Kata Pengantar Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan
Internasional
merupakan
uraian
pelaksanaan kegiatan dari tugas dan fungsi Direktoratdirektorat dan Sekretariat di lingkungan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional, yang terdiri dari rangkuman pertemuan, sidang dan kerja sama di fora Multilateral, ASEAN, APEC dan organisasi internasional
lainnya,
Bilateral,
serta
Perundingan
Perdagangan Jasa setiap bulan baik di dalam maupun di luar negeri. Adapun maksud dan tujuan dari penyusunan laporan bulanan ini adalah untuk memberikan masukan dan informasi kepada unit-unit terkait Kementerian Perdagangan, dan sebagai wahana koordinasi dalam melaksanakan tugas lebih lanjut. Selain itu, kami harapkan Laporan Bulanan Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional ini, dapat memberikan gambaran yang jelas dan lebih rinci mengenai kinerja operasional Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional. Akhir kata kami menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sejak penyusunan hingga penerbitan laporan bulanan ini. Terima kasih.
Jakarta,
Januari 2014
DIREKTORAT JENDERAL KPI
i
ii
Ringkasan Eksekutif Beberapa kegiatan penting yang telah dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional pada bulan Januari 2014, antara lain:
62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI) Pertemuan membahas beberapa agenda antara lain: Implementation of ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA); Proposed US-ASEAN Joint Statement on Shared Principles for International Investment; Hasil dari 3rd ASEAN Investment Forum dan Multipicity of Investment Agreement.
The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The Forty-Fifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings Rangkaian pertemuan telah dilaksanakan pada tanggal 13-15 Januari 2014, di Nay Pyi Taw, Myanmar membahas isu-isu intra ASEAN, maupun hubungan ASEAN baik dengan mitra FTA maupun mitra strategis lain. Selanjutnya juga telah dilaksanakan Pertemuan ke5 Committee of the Whole (COW) Dan Informal SEOM-METI Consultation pada tanggal 15 Januari 2014.
World Economic Forum (WEF) 2014 Bertemakan “Reshaping of the World: Consequences for Society, Politics and Business”, forum tahunan yang diselenggarakan di Davos, Swiss ini terdiri dari sejumlah sesi, antara lain: Sesi Enabling Trade, Forum Debate: Rethinking Technology and Employment dan Lippo Davos Lunch Dialogue.
Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) 2014 Telah dibahas outstanding issues dalam Working Group (WG) Trade in Goods (TIG), Trade in Services (TIS), Investment dan Cooperation and Capacity Building (CCB) serta proposal kerjasama mengenai Industrial Technology and Investment.
Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan Keikutsertaan dalam Partnership Summit di India Tim Advance Bidang Ekonomi RI mengunjungi Bangalore, India dengan sejumlah agenda, yaitu: pertemuan dengan Minister of Agriculture Negara Bagian Karnataka dan Deputy Secretary-General Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), pertemuan dengan perusahaan Tata Consulting Service (TCS) dan Bharat Heavy Electricals Limited (BHEL), serta sebagai panelis pada Partnership Summit 2014.
iii
Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-WGTIS) Pertemuan RCEP-WGTIS pada tanggal 20-24 Januari 2014 di Kuala Lumpur, malaysia merupakan pertemuan ketiga yang dihadiri perwakilan anggota ASEAN, Australia, China, India, Jepang, Korea dan New Zealand, serta Sekretariat ASEAN.
Workshop Laporan Akuntabillitas Kinerja (LAK) 2013 Workshop dilaksanakan dengan tujuan memberikan pemahaman kepada pejabat dan staf di lingkungan Ditjen KPI dalam melakukan penyusunan LAK, khususnya kepada pejabat yang baru menangani penyusunan LAK.
Pertemuan Penyusunan Dokumen Kontrak Kinerja Pertemuan penyusunan Kontrak Kinerja Ditjen KPI menghasilkan penyesuaian terhadap draft awal Kontrak Kinerja sesuai dengan masukan dari narasumber dan koordinator perencanaan dan evaluasi pada tiap unit eselon II.
iv
Daftar Isi KATA PENGANTAR ............................................................................................... RINGKASAN EKSEKUTIF ....................................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ................................................................................................
i iii v vi
BAB I – KINERJA ................................................................................................... A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN ........................................ 1. 62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI) ..................... 2. The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The Forty-Fifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings .................................................................................... B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya ..................................................................................... 1. World Economic Forum (WEF) 2014 ....................................................... C. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral ...................................... 1. Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) 2014 ................................... 2. Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan Keikutsertaan dalam Partnership Summit di India.................................. D. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa ................................................... 1. Chief Negotiator Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK CEPA) ........................................... 2. Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEPWGTIS) ..................................................................................................... E. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional................................................................................................... 1. Pertemuan Penyusunan Dokumen Kontrak Kinerja ............................... 2. Konsinyering Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai .................................. 3. Workshop Laporan Akuntabillitas Kinerja (LAK) 2013 ............................
1 1 1
BABII – PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT .................................................... A. Kendala dan Permasalahan ............................................................................ B. Tindak Lanjut Penyelesaian ................................................................................
29 29 29
BAB III – PENUTUP ...............................................................................................
31
3 7 7 11 11 13 17 17 20 25 25 25 26
v
Daftar Gambar Gambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6
vi
SEOM 1/45 and Related Meeting di Nay Pyi Taw, Myanmar .................. Forum Debate: Rethinking Technology and Employment, WEF ............... Informal WTO Ministerial Gathering, WEF 2014 ................................... Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEPWGTIS) ........................................................................................... Konsinyering Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai................................. Workshop LAK Ditjen KPI 2013 ..........................................................
4 8 10 20 26 26
BAB I KINERJA A. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan ASEAN
1. 62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI) Pertemuan 62nd ASEAN Coordinating Committee of Investment (CCI) diselenggarakan pada tanggal 10-11 Januari 2014 di Nay Pyi Taw, Myanmar, membahas beberapa agenda antara lain: Implementation of ASEAN Comprehensive Investment Agreement (ACIA); Proposed US-ASEAN Joint Statement on Shared Principles for International Investment; Hasil dari 3rd ASEAN Investment Forum dan Multipicity of Investment Agreement. Protocol to Amend the Semua negara-negara ASEAN (AMS) telah menyelesaikan Protocol ACIA to Amend the ACIA. Pokok-pokok penting Protokol ini antara lain: (i). Memberi kewenangan bagi ASEAN Investment Area (AIA) Ministers untuk melakukan update dan endorsement Reservation List (R/L) ACIA; (ii). Menata prosedur modifikasi dan perubahan R/L yang menyangkut mekanisme waktu dan perubahannya. Dari 10 negara ASEAN, tinggal Laos yang masih harus menyelesaikan prosedur domestiknya. Untuk itu, diharapkan Laos dapat menyelesaikannya sebelum 17 Januari 2014, sehingga Protocol dapat ditandatangani di sela-sela AEM Retreat tanggal 27 Februari 2014 di Singapura. Revised ACIA Reservation Laos menyampaikan saat ini sedang dalam proses verifikasi List endorsement revised R/L untuk Myanmar; sedangkan Vietnam menyampaikan sedang dalam proses endorsement revised R/L Brunei, Indonesia, Laos dan Myanmar. Transparency Pada tahun 2013, tidak ada perubahan hukum, peraturan atau kebijakan dari semua AMS terkait ACIA. Treatment of Permanent Brunei dan Singapura menerapkan kebijakan Permanent Residents (for investors) Residents, sedangkan negara-negara ASEAN lainnya tidak menerapkan kebijakan tersebut. Mengingat masih belum ada perkembangan isu ini, disepakati untuk dilakukan konsultasi domestik kembali dan mengundang instansi-instansi yang berwenang untuk melakukan pembahasan pada CCI mendatang. Prohibition of Terdapat keinginan agar perjanjian investasi di ASEAN lebih liberal Performance lagi (TRIMS plus). Untuk itu perlu pemahaman secara lebih Requirements komprehensif apa keuntungan/pengaruh TRIMS plus bagi Foreign Direct Investments.
1
Future reservations on new and emerging subsectors, and existing subsectors which are unregulated at the time of the submission of the R/L.
Indonesia dan Vietnam berpendapat bahwa future reservations untuk new and emerging subsectors and existing subsectors yang sebelumnya tidak pernah diatur (Pasal 10 ayat 3, ACIA), tidak dapat dituntut sebagai compensatory adjustment/kompensasi dan tidak dapat dipandang sebagai backtracking sedangkan Singapura berpendapat hal ini seharusnya mengikuti prosedur yang berujung pada pemberian kompensasi.AMS akan meneruskan pembahasan lebih lanjut untuk isu ini.
Outbond Investment Pada April 2014, direncanakan diadakan outbond di Laos yang Mission of ASEAN 6 to Lao mempromosikan investasi mereka khususnya di sektor PDR manufaktur, pariwisata dan pertanian. ASEAN Connectivity Dalam upaya menjadikan investasi di ASEAN lebih mudah, cepat, through Trade and murah dan memberikan informasi bagi kalangan bisnis tentang Investment (ACTI) ACIA, maka dibuat proposal proyek ACTI yang disponsori USAID. Terkait proposal ini, CCI menyarankan agar TOR dapat lebih spesifik, lebih menjelaskan term of investment facilitation dan memasukkan aspek promosi dalam rencana kerja. Pertemuan akan meminta masukan dari ASEAN Business Advisory Council (ABAC), selain itu AMS diharapkan memberikan masukan sebelum 31 Januari 2014. ASEAN Investment Report ASEAN Investment Report (AIR) 2013 dengan technical support (AIR) 2013 dari UNCTAD dan dukungan biaya dari ASEAN Australia Development Cooperation Program (AADCP) ke II akan diluncurkan pada Agustus 2014. Draft awal akan dipresentasikan pada CCI-63 dan draft final akan dipresentasikan pada CCI-64. Proposed US-ASEAN Joint Statement on Shared Principles for International Investment
Masih terdapat perbedaan pandangan antara ASEAN dengan US terutama tentang prinsip Investasi. Beberapa pandangan Indonesia antara lain level of ambitions, scope of principle dan development dimensions. Pertemuan sepakat akan memberikan masukan pada minggu kedua Februari 2014.
The 3rd ASEAN Pertemuan membahas hasil dan rekomendasi AIF-3 tanggal 19 Investment Forum (AIF) Agustus 2013 di Brunei dengan tema supply chain. AIF-3 dihadiri oleh ASEAN Heads of Investment Agencies (AHIA). Beberapa anggota AHIA menyarankan agar UKM di ASEAN dapat menjadi bagian dari ASEAN Regional supply chain. Terkait hal tersebut, CCI Chair meminta ASEC agar dapat memberikan ASEAN Supporting Industries Database. Multiplicity of Investment Multiplicity of Investment Agreement merupakan usulan Agreement pembahasan tambahan dari Indonesia, karena Indonesia memiliki 67 Perjanjian Bilateral Investment Treaty (BIT) terdahulu dengan negara-negara lain (termasuk beberapa negara anggota ASEAN),
2
dimana BIT tersebut akan memberi dampak untuk perjanjian investasi regional di FTA. Sehubungan hal tersebut, pertemuan meminta ASEC untuk mencari studi/laporan yang terkait serta AMS agar melakukan konsultasi dengan ahli-ahli hukumnya untuk dilakukan diskusi lebih lanjut pada pertemuan mendatang.
2. The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The Forty-Fifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The Forty-Fifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings telah dilaksanakan pada tanggal 13-15 Januari 2014, di Nay Pyi Taw, Myanmar. Selanjutnya juga telah dilaksanakan Pertemuan ke-5 Committee of the Whole (COW) dan Informal SEOM-METI Consultation pada tanggal 15 Januari 2014. ASEAN Internal Agenda Selaku Ketua ASEAN tahun 2014, Myanmar menetapkan beberapa prioritas capaian di bawah koordinasi AEC sebagai berikut: (i) Post2015 Vision; (ii) Financial Integration; (iii) Strategic Plan of Action on Food Security under ASEAN Integration on Food Security (AIFS); (iv) ASEAN Good Aquaculture Practices Standards; (v) Public Private Partnership (PPP) Framework. Sementara itu prioritas capaian di bawah koordinasi AEM adalah: (i) Key Messaging for AEC 2015; (ii) Operasionalisasi AFEED; (iii) Development of a model for SME Credit Rating Agencies; (iv) Establishment of SME Service Centres with Sub-regional and Regional Linkages. Dari beberapa usulan deliverables yang disampaikan oleh Myanmar, SEOM sepakat bahwa peningkatan keterlibatan UKM dan pembangunan infrastruktur melalui skema PPP harus mendapat perhatian khusus. Pertemuan mencatat beberapa perjanjian/protokol di bawah koordinasi AEM yang perlu diselesaikan dan ditandatangani pada tahun 2014, yaitu: (i) ASEAN Medical Device Directive (AMDD); (ii) ASEAN MRA on Accountancy; (iii) ASEAN-India Trade in Services and Investment Agreements; (3) Protocol to Implement the 9th AFAS Package; (4) Protocol to Amend ACIA; (5) AANZFTA; (6) Protocol to incorporate the Chapters on Trade in Services, MNP, and Investment in the AJCEP. Di samping itu terdapat beberapa perjanjian/protokol di bawah koordinasi AEC, namun berada di luar lingkup AEM, yang perlu diselesaikan dan ditandatangani pada tahun 2014, yaitu: (1) Protocol 2 & 7 of AFAGIT; (2) ASEAN-China MOU on SPS Cooperation; (3) Protocol to Implement 6th Package of Financial Services Commitments under AFAS; (4) Agreement on the Establishment of ASEAN Coordinating Centre for Animal Health
3
and Zoonosis; (5) MOU on ASEAN Cooperation Mechanism for Joint Spill Preparedness and Response (OSRAP). Pertemuan sepakat bahwa proses penandatanganan berbagai perjanjian/protokol dimaksud akan dilaksanakan saat para Menteri Ekonomi ASEAN melakukan Pertemuan ke-20 AEM Retreat, KTT ASEAN ke-24, dan Pertemuan ke-46 AEM. SEOM lebih lanjut menugaskan Sekretariat ASEAN untuk menginventarisir lebih lanjut daftar perjanjian/protokol yang akan ditandatangani pada masing-masing pertemuan tersebut. SEOM telah membahas sejumlah isu yang merupakan agenda internal negara-negara anggota ASEAN. Bahasan-bahasan tersebut di antaranya terkait: Key Deliverables for 2014; Relevant Outcomes of Higher ASEAN Bodies; Priority Integration Sectors (PIS); ASEAN Framework on Equitable Economic Development (AFEED); Trade in Goods; ASEAN Single Window (ASW); Standard and Conformance; Trade in Services; Investment; Small and Medium Enterprises; Intellectual Property Rights; Competition Policy; Consumer Protection; Enhanced on Dispute Settlement Mechanism (ESDM); dan Progress and Issues of AEC under Other Committees and Working Groups.
Gambar 1. SEOM 1/45 and Related Meeting di Nay Pyi Taw, Myanmar ASEAN Relations with FTA Pertemuan juga membahas kelanjutan hubungan ASEAN dengan Partners sejumlah mitra FTA. Pada ASEAN-China, SEOM menyepakati bahwa proses up-grading atau enhancement dari ACFTA harus memperhatikan dan sejalan dengan fokus utama ASEAN dalam membentuk RCEP. Sementara pertemuan ASEAN-Jepang mencatat status transposisi dari Tariff Reduction Schedules (TRS). Beberapa negara ASEAN juga diminta untuk segera menyelesaikan proses transposisi dan verifikasi serta melakukan konsultasi
4
bilateral untuk menyelesaikan proses transposisi tarif untuk TRS HS 2002-2007. Pada ASEAN-Korea, sejalan dengan proses upgrading ASEAN Plus 1 FTAs lainnya, SEOM meminta agar proses di AKFTA memperhatikan fokus perundingan di RCEP. Pada ASEAN-CER, SEOM mengharapkan seluruh negara anggota ASEAN untuk segera menyelesaikan prosedur internalnya terkait penandatanganan First Protocol to Amend the Agreement Establishing the AANZFTA. SEOM juga telah membahas tindak lanjut kerja sama lainnya yaitu ASEAN-India dan ASEAN Hongkong FTA. ASEAN Relations with SEOM juga membahas hubungan ASEAN dengan mitra strategis Other Strategic Partners lainnya. Pada ASEAN-US, Sebagai tindak lanjut AEM Roadshow to the US pada Juni 2013, Myanmar selaku Country Coordinator menyampaikan bahwa dalam rangka meningkatkan pelaksanaan kerja sama ekonomi, pihak AS mendorong agar ASEAN-US Trade and Investment Arrangement (TIFA) Work Plan dan Expanded Economic Engagement (E3) Initiative dapat dibahas pada tahun 2014. Pada ASEAN-Canada, Indonesia selaku Country Coordinator menyampaikan perkembangan berbagai kegiatan yang telah dilaksanakan selama tahun 2013 serta rencana kegiatan tahun 2014 dalam rangka implementasi ASEAN-Canada Joint Declaration on Trade and Investment dengan akan dilaksanakannya AEM Roadshow to Canada pada bulan Mei 2014. Hubungan ASEAN-Russia telah berada pada usulan pembentukan ASEAN-Russia Committee on Trade and Investment Cooperation untuk mengkoordinasikan dan memonitor pelaksanaan ASEANRussia Trade and Investment Cooperation Work Programme yang disepakati untuk dibentuk satu minggu setelah SEOM tersebut. Pada ASEAN-EU, Viet Nam selaku Country Coordinator menyampaikan perkembangan ASEAN-EU Trade and Investment Work Programme, persiapan penyelenggaraan EU-ASEAN Business Summit, dan AEM-EU Trade Commissioner Consultations yang direncanakan untuk diadakan pada pertemuan ke-46 AEM pada bulan Agustus 2014. The 5th Committee of the SEOM mencatat laporan perkembangan 14 sectoral bodies oleh Whole (COW) masing-masing perwakilan sectoral bodies mengenai implementasi measures pembentukan AEC 2015 dan permasalahan yang dihadapi, yaitu: ACCC (Connectivity), ACCP (Consumer Protection); ACCSQ (Standards and Quality); AFDM (Finance & Central Bank); ACSS (Statistical); ASEAN SMEWG (Small and Medium Enterprise); ASOMM (Minerals); AWGIPC (Intellectual
5
Property); COST (Science and Technology); CUSTOMS DG (Customs); SEOM (Senior Economic Officials Meeting); STOM (Transport); TELSOM (Telecommunications and Information Technology); SOME (energy). Secara umum SEOM mencatat bahwa beberapa sectoral bodies telah menyusun key deliverables 2014 dan bahkan sebagian juga mulai menyusun berbagai komponen untuk menjadi bagian dari program AEC post-2015 vision. Pertemuan juga telah membahas berbagai upaya untuk menyelesaikan isu-isu yang menghambat implementasi AEC. Beberapa kendala utama yang sebagian besar dihadapi oleh sectoral bodies dalam mengimplementasikan berbagai measures Cetak Biru AEC umumnya terkait dengan kurangnya dukungan politik dari negara anggota, kurangnya koordinasi antar berbagai pihak pelaksana suatu measures di tingkat nasional dan lamanya proses pengadopsian kesepakatan ataupun persetujuan ASEAN menjadi bagian dari instrumen hukum nasional di masing-masing negara anggota ASEAN. Informal SEOM-METI Pertemuan membahas mengenai peningkatan kerja sama Consultations ekonomi ASEAN-Jepang, khususnya di bidang: (i) perdagangan dan investasi, (ii) kerja sama UKM, dan (iii) inovasi dan industri baru. Pertemuan juga mempertimbangkan mekanisme AEM – METI Economic and Industrial Cooperation Committee (AMEICC) dan organisasi terkait serta menyambut baik komitmen dana bantuan tambahan sebesar US$ 10 juta untuk meningkatkan kerja sama ekonomi antara kedua pihak. Jepang juga telah mengusulkan deliverables kerja sama ekonomi ASEAN-Jepang untuk tahun 2014, di antaranya: (i) peningkatan implementasi roadmap 10 tahun kerja sama ekonomi strategis ASEAN-Jepang; (ii) dukungan terhadap AEC Post-2015 Vision; (iii) berbagai kegiatan memanfaatkan AMEICC; dan (iv) pelaksanaan dialog antara Federation of Japenese Chamber of Commerce and Industry in ASEAN (FJCCIA) dengan Sekjen ASEAN. Disamping itu Jepang juga menawarkan kerjasama untuk kerjasama UKM seperti yang telah dilaksanakan oleh Jepang dalam proyek “Otogai” atau local to local cooperation antar para pelaku usaha UKM di Jepang dan ASEAN. SEOM menyambut baik usulan dari Jepang tersebut namun juga memberikan pandangan agar hal ini bisa lebih dieksplorasi lebih lanjut dan dikoordinasikan secara intensif dengan sectoral bodies yang menangani UKM di ASEAN.
3. ASEAN-China Pan Beibu Gulf Economic Cooperation
6
Pertemuan ASEAN-China Pan-Beibu Gulf Economic Cooperation (ASEAN-China PBGEC) telah diselenggarakan pada tanggal 17 Januari 2014 di Nanning, Provinsi Guangxi, RRT. Tujuan pertemuan adalah untuk membahas usulan Roadmap ASEAN-China PBGEC (Strategic Framework dan Action Plan) untuk kemudian hasil keputusannya akan dilaporkan pada pertemuan SEOM-MOFCOM Consultations bulan April 2014 di Solo, Indonesia. Merujuk hasil pembahasan internal SEOM 1/45, pertemuan sepakat untuk menghapus referensi kata ASEAN-SEOM mengingat tingkat representatif yang hadir pada pertemuan ini. Pertemuan mencatat pembentukan PBGEC pada tahun 2006 dan hasil keputusan AEM-MOFCOM Consultations bulan Agustus 2011 di Manado, Indonesia yang menyambut baik penyelesaian feasibility study sebagai landasan untuk penyusunan Roadmap PBGEC. Implementasi atas Roadmap ASEAN-China PBGEC merupakan langkah dan upaya untuk mendukung dan memperkuat kerja sama ASEAN-China Strategic Partnership khususnya dalam mengimplementasikan ASEAN-China Economic Cooperation dan ASEAN-China Free Trade Agreement (ACFTA). Pertemuan sepakat atas Strategic Framework yang disusun bahwa kegiatan dilaksanakan berdasarkan project-based yang didukung dari beberapa sumber pendanaan (multiple sources of funding) termasuk pembangunan hard infrastructure dan capacity building projects. Untuk tahap awal (2014-2019) akan difokuskan pada 2 (dua) area kerja sama yaitu (i) ports and logistics; dan (ii) investment facilitation and trade finance. Proyek-proyek yang dianggap memberikan manfaat bagi kerja sama ASEAN-China PBGEC akan diidentifikasi oleh para anggota Pan-Beibu Gulf Coordination Committee (PBG-CC), untuk selanjutnya ADB (yang terdiri dari ahli sektoral dan investasi) akan melakukan uji kelayakan atas Project Development Facility (PDF), dengan memfasilitasi ketersediaan sumber daya untuk dapat mengimplementasikan proyek dimaksud. PBG-CC juga akan turut membentuk kesekretariatan untuk membantu proses koordinasi antar para pihak pemangku kepentingan. Pertemuan secara prinsip sepakat atas ASEAN-China PBGEC Roadmap dengan beberapa masukan dari Negara Anggota ASEAN, antara lain: (i)
perlunya menyusun Term of Reference dalam mengimplementasikan Strategic Framework; (ii) PBG Joint Expert Group yang telah ada saat ini fungsinya untuk dirubah menjadi PBG-CC dengan tingkat perwakilan
7
setingkat Direktur dari masing-masing Negara Anggota ASEAN; (iii) menggunakan istilah “Executive Director” daripada “Secretary General” sebagai ketua dari PBGEC Secretariat; perkembangan dari implementasi ASEAN-China PBGEC Roadmap untuk dilaporkan secara periodik kepada SEOM-MOFCOM Consultations. Rencana kerja yang akan mencakup usulan proyek-proyek potensial dan kegiatan spesifik untuk 5 tahun mendatang akan dikembangkan lebih lanjut berdasarkan Strategic Framework. Oleh karena itu, revisi atas Strategic Framework berdasarkan masukan dari AMS akan disampaikan pada pertemuan SEOMMOFCOM Consultations mendatang. B. Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan APEC dan Organisasi Internasional Lainnya
1. World Economic Forum (WEF) 2014 WEF 2014 diselenggarakan tanggal 22-25 Januari 2014 di Davos, Swiss, dengan tema “Reshaping of the World: Consequences for Society, Politics and Business” dihadiri oleh lebih dari 200 peserta dari mancanegara yang mewakili pemerintah, swasta, ilmuwan, tokoh spiritual, tokoh seni dan budaya, serta akademisi. Enabling Trade Sesi Enabling Trade merupakan curah pandangan para Chief Executive Officers (CEOs) dan Menteri Perdagangan beberapa negara kunci mengenai bagaimana mendorong iklim kondusif bagi perdagangan khususnya dengan memanfaatkan Agreement on Trade Facilitation dalam Konferensi Tingkat Menteri (KTM) World Trade Organization (WTO) di Bali. Dalam sesi plenary, Direktur Jenderal WTO menggarisbawahi pentingnya implementasi kesepakatan Bali dan menjadikannya sebagai acuan utama dalam pengembangan aturan yang mendukung perdagangan. Pandangan ini antara lain didukung Menteri Perdagangan dan Investasi Australia, Andrew Robb; Komisioner Uni Eropa, Karel de Gucht; dan Menteri Perdagangan Amerika Serikat, Penny Pritzer. Pada breakout discussion groups, para menteri dan CEO merumuskan secara konkrit masukan bagi fasilitasi perdagangan yang khususnya terkait sektor heavy industries; ICT and Services; food and consumer services; travel & tourism. Dalam closing remarks, disebutkan bahwa pengembangan iklim perdagangan tidak hanya mencakup implementasi Agreement on Trade Facilitation namun juga penciptaan ruang kondusif bagi sektor pertanian yang menopang ketahanan pangan, pengembangan kawasan pedesaan serta industrialisasi yang
8
meningkatkan lapangan kerja dan kesejahteraan. Forum Debate: Rethinking Sesi ini memperdebatkan tesis bahwa teknologi adalah penyebab Technology and terjadinya pengangguran struktural. Panelis pendukung tesis ini Employment adalah Lawrence H. Summers dari Harvard University dan Prof. Erik Brynjolfsson dari MIT, Indonesia bersama Philip J. Jennings (Sekretaris Jenderal UNI Global Union yang berkedudukan di Swiss) menolak. Sebelum perdebatan, polling menunjukkan sebagian besar hadirin sependapat dengan tesis dimaksud. Namun hasil polling menjadi berimbang setelah perdebatan selesai. Panelis pendukung tesis berpandangan bahwa proses mekanisasi, otomatisasi dan efisiensi proses produksi menyebabkan lapangan kerja manusia secara terus-menerus digantikan oleh tenaga nonmanusia. Persoalan tersebut makin merebak sejalan dengan kencangnya modernisasi. Kami menanggapi bahwa berbeda dengan negara maju, dimana pengembangan teknologi pengganti tenaga kerja manusia dibutuhkan untuk mengurangi biaya produksi, negara berkembang seperti Indonesia tidak dihambat oleh kendala tersebut. Permasalahan di Indonesia lebih menyangkut supply side yang solusinya dapat melalui pengembangan teknologi yang sesuai. Dengan demikian, langkah kebijakan tepat guna lebih berpengaruh positif terhadap penciptaan lapangan kerja.
Gambar 2. Forum Debate: Rethinking Technology and Employment, WEF Lippo Davos Lunch Pada dialog ini Menteri Perdagangan menjadi panelis bersama Dialogue Jean-Claude Trichet, mantan Presiden European Central Bank; Jim O’Neill, mantan chairman Goldman Sachs Asset Management; dan Sdr. Mahendra Siregar, Kepala BKPM. Pada acara yang dipandu Ron Insana (CNBC) tersebut, Jean-Claude Trichet memperkirakan
9
perekonomian dunia termasuk Uni Eropa akan membaik namun perlu memperhatikan risiko deflasi. Sementara itu, Jim O’Neill menggarisbawahi risiko instabilitas dan pesimisme masa depan Emerging Economies seperti China. Dalam dialog tersebut disampaikan optimisme kapasitas negara Indonesia dalam menghadapi tahun 2014 termasuk tantangan tapering Amerika Serikat. Indonesia telah mengimplementasikan berbagai langkah guna mengendalikan inflasi, suku bunga dan defisit transaksi berjalan. Di samping itu, paket kebijakan probusiness di bidang keuangan, perdagangan, anggaran dan investasi telah diperkenalkan guna menopang pertumbuhan ekonomi. Pertemuan Bilateral dengan Australia
Menteri Perdagangan dan Investasi Australia, Andrew Robb, menyampaikan harapan Australia bagi kerja sama daging sapi (beef) dan sapi serta menanyakan kemungkinan adanya kawasan di Indonesia bagi pengembangan sekitar 1-2 juta sapi per tahun guna dalam jangka panjang membangun tambahan cadangan ternak sapi sebanyak 10 juta ekor. Digarisbawahi kepentingan Indonesia untuk dapat mendatangkan dan mengembangkan sapi betina produktif. Menanggapi pertanyaan Australia mengenai kemungkinan investasi di hilir (rumah pemotongan hewan) atau hulu (produksi sapi), Indonesia dapat membuka kemitraan yang mendorong pemain lokal/nasional untuk berkembang di hulu maupun hilir. Mengenai isu WTO, kedua pihak sepakat pentingnya implementasi hasil-hasil yang disepakati di Bali. Australia juga menyampaikan gagasan untuk mendorong pembahasan isu environmental goods (EGs) sesuai kesepakatan APEC. Namun ditekankan bahwa kesepakatan tersebut juga mencakup pembahasan produk yang kontributif terhadap pengentasan kemiskinan dan pembangunan pedesaan.
Pertemuan Bilateral dengan Uni Eropa
Mengenai tindak lanjut kesepakatan Agreement on Trade Facilitation WTO, Trade Commissioner Uni Eropa, Karel de Gucht, menggarisbawahi pentingnya mendukung negara kurang berkembang seperti Afrika dalam rangka pelaksanaan Section 2 (technical assistance dan capacity building). Dukungan tersebut perlu mendorong Afrika terintegrasi ke dalam global value chain serta memiliki sektor jasa yang terbuka.
Mengenai kebijakan larangan ekspor mineral terhitung 12 Januari 2014, UE mengingatkan tentang risiko menghadapi proses dispute WTO sebagaimana kasus China yang dinyatakan kalah
10
ketika menerapkan kebijakan yang sama tahun 2011. UE meminta Indonesia berhati-hati untuk memastikan bahwa kebijakan tersebut akan berdampak positif bagi peningkatan nilai ekspor Indonesia. Indonesia lalu menyampaikan kebulatan tekad untuk melakukan downstreaming sesuai UU no. 4 tahun 2009 dan membuka peluang kerja sama dengan UE. Menanggapi pertanyaan UE mengenai pembatasan impor hortikultura, ditekankan kepentingan untuk mengatasi bahaya bagi kesehatan, keselamatan dan keamanan pangan termasuk untuk melindungi kerentanan pulau Jawa yang berpenduduk sangat besar. Informal WTO Ministerial Gathering
Informal WTO Ministerial Gathering dihadiri 22 menteri, pertemuan ini sebagaimana biasanya tidak dimaksudkan untuk memberikan arahan resmi bagi negosiasi WTO di Jenewa. Pertemuan membahas dua pertanyaan, yaitu bagaimana penilaian mengenai hasil KTM IX Bali dan bagaimana mengembangkan kelanjutan negosiasi Putaran Doha dengan memanfaatkan keberhasilan KTM Bali. Pada pertemuan dimaksud, lebih dikededepankan bagaimana kesepakatan Bali dapat segera diimplementasikan. Sedangkan negara maju cenderung menggarisbawahi langkah-langkah pasca Bali sehingga menyinggung isu-isu seperti Environmental Goods, Information Technology Agreement II, Trade in Services Agreement, investasi, competition policy, dan pembelian pemerintah.
Gambar 3. Informal WTO Ministerial Gathering, WEF 2014
Kesimpulan-kesimpulan pertemuan adalah sebagai berikut: - KTM Bali merupakan tonggak sejarah yang mengangkat citra WTO dan membuktikan diri dapat menghasilkan kesepakatan berharga;
11
-
-
-
C.
Untuk mempertahankan momentum keberhasilan ini, hasilhasil kesepakatan Bali perlu segera diimplementasikan; Pentingnya menyusun work programme pasca Bali yang memperhatikan unfinished business sekaligus isu pembangunan dan Least Developed Countries (LDCs). Penyusunan program yang lebih rinci harus didasarkan pada prinsip realistis, pragmatis, inklusif dan transparan; Perlu menghormati prinsip honesty serta saling memperhatikan kepentingan semua pihak dan semua isu dalam lingkup mandat Doha. Perlu pula secara seksama mempertimbangkan isu-isu yang sulit seperti NonAgricultural Market Access (NAMA), pertanian dan jasa; Mengakui kontribusi penting dari proses plurilateral, regional dan bilateral (termasuk free trade agreement) dalam memperkuat sistem perdagangan multilateral WTO.
Peningkatan Kerja Sama dan Perundingan Bilateral
1. Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) 2014 Chief Negotiator's Meeting yang dilaksanakan pada tanggal 1516 Januari 2014 telah membahas outstanding issues dalam Working Group (WG) Trade in Goods (TIG), Trade in Services (TIS), Investment dan Cooperation and Capacity Building (CCB) serta proposal kerjasama mengenai Industrial Technology and Investment. Trade in Goods (Draft Indonesia menyampaikan stand points sebanyak 114 pos tarif Offer List Indonesia dan (PT) yang di-request pihak Korea (Lampiran 1) sebagai berikut: Korea) a. 26 PT, tanpa persyaratan (9 PT kategori B dan 17 kategori C); b. 39 PT, dengan persyaratan Tariff Rate Quota (TRQ) 10 % dari total konsumsi domestik atau User Specific Duty Scheme (USDS); c. 49 PT, dengan syarat investasi dan 2 tahun setelah produksi komersial; d. 81 PT yang di-request oleh Indonesia harus di offer oleh Korea.
Korea menanggapi stand points Indonesia seperti pada Lampiran 2, sebagai berikut: a. 38 PT, immediate elimination yang berasal dari 26 PT (point 3.a) usulan Indonesia dan ditambah 12 PT produk elektronik dari 49 PT (point 3.c);
12
b. 52 PT, dengan persyaratan USDS / IRQ yang berasal dari 39 PT (point 3.b) dan tambahan 13 PT produk baja dari 55 PT AKFTA Non Implementation. Korea juga mengusulkan batas TRQ adalah 20% dari Total Konsumsi dalam negeri; c. 42 PT, immediate elimination dari 55 PT AKFTA NonImplementation. d. 81 PT yang di request Indonesia hanya di offer sebanyak 16 PT oleh Korea. Investment
Taxation measure/matters dan return in kind, Korea telah menyetujui agar kedua isu dimaksud dapat dihapus dalam text of agreement of investment. Performance Requirements (PR), khususnya mengenai "transfer a particular technology", Korea menyetujui untuk dihapus dalam artikel PR, namun tetap mempertahankan para mengenai "to supply to a specific regional market or the world market exclusively from its territory, one or more of the goods that such investment produces or the services that it provides". Indonesia hanya akan menyampaikan offer sebatas posisi Indonesia pada perjanjian Trade Related Investment Measures (TRIMs). Protection in services, Korea sepakat untuk menghapus isu tersebut dalam Chapter of Investment dan akan dibahas dalam Chapter of Trade in Services. Non-Conforming Measure-Reservation List, Korea mengusulkan untuk melanjutkan diskusi mengenai Reservation List dalam jangka waktu satu tahun. Investment Promotion, Korea mengusulkan agar para 2 dari artikel 7 (Investment Promotion) mengenai komitmen investasi yang berbunyi "The Parties shall set targets for investments in Indonesia based on the common interests agreed by both Parties as set out in Annex [xx]" dapat dihapuskan.
Cooperation and Capacity Building
Indonesia menyampaikan kembali revisi Draft text, Plan of Action dan Implementation Plan kepada Korea. Korea akan menyampaikan draft awal Memorandum of Understanding (MOU) mengenai Implementation plan yang merupakan dokumen yang akan ditandatangani oleh Pejabat setingkat Menteri dari kedua negara, bersamaan dengan penandatangan IKCEPA.
Cooperation on Industrial Technology and Investment
Indonesia telah menyampaikan Concept of Industrial Technology Transfer Cooperation sebagai tanggapan atas proposal Korea. Pendekatan Indonesia terhadap isu Technology Transfer berbeda
13
dengan Korea. Indonesia ingin agar kedua pihak dapat terlebih dahulu menetapkan fokus kerjasama di sektor tertentu (Common Fields of Cooperation) seperti automotive, professional electronics, machine tools dan petrochemicals. Selain itu Indonesia juga tertarik untuk mengembangkan kerjasama di sektor shipbuilding, bio-tech, rare earth, telecommunication equipment, defense industry dan energy alternative. Selanjutnya kedua pihak melakukan joint study dengan cakupan sektor tersebut di atas untuk mendapatkan gambaran tentang kerjasama teknologi yang dapat dikembangkan antara Korea dan Indonesia. Berdasarkan hasil joint study, kedua pihak dapat menyusun suatu MoU on Industrial Technology Transfer Cooperation, termasuk menyusung plan of action-nya. Mengenai hal tersebut, pihak Korea dapat memahami dan akan mendalami lebih lanjut Concept of Industrial Technology Transfer Cooperation yang diusulkan Indonesia. Kedua pihak berpandangan bahwa inisiatif kerjasama di bidang teknologi akan memakan waktu, sehingga apabila ditargetkan perundingan IKCEPA harus diselesaikan pada akhir Februari 2014, maka kedua pihak sepakat bahwa penyelesaian MoU dimaksud tidak harus bersamaan dengan penandatangan IKCEPA. Namun demikian, kedua pihak sepakat untuk menempatkan MOU sebagai bagian dari IKCEPA. Indonesia telah menyampaikan tanggapan atas proposal Memorandum of Understanding (MOU) on Investment Cooperation yang telah diusulkan oleh Korea. Disampaikan bahwa Indonesia (BKPM) sudah memiliki 3 (tiga) MOU dengan Korea. Untuk itu, Indonesia mengusulkan agar substansi MOU yang akan disusun seharusnya on top dari MOU yang sudah ada. Kedua pihak juga sepakat Investment Cooperation sebagai bagian dari IKCEPA. Penjabaran selanjutnya dilaksanakan dalam MOU. Work Plan
Kedua pihak sepakat akan melaksanakan 7th round of IKCEPA Negotiation pada tanggal 25-28 Februari 2014 di Seoul, Korea.
2. Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan Keikutsertaan dalam Partnership Summit di India Pada tanggal 27-29 Januari 2014 Delegasi Rl Tim Advance Bidang Ekonomi mengadakan kunjungan ke Bangalore, India. Agenda pertemuan tersebut yaitu pertemuan dengan Minister of Agriculture Negara Bagian Karnataka dan Deputy Secretary-
14
General Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD), pertemuan dengan perusahaan Tata Consulting Service (TCS) dan Bharat Heavy Electricals Limited (BHEL), serta sebagai panelis pada Partnership Summit 2014. Pertemuan Dengan Dalam pertemuan dengan Minister of Agriculture Negara Bagian Minister of Agriculture Karnataka, Krishna Byre Gowda, pada tanggal 27 Januari 2014 Negara Bagian Karnataka telah dibicarakan hal-hal sebagai berikut: a. Negara Bagian Karnataka sebagai hub bagi teknologi informasi dan sektor jasa sedang berupaya melakukan diversifikasi guna memperkuat fundamental ekonomi di sektor perdagangan dan industri, termasuk dalam sektor manufaktur atau hardware, b. Memandang peluang ke Indonesia guna memperluas bisnis sektor teknologi komunfkasi dan informasi di luar India; c. Perubahan pola hidup yang semula tergantung pada makanan segar mengalami evolusi urrtuk mengadaptasi makanan olahan (processed food); d. Negara Bagian Karnataka sedang berupaya mencari investasi di sektor pengolahan makanan (food processing) dan mengharapkan Indonesia dapat memanfaatkan peluang tersebut; e. Negara Bagian Karnataka mengharapkan dapat melakukan perdagangan langsung di sektor energi, khususnya batu bara dengan Indonesia; f. Mengundang delegasi Indonesia dapat menghadiri kegiatan Global Investors' Meet 2014 di Bangalore pada bulan Oktober 2014 yang merupakan forum investasi yang diselenggarakan Negara Bagian Karnataka setiap dua tahun sekali. Menanggapi Minister of Agriculture Negara Bagian Karnataka, Deputi Menko Perekonomian menjelaskan sebagai berikut: a. Menyambut baik upaya memperluas kerjasama dengan Negara Bagian Kamataka tidak hanya di sektor teknologi komunikasi dan informasi serta jasa, namun juga sektor pertanian di mana Indonesia dapat mensuplai minyak kelapa sawit (CPO) maupun processed food, serta sektor energi, khususnya batu bara; b. Menjelaskan Indonesia juga mengembangkan teknologi Informasi dan komunikasi guna mendukung perekonomian, termasuk e-education dan e-health; c. Indonesia juga memiliki pusat pertumbuhan IT di Bandung dan Batam; d. Berkenaan dengan fasilitasi di sektor energi dan makanan olahan disampaikan akan ditindaklanjuti dengan komunitas
15
bisnis di Indonesia yang terkait dengan sektor tersebut. Pertemuan dengan Tata Dalam pertemuan dengan TCS tanggal 27 Januari 2014, dijelaskan Consultancy Services (TCS) mengenai profit konglomerasi Tata Group, TCS dan investasi Tata Group di Indonesia sejak tahun 2006. Tata Group berkomitmen untuk melanjutkan investasinya di Indonesia, khususnya berkenaan di sektor energi (Tata Power), sektor otomotif (Tata Motor) dan sektor jasa (TCS). TCS juga mengharapkan dapat bekerja sama dengan PT. Telkom dalam pengembangan IT di Indonesia. Untuk sektor teknologi informasi dan komunikasi, TCS memaparkan beberapa program menyangkut pelayanan publik baik untuk tingkat nasional maupun negara bagian. Progaram tersebut meliputi Aroghyashree (pelayanan kesehatan) di Negara Bagian Andhra Pradesh, pelayanan perijinan di Ministry of Corporate Affairs India, Passport Seva Project di Ministry of External Affairs India, dan berbagai program lainnya yang secara langsung mendukung program ekonomi dan korporasi TCS. Di samping itu, dipaparkan juga langkah strategis TCS dalam rangka menyongsong era knowledge-based economy. Menanggapi penjelasan pihak TCS, Deputi Menko Perekonomian telah menyampaikan pengembangan MP3EI, pengembangan teknologi informasi untuk pembuatan e-KTP dan BPJS serta akan menindaklanjuti pertemuan dengan pihak-pihak terkait di Indonesia untuk memperluas kerjasama dengan TCS di berbagai sektor. Pertemuan dengan Dalam pertemuan dengan Deputi Sekjen OECD, William C. Deputy Secretary-General Danvers, dibicarakan beberapa fokus inisiatif regional OECD di of OECD kawasan Asia Tenggara seperti policy planning, investment, anti corruption, innovation, science &technology, dan private sector development. Berkenaan dengan pelaksanaan Partnership Summit 2014, disampaikan harapan kiranya Indonesia juga dapat mengambil manfaat dari global value chains yang dapat mewujudkan penyediaan lapangan kerja dan peningkatan produktivitas dalam rantai kegiatan ekonomi, dan memberikan pemahaman masyarakat rnengenai sistem perdagangan global. Disampaikan juga apresiasi atas keberhasilan pertumbuhan ekonomi Indonesia, sebagai salah satu negara key partner OECD, hingga saat ini dan mengharapkan cerita sukses Indonesia dapat berlanjut pada masa yang akan datang. Pada akhir pertemuan juga disampaikan undangan untuk menghadiri kegiatan OECD di Paris dalam waktu dekat. Deputi Menko Perekonomian menyambut baik upaya dari
16
berbagai program inisiatif OECD di kawasan Asia Tenggara. Dijelaskan bahwa Indonesia mengharapkan dapat memperoleh program peningkatan kapasitas (capacity building) di bidang policy reform dalam upaya meningkatkan daya saing Indonesia daiam jangka panjang. Selain itu dibutuhkan juga panduan atau roadmap dalam membantu upaya policy reform yang akan dilakukan Indonesia. Disampaikan juga Indonesia mengalami peningkatan defisit perdagangan dan masih kurang kompetitifnya produk Indonesia untuk bersaing di pasar global. Peningkatan produktivitas tenaga kerja dan kebijakan investasi serta perpajakan di masa yang akan datang diharapkan dapat meningkatkan daya saing Indonesia. Pertemuan dengan Pada pertemuan dengan pihak BHEL, diperoleh penjelasan Bharat Heavy Electricals mengenai produksi peralatan pembangkit listrik, BHEL merupakan Limited (BHEL) salah satu perusahaan engineering terbesar di India, perusahaan bergerak di bidang ini design engineering, power, manufacture, renewable energy, solar energy, minyak dan gas bumi, transportasi kereta api, pembangkit listrik dan transmisi listrik. Delegasi juga mendapatkan kesempatan melakukan kunjungan langsung ke beberapa fasilitas BHEL di lapangan khususnya terkait dengan pembuatan Printed Circuit Board (PCB) dan panel energi surya. Partnership Summit 2014 Partnership Summit 2014 yang bertemakan Emerging Global Value Chains: Building Partnership dibuka Minister of Commerce and Industry India, Anand Sharma, yang menyampaikan bahwa dunia saat ini adalah rantai produksi global dan tren yang berkembang saat ini adalah Global Value Chains (GVC), yang mana proses produksi suatu produk manufaktur didukung oleh unsurunsur produksi yang berasal dari beberapa negara lainnya. Dicontohkan adalah pembuatan piranti Apple iPad asal Amerika Serikat yang dirakit di China namun ada 17 negara yang terlibat dalam proses pembuatan piranti tersebut secara keseluruhan. Oleh karenanya, diperkirakan fokus India dan negara-negara lain saat ini adalah mempercepat kemtraan (partnership) dengan Asia, wilayah yang sedang menjalani proses integrasi ekonomi. Deputi Menko Perekonomian menjadi salah satu panelis dib sesi pleno kedua yang bertemakan "Emergence of New Mega-Trading Blocs (MTBs) and their impact on Global Trade". Sesi pleno kedua dipandu oleh Michael Yeoh (CEO Asian Strategy & Leadership Institute (ASLI) Malaysia), dan Sanjaya Baru (Director, GeeEconomics & Strategy pada International Institute for Strategic Studies India), dan menghadirkan beberapa panelis lain yaltu
17
Kama! bin Ahmed Mohamed (Minister of Transportation Bahrain), Sultan bin Saeed Al Mansoori (Minister of Economy Persatuan Emirat Arab), Norihiko Ishiguro (Vice Minister of Economy, Trade and Industry Jepang), Jayant Dasgupta (Dubes India untuk WTO) dan Subodh Bhargava (Chairman Tata Communications Ltd.). Di sesi ini dibahas mengenai kemunculan blok perdagangan besar yang baru seperti Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP), Trans-Pacific Partnership (TPP), dan Transatlantic Trade and Investment Partnership (TTIP). Dengan banyaknya negara menjadi anggota FTA dan rendahnya rata-rata tarif MFN menjadikan hampir tidak ada liberalisasi akses pasar yang lebih jauh lagi. Negosiasi dalam hal ini diharapkan dapat menurunkan hambatan dalam sektor jasa, investasi, dan pengadaan sektor pemerintah. Para panelis menjelaskan dampak MTB terhadap tatanan perdagangan global, perubahan arsitektur perdagangan global dan imbasnya terhadap negara-negara miskin yang bukan anggota. Deputi Menko Perekonomian secara khusus menjelaskan mengenai RCEP yang beranggotakan 10 negara anggota ASEAN dan 6 mitra negara ASEAN (Australia, China, India, Jepang, Korea Selatan, dan Selandia Baru) akan menjadi blok perdagangan terbesar pada tahun 2015, dengan populasi 4 milyar jiwa dan GDP US$21,4 triliun. Blok ekonomi regional akan meliputi 0,6% GDP dunia akan menghasilkan income gain US$6,44 milyar tahun 2025 menurut kajian Asian Development Bank (ADB). Tantangan yang dihadapi oleh RCEP adalah harmonisasi dan fleksibilitas terhadap FTA-FTA yang sudah ada saat ini. GVC merupakan bagian dan perdagangan internasional yang tumbuh sangat cepat dan menjadi critical driver terhadapi produktivitas pertumbuhan dan lapangah kerja bagi negara maju dan negara berkembang. Selain itu juga dijelaskan bahwa GVC mendorong perdagangan bebas dan mewujudkan kernakmuran. Hal ini merupakan kekuatan integrasi ekonomi bagi regional dan global.
Blok dagang yang ada saat Ini bukanlah sesuatu yang negatif dalam konteks perdagangan multilateral. Namun di sisi Iain berguna untuk mengakomodasi negara yang tebih lambat untuk menjamin mengejar ketertinggalan yang ada dan pada yang saat sama bermanfaat bagi negara blok dagang tersebut. D. Peningkatan Kerja Sama Perdagangan Jasa
18
1. Chief Negotiator Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IK CEPA) Chief Negotiator Meeting IK-CEPA bidang jasa diselenggarakan pada tanggal 16 Januari 2014 di mana Indonesia menyiapkan outstanding issue yang perlu dibahas pada pertemuan ini yang mencakup beberapa pending issue pada teks TIS, annexes, serta request/offer. Sementara Korea menambahkan isu protection of mode 3 pada pembahasan text yang terkait dengan WG Investment. Telecommunication Pada pertemuan terkait isu ini, Indonesia yang diwakili oleh wakil Services dari Kementerian Kominfo menyampaikan kembali bahwa Indonesia pada dasarnya sangat terbuka untuk pembahasan telekomunikasi. Tetapi Indonesia menginginkan pembahasan tidak hanya mengenai regulatory framework dan operator telekomunikasi untuk akses pasar karena Industri telekomunikasi Indonesia saat ini sudah sangat terbuka, namun mencakup komitmen investasi di banyak area untuk ICT serta kerja samanya. Korea menyampaikan bahwa keterikatan telekomunikasi dengan investasi sangat sulit dilakukan karena industri telekomunikasi di Korea dimiliki oleh swasta, dan pemerintah sulit untuk mengatur dan meminta komitmen swasta untuk terikat dalam perundingan ini. Korea juga meminta pendapat. Indonesia mengenai bagaimana menghubungkan antara telekomunikasi dengan chapter investment. Indonesia menyampaikan jumlah operator yang ada saat ini sudah banyak (12 operator). Karena pertumbuhan teknologi sangat cepat maka pertumbuhan infrastruktur juga sangat cepat seperti industri optical fiber dan industri terkait telekomunikasi lainnya. Indonesia menginginkan perusahaan Korea bekerjasama untuk pembuatan dan pengembangan optical fiber, atau Korea membangun pabrik pembuatan gadget sehingga Indonesia dapat menjadi basis pembuatan telepon selular seperti halnya yang telah Korea lakukan di Vietnam. Indonesia mengharapkan Korea dapat mengkomitmenkan idenya terlebih dahulu dan pelaksanaannya dapat dilakukan bertahap. Korea berpandangan bahwa industri telekomunikasi berbeda dengan industri pembuatan telepon, sehingga tidak dapat dihubungkan. Dan Korea tetap menyampaikan bahwa pemerintah tidak dapat mengatur hal-hal yang dimiliki swasta tanpa ada persetujuan dari pihak swasta terkait. Apa yang disampaikan oleh Indonesia bentuknya merupakan cooperation, Korea menyarankan untuk membahas lebih lanjut isu tersebut pada WC
19
on CCB bukan pada WG on TIS. Korea juga menyampaikan kekhawatirannya karena sampai saat ini belum ada pembahasan terkait teks telekomunikasi. Ketua perunding Indonesia menyampaikan, untuk mendapatkan high quality dari IK CEPA maka Indonesia akan membuat proposal mengenai concern Indonesia pada telekomunikasi dan akan menyampaikan secepatnya untuk mendapat tanggapan Korea. Korea juga menyampaikan bahwa karena sudah tidak adanya waktu untuk membahas text telecommunication maka diharapkan Indonesia dapat memberikan masukan dalam bentuk paper framework terkait jasa telekomunikasi. Financial Services Pihak Korea menyampaikan bahwa pada perundingan berikutnya wakil dari pihak Korea akan hadir dan pertemuan pembahasan financial services akan diselenggarakan secara back to back dengan WG on TIS. Chapter Trade in Services Pada pembahasan terkait dengan Chapter TIS dibahas beberapa isu yang masih "pending" antara lain beberapa article dan term yang terkait dengan investment (cross cutting issues). Mengenai artikel protection of mode 3 usulan Korea, Indonesia menyampaikan bahwa di dalam GATS tidak ada pembahasan mengenai protection dan Indonesia tidak akan memperlakukan Korea berbeda dengan negara-negara lain. Indonesia memiliki Undang-Undang sebagai domestic regulation seperti UU Perbankan, UU Asuransi, dll. dimana di dalamnya memiliki proteksi terhadap investor dan penyedia jasa asing. Korea menyampaikan bahwa dapat memahami domestik regulasi Indonesia yang memberikan perlindungan terhadap para investor asing, namun pada WG on Investment, protection ini masuk ke dalam perjanjian dan Korea menginginkan hal ini juga masuk ke dalam WG on TIS. Indonesia menyampaikan bahwa services dan investment memiliki regime sendiri yang berbeda, oleh karena itu posisi Indonesia tetap akan mengikuti aturan GATS dan tidak menginginkan pembahasan mengenai hal ini. Indonesia juga menyampaikan untuk beberapa pending artikel masih menunggu pembahasannya di WG on LII, namun selama pembahasan artikel tersebut belum selesai maka beberapa artikel yang pending tersebut masih tetap dicantumkan di dalam Chapter TIS. Request-Offer Korea mananyakan kembali mengenai beberapa request-nya serta
20
menyampaikan bahwa saat ini masih membicarakan dengan beberapa instansi pemerintahannya mengenai keinginan Indonesia pada mode 4. Disampaikan pula bahwa untuk beberapa sektor Korea bisa membuka mode 4 tetapi beberapa lainnya dianggap masih sulit seperti untuk profesi welder dan caregiver masih tertutup karena hanya untuk skill labor profesional, namun untuk nurse masih dapat dimungkinkan untuk bekerja di Korea. Indonesia menyampaikan bahwa untuk mencapai landing zone yang diharapkan, sudah banyak improvement yang di berikan dari request Korea tersebut meskipun beberapa sektor masih sulit untuk dibuka. Beberapa sektor lainnya yang merupakan request Korea Indonesia juga memberikan indikasi positif dengan kondisi Korea juga memberikan market access untuk MNP Indonesia pada beberapa sektor yang merupakan request Indonesia.
2. Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEP-WGTIS) Pertemuan RCEP-WGTIS pada tanggal 20-24 Januari 2014 di Kuala Lumpur, malaysia merupakan pertemuan ketiga yang dihadiri perwakilan anggota ASEAN, Australia, China, India, Jepang, Korea dan New Zealand, serta Sekretariat ASEAN. Hadir sebagai anggota delegasi Indonesia adalah Perwakilan dari Otoritas Jasa Keuangan, Direktorat Perundingan Perdagangan Jasa dan Pusat Pelayanan Advokasi Perdagangan Internasional, Kementerian Perdagangan. Pertemuan diawali dengan ASEAN Caucus yang dilaksanakan tanggal 20 Januari 2014 dengan pembahasan terfokus pada penyiapan posisi ASEAN atas proposal dan paper yang disampaikan oleh AFPs untuk isu Professional Services, Financial Services, Telecommunication Services, Global Value Chains dan Placement of Mode 3 oleh Australia, Education Services oleh New Zealand, Financial Services, Construction Services, Telecommunication Services dan Distribution Services oleh Jepang, Movement of Natural Persons oleh India dan China, Positive List oleh India dan Relationship between Services Chapter and Investment Chapter oleh Korea;
21
Gambar 4. Pertemuan ke-3 RCEP-Working Group on trade in Services (RCEPWGTIS) ASEAN masih membahas isu terbatas untuk ASEAN terkait ecommerce dan SMEs (Small and Medium Enterprises). Singapura menyampaikan submission-nya yang menggambarkan perkembangan e-commerce terutama di wilayah Asia Pacific, disampaikan pula kontribusi e-commerce bagi perigembangan bisnis, pengurangan biaya, peningkatan efesiensi, termasuk fasilitasi yang dapat disediakan bagi SMEs. Terdapat beberapa masukan dari ASEAN Member States (AMS) terutama terkait pengusulan isu ini di TNC oleh Jepang serta pengusulan ecommerce sebagai bagian dari ICT Chapter di WGTIS maupun keberadaan work programme e-commerce di WTO. Selanjutnya Singapura akan mengembangkan substansi pengusulan isu ecommerce tersebut dan melihat ke arah mana pengusulan akan dilakukan melihat kondisi diskusi yang ada. Terkait isu SMEs, Indonesia menyampaikan paparan atas pengusulan SMEs sebagai elemen dari services chapter RCEP yang akan dituangkan dalam bentuk pengaturan di dalam chapter yang dapat memungkinkan pengecualian SMEs dari kewajiban yang terdapat di dalam services chapter seperti subsidi. Tanggapan dan masukan diterima dari beberapa AMS, terutama membandingkan dengan pengaturan serupa yang terdapat di TPP. Vietnam juga menyampaikan masukan terkait dengan peningkatan kemampuan SMEs untuk dapat memenuhi kewajiban-kewajiban yang terdapat di dalam peraturan misalnya terkait cooperation, subsidy dan recognition. Rapat meminta Indonesia untuk lebih mengelaborasi non paper SMEs tersebut. Pada pembahasan matriks elements of RCEP services chapter,
22
ASEAN dapat menyetujui beberapa elemen, namun demikian terdapat perbedaan posisi khususnya pada elemen placement of mode 3, most-favoured nation, local presence dan di beberapa isu spesifik yaitu Telecommunication services, Movement of Natural Persons, professional Services, Education Services dan ecommerce. Sementara itu untuk beberapa elemen seperti Development of Regulations, Participation in Global Value Chains dan Outreach and Engagement with the Private Sector dan isu spesifik Domestic Regulation, ASEAN masih meminta klarifikasi lebih lanjut dari AFP yang merupakan pengusul elemen dan isu spesifik tersebut. Pada Pertemuan WGTIS yang dilaksanakan tanggal 21-24 Januari 2014 dilakukan penyampaian presentasi oleh AFPs terkait isu-isu sebagaimana disebutkan di atas. Secara spesifik untuk isu education services, New Zealand menyampaikan kelanjutan paparannya seperti yang sudah disampaikan pada Pertemuan RCEP WGTIS ke-2 di Brisbane, yang menekankan kepentingan New Zeland pada education services. NZ menambahkan isu perlindungan konsumen bagi penyediaan jasa pendidikan yang dijamin melalui keberadaan mekanisme jaminan yang berkualitas dan kerangka pengaturan domestik. Selanjutnya, New Zealand akan menyampaikan informasi tambahan tertulis terkait regulatory regime perpindahan guru asing ke dalam negeri. Terkait professional services, ASEAN Secretariat menyampaikan paparan mengenai status dan implementasi MRAs yang dimiliki oleh ASEAN. AFPs menyampaikan pandangan umum atas paparan tersebut terutama dalam kaitannya dengan perundingan isu professional services dan MNP. Selanjutnya, Jepang dan Australia menyampaikan kembali pentingnya financial services terutama untuk pengaturan tersendiri atas jasa ini, apakah dalam bentuk chapter atau annex. ASEAN menyampaikan keberadaan Working Committee on Financial Services Liberalisation (WCFSL) sebagai komite kerja yang melakukan perundingan financial services bagi ASEAN, sehingga keputusan ASEAN terkait pengaturan financial services akan merujuk pada konfirmasi dari WCFSL. Australia menyampaikan usulan ICT Chapter yang akan meliputi pengaturan atas Telecommunication Services dan e-commerce ke dalam single chapter. Australia melihat pentingnya penggabungan kedua isu ini ke dalam satu chapter terutama melihat adanya konvergensi teknologi komunikasi seperti e-banking yang dalam teknologi dan implementasinya menggabungkan kedua isu
23
tersebut. Terkait isu ini juga, Australia meminta ASEAN untuk menyampaikan update mengenai ICT Masterplan di masingmasing negara. Pada kesempatan tersebut, Jepang menyampaikan respon atas pertanyaan yang disampaikan RCEP participating countries pada Pertemuan sebelumnya mengenai keberadaan provisi resale dan co-location pada Telecommunication Services, berupa informasi pengaturan kedua isu tersebut pada FTAs yang dimiliki oleh Jepang yaitu Jepang-Peru EPA dan Jepang-lndia EPA mengenai resale. Terkait isu Distribution Services, Construction Services dan Telecommunication Services, Jepang menyampaikan paparan yang secara garis besar menggambarkan kekuatan yang dimiliki Jepang pada ketiga sektor jasa tersebut dan kontribusi yang dapat diberikan oleh Jepang kepada RCEP participating countries terutama dengan kemungkinan partisipasi saham asing Jepang. Paparan juga meliputi informasi terkait reformasi yang dilakukan pada regulasi domestik untuk meningkatkan daya saing dan kemampuan para penyedia jasa dalam memenuhi permintaan konsumen dan pembukaan akses pasar atau komitmen liberalisasi atas ketiga sektor jasa tersebut. Disampaikan pula posisi RCEP participating countries pada komitmennya di WTO. Terkait isu Movement of Natural Persons, India menyampaikan paparan mengenai usulan kerangka atau pilar negosiasi MNP RCEP yang terdiri dari objective criteria, transparency, domestic regulation dan recognition. Secara khusus, India menyampaikan interest yang besar untuk perundingan isu ini. India akan mempersiapkan framework for facilitating liberalization of mode 4 under RCEP akan disampaikan pada Pertemuan RCEP mendatang di China. Terkait isu positive list, India menyampaikan paparan mengenai keuntungan penerapan positive list approach dalam penyampaian Komitmen di sektor jasa. Disampaikan bahwa pendekatan ini dianggap paling sesuai diterapkan untuk perundingan yang melibatkan berbagai negara yang memiliki perbedaan yang besar pembangunannya. Selain itu, terdapat fakta bahwa FTAs yang berkualitas menerapkan pendekatan ini dan keberadaan provisi transparansi yang menberikan manfaat bagi para stakeholders. Di lain pihak beberapa AFPs yang merupakan proponen negative list approach yaitu Australia, Jepang, Korea dan New Zealand menyampaikan alasan-alasan mengapa negative list approach dianggap lebih tepat diterapkan pada perundingan akses pasar
24
RCEP. Concern utama ada pada isu transparansi dan kemungkinan terdapatnya tingkat liberalisasi yang lebih tinggi dengan menggunakan pendekatan ini. Terkait penempatan mode 3, sebelumnya telah dilaksanakan joint informal meeting, WGTIS dan WGI. Australia menyampaikan opsi penempatan mode 3, dengan pilihan terbaik pada investment chapter dimana disiplin investment chapter akan berlaku untuk seluruh investasi sektor jasa. Terkait dengan keberadaan isu non mode 3 investment yang "dianggap" belum ter-cover di dalam services chapter, ASEAN menyampaikan perlunya pembahasan lebih lanjut mengenai isu ini. Pertemuan menyepakati format matriks elements dengan menambahkan kolom terakhir yang berisikan catatan hasil diskusi Pertemuan ini. Mengenai pemahaman pengisian matriks dilakukan usaha penyamaan persepsi untuk menghindari kesalah mengertian atas posisi participating country atas suatu elemen. Berdasarkan hasil diskusi, akan dilakukan pengakategorian atas tiap-tiap elemen. Pertama, yang secara prinsip disetujui keberadaannya di dalam chapter, antara lain scope, definition, national treatment, market access, domestic regulations, transparency, recognition, payment and transfers, denial of benefits dan committee on trade in services Kedua, beberapa elemen yang masih akan didiskusikan lebih lanjut yaitu placement of mode 3, MFN, local presence, additional commitment, review of commitments, schedules of specific commitments, modification of schedule, development of regulations, disclosure of confidential information, monopolies and exclusive services suppliers, business practices, restriction to safgeuard BoP, safeguard, general exceptions, security exceptions, subsidies, S&D treatment, cooperation, progressive liberalisation, Non-conforming measures, participation in global value chains dan outreach and engagement with the private sector. Ketiga, isu-isu spesifik yaitu financial services, telecommunciation services, MNP, education services, professional services dan domestic regulations. Ketiga kategori tersebut akan dibahas lebih lanjut pada Pertemuan mendatang. Sebagai tahap selanjutnya, pertemuan menyepakati time table diskusi matriks elemen services chapter dan persiapan Pertemuan mendatang yang terbagi atas 3 (tiga) periode waktu yaitu: a. Penyampaian daftar elemen yang dibagi pada 3 kategori utama (elemen yang sudah secara umum disepakati, elemen yang terkait treshold issues: pendekatan scheduling dan
25
penempatan mode 3 dan isu spesifik lainnya) oleh ASEC tanggal 31 Januari 2014; b. Penyampaian update informasi Participating Countries atas elemen-elemen services chapter tanggal 10 Maret 2014, yang kemudian akan dikonsolidasikan dan disirkulasikan kembali oleh ASEC tanggal 24 Maret 2014; c. Pemberitahuan kepada ASEC mengenai rencana presentasi isu-isu/sektor yang menjadi kepentingan Participating Countries, termasuk initial material yang jikalau mungkin disampaikan 2 minggu sebelum pertemuan mendatang.
E. Peningkatan Peran dan Kemampuan Diplomasi Perdagangan Internasional
1. Pertemuan Penyusunan Dokumen Kontrak Kinerja Ditjen KPI Kegiatan Pertemuan Penyusunan Kontrak Kinerja Ditjen KPI dilakukan pada tanggal 13 – 14 Januari 2014 di Hotel Grand Cemara, menghadirkan narasumber dari Biro Perencanaan Kementerian Perdagangan, Inspektorat III Kementerian Perdagangan, Direktorat Perdagangan, Investasi, Kerja Sama Ekonomi Internasional BAPPENAS dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi. Pertemuan penyusunan Kontrak Kinerja Ditjen KPI menghasilkan penyesuaian terhadap draft awal Kontrak Kinerja sesuai dengan masukan dari narasumber dan koordinator perencanaan dan evaluasi pada tiap unit eselon II. Penetapan Kontrak Kinerja merupakan komitmen pejabat Ditjen KPI untuk mewujudkan suatu tingkat kinerja sesuai dengan indikator dan target kinerja. Kontrak Kinerja juga digunakan sebagai dasar penyusunan Sasaran Kerja Pegawai (SKP) sehingga para pegawai mengetahui indikator kinerja yang telah dikomitmenkan.
2. Konsinyering Penyusunan Sasaran Kerja Pegawai Pertemuan Pembahasan Penyusunan Sasran Kerja Pegawai (SKP) pada Setditjen KPI dilaksanakan pada tanggal 22-23 Januari 2014 di Hotel Salak, Bogor. Pertemuan Pertemuan dihadiri seluruh pegawai di lingkungan Setditjen KPI, dan sebagai narasumber adalah Pejabat dan staf Biro Organsisasi dan Kepegawaian Kementerian Perdagangan. Pertemuan telah menyusun target kerja pegawai yang akan dicapai dalam kurun waktu Januari hingga Desember 2014, guna mengukur kinerja yang dihasilkan seorang pegawai. Setiap
26
pegawai memiliki kewajiban untuk menysusun sasaran kerja pegawai sebagai salah satu bahan penghitungan tunjungan kinerja pegawai (remunerasi). Penilaian prestasi kerja PNS berdasarkan Pasal 12 ayat 2 UU Nomor 43 Tahun 1999 bertujuan menjamin objektifikas pembinaan PNS yang dilakukan bersarakan sistem prestasi kerja dan sistem karir, yang dititikberatkan pada sistem prestasi kerja.
Gambar 6. Konsinyering Penyusunan Sarasan Kinerja Pegawai
3. Workshop Laporan Akuntabillitas Kinerja (LAK) 2013 Workshop LAK 2013 Ditjen KPI diselenggarakan pada tanggal 2930 Januari 2014, di Bogor. Workshop dilaksanakan dengan tujuan memberikan pemahaman kepada pejabat dan staf di lingkungan Ditjen KPI dalam melakukan penyusunan LAK, khususnya kepada pejabat yang baru menangani penyusunan LAK. Workshop menghadirkan narasumber dari Inspektorat III, Inspektorat Jenderal (Itjen) Kemendag, yang memaparkan hasil pemeriksaan Itjen atas LAK Ditjen dan setiap unit Eselon II di lingkungan Ditjen KPI Tahun 2012, dilanjutkan dengan review LAK Ditjen KPI Tahun 2012.
27
Gambar 5. Workshop LAK Ditjen KPI 2013 Sesuai Kepmendag Nomor: 1011/M-DAG/KEP/12/2012, tentang pedoman penyusunan dokumen sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Kementerian Perdagangan bahwa penyampaian LAK Eselon I kepada Menteri/Wakil Menteri Perdagangan, dan penyampaian LAK Eselon II kepada Eselon I yang membawahi, paling lambat pada tanggal 30 Maret Tahun berikutnya setelah dilakukan review terlebih dahulu oleh Tim Review (Adhoc) di masing-masing unit dan ditembuskan pada Itjen dan Setjen.
28
BAB II PERMASALAHAN DAN TINDAK LANJUT A. Kendala dan Permasalahan 62nd ASEAN Coordinating Pada isu Prohibition of Performance Requirements, terdapat Committee of Investment keinginan agar perjanjian investasi di ASEAN lebih liberal lagi (CCI) (TRIMS plus). Untuk itu perlu pemahaman secara lebih komprehensif apa keuntungan/pengaruh TRIMS plus bagi Foreign Direct Investments. Pertemuan sepakat untuk mengundang nara sumber yang kompeten pada CCI mendatang. Pada Proposed US-ASEAN Joint Statement on Shared Principles for International Investment, masih terdapat perbedaan pandangan antara ASEAN dengan US terutama tentang prinsip Investasi. Beberapa pandangan Indonesia antara lain level of ambitions, scope of principle dan development dimensions. The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The FortyFifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings
Pertemuan mencatat adanya keinginan dari beberapa Sectoral Bodies untuk menambahkan measures/action plan baru ke dalam Scorecard Cetak Biru Ekonomi ASEAN. SEOM mengkhawatirkan bahwa hal tersebut dapat menyebabkan tingkat pelaksanaan dari Cetak Biru Komunitas Ekonomi akan mengalami penurunan.
Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) 2014
Pendekatan Indonesia terhadap isu Technology Transfer berbeda dengan Korea. Indonesia ingin agar kedua pihak dapat terlebih dahulu menetapkan fokus kerjasama di sektor tertentu (Common Fields of Cooperation) seperti automotive, professional electronics, machine tools dan petrochemicals. Selain itu Indonesia juga tertarik untuk mengembangkan kerjasama di sektor shipbuilding, bio-tech, rare earth, telecommunication equipment, defense industry dan energy alternative.
Tidak adanya forum koordinasi langsung antara sectoral bodies di bawah SEOM (CCA, CCS & CCI) dan 14 sectoral bodies khususnya SMEWG. Indonesia telah memberikan masukan kepada pertemuan untuk mempertimbangkan adanya mekanisme koordinasi antar sectoral bodies tersebut.
B. Tindak Lanjut Penyelesaian 62nd ASEAN Coordinating Kementerian Perdagangan akan mempersiapkan kemungkinan Committee of Investment Mendag untuk menandatangani Protocol to amend the ACIA di (CCI) sela-sela AEM Retreat tanggal 27 Februari 2014 di Singapura.
29
30
The First Meeting of The ASEAN Senior Economic Officials for The FortyFifth ASEAN Economic Ministers Meeting (SEOM 1/45) and Related Meetings
Kemendag akan berkoordinasi dalam menindak lanjuti di berbagai sektor internal ASEAN yang harus di selesaikan antara lain: (i) Perdagangan Barang: Indonesia harus segera menyelesaikan proses ratifikasi untuk Protocol to Amend Certain ASEAN Economic Agreements; (ii) Perdagangan Jasa: Indonesia harus segera menyelesaikan Schedule of Commitment (SoC) sesuai threshold AFAS paket 9; (iii) Indonesia perlu mempersiapkan prosedur domestik penandatanganan Protocol AANZFTA; (iv) Standard and Conformance: Kemendag harus berkoordinasi dengan Kemenkes dan Kemenlu untuk mempersiapkan prosedur domestik untuk proses penandatangan AMDD pada Pertemuan AEM Retreat 2014.
Chief Negotiator's Meeting Indonesia-Korea Comprehensive Economic Partnership Agreement (IKCEPA) 2014
Pada isu Trade in Goods, Kementerian Pedagangan perlu segera memutuskan status perundingan 55 PT Non-implementation dalam AKFTA.
Kunjungan Pendahuluan (Tim Advance) Bidang Ekonomi dan Keikutsertaan dalam Partnership Summit di India
Kementerian Perdagangan perlu berkoordinasi dengan instansi terkait untuk mempersiapkan landing zone yang direncanakan akan diberikan oleh pihak Korea, termasuk membahas paper framework yang menjadi posisi Indonesia untuk sektor telekomunikasi.
Sementara pada isu Trade in Services, Kementerian Perdagangan diharapkan dapat segera menindaklanjuti hal-hal yang telah disepakati terkait TIS dan menyusun revisi R/O of TIS dan modalitasnya, untuk saling dipertukarkan dengan pihak Korea.
BAB III PENUTUP Kesimpulan umum Selama bulan Januari 2014, Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional telah berpartisipasi dalam berbagai perundingan baik di forum multilateral, regional, dan bilateral. Sementara itu sebagian perundingan lainnya sedang dalam proses pembahasan. Direktorat Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional menyadari adanya kendala-kendala dalam mencapai kesepakatan kerja sama perdagangan internasional dalam berbagai perundingan internasional baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Hal-hal yang belum optimal dilaksanakan pada bulan ini menjadi bahan evaluasi untuk perbaikan. Sedangkan hal-hal yang harus ditindaklanjuti menjadi catatan untuk pelaksanaan kinerja pada bulan berikutnya oleh unit terkait.
31