ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A USIA SEKOLAH (6 TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : TYPOID DI RUANG MELATI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan
Disusun oleh : RIKA NOVIAWATI NIM : 13DP277043
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN CIAMIS 2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. A USIA SEKOLAH (6 TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : TYPOID DI RUANG MELATI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH KABUPATEN CIAMIS TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 20161 Rika Noviawati, Ade Fitriani3
INTISARI Penyakit Typoid masih merupakan penyakit endemik di Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2013, prevalensi Typoid klinis nasional sebesar 1,6%. Sedang prevalensi hasil analisis lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus typoid 1.500 per 100.000 penduduk Indonesia. Sementara itu, menurut Data Badan Layanan Unit Daerah Ciamis diketahui bahwa pada tahun 2015 kejadian typoid mencapai 288 sedangkan pada bulan Januari – Mei tahun 2016 mencapai 128 orang. Tujuannya adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman nyata dalam memberikan Asuhan Keperawatan. Metode yang digunakan adalah analisa deskriftif melalui proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Asuhan Keperawatan pada An. A dari tanggal 17 Juni 2016 sampai dengan tanggal 21 Juni 2016, penulis menemukan diagnosa keperawatan diantaranya : gangguan pola eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, gangguan nutrisi berhubungan dengan pola makanan tidak teratur, gangguan pola aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama 4 hari yang dimulai dari tanggal 17-21 Juni 2016 semua diagnosa teratasi.
Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Sekolah, Typoid Kepustakaan : 16 buah, 2008-2013 Keterangan : 1 judul, 2 Nama mahasiswi Prodi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis, 3 pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam Typoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta penderita, dengan 500.000 hingga 600.000 kematian tiap tahunnya. Negara yang paling tinggi terkena penyakit Typoid adalah negara di kawasan Asia Tengah (Pakistan, Bangladesh, India) dan Asia Tenggara (Indonesia dan Vietnam) (WHO, 2014). Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2013, prevalensi Typoid klinis nasional sebesar 1,6%. Sedang prevalensi hasil analisis lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus typoid 1.500 per 100.000 penduduk Indonesia. Typoid klinis dideteksi di Provinsi Jawa Barat dengan prevalensi 1,61 % dan tersebar di seluruh Kabupaten atau Kota dengan prevalensi yang berbeda-beda di setiap tempat. Prevalensi Typoid di Kabupaten Ciamis sebesar 0,8% (Kemenkes, 2013) Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak di Jawa Barat tahun 2009, insiden rate demam typoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah 357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden demam Typoid bervariasi di tiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan. Jawa Barat, terdapat 157 kasus per 100.000
1
2
penduduk sedangkan di daerah perkotaan di temukan 760-810 per 100.000 penduduk. Perbedaan insiden di perkotaan berhubungan erat dengan penyediaan air bersih yang belum memadai serta sanitasi lingkungan dengan pembuangan sampah yang kurang memenuhi sarat kesehatan lingkungan (Simanjuntak, C.H, 2009). Penyakit
Typoid
masih
merupakan
penyakit
endemik
di
Indonesia. Penyakit ini termasuk penyakit menular yang dapat menular pada siapa saja dan menyerang banyak orang sehingga dapat menimbulkan wabah. Penyakit Typoid terdapat di seluruh dunia dan penyebarannya tidak tergantung pada iklim, tetapi lebih banyak di jumpai pada negara-negara berkembang di daerah tropis. Penyakit ini disebabkan oleh salmonella thyphosa dan hanya didapatkan pada manusia, penularan penyakit ini hampir selalu terjadi melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi, biasanya typoid dialami oleh
seseorang yang kurang menjaga kebersihan diri dan
lingkungan sekitar (T.H. Rampengan, 2009). Beberapa literatur menyebutkan bahwa penyakit in dapat mengenai siapa saja, tidak ada perbedaan mengenai jenis kelamin antarara laki-laki dan perempuan. Umumnya penyakit ini sering di derita anak-anak. Sedangkan orang dewasa sering mengalami dengan gejala yang tidak khas, kemudian menghilang dan sembuh sendiri (Depkes, 2012 ).
3
Angka kesakitan dan kematian anak di negara kita masih terhitung tinggi. Penyebab utamanya adalah penyakit infeksi. Bila penyakit tersebut tidak ditangani dengan baik dapat menimbulkan dampak negatif pada anak di kemudian hari, penyakit pada anak yang sering terjadi diantaranya Diare, Typoid, Asfiksia, ISPA, Tuberculosis, Pneumonia, Anemia, Thalasemia Neprotik Sindrom dan Kejang. Diare dan Typoid merupakan gangguan sistem pencernaan, bersifat revesible (dapat berubah) dengan penanganan yang baik dan pengobatan yang tepat dan cepat tidak memerlukan tindakan yang lebih lanjut (Depkes, 2012).
Q.S Al-Maidah ayat 88 :
Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (Q.S. Al-Maidah:88).
Pada ayat diatas Allah SWT memerintahkan kepada hamba-Nya agar makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakan-Nya kepada mereka. “Halal” di sini mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya.
4
Makanan tidak baik, selain tidak mengandung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak kesehatan seperti terkena penyakit typoid. Penyebab Typoid dikarenakan bakteri Salmonella Typhi masuk ke tubuh melalui makanan–makanan atau minuman yang sudah terkontaminasi. Jika makan atau minum ditempat yang sembarangan dan tidak dijamin kehigenisannya maka bisa saja terkena bakteri tersebut. Seperti hadist dibawah ini yang membahasa tentang pentingnya menjaga kebersihan:
Artinya : “Diriwayatkan dari Sa’ad bin Abi Waqas dari bapaknya, dari Rasulullah saw. : Sesungguhnya Allah SWT itu suci yang menyukai hal-hal yang suci, Dia Maha Bersih yang menyukai kebersihan, Dia Mahamulia yang menyukai kemuliaan, Dia Maha Indah yang menyukai keindahan, karena itu bersihkanlah tempat-tempatmu” (HR. Tirmizi)”
Kebersihan membawa banyak manfaat, sebaliknya, kotor dan jorok akan membawa banyak akibat buruk seperti terkena penyakit. Orang yang dapat menjaga kebersihan badan, pakaian, dan tempat (lingkungannya) akan dapat merasakan hidup nyaman. Sebaliknya, kalau orang menganggap remeh masalah kebersihan, maka akan merasa terganggu baik oleh berbagai macam penyakit, salah satunya penyakit Typoid.
5
Angka kejadian demam typoid di BLUD Ciamis Kabupaten Ciamis cukup tinggi bahkan masuk ke dalam sepuluh besar kasus dan berada di urutan kedua (2). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini: Tabel 1.1 10 Penyakit Terbesar di Badan Layanan Umum Daerah Ciamis Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
NamaPenyakit Gea Typoid Febris Atsma BR TBC Broncho Pnemonia SD Anemia Dangue Paper Status atsma tikus
Jumlah 415 288 200 124 91 65 64 35 27 23
Jumlah Medical Record BLUD Kabupaten Ciamis Tahun 2015 Data yang diperoleh pada tahun 2015 jumlah klien yang dirawat akibat demam typoid adalah sebanyak 288 orang. Penyakit ini menduduki peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbesar yang di rawat di Badan Layanan Umum Daerah Ciamis. Sedangkan data yang diperoleh pada Tahun 2016 jumlah klien yang dirawat akibat demam typhoid adalah sebanyak 128 orang yang menduduki peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbesar di Badan Layanan Umum Daerah Ciamis. Dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
6
Tabel 1.2 10 Penyakit Terbesar di Badan Layanan Umum Daerah Ciamis Tahun 2016 No NamaPenyakit Jumlah 1. Gea 171 2. Typoid 128 3. Febris Conpulsi 58 4. TBC 47 5. Atsma BR 45 6. BP 40 7. SD 34 8. Status Atmatikus 27 9. Dangue Paper 26 10. Epilepsy 13 Jumlah Medical Record BLUD Kabupaten Ciamis Tahun 2016 Sedangkan angka kejadian demam typoid di BLUD Ciamis Kabupaten Ciamis Ruang Melati cukup tinggi bahkan masuk ke dalam sepuluh besar kasus dan berada di urutan kedua (2). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.3 10 Penyakit Terbesar di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Ciamis Periode Januari-Mei Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Nama Penyakit Jumlah SD 158 Katarak 126 Febris 74 HIL 73 CHF 68 GEA 66 Typoid 58 anemia 50 CKD 45 HT 45 Total Jumlah Medical Record BLUD Ciamis Tahun 2015
7
Berdasarkan data di atas, jumlah klien yang dirawat akibat demam typoid pada tahun 2015 adalah sebanyak 58 orang dan menduduki peringkat ke 7 dari 10 besar penyakit yang dirawat di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Ciamis. Tabel 1.4 10 Penyakit Terbesar di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Ciamis Periode Januari – Mei Tahun 2016 No Nama Penyakit Jumlah 1. febris 69 2. SD 45 3. Anemia 26 4. GEA 25 5. Katarak 25 6. CHF 20 7. Dispneu 20 8. Hernia Ingunial 18 9. Typoid 17 10. HT Hipertensi 17 Jumlah Medical Record BLUD Ciamis Tahun 2016 Data di atas yang diperoleh pada periode JanuarI - Mei Tahun 2016 menunjukan yang dirawat akibat demam typoid mencapai 17 orang dan menduduki peringkat ke 9 dari 10 penyakit terbesar yang di rawat di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Ciamis mengalami penurunan. Naik turunnya angka kejadian demam typoid yang terjadi pada anak
usia
sekolah
merupakan
masalah
yang
cukup
serius,
dikarenakan tugas perkembangan anak akan terganggu terutama tugas belajar yang sedang dilakukannya. Anak sekolah merupakan masa peralihan dari kebiasaan di rumah (makan, minum dan perilaku
8
lainnya) menjadi adaptasi dengan lingkungan di sekolah (jajanan dan perilaku yang kurang baik) kemudian juga pada dewasa atau usia produktif dengan kesibukannya bekerja seringkali mekesampingkan pola hidup sehat. Dampak demam typoid terhadap kebutuhan dasar klien dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, apabila masalah keperawatan tidak ditangani dengan baik. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi, cairan, rasa nyaman, personal hygiene serta kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang cara perawatan klien dengan demam typoid pasca perawatan di rumah sakit. Mengingat hal tersebut maka semua orang harus bertanggung jawab dalam mencegah terjadinya demam typoid. Perawat sebagai salah petugas pelayanan kesehatan harus mampu memberikan pelayaan yang komprehensif dan memuaskan kepada klien baik yang sifatnya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif dalam mengatasai permasalahan kesehatan salah satunya demam typoid. Supaya dapat memberikan pelayanan yang memuaskan tersebut maka seorang perawat harus didukung dengan keilmuan dan keterampilan yang baik, khususnya dalam menangani penyakit demam typoid. . Berdasarkan data-data di atas, maka penulis merasa tertarik untuk mengambil kasus tersebut sebagai bahan laporan studi kasus dengan judul: Asuhan Keperawatan Pada An. A Usia Sekolah (6 tahun) dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Typoid di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Kabupaten Ciamis Tanggal 17-21 Juni Tahun 2016.
9
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi aspek bio-psikologis pada anak dengan Typoid
berdasarkan
ilmu
dan
kiat
keperawatan
dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada kasus Typoid. b. Mampu membuat perencanaan keperawatan terhadap masalah yang timbul sesuai dengan prioritas masalah. c. Mampu mengimplementasikan rencana keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat pada anak dengan Typoid. d. Mampu mengevaluasi asuhan keperawatan terhadap tindakan keperawatan pada pasien Typoid. e. Mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada anak dengan Typoid.
C. Metode Penulisan Dalam penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan metode deskriptif analitik yang berbentuk studi kasus dengan pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai berikut :
10
1. Pengamatan Dengan mengamati keadaan klien dengan gangguan sistem pencernaan akibat Typoid melalui aspek bio-psiko-sosial dan spiritual. 2. Wawancara Yaitu pengumpulan data dengan kegiatan aktif, menanyakan secara langsung tentang data atau informasi yang diperlukan kepada keluarga klien. 3. Pemeriksaan fisik Pemeriksaan dilakukan pada klien dengan inspeksi, auskultasi, palpasi dan perkusi melalui pendekatan persistem. 4. Studi Kepustakaan Melalui
bahan-bahan
bacaan
yang
dapat
dipercaya
untuk
mendapatkan keterangan atau dasar teori yang berhubungan dengan masalah yang dihadapi oleh klien Typoid. 5. Studi Dokumentasi Mengumpulkan data dengan cara mempelajari status klien dan catatan-catatan dokter maupun perawat yang berhubungan dengan Asuhan Keperawatan pada klien dengan Typoid.
D. Sistematika Penulisan BAB I
: Pendahuluan Mencakup latar belakang masalah, tujuan, metode serta sistematika penulisan.
11
BAB II
: Tinjauan Teoritis Mengemukakan tentang konsep dasar penyakit meliputi pengertian, etiologi, anatomi, fisiologi, patofisiologi, gejala klinik, manajemen medis, karakteristik anak Usia Sekolah dan dampak penyakit terhadap kebutuhan dasar manusia. Bagian kedua tentang proses keperawatan pada klien dengan Typoid yang meliputi pengkajian, kemungkinan diagnosa keperawatan yang muncul, Intervensi dan rasional, implementasi serta evaluasi.
BAB III
: Tinjauan Kasus dan Pembahasan Tinjauan
kasus
meliputi
pengkajian,
diagnosa
keperawatan, perencanaan implementasi, evaluasi dan catatan
perkembangan.
pembahasan
yang
Bagian
merupakan
kedua analisa
tentang terhadap
kesenjangan antara teori dan kenyataan yang ada di lapangan
disertai
upaya
alternatif
pemecahan
masalahnya. BAB VI
: Simpulan dan Rekomendasi Bab
ini
berisi
simpulan
dari
pelaksanaan
asuhan
keperawatan dan formulasi saran atau rekomendasi yang operasional terhadap masalah yang ditentukan.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar 1. Typoid a. Pengertian Typoid Demam Typoid (enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan, dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2008). Typoid (Enteric Fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu
gangguan pada
pencernaan dan gangguan kesadaran (Nursalam, 2008). Typoid adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Rylai 2013). Demam tifoid (Typhus abdominalis, Typhoid fever, enteric fever) merupakan penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam selama satu minggu atau lebih dengan disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan atau tanpa gangguan kesadaran (Astuti, 2013) Demam Typoid adalah penyakit infeksi akut usus halus, yang disebabkan oleh salmonella typhi, salmonella paratyphi A,
12
13
salmonella paratyphi B, salmonella paratyphi C, paratyphoid biasanya lebih ringan dengan gambaran klinis sama (Riyadi, 2010). b. Etiologi Demam tifoid disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi dari Genus Salmonella. Bakteri ini berbentuk batang, gram negatif, tidak membentuk spora, motil, berkapsul dan mempunyai flagela (bergerak dengan rambut getar). Bakteri ini dapat hidup sampai beberapa minggu di alam bebas seperti di dalam air, es, sampah dan debu. Bakteri ini dapat mati dengan pemanasan (suhu 60ºC) selama 15 – 20 menit, pasteurisasi, pendidihan dan khlorinisasi (Rahayu E., 2013). c. Anatomi Fisiologi Saluran
pencernaan
merupakan
saluran
yang
menerima makanan dari luar dan mempersiapkan untuk diserap oleh tubuh dengan jelas proses pencernaan (Pengunyahan, penelanan dan pencampuran) dengan enzim dan zat cair yang terbentang mulai dari mulut (orsis) sampai anus. Susunan saluran pencernaan terdiri dari; orsis (mulut), faring (tekak), esofagus (kerongkongan), ventrikulus (lambung), intestinum minor (usus halus), intestinum mayor (usus besar), rektum dan anus. Skema sistem pencernaan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
14
Gambar 2.1 Garis – garis besar saluran pencernaan makanan (Sumber : Anatomi dan fisiologi untuk para medis, Evelyn C. Verace)
1) Mulut Mulut adalah rongga lonjong pada permulaan saluran pencernaan terdiri atas dua bagian luar yang sempit atau pestuila, yaitu ruang diantara dua gusi serta gigi dengan bibir dan pipi dan bagian dalam yaitu rongga mulut yang sisinya dibatasi oleh tulang maksilaris dan semua gigi. Disebelah belakang bersambung dengan awal faring. Atap mulut dibentuk oleh palatum dan lidah terletak dilantainya dan terikat pada tulang tiroid.
15
2) Faring dan Esofagus Faring dan tekak letak dibelakng hidung, mulut dan laring (tenggorokan) faring berupa saluran berbentuk kerucut
dari
bahan
membran
berotot
(muskolamembranosa), tempat faring bersambung dengan esofhagus. Esofhagus adalah sebuah tabung berotot yang panjangnya kurang lebih 25 cm dengan diameter kira – kira 2 cm, diatas mulai dari faring sampai pintu masuk kardia lambung bawah. 3) Lambung Lambung terdapat pada kuadran kiri atas tetap dibawah diafragma, lambung terbagi dalam tiga bagian; pundus, kardia dan pylorus. Lambung mensekresikan enzim – enzim asam hidroklorida, hormon dengan mukus semuanya mambantu pencernaan. Panjang lambung 25 cm dengan lebar 10 cm ukuran dapat bertambah tergantung isi dan ukuran tubuh. Fungsi lambung menerima makanan dari esfohagus melalui orifisium kardiak dan bekerja sebagai penimbun sementara, sedangkan kontraksi otot bercampur makanan
dengan
getah
lambung.
Bebarapa
enzim
pencerna dalam lambung diantaranya pepsin dan renin.
16
4) Usus halus Usus halus adalah tabung yang kira-kira sekitar 2,5 m panjangnya. Dalam keadaan hidup, usus halus terletak di daerah umbilicus dan dikelilingi oleh usus besar. Usus halus dibagi dalam bebarapa bagian yaitu duodenum, yeyenum dan ilium. Fungsi usus halus adalah mengaborsi makanan dari lambung. 5) Usus besar Usus besar atau kolon panjangnya kira-kira 1,5 m. Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau aborsi makanan. 6) Rektum Rektum terletak sepuluh sentimeter terbawah dari usus halus, dimulai pada kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal yang kira-kira 3 cm panjangnya. Saluran ini berakhir ke dalam anus yang dijaga oleh otot internal dan external. 7) Anus Bagian
dari
saluran
pencernaan
yang
menghubungkan rektum dengan dunia luar (udara luar). Terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter; sfingter ani internus (sebelah atas), sfingter levator ani, sfingter ani eksternus (sebelah bawah).
17
d. Patofisiologi Masuknya kuman Salmonella typhi (S. typhi) dan Salmonella paratyphi (S. paratyphi) kedalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk ke dalam usus dan selanjutnya berkembangbiak. Bila respons imunitas humoral mukosa (lgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama Sel-M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembangbiak dan di fagosit oleh sel-sel fagosit terutama oleh makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembangbiak di dalam makrofag dan selanjutnya di bawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterika. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat di dalam makrofag ini masuk ke dalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakteriemia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotetial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini
kuman
meninggalkan
sel-sel
fagosit
dan
kemudian
berkembang biak di luar sel atau ruang sinusoll dan selanjutnya masuk ke dalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala infeksi sistemik. Didalam hati, kuman masuk ke dalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu dieksresikan
18
secara “intermittent” ke dalam lumen usus, sebagaian kuman di keluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi ke dalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman salmonella terjadi pelepasan beberapa
mediator
inflamasi
yang
selanjutnya
akan
menimbulkan gejala reaksi inflamasi sistemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vaskular, gangguan mental dan koagulasi. Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S. typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hiperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hiperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear di dinding usus. Proses patologis jaringan himfoid ini dapat berkembang hingga ke lapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel di reseptor sel endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardio vaskuler, pernafasan dan gangguan organ lainnya. Berdasarkan uraian diatas patofisiologi Typoid dapat digambarkan sebagai berikut :
19
Salmonella Thyposa Saluran pencernaan
Dimusnahkan oleh lambung
Lolos dari asam lambung Usus halus
Jaringan limfoid
Otak
Aliran darah
SSP
Seluruh Tubuh
Kel. Limfoid Usus Halus
Mengeluarkan endotoksin
Nekrosis usus halus
Merangsang pusat muntah di medulla oblongata
Pelepasan mediator inflamasi
Ulkus di Plak Pyeri
Motilitas usus terganggu Suhu Tubuh
Nyeri kepala
Peristaltik usus
Peristaltik usus
Hipertermia Diare
Konstipasi Mual
Muntah
Kelemahan
Gg. Pemenuhan Nutrisi
Cemas
Kekurangan cairan dan elektrolit
Anoreksia
Gangguan Pola Aktivitas
Bedrest Total
Gangguan Eliminasi Pekal
Defisit Perawatan Diri (Oral hygine)
Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue)
Defisit volume cairan dan elektrolit
Napas berbau tidak sedap
Gambar 2.2 Patofisiologi Typoid (Rahayu, E. 2013)
20
e. Tanda dan Gejala Masa tunas Typoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi hingga kematian. Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya yaitu demam, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anorexia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk dan epistaksis. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia relatif (bradikardia relatif adalah peningkatan 1o C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali (menit ), lidah yang berselaput (kotor di tengah, tepi dan ujung merah serta tremor), hepatomegali, splenomegali, gangguan mental berupa somnolen, sopor, koma, delirium atau psikosis (Rahayu, E. 2013). f.
Penatalaksanaan Medis Penyakit Typoid Penatalaksanaan Typoid terdiri dari tiga bagian : 1) Istirahat dan Perawatan Tirah baring dan perawatan profesional bertujuan untuk
mencegah
komplikasi.
Tirah
baring
dengan
perawatan sepenuhnya ditempat seperti makan, minum,
21
mandi, buang air kecil dan buang air besar akan membantu dan mempercepat proses penyembuhan. Dalam perawatan perlu di jaga kebersihan tempat tidur, pakaian dan perlengkapan yang dipakai. 2) Diet dan Terapi Penunjang Pertama pasien diberi diet bubur saring kemudian bubur
kasar,
dan
akhirnya
nasi
sesuai
tingkat
kesembuahan pasien. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi protein. Pemberian vitamin dan mineral yang cukup perlu diberikan untuk mendukung keadaan umum pasien. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral; total. 3) Pemberian Anti mikroba Obat-obat anti mikroba yang sering digunakan untuk mengobati Typoid adalah sebagai berikut : a) Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk mengobati Typoid. Dosis yang diberikan pada anak adalah 50-75 mg/kg BB/hari dalam dosis diberikan setiap 6 jam sekali.
22
b) Tiamfenikol Dosis dan efektitas tiamfenikol pada Typoid hampir sama dengan kloromfenikol akan tetapi komplikasi hematologi seperti kemungkinan terjadi anemia aplastik lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol. Dosis tiamfenikol adalah 4 X 500mg demam rata-rata menurun pada hari ke-5 sampai ke-6. c) Kotrimoksazol Efektifitas obat ini dilaporkan hampir sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk anak 6-12 tahun 2 x 480mg (5 ml mengandung sulfametoksazol 200mg dan 40mg trimetoprim) diberikan selama 2 minggu. d) Ampicilin dan Amoxcilin Kemampuan obat ini untuk menurunkan demam lebih rendah dibandingkan dengan kloramfenikol, dosis yang dianjurkan berkisar antara 50 – 150 mg/kg BB dan digunakan selama 2 minggu. e) Kortikosteroid Penggunaan steroid hanya di indikasikan pada toksik Typoid yang mengalami syok septik dengan dosis 3 X 5mg
23
g. Data Penunjang 1) Pemeriksaan Rutin Pada pemeriksaan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, dapat pula terjadi kadar leukosit normal atau leukositosis. Selain itu juga dapat ditemukan anemia ringan dan trombositopenia. Pada pemeriksaan hitung jenis leukosit dapat terjadi aneosinopilia maupun limfonia. Laju endap darah pada Typoid dapat meningkat. SGOT dan SGPT seringkali meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh. 2) Uji Widal Uji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S. typhi. Pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S. typhi dengan antibodi yng disebut aglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Maksud uji widal adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum penderita tersangka Typoid yaitu : a) Pengobatan dini dengan antibiotik b) Gangguan
pembentukan
kortikosteroid c) Waktu pengambilan darah
antibodi
dan
pemberian
24
d) Daerah endemik atau non – endemik e) Riwayat vaksinasi f) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer aglutinin pda infeksi buka demam Typoid akibat infeksi demam Typoid masa lalu atau vaksinasi. g) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan strain salmonella yang digunakan untuk suspensi antigen. 3) Kultur Darah Hasil biakan darah yang positif memastikan Typoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan Typoid karena mungkin disebabkan beberapa hal sebagai berikut : a) Telah mendapat terapi antibiotik Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotik, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif. b) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5cc darah) Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif.
25
c) Riwayat vaksinasi Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibodi dalam darah pasien. Antibodi ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif. d) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat aglutinin semakin meningkat (Rahayu, E. 2013). 2. Pertumbuhan dan Perkembangan a. Pertumbuhan Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak) sel-sel tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel (Natalina, Johana, 2008). b. Perkembangan Perkembangan
adalah
bertambahnya
kemampuan
dan
struktur/fungsi tubuh yang lebih kompleks dalam pola yang teratur dapat diperkirakan dan diramalkan sebagai hasil dari proses diferensasi sel jaringan tubuh, organ-organ dan sistemnya yang terorganisasi. Dengan demikian aspek-aspek perkembangan
ini
bersifat
kualitatif
yaitu
pertambahan
kematangan fungsi dari bagian-bagian tubuh (Natalina, Johana, 2008).
26
3. Karakteristik Anak Usia Sekolah (6 Tahun) Anak usia sekolah adalah anak yang memiliki umur 6-12 tahun yang masih duduk di sekolah dasar dari kelas 1 sampai kelas 6 dan perkembangan sesuai dengan usianya (A. Aziz Alimul, 2009). a. Pertumbuhan fisik Pada usia sekolah berat badan meningkat sekitar 2,5 kg per tahun tinggi badan bertambah sekitar 5 cm per tahun. (A. Aziz Alimul, 2009). Berat badan bertambah 2 sampai 4 kg per tahun. tinggi badan pada usia 8 tahun secara proposional lengan tumbuh lebih panjang dari pada badan, tinggi bertambah pada usia 9 tahun. Gigi susu mulai tanggal, memiliki 10 sampai 11 gigi permanen saat berusia 8 tahun dan kira-kira 26 gigi permanen saat usia 12 tahun. (Cecily Lynn, 2009). b. Motorik kasar Motorik kasar adalah aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh pada anak usia sekolah motorik kasarnya dapat meloncat, lari, selalu terburu-buru, melompat. (A. Aziz Alimul,2009). Umur
7
sampai
10
tahun
aktivitas
motorik
kasar
dibawahkendali keterampilan dan kesadaran, secara bertahap meningkatkan irama, kehalusan, dan keanggunan gerak otot, meningkatkan minat dan penyempurnaan keterampilan fisik, kekuatan dan daya tahan juga meningkat. (Cecily Lynn, 2009).
27
c. Motorik halus Motorik halus adalah kemampuan anak untuk mengamati sesuatu melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja. Pada usia sekolah motorik halusnya dapat keterampilan membaca berhitung dan menggunakan tulisan sambung, berpakaian lengkap sendiri,menjahit, membuat model dan bermain alat musik.(Cecily Lynn, 2009) d. Adaptif Adaptif adalah mampu menyesuaikan diri terhadap lingkungan yang ada, rasa tanggung jawab dan percaya diri dalam tugas, perubahan IPTEK dan perubahan sosial budaya. Pada usia sekolah adaptifnya dapat menggunakan alat-alat umum seperti palu, jarum atau skrup, membantu tugas rumah tanggal rutin seperti mengelap dan menyapu, menjalankan tanggung jawab untuk berbagi tugas-tugas rumah tangga. ( A. Aziz Alimul, 2009). e. Adaptasi sosial Secara khusus perkembangan pada masa ini anak banyak mengembangkan kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai moral budaya dari lingkungan keluarganya mulai dari mencoba mengambil bagian dari kelompok untuk berperan, terjadi perkembangan secara lebih khusus lagi, terjadi perkembangan konsep diri, belajar menghargai di sekolah.( A. Aziz Alimul 2009).
28
4. Dampak hospitalisasi terhadap anak usia sekolah a. Rasa takut 1) Terdapat penurunan rasa takut yang berkaitan dengan keadaan tubuh(kegelapan, suara, luka dan goresan) 2) Takut terhadap supernatural (hantu dan penyihir) 3) Terjadi ketakutan baru yang berkaitan dengan sekolah dan keluarga. 4) Takut tentang kematian b. Pola koping 1) Ketidak aktifan (diam total, kurang beraktivitas dan apatis) 2) Orientasi pra-koping (melihat dan mendengar) 3) Kooperasi (kepatuhan terhadap perawatan) 4) Resistensi (berusaha menghindari dari situasi dengan menolak) 5) Mengendalikan
(memikul
tanggung
jawab
terhadap
perawatan diri) c. Moral Anak belajar peraturan dan orang tua, tetapi pemahaman terhadap aturan dan alasan terbatas sampai usia 10 tahunan. Sebelumnya, sendiri
lebih
mereka dulu
memperhatikan dan
dapat
kebutuhan
berbuat
mereka
curang
untuk
memenangkannya setelah 10 tahun, keadilan berdasarkan pada “mata untuk mata” dan hukuman situasi yang benar.
29
d. Aktivitas pengalihan Usia sekolah bermain secara kooperatif dalam aktivitas kelompok
seperti
lompat
tali,
berjingkrak,
sepak
bola.
Permainan menjadi kompetitif dan anak yang memiliki kesulitan belajar akan kalah. Karakteristik usia ini adalah saling mengejek,
menghina,
menentang
dan
meningkatnya
sensitivitas (Fitria, 2013). 5. Dampak penyakit Typoid terhadap kebutuhan dasar manusia a. Keseimbangan suhu tubuh Klien dengan Typoid menderita demam yang lama sampai 3 minggu penyebabnya adalah endotoxin yang dikeluarkan oleh kuman. Keadaan tersebut dapat menyebabkan kondisi tubuh lemah,
dan
mengakibatkan
kekurangan
cairan,
karena
perspirasi yang meningkat. Pasien dapat menjadi gelisah, selaput lendir mulut dan bibir menjadi kering dan pecah-pecah (Riyadi, 2010). b. Kebutuhan nutrisi/cairan dan elektrolit Klien dengan Typoid umumnya mengalami penurunan nafsu makan
(anorexia)
keadaan
ini
menyebabkan
kurangnya
nutrisi/cairan sehingga kebutuhan nutrisi yang penting untuk masa penyembuhan berkurang pula. Selain itu klien dengan Typoid mengalami kelainan berupa tukak-tukak pada usus halusnya sehingga makanan harus disesuaikan (Riyadi, 2010).
30
c. Komplikasi Penyakit Typoid menyebabkan kelainan berupa tukak pada mukosa
halus
dan
dapat
menjadi
penyebab
timbulnya
komplikasi, perdarahan usus, atau perforasi usus jika tidak mendapatkan pengobatan, diet dan perawatan yang adekuat (Riyadi, 2010). d. Aktivitas Pada klien dengan Typoid terjadi peningkatan metabolisme yang
membutuhkan
banyak
energi,
sehingga
cadangan
makanan seperti glikogen dan lemak digunakan untuk proses metabolisme tersebut. Maka energi untuk pergerakan tubuh menjadi berkurang, sehingga anak mengalami kelemahan fisik. e. Rasa aman nyaman Klien dengan Typoid sama dengan klien dengan penyakit lain yaitu keharusan istirahat di tempat tidur jika ia sudah dalam penyembuhan. Pada klien dengan Typoid karena lidah kotor, bibir kering dan pecah-pecah menambah rasa tak nyaman (Riyadi, 2010). f. Istirahat tidur Istirahat tidur pada anak dengan Typoid terganggu karena terjadi peningkatan suhu tubuh, sehingga klien tidak merasa nyaman dan istirahat tidur klien terganggu (Ngastiyah, 2005).
31
B. Asuhan Keperawatan Proses keperawatan adalah rangkaian tindak asuh keperawatan yang
harus
dilakukan
perawat
secara
sistematis,
sinambung,
terencana, dan professional. Mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, mengurangi atau mencegah terjadinya masalah baru, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi keberhasilan dari tindakan tersebut (Rohmah, 2009). 1. Pengkajian Pengkajian adalah tahap awal dan dasar proses keperawatan merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya (Rohmah, 2009). a. Pengumpulan data 1)
Identitas a) Identitas klien Yang meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, tanggal masuk, tanggal pengkajian, nomor rekam medik, alamat. b) Identitas orang tua dan penanggung jawab Yang meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, jenis kelamin, agama, suku/bangsa, alamat.
2)
Keluhan Utama Ditulis singkat dan jelas, dua atau tiga kata yang merupakan keluhan yang membuat klien yang meminta
32
bantuan pelayanan kesehatan. Dalam beberapa literatur diterangkan bahwa keluhan utama adalah alasan klien masuk rumah sakit (Rohmah, 2009). Keluhan utama pada anak usia pra sekolah dengan Typoid berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing, dan kurang bersemangat, serta nafsu makan kurang (terutama selama masa inkubasi) (Nursalam, 2008). 3)
Riwayat Kesehatan a) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan penjelasan dari permulaan klien merasakan keluhan sampai dibawa ke rumah sakit. Penjelasannya meliputi PQRST: P : Provokatus – Paliatif. Apa yang menyebabkan gejala? Apa yang bisa memperberat? Apa yang bisa mengurangi? Q : Quality – Quantity. Bagaimana gejala dirasakan? Sejauh mana gejala dirasakan? R : Region – Radiasi. Dimana gejala dirasakan? Apakah penyebab? S : Scala – Severity. Seberapakah tingkat keparahan dirasakan? Pada skala berapa?
33
T : Time. Kapan gejala mulai timbul? Seberapa sering gejala
dirasakan?
Tiba-tiba
atau
bertahap?
Seberapa lama gejala dirasakan? (Rohmah, 2009). b) Riwayat Kesehatan Dahulu Diisi dengan riwayat penyakit yang diderita klien yang berhubungan dengan penyakit saat ini atau penyakit yang dapat dipengaruhi atau mempengaruhi penyakit yang diderita klien saat ini (Rohmah, 2009). c) Riwayat Kesehatan Keluarga Riwayat
kesehatan
kemungkinan
keluarga
adanya
dihubungkan penyakit
dengan
keturunan,
kecenderungan alergi dalam satu keluarga, penyakit yang menular akibat kontak langsung maupun tidak langsung antar anggota keluarga. (Rohmah, 2009). 4)
Riwayat Kehamilan a) Prenatal Usia kehamilan, kesehatan ibu selama hamil, imunisasi, kuantitas pemeriksaan kehamilan. b) Natal Lamanya
kehamilan,
jenis
persalinan,
penolong
persalinan, komplikasi waktu lahir, kelainan, misalnya perdarahan.
34
c) Post Natal Perawatan bayi setelah lahir, misalnya : perawatan tali pusat, penyakit yang diderita setelah lahir. 5)
Riwayat nutrisi Menerangkan tentang makanan yang dikonsumsi oleh anak baik jangka pendek (beberapa waktu sebelum sakit), maupun jangka panjang (sejak bayi). Pada bayi perlu diketahui susu apa yang diberikan : Air susu ibu (ASI) ataukah pengganti air susu ibu (PASI), atau keduanya. Apabila diberikan ASI, apakah ASI diberikan secara eksklusif (ASI saja sampai usia 4 bulan)
6)
Imunisasi Status imunisasi pasien, baik imunisasi dasar maupun imunisasi ulangan harus secara rutin ditanyakan khususnya imunisasi BCG, DPT, Polio, Campak, dan Hepatitis-B. Bila mungkin dilengkapi dengan tanggal saat imunisasi dan tempat
imunisasi
diberikan
untuk
mengetahui
status
pelindungan pediatrik yang diperoleh 7)
Pertumbuhan dan perkembangan a) Riwayat pertumbuhan Tanyakan tentang status pertumbuhan
pada anak,
apakah pernah terjadi gangguan dalam pertumbuhan dan terjadinya pada saat umur berapa dengan menanyakan
35
atau melihat catatan kesehatan tentang berat badan, tinggi badan, lingkar dada, lingkar kepala dan seterusnya. b) Riwayat perkembangan Tanyakan tentang perkembangan bahasa, motorik kasar, motorik halus dan sosial. Data juga dapat diketahui melalui pengunaan perkembangan DDST II (Denver Development Screning Test II). 8)
Pola aktivitas sehari-hari a) Nutrisi Mengkaji frekuensi, jenis, makanan dan minuman yang dikonsumsi di rumah dan di rumah sakit, serta pantangan dan keluhan. Sama halnya dengan anak usia toddler, anak pra sekolah mengalami pertumbuhan sedikit lambat. Kebutuhan kalorinya adalah 85 kkal per kg BB. Apabila makanan yang dikonsumsi cenderung sedikit, berikan dengan frekuensi lebih sering, yaitu 4-5 kali sehari. Apabila memberikan makanan padat, seperti nasi, 3 kali sehar, berikan makanan ringan di antara waktu makan tersebut. Susu cukup diberikan 1-2 kali sehari b) Eliminasi Mengkaji
frekuensi,
konsistensi,
keluhan,
keadaan,
buang air kecil, buang air besar di rumah dan di rumah
36
sakit. Untuk usia anak pra sekolah volume urin 600-700 ml. c) Pola tidur/istirahat Mengkaji lamanya tidur/istirahat, waktu di rumah dan di rumah sakit. Kebutuhan tidur pada anak usia pra sekolah 11 jam/hari. d) Personal Hygiene Mengkaji kebiasaan klien seperti mandi, gosok gigi, cuci rambut, ganti pakaian dan gunting kuku. 9)
Riwayat Psikososial Mengkaji hubungan klien dengan anggota keluarga, teman sebaya dan lingkungan sekitar serta tanggapan orang tua/keluarga terhadap penyakit klien.
10) Pemeriksaan fisik (a) Penampilan Umum Amati
penampilan
umum
klien
secara
keseluruhan. Wajah tampak toksik: mata berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak mata cekung, pucat dan flushing didaerah pipi. (b) Kesadaran Klien dengan demam typoid yang memasuki tahapan
typoid
state,
biasanya
ditandai
dengan
penurunan kesadaran, disorientasi, bingung atau pada
37
anak sering disertai dengan kejang. (c) Tanda-tanda Vital (1) Tensi Kemungkinan ada peningkatan (2) Puls Pasien biasanya bradikardi (3) Respirasi rate Ada juga dengan pasien demam typoid diikuti dengan gangguan pernafasan (4) Suhu Pasien yang mengalami demam typoid biasanya mengalami demam dengan suhu tubuh sekitar 38-40 0
C
(5) Berat badan dan tinggi badan Meliputi berat badan dan tinggi badan sebelum sakit dan sesudah sakit. (d) Sistem pernafasan Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung waktu bernapas, auskultasi bunyi napas apakah bersih atau ronchi, serta frekuensi napas.
38
(e) Sistem kardiovaskuler Terjadinya peningkatan denyut nadi dan tekanan darah, tetapi keadaan tersebut tergantung dari nyeri yang dirasakan individu. (f) Sistem pencernaan Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, kaji abdomen untuk mengetahui peristaltik usus. (g) Sistem persyarafan Sistem neurosensori yang dikaji adalah fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi sensori, serta fungsi reflex. Tabel 2.1 Sistem Persyarafan No I
Nama Olfaktorius
Jenis Sensorik
II
Optic
Sensorik
III
Okulomotor
Motorik
IV
Troklearis
Motorik
V
Trigeminus
Gabungan
VI VII
Abdusen Fasialis
Motorik Gabungan
Fungsi Menerima rangsangan dari hidung dan menghantarkannya ke otak untuk dip roses sebagai sensasi bau. Menerima rangsangan dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual Menggerakan sebagian besar otot mata Menggerakan beberapa otot mata Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di otaksebagai sentuhan Motorik: Menggerakan rahang Abduksi mata Sensorik: Menerima rangsangan dari bagian anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan
39
VIII
Vestibulokokle aris
Sensorik
IX
Glosofaringeus
Gabungan
X
Vagus
Gabungan
XI
Aksesorius
Motorik
XII
Hipoglossus
Motorik
ekspresi wajah Sensori sistem vestibular: mengendalikan keseimbangan Sensori koklea: menerima rangsangan untuk diproses diotak sebagai suara Sensori: Menerima rangsangan dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Motorik: mengendalikan organorgan dalam Sensori : Menerima rangsangan dari organ dalam Motorik: Mengendalikan organorgan dalam Mengendalikan pergerakan kepala Mengendalikan pergerakan lidah
(h) Sistem penginderaan Pada sistem penginderaan kemungkinan tidak ada gangguan tergantung dari luka. (i) Sistem muskuloskeletal Rentang sendi yang menunjukan kemampuan luas gerak persendian tertentu, mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dikatakan klien waktu bergerak, observasi adanya luka, adanya kelemahan dan penurunan toleransi terhadap aktifitas. Range of motion (ROM) adalah latihan gerakan sendi yang
memungkinkan
terjadinya
kontraksi
dan
40
pergerakan otot, di mana klien menggerakan masingmasing persendiannya sesuai gerakan normal baik secara aktif ataupun pasif. Tujuan ROM adalah : (1). mempertahankan atau memeliharakekuatan otot,
(2).
memelihara mobilitas persendian, (3) merangsang sirkulasi
darah, (4).
Mencegah kelainan bentuk
(Suratun, 2008). kekuatan otot dengan menggunakan skala 0-5 0 =
Paralisis total
1 =
Tidak ada gerakan, teraba / terlihat adanya kontraksi
2 =
Gerakan otot penuh menentang gravitasi dengan sokongan
3 =
Gerakan normal menentang gravitasi
4 =
Gerakan normal penuh menentang gravitasi dengan sedikit penahan
5 =
Gerakan normal penuh, menentang gravitasi dengan penahanan penuh.
(j) Sistem integumen Kaji keadaan kulit, tekstur, kelembaban, turgor, warna, dan fungsi perabaan. Kaji keadaan luka. Pada klien post
41
operasi
biasanya
terdapat
luka
dengan
panjang
tergantung dari luas luka, CRT (Normal<3 detik). (k) Sistem endokrin Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedeme atau tidak pada kelenjar getah bening, ada riwayat alergi atau tidak. Biasanya tidak ada masalah pada sistem endokrin. (l) Sistem perkemihan Kaji adanya nyeri pada saat berkemih, adanya nyeri tekan dan benjolan. Pada klien post operasi luka/vulnus biasanya tidak ada keluhan pada saat buang air kecil tetapi kadang-kadang adanya distensi kandung kemih. 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah merupakan pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual atau potensial dari individu atau kelompok ketika
perawat
memberikan
secara
intervensi
legal secara
menidentifikasikan pasti
untuk
dan
dapat
menjaga
status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah, 2009). Diagnosa yang mungkin muncul pada klien Typoid adalah sebagai berikut :
42
a. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh sekunder terhadap peradangan pada usus halus. b. Gangguan nutrisi berhubungan dengan tidak ada nafsu makan atau masukan makanan tidak adekuat. c. Gangguan pola aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik. d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total. e. Kecemasan
keluarga
berhubungan
dengan
kurangnya
pengetahuan tentang penyakit, cara perawatan dan efek hospitalisasi. f. Resiko
kurangnya
volume
cairan
berhubungan
dengan
kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh. 3. Perencanaan Perencanaan adalah pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, mengatasi masalah-masalah yang telah di identfikasi dalam diagnosa keperawatan. Desain perencanaan menggambarkan sejauh mana perawat mampu menerapkan cara menyelesaikan masalah dengan efektif dan efisien (Rohmah, 2009). Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi
untuk
mencapai
tujuan
pelaksanaan
asuhan
keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan
43
yang harus dilakukan oleh perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai berikut a. Hipertermi Tujuan
: Suhu tubuh seimbang dan normal
Kriteria
: 1. Suhu tubuh dalam batas normal (360-370C) 2. Proses infeksi tidak terjadi Tabel 2.2 Intervensi dan Rasional
Intervensi
Rasional
1) Pantau suhu pasien (Derajat dan 1) Suhu pola)
:
perhatikan
menggigil/diaforesis
2) Pantau suhu lingkungan
demam.
380C Pola
menunjukkan demam
dapat
membantu dalam diagnosis
2) Suhu
ruangan
mempertahankan
dapat suhu
mendekati normal
3) Berikan kompres hangat, hindari 3) Dapat membantu mengurangi alkohol
demam. Catatan : peningkatan suhu secara aktual, selain itu alkohol
dapat
mengeringkan
kulit 4) Kolaborasi dengan dokter untuk 4) Kuman salmonella thyposa akan pemberian antipiretik
melemah dengan diberikannya antipiretik an sebagai aspek legal sesuai
pemberianobat dengan
pengobatan dari dokter (Sujono, 2009)
harus program
44
b. Gangguan
nutrisi berhubungan dengan tidak ada nafsu
makan/masukan makanan tidak adekuat. Tujuan
: Kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria
: 1. Menyatakan pemahaman kebutuhan nutrisi 2. Menyiapkan pola diet dengan memasukkan kalori adekuat untuk meningkatkan atau mempertahankan berat badan yang tepat 3. Menunjukkan
peningkatan
berat
badan
mencapai rentang yang diharapkan individu Tabel 2.3 Intervensi dan Rasional Intervensi 1) Nilai status gizi anak
Rasional 1) Status nutrisi sangatlah penting untuk mengetahui sejauhmana nilai gizi anak
2) Berikan makanan sedikit dan 2) Dilatasi gaster dapat terjadi bila makanan kecil, tambahan yang
pemberian
tepat
cepat
makanan
3) Buat pilihan menu yang ada dan 3) Meningkatkan
terlalu
kepercayaan
izinkan pasien untuk mengontrol
dirinya dan merasa mengontrol
pilihan sebanyak mungkin
makanan untuk makan
4) Timbang berat badan setiap hari 4) Dengan menimbang berat badan pada waktu yang sama dan
maka
akan
diketahui
pada skala yang sama
sejauhmana nilai gizi anak
45
Intervensi 5) Jelaskan nutrisi
Rasional
pentingnya
yang
adekuat
intake 5) Dapat untuk
penyembuhan penyakit
diketahui/dilihat
intake
nutrisi dan pola makan yang baik.
(Sujono, 2009)
c. Gangguan pola aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan
: Kebutuhan aktifitas sehari-hari klien terpenuhi
Kriteria
: 1. Klien tidak muntah 2. Klien dapat melakukan kebutuhan sehari-hari mandiri secara bertahap 3. Nafsu makan normal Tabel 2.4 Intervensi dan Rasional
Intervensi 1) Bantu
klien
Rasional dalam 1) Dengan membantu klien maka
melaksanakan aktifitas sehari-
kebutuhan
klien
untuk
hari
melakukan aktifitas hidup seharihari akan terpenuhi
2) Observasi kemampuan klien dan 2) Dengan
mengobservasi
kondisi klien untuk beraktifitas
kemampuan
hidup sehari-hari secara mandiri
beraktifitas
klien hidup
secara
mandiri
terlihat
sejauhmana
untuk sehari-hari
maka
dapat bantuan
perawat yang dibutuhkan klien sesuai dengan kondisinya
46
3) Latih klien beraktifitas sendiri 3) Dengan bila sudah mampu
melatih
beraktifitas
maka klien akan belajar untuk melakukan
kegiatan
secara
mandiri sesuai dengan kondisi (Sujono, 2009)
d. Kurangnya perawatan diri berhubungan dengan istirahat total Tujuan
: Perawatan diri terpenuhi
Kriteria
: Klien mampu melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan tingkat kemampuan diri sendiri Tabel 2.5 Intervensi dan Rasional
Intervensi 1) Kaji
aktivitas
Rasional
yang
dapat 1) Untuk mengetahui sejauh mana
dilakukank anak sesuai dengan
aktivitas anak yang telah dapat
tugas perkembangan anak
dilakukan keadaan
sesuai fisik
dengan
dan
tingkat
perkembangan anak
2) Jelaskan
kepada
anak
dan 2) Dengan aktivitas yang dijaga
keluarga aktivitas yang dapat
maka
dan
menurun dan suhu tubuhpun
hingga
tidak
dapat
demam
dilakukan berangsur-
kelelahan
fisik
akan
akan menurun
angsur turun
3) Bantu kebutuhan dasar anak
3) Dengan
membantu
memperhatikan
dan
kebutuhan
dasar anak maka perawatan diri
47
akan terpenuhi 4) Libatkan peran keluarga dalam 4) Peran keluarga akan sangat memenuhi
kebutuhan
dasar
anak
berpengaruh memenuhi
sekali segala
dalam
kebutuhan
dasar anak. (Sujono, 2009)
e. Kecemasan keluarga Tujuan
: Tidak terjadi kecemasan pada keluarga klien
Kriteria
: - Tingkat kecemasan berkurang atau hilang dari cemas
tingkat
ringan
(ketegangan
yang
menyebabkan waspada) sampai tidak terjadi kecemasan (masalah terantisipasi), - Pengetahuan keluarga bertambah tentang penyakit - Keluarga mengerti tentang keadaan dan penyakit yang diderita Tabel 2.6 Intervensi dan Rasional INTERVENSI 1. Lakukan
RASIONAL
pendekatan 1. Agar klien dan keluarga merasa
interpersonal terhadap klien
diperhatikan
sehingga
akan
dan keluarga
mengurangi tingkat kecemasan dan membina hubungan saling percaya.
2. Beri support mental
2. Dengan keluarga cemas
dukungan tidak dan
akan optimis
mental merasa akan
48
kesembuhan klien 3. Jelaskan yang
tentang
diderita
penyakit 3. Dengan
klien
dan
perawatan yang harus dijalani
menjelaskan
tentang
penyakit (pengertian, tanda dan gejala)
dan
harus
perawatan
dijalani
pengetahuan
dan
yang
sehingga informasi
keluarga klien bertambah 4. Libatkan
keluarga
dalam 4. Dengan
menjelaskan
tentang
prosedur tindakan medis dan
penyakit (pengertian, tanda dan
perawatan yang harus dijalani
gejala)
dan
harus
perawatan
dijalani
pengetahuan
dan
yang
sehingga informasi
keluarga klien bertambah
5. Libatkan
keluarga
dalam 5. Dalam melibatkan keluarga akan
prosedur tindakan medis dan
mengurangi
perawatan
belajar secara mandiri dalam pemberian
kecemasan
perawatan
serta
pada
anaknya (Sujono, 2009) f. Resiko kurangnya volume cairan
berhubungan dengan
kurangnya intake cairan dan peningkatan suhu tubuh Tujuan
: Tidak terjadi kekurangan cairan
Kriteria
: 1. Mempertahankan perubahan keseimbangan cairan, dibuktikan oleh haluran urin yang adekuat, tanda vital stabil, membran mukosa lembab, turgor kulit baik
49
2. Menyatakan
pemahaman faktor penyebab
dan perilaku yang perlu untuk memperbaiki defisit cairan. Tabel 2.7 Intervensi dan Rasional Intervensi
Rasional
1) Awasi tanda-tanda vital (suhu 1) Suhu
tubuh
yang
mengalami
tubuh) paling sedikit setiap 4
peningkatan akan berpengaruh
jam
sekali terhadap kurangnya volume cairan
2) Awasi jumlah dan tipe cairan, 2) Pasien
tidak
ukur pengeluaran urin dengan
cairan
akurat
mengakibatkan
mengkonsumsi
sama
sekali
dehidrasi
atau
mengganti cairan untuk masukkan kalori
yang
berdampak
pada
keseimbangan cairan 3) Monitor dan catat berat badan 3) Berat badan yang tidak stabil dan pada waktu yang sama dan
tidak
dengan skala yang sama
terhadap
normal
berpengaruh
kurangnya
volume
cairan 4) Identitas
rencana
untuk 4) Melibatkan pasien dalam rencana
meningkatkan/
untuk
memperbaiki
mempertahankan
ketidakseimbangan, memperbaiki
keseimbangan cairan optimal
kesempatan untuk berhasil
(Sujono, 2009)
4. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan
yang
telah
ditetapkan.
Kegiatan
dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan,
50
mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, dan menilai data yang baru (Rohmah, 2009). 5. Evaluasi Menurut (Rohmah, 2009). Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini untuk : 1. Mengakhiri tindakan rencana keperawatan 2. Memodifikasi tindakan keperawatan. 3. Meneruskan rencana tindakan keperawatan. Ada 2 jenis mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan yaitu : a. Evaluasi Proses (Formatif) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. b. Evaluasi Hasil (Sumatif) Yaitu
evaluasi
yang
dilakukan
setelah
akhir
tindakan
keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan dan rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan. (Rohmah, 2009). Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan yang terjadi selama
tahap pengkajian, analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan.
51
Adapun evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan format SOAP/SOAPIE/SOAPIER adalah : S
: Subjektif adalah informasi yang didapat dari pasien
O : Objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan A
: Assesment (pengkajian) adalah suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
P
: Planning
adalah
rencana
tindakan
yang
dilanjutkan,
dihentikan, atau dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. I
: Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan).
E
: Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
R : Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimotifikasi, atau dihentikan (Rohmah, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Surah Al-Maidah ayat 88 dan (HR. Tirmizi) Alimul Hidayat, Aziz. 2009. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika. Astuti,
O.R. 2013. Demam Tifoid. Muhammadiyah Surakarta
Fakultas
Kedokteran
Universitas
Cecily Lynn, 2009). Buku Saku Keperawatan Pediatri. Ed.5. Jakarta: EGC. Depkes.
2012. Penyakit Typoid di Indonesia. http://www.depkes.go.id. [Diakses 10 Juni 2016]
Fitria.
2013 Konsep Hospitalisasi. Tersedia dalam http://fitriatulaini14.blogspot.co.id/2013/11/konsep-hospitalisasi.html
Kemenkes, 2013. Prevalensi Typoid di Indonesia. http://www.depkes.go.id. [Diakses 10 Juni 2016]
Tersedia
Tersedia
dalam
dalam
Natalina, Johana. 2008. Tumbuh Kembang Anak, Bandung: Pustaka Binaan Nursalam. 2008. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Rahayu, E. 2013. Sensitivitas Uji Widal dan Tubex Untuk Diagnosis Demam Tifoid Berdasarkan Kultur Darah. Semarang : Universitas Muhammadiyah Semarang. Riyadi, 2010. Asuhan Keperawatan Klien Anak dengan Haemorogic Fever. Jakarta Rohmah, Nikmatur. 2009. Proses Keperawatan. Jakarta : Arruz Media. Rylai,
2013. Definisi Penyakit Typoid. Tersedia dalam http://jurnalkesehatanamelia.blogspot.com/ [Diakses 10 Juni 2016].
Simanjuntak, C.H, 2009. TIfus Abdominalis, Epidemiologi dan Perkembangan Penelitiannya. Cermin dunia kedokteran Sujono, 2009. Asuhan Keperawatan Pada Anak, Edisi 1,Yogyakarta : Graha Ilmu. T.H. Rampengan, 2009. Penyakit Tropik Pada Anak. Edisi 2. Jakarta : EGC.