LAPORAN PENELITIAN DAMPAK KEGIATAN WISATA BAHARI TERHADAP KONDISI SOSIAL, EKONOMI MASYARAKAT LOKAL DAN LINGKUNGAN FISIK DI DESA LES KABUPATEN BULELENG
Peneliti: Ketua Tim : I Wayan Mertha, SE., M.Si. Anggota : 1. Made Witari, S.ST., Par. 2. D. Ayu Made Lily Dianasari, ST., M.Si.
Dibiayai dari Dana DIPA Sekolah Tinggi Pariwisata Nusa Dua Bali Tahun Anggaran 2013
SEKOLAH TINGGI PARIWISATA NUSA DUA BALI KEMENTERIAN PARIWISATA DAN EKONOMI KREATIF 2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat rahmat-Nya, penulis dapat menyelesaikan laporan peelitian kelompok dengan judul “Dampak Kegiatan Wisata Bahari Terhadap Kondisi Sosial, Ekonomi Masyarakat Lokal dan Lingkungan Fisik di Desa Les Kabupaten Buleleng”. Dalam proses penulisan laporan penelitian ini, penulis mendapatkan dukungan moral maupun materiil dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sebagai wujud terima kasih, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu terutama pada para mahasiswa yang telah membantu menyebarkan kuesioner dan para narasumber di lapangan sehingga laporan penelitian ini dapat kami selesaikan tepat waktu. Sebagai sebuah proses pembelajaran yang tidak akan pernah berhenti, penulis menyadari bahwa penulisan laporan penelitian ini masih memiliki banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk penyempurnaan penulisan laporan penelitian ini. Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini berguna dan bermanfaat bagi semua pihak.
Nusa Dua, Oktober 2013
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ……………………………………………..……………… ii DAFTAR ISI ………………………………………………………..…………….. iii DAFTAR TABEL ………………………………………………..……………….. iv DAFTAR GAMBAR …………………………………………..………………….. v BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang …………………………………………………………. 1 1.2 Rumusan Masalah ……………………………………………………… 5 1.3 Batasan Masalah ……………………………………………………….. 6 1.4 Tujuan Penelitian ………………………………………………………. 6 1.5 Manfaat Penelitian ……………………………………………………... 6 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir ……………………………... 8 2.2 Konsep Pariwisata Bahari ………………………………………………10 2.3 Teori dan Dampak Pariwisata …………………………………………. 14 BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Sumber Data ………………………………………………… 21 3.2 Metode Pengumpulan Data ……………………………………………. 21 3.3 Teknik Analisis Data …………………………….……………………...22 3.4 Waktu dan Tempat Penelitian ……………………….……………….... 23 BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Kondisi Fisik Desa Les …………………………………….………….. 24
4.2 Masyarakat Desa Les ……………………………………………..…… 26 4.3 Pantai Desa Les …………………………………………….…………...26 4.4 Pengelolaan Wisata Bahari Desa Les …………………….……………. 31 BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Karakteristik Masyarakat Desa Les ……………………….…………... 35 5.2 Keterlibatan Masayarakat dalam Kegiatan Pariwisata Bahari Di Desa Les ………………………………………………….……….... 44 5.3 Keuntungan Masyarakat dari Kegiatan Pariwisata Bahari di Desa Les …………………………………………………….……….... 46 5.4 Persepsi Masyarakat Terhadap Wisata Bahari di Desa Les ……………..51 5.5 Harapan Masyarakat Terhadap Wisata Bahari di Desa Les …………….57 BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Les Berdasarkan Struktur Mata Pencaharian …..27
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari ...…32 Gambar 5.1 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Jenis Kelamin.. …....36 Gambar 5.2 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Tingkat Pendidikan …………………………………………………..….…36 Gambar 5.3 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Umur ……….……. 37 Gambar 5.4 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Pekerjaan Utama ………………………………………………………….…38 Gambar 5.5 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Pekerjaan Tambahan .……………………………………………………..…39 Gambar 5.6 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Tingkat Penghasilan Pekerjaan Utama …………………………………….41 Gambar 5.7 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Tingkat Penghasilan Pekerjaan Tambahan ………………………………..42 Gambar 5.8 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Status Pernikahan ..………………………………………………………42 Gambar 5.9 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Jumlah Anak……....43 Gambar 5.10 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Jumlah Tanggungan …………………………………………………...…44 Gambar 5.11Ikan Hias yang hidup di Karang hasil Budidaya di Perairan Desa Les.…………………………………………………49
Gambar 5.12 Terumbu Karang yang Mati dan Belum di Perbaharui ……….…50 Gambar 5.13 Terumbu Karang yang Baru di Tanam …………………………51 Gambar 5.14 Terumbu Karang Usia 1 – 3 Tahun …………………..…………51
The Impact of Marine Tourism Against The Socio-Economic Conditions Of The Local People and The Physical Environment In The Village Of Les Buleleng Regency of Bali Province By I Wayan Mertha (
[email protected]) DAM. Lily Dianasari (
[email protected]) Made Witari (
[email protected])
Les Village consists of 9 hillbilly (dusun) i.e. Dusun Selunding, Dusun Butiang, Dusun Tubuh, Dusun Panjingan, Dusun Kanginan, Dusun Kawanan, Dusun Lempedu, Dusun Tegal Linggah and Dusun Panyumbahan. The village is 35 Km from the administrative center of government and The capital city of Buleleng Regency. While the provincial capital of Denpasar, namely a 114 Km with a journey time of 3 hours 15 minutes. The coastal area of Les Village does not yet have an adequate means of tourism as tourist areas generally in Bali. This is because the marine tourism activities, has not yet been developed. So far, the tourists utilize the facility who owned by the group of ornamental fish. The development of marine tourism activities in the village of les, pretty much provide positive benefits for local people. In the field of economy field, able to improve the welfare of local community, providing the opportunity of trying and open employment. Its negative impact is the increase in the price of goods that can cause a decrease in the purchasing power of local community. The impact on social conditions popular culture suggests that the nature of construction work not decreased. Not even able to increase their enthusiasm to perform religious activities. In addition other impacts i.e. not rise the crime figures and the stress levels of community. The impacts on the physical environment i.e has not been the occurrence of significant changes to the quality of air, water and waste as well as the physical shape of building of the village. Nevertheless remain to look out for because it still found a pile of garbage and oil spils due to marine tourism activities though in small amount. Various efforts are underway to develop marine tourism activities in the region as well as efforts to minimize the negative impact that occurs among others: - Ask for help to government to improve accessibility in the form of improve accessibility in the form of improvements to roads and parking lots as well as the addition of the tour means likes dumpster. - Provide outreach to the local community about Sapta Pesona Concepts, so the local community will understand about the impact of marine tourism activities and also know how to handle the impact as well as the efforts of improving the services to tourists. - Enhance cooperation with employers in the field of tourism to market and promote the marine tourism product in Les Village.
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG Saat ini telah terjadi pergeseran keinginan dan preferensi konsumen di
bidang pariwisata yang harus dapat disikapi secara tepat. Penelitian UNWTO (UNWTO, 2008) menyebutkan bahwa ada pergeseran minat wisatawan dari yang bersifat buying product menjadi buying experience. Misalnya meningkatkan jumlah aging population pada pasar-pasar utama (terutama Jepang dan Korea Selatan) dan wanita karier menyebabkan pula meningkatnya tuntutan atas produkproduk khusus seperti yang bersifat alam dan budaya, serta kesehatan dan kecantikan. Contoh lain adalah berkembangnya minat pada jenis wisata adventure, khususnya terjadi pada kelompok segmen wisatawan pada usia yang lebih muda seperti diving, climbing dan sebagainya. Perubahan minat pasar ini harus disikapi secara baik. Ketika permintaan akan experience menjadi utama, maka produk-produk bersifat khusus (special interest) mengacu pada pasar-pasar khusus (niche market) akan menjadi sangat penting untuk lebih diperhatikan. Hal yang mendasar adalah bahwa produk yang disiapkan tidak berpretensi untuk menjaring wisatawan dalam jumlah banyak (mass tourism) tetapi lebih pada wisatawan yang “berkualitas”. Kendati belum terdapat kesepakatan tentang definisi pariwisata minat khusus, Novelli (2005) dalam tulisannya Niche Tourism: Contemporary Issues, Trend and Cases, mencoba merumuskan definisi pariwisata minat khusus sebagai suatu bentuk kepariwisataan yang melibatkan (calon) wisatawan yang mana
1
didalam pemilihan tujuannya terinspirasi oleh motivasi tertentu (khusus) dan tingkat kepuasannya ditentukan oleh pengalaman yang diperolehnya. Dalam perspektif tersebut di atas, ke-khusus-an pada definisi pariwisata minat khusus ini, lebih ditekankan kepada kekhususan minat dan pengalaman yang
dipetik
oleh
wisatawan.
Keberadaan
ini
memposisikan
pengembangan kepariwisataan menjadi semakin tidak terbatas.
peluang
Nyaris dapat
dikatakan, bahwa segala sesuatu yang berhubungan degan kehidupan manusia dan fenomena alamnya dapat dikemas dan disuguhkan sebagai pemicu motivasi yang dapat mendorong minat seseorang untuk melakukan perjalanan, yang secara langsung menjadi bagian dari rangkaian aktivitas kepariwisataan. Keberadaan Indonesia yang kaya akan aneka ragam potensi pemandangan alam, flora, fauna, adat, tradisi dan budaya (Ultimate in Diversity) adalah sumber daya yang tiada habis-habisnya untuk dikelola, dipublikasikan dan dipromosikan kepada pasar yang sesuai (niche market). Berbagai potensi sumberdaya tersebut di atas dapat dikemas menjadi berbagai jenis produk pariwisata minat khusus. Hal ini sejalan dengan berkembangnya minat wisatawan pada jenis wisata adventure, khususnya terjadi pada kelompok segmen wisata pada usia yang lebih muda. Beberapa paket wisata minat khusus yang telah dipasarkan secara luas misalnya paket spa, ekowisata, diving sampai dengan golf. Persoalannya adalah bahwa banyak paket yang belum disusun atas dasar kebutuhan dan target pasar. Paket sering disusun atas dasar bisnis "me too”, yaitu ketika negara (destinasi) lain mempromosikan jenis paket ini kita hanya mengikutinya, tidak peduli apakah paket tersebut telah "siap jual"' di skala nasional dan internasional. Berbagai
2
kegiatan wisata adventure yang potensial dikembangkan di Indonesia adalah wisata berbasis bahari (wisata bahari), seperti diving, snorkeling, surfing, fishing, dan beragam jenis water sports. Bali selain dikenal sebagai destinsi berbasis alam dan budaya, namun keragaman aktivitas wisatanya tidak tertandingi. Variasi produk yang ditawarkan kepada wisatawan dengan minat yang berbeda sangat beragam. Produk-produk tersebut tersebar di hampir seluruh wilayah pulau mungil yang lengkap tersebut. Salah satunya ada di desa Les Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng. Desa Les memiliki daya tarik wisata yang mampu mendatangkan wisatawan karena keindahan terumbu karang di laut yang ada di wilayah tersebut. Sejauh ini terumbu karang tersebut telah dibudidayakan sehingga menarik minat sejumlah wisatawan untuk berkunjung. Pada tahun 2009 tercatat 376 orang wisatawan yang berkunjung ke wisata bahari Desa Les (Daftar Tamu Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari, 2009). Sedangkan Tingkat kunjungan wisatawan ke Kabupaten Buleleng pada tahun 2008 sebanyak 85.000 orang (http://www.antarasumbar.com). Walaupun proporsi kunjungan wisatawan ke Desa Les masih sangat kecil dibandingkan dengan wisatawan yang berkunjung ke Kabupaten Buleleng, namun keberadaan aktivitas wisata tersebut dapat menggairahkan kegiatan ekonomi masyarakat lokal di desa tersebut. Akan tetapi pesatnya `perkembangan pariwisata tidak selalu memberikan manfaat langsung kepada masyarakat miskin. Rochajat Harun mengemukakan bahwa: “Banyak kajian yang menyatakan bahwa pariwisata, terutama pariwisata mancanegara dari segi pandang ekonomi tidak mempunyai dampak terhadap pengurangan kemiskinan. Hal ini disebabkan karena kasus-kasus pembangunan pariwisata di berbagai tempat di berbagai negara, khususnya negara berkembang menunjukkan bahwa masyarakat setempat
3
tidak dapat berperan serta atau terlibat karena tak memenuhi syarat.” (http://www.kabarindonesia.com) Pengembangan pariwisata Bali dikatakan belum mampu mengurangi kemiskinan,
salah
satunya
karena
masih
dikembangkannya
pariwisata
konvensional yaitu kegiatan wisata yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut (Suryadi, 2010 dalam http://gedeiwan.files.wordpress.com/2008/03/): a. b. c.
Kegiatan wisata tersebut dalam jumlah yang besar (mass tourism) Sebagian dikemas dalam bentuk paket wisata (package tour) Pembangunan sarana dan fasilitas kepariwisataan berskala besar dan mewah d. Memerlukan tempat-tempat yang strategis dan tanah yang cukup luas Ciri-ciri pariwisata konvensional tersebut dapat menjelaskan mengapa pariwisata Bali belum mampu mengurangi kemiskinan secara signifikan. Hal ini karena dalam pengembangan pariwisata masih terkonsentrasi para investasi besar dimana rakyat miskin tidak memiliki akses di dalamnya sebagai pelaku ekonomi secara aktif. Pariwisata sebagai sebuah industri dianggap mampu membantu masyarakat miskin untuk mensejahterakan mereka, karena pariwisata memiliki beberapa keuntungan yaitu (Ashley dkk, 2000: 1-2): a. b.
c.
The consumer comes to the destination, thereby providing opportunities for selling additional goods and services. Tourism is an important opportunity to diversify local economies. It can develop in poor and marginal areas with few other export and diversification options. Remote areas particularly attract tourist because of their high cultural, wildlife and landscape value. It offers labour-intensive and small-scale opportunities compared with other non-agricultural activities (Deloitte and Touche, 1999), employs a high proportion of women (UNED, 1999), and values natural resources and culture, which may feature among the few assets belonging to the poor. Seperti yang dipaparkan oleh Ashley dalam jurnalnya, pariwisata dapat
memberikan manfaat bagi masyarakat karena berkembangnya pariwisata akan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjual produk dan jasa mereka kepada wisatawan. Selain itu, pariwisata memberikan berbagai jenis peluang ekonomi, karena daerah-daerah terpencil juga memiliki kebudayaan dan 4
daya tarik wisata yang menarik. Dari sisi ketenagakerjaan, pariwisata menawarkan kesempatan kerja bagi perempuan. Namun kepariwisataan juga bisa memberi dampak negatif baik di bidang ekonomi, sosial, budaya dan lingkungan apabila kegiatan kepariwisataan tidak direncanakan dan dikelola dengan baik. Apalagi di dalam pengembangan kepariwisataan tersebut masyarakat lokal tidak dilibatkan, tidak ikut berpartisipasi, niscaya pariwisata semacam itu akan menghasilkan dampak buruk yang lebih besar daripada manfaatnya. Kegiatan pariwisata yang berbasis wisata bahari di Desa Les juga tidak lepas akan
menimbulkan
dampak
positif
maupun
negatif.
Yang
sangat
mengkhawatirkan adalah dampak negatif yang ditimbulkan terhadap ekonomi, sosial dan lingkungan fisik yang dapat mempengaruhi keberlangsungan pariwisata. Untuk itulah akan diadakan penelitian tentang dampak yang ditimbulkan dari kegiatan pariwisata bahari terhadap sosial, ekonomi dan lingkungan fisik di Desa Les Kabupaten Buleleng.
1.2.
RUMUSAN MASALAH Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah: 1.
Dampak apa sajakah yang ditimbulkan dari kegiatan wisata bahari terhadap kondisi sosial, ekonomi masyarakat lokal dan lingkungan fisik di Desa Les Kabupaten Buleleng?
2.
Apakah upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat Desa Les Kabupaten Buleleng dalam mencegah terjadinya dampak-dampak social, ekonomi dan lingkungan fisik yang bersifat negative?
5
1.3.
BATASAN MASALAH
Agar topik tidak meluas maka penelitian ini akan dibatasi sebagai berikut : a. Dampak social akibat berkembangnya pariwisata sebagai suatu industri yang dimaksud adalah, apakah terjadi diferensiasi struktur sosial, modernisasi keluarga dan memperluas wawasan dan cara pandang masyarakat terhadap dunia luar. b. Dampak ekonomi dibatasi pada tingkat rata-rata pendapatan masyarakat sebelum dan sesudah mendirikan usaha wisata bahari, jumlah tenaga kerja yang terserap di usaha-usaha wisata bahari. c. Dampak lingkungan fisik dibatasi pada lingkungan air dan tanah meliputi penumpukan sampah di air dan tanah.
1.4.
TUJUAN PENELITIAN Tujuan penelitian adalah 1.
Mengidentifikasi dan menginventarisasi dampak yang ditimbulkan dari kegiatan wisata bahari terhadap kondisi social, ekonomi masyarakat lokal dan lingkungan fisik di Desa Les Kabupaten Buleleng.
2.
Mengetahui upaya-upaya yang telah dilakukan masyarakat Desa Les Kabupaten Buleleng dalam mencegah terjadinya dampak social, ekonomi dan lingkungan fisik yang bersifat negative.
1.5.
MANFAAT PENELITIAN
Manfaat dari penelitian ini adalah :
6
1. Sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam pengembangan produk wisata bahari di Desa Les Kabupaten Buleleng guna mewujudkan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan. 2. Sebagai masukan guna tersusunnya konsep pembangunan wisata bahari di Desa Les Kabupaten Buleleng yang berbasis pada daya dukung lingkungan dan pemberdayaan masyarakat setempat.
7
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Wilayah pesisir adalah suatu wilayah peralihan antara daratan dan lautan, kea rah darat mencakup daerah yang masih terkena pengaruh percikan air laut atau pasang surut, dank e arah darat meliputi daerah paparan benua (Beatley et al., 1994 dalam Dahuri dkk., 1996). Supryharyono (2000) memberikan batasan wilayah pesisir adalah daerah pertemuan antara darat dan laut. Ke arah darat wilayah pesisir meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut, seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut, wilayah pesisir mencakup bagian laut yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi di darat, seperti sedimentasi dan aliran air tawar, maupun disebabkan karena kegiatan manusia di darat, seperti penggundulan hutan dan pencemaran. Triatmojo 1999 dalam Ni’am., 1999, menyebutkan bagian-bagian daerah pantai sebagai berikut : a. Pesisir adalah daerah darat di tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan perembesan air laut. b. Pantai adalah daerah di tepi perairan yang dipengaruhi oleh air pasang tertinggi dan air surut terendah c. Perairan pantai adalah daerah peraqiran yang masih terpengaruh aktifitas daratan
8
d. Sempadan pantai adalah kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai sejauh 100 meter dari batas air pasang tertinggi kea rah daratan Wilayah pesisir merupakan daerah yang sangat kaya baik sumberdaya alamnya maupun fungsinya. Ekosistem wilayah pesisir terdiri dari ekosistem estuary, ekosistem padang lamun, ekosistem terumbu karang dan ekosistem hutan mangrove. Disamping mempunyai fungsi ekologis sebagai habitat ikan baik sebagai tempat pemijahan, tempat pengasuhan atau sebagai tempat mencari makan (Supriharyono, 2000), bahkan juga mempunyai fungsi ekonomis untuk kehidupan manusia, dan fungsi politis sebagai batas administratif wilayah. Wilayah pesisir juga merupakan daerah yang sangat rentan terhadap degradasi lingkungan. Dahuri, dkk (1996) menjelaskan degradasi lingkungan yang mengancam wilayah pesisir meliputi : 1) Pencemaran lingkungan; 2) Degradasi fisik habitat; 3) Over eksploitasi sumberdaya alam; 4) Abrasi pantai 5) Konversi kawasan lindung menjadi peruntukan pembangunan lainnya; 6) Bencana alam Pengelolaan wilayah pesisir sebagai sebuah ekosistem, dapat dilakukan melalui pendekatan ekosistem (Mitchell dkk, 2000) atau juga melalui pendekatan terpadu (Dahuri,dkk, 1996). Pendekatan ekosistem berarti
9
memandang wilayah pesisir sebagai sebuah ‘gambar besar’ dengan menekankan pada keseluruhan system, bagian-bagian yang menyusunnya, serta hubungan antara bagian-bagian tersebut. Kelemahan pendekatan ini adalah terlalu banyaknya komponen yang dilihat dan waktu yang lama, sehingga ketika terjadi perubahan-perubahan yang cepat hasil pendekatan ini akan menjadi dokumen sejarah daripada dokumen yang strategis. Sedangkan pendekatan terpadu lebih menekankan pada faktor-faktor kunci dengan mempertahankan gagasan dasar yang bersifat holistic sehingga lebih terarah dan praktis.
2.2.
Konsep Pariwisata Bahari Manusia dapat bergerak dari suatu tempat ke tempat lain karena adanya dorongan serta keinginan untuk mengetahui sesuatu atau pula ada sesuatu yang dirasakan membosankan/tidak menyenangkan sehingga mengarahkan
perhatiannya
untuk
memperoleh
sesuatu
yang
diinginkannya. Pergerakan manusia dari suatu tempat ke tempat lain untuk tujuan kesenangan/leisure dinamakan pariwisata. Oka A. Yoeti (1993), Suwanto (1997), Fandeli (2001) dan Marpaung (2002), memberikan pengertian bahwa “Pariwisata adalah perjalanan yang dilakukan orang dari satu tempat ke tempat lain, untuk sementara waktu dengan maksud bukan untuk berusaha atau mencari nafkah ditempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan bertamasya rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam”.
10
Dari batasan pariwisata tersebut diatas tercantum factor-faktor penting dalam kegiatan pariwisata, yaitu : 1. Perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain (konsep ruang); 2. Perjalanan itu bersifat sementara waktu (konsep waktu); 3. Perjalanan itu bersifat rekreasi (konsep kesenangan dan kenyamanan). Elemen dinamik dalam pariwisata adalah tuntutan kebutuhan orangorang yang ingin mengadakan perjalanan atau berharap dapat perjalanan, dengan menggunakan fasilitas dan pelayanan di tempat yang jauh dari tempat kerja atau tempat tinggalnya. Dorongan bepergian adalah karena berbagai
kepentingan,
baik
untuk
kepentingan
ekonomi,
social,
kebudayaan, politik, agama, kesehatan maupun kepentingan lainnya seperti sekedar ingin tahu, menambah pengalaman ataupun untuk belajar (Suwantoro, 1997). Untuk memenuhi tuntutan kebutuhan wisatawan, maka perlu disediakan daerah-daerah tujuan wisata yang memenuhi tuntutan kebutuhan wisatawan untuk dapat menikmatinya. Untuk itu perlu ketersediaan (supply) daerah tujuan wisata dan fasilitas yang memadai. Oreintasi pemanfaatan utama pesisir dan lautan serta berbagai elemen pendukung lingkungannya merupakan suatu bentuk perencanaan dan pengelolaan kawasan secara terpadu dalam usaha mengembangkan kawasan wisata pantai. Kegiatan pariwisata pantai adalah kegiatan pariwisata yang memanfaatkan wilayah pantai sebagai daya tarik wisata. Pariwisata pantai erat kaitannya dengan aktivitas berjemur matahari, berenang, selancar, berjalan-jalan di tepi pantai, mengumpulkan kerang, berperahu, ski air, memancing dan lain-lain.
11
Aspek social budaya masyarakat pesisir dan aspek fisik wilayah pesisir merupakan suatu kesatuan yang terintegrasi yang saling mendukung dalam perencanaan dan pengembanganan suatu kawasan sebagai suatu kawasan wisata pantai. Tanpa adanya daya tarik suatu areal/daerah tertentu, kepariwisataan sulit dikembangkan (marpaung, 2002). Pengembangan pariwisata pantai disamping objek dan daya tariknya, juga memerlukan ketersediaan fasilitas-fasilitas penunjang baik yang berhubungan langsung dengan aktifitas atraksi wisata maupun yang bersifat tidak langsung untuk kepentingan wisatawan. Penyediaan daerah tujuan wisata dan fasilitasnya memerlukan program pengembangan perencanaan tata ruang dan program-program yang mempercantik kota dan daerah tujuan wisata (Inskep, 1991), sehingga diperlukan adanya penataan zonasi, penataan alami, penentuan batas bangunan dari garis pantai serta pelaksanaan prinsip-prinsip konservasi (Marpaung, 2002). Gunn (1993), mengemukakan bahwa suatu kawasan wisata yang baik dan berhasil bila secara optimal didasarkan kepada empat aspek yaitu : 1) Memperhatikan kelestarian lingkungannya 2) Meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kawasan tersebut 3) Menjamin kepuasan pengunjung 4) Meningkatkan keterpaduan dan keserasian pembangunan masyarakat di sekitar kawasan dan zona pengembangannya. Oleh karena itu perencanaan kawasan wisata pantai didasarkan pada konsep ruang dan sirkulasi serta tapak yang ideal dapat memberikan kenyamanan dan kesenangan bagi pengunjung untuk merasakan sesuatu
12
yang ingin diperolehnya. Untuk maksud tersebut menurut Kreg Linberg dan Donald E Hawkins (1995), suatu kawasan wisata pantai perlu mempertimbangkan: 1. Jarak atau rute yang praktis dimana semua objek dan elemn sepanjang rute terfasilitasi dan tergambarkan. Ruang sebagai tempat pergerakan manusia hendaknya menunjukkan keharmonisan dan terintegrasi antara satu dengan lainnya. 2. Kondisi lingkungan merupakan objek dalam pergerakan harus sesuai dengan persepsi pengunjung. Dengan demikian kawasan wisata pantai yang dibuat bukan hanya mempertimbangkan objek dengan ruang saja tetapi juga obyek dengan pengunjung. 3. Rangkaian unsur-unsur dalam ruang harus tertata dengan baik dalam suatu rangkaian yang dapat diinterpretasikan oleh pengunjung. Kaitannya dengan tapak yang ideal dari suatu kawasan wisata pantai maka fungsi suatu tapak harus serasi dengan kondisi dari tapak itu sendiri. Ada 3 aspek utama yang harus diperhatikan dalam perencanaan tapak wisata pantai yaitu : a. Keterpaduan rencana dan desain; aspek ini mencakup profesionalisme dalam pengembangan kawasan pemilik, pengembang, bank, industry, partisipasi masyarakat dan sebagainya. b. Kriteria desain yang digunakan mencakup criteria fungsional, keterpaduan dan perencanaan lainnya, pengalaman pengunjung, otentik, kepuasan dan estetika.
13
c. Sustainability dari tapak; aspek ini mencakup eco design ethics, tempat-tempat
budaya,
proyeksi
sumberdaya
alam,
peraturan
pemerintah, dan sebagainya. Sato (2000) menyebutkan bahwa kegiatan rekreasi pantai/wisata pantai merupakan salah satu kegiatan ekowisata yang sangat penting. Low Choy dan Heillbronn (1996), merumuskan lima factor batasan yang mendasar dalam penentuan prinsip utama ekowisata, yaitu : 1. Lingkungan; ekowisata bertumpu pada lingkungan alam, budaya yang relative belum tercemar atau terganggu. 2. Masyarakat; ekowisata harus memberikan manfaat ekologi, social dan ekonomi langsung kepada masyarakat. 3. Pendidikan dan pengalaman; ekowisata harus dapat meningkatkan pemahaman akan lingkungan alam dan budaya dengan adanya pengalaman yang dimiliki. 4. Berkelanjutan; ekowisata dapat memberikan sumbangan positif bagi keberlanjutan ekologi lingkungan baik jangka pendek maupun jangka panjang. 5. Manajemen; ekowisata harus dikelola secara baik dan menjamin sustainability lingkungan alam, budaya yang bertujuan untuk peningkatan kesejahteraan sekarang maupun generasi mendatang.
2.3.
Teori dan Dampak Pariwisata Menurut definisi yang dikemukakan oleh H.Kodijat (1983:4) pariwisata adalah perjalanan dari suatu tempat ke tempat lain, bersifat
14
sementara, dilakukan perorangan maupun kelompok, sebagai usaha mencari keseimbangan atau keserasian dan kebahagiaan dengan lingkungan hidup dalam dimensi sosial, budaya, alam dan ilmu (www.dayulis.blogspot.com). Suatu
destinasi
wisata tentu memiliki
dampak-dampak terhadap
lingkungan sekitarnya. Hal ini dikatakan oleh Chuck Y. Gee dikutip dari (www.bahankuliah.wordpress.com) bahwa: “as tourism grows and travelers increases, so does the potential for both positive and negative impacts”. Menurut Lerner (1977) yang dikutip oleh Allister Mathieson dan Geoffrey Wall (1982) dalam Tourism: Social, Economic, Environment Impacts seperti berikut: “Environment now includes not just only land, water and air but also encompass to people, their creation, and the social, economic, and cultural condition that affect their lives”. Hal tersebut bermakna bahwa yang terkena dampak positif dan dampak negatif dari kegiatan pariwisata adalah masyarakat, lingkungan, ekonomi dan budaya. Masyarakat dalam lingkungan suatu destinasi sangatlah penting dalam kehidupan suatu destinasi karena mereka memiliki kultur yang dapat menjadi daya tarik wisata, dukungan masyarakat terhadap tempat wisata berupa sarana kebutuhan pokok untuk tempat destinasi, tenaga
kerja
yang
memadai
dimana
pihak
pengelola
destinasi
memerlukannya untuk menunjang keberlangsungan hidup destinasi dan memuaskan masyarakat yang memerlukan pekerjaan dimana membuat kehidupan masyarakat menjadi lebih baik.
15
Suatu destinasi wisata yang direncanakan dengan baik, tidak hanya memberikan keuntungan ekonomi yang memperbaiki taraf, kualitas dan pola hidup komunitas setempat, tetapi juga peningkatan dan pemeliharaan lingkungan yang lebih baik. Bila dilakukan dengan benar dan tepat maka pariwisata dapat memaksimalkan keuntungan dan dapat meminimalkan permasalahan. Penduduk setempat mempunyai peran yang sangat penting dalam upaya pengembangan destinasi, karena penduduk setempat mau tidak mau terlibat langsung dalam aktifitas-aktifitas yang berkaitan dengan kepariwisataan di daerah tersebut, misalnya bertindak sebagai tuan rumah yang ramah, penyelenggara atraksi wisata dan budaya khusus (tarian adat, upacara-upacara agama, ritual, dan lain-lain), produsen cindera mata yang memiliki kekhasan dari tempat tersebut dan turut menjaga keamanan lingkungan sekitar, sehingga membuat wisatawan yakin, tenang, aman selama mereka berada di destinasi tersebut. Akan tetapi apabila suatu destinasi tidak dikembangkan atau ditangani dengan baik atau tidak direncanakan dengan matang, dapat menyebabkan kerusakan baik secara lingkungan maupun dampak-dampak negatif terhadap ekonomi maupun budaya. 1. Dampak Sosial Ekonomi Pariwisata Dampak pariwisata terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat lokal dapat dikategorikan menjadi delapan kelompok besar (Cohen, 1984) dalam Pitana (2005 : 110), yaitu: a. Dampak terhadap penerimaan devisa b. Dapat terhadap pendapatan masyarakat
16
c. Dampak terhadap kesempatan kerja d. Dampak terhadap harga-harga e. Dampak terhadap distribusi manfaat atau keuntungan f. Dampak terhadap kepemilikan dan kontrol g. Dampak terhadap pembangunan pada umumnya h. Dampak terhadap pendapatan pemerintah. Hampir semua literatur dan kajian studi lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu memberikan dampakdampak yang dinilai positif, yaitu dampak yang diharapkan seperti peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak dan keuntungan badan usaha milik pemerintah, dan sebagainya.
Pariwisata
diharapkan
mampu
menghasilkan
angka
pengganda (multiplier effect) yang tinggi, melebihi angka pengganda pada berbagai
kegiatan
ekonomi
lainnya.
Meskipun
sulit
melakukan
penghitungan secara pasti terhadap angka pengganda ini, dari beberapa daerah/negara telah dilaporkan besarnya angka pengganda yang bervariasi. Peranan pariwisata dalam pembangunan ekonomi Destinasi Tujuan Wisata (DTW) seperti Bali, yang memang sudah terkenal sebagai salah satu daerah tujuan wisata dunia, tidak perlu dipertanyakan lagi. Dengan tidak tersedianya sumber daya alam seperti migas, hasil hutan, ataupun industri manufaktur yang berskala besar, maka pariwisata telah menjadi sektor andalan dalam pembangunan.
17
Di samping berbagai dampak yang dinilai positif, hampir semua penelitian juga menunjukkan adanya berbagai dampak yang tidak diharapkan (dampak negatif), seperti semakin memburuknya kesenjangan pendapatan antar kelompok masyarakat, memburuknya ketimpangan antar daerah, hilangnya kontrol masyarakat lokal terhadap sumberdaya ekonomi, munculnya neo-kolonialisme atau neo-imperialisme, dan sebagainya. Banyak peneliti menyebutkan bahwa pariwisata telah menjadi wahana eksploitasi dari negara-negara maju (negara asal wisatawan) terhadap negara-negara berkembang (daerah tujuan wisata).
2. Dampak Lingkungan Fisik Perkembangan industri yang pesat saat ini tidak lain karena penerapan kemajuan teknologi oleh manusia guna mendapatkan kualitas hidup yang lebih baik. Industri dan teknologi dimanfaatkan oleh manusia untuk mengolah kekayaan alam yang ada. Udara, air, tanah dan segala kekayaan yang ada di dalamnya dicari, diaduk dan diolah sedemikian rupa guna mendapatkan hasil yang diinginkan. Kegiatan suatu industri dan teknologi dapat berjalan baik dan berkesinambungan apabila unsur-unsur pokok penunjang kegiatan tersebut tersedia. Chanlett (1973) dalam Suratmo (1995) mengemukakan bahwa dampak dari suatu kegiatan pada aspek fisik dan kimia dari lingkungan dapat dibagi ke dalam lima kelompok besar sebagai berikut: a. Dampak kebisingan; b. Dampak pada kualitas udara;
18
c. Dampak kuantitas dan kualitas air; d. Dampak pada iklim dan cuaca; e. Dampak pada tanah. -
Mengingat bahwa factor kebisingan dan factor iklim atau cuaca mempunyai fungsi khusus di alam dan dampak pada kesehatan manusia maka ke tiga system fisik dan kimia di alam tersebut dapat dikembangkan menjadi lima kelompok komponen lingkungan, walaupun sebenarnya kesemuanya itu tidak dapat dilepaskan satu sama lain dari lingkungan yang lebih luas.
-
Dampak pada kualitas dan kuantitas air Air merupakan kebutuhan manusia yang sangat penting. Pada saat ini baik di Indonesia maupun di Negara-negara lain di seluruh dunia air sudah merupakan sumberdaya yang kritis baik dalam kualitas maupun kuantitas. Perubahan kualitas dan kuantitas air dapat berbentuk karena adanya buangan bahan organic dan anorganik ke dalam air, yang dapat larut dalam air maupun yang tidak dan terjadinya perubahan dalam kekuatan aliran dan siklus tata air di alam. Pencemaran air dapat diartikan dengan berbagai cara, tetapi pada dasarnya berpangkal tolak pada konsentrasi pencemar tertentu di dalam air pada waktu yang cukup lama untuk dapat menimbulkan pengaruh tertentu. Mengevaluasi keadaan kualitas air dan perubahan dalam skala mikro perlu didasarkan pada sifat-sifak fisik, kimia dan biologis. Sifat fisik air meliputi parameter mengenai warna, bau, temperatus, benda padat minyak dan oli. Sifat kimia air dinyatakan dalam parameter
19
kandungan bahan kimia organic dan inorganic. Sedangkan sifat bakteriologis air dapat dilihat melalui parameter kandungan coliform, kuman patogenik dan kuman parasitic.
20
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data kuantitatif, yakni data dalam bentuk angka atau atribut yang diangkakan, serta data kualitatif berupa keterangan dan informasi yang di deskripsikan atau diuraikan mengenai berbagai aspek dalam penelitian ini. Adapun data tersebut dapat berupa data primer yang langsung diperoleh dari responden maupun informan, juga data skunder yang dikumpulkan dari berbagai instansi terkait, baik di lokasi penelitian maupun diKabupaten Buleleng.
3.2.
Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan meliputi : 1. Desk study Kegiatan ini dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi umum mengenai potensi pengembangan produk pariwisata minat khusus berbasis bahari, khususnya yang ada di Desa Les. Data tersebut diperoleh dari berbagai sumber pustaka maupun dari internet dan website yang berkaitan dengan data yang dibutuhkan. 2. Obeservasi dan wawancara Metode ini digunakan untuk mengamati situasi dan kondisi di lokasi terpilih secara langsung, melakukan diskusi partisipatif dengan tokoh masyarakat, asosiasi wisata, dan pemkab/pemkot serta dinas-dinas 21
terkait. Hasil observasi akan membantu melengkapi kebutuhan data yang belum tercover dalam data sekunder (desk study). 3. Penyebaran Kuesioner Kuesioner merupakan alat pengukuran data yang berupa serangkaian pertanyaan untuk dijawab responden (Triton, 2007:61). Dalam penelitian ini peneliti menggunakan kuesioner untuk memperoleh data tentang dampak pariwisata bahari terhadap kondisi sosial, ekonomi dan lingkungan fisik yang disebarkan kepada anggota masyarakat yang terpilih sebagai responden.
3.3
Teknik Analisis Data Data yang terkumpul dianalisis menggunakan teknik analisis deskriptif, yaitu metode yang digunakan untuk memaparkan data yang telah diketahui melalui pengumpulan data yang diperoleh sesuai dengan kenyataan. Teknik analisis ini digunakan untuk menjelaskan atau memaparkan data yang didapatkan baik data kualitatif maupun data kuantitatif. (Kusmayadi, Sugiarto 2000:29). Fungsi dari analisis deskriptif adalah memberikan gambaran umum tentang data yang telah diperoleh (www.inparametric.com). Hasil analisis deskriptif berguna untuk mendukung interpretasi terhadap hasil analisis dengan teknik lainnya.
22
3.4
Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilaksanakan selama 4 (empat) bulan untuk pengambilan data
primer maupun data sekunder. Penelitian ini dilakukan bulan Juli sampai bulan Oktober 2013. No 1 2 3 4 5 6 7 8
Kegiatan
Juli Agustus September Oktober 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan Proposal Pengajuan Proposal Perbaikan Proposal Pengumpulan Data Pengolahan Data Penyiapan Laporan Penyerahan Hasil Perbaikan Laporan
23
BAB III GAMBARAN UMUM OBJEK PENELITIAN
3.1. Kondisi Fisik Desa Les 3.1.1.
Letak Geografis Desa Les merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Tejakula,
Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali.
Berdasarkan klasifikasi desa tahun 2001, Desa Les dengan luas desa 797 ha digolongkan kedalam desa swakarya madya. Desa tersebut terdiri dari sembilan dusun yaitu: Dusun Selunding, Dusun Butiang, Dusun Tubuh, Dusun Panjingan, Dusun Kanginan, Dusun Kawanan, Dusun Lempedu, Dusun Tegal Linggah dan Dusun Panyumbahan. Berdasarkan monografi Desa Les tahun 2012 disebutkan batas-batas administrasi desa tersebut adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Hutan Bangli c. Sebelah Timur
: Desa Penuktukan
d. Sebelah Barat
: Desa Tejakula
Sedangkan batas-batas alam Desa Les adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Laut
b. Sebelah Selatan : Pegunungan c. Sebelah Timur
: Sungai
24
d. Sebelah Barat
: Sungai
Desa Les berjarak 3 Km dari pusat pemerintahan Kecamatan Tejakula dan 35 Km dari pusat pemerintahan kota administratif dan Ibu Kota Kabupaten Buleleng yaitu Singaraja dengan waktu tempuh 45 menit dengan kendaraan bermotor. Sedangkan dari Ibu kota Propinsi yaitu Denpasar berjarak 114 Km dengan waktu tempuh 3 jam 15 menit.
3.1.2.
Topografi dan Geologi Seperti desa lainnya di Kabupaten Buleleng, Desa Les terdiri dari daerah pegunungan dan perbukitan di bagian selatan serta daerah pantai di bagian utara. Desa Les berada pada ketinggian 0250 meter di atas permukaan laut yang wilayah lahannya berupa daerah dataran dan perbukitan. Wilayah yang datar terdapat di daerah pesisir sedangkan semakin jauh dari pantai menuju ke arah pegunungan lerengnya semakin curam. Jenis material tanah di Desa Les berupa tanah latosol yang berwarna cokelat kemerahan dengan kestabilan dan daya serap tanah baik. Sedangkan daerah yang dekat dengan pantai, jenis material tanahnya sebagian besar h tanah berpasir dan berbatu kerikil.
25
3.1.3.
Hidrologi Meskipun Desa Les terletak di wilayah pesisir akan tetapi Desa tersebut memiliki dua buah sumber mata air tawar yang cukup besar yang berasal dari perbukitan. Selain itu, penduduk juga memanfaatkan sumur gali dan sumur pompa sebagai sumber mata air mereka. Akan tetapi sebagian besar masyarakat memanfaatkan air PAM yang dikelola desa.
3.1.4.
Klimatologi Desa Les memiliki iklim tropis dengan suhu udara rata-rata tahunan 28°C-31°C sehingga desa tersebut memiliki temperatus yang cukup panas. Musim kemarau terjadi pada bulan MeiOktober dan musim hujan terjadi bulan Desember-April. Curah hujan Desa Les relatif rendah yaitu ±127,9mm/tahun
3.1.5.
Tata Guna Lahan Luas Desa Les adalah 797 Ha yang sebagian besar lahannya dimanfaatkan untuk persawahan, ladang dan hutan. Sedangkan luas lahan yang dimanfaatkan sebagai sarana wisata cukup kecil yaitu sebesar 0,05 Ha.
26
3.2. Masyarakat Desa Les 3.2.1. Karakteristik Sosio Ekonomi Secara demografis, jumlah penduduk Desa Les pada tahun 2012 sebesar 7.699 jiwa yang terdiri dari 3.866 laki-laki dan 3.831 perempuan dengan 2.240 kepala keluarga. Masyarakat Desa Les memiliki mata pencaharian beragam yang sebagian besar sebagai petani. Adapun spesifikasi jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 3.1: Tabel 3.1 Jumlah Penduduk Desa Les Berdasarkan Struktur Mata Pencaharian No
Jenis Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Petani Buruh Tani Pegawai Negeri Sipil Pengrajin Industri Rumah Tangga Pedagang Keliling Peternak Nelayan Pembantu Rumah Tangga Montir TNI POLRI Pensiunan Pengusaha Kecil & Menengah Pengusaha Besar Dosen swasta Karyawan Perusahaan Swasta Karyawan Perusahaan Pemerintah Tanpa Mata Pencaharian Jumlah
Jumlah (orang) 1481 383 80 41 33 1024 115 65 8 3 5 18 13 2 1 676 11 3770 7699
Persentase (%) 19,25 4,98 1,05 0,53 0,43 13,30 1,49 0,86 0,10 0,04 0,06 0,24 0,17 0,03 0,01 8,78 0,14 51,46 100,00
Sumber: Profil Desa Les (2012)
27
Tabel 3.1 menunjukkan bahwa sebagaian besar penduduk Desa Les bekerja sebagai petani dengan persentase sebesar 19,25%, buruh tani (4,98%), peternak sebesar 13,30%, karyawan perusahaan swasta sebesar 8,78% dan nelayan 1,49%. Meskipun sebagian besar penduduk Desa Les adalah petani, namun padi bukan merupakan hasil pertanian utama karena terbatasnya persawahan yang ada di Desa Les. Sebaliknya hasil perkebunan menjadi salah satu komoditas utama desa tersebut. Sebagian besar Desa Les merupakan lahan kering yang sangat cocok untuk tanaman rambutan, jagung dan mangga. Hasil produksi utama desa ini adalah rambutan sebanyak 407 ton/ha, jagung sebanyak 32 ton/ha dan mangga 9 ton/ha. Selain pertanian dan perkebunan Desa Les juga mempunyai hasil produksi di bidang kelautan yaitu ikan tuna sebanyak 16 ton/tahun dan cumi 0,3 ton/tahun. Selain ikan konsumsi, Desa Les juga menghasilkan ikan hias yang cukup banyak dari berbagai jenis/spesies.
3.2.2. Karakteristik Sosio Budaya Mayoritas penduduk Desa Les menganut agama Hindu dengan menggunakan bahasa sehari-hari yaitu bahasa Bali. Masyarakat Desa Les memiliki pola kehidupan masyarakat yang berkelompok dengan membentuk dusun yang dibagi menjadi sembilan dusun sebagai kesatuan adat. Adapun dusun-dusun tersebut adalah dusun Butiang,
28
Kanginan,
Kawanan,
Lempedu,
Panjingan,
Panyumbahan,
Selonding, Tegallinggah, dan Dusun Tubuh.
3.3. Pantai Les 3.4.1. Kondisi Fisik 3.4.1.1. Kondisi Fisik Pantai Les Pantai Les terletak di daerah pesisir Desa Les tepatnya di Dusun Panyumbahan dengan panjang pantai 2 km. Morfologi pantainya digolongkan sebagai Mountainous Coast atau pantai yang dibentuk oleh aktivitas gunung berapi (Bapedalda Bali dalam Anggraeni, 2003: 50). Oleh karena itu pantai Desa Les tidak disusun oleh pasir putih seperti umumnya pantai di daerah selatan melainkan bebatuan dari ukuran bongkahan, kerikil sampai pasir kelabu. Selanjutnya menurut Bapedalda Dali dalam Anggraeni (2003: 50): “…pasir dan kerikil di daerah Bali Utara berasal dari hasil letusan gunung api seperti Gunung Agung dan Gunung Batur berupa lahar yang mengalir ke daerah pesisir dan mengalami pengendapan berupa pasir abu-abu yang merupakan tipe pasir yang paling banyak dijumpai di wilayah pesisir di Kabupaten Tabanan, Jembrana, dan Buleleng.” Kondisi Pantai Les masih cukup baik dengan kemiringan tepi pantai 0°-10°. Jenis material tanah di tepi pantai adalah pasir berbatu dengan warna material pantai adalah pasir berwarna hitam. Sedangkan material dasar lautnya adalah pasir halus, batu karang dan kerikil.
29
Tingkat abrasi Pantai Les relatif rendah yaitu 1-2 m/tahun. Pantai Les juga memiliki arus dan tinggi gelombang sedang yaitu rata-rata 1m. Warna air laut di Desa Les adalah biru dengan bau air normal dan memiliki temperatur air normal.
3.4.1.2. Kondisi Fisik Belakang Pantai Daerah belakang Pantai Les memiliki kondisi lingkungan dan tingkat
kebersihan
sedang.
Kondisi
itu disebabkan oleh
kebersihan kawasan itu kurang diperhatikan karena masih banyak sampah-sampah organik yang berasal dari pepohonan di sekitar kawasan. Selain itu, kawasan belakang pantai sekaligus menjadi kawasan pemukiman penduduk dimana rumah-rumah tersebut belum tertata dan masih terlihat kumuh. Meskipun tingkat kebersihan di kawasan belakang pantai ini belum begitu baik, namun Pantai Les memiliki tingkat kebisingan yang rendah karena pantai terletak jauh dari keramaian dan jalan raya. Keberadaan pepohonan di kawasan belakang pantai, terutama pohon kelapa, menyebabkan Pantai Les menjadi pantai yang teduh.
3.4.2. Kondisi Sarana Wisata Kawasan Pantai Les belum memiliki sarana wisata yang memadai seperti kawasan wisata umumnya yang ada di Bali.
30
Keadaan ini terjadi karena kegiatan pariwisata khususnya wisata bahari belum berkembang. Sejauh ini jika ada wisatawan yang berkunjung dan melakukan kegiatan wisata masih memanfaatkan sarana yang ada di kelompok pengelola ikan hias yang mengelola kegiatan wisata bahari. Saat ini salah satu lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan bekerjasama dengan salah seorang penduduk lokal sedang melakukan pembangunan sebuah tempat bilas sekaligus tempat berteduh yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh eisatawan yang berkunjung untuk melakukan kegiatan wisata bahari.
3.4.3. Kondisi Bawah Air Kondisi alam bawah air Desa Les saat ini sudah sangat baik jika dibandingkan dengan kondisinya tahun 1987 ketika para nelayan diperkenalkan dengan metode penangkapan ikan hias menggunakan sianida. Metode ini digunakan oleh para nelayan ikan hias Desa Les karena dengan metode ini nelayan dapat menangkap ikan hias yang lebih banyak jika dibandingkan dengan penangkapan menggunakan alat konvensional seperti jaring. Tahun 1999/2000 nelayan mulai menyadari bahwa penangkapan ikan hias menggunakan sianida berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan para nelayan. Sehingga sejak tahun 2001 nelayan mulai melakukan penangkapan ikan hias dengan peralatan yang ramah
31
lingkungan dan mulai melakukan kegiatan budidaya terumbu karang melalui transplantasi terumbu karang. Saat ini terumbu karang yang dibudidayakan telah mulai tumbuh dan kembali menjadi rumah bagi ikan hias. Terumbu karang inilah yang menjadi daya tarik utama kegiatan wisata bahari Desa Les
3.4. Pengelolaan Wisata Bahari Desa Les Sebelum tahun 1980, terumbu karang Desa Les masih dalam keadaan sangat bagus tanpa adanya gangguan penangkapan ikan hias. Penangkapan ikan hias di Desa Les telah ada semenjak tahun 1980 namun mulai diminati para nelayan semenjak tahun 1987 para nelayan melakukan penangkapan ikan hias dengan menggunakan sianida. Hal ini dilakukan para nelayan untuk mendapatkan ikan hias dalam jumlah besar dan belum menyadari dampak
sianida
terhadap
alam.
Penangkapan
ikan
hias
dengan
menggunakan sianida ini bertahan hingga ± 10 tahun, hingga akhirnya pada tahun 1999/2000 nelayan semakin sadar akan dampak buruk sianida baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan. Pada 29 Oktober 2001, dengan bantuan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pelestarian terumbu karang, dibentuk kelompok nelayan ikan hias ramah lingkungan yang bernama Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan untuk menaikkan harga ikan hias, memberi legalitas kepada usaha, meningkatkan kesejahteraan anggota, dan menyelamatkan terumbu karang beserta biotanya dengan
32
menerapkan cara tangkap yang ramah lingkungan yaitu dengan jaring penghalang ( Barrier Net ). Adapun struktur organisasi kelompok nelayan ini adalah sebagai berikut:
Pelindung Kepala Desa Les Nengah Alus Kelian Adat Jero Ketut Nurai Ketua Made Merta
Sekretaris Nyoman Triada
Bendahara
Humas
Pemasaran
Gede Gumiarta
Nyoman Widia
Made Partiana
Sumber: AD/ART Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari beranggotakan 70 orang nelayan dimana sebagian besar dari mereka adalah penduduk asli Desa Les dan hanya lima orang yang berasal dari Desa Tejakula. Meskipun tujuan awal pembentukan kelompok ini adalah berkaitan dengan penjualan ikan hias, namun kini kelompok ini juga berperan sebagai penanggungjawab dalam budidaya terumbu karang dan pengelola kegiatan
33
wisata bahari Desa Les. Hingga saat ini kegiatan wisata bahari yang dapat dilakukan adalah diving dan snorkeling. Wisatawan yang ingi melakukan aktivitas diving maupun snorkeling dapat menyewa peralatan dan guide sekaligus di kelompok ini. Harga yang ditawarkan untuk sewa peralatan diving sebesar Rp. 250.000,00/orang dan biaya jasa guide sebesar Rp. 150.000,00/orang. Wisatawan yang banyak berkunjung ke Pantai Les berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Kalimantan. Adapula wisatawan mancanegara seperti Australia, Belanda, India, Phillipina,dan Perancis. Selain wisatawan yang berkunjung untuk melakukan aktivitas wisata, banyak pula stasiun TV nasional maupun internasional yang melakukan liputan di Desa Les khususnya meliput mengenai budidaya terumbu karang. Stasiun TV tersebut seperti Trans 7, Metro TV, RCTI, CNN dan Aljazeera. Wisatawan yang berkunjung biasanya merupakan wisatawan yang menginap di villa-villa yang banyak terdpat di desa-desa sekitar Desa Les. Kelompok Mina Bhakti Soansari sebagai pengelola kegiatan wisata bahari juga melakukan kerjasama dengan beberapa villa dalam memasarkan produk wisata mereka. Namun sayangnya tingkat kunjungan wisatawan ke Pantai Les masih rendah. Kunjungan wisatawan setiap bulan yang melakukan kegiatan diving maupun snorkeling antara 4-6 orang. Wisatawan ini biasanya menginap di villa-villa yang berada di sekitar Desa Les.
34
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Kondisi Fisik Desa Les 4.1.1.
Letak Geografis Desa Les merupakan salah satu desa yang terletak di wilayah Kecamatan Tejakula,
Kabupaten Buleleng, Propinsi Bali.
Berdasarkan klasifikasi desa tahun 2001, Desa Les dengan luas desa 797 ha digolongkan kedalam desa swakarya madya. Desa tersebut terdiri dari sembilan dusun yaitu: Dusun Selunding, Dusun Butiang, Dusun Tubuh, Dusun Panjingan, Dusun Kanginan, Dusun Kawanan, Dusun Lempedu, Dusun Tegal Linggah dan Dusun Panyumbahan. Berdasarkan monografi Desa Les tahun 2012 disebutkan batas-batas administrasi desa tersebut adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Laut Jawa
b. Sebelah Selatan : Hutan Bangli c. Sebelah Timur
: Desa Penuktukan
d. Sebelah Barat
: Desa Tejakula
Sedangkan batas-batas alam Desa Les adalah sebagai berikut: a. Sebelah Utara
: Laut
b. Sebelah Selatan : Pegunungan c. Sebelah Timur
: Sungai
d. Sebelah Barat
: Sungai 35
Desa Les berjarak 3 Km dari pusat pemerintahan Kecamatan Tejakula dan 35 Km dari pusat pemerintahan kota administratif dan Ibu Kota Kabupaten Buleleng yaitu Singaraja dengan waktu tempuh 45 menit dengan kendaraan bermotor. Sedangkan dari Ibu kota Propinsi yaitu Denpasar berjarak 114 Km dengan waktu tempuh 3 jam 15 menit. 4.1.2.
Topografi dan Geologi Seperti desa lainnya di Kabupaten Buleleng, Desa Les terdiri dari daerah pegunungan dan perbukitan di bagian selatan serta daerah pantai di bagian utara. Desa Les berada pada ketinggian 0250 meter di atas permukaan laut yang wilayah lahannya berupa daerah dataran dan perbukitan. Wilayah yang datar terdapat di daerah pesisir sedangkan semakin jauh dari pantai menuju ke arah pegunungan lerengnya semakin curam. Jenis material tanah di Desa Les berupa tanah latosol yang berwarna cokelat kemerahan dengan kestabilan dan daya serap tanah baik. Sedangkan daerah yang dekat dengan pantai, jenis material tanahnya sebagian besar h tanah berpasir dan berbatu kerikil.
4.1.3.
Hidrologi Meskipun Desa Les terletak di wilayah pesisir akan tetapi Desa tersebut memiliki dua buah sumber mata air tawar yang cukup besar yang berasal dari perbukitan. Selain itu, penduduk juga memanfaatkan sumur gali dan sumur pompa sebagai sumber 36
mata air mereka. Akan tetapi sebagian besar masyarakat memanfaatkan air PAM yang dikelola desa. 4.1.4.
Klimatologi Desa Les memiliki iklim tropis dengan suhu udara rata-rata tahunan 28°C-31°C sehingga desa tersebut memiliki temperatus yang cukup panas. Musim kemarau terjadi pada bulan MeiOktober dan musim hujan terjadi bulan Desember-April. Curah hujan Desa Les relatif rendah yaitu ±127,9mm/tahun
4.1.5.
Tata Guna Lahan Luas Desa Les adalah 797 Ha yang sebagian besar lahannya dimanfaatkan untuk persawahan, ladang dan hutan. Sedangkan luas lahan yang dimanfaatkan sebagai sarana wisata cukup kecil yaitu sebesar 0,05 Ha.
4.2. Masyarakat Desa Les 4.2.1. Karakteristik Sosio Ekonomi Secara demografis, jumlah penduduk Desa Les pada tahun 2012 sebesar 7.699 jiwa yang terdiri dari 3.866 laki-laki dan 3.831 perempuan dengan 2.240 kepala keluarga. Masyarakat Desa Les memiliki mata pencaharian beragam yang sebagian besar sebagai petani. Adapun spesifikasi jumlah penduduk menurut mata pencaharian dapat dilihat pada tabel 3.1:
37
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Desa Les Berdasarkan Struktur Mata Pencaharian No
Jenis Pekerjaan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
Petani Buruh Tani Pegawai Negeri Sipil Pengrajin Industri Rumah Tangga Pedagang Keliling Peternak Nelayan Pembantu Rumah Tangga Montir TNI POLRI Pensiunan Pengusaha Kecil & Menengah Pengusaha Besar Dosen swasta Karyawan Perusahaan Swasta Karyawan Perusahaan Pemerintah Tanpa Mata Pencaharian Jumlah
Jumlah (orang) 1481 383 80 41 33 1024 115 65 8 3 5 18 13 2 1 676 11 3770 7699
Persentase (%) 19,25 4,98 1,05 0,53 0,43 13,30 1,49 0,86 0,10 0,04 0,06 0,24 0,17 0,03 0,01 8,78 0,14 51,46 100,00
Sumber: Profil Desa Les (2012)
Tabel 3.1 menunjukkan bahwa sebagaian besar penduduk Desa Les bekerja sebagai petani dengan persentase sebesar 19,25%, buruh tani (4,98%), peternak sebesar 13,30%, karyawan perusahaan swasta sebesar 8,78% dan nelayan 1,49%. Meskipun sebagian besar penduduk Desa Les adalah petani, namun padi bukan merupakan hasil pertanian utama karena terbatasnya persawahan yang ada di Desa Les. Sebaliknya hasil perkebunan menjadi salah satu komoditas utama desa tersebut. Sebagian besar Desa Les merupakan lahan kering yang sangat cocok untuk tanaman rambutan, jagung dan mangga. Hasil produksi utama 38
desa ini adalah rambutan sebanyak 407 ton/ha, jagung sebanyak 32 ton/ha dan mangga 9 ton/ha. Selain pertanian dan perkebunan Desa Les juga mempunyai hasil produksi di bidang kelautan yaitu ikan tuna sebanyak 16 ton/tahun dan cumi 0,3 ton/tahun. Selain ikan konsumsi, Desa Les juga menghasilkan ikan hias yang cukup banyak dari berbagai jenis/spesies. 4.2.2. Karakteristik Sosio Budaya Mayoritas penduduk Desa Les menganut agama Hindu dengan menggunakan bahasa sehari-hari yaitu bahasa Bali. Masyarakat Desa Les memiliki pola kehidupan masyarakat yang berkelompok dengan membentuk dusun yang dibagi menjadi sembilan dusun sebagai kesatuan adat. Adapun dusun-dusun tersebut adalah dusun Butiang, Kanginan,
Kawanan,
Lempedu,
Panjingan,
Panyumbahan,
Selonding, Tegallinggah, dan Dusun Tubuh.
4.3. Pantai Desa Les 4.3.1. Kondisi Fisik 4.3.1.1. Kondisi Fisik Pantai Les Pantai Les terletak di daerah pesisir Desa Les tepatnya di Dusun Panyumbahan dengan panjang pantai 2 km. Morfologi pantainya digolongkan sebagai Mountainous Coast atau pantai yang dibentuk oleh aktivitas gunung berapi (Bapedalda Bali dalam Anggraeni, 2003: 50). Oleh karena itu pantai Desa Les tidak disusun oleh pasir putih seperti umumnya pantai di daerah 39
selatan melainkan bebatuan dari ukuran bongkahan, kerikil sampai pasir kelabu. Selanjutnya menurut Bapedalda Bali dalam Anggraeni (2003: 50): “…pasir dan kerikil di daerah Bali Utara berasal dari hasil letusan gunung api seperti Gunung Agung dan Gunung Batur berupa lahar yang mengalir ke daerah pesisir dan mengalami pengendapan berupa pasir abu-abu yang merupakan tipe pasir yang paling banyak dijumpai di wilayah pesisir di Kabupaten Tabanan, Jembrana, dan Buleleng.” Kondisi Pantai Les masih cukup baik dengan kemiringan tepi pantai 0°-10°. Jenis material tanah di tepi pantai adalah pasir berbatu dengan warna material pantai adalah pasir berwarna hitam. Sedangkan material dasar lautnya adalah pasir halus, batu karang dan kerikil. Tingkat abrasi Pantai Les relatif rendah yaitu 1-2 m/tahun. Pantai Les juga memiliki arus dan tinggi gelombang sedang yaitu rata-rata 1m. Warna air laut di Desa Les adalah biru dengan bau air normal dan memiliki temperatur air normal. 4.3.1.2. Kondisi Fisik Belakang Pantai Daerah belakang Pantai Les memiliki kondisi lingkungan dan tingkat
kebersihan sedang.
Kondisi
itu disebabkan oleh
kebersihan kawasan itu kurang diperhatikan karena masih banyak sampah-sampah organik yang berasal dari pepohonan di sekitar kawasan. Selain itu, kawasan belakang pantai sekaligus menjadi kawasan pemukiman penduduk dimana rumah-rumah tersebut belum tertata dan masih terlihat kumuh.
40
Meskipun tingkat kebersihan di kawasan belakang pantai ini belum begitu baik, namun Pantai Les memiliki tingkat kebisingan yang rendah karena pantai terletak jauh dari keramaian dan jalan raya. Keberadaan pepohonan di kawasan belakang pantai, terutama pohon kelapa, menyebabkan Pantai Les menjadi pantai yang teduh. 4.3.2. Kondisi Sarana Wisata Kawasan Pantai Les belum memiliki sarana wisata yang memadai seperti kawasan wisata umumnya yang ada di Bali. Keadaan ini terjadi karena kegiatan pariwisata khususnya wisata bahari belum berkembang. Sejauh ini jika ada wisatawan yang berkunjung dan melakukan kegiatan wisata masih memanfaatkan sarana yang ada di kelompok pengelola ikan hias yang mengelola kegiatan wisata bahari. Saat ini salah satu lembaga swadaya masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan bekerjasama dengan salah seorang penduduk lokal sedang melakukan pembangunan sebuah tempat bilas sekaligus tempat berteduh yang nantinya dapat dimanfaatkan oleh wisatawan yang berkunjung untuk melakukan kegiatan wisata bahari. 4.3.3. Kondisi Alam Bawah Air Kondisi alam bawah air Desa Les saat ini sudah sangat baik jika dibandingkan dengan kondisinya tahun 1987 ketika para nelayan diperkenalkan dengan metode penangkapan ikan hias menggunakan sianida. Metode ini digunakan oleh para nelayan ikan hias Desa Les 41
karena dengan metode ini nelayan dapat menangkap ikan hias yang lebih banyak jika dibandingkan dengan penangkapan menggunakan alat konvensional seperti jaring. Tahun 1999/2000 nelayan mulai menyadari bahwa penangkapan ikan hias menggunakan sianida berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan para nelayan. Sehingga sejak tahun 2001 nelayan mulai melakukan penangkapan ikan hias dengan peralatan yang ramah lingkungan dan mulai melakukan kegiatan budidaya terumbu karang melalui transplantasi terumbu karang. Saat ini terumbu karang yang dibudidayakan telah mulai tumbuh dan kembali menjadi rumah bagi ikan hias. Terumbu karang inilah yang menjadi daya tarik utama kegiatan wisata bahari Desa Les.
4.4. Pengelolaan Wisata Bahari Desa Les Sebelum tahun 1980, terumbu karang Desa Les masih dalam keadaan sangat bagus tanpa adanya gangguan penangkapan ikan hias. Penangkapan ikan hias di Desa Les dimulai tahun 1980an, namun semakin semarak dan merusak
semenjak tahun 1987,
dimana para nelayan melakukan
penangkapan ikan hias menggunakan sianida. Hal ini dilakukan para nelayan untuk mendapatkan ikan hias dalam jumlah besar dan belum menyadari dampak sianida tersebut terhadap alam. Penangkapan ikan hias dengan menggunakan sianida ini bertahan ± 10 tahun, hingga akhirnya pada tahun 1999/2000 nelayan semakin sadar akan dampak buruk sianida baik bagi lingkungan maupun bagi kesehatan manusia. 42
Pada 29 Oktober 2001, dengan bantuan sebuah yayasan yang bergerak di bidang pelestarian terumbu karang, dibentuk kelompok nelayan ikan hias ramah lingkungan yang bernama Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari. Kelompok ini dibentuk dengan tujuan untuk menaikkan harga ikan hias, memberi legalitas kepada usaha, meningkatkan kesejahteraan anggota, dan menyelamatkan terumbu karang beserta biotanya dengan menerapkan cara tangkap yang ramah lingkungan yaitu dengan jaring penghalang ( Barrier Net ). Adapun struktur organisasi kelompok nelayan ini adalah sebagai berikut: Pelindung Kepala Desa Les Nengah Alus Kelian Adat Jero Ketut Nurai Ketua Made Merta
Sekretaris Nyoman Triada
Bendahara
Humas
Pemasaran
Gede Gumiarta
Nyoman Widia
Made Partiana
Sumber: AD/ART Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari
43
Kelompok Nelayan Ikan Hias Mina Bhakti Soansari beranggotakan 70 orang nelayan dimana sebagian besar dari mereka adalah penduduk asli Desa Les dan hanya lima orang yang berasal dari Desa Tejakula. Meskipun tujuan awal pembentukan kelompok ini adalah berkaitan dengan penjualan ikan hias, namun kini kelompok tersebut juga berperan sebagai penanggungjawab dalam budidaya terumbu karang dan pengelola kegiatan wisata bahari Desa Les. Hingga saat ini kegiatan wisata bahari yang dapat dilakukan adalah diving dan snorkeling. Wisatawan yang ingin melakukan aktivitas diving maupun snorkeling dapat menyewa peralatan dan guide sekaligus di kelompok ini. Harga yang ditawarkan untuk sewa peralatan diving sebesar Rp. 250.000,00/orang dan biaya jasa guide sebesar Rp. 150.000,00/orang. Wisatawan yang banyak berkunjung ke Pantai Les berasal dari berbagai daerah di Indonesia seperti Jakarta dan Kalimantan. Adapula wisatawan mancanegara seperti Australia, Belanda, India, Phillipina,dan Perancis. Selain wisatawan yang berkunjung untuk melakukan aktivitas wisata, banyak pula stasiun TV nasional maupun internasional yang melakukan liputan di Desa Les khususnya meliput mengenai budidaya terumbu karang. Stasiun TV tersebut seperti Trans 7, Metro TV, RCTI, CNN dan Aljazeera. Wisatawan yang berkunjung biasanya merupakan wisatawan yang menginap di villa-villa yang banyak terdapat di desa-desa sekitar Desa Les. Kelompok Mina Bhakti Soansari sebagai pengelola kegiatan wisata bahari juga melakukan kerjasama dengan beberapa villa dalam memasarkan produk wisata mereka. Namun sayangnya tingkat kunjungan wisatawan ke 44
Pantai Les masih rendah. Kunjungan wisatawan setiap bulan yang melakukan kegiatan diving maupun snorkeling antara 4-6 orang.
45
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Karakteristik Masyarakat Desa Les Penelitian ini melibatkan masyarakat yang dipilih secara purposif dan aksidental (purposive acsidental sampling), dimana anggota masyarakat yang dijumpai di lokasi penelitian dan merupakan anggota masyarakat Desa Les, berumur minimal 17 tahun, maka mereka dipilih sebagai sampel. Dari hasil penelitian 100 masyarakat sebagai responden yang diwawancarai tersebut, maka dapat digambarkan karakteristik masyarakat Desa Les, Kecamatan Tejakula, Kabupaten Buleleng adalah sebagai berikut:
1. Karakteristik Sosio-Demografis Karakteristik sosio-demografis masyarakat di Desa Les dapat ditinjau dari jenis kelamin, umur, status perkawinan, tingkat pendidikan, pekerjaan dan tingkat pendapatan, jumlah keluarga yang bekerja, dan jumlah tanggungan. Berikut akan disajikan grafik dari variabel karakteristik sosiodemografis sesuai hasil temuan di lapangan.
46
Gambar 5.1 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Jenis Kelamin n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
Gambar 5.1 menunjukkan masyarakat di Desa Les yang yang menjadi sampel penelitian sebanyak 98 persen berjenis kelamin laki-laki dan 2 persen berjenis kelamin perempuan. Hal ini disebabkan di lapangan yang paling sering di jumpai dekat dengan kawasan pantai adalah laki-laki yang sebagian besar berprofesi sebagai nelayan. Gambar 5.2 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Tingkat Pendidikan n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
47
Gambar 5.2 menunjukkan bahwa responden yakni masyarakat Desa Les berdasarkan tingkat pendidikan adalah 48 persen tidak tamat di bangku sekolah dasar (SD), 29 persen persen berpendidikan SD, sebanyak 22 persen tingkat pendidikannya SMP dan hanya 1persen berpendidikan SMA.
Hal
tersebut dapat menggambarkan tentang masih rendahnya pendidikan masyarakat Desa Les, terutama masyarakat nelayan yang terpilih sebagai responden.
Kondisi tersebut membutuhkan perhatian yang serius, karena
pendidikan
yang
rendah
bermakna
pula
kualitas
pengetahuan dan
keterampilan masyarakat masih rendah, sehingga produktifitas mereka juga rendah. Hal tersebut akan berkorelasi positif terhadap tingkat kesejahteraan mereka. Gambar 5.3 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Umur n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
Gambar 5.3 menunjukkan masyarakat di Desa Les yang merupakan sampel penelitian berdasarkan umur adalah 41 persen berumur 42 – 49 tahun, 31 persen berumur 34 – 41 tahun, 22 persen berumur 50 – 56 tahun, 3 persen 48
berumur 26 – 33 tahun yang terendah adalah berumur melebihi 56 tahun sebesar 3 persen. Data tersebut menggambarkan bahwa jumlah responden yang berumur kurang dari 50 tahun sebanyak 75 persen, sedangkan 25 persen sisanya berumur 50 tahun atau lebih. Hal ini menunjukkan bahwa masyarakat di desa tersebut masih sehat dan produktif dan masih mampu bekerja untuk menghasilkan pendapatan buat keluarga mereka. Dari struktur pekerjaan utama yang digelutinya, masyarakat Desa Les sebagian besar nelayan (64%), buruh tani sebanyak 27 persen, pedagang dan pengusaha masing-masing sebanyak 5 dan 4 persen.
Hal tersebut
menggambarkan bahwa msyarakat Desa Les sebagian besar masih berkutat pada sektor primer (pertanian dalam arti luas), hanya sebagian kecil pada sektor tersier (perdagangan dan jasa).
Gambarannya dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 5.4 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Pekerjaan Utama n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
49
Selain memiliki pekerjaan utama seperti yang terlihat pada Gambar 5.4, masyarakat Desa Les juga memiliki pekerjaan tambahan yang dilakukannya semasih mereka memiliki waktu luang ataupun dilakukan bersamaan saat mereka melaksanakan pekerjaan utamanya. Pekerjaan tambahan berkaitan dengan tingkat penghasilan yang umumnya lebih rendah daripada penghasilan pekerjaan utama maupun waktu yang diluangkan untuk melakukan pekerjaan tersebut.
Apabila satu pekerjaan memberikan penghasilan lebih besar
daripada pekerjaan lainnya, maka pekerjaan yang disebutkan pertama adalah pekerjaan utama, demikian pula dengan waktu yang diluangkan, pekerjaan utama akan menghabiskan waktu lebih lama daripada pekerjaan tambahan. Gambar 5.5 menunjukkan pendapat responden tentang pekerjaan tambahan yang mereka geluti. Gambar 5.5 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Pekerjaan Tambahan n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
50
Gambar 5.5 menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Les selain memiliki pekerjaan utama juga memiliki pekerjaan tambahan yaitu : Beternak (32%), petani (30%), Pedagang (11%), pramuwisata (9%), buruh harian (8%), Beternak dan petani (7%) dan terendah nelayan dan ternak (3%).
Data
tersebut juga menggambarkan bahwa pekerjaan tambahan masyarakat Desa Les masih berada pada sektor primer (72%), walaupun 27 persen sisanya sudah beraktivitas pada sektor tersier, malahan sudah ada yang berprofesi sebagai pramuwisata kegiatan snorkeling maupun diving yang dilakukan di wilayah mereka. Ke depan apabila kegiatan kepariwistaan di desa tersebut berkembang pesat sudah tentu masyarakat yang terlibat di dalam kegiatan kepariwisataan akan semakin banyak, sehingga diharapkan penghasilan mereka juga semakin tinggi. Apabila dikaitkan antara pekerjaan utama masyarakat dengan tingkat penghasilan mereka, maka tergambarkan bahwa 94 persen masyarakat berpenghasilan 2 juta atau kurang per bulan (bahkan hampir 40% berpenghasilan kurang dari satu juta rupiah per bulan).
Ini sangat
memprihatinkan terutama menghadapi kondisi saat sekarang dimana hargaharga
melambung
tinggi,
sehingga
dapat
dibayangkan
betapa
memprihatinkannya kehidupan nelayan di Desa Les. Kondisi tersebut juga dapat menggambarkan kenapa tingkat pendidikan masyarakatnya rendah, bisa jadi disebabkan karena ketiadaan biaya untuk pendidikan bagi anak-anak mereka. Gambar 6 menunjukkan proporsi penghasilan masyarakat Desa Les per bulan dari pekerjaan utama. 51
Gambar 5.6 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Penghasilan Pekerjaan Utama n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
Gambar 5.7 menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Les selain memiliki penghasilan dari pekerjaan utama, juga memiliki penghasilan dari pekerjaan tambahan. Penghasilan masyarakat Desa Les berdasarkan pekerjaan tambahan, sebagian besar (89%) pendapatan tambahannya kurang dari Rp. 500.000,- dan 11 persen dengan tingkat pendapatan tambahan Rp. 500.000,- Rp. 1.000.000,- per bulan. Dengan pengasilan tambahan yang sangat rendah ini menggambarkan bahwa masyarakat Desa Les masih mengutamakan pekerjaan utama dibandingkan pekerjaan tambahan, dimana pekerjaan tambahan yang paling banyak dilakukan adalah bertani, sedangkan pekerjaan utama mereka adalah nelayan.
52
Gambar 5.7 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Penghasilan Pekerjaan Tambahan n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
Gambar 5.8 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Status Pernikahan n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
Gambar 5.8 menjelaskan bahwa responden berdasarkan status pernikahan yaitu sebagian besar yaitu 86 persen sudah menikah, 4 persen belum menikah dan ada 10 persen responden yang sudah bercerai. 53
Gambar 5.9 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Jumlah Anak n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
Gambar 5.9 menunjukkan bahwa masyarakat di Desa Les yang memiliki jumlah anak 2 orang yaitu 30 persen, memiliki 1 anak sebanyak 24 persen, 23 persen memiliki 3 orang anak, 13 persen memiliki 4 anak dan 10 persen tanpa memiliki anak. Hal ini berarti masyarakat Desa Les yang diwakili oleh responden, sebanyak 66 persen memiliki anak antara 2-4 orang, sebanyak 30 persen memiliki baru satu orang anak, dan 10 persen sisanya belum atau tidak memiliki anak. Data tersebut berkaitan dengan jumlah tanggungan dalam keluarga seperti yang ditunjukkan dalam Gambar 5.10, bahwa sebanyak 78 persen anggota masyarakat Desa Les memiliki jumlah tanggungan 3-6 orang, dan sisanya memiliki tanggungan dua orang atau kurang. Kondisi tersebut tentu berat apalagi jika dikaitkan dengan jumlah penghasilan mereka yang rata-rata masih rendah. Demikian pula dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja. Hanya 47 persen reponden yang menyatakan bahwa jumlah anggota
54
keluarga mereka yang bekerja lebih dari satu orang (2 orang), sedangkan sebagian besar dari mereka (53%) yang bekerja hanya kepala keluarganya. Gambar 5.10 Persentase Masyarakat Desa Les berdasarkan Jumlah Tanggungan n=100
Sumber: Data Olahan Penelitian 2013
5.2
Keterlibatan Masyarakat dalam Kegiatan Pariwisata Bahari di Desa Les Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebesar 65 persen masyarakat tidak mengetahui bahwa Desa Les dijadikan sebagai desa wisata dan 35 persen mengetahui desanya dijadikan sebagai desa wisata. Ketidak tahuan mereka diakibatkan karena interaksi masyarakat dengan pihak pemerintah yang menetapkan desa mereka sebagai desa wisata jarang terjadi, ketidak acuhan mereka
terhadap
perkembangan
desa
mereka
sebagai
akibat
dari
tercurahkannya seluruh waktu mereka untuk bekerja dan mengurus keluarga, selain juga disebabkan oleh informasi yang bersumber dari berbagai media jarang mereka manfaatkan. Masyarakat yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam kegiatan wisata bahari di Desa Les hanya sebesaar 22 persen, 55
sedangkan 78 persen tidak terlibat dalam kegiatan tersebut. Dari 22 persen masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata bahari tersebut sebagian besar (55 %) baru terlibat selama 1 tahun atau kurang, sedangkan sisanya sudah terlibat selama 2 – 3 tahun. Tingkat kunjungan wisatawan yang masih rendah diduga berdampak pada rendahnya keterlibatan masyarakat dalam kegiatan wisata bahari ini. Masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata umumnya berperan sebagai guide diving dan snorkeling. Selain itu mereka juga terlibat sebagai penyedia alat transportasi dan akomodasi serta kegiatan kebersihan. Beberapa masyarakat juga terlibat secara tidak langsung dalam kegiatan pariwisata yakni dalam pembudidayaan terumbu karang, dimana terumbu karang adalah daya tarik utama wisata bahari di Desa Les. Anggota masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata bahari ini hanya warga laki-laki, sedangkan warga perempuan belum ada yang terlibat sama sekali dalam kegiatan wisata bahari di desa mereka. Selain karena rendahnya tingkat kunjungan wisatawan, rendahnya keterlibatan masyarakat juga disebabkan karena masih terbatasnya aktivitas wisata yang dilakukan wisatawan di Desa Les. Wisatawan yang berkunjung hanya melakukan kegiatan diving atau snorkeling, sedangkan untuk menginap, wisatawan yang berkunjung ke Desa Les menginap di villa-villa yang banyak terdapat di desa-desa sekitar Desa Les seperti Desa Sambirenteng dan Desa Bondalem. 56
Saat penelitian ini dilakukan, kegiatan wisata bahari dan budidaya terumbu karang lebih banyak berjalan karena adanya bantuan dari pihak swasta, dimana ada satu perusahaan yang bergerak dibidang budidaya terumbu karang memberikan pendanaan untuk pelestarian dan budidaya terumbu karang, sekaligus memberikan bantuan alat-alat menyelam. Sarana bantuan tersebutlah yang oleh masyarakat nelayan di Desa Les dimanfaatkan untuk melakukan kegiatan wisata bahari. Masyarakat yang terlibat sejauh ini lebih banyak mereka yang berprofesi sebagai nelayan karena dianggap mereka yang bersentuhan langsung dengan kegiatan wisata bahari ini. Saat ini pemerintah Desa Les sedang dalam proses pembentukan kelompok sadar wisata (Darwis), dimana dengan pembentukan kelompok ini diharapkan masyarakat Desa Les lebih memahami kegiatan pariwisata yang nantinya mampu membawa mereka terlibat secara langsung dengan kegiatan pariwisata termasuk wisata bahari.
5.3 Keuntungan Masyarakat dari Kegiatan Pariwisata Bahari di Desa Les Perkembangan wisata bahari di Desa Les mulai memberikan keuntungankeuntungan bagi masyarakat berupa keuntungan ekonomis dan non ekonomis. Berdasarkan hasil penelitian sebanyak 30 persen masyarakat menyatakan bahwa mereka merasakan keuntungan dari wisata bahari yang ada di Desa Les. Keuntungan yang diberikan oleh kegiatan wisata bahari tidak seluruhnya berdampak langsung kepada masyarakat. Secara ekonomi, keuntungan dirasakan oleh masyarakat yang langsung bekerja di bidang wisata bahari 57
sebagai pemandu maupun mereka yang bekerja di pembudidayaan terumbu karang. Selain mereka yang terlibat langsung, keuntungan juga diperoleh oleh para nelayan khususnya nelayan ikan hias.
Bagi para pemandu kegiatan
diving dan snorkeling, mereka mendapatkan jasa dari wisatawan sebanyak RP 150.000,00 untuk setiap pemandu dimana seorang pemandu dapat memandu maksimal dua orang wisatawan dengan penyelaman maksimal dua kali. Selain biaya yang langsung diberikan kepada pemandu, wisatawan juga membayar biaya peralatan menyelam dimana untuk masing-masing wisatawan membayar Rp. 250.000,00 untuk dua kali menyelam. Biaya ini dibayarkan kepada kelompok nelayan ikan hias sebagai pengelola kegiatan. Biaya peralatan ini nantinya dimanfaatkan oleh kelompok untuk membiayai kebutuhan-kebutuhan kelompok, memajukan kegiatan penjualan ikan hias, dan membantu anggota yang kekurangan dana dalam kegiatannya menangkap ikan hias. Dana ini dimanfaatkan untuk membangun sekretariat kelompok dan pembelian peralatan menangkap ikan hias yang dapat dipergunakan oleh setiap anggota. Kelompok nelayan ikan hias Mina Bhakti Soansari juga menjadi organisasi yang bertanggung jawab dalam kegiatan pembudidayaan terumbu karang, dimana dalam kegiatan ini juga mereka bekerjasama dengan pihak swasta. Penduduk miskin yang bekerja di usaha ini sebagai teknisi mendapatkan kompensasi berupa gaji bulanan, dimana setiap bulan mereka dibayar Rp. 700.000,00, sedangkan tenaga kerja di bidang manajemen dan keuangan mendapatkan gaji setiap bulan sebesar Rp. 1.000.000,00 per bulan. 58
Selain pendapatan yang diterima oleh mereka yang bekerja langsung di bidang wisata bahari, keuntungan secara ekonomis juga diterima oleh para nelayan, khususnya nelayan ikan hias dengan kondisi terumbu karang yang semakin baik, sehingga memicu kegiatan wisata bahari. Semenjak kondisi terumbu karang yang ada lebih baik, penghasilan nelayan ikan hias menjadi lebih tinggi. Jika pada masa lalu penangkapan masih dilakukan dengan menggunakan potassium, yang berakibat pada rusaknya karang dan ikan-ikan yang ditangkap tidak seluruhnya dalam kondisi sehat dan sesuai dengan kriteria pembeli. Ikan-ikan yang ditangkap dengan potassium ketika akan dijual banyak yang mati, terluka, dan keracunan. Kini, keberadaan terumbu karang yang semakin baik menyebabkan populasi ikan hias di perairan Desa Les semakin banyak dan beragam. Kondisi ini memudahkan nelayan untuk menangkap ikan sesuai dengan pesanan konsumen. Sistem penjualan ikan hias dilakukan melalui pengepul ikan hias, dimana ikan yang ditangkap sesuai dengan permintaan pengepul. Jadi nelayan hanya menangkap jika ada permintaan. Harga ikan hias yang dijual oleh nelayan kepada pengepul berkisar antara Rp. 3000,00 - Rp.15.000,00/ekor. Meskipun nelayan hanya menangkap ikan hias jika ada pesanan namun para nelayan ikan hias ini menyatakan bahwa pendapatannya lebih baik daripada sebelumnya karena kondisi ikan yang mereka tangkap masih sehat dan sesui persyaratan dari pengepul, sehingga harga jual menjadi lebih baik. Seperti yang nampak dalam gambar berikut ini, ikan hias yang berkumpul di sekitar karang sehingga memudahkan nelayan dalam menangkapnya: 59
Sumber: Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari, 2010
Gambar 5.11 Ikan Hias yang hidup di karang hasil budidaya di Perairan Desa Les
Keuntungan Non Ekonomis dapat pula dirasakan oleh masyarakat setempat. Kegiatan nelayan Desa Les yang telah menghentikan penangkapan ikan hiasnya menggunakan bahan kimia dan juga mereka mulai melestarikan terumbu karang, telah menarik wisatawan untuk menikmati keindahan alam bawah laut desa ini. Seiring dengan semakin baiknya kondisi alam bawah laut dan seringnya kunjungan wisatawan, beberapa stasiun televisi nasional melakukan peliputan terhadap usaha pelestarian terumbu karang ini. Adanya peliputan media massa memberikan banyak dampak positif lain bagi aktifitas wisata bahari di Desa Les. Saat penelitian ini dilakukan, beberapa perusahaan tertarik untuk memberikan bantuan sekaligus mengembangkan usaha mereka di Desa Les. Salah satu perusahaan yang kini telah melakukan kerjasama adalah perusahaan yang bergerak di bidang budidaya terumbu karang untuk keperluan ekspor. Perusahaan ini bekerjasama dengan Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari melakukan usaha budidaya terumbu karang di perairan Laut Les. Tujuan awal 60
kerjasama ini adalah untuk mengembalikan kondisi terumbu karang Desa Les yang rusak akibat pencarian ikan hias dengan menggunakan potassium. Jangka panjang dari kegiatan ini adalah budidaya terumbu karang untuk keperluan ekspor. Jika usaha ini dapat direalisasikan maka diharapkan dapat menyerap tenaga kerja yang lebih banyak dan meningkatkan kesempatan berusaha bagi masyarakat miskin. Perkembangan wisata bahari yang ditunjang dengan kerjasama beberapa pihak menjadikan kegiatan pelestarian terumbu karang semakin baik. Kondisi terumbu karangpun semakin hari semakin membaik. Dengan demikian, wisata bahari membawa dampak semakin baiknya kualitas lingkungan terutama lingkungan bawah air Pantai Les. Gambar-gambar berikut ini menunjukkan kondisi terumbu karang Desa Les setelah diadakan program pelestarian dan budidaya terumbu karang.
Sumber: Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari, 2013
Gambar 5.12 Terumbu karang yang mati dan belum diperbaharui
61
Sumber: Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari, 2013
Gambar 5.13 Terumbu karang yang baru di tanam
Sumber: Kelompok Nelayan Mina Bhakti Soansari, 2013
Gambar 5.14 Terumbu karang usia 1-3 tahun
5.4 Persepsi Masyarakat terhadap Wisata Bahari di Desa Les 5.4.1 Persepsi terhadap Perekonomian Masyarakat Lokal Lebih dari 87 persen masyarakat Desa Les menyatakan setuju bahkan sangat setuju adanya pengembangan wisata bahari di desa mereka, karena menurut mereka hal ini dapat meningkatkan pendapatan masyarakat lokal, meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat lokal, serta meningkatkan kesempatan berusaha. Hanya 13 persen anggota masyarakat agak ragu mengatakan bahwa setuju adanya
62
pengembangan wisata bahari di Desa Les, karena mereka hanya memberikan nilia cukup setuju. Adanya pengembangan wisata bahari tersebut mengakibatkan meningkatnya
harga
tanah
di
Desa
Les.
Sebelum
adanya
pengembangan wisata bahari ini, harga-harga tanah sangat murah. Sebesar 42 persen masyarakat setuju dan cukup setuju bahwa wisata bahari meningkatkan harga tanah di Desa Les dan sekitarnya. Meningkatnya harga tanah dapat meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok lainnya di Desa Les. Sebesar 46 persen masyarakat menyatakan cukup setuju, masing-masing 25 persen menyatakan setuju dan cukup setuju bahwa pengembangan wisata bahari dapat meningkatkan harga kebutuhan pokok lainnya.
Pendapat ini menunjukkan bahwa
masyarakat Desa Les telah menyadari bahwa selain dapat memberikan dampak positif di bidang ekonomi, dampak negatifnya juga mereka ketahui seperti meningkatnya harga-harga kebutuhan pokok. 5.4.2 Persepsi terhadap Kehidupan Sosial Masyarakat Pengembangan wisata bahari yang terjadi dapat meningkatkan perekoniman masyarakat setempat. Meningkatnya penghasilan yang pada awalnya hanya berasal dari pekerjaan utama, namun sekarang bertambah dengan adanya penghasilan dari pekerjaan tambahan. Secara umum berkembangnya pariwisata di Desa Les, dapat meningkatkan kesejahteraan nelayan dan masyarakat local.
Hal
tersebut dinyatakan oleh 93 persen masyarakat yang menyatakan 63
setuju bahkan sangat setuju dengan pernyataan tersebut, dan hanya 7 persen yang menyatakan cukup setuju. Meningkatnya
kesejahteraan
masyarakat
local
tidak
mengakibatkan sifat gotong royong mereka semakin menurun. Hal ini terbukti dari 100 responden 64 persen menyatakan tidak setuju bahwa adanya pengembangan wisata bahari di desa mereka menyebabkan turunnya sifat kegotong-royongan yang ada. Sebanyak 19 persen menyatakan setuju dan 13 persen menyatakan sangat tidak setuju. Hal tersebut berarti bahwa ada kekhawatiran sebagian kecil anggota masyarakat Desa Les bahwa sifat kegotong royongan masyarakat akan memudar apabila pariwisata berkembang di wilayah mereka, dimana pendapat tersebut dinyatakan oleh 19 persen responden. Disamping dalam
hal kegotongroyongan,
dampak
social
yang
mungkin
terpengaruh adalah tentang adanya kriminalitas. Sebanyak 78 persen masyarakat menyatakan tidak setuju bahwa pengembangan wisata bahari dapat meningkatkan kriminalitas, 12 persen menyatakan sangat tidak setuju, 9 persen cukup setuju dan hanya 1 persen yang menyatakan setuju. Hal tersebut berarti ada sebagian kecil anggota masyarakat (10%) yang merasa khawatir akan terjadinya peningkatan angka kriminalitas apabila pariwisata berkembang di desa mereka. Hal tersebut cukup wajar mengingat di beberapa wilayah di Bali khususnya, memang terjadi peningkatan angka kriminalitas baik terhadap masyarakat lokal maupun wisatawan. 64
Persepsi masyarakat tentang kegiatan wisata bahari terhadap kehidupan social yang lainnya menyangkut stress.
Sebanyak 47%
masyarakat tidak setuju bahwa pariwisata bahari di Desa Les mengakibatkan stress masyarakat lokal meningkat, 37% sangat tidak setuju, 8% cukup setuju dan 7% setuju. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan kegiatan pariwisata tidak membuat masyarakat stress malah sebaliknya mereka sangat menginginkan adanya kegiatan pariwisata bahari. Walaupun demikian pendapat dari 15 persen anggota masyarakat yang menyatakan sress mereka akan meningkat karena kegiatan pariwisata, perlu diperhatikan.
Meningkatnya
kegiatan kepariwisataan berarti ada perubahan struktur pekerjaan mereka dari sektor primer ke tersier yang bisa jadi menimbulkan tekanan, sehingga stress mereka meningkat. Keinginan masayarakat di Desa Les untuk meningkatkan pariwisata bahari di desanya juga sangat mempengaruhi antusias mereka untuk melaksanakan upacara keagamaan. Hampir sebagian besar masyarakat menyatakan sangat setuju bahwa kegiatan ini meningkatkan antusias mereka untuk melaksanakan kegiatan upacara keagamaan yaitu 9 persen menyatakan sangat setuju, sebanyak 43 persen menyatakan setuju, 11 persen cukup setuju, 27 persen tidak setuju, dan 10 persen sangat tidak setuju. Pendapat tersebut berarti bahwa sebagian besar masyarakat (63%) setuju bahwa antusias dan kesemarakan kegiatan upacara keagamaan akan meningkat dengan 65
naiknya kegiatan kepariwisataan di desa mereka. Sisanya menyatakan kurang setuju dengan pernyataan tersebut, bahkan 10% diantara mereka dengan tegas menyatakan tidak setuju. 5.4.3 Persepsi terhadap Kondisi Lingkungan Fisik sekitarnya Pengembangan suatu destinasi atau suatu wilayah pasti akan memberikan dampak positif maupun negative terhadap kondisi lingkungan fisik sekitarnya. Dampak fisik tersebut meliputi tingkat kebisingan, kualitas udara, jumlah sampah dan kualitas air. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 56 persen masyarakat di Desa Les menyatakan tidak setuju bahwa pariwisata bahari yang ada di desa mereka dapat mengakibatkan meningkatnya kebisingan, 1 persen setuju, sebesar 39 persen menyatakan cukup setuju bahwa kegiatan kepariwisataan akan menambah kebisingan desa mereka, dan 4persen sisanya menyatakan sangat tidak setuju. Hal tersebut berarti bahwa masyarakat menyadari bahwa kebisingan dan semakin tingginya intensitas dan jumlah kendaraan di desa mereka akan terjadi kalau pariwisata berkembang di desa mereka. Meningkatnya kebisingan dan lalu lintas yang padat akan sangat mempengaruhi kualitas udara sekitarnya. Sebanyak 85 persen responden menyatakan bahwa kegiatan wisata bahari di Desa Les tidak mengakibatkan menurunnya kualitas udara di sekitarnya, sedangkan 15 persen sisanya menyatakan sangat setuju dengan pernyataan tersebut.
66
Disamping kualitas udara, kualitas air dan kondisi fisik darat juga terkadang terpengaruh oleh suatu kegiatan. Sebesar 12 persen responden menyatakan bahwa sangat tidak setuju dengan pernyataan kualitas air yang ada di Desa Les menurun karena kegiatan pariwisata, tidak setuju dinyatakan oleh 61 persen responden, dan 27 persen menyatakan cukup setuju. Dari 27 persen yang menyatakan cukup setuju bahwa kualitas air menurun karena kegiatan pariwisata, karena adanya kenyataan pada beberapa titik di pantai terjadi pencemaran dengan adanya tumpahan minyak dari boat yang digunakan. Persepsi masyarakat tentang jumlah sampah dari kegiatan wisata bahari cukup bervariasi. Sebanyak 18 persen anggota masyarakat menyatakan sangat tidak setuju, dan 66 persen menyatakan tidak setuju kegiatan pariwisata di desa mereka meningkatkan jumlah sampah, sementara sebanyak 16 persen sisanya menyatakan cukup setuju. Walaupun persentase masyarakat yang menyatakan cukup setuju itu sangat kecil, namun pendapat tersebut dapat menunjukkan bahwa sebenarnya kegiatan wisata bahari telah meningkatkan jumlah sampah baik di darat maupun lautan. Hal ini juga diperkuat dengan adanya keinginan masyarakat untuk menambah jumlah tempat sampah di wilayah mereka, guna menunjang kegiatan wisata bahari. Dampak sosial lain dari perkembangan pariwisata menyangkut bentuk bangunan yang berkembang di wilayah tersebut. Seringkali terjadi bahwa perkembangan pariwisata yang berdampak pada peningkatan 67
pendapatan
masyarakat
berkorelasi
lingkungan di wilayah tersebut. muncul
karena
pertumbuhan
negatif
terhadap
kondisi
Bangunan-bangunan baru yang kegiatan
pariwisata
seringkali
mengabaikan nilai-nilai tradisional yang ada, misalnya bentuk bangunan modern yang menggantikan bangunan tradisional yang telah ada, dan lokasi penempatan bangunan yang semrawut dan tidak beraturan akan mengakibatkan kumuhnya wilayah mereka. Kondisi tersebut ditanyakan kepada responden dan ternyata sebesar 27 persen masyarakat menyatakan cukup setuju dengan pernyataan tersebut. Ini menggambarkan bahwa lebih dari seperempat anggota masyarakat merasa khawatir bahwa bangunan-bangunan yang akan berkembang karena tumbuhnya kegiatan kepariwisataan di desa mereka
tidak
sesuai lagi dengan apa yang ada sebelumnya terutama menyangkut bentuk dan keteraturannya.
5.5 Harapan Masyarakat Terhadap Wisata Bahari di Desa Les Adanya kegiatan wisata bahari yang berkembang di Desa Les secara nyata dapat meningkatkan perekonomin masyarakat setempat termasuk pula memberi dampak sosial budaya yang cukup baik. Dengan adanya manfaat yang telah masyarakat lokal rasakan, timbul berbagai harapan dalam upaya mendorong lebih berkembangnya pariwisata di wilayah mereka. Seluruh anggota masyarakat yang diwakili oleh responden mengharapkan adanya perbaikan jalan, pengadaan tempat bilas, tempat parkir dan tempat sampah. 68
Hal
tersebut disebabkan karena jalan akses menuju ke Desa Les cukup
memprihatinkan, sehingga kenyamanan wisatawan yang akan berkunjung ke desa tersebut terasa kurang.
Selain perbaikan jalan, mereka juga sangat
mengharapkan adanya pengadaan tempat parkir karena lahan yang tersedia saat ini kurang mampu menampung jumlah kendaraan yang datang. Keberadaan tempat bilas di lokasi sangat memprihatinkan dan dinilai sangat kurang karena sehabis wisatawan melakukan aktifitas wisata bahari seperti snorkeling dan diving, sangat susah dijumpai adanya tempat bilas umum yang sesuai dengan kondisi kebutuhan wisatawan. Yang tidak kalah penting adalah pengadaan tempat sampah, dimana sampah-sampah yang dihasilkan saat ini dibuang begitu saja oleh masyarakat ke lingkungan. Dengan keadaan sarana yang kurang memadai dalam pengembangan wisata bahari, maka perkembangannya menjadi sangat lamban. Masyarakat menaruh harapan utama terhadap wisata tersebut,
dan masyarakat
menginginkan agar suatu saat wisata bahari dapat merubah perekonomian masyarakat setempat dan mampu menjadi sumber penghasilan mereka.
69
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan pada Bab V, maka penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut : 1. Pengembangan wisata bahari di Desa Les cukup banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat lokal. Dampak-dampak tersebut menyangkut bidang ekonomi, sosial dan budaya serta dampak di bidang lingkungan hidup. A. Dampak di bidang ekonomi sangat terlihat jelas bahwa kegiatan wisata bahari yang ada di Desa Les mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat local, memberikan kesempatan berusaha dan meningkatkan lapangan kerja. Dampak negatif di bidang ekonomi menyangkut terutama kenaikan harga-harga barang yang dapat berakibat menurunnya daya beli dan kesejahteraan mereka. B. Dampak terhadap kondisi social budaya masyarakat menunjukkan bahwa sifat kegotong royongan masyarakat tidak menurun, bahkan mampu meningkatkan antusias mereka untuk melakukan aktifitas keagamaan, tidak mengakibatkan angka kriminalitas meningkat dan juga tidak meningkatkan stress masyarakat. C. Dampak terhadap lingkungan fisik yakni belum terjadinya perubahan yang signifikan terhadap kualitas udara, air, sampah maupun bentuk bangunan fisik desa. Walaupun demikian perlu diwaspadai perkembangan tersebut, 70
karena dijumpainya tumpukan sampah dan tumpahan minyak di laut akibat kegitan wisata bahari, walaupun hal tersebut masih cukup kecil dan masih dapat ditanggulangi. 2. Upaya-upaya yang telah dilakukan dan diharapkan oleh masyarakat Desa Les Kabupaten Buleleng dalam mengembangkan kegiatan pariwisata di wilayah mereka serta mencegah terjadinya dampak social, ekonomi dan lingkungan fisik yang bersifat negative adalah: A. Meminta bantuan pemerintah untuk meningkatkan aksesibilitas ke desa mereka berupa perbaikan kondisi jalan, dan tempat parkir serta menambahkan sarana wisata yang diperlukan berupa tempat sampah. B. Memberikan penyuluhan kepada masyarakat tentang sapta pesona wisata bahari, sehingga dipahami dampak yang akan timbul dari kegiatan mereka, upaya yang harus dilakukan dalam penanggulangannya serta upaya peningkatan pelayanan kepada wisatawan. C. Meningkatkan kerjasama dengan pengusaha yang ada di desa mereka dalam hal peningkatan kegiatan pemasaran dan promosi terhadap produk wisata diving dan snorkeling, serta ikan hias yang mereka hasilkan. uhan
71
DAFTAR PUSTAKA Ardika, I Gede. 2001, Paradigma Baru Pariwisata Kerakyatan Berkesinambungan, Makalah. Ardika, I Wayan. 2002, Komponen Budaya Bali Sebagai Daya Tarik Wisata, Makalah Pada Seminar Pariwisata Budaya Berkelanjutan, Universitas Udayana, Denpasar. Baiquni, M. 1999. Participatory Rural Appraisal, Metode dan Teknik Partisipasi dalam Pengembangan Perdesaan. Jogjakarta : UGM Press. Cernea, Michael M. 1988. “Unit-unit Alternatif Organisasi Sosial untuk Mendukung Strategi Penghutanan Kembali”, dalam Michael M. Cernea (ed.) : Menguatkan Manusia dalam Pembangunan. Basulio Bengo Teko (Penerjemah). Jakarta : Universitas Indonesia. Chambers, Robert. 1987 Pembangunan Desa Mulai dari Belakang. (Pepep Sudradjat, penerjemah). Jakarta : LP3ES. Daldjoeni, N. dan A. Soeyitno. 1978. Pedesaan, Lingkungan, dan Pembangunan. Bandung : Alumni. David, F. R. 2002. Manajemen Strategis: Konsep. (Terjemahan oleh Sindoro A.). Jakarta: PT. Ikrar Mandiri. Departemen Pariwisata, Seni dan Budaya. 1998. Indonesia. Khazanah Pariwisata Nusantara. Direktorat Jenderal Pariwisata. Jakarta. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata. 2005. Informasi Pariwisata Nusantara. Jakarta. Ernes. 2004. Wisata Alam Indonesia. Penerbit Restu Agung Jakarta. Indecon dan UNWTO, 2008. Quarterly Report Tourism Development supporting Biodiversity Conservation in Pangandaran, Indonesia June 2008. Foulker, Neal, 2000 : “Archaeologi from Below” dalam Public Archaeology, Volume 1, No.1, Halaman : 21 – 23. Korten, David C. (ed.). 1986. Community Management : Asian Experience and Perspektives. Connenticut : Kumarian Press.
72
Korten, David C. dan Syahrir. 1988. Pembangunan Berdimensi Kerakyatan. Jakarta : Yayasan obor Indonesia. Pretty, J. 1995. The many interpretations of participation. In Focus 16:4-5. Rangkuti, F. 2000. Analisis SWOT: Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Ryan, C. John. 1990 “Melestarikan Keanekaragaman Hayati”, dalam Jangan Biarkan Bumi Merana. Laporan World Watch Institute. (Lester R. Brown, ed.). Jakarta : Yayasan Obor Indonesia. Sigar, Edi dan Ernawati. 2003. Buku Pintar. Pariwisata Nusantara. Penerbit Delapratasa. Soemarwoto, Otto. 1994. Ekologi, Lingkungan Hidup, dan Pembangunan. Jakarta : Djambatan. Spillane,S.J. James, J., 1994 : Pariwisata Indonesia Siasat Ekonomi dan Rekayasa Kebudayaan. Yogyakarta : Penerbit Kanisius. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan Masyarakat dan Jaring Pengaman Sosial. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
73