ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A USIA SEKOLAH (13 TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DEMAM THYPOID DI RUANG MELATI BADAN LAYANAN UMUM DAERAH CIAMIS Tanggal 16-20 Juni 2016
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Pendidikan Program Diploma III Keperawatan
Disusun oleh : AGI ANDRIANTO NUGRAHA NIM : 13DP277002
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN CIAMIS 2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA An. A USIA SEKOLAH (13 TAHUN) DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DEMAM TYPOID DI RUANG MELATI BLUD KABUPATEN CIAMIS TANGGAL 15 - 19 JUNI 20161 Agi Andrianto Nugraha2, Ade Fitriani3 INTISARI Karya tulis ilmiah ini berjudul “Asuhan Keperawatan Pada An. A dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Demam Thypoid di Ruang Melati BLUD Ciamis Tanggal 15-19 Juni 2016”. Tujuan umum penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung dan komprehensif meliputi bio-psiko-sosio-spiritual dan mental pada kasus demam thypoid dengan pendekatan proses keperawatan. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif yang berupa studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan yang memberi gambaran nyata dalam asuhan keperawatan yang diberikan. Asuhan keperawatan dilakukan pada tanggal 15 s/d 19 Juni 2016. Masalah yang timbul adalah hipertermi berubungan dengan proses infeksi, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan digesti dan absorpsi nutrient, konstipasi berhubungan dengan inflamasi dan penurunan gerakan peristaltic, gangguan pemenuhan kebutuhan istirahat tidur berhubungan dengan stimulus demam yang tinggi, defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan fisik, Resiko gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan hipertermi.Intervensi yang dilakukan adalah observasi TTV, lakukan kompres pada dahi dan ketiak : hangat/panas, anjurkan agar klien bedrest total, kolaborasi dalam terapi antibiotik, berikan teknik makanan dengan teknik sedikit tapi sering, berikan cukupan nutrisi berserat sesuai indikasi, libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien, ajarkan klien mobilisasi, bantu klien dalam kebutuhan ADL, berikan penjelasan tentang perawatan diri, ciptakan situasi ruangan yang tenang. Implementasi yang dilakukan adalah mengobservasi TTV, melakukan kompres pada dahi dan ketiak : hangat/panas, menganjurkan agar klien bedrest total, berkolaborasi dalam terapi antibiotik, memberikan teknik makanan dengan teknik sedikit tapi sering, memberikan cukupan nutrisi berserat sesuai indikasi, melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien, mengajarkan klien mobilisasi, membantu klien dalam kebutuhan ADL, memberikan penjelasan tentang perawatan diri, ciptakan situasi ruangan yang tenang. Asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan sistem pencernaan:Demam Thypoid, harus mendapatkan perawatan dan perhatian untuk mencegah terjadinya penyebaran bakteri yang di sebabkan oleh bakteri salmonella typhii. Pada umumnya ada masalah yang teratasi dan teratasi sebagian. Hal ini bisa tercapai dengan adanya kerjasama antara klien, keluarga klien, perawat dan tim kesehatan lainnya. Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Demam Typoid Kepustakaan : 7 buah (2007-2015) Keterangan : 1. Judul Karya Tulis Ilmiah 2. Mahasiswa Program Studi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis 3. Dosen Pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Data Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan jumlah kasus demam thypoid di seluruh dunia mencapai 16-33 juta penderita, dengan 500.000 hingga 600.000 kematian tiap tahunnya. Negara yang paling tinggi terkena penyakit thypoid adalah negara di kawasan Asia Tengah (Pakistan, Bangladesh, India) dan Asia Tenggara (Indonesia dan Vietnam) (WHO, 2014). Menurut World Health Organization demam thypoid merupakan penyakit infeksi yang diakibatkan oleh bakteri Salmonella thypii. Penyakit ini ditransmisikan melewati makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh feces atau urine dari orang yang terinfeksi. Diagnose deamam thypoid ditegakkan berdasarkan riwayat demam 7 hari atau lebih dengan minimal satu hari dari gejala atau tanda terkait thypoid seperti diare, mual, muntah, nyeri perut, anorexia, konstipasi, perut kembung, hepatomegali, atau splenomegali. Diagnose juga dapat ditegakkan melalui hasil pemeriksaan laboratorium, sebagai periksaan penunjang berupa pemeriksaan kultur darah untuk melihat biakan Salmonella thypii dengan hasil “basil Salmonella tumbuh “ tes tubex >4 atau titer widal Salmonella thypii O >1/320, tanpa disertai kesadaran menurun, kejang, perdarahan usus berupa melena atau perforasi usus, syok dan koma (WHO 2014). 1
2
Penyakit thypoid termasuk penyakit yang mengakibatkan angka kesakitan dengan persentase turun naik. Penyakit thypoid memerlukan perawatan yang komprehensif, mengingat penularan Salmonella thypi ada dua sumber yaitu pasien dengan demam thypoid dan pasien dengan carier. Pasien carier adalah orang yang sembuh dari demam thypoid dan terus mengekspresi Salmonella thypii dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun (Depkes, 2008). Menurut Riset Kesehatan Dasar Nasional tahun 2013, prevalensi Thypoid klinis nasional sebesar 1,6%. Sedang prevalensi hasil analisis lanjut ini sebesar 1,5% yang artinya ada kasus thypoid 1.500 per 100.000 penduduk Indonesia. Thypoid klinis dideteksi di Provinsi Jawa Barat dengan prevalensi 1,61 % dan tersebar di seluruh Kabupaten atau Kota dengan prevalensi yang berbeda-beda di setiap tempat. Prevalensi Thypoid di Kabupaten Ciamis sebesar 0,8% (Kemenkes, 2013) Kejadian demam thypoid bervariasi ditiap daerah dan biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan di daerah Jawa Barat kejadian kasus thypoid pola penyakit pada usia 5-44 tahun sebanyak 36.236 kasus (Dinkes Jabar, 2007). Q.S Al-Maidah ayat 88 :
3
Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (Q.S. Al-Maidah:88).
Upaya pencegahan, antara lain makan-makanan yang halal (baik dan menyehatkan), penyuluhan cara hidup bersih keseluruh lapisan warga, orang tua, anak-anak dan termasuk ke pedagang kaki lima yang berdagangnya kurang terlindungi dari penyebaran bakteri. Penyuluhan dan pembinaan kurang tepat jika tidak dibarengi keinginan hidup bersih dan sehat warga sendiri. Tanpa perilaku hidup bersih sehat, bakteri akan mudah hinggap di tubuh. Demam thypoid adalah penyakit infeksi akut yang selalu ada di masyarakat (endemic) di Indonesia, mulai usia balita sampai orang dewasa. Prevalensi demam typhoid paling tinggi pada usia 7-13 tahun karena pada usia tersebut orang-orang cenderung memiliki aktivitas fisik yang banyak, atau dapat dikatakan sibuk dengan pekerjaan dan kemudian kurang memperhatikan pola makannya, akibatnya mereka cenderung lebih memilih makan di luar rumah, atau jajan di tempat lain, khususnya pada anak usia sekolah, yang mungkin tingkat kebersihannya masih kurang dimana bakteri Salmonella thypii banyak berkembangbiak khususnya dalam makanan sehingga mereka tertular demam thypoid. Pada usia anak sekolah, mereka cenderung kurang memperhatikan kebersihan/hygiene perseorangannya yang mungkin diakibatkan karena ketidaktahuannya bahwa dengan jajan makanan
4
sembarang dapat menyebabkan tertular penyakit demam typhoid (Robert, 2007). Angka kejadian demam typhoid di BLUD (Badan Layanan Umum Darah) Kabupaten Ciamis cukup tinggi bahkan masuk ke dalam sepuluh besar kasus dan berada di urutan kedua (2). Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Sepuluh Penyakit Terbesar Di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Ciamis Bulam Januari-April Tahun 2015 No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
NamaPenyakit Gea Thypoid Febris Atsma BR TBC Broncho Pnemonia SD Anemia Dangue Paper Status atsma tikus
Jumlah 415 288 200 124 91 65 64 35 27 23
Jumlah 1.332 Medical Record BLUD Kabupaten Ciamis Tahun 2015
Data yang diperoleh pada bulan Januari-April
tahun 2015
jumlah klien yang dirawat akibat demam thypoid di Ruang Melati BLUD Kabupaten Ciamis adalah sebanyak 288 orang yang menduduki peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbesar yang di rawat di Ruang Melati BLUD Ciamis.
5
Tabel 1.2 Sepuluh Penyakit Terbesar Di Badan Layanan Umum Daerah Ciamis Bulan Januari-April Tahun 2016 No NamaPenyakit Jumlah 1. Gea 171 2. Thypoid 128 3. Febris Conpulsi 58 4. TBC 47 5. Atsma BR 45 6. BP 40 7. SD 34 8. Status Atmatikus 27 9. Dangue Paper 26 10. Epilepsy 13 Jumlah 589 Medical Record BLUD Ciamis Tahun 2016
Data di atas diperoleh pada periode Januari - April Tahun 2016 mencapai 128 orang yang dirawat akibat demam thypoid menduduki peringkat ke 2 dari 10 penyakit terbesar yang di rawat di Ruang Melati BLUD Ciamis mengalami penurunan. Naik turunnya angka kejadian demam thypoid yang terjadi pada anak
usia
sekolah
merupakan
masalah
yang
cukup
serius,
dikarenakan tugas perkembangan anak akan terganggu terutama tugas belajar yang sedang dilakukannya. Anak sekolah merupakan masa peralihan dari kebiasaan di rumah (makan, minum dan perilaku lainnya) menjadi adaptasi dengan lingkungan di sekolah (jajanan dan perilaku yang kurang baik) kemudian juga pada dewasa atau usia produktif dengan kesibukannya bekerja seringkali mengkesampingkan pola hidup sehat.
6
Dampak demam thypoid terhadap kebutuhan dasar klien dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan dan perkembangan, apabila masalah keperawatan tidak ditangani dengan baik. Tidak terpenuhinya kebutuhan nutrisi, cairan, rasa nyaman, personal hygiene serta kurangnya pengetahuan klien dan keluarga tentang cara perawatan klien dengan demam thypoid pasca perawatan di rumah sakit. Mengingat hal tersebut maka semua orang harus bertangguang jawab dalam mencegah terjadinya demam thypoid. Perawat sebagai salah petugas pelayanan kesehatanan harus mampu memberikan pelayanan yang komprehensif dan memuasakan kepada klien baik yang sifatnya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif dalam mengatasai permasalahan kesehatan salah satunya demam thypoid. Supaya dapat memberikan pelayanan yang memuaskan tersebut maka seorang perawat harus didukung dengan keilmuan dan keterampilan yang baik, khususnya dalam menangani penyakit demam thypoid. Berdasarkan hasil pertimbangan-pertimbangan diatas, maka penulis merasa tertarik untuk memberikan asuhan keperawatan pada An. N dan membuatnya menjadi sebuah studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada An. A Usia Sekolah (13 Tahun) dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Demam Thypoid Di Ruang Melati BLUD Kabupaten Ciamis dari tanggal 16 – 20 Juni 2016“.
7
B. Tujuan Penulisan 1. Tujuan Umum Untuk memperoleh pengalaman secara nyata dan mampu melaksanakan serta memberikan asuhan keperawatan pada An. A usia sekolah (13 tahun) dengan gangguan sistem pencernaan. Demam Thypoid di Ruang Melati Badan Layanan Umum Daerah Kabupaten Ciamis. 2. Tujuan Khusus a. Mampu melakukan pengkajian pada anak dengan Demam Thypoid b. Mampu menentukan diagnose dengan menganalisis data yang diperoleh dari pengkajian. c. Mampu membuat rencana keperawatan terhadap semua permasalahan yang ditimbulkan oleh Demam Thypoid. d. Mampu melakukan tindakan keperawatan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun. e. Mampu melakukan evaluasi dan tindakan yang sudah dilakukan dan mengetahui kesulitan-kesulitan dan hambatan-hambatan selama melaksanakan asuhan keperawatan pada anak Demam Thypoid f. Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada anak dengan Demam Thypoid.
8
C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan dalam menyusun karya tulis ini
adalah
metode
menggunakan
deskriptif
pendekatan
berbentuk
proses
studi
keperawatan.
kasus
dengan
Teknik
yang
digunakan dalam pengumpulan data meliputi : 1. Wawancara Dilakukan pada keluarga klien/orang terdekat dengan klien selama memberikan asuhan keperawatan. 2. Observasi / Pemeriksaan Fisik Dilakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. 3. Partisipasi aktif Dilakukan dengan cara melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung kepada klien. 4. Studi Kepustakaan Hal ini dilaksanakan dengan cara menggunakan buku-buku sumber, media internet, sebagai landasan teori yang berkaitan dengan kasus yang dihadapi sehingga dapat membandingkan antara teori dengan fakta yang ada dilahan praktek, diperoleh kesenjangan, mencari penyebab dan masalah. 5. Studi dokumentasi Dilakukan dengan cara mempelajari dari buku status klien, dokumen yang ada di rekam medik.
9
D. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN Terdiri dari latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan dan teknik pengumpulan data serta sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORITIS Berisi tentang konsep dasar demam typhoid yaitu pengertian, etiologi, anatomi Fisiologi, manifestasi klinis, patofisiologi, penatalaksanaan dan konsep asuhan keperawatan anak dengan demam thypoid. BAB III TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN Berisi tentang tinjauan kasus pada An. A dengan proses keperawatan
yang
meliputi
pengkajian,
perencanaan,
pelaksanaan dan evaluasi serta pembahasan BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI Berisi
tentang
simpulan
dan
keperawatan yang telah diberikan.
rekomendasi
dari
asuhan
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar 1. Demam Thypoid a. Pengertian Demam thypoid adalah infeksi pada usus yang berimplikasi pada seluruh jaringan tubuh. Penyakit ini disebarkan dari kotoran yang ada dalam makanan dan air yang tercemar. Penyakit ini sering timbul dalam bentuk wabah atau epidemi (penduduk jatuh sakit secara bersamaan). Diantara berbagai penyakit infeksi yang kadang-kadang dinamakan demam, demam thypoid merupakan salah satu penyakit yang paling berbahaya (Dwi Sunar Prasetyono, 2012). Demam thypoid adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhii yang dibawa ke aliran darah dan saluran pencernaan. Gejala-gejala thypoid seperti demam yang berkelanjutan, lemah, sakit perut, sakit kepala, dan hilangnya nafsu makan. Pada beberapa kasus terdapat ruam dan bintikbintik merah pada pasien. Demam thypoid biasanya diobati dengan antibiotik yang dapat menghilangkan infeksi selama 2-3 hari (Koes Irianto 2014).
11
12
Tifus abdominalis (demam thypoid, enteric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran (Rusepno Hassan, 2007). b. Anatomi Fisiologi Sistem Pencernaan 1) Sistem digestif terdiri dari : a) Organ utama
:Traktus gastrointestinal
b) Organ assesory : (1) Kelenjar saliva (2) Hepar (3) Pankreas (4) Kandung empedu c) Berfungsi : (1) Menyediakan nutrient untuk dikirim ke sel (2) Eliminasi makanan yang tidak dapat dicerna
13
Gambar 2.1 Sistem Pencernaan Bagian Ventral (Pearce. Evelin C, 2008)
2) Rongga mulut Mulut adalah salah satu organ saluran pencernaan yang pertama, proses pencernaan makanan secara mekanik dan kimiawi sudah dimulai pada bagian ini. Mulut terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
14
a) Bagian luar atau vestibula, yaitu ruang antara gusi, bibir dan pipi (1) Bibir Terdiri atas dua lipatan daging yang membentuk gerbang mulut. Disebelah luar ditutupi oleh kulit dan disebelah dalam ditutupi oleh selaput lendir (mukosa) (2) Pipi Dilapisi
dari
dalam
oleh
mukosa
yang
mengandung papilla b) Bagian dalam atau rongga mulut yang dibatasi oleh tulang maksilaris, palatum, mandibulla dan faring (1) Gigi Gigi terbagi menjadi dua, yaitu : (a) Gigi sulung (b) Gigi tetap (2) Lidah Lidah sebagian besar lidah terdiri atas otot. Pada permukaan atas lidah banyak terdapat tonjolan yang disebut papilla (a) Radiks lingua (b) Dorsum lingua (c) Apeks lingua
15
(3) Kelenjar ludah Kelenjar ludah menghasilkan air liur (saliva). Kelenjar ludah dalam mulut ada tiga pasang, yaitu: (a) Kelenjar parotis, terletak dibawah telinga (b) Kelenjar submandibularis, terletak dirahang bawah (c) Kelenjar sublingualis, terletak dibawah lidah (4) Fungsi ludah Ludah berfungsi untuk memudahkan penelanan makanan, membasahi, dan melumasi makanan sehingga mudah ditelan. 3) Faring (tenggorokan) Faring adalah penghubung antara rongga mulut dan esophagus, didalam lengkung faring terdapat tonsil yaitu kumpulan kelenjar limpa yang banyak mengandung limposit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi. 4) Esophagus Sebelum ke esophagus pada pangkal tenggorokan terdapat laring yaitu suatu bagian yang memiliki katup yang disebut epiglottis. Esophagus
adalah
tabung
berotot
yang
dilalui
sewaktu makanan mengalir dari mulut ke dalam
16
lambung. Makanan mengalir dibantu dengan gerakan peristaltic. 5) Lambung Lambung adalah suatu tempat untuk menyimpan makanan yang telah ditelan untuk sementara waktu. Fungsi lambung: a) Fungsi motorik mencampur dan mengosongkan b) Funsi pencernaan dan sekresi Pencernaan protein oleh pepsin dan HCL, sintesis dan pencernaan gastrin, sekresi factor intrinsic, sekresi mucus . 6) Hati Hati terletak dibawah sekat rongga badan dan mengisi sebagian besar bagian atas rongga perut sebelah kanan. Hati membuat empedu yang terkumpul dalam kantung empedu. Fungsi hati : a) Menyimpan glikogen b) Mengubah galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa. lukoneogenesis (perubahan molekul-molekul lemak, protein, dan laktat menjadi glukosa) c) Membentuk senyawa kimia dari hasil perantara
17
metabolisme karbohidrat d) Mempertahankan konsentrasi gula dalam darah. 7) Kelenjar pancreas Pancreas berbentuk huruf U terbaring, terdapat dua macam kelenjar, yaitu : a) Kelenjar endokrin penghasil hormone insulin. b) Kelenjar eksokrin penghasil getah pancreas. 8) Usus halus Usus halus adalah bagian saluran cerna diantara lambung dan usus besar. Usus halus bergulung mengisi sebagian besar rongga abdomen. 9) Duodenum (usus dua belas jari) Duodenum adalah bagian dari usus halus yang terletak setelah lambung dan menghubungkannya ke jejunum. Duodenum merupakan bagian terpendek dari usus halus dengan panjang sekitar 25 cm. Duodenum digambarkan dalam empat bagian, yaitu : a) Bagian I
: berjalan kekanan
b) Bagian II : berjalan kebawah c) Bagian III : berjalan mendatar ke kiri dan
kedepan
vena cava inferior dan aorta d) Bagian IV : berjalan keatas bersambungan dengan jejunum.
18
Lambung
melepaskan
makanan
ke
dalam
duodenum yang merupakan bagian pertama dari usus. Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pylorus dalam jumlah yang bias dicerna oleh usus halus. 10) Jejunum Jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, diantara duodenum dan ileum. Dengan panjang 2-8 meter, 1,2 meter adalah bagian jejunum. Jejunum dan ileum digantung dalam tubuh dengan mesenterium. 11) Ileum leum adalah bagian terakhir dari usus halus.Ileum memiliki panjang sekitar 2-4 m dan terletak setelah duodenum dan jejunum dilanjut oleh sekum. Ileum memiliki Ph antara 7 dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-garam empedu. 12) Suplai darah usus halus Oleh
percabangan
arteri
mesenterica
superior
(cabang dari aorta), cabang berhubungan didalam mesenterium oleh sejumlah acarde arteri yang keluar dari cabang terminal. a) Drainage vena usus halus
19
Kedalam vena mesenterika superior dan kemudian kedalam vena porta. b) Drainage limfe usus halus Ke dalam nodus di dalam mesenterium dan kemudian ke dalam kelenjar aorticus dan cisterna chyli. c) Inervasi usus halus Oleh nervus simpatis dan parasimpatis (vagus) d) Fungsi usus halus : (1) Sekresi cairan usus (2) Menerima empedu dan getah pankreas (3) Pencernaan makanan (4) Absorbsi air, garam danvitamin e) Gerakan Isi usus sepanjang usus oleh kontraksi segmental pendek dan gelombang rush yang menggerakan isi sepanjang usus lebih cepat. f) Struktur Membran mukosa, berbentuk banyak lipatan sirkuler atau semi sirkuler atauspiral. Seluruh permukaannya ditandai dengan jutaan vili, vilus adalah tonjolan kecil yang ditutupi olah selapis sel dan mengandung pembuluh darah, kelenjar limfe, saraf dan serat otot g) Plak peyeri
20
Plak jaringan limfe pada membran mukosa, sering terdapat pada ileum dari pada jejunum. h) Lapisan submukosa i) Lapisan muskuler : serat sirkuler dan longitudinal j) Peritoneum. 13) Enzim pencernaan a) Enzim Pancreas menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein b) Carbonat pada sekret pancreas menetralkan asam c) Empedu hati mengemulsikan lemak ke usus besar /kolon 14) Caecum Kantong lebar terletak pada fossa iliaka dextra. Ileum memasuki sisi kirinya pada lubang ileosekal, celah oval yang dikontrol oleh sfingter otot 15) Apendiks Tonjolan seperti cacing dengan panjang sampai18 cm dan membuka pada caecum sekitar 2,5 cm dibawah katup ileosaekal. 16) Colon ascendenes Kolon asenden membentang dari caecum pada fossa iliaka dektra sisi kanan abdomen sampai fleksura colica dektra di bawah lobus hepatis dektra.
21
17) Colon transversum Pada fleksura colica dektra colon membelok ke kiri dengan pajang dan menyilangi abdomen. 18) Colon desenden Pada fleksura colica sinistra, colon membelok kembali berjalan ke bawah pada sisi kiri abdomen sampai tepi pelvis. 19) Colon sigmoid Colon sigmoid memiliki beberapa lengkungan didalam pelvis dan berakhir pada sisi yang berlawanan dengan pertengahan sakrum tempatnya berhubungan dengan rektum. 20) Rectum Rectum memiliki panjang sekitar 12 cm. Rectum dimulai pada pertengahan sakrum dan berakhir pada canalis analis. Berfungsi mengabsorbsi
air, tempat fermentasi sisa
pencernaan oleh mikroorganisme memenjadi feses 21) Anus Adalah
bagian
dari
saluran
pencernaan
yang
menghubungkan rectum dari udara luar. Dinding anus diperkuat oleh 3 sfingter: a) Sfingter ani internus berada diatas, bekerja tidak
22
menurut kehendak b) Sfingter levator ani, bekerja tidak menurut kehendak c) Sfingter ani eksternus berada dibawah, bekerja menurut kehendak (Meita Shanty, 2011) c. Etiologi Salmonella yang paling sering diisolasi dari manusia di Amerika tahun 1988. Infeksi dengan strain salmonella nontifoid sering terjadi, lebih dari 40.000 yang dilaporkan ke Pusat Penanggulangan
Penyakit
menggambarkan
adalah
pada penyakit
tahun yang
1992. tidak
Jumlah
ini
dilaporkan,
sehingga jumlah infeksi yang sebenarnya mungkin lebih tinggi. Frekuensi infeksi paling tinggi terjadi pada anak berusia kurang dari 1 tahun. Infeksi Salmonella typhii di Amerika Serikat jarang terjadi dan jarang terjadi pada anak berusia kurang dari1 tahun. Salmonella typhii, basil gram negative, bergerak dengan rambut getar, tidak berspora. Dalam serum penderita terdapat zat anti (agglutinin) terhadap ke tiga, macam antigen tersebut.
Bakteri ini
mempunyai beberapa komponen antigen, yaitu: 1) Antigen dinding sel (O) yang merupakan lipopolisakarida dan bersifat spesifik grup 2) Antigen flagella (H) yang merupakan komponen protein
23
berada dalam flagella dan bersifat spesifik bebas 3) Antigen virulen (Vi) Merupakan polisakarida dan berada dikapsul yang melindungi seluruh permukaan sel. AntigenVi dapat menghambat proses aglutinasi antigen O oleh antiserum O dan melindungi antigen O dari proses fagositosis (Rusepno Hassan, 2007). 4) Outer Membrane Protein (OMP). Antigen OMP Salmonella thypii merupakan bagian dari dinding sel telur yang terletak diluar membrane sitoplasma dan lapisan peptidoglikan yang membatasi sel dengan lingkungan sekitar. OMP berfungsi sebagai barier fisik yang mengendalikan
masuknya
zat
dan
cairan
kedalam
membrane sitoplasma. OMP sebagian besar terdiri dari protein purin, berperan pada patogenesis typhoid dan merupakan bagian antigen yang penting dalam mekanisme respon imun penjamu. Salmonella thypii hanya dapat hidup pada tubuh manusia. Sumber penularan berasal dari tinja dan urine karier, dari penderita pada fase akut dan penderita dalam fase penyembuhan (Rusepno Hassan, 2007). d. Patofisiologi Setelah tertelan, organisme kemudian menembus beberapa mekanisme pertahan tubuh sebelum menimbulkan bakteri infeksi. Biasanya Salmonella mati pada lingkungan yang bersifat
24
asam, oleh karena itu terjadi pengurangan inokulum yang banyak setelah bersentuhan dengan isi lambung. Pengurangan selanjutnya di usus halus melalui efek anti bakteri langsung dari pertarungan organisme dengan flora usus normal. Gangguan mekanisme pertahanan ini meningkatkan kerentanan terhadap infeksi. Ketika masuk ke dalam usus halus, bakteri melekat pada permukaan epitel, yang menimbulkan kerusakan sel pada brushborder. Invasi mukosa sesungguhnya oleh salah satu dari dua mekanisme yang berbeda menimbulkan infeksi klinis. Proses pertama ialah masuknya bakteri secara langsung ke sel epitel, kedua terjadi proliferasi intraluminal organisme menjadi inokulum yang cukup menaklukan pertahanan. Kemudian organisme Salmonella typhii memasuki sitoplasma melalui invagasi membrane sel dan tinggal didalam vakuola ini sampai dihantarkan ke lamina popria, tempat terjadinya peradangan yang hebat. Organisme yang menyebar melalui darah mencapai kandung empedu memperbanyak diri, dan masuk empedu serta usus halus secara sekunder. bakteri Salmonella typhii dapat menghalangi metabolisme oksidatif leukosit polimorfonuklear, yang mencegah penghancuran organisme yang dimakan pada stadium dini infeksi, selanjutnya, kemampuan menolak imunitas selular biasa berperan pada patofisiologi yang menyebabkan demam enteric (H. Nabiel Ridha, 2014)
25
e. Manifestasi Klinis Gejala kilinis demam thypoid pada anak dengan usia 13 tahun biasnya lebih ringan jika dibandingkan dengan penderita dewasa. Masa tunas rata-rata 10 - 20 hari. Yang tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi melalui makanan, sedangkan yang terlama sampai 30 hari jika infeksi melalui makanan. Selama masa inkubasi mungkin ditemukan gejala prodromal, yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat. Kemudian menyusul gejala klinis yang biasa ditemukan, yaitu: 1) Akhir Minggu Pertama Akhir minggu pertama demam sekitar 38,8 0C - 400C penderita mengeluh sakit kepala hebat, tampak apatis, bingung dan lelah. Penderita tampak sakit sedang akan tetapi pada kondisi sekitar 10 – 15 % tampak toksik. Pada saat panas tinggi mulut menjadi kering karena saliva berkurang, lidah tampak kotor dilapisi selaput putih sampai kecoklatan, bisa disertai dengan tepi yang hiperemis dan tremor. Pada akhir minggu pertama sering didapatkan rasa mual dan muntah. Penderita kadangkadang masih mengalami batuk dan didapati gambaran klinis bronkhitis. Bronchitis biasanya ditemukan pada pasien demam typhoid berat.
26
Tidak ditemukan nyeri perut, tapi pasien mengeluh tidak enak perut dan juga masih disertai kontipasi. Abdomen tampak membesar sekitar 2 – 3 cm dibawah lengkung iga kanan. Kulit tampak kering dan panas yang mungkin juga didapatkan bercak rose didaerah abdomen, dada atau punggung. Bercak rose merupakan ruam mukular atau mukulopular dengan garis tengah 1- 6 mm yang akan menghilang dalam 2-3 hari (Suriadi, 2010). 2) Minggu kedua Pada
sebagian
besar
penderita
berlangsung mencapai 38,80C -
demam
tinggi
terus
39,40C, bersifat kontinyu
dengan perbedaan suhu sekita 0,50C pada pagi dan petang hari. Pada keadaan ini mungkin didapatkan bradikardi relatif, gejala klasik yang sekarang hanya dijumpai pada kurang dari 25% penderita. Keadaan umum penderita makin menurun, apatis,
bingung,
kehilangan
kontak
dengan
orang
disekitarnya, tidak bisa istirahat atau tidur. Lidah tertutup selaput tebal dan penderita kehilangan nafsu makan serta minum.
Pemeriksaan
abdomen
sulit
di
interpretasikan,
gambaran klasik menyerupai adonan dan mudah diraba usus yang berisi air dan udara. Didapatkan daerah nyeri yang merata diseluruh kuadran bawah, dan distensi abdomen dengan daerah yang meteorismus atau timpani oleh karena
27
konstipasi, penumpukan tinja atau berkurangnya tonus lapisan otot intestine dan lambung (Suriadi, 2010). 3) Minggu ketiga Memasuki minggu ketiga
penderita
memasuki tahapan
thyfoid state, yang ditandai dengan disorientasi, binggung, insomnia, lesu dan tidak bersemangat. Biasa didapatkan pula adanya delirium, tetapi jarang dijumpai sopor atau koma. Wajah tampak toksik mata berkilat dan mungkin kemerahan, kelopak mata cekung, pucat dan flushing didaerah pipi. Dan ada juga yang mengatakan atau menggambarkan wajah typhoid yang khas yaitu wajah tanpa ekpresi, suram kelopak mata setengah terbuka, dilatasi pupil, slackjaw, mulut dan bibir kering. Pernapasan tampak cepat dan dangkal dengan tanda stagnasi dibasal paru. Abdomen tampak lebih distensi dari sebelumnya. Nodus peyer mungkin mengalami nekrotik dan ulserasi, sehingga sewaktu-waktu dapat timbul perdarahan dan perporasi saat ini penderita mengalami berak lembek dan berwarna coklat tua atau kehijauan dan berbau, hal ini dikenal dengan pea-soupdiarrhoea, tetapi mungkin penderita mungkin masih mengalami konstiapsi pada akhir minggu ketiga suhu mulai menurun secara lisis dan mencapai normal pada minggu berikutnya (Suriadi, 2010).
28
f. Komplikasi Demam typhoid merupakan penyakit yang memberikan gejala lokal sistemik. Selain gambaran klinis yang telah diuraikan diatas, dapat terjadi gambaran lain yang tidak biasa atau yang merupakan gambaran demam typhoid. Istilah komplikasi sendiri masih diperdebatkan. 1) Perforasi Usus Perforasi usus merupakan komplikasi pada 1-5 % penderi tayang dirawat, biasanya terjadi pada minggu ketiga tetapi bisa terjadi selama sakit. Selain gejala yang bisa ditemukan pada demam typhoid, penderita mengeluh berforasi nyeri perut hebat dikuadran kanan tetapi dapat pula bersifat menyebar. Abdomen tampak tegang, dengan nyeri lepas dan hilangnya pekak hati dan bising usus. Perforasi menyebabkan tekanan darah turun, nadi tambah cepat dan timbulnya nyeri hebat. Pada pemeriksaan darah tepi didapatkan lekositosis dan pergseran kekiri (Rusepno Hassan, 2007). 2) Perdarahan Usus Terjadi pada 15% kasus, 25% merupakan perdarahan ringandan tidak perlu transfusi perdarahan hebat dapat menyebakan syok, tetapi biasanya sembuh spontan tanpa pembedahan. 3) Manifestasi Pulmonal Pada sebagian besar kasus didapatkan batuk, biasanya
29
ringan disebabkan oleh bronchitis (15%), pneumonia (1-30%) bisa merupakan infeksi sekunder dan dapat timbul pada awal sakit atau fase akut lanjut. Komplikasi lain yang terjadi adalah abses paru,efusi dan empiema. 4) Komplikasi Hematologist Depresi sumsum tulang belakang yang toksik pada penderita dengan manifestasi klinis berat, menyebabkan terjadinya anemia, neutropenia, granulositopenia dan trombositiopenia. Anemia hemolitik akut bervariasi pada 2 % - 7 % penderita ditandai dengan penurunan hemoglobin secara tiba-tiba tanpa adanya perdarahan disertai hemoglobinuria dangan membran hemolisis pada pemeriksaan darah tepi. Juga bisa terjadi erupsi kulit yang hemoragis, perdarahan gusi, epistaksis, hematuria, perdarahan dari vulva, bahkan pada otopsi pernah menemukan
perdarahan
passif
dan
meningen,
pleura,
peritoneum intestinal dan paru. 5) Manifestasi Neuropsikiatri Manifstasi neuropsikiatri yang dilaporkan pada penderita demam typhoid dengan bervariasi sakit kepala, meningismus sampai gangguan kesadaran (disorientasi sampai delirium, stupor, dan koma). Delirium, stupor dan koma merupakan tanda prognosis yang buruk dengan angka kematian kasus lebih dari 40%. Delirium merupakan kelainan yang paling sering dijumpai (10%-37%) dan tampak berkembang menjadi
30
enselopati. Keadaan ini biasanya membaik dalam 4-5 hari tetapi sering menetap bahkan sampai suhu tubuh dan fungsi metabolik kembali normal. Manifestasi lain yang sering dijumpai adalah kejang, typhoid meningitis,
ensefalomielitis,
transverse
mielitis
dengan
paraplegia, neuritis dan sindrom aguilanbarre. Meningitis yang disebabkan oleh salmonella
kebanyakan terjadi pada bayi
(81%) dan neonatus (25%) dengan angka kematian yang tinggi. 6) Manifestasi Kardiovaskular Myokarditis ditemukan pada 1-5% penderita demam thypoid. Manifestasi klinis bervariasi mulai dari asimtomatik sampai nyeri dada, payah jantung, aritmia atau syok kardiogenik. Bila muncul pada anak kecil, miokarditis merupakan komplikasi yang serius. 7) Manifestasi Hepatobilier Komplikasi hepatobilier yang biasa ditemukan adalah hepatitis tiposa yang asimtomatik ditandai dengan peningkatan SGOT dan SPGT. Kolisistisis akut dan ikterus yang tidak atau disertai dengan peningkatan enzim didapatkan pada 1-5% kasus. Kolesistasis akut atau kronis dapat terjadi beberapa bulan atau tahun setelah menderita demam typhoid, tetapi jarang ditemukan pada anak-anak.
31
8) Manifestasi Urogenital Sebanyak
25%
penderita
demam
typhoid
pernah
mengekpresikan Salmonella Thypii dalam air kemih selama masa sakitnya. Kelainan yang paling sering dapat ditemukan adalah proteinuria yang bersifat sementara. Poteinuria pada sebagian kasus disebabkan oleh imun kompleks yang mengakibatkan terjadinya glomerulonefritis. Imunkompleks yang akan mengakibatkan terjadinya glomerulonefritis. Urine yang mengandung albumin dalam jumlah kecil juga didapati sedikit peningkatan elemen selular. Komplikasi lain yang mungkin terjadi adalah sindroma nefrotik, sistitis, pielonefritis dan gagal ginjal. Pada keadaan ini sering dihubungkan dengan infeksi schistosoma haematobium (Sundaru, 2007). g. PemeriksaanLabolatorium 1) Darah Pada penderita demam
thypoid bisa didapatkan anemia,
jumlah lekosit normal, bisa menurun, atau meningkat, kadangkadang
didapatkan
trombositopenia
dan
pada
anak
didapatkan aneosinofilia dan limfositisis relatif. Penelitian yang dilakukan oleh Herawati (1999) di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung dan dilakukan
pemeriksaan
darah dengan pasien demam thifoid dan didapatkan:anemia (48%), lekopenia (29%), dan leukositosis (3,5%) sedangkan
32
anesinofilia dan limfositosis didapatkan pada 80 % kasus dan 91% penderita. 2) Uji Serologis Uji srologis Widal mempunyai berbagai kelemahan baik sensivitas dan spesifitasnya yang rendah maupun interpretasi yang sulit dilakukan. Namun demikian hasil uji widal yang positif akan memperkuat dugaan pada tersangka penderita demam
thypoid.
Biakan
empedu
untuk
menemukan
salmonella thyposa dan pemeriksaan Widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis demam thypoid secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap minggu berikutnya (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur/widal). Biakan empedu hasil salmonella thyposa dapat ditemukan dalam darah pasien pada
minggu
pertama
sakit.
Selanjutnya
lebih
sering
ditemukan dalam urin dan feses, dan mungkin akan positif untuk waktu yang lama. Oleh karena itu pemeriksaan yang positif dari contoh darah digunakan untuk menegakan diagnosis, sedangkan pemeriksaan negatif dari contoh urin dan feses dua kali berturut-turut digunakan untuk menentukan bahwa pasien telah benar sembuh dan tidak menjadi pembawakuman. 3) Pemeriksaan Widal Dasar pemikiran ialah aglutinasicyang terjadi bila serum
33
pasien thypoid dicampur dengan suspensi antigen salmonella thyposa. Pemeriksaan yang positif ialah bila terjadi reaksi aglutinasi. Dengan cara mengencerkan serum, maka kadar zat anti dapat ditentukan, yaitu pengenceran tertinggi yang masih
menimbulkan
rekasi
aglutinasi.
Untuk
membuat
diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadapat antigen O. Titer bernilai1/200 atau lebih dan atau menunjukan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat diagnosis. Titer tersebut mencapai puncaknya bersamaan dengan penyembuhan
pasien.
Titer
terhadap
antigen
H
tidak
diperlukan untuk diagnosis karena dapat tetap tinggi setelah mendapat imunisasi atau pasien lama sembuh. Pemeriksaan widal tidak selalu positif walaupun pasien sungguh-sungguh menderita demam typhoid. Sebaliknya titer dapat positif karena keadaan sebagi berikut: a) Titer O dan H tinggi karenater dapatnya agglutinin normal karena infeksi basil colipathogen pada usus. b) Pada nonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat. c) Terdapat infeksi silang dengan Rickettsia (WeilFelix) d) Akibat imunisasi secara ilmiah karena masuknya basil peroral pada kedaan infeksi subklinis. Perlu di ketahui bersama ada jenis dari demam typhoid
34
yang mempunyai gejala hampir sama, hanya bedanya demam biasanya tidak terlalu tinggi (lebih ringan) ialah yang terdapat pada para thypoid A,B,C, untuk menemukan kuman penyebab perlu pemeriksaan darah seperti pasien thypoid biasa dari contoh darah. 4) Isolasi Kuman Pemeriksaan isolasi kuman diagnosis pasti demam thypoid dilakukan dengan isolasi S.typhi isolasi kuman penyebab demam thypoid dilakukan dengan melakukan biakan dari berbagai tempat didalam tubuh (Rusepno Hassan, 2007). h. Manajemen Medik Pengobatan thypoid berdasarkan obat, yaitu: Obat-obatan antimikroba yang sering digunakan adalah : 1) Kloramfenikol Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk typhoid. Belum ada obat antimikroba lain yang dapat
menurunkan
kloramfenikol.
demam
Dosis
yang
lebih
cepat
dapat
dibandingkan
diberikan
adalah
100mg/kgBB/hari peroral dibagi kedalam 4 dosis, selama 1014 hari. 2) Kotrimoksazol Efektivitas
kotrimiksazol
kloramfenikol.
Dosis
kurang yang
lebih
diberikan
sama
dengan
sebanyak
50
35
mg/kgBB/hari dibagi kedalam dua dosis peroral selama 10-14 hari. 3) Ampisislin dan amoksislin Dalam hal kemampuan untuk menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaanya adalah penderita demam thypoid dengan leukopenia (leukopenia <4000/mm3. Dosis yang dapat diberikan sebanyak 100mg/kgBB/hari dibagi duadosis peroral, selama 10-14 hari. 4) Kortikostreoid (1) Diberikan pada kasus-kasus berat dengan gangguan kesadaran,
gangguan
sirkulasi
dengan
gejala
berkepanjangan. (2) Korton 10 mg/kgBB/hari, intravena dibagi kedalam 3-4 dosisc) Dekametason 40-20 mg/kgBB/hari, intravena dibagi 3-4 dosis. (3) Predinson 1-2 mg/kgBB/hari diberikan peroral dibagi kedalam 3-4 dosis. 5) Lain-lain (1) Vitamin (2) Bila ada perdarahan usus : Puasa selama 24 jam sampai tidak ada perdarahan, antibiotik diperlukan.
diberikan
intravena
transfuse
darah
bila
36
(3) Bila ada perforasi usus; Operasi, antibiotik diberikan intravena. e. Istirahat dan perawatan profesional pasien harus tirah baring absolut sampai minimal 7 hari bebas demam atau kurang lebih selama 14 hari. Mobilisasi dilakukan bertahap sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Dalam perawatan perlu juga dijaga hygiene perseorangan, kebersihan tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. (4) Diet dan terapi penunjang Pertama pasien diberi diet bubur saring kemudian bubur kasar, dan akhirnya nasi sesuai tingkat kesembuhan pasien. Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori, dan tinggi protein. Pemberian vitamin dan mineral yang cukup perlu diberikan untuk mendukung keadaan umum pasien. Pada kasus perforasi intestinal dan renjatan septik diperlukan perawatan intensif dengan nutrisi parenteral total. Kortikosteroid selalu perlu diberikan pada renjatan septik (Rusepno Hassan, 2007). 2. Karakteristik Anak Sekolah Dengan Usia 13 Tahun (Remaja Awal ) a. Pertumbuhan Anak dengan usia 13 tahun (remaja awal) adalah periode transisi dari masa kanak-kanak menjadi dewasa, yang biasanya
37
antara usia 11-20 tahun. Remaja merupakan waktu pertumbuhan yang cepat dengan pertumbuhan dramatis pada ukuran dan proporsi tubuh. Selama waktu ini, karakteristik seksual berkembang dan maturitas reproduktif tercapai. Secara umum, anak umum memasuki pubertas lebih awal (pada usia 9 hingga 10 tahun) dari pada anak laki-laki (pada usia 10-11 tahun) (Kyle/Carman, 2014). b. Ciri-ciri Perkembangan 1) Perkembangan Motorik 2) Perkembangan motorik pada usia ini, yaitu: (a) Keterampilan motorik kasar perkembangan daya tahan: (1) Koordinasi dapat menjadi masalah akibat pacu tumbuh yang tidak seimbang (2) Remaja menengah, kecepatan dan akurasi meningkat sertakoordinasi membaik. (3) Peningkatan daya saing. b)
Keterampilan motorik halus peningkatan kemampuan untuk memanipulasi objek. (1) Tulisan tangan rapi (2) Ketangkasan jari semakin halus (3) Koordinasi mata tangan yang tepat Perkembangan komunikasi dan bahasa membaik dengan
penggunaan
tata
bahasa
dan
bagian
38
pembicaraan yang benar, penggunaan kata popular meningkat Perubahan sifat berkaitan dengan postur tubuh
berubahnya
yang berhubungan dengan pubertas
mulai tampak seperti : (a) Mampu melakukan aktivitas rumah tangga, seperti mencuci, menjemur pakaian sendiri , dll. (b) Adanya keinginan anak unuk menyenangkan dan membantuorang lain (c) Mulai tertarik dengan lawan jenis (Kyle/Carman, 2014). Perkembangan Kognitif Jika pada periode sebelumnya, daya pikiran anak masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode inidaya pikir anak sudah berkembang kearah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi sangat kuat, sehingga anak benarbenar berada pada stadium belajar (Kyle/Carman, 2014). c. Dampak hospitalisai pada anak Anak dapat bereaksi terhadap stress hospitalisasi sebelum mereka masuk, selama hospitalisasi, dan setelah pemulangan. Konsep sakit yang dimiliki anak bahkan lebih penting dibanding
39
usia dan kematangan intelektual dalam memperkirakan tingkat kecemasan sebelum hospitalisasi. d. Dampak hospitalisasi terhadap gangguan kebutuhan dasar pada anak Sejumlah factor resiko membuat anak-anak tertentu lebih rentang terhadap stress hospitalisasi dibanding dengan yang lainnya. Mungkin karena perpisahan termasuk masalah penting seputar hospitalisasi bagi anak. Berkembangnya gangguan emosional
jangka
panjang
dapat
merupakan
dampak
hospitalisasi. Gangguan emosional tersebut terkait dengan lama dan jumlah masuk rumah sakit, dan jenis prosedur yang dijalani di rumah sakit (jurwidyako). B. Asuhan Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian dilakukan dengan menganamnesa pasien dengan menanyakan tentang: a. Pengumpulan data 1) Identitas 2) Biodata anak 3) Nama, umur, jenis kelamin, no.medrec, tanggal masuk, tanggal pengkajian, ruangan dan diagnosa medis. 4) Biodata orang tua Nama
ayah
dan
ibu,
umur,
pendidikan,
pekerjaan,
40
sukuIbangsa, agama, alamat, hubungan dengan anak (kandung atau adopsi). b. Riwayat kesehatan 1) Keluhan utama Menanyakan sebab atau alasan utama klien datang ketempat pelayanan kesehatan. Dalam hal ini menanyakan kepada klien atau penanggung jawabklien. Biasanya keluhan utama yang disebutkan klien atau kelurga klien adalah demam, mual muntah 2) Riwayat kesehatan sekarang Di kembangkan dari keluhan utama melalui PQRST : P:
Palliative/provokatif yaitu faktor-faktor apa saja yang memperberat atau memperingan keluhan utama.
Q:
Qualitatif/Quantitatif, yaitu berupa gangguan atau keluhan yang dirasakan seberapa besar.
R:
Region/radiasi, yaitu dimana terjadi gangguan atau apakah keluhan mengalami penyebaran.
S:
Skala berupa tingkat atau keadaan sakit yang dirasakan.
T:
Timing yaitu waktu gangguan dirasakan apakah terus menerus atau tidak.
3) Riwayat kesehatan keluarga a) Struktur internal
41
Dikaji dengan menggunakan genogram, kaji mengenai penyakit menular yang ada pada keluarga seperti influenza, pneumonia, TBC, serta penyakit keturunan yang ada dalam keluarga seperti asthma, kaji pula penyakit kronis yang ada dalam keluarga. Kaji pula mengenai struktur keluarga klien, fungsi keluarga dalam pengenalan, pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dalam keluarga terutama masalah kesehatan. b) Struktur eksternal Dikaji dengan menggunakan ecomap, mengenai budaya yang meliputi bahasa yang digunakan, latarbelakang, etnis dan lama tinggaI dilingkungan saat ini, kondisi lingkungan,
kebiasaan
membersihkan
rumah,
letak
geografis rumah, tetangga, komunitas, keluarga besar dan perkembangan keluarga. 4) Pola aktivitas sehari-hari Menanyakan kepada klien atau keluarga kebiasaan makan, minum, eliminasi BAB/BAK, pemenuhan personal hygiene (mandi, cuci rambut, gosok gigi,
gunting
kuku),
pola
istirahat tidur siang/malam dan aktivitas yang biasa dilakukan seperti berpakaian. Hal yang perlu dikaji diantaranya: frekuensi, jenis, jumlah dan masalah/hambatan-hambatan. Semua itu ditanyakan sebelum dan selama sakit, tujuannya
42
untuk mengidentifikasi masalah dan tindakan keperawatan, bahkan bisa diobservasi langsung ketika klien berada di rumah sakit. 5) Pemeriksaan fisik a) Penampilan Umum Amati penampilan umum klien secara keseluruhan. Wajah tampak toksik: mata
berkilat dan mungkin
kemerahan, kelopak mata cekung, pucat dan flushing didaerah pipi. b) Kesadaran Klien dengan demam typhoid yang memasuki tahapan typoid state, biasanya ditandai dengan penurunan kesadaran, disorientasi, bingung atau pada anak sering disertai dengan kejang. c) Tanda-tanda vital (1) Tensi
: Kemungkinan ada peningkatan
(2) Puls
: Pasien biasnya bradikardi
(3) Respirasi : Ada juga dengan pasien demam typhoid diikuti dengan gangguan pernafasan (4) Suhu
:
Pasien
yang
mengalami
demam
typhoid biasanya mengalami demam dengan suhu tubuh sekitar 38-40 0C (5) Berat badan dan tinggi badan
43
Meliputi berat badan dan tinggi badan sebelum sakit dan sesudah sakit. Pemeriksaan Fisik Menurut NOC-NIC (2009), pemeriksaan fisik dilakukan secara head to toe dan di dokumentasikan secara persistem yang meliputi: (a) Sistem pernafasan Perlu dikaji mulai dari bentuk hidung, ada tidaknya secret pada lubang hidung, pergerakan cuping hidung waktu bernapas, auskultasi bunyi napas apakah bersih atau ronchi, serta frekuensi napas, dilihat apakah ada polip aktif atau tidak. (b) Sistem kardiovaskuler Terjadinya
peningkatan
denyut
nadi,
tekanan
darah, tetapi keadaan tersebut tergantung dari nyeri yang dirasakan individu, periksa capillary refill time < 3 detik, dan lihat tanda sianosis pada bibir, jari tangan dan jari kaki. (c) Sistem pencernaan Kaji keadaan mulut, gigi, bibir, kaji abdomen untuk mengetahui gerakan peristaltik usus. (d) Sistem persyarafan
44
Sistem neurosensori yang dikaji adalah fungsi cerebral, fungsi kranial, fungsi sensori, serta fungsi reflex.
Tabel 2.1 12 pasang saraf cranial dan fungsinya No I
Nama Olfaktorius
Jenis Sensorik
II
Optic
Sensorik
III
Okulomotor
Motorik
IV V
Troklearis Trigeminus
Motorik Gabungan
VI VII
Abdusen Fasialis
Motorik Gabungan
VIII
Vestibulokoklear Sensorik is
IX
Glosofaringeus
Gabungan
X
Vagus
Gabungan
Fungsi Menerima rangsangan dari hidung dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai sensasi bau. Menerima rangsangan dari mata dan menghantarkannya ke otak untuk diproses sebagai persepsi visual Menggerakan sebagian besar otot mata Menggerakan beberapa otot mata Sensori: Menerima rangsangan dari wajah untuk diproses di otaksebagai sentuhan Motorik: Menggerakan rahang Abduksi mata Sensorik: Menerima rangsangan dari bagian anterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Motorik: Mengendalikan otot wajah untuk menciptakan ekspresi wajah Sensori sistem vestibular: mengendalikan keseimbangan Sensori koklea: menerima rangsangan untuk diproses diotak sebagai suara Sensori: Menerima rangsangan dari bagian posterior lidah untuk diproses di otak sebagai sensasi rasa Motorik: mengendalikan organorgan dalam Sensori : Menerima rangsangan dari organ dalam Motorik: Mengendalikan organ-
45
XI XII
Aksesorius Hipoglossus
organ dalam Mengendalikan pergerakan kepala Mengendalikan pergerakan lidah
Motorik Motorik
(Sridianti, 2012 tersedia dalam http://www.sridianti.com).
(e) Sistem penginderaan Pada sistem penginderaan kemungkinan tidak ada gangguan tergantung dari luka. (f) Sistem muskuloskeletal Rentang sendi yang menunjukan kemampuan luas gerak persendian tertentu, mulai dari kepala sampai anggota gerak bawah, ketidaknyamanan atau nyeri yang dikatakan klien waktu bergerak, observasi adanya luka, adanya kelemahan dan penurunan toleransi terhadap aktifitas. Tabel 2.2 Skala dan tingkatan nyeri Skala Nyeri 10 9 8 7 6
5 4 3
Tingkatan Nyeri
Skala keterangan
Sangat dan tidak dapat dikontrol Tipe nyeri sangat berat oleh klien Sangat nyeri tetapi masih dapat dikontrol oleh klien dengan Tipe nyeri berat aktifitas yang bias dilakukan Nyeri seperti terbakar atau ditusuk-tusuk Nyeri seperti tertekan atau Tipe nyeri sedang bergerak Nyeri seperti kram atau kaku Nyeri seperti perih atau mules
46
2 1
Nyeri seperti melilit atau dipukul Nyeri seperti gatal, tersetrum atau Tipe nyeri ringan nyut-nyutan 0 Tidak ada nyeri (Orchidanenhy, 2014 tersedia dalam https://orchidanenhy.wordpress.com)
Table 2.3 Skala dan keterangan kekuatan otot Skala kekuatan otot 0
Skala keterangan Otot sama sekali tidak mampu bergerak, tampak berkontraksi, bila lengan atau tungkai dilepas akan jatuh (100% pasif 1 Tampak kontraksi atau ada sedikit gerakan dan ada tahanan sewaktu jatuh 2 Mampu menahan tegak yang berarti mampu menahan gaya gravitasi (saja), tapi dengan sentuhan akan jatuh 3 Mampu menahan tegak walaupun sedikit dorongan tetapi tidak mampu melawan tekanan atau dorongan dari pemeriksa 4 Kekuatan kurang dibandingkan sisi lain 5 Kekuatan utuh (Orchidanenhy, 2014 tersedia dalam https://orchidanenhy.wordpress.com) Table 2.4 Range Of Motion (ROM) ROM Fleksi Ekstensi Abduksi Aduksi Rotasi Hiperektensi Eversi Inversi Pronasi Supinasi
Pergerakan lengan atau kaki bagian dalam Pergerakan lengan atau kaki bagian Pergerakan lengan atau kaki bagian samping luar Pergerakan lengan atau kaki bagian samping luar Putaran lengan atau kaki Ekstensi lebih lanjut Perputaran bagian telapak kaki ke bagian luar, bergerak membentuk suduk persendian Perputaran bagian telapak kaki ke bagian dalam bergerak membentuk sudut persendian Pergerakan telapaktangan dimana permukaan tangan bergerak ke bawah Pergerakan telapak tangan dimana permukaan tangan bergerak ke atas
47
Oposisi
Gerakan menyentuh ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada tangan yang sama (Kadek Suwartana, 20112 tersedia dalam http://kadek-suwartana.blogspot.co.id)
(g) Sistem integumen Kaji keadaan kulit, tekstur, kelembaban, turgor, warna, dan fungsi perabaan. Kaji keadaan luka. (h) Sistem endokrin Dikaji adanya nyeri tekan atau tidak, adanya oedeme atau tidak pada kelenjar getah bening, ada riwayat alergi atau tidak. Biasanya tidak ada masalah pada sistem endokrin. (i) Sistem perkemihan Kaji adanya nyeri pada saat berkemih, adanya nyeri tekan dan benjolan didaerah vesika urinaria. 6) Pola Aktivitas Pada klien dengan keluhan demam biasanya aktivitas sehari-harinya terganggu begitu juga pada status personal hygiene akan mengalami perubahan sehingga personal hygiene klien dibantu oleh keluarga atau perawat di ruangan. 7) Data Penunjang Menurut Nikmatur dan Saiful (2009), data penunjang adalah sebagai berikut : a) Data psikologi
48
Emosi klien, konsentrasi klien pada saat diajukan pertanyaan oleh perawat. b)
Data sosial Perlu dikaji tentang tidak tanggapnya aktifitas disekitarnya baik ketika dirumah atau dirumah sakit. Biasanya ada perubahan tingkah laku karena merasakan suhu tubuh meningkat yang dirasakan klien.
c) Data spiritual Hal yang perlu dikaji yaitu bagaimana pelaksanaan ibadah selama sakit. Perlu pula dikaji keyakinan klien tentang kesembuhannya dihubungkan dengan agama yang dianut klien dan bagaimana persepsi klien tentang penyakitnya. Aktivitas ibadah klien biasanya terganggu. d) Data ekonomi Data ekonomi klien tergantung pada tiap individu 8) Pemeriksaaan penunjang/laboratorium a) Hematologi Widal b) Urin Rutin (Nikmatur dan Saiful, 2009) 9) Analisa data Analisa data terdiri dari Problem dan etiologi, atau problem, etiologi dan symptom) yang dikelompokan lalu
49
tentukan
masalah
keperawatannya
(berdasarkan
dukungan data yang ada). Data dikelompokan kedalam data subjektif dan data objektif. Analisa data adalah kemampuan mengaitkan data dan menghubungkan data tersebut dengan konsep, teori dan prinsif yang relevan untuk membuat kesimpulan dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan klien (Nikmatur dan Saiful, 2009). 2. Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan mengenai masalah klien baik aktual maupun potensial yang didapat dari status kesehatan klien (H. Nabiel Ridha, 2014). Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada klien dengan demam typhoid adalah sebagai berikut: 1) Hipertermi berhubungan dengan adanya proses infeksi pada usus halus. 2) Gangguan
keseimbangan
cairan
dan
elektrolit
berhubungan dengan diare, muntah, hipertermi, intake cairan kurang. 3) Perubahan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan gangguan digesti dan absorpsi nutrient. 4) Gangguan
pemenuhan
kebutuhan
istirahat
tidur
berhubungan dengan stimulus demam yang tinggi, adanya rasa nyeri akibat peradangan. 5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan bedrest total. 6) Penurunan berhubungan
kesadaran : apatis, somnolensia, delirium dengan
hematogen keotak.
toksin
yang
masuk
secara
50
7) Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan pneumonia hipostatik berhubungan dengan tirah baring yang lama. 8) Perubahan pola defekasi : konstifasi berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus. (NANDA NIC-NOC 2015) 3. Perencanaan a. Hiperthermi berhubungan dengan adanya proses infeksi padausus halus Tujuan : Tidak terjadi peningkatan suhu
tubuh
yang
terus menerus (kontinue) Kriteria evaluasi : 1)
Suhu tubuh dalam batas normal
2)
Mukosa mulutdan bibir lembab
Tabel 2.5 Perencanaan Diagnosa Keperawatan Intervensi a. Lakukan kompres pada dahi dan ketiak : hangat /panas
Rasional a. Terjadi proses konduksi, yaitu perpindahan panas dari suhu yang tinggi ke suhu yang rendah,sehingga pembuluh darah yang tadinya vasodilatasi akibat demam menjadi vasokontriksi dan suhu tubuh kembali normal.
b. Monitor tanda-tanda vital
b. Peningkatan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan membran sel sehingga muatan listrik akan terlepas yang mengakibatkan terjadinya penurunan kesadaran. c. Terjadinya pergantian udara atau Oksigen sehingga suhu ruangan tidak terlalu panas dan pasien dapat menghirup udara segar. d. Bedrest dapat mengistirahatkan organ yang sakit sehingga pasien menjadi tenang dan dapat membantu penurunan suhu tubuhserta dapat mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi. e. Membantu proses konduksi panas dari tubuh sehingga proses penguapan dapat berkurang.
c. Atur ventilasi ruangan
d. Anjurkan agar pasien bedrest total
e. Pakaikan baju yang tipis dan menyerap keringat f.
Kolaborasi
f. Antibiotik dapat memusnahkan kuman Salmonella
51
dalam pemberian terapi antibiotik
typhii dan sebagai aspek legal pemberian obat harus sesuai dengan program pengobatan
(NANDA NIC-NOC 2015)
b. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diare, muntah, hypertermi, intake cairan kurang Tujuan : 1) Mempertahankan keseimbangan cairan 2) Mempertahankan intakecairan yang sesuai dengan kebutuhan anak Kriteria evaluasi : 1) Intakecairan adekuat dan seimbang dengan output 2) Bebas dari tanda dehidrasi
a.
Intervensi Monitor tanda-tanda vital
a.
tanda-tanda b.
b.
Monitor dehidrasi
c.
Beri minum atau cairan c. yang adekuat
d.
Catat intakedan output
d.
Rasional Peningkatan suhu tubuh penyebabkan meningkatnya proses penguapan sehingga tubuh akan kehilangan banyak cairan Adanya tanda dehidrasi menandakan bahwa tubuh telah kehilangan banyak cairan sehingga diperlukan tindakan secepat mungkin Mengimbangi keseimbangan cairan tubuh yang hilang karena penguapan akibat peningkatan suhu tubuh Mengetahui keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan
(NANDA NIC-NOC 2015)
c. Perubahan
nutrisi:
kurang
dari
kebutuhan
tubuh
berhubungan dengan ganguan digesti dan absorpsi nutrient Tujuan : 1) Mempertahankan nutrisi yang optimal pada anak 2) Berat badan anak dalam batas normal
52
Kriteria evaluasi : 1) Menunjukkan
peningkatan
berat
badan
anak
mencapai rentang yang diharapkan individu Intervensi Berikan makanan dalam Bentuk lunak dan mudah dicerna
Rasional a. Memudahkan pencernaan dan penyerapan oleh usus halus sehingga mengurangi beban kerja usus yang terinfeksi. Pemberian makan dengan porsi kecil tapi sering dapat mengurangi mual dan mencegah muntah
b.
Berikan makanan dengan teknik sedikit tapi sering
b. Mengetahui peningkatan penurunan berat badan pasein
c.
Timbang berat badan tiap hari
c. Kebersihan mulut sangat penting karena bila mulut kotor dan bau dapat mengurangi napsu makan
d.
Lakukan oral habis makan
e.
Monitor makanan yang masuk e. Membantu memenuhi kekurangan kolaborasi dalam pemberian nutrisi yang dibutuhkan pasien makanan melalui parenteral
a.
hygiene
setiap d. Mengetahui napsu makan pasien apakah sudah baik atau belum
(NANDA NIC-NOC 2015)
d. Gangguan
dan
pemenuhan
kebutuhan
istirahat
tidur
berhubungan dengan stimulus demam yang tinggi, adanya rasa nyeri akibat peradangan Tujuan : Istirahat tidur anak terpenuhi Kriteria evaluasi : 1) Anak tidak menunjukkan adanya kelelahan 2) Tidak tampak kantung mata pada mata anak.
53
Intervensi Ciptakan situasi ruangan yang tenang
Rasional a. Lingkungan yang tenang mendorong pasien untuk bisa istirahat.
b.
Atur pencahayaan ruangan, bila perlu sediakan lampu tidur kolaborasi dengan dokter dalam
b. Pencahayaan yang terlalu terang membuat pasien susah tidur.
c.
Pemberian antibiotik antipiretik
c. Antibiotik bekerja memusnahkan kuman Salmonella typhosa, sedangkan obatan tipiretik berguna untuk mengurangi panas tubuh.
a.
terapi dan
(NANDA NIC-NOC 2015)
e.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan dan bedrest total Tujuan
:
1) Kebutuhan sehari-hari anak terpenuh Kriteria evaluasi
:
1) Menunjukkan adanya partisipasi memenuhi kebutuhan anak
orang tua dalam
54
Intervensi a. Berikan latihan aktif dan pasif
a.
Rasional Mencegah kontraktur dan atropi otot karena kurangnya aktivitas akibat bedrest yang cukup lama dapat menyebabkan kontraktur dan atropi otot.
b.
Pemberian bantuan dapat membantu gerakan-gerakan yang b. Bantu kebutuhan berat sehingga tidak mengganggu aktivitas sehari-hari pasien seperti: pada penyakitnya dan kebutuhan BAK, BAB, personal hygiene, dan istirahat dapat terpenuhi. lain-lain. c. Nutrisi yang adekuat merupakan sumber energi untuk digunakan dalam aktivitas. c. Beri nutrisi yang adekuat
(NANDA NIC-NOC 2015)
f.
Penurunan berhubungan
kesadaran: dengan
apatis,
somnolensia,
toksin
yang
masuk
delirium secara
hematogen ke otak Tujuan: 1) Anak tidak menunjukkan tanda-tanda penurunan kesadaran yang lebih lanjut Kriteria evaluasi : 1) Tanda-tanda vital dalam batas normal 2) Kesadaran anak komphos mentis Intervensi Rasional a. Jaga keamanan pasien dengan a. Melindungi pasien memasang pelindung pada gelisah lalu jatuh kedua sisi tempat tidur
bila
pasien
b. Monitor secara kontinue b. Untuk mengetahui perubahan keadaan umum pasien dan perubahan yang terjadi tentang monitor temperatur secara kesadaran pasien biasanya obatteratur dan catat gejala-gejala obatan untuk kuman Salmonella klinis dilanjutkan sampai temperatur
55
kembali membaik.
normal,
kesadaran
(NANDA NIC-NOC 2015)
g.
Resiko terjadinya kerusakan integritas kulit dan pneumonia hipostatik berhubungan dengan tirah baring yang lama Tujuan : 1) Tidak terjadi kerusakan integritas kulit Kriteria evaluasi : 2) Menunjukkan jaringan kulit yang utuh, bebas ekskoriasi
Intervensi
a.
b.
c. d.
Rasional Ubah posisi pasien, miring kiri a.Mengurangi penekanan yang terus atau kanan sesuai kebutuhan menerus pada tulang prominance dan memberikan kebebasan pada paru-paru untuk bergerak. Anjurkan pasien untuk melatih b.Ambulasi dapat meningkatkan dan membantu memulihkan fungsi fisiologi ambulasi bila sudah kuat serta merangsang sirkulasi darah Massage daerah yang tertekan c.Massage dapat memperlancar sirkulasi darah dan memberikan rasa nyaman d.Paru-paru tidak tertekan dan dapat Atur posisi kepala lebih tinggi bergerak bebas untuk menghindari dari padakaki pneumonia
(NANDA NIC-NOC 2015)
h. Perubahan pola defekasi : konstifasi berhubungan dengan proses peradangan pada dinding usus halus. Tujuan : 1) Tidak terjadi konstipasi Kriteria evaluasi : 1) Frekuensi bab normal 2) Konsistensi bab normal 3) Warna bab normal
56
Intervensi
Rasional Anjurkan kepada klien untuk a. mengkonsumsi makanan dapat membantu sering mengkonsumsi makanan berserat memperlancar bab berserat Anjurkan kepada klien untuk d. banyak mengkonsumsi air putih sering mengkonsumsi air putih dapat menghilangkan dehidrasi c.peran keluarga sangat membantu sehari 6-8 gelas Tanyakan kepada keluarga mengatasi masalah konstipasi pada klien seputar bab setiap hari
a.
b.
c.
(NANDA NIC-NOC 2015) e. Pelaksanaan Merupakan
penjabaran
dari
intervensi
keperawatan.
Pelaksanaannya disesuaikan dengan situasi dan kondisi klien. Pada tahap ini perawat menggunakan ilmu serta keterampilan yang dimilikinya. Dalam pelaksanaan ini dijabarkan juga mengenai jenis tindakan yang dilakukan oleh perawat, waktu pelaksanaan, perawat yang melaksanakan serta evaluasi hasil tindakan dan respon klin terhadap tindakan yang telah dilakukan (Nikmatur dan Saiful, 2009). f.
Evaluasi Merupakan pengukuran keberhasilan yang
berorientasi pada
ditetapkan,
evaluasi
tujuan
adalah
dan
proses keparawatan kriteria
hasil/akhir
yang dari
telah proses
keperawatan, selanjutnya perkembangan proses keparawatan ditulis dalam catatan perkembangan. Tipe-tipe evaluasi asuhan keperawatan adalah :
57
1) Evaluasi formatif Evaluasi ini merupakan hasil observasi dan analisa perawat terhadap respon pasien segera pada saat dan setelah intervensi keperawatan dilaksanakan. Evaluasi ini dapat dilakukan secara spontan dan memberi kesan apa yang terjadi saat ini. 2) Evaluasi sumatif Evaluasi ini merupakan rekapitulasi dan kesimpulan dari observasi dan analisa status kesehatan pasien sesuai dengan kerangka waktu yang telah ditetapkan pada tujuan keperawatan. Kesimpulan sumatif menunjukkan adanya perkembangan yang direncanakan dapat mencapai suatu keadaan yang menggambarkan hasil yang diharapkan sesuai kerangka tujuan, atau adanya masalah baru diluar dari kerangka tujuan yang telah ditetapkan (Nikmatur dan Saiful, 2009). g. Dokumentasi Dokumentasi asuhan keperawatan adalah susunan catatan dokumen yang berisi keterangan tentang riwayat kesehatan pasien, perawatan yang diperlukan, dan perawatan yang telah diberikan (Nikmatur dan Saiful, 2009). Beberapa teknik pencatatan dokumentasi asuhan keperawatan, antara lain :
58
(1) Pencatatan dengan naratif Bentuk
naratif
berbentuk
merupakan
cerita
atau
sistem kalimat.
pencatatan
yang
Pencatatan
ini
memperlihatkan unsur siapa yang mencatat, mengapa harus dicatat, dimana dan kapan informasi atau data tersebut didokumentasikan (Nikmatur dan Saiful, 2009). (2) Pencatatan dengan flow shee tdan check list Flow sheet dan check list memperlihatkan perkembangan pasien yang aktual, dirancang untuk memperoleh informasi pasien yang spesifik menurut parameter yang telah ditentukan sebelumnya. Flow sheet sering disebut catatan perkembangan ringkas (Nikmatur dan Saiful, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Surah Al-Maidah ayat 88 dan (HR. Tirmizi). Irianto, Koes. (2014). Ilmu Kesehatan Anak. Anggota Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI) : ALFABETA cv. Kyle dan Terri. (2014). Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC. Nikmatur dan Saiful. (2009). PROSES KEPERAWATAN TEORI DAN APLIKASI. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media. Nursalam, dkk. (2008). Asuhan Keperawatan Bayi Dan Anak. Jakarta : Salemba Medika. Prasetyono, Dwi Sunar. (2013). DAFTAR TANDA GEJALA RAGAM PENYAKIT. Jakarta : FlashBooks. Ridha, H. Nabiel. (2014). Buku Ajar Keperawatan Anak. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Suraatmaja, Sudaryat. (2010). Gastroenterologi Anak. Jakarta : KAPITA SELEKTA. Suriadi dan Rita. (2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : CV. SAGUNG SETO. Eprints. ums.ac.id. (2004) .BAB I. pdf. Hario, Aini. Asuhan Keperawatan Pada Nyeri Dengan Gangguan Sistem Pencernaan. Agustus 2012. Isal, Hawawudin. Behavior Default. Februari 2014. Siti, Juju. Tatalaksana Demam Thypoid. 25 November 2009. Suwartana, Kadek. Range Of Motion Rom. November 2012.
Hadyanto, Danen. Tingkatan Nyeri Skala Otot. 26 November 2014. Jurwidyako. Jurnal Ilmiah/Article. 28 Juni 2016. Sridianti.12 Pasang Saraf Kranial Dan Fungsinya. 28 Juni 2016.