67
BAB VI KEADAAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DESA PANGRADIN
6.1 Keadaan Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin 6.1.1 Kependudukan Desa Pangradin secara Administratif memiliki dua dusun yaitu dusun Pangradin 1 (Pangradin Hilir) dan dusun Pangradin 2 (Pangradin Girang) ini berbatasan dengan Desa Sipak di sebelah Utara, Taman Nasional (TN) Gunung Halimun di sebelah Selatan, Desa Jugala Jaya di sebelah Barat, dan Desa Kalong Sawah di sebelah Timur. Berdasarkan data monografi Desa Pangradin, diketahui bahwa jumlah penduduk Desa Pangradin pada tahun 2003 adalah sebanyak 1.396 KK. Penduduk Desa Pangradin memiliki jumlah angkatan kerja sebanyak 1.475 orang yang masing-masing bermata pencaharian sebagai petani 374 orang, buruh tani 580 orang, buruh swasta 236 orang, pegawai negeri 14 orang, pedagang 187 orang, buruh pengrajin sembilan orang dan usaha lain-lain 73 orang. Berikut struktur mata pencaharian masyarakat Desa Pangradin berdasarkan sampel penelitian masyarakat yang mendapatkan tanah dari Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN).
Gambar 6. Jenis Pekerjaan Masyarakat Pangradin Tahun 2010 Pada Gambar 6 terlihat bahwa sebagian besar masyarakat di Desa Pangradin bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebanyak 23 persen dan sebagai buruh tani sebanyak 20 persen. Sedangkan jenis mata pencaharian yang
68
paling sedikit jumlahnya yaitu sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yaitu sebanyak tiga persen. Untuk jenis mata pencaharian yang lain pun sangat beraneka ragam yaitu buruh sebanyak 18 persen, berdagang sebanyak 14 persen, karyawan sebanyak lima persen, supir sebanyak lima persen, tukang ojek sebanyak lima persen, wiraswasta sebanyak empat persen, dan pensiunan sebanyak tiga persen. Berdasarkan data diatas menunjukkan bahwa hampir sebagian besar masyarakat Desa Pangradin bermata pencaharian sebagai petani. Dalam hal ini, arti tanah memiliki pengaruh yang besar dalam kehidupan mereka. Tanah menjadi landasan kehidupan bagi masyarakat di Desa Pangradin karena mereka menggantungkan kehidupannya pada tanah. 6.1.2 Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian pada sampel masyarakat Desa Pangradin yang mendapatkan tanah dari Program Pembaharuan Agraria Nasional, mayoritas masyarakat Desa Pangradin berpendidikan Sekolah Dasar yakni sebesar 65 persen. Kemudian disusul SMP (17%), SMA (11%), tidak bersekolah (3%), D1 (2%), dan S1 (2%). Minimnya tingkat pendidikan terjadi karena tingkat kesadaran masyarakat masih rendah dalam mendorong anggota keluarganya untuk melanjutkan ke jenjang sekolah yang lebih tinggi serta kurang tersedianya fasilitas pendidikan di desa tersebut. Sehingga dibutuhkan jarak tempuh yang cukup jauh bila ingin melanjutkan pendidikan ke janjang yang lebih tinggi. Data struktur pendidikan selengkapnya di wilayah Desa Pangradin disajikan pada gambar 7.
Gambar 7. Tingkat Pendidikan Masyarakat Pangradin Tahun 2010
69
Berdasarkan gambar diatas dapat diketahui tingkat pendidikan dari 60 orang responden. Sebanyak dua orang tidak sekolah, 39 orang hanya berpendidikan sampai tingkat SD, 10 orang berpendidikan sampai tingkat SMP, tujuh orang berpendidikan sampai tingkat SMA, satu orang berpendidikan D2 dan satu orang berpendidikan S1. Tingkat pendidikan masyarakat di Desa Pangradin didominasi pada tingkat SD. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat Pangradin karena kurangnya fasilitas pendidikan di desa tersebut. Untuk melanjutkan ke tingkat SMP dan SMA mereka harus menempuh jarak yang jauh dari lokasi pemukiman. Oleh karena itu, tidak dapat dipungkiri bahwa sumber daya manusia di Desa pangradin masih rendah. Untuk yang memiliki pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi, yaitu D2 dan S1 mereka adalah warga pendatang. Kedua responden ini pun berprofesi sebagai guru. 6.1.3 Agama Masyarakat di wilayah Pangradin mayoritas memeluk agama Islam (±99,9%). Sedangkan sebanyak yang memeluk agama Kristen sebanyak 0,01 persen. Sejalan dengan hal ini, sarana peribadatan yang ada hanyalah mesjid dan mushola. Kegiatan-kegiatan keagamaan rutin dilakukan, misalnya seperti pengajian, peringatan hari besar agama dan lain-lain. Namun walaupun tidak semua masyarakat Desa Pangradin beragama Islam, kerukunan antar umat beragama tetap dapat terjalin. Adanya penduduk yang bukan beragama Islam di lingkungan Desa Pangradin dapat diterima dengan baik, sehingga kerukunan beragama dapat terbina. 6.1.4 Perekonomian 1. Kesempatan Kerja dan Berusaha Wilayah Desa Pangradin berada di pedalaman Kota Bogor, sehingga mayoritas masyarakat Desa Pangradin bekerja sebagai petani dan buruh tani. Oleh karena itu, tanah sebagai tempat untuk berusaha memiliki nilai dan arti yang sangat penting bagi masyarakat Desa Pangradin. Petani Desa Pangradin, selain menanam padi,
masyarakat
di
sana
umumnya
menanam
pohon
jenjeng/sengon
70
(Paraseriarenthes falkatharia), manggis, durian, petai, cempedak, dan tanaman buah lainnya. Sementara itu, untuk jenis palawija yang ditanam umumnya adalah singkong, pisang, jagung, dan lain-lain. Para petani mengutamakan hasil pertaniannya untuk konsumsi pribadi, jika ada sisa kemudian dijual kepada tengkulak atau dijual ke pasar. Adapun untuk bibit dan pupuk para petani mendapatkannya dengan cara membelinya di pasar atau warung-warung terdekat. Selain itu, beberapa warga Desa Pangradin yang melakukan migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan. Migrasi ini dilakukan bila musim tanam telah berakhir, dan mereka kembali lagi setelah untuk pulang ke desa ketika menjelang masa panen. Selain itu juga, beberapa warga tidak hanya bekerja sebagai petani atau buruh tani. Mereka memiliki pekerjaan lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Maka dapat disimpulkan hampir sebagian besar masyarakat Desa Pangradin menggunakan pola nafkah ganda dalam kehidupannya. 2.
Tingkat Pendapatan Penduduk
Hampir sebagian besar masyarakat Desa Pangradin memiliki rata-rata penghasilan antara Rp 250.000,00 - Rp 500.000,00 setiap bulannya. Berdasarkan keterangan yang diperoleh dari Kantor Desa, jumlah Rumah Tangga Miskin (RTM) di Desa Pangradin yaitu sebanyak 623 KK dan desa ini pernah terdaftar sebagai Desa Tertinggal (IDT) pada masa pemerintahan kepala desa tiga periode sebelumnya. Berikut gambaran umum pendapatan masyarakat Desa Pangradin disajikan pada gambar berikut:
Gambar 8. Tingkat Pendapatan Masyarakat Pangradin Tahun 2010
71
Berdasarkan gambar diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa sebanyak 20 orang masyarakat Desa Pangradin merupakan rumah tangga miskin dengan pendapatan per bulan sebesar Rp 250.000,00 – Rp 500.000,00. Sedangkan sebanyak 15 orang masyarakat Desa Pangradin termasuk dalam rumah tangga sedang dengan pendapatan per bulan Rp 500.000,00 – Rp 750.000,00. Untuk golongan rumah tangga menengah sebanyak 13 orang dengan pendapatan per bulan sebesar Rp 750.000 – Rp 1.000.000,00. Dan bagi golongan rumah tangga menengah atas sebanyak 12 orang dengan pendapatan per bulan > Rp 1.000.000,00. Pada Gambar 8 terlihat bahwa sebagian besar masyarakat merupakan masyarakat dengan golongan ekonomi lemah. Dengan adanya distribusi lahan eks HGU menjadi hak milik tidak memberikan kontribusi yang berarti bagi pendapatan masyarakat. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya: (1) luas tanah yang diberikan, (2) hasil panen hanya didapatkan setahun sekali, (3) tidak adanya kelembagaan yang kuat untuk mewadahi petani dalam meningkatkan kesejahteraannya. Maka dapt disimpulkan bahwa PPAN tidak mempengaruhi pendapatan masyarakat Pangradin. Hasil-hasil perkebunan sifatnya subsisten, karena hanya mampu untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. 6.1.5 Pranata Sosial, Budaya dan Adat Istiadat Mayoritas masyarakat Desa Pangradin adalah suku Sunda. Sehingga dalam tatanan kehidupan mereka pun tidak begitu beragam. Dalam menjalani kehidupannya masyarakat Desa Pangradin tetap memegang teguh norma-norma dan etika sosial yang berlaku. Untuk bahasa sehari-hari yang digunakan adalah bahasa Sunda. Namun, bila warga Desa Pangradin bercakap-cakap dengan orang yang berasal dari luar desanya mereka menggunakan bahasa Indonesia. Keadaan nilai-nilai budaya masyarakat setempat dapat digolongkan relatif baik, dimana penghargaan warga masyarakat terhadap orang tua, guru, tokoh masyarakat, tetangga dan pemerintah setempat masih cukup tinggi. Kondisi ketertiban dan keamanan masyarakat relatif cukup aman. Untuk jenis kejahatan seperti pencurian, penodongan, dan mabuk-mabukkan jarang terjadi. Hal ini
72
karena nilai-nilai keagamaan sangat dijunjung tinggi oleh masyarakat Desa Pangradin. 6.2 Pengaruh Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Desa Pangradin Pada bagian ini, akan dibahas mengenai seberapa besar pengaruh adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap perekonomian masyarakat, yang mencakup tingkat pendapatan, luas kepemilikan tanah, pemanfaatan tanah, serta dampak terhadap keadaan ekologi Desa Pangradin. 6.2.1 Pengaruh Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap Perekonomian Masyarakat Dampak PPAN terhadap perekonomian masyarakat dilihat dari perubahan tingkat pendapatan. Untuk melihat seberapa besar dampak PPAN ini dianalisis tingkat pendapatan sebelum dan setelah adanya PPAN pada masing-masing kelompok mata pencaharian. Hasil analisis dirinci ke dalam kelompok mata pencaharian sebagai berikut: (1) Buruh Tani, (2) Buruh, (3) Petani, (4) Pedagang, (5) Karyawan, (6) Wiraswasta, (7) Supir, (8) Tukang Ojek, (9) PNS. Tanpa membedakan mata pencaharian responden, tingkat pendapatan per bulan rata-rata sebelum dan setelah PPAN dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 9. Komposisi Pendapatan Responden Sebelum dan Setelah PPAN Tahun 2010 Jika dilihat berdasarkan pada gambar diatas, Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) tidak mempengaruhi tingkat pendapatan masyarakat Desa Pangradin. Pendapatan mereka tetap atau konstan. Namun yang berubah adalah komposisi dari pendapatan yang mereka dapatkan.
73
Pada Desa Pangradin 1 sebelum PPAN pendapatan dari sektor farm adalah sebanyak 40 persen dari pendapatan total, sedangkan sebanyak 60 persen dari pendapatan non farm. Namun setelah adanya PPAN komposisi pendapatan untuk warga Pangradin 1 berubah, yaitu 50 persen berasal dari farm dan 50 persen dari non farm. Sedangkan berbeda dengan komposisi pendapatan untuk warga Pangradin 2. Sebelum adanya PPAN komposisi pendapatan yaitu 30 persen berasal dari farm dan 70 persen berasal dari non farm. Kemudian setelah adanya PPAN komposisi pendapatannya pun berubah, yaitu 40 persen berasal dari farm dan 60 persen berasal dari non farm. Perubahan yang terjadi pada sektor farm di Desa Pangradin tidak terlalu signifikan. Hal ini dikarenakan tanah yang mereka tanami dengan pohon-pohon tahunan belum bisa dipanen. PPAN digulirkan pada tahun 2007 dan penelitian ini dilakukan pada tahun 2010. Dalam jangka waktu 3 tahun, tanah yang mereka garap dan kelola belum dapat dipetik manfaatnya. Karena pohonpohon yang mereka tanam, baru bisa dipanen bila telah berusia 5 tahun. Sehingga untuk saat ini PPAN belum memberikan pengaruh yang signifikan pada tingkat pendapatan masyarakat Desa Pangradin. Seangkan untuk Perubahan tingkat pendapatan penerima PPAN menurut kategori pekerjaan secara detail dapat dilihat pada lampiran data hasil penelitian. 6.2.2 Pengaruh Program pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap Luas Kepemilikan Tanah Berdasarkan cara kepemilikan tanah untuk masyarakat Desa Pangradin bermacam-macam, yaitu dengan (1) waris, (2) jual beli, (3) waris dan jual beli. Sebelum adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) banyak masyarakat Pangradin yang tidak memiliki tanah. Untuk mengetahui lebih jelas mengenai cara kepemilikan tanah masyarakat Desa Pangradin, akan disajikan pada gambar berikut:
74
Gambar 10. Status Penguasaan/Pemilikan Tanah sebelum PPAN Hasil penelitian mengungkapkan bahwa PPAN berpengaruh sangat positif terhadap pemilikan lahan bagi masyarakat lokal (Desa Pangradin). Dari 60 responden yang diwawancarai 43 persen mengatakan bahwa sebelum PPAN, mereka tidak memiliki/menguasai tanah. Kini 43 persen responden tersebut memiliki tanah sebagai aset untuk mendukung kehidupan mereka (bercocok tanam/berkebun). Selanjutnya lihat gambar 10. Data pada gambar 10 juga memperlihatkan bahwa selain mendapatkan tanah melalui PPAN, 30 persen responden mendapatkan tanah dari cara pewarisan, 20 persen dari pembelian, dan 7 persen dari pewarisan dan pembelian. Sebanyak 43 persen responden Desa Pangradin pada mulanya tidak memiliki tanah. Kondisi tersebut memang memprihatinkan karena sebagian besar masyarakat di Desa Pangradin bermata pencaharian sebagai petani. Dan sebanyak 30 persen responden mendapatkan tanah dari waris. Tanah juga diwariskan kepemilikannya kepada ahli warisnya jika pemilik meninggal. Pewarisan ini biasanya dilakukan pada keluarga inti. Khusus bagi tanah sawah kelembagaan yang terbentuk adalah penggunaan lahan oleh tiap pewarisnya dengan sistem pergiliran penggunaan tanah antar anggota keluarga tiap sekali masa tanam. Sedangkan sebanyak 20 persen responden mendapatkan tanah dari hasil jual-beli dan 7 persen responden mendapatkan tanah dari waris dan jual-beli. Oleh karena itu, setelah adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terjadi perubahan sangat signifikan terhadap pola kepemilikan lahan pada masyarakat Desa Pangradin.
75
Perlu dicatat bahwa PPAN ternyata mendistribusikan tanah juga kepada rumah tangga yang tadinya telah memiliki lahan. Gambar 10 menunjukkan bahwa sebenarnya 57 persen penerima PPAN telah memiliki/menguasai tanah dengan berbagai cara (pembelian dan pewarisan). Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) merupakan bagian dari reforma agraria (land reform). Dalam program ini yang menjadi obyek adalah tanah negara yang didistribusikan pada masyarakat. Perlu dilihat dalam hal ini, informasi mengenai luas kepemilikan tanah sebelum dan setelah PPAN berlangsung. Berikut adalah grafik mengenai luas kepemilikan tanah sebelum dan setelah adanya PPAN bagi masyarakat Desa Pangradin:
Gambar 11. Perbandingan Luas Kepemilikan Tanah Sebelum dan Setelah PPAN Pada gambar 11 menunjukkan perbandingan luas kepemilikan tanah responden sebelum dan sesudah adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional
76
(PPAN). Sebelum adanya program PPAN sebanyak 27 orang responden atau 43 persen dari total responden tidak memiliki tanah. Program PPAN ternyata juga memberikan tanah kepada mereka yang sebelumnya sudah memiliki lahan, yaitu: empat orang responden telah memiliki tanah seluas 250-500 meter persegi, tiga orang responden telah memiliki tanah seluas 500-750 meter persegi, tujuh orang responden telah memiliki tanah seluas 750-1000 meter persegi, dan 19 orang responden telah memiliki tanah lebih dari 1000 meter persegi, sebelum PPAN memberikan tanah pada mereka. Data ini menunjukkan bahwa justru mereka yang telah memiliki lahan lebih luas, mendapatkan paling banyak distribusi tanah dari PPAN. Jadi PPAN lebih banyak menyentuh kelompok masyarakat yang secara ekonomi dan sosial sebenarnya lebih baik statusnya dari masyarakat kebanyakan. Berdasarkan dri hasil penelitian, beberapa dari mereka yang 19 orang adalah elit desa atau mereka yang dekat dengan kekuasaan. Sekalipun demikian diketahui bahwa setelah adanya PPAN responden yang tidak memiliki tanah menjadi 0 (tidak ada), karena mereka mendapat distribusi tanah Eks HGU PT. PP Jasinga. Pada grafik setelah adanya PPAN menunjukkan peningkatan jumlah luas tanah yang dimiliki oleh responden bila dibandingkan dengan jumlah luas tanah sebelum adanya PPAN. Sebanyak 10 orang responden memiliki tanah seluas 0-250 meter persegi, tiga orang responden memiliki tanah seluas 250-500 meter persegi, empat orang responden memiliki tanah seluas 500-750 meter persegi, 6 orang responden memiliki tanah seluas 7501000 meter persegi, dan 37 orang responden memiliki tanah > 1000 meter persegi. Berdasarkan data tersebut, terjadi peningkatan luas kepemilikan tanah. Terjadi peningkatan sebesar 45 persen pada responden yang awalnya tidak memiliki tanah menjadi memiliki tanah. Kemudian terjadi peningkatan sebesar 16.7 persen pada responden yang memiliki tanah dengan luas 250-500 meter persegi. Sedangkan pada luas tanah 500-750 meter persegi terjadi penurunan 1.67 persen. Untuk tanah dengan luas 750-500 meter persegi terjadi peningkatan sebesar 1.67 persen. Dan untuk kepemilikan tanah dengan luas > 1000 meter persegi terjadi peningkatan sebesar 30 persen.
77
6.2.3 Pengaruh Program Pembaharuan Agraria Nasional terhadap Pemanfaatan Lahan Masyarakat Desa Pangradin Tujuan utama dari Program Pembaharuan Agraria Nasional adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pemerintah selaku konseptor dari program ini mengharapkan bahwa dengan didistribusikannya tanah negara pada masyarakat akan membawa perbaikan pada kondisi sosial ekonomi masyarakat. Masyarakat Desa pangradin sebagai subyek dari program PPAN kurang mengerti maksud dan tujuan pemerintah, sehingga dalam pemanfaatan dan pengelolaannya pun tidak sesuai dengan apa yang diharapkan. Berikut ini akan disajikan gambar mengenai pemanfaatan tanah sebelum dan setelah adanya PPAN:
Gambar 12. Pemanfatan Tanah Masyarakat Pangradin Tahun 2010 Pemanfaatan lahan Eks HGU oleh masyarakat ini pun beragam. Ada yag memanfaatkannya dengan ditanami tanaman palawija dan tanaman kayu (pohon Sengon), serta tak sedikit pula yang dijual. Bahkan ada sebagian masyarakat yang sebelum tahu lokasi tanah yang menjadi haknya sudah dijual melalui aparat yang menjadi petugas pengukuran di lapangan. Sehubungan dengan hal ini, Dinas Kehutanan pun membagikan bibit sengon, namun karena ukurannya yang terlalu kecil banyak masyarakat yang tidak mempedulikannya dan lebih memilih membeli bibit dengan ukuran yang lebih besar. Banyak diantara masyarakat pula yang menyerahkan tanahnya untuk dimanfaatkan oleh pihak yang lokasi tanahnya berdekatan dengan lokasi tanahnya dan hanya menikmati pembagian hasilnya setelah panen kelak. Berdasarkan pada grafik diatas terjadi peningkatan dalam pengelolaan dan pemanfaatan tanah sebelum dan sesudahnya Program Pembaharuan Agraria
78
Nasional. Karena sebanyak 27 orang responden yang tidak memiliki tanah setelah adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional menjadi memiliki tanah. Pemanfaatan lahan hasil distribusi tersebut adalah untuk pertanian, perkebunan, dan dijual. Disamping itu pula terdapat 12 orang responden yang tanahnya belum digarap karena mereka tidak mengetahui lokasi tanah yang mereka memiliki. 6.2.4 Pengaruh Program Pembaharuan Agraria Nasional terhadap Keadaan Ekologi Desa Pangradin Setelah melihat berbagai kondisi lingkungan, ekonomi, dan sosial masyarakat, pada akhirnya penilaian terhadap suatu proyek pembangunan didasarkan pada seberapa besar pengaruhnya terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat. Karena yang menjadi tujuan dari pembangunan tersebut adalah kesejahteraan masyarakat (Dharmayanti, 2006). Kesejahteraan kadang tidak beriringan dengan keseimbangan lingkungan, sehingga sering terjadi perusakan atas keadaan ekologi pada wilayah yang mendapatkan proyek pembanguan. Berikut akan dijelaskan pengaruh Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) terhadap keadaan ekologi di wilayah Desa Pangradin. 6.3 Tata Guna Lahan dan Tata Ruang Wilayah Desa Pangradin Tata guna lahan adalah pengarahan penggunaan lahan dengan kebijakan umum (public policy) dengan program tata ruang untuk memperoleh manfaat total sebaik-baiknya secara berkelanjutan dari kemampuan total lahan yang tersediakan. Jadi tata ruang adalah sarana untuk menetapkan tata guna lahan sebagai konsep. Maka tata ruang tunduk kepada tata guna lahan, yang berarti tata ruang tidak dapat dijalankan sebelum ada tata guna lahan. Penataan
ruang
dalam
konteks
pemanfaatan
lahan
bertujuan
mengoptimumkan hasil total penggunaan lahan di bagian-bagian lahan yang sesuai kemampuannya untuk ditempati bentuk penggunaan lahan bersangkutan dengan asas kompatibilitas antar bentuk penggunaan lahan. Penataan ruang tidak sekedar memetak-petak hamparan lahan untuk dibagi-bagikan kepada sejumlah kegiatan. Oleh karena ruang merupakan salah satu matra lahan maka istilah ruang digunakan untuk mengaktualkan harkat lahan.
79
6.3.1 Penggunaan Tanah Di Desa Pangradin Luas wilayah Desa Pangradin berdasarkan informasi yang didapatkan dari Kantor Desa yaitu ± 1.175 ha dengan dengan luas perkebunan pertanian sebesar 791 ha, sawah 320 ha, kolam 12 ha, dan pemukiman penduduk 52 ha. Tanah perkebunan (tanah darat) merupakan lahan untuk penanaman tanaman tahunan, sedangkan untuk tanah sawah digunakan untuk menanam padi. Berdasarkan data yang didapat, tanah perkebunan lebih luas bila dibandingkan dengan tanah sawah. 6.3.2 Tata Ruang Desa Pangradin Secara administratif, desa yang memiliki 2 dusun yang bernama dusun Pangradin 1 (Pangradin Hilir) dan dusun Pangradin 2 (Pangradin Girang). Dengan jumlah Rukun Warga sebanyak enam Rukun Warga dan 31 Rukun Tetangga. Desa Pangradin ini berbatasan dengan Desa Sipak di sebelah Utara, Taman Nasional (TN) Gunung Halimun di sebelah Selatan, Desa Jugalajaya di sebelah Barat, dan Desa Kalong Sawah di sebelah Timur. Desa yang terletak pada ketinggian 250 mdpl ini memiliki curah hujan 1.500 mm/tahun dengan suhu terendah 23oC dan suhu tertinggi 32oC. Untuk jarak dari Desa Pangradin ke Pusat Pemerintahan Desa adalah sepanjang 8 KM jarak untuk mencapai Ibu Kota Kecamatan, 63 KM untuk mencapai Ibu Kota Kabupaten, 215 KM untuk mencapai Ibu Kota Provinsi dan 168 KM untuk mencapai Ibu Kota Negara. Rentang jarak yang jauh antara Desa Pangradin dengan Pusat Pemerintahan menyebabkan sulitnya akses bagi masyarakat untuk mengurus pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan Akte Kelahiran. Sehingga tidak dapat dipungkiri apabila hampir sebagian besar masyarakat Desa Pangradin tidak memiliki data-data kependudukan yang lengkap. Selain itu, sarana dan prasarana pembangunan di Desa Pangradin masih sangat kurang. Misalnya seperti gedung sekolah SMP, SMA, dan Perguruan Tinggi, Puskesmas, Rumah Sakit dan lain-lain. Di Desa Pangradin hanya tersedia gedung sekolah madrasah dan SD dan terdapat satu bidan desa.
80
Kecamatan Jasinga terdiri dari 14 desa yang salah satu desanya adalah Desa Pangradin merencanakan untuk memekarkan wilayahnya dari Kabupaten Bogor Barat. Upaya pemekaran wilayah ini diharapkan dapat mempermudah akses bagi masyarakat di Kecamatan Jasinga terhadap hal-hal administratif pemerintahan serta untuk memberikan kesempatan bagi masing-masing desa di Kecamatan Jasinga memajukan desanya. 6.4 Perubahan Tata Guna Lahan dan Tata Ruang di Desa Pangradin Setelah dilaksanakannya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) di Desa Pangradin terjadi beberapa perubahan dalam tata guna lahan dan tata ruang di desa tersebut. Pada perencanaan pembagian tanah Eks. HGU PT. PP Jasinga di Desa Pangradin, Kepala Desa memiliki peranan yang sangat penting. Dalam hal ini stakeholder yang berperan adalah pemerintah sebagai konseptor PPAN, paguyuban 10 kepala desa sebagai lembaga yang mengatur pembagian tanah, serta masyarakat sebagai subyek dari program tersebut. Masing-masing kepala desa memiliki pengaruh yang sangat besar dalam proses pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN). Untuk Desa Pangradin sendiri, kepala desa memplotkan tanah Eks. HGU di Desa Pangradin 1 diperuntukkan untuk pengembangan perumahan. Sedangkan tanah Eks HGU yang berlokasi di Desa Pangradin 2 diperuntukkan untuk perkebunan. Sehingga dalam pembagian luasnya berbeda-beda antara Desa Pangradin 1 dan Desa Pangradin 2. Perbedaan ketentuan dalam pembagian tanah tersebut tentu saja tidak sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Namun, dalam pelaksanaan PPAN kepala desa-lah yang memiliki wewenang lebih besar. Pemerintah dalam hal ini BPN hanya memfasilitasi pembuatan akta sertifikat tanah. Selain itu, tanah Eks. HGU ini pun ada yang diperuntukkan untuk pembuatan fasilitas-fasilitas umum seperti sekolah, lapangan sepak bola, dan masjid. Pada perkembangannya, tanah yang diperuntukkan bagi penduduk di Desa Pangradin 1 yaitu seluas 200 meter persegi (m2) bagi setiap warga yang mendaftar. Sedangkan untuk luas tanah yang dibagikan bagi penduduk di Desa Pangradin 2 yaitu seluas 1000 meter persegi – 2000 meter persegi.
81
Penduduk di desa Pangradin 1 saat ini telah mengelola tanah tersebut dengan ditanami oleh tanaman tahunan seperti pohon jenjeng/sengon untuk diambil kayunya sebagai bahan industri untuk pembuatan kertas dan pulp. Sedangkan untuk penduduk Desa Pangradin 2 tanah tersebut belum dapat dikelola karena terjadi tumpang tindih (overlapping) antara kepemilikan tanah di sertifikat dengan penggarap yang telah menggarap tanah tersebut sebelum adanya Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN). Permasalahan tumpang tindih (overlapping) yang terjadi di Desa Pangradin 2 sampai saat ini belum ditemukan cara penyelesaiannya. Sehingga tanah eks HGU yang telah didistribusikan belum dapat dikelola dan dimanfaatkan. Penduduk Desa Pangradin 2 hanya memiliki sertifikat hak milik tanpa mengetahui dimana lokasi tanah yang mereka miliki. Dengan adanya permasalahan seperti ini maka tidak dapat terelakkan lagi praktek penjualan tanah. Praktek penjualan tanah yang dilakukan masyarakat Desa Pangradin semata-mata merupakan wujud kekecewaan mereka atas pelaksanaan Program Pembaharuan Agraria Nasional (PPAN) yang tidak tuntas. Pemerintah dianggap hanya mencetak akta sertifikat hak milik tanpa memberikan tindak lanjut terhadap keberlanjutan program ini. 6.5 Pengembangan Potensi Sumberdaya Alam menjadi Objek Wisata Desa Pangradin 2 yang menjadi bagian dari Desa Pangradin memiliki potensi wisata air terjun yang bernama Curug Bandung. Pemerintah Desa pun berencana untuk mengkomersialisasikan wisata air terjun ini. Berdasarkan hasil wawancara
yang
dilakukan
peneliti
pada
kepala
desa,
kepala
desa
mengungkapkan bahwa sudah terdapat dua calon investor yang akan mengembangkan wisata air terjun ini. Namun karena letak air terjun ini berada pada lokasi Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS) dikhawatirkan akan membawa dampak buruk bagi
keseimbangan
ekosistem
apabila
air
terjun
ini
akan
tetap
di
komersialisasikan. Air terjun merupakan salah satu common pool resources yang kepemilikannya tidak dapat dimiliki oleh salah satu pihak. Karena fungsinya yang
82
menyangkut hajat hidup orang banyak. Namun, hal ini tidak disadari oleh pemerintah desa. Pemerintah desa beranggapan dengan dikomersialisasikannya air terjun Curug Bandung maka akan mampu untuk memberikan sumber mata pencaharian baru bagi masyarakat Desa Pangradin. Memang menjadi suatu dilema yang dramatis ketika dihadapkan pada pemilihan antara kesejahteraan ekonomi dan keseimbangan ekosistem.