PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SKALA FLEBITIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. N DENGAN DISPEPSIA DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR Karya Tulis Ilmiah Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Diploma III Keperawatan
DI SUSUN OLEH:
RISKA DYAH PUSPITASARI NIM. P11048
PROGRAM STUDI DIII KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KUSUMA HUSADA SURAKARTA 2014
i
ii
iii
iv
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa karena berkat, rahmat dam karuia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “PEMBERIAN KOMPRES HANGAT TERHADAP PENURUNAN SKALA FLEBITIS PADA ASUHAN KEPERAWATAN Tn. N DENGAN DIAGNOSA DISPEPSIA DI RUANG INSTALASI GAWAT DARURAT RSUD KARANGANYAR: Dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini penulis banyak mendapatkan bimbingan dan dukungan dari pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang terhomat: 1. Atiek Murharyati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Ketua Program Studi DIII Keperawatan, yang telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 2. Meri Oktariani, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku Sekertaris Ketua Program Studi DIII Keperawatan dan selaku dosen penguji dua yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya studi kasus ini dan telah memberi kesempatan untuk dapat menimba ilmu di Stikes Kusuma Husada Surakarta. 3. S. Dwi Sulisetyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya aplikasi riset ini. 4. Maula Mar’atus Solikhah, S.Kep.,Ns, selaku dosen penguji satu yang telah membimbing dengan cermat, memberikan masukan-masukan, inspirasi, perasaan nyaman dalam bimbingan serta memfasilitasi demi sempurnanya aplikasi riset ini.
v
5. Semua dosen Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta yang telah memberikan bimbingan dengan sabar dan wawasannya serta ilmu yang bermanfaat. 6. Kedua orang tua saya yang selalu menjadi inspirasi dan memberikan semangat untuk menyelesaikan pendidikan. 7. Andika Sumbara yang selalu memberikan semangat dan motivasi untuk menyelesaikan tugas akhir pendidikan. 8. Teman-teman Mahasiswa Program Studi DIII Keperawatan Stikes Kusuma Husada Surakarta dan berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satupersatu, yang telah memberikan dukungan moril dan spiritual Semoga laporan aplikasi riset ini bermanaat untuk perkembangan ilmu keperawatan dan kesehatan. Amin.
Surakarta, 21 Mei 2014
Penulis
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
PERNYATAAN TIDAK PLAGIATISME ..................................................
ii
LEMBAR PESETUJUAN .............................................................................
iii
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
iv
KATA PENGANTAR ..................................................................................
v
DAFTAR ISI ..................................................................................................
vi
DAFTAR GENOGRAM ................................................................................
ix
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
x
BAB I
BAB II
PENDAHULUAN A. Latar Belakang........................................................................
1
B. Tujuan Penulisan ....................................................................
5
C. Manfaat Peulisan ....................................................................
5
TINJAUAN TEORI A. Dispepsia ................................................................................
7
B. Flebitis ....................................................................................
22
C. Terapi Kompres Hangat .........................................................
25
BAB III TINJAUAN KASUS A. Identitas Klien ........................................................................
27
B. Pengkajian ..............................................................................
27
C. Perumusan Masalah Keperawatan ..........................................
32
D. Perencanaan ............................................................................
33
vii
E. Implementasi Keperawatan ....................................................
35
F. Evaluasi Keperawatan ............................................................
37
BAB IV PEMBAHASAN A.
Pengkajian .....................................................................................
40
B.
Perumusan Masalah .......................................................................
42
C.
Intervensi .......................................................................................
45
D.
Implmentasi ...................................................................................
48
E.
Evaluasi .........................................................................................
49
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .................................................................................
51
B. Saran .......................................................................................
54
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1. Genogram .............................................................................
ix
29
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Asuhan Keperawatan Lampiran 2 Lembar Konsultasi Lampiran 3 Loog Book Lampiran 4 Pendelegasian Lampiran 5 Jurnal Utama Lampiran 6 Jurnal Pendamping Lampiran 6 Daftar Riwayat Hidup
x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Prevalensi dispepsia di diketahui 20-40% orang dewasa dari jumlah pasien yang datang ke klinik gastroenterologi. Beragamnya angka prevalensi ini disebabkan oleh perbedaan persepsi dari definisi dispepsia. Data survei yang dilakukan oleh (Zagari, dkk) pada populasi umum ditemukan bahwa kasus dispepsia lebih tinggi dibandingkan dengan data di rumah sakit atau pelayanan kesehatan, karena hanya 20-25% yang akan mencari pertolongan medis. Berdasarkan penelitian pada populasi umum didapatkan prevalensi dispepsia berkisar antara 12-45% dengan estimasi rerata adalah 25%. Insidens dispepsia per tahun diperkirakan antara 1-11,5%, meskipun belum didapatkan data epidemiologi di Indonesia (Rani, 2011:132). Dispepsia merupakan kumpulan gejala atau sindrom ulu hati, mual, kembung, muntah rasa penuh atau cepat kenyang dan sendawa. Dispepsia merupakan masalah yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari. Keluhan klinis dari dispepsia dapat menetap untuk waktu tertentu dan dapat mengalami kekambuhan. Dispepsia merupakan keluhan umum yang dalam waktu tertentu dapat dialami seseorang. Prevalensi dispepsia ini dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin, umur, indeks masa tubuh, perokok, konsumsi alkohol dan psikis. Keluhan dispepsia dialami dalam waktu tertentu dan
1
2
bersifat kronik dapat berdampak pada kualitas hidup penderita dan beban ekonomi secara langsung maupun tidak langsung (Rani, 2011:131). Salah satu terapi dalam penanganan penderita dispepsia adalah dengan terapi intravena (IV) sesuai dengan advis dokter. Terapi intravena adalah salah satu tindakan keperawatan yang dilakukan dengan cara memasukkan cairan, elektolit, obat intravena dan nutrisi parenteral kedalam tubuh melalui intravena (Komaling dkk, 2014). Terapi intravena salah satu teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan diseluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui IV (Hindley, 2004). Data medis Internasional dikutip oleh Widigdo (2003:7) melaporkan, “lebih dari 300 juta IV kateter yang berupa kateter plastik atau Teflon dan jarum logam yang digunakan pada rumah-rumah sakit dalam negeri”. Berkaitan dengan terapi IV ini, maka telah diidentifikasi suatu masalah keperawatan yang sering dijumpai yaitu terjadinya flebitis dan ekstravasasi vena. Komplikasi yang paling sering terjadi akibat terapi IV adalah flebitis. Flebitis merupakan masalah yang serius tetapi tidak menyebabkan kematian karena dapat merugikan pasien dengan menambah kesakitan pada pasien dan semakin tingginya biaya karena lamanya perawatan di rumah sakit. Menurut data surveilans World Health Organisation (WHO) dalam jurnal Kristiyawati (2011) dinyatakan bahwa angka kejadian infeksi nosokomial cukup tinggi yaitu 5% per tahun, 9 juta orang dari 190 juta pasien yang dirawat di rumah sakit. Penelitian di Brigman Young University
3
(2007) menunjukkan tingkat kejadian flebitis 5,79% dari 432 pasien (Zarate, 2007:8). Flebitis merupakan suatu inflamasi vena yang terjadi akibat tidak berhasilnya penusukan vena, kontaminasi alat IV dan penggunaan cairan hipertonik yang tidak adekuat, yang secara kimiawi dapat mengiritasi vena. Flebitis dapat diklasifikasikan dalam tiga tipe yaitu bakterial, kimiawi, dan mekanikal. Adapun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian flebitis ini termasuk tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup (dressing), cairan intravena yang digunakan, kondisi pasien, teknik insersi kateter (Oishi, 2001). Perawat memiliki peran penting dalam menangani kejadian flebitis, sehingga perawat memliki tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi flebitis tersebut, salah satu tindakan yang dilakukan adalah pemberian kompres hangat. Menurut Griffiths, Fernandez, dan Ussia (2001) dalam jurnal Nurjanah (2011), dalam jurnal Pemberian kompres air hangat dapat membantu vasodilatasi pembuluh darah dengan meningkatkan sirkulasi darah pada pembuluh darah yang mengalami flebitis, sehingga selain mengurangi nyeri juga dapat mempercepat proses penyembuhan luka flebitis. Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan air dalam perawatan luka dapat membantu proses penyembuhan luka. Dalam penelitiannya terbukti bahwa air dapat membantu proses penyembuhan luka tanpa menimbulkan dampak negatif pada pasien yang mengalami luka.
4
Pemberian kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya. Tujuannya adalah memperlancar sirkulasi darah, mengurangi
rasa
sakit,
merangsang
peristaltik
usus,
memperlancar
pengeluaran getah radang (eksudat), memberi rasa nyaman atau hangat dan tenang. Pemberian kompres panas dilakukan pada klien dengan perut kembung, klien yang kedinginan, klien yang mengalami radang, kekejangan otot (spasmus), adanya abses (bengkak) akibat suntikan, tubuh dengan abses atau hematom (Kusyati, 2006:204). Hasil penelitian yang dilakukan Handyo, Triyanto dan Latiah (2006) dalam jurnal Trianto (2007) tentang pemberian kompres hangat terhadap skala flebitis maka didapatkan hasil yang signifikan, yaitu setelah dilakukan kompres hangat pada area flebitis, angka flebitis bisa menurun dengan nilai ȡ = 0.003, dan penelitian dilakukan selama 2 hari berturut-turut dengan hasil yang signifikan. Berdasarkan
latar
belakang
diatas,
penulis
tertarik
untuk
mengaplikasikan hasil riset tentang tindakan pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala flebitis pada pengelolaan kasus yang dituangkan dalam bentuk penulisan Karya Tulis Ilmiah dengan judul “Pemberian Kompres Hangat terhadap Penurunan Skala Flebitis pada Asuhan Keperawatan Tn. N Dengan Dispepsia di Ruang Intalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar”.
5
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Melaporkan pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala flebitis pada Asuhan Keperawatan Tn. N dengan Dispepsia di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Karanganyar. 2. Tujuan Khusus a. Penulis mampu melakukan pengkajian pada Tn. N dengan Dispepsia. b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. N dengan Dispepsia. c. Penulis mampu menyusun rencana Asuhan Keperawatan pada Tn. N dengan Dispepsia. d. Penulis mampu melakukan implementasi pada Tn. N dengan Dispepsia. e. Penulis mampu melakukan evaluasi pada Tn. N dengan Dispepsia. f. Penulis mampu menganalisa hasil pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala flebitis pada Tn. N dengan diagnosa Dispepsia
C. Manfaat Penulisan 1. Bagi Penulis Menambah pengetahuan dan menerapkan pemberian kompres hangat untuk menurunkan skala flebitis pada pasien Dispepsia.
6
2. Bagi Pedidikan Sebagai refrensi untuk menambah wawasan bagi para mahasiswa khususnya yang berkaitan dengan pemberian kompres hangat untuk menurunkan skala flebitis, dalam melaksanakan asuhan keperawatan dengan tepat. 3. Bagi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan dan evaluasi yang diperlukan dalam praktek pelaksanaan praktek pelayanan keperawatan khususnya pada kejadian flebitis dengan kompres hangat. 4. Bagi Profesi Keperawatan Menghadirkan laporan aplikasi hasil penelitian tentang menurunkan skala flebitis, untuk mengembangkan praktik keperawatan dan memecahkan masalah dalam profesi keperawatan.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Dispepsia 1. Pengertian Dispepsia Dispepsia adalah perasaan tidak nyaman atau nyeri pada abdomen bagian atas atau dada bagian bawah. Salah cerna (indigestion) mungkin digunakan oleh pasien untuk menggambarkan dispepsia, gejala regurgitasi atau flatus (Grace, 2006:25). Dispepsia merupakan suatu gejala yang di tandai dengan nyeri ulu hati, rasa mual dan kembung. Gejala ini bisa berhubungan atau tidak ada hubungan dengan makanan (dr Taufan, 2011:212). Dispepsia sebagai suatu gejala atau sindrom ataupun kumpulan gejala atau sindrom hal itu disebabkan oleh berbagai penyakit, baik yang bersifat organik maupun fungsional. Begitu bervariasinya bentuk dan beratnya gejala, sehingga istilah dispepsia banyak di interpretasikan berbeda oleh dokter, sebagian ahli mengatakan harus berhubungan dengan makanan, yang lain berpendapat bahwa harus berhubungan dengan saluran cerna bagian atas (Rani, 2011:135).
7
8
2. Etiologi Berikut sejumlah faktor yang mendorong terjadinya dispepsia (Yuliarti, 2009:3) yaitu: a. Infeksi bakteri Orang yang terinfeksi bakteri Helicobacter pylori dapat mengalami gastritis. Penemuan bakteri ini dilakukan oleh Barry Marshall dan Robin Warre, dua dokter peraih Nobel dari Australia. Saat ini telah terbukti bahwa infeksi yang disebabkan oleh Helicobacter pylori pada lambung biasa menyebabkan peradangan mukosa lambung yang disebut dengan gastritis. b. Obat penghilang nyeri Konsumsi
obat
penghilang
nyeri
seperti,
Nonsteroidal
antiinflamatory drugs (NSAIDs) misalnya aspirin, ibuproven (Advil, Motrin, dan lain-lain), juga naproxen (Aleve) yang terlalu sering dapat menyebabkan penyakit maag baik akut maupun kronis c. Alkohol Mengkonsumsi alkohol dapat mengiritasi atau merangsang dan mengikis permukaan lambung sehingga asam lambung dengan mudah akan mengikis permukaan lambung. d. Stres Keadaan stres yang disebabkan karena pembedahan luka atau trauma,
terbakar,
ataupun
menyebabkan gastritis akut.
infeksi
penyakit
tertentu
dapat
9
e. Asam Empedu Asam empedu adalah cairan yang membantu pencernaan lemak. Cairan ini diproduksi oleh hati dan di alirkan ke kantong empedu. Ketika keluar kantong empedu, asam empedu akan di alirkan ke usus kecil atau duodenum. Secara normal, cincin pylorus atau pada bagian bawah lambung akan mencegah aliran asam empedu ke dalam lambung setelah dilepaskan ke duodenum. Namun apabila cincin tersebut rusak dan tidak bias menjalankan fungsinya dengan baik karena pembedahan maka asam empedu dapat mengalir ke lambung sehingga megakibatkan peradangan dan gastritis kronik. f. Serangan tarhadap lambung Sel yang dihasilkan oleh tubuh dapat menyerang lambung. Kejadian ini memang jarang terjadi tetapi biasa terjadi. Autoimmune gastritis sering terjadi pada orang yang terserang penyakit Hashimoto’s disease, Addison’s disease, dan diabetes tipe 1. 3. Manifestasi klinik Manifestasi klinik yang biasa muncul (Sukarmin, 2012:156) yaitu: a. Gastritis akut erosive, gejala yang sangat mencolok adalah: 1) Hematemesis dan melena yang dapat berlangsung sangat hebat sampai terjadi renjatan karena kehilangan darah. 2) Mual-mual dan muntah. 3) Perdarahan saluran cerna.
10
b. Gastritis kronis non erosive 1) Gejalanya bervariasi antara satu orang dengan yang lain dan kadang tidak jelas. 2) Perasaan cepat penuh, anoreksia. Diakibatkan sekresi yang berlebihan pada lambung ketika ada makanan yang masuk. 3) Distress epigastrik yang tidak nyata. Distress epigastrik yang tidak nyata sering berkaitan dengan perasaan gaster seperti penuh padahal kalau dilakukan pengecekan secara detail lambung tidak mengalami peningkatan intralumennya. 4) Cepat kenyang. Seperti lambung terasa cepat penuh. c. Gastritis atropi 1) Nyeri apigastrik. Timbulnya nyeri pada gastritis atropi akibat peningkatan sekresi gastrin, tetapi justru mengalami penurunan getah lambung akibat atropi parietal. 2) Anemia pernisiosa. Penurunan ikatan terhadap kobalamin pada intestinum dapat mengakibatkan anemia pernisiosa sebagai dampak penurunan faktor intrinsic dari lambung. 3) Mual dan muntah.
11
d. Gastritis reaktif 1) Muntah yang berlebihan. 2) Nyeri epigastria. 3) Rusaknya mukosa oleh enzim atau garam empedu dapat menurunkan ambang nyeri. Penderita menjadi sensitive terhadap nyeri. 4) Lemah Dapat diakibatkan oleh penurunan cairan dan nutrisi oleh muntah yang berlebihan. 4. Patofisiologi Dispepsia Mukosa lambung mengalami pengikisan akibat konsumsi alkohol, obat-obatan antiinflamasi nonsteroid, infeksi helicobacter pylori. pengikisan ini dapat menimbulkan reaksi peradangan. Inflamasi pada lambung juga dapat dipicu oleh peningkatan sekresi asam lambung. Ion H+ yang merupakan susunan utama asam lambung diproduksi oleh sel parietal lambung dengan bantuan enzim Na+ atau K+ ATPase. Peningkatan sekresi lambung dapat dipicu oleh peningkatan rangsangan persarafan, misalnya dalam kondisi cemas, stres, marah melalui serabut parasimpatik vagus akan terjadi peningkatan transmitter asetilkolin,
histamine,
gastrin
releasing
peptide
yang
dapat
meningkatkan sekresi lambung. Peningkatan ion H+ yang tidak diikuti peningkatan penawarnya seperti prostagladin, HCO3+, mukus akan menjadikan lapisan mukosa lambung tergerus terjadi reaksi inflamasi.
12
Peningkatan sekresi lambung dapat memicu rangsangan serabut aferen nervus vagus yang menuju medulla oblongata melalui kemoreseptor yang banyak mengandung neurotransmitter epinefrin, serotonin, GABA sehingga lambung teraktivasi oleh rasa mual dan muntah. Mual dan muntah mengakibatkan berkurangnya asupan nutrisi. Sedangkan muntah selain mengakibatkan penurunan cairan tubuh dan cairan dalam darah atau hipovolemia. Kekurangan cairan merangsang pusat muntah untuk meningkatkan sekresi antidiuretik hormon atau ADH sehingga terjadi retensi cairan, kehilangan NaCl dan NaHCO3 berlebihan ditambahkan dengan kehilangan natrium lewat muntah, maka penderita dapat jatuh hipontremia. Muntah juga mengakibatkan penderita kehilangan K+ atau hipokalemia. Muntah yang tidak terkontrol juga dapat mengancam saluran pernafasan melalui aspirasi muntahan. Perbaikan sel epitel dapat dicapai apabila penyebab yang menggerus dihilangkan. Penutupan celah yang luka dilakukan melalui migrasu sel epitel dan pembelahan sel yang dirangsang oleh insulin like growth factore dan gastrin (Sukarmin, 2011:154). 5. Penatalaksanaan Intervensi medis yang dilakukan apabila keluhan tetap tidak hilang dengan menghindari agen penyebab adalah dengan terapi farmakologis, meliputi terapi cairan dan terapi obat (Muttaqin, 2011:388) yaitu:
13
a. Terapi cairan, hal ini diberikan pada fase akut untuk hidrasi pasca muntah yang berlebihan. b. Terapi obat Prinsip pemberian terapi adalah sebagai berikut: 1) Tidak ada obat spesifik untuk menyembuhkan kecuali pada infeksi H. Pylori. 2) Pemberian terapi sesuai dengan faktor penyebab yang diketahui, yang disesuaikan dengan protokol pemberian dari Depkes RI. 3) Pemberian obat farmakologis antara lain: a) Antasida, untuk menetralkan asam lambung. b) Penghambat H2, penhambat reseptor histamin dan menekan pengeluaran asam lambung. c) Penghambat pompa poton, menghambat produksi asam dengan durasi panjang, jenis obat diantaranya Omeprazole. d) Antibiotik, digunakan ada gastritis dengan infeksi bakteri seperti H. Pylori. 6. Pemeriksaan penunjang menurut (dr.Taufan, 2011:213) yaitu: a. SGOT atau SGPT, fosfatase alkali, billirubin. b. USG. c. OMD bila ada tand striktur. d. Endoskopi. e. ECG bila ada kecurigaan.
14
B. Asuhan Keperawatan Dispepsia 1. Pengkajian Hal-hal yang menjadi orientasi pengkajian menurut (Sukarmin, 2011:162), yaitu: a. Keluhan utama. b. Riwayat kesehatan. c. Pengkajian pola kebutuhan. 1) Kebutuhan rasa aman dan nyaman. 2) Kebutuhan nutrisi dan cairan. 3) Kebutuhan mobilisasi. 4) Kebutuhan mempertahankan suhu tubuh. 5) Kebutuhan oksigenasi dan pernafasan. d. Pemeriksaan fisik. 1) Keadaan umun. 2) Kondisi fisik : a) Mata b) Mulut c) Pernafasan d) Kardiovaskuler e) Genitourinaria f) Ekstremitas
15
2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan merupakan sebuah lebel singkat yang menggambarkan kondisi pasien yang di observasi di lapangan. Ada beberapa diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien dengan dispepsia (Muttaqin, 2011:392) yaitu: a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung. b. Resiko
ketidakseimbangan
nutrisi
kurang
dari
kebutuhan
berhubungan dengan ketidakadekuatan intake nutrisi sekunder akibat nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal. c. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan keluarnya cairan dari muntah yang berlebihan. d. Kecemasan berhubungan dengan adanya nyeri dan muntah darah. e. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
ketidakadekuatan
informasi penatalaksaan diet dan faktor pencetus iritan pada mukosa lambung. Intervensi Keperawatan dan rasionalnya. a. Nyeri berhubungan dengan iritasi mukosa lambung. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam nyeri berkurang atau hilang. Kriteria hasil: 1) Secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau hilang. 2) Skala nyeri 0-1 atau 0-4.
16
3) Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri. 4) Pasien tidak gelisah Intervensi: 1) Jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif. Rasional: pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri. 2) Lakukan menejemen nyeri, istirahatkan pasien saat nyeri muncul, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat nyeri muncul, ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri, menejemen lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan pasien, lakukan manajemen sentuhan. Rasional: istirahat secara fisiologis akan menurunkan kebutuhan oksigen
yang
diperlukan
untuk
memenuhi
kebutuhan
metabolisme basal, meningkatkan intake oksigen sehingga menurunkan nyeri sekunder dari iskemia intestinal, distraksi atau pengalihan perhatian dapat menurunkan stimulus internal, lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung membantu meningkatkan kondisi oksigen
ruangan
pengunjung
yang
yang akan berkurang apabila banyak berada
diruangan
dan
istirahat
akan
17
menurunkan kebutuhan oksigen jaringan perifer, manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan dan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri. 3) Tingkatkan pengetahuan pasien tentang penyebab nyeri dan munghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung. Rasional: pengetahuan akan
dirasakan dan dapat membantu
mengembangkan kepatuhan pasien terhadap rencana terapeutik. 4) Tindakan kolaborasi, pemakaian penghambat H2 (seperti Cimetidin atau ranitidin), antasida. Rasional: Cimetidin penghambat Histamin H2 menurunkan produksi asam lambung, miningkatkan pH lambung dan menurunkan iritasi pada mukosa lambung, hal ini untuk penyembuhan
serta
pencegahan
lesi.
Antasida
untuk
mempertahankan pH lambung pada tingkat 4,5. b. Resiko
ketidakseimbangan
berhubungan
dengan
nutrisi
kurang
ketidakadekuatan
dari
kebutuhan
intake nutrisi respon
sekunder akibat nyeri, ketidaknyamanan lambung dan intestinal. Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien akan mempertahankan kebutuhan nutrisi yang adekuat. Kriteria Hasil: 1) Membuat pilihan diet untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dalam situasi individu. 2) Menunjukkan peningkatan berat badan.
18
Intervensi: 1) Kaji pengetahuan pasien tentang tentang intake nutrisi. Rasional: tingkat pengetahuan dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi pasien, perawat menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kondisi pasien. 2) Mual dan makan kecil dan tingkatkan sesuai dengan toleransi. Catat tanda kepenuhan gaster, regurgitasi, dan diare. Rasional:
kandungan
makanan
dapat
mengakibatkan
ketidaktoleransian atau batasan faktor tertentu, seperti lemak dan gula atau memberikan makanan yang di sediakan pasien. 3) Berikan diet nutrisi seimbang (misalnya semi kental atau makanan halus) atau makanan selang (contoh makanan dihancurkan atau sediaan yang dijual) sesuai indikasi. Rasional: Untuk tambahan atau batasan factor tertentu, seperti lemak dan gula. 4) Fasilitasi pasien untuk memperoleh diet sesuai indikasi dan anjuran menghindari paaran dari agen iritan. Rasonal: konsumsi minuman yang mengandung kafein perlu dihindari, karena kafein adalah stimulant system saraf yang dapat meningkatkan aktifitas lambung serta sekresi pepsin. 5) Berikan nutrisi parenteral.
19
Rasional: Dapat membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang diperlukan oleh pasien untuk mempertahankan kebutuan nutrisi harian. c. Resiko ketidakseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan keluarnya cairan dari muntah yang berlebihan. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatn selama 1x24 jam ketidakseimbangan cairan dan elektrolit tidak terjadi. Kriteria hasil: 1) Pasien tidak mengeluh pusing. 2) Membrane mukosa lembab. 3) Turgor kulit normal. 4) Tanda-tanda vital dalam batas normal, CRT kurang dari 3 detik, urine kurang dari 600ml per hari. 5) Laboratorium, nilai elektrolit normal, hematokrit dan protein serum meningkat, kreatinin menurun. Intervensi. 1) Monior status cairan (turgor kulit, membrane mukosa, dan urine output). Rasional: Jumlah dan tipe cairan penganti ditentukan dari keadaan status cairan. Penurunan volume cairan mengakibatkan menurunnya produksi urine. 2) Kaji sumber kehilangan cairan.
20
Rasional: Kehilangan cairan akn mengakibatkn risiko gangguan elektrolit. 3) Kaji warna kulit, suhu, sianosi, nadi perifer, dan diaphoresis secara teratur. Rasional: mengetahui adana pengaruh peningkatan tahanan perifer. 4) Tindakan kolaborasi, pertahankan emberian cairan secara intravena. Rasional: memudahkan perawat dalam melakukan kontrol intake dan output cairan. d. Kecemasan berhubungan dengan adanya nyeri, muntah darah. Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien secara subyetif melaporkan rasa cemas berkurang. Kriteria hasil: 1) Pasien mampu mengungapkan perasaanya kepada perawat. 2) Pasien dapat mencatat penurunan kecemasan atau ketakutan dibawah standar. 3) Pasien dapat rileks dan tidur atau istirahat dengan baik. Intervnsi. 1) Monitor respon fisik seperti kelemahan, perubahan tanda vital, serta gerakan yang di ulang-ulang, catat kesesuaian respon verbal dan non verbal selama komunikasi.
21
Rasional: digunakan dalam mengevaluasi derajat
tingkat
kesadaran atau konsentrasi, khususnya ketika melakukan komunikasi verbal. 2) Anjurkan
pasien
dan
keluarga
mengungkapkan
dan
mengekspresikan rasa takutnya. Rasional: memberikan kesempatan untuk berkonsentrasi dan mengurangi rasa cemas yang berlebih. 3) Catat reaksi dari pasien dari keluarga, berikan kesempatan untuk mendiskusikan perasaan atau konsentrasinya, serta harapan masa depan. Rasional: Respon dan kecemasan anggota keluarga terhadap apa yang terjadi dapat disampaikan kepada perawat. e. Kurang
pengetahuan
berhubungan
dengan
ketidakadekuatan
informasi penatalaksaan diet dan faktor pencetus iritan pada mukosa lambung. Tujuan: selama dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam pasien mampu melaksanakan apa yang telah di informasikan. Kriteria hasil: 1) Pasien mampu mengulang atau menyebutkan kembali informasi penting yang di berikan. 2) Pasien terlihat termotivasi terhadap informasi yang di jelaskan.
22
Intervensi. 1) Kaji kemempuan pasien untuk mengikuti pembelajaran tingkat kecemasan, kelelahan umum, pengetahuan pasien sebelumnya dan suasana yang tepat. Rasional: keberhasilan proses pembelajaran dipengaruhi oleh kesiapan fisik, emosional, dan lingkungan yang kondusif. 2) Jelaskan tentang proses terjadinya gastritis akut sampai menimbulkan keluhan pada pasien. Rasional: pengetahuan pasien tentang gastritis dievaluasi sehingga rencana penyuluhan dapat bersifat individual. 3) Bantu pasien mengidentifikasi agen iritan. Rasional: meningkatkan partisipasi pasien dalam program pengobatan dan mencegah klien untuk kontak kembali dengan agen iritan lambung.
C. Flebitis 1. Pengertian Flebitis Menurut Darmadi (2008) dalam jurnal Maria (2012), flebitis merupakan infeksi nosokomial yaitu infeksi oleh pasien yang diperoleh selama dirawat di rumah sakit diikuti dengan menifestasi klinis yang muncul sekurang-kurangnya 3x14 jam. Menurut Depkes RI, (2008) dalam jurnal Maria (2012), kejadian flebitis menjadi indikator mutu
23
pelayanan minimal rumah sakit dengan standar kejadian kurang dari 1,5%. Menurut Flebitis Smeltzer and Bare (2001) dalam jurnal Handoyo (2007) adalah salah satu komplikasi lokal intravena dan diidentifikasikan sebagai inflamasi vena yang disebabkan baik oleh iritasi kimia maupun mekanik. Menurut Setio dan Rohani (2010) dalam jurnal Handoyo (2007) , flebitis didefinisikan sebagai peradangan pada dinding pembuluh darah balik atau vena. Flebitis adalah peradangan vena yang disebabkan kateter atau iritasi kimia dan zat aditif dan obat-obatan secara intravena. Menurut Lonsway (2001) dalam jurnal Muladi (2013) flebitis adalah kondisi dimana terjadi inflamasi pada vena intima biasa dicatat karena komplikasi dari terapi intravena. 2. Skala Flebitis Menurut Dougherty, dkk (2010) dalam jurnal Srimulyani (2012) skala Flebitis dibagi menjadi 6 yaitu: a. Skala 0, tempat suntikan tampak sehat, tidak ada flebitis dan observasi kanula. b. Skala 1, terjadi nyeri pada tempat suntikan serta eritema pada tempat suntikan, mungkin tanda dini flebitis dan observasi kanula. c. Skala 2, terjadi nyeri, eritema, dan pembekakan, dan ini merupakan stadium dini flebitis dan ganti tempat klanula.
24
d. Skala 3, terjadi nyeri sepanjang kanula, eritema, dan indurasi, ini merupakan stadium moderat flebitis, ganti kanula dan pikirkan terapi. e. Skala 4, terjadi nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi, venous cord teraba, ini merupakan stadium lanjut atau tromboflebitis, ganti kanula dan pikirkan terapi. f. Skala 5, terjadi nyeri sepanjang kanula, eritema, indurasi, venous cord
teraba,
dan
demam.
Ini
merupakan
stadium
lanjut
tromboflebilitis, segera ganti kanula. 3. Penyebab Flebitis Flebitis disebabkan oleh beberapa faktor yaitu, faktor kimia, faktor mekanik, dan faktor bakterial (Maria, 2012) yaitu: a. Faktor kimia, flebitis timbul karena obat yang dimasukkan mempunyai sifat dan kekentalan yang berbeda dengan darah. b. Faktor mekanis, flebitis dapat timbul karena beberapa hal yaitu : diameter jarum kateter terlalu besar sehingga vena teregang, cara insersi kateter yang tidak baik, fiksasi yang tidak baik, kateter yang terbuat dari polivinil klorida, pasien banyak gerak, dan turbulensi atau teknik insersi dan kepatuhan perawat dalam melaksanakan Standar Prosedur Operasional dalam pemasangan infus. c. Faktor Bakterial, flebitis timbul karena pencemaran. Pencemaran ini terjadi ketika mikroorganisme dari kulit pasien atau tangan petugas
25
pemasangan atau perawatan bersentuhan dengan kateter yang berhubungan langung dengan pembuluh darah atau integritas kulit. 4. Pencegahan Flebitis Menurut Darmawan (2008) dalam jurnal Srimulyani (2012), pencegahan flebitis adalah: a. Mencegah flebitis bakterial: pedoman ini menekankan kebersihan tangan, teknik aseptik, perawatan daerah infus serta antisepsis kulit. b. Selalu waspada dan jangan meremehkan taknik aseptik : Stopcock sekalipun (yang digunakan untuk penyuntikan obat atau pemberian infus IV, dan pengambilan sample darah) merupakan jalan masuk kuman yang potensial kedalam tubuh. c. Rotasi kanula: mengganti tampat atau rotasi kanula ke lengan kontralateral setiap hari ada 15 pasien yang menyebabkan bebas flebitis. d. Asepting dressing: Di anjurkan aseptic dressing untuk mencegah flebitis. Kasa steril diganti setiap 24 jam. e. Laju pemberian: Para ahli umumnya sepakat bahwa makin lambat infus larutan hipertonik diberikan makin rendah resiko flebitis.
D. Terapi Kompres Hangat Pilihan alternatif lain dalam meredakan nyeri adalah terapi kompres panas. Namun begitu, perlu adanya studi lebih lanjut untuk melihat keefektifannya dan bagaimana mekanisme kerjanya. Terapi panas diduga
26
bekerja dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri atau non-nosiseptor dalam bidang reseptor yang sama pada cedera (Sulistyo, 2013:85). Pemakaian kompres panas biasanya dilakukan hanya setempat saja pada bagian tubuh tertentu. Dengan pemberian panas, pembuluh-pembuluh darah melebar sehingga memperbaiki peredaran darah di dalam jaringan tersebut. Dengan cara ini penyaluran zat asam dan bahan makanan ke sel-sel diperbesar dan pembuangan dari zat-zat yang dibuang akan diperbaiki. Aktivitas sel yang meningkat akan mengurangi rasa sakit atau nyeri dan akan menunjang proses penyembuhan luka dan proses peradangan (Steven dkk, 2000). Pemberian kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya. Tujuannya adalah memperlancar sirkulasi darah, mengurangi
rasa
sakit,
merangsang
peristaltik
usus,
memperlancar
pengeluaran getah radang atau eksudat, memberi rasa nyaman atau hangat dan tenang. Pemberian kompres panas dilakukan pada klien dengan perut kembung, klien yang kedinginan, klien yang mengalami radang, kekejangan otot atau spasmus, adanya abses atau bengkak akibat suntikan, tubuh dengan abses atau hematom. Metode kompres panas yaitu kompres panas basah dan kompres panas kering yang menggunakan buli-buli panas (WWZ), bantal listrik, busur lampu atau cahaya, solux, Fohn (Eni, 2006:204). Menurut Griffiths, Fernandez, dan Ussia (2001) dalam jurnal Nurjanah (2011), pemberian kompres air hangat dapat membantu vasodilatasi
27
pembuluh darah dengan meningkatkan sirkulasi darah pada pembuluh darah yang mengalami flebitis, sehingga selain mengurangi nyeri juga dapat mempercepat proses penyembuhan luka flebitis. Penelitian ini mendukung hasil penelitian yang menyatakan bahwa penggunaan air dalam perawatan luka dapat membantu proses penyembuhan luka. Dalam penelitiannya terbukti bahwa air dapat membantu proses penyembuhan luka tanpa menimbulkan dampak negatif pada pasien yang mengalami luka.
28
BAB III LAPORAN KASUS
A. Identitas klien Pengkajian yang dilakukan penulis dengan menggunakan metode autoanamnesa dan alloanamnesa pada tanggal 9 April 2014 jam 15.40 WIB, dan pasien masuk rumah sakit tanggal 9 April 2014 jam 15.30 WIB. Dari pengkajian diperoleh data yaitu, nama Tn. N berjenis kelamin laki-laki, umur 40 tahun, beragama islam, alamat Brumbungan, pendidikan terakhir adalah SD, dan saat ini bekerja sebagai buruh. Penanggung jawab dari Tn. N adalah Ny. Y umur 32 tahun, bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan pendidikan terakhir SD. Hubungan Ny. Y dengan Tn. N adalah adik kandung.
B. Pengkajian Pengkajian tentang riwayat keperawatan, keluhan utama yang dirasakan pasien adalah nyeri pada ulu hati. Riwayat penyakit sekarang, keluarga klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit mengeluh nyeri pada ulu hati, mual, pusing, dan tidak nafsu makan, nyeri yang dialami klien sudah berlangsung sekitar 1 bulan yang lalu, klien sudah periksa kedokter umum sebanyak 4 kali, namun tidak ada hasil dan klien masih merasakan nyeri, kemudian pada tanggal 9 April 2014 jam 15.30 klien dibawa oleh keluarga ke IGD RSUD Karanganyar , di dapatkan hasil observasi, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi
28
29
82 kali per menit, suhu 36,8 OC, kemudian pasien mendapatkan terapi infus RL 20 tpm. Riwayat penyakit dahulu klien mengatakan belum pernah mengalami penyakit seperti yang di deritanya saat ini, klien juga mengatakan belum pernah dirawat di rumah sakit dan belum pernah mengalami operasi, klien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan, minuman, maupun cuaca, pasien sewaktu kecil mendapatkan imunisasi, kebiasaan pasien setiap sakit selalu beli obat di warung. Riwayat kesehatan keluarga, keluarga Tn. N mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang mempunyai penyakit menurun, seperti Diabetes Mellitus ataupun hipertensi. Riwayat kesehatan lingungan, lingkungan sekitar rumah Tn. N bersih, jauh dari limbah pabrik maupin tempat pembuangan sampah. Genogram :
Tn. N 40 tahun
Keterangan : = laki-laki = perempuan /
= meninggal
= tinggal serumah
30
= klien Pola pengkajian primer, airway klien tidak ada sumbatan jalan nafas, breathing tidak ada otot bantu nafas dibuktikan dengan RR 18 kali per menit, circulation nadi 82 kali per menit, irama teratur dan tekanan darah 130/90 mmHg, disability tingkat kesadaran klien GCS klien 15 atau E4 M6 V5, Eksposure tidak ada jejas pada tubuh klien. Pola pengkajian sekunder, sign klien mengatakan mual, tidak nafsu makan, dan lemas, data antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm, IMT 21,79 atau normal, data biochemical Hb 12,9 mg/dl, LILA 27cm, clinical data turgor kulit kering, diit bubur setengah porsi dan teh hangat setengah gelas. Symptom klien merasakan nyeri dan pusing, dalam pengkajian nyeri, provocate nyeri karna sakit yang dialami, quality nyeri seperti ditusuktusuk dan panas, regio nyeri pada epigastrum, severe atau skala nyeri 7, time nyeri datang sewaktu-waktu. Klien tidak memiliki alergi terhadap obat, makanan, minuman maupun cuaca, sebelum masuk rumah sakit klien sudah mengkonsumsi obat dari dokter umum, namun jenis obat tidak terkaji karena pasien lupa, penyakit yang dialami klien adalah nyeri pada ulu hati sudah sekitar 1 bulan yang lalu, namun tidak sampai dirawat di rumah sakit dan hanya berobat jalan ke dokter umum, makanan terakhir yang di konsumsi klien sebelum masuk IGD rumah sakit adalah setengah porsi bubur ayam dan setengah gelas teh hangat, nyeri pada ulu hati sudah dirasakan oleh klien sejak 1 bulan yang namun baru tanggal 9 April 2014 pukul 15.30 oleh keluarga klien di bawa ke rumah sakit, karena klien mengeluh nyeri pada
31
perut bagian atas, mual namun tidak sampai muntah, lemas, dan tidak nafsu makan. Pemeriksaan fisik, keadaan umum dari pasien adalah baik, kesadaran adalah composmentis, untuk pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan hasil tekanan darah 130/90 mmHg, frekuensi nadi 82 kali per menit, irama teratur, kekuatan kuat, frekuensi respirasi 18 kali per menit dan irama teratur, suhu 36,8 oC. Pemeriksaan fisik kepala, bentuk kepala mesochepal, kulit kepala bersih, dan rambut lurus dan beruban. Mata klien simetris antara kanan dan kiri, sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak anemis, reflek pupil baik mengecil jika terdapat rangsangan sinar, dan menggunakan alat bantu penglihatan kacamata minus kanan minus 4, kiri minus 4. Hidung bersih tidak terdapat polip, tidak terdapat sekret. Mulut simetris, mukosa bibir kering, dan tidak ada stomatitis. Gigi tidak terdapat karies. Telinga simetris, bersih, dan tidak ada serumen. Leher tidak ada pembesaran kelenjar tiroid. Pada pemeriksaan dada paru, untuk inspeksi, pengembangan dada simetris kanan dan kiri, ekspansi dada sama antara kanan dan kiri, palpasi vocal fremitus antara kanan dan kiri sama, saat perkusi suara paru sonor, dan saat auskultasi suara nafas vesikuler. Pemeriksaan jantung saat inspeksi ictus cordis tidak tampak dan teraba tidak terlalu kuat di sub intercosta 4 dan 5 saat di palpasi, bunyi pekak saat di perkusi, auskultasi bunyi jantung I dan II murni, tidak ada suara tambahan. Pemeriksaan abdomen inspeksi perut datar, umbilicus kotor, tidak ada jejas, auskultasi bising usus 21 kali per menit, saat dilakukan perkusi terdengar bunyi timpani dan saat dilakukan palpasi terdapat nyeri tekan di
32
epigastrum. Pemeriksaan genetelia dan anus bersih tidak terpasang kateter. Pemeriksaan ektremitas atas tangan kanan dan kiri tidak ada kelainan, tidak ada batasan gerak, capilary refile kurang dari 3 detik, perabaan akral hangat, tangan kiri terpasang infus namun terdapat oedem dan tampak kemerahan. Pemeriksaan ekstremitas bawah kaki kanan tidak ada kelainan, tidak ada batasan gerak, capilary refile kurang dari 3 detik, perabaan akral hangat. Hasil pemeriksaan laboratorium darah rutin tanggal 9 april 2014 pukul 16.00 WIB yaitu hemoglobin normal 12,9 g/dl (nilai normal 12,0-16,0), hematokrit normal 42,7 % (nilai normal 37,0-47,0), leukosit normal 6,2 ribu/ul (nilai normal 5-10), trombosit normal 185 ribu/ul (nilai normal 150300), eritrosit normal 4,0 juta/ul (nilai normal 4,0-5,0), MPV normal 6,5 fl (nilai normal 6,5-12,0), PDW normal 17,0% (nilai normal 9,0-17,0). Pemeriksaan index MCV normal 91,0 fl (nilai normal 82,0-92,0), MCH normal 28,0 pg (nilai normal 27,0-31,0), MCHC normal 36,0 g/dl (nilai normal 32,0-37,0). Pemeriksaan hitung jenis limfosit% normal 26,0% (nilai normal 25,0-40,0), monosit% normal 4,5% (nilai normal 3,0-9,0), gran% normal 50,0% (nilai normal 50,0-70,0), RDW normal 13,1% (nilai normal 11,5-14,7). Pemeriksaan GDS normal 104mg/dl (nilai normal 70-150). Terapi yang diberikan pada taggal 9 April 2014 jam 16.00 WIB. Infus RL 20 tpm isi kandungan larutan elektrolit, nutrisi dan lain-lain, Na+ 130 mEg/L kalium klorida 0,39, sebagai pengobatan kekurangan cairan dimana rehidrasi secara oral tidak dapat dilakukan. Ondasetron 50 mg per 12 jam, isi kandungan obat saluran cerna, untuk penyakit lambung mual dan muntah.
33
Antasida 3x5 ml isi kandungan alumunium hidroksida 200 mg, magnesium hidroksida 200 mg per 5ml suspensi, digunakan untuk mengurangi gejala kelebihan asam lambung, gastritis, tukak lambung, tukak usus 12 jari. Omeprazol 20 mg per 8jam, isi kandungan obat untuk saluran cerna, digunakan untuk tukak duodenum, tukak lambung dan erfluks esofagitis, Sindroma Zollinger.
C. Perumusan Masalah Keperawatan Analisa data yang dilakukan tanggal 9 April 2014 jam 15.40 WIB, didapatkan data subyektif klien mengatakan nyeri pada perut bagian atas atau ulu hati, dengan provocate nyeri karna sakit yang dialami, quality nyeri seperti ditusuk-tusuk dan panas, regio pada epigastrum, skala nyeri 7 , dan nyeri datang sewaktu-waktu, klien juga mengatakan merasa mual namun tidak sampai muntah dan tidak nafsu makan. Data obyektif keadaan klien composmentis, ekspresi wajah nampak meringis memegangi perut, tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 82 kali per menit, respirasi 18 kali per menit, suhu 36,8 0C. Berdasarkan analisa data penulis diatas penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu nyeri akut berhubungan dengan agen injuru biologi, inflamasi esofagus atau lambung, peningkatan asam lambung. Analisa data yang dilakukan tanggal 9 April 2014 jam 15.40 WIB, didapatkan data subyektif klien mengatakan tidak nafsu makan, mual namun tidak sampai muntah. Data obyektif pasien tampak lemah, makan habis
34
setengah porsi, antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm, IMT 21,79 atau normal, data biochemical hemoglobin 12,9 mg/dl, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering mukosa bibir kering, diet bubur habis setengah porsi, teh hangat habis setengah porsi. Berdasarkan analisa data penulis diatas penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis, asupan makanan inadekuat, mual. Analisa data yang dilakukan tanggal 9 April 2014 jam 17.00 WIB, didapatkan data subyektif yaitu pasien mengatakan tangan kiri bengkak dan terasa nyeri setelah 1 jam yang lalu dipasang infus. Data obyektif yaitu tangak kiri pasien tampak kemerahan, bengkak, dan jika diraba terasa hangat, tanda flebitis skala 2. Berdasarkan analisa data diatas penulis merumuskan masalah keperawatan yaitu resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif, tidak adekuat pertahanan sekunder (flebitis).
D. Perencanaan Tindakan keperawatan dilakukan pada Tn. N selama 1x7 jam diharapkan masalah nyeri perut klien dapat teratasi, dengan kriteria hasil klien mampu mengontrol nyeri, klien mampu melaporkan bahwa skala nyeri berkurang menjadi 3, dan klen tampak tenang dan rileks. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu kaji pengalaman nyeri klien dan tentukan tingkat nyeri yang dialami, dengan rasional untuk mengetahui skala
35
nyeri klien. Pantau keluhan klien secara verbal ataupun non verbal, dengan rasional
untuk
mengetahui
tindakan
keperawatan
selanjutnya.
Beri
kesempatan klien untuk beristirahat, dengan rasional agar klien merasakan nyaman. Ajarkan tingkat penurunan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, dengan rasional untuk mengurangi skala nyeri klien. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik, dengan rasional untuk mengurangi rasa sakit klien. Tindakan keperawatan dilakukan pada Tn. N selama 1x7 jam diharapkan pasien menunjukkan peningkatan nutrisi terpenuhi, dengan kriteria hasil pasien dapat mempertahankan berat badan, pasien dapat makan 3 kali sehari 1 porsi, dan pasien tidak terlihat pucat dan lemas. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu kaji pola makan pasien, dengan rasional pemantauan kebutuhan nutrisi. Berikan makanan sedikit tapi sering, dengan rasional pembatasan asupan nutrisi saat makan membantu mencegah distensi lambung. Anjurkan pasien menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, dengan rasional perencanaan menghindari peningkatan asam lambung. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penentuan diit, dengan rasional menentukan metode diit yang memenuhinasupan kalori dan nutrisi yang optimal. Tindakan keperawatan dilakukan pada Tn. N selama 1x7 jam diharapkan resiko infeksi pada ekstremitas atas kiri pasien dapat teratasi serta skala flebitis dapat berkurang menjadi 1, dengan kriteria hasil klien bebas dari tanda-tanda infeksi seperti bengkak dan kemerahan, skala flebitis berkurang
36
dari 2 menjadi 1. Intervensi atau rencana tindakan yang akan dilakukan yaitu observasi keadaan umum pasien, dengan rasional untuk mengetahui keadaan umum pasien. Observasi tanda-tanda vital, dengan rasional untuk mengetahui tanda-tanda vital pasien. Lakukan tindakan kompres air hangat pada daerah flebitis, dengan rasional untuk menurunkan skala flebitis. Dorong pasien untuk tenang dan istirahat, dengan rasional agar pasien mendapat istirahat yang cukup.
E. Implementasi Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 9 April 2014 jam 16.00 WIB, yaitu mengkaji tingkat nyeri pasien, dengan respon subyektif klien mengatakan nyeri pada ulu hati dengan provocate nyeri karna sakit yang dialami, quality nyeri seperti ditusuk-tusuk dan panas, regio nyeri pada epigastrum, intensitas skala nyeri 7, dan timing nyeri datang sewaktu-waktu. Respon obyektif klien tampak lemah. Memantau keluhan klien, dengan respon subyektif klien mengatakan nyeri perut bagian atas dan terasa mual. Respon obyektif klien tampak lemah dan memegngi perut. Memberikan kesempatan klien untuk beristirahat, dengan respon subyektif klien tampak lemas. Mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam, dengan respon subyektif klien mengatakan bersedia. Respon obyektif klien tampak melakukan teknik relaksasi nafas dalam. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik ondasetron 1amp per 8 jam, antasida 3x5ml, omeprazol 20mg per 8 jam,
37
dengan respon subyektif klien mengatakan iya. Respon obyektif klien tampak kooperatif. Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 9 April 2014 jam 16.00 WIB, yaitu mengkaji pola makan pasien, dengan respon subyektif klien mengatakan mual dan tidak nafsu makan. Respon obyektif pasien tampak makan setengah porsi. Memberikan makanan sedikit tapi sering, dengan respon subyektif klien mengatakan merasa mual jika diberi makan. Respon obyektif klien tampak tidak mau makan. Menganjurkan pasien menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, dengan subyektif klien mengatakan bersedia menghindari makanan yang meningkatkan asam lambung. Respon obyektif klien tampak kooperatif. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk penentuan diit, dengan respon subyektif klien mengatakan bersedia. Respon obyektif klien tampak kooperatif. Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 9 April 2014 jam 17.00 WIB mengobservasi keadaan umum pasien, dengan respon subyektif klien mengatakan keadaannya saat ini lemas. Respon obyektif yaitu klien tampak lemas, mukosa bibir kering. Mengobservasi tanda-tanda vital pasien, dengan respon subyektif klien bersedia untuk di ukur tekanan darah, nadi, respirasi, dan suhu. Respon obyektif tekanan darah klien 130/90mmHg, nadi 82 kali per menit, respirasi 18 kali per menit, suhu 36,8oC. Melakukan kompres hangat pada ekstremitas kiri daerah flebitis, respon subyektif klien mengatakan bersedia untuk di kompres hangat. Respon obyektif klien tampak kooperatif saat dilakukan tindakan kompres hangat. Mendorong klien unuk
38
tenang dan istirahat, respon subyektif, klien mengatakan tidak bisa tidur karna menahan sakit. Respon obyektif klien tampak menahan rasa sakit.
F. Evaluasi Tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 1x7 jam, evaluasi tanggal 9 April 2014 jam 16.30 WIB adalah subyektif, klien mengatakan nyeri pada perut bagian atas atau ulu hati dengan provocate nyeri karna sakit yang dialami, quality nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas, severe atau skala nyeri masih 7, dan timing nyeri datang sewaktu-waktu. Obyektif, klien tampak lemas, ekspresi wajah tampak meringis menahan sakit. Analisis masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan dengan pantau keluhan klien, kaji pengalaman nyeri atau tingakt nyeri yang dialami, anjurkan untuk bedrest, ajarkan tingkat penurunan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, dan kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 1x7 jam, evaluasi tanggal 9 April 2014 jam 16.30 WIB adalah subyektif, klien mengatakan perut terasa mual, tidak nafsu makan, antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm IMT 21,79 atau normal, biochemical hemoglobin 12,9 mg/dl LILA 27cm, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering dan mukosa bibir kering, diet bubur habis setengah porsi, teh hangat habis setengah porsi. Obyektif, pasien tampak pucat dan lemah. Analisis masalah belum teratasi, intervensi dilanjutakan dengan kaji status nutrisi dan anjurkan makan sedikit tapi sering.
39
Tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 1x7 jam, evaluasi tanggal 9 April 2014 jam 18.05 WIB adalah subyektif, klien mengatakan bengkak, nyeri, dan kemerahan pada tangan kiri sudah berkurang, setelah di kompres hangat. Obyektif, pasien tampak lebih tenang, bengkak sudah berkurang, dan kemerahan sudah hilang. Analisis masalah klien sudah teratasi dan intervensi dipertahankan.
BAB IV PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan membahas proses keperawatan pada asuhan keperawatan yang dilakukan pada tanggal 9 April 2014 di ruang Instalasi Gawat Darurat Karanganyar. Prinsip pembahasan ini dengan memperhatikan aspek kehidupan proses keperawatan proses keperawatan yang terdiri dari tahap pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan. A. Pengkajian Pengkajian mengumpulkan
adalah informasi
pemikiran atau
data
dasar
yang
tentang
bertujuan
klien,
agar
untuk dapat
mengidentifikasi, mengenal masalah-masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik, mental, social dan lingkungan (Darmawan, 2012:36). Pengkajian pada pasien dengan dispepsia didapatkan keluhan abdomen yang tidak jelas seperti mual dan muntah atau anoreksia, sehingga menyebabkan pemenuhan kebutuhan nutrisi harian pasien berkurang. Pada beberapa pasien didapatkan keluhan yang lebih berat seperti nyeri epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis yang menimbulkan manifestasi kecemasan secara individu (Muttaqin, 2011). Keluhan utama pada penderita dispepsia adalah munculnya keluhan nyeri pada epigastrium diakibatkan iritasi mukosa lambung yang merangsang
40
41
nociseptor nyeri pada lapisan otot lambung pada bagian pleksus saraf mienterikus (Auerbach) (Sukarmin, 2011). Keluhan dari Tn. N tidak jauh berbeda dengan teori. Keluhan utama pada Tn. N adalah nyeri pada ulu hati. Klien juga mengeluh mual, dan tidak nafsu makan, antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm, IMT 21,79 atau normal, biochemical hemoglobin 12,9 mg/dl, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering dan mukosa bibir kering, diet bubur habis setengah porsi, teh hangat habis setengah porsi. Pasien juga mengeluh tangan kiri bengkak dan terasa nyeri setelah 1 jam yang lalu dipasang infus, tangan kiri pasien tampak kemerahan, bengkak, dan jika diraba terasa hangat, klien mengalami flebitis skala 2, tanda ini sama dengan teori menurut Dougherty (2010) dalam jurnal Srimulyani (2012) tanda dari skala 2 flebitis yaitu terjadi nyeri, eritema, dan pembekakan, dan ini merupakan stadium dini flebitis. Berdasarkan jurnal Maria Ince (2012) pemasangan infus banyak dilakukan di IGD. Hasil observasi yang dilakukan
pada tanggal 23
September 2010 kasus pemasangan infus tidak sesuai Standar Prosedur Operasional atau 5 kali tindakan pemasangan infus perawat tidak melakukan teknik aseptik yaitu cuci tangan, memakai sarung tangan dan desinfektan dengan benar serta tidak menggunakan alas. Berdasarkan wawancara, perawat tidak patuh karena kesulitan saat mencari vena, menghemat waktu, dan terburu-buru sebab keadaan pasien gawat dan kritis dan memerlukan penanganan cepat serta belum terbiasa mengunakan alas.
42
Kasus flebitis pada Tn. N sama dengan teori saat pemasangan infus perawat tidak memperhatikan teknik aseptik berdasarkan Standar Prosedur Operasional, seperti tidak cuci tangan, tidak memakai sarung tangan dan tidak desinfektan dengan benar serta tidak menggunakan alas.
B. Perumusan Masalah Diagnosa keperawatan adalah penilaian klinik mengenai respon individu, keluarga dan komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang aktual atau potensial yang merupakan dasar untuk memilih intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan tanggung jawab perawat (Dermawan, 2012:58). Masalah Keperawatan Nyeri akut, nyeri akut adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat kerusakan jaringan aktual atau potensial atau gambaran dalam hal kerusakan yang sedemikian rupa (International for the Study of pain), awitan yang tibatiba atau perlahan dari intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari 6 bulan (Wilkinson, 2012:530). Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi inflamasi esofagus atau lambung, peningkatan asam lambung karena inflamasi pada lambung juga dapat dipicu oleh peningkatan sekresi asam lambung, ion H+ yang merupakan susunan utama asam lambung diproduksi oleh sel parietal lambung dengan
43
bantuan enzim Na+ atau K+ ATPase, peningkatan sekresi lambung dapat dipicu oleh peningkatan rangsangan persarafan yang dapat meningkatkan sekresi lambung (Sukarmin, 2011:154). Penulis memprioritaskan masalah nyeri akut karena dari data yang dikaji didapatkan data subyektif klien mengatakan nyeri pada ulu hati dengan provocate nyeri karna sakit yang dialami, quality nyeri seperti ditusuk-tusuk dan panas, regio nyeri pada epigastrum, skala nyeri 7, dan nyeri datang sewaktu-waktu. Menurut Wilkinson (2012:530) batasan karakteristik nyeri akut sendiri yaitu mengungkapkan secara verbal atau melaporkan nyeri dengan isyarat, posisi untuk menghindari nyeri, perubahan tonus otot dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku, respon autonomik misalnya (perubahan tekanan darah, pernafasan nadi, dilatasi pupil), perubahan sclera makan, perilaku distraksi misalnya mondar mandir, perilaku ekspresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis), perilaku menjaga atau sikap melindungi, fokus menyempit, bukti nyeri yang dapat diamati, berfokus pada diri sendiri, gangguan tidur, mengkomunikasikan deskriptor nyeri (misalnya rasa tidak nyaman, mual, kesemutan pada ekstremitas), pucat, menarik diri. Masalah keperawatan resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan, nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah keadaan individu yang mengalami kekurangan asupan nutrisi untuk memenuhi kebutuhan metabolik (Wilkinson, 2007:319). Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis adalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
44
faktor biologis, asupan makanan inadekuat, mual karena sekresi lambung dapat memicu rangsangan serabut aferen nervus vagus yang menuju medulla oblongata melalui kemoreseptor yang banyak mengandung neurotransmitter epinefrin, serotonin, GABA sehingga lambung teraktivasi oleh rasa mual dan muntah (Sukarmin, 2011:154). Penulis mengambil diagnosa resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan ,karna menurut data subyektif klien mengeluh mual dan tidak nafsu makan, antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm, IMT 21,79 atau normal, biochemical hemoglobin 12,9 mg/dl atau normal, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering dan mukosa bibir kering, diet bubur habis setengah porsi, teh hangat habis setengah porsi. Batasan karakteristik menurut (Wilkinson, 2011) resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan itu sendiri, yaitu kram abdomen, nyeri pada abdomen, menghindari makan, kurang makanan, kurang minat pada makanan, penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat, mengeluh asupan makanan kurang dari RDA (recommended daily allowane). Masalah keperawatan resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif, tidak adekuat pertahanan sekunder (flebitis). Resiko infeksi adalah suatu individu mengalami peningkatan risiko terserangnya organisme patogenik (Wilkinson, 2011). Perumusan masalah keperawatan yang diambil penulis resiko infeksi yang telah disesuaikan dengan diagnosa NANDA. Penulis mencantumkan masalah resiko infeksi dengan alasan mengacu pada data
45
subyektif pasien mengatakan tangan kiri bengkak dan terasa nyeri setelah 1 jam yang lalu dipasang infus. Data obyektif yaitu tangak kiri pasien tampak kemerahan, bengkak, dan jika diraba terasa hangat, terjadi flebitis skala 2 menurut Dougherty, dkk (2010) dalam jurnal Sri Mulyani (2012) flebitis skala 2 yaitu terjadi nyeri, eritema, dan pembekakan, dan ini merupakan stadium dini flebitis. Menurut (Wilkinson, 2007) batasan karakteristik terbebas dari tanda atau
gejala
infeksi,
menunjukkan
higiene
pribadi
yang
adekuat,
manggambarkan faktor yang menunjang penularan infeksi, melaporkan tanda atau gejala infeksi serta mengikuti prosedur pemantauan.
C. Intervensi Perencanaan adalah suatu proses di dalam pemecahan masalah yang merupakan keputusan awal tentang sesuatu apa yan akan dilakukan, bagaimana dilakukan, kapan dilakukan, siapa yang melakukan dari semua tindakan keperawatan (Dermawan, 2012:84). Intervensi atau rencana yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SMART, Spesifik, Measurable, Acceptance, Rasional dan Timing. Pembahasn dari intervensi yang meliputi tujuan, kriteria hasil dan tindakan yaitu pada diagnosa keperawatan: Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis iritasi mukosa lambung. Pada kasus Tn. N penulis melakukan rencana tindakan selama 1x7
46
jam dengan kriteria hasil secara subyektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, skala nyeri bekurang 0-1 atau 0-4, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, pasien tidak gelisah (Mutaqqin, 2011). Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis yaitu kaji pengalaman nyeri klien dan tentukan tingkat nyeri yang dialami, pantau keluhan klien secara verbal ataupun non verbal, beri kesempatan klien untuk beristirahat, ajarkan tingkat penurunan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik. Dalam rencana tindakan yang dilakukan penulis pada kasus Tn. N sama dengan rencana tindakan secara teori yaitu, jelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif, lakukan menejemen nyeri (misalnya istirahatkan pasien saat nyeri muncul, ajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat nyeri muncul, ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri, menejemen lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan pasien, lakukan manajemen sentuha), tingkatkan pengetahuan pasien tentang penyebab nyeri dan munghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung, tindakan kolaborasi untuk terapi analgetik (Muttaqin, 2011). Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis, asupan makanan inadekuat, mual. Pada kasus Tn. N penulis melakukan tindakan
keperawatan 1x7 jam dengan kriteria hasil
pasien dapat mempertahankan berat badan, pasien dapat makan 3 kali sehari 1 porsi, dan pasien tidak terlihat pucat dan lemas. Tindakan keperawatan yang
47
dilakukan penulis yaitu kaji pola makan pasien, berikan makanan sedikit tapi sering, anjurkan pasien menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk penentuan diit. Dalam rencana tindakan yang dilakukan penulis pada kasus Tn. N tidak sama dengan rencana tindakan secara teori dikarenakan keterbatasan waktu penulis dalam pengkajian pasien. Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif tidak adekuat pertahanan sekunder (flebitis). Pada kasus Tn. N penulis melakukan tindakan keperawatan 1x8 jam dengan kriteria hasil faktor resiko infeksi akan hilang dengan dibuktikkan oleh keadekuatan staus imun pasien, pengetahuan yang penting: pengendalian infeksi, dan secara konsisten menunjukkan perilaku deteksi resiko, dan pengendalian resiko. Pasien menunjukkan pengendalian resiko, dibuktikan oleh indikator berikut ini (antara 1-5 : tidak pernah, jarang, kadang-kadang, sering, konsisten menunjukkan). Tindakan keperawatan yang dilakukan penulis yaitu observasi keadaan umum pasien, observasi tanda-tanda vital, lakukan tindakan kompres air hangat pada daerah flebitis, dengan rasional untuk menurunkan skala flebitis. Dorong pasien untuk tenang dan istirahat. Dalam aplikasi riset pemberian kompres hangat dapat menurunkan skala flebitis. Kompres hangat adalah adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya. Tujuannya adalah memperlancar sirkulasi darah, mengurangi rasa sakit, merangsang peristaltik usus, memperlancar pengeluaran getah radang (eksudat), memberi rasa nyaman/
48
hangat dan tenang. Pemberian kompres panas dilakukan pada klien dengan perut kembung, klien yang kedinginan, klien yang mengalami radang, kekejangan otot (spasmus), adanya abses (bengkak) akibat suntikan, tubuh dengan abses (hematom). Metode kompres panas yaitu kompres panas basah dan kompres panas kering yang menggunakan buli-buli panas (WWZ), bantal listrik, busur lampu atau cahaya, solux, Fohn (Eni, 2006:204).
D. Implementasi Implementasi adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang lebih baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Dermawan, 2012:118). Pada pengelolaan kasus secara teori pada Tn. N ini penulis mengimplementasikan hasil riset yaitu memberikan kompres hangat untuk menurunkan skala flebitis pada luka pasca injeksi intravena. Tindakan keperawatan yang dilakukan tanggal 9 april 2014 jam 17.00 WIB penulis melakukan kompres hangat untuk menurunkan skala flebitis selama 15 menit, setelah perlakuan selesai, maka penulis mengukur skala flebitis dengan menggunakan penulis menggunakan teori menurut Dougherty, dkk (2010) dalam jurnal Srimulyani (2012) skala 2 terjadi nyeri, eritema dan pembekakan, dan ini merupakan stadium dini flebitis didapatkan hasil significant terhadap penurunan skala flebitis pada jam 18.05 WIB setelah dilakukan kompres hangat pada area yang mengalami flebitis. Keterbatasan penulis dalam mengaplikasikan baxter scale dalam mengukur skala flebitis
49
secara teori menurut jurnal utama karena keterbatasan waktu penulis dalam mengaplikasikan metode baxter scale dalam pengukuran skala flebitis. Implementasi yang dilakukan tanggal 9 April 2014 nyeri akut yaitu menjelaskan dan bantu pasien dengan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan noninvasif, melakukan menejemen nyeri (misalnya istirahatkan pasien saat nyeri muncul, mengajarkan teknik relaksasi nafas dalam saat nyeri muncul, mengajarkan teknik distraksi pada saat nyeri, menejemen lingkungan tenang, batasi pengunjung dan istirahatkan pasien, lakukan manajemen sentuhan), tingkatkan pengetahuan pasien tentang penyebab nyeri dan munghubungkan berapa lama nyeri akan berlangsung, tindakan kolaborasi untuk terapi analgetik (Muttaqin, 2011). Implementasi yang dilakukan tanggal 9 April 2014 dengan resiko ketidakseimbangan nutisi kurang dari kebutuhan yaitu mengkaji pengetahuan pasien tentang tentang intake nutrisi, memberikan diet nutrisi seimbang (misalnya semi kental atau makanan halus) atau makanan selang (contoh makanan dihancurkan atau sediaan yang dijual) sesuai indikasi, memfasilitasi pasien untuk memperoleh diet sesuai indikasi dan anjuran menghindari paaran dari agen iritan, memberikan nutrisi parenteral (Muttaqin, 2011).
E. Evaluasi Evaluasi didefinisikan sebagai keputusan asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah ditetapkan dengan respon perilaku klien yang tampil (Dermawan, 2012).
50
Evaluasi yang akan dilakukan oleh penulis disesuaikan dengan kondisi pasien dan fasilitas yang ada, sehingga rencana tindakan dapat dilaksanakan dengan SOAP, subjective, objective, analisa, planning. (Dermawan, 2012:136). Pembahasan dari evaluasi yang meliputi subjektif, objektif, analisa dan rencana. Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 9 April 2014 jam 16.30 WIB adalah subyektif, klien mengatakan masih terasa nyeri pada ulu hati, nyeri seperti ditusuk-tusuk dan terasa panas, intensitas nyeri masih 7, nyeri datang sewaktu-waktu. Obyektif, klien tampak meringis memegangi perut dan lemas. Analisis masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan dengan pantau keluhan klien, kaji pengalaman nyeri atau tingakt nyeri yang dialami, anjurkan untuk bedrest, ajarkan tingkat penurunan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, dan kolaborasi dengan dokter untuk terapi analgetik. Evaluasi yang dilakukan pada tanggal 9 April 2014 jam 16.30 WIB adalah data subyektif klien mengatakan perut masih terasa mual, tidak nafsu makan, antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm IMT 12,79 atau normal, biochemical hemoglobin 12,9 mg/dl LILA 27cm, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering dan mukosa bibir kering, diet bubur habis setengah porsi, teh hangat habis setengah porsi. Obyektif, pasien tampak pucat dan lemah. Analisis masalah belum teratasi, intervensi dilanjutakan dengan kaji status nutrisi dan anjurkan makan sedikit tapi sering. Tindakan keperawatan yang telah dilakukan selama 1x7 jam, evaluasi tanggal 9 April 2014 jam 18.05 WIB adalah subyektif, klien mengatakan
51
bengkak, nyeri, dan kemerahan pada tangan kiri sudah berkurang, setelah di kompres hangat. Obyektif, pasien tampak lebih tenang, bengkak sudah berkurang, dan kemerahan sudah hilang. Analisis masalah klien sudah teratasi dan intervensi di hentikan. Hasil evaluasi untuk pemberian kompres hangat pada Tn. N adalah sangat efektif dalam penurunan skala flebitis karena pemberian kompres air hangat dapat membantu vasodilatasi pembuluh darah dengan meningkatkan sirkulasi darah pada pembuluh darah yang mengalami flebitis, sehingga selain mengurangi nyeri juga dapat mempercepat proses penyembuhan luka flebitis. Penelitian ini mendukung hasil penelitian Griffiths, Fernandez, dan Ussia (2001) dalam jurnal Nurjanah (2011) yang menyatakan bahwa penggunaan air dalam perawatan luka dapat membantu proses penyembuhan luka. Dalam penelitiannya terbukti bahwa air dapat membantu proses penyembuhan luka tanpa menimbulkan dampak negatif pada pasien yang mengalami luka. Pemberian kompres hangat adalah memberikan rasa hangat pada klien dengan menggunakan cairan atau alat yang menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang memerlukannya (Eni, 2006). Hasil penelitian yang dilakukan Handyo, Triyanto dan Latiah (2006) dalam junal keperawatan yang diangkat oleh penulis tentang “Upaya Menurunkan Skala Flebitis Dengan Pemberian Kompres Hangat” oleh Triyanto (2007) tentang pemberian kompres hangat terhadap skala flebitis maka didapatkan hasil yang signifikan, yaitu setelah dilakukan kompres hangat pada area plebitis, angka plebitis bisa menurun dengan nilai ȡ = 0.003,
52
dan penelitian dilakukan selama 2 hari berturut-turut dengan hasil yang signifikan.
51
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan 1. Pengkajian Pengkajian Tn. N mengatakan nyeri pada perut bagian atas atau ulu hati dengan provocate nyeri karna sakit yang dialami, quality nyeri seperti ditusuk-tusuk dan panas, regio pada epigastrum, severe atau skala nyeri 7 , dan timing nyeri datang sewaktu-waktu. Hasil pemeriksaan fisik tekanan darah 130/90 mmHg, nadi 82 kali per menit, respirasi 18 kali per menit, suhu 36,8 OC. Pengkajian selanjutnya klien mengatakan tidak nafsu makan, mual namun tidak sampai muntah. Pasien tampak lemah, makan habis setengah porsi, antropometri berat badan 63kg, tinggi badan 170cm, IMT 12,79 atau normal, biochemical hemoglobin 12,9 mg/dl LILA 27cm, clinical sign keadaan fisik lemah, turgor kulit kering, diet bubur habis setengah porsi, teh hangat habis setengah porsi. Pengkajian selanjutnya pasien mengatakan tangan kiri bengkak dan terasa nyeri setelah 1 jam yang lalu dipasang infus. Data obyektif yaitu tangak kiri pasien tampak kemerahan, bengkak, dan jika diraba terasa hangat.
53
52 54
2. Diagnosa Hasil perumusan diagnosa pertama keperawatan pada Tn. N adalah nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologi inflamasi esofagus atau lambung, peningkatan asam lambung. Hasil perumusan diagnosa kedua keperawatan pada Tn. N adalah resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan faktor biologis, asupan makanan inadekuat, mual. Hasil perumusan diagnosa ketiga keperawatan pada Tn. N adalah resiko infeksi berhubungan dengan prosedur infasif, tidak adekuat pertahanan sekunder (flebitis). 3. Intervensi Intervensi yang dilakukan penulis pada diagnosa nyeri akut yaitu kaji pengalaman nyeri klien dan tentukan tingkat nyeri yang dialami, pantau keluhan klien secara verbal atau non verbal, beri kesempatan klien untuk beristirahat, ajarkan tingkat penurunan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim dokter untuk terapi analgetik. Intervensi
yang
dilakukan
penulis
pada
diagnosa
resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yaitu kaji pola makan pasien, berikan makanan sedikit tapi sering, anjurkan pasien menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk penentuan diit. Intervensi yang dilakukan penulis pada diagnosa resiko infeksi yaitu, observasi keadaan umum pasien, observasi tanda-tanda vital
53
53 55
pasien, lakukan tindakan kompres hangat pada daerah yang terjadi flebitis, anjurkan klien untuk tenang dan istirahat. 4. Implementasi Implementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa nyeri akut yaitu mengkaji pengalaman nyeri klien dan tentukan tingkat nyeri yang dialami, memantau keluhan klien secara verbal atau non verbal, memberi kesempatan klien untuk beristirahat, mengajarkan tingkat penurunan nyeri dengan relaksasi nafas dalam, kolaborasi dengan tim dokter untuk terapi analgetik. Implementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan yaitu mengkaji pola makan pasien, memberikan makanan sedikit tapi sering, menganjurkan pasien menghindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, kolaborasi dengan ahli gizi untuk penentuan diit. Implementasi yang dilakukan penulis pada diagnosa resiko infeksi yaitu, mengobservasi keadaan umum pasien, mengobservasi tanda-tanda vital pasien, melakukan tindakan kompres hangat pada daerah yang terjadi flebitis, menganjurkan klien untuk tenang dan istirahat. 5. Evaluasi Hasil evaluasi masalah keperawatan nyeri akut pada pasien selama 1x7 jam belum teratasi. Hasil evaluasi masalah keperawatan selama 1x7 jam dengan resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan belum teratasi. Hasil evaluasi masalah keperawatan selama 1x7 jam
53
54 56
dengan diagnosa resiko infeksi selama 1x7 jam teratasi, karena sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat oleh penulis, dengan ditandai dengan berkurangnya bengkak, kemerahan, dan nyeri. 6. Analisis Pemberian Kompres Hangat Hasil analisa penulis dalam melakukan kompres hangat pada penurunan skala flebitis terbukti efektif, Tn. N mengalami bengkak pada pukul 17.00 setelah 1 jam pemasangan infus ditandai dengan bengkak, kemerahan, terasa nyeri, dan jika diraba terasa mengeras, kemudian perawat melakukan kompres hangat dan pada jam 18.00 skala flebitis berkurang dibuktikan dengan berkurangnya bengkak, kemerahan, dan sudah terasa nyeri, sesuai dengan jurnal aplikasi riset penulis.
B. Saran 1. Bagi Pendidikan Hasil aplikasi riset penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan mutu pelayanan pendidikan yang bekualitas dan profesional, sehingga dapat tercipta perawat profesional, terampil, inovatif dan bermutu yang mampu memberikan asuhan keperawatan secara menyeluruh berdasarkan kode etik keperawatan. 2. Bagi Profesi Keperawatan Dapat digunakan sebagai referensi dan pengetahuan yang mampu dikembangkan untuk memberikan pelayanan kepada klien dengan hipertensi yang lebih berkualitas dengan mengikuti perkembangan ilmu
53
55 57
pengetahuan, salah satunya pemberian kompres hangat terhadap penurunan skala flebitis. 3. Bagi Rumah Sakit Hasil aplikasi riset penelitian ini diharapkan rumah sakit mampu memberikan asuhan keperawatan secara komprehensif melalui terapi pemeberian kompres hangat pada pasien dispepsia khususnya.
53
56
DAFTAR PUSTAKA Andarmoyo, Sulistyo, S.Kep., Ns. M. Kes. 2013. Konsep & Proses Keperawatan Nyeri. Penerbit Ar-Ruzz Media: Yokyakarta. Aprilin, Heti. 2011. Hubungan Perawatan Infus Dengan Terjadinya Flebitis Pada Pasien Yang Terpasang Infus Di Puskesmas Krian Sidoarjo.
http://www.dianhusada.ac.id/jurnalimg/jurper1-2-het.pdf Diakses tanggal 1 Mei 2014 Darmawan, deden. 2012. Proses Keperawatan Penerapan Konsep & Kerangka Kerja. Penerbit Gosyen Publishing: Yokyakarta. Nugraha, Taufan. 2011. Asuhan Keperawatan Maternitas, Anak, Bedah, Penyakit Dalam. Penerbit Nuha Medika: Yokyakarta. Grace, A Pierce dan Neil, R Borley. 2006. At a Glance Ilmu Bedah. Edisi 3, Penerjemah dr. Vidhia Umami, Penerbit Erlangga: Jakarta. Handoyo, dkk. 2007. Upaya Menurunkan Skala Flebitis Dengan Pemberian Kompres Hangat DI RSUD Prof. Dr. Margono Soekardjo Purwokerto. The Soedirman Journal of Nursing. http://jos.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/277 Diakses tanggal 8 April 2014. Handoyo, Endang Trianto. 2007. Analisis Tindakan Perawatan Yang Dilakukan Pada Pasien Dengan Phlebitis Di RSUD Prof DR. Margono Soekardjo Purwokerto. The Soedirman Journal of Nursing. http://jurnalonline.unsoed.ac.id/index.php/keperawatan/article/view/265/ 110 Diakses tanggal 13 April 2014. Ikatan Apoteker Indonesia 2006. Informasi Spesialite Obat (ISO) Indonesia. Penerbit PT ISFI: Jakarta. Komaling, M Christian, Lucky Kumaat, Franly Onibala. 2014. Hubungan Lamanya Pemasangan Infus (Intravena) Dengan Kejadian Flebitis Pada Pasien Di Irina F Blu RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado. Ejournal keperawatan (e-kep) Vol 2. No 1. http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/jkp/article/view/4051/3567 Diakses tanggal 2 Mei 2014. Kristiyawati, dkk. Hubungan Antara Lokasi Penusukkan Infus Dan Tingkat Usia Dengan Kejadian Flebitis Di Ruang Rawat Inap Dewasa RSUD
53
57
Tugurejo Semarang. http://www.e-jurnal.com/2013/10/hubungan-antaralokasi-penusukan-infus.html. Diakses tanggal 1Mei 2014. Kusyati, Eni. 2004. Keterampilan dan Prosedur Laboratorium Keperawatan Dasar. Penerbit Buku Kedokteran EGC: Jakarta. Maria ince dan Erlin Kurnia. 2012. Kepatuhan Perawat Dalam Melaksanakan Standar Prosedur Operasional Pemasangan Infus Terhadap Phlebitis. http://cpanel.petra.ac.id/ejournal/index.php/stikes/article/view/18467/182 81 Diakses tanggal 8 April 2014. Muladi, Amik. 2013. Hubungan Perilaku Klien Yang Terpasang Infus Dalam Menjaga Kepatenan Insersi Dengan Kejadian Flebitis. Diakses http://akper17.ac.id/jurnal/index.php/JK17/article/view/1/1 tanggal 1 Mei 2014. Muttaqin Arif dan Kumala Sari. (2011). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Penerbit Salemba Medika: Jakarta. Nurjanah, nunung. 2011. Studi Komparasi Efektivitas Kompres Normal Salin Dan Air Hangat Terhadap Derajat Flebitis Pada Anak Yang Dilakukan Pemasangan Infus Di RSUP Dr. Hasan Sadikin Bandung. http://stikesayani.ac.id/publikasi/e-journal/files/2012/201212/201212008.pdf Diakses tanggal 8 April 2014. Rani, Aziz A. 2011. Buku Ajar Gastroenterologi. Penerbit Interna Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam: Jakarta. Srimulyani. 2010. Visual Infusion Phlebitis score. http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-srimulyani6170-2-babii.pdf Diakses tanggal 13 April 2014. Sukarmin. 2012. Keperawatan Pada Sistem Pencernaan. Penerbit Pustaka Pelajar: Yokyakarta. Wilkinson, Judith M. 2007. Buku Saku Diagnosis Keperawatan : Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Edisi 7 Ahli Bahasa Ns Esty Wahyuningsih, dkk, Penerbit Perpustakaan Nasional: Jakarta EGC. Yuliarti, Nurheti. 2009. Maag-Kenali, Hindari, dan Obati, Penerbit C.V Andi Offset: Yokyakarta.
53