IV. PETA SOSIAL MASYARAKAT DESA ClPAClNG
Desa Cipacing merupakan salah satu Desa yang berada di kecamatan Jatinangor Kabupaten Sumedang. Desa Cipacing terdiri dari tiga Dusun yang terbagi dalam 17 Rukun Warga dan 65 Rukun Tetangga, dengan luas wilayah 174 Hektar. Pada awalnya Desa Cipacing memiliki luas hingga 320 Ha, akan tetapi pada awal tahun 1970-an Desa Cipacing mengalami pemekaran, hingga akhirnya wilayah Cipacing yang mekar tersebut secara administratif berkembang menjadi Desa baru yaitu Desa Cibeusi. Desa Cipacing terletak pada kilometer 24 Jalan Propinsi yang menghubungkan Kota Bandung dan Kabupaten Garut.
Ruas jalan yang
menghubungkan satu RW dengan RW lainnya adalah Jalan Lurah Abdul Harpid, yang memiliki konstruk jalan yang menanjak. Kantor kelurahan yang berada di sebelah kanan jalan Desa bersebelahan dengan Gedung Serba Guna yang berada di RW 07 Dusun 2, sementara Dusun 1 berada di sebelah kiri jalan Desa. Selanjutnya Dusun 3 berada pada wilayah yang paling tinggi. Desa Cipacing yang wilayahnya berada di perbatasan antara Kabupaten Bandung dan Kabupaten Sumedang, memiliki akses yang baik dengan wilayah lain berdasarkan pada tersedianya trasportasi umum selama 24 jam di wilayah ini. Serta jarak tempuh maupun orbiasi sejauh 24 kilometer dengan
ibukota
propinsi. Kendaraan umum yang tersedia di kelurahan ini adalah Angkutan Umum jurusan Cileunyi-Cicalengka, minibus kobutri, mobil elf, serta Ojeg yang tersedia di lingkungan Desa 24 jam dengan biaya sebesar Rp. 1000,OO hingga Rp. 2000,OO Dilihat dari ekosistemnya wilayah Desa Cipacing dengan luas 174 Ha diketahui bahwa 61,49 persen dari luas wilayah digunakan sebagai area pemukiman penduduk yang meliputi 3 dusun yaitu Dusun 1 (Dusun Dollar), Dusun 2 ( Babakan Sukamulya, Cipacing, Madalangu, Pasir Luhur, Nangkod, Bojong, Babakan Nangkod), Dusun 3 ( Cibiru, Solokan jarak) . Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Desa Cipacing memilikijumlah penduduk yang sangat banyak. Penggunaan tanah di wilayah Cipacing tidak semata-mata digunakan untuk pemukiman namun juga digunakan untuk kegiatan ekonomi seperti membuat kerajinan, berdagang, industri pakaian, sawah dan ladang serta usahausaha lainnya.
4.1.
KEPENDUDUKAN Pada Juli 2005, jumlah penduduk Desa Cipacing adalah sebanyak 12.678
jiwa, yang terdiri atas 6.290 orang laki-laki dan 6.388 orang perempuan. Jumlah penduduk yang demikian besar tersebut disebabkan oleh berbagai faktor antara lain kelahiran, kematian, mobilisasi penduduk baik migrasi maupun imigrasi. Table 3. Jumlah Penduduk Desa Cipacing berdasarkan umur
( No
1
Golongan Umur (tahun)
Jumlah
1
Sumber: Data Potensi Desa Cipacing 2005
Berdasarkan golongan umur diketahui bahwa struktur usia penduduk Desa Cipacing berada pada struktur usia menengah (intermediate ages), ha1 ini merupakan potensi yang besar berkenaan dengan usia produktif yang mereka milik; sangat besar. Jumlah penduduk yang ada pada usia angkatan kerja sesuai dengan pembatasan usia pada Data Perkembailgan Desa yaitu usia 15 sampai 55 tahun yang telah dikurang dengan ibu rumah tangga dan penduduk yang masih sekolah adalah sejumlah 6.068 orang. Akan tetapi ibu-ibu rumah tangga tersebut tidak sepenuhnya sebagai ibu rumah tangga sebab pada umumnya ibu rumah tangga di Desa Cipacing turut membantu suaminya dalam melakukan kegiatan usaha yaitu membuat kerajinan, ataupun dirinya menjadi buruh pengrajin sebagai usaha aktivitas sampingan disamping menjadi ibu rumah tangga. Di wilayah ini t i a k terdapat mengenai data ataupun jumlah pengangguran secara pasti, menurut inforrnasi kepala Desa sebenarnya di wilayah ini terdapat
warga yang rnenganggur. Mereka adalah pernuda-pemuda yang rnenginginkan bekerja di pabrik akan tetapi tidak menerirna panggilan. Menurut pendapat beliau pemuda-pernuda tersebut rnerniliki sifat malas dan enggan untuk terjun rnenjadi buruh pengrajin karena pendapatannya kecil, sedangkan untuk mendirikan usaha kecil sendiri rnereka tidak merniliki modal. Apabila dicermati, sebenarnya sebagian besar buruh pengrajin termasuk dalarn kategori pengangguran "invisible underemployment" yaitu jam kej a yang cukup namun pendapatan rnereka rendah. Buruh pengrajin biasanya bekerja seharian penuh bahkan kadang dari pagi hingga malam hari, narnun penghasilan mereka cenderung kecil, dengan sistem upah per satuan baracg yang selesai dikerjakan. Misalnya untuk pembuatan paser (mata panah) mereka diupah sebesar R.;I
100,-
perbuah, apabila mereka berhasil rnernbuat sebanyak 60 buah maka upah yang rnereka dapatkan adalah sebesar Rp. 6000,- per hari. Tingkat pendidikan warga Desa Cipacing dapat dikategorikan rnasih rendah yaitu rnayoritas tarnat Sekolah Dasar. Meskipun sudah banyak warga telah menyelesaikan pendidikan hingga tingkat rnenengah yaitu SLTP dan SLTA, namun ha1 ini dipengaruhi oieh jurnlah penduduk yang merupakan warga pendatang yang tinggal dan bekerja di pabrik yang ada di wilayah Desa Cipacing. Berikut merupakan komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan :
Tingkat pendidikan yang dirniliki warga berpengaruh terhadap tingkat pendapatan dan jenis mata pencaharian warga. Meskipun di wilayah ini tingkat pendidikannya rendah akan tetapi penduduk memiliki keterarnpilan
membuat ragam kerajinan sehingga terkadang tingkat pendidikan di wilayah ini dianggap tidak penting. Warga Desa Cipacing memiliki mobilitas yang tinggi baik dalam ha1 pendidikan maupun ekonomi. Banyak warga Cipacing yang melanjutkan pendidikan di luar daerah khususnya yang menimba ilmu keagamaan, begitupun dengan penduduk pendatang yang menuntut ilmu di wilayah ini karena di Desa Cipacing terdapat Sekolah dasar hingga perguruan tinggi. Mobilitas penduduk dengan alasan ekonomi memiliki angka yang tinggi, antara lain pengrajin yang memasarkan produknya hingga pulau Bali, biasanya melakukan migrasi sementara ke pulau tersebut. Demikian halnya dengan penduduk pendatang yang juga melakukan imigrasi sementara dengan menetap di wilayah Desa Cipacing dengan alasan bekerja di pabrik yang ada di wilayah ini. Meskipun di Desa Cipacing terjadi perubahan komposisi penduduk yang diakibatkan oleh kelahiran, kematian dan mobilitas yang cukup dinamis, akan tetapi di pemerintah Desa Cipacing tidak memiliki data yang lengkap mengenai jumlah kelahiran, kematian serta penduduk yang datang maupun pergi. Satusatunya registrasi penduduk yang paling sering dilakukan adalah pembuatan surat jalan untuk para pengrajin yang memasarkan produknya di pulau Bali mengingat kondisi Bali yang ketat dengan pengarnanan pasca Bom Bali I dan 11.
4.2.
Sistem Ekonomi Lokal
Gambar 4. Salah satu showroom kerajinan milik bandar
Desa Cipacing dapat disebut dengan Desa yang cukup maju. Hal ini terlihat dari banyaknya kesernpatan kerja pada wilayah ini yang memungkinkan warganya
mendapatkan pekerjaan dan pendapatan yang
layak
bagi
kelangsungan hidupnya. Sebagai Desa yang berciri-ciri kota, warga Desa Cipacing memiliki mata pencaharian yang heterogen. Table 5. Komposisi penduduk berdasarkan mata pencaharian
Sumber : Data Perkembangan Desa Cipacing 2005 Berdasarkan data di atas dapat diketahui bahwa mata pencaharian mayoritas penduduk adalah pengrajin dan karyawan swasta. Hal ini merupakan ciri khas unik dari Desa Cipacing. Tiga industri besar yaitu PT Polyfin, PT. ABC, PT Yogie Saputra, yang berada di wilayah ini menyediakan kesempatan kerja yang cukup besar bagi warga, sehingga mata pencaharian warga sebagai karyawan swasta (buruh pabrik) cukup besar. Oemikian juga halnya dengan mata pencaharian sebagai pengrajin, setelah melakukan observasi lapangan pada kenyataannya hampir setiap keluarga memiliki keterampilan membuat ke~ajinanmeskipun hanya sebagai usaha sampingan. Bahkan menurut informasi kepala Desa, dinyatakan bahwa hampir 60 persen penduduk Desa Cipacing merupakan pengrajin, baik sebagai buruh pengrajin, pengrajin kecil maupun sebagai Bandar kerajinan. Hanya saja meskipun tercatat sebagai Desa yang memiliki ciri khas dan potensi yang besar, pihak Desa belum memiliki data yang l sebagai jelas mengenai setiap unit kegiatan perekonomian masyarakat I ~ k abaik pengrajin, pengusaha mebulair, maupun sebagai karyawan swasta. lnformasi yang diberikan oleh perangkat Desa sejauh ini masih berupa perkiraan. Alasan kesulitan untuk mengumpulkan data tersebut, karena biasanya pekerjsan sebagai pengrajin dapat dikatakan pekerjaan musiman, apabila tiba musim ramai atau banyak orderan maka penduduk beramai-ramai pula menjadi buruk
pengrajin, namun ketika sepi (tidak mendapat order dari bandar kerajinan) mereka mengaku dirinya sebagai penganggur. Hasii kerajinan warga Desa Cipacing meliputi banyak jenis, menurut penuturan warga mereka bisa membuat puluhan bahkan ratusan jenis kerajinan baik kerajinan aslillokal maupun kerajinan mancanegara yang biasanya dipesan oleh importir luar negeri sebagai wntoh ketika olimpiade berlangsung di Australia, pengrajin Cipacing mendapat pesanan untuk membuat alat tiup asli suku aborigin yang bernama "Ridhuu-Ridhuun sebanyak 3 kontainer. Dengan demikian pemasaran hasil kerajinan warga Desa Cipacing telah menembus pasar nasional (Bali, Lombok, Jakarta, dll) dan intemasional (Brunei, Australia, Polandia, Belanda, dll.). Selain membuat kerajinan warga Cipaciny juga terampil membuat peralatan rumah tangga seperti pisau, mebeulair,
alat pertanian,
layang-layang, pakaian, lukisan, dll. Berdasarkan hasil wawancara dengan perangkat Desa, diketahui setiap Dusun maupun RW memiliki spesialisasi di bidang industri dari mulai industri kerajinan hingga pakaian. Cusun I
: RW 1,2,3
Dusun II : RW 6 RW 7 & 8
: Kerajinan kayu ukir dan hias, lukisan, dl1 : Mebeulair : Pisau, panahan, Senapan angin
Dusun Ill : RW 14 & 15 : Pakaian Akan tetapi setelah dilakukan pengamatan lapangan, batasan wilayah itu tidak membatasijenis pekerjaan mereka. Karena di Dusun II atau Ill pun ditemui banyak buruh pengrajin, hanya saja sebagian besar bandar pengrajin berada di Dusun I. Gejolak
perekonomian
Indonesia
berpengaruh
besar
terhadap
perekonomian pengrajin di Desa Cipacing. Naiknya harga dollar justru dianggap menguntungkan terutama oleh bandar kerajinan yang melakukan ekspor ke luar negeri, harga dollar yang tinggi menyebabkan keuntungan mereka berlipat. Lain halnya dengan buruh pengrajin keuntungan mereka meningkat hanya bila bandar mendapat pesanan yang banyak, sedangkan upah pengerjaan kerajinan tidak ikut meningkat. Selain gejolak perekonomian, kasus Bom Bali I dan II turut mempengaruhi kondisi perekonomian pengrajin. 8eberapa pengrajin yang memasarkan hasil kerajinannya di pulau Bali, semejak peristiwa itu terjadi menjadi sepi oraer karena jumlah wisatawan ke pulau Bali berkurang.
Berkaitan dengan masalah kemiskinan yang dialami oleh warga Desa Cipacing, diantaranya memiliki mata pencaharian sebagai buruh pengrajin yang bergantung pada upah yang sangat kecil dari membuat kerajinan serta tidak memiliki akses untuk mengembangkan usahanya secara mandiri, dengan alasan utama yaitu tidak memiliki modal. Pengrajin Cipacing belum merniliki paguyuban maupun forum kerjasama pengrajin yang didirikan secara formal maupun informal, dengan demikian menurut penuturan pengrajin sering sekali mereka kesulitan untuk menentukan harga. Sehingga terkadang terjadi persaingan yang tidak sehat, dalam ha1 ini yang menang adalah yang memiliki modal yang besar, sedangkan untuk pengrajin dengan modal kecil suli sekali untuk dapat bertahan dalam persaingan.
4.3.
S~NMU Komunitas ~
Pelapisan sosial yang tejadi di wilayah Desa Cipacing dapat terlihat secara fisik maupun non fisik, ha1 ini terbentuk baik secara disengaja maupun secara tidak sengaja. Pelapisan sosial yang menonjol yang terjadi di Desa Cipacing pada intinya berdasarkan pada bidang ekonomi. Pelapisan sosial yang ada dalam masyarakat
Desa Cipacing pada
umumnya berdasarkan pada : a. Kekayaan yang dimiliki.
Warga Desa Cipacing mengkategorikan orang yang kaya adalah orang yang memiliki rumah yang besar, uang yang berlimpah serta kendaraan dengan tahun terbaru. Biasanya orang yang kaya tersebut adalah Bandar pengrajin. Di wilayah Cipacing orang yang disebut-sebut sebagai orang yang paling kaya adalah satah seorang warga RW 03 yang bermata pencaharian sebagai pengrajin serta memiliki rumah sekaligus galeri bemama "Cipacing Kreatif" dengan tinggi 4 lantai serta lengkap dengan fasilitas kolam renang. Orang tersebut sangat di hormati di wilayah Cipacing. Sedangkan orang yang dianggap miskin memiliki kategori tidak memiliki pekerjaan tetap, rumah yang reot serta tidak layak huni, biasanya orang miskin ini adalah buruh tani, buruh pengrajin, buruh bangunan, pertukangan, serta orang-orang jompo. (hasil diskusi, 23 November 2005).
b. pekerjaanlpangkat atau jabatan
pelapisan sosial berdasarkan pekerjaanlpangkat atau jabatan, lapisan utamanya diduduki oleh orang-orang yang memiliki pekerjaan tetap seperti perangkat Desa, guru, dan pensiunan ABRI. c. Pendidikan
Pendidikan nampaknya bukan merupakan ha1yang penting di Desa Cipacing, menurut penuturan warga meskipun anak-anak mereka bisa melanjutkan pendidikan hingga SLTA bahkan perguruan tinggi, namun pada akhirnya mereka hanya akan menjadi buruh pabrik ataupun pengrajin. Bahkan rnereka memiliki pandangan untuk menjadi orang yang sukses tidak perlu sekolah tinggi-tinggi, seperti halnya pengrajin yang sukses di RW 04, pendidikannya hanya Sekolah Dasar namun bisa menjadi orang kaya asalkan menjadi pengrajin yang ulet.
Dalam kehidupan sehari-hari pelapisan sosial ini memang tidak terlalu menonjol. Kecuali dalam pemilikan rumah, sangat terlihat perbedaan antara orang yang kaya dengan yang miskin. Pelapisan sosial ini juga kadang menentukan dalam musyawarah RW atau RT biasanya orang yang memiliki kekayaan lebih terbuka dalam mengemukakan pendapat dibandingkan orang yang miskin. Orang yang miskin cende~nglebih banyak diam dan memberikan kesempatan yang lebih banyak kepada orang yang kaya. Meskipun hubungan antara orang kaya dan miskin di wilayah ini dapat dikatakan harmonis, seperti halnya antara buruh pengrajin dengan Bandar pengrajin, akan tetapi pada sebenamya tejadi kecemburuan sosial dari warga yang miskin dengan seringnya mereka berkeluh kesah tentang penghasilan dan kondisi mereka. 4.4.
Kelembagaan
a. Lembaga Kemasyarakatan
Kelembagaan sosial masyarakat yang merupakan hasil bentukan yang terdapat di wilayah Desa Cipacing antara lain; Badan Perwakilan Desa (BPD), BPD tersebut berfungsi sebagai iembaya yang menghimpun dan menyalurkan aspirasi warga dalam bentuk rnusyawarah Desa, serta organisasi perempuan yaitu PKK Binangkit meskipun dalam pelaksanaannya belum optimal. Selain itu
di Desa Cipacing juga terdapat kelembagaan yang terbentuk secara swadaya yang merupakan merupakan sarana aktualisasi dan sosialisasi masyarakat dalam kelangsungan hidup mereka. Kelembagaan tersebut antara lain: Dewan Kesejahteraan Masjid, lkatan Majelis taklim, kelompok pengajian ibu-ibu, Karang taruna, ikatan pemuda bola volley, kelompok arisan, lkatan Remaja Mesjid, kelompok gotong-royong renovasi rumah dhuafa (RRD). Kelompok RRD ini lahir atas inisiatif warga yang ingin membantu kaum dhuafa dengan merenovasi rumah mereka. Sumber dana yang mereka miliki adalah iuran rutin per bulan yang jumlahnya disesuaikan dengan kemampuan masing-masing keluarga. Meskipun di wilayah ini merupakan sentra industri kerajinan, akan tetapi belum ada satu pun kelompok pengrajin yang mengikrarkan diri mereka sebagai suatu ikatan. Begitupun halnya dengan tenaga-tenaga kerja atau buruh pabrik yang banyak tinggal di wilayah Desa Cipacing belum juga ada yang menyatakan diri mereka sebagai ikatan buruh untuk menyalurkan aspirasi mereka. Kelembagaan ekonomi yang terdapat di wilayah ini antara lain koperasi pengrajin dan Badan Usaha Milik Desa (BUMD). Koperasi Pengrajin tersebut bergerak dalam bidang simpan-pinjam serta membangun jejaring untuk pemasaran baik luar maupun dalam negeri. Koperasi ini mulai didirikan pada awal tahun 2000 lengkap dengan kepengurusan dan keanggotaan, akan tetapi sejak koperasi ini hanya mampu bertahan hingga beberapa bulan saja, selanjutnya koperasi tersebut mati sun. Koperasi tersebut mengalami kegagalan disebabkan para pengrajin belum dapat bersatu sebagai suatu paguyuban dengan tujuan serta kepentingan yang sama. Mereka menganggap koperasi tidak akan mampu menjembatani kepentingan mereka,. Para pengrajin iebih suka untuk memproduksi dan memasarkan produknya senditi-sendiri terutama bandar-bandar kerajinan yang takut tersaingi dengan keberhasilan buruh-buruh pengrajin, hingga seringkali terjadi persaingan yang kurang sehat terutarna dalam ha1 penentuan harga. BUMD merupakan badat; usaha yang didirikan pada tahun 2002 atas inisiatif warga. BUMD memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahterazn warga melalui pengembangan di bidang eko~omi.BUMD berusaha memanfaatkan letak
Desa Cipacing yang dekat dengail wilayah perindustrian seperti rancaekek dan majalaya, yang memungkinkan BUMD tersebut menampung limbah pabrik tekstil, maupun flat besi atau plastik untuk diolah menjadi kerajinan maupun
~
peralatan rumah tangga, serta mewadahi pengrajin-pengrajin kecil untuk mengembangkan usaha mereka. Akan tetapi meskipun kepengurusan serta mekanisme kerja BUMD sudah disusun, namun hingga saat ini aktivitas BUMD belum terlaksana. Belum berjalannya kedua lembaga perekonomian di atas menyebabkan permasalahan yang dialami terutama oleh pengrajin dengan modal kecil. Antara lain mereka sulit untuk menentukan harga jual dan bersaing dengan Bandar pengrajin menyebabkan tingkat kesejahteraan yang rendah karena mereka seringkali menjual hasil produksi mereka dengan cara banting harga. Dalam bidang ekonomi, seperti yang diungkapkan oleh tokoh masyarakat yaitu dalam bidang sosiai warga Desa Cipacing terbilang rukun, namun dalam bidang ekonomi mereka sangat individualis.
b.
Proses Sosialisasi dalam Komunitas Proses sosialisasi dalam komunitas Desa Cipacing dilakukan oleh
kelernbagaan yang terdapat di wilayah tersebut, sosialisasi yang dilakukan antara lain sosialisasi norma, nilai, serta sosialisasi dalam bidang sosial budaya. Keluarga merupakan kelembagaan yang memiliki peranan yang paling besar dalam proses sosialisasi di wilayah ini. Keluarga sebagai kelompok terkecil dalam masyarakat Desa Cipacing tersebut memiliki fungsi memberikan pendidikan keagamaan, nona, nilai dan tata krarna, serta memperkenalkan kebudayaan. Sosialisasi nilai dan norma, terrnasuk di dalamnya sosialisasi dalam bidang keagamaan biasanya dilakukan oleh keluarga, lembaga keagamaan dan lembaga pendidikan. Sosialisasi dalam bidang sosial dan kebudayaan secara formal biasanya dilakukan dalam suatu musyawarah Desa oleh lembaga pemerintahan (misalnya mengenai prcgram atau proyek-proyek pembangunan di sosialisasikan oleh perangkat Desa, dsb), lernbaga pendidikan serta lembaga keagarnaan dalam ceramah-ceramah. Berkaitan dengan banyaknya pendatang yang bermukim di wilayah ini, secara tidak langsung rnembawa perubahan pada warga Desa Cipacing yakni dalam ha1 sosial dan kebudayaan. Proses ini berjalan karena adanya interaksi antar warga pribumi dengan pendatang.
4.5.
Sumber Daya Lokal
Sebagai suatu wilayah yang sedang berkembang, Desa Cipacing memiliki berbagai sumber daya lokal yang mampu menompang keberlangsungan hidup mereka. Sumber daya lokal tersebut meliputi sumber daya di bidang ekonomi, sosial, dan kelembagaan. Sumber daya yang dimiliki warga Desa Cipacing antara lain: a. sumber daya lahan, Desa Cipacing memiliki lahan seluas 174 Ha yang digunakan sebagai pemukiman, serta tempat kegiatan ekonomi bagi warganya, seperti sebagai sentra kerajinan dan home industri lainnya seperti pakaian, mebeulair dan alatalat pertanian serta rumah tangga. b. tenaga kej a Jumlah angkatan keja di wilayah ini antara lain sebanyak 6049 orang merupakan angkatan kej a yang cukup besar dengan kualitas pendidikan ratarata adalah tamatan SD. Warga Desa Cipacing juga memiliki keterampilan yang membuat kerajinan serta berbagai jenis usaha lainnya yang membuat wilayah ini dinilai sebagai wilayah yang memiliki potensi serta kesempatan kerja yang luas. b. modal Sumber daya berupa modal di Desa Cipacing terbagi atas dua yaitu modal ekonomi dan modal sosial. Modal ekonomi yang di miliki warga Desa Cipacing berupa asset produksi yang dimiliki oleh para pelaksana kegiatan ekonomi lokal serta merupakan investasi baik berupa dana maupun tanah. Sedangkan modal sosial yang dimiliki oleh warga Oesa Cipacing antara lain adanya keragaman dalam komunitas yang memungkinkan warga Desa bangkit dari permasatahan kemiskinan yang mereka alami, adanya kebersamaan dan jalinan ketetanggaan yang dapat dioptimalkan sehubungan dengan kegiatan pengembangan masyarakat baik dalam bidang ekonomi dan sosial, gotong royong, serta adanya partisipasi dalam pengambilan keputusan yang menunjukan ada keinginan masyarakat untuk bangkit dari berbagai permasatahanyang ada. c. Pabrik dan lndustri yang berkembang di wilayah Desa Cipacing
lndustri besar sebanyak 3 buah di wilayah ini cukup banyak menyerap tenaga kerja setringga mampu mengurangi angka pengangguran di wiiayah ini. Begitupun halnya dengan industri kecil yang sudah mampu memasarkan produknya hingga ke luar negeri dapat menciptakan lapangan kerja bagi
penduduk setempat meskipun dengan penghasilan yang rendah serta tidak tetap. Sehubungan dengan sumber daya yang dimiliki oleh warga Desa Cipacing, setelah melalui wawancara dengan beberapa tokoh diketahui bahwa sumber daya tersebut belum berjalan dengan optimal, sehingga masalah kemiskinan masih terjadi pada warga. lndustri yang ada di wilayah ini belum mampu mengurangi angka kemiskinan karena industri besar atau pabrik biasanya lebih mengutamakan buruh yang berasal dari luar daerah. Sedangkan industri kecil baik mebeulair maupun kerajinan biasanya hanya mampu memberikan pekerjaan kepada buruh-buruhnya apabila ada pesanan dari eksporti: atau dari kmsumen. Sehingga di wilayah ini dikenal dengan dua musim yaitu musim "kembung" yaitu musim ketika banyak orderan biasanya menjelang bulan juli yaitu masa liburan sekolah dan masa libur musim panas di Bali, serta rnusim "kempes" yaitu ketika orderan sepi seperti setelah terjadi bom Bali atau situasi ekonomi politik yang tidak menentu.
4.6. Masalah Sosial
Menurut data yang tercatat potensi Desa, masalah yang cukup menonjol di wilayah ini adalah masalah kemiskinan, yaitu sebanyak 478 KK yang berada pada kondisi keluarga pra-sejahtera. orang-orang yang berada pada kondisi ini antara lain adalah buruh tani, buruh pengrajin dan orang jompo. Masalah ini disadari warga sebagai masalah sosial ymg penting dan harus segera ditanggulangi baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Selanjutnya data menunjukkan tedapat sejumlah 100 rumah yang tidak layak huni ditempati oleh kurang tebih 130 KK. Masa!ah yang cukup unik yang terjadi di wilayah ini adalah angka kriminalitas yang tinggi, seperti dituturkan oleh warga, di wilayah ini terdapat industri senapan angin yang sudah mulai menurun produktivitas serta peminatnya. Sehubungan dengan menurunnya pendapatan para pengrajin senapan angin kemudian warga yang "nakal" mulai membuat senjata api yang dijual ke Bandar Lampung, bahkan seperti yang pernah terungkap di koran-koran beberapa pembuat senapan angin pernah menerima pesanan senjata api untuk Gerakan Aceh Merdeka di Banda Aceh. lndustri senapan angin yang mulai padam serta tidak lagi memberikan penghasilan bagi pengrajin mendorong
pengrajin untuk mendapatkan pendapatan yang lebih besar melalui penjualan senjata api secara ilegal. Hingga pada akhirnya aktivitas ini tercium oleh aparat keamanan dan sebanyak 6 Kepala Keluarga pembuat senjata api ditahan oleh kepolisian dengan tuduhan melakukan tindakan kriminai. Biaya pembuatan senjata api terhitung murah dibandingkan pembuatan senapan angin. Yaitu dengan biaya sebesar Rp. 35.000,-biaya pembuatan sebuah senapan angin dengan proses yang amat rumit, dapat dihasilkan tiga buah senjata api dengan tingkat pembuatan yang lebih mudah dalam waktu yang singkat. Dari harga produksi tersebut senapan angin dijual seharga Rp. 100.000,- per h a h , sedangkan senjata api sebesar Rp. 2.000.000,perbuah. Meskipun berkali-kali dibantah oleh perangkat Desa, sebenarnya masalah kemiskinan di Desa Cipacing terjadi di wilayah ini. Hal ini juga disadari oleh warga serta tokoh masyarakat. Berdasarkan kriteria kemiskinan didapatkan informasi bahwa angka kemiskinan di Desa Cipacing lebih besar dibanding data yang tercatat di Data Perkembangan Desa. Dengan demikian berdasarkan hasil diskusi tersebut di dapatkan kriteria kemiskinan menurut warga Desa Cipacing antara lain : tidak memiliki pekerjaan tetap memiliki penghasilan yang rendah kondisi rumah yang tidak layak huni (hasil diskusi tanggal 23 November 2005)
Masalah kemiskinan ini disebabkan oleh berbagai faktor internal maupun eksternal yang sangat
kompleks. Sehingga selanjutnya menyebabkan
perrnasalahan sosial lain yang juga sangat besar pengaruhnya terhadap kehidupan warga Desa Cipacing seperti masalah kesenjangan sosial. Menurut penuturan kepala Desa yang disepakati oleh warga, sebenamya di Desa Cipacing banyak warga yang sudah mencapai kesejahteraan akan tetapi mereka tidak begitu peduli dengan lingkungan sekiar mereka yang masih ditiputi kemiskinan sehingga muncul kesenjangan sosial yang cukup dalam. Meskipun kesenjangan sosiai ini tidak disadari oleh seiuruh warga akan tetapi masalah ini bisa memicu masalah-masalah sosial lain seperti perkelahian, kriminalitas dan lain sebagainya.
Kesenjangan yang utama di wilayah ini yaitu antara bandar kerajinan yang kaya raya dengan buruh pengrajin yang kondisi perekonomiannya miskin. Kesenjangan sosial ini dapat dilihat dari jumlah pendapatan atau keuntungan, tingkat pendidikan, kondisi rumah yang berbeda. Kesenjangan sosial ini juga terus terjadi akibat belum adanya kelembagaan yang marnpu mewadahi buruh pengrajin ataupun memberikan bantuan pinjaman modal sehingga buruh pengrajin bisa meningkatkan pendapatan mereka. Pendirian Koperasi Pengrajin maupun BUMD belum rnemberikan hasil, karena bandar pengrajin yang diharapkan bisa menjadi motor penggerak untuk kemajuan pengrajin di Desa Cipacing justru keberatan untuk menjalankan usaha tersebut karena takut tersaingi. Untuk mengentaskan masalah kemiskinan yang terjadi di Desa Cipacing khususnya bagi buruh pengrajin, terdapat berbagai potensi yang di wilayah ini antara lain dengan upaya pengembangan masyarakat yaitu adanya kemitraan antara pelaku ekanomi utama di wilayah ini yaitu buruh pengrajin, pengrajin kecil serta Bandar ~erajinan. Seiain itu perlu adanya jalinan kerjasama antara pemerintah Desa, pemerintah kecamatan dan Kabupaten, komunitas buruh pengrajin, masyarakat secara umum, serta kelembagaan yang ada di luar Oesa Cipacing seperti Lembaga Pernbinaan dan Pendidikan Koperasi (Lapenkop), untuk terbentuknya jalinan usaha yang dapat meningkatkan kesejahteraan buruh pengrajin.