KOMPARASI FRAMING PEMBERITAAN KUDETA TURKI PADA HARIAN SINDO DAN TEMPO Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh
Syarif Hidayatullah NIM: 1112051100007
KONSENTRASI JURNALISTIK FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438 H / 2017 M
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMB ING
KOMPARASI FRAMING PEMBERITAAN KI]DETA TURKI PADA HARIAN SINDO DAN TEMPO
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan llmu Komunikasi untuk Memen
uh
i Persy
aratan Memperol eh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh: Svarif Hidayatullah
NIM:
1112051100007
Pembimbing
NIP : 19730822 199803 2
001
KONSENTRASI JURNALISTIK
FAKAULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKAR'TA
M38nM7 i
LEMBAR P.ERTIYATAAN
Dengan
1.
ini
saya menyatakan bahwa
:
Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diejukan mtuk memenuhi satu persyaratan memporclleh gelar .strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakart&.
2.
ini telah saya yang berlaku di UIN Syarif
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan cautumkan sesuai dengan ketentuan Hidayatullah Jakarta.
3.
Jike di kemudian hari terbukti bahwa karya fui bukan karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, ryaka saya bersedia rnenerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarfa 2TFebnrad 2017
Syarif Hidayafirllah
1
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi ini berjudul Komparasi Framing Pemberitaan Kudeta Turki pada Harian Sindo dan Tempo telah diajukan dalam sidang munaqasyah Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada tanggal 2l Maret 2017 skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Jurnalistik. Jakarta,
2l Maret2017
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota
Sekeftaris Merangkap Anggota
NIP. 19781I
NrP. l 971 04122000032001 Anggota
Penguji
I
Penguji
,/-T
Bintan Hurneirq M. Si NIP. I 977 | 1052001 122002
II
AIiIrfqri. M. Ei NIP. Dosen Pembimbing
Rubivanah NrP. 197308221 '98032001
ABSTRAK Syarif Hidayatullah (1112051100007) Komparasi Framing Pemberitaan Kudeta Turki pada Harian Sindo dan Tempo Pertengahan juli 2016 media massa dunia terfokus pada kasus yang menimpa Turki. Percobaan kudeta yang dilakukan oleh sekelompok oknum militer ini sempat menghebohkan Turki saat itu. Tidak butuh waktu lama media massa dalam negeri ikut segera memberitakan kasus tersebut. Sindo dan Tempo tercatat menjadi harian yang cukup update dalam memberitakan kasus tersebut. Ihwal demikian, Sindo dan Tempo memiliki perbedaan dalam pengemasan berita. Perbedaan yang ditemukan juga cukup signifikan pada bagian akhir masingmasing berita. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan penelitian ini adalah menjawab pertanyaan penelitian mengenai bagaimana harian Sindo dan Tempo membuat framing pemberitaan kudeta Turki berdasarkan analisis framing Robert Entman. Paradigma penelitian ini adalah paradigma konstruktivis dengan menggunakan riset kualitatif. Unit analisis yang peneliti ambil dengan observasi teks, wawancara dan dokumen terkait. Riset kualitatif yang dilakukan peneliti adalah menganalisa teks dan mengumpulkan data yang berkaitan serta mengkonfirmasi hasil temuan dengan wawancara terhadap media terkait. Untuk menjawab pertanyaan penelitian, teori yang digunakan adalah teori konstruksi realitas sosial milik Peter L. Berger dan Thomas Luckman. Berger dan Luckman mengatakan bahwa realitas dibentuk relitas objektif dan subjektif. Adapun teknik analisa teks, penelitian ini menggunakan analisis framing Robert Entman yang membagi sebuah wacana menjadi empat bagian; identifikasi masalah, sumber masalah, evaluasi moral, dan penawaran solusi atas masalah. Pasca kudeta Turki, koran Sindo melakukan framing pemberitaan kasus ini dengan memaknai kasus kudeta sebagai musibah dan membangun simpati kepada kondisi Turki saat itu. Sebagaimana Sindo pahami bahwa berita tersebut lebih bisa diterima oleh pembacanya. Berbeda dengan Tempo yang membentuk framing pemberitaan bahwa ada makna lain dibalik terjadinya kudeta. Tempo beranggapan bahwa kudeta menjadi alat pengokoh otoriterisme kekuasaan pemerintah saat itu. Keberpihakan media sangat ditentukan oleh ideologi yang dianut media. Jika dimaknai lebih dalam, Sindo lebih mengedepankan pasar berita maka mengutamakan kedekatan berita dengan pembaca. Berbeda dengan Tempo yang kritis karena menganggap pemerintah Turki mulai otoriter dan menggerus demokrasi. Setiap media melakukan upaya pembenaran terkait pemberitaan yang mereka muat, tidak terkecuali Sindo dan Tempo. Penerimaan publik dengan pembenaran atas framing yang dibentuk adalah tujuan dari media. Kata kunci: Framing, Berita, Sindo, Tempo, Kudeta, Turki, Erdogan
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh Puji syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan nikmat, kemudahan dan kesempatan sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam peneliti junjungkan kepada Nabi sekaligus Rasul kita semua tidak lain tidak bukan adalah Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat, para tabi’in, tabiut tabi’in hingga kepada umatnya yang senantiasa istiqomah menjalankan sunnah sunnah beliau. Alhamdulillah akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komparasi Framing Pemberitaan Kudeta Turki Pada Harian Sindo dan Tempo”, yang disusun untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin mengucapkan terimakasih seadalamdalamnya (yang pasti tidak akan cukup) kepada orang tua peneliti, yakni Ummi Suhestiah dan ayahanda (alm) Kusfani yang telah mencurahkan kasih sayang yang begitu tulus kepada peneliti. Semoga selalu dalam lindungan Allah SWT dan kelak disatukan kembali di SyurgaNya. Aamiin. Tidak lupa juga kepada segenap keluarga besar, baik paman atau bibi yang selalu memberikan dukungan dalam penyelesaian skripsi. Peneliti menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan. Skripsi ini tentu tidak dapat terselesaikan dengan baik tanpa adanya motivasi, bantuan, dan kerjasama dari berbagai pihak secara langsung maupun tidak langsung. Sekiranya peneliti ingin menyampaikan terimakasih kepada : 1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Dr. Arief Subhan. Wakil Bidang Akademik, Dr. Suprapto, M.Ed, Ph.D. Wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, Dr.
Roudhonah, M.Ag. Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan, Dr. Suhaimi, M.Si. 2. Ketua konsentrasi Jurnalistik, Khalis Ridho, M.Si, dan Sekertaris, Dra. Hj Musrifah Nurlaily, MA, yang telah banyak membantu dan memberikan saran, kemudahan serta kritik yang senantiasa bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Dosen pembimbing skripsi Dra. Rubiyanah M.A yang selalu membantu, memberi masukan dan motivasi dalam penyelesaian skripsi ini. Tidak lupa kepada dosen pembimbing akademik Siti Nurbaya, M.Si yang selalu memberi arahan dan bimbingan pra proposal skripsi. 4. Terimakasih juga kepada Helmi Hidayat, MA. Deden Mauli Darajat M,Sc dan segenap dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang tidak bisa ditulis satu per satu. Baik langsung maupun tidak langsung memberikan ilmu kepada peneliti saat perkulihan atau di luar perkuliahan. 5. Seluruh staf dan karyawan Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu peneliti dalam urusan apapun berkaitan kuliah dan skripsi. 6. Syarifudin selaku narasumber harian Sindo, Purwanto Setiadi selaku narasumber harian Tempo yang mau membagi ilmu sekaligus menjadi narasumber penelitian skripsi ini. 7. Sahabat seperjuangan dalam ukhwah, penelitian, resolusi dan kuliah, Arfian, Andre, Joni, Reza, Badrus, Lukman, Dede, Agita, Isna, Restu dan segenap keluarga besar Jurnalistik 2012. 8. Seluruh rekan-rekan Liqo Taman Indah, Event Team Seeties Indonesia, Youth Care Internasional, Zamzamedia dan segenap komunitas lain yang turut memberi dukungan dalam penyelesaian skripsi. 9. Rekan-rekan KKN Cemara 2015 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang selalau Cerdas Mandiri Aksi. 10. Segenap pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu namun turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Akhir kata peneliti berharap semoga segala bentuk bantuan yang telah diberikan kepada peneliti baik materi maupun non materi mendapat balasan dari
Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih belum mencapai kesempurnaan, namun peneliti sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menyelesaikannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya mahasiswa Konsentrasi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Wassalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh
DAFTAR ISI LAMPIRAN PERSETUJUAN PEMBIMBING.…………………………. LEMBAR PERNYATAAN.……………………………………………… LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN….……………………….. ABSTRAK….…………………………………………………………….. KATA PENGANTAR….……………………………………………….... DAFTAR ISI….………………………………………………………….. DAFTAR TABEL….…………………………………………………….. DAFTAR GAMBAR….…………………………………………………. DAFTAR LAMPIRAN….………………………………………………... BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
i ii iii iv v viii x xi xii
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah………………………..... B. Rumusan Masalah………………………………... C. Tujuan dan Manfaat……………………………… D. Metodologi Penelitian………………………….... E. Sistematika Penulisan………………………….....
1 6 6 6 10
KERANGKA TEORI A. Konstruksi Realitas Sosial……….……………..... B. Analisis Framing………………………..………... C. Konsep Berita…………………………………..… D. Ideologi, Politik dan Media……………………....
12 16 23 25
GAMBARAN UMUM HARIAN SINDO DAN TEMPO 1. Gambaran Umum Harian Sindo A. Sejarah Singkat Berdirinya Sindo……………...... B. Visi dan Misi…..………………………..………... C. Garis Besar Demografi Pembaca……………..….. D. Struktur Redaksi Harian Sindo………………....... 2. Gambaran Umum Harian Tempo A. Sejarah Singkat Berdirinya Tempo………………. B. Visi dan Misi……………………………………... C. Garis Besar Demografi Pembaca………………… D. Struktur Redaksi Harian Tempo…………………. TEMUAN DAN ANALISA A. Analisis Framing Harian Sindo (17 Juli 2016)…... B. Analisis Framing Harian Sindo (22 Juli 2016)…... C. Analisis Framing Harian Tempo (18 Juli 2016)…. D. Analisis Framing Harian Tempo (22 Juli 2016)…. E. Interpretasi…………………………………….
28 29 30 30 32 34 35 36
40 45 50 54 58
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan………………………………………. B. Saran ……………………………………………..
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
66 67
DAFTAR TABEL 1.1 2.1 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5
Model Analisis Framing Robert N. Entman………………………….. Analisis Framing Robert N. Entman………………………………..... Data Pemberitaan Kudeta Turki pada Sindo dan Tempo…………….. Analisis Framing Pemberitaan “Erdogan Buru Kelompok Pemberontak” Sindo 17 Juli 2016…………………………………..... Analisis Framing Pemberitaan “Erdogan Yakin Demokrasi Tak Terancam” Sindo 22 Juli 2016……………………………………… Analisis Framing Pemberitaan “Kudeta Justru Perkuat Posisi Erdogan” Tempo 18 Juli 2016………………………………………... Analisis Framing Pemberitaan “Turki Terapkan Status Darurat” Tempo 22 Juli 2016……………………………………………………
9 20 39 40 45 50 54
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar III.2 Gambar III.3
Proses Konstruksi Realitas Media Massa..………………. Daftar Corporet MNC Group.……………………………. Data Demografi Pembaca Sindo.………………………… Data Demografi Pembaca Tempo..……………………….
15 29 30 35
DAFTAR LAMPIRAN LAMPIRAN 1 LAMPIRAN 2 LAMPIRAN 3 LAMPIRAN 4 LAMPIRAN 5 LAMPIRAN 6 LAMPIRAN 7 LAMPIRAN 8 LAMPIRAN 9 LAMPIRAN 10 LAMPIRAN 11
Surat Keterangan Wawancara Sindo Surat Keterangan Wawancara Tempo Scan Berita Sindo Edisi 17 Juli 2016 Scan Berita Sindo Edisi 22 Juli 2016 Scan Berita Tempo Edisi 18 Juli 2016 Scan Berita Tempo Edisi 22 Juli 2016 Surat Pengajuan Dosen Pembimbing Surat Pengajuan Wawancara kepada Harian Sindo Surat Pengajuan Wawancara kepada Harian Tempo Transkrip Wawancara Sindo Transkrip Wawancara Tempo
1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pertengahan Juli 2016 menjadi waktu yang bersejarah bagi Turki. Negara yang menjadi bagian dua benua (Asia dan Eropa) ini sempat memanas lantaran aksi kudeta yang dilancarkan pada 15 Juli silam. Diduga kuat aksi kudet tersebut lantaran tidak puas dengan pemerintahan yang berdaulat saat itu. Kudeta bermula dari tidak adanya Erdogan di istana kepresidengan Turki. Hal tersebut menjadi faktor terlaksananya kudeta. Kondisi yang sempat mengancam warga dan kedaulatan negara ini langsung ditindak tegas oleh presiden. Hal tersebut jelas terlihat saat presiden meminta langsung warganya turun kejalan dan menangkap para oknum kudeta. Tidak perlu waktu lama, jelang beberapa jam bandara Internasional Istambul yang semula dikuasai oleh oknum kudeta sudah kembali diduduki oleh warga Turki. Kejadian panas di Turki jelas tidak luput dari kacamata dunia. Hampir setiap hari pasca kudeta, media massa cukup gencar memuat pemberitaan terkait kudeta Turki. Merujuk pada lansiran media Internasional seperti Antara, CNN dan Reuters, berita seputar Turki terus di update, bahkan beberapa media terus memantau perkembangan kondisi Turki hingga satu minggu pasca kedjadian kudeta. Pada dasarnya Turki dan Indonesia memiliki beberapa kesamaan baik secara sistem dan sosiologis penduduknya. Secara sistem Turki dan Indonesia sama-sama menganut sistem demokrasi dan penduduknya mayoritas beragama
2
Islam. Beberapa tahun ke belakang menjadi tahun kesuksesan Turki yang secara tidak langsung menjadikannya negara mayoritas muslim moderen. Kemajuan tersebut tidak lepas dari sosok Erdogan dan pemerintahannya (hidayatullah.com). Maka sudah pasti kejadian besar yang ada di Turki menjadi sorotan bagi masyarakat muslim di Indonesia. Pada pemberitaan ini tercatat hampir semua media di Indonesia mengangkat kasus yang sama seperti halnya Rakyat Merdeka, Media Indonesia dan Jawa Pos. Namun secara intensitasnya, Sindo dan Tempo memiliki frekuensi pemberitaan yang lebih dibandingkan yang lain. Dalam rubrik yang berbeda, kedua media tersebut cukup update dalam memberitakan kondisi pasca kudeta yang terjadi di Turki. Pemberitaan kudeta Turki juga masih terus disoroti kudua harian tersebut hingga satu minggu berselang. Tidak berhenti pada satu minggu pertama, bahkan tercatat lebih dari 11 kali pemberitaan yang dimuat masing-masing media (Sindo dan Tempo). Berdasarkan hal tersebut maka Sindo dan Tempo dapat dikatakan memiliki perhatian khusus terhadap kasus yang ada. Media massa (harian) memiliki cara tersendiri dalam mengemas sebuah berita. Judul yang diambil, penyusunan fakta yang ada, narasumber yang diwawancara hingga solusi yang ditawarkan, tentu punya makna tertentu yang ditonjolkan. Contohnya pada harian sindo edisi Minggu, 17 Juli 2016. Umumnya Koran akhir pekan (sabtu-minggu) cenderung menyuguhkan berita ringan atau lanjutan dari isu sebelumnya. Namun tidak dengan Sindo yang tetap update dengan berita dengan headline “Kudeta Faksi Militer Turki Gagal 250 Orang Tewas, 2.839 Ditahan”. Sindo meletakan berita tersebut di halaman depan lengkap dengan gambar setengah halaman. Tidak hanya itu, pada rubrik
3
“Frame” (berita foto harian Sindo) berisi foto-foto saat ketegangan Turki menghadappi kudeta dengan judul “Ujian Demokrasi Turki”. Judul dan Headline yang disusun harian Sindo tentu memiliki makna tersendiri dalam penyajiannya. Pasalnya dalam sebuah pemberitaan, berita paling menarik yang cenderung masuk ke dalam lembar pertama dengan headline di depan. Secara umum Sindo terkenal sebagai “koran keluarga” yang cenderung menekankan berita menarik dengan unsur human interest. Namun dalam kasus ini Sindo dianggap memiliki penekanan khusus dalam mengangkat sebuah pemberitaan. Lebih dari 11 pemberitaan yang dimuat dalam waktu 2 pekan, membuat berita ini mejadi penting dalam susunan agenda media. Secara kepemilikan Sindo dinaungi oleh PT Media Nusantara Citra (MNC) Tbk. Secara garis besar Sindo adalah sebagian kecil media yang beroprasi dibawah kepemilikan Hary Tanoesudibjo. Kiprah Sindo dalam industri media juga terbilang cukup lama (sejak 2005). Dalam kasus ini Sind mengagap bahwa berita ini dinilai lebih dekat kepada pembacanya dan lebih „menjual‟ dibandingkan dengan berita lain saat itu. Berbeda dengan pemberitaan harian Tempo yang baru mulai menerbitkan pemberitaan Kudeta Turki pada Senin, 18 Juli 2016. Dengan judul “Kudeta Justru Perkuat Posisi Erdogan” yang diletakan pada rubrik berita utama. Harian Tempo memilih judul tersebut pada edisi 18 Juli selang sehari Sindo memulai pemberitaan. Secara garis besar Tempo adalah media yang kritis menyikapi suatu kejadia. Sebagaimana dalam sejarah Tempo pernah
dibredel
lantaran
sikap
kritisnya
terhadap
pemerintah
(korporet.tempo.co). Hal tersebut membuat pemberitaan yang ada di Tempo
4
menarik untuk diikuti. Sebagaimana pemeberitaan yang kudeta Turki yang terus tempo muat saat itu. Pemberitaan berlanjut pada edisi 22 Juli 2016. Edisi ini merupakan jelang satu hari pasca penerapan status darurat di Turki. Kondisi strategis ini langsung direspon oleh berbagai media. Respon yang diberikan Sindo dan Tempo juga terlihat berbeda meski menyoroti hal yang sama. Meski berbeda satu hari dengan Sindo, namun intensitas pemberitaan yang dimuat Tempo juga terbilang banyak hingga akhir bulan Juli. Terkenal sebagai harian yang kritis, mendukung demokrasi dan membela kaum minoritas (lihat tujuan harian Tempo) Tempo memiliki arah yang berbeda dengan harian Sindo.
Melalui
judul pemberitaannya, Tempo
lebih
mengedepankan efek dibalik terjadinya kudeta. Secara tidak langsung, Tempo juga berpihak kepada oknum yang tersudutkan kala itu (pelaku kudeta). Dengan kata lain, Tempo lebih mengedepankan efek yang terjadi pasca kudeta ketimbang kudeta itu sendiri. Berdasarkan penguraiaan diatas dua media terkait (Sindo dan Tempo) menyoroti kasus yang sama namun disajikan dengan framing yang berbeda. Hal tersebut mengarah pada asusmi bahwa melalui kasus ini, terlihat arah pemberitaan berbeda antara melihat kudeta sebagaimana kejadian “apa adanya” dan apa yang terjadi dibalik kudeta tersebut. Maka dari itu terlahir pula asumsi bahwa tidak ada fakta yang murni objektif, semua melalui proses konstruksi dan framing pemberitaan. Perbedaan yang ada pada setiap media (Sindo dan Tempo) bukanlah hal baru dalam industri media massa saat ini. Penyusunan fakta, kalimat,
5
hubungan antara kalimat pada suatu media pasti memiliki makna tertentu dalam sebuah pemberitaan. Fakta yang disusun tentu akan menekankan pembaca pada sebuah makna dan pemberitaan khusus sesuai keinginan media. Secara tidak langsung media massa turut merekonstruksi opini publik dengan produk berita. Proses penyusunan materi dan fakta informasi tersebut bisa dikatakan sebagai proses framing, dengan menekan suatu isu dan meninggalkan isu yang lainnya. Pada dasarnya framing dalam pemberitaan tidak bisa dipisahkan. Begitu juga yang telah harian Sindo dan Tempo terapkan. Kedua harian yang sudah eksis di Indonesia ini juga tidak bisa lepas dari kegiatan framing dalam pemberitaannya. Menurut Eriyanto dalam buku Analisis Framing, bahwasanya fakta atau kejadian yang ada di lapangan (kenyataan) terjadi begitu cepat dan tidak
sistematis.
Media
yang
menangkap
fakta
tersebut
berusaha
menyiarkannya dengan terlebih dahulu mengolahnya menjadi sebuah berita. Maka dari itu terjadilah proses framing media. Fungsi utama dari framing salah satunya adalah memudahkan pembaca untuk memahami berita. Media yang melakukan framing tidak lepas dari proses konstruksi yang dituang dalam sebuah pemberitaan. Framing secara tidak langsung menggambarkan ideologi suatu pemberitaan dengan melihat kemasan yang disajikan. Ideologi yang dimaksud yakni, arah berita yang ditujukan media bagi para pembacanya. Pada kasus kali ini harian Sindo dan Tempo jelas memiliki maksud dan tujuan berbeda dalam pemberitaan yang ada. Melihat adanya perbedaan fakta yang ditekankan oleh masing-masing media akan menciptakan framing
6
berita yang berbeda pula. Bagaimana sebuah kepentingan, tujuan dan ideologi saling berinteraksi membentuk suatu penyususnan frame yang berbeda pula. Oleh sebab itu, dengan melihat materi-materi yang diperoleh sebelumnya, penulis mengangkat judul “Komparasi Framing Harian Sindo dan Tempo pada Pemberitaan Kudeta Turki”. B. Rumusan Masalah Bagaimana perbedaan frame pemberitaan kudeta Turki pada harian Sindo dan Tempo ? C. Tujuan dan Manfaat a. Tujuan Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mendeskripsikan perbandingan framing berita antara harian Sindo dan Tempo. b. Manfaat Turut berkontribusi dan menjadi salah satu dari sekian banyak referensi bagi mahasiswa khususnya Mahasiswa Ilmu Komunikasi (Jurnalistik) mengenai anali sis pada media cetak. D. Metodologi Penelitian 1. Paradigma Penelitian Paradigma
menggariskan
hal
yang
seharusnya
dipelajari,
pertanyaan-pertanyaan yang harusnya dikemukakan dan kaidah-kaidah yang harusnya diikuti dalam menafsirkan jawaban-jawaban yang diperoleh.1
1
Agus Salim, Teori & Paradigma Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h.63
7
Penelitian dengan judul “Komparasi Framing Harian Sindo dan Tempo pada Pemberitaan Kudeta Turki” ini menggunakan paradigma konstruktivis.
Paradigma konstruktivis menganggap pembuat teks
berita (yang ada) sebagai penentu yang akan mengarahkan pola pikir khalayak (pembaca atau yang mengkonsumsi berita). Pertanyaan utama dari paradigm konstruksionis adalah bagaimana peristiwa atau realitas di konstruksi, dan dengan cara apa konstruksi tersebut di bentuk (Eriyanto, 2002: 37-38) Konsep konstruktivisme diperkenalkan oleh Peter L. Berger. Berger berpendapat bahwa realitas tidak dibentuk secara alamiah melaikan melalui tahap konstruksi yang ada. Dengan demikian faktor tertentu seperti pengalaman, profesi, pendidikan dan lingkungan tertentu akan berpengaruh terhadap konstruksi realitas yang terjadi. 2. Pendekatan Penelitian Penelitian ini mengunakan pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif analisis. Pada dasarnya penelitian kualitatif bertujuan
menggalang
dan
membangun
suatu
proposisi
atau
menjelaskan makna di balik realita. Dalam hal ini lebih menjelaskan suatu teks dan mengapa terlahir teks tersebut. Bagi peneliti kualitatif, realitas tidak hanya satu. Setiap peneliti menciptakan realitas sebagai bagian dari proses penelitian, bersifat subjektif dan menggunakan refrensi peneliti. Data yang dikumpulkan melalui pendekatan kualitatif yakni berupa kata-kata, gambar dan bukan statistic angka.
8
Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian lapangan.2 Adapun
metode
deskriptif
analisis
digunakan
untuk
memberikan penggambaran suatu fenomena secara terpisah. Penelitian kali ini juga akan mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan yang di dalamnya ada upaya deskripsi, pencatatan dan analisis. Penelitian yang bersifat deskriptif memfokuskan diri pada pertanyaan “bagaimana” dan “mengapa”. Dengan demikian, peneliti tidak akan memandang bahwa sesuatu itu memang demikian adanya. 3. Unit Analisis Unit Analisis bisa juga dikatakan sebagai subyek penelitian. Pada penelitian ini, unit observasi akan fokus kepada berita (teks) kudeta Turki pada harian Sindo dan Tempo. 4. TeknikPengumpulan Data a. Observasi Observasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah mengamati unit analisis berupa teks pemberitaan Kudeta Turki pada harian Sindo dan Tempo. b. Wawancara Wawancara pada riset kualitatif adalah wawancara mendalam terhadap kasus yang terkait dengan penelitian. Tujuannya untuk
2
Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif (Bandung : Alfabeta 2010),hal.3
9
mendapat data tambahan yang lebih mendalam. Wawancara akan dilakukan bersama narasumber redaksi terkait baik harian Sindo atau Tempo. Adapun narasumber yang peneliti wawancara pada harian Sindo yakni Syarifudin selaku Redaktur berita Internasional sekaligus penulis berita terkait pada harian Sindo. Pada harian Tempo peneliti mewawancarai Purwanto Setiadi selaku Redaktur Pelaksana rubrik Internasional Harian Tempo. c. Dokumentasi Dokumentasi yang dimaksud dalam penelitian kali ini adalah teknik mengumpulkan data yang berkaitan dengan penelitian seperti koran dan foto terkait. 5. Teknik Analisis Penelitian Teknik analisis yang penulis gunakan adalah analisis Framing Robert Entman. Ent man membagi teknik analisisnya kedalam empat bagian yakni; identifikasi masalah, penyebab atau sumber masalah, evaluasi moral dan penawaran solusi dari masalah tersebut. Tabel 1.1 Model Analisis Framing Robert N. Entman Definisi Problem (pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa/ atau sebagai masalah apa? Diagnosa Causes Peristiwa itu dilihat disebabkan (Memperkirakan masalah atau oleh apa? Apa yang dianggap sumber masalah) sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (actor yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make Moral judgement Nilai moral apa yang disajikan (Membuat keputusan moral) untuk menjelaskan masalah? Nilai moral apa yang dipakai untuk
10
Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian)
melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? Penyelesaiaan apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ? jalan apa yang ditawarkan dan harus di tempuh untuk mengatasi masalah?
E. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini memaparkan latar belakang masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan serta manfaat penelitian dan sistematika penelitian. BAB II KAJIAN TEORI DAN KERANGKA KONSEPTUAL Bab ini akan akan membahas tentang teori konstruksi sosial atas realitas Peter L. Berger dan Lackman. Bab ini juga membahas teori terkait penelitian seperti framing dan garis besar pemeritahan serta kudeta yang terjadi di Turki.
BAB III GAMBARAN UMUM MEDIA Bagian ini menggambar sekilas tentang media yang di teliti. Sub bagian yang terdapat pada bab ini terkait sejarah, visi misi, demografi pembaca dan struktur redaksi media terkait. BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA Pada BAB IV memaparkan hasil analisa teks dan komparasi pemberitaan kudeta di Turki pada Sindo dan Tempo menurut analisis Robert N. Entman. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
11
Bagian ini memuat kesimpulan dan saran terkait analisis yang sudah dibuat berdasarkan data yang ada.
12
BAB II KERANGKA TEORI
A. Konstruksi Realitas Sosial Pada dasarnya setiap realitas yang terjadi pada kehidupan sosial adalah fakta yang disusun secara subjektif. Konstruktivisme menjelaskan bahwa konstruksi merupakan proses kerja kognitif individu dimana terjadi relasi sosial antara individu dengan orang lain atau dengan lingkungannya. Proses yang terjadi inilah yang menafsirkan realitas yang ada.3 Secara tidak langsung pemahaman realitas yang ada akan dibentuk sendiri oleh masing-masing individu. Teori konstruksi realitas sosial menitik beratkan manusia sebagai subjek dari proses terjadinya dan pembentukan realitas sosial. Pembahasan tersebut dilanjutkan oleh Peter L Berger pada pembahasan dan pemaparan teori konstruksi realitas sosial. Berger berpendapat bahwa realitas sosial secara objektif memang ada tetapi maknanya berasal dari hubungan subjek (individu) dan dunia (objek).4 Peter L Berger (tokoh sosiolog Amerika) mengambil benang merah antara aliran Emil Durkheim, Max Weber dan Karl Marx. Dalam prespektifnya, Berger menekuni makna yang menghasilkan watak ganda masyarakat, yakni ; masyarakat sebagai kenyataan subyektif seperti pandangan Weber dan masyarakat sebagai kenyataan obyektif menurut Durkheim yang dilanjutkan oleh Marx. Pada tahun 1899-1959 muncul tokoh baru yang dianggap turut berkontribusi dalam pengembangan pemikiran Berger yakni Alfred Schutz terkait
3
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa (Jakarta;Kencana, 2008), cetakan ke 1
h.13 4
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer (Jakarta: PT Grafindo Persada, 2003), cetakan ke 1 h. 299.
13
dengan makna dan pembentukan makna atau bagaimana makna membentuk struktur sosial.5 Schutz berpendapat bahwa tindakan manusia menjadi suatu hubungan sosial bila manusia memberikan arti atau makna tertentu terhadap tindakannya sebagai sesuatu yang penuh arti.6 Gagasan Berger dan Luckmann bertumpu pada makna realitas dan pengetahuan. Kenyataan adalah suatu kualitas yang terdapat dalam fenomenafenomena yang memiliki keberadaan yang tidak bergantung kepada kehendak individu
manusia.
Keterkaitan
hubungan
antara
individu
dan
dunia
sosialkulturalnya disusun dalam gagasan eksternalisasi, objektivitas, dan internalis. Ketiganya merupakan proses dialektika antara individu dengan masyarakat atau masyarakat dengan individu. Berger mendefinisikan eksternalis sebagai proses penyesuaian diri individu terhadap sosial kulturalnya.7 Eksternalis berkaitan dengan pengetahuan umum yang dimiliki bersama oleh individu lain. Pengetahuan tersebut sudah jelas dan disepakati bersama dalam kehidupan sehari-hari.8 Pengetahuan umum ini pada dasarnya bersifat subyektif yang kemudian terjadi berulang hingga menjadi sebuah kebiasaan. Dalam buku Sosiologi Kontemporer juga dijelaskan bahwa dengan kata lain, manusa menciptakan instrument dalam menciptakan dan mengembangkan suatu realitas sosial melalui eksternalisasi.9
5 6
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 299. George Ritzer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007)
h.104 7
Burham Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 15 Peter L. Berger dan Thomas Luckmann, Tafsir Sosial dan Kenyataan; Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan (Jakarta: LP3ES, 1990) h. 34 9 Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 302 8
14
Objektivitas memiliki dua tahap, yang pertama yakni tahap isntitusional dan legitimasi. Dapat dikatakan, institusi adalah kepastian dari ketidak pastian hidup manusia. Institusi juga berperan dalam mengatur peran individu hingga tercipta rasa nyaman dan keteraturan. Sedangkan legitimasi adalah tahap lanjut dari institusi.10 Dapat dikatakan bahwa proses internalis adalah proses penafsiran makna yang terjadi pada realitas sosial. Pada dasarnya realitas obyektif akan di tafsirkan secara subyektif oleh individu. Pada dasarnya Berger dan Luckmann tidak menjelaskan bahwa aktivitas media massa dalam gagasan konstruksi sosial dan realitas, namun gagasan tersebut menjadi acuan bahwasanya konstruksi sosial media massa sangat berpengaruh kepada khalayak.11 Seiring berjalannya waktu, proses komunikasi tidak sebatas pada individu atau kelompok tertentu. Perkembangan teknologi dan komunikasi membawa proses konstruksi realitas sosial pada jangkauan lebih luas. Media massa dianggap menjadi medium yang sangat berpengaruh dalam konstruksi realitas soasial dalam jangka luas, hal itu disebut dengan konstruksi realitas sosial media massa. Dari tiga proses yang sudah di jelaskan oleh Berger dan Luckmann yakni; eksternalisasi, objektivasi, dan internalisasi ini juga digunakan dalam proses konstruksi rutinitas media massa. Hanya saja dalam prakteknya, ketiga fase itu berjalan lamban. Hal tersebut bisa terjadi hanya kepada individu dengan individu saja yang bersifat vertikal, yang kemudian bersifat spesial dari orang tua ke anak.
10 11
Margaret M. Poloma, Sosiologi Kontemporer, h. 303 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 194
15
Konstruksi realitas media massa pada dasarnya memang melibatkan individu sebagai subjeknya, akan tetapi, individu yang terkait tidak akan mempunyai dampak besar terhadap proses konstruksi yang terjadi tanpa melalui media massa. Misal dalam sebuah isu yang beredar, seorang individu (wartawan) dalam hal ini meliput kejadian tersebut, mengemasnya kata demi kata untuk membuat sebuah pemberitaan. Namun demikian, wartawan tersebut hanya mampu mengolah sebuah kejadian, dan proses publikasinya pasti perlu media massa. Dalam hal ini media massa tentu punya standar pemberitaan, mana yang boleh atau tidak untuk dimuat. Dengan kata lain, media massa memiliki otoritas yang tinggi dalam proses rekonstruksi. Berikut bagan yang merupakan proses konstruksi sosial media massa:12 Gambar 2.1 Proses Konstruksi Realitas Media Massa
Proses Sosiologis Simultan Eksternalisasi Realitas Terkonstruksi ME Objektif Objektivasi
DI
Subjektif A Intersubjektif
Internalis
12
MA
SSA
Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h. 195
Lebih cepat Lebih luas Sebaran merata Membentuk opini massa Cebderung terkonstruksi
16
Inti dari konstruksi sosial media massa sebagaimana pada gambar 2.1 bahwa sirkulasi informasi yang cepat dan luas, sehingga konstruksi sosial bisa berlangsung dengan sangat cepat dan sebarannya merata. Realitas yang terkonstruksi dapat membentuk opini massa, cenderung apriori, dan opini massa cenderung sinis.13 Dengan kata lain media massa menjadi katalis (mempercepat) proses konstruksi realitas sosial. B. Analisis Framing 1. Pengertian Pada dasarnya, analisis framing merupakan versi terbaru dari pendekatan analisis wacana, khususnya untuk menganalisis teks media.Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955.Kemudian Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-kepingan perilaku yang membimbing individu dalam membaca realitas.14 Menurut Eriyanto (2011, hlm. 10-11) menjelaskan bahwa ada dua esensi utama dari framing tersebut.Pertama, bagaimana peristiwa dimaknai ini berhubungan dengan bagian mana yang diliput dan tidak diliput.Kedua, bagaimana fakta itu ditulis, aspek ini berhubungan dengan pemakaian kata, gambar, dan kalimat untuk mendukung gagasan. Sobur mengasumsikan dalam bukunya, bahwa ada tiga proses framing dalam organisasi15. Pertama adalah proses framing sebagai metode penyajian realitas tentang suatu kejadian tidak diingkari secara 13
Burhan Bungin, Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus Teknologi Komunikasi di Masyarakat, (Jakarta: Kencana Prenadamedia Group, 2006), h. 88 14 Eriyanto, Analisis Framing, (Yogyakarta: LkiS) 2008 h. 6 15 Sobur Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing, (Bandung : Remaja Rosdakarya ) 2004 h. 166
17
total melainkan dibalikkan secara halus, dengan memberikan sorotan terhadap aspek-aspek tertentu saja. Dengan menggunakan istilah-istilah yang mempunyai konotasi tertentu dan dengan bantuan foto, karikatur dan alat ilustrasi lainnya. Selanjutnya, proses framing merupakan bagian tak terpisahkan dari proses penyuntingan yang melibatkan semua pekerja di bagian keredaksian media. Redaktur, dengan atau tanpa konsultasi dengan redaktur pelaksana, menentukan apakah laporan reporter akan dimuat atau tidak, serta menentukan judul yang akan diberitakan. Terakhir, Sobur juga menambahkan dalam bukunya bahwa proses framing tidak hanya melibatkan para pekerja pers, tetapi juga pihak-pihak yang bersengketa dalam kasus-kasus tertentu yang masing-masing berusaha menampilkan sisi informasi yang ingin ditonjolkan (sambil menyembunyikan sisi lain). Proses framing menjadikan media massa sebagai arena informasi tentang masalah tertentu diperebutkan dalam suatu perang simbolik antara berbagai pihak yang sama-sama menginginkan pandangannya didukung pembaca.16 Secara tidak langsung framing tidak bisa dipisahkan dalam sebuah pemberitaan. Bimo Nugroho dalam bukunya mengasumsikan bahwa sebagai bagian dari metode analisis wacana, framing berguna untuk menemukan perspektif media dalam wacananya, kemudian perspektif ini yang digunakan untuk mengkonstruksi suatu peristiwa. Pada akhirnya perspektif inilah yang akan menentukan fakta yang akan diambil, bagian 16
Sobur Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Hal 167
18
yang ditonjolkan atau dihilangkan, dan hendak dibawa ke mana berita tersebut.17 Beberapa ahli mendefinisikan framing beserta pisau analisisnya. Zhongdang Pan dan Gerald M. Kosicki mengoperasionalkan empat dimensi struktural berita sebagai perangkat framing yaitu Sintaksis, Skrip, Tematik dan Retoris. Ke empat dimensi struktural ini membentuk semacam tema yang mempertautkan elemen-elemen semantik narasi berita dalam suatu koherensi global.18 Gamson berpendapat bahwa wacana media adalah elemen yang penting untuk memahami dan mengerti pemahaman umum yang berkembang atas suatu isu. Gamson juga mengemukakan bahwa frame adalah struktur internal. Pada titik ini ada pemusatan gagasan atau ide yang sudah terstruktur, yang membuat peristiwa menjadi relevan dan menekankan pada isu tertentu dalam sebuah peristiwa.19 Framing berkaitan erat dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan kepada khalayak. Dari pemaparan ini saja sudah jelas dampak atau efek dari framing.20 Dewasa ini banyak realitas yang dimaknai berbeda oleh masing-masing media. Bahkan pemaknaan yang dimaksud bisa berarti sangat berbeda oleh media yang berbeda pula. Lantas, mengapa demikian? Pada dasarnya realitas bukan lah suatu yang ditulis atau ditangkap, relaitas adalah sesuatu yang bentuk. Salah satu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang kompleks., penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita 17
Bimo Nugroho, dkk., Politik Media Mengemas Berita, (Jakarta: Institut Studi Arus Informasi, 1999), h. 21. 18 Eriyanto, Analisis Framing, h. 295 19 Eriyanto, Analisis Framing, h. 262 20 Eriyanto, Analisis Framing, h 165
19
yang sederhana, memenuhi logika dan beraturan. Eriyanto membagi efek framing menjadi dua, yaitu: 1. Mobilisasi Massa Framing berkaitan dengan opini publik. Kenapa? Karena isu tertentu
ketika
dikemas
dengan
bingkai
tertentu
dapat
mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda atas suatu isu.21 Dalam suatu gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya khalayak mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Ini sering kali ditandai dengan munculnya musuh bersama, masalah bersama dan pahlawan bersama. Hanya dengan itu, masyarakat dapat bergerak serentak dan dimobilisasi. Dan jelas, semua membutuhkan frame: bagaimana suatu isu dikemas, bagaimana suatu isu dipahami, dan bagaimana suatu isu dimaknai.Tidak hanya itu, framing juga dianggap ampuh menjadi senjata untuk menambah dukungan publik, melupakan kesalahan dan pengalihan isu lain. 2. Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya, perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar berasal dari pemberitaan media.22 Media adalah tempat dimana khalayak memperoleh informasi mengenai isu tertentu. Dengan kata lain, media turut mempengarui informasi apa saja yang akan diperoleh oleh audien nya. Sejalan dengan itu, 21 22
Eriyanto, Analisis Framing, h. 169 Eriyanto, Analisis Framing, h 165
20
maka hal-hal yang khalayak ketahui tentang realitas sedikit banyak tergantung bagaimana media massa menyuguhkannya. Apa yang menyebabkan suatu peristiwa itu diingat dan di abadikan? Peristiwa tertentu yang dramatis dan diabadikan, ternyata mempunyai pengaruh pada bagaimana seseorang melihat suatu peristiwa.23 Peristiwa yang dramatis dan dikemas dengan dramatis pula oleh media cenderung dapat diingat oleh khalayak. 2. Framing Robert N. Entman Entman berpendapat bahwa framing memiliki dua dimensi besar : seleksi isu dan penekanan isu atau isu yang hendak ditunjolkan. Penonjolan yang dimaksud yakni proses pembuatan isu lebih bermakna, menarik dan berarti hingga dapat diingat oleh khalayak. Namun pada prakteknya, framing digunakan media sebagai penekanan isu dan menghilangkan isu lain. Framing juga bisa dilakukan dengan penempatan yang mencolok (pada headline), pengulangan, pengunaan gambar atau grafis yang menekankan pada isu tertentu.24 Tabel 2.1 Analisis Framing Robert N. Entman Definisi Problem (pendefinisian masalah)
Bagaimana suatu peristiwa/isu dilihat? Sebagai apa/ atau sebagai masalah apa? Diagnosa Causes Peristiwa itu dilihat disebabkan (Memperkirakan masalah atau oleh apa? Apa yang dianggap sumber masalah) sebagai penyebab dari suatu masalah? Siapa (actor yang dianggap sebagai penyebab masalah? Make Moral judgement Nilai moral apa yang disajikan (Membuat keputusan moral) untuk menjelaskan masalah? Nilai 23 24
Eriyanto, Analisis Framing, h 178 Eriyanto, Analisis Framing, h. 223-224
21
Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian)
moral apa yang dipakai untuk melegitimasi atau mendelegitimasi suatu tindakan? Penyelesaiaan apa yang ditawarkan untuk mengatasi masalah ? jalan apa yang ditawarkan dan harus di tempuh untuk mengatasi masalah?
Framing Entman focus kepada penyeleksian dan penonjolan isu. Proses penyeleksian isu terjadi oleh pihak redaksi, dimana ada pemilihan isu yang nantinya akan disebarkan lewat pemberitaan di media massa. Penyeleksian ini meliputi pemilihan isu yang akan di gunakan, dan mana yang tidak. Hal ini jelas bahwasanya produk dari media masa adalah hasil dari penyeleksian isu yang sudah dilakukan. Pada prakteknya proses framing tidak dapat dipisahkan dari industry sebuah media. Proses framing yang maksud yakni pemilihan fakta yang ada, penyusunan informasi, narasumber yang hendak diwawancara dan hal-hal terkait lainnya. Proses tersebut bisa dikatakan objektif, namun demikian, subjektifitas wartawan dan suatu media massa pasti terlibat di dalamnya. Tidak hanya itu, pemilihan angle dan tema berita juga menjadi keputusan redaksi media yang pasti melibatkan subyektifitas. Entman menerangkan bahwa framing bahkan bisa menjadi sebuah paradigm sendiri. Hal tersebut diperkuat dengan praktek jurnalistik yang beredar saat ini. Pemilihan dan penonjolan sebuah isu pasti tengah disepakati oleh pihak redaksi atau orang-orang tertentu selain itu. Konsep framing yang jelaskan Entman tersebut menggambarkan secara luas bagaimana peristiwa dimaknai dan di tindak oleh wartawan.
22
1. Definisi Problem (pendefinisian masalah) Element
ini
adalah
bingkai
utama
dalam
sebuah
pembingkaiaan berita. Dengan kata lain, bagaimana suatu peristiwa dimaknai oleh wartawan akan terlihat disini. 2. Diagnosa Causes (Memperkirakan masalah atau sumber masalah) Merupakan element framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai actor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa atau siapa. Tahap lanjut dari bagaimana sebuah berita dipahami, pasti tidak lepas dari apa atau siapa penyebabnya. Maka dari itu, jika pemahaman berita berbeda, maka siapa atau apa yang menjadi penyebab masalah cenderung berbeda pula.25 3. Make Moral judgement (Membuat keputusan moral) Element framing yang dipakai untuk membenarkan argument pada pendefinisi masalah yang sudah di buat. Jika masalah sudah ditemukan, penyebabnyapun sudah, maka perlu penguatan argument atau fakta-fakta terkait dengan penguatan yang sudah ada. 4. Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian) Element ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah.26
25 26
Eriyanto, Analisis Framing, h. 225 Eriyanto, Analisis Framing, h. 227
23
Ke empat tahapan tersebut menjadi intisari dari framing Entman. Setiap element memiliki peran penting dalam analisa framing ini. Dengan kata lain, satu dengan lainya saling menguatkan untuk membentuk suatu framing. Tahapannya pada analisa Entman juga terbilang sistematis dan merujuk pada pemecahan masalah diakhir. Meski tidak focus pada katakata yang bersifat konotatfi seperti framing Gamson, analisis Entman memberi tawaran lain dalam segi pemecahan masalah. Entman juga menambahkan, kata-kata menjadi senjata utama bagi para penulis untuk mengemas isu. Oleh karena itu, model Entman diangap mampu dalam membedakan kata-kata tersebut untuk lebih mudah teridentifikasi.
Dia
juga
berpendapat
bahwa
wacana
merupakan
pertarungan simbolik antara pihak yang memiliki kepentingan. Masingmasing saling menonjolkan prespektif dan argumennya agar diterima khalayaknya. Namun demikian, Entman juga mengatakan bahwa sebuah kalimat bisa saja menunjukan lebih dari satu element framing yang ada. Begitupun sebaliknya, ada kalimat (dalam teks yang sama)namun tidak menuju pada salah satu dari empat element yang ada. Dalam proses komunikasi, setidaknya ada beberapa lokasi yang dianggap menujukan pada suatu fram tertentu ; komunikator, teks, si penerima, budaya. Satu sama lain dianggap saling memperkuat dan membawa pada suatu fram tertentu dalam pemberitaan.
24
C. Konsep Berita 1. Pengertian Berita Paul De Massener menyatakan bahwa news atau berita adalah sebuah informasi yang penting dan menarik perhatian serta minat khalayak. Dalam buku yang sama, Haris Sumandira, Charnley dan James M. Neal berpendapat bahwa berita merupakan laporan tentang suatu peristiwa atau opini, kecenderungan, situasi, kondisi, interpretasi yang penting, menarik, masih baru dan harus secepatnya disampaikan kepada khalayak.27 Eni Setiati berpendapat bahwa berita adalah sebuah peristiwa yang dilaporkan segera diperoleh dari lapangan dan siap untuk dilaporkan. Wartawan yang menonton dan menyaksikan peristiwa belum tentu langsung menemukan peristiwa yang ada. Wartawan yang berada berada di lapangan harus bisa menemukan peristiwa setelah memahami proses atau jalannya sebuah peristiwa, baik apa, kapan, diaman, siapa, mengapa dan bagaimana sebuah peristiwa itu bisa terjadi.28 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa berita adalah informasi berupa peristiwa atau ide terbaru yang fakatual (sesuai fakta), menarik dan dianggap penting oleh sebagian besar khalayak yang disiarkan melalui media massa cetak maupun elektronik. Pada umumnya, berita atau informasi yang dimuat suatu media (yang berkualitas) memiliki kriteria tertentu dalam melakukan regulasi
27
AS Haris Sumadira, Jurnalistik Indonesia: Teknik Menulis Berita dan Feature, (Bandung: Simbiosa Rekatama Media, 2005), h.64 28 Eni Setiati, Ragam Jurnalistik Baru dalam Pemberitaan, (Yogyakarta: Andi Publisher, 2005), h. 18
25
pemberitaan. Ada faktor-faktor atau nilai tertentu yang menjadikannya layak menjadi sebuah berita dan dimuat dalam media massa. Dengan kata lain, tidak semua informasi akan menjadi berita jika mengukur dari seberapa besar nilai dan kepentingan yang ada pada informasi yang disuguhkan. Sedikitnya ada 11 nilai berita (news values) yang dijabarkan dalam buku “Jurnalistik Indonesia Menulis Berita dan Feature” yakni : 29 a. Keluarbiasaan (unsualness) b. Kebaruan (newsness) c. Akibat (impact) d. Aktual (timelines) e. Kedekatan (proximity) f. Informasi (information) g. Konflik (conflict) h. Orang penting (prominence) i. Ketertarikan manusiawi (human interest) j. Kejutan (suprising) k. Seks (sex) D. Ideologi, Politik dan Media Ideologi kerap digunakan dalam setiap praktik kehidupan. Delam bernegara istilah ideologi menunjukan ladasan filosofis suatu bangsa dan negara. Sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia berlandaskan ideologi pancasila. Kepemilikan ideologi selain ditujukan kepada negara, kelompok,
29
AS Haris Sumadira, Jurnalistik Indonesia: Teknik Menulis Berita dan Feature, h. 80
26
organisasi atau perorangan, juga sebagai landasan dan orientasi nilai yang dianut oleh kehidupan sehari-hari. Dalam buku “Kajian Media : Isu Ideologis dalam Prespektif, Teori dan Metode” Udi Rusadi menukil asumsi dari Raymon William yang berpedapat bahwa ada tiga dimensi ideologi, pertama ideologi sebagai sistem kepercayaan dari suatu kelompok atau kelas, ideologi sebagai ilusi atau kesadaran palsu dan terakhir ideologi sebagai ilusi sebagai produksi makna. Ideolog sebagai suatu sistem kepercayaan dari suatu kelompok berasal dari pemahaman psikolog yang mengartikan bahwa beberapa sikap mengenai suatu objek yang satu sama lain saling terkait dan menjadi suatu kepercayaan bersama dan menjadi ideology. Ideologi sebagai system keyakinan semu atau palsu. Dalam hal ini, ideologi diciptakan oleh kelas yang berkuasa untuk melanggengkan kekuasaan atau dominasi tertentu. Ideologi pada konsep terakhir yakni digunakan untuk menggambarkan produksi makna. Dalam konteks ini, ideologi merupakan penanda yang memiliki makna konotatif yang disebut retorika ideologi yang menjadi sumber pemaknaan tatanan yang kedua. Sedangkan makna yang pertama sebagai tahap pembentukan makna. Dengan kata lain, tiga dimensi ideologi tersebut adalah proses terbentuk, kesepakatan dan penerapan dari suatu ideologi. Politik sebagaimana dalam kamus besar bahasa Indonesia yang berarti pengetahuan mengenai ketatanegaraan. Didefiniskan oleh Miriam Budiarjo dalam bukunya “Dasar-Dasar Ilmu Politik” menyatakan bahwa politik adalah usaha-usaha untuk mencapai kehidupan yang baik. Sedangkan menurut Roger. F. Soltau dalam buku yang sama mengasumsikan bahwa ilmu politik adalah
27
ilmu yang mempelajari negara, tujuan negara, dan lembaga yang akan melaksanakan tujuan tersebut. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa politik adalah sebuah tatanan yang dibentuk untuk mengatur suatu kondisi disuatu tempat demi tercapai kehidupan yang baik. Jika kita kaitkan bersama, ideologi sebagai dasar berfikir dan politik sebagai tatanan untuk mencapai sebuah kehidupan yang baik. Sebuah tatanan politik tentu berasal dari ideologi tertentu yang dianut suatu kelompok masyarakat. Sebagaiman yang ada di negara Indonesia, dengan menganut ideologi pancasila maka terbentuk sebuah politik yang masih erat dengan pancasila. Seiring dengan perkembangan zaman, media massa menjadi bagain penting dalam proses pelaksanaan politik dan aplikasi gagasan ideologi. Sebagaimana peran media massa sebagai penyedia informasi dan komunikasi, sistem yang dianut oleh oleh media massa (PERS) disuatu negara juga tidak lepas dari politik dan ideologi yang dianut. Dalam hal ini Indonesia menganut sistem social responsibility atau tanggung jawab sosial, yang secara tidak langsung bebas dalam segi pemberitaan namun tetap harus dipertanggung jawabkan. Pasca reformasi tahun 1998 muncul banyak media dengan berbagai ideologi. Ideologi media memiliki pengertian terkait ideologi yang anut oleh media sebagai sebuah institusi atau landasan hidup media. Ideology media dalam padanagan non marxis dapat dilihat dari teori normatif tentang media. Teori tersebut mengemukakan bahwa kekuasaan yang mengendalikan media,
28
dimana kekuasaan media dihubungkan dengan struktur kekuasaan disuatu tempat (dimana media tersebut hidup).30
30
Udi Rusadi, Kajian Media : Isu Ideologis dalam Prespektif, Teori dan Metode, (Jakarta: Rajawali Pres, 2015), hal.50
29
BAB III GAMBARAN UMUM HARIAN SINDO DAN TEMPO 1. Gambaran Umum Harian Sindo A. Sejarah Singkat Berdirinya Harian Sindo Berdiri sejak tahun 2005 dengan nama Seputar Indonesia, Koran Sindo adalah sebuah koran yang ditujukan bagi segmen yang dinamis dengan menampilkan beberapa bagian termasuk berita, ekonomi, bisnis, olahraga, gaya hidup, dan referensi. Menurut data yang diterima saat ini Sindo merupakan koran paling populer kedua di wilayah Jabodetabek. Koran Sindo menyuarakan semangat baru dalam upaya untuk mendorong generasi berpikiran maju yang kreatif dan berorientasi aksi. Surat kabar harian Seputar Indonesia dilahirkan oleh PT Media Nusantara Informasi (MNI), sub-sidiary dari PT. Media Nusantara Citra (MNC) yang menaungi RCTI, TPI, Global TV dan Trijaya Network. Sebagai surat kabar baru, Koran Seputar Indonesia ditujukan untuk memudahkan sekaligus memenuhi kebutuhan pembaca dalam satu keluarga. Dengan kata lain setiap anggota keluarga bisa bertukar section tanpa harus mengganggu keasyikan masing-masing. Koran Seputar Indonesia hadir setiap pagi dengan sajian berita-berita yang akurat, mendalam, penuh gaya dan warna. Koran Seputar Indonesia
30
juga akan menyapa pembaca dengan sentuhan jurnalisme khas untuk selalu memberikan lebih dari sekadar berita.31 Gambar 3.1 Daftar Corporet MNC Group
B. Visi dan Misi32 Visi Sebagai koran keluarga yang hadir dengan berita aktual, akurat dan mendalam namun tetap bergaya dan penuh warna. Misi Menjadi pelopor media nasional terbesar dengan menguasai jaringan diseluruh Indonesia.
31
http://www.mnc.co.id/businesses/sindomedia/id diakses pada tanggal 14/1/2017 pada pukul 16.00 32 Data diambil saat wawancara dengan Syarifudin Redaktur Berita Internasional, 9 Januari 2017
31
C. Garis Besar Demografi Pembaca33 Gambar 3.2 Data Demografi Pembaca Sindo
Dari jangkauan usia, pembaca koran Sindo cukup beragam, mulai usia kurang dari 23 tahun dengan presentase 21%. Pada usia kisaran 23 – 40 tahun presentase pembaca mencapai 44%. Pada kisaran usia 41 – 55 tahun presentasenya 27%. Di bagian usia lanjut yakni lebih dari 55 tahun presentase pembaca koran Sindo sekitar 8%. Adapun pembagian genner pembaca berkisar pada 58% laki-laki dan 42% perempuan. D. Struktur Redaksi Harian Sindo Pemimpin Umum : Hary Tanoesoedibjo Wakil Pemimpin Umum / Pemimpin Perusahaan : Sururi Al Farouq Pemimpin Redaksi / Penanggung Jawab : Pung Purwanto
33
Data diambil langsung dari litbang koran Sindo saat wawancara pada 9 Januari 2017
32
Wakil Pimpinan Redaksi : Djaka Susila, Dwisasongko, Masirom Redaktur Pelaksana : Alex Aji Saputra, Hana Farhana Wakil Redaktur Pelaksana : Abdul Hakim, Zen Teguh Triwibowo Redaktur : Agung Nugroho BS, Alvina Harmayani Masrifah, Anton Chrisbiyanto, Army Dian Kurniawan, Andri Dwi Anton, Bakti Munir, Boy Iskandar, Chamad Hajin, Danang Arradian, Edi Purwanto, Hatim Varabi, Hermawanto, Ma‟aruf, M Iqbal, Mohammad Ridwan, Mohammad Faizal, Nurchalis, Puguh Haryanto, Shalahudin, Sujoni, Sunu Hastoro Fahrurozi, Suwarno, Syahri Rasyid, Syarifudin, Vitrianda Hilba Siregar, Widaningsih, Wuri Hardiastuti. Assisten Redaktur : Abdul Haris, Abdul Rochim, Adam Prawira, Bernadetta Lilia Nova, Donatus Nador, Edi Yulianto, Herita Endriana, Hendri Irawan, Kastolani, M. Purwadi, M Nazarudin Latief, Maria Cristina Malau, Muhibudin Kamali, M Yamin, Nur Iman Tri Hendrawan, Pangeran Ahmad Nurdin, Rachmad Baihaqi, Rarasati Syarief, Rusman Hidayat Siregar, Sofyan Dwi, Sali Pawiatan, Sazili Mustofa, Sucipto, Sudarsono, Thomas Pulungan, Titi Sutinah Apridawaty, Wasis Wibowo, Wahyu Sahalah Tua, Wahyono, Wahyu Kusdiantono. Reporter : Aliamsyah Harpianto, Bima Setiyadi, Decky Irawan Jasri,Haryudi, Helmi Syarif, Hermansyah, Inda Susanti, Neneng Zubaidah,
Rahmad
Sahid,
Raikul
Amar,
Rendra
Ridwansyah, Sri Noviarni, Susi Susanti, Teguh Mahardika. Manager Litbang : Wiendy Hapsari
Hanggara,
33
Redaktur Bahasa : Jaelani Ali Muhammad Kordinator Fotografer : Arie Yudistira Fotografer : Astra Bonardo, Aziz Indra, Eko Purwanto, Hasiholan Siahaan, Ratman Suratman, Yulianto, Yudhistiro Pranoto Manager Artistik : Wisnu Handoko, I Masyhudi Direktur Keuangan/CFO : Rudi Hidayat Direktur Sales Marketing : Lia Marliani VP Sirkulasi dan Distribusi : Dony Irawan GM Keuangan : Liliyana Hartono 2. Gambaran Umum Harian Tempo A. Sejarah Singkat Berdirinya Harian Tempo34 1969 menjadi titik awal berdirinya majalah yang bernama Ekspresi yang kelak menjadi cikal bakal Tempo. Di antara para pendiri dan pengelola antara lain adalah Goenawan Muhammad, Fikri Jufri, Christianto Wibisono dan Usamah. Namundemikian, kondisi yang saat itu tidak stabil membuat Goenawan cs keluar dari Ekspresi pada tahun 1970. Pada bagian lain, Harjoko Trisnadi sedang mengalami masalah. Majalah Djaja, milik pemerintah DKI Jakarta yang dikelola sejak 1962 kini macet terbit. Maka dari itu para karyawan berinisiatif untuk meminta gubernur yang menjabat saat itu (Ali Sadikin) untuk menswastakan majalah Djaja. Alhasil Djaja dikelola oleh Yayasan Jaya Raya yang dipimpin oleh Ir. Ciputra dan orang-orang bekas
34
https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 3/2/2017 pukul 14.34
34
majalah Ekspresi serta melibatkan mantan karyawan majalah Djaja. Maka lahirlah majalah Tempo di bawah PT. Grafiti Pers sebagai penerbitnya. Kenapa Tempo? Menurut Goenawan (pemred saat itu) karena kata itu mudah diucapkan terutama oleh pengercer. Cocok pula dengan sifat media yang berkala. Mungkin juga karena dekat dengan nama majalah berita terbitan Amerika Serikat yaitu TIME. Edisi pertama majalah tempo terbit pada 6 Maret 1971. 982 untuk pertama kalinya Tempo dibredel. Tempo dianggap terlalu tajam mengkritik rezim orde baru. Namun demikian, setelah melalui beberapa proses akhirnya Tempo bisa terbit kembali setelah mengantongi “janji” di atas kertas segel dengan Ali Moertopo (mentri penerangan). Tidak berhenti di situ, Tempo lagi-lagi dibredel pada pertengahan Juni 1994. Kali kedua Tempo dibredel oleh Mentri Penerangan Harmoko. Tempo dibredel lantaran mengkritik Soeharto dan Habibie ihwal pembelian kapal bekas dari Jerman Timur saat itu. Pasca 1998 setelah beberapa tahun tercerai-berai (para pendiri Tempo), mereka berembuk ulang untuk membuat kembali Tempo. Maka dari itu lahirlah kembali sejak 12 Oktober 1998 majalah tempo kembali terbit di Indonesia. Perkembangan Tempo terbilang baik, hingga 2001 Tempo berkembang menjadi PT. Asra Raya Perdana go publik dan mengubah namanya menjadi PT Tempo Inti Media Tbk.
35
B. Visi dan Misi35 VISI Menjadi acuan dalam usaha meningkatkan kebebasan publik untuk berpikir
dan
berpendapat
serta
membangun
peradaban
yang
menghargai kecerdasan dan perbedaan. MISI
Menghasilkan produk multimedia yang independen dan bebas dari segala tekanan dengan menampung dan menyalurkan secara adil suara yang berbeda-beda.
Menghasilkan
produk
multimedia
bermutu
tinggi
dan
berpegang pada kode etik.
Menjadi tempat kerja yang sehat dan menyejahterakan serta mencerminkan keragaman Indonesia.
Memiliki proses kerja yang menghargai dan memberi nilai tambah kepada semua pemangku kepentingan.
Menjadi lahan kegiatan yang memperkaya khazanah artistik, intelektual, dan dunia bisnis melalui pengingkatan ide-ide baru, bahasa, dan tampilan visual yang baik.
Menjadi pemimpin pasar dalam bisnis multemedia dan pendukungnya.
35
https://korporat.tempo.co/tentang/visi diakses pada 3/2/2017 pada pukul 14.44
36
C. Garis Besar Demografi Pembaca36 1. Pembaca tempo menurut usia dan gander Gambar 3.3 Data Demografi Pembaca Harian Tempo
Secara garis besar usia pembaca tempo berkisar 20-50 tahun. Usia 31-40 menjadi pembaca terbanyak dengan presentase 43,78 %. Usia 21-30 tahun memegang presentase 27,63%, usia 41-50 berkisar 15,90%. Usia awal dan akhi yakni kurang dari 20 tahun dan lebih dari 50 tahun memegang presentase 2.89% dan 9,80%. 2. Distribusi koran TEMPO
Koran Tempo terbit 40 halaman dan 240.000 eksemplar per hari.
Distribusi Koran Tempo yakni : Jakarta dan sekitarnya 60.19%, Jawa Tengah dan Yogyakarta 16.21%, Jawa Barat dan Banten
36
https://korporat.tempo.co diakses pada 3/2/2017 pada pukul 15.05
37
12.9% Sulawesi 6.08%, Sumatra 2,7%, dan beberap kawasan lain 1.8%
D. Struktur Redaksi Harian Tempo37 Pemimpin Redaksi / Penanggung Jawab : Budi Setyarso Redaktur Eksekutif : Lestantya R. Baskoro Nasional dan Hukum Redaktur Pelaksana : Bagja Hidayat Redaktur Utama : Jajang Jamaluddin, Dodi Hidayat Redaktur
:
Anton
Aprianto,
Anton
Septian,
Abdul
Manan,
Subudyantoro, Agoeng Wijaya. Staf Redaksi : I Wayan Agus Purnomo, Syailendra Persada, Prihandoko, Linda Novi Trianita, Agung Sedayu, Kodrat Setiawan, Francisco Rosarian E G, Mitra Tarigan, Husen Abri Y.M Dongoran, Dewi Suci, Indri Maulidar, Boby Chandra, Rini Widiastuti. Ekonomi dan Media Redaktur Pelaksana : Yandhrie Arvian Redaktur : Agus Supriyanto, Retno Sulistyowati, Jobpie Sugiharto, Ari Nur Yasin, Fery Firmansyah, Grace S Ghandi, Dewi Rini Cahyani Staf Redaksi : AkbarTri Kurniawan, Ayu Prima Sandi, Abdul Malik, Khairul Anam, Praga Utama, Ali Ahmad Nur Hidayat, Andi Ibnu Masri, Robby Irfani Maqoma Reporter : Putri Adityowati
37
Data diambil dari Koran Tempo Edisi 30 Januari 2017
38
Investigasi Redaktur Pelaksana : Setri Yasra Redaktur : Stefanus Teguh Edi Purnomo, Mustafa Silalahi Staf Redaksi : Rusman Paraqbueq Internasional Redaktur Pelaksana : Purwanto Setiadi Redaktur Utama : Idrus F Sahab Redaktur : Mahardika Satria Hadi, Sukma Loppies, Maria Rita Ida Hasugian, Dwi Arjanto Staf Redaksi : Fita Planasari, Natalia Santi Reporter : Choirul Aminudin Seni dan Intermezo Redaktur Pelaksana : Seno Joko Suyanto Redaktur : Nurdin Kalim, Mustafa Ismail Staf Redaksi : Amandra Mustika Megarani, Moyang Kasih Dewi Merdeka, Dian Yuliastuti Sains dan Sport Redaktur Pelaksana : Yos Rizal Suriaji Redaktur : Firman Atma Kusuma, Hari Prastyo, Irfan Budinam, Nurdin Saleh Staf Redaksi : Gabriel Wahyu Titiyoga, Amri Mahbub, Nur Haryanto, Gadi Kurniawan Makitan, Erwin Prima Putra Z, Febriyan, Indra Wijaya. Gaya Hidup
39
Redaktur Pelaksana : Sabto Yunus Redaktur Utama : Tulus Wijanarko Redaktur : Efri Ritonga, Reni Kustiani, Reza Maulana, Diah Ayu Chandraningrum Staf Redaksi : Raymudus Rikang RW, Nur Alfiyah BT, Tarkhadi, Marta W Silaban, Kelik M Nugroho, Cheta N. Prasetyaningrum, Hadriani Pujdiarti, Dini Pramita, Aisha Shaidra Reporter : Dina Andrian, Yunia Pratiwi, Annisa Lucyana Metro Redaktur Pelaksana : Philipus Perera Redaktur : Zakarias Wuragil Staf Redaksi : Ali Anwar Suseno, Untung Widyanto, Erwan Hermawan, Riky Ferdianto, Linda Hairani, Gangsar Parikesit. Reporter : Afrilia Suryaningsih, Ninis Chairunisa, Devy Ernis
40
BAB IV TEMUAN DAN ANALISA DATA Tabel 4.1 Data Pemberitaan Kudeta Turki pada Sindo dan Tempo Media SINDO
Tanggal Berita Minggu, 17 Juli 2016 Jum‟at 22 Juli 2016
TEMPO
Senin, 18 Juli 2016 Jum‟at 22 Juli 2016
Judul Erdogan Buru Kelompok Pemberontak Erdogan Yakin Demokrasi Tak Terancam Kudeta Justru Perkuat Posisi Erdogan Turki Terapkan Status Darurat
Bedasarkan tabel 4.1 di atas, penulis hendak membedah masing-masing dua berita terkait pemberitaan kudeta Turki. Tanggal 17 dan 18 Juli. Berita tersebut diambil lantara menjadi edisi pertama masing-masing media mengangkat berita (kudeta Turki) terkait. Sedangkan pada tanggal 22 Juli adalah penerapan status darurat dalam pemerintahan Turki. Hal tersebut dianggap menjadi waktu yang strategis dalam pemerintahan. Sebagaimana yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa frame tidak bisa dipisahkan dalam sebuah pemberitaan. Jika kita kaitkan antara sistem politik dan sistem PERS yang ada di Indonesia maka perbedaan frame berita adalah hal yang wajar. Sebagaimana yang ditunjukan pada harian Sindo dan Tempo yang memiliki perbedaan dari segi judul dan pemaparannya. Perbedaan tersebut bisa terjadi karena perbedaan ideologi dan tujuan masing-masing media. Robert Entmen mengungkapkan bahwa proses framing melibatkan dua dimensi besar yakni seleksi isu dan penekanan isu. Hal tersebut tentu secara umum diterapkan oleh hampir semua media dalam membentuk sebuah berita. Dalam hal ini tentu ada hubungan antara frame dengan ideologi.
41
A. Analisis Framing Robert Entman Pada Pemberitaan Kudeta Turki di Harian Sindo, Minggu 17 Juli 2016 Tabel 4.2 Analisis Framing Pemberitaan “Erdogan Buru Kelompok Pemberontak” Sindo 17 Juli 2016 Dimensi Define Problem (Pendefinisian masalah) Diagnosa Causes (Identifikasi sumber masalah) Make Moral Judgment (Membuat keputusan moral) Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian atas masalah
Temuan Kondisi yang dialami Turki pasca kudeta militer. Para antek kudeta yang sebagaian besar terdiri dari oknum militer. Kudeta adalah perbuatan buruk yang tidak boleh dilakukan. Membangun simpati dunia terhadap kondisi yang dialami Turki.
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, peneliti menemukan yang menjadi define problem atau masalah yang disoroti oleh Sindo adalah Kondisi yang dialami Turki pasca kudeta militer. Sebagaimana yang tertulis dalam paragraf pertama yang berbunyki ; “Pemerintah Turki memburu faksi militer pelaku kudeta yang gagal menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan.”
Tepat pada paragraf pertama Sindo berusaha menggambarkan kondisi yang terjadi di Turki pasca kudeta. Dalam kalimat ini, Sindo menerangkan langkah tegas pemerintah Turki untuk terus memburu (kata ganti menangkap) para pelaku kudeta. Pada bagian Diagnosa Causes atau identifikasi sumber masalah Sindo menekankan pada para pelaku kudeta. Sebagaiman yang sudah digambarkan pada bagian identifikasi masalah yakni kondisi pasca kudeta, Sindo berasumsi bahwa sumber masalahnya jelas pada pelaku kudeta. Dapat dikatan para pelaku adalah kelompok oposisi yang sudah tidak menghendaki demokrasi secara bersih. Dalam
42
teks berita Sindo juga mencantumkan beberapa kali aktor yang menjadi sumber terjadinya kudeta. “sebanyak 2839 personel militer telah ditangkap. Mereka terdiri dari tentara berpangkat rendah hingga perwira tinggi.”
Pada paragraf kedua, Sindo langsung menerangkan sumber masalah terjadinya kudeta. Bahkan dengan tegas menjelaskan jumlah hingga pangkat oknum militer yang terlibat. Secara umum berita kudeta Turki memang terbilang besar dan menggemparkan dunia, namun dari segi pemberitaan dan jumlah angka, Sindo terlihat lebih rinci. Sebagaimana dikutip pula dalam beberapa kalimat berikut ; “Mantan personel angkatan bersenjata Kolonel Muharrem Kose disebut oleh kantor berita Anadolu sebagai pemimpin kudeta tersebut,”
Dalam kalimat ini, Sindo juga terlihat ingin memberikan penegasan bahwa kudeta sudah direncanakan oleh oknum militer, bahkan nama mantan Kolonel juga disebutkan dalam kalimat ini. Semakin kuat asumsi Sindo menjelaskan bahwa militer berperan banyak dalam kudeta. “Erdogan menuduh upaya kudeta di Negerinya oleh gerakan yang dipimpin tokoh Turki Fathullah Gullen.”
Sebagaimana yang sudah dijelaskan oleh Roger F. Soltau bahwa Negara adalah bagian dari politik dan politik tidak bias lepas dari proses kenegaraan. Sindo kembali menekankan bahwa aktor sentral yang berperan dalam proses penggulingan pemerintahan ini tidak lepas dari indikasi politik yang ada. Munculnya nama Fatullah Gullen (mantan sekutu Erdogan) menjadi asumsi yang kuat (dalam pemberitaan Sindo) bahwa kudeta terjadi karena rasa tidak puas terhadap politik dan pemerintaan saat itu.
43
Pada bagian make moral judgment atau membuat pesan moral atas kedjadian tersebut Sindo berusaha mengkonstruksikan bahwa kudeta atau penggulingan kekuasaan secara paksa adalah perbuatan buruk dan tidak seharusnya dilakukan. Kudeta juga menimbulkan kerusakan yang jelas merugikan negara. Asumsi tersebut muncul jika kita lihat pada kalimat : “Tayangan televisi menunjukan kerusakan besar pada gedung parlemen di Ankara yang di bom pesawat tempur pemberontak.”
Sindo berusaha memunculkan dampak buruk saat terjadi kudeta. Sebagaimana dalam teori framing yang dijelaskan oleh Eryanto dalam buku Analisis Framing, bahwa dalam prakteknya media menekankan suatu isu tertentu dan melemahkan isu lain. Penulis berasumsi bahwa Sindo menekankan kudeta adalah perbuatan buruk. Konstruksi yang dilakukan Sindo juga tidak berhenti di situ. Sebagai mana dalam kalimat : “tentara melepaskan tembakan kea rah massa yang berkumpul,” “Tentara dan tank terlihat di jalan pada Jumat (15/7) dan beberapa ledakan terdengar sepanjang malam di Ankara dan Istanbul.” Penekanan pada bagian make moral judgement juga digambarkan Sindo pada kalimat di atas. Sindo berusaha mendeskripsikan kejadian yang ada saat kudeta dengan memilah fakta-fakta yang ada. Sebagaimana penekanan isu yang hendak dibuat yaitu dampak buruk kudeta, kata-kata ledakan dan tembakan menjadi kata yang penting dalam penyusunan kalimat. Dengan demikian penulis berasumsi bahwa Sindo menitik beratkan pesan moral tersebut pada pemberitaan kali ini. Pada bagian treatment recommendation atau penawaran solusi atas masalah, Sindo berusaha membangun simpati terhadap kondisi yang dialami Turki saat itu. Sebagaimana dalam pemberitaan yang dibuat, Sindo menambahkan
44
bagian reaksi dunia pada akhir berita yang memuat kutipan beberapa tokoh yang turut prihatin dengan kondisi Turki. Sebagaimana dalam kalimat yang berbunyi : ”Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama dan negara barat lainnya menyatakan dukungan kepada pemerintahan Turki yang terpilih secara demokratis.” “Rusia menegaskan kembali kesiapannya untuk bekerja secara konstruktif dengan pemimpin sah dari Turki, kata Kementrian Luar Negeri (Kemlu) Rusia”
Kalimat di atas bermakna dukungan penuh para pemimpin dunia atas terjadinya kudeta di Turki. Sebagaimana nama Barak Obama dan Mentri Luar Negeri Rusia yang juga dikutip dalam kalimat tersebut. Dua nama tersebut bukan tanpa alasan dikutip, Sindo beranggapan dua Negara besar tersebut cukup mewakili respon dunia terhadap Turki. Penulis berasumsi, dengan menambahkan pernyataan positif terhadap kondisi yang terjadi di Turki, Sindo hendak membangun simpati terhadap kondisi yang terjadi. Terlebih secara khusus Sindo juga mengutip pernyataan dari wakil presiden Jusuf Kalla yang menyatakan keprihatinannya. “Wakil presiden Jusuf Kalla menyatakan keprihatinannya atas upaya kudeta oleh pihak militer di Turki”
Sindo seperti berasumsi bahwa dengan menyertakan kutipan wakil presiden Jusuf Kalla akan lebih menambah simpati kepada Turki khususnya bagi warga negara Indonesia. Dengan demikian pada bagian penyelesaian masalah secara menyeluruh, Sindo mengkonstruksikan kepadanya untuk bersimpati terhadap kondisi yang ada di Turki. Hal tersebut Sindo lakukan tidak lain karena ada beberapa faktor antara lain kedekatan secara psikologis pembaca di Indonesia dengan Turki baik secara agama dan sistem pemrintahan. Berdasarkan dari sisi nilai berita sebagaimana dijelaskan dalam buku Jurnalistik Indonesia Menulis
45
Berita dan Feature” terdapat unsur proximity atau kedekatan antara objek berita dengan pembaca berita. Dengan demikian, berdasarkan tabel 4.2 yang menguraikan analisa framing pemberitaan terkait maka penulis berasumsi bahwa Sindo melakukan penekanan isu tertentu. Sebagaimana dalam buku “Analisis Framing” Eryanto menukil pernyataan Gamson yang menjelaskan bahwa frame adalah struktur internal, dan dalam hal ini Sindo-pun demikian. Terdapat pemusatan gagasan atau ide yang sudah terstruktur yang membuat peristiwa menjadi relevan dan menekankan pada suatu isu tertentu dalam sebuah peristiwa. Frame yang Sindo buat awalnya menekankan pada kondisi yang terjadi di Turki pasca kudeta hingga menumpukan masalah kepada para antek kudeta dan beberapa tokoh besar yang terlibat. Penulis berasumsi Sindo ingin membangun pemahaman bahwa para pelaku kudeta adalah bentuk ketidak sepahamannya terhadap pemerintah namun dengan cara yang tidak dibenarkan. Sindo menggambarkan kudeta yang terjadi di Turki adalah sebuah musibah yang mengancam kedaulatan bangsa dan menciderai demokrasi. Dampak yang ditimbulkan kudeta juga terbilang buruk sebagaimana Sindo jelaskan dalam teks. Hingga dalam penyelesaiannya Sindo membangun simpati kepada Turki dan pemerintahan Erdogan.
46
B. Analisis Framing Robert Entman Pada Pemberitaan Kudeta Turki di Harian Sindo, Minggu 22 Juli 2016 Tabel 4.3 Analisis Framing Pemberitaan “Erdogan Yakin Demokrasi Tak Terancam” Sindo 22 Juli 2016 Dimensi Define Problem (Pendefinisian masalah) Diagnosa Causes (Identifikasi sumber masalah) Make Moral Judgment (Membuat keputusan moral) Treatment Recommendation (Menekankan penyelesaian atas masalah
Temuan Tindakan yang diambil Turki pasca kudeta militer Para pelaku dan antek kudeta Kudeta berdampak buruk bagi stabilitas Negara Penerapan kondisi darurat adalah kebijakan yang tepat pasca kudeta
Berdasarkan table 4.3 di atas peneliti menemukan yang menjadi define problem atau identifikasi masalah yang Sindo soroti pada pemberitan ini adalah langkah yang diambil pemerintah Turki pasca kudeta. Turki sudah mulai membaik dan stabil seperti sedia kala. Sindo memberikan fokus kepada demokrasi Turki yang perlahan dikhawatirkan oleh dunia terkait pelaksanaannya pasca kudeta. Sebagaimana yang diketahui melalui berita tersebut, bahwasanya Presiden Erdogan menerapkan status darurat untuk mengoptimalisasi proses penangkapa pelaku kudeta. Sebagai mana yang kalimat yang terdapat pada pertengahan berita yang berbunyi : Sikap Erdogan ini disusul penerapan keadaan darurat selama tiga bulan di Turki. “Saya akan tegaskan bahwa deklarasi keadaan darurat bertujuan mengambil langkah-langkah menghadapi ancaman teroris yang dihadapi negara kami,” tuturnya.
Kutipan ini memuat pernyataan tegas dari Presiden yang menerangkat langsung kondisi yang ada di Turki. Penegasan ini menjelaskan terkait langkah darurat yang diambil Turki pasca kudeta. Pada penjelasannya, Sindo tidak semata-
47
mata mengutip kondisi darurat saja namun menyertakan alasannya juga. Seperti yang ditulis diatas, bahwa tujuannya adalah untuk meredam aksi kudeta. Dari awal pemberitaan Sindo terlihat merangkum masalah berdasarkan prespektif pemerintah Turki. Pada bagian define causes atau identifikasi sumber masalah Sindo masih menekankan sumber masalah yang ada kepada para pelaku kudeta dan ateknteknya. Sebagaimana dalam kalimat yang menyatkan bahwa jumlah pelaku terus bertambah hingga saat ini. Pemerintah telah melakukan pembersihan lembaga-lembaga negara pasca kudeta sehingga sekitar 60.000 orang yang dipecat atau ditahan. Dia berjanji, “Virus di militer akan dibersihkan.”
Dalam kalimat ini, Sindo menggambarkan betul jumlah pelaku yang tertangkap pasca kudeta. Penulis menduga penekanan jumlah ini bertujuan untuk membuat pemahaman bahwa para pelaku kudeta masih akan terus bertambah. Pada kalimat selanjutnya, Erdogan juga mengibaratkan bahwa pelaku kudeta adalah „virus‟. Sebagaimana kita ketahui bahwa virus adalah suatu yang mengancam dan sangat mudah menyebar. Seperti halnya dalam tubuh militer Turki saat itu yang terjangkit virus kudeta. Seperti pada berita sebelumnya yang kerap disebut namanya sebagai dalang dari kudeta ini. Sindo juga mengutip pernyataan Erdogan yang menduga bahwa Gulen adalah actor dibalik terlaksananya kudeta. Presiden Turki juga mengulangi klaimnya bahwa ulama Fatullah Gulen yang tinggal di Pennsylvania, Amerika Serikat (AS), dan gerakannya berada di belakang upaya kudeta.
Seperti yang ditulis sebelumnya (pada berita 17 juli), kudeta terjadi bukan semata-mata terjadi ketidak puasaan atas pemerintah, namun ada unsur politik kuat yang hendak mengguncang stabilitas Turki. Penulis berasumsi sebagaimana
48
Entman berpendapat dalam buku “Analisis Framing” karya Eryanto bahwa dimensi besar framing adalah menekankan isu yang hendak ditonjolkan maka, Sindo berusaha mengangkat Fatullah Gulen sebagai dalang dari kudeta Turki. Indikasi tersebut menguat jika melihat perjalanan politik Erdogan dan Gulen yang sebelumnya adalah sekutu, namun saat ini berbeda pendapat. Pada bagaian make moral judgment atau membuat keputusan moral, penuis berasumsi bahwa keputusan moral yang hendak Sindo buat adalah kudeta berdampak buruk bagi stabilitas negara. Sebagaimana yang saat itu dialami Turki, stabilitas terancam lantaran insiden kudeta. Sindo berusaha menjabarkan itu dalam teks berita yang berbunya ; Erdogan juga menggambarkan upaya kudeta itu sebagai bentuk kejahatan terhadap negara Turki.
Peneliti berasumsi, jika melihat kalimat di atas. Sindo menegaskan bahwa kudeta adalah bentuk kejahatan besar terhadap negara. Secara langsung dampak kudeta akan dirasakan oleh semua warga negara dan pemerintahan Turki. Dengan demikian stabilitas negara jelas terncam. Kudeta bukan hanya mengancam suatu kelompok kecil, namun mengancam kedaulatan suatu bangsa. Bentuk ketidak stabilan kondisi di Turki juga berbuah ketutusan yang dilakukan oleh pemerintah. Sebagaimana dijelaskan dalam define problem yaitu langkah Turki pasca kudeta. Keputusan darurat secara tidak langsung menjelaskan kondisi Turki yang belum stabil. Pada bagian akhir yakni treatment recommendation atau penyelesaian atas masalah yang ditawarkan oleh Sindo adalah sebuah penegasan bahwa menerapkan kondis darurat merupakan kebijakan yang tepat pasca kudeta. Sebagaimana reaksi sebagaian negara memandang negatif saat pemerintah Turki menerapkan kondisi
49
darurat pasca kudeta. Peneliti berasumsi bahwa Sindo berusaha meredam opini dari pihak yang kontra terhadap kebijakan Erdogan. Sebagaimana dalam kalimat pertama dalam pemeberitaan yang berbunya : “Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menegaskan, demokrasi di negaranya tidak terancam.”
Kalimat ini diprioritaskan oleh Sindo dan menjadi kalimat awal dalam berita. Bukan sebuah kebetulan saat media memuat pernyataan tersebut dan meletakannya diawal. Sebagaimana banyak kritik yang tertuju pada pemerintah Turki, Sindo berusaha mengkonstruksikan pemberitaannya sebagai pendukung kebijakan Erdogan saat itu. Pasca penerapan kondisi darurat, salah satu bagaian yang dianggap terancama adalah proses demokrasi dan pelaksanaan politik di Turki. Maka dari itu, sangat penting pernyataan Erdogan yang mengungkapkan kondisi demokrasi negaranya tidak terancam. Seperti yang dimuat dalam kalimat selanjutnya yang berbunyi ; “Pernyataan Erdogan itu muncul saat wawancara dengan Al Jazeera, di tengah kekhawatiran banyak pihak bahwa rezim pemerintahannya semakin otoriter pasca kudeta”
Sebagaimana
yang
dijelaskan
sebelumnya
bahwa
banyak
pihak
yang
mengkhawatirkan kondisi Turki, namun Sindo meredam itu pada awal berita. Erdogan merespons kritik terkait banyaknya orang yang ditahan setelah kudeta dengan mengatakan, langkah yang diambil Turki tidak jauh berbeda dengan negara-negara lain yang menghadapi ancaman keamanan. “Misalnya, dalam menghadapi aksi teroris, Prancis melakukan sejumlah langkah dan kebijakan,”katanya. Kalimat di atas juga menumpu pada respon Erdogan terhadap kritik. Pada kalimat ini, Sindo berusaha mengangkat pendapat yang menyatakan bahwa langkah yang diambil Turki sama dengan negara lain saat menghadapi ancaman teror seperti halnya Prancis. Jika kita lihat dari segi hukum internasional, dapat
50
dikatakan bahwa ini wujud kepatuhan hukum Turki terhadapa dunia. Pada bagaian akhir berita, Sindo memuat pernyataan yang menyatakan bahwa kondisi darurat akan mempermudah proses penangkapan antek kudeta. “Pemerintahan Turki kemarin mulai memberlakukan keadaan darurat selama tiga bulan. Status tersebut akan memberikan wewenang lebih besar untuk memburu para tersangka kudeta.”
Peneliti berasumsi, berdasarkan kalimat di atas, Sindo mengkonstruksikan kebaikan dari status darurat yang diterapkan pemerintah Turki. Hal tersebut juga menjadi jawaban atas kritik yang tertuju pada Erdogan dan jajaran politiknya. Secara tidak langsung Sindo membangun opini pembaca melalui pemahaman dan prespektif yang Erdogan kemukakan. Dengan demikian berdasarkan tabel 4.3 dan jika mengukur penekanan isu yang diambil maka jelas proses framing dilakukan oleh Sindo. Pada pemberitaan ini Sindo menekankan isu terkait langkah yang diambil Turki pasca kudet. Sindo kembali menjadikan para antek kudeta sebagai sumber masalah yang terjadi. Sindo mengkonstruksi pesan moral dengan mengasumsikan bahwa kudeta mengancam stabilitas negara. Hal tersebut terbukti karena Turki harus mengambil langkah darurat pasca kudeta. Kemudian pada bagaian akhir Sindo menjelaskan dampak positif dari status darurat yang diterapkan Turki sembari mengutip kejelasan dari Presiden Erdogan. Maka berdasarkan tabel 4.2 dan 4.3 di atas maka dapat ditarik benang merah frame pemberitaan Sindo. Sebagaimana pendapat Entman yang menyatakan bahwa proses frame melibatkan penyeleksian isu yang akan dimuat pada media. Begitu juga Sindo yang melakukan penyeleksian isu kudeta Turki dan memuatnya dalam pemberitaan. Gamson juga menambahkan bahwa frame
51
adalah struktur internal, yang mengartikan bahwa Sindo memiliki formulasi tersendiri dalam membuat frame. Frame ini yang akan menentukan arah dari pemberitaan. Frame berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan. 17 Juli 2016 Sindo melakukan frame pemberitaan bahwa kudeta Turki adalah bentuk pengkhianatan bangsa karena tidak menghargai demokrasi. Kudeta juga berdampak buruk dan mengakibatkan banyak kerugian baik harta ataupun nyawa. Maka dari itu Sindo membuat penyelesaian akhir berita untuk turut bersimpati kepada Turki khususnya bagi pembaca (warga Indonesia). Pada 22 Juli 2016 Sindo kembali melakukan frame pemberitaan pasca penerapan status darurat di Turki. Sindo menyoroti tindakan yang diambil Turki pasca kudeta yang disebabkan oleh para oknum. Sindo menilai kudeta menyebabkan kondisi negara tidak stabil, maka dari itu perlu langkah tegas dari pemerintah. Dalam pemaparannya Sindo menjelaskan bahwa kondisi darurat adalah langkah tepat untuk meredam tindakan teror kudeta. Pada pemaparannya, Sindo lebih menkankan pada prespektif Erdogan dalam membuat kebijakan. Dengan kata lain Sindo menjadi media yang pro terhadap kebijakan pemerintah Turki. C. Analisis Framing Robert Entman Pada Pemberitaan Kudeta Turki di Harian Tempo Senin, 18 Juli 2016 Tabel 4.4 Analisis Framing Pemberitaan “Kudeta Justru Perkuat Posisi Erdogan” Tempo 18 Juli 2016 Dimensi Define Problem (Pendefinisian masalah) Diagnosa Causes (Identifikasi sumber masalah) Make Moral Judgment (Membuat keputusan moral)
Temuan Kondisi pemerintahan Erdogan setelah kudeta Turki Pemerintahan Erdogan yang cenderung otoriter Kudeta adalah bentuk pengkhianatan kepada bangsa dan Negara
52
Dimensi Treatment (Menekankan masalah
Temuan Recommendation Jangan gunakan kudeta sebagai alat penyelesaian atas memperkokoh kedudukan
Berdasarkan tabel 4.4 di atas peneliti menemukan bahwa Tempo pada pemberitaan kali ini memusatkan pada Kondisi permerintahan Erdogan setelah kudeta Turki. Kondisi yang dimaksud tentu meliputi bebragai aspek, namun secara signifikan Tempo menekankan pada aspek politik dan demokrasi yang berjalan di Turki. Sebagaimana dalam kalimat pertama yang berbunyi ; “Posisi pemerintahan Presiden Recep Tayyip Erdogan kian kukuh setelah kudeta militer Turki yang gagal pada Jumat lalu.”
Kalimat awal ini secara tersirat mengkritik posisi presiden Erdogan yang terlihat makik kokoh. Kondisi kudeta pada umumnya membuat gejolak besar dalam pemerintahan, namun Tempo memaknai bahwa kudeta justru memperkuat posisi erdogan secara politik. Hal tersebut di dasari oleh kalimat selanjutnya yang menyatakan proses penangkapan pelaku kudeta dalam sekala besar : “Pemerintah turki melancarkan pembersihan atas orang-orang yang dituduh dalam kudeta tersebut dengan menangkap dan menahan total 6000 orang”
Kalimat di atas menggunakan kata “pembersihan” sebagai kata ganti penangkapan yang bias diartikan penangkapan secara besar-besar. Bagi pemahaman umum penangkapan sadalah hal biasa bagi terduga yang bersalah. Namun pada teks ini, peneliti berasumsi bahwa kondisi tersebut mencerminkan sikap otoritas yang berlebihan pada kubu pemerintahan Erdogan. Sebagaimana kalimat di atas, Tempo berusaha menggambarkan tindakan keras yang digambarkan Tempo.
53
Pada bagian define causes atau identifikasi sumber masalah Tempo menempatkan Erdogan dan sikapnya yang semakin otoriter sebagai sumber masalah yang terjadi sebagaimana dalam kalimat ; “seorang petinggi kepresidenan menyebutkan mereka yang ditahan termasuk ribuan personel militer, terutama angkatan udara, polisi, para hakim, jaksa dan para pihak yang mendukung kudeta gagal itu”
Kalimat tersebut menjelaskan garis besar masalah yang terjadi. Sikap yang diambil Erdogan terlihat keras dalam menangkap para pelaku kudeta. Sebagaian besar para antek kudeta tersebut diduga kuat adalah bagian dari kelompok oposisi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa penangkapan ini bagian dari proses pengkerdilan lawan politik Erdogan. Menurut Reuters, hingga kemarin, pemerintah menangkap hampir 3000 tersangka personel militer yang memberontak, antar lain para beberapa komandan dan perajurit.
Jika dikaitkan dengan kalimat sebelumnya, maka Tempo menekankan kembali bahwa jumlah penangkapan terduga kudeta semakin menjadi-jadi. Penekanan jumlah tersebut dimuat Tempo untuk mengkonstruksikan sikap Erdogan yang keras dan otoriter. Pada bagian make moral judgement atau membuat keputusan moral, Tempo mengkonstruksikan bahwa kudeta adalah hal buruk dan sebagai bentuk pengkhianatan bangsa serta negara. Hal tersebut jelas Tempo utarakan dalam kutipan ; “Kudeta militer tersebut menewaskan sedikitnya 265 warga sipil dan 104 tentara”
Pada awal paragraf ketiga Tempo memuat jumlah korban tewas yang terdiri dari warga sipil dan militer. Kata „sedikitnya‟ dalam kalimat tersebut mengindikasikan akan ada lebih dari itu korban yang jatuh saat kudeta.
54
Pernyataan dari Perdana Menteri (PM) Turki juga menjadi kutipan yang dimuat oleh Tempo. Perdana Mentri Binali Yildirim mengatakan para pengkhianat itu, “ Bakal menerima ganjaran berdasarkan pelanggarannya.”
Kata “pekhianatan” adalah kata kerja dari aktor yang berkhianat. Secara umum pengkhianat adalah bentuk tindakan yang tidak terhormat, sebagaiana para oknum kudeta lakukan. Kalimat selanjutnya menyatakan bahwa aka nada konsekuensi setimpal atas apa yang sudah dilakukan oleh para pengkhianat. Pada bagian akhir yakni treatment recommendation atau penawaran solusi atas masalah Tempo masih bertumpu pada kritik yang disampaikan diawal. Tempo berasumsi bahwa jangan gunakan kudeta sebagai alat pengokoh kedudukan. Sebagaimana dalam akhir berita terdapat kutipan ; Namun lebih jauh lagi akan menggerus demokrasi di Turki. “Itu bakal memungkinkan (Erdogan) memberangus kebebasan dan kemerdekaan berserikat, kebebasan mimbar, ekspresi dan media dalam cara-cara yang belum terjadi sebelumny, “kata Cagaptay dalam ABC News,
Penulis berasumsi bahwa kalimat di atas menjadi asumsi utama Tempo dalam melakukan konstruksi pemberitaan melalui penawaran solusi atas masalah. Pada paragraf akhir Tempo menjelaskan bahwa kondisi pasca kudeta di Turki akan memunculkan pemerintahan yang otoriter. Sebagaimana dalam pernyataan yang dimuat di atas, Erdogan berpotensi menggerus kebebasan dan berserikat. Pemilihan narasumber yang dimuat Tempo tentu bukan sebuah kebetulan semata. Penulis berasumsi, bahwa Senor Cagaptay (pengamat politik dari Inggris) mempunyai pendapat yang sejalan dengan pemberitaan yang Tempo muat. Jika kita kaitkan dengan judul berita yang berbunyi “Kudeta Justru Perkuat Posisi Erdogan” dengan penyelesaian masalaha yang ditawarkan maka sangat jelas arah pemberitaan Tempo yang kritis terhadap pemerintahan Turki.
55
Dalam ”Analisis Framing” Eryanto pernah menjelaskan bahwa esensi utama framing adalah bagaimana peristiwa dimaknai berhubungan dengan baggian mana yang diliput dan mana yang tidak. Hal tersebut jelas terlihat pada Tempo edisi 18 Juli pada pemberitaan kudeta Turki. Tempo mengangkat isu kudeta di Turki bukan semata-mata sebuah kudeta. Tempo mengkonstruksikan isu dibalik terjadinya kudeta melalui berita yang ia muat. Berdasarkan tabel 4.4 peneliti berasumsi bahwa frame pemberitaan Tempo menyoroti pemerintahan Erdogan setelah kudeta militer. Sumber masalah yang ditekankan oleh Tempo yakni pada sikap Erdogan yang terlihat semakin otoriter. Secara tidak langsung Tempo membuat arah pemberitaan untuk kritis menilai kudeta yang terjadi saat itu. Tempo menduga kudeta menjadi alat memperkokoh kedudukan Erdogan dengan melakukan penangkapan besar-besaran terhadap oknum kudeta yang diduga kuat adalah para pihak oposisi dalam pemerintahan. D. Analisis Framing Robert Entman Pada Pemberitaan Kudeta Turki di Haria Tempo Jum‟at, 22 Juli 2016 Tabel 4.5 Analisis Framing Pemberitaan “Turki Terapkan Status Darurat” Tempo 22 Juli 2016 Dimensi Define Problem (Pendefinisian masalah) Diagnosa Causes (Identifikasi sumber masalah) Make Moral Judgment (Membuat keputusan moral) Treatment (Menekankan masalah
Temuan Tergerusnya demokrasi Turki karena kebijakan pemerintah Erdogan dan jajaran politiknya
Kondisi darurat (yang diputuskan pemerintah) berdampak bagi stabilitas Negara Recommendation Status darurat bukan satu-satunya penyelesaian atas pilihan
56
Berdasarkan tabel 4.5 di atas Tempo mengasumsikan bahwa define problem atau pendefinisian masalah yang disoroti kali ini adalah tergerusnya demokrasi Turki karena kebijakan pemerintah. Sebagaimana dalam paragraf pertama Tempo mejelaskan langkah yang diambil Turki melalui kebijakan yang diterapkan oleh presiden Erdogan. Turki memasuki status darurat, kemarin. Rabu malam waktu setempat, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengklarifikasi status darurat selama tiga bulan selepas kuedta gagal oleh militer pada jumat lalu.
Jika kita kaitkan dengan berita seblumnya pasca kudeta Turki, maka akan banyak yang dilakukan pemerintah Turki (dengan dalih) untuk menstabilkan keadaan negara, salah satunya menerapkan status darurat. Kondisi ini dianggap kebijakan strategis dimana akan bisa menimbulkan kebijkan lain yang lahir setelah penetapan status darurat. Sebagai mana kalimat di atas, kondisi darurat tersebut langsung dideklarasikan oleh presiden Erdogan. Namun demikian, Tempo tidak memaknai kondisi darurat yang ada sebagai kondisi yang biasa saja. Tempo menduga akan ada otoritas lain setelah penerapan status darurat ini. Pada bagaian diagnosa causes atau menganalisa sumber masalah Tempo mengkonstruksikan berita kali ini dengan menitik beratkan masalah kepada pemerintah Turki. Hal tersebut Tempo asumsikan karena setiap kebijakan berada di tangan pemerintah Turki yakni Erdogan dan jajarannya. Sebagaimana dalam kalimat yang berbunyi ; “status darurat memungkinkan presiden dan cabinet melompati parlemen ketika menyusun undang-undang baru dan mengetatkan atau memangkas hak-hak asasi dan kebebasan.”
Kalimat di atas menjelaskan bahwa kondisi darurat akan memudahkan presiden dan kabinet untuk menyusun undang-undang baru. Hal tersebut yang Tempo anggap sebagai masalah. Tempo berasumsi bahwa kondisi darurat bisa
57
memunculkan nilai otoritas yang lebih besar kepada pihak yang berkuasa. Kata „memungkinkan‟ di sini mengindikasikan terjadinya perubahan undang-unadng dalam proses pemerintahan kelak. Tidak hanya itu, dalam proses pemerintahan (pasca keadaan darurat) Erdogan dan jajarannya juga kian kokoh, seperti yang dijelaskan pada paragraf selanjutnya yang berbunyi ;
BBC menulis hal itu membuat Erdogan dan cabinet bakal bisa meloncati parlemen, pengadilan konstitusi bakal bisa meloncati parlemen, pengadilan konstitusi bakal tidak bisa menggugat mereka, terdapat pula pembatasan di media dan kebebasan berserikat, dan memperluas untuk aksi aksi penangkapan.
Kalimat di atas menjelaskan bahwa parlemen akan semakin terbatas weweangnya. Hal tersebut berbanding terbalik dengan Erdogan dan kabinet yang semakin leluasa dalam pemerintahan. Tidak hanya berhenti di situ, indikasi lain seperti pembatasan media dan berserikat juga bisa berdampak saat status darurat diterapkan. Dengan demikian, jelas Tempo berasumsi bahwa sumber masalah dalam pemberitaan ini adalah si pembuat kebijakan. Pada bagian make moral judgement Tempo menitik beratkan pada kondisi darurat yang pemerintah putuskan akan berdampak buruk pada stabilitas negara. Masih sejalan dengan masalah dan sumber masalah yang ada, Tempo menekankan dampak buruk karena menerapkan status darurat. Sebagaimana dimuat dalam paragraf tiga ; “Seorang pejabat tinggi menjamin hal ini tidak berdampak terhadap ekonomi, demokrasi atau investor, meski faktanya tidak mulus.”
Aktor yang muncul sebagai pembuat kutipan tidak Tempo jelaskan pada kalimat ini. Penulis berasumsi, Tempo berusaha mengkerdilkan opini ini dengan membesarkan makna kalimat-kalimat sebelumnya. Kendati melakukan klaim tidka berdampak apa-apa namun tempo langsung membalasnya dengan „meski
58
faktanya tidak mulus‟. Kalimat secara tidak langsung menggambarkan kondisi yang tidak stabil saat penerapam status darurat di Turki. Pada bagian treatment recomandation atau menekankan penyelesaian atas masalah Tempo juga selaras dengan bagian sebelumnya. Tempo berasumsi bahwa status darurat bukan satu-satunya pilihan yang bisa diterapkan. Hal tersebut jelas berkaitan dengan dampak yang ditimbulkan. Sikap tersebut jelas terlihat pada bagian akhir berita melalui kutipan yang Tempo muat. “Namun, ada beberapa pejabat negara Eropa, seperti dilaporkan AP, yang merasa cemas”
Tempo tidak menjelaskan siapa saja yang cemas, namun tetap mengasumsikan banyak pihak yang kurang stuju dengan status darurat Turki. Pemilihan kata „beberapa pejabat negara eropa‟ menjadi ukuran Tempo untuk mewakili ketidak sepahaman dunia akan status yang diterapkan di Turki. Tempo juga menambahkan bahwa kondisi ini bukan satu-satunya pilihan. “menteri Luar Negeri Jerman Frank-Walter Steinmeier, misalnya, menyebutkan status darurat di Turki seharusnya “mutlak diperlukan” sebagai pilihan tekahir.”
Bukan
tanpa
alasan
Tempo
memuat
kutipan
Steinmeier
yang
mengungkapkan ketidak setujuannya dia terhadap pemerintah Turki. Hal tersebut tentu karena adanya kesamaan tujuan antara Steinmeier dengan pemberitaan yang Tempo buat. Tempo juga menambahkan bahwa status darurat membuat nilai Lira turun drastis. “Posisi Lira semakin terpuruk menjadi 3,0610 terjadi pada pukul 06.17 GMT”
Pemilihan isu turunnya nilai Lira bukan tanpa alasan Tempo muat pada pemberitaan ini. Diduga kuat Lira turun lantaran status darurat yang diterapkan
59
oleh Turki. Dengan demikian makin jelas bahwa pada penyelesaian masalah Tempo tidak sepaham dengan keputusan pemerintah Turki. Berdasarkan tabel 4.5 di atas maka Frame Tempo pada pemberitaan kudeta Turki edisi 22 Juli 2016 menyatakan sikap kontranya terhadap pemerintahan Turki. Hal tersebut dinyatakan dalam fokus masalah yang disoroti yakni tergerusnya demokrasi Turki karena kebijakan pemerintah. Dalam define causes Tempo menumpukan masalah pada pemerintah Turki dan jajarannya. Secara langsung Tempo banyak memuat dampak ketidak stabilan negara karena kondisi darurat. Tempo juga memuat kutipan pakar politik yang kontra dengan kebijakan Erdogan. Dengan demikian penulis berasumsi bahwa Tempo kontra dengan sikap pemerintah saat itu. Berdasarkan tabel 4.4 dan 4.5 maka dapat ditarik benang merah pemberitaan yang konsisten dalam mengkritik pemberitaan pasca kudeta di Turki. Bimo Nugroho dalam buku “Analisis Framing” milik Eryanto mengasumsikan bahwa sebagai bagian dari metode analisis wacana, framing berguna untuk menemukan perspektif media dalam wacananya, kemudian perspektif ini yang digunakan untuk mengkonstruksi suatu peristiwa. Dengan memunculkan isu yang bersifat kritik terhadapa Erdogan, Tempo berusaha mengkonstruksikan prespektifnya melalui pemberitaan yang dimuat. Prespektif tersebut adalah hasil dari penyeleksian isu yang ada di lapanangan kemudian diolah oleh media massa hingga terbentuk sebuah frame berita.
60
E. Interpretasi Dari hasil pemaparan sebelumnya, secara umum dapat dipahami bagaimana harian Sindo dan Tempo membingkai sebuah pemberitaan. Pemberitaan yang Sindo jabarkan cenderung pada sikap pro terhadap kebijakan Erdogan. Sindo membawa pembaca pada sikap yang damai dan pro terhadap pemerintah yang berdaulat. Asusmsi tersebut muncul jika kita lihat pemberitaan pertama (17 Juli 2016), Sindo menyikapi kudeta sebagai sebuah bencana dan musibah bagi kedaulatan Turki. Sikap prihatin dan simpati juga dibangun oleh Sindo melalui pemberitaannya. Pada pemberitaan kedua (22 Juli 2016) Sindo terlihat setuju dengan keputusan yang diambil oleh Erdogan. Sebagaimana yang tertera pada pemberitaan saat itu, Sindo berusaha menangkis kritik dari pihak yang kontra dengan kebijakan pemerintah Turki. Berbeda dengan Tempo yang terlihat kritis dan menekan kebijakan pemerintah. Pada edisi pertama pemberitaan (18 Juli 2016) Tempo terlihat menkritisi kondisi yang terjadi di Turki. Asumsi tersebut muncul lantaran isi pemberitaan yang dimuat oleh Tempo menganalisa dampak dan kondisi pemerintahan Erdogan pasca kudeta (yang tersirat lebih kokoh). Sikap kontra yang diberikan Tempo juga terlihat melalui pemeritaan kedua (22 juli 2016) yang tidak setuju dengan kebijakan yang diambil Erdogan beserta pemerintahannya. Tempo berusaha membangun kebenaran bahwa keputusan pemerintahan Turki kurang tepat. Asusmsi itu muncul jika dikaitkan dengan isi pemberitaan yang memuat sikap kontra kebijakan Erdogan.
61
Perbedaan yang terdapat pada dua media tersebut lahir lantaran konstruksi relitas media yang dibangun juga berbeda. Praktek tersebut juga senada dengan pernyataan bahwa organisasi media cenderung memproduksi secara selektif menurut kriteria yang sesuai dengan tujuan dan kepentingan mereka sendiri.38 Media massa dianggap cukup berpengaruh dalam proses konstruksi sebuah realitas. Namun demikian, konstruksi yang dilakukan tentu berbeda tergantung bagaimana media terkait melakukan konstruksi realitas. Maka dari itu, media massa memiliki andil besar dalam konstruksi realitas bagi para pembacanya. Dampak yang ditimbulkan media massa juga terbilang lebih cepat, luas, merata dan cenderung terkonstruksi.39 Dalam prosesnya media malakukan proses internalis sebagaimana Peter L. Berger menjelaskan bahwa internaslis adalah proses penafsiran makna yang terjadi pada realitas sosial. Pada dasarnya realitas objektif akan ditasfsirkan secara subjektif oleh individu. Media massa berperan sebagai bagian yang menerima realitas sosial, melalui pemahamannya media melakukan proses internalis yakni menafsirkan makna yang terjadi. Selanjutnya media menfasirkannya kembali melalui proses framing yang akan didistribusikan melalui pemberitaan. Proses konstruksi yang berlangsung pada media massa (Sindo dan Tempo) tidak lepas dari kebijakan redaksional yang ada pada sebuah media. Pengaruh yang dimaksud bisa berada dari dalam maupun luar. Faktor internal yang berpengaruh dari individu (pekerja media), rutinitas media, pengaruh organisasi dan ideologi yang ada dalam media. Faktor eksternal misalnya pengaruh kontrol
38
Denis McQuail, Teori Komunikasi Massa McQuail : Edisi 6 Buku 2, (Jakarta: Salemba Humanika, 2011), h.65 39 Burhan Bungin, Konstruksi Sosial Media Massa, h.195
62
pemerintah, iklan dan pasar.40 Seperti yang kita ketauhui bahwa Indonesia menganut system PERS tanggung jawab sosial dimana setiap media berhak dan bebas memberitakan suatu peristiwa namun tetap bisa dipertanggung jawabkan. Hal tersebut tentu sangat berpengaruh terhadap pemberitaan media massa. Pada prakteknya Sindo dan Tempo tidak akan lepas dari framing mereka masing-masing. Seperti halnya Sindo yang yang menggunakan judul “Erdogan Buru Kelompok Pemberontak” akan berbeda dengan Tempo yang menggunakan Judul “Kudeta Memperkokoh Posisi Erdogan”. Berdasarkan analisis Framing Robert Entmen bagian lain yang kontras berbeda adalah bagaian treatment recommendation atau penyelesaiaan masalah. Pada pemberitaan pertama Sindo berusaha mengkonstruksikan rasa simpati terhadap musibah di Turki. Hal tersebut terlihat saat Sindo menggunakan kutipan yang positif untuk negara Turki. Kutipan wakil presiden Yusuf Kalla juga dimuat. Hal tersebut berkaitan dengan usaha Sindo untuk menghimpun simpati dari rakyat Indonesia khususnya. Kendati demikian, berbeda dengan Tempo yang mengutip kritik terhadap pemerintah Turki, karena dianggap menunggangi kudeta untuk memperkokoh kedudukan. Tempo juga mengutip pernyataan pakar politik yang kontra dengan pemerintah Turki. Sindo secara tidak langsung memposisikan Erdogan sebagai korban kudeta dan berhak untuk melakukan pemberantasan terhadap oknum kudeta yang ada. Namun berbeda dengan Tempo yang memaknai bahwa kudeta bisa digunakan sebagai alat politik untuk memperkokoh kekuasaan yang ada. Sebagaimana dalam 40
Ibnu Hamad, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Doscourse Analysis terhadap berita-beritaPolitik, (Jakarta:Granit, 2004), h.2
63
kutipan wawancara bersama Syarifudin selaku pembuat berita sekaligus redaktur pelaksana rubrik berita Internasional yang menilai bahwa pemberitaan haruslah memiliki kedekatan dengan pembacanya, “kita menilai proximity berita yang akan kita muat, dan Turki saat itu bisa di bilang berita yang paling dekat dengan kondisi pembaca kita. Seperti yang kita ketahui bahwa Turki secara tidak langsung menjadi kiblat Islma modern saat ini setelah Mesir tumbang saat kudeta Mursi dan melihat efek Erdogan yang cenderung banyak pengagumnya di Indonesia (Role model). Kita melihat kembali ke pembaca yang cenderung besar.”
Berdasarkan kutipan di atas, Sindo jelas mengedepankan kedekatan yang menjadi faktor penting dalam sebuah pemberitaan. Hal tersebut menjadi kebijakan redaksi yang disepakati secara internal oleh harian Sindo. Hal tersebut berbeda dengan Tempo yang beranggapan bahwa fakta dibalik kudeta itu lebih penting daripa kedekatan semata. Sebagaimana dalam kutipan wawancara bersama Purwanto selaku redaktur pelaksana kompartemen berita internasional yang menyebutkan, Secara umum sama dengan media pada umunya, bagaiaman kita menilai berita, seberapa kuat berita tersebut kita muat, kemudian kedekatan berita. Persoalan lain seputar memajukan demokrasi dan menjung tinggi HAM. Jika melihat peristiwa saat itu “Kudeta Turki” lebih besar dari pada berita lain misal “Bom di Prancis” atau “Debat Capres Amerika”.
Berdasarkan kutipan di atas, Tempo memandang secara umum peristiwa yang terjadi adalah peristiwa besar. Pertimbangan lainpun juga masuk dalam rapat redaksi mereka (Tempo) seperti, kekuatan berita, nilai dan kedekatan berita namun Tempo tetap kembali kepada misi awalnya Tempo yakni memajukan demokrasi dan menjunjung tinggi HAM yang menjadi landasan dari arah pemberitaan. Sindo beranggapan bahwa kedekatan dalam mengolah berita adalah hal yang sangat penting. Peneliti menduka dengan pernyataan demikian, makin dekat
64
asumsi peneliti bahwa pemberitaan Sindo harus dekat masuk pasaran pembaca yang ada. Sebagai mana dalam kutipan wawancara yang berbunyi: Secara psikologis kedekatan lain yang ada pada pembaca kita (rakyat Indonesia) adalah penganut Islam Sunni. Jika berbicara keberpihakan maka kita kan kembali melihat kondisi pembaca kita. Dalam hal ini sedikit mirip dengan Tempo yang mengasumsikan bahwa pembacanya akan selalu berada dalam koridor pemberitaan tersebut. sebagaimana dalam kutipan : Tempo lebih mementingkan misi yang kami perjuangkan antara lain seperti tadi soal demokrasi, menjunjung tinggi HAM dll. Tempo percaya pembaca Tempo berada dalam koridor tersebut. Setiap institusi media memiliki urutan nilai berita tersendiri yang nantinya akan mempengaruhi penting atau tidaknya suatu berita. Sebagaimana yang dikatakan Haris Sumadira dalam bukunya, ada 11 nilai dalam dalam sebuah pemberitaan (yang menjadikannya layak untuk diangkat) diantaranya adalah unsur aktual, kebaruan, kedekatan, konflik, informasi dll. Nilai-nilai tersebut yang nantinya akan diangkat oleh media yang kemudian menkonstruksikannya dalam sebuah pemberitaan. Penempatan nilai berita, kutipan, arah berita, narasumber serta komponen lainnya (dalam sebuah berita) adalah bentuk berjalannya sebuah sistem kepercayaan yang merujuk pada ideology suatu media. Seperti yang kita ketahui bahwa harian Sindo adalah perusahaan koran di bawah PT Media Nusantara Citra (MNC Group). Sindo bukan satu-satunya media massa yang menjadi bagian di MNC group. Dikepalai langsung oleh Hary Tanoesudibjo, perusahaan MNC terbilang pesat menghegemoni kepemilikan media di Indonesia. Mulai dari televisi, radio, surat kabar, portal berita, hingga media lokal diseluruh Indonesia menjadi satu wadah kepemilikan MNC group
65
(mnc.co.id). Dengan demikian semakin dekat orientasi koran Sindo dengan pasar yang ada di Indonesia. Maka asumsi penelitipun sejalan dengan hasil wawancara yang menyebutkan bahwa berita koran Sindo mengedepankan kedekatan atau pasar para pembacanya. Berbeda dengan harian Tempo yang lebih dahulu terbit sejak era orde baru silam. Sebagaimana yang diketahui bahwa Tempo didirikan oleh Goenawan dkk pada 1969. Kiprahnya menjadi koran nasional juga terbilang pasang surut pasca pembredelan pada tahun 1982. Tempo dinilai terlalu kritis mengkritik pemerintah saat itu. 1994 Tempo kembali dibredel lantaran beritanya yang kurang disukai pemerintah. Hingga pasca era reformasi kiprah Tempo mulai stabil lantaran sistem baru yang diterapkan di Indonesia. Sejarah tersebut yang menjadi dasar ideologi Tempo. Pemberitaan yang Tempo sajikan terbilang tajam dalam mengkritisi sesuatu. Dengan mengaitkan sejarah (Sindo dan Tempo) maka terlihat ideologi yang dibawa oleh masing-masing media tersebut. Dari perbedaan ideology tersebut maka akan terlahir pula perbedaan framing masing-masing media. Dengan mengangkat suatu isu dan menenggelamkan isu lain. Meski terbilang menyoroti kasus yang sama, namum penekanan isu yang Sindo dan Tempo lakukan jelas berbeda. Eryanto menjelaskan dalam bukunya bahwa realitas bukan lah suatu yang ditangkap namun realitas adalah suatu yang dibentuk. Hal tersebut berkaitan dengan Sindo dan Tempo lakukan, masing-masing memiliki frame yang berbeda dan membentuk realita yang berbeda pula. Framing yang berbeda juga ditemukan pada kedua media ini pada edisi 22 Juli 2016. Terkait dengan status darurat yang diterapkan Turki, respon Sindo dan
66
Tempo juga terlihat tidak sama. Pada bagian awal, Sindo dengan tegas meredam kritik dengan menonjolkan kutipan langsung dari Erdogan dan jajarannya. Hal tersebut jelas, karena kutipan tersebut senada dengan arah pemberitaan Sindo. Pernyatan “Demokrasi Turki Tidak Terancam” menjadi dasar pemberitaan Sindo saat itu. Sindo juga menjabarkan dampak positif dari kebijakan yang dibuat Erdogan. Ihwal demikian, lain halnya dengan Tempo yang melancarkan kritik keras terhadap kebijakan tersebut. Seperti halnya yang dijelaskan sebelumnya, Tempo kembali menggunakan kutipan para pakar politik Eropa yang sejalan dengan pemberitaannya. Mencantumkan informasi bahwa nilai Lira turun juga menjadi indikator tidak setujunya Tempo terhadap kebijakan pemerintah. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Eryanto bahwa framing memberikan efek mobilisasi masa atau dengan kata lain penggiringan opini publik atas suatu isu yang ditonjolkan. Maka dengan demikian Sindo dan Tempo secara tidak langsung saling beradu konstruksi realitas dalam menanggapi suatu permasalahan dalam hal ini opini tentang kudeta Turki. Jika dipadukan dengan hasil wawancara, konstruksi yang Sindo terapkan berdaskan kedekatan masyarakat Indonesia dengan Turki. Secara tidak langsung Sindo beranggapan bahwa berita dengan arah ini lebih bisa menjual dibandingkan dengan yang lain. Lain halnya dengan Tempo yang menjunjung tinggi tujuan medianya yakni memajukan demokrasi dan HAM. Oleh sebab itu Tempo memilih untu kontra terhadap pemerintah Turki. Eryanto juga menjelaskan bahwa efek framing akan menggiring individu mengetahui peristiwa sosial tertentu dari pemberitaan media. Bagaimana orang
67
mengkonstruksi realitas sebagian besar berasal dari pemberitaan media. 41 Media adalah tempat dimana khalayak memperoleh informasi mengenai isu tertentu. Dengan kata lain, media turut mempengarui informasi apa saja yang akan diperoleh oleh audien nya. Dalam hal ini Sindo dan Tempo berkompetisi untuk menggiring opini sesuai dengan pembenaran yang mereka buat. Sebagaimana kita ketahui, masingmasing media menyajikan berita sesuai fakta yang ada, namun penekanan atas fakta yang membedakannya. Prespektif masing-masing media yang turut berkontribusi besar dalam membentuk prespektif audiennya. Berdasarkan pemaparan di atas, sedikitnya dapat ditarik benang merah bahwa sulit untuk meyakini media adalah saluran yang netral tanpa menekankan suatu isu tersendiri. Sindo dan Tempo adalah dua media massa yang memproduksi berita bagi khalayak (pembacanya). Dengan kata lain, kedua media tersebut berharap agar beritanya dapat diterima sebagai sebuah kebenaran. Sindo dan Tempo berusaha menggambarkan kondisi yang ada di Turki dengan mengkonstruksi realita-realita yang ada. Realita tersebut bukan realita objektif seutuhnya, namun melalui tahap filter melalui kebijakan masing-masing. Proses filter tersebut yang pada prakteknya tidak lepas dari tujuan, visi, kepentingan dan ideologi masing-masing media.
41
Eriyanto, Analisis Framing, h 165
68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Setiap media memiliki ideologi masing-masing yang mereka terapkan dalam sebuah pemberitaan. Pemberitaan yang beredar tidak lepas dari proses framing yang dibentuk oleh media. Hal tersebut sama dengan sebuah proses konstruksi realitas yang dibentuk oleh media dalam membuat sebuah pemberitaan. Oleh sebab itu muncul perbedaan pada setiap pemberitaan yang beredar pada media yang berbeda pula.. Peneliti menyimpulkan bahwa Sindo dan Tempo memiliki frame yang berbeda dalam pemberitaan kudeta di Turki. Perbedaan yang dibangun berhubungan dengan bagaimana media menkonstruksikan fakta yang ada sesuai arah pemberitaan yang diinginkan. Dalam proses konstruksinya tentu berkaitan dengan ideologi yang menjadi panutan masing-masing media. Sindo yang memiliki ideologi pasar membuat pemberitaan yang dianggap dekat (menjual) dengan kondisi psikologis dan sosiologis masyarakat Indonesia. Sindo melihat bahwa kudeta Turki sebagai bentuk tindak pemberontakan kepada pemerintah yang berdaulat. Sindo menganggap frame tersebut pas dan bisa diterima oleh masyarakat Indonesia (mayoritas muslim dan suka dengan Turki). Hal tersebut berbeda dengan Tempo yang menganggap bahwa tindakan yang diambil kelompok pemberontak adalah upaya untuk menciptakan pemerintahan yang lebih baik. Tempo menambahkan bahwa
69
ada makna lain pasca kudeta. Secara politik, Tempo ingin menghimbau agar pemerintah Turki tidak makin otoriter setelah terjadi kudeta tersebut. Dengan demikian, secara garis besar pemberitaan kedua media menonjolkan prespektif yang berbeda. Sindo lebih menonjolkan prespektif dari sisi pemerintah dan cenderung mendukung pemerintahan Erdogan. Hal tersebut berbeda dengan Tempo yang lebih mengankat prespektif kelompok pemberontak yang dianggap sebagai upaya untuk menciptakan pemerintahan yang ideal. B. Saran Berkenaan dengan penelitian terkait kasus kudeta Turki pada media Sindo dan Tempo, sedikitnya peneliti dapat menyarankan : 1. Saran kepada media massa a) Sebagai media massa seharusnya Tempo (terkait judul Kudeta Justru Perkuat Posisi Erdogan) bisa lebih elegan dalam membuat judul berita. b) Melihat judul dan pemberitaan yang ada, seharusnya Sindo bisa lebih tajam jika melihat persaingan dengan media digital dan elektronik. c) Merujuk pada peran media massa sebagai control sosial, seharusnya kedua media lebih menekankan dampak buruk terjadinya kudeta. (menambah rasa persatuan dan kesatuan negara) 2. Saran ditujukan kepada mahasiswa bahwasanya penelitian ini bisa dilanjunkan kembali menggunakan sudut pandang dan metode lain
70
untuk memperkaya data riset dan skripsi kususnya bidang Ilmu Dakwah dan Komunikasi (Jurnalistik).
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Feroz, The Making of Modern Turkey, London : Routledge, 1993 Alfian, Muhammad Alfan, Menjadi pemimpin Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama, 2009 Basuki, Ahmad Yani, Reformasi TNI : Pola, Profesionalitas, dan Refungsionalisasi Militer dalam Masyarakat. Jakarta : Pusaka Obor Indonesia, 2013 Basyar, Hamdan, Pertarungan dalam Berdemokrasi : Politik Mesir, Turki dan Israel. Jakarta : UI Press, 2015 Berger, Peter L dan Luckmann Thomas, Tafsir Sosial dan Kenyataan; Risalah tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta : LP3ES, 1990 Birowo, M Antonius, ed, Metode penelitian Komunikasi: Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Gitanyali, 2004 Bungin, Burham, Konstruksi Sosial Media Massa. Jakarta : Kencana, 2008 Ceswell, John W. Desain Penelitian : Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: KIK Press, 2003 Debdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, 1998 Eryanto, Analisis Framing. Yogyakarta : LkiS, 2008 Hamad Ibnu, Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa : Sebuah Studi Critical Doscourse Analysis terhadap berita-beritaPolitik. Jakarta : Granit, 2004 McQuail, Denis. Teori Komunikasi Massa McQuail Edisi 6 Buku 2. Jakarta: Salemba Humanika, 2011 Mughni, Safiq A. Sejarah Kebudayaan Islam di Turki. Jakarta : Logos, 1997 Nurdin, Pengantar Komunikasi Massa. Jakarta : Remaja Grafindo Persada, 2007 Nurdin, Jurnalisme Masa Kini . Jakarta : Remaja Grafindo Persada. 2009 Poloma, Margaret M, Sosiologi Kontemporer. Jakarta : PT Grafindo Persada, 2003 Qutb, Mohammad, dkk, Ancaman Sekularisme Sebuah Perbincangan Kritis Belajar Dari Kasus Turki. Yogyakarta : Shalahudin Press, 1986 Ritzer, George, Sosiologi Ilmu Pengetahuan. Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007
Rianto, Geger, Peter L. Berger : Prespektif Metateori Pemikiran. Jakarta : LP3ES, 2009 Salim, Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial. Yogyakarta : Tiara Wacana, 2006. Sobur, Analisis Teks Media Suatu Pengantar Untuk Analisis Wacana, Analisis Semiotika, dan Analisis Framing. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2004 Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfabeta, 2010 Shoemaker, Pamela J dan Reese, Stephen D, Ebook Mediating The Message. New York : Lonman Publisher, 1996
Internet http://www.mnc.co.id/businesses/sindomedia/id diakses pada tanggal 14/1/2017 pada
pukul 16.00 https://korporat.tempo.co/tentang/sejarah diakses pada 3/2/2017 pukul 14.34 http://www.hariansejarah.id/2017/01/rangkaian-kudeta-militer-di-turki-1952-2016.html diakses pada 22/2/2017 pukul 11.00 http://kbbi.web.id/kudeta diakses pada 23/2/2017 pukul 21.00
Lain-lain Data langsung dari litbang Sindo berupa demografi pembaca diambil pada 11 Januari 2017 Data dan transkrip wawancara Arsip koran Sindo dan Tempo
LAMPIRAN 1
LAMPIRAN 2
LAMPIRAN 3
LAMPIRAN 4
LAMPIRAN 5
LAMPIRAN 6 Transkrip Wawancara Harian SINDO Pewawancara : Syarif Hidayatullah Universitas
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Narasumber
: Syarifudin (Redaktur Kompartemen Internasional)
Waktu
: 17.00 – selesai
Tempat
: Gedung SINDO lt. 3
Hal
: Sebagai bukti traskrip wawancara dan syarat pengajuan surat
keterangan wawancara kepada Sindo
1. Tercatat pada tanggal 16 juli 2016 Harian Sindo langsung menerbitkan berita terkait kudeta Turki, sejauh ini seberapa pentingkah berita tersebut hingga membuat Sindo bergegas menerbitkannya? Jawaban
: Jika kita melihat kasus ini adalah kasus besar
(penggulingan kekuasaan) dan saat itu juga kita bergegas untuk blow up berita yang ada. Secara langsung, berita ini menjadi prioritas kita saat itu. Terlebih masuk headline pada cover harian. Jadi meskipun itu akhir pekan, tetap menjadi prioritas bagi kami untu segera memberitakan. 2. Jika liat dari media lainnya seperti kompas, tempo dan media mainstream lainnya, Sindo cenderung lebih runtut memberitakan kudeta Turki, pertimbangan apakah yang membuat sindo “menyediakan” bahakan 1,5 halaman untuk berita sekelas kudeta Turki (penilaian khusus apa? *Tidak jauh dari situ ada berita, terror di Perancis dan debat Capres AS Jawaban
: Mirip seperti sebelumnya bahwa kita menilai proximity
berita yang akan kita muat, dan Turki saat itu bisa di bilang berita yang paling dekat dengan kondisi pembaca kita. Seperti yang kita ketahui
bahwa Turki secara tidak langsung menjadi kiblat Islma modern saat ini setelah Mesir tumbang saat kudeta Mursi dan melihat efek Erdogan yang cenderung banyak pengagumnya di Indonesia (Role model). Kita melihat kembali ke pembaca yang cenderung besar. Secara psikologis kedekatan lain yang ada pada pembaca kita (rakyat Indonesia) adalah penganut Islam Sunni. Jika berbicara keberpihakan maka kita kan kembali melihat kondisi pembaca kita. Namun demikian, kita juga tetap menkritik Erdogan misal ada hal yang perlu di kritik. Secara keseluruhan kita kembali ke netral. 3. Jika melihat fenomena yang terjadi saat itu, sikap apa yang hendak diambil Sindo dalam pemberitaan tersebut? Jawaban
: Sikap kita tentu setuju bahwa kudeta adalah hal buruk.
Namun secara pemberitaan kita tetap netral sebagaimana media semestinya. 4. Kembali jika kita bandingkan dengan media lainnya, tercatat pada berita Turki 22 juli 2016. Sindo dengan tegas memasang judul “Erdogan Yakin Demokrasi Tak Terancam”. Seolah Sindo membatu Erdogan untuk menjelaskan kekhawartiran dunia yang sebagian menuding, Erdogan secara tidak langsung menggerus demokrasi Turki. Apakah ini bentuk ke cenderungan dan framing yang dibuat Sindo? Jawaban
: Secara redaksional, kita tetap mengarah pada sikap netral.
Namun kembali kepada pembaca kita yang menganut Sunni dan Islam modern maka kita cenderung ke Erdogan. Tapi secara keseluruah kita netral. 5. Dalam proses pengolahan berita di redaksi Sindo, apakah terjadi pro dan kontra (missal dalam suatu kasus tertentu). Bagaimana sebuah kebijakan redaksi berjalan? Jawaban
: Sejauh ini pro dan kontra tidak terlalu terlihat sih, karena
kita ada rapat redaksi dan masing-masing sudah paham arah berita yang akan dibuat. Misal ideologi Barat seperti apa, Timur seperti apa. Kita cenderung fleksibel dan netral.
6. Dalam kausus berita Internasional yang berkembang, apakah Sindo memiliki pertimbangan khusus dalam memilih berita yang ada? Jawab
: Jika dalam pemilihan berita atau enggel berita tetap pada
mengukur seberapa penting berita tersebut. Jika dalam waktu dekat ya kita beritakan kejadiannya, namun jika sudah berlalu ya kita sajikan secara analisi. Ada kritik juga ada solusi dalam berita. Seperti berita sebelumnya ada fase penagkapan pasca kudeta. Kita memuat tidak hanya kondisi saja namun kritik dan saran. 7. Media mana saja yang menjadi rujukan Sindo untuk mengambil kutipan
atau berita terjemahan? Jawaban
: Kita langganan di beberapa kantor berita asing seperti
AFP dan Reuters. Namun secara keseluruhan kita tetap saring kembali bahasanya. Kadang kita juga ambil berita dari Al-Jazira dan BBC. Namun kembali kita tetap saring bahasanya karena rata-rata media barat cenderung memojokan Islam, maka perlu kita sesuaikan dengan pembaca kita. 8. Maaf pak, karen tidak tercantum di Web, visi dan misi Sindo apa ya pak ?
Jawaban : Misinya kalau tidak salah sebagai koran keluarga yang hadir dengan berita aktual, akurat dan mendalam namun tetap bergaya dan penuh warna. Sindo, meski serius beritanya tapi tetap berwarna korannya. Sedangkan misinya menjadi pelopor media nasional terbesar dengan menguasai jaringan diseluruh Indonesia.
LAMPIRAN 7 Transkrip Wawancara Harian Tempo Pewawancara : Syarif Hidayatullah Universitas
: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Narasumber
: Purwanto Setyadi (Redaktur Pelaksana Kompartemen
Internasional) Waktu
: 13.15 – selesai
Tempat
: Gedung TEMPO lt. 4
Hal
: Sebagai bukti traskrip wawancara dan syarat pengajuan surat
keterangan wawancara kepada TEMPO 1. Melihat apa yang Tempo beritakan terkait kasus kudeta di Turki, Harian Tempo baru terlihat menerbitkan kasus tersebut pada hari senin 17 Juli 2016, meski berita tersebut sudah gempar (terutama digital media) pada 16 juli 2016. Seberapa pentingkah kasus yang terjadi di Turki menurut TEMPO? Jawaban : Nah, Sebelumnya… Tempo itu ada 3 outline, ada Majalah Tempo, tempo.co dan harian Tempo atau Koran Tempo, dan jelas yang paling cepat adalah tempo.co. sedangkan Harian Tempo itu harian, begitu juga majalah yang sifatnya atau terbitnya mingguan. Kebetulan, pada saat itu berita kudeta Turki masuk radar kami sebagai kompartemen Internasional. Secara cepat langsung kami terbitkan di tempo.co. Dan melihat dari system newsroom yang kami gunakan, maka bisa digunakan ke-3 outline kami sesuai dengan karakter medianya. 2. Jika membandingkan dengan media lain, tempo cenderung memberikan analisa pada pemberitaan pertama dengan judul “Kudeta Perkuat Posisi Erdogan” opini apa yang hendak di bangun oleh Tempo dengan pemberitaan pertama tersebut?
Jawaban : Setau saya pada saat itu, Koran Tempo memberikan penjelasan konteks suatu berita. Hal ini kami lakukan melihat persaingan informasi dengan media online dan media sosial yang tidak mungkin dihadapi oleh metode koran lama (koran lama memuat berita kemarin). Maka dari itu, secara tidak langsung koran tidak bisa bersaing. Setau saya hingga saat ini belum ada formula khusus di pakai oleh koran yang bisa memberi mereka kelebihan yang lebih, dibandingkan media online dan media sosial. Maka dari itu berita saat itu lebih memberi penjelasan di balik peristiwa. Bagaimana, Mengapa lebih seperti itu. Meski dalam segi judul, lebih menyuntikan opini. 3. Jika melihat fenomena yang terjadi saat itu, sikap apa yang hendak tempo ambil dalam pemberitaan tersebut? Jawaban : Jika dari sisi redaksi, Tempo selalu berusaha menjelaskan dan menyaring fakta. Seperti yang kita ketahui saat ini, bahkan berita ini simpang siur, mana yang benar. Apakah ini sebuah peristiwa settingan atau memang rencana penggulingan sungguhan, atau rencana orang yang dituduh sebagai dalang saat itu. Dalam hal ini bisa jadi musuh Erdogan yang dulu sekutunya, namun karena pisah jalan, akhirnya Gulen ke Amerika. Nah, kan belum jelas. Maka dari itu yang ingin Tempo bangun apa yang terjadi dibalik peristiwa kudeta
itu.
Bahakan
setelah
kudeta
tersebut,
Erdogan
seperti
memperkokoh kedudukannya sebagai presiden. Dengan menangkap ribuan orang, menutup media massa, dan banyak sekali. Hingga saat ini, kebijakan besarnya dengan mengamandemen konstitusi yang menekankan pasal kenegaraan. Dengan konstitusi baru ini, bahkan sudah disetujui parlemen akan dilakukan referendum bulan april, kekuasaan presiden lebih kuat, dengan menghapuskan perdana mentri. Kami menduga, setelah melihat perjalanan pemerintahannya saat ini, dia (Erdogan) secara tidak langsung memegang kekuasan secara penuh, Perdana Menteri hanya jabatan yang diberikan saja, untuk memenuhi konstitusi yang berlaku yang dia berikan kepada Binali Yuldirm.
4. Beralih ke berita hari berikutnya, Tempo juga memberikan analisis lanjutan terhadap kausus yang terjadi pada Turki. Tempo seolah memberi himbauan agar Turki tidak semena-mena dalam menyikapi kudeta tersebut. Apa yang hendak Tempo himbau dari pemilihan judul tersebut ? Jawaban : Seperti berita yang sudah kami terbitkan saat itu, tidak lain untuk memenuhi kepentingan public (melayani kepentingan public). Melihat dari perkembangannya, Turki modern lahir dari sebuah kudeta militer. Bahkan ada yang mengatakan, namun saya lupa nama tokohnya, bahwa Turki lahir karena militer dan Islam. Sebelum itu terjadi, Turki sebuah negara kesultanan yang saat itu wilayahnya besar sekali, hingga kalah dengan perang. Maka dari itu lahirlah Turki yang saat ini (Sekuler). Ketika partai Islam bangkit pada tahun 2000an. Kemudian Militer kembali mengkudeta pemerintahan karena mereka
menduga partai
Islam
menggerus paham sekuler dari pemerintahan. Secara tidak langsung militer adalah penjaga ke-sekuleran Turki. Melihat apa yang sudah Erdogan ini lakukan, setidaknya symbol Islam dalam kehidupan turki sudah dimunculkan lagi. Maka dari itu, muncul kekhawatiran dari kalangan sekuler. Tapi pada masyarakat muslim di luar Turki, ini adala sebuh pekembangan yang, bisa mengambil simpati masyarakat muslim luar Turki. Namun dengan adanya kudeta ini, pasti muncul pertanyaan, mengapa demikian ? Apakah benar Erdogan akan membawa Turki menjadi lebih Islami, namun mengapa cenderung kepada otoriterianism? Tanda-tandanya itu banyak, penangkapan besar-besaran juga kerap terjadi beberapa tahun silam saat Erdogan menjadi Perdana Menteri. Oleh sebab itu, kami memberitakan ini dalam upaya menunjukan bahwa Erdogan itu tidak sebagaimana yang orang Indonesia kira. Melihat kejadian-kejadian yang terjadi saat itu, Erdogan itu bukan orang yang sepenuhnya „bersih‟. 5. Dalam proses pengolahan berita di redaksi TEMPO, apakah terjadi pro dan kontra (missal dalam suatu kasus tertentu). Bagaimana sebuah kebijakan redaksi berjalan?
Jawaban : Pro dan kontra, hampir gak pernah ada. Karena sebelum penerbitan berita, pasti ada rapat redaksi. Jika dalam redaksi, pasti ada perdebatan, namun sesuai kesepakan bersama, apa yang sudah diterbitkan adalah hasil kesepatakan. 6. Dalam kausus berita Internasional yang berkembang, apakah Tempo memiliki pertimbangan khusus dalam memilih berita yang ada? Jawaban : Secara umum sama dengan media pada umunya, bagaiaman kita menilai berita, seberapa kuat berita tersebut kita muat, kemudian kedekatan berita. Persoalan lain seputar memajukan demokrasi dan menjung tinggi HAM. Jika melihat peristiwa saat itu “Kudeta Turki” lebih besar dari pada berita lain misal “Bom di Prancis” atau “Debat Capres Amerika”. Tempo lebih mementingkan misi yang kami perjuangkan antara lain seperti tadi soal demokrasi, menjunjung tinggi HAM dll. Tempo percaya pembaca Tempo berada dalam koridor tersebut. 7. Media mana saja yang menjadi rujukan Tempo untuk mengambil kutipan atau berita terjemahan? Jawaban : Yang pasti kantor berita yang kebetulan kami berlangganan seperti Reuters, AP. Media mainstream lainnya seperti BBC, CNN, Times, Al Jazera, Mother Johns, Pro Publica dll. Alternatif lain seperti Meddle East Eye, Al Arabia dll. Untuk perimbangan pasti kita pertimbangkan semua nya.