ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “R“ USIA INFANT 1,7 TAHUN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DIARE DI RUANG MELATI RSUD KABUPATEN CIAMIS DARI TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 2016
KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat dalam Menyelesaikan Program Studi Diploma III Keperawatan
Disusun oleh : SAZKIA POETRI WULANDARI NIM : 13DP277046
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH PROGRAM STUDI D III KEPERAWATAN CIAMIS 2016
ASUHAN KEPERAWATAN PADA AN. “R“ USIA INFANT 1,7 TAHUN DENGAN GANGGUAN SISTEM PENCERNAAN : DIARE DI RUANG MELATI RSUD KABUPATEN CIAMIS DARI TANGGAL 17-21 JUNI TAHUN 20161 Sazkia Poetri Wulandari2, Elis Roslianti3
INTISARI Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita bayi dan anak. Dalam kategori skala nasional, Publikasi Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia tahun 2008 menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Barat termasuk dalam wilayah 10 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi diare lebih tinggi dari angka prevalensi nasional yaitu lebih dari 9 persen. Sementara itu, menurut Data Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis diketahui bahwa diare menduduki peringkat pertama dengan persentase kasus sebesar 92,6 persen. Kejadian diare periode bulan Januari-Mei tahun 2016 bahwa penyakit Diare sebanyak 171 orang atau sebesar 29,03%. Tujuannya adalah untuk memperoleh pengetahuan dan pengalaman nyata dalam memberikan asuhan keperawatan. Metode yang digunakan adalah analisa deskriftif melalui proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Asuhan Keperawatan pada An. R dari tanggal 17 Juni 2016 sampai dengan tanggal 21 Juni 2016, penulis menemukan diagnosa keperawatan diantaranya : gangguan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit sekunder terhadap diare, gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare, defisit perawatan diri berhubungan dengan kebersihan diri, BAB/BAK. Setelah penulis melakukan asuhan keperawatan selama 5 hari yang dimulai dari tanggal 17-21 Juni 2016 semua diagnosa teratasi yatiu gangguan kekurangan volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan dan elektrolit sekunder terhadap diare, gangguan integritas kulit berhubungan dengan diare, defisit diri berhubungan dengan kebersihan diri, BAB/BAK. Kata Kunci : Asuhan Keperawatan, Infant, Diare Kepustakaan : 14 buah, 2005-2015 Keterangan : 1 judul, 2 Nama mahasiswi Prodi D III Keperawatan STIKes Muhammadiyah Ciamis, 3 pembimbing STIKes Muhammadiyah Ciamis
iv
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Diare adalah suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja, yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekuensi buang air besar biasanya tiga kali atau lebih dalam sehari. Menurut data Badan Kesehatan Dunia (WHO), Diare menjadi penyebab nomor satu kematian balita di seluruh Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua Lama diare serta frekuensi diare pada penderita akut belum dapat diturunkan (Lisa, 2015). Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) (2012) setiap tahunnya lebih dari satu milyar kasus gastroenteritis. Angka kesakitan diare pada tahun 2011 yaitu 411 penderita per 1000 penduduk. Diperkirakan 82% kematian akibat gastroenteritis rotavirus terjadi pada negara berkembang, terutama di Asia dan Afrika, dimana akses kesehatan dan status gizi masih menjadi masalah. Sedangkan data profil kesehatan Indonesia menyebutkan tahun kasus diare
yang ditemukan
sekitar
213.435
2012
jumlah
penderita dengan
jumlah kematian 1.289, dan sebagian besar (70-80%)
terjadi pada
anak-anak di bawah 5 tahun. Seringkali 1-2% penderita diare akan
jatuh dehidrasi dan kalau tidak segera tertolong 50-60%
meninggal
dunia.Dengan
demikian
di
Indonesia
diperkirakan
ditemukan penderita diare sekitar 60 juta kejadian setiap tahunnya (Depkes RI, 2012).
1
2
Indonesia merupakan salah satu negara yang sedang berkembang,
oleh
karena
itu
sebagai
negara
yang
sedang
berkembang Indonesia dituntut untuk meningkatkan pembangunan nasional dan membangun masyarakat, yang salah satunya di bidang kesehatan. Tujuan nasional tersebut dapat diselenggarakan melalui upaya pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk tercapainya kemampuan
hidup
sehat
bagi
setiap
penduduk
agar
dapat
mewujudkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal sebagai salah satu unsur kesejahteraan dari tujuan nasional (Ali, Z. 2010). Diare hingga kini masih merupakan penyebab utama kesakitan dan kematian pada bayi dan anak-anak. Saat ini morbiditas (angka kesakitan) diare di Indonesia mencapai 195 per 1000 penduduk dan angka ini merupakan yang tertinggi di antara negara-negara di Asean. Diare juga masih merupakan masalah kesehatan yang penting di Indonesia. Walaupun angka mortalitasnya telah menurun tajam, tetapi angka morbiditas masih cukup tinggi Penanganan diare yang dilakukan secara baik selama ini membuat angka kematian akibat diare dalam 20 tahun terakhir menurun tajam. Walaupun angka kematian sudah menurun tetapi angka kesakitan masih cukup tinggi (Efra, 2013). Dalam kategori skala nasional, Publikasi Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia tahun 2008 menyebutkan bahwa Provinsi Jawa Barat termasuk dalam wilayah 10 provinsi di Indonesia yang memiliki prevalensi diare lebih tinggi dari angka prevalensi nasional yaitu lebih dari 9 persen. Sementara itu, menurut Data Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis diketahui bahwa diare menduduki peringkat pertama dengan persentase kasus sebesar 92,6 persen.
3
Hingga pertengahan tahun 2012, kepemilikan fasilitas sanitasi dasar berupa jamban di Kabupaten Ciamis juga masih di bawah 65% dari jumlah rumah tangga yang ada (Dinkes Ciamis, 2012). Upaya untuk mewujudkan pembangunan kesehatan tersebut, salah satunya antara lain memberikan pelayanan keperawatan di Rumah Sakit. Pelayanan yang diberikan salah satunya antara lain yaitu perawatan bagi pasien yang mengalam diare. Penyakit diare hingga kini masih merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diderita bayi dan anak. Salah satu faktor penyebabnya adalah dari makanan, maka dari itu perlu diperhatikan dalam mengkonsumsi makanan yang baik sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surah Al Maidah ayat 88 :
Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya (Q.S. Al-Maidah:88). Pada ayat diatas Allah SWT memerintahkan kepada hambaNya agar makan rezeki yang halal dan baik, yang telah dikaruniakanNya kepada mereka. “Halal” di sini mengandung pengertian, halal bendanya dan halal cara memperolehnya. Sedangkan “baik” adalah dari segi kemanfaatannya, yaitu mengandung manfaat dan maslahat bagi tubuh, mengandung gizi, vitamin, protein dan sebagainya. Makanan tidak baik, selain tidak mengandung gizi, juga jika dikonsumsi akan merusak kesehatan seperti terkena penyakit diare.
4
Tabel 1.1 Kasus 10 Besar Penyakit di Ruang Melati RSUD Ciamis Tahun 2015 No Penyakit Total % 1 Diare 415 31,16 2 Typhoid 288 21,62 3 Febris 200 15,02 4 Asthma BR 124 9,31 5 TBC 91 6,83 6 Broncho Pnemonia 65 4,88 7 Syndrome Dispepsia 64 4,80 8 Anemia 35 2,63 9 Dengue Paper 27 2,03 10 Status Asmatikus 23 1,73 Jumlah Total 1332 100 Sumber : Medical Record RSUD Ciamis Tahun 2015 Dari data yang diperoleh pada tahun 2015 jumlah pasien yang dirawat akibat Diare adalah sebanyak 415 orang yang menduduki peringkat 1 dari 10 penyakit terbesar yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Ciamis di Ruang Melati. Sedangkan untuk kasus Diare di Ruang Melati RSUD Ciamis selama bulan Januari – Mei 2016 dengan data sebagai berikut : Tabel 1.2 Kasus 10 Besar Penyakit Di Ruang Melati RSUD Ciamis Bulan Januari – Mei Tahun 2016 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Penyakit Diare Tifoid Febris TBC Asthma BR Broncho Pnemonia Syndrome Dispepsia Satatus Asmatikus Dengue Paper Epilepsi Jumlah Total
Total
%
171 128 58 47 45 40 34 27 26 13 589
29,03 21,73 9,85 7,98 7,64 6,79 5,77 4,58 4,41 2,21 100
Sumber : Medical Record RSUD Ciamis periode Januari – Mei Tahun 2016
5
Berdasarkan hasil tabel di atas menjelaskan data Periode Bulan Januari-Mei Tahun 2016 bahwa penyakit Diare sebanyak 171 orang atau sebesar 29,03%. Masih banyak yang mengalami tingkat angka kesakitan, maka memerlukan penanganan dan perawatan secara intensif, mengingat efek yang di timbulkan akan mengakibatkan dampak pertumbuhan dan perkembangan terhadap anak. Perawat sebagai pelaksana tindakan keperawatan mempunyai peran yang sangat penting dalam meningkatkan kualitas tindakan keperawatan pada anak dengan Diare. Sehingga dapat mengurangi angka morbiditas dan mortalitas serta komplikasi dari Diare pada anak. Masalah-masalah yang timbul akibat Diare ini, maka perlu penanganan yang lebih instensif untuk mencegah kondisi yang lebih berat. Salah satu aspek yang diperlukan dan sangat penting dalam masalah penanggulangan tersebut adalah peran perawat yang bertugas untuk memberikan asuhan keperawatan dengan maksud untuk mengetahui masalah biologis, psikologis, sosial dan spiritual yang dihadapi. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien Diare dan mendokumentasikannya dalam bentuk Karya Tulis Ilmiah dengan judul : “Asuhan Keperawatan Pada An. “R“ Usia Infant 1,7 Tahun dengan Gangguan Sistem Pencernaan : Diare di Ruang Melati RSUD Kabupaten Ciamis dari Tanggal 17-21 Juni Tahun 2016“
6
B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Memperoleh pengalaman secara nyata dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien dengan diare serta mampu melaksanakan asuhan keperawatan secara langsung kepada anak dengan diare secara komprehensif meliputi aspek bio-psiko-sosial dan spiritual dengan pendekatan proses keperawatan 2. Tujuan Khusus a Penulis mampu melakukan pengkajian pada anak dengan diare. b Penulis mampu menentukan diagnosa keperawatan pada anak dengan diare. c
Penulis mampu membuat rencana asuhan keperawatan pada anak dengan diare.
d Penulis mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan diare. e Penulis mampu mengevaluasi hasil tindakan pada anak dengan diare. f
Penulis mampu mendokumentasikan hasil asuhan keperawatan pada pada anak dengan diare.
C. Metode Penulisan Metode penulisan yang digunakan penulis dalam pembuatan karya tulis ini adalah dengan menggunakan pendekatan studi kasus. Adapun tekhnik pengumpulan data yang digunakan : 1. Observasi : pengumpulan data diperoleh melalui inspeksi, palpasi, auskultasi, dan perkusi untuk mendapatkan data objektif.
7
2. Wawancara : suatu kegiatan aktif dengan menanyakan secara langsung tentang data dan informasi dari keluarga klien untuk mendapatkan data subjektif. 3. Studi Dokumentasi : mempelajari data-data dari status klien dan catatan yang berhubungan dengan asuhan keperawatan. 4. Studi Kepustakaan : studi melalui literatur dengan melihat dari buku-buku sumber yang berkaitan dengan kasus yang diambil dalam pembuatan karya tulis ilmiah.
D. Sistematika Penulisan Dalam penulisan laporan studi kasus ini penulis membagi dalam empat bab terdiri dari : BAB I
: PENDAHULUAN Berisi tentang latar belakang, tujuan penulisan, metode dan teknik penulisan serta sitematika penulisan.
BAB II
: TINJAUAN TEORITIS Menjelaskan
definisi,
anatomi
fisiologi,
etiologi,
patofisiologi, tanda dan gejala, dampak dan kebutuhan dasar manusia diantaranya kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) nutrisi suhu tubuh, keruksakan integritas kulit, istirahat tidur terganggu, pola
eliminasi terganggu, rasa
aman, tumbuh kembang infant/bayi umur 0-12 bulan. BAB III
: TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN A. Tinjauan Kasus Bab ini berisi laporan penerapan konsep dasar asuhan keperawatan melalui pendekatan proses keperawatan
8
terhadap klien Diare, terdiri dari pengkajian keperawatan, perencanaan, pelaksanaan keperawatan dan evaluasi keperawatan. B. Pembahasan Bab ini berisikan pembahasan yaitu ulasan naratif dari setiap tahapan keperawatan yang dilakukan atau bab ini juga menuliskan suatu kesamaan dan perbedaan apa yang ditulis pada Bab II dan Bab III yang berisikan kesenjangan-kesenjangan
yang
ditemukan
antara
pendekatan teoritis dengan pelaksanaan pada kasus. BAB IV
: KESIMPULAN DAN SARAN Berisikan
kesimpulan
dari
pelaksanaan
asuhan
keperawatan pada anak dengan Diare dan formulasi rekomendasi yaitu operasional untuk meningkatkan mutu pelayanan perawatan pada klien di ruangan dan saran yang ditujukan kepada institusi Rumah Sakit, Institusi Pendidikan serta keluarga pasien.
BAB II TINJAUAN TEORITIS
A. Konsep Dasar Penyakit 1. Diare a. Definisi Diare ialah frekuensi buang air besar lebih dari 4 kali pada bayi dan lebih dari 3 kali pada anak, konsistensi feces encer dapat berwarna atau dapat pula bercampur lender dan darah atau lender Baja (Suradi, 2010). Diare adalah buang air besar dengan frekuensi yang tidak normal
(meningkat) dan konsistensi tinja yang lebih
lembek atau cair (Suharyono, 2008). Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24 jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010). Diare adalah kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi satu kali atau lebih, buang air besar dengan bentuk tinja yang encer atau cair. (Suriadi, 2010).
9
10
Diare
adalah
sebuah
penyakit
dimana
penderita
mengalami buang air besar yang sering dan masih memiliki kandungan air berlebihan (Nursalam, 2008). b. Anatomi Fisiologi (Ardiansyah, 2012) 1) Mulut Mulut
adalah
permulaan
saluran
pencernaan.
Pencernaan mulut dibantu oleh ptyalin, yaitu enzim yang dikeluarkan oleh kelenjar saliva untuk membasahi proses metabolism makanan. Organ kelengkapan mulut mulut yaitu bibir, pipi, gigi (gigi susu dan gigi tetap), lidah dan kelenjar ludah. Mulut terdiri atas dua bagian, yaitu : a) Bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang di antara gusi, gigi, bibir dan pipi. b) Bagian rongga mulut (bagian dalam), yaitu rongga mulut yang sisi-sisinya dibatasi oleh tulang maksilaris, platum, dan mandibularis, serta di sebelah belakang bersambung dengan faring. 2) Faring Faring
merupakan
organ
yang
menghubungkan
rongga mulut dengan kerongkongan (esophagus) yang panjangnya 12 cm. Di dalam langkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kumulan kelenjar limfe yang mengandung limfosit danmmerupakan pertahanan terhadap infeksi.
11
Disini terletak persimpangan antara jalan napas dan jalan makanan yang letaknya di belakan rongga mulut dan hidung. Di depan ruas tulang belakang, makanan melewati epigiotis leteral melalui reses piriformis, kemudian masuk ke esophagus tanpa membahayakan jalan udara. Pada waktu sama, jalan udara akan ditutup sementara.
Pada proses
permulaan menelan, otot mulut dan lidah berkonsentraksi secara bersamaan. Pada saat terjadi proses menelan, faring melakukan gerakan untuk mencegah masuknya makanan ke jalan pernapasan dengan cara menutup sementara katup ke saluran napas selama beberapa detik, sambil mendorong makanan
masuk
ke
dalam
esophagus
agar
tidak
membahaakan jalannya pernapasan. Dalam hal itu, terjadi persilangan antara jalan makanan dengan pernapasan. Jalan makanan masuk ke belakang, sementara jalan pernapasan melewati epiglottis lateral melalui filiformis sebelum kemudian masuk ke esophagus. 3) Esophagus Esophagus merupakansaluran yang menghubungkan tekak dengan lambung dan panjangnya ± 25 cm, dimulai dari faring sampai pintu masuk karadiak di bawah lambung. Lapisan dinding dari dalam keluar, lapisan selaput lender
12
(mukosa), lapisan submukosa, lapisan otot memanjang longitudinal. Esophagus terletak di belakang trakea dan di depan trakea dan di depan tulang punggung setelah melalui thorax menembus diafragma masuk ke dalam adomen, menyambung dengan lambung. Sekresi esophagus bersifat mukoid, yaitu memberi pelumas untuk pergerakan makanan melalui esophagus. Pada permulaan esophagus terdapat kelenjar mukosa komposita. Bagian utamanya dibatasi oleh banyak kelenjar mukosa simpleks yang berfungsi untuk mencegah sekresi mukosa oleh makanan yang baru masuk. Kelenjar komposita yang terletak pada perbatasan esophagus dengan lambung berfungsi
untuk
melindungi
dinding
esophagus
dari
pencernaan getah lambung. Pada peralihan esophagus ke lambung, terdapat spinktel kardiak yang dibentuk oleh lapisan ortot sirkuler esophagus. Spinkter ini terbuka secara reflex pada akhir proses menelan. Tunika mukosa esophagus mempunyai epitel gepeng berlapisa yang mengandung kelenjar-kelenjar (lanuda esophagus). 4) Lambung (Gaster) Lambung merupakan bagian dari saluran yang dapat mengembang, terutama di daerah epigaster. Bagian atas
13
fundus uteri berhubungan dengan esophagus melalui orifisium pilorik. Organ ini terletak di bawah diafragma, di depan pancreas dan limfa, serta menempel di sebelah kiri fundus uteri. Pencernaan di dalam lambung dibantu oleh pepsinogen untuk mencerpa protein, lemak, dan asam garam. Lambung berdistensi untuk menampung makanan yang masuk. Awalnya, piliorus tetap tertutup. Namun, karena efek
dari
gelombang
peristaltic,
lambung
kemudian
mencampur makanan sekaligus memaparkannya dengan cairan
lambung.
Kemudian,
spinkter
relaksasi
dan
membiarkan sejumlah kecil makanan melewatinya setiap waktu. Fungsi menghancurkan,
lambung dan
adalah
menghaluskan
menampung, makanan
melalui
mekanisme gerak peristaktik lamung dan getah lambung. Getah cerna yang dihasilkan oleh lambung adalah : a) Pepsin, fungsinya memcah putih telur menjadi asam amino (albumin dan pepton). b) Asam garam (HCl), fungsinya mengasamkan makanan sebagai antiseptik dandesinfektan, serta menyebabkan kondisi asam pada pepsinogen untuk kemudian diubah menjadi pepsin.
14
c) Renin, fungsinya sebahai ragi yang membekukan susu dan membentuk kasein dari karsinogen (karsinogen dan protein susu). d) Lapisan lambung, ada dalam jumlah yang sedikit dan fungsinya untuk memcah lemak menjadi asam lemak yang merangsang sekresi getah lambung. Sekresi getah lambung mulai terjadi oada saat orang mulai makan. Ketika kita melihat dan mencium bau makanan, pada saat itu pula sekresi lambung akan terpicu. Rasa makanan dapat merangsang sekresi lambung karena kerja saraf, sehingga menimbulkanrangsangan kimiawai yang menebabkan dinding lambung melepaskan hormone yang disebut sekresi getah lambung. Produksi getah lambung ini dapat dihalangi oleh system saraf simpatis, yang dapat juga muncul saat terjadi gangguan emosi, seperti marah dan rasa takut. Pengosongan lambung membutuhkan waktu lima jam, atau lebih lama apabila makanan banyak mengandung lemak. Fungsi pylorus sebagai pengendali pintu keluarmasuk
lambung
menjadi
terbatas,
karena
proses
pengosongan berjalan normal walaupun pylorus tetap terbuka. Kontraksi antrum akan diikuti oleh kontraksi pylorus yang
berlangsung
sedikit
lebih
lama
dari
kontraksi
15
duodenum.
Pengaturan
pengosongan
lambung
gerakan yang
dalam
dikoordinasikan
proses oleh
gelombang depolarisasi gastric (slow wave). Ini merupakan gerak sel otot polos yang dimulai dari otot sirkulasi fundus menuju ke pylorus setiap 20 detik. Ritme ini disebut basic elektirk
ritme
mempunyai
(BER). peran
Peristaltic penting
antrum dalam
slow
wave
pengendalian
pengosongan lambung. 5) Usus halus (intestinum minor) Proses pencernaan makanan selanjutnya dilakukan di dalam usus halus dengan bantuan aksi getah usus. Usus halus
adalah
bagian
dari
system
pencernaan
yang
berpangkal pada pylorus dan berakhir pada seikum dengan panjang ± 6m. usus halus ini merupakan saluran paling panjang
yang
digunakan
sebagai
tempat
proses
pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan. Usus halus terdiri dari beberapa lapisan otot melingkar (misalnya sirkuler), lapisan otot memanjang (misalnya longitudinal), dan lapisan serosa (sebelah luar). a) Anotomi usus halus terdiri dari tiga bagian, yaitu duodenum,yeyenum,dan ileum. Deudenum juga sering disebut usus 12 jari. Organ ini panjangnya sekitar 25 cm, berbentuk menyerupai sepatu kuda yang melengkung ke
16
kiri. Organ pancreas terdapat pada lengukngan ini. Sedangkan, pada bagian kanan duodenum terdapat selaput lender menyerupai bukit yang disebut papilla vateri. Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledokus) dan saluran pancreas (duktus pankreatikus). Empedu dibuat di hati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui duktus koledokus, fungsinya adalah mengemulsi lemak dengan bantuan lipase. Pankreas juga menghasilkan amylase (yang berfungsi mencerna hidrat arang menjadi disakrida) dan tripsin (yang berfungsi mencerna protein menjadi asam amino atau albumin dan polipeptida). Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar. Kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar brunner dan berfungsi untuk memproduksi getah intestinum. Sementara
itu, yeyenum dan ileum mempunyai
pangjan sekitar ± 6 meter. Dua per mlima bagian atas adalah yeyenum dan 3/5 sisanya adalah ileum. Lekukan yeyenum dan ileum melekat pada dinding abdomen posterior
dengan
perantaraan
lipatan
teritonium
berbentuk kipas, yang dikenal sebagai messenterium. Akar
mesenterium
memungkinkan
keluar
dan
17
masukannya cabang-cabagn arteri dan vena mesentrika superior, pembuluh limfe, dan saraf ke ruang antara dua lapisan peritoneum yang membentuk mesenterium. Sambungan antara yeyenum dan ileum tidak mempunyai batas yang tegas. Ujung bawah ileum berhubungan
dengan
seikum
melalui
perantaraan
lubang yang bernama orifisium ileoseikalis. Orifisium ini diperkuat oleh spinkter ileoseikalis. Orifisium ini di diperkuat oleh spinkter ileoseikalis. Pada bagian ini terdaoat katup valvula seikalis atau vulvula baukhini yang berfungsi untuk mencegah cairan dalam kolon asendens agar tidak masuk kembali kel dalam ileum. b) Fungsi Usus Halus (1) Menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe. (2) Menyerap protein dalam bentuk asam amino. (3) Menyerap karbohidrat dalam bentuk mono sakarida. c) Kelejar dalam Usus Halus Di
dalam
menghasilkan
usus
halus
getah
usus
terdapat yeng
kelenjar
yang
menyempurnakan
makanan, yakni : (1) Enterokinase, mengaktifkan enzim proteolitik
18
(2) Eripsin,
menyempurnakan
pencernaan
protein
menjadi asam amino (3) Laktase, mengubah laktase menjadi monosakarida (4) Maltosa, mengubah maitosa menjadi monosakarida (5) Sukrosa, mengubah sukrosa menjadi monosakarida d) Kontraksi di Usus Halus Kontraksi di usus halus terbagi enam bagian yaitu : (1) Segmentasi : jenis gerakan yang paling sering dan frekuensinya sesuai dengan slow wave (gerakan lambat). (2) Peristaltic : kontraksi otot sirkuler secara berurutan dalam jarak pendek dengan kecepatan 2-3 cm/detik untuk mendorong chymus kea rah usus besar. (3) Kontraksi mulkularis mukosa : kontraksinya tidak teratur 3 kali per menit. Kontraksi ini merubah pola lekukan
dan
lipatan
mukosa,mencampur
isi
lumen,dan mendekatakan kimus dengan permukaan mukosa yang dirangsang oleh saraf simpatis. (4) Kontraksi vilus : kontraksinya tidak teratur terutama bagianproksimal mengosongkan
usus.kontraksi pembuluh
meningkatkan aliran limfe.
lakteal
ini
membantu sentral
dan
19
(5) Sfingter ileosekalis : sfingter ileosekalis melemas bila peristaltik ileum sampai di sfingter dan sejumlah kecil kimus masuk ke dalam sektum. Ragangan ileum menjadi relaksasi membentuk pengosongan ileum. Ragangan sektum untuk mengosongkan lebih lanjut terutama
dikoordinasikan
oleh
neuron
pleksus
intrinsik. (6) Refleks gatroileal : peningkatan fungsi sekresi dan motorik
lambung
meninggalkan
motilitas
ileum
terminals, kimus masuk kedalam sekum melalui refleks panjang. 6) Usus Besar (intestinum Mayor) Organ pencernaan ini terdiri atas kolon asenden, transversum, desenden, sigmoid, serta rectum. Peritaltik di bagian ini sangat kuat dan mendorong
feses cair dalam
usus asenden dan transversum, kemudian air diserap ke usus desenden. Bahan kotoran yang terdapat di dalam ujung usus sebagian besar berupa faces dan menggumpal di dalam rectum akhirnya keluar melalui anus. Struktur usus besar terdiri dari : a) Sekum (usus bantu), yaitu kantong lebar yang terletak pada fossa iliaka dekstra. Pada bagian bawah dari organ ini adalah sekum apendiks vermivormis disebut umbai
20
cacing, panjangnya sekitar 6-10
cm. muara apendiks
ditentukan oleh titik Mc Burney, yaitu daerah antara 1/3 bagian kanan dan 1/3 bagian tengah garis penghubung kedua spina iliaka anterior superior (SPIAS). b) Kolon asendens, bagian yang memanjang dari sekum ke fossa iliaka kanan sampai sebelah kanan abdomen. Panjang dari bagian ini ± 13 cm, terletak di sebelah kanan dan di bawah hati ke sebelah kiri. Lengkung ini disebut fleksura hepatica (fleksura koli desktra) dan dilanjutkan dengan kolon transversum. c) Kolon transversum, yang mempunyai panjang ± 38 cm, membujur dari kolon asendens sampai kolon desenden. Organ ini berada di bawah abdomen sebelah kanan, tepat pada lekukan yang disebut fleksura lienalis (fleksura koli sinistra), dan mempunyai mesentrium yang melekat pada omentum mayus. d) Kolon desenden, yang mempunyai panjang ± 25 cm dan terletak di bawah abdomen bagian kiri dari atas ke bawah. Dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri, bersambung dengan sigmoideum dan dinding belakan peritoneum (retroperitoneal). e) Kolon sigmoid, yang merupakan lanjutan koon desenden, terletak miring dalam rongga pelvis. Bagian panjangnya ±
21
40 cm, dalam rongga pelvis sebelah kiri, berbentuk huruf S dengan ujung bawahnya berhubungan dengan rectum. Kolon sigmoid ini ditunjang oleh mesenterium yang disebut mesokolon sigmoideum. 7) Rektum Organ ini terletak di bawah kolon sigmoideum yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus. Posisinya berada di dalam rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis. Rectum terdiri dari dua bagian, yaitu rectum propia dan rectum analis rekti. a) Rectum propia; bagian yang melebar disebut ampula rekti, jika terisi sisa makanan akan timbul hasrat dekasi. b) Rectum analis rekti; bagian sebelah bawah ditutupi oleh serat-serat otot polos (muskulus spinkter ani internus dan muskulus spinkter ini eksternus). Kedua otot ini berfungsi pada waktu defekasi. Tunika mukosa rectum banyak mengandung pembuluh darah, jaringan mukosa yang disebut kolumna rektalis. Di bagian bawah terdapat vena rektalis (hemoroidalis superior dan inferior) yang sering mengalami pelebaran atau varises, yang disebut wasir (ambien).
22
8) Anus Anus adalah bagian dari saluran pencernaan yang menghubungkan rectum dengan dunia luar (udara luar0 dan terletak di dasar pelvis. Dinding anus diperkuat oleh
tiga
spinkter (otot cincin), yakni : a) Spinkter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menurut kehendak. b) Spinkter
levator
ani,
bekerja
juga
tidak
menurut
kehendak. c) Spinkter ani ekstrunus (sebelah bawah), bekerja menurut kehendak. c. Etiologi 1) Faktor infeksi a) Bakteri
: Enteropthagenis, salmoenella,
eschenhiasoli, shigella,
Yesinia
echoviruses,
adenovirus,
enterocolitica. b) Virus
: Enterovirus,
human retrovirus, seperti agent, rota virus. c) Jamur
: Candida neterritis
d) Parasit glardia damblia, crystosporidium 2) Bukan faktor infeksi a) Alergi makanan, susu, protein b) Gangguan metabolic atau malabsorbsi, penyakit celiac,
23
cytie fibrosis pada pancreas. c) Iritasi
langsung
pada
saluran
pencemaan
oleh
makanan d) Obat-obatan, antiboitik e) Penyakit
usus,
colitis
ulcerative,
crohn
disease,
enterocolitis. f)
Emosional atau stress
g) Obstruksi usus 3) Penyakit infeksi : otitis media, infeksi saluran nafas atas, infeksi saluran kemih (Suriadi, 2010). 4) Faktor makanan Makanan basi-beracun 5) Faktor Psikologis 6) Rasa takut dan cemas (Ngastiayah, 2005) d. Patofisiologi Patosfisiologi dari diare menurut Ardiansyah (2010) yaitu: 1) Meningkatnya motilitas dan cepatnya pengosongan pada intestinal merupakan akibat dari gangguan absorbs dan sekresi cairan dan elektrolit yang berlebihan. 2) Cairan, sodium, potasium dan bikarbonat berpindah dari rongga
ekstraseluler
ke
dalam
tinja,
sehingga
mengakibatkan dehidrasi kekurangan elektrolit, yang terjadi asidosis metabolic.
24
3) Diare yang terjadi merupakan proses dari : a) Taransport
aktif
akibat
rangsangan
toksin
bakteri
terhadap elektrolit ke dalam usus halus. Sel dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnua sekresi cairan dan elektrolit. Mikroorganisme yang masuk akan
merusak
menurunkan
area
sel
mukosa
permukaan
intestinal
sehingga
intestinal, perubahan
kapasitas intestinal dan terjadi gangguan absorsi. b) Peradangan akan menurunkan kemampuan intestinal untuk mengabsorbsi cairan elektrolit. c) Meningkatnya motilitas intestinal dapat mangakibatkan absorbsi intestinal. Mekanisme dasar yang menyebabkan timbulnya diare adalah : a) Gangguan osmotik Adanya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotic dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam keadaan rongga usus isi rongga usu, isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehingga timbul diare.
25
b) Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi air dan elektrolit kedalam arongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c) Gangguan motalitas usus Hiperperistaltik
akan
mengakibatkan
berkurangnya
kesempatan usus menyerap makanan sehingga timbul diare
sebaliknya
peristaltik
menurun
akan
mengakibatkan bakteri tambah berlebih, yang selanjutnya dapat menimbulkan diare pula. Berikut pathway diare menurut Sujono Riadi (2010):
26
PATHWAY DIARE
Gambar 2.1 Pathway Diare
e. Tanda dan Gejala
27
Mula-mula pasien cengeng, gelisah, suhu tubuh biasanya meningkat, nafsu makan berkurang atau tidak ada, kemudian timbul diare, tinja caira, mungkin disertai lender dan darah. Tinja makin lama berubah kehijau-hijauan karena bercapur dengan empedu. Anus dan daerah sekitarnya timbul lecet karena tinja menjadi asam yang berasal dari laktosa yang tidak diabsorbsi oleh susu selama diare. Gajala muntah dapat timbul sebelum atau sesudah diare dan dapat disebabkan karena lambung turut meradang atau akibat gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit. Bila pasien telah banyak kehilangan air dan elektrolit, gejala dehidrasi mulai nampak, yaitu : berat badan turun, tugor berkurang, masa dan ubun-ubun besar menjadi cekung (pada bayi). Selaput lender mulut dan bibir kering serta kulit tampak kering. Berdasarkan banyaknya cairan yang hilang dapat dibagi menjadi dehidrasi ringan, sedang dan berat. Pasien diare yang dirawat biasanya sudah dalam keadaan berat. Volume darah berkurang sehingga dapat terjadi renjatan hipovolemik dengan gejala denyut jantung menjadi cepat, nadi cepat dan kecil, tekanan darah menurun, pasien sangat lemas, kesadaran
menurun
(apatis,
soporotkemateus) (Suradi, 2010). f.
Manajemen Medik
somnolen,
kadang
sampai
28
1) Pemeriksaan diagnostik a) Pemeriksaan tinja b) Pemeriksaan darah c) Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin d) Pemeriksaan intubasi duodenum. 2) Pengobatan a) Jenis Cairan (1) Cairan peroral Untuk diare akut dan korela pada anak diatas 6 bulan kadar natrium 90 Meq/L. pada anak di bawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan atau sendang kadar natrium 50-60 Meq/L. formula lengkap wring disebut oralit. Cairan sederhana yang dapat dibuat sendiri (formula tidak lengkap) hanya mengandung garam dan gula (NaD dan sukrosa), atau air tinja yang diberi garam dan gula, untuk pengobatan sementara di rumah untuk mencegah dehidrasi lebih lanjut. (2) Cairan parenteral Sebelumnya
ada
beberapa
jenis
cairan
yang
diperluka sesuai dengan kebutuhan pasien, tetapi kesemuaannya itu tergantung tersedianya cairan setempat. Pada umumnya cairan Ringer laktat harus selalu tersedia difasilitas kesehatan dimana saja.
29
(3) Derajat Dehidrasi (a) Diare tanpa dehidrasi Keadaan anak masih baik dan sadar, matanya tidak cekung, keinginan untuk minum cenderung normal (tidak ada rasa haus), dan turgor (cubitan) bisa kembali dengan segera (b) Diare dengan dehidrasi ringan atau sedang Anak gelisah dan rewel, matanya cekung, dia ingin minum terus dan haus, turgornya kembali dengan lambat (c) Diare dengan dehidrasi berat Kondisi anak lesu, lunglai dan tidak sadar, matanya
cekung,
malas
minum, dan
turgor
kembali dengan sangat lambat. (4) Cara memberikan cairan Belum ada dehidrasi Peroral sebanyak anak mau minum (ad libitum) atau 1 gelas tiap defekasi Dehidrasi ringan 1 jam pertama : 25-50 ml/kg BB peroral/intragastrik (sonde) selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad libitum
Dehidrasi sedang
30
1 jam pertama : 50-100 ml/kg BB peroral/intragastik (sonde) selanjutnya : 125 ml/kg BB/hari ad libitum Dehidrasi berat Untuk anak umur I bulan – 2 tahun berat badan 3-10 kg 1 jam pertama : 40 ml/kg BB/jam = 10 tetes/kg BB/menit (set infuse berukuran 1 ml = 15 tetes) atau 13 tetes/kg/BB/menit (set infuse 1 ml = 20 tetes) 7 jam berikutnya : 12 ml/kg BB/jam = 3 tetes/BB/menit (set infuse 1 ml = 15 tetes) atau 4 tetes/Kg BB/menit (set infuse 1 ml = 20 tetes). 16 jam berikutnya : 125 ml/kg BB oralit peroral atau intragastrik. Bila anak tidak mau manum, teruskan dengan as intravena 2 tetes/kg BB/menit (set infuse 1 ml = 15 tetes) atau 3 tetes/kg BB/menit (set infuse 1 ml = 20 tetes). b) Jenis Diet Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak di atas 1 tahun dengan berat badan kurang dari 7 kg jenis makanan : (1) Susu (ASI dan atau susu formula yang mengandung laktosa rendah dan asam lemak tidak jenuh, misalnya LLM, Almiron atau jenis lainnya). (2) Makanan setengah padat (bubur) atau makanan
31
padat (nasi tim). Bila anak tidak mau minum susu karena di rumah tidak bisa. (3) Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang temukan misalnya susu yang tidak mengandung laktosa atau asam lemak yang berantai sedang atau tidak jenuh. Caranya memberikannya : (a) Hari ke I : setelah dehidrasi segera diberikan makanan peroral. Bila diberikan ASI/susu formula tetapi diare masih sering supaya diberikan oralit selang seling dengan ASI, misalnya 2 kali ASI/susu khusus, 1 kali oralit. (b) Hari ke 2 sampai ke 4 : ASI/susu formula rendah laktosa penuh. (c) Hari ke-5 : Bila tidak ada kelainan pasien dipulangkan. Kembali susu atau makanan biasa, disesuaikan
dengan
umur
bayi
dan
berat
tubuhnya. c) Obat-obatan Prinsip
pengobatan
diare
ialah
menggantikan
cairan yang hilang melalui tinja dengan atau tanpa muntah dengan cairan yang mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain (gula, air tajin, tepung bergs dan sebagainya)
32
Obat dan sekresi Asetosal Dosis 25 mg/tahun dengan dosis minimum 30 mg Klorpromazin disin 0,5 – 1 mg/kg BB/hari. Obat spasmolitik Umumnya obat spasmolitik seperti papaverin, ekstra belandona, opium loperamid tidak digunakan untuk mengatasi, diare akut lagi. Obat pengeras tinja seperti kaolin, pectin, charcoal, tabonal, tidak ada manfaatnya untuk mengatasi diare, sehingga tidak diberikan lagi. Antibiotik Umumnya antiboitik tidak diberikan bila tidak ada penyebab yang jelas. Bila penyebabnya kolera diberikan tertasiklin 25-50 mg/kg BB/hari. Antibiotik juga diberikan bila terdapat penyakit. Pernyata seperti OMA, faringtis, bronktitis atau bronchopneumonia (Suradi, 2010). g. Dampak Diare Terhadap Kebutuhan Dasar Manusia Dehidrasi adalah kehilangan cairan dan elektrolit yang terlarut didalamnya dengan terjadinya kehilangan cairan (out put) lebih banyak dari pemasukan air (input). Dehidrasi termasuk kehilangan air dan kehilangan bahan telarut.
Menurut Azis (2008) dampak diare terhadap kebutuhan
33
manusia sebagai berikut : 1) Kehilangan cairan dan elektrolit (dehidrasi) Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi sedang terjadi penurunan berat badan antara 5-10% dengan 75 ml/kg BB cairan yang hilang karena muntah, 100 ml/kg berat badan karena urin, penguapan kulit dan pernafasan 25% ml/kg BB karena diare dan muntah-muntah terus. Bila terjadi penurunan BB lebih dari 10% maka mengalami dehidrasi berat. 2) Nutrisi Anak
yang
menderita
Diare
dan
muntah
cenderung
kehilangan nutrisi yang mengakibatkan penurunan berat badan yang disebabkan karena jumlah pengeluaran dan absorbsi usus yang tidak adekuat, kurangnya nutrisi akibat kurangnya nafsu makan yang disertai rasa mulai dan muntah. 3) Suhu tubuh Klien yang menderita penyakit diare akan terjadi peningkatan suhu tubuh yang disebabkan karena adanya proses peradangan (invasi kuman) kedalam tubuh. 4) Kerusakan integritas kulit Akibat dari frekuensi BAB yang meningkat dengan frekuensi yang meningkat dengan konsistensi faces yang encer maka
34
anus akan lecet dan terjadi gangguan integritas kulit. 5) Nyeri akut abdomen Diare disebabkan adanya peningkatan isi rongga usus dan hiperperistaltik. Hal ini akan menimbulkan otot-otot disekitar abdomen
menegang
dan
menimbulkan
nyeri
sekitar
abdomen. 6) Istirahat dan tidur Penyebab yaitu karena adanya peningkatan frekuensi buang air besar dan juga disebabkan karena tidak enak diperut. Pada anak faktor hospitalisasi juga merupakan salah satu penyebab terjadinya gangguan istirahat dan tidur karena adanya suasana asing dan barn. 7) Intoleransi aktivitas Akibat kehilangan cairan dan elektrolit berlebihan maka rangsangan untuk kontraksi otot berkurang. Sehingga metabolisms tubuh berkurang dan energi yang dihasilkan juga menurut, akibatnya otot-otot akan melemah sehingga kemampuan untuk beraktivitas akan terganggu. 8) Rasa aman cemas Penyakit
diare
yang
diderita
bagi
atau
anak
dapat
menyebabkan kecemasan baik pada anak maupun orang tua.
Terutama
pada
orang
tua
karena
kurangnya
pengetahuan tentang penyakit yang didiare anaknya.
35
2. Tumbuh Kembang infant/bayi, umur 0-12 bulan a. Tumbuh kembang infant / bayi, umur 0-12 bulan 1) Umur 1 bulan Fisik
: Berat badan akan meningkat 150-200 gr/mg, tinggi badan meningkat 2,5 cm/bulan. Besarnya kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi umur 6 bulan.
Motorik
: Bayi akan mulai berusaha untuk mengangkat kepala dengan dibantu oleh orang tua, tubuh ditengkurapkan kepala menoleh ke kiri ataupun ke
kanan,
reflek
menghisap,
menelan,
menggenggam sudah mulai positif. Sensoris : Mata mengikuti sinar ke tengah. Sosialisasi : Bayi sudah mulai tersenyum pada orang yang ada disekitarnya. 2) Umur 2-3 bulan Fisik
: fontanel posterior sudah menutup.
Motorik
: Mengangkat kepala, dada dan berusaha untuk menahannya
sendiri
dengan
tangan,
memasukan tangan kemulut, mulai berusaha untuk meraih benda-benda yang menarik yang ada disekitarnya, bisa di dudukkan dengan
36
posisi punggung disokong, mulai asik bermainmain sendiri dengan tangan dan jarinya. Sensoris : Sudah bisa mengikuti arah sinar ke tapi, koordinasi ke atas dan ke bawah, mulai mendengarkan suara yang didengar. Sosialisasi : Mulai tertawa pada seseorang, senang jika tertawa
keras,
menangis
sudah
mulai
berkurang. 3) Umur 4-5 bulan Fisik
: Berat badan menjadi dua kali dari berat badan lahir, ngeces karena tidak ada koordinasinya menelan saliva.
Motorik
: Jika di dudukkan kepala sudah bisa seimbang dan
punggung
sudah
mulai
kuat,
bila
ditengkurapkan sudah bisa mulai miring dan kepala sudah bisa tegak lurus, reflek primitif sudah hilang, berusaha meraih benda skitar dengan tangannya. Sensoris : Sudah bisa mengenal orang-orang yang seing berada didekatnya, akomodasi mata positif. Sosialisasi : Senang jika berinteraksi dengan orang lain walaupun belum pernah dilihatnya/dekenalnya, sudah biasa mengeluarkan suara pertanda tidak
37
senang bila mainan/benda miliknya diambil oleh orang lain. 4) Umur 6-7 bulan Fisik
: Berat badan meningkat 90-150 gram/minggu, tinggi badan meningkat 1,24 cm/bulan, lingkar kepala meningkat
0,5
cm/bulan,
besarnya
kenaikan seperti ini akan berlangsung sampai bayi berusia 12 bulan (6 bulan kedua), gigi sudah mulai tumbuh. Motorik
: Bayi sudah bisa mengembalikan badan sendiri, memindahkan anggota badan dari tangan yang satu ke tangan yang lainnya, mengambil mainan dengan tangannya, senang memasukan kaki ke mulut, sudah bisa memasukan makanan ke mulut sendiri.
Sosialisasi : Sudah
dapat
membedakan
orang
yang
dikenalnya dengan yang tidak dikenalnya, jika bersama dengan orang yang belum dikenalnya bayi akan merasa cemas (stangger anxienty), sudah dapat menyebut atau mengeluarkan suara em…..em…..em….., bayi biasanya cepat menangis jika terdapat hal-hal yang tidak disenanginya akan tetapi cepat tertawa lagi.
38
5) Umur 8-9 bulan Fisik
: Sudah
bisa
duduk
dengan
sendirinya,
koordinasi tangan kemulut sangat sering, bayi mulai
tengkurap
merangkak,
sndiri
sudah
dan
bisa
mulai
mengambil
belajar bnda
dengan menggunakan jari-jarinya. Sensoris : Bayi tertarik dengan benda-benda kecil yang ada disekitarnya Sosialisasi : Bayi
mengalami
stranger
anxiety/merasa
cemas terhadap hal-hal yang belum dikenalnya (orang asing) sehingga dia akan menangis dan mendorong
serta
meronta-ronta,
merangkul/memeluk orang yang dicintainya, jika dimarahi
dia
sudan
memberikan
reaksi
menangis dan tidak senang, mulai mengulang kata-kata “dada…dada” tetapi belum punya arti 6) Umur 10-12 bulan Fisik
: Berat badan 3 kali berat badan waktu lahir, gigi bagian atas-bawah sudah tumbuh
Motorik
: sudah mulai belajar berdiri tetapi tidak bertahan lama, belajar bertahan dengan bantuan, sudah bisa berdiri dan duduk sendiri, mulai belajar makan dengan menggunakan sendok akan
39
tetapi lebih senang menggunakan tangan, sudah
bisa
bermain
ci…luk…ba…,
mulai
senang mencoret-coret kertas. Sensoris : Visual
aculy
20-50
positif,
sudah
dapat
membeda-bedakan bentuk Sosialisasi : Emosi positif, cemburu, marah, lebih senang pada lingkungan yang sudah diketahuinya, merasa takut pada situasi yang asing, mulai mengerti akan mengerti
perintah
namanya
sederhana,
sendiri,
sudah
sudah bisa
menyebut abi, ummi.
B. Asuhan Keperawatan Proses keperawatan merupakan rangkaian tindakan asuhan keperawatan yang harus di lakukan perawat secara sistematis, sinambung dan professional, mulai dari mengidentifikasi masalah kesehatan klien, merencanakan tindakan, melaksanakan tindakan keperawatan, hingga mengevaluasi hasil dari tindakan (Rohmah, 2009). 1. Pengkajian Pengkajian
adalah
tahap
awal
dan
dasar
proses
keperawatan merupakan tahap yang paling menentukan bagi tahap berikutnya. (Rohmah, 2009). Pengkajian fisik keperawatan pada
40
anak merupakan pengkajian yang di lakukan pada anak yang bertujuan untuk memperoleh data status kesehatan anak serta dapat di jadikan sebagai dasar dalam menegakkan diagnosis keperawatan (A.Aziz, 2008). Data yang dikumpulkan berupa subjektif dan objektif. Data subjektif didapat dengan cara wawancara dan interaksi, sedangkan data objektif didapat dengan insfeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi. a. Pengumpulan data Kegiatan pengumpulan data dimulai saat klien masuk dan di lanjutkan secara terus menerus selama proses keperawatan berlangsung data yang di kumpulkan data subjektif dan objektif 1) Data Subjektif Adalah data didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian. Pada klien diare di dapatkan keluhan BAB mencret yang lebih dari 3-4 kali, keluhan mual dan tidak nafsu makan serta nyeri abdomen. 2) Data objektif Adalah data yang didapat di observasi dan diukur, melalui inspeksi palpasi, perkusi dan auskultasi. Pada klien diare di dapatkan data sering buang air besar dengan konsistensi encer atau cair, terdapat tanda-tanda dehidrasi seperti mata dan ubun-ubun cekung, turgor kulit jelek, membrane mukosa
41
kering, mual, muntah, lemah, pucat, terjadi perubahan tandatanda vital, seperti nadi dan pemafasan cepat, terjadi distensi abdomen, saat perkusi terdengar bunyi timpani. 3) Identitas Identitas yang mencakup identitas klien dan penanggung jawab (a) Identitas klien meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian, anak ke diagnosa medis. (b) Riwayat kesehatan sekarang Merupakan pengembangan dari keluhan utama yang terdiri dari Paliatif (P), yaitu faktor penyebab, Qualitatif (Q), bagaimana gejala dirasakan, Region (R) dimana gejala dirasakan apakah menyebar, Safety, (S) atau Skala nyeri beberapa tinggi tingkat nyeri yang dirasakan, Time (T) kapan gejala mulai timbul. (c) Riwayat Kesehatan Dahulu Menerangkan
medikasi
yang
telah
dilakukan
dan
hospitalisasi sebelumnya atau terapi yang dilakukan. (d) Riwayat Kesehatan Keluarga Menerangkan kesadaran keluarga apakah ditemukan penyakit yang sama seperti yang dialami klien.
42
(e) Riwayat Kehamilan dan Persalinan Menjelaskan tentang keadaan ibu pada saat kehamilan (prenatal) presalinan (natal), dan Post natal (setelah melahirkan atau setelah anak lahir), apakah telah mengalami infeksi tali pusat atau keluhan lain. Dan bagaimana tahap tumbuh kembangnya. (f) Riwayat Imunisasi Menjelaskan
jenis-jenis
imunisasi
apa
saja
yang
diberikan dan pada usia berapa imunisasi di berikan. (g) Riwayat Nutrisi Menerangkan
tentang
pemberian
ASI
dan
PAST,
pemberian makanan, jenis makanan dan pada saat usia berapa makanan tersebut diberikan. (h) Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan Pertumbuhan mejelaskan pertumbuhan fisik berat badan lahir, badan sebelum sakit, berat badan sekarang, panjang badan, lingkar lengan atas, lingkar dada, lingkar kepala. Perkembangan menjelaskan tentang motorik kasar anak yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh, motorik halus aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu, dan melakukan kegiatan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu, Bahasa dan kecerdasan anak, sosial dan
43
kemandirian, anak. (i) Riwayat Sosial Kemampuan anak untuk bersosialisasi seperti partisipasi anak dalam bermain dan pola asuh keluarga. (j) Data Psikologis Menjelaskan psikologis anak apakah pendian atau rewel dan apakah klien menerima dengan hadirnya perawat, dokter dan psikologis keluarga apakah ada kecemasan pada keluarga. Pada klien anak dengan diare biasanya rewel dan sulit menerima kehadiran perawat atau dokter, dan pada keluarga didapatkan cemas dengan keadaan anaknya. (k) Data Biologis Menjelaskan tentang temuan pemenuhan nurtisi pada saat di rumah sakit dan di rumah, perbedaan pola tidur, eliminasi, personal hygiene atau keberhasilan anak, pola aktifitas anak pada saat di rumah dan di rumah sakit. Pada klien dengan diare pemenuhan nutrisi di rumah sakit mengalami perubahan biasanya di karenakan anak mengeluh tidak nafsu makan, dan adanya mual, muntah. Sedangkan pola tidur cenderung kurang terpenuhi dikarenakan anak seringnya BAB di waktu malam hari. Untuk eliminasi anak dengan diare yaitu BAB encer atau
44
cair yang lebih dari 3-4 kali. Personal hygiene pun mengalami perubahan karena anak rewel dan tidak mau untuk melakukan personal hygiene seperti mandi, gosok gigi, atau kuku yang panjang, serta aktivitas pola anak yang terbatas, dipasang infuse atau lemah. 4) Pemeriksaan fisik a) Keadaan Umum : Memeriksa penampilan klien pada saat dikaji, klien dengan diare saat dikaji terlihat lemah atau pucat, menjelaskan tingkat kesadaran klien dari segi kualitas ataupun kuantitas. b) Tanda-tanda Vital Mengukur tekanan darah, suhu, pernapasan dan nadi. Pada klien dengan diare tekanan darah akan menurun. Suhu badan meningkat pernafasan dan nadi cepat. c) Sistem Neurologik Menjelaskan
kesimetrisan
kepala,
ketajaman
penglihatan, reflek, kesimetrisan pada leher. d) Sistem Pernafasan Dalam sistem pernafasan kaji ketajamana penciuman bentuk dada, adanya nyeri tekan atau tidak, bunyi suara nafas. Pada pasien diare biasanya pernafasan cepat. e) Sistem Kardiovaskuler Dalam sistem kardiovaskuler kaji apakah ada peninggian
45
vena jugu laris, capillary refill, frekuensi nadi, bunyi jantung f) Sistem Gastrointestinal Dalam sistem gastrointestinal kaji mengenai nafsu makan, kebiasaan defekasi, intoleransi makanan, mual, muntah dan nyeri. Pada pasien dengan diare didapatkan anorexia,
bising
usus
meningkat
melebihi
nilai
normaInya. yaitu 8-15 kali/menit, disertai adanya mual, muntah, dan nyeri atau distensi abdomen. g) Sistem Perkemihan Pada sistem pemeriksaan kaji frekuensi buang air kecil. warna apakah ada nyeri saat buang air kecil. h) Sistem Muskuloskeletal Kaji bentuk ukuran dan kekuatan otot ekstrimitas atas dan bawah apakah ada kelainan atau tidak. i) Sistem Endokrin Menjelaskan pertumbuhan dan perkembangan, polipagia, poliurea, polidipsi. j) Sistem Integumen Warna kulit, tekstur kulit, turgor kulit, suhu, oedema, infeksi. Pada pasien diare kulit pucat, turgor jelek, suhu tubuh meningkat.
46
k) Sistem Genetalia Memeriksa kemungkinan adanya iritasi dan infeksi. l) Data Penunjang Pemeriksaan penunjang rutin terdiri dari Feces : Pada pasien diare biasanya dalam feces adanya bakteri, virus, jamur atau parasit. b. Analisa Data Analisa data adalah data-data klien yang telah di peroleh dari proses pengumpulan data di kelompokkan berdasarkan masalah kesehatan yang di alami klien dan sesuai dengan kriteria permasalahannya. Setelah data di kelompokkan maka perawat dapat mengidentifikasi masalah kesehatan klien dan dapat mulai menegakkan diagnosis keperawatannya (Nursalam, 2008). 2. Kemungkinan Diagnosa Keperawatan Diagnosa keperawatan adalah merupakan pernyataan yang menggambarkan respons manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi actual atau potensial dari individu atau kelompok ketika
perawat
memberikan
secara
intervensi
legal secara
menidentifikasikan pasti
untuk
dan
dapat
menjaga
status
kesehatan atau untuk mengurangi, menyingkirkan atau mencegah perubahan (Rohmah, 2009).
47
Kemungkinan diagnosa yang muncul, antara lain : a. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan pengeluaran feses yang berlebihan. b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan makanan tidak adekuat. c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran gastrointestinal. d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare. e. Cemas/ takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak kenal, prosedur yang menimbulkan stress. f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis kurang pengetahuan. 3. Intervensi dan rasionalisasi a. Kurang volume cairan berhubungan dengan pengeluaran feses yang berlebihan. Tujuan
: Mempertahankan volume cairan adekuat
Kriteria : - Turgor kulit elastis -
Membrane mukosa lembab
-
Berat badan tidak menunjukan penurunan
48
Tabel 2.1 Intervensi dan Rasional Diagnosa Kurang Volume Cairan Intervensi 1. Beri larutan rehidrasi oral (LRO) 2. 3. 4.
5.
6. 7.
8.
Rasional 1. Untuk rehidrasi dan penggantian kehilangan cairan Berikan dan pantau cairan IV melalui feses sesuai ketentuan 2. Untuk dehidrasi hebat dan Beri agen antimiteroba sesuai muntah ketentuan Ganti LRO dengan cairan 3. Untuk mengobati patagon rendah natrium (air, ASI, formula khusus yang berlebihan bebas laktosa) 4. Untuk mempertahankan terapi Pertahankan pencatatan yang cairan ketat terhadap masukan dan pengeluaran 5. Untuk mengevaluasi keefektifan Tambang berat badan anak intervensi Kaji TTV, tugora kulit, membran mukosa dan status mental 6. Untuk mengkaji dehidrasi setiap 4 jam 7. Untuk mengkaji dehidrasi Intruksikan keluarga dalam memberikan terapi yang tepat, pemantauan, masukan dan 8. Untuk menjamin hasil optimum keluarga. dan memperbaiki kepatuhan terhadap aturan therapeutic.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kehilangan cairan melalui diare, masukan yang tidak adekuat. Tujuan
: - Anak mengkonsumsi nutrisi yang adekuat - Berat badan normal
Kriteria
: - Klien mau makan - Klien tidak lemah
49
Tabel 2.2 Intervensi dan Rasionalisasi Diagnosa Perubahan Nutrisi Kurang dari Kebutuhan Tubuh Intervensi 1. Intruksikan ibu memberikan ASI
2. Hindari pemberian diet dengan pisang, beras, apel dan roti 3. Observasi dan catat terhadap respon pemberian makanan 4. Anjurkan keluarga dalam memberikan diet yang tepat 5. Gali masalah dan priotitaskan anggota keluarga.
Rasional 1. Karena hal ini menunjukan cenderung kehebatan dan durasi penyakit 2. Karena diet ini rendah energi dan protein, terlalu tinggi dalam karbohidrat dan rendah elektrolit 3. Untuk mengkaji toleransi pemberian makanan 4. Untuk meningkatkan kepatuhan terhadap program therapeutic 5. Untuk memperbaiki kepatuhan terhadap program therpeutik
c. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan mikroorganisme yang menembus saluran gastrointestinal Tujuan
:
- Infeksi tidak menyebar ke orang lain
Kriteria
:
- Pasien (orang lain) tidak menunjukan tanda infeksi gastrointensial
Tabel 2.3 Intervensi dan Rasionalisasi Diagnosa Resiko Tinggi Infeksi
1.
2. 3. 4. 5.
Intervensi Rasional Implementasikan isolasi 1. Untuk mencegah penyebaran substansi tubuh atau praktis infeksi pengendalian infeksi rumah 2. Untuk mengurangi resiko sakit penyebaran infeksi Pertahankan pencucian tangan 3. Untuk mengurangi kemungkinan yang benar penyebaran feses Pakaikan popok dengan tepat Gunakan popok sekali pakai superabsorbent Ajarkan anak (bila mungkin) tindakan perlindungan
50
d. Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan iritasi karena diare. Tujuan
: Kerusakan integritas kulit tidak terjadi
Kriteria
: Tanda-tanda kemerahan tidak ada Iritasi sekitar anus tidak terjadi
Tabel 2.4 Intervensi dan Rasionalisasi Diagnosa Resiko Tinggi Infeksi Intervensi 1. Ganti popok dengan sering 2. Bersihkan bokong perlahanlahan dengan tissue/kapes lembut dan air hangat 3. Bersihkan dengan baby oil setelah dibersihkan dan keringkan 4. Observasi bokong dan perineum akan adanya infeksi 5. Hindari penggunaan tissue basah yang mengandung alkohol pada kulit yang teriritasi
Rasional 1. Untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering 2. Untuk pembersihan yang lembut karena feses diare sangat mengiritasi kulit 3. Untuk menghindari terjadinya lecet pada daerah sekitar anus 4. Sehingga terapi yang tepat dapat dimulai 5. Karena akan menyebabkan rasa menyengat
e. Cemas/takut berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan tidak di kenal, prosedur yang menimbulkan stress. Tujuan
: Pasien menunjukan tanda-tanda kenyamanan
Kriteria
: - Tanda-tanda distress fisik emosional - Keluarga berpartisipasi dalam perawatan anak
51
Tabel 2.5 Intervensi dan Rasionalisasi Diagnosa Cemas/Takut berhubungan Dengan Perpisahan Dengan Orang Tua, Lingkungan tidak dikenal Prosedur yang menimbulkan stress Intervensi 1. Ganti popok dengan sering 2.
3.
4. 5.
Rasional 1. Untuk menjaga agar kulit tetap bersih dan kering Bersihkan bokong perlahan- 2. Untuk pembersihan yang lembut lahan dengan tissue/kapes karena feses diare sangat lembut dan air hangat mengiritasi kulit Bersihkan dengan baby oil 3. Untuk menghindari terjadinya setelah dibersihkan dan lecet pada daerah sekitar anus keringkan Observasi bokong dan 4. Sehingga terapi yang tepat perineum akan adanya infeksi dapat dimulai Hindari penggunaan tissue 5. Karena akan menyebabkan rasa basah yang mengandung menyengat alkohol pada kulit yang teriritasi
f. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan krisis situasi, kurang pengetahuan. Tujuan
: Keluarga memahami tentang penyakit anak dan pengobatan
Kriteria
: Keluarga
menunjukan
kemampuan
untuk
merawat anak khususnya di rumah. Tabel 2.6 Intervensi dan Rasionalisasi Diagnosa Perubahan Proses Keluarga Intervensi 1. Berikan informasi pada keluarga tentang penyakit anak dan tindakan therapheutik 2. Bantu keluarga dalam memberikan rasa nyaman pada anak 3. Ijinkan anggota keluarga agar berpartisipasi dalam perawatan anak 4. Intruksikan keluarga mengenai pencegahan
Rasional 1. Agar keluarga mengerti penyakit yang diderita anak 2. Agar klien selalu tenang 3. Untuk memenuhi kebutuhan anak 4. Untuk infeksi
mencegah
penyebaran
52
4. Implementasi Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai
tujuan
yang
telah
ditetapkan.
Kegiatan
dalam
pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data berkelanjutan, mengobservasi respon klien selama dan sesudah pelaksanaan tindakan, dan menilai data yang baru (Rohmah, 2009). 5. Evaluasi Menurut (Rohmah, 2009). Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap perencanaan. Tujuan dari evaluasi ini untuk : a. Mengakhiri tindakan rencana keperawatan b. Memodifikasi tindakan keperawatan. c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan. Ada 2 jenis mengevaluasi kualifikasi tindakan keperawatan yaitu : a. Evaluasi Proses (Formatif) Evaluasi yang dilakukan setiap selesai tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai. b. Evaluasi Hasil (Sumatif) Yaitu
evaluasi
yang
dilakukan
setelah
akhir
tindakan
keperawatan secara paripurna berorientasi pada masalah
53
keperawatan, menjelaskan keberhasilan atau ketidakberhasilan dan rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan klien sesuai dengan kerangka waktu yang ditetapkan. (Rohmah, 2009). Melalui evaluasi memungkinkan perawat untuk memonitor kealpaan
yang
terjadi
selama
tahap
pengkajian,
analisa,
perencanaan dan pelaksanaan tindakan. Adapun evaluasi yang menggunakan pendekatan dengan format SOAP/SOAPIE/SOAPIER adalah : S
: Subjektif adalah informasi yang didapat dari pasien
O : Objektif adalah data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat secara langsung kepada klien, dan yang dirasakan klien setelah dilakukan tindakan keperawatan A
: Assesment (pengkajian) adalah suatu masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga dapat dituliskan masalah atau diagnosis baru yang terjadi akibat perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya dalam data subjektif dan objektif.
P
: Planning
adalah
rencana
tindakan
yang
dilanjutkan,
dihentikan, atau dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan yang telah ditentukan sebelumnya. I
: Implementasi adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P (Perencanaan).
54
E
: Evaluasi adalah respon klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.
R : Reassesment adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan (Rohmah, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Al Qur’an Surah Al Kahfi ayat 46 Ali, Z. 2010. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC. Ardiansyah, 2012. Medikal Bedah Untuk Mahasiswa. Yogyakarta : Diva Press. Depkes RI, (2012). Data Angka Kesakitan Diare. Tersedia dalam http://www.depkes.go.id. [Diakses 10 Juni 2016]. Dinkes Ciamis, (2012). Riset Kesehatan Dasar Republik Indonesia Efra, 2013. Hubungan Kasus Diare dengan Faktor Sosial Ekonomi dan Prilaku Juffrie, M., et al, 2010. Buku Ajar Gastroenterologi - Hepatologi Jilid 1. Jakarta : Balai Penerbit IDAI. Lisa. 2015. Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu dan Ketersediaan Fasilitas Terhadap Upaya Ibu Dalam Pencegahan Diare Pada Anak Balita di Wiliayah Kerja Puskesmas Betaet Kabupaten Kepulauan Mentawai. Skiripsi Fakultas Keperawatan Universitas Andalas. Ngastiyah, (2005), Perawatan Anak Sakit, Jakarta : EGC. Nursalam. (2008). Proses & Dokumentasi Keperawatan : Konsep dan Praktik. Jakarta : Salemba Medika Rohmah, Nikmatur at, al. (2009). Proses Keperawatan Teori dan Aplikasi (Edisi 1). Jakarta : Ar. Ruzzmedia. Suharyono. (2008). Diare Akut. Jakarta: Rineka Cipata. Suharsono, Sujono Riyadi (2010) Asuhan Keperawatan Klien Anak dengan Haemoragic. Fever , Jakarta Suriadi. (2010). Asuhan Keperawatan pada Anak. Jakarta.