: 1. Persepsi Itu Relatif Bukan Absolut Artinya: pada dasarnya manusia bukan merupakan instrumen ilmiah yang mampu menyerap segala sesuatu persis seperti keadaan yang sebenarnya. 2. Persepsi Itu Selektif Artinya: Seseorang hanya memperhatikan beberapa rangsangan dari banyak rangsangan yang ada disekelilingnya pada saat-saat tertentu. Persepsi itu selektif berarti bahwa rangsangan yang diterima akan tergantung pada apa yang pernah dipelajari, pada suatu yang menarik perhatian dan kearah mana persepsi itu mempunyai kecenderungan. Keterbatasan dalam kemampuan seseorang untuk menerima rangsangan. 3. Persepsi Itu Tatanan Artinya: orang yang menerima rangsangan dilakukan dengan hubunganhubungan atau kelompok- kelompok. Jika rangsangan datang tidak lengkap maka akan dilengkapi dengan sendirinya sehingga hubungan itu menjadi jelas.
15
4. Persepsi Dipengaruhi Oleh Harapan dan Kesiapan Artinya: harapan dan kesiapan penerima pesan akan menentukan pesan yang akan dipilih untuk diterima, selanjutnya pesan yang dipilih akan ditata dan kemudian pesan akan di interpretasi. 5. Persepsi Seseorang atau Kelompok Berbeda dengan Persepsi Orang atau Kelompok Lain Walaupun Situasinya Sama. Artinya: perbedaan persepsi dapat ditelusuri pada adanya perbedaanperbedaan individual, perbedaan dalam kepribadian, perbedaan dalam sikap atau perbedaan dalam motivasi.
C. Fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Sebelum dikemukakan mengenai
fungsi Badan Permusyawaratan.
Desa, akan dikemukakan terlebih dahulu mengenai pengertian Badan Permusyawaratan Desa. Di era otonomi daerah ini pemerintah daerah diberi keleluasaan untuk mengurus daerahnya
sendiri
sesuai dengan prinsip
demokrasi. Dalam mewujudkan prinsip demokrasi tersebut maka didalam pemerintahan desa dibentuklah suatu badan yang dapat mewujudkan aspirasi dari masyarakat desa. Badan tersebut dinamakan Badan Permusyawaratan Desa atau sering kita sebut dengan BPD. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah unsur lembaga dalam penyelenggaraan pemerintahan desa. Peran BPD sangat penting, karena sebagai unsur lembaga yang paling dekat dengan masyarakat. Oleh karena itu, sesuai dengan tujuan dibentuknya BPD diharapkan dapat terwujudnya suatu proses demokrasi yang baik dimulai dari sistem pemerintahan terkecil
16
yaitu desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga perwujudan demokrasi
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan
desa.
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dapat dianggap sebagai parlemennya desa. Badan Permusyawaratan Desa (BPD) merupakan lembaga baru di desa pada era otonomi daerah di Indonesia. BPD merupakan salah satu bentuk pemerintahan permusyawaratan yang terdapat di desa. Menurut Ndraha dalam buku Napitupulu (2007: 15) menjelaskan bahwa konsep pemerintahan permusyawaratan dapat dijelaskan dari konsep Governance relationship yaitu terjadinya hubungan pemerintahan diterangkan
melalui
berbagai
pendekatan,
mulai
dari
pendekatan
parlementologi ,ilmu politik, sosiologi, dan antropologi Pemerintahan Permusyawaratan merupakan lembaga yang berperan aktif dalam menjalankan tugasnya sebagai penghubung antara masyarakat dan pemerintah desa agar pembangunan dapat dilaksanakan secara bersamasama . Hal tersebut sejalan dengan Napitupulu (2007: 15) yang menyatakan inti dari konsep pemerintahan permusyawaratan itu adalah “rakyat bersamasama membentuk negara dan mengisi jabatan-jabatan negara serta menyusun suatu sistem pemerintahan melalui suatu mekanisme pemilihan tertentu”. Dengan demikian pemerintah Permusyawaratan akan menjaring aparatur yang benar-benar mewakili seluruh kelompok dalam masyarakat. Praktik pemerintahan yang demokratis itu akan melembagakan suatu sistem pemerintahan permusyawaratan yang memberikan kesempatan yang sama
17
kepada semua rakyat untuk memimpin suatu wilayah dalam proses pemerintahan. Badan Permusyawaratan Desa menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dalam bab XI bagian ketiga pasal 209 bahwa Badan Permusyawaratan Desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Badan Permusyawaratan Desa memiliki kedudukan sejajar dengan pemerintah desa, dengan fungsi utama pengawasan kinerja pemerintah desa (fungsi legislasi) meliputi pengawasan pelaksanaan peraturan desa, Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa, dan keputusan menetapkan peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat. BPD terbentuk sebagai salah satu implementasi dari pada UndangUndang Nomor 22 Tahun 1999 tentang pemerintahan daerah yang erat kaitannya dengan pemerintahan desa dikenal sebagai Badan Perwakilan Desa. Berdasarkan atas pergantian undang-undang tersebut dengan Undang-Undang Nomor
32
Tahun
2004
maka
kata
perwakilan
diganti
dengan
Permusyawaratan dengan demikian BPD berganti nama menjadi Badan Permusyawaratan Desa. Sesuai dengan fungsinya maka BPD ini dapat dikatakan sebagai lembaga permusyawaratan atau DPR kecil yang berada di desa yang mewadahi aspirasi masyarakat desa. Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah disebutkan bahwa di desa dibentuk pemerintahan desa dan badan
18
Permusyawaratan desa, jadi BPD berkedudukan sebagai bagian dari pemerintah desa. BPD merupakan badan Permusyawaratan di desa sebagai wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan Pancasila. Kedudukan sejajar sebagai mitra pemerintahan desa ini terlihat dalam pasal 209 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 bahwa, “badan Permusyawaratan desa berfungsi menetapkan peraturan desa bersama kepala desa”. Sebagai sebuah lembaga yang terbentuk dari, oleh, dan untuk masyarakat, maka BPD dapat disebut sebagai lembaga permusyawaratan desa, yang memiliki fungsinya: 1) Pengawasan terhadap pelaksana peraturan desa dan peraturan lainnya. 2) Mengawasi pelaksanaan keputusan kepala desa. 3) Mengawasi pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. 4) Mengawasi kebijakan desa. Perlu untuk lebih diperjelas soal fungsi dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dalam pasal 34 PP No 72 Tahun 2005 disebutkan bahwa BPD berfungsi menetapkan peraturan desa bersama Kepala Desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan disamping itu BPD mempunyai fungsi mengawasi
pelaksanaan
peraturan
desa
dalam
rangka
pemantapan
pelaksanaan kinerja pemerintah Desa. Dengan fungsi yang demikian kuat, maka BPD sewajarnya berada pada posisi yang setingkat di atas pemerintah desa. Untuk itu kemudian BPD mempunyai wewenang ialah diantaranya: 1. Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Kepala Desa 2. Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Kepala Desa
19
3. Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Kepala Desa. 4. Membentuk Panitia Pemilihan Kepala Desa 5. Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat, dan 6. Menyusun tata tertib BPD Bab II Wewenang BPD Pasal 2 Tentang Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa Fatufia, memutuskan bahwa: 1. BPD sebagai lembaga permusyawaratan rakyat di desa, merupakan wahana untuk melaksanakan demokrasi berdasarkan pancasila. 2. BPD mempunyai wewenang a) Melaksanakan pengawasan terhadap: 1. Pelaksanaan peraturan desa dan peraturan perundang-undangan lainnya yang khusus mengatur Penyelenggaraan Pemerintahan Desa. 2. Pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja desa. b) Menampung dan menindak lanjuti aspirasi masyarakat desa. Yang harus dipikirkan lebih jauh adalah: (a) Mengupayakan standarnisasi penilaian hasil kerja pemerintah desa; (b) Batasan kewenangan pemerintah desa, dan (c) Mekanisme penyelesaian masalah yang terjadi antar lembaga pemerintah desa. BPD akan berfungsi sebagai sebuah lembaga yang mempersiapkan segala hal yang berkaitan dengan pembangunan di desa, kemudian akan dilaksanakan sepenuhnya oleh Kepala Desa sebagai eksekutif, melalui sebuah
20
mekanisme
kontrol
pertanggungjawaban
dari
BPD,
hingga
pada
pelaksanaan
kepada
BPD.
penerimaan Dengan
laporan demikian
kelembagaan BPD akan mengatur soal-soal: (a) Mekanisme penampungan serta penggalian aspirasi rakyat; (b) Mekanisme pembuatan peraturan agar aspirasi yang diterima tadi dapat direalisasikan; (c) Mekanisme melakukan kontrol pengawasan agar pelaksanaan dan aspirasi tersebut dapat berjalan sesuai
yang
diharapkan;
(d)
Mekanisme
penerimaan
pertanggung
pertanggungjawaban dari hasil-hasil yang telah dilaksanakan (Team work lapera, 2011: 103). Untuk pelaksanaan fungsi-fungsi ini, biasanya akan dibuatkan suatu aturan tersendiri dalam kelembagaan Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Realisasi
pelaksanaan
fungsi-fungsi
tersebut
di
atas
tentunya
memerlukan berbagai sarana dan prasarana Pendorong, terutama integritas lembaga, kemampuan individu anggota lembaga dan koordinasi antar lembaga sebagai bentuk kerja sama yang sinergis dalam mewujudkan rencana-rencana yang telah dirumuskan dalam bentuk aplikasi kegiatan untuk menuju sasaran yang dihadapi. Jika suatu keputusan tepat dan pelaksanaannya, maka sukses yang dicapai akan sangat memuaskan. Jika keputusan tepat, sedangkan pelaksanaannya jelek, maka hal itu bisa menghambat tercapainya sasaran, apabila keputusan tidak tepat dan pelaksanaannya baik, hasilnya bisa dua kemungkinan yaitu menyelamatkan kebijaksanaan yang kurang baik atau mempercepat kegagalan. Apabila keputusan tidak tepat dan pelaksanaannya
21
jelek, maka hasilnya adalah kegagalan total. Rumusan ini mengandung makna bahwa suatu keputusan yang tepat harus dibarengi pula dengan pelaksanaannya atau langkah-langkah yang tepat. Jika keduanya sulit tercapai maka kegagalan yang akan diperoleh (Salusu. 198 : 118) Selain dari faktor teknik pengambilan keputusan dalam konsep kelembagaan, faktor yang harus diperhatikan dalam perumusan keputusan adalah objek penerima kebijaksanaan atau keputusan tersebut yaitu masyarakat. Diharapkan bahwa setiap keputusan yang dibuat harus memperhatikan hasil akhir (dampak) dari pelaksanaan kebijaksanaan tersebut terhadap masyarakat sebagai kelompok sasaran penerima, karena kelompok sasaran
tersebut memiliki kondisi dan peranan yang saling berbeda dan
beraneka ragam. Peran strategis Badan Permusyawaratan Desa terletak pada kewenangan memutuskan setiap kebijakan yang akan dijalankan oleh Pemerintah Desa, dimana hal itu sangat terkait dengan konsep pelaksanaan kebijaksanaan yang dalam kajiannya menelaah sekurang-kurangnya 3 unsur yaitu: (1) Adanya program yang dijalankan; (2) Adanya kelompok masyarakat yang menjadi sasaran serta (3) Adanya unsur pelaksana baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan dan pelaksanaan serta pengawasan dari proses pelaksanaan tersebut Dengan demikian, dalam lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD) yang menurut ketentuannya adalah perumus suatu kebijakan strategis di Desa dan sekaligus bertindak sebagai pengawas dari pelaksanaan kegiatan
22
tersebut harus mampu membuat keputusan atau kebijakan yang tepat terarah sesuai kondisi dan prioritas dalam masyarakat, serta harus mampu melakukan evaluasi dan pengawasan yang optimal, agar apa yang telah digariskan dalam kebijakan yang permanen tersebut benar-benar bermanfaat bagi masyarakat secara keseluruhan. Untuk hal itu tentunya dibutuhkan kesatuan pemahaman, koordinasi yang mantap antar seluruh unsur atau lembaga di dalam desa dan yang paling utama adalah kemampuan sumber daya anggota Badan Permusyawaratan Desa harus memadai
D. Faktor –Faktor yang Menjadi Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi (BPD) Sebelum dikemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi Pelaksanaan Fungsi BPD, terlebih dahulu akan dikemukakan mengenai pengertian pelaksanaan. Dimana untuk mewujudkan suatu tujuan atau target, maka haruslah
ada
pelaksanaan
yang
merupakan
proses
kegiatan
yang
berkesinambungan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Santoso Sastropoetro (1982: 183) sebagai berikut: pelaksanaan diartikan sebagai suatu usaha atau kegiatan tertentu yang dilakukan untuk mewujudkan rencana atau program dalam kenyataannya. Selanjutnya dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia yang disusun oleh Poerwadarmita (1986: 553), mengemukakan batasan mengenai pelaksanaan tersebut dengan terlebih dahulu mengemukakan pengertian pelaksanaan sebagai berikut: Pelaksana adalah orang yang mengerjakan atau melakukan
23
rencana yang telah disusun. Sedangkan pelaksanaan adalah perihal (perbuatan, usaha) melaksanakan rancangan. Berdasarkan batasan dikemukakan oleh Poerwadarmita di atas, maka dapat dibedakan antara pengertian pelaksanaan adalah perbuatan yang dilakukan oleh pelaksana. Jadi dengan demikian kedua pengertian tersebut diatas mempunyai arti yang berbeda namun keduanya berasal dari kata laksana. Sedangkan pengertian pelaksanaan menurut The Liang Gie (1977: 191) sebagai berikut: Usaha-usaha yang dijalankan untuk melaksanakan semua rencana dan kebijaksanaan yang telah dirumuskan dan ditetapkan dengan melengkapi
segala
kebutuhan
alat-alat
yang
diperlukan,
dimana
pelaksanaannya, kapan waktunya dimulai dan berakhir, dan bagaimana cara dilaksanakan. Kemudian SP. Siagian (1984: 120), menyatakan bahwa jika suatu rencana yang terealisasi telah tersusun dan jika program kerja yang “achievement oriented” telah dirumuskan maka kini tinggal pelaksanaannya. Lebih lanjut, Siagian (1984: 121) mengatakan bahwa dalam pelaksanaan ada beberapa hal pokok yang perlu diperhatikan yaitu: 1. Membuat rencana detail, artinya merubah rencana strategis (jangka panjang) menjadi rencana teknis (jangka pendek) dan mengorganisir sumber-sumber dan staf dan selanjutnya menyusun peraturan-peraturan dan prosedur-prosedur tertentu. 2. Pemberian tugas artinya merubah rencana teknis menjadi rencana praktis,
24
dan tujuan selanjutnya melakukan pembagian tugas- sumber-sumber 3. Monitor artinya pelaksanaan dan kemajuan pelaksanaan tugas jangan sampai terjadi hal-hal yang berhubungan dengan rencana praktis. Dalam hal ini diperlukan untuk memeriksa hasil-hasil yang dicapai. 4. Review artinya pelaporan hasil-hasil pelaksanaan kegiatan, analisis pelaksanaan tugas-tugas, pemeriksaan kembali dan penyusunan jadwal waktu pelaksanaan selanjutnya dalam laporan diharapkan adanya saran dan perbaikan bila ditemui adanya perbedaan dan penyimpangan. Pelaksanaan sebagaimana dikatakan oleh Jones (dalam Idrus, 1992: 9) adalah suatu yang sederhana dan mudah dimengerti, “ambil pekerjaan dan laksanakan”. Suatu definisi yang teramat sederhana karena hanya berbentuk suatu istilah, tetapi “laksanakan” memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Demikian juga kata “kerjakan” juga memerlukan keterlibatan banyak orang, uang dan keterampilan organisasi dari apa yang tersedia. Dengan kata lain pelaksanaan adalah suatu proses yang memerlukan ekstra sumber agar dapat memecahkan masalah pekerjaan. Pressman dan Widalusky (dalam Muh. Idrus Mufty, 1992: 11) memandang pelaksanaan sebagai suatu proses interaksi antara penentuan tujuan dengan tindakan yang dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dengan demikian pelaksanaan menjadi jaringan yang mampu untuk mengaitkan hubungan yang menjadi mata rantai hubungan berikutnya yang memungkinkan untuk mencapai hasil yang diinginkan. Karena itulah unsur
25
yang saling terkait merupakan konsep penting dari pelaksanaan. Allison (dalam Abdullah, 1987: 44) mengemukakan bahwa konsep pelaksanaan merupakan tahap yang penting dan kritis yang memerlukan kerja sama segenap pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan suatu kebijaksanaan. Secara garis besar dapat dikatakan bahwa fungsi pelaksanaan itu ialah untuk membentuk suatu hubungan yang memungkinkan tujuan-tujuan ataupun sasaran kebijaksanaan dapat diwujudkan secara “out come” (hasil akhir). Sebab itu fungsi pelaksanaan mencakup pula penciptaan apa yang ada yang biasanya terdiri dari cara-cara atau sarana-sarana tertentu yang dirancang secara khusus serta diarahkan menuju tercapainya tujuan-tujuan dan sasaran yang dikehendaki. Menurut Abdullah (1988) pengertian dan unsur-unsur pokok dari proses pelaksanaan adalah sebagai berikut: 1. Proses pelaksanaan program (kebijaksanaan) ialah rangkaian tindak lanjut (setelah sebuah program atau kebijaksanaan diterapkan), yang terdiri atas pengambilan keputusan, langkah-langkah strategis maupun operasional yang ditempuh guna mewujudkan suatu program atau kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari program (kebijaksanaan) yang ditetapkan. 2. Proses pelaksanaan dalam kenyataan sesungguhnya dapat berhasil, kurang berhasil ataupun gagal sama sekali, ditinjau dari sudut hasil yang dicapai atau “out come”, karena dalam proses tersebut turut bermain dan terlibat sebagai unsur yang pengaruhnya dapat bersifat mendukung maupun
26
menghambat pencapaian sasaran program. 3. Dalam proses pelaksanaan sekurang-kurangnya terdapat tiga unsur penting dan mutlak yaitu: (i) Program (kebijaksanaan) yang dilaksanakan yang dapat menjadi ukuran utama dalam melaksanakan kegiatan; (ii) Target group yaitu kelompok masyarakat yang menjadi sasaran dan diharapkan akan menerima manfaat dari program tersebut; dan (iii) Unsur pelaksanaan (implementer) baik organisasi maupun perorangan yang bertanggung jawab dalam pengelolaan, pelaksanaan dan pengawasan dari pelaksanaan tersebut. Faktor pelaksanaan menempati posisi yang paling penting dalam menentukan keberhasilan suatu program untuk diwujudkan. Maka dalam proses kegiatannya menurut Bintoro (1991: 199) perlu memperhatikan beberapa hal, antara lain 1. Perlu ditentukan secara jelas siapa atau badan/lembaga mana secara fungsional akan diserahi wewenang mengkoordinasikan program didalam suatu sektor. 2. Perlu diperhatikan penyusunan program pelaksanaan yang jelas dan baik. Dalam program pelaksanaan itu, dasar prinsip fungsional perlu dituangkan kedalam rangkaian prosedur yang serasi, jelas dan ditaati oleh semua pihak yang terlibat dalam hubungan pelaksanaan program tersebut. 3. Perlu dikembangkan hubungan kerja yang lebih baik, antara lain dalam bentuk badan kerjasama atau suatu panitia kerjasama dengan tanggung jawab dan koordinasi yang jelas.
27
4. Perlu diusahakan koordinasi melalui proses penyusunan anggaran dan pelaksanaan pembiayaannya. 5. Bertolak dari rumusan di atas maka dapatlah diambil sebuah kesimpulan, bahwa pelaksanaan itu adalah suatu kegiatan dalam proses merealisasikan suatu program dengan melalui prosedur dan tata cara yang dianggap tepat. Selanjutnya perlu ditegaskan bahwa hendaknya suatu pelaksanaan harus dapat dipertanggungjawabkan. Ada beberapa segi yang berpengaruh diantaranya adalah pelaksanaan itu sesuai dengan kepentingan masyarakat. Seperti yang dikemukakan Bintoro (1991: 219), suatu segi lain dari dapatnya dipertanggungjawabkan suatu pelaksanaan pemerintah adalah apakah pelaksanaannya itu sesuai dengan kepentingan masyarakat. Dengan demikian pelaksanaan sebagai suatu kegiatan untuk merealisasikan tujuan terhadap sebuah sasaran sehingga suatu pelaksanaan akan mengarah kepada usaha yang sesuai dengan kepentingan masyarakat. Berdasarkan uraian tentang pelaksanaan di atas, maka dapat dikemukakan bahwa terdapat beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi pelaksanaan fungsi BPD. 1. Faktor Pendorong Koordinasi antar lembaga atau jalinan kerjasama yang baik antar lembaga, diperlukan dalam menunjang kegiatan pembangunan (Cause dalam Abdullah, 1990: 21). Selain itu Pengalaman organisasi juga adalah faktor yang sangat berpengaruh dalam proses interaksi individu dalam masyarakat. Dengan pengalaman organisasi yang cukup, dapat melakukan
28
tugas-tugasnya merumuskan keputusan yang tepat bagi organisasi, dan menyusupi keseluruhan cara bertindak organisasi (Salusu, 1989: 114). Jadi dapat disimpulkan faktor Pendorong pelaksanaan fungsi BPD adalah sebagai berikut: (1) Koordinasi/kerjasama antar lembaga (2) Kemampuan pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus. 2. Faktor Penghambat Masyarakat sepenuhnya belum memahami fungsi yang diemban oleh BPD, hal ini akan mengakibatkan perbedaan pemahaman antara masyarakat dengan anggota BPD dalam merealisasikan fungsinya. Faktor penghambat yang lain adalah sarana dan prasarana yang mutlak diperlukan dalam pelaksanaan
fungsi Badan Permusyawaratan Desa
(BPD), tanpa sarana dan prasarana yang memadai, maka tidak mungkin Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dapat melaksanakan fungsinya secara maksimal. Jadi dapat disimpulkan faktor penghambat pelaksanaan fungsi BPD adalah sebagai berikut: (1) Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, (2) Minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi.
E. Kerangka Pikir Persepsi masyarakat terhadap Badan Permusyawaratan Desa (BPD) tentunya tidak terlepas dari keberadaan dan pelaksanaan fungsi yang di emban oleh BPD sebagai lembaga perwujudan demokrasi yang terbentuk dari, oleh dan untuk masyarakat. Keberadaan BPD akan diterima dan
29
menimbulkan persepsi yang baik di tengah-tengah masyarakat dalam melaksanakan serta mewujudkan kinerjanya jika dalam melaksanakan fungsinya berhasil menetapkan peraturan desa yang dapat dilihat dari beberapa indikator yang telah ditentukan dalam wewenang BPD, siap menampung dan menyalurkan aspirasi dari masyarakat kepada pemerintah desa, dan mampu mengawasi pelaksanaan peraturan desa. Namun dalam pelaksanaan fungsi BPD tidak terlepas dari faktor pendorong dan penghambat dalam pelaksanaan fungsi tersebut antara lain, faktor pendorong yaitu koordinasi/kerjasama antar lembaga, dan kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus, selain itu ada juga faktor penghambat yakni, masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD dan minimnya sarana dan prasarana pendukung. Adapun bagan kerangka pikir mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD, dapat di gambarkan sebagai berikut:
Persepsi Masyarakat Tentang Fungsi BPD
Fungsi BPD 1. Menetapkan peraturan desa 2. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat 3. Mengawasi pelaksanaan peraturan desa
Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD 1. Faktor Pendorong Koordinasi / kerjasama antar lembaga Kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD 2. Faktor Penghambat Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD Minimnya sarana dan prasarana BAB III
30
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali. Pemilihan lokasi ini didasarkan pertimbangan bahwa di Desa ini terdapat persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di nilai belum optimal. Adapun waktu penelitian untuk memperoleh data dan informasi dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan April 2013 tentang pelaksanaan fungsi BPD tahun 2012.
B. Populasi dan Sampel Populasi adalah keseluruhan Kepala Keluarga yang berjumlah 147 KK. Mengingat jumlah populasi cukup banyak, maka penarikan sampel dilakukan secara simple random sampling
sebesar 5% dari jumlah populasi yaitu
sebanyak 30 KK, selain itu di tetapkan informan sebanyak 5 orang dari pengurus BPD.
C. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, baik data primer maupun sekunder yaitu:. 1. Angket / Quesioner, yaitu dengan cara pembagian quesioner (daftar pertanyaan) kepada responden yang telah dipilih untuk diisi. Teknik ini
31
dipergunakan
untuk
mengetahui
Persepsi
masyarakat
terhadap
pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa di Desa Fatufia. 2. Wawancara, yaitu melakukan tanya jawab secara langsung dengan informan pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Wawancara digunakan untuk mengetahui faktor Pendorong dan penghambat pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD). 3. Dokumentasi, yaitu menelaah berbagai dokumen-dokumen resmi yang dimiliki seperti, arsip-arsip, buku, dan literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti.
D. Teknik Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis data kualitatif yaitu mendeskripsikan serta menganalisis data yang diperoleh di lokasi penelitian kemudian diolah dan ditabulasi berdasarkan sifat dan jenisnya selanjutnya di interpretasi secara deskriptif untuk menjawab rumusan masalah. Miles dan Huberman (2007:16-20 Penerjemah: Rohidi), mengemukakan bahwa analisis terdiri dari beberapa alur kegiatan yang terjadi secara bersamaan yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Berikut penjelasan dari alur kegiatan dari analisis sebagai berikut: 1.
Pengumpulan Data Data collecting atau pengumpulan data yaitu pengumpulan data pertama atau data mentah yang dikumpulkan dalam suatu penelitian.
2.
Reduksi Data
32
Data reduction atau penyederhanaan data adalah proses memilih, memfokuskan, menyederhanakan, dengan membuat abstraksi, mengubah data mentah menjadi yang dikumpulkan dari penelitian kedalam catatan yang telah diperiksa. Tahap ini merupakan Tahap analisis data yang mempertajam atau memusatkan, membuat sekaligus dapat dibuktikan. 3.
Penyajian Data Data Display atau penyajian data adalah menyusun informasi dengan cara tertentu sehingga diperlukan penarikan kesimpulan atau pengambilan tindakan. Pengambilan data ini membantu untuk memahami peristiwa yang terjadi dan mengarah pada analisa atau tindakan lebih lanjut berdasarkan pemahaman.
4.
Penarikan Kesimpulan / Verifikasi Conclutions
drawing
atau
penarikan
kesimpulan
adalah
merupakan langkah ketiga meliputi makna yang telah disederhanakan, disajikan dalam pengujian data dengan cara mencatat keteraturan, polapola penjelasan secara logis dan metodologis, konfigurasi yang memungkinkan diprediksi hubungan sebab akibat melalui hukum-hukum empiris. Adapun siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman digambarkan dalam skema berikut.
33
Gambar Siklus dari keseluruhan proses analisis data oleh Miles dan Huberman Pengumpulan Data Penyajian Data Reduksi Data Menarik Kesimpulan / Verifikasi
E. Definisi Operasional Untuk mengetahui lebih jelas mengenai variabel penelitian ini yaitu variabel bebas, maka persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD yaitu: 1. Fungsi menetapkan Peraturan Desa, yaitu peranan BPD dalam menetapkan Peraturan Desa yang di mulai dari proses rancangan, pembahasan sampai pada tahap penetapan Peraturan Desa bersama Kepala Desa. 2. Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi, yaitu menangani aspirasi yang diterima dari masyarakat kemudian menindak lanjuti aspirasi tersebut kepada Pemerintah Desa atau instansi yang berwenang. 3. Fungsi mengawasi pelaksanaan Peraturan Desa, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh BPD kepada Pemerintah Desa agar menjalankan programnya sesuai dengan rencana, tujuan dan ketentuan peraturan desa yang berlaku.
34
Faktor Pendorong pelaksanaan fungsi BPD yaitu: 1. Koordinasi
antar
lembaga,
yaitu
suatu
aktifitas
atau
kegiatan
mengintegrasikan dan mengsinkronkan berbagai pelaksanaan fungsi dari berbagai elemen yang terkait, instansi maupun organisasi dalam hal ini koordinasi antar lembaga yang dilaksanakan oleh anggota BPD kepada pemerintah desa, maupun lembaga-lembaga lain di tingkat desa dan yang diatasnya. 2. Kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus, yaitu suatu pengalaman berorganisasi yang dimiliki oleh pengurus BPD baik itu didapatkan melalui organisasi formal maupun tidak formal.
Faktor penghambat 1. Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, yaitu fungsi BPD belum seluruhnya dipahami dengan baik oleh masyarakat, sehingga menimbulkan perbedaan pandang antara masyarakat dengan anggota BPD dalam merealisasikan fungsinya. 2. Minimnya sarana dan prasarana, yaitu sarana dan prasarana yang dimiliki masih sangat minim sehingga berpengaruh kepada kinerja BPD di dalam melaksanakan fungsinya.
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi Penelitian 1. Letak Wilayah Desa Fatufia merupakan salah satu desa yang berada dalam wilayah Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali Propinsi Sulawesi Tengah yang terbentuk pada tanggal 12 Oktober Tahun 1970 yang secara geografis berada di sebelah Selatan Ibukota Kabupaten Morowali. Adapun jarak Desa Fatufia ke Ibukota Kecamatan Bahodopi adalah ± 5 Km dan Ibukota Kabupaten
Morowali ± 45 Km, jarak dari Ibukota Propinsi ± 500 Km. Adapun yang menjadi batas-batas wilayah adalah sebagai berikut: -
Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Keurea
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Banda
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Labota
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Trans Bahomakmur Adapun luas wilayah Desa Fatufia 119,79 km2, yang sebagian besar
merupakan lokasi lahan pertambangan yang berada pada kawasan pegunungan dan lokasi lahan perkebunan yang berada pada kawasan rata dan berbukit. Selain itu dari luas wilayah Desa Fatufia meliputi 5 Dusun yaitu Dusun I, Dusun II, Dusun III, Dusun IV, Dusun V. Sejak defenitifnya menjadi desa otonom hingga sekarang Desa Fatufia baru dipimpin oleh 6 Orang Kepala Desa.
36
2. Jumlah dan Usia Penduduk Mengenai jumlah penduduk Desa Fatufia untuk tahun 2012 berjumlah 825 jiwa yang terdiri dari 415 Jiwa berjenis kelamin laki-laki dan 410 berjenis kelamin perempuan serta jumlah kepala keluarga yaitu 147 KK. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 1. Jumlah Penduduk Desa Fatufia Menurut Usia dan Jenis Kelamin Tahun 2012 Jenis Kelamin
No
Klasifikasi Usia (Tahun)
Laki-laki
1
0–4
29
32
61
7,39
2
5–9
22
17
39
4,73
3
10 – 14
30
28
58
7,03
4
15 – 19
23
20
43
5,21
5
20 – 24
36
44
80
9,70
6
25 – 29
49
43
92
11,15
7
30 – 34
53
49
102
12,36
8
35 – 39
52
45
97
11,76
9
40 – 44
40
48
88
10,67
10
45 – 49
31
30
61
7,39
11
50 – 54
25
21
46
5,58
12
55 – 59
19
24
43
5,21
13
60 – Ke atas
6
9
15
1,82
415
410
825
100,00
Total
Jumlah Perempuan (Jiwa)
Persentase (%)
Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012 Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk laki-laki lebih besar dari jumlah penduduk perempuan, demikian pula dengan tingkat usia produktif yaitu antara 15-54 tahun menunjukkan jumlah yang cukup besar yaitu mencapai 7,82% (609 jiwa) dari jumlah penduduk.
37
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa tingkat produktivitas penduduk cukup tinggi dari besarnya jumlah penduduk yang berada dalam usia produktif yang juga ditunjang oleh daya dukung lahan yang cukup luas untuk bidang pertanian dan perkebunan.
3. Pendidikan dan Mata Pencaharian Penduduk a. Tingkat Pendidikan Mengenai tingkat pendidikan penduduk Desa Fatufia dapat dikatakan mengikuti berbagai level pendidikan mulai dari tingkat SD sampai dengan Perguruan Tinggi. Begitu pula dengan yang belum masuk sekolah. Mengenai tingkat pendidikan tersebut dikemukakan dalam tabel sebagai berikut. Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No
Klasifikasi Usia (Tahun)
Jenis Kelamin Laki – laki
Jumlah Perempuan (Jiwa)
Persentase (%)
2
Belum Sekolah/ Tidak Pernah Sekolah SD/Sederajat
3
SMP/Sederajat
124
103
227
27,52
4
SMA/Sederajat
87
75
162
19,64
5
Diploma
4
3
7
0,85
6
Sarjana
4
2
6
0,73
417
408
825
100,00
1
Total
107
121
228
27,64
91
104
195
23,64
Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012 Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk Desa Fatufia yang belum/tidak pernah sekolah merupakan 38
kelompok terbesar yaitu mencapai 28%, sedangkan yang terkecil yaitu kelompok penduduk yang berlatar belakang pendidikan Perguruan Tinggi (Diploma, Sarjana) yaitu hanya 2% dari jumlah penduduk Desa Fatufia b. Mata Pencaharian Penduduk Mata pencaharian sebagian besar penduduk Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali bekerja sebagai karyawan di perusahaan tambang nikel. Hal ini disebabkan karena terbukanya lowongan kerja oleh perusahaan untuk masyarakat Desa Fatufia, dimana perusahaan yang dimaksud adalah perusahaan PT. Bintang Delapan Mineral yang merupakan salah satu perusahaan terbesar di Kabupaten Morowali. Mata pencaharian lain yang terdapat di Desa Fatufia ialah petani/berkebun, nelayan, pedagang, pegawai negeri sipil, TNI, POLRI dan pertukangan. Sebaran mata pencaharian penduduk dapat terlihat dalam tabel berikut. Tabel 3. Jenis Mata Pencaharian Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No
Mata Pencaharian
Jumlah
Persentase (%)
1
Karyawan Perusahaan Tambang
81
55,10
2
Petani/Berkebun
26
17,69
3
Nelayan
15
10,20
4
Pedagang
11
7,48
5
Pegawai Negeri Sipil
8
5,44
6
TNI
1
0,68
7
POLRI
1
0,68
8
Pertukangan
4
2,72
147
100,00
Total Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012
39
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa 55,10% dari jumlah Kepala Keluarga Penduduk Desa Fatufia bermata pencaharian sebagai karyawan dan merupakan kelompok terbesar, disusul petani/berkebun 17,69%, selanjutnya nelayan 10,20%, pedagang yaitu sebanyak 7,48%, pegawai negeri sipil sebanyak 544%, pertukangan sebanyak 2,72%, dan kelompok terkecil adalah kepala Keluarga yang bermata pencaharian sebagai (TNI dan POLRI) yaitu hanya 1,36% dari jumlah Kepala Keluarga Desa Fatufia.
4. Sosial Budaya a. Agama Masyarakat Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali yang saat ini berjumlah 825 Jiwa yang terdiri dari laki-laki 415 dan perempuan 410 jiwa dengan jumlah 147 KK memeluk agama Islam dan Kristen Protestan. Agama Islam merupakan agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Desa Fatufia, sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 4. Sebaran Agama yang Dianut oleh Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No
Agama Yang Dianut
1
Islam
2
Kristen Protestan Total
Jumlah
Persentase (%)
809
98,06
16
1,94
825
100,00
Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012
40
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang memeluk Agama Islam merupakan kelompok mayoritas yaitu sebanyak 98,06%, dan kelompok penduduk yang beragama Kristen Protestan merupakan kelompok terkecil yaitu hanya 1,94% dari jumlah penduduk Desa Fatufia. Kenyataan ini menyebabkan suasana kehidupan beragama di Desa Fatufia diwarnai oleh kehidupan agama Islam. b. Suku Kelompok suku bangsa penduduk Desa Fatufia terdiri dari suku Bungku yang merupakan kelompok suku mayoritas, suku Bajo, suku Bugis, suku Jawa, suku Tolaki, dan suku Tator sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 5. Sebaran Suku Penduduk Desa Fatufia Tahun 2012 No
Nama Suku
Jumlah
Persentase (%)
1
Bungku
632
76,61
2
Bajo
135
16,36
3
Bugis
21
2,55
4
Jawa
24
2,91
5
Tolaki
8
0,97
6
Tator
5
0,61
825
100,00
Total Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2012
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa kelompok suku Bungku merupakan kelompok suku terbesar yaitu sebanyak 76,61%, kemudian disusul suku Bajo yaitu sebanyak 16,36%. Selain dari itu masih terdapat suku pendatang lainnya yang jumlahnya tidak memenuhi 10%,
41
dari jumlah penduduk Desa Fatufia yaitu suku Tolaki dan Tator sebanyak 1,58%, suku Bugis 2,55%, dan suku Jawa 2,91%.
B. Data Umum Responden yang Diteliti 1. Umur Responden Umur responden yaitu penduduk Desa Fatufia yang diambil dari berbagai umur, yakni mulai dari umur 25 tahun ke atas, jumlah responden menurut golongan umur dapat dirincikan sebagaimana dikemukakan pada tabel berikut. Tabel 6. Sebaran Responden Menurut Tingkat Umur Responden No Umur (thn) Jumlah P. BPD KK
Persentase (%)
1
25 – 35
4
4
8
22,86
2
36 – 45
1
15
16
45,71
3
46 – 55
9
9
25,71
4
56 – 65
2
2
5,71
30
35
100,00
Total
5
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 35 responden adalah jumlah terbanyak berada pada tingkat umur 36-45 tahun yaitu sebanyak 16 orang (45,71%), sedangkan responden yang terkecil berada pada tingkat umur 56-65 tahun yaitu hanya 2 orang (5,71%). Pemilihan responden yang berumur di tengah usia ini dilihat dari tingkat pengalaman dan keaktifannya dalam segala urusan kegiatan dalam masyarakat, sedangkan yang lanjut usia dilihat dari pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan sehari-hari karena telah cukup lama beraktivitas dalam masyarakat, sehingga dapat
42
dianggap mengetahui secara rinci kegiatan Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
2. Jenis Kelamin Responden Berdasarkan data yang diperoleh di lokasi penelitian, maka dapat diketahui jenis kelamin dari 35 responden sebagaimana dikemukakan pada tabel berikut. Tabel 7. Sebaran Responden Menurut Jenis Kelamin Responden Jenis No Jumlah Kelamin P. BPD KK
Persentase (%)
1
Laki – Laki
4
26
30
85,71
2
Perempuan
1
4
5
14,29
Total
5
30
35
100,00
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas menunjukkan bahwa dari 35 responden didominasi oleh laki-laki yaitu sebanyak 30 orang (85,71%), sedangkan jumlah responden perempuan hanya sebanyak 5 orang dengan persentase 14,29%. Pemilihan responden laki-laki sesuai dengan populasi penelitian yang akan diteliti yaitu Kepala Keluarga (KK), sedangkan responden perempuan dilakukan karena pada saat pengisian angket Kepala Keluarga sedang berada di luar desa atau sementara tidak berada ditempat dan responden perempuan tersebut dianggap mengetahui secara rinci kegiatan BPD Desa Fatufia.
43
3. Tingkat Pendidikan Responden Tingkat pendidikan responden tersebar mulai dari tingkat SD sampai dengan tingkat pendidikan Sarjana, sebagaimana dikemukakan pada tabel berikut. Tabel 8. Sebaran Responden Menurut Tingkat Pendidikan Responden Tingkat Persentase No Jumlah Pendidikan (%) P. BPD KK 1
SD/Sederajat
-
2
2
5,71
2
SMP/Sederajat
3
10
13
37,14
3
SMA/Sederajat
2
14
16
45,71
4
Diplomat
-
1
1
2,86
5
Sarjana
-
3
3
8,57
Total
5
30
35
100,00
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden yang terbanyak adalah pada klasifikasi pendidikan SMA yaitu sebanyak 16 orang (45,71%), sedangkan yang terendah adalah klasifikasi pendidikan Diploma yaitu hanya 1 orang (2,86%). Pemilihan responden dengan berbagai latar belakang pendidikan dianggap memungkinkan untuk mewakili masyarakat secara keseluruhan dengan berbagai layar belakang pendidikan sebagaimana halnya keterwakilan masyarakat pada lembaga Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
4. Mata Pencaharian Responden Selain itu keterwakilan masyarakat melalui responden juga dinilai dari latar belakang pekerjaan atau nama mata pencaharian sebagaimana dikemukakan pada tabel berikut.
44
Tabel 9. Sebaran Responden Menurut Mata Pencaharian Responden Jenis Mata No Jumlah Pencaharian P. BPD KK
Persentase (%)
1
Petani
2
11
13
37,14
2
Nelayan
-
8
8
22,86
3
PNS
-
2
2
5,71
4
Pegawai Swasta
2
4
6
17,14
5
Pedagang
1
4
5
14,29
6
Pertukangan
-
1
1
2,86
5
30
35
100,00
Total
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa responden terbanyak berasal dari kalangan petani yaitu sebanyak 13 orang (37,14%), kemudian kalangan nelayan yaitu 8 orang (22,86%), selanjutnya pada responden yang mewakili mata pencahariannya sebagai pegawai swasta sebanyak 6 orang (17,14), kemudian yang pencahariannya sebagai pedagang sebanyak 5 orang (14,29), Sedangkan kelompok responden terkecil yang tidak mencapai 10% berasal dari kalangan PNS yaitu hanya 2 orang (5,71%) dan pertukangan 1 orang (2,86%). Besarnya jumlah responden dari kalangan petani karena penduduk Desa Fatufia sebagian besar bermata pencaharian sebagai petani dan dianggap mengetahui kegiatan BPD, sehingga dengan besarnya dan pengetahuannya tentang kegiatan BPD dalam responden merupakan bentuk keterwakilan masyarakat dalam penelitian ini.
45
5. Agama yang Dianut Responden Dari 35 responden penelitian yang terdiri dari 5 orang anggota BPD dan 30 Kepala Keluarga (KK) menganut agama mayoritas yaitu agama Islam sebagaimana dikemukakan pada tabel berikut. Tabel 10. Sebaran Responden Menurut Agama yang Dianut Responden Agama yang Persentase No Jumlah Dianut (%) P. BPD KK 1
Islam Total
5
30
35
100
5
30
35
100
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa dari 35 responden seluruhnya menganut agama Islam atau 35 orang (100%) beragama Islam. Besarnya kelompok responden yang berasal dari agama Islam mengingat karena sebagian besar penduduk Desa Fatufia mayoritas menganut agama Islam, sehingga dalam penelitian ini dianggap dapat mewakili masyarakat Desa Fatufia dalam memberikan keterangan mengenai kegiatan BPD.
C. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelaksanaan Fungsi BPD 1. Pelaksanaan Fungsi Menetapkan Peraturan Desa Menetapkan peraturan desa merupakan fungsi BPD yang dimulai dari proses rancangan, pembahasan, sampai pada tahap penetapan peraturan desa bersama kepala desa. Dari hasil penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa oleh BPD di Desa Fatufia,
46
berdasarkan hasil isian angket oleh responden masyarakat, diketahui bahwa fungsi tersebut telah dilaksanakan. Adapun persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi tersebut dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 11. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Menetapkan Peraturan Desa No
Tanggapan Responden
Jumlah
Persentase (%)
1
Terlaksana
14
46,67
2
Kurang Terlaksana
16
53,33
3
Tidak Terlaksana
-
-
30
100,00
Total Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas tentang adanya tanggapan responden mengenai pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa oleh BPD di Desa Fatufia menunjukkan bahwa persentase sebaran jawaban responden, dimana 14 responden (46,67%) menyatakan bahwa
pelaksanaan fungsi
menetapkan peraturan desa terlaksana, dan 16 responden (53,33%) menyatakan kurang terlaksana, hal ini menunjukkan bahwa dalam pelaksanaan fungsi tersebut terdapat hambatan Pengertian responden yang menyatakan terlaksana adalah dengan melihat bahwa BPD telah melaksanakan fungsinya seperti
membuat dan
menetapkan Peraturan Desa yaitu Nomor 01 Tahun 2010 Tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa dan Peraturan Desa Nomor 01 Tahun 2011 Tentang Pengutan Desa. Dengan adanya peraturan desa di atas berdampak positif pada masyarakat seperti Perdes Tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, dimana
47
terdapat sebagian masyarakat mengetahui mekanisme atau tata cara pemilihan Kepala Desa serta pemberhentian Kepala Desa. Sedangkan untuk responden yang menyatakan kurang terlaksana mendasari alasan jawabannya karena melihat bahwa fungsi menetapkan peraturan desa tidak berjalan dengan optimal. Hasil wawancara dengan informan pengurus Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Fatufia dikatakan bahwa: “Dalam pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa oleh BPD selalu berkoordinasi dan kerja sama dengan seluruh elemen/lembaga dalam masyarakat, sehingga dalam membuat dan menetapkan peraturan desa atau ketentuan yang akan dijalankan di desa benar-benar sesuai dengan kondisi masyarakat ” (Idrus, Wakil Ketua BPD, Wawancara, 25 Februari 2013). Selaras dengan hal di atas dipertegas oleh ketua BPD Desa Fatufia mengemukakan bahwa: “Proses pembuatan peraturan desa memang dibutuhkan kerjasama antar lembaga dan tingkat kemampuan, wawasan dan pengalaman kemasyarakatan yang cukup, sehingga dalam pembuatan peraturan desa akan dapat memenuhi keinginan, kebutuhan dan kepentingan masyarakat” (Basrudin, Wawancara, 26 Februari 2013). Namun dengan adanya tanggapan di atas, pengakuan dari anggota BPD Desa Fatufia bahwa: “Pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa oleh BPD dapat berjalan dengan optimal namun karena sarana dan prasarana pendukung dalam menjalankan fungsi ini belum memadai, sehingga fungsi ini belum sepenuhnya berjalan dan terlaksana dengan baik” (Naswin, Wawancara, 2 Maret 2013). “Hambatan yang sangat nyata yang saat ini dihadapi oleh pengurus BPD Desa Fatufia dalam membuat dan menetapkan peraturan desa adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Oleh karena itu ada peraturan desa yang seharusnya dibuat atau dijalankan kadang terhambat atau tertunda karena BPD tidak mempunyai sarana dan prasarana yang memadai” (Nadir, anggota BPD, Wawancara, 7 Maret 2013).
48
Dengan demikian dapat diketahui bahwa fungsi menetapkan peraturan desa oleh BPD di Desa Fatufia kurang terlaksana. Dimana seharusnya BPD menetapkan 8 peraturan desa yang wajib ditetapkan, namun yang dilakukannya hanya 2. Untuk itu dapat dilihat mengenai jenis-jenis peraturan desa pada tabel berikut. Tabel 12. Jenis-Jenis Peraturan Desa Fatufia yang Sudah di Tetapkan No
Jenis Peraturan Desa
1 2
Peraturan Desa Tentang Pungutan Desa Peraturan Desa Tentang Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
Jumlah
Keterangan
1
Terlaksana
1
Terlaksana
2. Pelaksanaan Fungsi Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat Fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat merupakan wewenang dari Badan Permusyawaratan Desa (BPD) sebagai wujud kedaulatan
masyarakat
desa
dalam
menampung,
menyalurkan
dan
mengarahkan setiap ide dan aspirasi masyarakat. Dari hasil penelitian mengenai persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, berdasarkan hasil isian angket oleh responden masyarakat, diketahui bahwa fungsi tersebut telah dilaksanakan. Adapun tanggapan responden terhadap pelaksanaan fungsi tersebut dikemukakan dalam tabel berikut.
49
Tabel 13. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Menampung dan Menyalurkan Aspirasi Masyarakat No
Tanggapan Responden
Jumlah
Persentase (%)
1
Terlaksana
7
23,33
2
Kurang Terlaksana
23
76,67
3
Tidak Terlaksana
-
-
30
100,00
Total Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas tentang adanya tanggapan responden mengenai pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat oleh BPD di Desa Fatufia sebagian besar 23 responden (76,67%) menyatakan kurang terlaksana, dan 7 responden (23,33%) yang menyatakan terlaksana. Pernyataan responden yang menyatakan terlaksana memberikan alasan bahwa apa yang menjadi aspirasi masyarakat telah dapat ditindak lanjuti oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) seperti aspirasi untuk pemberhentian Kepala Desa yang terlibat KKN, BPD membentuk panitia pemilihan Kepala Desa yang baru. Sedangkan alasan responden yang menyatakan kurang terlaksana dengan alasan bahwa mereka tidak puas dengan hasil yang mereka rasakan, hal ini disebabkan karena adanya kepentingan lain setiap individu pengurus BPD. Oleh karena itu dengan kurang terlaksananya fungsi tersebut menunjukan adanya hambatan dalam pelaksanaannya. Hambatan pelaksanaan fungsi BPD dalam fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat tersebut, sesuai dengan pernyataan anggota BPD Desa Fatufia yang mengatakan bahwa:
50
“Pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat menjadi kurang terlaksana dengan baik disebabkan karena masih rendahnya animo masyarakat untuk menyalurkan aspirasi dan masalahnya kepada pengurus BPD, hal ini terjadi karena kurangnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat terhadap fungsi yang diemban oleh BPD, dimana sebagian masyarakat beranggapan bahwa BPD hanya berfungsi mengawasi kepala desa. oleh karena itu sehingga BPD belum dapat mengakomodir seluruh masalah yang berkembang di dalam masyarakat,” (Siti Ramadhan, Wawancara, 10 Maret 2013). Sejalan dengan ungkapan di atas, dikuatkan oleh ketua BPD mengemukakan bahwa: “Kendala utama yang dihadapi dalam menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat adalah masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi yang diemban oleh BPD, sehingga dalam proses menampung dan menyalurkan aspirasi kadangkala terjadi perbedaan pandangan antara pengurus BPD dengan masyarakat” (Basrudin, Wawancara 13 Maret 2013). Terhadap kendala dalam melaksanakan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat, anggota BPD mengemukakan bahwa: “Pelaksanaan fungsi ini seharusnya dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik, namun karena masyarakat bermasa bodoh untuk menyalurkan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi kepada BPD, sehingga dalam pelaksanaan fungsi ini hanya sebagian kecil saja aspirasi yang diterima dari masyarakat” (Naswin, Wawancara, 16 Maret 2013). Senada dengan tanggapan di atas wakil ketua BPD mengemukakan bahwa: “Diakui bahwa kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi yang diemban oleh BPD dan kurangnya inisiatif masyarakat untuk menyelesaikan masalahnya kepada pengurus BPD, dikarenakan sosialisasi yang dilakukan oleh BPD untuk diketahui kedudukan dan fungsinya masih minim, hal ini disebabkan karena minimnya sarana dan prasarana pendorong pelaksanaan fungsi, dan sumber dana yang tidak tersedia untuk melakukan sosialisasi tersebut” (Idrus, Wawancara, 21 Maret 2013). Untuk itu dapat dilihat mengenai jenis-jenis aspirasi yang ditampung oleh BPD pada tabel berikut.
51
Tabel 14. Jenis-Jenis Aspirasi yang ditampung dan disalurkan oleh BPD No
Jenis Aspirasi
Tujuan
Keterangan
1
Pemberhentian Kepala Desa
Camat
Selesai
2
Pembentukan panitia PILKADES
BPD
Selesai
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Data tabel di atas menunjukan bahwa hanya terdapat 2 jenis aspirasi yang ditampung dan diselesaikan oleh BPD. Seharusnya BPD menerima, menampung dan menindak lanjuti puluhan aspirasi yang ada dalam masyarakat, namun karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh BPD mengenai kedudukan dan fungsinya kepada masyarakat, sehingga masyarakat sepenuhnya belum memahami fungsi–fungsi yang diemban oleh BPD. Hal ini mengakibatkan kurangnya inisiatif masyarakat untuk menyampaikan dan menyelesaikan permasalahannya kepada pengurus BPD. Oleh karena itu diketahui bahwa dalam pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang diemban BPD kurang terlaksana.
3. Pelaksanaan Fungsi Pengawasan Fungsi
pengawasan
merupakan
wewenang
dari
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) dalam melakukan kontrol dan pengawasan terhadap setiap ketentuan dan peraturan desa dan kegiatan pemerintahan desa. Mengenai pelaksanaan fungsi pengawasan oleh BPD, berdasarkan hasil isian angket responden menyatakan telah dilaksanakan. Adapun hasil persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan tersebut, masyarakat memberikan tanggapan bahwa pelaksanaan terlaksana dengan baik dan kurang terlaksana.
52
Sebaran jawaban responden tersebut selanjutnya dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 15. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Fungsi Pengawasan No
Tanggapan Responden
Jumlah
Persentase (%)
1
Terlaksana
26
86,67
2
Kurang Terlaksana
4
13,33
3
Tidak Terlaksana
-
-
30
100,00
Total Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan tanggapan responden terhadap pelaksanaan fungsi pengawasan oleh Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia, 26 responden (86,67%) masyarakat menyatakan terlaksana, dan 4 responden (13,33%) menyatakan kurang terlaksana. Pada responden yang menyatakan fungsi pengawasan telah terlaksana adalah dengan melihat realitas bahwa pengurus BPD telah melakukan pengawasan dalam bidang pelaksanaan peraturan
desa yaitu tentang Pencalonan,
Pemilihan, Pelantikan dan Pemberhentian Kepala Desa, dimana Kepala Desa yang dianggap terlibat KKN telah berhasil dilengserkan oleh BPD, dan kemudian BPD membentuk Panitia untuk menyelenggarakan pemilihan Kepala Desa yang baru. Sedangkan untuk responden yang menyatakan kurang terlaksana memberi alasan bahwa efektivitas dan optimalisasi pengawasan yang dilakukan tidak tercapai. Adanya pernyataan masyarakat yang menyatakan kurang terlaksana menunjukkan bahwa masih terdapat hambatan dalam pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilaksanakan oleh BPD.
53
Hasil wawancara dengan informan oleh ketua Badan Permusyawaratan Desa (BPD) memberikan keterangan bahwa: “Dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) di Desa Fatufia menerapkan tingkat koordinasi dan kerja sama yang baik, yaitu dengan melaksanakan koordinasi antar lembaga yang ada di desa sebagai pendukung pelaksanaan fungsi dan bekerja sama yang baik, sehingga proses pengawasan dilakukan secara sungguh-sungguh dan dapat mencapai hasil yang optimal, walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa tetap dibutuhkan sarana dan prasarana yang memadai dalam pelaksanaan fungsi pengawasan” (Basrudin, Wawancara 21 Maret 2013). Dengan demikian diketahui bahwa pelaksanaan fungsi pengawasan oleh BPD sudah terlaksana dengan baik, hal ini didorong oleh faktor koordinasi dan kerja sama antar lembaga. Oleh karena itu dalam rangka melaksanakan fungsi pengawasan ini, pengurus BPD di Desa Fatufia dapat mempertimbangkan beberapa aspek yang melingkupi dan berhubungan dengan fungsi tersebut, termasuk koordinasi dengan mitra kerjanya (pemerintah desa) sebagai objek diawasi. Selain itu tujuan pengawasan yang dilakukan harus dapat diarahkan untuk membuat suatu penilaian objektif dan bukan hanya bersifat mencari-cari kesalahan dan atau ingin menjatuhkan pemerintah desa. Olehnya dengan tujuan yang demikian akan mengarahkan fungsi pengawasan pada substansi yang sebenarnya yaitu mewakili kepentingan masyarakat yang membutuhkan suatu
bentuk
masyarakat
kegiatan
secara
pemerintah
keseluruhan,
yang
bukan
mendahulukan kepentingan
kepentingan
kelompok
atau
perseorangan.
54
D. Faktor Pendorong dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD 1. Faktor Pendorong Dalam pembahasan mengenai faktor pendorong pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Fatufia, sebagaimana telah dikemukakan dalam kerangka pikir yaitu, (1) Koordinasi/kerja sama antar lembaga, (2) Kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD. a. Koordinasi/kerjasama antar lembaga Berdasarkan hasil isian angket dapat diketahui bahwa koordinasi antar lembaga baik yang berada di desa yaitu pemerintah desa maupun lembaga yang berada diatasnya, terjalin dengan baik. Kriteria terjalin dalam penelitian ini adalah dengan melihat situasi dan tingkat koordinasi atau hubungan yang dilakukan oleh BPD dengan lembaga lainnya, yang meliputi keadaan dan intensitas koordinasi yang dilakukan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat tanggapan responden tentang koordinasi antar lembaga tersebut pada tabel berikut. Tabel 16. Tanggapan Responden Terhadap Pelaksanaan Koordinasi/Kerjasama Antar Lembaga Oleh BPD No
Tanggapan Responden
Jumlah
Persentase (%)
30
100
1
Baik
2
Cukup Baik
-
-
3
Tidak Baik
-
-
30
100
Total Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
55
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Desa Fatufia dalam melaksanakan fungsinya melakukan jalinan koordinasi yang baik dengan lembaga lain. Hal ini menunjukkan bahwa setiap pelaksanaan fungsi BPD Desa Fatufia selalu melaksanakan koordinasi dengan lembaga lain. Data tersebut sejalan dengan keterangan anggota BPD Desa Fatufia menyatakan bahwa: “Terhadap pelaksanaan seluruh fungsi BPD Desa Fatufia selalu dilakukan koordinasi dan jalinan kerja sama dengan lembaga atau institusi lainnya yang ada di desa atau tingkatan di atasnya, sehingga proses pelaksanaan fungsi BPD Desa Fatufia dapat berjalan lancar” (Nadir, Wawancara 28 Maret 2013). Senada dengan ungkapan tersebut dikuatkan oleh keterangan kepala Desa Fatufia bahwa: “Pada setiap pelaksanaan fungsi BPD Desa Fatufia selalu melakukan koordinasi dengan pemerintah desa. Hal ini tentunya demi mendorong tercapainya tujuan pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut” (Jalaludin Ismail, SH. 4 April 2013). Data tersebut di atas memberikan gambaran bahwa pengurus Badan
Permusyawaratan
Desa
(BPD)
Desa
Fatufia
sepenuhnya
menerapkan asas kerjasama dan koordinasi dengan lembaga lain yang berada desa. Dengan demikian dapat diketahui bahwa salah satu faktor yang mendorong pencapaian atau target pelaksanaan fungsi-fungsi BPD Desa Fatufia adalah karena pengurus secara kontinyu melakukan koordinasi dengan lembaga lain yaitu kepada Kepala Desa, Kepala Dusun, Karang Taruna (KT), Kelompok Tani, dan Kelompok Nelayan.
56
Untuk itu dapat dilihat jalur koordinasi yang dilakukan oleh BPD Desa Fatufia pada tabel berikut. Tabel 17. Jalur Koordinasi yang dilakukan oleh BPD No
Jalur Koordinasi
Sifat Koordinasi
Keterangan
1
Kepala Desa
Sering
Terlaksana
2
Kepala Dusun
Sering
Terlaksana
3
Karang Taruna
Sering
Terlaksana
4
Kelompok Tani
Sering
Terlaksana
5
Kelompok Nelayan
Sering
Terlaksana
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
b. Kemampuan/pengalaman organisasi pengurus BPD Mengenai tingkat kemampuan/pengalaman organisasi pengurus BPD Desa Fatufia, tentunya didasari oleh latar belakang kebiasaan individu pengurus berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan. Oleh responden dinyatakan bahwa kemampuan/pengalaman organisasi pengurus BPD Desa Fatufia sangat mendorong pelaksanaan fungsinya. Mengenai tingkat kemampuan/pengalaman organisasi pengurus dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 18. Tanggapan Responden Terhadap Pengalaman Organisasi Kemasyarakatan Pengurus BPD No
Tanggapan Responden
Jumlah
Persentase (%)
30
100
1
Mendorong
2
Kurang Mendorong
-
-
3
Tidak Mendorong
-
-
Total 30 Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
100
57
Berdasarkan data pada tabel di atas tentang adanya tanggapan responden mengenai kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD seluruhnya menyatakan mendorong untuk melaksanakan fungsinya. Dari jawaban responden berdasarkan alasan bahwa anggota BPD cukup banyak bergelut dengan kegiatan administrasi dan berhubungan dengan masyarakat seperti ketua BPD yang saat ini sudah menjabat 2 kali masa periode dan pada periode sebelumnya juga memegang jabatan sebagai ketua, wakil ketua BPD yang saat ini juga pernah menjawab sebagai ketua BPD pada periode sebelumnya, kemudian anggota BPD lainnya mempunyai latar belakang aktivitas keseharian sebagai ketua organisasi kemasyarakatan yaitu mantan Ketua Kelompok Tani, sedangkan yang lainnya adalah mantan Fasilitator Desa (FD) pada program P2DTK atau sekarang PNPM, mantan ketua KPPS pada pemilihan presiden. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa seluruh pengurus BPD sebelumnya telah bergelut dengan kegiatan administrasi dan organisasi, sehingga dalam melaksanakan fungsi yang diembannya dalam kepengurusan BPD Desa Fatufia dianggap dapat berjalan dengan lancar. Hasil
wawancara
dengan
informan
pengurus
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD) Fatufia dikatakan bahwa: “Latar belakang keseharian sebagian besar pengurus BPD Desa Fatufia sebelumnya adalah sebagai ketua organisasi dan selama ini telah aktif dalam kegiatan kemasyarakatan, sehingga sangat mendorong pelaksanaan fungsi yang diemban sebagai pengurus BPD Desa Fatufia” (Naswin, Anggota BPD, Wawancara 5 April 2013).
58
Selaras dengan hal di atas, dipertegas oleh wakil ketua BPD Desa Fatufia mengemukakan bahwa: “Sebagian besar dari pengurus BPD Desa Fatufia saat ini telah banyak membantu kegiatan-kegiatan kemasyarakatan khususnya kegiatan kepemudaan, sehingga dapat dikatakan bahwa dengan menjadi pengurus BPD, apa yang telah dilakukan akan semakin meningkat karena telah mengetahui dengan jelas seluruh aspek permasalahan dalam masyarakat” (Idrus, Wawancara 5 April 2013). Pernyataan di
atas memberikan gambaran
bahwa tingkat
kemampuan/pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD di Desa Fatufia dapat menjadi pendorong pelaksanaan fungsi-fungsi BPD yang
diembannya
saat
ini.
Didasari
oleh
latar
belakang
kemampuan/pengalaman tersebut yang sebelumnya sangat bersentuhan dengan aktivitas yang dijalankan dalam kepengurusan BPD yaitu menetapkan peraturan desa, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan desa.
2. Faktor Penghambat Faktor penghambat pelaksanaan fungsi yang diemban oleh BPD berdasarkan defenisi operasional yang telah dikemukakan meliputi: (1) Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, dan (2) Minimnya sarana dan prasarana.
59
a. Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD Mengenai tingkat pemahaman masyarakat terhadap fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, sebagian responden memberikan tanggapan bahwa masyarakat memahami fungsi BPD, sedangkan yang lainnya menyatakan belum memahami atau mengetahui sepenuhnya fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD. Sebaran tanggapan responden tersebut dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 19. Tanggapan Responden Terhadap Masyarakat yang Belum Sepenuhnya Memahami Fungsi-Fungsi yang Diemban Oleh BPD Persentase No Tanggapan Responden Jumlah (%) 1 Memahami Fungsi BPD 8 26,67 2
Kurang Memahami Fungsi BPD
3
Tidak Memahami Fungsi BPD Total
22
73,33
-
-
30
100,00
Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013 Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat atau 22 responden (73,33%)
menyatakan bahwa
Masyarakat kurang memahami fungsi yang diemban oleh BPD, hal ini dapat menghambat pelaksanaan fungsi BPD. Sedangkan sebagian kecil masyarakat 8 responden (26,67%) menyatakan memahami fungsi–fungsi yang diemban oleh BPD. Tanggapan responden yang menyatakan kurang memahami fungsi BPD memberi alasan bahwa anggota BPD tidak pernah mensosialisasikan
60
mengenai fungsinya, sehingga sepengetahuan masyarakat bahwa BPD hanya memiliki satu fungsi yaitu sebagai pengawas kepala desa dalam menjalankan tugasnya. Hal ini mengakibatkan kurang terlaksananya terhadap fungsi-fungsi lain yang diemban oleh BPD dan berbagai masalah yang harus diselesaikan seringkali terjadi perbedaan sudut pandangan antara masyarakat dengan pengurus BPD. Kemudian pada responden yang menyatakan memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD dengan melihat kegiatan-kegiatan yang dilakukan BPD seperti BPD membentuk panitia untuk pemilihan Kepala Desa. Terhadap masalah kurangnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi ini, Ketua BPD Desa Fatufia mengemukakan bahwa: “Masyarakat belum sepenuhnya dapat memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, sehingga mereka hanya melihat konteks individu yang duduk sebagai pengurus BPD bukan dalam bentuk organisasi yang mewakili aspirasi masyarakat” (Basrudin, Wawancara 11 April 2013). Data tersebut di atas, memberikan gambaran bahwa persoalan hambatan yang terjadi karena masyarakat belum sepenuhnya dapat memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD. Oleh karena itu perlu dilakukan sosialisasi secara rutin mengenai kedudukan dan fungsi BPD kepada masyarakat, dengan demikian secara perlahan akan mengarah kepada peningkatan perhatian dan antusias masyarakat dalam memberikan dukungan kepada Badan Permusyawaratan Desa (BPD).
61
b. Sarana dan prasarana penunjang Mengenai sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD), oleh responden dinyatakan bahwa keadaan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD Desa Fatufia kurang memadai, sebagaimana dikemukakan dalam tabel berikut. Tabel 20. Tanggapan Responden terhadap Sarana dan Prasarana Penunjang Pelaksanaan Fungsi BPD No
Tanggapan Responden
1
Memadai
2
Kurang Memadai
3
Tidak Memadai
Total Sumber: Olahan Data Kuesioner. Tahun 2013
Jumlah
Persentase (%)
-
-
30
100
30
100
Berdasarkan data pada tabel di atas menunjukkan bahwa seluruh responden menyatakan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD kurang memadai. Hal ini jelas akan mempengaruhi optimalisasi pelaksanaan fungsi BPD. Alasan responden menyatakan kurang memadai adalah sebagai suatu lembaga formal yang ada di desa dan merupakan pencerminan aspirasi masyarakat desa, seharusnya BPD mempunyai ruangan kantor tersendiri dan tidak bergabung kepada kantor Kepala Desa sebagai mitra kerjanya, dan tidak tersedianya peralatan administrasi yang cukup, serta tidak ada mekanisme kerja yang dibuat dalam suatu perencanaan dan time schedule yang jelas.
62
Untuk mengetahui gambaran tentang keadaan Sarana dan prasarana BPD Desa Fatufia dalam melaksanakan pekerjaan dapat dilihat pada tabel berikut. Tabel 21. Keadaan Sarana dan Prasarana BPD Desa Fatufia Tahun 2013 No
Sarana dan Prasarana
1 Mesin Ketik 2 Kursi Plastik 3 Meja Kerja 5 Stempel Dinas Sumber: Kantor Desa Fatufia, Tahun 2013
Jumlah
Keadaan
1 5 1 1
Kurang Baik Baik Baik Kurang Baik
Terhadap sarana dan prasarana penunjang ini, anggota BPD Desa Fatufia mengemukakan bahwa: “Hambatan yang sangat nyata saat ini dihadapi oleh pengurus BPD Desa Fatufia adalah tidak tersedianya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Oleh karena itu kadangkala terjadi hal-hal yang seharusnya segera teratasi atau program yang terealisir harus tertunda atau terhambat hanya karena BPD tidak mempunyai sarana dan prasarana yang memadai” (Siti Ramadhan, Wawancara 12 April 2013). Oleh ketua BPD Desa Fatufia, masalah ketersediaan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD ini mengemukakan bahwa: “Telah dilakukan upaya untuk dapat memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD agar tercapai optimalisasi dalam melaksanakan fungsi tersebut. Namun karena keterbatasan dana pemerintah desa, sehingga hal tersebut belum terwujud” (Basrudin, Ketua BPD, Wawancara 15 April 2013). Berdasarkan jawaban responden dan informan tersebut di atas diketahui bahwa salah satu faktor penghambat utama optimalisasi pelaksanaan fungsi BPD Desa Fatufia adalah karena minimnya sarana dan prasarana penunjang dalam pelaksanaan fungsi BPD.
63
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut. 1. Persepsi masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi Badan Permusyawaratan Desa (BPD) adalah sebagai berikut: (a) Untuk pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa belum sepenuhnya terlaksana dengan baik karena terdapat adanya hambatan dalam pelaksanaannya yaitu minimnya sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi. Selanjutnya (b) Untuk pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat belum terlaksana dengan baik disebabkan karena masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD, dimana sering terjadi kesalahpahaman atau perbedaan antara masyarakat dengan pengurus BPD dalam menampung, dan menindak lanjuti aspirasi, dan (c) Untuk pelaksanaan fungsi pengawasan sudah terlaksana dengan baik karena didorong oleh koordinasi dan kerjasama yang baik antar lembaga yang ada di desa. 2. Faktor pendorong pelaksanaan fungsi BPD di Desa Fatufia Kecamatan Bahodopi Kabupaten Morowali adalah (1) Melaksanakan koordinasi dan kerja
sama
dengan
lembaga
lain,
(2)
Pengalaman
organisasi
kemasyarakatan pengurus BPD dalam memahami setiap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Adapun faktor penghambat yaitu, (1) Masyarakat belum sepenuhnya memahami fungsi yang diemban oleh BPD yang
64
mengakibatkan BPD dalam menjalankan fungsinya seringkali mendapat perdebatan atau pertentangan dari masyarakat, dan (2) Ketersediaan sarana dan prasarana yang tidak memadai,
B. Saran-Saran Berdasarkan hasil pembahasan maka disarankan sebagai berikut. 1. Diharapkan agar pengurus BPD Desa Fatufia dapat memperhatikan tanggapan, usul dan saran yang diberikan oleh masyarakat, dan memperhatikan
pelaksanaan
fungsi-fungsi
yang
diemban,
dengan
demikian akan memberikan petunjuk dan arah bagi pengurus dalam mengoptimalkan kinerja pelaksanaan fungsi-fungsi tersebut. 2. Diharapkan agar pengurus BPD Desa Fatufia untuk mengoptimalkan faktor pendorong yang terdapat dalam organisasi BPD, dengan demikian akan terjadi peningkatan kinerja pengurus BPD dalam melaksanakan fungsinya, sedangkan untuk faktor penghambat harus diminimalisir dan dicari cara mengatasinya, sehingga tidak menghambat kinerja pengurus BPD dalam melaksanakan fungsinya. 3. Diharapkan partisipasi masyarakat Desa Fatufia untuk menyediakan sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD, dan jangan menunggu bantuan dari pemerintah, dengan demikian akan mendorong dan dapat mengoptimalkan kinerja BPD dalam melaksanakan fungsi-fungsinya.
65
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Rozali. 2005. Pelaksanaan Otonomi Luas Dengan Pemilihan Kepala Daerah Secara Langsung. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pengembangan Desa Aspiratif. Yogyakarta: Graha Ilmu. Adisubrata, Winarna Surya. 2003. Perkembangan Otonomi Daerah di Indonesia. Semarang: Aneka Ilmu. Beratha I Nyoman. 1991. Pengembangan Desa Berwawasan Lingkungan. Jakarta: Bumi Aksara. Dadang Juliantara. 2000. Arus bawah Demokrasi dan Otonomi Pemberdayaan Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Dimyatidan Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta. Miles dan Huberman. 2007. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: UI Press. Rakhmat, Jalaludin. 1996. Keluarga Sakinah, Agama. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Suatu Tinjaun Psikologi dan
Rasyid, Ryaas. 1997. Perkembangan Pemikiran Tentang Masyarakat Kewargaan. Dalam Jurnal Ilmu Politik No. 17. hal. 3-11. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Salusu. 1986. Suatu Analisis Tentang Proses Pengambilan Keputusan Strategik pada Tingkat Managemen Eksekutif Puncak, Sebuah Studi Kasus pada Universitas Hasanudin Antara Tahun 1974-1982 Unhas. Ujung Pandang. Saparin. 1977. Tata Pemerintahan dan Administrasi Desa. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sarwono, Sarlito. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Press Sedarmayanti. 2003. Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam rangka Otonomi Daaerah. Bandung: Mandar Maju. Shaleh, Abdul Rahman. 2009. Psikologi Suatu Pengantar Dalam Perspektif Islam. Jakarta: Kencana. Slameto. 2010. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta. Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Bandung: Pustaka Setia.
Soemitro, Ronny Hanitijo. 1988. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jakarta: Ghalia Indonesia. Stenberg, J Robert. 2008. Psikologi Kognitif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sulastomo. 2001. Demokrasi atau Democracy. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada Syarifin, Pipin. dan Jubaedah, Dedah. 2006. Pemerintahan Daerah di Indonesia : Bandung: Pustaka Setia. Team Work Lapera. 2001. Politik Pemberdayaan; Jalan Mewujudkan Otonomi Desa. Yogyakarta: Lapera Pustaka Umum. Thoha, Miftah. 1984. Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasi. Alumni Bandung. ........................ (2007). Perilaku Organisasi, Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta : P.T. Rajagrafindo Perkasa. Usman, Sunyoto. 1998. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: C.V Andi Offset. Wasistiono, Sadu dan Tahir, M. Irwan. 2006. Prospek Pengembangan Desa. Bandung: Fokus Media. Widjaja. 2003. Otonomi Desa. Jakarta: Raja Grafindo. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 72 tentang Desa. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang Pedoman Pembentukan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa. Keputusan Badan Permusyawaratan Desa Fatufia Tentang Peraturan Tata Tertib Badan Permusyawaratan Desa Fatufia.
DAFTAR PERTANYAAN (ANGKET)
Assalamu Alaikum, Wr, Wb. Salam sejahtera semoga Tuhan Yang Maha Kuasa tetap memberikan perlindungan dan rahmatNya kepada kita semua, amin. Melalui daftar pertanyaan ini, diharapkan bantuan Bapak/Ibu, Sdr(i) untuk mengisi jawaban sesuai dengan kenyataan dan perasaan Bapak/Ibu, Sdr(i). Daftar pertanyaan ini adalah untuk kepentingan penelitian yang berjudul: PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP PELAKSANAAN FUNGSI BADAN PERMUSYAWARATAN DESA (BPD) DI DESA FATUFIA KECAMATAN BAHODOPI KABUPATEN MOROWALI. Tidak ada hubungannya dengan kepentingan-kepentingan lainnya. Oleh karena itu diharapkan kesediaan Bapak/Ibu, Sdr(i) untuk membantu kelancaran penelitian ini. Atas perhatian, bantuan dan kerjasamanya disampaikan terima kasih. I.
Petunjuk Pengisian: Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda ( √ ) pada salah satu jawaban yang dianggap benar sesuai dengan kenyataan menurut pandangan Bapak/Ibu, Sdr(i), dan berikan alasan secara singkat dan objektif.
II.
Identitas Responden: 1. Nama : 2. Jenis Kelamin : 3. U m u r : 4. Pend. Terakhir : 5. Pekerjaan : 6. Alamat :
III.
Pertanyaan: 1. Apakah anda setuju dengan fungsi menetapkan peraturan desa yang diemban oleh BPD? a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju Alasannya: …………………………………………………………
Nomor Responden
2. Apakah anda setuju bila BPD merumuskan, membuat, dan menetapkan aturan dengan alasan kepentingan masyarakat? a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju Alasannya: …………………………………………………………
3. Bagaimana pandangan anda tentang pelaksanaan fungsi menetapkan peraturan desa oleh BPD? a. Terlaksana b. Kurang terlaksana c. Tidak terlaksana Alasannya: ………………………………………………………… 4. Apakah anda setuju dengan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat yang diemban oleh BPD? a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju Alasannya: ………………………………………………………… 5. Apakah anda setuju apabila segala bentuk aspirasi masyarakat harus ditangani oleh BPD, kemudian menyalurkannya sesuai dengan petunjuk dan kebutuhan? a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju Alasannya: ………………………………………………………… 6. Bagaimana pandangan anda tentang pelaksanaan fungsi menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat oleh BPD? a. Terlaksana b. Kurang terlaksana c. Tidak terlaksana Alasannya: …………………………………………………………... 7. Apakah anda setuju dengan fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa oleh BPD yang diemban oleh BPD? a. Setuju b. Kurang setuju c. Tidak setuju Alasannya: ………………………………………………………… 8. Apakah anda setuju bila BPD melakukan pengawasan dan penerapan yang ketat terhadap pelaksanaan peraturan desa dengan alasan kepentingan pembangunan? a. Setuju b. Kurang setuju
c. Tidak setuju Alasannya: ………………………………………………………… 9. Bagaimana pandangan anda tentang pelaksanaan fungsi mengawasi pelaksanaan peraturan desa oleh BPD? a. Terlaksana b. Kurang terlaksana c. Tidak terlaksana Alasannya: ……………………………………………………….. 10. Menurut anda apakah koordinasi dan kerjasama antar lembaga yang dilakukan oleh BPD telah terjalin dengan baik? a. Baik b. Cukup baik c. Tidak baik Alasannya: ……………………………………………………….. 11. Menurut anda apakah kemampuan/pengalaman organisasi dari pengurus BPD mendorong dalam melaksanakan fungsi-fungsinya? a. Mendorong b. Cukup mendorong c. Kurang mendorong Alasannya: ……………………………………………………….. 12. Menurut anda apakah masyarakat sudah memahami sepenuhnya mengenai fungsi-fungsi yang diemban oleh BPD? a. Memahami b. Kurang memahami c. Tidak memahami Alasannya: ……………………………………………………….. 13. Menurut anda apakah sarana dan prasarana penunjang pelaksanaan fungsi BPD telah memadai? a. Memadai b. Kurang memadai c. Tidak memadai Alasannya: ………………………………………………………..
DAFTAR PEDOMAN WAWANCARA
I.
II.
Identitas Informan: 1. Nama 2. Jenis Kelamin 3. U m u r 4. Pend. Terakhir 5. Pekerjaan 6. Jabatan 7. Alamat
: : : : : : :
Faktor Penunjang dan Penghambat Pelaksanaan Fungsi BPD 1. Faktor-faktor apakah yang selama ini menurut bapak/ibu yang menjadi penunjang pelaksanaan fungsi BPD? dijelaskan............................... 2. Mengapa faktor-faktor tersebut menjadi penunjang pelaksanaan fungsi BPD ? dijelaskan ................................................................................ 3. Faktor-faktor apakah yang selama ini menurut bapak/ibu yang menjadi penghambat pelaksanaan fungsi BPD? dijelaskan ............................... 4. Mengapa faktor-faktor tersebut menjadi penghambat pelaksanaan fungsi BPD? dijelaskan ................................................................................ 5. Menurut bapak/ibu bagaimana koordinasi antar lembaga yang dilakukan oleh BPD dalam rangka menjalankan fungsi BPD ? dijelaskan 6. Menurut bapak/ibu apakah pengalaman organisasi kemasyarakatan pengurus BPD berpengaruh terhadap pelaksanaan fungsi BPD? dijelaskan ………………………………………………………………. 7. Menurut bapak/ibu bagaimana dukungan masyarakat terhadap pelaksanaan fungsi BPD ? dijelaskan …………………...................... 8. Menurut bapak/ibu apakah fasilitas sarana dan prasarana yang ada dapat/tidak dapat membantu terhadap pelaksanaan fungsi BPD? dijelaskan ………………………………………………………………. 9. Menurut bapak/ibu apakah tingkat pendidikan pengurus BPD berpengaruh terhadap pelaksanaan fungsi BPD? dijelaskan ……………………………………………………………………………