Analisis Efektivitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Yura Nurfakhrana dan Irfan Ridwan Maksum (Pembimbing) Program Studi Ilmu Administrasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. E-mail:
[email protected]
ABSTRAK Kebijakan Kawasan Minapolitan merupakan konsep pembangunan ekonomi lokal berbasis manajemen wilayah dengan motor pengerak sektor kelautan dan perikanan dalam rangka menunjang pertumbuhan ekonomi nasional. Berdasarkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor KEP.32/MEN/2010 tentang Penetapan kawasan Minapolitan, ditetapkanlah salah satu kawasan minapolitan yaitu Kebupaten Bintan, akan tetapi dalam pelaksanaannya tidak adanya peningkatan prekonomian dari sektor perikanan dan penggunaan lahan yang masih sedikit. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi dan menganalisa efektivitas implementasi kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Fokus penelitian ini adalah pada implementasi kebijakan tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan berlum berjalan secara efektif hal itu disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi jalannya kebijakan antara lain yaitu Pelaksana Kebijakan, Sumber daya, masih banyaknya kepentingan kekuasaan yang terlibat, Karakteristik lembaga pelaksana, faktor fisik dan non fisik. Kata Kunci: Implementasi; Pengembangan Kawasan; Minapolitan
The Analysis Effectiveness Implementation of Minapolitan Area Development Policy in Bintan Regency Riau Archipelago Province
ABSTRACT Minapolitan Area policy is the local economic development concept based on regional management with marine and fisheries industrial sectors in order to support national economic growth. Indonesia's Minister of Maritime Affairs and Fisheries decree number KEP.32/MEN/2010 concerning Stipulation Minapolitan region, decided Bintan regency as one of the minapolitan area, but in practice there are no significant economic increase in fisheries industrial sector and the number of land used for it. This research aimed to analyze the factors that influence and the effectiveness of area development policy implementation for Minapolitan regency in Bintan, Riau Archipelago Province. This research is focused on the implementation of the policy with using the qualitative. Results showed that the implementation of the Minapolitan regional development policy in Bintan regency is not run effectively. It is caused by several factors that influence the implementation, among others, Implementers Policy, Resources, there are many powerful interests are involved, the implementing agency characteristics, physical and non-physical factors Key Words:Implementation; Area Development; Minapolitan
1
Pendahuluan Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah, dengan luas lautan 70% lebih besar dibandingkan dengan daratan dan 17.480 pulau, menjadikan indonesia salah satu memiliki kekayaan laut yang melimpah, baik itu sumber daya hayati maupun sumber daya non hayati. Potensi tersebut menjadi salah satu tumpuan pembangunan negara dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat. Adapun potensi sumber daya laut yang dapat di gunakan terdiri dari dua yaitu sumber daya terbarukan (Renewable Resource), seperti sumber daya perikanan (perikanan tangkap dan perikanan budidaya), Mangrove, terumbu karang, padang lamun, mineral air laut dan air laut dalam, energi gelombang pasang surut, angin dan OTEC (Ocean Thermal Energy Conversion), sedangkan potensi kedua yaitu sumber daya yang tidak terbarukan (Non-Renewable Resources) seperti sumber daya minyak dan gas bumi serta berbagai jenis mineral lainnya. Selain itu, terdapat berbagai macam jasa lingkungan kelautan yang dapat dikembangkan untuk pembangunan kelautan, seperti pariwisata bahari, industri maritim, jasa angkutan dan potensi lainnya. (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2012). Produksi Perikanan Indonesia selain berasal dari perikanan tangkap di sektor budidaya diperkirakan memiliki potensi lahan sebesar 17,74 juta Ha, yang terdiri dari lahan budidaya air tawar 2,23 juta Ha, Budidaya air payau 2,96 juta Ha dan budidaya laut 12,55 juta Ha, sehingga peluang pengembangan usaha kelautan dan perikanan Indonesia masih memiliki prospek yang sangat tinggi. Potensi ekonomi sumber daya kelautan dan perikanan yang berada di bawah lingkup Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP) ini dapat mendorong pemulihan ekonomi yang diperkirakan sebesar US$82 miliar per tahun (Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 3/Permen-Kp/2014 Tentang Rencana Strategis Kementerian Kelautan Dan Perikanan Tahun 2010-2014). Akan tetapi pemanfaatan potensi lahan tersebut hingga saat ini baru mencapai 16,62% untuk budidaya air tawar, 50,06 % untuk budidaya air payau dan 2,09% untuk budidaya laut (http://bpblambon-kkp.org/peran-sub-sektor-perikanan-budidaya-dalam-perekonomiannasional/). Selain itu di bidang perikanan dan kelautan menurut Dahuri (2008) masih banyak terganjal masalah khususnya untuk nelayan tradisional. Menjawab permasalahan tersebut dan sejalan dengan perubahan yang begitu cepat di segala bidang, baik itu berskala nasional maupun internasional maka pemerintah menggunakan 2
sumber daya kelautan dan perikanan sebagai motor penggerak pembangunan nasional dan lebih fokus pada kesejahteraan rakyat. Hal tersebut tercermin dalam keputusan politik nasional, dalam implementasi Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional yang salah satu misinya menyatakan “Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat dan berbasiskan kepentingan nasional”. Perubahan cara berfikir dan orientasi pembangunan tersebut maka pemerintah merasa perlu adanya Revolusi Biru yang merupakan pemanfaatan dan pengolahan sumber daya keluatan dan perikanan melalui berbagai inovasi yang berorientasi pada pelestarian sumber daya untuk memberikan manfaat secara ekonomi, sosial dan lingkungan secara berkelanjutan. Salah satu bentuk dari Reovolusi Biru,
Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia
melaksanakan arah kebijakan nasional melalui sistem pembangunan sektor kelauatan dan perikanan berbasis wilayah dengan konsep Minapolitan. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI, pada tanggal 14 Mei 2010, telah menetapkan wilayah-wilayah berpotensial dan prospektif menjadi kawasan Minapolitan yang terdiri dari 197 Kabupaten/Kota di 33 Provinsi melalui Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.32/MEN/2010. Pada tanggal 21 Juli 2011 Menteri Kelautan dan Perikanan mengeluarkan surat Keputusan Nomor KEP.39/MEN/2011 tentang perubahan kawasan Minapolitan menjadi 223 Kabupaten/Kota pada 33 Provinsi. Berdasarkan peraturan di atas maka Kabupaten Bintan merupakan salah satu kabupaten yang ditetapkan menjadi kawasan minapolitan, dengan memiliki luas wilayah 98% lautan dan 2% daratan. Keadaan geografis tersebut menjadikan Kabupaten Bintan memiliki potensi di sektor perikanan cukup besar. Penunjukan Bintan sebagai kawasan minapolitan, mengharuskan penetapan kawasan sentra minapolitan pada wilayahnya. Melalui Surat Keputusan Bupati Bintan Nomor: 428/X/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, Kawasan Minapolis (Pusat Pertumbuhan Kota Ikan), dan Kawasan Penyangga (Hiterland) di tetapkan tiga kecamatan daerah pengembangan minapolitan, yaitu : Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Mantang. Secara keseluruhan dalam Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bintan (Perda Kabupaten Bintan nomor 2 tahun 2012), luas wilayah yang telah ditetapkan sebagai kawasan minapolitan adalah seluas 18.878,51 km2 atau sebesar 21,44% dari total luas Kabupaten Bintan. Hal tersebut didukung oleh Pemerintah Pusat dengan diterbitkan
surat keputusan nomor 35/KEPMEN-KP/2013 tentang Penetapan Kawasan
Minapolitan menetapkan Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Mantang sebagai pengembangan perikanan budidaya. Komoditas pengembangannya budidaya 3
di tiga kecamatan tersebut yaitu budidaya kerapu, rumput laut, teripang dan lainnya (Rencana Tata Ruang Wilayah Bintan, 2011-2031). Akan tetapi pada pelaksanaan kebijakan Minapolitan di Kabupaten Bintan manfaat yang dirasakan jika dilihat pada kontribusi paling besar pada perkonomian Bintan melalui PDRB berasal dari Industri Pengelolaan, sedangkan yang kedua yaitu Perdagangan, Hotel, Restoran dan selanjutnya Pertambangan Penggalian. Sektor Perikanan berada di tingkat keempat,
sedangkan sasaran dari pengembangan kawasan Minapolitan yaitu untuk
meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional, sebagaimana yang telah dirincikan dalam Peraturan Menteri KKP tentang Minapolitan akan tetapi pada kenyataannya dengan ditetapkannya pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bintan belum terlihat dapat mendongkrak kontribusi sektor perikanan dan kelautan terhadap perekonomian Kabupaten Bintan sesuai dengan tujuan kebijakan Minapolitan. Kemudian dari pemanfaatan lahan yang berpotensi untuk budidaya perikanan di Kabupaten Bintan pada tahun 2013 juga baru dimanfaatkan sebanyak 2,7% dan tidak adanya peningkatan pada tahun 2011-2012 secara signifikan. Apabila lahan yang tersedia tidak dimanfaatkan secara maksimal maka Pemerintah Kabupaten Bintan akan kehilangan potensi nilai ekonomis dari lahan tersebut. Selain itu jika dilihat dari volume produksi perikanan pada Kecamatan Mantang dan Kecamatan Bintan Timur kenaikan jumlah produksi ikan secara persentase pada tahun 20122013 masing-masing hanya naik 1% dan 3% (BPS,2014). Hal itu dirasakan kurang jika dilihat kecamatan tersebut merupakan kecamatan pusat Minapolitan Bintan dalam perekonomian berbasis kelauatan dalam mensejahterakan rakyat. Menurut Kamuli (2014), implementasi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan merupakan strategi pemerintah dalam meningkatkan produktivitas hasil perikanan minimal 5%. Ditambah lagi pada kecamatan Mantang pada tahun 2012-2013 jumlah rumah tangga perikanan hanya bertambah satu yaitu dari 1.419 ke 1.420 buah (BPS,2014). Prinsip minapolitan merupakan usaha untuk mempercepat pembangunan dan kesejahteraan masyarakat melalui sektor perikanan dan kelautan. Berdasarkan uraian diatas menimbulkan pertanyaan, apakah kebijakan tersebut sudah berhasil diimplementasikan atau belum dan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi mengingat pengembangan kawasan minapolitan telah di mulai sejak tahun 2009 hingga saat ini dan Kabupaten Bintan telah mendapat penghargaan sebagai lokasi percontohan. Salah satu cara 4
untuk menjawab pertanyaan tersebut, maka diajukan Tesis dengan judul “Analisis Efektivitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau” dengan batasan pembahasan pada beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut: 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas
implementasi kebijakan
pengembangan Kawasan Minapolitan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau? 2. Bagaimana efektivitas implementasi kebijakan pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau. Secara
akademis,
dengan
mengetahui
efektivitas
implementasi
kebijakan
pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan, diharapkan memberikan kontribusi terhadap pengembangan khasanah ilmu pengetahuan dibidang ilmu administrasi dan kebijakan publik terutama berkaitan dengan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan. Serta menambah referensi bagi penelitian-penilitian selanjutnya. Secara praktis yaitu memberikan kontribusi dan masukan kepada Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan, Pemerintah Daerah Provinsi Kepualauan Riau dan Pemerintah Pusat dalam pengembangan kawasan Minapolitan dan memberikan sumbangan pemikiran bagi pembuat kebijakan disektor perikanan dan kelautan.Tesis ini ditulis secara sistematis dan disusun dalam bab yang saling menunjang dan berkaitan. Urutan dalam penulisan setiap bab tersebut adalah sebagai berikut: Bab 1. Bab 2. Bab 3. Bab 4. Bab 5. Bab 6.
Pendahuluan Tinjauan Pustaka Metode Penelitian Gambaran Umum Hasil Penelitian dan Pembahasan Kesimpulan dan Saran
Tinjauan Pustaka Terdapat beberapa definisi kebijakan publik oleh para pakar, dilihat dari berbagai perspektif keilmuan masing-masing. Menurut Wilson (2006:164) dalam Wahab (2014:13) yang dirumuskan kebijakan publik sebagai berikut: “tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan dan penjelasan-penjelasan 5
yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi (atau tidak terjadi)”. Sedangkan menurut Carl Friedrich dalam Winarno (2012) menyebutkan bahwa kebijakan adalah suatu arah tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan peluang-peluang terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau suatu maksud tertentu. Kebijakan publik merupakan suatu pedoman yang saling terkait yang dibuat oleh aktor-aktor kebijakan dengan suatu tujuan tertentu, yaitu untuk mengatur kehidupan bersama dalam mencapai tujuan (visi dan misi) yang telah di sepakati dan menyelesaikan masalah yang menjadi perhatian publik (Nugroho, 2014). Menurut Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) yang dikutip oleh Subarsono (2005), mengatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan, yaitu: 1. Penyusunan agenda (agenda setting), yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapatkan perhatian dari pemerintah. 2. Formulasi kebijakan (policy formulation), yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. 3. Pembuatan kebijakan (decision making), yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan. 4. Implementasi kebijakan (policy implementation), yakni proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. 5. Evalusi kebijakan (policy evaluation), yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan. Tahap-tahap tersebut akan membentuk siklus sebuah proses kebijakan publik. Pada tahapan diatas, yang merupakan tahapan penting adanya kebijakan publik, dimana isu kebijakan digunakan untuk merumuskan kebijakan dan mengidentifikasi apakah kebijakan tersebut untuk menyelesaikan permasalahan atau mencapai suatu tujuan. Pertimbangan tersebut yang kemudian menjadi alternatif kebijakan. Menurut Bellinger (2007) terdapat tiga kriteria pertimbangan dalam pemilihan alternatif kebijakan, antara lain yaitu efisiensi dalam penggunaan sumber daya, keadilan dan dukungan politis bagi alternatif kebijakan yang akan diambil. Kebijakan yang telah diambil tersebut lah kemudian di implementasikan dan dilakukan pemantauan apakah pelaksanaan telah sesuai dengan rumusan kebijakan. Selanjutnya
6
dievaluasi, apakah hasil dari kebijakan telah sesuai dengan tujuan awal, analisa tersebut menjadi tolak ukur apakah kebijakan tersebut dapat diteruskan atau tidak. Konsep Implementasi Kebijakan Publik Salah satu tolak ukur untuk menilai suatu kebijakan itu berhasil atau tidak dapat dilihat dari proses kebijakan publik pada tahap implementasi. Menurut Nugroho (2014: 664) persenan keberhasilan suatu kebijakan publik ialah “rencana 20%, implementasi 60% dan sisanya 20% yaitu bagaimana mengendalikan implementasi”. Pendapat tersebut didukung oleh gagasan Wilson (1887) dalam Purwanto (2012) tahapan implementasi dianggap sebagai hal yang mudah karena ‘hanya’ sebagai kegiatan administrasi belaka akan tetapi fakta yang menunjukkan bahwa implementasi berbagai program pemerintah lebih banyak gagal dari pada berhasil. Suatu kebijakan dapat dinyatakan sebagai kebijakan gagal (policy failure) apabila terjadi apa yang disebut oleh Andrew Dunsire (1978) dalam Wahab (2014) sebagai implementation gap, suatu istilah yang menjelaskan setiap proses kebijakan selalu akan terbuka kemungkinan terjadinya perbedaan antara apa yang di harapkan oleh pembuat kebijakan dengan kenyataan, sebagai hasil atau kinerja dari pelaksana kebijakan. Hogwood dan Gunn (1986) telah membagi pengertian kegagalan kebijakan dalam dua kategori besar yaitu tidak terimplementasikan (non-implementation) dan implementasi yang tidak berhasil (unsuccessful implementation). Tidak terimplementasikan mempunyai arti bahwa kebijakan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana, mungkin karna pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau bekerjasama, tidak efisien, bekerja setengah hati, atau tidak menguasai permasalahan sehingga apapun yang dilakukan tidak dapat tertangani. Sedangkan implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi ketika kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana, namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan sehingga kebijakan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dapat atau hasil akhir yang dikehendaki. Selain itu terdapat faktor-faktor lainnya seperti: pelaksanaannya yang jelek, kebijakannya sendiri yang jelek atau kebijakan itu memang yang bernasib jelek. Sehingga kebijakan yang telah disahkan oleh pemerintah menimbulkan dampak atau perubahan tertentu yang diharapkan. Konsep Efektivitas Implementasi Kebijakan Guna mengetahui keberhasilan suatu kebijakan yang diimplementasikan dapat digunakan konsep keefektivitasan, sebagai konsep yang biasa digunakan untuk menunjukkan 7
pencapaian tujuan, seperti pendapat dari Campbell (1976) dalam Nurdin (2003) yang mengatakan efektivitas secara luas didefiniskan sebagai keberhasilan organisasi. Menurut Sumaryadi (2005), efektivitas implementasi kebijakan dapat dikatakan efektif apabila terjadi efektivitas pada tingkat prosedural dan juga efektivitas pada tingkat tujuan dan hasil. Sedangkan menurut Makmur (2011) mengatakan bahwa kegiatan dilakukan secara efektif dimana dalam proses pelaksanaannya senantiasa menampakkan ketepatan antara harapan yang diinginkan dengan hasil yang dicapai. Kriteria pengukuran keberhasilan implementasi menurut Ripley dan Franklin (1986) didasarkan pada tiga aspek, antara lain yaitu: 1. Tingkat kepatuhan Perspektif pertama, memahami keberhasilan implementasi dalam arti sempit yaitu sebagai kepatuhan implementor dalam melaksanakan kebijakan yang tertuang dalam dokumen kebijakan (dalam bentuk undang-undang, peraturan pemerintah, atau program). 2. Lancarnya pelaksanaan rutinitas Bahwa keberhasilan implementasi ditandai dengan lancarnya rutinitas fungsi dan tidak adanya masalah-masalah yang dihadapi. 3. Tercapainya Sasaran dan tujuan yang dikehendaki kebijakan Bahwa
keberhasilan
suatu
implementasi
mengacu
dan
mengarah
pada
implementasi/pelaksanaan dan dampak (manfaat) yang dikehendaki dari pelaksanaan kebijakan. Sedangkan untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi
efektivitas
implementasi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan, penulis melihat beberapa perspektif yang dapat menjadi acuan model teori yang di kembangkan oleh beberapa ahli studi implementasi kebijakan, seperti: Menurut Merille S. Grindle dalam Nugroho (2014) menyatakan bahwa suatu implementasi kebijakan ditentukan oleh dua variabel pokok yaitu konten dan konteks. Variabel konten adalah isi kebijakan publik itu sendiri yang berpengaruh terhadap proses implementasi kebijakan, sedangkan variabel konteks adalah konteks politik dan aktivitas administrasi yang mempengaruhi kebijakan publik yang diimplementasikan. Berikut ini beberapa penjelasan kategori variabel yang dikemukakan oleh Grindle: 1. Interest affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi)
8
Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Indikator ini berpendapatan bahwa suatu pelaksanaan kebijakan melibatkan banyak pihak dan sejauh mana kepentingan tersebut mempengaruhi implementasi kebijakan. 2. Type of benefit (jenis manfaat yang akan di hasilkan) Pada point ini menunjukkan dampak manfaat yang di dapat dari pelaksanaan kebijakan, baik itu berdampak postif maupun negatif. 3. Extent of change envision (derajat perubahan yang diinginkan) Setiap kebijakan diharapkan mempunyai target yang ingin dicapai dan target suatu kebijakan yang mempunyai skala yang jelas. 4. Side of decission making ( letak pengambilan keputusan) Pengembilan keputusan dalam suatu kebijakan memegang peranan penting dalam pelaksanaan suatu kebijakan, maka pada bagian ini harus menjelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang akan diimplementasikan. 5. Program implementer ( pelaksana program) Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan dan adanya kejelasan siapa sebagai implementator kebijakan. 6. Resources committed (sumber daya yang digunakan) Apakah suatu kebijakan didukung oleh sumber daya yang memadai. Pelaksana kebijakan harus didukung oleh sumber daya yang mendukung agar pelaksananya kebijakan berhasil. Sedangkan untuk variabel lingkungan kebijakan yang di implementasikannya adalah: a. Power, interest and strategy of actor involved (kekuasaan, kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat) Dalam implementasi suatu kebijakan, perlu dipertimbangkan unsur kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi yang dilakukan oleh para aktor yang telibat guna kesuksesan implementasi suatu kebijakan. Hal-hal tersebut harus diperhitungkan secara tepat, bila tidak maka dapat dipastikan bahwa implementasi suatu kebijakan akan jauh dari hasil yang diiginkan. b. Institution and regime characteristic ( karakteristik lembaga dan penguasa)
9
Lingkungan dimana suatu kebijakan tersebut dilaksanakan sangat berpengaruh dari keberhasilan kebijakan, maka pada elemen ini dijelaskan karakteristik dari suatu lembaga yang akan turut mempengaruhi keberhasilan suatu kebijakan. c. Compliance and respondiveness ( tingkat kepatuhan dan daya tanggap dari pelaksana) Hal ini juga memegang peranan penting dalam proses implementasi suatu kebijakan adalah tingkat kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Konsep Pengembangan Kawasan Menurut Catanese (1998) faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan kawasan terdiri dari 2 faktor yaitu faktor fisik dan non fisik. Faktor-faktor fisik akan mempengaruhi perkembangan kawasan diantaranya: a. Faktor lokasi, dimana kawasan itu berada akan mempengaruhi perkembangan, hal ini berkaitan dengan kemampuan kawasan tersebut untuk melakukan aktifitas dan interaksi yang dilakukan penduduknya. Berlokasi di jalur jalan uatam tau persimpangan jalan utama akan mampu menyebarkan pergerakan dari dan semua penjuru dan menjadi titik pertemuan antara pergerakan dari berbagai arah. b. Faktor Geografis, kondisi geografis suatu kawasan akan mempengaruhi perkembangannya. Kondisi geografis yang relatif datar akan lebih cepat untuk berkembang dibandingkan dengan keadaan geografis yang sulit. Sedangkan untuk faktor non fisik yang berpengaruh terhadap perkembangan suatu kawasan yaitu: a. Faktor perkembangan penduduk, dapat disebabkan oleh dua hal yaitu secara alami dan imigrasi. Perkembangan secara alami berkaitan dengan kelahiran dan kematian yang terjadi pada kawasan tersebut, sedangkan migrasi berhubungan dengan pergerakan penduduk dari wilayah, karna jumlah penduduk pada suatu wilayah merupakan modal bagi pembangunan. b. Faktor aktivitas kota, kegiatan yang ada di dalam kawasan tersebut, terutama kegiatan perekonomian. Perkembangan kegiatan perekonomian ditentukan oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam wilayah itu sendiri yang meliputi faktor-faktor produksi, tenaga kerja, modal serta faktor-faktor yang berasal dari luar daerah yaitu tingkat permintaan dari daerah-daerah lain terhadap komoditi yang dihasilkan oleh daerah yang bersangkutan.
10
Konsep Minapolitan Minapolitan merupakan turunan dari sistem Agropolitan dan serupa, jika dilihat secara etimologis Minapolitan berasal dari kata Mina dan Politan. Dalam bahasa sansekerta mina berarti ikan, sedangkan politan berasal dari bahasa Yunani, yang berarti Kota. Sehingga menurut Atmaji (2012) Minapolitan dapat diartikan sebagai Kota Perikanan dengan konsep pengembangan dan pembangunan kelautan dan perikanan berbasis wilayah dengan pendekatan sistem manajemen kawasan agar wilayah tersebut cepat tumbuh layaknya sebuah kota. Minapolitan merupakan gambaran suatu kawasan kota yang berbasis komoditas perikanan dengan aktivitas ekonomi utama dari usaha perikanan dari hulu hingga hilir
Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah post-positivis. Pendekatan ini merupakan proses verifikasi terhadap suatu temuan hasil observasi melalui berbagai macam metode, sehingga dapat mencapai objektivitas setelah diverivikasi dengan berbagai cara. Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan metode penelitian kualitatif. Penelitian ini akan menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati. Metode penelitian diarahkan pada latar belakang dan perilaku individu secacara holistik, tidak mengisolasikan individu organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi dilihat secara keseluruhan. Lokasi dilakukannya penelitian ini berada di Kawasan Minapolitan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau, berdasarkan Surat Keputusan Bupati Bintan Nomor 428/X/2010 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan, Kawasan Minapolis (Pusat Pertumbuhan Kota Ikan), dan Kawasan Penyangga (Hiterland) yang terdiri dari Kecamatan Bintan Timur, Kecamatan Bintan Pesisir dan Kecamatan Mantang. Informan dalam penelitian ini adalah pihak-pihak yang terlibat langsung maupun pengamat implementasi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bintan, antara lain: 1. Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan, sebagai pelaksana Kebijakan Minapolitan dan merupakan anggota dari Tim Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Minapolitan yang terdiri dari: Asisten 2 Bidang Administrasi Perekonomian, Kepala Dinas/ Sekretaris Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Minapolitan, Plt Kapala Bidang 11
Pengembangan Produksi, Sarana dan Prasarana, Kepala Seksi Pengembangan Perikanan Budidaya dari Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Bintan. Kepala Bidang Infrastruktur dan Sumberdaya Alam, Kepala Bidang Pendataan dan Pengembangan dan Kepala Sub Bidang Sumber Daya Alam dari Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bintan. Camat Bintan Timur, Camat Mantang dan Sekretaris Kecamatan Bintan Pesisir. 2. Pihak yang terkena dampak kebijakan terdiri dari Unit Pelaksana Dinas Bintan Timur, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia Kabupaten Bintan, Masyarakat kecamatan Mantang sebagai nelayan. 3. Universitas Maritim Raja Ali Haji, merupakan informan yang mengetahui ilmu tentang perikanan dan minapolitan selain itu mereka juga sebagai pemerhati dan mengkontrol kebijakan minapolitan di daerah.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian dan Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Efektifitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan No Faktor Temuan Keterangan 1.
Kepentingan yang Mempengaruhi Kebijakan
2.
Jenis Manfaat Ketepatan dan pengfokusan kebijakan di yang bidang kelautan dan perikanan oleh Pemerintah Kabupaten Bintan. dihasilkan Adanya bantuan yang yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat dengan tujuan kesejahteraan. Peningkatan nilai jual ekonomi dan kualitas bagi sektor pengolah perikanan
Organisasi yang tersusun dalam Tim Kelompok Kerja mempengaruhi kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan, yang terdiri dari beberapa SKPD Pemerintah Daerah Kabupaten Bintan yang mempunyai kontribusi, elit politik, sektor swasta atau Tauke, Perguruan tinggi Universitas Maritim Raja Ali Haji,dan lembaga lainnya seperti LSM dan HNSI, dan Masyarakat Kabupaten Bintan.
12
No
Faktor
3.
Derajat perubahan yang diinginkan
4.
Letak Pengambilan Keputusan
5.
Pelaksana Program
Temuan Adanya sarana prasarana pendukung pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan Perubahan mindset para masyarakat nelayan dan pengolah perikanan. Dalam pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan secara umum perubahan yang diharapkan yaitu meningkatkan kemampuan masyarakat skala mikro dan kecil, meningkatkan jumlah dan dan kualitas usaha skala menengah ke atas sehingga berdaya saing tinggi dan meningkatkan sektor kelautan dan perikanan menjadi penggerak ekonomi regional dan nasional. Tataran konstitusioanl, Perda nomor 2 tahun 2012 tentang RTRW Kabupaten Bintan, perda nomor 13 tahun 2011 tentang RPJMD Kabupaten Bintan tahun 2011-2015. Tataran kolektif, Keputusan Bupati nomor 428/X/2010 di perbaharui dengan Keputusan Bupati nomor 219/I/2014 tentang Penetapan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan, Keputusan Bupati nomor 245/V/2009 di perbaharui dengan Keputusan Bupati nomor 21/I/2012 tentang Pembentukan Kelompok Kerja (POKJA) Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan. Tataran Operasional, keputusan pembentukan struktur organisasi UPTD, Surat penetapan tugas penyuluh Provinsi Kepulauan Riau, penerbitan Masterplan studi pengembangan kawasan budidaya Adanya ketidak konsisten pengfokusan kebijakan yang dikeluarkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dalam kebijakan kawasan minapolitan. Pemerintah Kabupaten Bintan telah membentuk Tim Kelompok Kerja pengembangan kawasan Minapolitan di ketuai oleh Sekretaris Daerah yang sebelumnya oleh Bappeda. Akan tetapi perubahan Tim Pokja mengakibatkan adanya kesulitan untuk
13
Keterangan
No
6.
Faktor
Temuan
Keterangan
melakukan koordinasi antar anggota Tim Pokja. Komunikasi dan rapat koordinasi dilakukan tidak sesuai dengan seharusnya dan banyaknya yang hadir diwakilkan. Masih banyaknya ego sektoral dalam pelaksaan kebijakan pengembangan kawasan minapolitan Kabupaten Bintan antar instasi pemerintah. Sumber Daya Masih adanya sumber daya yang digunakan Adanya jabatan eselon yang dalam pelaksanaan kebijakan yang masih IVb yang belum terisi Digunakan kurang seperti sumber daya manusia, Sarana dan UPTD yang belum prasarana pendukung kebijakan memiliki staf. Kabupaten pengembangan kawasan Minapolitan yang APBD masih belum terpenuhi dan terbatasnya Bintan yang mengalami defisit. sumber daya dana Implementasi kebijakan pengembangan Adanya kepentingan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan dan kekuasaan pada kegiatan masih menghadapi kendala dimana masih perizinan pada banyaknya kepentingan yang terlibat dalam pertambangan kawasan Minapolitan pelaksanaan kebijakan. Akan tetapi politik pemerintah telah menyusun beberapa strategi Kepentingan mempengaruhi pengembangan yang disusun dalam bentuk yang dalam proses Masterplan. prencanaan maupun pelaksanaan Kepentingan pihak swasta yaitu Tauke
7.
Kekuasaan, Kepentingan Strategi Aktor yang Terlibat
8.
Karakteristik Karakteristik lembaga dalam pelaksanaan Tidak adanya Lembaga dan kebijakan masih belum ideal sehingga pengaturan mengenai menimbulkan banyak kendala. tugas dan fungsi Penguasa Masing-masing anggota Tim Pokja tidak masing-masing instasi dalam mengetahui tugas dan fungsi dalam terkait pelaksanaan kebijakan pengembangan pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten. kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan
9.
Daya Tanggap
Tanggapan masyarakat baik akan tetapi masih adanya masyarakat yang mempunyai pola pikirnya hanya untuk mendapatkan bantuan
14
No
Faktor
Temuan
Keterangan
dan tidak adanya pertanggung jawaban terhadap bantuan yang telah diberikan. 10.
Faktor Fisik Secara geografis dan lokasi kawasan Kawasan minapolitan di Kabupaten Bintan telah sesuai Minapolitan untuk pelaksanaan pengembangan kawasan Minapolitan akan tetapi dalam penggunaan struktur ruang di wilayah Minapolitan terdapat kawasan Pertambangan dan jalur pelayaran kapal-kapal barang maupun penumpang.
Kegiatan pertambangan di kawasan Minapolitan berdampak pada jeleknya kualitas air laut yang merupakan kunci utama dalam pelaksanaan budidaya perikanan sehingga terdapat beberapa wilayah yang tidak bisa dilakukan pembudidayaan. Lalu lintas kapal di daerah pembudidaya menimbulkan gelombang yang tidak baik untuk budidaya.
11.
Faktor Non Perkembangan penduduk ada kawasan Karakteristik nelayan Fisik Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan sudah cukup tangkap menjadi Minapolitan baik, akan tetapi dalam kualitas pendidikan nelayan budidaya. yang dimiliki oleh penduduk masih sangat rendah. Selain itu karakteristik yang dimiliki oleh masyarakat nelayan sangat berbeda dengan sikap yang harus dimiliki dalam pelaksanaan kebijakan Minapolitan. Sumber: Data diolah dari hasil penelitian dan analisis. Efektivitas Implementasi Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan
No 1.
Faktor Kepatuhan
Temuan
Keterangan
Kepatuhan dari para aparatur pemerintah Evaluasi terhadap
pelaksanaan
kebijakan
terhadap
pelaksanaan kebijakan
pengembangan kawasan minapolitan masih
pengambangan
kurang, hal tersebut di karenakan tidak
kawasan Minapolitan
15
No
Faktor
Temuan
Keterangan
adanya aturan jelas siapa yang bertugas
di Kabupaten Bintan
dalam
belum
melaksanakan
suatu
kegiatan.
Sedangkan untuk kepatuhan masyarakat
pernah
dilakukan.
dalam bentuk partisipasi sudah baik akan tetapi hal tersebut dikarnakan adanya bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat. 2.
Proses produksi mengalami kegagalan
Lancarnya Pelaksanaan
dalam membudidaya rumput laut. Pengadaan bibit dan pakan masih berasal
Rutinitas
dari luar provinsi. Bagian pemasaran yang masih dikuasai oleh Tauke-tauke tidak ada persaingan harga untuk pemasaran. 3.
Tercapainya
Pelaksanaan
Kebijakan
pengembangan
Sasaran
dan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan
tujuan
yang terdapat bebarapa yang belum tercapai tujuan
Dikehendaki
dan sasaran yang telah ditetapkan
Kebijakan Sumber: Hasil olahan penulis, 2015
Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil analisis penelitian mengenai Kebijakan Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau dalam menjawab pertanyan penelitian, dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas implementasi kebijakan pengembangan kawasan minapolitan di Kabupaten Bintan terdapat beberapa yang penting harus diperhatikan demi pencapaian tujuan yang diharapkan dan suksesnya kebijakan ini. Adapun faktor-faktor tersebut adalah Pelaksana Kebijakan (komunikasi dan koordinasi 16
antar pelaksana kebijakan), Sumber daya (sumber daya manusia maupun sumber daya finansial), masih banyaknya kepentingan kekuasaan yang terlibat, karakteristik lembaga pelaksana, faktor fisik dan non fisik. 2. Implementasi kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaetn Bintan belum berjalan secara efektif. Hal tersebut dikarnakan masih adanya sasaran dan tujuan dari kebijakan minapolitan yang belum tercapai. Jika dilihat dari prosedur dan tingkah laku pelaksanaan kebijakan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan melalui kepatuhan dan kelancaran implementasi maka masih adanya masih adanya implementor yang tidak melaksanakan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan, sedangkan untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan, masih adanya kegagalan dalam budidaya dan terhambatnya pemasaran hasil produksi perikanan dan kelautan yang dimiliki oleh masyarakat.
Saran 1. Dalam rangka untuk mempertahankan kebijakan Minapolitan Kabupaten Bintan terhadap dampak yang ditimbulkan dari sektor pertambangan, maka Pemerintah Kabupaten Bintan perlu melaksanakan kegiatan atau program yang lebih mendatangkan pendapatan daerah yang berasal dari sektor Kelautan dan Perikanan, seperti adanya Minawisata di Kawasan Minapolitan, industri perikanan, dan peningkatan teknologi . 2. Perlu adanya pengaturan yang jelas dan rinci mengenai tugas dan tanggungjawab pada instansi terkait dalam pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan, seperti perbaikan Masterplan yang tidak hanya dalam bentuk kajian studi saja tetapi perencanaan perbidang dan lebih mendetail per sektor. 3. Pelaksanaan evaluasi kegiatan pengembangan kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan harus dilakukan secara kontiniu sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia dan melaksanakan pelaporan sesuai dengan jenjang hirarki yang ada pada pemerintahan. 4. Tim Kelompok Kerja Pengembangan Kawasan Minapolitan di Kabupaten Bintan harus melakukan komunikasi yang rutin dan intensif baik dengan instansi pemerintah maupun dengan pihak swasta dan masyarakat di kawasan Minapolitan 5. Adanya perubahan pola bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada masyarakat sehingga masyarakat mempunyai tanggung jawab dalam bantuan yang diberikan dan pengawasan yang intensiv dari pemerintah terhadap kelompok-kelompok penerima bantuan. 17
DAFTAR REFERENSI
Bellinger, William K. (2007). The Economic Analysis of Public Policy. New York: Routledge Catanese, Antony J. & Snider, James C. (1998). Perencanaan Kota. Erlangga: Jakarta. Hogwood, Brian W & Gunn, Lewis A. (1984). Policy Analysis for the Real Worl. New York : Oxford University Press, Inc Makmur. (2011). Efektivitas Kebijakan Kelembagaan Pengawasan. Bandung: Refika Aditama Nugroho, Riant. (2014). Public Policy. Jakarta : PT.Elex Media Komputindo Purwanto, Erwan Agus & Sulistyastuti, Dyah Ratih. (2012). Implementasi Kebijakan Publik, Konsep dan Aplikasinya di Indonesia. Yogyakarta: Gava Media Ripley, Ronald B and Grace Franklin. (1986). Policy Implementation Bereaucracy. Chicago : Dorsey Press Subarsono, A.G. (2011). Analisis Kebijakan Publik: Konsep, Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Sumaryadi, I Nyoman, (2005), Efektivitas Implementasi Kebijakan Otonomi Daerah, Jakarta : Citra Utama Wahab, Solichin Abdul. (2014). Analisis Kebijaksanaan: dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : Bumi Aksara Winarno, Budi. (2012). Kebijakan Publik (Teori dan Studi Kasus). Yogyakarta : CAPS Atmaji, Siwi Ayuning. (2012). Skripsi Kajian Elemen Spasoal Pada Gagasan Minapolitan Perikanan Tangkap di Pelabuhan Ratu. Depok: Universitas Indonesia Balai Perikanan Budidaya Ambon, Peranan Sub Sektor Perikanan Budidaya dalam Perekonomian Nasional, diakses 8 Juni 2015 dari http://bpblambon-kkp.org/peran-sub-sektorperikanan-budidaya-dalam-perekonomian-nasional/
18