BAB IV MASYARAKAT COBO ABAD KE XX 1.1. Perkembangan Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pepesisir di Desa Cobo Perkembangan dengan istilah pembangunan, yaitu sebagai urutan dari berbagai perubahan secara sistematis yang mencakup tentang perubahan tertentu’’. Perkembangan diartikan sebagai proses menuju kearah yang lebih baik, sedangkan definisi kata berkembang mempunyai arti yang lebih besar dan lebih maju apabila dibandingkan dengan kondisi saat ini. Dengan demikian perkembangan dapat dikategorikan sebagai perubahan yang direncanakan (perubahan berencana). Atau Perkembangan merupakan bagian integral dari hukum kehidupan manusia, karena dengan perkembangan maka proses kehidupan akan terus berlanjut. Perkembanagan yang terjadi di lingkungan masyarakat pesisir di desa Cobo pada sepuluh tahun terakhir abad ke xx telah membawa suatu nuansa perubahan dalam masyarakat menjadi lebih meningkat baik dari segi sosial maupun segi ekonomi. inilah yang menjadi patokan dalam suatu perkembangan atau perubahan yang terjadi pada masyarakat pesisir atau nelayan, di mana nelayan adalah orang yang hidup dari mata pencaharian hasil laut. Di Indonesia para nelayan biasanya bermukim di daerah pinggir pantai atau pesisir laut. Komunitas nelayan adalah kelompok orang
yang bermata pencaharian hasil laut dan tinggal didesa-desa pantai atau pesisir. Ciri komunitas nelayan dapat dilihat dari berbagai segi, sebagai berikut:
1. Dari segi mata pencaharian, nelayan adalah mereka yang segala aktivitasnya berkaitan dengan lingkungan laut dan pesisir, atau mereka yang menjadikan perikanan sebagai mata pencaharian mereka. 2. Dari segi cara hidup, komunitas nelayan adalah komunitas gotong royong. Kebutuhan gotong royong dan tolong menolong terasa sangat penting pada saat untuk mengatasi keadaan yang menuntut pengeluaran biaya besar dan pengerahan tenaga yang banyak, seperti saat berlayar, membangun rumah atau tanggul penahan gelombang di sekitar desa.
Dari segi ketrampilan, meskipun pekerjaan nelayan adalah pekerjaan berat namun pada umumnya mereka hanya memiliki ketrampilan sederhana. Kebanyakan mereka bekerja sebagai nelayan adalah profesi yang di turunkan oleh orang tua, bukan yang dipelajari secara professional. Dari bangunan struktur sosial, komunitas nelayan terdiri atas komunitas yang heterogen dan homogen. Masyarakat yang heterogen adalah mereka yang bermukim di desa-desa yang mudah dijangkau secara transportasi darat, sedangkan komunitas yang homogen terdapat di desa-desa nelayan terpencil biasanya menggunakan alat-alat tangkap ikan yang sederhana, sehingga produktivitas kecil. Sementara itu kesulitan transportasi angkutan hasil ke pasar juga akan menjadi penyebab rendahnya harga hasil laut di daerah mereka.
Untuk mengetahui perkembangan tersebut sesuai dengan hasil obsevasi yang berupa wawancara dalam perkembangan kehidupan sosial ekonomi masyarakat pesisir. Menurut Suhardi djafar (wawancara 27 maret 2013), menjekaskan ditinjau dari segi sosial sifat gotongroyong atau kerjasama masih sangat nampak, selain itu dari segi ekonomi masyarakat Cobo, mengalami penigkatan pada tahun 1996 – 2000 bila di bandingkan 1990 – 1995. bangunan rumah mereka masih beratapkan rumbiah (anyaman dari daun sagu). Atap rumbia merupakan salah satu anyaman dari tangan masyarakat dengan menggunakan bahan dasar daun sagu atau daun pohan kelapa dan dinding dari rumah masih menggunakan batang dari pohon bambu. Setelah pada tahun 1996 masyarakat membangun rumah permanen yang sudah dilengkapi prabot atau aksesoris. Desa Cobo pada abad ke XX mengalami kemajuan dalam setiap tahunnya namun tidak seperti kemajuan yang terjadi di desa lain karena pada tahun 1990 – 1995 desa Cobo masih merupakan salah satu desa yang berada di kawasan kecamatan Tidore timu Kota Tidore yang masih terisolir hal inilah yang membuat desa Cobo belum mampu mengimbangi perkembagan sosial ekominya dengan desa lain. Pendapatan perkapita masyarakat Cobo sangat minim hal ini disebabkan jarak tempuh dari desa cobo ke pusat kota sekitar 32 km disisilan akses menuju kota sangat sulit karena minimnya sarana tranportasi dan keadaan jalanan yang rusak dan tidak layak untuk dilewati oleh kendaran beroda dua maupun beroda empat, sedangkan menempuh jalur laut masyarakat harus mendayung perahu mereka disamping itu juga
sistim penangkapan ikan masih menggunakan alat yang sederhana maka hasil tangkapan masyarakat masih berjumlah sedikit dan kebubutuhan konsumen tidak terlalu banyak karena hampir seluruh masyarakat di kota tidore pada waktu itu memeliki profesi yang sama yaitu nelayan dan bercocok tanam. Masyarakat Cobo selain berprofesi sebagai nelayan ada juga yang berprofesi sebagai petani mereka tidak seluruhnya menggantungkan hidup sebagia nelayan namun dikarenakan masyarakat Cobo merupakan masyarakat yang berdomisili di pesisir maka sebagian besar dari mereka berprofesi sebagai nelayan. Mengenai bantuan atau upaya dari pemerintah pada tahun 1996 itu suda disediakan sarana pnangkapan ikan dan sarana bercocok tanam yaitu seperti perahu ketinting, motor bodi penagkap tunah atau masayarakat setemapat biasa menyebut nya dengan nama (motor Pajeko) motor bodi penagkap tuna atau pajeko ini memiliki ukuran yang lebih panjang dan lebar bila di bandingkan dengan perahu ketinting dan di sertai peralatan – peralatan lain yang dibutuhkan untuk penangkapan ikan untuk masyarakat yang berprofesi sebagai petani di berikan berupa bibit, pupuk, perlengkapan dan kebutuhan yang lain. Selanjutnya sosialisasi pemerinta tak lain adalah tentang cara penangkapan ikan dan bercocok tanam yang disamapaikan oleh dinas pertanian, dinas perikananan dan kelautan. Sosialisasi tersebut adalah mengarahkan masyarakat untuk terbentuk kelompok nelayan, setiap kelompok terdiri dari 6 - 10 orang. Paling banyak masyarakat di desa Cobo ini bermodalkan sendiri. Faktor tegknologi juga sangat mempengaruhi pola hidup masyarakat nelayan terutama dengan sudah adanya motor katiting dan bodi tuna yang di berikan pemerinta hal ini mempermuda penagkapan ikan dan wilayah
penagkapan ikanpun sudah lebih luas pada awal masyarakat masih menggunakan peralatan yang masih bersifat sedehana, wilayah penagkapanpun masi sanagat terbatas sesuai dengan kekutan para nelayan mendayung perahu mereka di samping itu setiuasi alam seperti hebusan angain yang berpengaru pada arus air laut dan tinggi redahnya gelombang air laut yang menyebabkan perahu nelayan yang berukuran kecil dan peralatan sederhana atau tradisional yang di pergunakan tidak dapat berbuat banyak setelah adanya bantuan dari pemerintah juga mempermuda transaksi jual beli nelayan ke konsumen yang ada di pusat kota Tidore maupun dilluar pulau tidore seperti menjual hasil tangkapan mereka kepada para konsumen yang ada di kota ternate. (hasil wawancara dengan suhardi djafar, 29 maret 2013). Selanjutnya, beberapa jenis peralatan tradisional yang di gunakan pada saat itu bahkan ada yang masih di gunakan nelayan sampai pada saat ini sebagaimana Hamisi Barakati (wawancara tgl 1 april 2013 ) antara lain: 1. Pancing, biasanya dikenal
oleh para nelayan sebagai alat yang paling
sederhana yaitu serat sitetik dari ukuran yang paling halus sampai ukuran yang paling besar di beri mata pancing dan dibantu oleh alat tarik. Alat tarik dari pancing biasa berasal dari pohon bambu yang ukuran tidak terlulu besar dan dapat di gengam oleh para nelayan dengan menggunakan pancing maka para nelayan dapat menangkap ikan secara individu, akan tetapi mereka sering mengalami kesulitan jika pada saat pancing mendapatkan ikan yang berukuran besar sedanngkan pancing yang digunakan tidak sesuiai (keci). Kondisi seprti
ini membuktikan bahwa kekurangan dari alat pancing tersebut dapat mempengaruhi pendapan dari nelayan 2. Jarring ingsang, alat ini dibuat dari serat sintetik yang halus ditarik seperti jarring dan memeliki ukuran besar mata antara 2 cm samapai 3 cm, dipergunakan oleh para nelayan baik didekat pantai maupun diperairan lepas pantai. Jarring ini di beri pelampung dari kayu yang ringan yang suda dibentuk atau sedal jepit bekas/gabus yang suda dibentuk atau diukir sesuai dengan keinginan para nelayan, dan dibagian bawa jaringan diberi beban berat yang terbuat dari tima. Penggunaan jarring ingsang dilakukan nelayan secara individu, penangkapan ikan dengan alat ini juga tidak menetap karena sangat berpengaruh oleh musim air laut tenang maka para nelayan akan akan dapat menjaring berbagai jenis ikan dengan alat ini seperti ikan tuna halus, ikan terbang dan ekor kuning. 3. Jarring angka, alat tangkap ini terbuat dari serat sintetik yang berbentuk jarring, dengan ukuran besar mata (mata jala) bervariasi sesuai kebutuhan serta bisanya juga perna banyak diperjual belikan dalam keadaan siap pakai. Demikian pula Halik Bahar (wawancara 3 april 2013 ). Mengungkapkan bahwa, pada sekitar tahun 1998 selain peralatan diatas maka masyarakat cobo telah mengenal peralatan moderen yang dapat memberikan hasil berlimpah bagi usaha penagkapan ikan. Penggunaan peralatan moderen yang dimaksud berupa pemakaiyan mesin sebagai sumber tenaga bagi perahu, bahkan pada waktu itu ada beberapa
nelayan yang telah menggunakan perahu bodi bantuan dari
pemerintah untuk
menggantikan perahu kayu buatan lokal. Walaupun telah menggunakan peralatan moderen seperti diatas, namun untuk kelengkapan penagkapan lainnya digunakan peralatan lainnya yang masih bersifatnya sederhana seperti, jarring Insang, pukat kantong, pancing. Peralatan yang disebut diatas masih tergolong sederhana sifatnhya, namun apabila dibandingkan dengan peralatan sebelumya (tradisional), maka alat – alat ini telah menunjang hasil yang mengembirakan oleh karena menunjukan hasil produksi yang cukup tinggi. Dalam perubahan yang terjadi dimsyarakat pesisisir seperti yang sudah dijelaskan pada wawancara diatas, maka kehidupan para nelayan dengan penangkapan ikan dengan jarring lepas ada yang bersifat individu dan ada juga dengan kelompok. Hal yang sedana pula Abdula Ali (wawancara 04 april 2013) bahwa” setiap kelompok nelayan terdiri dari 6 orang dengan penangkapan ikan tiap malamnya tidak menetap tergantung musim. Organisasi dan hubungan kerja sama diantar nelayan tidak terlalu ketat, tidak sematamata berdasarkan pada hubungan ekonomi-bisnis, faktor – faktor yang bersifa ‘’kekeluargaan ” juga mewarnai pola relasi kerjasama diantara mereka. Artinya siapapun orangnya, dia dapat masuk dalam kelompok penangkapan ikan tanpa memihak secara sukarela, tanpa ada paksaan.
Selain dari pola relasi antara sesama nelayan seperti dijelaskan di atas, maka salah satu cara untuk melihat adanya aktivitas dari masyarakat pesisir melalui transaksi ekonomi dalam memenuhi sembilan bahan pokok (sembako). Besar kecilnya harga dari kebutuhan dasar tersebut menjadi salah satu ukuran untuk dapat mengetahui perkembanagan ekonomi di suatu tempat. Apabila harga kebutuhan dasar tinggi maka tempat tersebut biasanya pertukaran uang sangat cepat atau dengan kata lain uang relative muda diperoleh demikian juga sebaliknya apa bila suatu tempat harga kebutuhan dasarnya rendah maka tempat tersebut biasanya pertukaran uang sangat lambat atau uang sangat sulit di peroleh . Untuk mengetahui kisaran harga sembilan bahan pokok (sembako) di kelurahan mafututu dan desa cobo pada kususunya maka dapat dilihat pada table di bawa ini. Tabel 1. Rata – rata Harga Sembilan Bahan Pokok (sembako) di desa tahun 1994 – 2000. N o 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Jenis Bahan Pokok Beras Telur Ayam Minyak Kelapa Gula Pasir Sabun Cuci Ikan asin Tekstil Minyak tana Garam Dapur
Satuan Kg Butir Boto Kg Balok Kg Meter Liter Kg
1994 1500 250 500 2000 250 2500 500 500 500
1995 2500 250 750 2000 250 3000 750 750 500
1996 2500 500 750 2000 300 3000 1000 750 750
Tahun 1997 3000 500 750 2500 300 3500 1000 1000 750
Sumber : data stetik sembako kelurahan mafutu tahun 2000
1998 3500 500 1000 2500 350 3750 1500 1250 750
2000 4000 750 100 3000 350 3750 1500 1250 100
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan terjadi peningkatan harga barang secara keseluruhan sejak tahun 1994 sampai dengan 2000, secara umum gejala seperti ini disebut sebagai inflasi. Dapat diartikan bahwa inflasi merupakan kenaikan harga barang-barang yang bersifat umum dan terus menerus, dari definisi ini, ada tiga komponen yang harus pertama: kenaikan harga, harga suatu komoditas dikatakan naik jika menjadi lebih tinggi dari pada harga periode sebelumnya, kedua: bersifat umum, kenaikan harga suatu komoditas belum dapat dikatakan inflasi jika kenaikan tersebut tidak menyebabkan harga-harga secara umum naik, ketiga: berlangsung terus-menerus, kenaikan harga yang bersifat umum juga belum akan memunculkan inflasi, jika terjadinya hanya sesaat. (Mandala Manurung, 2008:359). Biaya kenaikan harga barang kebutuhan masyarakat pesisir di desa Cobo pada umumya megikuti dan dipengaruhi oleh kenaikan harga barang secara nasional. Sementara
beliau
Abdulla
Ali
(wawancara
06
april
2013)
juga
mengungkapkan, ditinjau dari transaksi jual beli ikan menunjukan bahwa nelayan di desa Cobo pada umumya melakukan transaksi jual beli langsung pada pedangang yang berada di pasar tempat penjualan ikan (TPI) melalui jalur laut nelayan langsung berlabu ke pelabuhan pasar tempat penampungan ikan (TPI) untuk menjual hasil tangkapan nelayan ke pada para pedagang. Pada umunya pedagang yang mengambil ikan dari para nelayan suda merupakan langganan dari nelayan tersebut biasanya satu kelompok pelangang yang terdiri dari beberapa pedangan mempunyai pelanggang 5 samapi 9 kelompok nelayan. Para pedagang pelangang akan mengambil secara
keseluruhan hasil tangkapan nelayan baik dalam jumlah yang sedikit maupun banyak kemudian dari pedagang di jual kembali kepada para konsumen yang membutuhkan sehingga nelayan tidak terlalu merasakan kehawatiran dengan hasil tangkapan mereka. Para nelayan pun biasanya menjual hasil tangkapan mereka langsung pada para konsumen baik langsung di tempat penampung ikan (TPI) di pasar maupun berlabu di pesisir pantai setiap desa untuk menjual hasil tangkapan mereka tersebut hal itu biasanya dilakukan apabil terjadi pasokan ikan yang melimpah dari nelayan lain dan masuk secara bersama sama maka nelayanpun akan menjual hasil tangkapan mereka langsung kepada para komsumen dengan harga yang relatif lebih murah. Dan tidak sedikit juga di bagi – bagikan kepada para anggota kelompok untuk di konsumsi maupun untuk di bagi – bagikan kepada keluarga dan para tentangga yang berada di desa Cobo. Apa bila kondisi tersebut juga di alami oleh para nelayan individu maka mereka lebih cenderung menjual hasil tangkapan mereka sudah matang dan siap untuk di konsumsi seperti direbus atau di panggang dengan bara api sampai betul – betul matang dengan cara seperti di panggang dapat mencega kurangnya tingkat kerusakan dan kerugian dari nelayan namun biasanya hal seperti ini hanya biasa di lakukan pada ikan tuna yang berukuran besar sdangkan berukuran kecil biasanya di olah menjadi ikan garam. Desa cobo yang merupakan salah satu desa yang ada di kota Tidore kepulauan yang letaknya tepat di bagian pesisir pantai dengan berbagai perkembangan dan kemajuan yang terjadi saat ini, yang menjadi permasalahan yang di hadapi masyarakat pesisir di desa Cobo beralihnya sistim peralatan tradisional ke
moderen serta sistem kehidupan lainnya yang terjadi di kehidupan masyarakat pesisir desa Cobo seperti, ekonomi, sosial, pendidkan dan politik. Suhardi djafar (wawancara 27 maret 2013) mengemukakan bahwa Sebelum masuk pada tahun 1996 masyarakat pesisir desa Cobo sangat terbelakang, baik dari segi ekonomi, sosial, pendidikan dan polotik sisitim adatistiad pun masi sangat dampak
kalangan masyarakat pada saat itu seperti bergotong royong dalam
membangun ruma salahsatu warga maka hal ini di lakukan secara besama – sama maupun gotong royong dalam kegiatan kegiatan
yang lain atau
masayarakat
setempat dengan bahasa tidore biasa di sebut karja maku dalape yang artinya saling membantu dalam bekerja antara yang satu dengan yang lain hal itu berlaku hingga sekarang karena salah satu semboyan dari moyang tidore yang sampai sekarang masi di jujung tinggi di daera pedasaan yaitu maramoi ngone futuru ngone ngofa se dano guguci ramoi bato yang artinya ( mari kita semua sama – sama dalam melakukan segala hal karena kita semua anak cucu Tidore satu darah). Halik bahar (wawancara 28 maret 2013) mengemukakan” adapun masalah kemiskinan yang di alami masyarakat pesisir pada saat itu adalah jumlah tanggungan keluarga yang sangat banyak hampir setiap kepala keluarga yang ada di desa Cobo mimiliki anggota keluaga yang cukup banyak setiap kepala keluarga hampir memilaki anak di atas sepuluh hal ini di sebabkan pemahaman orang terdahulu di Tidore bahwa banyak anak banyak rejeki sehingga mengalami kepadatan penduduk tanpa di dukung oleh pendidikan dan ekonomi yang
baik. Dilihat dari jumlah
kepadatan penduduk kehidupan sosial mengalami peningktan apabila di tinjau dari sisi positif akan tetapi bila di tinjau dari segi negatif dengan jumlah kepadatan penduduka yang bertambah tampah di imbangi dengan pengetahuan, pendidikan, ekonomi dan penyediaan lapangan kerja yang layak maka hal tersebut akan berdampak pada peningkatan jumlah kemiskinan dan pengangguran pemerintah sampai pada tahun 1997
belum melakukan sosialisasi tentang
(Keluarga Berencana) pemerintah seharusnya pada saat itu suda
program KB melakukan
sosialisasi KB (keluarga berencan ) hal tesebut diharapkan agar dapat menekan tigginya tingkat kemiskinan dan pengangguran masyarakat pesisir desa Cobo pada masa sekarang ini. Berbagai perubahan yang terjadi di lingkungan masyarakat pesisir pantai mengakibatkan masalah sosial ekonomi yang harus selalu di perhatikan oleh pemerintah. Misalkan menyediakan lapangan keraja dan sarana – sarana penunjang khususnya dalam aktifitas masyarakat seperti penangkaapan ikan. Hal ini di lakukan karena berbagai perubahan yang terjadi lingkungan masyarakat pesisir pantai megakibatkan maslah sosial ekonomi yang harus selalu di perhatikan seiring dengan prkembangannya ada upaya pemerintah seperti bantuan yang di khususkan pada masyarakat desa Cobo serta adanya sosialisasi atau pelatihan yang di selenggarakan oleh pemerintah, sehingga dengan adanya hal tersebut telah memberikan suatu manfaat bagi kehidupan masyarakat pesisir pantai meningkat. Terutama tingkat pendapatan hasil nelayan selain itu sebaliknya pemerintah harus mengawasi perkembangan sosial ekonomi masyarakat pesisir dan memberikan motivasi kepada masyarakat dalam pengembangan usaha yang di guluti oleh masyarakat pesisir.
4.1.1 Keadaan Pendidikan Pendidikan merupakan sebuah kunci dalam pembangunan suatu daerah, oleh sebab itu pendidikan dituntut menghasilkan Sumber Daya Manusia yang mempunyai kesanggupan dalam mengelolah aset-aset bangsa atau sumber daya alam mampu menciptakan lapangan kerja. Sumber Daya Manusia yang dimaksud adalah yang memiliki kemampuan dan keterampilan tidak hanya yang bersifat teknik saja tetapi juga yang bersifat keahlian dan kemampuan mengorganisir. Adanya pendidikan diharapkan mampu mempersiapkan setiap individu dalam menghadapi berbagai tantangan sehingga bisa menyesuaikan diri dan dapat dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Pendidikan pada hakekatnya
merupakan salahsatu kegiatan sosial dasar
manusia dalam rangka menciptakan kehidupan bangsa yang semakin maju dan sejatera. Pendidikan juga senantiasa memberikan andil yang cukup besar dalam upaya turut
mencerdaskan
kehidupan
bangsa
dari
perpecahan.
Dalam
upaya
mengembangkan suatu daerah pada umumnya pendidikan sangat penting, karena dengan pendidikan dapat melahirkan sumberdaya manusia yang berpotensial yang mampu bersaing dalam segla aspek kehidupan
sehingga
menciptakan berbagai
perubahan dan perkembangan dalam suatu lingkungan baik
dalam sekala kecil
seperti sutu desa atau kelurahan hingga mampu menciptakan perubahan dalam sekala besar bangsa dan Negara bahkan dunia. Dalam perkembangan kehidupan sosial ekonomi pendidikan merupakan salahsatu faktor yang sangat fital yang harus di
perhatikan dan harus di sadari oleh seluruh kalangan masayarakat pesisir sebab dengan adanya pengembangan sumberdaya manusia melaluai pendidkan maka hal tersebut tentu dapat menciptakan ide – ide yang baru dan dapat menampilkan kreasi dan inovatif sehingga dapat memabantu proses pengembangan sosial ekonomi suatu daerah ntuk mengetahui keadaan pendidikan desa Cobo maka dapat dilihat pada table di bawa ini.
Tabel 2. Jumlah Tamatan Dalam Setiap Tahun Menurut Jenjang Pendidikan Di Desa Cobo Dari Tahun 1994 – 2000 NO 1 2 3 4 5 6 7
Tahun 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000
SD 5 Orang 2 Orang 3 Orang 2 Orang 2 Orang 1 Orang 2 Orang
Pendidikan yang di tempuh SMP SMA 3 Orang 1 Orang 4 Orang 3 Orang 1 Orang 4 Orang 2 Orang 5 Orang 1 Orang 7 Orang 2 Orang 6 Orang 3 Orang 11 Orang
SERJANA 1 1 2 3
Jumlah Total 17 17 37 7 Sumber data yang di per oleh arsip pendidikan desa Cobo kantor lurah kelurahan mafutut pada tahun 20013 Berdasarkan tabel di atas dapat dijabarkan pada rentang waktu 10 tahun terakhir abad ke XX (dua puluh) sebagian masyarakat yang berada desa Cobo sudah mulai mempunyai kesadaran diri betapa pentingnya pendidikan formal (sekolah). Yang dimana tamatan SD berjumlah 17 Orang, SLTP 17 Orang, SLTA 37 Orang dan sudah memiliki 7 Orang serjana dan terus mengalami peningkatan sampai pada saat
ini. Tentu
ini merupakan salah satu pencapaian yang bagus
karena keadaan
kehidupan masyarakat Cobo pada tahun 1990 – 1995 sangat terbatas. Dimana desa Cobo merupakan salah satu desa yang terisolir di kawasan kota Tidore kepulauan desa Cobo baru dapat bersaing dengan desa lain setelah pemerintah memperbaiki infrastrutu berupa jalan dan lain – lain. 4.2 . Upaya – Upuaya Pemerintah 4.2.1 Upaya- Upaya yang Dilakukan Pemerintah Untuk Menigkatkan Kehidupan Sosial Ekomomi Masyarakat Pesisir di Desa Cobo Sesuai dengan temuan penelitian di lapangan terkait upaya pemerintah dalam memajukan kehidupan sosial ekonomi masyarakat nelayan pesisir di desa Cobo, bahwa terdapat beberapa upaya yang di lakukan oleh pemerintah dalam menunjang dan untuk meningkatkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat desa Cobo diantaranya yakni pemberian peralatan – peratan moderen pada masyarakat pesisir untuk penangkapan ikan yang dimana sebelumnya itu para nelayan masih menggunakan alat – alat yang bersifat tradisional dalam proses penangkapan ikan. Djafar Ibrahim (wawancara 6 april 2013) mengemukakan bahwa “bantuan yang di realisasikan pemerintah untuk masyarakat pesisir desa Cobo antara lain, seperti mesin ketinting, perahu motor bodi tuna dan untuk sebagian kecil masyarakat yang berprofesi sebagai petani juga di berikan bantuan berupa seperti pemberian bibit tanaman hortikultura,(buah dan sayur), bibt taman perkebunan berupa bibit tanaman
rempah pala, cengkeh dan pupuk. Setelah memberikan para nelayan pemerinta melakukan palatian menyangkut bagaimana cara – cara untuk menggunakan peralatan tersebut sehingga para nelayan merasakan manfaat dari teknologi tersebut. Sedangkan para petani di adakan penyuluhan pertanian megenai bagaimana cara bercocok tanam yang baik agar dapat memperoleh hasil yang memuaskan. Bantuan dari pemerintat kota Tidore kepulauan yang di berikan kepada masyarakat pesisir desa Cobo dalam rangka meningkatkan perkembangan dan kesejateraan kehidupan ekonomi berupa ketinting, bodi tuna dan bantuan lain yang di berikan kepada para petani dapat di lihat dari tabel beriku
Tabel 3 bantuan pemerintah Kota tidore kepulaan tahun 1996 - 2000 No
Jenis bantuan
Jumlah
Tahun
1
Motor bodi tuna
1 unit
1996
2
Perahu ketintig
6 unit
3
Bibit tanaman pala
200 pohon
4
Pupuk phoska
500 Kg
5
Motor bodi tuna
1
6
Perahu ketinting
9 unit
7
Bibit taman Horti kultura 100 bungkus
unit
2000
tomat dan cabai 9
Pupuk phoska
500 kg
Sumber data arsip bantan pemerintah kota Tidore kepulauan kepada masyarakat kelurahan mafutut desa Cobo. 1996 - 2000 dan hasil wawan cara dengan masyarakat desa Cobo 2013 Untuk bantuan yang di berikan seperti motor bodi tuna di berikan kepada kelompok nelayan sedangkan bantuan yang lainya di berikan untuk individu. Hal tersebut dilakukan pemerintah dengan tujuan untuk mempermudah masyarakat pesisir di desa Cobo dalam penangkapan ikan, selain itu pula, untuk mendukung penggunaan alat tersebut, pemerintah mengadakan sosialisasi dan pelatihan terkait dengan penggunaan peralatan tersebut. dengan adanya bantuan ini maka apa yang menjadi harapan dari masyarakat pesisir di desa Cobo dapat terpenuhi.
Hal ini dapat
disimpulkan bahwa pemerintah telah memainkan peranannya dalam mensejaterakan kehidupan masyaarakat pesisir desa Cobo. Hasil upaya yang dilakuan pemerintah tersebut terbukti sangat ampuh dan mampu meningkatan kesejateran masyarakat pesisi di desa Cobo, karena hasil pendapatan masyarakat yang pada awalnya sebelum masuknya bantun dari pemerinta pendapatan perkapita yang biasa di peroleh dalam setiap bulan berkisar antara Rp 500.000 - Rp 1.000.000 namun setelah medapatkan bantuan dari pemerinta pendapatan perkapaita tiap nelayan dapat mencapai Rp 1.000.000 – Rp 2.000.000 perbulannya. 4.3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi
4.3.1 Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat Pesisir di Desa Cobo Pada umumnya di kenal tiga faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial ekonami masyarakat pesisir yakni aspek ekonomi, aspek sosial dan aspek budaya. Temuan hasil penelitian menunjukan bahwa faktor – faktor yang mempengaruhi kehidupan sosial ekonomi yang terjadi pada masyarakat pesisir dalam hal ini masyarakat pesisir desa Cobo dijelaskan sebagai berikut 1. Faktor teknologi Secara sosiologis, teknologi merupakan salah satu aspek yang turut memengaruhi setiap aktifitas, tindakan serta perilaku manusia. Teknologi mampu mengubah pola hubungan dan pola interaksi antara manusia. Kehadiran teknologi tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Aktifitas manusia sedikit banyak akan dipengaruhi oleh kehadiran teknologi. Ada banyak hal yang dijanjikan teknologi kepada manusia; janji akan kecepatan, janji akan perubahan, berbagai kemudahan, dan janji akan peningkatan produktivitas. Teknologi merupakan faktor lain yang menyebabkan perkembangan atau perubahan sosial ekonomi masyarakat di desa Cobo pada tahun 1996 - 2000 hasil (wawancara dengan bapak Djafar Ibrahim 6 april 2013) mengemukakan tahun 1996 – 2000 dengan adanya bantun dari pemerintah di sertai dengan bimbingan maka masayarakat sudah memiliki kemampuan dan sudah mulai mempunyai kreaktifitas
dan inovasi yang muncul dalam pemikiran masyarakat untuk melakukan hal yang baru contoh misalkan masayarakat dapat menggunakan mesin yang di peroleh dari pasar yang kemudian di pasang pada perahu lokal dan begitu pun dngan alat yang di gunakan nelayan dalam meningkatkan usahanya. Sebalumya para nelayan masi menggunakan peralatan yang sederhana untuk menagkap ikan. Namun alat yang di gunakan tersebut belum begitu maksimal dalam penagkapan ikan yang berpengaruh pada pendapatan nelayan. Maka hal tersebut sedikit mengalami perubahan dengan perkembangan atau perubahan yang terjadi pada tahun 1996 – 2000 sampai pada saat ini, maka peralatan sederhana (perahu dayung) mulai di tinggalkan dan nelayan mulai terbiasa dengan teknologi moderen mulai berupa bantuan yang di berikan pemerintah seperti, mesin tempel perahu yaitu ketintin, motor laut dengan kekutan mesinnya 40 pm yang rata – rata bermerek Yamaha dengan kekuatan 15 pk, serta ada juga perahu bodi tuna yang di gunakan nelayan untuk perjalanan jauh untuk penagkapan ikan. 2. Faktor sumber daya manusia (SDM) Faktor sumberdaya manusia merupakan suatu faktor yang cukup berpengaru dalam perkembangan sosial ekonomi dalam suatu daerah karena minimnya sumberdaya manusia sudah pasti daerah tersebut akan megalami degradasi dan perkembangan dalam segala bidang kurang baik. Berdasarkan hasil wawancara dengan bapak Djafar Ibrahim (wawancara 6 april 2013) mengunkapkan bahwa kurangnya sumberdaya manusia (SDM) di desa
Cobo menyebabkan masayakat pesisir yang ada di desa cobo mengalami kesulitan sebab segelah sesuatu yang akan di lakukan oleh para nelayan dan para petani hanya sebatas apa yang meraka lakukan para nelayan di desa cobo tidak perna melakukan atau mencoba suatu hal yang baru seperti sistim penagkapan ikan, begitu pun dengan para petani mengolah lahan pertanian dan sistim transaksi jual beli masyarakat akan tetap fokus pada apa yang sudah biasa mereka lakukan sehari hari walaupun pada dasarnya hasil yang di dapatkan tidak sesuai dengan tenaga dan upaya yang mereka keluarkan. Masyarakat pesisir Desa Cobo tidak berani melakukan suatu langka dan tidakan baru terkecuali ada sosialisasi atau penyuluhan dari pemerintah tanpa sosialisasi dan pengawalan dari pemerintah masayarakat Cobo pada waktu itu tidak memiliki suatu inisiatif untuk berpikiran lebih inovatif dalam mengembangkan hasil tangkapan mereka sehingga hal tersebut berpengaruh terhadap pendapatan perkapita masyarakat. Pada tahun 1996 dengan adanya bantun dari pemerintah disertain arahan dan pembinaan hal tersebut berpengaru pada hasil meningkatnya pendapatan masyarakat. Tuturnya bapak Djafar Ibrahim. Kami masyarakat pesisir desa Cobo termasuk saya memahi betapa pentingnya pendidikan untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang handal untuk memajukan desa ini sebab kami tau tidak akan bisa maksimal kalu kami haya megandalkan dari pemerintah. (Hasil wawancara 6 April 2013). Pendidikan merupakan salahsatu faktor yang berpengaruh pada perkembangan masyarakat, baik dari segi sosial, segi ekonomi maupun budaya hal ini tentu
membawa perubahan yang sangat besar di kalangan sosial masyarakat pesisir di desa Cobo. Hal tersebut membutikan bahwa dalam segi positifnya pendidikan juga sangat penting bagi pengembangan usaha nelayan yang ada di desa Cobo yaitu dengan adanya beberapa orang yang memiliki pengetahuan yang sudah lebih baik maka mereka sudah dapat memberikan motivasi dan bimbingan kepada masyarakat pesisir desa Cobo mereka adalah tenaga kerja yang sudah terlatih dan berpengalaman. Pengalaman dan pelatihan tentunya di dapat di bangku sekolah. Dalam sisi negatifnya dapat di tarik kesimpulan pada hasil wawancara sebelunya di mana para nelayan kecil pada saat itu yang belum dapat mengolah usaha secara mandiri sehingga nelayan tersebut mengalami keusulitan dalam mengolah hasil yang di dapatkan. Selain itu dalam memasarkan hasil usahanya kurang baik, sangat minim, serta pengetahuan dan ketrampilannya masih kurang hal seperti ini yang akan menyebabkan para nelayan tidak mengalami perkembangan ekonomi. seharusnya masyarakat dan pemerintah sama – sama bertanggung jawab dalam menangani masalah seperti ini karena apabila di biarkan terjadi maka perkembangan sosial ekonomi masyarakat pesisir sangat jauh ketinggalan. Oleh karena itu masayarakat harus memahami betapa pentingnya pendidikan dalam kehidupan bersyarakat dan bernegara, karena adanya pendidikan maka akan di peroleh sumberdaya manusia yang handal yang dapat bermanfaat di masa depan bagi masayarakat pedesaan maupun negara 3. Faktor perhubungan
Perhubunga merupakan salah satu bagian yang sangat penting dalam perkembanagan sosial ekonomi suatu tempat untuk meningkatkan kesejateraan, terlepas dari kepurukan dan mampu bersaing dengan desa atau tempat lain selain masalah teknologi, sumber daya manusia (SDM) seperti yang sudah di jelaskan sebelumnya faktor perhubungan pun memiliki peranan yang cukup besar dalam pengembanagan
suatu daerah. Desa Cobo pada tahun 1991 – 1995 merupakan
salahsatu desa di kota Tidore yang masih terisolir, jarak tempuh dari desa cobo ke pusat kota adalah 32 km aksese jarak yang jauh di sertai kondisi jalan yang tidak memungkinkan untuk di lewati trasportasi darat menjadi salahsatu kendala tersendiri. Bahar Hanafi (wawancara 7 april 2013) mengungkapkan bahwa desa Cobo samapai pada tahun 1995 hidup masih sangat tergantung pada alam hal itu di sebabkan karena perhubungan atau akses menuju desa Cobo sanagat sulit keadaan dipicu jarak tempuh dari pusat kota Tidore ke desa Cobo yaitu 32 kilo meter, minimnya sarana trasportasi di tambah keadaan jalan yang belum di aspal dan rusak karena turunnya hujan membuat tidak ada satupun trasportasi darat bisa tembus sampai ke desa Cobo masyarakat desa Cobo pada waktu itu apabila ingin menjual hasil tangkapan ikan atau hasil dari kebun harus menempuh jarak kuarang lebih 10 kilo meter dengan berjalan kaki dan kemudian menunggu trasportasi darat seperti mobil yang siap menggankut barang para nelayan dan petani desa Cobo ke pasar hal itupun belum menjamin bahwa akan ada trasportasi yang suda siap untuk langsung mengankut barang mereka ke pasar sebab pada tahun 1995 kendaraan yang biasanya
melintasi desa – desa yang ada di bagian timur pulau Tidore berjumlah kurang lebih dua mobil, masyarakat harus menunggu berjam jam untuk dapat melanjutkan perjalanan mereka sampai pada tempat tujuan melalui jalur laut masayarakat haru mendayung perahu mereka hal ini jarang di lakukan oleh masyarakat karena menempu jarak yang begitu jauh dan harus memperhatikan arah angin dan tingginya gelombang air laut. 4. Faktor Motifasi Motivasi adalah sesuatu
perubahan energi dalam diri yang membuat
seseorang bertindak yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai
tujuan.
Sebagaimana
di
kemukakan
oleh
Grant
Stewart
(http://www.sarjanaku.com.pengertian-motivasi-menurut-para-ahli.html akses tangal 27/Mei/2013), bawa Motifasi adalah hal yang mendorong seseorang melakukan sesuatu dan mengeluarkan seluruh usaha dan energinya untuk itu. Sifat dan intensitas motivasi setiap orang berbeda-beda tergantung pada berbagai pengaruh yang ada pada suatu waktu. Dengan motivasi ini, kiranya dapat meningkatkan pendapatan dan semangat para masyarakat pesisir di Desa Cobo untuk mencari ikan di tengah laut, selain itu motivasi juga dapat memeberi wawasan kepada masyarakat untuk melakukan berbagai inovasi untuk meningkatkan hasil penangkapan ikan dan kreasi positif bagi pengembangan usahanya.
Said A. Kerim (wawancara 20 april 2013) mengemukakan untuk pendapatan Masyarakat desa Cobo pada tahun 1996 sudah meningkat, karena ada pemberian peralatan – peratan moderen pada masyarakat pesisir untuk penangkapan ikan yang dimana sebelumnya itu para nelayan masi menggunakan alat – alat yang bersifat tradisional dalam penangkapan ikan, hal demikian membuat para nelayan dapat memotivasi atau dorongan yang kuat untuk bersaha. Bantuan yang di realisasikan pemerintah untuk masyarakat pesisir desa Cobo antara lain, seperti mesin ketinting, perahu motor bodi tuna. Begitu jaga sebagian kecil masyarakat yang berprofesi sebagai petani di berikan bantuan berupa seperti pemberian bibit tanaman hortikultura,(buah dan sayur), bibit taman perkebunan berupa bibit tanaman rempah pala, cengkeh dan pupuk. Sehinnga hasilnya sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh masyarakat. Dengan adanya motivasi dari pemerintah atau dari kalangan masyarakat yang sudah terlatih sehingga terjadi perubahan yang ditandai oleh dorongan yang efektif untuk pengembangan usahanya, dengan hasil yang diharapkan lebih. 5. Faktor Globalisasi Globalisasi mengandung pengertian bahwa perkembangan dunia dengan segala aspeknya akan menembus dengan mengabaikan atau memperkecil batas-batas bangasa dan perbedaan bangsa. Globalisasi adalah masalah kehidupan moderen yang tak terhindarkan. Proses globalisasi yang meliput semua aspek kehidupan moderen (ekonomi, politik, dan kultural) tercermin dalam kesadaran sosial.
Halik Ibrahim (wawancara 6 april 2013) mengungkapkan bahwa faktor globalisasi di pandang sebagai faktor lain yang menyebabkan perkembangan dan perubahan sosial ekonomi masyarakat nelayan desa Cobo pada sepuluh tahun terakhir abad ke XX (dua puluh) dimana pada waktu itu desa Cobo belum banyak memiliki alat kominikasi dan informasi moderen seperti televise, sedangkan alat informasi moderen yang banyak di miliki masyarakat desa Cobo pada waktu itu hanyalah radio namun dengan keterbatasan tersebut televisi dan radio selain sebagai mediah hiburan masyarakat juga dapat memperoleh manfaat dari televisi dan radio sebagai median yang merupakan salah satu sumber untuk memperoleh informasi tentang berbagai pengetahuan seperti teknik penagkapan ikan, pegelolan, bercocok tanam yang baik, pegolaan pasca panen hingga sampai pada proses pemasaran sehingga hal tersebut menjadi bahan masukan yang sangat berarti bagi pengembangan usahanya. Bagi sebagian nelayan tayangan yang mereka lihat melalui televisi tersebut sangat menguntungkan mereka, karena membantu memecahkan berbagai masalah yang di hadapi masyarakat nelayan maupun para petani berupa masalah penangkapan ikan, megelola untuk di pasarkan begitu juga dengan sisitim pertanian yang biak. Berbagai strategi yang mereka peroleh melalui tayangan televisi maupun siaran Radio tersebut memberikan kontribusi yang efektif bagi pengembangan hasil usahanya. Seperti salah satu siaran televisi yang biasa di tayangkan di siaran TPI pada pukul 19 00 atau jam delapan malam salah satu siaran yang paling kami sukai yaitu siaran pedesaan tutur bapak (Halik Ibrahim hasil wawancara tanggal 6 April 2013) siaran itu membirakan pengetahun yang sangat baik kepada kami sebab siaran pedesaan
tersebut menayangkan kehidupan masyarakat yang ada di pedasaan baik di dataran tinggi, dataran rendah sampai pada kehidupan masyarakat pesisir secara bergiliran sehingga kami dapat memperoleh infomasi dan pengetahuan yang baru yang dapat menambah wawasan dan pengetahuan kami. 6. Faktor Pengalaman dan Pekerjaan
Faktor pengalaman, faktor ini secara teoritis dalam buku, tidak ada yang membahas bahwa pengalaman merupakan fungsi dari pendapatan atau keuntungan. Namun, dalam aktivitas nelayan dengan semakin berpengalamannya, nelayan yang makin berpengalaman dalam menangkap ikan bisa meningkatan pendapatan atau keuntungan yang lebih besar lagi, sehingga dapat menambah pendapatan perkapita dalam suatu keluarga tersebut.
Abdula Ali (wawancara 4 april 2013) menyatakan faktor pekerjaan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perubahan sosiala ekonomi dari suatu daerah, dengan jenis pekerjaan atau profesi yang biasa diguluti baik yang bersifat sementara muapu yang bersifat paten. Perkembangan kehidupan sosial ekonomi tergantung pada pekerjaan, hal ini karena masyarakat memeliki penilaian tertentu terhadap setiap jenis pekerjaan yang dianggap memeliki prestise lebih bila dibandingkan dengan pekerjaan lainnya. Penghargaan terhadap setiap jenis pekerjaan berbeda-beda antara yang satu dengan masyarakat yang lain, misalkan di Indonesia secara umum, pekerjaan sebagai pegawai negeri lebih tinggi kedudukannya dari pada
sebagai buru pabrik. Demikian pula dokter atau perawat dianggap lebih tinggi kedudukannya bila dibandingkan dengan pekerjaan sebagai guru. Penilaian seperti ini berhubungan dengan ke ahlian dan pendidikan yang menjadi syarat pekerjaan tersebut serta penghasilan yang di peroleh dari pekerjaan itu. Faktor yang terjadi dilapangan membuktukan bahwa perkembangan sosial ekonomi yang terjadi di masyarakat pesisir di desa Cobo juga tergantung pada pekerjaan, hal ini terbukti dimana dalam hasil observasi, dengan adanya beberapa orang yang berprofesi sebagai PNS dan ada sebagian orang yang mulai membat usah kecil-kecilan, seperti pembuatan warung sembako. Sekarang sudah mempunyai usaha yang lebih maju, pada awalnya warung tersebut mempunyai ukuran yang kecil dan sederhana, akan tetapi pada saat ini warung tersebut sudah lebih besar dan bahkan sudah ada toko yang didirikan di sana. (wawancara dengan bapak abdula ali 04 april 2013). Pada rentang waktu antara tahun 1991-1995 daerah desa Cobo masih sangat terisolir, rentang waktu tersebut masyarakat setempat belum memiliki warung yang parmanen, bahkan ruang tamu biasa di jadikan media untuk barang-barang degangan tersebut, dan ada beberapa warga menjual sembako akan tetapi jumlah masih sangat sedikit. Setelah adanya bantuan dari pemerintah, sosialisasi dan upaya lain seperti memperbaiki infastruktur jalan raya maka rasa terisolir dan tersisi dari masyarakat desa cobo mulai berkembang. Beberapa dari warga masyarakat yang memiliki anggota keluarga tamatan SMA dan serjana mendapat kesempatan yang bagus yaitu
terangkat menjadi pegawai negeri sipil, yang pada dasarnya dapat menamba hasil pendapatan perkapita keluarga setiap bulannaya. Masyrakat pesisir desa Cobo terus mengalami kemajuan dalam perkembangan sosial ekonominya. Pada tahun 2000 ada masyarakat Cobo sudah mulai mulai membangun warung atau kios yang lebih besar dan parmanen kerena kebutuhan masyarakatpun meningkat, dan kemajuan terus berkembang sampai saat ini. Pada tahun 2007 desa Cobo sudah ada tokoh yang menjual kebutuhan rumah tangga, demikian pula jumlah pegawai negeri sipil bertambah dan bahkan ada beberapa warga yang memiliki ijasa SMA pada umumnya berprofesi sebagai petani dan nelayan sudah memiliki usaha sebagai kontraktor. Dari pekerjaan tersebutlah sekarang desa cobo menjadi lebih maju dan berkembang dalam kehidupan sosial ekonomi, masyarakat selalu bergerak dinamis seiring kemajuan jaman. 7. Faktor Sosialisasi dan Pergaulan Manusia sebagai mahluk sosial selalu membuthakn bantuan dari orang lain, oleh karan itu manusia selalu berhubungan atau berinteraksi dengan orang lain. Ketika melakukan hubungan sosial manusia melakukan kegiatan belajar. Belajar tidak selalu berkitan dengan ilmu pengatahuan, akan tetapi manusia dalam prilaku selalu belajar menyusuaikan diri dengan lingkungan sekitar mengenai suatu hal ysng baiknya di lakukan atau tidak dilakukan. Oleh karena itu manusia harus memahami nilai dan norma sosial dalam kehidupan masyarakat. Untuk mendukung proses perkembangan sosial ekonomi masyarakat pesisir di desa Cobo Kota tidore
Kepulauan dimana faktor sosialisasi merupakan salah satu faktor yang di pandang sangat berperan penting. Hal ini seperti diutarakan oleh bapak Said A. Kerim (wawancara 20 april 2013). Dimana pada abad ke XX, dalam sepuluh tahun terahir masyarakat yang berada di pesisir desa Cobo masih sangat terisolir, hal ini berdampak pada perkembangan sosial ekonomi masyarakat pesisir desa Cobo, karena minimnya sarana informasi, komunikasi dan sosialisasi yang mana merupakan aspek penting dalam mendorong perkembangan tersebut. Masyarakat pesisir pada waktu itu masih sangat awam dan belum memiliki cara pandang yang lebih baik, nilai tradisoanal yang masih kental, pengetahuan yang masih sangat terbatas, akan tetapi memiliki solidaritas yang kuat namun kurangnya pengetahuan. Pergaulan dan sosialisasi masyarakat cenderung menempatkan rasa solidaritas mereka itu ke hal-hal yang kurang baik. Hal itu bila di tinjau dari segi negatif, masyarakat pesisir di desa Cobo sering menyelesaikan dan menghadapi sebua masalah tanpa memahami hal tersebut telah melanggar hokum yang ada di Negara Indonesia, contoh seperti mudah dan cepat terprofokasi tanpa ada kompromi apa bila dari warga desa lain melakukan kesalahan dengan warga masyarakat pesisir di desa Cobo, maka hampir semua warga berbondong-bondong meyelesaikanya secara fisik, tanpa harus mempertimbangkan secara matang, berpikirlah lebih jerni untuk menyerahkan masalah tersebut ke pihak yang berwajib. Karakteristik yang ada pada masyarakat pesisir di desa Cobo pada saat itu masi awam dan muda terprofokasi di sebabakan kurangnya sosialisasi dan
pergaulau yang lebih luas serta kurangnya sumber daya manusia yang di miliki oleh masyarakat. Pada rentang waktu antara tahun 1991 sampai pada 1995 masyarakat pesisir di desa Cobo masih terisolir sehingga tingkat pergaualan masyarakat sangat terbatas, masyarakat pada dasarnya hanya bergaual dengan masyarakat lain yang ada dalam desa tersebut, sehingga wawasan dan pengetahuan masyarakat sangat terbatas. Dengan hadirnya beberapa pemuda yang memiliki SDM yang baik setelah menyelesaikan studi S1 nya suda memiliki sedikit perubahan lebih baik bila dibandingkan sebelumnya. Tutur bapak Said A. Karim. Setelah kami memiliki beberapa sarjana kami merasa lebih baik, masalah yang terjadi di kalangan pemuda sudah dapat mediasi dan di selesaikan dengan baik tanpa harus menyimpan dendam dan
menyelesaikannya
dengan
fisik
yang
menimbulkan
konflik.,
sehigga
perkembangan sosial masyarakat pesisir di desa Cobo menjadi lebih baik. Nilai dan norma sosial berperan untuk membantu kondisi tertib dalam kehidupan masyarakat, tetapi sosial tidak dapat terwujud secara alami, tetapi harus melalui proses pengorganisasian sistem nilai dan norma sosial. Nilai dan norma sosial dapat di pahami, di jiwai dan di jalankan setelah anggota masyarakat mengalami proses belajar, maka dari itu ulasan yang di kelurkan oleh bapak Said A. Karim dapat disimpulkan bawa untuk menjaga dan meningkatkan nilai perkembangan dalam bidang sosial perlu dilakukan sosialisasi yang baik dan di bimbing atau di ayomi dengan regenerasi yang memiliki sumber daya manusia (SDM) yang baik.
8. Faktor Jarak Tempuh Melaut Bahar hanafi (wawancara 15 april 2013) menyatakan bahwa setidaknya ada tiga pola penangkapan ikan yang lazim dilakukan oleh nelayan di pesisir desa Cobo. Pertama adalah pola penangkapan lebih dari satu hari. Penangkapan ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan lepas pantai. Jauh dekatnya daerah tangkapan dan besar kecilnya perahu yang digunakan menentukan lamanya melaut. Kedua adalah pola penangkapan ikan satu hari. Biasanya nelayan di pesisir desa Cobo berangkat melaut sekitar 14.00 mendarat kembali sekitar jam 09.00 hari berikutnya. Penangkapan ikan seperti ini biasanya dikelompokkan juga sebagai penangkapan ikan lepas pantai. Ketiga pola penangkapan ikan tengah hari. Penangkapan ikan seperti ini merupakan penangkapan ikan dekat pantai. Umumnya mereka berangkat sekitar jam 03.00 dini hari atau setelah subuh, dan kembali mendarat pagi harinya sekitar jam 09.00. Pada umumnya penangkapan ikan lepas pantai yang dilakukan dalam waktu yang lebih lama dan lebih jauh dari daerah sasaran tangkapan ikan mempunyai lebih banyak kemungkinan memperoleh hasil tangkapan (produksi) yang lebih banyak dan tentu memberikan pendapatan lebih besar dibandingkan dengan penangkapan ikan dekat pantai. (hasil wawancara dengan bapak Bahar Hanafi 15 april 2013).