Kajian Dampak Penambangan Emas terhadap Aspek Sosial Ekonomi dan Lingkungan Pertanian di Kabupaten Buru Ismatul Hidayah Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku Jl. Chr Splanit Rumah Tiga Ambon E-mail:
[email protected] Abstrak Memperhatikan aktivitas masyarakat dalam penambangan emas serta kondisi ketersediaan pangan terutama komoditas pertanian saat ini di wilayah kabupaten Buru, dapat memberikan suatu gambaran pemikiran kelak pembangunan pertanian di wilayah tersebut menghadapi masalah besar yang dapat menimbulkan kerawanan pangan. Kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dampak penambangan emas terhadap aspek social ekonomi dan lingkungan pertanian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kehadiran pertambangan emas di kabupaten Buru pada umumnya memberikan dampak negatif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi yaitu terjadinya penurunan pendapatan usahatani karena meningkatnya biaya produksi, kelangkaan tenaga kerja dibidang pertanian karena sebagian besar beralih pada kegiatan tambang sehingga memicu kenaikan upah tenaga kerja, keterbatasan dan meningkatnya harga-harga sembako, tingginya komoditas beras dari luar yang masuk ke pulau buru sehingga mempengaruhi pemasaran beras lokal. Pada aspek sosio - ekologi, yaitu terjadinya pencemaran lingkungan. Proses pengolahan emas berada di halaman rumah dan kebun, memungkinkan terjadinya pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup, terutama jika kolam penampungan tailing tidak ditangani dengan baik. Selain itu proses penggarangan secara sederhana dilakukan di sekitar rumah, dapat menyebabkan pencemaran lingkungan oleh uap merkuri yang ditimbulkannya. Penanganan tailing (limbah) dilakukan secara sederhana dengan kolam penampungan yang sangat terbatas, tanpa disertai dengan pengelolaan yang baik, seperti misalnya tidak dilakukannya proses detoksifikasi, degradasi, maupun penjernihan, sehingga material halus merkuri, arsen dan logam dasar masih bercampur dalam tailing. Pengolahan emas dengan teknik amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi merkuri pada lingkungandi sekitarnya. Hasil analisis kimia terhadap sampel hasil pertanian menunjukkan adanya kontaminasi merkuri dan logam berat diatas ambang batas. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Buru. Pada aspek keamanan, sering terjadi bentrokan antara warga asli dan warga pendatang yang menewaskan beberapa penambang dan tingginya tingkat pencurian yang meresahkan masyarakat. Kondisi lingkungan yang tercemar akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat secara perlahan2 dan dalam jangka panjang dikhawatirkan akan terjadi tragedi seperti kasus teluk Buyat atau teluk minamata. Kata kunci : dampak lingkungan, kabupaten Buru, penambangan emas, produksi pertanian.
Pendahuluan Maluku meskipun tidak termasuk sentra produksi padi nasional, namun saat ini telah menunjukkan peranannya dalam pengembangan padi. Sentra produksi padi di Maluku terdapat pada empat kabupaten (Buru, Maluku Tengah, Seram Bagian Barat, dan Seram Bagian Timur), dengan total luas areal panen pada tahun 2008 sekitar 12.719,5 ha dan produksi 49.954,1 ton, sedangkan pada tahun 2010 luas areal panen meningkat menjadi 17.779 ha dan produksi 77.532 ton (BPS Maluku, 2011). Meskipun telah terjadi peningkatan produksi, namun produksi tersebut belum mampu mensuplai kebutuhan beras penduduk Maluku sehingga sabagian besar kebutuhan beras Maluku masih didatangkan dari luar. Kecamatan Waeapo (dataran Waeapo), Kabupaten Buru merupakan sentra produksi padi sawah terbesar di Provinsi Maluku (Susanto & Sirappa, 2007). Kontribusi produksi padi sawah di
1406
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
kabupaten Buru pada Tahun 2008 mencapai 70,21 % atau 35.075 ton terhadap total produksi padi Maluku sebesar 49.954,1 ton. Produksi padi sawah Kabupaten Buru tersebut diperoleh dari luas panen 8.292 ha atau 65,19 % dari total luas panen untuk Propinsi Maluku sebesar 12.719,5 ha (BPS Maluku, 2009). Awal tahun 2012 ditemukan adanya emas di Gunung Botak desa Dafa dusun Wamsaid Kecamatan Waeapo, semenjak itu Gunung Botak menjadi salah satu wilayah pertambangan yang didatangi banyak penambang. Tambang emas di Gunung Botak pulau Buru menjadi harapan baru bagi masyarakat Buru pada khususnya untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Buru namun belum adanya kesepakatan dan ketegasan mengenai aturan penambangan emas di Gunung Botak oleh pemerintah daerah membuat wilayah Gunung Botak menjadi tempat subur bagi penambang liar. Ribuan penambang datang dari berbagai daerah di Indonesia (Jawa barat, Maluku Utara, Sulut, Sulsel dan Sultra), sehingga kegiatan penambangan dan pengolahan emas menjadi tidak terkendali, hampir pada setiap desa (wilayah pertanian) terdapat tempat tempat pengolahan emas. Para penambang tidak memperdulikan bahaya dari penggunaan bahan2 kimia (mercuri) terhadap lingkungan setempat, limbah dari pengolahan dibuang melalui saluran saluran air yang ada didesa, penduduk desa pun tidak menyadari akan bahaya yang mengancam di kemudian hari, sehingga sampai pada saat ini kegiatan pengolahan banyak dilakukan di wilayah pertanian. Bertolak dari urauan tersebut diatas, kajian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi dampak penambangan emas terhadap aspek social ekonomi dan lingkungan pertanian . Metodologi Lokasi Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Buru, pada Tahun 2013. Petani responden yang dilibatkan pada penelitian ini adalah petani padi sawah irigasi di Kecamatan Waeyapo, kabupaten Buru. Metode Pengumpulan Data Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh melalui wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan digunakan metode pemahaman pedesaan secara partisipatif secara terseleksi. Data dimaksud
meliputi
karakteristik usahatani, struktur pendapatan/pengeluaran, persepsi petani terhadap kegiatan penambangan dan kendala yang dihadapi petani dalam berusahatani. Jumlah petani yang menjadi responden ditentukan secara purposive sampling yang terdiri dari 60 orang petani. Sebagai data pelengkap dilakukan pengumpulan data sekunder dari Kantor Desa, Dinas Pertanian dan informasi kunci dari PPL setempat. Metode Analisis Analisis data dilakukan untuk memperoleh gambaran secara kualitatif dan kuantitatif dampak penambangan emas terhadap kegiatan usaha pertanian dan produksi pertanian. Analisa kualitatif dilakukan dengan mensintesa atau memadukan informasi sehingga terbentuk suatu kesimpulan yang selaras. Analisis kuantitatif meliputi Analisis finansial usaha tani padi sawah sebelum dan sesudah adanya tambang
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1407
Hasil dan Pembahasan
Pertambangan Emas Rakyat di Kabupaten Buru Usaha pertambangan emas di wilayah Buru telah berlangsung sejak 2 tahun yang lalu, setelah penemuan urat-urat kuarsa mengandung emas di Desa Dafa dan sekitarnya oleh penambang emas tradisional dari desa setempat. Kegiatan penambangan emas ini banyak dilakukan oleh penambang yang berasal dari luar Kabupaten Buru bahkan dari luar Provinsi Maluku antara lain dari Tasikmalaya, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Ternate dan daerah lainnya, Penambangan dilakukan dengan sistem tambang bawah tanah dengan cara membuat terowongan (adit) dan sumur (vertical shaft). Teknik penambangan dilakukan tanpa perencanaan yang baik dan dengan cara penggalian mengikuti arah urat kuarsa yang diperkirakan memiliki kadar emas cukup tinggi. Pembuatan lubang dilakukan dengan tinggi sekitar 1 meter dan kedalaman yang bervariasi hingga mencapai ratusan meter. Arah lubang tersebut berupa horizontal dan vertikal berdasarkan atas penyebaran arah urat kuarsa. Lubang-lubang vertikal di lokasi kegiatan ini dipergunakan sebagai pintu masuk serta sebagai lubang ventilasi untuk memasukkan udara dengan bantuan mesin pompa udara. Material yang mengandung bijih emas oleh penambang di bawa turun dari gunung botak untuk diolah di desa desa sekitar. Tidak adanya aturan hukum yang khusus mengatur kegiatan pertambangan di Gunung Botak, serta tidak adanya prosedur administrasi yang harus dilakukan untuk mengatur kegiatan para penambang tersebut mengakibatkan penambang liar selalu bertambah setiap waktu. Prakiraan Dampak Lingkungan Tambang Emas Rakyat Di Kabupaten Buru Pengolahan bijih emas dengan teknik amalgamasi di Kabupaten Buru umumnya hampir dilakukan di duseluruh desa2 di kecamatan Waeyapo dengan mengambil material dari lokasi tambang (desa Dafa). proses pengolahan dikerjakan di halaman rumah atau di pinggir sungai dengan menggunakan tromol. Satu lokasi pengolahan bijih menggunakan 1 – 10 gelundung tromol dan setiap gelundung dapat mengolah 15 - 25 kg bijih dalam sehari. Bijih yang telah ditumbuk dimasukkan kedalam gelundung berisi potongan besi (rod), ditambahkan air, merkuri dan semen, dan selanjutnya diputar selama 8 - 24 jam dengan tenaga listrik (generator). Setelah proses amalgamasi selesai, amalgam dipisahkan dari tailingnya dengan cara diperas dengan kain parasit dan tailing dialirkan ke dalam bak penampungan tailing atau dibiarkan mengalir ke halaman rumah. Di beberapa lokasi, material tailing yang telah memenuhi kolam dijual dan dibawa keluar untuk diproses ulang. Jika hal ini terjadi, maka kemungkinan kontaminasi merkuri di lokasi pengolahan dapat berkurang. Tetapi kadang-kadang dalam kondisi bak penampungan yang telah penuh, proses pengolahan masih berlangsung sehingga tailing meluap dan mengalir ke halaman atau sungai kecil/saluran air yang mengalir ke saluran irigasi, terutama jika terjadi hujan, sehingga terjadi kontaminasi merkuri di lingkungan sekitarnya. Selain itu jika gelundung diletakkan di pinggir sungai, biasanya tailing dibuang langsung kedalam sungai sehingga kontaminasi merkuri di sungai akan terjadi secara langsung. Proses pemisahan emas dari amalgam dilakukan dengan cara penggarangan yang sederhana tanpa mempertimbangkan kualitas kesehatan dan lingkungan kerja. Amalgam dimasukkan kedalam mangkok keramik, ditambahkan boraks dan langsung dibakar pada suhu 300-400 °C sampai menghasilkan bullion. Proses ini dilakukan di ruangan terbuka sehingga
1408
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
merkuri akan langsung menguap dan mengkontaminasi udara di sekitarnya yang merupakan daerah pertanian padi sawah dan hortikultura. Uap merkuri dapat terhisap dan di dalam tubuh uap tersebut akan terdifusi melalui paru-paru, yang selanjutnya menyebar melalui darah dan diakumulasikan di ginjal, hati dan otak yang akhirnya dapat merusak sistem pusat saraf otak. Untuk mengetahui tingkat kontaminasi cemaran logam berat (merkuri dan timbal) terhadap lingkungan, telah dilakukan uji laboratorium oleh Badan Ketahanan Pangan bekerja sama dengan Balai Besar Pasca Panen dengan sampel sayuran, buah dan padi/beras pada beberapa lokasi yang jauh maupun yang dekat dengan tambang. Ambang batas cemaran logam berat diatur dalam SNI 7387:2009 tentang batas maksimum cemaran logam berat dalam pangan dan peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.06.1.52.4011 tahun 2009 tentang penetapan batas maksimum cemaran mikroba dan kimia dalam makanan disajikan pada tabel 1. Tabel 1. Nilai ambang batas cemaran Pb, Hg. Komoditas Sayur Buah Beras (Serealia) Beras (Serealia)
Pb (ppm) 0,5 0,5 0,3 0,3
Hg(ppm) 0,03 0,03 0,05 Tidak ad ketentuan
Referensi SNI 7387: 2009 SNI 7387: 2009 SNI 7387: 2009 Peraturan Kepala BPOM
Sumber: Badan POM
Cemaran Logam Berat dan Sianida Hasil analisis cemaran logam berat dicantumkan dalam Tabel 2. Diantara sampel yang dianalisis, cemaran logam berat Pb yang melebihi ambang batas ketentuan yang berlaku ditemukan pada komoditas kangkung. Kadar Pb berada pada ambang batas yang berlaku ditemukan pada sampel sawi, kacang dan semangka. Cemaran Pb pada komoditas beras berada dibawah ambang batas yang ditetapkan oleh SNI maupun peraturan BPOM yang berlaku. Untuk cemaran Hg yang berada dibawah ambang batas ditemukan pada sampel jeruk. Sedangkan pada sampel lainnya, kadar cemaran Hg melebihi ambang batas dari ketentuan yang berlaku. Cemaran tersebut tidak terdeteksi pada komoditas beras yang berasal dari Debowae, sedangkan kadar HCN tidak terdeteksi pada semua sampel yang dianalisis. Tabel 2. Kadar Pb, Hg dan HCN pada beberapa jenis sampel sayuran, buah dan beras di Kabupaten Buru Tahun 2013. No
Contoh
Lokasi
1. 2. 3.
No. Sampel 5, Komoditas Kangkung No. Sampel 5, Komoditas Sawi No. Sampel 5, Komoditas Kacang panjang No. Sampel 5, Komoditi Jeruk No. Sampel 5, Komoditas Semangka No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras
Air Panas Waekasar Savana Jaya, Mako Wamsait Mako Waekasar Savana Jaya Waegeren Unit 17 (Parbulu) Unit 18(Debowae)
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pb (ppm) 0,8 0,3 0,3
Hg (ppm) 0,2 0,1 0,2
HCN (ppm) ttd ttd ttd
0,2 0,3 ttd 0,0 0,1 0,0 0,01
0,02 0,2 0,3 0,2 0,2 0,2 ttd
ttd ttd ttd ttd ttd ttd ttd
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (hasil uji Lab, BB pasca panen) Kabupaten Buru
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1409
Residu Pestidida Hasil analisis menunjukkan bahwa beberapa jenis residu pestisida ditemukan didalam komoditas kangkung, sawi, jeruk dan beras. Nilai residu pestisida didalam sampel yang dianalisis berada dibawah ambang batas yang ditetapkan. Hasil analisis disajikan pada Tabel 3. Tabel 3. Kadar residu pestisida pada beberapa jenis sampel sayuran, buah dan beras di Kabupaten Buru Tahun 2013.
No
Contoh
Lokasi
Kelompok-Jenis
1
No. Sampel 5, Kom. Kangkung No. Sampel 5, Kom. Sawi
Air Panas
ORGANOFOSFAT (Melation)
0,0147
Ketentuan SNI 7313:2008 3 ppm
Waekasar
0,0138 0,0116 0,0160
0,05 ppm 1 -
No. Sampel 5, Kom. Kacang panjang No. Sampel 5, Komoditi Jeruk
Savana Jaya dan Mako Wamsait
0,0101 0,0150
0,1 -
0,0105 0,0091
2 2
No. Sampel 5, Kom. Semangka No. Sampel 5, Kom. Beras
Mako
ORGANIKLORIN (Heplaktor Ep) ORGANOFOSFAT (Profenofos) KARBAMAT (Karbaril) ORGANIKLORIN (Lindan) ORGANOFOSFAT (Metidation) ORGANOFOSFAT (Metidation) PIRETROID(Sipemetrin) -
-
-
Waekasar
ORGANOFOSFAT (Klorpirifos)
0,0086
0,5
No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras No. Sampel 5, Komoditas Beras
Savana Jaya
-
-
-
Waegeren
ORGANOFOSFAT (Profenofos)
0,0072
1
Unit 17 (Parbulu)
ORGANIKLORIN (Dieldrin)
0,0061
0,02
Unit 18 (Debowae)
-
-
-
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Konsentrasi (ppm)
Sumber: Badan Ketahanan Pangan (hasil uji Lab, BB pasca panen) Kabupaten Buru
Nilai cemaran Pb dan Hg bervariasi tergantung pada jenis sampel. Cemaran Pb pada sampel beras dan cemaran Hg pada sampel jeruk berada dibawah ambang batas yang diijinkan pada SNI 7387:2009, sedangkan cemaran Pb pada kangkung dan cemaran Hg pada beberapa komoditas beras, buah dan sayur lainnya melebihi ambang batas standar. Beberapa residu pestisida terdeteksi didalam sampel kangkung, sawi, kacang panjang, jeruk dan beras, namun residu tersebut masih berada dibawah batas maksimum residu pestisida sebagaimana ditetapkan didalam SNI 7313:2008. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
1410
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
wilayah di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami kontaminasi merkuri yang signifikan. Prakiraan Dampak Aspek Sosio-Ekonomi Tambang Emas Rakyat Di Kabupaten Buru Dampak sosial ekonomi merupakan dampak aktivitas pertambangan pada aspek sosial ekonomi yang dapat bersifat positif dan negatif. Dampak positif akibat aktivitas pertambangan diantaranya adalah terjadinya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD), terciptanya lapangan pekerjaan, dan peningkatan ekonomi bagi masyarakat adat di sekitar wilayah pertambangan sedangkan dampak negatif dari adanya aktivitas pertambangan antara lain : 1.
Terjadinya penurunan pendapatan bagi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian, karena menurunnya kualitas lahan yang digunakan, meningkatnya biaya tenaga kerja karena kelangkaan tenaga kerja disektor pertanian. Analisis finansial usahatani padi sawah sebelum adanya tambang dan setelah adanya tambang disajikan pada tabel 4. Hasil analisis finansial usahatani padi sawah sebelum adanya tambang tahun 2011 diperoleh hasil R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,69 dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,44. Indeks R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa secara finansial usaha tani padi sawah sebelum adanya tambang masih menguntungkan (layak secara finansial), dengan tingkat keuntungan Rp. 5.309.184, jika sewa lahan diperhitungkan kedalam biaya maka tingkat keuntunga RP. 3.959.184. Hasil analisis finansial usahatani padi sawah setelah adanya tambang tahun 2012 diperoleh hasil R/C rasio atas biaya tunai sebesar 1,11dan R/C rasio atas biaya total sebesar 1,00. Indeks R/C rasio tersebut menunjukkan bahwa secara finansial usaha tani padi sawah setelah adanya tambang sudah tidak menguntungkan (tidak layak secara finansial), dengan tingkat keuntungan Rp.1.296.684, jika sewa lahan diperhitungkan kedalam biaya maka petani merugi. Tabel 4. Analisis Finansial Usahatani Padi Sawah Sebelum dan Sesudah adanya Tambang di kabupaten Buru.
Komponen Biaya dan Pendapatan A. Komponen biaya (Rp/ha/musim) A.1. Biaya Tetap - Sewa lahan A.2. Biaya Variabel - biaya tenaga kerja - biaya bahan A.3. Total biaya diluar bunga A.4. Bunga modal (10%x biaya tunai prapanen) A.5. Biaya tunai A.6. Biaya Total B. Produksi (kg) C. Penerimaan (Rp) D. Keuntungan Keuntungan finansial atas biaya tunai Keuntungan finansial atas biaya total
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Sebelum adanya tambang Nilai (Rp)
Setelah adanya tambang Nilai (Rp)
1.350.000
1.350.000
5.475.000 1.719.681 8.544.681
9.225.000 1.719.681 12.294.681
466.968
729.468
7.661.650 9.011.650 3.243 12.970.833
11.674.150 13.024.150 3.243 12.970.833
5.309.184 3.959.184
1.296.684 -53.316
1411
Sebelum adanya tambang Nilai (Rp)
Komponen Biaya dan Pendapatan E. Indikator Kelayakan finansial R/C rasio biaya tunai R/C rasio biaya total F. Analisis BEP/Titik impas Titik Impas Produksi (kg) Titik Impas Harga (Rp)
Setelah adanya tambang Nilai (Rp)
1,69 1,44
1,11 1
1.915 2.363
2.919 3.600
Sumber: Data Primer Diolah
Tingkat keuntungan atas biaya tunai dan biaya total disajikan pada gambar 1 dan 2. 14.000.000,00 12.000.000,00
Sblm ad tambang Stlah ad tambang
10.000.000,00 8.000.000,00 6.000.000,00 4.000.000,00 2.000.000,00 Penerimaan
Total Biay a
Keuntungan
Gambar 1. Tingkat Keuntungan atas Biaya Tunai 14.000.000,00 Sblm ad tambang
12.000.000,00
Stlah ad tambang
10.000.000,00 8.000.000,00 6.000.000,00 4.000.000,00 2.000.000,00 (2.000.000,00) Penerimaan
Total Biay a
Keuntungan
Gambar 2. Tingkat Keuntungan atas Biaya Total Menurunnya tingkat pendapatan usahatani padi sawah setelah adanya tambang disebabkan karena naiknya upah tenaga kerja, kelangkaan tenaga kerja di sektor pertanian akibat beralih pada kegiatan penambangan memicu meningkatnya upah tenaga kerja seperti yang tersaji pada tabel 5. Tabel 5. Perkembangan Upah Tenaga Kerja pada Usahatani Padi sawah di Kabupaten Buru
Jenis Kegiatan Tenaga kerja harian (Rp) Tanam (borongan) (Rp/ha) Olah tanah/sewa traktor (Rp/ha) Sewa Dores (Rp/ha)
2011 50.000 525.000 800.000 275.000
Tahun 2012 90.000 750.000 1.100.000 375.000
2013 100.000 1.000.000 1.475.000 512.500
% Perubahan 100 90 84 86
Sumber: Data Primer Diolah
1412
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Upah tenaga kerja harian (kegiatan mencangkul, memupuk, menyiang dan pamanenan,) meningkat 100% setelah adanya tambang sedangkan upah untuk tanam pindah dengan sisitem borongan meningkat 90% dari harga semula sebelu adanya tambang. Biaya olah tanah atau sewa traktot meningkat 84% dan sewa dores meningkat 86% setelah adanya penambangan. 2). Terjadinya peningkatan kebutuhan sembako karena banyaknya penduduk dari luar sebagai penambang dan meningkatnya harga harga sembako. Sejak ditemukannya emas di Gunung Botak desa Dafa pada pertengahan tahun 2012, Gunung Botak menjadi salah satu wilayah pertambangan yang didatangi banyak penambang dari berbagai daerah di Indonesia. Adanya ribuan penambang yang silih berganti datang ke pulau Buru menyebabkan kebutuhan pangan di Kabupaten Buru meningkat sehingga menjadikan peluang bagi para pedagang untuk mendatangkan komoditas pangan dari luar Buru, salah satunya yaitu komoditas beras, sejak tahun 2012 berbagai merk dagang beras masuk ke kabupaten Buru Besarnya permintaan terhadap komoditas pangan (sembako) sedangkan ketersediaan terbatas menyebabkan harga harga sembako meningkat cukup tinggi, sehingga pendapatan riil masyarakat sekitar tambang (petani) menurun. Peningkatan harga sembako berkisar antara 8% sampai 30% dengan rata-rata 17,6%. Prakiraan Dampak Terhadap Aspek Keamanan Akibat Adanya Tambang Emas Rakyat Di Kabupaten buru Tidak adanya aturan hukum yang khusus mengatur kegiatan pertambangan di Gunung Botak, serta tidak adanya prosedur administrasi yang harus dilakukan untuk mengatur kegiatan para penambang tersebut mengakibatkan penambang liar selalu bertambah setiap waktu. Dari sisi keamanan, sering terjadi bentrokan antar warga asli dan warga pendatang yang menewaskan beberapa penambang. Tingginya tingkat kriminalitas yang terjadi di wilayah pertambangan yang penyelesaiannya tidak dilakukan secara tuntas membuat kekhawatiran masyarakat sekitar. Terjadi perkelahian antar orang gunung pemilik tanah ulayat, meningkatnya pencurian di rumah-rumah warga terutama yang memiliki banyak emas, mengakibatkan masyarakat setempat menjadi resah. Masuknya para penambang dari luar Kabupaten Buru menjadikan kondisi desa-desa disekitar area pengolahan menjadi tidak aman, penduduk setempat menjadi khawatir. Prakiraan Dampak Terhadap Aspek Kesehatan Akibat Adanya Tambang Emas Rakyat Di Kabupaten buru Maraknya jasa pelayanan seksual di lokasi tambang menjadikan masyarakat disekitar khawatir akan munculnya virus mematikan HIV/AIDS yang dibawa oleh para pekerja seks komersial (PSK). Limbah mercury yang sudah diluar ambang batas toleransi akan memberikan dampak buruk bagi kesehatan secara luas terhadap masyarakat Kabupaten Buru, terlebih khusus lagi mereka yang terkontaminasi limbah tersebut. Uap mercury pada proses penggarangan dapat terhisap dan di dalam tubuh uap tersebut akan terdifusi melalui paru paru, yang selanjutnya menyebar melalui darah dan diakumulasikan di ginjal, hati dan otak yang akhirnya dapat merusak sistem pusat. Terbatasnya ketersediaan air bersih dilokasi tambang menyebabkan banyak para penambang yang menderita penyait kulit.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1413
Kesimpulan Kehadiran pertambangan emas di kabupaten Buru pada umumnya memberikan dampak negatif pada aspek sosio-ekonomi dan ekologi. Pada aspek sosio-ekonomi, terjadinya penurunan pendapatan usahatani karena meningkatnya biaya produksi, kelangkaan tenaga kerja dibidang pertanian karena sebagian besar beralih pada kegiatan tambang sehingga memicu kenaikan upah tenaga kerja, keterbatasan dan meningkatnya harga-harga sembako, tingginya komoditas beras dari luar yang masuk ke pulau buru sehingga mempengaruhi pemasaran beras lokal. Pada aspek sosio- ekologi, yaitu terjadinya pencemaran lingkungan. Proses pengolahan emas berada di halaman rumah dan kebun, memungkinkan terjadinya pencemaran merkuri terhadap lingkungan hidup, terutama jika kolam penampungan tailing tidak ditangani dengan baik. Selain itu proses penggarangan secara sederhana dilakukan di sekitar rumah, dapat menyebabkan pencemaran lingkungan oleh uap merkuri yang ditimbulkannya. Penanganan tailing (limbah) dilakukan secara sederhana dengan kolam penampungan yang sangat terbatas, tanpa disertai dengan pengelolaan yang baik, seperti misalnya tidak dilakukannya proses detoksifikasi, degradasi, maupun penjernihan, sehingga material halus merkuri, arsen dan logam dasar masih bercampur dalam tailing. Oleh karenanya disarankan untuk melakukan penanganan tailing dengan cara daur ulang dan dengan sistem kolam penampungan yang lebih memadai. Selain itu pengangkutan atau penjualan material tailing keluar daerah secara teratur dapat mengurangi pencemaran merkuri di daerah Sangon dan sekitarnya. Pengolahan emas dengan teknik amalgamasi telah menyebabkan kontaminasi merkuri pada lingkungandi sekitarnya. Hasil analisis kimia terhadap sampel hasil pertanian menunjukkan adanya kontaminasi merkuri dan logam berat diatas ambang batas. Kondisi tersebut berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi masyarakat di wilayah Kabupaten Buru. Dari Aspek keamanan, sering terjadi bentrokan antara warga asli dan warga pendatang yang menewaskan beberapa penambang, tingginya tingkat pencurian yang meresahkan masyarakat. Kondisi lingkungan yang tercemar akan menurunkan tingkat kesehatan masyarakat secara perlahan2 dan dalam jangka panjang dikhawatirkan akan terjadi tragedi seperti kasus teluk Buyat atau teluk minamata. Daftar Pustaka Badan Ketahanan Pangan Kabupaten Buru 2013. Hasil Uji Laboratorium Cemaran Logam Berat dan Cianida pada Komoditas Pangan dan Hortikultura di Kabupaten Burut. Badan Ketahanan Pangan - Namlea. BPS Maluku., 2011. Maluku Dalam Angka. BPS Provinsi Maluku, Ambon BPS Maluku., 2009. Maluku Dalam Angka. BPS Provinsi Maluku, Ambon Bustaman, S dan A.N. Susanto., 2003. Potensi Lahan Beserta Alternatif Komoditas Pertanian Terpilih Berdasarkan Peta Zona Agroekologi pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Buru. Balai pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Ambon. Djaenudin., 1998. Penataan Ruang Berdasarkan Sumberdaya Lahan Mendukung Pewilayahan komoditas Pertanian (Studi Kasus Propinsi Sulawesi Tenggara) Dalam Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pertanian, vol.XVII, 1:23-31
1414
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Irianto, B, S. Buataman, A.N. Susanto, A.J. Riewpassa dan E.D. Waas., 1998. Baseline Data biostik dan Sosial Ekonomi pada Delapan Gugus Pulau di Provinsi maluku. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku, Ambon Sujai, M., 2011. Dampak Kebijakan Fiskal Dalam Upaya Stabilitas Harga Komoditas Pertanian. Dalam Analisis Kebijakan Pertanian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian , Vol.9, No.4:297-392 Noor, D. 2006. Geologi Lingkungan. Yogyakarta: Graha Ilmu. Susilo, Y.E.B., 2003. Menuju Keselarasan Lingkungan. Averroes Press, Malang, 156 hal. Veronika S.A.,2009 dalam Mohammad Ahyani, 2011. Pengaruh Kegiatan Penambangan Emas Terhadap Kondisi Kerusakan Tanah Pada Wilayah Pertambangan Rakyat Di Bombana Provinsi Sulawesi Tenggara, Thesis, Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
1415