KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PEGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH
PROYEK AKHIR
GARNIS DWINOVIANI SALIM
10070309029
ADE AFRIANDA SAPUTRA
10070309036
PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG 2014 M / 1435 H
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PEGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH
PROYEK AKHIR Diajukan kepada Program Studi Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Islam Bandung Tahun Akademik 2013/2014
oleh :
GARNIS DWINOVIANI SALIM
10070309029
ADE AFRIANDA SAPUTRA
10070309036
Dinyatakan Lulus dalam Sidang Terbuka yang Dilaksanakan pada Tanggal 22 Januari 2014
Mengesahkan,
Dr. SARASWATI, Ir., MT. Pembimbing
IVAN CHOFYAN, Ir., MT. Ketua PUSPWK
Dr. SARASWATI, Ir., MT. Ketua Program Studi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama Alamat
: GARNIS DWINOVIANI SALIM : Jl. Kawali 4 no 11 RT/RW 03/17 Kel. Antapani Tengah, Kec. Antapani Bandung Kode Post : 40291 Nomor Telepon : (022) 7207726 / 085221911116 Email :
[email protected] Jenis Kelamin : Perempuan Tanggal Kelahiran : Bandung, 11 November 1991 Status Marital : Belum menikah Warga Negara : Indonesia Agama : Islam
Data Keluarga Nama Bapak Pekerjaan Nama Ibu Pekerjaan Alamat Orangtua
Telepon Anak ke
: : : : :
H. AGUS SALIM, BE Pensiunan PNS Hj. RENI HENDRANI, S.Pd. Guru Jl. Kawali 4 No. 11 RT/RW 03/17 Kel. Antapani Tengah, Kec. Antapani Bandung, 40291 : (022) 7207726 : 2 dari 3 bersaudara
Riwayat Pendidikan SD SMP SMA PT
: : : :
SD Negeri Griba 27/1 Bandung (1997 – 2003) SMP Negeri 4 Bandung (2003 – 2006) SMA Negeri 16 Bandung (2006 – 2009) Diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik – Universitas Islam Bandung Bulan September 2009
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi Nama Alamat
: ADE AFRIANDA SAPUTRA : Jl. Batu Nirwana 2 RT/RW 11/01 Kel. Bacang Kec. Bukitintan Pangkalpinang Kode Post : 33148 Nomor Telepon : 085273477749 Email :
[email protected] Jenis Kelamin : Laki - laki Tanggal Kelahiran : Pangkalpinang 10 April 1992 Status Marital : Belum menikah Warga Negara : Indonesia Agama : Islam
Data Keluarga Nama Bapak Pekerjaan Nama Ibu Pekerjaan Alamat Orangtua
Telepon Anak ke
: M. BAIHAKI, S.Pd.I. : Guru : FARIDAH : Guru : Jl. Batu Nirwana 2 RT/RW 11/01 Kel. Bacang Kec. Bukitintan Kota Pangkalpinang, 33148 :: 3 dari 3 bersaudara
Riwayat Pendidikan SD SMP SMA PT
: : : :
SD Negeri 22 Pangkalpinang (1997 – 2003) SMP Negeri 1 Pangkalpinang (2003 – 2006) SMA Negeri 2 Pangkalpinang (2006 – 2009) Diterima sebagai Mahasiswa Jurusan Teknik Planologi Fakultas Teknik – Universitas Islam Bandung Bulan September 2009
ABSTRAK Kegiatan penambangan timah telah memberikan konstribusi yang begitu besar dalam pengembangan perekonomian di Kecamatan Koba. Namun pada sisi lain telah terjadi pencemaran dan kerusakan lingkungan pada areal lahan pasca tambang dan lingkungan sekitamya. Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dampak negatif apa saja dan dampak positif apa saja terhadap lingkungan dan sosial ekonomi dari kegiatan penambangan timah. Dampak dari kegiatan pertambangan dimulai dari awal proses pertambangan dibuka hingga kegiatan pertambangan selesai dilaksanakan. Untuk menganalisis dampak pertambangan timah dilihat dari faktor-faktor yang mempengaruhi pencemaran lingkungan seperti kualitas air, kualitas tanah, kualitas udara, tingkat kebisingan dan yang lainnya, sedangkan faktor-faktor yang di analisis dari sosial ekonomi adalah tingkat PDRB, PAD, jumlah tenaga kerja, tingkat pendidikan, taraf prekonomian dan lainnya, dimana hasil dari kajian pada kegiatan penambangan timah diharapkan dapat mengatasi permasalahan penambangan di Kecamatan Koba. Dampak-dampak negatif dari pertambangan timah ini jika ditinjau dari aspek fisik lingkungan seperti rusaknya bentang alam, pencemaran kualitas dan kuantitas air, pencemaran tanah, timbulnya kolong-kolong bekas tambang, dan pencemaran kulaitas udara, sedangkan dampak negatif dari pertambangan timah jika ditinjau dari aspek sosial ekonomi seperti terjadinya konflik antar masyarakat, banyaknya penyakit-penyakit yang disebabkan tambang, dan terjadinya siswa yang putus sekolah karena bekerja di tambang. Selain dampak negatif tambang timah juga memberikan dampak positif seperti menjadi wadah produksi, meningkatnya infrastruktur, menambahkan sumber-sumber air baru, timbulnya lapangan kerja, berkurangnya tingkat pengganguran, meningkatnya penghasilan dan ekonomi masyarakat, serta banyaknya bantuan dari perusahaan-perusahaan tambang untuk masyarakat. Berdasarkan faktor-faktor yang ada maka akan diketahui dampak yang disebabkan dari pertambangan timah terhadap fisik lingkungan dan sosial ekonomi jika dilihat dari aspek lingkungan, maka lebih banyak menghasilkan dampak negatif dibandingkan dengan dampak positif karena banyaknya kerusakan lingkungan dan kerugian pencemaran lainnya yang disebabkan dari tambang tersebut. Tetapi jika dilihat dari segi sosial ekonomi lebih cenderung memiliki dampak positif dari pada dampak negatif dikarenakan penghasilan yang cukup besar dari kegiatan tambang tersebut.
Kata Kunci :Dampak, Tambang, Timah, Lingkungan,Sosial, ekonomi
PRAKATA
Assalamu’laikum Wr. Wb Puji syukur penulis panjatkan kepada penguasa alam semesta beserta isinya, Allah SWT seiring rahmat, petunjuk, rezeki dan ridho-Nya sehingga penulis dapat memuntaskan penyusunan proyek akhir dengan judul “Kajian Dampak Penambangan Timah Terhadap Pegembangan Fisik Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah” Shalawat dan salam juga penulis haturkan kepada pembawa syafa’at dan penyelamat seluruh ummat, rasul Allah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat yang dimuliakan Allah SWT, yang telah memberikan inspirasi pada penulis untuk selalu mengutamakan kebaikan, berusaha keras, dan mengamalkan ibadah selama proses pengerjaan proyek akhir maupun seumur hidup penulis. Tulisan ini merupakanhasil usaha dan pemikiran penulis yang tidak lepas dari segenap bantuan dan dorongan dari berbagai pihak baik dari lingkungan keluarga, dosen, sahabat, maupun teman-teman untuk itu dengan segala kerendahan hati kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas keterlibatan pihakpihak yang telah memberikan sumbangsih saran dan kritikan selama proses penyusunan laporan ini. 1. Terkasih dan Maha Pencipta, Allah Aza Wajala yang selalu memberikan jalan petunjuk serta meringankan langkah dan selalu ada dalam hati setiap saat tanpa henti. 2. Nabi Muhammad SAW rassullulah selaku penuntun semangat kerja kami 3. Kedua orangtua kami yang dengan ikhlas telah membesarkan, membimbing dan memberi dukungan yang sangat besar tanpa rasa lelah, semoga segala kebaikannya dibalas oleh Allah SWT. 4. Dr Saraswati, ST., MT. Sebagai dosen pembimbing kami, yang tiada lelah membimbing, membantu dan selalu memberikan masukan yang baik dalam memberikan ilmu yang bermanfaat serta dorongan dan kemurahan hatinya sehingga tulisan ini dapat diselesaikan 5. Ivan Chofyan, Ir., MT. Selaku ketua Panitia Ujian Sarjana Perencanaan Wilayah dan Kota (PUSPWK) dan selaku dosen penguji dalam sidang pembahasan yang telah memberikan motivasi dan masukan-masukan sehingga tulisan ini dapat diselesaikan.
vi
6. Asep Hariyanto, ST., M.Si. selaku dosen penguji dalam sidang pembahasan yang telah memberikan motivasi dan masukan-masukan sehingga tulisan ini dapat diselesaikan. 7. Bpk. Beni, selaku asisten laboratorium yang memberikan bimbingan dan masukan-masukan yang sangat berarti dalam tulisan ini 8. Bpk. Suryono, ST., MT. di Dinas Pertambangan Kabupaten Bangka Tengah 9. Kang ade, kang ivan terimakasih atas kemudahan dan bantuan yang diberikan. 10. Teman-teman seperjuangan Planologi angkatan 2009 atas bantuan dan perhatian selama ini. Garnis Dwinoviani mengucapkan terimakasih atas segala doa, motivasi, dan bantuannya kepada: 1. Mamah dan bapak ku tercinta, terimakasih atas kasih sayang yang tulus serta bantuan dan dukungan selama aku hidup terimakasih untuk kekuatan dan semangat yang diberikan sehingga bisa menyelesaikan kuliah 2. Kakak dan adik makasih untuk dukungan semangat dan bantuannya 3. Ibu Hj. Lestiah Nabidi, almarhum nenek tercinta yang selalu memberikan nasehat dan dukungan doa, smoga amal ibadah nenek diterima oleh allah 4. Keluarga besar Hj. Nabidi, terimakasih atas segala doa, dukungan dan motivasinya 5. Ade Afrianda, terimakasih atas semangatnya sehingga kita sama-sama bisa mengerjakan tulisan ini hingga selesai 6. Kedua orang tua Ade Afrianda, terimakasih atas segala dukungan, motivasi, dan doanya 7. Rahatiar Winata, terimakasih kawan sudah banyak membantu dalam pengerjaan tulisan ini 8. Terimakasih kepada sahabat-sahabat yang selalu memberikan support dan semangatnya, dan semua yang mengenalku terimakasih banyak yaa.... Ade Afrianda mengucapkan terimakasih atas segala doa, motivasi, dan bantuannya kepada : 1. Ibu dan Bapak yang tanpa lelah memberikan banyak bantuan baik moral dan materil, tanpa lelah memberikan doa, semangat dan dukungan untuk penyelesaian tulisan ini, terimakasih untuk semuanya 2. Kedua kakak yang sudah sangat mendukung dan memberikan semangat 3. Keluarga besar terimakasih atas doa, dukungan dan motivasinya 4. Garnis Dwinoviani, terimakasih atas dukungan, dan semangatnya dalam mengerjakan tugas akhir ini. 5. Para sahabat terimakasih atas bantuan, doa dan dukungannya
vii
6. Rahatiar winata terimakasih sudah banyak membantu dalam pengerjaan tulisan ini 7. Terimakasih untuk semua teman-teman yang nggak bisa dituliskan satu-satu, terimakasih atas dukungan, supportnya Kami memohon maaf apabila ada kesalahan dan kekurangan dalam penulisan proyek Akhir ini. Kami mengharapkan saran dan kritik yang membangun namun besar harapan semoga Proyek Akhir ini dapat bermanfaat dan benar-benar jadi bahan renungan betapa sempurnanya ayat-ayat Allah, untuk terus kita gali ilmunya. Amin. AMIIN...........
Bandung, Januari 2014
Penulis
viii
DAFTAR ISI KATA PENGANTAR...................................................................................... vi DAFTAR ISI ................................................................................................... ix DAFTAR TABEL ........................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................... 2 1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 7 1.3 Tujuan dan Manfaat .................................................................... 8 1.4 Ruang Lingkup ........................................................................... 9 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah ..................................................... 9 1.4.2 Ruang Lingkup Materi........................................................ 9 1.5 Kerangka Berfikir ...................................................................... 10 1.6 Metodologi ................................................................................ 12 1.6.1 Ruang Lingkup Kajian...................................................... 12 1.6.2 Tahapan Kajian ............................................................... 12 1.6.3 Metode Pendekatan......................................................... 13 1.6.4 Metode Pengumpulan Data ............................................. 15 1.6.5 Metode Analisis ............................................................... 17 1.6.5.1 Analisis Fisik Lingkungan ..................................... 17 1.6.5.2 Analisis Sosial dan Ekonomi ................................ 22
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................... 25 2.1 Pertambangan .......................................................................... 25 2.2 Metode dan Proses Pertambangan Timah ................................ 26 2.3 Dampak Pertambangan ............................................................ 32 2.3.1 Kerusakan Lahan Akibat Aktivitas Pertambangan ........... 35 2.3.2 Dampak Penambangan Timah terhadap Fisik Lingkungan.............................................................. 39 2.3.3 Dampak Penambangan Timah terhadap Sosial dan Ekonomi ......................................................... 44 2.4 AMDAL Dalam Kegiatan Pertambangan ................................... 48 2.4.1 Pengertian AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) ........................ 48 2.4.2 Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan ..................................................... 49 2.4.3 Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan......... 49 2.4.4 Pembangunan Infrastruktur di Daerah Tambang ............. 51 2.4.5 Decomisioning Dan Penutupan Tambang ........................ 51 2.4.6 Analisis Alternatif Dalam AMDAL ..................................... 53 2.4.7 Aspek Sosial Ekonomi dan Keterlibatan Masyarakat dalam AMDAL .............................................. 53 2.3.8 Metode Pengelolaaan Lingkungan................................... 54 2.5 Potensi Pertambangan Timah di Kecamatan Koba ................... 57 2.6 Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Timah .......................... 57 2.7 Konsep Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam .......................... 59 2.8 Definisi Operasional.................................................................. 61
ix
BAB III PROFIL WILAYAH DAN KEGIATAN PERTAMBANGAN TIMAH . 63 3.1 Kebijakan Berdasarkan RTRW ................................................. 63 3.2 Profil Wilayah Kabupaten Bangka Tengah ................................ 72 3.3 Profil Wilayah Kecamatan Koba................................................ 72 3.4 Sejarah Kecamatan Koba ......................................................... 80 3.5 Sejarah Tambang Timah di Kecamatan Koba........................... 82 BAB IV ANALISIS MANFAAT DAN DAMPAK PERTAMBANGAN TIMAH 86 4.1 Analisis Dampak Pertambangan terhadap Fisik Lingkungan .... 86 4.1.1 Analisis Dampak Fisik dan Kimia ..................................... 86 4.1.1.1 Dampak Pertambangan Timah Pada Logam ....... 86 4.1.1.2 Dampak Pada Kualitas dan Kuantitas Air............. 89 4.1.1.3 Dampak Pada Kualitas Udara .............................. 99 4.1.1.4 Dampak Pada Kebisingan.................................. 101 4.1.1.5 Dampak Pada Kualitas Tanah............................ 105 4.1.2 Penggupasan Top Soil .................................................. 106 4.1.3 Analisis Topografi wilayah ............................................. 107 4.1.4 Analisis Hidrologi ........................................................... 108 4.1.5 Analisis tingkat Erosi...................................................... 111 4.1.5.1 Analisis Jenis Tanah dan Kepekaan Erosi ......... 112 4.1.5.2 Analisis Tipe Iklim dan Intensitas Curah Hujan .. 118 4.1.6 Analisis Kesesuaian Lahan KP Pertambangan Timah ... 121 4.1.7 Pengembangan Infrastuktur pertambangan ................... 127 4.1.8 Pengembangan pertambangan ..................................... 131 4.1.9 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan........ 138 4.1.10 Analisis Kebijakan ........................................................ 140 4.2 Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Koba........... 145 4.2.1 Analisis Kependudukan ................................................. 145 4.2.2 Analisis Sosial Masyarakat ............................................ 149 4.2.3 Analisis Ekonomi Masyarakat ........................................ 165 4.2.4 Analisis Terhadap PDRB Kab. Bangka Tengah ............. 170 4.2.5 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan timah terhadap Sosial Ekonomi ............................................... 175 4.3 Dampak Pengembangan Timah terhadap Aspek Fisik Lingkungan dan Sosial Ekonomi ......................... 176 BAB V
KESIMPULAN .............................................................................. 177 5.1 Kesimpulan ............................................................................. 177 5.1.1 Kesimpulan Fisik Lingkungan ........................................ 177 5.1.2 Kesimpulan Sosial Ekonomi .......................................... 179 5.2 Kelemahan Studi .................................................................... 180
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 182 DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... 185
x
DAFTAR TABEL Judul Tabel 2.1 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27 4.28 4.29 4.30 4.31 4.32 4.33 4.34 4.35 4.36 4.37 4.38 4.39 4.40 4.41 4.42
Hal
Parameter Unsur untuk Masing-masing Tambang ............................... 26 Luas Wilayah per desa/ Kelurahan Di Kecamatan Koba ...................... 73 Jumlah Penduduk ................................................................................ 74 PDRB Kabupaten Bangka Tengah ADHB ............................................ 78 PDRB Kabupaten Bangka Tengah ADHK ............................................ 79 Dampak Unsur logam pertambangan timah ......................................... 87 Pengaruh tambang terhadap kualitas dan kuantitas air ........................ 88 Kondisi Air sungai akibat pertambangan .............................................. 96 Kondisi Air Bersih Akibat pertambangan .............................................. 97 Hasil kualitas dan kuantitas air di beberapa sample ............................. 97 Hasil Analisis Air berdasarkan uji Laboratorium ................................... 97 Pengaruh tambang terhadap kualitas udara ......................................... 99 Kualitas Udara Di Lingkungan Kerja ................................................... 100 Kualitas udara Akibat pertambangan ................................................. 101 Hasil pemantauan tingkat kebisingan lingkungan kerja ...................... 102 Baku mutu Kebisingan Lingkungan dan kegiatan ............................... 104 Kualitas udara Akibat pertambangan ................................................. 104 Kualitas tanah serta dampaknya terhadap manusia dan Lingkungan ................................................................... 105 Hasil Uji Laboratorium kualitas dan kuantitas tanah ........................... 105 Ketinggian Kecamatan Koba .............................................................. 108 Luas Kecamatan Koba Menurut Kemiringan ...................................... 108 Sungai yang ada di Kecamatan Koba ................................................ 110 Sumber air minum di Kecamatan Koba .............................................. 111 Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi .............................. 114 Analisis Tingkat Kepekaan Erosi Menurut Jenis Tanah ...................... 115 Jenis Tanah di Kecamatan Koba........................................................ 115 Sebaran Jenis Tanah Di Kecamatan Koba ......................................... 115 Klasifikasi Zona Agroklimat ................................................................ 118 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan ...................................................... 119 Curah Hujan dan suhu udara Kecamatan Koba ................................. 119 Tipe Iklim Kecamatan Koba ............................................................... 120 Lamanya penyinaran matahari di Kecamatan Koba ........................... 120 Hasil Analisis Overlay 1 (Pertambangan dan Pengunaan Lahan) ...... 124 Kriteria penentuan kawasan overlay .................................................. 124 Hasil analisis overlay 2 (kesesuaian lahan) ........................................ 126 Kondisi Jalan di Kecamatan Koba ...................................................... 130 Kondisi Jalan Akibat Pertambangan ................................................... 130 Kondisi Infrastruktur ........................................................................... 131 Produksi Timah .................................................................................. 131 Asumsi harga ..................................................................................... 138 Kisaran Harga dari pertambangan timah di Kecamatan Koba ............ 140 Keterkaitan dari peran serta stakholder untuk pertambangan ............ 142 Data Jumlah Pendatang ..................................................................... 146 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Koba Tahun 2016-2031 ....... 147 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kecamatan Koba .............................. 148 Konflik Antar Masyarakat ................................................................... 154 Kegiatan Gotong Royong Masyarakat ................................................ 155
xi
4.43 4.44 4.45 4.46 4.47 4.48 4.49 4.50 4.51 4.52 4.53 4.54 4.55 4.56
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat .................................................... 154 Jumlah Sarana Pendidikan ................................................................ 156 Kebutuhan Sarana Pendidikan di Kecamatan Koba ........................... 157 Data Siswa usia sekolah yang putus sekolah ..................................... 159 Data Penyakit di Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012 ................. 162 Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan .................... 165 Rasio Ketergantungan berdasarkan umur .......................................... 167 Daftar Pemegang IUP di Kabupaten Bangka Tengah ........................ 169 Kondisi Ekonomi Masyarakan Akibat Pertambangan Timah .............. 170 Peranan PDRB Kab bangka tengah menurut Lapangan usaha .......... 171 Laju Pertumbuhan PDRB ................................................................... 173 PDRB per Kapita Kab Bangka Tengah............................................... 175 Kiasaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah ............................. 175 Kisaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah ............................... 176
xii
DAFTAR GAMBAR Judul Gambar 1.1 1.2 1.3 1.4 2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 3.1 3.2 3.3 3.4 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 4.12 4.13 4.14 4.15 4.16 4.17 4.18 4.19 4.20 4.21 4.22 4.23 4.24 4.25 4.26 4.27 4.28
Hal
Peta kawasan the southeast asia Tin nelt ............................................. 3 Fenomena Kerusakan Lingkungan Yang Terjadi.................................... 5 Fenomena Konflik Masyarakat Akibat Dari Kegiatan Tambang .............. 6 Kerangka Berfikir ................................................................................. 11 Bagan proses penambangan timah...................................................... 27 Timah (a) Lepas Pantai (laut lepas) (b) timah darat............................. 28 Salah satu proses dalam Pengolahan Timah ....................................... 30 Kegiatan Proses Peleburan Timah ....................................................... 30 Jenis produk dari timah ........................................................................ 32 Proses land clearing............................................................................. 36 Pencemaran AAT dan pengendapan tailing ......................................... 38 Grafik jumlah penduduk Kecamatan Koba ........................................... 75 Peta Administrasi Kabupaten ............................................................... 76 Peta Administrasi Kecamatan .............................................................. 77 Keberadaan Timah Primer dan Sekunder ............................................ 85 UPL dan UKL Pada Kualitas Air di Kecamatan Koba ........................... 91 Kondisi Kualitas Kolong berdasarkan umur .......................................... 95 Upaya Pemantauan Lingkungan Pencemaran Udara......................... 101 Proses pengupasan tanah oleh Alat berat.......................................... 107 Pengupasan tanah untuk pertambangan timah .................................. 107 Kondisi Sumur / Air tanah dalam di Kecamatan Koba ........................ 109 Kondisi Sungai di Kecamatan Koba ................................................... 110 Peta sebaran jenis tanah.................................................................... 116 Peta rawan bencana. ......................................................................... 117 Jumlah Hari Hujan di Kecamatan Koba dalam setahun ...................... 119 Superimpose Kawasan Pertambangan Timah ................................... 122 Peta pertambangan............................................................................ 122 Peta pegunaan lahan ......................................................................... 123 Peta overlay (Pertambangan dengan Pengunaan Lahan) ................ 125 Peta pola ruang .................................................................................. 128 Peta Kesesuaian Lahan ..................................................................... 129 Proses Pembangunan Jalan Baru ...................................................... 130 Bagan tingkat Reklamasi lahan pasca tambang timah ....................... 132 Lokasi reklamasi kawasan fish farm di Kecamatan Koba ................... 132 Lokasi Reklamasi tanaman sawit di Kecamatan Koba ....................... 133 Contoh Kegiatan Reklamasi Lahan .................................................... 134 Permukiman Penduduk Pendatang (ilegal) ........................................ 147 Konflik antar masyarakat .................................................................... 152 Penertiban dan Sosialisasi Pendataan pendatang ............................. 153 Grafik jumlah sarana pendidikan ........................................................ 156 Skema pencemaran air ...................................................................... 161 Stuktur prekonomian .......................................................................... 170 Grafik PDRB perkapita Bangka Tengah ............................................. 175
xiii
BAB I PENDAHULUAN
Segala sesuatu yang diciptakan Allah SWT di bumi ini tiada lain untuk kesejahteraan umat manusia dan seluruh makhluk ciptaannya, sesuai dengan firman Allah SWT dalam Al-quran surat Ar-raad ayat 17, dimana :
Artinya :Allah telah menurunkan air (hujan) dari langit, maka mengalirlah air di lembahlembah menurut ukurannya, maka arus itu membawa buih yang mengembang. Dan dari apa (logam) yang mereka lebur dalam api untuk membuat perhiasan atau alat-alat, ada (pula) buihnya seperti buih arus itu. Demikianlah Allah membuat perumpamaan (bagi) yang benar dan yang batil. Adapun buih itu, akan hilang sebagai sesuatu yang tak ada harganya; adapun yang memberi manfaat kepada manusia, maka ia tetap di bumi. Demikianlah Allah membuat perumpamaan-perumpamaan.
Berdasarkan ayat Al-quran di atas dijelaskan bahwa apa yang ada di dalam bumi harus dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya demi kesejahteraan manusia dan makhluk lainnya. Seperti halnya ilmu perencanaan, harus dapat diterapkan untuk menciptakan kehidupan yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan bagi manusia dan makluk ciptaan Allah lainnya, hewan dan tumbuhan yang ada dimuka bumi ini. Untuk itu dalam pengembangan perencanaan harus dapat memberikan manfaat yang baik di masa yang akan datang. Sama seperti halnya hasil bumi pertambangan lainnya, harus dapat dimanfaatkan manusia sebaik-baiknya sesuai porsinya dan dapat memberikan manfaat bagi manusia, dan bukan dirusak dan dibiarkan begitu saja sehingga tidak produktif, dan merusak lingkungan serta kehidupan sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat di sekitarnya.
1
1.1
Latar Belakang Bahan tambang merupakan salah satu sumber daya alam yang dikuasai
oleh negara dan harus dapat dimanfaatkan secara optimal untuk sebesarbesarnya kemakmuran rakyat (amanat UUD 1945 Pasal 33 ayat 3). Oleh karena itu, sektor pertambangan merupakan salah satu sektor yang memegang peranan penting dalam menunjang pembangunan nasional. Indonesia mempunyai potensi berbagai jenis bahan tambang, baik logam, non logam, batuan bahan konstruksi dan industri, batu bara, panas bumi maupun minyak dan gas bumi yang cukup melimpah. Pendayagunaan secara bijak segala jenis bahan tambang tersebut dapat meningkatkan pendapatan dan perekonomian nasional ataupun daerah. Indonesia memiliki potensi sumberdaya pertambangan yang sangat besar. Jika potensi tersebut dapat dikelola dengan baik, akan mendatangkan sumber devisa dan pendapatan yang cukup besar bagi kemakmuran masyarakat Indonesia.
Namun demikian berbagai kegiatan tambang tersebut senantiasa
memberikan berbagai dampak positif (manfaat) serta dampak negatif bagi alam dan masyarakat. Setiap kegiatan penambangan hampir dipastikan akan menimbulkan dampak, baik dampak positif
serta dampak negatif terhadap terhadap
lingkungan dan sosial ekonomi. Dampak positif yang dirasakan antara lain meningkatkan aksesibilitas, meningkatkan roda perekonomian sektor dan sub sektor lain di sekitarnya, menambah penghasilan negara maupun daerah dalam bentuk pajak, retribusi ataupun royalti dan meningkatkan kesempatan kerja. Namun demikian, kegiatan penambangan yang tidak berwawasan atau tidak mempertimbangkan keseimbangan dan daya dukung lingkungan serta tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan. Dampak lingkungan tersebut antara lain terjadinya gerakan tanah yang dapat menelan korban baik harta benda maupun nyawa, hilangnya daerah resapan air di daerah perbukitan, rusaknya bentang alam, pelumpuran ke dalam sungai yang dampaknya bisa sampai ke hilir, meningkatkan intensitas erosi di daerah perbukitan, jalan-jalan yang dilalui kendaraan pengangkut bahan tambang menjadi rusak, mengganggu kondisi air tanah, dan terjadinya kubangankubangan besar yang terisi air, terutama bila penggalian di daerah pedataran, serta mempengaruhi kehidupan sosial penduduk di sekitar lokasi penambangan.
2
Oleh karena itu, untuk menghindari berbagai dampak tersebut, maka pengelolaan pertambangan dengan benar harus dilakukan. Aktivitas penambangan timah di Indonesia telah berlangsung lebih dari 200 tahun, dengan jumlah cadangan yang cukup besar. Cadangan timah ini, tersebar dalam bentangan wilayah sejauh lebih dari 800 kilometer, yang disebut The Indonesian Tin Belt. Bentangan ini merupakan bagian dari The Southeast Asia Tin Belt, membujur sejauh kurang lebih 3.000 km dari daratan Asia ke arah Thailand, Semenanjung Malaysia hingga Indonesia. Di Indonesia sendiri, wilayah cadangan timah mencakup Pulau Karimun, Kundur, Singkep, dan sebagian di daratan Sumatera (Bangkinang) di utara terus ke arah selatan yaitu Pulau Bangka, Belitung, dan Karimata hingga ke daerah sebelah barat Kalimantan.
Gambar 1.1 Peta kawasan the southeast asia Tin nelt
http://minerals.usgs.gov/news/newsletter/v2n1/1asia.html
Dari peta tersebut diketahui bahwa yang memiliki titik merah merupakan kawasan yang memiliki deposit bijih mineral utama di Asia Tenggara, Australia, serta wilayah pasifik Dari sejumlah pulau penghasil bijih mineral tersebut, Pulau Bangka merupakan pulau penghasil timah terbesar di Indonesia (berdasarkan data dari http://id.wikipedia.org/wiki/Timah_(perusahaan)).
Pulau
Bangka
secara
3
administratif terbagi dalam 4 kabupaten dan 1 kota yaitu Kabupaten Bangka (2.950,68 km2), Kabupaten Bangka Barat (2.820,61 km2), Kabupaten Bangka Tengah (2.155,77 km2), Kabupaten Bangka Selatan (3.607,08 km2), dan Kota Pangkalpinang (89,40 km2). Kabupaten Bangka Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terdapat di Pulau Bangka, Kabupaten Bangka Tengah memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, sumber daya alam yang melimpah merupakan tambang timah yang banyak memberikan pemasukan baik bagi pemerintah maupun masyarakat. Sesuai dengan amanat Undang Undang No 11 Tahun 1967 Tentang Pokok Pokok Pertambangan yang sudah diperbaharui dengan Undang Undang No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara bahwa pengaturan tentang pertambangan harus mengacu pada pemanfaatan yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat pada khususnya dan pemerintah pada umumnya untuk mendapatkan nilai tambah terutama pajak bagi negara. Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Koba, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan Simpang Katis, Kecamatan Lubuk Besar, dan Kecamatan Namang, masingmasing kecamatan memiliki potensi keunggulan yang hampir sama yaitu pertambangan, salah satunya terdapat di Kecamatan Koba sebagai pusat di Kabupaten Bangka Tengah. Kegiatan pertambangan ini tidak luput dari banyaknya investor-investor yang menanamkan modalnya dalam kegiatan pertambangan ini, sehingga menyebabkan semakin banyaknya kegiatan pertambangan yang memberikan dampak positif (manfaat) serta dampak negatif kepada masyarakat sekitar. Di Kabupaten Bangka Tengah terdapat 16 investor dari perusahaan-perusahaan dalam bidang pertambangan, yang terdiri dari 12 perusahaan dalam bidang komoditi timah, 2 perusahaan pasir kuarsa, 1 perusahaan granit, dan 1 perusahaan pasir bangunan. Dampak positif serta dampak negatif yang timbul tidak hanya ketika kegiatan
pertambangan
dilaksanakan,
tetapi
setelah
kegiatan
tersebut
dilaksanakan masih dirasakan oleh masyarakat sekitar, dampak yang dirasakan mulai dari dampak secara fisik lingkungan dan dari segi sosial ekonomi. Dampak negatif yang di timbulkan dari segi fisik lingkungan diantaranya adalah dari kondisi lahan yang dibiarkan rusak, polusi visual yang menganggu pendangan
4
mata, terbentuknya kolong-kolong sisa tambang yang menyebabkan bebagai sumber penyakit, rusaknya ekosistem darat, rusaknya ekositem laut, air asam tambang yang merusak lingkungan, tailing yang merusak tubuh, dan kerusakan hutan akibat penambangan.
Gambar 1.2 Fenomena Kerusakan Lingkungan Yang Terjadi Di Kecamatan Koba Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2013
Sedangkan untuk dampak negatif dari segi sosial ekonomi dapat di lihat dari kehilangan sumber pencaharian, karena penambangan bersifat terbatas, sehingga akan menimbulkan banyaknya pengganguran ketika penambangan tersebut dihentikan, banyaknya masyarakat yang beralih profesi pekerjaan seperti dulunya petani dan anak-anak sekolah sekarang bekerja sebagai penambang timah, hal tersebut dikarenakan besarnya penghasilan yang didapat dari kegiatan tambang tesebut, kemudian timbulnya konflik antar warga hal tersebut dikarenakan terjadinya perebutkan lahan tambang yang digunakan. Selain itu semakin banyaknya penduduk yang tidak terdata dikarenakan banyaknya pendatang baru yang berdatangan dari luar Bangka, seperti dari Jawa, sehingga mempersulit pendataan penduduk, hilangnya sebagian sejarah Bangka, dampak psikologi yang buruk bagi anak-anak, dan kenaikan beberapa harga pokok makanan yang diakibatkan penambangan timah. Namun untuk
5
dampak secara rincinya tentunya masih banyak dan perlu diteliti lebih mendalam tentang fakta-fakta yang terjadi di lapangan.
Gambar 1.3 Fenomena Konflik Masyarakat Akibat Dari Kegiatan Tambang Sumber : Hasil Survey Lapangan, 2013
Dampak negatif dari kegiatan pertambangan ini harus bisa kita minimalisir, agar masyarakat sekitar dapat merasakan manfaat dari kegiatan pertambangan tersebut, hal tersebut dapat diminimalisir dengan cara pengelolaan lahan tambang berbasis lingkungan, yaitu dengan memperhatikan aspek lingkungan yang ada, dengan memperhatikan masyarakat sekitar, melakukan reklamasi lahan, serta membuat ekonomi alternatif pengganti sektor pertambangan seperti pengelolaan bekas tambang menjadi pariwisata, perkebunan, dan perikanan. Seperti yang diketahui bahwa barang-barang atau sumberdaya lingkungan seperti halnya udara bersih, sungai, dan danau tidak memiliki harga dan harganya selalu dinilai secara tidak wajar karena sumberdaya alam tersebut tidak diperjualbelikan.
Dalam
penambangan
yang
sering
dilakukan,
sebagian
diantaranya tidak memperhatikan aspek-aspek dan nilai dari sumber daya lingkungan yang dirusakkan, seperti jumlah dan jenis pohon yang ditebang, spesies margasatwa yang telah dimusnahkan, kontaminasi sistem air tanah
6
akibat pembuangan limbah beracun yang tidak terkendali, juga hilangnya sumber hayati yang bermanfaat. Mengabaikan eksternalitas lingkungan menyebabkan timbulnya pemikiran bahwa dengan tambang timah akan memperoleh pendapatan yang besar dengan pengeluaran yang sedikit, sehingga ada kecenderungan menambang dalam jumlah yang lebih besar dari pada yang seharusnya. Oleh karena itu sangat penting menerapkan mekanisme harga untuk pengambilan sumber daya alam sehingga dapat diketahui berapa jumlah yang harus diproduksi. Dalam analisis kebijakan dilakukan pengklasifikasian barang sumber daya alam dan lingkungan yang mempengaruhi kualitas hidup manusia. Hal ini sebenarnya sudah merupakan langkah awal untuk dapat memberikan nilai pada barang sumber daya alam dan lingkungan, kita tinggal mencari metode penilaian yang tepat. Jika metode penilaian yang tepat dapat dikembangkan, maka selanjutnya dapat memasukkannya dalam formulasi kebijakan. Selanjutnya akan banyak lagi keputusan-keputusan penting yang berwawasan lingkungan, seperti adanya kesadaran bahwa lingkungan alam mempunyai nilai yang sama pentingnya seperti aset lain yang dapat mempercepat pengalokasian dan pertumbuhan serta akan terjadi penghematan penggunaan sumber daya. Jika telah timbul kesadaran tentang peranan sumber daya alam dan lingkungan maka diharapkan akan mencegah eksploitasi yang berlebihan.
1.2
Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan pada latar belakang di atas, maka yang menjadi
rumusan masalah dalam penyusunan Proyek Akhir terdiri dari masalah utama yaitu dampak positif
dan dampak negatif pertambangan timah terhadap fisik
lingkungan dan sosial ekonomi serta berapa kisaran rupiah kerugian dan keuntungan dari pertambangan timah berdasarkan analisis valuasi ekonomi lingkungan, antara lain sebagai berikut : A. Dampak positif dan dampak negatif terhadap fisik lingkungan : a. Apa saja dampak positif dari pertambangan timah terhadap fisik lingkungan? b. Apa saja dampak negatif terhadap fisik lingkungan yang ada atau mungkin terjadi akibat pertambangan timah? c. Bagaimana kondisi dari fisik lingkungan di lapangan saat ini?
7
d. Berapa kisaran rupiah kerugian dan keuntungan dari fisik lingkungan akibat kegiatan pertambangan timah berdasarkan hasil analisis valuasi ekonomi lingkungan? B. Dampak positif dan dampak negatif terhadap sosial Ekonomi : a. Apa saja dampak positif dari pertambangan timah terhadap sosial ekonomi? b. Apa saja dampak negatif terhadap sosial ekonomi yang ada/ mungkin terjadi akibat pertambangan timah? c. Bagaimana kondisi dari Sosial ekonomi masyarakat saat ini? d. Berapa kisaran rupiah kerugian dan keuntungan secara sosial ekonomi akibat pertambangan timah berdasarkan hasil analisis valuasi ekonomi lingkungan?
1.3
Tujuan dan Manfaat Berdasarkan rumusan masalah yang ada, maka tujuan dari kajian ini
adalah Mengetahui sejauh mana dampak positif serta dampak negatif yang timbul dari kegiatan pertambangan timah terhadap pegembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Koba, serta dapat memberikan gambaran dari hasil kajian dampak yang sesuai akibat dari pertambangan tersebut. Kegiatan ini memiliki manfaat, diantaranya sebagai berikut: • Sebagai masukan bagi perencanaan dan pembangunan wilayah; • Pertimbangan
lingkungan
hidup
dalam
tahap
perencanaan
pembangunan; • Diketahuinya kondisi kerusakan lingkungan yang ada saat ini disekitar wilayah kajian; • Dapat memberikan gambaran berapa nilai rupiah dari kerugian dan keuntungan dengan adanya kegiatan tambang timah • Sumber informasi bagi masyarakat tentang manfaat serta dampak dari penambangan; dan • Ikut berperan serta dalam melakukan upaya pemantauan lingkungan guna kepentingan bersama.
8
1.4
Ruang Lingkup Ruang lingkup pada Proyek Akhir ini terbagi menjadi 2 yaitu ruang lingkup
wilayah dan ruang lingkup materi. 1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah a.
Ruang Lingkup Wilayah Makro Wilayah Kabupaten Bangka Tengah terletak di Pulau Bangka dengan luas ± 227.911,00 Ha. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka Tengah berbatasan langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung, yaitu dengan wilayah Kota Pangkalpinang, Kabupaten Bangka, dan Bangka Selatan. Batas batas wilayah Kabupaten Bangka Tengah adalah sebagai berikut : ·
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang.
·
Sebelah Timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
·
Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Bangka Selatan.
·
b.
Sebelah Barat berbatasan dengan Selat Bangka.
Ruang Lingkup Wilayah Mikro Ruang lingkup wilayah secara mikro yakni Kecamatan Koba dengan luas wilayah ± 391,56 km2
dengan jumlah penduduk 40.163 jiwa
dengan kepadatan 102,57 jiwa/km2 pada tahun 2012.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi Dalam penyusunan Proyek Akhir ini ruang lingkup materi meliputi materimateri yang berkaitan dengan dampak pertambangan dari segi fisik lingkungan dan segi sosial ekonomi dimana dengan materi tersebut bertujuan sebagai berikut : a. Mengetahui kondisi dan gambaran umum di wilayah kajian;
9
b. Mengindentifikasi pengaruh apa saja dari kegiatan pertambangan dalam segi fisik lingkungan; c. Mengindentifikasi pengaruh apa saja dari kegiatan pertambangan dalam segi sosial ekonomi masyrakat; d. Mengidentifikasi dampak dari kegiatan pertambangan yang ada di wilayah tersebut; dan
1.5
Kerangka Berfikir Dalam kerangka berpikir yang kami buat berisikan tentang jalur atau pola
dari kajian yang kami buat, dimulai dari awal proses kajian, proses pelaksanaan, hingga proses akhir yang akan dilakukan. Dalam proses awal kajian dilakukan terdiri dari fenomena apa saja yang terjadi di Kecamatan Koba yang diakibatkan oleh pertambangngan timah, sehingga perlunya dilakukan identifikasi wilayah studi untuk mengetahui dampakdampak apa saja yang ada dikarenakan oleh prtambangan timah baik secara fisik lingkungan dan sosial ekonomi. Dalam proses pelaksanaan kegiatan / kajian, setelah diketahui dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan pertambangan di Kecamatan Koba, maka dilakukanlah analisis yang sesuai untuk mengidentifikasi dampak tersebut, agar bisa diinterpretasi lebih lanjut untuk mengetahui dampak apa yang lebih berpengaruh dari kegiatan tambang ini. Sehingga menghasilkan suatu kesimpulan dari kajian yang telah dilakukan mengenai dampak pertambangan timah terhadap pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Koba. Adapun
Kerangka
pemikiran
dari
Proyek
Akhir
kajian
dampak
Penambangan timah terhadap pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi adalah sebagai berikut.
10
Kajian Dampak Penambangan Timah Terhadap Pegembangan Fisik Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah
Eksploitasi Secara besar-besaran
Pertambangan Timah
Indentifikasi wilayah kajian
FENOMENA (dampak positif dan negatif yang nampak) Potensi Sumber daya alam di kecamatan Koba Peningkatan PAD , peningkatan devisa, peningkatan kesejahteraan, dll Namun fakta yang ada (fenomena) banyaknya kolong, penurunan kualitas bentang alam, kerusakan sungai /badan sungai dll
Sosial Ekonomi
Dampak Positif
Fisik Lingkungan
Dampak Negatif
a. pertumbuhan ekonomi yang meningkat b. menambahnya lapangan pekerjaan c. adanya bantuan dana sosial dari CSR perusahaan tambang d. meningkatnya daya beli masyarakat
Dampak Positif
a. dampak sosial, konflik antar warga b. .timbulnya berbagai penyakit dari kegiatan pertambangan c. lahan yang tidak produktif tidak ada nilai ekonomi/ pemasukan pendapatan d. Kehilangan lapangan pekerjaan bila pertambangan di hentikan e. Hilangnya sebagian dari sejarah bangka
a. dibangunnya jalanjalan b. menjadi wadah produksi timah c. meningkatnya inftrastuktur d. meningkatnya aksesbiliitas e. menambahnya sumber-sumber air baru.
dampak Negatif
a.rawan bencana alam b. polusi visual, timbulnya kolongkolong c. tercemarnya kualitas air, tanah, sungai d.meningkatkan suhu iklim e.Kualitas Lingkungan yang menurun
Analisis Dampak Kegiatan Pertambangan Analisis Valuasi Ekonomi terhadap lingkungan dan sosial ekonomi pada kegiatan pertambangan
Nilai ekonomi dampak langsung kegiatan pertambangan
Identifikasi use value kawasan pertambangan
Nilai ekonomi dampak tidak langsung kegiatan pertambangan
Nilai ekonomi dampak ptional kegiatan pertambangan
Nilai manfaat ekonomi total kawasan kajian
Kesimpulan dari kajian dampak pertambangan terhadap lingkungan dan sosial ekonomi Gambar 1.2 Kerangka Berfikir Sumber: hasil Diskusi, 2013
11
1.6
Metodologi Metode yang digunakan untuk menganalis dampak positif serta dampak
negatif penambangan timah tehadap fisik lingkungan dan sosial ekonomi di Kecamatan koba, antara lain sebagai berikut: 1.6.1 Ruang Lingkup Kajian Ruang lingkup kajian tentang dampak penambangan bijih timah terhadap pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi di Kecamatan Koba Kabupaten Tengah secara garis besar dibagi atas lingkup wilayah dan lingkup kegiatan. Lingkup wilayah yang dimaksud adalah wilayah studi yang akan dijadikan sebagai objek kajian yang dalam hal ini adalah wilayah Kecamatan Koba dengan menetapkan Kecamatan Koba sebagai titik sampel. Penentuan titik sampel dilakukan secara purposive sampel dengan pertimbangan karena banyaknya aktivitas pertambangan bijih yang beroperasi pada kecamatan tersebut. Untuk lingkup kegiatan, adalah kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam penambangan timah yang berpeluang menimbulkan dampak baik kegiatan pada tahap konstruksi, tahap operasi, dan tahap pasca operasi. Setiap tahapan kegiatan dalam penambangan timah dimaksud akan menimbulkan dampak positif dan negatif terhadap kondisi fisik lingkungan dan sosial ekonomi.
1.6.2 Tahapan Kajian Kajian ini merupakan pengumpulan data dengan penelitian deskriptif. Menurut Subana (2001), penelitian deskriptif adalah suatu penelitian yang menuturkan dan menafsirkan data yang berkenaan dengan fakta, keadaan, variabel, dan fenomena yang terjadi saat penelitian berlangsung dan menyajikan hasil penelitian secara jelas dan akurat berdasarkan dukungan data yang diperoleh secara up to date. Dalam kajian ini, dimana berusaha mendeskripsikan atau menggambarkan data-data yang telah diperoleh dari kuesioner, observasi, wawancara dan penelusuran pustaka. Kajian ini dirancang dalam tiga tahapan berdasarkan tujuan yang ingin dicapai. Adapun tahapan Kajian ini adalah sebagai berikut :
12
a. Tahap pertama adalah mengkaji secara mendalam dampak positif serta dampak negatif yang ditimbulkan dari setiap aktivitas pertambangan timah dilihat dari aspek lingkungan b. Tahap kedua adalah mengkaji secara mendalam dampak positif serta dampak negatif yang ditimbulkan dari setiap aktivitas pertambangan timah dilihat dari aspek sosial dan ekonomi c. Tahap ketiga adalah menyusun strategi pengelolaan dampak positif serta dampak negatif dalam rangka meningkatkan kualitas lingkungan, mengurangi potensi konflik dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Kajian dampak positif serta dampak negatif pertambangan timah terhadap pengembangan lingkungan dan sosial ekonomi di Kecamatan Koba ini merupakan kajian yang memadukan antara penelitian yang bersifat kualitatif dan kuantitatif. Namun demikian data-data yang bersifat kualitatif diupayakan diolah menjadi data kuantitatif sehingga dapat dengan mudah diinterpretasikan dengan menggunakan kriteria-kriteria tertentu untuk memudahkan menjastifikasi besaran dampak yang terjadi, seperti dengan menggunakan nilai persentasi ataupun kriteria lainnya.
1.6.3 Metode Pendekatan Kajian
ini
merupakan
model
pengukuran
dan
evaluasi
dampak
penambangan timah terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat, maupun terjadinya kerusakan lingkungan akibat penambangan bijih timah. Berdasarkan data sekunder yang berasal dari berbagai instansi / lembaga terkait akan dilakukan validasi atau verifikasi data sebagai sarana menyusun alternative desain pemecahan masalah yang akan dijadikan sebagai strategi dalam mengelola dampak yang ditimbulkan oleh aktivitas pertambangan timah. Secara garis besar ada tiga pendekatan yang dapat dipakai dalam kajian ini, yaitu : a. Pendekatan Fisik Lingkungan (ekologi) Dari sisi pendekatan lingkungan akan mempertimbangkan besarnya perubahan lingkungan yang akan terjadi sebagai akibat dai kegiatan pertambangan
timah.
Perubahan
lingkungan
tersebut
dilihat
dari
perubahan bentang lahan, penurunan tingkat kesuburan tanah, gangguan
13
ekosistem sebagai dampak dari kejadian erosi dan sedimentasi yang akan mengganggu kualitas perairan, dan peluang pemanfaatan lahan bekas penambangan timah baik untuk kegiatan pertanian tanaman pangan, perkebunan,
kehutanan,
perikanan,
dan
ekowisata
yang
dapat
dikomplementerkan dengan kegiatan lain seperti peternakan. Hal ini dimaksudkan
untuk
meningkatkan
potensi
ekonomi
wilayah
untuk
memberikan kesejahteraan bagi masyarakat sekaligus mengurangi potensi konflik dimasyarakat. b. Pendekatan Ekonomi Pendekatan ini dimaksudkan untuk menilai segi-segi biaya dan manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar perusahaan dengan adanya kegiatan pertambangan timah yang beroperasi di sekitar wilayahnya. Kaidah-kaidah
penilaian
secara
ekonomis
akan
diterapkan
untuk
mengetahui sejauh mana manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat di lihat dari : 1. Pendapatan masyarakat sekitar perusahaan pertambangan timah 2. Terbukanya lapangan pekerjaan 3. Peluang berusaha bagi masyarakat sekitar 4. Pengembangan ekonomi masyarakat oleh perusahaan melalui CSR c. Pendekatan Sosial-Budaya Dari sisi pendekatan sosial-budaya perlu memperhitungkan biaya manfaat sosial (social cost) pengembangan usaha pertambangan timah terhadap masyarakat sekitar. Kemudahan memperoleh pelayanan dalam konteks interaksi keruangan yang baru sebagai keuntungan maupun kerugian sosial yang mungkin timbul terutama menyangkut tindak sinkronnya antara batas-batas wilayah milik masyarakat, tumpang tindihnya kepemilikan lahan, besaran ganti rugi pembebasan lahan dan tanam tumbuh, mekanisme perekrutan tenaga kerja, pemeliharaan situs-situs budaya di lokasi penambangan, dan pemeliharaan sarana umum seperti pengairan, dan kegiatan-kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan terhadap masyarakat yang dikelola melalui Coorporate Social Responsibility (CSR), maupun kegiatan sosial lainnya dalam pengelolaan dan alokasi sumber daya tertentu yaitu pertambangan timah oleh suatu perusahaan
14
1.6.4 Metode PengumpulanData a. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam kajian dampak pertambangan timah di Kecamatan Koba ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer bersumber dari hasil survei langsung di lokasi studi dan hasil wawancara dengan menggunakan kuisioner kepada responden terpilih. Data sekunder diperoleh dari instansi-instansi terkait di Kecamatan koba Kabupaten Bangka Tengah seperti Kantor Kecamatan dan Desa atau Kelurahan, Bappeda, Dinas Pertambangan dan Energi, Dinas Pertanian, Dinas perkebunan, dan dinas/instansi lainnya dalam lingkup SKPD Kabupaten Bangka Tengah b. Teknik pengumpulan data. Dalam pengumpulan data, menggunakan berbagai teknik pengumpulan data. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuisioner, observasi, dan wawancara mendalam kepada responden yan ditentukan dengan teknik random (acak), serta studi literatur. 1
Kuisioner,
dilakukan
melalui
penyebaran
angket
atau
daftar
pertanyaan yang tersedia relevan dengan masalah yang diteliti. Kuisioner dimaksudkan untuk memperoleh data yang objektif terkait dengan dampak kegiatan penambangan timah baik yang bersifat pengembangan ekonomi, potensi dan penanganan konflik sosial, maupun ancaman kerusakan lingkungan. 2
Observasi, yaitu suatu teknik pengumpulan data dan informasi yang dilakukan dengan cara pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala, peristiwa dan aspek-aspek yang diteliti di lokasi. Observasi ini akan dilakukan pada Kecamatan Koba untuk mengetahui secara langsung kondisi sosial, ekonomi, dan lingkungan sekitar pertambangan timah.
3
Wawancara mendalam (indepth interview) yaitu mengumpulkan data dan informasi dengan melakukan wawancara secara langsung berdasarkan pedoman yang telah disusun sebelumnya dengan pihak
15
yang berkompeten dan berwenang terkait masalah yang diteliti antara lain: • Kepala Dinas Pertambangan dan Energi • Badan Lingkungan Hidup Daerah Kabupaten Bangka Timah • Pimpinan perusahaan pertambangan timah, Pt koba Tin • Tokoh Masyarakat. • LSM 4
Studi Literatur, mengumpulkan data dengan mempelajari, menelaah dan menganalisa data literatur, dokumen, peraturan serta referensi lainnya yang erat kaitannya dengan masalah yang diteliti.
c. Metode Kualitatif Pengumpulan data merupakan salah satu tahapan sangat penting dalam penelitian. Teknik pengumpulan data yang benar akan menghasilkan data yang memiliki kredibilitas tinggi, dan sebaliknya. Oleh karena itu, tahap ini tidak boleh salah dan harus dilakukan dengan cermat sesuai prosedur dan ciri-ciri penelitian kualitatif (sebagaimana telah dibahas pada materi sebelumnya). Sebab, kesalahan atau ketidaksempurnaan dalam metode pengumpulan data akan berakibat fatal, yakni berupa data yang tidak credible, sehingga hasil penelitiannya tidak bisa dipertanggungjawabkan. Hasil penelitian demikian sangat berbahaya, lebih-lebih jika dipakai sebagai dasar pertimbangan untuk mengambil kebijakan publik. Penelitian kualitatif adalah "penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya prilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll., secara holistik dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah." (Prof.Dr. Lexy J. Moleong 2006:6) Dalam kajian yang dilakukan mengenai dampak positif serta dampak negatif penambangan timah terhadap pegembangan sosial ekonomi dan fisik lingkungan di Kecamatan Koba lebih sesuai menggunakan metode kualitatif dan metode control group, karena untuk metode after before tambang terlalu sulit dilakukan, hal tersebut dikarenakan kegiatan tambang yang ada di Kecamatan
16
Koba sudah berlangsung sangat lama, sehingga sulit untuk mengetahui kondisi sebelum kegiatan tambang tersebut.
1.6.5 Metode Analisis Dari pengumpulan data yang di dapat berdasarkan sumber-sumber data primer dan sekunder yang kemudian diolah dan dianalisis, analisis kajian dampak pertambangan ini meliputi analisis terhadap fisik lingkungan dan analisis sosial ekonomi diantaranya : 1.6.5.1 Analisis Fisik Lingkungan Dalam laporan kajian dampak pertambangan timah terhadap fisik lingkungan, dimana yang dianalisis antara lain sebagai berikut : 1
Analisis Pengaruh lingkungan
Pengertian lingkungan khususnya meliputi segala sesuatu yang ada disekitar kehidupan masyarakat kota, baik itu lingkungan hidup maupun tak hidup. Analisis pengaruh lingkungan yang diakibatkan aktivitas penambangan timah berupa deskripsi antara lain; pencemaran udara, pencemaran air, pencemaran suara dan getaran serta pengupasan lapisan tanah penutup (top soil). 2
Uji Kimia Tanah Pasca Tambang Timah
Tanah bila ditinjau dari secara kimia tersusun dari unsur-unsur dan senyawasenyawa kimia. Reaksi tanah atau pH tanah dibagi kedalam tiga keadaan, yaitu reaksi tanah masam, reaksi tanah netral, dan reaksi tanah basa atau alkali. Reaksi ini secra umum dinyatakan dalam pH tanah yaitu dari 0-14, sedangkan untuk pertanian pH ini berkisar antara 4-9. Adapun pH tanah adalah logaritma negatif dari konsentrasi ion-ion H bebas dalam larutan tanah atau –log10 [H+] dimaka konsentrasi hidrogen dinyatakan dalam gram ion per liter. Didalam larutan tanah pada sebagian dari molekul air akan terjadi ionisasi menjadi ion hidrogen (H+) dan ion hikroskil (OH-) Rendahnya pH air kolong disebabkan oleh tipe mineral dasar kolong seperti pirit dan pasir/kaolin dan sumber air kolong baik yang berasal dari air hujan, sungai, kolong tua maupun air tanah. Selain itu, kandungan logam yang terdapat di beberapa kolong yaitu Fe, Al, Zn, Pb, Sn, dan As, berada di atas
17
standar baku mutu. Mineral dasar pirit berpotensi melepaskan logam dari sedimen ke perairan pada kondisi aerobik. Kolong-kolong
yang
terbentuk
akibat
galian
penambangan
timah
merupakan salah satu bentuk kerusakan lingkungan, namun mempunyai potensi sebagai sumber air yang dapat dikembangkan menjadi berbagai pemanfaatan. Sebagian besar kolong yang terdapat di kepulauan Bangka tidak dapat digunakan secara langsung karena berkualitas buruk. Keasaman air yang tidak normal (pH rendah) serta mengandung logam berat yang berbahaya bagi kesehatan. Parameter kimia tanah adalah sebagai berikut : a. PH Pengaruh pH terhadap kualitas air, menyebabkan baku mutu air untuk layak dikonsumsi. Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI), air yang layak dikonsumsi memiliki pH 6.5 - 8.5. Prinsip dari pengukuran pH sampel ini adalah dengan menggunakan pH meter, dimana pH meter dikalibrasi terlebih dahulu dengan menggunakan akuades sebagai trayek pH normal yaitu pada sekitar pH yang akan diukur. Kalibrasi dengan buffer standard pH 4,01 untuk sistem asam, buffer standar pH 7,00 untuk sistem netral, dan buffer standar pH 10,01 untuk sistem basa. Pengukuran PH dari sample air tanah yang telah diambil dilakukan dengan mencelupkan kabel indicator ke dalam sample air tanah, kemudian pada layar pH meter akan terlihat
angka
pengukuran
PH
hasil pengukuran. dari
sampel
air
Selain menggunakan tanah
dapat
PH
dilakukan
meter dengan
menggunakan indicator universal. b. Kesadahan (hardness) Kesadahan air merupakan kandungan mineral-mineral tertentu di dalam air, umumnya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) dalam bentuk garam karbonat. Kesadahan dalam air sangat tidak dikehendaki baik untuk penggunaan
rumah
tangga
maupun
untuk
penggunaan
industri.
Kesadahan air dapat dibedakan atas 2 macam, yaitu kesadahan sementara (temporer) dan kesadahan tetap (permanen). Kesadahan sementara
disebabkan
oleh
garam-garam
karbonat
(CO32-)
dan
bikarbonat (HCO3-) dari kalsium dan magnesium, kesadahan ini dapat dihilangkan dengan cara pemanasan atau dengan pembubuhan kapur tohor. Kesadahan tetap disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-
18
) dan sulfat (SO42-) dari kalsium dan magnesium. Kesadahan ini disebut juga kesadahan non karbonat yang tidak dapat dihilangkan dengan cara pemanasan, tetapi dapat dihilangkan dengan cara pertukaran ion. c. Alkalinitas (alkalinity) Penyusun alkalinitas perairan adalah anion bikarbonat (HCO3-), karbonat (CO3-) dan hidroksida (OH-). Kadar maksimum total alkalinitas yang diperbolehkan dalam air sebesar 1000 mg/L. Apabila kadar alkalinitas melampaui batas yang ditetapkan maka akan mudah terbentuk kerak atau pengendapan. d. DO (Kadar Oksigen Terlarut) Untuk cara pengambilan contoh untuk pengujian kandungan oksigen terlarut diperlukan sarung tangan lateks yang harus terus dipakai (tidak boleh mengggunakan sarung tangan plastik atau sintetis). Dalam pengambilan sampel untuk analisa kandungan oksigen terlarut, sampel tidak boleh terkocok untuk menghindari aerasi yang akan menyebabkan kandungan oksigen terlarut menjadi bertambah sehingga hasil analisa tidak representatif. Uji parameter DO dengan menggunakan prinsip metode potensiometri dengan menggunakan DO meter. e. BOD5 (Biochemical Oxygen Demand) Mikroorganisme merupakan katalis hidup yang mempengaruhi sejumlah proses-proses kimia yang terjadi dalam tanah. Cendawan dan beberapa jenis bakteri menghancurkan senyawa organik yang kompleks menjadi senyawa-senyawa yang sederhana (Achmad, 2004). Nilai BOD5 yang tinggi menandakan tingginya bahan organik biodegradable yang menjadi beban perairan telah dioksidasi secara biologi. Pengukuran nilai BOD5 dilakukan dengan prinsip metode titrimetri ( dengan melakukan titrasi menggunakan buret). f.
Nitrat (NO3-) Nitrifikasi, amonifikasi dan denitrifikasi merupakan proses mikrobiologi oleh karena itu sangat dipengaruhi oleh suhu dan aerasi. Proses nitrifikasi juga dipengaruhi oleh kadar oksigen terlarut > 2 mg/L, pH optimum 8-9, bakteri nitrifikasi cenderung menempel pada sedimen atau bahan padatan lain, pertumbuhan bakteri nitrifikasi lebih lambat dari bakteri heterotrof, suhu
19
optimum 20o C-25o C. Pengujian Nitrat ini dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer. g. Nitrit (NO2-) Nitrit merupakan bentuk peralihan antara amonia dan nitrat (nitrifikasi) dan antara nitrat dan gas nitrogen (denitrifikasi) oleh karena itu nitrit bersifat tidak stabil dengan keberadaan oksigen. Kandungan nitrit pada perairan alami mengandung nitrit sekitar 0,001 mg/L. Kadar nitrit yang lebih dari 0.06 mg/L adalah bersifat toksik bagi organisme perairan (Anonim, 2006). Keberadaan
nitrit
menggambarkan
berlangsungnya
poses
biologis
perombakan bahan organik yang memiliki kadar oksigen terlarut rendah (Effendi, 2003). Seperti halnya pada pengujian nitrat, Pengujian Nitrit ini juga
dilakukan
dengan
prinsip
spektrofotometri
menggunakan
spektrofotometer. h. Amonia ( NH3) Amonia jarang ditemukan pada perairan yang mendapatkan cukup pasokan oksigen. Bahan-bahan organik dapat terkandung di dalam air sumur salah satunya disebabkan oleh kedalaman sumur yang rendah (3-4 m) sehingga air permukaan yang banyak mengandung bahan-bahan organik hasil limbah domestic mudah masuk ke dalam tanah yang bersifat porous. Kadar ammonia yang diperbolehkan dalam air kurang dari 90 mg/L. Pengujian kadar ammonia dalam air tanah ini juga dilakukan dengan prinsip spektrofotometri menggunakan spektrofotometer. i.
Fosfat (PO43-) Pengujian kadar fosfat dalam air tanah ini dilakukan dengan prinsip spektrofotometri
menggunakan
spektrofotometer
berdasarkan
nilai
absorbansi yang diperoleh. Adanya fosfat yang terkandung dalam air tanah disebabkan karena kegiatan penduduk dalam penggunaan detergen, pestisida, dan kandungan pupuk. Namun, fosfat juga tidak hanya dihasilkan dari kegiatan penduduk tetapi juga dapat dihasilkan oleh alam. Banyaknya fosfat dalam perairan dapat menyebabkan eutrofikasi (peledakan alga) yang mampu merusak ekosistem perairan, dimana banyak ikan mati karena kekurangan oksigen dalam air, yang jika dikonsumsi oleh manusia dapat menyebabkan keracunan.
20
j.
Besi Penentuan kadar logam berat dalam hal ini kadar besi (Fe) dalam sample air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode spektrofotomerri menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA) yang didasarkan pada Hukum Lambert – Beer, yaitu banyaknya sinar yang diserap berbanding lurus dengan konsentrasi zat. Apabila kadar besi dalam sample melebihi ambang batas yang telah ditentukan oleh dinas kesehatan, maka air tersebut dinyatakan telah tercemar. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.907/MENKES/SK/VII/2002, kadar besi yang diperbolehkan adalah 0,3 mg/L.
k. Mangan Penentuan kadar logam dalam hal ini kadar Mangan (Mn) dalam sample air tanah atau air sumur dapat dilakukan dengan metode spektrofotomerri menggunakan instrument Spektrofotometrik Serapan Atom (SSA). Adanya kandungan Mn dalam air menyebabkan warna air tersebut berubah menjadi kuning-coklat setelah beberapa saat kontak dengan udara. Di samping dapat mengganggu kesehatan juga menimbulkan bau yang tidak sedap serta menyebabkan warna kuning pada dinding bak serta bercak-bercak kuning pada pakaian. Oleh karena itu menurut PP No.20 Tahun 1990 tersebut kadar Mangan (Mn) dalam air minum yang diperbolehkan adalah 0,1 mg/L. l.
Khlorida Pengukuran kadar khlorida pada sampel air menggunakan metode argentometri, yaitu titrasi menggunakan larutan AgNO3 sebagai titrant. Pada metode ini, sampel terlebih dahulu dikondisikan suasana netral dengan cara menambahkan asam sulfat dan natrium hidroksida, hal ini disebabkan karena metode argentometri merupakan metode Mohr yang bereaksi dalam keadaan netral. Sampel kemudian ditambahkan larutan hidroksida yang bertujuan untuk menghilangkan pengotor selain klorida. Kadar batas khlorida dalam air yang diperbolehkan berdasarkan Standar Baku Mutu Departemen Kesehatan, yaitu 250 mg/L.
21
m. Sulfat (SO42-) Ion sulfat adalah salah satu anion yang banyak terjadi pada air alam. Sulfat penting dalam penyediaan air untuk umum maupun untuk industri, karena kecenderungan air untuk mengandungnya dalam jumlah yang cukup besar untuk membentuk kerak air yang keras pada ketel dan alat pengubah panas.
1.6.5.2 Analisis Sosial dan Ekonomi Dalam laporan kajian dampak pertambangan timah terhadap sosial ekonomi, dimana yang dianalisis antara lain sebagai berikut: 1.
Analisis Deskriptif Analisis deskriptif (Deskriftive Analysis) diartikan sebagai analisis untuk
menjelaskan dan menggambarkan suatu kondisi dari objek yang dikaji. Analisis deskriptif dilakukan dengan cara mengumpulkan berbagai informasi terkait kegiatan pertambangan timah di Kecamatan Koba dan dampaknya terhadap masyarakat sekitar baik dampak sosial, dan ekonomi, serta strategi pengelolaan dampak. Untuk mengumpulkan data yang dibutuhkan digunakan metode triangulasi yang merupakan perpaduan antara studi literatur, observasi lapangan, dan penyebaran kuisioner. Observasi lapangan dilakukan untuk mencocokkan beberapa data yang diperoleh dari hasil studi literatur dengan kenyataan yang terjadi di lapangan. Sedangkan penyebaran kuisioner dilakukan untuk menjaring informasi dari masyarakat terutama persepsinya dalam kegiatan pertambangan timah di wilayahnya dan dampak yang ditimbulkannya. a. Data kualitatif dan kuantitatif akan dianalisa melalui pendekatan isi dan kedalaman
menterjemahkan
suatu
fenomena
berdasarkan
standar
persentase. b. Sedangkan data kuantitatif akan dikategorikan, diklasifikasi dan diolah sebagai dasar pengukuran dan analisis untuk memberikan penjelasan dan penilaian terkait dengan dampak penambangan timah di Kecamatan Koba baik yang bersifat pengembangan sosial-ekonomi masyarakat maupun yang bersifat ancaman kerusakan lingkungan.
22
Data sekunder yang diperoleh akan dijadikan sebagai data menganalisa dampak penambangan timah di Kecamatan Koba. mengenai data kondisi sosial ekonomi, meliputi :
1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), menggunakan rumus : TPAK
∑
100% ∑ PUK
2. Kesempatan Kerja (KK) menggunakan rumus : KK
∑
100% ∑ AK
3. Pendapatan per kapita ( PPK) menggunakan rumus : PPK
ART
Keterangan : AK = Angkatan Kerja (PUK yang bekerja dan mencari pekerjaan) PUK = Penduduk Usia Ke~a (Penduduk berusia 15 tahun ke atas) PRT = Pendapatan rata-rata per rumah tangga ART = Rata-rata jumlah anggota rumah tangga (RT)
4. Sikap dan persepsi masyarakat di sekitar perusahaan di lakukan survey lapangan dengan melakukan wawancana dan pengisian kuisioner terhadap responden sampel.
2.
Analisis Valuasi Ekonomi Valuasi ekonomi merupakan usaha melakukan penilaian manfaat secara
ekonomis, yang biasanya diterapkan dalam konteks pengelolaan sumberdaya alam. Bukan wacana baru, jika valuasi ekonomi diterapkan dalam pengelolaan sumberdaya alam, mengingat pemanfataan sumberdaya alam memiliki nilai guna langsung yang menghasilkan nilai ekonomis atau nilai finansial, disamping valuasi ekonomi berbasis pelestarian terutama di kawasan konservasi. Penelitian ini menggunakan valuasi ekonomi untuk mengetahui harga-harga dasar yang dirasakan secara langsung akibat dari pertambangan timah terhadap kegiatan ekonomi masyarakat Kecamatan Koba.
23
1. Nilai lingkungan diukur dengan rupiah a. Rupiah diterima secara universal sebagai alat ukur nilai ekonomi Keinginan masyarakat untuk membayar (willingness to pay=WTP) sebanding dengan kualitas barang/layanan yang akan diterima b. Nilai ekonomi dari lingkungan tidak berarti barang/layanan lingkungan tsb dijual di pasaran Mengukur WTP masyarakat untuk memperoleh kualitas lingkungan tertentu. 2. Nilai lingkungan diukur dengan manfaat lain (bukan dengan rupiah) a. Investasi lingkungan diukur dari urutan/prioritas manfaat yang akan diperoleh b. Memaksimalkan nilai lingkungan yang akan diperoleh c. Metode ini lebih sederhana sehingga lebih banyak digunakan
24
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pertambangan Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian,
penambangan (penggalian), pengolahan, pemanfaatan dan penjualan bahan galian (mineral, batubara, panas bumi, migas, bijih timah). Paradigma baru kegiatan industri pertambangan ialah mengacu pada konsep Pertambangan yang berwawasan Lingkungan dan berkelanjutan, yang meliputi : • Penyelidikan Umum (prospecting) • Eksplorasi : eksplorasi pendahuluan, eksplorasi rinci • Studi kelayakan : teknik, ekonomik, lingkungan (termasuk studi amdal) • Persiapan produksi (development, construction) • Penambangan (Pembongkaran, Pemuatan,Pengangkutan, Penimbunan) • Reklamasi dan Pengelolaan Lingkungan • Pengolahan (mineral dressing) • Pemurnian / metalurgi ekstraksi • Pemasaran • Corporate Social Responsibility (CSR) • Pengakhiran Tambang (Mine Closure)
Ilmu Pertambangan : ialah ilmu yang mempelajari secara teori dan praktik halhal yang berkaitan dengan industri pertambangan berdasarkan prinsip praktik pertambangan yang baik dan benar (good mining practice). Menurut UU No.11 Tahun 1967, bahan tambang tergolong menjadi 3 jenis, yakni Golongan A (yang disebut sebagai bahan strategis), Golongan B (bahan vital), dan Golongan C (bahan tidak strategis dan tidak vital). Bahan Golongan A merupakan barang yang penting bagi pertahanan, keamanan dan strategis untuk menjamin perekonomian negara dan sebagian besar hanya diizinkan untuk dimiliki oleh pihak pemerintah, contohnya minyak, uranium dan plutonium. Sementara, Bahan Golongan B dapat menjamin hayat hidup orang banyak, contohnya emas, perak, besi dan tembaga. Bahan Golongan C adalah bahan yang tidak dianggap
25
langsung mempengaruhi hayat hidup orang banyak, contohnya garam, pasir, marmer, batu kapur dan asbes. Industri pertambangan. Kegiatan pertambangan memerlukan pembukaan lahan yang luas, bahan kimia yang digunakan dalam proses pernambangan seingkali menyebabkan polusi dengan skala besar terhadap lingkungan. Pertambangan mengacu pada proses ekstrasi logam dan mineral dari bumi yang dapat menghasilan emas, perak, berlian besi, batu bara, dan uranium. Pertambangan menuai keuntungan besar bagi perusahan yang memilikinya dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi sejumlah orang, hal ini tentu memberikan sumber pendapatan besar bagi pemerintah. Akan tetapi kegiatan pertambangan yang mengunakan alat-alat berat, peledakan, pengupasan top soil, pengerukan, akan memberikan kerusakan permanen pada pohon, burung dan hewan, senyawa-senyawa yang beracun yang dihasilkan dan digunakan untuk memisahkan hasil tambang dari sedimen dan tanah. Merkuri yang dilepaskan ke sungai ini akan memasuki rantai makanan melalui hewan air, mereka yang mngonsumsi ikan lebih memiliki resiko besar menelan racun tersebut, untuk lebih jelas mengenai parameter senyawa kimia yang terdapat di pertambangan dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tambang Batubara
Tabel 2.1 Parameter Unsur untuk Masing-masing Tambang Tambang Emas Tambang Timah
• Merkuri (Hg)
• Merkuri (Hg)
• Belerang (S) • Asam Sianida (HCN)
• • • •
Asam Sianida (HCN) Arsen (As) Kadmium (Cd) Timbal (Pb)
• Merkuri (Hg) • • • • • •
Asam Sianida (HCN) Arsen (As) Kadmium (Cd) Timbal (Pb) tembaga (Cu) seng (Zn)
Tambang Nikel
• Merkuri (Hg) • • • • • • •
Asam Sianida (HCN) Arsen (As) Kadmium (Cd) Timbal (Pb) tembaga (Cu) seng (Zn) Nikel (Ni)
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hampir seluruh kegiatan pertambangan yang ada di Indonesia memiliki unsur logam yang hampir sama, di provinsi Bangka belitung terutama Kecamatan Koba, Bangka Tengah berpotensi pertambangan timah yang sudah dilakukan sejak jaman dahulu.
2.2
Metode dan proses Pertambangan Timah Timah merupakan sumber daya alam utama pulau Bangka Belitung sejak
lama. Besarnya kandungan biji timah di daerah ini merupakan yang terbesar dari
26
beberapa daerah lain di Indonesia. Bahkan untuk di dunia, produksi timah asal Indonesia sangat mempengaruhi harga pasar dunia. Didalam
sejarah penambangan
timah,
telah
banyak
mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Proses penambangan timah pun kian efektif dan efesien berkat kemajuan teknologi pertambangan. Secara umum proses penambangan timah terdiri dari beberapa tahapan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar bagan dibawah ini : Pengolah an biji timah sekunder
Pengupa san tanah
Pengambil an bijih timah : -semprot Keruk -alat berat
Penggalian dan penimbunan
Pengangkuta n konsentrat dengan
Pengolah an biji timah Peleburan dan permurnian
Pembentuk an permukaan
Pembentuka n permukaan timbunan
Penanaman kembali (revegetasi
Penutup an tambang
Gambar 2.1 Bagan proses penambangan timah Sumber : Evaluasi lingkungan hidup akibat kegiatan tambang
Proses penambangan timah terdiri dari beberapa tahapan yang dilakukan secara menyeluruh oleh PT. TIMAH yang disebut dengan Penambangan Timah Terpadu diantaranya sebagai tersebut: 1.
Eksplorasi (exploration) Eksplorasi merupakan kegiatan kajian dan analisa sistematis guna mengetahui seberapa besar cadangan biji timah yang terkandung. Didalam operasional
kegiatan
eksplorasi
seperti surveyor (pemetaan
melibatkan
awal), sumur
beberapa
bor/small
komponen
bore (mengambil
27
sample timah dengan teknik bor tanah), lab analisis, hingga pemetaan akhir geologis (geological map). Proses
eksplorasi
sangat
menentukan
berjalannya
suatu
proses
penambangan timah. Karena dari tahap inilah muncul data peta geologis secara lengkap sebagai panduan utama dalam kebijakan penambangan timah. Sehingga proses selanjutnya dapat ditempuh dengan berbagai analisa
operasional
yang
baik,
termasuk
rencana
anggaran
dan
sebagainya. 2.
Operasional Penambangan ( mining ) Didalam proses penambangan timah dikenal 2 jenis penambangan yang dikenal di Bangka Belitung. a. Penambangan Lepas Pantai Pada
kegiatan
penambangan
lepas
pantai,
perusahaan
mengoperasikan armada kapal keruk untuk operasi produksi di daerah lepas pantai (off shore). Armada kapal keruk mempunyai kapasitas mangkok (bucket) mulai dari ukuran 7 cuft sampai dengan 24 cuft. Kapal keruk dapat beroperasi mulai dari kedalaman 15 meter sampai 50 meter di bawah permukaan laut dan mampu menggali lebih dari 3,5 juta meter kubik material setiap bulan. Setiap kapal keruk dioperasikan oleh karyawan yang berjumlah lebih dari 100 karyawan yang waktu bekerjanya terbagi atas 3 kelompok dalam 24 jam sepanjang tahun. Hasil produksi bijih timah dari kapal keruk diproses di instalasi pencucian untuk mendapatkan kadar minimal 30% Sn dan diangkut dengan kapal tongkang untuk dibawa ke Pusat Pengolahan Bijih Timah (PPBT) untuk dipisahkan dari mineral ikutan lainnya selain bijih timah dan ditingkatkan kadarnya hingga mencapai persyaratan peleburan yaitu minimal 70-72% Sn b. Penambangan Darat Penambangan darat dilakukan di wilayah daratan pulau Bangka Belitung, tentunya system operasional yang digunakan tidaklah sama seperti pada wilayah lepas pantai. Proses penambangan timah alluvial menggunakan pompa semprot (gravel pump). Setiap kontraktor atau mitra
usaha
melakukan
kegiatan
penambangan
berdasarkan
28
perencanaan yang diberikan oleh perusahaan dengan memberikan peta cadangan yang telah dilakukan pemboran untuk mengetahui kekayaan dari cadangan tersebut dan mengarahkan agar sesuai dengan pedoman atau prosedur pengelolaan lingkungan hidup dan keselamatan kerja di lapangan. Hasil produksi dari mitra usaha dibeli oleh perusahaan sesuai harga yang telah disepakati dalam Surat Perjanjian Kerja Sama. Pada daerah tertentu, penambangan timah darat menghasilkan wilayah sungai besar yang disebut dengan kolong/danau. Kolong /danau itulah merupakan inti utama cara kerja penambangan darat, karena pola kerja penambangan
darat
sangat
tergantung
pada
pengelolaan
dan
pemanfaatan sumber daya air dalam jumlah besar. Sehingga bila kita lihat dari udara, penambangan timah darat selalu menimbulkan genangan ari dalam jumlah besar seperti danau dan tampak berlobanglobang besar. Produksi penambangan darat yang berada di wilayah Kuasa Pertambangan (KP) perusahaan dilaksanakan oleh kontraktor swasta yang merupakan mitra usaha dibawah kendali perusahaan. Hampir 80% dari total produksi perusahaan berasal dari penambangan di darat mulai dari Tambang Skala Kecil berkapasitas 20 m3/jam sampai dengan Tambang Besar berkapasitas 100 m3/jam. Produksi penambangan timah menghasilkan bijih pasir timah dengan kadar tertentu, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 2.2 Penambangan Timah (a) Lepas Pantai (laut lepas) (b) timah darat Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
3.
Pengolahan (smelting) Untuk meningkatkan kadar bijih timah atau konsentrat yang berkadar rendah,
bijih
Timah (Washing
timah
tersebut
Plant). Melalui
diproses proses
di
Pusat
tersebut
Pencucian
bijih
timah
Bijih dapat
29
ditingkatkan kadar (grade) Sn-nya dari 20 – 30% Sn menjadi 72 % Sn untuk memenuhi persyaratan peleburan. Proses peningkatan kadar bijih timah yang berasal dari penambangan di laut maupun di darat diperlukan untuk mendapatkan produk akhir berupa logam timah berkualitas
dengan
kadar
Sn
yang
tinggi
dengan
kandungan
pengotor (impurities) yang rendah.
Gambar 2.3 Salah satu proses dalam Pengolahan Timah Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
4.
Peleburan (refining) Proses peleburan merupakan proses melebur bijih timah menjadi logam Timah. Untuk mendapatkan logam timah dengan kualitas yang lebih tinggi, maka harus dilakukan proses pemurnian terlebih dahulu dengan menggunakan suatu alat pemurnian yang disebut crystallizer. Produk yang dihasilkan berupa logam timah dalam bentuk balok atau batangan dengan skala berat antara 16 kg sampai dengan 26 kg per batang. Produk yang dihasilkan juga dapat dibentuk sesuai permintaan pelanggan (customize) dan
mempunyai
merek
dagang
yang
terdaftar
di London
Metal
Exchange (LME).
Gambar 2.4 Kegiatan Proses Peleburan Timah Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
30
5.
Distribusi Dan Pemasaran (marketing) Kegiatan pemasaran mencakup kegiatan penjualan dan pendistribusian logam timah.Pendistribusian logam timah hampir 95% dilaksanakan untuk memenuhi pasar di luar negeri atau ekspor dan sebesar 5% untuk memenuhi pasar domestik. Negara tujuan ekspor logam Timah antara lain adalah wilayah Asia Pasifik yang meliputi Jepang, Korea, Taiwan, Cina dan Singapura, wilayah Eropa meliputi Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol dan Italia serta Amerika dan Kanada. Pendistribusian dilaksanakan melalui pelabuhan di Singapura untuk ekspor sedangkan untuk domestik dilaksanakan secara langsung dan melalui gudang di Jakarta. Tipe pembeli logam timah dapat dikelompokkan atas pengguna langsung (end user) seperti pabrik atau industri solder serta industri pelat timah serta pedagang besar (trader). Produk yang dihasilkan mempunyai kualitas yang telah diterima oleh pasar internasional dan terdaftar dalam pasar bursa logam di London (London Metal Exchange). Kualitas setiap produk yang dihasilkan oleh perusahaan dijamin dengan sertifikat produk (weight and analysis certificate) yang berstandar internasional dan berpedoman kepada standar
produk
yang
ditetapkan
oleh London
Metal
Exchange
(LME) sehingga dapat diperdagangkan sebagai komoditi di pasar bursa logam. Jenis-jenis produk yang diproduksi oleh PT Tambang Timah dibedakan atas kualitas dan bentuknya. A. Berdasarkan kualitas produk dapat dibedakan atas: •
Banka Tin (kadar Sn 99.9%)
•
Mentok Tin (kadar Sn 99,85%)
•
Banka Low Lead (Banka LL) terdiri atas Banka LL100ppm, Banka LL50ppm, Banka LL40ppm, Banka LL80ppm, Banka LL200ppm
•
Tin Alloy, dalam bentuk babbit (kadar Sn 80-88 %) dan Pewter (kadar Sn 91-95 %)
•
Tin Solder, produk solder (info lebih lanjut dapat dilihat di situs resmi PT.TIMAH.)
31
B. Berdasarkan bentuk dapat dibedakan atas: •
Banka Small Ingot
•
Banka Tin Shot
•
Banka Pyramid
•
Banka Anoda
Contoh gambar produk produksi diantaranya dapat dilihat pada gambar:
Gambar 2.5 Jenis produk dari timah Sumber : http://maulanusantara.wordpress.com/2010/12/08/proses-penambangan-timah-di-bangka-belitung/
2.3
Dampak Pertambangan Dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, dampak lingkungan didefinisikan sebagai suatu perubahan lingkungan hidup yang diakibatkan oleh suatu dan atau kegiatan. Sementara itu, Soemarwoto (2005) mendefinisikan dampak sebagai suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas di mana aktivitas tersebut dapat bersifat alamiah, baik kimia, fisik, dan biologi. Lebih lanjut didefinisikan dampak pembangunan terhadap lingkungan adalah perbedaan antara kondisi lingkungan sebelum ada pembangunan dan yang diperkirakan akan ada setelah ada
pembangunan.
Pembangunan
yang
dimaksud
termasuk
kegiatan
penambangan timah yang dapat menimbulkan dampak terhadap lingkungan secara umum. Manusia
dalam
mempertahankan
hidupnya
akan
mengelola
dan
memanfaatkan alam sebagai sumber makanan, pakaian, tempat tinggal, dan berbagai kebutuhan pendukung lainnya yang dibutuhkan secara terus-menerus
32
untuk tetap eksis dan melahirkan suatu peradaban. Segala aktivitas manusia dalam mengelola alam memiliki manfaat langsung terhadap ketersediaan dan pemenuhan kebutuhan serta kesejahteraan hidup manusia yang diperoleh dari alam. Namun hal lain yang juga sering timbul secara bersamaan atau dapat muncul
dikemudian
hari
adalah
dampak
terhadap
pemanfaatan
alam.
Kemampuan manusia yang semakin maju disetiap zamannya dalam mengelola alam, bukan mustahil mengakibatkan terjadinya kerusakan alam. Apalagi kepadatan penduduk yang semakin meningkat, eksploitasi secara besar-besaran terhadap alam tak dapat dihindari. Salah satu contoh kebutuhan hidup manusia yang juga begitu penting tapi sarat terhadap kerusakan adalah bidang pertambangan. Akan tetapi berbeda dengan sumbangannya yang besar tersebut, lahanlahan tempat ditemukannya bahan tambang akan mengalami perubahan lanskap yang radikal dan dampak lingkungan yang signifikan pada saat bahan-bahan tambang dieksploitasi (Iskandar, 2008). Pertambangan
merupakan
salah
satu
aktivitas
manusia
dalam
memanfaatkan sumberdaya alam yang telah dimulai sejak dahulu dan berlanjut hingga sekarang. Keuntungan yang diperoleh dari aktivitas ini memang sangat besar, khususnya dalam aspek ekonomi. Kendati demikian kerugian yang akan muncul adalah lebih besar dari keuntungan yang telah diperoleh, jika dampak kerusakan yang ditimbulkan dibiarkan tanpa upaya perbaikan. Menurut Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 tahun 2010 yang dimaksud dengan pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi,
studi
kelayakan,
konstruksi,
penambangan
dan
pemurnian,
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok Pertambangan, Bagian Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 disebutkan bahwa pembagian bahan-bahan galian (bahan tambang) terdiri dari: a. Golongan bahan galian yang strategis atau golongan A berarti strategis untuk pertahanan dan keamanan serta perekonomian Negara. Seperti; minyak bumi, aspal dan lain-lain.
33
b. Golongan bahan galian vital atau golongan B berarti menjamin hajat hidup orang banyak seperti; emas, besi, pasir besi, dan lain-lain. c. Golongan bahan yang tidak termasuk dalam golongan A dan B yakni; galian C yang sifatnya tidak langsung memerlukan pasaran yang bersifat internasional, seperti nitrat, asbes, batu apung, batu kali, pasir, tras, dampal dan lain-lain. Bahan tambang umumnya berada di/dekat permukaan atau jauh di bawah permukaan bumi. Keduanya tertimbun oleh batuan dan tanah di atasnya (Iskandar, 2008). Proses pengambilan bahan tambang pada umumnya dikenal dengan cara penambangan terbuka (surface mining) dan penambangan bawah tanah (underground mining). Masing-masing jenis penambangan memiliki metode yang berbeda dalam mengambil bahan tambang dan potensi kerusakan yang akan ditimbulkannya pun tentunya berbeda. Pada umumnya proses pembukaan lahan tambang dimulai dengan pembersihan lahan (land clearing) yaitu menyingkirkan dan menghilangkan penutup lahan berupa vegetasi kemudian dilanjutkan dengan penggalian dan pengupasan tanah bagian atas (top soil) atau dikenal sebagai tanah pucuk. Setelah itu dilanjutkan kemudian dengan pengupasan batuan penutup (overburden), tergantung pada kedalaman bahan tambang berada. Proses tersebut secara nyata akan merubah bentuk topografi dari suatu lahan, baik dari lahan yg berbukit menjadi datar maupun membentuk lubang besar dan dalam pada permukaan lahan khususnya terjadi pada jenis surface mining. Setelah didapatkan bahan tambang maka dilakukanlah proses pengolahan. Proses pengolahan dilakukan untuk memisahkan bahan tambang utama dengan berbagai metode hingga didapatkan hasil yang berkualitas. Pada proses pemisahan ini kemudian menghasilkan limbah yang disebut tailing. Tailing adalah satu jenis limbah yang dihasilkan oleh kegiatan tambang dan kehadirannya dalam dunia pertambangan tidak bisa dihindari. Sebagai limbah sisa pengolahan batuan-batuan yang mengandung mineral, tailing umumnya masih mengandung mineral-mineral berharga. Kandungan mineral pada tailing tersebut disebabkan karena pengolahan bijih untuk memperoleh mineral yang dapat dimanfaatkan pada industri pertambangan tidak akan mencapai perolehan (recovery) 100% (Pohan, dkk, 2007).
34
Proses akhir dari aktivitas pertambangan adalah kegiatan pascatambang yang terdiri dari reklamasi dan penutupan tambang (mining closure). Setiap perusahaan tambang wajib melakukan hal tersebut sebagaimana telah diatur oleh pemerintah (Peraturan Menteri Energi dan Sumberdaya Mineral Nomor 18 tahun 2008). 2.3.1 Kerusakan Lahan Akibat Aktivitas Pertambangan Kerusakan lahan akibat pertambangan dapat terjadi selama kegiatan pertambangan maupun pasca pertambangan. Dampak yang ditimbulkan akan berbeda pada setiap jenis pertambangan, tergantung pada metode dan teknologi yang digunakan (Direktorat Sumber Daya Mineral dan Pertambangan, 2003). Kebanyakan kerusakan lahan yang terjadi disebabkan oleh perusahaan tambang yang menyimpang dari ketentuan yang berlaku dan adanya penambangan tanpa izin (PETI) yang melakukan proses penambangan secara liar dan tidak ramah lingkungan (Kementerian Lingkungan Hidup, 2002). Semakin besar skala kegiatan pertambangan, makin besar pula areal dampak yang ditimbulkan. Perubahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dapat bersifat permanen, atau tidak dapat dikembalikan kepada keadaan semula (Dyahwanti, 2007). Secara umum kerusakan lahan yang terjadi akibat aktivitas pertambangan antara lain: 1.
Perubahan vegetasi penutup Proses
land
clearing
pada
saat
operasi
pertambangan
dimulai
menghasilkan dampak lingkungan yang sangat signifikan yaitu hilangnya vegetasi alami. Apalagi kegiatan pertambangan yang dilakukan di dalam kawasan hutan lindung. Hilangnya vegetasi akan berdampak pada perubahan iklim mikro, keanekaragaman hayati (biodiversity) dan habitat satwa menjadi berkurang. Tanpa vegetasi lahan menjadi terbuka dan akan memperbesar erosi dan sedimentasi pada saat musim hujan.
35
Gambar 2.6 Proses land clearing yang mengakibatkan hilangnya vegetasi alami Sumber : www.google.com
2.
Perubahan topografi Pengupasan tanah pucuk mengakibatkan perubahan topografi pada
daerah tambang. Areal yang berubah umumnya lebih luas dari dari lubang tambang karena digunakan untuk menumpuk hasil galian (tanah pucuk dan overburden) dan pembangunan infrastruktur. Hal ini sering menjadi masalah pada perusahaan tambang kecil karena keterbatasan lahan (Iskandar, 2010). Seperti halnya dampak hilangnya vegetasi, perubahan topografi yang tidak teratur atau membentuk lereng yang curam akan memperbesar laju aliran permukaan dan meningkatkan erosi. Kondisi bentang alam/topografi yang membutuhkan waktu lama untuk terbentuk, dalam sekejap dapat berubah akibat aktivitas pertambangan dan akan sulit dikembalikan dalam keadaan yang semula. 3.
Perubahan pola hidrologi Kondisi hidrologi daerah sekitar tambang terbuka mengalami perubahan
akibatnya hilangnya vegetasi yang merupakan salah satu kunci dalam siklus hidrologi. Ditambah lagi pada sistem penambangan terbuka saat beroperasi, air dipompa lewat sumur-sumur bor untuk mengeringkan areal yang dieksploitasi untuk memudahkan pengambilan bahan tambang. Setelah tambang tidak beroperasi, aktivitas sumur pompa dihentikan maka tinggi muka air tanah (ground water table) berubah yang mengindikasikan pengurangan cadangan air tanah untuk keperluan lain dan berpotensi tercemarnya badan air akibat
36
tersingkapnya batuan yang mengandung sulfida sehingga kualitasnya menurun (Ptacek, et.al, 2001). 4.
Kerusakan tubuh tanah Kerusakan tubuh tanah dapat terjadi pada saat pengupasan dan
penimbunan kembali tanah pucuk untuk proses reklamasi. Kerusakan terjadi diakibatkan tercampurnya tubuh tanah (top soil dan sub soil) secara tidak teratur sehingga akan mengganggu kesuburan fisik, kimia, dan biolagi tanah (Iskandar, 2010). Hal ini tentunya membuat tanah sebagai media tumbuh tak dapat berfungsi dengan baik bagi tanaman nantinya dan tanpa adanya vegetasi penutup akan membuatnya rentan terhadap erosi baik oleh hujan maupun angin. Pattimahu (2004) menambahkan bahwa terkikisnya lapisan topsoil dan serasah sebagai sumber karbon untuk menyokong kelangsungan hidup mikroba tanah potensial, merupakan salah satu penyebab utama menurunnya populasi dan aktifitas mikroba tanah yang berfungsi penting dalam penyediaan unsur-unsur hara dan secara tidak langsung mempengaruhi kehidupan tanaman. Selain itu dengan mobilitas operasi alat berat di atas tanah mengakibatkan terjadinya pemadatan tanah. Kondisi tanah yang kompak karena pemadatan menyebabkan buruknya sistem tata air (water infiltration and percolation) dan peredaran udara (aerasi) yang secara langsung dapat membawa dampak terhadap fungsi dan perkembangan akar. Proses pengupasan tanah dan batuan yang menutupi bahan tambang juga akan berdampak pada kerusakan tubuh tanah dan lingkungan sekitarnya. Menurut Suprapto (2008a) membongkar dan memindahkan batuan mengandung sulfida (overburden) menyebabkan terbukanya mineral sulfida terhadap udara bebas. Pada kondisi terekspos pada udara bebas mineral sulfida akan teroksidasi dan terlarutkan dalam air membentuk Air Asam Tambang (AAT). AAT berpotensi melarutkan logam yang terlewati sehingga membentuk aliran mengandung bahan beracun berbahaya yang akan menurunkan kualitas lingkungan. Sementara itu proses pengolahan bijih mineral dari hasil tambang yang menghasilkan limbah tailing juga berpotensi mengandung bahan pembentuk asam
(Suprapto,
2008b),
sehingga
akan
merusak
lingkungan
karena
keberadaannya yang bisa jauh ke luar arel tambang.
37
Gambar 2.7 (a) Pencemaran AAT dan pengendapan tailing ke sungai yang mempengaruhi daerah di luar areal tambang, (b) Pengendapan tailing Sumber : www.google.com
Dalam studi yang dilakukan sekarang yaitu mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan timah di Kecamatan Koba. Dalam mengidentifikasi
dampak
mengenai
kegiatan
pertambangan
timah
ini
dikelompokkan menjadi dua, yaitu dampak penambangan timah terhadap fisik lingkungan dan dampak penambangan timah terhadap sosial ekonomi di wilayah tersebut. Dampak
penambangan
timah
berarti
perubahan
lingkungan
yang
disebabkan oleh kegiatan usaha eksploitasi timah baik perubahan sosial, ekonomi, budaya, kesehatan maupun lingkungan alam. Kegiatan penambangan timah bisa memberikan dampak positif bila perubahan yang ditimbulkannya menguntungkan tetapi bisa menjadi dampak buruk, jika merugikan, mencemari, dan merusak lingkungan hidup. Dampak yang diakibatkan oleh penambangan timah menjadi penting bila terjadi perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar. Adapun kriteria dampak penting, yaitu : a. jumlah manusia yang akan kena dampak; b. luas wilayah penyebaran dampak; c. intensitas dan lamanya dampak berlangsung; d. banyaknya komponen lingkungan yang terkena dampak; e. sifat komulatif dampak; dan 38
f.
berbalik (reversible) atau tidak berbalik (ireversible) dampak.
2.3.2 Dampak Penambangan Timah terhadap Fisik Lingkungan Konsekuensi dari sebuah pembangunan akan dapat membawa dampak negatif serta dampak positif (manfaat) terhadap lingkungan. Semua manusia berkeinginan bahwa adanya sebuah kegiatan (usaha) atau pembangunan akan dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat dan mengelolah dampak dengan sebaik-baiknya sehingga dapat diminimalisir sehingga kehadiran usaha atau pembangunan tersebut dapat berhasil guna bagi semua mahluk hidup (manusia, flora dan fauna, air, tanah dan ekosistem lainnya). Konsep dasar pengelolaan pertambangan bahan galian berharga dari lapisan bumi hingga saat ini tidak banyak berubah, yang berubah hanyalah skala kegiatannya hal ini juga terjadi di Kecamatan Koba Kabupaten Bangka Tengah. Kondisi riil di lapangan menunjukkan bahwa perkembangan teknologi mekanisasi pengelolaan pertambangan menyebabkan semakin luas dan semakin dalam pencapaian lapisan bumi jauh di bawah permukaan tanah sehingga membawa dampak terhadap pencemaran air permukaan dan air tanah. Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan usaha yang kompleks dan sangat rumit, sarat risiko, merupakan kegiatan usaha jangka panjang, melibatkan teknologi tinggi, padat modal, dan membutuhkan aturan regulasi yang dikeluarkan oleh beberapa sektor. Selain itu, kegiatan pertambangan mempunyai daya ubah lingkungan yang besar sehingga memerlukan perencanaan total yang matang sejak tahap awal sampai pasca tambang. Seharusnya pada saat membuka tambang, sudah harus difahami bagaimana menutup tambang yang menyesuaikan dengan tata guna lahan pasca tambang sehingga proses rehabilitasi/reklamasi tambang bersifat progresif, sesuai rencana tata guna lahan pasca tambang. Dasar rencana dan implementasi seperti ini, harus dilakukan di menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada lahan pasca tambang. Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya,
tanpa
adanya
upaya
mereklamasi.
Dengan
luasan
wilayah
penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan.
39
Kegiatan pertambangan inkonvensional timah di Pulau Bangka dalam setahun terakhir makin memprihatinkan. Seiring dengan itu pembangunan smelter (pabrik pengolahan menjadi timah balok) juga mengalami peningkatan sangat
tajam.
Meruyaknya
smelter
menjadi
ancaman
besar
terjadinya
pencemaran lingkungan. Hal ini dikarenakan smelter-smelter baru tersebut kurang
mempertimbangkan
sisi
lingkungan.
Kerusakan
akibat
kegiatan
penambangan ilegal dengan mudah ditemukan, seperti : 1.
Lubang Tambang Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara
terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak terpantau
akibat
lemahnya
sistem
pemantauan
perusahaan-perusahaan
pertambangan tersebut. Di pulau Bangka dan Belitung banyak di jumpai lubanglubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya. a. Terbentuknya Kolong Terbentuknya Kolong di darat, bukan terbentuk dari alam seperti halnya danau danau di daerah lain namun itulah hasil akhir dari penambangan timah yang tidak terkoordinasi dan bersifat ilegal biasanya membuat pelaku usaha meninggalkan lahan yang mereka kerjakan karena sudah tidak produkti dalam bentuk kolong seperti seseorang yang sedang membuat kolam tapi dengan ukuran 10 sampai 1000 kali lebih besar dari kolam biasa, apa dampak yang terjadi dari pembentukan kolong ini; ·
kolong akan menampung air dari hujan atau dari daerah yang lebih tinggi namun tidak dapat mengalirkannya kembali kedataran rendah secara baik sehingga pada saat curah hujan meningkat air yang tidak dapat tertampung akan meluap ke pemukiman warga setempat dan infrastruktur lainnya contohnya seperti jalan akan lebih mudah rusak,
·
akibat genangan air di kolong dan sedikitnya habitat mahluk hidup di tempat tersebut membuat perkembangan nyamuk demam berdarah
40
meningkat lebih banyak, ini telah dibuktikan dengan banyaknya jumlah penderita demam berdarah yang jumlahnya terus meningkat, ·
sumur gali milik warga yang kurang begitu dalam akan sangat terganggu dalam hal volume air dan kualitas jika di sekitar sumur tersebut ada aktivitas penambangan timah, karna penambangan timah umumnya menggali tanah dengan kedalaman antara 8-20 meter,
·
kolong kolong dibangka memiliki sisa endapan logam dan lumpur yang dapat menyebabkan kematian bagi masyarakat setempat, karna , anak anak, remaja dan dewasa sering menggunakkanya sebagai sarana tempat bermain dan berenang. saat ini sudah banyak terjadi warga tenggelam dan meninggal di kolong,
·
memang keberadaan kolong ini sering kali dimanfaatkan warga sekitar untuk MCK sebagi pengganti sungai yang terkontaminasi, tanpa di sadari unsur mineral logam dan asam yang belum mengendap dapat menjadi racun dan memiliki tingkat radiasi yang tinggi hal ini juga bisa menjadi pemicu tingginya penderita kanker.
b. Rusaknya Ekosistem di Darat Rusaknya Ekosistem di Darat, lokasi penambangan
dimulai dari bibir
pantai hingga hutan produksi dan tidak sedikit hutan lindung/ konservasi menjadi target mereka entah itu dikerjakan secara legal ataupun ilegal, jadi sudah hampir setengah dari luas hutan di pulau bangka sekarang menjadi daratan pasir, membuat kayu jenis Garu, Meranti, seruk dsb menjadi sangat langka. Saat ini efek global warming pun sudah sangat terasa di pulau Bangka, kegiatan usaha ini juga banyak menyebabkan daerah aliran sungai (DAS) mengalami pendangkalan akibat dari sisa lumpur tanah yang dibuang ke sungai selanjutnya akan menjadi salah satu pemicu terjadinya banjir, dan tidak sedikit pula berakibat hilangnya anak sungai
karena telah
dibendung dan ditutup sebagai salah satu upaya dalam kegiatan penambangan ini. c. Rusaknya Ekosistem di Laut, Rusaknya Ekosistem di Laut, Tak ada Kayu Karet Kayu Meranti Pun Jadi, seperti itulah keadaan pelaku usaha pertambangan di Pulau Bangka, didarat sudah sulit menemukan lahan yang berpotensi memiliki
41
kandungan timah akhirnya mereka berhijrah ke laut (ini hanya dilakukan oleh perusahaan bermodal besar/kira kira memiliki nilai investasi diatas 5 miliyar rupiah,
untuk masyarakat kecil hanya menggunakan alat-alat
sederhana. Dulu eksploitasi tambang laut dilakukan oleh PT.Timah dan Perusahaan swasta di bawah kendali PT. Timah di tambang dengan Kapal Keruk dan Kapal Hisap yang relatif jumlahnya masih kecil dan masih tertata dengan batas-batas yang telah ditentukan, namun sekarang jika kita memandang kelaut lepas dari sekeliling pantai di pulau bangka akan membuat kita sakit mata dan sakit hati, sepanjang mata memandang yang kita lihat hanyalah sekumpulan besar kapal-kapal hisap dan kapal keruk, keberadaan kapal kapal ini semakin tidak jelas apakah resmi atau tidak, yang pasti masyarakat kecil di Pulau Bangka tidak ikut menikmati sekaligus menghancurkan isi laut dalam hal ini. 2.
Air Asam Tambang Air
asam
tambang
mengandung
logam-logam
berat
berpotensi
menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat
alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Sebagai contoh,
pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahuntahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya. 3.
Tailing Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat
besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat
42
tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Akibat aktifitas liar ini, banyak program kehutanan dan pertanian tidak berjalan, karena tidak jelasnya alokasi atau penetapan wilayah TI. Aktivitas TI juga mengakibatkan pencemaran air permukaan dan perairan umum. Lahan menjadi tandus, kolong-kolong (lubang eks-tambang) tidak terawat, tidak adanya upaya reklamasi/ rehabilitasi pada lahan eks-tambang, terjadi abrasi pantai dan kerusakan cagar alam, yang untuk memulihkannya perlu waktu setidaknya 150 tahun secara suksesi alami. 4.
Kerusakan Hutan Legalitas
pemanfaatan
lahan
yang
tidak
berkelanjutan
dan
pengeksploitasian sumber daya alam yang berlebihan tanpa mengindahkan keseimbangan ekosistem merupakan salah satu pemicu kerusakan lingkungan di Bangka
Belitung.
Keadaan
ini
merupakan
imbas
dari
krisis
ekonomi
berkepanjangan yang berakibat pada krisis sosial. Selain itu pelaksanaan otonomi daerah yang kurang siap mengakibatkan eksploitasi sumberdaya yang tidak berkelanjutan. Pada akhirnya, aktifitas yang tidak lepas dari urusan ekosistem alam inipun membuat imbas berupa kerusakan lingkungan tatanan ekosistem pulau Bangka khususnya daerah yang mengalami degradasi kualitas dan kuantitas lahan yang telah mencakup luas ke beberapa aspek ekosistem Bangka pada umumnya, yakni khususnya wilayah hutan di Bumi Serumpun Sebalai ini. Tidak dapat dipungkiri bahwa kegiatan TI di Pulau Bangka telah memacu pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun, bukan hanya pertumbuhan ekonomi yang dihasilkan TI. Aktivitas pertambangan yang dilakukan secara sporadis dan massal itu juga mengakibatkan kerusakan lingkungan yang dahsyat. Sebagian besar penambang menggunakan peralatan besar sehingga dengan mudah mencabik-cabik permukaan tanah. Sisa pembuangan tanah dari TI menyebabkan pendangkalan sungai. Kerusakan yang ditimbulkan TI tidak hanya terjadi di lokasi penambangan wilayah daratan.
Seperti yang
diinformasikan sebelumnya,
bahwasanya
kerusakan alam bahkan terjadi hingga ke pantai (masyarakat Bangka menyebutnya TI Apung), tempat bermuara sungai-sungai yang membawa air dan lumpur dari lokasi TI. Di kawasan pantai, hutan bakau di sejumlah lokasi rusak akibat limbah penambangan TI. Selain itu di wilayah pesisir pantai, beroperasi
43
juga tambang rakyat menggunakan rakit, drum-drum bekas, mesin dongfeng dan pipa paralon, yang mengapung. Para buruh menyelam ke dasar laut, mengumpulkan sedikit demi sedikit timah. Bekas-bekas penambangan TI umumnya dibiarkan saja sebagaimana adanya,
tanpa
adanya
upaya
mereklamasi.
Dengan
luasan
wilayah
penambangan antara dua sampai lima hektar, bolong-bolong pada permukaan tanah yang mereka gali merupakan pemandangan yang tampak mengenaskan. Zulkiflimansyah (2007) menambahkan bahwa terdapat dampak lain selain lubang tambang dan air asam tambang yang langsung timbul dari kegiatan pertambangan seperti : a. berkurangnya debit air sungai dan tanah; b. pencemaran air; dan c. kerusakan hutan hingga erosi dan sedimentasi tanah. Dimana dampak ini masih menjadi masalah yang belum terpecahkan secara tuntas dari kegiatan Pertambangan selain bermanfaat terhadap peningkatan pendapatan prekonomian di Bangka Tengah, juga berdampak terhadap lingkungan, seperti : a. terjadinya perubahan topografi karena terbentuknya lubang-lubang besar bekas galian tambang; b. gangguan hidrologi; c. perubahan aliran permukaan; d. penurunan mutu udara dengan meningkatnya debu di udara; e. penurunan kesuburan tanah; dan f.
berkurangnya keanekaragaman flora dan fauna serta timbulnya masalah sosial di masyarakat sekitar lokasi penambangan.
2.3.3 Dampak Penambangan Timah terhadap Sosial dan Ekonomi Fenomena penambangan illegal di wilayah Bangka Belitung ini cukup memprihatinkan banyak kalangan tidak hanya pemerintah daerah saja. PT Timah Tbk sebagai BUMN terbesar di wilayah ini turut pula mengupayakan langkahlangkah dalam mengendalikan laju pertumbuhan kegiatan penambangan timah illegal ini.Karena bila kondisi tidak mendapat perhatian khusus, kegiatan yang awalnya hanya dilakukan oleh segelintir masyarakat untuk sekedar mencari
44
makan, akibat krisis ekonomi beberapa tahun lalu, akan berubah menjadi ancaman bagi lingkungan hidup dan kesejahteraan masyarakat Bangka Belitung sendiri. Kenapa tidak, awal perkembangan kegiatan tambang inkonvensional di Bangka Belitung ini tadinya merupakan pekerjaan sambilan bagi masyarakat dan dalam aktivitas penambangannya pun cenderung dilakukan dengan peralatan tambang seadanya. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat justru tidak demikian. Kegiatan penambangannya pun sudah menggunakan peralatan mesin yang memadai. Bahkan sebagian besar sudah mengarah kepada peralatan penambangan yang lengkap dan mahal seperti alat berat dan lain sebagainya. Akibat dari kegiatan penambangan tersebut menimbulkan dampak-dampak terhadap kegiatan sosial dan ekonomi masyarakat yang ada di sekitarnya, baik berupa dampak negatif, maupun dampak positif (manfaat). Untuk dampak negatif dari kegiatan pertambangan tersebut seperti: a. Hilangnya sebagian sejarah Bangka Hilangnya sebagian sejarah Bangka, dulu pulau bangka juga terkenal sebagai tempat singgah atau perniagaan dari bangsa china dan melayu itu terbukti dari banyaknya penemuan ratusan kapal karam berisi barang dagangan seperti perhiasan, guci, mangkok, piring dan lainnya yang diperkirakan berusia ratusan tahun, sekarang semenjak laut bangka di eksploitasi secara besar besaran menemukan sisa kerangka kapal saja sudah sulit karena telah ikut menjadi korban keganasan kapal keruk dan kapal hisap. b. Dampak Psikologis Dampak Psikologis untuk Anak Cucu masyarakat Bangka, Saat ini mungkin anak cucu kita tidak begitu mengerti akan apa yang sedang dialami oleh bumi tempat ia berpijak dan lahir, karena bagi masyarakat Bangka kedepannya akan sangat sulit untuk mengenalkan nama nama jenis pohon dan mahluk air di sekitar pantai kepada anak cucunya kelak dikarenakan pohon tersebut sudah tidak dapat lagi tumbuh di tanah yang
berpasir.
Dampak
dari
pertambangan
timah
darat
juga
mengakibatkan masyarakat harus membangun rumah dengan kayu
45
tidak berkelas seperti kayu Cempedak, Kelapa, Karet dsb, yang secara kualitas sangat mudah rapuh dan tidak tahan lama, karena kayu kayu tersebut umumnya sudah habis dibabat oleh alat-alat berat (PC) agar dapat lebih cepat membongkar isi perut bumi c. Kenaikan harga Sebuah Pulau seperti Bangka yang dikelilingi oleh lautan
sudah
seharusnya memiliki potensi dalam usaha pnangkapan ikan/nelayan, tapi itu dulu kini jumlah nelayan berkurang karena faktor ikan yang sulit dicari, biaya operasional yang membengkak karena harus menempuh perjalanan yang lebih lama dari biasanya, juga pemikiran nelayan merubah status pekerjaannya dari nelayan menjadi penambang timah laut. semua itu mengakibatkan naiknya semua harga jenis ikan. Selain nelayan yang berganti status pekerjaan, banyak lagi pekerja lainnya yang tergiur oleh penghasilan yang dihasilkan oleh pekerjaan tambang tersebut, sehingga membuat mereka berganti pekerjaan, seperti para petani, sehingga semakin sedikitnya tenaga muda untuk mengembangkan sektor pertanian, yang mengakibatkan produktivitas menurun dan kenaikan harga pangan. d. Konflik sosial Kegiatan pertambangan ini tidak hanya menarik minat masyarakat sekitar, bahkan menarik minat masyarakat yang berada di luar Pulau Bangka, banyak pendatang baru yang datang ke Bangka untuk kerja sebagai penambang timah, sehingga hal ini menyebabkan banyaknya persaingan antara penduduk asli dengan penduduk pendatang. Sehingga membuat terjadinya pertikaian antar sesame pekerja tambang. Selain itu konflik sosial terjadi juga disebabkan oleh pembebasan lahan tambang yang tidak sesuai, banyaknya tambang-tambang illegal yang tidak menggunakan izin bahkan menggunakan lahan mirik orang lain, sehingga sering terjadi konflik. e. Tingkat pendidikan rendah Banyaknya pekerja tambang di wilayah Bangka sebagian merupakan anak-anak yang belum lulus sekolah, banyak anak-anak yang berhenti sekolah dikarenakan tidak memiliki cukup uang untuk melanjutkan
46
sekolah dan besarnya penghasilan yang didapat dari kegiatan tambang tersebut. f.
Kurangnya partisipasi masyarakat Kegiatan partisipasi masyarakat di suatu wilayah sangat penting untuk menjalin keakraban dan meningkatkan rasa saling membantu antar sesama warga, dalam hal ini kegiatan pertambangan memberikan dampak negative antara lain, kurangnya rasa gotong royong antar sesame masryarakat, karena waktu kerja untuk para penambang baik di perusahaan ataupun tambang rakyat dilakukan sejak pagi hari sampai sore hari bahkan adanya kerja lembur adalah sebagai pemicu teradinya dampak keikutsertaan masyarakat untuk kegiatan kerja bakti semakin menurun.
Di samping itu dapat pula terjadi dampak diantaranya : a. munculnya berbagai jenis penyakit akibat menurunnya kualitas udara, b. meningkatnya kecelakaan lalu lintas, c. terjadinya konflik sosial saat pembebasan lahan. Melihat pertumbuhan produksi timah dari tahun ke tahun yang semakin besar, maka diperkirakan dalam jangka waktu 10 sampai 20 tahun ke depan deposit bijih timah ini akan habis yang dapat berdampak terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat sekitar terutama masyarakat yang menggantungkan kehidupannya pada kegiatan pertambangan, di mana mereka akan kehilangan mata pencaharian sebagai akibat dari berhentinya beroperasi kegiatan pertambangan. Selain dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan pertambangan, terdapat juga dampak positif (manfaat) yang dirasakan masyarakat sekitar wilayah tersebut, dampak positif tersebut adalah sebagai berikut: a. Manfaat di bidang ekonomi Diantaranya dapat meningkatkan pendapatan per bulan masyarakat sekitar pertambangan. Peningkatan pendapatan ini disebabkan oleh besarnya harga timah yang ada sehingga membuat masyarakat mendapatkan keuntungan yang banyak dari pertambangan tersebut. Selain itu adanya penerimaan tenaga kerja yang dilakukan oleh perusahaan untuk mendukung kegiatan operasional. Meliputi tenaga
47
managerial, teknis tambang, teknis operasional dan tenaga kerja pendukung. Banyaknya investasi-investasi dari perusahaan luar yang berdatangan, sehingga meingkatkan pendapatan daerah. b. Tersedianya fasilitas sosial dan fasilitas umum Semakin bertambahnya fasilitas-fasilitas pendudkung, seperti sarana perdagangan di sekitar wilayah tambang, sarana transportasi jalan, penerangan jalan, dan sarana permukiman pendatang baru c. Kesempatan kerja meningkat karena adanya penerimaan tenaga kerja, meningkatnya tingkat pendapatan masyarakat sekitar tambang, dan adanya kesempatan berusaha untuk bekerja.
2.4
AMDAL dalam Kegiatan Pertambangan
2.4.1 Pengertian AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) AMDAL merupakan kajian dampak besar dan penting terhadap lingkungan hidup, dibuat pada tahap perencanaan, dan digunakan untuk pengambilan keputusan. Hal-hal yang dikaji dalam proses AMDAL: aspek fisik-kimia, ekologi, sosial-ekonomi, sosial-budaya, dan kesehatan masyarakat sebagai pelengkap studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. AMDAL adalah kajian mengenai dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Agar pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang diharapkan, pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan. Peraturan pemerintah tentang AMDAL secara jelas menegaskan bahwa AMDAL adalah salah satu syarat perijinan, dimana para pengambil keputusan wajib mempertimbangkan hasil studi AMDAL sebelum memberikan ijin usaha/kegiatan. AMDAL digunakan untuk mengambil keputusan tentang penyelenggaraan / pemberian ijin usaha dan atau kegiatan. Dokumen AMDAL terdiri dari : 1. Dokumen Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KAANDAL)
48
2. Dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup (ANDAL) 3. Dokumen Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup (RKL) 4. Dokumen Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RPL) Tiga dokumen (ANDAL, RKL dan RPL) diajukan bersama-sama untuk dinilai oleh Komisi Penilai AMDAL. Hasil penilaian inilah yang menentukan apakah rencana usaha dan / atau kegiatan tersebut layak secara lingkungan atau tidak dan apakah perlu direkomendasikan untuk diberi ijin atau tidak. Dokumen Amdal ini memiliki beberapa kegunaan, Adapun kegunaan dari Amdal diantaranya adalah sebagai berikut : 1. Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah; 2. Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan; 3. Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan; 4. Memberi
masukan
untuk
penyusunan
rencana
pengelolaan
dan
pemantauan lingkungan hidup; dan 5. Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan. 2.4.2 Aspek Lingkungan Dalam AMDAL Bidang Pertambangan Kegiatan pertambangan untuk mengambil bahan galian berharga dari lapisan bumi telah berlangsung sejak lama. Selama kurun waktu 50 tahun, konsep dasar pengolahan relatif tidak berubah, yang berubah adalah skala kegiatannya. Mekanisasi peralatan pertambangan telah menyebabkan skala pertambangan semakin membesar. Perkembangan teknologi pengolahan menyebabkan ekstraksi bijih kadar rendah menjadi lebih ekonomis, sehingga semakin luas dan dalam lapisan bumi yang harus di gali. Hal ini menyebabkan kegiatan tambang menimbulkan dampak lingkungan yang sangat besar dan bersifat penting. 2.4.3 Isu-Isu Lingkungan Akibat Kegiatan Pertambangan Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak lingkungan, ternyata menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu, AMDAL suatu
49
kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World Bank, 1998): a. Memastikan
bahwa
biaya
lingkungan,
sosial
dan
kesehatan
dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif kegiatan yang akan dipilih. b. Memastikan bahwa pengendalian, pengelolaan, pemantauan serta langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan implementasi proyek serta rencana penutupan tambang. United Nations Environment Programme (UNEP, 1999) menggolongkan dampakdampak yang timbul dari kegiatan pertambangan sebagai berikut: 1. Kerusakan habitat dan biodiversity pada lokasi pertambangan 2. Perlindungan
ekosistem/habitat/biodiversity
di
sekitar
lokasi
pertambangan. 3. Perubahan landskap/gangguan visual/kehilangan penggunaan lahan 4. Stabilisasi site dan rehabilitasi 5. Limbah tambang dan pembuangan tailing 6. Kecelakaan/ terjadinya longsoran fasilitas tailing 7. Peralatan yang tidak digunakan , limbah padat, limbah rumah tangga 8. Emisi Udara 9. Debu 10. Perubahan Iklim 11. Konsumsi Energi 12. Pelumpuran dan perubahan aliran sungai 13. Buangan air limbah dan air asam taminasi 14. Perubahan air tanah dan kontaminasi 15. Pengelolaan bahan kimia, keamanan, dan pemaparan bahan kimia di tempat kerja 16. Kebisingan 17. Radiasi 18. Keselamatan dan kesehatan kerja 19. Toksisitas logam berat 20. Peninggalan budaya dan situs arkeologi 21. Kesehatan masyarakat dan pemukiman sekitar tambang
50
2.4.4 Pembangunan Infrastruktur di Daerah Tambang Kegiatan pembangunan infrastruktur meliputi pembuatan akses di dalam daerah tambang, pembangunan fasilitas penunjang pertambangan, akomodasi tenaga kerja, pembangkit energi baik untuk kegiatan konstruksi maupun kegiatan operasi dan pembangunan pelabuhan. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pembangunan sistem pengangkutan di kawasan tambang (misalnya : crusher, ban berjalan, rel kereta, kabel gantung, sistem perpipaan untuk mengangkut tailing atau konsentrat bijih). Dampak lingkungan, sosial dan kesehatan yang ditimbulkan oleh kegiatan ini dapat bersifat sangat penting dan dipengaruhi oleh faktor-faktor sebagai berikut : 1. Letak dan lokasi tambang terhadap akses infrastruktur dan sumber energi. 2. Jumlah kegiatan konstruksi dan tenaga kerja yang diperlukan serta tingkat migrasi pendatang. 3. Letak kawasan konsensi terhadap kawasan lindung dan habitat alamiah, sumber air bersih dan badan air, pemukiman penduduk setempat dan tanah yang digunakan oleh masyarakat adat. 4. Tingkat kerawanan kesehatan penduduk setempat dan pekerja terhadap penyakit menular seperti malaria, AIDS, schistosomiasis. 2.4.5 Decomisioning Dan Penutupan Tambang Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih tambang akan menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi. Karena tidak mempertimbangkan
aspek
lingkungan,
banyak
lokasi
tambang
yang
ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi. Kondisi akhir rehabilitasi dapat diarahkan untuk mencapai kondisi seperti sebelum ditambang atau kondisi lain yang telah disepakati. Namun demikian, uraian di atas tidak menyarankan agar kegiatan rehabilitasi dilakukan setelah tambang selesai. Reklamasi seharusnya merupakan kegiatan yang terus menerus dan berlanjut sepanjang umur pertambangan.
51
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai
lahan
produktif.
Bentuk
lahan
produktif
yang
akan
dicapai
menyesuaiakan dengan tataguna lahan pasca tambang. Penentuan tataguna lahan pasca tambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direhabilitasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya. Teknik rehabilitasi meliputi regarding, reconturing, dan penaman kembali permukaan tanah yang tergradasi, penampungan dan pengelolaan racun dan air asam tambang dengan menggunakan penghalang fisik maupun tumbuhan untuk mencegah erosi atau terbentuknya AAT. Isu-isu yang perlu dipertimbangkan dalam penetapan rencana reklamasi meliputi : 1. stabilitas jangka panjang, penampungan tailing, kestabilan lereng dan permukaan timbunan 2. keamanan tambang terbuka, longsoran, pengelolaan B3 dan bahaya radiasi 3. karakteristik fisik kandungan bahan nutrient dan sifat beracun tailing atau limbah batuan yang dapat berpengaruh terhadap kegiatan revegetasi 4. potensi terjadinya AAT dari bukaan tambang yang terlantar, pengelolaan tailing dan timbunan limbah batuan (sebagai akibat oksidasi sulfida yang terdapat dalam bijih atau limbah batuan) 5. potensi timbulnya gas metan dan emisinya dari tambang batubara 6. biaya untuk rehabilitasi selama kegiatan pertambangan dan pasca tambang Aspek sosial ekonomi selama tahap decomisioning juga perlu diperhatikan khususnya eksistensi dan daya tahan ekonomi masyarakat setempat yang tergantung pada kegiatan pertambangan. Disamping hilangnya pendapatan, kelanjutan penyediaan fasilitas sosial seperti sarana air bersih, air limbah, listrik dan pelayanan kesehatan menjadi tidak jelas. Fasilitas sosial ini biasanya disediakan langsung oleh industri pertambangan. Dengan selesainya kegiatan pertambangan, perlu diperjelas institusi yang akan mengelolan fasilitas sosial
52
tersebut. Semua isu-isu di atas harus dipertimbangkan dalam penentuan rencana penutupan tambang. 2.4.6 Analisis Alternatif Dalam AMDAL Analisis alternatif tambang pada umumnya sangat dibatasi oleh lokasi zona mineralisasi yang tetap dan tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pasar atas logam mulia dan mineral yang ditambang. Analisis alternatif didalam AMDAL kegiatan pertambangan hendaknya mempertimbangkan : 1. metode penambangan dan proses yang digunakan; 2. pilihan pengangkutan tailing dan bijih (conveyor, jalan, rel, sistem pipa) 3. sumber air dan sistim manajemen air; 4. alternatif pengelolaan tailing; dan 5. lokasi pabrik pengolahan, lokasi penimbunan tailing, lokasi penimbunan limbah, lokasi bangunan base camp, lokasi pemukiman karyawan, sumber energi dan rute akses jalan. 2.4.7 Aspek Sosial Ekonomi dan Keterlibatan Masyarakat dalam AMDAL Teknik-teknik yang dipakai untuk pengelolaan dan pengendalian dampak lingkungan oleh kegiatan tailing telah berkembang dengan baik, namun untuk isu-isu yang berkaitan dengan sosial ekonomi masih merupakan tantangan yang belum terselesaikan. Banyak perusahaan pertambangan masih bergulat dengan isu-isu sosial seperti : 1. Kompensasi kehilangan lahan dan akses sumberdaya alam (seperti: lahan) dan juga potesi kehilangan ekonomis dan gangguan terhadap kehidupan budaya. 2. Pengelolaan dampak yang berkaitan dengan operasi pertambangan seperti: masuknya pendatang baru yang berpotensi menimbulkan ketidakseimbangan penda-patan, komsumsi air bersih, dan terjadinya persaingan yang disebabkan pemakaian air bersih dan sumberdaya alam lain yang dipergunakan bersama. 3. Tuntutan
untuk
melaksanakan
program
pengembangan
kesempatan
kerja
mendistribusikan
keuntungan
sosial
community dan
secara
development
mekanisme lebih
luas
untuk diantara
masyarakat lokal.
53
2.4.8 Metode Pengelolaaan Lingkungan Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh aktifitas tambang, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan terukur. Pengelolaan lingkungan
di
sektor
pertambangan
biasanya
menganut
prinsip
Best
Management Practice. US EPA ( 1995) merekomendasikan beberapa upaya yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian dampak kegiatan tambang terhadap
sumberdaya
air,
vegetasi
dan
hewan
liar.
Beberapa
upaya
pengendalian tersebut adalah : •
Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang keluar dari lokasi penambangan
•
Mengembangkan
rencana
sistim
pengedalian
tumpahan
untuk
meminimalkan masuknya bahan B3 ke badan air •
Hindari kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
•
Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau dengan memasang pagar dan jaring untuk
•
Mencegah hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing
•
Minimalisasi
penggunaan
pagar
atau
pembatas
lainnya
yang
menghalangi jalur migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar. •
Batasi dampak yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses dan tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.
•
Larangan berburu hewan liar di kawasan tambang.
Prodjosumarto (1992) telah mengidentifikasikan beberapa upaya pengelolaan yang lazim digunakan bagi kegiatan pertambangan di Indonesia. Upaya-upaya pengelolaan tersebut diuraikan sebagai berikut: 1.
Tahap Persiapan Penambangan (Mining Development) Pembukaan
atau
pembersihan
lahan
(land
clearing)
sebaiknya
dilaksanakan secara bertahap, artinya hanya bagian lahan yang akan langsung atau segera ditambang. Setelah penebasan atau pembabatan selesai, maka
54
tanah pucuk (top soil) yang berhumus dan biasanya subur jangan dibuang bersama-sama dengan tanah penutup yang biasanya tidak subur, melainkan harus diselamatkan dengan cara menimbun ditempat yang sama, kemudian ditanami dengan tumbuh-tumbuhan penutup yang sesuai (rumput-rumputan dan semak-semak), sehingga pada saatnya nanti masih dapat dimanfaatkan untuk keperluan reklamasi lahan bekas tambang. Pada saat mengupas tanah penutup (striping of overburden) jalan-jalan angkut yang dilalui alat-alat angkut akan berdebu, oleh sebab itu perlu disiram air secara berkala. Bila keadaan lapangan memungkinkan, hasil pengupasan tanah penutup jangan diibuang kearah lembah-lembah yang curam, karena hal ini akan memperbesar erodibilitas lahan yang berarti akan menambah jumlah tanah yang akan terbawa air sebagai lumpur dan menurunkan kemantapan lereng (slope stability). Bila tumpukan tanah tersebut berada ditempat penimbunan yang relatif datar, maka tumpukan itu harus diusahakan berbentuk jenjang- jenjang (benches) dengan kemiringan keseluruhan (overall bench slope) yang landai. Disamping itu cara pengupasan tanah penutup sebaiknya memakai metoda nisbah pengupasan yang konstan (constant stripping ratio method) atau metoda nisbah pengupasan yang semakin besar (increasing stripping ratio method) sehingga luas lahan yang terkupas tidak sekaligus besar. 2.
Upaya Pengelolaan Limbah Tambang
a.
Tipe limbah ekstraksi lokasi kerja tamban
Upaya pengelolaan: •
Evaporasi dan penggunaan kembali air tambang untuk kegiatan prosesing
•
Penggunaan alat pengendali aliran permukaan seperti gorong-gorong dan saluran air
•
Netralisasi atau pengendapan atau cara pengolahan lain sebelum dibuang kebadan air
•
Pembersihan sisa-sisa peledakan
•
Menyiapkan sistem pengelolaan air tambang pada tahap pasca tambang
•
Pemantauan kualitas air buangan dan air permukaan
•
Membangun unit penampung air tambang untuk meminimalkan potensi pencemaran air permukaan
55
b.
Tipe limbah Ekstraksi batuan penutup dan batuan limbah
Upaya pengelolaan: 1. Penimbunan kembali menggunakan teknik tambang back fill dengan menggunakan batuan limbah ke tambang yang sudah digunakan 2. Maksimalkan penggunaan batuan penutup untuk reklamasi 3. Mengumpulkan dan memonitor rembesan drainase dan aliran permukaan 4. Memisahkan dan menutup batuan limbah yang reaktif dengan bahan yang tidak reaktif untuk mencegah terbentuknya air asam tambang 5. Menggunakan batuan limbah yang tidak reaktif untuk keperluan kontruksi 6. Menyediakan sistem drainase timbunan yang cukup untuk meminimalkan potensi keruntuhan lereng. 7. Melakukan pemantauan air permukaan untuk memperoleh data base line dan melanjutkan kegiatan pemantauan selama kegiatan operasi dan pasca tambang 8. Menggunakan sistem pengendalian drainase untuk meminimalkan terjadinya infiltrasi c.
Proses pengolahan pengendapan tailing
Upaya pengelolaan: •
Mendisain tempat penampungan tailing dengan memperhatikan kondisi curah hujan maksimum
•
Pertimbangkan penggunaan lapisan alamiah/sintetik
pada saluran
drainase •
Memaksimalkan penggunaan kembali air dari tailing
•
Membatasi penggunaan bahan-bahan kimia untuk proses pengolohan hanya sebatas yang diperlukan
•
Menyediakan saluran drainase yang cukup
•
Membangun saluran untuk menjaga pecahnya jalur-jalur perpipaan
•
Melakukan test ARD secara terus menerus sepanjang masa operasi dari penutupan tambang
•
Mengumpulkan rembesan pada lereng terluar dari kolam pengendapan tailing
Sumber : US-EPA/310-R-95-008 EPA
56
2.5
Potensi Pertambangan Timah di Kecamatan Koba Keberadaan potensi sumberdaya di Kabupaten Bangka Tengah sangat
dirasakan dalam pemanfaatannya sebagai sumber devisa negara disamping sumberdaya alam lainnya. Secara geografis, kabupaten Bangka Tengah memiliki sumberdaya alam yang beraneka ragam baik yang terbarukan (renewable resourcer) maupun sumberdaya alam yang tak terbarukan (non renewable resources) seperti bijih timah, sehingga dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan disegala bidang kehidupan dituntut kearah yang demokratis termasuk hak mengelola sumberdaya bijih timah ini bagi kesejahteraan dan kemakmuran masyarakat di daerah sejalan dengan perlindungan hukum dan legitimasi yang wajar. Kecamatan Koba Kabupaten bangka Tengah adalah salah satu kabupaten di Provinsi Bangka Belitung yang mempunyai potensi sumberdaya alam cukup besar dari segi pertambangan timah. Mengingat keberadaan sumberdaya timah sebagai sumber keuangan negara, maka ada tuntutan dalam mewajibkan untuk dimanfaatkan secara optimal dan diamankan dari berbagai dampak seperti kerusakan dan pencemaran lingkungan agar pembangunan dapat terus berjalan secara berkelanjutan (Sustainable development). Oleh karena itu di dalam pelaksanaan kegiatan pertambangan bijih timah atau kegiatan sektor lainnya harus dilakukan berbagai tahapan kegiatan pengelolaan lingkungan dalam berbagai tingkatan kegiatan aktifrtas penambangan, sehingga berbagai kemungkinan dampakdampak
tersebut
dapat
diminimalkan
(walaupun
tidak
akan
100
%
menghilangkan dampak negatif) dan meningkatkan/ mengoptimalkan berbagai dampak positif (manfaat) dalam menunjang kesejahteraan kehidupan msyarakat.
2.6
Kebijakan Pengelolaan Pertambangan Timah Pilihan paradigma pembangunan yang berbasis negara (state-based
resources
development)
mengandung
konsekuensi
pada
manajemen
pembangunan yang bercorak sentralistik dan semata-mata berorientasi pada pertumbuhan ekonomi, yang didukung oleh instrumen hukum dan kebijakan yang bercorak refresif. Ada sejumlah peraturan perundangan bidang pertambangan yang berlaku di Indonesia. Keseluruhan peraturan ini menginduk pada sebuah
57
undang-undang No. 11 Tahun 1967 yang biasa disebut juga dengan UU pokok pertambangan/1967. UU ini dikeluarkan untuk mengganti UU No. 37/Prp/ Tahun 1960 yang lahir sebagai pengganti lndischen Minjwet 1899, sebuah UU pertambangan produk pemerintah kolonial Hindia-Belanda (Bachriadi, 1998). Untuk mengatur pelaksanaan pengelolaan pertambangan secara formal maka telah diterbitkan beberapa peraturan yang menyangkut dan mengatur pengelolaan
suatu
kegiatan
pertambangan,
baik
yang
diterbitkan
oleh
pemerintah pusat (UU, PP, Kepres, Kepmen, dll) dan juga yang diterbitkan oleh pemerintah daerah propinsi dan kabupaten berupa perda-perda yang berkaitan dengan pengelolaan pertambangan, Adapun peraturan perundang-undangan tersebut antara lain ; A. Peraturan yang menyangkut Lingkungan : a. UU No. 11 tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan. b. UU No 32 tahun 2009 tentang pengendalian dan pengelolaan lingkungan hidup c. PP No. 27 tahun 1999 tentang Analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL) d. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 17 tahun 2001 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL (termasuk di dalamnya kegiatan pertambangan e. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 02 tahun 2000 tentang Panduan penilaian dokumen AMDAL f.
KEPMEN Lingkungan Hidup No. 12 tahun 1994 tentang Panduan penyusunan rencana pengelolaan lingkungan (RKL) dan rencana pemantauan lingkungan (RPL)
g. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 08 tahun 2000 tentang keterlibatan masyarakat dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. h. KEPMEN Lingkungan Hidup No. 09 tahun 2000 tentang pedoman penyusunan AMDAL. i.
KEPMEN Lingkungan Hidup No. 02 tahun 1988 tentang baku mutu udara am bien.
j.
KEPMEN Lingkungan Hidup No. 51 tahun 1995 tentang baku mutu limbah cair bagi kegiatan industri.
k. KEPRES No. 32 tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung.
58
l.
KEPMEN Lingkungan Hidup No. 113 tahun 2003 tentang baku mutu air limbah cair bagi kegiatan dan/atau usaha pertambangan.
B. Peraturan yang menyangkut Ungkungan Pertambangan a. Kepmentambeng No. 103 tahun 1989 tentang pengawasan atas pelaksanaan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan dalam bidang pertambangan dan energi b. Kepmentambeng No. 1211 .K tahun 1995 tentang pencegahan dan penanggulangan perusakan dan pencemaran lingkungan pada kegiatan usaha pertambangan umum c. Kepmentambeng No. 1256.K tahun 1996 tentang pedoman teknis penyusunan AMDAL untuk kegiatan pertambangan dan energi d. Kepmen ESDM No. 1453.K tahun 2000 tentang pedoman teknis penyelenggaraan tugas pemerintahan di bidang pertambangan umum. e. Kep. Dirjen Tambeng No. 693.K tahun 1996 tentang pedoman teknis pengontrolan erosi dan sedimentasi untuk kegiatan pertambangan umum f.
2.7
Kep Dirjen Tambeng No. 336.K tahun 1996 tentang Jaminan Reklamasi
Konsep Valuasi Ekonomi Sumber Daya Alam Menurut Barbier et. al., (1997) dalam Irmadi (2004), ada tiga jenis
pendekatan penilaian sebuah ekosistem alam yaitu impact analysis, partial analysis dan total valuation. Pendekatan impact analysis dilakukan apabila nilai ekonomi ekosistem dilihat dari dampak yang mungkin timbul sebagai akibat dari aktivitas tertentu, misalnya akibat reklamasi pantai terhadap ekosistem pesisir. Pendekatan partial analysis dilakukan dengan menetapkan dua atau lebih alternatif pilihan pemanfaatan ekosistem. Sementara itu, pendekatan total valuation dilakukan untuk menduga total kontribusi ekonomi dari sebuah ekosistem tertentu kepada masyarakat. Nilai ekonomi (economic value) dari suatu barang atau jasa diukur dengan menjumlahkan kehendak untuk membayar (willingness to pay / WTP) dari banyak individu terhadap barang atau jasa yang dimaksud. WTP merefleksikan preferensi individu untuk membayar suatu barang yang dipertanyakan. Dengan demikian, valuasi ekonomi dalam konteks lingkungan hidup adalah pengukuran preferensi masyarakat akan lingkungan hidup yang baik dibandingkan terhadap lingkungan hidup yang buruk (Fauzi, 2010).
59
Hasil dari valuasi dinyatakan dalam nilai uang (money terms) sebagai cara dalam mencari preference revelation, misalnya dengan menanyakan "apakah masyarakat berkehendak untuk membayar?". Nilai uang juga memungkinkan digunakan untuk membandingkan antara "nilai lingkungan hidup (environmental values)"
dan
"nilai
pembangunan
(development
values)"
(CSERGE,
1994 dalamIrmadi, 2004). Pada prinsipnya valuasi ekonomi bertujuan untuk memberikan nilai ekonomi terhadap sumberdaya yang digunakan sesuai dengan nilai riil menurut sudut pandang masyarakat. Salah satu tantangan yang dihadapi oleh para pembuat kebijakan adalah bagaimana menilai suatu sumberdaya alam secara komprehensif. Penilaian tidak hanya
mengenai market
value dari
barang
yang
dihasilkan
dari
suatu
sumberdaya, melainkan juga jasa yang ditimbulkan oleh sumberdaya tersebut. Pertanyaan yang sering timbul dalam proses penilaian misalnya bagaimana mengukur atau menilai jasa tersebut padahal konsumen tidak mengkonsumsinya secara langsung. Lebih lagi jika konsumen tidak pernah mengunjungi tempat dimana sumberdaya alam tersebut berada (Irmadi, 2004). Salah satu cara untuk melakukan valuasi ekonomi adalah dengan menghitung Nilai Ekonomi Total (NET). Nilai Ekonomi Total adalah nilai-nilai ekonomi yang terkandung dalam suatu sumberdaya alam, baik nilai guna maupun nilai fungsional yang harus diperhitungkan dalam menyusun kebijakan pengelolaannya sehingga alokasi dan alternatif penggunaannya dapat ditentukan secara benar dan mengenai sasaran. NET dapat dipecah-pecah ke dalam beberapa komponen. Sebagai ilustrasi misalnya dalam konteks penentuan alternatif penggunaan lahan dari ekosistem terumbu karang. Berdasarkan hukum biaya dan manfaat (a benefit-cost rule), keputusan untuk mengembangkan suatu ekosistem terumbu karang dapat dibenarkan apabila manfaat bersih dari pengembangan ekosistem tersebut lebih besar dari manfaat bersih konservasi. Jadi dalam hal ini manfaat konservasi diukur dengan NET dari ekosistem terumbu karang tersebut. NET ini juga dapat diinterpretasikan sebagai NET dari perubahan kualitas lingkungan hidup (Irmadi, 2004). NET atau Total Economic Value (TEV) dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut (CSERGE, 1994 dalam Irmadi, 2004):
TEV = UV + NUV = (DUV + IUV + OV) + (EV + BV)
60
Dimana: a. TEV = Total Economic Value (Nilai Ekonomi Total) Total nilai ekonomi yang dimiliki suatu sumberdaya. b. UV = Use Values (Nilai Manfaat) Yaitu suatu cara penilaian atau upaya kuantifikasi barang dan jasa sumberdaya alam dan lingkungan ke nilai uang (monetize), terlepas ada atau tidaknya nilai pasar terhadap barang dan jasa tersebut. c. NUV = Non-Use Value (Nilai Bukan Manfaat) Nilai yang diperoleh dari suatu sumberdaya yang bukan dari pemanfaatan terhadap sumberdaya tersebut. d. DUV = Direct Use Value (Nilai Kegunaan Langsung) Yaitu output (barang dan jasa) yang terkandung dalam suatu sumberdaya yang secara langsung dapat dimanfaatkan. e. IUV = Indirect Use Value (Nilai Kegunaan Tidak Langsung) Yaitu barang dan jasa yang ada karena keberadaan suatu sumberdaya yang tidak secara langsung dapat diambil dari sumberdaya alam tersebut. f. OV = Option Value (Nilai Pilihan) Niali pilihan ini biasanya diinterpretasikan sebagai nilai keanekaragaman dari suatu ekosistem (Biodiversity) g. EV = Exsistence Value (Nilai Keberadaan) Yaitu nilai keberadaan suatu sumberdaya alam yang terlepas dari manfaat yang dapat diambil daripadanya. Nilai ini lebih berkaitan dengan nilai relijius yang melihat adanya hak hidup pada setiap komponen sumberdaya alam. h. BV = Bequest
Value (Nilai
Warisan)
Nilai
yang
berkaitan
dengan
perlindungan atau pengawetan (preservation) suatu sumberdaya agar dapat diwariskan kepada generasi mendatang sehingga mereka dapat mengambil manfaat daripadanya sebagai manfaat yang telah diambil oleh generasi sebelumnya.
2.8
Definisi Operasional Pengertian yang diungkapkan dibawah ini untuk memperoleh kesamaan
pemahaman agar tidak menimbulkan kerancuan pengertian. Dalam hal ini perlu diketengahkan pengertian yang tercukup pada studi berikut: •
Kajian merupakan pengertian penelaahan, penyelidikan yang merupakan pembedaan dari perbuatan mengkaji, menelaah atau menyelediki (meneliti) (Nurgiyantoro:2010,30)
61
•
Kajian adalah suatu proses langkah-langkah yang digunakan untuk mengumpul dan menganalisis data untuk mendapatkan dan meningkatkan kepemahaman
suatu
topoik/isu
yang
signifikan
http://www.wikiapbn.org/artikel/Kajian. •
Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas
•
Pertambangan adalah rangkaian kegiatan dalam rangka upaya pencarian, penambangan
(penggalian),
penjualan bahan
pengolahan,
pemanfaatan
galian (mineral, batubara,panas
dan
bumi, migas).
http://id.wikipedia.org/wiki/ Pertambangan •
Timah adalah
sebuah unsur
kimia dalam tabel
periodik yang
memiliki
simbol Sn (bahasa Latin: stannum) dan nomor atom 50. Timah memiliki dua kemungkinan bilangan oksidasi, +2 dan +4 yang sedikit lebih stabil. Timah memiliki 10 isotop stabil, jumlah terbesar dalam tabel periodik. http://id.wikipedia.org/wiki/Timah •
Fisik Lingkungan adalah kombinasi antara kondisi fisik yang mencakup keadaan sumber daya alam seperti tanah, air, energi surya, mineral, serta flora dan fauna yang tumbuh di atas tanah maupun di dalam lautan, dengan kelembagaan yang meliputi ciptaan manusia seperti keputusan bagaimana
menggunakan
lingkungan
fisik
tersebut.
http://id.wikipedia.org/wiki/Lingkungan •
Sosial adalah hubungan kemasyarakatan http://id.wikipedia.org/wiki/sosial
•
Ekonomi merupakan salah satu ilmu yang mempelajari aktivitas manusia yang
berhubungan
dengan produksi,
distribusi,
dan konsumsi terhadap barang dan jasa. http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomi •
Valuasi ekonomi merupakan usaha melakukan penilaian manfaat secara ekonomis, sumberdaya
yang
biasanya
alam.
diterapkan
dalam
konteks
pengelolaan
http://iaaipusat.wordpress.com/2012/04/19/valuasi-
ekonomi-sumberdaya-arkeologi-dan-penerapannya-di-indonesia/
62
BAB IV ANALISIS DAMPAK PERTAMBANGAN TIMAH
Dalam kajian dampak pertambangan ini mencangkup 2 sub bab utama analisis pertambangan terhadap fisik lingkungan dan analisis pertambangan terhadap sosial ekonomi. 4.1
Analisis Dampak Pertambangan terhadap Fisik dan Lingkungan Dalam sub bab analisis dampak pertambangan terhadap Fisik dan
Lingkungan yang tercakup dalam laporan kajian
berupa manfaat (dampak
positif) serta dampak negatif. Dampak-dampak tersebut disebabkan dari prosesproses pertambangan seperti : a. Pengupasan tanah pucuk (top soil) b. Pengalian dan penimbunan tanah c. Pengambilan biji timah baik berupa semprot, keruk, alat berat d. Pengolahan biji timah e. Pengangkutan konsentrat dengan tokang f.
Peleburan dan pemurnian timah
Dari proses pertambangan diatas yang merupakan kegiatan yang dapat memberikan dampak terhadap fisik lingkungan yang akan dijabarkan secara terinci diantaranya: 4.1.1 Analisis Dampak Fisik dan Kimia Dengan adanya kegiatan pertambangan tentu akan timbul dampak perubahan terhadap fisik dan kimia dari lingkungan tersebut, dimana dampak fisik dan kimia ini berdasarkan proses pertambangan yang berupa pengupasan tanah top soil hingga peleburan dan pemurnian timah, dimana dampak fisik dan kimia ini dibagi kedalam beberapa bagian diantaranya : 4.1.1.1 Dampak Pertambangan timah pada unsur logam Kegiatan pertambangan timah yang ada di kecamatan bangka cukup besar pengaruhnya selain memiliki manfaat terhadap manusia yaitu dari segi prekonomian ternyata juga memiliki dampak buruk bagi kesehatan serta jangka panjang kehidupan manusia, karena logam-logam yang terkandung di kegiatan pertambangan memiliki dampak bagi manusia serta dapat merusak lingkungan yang apabila kegiatan pertambangan timah yang dilakukan tanpa ada upaya
86
pengelolaan lingkungan yang baik, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.1 Dampak Unsur logam pertambangan timah Tambang Timah Merkuri (Hg)
Asam Sianida (HCN)
Arsen (As)
Dampak Terhadap Lingkungan
Dampak Terhadap Manusia
1 Mencemari peraian (air sungai, dan danau). 2 Bersifat bioakumulasi pada mahkluk hidup, Contoh Pengaruh terhadap pertumbuhan.Terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum yang diberi fungisida, maka bayi yang dilahirkan mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta dan gangguan menelan. 1 Mengganggu kualitas air. Dalam jumlah yang banyak dapat berpengaruh terhadap ekosistem air, tahan, dan biodiversitas. 2 Apabila asam sulfat dan asam sulfit turun ke bumi bersama-sama dengan jatuhnya hujan, terjadilah apa yang dikenal denagn Acid Rain atau hujan asam. Hujan asam sangat merugikan karena dapat merusak tanaman maupun kesuburan tanah. Pada beberapa negara industri, hujan asam sudah banyak menjadi persoalan yang sangat serius karena sifatnya yang merusak. Hutan yang gundul akibat jatuhnya hujan asam akan mengakibatkan lingkungan semakin parah. Berbahaya bagi lingkungan , sangat beracun bagi organisme akuatik. Dapat mengakibatkan kerusakan jangka panjang. Senyawa Arsen terdapat dalam dua jenis yaitu : Sebagai senyawa organik dan senyawa anorganik. Di alam arsen berikatan dengan Oksigen, Sulfur dan Klor.
1 Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati. 2 Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim. 3 Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak serta menyebabkan kerusakan otak.
1 Jika airnya dikonsumsi dapat menyebabkan penyakit kulit pada manusia seperti kanker kulit. 2 SOx menimbulkan gangguan sistem pernafasan, jika kadar 400-500 ppm akan sangat berbahaya, 8-12 ppm menimbulkan iritasi mata, 3-5 ppm menimbulkan bau.
1 Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logamlogam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan. Dengan kata lain akan terakumulasi pada jangka waktu yang lama di dalam tubuh. 2 Efek Arsen Terhadap Kesehatan Kematian (diatas 60.000ppb dalam makanan atau ari) 3 Antara 300 – 300.00 ppb dalam air atau makanan menyebabkan sebagai berikt : a Iritasi perut dan pencernaan (Muntah dan diare) b Turunnya produksi sel darah merah dan putih, detak jantung tdk normal. c Kerusakan pembuluh darah, efek kesemutan pada tangan dan kaki. 4 Lebih dari 100 mikrogram/M3 udara yg dihirup menyebabkan iritasi tenggorokan dan paru-paru. 5 Kontak langsung dengan kulit, memerah dan membengkak.
87
Tambang Timah Kadmium (Cd)
Timbal (Pb)
Dampak Terhadap Lingkungan
Dampak Terhadap Manusia
Terakumulasi pada ekosistem dan akan terjadi bioakumulasi pada makhluk hidup (hewan dan tumbuhan)
Cadmium sangat membahayakan manusia jika terpapar langsung pada tubuh manusia. Memakan makanan dan meminum air yang terkontaminasi Cadmium. Makanan, terutama sea food dan mahklukmakhluk yang hidup di air (baik sungai, rawa-rawa atau laut) sangat mungkin tercemar oleh Cadmium. Ikan-ikan yang hidup di perairan yang tercemar Cadmium akan mengakibatkan manusia yang mengonsumsinya harus menanggung akibat terakumulasinya Cadmium yang mereka konsumsi melalui ikan dalam tubuh mereka. 1 Sistem haemopoietik : Pb menghambat system pembentukan hemoglobin sehingga menyebabkan anemia. 2 Sistem saraf pusat dan tepi: dapat menyebabkan gangguan ensepfalopati dan gejala gangguan system saraf perifer. 3 Ginjal: dapat menyebabkan aminoasiduria, fosfaturia, glukosuria, nefropati, fibrosis dan atrofi glomerular. 4 Sistem gastro-intestinal: menyebabkan kolik dan kosnstipasi 5 Sistem kardiovaskuler: menyebabkan peningkatan permiabilitas pembuluh darah 6 Sistem reproduksi : dapat menyebabkan kematian janin waktu melahirkan pada wanita dan hipospermi dan teratospermia pada pria 7 Sistem endokrin: mengakibatkan gangguan fungsi tiroid dan fungsi adrenal. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
1 Terakumulasi pada ekosistem dan terjadi bioakumulasi pada makhluk (hewan dan tumbuhan) 2 Terakumulasi pada ekosistem dan terjadi bioakumulasi pada makhluk (hewan dan tumbuhan)
akan hidup
akan hidup
tembaga (Cu)
> 1,3 ppm akan bersifat toksik dan dapat menyebabkan gangguan tertentu pada mahluk hidup, sehingga diperlukan langkah-langkah pencegahan berupa pengambilan atau pemisahan logam berat tembaga tersebut.
seng (Zn)
Terakumulasi pada ekosistem, khususnya pada tanaman. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk membersihkan zat pencemar adalah dengan menggunakan kemampuan tanaman dalam penyerapan polutan logam berat, yang dikenal dengan fitoremediasi.
Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan tabel diatas untuk meminimalisir dampak logam yang ditimbulkan oleh tambang timah maka proses pertambangan timah harus berdasarkan amdal dan pengolahannya dipantau langsung oleh instansi-instansi terkait sehingga pertambangan yang dilakukan tidak akan mencemarkan kualitas air, tanah, udara dan lainnya. Dampak dari pengaruh logam terhadap masyarakat juga dapat dihindari dan dikurangi dengan menerapkan sistem pola hidup sehat dimana dalam menjalankan pola hidup sehat masyarakat harus lebih
88
selektif/ memilah dalam mengunakan atau mengonsumsi hasil-hasil dari alam seperti sayur-sayuran, buah-buahan, dan hasil laut lainnya supaya terhindar dari pencemaran logam atau polusi dari pertambangan tersebut.
4.1.1.2 Dampak Pada kualitas dan kuantitas air Dimana air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting sehingga dapat terlihat dalam sejarah suatu desa-desa atau kota-kota mulai dari zaman dahulu himgga saat ini selalu berada di dekat sumber air (sungai, danau, pantai). Maka dari itu salah satu dampak yang sangat penting dari suatu proyek kegiatan terutama kegiatan pertambangan adalah dampak pencemaran pada kualitas dan kuantitas air. Dimana dari kegiatan pertambangan tentu adanya limbah dari hasil tambang yang mempengaruhi kualitas dan kuantitas air, hal ini yang perlu diminimalisir dampaknya agar tidak memberikan dampak kepada manusia serta lingkungan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pengaruh tambang terhadap kualitas dan kuantitas air Parameter yang diukur
Dampak Terhadap Manusia
Dampak Terhadap Lingkungan
Kualitas air di antaranya : 1.Air Asam Tambang (AAT) 2.Air sungai 3.Air sumur
1. Gangguan pencernaan dan bersifat toksik 2. Dapat mengakibatkan pertumbuhan terhambat serta terganggunya sistem saraf dan proses reproduksi. 3. menyebabkan masalah warna, rasa dan bau pada perairan, 4. membentuk karat dan menyebabkan terjadinya korosi pada peralatan logam.
1. Nilai ph yang rendah (1.5 – 4) 2. Konsentrasi logam terlarut yang tinggi, seperti logam besi, aluminium, mangan, cadmium, tembaga, timbal, seng, arsenik dan mercury 3. Nilai acidity yang tinggi (50 – 1500 mg/l caco3) 4. Nilai sulphate yang tinggi (500 – 10.000 mg/l 5. Nilai salinitas (1 – 20 ms/cm) 6. Konsentrasi oksigen terlarut yang rendah
Limbah B3, Diantaranya : 1. Kualitas dan kuantitas logam berat (As, Cd, Pb, Mn, Zn, Mg, dan CN-) 2. Pengaruh tailing dan fasilitas pengelolaan tailing
1. Keracunan oleh merkuri nonorganik terutama mengakibatkan terganggunya fungsi ginjal dan hati. 2. Mengganggu sistem enzim dan mekanisme sintetik apabila berupa ikatan dengan kelompok sulfur di dalam protein dan enzim. 3. Merkuri (Hg) organik dari jenis methyl mercury dapat memasuki placenta dan merusak janin pada wanita hamil sehingga menyebabkan cacat bawaan, kerusakan DNA dan Chromosom, mengganggu saluran darah ke otak menyebabkan kerusakan otak.
1. Mencemari peraian (sungai, danau, laut). 2. Bersifat bioakumulasi pada mahkluk hidup 3. Pengaruh terhadap pertumbuhan, terutama terhadap bayi dan ibu yang terpajan oleh metilmerkuri dari hasil studi membuktikan ada kaitan yang signifikan bayi yang dilahirkan dari ibu yang makan gandum yang diberi fungisida mengalami gangguan kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang, microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta dan gangguan menelan.
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
89
Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah dari reaksi yang terjadi pada batuan. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Akibat dari penambangan timah tersebut maka muncul bebrapa permasalah pencemaran air yang biasanya diperoleh dari lubang tambang dan tailing. a. Lubang Tambang. Sebagian besar pertambangan mineral di Indonesia dilakukan dengan cara terbuka. Ketika selesai beroperasi, perusahaan meninggalkan lubang-lubang raksasa di bekas areal pertambangannya. Lubang-lubang itu berpotensi menimbulkan dampak lingkungan jangka panjang, terutama berkaitan dengan kualitas dan kuantitas air. Air lubang tambang mengandung berbagai logam berat yang dapat merembes ke sistem air tanah dan dapat mencemari air tanah sekitar. Potensi bahaya akibat rembesan ke dalam air tanah seringkali tidak terpantau akibat lemahnya sistem pemantauan perusahaanperusahaan pertambangan tersebut. Di kecamatan Koba banyak di jumpai lubang-lubang bekas galian tambang timah (kolong) yang berisi air bersifat asam dan sangat berbahaya. b. Air Asam Tambang. Air asam tambang mengandung logam-logam berat berpotensi menimbulkan dampak lingkungan dalam jangka panjang. Ketika air asam tambang sudah terbentuk maka akan sangat sulit untuk menghentikannya karena sifat alamiah
dari
reaksi
yang
terjadi
pada
batuan.
Sebagai
contoh,
pertambangan timbal pada era kerajaan Romawi masih memproduksi air asam tambang 2000 tahun setelahnya. Air asam tambang baru terbentuk bertahun-tahun kemudian sehingga perusahaan pertambangan yang tidak melakukan monitoring jangka panjang bisa salah menganggap bahwa batuan limbahnya tidak menimbulkan air asam tambang. Air asam tambang berpotensi mencemari air permukaan dan air tanah. Sekali terkontaminasi terhadap air akan sulit melakukan tindakan penanganannya. c. Tailing. Tailing dihasilkan dari operasi pertambangan dalam jumlah yang sangat besar. Sekitar 97 persen dari bijih yang diolah oleh pabrik pengolahan bijih
90
akan berakhir sebagai tailing. Tailing mengandung logam-logam berat dalam kadar yang cukup mengkhawatirkan, seperti tembaga, timbal atau timah hitam, merkuri, seng, dan arsen. Ketika masuk kedalam tubuh makhluk hidup logam-logam berat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan tubuh dan dapat menimbulkan efek yang membahayakan kesehatan.
Dari ketiga pencemaran kualitas dan kuantitas air diatas yang berasal dari limbah pertambangan timah tentu memiliki dampak terhadap manusia dan lingkungan jika pengolahaan limbahnya tidak dikelola dengan baik dan tanpa adanya pemantauan upaya pengelolaan lingkungan, biasanya pertambangan ilegal atau tanpa izin, mereka menambang tanpa memikirkan dampak dari kerusakan lingkungan karena minim akan ilmu dan alat dalam pengelolaan lingkungan yang baik karena bagi mereka yang penting menghasillkan uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka, berbeda dengan kegiatan pertambangan yang dilakukan oleh perusahaan-perusahan besar, contohnya di Kecamatan Koba sendiri penambangan timah terbesar di pegang oleh perusahaan swasta PT Kobatin dalam pengolahan dan pemantauan lingkungan UPL dan UKL secara rutin setiap 3 bulan sekali seperti pada gambar dibawah ini :
Gambar 4.1 UPL dan UKL pada kualitas air di Kecamatan Koba Sumber PT Kobatin, 2013
91
PT Kobatin dalam pengolahan limbah pertambangannya sendiri mereka mengunakan teknologi pemisah konsentrat timah dari mineral pengotornya (impurities mineral) dengan mengunakan sistem gravitasi (perbedaan specific gravity) dengan mengunakan air sebagai media pemisah, artinya pengolahan pertambangan melalui proses fisika. Penambangan dengan teknik ini tidak memerlukan penambahan bahan kimia. Proses dari penambangan timah dapat dibagi menjadi 5 bagian utama : 1. Pengelolahan Air limbah penambangan timah 2. Pengolahan Air Limbah tin shed 3. Pengolahan air limbahdari operasi peleburan logam timah (smelter) 4. Pengolahan tambang timah workshop 5. Pengolaan air limbah laboratorium Kegiatan pertambangan yang dilaksanakan dengan tambang semprot ataupun kapal keruk yang memanfaatkan air sebagai media pemisah awal antara bijih timah dengan mineral pengotornya Air limbah dari sisa pemisahan ini mengandung padatan sehingga tidak bisa begitu saja dibuang ke badan air alami (sungai). Terdapat sistem pengelolaan air kegiatan penambangan yang terdiri dari dua bagian penting yaitu : i. Pemindahan aliran sungai (river diversion) Cadangan timah aluvial umumnya terdapat di bawah aliran sungai, sehingga sebelum dilakukan penambangan perlu adanya pemindahan aliran sungai supaya aktivitasnya penambangan tidak terganggu dan sebagai akibatnya air bekerja dari tambang tidak akan mencemari sungai dikarenakan aliran sungainya telah dipindahkan dan diisolasi dari air tambang melalui dam-dam tambang ii. Recycling Water Pertambangan selalu memerlukan air dalam pengelolaan sistem pertambangan,
dalam
memenuhi
kebutuhan
air
operasional
pertambangan digunakan kembali air limbah penambangan (Recycling Water) yang setelah melakukan pengendapan material sisa pencucian bijih tailing melalui kolam-kolam pengendapan sehingga pemakaian sumber daya air yang baru dapat dikurangi.
92
Pengendapan tailing tersebut dilakukan pada kolam-kolam pengendapan dengan memanfaatkan kolong bekas penambangan sebelumnya (backfilling). Sistem pengendapan air limbah tambang adalah sistem tertutup karena airnya didaur ulang untuk digunakan kembali dalam kegiatan penambangan. Setelah melalui proses sedimentasi, maka air limbah tambang lama kelamaan akan menjadi jernih kembali (TSS berkurang dengan signifikan). Akan tetapi terkadang terdapat kelebihan air proses disebabkan oleh curah hujan yang tinggi pada musim hujan atau sebab lainnya seperti pertimbangan keamanan proses penambangan (dam) sehingga kelebihan air harus dibuang ke badan sungai. Untuk memastikan bahwa kualitas air yang dibuang ke badan air sesuai dengan baku mutu regulasi, dilakukan pemantauan rutin secara eksternal bulan satu kali berupa pengambilan sampel air disetiap lahan bekas tambang timah yang kemudian dikirim untuk dianalisa oleh laboratorium lingkungan. Untuk mengatasi pH air limbah yang rendah (yang mana merupakan salah satu problem utama air limbah dari pertambangan timah) dimana perusahaan pertambangan biasanya telah membangun fasilitas berupa instalasi pengolahan air limbah yang yang telah dlengkapi dengan bak kontrol. Intalasi ini disebut dengan mixing plant yang berfungsi sebagai larutan soda ash (Na²co³) yang nantinya soda ash ini akan dialirkan ke bak kontrol, sehingga dengan demikian diharapkan pH air di bak kontrol sudah akan memenuhi baku mutu dari regulasi peraturan menteri negara lingkungan hidup no 4 tahun 2006 yang mengatur tentang air limbah dari kegiatan pertambangan timah. Dimana campuran dari larutan soda ash dengan air limbah di bak kontrol, kelebihan airnya kemudian dibuang
ke
badan
sungai.
Limbah
dari kegiatan
pertambangan
akan
menyebabkan terjadinya kolong dengan berbagai ukuran yang pada umumnya terisi air yang berasal dari air tanah, sungai dan air hujan, sebagimana layaknya reservoir alam. Cekungan yang kemudian terisi air tersebut adalah bekas galian timah yang sudah ditinggalkan. Kolong-kolong ini tersebar hampir diseluruh wilayah Bangka Tengah. Luasan masing-masing kolong pun bervariasi, mulai dari seukuran kolam ikan, hingga mencapai luasan beberapa hektar. Karena merupakan bekas penambangan timah, maka air yang menggenangi cekungancekungan ini banyak mengandung logam berat seperti Zn, Pb, dan Cu yang berbahaya.
93
Menurut Wardoyo dan Ismail berdasarkan usia kolong, jenis kolong terbagi atas 3 (tiga) jenis, yaitu : 1. Kolam/danau bekas galian mentah (kolong usia muda) Yaitu kolong yang berumur kurang dari 5 tahun. Seluruh kandungan unsur hara pada kolong ini sudah hilang/rusak. Kehidupan biologis di kolong ini hampir tidak ada karena seluruh unsur hara/mineralnya sudah hilang/rusak, sehingga dibutuhkan waktu yang panjang untuk suksesi lingkungan. Kegiatan perbaikan lingkungan atau reklamasi dapat dilakukan, namun diperlukan biaya yang besar dan jangka waktu yang panjang. 2. Kolam/danau bekas galian setengah matang (kolong usia sedang) Yaitu kolong yang berumur antara 5 sampai 20 tahun. Di kolong ini mulai terdapat kehidupan biologis namun jenis spesies dan populasinya masih terbatas, karena air dalam kolong masih cukup banyak mengandung bahan pencemar. 3. Kolam/danau bekas galian matang (kolong usia tua) Yaitu
kolong
yang
berumur
lebih
dari
20
tahun.
Kondisi
biogeofisik kolong ini sudah semakin normal seperti layaknya sebuah danau atau kolam tua. Keanekaragaman hayati kolong ini (plankton, ikan, dan organisme akuatik lainnya) sudah menyerupai perairan tergenang alami. Air di kolong ini sudah dapat dimanfaatkan masyarakat bagi kehidupan sehari-hari. Walau begitu bukan berarti kolong ini telah bebas dari masalah, karena lapisan lumpur di dasar perairan diduga masih banyak mengandung bahan pencemar.
Butuh waktu cukup lama untuk menetralisir kandungan logam berat pada air ini, setidaknya sekitar 10 tahun. Kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya antara lain mineral-mineral dominan pada meterial geologi area tambang, musim dan umur kolong yang menunjukkan bahwa kolong sudah tersuksesi secara alami. Secara fisik kolong umumnya tidak mempunyai aliran air masuk (inlet) dan aliran air keluar (outlet), sehingga perubahan musim hujan dan kemarau yang panjang akan sangat mempengaruhi debit air dan kualitas air kolong. Pada musim kemarau kualitas air kolong sangat dipengaruhi oleh proses evapokonsentrasi, yang menyebabkan kandungan senyawa kimianya akan menjadi lebih tinggi. Kolong muda/baru merupakan kolong yang baru saja
94
ditinggalkan atau masih dipengaruhi oleh aktivitas tambang. Kolong berumur < 10 tahun masih dikategorikan kolong muda dengan lahan disekeliling kolong belum direklamasi (Heri & Sulistiono, 1998 ). Air kolong jernih dengan warna air dari biru jernih sampai coklat kehitaman seperti besi karat bergantung kepada tipe mineral dominan pembentuk kolong. Mineral dominan yang ditemui adalah pirit (FeS2), Kaolin ((Al2Si2O5(OH)4), Galena (PbS), pasir kwarsa (SiO2), dan mineral besi lainnya (Data geologi PT Timah). Kolong tua dikategorikan kepada kolong yang berumur >10 tahun, sudah mengalami suksesi secara alami dan lahan disekeliling kolong sudah ditumbuhi tanaman semak atau pohon dan jenis lainnya. Secara fisik terlihat kolong sudah banyak ditumbuhi oleh tanaman air dan warna air juga sudah terlihat kehijauan dan keruh yang mengindikasikan sudah adanya pertumbuhan plankton. Gambar 2 menampilkan beberapa tipe kolong baik yang masih baru (muda) dengan mineral dominan kaolin (berwarna putih), air nya sangat jernih berwarna kebiruan dan mineral pirit (berwarna hitam kecoklatan) dengan warna air yang juga coklat seperti besi karat serta kolong yang sudah berumur tua.
b. Umur kolong muda pasca tambang
a. Umur kolong muda < 5tahun
c. Umur kolong muda < 5tahun
d. Umur kolong tua > 10 tahun Gambar 4.2 Kondisi Kualitas Kolong berdasarkan umur kolong di Kecamatan Koba Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2012
95
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di berbagai fungsi lahan yakni perairan umum dan tiga buah kolong bekas penambangan timah pada tingkatan umur berbeda (0 tahun, ±8 tahun dan >15 tahun) dengan kedalaman dan luas yang relatif sama, dapat disimpulkan bahwa semakin tua umur kolong, maka kandungan logam berat (Cu, Pb dan Zn) semakin turun. Hal ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain kemampuan tanaman air purun yang mampu mengakumulasi logam berat dan faktor lainnya, seperti pengenceran oleh air hujan dan pengendapan. Dari hasil penelitian ini, maka peneliti menyarankan rehabilitasi kolong bekas penambangan timah di Pulau Bangka dengan pemanfaatan tanaman air purun dengan metode fitoremidiasi yang relatif murah, ramah lingkungan, mudah dan mempercepat perbaikan kualitas air dapat dilaksanakan. Karena pada umumnya kondisi kolong muda (< 5 tahun) pada umumnya bersifat asam dan kandungan logamnya tinggi, sedangkan pada kolong tua ( > 20 tahun) pH air nya sudah mencapai hampir 7 dan kandungan logam lebih rendah. Selanjutnya kolong baik yang lebih muda dan tua umumnya mempunyai kisaran pH 4 – 6 (Wardoyo & Ismail ,1998; Heri & Sulistiono, 1998). Bertambahnya umur kolong mengindikasikan sudah terjadinya suksesi tanaman air, plankton dan biota lainnya serta terjadinya proses-proses fisika, kimia dan biologi yang secara alami mempengaruhi pH dan kandungan logam pada air kolong. Untuk melihat pendapat masyarakat mengenai kualitas dan kuantitas air bersih dan sungai yang ada di Kecamatana koba kami telah melakukan survey primer dengan membagikan 50 qusioner kepada masyarat untuk melihat pendapat masyarat dan pandangan mereka mengenai adanya kegiatan pertambangan. Berdasarkan hasil quisioner bahwa untuk hasil kualitas air bersih berupa air sungai, air bersih di kecamatan Koba, lebih dari 50 % mereka menjawab dengan adanya kegiatan pertambangan bahwa kondisi air sungai kualitas dan kuantitasnya menurun atau menjadi rusak, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.3 dan tabel 4.4 Tabel 4.3 Kondisi Air sungai akibat pertambangan A B C D
KONDISI AIR SUNGAI AKIBAT PERTAMBANGAN Baik Biasa saja Rusak Lainnya
Presentase 30 8 62 0
Sumber : hasil observasi lapangan,2013
96
Tabel 4.4 Kondisi Air Bersih Akibat pertambangan KONDISI AIR BERSIH AKIBAT PERTAMBANGAN Baik Biasa saja Rusak Lainnya
A B C D
Presentase 34 10 56 0
Sumber : hasil observasi lapangan,2013
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa masyarakat merasa terganggu dengan adanya kegiatan pertambangan terutama dalam pencemaran air bersih, karena mereka mayoritas masih mengunakan air sungai untuk kegiatan mandi, cuci dan kakus. Selain itu untuk kualitas dan kuantitas air kolong di kecamatan koba dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 4.5 kualitas dan kuantitas air di beberapa sampel di Kecamatan koba
No
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Hasil Fishfarm
Hasil Merbuk Hilir
A 1
Suhu (lab)
ºC
udara ± 3ºC
26,2
26,2
2
Zat padat terlarut (TDS)
mg/L
1.000
52
438
3
zat padat tersuspensi (TSS)
mg/L
50
6
24
1
pH(Insitu)
mg/L
6—9
7,13
4,38
2
Air raksa (Hg)
mg/L
0,002
<0,0005
<0,0005
3
Arsen (As)
mg/L
1
<0,005
<0,005
4
Boron (B)
mg/L
1
<0,01
0.27
5
Oksigen terlarut (DO)
mg/L
4
-
-
6
Fluorida (F)
mg/L
1,5
0,98
0,11
7
Fenol
mg/L
0,001
<0,001
<0,001
8
Fosfat total (PO4)
mg/L
0,2
0,04
0,01
9
Kadmium
mg/L
0,01
<0,003
<0,003
10
khromium VI (Cr)
mg/L
0,05
<0,01
<0,01
11
Kobalt (Co)
mg/L
0,2
<0,02
<0,02
12
Khlorin bebas (CL2)
mg/L
0,03
<0,01
<0,01
13
Minyak lemak
mg/L
1
<0,2
<0,2
14
Nitrat (NO3-N)
mg/L
10
0,1
0,2
15
Nitrit (NO2-N)
mg/L
0,06
0,006
<0,002
16
Selenium (Se)
mg/L
0,05
<0,002
<0,002
17
Seng (Zn)
mg/L
0,05
<0,01
0,01
18
Sulfida (H2S)
mg/L
0,002
<0,002
<0,002
B
97
No
Parameter
Satuan
Baku Mutu
Hasil Fishfarm
Hasil Merbuk Hilir
19
Sianida (CN)
mg/L
0,02
<0,005
<0,005
20
Surfaktan anion (MBAS)
mg/L
0,2
0,01
0,02
21
Tembaga (Cu)
mg/L
0,02
<0,02
<0,02
22
Timbal (Pb)
mg/L
0,03
<0,01
<0,01
23
BOD5
mg/L
3
3
4
24
COD
mg/L
25
30
30
C
MIKROBIOLOGI
1
Fecal coliform
MPN/100ml
1.000
210
90
2
Total coliform
MPN/100ml
5.000
280
230
Sumber :PT Kobatin, 2011
Berdasarkan hasil analisis yaitu menguji di laboratorium yang dilakukan terhadap sample untuk menguji kualitas air dan kuantitas air yang digolongkan kepada jenis air yang sering digunakan masyarakat dan yang tidak digunakan masyarakat, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.6 Tabel 4.6 Hasil Analisis air berdasarkan uji laboratorium parameter yang diukur
kelompok air yang sering digunakan masyarakat
Kelompok air yang tidak digunakan masyarakat sungai 3 kolong kolong (sungai 2 3 nibung 1)
Sungai 1 (Berok)
sungai 2 (Aik Gulep)
PDAM
BOR
sumur
kolong 1 (Nibung)
kordinat
S:02º28.896 E:106º24.457
S:02º28.958 E:106º24.607
-
-
-
S:02º31.461 E:106º22.787
S:02º30.780 E:106º23.665
S:02º31.464 E:106º22.791
S:02º30,710 E:106º23.665
warna
coklat muda
coklat muda
jernih
Jernih
jernih
Jernih
Coklat
Coklat muda
rasa
tidak berasa
tidak berasa
tidak berbau keruh
tidak berasa tidak berbau jernih
tidak berasa tidak berbau
kekeruhan
tidak berbau Keruh
tidak berasa tidak berbau Jernih
tidak berasa
bau
tidak berasa tidak berbau jernih
Keruh
coklat kehitamhitaman Tidak Berasa sedikit berbau Keruh
tidak berasa Tidak berbau Agak keruh
salinity
0,01
0,01
0,02
0,02
0,02
0,02
0,5
0,6
0,5
PH
4,75
4,98
4,2
6,26
4,15
4,24
6,15
5,57
5,57
tidak berbau Jernih
suhu
25 C
25 C
25 C
25 C
25 C
25 C
25 C
25 C
25 C
mikroba
terdapat endapan lumpur
tidak ada
tidak ada
tidak ada
ada sedikit mikroba cacing
terdapat alga
mengandung bakteri, alga
Mengandung bakteri , alga
mengandung bakteri, alga
Sumber : Hasil Analisis, 2014
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada air sample diatas masih memiliki kadar pH yang rendah, karena pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi kehidupan jasad renik. Perairan asam akan kurang produktif, malah dapat membunuh hewan budidaya. Pada pH rendah
98
(keasaman tinggi), kandungan oksigan terlarut akan berkurang, sebagai akibatnya bila di kembangbiakan hewan budidaya yang mengonsumsi oksigen akan menurun, aktivitas naik dan selera makan akan berkurang sehingga tingkat kehidupan semakin kecil. 4.1.1.3 Dampak pada Kualitas udara Pencemaran udara dapat diartikan sebagai adanya satu atau lebih pencemar yang masuk kedalam atmosfer yang terbuka, yang dapat berbentuk debu, uap, gas, kabut, bau asap, atau embun yang dicirikan bentuk jumlahnya, sifatnya, dan lamanya. Dimana pencemaran ini dapat menganggu kesehatan manusia , tanaman dan binatang atau pada benda-benda dapat juga menganggu pandangan mata, kenyamanan hidup dari manusia dan pengunaan bendabenda. Pencemaran udara dapat dibagi lagi berdasarkan bermacam-macam tipe ada yang didasarkan sumber pencemaran alam dan aktivitas manusia, untuk kegiatan pertambangan merupakan pencemaran yang diakibatkan oleh adanya aktivitas manusia, dampak yang sangat penting adanya pencemaran udara pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan. Dampak yang dirasakan langsung dari pencemaran udara seperti dari aspek : kesehatan, kenyamanan, keselamatan, estetika dan prekonomian, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.7 Tabel 4.7 Pengaruh tambang terhadap kualitas udara Parameter yang diukur
Dampak Terhadap Manusia
Kualitas udara diantaranya :
1. Peningkatan penyakit yang terkait suhu Gas Rumah Kaca (GRK) : NO2, 2. Mempengaruhi sistem pernafasan CO2, O3, CH4, dan fungsi paru-paru dan menyebabkan iritasi mata Biodiversitas diantaranya : 1. Jumlah nelayan berkurang • Flora dan Fauna 2. Dampak psikologis untuk anak • Perkiraan stok carbon (C) cucu (sulit untuk mengenalkan dan sink carbon (C) nama-nama jenis pohon dan mahluk air di sekitar pantai dikarenakan sudah tidak ada)
Dampak Terhadap Lingkungan 1. Iklim yang tidak stabil 2. Temperatur udara mengalami peningkatan 3. Gangguan ekologis (beberapa spesies di bumi musnah) 1. Iklim yang tidak stabil 2. Temperatur udara mengalami peningkatan 3. Terjadi longsor dan banjir
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan
tabel
diatas
tentu
pencemaran
udara
dari
kegiatan
pertambangan harus diminimalisir supaya tidak memberikan dampak dimasa yang akan datang terhadap anak cucu kita dan lingkungan supaya flora dan fauna masih dapat hidup dimasa yang akan datang dan tidak cepat punah. Di tempat kerja, tentunya mendambakan lingkungan dan udara yang bersih dan
99
nyaman, akan tetapi kegiatan pertambangan timah tentu ada limbah hasil pembakaran dan lainnya yang akan mencemari udara sekitar hal ini tentu harus di teliti kadar pencemaran udara supaya dapat diminimalisir dampak langsung terhadap manusia, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.8 Tabel 4.8 Kualitas Udara Di Lingkungan Kerja Fisik Lokasi
purhasing warehouse
Garage Koba Palong Kepuh north 1 Palong Pungguk Palong bembam north 1 Palong bembam south 1 Palong bembam east Jig plant bembam 12 Dredge bembem Workhsop koba Electric koba Welding shop koba Grinding crucible EME W/S Bembem baku mutu
Kimia
Tempe rature ºC
Kelem bapan %RH
debu ug/m3
Hidro karbon (HC) ug/m3
karbon mono ksida (CO) ug/m3
31-32
62-64
0.443
0.092
3.551
0.034
0.016
0.027
0.0002
<0.0003
31-32
62-64
0.565
0.111
4.754
0.022
0.026
0.028
0.00017
<0.0003
31-32
62-64
0.514
0.124
5.029
0.027
0.023
0.033
<0.00002
<0.0003
32
62
0.205
0.144
4.834
0.024
0.026
0.03
<0.00002
<0.0003
29-30
67-69
0.382
0.092
4.697
0.043
0.029
0.029
<0.00002
<0.0003
31-32
62-64
0.181
0.124
3.838
0.029
0.022
0.034
0.00003
<0.0003
31-32
62-64
0.307
0.137
3.735
0.027
0.015
0.018
<0.00002
<0.0003
28-29
69-75
0.094
0.157
3.838
0.024
0.018
0.016
0.00002
<0.0003
29
69
0.044
0.157
5.465
0.033
0.015
0.024
0.00004
<0.0003
31-32
62-64
0.238
0.105
4.548
0.025
0.016
0.027
0.00018
<0.0003
30-31
64-67
0.061
0.079
3.139
0.025
0.02
0.021
0.0001
<0.0003
33-34
56-58
2.575
0.105
5.212
0.03
0.018
0.026
0.00017
<0.0003
31-32
62-64
2.067
0.177
7.000
0.026
0.016
0.02
0.00024
<0.0003
29-30
67-69
0.393 10
0.105
4.262 29
0.020 5.6
0.015 5.2
0.025 0.2
0.00019 0.05
<0.0003 2
nitrogen dioksida (No²) ug/m3
Sulfur dioksida (So2) ug/m3
oksidan (O3) ug/m3
timbal (Pb) ug/m3
stanum (Sn) ug/m3
Sumber :PT Kobatin, 2011
Berdasarkan tabel diatas masih terlihat tingkat pencemaran udara yang tinggi pada kegiatan operasional penambangan dan peleburan bijih timah, dimana tempat yang berpotensi menimbulkan pencemaran udara adalah di tempat proses peleburan timah (smelter) dan pembangkit listrik ternaga
100
dieselnya. Untuk mengurangi dampat pencemaran udara akibat peleburan timah oleh perusahaan besar seperti Pt Kobatin mengunakan pendekatan teknologi yang efisien baik ditinjau dari aspek operasional maupun pencegahan pencemaran terhadap lingkungan seperti instalasi penangkap debu, instalasi pemurnian serta melakukan perawatan mesin secara berkala dan membuat
cerobong (stack) . Gambar 4.3 Upaya pemantauan Lingkungan pencemaran udara pada lokasi tambang timah Sumber : PT Kobatin, 2013
Berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 52% responden merasa kondisi udara semakin memburuk yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan tersebut. Untuk lebih jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan tambang terhadap kondisi kualitas udara dapat di lihat pada Tabel 4.9 Tabel 4.9 Kualitas udara Akibat pertambangan A B C D
KUALITAS UDARA AKIBAT PERTAMBANGAN Baik Biasa saja Rusak Lainnya
Presentase 36 12 52 0
Sumber : hasil observasi lapangan,2013
4.1.1.4 Dampak pada Kebisingan Dampak pada kebisingan atau dampak pada tingkat kebisingan yang terjadi di daerah pertambangan mempunyai pengaruh yang penting terhadap kesehatan masyarakat sekitar, kenyamanan hidup masyarakat, pada binatang ternak, satwa liar ataupun pada ekosistem alam. Dampak pada kebisingan biasanya terjadi saat pertambangan sedang dilakukan maupun sewaktu sudah berjalan akibat dari kebisingan pada manusia dapat mempengaruhi ketajaman
101
pendengaran, menganggu pembicaraan, serta menganggu kenyaman. Tentunya hal ini bila dibiarkan lama-kelamaan akan menjadi dampak yang buruk untuk pekerja serta masyarakat sekitar kegiatan pertambangan. Kebisingan yang timbul di tempat kerja pertambangan timah itu di sebabkan oleh suara mesin di gravel pump, series pump, pontoon (beserta pompanya) dan pembangkit listrik tenaga diesel yang dapat merusak pendengaran untuk lebih jelasnya dapat dilihat tabel dibawah ini hasil tingkat kebisingan di lingkungan kerja penambangan timah. Tabel 4.10 Hasil pemantauan tingkat kebisingan lingkungan kerja Lokasi Garage Koba Palong Pungguk Palong bembam north 1 Palong Kepuh north 1 Palong bembam south 1 Palong bembam east Jig plant bembam 12 Dredge bembem Workhsop koba Electric koba Welding shop koba Grinding crucible Area P dan W EME W/S Bembem Control room bembam power station Area mesin Bemban power station Control room koba power station Area mesin electric koba power station Control room koba power station Area mesin koba power station
NAB( dB)
85
Hasil (dB) 54,8 77 78,8 78,5 78,1 76,7 86,4 86,3 75,4 74 79,3 72,5 66,9 78,6 75,6 106,9 71,5 96,3 75,7 108,7
Sumber :PT Kobatin, 2011
Dengan sebuah sound level meter biasa diukur tingkat tekanan bunyi db (A) selama 10 (sepuluh) menit untuk tiap pengukuran. Pembacaan dilakukan setiap 5 (lima) detik. Waktu pengukuran dilakukan selama aktifitas 24 jam (LSM) dencan cara pada siang hari tingkat aktifitas yang paling tinggi selama 10 jam (LS) pada selang waktu 06.00 - 22. 00 dan aktifitas dalam hari selama 8 jam (LM) pada selang 22.00 - 06.00.
102
Setiap pengukuran harus dapat mewakili selang waktu tertentu dengan menetapkan paling sedikit 4 waktu pengukuran pada siang hari dan pada malam hari paling sedikit 3 waktu pengukuran, sebagai contoh : a
L1 diambil pada jam 7.00 mewakli jam 06.00 - 09.00
b
L2 diambil pada jam 10.00 mewakili jam 09.00 - 11.00
c
L3 diambil pada jam 15.00 mewakili jam 14.00 - 17.00
d
L4 diambil pada jam 20.00 mewakili jam 17.00.- 22.00
e
L5 diambil pada jam 23.00 mewakili jam 22.00 - 24.00
f
L6 diambil pada jam 01.00 mewakili jam 24.00 - 03.00
g
L7 diambil pada jam 04.00 mewakili jam 03.00 - 06.00
Keterangan : a. Leq : Equivalent Continuous Noise Level atau Tingkat Kebisingan Sinambung Setara ialah nilai tertentu kebisingan dari kebisingan yang berubah-ubah (fluktuatif selama waktu tertentu, yang setara dengan tingkat kebisingan dari kebisingan yang ajeg (steady) pada selang waktu yang sama. Satuannya adalah dB (A). b. LTMS = Leq dengan waktu sampling tiap 5 detik c. LS = Leq selama siang hari d. LM = Leq selama malam hari e. LSM = Leq selama siang dan malam hari.
Metode perhitungan: (dari contoh) LS dihitung sebagai berikut : LS = 10 log 1/16 ( T1.10 01L5+.... +T4.1001L5) dB (A)
LM dihitung sebagai berikut : LM = 10 log 1/8 ( T5.10 01L5 +.... +T7.1001L5) dB (A) Untuk mengetahui apakah tingkat kebisingan sudah melampaui tingkat kebisingan maka perlu dicari nilai LSM dari pengukuran lapangan. LSM dihitung dari rumus : LSM = 10 log 1/24 ( 16.10 01L5+.... +8.1001L5) dB (A)
103
Tabel 4.11 Baku mutu Kebisingan Lingkungan dan kegiatan Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan A. Peruntukan Kawasan 1. Perumahan dan permukiman 2. Perdagangan dan jasa 3. Perkantoran dan perdagangan 4. Ruang terbuka/open space 5. Industri 6. Pemerintahan dan fasilitas umum 7. Rekreasi 8. Khusus Bandar udara Stasiun Kereta Api Pelabuhan laut Cagar budaya B. Lingkungan Kegiatan 1. Rumah Sakit atau sejenisnya 2. Sekolah dan sejenisnya 3. Tempat ibadah dan sejenisnya
Tingkat Kebisingan dB (A)
55 70 65 70 70 60 70 70 60 55 55 55
Sumber :Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-45/MENLH/11/1996
Melihat pada hasil diatas, tingkat kebisingan di lingkungan kerja dari kegiatan pertambangan masih sangat tinggi, hal ini bila dibiarkan lama-kelamaan tentu akan berdampak buruk diantara berdampak tuli pada pekerja di pertambangan juga masyarakat yang tinggal di daerah kegiatan pertambangan berlangsung, untuk mengurangi tingkat kebisingan yang tinggi maka pekerja yang bekerja di lingkungan bising wajib mengunakan ear plug atau ear muff, selain itu untuk mengendalikan kebisingan diantaranya dengan menutupi sumber suara, atau mengunakan peredam suara agar suaranya melemah. Berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 40% responden merasa terganggu kebisingan yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan tersebut. Untuk lebih jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan tambang terhadap tingkat kebisingan dapat di lihat pada Tabel 4.12 Tabel 4.12 Kualitas udara Akibat pertambangan TINGKAT KEBISINGAN PERTAMBANGAN A B C D
Baik Biasa saja Rusak Lainnya
Presentase 36 24 40 0
Sumber : Hasil Observasi, 2013
104
4.1.1.5 Dampak pada kualitas tanah Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting untuk kelangsungan hidup umat manusia, hubungan manusia dengan tanah bukan hanya sekedar tempat hidup, tetapi lebih dari itu tanah memberikan sumber daya bagi keberlangsungan hidup umat manusia. Pencemaran pada kualitas tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami. Ketika suatu zat berbahaya/beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya. Untuk lebih jelasnya mengenai dampak pencemaran tanah dapat dilihat pada Tabel 4.13 Tabel 4.13 Kualitas tanah serta dampaknya terhadap manusia dan Lingkungan Parameter yang diukur Pemantauan Kualitas Tanah (tekstur tanah, kandungan bahan organik dan permeabilitas tanah)
Rehabilitasi (reklamasi revegetasi) , seperti : Penggunaan & Luas lahan RTRW Provinsi / Kabupaten
Dampak Terhadap Manusia Dampak Terhadap Lingkungan Terjadinya longsor dan banjir 1. erosi. Pada dasarnya erosi dapat menyebabkan kerugian pada menyebabkan menurunnya produktivitas manusia bahkan dapat lahan, menyebabkan kematian 2. terganggunya keseimbangan ekosistem, dan 3. rusaknya lingkungan. Bila keadaan lebih parah lagi akan terbentuk lahan kritis. 4. terbentuknya lapisan dengan kandungan allumunium yang lebih tinggi, 5. menurunkan kandungan bahan organik, unsur-unsur hara menjadi lebih rendah dan terbentuknya lapisan bawah yang lebih padat. dan 1. Bencana banjir 1. Erosi 2. Banjir
Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Berdasarkan hasil analisis yaitu menguji sample tanah di laboratorium yang dilakukan untuk melihat pH tanah, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel Tabel 4.14 Hasil uji Laboratorium Kualitas dan kuantitas tanah di Kecamatan Koba Sample
parameter yang diukur
tanah 1
tanah 2
tanah 3
tanah 4
Tekstur
kerikil berbatu
pasir kasar
Halus
kerikil, kasar
PH Kelembapan Sumber : Hasil Analisis, 2014
4,5
5
5,5
5,9
70
60
50
40
105
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat pada sample tanah yang diambil untuk pH tanah masih sekitar 4,5-5,9. Dimana pH tanah sangat menentukan pertumbuhan dan produksi tanaman untuk makanan ternak, bahkan berpengaruh pula pada kualitas hijauan makanan ternak. PH tanah yang optimal bagi pertumbuhan kebanyakan tanaman makanana ternak adalah antara 5,6-6,0 dimana sample pada tanah 4. Pada tanah pH lebih rendah dari 5.6 pada umumnya
pertumbuhan
tanaman
menjadi
terhambat
akibat
rendahnya
ketersediaan unsur hara penting seperti fosfor dan nitrogen. Bila pH lebih rendah dari 4.0 pada umumnya akan berdampak secara fisik merusak sistem perakaran, terutama
akar-akar
muda,
sehingga
pertumbuhan
tanaman
menjadi
terhambat. Tanaman makanan ternak yang ditanam pada tanah yang memiliki pH rendah biasanya juga menunjukkan klorosis (peleburan klorofil sehingga daun berwarna pucat) akibat kekurangan nitrogen atau kekurangan magnesium. Selain itu pH tanah rendah memungkinkan terjadinya hambatan terhadap pertumbuhan mikroorganisme yang bermanfaat bagi proses mineralisasi unsur hara dan mikroorganisme yang berpengaruh pada pertumbuhan tanaman. 4.1.2 Pengupasan Top Soil Kegiatan pertambangan akan menghasilkan dampak yang bersumber dari proses pertambangan, dalam
pengupasan top soil ini merukana proses
pertambangan yang akan memberikan dampak, karena sebelum dilakukan kegiatan eksplorasi tambang timah dilakukan penggalian terlebih dahulu yakni pengupasan (stripping) tanah penutup yang merupakan tahap awal dari aktivitas penggalian bijih timah Akibat yang ditimbulkan dari pengupasan tanah penutup, akan menyebabkan hilangnya lapisan tanah pucuk (unsur hara) yang baik untuk pertanian. Setelah dilakukan pengupasan tanah penutup kemudian baru dilakukan penggalian bijih timah.
106
Gambar 4.4 Proses pengupasan tanah oleh Alat berat Sumber : Evaluasi Lingkungan Hidup Akibat Kegiatan Tambang
Gambar 4.5 Pengupasan tanah untuk pertambangan timah Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013 4.1.3 Analisis Topografi wilayah Keadaan topografi Kecamatan Koba
sebagian besar bahkan hampir
keseluruhan wilayah Kecamatan Koba mempunyai relief/bentang alam berupa daratan yang datar dengan kemiringan 0 – 3%. Kelas kemiringan lereng di Kecamatan Koba diklasifikasikan menjadi kelas datar, landai, agak curam, curam, dan sangat curam. Adapun klasifikasi tersebut seperti dibawah ini: •
0-8%
: Datar
•
8 -15 %
: Landai
•
15 - 25 %
: Agak curam
•
25 - 40 %
: Curam
•
> 40 %
: Sangat curam
107
Berdasarkan klasifikasi tersebut keadaan topografi di Kecamatan Koba didominasi oleh kelas kelerengan datar (0-8%) seluas 28.715,17 ha, diikuti oleh kelas kelerengan landai (8-15%) seluas 10.440,76 ha. Berdasarkan topografis, letak wilayah Kecamatan Koba rata-rata pada ketinggian 0-20 mdpl, dengan luas 39.156,11 Ha. Karena merupakan wilayah dataran rendah dan juga merupakan daerah pesisir. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.15 Tabel 4.15 Ketinggian Kecamatan Koba No
Desa/ Kelurahan 1
Nibung
2
Ketinggian dari permukaan laut (m)
Luas
kriteria
13,3
7.409,73
Landai
Koba
9,7
407,54
Landai
3
Simpang Perlang
9,7
716,03
Landai
4
Padang Mulia
5,5
3.175,34
Datar
5
Berok
3,5
290,33
Datar
6
Arum Dalam
11,5
1.907,46
Landai
7
Guntung
3,4
8.397,91
Datar
8
Terentang III
2,9
9.037,44
Datar
9
Penyak
2,7
5.857,74
Datar
10
Kurau
2,6
1.304,46
Datar
11
Kurau Barat
2,7
651,95
Datar
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Luas kelas kemiringan lereng pada masing-masing arahan fungsi lahan adalah sebagaimana dapat dilihat pada tabel 4.16
Tabel 4.16 Luas Kecamatan Koba Menurut Kemiringan No 1 2
Kelas Datar Landai Jumlah
Luas (ha) 28.715,17 10.440,76 39.155,93
Sumber: hasil analisis, 2013
4.1.4 Analisis Hidrologi Hidrogeologi terdiri dari air dangkal (permukaan) dan air tanah dalam. Kondisi hidrologi Kecamatan Koba terdiri dari Akuifer Produktif artinya sumber mata airnya lebih banyak, karena berada pada kontur rendah, Akuifer Produktifitas Sedang dan rendah.
108
a.
Air Tanah Dalam Untuk memenuhi kebutuhan air bersih, masyarakat di perdesaan di
Kecamatan Koba secara umum masih dapat memanfaatkan air tanah. Air tanah dangkal dapat dimanfaatkan dengan mudah dengan membuat sumur gali Potensi Air tanah secara kuantitatif
(debit, liter/detik) namun dari segi
pemanfaatan yang ada saat ini menunjukan hampir seluruh masyarakat masih mengandalkan sumber air tanah sebagai satu-satunya sumber air bersih mereka. Akan tetapi lama-kelamaan karena adanya pertambangan timah sumber air tanah di beberapa lokasi di Kecamatan Koba terlihat kondisinya yang semakin memburuk dan tidak layak pakai karena tercemar. Dengan semakin terbatasnya potensi air tanah dalam atau sumur di Kecamatan Koba sehingga masyarakat beralih mengunakan potensi sumberdaya air lainnya seperti air kolong dan air sungai.
Gambar 4.6 Kondisi Sumur / Air tanah dalam di Kecamatan Koba Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
b.
Air Permukaan (Dangkal) Air permukaan adalah air yang muncul atau mengalir dipermukaan seperti
mata air, danau, sungai dan rawa. Sumber daya air permukaan Kecamatan Koba terdiri dari air sungai, Rawa dan air kolong. Sampai saat ini air permukaan merupakan sumber air utama yang dimanfaatkan oleh penduduk. Kecamatan Koba mempunyai 3 (Tiga) Daerah Aliran Sungai (DAS) yaitu; DAS Berok, DAS Guntung, dan DAS Kurau.
109
Tabel 4.17 Sungai yang ada di Kecamatan Koba No
Desa/ Kelurahan
Nama Sungai
Panjang Sungai
1
Nibung
-
-
2
Koba
-
-
3
Simpang Perlang
-
-
4
Padang Mulia
-
-
5
Berok
Sungai Berok
6
Arum Dalam
-
7
Guntung
Sungai Guntung
8
Terentang III
-
-
9
Penyak
-
-
10
Kurau
Sungai Kurau
11
Kurau Barat
--
23000 7000
42000 -
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Gambar 4.7 Kondisi Sungai di Kecamatan Koba Sumber : Hasil observasi Lapangan,2013
Untuk memenuhi kebutuhan air bersih di Kecamatan koba, selain masyarakat mengunakan sungai untuk mandi, Cuci, dan Kakus potensi sumber daya air bersih lainnya yang digunakan oleh masyarakat Kecamatan Koba adalah memanfaatkan kolong-kolong. Untuk pemanfaatan air kolong menjadi air baku perlu dikelola dengan mempertimbangkan azaz konservasi serta lingkungan. Kerusakan akibat perubahan lahan seperti daerah kawasan lindung atau kawasan perkebunan berubah menjadi daerah pertambangan jelas akan berdampak
buruk
terhadap
kelestarian
air
kolong
dengan
terjadinya
bertambahnya pelumpuran, berkurangnya daya serap air tanah sehingga pasokan air tanah berkurang dan lain sebagainya. Dimana di kecamatan koba
110
terdapat 3 kolong yang masyarakatnya mengunakan air kolong tersebut untuk keperluan air minum. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini Tabel 4.18 Sumber air minum di Kecamatan Koba Luas Panjang Sumber Kedalaman(m) Volume (m³) (m²) Kolong Nibung 97.944.906 4,8 470.135,55 Kolong Nadi 3 786.880.000 5,04 3.965.875,20 Kolong Nadi 4 1.236.781.625 5 6.183.908,13 Jumlah 10.619.918,88 Sumber : RTRW Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Sistem
Penyediaan
Air
Bersih
untuk
Kecamatan
Koba
dapat
memanfaatkan sumber Air dari Kolong Nibung, kolong nadi 3 dan nadi 4. Lokasi kolong ini dekat dengan jalan raya dan pemukiman penduduk. Kondisi di lapangan adalah warga memanfaatkan kolong ini sebagai sumber air bersih selama musim kemarau. Tetapi harus ada upaya pencegahan pencemaran terutama yang berasal dari aktifitas Tambang Inkonvensional (TI) apung, karena sangat berperan dalam menimbulkan kerusakan dan pencemaran.
4.1.5 Analisis tingkat Erosi Erosi adalah hilangnya atau terkikisnya tanah atau bagian-bagian tanah dari suatu tempat yang diangkut oleh air atau angin ke tempat lain. Erosi menyebabkan hilangnya lapisan atas tanah yang subur dan baik untuk pertumbuhan tanaman serta berkurangnya kemampuan tanah untuk menyerap dan menahan air. Tanah yang terangkut nantinya akan diendapkan di tempat lain misalnya di dalam sungai, waduk, danau, saluran irigasi, diatas tanah pertanian dan sebagainya. Endapan tersebut akan menyebabkan pendangkalan sungai, waduk, danau dan saluran-saluran irigasi lainnya. Pendangkalan sungai dan peningkatan jumlah aliran air permukaan dapat menyebabkan terjadinya banjir. Secara umum, terjadinya erosi ditentukan oleh faktor-faktor iklim (terutama intensitas hujan), topografi, karakteristik tanah dan lainnya. Pengaruh iklim terhadap erosi dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Pengaruh langsung erosi adalah melalui tenaga kinetis hujan, terutama intensitas dan diameter butir hujan. Pada hujan yang intensif dan berlangsung dalam waktu pendek, erosi yang terjadi biasanya lebih besar daripada hujan dengan intensitas lebih kecil dengan waktu hujan lebih lama. Karakteristik tanah yang mempengaruhi erosi 111
adalah tekstur tanah, unsur organik, struktur tanah, dan permeabilitas tanah. Faktor topografi yang memberikan kontribusi terhadap erosi adalah kemiringan lereng dan panjang lereng. Kedua faktor topografi tersebut penting untuk terjadinya erosi karena faktor tersebut menentukan besarnya kecepatan dan volume air larian. Pengaruh vegetasi penutup tanah terhadap erosi adalah melindungi permukaan tanah dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan dan volume air larian, menahan partikel-partikel tanah pada tempatnya melalui sitem
perakaran
dan
seresah
yang
dihasilkan,
dan
mempertahankan
kemantapan kapasitas tanah dalam menyerap air (Asdak, 2002). 4.1.5.1 Analisis Jenis tanah dan Kepekaan terhadap erosi Pengolahan data jenis tanah adalah dengan pendekatan terhadap kepekaan jenis tanah tertentu terhadap tingkat laju erosi. Tanah memiliki struktur dan porositas yang mampu menahan laju aliran permukaan (surface run off) yang berbeda antara jenis tanah satu dengan lainnya. Semakin kuat jenis tanah menahan laju aliran permukaan maka kepekaannya semakin rendah, sebaliknya semakin rendah jenis tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya semakin tinggi. 1)
Jenis Tanah Entisols (Hydraquents dan Udipsamments) Entisols (Fluvisols, Gleysols, Arenasols, Regosols, Alluvial). Kelompok besar yang masuk ke dalam subordo Aquents (Gleysols, Fluvisols), adalah: Sulfaquents, Fluvaquents, Tropaquents, Psammaquents, Haplaquents, dan Hydraquents. Kelompok besar dari ordo Fluvents (Fluvisols), adalah Xerofluvents/ Terrofluvents, Ustifluvents, Tropofluvents, dan Udifluvents. Dalam sistem klasifikasi tanah nasional Entisols setara dengan Aluvial Kelabu atau Aluvial Hidromorf dan Regosol. Analisis tanah Entisols menunjukkan bahwa jenis tanah ini bergantung pada komposisi bahan endapan yang membentuknya. Entisols memiliki kelas besar butir yang sangat bervariasi, dari berliat dengan kandungan liat tinggi (54-69%), sampai berlempung dengan kandungan debu tinggi (39-53%). Reaksi tanah Aquents biasanya masam sampai agak masam (pH 4,7-6,6), dan Fluvents cenderung masam sampai agak masam (5,0-6,5). Kandungan bahan organik juga bervariasi, seperti pada Aquents, kandungannya sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Kandungan P-potensial (P2O5 ekstraksi 25% HCl) bervariasi, sebagian sangat rendah sampai rendah, dan sebagian
112
sedang sampai tinggi. Demikian juga K-potensial (K2O ekstraksi 25% HCl), banyak yang kandungannya sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Namun sebagian juga bervariasi sangat rendah sampai rendah, baik di lapisan atas maupun bawah. Jumlah basa yang dapat ditukar dan kejenuhan basa (KB) juga bervariasi, sebagian tergolong rendah, dan sebagian sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Kapasitas tukar kation tanah (KTK) umumnya rendah sampai sedang, atau sedang sampai tinggi di seluruh lapisan. Lapisan atas umumnya mem-punyai jumlah basa dapat ditukar, KTK, dan KB lebih tinggi daripada lapisan bawah. Dengan demikian, potensi kesuburan alami Entisols sangat bervariasi, bergantung pada komposisi bahan, dari rendah sampai tinggi. 2)
Jenis Tanah Ultisols (Hapludults) Ultisols (Podzolic). Dalam klasifikasi tanah nasional, Ultisols setara dengan Podsolik Merah Kuning. Data analisis tanah yang berasal dari berbagai wilayah menunjukkan, bergantung pada bahan induk (batu liat atau batu pasir), Ultisols memiliki butir yang bervariasi dari berlempung halus (17-35% liat) sampai berliat (3755% liat), reaksi tanah sangat masam sampai masam (pH 4,1-4,8). Kandungan bahan organik di lapisan atas yang tipis (8-12 cm) umumnya rendah sampai sedang, dan di lapisan bawah sebagian besar sangat rendah, dengan rasio C/N tergolong rendah (5-10). Kandungan P-potensial sangat rendah, dan K-potensial ber-variasi sangat rendah sampai rendah, baik di lapisan atas maupun lapisan bawah. Jumlah basa-basa dapat ditukar tergolong sangat rendah di seluruh lapisan, kecuali di lapisan atas yang umumnya rendah. Ion K hanya berkisar antara 0,00-0,10 cmol (+)/kg tanah. KTK tanah di semua lapisan termasuk rendah dan KB sebagian terbesar sangat rendah (20% atau kurang), kecuali di lapisan atas yang termasuk rendah sampai sedang (21-51%). Potensi kesuburan alami Ultisols disimpulkan sangat rendah sampai rendah.
3)
Jenis Tanah Oxisols (Hapludox) Oxisols (Ferrasols, Gleysols, Latosol). Dalam peta tanah dunia FAO, Oxisols disetarakan dengan Ferrasols untuk Amerika Selatan dan Afrika.
113
Dalam klasifikasi tanah nasional Oxisols setara dengan Lotosol Merah dan Lateritik. Analisis terhadap jenis tanah ini menunjukkan bahwa Oxisols termasuk bertekstur liat sampai liat berat, yang kandungan fraksi liatnya dapat sangat tinggi (80-91%). Reaksi tanah bervariasi, sebagian pada Hapludox dan Kandiudox sangat masam sampai masam (pH 3,9-4,9), sebagian lagi pada Eutrudox bereaksi masam (pH 5,1-5,5), dan pada Acrudox bereaksi netral (pH 6,7-7,1). Kandungan bahan organik lapisan atas yang sedikit agak tebal (12-25 cm) sebagian rendah dan sebagian lagi sedang sampai tinggi, tetapi pada lapisan bawah berangsur menurun menjadi sangat rendah sampai rendah. Rasio C/N tergolong rendah (6-10). Kandungan P dan K-potensial di lapisan atas dan bawah hampir semuanya sangat rendah. Rata-rata kandungan K2O pada sebagian pedon lebih besar dari pada P2O5. Jumlah basa-basa dapat ditukar termasuk sangat rendah, KTK tanah sebagian besar rendah, dan KB-nya sangat rendah. Kecuali pada Eutrudox, jumlah basa dapat ditukar dan KTK tanah rendah sampai sedang, dan KB-nya tergolong sedang (40-60%). Dengan demikian, potensi kesuburan alami Oxisols sebagian besar termasuk sangat rendah sampai rendah, sebagian lagi (Eutrudox) rendah sampai sedang. Pengolahan data jenis tanah merupakan pendekatan terhadap tingkat laju erosi. Tanah memiliki struktur dan porositas yang mampu menahan laju aliran permukaan (surface run off) yang berbeda antara jenis tanah satu dengan lainnya. Semakin kuat jenis tanah menahan laju aliran permukaan maka kepekaannya semakin rendah, sebaliknya semakin rendah jenis tanah akan tingkat laju erosi maka kepekaannya semakin tinggi. Tabel 4.19 Klasifikasi Kepekaan Jenis Tanah terhadap Erosi No 1 2 3 4 5
Kelas Tanah 1 2 3 4 5
Jenis Tanah Aluvial, glei planosol, hidomorf kelabu, laterita air tanah Latosol Brown forest soil, noncalsic brown, mediteran Andosol, Laterit, Grumusol, Podsol, Podsolik Regosol,Litosol, Organosol, Renzina
Klasifikasi Kepekaan Tidak peka Agak peka Kurang peka Peka Sangat Peka
Sumber: hasil analisis, 2013
114
Tabel 4.20 Analisis Tingkat Kepekaan Erosi Menurut Jenis Tanah di Kecamatan Koba No
Jenis Tanah
1
Entisols (Hydraquents dan Udipsamments)
2
Inceptisols (Endoaquepts)
3 4
Oxisols (Hapludox) Ultisols (Hapludults)
Jenis Tanah
Kepekaan
Aluvial Kelabu
Tidak Peka
Regosol Aluvial Glei Humus Latosol Merah Podsolik Merah Kuning
Sangat Peka Tidak Peka Tidak Peka Agak Peka Peka
Sumber: hasil analisis, 2013
Tabel 4.21 Jenis Tanah di Kecamatan Koba No
NAMA DESA
JENIS TANAH
LUAS
1
Kurau timur
Udipsamments
912,1341
2
Kurau timur
Endoaquepts
331,4685
3
Penyak
Udipsamments
1496,677
4
Penyak
Endoaquepts
1181,476
5
Penyak
Hapludox
1529,208
6
Terentang
Udipsamments
420,5694
7
Terentang
Endoaquepts
1468,036
8
Terentang
Hapludox
5019,098
9
Guntung
Endoaquepts
797,383
10
Guntung
Hapludox
6982,99
11
Arung Dalam
Hapludox
1912,242
12
Padang Mulia
Hapludox
3920,597
13
Koba
Hapludox
770,0982
14
Nibung
Endoaquepts
401,2776
15
Nibung
Hapludox
3148,612
16
Kurau
Udipsamments
455,1279
17
Kurau
Endoaquepts
124,1263
18
Simpang Perlang
Hapludox
2563,149
Sumber : Bappeda, 2012
Tabel 4.22 Sebaran Jenis Tanah di Kecamatan Koba No 1 2 3
Jenis Tanah Endoaquepts Hapludox Udipsamments
Luasan (Ha) 4303,77 25846 3284,51
Sumber: hasil analisis, 2013
Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran jenis tanah di kecamatan koba dapat dilihat pada gambar 4.8 peta sebaran jenis tanah dan gambar 4.9 peta sebaran rawan bencana.
115
Gambar 4.8 Peta Sebaran Jenis Tanah 116
Gambar 4.9 Peta Sebaran Rawan Bencana 117
4.1.5.2 Analisis Tipe Iklim dan Intensitas Curah Hujan Analisis tipe iklim dilakukan untuk melihat kondisi klimatologi di Kecamatan Koba Bangka Tengah. Mengacu pada klasifikasi iklim menurut Oldeman berdasarkan pada banyaknya bulan basah yaitu > 200 mm/bulan dan bulan kering yaitu < 100 mm/bulan, wilayah Kecamatan Koba termasuk dalam zona Agroklimat B2, dengan jumlah 8 bulan basah dan 2 bulan kering. Sedangkan berdasarkan intensitas curah hujannya (I) yang dihitung berdasarkan curah hujan rata-rata dalam satu tahun dan hari hujannya, dengan rumus: I = CH/ HH
I
= Curah hujan
CH
=Curah hujan rata-rata dalam satu tahun
HH
=Hari hujan rata-rata dalam satu tahun
Curah hujan Kecamatan Koba Rata-rata curah hujan di Kecamatan Koba berkisar antara 241,6 mm/tahun. Dengan intensitas curah hujan yang rendah yaitu 18 mm/hari, Tabel 4.23 Klasifikasi Zona Agroklimat Menurut Oldeman No
Zona
Klasifikasi
1
A
2
B
3
C
4
D
A1 A2 B1 B2 B3 C1 C2 C3 C4 D1
10 - 12 Bulan 10 - 12 Bulan 7 - 9 Bulan 7 - 9 Bulan 7 - 8 Bulan 5 -6 Bulan 5 -6 Bulan 5 -6 Bulan 5 Bulan 3 - 4 Bulan
0 - 1 Bulan 2 Bulan 0 - 1 Bulan 2 - 3 Bulan 4 - 5 Bulan 0 - 1 Bulan 2 - 3 Bulan 4 - 6 Bulan 7 Bulan 0 - 1 Bulan
D2
3 - 4 Bulan
2 - 3 Bulan
D3
3 - 4 Bulan
4 - 6 Bulan
D4
3 - 4 Bulan
7 - 9 Bulan
E1 E2
0 - 2 Bulan 0 - 2 Bulan
0 - 1 Bulan 2 - 3 Bulan
E3 E4 E5
0 - 2 Bulan 0 - 2 Bulan 0 - 2 Bulan
4 - 6 Bulan 7 - 9 Bulan 10 - 12 Bulan
5
E
Bulan Basah
Bulan Kering
Sumber: http://mbojo.wordpress.com, 2012
118
Tabel 4.24 Klasifikasi Intensitas Curah Hujan Klasifikasi Intensitas Curah Hujan 1 2 3 4 5
No 1 2 3 4 5
Intensitas Curah Hujan
Klasifikasi
< 13,6 13,6 – 20,7 20,7 – 27,7 27,7 – 34,8 > 34,8
Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Sumber: http://mbojo.wordpress.com, 2012
hari hujan (hari) hari hujan (hari) 27
25
23
16
23
20 15
24 19
10 5
4
Gambar 4.8 Jumlah Hari Hujan di Kecamatan Koba dalam setahun Sumber : Data Curah Hujan dari Tabel 4.19
Tabel 4.25 Curah Hujan dan suhu udara Kecamatan Koba
Bulan
Curah Hujan Jumlah Hari Hujan (mm) (Hari)
Suhu Udara Rata-Rata
Min
Max
Januari
253,1
27
26
23,6
29,9
Febuari
309,9
16
26,2
23,3
30,4
Maret
228,5
25
26,1
23,4
30,5
April
356,2
23
26,6
23,7
30,8
Mei
343,9
23
27,2
24,2
31,5
Juni
271,6
15
27,3
24,4
31,2
Juli
91,1
10
27,2
24,2
30,9
Agustus
43,6
5
27,7
24,4
31,6
September
78,6
4
28,1
24,5
32,3
301,9
20
27,1
24,2
31,4
Oktober
119
Curah Hujan Jumlah Hari Hujan (mm) (Hari)
Bulan
Suhu Udara Rata-Rata
Min
Max
November
351,9
19
26,7
23,9
31
Desember
268,5
24
26,1
23,8
29,9
Rata-rata
241,6
18
26,9
24
31
2010
287,03
22
26,9
24,1
31,2
2009
155,43
17
27,3
24,7
31,2
2008
177,1
18
26,7
23,6
30,9
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Tabel 4.26 Tipe Iklim Kecamatan Koba No
Tahun
Jumlah Hari hujan 177,1 155,43 287,03 241,6
Intensitas Curah hujan
1 2008 18 2 2009 17 2 2010 22 3 2011 18 Rata-Rata 18,75 Zona Agroklimat Kecamatan Koba termasuk dengan intensitas curah hujan (I) termasuk dalam kategori rendah Sumber : Hasil Analisis, 2013
Tabel 4.27 Lamanya penyinaran matahari di Kecamatan Koba Bulan
Angin Arah Terbanyak Kecepatan Maksimal
Rata-Rata Kec Angin
Arah
Rata-Rata Penyinaran Matahari
Januari
3,3
BL
10,4
U
33,8
Febuari
3
BL
11
U
53
2,2
BL
9
U
35,3
2
BL
8,2
Maret April Mei
2,6
TGR
9
Juni
4,1
TGR
Juli
5,1
Agustus September
43,1 T
59,7
10,3
TGR
59,9
TGR
10,7
TGR
71,9
6,1
TGR
12,2
T
89
6,1
TGR
13
T
82,8
Oktober
2,9
TGR
9
T
59,5
November
1,5
BD
7
CALM
47,5
Desember
1,5
BL
7
BL
24,5
Rata-Rata
3,37
9,73
54,97
2010
2,5
8,9
43,3
2009
3,5
10,7
56
10,3
49,3
2008 3,5 Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
120
4.1.6 Analisis Kesesuaian Lahan KP Pertambangan Timah Kajian mengenai dampak pertambangan timah tentu melihat lahan pertambangan di kawasan tersebut, dimana sesuai untuk pengembangan kegiatan tertentu bila kegiatan atau penggunaan lahan yang dikembangkan tersebut memiliki produktivitas optimal dengan input yang minimal Dalam analsis sesuaian lahan perlu adanya tahapan pertama/overlay (metode tumpang tindih) berdasarkan pada ovelay pada tiap-tiap penggunaan lahan, hasil overlay ini adalah peta kesesuaian lahan . Hasil peta overlay ini akan dioverlay dengan kondisi eksisting. Adapun proses overlay tersebut adalah sebagai berikut : Proses overlay (tunpang tindih) ini dilakukan pada kondisi fisik dasar dengan data yang tersedia dan berdasarkan pada kriteria kesesuaian lahan tiap penggunaan lahan.
Pertambangan Overlay 1 Penggunaan Lahan Overlay 2 Pola Ruang
Gambar 4.9 Superimpose Kawasan kajian dampak Pertambangan Timah
I = dizinkan
I
B
T
I
I
I
T
B = bersyarat / terbatas
B
I
B
B
T = tidak diizinkan
T
T
B
T
Analisis overlay di Kecamatan Koba terdapat beberapa peruntukannya antara lain menentuan kawasan pertambangan di Kecamatan koba apakah di izinkan apa tidak diizinkan dan bagaimana rekomendasinya. Terdapat beberapa SPL yang berdasarkan pada kawasan pertambangan, pengunaan lahan dan ditinjau dari pola ruang . Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.12 Peta pertambangan, dan gambar 4.13 peta pegunaan lahan
121
Gambar 4.12 Peta Pertambangan
122
Gambar 4.13 Peta Pegunaan Lahan
123
Tabel 4.28 Hasil Analisis Overlay 1 (Pertambangan dan Pengunaan Lahan) SPL
Overlay 1
1,3,5,9,11,16,18,20,22,23,28,29,31,32,35,36,38,43,47,48,49,51,55,5 6,57,64,65,66,67,70,72,73,76,77,81,83,84,85,90,91,92,93,96,97,98,9 9,104,105,110,111
Bersyarat
4,6,7,8,10,13,14,15,17,19,21,24,25,26,27,30,33,34,37,39,40,41,42,4 4,45,46,50,52,53,54,58,59,60,61,62,63,71,74,75,78,79,80,82,86,87,8 8,89,94,95,100,101,102,103,106,107,108,109
Diizinkan
2,12,68,69
tidak diizinkan
Sumber : hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel ovelay 1, yaitu kawasan pertambangan di gabungkan dengan pegunaan lahan maka di dapatkan hasil di KP pertambangan timah bahwa untuk kawasan yang pengunaan lahannya adalah permukiman, kawasan hutan lindung, atau badan air lainnya tidak diizinkan untuk dilakukan pertambangan, sedangkan untuk kawasan yang berdasarkan pengunaan lahannya berupa hutan lahan kering, pertanian, perkebunan itu bersyarat dilakukan pertambangan, bersyarat dalam arti bisa ditambang dalam luasan lahan yang terbatas, juga berdasarkan kebijakan pemerintah apakah diizinkan atau tidak diizinkan karena harus dilihat apakah itu merupakan lahan warga yang dapat merugikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel kriteria penentuan kawasan yang diizinkan, bersyarat, atau tidak dizinkan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar 4.14 peta hasil overlay 1 (pertambangan dan pengunaan lahan) Tabel 4.29 Kriteria penentuan kawasan overlay Kriteria Kawasan hasil overlay 1 (pertambangan dan pengunaan lahan)
Bersyarat
Diizinkan
Tidak diizinkan
Hutan lahan kering, perkebunan, pertanian lahan kering
Lahan terbuka, semak belukar, semak belukar rawa
Hutan lindung, permukiman, Badan air
Kriteria Kawasan hasil overlay 2 (Kesesuaian lahan Bersyarat Kawasan produksi,
perternakan,
Diizinkan hutan
Pertambangan, lahan basah/ rawa,
Tidak diizinkan Permukiman, kolong
Sumber : Hasil diskusi, 2013
124
Gambar 4.14 Peta Hasil Overlay 1
125
Tabel 4.30 Hasil analisis overlay 2 (kesesuaian lahan) SPL 6,23,27,32,53,55,56,72,81,91,102,106,108,113,125,127,129,200,206,207,2 10,214,216,217,221,236,237,245,254,260,261,270,271,272,273,276,277,2 84,285,286,306,307 1,2,3,4,5,7,9,10,11,12,13,14,15,24,25,26,33,34,35,36,37,38,39,40,41,42,43 ,44,45,46,47,48,49,50,51,52,54,57,58,59,60,61,62,63,64,65,66,67,68,69,70 ,71,73,74,75,76,77,78,79,80,82,83,4,85,86,87,88,89,90,92,93,94,95,96,101 ,103,104,105,107,110,111,112,114,115,116,117,118,119,120,121,122,123, 124,126,128,130,131,132,133,134,135,136,137,138,140,141,142,143,144, 145,148,159,160,168,169,171,172,174,175,184,185,186,187,188,189,190, 191,194,195,196,197,198,199,201,208,209,211,212,213,215,218,219,220, 222,224,225,226,227,228,229,230,231,232,233,234,235,238,239,240,241, 242,243,244,246,247,248,249,250,251,252,253,255,256,257,258,259,262, 263,264,265,266,267,274,275,278,279,280,281m182,283,287,288,289,290 ,291,292,293,294,295,296,297,298,299,300,301,302,303,304,305,308,309, 310,311,312,313,314,315,316,317,318,319,322,323,326,327,330,331,332, 333,334,335,336 8,16,17,18,19,20,21,22,28,29,30,3197,98,99,100,109,139,146,147,149,150 ,151,152,153,154,155,156,157,158,161,162,163,164,165,166,167,170,173, 176,177,178,179,180,181,182,183,192,193,202,203,204,205,223,268,320, 321,324,325,328,329,
overlay 2
Bersyarat
Dizinkan
tidak diizinkan
Sumber : hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel tersebut dihasilkan kesesuaian lahan KP Pertambangan timah di Kecamatan. Kesesuian lahan tersebut didapatkan dengan pegabungan 2 peta yaitu peta overlay 1 digabungkan dengan peta pola ruang kecamatan koba, dimana peta overlay 1 tersebut didapatkan berdasarkan gabungan peta kawasan pertambangan dengan peta pengunaan lahan di kecamatan koba, dari hasil kesesuaian lahan tersebut diketahui bahwa sebagian KP Pertambangan timah di Kecamatan koba tidak izinkan untuk dilakukan pertambangan seluas 1937,420 Ha, karena KP tersebut tidak sesuai dengan pola ruang yang ada dikawasan tersebut seperti kawasan pertambangan yang berada di kawasan permukiman atau di kawasan lindung sehingga tidak boleh dilakukan pertambangkan sehingga pemerintah harus mentindaklanjuti atau bersikap tegas bila dilakukan pertambangan di kawasan tersebut. Dari kesesuaian lahan tersebut juga di ketahui 1750,152 ha, merupakan kawasan bersyarat karena kawasan tersebut merupakan kawasan hutan produksi,
kawasan
perternakan
sehingga
bersyarat
untuk
dilakukan
pertambangan dalam jumlah besar sesuai kebijakan yang diizinkan pemerintah seperti adanya reklamasi atau adanya timbal balik . Selain itu dari kesesuaian
126
lahan juga diketahui sebesar 8071,076 ha, merupakan kawasan yang boleh ditambang karena merupakan kawasan lahan kosong yang tidak dimanfaatkan yang boleh dilakukan tetapi hal tersebut tidak luput dari amdal yang baik. Untuk lebih jelasnya mengenai sebaran hasil overlay 2 dapat dilihat pada gambar 4.15 peta pola ruang, dan pada gambar 4.16 peta overlay 2 Kesesuaian lahan 4.1.7 Pengembangan Infrastuktur pertambangan Kegiatan pertambangan dan pasca pertambangan tidak hanya memberikan dampak buruk saja terhadap lingkungan, tetapi dapat memberikan manfaat yang dapat dilihat diantaranya perkembangan sarana dan prasarana seperti jalan, infrastuktur yang semakin berkembang, juga dapat dimanfaatkan lahan pasca pertambangan yang sudah di reklamasi menjadi produktif. a.
Pembangunan jalan baru Ada banyak jalan raya baru yang sengaja dibangun untuk memudahkan
transportasi perusahaan tambang timah, biasanya jalan baru itu untuk membuka lahan menuju ke areal pertambangan atau untuk menuju ke pesisir sungai untuk memudahkan
pengangkutan
transportasi laut.
timah
ke
kapal
dan
dibawa
mengunakan
Pembangunan jalan ini akhirnya dapat memudahkan
masyarakat untuk mengaksesnya, biasanya pula jalan-jalan baru yang dibangun untuk memudahkan membawa timah, agar tidak terganggu, namun jalan baru ini dapat juga digunakan masyarakat setempat gratis dan tanpa izin
127
Gambar 4.15 Peta Pola Ruang
128
Gambar 4.16 Peta Overlay 2
129
Gambar 4.10 Proses Pembangunan jalan baru untuk memudahan akses pertambangan Sumber : hasil observasi lapangan, 2013
Tabel 4.31 Kondisi Jalan di Kecamatan Koba Kondisi jalan Diaspal Kerikil Tanah Baik Sedang Rusak Rusak berat
2010 92,3 21 4,5 105 10 2.8
2011 33,64 15,65 32,78 3,31 6,27 4,93
Sumber : Kecamatan dalam angka, 2012
Adanya jalan yang rusak di kecamatan Koba dikarenakan banyaknya truk milik perusahaan timah ataupun truk milik perusahaan swasta yang berselweran dijalan tersebut, berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 42% responden merasa terganggu dari rusaknya jalan yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan tersebut. Untuk lebih jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan tambang terhadap tingkat kebisingan dapat di lihat pada Tabel 4.32 Tabel 4.32 Kondisi jalan akibat pertambangan KONDISI JALAN AKIBAT PERTAMBANGAN
A B C D
Baik Biasa saja Rusak Lainnya
Presentase 48 10 42 0
Sumber : Hasil observasi lapangan, 2013
130
Tabel 4.33 Kondisi Infrastuktur akibat pertambangan KONDISI INFRASTUKTUR AKIBAT PERTAMBANGAN
A B C D
Presentase
Baik Biasa saja Rusak Lainnya
50 12 38 0
Sumber : Hasil observasi lapangan, 2013
b.
Produksi timah Kegiatan pertambangan timah di kecamatan koba merupakan sumber daya
alam yang cukup melimpah dalam sebulan saja perusahaan swasta PT Kobatin dapat menghasilkan produksi kurang lebih 500 ton perbulan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.34 Tabel 4.34 Produksi timah juli- september 2012 (ton) No 1 2
Produksi Bijih timah Logam ingots
Juli 2012 618,2 711,3
Augustus 2012 516 546,2
September 2012 434,9 376,6
Sumber : PT Kobatin, 2012
Berdasarkan tabel diatas, dapat diketahui bahwa produksi timah di kecamatan koba cukup melimpah, akan tetapi semakin lama kelamaan produksinya akan menurun bila tidak dilakukan pertambangan baru, hal ini tentunya
harus
ditinjaklanjuti
secara
tegas
karena
akan
menimbulkan
pertambangan secara besar-besaran untuk menutupi kekurangan produksi, kekurangan produksi ini juga dapat mempengaruhi pendistribusian logam timah, pendistribusian logam timah hampir 95% dilaksanakan untuk memenuhi pasar di luar
negeri
atau
ekspor
dan
sebesar
5%
untuk
memenuhi
pasar
domestik. Negara tujuan ekspor logam Timah antara lain adalah wilayah Asia Pasifik yang meliputi Jepang, Korea, Taiwan, Cina dan Singapura, wilayah Eropa meliputi Inggris, Belanda, Perancis, Spanyol dan Italia serta Amerika dan Kanada. 4.1.8 Pengembangan pertambangan Kegiatan pertambangan dan pasca pertambangan tidak hanya memberikan dampak buruk saja terhadap lingkungan, tetapi dapat memberikan manfaat yang dapat dirasakan setelah kegiatan pertambangan itu selesai, diantaranya memanfaatkan lahan pasca pertambangan yang telah direklamasi.
131
Reklamasi pasca tambang timah dilakukan pada PT Kobatin atau pemerintah mengupayakan agar tanah bekas tambang yang semula memiliki satu macam fungsi (hutan) berubah menjadi multifungsi seperti untuk perikanan, cadangan air bersih, rekreasi, peternakan, perkebunan, dan kehutanan. 700
639.40
600
520.00 500
397.60
387.70 400
5
304.20 288.10
267.71
300
237.54
219.79 239.13
228.50
208.86
215.50 208.73
200
152.70
110.80
137.00 107.13 73.85 100
44.36
76-90
1991
1992
1993
1994
1995
1996
1997
1998
1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Grand Total : 4,988.60 Ha Gambar 4.11 Grafik Jumlah luas lahan yang sudah sudah di reklamasi PT Kobatin di Kabupaten Bangka Tengah Sumber: PT Kobatin, 2011
Gambar 4.12 Lokasi reklamasi kawasan fish farm di Kecamatan Koba Sumber : PT Kobatin. 2012
132
Gambar 4.13 Lokasi Reklamasi tanaman sawit di Kecamatan Koba Sumber : PT. Kobatin, 2012
Reklamasi lahan
ini terbagi menjadi 2 yaitu reklamasi di darat dan
reklamasi kolong a.
Reklamasi darat Langkah awal dalam reklamasi darat adalah pemerataan ketinggian tana,
pemanfaatan permukaan tanah, dan penebaran top soil selanjutnya dilakukan perbaikan sifat-sifat kimia tanah melalui pemberian kapur untuk penetralan keasaman tanah (pH) serta pemberian omega
acid yang bertujuan untuk
mengikat unsur-unsur hara dari pupuk (organik dan anorganik ) agar tidak terserap ke dalam lapisan pasir. Barulah kemudian lahan diberi pupuk dan ditanami beraneka ragam tumbuhan.
133
Penghijauan
Pertanian
Peternakan
Gambar 4.14 Salah satu contoh Kegiatan Reklamasi Lahan Sumber : PT Kobatin, 2013
b.
Reklamasi kolong Di wilayah Kecamatan Koba, Kabupaten Bangka Tengah, kolong-kolong
bekas penambangan timah menjadi fenomena yang tidak bisa dipungkiri lagi, dengan kata lain bahwa selama harga timah dunia semakin tinggi, maka ekploitasi dan eksplorasi pun akan tetap menjadi bahan perbincangan hebat di kalangan masyarakat, pemerintah ataupun pihak swasta. Namun yang menjadi kendalanya adalah bagaimana cara kita memanfaatkan kembali lahan-lahan galian bekas tambang timah menjadi suatu komoditas yang memiliki nilai jual yang tinggi. Pemanfaatan Kolong dapat di klasifikasi sebagai berikut : a) Kolong Sebagai Asset Dalam Peningkatan Pertumbuhan Ekonomi Lokal Dalam peningkatan ekonomi kemasyarakatan lokal, seperti yang dikatakan oleh Hariz Faozan (2010) dalam sebuah makalahnya yang berjudul Tata Kelola Pemerintahan Daerah Yang Baik Dan Pertumbuhan Ekonomi Lokal Yang Menimbulkan Pembangunan Daerah menyebutkan bahwa pertumbuhan ekonomi lokal secara sederhana dapat diartikan sebagai suatu proses kegiatan perekonomian di suatu daerah yang menyebabkan barang dan/atau jasa yang diproduksi di suatu daerah semakin
bertambah
dan
kemakmuran
masyarakat
daerah
yang
bersangkutan semakin meningkat dalam jangka panjang. Proses kegiatan perekonomian di suatu daerah itu sendiri sangat terkait dengan perkembangan
ekonomi
yang
bersifat tangible atau
nyata,
seperti
diantaranya perkembangan infrastruktur, rumah sakit, sekolah, barang
134
manufaktur, produksi barang industri-industri di daerah. Pertumbuhan ekonomi
lokal,
oleh
karenanya
dapat
digambarkan
sebagai
berkembangnya potensi-potensi ekonomi di tingkat lokal yang mampu mengangkat derajat perekonomian masyarakat yang bersangkutan, sehingga masyarakat mampu bertahan dan bahkan bersaing di bidang ekonomi dengan masyarakat daerah lain. Tuntutan-tuntutan penggalakan ekonomi masyarakat lokal ini-lah yang melandasi atau yang menjadi cikal bakal Kabupaten Bangka Tengah untuk menggalakkan peningkatan ekonomi kemasyarakatan dengan memanfaatkan kolong bekas tambang timah yang sudah tidak memiliki potensi timah. Lahan bekas tambang timah itu, hanya dibiarkan begitu saja tanpa ada rehabilitasi ataupun reklamasi. Hal inilah yang semakin memperparah kondisi kolong/lahan bekas tambang timah. Saat ini, pemerintah
daerah
berusaha
memberikan
sosialiasasi
terhadap
masyarakat tentang cara-cara pemanfaatan dan pengelolaan kolong pasca habisnya timah, maka dikeluarkanlah sebuah Peraturan Daerah yang mengatur tentang pemanfaatan dan pengelolaan kolong tersebut, yaitu Peraturan Daerah Nomor 26 Tahun 2011 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Kolong. b) Pemanfaatan Kolong Sebagai Area Pembudidayaan Ikan Air Tawar Bagi Masyarakat Sesuai dengan peraturan daerah tersebut, usaha pemanfaatan kolong dilaksanakan
sesuai
dengan
status
kepemilikannya
dan
izin
pengelolaannya, namun apabila kolong tersebut tidak dilaporkan selama 2 (dua) tahun, maka seluruh izin pengelolaan dan pemanfaatan kolong akan dicabut dan pemerintah berhak mengelolanya. Kolong selain sebagai sumber air baku, juga dapat dimanfaatkan sebagai daerah untuk pembudidayaan ikan air tawar, seperti ikan lele dan ikan patin melalui keramba ataupun dilepas secara liar. Oleh karena itu, dalam upaya pemberdayaan kolong yang produktif, dapat dilakukan sesuai keinginan dari masyarakat di sekitar kolong, dan keterlibatan pemerintah daerah sebagai lembaga yang memberi ijin dan fasilitas, serta rencana pengembangan wilayah terutama kebijakan tata ruang, dan pihak swasta lainnya yang berperan sebagai investor. Pola pemanfaatan kolong yang dapat dikembangkan antara lain adalah pola
135
terpadu dengan konsentrasi pada kegiatan perikanan. Usaha perikanan ini dapat dilakukan pada kolong-kolong yang berusia lebih dari 15 tahun atau kolong yang mempunyai akses ke sungai dan laut. Karena berdasarkan hasil laporan yang ditulis oleh Endang Bidayani (2008) terhadap kualitas air kolong, menyebutkan bahwa permasalahan krusial dari kualitas air kolong yang berusia kurang dari 15 tahun dan tidak memiliki aksesibilitas ke sungai dan laut adalah kandungan logam berat terutama kandungan timbal (Pb), seng (Zn) dan tembaga (Cu). Saat ini, tingkat konsumsi ikan lele maupun ikan patin di Kabupaten Bangka Tengah sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan menjamurnya warung-warung makan yang menyajikan menu ikan patin dan ikan lele, tapi sayangnya sebagian besar ikan patin ataupun ikan lele itu didatangkan dari Propinsi Sumatera Selatan, karena seperti kita ketahui memang dari dulu, Propinsi Sumatera Selatan terkenal dengan hasil ikan air tawarnya. Pembudidayaan berbagai jenis ikan air tawar ini saat ini sedang digalakkan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bangka Tengah, hal ini didasari bahwa ikan air tawar merupakan salah satu jenis usaha yang lumayan menjanjikan ke depannya. Dengan didukung menjamurnya warung-warung kuliner yang menyajikan menu ikan
air
tawar.
Kolong
dapat
dijadikan
sebagai
tempat
untuk
membudidayakan ikan-ikan air tawar tersebut. Dengan menggunakan jenis keramba apung ataupun dibudidayakan secara liar (benih ikan hanya dilepas ke dalam kolong). Pemanfaatan kolong sebagai usaha perikanan dan perkebunan ini dapat melibatkan masyarakat sekitar sebagai mitra. Selain dapat membantu mengentaskan kemiskinan melalui peningkatan pendapatan masyarakat dan menciptakan lapangan pekerjaan, pengembangan pola kemitraan inti dan plasma juga dapat memberikan manfaat bagi perusahaan, yakni melalui pemanfaatan biji jarak sebagai bahan bakar bagi operasional industri pertambangan menggantikan bahan bakar fosil, sekaligus membantu masyarakat mendapatkan bahan bakar minyak jarak sebagai pengganti minyak tanah yang belakangan sulit didapatkan, dengan harga terjangkau. Upaya yang dapat dilakukan antara lain memberikan bibit secara gratis kepada petani, memanfaatkan lahan bekas pertambangan dengan sistem tumpang sari dengan cara bagi hasil, melakukan
136
pembinaan kepada para petani dan melakukan pendampingan selama proses produksi berlangsung, melakukan proyek percontohan atau memperkerjakan para pengangguran untuk melakukan reklamasi pada lahan-lahan milik perusahaan dengan sepenuhnya pembiayaan dari pihak perusahaan. c) Kolong Sebagai Sarana Rekreasi dan Wisata Air Selain sebagai tempat pembudidayaan ikan air tawar, kolong juga dapat dimanfaatkan untuk sarana rekreasi dan wisata air, bisa dimanfaatkan sebagai water boom, dengan dibangunnya pusat wahana water boom, maka kolong yang hanya ditelantarkan oleh pengusahanya dapat disulap menjadi daerah wisata. Hal ini sudah dilakukan oleh Kabupaten Bangka yaitu dengan selain menyajikan kolam air panas, juga mereka menyediakan wahana water boom. Wahana tersebut diserahkan kepada pihak ketiga, dimana saat ini, wahana Tirta Tapta dikelola oleh pihak Eljohn. Untuk di Kabupaten Bangka, kolong yang bisa dimanfaatkan sebagai wahana water boom bisa dibangun di lokasi ex-PT. Kobatin di daerah Kelurahan Simpang Perlang, ataupun di Desa Nibung, Kecamatan Koba, karena selain luas dan besar, juga daerah tersebut mudah diakses, karena berada di dekat Kota Koba, namun sampai sejauh ini, pihak PT. Kobatin belum menghibahkan kolong tersebut kepada pihak Pemerintah Daerah. d) Sebagai Tempat Penangkaran Buaya Sejak dulu kulit buaya menjadi trend yang tidak ada pernah akan habisnya,
selain
mahal
harganya,
pecintafashion pun
seolah-olah
merasa prestise jika menggunakan produk yang berbahan dasar kulit buaya. Dengan memanfaatkan peluang terhadap permintaan masyarakat terhadap kulit buaya itulah, Pemerintah Daerah dapat memberikan pelatihan terhadap penangkaran buaya. Usaha penangkaran buaya selain bertujuan melestarikan buaya, juga dapat diambil manfaatnya sebagai penghasil kulit buaya untuk keperluan bahan baku pada industri kerajinan. Buaya-buaya yang akan ditangkarkan ini, dapat diambil dari alam karena buaya masih dapat dijumpai di perairan Bangka Belitung secara bebas.
137
4.1.9 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan timah terhadap Lingkungan Kegiatan pertambangan tentu akan memberikan manfaat (dampak positif) serta dampak negatif bagi lingkungan, berdasarkan hasil kajian manfaat dan dampak pertambangan timah yang kami lakukan tentu akan memberikan manfaat dan dampak yang nampak dan tidak nampak dan yang langsung dirasakan dan tidak langsung dirasakan (masa yang akan datang) untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.35
Tabel 4.35 Asumsi harga No
1
2
1
Fisik lingkungan Manfaat : Menjadi wadah produksi timah
Dibangunnya akses jalan
Pencemaran tanah
3
Pencemaran udara
4
Penebangan pohon
Biaya
Per bulan produksi timah kisaran rata-rata yang didapat PT Kobatin =434,9 ton, dimana untuk per ton nya dibayar Rp. 107.000 /ton
= 434,9 x 107.000 =Rp. 46.534.300 perbulan rata –rata pemasukan dari pengolahan untuk kecamatan Koba Rp 100.000x30 hari = 3000.000
Dengan dibangunnya akses jalan baru yang menjadikan biaya operasional pertambangan timah menjadi lebih kecil untuk biaya transportasi, dengan kisaran harga bensin sollar 4500 /liter sehingga kendaraan bisa menghemat hingga 100rb- 200 ribu per harinya, selain itu membantu pemerintah dalam pembangunan jalan
Dampak : Pencemaran air
2
Asumsi
/
Bila selama ini masyarakat mengunakan air tanah, air sungai, kini masyarakat harus Membeli air pdam kira-kira Rp.100.000/bulan x 8033 Kepala Keluarga Bila kisaran harga lahan di Kecamatan Koba rata-rata rp. 150.000 hingga Rp. 200.000/ meter lahan yang dapat digunakan untuk perkebunan, peternakan, perumahan, dll. Kini tidak dapat digunakan kembali karena tercemar limbah pertambangan Dengan 1 Ha hutan dapat menghasilkan 194 ton karbon pertahun karbon internasional berkisar antara 1-28 dollar dengan asumsi kisaran 5 dollar, dimana perhitungannya hasil karbon per ton x standar harga (menurut widada, 2004), jika luas area hutan dibabat maka jumlah karbon yang dihasilkan tentu akan berkurang Pohon 1 ha = 130-150 pohon dengan harga 1 pohon Rp. 1000-2000 per pohon
Rp. 100.000.000
Rp.100.000/bln x 8033 KK =Rp.803.300.000 Rp 2000.000.000 / Ha
194 x 5 dollar =970 dolar atau setara dengan Rp.970.000/ Ha
Kisaran Rp 130.000/ha
138
No
5
Fisik lingkungan rusaknya ekosistem flora pembebasan lahan
Asumsi
Biaya
1 Ha lahan kira-kira = Rp. 2 Milyar, 1 meter persegi sekitar Rp. 150.000-200.000
Kisaran Rp. 2 Milyar / ha
Sumber : hasil analisis, 2013
Dalam membuka lahan kegiatan pertambangan baru, tentu ada proses pertambangan yang dilakukan yang memberikan dampak langsung kepada lingkungan, misalnya pada saat lahan tersebut dibebaskan lahan untuk pertambangan, asumsi pembebasan lahan pada perkebunan kelapa sawit : 1 Ha lahan dengan kisaran harga 1 meter persegi Rp .200.000 pasaran lahan di kecamatan koba, sehingga untuk lahan 1 ha, seharga 2000.000.000 atau kira-kira Rp. 2 Milyar hanya untuk lahannya saja. 1 pohon sawit dijual dengan harga 1000/ pohon, dimana untuk luas lahan 1 Ha, bisa menanam 136 pohon sawit sehingga kerugian pohonnya 136x1000 = Rp. 136.000 per 1 Ha pohon sawit, padahal bila mengandalkan produksi dari sawit untuk 1 hanya saja bisa menghasilkan hasil per bulan per hektar sawit tergantung dari beberapa faktor antara lain : a. Usia/umur dari tanaman sawit tersebut, karena makin tua tandannya makin besar sehingga harga pertandannya pun makin tinggi b. Jarak kebun dari pabrik pengolahan, makin jauh akan makin murah karena kandungan minyak buah sawit nya berkurang karena waktu tempuh yang lama c.
Harga komoditi itu sendiri, harga komoditi sawit turun naik juga seperti komoditi lainnya, seperti saat ini, harga sawit masih dalam kategori "murah"
d. Kepada siapa tandan buah sawit itu dijual, bila langsung ke pabruk pengolah, maka akan lebih tinggi daripada kepada pedagang pengumpul atau ke KUD setempat dan beberapa hal lainnya Kalau dengan kondisi saat ini dengan asumsi bahwa usia tanaman sawit sudah mencapai sekitar 10 tahun, maka perkiraan rata-rata hasil yang didapat per hektar 110.160 ton per bulan dengan kisaran harga Rp. 1200/kg
atau
mencapai 1.200.000/ton maka yang didapat adalah sekitar Rp.132.192.000.000
139
memang
masih
belum
dikurangi
dengan
biaya
oprasional
dan
biaya
pemeliharaan lainnya (sumber didapat dari berbagai sumber diinternet) Berdasarkan perhitungan kisaran diatas, apakah dengan membuka lahan baru untuk pertambangan atau dari lahan pasca pertambangan luas lahan yang rusak, perkebunan yang hilang, flora dan fauna yang mati sudah dapat tertutupi dari jumlah produksi lahan timah hal ini yang harus diminimalisir dampak dimasa yang akan datang. Tabel 4.36 Kisaran Harga dari pertambangan timah di Kecamatan Koba No 1
2
Manfaat Jenis Biaya Wadah produksi Rp.5.584.116.000 timah Dibangunnya akses jalan baru
Rp.100.000.000
3
Dampak Jenis Biaya Pencemaran air Rp.803.300.000/bln bersih sehingga perlu atau setahun membeli air PDAM Rp. 9.639.600.000 Pencemaran Tanah Kira-kira Rp. 2000.000.000/ Ha Penebangan pohon dari perkebunan/ hutan Pencemaran Udara
4
Rp. 130.000/ Ha
Rp.970.000
Sumber : hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa manfaat dari pertambangan timah berupa jumlah produksi timah perbulannya yang bisa mencapai beberapa ratus ton, hal ini tentu sangat mengiurkan berbagai pihak untuk menambang timah dalam jumlah besar tanpa melihat jumlah kerugian atau dampak yang dihasilkan dari pertambangan timah, akan tetapi bila diselidiki secara sesama kerugian dari pertambangan timah terhadap fisik lingkungan jauh lebih besar jumlahnya dibanding manfaatnya karena dampaknya bukan saat pertambangan dibuka tetapi berdampak hingga masa yang akan datang apabila lahan pasca pertambangan tidak segera direklamasi selain itu dampak dari pertambangan timah
tidak
semua
dampaknya
bisa
dijumlahkan
kisaran
kerugiannya
berdasarkan rupiah.
4.1.10 Analisis kebijakan Lingkungan Lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara yang Indonesia dijamin oleh Pasal 28H UUD 1945. Perlindungan hukum lingkungan terhadap pengelolaan pertambangan di Kecamatan Koba, menunjuk
140
pada UU No.32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, dan UU No.4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara. Pertambangan Timah di Kecamatan Koba mempunyai kedudukan dan peranan sangat penting dalam menunjang keberhasilan pembangunan nasional. Hal ini disebabkan pertambangan timah sebagai sumber kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui, bermanfaat bagi sebesar-besarnya kemakmuran warga Kecamatan Koba. Namun melihat dari sisi lingkungan hidup, usaha pertambangan timah dapat merusak lingkungan. Antara lain dapat merubah bentuk benteng alam, merusak atau menghilang vegetasi, menghasilkan limbah tailing, menghasilkan kolong-kolong, serta mencemarkan kualitas dan kuantitas air , tanah dan air permukaan. Jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk kolong-kolong yang bersifat asam. Dimana bila dibiarkan akan timbul dampak negatif dalam pengelolan pertambangan, berupa pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Untuk meminimalisir dampak-dampak ini tentunya harus ada ditegaknya sarana pencegahan dan penanggulan pencemaran dalam hukum lingkungan. Dimana masalah lingkungan yang sedemikian kompleknya memperlukan penyelesaian dari berbagai displin ilmu, seperti kesehatan lingkungan, biologi lingkungan, kimia lingkungan, ekonomi lingkungan dan hukum lingkungan. Peranan hukum lingkungan terutama mengatur kegiatankegiatan
yang
mempunyai
dampak
negatif
terhadap
lingkungan
dan
menuangkan kebijakan lingkungan dalam peraturan perundang-undangan lingkungan. Dimana yang memiliki kewenangan kuat dalam pelindungan lingkungan
adalah
hukum
lingkungan,
hukum
lingkungan
menyediakan
instrumen-instrumen untuk perlindungungan lingkungan hidup, dalam hal sebagai sarana pencegahan pencemaran yaitu: baku mutu lingkungan, Analisis Mengenai Dampak lingkungan (AMDAL), Izin lingkungan, Instrumen Ekonomic, dan audit lingkungan. Antara baku mutu lingkungan, AMDAL dan perizinan lingkungan memiliki hubungan yang saling terkait dalam rangka berfungsi sebagai pencegahan pencemaran lingkungan. Perlindungan dalam pengelolaan pertambangan Timah juga diterapkan dalam pengelolaan pertambangan. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi,
penambangan,
pengolahan
dan
pemurnian,
141
pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Sehingga dalam proses kegiatan pertambangan dari awal dibuka hingga pertambangan berakhir yaitu proses reklamasi perlu di dampingi dengan payung hukum lingkungan yang tegast, dalam usaha pertambangan timah, dalam hal ini tahapan reklamasi dan pasca tambang, yang dilakukan untuk upaya perlindungan terhadap pengelolaan pertambangan. Prinsip-prinsip perlindungan ini, dalam hal ini sarana pencegahan pencemaran lingkungan dilakukan dengan, diwajibkan dana reklamasi tambang dan pasca tambang. Dalam hal ini upaya pencegahan lingkungan yang dilakukan setelah beroperasinya usaha pertambangan. Dana reklamasi sebagai jaminan terhadap lingkungan hidup yang berubah, akibat usaha pertambangan. Dengan dana tersebut, dapat dipergunakan untuk memperbaiki lingkungan hidup yang rusak, atau mencegah keseimbangan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Hal ini tentu harus didampingi dengan peran serta dari semua kalangan dan fungsi dari stakeholder yang terlibat, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.37. Tabel 4.37 Keterkaitan dari peran serta Stakeholder dalam kebijakan pertambangan untuk pengembangan Lingkungan peran
Fungsi
Peran serta stakeholder dalam pengembangan Fisik perusahaan LSM PT/LP Menyediakan modal Mendorong Bersama pemerintah dan teknologi dalam keterbukaan dan LSM, pengolahan PEMDA dalam melembagakan tambang timah dan pengambilan partisipasi dalam reklamasi kebijakan masyarakat dalam lahan pasca pengelolaan pengelolaan lahan pertambangan yang pertambangan pasca pertambangan baik dan ramah dan pasca lingkungan pertambangan Meningkatkan Menciptakan Melakukan Mengembangkan pengelolaan lahan lapangan kerja advokasi dan IPTEK tepat guna pasca terutama kepada memberikan dan penelitian lainnya pertambangan masyarakat lokal bantuan yang bermanfaat yang sesuai sekitar perlindungan dalam pengelolaan dengan standar pertambangan hukum bagi lahan pertambangan yang di tetapkan masyarakat dan pasca pemerintah pertambangan Mendorong Memberikan Memantau dan Memantau dan kemitraan dalam pemasukan pajak mengevaluasi mengevaluasi pengelolaan lahan dan berpatisipasi pelaksanaan pelaksanaan pasca tambang dalam memberikan kebijakan dan kebijakan dan fasilitas program program pemda serta PEMDA perusahaan Sebagai regulator, Sebagai investor Sebagai Sebagai penyediaa mediator dan dan pelaksana advokat, IPTEK dan konsultan dalam pengelolaan dan pendamping dan pengontrol sosial pengolahaan pengontrol pengontrol terhadap lahan pasca reklamasi sosial terhadap pelaksanaan pertambangan pelaksanaan kebijakan kebijakan
PEMDA Merumuskan dan menetapkan kebijakan (PERDA) tentang Pertambangan dan pasca pertambangan
Masyarakat Memberikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan pengelolaan lahan pertambangan dan pasca pertambangan Berpatisipasi dalam pengelolaan lahan pasca pertambangan
Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan kebijakan dan program PEMDA Sebagai pelaksana pengelolaan dan pengontrol sosial terhadap pelaksanaan kebijakan
Sumber : http://hukum.kompasiana.com/2014/01/14/
142
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa dalam proses kebijakan hukum pertambangan berdasarkan fisik lingkungan harus adanya keterkaitan dari stakeholder, hal ini perlu adannya kesadaran dari semua pihak tentang arti penting lingkungan hidup. Kecamatan Koba adalah ibukota Kabupaten Bangka Tengah yang merupakan tempat pengolahan dan tambang terbesar swasta PT. Kobatin. Diamana Hampir setengah wilayahnya merupakan daerah tambang atau bekas pertambangan, akan tetapi meninjau dari kebijakan RTRW (Rencana Tata Ruang wilayah) Kabupaten Bangka Tengah, dijelaskan tentang kebijakan pemerintah pada Bidang Demografi dan Lingkungan, dimana Perencanaan pengelolaan lingkungan yang benar diharapkan akan menjadi wilayah yang berkembang dengan kondisi lingkungan hidup yang baik, tidak melakukan pencemaran lingkungan, tidak melakukan kerusakan alam tentu akan menciptakan wilayah yang berbasis lingkungan. Selain itu di dalam RTRW juga di jelaskan bahwa kebijakan stuktur dan pola ruang dari kecamatan Koba diperuntukan untuk kawasan perkotaan pemerintahan, sehingga untuk kegiatan pertambangan yang ada di Kecamatan Koba harus sudah mulai dibatasi karena tidak sesuai dengan kebijakan perkotaan pemerintahan yang ada di RTRW. Akan tetapi kegiatan pertambangan masih terlihat di Kecamatan Koba, padahal perusahaan swasta yang dulu berwenang dalam pertambangan di Kecamatan yaitu PT Kobatin sudah tidak diperpanjang kontraknya, tetapi penambang ilegal makin merajalela hal ini tentu karena Sistem pengendalian dan pengawasan terhadap penambang liar tidak tegas, hal ini bila dibiarkan akan berdampak pada pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan di Kecamatan Koba, akan tetapi sistem pengendalian yang dikelola pemerintah tidak dapat berjalan efektif karena kekurang tegasan pemerintah dalam menegakan hukum.Bila fungsi pengendalian yang tidak efektif tentu lama kelamaan akan mengakibatkan terjadinya pencemaran yang kemudian berdampak pada kesehatan dan keselamatan warga masyarakat disekitar daerah penambangan, bahkan
dapat
menimbulkan
korban
dikawasan
pertambangan.
Fungsi
pengendalian yang tidak efektif terjadi karena lemahnya regulasi dan kapasitas kelembagaan pemerintahan daerah. Perda Tambang tidak mengatur secara spesifik
tentang
instrumen-instrumen
pencegahan
pencemaran
dan/atau
perusakan lingkungan hidup. Kegiatan pertambangan sebaiknya tidak hanya ditinjau dari ketentuan spesifik tentang kriteria lokasi tambang (tata ruang), juga
143
harus ada ketentuan spesifik tentang analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), izin lingkungan, ketentuan baku mutu limbah tambang batubara, dan kewajiban melakukan analisis risiko lingkungan hidup. Seluruh instrumen tersebut seharusnya diterapkan dalam industri tambang timah mengingat tingginya risiko lingkungan yang dapat ditimbulkannya (Pasal 14 UU 32/2009). Efektifitas dari beberapa instrumen tersebut sangat tergantung pada efektifitas sistem perizinan. Akan tetapi meninjau Prinsip perlindungan hukum lingkungan, terkait instrumen-instrumen lingkungan hidup, dalam Undang-undang yang berlaku dalam perizinan pertambangan seperti undang-undang nomor 4 Tahun 2009, PP nomor 23 tahun 2010, PP nomor 55 tahun 2010, dan peraturan lainnya belum dapat maksimal melindungi masyarakat sekitar kawasan pertambangan dan dalam pengolahan lingkungan yang baik. Masih adanya kendala dalam menerapkan undang-undang nomor 4 Tahun 2009, PP nomor 23 tahun 2010, PP nomor 55 tahun 2010, dan peraturan lainnya, karena aparat penegak hukum, belum mempunyai pedoman aturan pelaksanaan undang-undang tersebut padahal perda seringkali sudah di buat tetapi masih kurang tegas dalam pelaksanaannya sehingga tidak timbul kesadaran masyarakat terhadap upaya perlindungan lingkungan hidup, serta politisasi dalam usaha pertambangan di Kecamatan
Koba.
Sehingga
upaya
perlindungan
terhadap
pengelolaan
pertambangan masih kurang maksimal. Selain peraturan dan perundangan yang berlaku dalam pengelolaan pertambangan
tentu
dibutuhkan
adanya
Kebijakan
tata
lingkungan
pertambangan dalam kelanjutan usaha pertambangan yang berkesinambungan diamana di khususkan dalam bidang lingkungan. Sebab usaha pertambangan akan bersinggungan dalam sebelum, memulai,
atau sesudah kegiatan
penambangan. Agar tercipta tambang yang ramah lingkungan. Hal ini sudah ada sejak dahulu pertambangan dimana berdasarkan UU No 42/1982 tentang ketentuan pokok pengelolaan lingkungan hidup dengan PP No 29 1986 bertujuan untuk: 1. Menciptakan keselarasan hubungan antara manusia dengan lingkungan 2. Terkendalinya manusia Indonesia menjadi Pembina lingkungan 3. Terciptanya pembangunan berwawasan lingkungan 4. Terlindungnya Negara dari dampak pembangunan
144
Kemudian dalam pendekatan pengelolaan lingkungan yang paling popular adalah AMDAL atau yang dikenal dengan analisis masalah dampak lingkungan yaitu: 1. Meniadakan atau mengurangi resiko 2. Mengoptimalkan hasil pembangunan 3. Meniadakan atau mencegah pertikaian
AMDAL merupakan suatu studi yang dilaksanakan secara sadar dan berencana dalam pembangunan yang berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup dan menjaga keserasian hubungan antar berbagai kegiatan. AMDAL itu sendiri terdiri dari : 1. Kerangka acuan dampak lingkungan 2. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) 3. Rencana pengelolaan lingkungan (RKL) 4. Rencana pemantauan lingkungan (RPL)
4.2
Analisis Sosial Ekonomi Masyarakat Kecamatan Koba Dalam sub bab analisis dampak pertambangan terhadap sosial ekonomi
masyarakat berisikan tentang analisis manfaat (dampak positif ) serta manfaat (dampak negatif) dari pertambangan timah tersebut. Analisis tersebut terdiri dari sebagai berikut : 4.2.1 Analisis Kependudukan Penduduk
dalam
suatu
negara
menjadi
faktor
terpenting
dalam
pelaksanaan pembangunan karena menjadi subjek dan objek pembangunan. Manfaat jumlah penduduk yang besar adalah : a. Penyediaan tenaga kerja dalam masalah sumber daya alam. b. Mempertahankan keutuhan negara dari ancaman yang berasal dari bangsa lain. Penduduk suatu wilayah tidak berasal dari daerah itu sendiri (penduduk asli), banyak dari penduduk di suatu wilayah merupakan pendatang, yang berasal dari wlayah lain. Meraka datang dengan alasan yaitu untuk memperoleh kehidupan yang lebih baik diwilayah temoat tingga yang baru. Akan tetapi pertambahan penduduk juga memberi dampak yang buruk ketika jumlah penduduk di suatu wilayah sudah melebihi kapasitas dari daya tampung wilayah
145
tersebut, hal tersebut menimbulkan dampak buruk terhadap lingkungan hidup seperti : a. Munculnya permukiman liar. b. Sungai-sungai tercemar karena dijadikan tempat pembuangan sampah baik oleh masyarakat maupun dari pabrik-pabrik industri. c. Terjadinya pencemaran udara dari asap kendaraan dan industri. d. Timbulnya berbagai masalah sosial seperti perampokan, pelacuran, dan lain-lain. Oleh karena dampak yang dirasakan cukup besar maka perlu ada upaya untuk meratakan penyebaran penduduk di tiap-tiap daerah. Di Kecamatan Koba, juga memiliki jumlah pendatang yang cukup banyak, hal tersebut dikarenakan adanya daya tarik dari segi ekonomi yang besar di wilayah tersebut. Sehingga menyebabkan banyak pendatang yang berdatangn untuk bekerja di Kecamatan Koba. Meskipun jumlah pendatang yang terdata pada tahun 2011 memgalami jika dibandingkan pada tahun 2010, hal tersebut disebabkan adanya perselisihan antara masyarakat pendatang dan masyarakat asli, selain itu kebanyakan pendatang hanya bersifat sementara sehingga kembali ke tempat asalnya masing-masing. Untuk data mengenai jumlah pendatang dapat dilihat pada Tabel 4.38 Tabel 4.38 Data Jumlah Pendatang Desa/Kelurahan
Jumlah Pendatang 2011 2010
Nibung
1.419
67
Koba
338
71
Simpang Perlang
281
153
Padang Mulia
705
150
Berok
151
46
Arung Dalam
176
45
Guntung
77
21
Terentang
107
12
Penyak
340
13
Kurau
86
14
Kurau Barat
89
14
Jumlah
3.769
606
Sumber : Kecamatan Koba Dalam Angka, 2012 dan 2011
146
Gambar 4.15 Permukiman Penduduk Pendatang (ilegal) Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
Berdasarkan hal tersebut, maka perlunya data jumlah penduduk di masa yang akan datang, sehingga mengetahui apakah di Kecamatan Koba masih mencukupi untuk daya tampung penduduk di masa yang akan datang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 4.39 berikut : Tabel 4.39 Proyeksi Jumlah Penduduk Kecamatan Koba Tahun 2016-2031 NO
Desa/Kelurahan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Nibung Koba Simpang Perlang Padang Mulia Berok Arung Dalam Guntung Terentang Penyak Kurau
2016 5.472 10.034 6.441 5.638 4.118 4.535 1.786 1.866 5.537 3.570
11
Kurau Barat Jumlah
2.594 51.591
Hasil Proyeksi penduduk 2021 2026 2031 7.040 8.607 10.175 13.337 16.639 19.942 7.811 9.181 10.551 6.761 7.883 9.006 5.366 6.613 7.861 6.043 7.550 9.058 2.439 3.091 3.744 2.434 3.001 3.569 7.445 9.352 11.260 4.123 4.675 5.228
3.082 65.876
3.569 80.161
4.057 94.446
Sumber : Hasil analisis, 2013
Berdasarkan tabel 4.39 diketahui bahwa pertambahan jumlah penduduk di Kelurahan Koba merupakan yang paling besar, yaitu sebanyak 19.942 jiwa pada tahun 2031 hal tersebut dikarenakan Kelurahan Koba merupakan wilayah yang sangat strategis berada di pusat kegiatan perdagangan, sedangkan yang paling sedikit terdapat di Kelurahan Terentang sebanyak 3.569 jiwa.
147
Dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kepadatan penduduk di Kecamatan Koba juga meningkat. Berdasarkan data jumlah penduduk Kecamatan Koba maka kepadatan penduduk di Kecamatan Koba Dapat dilihat pada Tabel 4.40 berikut : Tabel 4.40 Proyeksi Kepadatan Penduduk Kecamatan Koba Tahun 2016-2031 No
Desa/Kelurahan
Luas Wilayah (Ha) 7.409,73
2016
1
Nibung
2
Koba
407,54
25
3
Simpang Perlang
716,03
9
4
Padang Mulia
3.175,34
2
5
Berok
290,33
6
Arung Dalam
7 8
Kepadatan Penduduk 2021 2026 2031
1
1
1
1
33
41
49
11
13
15
2
2
3
14
18
23
27
1.907,46
2
3
4
5
Guntung
8.397,91
0
0
0
0
Terentang
9.037,44
0
0
0
0
9
Penyak
5.857,74
1
1
2
2
10
Kurau
1.304,46
3
3
4
4
11
Kurau Barat
651,95
4
5
5
6
Jumlah
39.156,11
1
2
2
2
Sumber : Hasil analisis, 2013
Berdasarkan ketentuan SNI No. 03-1733-2004 tentang Tata Cara Perencanaan Lingkungan Perumahan di Perkotaan, kategori kepadatan penduduk adalah sebagai berikut : 1.
kepadatan sangat padat adalah > 400 jiwa/ha;
2.
kepadatan tinggi adalah 201 – 400 jiwa/ha;
3.
kepadatan sedang adalah 151 – 200 jiwa/ha; dan
4.
kepadatan rendah < 150 jiwa/ha. Kepadatan
bangunan
di
Kecamatan
Koba
termasuk
kedalam
pengelompokan kepadatan rendah karena kurang dari 150 jiwa/ha. Akan tetapi jika dilihat dari kepadatan penduduk di masing-masing kelurahan terjadi ketidak merataan penduduk, itu dapat dilihat di Kelurahan Koba memiliki kepadatan penduduk 49 jiwa/ha pada tahun 2013, sedangkan kelurahan nibung hanya 1 jiwa/ha, sehingga hal tersebut perlu dilakukannya pemerataan penduduk di Kecamatan Koba.
148
4.2.2 Analisis Sosial Masyarakat Kegiatan pertambangan telah memberikan kontribusi yang besar terhadap kondisi sosial masyarakat khususnya di Kabupaten Bangka Tengah, baik kondisi sosial dari segi ekonomi, dan pendidikan. Namun hal tersebut perlu untuk diwaspadai, karena sistem pengelolaan sumber daya alam di Indonesia masih belum
terorganisir baik dan cenderung menguntungkan pihak-pihak tertentu,
dan tanpa memperhatikan dampak yang timbul dari kegiatan pertambangan tersebut. Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat, hal tersebut berkaitan dengan kesadaran dan pengelolaan Sumber Daya Alam yang ada, sehingga akan menimbulkan permasalahan dan manfaat dari kegiatan pertambangan tersebut. Kondisi sosial masyarakat di Kecamatan Koba di tinjau dari bebrapa aspek, nyaitu aspek pendidikan, aspek sosial masyarakat sendiri, dan aspek kesehatan masyarakat. Dari kedua aspek tersebut diketahui tingkat kebutuhan sarana pendidikan di Kecamatan koba telah memenuhi atau belum, dan mengetahui akibat dari pertambangan timah bagi kesehatan dan pergaulan masyarakat di Kabupaten Bangka Tengah, khususnya Kecamatan Koba.
1.
Kondisi Sosial Masyarakat Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang hidup dan bekerja sama
dalam waktu yang relatif lama dan mampu membuat keteraturan dalam kehidupan bersama dan mereka menganggap sebagai satu kesatuan sosial (Ralph Linton; 1968). Dalam kehidupan bermasyarakat, konflik merupakan hal yang wajar dan biasa, karena setiap individu memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan ketika kepentingan antara satu individu dengan individu lain ataupun kepentingan kelompok dengan kelompok lain saling berbenturan maka terjadilah konflik. Pada dasarnya, munculnya konflik tidak lepas dari kehidupan suatu masyarakat, karena konflik merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihilangkan dalam suatu interaksi sosial. Konflik hanya dapat dikendalikan dan diminimalisasi saja, sehingga konflik yang timbul tidak sampai stadium lanjut yang mengancam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
149
Secara sosiologis, konflik diartikan sebagai suatu proses sosial antara dua orang atau lebih (bisa juga kelompok) dimana salah satu pihak berusaha menyingkirkan pihak lain dengan menghancurkannya atau membuatnya tidak berdaya. Terdapat beberapa faktor yang dapat memicu konflik yaitu : a.
Perbedaan individu, yang meliputi perbedaan pendirian dan perasaan Setiap manusia adalah individu yang unik. Artinya, setiap orang memiliki pendirian dan perasaan yang berbeda-beda satu dengan lainnya. Perbedaan pendirian dan perasaan akan sesuatu hal atau lingkungan yang nyata ini dapat menjadi faktor penyebab konflik sosial, sebab dalam menjalani hubungan sosial, seseorang tidak selalu sejalan dengan kelompoknya.
b.
Perbedaan latar belakang kebudayaan sehingga membentuk pribadipribadi yang berbeda Seseorang sedikit banyak akan terpengaruh dengan pola-pola pemikiran dan pendirian kelompoknya. Pemikiran dan pendirian yang berbeda itu pada akhirnya akan menghasilkan perbedaan individu yang dapat memicu konflik.
c.
Perbedaan kepentingan antara individu atau kelompok. Manusia memiliki perasaan, pendirian maupun latar belakang kebudayaan yang berbeda. Oleh sebab itu, dalam waktu yang bersamaan, masingmasing orang atau kelompok memiliki kepentingan yang berbeda-beda. Kadang-kadang orang dapat melakukan hal yang sama, tetapi untuk tujuan yang berbeda-beda.
d.
Perubahan-perubahan Nilai yang Cepat Perubahan nilai terjadi pada setiap masyarakat dimana nilai-nilai sosial, nilai kebenaran, kesopanan, maupun nilai matrial suatu benda mengalami perubahan, sehingga perubahan adalah hal yang lazim terjadi. Namun, apabila perubahan nilai berlangsung dengan cepat dan mendadak, maka akan menimbulkan guncangan terhadap proses-proses sosial dalam masyarakat, bahkan dapat terjadi perubahan karena dianggap mengacaukan tatanan kehidupan Beberapa konflik besar yang pernah terjadi diantaranya adalah konflik di
Kalimantan Barat, Maluku, Maluku Utara, Sulawesi Tengah, Aceh, dan Papua. Konflik tidak hanya menimbulkan kerugian materi, tetapi juga menimbulkan kerugian jiwa. Walaupun pada saat ini konflik besar sudah bisa dikatakan selesai, tetapi source of conflict masih ada. Beberapa permasalahan yang dulu merebak seperti masalah toleransi agama, perebutan sumber daya alam, etnis, 150
ketimpangan
yang
ujung-ujungnya
dikerucutkan
pada
persoalan
“asli-
pendatang”, serta berbagai masalah seputar akses masih belum terselesaikan. Kenyataan tersebut bisa jadi sebagai potensi konflik yang mencuat di permukaan dalam bentuk konflik yang lebih besar. Salah satu jenis konflik yang tak bisa dilepaskan dari pengamatan kita adalah konflik sumber daya alam, baik pertambangan maupun perkebunan. Hal ini antara lain dikarenakan permasalahan tersebut menyangkut hajat hidup dan keberlangsungan masyarakat yang mendiami wilayah tersebut. Kebanyakan konflik mengenai sumber daya alam ini, pada umumnya melibatkan masyarakat dengan perusahaan swasta/pemerintah. Namun dalam hal ini, konflik juga dapat melibatkan masyarakat dengan masyarakat. Di penghujung Tahun 2012 Kabupaten Bangka Tengah mengalami suatu peristiwa yang memicu benih konflik antara penduduk asli dan penduduk pendatang, pada tanggal 15 Desember 2012 terjadi peristiwa pembunuhan yang dilakukan oleh seorang pemuda yang berasal dari kelompok Tulung Selapan yang mengakibatkan 1 orang korban tewas dan 1 orang luka parah dari penduduk asli. Hal ini kemudian menjadi masalah yang semakin besar dikarenakan pihak-pihak yang terlibat adalah penduduk pendatang dan penduduk asli, tersangka merupakan penduduk pendatang yang mencari nafkah sebagai penambang Timah ilegal yang berasal dari Tulung Selapan, Sumatera Selatan dan korban adalah penduduk asli Koba. Kemudian pada tanggal 17 Desember di Polres Bangka Tengah terjadi aksi demo damai sekitar 200 orang masyarakat Koba yang menuntut aparat kepolisian untuk segera menangkap dan menindak tegas terhadap pelaku penusukan yang mengakibatkan warga Koba a.n Novian meninggal dunia. Pada tanggal 19 Desember 2012 sekitar pukul 10.30 WIB s/d 18.30 WIB di Memban (tambang aktif PT.Kobatin) berlangsung kegiatan penertiban dan sosialisasi pendataan penduduk. Kegiatan tersebut dipimpin langsung oleh Kasat Brimob Polda Kep. Babel, Kapolres Bangka Tengah, Danramil, Dindukcapil, Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Bangka Tengah, Badan Penanggulangan Bencana, Kesatuan Bangsa dan Politik, Manager Security PT. Koba Tin dan Satpol PP Kab. Bangka Tengah. Pada kegiatan tersebut terjadi aksi anarkis yang dilakukan warga Koba dan sekitarnya yang melakukan aksi pembakaran terhadap kamp dan kendaraan roda dua milik pekerja tambang
151
yang diduga warga pendatang serta melakukan penjarahan di Pall Besi dan Simpang Jongkong. Atas kejadian ini 29 orang pendemo ditahan pihak kepolisian. Walaupun keadaan masih bisa diredakan pihak kepolisian dan tak ada korban jiwa tetapi konflik ini merupakan salah satu contoh konflik yang terjadi akibat dari gesekan perbedaan latar belakang budaya dan perebutan sumber daya alam yang menjadi sumber utama mata pencarian sebagian besar penduduk asli dan pendatang.
Gambar 4.16 Konflik antar masyarakat pendatang dan masyarakat asli Sumber : KESBANGPOL Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Keadaan ini juga di perparah oleh ketidakjelasan Kontrak PT. KOBATIN sebagai BUMN yang memegang kendali atas pengelolaan bahan tambang di Bangka Tengah. Belum adanya keputusan dari Pemerintah Pusat dalam hal ini Kementrian ESDM tentang status PT. KOBATIN membuat wilayah-wilayah tambang yang berada dalam areal tambang PT. KOBATIN di manfaatkan oleh ribuan penambang-penambang ilegal baik dari penduduk asli dan penduduk pendatang. Lonjakan jumlah penduduk pendatang yang datang ke Bangka Tengah yang mempunyai latar belakang budaya yang berbeda membawa masalahmasalah baru bagi Pemerintah Kabupaten Bangka Tengah, gesekan budaya semakin lama semakin membesar menjadi benih-benih konflik yang dapat meledak setiap saat, tingkat kriminalitas semakin meningkat, kontrol yang lemah terhadap arus masuk penduduk pendatang juga menjadi masalah tersendiri dalam hal pendataaan pengadministrasian penduduk yang tinggal di Kabupaten Bangka Tengah.
152
Gambar 4.17 Penertiban dan Sosialisasi Pendataan Penduduk pendatang Sumber : KESBANGPOL Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Akibat konflik sosial dalam masyarakat ada yang bersifat positif dan adapula yang bersifat negatif. 1. Akibat Negatif Dari Konflik a. Goyang dan retaknya persatuan kelompok apabila terjadi konflik antargolongan dalam suatu kelompok. b. Menimbulkan dampak psikologis yang negatif, seperti perasaan tertekan sehingga menjadi siksaan terhadap mentalnya, stres, kehilangan rasa percaya diri, rasa frustasi, cemas dan takut. Hal ini dapat
terjadi
pada
pribadi-pribadi
individu
yang
tidak
tahan
menghadapi suatu konflik. c. Mematikan semangat kompetisi dalam masyarakat karena pribadi yang mendapat tekanan psikologis akibat konflik cenderung pasrah dan putus asa. d. Hancurnya harta benda dan jatuhnya korban manusia. Hal tersebut terjadi apabila konflik telah mencapai pada tahap kekerasan, seperti perang, bentrok antar kelompok masyarakat, dan konflik antar suku bangsa. e. Munculnya akomodasi, dominasi, dan takhluknya salah satu pihak. Keadaan tersebut akan muncul apabila ada tanda-tanda sebagai berikut: (a). Akomodasi akan muncul apabila kekuatan pihak-pihak
yang
bertentangan seimbang (b). Dominasi akan muncul apabila terjadi ketidakseimbangan antara kekuatan-kekuatan pihak yang mengalami konflik
153
(c). Munculnya kekuatan-kekuatan dari pihak yang mendominasi konflik akan menyebabkan takutnya salah satu pihak terhadap kelompok pemenang
2. Akibat Positif Dari Konflik a. Bertambahnya solidaritas interen dan rasa in group suatu kelompok. Apabila terjadi pertentangan antar kelompok, solidaritas antar anggota masing-masing kelompok akan meningkat sekali. Solidaritas didalam suatu kelompok yang pada situasi normal sulit dikembangkan akan berlangsung meningkat pesat saat terjadinya konflik dengan pihakpihak luar. b. Memudahkan kepribadian individu. Hal itu terjadi apabila ada konflikkonflik antar kelompok. Individu-individu dalam tiap-tiap kelompok akan mengubah kepribadiannya untuk mengidentifikasikan dirinya secara penuh dengan kelompoknya. Berdasarkan
hasil
survey
dan
kuesioner
yang
diberikan
kepada
masyarakat Kecamatan Koba, diketahui bahwa konflik sosial antar masyarakat naik antar pendatang dan warga asli, maupun warga asli dengan warga asli sering terjadi, hal tersebut dikarenakan pengaruh dari pertambangan timah itu sendiri, yang menyebabkan kesalahpahaman, dan ketidak puasa materi yang dihasilkan, sehingga terjadinya konflik antar masyarakat. Dari hasil kuesioner diketahui bahwa 52% masyarakat menjawab sering terjadi konflik antar warga. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.41 berikut Tabel 4.41 Konflik Antar Masyarakat No A B C D
Konflik Masyarakat Akibat Kegiatan Pertambangan Sangat Sering Sering Pernah Tidak Pernah
Persentase (%) 36 52 12 0
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
Selain terjadinya konflik atar masyarakat, kegiatan pertambangan juga memberi dampak negatif terhadap kegiatan gotong royong masyarakat, baik itu berupa kerja bakti, maupun kegiatan lainnya. Haltersebut dikarenakan kesibukan dari masyarakat di Kecamatan Koba akibat dari pekerjaan masing-masing- serta sikap yang kurang peduli kepada hal-hal yang tidak menghasilkan uang, mereka 154
lebih baik berkebun untuk mengisi waktu luang selain bekerja timah dan lainnya. Untuk lebih jelas mengenai hasil dari responden terhadap pengaruh kegiatan pertambangan terhadap kegiatan gotong royong masyarakat dapat di lihat pada Tabel 4.42 berikut. Tabel 4.42 Kegiatan Gotong Royong Masyarakat No
Kegiatan Gotong Royong Masyarakat
A B C D
Baik Buruk Sama saja Lainnya
Persentase (%) 12 52 26 10
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
Pertambangan timah di Kecamatan Koba tidak terlalu memberikan dampak yang buruk terhadap kondisi sosial budaya masyarakat di disana, hal tersebut diketahui berdasarkan hasil kuesioner dimana 42% sosial budaya masyarakat di Kecamatan Koba sama saja meskipun adanya kegiatan pertambangan tersebut. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.43 berikut.
Tabel 4.43 Kondisi Sosial Budaya Masyarakat No
Kondisi Sosial Budaya Masyarakat
A B C D
Baik Buruk Sama saja Lainnya
Persentase (%) 18 28 42 12
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
2.
Kondisi Pendidikan Masyarakat Pendidikan merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan kita,ini berarti
bahwa setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam mengembangkan diri tiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan kehidupan. Sehingga menjadi seorang yang terdidik itu sangat penting. Sarana pendidikan di Kecamatan Koba terdiri dari pendidikan prasekolah (taman kanak-kanak), sekolah dasar (SD), sekolah menegah pertama(SMP), dan sekolah menengah atas/ kejuruan(SMA/SMK).
155
Tabel 4.44 Jumlah Sarana Pendidikan Jumlah Sarana Pendidikan
Desa/Kelurahan
2011
2010
Tk
Sd
Smp
Sma/Smk
Nibung
1
1
0
0
Koba
4
3
1
0
Tk
Sd
Smp
Sma/Smk
0
1
0
0
4
3
2
0
Simpang Perlang
2
3
0
0
1
4
1
1
Padang Mulia
1
2
1
0
1
2
1
0
Berok
1
1
0
1
1
1
0
1
Arung Dalam
0
1
1
2
0
1
1
2
Guntung
1
1
0
0
0
1
0
0
Terentang
1
1
0
0
0
1
0
0
Penyak
1
2
1
1
0
2
1
1
Kurau
1
2
0
0
1
2
0
0
Kurau Barat Jumlah
0
0
0
0
0
0
0
0
13
17
4
4
8
18
6
5
Desa/Kelurahan
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011, 2010
4 4 3 3 2 2 1 1 0
Sarana pendidikan
TK SD SMP SMA/SMK
Gambar 4.18 Grafik jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Koba tahun 2011 Sumber : Tabel 4.28
Berdasarkan data jumlah penduduk Kecamatan Koba pada tahun 2011, maka dapat diketahui tingkat kebutuhan sarana pendidikan di Kecamatan Koba
156
berdasarkan SNI 03-1733-2004, Tata cara perencanaan kawasan perumahan kota. Untuk lebih jelas tentang kebutuhan sarana pendidikan di Kecamatan Koba dapat di lihat pada Tabel 4.45.
Tabel 4.45 Kebutuhan Sarana Pendidikan di Kecamatan Koba No
Kelurahan/Desa
Jumlah Sekolah Eksisting Jenis
1
2
3
4
5
6
Nibung
Koba
Simpang Perlang
Padang Mulia
Berok
Arung Dalam
TK
Jumlah 1
Standar Kebutuhan Sarana
Jumlah Penduduk
Standar SNI
Kebutuhan
1250
3.594
2
1
2
1
SD
1
1600
3.594
SMP
0
4800
3.594
0
0
0
0
SMA
0
4800
3.594
TK
4
1250
6.316
5
1
SD
3
1600
6.316
3
0
SMP
1
4800
6.316
1
0
1
1
SMA
0
4800
6.316
TK
2
1250
3.849
3
1
2
0
SD
3
1600
3.849
SMP
0
4800
3.849
0
0
SMA
0
4800
3.849
0
0
TK
1
1250
4.006
3
2
SD
2
1600
4.006
2
0
SMP
1
4800
4.006
0
0
SMA
0
4800
4.006
0
0
TK
1
1250
2.662
2
1
SD
1
1600
2.662
1
0
SMP
0
4800
2.662
0
0
0
0
SMA
1
4800
2.662
TK
0
1250
2.821
2
2
SD
1
1600
2.821
1
0
0
0
0
0
SMP
1
4800
2.821
SMA
2
4800
2.821
157
No
Kelurahan/Desa
Jumlah Sekolah Eksisting Jenis
7
8
9
10
11
Guntung
Terentang
Penyak
Kurau
Kurau Barat
Jumlah
Standar Kebutuhan Sarana
Jumlah Penduduk
Standar SNI
Kebutuhan
TK
1
1250
1.114
0
0
SD
1
1600
1.114
0
0
SMP
0
4800
1.114
0
0
0
0
SMA
0
4800
1.114
TK
1
1250
1.318
1
0
SD
1
1600
1.318
0
0
0
0
SMP
0
4800
1.318
SMA
0
4800
1.318
0
0
TK
1
1250
3.432
2
1
2
0
SD
2
1600
3.432
SMP
1
4800
3.432
0
0
SMA
1
4800
3.432
0
0
TK
1
1250
2.008
1
0
SD
2
1600
2.008
1
0
SMP
0
4800
2.008
0
0
SMA
0
4800
2.008
0
0
TK
0
1250
2.943
2
2
SD
0
1600
2.943
1
1
SMP
0
4800
2.943
0
0
4800
2.943
0
0
SMA
0
Sumber : Hasil Analisis, 2013
Berdasarkan Tabel 4.45 diketahui bahwa sebagian kelurahan/desa di Kecamatan Koba telah masih membutuhan tambahan sarana pendidikan berdasarkan standar dari SNI 03-1733-2004, hal tersebut dilihat dari jumlah kebutuhan
sarana
pendidikan
yang
cukup
besar
yaitu
sebanyak
14
pembangunan sarana pendidikan, yang terdiri dari 11 unit pembangunan sarana pendidikan TK (taman kanak-kanak), 2 unit unit pembangunan sarana pendidikan SD, dan 1 unit unit pembangunan sarana pendidikan SMA. Untuk sarana pendidikan SMP sudah mencukupi.
158
Berdasarkan hasil survey lapangan yang dilakukan diketahui sebagian anak-anak banyak yang putus sekolah, hal tersbut disebabkan tingginya upah dari kegiatan pertambangan yang menyebabkan anak-anak ikut bekerja di bidang pertambangan, karena untuk bekerja di tambang timah, memerlukan banyak waktu, yang biasanya dilakukan dari pagi hari sampe sore hari, sehingga menyita banyak waktu anak-anak yang menyebabkan untuk berhenti sekolah. Hal tersebut juga diketahui jika melihat data dari dinas pendidikan Kabupaten Bangka Tengah, dimana jumlah siswa yang Drop Out (keluar) dari sekolah di Kecamatan Koba berjumlah 291 orang yang berhenti sekolah dimana 28,82% berhenti sekolah dikareakan faktor bekerja dalam bidang tambang. Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.46
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Tabel 4.46 Data Siswa Usia Sekolah yang Putus Sekolah di Kecamatan Koba tahun 2013 Alasan Putus Sekolah Jumlah Persentase (%) Daya dukung orang tua kurang Tanpa Keterangan pindah alamat ekonomi yang rendah ikut bekerja tambang tidak ada keinginan lagi untuk bersekolah Sakit Menikah mengundurkan diri Jumlah
10 40 4 30 84 41 2 10 70 291
3,44 13,75 1,37 10,31 28,87 14,09 0,69 3,44 24,05 100,00
Sumber : Dinas Pendidikan Kabupaten Bangka Tengah, 2013
3.
Kesehatan Masyarakat Sarana kesehatan masyarakat di Kecamatan Koba sudah cukup memadai,
karena terdapat rumah sakit umum daerah (RSUD) dan klinik bersalin swasta serta puskesmas yang telah dilengkapi dengan ruang rawat inap. Hal tersebut diketahui berdasarkan data dari Kecamatan Dalam Angka Tahun 2012. Dimana terdapat 1 unit rumah sakit, 2 unit poliklinik, 3 unit puskesmas, 7 unit polindes, dan 5 unit apotek. Kesehatan merupakan sesuatu hal yang sangat penting bagi semua orang, kesehatan bisa menjadi sangat mewah bagi sebagian orang. Pertambangan juga
159
memberi pengaruh terhadap kesehatan masyarakat di sekitarnya pada umumnya. penyakit yang didierita masyarakat umumnya akbit adanya kegiatan pertambangan ini, disebabkan oleh polusi udara, serta tercemarnya air minum dan sungai/pantai disekitar lokasi tambang. Untuk lebih jelasnya dijelaskan sebagai berikut : a. Polusi udara Udara merupakan faktor yang penting dalam kehidupan, namun dengan meningkatnya pembangunan fisik kota dan pusat-pusat industri, kualitas udara telah mengalami perubahan. Udara yang dulunya segar kini kering dan kotor. Hal ini bila tidak segera ditanggulangi, perubahan tersebut dapat membahayakan kesehatan manusia, kehidupan hewan serta tumbuhan. Pencemaran udara diartikan sebagai adanya bahan-bahan atau zat-zat asing di dalam udara yang menyebabkan perubahan susunan (komposisi) udara dari keadaan normalnya. Kehadiran bahan atau zat asing di dalam udara dalam jumlah tertentu serta berada di udara dalam waktu yang cukup lama, akan dapat mengganggu kehidupan manusia. Bila keadaan seperti itu terjadi maka udara dikatakan telah tercemar. Hal tersebut akan berpengaruh bagi pernapasan manusia, sehingga
dapat
menyebabkan
penyakit
gangguan-gangguan
pernapasan seperti influensa,bronchitis dan pneumonia serta penyakit kronis seperti asma dan bronchitis kronis. Secara umum efek pencemaran udara terhadap saluran pernafasan dapat menyebabkan terjadinya: (a). Iritasi pada saluran pernafasan. Hal ini dapat menyebabkan pergerakan silia menjadi lambat, bahkan dapat terhenti sehingga tidak dapat membersihkan saluran pernafasan. (b). Peningkatan produksi lendir akibat iritasi oleh bahan pencemar. (c). Produksi lendir dapat menyebabkan penyempitan saluran pernafasan. (d). Rusaknya sel pembunuh bakteri di saluran pernafasan. (e). Pembengkakan pertumbuhan
saluran
sel,
pernafasan
sehingga
saluran
dan
merangsang
pernafasan
menjadi
menyempit. (f). Lepasnya silia dan lapisan sel selaput lendir.
160
Akibat dari hal tersebut di atas, akan menyebabkan terjadinya kesulitan bernafas sehingga benda asing termasuk bakteri/mikroorganisme lain tidak dapat dikeluarkan dari saluran pernafasan dan hal ini akan memudahkan terjadinya infeksi saluran pernafasan.
b. Pencemaran air Pencemaran air adalah berbagai perubahan kimia, biologi, atau fisika pada kualitas air yang memberikan efek berbahaya pada organisme hidup atau menjadikan air tidak cocok untuk digunakan. Pertambangan Timah yang mengandung pirit (besi sulfide) berinteraksi dengan air menghasilkan Asam sianida yang tinggi sehingga terbunuhnya ikan-ikan di sungai, tumbuhan, dan biota air yang sensitive terhadap perubahan pH yang drastis. Meskipun senyawa-senyawa ini terkandung dalam konsentrasi rendah, namun akan memberi dampak signifikan jika dibung ke lingkungan dalam jumlah yang besar. Emisi merkuri ke lingkungan terkonsentrasi karena terus menerus berpindah melalui rantai makan dan dikonversi menjadi metilmerkuri, yang merupakan senyawa berbahaya dan membahayakan manusia. Terutama ketika mengkonsumsi ikan dari air yang terkontaminasi merkuri.
Gambar 4.19 Skema pencemaran air
161
Hasil-hasil yang kita peroleh dari air dan ikan-ikan yang kita konsumsi, sebagian menggandung pencemaran dari akibat tambang timah tersebut, dampat yang ditimbulkan jika kita mengkonsumsi air dan makanan-makanan yang tercemar lainnya seperti ikan adalah sebagai berikut : a. Penyakit Gigi Penyakit gigi yang sering diakibatkan oleh pencemaran tersebut antara lain menyebabkan, gigi menjadi kuning, gigi keropos, karies gigi, serta pertumbuhan gigi yang tidak teratur. b. Penyakit kulit Penyakit kulit seperti gatal-gatal, dan banyak terdapat bentolanbentolan akibat alergi. c. Gangguan pencernaan seperti diare Diare akibat dari mengkonsumsi air yang tercemar d. Malaria Malaria diakibatkan dari banyaknya air yang menggenang dari bekas tambang, sehingga menjadi tempat sarang nyamuk. e. Mengakibatkan pertumbuhan anak lambat Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.47 tentang jenis penyakit yang diderita masyarakat Kabupaten Bangka Tengah Tabel 4.47 Data Penyakit di Kabupaten Bangka Tengah Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Jenis Penyakit Penyakit lainnya Infeksi akut lain pada saluran pernapasan Penyakit tekanan darah tinggi Penyakit pada sistem otot dan jaringan pengikat (peny. Belulang, radang sendi termasuk reumatik) Karies gigi Penyakit kulit alergi Diare (termasuk tersangka kolera) Tonsillitis Penyakit lain pada saluran pernapasan Infeksi penyakit usus lain Penyakit kulit infeksi Malaria tanpa pemeriksaan lab Penyakit pulpa dan jaringan periapikal Malaria dengan pemeriksaan lab Asma Penyakit kulit karena jamur Kecelakaan dan ruda paksa Gingivitis dan penyakit periodontal Penyakit rongga mulut
Jumlah 15.675 13.348 5.247 4.269 2.485 2.278 1.937 1.131 1.082 937 858 832 772 697 684 631 595 567 565
162
No 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Jenis Penyakit Malaria tropika Penyakit mata lainnya Pnemonia Gangguan gigi dan jaringan penyangga lainnya Penyakit rongga mulut Infeksi telinga tengah Penyakit pada saluran kencing Gangguan neurotic Cacar air Penyakit kecacingan Masftoid TB Paru Demam berdarah dengue Kolera Hiferemisis Penyakit lain dari saluran pernapasan bawah Bronchitis Penyakit jiwa lainnya Kusta Disentri Pes Penyakit kelamin Retardasi mental Difteri Frambusia Katarak
Jumlah 510 496 472 376 369 170 105 75 75 63 54 53 52 49 49 44 33 31 24 23 22 21 5 4 2 2
Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Tengah, 2012
Dari data pada Tabel 4.47, diketahui bahwa 25 penyakit teratas diantaranya disebabkan oleh akibat dari pertambangan timah, diantaranya seperti penyakit saluran tenggorokan, sakit gigi, alergi (kulit), malaria, dan lainnya. Penyakit-penyakit tersebut tentunya tidak dapat hilang dengan sendirinya, sehingga memerlukan bantuan ahli/dokter yang mengobatinya, dalam hal ini untuk biaya dokter ataupun rumah sakit tidak lah gratis, semakin banyak masyarakat yang sakit, maka semakin banyak pula pengeluaran yang harus dikeluarkan untuk mengobati penyakit tersebut. Di Kecamatan Koba sendiri tidak luput dari penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pertambangan timah tersebut, baik secara langsung maupun tidak langsung, penyakit tersebut antaranya adalah sebagai berikut : a. Penyakit Kesehatan Gigi Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Koba diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang terkena penyakit gigi dalam 3 bulan (November-Januari) di Kecamatan Koba berjumlah 428 jiwa.
163
maka dari banyaknya masyarakat yang terkena penyakit kesehatan gigi tersebut memerlukan pengeluaran dana sebesar Rp 43.121.000,dalam waktu tiga bulan yang didapatkan dari: Biaya Pengeluaran Jumlah penduduk yang sakit x biaya pengobatan gigi Biaya Pengeluaran 428 x Rp 100.750 Biaya Pengeluaran Rp 43.121.000 Biaya pengobatan sakit gigi didapatkan dari PERDA Kabupaten Bangka Tengah No 5 tahun 2010. b. Malaria Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Bangka Tengah diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang terkena penyakit positif malaria ini pada tahun 2012 di Kecamatan Koba berjumlah 82 jiwa. maka dari banyaknya masyarakat yang terkena penyakit Positif malaria tersebut memerlukan pengeluaran dana sebesar Rp 17.462.400,- per tahun yang didapatkan dari : Biaya Pengeluaran Jumlah penduduk yang sakit x biaya pengobatan Biaya Pengeluaran 428 x 40.800 Biaya Pengeluaran Rp 17.462.400 Biaya pengobatan sakit Malaria didapatkan berdasarkan PERDA Kabupaten Bangka Tengah No 5 tahun 2010. c. Penyakit Kulit Alergi Berdasarkan data dari dinas kesehatan Kabupaten Bangka Tengah diketahui bahwa banyaknya masyarakat yang terkena penyakit kuit alergi di Kecamatan Koba pada tahun 2012 berjumlah 912 jiwa. maka dari banyaknya masyarakat yang terkena penyakit kulit alergi tersebut memerlukan pengeluaran dana sebesar Rp 42.864.000,- per tahun yang didapatkan dari : Biaya Pengeluaran Jumlah penduduk yang sakit x biaya pengobatan Biaya Pengeluaran 912 x 47.000 Biaya Pengeluaran Rp 42.864.000 Biaya pengobatan penyakit kulit alergi didapatkan berdasarkan PERDA Kabupaten Bangka Tengah No 5 tahun 2010.
164
4.2.3
Analisis Ekonomi Masyarakat Kesejahteraan sosial adalah kegiatan-kegiatan yang terorganisasi yang
betujuan untuk membantu individu atau masyarakat guna memenuhi kebutuhankebutuhan
dasarnya
dan
meningkatkan
kesejahteraan
selaras
dengan
kepentingan keluarga dan masyarakat (Suharto, 2005). Berdasarkan Tabel 4.48 diketahui kondisi ekonomi masyarakat Kecamatan Koba pada tahun 2011 lebih banyak masyarakat yang sejahtera dibandingkan dengan prasejahtera, yang berarti tingkat ekonomi masyarakat Kecamatan Koba cukup baik. Secara rinci keberadaan Keluarga Sejahtera di Kecamatan Koba digolongkan ke dalam empat tingkatan sebagai berikut : 1. Keluarga Pra Sejahtera (Pra KS), yaitu keluarga-keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya (basic needs) secara minimal, seperti kebutuhan spiritual, pangan, sandang papan dan kesehatan. 2. Keluarga Sejahtera I (KS I), yaitu keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya (socio psychological needs), seperti kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal, dan transportasi. 3. Keluarga Sejahtera II (KS II), yaitu keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan sosial-psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya (developmental needs) seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi. 4. Keluarga Sejahtera III (KS III), yaitu kelurga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial-psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat, seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan Tabel 4.48 Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan Desa/Kelurahan Prasejahtera
Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan 2011 2010 Sejahtera Sejahtera Sejahtera PraSejahtera Sejahtera 1 2 3 sejahtera 1 2
Sejahtera 3
Nibung
78
0
636
71
36
304
616
7
Koba
54
176
182
499
50
302
1.150
47
Simpang Perlang
67
135
524
43
34
340
831
12
165
Desa/Kelurahan Prasejahtera
Padang Mulia
Jumlah Rumah Tangga Menurut Tingkat Kesejahteraan 2011 2010 Sejahtera Sejahtera Sejahtera PraSejahtera Sejahtera 1 2 3 sejahtera 1 2
26
51
59
730
47
372
Sejahtera 3
662
62
Berok
12
93
202
122
14
271
400
16
Arung Dalam
37
311
256
108
35
140
540
15
Guntung
3
20
137
21
7
29
201
0
Terentang
1
19
4
338
29
102
169
0
Penyak
19
57
790
42
40
232
493
7
Kurau
13
0
459
217
80
191
414
4
0
3
134
284
98
142
195
2
310
865
3.383
2.475
470
2.425
5.671
172
Kurau Barat Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik 2010, 2011
Berdasarkan kajian yang dilakukan, pertambangan timah memberi pengaruh yang besar terhadap kesejahteraan masyarakat di Kecamatan Koba, hal tersebut diketahui dari banyaknya bantuan-bantuan dari perusahaan tambang yang ada disekiarnya, baik bantuan langsung maupun tidak langsung. Untuk bantuan langsung dari perusahaan-perusahaan tersebut diantaranya adalah
penyaluran
dana
CSR
(Corporate
Social
Responsibility)
untuk
masyarakat sekiar. CSR merupakan suatu tindakan atau konsep yang dilakukan oleh perusahaan
(sesuai
kemampuan
perusahaan
tersebut)
sebagai
bentuk
tanggungjawab mereka terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada. COntoh bentuk tanggungjawab itu bermacam-macam, mulai dari melakukan kegiatan yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan lingkungan, pemberian beasiswa untuk anak tidak mampu, pemberian dana untuk pemeliharaan fasilitas umum, sumbangan untuk desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak, khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada Salah satu perusahaan yang telah memberikan kontribusi terhadap masyarakatnya adalah perusahaan PT. Kobatin. Bantuan yang telah diberikan oleh perusahaan PT.Kobatin antara lain sebagai berikut : a. Memberikan
beasiswa
pendidikan
tahun
2010/2011
kepada
33
mahasiswa, dengan uang saku dan pendidikan total Rp. 115.500.000,00 ; b. Memberikan bantuan peralatan sekolah bagi anak-anak kurang mampu;
166
c. Mengirim 2 orang ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan lanjutan konveksi sulam pada tahun 2011 dengan nilai Rp 71.100.000,00 ; d. Mengirim 2 orang ke Yogyakarta untuk mengikuti pelatihan lanjutan anyaman bambou pada tahun 2011 dengan nilai Rp 30.650.000,00 ; e. Member bantuan pembuatan rumah produksi gula merah, tungku masak, cetakan gula merah, dan wadah untuk memasak gula keoada pengrajin gula dengan nilai Rp 71.000000,00 ; f.
Memberikan bantuan pembelian sapi, serta pembelian konsentrat untuk kelompok peternak dengan nilai Rp 286.080.000,00 ;
g. Bantuan mengadakan kegiatan pesantren kilat pada tahun 2011, dengan nilai Rp 10.000.000,00 ; h. Bantuan pembangunan kubah mesjid pada tahun 2011, dengan nilai Rp 85.000.000,00 ; i.
Serta bantuan pembuatan kandang sapi dalam rangka pengembangan infrastruktur bidang peternakan, dengan nilai Rp. 107.500.000,00. Bantuan tidak langsung juga dirasakan oleh masyarakat sekitar, dimana
makin bertambahnya lapangan kerja untuk masyarakat sekitar. Karena masingmasing perusahaan memerlukan tenaga kerja untuk perusahaan mereka, dan pastinya akan menggunakan tenaga kerja dari masyarakat sekitar. Di Kecamatan Koba sendiri memiliki tingkat ketergantungan yang cukup besar terhadap kaum muda, hal tersebut diketahui dari hasil analisis tingkat ketergantungan penduduk di Kecamatan Koba, dimana penduduk di Kecamatan Koba memiliki jumlah penduduk yang produktif lebih banyak dibandingkan yang kurang produktif. Untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.49 Tabel 4.49 Rasio Ketergantungan berdasarkan umur NO
Desa/Kelurahan
Jumlah penduduk menurut umur tahun 2011
0-15
16-59
>60
Rasio Ketergantungan
1
Nibung
1304
2179
108
64,80
2
Koba
2218
3671
182
65,38
3
Simpang Perlang
1744
2911
142
64,79
4
Padang Mulia
1551
2613
127
64,22
5
Berok
939
1603
79
63,51
6
Arung Dalam
982
1664
80
63,82
7
Guntung
344
628
31
59,71
167
NO
Desa/Kelurahan
Jumlah penduduk menurut umur tahun 2011
Rasio Ketergantungan
0-15
16-59
>60
410
740
35
60,14
8
Terentang
9
Penyak
1169
1985
94
63,63
10
Kurau
1042
1781
84
63,22
11
Kurau Barat
713 12416
1227 21002
69 1031
63,73
Jumlah
64,03
Sumber : Hasil analisis, 2013
Dari contoh perhitungan di atas, rasio ketergantungan total adalah sebesar 64,03 persen, artinya setiap 100 orang yang berusia kerja (dianggap produktif) mempunyai tanggunagn sebanyak 64 orang yang belum produktif dan dianggap tidak produktif lagi. Dari indikator ini terlihat bahwa penduduk usia kerja di Kecamatan Koba masih dibebani tanggung jawab akan penduduk muda yang proporsinya lebih banyak dibandingkan tanggung jawab terhadap penduduk tua. PT. Kobatin memiliki lapangan pekerjaan untuk 611 karyawan, hal ini berarti akan memberikan kesempatan kerja kepada penduduk lokal disekitarnya. Diketahui jumlah penduduk usia 16 – 59 tahun di Kecamatan Koba sebanyak 21.002
jiwa dan jumlah pengangguran sebanyak 13.405 jiwa, jumlah
pengganguran diketahui dari jumlah penduduk produktif dikurangi jumlah penduduk yang memiliki mata pencaharian. Maka tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK), sebesar: TPAK Dimana :
Σ AK +100% Σ ()*
AK = Angkatan Kerja (PUK yang mencari pekerjaan) PUK = Penduduk Usia Kerja (penduduk usia produktif)
Maka
: TPAK
13.405 +100% 21.002
TPAK 63,8% Karena PT. Kobatin merekrut tenaga kerja sebanyak 611 orang, dengan asumsi bahwa 80 % atau sebanyak 489 orang tenaga kerja berasal dari penduduk lokal (kabupaten Bangka Tengan) dan dengan asumsi bahwa 80% atau sebanyak 391 orang merupakan tenaga kerja dari Kecamatan Koba, maka PT. Kobatin akan mengurangi tingkat pengangguran atau memnerikan kesempatan kerja (KK) bagi penduduk lokal sebesar : 168
KK
13.405 . 391 +100% 21.002 KK 62%
Dengan demikian kesempatan kerja (KK) = 63,8 % - 62 % = 1,9 % Bantuan-bantuan dan kesempatan kerja untuk masyarakat Kecamatan Koba tidak hanya berasal dari perusahaan PT. Kobatin, banyak perusahaanperusahaan lain yang memberikan bantuan, sehingga masyarakat disekitar perusahaan mendapatkan bantuan-bantuan lainnya. perusahaan tersebut adalah sebagai berikut : Tabel 4.50 Daftar Pemegang IUP di Kabupaten Bangka Tengah No 1
Nama Perusahaan PT. BANGKA TIMAH UTAMA SEJAHTERA
Luas IUP/KK
Komoditas
Status Izin
17.80
Timah
(Ha)
Jumlah WIUP/WKK
519.70
Timah
3
PT.SARANA MARINDO PT. MUTIARA PRIMA SEJAHTERA
1,325.00
Timah
Operasi Produksi Operasi Produksi dan Eksplorasi Operasi Produksi dan Eksplorasi
4
PT. MITRA STANIA PRIMA
1,648.00
Timah
Operasi Produksi
2
5
447.95
Timah
Operasi Produksi
16
6
CV. SERUMPUN SEBALAI PT. BANGKA BELITUNG TIMAH SEJAHTERA
311.00
Timah
Operasi Produksi
22
7
PT. TELUK KIJING ENERGI
182.70
Timah
Operasi Produksi
1
8
CV. DUA SEKAWAN
66.00
Timah
Operasi Produksi
1
9
PT. TIMAH (PERSERO) TBK
31,239.44
Timah
Operasi Produksi
8
10
PT. MANDIRI KARYA MAKMUR
150.00
Operasi Produksi
1
11
Operasi Produksi
1
196.00
Operasi Produksi
2
13
PT. TRI BINTANG ABDI PT. WALIE TAMPAS CITRATAMA PT. PERMATA MUSTIKA RAJAWALI
Granit Pasir Kuarsa Pasir Kuarsa
190.00
Timah
Operasi Produksi
1
14
PT. LUMBUNG MINERAL ALAM
Eksplorasi
1
15
PT. LUMBUNG INTI SELARAS
Timah Pasir Bangunan
Eksplorasi
1
16
PT. KOBA TIN
Timah
Kontrak Karya
7
2
12
Total
20.00
2,305.50 23.26 41,443.30
1 2 4
76,068.95
71
Sumber: dinas Pertambangan dan Energi, 2013
Berdasarkan dari hasil survey dan pembagian kuesioner yang dilakukan kepada masyarakat sekitar juga diketahui bahwa 54% responden merasa lebih baik yang disebabkan oleh adanya kegiatan pertambangan tersebut. Untuk lebih
169
jelas mengenai hasil kuesioner tentang pengaruh kegiatan tambang terhadap pertumbuhan ekonmi dapat di lihat pada Tabel 4.51. Tabel 4.51 Kondisi Ekonomi Masyarakan Akibat Pertambangan Timah No
Kondisi Ekonomi Masyarakan Akibat Pertambangan Timah Lebih Baik Sama Saja Menurun Tidak Tahu
a b C D
Persentase (%) 54 26 20 0
Sumber : Hasil Observasi Lapangan, 2013
4.2.4 Analisis Terhadap PDRB Kabupaten Bangka Tengah a.
Struktur perekonomian Struktur perekonomian merupakan salah satu indikator yang dapat
digunakan untuk melihat seberapa jauh program dan sasaran yang telah dicapai pada satu periode tertentu. Peranan setiap sektor terhadap PDRB dapat dilihat dari
sumbangan
yang
diberikan
oleh
masing-masing
sektor
terhadap
pembentukan PDRB setiap tahunnya. Melalui data peranan sector terhadap PDRB tersebut dapat dilihat seberapa jauh kebijakan yang telah dilakukan tepat sasaran.
Gambar 4.20 Struktur perekonomian tahun 2010 dan 2011 Sumber : Hasil Analisis 2014
Pada gambar 4.27 terlihat bahwa pada tahun 2011 struktur perekonomian Kabupaten Bangka Tengah yang terbesar adalah sektor primer (sektor pertanian
170
dan sektor pertambangan dan penggalian) yaitu 35,00 persen, lebih rendah dibandingkan dengan tahun 2010 yang besarnya 36,00 persen. Sektor sekunder meliputi sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan pada tahun 2011 memberikan kontribusi sebesar
32,35
persen.
Kontribusi
tersebut
sedikit
lebih
kecil
apabila
dibandingkan dengan keadaan pada tahun 2010 yang besarnya 32,38 persen. Sektor tersier meliputi sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pengangkutan dan komunikasi,
sektor keuangan,
persewaan dan jasa
perusahaan serta sektor jasa-jasa pada tahun 2011 memberikan kontribusi sebesar 32,64 persen, lebih tinggi dibandingkan tahun 2010 yang sebesar 31,62 persen. Rincian per sub sektor dapat dilihat pada tabel 4.51 di bawah ini. Tabel 4.52 Peranan PDRB Kabupaten Bangka Tengah Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007- 2011 (persen) Kelompok Sektor I. Sektor Primer 1. Pertanian 2. Pertambangan & Penggalian Ii. Sektor Sekunder 1. Industri Pengolahan 2. Listrik, Gas & Air Bersih 3. Bangunan Iii. Sektor Tersier 1. Perdag., Hotel & Restoran 2. Pengangkutan & Komun 3. Keu., Persew.& Js Prshn 4. Jasa-jasa PDRB
2007 39,53 11,43 28,1
2008 36,89 10,82 26,07
2009 37,11 11,03 26,08
2010 36,00 11,04 24,96
2011 35,00 11,34 23,66
32,75 26,55 0,15 6,05 27,72 17,71
33,86 26,68 0,15 7,03 29,26 18,69
32,56 24,67 0,15 7,74 30,34 18,87
32,38 23,85 0,15 8,38 31,62 19,36
32,35 22,99 0,16 9,20 32,64 19,56
4,07
4,33
4,75
5,01
5,41
1,89
1,65
1,67
1,78
1,89
4,05 100,00
4,59 100,00
5,05 100,00
5,47 100,00
5,78 100,00
Sumber : Hasil Analisis 2014
•
Perkembangan sektor primer Apabila dilihat kontribusi dua sektor yang merupakan cakupan sektor primer,
pada
pembentukan
tahun
2011
kontribusi
PDRB
sebesar
11,34
sektor
pertanian
persen,
terhadap
sedangkan
sektor
pertambangan dan penggalian sebesar 23,66 persen. Pada tahun 2011 kontribusi sektor pertanian mengalami peningkatan yang cukup besar jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, yakni
171
sebesar 0,30 poin, dari 11,04 persen pada tahun 2010 menjadi 11,34 persen. Peningkatan kontribusi sektor pertanian ini disebabkan oleh meningkatnya kontribusi sub sektor tanaman bahan makanan dan sub sektor perikanan. Untuk sektor pertambangan dan penggalian, kontribusi terhadap PDRB tahun 2011 mengalami penurunan sebesar 1,29 poin dibandingkan dengan tahun 2010. Kontribusi yang dicapai tahun 2011 sebesar 23,66 persen, lebih kecil jika dibandingkan dengan kontribusi tahun 2010 yang mencapai 24,96 persen. Terjadinya penurunan kontribusi tahun 2011 disebabkan oleh turunnya kontribusi sub sektor pertambangan tanpa migas karena turunnya produksi timah di Kabupaten Bangka Tengah. •
Perkembangan sektor skunder Cakupan sektor sekunder adalah sektor industri pengolahan, sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan, dimana masing-masing sektor tersebut tahun 2011 memberikan kontribusinya sebesar 22,99 persen, 0,16 persen dan 9,20 persen. Kontribusi sektor industri pengolahan pada tahun 2011 terhadap pembentukan PDRB turun 0,03 poin dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Terjadinya penurunan kontribusi pada sektor ini disebabkan oleh turunnya kontribusi industri logam dasar besi dan baja yaitu industri pengolahan bijih timah menjadi logam timah. Meskipun kontribusi sektor industri pengolahan mengalami penurunan, sektor ini masih merupakan kontributor terbesar dalam pembentukan PDRB Kabupaten Bangka Tengah tahun 2011 setelah sektor pertambangan dan penggalian. Sementara untuk sektor listrik, gas dan air bersih serta sektor bangunan pada tahun 2011 kontribusinya mengalami peningkatan, masing-masing dari 0,15 persen dan 8,38 persen pada tahun 2010 menjadi 0,16 persen dan 9,20 persen.
•
Perkembangan sektor tersier Pada tahun 2011, sektor tersier mempunyai kontribusi terhadap pembentukan PDRB sebesar 32,64 persen, dimana komponen sektor tersier terdiri dari sektor perdagangan hotel dan restoran sebesar 19,56 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 5,41 persen,
172
sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan sebesar 1,89 persen dan sektor jasa-jasa sebesar 5,78 persen. Sektor perdagangan, hotel, dan restoran merupakan penopang sektor tersier yang terbesar dan pada tahun 2011 sebesar 19,56 persen, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya terjadi peningkatan sekitar 0,20 poin. Terjadinya peningkatan ini dikarenakan sub sektor perdagangan besar dan eceran dan subsektor restoran mengalami peningkatan. Sedangkan penopang sektor tersier yang terkecil yaitu sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Pada tahun 2011 kontribusinya mencapai 1,89 persen, mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu sebesar 0,11 poin. b.
Pertumbuhan ekonomi Pertumbuhan ekonomi merupakan suatu gambaran mengenai dampak
pembangunan yang dilaksanakan, khususnya di bidang ekonomi. Pertumbuhan tersebut merupakan laju pertumbuhan yang dibentuk dari berbagai macam sektor ekonomi, yang secara tidak langsung menggambarkan tingkat perubahan ekonomi yang terjadi. Untuk melihat pertumbuhan ekonomi secara riil dari tahun ke tahun tergambar melalui penyajian PDRB atas dasar harga konstan secara berkala. Pertumbuhan yang positif menggambarkan bahwa perekonomian mengalami kemajuan dibandingkan tahun sebelumnya, sebaliknya apabila pertumbuhan yang negatif menggambarkan bahwa perekonomian mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya. Untuk laju pertumbuhan dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 4.53 Laju Pertumbuhan di Kabupaten Bangka Tengah LAPANGAN USAHA
2008
2009
1. PERTANIAN
-0,56
4,65
7,71
10,44
2. PERTAMBANGAN&PENGGALIAN
0,34
1,04
1,25
2,03
3. INDUSTRI PENGOLAHAN
-0,22
0,50
-0,21
0,69
4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
3,02
5,52
7,31
19,21
13,40
9,70
10,13
11,58
6,67
5,61
6,77
8,14
14,72
15,77
14,47
12,59
1,93
6,99
10,95
9,02
5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
2010 *)
2011 **)
173
LAPANGAN USAHA
2008
2009
9. JASA-JASA
12,32
5,63
11,63
12,32
3,38
4,13
5,04
6,23
PDRB DENGAN MIGAS
2010 *)
2011 **)
Sumber : Hasil Analisis 2014
Berdasarkan Tabel
4.53
diketahui bahwa pada tahun 2008 laju
pertumbuhan sebagian mengalami penurunan, karena memiliki nilai negatif. Akan tetapi untuk tahun-tahun setelahnya terjadi peningkatan terus menerus, pada tahun 2009 laju pertumbuhan mengalami peningkatan menjadi 4,13 persen dan meningkat menjadi 5,04 persen pada tahun 2010. Sementara laju pertumbuhan PDRB pada tahun ini tercatat sebagai laju pertumbuhan yang tertinggi sebesar 6,23 persen. Pada tabel yang sama terlihat bahwa, sektor yang memiliki pertumbuhan tertinggi pada tahun 2011 adalah sektor listrik, gas, dan air sebesar 19,19 persen, kemudian diikuti oleh sektor pengangkutan dan komunikasi 12,59 persen serta sektor jasa-jasa 12,32 persen. Pada tahun 2011 sektor yang memiliki pertumbuhan ekonomi terendah adalah sektor industri pengolahan yakni sebesar 0,69 persen. PDRB Per Kapita merupakan salah satu ukuran indikator makro yang sering digunakan untuk
engukur tingkat kemakmuran penduduk di suatu
wilayah. Kenaikan PDRB per kapita merupakan indikasi perekonomian masyarakat semakin baik. Pada tahun 2011, PDRB per kapita atas dasar harga berlaku masyarakat di Kabupaten Bangka Tengah sebesar Rp. 20.558.639 naik jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 sebesar Rp. 19.667.808. Bila faktor harga dieliminir, maka akan diperoleh PDRB per kapita atas dasar harga konstan. Besarnya PDRB per kapita atas dasar harga konstan di tahun 2011 sebesar Rp. 7.681.124 yaitu turun jika dibandingkan dengan keadaan tahun 2010 sebesar Rp. 7.744.332.
174
25,000,000 20,000,000 15,000,000 ADHK ADHB
10,000,000 5,000,000 2007
2008
2009
2010
2011
Gambar 4.21 Grafik PDRB Per Kapita Kabupaten Bangka Tengah tahun 2007-2011 Sumber : Hasil Analisis 2014
Tabel 4.54 PDRB Per Kapita Kabupaten Bangka Tengah tahun 2007-2011 Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
ADHK
8.906.097
8.502.725
7.648.815
7.744.332
7.681.124
ADHB
17.336.027
19.166.608
17.835.539
19.667.808
20.558.639
Sumber : Hasil Analisis 2014
4.2.5 Analisis kisaran harga dampak dari pertambangan timah terhadap Sosial Ekonomi Berdasarkan dari analisis manfaat dan dampak yang telah dilakukan maka dapat diketahui kisaran harga yang perlu dikeluarkan atau pun didapatkan dari kegiatan tambang timah tersebut, untuk lebih jelas dapat di lihat pada Tabel 4.54 Tabel 4.55 Kiasaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah No
Manfaat Jenis
Biaya
1
CSR 1 perusahaan tambang
776.830.000
2
Penghasilan dari tenaga kerja baru (391 orang dengan gaji rata-rata 2.5 juta)
977.500.000
Jumlah
1.754.330.000
Dampak Jenis Kesehatan masyarakat ( dilihat dari 3 jenis penyakit) Konflik masyarakat (biaya pengerusakan alat-alat dan pembakaran)
Biaya
103.447.400
45.000.000 148.447.400
Sumber : Hasil analisis, 2013
175
4.3
Analisis Dampak Pengembangan Timah terhadap Aspek Fisik Lingkungan dan Sosial Ekonomi Dampak secara keseluruhan dari pertambangan timah di Kecamatan Koba
ini ditinjau berdasarkan aspek fisik lingkungan dan sosial ekonomi, diketahui bahwa berdasarkan dari ekonomi atau penghasilan yang didapatkan dari kegiatan tambang ini menghasilkan lebih banyak dampak negatif dari pada dampak positif, untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 4.56 berikut. Tabel 4.56 Kisaran Harga Akibat Dari Pertambangan Timah Manfaat Dampak No Jenis Biaya Jenis Biaya Kesehatan CSR 1 perusahaan 1 776.830.000 masyarakat ( dilihat 103.447.400 tambang dari 3 jenis penyakit)
Penghasilan dari tenaga kerja baru (391 2 orang dengan gaji ratarata 2.5 juta)
Konflik masyarakat (biaya pengerusakan 977.500.000 alat-alat dan pembakaran)
45.000.000
3
Wadah produksi timah
Pencemaran air bersih sehingga 5.584.116.000 9.639.600.000 perlu membeli air PDAM
4
Dibangunnya jalan baru
100.000.000
akses
Pencemaran Tanah
2.000.000.000
Penebangan pohon dari perkebunan/ 130.000 hutan Pencemaran Udara 970.000
5 6 7.438.446.000
11.789.147.400
Sumber : Hasil Analisis 2014
Berdasarkan Tabel 4.56 diketahui bahwa dampak positif yang ditimbulkan dari pertambangan timah ini menghasilkan biaya sebesar Rp 7.438.446.000,00 sedangkan dampak negatif sebesar Rp 11.789.147.400,00 sehingga dapat diketahui bawha dampak negatif lebih besar dari pada dampak positif yang ada, hal tersebut disebabkan karena banyaknya dampak negatif yang disebabkan dari pertambangan timah berdasarkan aspek fisik seperti kerusakan lahan dan pencemaran air jika diakumulasikan menghasilkan pengeluaran yang sangat besar.
176
BAB III PROFIL WILAYAH DAN KEGIATAN PERTAMBANAN TIMAH DI KECAMATAN KOBA
3.1
Kebijakan Berdasarkan RTRW Kabupaten Bangka Tengah Penataan Ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah bertujuan untuk
mewujudkan penataan ruang Negeri Selawang Segantang yang berkelanjutan dan sejahtera dengan potensi serta komoditas unggulan yang berorientasi ekonomi masyarakat sekaligus mendukung pelestarian lingkungan. Untuk mewujudkan tujuan penataan ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah sebagaimana dimaksud di atas akan ditempuh melalui kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten. Kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten adalah serangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut, dan udara, termasuk ruang di dalam bumi. Strategi penataan ruang wilayah kabupaten adalah langkah-langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang wilayah kabupaten. Kebijakan pembangunan jangka panjang (2005-2025) Kabupaten Bangka Tengah diarahkan untuk mencapai beberapa indikator keberhasilan yaitu : a. Bidang Demografi dan Lingkungan: (1) Perencanaan pengelolaan lingkungan yang benar diharapkan akan menjadi wilayah yang berkembang dengan kondisi lingkungan hidup yang baik. (2) Perkembangan jumlah penduduk menjadi potensi pembangunan yang dapat diberdayakan untuk kemajuan daerah dan kesejaheraan masyarakat. (3) Meningkatnya efisiensi pemanfaatan
sumber
daya
produktif
sehingga
kegiatan
investasi
pembangunan semakin efisien; b.
Bidang ekonomi: (1) Meningkatnya pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB); (2) Semakin kakohnya struktur ekonomi daerah yang didominasi oleh sektor-sektor yang berbasis sumber daya lokal; (3) Meningkatnya pendapatan perkapita sesuai kemampuan daerah; (4) Menggalakkan kegiatan investasi yang kondusif untuk mengurangi tingkat pengangguran dan tingkat kemiskinan secara terencana.
c.
Bidang infrastruktur: (1) Semakin terpeliharanya sarana dan prasarana yang ada untuk dimanfaatkan secara optimal; (2) Terjadinya peningkatan jumlah dan kualitas sarana dan prasarana yang memadai dan menjangkau
63
seluruh wilayah; (3) Tersedianya sarana dan prasarana publik sesuai kebutuhan masyarakat di Kabupaten Bangka tengah. d.
Bidang Sosial-Politik: (1) Meningkatkan kualitas manusia melalui kinerja pendidikan yaitu gabungan Angka Partisipasi Kasar (APK) dari jenjang pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi dan angka melek aksara; (2) Mempertahankan dan meningkatkan pelayanan dan status kesehatan pada masyarakat ditandai dengan menurunnya angka kematian bayi, angka kematian ibu, dan meningkatnya usia harapan hidup; (3) Tumbuhnya kaderkader pembangunan daerah yang handal, cekatan, cerdik dan profesiona (sehingga mampu meningkatkan praduktivitas yang lebih tinggi; (4) Terselenggaranya institusi yang berfungsi sebagai alat promosi daerah, pusat informasi data, pusat informasi pembangunan dan investasi, institusi perekonomian daerah yang kuat, forum stake holders daerah, dan lembaga perlindungan hak publik.
e.
Bidang pemerintahan: (1) Pemekaran kecamatan dan desa harus terealisasi sesuai dengan ketentuan Undang Undang. (2) Struktur organisasi dan penyelenggaraan pemerintahan daerah telah berjalan efektif dan efisien yang didukung oleh kepegawaian yang telah memenuhi kebutuhan dengan kualitas baik. (3) Peraturan Daerah yang dihasilkan dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Daerah sudah memenuhi standar, serta sinkron dengan aturan-aturan yang lebih tinggi.
Secara umum prioritas pembangunan Kabupaten Bangka Tengah dalam jangka panjang meliputi antara lain: 1. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia Peningkatan kualitas SDM dilakukan melalui program pendidikan formal, optimalisasi sarana dan prasarana pendidikan, serta peningkatan kualitas dan kesejahteraan tenaga pendidik. 2. Peningkatan usaha ekonomi produktif Kegiatan usaha ekonomi produktif dilakukan melalui pemberdayaan ekonomi rakyat yang berbasis agribisnis dan agroindustri, industri pertambangan
rakyat,
industri
kerajinan
rakyat,
dan
peningkatan
kesempatan berusaha bagi koperasi dan usaha kecil menengah,
64
3. Peningkatan kinerja aparatur pemerintahan untuk menciptakan pelayanan prima dan sistem pemerintahan yang baik dan bersih. 4. Peningkatan kondisi kehidupan yang aman dan bersih serta lingkungan hidup yang nyaman menuju pembangunan berkelanjutan. 5. Penyediaan sarana dan prasarana transportasi (jaringan jalan dan jembatan, dermaga (tambat) perahu, prasarana wilayah (air bersih, listrik, telekomunikasi dan drainase) serta fasilitas ekonomi (pasar, pertokoan, kawasan perdagangan, pergudangan, TPI, bank, ATM, dan koperasi.
Kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah meliputi kebijakan dan strategi pengembangan struktur ruang serta kebijakan dan strategi pengembangan Pola Ruang Wilayah Kabupaten yang ditentukan dalam kajian lingkungan hidup strategis a.
Kebijakan dan Strategi Pengembangan Struktur Ruang
Kebijakan pengembangan struktur ruang meliputi: a) pengembangan sistem pusat-pusat permukiman secara hirarkis
untuk
mendorong tumbuhnya efesiensi keterkaitan hubungan antar kota-desa yang saling menguntungkan b) pendistribusian penduduk yang proporsional pada kawasan permukiman kota dan desa c) peningkatan jangkauan pelayanan jaringan prasarana transportasi, telekomunikasi, energi, dan sumber daya air yang terpadu dan merata di dalam wilayah Kabupaten a)
Strategi Pengembangan Sistem Pusat Kegiatan
Strategi pengembangan sistem pusat kegiatan dicapai melalui pengembangan sistem perkotaan dan perdesaan. 1. Pengembangan sistem perkotaan yang dilaksanakan melalui: •
Penataan yang lebih terkendali pengembangan kawasan perkotaan Koba sebagai pusat pemerintahan;
•
pengembangan wilayah perkotaan baru di kecamatan Pangkalan Baru sebagai bagian dari pengembangan wilayah perkotaan Pangkal Pinang;
65
•
Peningkatan inter-aksi antar kota Koba sebagai ibukota Kabupaten dengan ibukota kecamatan di Kabaupaten Bangka Tengah maupun dengan Kabupaten lainnya;
•
percepatan
pembangunan
kegiatan
perkotaan
pada
kawasan
pertumbuhan ekonomi dan pusat-pusat pelayanan wilayah.
2. Pengembangan sistem perdesaan yang dilaksanakan melalui: •
pengembangan kawasan perdesaan yang memiliki fungsi produksi pertanian menjadi kawasan agropolitan;
•
pengembangan
kawasan
perdesaan
yang
memiliki
fungsi
pemerintahan menjadi ibukota kecamatan; •
pengembangan kawasan perdesaan yang berkembang pesat menjadi pusat kegiatan baru;
•
Pengendalian pertumbuhan permukiman yang linier di sepanjang jalan arteri primer.
b) Strategi Pendistribusian Penduduk Penduduk merupakan faktor penting bagi pengembangan wilayah dan pelayanan public. Agar distribusi penduduk dapat lebih mempunyai daya dorong bagi pembangunan dan meningkatan efesiensi pelayanan publik, maka ditempuh antara lain melalui : •
Perencanaan pola distribusi penduduk diarahkan melalui pemerataan jumlah penduduk pada kawasan-kawasan yang mempunyai keunggulan lokasi karena aksesibilitas dan sumberdaya alam;
•
Pengendalian
dinamika
penduduk
diarahkan
antara
lain
melalui
pembukaan kesempatan kerja dan peningkatan pelayanan prasarana dan sarana dasar wilayah; •
Pemberdayaan pranata sosial diarahkan melalui pemberian akses yang luas kepada lembaga masyarakat adat, keagamaan, dan pranata sosial lainnya di dalam masyarakat untuk mendukung kegiatan penataan ruang secara obyektif untuk kesejahteraan seluruh masyarakat kabupaten.
66
c)
Strategi peningkatan pelayanan jaringan prasarana dan sarana dasar wilayah
Untuk meningkatkan jangkauan jaringana prasarana dan sarana wilayah secara efektif, efisien dan tepat sasaran dilaksanakan oleh pemerintah kabupaten bersama dengan Pemerintah, pemerintah provinsi, dan antar pemerintah kabupaten, masyarakat/dunia usaha, maupun kerja sama keduanya yang meliputi: 1.
Peningkatan pelayanan jaringan prasarana sumber daya air melalui : •
pemanfaatan sumber daya air permukaan, air tanah, dan air bawah tanah untuk kawasan permukiman;
•
pengembangan kolam maupun saluran-saluran irigasi secara komunal terutama untuk lahan-lahan produktif;
•
Pemanfaatan sumber daya air permukaan dan sumber air bawah tanah secara terbatas untuk kawasan industri.
2. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana energi dan listrik melalui: •
Peningkatan
kapasitas
produksi
melalui
penambahan
daya
distribusi dari Pembangkit Listrik Tenaga Diesel berdasarkan sistem permukiman penduduk. •
Pengembangan
pembangkit-pembangkit
listrik
berskala
kecil
dengan basis energi tersedia setempat, seperti tenaga air (mikro hidro),
matahari,
sekam,
dan
biofuel
untuk
satuan-satuan
permukiman pedesaan. •
Peningkatan kapasitas pelayanan depo logistik bahan bakar minyak untuk seluruh wilayah Kabupaten.
3. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana informasi dan telekomunikasi melalui: •
Pemenuhan kebutuhan yang disesuaikan dengan kebutuhan kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan;
•
Penyediaan prasarana untuk kegiatan perhubungan, informasi, komunikasi melalui media pemancar gelombang radio, jaringan kabel,maupun jaringan nirkabel.
4. Peningkatan pelayanan jaringan prasarana transportasi melalui: •
Pengembangan
sistem
transportasi
darat
yang
meliputi
penambahan dan perbaikan kondisi jaringan jalan nasional, jalan provinsi dan jalan kabupaten; perbaikan sarana angkutan umum
67
dan angkutan barang dan penataan sistem terminal yang terintegrasi dengan transportasi laut, sungai, dan penyebrangan. •
Pengembangan
sistem
transportasi
laut,
sungai,
dan
penyeberangan yang meliputi:
pembukaan jalur penyeberangan
antar
kecamatan
kabupaten
transportasi
dan
yang
antar
strategis
dengan
pada
simpul-simpul
memperbaiki
teknologi
perkapalan; menambah jumlah dan frekuensi armada, menambah daya
tampung
pelabuhan
laut
dan
dermaga
sungai,
dan
membangun pelabuhan khusus, seperti pelabuhan peti kemas dan pendaratan ikan. •
Pengembangan sistem transportasi udara melalui peningkatan kelas pelayanan Bandara Depati Amir untuk mengantisipasi perkembangan pasar dalam jangka panjang.
b.
Kebijakan dan Strategi Perwujudan Pola Ruang Kebijakan perwujudan pola ruang wilayah Kabupaten meliputi kebijakan
dan
strategi
pengembangan
Kawasan
lindung,
kebijakan
dan
strategi
pengembangan Kawasan Budidaya, serta kebijakan dan strategi pengembangan kawasan strategis kabupaten yang ditentukan dalam Kajian Lingkungan Hidup Strategis. a)
Kebijakan pengembangan Kawasan Lindung adalah pelestarian dan pemantapan fungsi perlindungan dan konservasi pada wilayah yang sudah ditetapkan dan/atau wilayah yang direncanakan. Strategi untuk melestarikan dan memantapkan fungsi perlindungan dan konservasi sebagaimana dimaksud adalah: •
Mempertahankan dan melestarikan kawasan-kawasan lindung yang mempunyai nilai ekologis tinggi, terutama pada hutan konserasi Gunung Mangkol dan hutan lindung Lubuk Besar, maupun Hutanhutan rawa di wilayah Kabupaten;
•
Menghentikan
pembangunan
kawasan
permukiman
baru,
membatasi prasarana dan sarana pendukung, dan memindahkan permukiman penduduk yang sudah ada di dalam kawasan Hutan Lindung, kawasan Resapan Air, kawasan sempadan pantai, dan
68
kawasan sempadan sungai yang dinilai telah mengganggu fungsi alamiah dan hidrologis kawasan tersebut secara bertahap; •
Menetapkan persyaratan teknis untuk pengembangan permukiman dan kegiatan produktif lainnya yang bersifat mengubah lansekap tanah pada kawasan rawan bencana;
•
Menata dan menetapkan ruang-ruang yang memiliki nilai adatistiadat masyarakat setempat sebagai kawasan pelestarian budaya melalui peraturan daerah tersendiri;
•
Menjaga konsistensi dan keterpaduan pemanfaatan kawasan lindung pada daerah-daerah perbatasan, baik dengan kabupaten tetangga maupun dengan negara tetangga.
•
Mempertahankan kondisi lingkungan di luar kawasan lindung yang memiliki keanekaragaman hayati endemis yang tinggi.
b)
Kebijakan pengembangan Kawasan Budidaya adalah pengoptimalan pemanfaatan ruang untuk kegiatan-kegiatan produksi dan permukiman yang
disesuaikan
dengan
daya
dukung
dan
daya
tampung
lingkungannyaserta keserasian antar sektor. Strategi
untuk
mengoptimalkan
pemanfaatan
ruang
sebagaimana
dimaksud di atas adalah antara lain: •
Pengembangan kawasan budi daya hutan dilaksanakan melalui pengelolaan hutan tanaman industri, hutan produksi terbatas, agroforestry, atau hutan wisata pada kawasan hutan secara berkelanjutan.
•
Pengembangan kawasan budi daya pertanian dilaksanakan melalui keterpaduan program antar sektor dalam intensifikasi lahan-lahan pertanian dan ekstensifikasi lahan-lahan yang memiliki kesesuaian lahan untuk pertanian dan daya dukung lingkungan yang tinggi.
•
Pengembangan kawasan budi daya perkebunan dilaksanakan melalui keterpaduan pengembangan perkebunan skala besar dengan perkebunan masyarakat pada lahan-lahan perkebunan dan lahan-lahan yang memiliki kesesuaian lahan untuk perkebunan atau pertanian lahan kering serta daya dukung lingkungan yang tinggi.
69
•
Pengembangan kawasan peternakan dilaksanakan melalui pola penggembalaan maupun pengandangan pada lahan-lahan datar danberumput di dalam kawasan perdesaan baik secara mandiri maupun terintegrasi dengan kawasan pertanian
•
Pengembangan kawasan perikanan dilaksanakan melalui pola penangkapan di kawasan perairan laut, sungai, maupun badan air lainnya dan pola pengembangan lahan tambak atau kolam yang ramah lingkungan.
•
Pengembangan kawasan industri dilaksanakan melalui pembukaan lahan yang strategis untuk industri pengolahan hasil pertanian dan peningkatan keterkaitan industri besar dan industri kecil serta industry rumah tangga
•
Pengembangan kawasan jasa dan perdagangan dilaksanakan melalui peningkatan akses maupun prasarana dan sarana wilayah pada lokasi kawasan yang sedang tumbuh dan berada dalam jaringan
rantai
pemasaran
secara
berjenjang
dan
saling
menguntungkan. •
Pengembangan
kawasan
penggalian
dan/atau
pertambangan
dilaksanakan melalui pemanfaatan sumber daya mineral secara lestari pada lokasi-lokasi yang memiliki deposit galian strategis sepanjang tidak memicu ancaman bencana dan tidak mengganggu keberlangsungan ekosistem. c)
Kebijakan dan strategi pengembangan Kawasan Strategis Kabupaten adalah pengelolaan kawasan yang didalamnya berlangsung kegiatan yangmempunyai pengaruh besar terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan keadilan sosial secara terpadu.
d)
Kawasan strategis Kabupaten tersebut dikaji dengan mempertibangkan aspek kepentingan pertahanan dan keamanan, pertumbuhan ekonomi, sosial, budaya, pendayagunaan sumber daya alam dan/atau teknologi tinggi, serta fungsi dan daya dukung lingkungan hidup.
Kebijakan dalam pengolaan pertambangan di Kecamatan Koba tidak hanya dilihat dan ditinjau dari RTRW Kabupaten Bangka Tengah, kebijakan tersebut 70
juga dilihat dari peraturan-peraturan pemerintah, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kebijakan tersebut antara lain sebagai berikut : a.
Kebijakan Berdasarkan Undang-Undang No 4 Tahun 2009 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara mengandung pokok-pokok pikiran sebagai berikut: 1.
Mineral dan batubara sebagai sumber daya yang tak terbarukan dikuasai oleh negara dan pengembangan derta pendayagunaannya dilaksanakan oleh Pemerintah dan pemerintah daerah bersama dengan pelaku usaha;
2.
Pemerintah selanjutnya memberikan kesempatan kepada badan usaha yang berbadan hukum Indonesia, koperasi, perseorangan, maupun masyarakat setempat untuk melakukan pengusahaan mineral dan batubara berdasarkan izin, yang sejalan dengan otonomi daerah, diberikan oleh Pemerintah dan/atau pemerintah daerah sesuai dengan kewenangannya masing-masing;
3.
Dalam rangka penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah, pengelolaan
pertambangan
mineral
dan
batubara
dilaksanakan
berdasarkan prinsip eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi yang melibatkan pemerintah dan pemerintah daerah; 4.
Usaha pertambangan harus memberi manfaat ekonomi dan sosial yang sebesar-besar bagi kesejahteraan rakyat Indonesia;
5.
Usaha pertambangan harus dapat mempercepat pengembangan wilayah dan mendorong kegiatan ekonomi masyarakat/pengusaha kesil dan menengah serta mendorong tumbuhnya industri penunjang pertambangan; dan
6.
Dalam rangka terciptanya pembangunan berkelanjutan, kegiatan usaha pertambangan lingkungan hidup, transparansi, dan partisipasi masyarakat.
b.
Kebijakan Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Bangka Tengah Nomor 39 Tahun 2011 Dimana dalam peraturan daerah no 39 tahun 2011 menjelaskan tentang
pengolahan kegiatan Pertambangan dalam rangka pengusahaan mineral yang meliputi tahapan kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan
71
penjualan serta pascatambang. Bila pada saat kegiatan pertambangan dilakukan dan ditemukan adanya pencemaran yang terjadi maka kegiatan pertambangan dapat dihentikan, dimana menghentikan atau menutup untuk sementara waktu sebagian atau seluruh kegiatan pertambangan apabila kegiatan pertambangan dinilai dapat membahayakan keselamatan pekerja tambang, keselamatan umum, atau menimbulkan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
3.2
Profil wilayah Kabupaten Bangka Tengah Kecamatan Koba merupakan salah satu kecamatan yang terdapat dalam
administrasi di Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Wilayah Kabupaten Bangka Tengah Tengah terletak di Pulau Bangka dengan luas ± 227.911,00 Ha. Kabupaten Bangka Tengah terdiri dari enam kecamatan, yaitu Kecamatan Koba, Kecamatan Pangkalan Baru, Kecamatan Sungai Selan, Kecamatan Simpang Katis, Kecamatan Lubuk Besar, dan Kecamatan Namang, masingmasing kecamatan memiliki potensi keunggulan yang hampir sama yaitu pertambangan, salah satunya terdapat di Kecamatan Koba sebagai pusat di Kabupaten Bangka Tengah. Secara administratif wilayah Kabupaten Bangka Tengah berbatas-an langsung dengan daratan wilayah kabupaten/kota lainnya di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. Batas-batas wilayah Kabupaten Bangka Tengah adalah sebagai berikut :
3.3
Sebelah Utara
: Berbatasan dengan Kabupaten Bangka dan Kota Pangkalpinang
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Laut Cina Selatan
Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Selatan
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Selat Bangka.
Profil Wilayah Kecamatan Koba Kecamatan Koba merupakan Ibukota Kabupaten Bangka Tengah dimana
merupakan pusat pemerintahan dengan batas-batas administrasi sebagai berikut.
72
Sebelah Utara
: Berbatasan
dengan
Selat
Karimata
dan
Kecamatan Namang Sebelah Selatan
: Berbatasan dengan Kecamatan Lubuk Besar
Sebelah Barat
: Berbatasan dengan Selat Karimata
Sebelah Timur
: Berbatasan dengan Kabupaten Bangka Selatan
Kondisi geografis Kecamatan Koba Berdasarkan Perda Kabupaten Bangka Tengah Nomor 31 Tahun 2006, maka sejak Bulan Agustus Tahun 2011 Kecamatan Koba dipecah menjadi dua kecamatan yaitu Kecamatan Koba dan Kecamatan Lubuk Besar. Sesuai dengan Perda Kabupaten Bangka Tengah Nomor 32 Tahun 2006 telah dilakukan pemekaran kelurahan sehingga di Kecamatan Koba terdapat empat kelurahan baru, yaitu : 1. Kelurahan Simpang Perlang yang berasal dari wilayah Desa Nibung dan Kelurahan Koba. 2. Kelurahan Padang Mulia yang berasal dari wilayah Kelurahan Koba 3. Kelurahan Berok yang berasal dari wilayah Kelurahan Koba 4. Kelurahan Arung Dalam yang perubahan dari klasifikasi yang sebelumnya berstatus desa. Dengan demikian, Kecamatan Koba yang sebelumnya terdiri dari satu kelurahan dan dua belas Desa sekarang terdiri dari lima kelurahan dan enam Desa dan sebagian lainnya telah tergabung dalam Kecamatan Lubuk Besar. Setelah dimekarkan dengan Kecamatan Lubuk Besar, luas Kecamatan Koba sekarang adalah 39.156,11 dari luas wilayah sebelum pemekaran yaitu 93.516,08 Ha. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada peta 3.2 Luas wilayah administrasi antara desa dan kelurahan adalah sebagai berikut: Tabel 3.1 Luas Wilayah per desa/ Kelurahan Di Kecamatan Koba No 1 2 3 4 5
Desa/ Kelurahan Nibung Koba Simpang Perlang Padang Mulia Berok
Luas Wilayah (Ha) 7.409,73 407,54 716,03 3.175,34 290,33
Persentase (%) 18,38 1,62 1,98 7,73 0,54
73
No 6 7 8 9 10 11
Luas Wilayah (Ha) 1.907,46 8.397,91 9.037,44 5.857,74 1.304,46 651,95 39.156,11
Desa/ Kelurahan Arum Dalam Guntung Terentang III Penyak Kurau Kurau Barat Jumlah
Persentase (%) 4,83 22,22 23,5 14,35 3,4 1,46 100
Sumber : Kecamatan Dalam Angka, 2012
Selain itu, Kecamatan Koba mempunyai garis pantai yang sangat panjang, yang membentang mulai dari Desa Kurau Barat sampai ke wilayah Kelurahan Padang Mulia. Hal ini sangat potensi untuk pengembangan perikanan laut. Di Kecamatan Koba juga terdapat beberapa pulau kecil yang sangat cocok untuk dikembangkan menjadi objek wisata bahari. Dalam Kecamatan Koba juga terdapat sungai-sungai, diantaranya Sungai Berok yang terdapat di Kelurahan Berok, panjangnya 23.000 dan Sungai Guntung di Desa Guntung, panjangnya 7.000 M. Jumlah penduduk di Kecamatan Koba Pada tahun 2012 sebanyak 40.163 jiwa, yang terdiri 20.918 jiwa penduduk laki-laki dan 18.237 jiwa penduduk perempuan yang semua itu tersebar di lima kelurahan dan enam desa. Jumlah penduduk di Kecamatan Koba tersebar dari Desa Nibung sampai Desa Kurau Barat, penduduk terbanyak pada tahun 2012 terdapat di Kelurahan Koba sebesar 7.392 jiwa, sedangkan Kelurahan Guntung merupakan desa dengan penduduk terkecil yaitu 1.264 jiwa. Untuk lebih jelas jumlah penduduk yang terdapat di Kecamatan Koba dapat di lihat pada Tabel 3.2 dan Gambar 3.1. Tabel 3.2 Jumlah Penduduk Desa/Kelurahan
Luas Wilayah (Ha)
Nibung
7.409,73
3.591
3.594
4.218
1
Koba
407,54
6.071
6.316
7.392
18
Simpang Perlang
716,03
4.797
3.849
5.345
7
3.175,34
4.291
4.006
4.740
1
290,33
2.621
2.662
3.120
11
1.907,46
2.726
2.821
3.329
2
Padang Mulia Berok Arung Dalam
Jumlah Penduduk 2010
2011
2012
Kepadatan Penduduk Tahun 2012 (Jiwa/Ha)
74
Desa/Kelurahan
Luas Wilayah (Ha)
Jumlah Penduduk 2010
2011
2012
Kepadatan Penduduk Tahun 2012 (Jiwa/Ha)
Guntung
8.397,91
1.003
1.114
1.264
0
Terentang
9.037,44
1.185
1.318
1.412
0
Penyak
5.857,74
3.248
3.432
4.011
1
Kurau
1.304,46
2.907
2.008
3.128
2
651,95
2.009
2.943
2.204
3
39.155,93
34.449
34.063
40.163
1
Kurau Barat Jumlah
Sumber : Badan Pusat Statistik 2011, 2010, dan Dinas Kependudukan 2012
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa Kecamatan Koba memiliki tingkat kependudukan yang cukup tinggi, dengan kepadatan 18jiwa/ha, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan dibawah ini.
8,000 Tahun 2010
7,000
Tahun 2011
6,000
Tahun 2012
5,000 4,000 3,000 2,000 1,000 0
Gambar 3.1 Grafik jumlah penduduk Kecamatan Koba Sumber : Tabel 3.2
75
Gambar 3.2 Peta Administrasi Kabupaten
76
Gambar 3.3 Peta Administrasi Kecamatan
77
Secara umum kondisi perekonomian Kabupaten Bangka Tengah tahun 2011 menunjukkan perkembangan yang positif jika dibandingkan dengan tahuntahun sebelumnya. Total PDRB yang dihasilkan pada kurun waktu tahun 20072011 baik PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (ADHB) maupun PDRB Atas Dasar Harga Konstan (ADHK) mengalami perkembangan yang positif.
Tabel 3.3 PDRB Kabupaten Bangka Tengah Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2007-2011 (Juta Rupiah) Lapangan Usaha 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN&PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 6. Semen & Brg. Galian bukan logam 7. Logam Dasar Besi & Baja 8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9. Barang lainnya 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk.Sungai, Danau & Penyebr 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi
2007 255.561 84.982 87.659 16.852 8.410 57.657 628.093 0 539.807 88.286 593.467 0 593.467 21.054 0 14.622 94 0 6.816 548.910 1.971 0 3.396 3.352 0 44 135.159 395.776 368.351 0 27.425 90.964 85.671 0 7.046 101 55 77.626 842 5.293 5.008
2008 289.482 100.455 88.394 18.303 9.423 72.906 697.603 0 594.389 103.214 713.875 0 713.875 21.900 0 15.344 96 0 7.710 666.408 2.416 0 4.033 3.985 0 47 188.103 500.210 469.009 0 31.201 115.766 110.009 0 8.623 118 66 100.145 1.058 5.757 5.445
2009 317.877 113.400 88.660 20.422 9.617 85.778 751.713 0 640.658 111.054 711.000 0 711.000 25.772 0 15.175 99 0 8.418 658.749 2.787 0 4.336 4.292 0 43 223.210 543.802 507.493 0 36.308 136.837 130.693 0 8.318 117 70 121.064 1.125 6.144 5.804
2010 *) 364.139 131.573 97.615 24.261 10.237 100.453 822.954 0 700.129 122.824 786.454 0 786.454 33.649 0 15.641 105 0 10.468 723.404 3.186 0 4.814 4.761 0 53 276.384 638.254 591.791 2.014 44.448 165.362 157.536 0 8.876 126 76 147.214 1.243 7.826 7.481
2011 **) 418.675 155.591 107.221 27.430 11.521 116.912 873.592 0 731.204 142.388 848.597 0 848.597 41.412 0 15.917 110 0 12.557 775.072 3.529 0 6.053 5.991 0 62 339.633 722.227 667.202 2.240 52.785 199.743 190.833 0 10.017 142 84 179.212 1.378 8.911 8.539
78
2. Jasa Pnjng Komunikasi 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 2. Jasa Pemerintah lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan&Rumahtangga PDRB DENGAN MIGAS PDRB TANPA MIGAS
285 42.293
311 44.062
340 48.149
345 58.749
372 69.660
3.012 1.268 0 35.690 2.323 90.633 74.846 56.631 18.215 15.786 2.844 55 12.889 2.235.342 2.235.342
3.423 1.307 0 36.821 2.512 122.928 107.166 82.561 24.605 15.762 3.001 53 12.708 2.676.061 2.676.061
4.081 1.428 0 40.043 2.597 145.531 128.645 100.274 28.371 16.887 3.330 56 13.501 2.882.455 2.882.455
4.999 1.610 0 49.088 3.053 180.375 160.731 123.495 37.236 19.644 3.778 65 15.800 3.297.485 3.297.485
5.811 1.897 0 58.390 3.562 213.431 191.480 143.672 47.808 21.951 4.289 74 17.588 3.691.612 3.691.612
Sumber : PDRB Kab. Bangka Tengah tahun 2011
Tabel 3.4 PDRB Kabupaten Bangka Tengah Atas Dasar Harga Konstan Menurut Lapangan Usaha, 2007-2011 (Juta Rupiah) LAPANGAN USAHA 1. PERTANIAN a. Tanaman Bahan Makanan b. Tanaman Perkebunan c. Peternakan dan Hasil-hasilnya d. Kehutanan e. Perikanan 2. PERTAMBANGAN&PENGGALIAN a. Minyak dan Gas Bumi b. Pertambangan tanpa Migas c. Penggalian 3. INDUSTRI PENGOLAHAN a. Industri Migas b. Industri Tanpa Migas 1. Makanan, Minuman dan Tembakau 2. Tekstil, Brg. Kulit & Alas kaki 3. Brg. Kayu & Hasil Hutan lainnya 4. Kertas dan Barang Cetakan 5. Pupuk, Kimia & Brg. dari Karet 6. Semen & Brg. Galian bukan logam 7. Logam Dasar Besi & Baja 8. Alat Angk., Mesin & Peralatannya 9. Barang lainnya 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH a. Listrik b. Gas c. Air Bersih 5. BANGUNAN 6. PERDAGANGAN, HOTEL & RESTORAN
2007 152.841 28.542 70.753 12.008 6.752 34.786 260.223 0 203.562 56.661 303.463 0 303.463 12.107 0 9.676 54 0 4.322 275.518 268.291 0 1.459 1.440 0 19 69.912 232.294
2008 151.984 27.560 68.572 12.067 6.741 37.043 261.105 0 202.228 58.878 302.808 0 302.808 13.260 0 9.521 55 0 4.864 273.004 2.104 0 1.503 1.483 0 20 79.279 247.799
2009 159.053 30.072 68.728 13.409 6.544 40.299 263.824 0 201.878 61.946 304.326 0 304.326 13.260 0 9.337 56 0 5.251 272.748 2.337 0 1.586 1.568 0 18 86.970 261.690
2010 *) 171.316 33.058 72.986 14.565 6.457 44.249 267.115 0 201.504 65.610 303.672 0 303.672 16.511 0 9.526 59 0 5.769 269.280 2.528 0 1.702 1.681 0 22 95.780 279.409
2011 **) 189.208 37.858 79.338 16.255 6.966 44.249 272.549 0 200.993 71.556 305.758 0 305.758 18.560 0 9.547 60 0 6.512 268.291 2.787 0 2.029 2.005 0 24 106.874 302.161
79
a. Perdagangan Besar & Eceran b. Hotel c. Restoran 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI a. Pengangkutan 1. Angkutan Rel 2. Angkutan Jalan Raya 3. Angkutan Laut 4. Angk.Sungai, Danau & Penyebr 5. Angkutan Udara 6. Jasa Penunjang Angkutan b. Komunikasi 1. Pos dan Telekomunikasi 2. Jasa Pnjng Komunikasi 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN a. Bank b. Lembaga Keuangan tanpa Bank c. Jasa Penunjang Keuangan d. Sewa Bangunan e. Jasa Perusahaan 9. JASA-JASA a. Pemerintahan Umum 1. Adm. Pemerintah & Pertahanan 2. Jasa Pemerintah lainnya b. Swasta 1. Sosial Kemasyarakatan 2. Hiburan & Rekreasi 3. Perorangan&Rumahtangga PDRB DENGAN MIGAS PDRB TANPA MIGAS
218.586 0 13.708 65.340 64.178 0 5.450 39 36 58.061 592 1.162 1.100 62 27.478
233.869 0 13.931 74.956 73.759 0 6.305 39 41 66.673 702 1.196 1.133 63 28.007
246.604 0 15.085 86.779 85.540 0 6.234 38 43 78.462 763 1.239 1.174 64 29.965
261.948 1.208 16.254 99.333 97.858 0 6.339 38 45 90.618 818 1.474 1.409 66 33.247
283.171 1.296 17.694 111.835 110.318 0 6.729 40 47 102.618 885 1.516 1.451 65 36.245
2.022 779 0 22.846 1.831 35.360 25.729 17.542 8.187 9.630 1.608 39 7.983 1.148.370 1.148.370
2.176 805 0 23.075 1.951 39.717 30.197 21.164 9.033 9.520 1.690 39 7.791 1.187.159 1.187.159
2.509 863 0 24.551 2.042 41.955 31.904 22.553 9.351 10.051 1.838 42 8.172 1.236.148 1.236.148
2.792 932 0 27.279 2.245 46.833 36.017 25.092 10.926 10.816 1.959 45 8.812 1.298.407 1.298.407
2.991 1.072 0 29.719 2.464 52.603 41.013 28.272 12.741 11.590 2.095 48 9.446 1.379.261 1.379.261
Sumber : PDRB Kab. Bangka Tengah tahun 2011
PDRB Kabupaten Bangka Tengah dengan timah atas dasar harga berlaku (ADHB) tahun 2011 sebesar 3,691 trilyun rupiah, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan (ADHK) dengan timah tahun 2011 sebesar 1,379 trilyun rupiah. 3.4
Sejarah Kecamatan Koba Perdebatan tentang asal-usul penggunaan kata Koba sama dengan
perdebatan tentang penggunaan kata Bangka yang sampai sekarang belum usai. Sedikit berbeda dengan perdebatan pada asal-usul penggunaan kata Bangka, perdebatan seputar penggunaan kata Koba tidak terjadi dalam ranah perdebatan ilmiah dengan keberadaan bukti-bukti fisik, melainkan pada tutur lisan. Setidaknya ada dua versi penggunaan asal-usul kata Koba. Versi pertama mengatakan bahwa kata Koba berasal dari sebuah kapal Cina pada masa awal penambangan timah dan kemudian berlabuh di Sungai Berok. Kapal Cina yang
80
disebut wangkang tersebut bernama Kobe. Wangkang Kobe tersebut kemudian tenggelam di sekitar Sungai Berok yang sejak ratusan tahun lalu tidak terlacak lagi keberadaan reruntuhannya. Lama-kelamaan nama wangkang Kobe tersebut lalu berubah menjadi nama kampung yang karena perjalanan waktu dan perubahan dialek berubah menjadi kata Koba dan dikenal sampai sekarang. Versi kedua mengatakan bahwa kata Koba berasal dari nama pohon asam yang berbuah besar (bulat seperti mangga) dan banyak terdapat di kampung ini. Karena ke-khas-annya tersebut, maka kampung ini disebut dengan Kampung Koba. Pendapat ini didukung oleh banyak tokoh masyarakat Koba yang diwawancari oleh peneliti. Bisa dipastikan bahwa riwayat perdebatan penggunaan kata Koba tersebut sudah terjadi sejak sebelum abad ke-18 karena bukti tertua yang berhasil peneliti dapatkan sudah menyebut kampung ini dengan kata Koba. Bukti fisik pertama dan utama yang menunjukkan penggunaan kata Koba adalah sebuah peta yang berangka tahun 1820 yang dibuat oleh Kerajaan Inggris. Peta tua lain adalah sebuah peta Belanda yang dibuat pada tahun 1845 yang juga sudah menyebut kata Koba. Kedua peta tersebut sudah dengan jelas menyebut kata Koba, walaupun banyak tempat dalam peta tersebut yang masih disebut berbeda dengan yang dikenal sekarang ini, misalnya peta yang dibuat Inggris masih menyebut Pangkalpinang dengan Pangkal Bulo, Tanjung Berikat dengan Tg Barkat, Puding dengan M Puding, Toboali dengan Stoeade of Tubuh Ali. Sedangkan pada peta yang dibuat oleh Belanda juga masih menyebut banyak kampung dengan kata yang berbeda dengan sekarang, misalnya Guntung dengan Gontang, Puding dengan Pading, Penyak dengan Penjieak, Kurau dengan Koerouw, Namang dengan Namen, Sungai Selan dengan Soengi Slan, dan sebagainya. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kata Koba sudah dikenal pada masa penjajahan Belanda dan berkuasanya Inggris. Namun dari kedua bukti fisik tersebut, tidak ada angka tanggal yang tercantum. Meski demikian, kata Koba yang tercantum pada kedua peta tua tersebut tentu saja mengambil referensi dari penggunaan kata yang digunakan oleh masyarakat setempat. Kata Koba dengan demikian tetap harus dikembalikan pada kedua versi tersebut di atas. Namun mengingat kedatangan para penambang dan pedagang Cina yang datang hampir bersamaan dengan Belanda, maka versi Wangkang Kobe
81
tampaknya belum menjadi pakem yang lama, padahal bisa dipastikan kata Koba pada masa peta tersebut dibuat sudah menjadi pakem. Dengan demikian, tutur lisan yang mengatakan bahwa kata Koba berasal dari pohon asam Koba yang dulu banyak terdapat di kampung ini dapat lebih diterima. Penggunaan kata Koba juga tampaknya didukung oleh fakta bahwa masyarakat Pulau Bangka banyak menggunakan nama-nama pohon untuk menyebut
sebuah
nama
tempat,
lihat
misalnya
Terentang,
Jelutung,
Pangkalbuluh, Pangkalpinang, dan sebagainya. Dengan demikian, penggunaan kata Koba juga dapat diidentifikasi sebagai bagian dari kebiasaan tersebut, yaitu nama dari sebuah pohon asam. Oleh karena itu, penggunaan kata Koba pada versi ini dipastikan sudah berlangsung cukup lama, dituturkan secara lisan, dan masih diyakini oleh generasi tua yang hidup pada masa sekarang ini
3.5
Sejarah Tambang Timah di Koba Penemuan timah petama kali di pulau Bangka memiliki beberapa versi.
Setidaknya catatanya yang ditulis oleh Heidhues menyebutkan tiga versi penemuan, yakni pada tahun 1707, 1709, dan tahun 1711. timah pada masa awal penemuan tersebut merupakan komoditas yang sangat mudah dilihat karena timah terdapat dimana-mana. Horsfield dalam Heidhues mengatakan bahwa timah dengan mudah terlihat ketika penduduk setempat melakukan pembakaran ladang-ladang ubtuk ditanami oleh penduduk setempat. Logam timah tampak meleleh ketika penduduk melakukan pembakaran. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sebenarnya timah pada masa awal abad ke-17 merupakan sebuah komoditas yang midah didapatkan. Hal ini menandakan betapa banyak kandungan timah yang ada di Pulau ini. Apalagi masa penambangan timah yang berlangsung selama 4 abad lebih dan hingga kini masa banyak penambangan timah yang dilakukan di berbagai tempat oleh penduduk dan beberapa perusahaan besar. Orang yang dianggap memperkenalkan penambangan timah di Pulau Bangka adalah orang-orang Johor yang memiliki garis keturunan Cina yang beragama Islam dan juga merupakan kerabat Kesultanan Palembang. Abdulhayat dalam keluarga tersebut dan laki-lakinya yang bernama Wan Akub merupaka nama-nama yang banyak disebut dan dianggap merupaka orangorang yang mempelopori penemuan timah di Mentok dan Pulau Bangka pada
82
umumnya seperti Kabupaten Bangka Tengah. Heidhues menyebutkan bahwa pada masuknya Orang-Orang johor tersebut, juga datang seorang Cina bernama Oen Asing (Boen Asiong) yang melakukan penambangan timah di kampung Belo Mentok. Orang ini pula yang melakukan berbagai macam gerakan pembaruan dalam penambangan timah. Didatangkan pada masa itu pekerja dari Cina, memperkenalkan penambangan timah dengan menggunakan mesin, teknik perapian untuk membakar timah yang lebih efisien, dan melakukan standarisasi bentuk dan berat timah. Pada masa ini pula penambangan timah di Bangka mengenal istilah kuli dan kongsi. Kuli dalam ejaan lama koeli berasal dari bahasa Tamil yang artinya orang yang disewa. Sedangkan kongsi berasal dari bahasa Hakka, yaitu kwungsze yang artinya penanganan atas dasar usaha usaha dan kepentingan bersama dengan tujuan mendapatkan keuntungan ekonomi bersama. Mulai dipekenalkan pula istilah tauke atau towkay yang artinya bos dan sinkeh yang artinya kuli Cina yang terikat pada tahun pertama dan bebas pada tahun kedua dan seterusnya. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa sejarah penambangan timah pada abad ke-17 dan setelahnya adalah sejarah penambangan timah yang dilakukan oleh orang-orang Cina. Impor pekerja Cina dalam jumlah besarbesaran menyebabkan penduduk Bangka hingga sekarang juga banyak diwarnai kehidupan orang-orang Cina yang mula-mula datang untuk bekerja sebagai penambang pada akhirnya ikut memberikan andil dalam proses perkembangan kultural masyarakat lokal. Tidak mengherankan jika saat ini penduduk Cina di Pulau Bangka mencapai 30 persen dari total jumlah penduduk propinsi ini. Sebagai salah satu bukti bahwa masyarakat etnis Cina sudah ada sejak dulu, masyarakat etnis Cina dapat dijumpai di berbagai pelosok di daerah Pulau ini. Sebutlah misalnya Mentok, Pangkalpinang, Toboali, Sungailiat, Belinyu, Koba, Sungiselan Jebus dan kampung-kampung kawasa penambang timah berpenduduk ramai. Sumber timah yang terbesar yaitu sebesar 80% berasal dari endapan timah sekunder (alluvial) yang terdapat di alur-alur sungai, di darat (termasuk pulau-pulau timah), dan di lepas pantai. Endapan timah sekunder berasal dari endapan timah primer yang mengalami pelapukan yang kemudian terangkut oleh aliran air, dan akhirnya terkonsentrasi secara selektif berdasarkan perbedaan berat jenis dengan bahan lainnya. Endapan alluvial yang berasal dari batuan
83
granit lapuk dan terangkut oleh air pada umumnya terbentuk lapisan pasir atau kerikil. Mineral utama yang terkandung pada bijih timah adalah cassiterite (Sn02). Batuan pembawa mineral ini adalah batuan granit yang berhubungan dengan magma asam dan menembus lapisan sedimen (intrusi granit). Pada tahap akhir kegiatan intrusi, terjadi peningkatan konsentrasi elemen di bagian atas, baik dalam bentuk gas maupun cair, yang akan bergerak melalui pori-pori atau retakan. Karena tekanan dan temperatur berubah, maka terjadilah proses kristalisasi yang akan membentuk deposit dan batuan samping. Pembentukan mineral kasiterit (Sn02) dan mineral berat lainnya, erat hubungannya dengan batuan granitoid. Secara keseluruhan endapan bijih timah (Sn) yang membentang dari Mynmar Tengah hingga Paparan Sunda merupakan kelurusan sejumlah intrusi batholit. Batuan induk yang mengandung bijih timah (Sn) adalah granit, adamelit, dan granodiorit. Batholit yang mengandung timah (Sn) pada daerah Barat ternyata lebih muda (Akhir Kretasius) daripada daerah Timur (Trias). Pembentukan bijih timah (Sn) berasal dari magma cair yang mengandung mineral kasiterit (Sn02). Pada saat intrusi batuan granit naik ke permukaan bumi, maka akan terjadi fase pneumatolitik, dimana terbentuk mineral-mineral bijih diantaranya bijih timah (Sn). Mineral ini terakumulasi dan terasosiasi pada batuan granit maupun di dalam batuan yang diterobosnya, yang akhirnya membentuk vein-vein (urat), yaitu pada batuan granit dan pada batuan samping yang diterobosnya. Pertambangan timah terbagi menjadi 2 bagian yaitu tambang primer dan tambang sekunder, dimana letak timah primer berada di bawah batuan samping sedangkan timah sekunder letaknya berada di bawah endapan aluvial. Dalam penambangan timah biasanya yang sering ditambang yaitu timah sekunder, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
84
Gambar 3.2 Keberadaan Timah Primer dan Sekunder Sumber : Evaluasi lingkungan hidup akibat kegiatan tambang
Pada proses endapan timah melalui beberapa fase penting yang sangat menentukan keberadaan timah itu sendiri, fase tersebut adalah, pertama adalah fase pneumatolitik, selanjutnya melalui fase kontak pneumatolitik-hidrotermal tinggi dan fase terakhir adalah hipotermal sampai mesotermal. Fase yang terakhir ini merupakan fase terpenting dalam penambangan karena mempunyai arti ekonomi, dimana larutan yang mengandung timah dengan komponen utama silica (Si02) mengisi perangkap pada jalur sesar, kekar dan bidang perlapisan. Endapan timah di Indonesia terletak pada jalur timah terkaya di dunia, yang membujur mulai dari Cina selatan, Birma, Muangthai, Malaysia dan berlanjut ke Indonesia. Jalur di Indonesia mengarah dari utara ke selatan yaitu dari pulau Karimun, P. Kundur, P. Singkep, P. Bangka, Bangkinang (Sumatera bagian tengah)serta terdapat tanda-tanda di kepulauan Anambas, Natuna dan Karimata. Sampai ini ada dua jenis utama timah yang berdasarkan proses terbentuknya yaitu timah primer dan timah sekunder,kedua timah jenis tersebut dibedakan atas dasar proses terbentuknya (genesa). Endapan timah primer pada umumnya terdapat pada batuan granit daerah sentuhannya, sedangkan endapan timah sekunder kebanyakan terdapat pada sungai-sungai tua dan dasar lembah baik yang terdapat di darat maupun di laut.
85
BAB V KESIMPULAN
5.1
Kesimpulan Kesimpuan dari kajian manfaat dan dampak pertambangan timah ini,
berupa kesimpulan dari hasil analisis fisik lingkungan dan dari analisis sosial ekonomi, yang akan dijabarkan sebagai berikut : 5.1.1 Kesimpulan Fisik Lingkungan Dalam analisis fisik Lingkungan di Kecamatan Koba, berdasarkan hasil analisis maka ditemukan beberapa poin penting, poin penting diantaranya sebagai berikut : a. Dampak yang disebabkan oleh pertambangan timah bagi fisik lingkungan lebih cenderung dampak negatif dibandingkan dampak positifnya, hal ini diketahui dari awal Kegiatan pertambangan dimulai maka dampak yang akan timbul pada fisik lingkungan dimulai berdasarkan tahap-tahap proses pertambangan, misalnya saja pada pengupasan tanah pucuk (top soil) tentu hal ini langsung memberikan dampak negatif bagi fisik lingkungan seperti terkikisnya huru hara tanah, menurunnya kualitas tanah, hilangnya bentang alam, serta dapat menimbulkan longsor b. Kegiatan pertambangan juga menimbukan dampak yang buruk pada proses pertambangan disaat pengambilan biji timah baik pengambilan dikeruk, di semprot, atau mengunakan alat berat lainnya, dimana akan menimbulkan lubang-lubang kolong yang mengandung logam kimia dari pengambilan bijih timah tersebut, selain itu akan menurunnya kualitas tanah dan kualitas air tanah c. Pada saat bijih timah diolah, ini juga akan menimbulkan dampak negatif yaitu pencemaran bagi lingkungan diantaranya pengolahan yang tidak berdasarkan AMDAL, akan menimbulkan dampak pada kualitas air yang berasalkan limbah tailing,air asam tambang dan lubang tambang, selain itu disaat pengolahan biji timah tentu mengunakan alat berat yang bersuara keras yang dapat menimbukan kebisingan, juga pada saat peleburan timah akan menimbulkan pencemaran udara
177
d. Kegiatan pertambangan juga berdampak negatif pada jenis yang menjadi labil sehingga tanah tersebut rawan erosi, yang tentu saja bila dibiarkan akan berdampak buruk yaitu terjadi bencana alam, longsor, dan ketidakmampuan lahan dalam penyerapan air hujan e. Dari kegiatan pertambangan timah akan timbul lubang-lubang pasca pertambangan (kolong) yang tidak produktif, lubang-lubang ini memiliki unsur logam yang berbahaya bagi manusia juga lingkungan karena masih memiliki unsur logam dan belum terereksi secara alami. f.
Pertambangan timah memberikan dampak negatif terhadap lingkungan fisik, kimia dan biologi. Kerusakan-kerusakan tersebut diantaranya kerusakan bentang alam, penurunan kesuburan tanah, rusaknya flora dan fauna endemik, meningkatnya polusi udara dan debu, penurunan kualitas dan kuantitas sumber air, menurunkan produktivitas pertanian yang di akibatkan oleh menurunya tingkat kesuburan tanah dan ada limbah yang dapat masuk ke lahan-lahan pertanian dan sungai, selain itu juga rusaknya jaringan jalan umum yang di akibatkan adanya kendaraankendaraan /alat-lat berat yang melewati jalan di kawasan perencanaan
g. Selain memiliki dampak negatif, kegiatan pertambangan juga memiliki dampak positif atau manfaatnya, tentunya fisik lingkungan menjadi wadah yang baik dalam memproduksi timah, rata-rata pertahun perusahaan mendapatkan Rp.5.584.116.000 ini tentunya sangat mengiurkan untuk menambang dalam jumlah besar. h. Dampak positif dari kegiatan pertambangan juga dapat diasakan masyarakat terhadap infrastuktur diantara dengan timbulnya jalan baru, juga
dibangunnya
akses
jalan,
yang
semula
dibangun
untuk
memudahkan pengangkutan tambang timah. i.
Berdasarkan hasil analisis kisaran harga dari dampak positif dan dampak negatif pertambangan timah dapat disimpulkan lebih besar dampak negatif dari pertambangan timah, karena secara tidak langsung efek yang didapat dari percemaran berdampak pada kelangsungan hidup dimasa yang akan datang, selain itu dampak dari pertambangan timah terhadap fisik lingkungan tidak semua dampaknya bisa dijumlahkan kisaran kerugiannya berdasarkan rupiah.
178
5.1.2 Kesimpulan Sosial Ekonomi Dalam analisis sosial ekonomi masyarakat di Kecamatan Koba, memiliki beberapa point penting yang didketahui berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, point-point tersebut adalah sebagai berikut : a. Dampak yang disebabkan oleh pertambangan timah lebih cenderung memiliki dampak positif dari pada dampak negatif, hal tersebut diketahui dari banyaknya penghasilan yang didapat yaitu Rp 1.754.330.000,00 dibandingkan pengeluaran sebesar Rp 148.447.400,00 per tahunnya b. Bertambahnya jumlah tenaga kerja yang bekerja dalam bidang pertambangan, sehingga dapat mengurangi jumlah pengangguran yang ada di Kecamatan Koba, serta meningkatkan pendapatan per bulan masyarakat
di
sekitar
perusahaan,
Karena
banyaknya
investor
perusahaan-perusahaan tambang di wilayah Kecamatan Koba dan Sekitarnya Khususnya Kabupaten Bangka Tengah; c. Kegiatan pertambangan menimbulkan dampak yang buruk dalam pengaruh
sosial
masyarakat
dikarenakan pengaruh
di
Kecamatan
Koba,
hal
tersebut
pertambangan timah yang menyebabkan
banyaknya pendatang dari luar pulau yang datang ke Kecamatan Koba dan sekitarnya, sehingga sering timbulnya konflik antar masyarakat pendatang dengan masyarakat asli; d. Banyaknya pendatang ilegal yang datang dari luar pulau yang sulit untuk di data administrasinya, sehingga banyak rumah-rumah penduduk ilegal disekitar tambang; e. Sebagian anak-anak berhenti sekolah disebabkan oleh ikut kerja dalam kegiatan tambang timah yang menyita hampir setegah hari dari pagi hingga sore, sehingga waktu untuk bersekolah tidak ada. hal tersebut dikarenakan upah yang lumayan dari kegiatan tambang tersebut; f.
Banyaknya bantuan CSR dari perusahaan-perusahaan dalam bidang pendidikan, infrastruktur, dan sosial masyarakat, sehingga masyarakat terbantu dari bantuan tersebut;
g. Masyarakat harus mengeluarkan atau menyimpan biaya tak terduga untuk berobat, karena banyak masyarakat sakit akibat dari pertambangan tersebut.
179
h. Menurunnya kondisi sosial budaya masyarakat, seperti kurangnya kegiatan gotong royong masyarakat untuk menjaga ketentraman, serta kenyamanan antar sesama masyarakat. Melihat berdasarkan kesimpulan dari fisik lingkungan dan sosial ekonomi untuk dampak positif yang ditimbulkan dari pertambangan timah ini menghasilkan biaya sebesar Rp 7.438.446.000,00 sedangkan dampak negatif sebesar Rp 11.789.147.400,00 sehingga dapat diketahui bahwa dampak negatif lebih besar dari pada dampak positif yang ada, hal tersebut disebabkan karena banyaknya dampak negatif yang disebabkan dari pertambangan timah berdasarkan aspek fisik seperti kerusakan lahan dan pencemaran air jika diakumulasikan menghasilkan pengeluaran yang sangat besar. 5.2
Kelemahan Studi Dalam penulisan laporan kajian dampak pertambangan timah terhadap
pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi penyusun menyadari bahwa masih banyaknya kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan laporan, kelemahan
dari
studi
kajian
dampak
pertambangan
timah
terhadap
pengembangan fisik lingkungan dan sosial ekonomi ini terbagi menjadi dua, yaitu kelemahan studi berdasarkan aspek fisik lingkungan dan kelemahan studi berdasarkan aspek sosial ekonomi. Untuk lebih jelas mengenai kelemahan studi akan dipaparkan sebagai berikut : 1. Kelemahan Studi Berdasarkan Aspek Fisik Lingkungan a. Tidak semua dampak pertambangan timah yang kami analisis; b. Dalam dampak pertambangan tidak semua parameter dapat dihitung; c. Dikarenakan keterbatasan alat dan bahan dalam uji sample laboratorium kami hanya melakukan uji fisik tidak melakukan uji kimia pada sample air; d. Dikarenakan keterbatasan alat dan waktu survey, kami tidak melakukan penelitian langsung terhadap dampak kualitas udara, tingkat kebisingan
180
e. Karena
keterbatasan
waktu
survey
primer,
sehingga
tidak
mendapatkan perizinan lokasi tambang ilegal, kami kesulitan dalam survey primer untuk kawasan pertambangan ilegal/ TI 2. Kelemahan Studi Berdasarkan Aspek Sosial Ekonomi a. Tidak semua dampak pertambangan timah yang kami analisis; b. Karena keterbatasan data primer dan sekunder dalam analisis valuasi ekonomi, parameter yang diukur tidak semua dianalisis, karena tidak semua parameter dampak dapat dianalisis; c. Dampak yang dianalisis hanya berdasarkan penglihatan visual yang dirasakan tidak secara psikologi.
181
DAFTAR PUSTAKA
-----------. 2000. Al-quran dan Terjemahannya. CV penerbit diponegoro. Bandung Arianto A. Patunru 2004 Valuasi Ekonomi: metode pilihan konjoin. IPB Bogor. Bogor Azis Nur, Prof. DR.Ir Bb 2009 Ekonomi Lingkungan. IPB Bogor. Bogor Baderan, Dewi Wahyuni K., 2013 Model Valuasi Ekonomi Sebagai Dasar Untuk Rehabilitasi Kerusakan Hutan Mangrove Di Wilayah Pesisir Kecamatan Kwandang Kabupaten gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Program Pascasarjana Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Yogyakarta Bappeda, 2011 Laporan Akhir Rencana Tata Ruang wilayah Kabupaten Bangka Tengah. Kabupaten Bangka tengah Dinas Pertambangan 2011, Laporan kegiatan pengawasan pelaksanaan pasca tambang dan reklamasi: kabupaten Bangka Tengah Dinas Statistik, 2012 PDRB Kabupaten Bangka tengah dalam Angka : BPS.Koba Dinas Statistik, 2012 PDRB Kabupaten Bangka tengah dalam Angka :BPS. Koba Dinas Pertambangan 2011, Laporan kegiatan pengawasan pertambangan bahan galian mineral logam, bukan logam dan batuan program pembinaan dan pengawasan bidang pertambangan : Kabupaten Bangka Tengah F.Gunawan Suratmo,2007,” Analisis Mengenai Dampak Lingkungan” gajah mada university. Yogyakarta Kecamatan Koba 2010, Kecamatan Koba dalam Angka, BPS.Koba Kecamatan Koba 2011, Kecamatan Koba dalam Angka, BPS. Koba Kecamatan Koba 2012, Kecamatan Koba dalam Angka, BPS. Koba Putra, Rian Eka, 2011 Valuasi Ekonomi Keanekaragaman Hayati Rawa Bento Kecamatan Gunung Tujuh Kabupaten Kerinci Provinsi Jambi, Program Studi Biologi: program pascasarjana Universitas andalas PT Kobatin 2009, Laporan Triwulan Pelaksanaan RKL dan RPL. PT Kobatin. Bangka Tengah Raden, Dr. lr. lnce, MP, dkk 2010 Laporan Penelitian Kajian Dampak Penambangan Batubara Terhadap Pengembangan Sosial Ekonomi dan Lingkungan di Kabupaten Kutaikartanegara. Jakarta Subardja, Djadja et al, 2011 Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung. IPB. Bogor
182
Umroh, 2011 kemampuan tanaman air purun (lepiromia micronata) dalam menyerap logam berat (pb, cu Dan zn) di bekas penambangan timah. UBB. Bangka belitung Wardhana, Wisnu Arya, 2004, Dmpak Pencemaran Lingkungan. Penerbit Andi. Yogyakarta
183
LAMPIRAN
184
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PENGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Nama Alamat Umur Jenis Kelamin Pekerjaan
: : : : : LEMBAR QUISIONER
A. Pertanyaan Umum 1. Apakah bapak/ibu setuju dengan adanya kegiatan tambang tersebut : a. Setuju b. Tidak setuju c. Tidak tahu d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………...... 2. Apa yang dapat bapak/ibu rasakan dari kegiatan tambang tersebut ? a. Terbantu b. Terganggu c. Tidak peduli d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………......
3. Menurut bapak /ibu adakah dampak positif (keuntungan )dari kegiatan tambang tersebut? a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. …..
185
Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………......
4. Menurut bapak/ibu adakah negatif (kerugian )dari kegiatan tambang tersebut ? a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………….……….....
5. Apakah ada bantuan pemerintah dalam mengurangi dampak-dampak negatif kegiatan timah (Jika memiliki dampak negatif) a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………….. ..........……………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………..
B. Pertanyaan Khusus a. Kondisi Fisik dan Lingkungan 1. Bagaimana kondisi jalan yang ada dengan adanya kegiatan tambang timah? a. baik b. Sama saja c. Buruk/ rusak d. …..
186
Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………......…
2. Bagaimana kondisi infrastuktur yang ada dengan adanya kegiatan tambang timah ? a. Baik b. Sama saja c. Buruk/ rusak d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………......…
3. Bagaiamana kondisi air bersih (kebutuhan air minum, air mandi, air cuci ) dengan adanya kegiatan tambang di sekitaran rumah warga? a. baik b. sama saja c. Buruk/ rusak d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ………………………………………………………………………………......
4. Bagaimana kondisi air sungai dengan adanya kegiatan pertambangan? a. baik b. sama saja c. Buruk/ rusak d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………………………………
187
5. Bagaimana tingkat kebisingan dengan adanya kegiatan pertambangan yang berasal dari alat-alat besar tambang? a. Terganggu b. Biasa saja c. Tidak tahu d. .....
Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......……
6. Bagaimana kondisi udara (tingkat pencemaran udara akibat debu) dari kegiatan pertambangan ? a. baik b. Lumayan c. Buruk/ rusak d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......……
7. Bagaimana kondisi hutan dengan adanya kegiatan pertambangan? a. Baik b. Lumayan c. Buruk/ rusak d. …..
b. Kondisi Sosial Ekonomi 1. Bagaimana kondisi Penduduk dengan adanya kegiatan pertambangan ? a. baik b. Lumayan c. Buruk/ rusak d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......……
188
2. Bagaimana kondisi sosial budaya dengan adanya kegiatan pertambangan ? a. Lebih Baik b. Sama saja c. Jadi Buruk/ rusak d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......…… 3. Dengan adanya kegiatan pertambangan bagaimana prilaku masyarakat setempat dalam kegiatan gotong royong (Kematian, Kerja bakti, kegiatan keagamaan, siskamling, sumbangan sosial lainnya) ?
a. Sangat Baik b. baik c. buruk d. .... Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......……
4. Dengan adanya kegiatan tambang apakah sering terjadi konflik masyarakat ? a. Sangat Sering b. Sering (2-4 kali terjadi ) c. pernah d. Tidak Pernah Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......…… 5. Bagaimana kondisi ekonomi dan keuangan dengan adanya kegiatan pertambangan ? a. Lebih Baik b. Sama Saja c. Lebih Buruk/ rusak d. …..
189
Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......……
6. Apakah ada saudara/teman yang kerja di pertambangan timah? a. Ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. ….. Alasan : …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………......…… 7. Faktor-faktor apa saja yang menjadi alasan anda/ kerabat anda (teman/sudara) yang berkerja di pertambangan ? a. ada b. Tidak ada c. Tidak tahu d. ….. Alasan :
…………………………………………………………………………………… …………………………………………………………………………………… ……………………………………………………………......………………… 8. Berapa penghasilan rata-rata perbulan yang diperoleh ? a. < 1.000.000 b. 1.000.000 – 2.000-000 c. 2.000.000 – 3.000.000 d. > 3.000.000
190
KAJIAN DAMPAK PENAMBANGAN TIMAH TERHADAP PENGEMBANGAN FISIK LINGKUNGAN DAN SOSIAL EKONOMI DI KECAMATAN KOBA KABUPATEN BANGKA TENGAH PROGRAM STUDI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA UNIVERSITAS ISLAM BANDUNG
Hari Tanggal Lokasi Nama
: : : : LEMBAR WAWANCARA INSTANSI
Pertanyaan Umum: a. Sejak kapan kegiatan pertambangan di kecamatan ini dilakukan? b. Bagaimana Kebijakan tentang kegiatan pertambangan di kabupaten bangka tengah ini ? c. Bagaimana respon pemerintah dengan adanya kegiatan pertambangan ini? d. Bagaimana perizinan dari kegiatan pertambangan di kecamatan ini? e. Bagaimana hak milik tanah yang menjadi tempat eksploitasi pertambangan apakah milik pribadi atau milik pemerintah? f. Apakah ada kendala dalam pembebasan lahan untuk kegiatan pertambangan? g. Bagaimana peranan pemerintah dalam mengantisipasi kegiatan pertambangan tersebut? h. Bagaimana rekomendasi pemerintah dalam kegiatan pertambangan ini? Pertanyaan Khusus A. Fisik Lingkungan a. Dampak apa saja kah yang dapat dirasakan dengan adanya kegiatan pertambangan? b. Bagaimana Kondisi sebelum yang terjadi sesudah adanya kegiatan tambang ini? Apa ada perubahan yang terjadi? c. Apakah ada keuntungan yang dapat dirasakan dari adanya kegiatan tersebut? d. Bagaimana penanggulangan dampak negatif ? B. Sosial Ekonomi a. Dampak apa saja kah yang dapat dirasakan dengan adanya kegiatan pertambangan? b. Bagaimana Kondisi sebelum yang terjadi sesudah adanya kegiatan tambang ini? Apa ada perubahan yang terjadi? c. Apakah ada keuntungan yang dapat dirasakan dari adanya kegiatan tersebut? d. Bagaimana penanggulangan dampak negatif ? e. Apakah dengan adanya kegiatan tambang di Kecamatan Koba ini pernah terjadi konflik masyarakat ?
191