KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP DI KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
JETI PULU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud adalah karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Bogor, Agustus 2011
Jeti Pulu NIM C561059094
ABSTRACT
JETI PULU. Fishery Development Policy in Boundary Area of Kepulauan Talaud Regency. Supervised by MULYONO SUMITRO BASKORO, DANIEL R. MONINTJA, AKHMAD FAUZI and BUDHI HASCARYO ISKANDAR The objective of this research is to develop policy for the management of fisheries resources in border area of Talaud Regency. To achieve such an objective, the study was carried out to analyze 1) The role of marine fisheries sector within the Talaud Regency, 2) The optimal utilization of marine fisheries resources in Talaud. The results of the study showed that 1) The fishing sector plays a greater role in to economic of Talaud Regency, 2) Optimal fishing effort under MSY condition is around estimated at 9.610 trip with production level of 5.4448,75 ton. Economic rent under MSY condition is approximately Rp. 34.426,94 billion. If the fishery is managed under maximum economic yield (MEY), it was found that effort level should be around 8.853 trip with production level at 5.414,93 ton. Economic rent under MEY condition is approximately Rp. 34.680,52 billion. The study also found some economic performances of fishing unit operating in Talaud. It shows that “pancing tonda” (troll line) receives highest surplus, then it followed by “pukat cincin” (purse seine) and the last is “jaring insang hanyut” (drift gillnet). Based on simulation, it was found that domestic fleet should be encouraged to increase production so as to offset illegal fishing from Phillipine vessels. The number of domestic vessels in Talaud will eventually increase up to 700 fleets as a respond of illegal fishing by foreign fleet. It is also found that illegal fishing will lead to economic loss between Rp 1 billion to Rp 2 billion per year. While if no illegal fishing economic potential of fishery in Talaud could reach to Rp 7 billion to Rp 10 billion, if illegal fishing is still rampant, within 20 years economic loss will be much higher which eventually will affect the economic of Talaud regency as a whole. Results of Analytical Hierarchy Process (AHP) indicates that to develop fisheries sector in Talaud, provision of regional budged devoted for fisheries sector is number one priority followed by regional cooperation and local empowerment. Other factors such as forming market for fisheries in the Talaud area and increasing number of fishing units come after those three priorities. Overall, result of AHP strongly indicates serious political will from local government to develop fisheries in Talaud. This study also reveals that based on Linear Goal Programming (LGP) it needs a total of 1536 fishing units, one unit of coastal fishing port (PPP), one unit fisheries landing base (PPI) with requires area of 441 m2. LGP also states that it needs three unit of fish processing and additional labor force of 6524 fishers and another 1500 for supporting activities. Key words: Fisheries development, bordered area, economic loss, illegal fishing
RINGKASAN JETI PULU. Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud. Dibimbing oleh MULYONO SUMITRO BASKORO, DANIEL R. MONINTJA, AKHMAD FAUZI dan BUDHI HASCARYO ISKANDAR, Tujuan dari penelitian ini adalah menyusun rancangbangun pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud. Untuk mencapai tujuan tersebut maka perlu dilakukan pengkajian terhadap hal-hal sebagai berikut : 1) Diperkirakan potensi sumber daya ikan utama (layang, tongkol, cakalang, dan tuna) pada kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY) sebesar 5.448,75 ton dengan effort maksimum sebanyak 9.610 trip dan rente sebesar Rp. 34.426,94 milyar, sedangkan untuk kondisi Maximum Economic Yield (MEY) produksi optimumnya sebesar 5.414,93 ton dengan effort sebesar 8.853 trip dan rente sebesar Rp. 34.680,52 milyar; 2) Hasil analisis finansial dari ketiga jenis unit penangkapan ikan, yakni pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda menunjukkan kinerja yang layak untuk diusahakan. Unit penangkapan ikan yang memberikan nilai keuntungan usaha yang tertinggi adalah pancing tonda, kemudian diikuti dengan pukat cincin, dan jaring insang hanyut; 3) Jumlah alokasi unit penangkapan ikan yang optimal untuk memanfaatkan sumberdaya ikan utama (layang, tongkol, cakalang, dan tuna) di perairan Kepulauan Talaud adalah pukat cincin sebanyak 19 unit, jaring insang hanyut sebanyak 685 unit, dan pancing tonda sebanyak 832 unit; 4) Berdasarkan hasil simulasi didapatkan bahwa jumlah kapal perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud akan mengalami peningkatan dari sekitar rata-rata 375 kapal yang ada pada saat ini menjadi lebih dari 700 kapal di masa mendatang. Perkembangan ini selain dipicu oleh perkembangan penduduk juga sebagai respon dari kemungkinan meningkatnya pencurian oleh kapal asing sehingga untuk mengkompensasi kerugian tersebut maka kapal-kapal domestik merespon dengan menambah jumlah kapal yang beroperasi; 5) Dengan pendekatan model simulasi, kerugian illegal fishing di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ini diperkirakan antara Rp 1 milyar sampai Rp 2 milyar untuk skenario intensitas illegal fishing 5% hingga 10 %; 6) Potensi ekonomi perikanan Talaud jika tidak terjadi illegal fishing mencapai lebih dari Rp 7 milyar bahkan terus meningkat mencapai hampir Rp 10 milyar, namun jika terjadi illegal fishing oleh kapal-kapal perikanan dari Filipina, maka potensi ekonomi tersebut akan menurun hampir separuhnya. Sementara jika illegal fishing semakin marak seperti kondisi saat ini dan tidak ada langkah pencegahan, maka potensi ekonomi tersebut akan menjadi negatif pada tahun ke-20. Rekomendasi dan saran yang dapat diberikan adalah sebagai berikut: 1) Pembangunan Indonesia diharapkan dapat lebih difokuskan pada daerah-daerah perbatasan yang rentan terhadap kegiatan illegal fishing, 2) Perlu adanya patroli terpadu dari pihak terkait seperti TNI AL, POLAIRUD, Kementrian Kelautan dan Perikanan RI, dan lainnya sehingga mencegah terjadinya illegal fishing di daerah perbatasan, dan 3) Perlunya percepatan pembangunan fasilitas perikanan tangkap di Kab. Kepulauan Talaud sebagai salah satu daerah perbatasan yang rentan dengan kegiatan illegal fishing, agar potensi sumberdaya ikan yang ada dapat dimanfaatkan dengan seoptimal mungkin oleh masyarakat setempat serta dapat mencegah kegiatan illegal fishing. Disertasi ini juga mencoba menjawab beberapa permasalahan pokok menyangkut pengembangan perikanan di Kabupaten Talaud. Berdasarkan analisis kelemahan dan tantangan internal dan eksternal maka strategi yang terbaik dalam mengembangkan perikanan di Talaud antara lain menyangkut penambahan armada
perikanan, penambahan pelabuhan, pelatihan SDM dalam hal penangkapan, pengolahan dan pemasaran, sosialisasi peraturan perundangan dan penambahan kapal patroli perikanan. Salah satu hal yang cukup menonjol juga antara lain menyangkut prioritas kebijakan yang harus dilakukan oleh pemerintah daerah dalam rangka mengembangkan perikanan di Talaud. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan wawancara kepada pejabat pengambil keputusan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), pengusaha perikanan, dan Analytical Hirarchy Process (AHP) untuk menangkap aspirasi dari berbagai pihak terkait dengan pengembangan perikanan. Hasil analisis menunjukkan bahwa prioritas pembangunan dengan menyediakan dana APBD yang lebih besar untuk sektor perikanan merupakan prioritas utama. Hal ini disebabkan karena APBD merupakan unsur utama modal pembangunan semua sektor termasuk sektor perikanan. Tanpa alokasi APBD yang memadai tidak mungkin pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud menjadi sektor unggulan. Selain itu mengembangkan kerjasama bidang perikanan dengan negara Philipina merupakan prioritas berikutnya. Hal ini mengingat posisi Talaud sebagai daerah perbatasan yang berbatasan langsung dengan Philipina, adalah lebih menguntungkan jika di wilayah perbatasan tersebut dibentuk kerjasama regional sehingga kebocoran ekonomi wilayah dapat dihindari karena dengan adanya kerjasama illegal fishing dapat diminimalisir. Kedua aspek di atas harus ditunjang dengan pemberdayaan masyarakat Talaud setempat. Komponen ini merupakan komponen pembangkitan ekonomi secara mandiri bagi masyarakat Talaud. Dengan berkembangnya ekonomi lokal, maka daya tahan masyarakat terhadap goncangan yang ditimbulkan oleh perbedaan ekonomi daerah perbatasan juga dapat diminimalisir. Selain ketiga komponen di atas, komponen yang berturut-turut menjadi prioritas dalam pembangunan perikanan di wilayah Talaud adalah pembentukan pasar, peningkatan jumlah unit penangkapan ikan, pendidikan dan pelatihan, pembangunan industri pengolahan, peningkatan jumlah kapal pengawas, penyusunan blue print pembangunan perikanan, pembangunan prasarana pembangunan, pengadaan kapal pengangkutan ikan, sistem informasi perikanan dan cuaca, pengadaan kapal BBM dan rencana pengelolaan WPP 717. Pembangunan perikanan Kabupaten Talaud ke depan memerlukan perencanaan dan penghitungan yang cermat. Dalam disertasi ini perencanaan pembangunan tersebut dihitung melalui Liniear Gold Programming (LGP) untuk menentukan kebutuhan sarana dan prasarana yang optimal untuk mengembangkan perikanan Talaud. Dari hasil LGP diperoleh bahwa dibutuhkan paling tidak 1.500 unit penangkapan ikan yang terdiri dari pukat cincin, jaring insang hanyut dan pancing tonda untuk mengoptimalkan potensi perikanan di Kabupaten Talaud. Unit-unit ini seluruhnya berada di bawah 30GT untuk memanfaatkan laut wilayah kepulauan di Talaud. Sebagai konsekuensi dari penambahan armada tersebut, maka dibutuhkan pula infrastruktur perikanan berupa pelabuhan perikanan. Oleh karena sifat Talaud yang merupakan Kabupaten Kepulauan di daerah yang cukup terpencil, maka tipe pelabuhan yang sesuai adalah tipe pelabuhan perikanan pantai (PPP) dan pangkalan pendaratan ikan (PPI). Berdasarkan hasil LGP, Talaud membutuhkan masing-masing satu PPP dan satu PPI. Pengembangan perikanan juga memerlukan jaringan pendukung berupa industri pengolahan. Untuk kondisi Talaud tersedianya 3 (tiga) unit pengolahan ikan sudah cukup optimal untuk mengembangkan perikanan di daerah ini. Keseluruhan pengembangan perikanan tersebut tentu saja tidak mungkin berjalan baik tanpa adanya dukungan tenaga kerja yang memadai. Untuk mengoptimalkan perikanan di Talaud maka dibutuhkan paling tidak tambahan
sekitar 6500 nelayan dan 1500 pekerja di sektor industri pendukung. Keseluruhan rencana pengembangan tersebut harus didukung secara penuh dari sisi kelembagaan baik kelembagaan perikanan seperti pengawasan dan lembaga keuangan yang memadai. Kata Kunci : Pengembangan perikanan tangkap kawasan perbatasan, kerugian ekonomi, pelanggaran penangkapan ikan, optimalisasi pemanfaatan sumberdaya perikanan, industri pengolahan, kelembagaan perikanan.
© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2011 Hak cipta dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
KEBIJAKAN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP KAWASAN PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
JETI PULU
Disertasi Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tertutup:
1. Dr. Ir. MOHAMMAD IMRON, MSi 2. Dr. EKO SRI WIYONO, S.Pi, M.Si
Penguji Luar Komisi pada Ujian Terbuka:
1. Prof. Dr. Ir. CHARLES KEPEL, DEA 2. Dr. HERIE SAKSONO
Judul Disertasi Nama Mahasiswa NIM Program Studi
: Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud : Jeti Pulu : C561059094 : Teknologi Kelautan
Disetujui, Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono Sumitro Baskoro, MSc Ketua
Prof. Dr. Ir. Daniel R. Monintja Anggota
Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, MSi Anggota
Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, MSc Anggota
Diketahui Program Studi Teknologi Kelautan Ketua,
Dekan Sekolah Pascasarjana IPB
Prof. Dr. Ir. John Haluan, MSc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr
Tanggal Ujian :
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala anugerah rahmat serta perlindungan-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan disertasi dengan judul ”Kebijakan Pengembangan Perikanan di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud” disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian Program Pendidikan Strata 3 di Sekolah Pascasarjana IPB. Disertasi ini diharapkan dapat memberikan salah satu alternatif bagi kebijakan Pemerintah Pusat dan Daerah dalam Pengembangan Perikanan Tangkap di daerah Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Prof. Dr. Ir. Mulyono Sumitro Baskoro, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Daniel R. Monintja, Prof. Dr. Ir. Akhmad Fauzi, M.Sc dan Dr. Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si selaku anggota komisi pembimbing, yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih kepada yang terhormat Gubernur Sulawesi Utara Bapak Drs. Sinyo Harry Sarundajang dan Wakil Gubernur Sulawesi Utara Drs. Djouhari Kansil M.Pd, Ketua Fraksi Demokrat DPRD Sulawesi Utara Olha Sampel, SE, Bupati Kabupaten Kepulauan Talaud Bapak dr. Elly Engelbert Lasut, ME, Wakil Bupati Bapak Drs. Constantine Ganggali ME yang telah memberikan izin dan dorongan untuk sekolah di IPB pada Program Studi Teknologi Kelautan. Secara khusus penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada Ayahanda tercinta Ismael Aemba Poeloe (alm) dan Ibunda tercinta Maritje Woi Sono yang selalu berdoa untuk penulis. Terimakasih kepada suami tercinta Robby Agustinus Maxi Manoppo, SH.,MH dan anak tunggal tersayang Bill Clinton Putra Manoppo yang selalu memberikan doanya kepada penulis dan juga merelakan waktunya untuk Penulis sekolah. Terimakasih kepada yang terkasih saudara-saudara kandung penulis: 1. Drs. Eddison Pulu, ME, 2. Lenny Sangiang Pulu, SIP., M.Si, 3. Robinson Pulu, SE, 4. Dra. Nelmin Elvina Pulu, ME, 5. Jasmin Victoria Rumea Pulu, SE, 6)Japson Pulu, SPd, 7)Johnson Pulu, S.Sos.Terimakasih juga kepada pihak yang berjasa kepada penulis di dalam penulisan disertasi ini diantaranya Shinta, Julia serta semua pihak yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Kami menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna dan masih harus ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lanjutan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat baik bagi insan akademis, para pengambil keputusan serta yang membacanya. Akhirnya semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan karunia dan rahmatnya kepada kita sekalian. Bogor, Agustus 2011 Jeti Pulu
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kakorotan Kecamatan Nanusa Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara pada tanggal 27 Desember 1968, dari pasangan Ismael Aemba Poeloe dan Maritje Woi Sono. Penulis telah menikah dengan Robby Manoppo SH, MH dan dikaruniai anak satu putra bernama Bill Clinton Putra Manoppo. Pendidikan sarjana (S1) ditempuh pada Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Merdeka Manado (STISIPOL Merdeka Manado), lulus tahun 1996. Pendidikan magister sains (S2) ditempuh pada Universitas Samratulangi Manado (UNSRAT) Program Pasca Sarjana Jurusan Pengembangan Sumberdaya Pembangunan (PSP), lulus tahun 2002. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor (S3) pada Program Studi Teknologi Kelautan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) diperoleh pada bulan September 2010. Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di pemerintah Provinsi Sulawesi Utara pada Kantor Wilayah Departemen Penerangan Deppen RI Provinsi Sulawesi Utara Bidang Hubungan masyarakat HUMAS (1986 – 2002). Kemudian ditempatkan di Humas Protokol kantor Gubernur Provinsi Sulawesi Utara pada tahun 2002-2003. Pada tahun 2004-2008 ditempatkan di Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai Kepala Kantor Perwakilan Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud di Manado. Setelah itu ditempatkan sebagai Kepala Kantor Perijinan Terpadu di Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun 2008-2009. Pada tahun 2009-2010 dipercayakan memegang jabatan Kepala Pemberdayaan Perempuan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, tahun 2011 sampai dengan sekarang Kepala bagian Humas dan Protokol Pemda Kabupaten Talaud. Selain bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil, penulis aktif dalam kegiatan organisasi kemasyarakatan dan kepemudaan : 1. Ketua Umum Persatuan Masyarakat Nanusa Perbatasan Sulawesi Utara pada tahun 2004 – 2009 dan 2010 – sekarang 2. Ketua umum Persatuan Artis Teater Sulawesi Utara tahun 2006 – 2010 3. Wakil Ketua KNPI Sulawesi Utara tahun 2005 – 2010. Penulis telah mempublikasikan karya ilmiah berjudul “Pendekatan Bionomi pada peluang pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Talaud” pada Jurnal Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap dan telah diterbitkan pada Volume I, No. 1 Desember 2010. Karya ilmiah lainnya dengan judul “Strategi Pengembangan Perikanan Tangkap di Kabupaten Talaud“ dipublikasikan pada jurnal yang sama dan telah diterbitkan pada volume II, No. 1 Mei 2011. Kedua publikasi tersebut merupakan bagian dari Program S3 penulis.
DAFTAR ISI Halaman
1
2
DAFTAR TABEL ..................................................................................
xii
DAFTAR GAMBAR ..............................................................................
xiii
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xiv
DAFTAR ISTILAH ................................................................................
xv
PENDAHULUAN ..................................................................................
1
1.1
Latar Belakang ............................................................................
1
1.2
Perumusan Masalah ...................................................................
4
1.3
Tujuan Penelitian.........................................................................
5
1.4
Manfaat Penelitian.......................................................................
6
1.5
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................
6
1.6
Kerangka Pemikiran ....................................................................
6
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................
10
2.1
Perikanan tangkap ......................................................................
10
2.2
Sumberdaya perikanan laut .........................................................
15
2.3
Prasarana pelabuhan ..................................................................
16
2.4
Usaha perikanan tangkap ............................................................
17
2.5
Perencanaan produksi perikanan ................................................
18
2.6
Pengembangan perikanan tangkap .............................................
20
2.7
Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan ...............................................................................
22
Konsep kebijakan perikanan tangkap ..........................................
23
METODE PENELITIAN ........................................................................
25
3.1
Tempat dan Waktu Penelitian......................................................
25
3.2
Cara Penentuan Responden .......................................................
26
3.3
Metode Pengumpulan Data .........................................................
26
3.4
Metode Analisis Data...................................................................
28
3.4.1
Analisis sumberdaya ikan ................................................
29
3.4.1.1 Standardisasi alat tangkap ..................................
30
3.4.1.2 Standardisasi biaya per unit upaya .....................
31
3.4.1.3 Estimasi parameter .............................................
31
Analisis finansial ..............................................................
36
2.8 3
3.4.2
3.4.3
Analisis illegal fishing .......................................................
38
3.4.4
Analisis optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap ............................................................................
40
Analisis strategi pengembangan pembangunan perikanan tangkap ...........................................................
46
4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN ..........................................
53
3.4.5
4.1
Gambaran Wilayah Perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara.........
53
4.2
Letak dan Kondisi Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud...........
55
4.3
Kondisi Demografis (kependudukan) ...........................................
61
4.4
Keragaan Perikanan....................................................................
63
5. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................
77
5.1
Potensi sumberdaya Ikan ............................................................
77
5.2
Keragaan Finansial Usaha Penangkapan iIkan utama ................
80
5.3
Illegal fishing di erairan Perbatasan .............................................
83
5.4
Optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud ....................
87
Strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud ...................................
99
Dampak yang diharapkan dari implementasi pengelolaan perikanan tangkap optimum di Kabupaten Talaud .......................
110
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................
113
5.1
Kesimpulan .................................................................................
113
5.2
Saran ..........................................................................................
114
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
115
5.5 5.6 5
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL Halaman 1
Potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 ..........
2
2
Jumlah alat tangkap perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud pada Desember 2007 ...................................................................................
3
3
Jumlah tempat dan alat tangkap serta responden ...............................
27
4
Jumlah stakeholder yang diwawancarai ...............................................
27
5
Metode analisis untuk setiap penelitian ................................................
29
6
Skala penilaian perbandingan ..............................................................
49
7
Matriks untuk berbanding berpasangan ...............................................
50
8
Nilai indeks acak (r1) matriks berordo 1 sampai 15...............................
52
9
Pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan Filipina ......................
55
10 Pulau dan gugusan pulau yang terdapat di Kabupaten Kepulauan Talaud ..................................................................................................
57
11 Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Talaud .......................................
58
12 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 .....................................................................................................
62
13 PDRB Kabupaten Kepulauan Talaud atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha .....................................................................
63
14 Produksi ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008 .................
64
15 Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2003-2008 ...................................................
65
16 Perkembangan kapal motor (KM) dari tahun 2003-2008 ......................
65
17 Kinerja ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008 .................
66
18 Rumah tangga perikanan (RPP) .........................................................
66
19 Perkembangan kapal motor . ...............................................................
67
20 Jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008 .....................................................................................................
68
21 Produksi menurut jenis ikan tahun 2008 ............................................
69
22 Alat tangkap dan jenis ikan. .................................................................
70
23 Perkembangan produksi sumberdaya ikan utama di perairan laut Kabupaten Kepulauan Talaud yang dihasilkan oleh pukat cincin, jaring insang hanyut dan pancing tonda dari tahun 2003-2008 (dalam ton) ......................................................................................................
75
24 Nilai parameter biologi dari sumberdaya ikan utama di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ..............................................................
77
25 Perbandingan aktual dengan produksi lestari produksi ........................ maximum yang seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap lestari ...................................................................................................
77
26 Data runtut waktu jumlah produksi ikan utama, jumlah effort dan nilai CPUE di perairan Kepulauan Talaud ...................................................
78
27 Kondisi sumberdaya ikan utama saat MSY, MEY dan OA ...................
79
28 Model investasi usaha penangkapan diperairan Kabupaten Kepulauan Talaud ................................................................................
81
29 Analisis usaha teknologi pengangkapan ikan yang eksisting di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ...............................................
81
30 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan di Kabupaten Kepulauan Talaud (dalam Rp 000) ........................................................................
83
31 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ..............................................................
92
32 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2008 dari tiga jenis unit penangkapan ikan terpilih di Kabupaten Kepulauan Talaud..................................................................................................
92
33 Jumlah kebutuhan optimum prasarana pelabuhan di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud. ............................................................
94
34 Nilai koefisien ruang daya tampung produksi (k) berdasarkan jenis kelompok ukuran ikan .........................................................................
95
35 Jumlah kebutuhan total luasan tempat pelelangan ikan (TPI) yang optimum di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud..............................
96
36 Jumlah kebutuhan luasan tempat pelelangan ikan (TPI) yang optimum di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud untuk setiap kelas pelabuhan perikanan ...........................................................................
96
37 Jumlah kebutuhan unit pengolahan hasil perikanan di perairan Kepulauan Talaud ................................................................................
97
38 Kebutuhan jumlah nelayan optimum di perairan di kawasan Kabupaten Kepulauan Talaud ..............................................................
98
39 Kebutuhan jumlah tenaga lain yang terkait dengan pengembangan perikanan pelagis di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ...............
98
40 Matriks internal factor evaluation (IFE) .................................................
100
41 Matriks external factor evaluation (EFE) ..............................................
101
42 Matriks SWOT pembangunan perikanan Kabupaten Kepulauan Talaud..................................................................................................
103
43 Tabel indikator ekonomi dan masalah ..................................................
104
44 Hasil prioritas alternatif strategi pembangunan perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud ..............................................................
106
DAFTAR GAMBAR Halaman 1
Kerangka pemikiran .............................................................................
9
2
Sistem agribisnis perikanan tangkap ....................................................
10
3
Jalur pemasaran perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud .
13
4
Peta Kabupaten Kepulauan Talaud......................................................
25
5
Model simulasi pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud ...........................................
39
6
Diagram rancangan analisis AHP ........................................................
48
7
Desain pukat cincin ..............................................................................
71
8
Desain jaring insang hanyut (soma Giop).............................................
72
9
Desain pancing tonda ..........................................................................
73
10 Kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), dan Open Acces (OA) untuk pemanfaatan sumber daya ikan utama di perairan kawasan Kabupaten Kepulauan Talaud ..................
80
11 Model simulasi untuk mengestimasi nilai kerugian akibat illegal fishing
83
12 Grafik tangkapan domestik...................................................................
84
13 Grafik skenario illegal fishing................................................................
85
14 Grafik upaya ........................................................................................
85
15 Grafik tingkat kerugian .........................................................................
86
16 Grafik net surplus setiap skenario ........................................................
87
17 Hasil analisis model Linear Goal Programming ....................................
91
18 Posisi kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud ..................................................................................................
102
19 Struktur hirarki dan hasil perhitungan AHP ...........................................
105
20 Pengembangan unit perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud ..............................................................
110
21 Rancang bangun pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud ...........................................
112
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1
Peta wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud .........................................
123
2
Share produksi alat tangkap ................................................................
124
3
Effort alat tangkap ................................................................................
125
4
Standardisasi alat tangkap ...................................................................
126
5
Data regresi untuk bioekonomi.............................................................
127
6
Regresi untuk bioekonomik ..................................................................
128
7
Cash flow usaha penangkapan pancing tonda di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp.000) ...............................................
131
Cash flow usaha penangkapan pukat cincin di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp.000) .................................................................
132
Cash flow usaha penangkapan jaring insang di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp.000) .................................................................
133
10 Gambar Nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud yang sedang mempersiapkan alat penangkapan ......................................................
134
11 Gambar kapal ikan Negara Filipina yang tertangkap di Pulau Miangas (Pelaku illegal fishing) ..........................................................................
135
12 Gambar upacara adat MANE’E penangkapan ikan secara tradisional di Kabupaten Kepulauan Talaud ..............................................................
136
8 9
DAFTAR ISTILAH
MSY
=
Maximum sustainable yield Nilai potensi lestari maksimum secara biologi dari suatu jenis sumber daya ikan disuatu perairan tertentu
MEY
=
Maximum economic yield Nilai potensi maksimum lestari secara ekonomi dari suatu jenis sumbedaya ikan dari suatu perairan tertentu
Catch
=
Jumlah
hasil
tangkapan
dari
suatu jenis alat
penangkap ikan Effort
=
Jumlah upaya penangkapan ikan yang dilakukan oleh suatu alat penangkapan ikan
Illegal Fishing
=
Kegiatan perikanan tangkap yang dilakukan tanpa ijin resmi dari suatu institusi atau negara pengelola perikanan
SWOT
=
Strength, Weakness,Opportunities and Threats Suatu metode yang digunakan untuk mendapatkan strategi dengan mempertimbangkan kekuatandan kelemahan faktor internal dan potensi serta ancaman dari faktor eksternal
AHP
=
Analisis hierarki proses Suatu metode yang digunakan untuk menentukan urutan prioritas yang terbaik berdasarkan persepsi dari suatu kelompok responden atau kelompok ahli
WPP
=
Wilayah pengelolaan perikanan Daerah
perairan
laut
yang
memiliki
sebaran
sumberdaya ikan yang diperkirakan dari stok yang sama, sebagai suatu unit ekologi untuk pengelolaan perikanan LGP
=
Liniear goal programming Suatu metode yang digunakan untuk melakukan alokasi biaya dengan mempertimbangkan kendalakendala atau batasan-batasan yang ada.
APBD
=
Anggaran pendapatan belanja daerah
PPP
=
Pelabuhan perikanan pantai Pelabuhan perikanan pantai dicirikan dan melayani kapal
ikan
5-15
GT
daerah
penangkapannya
diperairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial, panjang dermaga minimal 100 meter dengan
kedalaman
kolam
minus
2
meter,
memilikidaya tampung minimal 30 buahkapal atau 300 GT sekaligus. (Kepmen No. 16 Tahun 2006) PPI
=
Pangkalan
pendaratan
ikan
dicirikan
dengan
melayani kapal ikan ≤ 5 GT daerah penangkapannya diperairan panjang
pedalaman dermaga
dan
minimal
perairan 50
kepulauan,
meter
dengan
kedalaman kolam minimal minus 2 meter memiliki daya tampung minimal 20 buah kapal atau 60 GT sekaligus. (Kepmen No. 16 Tahun 2006) NPV
=
Net present value Nilai bersih dari nilai investasi atau rupiah yang akan datang dapat dilihat atau dapat dihitung saat ini berdasarkan nilai suku bunga.
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data PBB pada tahun 2008, Indonesia memiliki 17.508 pulau dengan garis pantai sepanjang 95.181 km, serta lautan seluas 5,8 juta km2 yang merupakan 70% dan seluruh wilayahnya. Sejak dulu, kekayaan sumberdaya pesisir dan lautan khususnya ikan, telah menjadi sumber makanan dan protein utama bagi rakyat Indonesia. Fungsi dan peran wilayah pesisir dan lautan kini berkembang pesat dan lebih bervariasi. Hal ini disebabkan sepanjang garis pantai dan bentangan perairan laut ini terkandung kekayaan sumber daya alam yang berlimpah, mulai dari sumber daya yang dapat diperbaharui (renewable) seperti ikan, rumput laut, kayu bakau dan hewan karang, sampai yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable) termasuk minyak dan gas bumi, bahan tambang serta mineral. Jasa-jasa lingkungan (environmental services) berupa pemandangan pantai dan laut yang indah dalam dekade terakhir juga telah tumbuh sektor baru yaitu pariwisata. Krisis multi dimensi yang terjadi dimasa pasca orde baru menunjukkan bahwa dibutuhkan sektor yang dengan segera menghasilkan devisa dengan memanfaatkan potensi perikanan dan kelautan, maka roda perekonomian dapat ditumbuhkan. Permintaan dunia akan ikan yang berasal dari laut Indonesia merupakan salah satu sumber pemulihan ekonomi nasional yang berasal dari laut. Paling tidak ada 5 (lima) alasan pokok yang dapat menjadikan perikanan sebagai andalan untuk pemulihan krisis ekonomi serta mendorong pertumbuhan, yaitu: (1) Ketersediaan sumber daya perikanan yang melimpah, (2) Laju pertumbuhan PDB perikanan menunjukkan trend yang meningkat, (3) Permintaan dunia akan ikan meningkat sejalan dengan pertambahan penduduk dunia. (4) Pergeseran pola konsumsi menuju pada ikan sebagai pilhan utama dan sehat, (5) Pasar domestik yang terus meningkat permintaannnya. Potensi perikanan laut Indonesia cukup besar yang tersebar di berbagai perairan diperkirakan sebesar 6,7 juta ton per tahun dengan 4,4 juta ton per
2
tahun di perairan teritorial dan perairan Nusantara, serta 2,3 juta ton per tahun di perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Namun demikian, posisi perairan Indonesia yang berbatasan dengan berbagai negara seperti India, Thailand, Malaysia, Singapura, Philipina, Papua New Guinea, Timor Leste, Australia dan Vietnam menjadikan wilayah-wilayah perbatasan menjadi potensi kegiatan pencurian ikan oleh negara lain. Sehingga, tingkat pemanfaatan ikan yang masih rendah
di dalam negeri belum menjamin kelestarian ikan jika tingkat pencurian
oleh nelayan asing tinggi. Kondisi ini tentunya perlu mendapatkan perhatian dari kita semua.
Pembangunan di wilayah perbatasan menjadi keharusan agar
potensi sumberdaya alam terjaga. Salah satu kabupaten yang mempunyai wilayah perairan perbatasan adalah Kabupaten Kepulauan Talaud. Wilayah perairan Kabupaten Kepulauan Talaud berbatasan dengan wilayah perairan Philipina.
Kabupaten Kepulauan
Talaud memiliki sumber daya alam yang potensial terutama sumber daya perikanan karena hampir seluruh daerah Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah laut. Potensi sumberdaya perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara mempunyai cadangan potensi yang masih dapat dimanfaatkan sangat besar baik untuk ikan pelagis maupun ikan demersal (Tabel 1).
Tabel 1 Potensi perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2007 No.
Jenis Komoditi
Potensi (Ton/Tahun)
1
Ikan pelagis
38.720
2
Ikan demersal
38.280
Jumlah Eksploitasi (Ton) 4.896,6 893,3
Cadangan Potensi (Ton) 33.823,7 37.389,7
Sumber : Renstra Kabupaten Kepulauan Talaud 2005 – 2009
Jenis alat tangkap dominan yang dapat digunakan untuk pemanfaatan sumber daya ikan di perairan kabupaten Kepulauan Talaud adalah pancing tonda, jaring insang hanyut dan pancing ulur (Tabel 2). Pukat cincin baru mulai berkembang untuk menangkap ikan pelagis kecil.
3
Tabel 2 No. 1 2
3
4
5 6
7
Jumlah alat tangkap perikanan di Kabupaten Kepulauan Talaud pada Desember 2007 Jenis Alat Tangkap Jumlah (unit) Pukat cicin Jaring insang a. Jaring insang hanyut b. Jaring insang lingkar c. Jaring insang tetap Pancing a. Rawai hanyut b. Rawai tetap dasar c. Pancing tonda d. Pancing ulur e. Pancing tegak f. Pancing cumi g. Pancing lainnya Perangkap a. Bubu b. Perangkap lainnya Alat pengumpul dan alat penangkap a. Alat penangkap teripang Lain-lain a. Muro ami b. Jala tebar Garpu, tombak dan lain-lain
25 601 122 280 316 55 1.029 518 340 56 450 260 155 95 2 150 171
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud, 2009
Dalam kondisi potensi sumberdaya yang besar, sementara sistem pemanfaatan sumberdaya di dalam negeri yang belum baik, menjadikan kondisi pemanfaatan sumberdaya ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud belum optimal. Kondisi armada dalam negeri yang masih rendah, perdagangan ikan yang kurang menguntungkan nelayan dan penegakan hukum yang belum sempurna, pemanfaatan sumberdaya ikan belum mampu memsejahterakan nelayan lokal, tetapi justru menguntungkan nelayan Philipina. Kerjasama perbatasan Indonesia dan Filipina sebenarnya telah dirintis sejak 14 September 1965 melalui penandatanganan Border Crossing Agreement hingga tercapainya Border Crossing Agreement 1975. Dengan persetujuan tersebut, maka penduduk perbatasan diberikan kemudahan untuk melakukan kunjungan yang bersifat sosial–budaya.
Kerjasama
ini
telah
diperbaharui
beberapa
kali,
guna
menyesuaikannya dengan situasi dan perkembangan keadaan di lapangan. Sementara itu, untuk kegiatan perdagangan di daerah perbatasan, kedua negara pada tahun 1971 telah menyepakati Border Trade Agreement. Pada kedua
4
persetujuan tersebut ditetapkan bahwa sebagian pulau-pulau di Kabupaten Sangihe dan Kabupaten Talaud sebagai wilayah kerjasama perbatasan Indonesia dan Filipina. Selain itu, sesuai dengan kesepakatan lintas perbatasan ini maka ditetapkan 3 Border Crossing Station (BCS) di wilayah Indonesia (Miangas, Marore, Tarakan) dan 3 Border Station di wilayah Filipina (Tibanban, Batuganding, Bungau). Dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan
Kabupaten
Kepulauan
Talaud,
timbul
permasalahan
jika
hasil
pembangunan yang dicapai tidak sesuai dengan tujuan pengelolaan yang diharapkan. Tujuan pengelolaan yang diharapkan adalah agar sumberdaya yang ada dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan, dalam arti kesejahteraan masyarakat dapat meningkat tanpa menimbulkan terjadinya kerusakan lingkungan yang dapat merugikan kelangsungan hidup generasi yang akan datang. Namun demikian, kondisi perikanan di Kabupaten Talaud belum optimal seperti yang diharapkan. Secara umum pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan kabupaten Kepulauan Talaud masih belum optimal dan masih dapat ditingkatkan. Keadaan masa kini menunjukkan bahwa perikanan tangkap sangat banyak diperhadapkan pada berbagai permasalahan antara lain illegal fishing, kurangnya sarana produksi dan belum adanya kebijakan pembangunan perikanan tangkap yang dikaitkan dengan status kabupaten Kepulauan Talaud sebagai kawasan perbatasan.
1.2 Perumusan Masalah Hasil pengamatan di wilayah studi menunjukkan bahwa, belum optimalnya pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kepulauan Talaud hal ini disebabkan : kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah, lemahnya penegakan hukum, Perda yang belum mendukung, kemiskinan, sarana dan prasarana masih terbatas dan belum adanya kebijakan perbatasan. Disamping hal-hal tersebut maka sangat menonjol terjadinya illegal unreported and unregulated (IUU) fishing atau kegiatan yang tidak dilaporkan dan tidak diatur di daerah ini. Hal ini disebabkan karena Kabupaten Kepulauan Talaud berbatasan langsung dengan perairan Philipina. Perbatasan tersebut dibentuk oleh Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang telah ditetapkan oleh Pemerintah Philipina. Keadaan seperti ini dimanfaatkan oleh armada Philipina
5
yang masuk ke daerah ZEE Indonesia termasuk perairan Kabupaten Kepulauan Talaud.
Disisi yang lain, rendahnya kemampuan armada lokal Kabupaten
Kepulauan Talaud menyebabkan armada penangkapan ikan dari Philipina dapat dengan leluasa melakukan illegal fishing. Fakta-fakta tersebut di atas menunjukkan indikasi bahwa keterpaduan dan koordinasi dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud belum sepenuhnya terlaksana. Ketidak-terpaduan dan kurangnya koordinasi tersebut antara lain disebabkan karena pelaksanaan pembangunan dan peraturan perundangan yang digunakan masih bersifat sektoral serta belum adanya kejelasan fungsi dan wewenang dan lembaga-lembaga yang terlibat. Kemudian, untuk mengembangkan perikanan tangkap di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, tentu akan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab. Dari latar
belakang masalah tersebut diatas,
dapat
dirumuskan
pertanyaan penelitian sebagai berikut :
(1) Apa jenis atau komoditi sumberdaya ikan yang dominan dimanfaatkan dari perairan laut Kabupaten Kepulauan Talaud, serta berapa ketersediaan atau daya dukung optimum dari sumberdaya ikan tersebut?
(2) Apa jenis teknologi penangkapan yang tepat digunakan untuk memanfaatkan komoditi ikan tersebut dan berapa alokasi optimumnya?
(3) Berapa kerugian yang dialami oleh Pemerintah Kepulauan Talaud yang disebabkan oleh IUU Fishing dan bagaimana mengatasi kerugian akibat IUU fishing ?
(4) Bagaimana tahapan pengembangan perikanan tangkap yang optimum dan komprehensif ?
(5) Komponen apa saja yang menjadi penggerak utama dan yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan sub-sektor perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara ?
(6) Kebijakan apa saja yang dapat diterapkan untuk pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara ?
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan utama adalah menyusun rancangbangun pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud. Tujuan khusus
:
6
(1) Menganalisis kondisi sumberdaya ikan (2) Menganalisis keragaan finansial perikanan tangkap (3) Menganalisis illegal fishing (4) Optimasi perikanan tangkap (5) Menyusun strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat yang didapat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah sebagai berikut : (1) Sebagai sumbangan pemikiran bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud dalam upaya pemberdayaan nelayan dan pembangunan daerah melalui pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud. (2) Di bidang IPTEK sebagai dasar penelitian lebih lanjut dalam pengembangan ilmu pengetahuan di bidang perikanan. (3) Bagi pelaku bisnis sebagai acuan dalam perencanaan maupun implementasi investasi di bidang usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud. 1.5 Ruang Lingkup Penelitian Dalam
rangka
melakukan
penelitian
dengan
judul
"Kebijakan
Pembangunan Perikanan di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud" maka penelitian ini dibatasi sampai dengan penyusunan alternatif kebijakan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud. Selanjutnya ruang lingkup penelitian ini difokuskan pada aspek - aspek sebagai berikut: (1) Inventarisasi
terhadap
faktor-faktor
yang
menentukan
keberhasilan
pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud. (2) Formulasi strategi pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud.
1.6 Kerangka Pemikiran Dalam upaya pemecahan masalah yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka diperlukan satu pemikiran konseptual untuk memberikan
7
solusi optimal terhadap permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pengelolaan sumberdaya perikanan. Pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan suatu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan produksi perikanan dengan tetap menjaga kelestariannya. Pada umumnya pelaksanaan pengelolaan sumberdaya perikanan tersebut lebih cenderung pada usaha pengaturan aktivitas penangkapan dan perbaikan kondisi lingkungan. Pemanfaatan sumberdaya perikanan, khususnya perikanan tangkap saat ini dihadapkan pada kenyataan yang agak sulit dan penuh tantangan. Hal ini disebabkan sebagian besar sumberdaya perikanan tersebut dimanfaatkan oleh usaha perikanan berskala kecil atau perikanan rakyat. Keadaan usaha perikanan rakyat yang pada umumnya masih sangat tradisional tersebut, memiliki jangkauan usaha penangkapan yang masih terbatas pada perairan pantai, dimana produktivitas yang dihasilkan sangat rendah. Menurut Barus et al. (1991) produktivitas nelayan yang masih sangat rendah ini pada umumnya diakibatkan oleh rendahnya keterampilan dan pengetahuan serta penggunaan alat tangkap maupun perahu yang masih sederhana, sehingga efektif dan efisiensi alat tangkap maupun perahu belum optimal. Keadaan ini berpengaruh terhadap pendapatan yang diterima nelayan, keadaan ekonomi dan kesejahteraan nelayan. Upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan taraf hidup atau pendapatan
nelayan
antara
lain
dengan
meningkatkan
produksi
hasil
tangkapannya. Peningkatan produksi ini sangat erat hubungannya dengan ketersediaan sarana dan prasarana yang dimiliki oleh nelayan dan sarana penangkapan pendukung lainnya. Salah satu cara untuk meningkatkan produksi perikanan tersebut adalah dengan mengusahakan unit penangkapan yang produktif, yakni yang tinggi dalam jumlah dan nilai hasil tangkapan. Selain itu unit penangkapan tersebut haruslah bersifat ekonomis dan menggunakan teknologi yang sesuai dengan kondisi setempat serta tidak merusak kelestarian lingkungan. Mengingat begitu kompleksnya permasalahan pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara, diperlukan kajian strategi pengembangan perikanan tangkap dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap secara optimal berdasarkan pertimbangan bahwa potensi sumberdaya perikanan laut yang tersedia belum dimanfaatkan secara optimal. Dengan adanya suatu studi yang mendasar dan mencakup aspek perencanaan
8
dalam pengembangan usaha perikanan tangkap maka akan didapatkan suatu strategi pengembangan perikanan tangkap yang matang, sehingga sumberdaya perikanan laut yang tersedia di Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan rakyat. Sebelum melakukan pengkajian yang mendalam tentang pengembangan perikanan tangkap untuk menjawab permasalahan yang sedang dihadapi, perlu disusun suatu diagram alir tahap penelitian agar tujuan dapat dicapai. Diagram alir tahap penelitian tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Langkah pemikiran selanjutnya, dilakukan analisis optimasi untuk kriteria yang terdiri atas keterlibatan masyarakat, sarana produksi, unit penangkapan, unit pengolahan, sumberdaya, peraturan, aspek legal dan unit pasarnya. Optimasi ini menggunakan beberapa analisis dengan tujuan untuk memperoleh nilai optimal kapasitas atau daya dukungnya dan juga untuk pengambilan keputusan dalam pola pengembangan perikanan tangkap secara terpadu dan terarah di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud Sulawesi Utara.
PERMASALAHAN - Kualitas sumberdaya manusia yang masih rendah. - Lemahnya penegakan hukum. - Perda yang belum mendukung - Kemiskinan. - Sarana dan prasarana masih terbatas. - Belum adanya kebijakan perbatasan - IUU Fisheries
Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan (PDRB, PAD, Penyerapan Tenaga Kerja, Devisa)
Pemanfaatan Sumberdaya
Komoditi SDI Dominan
Jenis Teknologi
IUU Fisheries
Komponen Penggerak Utama Perikanan
Perikanan Tangkap Optimum
Penyusunan Kebijakan
RANCANG BANGUN PENGEMBANGAN mbar 1 Kerangka pemikiran PERIKANAN TANGKAP
Gambar 1 Kerangka Pemikiran 9
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap
adalah
kegiatan
ekonomi
yang
mencakup
penangkapan/pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di air laut/ perairan umum secara bebas. Perikanan tangkap merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen atau sub sistem yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Elemen yang saling berkaitan dan mempengaruhi satu dengan yang lainnya disebut komponen-komponen perikanan tangkap. Komponen-komponen perikanan tangkap tersebut terdiri dari (Monintja 2001a): sarana produksi, usaha penangkapan, prasarana (pelabuhan), unit pengolahan, unit pemasaran, dan unit pembinaan. MASYARAKAT Konsumen
Membangun Membuat Membangun Membuat
EKSPOR Modal Teknologi PEMBINAAN Dijual Kepada
SARANA PRODUKSI
Membayar Membayar
Galangan Kapal Pabrik Alat Diklat
UNIT PEMASARAN Distribusi
UNIT PENANGKAPAN Kapal Alat Nelayan UNIT SUMBERDAYA Species Habitat Musim/Lingkungan Fisik
Didaratkan Hasil Tangkapan
Penjualan Segmen
Prasarana Pelabuhan Diolah Diolah
UNIT PENGELOLAAN Handling Processing Packaging
Sumber : Monintja (2001) Gambar 2 Sistem agribisnis perikanan tangkap
11
(1)
Sarana produksi Salah satu indikator berkembangnya usaha perikanan tangkap sangat tergantung dari berjalannya fungsi sarana produksi dengan optimal sarana produksi merupakan salah satu fasilitas yang menunjang berlangsungnya kegiatan perikanan. Sarana produksi tersebut antara lain penyediaan alat tangkap, pabrik es, instansi air tawar, instansi listrik, dan pendidikan pelatihan tenaga kerja (Kesteven 1973).
(2)
Usaha penangkapan Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya. Unit
penangkapan
adalah
kesatuan
teknis
dalam
suatu
operasi
penangkapan yang terdiri kapal, alat tangkap dan nelayan. Unit sumberdaya terdiri dari spesies, habitat seperti mangrove, terumbu karang dan padang lamun serta musim. (3)
Pelabuhan Keputusan bersama Mentan dan Menhub (pasal 1) No. 493/KPTS/ IK.410/7/96 dan No. SK.2/AL106/PNB-96 menyatakan bahwa pelabuhan perikanan sebagai prasarana perikanan adalah tempat pelayanan umum bagi masyarakat nelayan dan usaha perikanan, sebagai pusat pembinaan dan peningkatan kegiatan ekonomi perikanan yang dilengkapi dengan fasilitas di darat dan diperairan sekitarnya, untuk digunakan sebagai pangkalan operasional, tempat berlabuh, bertambat, mendaratkan hasil, penanganan, pengolahan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan. Menurut Direktorat Jendral Perikanan (1994) yang diatur dalam Lubis (2000), pelabuhan perikanan adalah pusat pengembangan ekonomi ditinjau dari aspek produksi, pengolahan dan pemasaran. Pembangunan pelabuhan perikanan di Indonesia merupakan tanggungan pemerintah (UU No.9 th 1985 pasal 18). Pelabuhan perikanan berfungsi sarana penunjang untuk meningkatkan produksi. Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan. Tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan ikan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi ikan hasil tangkapan, pusat pelaksanaan pembinaan mutu hasil perikanan serta pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data. Kesimpulannya pelabuhan adalah prasarana perikanan dan pusat pengembangan ekonomi dan aspek produksi, pengolahan dan pemasaran.
12
Pelabuhan perikanan dapat diklasifikasikan berdasarkan letak dan jenis usaha penangkapannya. Pelabuhan perikanan pantai (tipe D) memiliki kriteria sebagai berikut (Lubis 2000): (1) Tersedianya lahan seluas 10 Ha; (2) Diperuntukkan bagi kapal-kapal perikanan <30 GT; (3) Melayani kapalkapal perikanan 15 unit/hari; (4) Jumlah ikan yang didaratkan > 10 ton/hari ; (5) tersedianya fasilitas pembinaan mutu, sarana pemasaran dan lahan kawasan industri perikanan ; (6) Dekat dengan pemukiman nelayan. (4)
Unit pengolahan Unit pengolahan termasuk didalamnya pengawetan bertujuan untuk mempertahankan mutu dengan cara penanganan yang tepat agar ikan tetap sempurna segar atau dalam wujud olahan, secara ekonomis nilai tambah produk juga meningkat. Pengolahan tersebut dapat dilakukan secara tradisional misalnya penggaraman, pengeringan dan pengasapan ataupun dengan cara modern (Moeljanto 1996).
(5)
Unit pembinaan Pembinaan merupakan suatu proses untuk peningkatan produksi dan produktivitas perikanan yang merupakan salah satu tujuan pembangunan sektor perikanan. Pembinaan tersebut terdiri dari pembinaan usaha perikanan dan pembinaan mutu hasil perikanan. Pembinaan usaha perikanan bertujuan untuk pengembangan usaha di bidang perikanan yang merupakan bagian dari dunia usaha pada umumnya. Pembinaan usaha perikanan
terdiri
dari
pembinaan
kelembagaan
usaha
perikanan,
perkreditan dan permodalan dan pembinaan perijinan usaha perikanan. Sedangkan
pembinaan
mutu
hasil
perikanan
diantaranya
adalah
pembinaan unit pengolahan dan pengawasan mutu hasil perikanan. (6)
Unit Pemasaran Pemasaran merupakan tindakan yang bertalian dengan pergerakan barang-barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen. Adapun skema penyaluran hasil perikanan adalah sebagai berikut:
13
Nelayan
Tempat Pelelangan Ikan Grosir
Pengelolaan Pengecer
Konsumen
Gambar 3 Jalur pemasaran perikanan tangkap di Kab. Kepulauan Talaud Perikanan merupakan harapan masa depan untuk meningkatkan kesejahteraan bangsa Indonesia melalui pemanfaatan sumberdaya dengan optimal. Oleh karena itu pembangunan perikanan tangkap sangat urgent karena perikanan merupakan salah satu sektor pembangunan kelautan yang berperan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, memperluas kesempatan kerja, meningkatkan pendapatan nelayan, perbaikan gizi, meningkatkan kesempatan usaha dan meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor dan penurunan impor (Dahuri 1998a). Kualitas dan kuantitas sumberdaya perikanan sebagai sasaran dari kegiatan perikanan tangkap sangat dipengaruhi oleh kondisi perairan sebagai tempat hidupnya. Ketersediaan atau stok ikan secara alami di perairan merupakan salah satu faktor pembatas dalam peningkatan produktifitas usaha kegiatan penangkapan, sedangkan jumlah tangkapan yang diperbolehan adalah 80 % dari potensi lestari (Dahuri 2002). Pembangunan perikanan tangkap bersifat komplek sehingga dalam pengelolaannya membutuhkan perhatian khusus karena memiliki karakteristik sendiri, yaitu : (1) Sumberdya perikanan merupakan milik bersama (common resources) dan akses eksploitasi terbuka bagi banyak orang (open access). Sehingga rentan terhadap masalah over eksploitasi sebagai akibat dari entry nelayan yang terlalu banyak; (2) Sumberdaya perikanan dan kelautan umumnya dapat pulih sampai tingkat ekploitasi maksimum tertentu (maximum harvest). Intensitas panen yang terlalu tinggi dapat mengancam keberlanjutan stok sumberdaya perikanan; (3) Usaha dibidang perikanan dan kelautan mengandung eksternalitas kegiatan yang dilakukan oleh suatu perusahaan perikanan dapat mempengaruhi profitabilitas perusahaan lainnya atau kualitas lingkungan alam
14
sekitarnya. Telah tertihat pula bahwa praktek yang demikian itu mengakibatkan rusaknya sumberdaya hayati laut, seperti gejala tangkap lebih (overfishing), rusaknya
terumbu
karang
akibat
penangkapan
ikan
secara
merusak
(pengeboman), rusaknya hutan mangrove, dsb. Melalui UU No.22/1999 tentang otonomi daerah pemerintah daerah kini memiliki otoritas yang lebih besar dalam pengelolaan sumberdaya perikanan cenderung bersifat terbuka (open access). Pembangunan usaha perikanan tangkap dapat diwujudkan melalui kebijakan dan program yang berdasarkan pada pendekatan sistem usaha perikanan tangkap. Pendekatan tersebut menerangkan bahwa ada lima kebijakan yang dapat ditempuh untuk merealisasikan tujuan industri perikanan tangkap (Dahuri 2002b): (1) Optimalisasi tingkat penangkapan ikan sesuai potensi lestari pada setiap wilayah perikanan; (2) Penanganan dan pengolahan hasil perikanan; (3) Transportasi dan pemasaran hasil perikanan; (4) Pengembangan prasarana dan sarana; (5) Sistem usaha kemitraan usaha perikanan secara terpadu dan saling menguntungkan. Kebijakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan pada dasarnya memiliki tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat, terutama di daerah pesisir. Oleh karena itu, kelestarian sumberdaya harus dilestarikan sebagai landasan utama untuk mencapai kesejateraan tersebut. Pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan diharapakan tidak menyebabkan rusaknya fishing ground, spawning ground, maupun nursery ground ikan. Selain itu, tidak pula merusak hutan mangrove, terumbu karang, dan padang lamun yang memiliki keterkaitan ekologis dengan ikan. Aspek kelestarian juga berkaitan dengan kegiatan
monitoring, controlling dan
surveilance terhadap ketersediaan sumberdaya ikan termasuk kondisi lingkungan perairan laut dari pencemaran. Oleh karena itu, solusi jangka pendek yang diperlukan saat ini adalah disusunnya suatu kerangka umum atau perencanaan yang dapat dijadikan pegangan dan petunjuk bagi pemerintah provinsi maupun daerah dalam meregulasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap. Perencanaan perikanan yang harus diwujudkan adalah sebuah sistim agribisnis perikanan yang tangguh. Yaitu dapat menghasilkan keuntungan (efisiensi) secara langgeng sehingga dapat mensejahterakan para pelakunya (terutama nelayan). Berkontribusi secara signifikan bagi pertumbuhan ekonomi wilayah dan
15
mampu memelihara kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya (Dahuri 2002b). Dengan demikian akan terwujud sebuah sektor perikanan yang terpadu.
2.2 Sumberdaya perikanan laut Sumberdaya perikanan merupakan sumberdaya alam yang didukung oleh sumberdaya manusia, modal, teknologi dan informasi, yang mencakup seluruh potensi lautan maupun perairan daratan yang dapat didayagunakan untuk kegiatan usaha perikanan (Setyohadi 1997). Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan yang relatif besar, akan tetapi sumberdaya ini belum dimanfaatkan secara optimal. Oleh karena itu diperlukan suatu upaya untuk mengolah dan mengeksploitasi sumberdaya tersebut. Menurut Aziz et al. (1998), potensi lestari sumberdaya perikanan laut Indonesia adalah sebesar 6,18 juta ton pertahun, yang terdiri dari potensi ikan pelagis sebesar 975,05 ribu ton, ikan ikan pelagis kecil 3,23 juta ton, ikan demersal 1,78 juta ton, ikan karang konsumsi 75 ribu ton, udang penaid 74,00 ribu ton, lobster 4,80 ribu ton, dan cumi-cumi 28,25 ribu ton. Meskipun secara keseluruhan pemanfaatan sumberdaya perikanan baru mencapai 58 persen, namun beberapa jenis ikan telah mengalami gejala tangkap lebih (over fishing) dibeberapa perairan nusantara. Hal ini disebabkan adanya ketimpangan struktur armada penangkapan yang didominasi oleh perahu kapal tanpa motor. Dengan komposisi ini, maka kawasan perairan yang mengalami tekanan eksploitasi yang besar adalah perairan pantai (Dahuri 2002b). Sumberdaya hayati atau stok mampu tumbuh dalam kelimpahan dan biomassa, akan tetapi akan sampai pada suatu batas tertentu. Batas-batas terhadap pertumbuhan, ditentukan oleh ukuran populasi saat ini dalam hubungannya dalam kelimpahan rata-ratanya dalam keadaan tidak diusahakan. Sumberdaya perikanan laut termasuk pada kriteria sumberdaya alam yang dapat diperbaharui, namun demikian pemanfaatan sumberdaya ini harus tetap rasional untuk menjaga kesinambungan produksi dan kelestarian sumberdaya. Secara umum sumberdaya perikanan dapat dikelompokkan kedalam empat kelompok yaitu sumberdaya ikan demersal, sumberdaya pelagis kecil, sumberdaya pelagis besar dan sumberdaya biota laut (Naamin 1987). Sumberdaya ini apabila dalam eksploitasinya tidak mematuhi aturan atau melampaui produksi tahunan bersih, maka kehancuran sumberdaya menjadi tinggi. Hal ini berarti bahwa sumberdaya tersebut akan menepis atau terkuras dengan berjalannya waktu.
16
Suatu pendekatan di dalam pengelolaan sumberdaya perikanan, membutuhkan strategi dan rencana pengelolaan yang meliputi pengembangan pertimbangan yang jelas tentang tindakan bersifat kehati-hatian yang diambil untuk menghindari akibat yang tidak diinginkan. Mengingat pengembangan berlebihan dan kapasitas pemanenan adalah penyebab yang lazim dan akibat yang tidak diinginkan. Suatu rencana pengelolaan sumberdaya perikanan harus memasukkan mekanisme pemantauan dan pengendalian kapasitas. Disamping itu, pertimbangan harus diberikan pada bagaimana ketidakpastian dan kelalaian diperhatikan
dalam
mengembangkan
dan
membuat
berbagai
langkah
pengelolaan sumberdaya perikanan. Sumberdaya perikanan laut yang telah dimanfaatkan oleh perikanan meliputi ikan (pisces), kelompok udang (crustacean), binatang berkulit lunak (mollusca) dan rumput laut. Sebagai suatu negara yang terletak didaerah tropis, Indonesia mempunyai beragam spesies. Sumberdaya perikanan dikelompokkan menjadi kelompok sumberdaya perikanan demersal dan pelagis (Ditjenkan 1991).
2.3 Prasarana pelabuhan Prasarana yang ada di pelabuhan seperti kapasitas tambat labuh, ketersediaan air bersih, fasilitas pabrik es, cold storage, dockyard, membengkel motor kapal, dan lain-lain, dapat menumbuhkan gairah dalam berinventasi. Karena ketersediaan infrastruktur
tersebut merupakan faktor
penunjang
keberhasilan dalam keberhasilan operasi penangkapan ikan dan pasca operasi penangkapan ikan atau pendaratan ikan. Pembangunan
prasarana
pelabuhan
merupakan
pelabuhan
yang
kompleks dan memerlukan biaya yang sangat mahal, karena meliputi pekerjaan darat da laut serta menyangkut sosial ekonomi masyarakat, sehingga perencanaannya
memerlukan
pentahapan
yang
matang.
DJPT
(2006)
menetapkan tahapan dan metodologi pembangunan pelabuhan meliputi study, investigation, detail design, construction, operation and maintenance (SIDCOM) adalah sebagai berikut : (1) Study, untuk mengidentifikasi, pelajari dan mengetahui lokasi terbaik bagi suatu pelabuhan baik secara teknis dan biaya serta parameter makro (ipoleksosbudhankam).
17
(2) Investigation, untuk menentukan layak/tidaknya rencana pembangunan pelabuhan dari aspek teknis konstruksi, sosial dan ekonomi. (3) Detail design, merupakan penyusunan secara detail dari masing-masing bangunan/infrastruktur pelabuhan berdasarkan perhitungan struktur dan akan menghasilkan gambar rencana bangunan, rencana kerja dan spesifikasi teknis, daftar kualitas masing-masing komponen pekerjaan, rencana anggaran biaya serta komponen lain yang dapat mendukung pelaksanaan konstruksi. (4) Construction, merupakan implementasi dari desain yang telah dibuat. Mengingat banyaknya jenis fasilitas di pelabuhan maka perlu dilakukan network planning dalam pelaksanaannya agar dapat mengurangi dampak negatif terhadap aktivitas masyarakat. (5) Operation and maintenance, fasilitas pelabuhan yang dibangun dengan spesifikasi tertentu untuk mencapai fungsi pemanfaatan maka pengelola pelabuhan perlu menyusun petunjuk teknis pemanfaatan, tata tertib penggunaan, dan petunjuk monitoring kondisi fasilitas, serta metode perawatan dan pemeliharaannya.
2.4 Usaha perikanan tangkap Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 22 Tahun 1999 pasal 3 bahwa wilayah Daerah Provinsi, sebagaimana yang dimaksud pasal 2 ayat 1, terdiri atas wilayah darat dan wilayah laut sejauh dua betas mil laut yang diukur dari garis pantai kearah laut lepas dan atau kearah perairan kepulauan. Selanjutnya pasal 10 ayat 2 bahwa kewenangan Daerah di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pasal 3 meliputi hal-hal dibawah ini: (1) Eksplorasi, eksploitasi, konservasi dan pengelolaan kekayaan laut sebatas wilayah laut tersebut (2) Pengaturan kepentingan administrasi (3) Pengaturan tata ruang (4) Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh Daerah atau yang dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah (5) Bantuan penegakan keamanan dan kedaulatan Negara. Selanjutnya pasal 10 ayat 3 menjelaskan bahwa kewenangan daerah kabupaten dan daereah kota di wilayah laut, sebagaimana dimaksud pada ayat 2
18
adalah sejauh sepertiga dari batas laut daerah provinsi. Usaha perikanan menurut Syafrin (1993) adalah semua usaha perorangan atau badan hukum untuk menangkap atau membudidayakan ikan termasuk kegiatan penyimpanan, mendinginkan atau mengawetkan ikan untuk tujuan komersil atau mendapatkan laba dari kegiatan yang dilakukan. Usaha perikanan laut terbagi dua aspek, yaitu penangkapan yang dilakukan dilaut, muara sungai, laguna dan sebagainya yang dipengaruhi pasang surut. Aspek usaha perikanan yang lainnya adalah budidaya di laut yaitu semua kegiatan pemeliharaan yang dilakukan dilaut atau perairan yang terletak dimuara sungai dan laguna. Menurut Undang-undang Republik Indonesia No. 9 tahun 1985, penangkapan ikan adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh ikan diperairan yang didalam keadaan tidak dibudidayakan dengan alat tangkap atau cara apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk menampung, mengangkut, menyimpan, mendinginkan, mengolah dan mengawetkan. Kegiatan penangkapan ikan ditargetkan pada satu atau lebih spesies didalam suatu ekosistem. Akan tetapi kegiatan penangkapan ikan sering pula mempengaruhi komponen lain dari ekosistem, misalnya hasil tangkapan sampingan dari spesies lain, kerusakan fisik pada ekosistem atau melalui efek rantai makanan. Pengelolaan perikanan tersebut terhadap ekosistem sebagai suatu keseluruhan, termasuk keanekaragaman hayatinya dan harus berupaya untuk penggunaan secara lestari seluruh ekosistem berikut komunitas biologi. Jumlah total atau massa ikan yang ditangkap dalam suatu periode yang ditetapkan akan tergantung pada konsentrasi ikan dikawasan penangkapan, banyaknya usaha penangkapan yang digunakan. Hubungan ini menunjukkan bahwa ada sejumlah pendekatan yang dapat digunakan
untuk
mengatur
pangkapan total yang berarti dapat mengatur moralitas penangkapan. Sebagian besar usaha penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang dalam memasarkan hasil tangkapan berada dalam posisi yang lemah sehingga sering mendapatkan harga yang tidak wajar. Dilain pihak harga ikan ditingkat konsumen relatif tinggi karena panjangnya mata rantai pemasaran. Oleh karena itu, untuk mewujudkan harga yang wajar bagi konsumen dan menguntungkan bagi nelayan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan usahanya sekaligus memperpendek
rantai
pemasarannya
dijual
pemerintah menyediakan tempat pelelangan ikan.
melalui
pelelangan.
Untuk
19
2.5 Perencanaan produksi perikanan Perencanaan produksi berkaitan erat dengan keseluruhan operasi dalam suatu
organisasi
pada
horizon
waktu
tertentu.
Perencanaan
produksi
dimaksudkan untuk menentukan tenaga kerja dan sumber material yang penting untuk memproduksi output yang diminta dengan cara efisien. Perencanaan produksi merupakan perencanaan dan pengorganisasian dari orang-orang, bahan-bahan, unsur-unsur dan modal yang diperlukan untuk memproduksi barang pada satu periode tertentu dimasa datang sesuai yang diperkirakan. Perencanaan produksi juga mencakup kegiatan mengawasi apakah yang sudah direncanakan telah terencana dengan baik (Sukanto 1985). Menurut Handoko (1997), sistem perencanaan dan pengendalian produksi yang berkembang saat ini merupakan sistem terpadu yang menyerupai suatu siklus atau sering disebut siklus tertutup. Bagian-bagian sistem dipadukan dalam
susunan
yang
tepat,
yang
dimulai
dengan
membuat
rencana,
mengimplementasikan rencana, mengawasi kegiatan atas dasar rencana dan memberikan umpan balik untuk proses berikutnya. Kegiatan perencanaan produksi dimulai dengan melakukan peramalan (forecast) apa dan berapa yang perlu diproduksi pada waktu akan datang. Didalam
kegiatan
berproduksi
diperlukan
faktor-faktor
produksi,
disamping itu juga sangat diperlukan adanya manajemen yang baik agar pekerjaan dapat berhasil dengan efisien dan memuaskan serta dengan biaya yang minimum. Menurut Rahardi et al. (1996), hal-hal yang harus menjadi perhatian dalam persiapan produksi perikanan meliputi perencanaan produk, perencanaan lokasi usaha, perencanaan standar produksi dan pengadaan tenaga kerja. Menurut Rahadi et al. (1996), di dalam perencanaan produk perikanan, harus diketahui jenis ikan apa yang hendak diproduksi, apakah jenis ikan tersebut disukai konsumen dan mempunyai pangsa pasar, apakah jenis tersebut sesuai dengan potensi yang tersedia. Pertanyaan-pertanyaan tersebut perlu dipikirkan sebelum mengambil keputusan. Ada beberapa faktor yang diperlukan dalam memilih jenis produk yang akan diproduksi antara lain kegunaan, jumlah permintaan pasar, kemungkinan pengembangan, potensi penjualan, persaingan, distribusi, faktor budidaya dan umur panen. Gabungan faktor-faktor ini dapat menunjukkan profil ikan yang sesungguhnya, serta dapat diketahuinya kekuatan dan kelemahan yang akan
20
timbul bila memproduksi ikan tersebut (Rahadi et al. 1996). 2.6 Pengembangan perikanan tangkap Pengembangan perikanan merupakan suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan dan sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan melalui penerapan teknologi yang lebih baik (Bahari 1989). Apabila pengembangan perikanan, dari sub-sistem produksi, pasca panen (penanganan dan pengolahan hasil), sampai pemasaran dikerjakan secara professional dan berbasis iptek, maka keunggulan komparatif yang dimiliki
perikanan
akan
menjelma menjadi keunggulan kompetitif
yang
merupakan asset utama bagi kemajuan dan kemakmuran bangsa Indonesia. Keunggulan kompetitif perikanan ini akan terujud apabila lingkungan bisnisnya yang meliputi kebijakan fiskal dan moneter, prasarana dan sarana, sistem hukum dan kelembagaan, serta sumberdaya manusia dan iptek, bersifat kondusif bagi tumbuh suburnya usaha perikanan secara efisien, produktif dan berdaya saing tinggi (Dahuri 2000). Bila dilihat dari ekologis proses pengembangan perikanan saat ini, kurang memperhatikan kelanjutan sumberdaya perikanan itu sendiri. Kondisi tangkap lebih menimpa pada beberapa stok ikan diperairan pantai utara jawa, samudra Indonesia, selat malaka dan laut Sulawesi, pencemaran perairan laut, kerusakan lingkungan dan habitat seperti terumbu karang hampir terjadi disemua wilayah pesisir Indonesia (Dahuri 2000). Oleh karena itu, pengembangan perikanan dalam rangka pemanfaatan sebagaimana yang diharapkan, maka yang pertama harus dilakukan adalah menyatukan kesamaan visi pembangunan perikanan, yaitu "Suatu pembangunan perikanan yang dapat memanfaatkan sumberdaya ikan beserta ekosistemnya secara optimal bagi kesejahteraan dan kemajuan bangsa Indonesia, terutama nelayan dan petani ikan secara berkelanjutan". Pengembangan jenis teknologi penangkapan ikan di Indonesia perlu diarahkan agar dapat menunjang tujuan umum pembangunan perikanan. Apabila hal
ini
dapat
disepakati,
maka
syarat-syarat
pengembangan
teknologi
penagkapan ikan di Indonesia haruslah memenuhi kriteria berikut: (1) Menyediakan kesempatan kerja yang baik (2) Menjamin pendapatan yang memadai bagi para tenaga kerja atau nelayan (3) Menjamin jumlah produksi yang tinggi untuk penyediaan protein hewani (4) Mendapatkan jenis ikan komoditi ekspor atau jenis ikan biasa diekspor
21
(5) Tidak merusak kelestarian sumberdaya ikan. Intensifikasi untuk meningkatkan produksi dibidang perikanan, pada dasarya adalah penerapan teknologi modern pada sarana dan teknik-teknik .yang dipakai, termasuk alat penangkapan ikan, perahu atau kapal dan alat bantu ainnya yang disesuaikan dengan kondisi masing-masing tempat. Namun tidak moderenisasi dapat menghasilkan peningkatan produksi, demikian pula tercapai peningkatan produksi, belum tentu menghasilkan peningkatan tepatan bersih nelayan. Oleh karena itu, introduksi teknik-teknik penangkapan ikan yang baru harus didahului dengan penelitian dan percobaan secara intensif dengan hasil yang menyakinkan. Upaya
pengelolaan
dan
pengembangan
perikanan
laut
dimasa
mendatang memang akan terasa lebih berat sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK). Tetapi dengan pemanfaatan iptek itu pulalah kita diharapkan akan mampu mengatasi keterbatasan sumberdaya melalui suatu langkah yang rasional untuk mendapatkan manfaat yang optimal dan berkelanjutan. Langkah pengelolaan dan pengembangan tersebut juga harus mempertimbangkan aspek biologi, teknis, sosial budaya dan ekonomi. Saat ini, para nelayan Indonesia belum dapat memanfaatkan sumberdaya laut dengan benar karena terbentur pada kualitas sumberdaya manusia (SDM) dan teknolgi. Untuk dapat memiliki SDM dibidang kelautan yang handal memang membutuhkan waktu dan kemauan, karena itu semua pihak diharapkan ikut berperan. Pengetahuan yang tergolong rendah membuat para nelayan kurang memiliki daya nalar untuk menyerap teknologi inovasi di bidang IPTEK kelautan, ditambah lagi dengan keterbatasan modal usaha yang membuat para nelayan yang terus terbelit dalam kemiskinan. Untuk pengembangan produksi atau pemanfaatan sumberdaya perikanan di masa mendatang, langkah-langkah yang harus dikaji dan kemudian diusahakan pelaksanaannya adalah: (1) Pengembangan prasarana perikanan (2) Pengembangan
agroindustri,
pemasaran
dan
permodalan
dibidang
perikanan (3) Pengembangan kelembagaan dan penyelenggaraan penyuluh perikanan (4) Pengembangan sistem informasi manajemen perikanan (Ditjen 1990) Pengembangan perikanan juga tidak dapat dipacu terus tanpa melihat
22
batas kemampuan sumberdaya yang ada ataupun daya dukungnya. Pada perikanan yang telah berkembang pesat, upaya pengendalian sangat diperlukan dan upaya ini dilaksanakan maka berarti telah menerapkan pembangunan perikanan yang berkelanjutan, sehingga kelestarian sumberdaya dan kegiatan perikanan dapat dijamin keberadaannya.
2.7 Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan secara berkelanjutan Pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya perikanan merupakan hal yang cukup sulit dan menantang tanpa disertai dengan pengelolaan bukan saja dapat mengabaikan kemunduran kualitas sumberdaya dan lingkungan tetapi juga berdampak dalam hal distribusi pendapatan dan kesejateraan masyarakat. Tanpa pengaturan, sektor pembangunan yang tampaknya kuat dapat menjadi dominan, sebaliknya sektor yang tampaknya lemah akan makin berkurang dan akhirnya
hilang
(Nikijuluw
1995).
Pengelolaan
perikanan
yang
tidak
bertanggungjawab juga akan mengakibatkan terjadinya degradasi lingkungan perairan yang akan merugikan perikanan itu sendiri. Dalam
rangka
pembangunan
dan
mempertahankan
kehidupan,
sumberdaya alam periu dimanfaatkan secara berkualitas. Sumberdaya alam adalah tidak tak terbatas, baik jumlah maupun kualitasnya. Dilain pihak, kebutuhan
akan
sumberdaya
alam
semakin
meningkat
sebagai akibat
pertambahan penduduk serta perubahan gaya hidup, sejalan dengan itu pemanfaatan sumberdaya secara tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan penurunan mutu lingkungan serta daya dukung lingkungan. Dalam konteks inilah pembangunan perikanan yang berkelanjutan merupakan suatu keharusan (Charles 1992; Charles dan Reed 1985; Charles 2001). Dalam memahami sumberdaya alam, terdapat dua pandangan yang umumnya digunakan. Pertama adalah pandangan konservastif atau sering disebut juga pandangan pesimis atau prespektif Malthusian. Dalam pandangan ini risiko akan terkurasnya sumberdaya alam menjadi perhatian utama. Sumberdaya ini dianggap sebagai sumberdaya tidak terpulihkan (exhaustible) dimana memiliki supply yang terbatas sehingga eksploitasi terhadap sumberdaya tersebut akan menghabiskan cadangan sumberdaya. Dengan demikian dalam pandangan ini, sumberdaya alam harus dimanfaatkan secara hati-hati karena adanya faktor ketidakpastian terhadap apa yang akan terjadi untuk generasi
23
mendatang. Pandangan kedua adalah pandangan eksploitatif atau sering disebut sebagai prespektif Ricardian. Dalam pandangan ini dikenal dengan "flow" atau sumberdaya yang dapat diperbaharui dimana sumberdaya diasumsikan memiliki supply yang infinite atau tak terbatas. Dalam pandangan ini sumberdaya ada yang tergantung pada proses biologi untuk regenerasinya dan ada yang tidak. meskipun demikian, untuk sumberdaya yang biasa melakukan proses regenerasi jika telah melewati batas titik kritis kapasitas maksimum secara diagramatik akan berubah menjadi sumberdaya yang tidak diperbaharui, secara diagramatik klasifikasi sumberdaya alam dapat dilihat pada Gambar 4 (Anwar 2002; Fauzi 2000a). Gambaran
tersebut
menunjukkan
bahwa
sumberdaya
perikanan
merupakan salah satu sektor ekonomi yang memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan suatu bangsa. Sebagai salah satu sumberdaya alam yang bersifat dapat diperbaharui (renewable), pengelolaan sumberdaya ini memerlukan pendekatan yang bersifat menyeluruh dan hati-hati. Mengingat sifat dari sumberdaya perikanan yang dikenal dengan akses (open access) yang memberikan anggapan bahwa setiap orang atau individu merasa memiliki sumberdaya tersebut secara bersama (common property). Menurut Anwar (2002), pada keadaan sumberdaya yang bersifat "open access resource" akan terjadi pengurasan sumberdaya yang pada akhirya akan terjadi kerusakan sumberdaya. Hal ini terjadi karena semua individu baik nelayan maupun pengusaha
perikanan
laut
akan
merasa
mempunyai
hak
untuk
mengeksploitasi\sumberdaya laut dan memberlakukannya sesuka hati dalam rangka masing-masing memaksimumkan bagian (share) keuntungan, tetapi tidak seorangpun mau memelihara kelestariannya. Oleh karena itu, sifat "open access resource" tersebut dapat dikatakan tidak ada yang punya atau sama saja dengan tidak ada hak yang jelas atas sumberdaya yang bersangkutan (res commune is res nullius).
2.8 Konsep kebijakan perikanan tangkap Kebijakan berasal dari kata policy yang berupa aturan main atau set of rule of law. Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sekalipun pemerintah misalnya tidak membuat kebijakan namun pemerintah mempunyai peranan untuk melegimitasinya. Kebijakan dapat berupa formal law (positive law) dan informal law (Written). Kebijakan dapat ditingkatkan dan disempurnakan dengan
24
melakukan berbagai analisis kebijakan. Terdapat tujuh variasi kebijakan analisis kebijakan ini sekaligus menggambarkan ruang lingkup (scope) analisis kebijakan (Hogwood and Gunn 1986) yakni: (1) Studi-studi isi kebijakan (studies of policy content) maksud studi ini adalah menggambarkan dan menjelaskan asal mula serta perkembangan kebijakan. (2) Studi-studi tentang proses kebijakan yang lebih mengutarakan tahap-tahap yang harus dilalui oleh isu kebijakan pemerintah sebelumnya dengan menilai pengaruh dari usaha-usaha yang dilakukan dari berbagai faktor terhadap perkembangan isu. (3) Studi mengenai output kebijakan (studies of policy output) pada umumnya mengeluarkan tingkat biaya yang berbeda dari setiap daerah. (4) Studi-studi evaluasi (evaluation studies) batas-batas antara analisis untuk melihat kebijakan dampak dari suatu kebijakan terhadap kelompok sasaran. (5) Informasi untuk pembuatan kebijakan (Information for policy making) maksudnya penyusunan dan pengumpulan data guna membantu pembuatan kebijakan dan pengambilan keputusan. (6) Proses nasehat (process advocacy) yakni proses penasehatan yang tercermin dalam berbagai upaya yang dilakukan untuk menyempurnakan mesin pemerintahan melalui relokasi tupoksi guna menetapkan landasan pemilihan kebijakan. (7) Nasehat kebijakan (policy advocacy) kegiatan yang melibatkan analisis dalam pemilihan altematif yang terdesak dalam proses kebijakan baik secara perorangan maupun kelompok /kerjasama. Kebijakan yang dilakukan dengan bertolak pada dasar hukum dan peraturan yang berlaku. Hukum tidak akan terlepas dari roda pemerintahan baik dalam menjalankan kebijakan maupun dalam pengambilan keputusan. Hukum adalah
seluruh
seseorang,
norma-norma
sekelompok
orang
hukum
yang
mengatur
atau
badan
hukum
hubungan antara termasuk
lembaga
pemerintahan dengan sumberdaya perikanan tangkap. Hubungan ini meliputi hubungan
fisik
(cara
pemanfaatan
sumberdaya)
hubungan
administrasi
(perizinan) dan hubungan geografis (lokasi penangkapan ikan). Norma–norma hukum ini dibuat oleh lembaga eksekutif dan legislatif dalam bentuk peraturan perundang-undangan sesuai tingkatnya dan ditegakan oleh lembaga eksekutif dan legislatif.
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 9 bulan, dengan lokasi penelitian di Kabupaten Kepulauan Talaud dan di Provinsi Sulawesi Utara.
Tahap 1
melakukan pra penelitian mulai tanggal 3 Mei 2007 – 10 Oktober 2007, sedangkan pada tahap 2 melakukan penelitian mulai pada tanggal 7 September 2009 – 14 November 2009.
Kegiatan dimulai dari penyusunan rencana
penelitian, orientasi lapangan, pengumpulan data, pengolahan data dan analisis data serta penyusunan disertasi. Peta lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. 126040’00 BT
GENERAL SANTOS CITY
4001’00” LU
KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD MELONGUANE TAHUNA
KABUPATEN SANGIHE
MALUKU UTARA SULAWESI UTARA
Gambar 4 Peta Kabupaten Kepulauan Talaud.
26
3.2 Cara Penentuan Responden Penentuan responden dalam penelitian ini ditetapkan berdasarkan teknik purposive sampling dengan pertimbangan bahwa responden adalah pelaku (individu atau lembaga) yang mempengaruhi pengambilan kebijakan, baik langsung maupun tidak langsung dalam pengelolaan dan pemanfaatan perikanan tangkap di Perairan Kabupaten Kepulauan Talaud. Responden terdiri dari para pejabat dan staf yang menguasai permasalahan yang berasal dari beberapa instansi/lembaga pemerintah baik pemerintah Provinsi Sulawesi Utara maupun pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud, seperti Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Bappeda, Kantor Perizinan Terpadu, Bagian Ekonomi Setda, Dinas Pariwisata, Badan Pusat Statistik, Badan Litbang, Bagian Pembangunan Setda, Dinas Pendidikan Nasional (Diknas), Dinas Perhubungan, Dinas Pertanian, Dinas Kimpraswil, Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi, Pengusaha perikanan, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI), dan unsur Akademisi. 3.3 Metode Pengumpulan Data (1) Survei Deskripsi Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah metode survei
dengan menggali data dan informasi langsung dari lokasi penelitian lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data Primer tentang komposisi jenis ikan dan jumlah alat tangkap yang digunakan. Data Sekunder berupa data statistik produksi perikanan baik provinsi maupun Kabupaten Talaud. Metode simulasi digunakan untuk mengevaluasi dampak Illegal Fishing.
27
Tabel 3 Jumlah tempat dan alat tangkap serta responden TEMPAT Kec. Salibabu Kec. Moronge Kec. Lirung Kec. Kolongan Kec. Beo Kec. Melonguane Kec. Melonguane Timur Kec. Pulutan Kec. Rainis Kec. Nanusa Kec. Damau Kec. Mangaran
JENIS ALAT PENANGKAPAN
JUMLAH RESPONDEN
Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pancing ulur, Bubu Pancing ulur, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, bubu, pancing ulur, pancing cumi Pukat cincin, Pancing tonda, Jaring insang hanyut Pukat cincin, Pancing tonda, Jala tebar Pukat cincin, pancing tegak, Penangkap taripang Pukat cincin, pancing tonda, Garpu tombak Pukat cincin, Garpu tombak, muroami
TOTAL
7 3 3 3 4 4 5 3 3 6 3 3
47
Org Org Org Org Org Org Org Org Org Org Org Org
Org
(2) Survei aspirasi Jumlah responden yang diwawancarai dalam aspek aspirasi terhadap pembangunan perikanan adalah 21 orang yang mewakili seluruh stakeholders perikanan dan kelautan. Tabel 4 Jumlah Stakeholders yang di wawancarai STAKEHOLDERS 1. Dinas Kelautan dan Perikanan 2. Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup 3. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah 4. Kantor Perizinan Terpadu 5. Bagian Ekonomi Setda 6. Dinas Pariwisata 7. Badan Pusat Statistik 8. Badan Litbang 9. Bagian Pembangunan Setda 10. Dinas Pendidikan Nasional (Diknas) 11. Dinas Perhubungan 12. Dinas Pertanian 13. Dinas Kimpraswil 14. Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi 15. Pengusaha 16. Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) 17. Akademisi TOTAL
JUMLAH 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 2 2 21
Data yang dipergunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan data sekunder. Data primer yang diperlukan meliputi struktur biaya dari usaha penangkapan ikan antar fleet serta pola usaha perikanan dan wilayah tangkapan yang diperoleh dari dengan teknik wawancara kepada nelayan dan juragan kapal. Data struktur biaya dibagi kedalam beberapa kelas fleet yang kemudian
28
dilakukan pembobotan untuk memperoleh rataan tertimbang (weighted average). Penelitian ini banyak menggunakan data sekunder yang urut waktu (time series) yang meliputi data landing (produksi) dan input yang digunakan (effort), harga per unit output (harga ikan per kg per tahun), indeks harga konsumen (consumers price index), gross domestic regional product (PDRB) wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud dan data penunjang lainnya. Data sekunder ini diperoleh dari penelitian dinas/ instansi/ lembaga terkait dengan pengelolaan dan penelitian ini. Data sekunder tersebut diperoleh dari lembaga-lembaga/instansi yang terkait di tingkat pusat, Provinsi Daerah Tingkat I Provinsi Sulawesi Utara, dan Kabupaten Daerah Tingkat II Kepulauan Talaud. Lembaga-lembaga Pusat antara lain Ditjen Bangda Departemen Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan, Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Institut Pertanian Bogor (PKSPL-IPB). Lembaga/ Instansi di Tingkat Provinsi antara lain BAPPEDA Tingkat I, Dinas Tata Ruang dan Lingkungan Hidup, Kantor Wilayah Kelautan dan Perikanan, Kantor Wilayah Pariwisata, Dinas Perikanan Tingkat I dan instansi lainnya yang terkait. Data sekunder dari lembaga tingkat Kabupaten diperoleh dari BAPPEDA Tingkat II, Dinas Pariwisata Tingkat II, Dinas Perikanan Tingkat II, dan instansi lainnya yang terkait, di Kabupaten Kepulauan Talaud.
3.4 Metode Analisis Data Analisis akan dilakukan dan tujuan dari penelitian ini. Tujuan penelitian ini antara lain adalah untuk melakukan identifikasi kinerja perikanan, melakukan simulasi perikanan, identifikasi kebijakan dan menyusun rancang bangun perikanan tangkap. Jenis analisis untuk tujuan penelitian dapat dilihat pada tabel 5 berikut ini.
29
Tabel 5 Metode analisis untuk tujuan setiap penelitian TUJUAN
ANALISIS
1. Identifikasi potensi ikan
2. Keragaan finansial 3. Simulasi perikanan
Deskriptif
Deskripsi Perikanan
Bioekonomi (Gordon Schaefer)
MSY – CPU Kelayakan usaha
Usaha
daerah perbatasan 4. Optimasi penangkapan Ikan 5. Identifikasi Kebijakan 6. Rekomendasi Kebijakan
KELUARAN
Simulasi Vensim LGP
Model Simulasi
Alokasi alat tangkap
SWOT AHP
Kebijakan Urutan Prioritas
Survei Lapangan
Analisis Sumberdaya Ikan
Analisis kelayakan usaha perikanan tangkap
Analisis illegal fishing
Analisis optimasi pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap
Analisis SWOT
Analisis AHP
Strategi pembangunan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud
3.4.1 Analisis sumberdaya ikan Analisis tingkat pemanfaatan sumber daya ikan dilakukan dengan menduga terlebih dahulu nilai produksi maksimal lestari atau Maximum Sustainable Yield (MSY) dengan menggunakan model Schaefer (McConnel dan Sutinen, 1957, 1979), yaitu dengan memplotkan hasil tangkapan persatuan upaya yang telah distandardisasi (elf) dalam satuan kg/trip dan upaya penangkapan yang telah distandardisasi (f) dalam satuan trip kemudian dihitung
30
dengan model regresi linier, sehingga diperoleh nilai konstanta regresi (b) dan intersep (a). (Gordon, 1983). Nilai intersep (a) dan konstanta regresi (b) kemudian digunakan untuk menentukan beberapa persamaan yang diperlukan, yaitu: (1) Hubungan antara HTSU dan upaya penangkapan standar (/): HTSU = a-bf atau HTSU = c/f (2) Hubungan antara hasil tangkapan (c) dan upaya penangkapan: c = af- bf (3) Upaya penangkapan optimum (fopt) diperoleh dengan cara menyatakan .turunan pertama hasil tangkapan upaya penangkapan sama dengan: c = afbf2, c' = a-2bf=0 fopt = a/2b (4) Produksi maksimum lestari (MSY) diperoleh dengan mensubstitusi nilai upaya penangkapan optimum ke dalam persamaan (2) di atas: cmax = a(a/2b) - b(a2/4b2) Untuk mendapatkan nilai produksi tuna, cakalang, tongkol
yang
sebenarnya maka dilakukan standardisasi produksi, dimana produksi tuna, cakalang, tongkol terhadap total tangkapan dari alat tangkap pancing tonda dan pukat cincin, sebagai berikut : Produksi(ikan j)= (tangkap ikan j/tangkap total)*produktifitas alat tangkap j …(3-1) Setelah diketahui proporsi produksi ikan tuna, cakalang, tongkol , maka akan diketahui data terhadap keempat spesies tersebut terhadap total alat tangkap. Proses dekomposisi untuk menentukan produksi keempat jenis ikan tersebut dilakukan dengan perhitungan persamaan di bawah ini :
h ijt ij h it …………...………………………………………………………(3-2a)
ij
hi ….……………………………………………………….(3-3) hi h j
Total tangkapan ikan dapat dihitung berdasarkan dekompisisi di atas dengan menjumlahkan tangkapan untuk setiap jenis ikan pada periode waktu yang berbeda.
h total hi h j ..……………………………………………………………….(3-4) i
j
3.4.1.1 Standardisasi alat tangkap Mengingat beragamnya alat tangkap yang beroprasi di wilayah Perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, maka untuk mengukur dengan satuan yang setara, dilakukan standardisasi effort antar alat dengan teknik standardisasi
31
sebagai berikut :
E jt jt D jt ………………………………………………………………….(3-5a) Dimana untuk:
jt
U jt U std
……………………………………………………………………..(3-5b)
Keterangan:
E jt
= Effort alat tangkap j pada waktu t yang distandarisasi
jt
= Nilai fishing power dari alat tangkap j pada periode t
D jt
= Jumlah hari laut (fishing days) dari alat tangkap j pada waktu t
U jt
= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap j pada waktu t
U st
= Catch per unit effort (CPUE) dari alat tangkap yang dijadikan basis Standardisasi
3.4.1.2 Standardisasi biaya per unit upaya Standardisasi biaya per unit upaya (unit standardized effort) dalam penelitian ini dihitung berdasarkan rasio biaya per unit upaya alat tangkap terhadap biaya per unit upaya alat tangkap standar:
C* (
ci / Ei ) * TCi ………………………………(3-6) cs / E s
Dimana,
C*
= Biaya per unit standardized effort pada periode t
TCi
= Biaya total untuk alat tangkap i untuk i = 1,2
Ei
= Total standardized effort untuk alat tangkap i
Es
= Upaya alat tangkap standar
ci
= Biaya nominal per unit upaya alat tangkap i
cs
= Biaya nominal per unit upaya alat tangkap standar
3.4.1.3 Estimasi parameter Titik tolak pendekatan pengelolaan perikanan bermula dari publikasi tulisan Gordon (1954), seorang ekonom dari Kanada. Gordon memulai analisisnya berdasarkan asumsi konsep produksi biologi kuadratik yang dikembangkan oleh Verhulst pada tahun 1883 yang kemudian diterapkan untuk perikanan oleh seorang ahli biologi perikanan, Schaefer, pada tahun 1957 (Fauzi 2010). Dimana fungsi pertumbuhan secara matematik sederhana di modelkan
32
sebagai berikut :
xt 1 xt F ( xt ) ...…………………………………………………………....(3-7) Dalam bentuk fungsi kontiyu persamaan di atas di tulis :
x F (x) t ……….……………………………………………………………(3-8) Dimana F(x) adalah :
x x F ( x) rx1 t K ……………………………………………………….(3-9) Dimana : x
= Stok ikan
r
= Pertumbuhan intrinsik (intrinsic growth rate)
K
= Daya dukung lingkungan (carrying capacity) Persamaan di atas merupakan persamaan pertumbuhan stok secara
alamiah, akan tetapi kondisi saat ini pertumbuhan stok dipengaruhi juga oleh adanya kegiatan produksi (h). Dimana persamaan fungsi pertumbuhan dengan memasukkan variabel kegiatan produksi adalah sebagai berikut :
x F ( xt ) ht ...……………………………………………………………(3-10) t Kegiatan produksi stok ikan dipengaruhi oleh fungsi dari upaya (E), stok ikan (x), dan catchability coeficient atau kemampuan tangkapan (q) sehingga persamaan dapat ditulis :
x x rx1 qxE ...…………………………………………………….(3-11) t K Dengan demikian dalam keadaan kondisi keseimbangan didapatkan persamaan :
x qxE rx1 ...…………………………………………………………..(3-12) K Maka akan di dapatkan nilai stok (x) sebagai berikut :
qE x K 1 ...…………………………………………………………….(3-13) r Maka dengan memasukkan x ke persamaan h qxE , maka akan di dapatkan nilai produksi sebagai berikut :
qE h qKE 1 ...………………………………………………………….(3-14) r
33
Seperti diketahui bahwa terdapat dua model pertumbuhan yang dapat menggambarkan stok ikan, dimana persamaan di atas merupakan persamaan Gordon-Schaefer atau model Logistik dan model pertumbuhan satunya merupakan model pertumbuhan Gompertz. Dimana model Gompertz adalah sebagai berikut :
x K rx ln ...…………………………………………………………….(3-15) t x Maka dengan memasukkan fungsi produksi adalah sebagai berikut :
x K rx ln qxE ………………………………………………………..(3-16) t x Sehingga diperoleh persamaan nilai stok sebagai berikut :
x Ke
qE r
..………………………………………………………………...(3-17)
Dengan memasukkan persamaan nilai stok di atas ke dalam persamaaan
h qxE , maka di peroleh nilai produksi: h qKEe
qE r
...……………………………………………………………..(3-18)
Untuk memperoleh estimasi parameter r,q dan K untuk kedua persamaan pertumbuhan tersebut di atas dilakukan dengan menggunakan teknik non-linear. Dengan menggunakan teknik weighted least square (WLS), yaitu dengan membagi fungsi h (q, K, E) tersebut dengan E (Ut=ht/ Et), maka kedua persamaan tersebut dapat ditransformasikan menjadi persamaan linear, sehingga metode regresi biasa (ordinary least square, OLS) dapat digunakan untuk mengestimasi parameter biologi dari fungsi tersebut di atas. Dengan memasukkan nilai parameter r,q dan K ke dalam persamaan fungsi logistik dan fungsi Gompertz maka kita akan memperoleh tingkat pemanfaatan lestari antar waktu. Adapun nilai produksi (h) dan tingkat upaya (E) saat Maximum Sustainable Yield (MSY) adalah sebagai berikut :
hMSY
rK rK (Logistik) dan hMSY (Gompertz)……………………….(3-19a) 4 e
E MSY
r r (Logistik) dan E MSY (Gompertz)………………………..(3-19b) 2q q Perhitungan analisis ekonomi pengelolaan sumber daya ikan dilakukan
dengan mengikuti Fauzi (2010) dimana pengelolaan optimum dilakukan dengan mengasumsikan tiga rezim yakni akses terbuka, dikuasai oleh pemerintah (sole
34
owner) dimana pengelolaan dilakukan pada tingkat Maximum Economic Yield (MEY) dan rezim lestari atau MSY. Kondisi sumberdaya pada level open access akan diperoleh pada saat TR=TC, dimana keuntungan yang di peroleh sama dengan nol ( 0) . Bila TR = ph dan TC = cE, maka akan diperoleh persamaan keundungan sebagai berikut :
TR TC ..……………………………………………………………...(3-20a)
ph cE .………………………………………………………...…….(3-20b) π pqxE cE ...……………………………………………………..……(3-20c) Bila keuntungan sama dengan nol ( 0) maka dapat diartikan bahwa keuntungan tingkat biomas (x) sebanding dengan nilai biaya ekstraksi per unit upaya (c) dibagi dengan harga ikan per satuan berat (p) dan koefisien daya tangkap (q) atau dapat ditulis seperti persamaan di bawah ini :
xOA
c .…………………………………………………………………...(3-21) pq Dengan mengsubstitusikan persamaan di atas ke dalam persamaan
pertumbuhan fungsi logistik maka akan diperoleh persamaan produksi sebagai berikut :
hOA
rc c 1 ...………………………………………………………(3-22) pq pqK Tingkat upaya pada kondisi open access adalah sebagai berikut:
r x K 1 E ..…………………………………………………………….(3-23) q Maka dengan mengsubstitusikan xOA
c ke dalam persamaan di atas maka pq
akan diperoleh persamaan upaya sebagai berikut :
EOA
r c 1 ...………………………………………………………..(3-24) q pqK Estimasi untuk Maximum Economic Yield (MEY) akan mengunakan
asumsi bahwa :
h( x) F ( x) .………………………………………………………………...(3-25) Maka rente sumberdaya sebagai berikut :
pF ( x)
cF ( x) ..………………………………………………………..(3-26) qx
35
Persamaan di atas di sederhanakan maka akan diperoleh :
c
p F (x) ..…………………………………………………………(3-27) qx Dengan memasukkan persamaan di atas ke persamaan fungsi pertumbuhan logistik, maka akan diperoleh rente ekonomi lestari sebagai berikut :
c
x
p rx1 ……………………………………………………..(3-28) qx K
Dengan menurunkan persamaan di atas terhadap x, maka akan diperoleh :
2 x cr pr 1 0 …………………………………………………(3-29) x K qK Persamaan di atas dapat dipecahkan untuk mendapatkan tingkat biomas yang optimal xMEY , maka akan diperoleh :
x MEY
K c 1 ...………………………………………………….…..(3-30) 2 pqK Dengan diketahuinya nilai optimal biomass dan dengan disubstitusikan
kembali ke fungsi produksi untuk memperoleh nilai tangkap optimal dan nilai upaya optimal, maka akan didapatkan persamaan sebagai berikut :
hMEY
rK c c 1 1 .……………………………………….…(3-31a) 4 pqK pqK
EMEY
r c 1 ...……………………………………………....……(3-31b) 2q pqK Selanjutnya untuk mengetahui tingkat pemanfaatan sumber daya ikan
diperoleh dengan mempersenkan jumlah hasil tangkapan pada tahun tertentu dengan nilai produksi maksimum lestari (MSY): Tingkat pemanfaatan =
Ci x 100% ..………………………………...(3-32) MSY
keterangan: Ci
= jumlah hasil tangkapan ikan pada tahun ke-1
MSY = maksimum sustainable yield Dalam penggunaan metode ini, sebagaimana metode-metode yang lain memiliki kelemahan, karena sangat dipengaruhi keberadaan dan keakuratan data dan informasi stok biomasa. Oleh karena itu data yang dikumpulkan
36
berorientasi pada data dependen yang meliputi total tangkapan, jumlah upaya tangkapan dan kombinasi keduanya berupa CPUE. Selanjutnya spesies yang dideteksi adalah spesies unggulan yang secara tepat dapat dikenali. Oleh karena itu didalam penggunaan metode ini, beberapa asumsi dasar yang harus diperhatikan adalah : (1) Stok ikan dianggap sebagai unit tunggal dan sama sekali tidak berpedoman pada struktur populasinya. (2) Stok ikan selalu dalam keadaan yang cenderung menuju situasi steady state sesuai model pertumbuhan biomas seperti kurva logistik. (3) Hasil tangkapan dan upaya penangkapan merupakan data yang bersifat random. (4) Hasil tangkapan yang di daratkan berasal dari perairan di kawasan pantai Kabupaten Kepulauan Talaud dan tidak ada hasil tangkapan yang di daratkan di luar kawasan. (5) Teknologi penangkapan tidak ada perubahan secara signifikan. 3.4.2 Analisis finansial Suatu usaha atau kegiatan ekonomi dianggap dapat dilaksanakan, bila dapat diharapkan: (1) memberikan keuntungan untuk memenuhi setiap kewajiban jangka pendek (2) likuiditasnya terpelihara meskipun pada saat-saat tertentu perusahaan dalam kesulitan (3) berkembang kemampuannya membiayai operasinya terutama dari modal sendiri dan bukan kredit pada suatu saat dan (4) dapat membayar semua beban pembiayaan. Dengan demikian, kelayakan finansial harus mengungkapkan secara terperinci apakah usaha atau kegiatan akan menguntungkan dalam suasana persaingan, risiko bisnis, kondisi perekonomian tidak stabil dan lain-lain. Menurut Kadariah (1986), untuk mengevaluasi kelayakan finansial dapat digunakan 3 (tiga) kriteria investasi yang penting, yaitu net present value (NPV), net benefit - cost ratio dan internal rate of return (IRR). Kriteria investasi yang digunakan untuk pengujian/evaluasi kelayakan usaha secara finansial didasarkan pada discounted criterion. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar manfaat (benefit) serta biaya-biaya (cost selama umur ekonomis usaha (in the future) nilai-nilai saat ini (at present =t0) diukur dengan nilai uang sekarang (present value), yaitu dengan mengunakan discounting factor. Kriteria tersebut adalah:
37
(1) Perhitungan net present value (NPV) NPV merupakan jumlah nilai arus tunai pada waktu sekarang setelah dikurangi dengan modal investasi yang dianggap sebagai ongkos investasi selama waktu tertentu. n
NPV t 0
Bt C t ……………………………………………………....(3-33) (1 i)
Keterangan: NPV
= Nilai Bersih Sekarang
Ct
= biaya pada tahun ke-t
Bt
= manfaat pada tahun ke –t
i
= tingkat diskonto
n
= umur ekonomis proyek (tahun)
Suatu proyek dikatakan layak dilaksanakan apabila NPV 1 dan jika NPV = 0 berarti pengembalian proyek persis sebesar social opportunity cost of capital atau sebesar tingkat suku bunga dan apabila NPV < 0 maka proyek tidak layak untuk dilakukan.
(2) Perhitungan internal rate of return (IRR) IRR merupakan nilai tingkat diskonto yang membuat NPV = 0
IRR i'
n B Ct NPV x(i' i' ' ) atau NPV t 0 .……….(3-34) t NPV' NPV' ' t 0 (1 IRR)
Keterangan: i’
= tingkat diskonto yang menyebabkan NPV bernilai positif
i’’
= tingkat diskonto yang menyebabkan NPV bernilai negatif
NPV’ = NPV dengan tingkat bunga i’ NPV’’ = NPV dengan tingkat bunga i’’ Hasil dari analisis diperoleh nilai IRR > i maka proyek layak untuk dilaksanakan. Bila nilai IRR < i maka proyek tidak layak dilaksanakan. (3) Perhitungan net benefit cost ratio (Net B/C) Net B/C Ratio merupakan perbandingan antara jumlah present value yang bersifat positif dengan jumlah nilai sekarang yang bersifat negatif.
NetB / C
NPV ' ..………………………………………………………(3-35) NPV ' '
Keterangan :
38
NPV’ = nilai bersih sekarang yang bernilai positif NPV’’ = nilai bersih sekarang yang bernilai negatif Jika Net B/C 1 maka proyek layak untuk dilaksanakan, tetapi bila Net B/C < 1 maka proyek tidak layak untuk dilaksanakan. (4) Payback periods Masa pengembalian investasi (payback periods) dihitung mulai proyek telah menghasilkan sampai seluruh ongkos proyek tertutup oleh net cash inflow yang diterima.
PBP
I
…………………………………………………………………(3-36)
Keterangan: I
=
Investasi
=
Net Benefit rata-rata proyek sampai tahun ke-n
Prosedur diskonto dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut:
P
F .………………………………………………………………….(3-37) (1 i) n
Keterangan: P
= nilai sekarang
F
= nilai pada masa yang akan dating
i
= tingkat suku bunga
N
= waktu
3.4.3 Analisis illegal fishing 1. Analisis simulasi nilai kerugian akibat illegal fishing Analisis simulasi ini dilakukan untuk mengestimasi nilai kerugian ekonomi akibat adanya aktivitas pencurian ikan (illegal fishing) di daerah penelitian yang merupakan wilayah perbatasan Negara Indonesia. Banyak software yang menawarkan solusi melalui simulasi namun pada penelitian ini simulasi yang digunakan adalah software vensim, dimana software tersebut nantinya dapat menjelaskan bagaimana kondisi penangkapan ikan didaerah perbatasan dan dampak ekonomi yang diakibatkan dengan adanya aktivitas pencurian ikan (illegal fishing).
39
Pertama kali dalam penggunaan simulasi ini adalah dengan menentukan terlebih dahulu faktor independen dan faktor dependentnya, kemudian baru menyusun skenario struktur hubungan dari kedua faktor tersebut. Tahapan selanjutnya adalah memasukkan nilai dan model ke dalam struktur simulasi dan pada akhirnya melakukan running modelling dalam jangka waktu yang telah ditetapkan sebelumnya, yang nantinya akan didapatkan nilai dan grafik. 2. Model Simulasi Pengembangan Perikanan Daerah Perbatasan Pada bagian ini analisis dilakuan dengan melakukan model simulasi dalam kaitannya dengan wilayah perbatasan. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, wilayah Talaud merupakan wilayah daerah terluar yang berbatasan dengan negara lain seperti Philipina. Sebagai daerah perbatasan yang rawan dengan pencurian ikan (illegal fishing) maka kebocoran ekonomi terhadap wilayah akan sangat merugikan pengembangan sumber daya perikanan dan kelautan di wilayah ini. Untuk melakukan sintesis mengenai aspek di atas, maka pada bagian ini dilakukan model simulasi dengan menggunakan parameter bioekonomi yang telah diperoleh sebelumnya. Interaksi antara berbagai komponen dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 5.
Surplus tangkap
Laju pertumbuhan
Surplus Ekonomi Asing
Ilegal fising
SDI Talaud
Pertumbuhan
Upaya ilegal
Hasil tangkap Rate Ilegal fising
Daya dukung
Koefisien Daya tangkap
Harga perbatasan
Kerugian ekonomi
keuntungan
Surplus bersih
Upaya
Laju upaya
Suku bunga
harga
biaya
Perikanan Domestik
Kebocoran Ekonomi Jangka panjang
Surplus Ekonomi lokal Laju Kebocoran ekonomi
Ilegal Fishing Filipina
Gambar 5 Model simulasi pengembangan perikanan tangkap di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud Simulasi perikanan terdiri dari dua blok. Blok pertama adalah kotak yang menggambarkan situasi perikanan domestik tanpa adanya illegal fishing,
40
sementara blok kedua adalah kotak yang menggambarkan terjadinya illegal fishing. Keduanya kemudian dihubungkan dengan variabel ekonomi berupa kebocoran ekonomi yang diderita oleh perikanan Talaud akibat adanya illegal fishing oleh kapal asing khususnya dari Filipina. Sebagaimana terlihat pada gambar di atas, interaksi stok dan effort yang diukur dari kapal yang beroperasi di wilayah Talaud tergambar di sebelah kiri Gambar simulasi sementara di sebelah kanan menggambarkan variable dan parameter yang terkait dengan wilayah perbatas seperti harga ikan di wilayah perbatasan, illegal fishing dan surplus tangkap yang dapat diperoleh setelah dikurangi dengan illegal fishing. PENJELASAN : Model ini terdiri dari 2 bagian: Pertama
: Bagian sebelah kiri adalah interaksi stock dan effort yang diukur dari kapal yang beroperasi di Kabupaten Talaud
Kedua
: Bagian sebelah kanan adalah blok model illegal fishing
Simulasi ini akan saya gambarkan dalam 4 sistem dinamik yang berinteraksi secara dinamis. (1) Ikan adalah sistem sumber daya alam (2) Upaya adalah sistem sosial (nelayan – kapal) (3) Tangkap adalah sistem ekonomi (Rp – Biaya) (4) Keuntungan adalah sistem pasar domestik (5) Illegal Fishing digambarkan dalam sistem dinamik ini, karena illegal fishing mempengaruhi dinamika stock dan dinamika nelayan karena adanya perbedaan harga.
3.4.4 Analisis optimasi pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap Teknik ini digunakan untuk menganalisis kebutuhan optimum dari suatu kegiatan dengan tujuan ganda. Analisis linear goal programming merupakan perluasan dari model linear programing yang ditambah dengan sepasang variabel deviasional yang akan muncul difungsi tujuan dan difungsi kendala tujuan (goal constraint). Variabel deviasional berfungsi untuk menampung penyimpangan atau deviasi yang akan terjadi pada nilai ruas kiri suatu persamaan kendala terhadap nilai ruas kanannya. Dalam penelitian ini, analisis
41
linear goal programming digunakan untuk menentukan alokasi unit penangkapan untuk jenis-jenis ikan unggulan atau dominan yang merupakan salah satu komponen dari perikanan tangkap, yaitu komponen kapal dan alat penangkap ikan. Model seperti ini pernah dilakukan di Amerika Serikat oleh onal et al, 1991.
Bentuk umum persamaan matematis dari model ini adalah sebagai berikut (Lee et al. 1985 dan Muslich 1993): (1) Fungsi tujuan, Minimumkan Z= Wik Pk (d-i – d+i) (2) Fungsi kendala,
aij Xj + d-i – d+i = bi
(i=1,2,3,...,m)
Xj, d-i , d+i ≥ 0 Dimana, Pk Wik-
dan Wik
+
=
urutan prioritas (Pk >>> Pk + 1)
=
bobot untuk variabel simpangan 1 di dalam suatu tingkat prioritas k
d-i dan d+i
=
deviasi negatif dan positif
aij
=
koefisien teknologi
Xj
=
variabel keputusan
Setiap model linear goal programming paling sedikit terdiri atas tiga bagian, yaitu sebuah fungsi tujuan, kendala-kendala tujuan dan kendala non negatif. Selanjutnya, dalam model ini dikenal 3 macam fungsi tujuan, yaitu: (1) Minimumkan Z= d-i – d+i Fungsi tujuan ini digunakan jika variabel simpangan dalam suatu masalah tidak dibedakan menurut prioritas bobot. (2) Minimumkan Z= Pk (d-i – d+i)
(k= 1,2,..., k)
Fungsi tujuan ini digunakan dalam suatu masalah di mana urutan tujuan diperlukan tetapi variabel simpangan didalam setiap prioritas memiliki kepentingan yang sama. (3) Minimumkan Z= W ik Pk (d-i – d+i)
(k= 1,2,..., k)
Dalam fungsi ini, tujuan-tujuan diurutkan dan variabel simpangan pada setiap tingkat prioritas dibedakan dengan menggunakan bobot yang berlainan W ik.
42
1. Analisis kebutuhan prasarana pelabuhan Kebutuhan prasarana pelabuhan (PPa) dapat diestimasi dengan cara menentukan
kelas
pelabuhannya
berdasarkan
ukuran
kapal
atau
unit
penangkapan ikan yang akan dilayani. Kemudian, baru menghitung kebutuhan jumlahnya dengan cara membagi jumlah total GT kapal ikan yang ada dengan daya tampung kelas pelabuhan yang telah ditentukan. Klasifikasi pelabuhan perikanan dibuat berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/Men/2006.
Formulasi
matematis
untuk
mengestimasi
kebutuhan
prasarana pelabuhan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : PPa
=
Jumlah prasarana pelabuhan yang dibutuhkan untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)
TGTa
=
UPIaj
=
Total produksi optimum kapal yang mendarat di tipe pelabuhan perikanan ke-a (ton/tahun) Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j yang masuk kategori tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)
GTj
=
Produktivitas kapal untuk unit penangkapan ikan ke-j (ton/kapal)
DTPa
=
Total daya tampung produksi untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (ton/tahun)
a
=
Tipe pelabuhan perikanan yang terdiri dari : 1 = Tipe PPI dengan syarat GTj < 5 GT 2 = Tipe PPP dengan syarat GTj : 5-15 GT 3 = Tipe PPN dengan syarat GTj : 15-60 GT 4 = Tipe PPS dengan syarat GTj > 60 GT
2. Analisis kebutuhan sarana pemasaran hasil tangkapan Kebutuhan unit sarana pemasaran hasil tangkapan (LTPIa), yang diidentikkan dengan luasan kebutuhan tempat pelelangan ikan/TPI yang optimum, dapat diperoleh dengan menggunakan formula baku yang ditetapkan oleh Direktorat Pelabuhan Perikanan, Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, Kementrian Kelautan dan Perikanan. Formulasi baku untuk menghitung kebutuhan luasan TPI ini adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
43
Keterangan : Pi
= Jumlah produksi optimum untuk komoditas ikan unggulan ke-i (ton/tahun)
aij
= Nilai produktivitas dari jenis unit penangkapan ikan ke-j untuk komoditas ikan unggulan ke-i
S
= Luas gedung TPI yang dibutuhkan (m2)
k
= Koefisien ruang daya tampung produksi (m2/ton);
R
= Frekuensi lelang per hari
a
= Koefisien perbandingan ruang lelang dngan gedung lelang (0.27-0.394) Kemudian, asumsi yang digunakan untuk mengestimasi unit sarana
pemasaran hasil tangkapan ini adalah sebagai berikut (Sutisna 2007): (1) Jumlah hari kerja unit pelelangan ikan di pelabuhan perikanan setiap tahun adalah 250 hari (2) Ratio produksi yang didaratkan pada suatu pelabuhan perikanan adalah sebanding lurus dengan ratio jumlah GT kapal ikan yang dapat dilayaninya. Dengan menggunakan ratio luasan TPI, yaitu perbandingan antara total GT kapal yang dilayani pada setiap tipe pelabuhan perikanan terhadap penjumlahan total GT kapal yang ada, maka dapat diestimasi rata-rata luasan TPI yang dibutuhkan untuk setiap tipe pelabuhan perikanan. Formulasi untuk estimasi kebutuhan unit sarana pemasaran hasil tangkap di setiap tipe pelabuhan perikanan adalah sebagai berikut (Sutisna 2008):
Keterangan : LTPIa
= Kebutuhan rata-rata luasan TPI di setiap tipe pelabuhan perikanan ke-a (m2)
44
RTPIa
= Ratio luasan TPI untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a
TGTa
= Total GT Kapal untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (GT)
PPa
= Jumlah Prasana Pelabuhan yang dibutuhkan untuk tipe pelabuhan perikanan ke-a (unit)
S
= Luas gedung TPI yang dibutuhkan (m2)
3. Analisis kebutuhan sarana unit pengolahan ikan Estimasi kebutuhan optimum dari komponen unit pengolahan ikan (PIi) dilakukan dengan cara pendekatan membagi jumlah produksi optimum yang didaratkan oleh unit penangkapan ikan dengan rata-rata kapasitas unit pengolahan ikan yng akan didirikan. Dalam rancang bangun model untuk komponen unit pengolahan ikan, juga diperlukan beberapa asumsi, sebagai berikut : (1) Koefisien pengolahan untuk komoditi ikan idealnya adalah 80% dari produksi optimum. (2) Jumlah hari kerja unit pengolahan ikan setiap tahun adalah 250 hari (3) Kapasitas rata-rata ideal unit pengolahan hasil tangkapan untuk komoditi ikan adalah 5 ton/hari Berdasarkan asumsi tersebut, formulasi untuk estimasi kebutuhan unit pengolahan ikan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : Pi
=
Jumlah produksi optimum untuk komoditas ikan unggulan ke-i (ton/tahun)
UPIj
=
Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j (unit)
aij
=
Nilai produktivitas dari jenis unit penangkapan ikan ke-j untuk komoditas ikan unggulan ke-i
PIi
=
Jumlah unit pengolahan ikan yang dibutuhkan untuk komoditas ikan unggulan ke-i (unit)
kPi
=
Koefisien pengelolaan untuk komoditas ikan unggulan ke-i
KAPi
=
Kapasitas rata-rata unit pengolahan untuk komoditas ikan unggulan ke-i
45
HK
= Jumlah hari kerja unit pengolaan ikan setiap tahun (hari)
4. Analisis kebutuhan tenaga kerja (nelayan dan tenaga kerja lain) Estimasi kebutuhan nelayan (ABK) dapat diperoleh dengan cara mengalikan jumlah dari setiap jenis armada penangkapan ikan dengan jumlah nelayan untuk setiap unitnya. Jumlah nelayan setiap unit untuk masing-masing jenis unit penangkapan ikan diperoleh dari hasil survey lapang atau dapat berdasarkan nilai teoritis kecukupan nelayan yang ideal per unit penangkapan. Formulasi kebutuhan nelayan adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : ABK
= Jumlah nelayan yang optimum (orang)
UPIj
= Jumlah optimum unit penangkapan ikan ke-j (unit)
PNj
= Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan ke-j Kemudian, untuk nilai optimum sub-komponen tenaga kerja lain yang
terlibat dalam kegiatan usaha perikanan tangkap dapat diperoleh dengan cara mengalikan jumlah optimum dari setiap jenis sarana/prasarana yang diperlukan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang ideal untuk setiap unitnya. Jumlah tenaga kerja yang ideal dari setiap unit untuk masing-masing jenis sarana/prasarana diperoleh dari hasil survey lapang atau dapat berdasarkan nilai teoritis kecukupan per unit yang ideal. Formulasi umum yang digunakan untuk mengestimasi kebutuhan tenaga kerja lain adalah sebagai berikut (Sutisna 2007):
Keterangan : TKL
=
Jumlah tenaga kerja lain yang optimum (orang)
SPk
=
Jumlah optimum jenis sarana prasarana ke-k
TKk
=
Jumlah nelayan per unit penangkapan ikan ke-K
k
=
jenis sarana/prasarana yang terdiri dari tenaga kerja yang terserap di pelabuhan perikanan dan tenaga kerja yang terserap Industri pengolahan hasil tangkapan.
46
3.4.5 Analisis Strategi pengembangan perikanan tangkap 1. Analisis SWOT (Strengths, Weakness, Opportunities and Threats) Marimin (2004) menyebutkan bahwa proses yang harus dilakukan dalam pembuatan analisis SWOT agar keputusan yang diperoleh lebih tepat perlu melalui berbabagi tahapan berikut : (1) Tahap pengambilan data yaitu evaluasi faktor eksternal dan internal. Pada tahap ini pengambilan data kuantitatif dilakukan secara langsung dari kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud.
Evaluasi faktor eksternal
mencakup identifikasi berupa peluang dan ancaman, sedangkan evaluasi faktor internal mencakup identifikasi berupan kekuatan dan kelemahan. (2) Tahap analisis yaitu pembuatan matriks internal eksternal dan matriks SWOT.
Langkah-langkah pembuatan matriks internal eksternal adalah
sebagai berikut: 1) Pada kolom pertama dilakukan penyusunan terhadap semua faktor-faktor yang dimiliki oleh erusahaan dengan membagi menjadi dua bagian yaitu faktor internal dan eksternal. 2) Pemberian bobot pada masing-masing faktor pada kolom kedua, mulai dari 1,0 (sangat penting) sampai dengan 0,0 (tidak penting). 3) Pada kolom ketiga diisi perhitungan rating terhadap faktor-faktor tersebut berdasarkan pengaruhnya terhadap kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. 4) Kolom selanjutnya diisi dengan cara mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. 5) Penjumlahan total skor pembobotan untuk masing-masing faktor internal (kekuatan-kelemahan)
dan
eksternal
(peluang-ancaman).
Untuk
memperoleh strategi yang tepat bagi kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud maka nilai tersebut diletakkan pada kuadran yang sesuai untuk kemudian dilakukan pembuatan matriks SWOT yang akan menjelaskan alternatif strategi yang dapat dilakukan.
47
peluang
kelemahan
Kuadran III (mendukung strategi turnaround)
Kuadran I (mendukung strategi agresif)
kekuatan
Kuadran IV Kuadaran II (mendukung strategi (mendukung strategi defensif) diversifikasi) ancaman (3) Tahap pengambilan keputusan. Setelah melihat kuadran dari kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud, dapat diketahui kombinasi strategi yang paling tepat. IFA/EFA Opportunities (O)
Threats (T)
Strengths (S) Strategi SO Menciptakan strategi yang menggunakan keuatan untuk memanfaatakan peluang. Digunakan jika kondisi di kuadran I Strategi ST Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika kondisi di kuadran II
Weakness (W) Strategi WO Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang, Digunakan jika kondisi di kuadran III Strategi WT Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman, Digunakan jika kondisi di kuadran IV
48
2. Analytical hierarchy process (AHP) Penentuan kebijakan pembangunan perikanan tangkap kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud menggunakan metode Analytical Hierarchy Process (AHP), dimana variabel-variabel dimasukkan kedalam suatu susunan hirarki. Pengambilan data dilakukan dengan wawancara masing-masing aktor yang terlibat pada penentuan kebijakan tersebut. Untuk menilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elemen terhadap elemen lain maka digunakan pembobotan berdasarkan skala proses AHP yang disarankan oleh Saaty (1993) seperti pada Tabel 3. Dalam kondisi pembangunan yang makin kompleks analisis sistematis sangat diperlukan, bahkan sedapat mungkin faktor lain, seperti faktor politis harus dapat dijadikan bagian internal keseluruhan analisis. Dengan menggunakan metode AHP permasalahan yang kompleks tersebut akan dapat dirangkum sepenuhnya.
Gambar 6. Diagram rancangan analisis AHP
49
Tabel 6 Skala penilaian perbandingan. Intensitas kepentingan 1
3
5
7
Definisi Kedua elemen sama pentingnya (equal) Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yang lainnya (moderate) Elemen satu lebih penting dari pada elemen lainnya (stong) Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya (very srtong)
Penjelasan Dua mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan. Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya. Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibandingkan elemen lainnya. Satu elemen yang kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek.
9
Satu elemen mutlak penting dari pada elemen lainnya (extreme)
Bukti yang memdukung elemen satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
2, 4, 6, dan 8
Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi diantara dua pilihan.
Kebalikan
Jika untuk aktivitas i mendapat satu angka jika dibandingkan dengan aktivitas y maka j mempunyai nilai kebalikkannya dibanding dengan i.
Prinsip-prinsip dasar menggunakan AHP yaitu : (1) Menyusun hierarki (2) Menetapkan prioritas dan (3) Konsistensi logis Membuat matriks banding berpasang: • Matriks banding berpasang dibuat dari puncak hierarki, kemudian satu tingkat dibawahnya dan seterusnya dibuat untuk keseluruhan tingkatan hierarki. • Matriks banding berpasang dapat berdasarkan pendapat perseorangan (matriks individu), dapat pula berdasarkan pendapat dari beberapa orang (matriks gabungan) • Matriks banding berpasang diisi dengan bilangan yang menggambarkan relatif pentingnya suatu elemen atas elemen yang lainnya.
50
Tabel 7 Mariks untuk berbanding berpasangan. C
A1
A2
A3
A4
A1
1
a12
a13
a14
…
a1n
A2
1/a12
1
a23
a24
…
a2n
A3
1/a13
1/a23
1
a34
…
a3n
A4
1/a14
1/a24
1/a34
1
…
a4n
.
.
.
.
.
…
.
.
.
.
.
.
…
.
.
.
.
.
.
…
.
1/a1n
1/a2n
1/a3n
1/a4n
…
1
An
…
An
Keterangan : C : Kriteria atau sifat yang digunakan untuk pembandingan A1, A2, ... Cn : Set elemen yang akan dibandingkan, satu tingkat dibawah C. a12, a13 …1 : Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap Aj Formulasi untuk menentukan vektor prioritas dari elemen-elemen pada setiap matriks:
1) Formulasi dengan menggunakan rata-rata aritmetik Menjumlahkan nilai-nilai dalam setiap kolom (Nkj). n
Nkj aij (k ) kj 1
Keterangan : Nkj
: Nilai kolom ke j
aij
: Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
n
: jumlah elemen
• Membagi setiap entri dalam setiap kolom dengan jumlah pada kolom untuk memperoleh matriks yang dinormalisasi (Ndij).
Ndij
aij Nkj
Keterangan : Ndij
: Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j
Aij
: Nilai setiap entri dalam matriks pada baris i dan kolom j
Nkj
: Nilai kolom ke j
51
• Vektor prioritas dari setiap elemen, diperoleh dengan merata-ratakan nilai sepanjang baris (Vpi). n
Vpi j 1
Ndij n
Ndij j 1
Keterangan : Vpi
: Vektor prioritas dari elemen i
Ndij
: Nilai setiap entri dalam matriks yang dinormalisasi pada baris i dan kolom j
2) Formulasi dengan menggunakan rata-rata geometrik • Perkalian baris (Zi) dengan menggunakan rumus.
Zi n
aij (k )
Keterangan : Zi
: Perkalian baris
n
: Jumlah elemen
aij
: Nilai entri setiap matriks pada baris i dan kolom j
k
: Kolom pertama
• Perhitungan vektor prioritas atau vektor ciri (eigen vector) n
eVPi
n a ij k j 1
n
n
n a i 1
j 1
ij
(k )
Zi n
Zi i 1
Keterangan : Vpi
: Vektor Prioritas elemen i
Zi
: Perkalian baris I
3) Pendapat gabungan dengan menggunakan rumus: m
gij m aij(k ) k 1
Keterangan : M
: Jumlah responden
aij : Pendapat individu
52
4) Rasio konsistensi dihitung dengan rumus sebagai berikut : Perhitungan akar ciri atau nilai eigen (eigen value) maksimum (α maks) dengan rumus : VA = aij x Vp dengan VA = (V aij) Dimana : VA adalah vektor antara
VB
VA VP
dengan
VB = Vbi
Dimana : VB adalah nilai eigen n
max
VB i 1
n
Perhitungan Indeks Konsistensi (CI), dengan rumus : CI Perhitungan Rasio Konsistensi (CR), dengan rumus : CR
Tabel 8 Nilai indeks acak (RI) matriks berordo 1 sampai 15 n RI n RI n 1 0,00 6 1,24 11 2 0,00 7 1,32 12 3 0,58 8 1,41 13 4 0,90 9 1,45 14 5 1,12 10 2,49 15 Sumber : Saaty (1993)
max n 1 CI RI
RI 1,51 1,48 1,56 1,57 1,59
4. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 4.1 Gambaran Wilayah Perbatasan di Provinsi Sulawesi Utara Luas Provinsi Sulawesi Utara adalah 15.472,98 kilometer, terdiri dan beberapa pulau, diantaranya adalah Pulau Manado Tua, Pulau Bangka, Pulau Talise, Pulau Bunaken, Pulau Mantehage, Pulau Lembeh, Pulau Siau, Pulau Tagulandang, Pulau Biaro, Pulau Karakelang, Pulau Kabaruan dan Pulau Salibabu. Sedangkan untuk panjang garis pantai Sulawesi Utara 1.837 km dengan luas daratan sekitar 2.200 km persegi. Wilayah perairan laut Sulawesi Utara memiliki 124 pulau yang terdiri atas tiga gugusan kepulauan, yaitu : (1) Gugusan Kepulauan Talaud yang letaknya paling utara masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Talaud, (2) Gugusan Pulau Sangir Besar masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Kepulauan Sangihe, dan (3) Gugusan Siau Tagulandang dan Biaro (disingkat Sitaro) masuk dalam wilayah administratif Kabupaten Sitaro. Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan 2 (dua) wilayah Provinsi Sulawesi Utara yang secara geografis dan administratif terletak di wilayah perbatasan negara. Provinsi Sulawesi Utara yang beribukota di Manado, terletak pada posisi 0
0 30 - 5035’ Lintang Utara dan 123030 - 127000’ bujur timur dengan batas wilayah sebagai berikut:
Sebelah utara berbatasan dengan Filipina;
Sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tomini
Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Gorontalo; dan
Sebelah timur berbatasan dengan Laut Maluku Secara geografis Provinsi Sulawesi Utara berada di ujung utara
kepulauan nusantara sehingga berperan sebagai pembatas RI dengan negara Filipina. Hal ini menjadikan Provinsi Sulawesi Utara memiliki nilai strategis antara lain: (1) berada di bibir asia pasifik yang memungkinkan wilayah ini menjadi salah satu pusat kegiatan ekonomi regional kawasan timur Indonesia; (2) berada pada jalur lintasan Alur Laut Kepulauan Indonesia ALKI 2 dan ALKI 3; (3) didukung oleh pelabuhan. Dalam program pembangunan perekonomian Filipina Selatan, Filipina telah mengembangkan program pembangunan Mindanau Selatan yang dikenal dengan program “Mindanan 2000” atau Mindanau Economic Development Council”, yaitu program pembangunan dan pengembangan wilayah Mindanau Selatan sebagai pusat pengembangan agroindustri, pertanian, dan pariwisata.
54
Filipina menganggap wilayah di selatan Mindanau (perairan KTI) merupakan hinterland-nya. Pusat pengembangan Mindanau Selatan adalah Davao dan General Santos. Kota General Santos yang lebih dikenal sebagai Kota Tuna (Tuna Capitol) merupakan pusat industri pengolahan hasil pertanian dan hasil laut (ikan tuna) yang berasal dan perairan Indonesia (perairan KTI). Semua produk dan Mindanau Selatan ini akan di eksport melalui General Santos. Dan aspek geografi dan ekonomi regional, Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Talaud, Provinsi Sulawesi Utara sebagai kabupaten perbatasan mempunyai peran strategis. Jalur Sulawesi Utara ke Filipina Selatan (Davao, General Santos) melalui 2 (dua) pulau, yaitu Pulau Marore (Kepulauan Sangihe) dan Pulau Miangas (Kepulauan Talaud). Kedua pulau terluar ini sekaligus menjadi pintu gerbang bagi Indonesia dengan Filipina melalui jalur laut. Adapun wilayah kecamatan yang berbatasan laut dengan Filipina terdapat di 2 (dua) kabupaten, yaitu Kabupaten Kepulauan Talaud (Kecamatan Essang, Rainis, Beo, Lirung dan Nanusa); dan Kabupaten Kepulauan Sangihe (Kecamatan Manganitu, Manganitu Selatan, Kendahe, Tamako dan Tabukan Utara) bertaraf internasional. Dengan beberapa nilai strategis tersebut, menjadikan Provinsi Sulawesi Utara mempunyai kesempatan luas untuk mengembangkan potensi sumber daya alamnya, seperti pariwisata. Wilayah perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud dan Kabupaten Kepulauan Sangihe mempunyai predikat sebagai wilayah yang rawan bencana alam karena memiliki karakteristik sebagai berikut:
Wilayah ini merupakan gugusan pulau-pulau yang terletak pada rangkaian alur gunung api sehingga membentuk struktur tanah yang lebih hampir di seluruh wilayah, sehingga frekuensi gempa relatif tinggi disamping sangat rawan terhadap bahaya erosi dan abrasi.
Profil daratan yang sebagian besar adalah perbukitan/pegunungan dengan tingkat kemiringan curam menyulitkan masyarakat menentukan alternatif pilihan. Wilayah perbatasan di Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten
Kepulauan Talaud pada posisi paling utara di nusantara, karena berbatasan dengan Filipina. Sesungguhnya kedua wilayah ini memiliki arti yang sangat penting bagi keutuhan dan kedaulatan NKRI. Pada sisi lain secara alamiah wilayah ini memiliki keunikan lokal yang sangat produktif dan memiliki daya saing yang tinggi (regional competitiveness), jika dibandingkan dengan daerah lainnya
55
di tanah air. Indonesia dengan Filipina telah mengembangkan kerjasama subregional dibawah payung Border Crossing Agreement (BCA) yang berfungsi memfasilitasi
kunjungan
kekeluargaan
antara
masyarakat
pulau-pulau
perbatasan di wilayah RI dengan wilayah Filipina bagian selatan. Ternyata kemudian telah berkembang secara negatif karena aturan-aturan yang disepakati dalam perjanjian lintas batas dimaksud antara pemerintah RI-Filipina yang menjadi subjek dan obyek kerjasama bilateral ini sehingga lalulintas orang, barang dan uang telah menjadi suatu kegiatan yang melanggar hukum (kegiatan illegal). Walaupun harus diakui bahwa melalui praktek perdagangan bebas illegal itu sangat merugikan Indonesia, namun di sementara penduduk wilayah BCA dan juga sebagian penduduk di wilayah perbatasan justru memperoleh manfaat ekonomi. Tabel 9 Pulau-pulau yang berbatasan langsung dengan Filipina No Nama Pulau Kabupaten Batas Negara 1 Pulau Bangkit Kepulauan Sangihe Filipina 2 Pulau Manterawu Kepulauan Sangihe Filipina 3 Pulau Makalehi Kepulauan Sangihe Filipina 4 Pulau Kawaluso Kepulauan Sangihe Filipina 5 Pulau Kawio Kepulauan Sangihe Filipina 6 Pulau Marore Kepulauan Sangihe Filipina 7 Pulau Batu Bawaikang Kepulauan Sangihe Filipina 8 Pulau Miangas Kepulauan Talaud Filipina 9 Pulau Marampit Kepulauan Talaud Filipina 10 Pulau Intata Kepulauan Talaud Filipina 11 Pulau Kokorotan Kepulauan Talaud Filipina 4.2 Letak dan Kondisi Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud Kabupaten Kepulauan Talaud adalah bagian integral dan Provinsi Sulawesi Utara yang merupakan pulau-pulau kecil terluar bagian utara NKRI dan berbatasan langsung dengan Pulau Mindanao, Negara Filipina. Kabupaten Kepulauan Talaud mengalami pemekaran wilayah dari Kabupaten Kepulauan Sangihe Talaud pada tanggal 2 Juli 2002 melalui UU Nomor 8 tahun 2002 sebagai tindak lanjut dikeluarkannya UU Nomor 22 Tahun 1999 Tentang Pemerintahan Daerah (sekarang telah diperbaharui dengan UU No 33 Tahun 2004). Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan wilayah Indonesia yang paling Utara yang berbatasan langsung dengan negara Phillipina. “Talaud” disebutsebut diturunkan dari kata “malaude” yang berarti “tak jauh dari laut”. Kata ini muncul pertama kali dalam catatan ekspedisi Loyasa 1537, yaitu kata “Talao”. Sebelumnya pada catatan pigaffeta yang muncul adalah nama-nama pulau di
56
Talaud. Begitupun pada catatan Huan (Salindeho 2008). Dulu nama lain Talaud yang disebut-sebut adalah talloda atau, taroda, atau talauda. Kabupaten kepulauan Talaud terbentuk berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 2002 Tentang Pembentukan Kabupaten Talaud di Provinsi Sulawesi Utara. Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki luas wilayah 27.061,16 km2 terdiri dari luas Perairan 25.772,22 km2 atau 95% dan Daratan 1.288,94 km2 atau 4,76% yang tersebar pada enam belas pulau. Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan daerah kepulauan yang memiliki 16 pulau yang terdiri dari 9 pulau tidak berpenghuni dan 7 pulau berpenghuni. Pulau-pulau tersebut adalah pulau Karakelang, pulau Salibabu, pulau Kabaruan serta pulau Karatung dan pulau-pulau terluar yaitu (menurut Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil (PPK) yaitu: pulau Miangas, pulau Marampit, pulau Intata dan pulau Kakorotan. Dari empat pulau tersebut terdapat dua pulau paling rawan di Indonesia yaitu pulau Kakorotan dan pulau Miangas (Perbatasan Indonesia-Filipina). Adapun nama-nama pulau dan luas wilayah seperti tertera pada Tabel 4.
Wilayah administratif Kabupaten
Kepulauan Talaud terletak antara 4001’Lintang Utara dan 1260 40’ Bujur Timur, dan berbatasan dengan :
Sebelah utara berbatasan dengan Negara Filipina;
Sebelah timur berbatasan dengan Lautan Pasifik;
Sebelah selatan berbatasan dengan Kepulauan Sangihe; dan
Sebelah barat berbatasan dengan Laut Sulawesi.
Tabel 10 Pulau dan gugusan pulau yang terdapat di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud No 1
Gugusan Pulau Karakelang
2
Salibabu
3
Kabaruan
4
Nanusa
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16.
Nama Pulau Karakelang Nusa Dolom Nusa Topor Salibabu Sara Besar Sara Kecil Kabaruan Napombalu Miangas Marampit Karatung Kakorotan Malo Mangupung Intata Garat
Luas Pulau (KM2) 1.000,07 0,25 1,01 98,07 2,03 1,02 115,61 0,02 3,15 34,15 12,00 7,00 0,40 1,80 0,15 1,30
Sumber: Kepulauan Talaud dalam Angka (2008)
Keterangan Dihuni Tidak dihuni Tidak dihuni Dihuni Tidak dihuni Tidak dihuni Dihuni Tidak dihuni Dihuni Dihuni Dihuni Dihuni Tidak dihuni Tidak dihuni Tidak dihuni Tidak dihuni
57
Jumlah penduduk Jumlah KK - Laki-laki
: 83.758 jiwa
: 21.950 KK : 42.580 jiwa
- Perempuan : 41.508 jiwa Jumlah KK Miskin
:
Tahun 2005 : 12.077 KK (59,0% ) Tahun 2006 : 10.698 KK (48,27%) Jumlah pencari kerja tahun 2006
: 3.145 Orang
Jumlah Pencari Kerja tahun 2008
:1.720 Orang.
-
Jumlah TKK
: 81 Unit
-
Jumlah SD
: 114 Unit
-
Jumlah SMP
: 30 Unit
-
Jumlah SMU
: 9 Unit
-
Jumlah SMK
: 5 Unit
-
Jumlah Perg. Tinggi : 2 Unit (Community College Talaud atau Sekolah Tinggi Ilmu Komputer dan Universitas Terbuka) Kabupaten Kepulauan Talaud berasal dari sebagian wilayah Kabupaten
Kepulauan Sangihe dan Talaud, Ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud yaitu Melonguane yang berada di Pulau Karakelang. Secara administratif kabupaten ini terdiri atas 19 kecamatan yaitu: Tabel 11 Kecamatan di Kabupaten Talaud No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Nama Kecamatan Kecamatan Melonguane Kecamatan Melonguane Timur Kecamatan Pulutan Kecamatan Rainis Kecamatan Tampa’namma Kecamatan Essang Kecamatan Essang Selatan Kecamatan Gemeh Kecamatan Beo Kecamatan Beo Utara Kecamatan Torohan Kecamatan Lirung Kecamatan Moronge Kecamatan Salibabu Kecamatan Kolongan Kecamatan Kabaruan Kecamatan Damau Kecamatan Nanusa Kecamatan Miangas
58
Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan Negara Filipina dan Negara-Negara lainnya di kawasan Asia dan Pasifik sekaligus tentunya sebagai salah satu beranda depan NKRI di kawasan Asia Pasifik. Karakteristik ini telah dilandasi dan dipertegas dalam Peraturan Presiden Nomor Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Nasional yang dinyatakan bahwa Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara adalah Kabupaten Perbatasan antar Negara (BAPPEDA 2005-2009). Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud terdiri atas gugusan pulau-pulau yang ukurannya sangat variatif. Terdapat tiga gugusan pulau besar utama yaitu Pulau Karakelang, Pulau Salibabu dan Pulau Kabaruan, sedangkan untuk pulaupulau kecil ada sebagian yang menyatu dengan gugusan pulau besar, ada sebagian yang lagi yang tergabung dalam satu gugusan yaitu gugusan Pulau Nanusa. Salah satu gugusan Pulau Nanusa yaitu Pulau Miangas memiliki letak yang lebih dekat Pulau Mindanao, Filipina dibandingkan ke pusat Kepulauan Talaud yaitu Melonguane. Gugusan pulau-pulau kecil nanusa yang sebagian berpenghuni dan sebagain lainya kosong berada pada posisi yang sangat strategis sebagai kawasan perbatasan negara namun karena letak yang sangat jauh dan berjauhan antar pulau maka rawan terhadap beberapa kegiatan illegal, penyelundupan dan penyusupan. Secara
umum
wilayah
Kabupaten
Kepulauan
Talaud
memiliki
karakteristik yang unik dibandingkan dengan wilayah lainnya di Indonesia yaitu selain sebagai wilayah perbatasan dan kepulauan, Kabupaten Kepulauan Talaud juga sebagai wilayah tertinggal/terisolasi dan rawan bencana alam. Kondisi ini menjadi nilai strategis dan dilematis dalam pengembangan wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud. Kabupaten Kepulauan Talaud masih menghadapi berbagai keterbatasan terutama
keterbatasan
sarana
dan
prasarana
bidang
sosial,
ekonomi,
perhubungan (darat, laut, udara), telekomunikasi dan informasi serta keamanan dan pertahanan. Secara keseluruhan mengakibatkan wilayah kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi utara dikategorikan sebagai wilayah tertinggal/terisolasi. Kondisi ini telah diidentifikasi secara ilmiah dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat melalui Keputusan Menteri Pembangunan daerah Tertinggal Nomor 1 Tahun 2005. Semua wilayah tertinggal di Indonesia umumnya adalah wilayah yang masih terisolasi seperti pulau-pulau kecil terluar
59
sehingga perlu segera dilakukan pengelolaan serius secara keseluruhan dan berkelanjutan. (BAPPEDA 2005-2009). Selain sebagai wilayah terisolir, Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan wilayah rawan bencana alam karena terdiri dan pulau-pulau kecil yang memiliki daya dukung lingkungan daratan yang sangat terbatas, sementara jumlah penduduk semakin bertambah secara periodik dan dibarengi dengan dinamika pembangunan daerah yang makin meningkat namun dibalik itu kesadaran dan komitmen masyarakat, pemerintah dan pelaku usaha terhadap pentingnya kelestarian lingkungan terutama pada kawasan lindung yaitu kawasan sepadan pantai dan sepadan sungai, kawasan mata air, kawasan terjal, kawasan hutan suaka margasatwa serta hutan lindung relatif makin menurun yang semuanya telah berakibat pada kerusakan lingkungan. Hal ini telah diindikasikan dengan makin tingginya frekuensi terjadinya banjir besar, tanah longsor, menurunnya debit air, kritisnya lahan akibat pengikisan lapisan tanah dan meningkatnya suhu udara, serta bergesernya musim tanam. (BAPPEDA 2005-2009). Pada sisi lainnya dengan keterbatasan infrastruktur terutama transportasi darat, laut, dan udara serta infrastruktur usaha perikanan seperti alat tangkap yang masih tradisional (perahu berukuran kecil dan tanpa peralatan modern), tidak seimbang dengan gelombang laut di perairan Kapulauan Talaud yang sering
bergelombang
besar
mengakibatkan
tingginya
kecelakaan
laut
(tenggelam, hanyut, terdampar dan hilang di tengah laut). Berdasarkan BMG (Badan Meteorologi dan Geofisika) bahwa secara alamiah posisi Wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud berada pada posisi yang rawan bencana alam badai, tsunami dan gempa bumi maka wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud dikategorikan sebagai wilayah rawan bencana alam baik yang disebabkan oleh kelalaian manusia (human error) maupun karena proses alam. (BAPPEDA 20052009). 1. Iklim Iklim di daerah ini dipengaruhi oleh angin muson. Pada bulan Juli sampai dengan September terjadi musim kemarau dan pada bulan September sampai dengan bulan Nopember terjadi musim penghujan. Tipeiklim di Kabupaten Kepaluan Talaud menurut Schmidt and Ferguson adalah tipe A (iklim basah). Antara curah hujan dan keadaan angin berhubungan erat satu dengan lainnya. Walaupun demikian, hubungan tersebut agaknya tidak selalu ada. Keadaan angin pada musim hujan biasanya lebih kencang dan angin bertiup dari
60
barat dan barat laut. Oleh karena itu musim tersebut dikenal juga dengan musim barat. 2. Topografi Kondisi topografi Kabupaten Kepulauan Talaud ada sebagian wilayah yang datar dan berbukit. Topografi berbukit terdapat di tiga pulau utama yaitu Pulau Karakelang, Pulau Salibabu dan Pulau Kabaruan.
Pulau Karakelang
topografi berbukit terdapat dibagian Utara, yaitu tepatnya di wilayah Kecamatan Tampanamma, Essang dan Gemeh serta di sebagian wilayah Kecamatan Rainis dan Beo. Puncak tertinggi terletak di Gunung Piapi, Kecamatan Rainis yaitu dengan tinggi sekitar 864 m. Kemudian topografi datar di Pulau Karakelang ada di wilayah Kecamatan Melonguane dan sebagian wilayah Kecamatan Rainis dan Beo. Di Pulau Salibabu sebagian besar wilayah memiliki topografi datar. Untuk topografi berbukit terdapat di wilayah Kecamatan Salibabu tepatnya di bagian selatan Pulau Salibabu yang sebarannya tidak terlalu luas dan topografi datar tersebar di wilayah Kecamatan Lirung dan Kalongan. Selanjutnya topografi berbukit di Pulau Kabaruan terdapat di tengah pulau dan topografi datar berada di sekelilingnya hingga kawasan pesisir. Kerapatan penutupan vegetasi pada wilayah berbukit cukup tinggi sehingga erosi relatif rendah. Wilayah berbukit di Kabupaten Kepulauan Talaud merupakan kawasan lindung yang masih alami yaitu hutan lindung dan hutan suakamargasatwa. Wilayah yang datar penyebarannya cukup luas yang sebagian besar merupakan dataran alluvial yang umumnya oleh penduduk digunakan untuk kegiatan perkebunan kelapa, sedangkan kegiatan pertanian tanaman pangan jarang diusahan oleh penduduk setempat. Untuk kegiatan permukiman pada topografi datar tersebar di kawasan pesisir.
3. Hidrologi Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki 13 aliran sungai yaitu sungai Lobbo (16,80 km), sungai Kuma (8,65 kin), sungai Binalang (7,90 km), sungai Essang (7,60 km), sungai Teling (6,95 kin), sungai Tatou (6,80 kin), sungai Ammat (6,35 kin), sungai Buure (5,95 kin), sungai Awula (5,85 kin), sungai Tarun (5,85 1cm), sungai Dapihe (5,80 km), sungai Rawirung (5,75 km) dan sungai Lalue (5,55 km). Sebagian aliran sungai oleh penduduk digunakan sebagai sumber kebutuhan air bersih yang digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
61
4.3 Kondisi Demografis (Kependudukan) Penduduk merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam perencanaan karena penduduk merupakan subyek dan obyek pembangunan suatu wilayah. Selain itu, gambaran mengenai karakteristik penduduk merupakan aspek penting dalam melakukan tinjauan tentang potensi sumberdaya manusia (SDM). Karakteristik kependudukan yang akan diuraikan adalah jumlah dan kepadatan penduduk serta komposisi penduduk menurut mata pencaharian. 1.
Jumlah, kepadatan dan distribusi penduduk Jumlah penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud pada tahun 2006 adalah
83.325 jiwa. Bila dibandingkan dengan tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 0,6 %, dimana jumlah penduduk tahun 2005 adalah 83.373 jiwa. Untuk kepadatan penduduk di Kabupaten Kepulauan Talaud mencapai 66,6 1 jiwa/km2. distribusi penduduk di 12 Kecamatan terlihat bervariasi, jumlah penduduk tertinggi berada di Kecamatan Beo, yaitu 12.554 jiwa atau sekitar 15,07 % dan jumlah penduduk keseluruhan. Lain halnya dengan jumlah penduduk yang menempati jumlah tertinggi, tingkat kepadatan di Kecamatan Beo cukup rendah, yaitu 45 jiwa/km2. Jumlah penduduk yang tinggi di Kecamatan Beo disebabkan oleh luas wilayah yang mencapai 279,65 km2. Luas wilayah ini merupakan luas wilayah Kecamatan terbesar di Kabupaten Kepulauan Talaud. Di Pulau Karakelang yang merupakan pulau terluas di Kabupaten Kepulauan Talaud didiami oleh sekitar 60,98 % dan total penduduk dengan tingkat kepadatan mencapai 52,03 jiwa! km2. untuk jumlah penduduk terendah berada di Kecamatan Kalongan yaitu 2.995 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk mencapai 68,81 jiwa/km2. selanjutnya untuk tingkat kepadatan tertinggi berada di Kecamatan Lirung yaitu mencapai 298,80 jiwa/km2. Kepadatan penduduk yang tinggi ini disebabkan oleh kecilnya luas wilayah Kecamatan Lirung yang tidak sebanding dengan penduduk yang mendiami wilayah tersebut. Sedangkan untuk tingkat kepadatan terendah berada di Kecamatan Essang, yaitu 37,61 jiwa/km2. Tingkat kepadatan yang rendah di wilayah ini karena memiliki luas wilayah yang luas tetapi penduduk yang mendiami berjumlah sedikit.
Namun saat ini
Kabupaten Talaud telah
memekarkan diri menjadi 13 kecamatan. Tabel-9 berikut memperlihatkan persebaran jumlah dan kepadatan penduduk di setiap Kecamatan di Kabupaten Kepulauan Talaud.
62
Tabel 12 Jumlah dan kepadatan penduduk Kabupaten Kepulauan Talaud 2007 No
Kecamatan
1 Kabaruan 2 Damau 3 Lirung 4 Salibabu 5 Kalongan 6 Melonguane 7 Beo 8 Rainis 9 Tampanamma 10 Essang 11 Gemeh 12 Nanusa Jumlah 2006 2005 2004 2003
Luas Wilayah 2 (km ) 66,03 19,58 33,36 21,80 42,90 125,74 279,65 139,49 124,18 169,78 137,71 60,79 1.251,02 1.251,02 1.251,02 1.251,02
Jumlah Penduduk Laki-Laki Perempuan (jiwa) (jiwa) 2.869 2.705 2.242 2.093 5.098 4.870 2.755 2.678 1.551 1.444 5.515 5.534 6.504 6.050 4.798 4.429 3.027 2.927 3.158 3.228 2.825 2.819 2.073 2.133 42.415 40.910 42.440 40.933 40.486 38.329 38.826 37.648
Total (jiwa) 5.574 4.335 9.968 5.433 2.995 11.049 12.554 9.227 5.954 6.386 5.644 4.206 83.325 83.373 78.815 76.474
Kepadatan 2 (jiwa/km ) 84,42 87,43 298,80 249,22 69,81 87,87 44,89 66,15 47,95 37,61 40,98 69,19 66,61 66,64 63 61
Sumber: Kabupaten Kepulauan Talaud dalam Angka 2007 2.
Komposisi penduduk menurut mata pencaharian Sebagian
besar
penduduk
di
Kabupaten
Kepulauan
Talaud
bermatapencaharian di sektor pertanian, khususnya pada kegiatan perkebunan dan perikanan dengan persentase sebesar 73,32%. Pada sektor jasa juga menempati nilai tertinggi kedua yaitu sekitar 12,05%. Untuk selanjutnya secara berurutan berdasarkan persentase terbesar sampai terkecil mata pencaharian penduduk adalah kontruksi, perdagangan, hotel dan restoran, komunikasi, industri, keuangan, listrik, gas dan air minum dan lainnya seperti terlihat pada Tabel-7. Penduduk yang bekerja di sektor formal seperti PNS tercatat pada tahun 2006 sebanyak 2.849 orang yang tersebar di 12 Kecamatan. Selain itu, jumlah PNS pusat terbanyak 179 orang yang tersebar di instansi vertikal non TNT/P OLRI di wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud. Jumlah anggota POLRI di Kabupaten Kepulauan Talaud sebanyak 280 orang. Untuk anggota TNT AD yang bertugas di Kabupaten Kepulauan Talaud berjumlah 113.
3. PDRB Kabupaten Talaud Pendapatan Domestik Regional Bruto untuk sektor perikanan menempati posisi urut dua sesudah perkebunan dengan jumlah 38.150 lihat Tabel 10. Hal ini mendorong pemerintah untuk mengembangkan perikanan sebagai salah satu sektor unggulan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di Kabupaten Keplualaun Talaud.
63
Tabel 13: PDRB Kabupaten Talaud atas dasar harga berlaku menurut lapangan usaha 1. PERTANIAN : 293.721.400 a. Tabama : 35.810.000 b. Perkebunan : 210.351.000 c. Peternakan : 8.283.000 d. Kehutanan : 1.156.000 e. Perikanan : 38.150.000 2. Pertambangan dan Penggalian : 13.693.000 3. Industri pengolahan : 13.158.000 4. Bangunan : 65.162.000 5. Listrik / Jasa : 1.835.000 6. Perdagangan hotel dan restoran : 63.054.000 7. Pengangkutan dan komunikasi : 33.288.000 8. Keuangan persewaan dan jasa perusahaan : 39.537.000 9. Jasa – jasa : 83.964.000 TOTAL : 607.438.000 Sumber : BPS Talaud Kabupaten Kepulauan Talaud (2008) 4.4 Keragaan Perikanan 1. Sumberdaya ikan Sumberdaya ikan di perairan Kepulauan Talaud banyak di dominasi dari jenis ikan layang dan ikan tongkol, ikan tuna dan ikan cakalang dari hasil produksi tahun 2008 didapatkan bahwa produksi ikan layang sebanyak 2.479,8 ton atau sebesar 32,41% dari total produksi ikan di perairan Kepulauan Talaud dan ikan tongkol sebanyak 2.139,9 ton atau sebesar 27,96% dari total produksi ikan. Adapun komposisi ikan berdasarkan jenis ikan pada tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Produksi ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud tahun 2008 Jenis Ikan Produksi Persentase Cendro 34,5 0,45 1,02 Ekor kuning 78,3 Selar 383,8 5,02 Kuwe 22,8 0,30 Layang 2.479,8 32,41 0,30 Lencam 23,1 Tetengkek 0,5 0,01 Bawal hitam 3,2 0,04 Japuh 0,9 0,01 0,02 Tembang 1,2 Lemuru 0,6 0,01 Lemadang 72,0 0,94 Teri 2,1 0,03 0,36 Kakap merah 27,9 Belanak 1,1 0,01 Biji Nangka 19,8 0,26 Kurisi 58,4 0,76
64
Jenis Ikan
Produksi Persentase Swangi 2,6 0,03 Gulamah 1,5 0,02 10,08 Cakalang 771,5 Kembung 3,0 0,04 Tenggiri 24,2 0,32 Tuna 353,3 4,62 27,96 Tongkol abu-abu 2.139,9 Kerapu karang 19,1 0,25 Kerapu sunu 3,9 0,05 Baronang 66,5 0,87 0,01 Senuk 0,7 Cucut botol 323,8 4,23 Pari 0,9 0,01 Lainnya 731,5 9,56 Jumlah 7.652,4 100,00 Sumber: Laporan akhir tahun 2008 Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara 2.
Karakteristik nelayan di Kepulauan Talaud Berdasarkan data statistik, tahun 2003-2008 jumlah Rumah Tangga
Perikanan (RTP) di Kabupaten Kepulauan Talaud sebanyak 5.887 nelayan. Dari jumlah RTP tersebut pada umumnya memiliki kondisi social yang masih dibawah garis kemiskinan bila disbanding dengan masyarakat lainnya. Kemiskinan yang dihadapi tersebut meliputi material, pendidikan dan status sosial yang semua itu bukan disebabkan karena terbatasnya sumber daya ikan tetapi erat hubungannya dengan terjadinya perubahan ekonomi, belum meratanya pembangunan serta disebabkan oleh perilaku budaya sebagian besar nelayan yang belum mendukung kearah perubahan yang positif. Jumlah nelayan perikanan laut berdasarkan RTP menurut Katgori Usaha di Kabupaten Kepulauan Talaud disajikan pada Tabel 15.
Tabel 15
Perkembangan rumah tangga perikanan (RTP) di tahun 2003-2008 Jumlah Rumah Kategori Tangga Tahun Tanpa Dengan Perahu Perikanan Perahu Tanpa Motor (RTP) 2003 5.415 1.308 3.685 2004 5.418 1.246 3.691 2005 5.478 1.246 3.732 2006 5.538 1.180 3.866 2007 5.588 1.130 3.876 2008 5.887 1.113 3.876 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Utara, tahun 2003-2008.
Kepulauan Talaud
Perahu dengan Motor Tempel 422 481 540 592 632 640 Provinsi Sulawesi
65
Jumlah Rumah Tangga Perikanan (RTP) pada tahun 2008 naik menjadi 5.887 RTP dibandingkan pada tahun 2007 yang berjumlah 5.588 RTP. Perkembangan jumlah RTP di Kabupaten Talaud terus meningkat hal ini dikarenakan potensi perikanan yang ada di kabupaten ini sangat besar. Adapun perkembangan kemampuan kapal motor dari tahun 2003-2008 disajikan pada Tabel 16. Perkembangan Kapal Motor (KM) dari Tahun 2003-2008 Tahun
Kapal Motor (GT) 6-10 11-20 21-30 10 5 1
2003
0-5 10
Total 26
2004
10
12
0
0
22
2005
11
141
1
0
26
2006
12
14
2
0
28
2007
12
14
2
0
28
2008
9
10
1
0
20
Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud (2008) 3.
Kinerja Ekonomi dan Identifikasi Kinerja Sektor Kelautan dan Perikanan Tahun 2008 Berdasarkan data BPS Kabupaten Kepualuan Talaud pada tahun 2008
disebutkan sebagai berikut Tabel 17 Kinerja ekonomi Kabupaten Kepulauan Talaud Item Seluruh Sektor Sektor Perikanan Pendapatan perkapita 8.110.856 3.497.000 PDRB 607.438.300.000 38.150.500 PAD 6.000.000.000 47.000.000 Penyerapan tenaga kerja 1.720 orang 625 orang Dalam Tabel ini dapat dilihat bahwa pendapatan perkapita sektor perikanan 0.043% dari pendapatan perkapita total daerah, PDRB sektor perikanan adalah 6.28% daripada PDRB total daerah, pendapatan asli daerah (PAD) sektor perikanan 0.78% dari pendapatan perkapita total daerah, sedangkan penyerapan tenaga kerja daerah secara keseluruhan berjumlah 1720 orang dan khusus untuk sektor perikanan penyerapan tenaga kerjanya berjumlah 625 orang atau kurang lebih 0.36% namun dibandingkan dengan sektor lainnya (tabel 10) sektor kelautan perikanan sangat potensial unruk dikembangkan dalam meningkatkan kinerja ekonomi.
66
4. Rumah Tangga Perikanan (RTP) Adapun data Rumah Tangga Perikanan (RTP) di Kabupaten Talaud tahun 2003-2008 dengan kategori perahu tanpa motor dan perahu dengan motor tempel dapat dilihat dalam tabel berikut ini : Tabel 18 Rumah tangga perikanan (RTP) Jumlah Rumah Kategori Tangga Tahun Tanpa Dengan Perahu Perikanan Perahu Tanpa Motor (RTP) 2003 5.415 1.308 3.685 2004 5.418 1.246 3.691 2005 5.478 1.246 3.732 2006 5.538 1.180 3.866 2007 5.588 1.130 3.876 2008 5.887 1.113 3.876 Sumber : Laporan Tahunan Dinas Kelautan dan Perikanan Utara, tahun 2003-2008. Dari tabel 15 ini kita dapat melihat jumlah rumah
Perahu dengan Motor Tempel 422 481 540 592 632 640 Provinsi Sulawesi tangga perikanan
meningkat dari tahun ke tahun, jumlah perahu motor tempel terlihat cenderung meningkat, pemilikan perahu bertambah dan pemilikan motor tempel meningkat juga dari tahun ke tahun. 5. Perkembangan Kapal Motor Kategori perahu yang banyak digunakan di Kabupaten Talaud yaitu perahu tanpa motor 3,86 unit (tahun 2008) dan perahu dengan motor yang banyak temple 640 unit 9tahun 2008). Sedangkan kapal motor yang banyak digunakan adalah yang berukuran 6-10 GT yaitu 10 unit (2003) dan 12 unit (2004), 14 unit (2005, 2006, 2007) sedangkan tahun 2008 menjadi 20 unit. Selengkapnya perkembangan kapal motor di Kabupaten Talaud disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Perkembangan Kapal Motor Tahun
Kapal Motor (GT) 6-10 11-20 21-30 2003 10 10 5 1 2004 10 12 0 0 2005 11 141 1 0 2006 12 14 2 0 2007 12 14 2 0 2008 9 10 1 0 Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud (2008) 0-5
Total 26 22 26 28 28 20
Di Kabupaten Talaud secara umum dikenal 3 (tiga) tipe perahu kapal yaitu :
67
1) Kapal/Perahu Purse Seine (Pajeko) terbuat dari kayu dengan konstruksi sebagai berikut: Jenis/tipe
: Kapal Purse seine
Ukuran Perahu (PxLxD)
: 9-13 m x 2,0 m x 1,3 m
Tenaga Penggerak -
Ukuran mesin
: 45 Pk
-
Merk
: Mitsubishi
-
Bahan bakar
: Bensin-solar
Alat tangkap yang digunakan disesuaikan dengan musim ikan, sehingga kapal ini menggunakan berbagai jenis alat tangkap dan sesuai target spesies ikan yang ditangkap yaitu: Poll and Line spesial menangkap cakalang, Pure seine spesial menangkap layang dan tongkol, Long line spesial menangkap tuna.
2) Kapal/Perahu Pan boat terbuat dari kayu mempunyai konstruksi sebagai berikut: Jenis/tipe
: Panboat (Longline)
Ukuran perahu (PxLxD)
: 7-9m x 60 cm x 70 cm
Tenaga penggerak Mesin
:
-
Ukuran mini
: 15 Pk
-
Bahan bakar
: Bensin, solar, minyak tanah
3) Perahu Tanpa Motor terbuat dari kayu dengan konstruksi sebagai berikut: Jenis/tipe
: Londe/ katinting
Ukuran perahu (PxLxD)
: 4,5 x 45 x 50 cm x 60 cm
Tenaga penggerak
:
- Layar - Penggayung (Punda) 6. Jumlah alat tangkap perikanan Kabupaten Talaud 2007-2008 Alat tangkap yang banyak digunakan oleh nelayan di Kabupaten Talaud adalah: Pancing Tonda (1.137 unit), Pukat Cincin (47 unit), Jaring insang hanyut (718 unit) (tahun 2008). Selengkapnya jumlah alat tangkap dapat dilihat pada Tabel 20.
68
Tabel 20 Jumlah Alat Tangkap Perikanan Kabupaten Talaud 2008 JENIS ALAT TANGKAP
JUMLAH (UNIT) 2007
1. PUKAT CINCIN 25 2. JARING INGSANG - Hanyut 601 - Lingkar 122 - Tetap 280 3. PANCING - Rawai Hanyut selain 316 rawai Tuna 55 - Rawai tetap Dasar 1.029 - Pancing Tonda 518 - Pancing Ulur 340 - Pancing Tegak 56 - Pancing Cumi 450 - Pancing Lainnya 4. PERANGKAP 260 - Bubu 155 - Lainnya 5. ALAT TANGKAP LAINNYA 95 - Muro Ami 2 - Jala Tebar 150 - PenangkaP Teripang 171 - Garpu Tombak Sumber : BPS Kabupaten Kepulauan Talaud (2008)
2008 47 718 180 470 480 208 1.137 650 470 20 50 62 30
2 20 10 780
Peningkatan jumlah alat tangkap yang distandarisasi terlihat pada tabel 20 dimana pukat cincin tahun 2007 berjumlah 25 unit tahun 2008 menjadi 47 unit, jaring insang hanyut tahun 2007 berjumlah 607 pada tahun 2008 meningkat jadi 718 unit, demikian juga alat tangkap pancing tonda pada tahun 2007 berjumlah 1.029 unit menjadi 1.1.37 unit. 7. Produksi menurut jenis ikan tahun 2007-2008 Produksi perikanan tangkap di Kabupaten Talaud data tahun 2008 dari Dinas kelautan Perikanan digambarkan oleh jumlah produksi perikanan tangkap menurut jenis ikan, seperti disajikan pada Tabel 21.
69
Tabel 21 Produksi menurut Jenis Ikan Tahun 2008 JENIS IKAN Pelagis Besar • Tenggiri (Scomberomorus) • Ikan Layaran (Istiopharus Platypterus) • Tuna (Madidihang) (Thannus albacores) • Cakalang (Katsunlonus pelamis) • Lemadang (Cory phaenahippurus) • Sunglir (Elagatis bipinnuiatus) Pelagis Kecil • Tongkol (Auxis thazard) • Kembung (Rastrelliger brachysoma) • Cendro (Belonidae Tilosurus) • Ekor Kuning (Caesio cuning spp) • Selar (Seloroides spp) • Kuwe (Caranx spp) • Layang (Decapterus spp) • Japuh (Dussumieria acuta) • Tembang (Sardinella fimbriata) • Lemuru (Sardinella lemuru) • Teri (Stolephorus spp) • Ikan Terbang (Cypselurus spp) • Julung-julung (Hemirhampus spp) Demersal Gerot – gerot (Pomadasys maculatus) Lancam (Lethrinus spp) Kakap Merah (Lutjamus spp) Belanak (Mugil chephalus) Biji Nangka (Parupeneus indicus) Kurisi (Nemimterus hexodon) Swangi (Priacanthus tayenus) Gulamah (Nibea albiflora) Bawal Hitam (Formio niger) Tetengkek (Megalaspis cordyla) Kerapu Karang (Chephalohodis boenack) Kerapu Sunuk (Plectropomus leopardus) Beronang Senuk (Sphyraena jello) Cucut (Careharhinus spp) Pari (Mobulla spp) Jenis Ikan Lainnya Udang – Udangan (Panulirus versicolor) Udang Karang (Panulirus versicolor) Udang Lainnya (Panilirus versicolor) Moluska Cumi – Cumi (Loligo spp) Gurita (Octopus spp) Sotong (Sepia spp) Teripang (Stechopus spp) Sumber : DKP Kabupaten Talaud (2008)
PRODUKSI (TON) 24,2 12,9 353,3 771,5 72,0 42,5 2.139,9 3,0 34,5 78,3 383,8 22,8 2.479,8 0,8 1,3 0,6 2,1 102,8 112,6 7,6 23.1 27.9 1.1 19.8 58.4 2.6 1.5 1.2 0.5 19.1 3.9 6.5 0.7 328.8 0.9 731.5 83.1 103.0 1,9 1,7 1,6 1,7
8. Sumberdaya ikan utama Dari seluruh jenis ikan yang diproduksi perikanan tangkap Kabupaten Talaud, terpilih 4 jenis ikan unggulan: (1) Cakalang (Katsuwonus pelanis) (2) Tuna (Madidihang) (Thunnus albacares) (3) Tongkol (Enthynnus spp) (4) Layang (Decapterus spp) Keempat jenis ikan tersebut ditangkap oleh alat utama:
70
Tabel 22 Alat tangkap dan jenis ikan ALAT TANGKAP 1. Pukat cincin (Purse seine)
JENIS IKAN - Cakalang - Layang - Tongkol
2. Jaring insang hanyut (Gill nets) Mata jaring besar - (Cakalang, Madidihang, Tongkol) Mata jaring kecil - Layang 3. Pancing tonda (Troll line)
- Cakalang - Tuna ( Madidihang) - Tongkol
9. Alat Penangkapan Ikan yang menangkap Jenis Ikan Unggulan Alat tangkap yang dominan digunakan oleh nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud adalah pukat cincin (Purse seine), jaring insang hanyut (Gill net) dan pancing tonda (Troll line). Spesifikasi dari ukuran masing-masing alat tangkap dapat dijelaskan sebagai berikut:
71
(1) Pukat cincin (Purse Seine)
Gambar 7 Desain Pukat Cincin (Sumber : Drs. Waluyo Subani dan Ir. H.R. Barus) Alat tangkap purse seine yang umum digunakan oleh nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud Provinsi Sulawesi Utara mempunyai konstruksi sebagai berikut: Panjang pukat cincin
: 382.5 m, lebar 99 m
Bahan jaring
: Polyethylene dan Polyamida
Ukuran mata jaring
: 1 inci dan 2 inci
Ukuran benan
: PA D9, PE D9 danPE D12
Panjang tali ris atas
: 422.5 m Ø 5 mm
Panjang tali ris bawah
: 422.5 m Ø 5 mm
Panjang tali pelampung
: 382.5 m Ø 5 mm
72
Pelampung:
-
Tipe pelampung
: pisang
-
Bahan pelampung
: plastik
-
Ukuran pelampung
: Ø 10 cm panjan 15 cm
Sinker/pemberat -
Ukuran pemberat
: Ø 10 cm
-
Bahan pemberat
: timah hitam
-
Berat
: 333 gram/timah
-
Ukuran cincin
: Ø dalam 4 cm, Ø luar 8 cm
-
Bahan cincin
: kuningan
Panjang tali kerut (purse line)
Bunt (kantong):
: 600 m Ø 30 mm
-
Ukuran mata
: 0.5 inci dan 1 inci
-
Panjang kantong
: 22.5 m
(2) Jaring insang hanyut (Drift Gill net
Gambar 8 Desain Jaring Insang Hanyut atau Soma giob (Sumber : Drs. Waluyo Subani dan Ir. H.R. Barus
73
Alat tangkap gillnet yang umum digunakan oleh nelayan mempunyai berbagai variasi konstruksi antara lain, sebagai berikut:
Ukuran jaring (PxL)
: 1.500 m x 18 m
Bahan jaring
: poliamida (D12) multifilamen
Ukuran mata (mesh size)
: 5 inci
Panjang tali ris
: 1.520 m bahan Polyethylene Ø 0,8 cm
Pelampung :
- Bentuk pelampung
: pisang
- Pelampung besar
: 30 bh dari PVC Ø 30 cm
- Pelampung kecil
: 525 bh dari sintetik Rubber Ø 6 cm
- Jarak antar pelampung
: 60 cm
Pemberat
: 70 kg dari batu kali
(3) Pancing Tonda (Troll line)
Gambar 9 Desain Pancing Tonda (Sumber : Drs. Waluyo Subani dan Ir. H.R. Barus
74
Banyak bentuk dan macam dari pancing tonda (troll line) mungkin terlalu banyak untuk disebutkan satu per satu namun pada prinsipnya adalah sama. Yaitu pancing tonda terdiri dari :
Tali utama, bahan umumnya dari benang plastik, panjang tali bervariasi tergantung keadaan, umumnya antara 50-100 m
Kili-kili (swivel)
Tali kawat (stainless steel)
Mata pancing (hook) mata pancing ini bisa tunggal bias juga ganda.
Umpan tiruan.
10 Sumber Daya Ikan Utama Berdasarkan data produksi tahun 2008, sumber daya ikan di perairan Kepulauan Talaud didominasi oleh kelompok jenis ikan pelagis, utamanya adalah ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna. Jumlah produksi dari keempat jenis ikan tersebut mencapai 5.129,4 ton atau sekitar 62,1% dari total produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten Kepulauan Talaud. Kontribusi terbesar berasal dari jenis ikan layang yakni 27,3%, kemudian tongkol sebesar 22,3%, cakalang sebesar 8,9%, dan tuna sebesar 3,6% dari total produksi ikan yang dihasilkan tersebut. Selain itu, keempat jenis ikan pelagis ini juga memiliki nilai ekonomis yang tinggi dan potensial sebagai komoditi ekspor. Dengan dasar dan fakta sepeti tersebut diatas, maka jenis sumber daya ikan utama yang terdapat di perairan laut Kepulauan Talaud adalah ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna. Selanjutnya, untuk pengelolaan yang berkelanjutan perlu diketahui mengenai potensi dari keempat jenis ikan pelagis tersebut, guna mengetahui seberapa besar tingkat pemanfaatan yang telah dilakukan terhadap keempat jenis ikan tersebut. Dari hasil pengamatan dilapang, diketahui bahwa keempat jenis ikan pelagis ini dihasilkan dari 3 jenis unit penangkapan ikan yang utama, yakni pukat cincin (purse seine), jaring insang hanyut (drift gillnet) dan pancing tonda (troll line).
Secara umum, ketiga jenis unit penangkapan ikan tersebut beroperasi
secara one day trip atau 1 kali dalam sehari. Waktu operasi penangkapannya, umumnya dilakukan antara pukul 05.00 sampai jam 14.00 untuk yang beroperasi pada siang hari dan antara pukul 18.00 sampai jam 03.00 dinihari untuk yang beroperasi pada malam hari.
Sementara jumlah nelayannya setiap kapal
75
tergantung dari jenis alat tangkap yang digunakan.
Untuk ketiga jenis alat
tangkap tersebut berkisar anatar 6 sampai 10 orang. Ukuran armada kapal yang digunakan antara 5-10 Gross Tonage (GT).
Namun demikian, untuk
mendapatkan keseluruhan jumlah effort dari ketiga jenis unit penangkapan ikan tersebut, perlu dilakukan standardisasi terlebih dahulu karena ketiga jenis unit penangkapan ikan yang dianalisis ini mempunyai kemampuan tangkap yang berbeda. 11. Produksi sumber daya ikan utama Perkembangan jumlah produksi ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna yang dihasilkan oleh alat tangkap pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda selama 6 tahun dapat dilihat pada Tabel 23.
Tabel 23 Perkembangan produksi sumber daya ikan utama di perairan laut Kepulauan Talaud yang dihasilkan oleh pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda tahun 2003-2008 (dalam ton) Tahun Pukat Jaring insang Pancing Total cincin hanyut tonda produksi 3367,0 130,7 862,4 4360,1 2003 3400,0 140,0 893,8 4433,8 2004 4402,6 152,5 957,4 5512,5 2005 4298,0 191,9 999,5 5489,4 2006 4412,5 186,7 836,6 5435,8 2007 4013,4 198,4 917,3 5129,1 2008 3982,3 166,7 911,2 5060,1 Rata-rata Sumber data: diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Sulawesi Utara
Berdasarkan Tabel 23 dapat dilihat bahwa produksi sumber daya ikan utama, yakni: ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna memiliki trend produksi dari tahun 2003-2008 yang berfluktuasi naik turun dari hasil tangkapan ketiga alat tangkap pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda, dimana pada tahun 2005 produksi mengalami kenaikan yang tertinggi selama 6 tahun terakhir. Namun setelah tahun 2005 tersebut, jumlah total produksinya mengalami trend penurunan. Secara rata-rata dalam 6 tahun terakhir produksi yang dihasilkan purse seine sebesar 3.982,3 ton/tahun, jaring insang hanyut sebesar 166,7 ton/tahun, dan pancing tonda sebesar 911,2 ton/tahun. Adapun untuk total tangkapan ratarata pertahunnya dari ketiga jenis alat tangkap tersebut adalah sebesar 5.060,1 ton.
76
Kemudian jenis alat tangkap yang menghasilkan produksi tertinggi adalah alat tangkap purse seine, namun sebagian besar produksinya adalah ikan layang (Gambar-8). Sementara, alat tangkap yang secara spesifik khusus untuk menangkap ikan tongkol, cakalang, dan tuna adalah pancing tonda.
77
5. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Potensi Sumberdaya Ikan 1. Estimasi parameter biologi dan nilai tangkapan lestari Ada beberapa cara untuk mengetahui parameter biologi, adapun dalam penelitian ini digunakan cara dengan meregresikan CPUE dengan effort untuk mendapatakan nilai adalah Y=
–
dan
E. Adapun
, sehingga rumus model regresi yang digunakan =qK,
= q2K/r dan parameter ekonomi seperti
terlihat pada Tabel 24. Tabel 24 Nilai parameter biologi dan ekonomi dari sumber daya ikan utama di perairan Talaud Parameter Biologi Tanpa Pencemaran Parameter Nilai = 1.133978 = 0.000059 Cost = 7.5 Juta Rupiah Price 0,67 Juta Rupiah
Setelah tahapan awal nilai parameter biologi diketahui, maka dapat diestimasi nilai tangkapan lestari (produksi maksimum yang seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap lestari) di perairan Kepulauan Talaud dan kemudian dapat membandingkannya dengan hasil tangkapan aktual. Adapun perbandingan produksi aktual dengan estimasi jumlah tangkapan atau produksi lestari dengan pendekatan model logistic dan Gompertz untuk 6 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 25. Tabel 25 Perbandingan produksi aktual dengan produksi lestari (produksi maksimum yang seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap lestari) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Effort 5.296 4.491 8.809 8.772 8.408 10.602
Prod. Aktual (ton) 4.360,1 4.433,8 5.512,5 5.489,4 5.435,8 5.129,1
Prod. Lestari (ton) Logistik 3.651,06 3.652,55 2.518,01 2.387,13 2.761,96 1.727,20
Gompertz 4.358,08 4.373,83 5.226,00 5.248,18 5.174,74 5.323,36
Sumber: data diolah dari Dinas Kelautan dan Perikanan Sulawesi Utara.
78
Berdasarkan Tabel 25 didapatkan bahwa semua jumlah produksi aktual sudah berada diatas jumlah produksi lestari (produksi maksimum yang seharusnya dihasilkan agar sumberdaya ikan tetap lestari), baik dengan fungsi Logistik maupun Gompertz.
Hal ini berarti bahwa jumlah produksi ikan di
Kabupaten Kepulauan Talaud diduga telah mengalami kegiatan tangkap berlebih (overfishing). Dengan demikian, dalam 6 tahun terakhir (2003-2008) di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud ini diduga telah terjadi kegiatan penangkapan ikan utama yang berlebihan sehingga menyebabkan terjadinya overfishing.
2. Estimasi sustainable yield Potensi lestari sumber daya ikan utama di perairan laut Kepulauan Talaud diestimasi dengan pendekatan model Schaefer untuk kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY) dan model Gordon-Schaefer untuk kondisi Maximum Economic Yield (MEY), dan Open Acces (OA). Model Schaefer menggunakan hubungan antara upaya penangkapan (effort) standar dengan catch per unit effort (CPUE)-nya. Sementara untuk model Gordon-Schaefer menggunakan hubungan antara effort standar dengan nilai penerimaan (revenue) dan biaya (cost)-nya, sehingga memerlukan tambahan data biaya per upaya penangkapan dan harga ikan. Data runtut waktu jumlah produksi ikan utama dan effort standar serta nilai CPUE dari aktivitas penangkapan di perairan Kepulauan Talaud dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26 Data runtut waktu jumlah produksi ikan utama, jumlah effort dan nilai CPUE-nya di perairan Kepulauan Talaud Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi (ton) 4360,1 4433,8 5512,5 5489,4 5435,8 5129,1
Effort standar (trip) 5.439 5.477 8.765 8.940 8.623 9.713
CPUE (ton/trip) 0,80 0,81 0,63 0,61 0,63 0,53
Secara umum nilai CPUE dalam 6 tahun terakhir (2003-2008) mengalami penurunan.
Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah upaya (effort)
penangkapan ikan utama (layang, tongkol, cakalang, dan tuna) tidak diikuti dengan peningkatan produksinya. Berdasarkan kondisi ini, dapat diduga bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan utama di perairan Kepulauan Talaud sudah mulai
79
jenuh.
Kemudian, karena yang digunakan sebagai alat standardisasi adalah
purse seine, maka nilai biaya upaya penangkapan yang digunakan untuk mengestimasi nilai MEY adalah biaya per trip dari unit penangkapan purse seine. Rata-rata biaya penangkapan ikan per trip yang dikeluarkan kapal purse seine di Kepulauan Talaud adalah sebesar Rp 1.500.000,-, sedangkan rata-rata harga ikan hasil tangkapan yang digunakan adalah sebesar Rp 6.000,- per kg. Kemudian, hasil perhitungan berdasarkan tiga rezim pengelolaan yaitu pada saat Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), dan Open Access (OA) dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27 Kondisi sumber daya ikan utama saat MSY, MEY dan OA. Keterangan Effort
Estimasi Nilai MSY
MEY
Open Access
9.610
8.853
17.706
5.448,75
5.414,93
1.581,72
TR (Juta Rupiah)
40.865,63
40.611,98
11.862,90
TC (Juta Rupiah)
6.438,69
5.931,46
11.862,91
34.426,94
34.680,52
0
Produksi (Ton)
Rente (Juta Rupiah)
Berdasarkan Tabel-27 di
atas
maka
didapatkan
bahwa
kondisi
sumberdaya ikan saat MSY effort sebanyak 9.610 trip dan produksi MSY sebesar 5.448,75 ton sedangkan rente saat MSY sebesar Rp. 34.426,94 juta. Saat kondisi MEY, dimana untuk effort sebesar 8.853 trip dan kondisi produksi sebanyak 5.414,93 ton dan rente saat MEY sebesar Rp. 34.680,52 juta. Dalam kondisi open access maka diperoleh nilai effort sebesar 17.706 trip dan produksi sebanyak 1.581,72 ton dan rente saat open access sebesar Rp. 0 artinya bahwa nelayan akan terus menangkap ikan hingga tidak mendapatkan keuntungan. Kemudian, bila nilai MEY dan MSY ini dibandingkan dengan kondisi data aktual yang ada (Gambar 10), maka dapat dinyatakan secara umum bahwa pemanfaatan sumberdaya ikan utama di perairan Talaud sudah mengindikasikan telah terjadi overfishing secara ekonomi (MEY) dan biologi (MSY).
80
Gambar 10. Kondisi Maximum Sustainable Yield (MSY), Maximum Economic Yield (MEY), dan Open Acces (OA) untuk pemanfaatan sumber daya ikan utama di perairan kawasan Kabupaten Kepulauan Talaud.
5.2 Keragaan Finansial Usaha Penangkapan Ikan Utama Usaha Perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud secara umum menguntungkan, tetapi untuk membuktikannya secara ilmiah perlu dilakukan analisis finansial terhadap usaha perikanan tangkap tersebut, utamanya dari alat tangkap utama yang menangkap sumber daya ikan utama, yakni pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda. Dalam analisis finansial ini akan dibahas mengenai analisis usaha dan analisis kelayakan pengembangan usaha alat penangkapan ikan tersebut. 1. Keragaan Usaha Pengembangan suatu usaha harus diketahui dana yang diperlukan. Pada studi ini, modal investasi yang dibutuhkan untuk suatu usaha penangkapan berbeda-beda tergantung dari jenis perahu dan alat tangkap yang akan diusahakan. Modal investasi usaha penangkap terdiri atas pembelian kapal, mesin, alat tangkap dan perlengkapan lainnya. Rincian besarnya modal investasi usaha penangkapan di perairan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud disajikan pada Tabel 28.
81
Tabel 28 Modal investasi usaha penangkapan di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud Jenis Alat Tangkap
Perahu
Pancing Tonda 9,000,000 Jaring Insang 9,000,000 Hanyut Pukat Cincin 12,000,000 Sumber : Data primer (2008)
Jenis Investasi Alat Mesin Tangkap 12,000,000 2,000,000
Total Investasi 23,000,000
12,000,000
5,000,000
26,000,000
20,000,000
15,000,000
47,000,000
Berdasarkan Tabel 28 diatas, diketahui bahwa usaha perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud membutuhkan modal investasi antara Rp. 23,000,000 hingga Rp 47,000,000 dan biaya yang paling tinggi pada alat tangkap Pukat
Cincin.
Untuk
besarnya
biaya
usaha,
penerimaan,
keuntungan,
pendapatan ABK dan R/C ratio dari setiap jenis teknologi penangkapan ikan di perairan Kabupatan Kepulauan Talaud dapat dilihat pada Tabel 29.
Tabel 29 Analisis usaha teknologi penangkapan ikan yang eksisting di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud Jenis Alat Tangkap Pancing Tonda Jaring Insang Hanyut Pukat Cincin
Investasi
Analisis Usaha (Rp.) Biaya Nilai Penerimaan Keuntungan Gabungan
Pendapatan ABK
R/C
23,000,000
36,000,000
25,412,700
10,587,300
4,600,100
1.42
26,000,000
35,000,000
28,422,000
6,578,000
4,201,000
1.23
47,000,000
56,000,000
47,460,000
8,540,000
4,870,000
1.18
Sumber : Data Primer (2008) Keuntungan usaha penangkapan ikan alat tangkap Pancing Tonda memberi keuntungan yang tertinggi yaitu sebesar Rp. 10,587,300. Sedangkan tingkat pendapatan ABK yang paling tinggi ada pada jenis alat tangkap Pukat cincin, yaitu sebesar Rp. 4,870,000. Besarnya pendapatan ABK tentunya dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh, biaya usaha yang dikeluarkan, sistem bagi hasil dan jumlah ABK yang teribat dalam operasi penangkapan. Selanjutnya untuk nilai imbangan penerimaan-biaya (R/C) usaha penangkapan ikan di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud, alat tangkap Pancing Tonda memiliki nilai R/C yang tertinggi, yaitu sebesar 1.42. Besarnya nilai R/C ini dipengaruhi oleh jumlah hasil tangkapan yang diperoleh, harga ikan dan biaya
82
usaha yang dikeluarkan. 2. Keragaan Kelayakan Usaha Analisis kelayakan usaha ini meliputi perkiraan cash flow dan analisis kriteria investasi, sebagai berikut : (1) Analisis Perkiraan Cash Flow Dalam menganalisis aspek finansial dilakukan perhitungan cash flow dari usaha yang direncanakan, dengan beberapa asumsi : 1) Umur proyek selama 5 tahun 2) Nilai hasil tangkapan pada tahun 1 sampai tahun ke-5 diperkirakan tetap 3) Nilai sisa investasi sebesar 10% sesuai dengan umur teknisnya 4) Pajak penghasilan sebesar 15% per tahun 5) Dicount rate tetap yaitu sebesar 18% Tabel analisis cash flow dari masing-masing alat tangkap dilokasi penelitian disajikan pada Lampiran 1sampai dengan Lampiran 5. (2) Analisis Kriteria Investasi Untuk menganalisis kelayakan atau kemungkinan pengembangan usaha penangkapan dari aspek finansial digunakan kriteria investasi yaitu Net Present Value (NPV), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Internal Rate Return (IRR). NPV merupakan jumlah net benefit yang diperoleh selama umur proyek yang dihitung berdasarkan nilai saat ini. Net B/C merupakan perbandingan antara Nilai Gabungan sekarang dari penerimaan yang bersifat positif dengan Nilai Gabungan sekarang dari penerimaan yang bersifat negatif. IRR merupakan nilai keuntungan internal dari investasi dari investasi yang ditanamkan. Perhitungan kriteria investasi pada Tabel-30 menunjukkan bahwa usaha penangkapan di Kepulauan Talaud memungkinkan atau layak untuk dikembangkan. NPV yang diperoleh dalam mlakukan penangkapan ikan di Kabupaten Kepulauan Talaud berkisar antara Rp. 6,666,000 sampai dengan Rp. 15,013,000, dimana alat tangkap yang memiliki NPV tertinggi adalah Pukat Cincin. Namun, kriteria investasi usaha lain (Net B/C dan IRR) yang tertinggi ada pada alat tangkap jaring insang hanyut, sedangkan yang terendah ada pada pancing tonda.
83
Tabel 30 Nilai kriteria investasi usaha penangkapan di Kabupaten Kepulauan Talaud (dalam Rp. 000) Nilai Kriteria Investasi Jenis Alat Tangkap NPV (Rp) Net B/C IRR (%) Kelayakan Pancing Tonda 6,666 1.29 30.45% Layak Jaring Insang 11,722 1.45 36.13% Layak Pukat Cincin 15,013 1.32 31.45% Layak
5.3 Illegal Fishing di Perairan Perbatasan Salah satu dampak adanya illegal fishing di wilayah perbatasan adalah hilangnya sumberdaya karena ditangkap oleh nelayan asing. Untuk itu, dalam kajian ini akan dilakukan estimasi kerugian akibat illegal fishing. Estimasi nilai kerugian akibat terjadinya kegiatan illegal fishing di perairan Kepulauan Talaud dalam kaitannya sebagai wilayah perbatasan dilakuan dengan menggunakan simulasi. Sebagaimana dikemukakan sebelumnya, wilayah Talaud merupakan wilayah daerah terluar yang berbatasan dengan negara lain seperti Philipine. Sebagai daerah perbatasan yang rawan dengan pencurian ikan (illegal fishing) maka
kebocoran
ekonomi
terhadap
wilayah
akan
sangat
merugikan
pengembangan sumber daya perikanan dan kelautan di wilayah ini. Untuk melakukan sintesis mengenai aspek di atas, maka pada bagian ini dilakukan model simulasi dengan menggunakan parameter bioekonomi yang telah diperoleh sebelumnya. Interaksi antara berbagai komponen dalam model ini dapat dilihat pada Gambar 11.
Surplus tangkap
Laju pertumbuhan
Surplus Ekonomi Asing
Ilegal fising
SDI Talaud
Pertumbuhan
Upaya ilegal
Hasil tangkap Rate Ilegal fising
Daya dukung
Koefisien Daya tangkap
Harga perbatasan
Kerugian ekonomi
keuntungan
Surplus bersih
Upaya
Laju upaya
Suku bunga
harga
biaya
Perikanan Domestik
Kebocoran Ekonomi Jangka panjang
Surplus Ekonomi lokal Laju Kebocoran ekonomi
Ilegal Fishing Filipina
Gambar 11 Model simulasi untuk mengestimasi nilai kerugian akibat illegal
84
fishing Simulasi perikanan terdiri dari dua blok. Blok pertama adalah kotak yang menggambarkan situasi perikanan domestik tanpa adanya illegal fishing, sementara blok kedua adalah kotak yang menggambarkan terjadinya illegal fishing. Keduanya kemudian dihubungkan dengan variabel ekonomi berupa kebocoran ekonomi yang diderita oleh perikanan Talaud akibat adanya illegal fishing oleh kapal asing khususnya dari Filipina. Sebagaimana terlihat pada Gambar-11 di atas, interaksi stok dan effort yang diukur dari kapal yang beroperasi di wilayah Talaud tergambar di sebelah kiri gambar simulasi sementara di sebelah kanan menggambarkan variable dan parameter yang terkait dengan wilayah perbatas seperti harga ikan di wilayah perbatasan, illegal fishing dan surplus tangkap yang dapat diperoleh setelah dikurangi dengan illegal fishing. Hasil dari simulasi dapat dilihat pada Gambar 13
Tangkap (Produksi) Domestik (ton)
berikut ini.
Tahun
Gambar 12 Grafik tangkapan domestik Gambar 12 di atas menunjukkan bahwa produksi perikanan yang dapat dilakukan oleh armada domestik Talaud mengalami peningkatan pada sepuluh tahun pertama dengan meningkatan yang tajam sampai mencapai lebih dari 30000 ton. Produksi ini kemudian meski masih tetap mengalami peningkatan namun relative stabil dengan tingkat peningkatan yang relative tidak terlalu tajam. Hal ini mungkin dikarenakan meningkatnya scenario pencurian ikan oleh kapalkapak di luar Talaud yang cenderung meningkat dari tahun ke tahun sebagaimana terlihat pada Gambar 13 di bawah ini. Dengan scenario illegal fishing sebesar 10% maka terjadi peningkatan yang tajam pada 10 tahun
85
pertama yang kemudian mengalami stagnasi atau cenderung konstan setelah
Tangkap (Produksi) illegal (1000 ton)
periode tahun kesepuluh.
Tahun
Gambar 13 Grafik skenario illegal fishing Dalam model ini juga diperoleh informasi mengenai perkembangan upaya penangkapan yang diukur dari jumlah kapal yang beroperasi. Sebagaimana terlihat pada Gambar 14.
Upaya 800
Upaya (kapal) Kapal Upaya
700
600 500 400 Upaya
300 200 100
0 1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40 43 46 49
Tahun
Gambar 14 Grafik upaya Seperti terlihat pada Gambar 14 nampak bahwa jumlah kapal di Talaud akan mengalami peningkatan dari sekitar rata-rata 500 kapal yang ada pada saat ini menjadi lebih dari 700 kapal di masa mendatang. Perkembangan ini selain dipicu oleh perkembangan penduduk juga sebagai respon dari kemungkinan
86
meningkatnya pencurian oleh kapal asing sehingga untuk mengkompensasi kerugian tersebut maka kapal-kapal domestik merespon dengan menambah jumlah kapal yang beroperasi. Sebagai wilayah perbatasan, terjadinya perbedaan harga ikan antara wilayah Talaud dengan daerah lain di Philipina selatan menyebabkan terjadinya kebocoran ekonomi yang tidak sedikit. Berdasarkan simulasi dari model ini dapat diketahui seberapa besar kebocoron ekonomi tersebut. Gambar 16 di bawah ini menunjukkan scenario kebocoran ekonomi akibat kerugian yang ditimbulkan oleh illegal fishing tersebut. Sebagaimana terlihat pada Gambar 15 kerugian ini berkisar antara Rp 1 milyar sampai Rp 2 milyar. Peningkatan kerugian ekonomi terjadi pada awal-awal periode 10 tahun pertama. Hal ini sejalan dengan tingkat terjadinya illegal fishing di wilayah Talaud yang cenderung meningkat pada periode awal. Kerugian ini kemudian cenderung constant pada periode selanjutanya pada kisaran Rp 2 milyar untuk scenario illegal fishing 10% dan sekitar Rp 1 milyar untuk kisaran illegal fishing 5 persen.
Gambar 15 Grafik tingkat kerugian Pada model ini dapat pula diperoleh informasi mengenai surplus yang seharusnya diperoleh jika sumber daya perikanan di Talaud dikelola dengan baik. Surplus ini merupkan selisih anatara manfaat ekonomi yang diperoleh dari
87
armada domestik dengan kebocoran akibat illegal fishing. Gambar 16 di bawah ini menunjukkan surplus ekonomi tersebut.
Gambar 16 Grafik net surplus setiap skenario
Pada Gambar 16 netsurplus1 menunjukkan surplus ekonomi jika tidak terjadi illegal fishing, sementara netsurplus 2 menunjukan surplus yang terjadai pada rate illegal fishing 5% sementara net surplus 3 menunjukkan surplus ekonomi yang diperoleh ketika terjadi illegal fishing pada rate 10%. Berdasarkan Gambar 16 terlihat pada potensi ekonomi perikanan Talaud jika tidak terjadi illegal fishing mencapai lebih dari Rp 7 milyar bahkan terus meningkat mencapai hamper Rp 10 milyar, namun jika terjadi illegal fishing oleh kapal-kapal perikanan dari Philipina, maka potensi ekonomi tersebit akan menurun hamper separuhnya. Sementara jika illegal fishing semakin marak dengan rate yang meningkat potensi ekonomi tersebut akan negative pada tahun ke-20 yang tentu saja sudah pada taraf yang merugikan potensi perikanan Talaud itu sendiri.
5.4 Optimasi Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap di Daerah Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud Perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan usaha yang kompleks, dimulai dari kegiatan praproduksi (identifikasi dan estimasi sumberdaya ikan;
88
penyediaan sarana penangkapan ikan) dan pascaproduksi (pemasaran dan pengolahan hasil tangkapan). Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap harus dilakukan secara terintegrasi dan menyeluruh yang mencangkup seluruh komponen atau sub-sistem terkait di dalamnya. Menurut Kesteven (1973) dan Monintja (2001), komponen utama dari system perikanan tangkap adalah sumberdaya ikan, unit penangkapan ikan, masyarakat (nelayan), prasarana pelabuhan,sarana penunjang (galangan kapal), bahan alat tangkap ikan dan mesin kapal), unit pemasaran dan unit pengolahan. Keseluruhan komponen perikanan tangkap tersebut, sangat menentukan dalam upaya pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan, sebagaimana yang diamanatkan dalam Kode Etik Perikanan yang Bertanggung Jawab (Code of Conduct for Responsible Fisheries/CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO tahun1995. Fauzi
dan
mengembangkan
Anna
(2005)
perikanan
mengemukakan
tangkap
tidak
bahwa
memperhatikan
apabila
dalam
kaidah-kaidah
berkelanjutannya, tangkapan berlebih dan praktek-praktek penangkapan ikan yang merusak. Hal ini dipicu karena keinginan untuk memenuhi kepentingan sesaat atau masa kini, sehingga tingkat eksploitasi sumberdaya perikanan sedemikian rupa untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya dalam waktu yang singkat. Akibatnya, kepentingan lingkungan diabaikan dan penggunaan teknologi yang menghasilkan secara cepat( quick yielding) yang bersifat merusak dapat terjadi. Pegembangan perikanan tangkap pada dasarnya ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,khususnya nelayan,dan sekaligus untuk menjaga kelestarian sumberdaya ikan serta lingkungannya. Sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang (UU) Perikanan No. 31 tahun 2004 pasal 3, yaitu: 1) meningkatkan taraf hidup nelayan 2) meningkatkan penerimaan dan devisa Negara, 3) mendorong perluasan kerja, 4) meningkatkan ketersediaan dan konsumsi sumberdaya ikan, 5) mengoptimalkan pengelolaan sumberdaya ikan,6) meningkatkan produktivitas,mutu,nilai tambah dan daya saing,7) meningkatkan ketersediaan bahan baku industri pengolahan ikan,8) mencapai pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungan secara optimal,9) menjamin kelestarian sumberdaya ikan. Pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap yang berkelanjutan akan terwujud dengan baik, apabila komponen-komponen utamannya berjalan secara
89
optimum dan terintegrasi. Pengadaaan dan penyediaan sarana produksi harus mampu mendukung kebutuhan kegiatan produksi atau sebalikya. Demikian pula dalam kegiatan produksi selain memperhatikan kondisi ekosistem perairan dan sumberdayanya, juga harus mengaitkan dengan kegiatan pengolahan dan pemasaran hasil perikanan. Belum tercapainya tingkat produktivitas dan efisiensi usaha perikanan tangkap yang optimum, disebabkan oleh belum terintegrasinya perencanaan pengembangan antara komponen produksi hingga paskaproduksi, sehingga sering terjadi ketidakseimbangan atau ketimpangan nilai kecukupan diantara komponen tersebut. Walaupun setiap komponen utama ini memiliki fungsi dan peran berdiri sendiri, karena adanya saling keterkaitan antara satu dengan lainnya. Oleh karena itu, untuk mewujudkan pengembangan kegiatan perikanan tangkap bertanggung jawab dengan hasil yang optimum di kawasan perbatasan di Kabupaten Kepulauan Talaud, perlu diakukan estimasi nilai optimum dari setiap komponen perikanan tangkap tersebut. Selanjutnya, dengan melihat kondisi perikanan tangkap yang ada di kawasan perbatasan di Kabupaten Kepulauan Talaud ini, dapat diformulasikan suatu rekomendasi kebijakan pengelolaan perikanan tangkap yang tepat.
1. Optimasi unit penangkapan ikan Linear Goal Programming
dalam
penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengalokasikan jumlah unit penangkapan ikan yang optimum di perairan laut Kepulauan Talaud. Berdasarkan analisis sebelumnya, unit penangkapan ikan yang menangkap sumber daya ikan utama adalah: pukat cincin, jaring insang hanyut, dan pancing tonda. Untuk pengolahan data, unit penangkapan pukat cincin disimbolkan dengan X1, jaring insang hanyut disimbolkan dengan X2, dan pancing tonda disimbolkan dengan X3. Tujuan yang ingin dicapai dalam analisis ini antara lain adalah: (1) Mengoptimumkan pemanfaatan sumber daya ikan utama atau unggulan di perairan laut Kabupaten Talaud. Sumberdaya ikan dominan dan unggulan di Kabupaten Talaud yang dioptimumkan adalah kelompok ikan pelagis yang terdiri dari ikan layang, tongkol, cakalang, dan tuna. Kemudian nilai produktivitas rataan dari ketiga jenis alat tangkap yang menangkap ikan utama tersebut, berturut-turut sebesar 125 ton/kapal/tahun untuk pukat cincin, 1,5 ton/kapal/tahun untuk
90
jaring insang hanyut, dan 2 ton/kapal/tahun untuk pancing tonda. Sementara untuk nilai potensi yang digunakan sebagai nilai pembatasnya adalah nilai MEY, yakni sebesar 5145.21 ton/tahun. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan ini adalah sebagai berikut: DB1 - DA1 + 125 X1 + 1.5 X2 + 2 X3 = 5145.21 (2) Memaksimumkan penyerapan tenaga kerja di Kabupaten Talaud. Untuk mengalokasikan tenaga kerja (nelayan) di Kabupaten Talaud, maka diperlukan data jumlah nelayan. adalah sebanyak 5174 orang.
Jumlah nelayan di Kabupaten Talaud
Dari hasil wawancara dan pengamatan di
lapangan diketahui bahwa alat tangkap pukat cincin rata-rata membutuhkan 24 tenaga kerja/unit, alat tangkap jaring insang hanyut rata-rata memerlukan 4 tenaga kerja/unit, dan alat tangkap pancing tonda rata-rata membutuhkan 4 tenaga kerja/unit.
Dengan demikian, persamaan kendala tujuan yang
dibutuhkan adalah sebagai berikut: DB2 + 24X1 + 4X2 + 4X3 ≥ 5174 (3) Meminimumkan penggunaan BBM di Kabupaten Talaud. Untuk mengetahui pengalokasian BBM di Kabupaten Talaud maka perlu diketahui ketersediaan BBM disana, serta penggunaan BBM pada masingmasing alat tangkap. BBM dalam hal ini dibagi dalam dua kategori, yakni solar dan minyak tanah. 1) Solar Berdasarkan data dari Kantor Cabang Pertamina Kabupaten Talaud, ketersediaan solar di Kabupaten Talaud adalah sebesar 134000 kiloliter. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan ini adalah sebagai berikut: 64,20X1 + 13,52X2 + 10,80X3 – DA3 ≤ 134.000 2) Minyak tanah Berdasarkan data dari Kantor Cabang Pertamina Kabupaten Talaud, ketersediaan minyak tanah di Kabupaten Talaud adalah sebesar 612.000 kiloliter. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan tersebut adalah sebagai berikut : 3,71X1 + 31,55X2 + 5,40X3 – DA4 ≤ 612.000 (4) Memaksimumkan nilai produksi usaha penangkapan ikan yang optimal di Kabupaten Talaud. Berdasarkan hasil analisis bio-ekonomik dengan pendekatan model Gordon-
91
Schaefer, diperoleh nilai estimasi penerimaan (revenue) yang optimum lestari dari pemanfaatan sumberdaya ikan utama di perairan Kepulauan Talaud adalah sebesar Rp 30. 871.280.000. Persamaan kendala tujuan dari permasalahan ini adalah (dalam ribuan Rp): DB5 + 600.000 X1 + 6.000 X2 + 18.000 X3 >= 30.871.280 Hasil analisis linear goal programming (LGP) dari persamaan-persamaan diatas dengan alat bantu software LINDO disajikan dalam Gambar 16.
Gambar 16 Hasil analisis Linear Goal Programming
Berdasarkan Gambar 16 diatas diketahui bahwa semua tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Hal ini ditunjukkan dari nilai variabel deviasional (DA atau DB) yang sama dengan nol. Dengan demikian, pemanfaatan sumberdaya ikan utama (laying, tongkol, cakalang, dan tuna) sebesar nilai MEY dapat tercapai, penyerapan tenaga kerja sebanyak 5.174 juga tercapai, penggunaan bahan bakar minyak juga tidak melebihi kapasitas yang tersedia, dan
92
penerimaan nilai sumberdaya ikan yang optimal juga dapat terpenuhi. Pengalokasian unit penangkapan ikan yang optimal di perairan Kepulauan Talaud dari hasil analisis ini adalah sebagai berikut: pukat cincin sebanyak 19 unit, jaring insang hanyut sebanyak 685 unit, dan pancing tonda sebanyak 832 unit (Tabel 31).
Tabel 31 Alokasi jumlah armada penangkapan yang optimum di perairan Kepulauan Talaud No.
Unit penangkapan ikan
Ukuran
Jumlah (unit)
1.
Pukat cincin
15 GT
19
2.
Jaring insang hanyut
4 GT
685
3.
Pancing tonda
7 GT
832
Jumlah
1.536
Bila membandingkan hasil analisis alokasi ini dengan jumlah unit penangkapan yang ada pada tahun 2008, maka perlu ada penyesuaian komposisi jumlah dari ketiga unit penangkapan tersebut seperti disajikan pada Tabel 32. Ada jenis unit penangkapan yang disarankan untuk ditambah atau ditingkatkan, yaitu: unit penangkapan pukat cincin dan pancing tonda, dan ada yang dikurangi, yaitu: unit penangkapan jaring insang hanyut. Hal ini secara umum disebabkan oleh pengalokasian yang memperhitungkan beberapa aspek, yaitu aspek efektivitas, penyerapan tenaga kerja dan efisiensinya, sehingga unit penangkapan yang kurang efektif, ketersediaan SDI nya sedikit, jumlah penyerapan tenaga kerjanya minim dan kontribusi usahanya yang tidak tinggi, tentu jumlah yang akan dialokasikannya sedikit, bahkan mungkin tidak dialokasikan.
Tabel 32 Perbandingan jumlah optimum dan eksisting pada tahun 2008 dari 3 jenis unit penangkapan ikan terpilih di perairan Kepulauan Talaud No. 1. 2. 3.
Unit penangkapan ikan Pukat cincin Jaring insang hanyut Pancing tonda Jumlah
Estimasi jumlah yang optimum (unit) 19 685 832
Jumlah yang ada pada tahun 2008 (unit) 47 718 208
1.536
973
93
Selanjutnya, untuk mengimplementasikan hasil ini, tentunya tidak langsung melakukan pembatasan atau pengurangan secara drastis bagi unit penangkapan yang berlebih tersebut.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara
rasional dan bertahap, seperti melakukan pengalihan usaha dari unit penangkapan yang berlebih ke unit penangkapan yang belum optimal jumlahnya, dan menutup atau tidak memperpanjang ijin usaha unit penangkapan yang jumlahnya berlebih hingga mencapai titik optimalnya. 2. Optimasi prasarana pelabuhan perikanan Prasarana pelabuhan atau yang biasa disebut dengan pelabuhan perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam menunjang kegiatan usaha perikanan tangkap, karena kegiatan proses produksi dapat terhambat atau bahkan sulit dilakukan bila tidak tersedia komponen ini. Tanpa pelabuhan perikanan, kegiatan bongkar muat tidak mungkin dilakukan dengan baik dan lancar. Pelabuhan perikanan di Indonesia diklasifikasikan menjadi 4 kelas berdasarkan ukuran GT kapal yang dilayani, daerah penangkapan armadanya, panjang dermaga dan kedalaman kolamnya, produksinya, tujuan pemasarannya, dan fasilitas kawasan industrinya (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/Men/2006). Pembagian kelas pelabuhan perikanan tersebut adalah:
(1) Pelabuhan Perikanan Samudera atau PPS, dicirikan dengan melayani kapal ikan ≥ 60 GT, daerah penangkapannya di laut teritorial, ZEE Indonesia dan laut lepas, panjang dermaga minimal 300 m dengan kedalam kolam minimal minus 3 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 100 200 ton/hari atau sekitar 40.000 ton/tahun, hasil tangkapannya untuk ekspor, dan memiliki kawasan industri.
(2) Pelabuhan Perikanan Nusantara atau PPN, dicirikan dengan melayani kapal ikan 15 - 60 GT, daerah penangkapannya di di laut teritorial dan ZEE Indonesia, panjang dermaga minimal 150 m dengan kedalam kolam minimal minus 3 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 40 - 50 ton/hari atau sekitar 8.000 – 15.000 ton/tahun, dan memiliki kawasan industri.
(3) Pelabuhan Perikanan Pantai atau PPP, dicirikan dengan melayani kapal ikan 5 - 15 GT, daerah penangkapannya di perairan pedalaman, perairan kepulauan dan laut teritorial, panjang dermaga minimal 100 m dengan
94
kedalam kolam minimal minus 2 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 15 - 20 ton/hari atau sekitar 4000 ton/tahun.
(4) Pangkalan Pendaratan Ikan atau PPI, dicirikan dengan melayani kapal ikan ≤ 5 GT, daerah penangkapannya di di perairan pedalaman dan perairan kepulauan, panjang dermaga minimal 50 m dengan kedalam kolam minimal minus 2 m, memiliki daya tampung produksi hasil tangkapan sekitar 10 ton/hari atau sekitar 2.000 ton/tahun. Kebutuhan minimal prasarana pelabuhan di perairan Kepulauan Talaud dapat diestimasikan dengan menggunakan pendekatan klasifikasi diatas dan jumlah alokasi armada yang optimum. Tahap pertama dalam estimasi adalah menentukan kelas pelabuhannya berdasarkan ukuran kapal atau armada yang akan dilayani. Setelah itu menghitung kebutuhan jumlahnya dengan cara membagi perkiraan jumlah produksi kapal ikan yang ada dengan daya tampung kelas pelabuhan yang telah ditentukan. Berdasarkan pendekatan ini, ada 2 kelas pelabuhan yang dibutuhkan, yaitu pelabuhan perikanan pantai (PPP) untuk menampung dan melayani armada pukat cincin dan tonda, dan pangkalan pendaratan ikan (PPI) untuk menampung dan melayani armada jaring insang hanyut. Selanjutnya, hasil perhitungan menunjukkan bahwa jumlah prasarana pelabuhan perikanan yang optimum untuk mendukung pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis di Kepulauan Talaud adalah 1 unit PPP dan 1 unit PPI. Rincian perhitungan jumlah kebutuhan prasarana pelabuhan diperairan Kepulauan Talaud ditunjukkan pada Tabel 33.
Tabel 33 Jumlah kebutuhan optimum prasarana pelabuhan di perairan Kepulauan Talaud Unit penangkapan ikan Pukat cincin Pancing tonda Jaring insang hanyut
Produktivitas (ton/kapal/tahun)
Jumlah kapal (unit)
125,0
19
2,0
Jumlah Estimasi Produksi per tahun (ton) 2.375,0
Klasifikasi Pelabuhan PPP
1.664,0
PPP
1.027,5
PPI
Jumlah kebutuhan Pelabuhan (unit) 1
832 1,5 685
Keterangan: Estimasi jumlah optimum prasarana pelabuhan = [Jumlah Estimasi Produksi per tahun / Daya tampung tipe pelabuhan]
1
95
3. Optimasi sarana pemasaran hasil tangkapan Pemasaran merupakan salah satu tindakan atau keputusan yang berhubungan dengan pergerakan barang dan jasa dari produsen, pedagang, pengolah sampai konsumen (Hanafiah dan Saefudin, 1983 dalam Sutisna, 2007). Seharusnya semua kegiatan pemasaran hasil tangkapan yang didaratkan oleh nelayan harus dilaksanakan secara lelang di tempat pelelangan ikan (TPI) yang merupakan bagian dari fasilitas fungsional pada prasarana pelabuhan perikanan. Aktivitas pelelangan ikan bertujuan untuk memperoleh harga ikan yang optimum bagi kedua belah pihak, yaitu nelayan dan pedagang/pembeli ikan. Agar proses pemasaran ikan melalui pelelangan ini dapat berjalan lancar, tentu diperlukan suatu kapasitas atau luasan tempat pelelangan ikan (TPI) yang cukup untuk menampung semua produksi hasil tangkapan yang didaratkan. Estimasi kebutuhan luas gedung TPI yang ideal diperlukan di perairan selatan Kepulauan Talaud, dapat didekati dengan formula baku dalam pokokpokok desain pelabuhan perikanan yang dikeluarkan oleh Direktorat Pelabuhan Perikanan, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap, Departemen Kelautan dan Perikanan, yakni: S
P.k R.
keterangan: S = Luas gedung TPI (m2) P = Jumlah produksi yang didaratkan per hari (ton/hari) k = Koefisien ruang daya tampung produksi (m2/ton) R = Frekuensi lelang per hari a = Koefisien perbandingan ruang lelang dengan gedung lelang (0,27-0,394) Untuk nilai koefisien ruang daya tampung produksi (k), digunakan nilai yang telah ditetapkan sesuai dengan keadaan di Indonesia seperti terilhat pada Tabel 34.
Tabel 34 Nilai koefisien ruang daya tampung produksi (k) berdasarkan jenis kelompok ukuran ikan Jenis kelompok ukuran ikan
Cara Penyusunan
Nilai koefisien ruang (k)
Udang
Dalam peti disusun 10 lapis
1,56
Ikan kecil, cumi, lobster Ikan sedang dan besar, seperti: tongkol, cakalang, layang, dll
Dalam keranjang ditumpuk 3 lapis
6,00
Dijejer/ disusun di lantai
15,00
96
Kemudian, untuk mengestimasi kebutuhan luasan TPI tersebut juga diperlukan 3 (tiga) asumsi, yaitu: (1) Jumlah hari kerja unit pelelangan ikan di pelabuhan perikanan setiap tahun adalah 250 hari. (2) Dalam setiap hari kerja dilakukan 2 kali pelelangan. (3) Ratio produksi yang didaratkan pada suatu pelabuhan perikanan adalah berbanding lurus dengan ratio jumlah estimasi produksi optimum dari kapal ikan yang dapat dilayaninya. Berdasarkan pendekatan rumus, nilai-nilai koefisien dan asumsi diatas, jumlah luasan TPI yang minimum dibutuhkan untuk melayani pelelangan hasil tangkapan yang didaratkan di perairan Kepulauan Talaud adalah sebesar 441 m2, dengan rincian di setiap PPN memerlukan luasan TPI minimum sebesar 352 m2, sedangkan di setiap PPI memerlukan luasan TPI minimum sebesar 89 m2. Secara lengkap hasil estimasi disajikan pada Tabel 35 dan 36. Tabel 35 Jumlah kebutuhan total luasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang optimum di perairan Kepulauan Talaud
Jenis Ikan
Produksi optimum / MEY (ton/thn)
Produksi per hari (ton/hari)
Koefisien tempat (m2/ton))
Luas kebutuhan Gedung TPI (m2)
5.145,21
20,58
15,00
441
Layang Tongkol Cakalang Tuna 441
Tabel 36 Jumlah kebutuhan luasan Tempat Pelelangan Ikan (TPI) yang optimum di perairan Kepulauan Talaud untuk setiap kelas pelabuhan perikanan
Kelas Pelabuhan Perikanan PPP PPI Keterangan:
Jumlah Pelabuhan Perikanan (unit)
Jumlah Produksi optimum (unit)
Ratio luasan TPI
Luasan total TPI (m2)
1 1
4039,0 1027,5
0,80 0,20
441
Luasan TPI rata-rata disetiap kelas Pelabuhan Perikanan (m2) 352 89
Ratio luasan TPI = [ Jumlah produksi optimum disetiap kelas pelabuhan perikanan / Total produksi ] Luasan TPI rata-rata disetiap kelas pelabuhan perikanan = [ (Ratio luasan TPI x Total luasan TPI) / Jumlah unit disetiap kelas pelabuhan perikanan ]
97
4. Optimasi unit pengolahan ikan Unit pengolahan ikan hasil tangkapan yang merupakan kegiatan pasca produksi dalam sistem perikanan tangkap, berperan untuk mempertahankan mutu ikan hasil tangkapan, daya awetnya dan juga guna meningkatkan nilai tambahnya. Kebutuhan jumlah unit pengolahan ikan yang ideal diperlukan dalam menunjang kegiatan pengembangan perikanan tangkap di perairan selatan Kepulauan Talaud, dapat diestimasi dengan menggunakan asumsi: (1) Koefisien pengolahan untuk komoditi layang, tongkol, cakalang dan tuna diasumsikan idealnya adalah 70% dari produksi optimum. (2) Jumlah hari kerja unit pengolahan ikan setiap tahun adalah 250 hari. (3) Kapasitas rata-rata ideal unit pengolahan ikan diasumsikan sebesar 5 ton/hari. Berdasarkan asumsi tersebut dan menggunakan nilai produksi optimum, maka kebutuhan jumlah unit pengolahan ikan yang ideal untuk perairan Kepulauan Talaud dapat diestimasi, yaitu sebanyak 3 unit. Secara lengkap hasil perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 37. Tabel 37 Jumlah kebutuhan unit pengolahan hasil perikanan di perairan Kepulauan Talaud Jenis Ikan
Produksi optimum / MEY (ton/thn)
Koefisien untuk pengolahan
Jumlah bahan baku (ton/tahun)
Kapasitas unit pengolahan (ton/tahun/unit)
Jumlah unit pengolahan (unit)
5.145,21
70%
3.601,65
1.250
3
Layang Tongkol Cakalang Tuna
Keterangan: Estimasi jumlah optimum unit pengolahan ikan = [ (Jumlah produksi optimum x Koef. Pengolahan) / Kapasitas unit pengolahan ] 5. Optimasi jumlah tenaga kerja (nelayan dan tenaga kerja lain) Para tenaga kerja perikanan tangkap yang biasa disebut dengan istilah nelayan merupakan komponen yang sangat penting dan strategis dalam kegiatan operasi penangkapan ikan.
Bahkan, komponen ini tidak dapat
dipisahkan dengan komponen kapal/perahu dan alat tangkap yang menyatu dalam satu unit penangkapan ikan. Jumlah nelayan dari unit penangkapan ikan yang terpilih di perairan Kepulauan Talaud berdasarkan hasil observasi lapang dan wawancara menunjukkan bahwa setiap pukat cincin atau purse seine dapat menyerap ratarata 24 orang/unit, pancing tonda rata-rata sebanyak 4 unit/orang, dan jaring
98
insang
hanyut
rata-rata
sebanyak
4
orang/unit.
Kemudian,
dengan
menggunakan hasil analisis alokasi unit penangkapan ikan yang optimum, maka dapat
diestimasikan bahwa kebutuhan jumlah nelayan optimum
untuk
memanfaatkan sumberdaya ikan pelagis utama di perairan Kepulauan Talaud adalah sebanyak 6.524 orang. Kepulauan
Talaud
adalah
Jumlah nelayan yang tercatat di perairan
sebanyak
5.174
orang,
sehingga
dengan
pengalokasian ini masih dapat menyerap jumlah tenaga kerja nelayan sebanyak 1.350
orang.
Kebutuhan
jumlah
nelayan
optimum
menurut
jenis
unit
penangkapan ikan terpilih di perairan Kepulauan Talaud disajikan pada Tabel 38. Tabel 38 Kebutuhan jumlah nelayan optimum di perairan selatan Kepulauan Talaud menurut jenis unit penangkapan ikan terpilih. Jumlah Jumlah nelayan Jumlah Unit penangkapan No. Kapal per unit kapal Nelayan ikan (unit) (orang) (orang) 1. Pukat cincin 19 24 456 2. Pancing tonda 832 4 3.328 3. Jaring insang hanyut 685 4 2.740 Jumlah 6.524 Selain itu, kebutuhan tenaga kerja lain yang terkait dengan kegiatan perikanan tangkap dalam upaya memenfaatakan sumberdaya ikan pelagis utama di perairan Kepulauan Talaud dapat diestimasi dengan pendekatan yang sederhanai, yaitu dengan cara mengalikan jumlah optimum dari setiap jenis sarana/prasarana yang diperlukan dalam pengembangan perikanan tangkap di perairan Kepulauan Talaud dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang ideal untuk setiap unitnya. Data kebutuhan jumlah tenaga kerja rata-rata atau yang ideal per unit untuk setiap jenis sarana/prasarana dari komponen perikanan tangkap diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan pihak terkait.
Hasil
estimasi menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja lain (diluar nelayan) yang dapat terserap dengan pola pengembangan ini adalah 1.500 orang. Rincian lengkap perhitungannya dapat dilihat pada Tabel 39. Tabel 39 Kebutuhan jumlah tenaga kerja lain yang terkait dengan pengembangan perikanan pelagis di perairan Kepulauan Talaud. Sarana/Prasarana
PPP PPI Unit Pengolahan Ikan
Kapasitas
Jumlah (unit)
Jumlah Tenaga Kerja per unit (orang/unit)
Kebutuhan Tenaga Kerja (orang)
4000 ton/thn
1
500
500
2000 ton/thn 1250 ton/thn/unit
1 3
200 200
400 600
Total Kebutuhan Tenaga Kerja (orang)
1.500
99
5.5
Strategi Pembangunan Perikanan Tangkap di Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud
1. Alternatif strategi Dari hasil analisis bioekonomi dan model simulasi dapat dilihat bahwa meski Kabupaten Kepulauan Talaud memiliki potensi sumber daya ikan yang dapat dimanfaatkan serta memiliki potensi untuk meningkat penerimaan daerah, kondisi wilayah perbatasan menyebabkan terjadinya kebocoran ekonomi dari sektor perikanan ke wilayah atau negara lain seperti Philipina. Kebocoran ekonomi merupakan potensi ekonomi yang hilang yang menjadi “korbanan” bagi masyararakat nelayan di wilayah Talaud. Dengan demikian diperlukan beberapa terobosan kebijakan untuk mengurangi dampak kebocoran tersebut. Untuk mendapatkan strategi yang tepat maka perlu dikaji terlebih dahulu faktor-faktor yang akan memberikan pengaruh terhadap pengambilan suatu kebijakan seperti faktor kekuatan, kelemahan, ancaman dan peluang. 1) Faktor lingkungan strategis Sebelum menentukan strategi pengembangan yang tepat, perlu untuk mengidentifikasi dan menilai faktor-faktor lingkungan strategis yang berperan nyata dalam pembangunan perikanan tangkap di Kabupaten Talaud terlebih dahulu. Faktor-faktor lingkungan strategis baik internal maupun eksternal diperoleh melalui pendapat/wawancara dengan sejumlah responden dan hasilnya akan dianalisis dengan matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE). (1) Analisis matriks IFE (Internal Factor Evaluation) Matriks IFE diperoleh dari hasil analisis lingkungan internal yaitu mencakup identifikasi faktor-faktor kunci internal berupa kekuatan dan kelemahan pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Hasil analisis matriks IFE pada pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud yang meliputi seluruh faktor kunci internal (kekuatan dan kelemahan) adalah nilai skor sebesar 2,593. Total nilai tersebut menunjukkan bahwa pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud berada pada level rata-rata di dalam kekuatan internal seluruhnya. Sehingga dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud tersebut diperlukan adanya optimalisasi dalam memanfaatkan kekuatan yang dimiliki serta mereduksi kelemahan yang ada dalam mencapai keberhasilan pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Lebih rinci
100
mengenai besarnya skor pada matriks IFE dapat dilihat pada Tabel 40.
Tabel 40 Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) Faktor Internal Kekuatan (Strength) : 1. Potensi SDI yang belum mencapai titik MSY 2. Kedekatan secara geografis dengan pasar 3. Komitmen PEMDA terhadap pengembangan kawasan perbatasan Kelemahan (Weaknessess) : 1. Unit penangkapan masih kurang 2. Kemampuan SDM masih rendah 3. Infrastruktur belum memadai 4. Jumlah dan kemampuan kapal patroli belum memadai 5. Alokasi dana perikanan belum masuk skala prioritas APBD 6. Belum adanya industri pengolahan 7. Sulitnya mendapatkan BBM 8. Belum adanya rencana pengelolaan perikanan di daerah Total Sumber: Data Primer (diolah)
Bobot
Rating
Skor
0.0908 0.0905
4.000 3.333
0.363 0.302
0.0912
3.857
0.352
0.0907 0.0906 0.0910
2.952 2.000 2.000
0.268 0.181 0.182
0.0912
1.857
0.169
0.0908 0.0911 0.0913
1.952 2.429 1.619
0.177 0.221 0.148
0.0909 1,0000
2.524
0.229 2.592
Berdasarkan Tabel 40 dapat dilihat bahwa faktor kunci internal yang memiliki skor kekuatan tertinggi adalah potensi sumberdaya ikan yang belum mencapai titik MSY, Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,0908 dengan rating 4 dan skor sebesar 0,363; Komitmen PEMDA terhadap pengembangan kawasan perbatasan, Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,0912 dengan rating 3,857 dan skor sebesar 0,352; dan Kedekatan secara geografis dengan pasar, Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,0905 dengan rating 3,333 dan skor sebesar 0,302; dimana potensi tersebut dapat dikembangkan untuk meningkatkan pembangunan perikanan di kawasan perbatasan. Faktor kunci ini merupakan peluang utama dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Selain mengidentifikasi kekuatan internal pada pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud, matriks IFE juga menunjukkan berbagai kelemahan dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Faktor internal yang memiliki skor kelemahan terbesar adalah sulitnya mendapatkan BBM, yang memiliki bobot 0,0913 dengan rating 1,619 sehingga skornya menjadi 0,148; dan Jumlah dan kemampuan kapal patroli belum memadai, yang memiliki bobot 0,0912 dengan rating 1,857, sehingga skornya menjadi 0,169. Hal ini menunjukkan bahwa dalam
101
pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud kebijakan yang dikeluarkan harus berupaya memperbaiki ketersediaan BBM dan jumlah kapal patroli, sehingga pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud dapat memaksimalkan kekuatan yang dimiliki. (2) Analisis matriks EFE (External Factor Evaluation) Matriks EFE mengidentifikasi faktor-faktor kunci eksternal berupa peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud pada kondisi aktual saat ini. Dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud dapat memanfaatkan peluang dan menghindari ancaman pengaruh lingkungan eksternal untuk menuju optimalisasi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Peluang dan ancaman yang dihadapi dalam pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud dapat dilihat pada Tabel 41. Tabel 41 Matriks External Factor Evaluation (EFE) Faktor Eksternal Peluang (Opportunities) 1. Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga Filipina (BIMP-EAGA) 2. Kebijakan nasional untuk percepatan pembangunan KTI 3. Deklarasi Manado (WOC) 4. Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang Pulaupulau kecil Perbatasan Ancaman (Threats) 1. Illegal market (transhipment) 2. Illegal fishing 3. Faktor cuaca 4. Tingkat kesenjangan kesejahteraan penduduk lokal dengan negara tetangga sangat signifikan Total
Bobot
Rating
Skor
0,1242
3,095
0,385
0,1253
2,571
0,322
0,1263 0,1252
2,714 2,190
0,343 0,274
0,1258 0,1254 0,1241 0,1235
1,190 2,190 1,333 2,381
0,150 0,275 0,166 0,294
1,0000
2,208
Sumber: Data Primer (diolah) Tabel 41 menunjukkan bahwa faktor kunci eksternal yang memberikan peluang terbesar bagi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud adalah Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga Filipina (BIMPEAGA). Hal ini ditunjukkan oleh nilai skor terbesar yang dimiliki faktor kunci eksternal ini yaitu sebesar 0,1242 dengan bobot sebesar 0,385 dan rating sebesar 3,095. rating yang diberikan pada peluang tersebut sebesar 3,095 menunjukkan bahwa selama ini pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud telah memberikan respon yang baik terhadap keadaan peluang-peluang tersebut. Faktor eksternal yang memberikan ancaman terbesar bagi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud adalah Tingkat kesenjangan kesejahteraan
102
penduduk lokal dengan negara tetangga sangat signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,1235 dengan rating sebesar 2,381 dan skor 0,294. Kondisi ini menunjukkan bahwa ancaman Tingkat kesenjangan kesejahteraan penduduk lokal dengan negara tetangga akan memberikan dampak terhadap pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Selain itu faktor eksternal yang memberikan ancaman kedua terbesar adalah terjadinya illegal fishing. Hal ini ditunjukkan oleh nilai bobot sebesar 0,1254 dengan rating sebesar 2,190 dan skor 0,275. Hal ini menunjukkan bahwa terjadinya illegal fishing akan memberikan dampak terhadap pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. Hasil matriks EFE pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud yang meliputi faktor peluang dan ancaman memiliki skor sebesar 2,208. Total nilai tersebut menunjukkan bahwa pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud berada pada level rata-rata dalam upayanya untuk menjalankan strategi yang memanfaatkan peluang eksternal atau menghindari ancaman yang ada dalam mencapai optimalisasi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud. 7 Peluang 6
4 0
1
2
Strategi Defensif
33
4
5
6
7
Kekuatan
Kelemahan
5
2 1 0
Ancaman Gambar 17 Posisi kondisi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud
2) Perumusan strategi pembangunan perikanan tangkap Dalam analisis ini dilakukan pemanduan antara elemen kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman dengan menggunakan matriks SWOT. Tujuan dari pemanduan atau pencocokan ini adalah untuk menentukan alternatif strategi yang dipilih. Berdasarkan hasil analisis internal (kekuatan dan kelemahan) dan analisis eksternal (peluang dan ancaman) pembangunan
103
perikanan di Kabupaten Talaud, maka strategi-strategi yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut (Tabel 34). Strategi ini disusun dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki dan memanfaaatkan peluang yang ada. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dibentuk matriks SWOT pembangunan perikanan Kabupaten Talaud seperti yang ditunjukkan pada Tabel 42. Tabel 42 Matriks SWOT pembangunan perikanan Kabupaten Talaud Faktor Internal
Faktor Eksternal Peluang (O) 1. Kerjasama bilateral antara Indonesia dengan negara tetangga Filipina (BIMPEAGA) 2. Kebijakan nasional untuk percepatan pembangunan KTI 3. Deklarasi Manado (WOC) 4. Perpres No. 78 Tahun 2005 tentang Pulau-pulau kecil Perbatasan
Ancaman (T) 1. Ilegal fishing 2. Ilegal market (transhipment) 3. Faktor cuaca 4. Tingkat kesenjangan kesejahteraan penduduk lokal dengan negara tetangga sangat signifikan
Kekuatan (S) 1. Potensi SDI yang belum mencapai titik MSY 2. Kedekatan secara geografis dengan pasar 3. Komitmen PEMDA terhadap pengembangan kawasan perbatasan
Strategi SO 1. Kerjasama di bidang penangkapan ikan 2. Kerjasama di bidang pemasaran 3. Menyusun blue print pembangunan perikanan di kawasan perbatasan (mendukung RPJM & RPJP)
Strategi ST 1. Pengadaan kapal patroli milik PEMDA 2. Membangun sistem informasi peramalan cuaca dalam kaitan dengan musim penangkapan 3. Pembangunan industri perikanan untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat lokal
Kelemahan (W) 1. Unit penangkapan masih kurang 2. Kemampuan SDM masih rendah 3. Infrastruktur belum memadai 4. Jumlah dan kemampuan kapal patroli belum memadai 5. Alokasi dana perikanan belum masuk skala prioritas APBD 6. Belum adanya industri pengolahan 7. Sulitnya mendapatkan BBM 8. Belum adanya rencana pengelolaan perikanan di daerah Strategi WO 1. Penambahan jumlah unit penangkapan 2. Melakukan pendidikan dan pelatihan 3. Pembangunan pelabuhan perikanan 4. Penambahan jumlah kapal patroli 5. Prioritasi alokasi anggaran APBD untuk pembangunan perikanan 6. Pembangunan industri pengolahan 7. Pengadaan kapal khusus pengangkut BBM untuk kawasan perbatasan 8. Penyusunan Rencana Pengelolaan Perikanan (WPP 718) (?) Strategi WT 1. Penambahan unit penangkapan yang legal 2. Pelatihan SDM dalam bidang penangkapan ikan, pengolahan ikan, dan pemasaran 3. Sosialisasi peraturan dan perundang-undangan yang berkaitan dengan ilegal fishing 4. Penambahan jumlah kapal patroli
104
2. Prioritas strategi dan program pembangunan perikanan di kawasan perbatasan kabupaten Kepulauan Talaud (1)
Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan
(2)
Peningkatan jumlah kapal pengawas
(3)
Pendidikan dan Latihan (DIKLAT)
(4)
Pembangunan prasarana pelabuhan
(5)
Pembangunan industry pengolahan
(6)
Pembentukan pasar
(7)
Pemberdayaan masyarakat lokal
(8)
Menyusun blueprint pembangunan perikanan
(9)
Sistem informasi perikanan dan cuaca
(10) Prioritas APBD untuk kelautan dan perikanan (11) Pengadaan kapal BBM (12) Pengadaan kapal pengangkut ikan (13) Penyusunan rencana pengelolaan WPP 717 (14) Kerjasama di bidang bisnis perikanan dengan Filipina Tabel 43 Indikator ekonomi dan masalah Indikator Ekonomi SPR = Suplai Protein PNL = Pendapatan Nelayan PRS = Profit usaha DVS = Devisa PAD = Pendapatan Asli Daerah PTK = Penyerapan Tenaga Kerja Aktor PSH = Pengusaha PNH = PNHDA DPK = Dinas Perikanan dan Kelautan Alternatif Kebijakan 1 = Peningkatan Jml UPI 2 = Peningkatan jumlah kapal pengawas 3 = Diklat 4 = Pembangunan prasarana pelabuhan 5 = Pembangunan indAKAri pengolahan
SDN = Sumber dana SDM = Sumberdaya manusia KLB = Kelembagaan PRU = Prasarana umum PHK = Penegakan Hukum
Masalah ILF = Ilegal Fishing ILM = Ilegal market KKS = KEsenjangan kesejahteraan KPI = Kapal Penangkut Ikan BBM = Bahan Bakar Minyak
AKA = UNSRAT KET = KAPET
PBT = Kepala Perbatasan BAP = BAPPEDA Provinsi
6 = Pembentukan pasar 7 = pPemberdayaan Masyarakat lokal 8 = Menyusun blue print pembangunan perikanan 9 = Sistem informasi perikanan dan cuaca 10 = prioritas APBD untuk K&P
11 = Peng Kapal BBM 12 = Peng Kapal Pengangkut ikan 13 = menyusun rencana pengelolaan WPP717 14 = Kerjasama di bidang bisnis perikanan dgn Filipina
Kebijakan Pembangunan Perikanan Tangkap Kawasan Perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud
PSH 0,118
PNH 0,036
DPK 0,211
AKA 0,016
KET 0,022
KPT 0,036
BAP 0,211
BPLH 0,022
DKPT 0,211
IZIN 0,118
Aktor
SPR 0,107
PNL 0,315
PRS 0,210
DVS 0,103
PAD 0,091
PTK 0,174
Indikator ekonomi
SDN 0,143
SDM 0,158
KLB 0,139
PRU 0,095
PHK 0,074
ILF 0,071
ILM 0,072
KKS 0,092
KPI 0,098
BBM 0,058
Masalah 1 0,077
2 0,061
3 0,072
4 0,051
5 0,068
9 0,045
10 0,157
11 0,040
12 0,050
6 0,084
7 0,099
8 0,058
Alternatif 13 0,036
14 0,103
Gambar 18 Struktur hirarki dan hasil perhitungan AHP
105
106
Sektor perikanan merupakan salah satu sektor yang memiliki potensi yang
dapat
diandalkan
sebagai
sumber
pemasukan
daerah.
sehingga
penyusunan strategi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud merupakan hal yang sangat penting. Oleh karena itu, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud perlu dilakukan. Faktor-faktor tersebut diperoleh dari data sekunder maupun data primer serta wawancara dengan responden. Pemilihan prioritas strategi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud dilakukan dengan menggunakan AHP. Hasil dari teknik analisis AHP ini berupa pendapat gabungan responden menghasilkan penilaian seperti disajikan pada Gambar 18 dan Tabel 44.
Tabel 44 Hasil prioritas alternatif strategi pembangunan perikanan di Kabupaten Talaud No
Alternatif
Bobot
1 2
Prioritas APBD untuk kelautan dan perikanan Kerjasama bisnis perikanan dengan Negara Filipina Pemberdayaan masyarakat lokal Pembentukan pasar Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan Pendidikan dan latihan (DIKLAT) Pembangunan industri pengolahan Peningkatan jumlah kapal pengawas Menyusun blueprint pembangunan perikanan Pembangunan prasarana pelabuhan Pengadaan kapal pengangkut ikan Sistem informasi perikanan dan cuaca Pengadan kapal BBM Penyusunan rencana pengelolaan WPP 717
0,157 0,103
Urutan Prioritas 1 2
0,099 0,084 0,077 0,072 0,068 0,061 0,058 0,051 0,050 0,045 0,040 0,036
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Hasil prioritas analisis tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. APBD merukan prioritas pertama karena komponen financsal merupakan unsur utama modal pembangunan semua sektor, termasuk sektor perikanan. Tanpa alokasi APBD yang memadai tidak mungkin pembangunan perikanan di daerah terisolasi dan jauh dari daratan ini dapat dikembangkan. Alokasi APBD untuk merupakan prasyarat utama untuk dicapainya pembangunan perikanan yang berkelanjutan dan menuju sektor unggulan. Jika komponen ini tidak terpenuhi, maka sektor perikanan dan kelautan akan tetap terpinggirkan dan akan lebih terpuruk lagi di masa mendatang. Memang tidak ada rumusan yang tepat mengenai besaran APBD yang dapat dialokasikan untuk perikanan, karena pada prinsipnya lebih
107
banyak, lebih baik. Diperkirakan bahwa alokasi antara 5% sampai 10% dari APBD untuk pengembangan perikanan akan mampu memberikan dampak pengganda yang cukup signifikan pada pembangunan perikanan di daerah tertinggal seperti Talaud. Prioritas berikutnya adalah kerjasama dengan Filipina. Sebagai daerah perbatasan yang langsung berhubungan dengan Filipina, pasar terdekat bagi produk-produk perikanan di daerah Talaud adalah melalui pasar terdekat yakni Filipina. Jika tidak ada perjanjian kerja sama maka penjualan produk perikanan ke Talaud dianggap illegal dan ini akan merupakan kebocoran ekonomi wilayah. Namun jika dilakukan kerjasama maka kedua belah pihak akan diuntungkan karena arus barang dan jasa yang mendukung sektor perikanan akan dengan mudah diterima di daerah Talaud dan sebaliknya. Salah satu bentuk kerja sama yang dapat dilakukan adalah melalui kerjasama pembebasan bea tariff masuk. Dengan demikian harga barang-barang dari kedua belah tidak akan mengalami perbedaan yang jauh. Perbedaan harga yang besar akan memicu aliran asset dari satu daerah ke daerah yang lain. Bentuk kerja sama lainnya adalah melalui kerja sama alih teknologi, dimana teknologi yang dikembangkan di daerah lain khususnya Filipina dapat di transfer ke Talaud dengan biaya yang lebih murah. Alih teknologi ini harus diimbangi pula dengan pengembangan sumber daya manusia melalui pengiriman tenaga-tenaga trampil di kedua belah pihak. Bentuk lain yang juga sangat relevan adalah menjadikan daerah perbatasan sebagai daerah otorita, dengan demikian diperlukan kerja sama menyangkut aspek politik seperti patroli bersama dalam mencegah terjadinya pencurian ikan dan pembebanan bersama pembiayaan pengawasan illegal fishing dengan Filipina melalui nota kesepahaman. Selanjutnya kesepakatan untuk melakukan relokasi pabrik pengolahan/pengalengan ikan yang ada di General Santos dipindahkan ke Talaud atau dengan membuka cabang pabrik pengolahan/pengalengan ikan di Kabupaten Talaud.
Kerjasama di bidang industri pengolahan/pengalengan
ikan ini akan mengungtukan kedua belah pihak karena selain bahan bakunya dekat berada di sekitar Kabupaten Kepulauan Talaud juga jarak yang ditempuh lebih dekat ke General Santos daripada ke Bitung. Pembagian hasil atau hal-hal lain akan diatur tersendiri dalam nota kesepahaman. Komponen berikutnya yang juga sangat penting yakni menjadi prioritas ketiga
adalah
pemberdayaaan
masyarakat.
Komponen
ini
merupakan
pembangkitan ekonomi secara mandiri dari wilayah Talaud sendiri. Dengan
108
diberdayakanna masyarakat lokal maka mereka akan memiliki nilai tawar yang lebih baik dan memiliki kemampuan daya beli yang lebih baik sehingga produk perikanan juga diserap untuk konsumsi domestic. Selain itu pemberdayaan masyarakat memiliki keuntungan untuk menangkal gangguan-ganggan dari daerah perbatasan yang tidak menguntungkan Indonesia khususnya wilayah Talaud sendiri. Pemberdayaan masyararakat akan memberikan efek ganda berupa penciptaan kegiatan ekonomi lainnya dan membantu mengembangkan pasar produk-produk perikanan. Prioritas berikutnya yang penting dalam pembangunan sektor perikanan dan kelautan di Talaud adalah pembentukan pasar khususnya pasar domestik. Pembangkitan pasar ini selain akan menyerap produk perikanan secara domestik, juga akan memperkuat ekonomi wilayah secara keseluruhan dan meningkatkan permintaan akan produk-produk perikanan. Pasar yang kuat juga akan menjadi faktor penarik bagi konsumen dari wilayah sekitar dan juga dari wilayah perbatasan dengan Filipina. Kompnen
berikutnya
yang
menjadi
pendukung
dalam
prioritas
pembangunan perikanan di Talaud adalah peningkatan jumlah unit penangkapan ikan, Diklat dan pengolahan perikanan. Ketiganya akan membantu mendukung sektor perikanan dari sisi industry hillir, sehingga selain penguatan pada industry hulu, industry hilir juga perlu diperkuat sehingaa sistim usaha perikanan di Talaud dapat terintgerasi dengan baik. Diklat akan sangat membantu memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang berkualitas sehingga akan menunjang kelancaran industri perikanan di daerah ini. Tanpa dukungan tenaga kerja yang terampil, daya saing perikanan di Talaud akan kalah bersaing dengan wilayah perbatasan (Filipina) dan tidak akan memberikan nilai tambah yang lebih baik dari wilayah sekitarnya.
109
Prioritas strategi dari analisis AHP : 1.
Prioritas APBD untuk kelautan dan perikanan
2.
Kerjasama bisnis perikanan dengan Negara Filipina
3.
Pemberdayaan masyarakat lokal
4.
Pembentukan pasar
5.
Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan
6.
Pendidikan dan latihan (DIKLAT)
7.
Pembangunan industri pengolahan
8.
Peningkatan jumlah kapal pengawas
9.
Menyusun blueprint pembangunan perikanan
10.
Pembangunan prasarana pelabuhan
11.
Pengadaan kapal pengangkut ikan
12.
Sistem informasi perikanan dan cuaca
13.
Pengadan kapal BBM
14.
Penyusunan rencana pengelolaan WPP 717 Berdasarkan hasil analisis optimasi pada sub-bab diatas, keragaan nilai
kapasitas yang optimal untuk pengembangan perikanan pelagis di perairan Kepulauan Talaud dapat disatukan menjadi suatu pola pengembangan perikanan pelagis di perairan Kepulauan Talaud untuk masa mendatang seperti terlihat pada Gambar 19.
110
Gambar 19 Pengembangan unit perikanan tangkap kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud
5.6
Dampak yang diharapkan dari implementasi pengelolaan perikanan tangkap optimum di Kabupaten Kepulauan Talaud Pengelolaan perikanan tangkap di perairan pantai Kabupaten Kepulauan
Talaud harus memperhatikan 7 komponen utama perikanan tangkap, yaitu: sumberdaya ikan, armada penangkap ikan, masyarakat, sarana penunjang produksi, pelabuhan perikanan, unit pemasaran hasil tangkapan, dan unit pengolahan ikan. Prinsip utama dari pengembangan perikanan tangkap berkelanjutan adalah dengan pengoptimalan nilai kapasitas dari semua komponen utama tersebut, dengan tujuan agar kegiatan usaha penangkapan ikan di pantai perairan Kabupaten Kepulauan Talaud akan berjalan optimal dan berkelanjutan. Untuk mewujudkan tujuan tersebut, pengelolaan perikanan tangkap perlu diimplementasikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud. Selanjutnya,
dengan
mengimplementasikan
pola
pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap pantai Kabupaten Kepulauan Talaud, diharapkan akan memberikan dampak positif bagi peningkatan beberapa aspek, seperti:
111
1) Pendapatan nelayan, 2) PDRB, 3) kualitas lingkungan hidup, 4) lapangan kerja, 5) kelestarian sumberdaya ikan, 6) penurunan IUU fishing, dan 7)
indek
pembangunan manusia (index kesehatan, index pendidikan, index standar hidup). Aspek-aspek ini dapat menjadi cerminan mengenai tingkat kualitas hidup suatu masyarakat. Sedangkan output yang tak terkendali yang perlu mendapatkan perhatian untuk dikendalikan adalah: 1) terjadinya overfishing di daerah perbatasan 2) kesejahteraan masyarakat menurun, 3) kerusakan ekosistem perairan.
pengangguran meningkat, dan 4)
Untuk mengendalikan output yang tidak
terkontrol maka diperlukan kebijakan pembangunan perikanan tangkap di kawasan perbatasan Kabupaten Kepulauan Talaud.
Pola pengelolaan
sumberdaya perikanan tangkap ini, bila diimplementasikan diharapkan dapat memberi kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat Kabupaten Kepulauan Talaud. Secara ringkas dampak implementasi dari implementasi pola pengelolaan sumberdaya perikanan tangkap di pantai perairan Kabupaten Kepulauan Talaud bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat dapat di lihat pada Gambar 20.
112
Gambar 20 RANCANGBANGUN PENGEMBANGAN PERIKANAN TANGKAP KAW ASAN PERBATASAN KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD
5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1
Jenis ikan unggulan yang dapat dikembangkan di kawasan perbatasan Kab. Talaud adalah: cakalang, tuna (madidihang), tongkol, dan layang.
2
Jenis alat tangkap ikan yang layak dikembangkan di kawasan perbatasan Kab. Talaud adalah: Pancing tonda, Jaring insang hanyut, dan Pukat cincin.
3
Pemanfaatan sumber daya ikan utama (cakalang, tuna, tongkol, dan layang) di Kab. Kepulauan Talaud diduga sudah mulai berlebih (jenuh).
4
Hasil Simulasi menunjukan bahwa: 1) Masih ada peluang untuk mengoptimumkan nilai ekonomi yang diperoleh dari perikanan tangkap di Kab. Kepulauan Talaud, bila masalah illegal fishing dapat diatasi. 2) Pengelolaan perikanan di Talaud, baik melalui rezim MEY maupun MSY, masih memungkinkan dihasilkannya manfaat ekonomi (rente) yang positif
5
Untuk mengembangkan Perikanan Tangkap yang optimum di Kab. Kepulauan Talaud adalah sbb: 1) Jumlah ikan utama (cakalang, tuna, tongkol, dan layang) yang
boleh
dimanfaatkan sebesar 5.145,21 ton/tahun (kondisi MEY) 2) Jumlah alokasi alat tangkap utama yang optimum adalah 832 pancing tonda (8 GT), 685 jaring insang hanyut (4 GT), 19 unit (15 GT) 3) Jumlah Prasarana Pelabuhan Perikanan yng diperlukan 1 unit PPP dan 1 unit PPI 4) Jumlah Tenaga Kerja yang diperlukan sebanyak 4.985 orang nelayan dan 1.500 orang tenaga kerja penunjang 5) Unit pengolahan Ikan yang diperlukan sebanyak 3 unit (berkapasitas 5 ton/hari) 6) Luasan TPI yg dibutuhkan sebesar 352 m2 di PPP dan 89 m2 di PPI
114
6
Urutan Prioritas Strategi untuk Pengembangan Perikanan Tangkap di Kab. Kep. Talaud adalah: 1) Prioritas APBD untuk pengembangan kelautan dan perikanan 2) Kerjasama di bidang bisnis perikanan dan Philipina 3) Pemberdayaan masyarakat lokal 4) Pembentukan pasar 5) Peningkatan jumlah unit penangkapan ikan 6) Pendidikan dan latihan 7) Pembangunan industri pengolahan
5.2 Saran 1
Perlu pengembangan infrastuktur perikanan
2
Perlu perbaikan akses terhadap pasar (selisih harga domestik dan harga perbatasan tidak terlalu tinggi)
3
Perlu penguatan program pemberdayaan masyarakat lokal untuk menekan illegal fishing
4
Perlu Keberpihakan Kebijakan Politik terhadap pengembangan perikanan tangkap di Kabupaten Kepulauan Talaud
DAFTAR PUSTAKA
Anwar A 2002. Ekonomi Organisasi: Konsep Pilihan Aktivitas Ekonomi melalui Kelembagaan pasar atau Organisasi. Bahan perkuliahan Sistem Organisasi. Ekonomi dan Sosial Pedesaan. Program Studi llmu Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Program Pascasarjana IPB. Bogor. hal 7. Anwar A dan Setiahadi 1996. Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Pedesaan. Prisma No. Khusus 25 Tahun 1971 -1996. LP3ES. Jakarta, hal. 16-18. Andrianto L. 2006. Agenda Makro Revitalisasi Perikanan yang Berkelanjutan. Inovasi, Vol 6/XVII. Jepang,. pp: 23-29. Anna S. 2003. Model Embedded Dinamik Ekonomi Interaksi PerikananPencemaran. Disertasi Program Pasca Sarjana Institut PErtanian Bogor. Bogor. Atmaja S.B dan Haluan J. 2003. Perubahan Hasil Tangkapan Lestari Ikan Pelagis di Laut Jawa dan Sekitarnya. Bulletin PSP, Vol. XII No.2. Departemen Pemanfaatan Sumber daya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal: 31-40. Ayodhyoa AU. 1981. Metode penangkapan ikan. Yayasan Dewi Sri. Bogor. 97 hal. Aziz KA Boer M, Widodo J, Naamin N, Amrullah, Bidawi MH, Djamali A, Priyono BE. 1998. Potensi Pemanfaatan dan Peluang Pengembangan Sumberdaya Ikan Laut di Perairan Indonesia. Komisi Nasional Pengkajian Sumberdaya Perikanan Laut (KOMNAS KAJISKANLUT). Jakarta, hal 23. Aziz KA. 1989. Pendugaan Stok Populasi Ikan Tropis. Pusat Antar Universitas llmu Hayat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 251 hal. [BAPPEDA] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kepulauan Talaud. 2009. Monografi Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 1999. Bappeda Kabupaten Kepulauan Talaud. hal 111 Bahari R. 1989. Peran Koperasi Perikanan dalam Pengembangan Perikanan Rakyat. Presiding Temu Karya llmiah Perikanan Rakyat, Jakarta, 18 - 19 Desember 1989. Pusat Penelitian dan Pengembangan perikanan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian . Jakarta, hal 3 dan 7 Baskoro MS Sudirman, Purbayanto Ari 2004. Analisis Hasil Tangkapan Dan Keragaman Spisies Setiap Waktu Hauling Pada Bagan Rambo di Perairan Selat Makasar. Buletin PSP Volume XIII. No 1. April. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 15
116
Border Crossing Agreement (BCA) 1975. BAPPEDA, RENSTRA Tahun (20002004). Bland SJR. 1986. The Use of Surplus Production Models In Assesing the State of Indonesia Fish Stocks an Example of A Whole System Model Approach to the Problems of Multi-Species, Multi-Gear Fisheries. Proceeding of Seminar. Universitas Diponegoro. Semarang. p: 17-26 [BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan 2002. Pengkajian stok ikan di perairan indonesia. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 78 hal. Bryson JM. 2000. Perencanaan Strategis, Terjemahan. PT Prenhallindo, Yogyakarta. hal 231. Charles A. 2001. Sustainable Fisheries System. Oxford: Blackwell Science. London. 370 p. Charles AT and Reed WJ. 1985. A Bioeconomic Analysis of Sequential Fisheries: Competition, Coexistence and Optimal Harvest Allocation between Inshore and Offshore Fleets. Can. J. Fish. Aquat. Sci., Vol. 42, 1985. Charles AT. 1992. Canadian Fisheries: Paradigms and Policy. Jurnal Canadian Ocean Law and Policy. Part one: Living Resources Development and Management. Dahuri R. 1996. Kebutuhan Riset untuk mendukung Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Jurnal Pesisir. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Lautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal 9 dan 12 Dahuri R. 1998a. Pembangunan Kawasan Pesisir dan Lautan, Tinjauan Aspek Ekologis dan Ekonomi. Makalah Pada Diskusi Agama dan Lingkungan, Kantor Menteri Lingkungan Hidup. Jakarta, hal 8 Dahuri R. 1998b. Kebutuhan Riset untuk Mendukung Implementasi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Secara terpadu. Makalah disampaikan pada Teknologi Kelautan (PUSPITEK KELAUTAN)" Diselenggarakan oleh Puslitbang Oseanologi - LI PI . Jakarta, 16 Maret 1998. ha!8 Dahuri R. 1999. Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu Berbasis Masyarakat. Presiding Rapat Koordinasi Proyek dan Kegiatan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di Indonesia, Jakarta 18 Me! 1999. DITJEND BANGDA, DEPDAGRI. Jakarta, hal 38 Dahuri R. 2002. Manajemen Sumberdaya Alam dan Desentralisasi : Peranan Institui Lokal Dalam Pemecahan Konflik-konflik Sumberdaya Alam Wilayah Pesisir. hal 98-2002b. Suatu Arah tentang Analisis Institusi Sistem Kontrak Pertanian di Wilayah Perdesaan. Materi Kuliah Program studi PWD. Program Pascasarjana IPB Bogor. hal 5
117
Dahuri R. 2002a. Kebijakan dan Program Pengembangan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan. Jumal Pesisir dan Lautan. Pusat kajian sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. hal 47 Dahuri R. 2002b. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia berbasis Kelautan. Orasi llmiah Guru Besar Tetap Bidang Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. hal 168 Dahuri R, Rais J, Ginting SP, Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir Secara terpadu. Pradnya Paramita. Jakarta, hal 32 Dahuri R, Rais J, Ginting SP, dan Sitepu MJ. 2001. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT. Pradnya Paramitha, Jakarta, hal 101. David FR. 1998. Manajemen strategis terjemahan. PT. Prenhallindo, Jakarta, hal 98 Desniarti. 2006. Ahalisis kapasitas perikanan tangkap ikan pelagis di perairan pesisir propinsi sumatera barat. Desertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 162 [Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1991. Perumusan "National Workshop on Fisheries Policy and Planing" tanggal 26 - 30 November 1990. Jakarta, hdl 97 [Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1997. Pedoman pengenalan sumberdaya perikanan laut, bagian i (jenis-jenis ikan ekonomis penting). Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. 104 hal. [Ditjenkan] Direktorat Jenderal Perikanan. 1994. Petunjuk teknis pengelolaan pelabuhan perikanan. Jakarta: Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. 85 hal. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan Rl. 2001 Perkembangan Perikanan Tangkap tahun 2002. hal 153 [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2004. Pencapaian pembangunan perikanan tangkap tahun 2001-2003. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 135 hal. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2006. Program pengembangan pelabuhan perikanan tahun 2006. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 56 hal. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2006. Statistik perikanan tangkap indonesia tahun 2004. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 128 hal
118
[FAO] Food and Agriculture Organization, United Nation Organization 1995. Code of Conduct For Responsible Fisheries. Rome. 41 p. Fatchudin 2006. Analisis Kebijakan Perkreditan untuk Pengelolaan Perikanan Tangkap Yang Berkelanjutan. Disertasi Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. hal 239. Fauzi A 2000b. An Overview of Sosioeconomic aspect of Indonesian Marine Protected Area: A Perspective from Kepulauan Seribu Marine Park. Paper presented at the International Conference on Economic Of Marine Protected Area (MPA) Vancouver, Canada, July. 2000. hal 216 Fauzi A 2000. Analisis Kebijakan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Melalui pendekatan Multi Criteria Decision Making (MCDM). Working Paper, Jurusan Sosial Ekonomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan IPB. Bogor. hal 32 Fauzi A. 2001. Menimbang Untung Rugi Kapal Ikan Asing di ZEE. PILARS No. 16 Thn IV. Fauzi A dan Simanjuntak S. 2001. Telaah Kritis Strategi Kebijakan Kapal Asing di Perairan ZEE. Seminar Nasional Strategi Kebijakan Kapal Asing. Fauzi A. 2002. Menggagas Penerimaan Negara melalui “Fishing (User) Fee”. Warta PEsisir 04/III/2002 ISSN: 1410-9514. Fauzi A dan Anna S 2002a. Data Envelopment Analysis (DEA) Kapasitas Sumberdaya Perikanan Pesisir. Jurnal Pesisir dan Lautan (forthcoming), hal 34. Fauzi A dan Anna S 2002b. Evaluasi Keberlanjutan Pembangunan Perikanan : Aplikasi Pendekatan Rapfish (Studi Kasus Perairan Pesisir OKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan, Vol. 4 (3): 43-45. hal 21. Fauzi
A dan Anna S 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan: Aplikasi Pendekatan RAFISH (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jumal Pesisir dan Lautan Indonesia 4: 36-49.
Fauzi A dan Buchary E 2002. A Socio-economic Pespective of environmental degradation at Kepulauan Seribu National Marine Park, Indonesia. J Coastal Management 30: 167-181. Fauzi
A. 2004. Pengembangan Kelembagaan Kelautan dan Perikanan: Perspektif Ekonomi Kelembagaan. April, 2004. Makalah disampaikan pada Seminar Peningkatan Kapasitas Kelembagaan Kelautan Perikanan dalam Mewujudkan Pemanfaatan Sumberdaya Kelautan Perikanan bagi KEsejahteraan Bangsa.
Fauzi A dan Suzy A 2005. Pendekatan Sumberdaya Perikanan dan Kelautan untuk Analisis Kebijakan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 343 hal.
119
Gordon JA 1983. Fish Stock Assessment: A Manual of Basic Methods. Wiley &Sons. Rome. 223pp. Haluan J dan Nurani T 1998. Penerapan Metode Skoring dalam Penelitian Teknologi Penangkapan Ikan yang Sesuai untuk Dikembangkan di Suatu Wilayah Perairan. Bulletin Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Vol. II, No. 1. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor: Hal 3-16. Handoko TH. 2001. Manajemen Personalia dan Sumberdaya Manusia. BPFE. Yogyakarta. 260 hal. Hermawan M, Sondita MFA, Fauzi A, Monintja DR 2006. Status Keberlanjutan Perikanan Tangkap Skala Kecil. Buletin PSP Volume XV. No 2. Agustus. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 1. Hogwood and Gunn 1986. Policy Analysis for the Real World. Oxford University Press. 289 p. Iskandar BH. 2003. Peluang Terbaliknya Kapal Purse Seine Sibolga Akibat Gelombang Laut Regular: Studi Pendahuluan Terhadap Keselamatan Kapal Ikan Berukuran Kecil di Indonesia. Buletin PSP Volume XII. No 1. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 11. Ihsan. 2000. Kajian Model Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Dalam Rangka Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Secara Optimal di Daerah Kabupaten Pinrang Sulawesi Selatan. Thesis Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 57 Kadariah 1986. Evaluasi proyek: Analisa ekonomis. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 184 hal. Kaleka DMW 2006. Analisis Pengembangan Armada Perikanan Tangkap Di Perairan Kabupaten Kupang Nusa Tenggara Timur. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 213 [Komnasjaskan] Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan. 1997. Potensi Sumberdaya Ikan dan Jumlah Tangkapan yang Diperbolehkan (JTB) di Perairan Indonesia Tahun 1997. Komisi Nasional Pengkajian Stok Sumberdaya Ikan. Jakarta. 33 hal. Lubis E. 2000. Pengantar Pelabuhan Perikanan. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. hal 54 McConnell KE and Sutinen JG. 1979. Bioeconomic Model of Marine Recreational Fishing. Journal of Environmental Economics and Management 6, 127-139.
120
Mardjana. 1993. Autonomy and Bureaucratic Control of Indonesia Public Enterprises. A Principle - Agent Approach. PhD. Dissertation Monash University. Australia, hal 28 Marimin. 2004. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. PT. Gramedia Widyasarana Indonesia, Jakarta. Masyhudzulhak 2004. Pengelolaan Wilayah Pesisir Dalam Perspektif Otonomi Daerah di Propinsi Bengkulu. Disertasi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. hal 32 Monintja D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir Dalam Bidang Perikanan Tangkap. Presiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir Dan Lautan Institut Pertanian Bogor. hal 31 Monintja DR. 2001. Pelatihan untuk pelatih pengelolaan wilayah pesisir terpadu. presiding pusat kajian sumberdaya pesisir dan lautan, Bogor. Bogor: Institut Pertanian Bogor. 156 hal. Monintja DR. 2003. Strategi pengembangan sumber daya perikanan tangkap berbasis ekonomi kerakyatan. seminar nasional strategi pengembangan sumber daya perikanan dan kelautan berbasis kerakyatan. Riau. 12 hal. Moeljanto. 1996. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Swadaya Jakarta.
Penerbit
Muslich M. 1993. Metode kuantitatif. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. 445 hai Naamin N. 1987. Perikanan Laut di Indonesia: Propek dan Problema Pengembangan Sumberdaya Perikanan Laut. Seminar Laut Nasional II. Jakarta 27 - 30 Juli 1987. hal 67 Nikijuluw VPH. 1995. Rezim Pengelolaan Sumberdaya Perikanan. P3R dan Pustaka Ceidesindo. Jakarta. 254 hal. Mulyono S. 2000. Teori Pengambilan Keputusan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta, hal 32 Novita Y. 2003. Perbandingan Stabilitas Statis antara Kapal Purse Seine di Pantai Barat dan Timur Sumatera Utara. Buletin PSP Volume XII. No I.April Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal 1. Onal H., Mc.Carl BA., Griffin WL, Matlock G and Clark J. 1991. A Bioeconomic Analysis of the Texas Shrimp Fishery and Its Optimal Management. Jurnal American Agricultural Economics Association. Paul D. 1983. Some Simple Methods fos Assesment of Tropical Fish Stock. FAO Fish. Tech. Pap. Rome. 134 p.
121
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No.16/Men/2006 tentang Pelabuhan Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 12 hal. Purwaka T and Sunoto M. 1999. Coastal and Marine Resources in Indonesia. Legal and Institutional Aspect. PRIAP-ICLARM, Working Paper No.2, Manila, Phitipines. 103 p. [PUSRIPT-BRKP] Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2001. produksi ikan dari hasil penangkapan di laut. Jakarta: PUSRIPT-BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. 113hal. [PUSRIPT-BRKP] Pusat Riset Perikanan Tangkap, Badan Riset Kelautan dan Perikanan. 2003. Presiding Pengkajian Stok Ikan Laut di Perairan Indonesia. Jakarta: PURISPT-BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. 155hal. Rangkuti F. 1999. Analisis SWOT : Teknik Membedah Kasus Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, hal 135 Rahadi F, Kristiawati R, Nazarudin. 1996. Agribisnis Perikanan. PT. Penebar Swadaya Jakarta, hal 96 Saaty L. 1993. Pengambilan keputusan bagi para pemimpin, PT Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta hal 45 Salindeho. 2008. Daerah Perbatasan Keterbatasan Pembatasan. Schaefer M 1957. Some Consideration ofPupulation Dynamic and Economic in Relation to the Management of the Commercial Marine Fisheres. Journal of Fisheries Research Board Of Canada, 14(5):669-081. Setyohadi T. 1997. Pemberdayaan Nelayan dan Petani Ikan Dalam Rangka Konsepsi Benua Maritim. Makalah. Disampaikan pada symposium Perikanan II. Hotel Sahid Makasar, Ujung Pandang, 2-3 Desember 1997. hal 38 Siagian S. 1998. Manajemen Strategik, Sinar Grafik Offset. Jakarta, hal 143. Soede CP. 2000. Co-management of an Indonesian coastal fishery. pesisir dan lautan vol. 3 no. 1 : 24-35.
Jurnal
Soekartawi. 1995. Programasi Tujuan Ganda Teori dan Aplikasinya Penerbit PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Jakarta 1995. hal 234 Sorensen JC, McCreary ST, Hersman MJ. 1984. Institutional Arrengement for management of Coastal Resources Research Planning Institute. Inc Colombia, South California, hal 9 Sukanto M. 1985. Manajemen Produksi. Lembaga Penerbitan fakultas Ekonomi UGM. Yogyakarta. hal 67
122
Supardan A, Haluan J, Manuwoto, Soemokaryo S. 2006. Maximum Sustainable Yeild (MSY) Dan Aplikasinya Pada Kebijakan Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Di Teluk Lasongko Kabupaten Buton.Buletin PSP FPIK Volume No. 2 I PB hal 35 Sutisna D. 2007. Model Pengembangan Perikanan Tangkap di Pantai Selatan Provinsi Jawa Barat. Suwarsono. 1996. Manajemen Strategik Konsep dan Manajemen Perusahaan, YKPN. Yogyakarta. hal 139
Kasus.
Akademi
Syafrin N. 1993. Analisis Faktor-Faktor yang mempengaruhi pendapatan usaha penangkapan ikan (tidak dipublikasikan), Program Pascasarjana IPB Bogor. hal 23. Sylvia G. 1992. Concepts in Fisheries Management: Interdisciplinary Gestalts and Socioeconomic Policy Models. Jurnal Society and Natural Resources, Vol. 5, pp. 116-133. Undang-Undang Republik Indonesia No 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan. 56 hal. Widodo J. 2003. Pengkajian Stok Sumber Daya Ikan Laut Indonesia tahun 2002. In: Widodo J., Wiadnyana N.N. & Nugroho D. (Eds). Prosiding Forum Pengkajian Stok Ikan Laut 2003. Jakarta, 23-24 Juli 2003. PUSRIPTBRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, pp: 1-12. Wiyono ES. 2006. Mengapa Sebagian Besar Perikanan Dunia Overfishing ? Suatu Telaah Manajemen Perikanan Konvensional. Inovasi, Vol 6/XVII. Jepang,. pp: 33-36. Yulistyo, Baskoro MS,. Monintja DR, lskandar BH 2006. Analisis Kebijakan Pengembangan Armada Penangkapan Ikan Berbasis Ketentuan Perikanan yang Bertanggung Jawab di Ternate, Maluku Utara. Buletin PSP Volume XV. No 1. April. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. hal 70 Zamdial T. 2000a. Mencari Solusi Penanggulangan Masalah Trawl. Marian Semarak, 29 April 2000. hal 3 Zamdial T. 2000b. Menyikap Dilematis trawl: Berkepanjangan". Marian Semarak, 2 Juni 2000.
"Kontroversial
Yang
Zulkarnain dan Darmawan. 1997. Penggunaan Model Schaefer dan Model Fox untuk Pendugaan Potensi dan Tingkat Pemanfaatan Sumberdaya Ikan Layang (Decapterus sp) di Perairan Eretan Wetan, Indramayu. Bulletin PSP, Vol. VI No.3. Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. hal: 31-40.
123
LAMPIRAN
123
Lampiran 1 Peta wilayah Kabupaten Kepulauan Talaud
126040’00 BT
GENERAL SANTOS CITY
KABUPATEN KEPULAUAN TALAUD MELONGUANE TAHUNA
KABUPATEN SANGIHE
MALUKU UTARA SULAWESI UTARA
4001’00” LU
124
Lampiran 2 Share produksi alat tangkap
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Rata-rata Persentase
PUKAT CINCIN 3367,0 3400,0 4402,6 4298,0 4412,5 4013,4 23893,5 3982,3 78,7
Produksi (Ton) J. INSANG HANYUT 130,7 140,0 152,5 191,9 186,7 198,4 1000,2 166,7 3,3
PANCING TONDA 862,4 893,8 957,4 999,5 836,6 917,3 5467,0 911,2 18,0
Jumlah 4360,1 4433,8 5512,5 5489,4 5435,8 5129,1 30360,7 5060,1 100,0
125
Lampiran 3 Effort alat tangkap
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Jumlah Rata-rata
PUKAT CINCIN 4200 4200 7000 7000 7000 7600 37000 6167
Upaya (Trip) J. INSANG HANYUT 26800 26800 28000 28000 28000 28000 165600 27600
PANCING TONDA 118200 118200 92000 92000 92000 92000 604400 100733
126
Lampiran 4 Standardisasi alat tangkap
Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
0,80 0,81
CPUE J. INSANG HANYUT 0,005 0,005
0,63 0,61 0,63 0,53
0,005 0,007 0,007 0,007
PUKAT CINCIN
PANCING TONDA 0,007 0,008 0,010 0,011 0,009 0,010
Indeks J. PANCING INSANG TONDA HANYUT 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01 0,01
0,02 0,02 0,01 0,02
PUKAT CINCIN 4200 4200 7000 7000 7000 7600
Standardisasi J. PANCING INSANG TONDA HANYUT 163 1076 173 1104 242 313 296 376
1522 1628 1327 1737
Total Effort (trip) 5439 5477 8765 8940 8623 9713
127
Lampiran 5 Data rRegresi untuk bioekonomik Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Produksi 4360.1 4433.8 5512.5 5489.4 5435.8 5129.1
Effort
CPUE 5439 5477 8765 8940 8623 9713
0.801636 0.809531 0.628922 0.614027 0.630384 0.528065
128 128
Lampiran 6 Regresi untuk bioekonomik
Regression Statistics Multiple R 0.989167 R Square 0.978451 Adjusted R Square 0.973064 Standard Error 0.01847 Observations 6 ANOVA df Regression Residual Total
Intercept X Variable 1
1 4 5
Coefficients 1.133978 -5.9E-05
SS MS F 0.061958 0.061958 181.6275 0.001365 0.000341 0.063323 Standard Error t Stat 0.035333 32.09361 4.41E-06
P-value 5.62E-06
-13.4769 0.000175
Significance F 0.000175393
Lower 95% Upper 95% Lower 95.0% Upper 95.0% 1.035876592 1.232079379 1.035876592 1.232079379 -4.71975E-7.16901E-4.71975E-7.16901E-05 05 05 05
129
> >
>
> > > >
>
> >
130
>
> > > > >
> >
131
Lampiran 7
Cash flow usaha penangkapan pancing tonda di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp. 000)
Account / Periode A. Penerimaan HasilPenjualan NilaiSisa Total Penerimaan B. Biaya 1. BiayaInvestasi Perahu Mesin AlatTangkap Total BiayaInvestasi 2. BiayaVariabel BahanBakar Perbekalan Retribusi BagiHasil Total BiayaVariabel 3. BiayaTetap Pemeliharaan Total Biaya C. PendapatanSebelumPajak D. PPh (15%) E. Net Benefit F. Discount Factor 18% 18% Present Value Net Present Value G. Discount Factor 18% 31% Present Value Net Present Value H. Internal Rate of Return J. Net Benefit/Cost
0
1
2
3
4
5
-
36,000
36,000
36,000
36,000
36,000
36,000
36,000
36,000
36,000
36,000
-
2,000 2,000
-
2,000 2,000
-
14,200 1,600 1,350 4,600 21,750
14,200 1,600 1,350 4,600 21,750
14,200 1,600 1,350 4,600 21,750
14,200 1,600 1,350 4,600 21,750
14,200 1,600 1,350 4,600 21,750
2,300 24,050 11,950 1792.485 10,157 0.847458
2,300 26,050 9,950 1492.485 8,457 0.718184
2,300 24,050 11,950 1792.485 10,157 0.608631
2,300 26,050 9,950 1492.485 8,457 0.515789
2,300 24,050 11,950 1792.485 10,157 0.437109
8,608
6,074
6,182
4,362
4,440
0.763359
0.582717
0.444822
0.339559
0.259205
7,754
4,928
4,518
2,872
2,633
9,000 12,000 2,000 23,000
23,000 (23,000) (23,000) 1 (23,000) 6,666 1 (23,000) (295) 30.45% 1.3
132
Lampiran 8
Cash flow usaha penangkapan pukat cincin di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp. 000)
Account / Periode A. Penerimaan
0
1
2
3
4
5
HasilPenjualan
-
56,000
56,000
56,000
56,000
56,000
NilaiSisa
56,000
56,000
56,000
56,000
56,000
-
-
-
-
-
18,000 3,200 1,900 4,870 27,970
18,000 3,200 1,900 4,870 27,970
18,000 3,200 1,900 4,870 27,970
18,000 3,200 1,900 4,870 27,970
18,000 3,200 1,900 4,870 27,970
4,700
4,700
4,700
4,700
4,700
Total Penerimaan B. Biaya 1. BiayaInvestasi
-
Perahu
12,000
Mesin
20,000
AlatTangkap
15,000
Total BiayaInvestasi 2. BiayaVariabel BahanBakar Perbekalan Retribusi BagiHasil Total BiayaVariabel 3. BiayaTetap Pemeliharaan
47,000
Total Biaya C. PendapatanSebelumPaja k
47,000
32,670
32,670
32,670
32,670
32,670
(47,000)
23,330
23,330
23,330
23,330
23,330
D. PPh (15%) E. Net Benefit
(47,000)
3499.5 19,831
3499.5 19,831
3499.5 19,831
3499.5 19,831
3499.5 19,831
1
0.847458
0.718184
0.608631
0.515789
0.437109
(47,000)
16,806
14,242
12,069
10,228
8,668
1
0.760456
0.578294
0.439767
0.334424
0.254315
(47,000) (56) 31.45% 1.3
15,080
11,468
8,721
6,632
5,043
F. Discount Factor 18% 18% Present Value Net Present Value G. Discount Factor 18% 32% Present Value Net Present Value H. Internal Rate of Return J. Net Benefit/Cost
15,013
133
Lampiran 9
Cash flow usaha penangkapan jaring insang hanyut di perairan Kabupaten Kepulauan Talaud (Rp. 000)
Account / Periode A. Penerimaan HasilPenjualan NilaiSisa Total Penerimaan B. Biaya 1. BiayaInvestasi
0
1
2
3
4
5
-
35,000
35,000
35,000
35,000
35,000
-
35,000
35,000
35,000
39,500
35,000
-
-
-
-
-
11,500 2,100 1,150 4,201
11,500 2,100 1,150 4,201
11,500 2,100 1,150 4,201
11,500 2,100 1,150 4,201
11,500 2,100 1,150 4,201
18,951
18,951
18,951
18,951
18,951
26,000
2,600 21,551
2,600 21,551
2,600 21,551
2,600 21,551
2,600 21,551
(26,000)
13,449
13,449
13,449
17,949
13,449
(26,000)
2017.35 11,432
2017.35 11,432
2017.35 11,432
2692.35 15,257
2017.35 11,432
1
0.847458
0.718184
0.608631
0.515789
0.437109
(26,000)
9,688
8,210
6,958
7,869
4,997
1
0.734214
0.539071
0.395794
0.290597
0.213361
(26,000)
8,393
6,162
4,525
4,434
2,439
Perahu
9,000
Mesin
12,000
AlatTangkap Total BiayaInvestasi 2. BiayaVariabel BahanBakar Perbekalan Retribusi BagiHasil Total BiayaVariabel 3. BiayaTetap Pemeliharaan Total Biaya C. PendapatanSebelumP ajak D. PPh (15%) E. Net Benefit F. Discount Factor 18% 18% Present Value Net Present Value G. Discount Factor 18% 36% Present Value Net Present Value H. Internal Rate of Return J. Net Benefit/Cost
4,500
5,000 26,000
11,722
(47) 36.13% 1.5
134
Lampiran 10
Gambar Nelayan Kabupaten Kepulauan Talaud yang sedang mempersiapkan alat penangkapan
135
Lampiran 11
Gambar kapal ikan Negara Filipina yang tertangkap di Pulau Miangas (Pelaku illegal fishing)
136
Lampiran 12
Gambar upacara adat MANE’E penangkapan ikan secara tradisional di Kabupaten Kepulauan Talaud