JURNAL EQUALITY, Vol. 11 No. 1 Februari 2006
DAMPAK PENAMBANGAN BAHAN GALIAN GOLONGAN C TERHADAP LINGKUNGAN SEKITARNYA DI KABUPATEN DELI SERDANG Puspa Melati Hasibuan Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara
Abstract: The research of mining impact of mineral exploration section C to the environment, observe the controlling of mineral exploration section C mining and the effort that had been done by local government of Deli Serdang to avoid environmental destruction. The research had been done ini 9 (nine) districts and result. Shows recover enviromental destruction such as objection of enterpreneur to reclamate ex mine also socialzed the importance meaning of UU No. 23/97 about the eviromental management. Kata kunci: Dampak, Galian C, Lingkungan
Usaha di bidang pertambangan adakalanya menimbulkan masalah. Masalah pertambangan tidak saja merupakan masalah tambangnya, akan tetapi juga menyangkut mengenai masalah lingkungan hidup. Di dalam pengelolaan lingkungan berasaskan pelestarian kemampuan agar hubungan manusia dengan lingkungannya selalu berada pada kondisi optimum, dalam arti manusia dapat memanfaatkan sumber daya dengan dilakukan secara terkendali dan lingkungannya mampu menciptakan sumbernya untuk dibudidayakan. Pengeloalaan lingkungan hidup bertujuan untuk tercapainya keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup sebagai tujuan membangun manusia Indonesia seutuhnya, terkendalinya pemanfaatan sumber daya secara bijaksana, terwujudnya manusia Indonesia sebagai pembina lingkungan hidup, terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan untuk kepentingan generasi sekarang dan mendatang, terlindungnya negara terhadap dampak kegiatan di luar wilayah negara yang menyebabkan kerusakan dan pencemaran lingkungan. (Subagyo, 2002: 3) Semua ini memerlukan pengetahuan yang serius (mantap), baik segi yuridis maupun segi tekhnis pertambangan yang diperlukan. Masalah pertambangan disini dimaksudkan sebagai usaha pemanfaatan bumi, air dan kekayaan alam yang meliputi eksplorasi, ekploitasi, pengolahan, pemurnian, pengangkutan dan penjualan. Sehubungan dengan itu Pemerintah Republik Indonesia telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 yang mengatur tentang ketentuan-ketentuan Pokok Pertambangan. Menurut undang-undang tersebut bahan galian golongan C adalah bahan galian tidak strategis dan vital, yang pengelolaannya diberikan oleh Pemerintah Daerah dengan mengeluarkan Surat Izin Pertambangan Daerah. Dari beberapa jenis bahan galian golongan C yang paling banyak penambangannya dilakukan adalah pasir, kerikil, batu kali dan tanah timbun. Usaha penambangan pasir, kerikil, batu kali dan tanah timbun tersebut harus mendapat perhatian serius, karena sering kali usaha penambangan tersebut dilakukan dengan kurang memperhatikan akibatnya terhadap lingkungan hidup. Lingkungan Hidup yang diartikan luas, yaitu tidak hanya lingkungan fisik, tetapi juga lingkungan ekonomi, sosial budaya. (Soemarwoto, 1989). Sedangkan lingkungan hidup secara umum menurut Emil salim diartikan yang terdapat dalam ruangan yang kita tempati, dan mempengaruhi hal yang hidup termasuk kehidupan manusia (Salim, 1976: 34). Lingkungan hidup menurut Munadjat Danusaputra adalah Semua benda dan daya serta kondisi termasuk didalamnya manusia dan tingkah perbuatannya yang terdapat didalam ruangan dimana manusia berada dan mempengaruhi kelangsungan hidup serta kesejahteraan manusia dan jasad hidup lainnya (Danusaputra, 1980: 67). Hubungan timbal balik antara manusia dengan komponen-komponen alam harus berlangsung dalam batas keseimbangan (Zein, 1985). Apabila hubungan timbal balik tersebut terlaksana tidak seimbang, maka akan mengakibatkan adanya kerusakan lingkungan fisik, ekonomi, sosial dan budaya (Otto, 1991). Berdasarkan latar belakang tersebut maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini bagaimana dampak penambangan bahan galian golongan C terhadap lingkungan sekitarnya di kabupaten Deli Serdang, apakah persyaratan yang harus dipenuhi dalam permohonan penerbitan Surat Izin Penambangan Daerah, bagaimana pengawasan terhadap usaha penambangan bahan galian golongan C dan upaya apakah yang telah dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk mencegah terjadinya kerusakan lingkungan hidup akibat adanya penambangan.
19
Puspa Melati Hasibuan: Dampak Penambangan Bahan Galian…
METODE Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan menelaah ketentuan perundang-undangan mengenai pertambangan dan undang-undang lingkungan hidup. Pendekatan dilakukan dengan observasi lapangan yaitu melihat kenyataan dampak yang terjadi akibat usaha penambangan yang dapat mengakibatkan rusaknya lingkungan hidup. Selain observasi juga dilakukan studi dokumen atas laporan dari Dinas Pemukiman Pengembangan Wilayah dan Pertambangan Kabupaten Deli Serdang. HASIL Berbicara mengenai dampak maka dapat dikaji dari sisi yaitu dampak positif dan dampak negatif. Dampak positif adalah manfaat yang ditimbulkan dari penambangan bahan galian golongan C yaitu: (1) Terserapnya tenaga kerja, (2) Menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan kewajiban pengusaha membayar retribusi dan iuran-iuran lain. (3) Memperlancar transportasi, karena yang tadinya jalan penduduk setempat hanya merupakan jalan setapak, maka diupayakan pengusaha untuk membuat jalan aspal agar dapat dilewati alat berat dan dump truck. Sedangkan dampak negatif adalah berupa resiko akibat penambangan bahan galian golongan C. Pada umumnya pengusaha penambangan bahan galian golongan C melakukan kegiatan penambangan baik di darat maupun di sungai keseluruhannya memakai alat berat. Dalam pemakaian alat-alat berat inilah yang mengakibatkan terdapatnya lubang-lubang besar bekas galian yang kedalamannya mencapai 3 sampai 4 meter, dan apabila bekas galian ini tidak direklamasi oleh pengusaha mengakibatkan lingkungan sekitarnya menjadi rusak. Rona awal lahan yang sebelumnya merupakan kebun tanaman budidaya seperti: jagung, pisang, bambu dan tumbuh-tumbuhan lain yang terletak di pinggiran sungai, akibat dilakukan penambangan di dasar maka apabila terjadi banjir dan sungai meluap mengakibatkan tanam-tanaman budidaya tersebut tenggelam dengan semakin melebarnya pinggiran sungai. Di Kabupaten Deli Serdang terdapat lokasi-lokasi penambangan bahan galian golongan C, khususnya pasir, kerikil, dan batu. Pada beberapa lokasi penambangan Galian golongan C tersebut merupakan daerah aliran sungai. Akibat penambangan bahan galian golongan C ini, dapat mengakibatkan terjadinya pengikisan terhadap humus tanah, yaitu lapisan teratas dari permukaan tanah yang dapat mengandung bahan organik yang disebut dengan unsur hara dan berwarna gelap karena akumulasi bahan organik lapisan ini disebut olah yang merupakan daerah utama bagi tanaman. Lapisan olah ini tempat hidupnya tumbuh-tumbuhan dan berfungsi sebagai perangsang akar untuk menjalar ke lapisan bawah. Lapisan ini banyak digunakan oleh masyarakat untuk menyuburkan pekarangan rumahnya. Selain itu terjadinya lubang-lubang yang besar akan mengakibatkan lahan itu tidak dapat dipergunakan lagi (menjadi lahan yang tidak produktif), pada saat musim hujan lubang-lubang itu digenangi air yang potensial menjadi sumber penyakit karena menjadi sarang-sarang nyamuk. Pada sungai aktif lingkungan fisik mengalami perubahan, permukaan sungai melebar, berpindahnya aliran sungai karena rumahnya tepi tebing sungai, sehingga mengakibatkan terjadinya erosi. Problem ini tidak akan pernah berakhir apabila penggalian bahan golongan C ini tidak terkendali dan terawasi. Masalah ini adalah kewajiban kita bersama untuk senantiasa memelihara lingkungan hidup yang sehat, serasi dan seimbang antara manusia dan makhkuk hidup lainnya. Kewajiban memelihara lingkungan dibebankan kepada individu, badan usaha serta pemerintah. Pasal 6 Ayat (1) Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup Nomor 23 Tahun 1997 menyatakan “Setiap orang berkewajiban memelihara kelestarian fungsi lingkungan hidup serta mengolah dan menanggulangi pencemaran dan perusakan lingkungan hidup.” Salah satu bentuk kewajiban tersebut adalah dengan membayar uang jaminan reklamasi. Pembayaran uang jaminan reklamasi dimaksudkan agar lubang bekas galian setelah penambangan dilakukan, dapat ditimbun kembali. Ini dilakukan untuk menjaga keseimbangan lingkungan hidup yang menyatakan “Pengelolaan lingkungan hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijaksanaan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup adalah salah satu syarat dalam perizinan usaha penambangan (Koesnadi. 1999), maka dalam izin dimaksud harus dicantumkan persyaratan dan kewajiban yang berkenaan dengan penataan terhadap ketentuan pengelolaan lingkungan hidup. Pasal 18 Ayat (3) UUPLH menyatakan: (1) Setiap usaha atau kegiatan yang menimbulkan dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki analisis mengenai dampak lingkungan hidup untuk memperoleh izin melakukan usaha atau kegiatan. (2) Izin melakukan usaha atau kegiatan sebagaimana dimaksud apada ayat 1 diberikan pejabat yang berwenang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (3) Dalam izin sebagimana dimaksud pada ayat 1 dicantumkan persyaratan dan kewajiban untuk melakukan upaya pengendalian dampak lingkungan hidup. Berkenaan dengan ketentuan tersebut, Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang mengeluarkan Peraturan Daerah Kabupataen Deli Serdang Nomor 31 Tahun 1998 tentang Pajak Pengambilan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C, dan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 10 Tahun 2002 tentang Retribusi Izin Pertambangan Umum. Menurut Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 1998 tersebut, mewajibkan kepada setiap
20
JURNAL EQUALITY, Vol. 11 No. 1 Februari 2006 usaha pertambangan bahan galian golongan C termasuk pasir, kerikil dan batu untuk memiliki izinnya terlebih dahulu dari pejabat/instansi yang berwenang sebelum usaha penggalian pasir, kerikil dan batu dilakukan. Syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam penerbitan Surat Izin Usaha Pertambangan Daerah (SIPD) adalah sebagai berikut: Pemohon harus mengajukan permohonan kepada Kepala Daerah cq Dinas Pemukiman Pengembangan Wilayah dan Pertambangan, serta melampirkan syarat-syarat sebagai berikut: (a) Fotocopy surat tanah, (b) Fotocopy KTP Pemohon, (c) Fotocopy Pajak Bumu Bangunan, (d) Surat Pernyataan tidak keberatan dari masyarakat sekitar lokasi penambangan yang diketahui oleh Kepala Desa setempat. (e) Rekomendasi dari Camat, (f) Surat Pernyataan bertanggung jawab atas lingkungan sekitar penambangan, (g) Pasfoto pemohon ukuran 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar, (h) Peta Lokasi penambangan ekploitasi yang dimohon skala 1: 1000 (satu banding seribu). Menurut Perda tersebut, hanya pemohon yang lengkap yang memenuhi persyaratan yang dapat dipertimbangkan. Permohonan yang tidak lengkap dan tidak memenuhi persyaratan sebagaimana telah ditentukan diatas dapat dipertimbangkan dan akan ditolak apabila pemohon tidak melengkapinya selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sejak tanggal diterimanya permohonan SIPD. Izin yang telah dikeluarkan mempunyai arti penting bagi pemerintah sebagai pihak yang telah mengeluarkan SIPD, sebab harus bertanggung jawab terhadap izin yang telah dikeluarkan tersebut. Menurut penjelasan umum Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 tahun 1969 yaitu tentang Pelaksanaan UU No.11 tahun 1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan disebutkan bahwa izin terhadap penambangan mempunyai prinsip perlindungan dan bimbingan. Fungsi izin dari SIPD antara lain: (a) Fungsi Pembinaan; Dalam melaksanakan usaha penambangan pasir, kerikil dan batu sangat erat kaitannya dengan sektor-sektor lainnya terutama dengan bidang pertanahan, pengairan dan kelestarian lingkungan hidup kehutanan dan lain-lain. Oleh karena itu kerjasama secara terpadu antara instansi terkait sangat diharapkan dalam proses penerbitan surat izin pertambangan terutama pasir, kerikil dan batu. Dengan adanya kerjasama tersebut diharapkan terciptanya pembinaan dan penertiban yang mantap. (b) Fungsi Mengatur; Mengingat fungsi SIPD mempunyai peran yang sangat penting dalam menjalankan suatu usaha di bidang pertambangan, maka perlu adanya suatu pengaturan yang tegas. Dalam hal penambangan pasir, kerikil dan batu sebelum menjalankan usaha terlebih dahulu harus mengurus izin usaha yang dikenal dengan sebutan SIPD. Dalam mengurus SIPD tersebut Pemerintah Daerah berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat mengatur bagaimana cara pengambilan pasir, kerikil dan batu, apakah itu dilakukan oleh rakyat perseorangan atau oleh perusahaan. (c) Fungsi Pengawasan; Dengan adanya SIPD, maka kegiatan pengawasan dan upaya meningkatkan penertiban serta pengamanan terhadap dampak lingkungan yang ditimbulkan dari usaha penambangan pasir, kerikil dan batu dengan mudah dapat diawasi. Kegiatan pengawasan ini sesuai dengan ketentuan yang berlaku, namun belum terlaksana sepenuhnya. Sebenarnya pengawasan dapat dilakukan secara masing-masing dan melaporkan hasil pemantauan pengawasan kepada rapat gabungan tim terpadu tersebut. Kegiatan penambangan yang mengeksploitasi bahan galian dari perut bumi, secara langsung berarti melakukan perusakan atau merubah rona permukaan bumi. Untuk menghindari kerusakan dan dapat mempengaruhi tata kehidupan ekosistem dan lingkungan, baik terhadap alam sendiri maupun terhadap hewan, tumbuh-tumbuhan dan manusia perlu pengawasan yang semaksimal mungkin terhadap perusakan alam terutama perusakan dari perilaku manusia seperti penambangan bahan galian golongan C yang banyak dilakukan masyarakat. Dari hasil penelitian di Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 22 kecamatan, 9 kecamatan memiliki penambangan bahan galian golongan C. Hal ini dapat dilihat dari tabel di bawah ini. Tabel 1. Kecamatan yang Memiliki Penambangan Bahan Galian Golongan C di Kabupaten Deli Serdang, Per Agustus 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Kecamatan Sibiru-biru Bangun Purba Patumbak Namorambe Kutalimbaru Sibolangit Pancur Batu STM Hilir STM Hulu Jumlah
Pasir, batu 6 5 3 5 10 5 6 3 2 45
Jenis Galian Tanah Timbun 1 1 1 2 2 7
Batu Kapur 1 1
Sumber: Dinas Pemukiman Pengembangan Wilayah dan Pertambangan Deli Serdang. 21
JUMLAH 7 5 4 6 12 6 8 3 2 53
Puspa Melati Hasibuan: Dampak Penambangan Bahan Galian…
Dari lokasi penambangan yang terdapat pada 9 (sembilan) kecamatan tersebut, tidak semuanya memiliki Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD). Bila dilihat dari perbandingan jumlah, maka sebagian besar tidak memiliki Surat Izin Penambangan Daerah (SIPD). Padahal dalam Peraturan Daerah Kabupaten Deli Serdang Nomor 31 Tahun 1998, dinyatakan bahwa setiap usaha penambangan bahan galian golongan C di daerah hanya dapat dilaksanakan setelah memiliki SIPD. Namun ketentuan ini masih saja dilanggar oleh sebagian besar pengusaha penambangan bahan galian C tersebut. Hal ini dapat dilihat dari tabel berikut. Tabel 2. Jumlah Penambangan Bahan Galian Golongan C Menurut Kecamatan di Kabupaten Deli Serdang, yang Memiliki SIPD dan yang Tidak Memiliki SIPD, Per Agustus 2005 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Nama Kecamatan Sibiru-biru Bangun Purba Patumbak Namorambe Kutalimbaru Sibolangit Pancur Batu STM Hilir STM Hulu Jumlah
Yang Memiliki SIPD
Yang Tidak Memiliki SIPD
3 3 2 3 2 1 2 1 16
4 2 3 3 12 6 7 1 1 37
Sumber: Dinas Pemukiman Pengembangan Wilayah dan Pertambangan Deli Serdang Data tersebut diatas menunjukkan bahwa dari 53 usaha penambangan bahan galian golongan C yang dilakukan, 37 belum memiliki SIPD, sedangkan yang memiliki SIPD hanya 16 penambang. Oleh karena itu dapatlah diprediksi dapatlah diprediksi bagaimana pengusaha-pengusaha penambangan yang belum memiliki SIPD tersebut melakukan usahanya tanpa menghirau untuk tetap memelihara lingkungan, maupun kewajiban untuk membayar pajak kepada Pemerintah Daerah. Sebaiknya sebelum pekerjaan penambangan dilakukan, maka permukaan tanah harus terlebih dahulu dilakukan Lin Clearing, yaitu mengambil lapisan permukaan tanah lebih kurang 1 (satu) meter untuk diasingkan atau disimpan dan apabila penambangan telah selesai, maka tanah yang telah diasingkan tersebut ditimbun kembali untuk menutup bekas penambangan tetap dapat ditanamai dengan tanam-tanaman pertanian. Hal ini penting diperhatikan sehubungan dengan ketentuan Peraturan Pemerintah No. 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa terhadap bekas galian di darat yang menimbulkan lubang-lubang besar, pengusaha diwajibkan untuk mereklamasi bekas kegiatan usahanya itu agar lahan atau areal bekas penambangan dapat lagi berfungsi, serta lingkungan tidak rusak. Bagi lahan yang bisa ditimbun kembali diupayakan untuk ditimbun, sedangkan bagi areal yang tidak mungkin lagi untuk diadakan penimbunan, misalnya dijadikan untuk lahan pemeliharaan ikan sebagai daya dukung lingkungan hidup dan pemanfaatan lingkungan tetap lestari dan terpelihara. KESIMPULAN Penambangan bahan galian golongan C khususnya pasir, kerikil, batu dan tanah timbun, selain mempunyai dampak positif juga mempunyai dampak negatif. Dampak negatif dari penambangan tersebut, yaitu: a) Lingkungan fisik pada sungai aktif mengalami perubahan, permukaan sungai semakin melebar, berpindahnya aliran sungai dan runtuhnya tepi tebing sungai, sehingga mengakibatkan terjadinya erosi. b) Terjadi perubahan permukaan lahan (tanah), yaitu bekas galian lubang besar yang digenagi air dan menjadi tempat bersarangnya nyamuk, yang nantinya juga akan menjadi sumber penyakit. c) Rusaknya jalan yang menjadi sarana transpotasi penduduk setempat yang terjadi pencemaran udara pada musim kemarau. Pelaksanaan pengawasan terhadap kegiatan penambangan bahan galian golongan C walaupun sudah terlaksana tetapi masih belum optimal, karena masih kurang adanya koordinasi pengawasan dari instansi yang berwenang, sehingga usaha mereklamasi bekas galian belum terlaksana sepenuhnya sedangkan upaya-upaya yang dilakukan terhadap penambangan untuk memulihkan lingkungan hidup antara lain mewajibkan pengusaha untuk melakukan reklamasi bekas penambangan. Kewajiban mereklamasi ini termasuk sebagai salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh pengusaha penambangan sebelum mendapat SIPD, kewajiban tersebut harus dinyatakan dalam surat pernyataan bertanggung jawab terhadap lingkungan disekitarnya. Upaya lain yaiti dengan mensosialisasikan pentingnya
22
JURNAL EQUALITY, Vol. 11 No. 1 Februari 2006 pemahaman undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa. SARAN Untuk mengatasi kerusakan yang lebih jauh dari akibat penambangan tersebut terhadap lingkungan, terutama lingkungan fisik hendaknya perlu meningkatkan pengawasan dari Instansi terkait yang dilakukan secara periodik untuk mengembalikan keadaan lingkungan yang baik dan serasi perlu dilakukan reklamasi di daerah tersebut sehingga menjadi lahan yang produktif.
DAFTAR PUSTAKA Danusaputro, Munadjat. 1981. Hukum Lingkungan, Buku I Umum. Bina Cipta. Bandung. Hardjasoemantri, Koesnadi. 2000. Hukum Tata Lingkungan. Gajah Mada University Press. Yogyakarta. Husein, Harun,M. 1995. Lingkungan Hidup Masalah Pengelolaan dan Penegakan Hukum. Bumi Aksara. Jakarta. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1969. Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000. Tentang Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa. Peraturan Daerah Nomor 31 Tahun 1998. Tentang Pajak Pengambilan Pengelolaan Bahan Galian Golongan C. Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997. Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Republik Indonesia Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967. Tentang Ketentuan Pokok-pokok Pertambangan. Salim, Emil. 1993. Pembangunan Berwawasan Lingkungan . LP3ES. Jakarta. Soemarmoto, Otto. 1991. Mengenal Hukum Lingkungan Indonesia. Sinar Grafika. Jakarta. ______ , 1989. Ekologi Lingkungan Hidup dan Pengembangan. Djabantan. Bandung. Subagyo, P.Joko. 2002. Hukum Lingkungan Masalah dan Penanggulangannya. Rineka Cipta. Jakarta. Zen, M.T.Editor. 1985. Menuju Kelestarian Lingkungan Hidup.
23