perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
10
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1.
Penelitan Terdahulu
Penelitian yang relevan dan sudah dilakukan yaitu penelitian Agustina (2013) dengan judul Implementasi Pembelajaran Bahasa Indoneisa Bagi Penutur Asing di UPT P2B Universitas Sebelas Maret Surakarta , penelitian tersebut menghasilkan simpulan berupa: 1) persepsi pengajar terhadap pembelajaran BIPA cukup baik dan positif, 2) perencanaan pembelajaran BIPA yang disusun oleh pengajar yang berhubungan dengan perangkat pembelajaran hanya berupa silabus, 3) pelaksanaan pembelajaran BIPA yang dilaksanakan pengajar sudah mengarah pada kemampuan untuk mengembangkan kemampuan bahasa Indonesia siswa, 4) kendala-kendala dalam pembelajaran BIPA disebabkan oleh: a) kesibukkan atau keperluan mendesak dari pengajar, b) penyampaian atau cara bicara yang terlalu cepat, c) bahasa pengantar pada awal pertemuan, d) waktu,dan e) sarana dan prasarana, dan 5) upaya yang dilakukan pengajar untuk mengatasi kendalakendala pembelajaran BIPA yaitu dengan mengganti pertemuan yang hilang, mengubah tempo berbicara lebih pelan, dan dengan bantuan gambar dan sesekali menggunakan bahasa asing, menambah jam belajar, dan memanfaatkan fasilitas yang ada di UPT P2B. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah analisis pembelajaran di BIPA. Namun, ada perbedaan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Agustina menyajikan analisis pembelajaran secara umum di UPT P2B untuk pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing. Pada penelitian ini difokuskan pada analisis pembelajaran berbicara bagi penutur asing dalam program BIPA di UPT P2B dan tidak melakukan kajian terhadap persepsi guru.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
11
Selain itu, terdapat penelitian lain yang relevan ditulis oleh Sutrisni (2014) dengan judul
Analisis Asesmen Keterampilan Berbicara dalam
Pembelajaran BIPA Program CLS 2013 , penelitian tersebut menghasilkan simpulan bahwa perencanaan asesmen dalam pembelajaran BIPA program CLS 2013 meliputi perencanaan materi, teknik penilaian dan bentuk instrument yang terangkum dalam silabus pembelajaran program CLS 2013. Perencanaan materi dalam pembelajaran BIPA program CLS 2013 menitikberatkan pada materi yang menuntut pebelajar asing untuk berbicara langsung. Materi yang menitikberatkan pada keterampilan berbicara terbagi atas tiga kategori, yaitu materi mendasar, materi praktikal dan materi tematik. Teknik penilain dalam pembelajaran ini adalah teknik penilaian unjuk kerja. Hal ini dikarenakan program CLS menitikberatkan ada performansi keterampilan berbicara pebelajar asing. Ada dua jenis teknik penilaian unjuk kerja, yaitu unjuk kerja berdasarkan stimulus pengajaran dan unjuk kerja berdasar tulisan pebelajar. Selain itu, bnentuk instrumen yang digunakan dalam pembelajaran BIPA program CLS bersifat umum, yaitu satu jenis instrumen berupa skala penilaian yang digunakan untuk materi-materi pembelajaran. Kelebihan penggunaan skala penilaian
yang
bersifat
umum
adalah
kemudahan
bagi
pengajar
untuk menggunakan skala penilaian tersebut. Kelemahan dalam penggunaan skala penilaian tersebut adalah ketidakcocokan skala penilaian dalam jenis materi tertentu. Pelaksanaan asesmen dalam pembelajaran BIPA program CLS secara umum dapat dikatakan baik. Hanya ada 13 materi pembelajaran yang tidak dapat dilaksanakan dengan baik. Pelaksanaan yang berjalan kurang baik terjadi karena:1) teknik penilaian unjuk kerja berjalan kurang terarah dan meluas, 2) teknikpenilaian unjuk kerja berjalan kurang maksimal, 3) dan teknik penilaian unjuk kerja tidak dapat dilaksanakan. Pelaporan asesmen meliputi: 1) teknik pelaporan asesmen, 2) bentuk pelaporan asesmen, 3) isi pelaporan asesmen, dan 4) tindak lanjut terhadap pelaporan asesmen.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
12
Teknik pelaporan asesmen adalah dengan melakukan rapat bersama sebagai ajang diskusi. Bentuk pelaporan asesmen adalah lisan. Adapun bentuk laporan asesmen tulis dilakukan pada akhir program dan bila diperlukan laporan tertulis dalam situasi khusus. Isi pelaporan asesmen meliputi perkembangan keterampilan berbicara pebelajar asing dan hal-hal yang mendukung atau menghambat pemerolehan bahasa pebelajar asing. Tindak lanjut terhadap pelaporan asesmen secara umum dilakukan oleh pengelola program CLS. Tindak lanjut tersebut dapat berupa saran, penetapan aturan baru, dan pemberian terguran atau surat peringatan kepada pebelajar asing yang bermasalah. Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah analisis pembelajaran keterampilan berbicara di BIPA. Namun, ada perbedaan dengan penelitian ini, yaitu penelitian yang dilakukan oleh Achmad Kusen Sutrisni menyajikan analisis asesmen keterampilan berbicara dalam pembelajaran BIPA program CLS. Sedangkan pada penelitian ini difokuskan pada analisis model proses pembelajaran berbicara bagi penutur asing dalam program BIPA di UPT P2B UNS Surakarta. Penelitian serupa juga ditulis oleh Taftiawati (2013) dengan judul Strategi Komunikasi Pembelajar BIPA UPI Asal Korea Selatan dalam Pembelajaran BIPA Tingkat Dasar . Hasil penelitiannya dapat disimpulkan bahwa terdapat empat belas bentuk strategi komunikasi yang digunakan pembelajar BIPA tingkat dasar asal Korea Selatan dalam pembelajaran BIPA baik di kelas maupun di luar kelas. Strategi tersebut yaitu: (1) Pembentukan frasa yang terbalik; (2) Pelsepan kata depan, imbuhan dan subjek; (3) Pengulangan tuturan; (4) Peminjaman istilah asing; (5) Koreksi diri; (6) Penggunaan istilah bersinonim; (7) Menerjemahkan harfiah; (8) Menerjemahkan harfiah; (9) Penggunaan nada gantung; (10) Balikan; (11) Penggunaan benda-benda di sekitar; (12) gerakan tubuh dan ekspresi wajah; (13) bunyi [eu] pada akhir kata berakhiran huruf r dan s; (14)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
13
Kesamaan penelitian tersebut dengan penelitian ini yaitu sama-sama mempelajari tentang bahasa asing, tetapi memiliki objek dan kajian yang berbeda. Objek pada penelitian tersebut mahasiswa asal Korea Selatan sedangkan pada penelitian ini mahasiswa dari berbagai negara. Penelitian tersebut membicarakan tentang strategi komunikasi pembelajaran BIPA sedangkan penelitian yang dilakukan penelitia membahas tentang pembelajaran keterampilan berbicara. Penelitian lain juga dilakukan oleh Zubairi dan Sarudin (2009) dengan judul jurnalnya Motivation To Learn A Foreign Language In Malaysia. Penelitian ini meneliti motivasi mahasiswa Malaysia untuk belajar bahasa asing. Malaysia telah mengakui pentingnya kemahiran dalam mempelajari bahasa ketiga dalam rangka mengembangkan sumber daya manusia yang mendorong ekonomi serta untuk bersaing di arena internasional. Temuan dari penelitian ini menunjukkan bahwa Universitas Kebangsaan Malaysia (UKM) dan Universiti Teknologi MARA (UiTM) siswa yang ekstrinsik dan intrinsik termotivasi untuk belajar bahasa asing. Hasil dari t-test, bagaimanapun, menunjukkan perbedaan yang signifikan dalam hal motivasi siswa dari dua universitas. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneiliti, yakni sama-sama mempelajari tentang bahasa asing dan motivasi dalam mempelajari bahasa asing, tetapi memiliki objek dan kajian yang berbeda. Objek pada penelitian tersebut sembilan bahasa asing sedangkan objek yang peneliti lakukan bahasa Indonesia. Selain itu, terdapat juga penelitian yang dilakukan Kundharu (2012) dengan judul
Model Pembelajaran Kooperatif Teknik Student Teams
Achievement Divisions (Stad) Untuk Meningkatkan Keterampilan Menulis Narasi Mahasiswa Asing Di Universitas Sebelas Maret
Hasil penelitian ini dapat dapat
disimpulkan bahwa ada peningkatan kualiatas proses pembelajaran. Peningkatan tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator yaitu (1) adanya peningkatan minat siswa selama pembelajaran, (2) adanya peningkatan keaktifan siswa selama pembelajaran, dan (3) adanya peningkatan kerja sama selama pembelajaran.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
14
Kesimpulan yang kedua adalah ada peningkatan hasil pembelajaran. Hal ini dapat dilihat dari peningkatan nilai yang diperloleh mahasiswa dan dari nilai yang mencapai KKM. Penelitian tersebut memberikan suatu gambaran yang jelas bahwa keberhasilan proses dan hasil pembelajaran tergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut berasal dari dosen dan mahasiswa. Faktor dari dosen yaitu kemampuan
dalam
mengembangkan
materi
kemampuan
dosen
dalam
menyampaikan materi, kemampuan dosen dalam mengelola kelas, memilih metode yang digunakan dalam pembelajaran, serta teknik yang digunakan dosen sebagai sarana untuk menyampaikan materi. Kemudian faktor dari siswa yaitu minat dan motivasi siswa dala mengikuti proses pembelajaran. Penelitian tersebut memiliki relevansi dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, yaitu sama-sama mempelajari tentang pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing dan motivasi siswa dalam mempelajari bahasa Indonesia, tetapi keterampilan berbahasa yang diteliti berkaitan dengan menulis sedangkan dalam penelitian ini berkaitan dengan keterampilan berbicara. 2. a.
Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran Keterampilan Berbicara bagi Penutur Asing Disebutkan (dalam UU No. 20/2003, Bab I Ayat 20) bahwa pembelajaran
adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Proses pembelajaran dialami sepanjang hayat oleh seorang manusia serta dapat berlaku di manapun dan kapanpun. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya peserta didik dapat belajar dan menguasai isi pelajaran hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seseorang peserta didik. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
15
guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dengan peserta didik. Demikian besar peran pengajar dalam proses pembelajaran, karena komunikasi guru dan siswa merupakan praktis dan terikat dalam situasi pengaruhmemengaruhi serta terarah kepada suatu tujuan pendidikan. Peristiwa tersebut merupakan suatu rangkaian kegiatan komunikasi antarmanusia, yaitu rangkaian perubahan dan pertumbuhan fungsi-fungsi jasmaniah, watak, intelek, emosional, religi, sosial, moral (Marno dan Idris, 2008:57). Pembelajaran adalah suatu kombinasi yang tersusun meliputi unsur-unsur manusia, material, fasilitas, perlengkapan, dan prosedur yang saling memengaruhi untuk mencapai tujuan (Hamalik, 1995:57). Pembelajaran tidak hanya sekedar menyampaikan pengetahuan
dan
membentuk
keterampilan saja,
namun
pembelajaran harus mampu memotivasi siswa untuk aktif, kreatif, dan inovatif, juga harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa itu sendiri. Menurut Suyitno (2004:2) pembelajaran adalah upaya menciptakan iklim pembelajaran dan pelayanan terhadap kemampuan, potensi, minat, bakat, dan kebutuhan siswa yang beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dengan siswa serta antara siswa dengan siswa. Hal ini sejalan dengan penjelasan sebelumnya
bahwa,
pembelajaran
tidak
hanya
sekedar
menyampaikan
pengetahuan. Namun, bagaimana agar sebuah pembelajaran dapat menumbuhkan suasana yang hidup dalam proses belajar. Selain itu, Sagala (2009:164) mengungkapkan bahwa pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik mempelajari keterampilan
dan
pengetahuan
tentang
materi-materi
pelajaran.
Dapat
disimpulkan bahwa dalam pembelajaran tidak dapat lepas dari unsure guru sebagai pendidik dan siswa sebagai peserta didik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
16
Jamaludin (2003: 9) mengemukakan bahwa pembelajaran merupakan suatu upaya yang disengaja dan direncanakan sedemikian rupa oleh pihak pengajar sehingga memungkinkan terciptanya suasana dan aktivitas belajarn yang kondusif bagi para siswanya. Pendapat tersebut diperjelas oleh Usman (2005:4) bahwa pembelajaran merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan peserta didik di atas hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Adanya hubungan timbal balik dalam proses pembelajaran merupakan hal yang penting. Seorang guru tidak hanya memiliki hubungan edukasi saja tetapi bagaimana dalam proses pembelajaran juga terdapat hubungan penanaman sikap terhadap peserta didik. Sebuah pembelajaran seharusnya dapat memberikan kesan yang baik, pengalaman berharga, serta keberhasilan bagi siswa maupun guru. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Amien (dalam Susilo: 2009), yang menyatakan bahwa proses belajar mengajar yang efektif dan bermakna berlangsung bila proses belajar mengajar benar-benar dapat memberikan keberhasilan dan kepuasan, baik bagi siswa maupun guru. Dinyatakan pula oleh Susilo (2009), hal itu hanya bisa terjadi apabila guru menaruh perhatian pada keefektifan sistem pembelajarannya dan dipacu oleh suatu keinginan dan kemauan untuk selalu memperbaiki pembelajarannya. Sementara itu, menurut Gagne dan Driscoll (1989:3) menyatakan bahwa learning is an enormously intricate and complex process, which is only partially understood at present. As in true for other organic processes, knowledge is adequately verified, it can be exspressed as learning principles. And when these principles appear to hang together in a way that make rational sense, a model of the learning process can bee constructed. Elaboration of this model (or of alternative model) are what are known as learning theories. komplek, yang hanya dimengerti secara sebagian pada saat ini, sebagaimana adanya untuk proses alat yang lain, pengetahuan tentang pembelajaran dapat dikumpulkan dengan metode ilmiah. Ketika pengetahuan serupa cukup terbukti, ini dapat diungkapkan sebagai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
17
prinsip pembelajaran. Dan ketika prinsip pembelajaran muncul tetap bersamasama dalam sebuah cara yang membuat rasa yang masuk akal. Sebuah pola proses pembelajaran dapat disusun. Perluasan dari model ini (atau model lain) adalah apa yang dikenal sebagai te Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan antara pembelajaran dan pengajaran. Pembelajaran merupakan proses yang menghasilkan perubahan tingkah laku pada siswa sehingga bukan hanya transfer ilmu pengetahuan dari guru kepada siswa saja melainkan dari proses pembelajaran tersebut siswa dapat mengalami perubahan tingkah laku yang semakin baik dan dewasa, sedangkan pengajaran merupakan perpindahan pengetahuan dari guru kepada siswa. Jadi, pembelajaran bagi penutur asing adalah sebuah upaya yang disengaja dan direncanakan yang dilakukan seseorang dan melakukan hubungan timbal balik untuk mencapai tujuan tertentu sehingga terjadi perubahan perilaku yang lebih baik. Belajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing pada kebanyakan orang asing dapat dikategorikan sebagai belajar bahasa kedua. Para siswa asing tersebut sudah memiliki bahasa pertama (bahasa ibu) sebelum mereka belajar bahasa Indoneia. Dengan kondisi demikian, tentu saja pengajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA)menjadi berbeda dibandingkan dengan pengajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa pertama. Pengajaran BIPA lebih kompleks dan rumit karena siswa asing tersebut berasal dari berbagai negara. Pengajar BIPA harus memiliki kompetensi berbahasa Indonesia dan kompetensi sebagai pengajar bahasa Indonesia. Tanpa kompetensi tersebut, pengajar akan banyak menemui kendala. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia sebagai bahasa kedua, penutur asing harus diberikan sistem pembalajaran yang sesederhana mungkin, dengan limit kata yang sesuai dengan target pemerolehan kata agar tidak terjadi tekanan pada saat proses pemerolehan kata baru. Kata baru dalam hal ini harus memenuhi prinsip frequency, range, availabiliry dan familiarity. Berkaitan dengan konsep ini, pembelajaran bahasa kedua harus sintetik (synthetic) dan analitik (analytic), hal ini disampaikan oleh Macaro (dalam Lestyarini: 2012)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
18
Pengajaran bahasa Indonesia diharapkan tidak hanya mengajarkan bahasa tetapi peserta BIPA mampu berbicara bahasa Indonesia. Keterampilan berbicara sangat komplek karena tidak hanya menuntut pemahaman terhadap masalah yang akan diinformasikan, tetapi juga menuntut kemampuan menggunakan perangkat kebahasaan dan non kebahasaan (Muliastuti: 2010). Begitu juga yang disampaikan oleh Harris (1969), Halim (1982), maupun Madsen (1983) menyatakan bahwa tes berbicara umumnya dianggap sebagai tes yang paling sukar dilaksanakan. Tes berbicara dapat dilakukan dengan berbagai cara di antaranya: tes jawaban terbatas, teknik terbimbing, dan wawancara (Madsen, 1983: 12). Tentu saja semua itu dilaksanakan secara lisan dan individual. Namun, menurut Halim (1974: 136) dan Harris dapat juga tes berbicara dilaksanakan secara tertulis dengan bentuk objektif yang dapat menunjukkan bukti-bukti tidak langsung mengenai kemampuan berbicara seseorang. Menurut Saddhono (2013) Pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing (BIPA) bertujuan untuk meningkatkan keterampilan berbahasa mahasiswa asing di Indonesia, termasuk yang diselenggarakan di Universitas Sebelas Maret (UNS). Oleh karena itu, pembelajaran BIPA harus terdiri dari empat keterampilan berbahasa yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Selain itu, menurut Wojowasito (dalam Soegihartono: Prosiding the 4th International Conference on
)
pembelajaran BIPA dimaksudkan untuk memperkenalkan bahasa Indonesia kepada para penutur asing untuk berbagai kepentingan, baik pengajaran maupun komunikasi praktis. Bertujuan memberikan penguasaan lisan dan tertulis pada penutur asing. Ghafar Ruskhan menyatakan bahwa pengajaran BIPA dapat juga berfungsi sebagai pemberian informasi budaya dari masyarakat Indonesia kepada penutur asing. Keberhasilan pengajaran BIPA tidak akan optimal apabila pengajaran BIPA itu tidak melibatkan aspek-aspek sosial budaya yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Penyelenggaraan program BIPA di satu lembaga berbeda dengan penyelenggaraan di lembaga lain. Perbedaan ini dari satu segi memang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
19
menggambarkan hal yang positif, terutama bagi kepentingan pengembangan program BIPA. Namun, dari segi instruksional, tampaknya perbedaan tersebut menjadi persoalan spesifik tersendiri. Perbedaan tersebut secara jelas memberikan gambaran, bahwa program BIPA masih belum memiliki pola acuan dan parameter yang jelas untuk kepentingan penentuan kualifikasi keterukuran sebuah pengajaran BIPA. Padahal, sebagai sebuah sistem, pengajaran BIPA selayaknya memiliki pola acuan dan karakteristik spesifik yang menandai entitas sebuah pengajaran BIPA. Dari entitas inilah dapat dibedakan secara jelas antara pengajaran BIPA dengan bentuk pembelajaran yang lain. Bagi sebuah penyelenggaraan program BIPA, pola acuan yang berupa prinsip dasar pengajaran BIPA sebagaimana yang dimaksud memang bukanlah sesuatu yang harus baku adanya. Namun, jika akan mewujudkan bentuk pengajaran BIPA sesuai dengan prosedur yang benar, tentunya pola acuan pembelajaran tersebut menjadi persyaratan urgen dan semestinya dipenuhi (Stern, 1987). Pengajaran BIPA memiliki target tertentu, yaitu membentuk pembelajar berkemampuan berbahasa secara wajar. Karena itu di samping persoalan karakteristik personal pembelajar, persoalan budaya juga ikut terlibat dalam penciptaan pengajaran BIPA (Stern, 1987; Surajaya, 1996). Terlebih lagi, jika pengajaran BIPA diselenggarakan di Indonesia, maka pertimbangan dari segi sosiokultural menjadi semakin penting. Dikatakan demikian, karena pertimbangan tersebut sekaligus akan menjadi wahana dan kebutuhan pembelajar dalam berkomunikasi secara langsung dan faktual. Pengajaran BIPA sebagai sebuah program, tentu memiliki pijakan yang jelas sebagaimana tampak pada prinsip dasar pembelajaran pada umumnya. Demikian pula, sebagai bentuk pembelajaran bahasa sudah semestinya juga mendasarkan pada kaidah konseptual pembelajaran bahasa asing yang menjadi landasan pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori bahasa dan teori pembelajaran bahasa (Spolsky, 1980; Stern, 1987). Secara aspektual, spesifikasi pengajaran BIPA antara lain tampak pada (1) tujuan pembelajaran, (2) sasaran pembelajaran, (3) tatanan materi, (4) pemilihan metode,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
20
(5) pemanfaatan sumber/ media, (6) kegiatan pembelajaran, (7) evaluasi pembelajaran, dan (8) problematik pembelajarannya. Mengingat perwujudan aspek-aspek pembelajaran tersebut merupakan hal yang cukup (Prosiding The 4th
) kompleks, maka diperlukan landasan konseptual pengajaran BIPA yang jelas. Tanpa kejelasan acuan sangat dimungkinkan arah pengajaran BIPA menjadi bias dan berpengaruh negatif pada produktivitasnya. Pembelajaran BIPA memerlukan upaya yang beraneka, seperti halnya pembelajaran bahasa asing lainnya. Berbagai variabel turut terlibat di dalam upaya membuat pembelajaran BIPA itu berhasil dengan baik. Bila kita mau memilih variable kunci dari sekian banyak variabel itu, pilihan akan jatuh pada variable guru. Guru BIPA yang baik akan menjadi model bagi murid-muridnya. Guru yang baik akan berupaya memanfaatkan segala fasilitas dan peluang yang ada dalam membuat kegiatan belajar-mengajarnya berhasil guna. Termasuk di dalam upaya ini ialah kemauan guru BIPA untuk memanfaatkan berbagai masukan bahasa Indonesia dari berbagai media teknologi, khususnya internet. Dengan itu, kekurangan bahan dan model berbahasa Indonesia akan teratasi. Sumber-sumber informasi yang dapat diakses dengan mudah memberi peluang bagi pengajar BIPA secara kreatif menyajikan materi ajar berupa materi pelengkap seperti diskusi dan lain-lain. Namun diperlukan kearifan dari sang pengajar dalam memilihkan tema karena sifat akses yang tidak terbatas. Guru harus dengan bijak mengarahkan pembelajar untuk menghindari sumber-sumber informasi yang tidak berdasar. Dan yang paling utama adalah tetap mengacu pada kebakuan pengajaran BIPA yang berlaku. b.
Pembelajaran Bahasa Kedua (Bahasa Asing) Bahasa ibu atau bahasa pertama merupakan bahasa yang digunakan
untuk berkomunikasi sehari-hari di dalam lingkungan masyarakat, yang diperoleh secara alamiah dan wajar sejak lahir. Sedangkan bahasa yang digunakan untuk
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
21
berkomunikasi oleh orang-orang di luar lingkungan kelompok masyarakatnya disebut bahasa asing yang apabila dipelajari oleh orang tersebut akan menjadi bahasa kedua. Menurut Muliastuti (2009) pengajaran bahasa Indonesia (BI) dapat diklasifikasikan sebagai berikut. (1)
(2)
(3)
Jika pengajaran BI dilakukan pada siswa Indonesia yang telah menguasai bahasa daerah sebagai bahasa pertama (BI), maka pengajaran BI menjadi pengajaran bahasa kedua (B2). Jika pengajaran BI dilakukan pada siswa Indonesia yang belum memiliki bahasa daerah, maka pengajaran BI tersebut dikategorikan sebagai pengajaran bahasa pertama (B1). Jika pengajaran BI dilakukan pada orang asing yang telah memiliki B1, maka pengajaran BI dikategorikan sebagai pengajaran bahasa asing.
Dalam kaitannya dengan belajar bahasa (termasuk bahasa Indonesia) Pateda (1999:100) menyebutkan bahwa pada proses belajar bahasa pertama memiliki ciri-ciri, (1) belajar tidak sengaja, (2) berlangsung sejak lahir, (3) lingkungan keluarga sangat menentukan, (4) motivasi ada karena kebutuhan, (5) banyak waktu untuk mencoba bahasa, dan (6) pelajar memiliki waktu untuk berkomunikasi. Proses belajar bahasa kedua memiliki ciri-ciri: (1) belajar bahasa disengaja, misalnya karena menjadi salah satu mata pelajaran di sekolah, (2) berlangsung setelah pelajar berada di sekolah, (3) lingkungan sekolah sangat menentukan, (4) motivasi untuk mempelajarinya tidak sekua mempelajari bahasa pertama, (5) waktu terbatas, (6) pelajar tidak mempunyai banyak waktu untuk mempraktikkan bahasa yang dipelajari, (7) bahasa pertama mempengaruhi proses belajar bahasa kedua, (8) umur kritis mempelajari bahasa kedua kadang-kadang telah lewat,sehingga proses belajar bahasa kedua berlangsung lama, (9) disediakan alat bantu, dan (10) ada orang yang mengorganisasikannya yakni guru dan sekolah. Brown (1994:49) mencatat bahwa belajar B2 merupakan implikasi pemerolehan B1. Oleh karena itu, dikemukakanlah tujuh prinsip belajar B2 sebagi berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
22
1) 2) 3) 4) 5) 6) 7)
dalam belajar bahasa kedua kita harus berlatih dan berlatih, belajar bahasa pada dasarnya merupakan persoalan peniruan, pertama meniru bunyi-bunyi secara terpisah, kemudian kata-kata, kemudian kalimat-kalimat, perkembangan belajar bahasa diawali dengan menyimak, kemudian berbicara, susunan alamiah belajar bahasa adalah menyimak, berbicara, membaca, dan menulis, belajar bahasa tanpa penerjemahan, dan menggunakan bahasa secara sederhana, belum secara kompleks.
Menurut Soviaty, dkk (2010:17) istilah bahasa kedua atau second language digunakan untuk menggambarkan bahasa-bahasa yang pemerolehan atau penguasaannya dimulai setelah masa kanak-kanak awal (early child) termasuk bahasa ketiga atau bahasa-bahasa lain yang dipelajari kemudian. Bahasa-bahasa yang dipelajari itu disebut dengan bahasa target (target language). Saling ketergantungan antar satu negara dengan negara lain menjadikan penguasaan bahasa kedua menjadi sesuatu yang penting. Bahasa kedua perlu dipelajari untuk kepentingan sektor pendidikan, ekonomi, pariwisata, politik, dan budaya. Studi pemerolehan bahasa kedua, kadang orang membedakan istilah acquisition) dan pembelajaran (learning). Dalam pemerolehan yang berlangsung secara alamiah, akan diperoleh pengetahuan bahasa implisit dengan tanpa disadari atau kurang disadari. Berbeda sekali dengan pengetahuan yang diperoleh lewat pembelajaran yang dilakukan dengan penuh kesadaran. Pembelajaran bahasa sering hanya memusatkan perhatian pada tingkah linguistik saja dengan mengabaikan tingkah non linguistiknya. Dalam konteks ini Bloomfield (1933:499) menyatakan bahwa, Whoever is accustomed to distinguish between linguistic and nonlinguistic behavior, sill agree with the criticism that our schools deal too much with the former,drilling the child in speech response phases of arithmetic, geography, or history,and neglecting to train him in behavior toward his actual environment.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
23
Sistem pengajaran formal di sekolah dalam konteks pembelajaran bahasa hanya merupakan salah satu saja dari sekian banyak masalah terkait. Masalah lain yang patut dilihat adalah antara lain masalah pajanan (exposure), usia si pembelajar, dan tingkat akulturasi (Krashen, 1982:330). Soviaty dkk, (2010:18 menjelaskan bahwa ada beberapa aspek yang harus diperhatikan ketika memutuskan untuk mempelajari bahasa kedua yaitu, (1) kemampuan bahasa, (2) usia, (3) strategi yang digunakan, dan (4) motivasi. Berdasarkan uraian di atas yang dimaksud dengan pembelajaran bahasa kedua adalah tindak bahasa yang didapatkan dari sebuah proses pembelajaran yang terdiri dari beberapa komponen atau aspek yang mempengaruhinya. 3. a.
Hakikat Keterampilan Berbicara
Pengertian Berbicara Berkomunikasi merupakan kebutuhan pokok bagi makhluk sosial, yaitu
kita sebagai seorang manusia yang tentunya membutuhkan bahasa sebagai medianya. Berbicara merupakan salah satu keterampilan yang sangat mendukung kegitan komunikasi. Akhadiah (1992:153) berpendapat bahwa berbicara adalah keterampilan menyampaikan pesan melalui bahasa lisan. Apabila isi pesan dapat diketahui oleh penerima pesan maka terjadi komunikasi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Komunikasi itu pada akhirnya menimbulkan pengertian atau pemahaman terhadap isi pesan bagi penerimanya. Anindyarini dan Ningsih (2008: 17) menyebutkan bahwa berbicara merupakan suatu keterampilan yang perlu diasah terus-menerus. Jika keterampilan ini dapat dikuasai dan dikembangkan dengan baik, akan menjadi suatu kelebihan yang dapat dimanfaatkan dikemudian hari. Keterampilan berbicara merupakan suatu keterampilan yang kompleks dan berkaitan dengan berbagai keterampilan mikro (Brown, 2001) seperti (1) menghasilkan ujaran- ujaran bahasa yang bervariasi; (2) menghasilkan fonemfonem dan varian- varian alophon lisan yang berbeda dalam bahasa Inggris; (3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
24
menghasilkan pola- pola tekanan, kata- kata yang mendapat dan tidak mendapat tekanan, struktur ritmis dan intonasi; (4) menghasilkan bentuk- bentuk kata dan frasa yang diperpendek; (5) menggunakan sejumlah kata yang tepat untuk mencapai tujuan- tujuan pragmatis; (6) menghasilkan pemberbicaraan yang fasih dalam berbagai kecepatan yang berbeda; (7) mengamati bahasa lisan yang dihasilkan dan menggunakan berbagai strategi yang bervariasi, yang meliputi pemberhentian sementara, pengoreksian sendiri, pengulangan, untuk kejelasan pesan; (8) menggunakan kelas kata (kata benda, kata kerja, dll.) system (tenses, agreement dan plural), pengurutan kata, pola- pola, aturan- aturan dan bentuk ellipsis; (9) menghasilkan pemberbicaraan yang menggunakan elemen- elemen alami dalam frasa, stop, nafas dan kalimat yang tepat; (10) mengekspresikan makna tertentu dalam bentuk- bentuk gramatika yang berbeda; (11) menggunakan bentuk- bentuk kohesif dalam diskursus lisan; (12) menyelesaikan fungsi- fungsi komunikasi dengan tepat menurut situasi, partisipan dan tujuan; (13) menggunakan register, implikatur, aturan- aturan pragmatik dan fitur- fitur sosiolinguistik yang tepat dalam komunikasi langsung; (14) menunjukkan hubungan antara kejadian dan mengomunikasikan hubungan- hubungan antara ide 12 utama, ide pendukung, informasi lama, informasi baru, generalisasi dan contoh; (15) menggunakan bahasa wajah, kinetik, bahasa tubuh dan bahasabahasa nonverbal yang lainnya bersamaan dengan bahasa verbal untuk menyampaikan makna; dan (16) mengembangkan dan menggunakan berbagai strategi berbicara, seperti memberi tekanan pada kata kunci, parafrase, menyediakan konteks untuk menginterpretasikan makna- makna kata, meminta pertolongan dan secara tepat menilai seberapa baik interlokutor memahami apa yang dik Menurut Tarigan (1993:11), komunikasi adalah serangkaian perbuatan komunikasi yang dipergunakan secara sistematis untuk menyelesaikan atau mencapai maksud-maksud tertentu. Ditambahkannya pula bahwa komunikasi merupakan tujuan utama dari kegiatan berbicara. Dengan berbicara, seseorang akan menyampaikan (mengomunikasikan) pesan kepada orang lain. Kemampuan
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
25
berbicara menuntut pengucapan alat bicara yang baik sesuai dengan aturan ucapan bunyi bahasa sehingga dapat didengarkan. Teknik berbicara (berkomunikasi) yang menggugah dan mengubah adalah sebuah ilmu atau keterampilan menyampaikan gagasan serta ide kepada orang lain sehingga mendorong dan memotivasi orang lain untuk melakukan perubahan (Chalil, 2005:10). Dari pengertian di atas dapat ditarik simpulan bahwa berbicara merupakan cara untuk mengomunikasikan gagasan, pikiran, dan perasaan yang disusun serta dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengarnya. b. Tujuan Berbicara Tujuan utama berbicara adalah komunikasi. Mudini dan Suprijanto (2009:4-5) menyatakan bahwa seorang pembicara dalam menyampaikan pesan kepada orang lain pasti mempunyai tujuan, ingin mendapatkan response atau reaksi. Tujuan atau harapan pembicara sangat tergantung dari keinginan dan keadaan pembicara. Secara umum tujuan berbicara adalah sebagai berikut: (1) mendorong atau menstimulasi; (2) meyakinkan; (3) menggerakkan; (4) menginformasikan; (5) menghibur. Hal serupa juga diungkapkan oleh Ochs dan Winkel (dalam Tarigan, 1993:16), yang menyatakan bahwa tujuan berbicara secara umum ada tiga yaitu: (1) memberitahukan, melaporkan; (2) menjamu, mengibur; (3) membujuk, mengajak, mendesak, dan meyakinkan. Dari beberapa pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa tujuan berbicara yaitu mendapatkan respon atau reaksi serta mendorong dan menstimulasi lawan bicaranya. c.
Faktor Penunjang Keefektifan Berbicara Faktor- faktor yang menentukan keefektifan berbicara, yaitu pembicara,
pendengar dan pokok pembicaraan. Ketiga faktor ini sangat menentukan berhasil tidaknya kegiatan berbicara. Menurut Chalil (2005:11) ada tiga macam kemampuan berbicara, yaitu: (1) Kemampuan berbicara menggugah berarti
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
26
merupakan kemampuan berbicara yang menggugah dan menyentuh hati, sehingga tidak hanya menjadi konsumsi akal atau logika, tetapi mampu menembus ke relung hati pendengarnya, menimbulkan kesan yang mendalam dan kekal dalam sanubari pendengar; (2) Kemampuan berbicara yang mengubah adalah teknik berbicara yang dapat menimbulkan efek perubahan bagi pendengarnya. Segala yang disampaikan sanggup memotivasi dan mendorong orang untuk berubah, sehingga pembicaraan menarik, antusias, dan direspons dengan baik oleh pendengar; dan (3) Berbicara dari hati artinya pembicaraan kita keluar dari hati yang tulus untuk menyampaikan kebenaran. Sementara menurut Arsjad dan Mukti (1991:17-19), faktor-faktor sebagai penunjang keefektifan berbicara yaitu ketepatan ucapan, penempatan tekanan, nada, sendi, durasi sesuai, pilihan kata, ketepatan sasaran pembicaraan. Selain itu, faktor - faktor nonkebahasaan yang menunjang keefektifan berbicara, yaitu sikap wajar, tenang, dan tidak kaku. Kemahiran berbicara bukan saja menghendaki penguasaan bahasa yang baik dan lancar, tetapi di samping itu masih memerlukan prasyarat- prasyarat lain, misalnya: keberanian, ketenangan, sikap di depan orang banyak, sanggup memberi reaksi dengan cepat dan tepat, sanggup melontarkan gagasan- gagasan atau pikiran secara lancar dan teratur.
setidaknya ada empat faktor yang harus dimiliki oleh seorang pembicara jika ingin berhasil dalam berbicara, yaitu: (1) percaya diri; (2) kejelasan suara; (3) ekspresi/ gerak mimik; dan (4) kelancaran berkomunikasi. Lebih lanjut, Arsjad dan Mukti (1991:87) menjelaskan bahwa keefektifan berbicara ditunjang oleh dua faktor, yaitu faktor kebahasaan dan nonkebahasaan. Faktor kebahasaan meliputi (1) ketepatan suara, (2) penempatan tekanan nada, (3) pilihan kata (diksi), dan (4) ketepatan sasaran pembicaraan. Adapun faktor nonkebahasaan meliputi (1) mimik, gerak badan, dan pandangan, (3) penampilan, (4) menghargai pendapat orang lain, (5) kenyaringan suara, (6) kelancaran, (7) penalaran, dan (8) penguasaan topik.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
27
Menurut Wuryaningsih (2007:9), kemampuan berbicara merupakan kemampuan yang penting dan tidak boleh diremehkan dalam pengajaran bahasa. Oleh karena itu, kita harus memiliki keterampilan berbicara yang memadai. Tujuan yang semestinya dicapai adalah untuk menumbuhkan kemauan dan kemampuan pribadi agar sanggup berbicara secara lancar dan teratur dengan menggunakan kosa kata yang tepat. Menurut Daley dan Caravella (2005:16), apa yang harus diperhatikan ketika akan berbicara di muka umum (1) persiapan mental dan fisik, Churchill mengatakan ia butuh waktu enam sampai tujuh jam untuk menyiapkan sebuah pidato yang lamanya 45 menit. Dia tidak bersantai-santai. Bila kita ingin tampil bercaya diri, kita harus yakin bahwa pesan kita bermanfaat bagi audiens, bermanfaat pada saat ini, dan bagi kita sendiri, (2) memahami topik pembicaraan, (3) mengenal audiens, ketika Lincoln berpidato di Gettyburg, Dia tahu misinya adalah untuk mengenang orang-orang yang telah mengorbankan nyawa mereka di medan perang. Dia berbicara singkat tetapi sangat mengesankan. Namun demikian, terkadang ada beberapa hal yang menghalangi seseorang untuk tampil berani berbicara di muka umum. Seperti William Jennings Bryan (dalam Daley dan Caravella, 2005:7) salah satu ahli pidato hebat berkebangsaan Amerika dari abad ke-20, mengakui bahwa saat pertama kali
yang hidup pada abad pertama S.M., menulis bahwa semua Publik Speaking yang baik ditandai oleh ketakutan. Daley dalam bukunya yang berjudul Speaking Mastering, Menguasai Strategi Presentasi yang Efektif mengatakan bahwa ia mendaftarkan diri untuk mengambil kursus Dale Carnegie, yang merupakan salah satu program belajar mandiri untuk orang-orang yang takut untuk berdiri dan berbicara di depan umum. Dapat disimpulkan bahwa rasa takut merupakan salah satu factor besar yang menjadikan seseorang tidak berani tampil berbicara di muka umum.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
28
Di masa yang lebih baru,
mencetak
hasil survei terhadap tiga ribu orang Amerika. Salah satu hasil yang paling
takutkan?. Jawabannya beragam ada yang takut terbang 18%. Takut mati 19%. Takut sakit 22%, takut air yang dalam 22%, takut serangga dan hama 22 %, takut ketinggian 32%, yang paling mengejutkan jawaban takut berbicara di depan kelompok menduduki peringkat pertama yaitu 41%, diambil dari Almanack Book of Lists oleh David Wellechinsky,et al.(dalam Daley dan Caravella, 2005:7). Hal tersebut semakin menguatkan bahwa memang benar salah satu hal yang mengakibatkan seseorang tidak berani berbicara di muka umum yaitu karena rasa takut. Oleh karena itu ada beberapa solusi yang ditawarkan, (dalam Daley dan Caravella, 2005:10-11) ada tiga langkah pertama untuk mengalahkan ketakutan yaitu: (1) mengakui ketakutan Anda, akui pada diri Anda bahwa rasa takut itu menyakitkan diri dan membatasi peluang Anda untuk mendapatkan pengakuan dan kemajuan, membuat anda berhenti dan malu. Ketakutan itu membawa kerugian semata dan tidak ada manfaatnya, (2) periksa kemungkinan solusi, tidak hanya kita yang merasa takut tetapi ribuan orang juga mengalami ketakutan. Artinya ada ratusan program yang tersedia bagi Anda, misalnya mengikuti pelatihan berbicara di muka umum, pilihlah program yang memberikan kesempatan berbicara yang banyak. Anda tidak akan dapat mengalahkan ketakutan dan mengembangkan rasa percaya diri dengan hanya mendengarkan ceramah, langkah selanjutnya (3) membuat keputusan ,tindakan mengambil keputusan sendiri akan membebaskan Anda. Saat Anda melakukannya saat itu juga Anda merasa lega. d. Jenis-jenis Berbicara Bila kita perhatikan berbagai literatur mengenai bahasa dan pengajaran, maka kita akan menemui berbagai jenis berbicara. Ada diskusi, ada percakapan, ada pidato menghibur, ada ceramah, ada bertelpon, dan sebagainya. Menurut
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
29
Subekti (2011) ada beberapa hal yang bisa dijadikan landasan dalam mengklasifikasikan berbicara. Landasan tersebut adalah: (1) situasi, (2) tujuan, (3) metode penyampaian, (4) jumlah penyimak, dan (5) peristiwa khusus. Berikut akan diuraikan dan dijelaskan landasan beserta dengan penjelasan butir-butir hasil pengklasifikasian tersebut. 1) Situasi Aktivitas berbicara selalu terjadi atau berlangsung dalam suasana, situasi, dan lingkungan tertentu. Situasi dan lingkungan itu dapat bersifat formal atau resmi. Situasi dan lingkungan itu mungkin pula bersifat informal atau tak resmi. Setiap situasi itu menuntut keterampilan berbicara tertentu. Dalam situasi formal permbicara dituntut berbicara secara formal pula. Sebaliknya dalam situasi tidak formal, pembicara harus berbicara secara tidak formal pula. 2) Tujuan Pada umumnya tujuan orang yang berbicara adalah untuk menghibur, menginformasikan, pendengarnya.
menstimulasi,
Sejalan
dengan
meyakinkan, tujuan
atau
pembicara
menggerakkan
tersebut,
menurut
menjadi lima jenis, yakni: (1) berbicara menghibur; (2) berbicara menginformasikan; (3) berbicara menstimulasi; (4) berbicara meyakinkan; (5) berbicara menggerakkan. 3) Metode Penyampaian Menurut Arsjad dan Mukti U. S (1991: 65), ada empat cara yang bisa digunakan orang dalam menyampaikan pembicaraannya. Keempat acara yang dimaksud
adalah:
(1)
penyampaian
secara
mendadak/
serta-merta
(impromptu); (2) penyampaian berdasarkan catatan kecil (ekstemporan); (3) penyampaian berdasarkan hafalan; dan (4) penyampaian berdasarkan naskah.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
30
Berbicara mendadak terjadi karena seseorang tanpa direncanakan sebelumnya harus berbicara di depan umum. Hal ini dapat terjadi karena tuntutan situasi. Misalnya karena pembicara yang telah direncanakan berhalangan tampil, maka terpaksa secara mendadak dicarikan penggantinya atau dalam suatu pertemuan seseorang diminta secara mendadak memberikan kata sambutan, pidato perpisahan, dan sebagainya. Dalam situasi seperti ini pembicara harus menggunakan pengalamannya bagi penyusunan organisasi pembicaraannya. Sejumlah pembicara menggunakan catatan kecil dalam kartu, biasanya berupa butir-butir penting sebagai pedoman berbicara. Berlandaskan catatan itu pembicara bercerita panjang lebar mengenai sesuatu hal. Cara seperti inilah yang dimaksud dengan berbicara berlandaskan catatan kecil. Cara berbicara seperti itu dapat berhasil apabila pembicara sudah mempersiapkan dan menguasai isi pembicaraan secara mendalam sebelum tampil di depan umum. Pembicara
yang
dalam
taraf
belajar
mempersiapkan
bahan
pembicaraannya dengan cermat dan dituliskan dengan lengkap. Bahan yang ditulis itu dihafalkan kata demi kata, lalu tampil berbicara berdasarkan hasil hafalannya. Cara berbicara seperti itu memang banyak kelamahannya. Pembicara meungkin lupa akan beberapa bagian dari isi pidatonya, perhatiannya tidak bisa diberikan kepada pendengar, kaku, dan kurang penyesuaian pada situasi yang ada. 4) Jumlah Penyimak Komunikasi lisan selalu melibatkan dua pihak, yakni pendengar dan pembicara. Jumlah peserta yang berfungsi sebagai penyimak dalam komunikasi lisan dapat bervariasi misalnya satu orang, beberapa orang (kelompok kecil), dan banyak orang (kelompok besar). Berdasarkan jumlah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
31
dibagi atas tiga jenis, yaitu: (1) berbicara antar pribadi; (2) berbicara dalam kelompok kecil; dan (3) berbicara dalam kelompok besar. Berbicara antarpribadi, atau berbicara empat mata, terjadi apabila dua pribadi membicarakan, mempercakapkan, merundingkan, atau mendiskusikan sesuatu. Suasana pembicaraan mungkin serius dan mungkin pula santai, akrab, dan bebas. Suasana pembicaraan sangat tergantung kepada masalah yang dipercakapkan, hubungan antar dua pribadi yang terlibat. Berbicara dalam kelompok kecil terjadi apabila seorang pembicara menghadapi skelompok kecil pendengar, misalnya tiga sampai lima orang. Pembicara dan pendengar dapat bertukar peran, misalnya, setelah pembicara selesai berbicara diadakan tanya jawab atau diskusi. Berbicara dalam kelompok besar terjadi apabila seorang pembicara menghadapi pendengar berjumla besar atau massa. Para pendengar dalam berbicara jenis ketiga ini dapat homogen dan mungkin pula heterogen. Dalam lingkungan pendidikan, misalnya, para pendengar homogen baik dalam usia maupun dalam kemampuan. 5) Peristiwa Khusus Dalam kehidupan sehari-hari, manusia sering manghadapi berbagai kegiatan. Sebagian dari kegiatan itu dikategorikan sebagai peristiwa khusus, istimewa, atau spesifik. Contoh kegiatan khusus itu adalah ulang tahun, perpisahan, perkenalan, pemberian hadiah. Peristiwa itu dapat berlangsung di semua tempat seperti di rumah, di kantor, di gedung pertemuan dan sebagainya. Dalam setiap peristiwa khusus tersebut di atas dilakukan upacara tertentu berupa sambutan atau pidato singkat seperti pidato selamat datang, selamat atas kesuksesan, selamat jalan, selamat berkenalan dan sebagainya. Berdasarkan peristiwa khusus itu, berbicara atau pidato dapat digolongkan dalam enam jenis, yakni: (1) pidato presentasi; (2) pidato
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
32
penyambutan; (3) pidato perpisahan; (4) pidato jamuan (makan malam); (5) pidato perkenalan; dan (6) pidato nominasi (mengunggulkan). e.
Kriteria Penilaian Pembelajaran Berbicara Tarigan (1993:26) menyebutkan bahwa ada lima faktor yang mendasari
kegiatan evaluasi berbicara, di antaranya: (1) ketepatan bunyi, seperti bunyi vokal dan konsonan; (2) pola- pola intonasi, naik turunnya suara, seperti tekanan suku kata yang memuaskan; (3) ketepatan ucapan pembicara yang mencerminkan bahwa tanpa referensi internal, pembicara tetap dapat memahami bahasa yang dipergunakan; (4) susunan yang urut mengenai kata- kata yang diucapkan
ketika berbicara. Banyak kriteria penilaian yang dapat dilakukan guru untuk menilai kegiatan berbicara mahasiswa. Kriteria penilaian tentunya melihat situasi, kondisi, dan keperluan dosen. Penilaian dapat dilakukan secara mandiri atau kelompok. Jika perlu guru juga dapat melibatkan siswa sebagai penilai. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan kegiatan penilaian meliputi kegiatan penyusunan alat penilaian harus mengikuti beberapa prosedur mulai dari perumusan tujuan umum, menguraikan dalam bentuk tingkah laku siswa yang dapat diamati, menghubungkan dengan bahan pelajaran dan menuliskan butirbutir tes. Selain itu, terdapat bebarapa hal yang perlu juga dicermati dalam perencanaan penilaian yang meliputi bagaimana kelas, usia, dan tingkat kemampuan siswa yang akan dites, berapa lama waktu pelaksanaan tes, apakah tes berbentuk uraian atau objective, berapa banyak butir tes yang perlu disusun, dan apakah tes diadministrasikan guru atau murid. Dalam kegiatan pengolahan hasil penilaian juga perlu mempertimbangkan beberapa hal yaitu norma apa yang digunakan dalam pengolahan hasil tes, apakah digunakan formula guessing bagaimana pengubahan skor menjadi skor masak, skor standar apa yang digunakan, serta untuk apa hasil tersebut digunakan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
33
Penilaian yang sebenarnya adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran mengenai perkembangan siswa. Gambaran mengenai perkembangan siswa perlu diketahui oleh guru agar guru bisa mematikan bahwa siswa mengalami proses pembelajaran yang benar. Apabila data yang dikumpulkan guru mengindikasikan bahwa siswa mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera mengambil tindakan yang tepat agar siswa terlepas dari kemacetan belajar tersebut. penilaian menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata siswa pada saat melakukan proses pembelajaran bukan ditekankan pada perolehannya sebanyak mungkin informasi pada akhir periode pembelajaran. Guru yang ingin mengetahui perkembangan belajar Bahasa Indonesia siswa harus mengumpulkan data dari kegiatan nyata saat para siswa menggunakan bahasa Indonesia, bukan pada saat siswa mengerjakan tes bahasa Indonesia. Data yang diambil dari kegiatan siswa saat siswa melakukan kegiatan berbahasa Indonesia baik di dalam maupun di luar kelas itulah yang disebut data autentik (Authentic). Penilaian autentik menilai pengetahuan dan keterampilan (performansi) yang diperoleh siswa. Penilai tidak hanya guru tapi juga bisa teman lain atau orang lain. Hal yang dapat digunakan sebagai dasar menilai prestasi siswa adalah proyek/kegiatan dan laporannya, PR, kuis, karya siswa, presentasi/ penampilan siswa, demostrasi, laporan, jurnal, hasil tes tulis, karya tulis. Jadi, siswa dinilai kemampuannya dengan berbagai cara tidak hanya dari hasil tes ujian. Mudini dan Suprijanto (2009:24) berpendapat bahwa ada dua jenis penilaian yang digunakan dalam pembelajaran berbicara, yaitu penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses dilakukan selama kegiatan pembelajaran berlangsung untuk menilai sikap siswa dalam mengikuti kegiatan pembelajaran. Penilaian hasil dilakukan berdasarkan unjuk kerja yang dilakukan siswa ketika menyajikan kompetensi berbicara yang dituntut kurikulum atau mempresentasikan secara individual. Penilaian proses berlangsung dengan menggunakan lembar penilaian sikap (afektif) yang terdiri dari aspek: (1) keaktifan siswa; (2) minat dan antusiasme; (3) berani berbicara di depan kelas sedangkan dalam penilain hasil,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
34
ada beberapa aspek yang dinilai, yaitu (1) tekanan; (tata bahasa); (3) kelancaran; (4) pemahaman; (5) kosa kata. Berkaitan dengan komponen lain sebagai alat penilaian dan deskripsi kefasihan untuk menentukan tingkat kemampuan berbicara siswa, Nurgiyantoro, (2001: 284) memaparkan komponen tersebut terdiri dari komponen tekanan, tata bahasa, kosa kata, kefasihan, dan pemahaman. Penilaian tiap komponen tersebut disusun secara berskala: 1 sampai dengan 6, skor 1 berarti sangat kurang, sedangkan 6 berarti sangat baik. Tabel 1. Tabel Pembobotan Penilaian Berbicara Deskripsi Kefasihan Tekanan Tata bahasa Kosa kata Kelancaran Pemahaman
1
2
3
4
5
6
Jumlah (Sumber: Nurgiyantoro, 2001:278) Menurut Suwandi (2011:12) penilaian diartikan sebagai suatu kegiatan untuk mengetahui perkembangan, kemajuan dan atau hasil belajar siswa selama program pendidikan itu dilaksanakan. Selain itu menurut Burhan (2010:6) penilaian diartikan sebagai suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Sebagai bagian dari system pengajaran yang direncanakan dan diimplementasikan di kelas, penilaian merupakan kegiatan yang harus dilakukan oleh guru. Penilaian dilakukan untuk memperoleh berbagai ragam informasi tentang sejauh mana hasil belajar peserta didik atau informasi tentang ketercapaian kompetensi peserta didik. Lebih lanjut menurut Haryati (2007:15) penilaian adalah penerapan berbagai cara dan penggunaan berbagai alat. Menurut Nurgiantoro (2010:6) penilaian diartikan sebagai suatu proses untuk mengukur kadar pencapaian tujuan. Pengertian ini sesuai dengan yang
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
35
dikemukakan Tuckman (dalam Burhan, 2011: 6) yang mengartikan penilaian sebagai suatu proses untuk mengetahui (menguji) apakah suatu kegiatan, proses kegiatan, keluaran suatu program telah sesuai dengan tujuan atau kriteria yang telah di tentukan. Sementara itu, Suwandi menegaskan (2004:4) bahwa tujuan dan fungsi penilaian hasil belajar dapat bermacam-macam, antara lain adalah (1) mengetahui ketercapaian tujuan pembelajaran; (2) mengetahui kinerja berbahasa siswa; (3) mendiaknosis kesulitan belajar siswa; (4) memberikan umpan balik terhadap peningkatan mutu program pembelajaran; (5) menjadi alat pendorong dalam peningkatan kemampuan siswa; (6) menjadi bahan pertimbangan dan penentuan jurusan, kenaikan kelas, atau kelulusan, dan (7) menjadi alat penjamin, pengawas, dan pengendali mutu pendidikan. Collin (1991:3) memberikan pendapat tentang penilaian bahwa: Assessment as a general termenhancing all method customarily to appraise performance of individual pupil or group. It may refer to abroad appraisal including many sources of evidence and many aspects of a pupil knowledge, understanding, skill and attitudes. Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing adalah suatu proses untuk mengetahui keberhasilan antara proses dan hasil dari kegiatan pembelajaran bahasa. 4. a.
Hakikat Pembelajaran Keterampilan Berbicara
Model Pembelajaran Keterampilan Berbicara Proses pembelajaran yang dilakukan tidak akan berjalan dengan baik
tanpa adanya sebuah perencanaan yangbaik pula. Salah satu yang harus diperhatikan dalam proses pembelajaran adalah model yang diterapkan. Model pembelajaran merupakan prosedur yang ditetapkan untuk menjalankan proses pembelajaran dalam rangka mencapai kompetensi yang ditetapkan. Sebagai prosedur, maka model pembelajaran berisi langkah-langkah yang perlu ditempuh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
36
untuk mengoptimalkan proses pembelajaran sehingga pembelajar mampu mencapai kompetensi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, jelas bahwa pemilihan model pembelajaran yang tepat merupakan hal penting karena akan sangat memengaruhi keberhasilan pengajaran. Menurut Lestyarini (2012), karakter Indonesia semestinya diinkulkasikan dalam proses pengenalan dan penciptaan konteks dan situasi bahasa baik secara sintetik maupun analitik. Hal ini merupakan sebuah perimbangan yang dibutuhkan untuk memperkuat ketajaman bahasa penutur asing. Disamping itu, lokalitas budaya masyarakat tetap terjaga dengan utuh dengan mempertimbangkan derasnya arus globalisasi dan berkembangnya era hipermedia. Oleh karena itu, karakter Indonesia sangat penting sebagai basis dalam pengembangan model pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing Model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dalam hal ini model pembelajaran merupakan upaya manipulasi pengajar dalam menggunakan media (CD interaktif) guna tercapainya tujuan pembelajaran. Dengan kata lain pula, model pembelajaran merupakan bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran. Joyce dan Weil mendefinisikan model pembelajaran dengan cara ini: l untuk mengajar adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (program studi jangka panjang), untuk merancang bahan ajar, dan untuk membimbing instruksi dalam kelas dan hwa guru menampilkan panduan strategi pilihan dari para guru. Di satu sisi, model atau peran adalah metode atau strategi. Ketika guru memainkan peran kuesioner, misalnya, mempertanyakan mengenai strategi pembelajaran atau metodologi pembelajaran. Model pembelajaran memiliki lima unsur dasar (Joyce dan Weil: 1980), yaitu: 1) Syntax, yaitu langkah-langkah operasional pembelajaran, 2) Social system, adalah suasana dan norma yang berlaku dalam pembelajaran, 3)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
37
Principles of reaction, menggambarkan bagaimana seharusnya guru memandang, memperlakukan, dan merespon siswa, 4) Support system, segala sarana, bahan, alat, atau lingkungan belajar
yang mendukung pembelajaran, dan
5)
Instructional dan nurturant effects, hasil belajar yang diperoleh langsung berdasarkan tujuan yang disasar (instructional effects) dan hasil belajar di luar yang disasar (nurturant effects). Model pembelajaran merupakan salah satu bagian dari keseluruhan sistem belajar yang tidak dapat dipisahkan dari sistem lainnya. Menurut Joyce dalam Trianto (2007:2) model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran di kelas/ pembelajaran dalam tutorial dan untuk menentukan perangkat-perangkat pembelajaran termasuk di dalamnya: buku-buku, film, komputer, kurikulum, dan lain-lain. Istilah model pembelajaran memiliki makna yang lebih luas dari pada strategi, metode, atau prosedur. Kardi dan Nur (dalam Jayantio, 2009:10) menyatakan bahwa model-model pembelajaran mempunyai ciri-ciri khusus, antara lain: (1) rasional teoretik logis yang disusun oleh para pengembangnya; (2) landasan pemikiran tentang apa dan bagaimana siswa belajar dalam mencapai tujuan pembelajaran; (3) tingkah laku mengajar yang diperlukan agar model tersebut dapat diterapkan dengan sukses; (4) lingkungan belajar yang diperlukan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Ciri-ciri tersebut dapat membedakan model pembelajaran dengan istilah-istilah lain yang hampir sama, yaitu metode pembelajaran, strategi pembelajaran, pendekatan pembelajaran, dan masih masih banyak yang lainnya. Winataputra (dalam Sugiyanto, 2008:7) mengungkapkan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan suatu pengalaman belajar untuk mencapai tujuan dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan pengajar dalam membuat rencana dan melakukan kegiatan pembelajaran. Model
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
38
pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Lebih lanjut, Sumantri dan Johar (2001:37) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan yang sistematis yang dapat digunakan sebagai pedoman pembelajaran dengan mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan tertentu. b.
Metode Pembelajaran Keterampilan Berbicara Gunter, Estes dan Schwab (1990:67) mendefinisikan bahwa model
pembelajaran adalah
-by-step procedure that (Model pembelajaran adalah prosedur yang
berupa langkah-demi langkah yang mengarah pada hasil belajar yang spesifik). sementara Rusman mengatakan bahwa model pembelajaran biasanya disusun berdasarkan berbagai prinsip atau teori pengetahuan, sehingga meminjam pendapat Joyce dan Weil, Rusman menyatakan bahwa model pembelajaran adalah suatu rencana atau pola yang dapat digunakan untuk membentuk kurikulum (rencana pembelajaran jangka panjang), merancang bahan-bahan pelajaran, artinya pengajar boleh memilih model pembelajaran yang sesuai dan efisien untuk mencapai tujuan pendidikannya (Rusman, 132-133 : 2011). Menurut Anitah, 2008:145) metode adalah cara yang digunakan dalam pelaksanaan pembelajaran. Menurut Sanjaya, (2011: 147) metode adalah cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal. Senada dengan itu, Slameto (2003: 65) menyatakan bahwa metode pembelajaran merupakan cara yang harus dilakukan dalam mengajar yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Pemillihan metode dalam kegiatan pembelajaran sebaiknya
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
39
memperhatikan beberapa factor, yaitu: (1) siswa, (2) tujuan, (3) situasi, (4) fasilitas, (5) pengajar (dengan kemampuan professional yang berbeda-beda) (Surakhman, 1992: 96-97). Oleh karena itu, pemilihan proses belajar mengajar hendaknya mempertimbangkan beberapa hal, yaitu apakah metode yang digunakan cocok, apakah dengan metode tersebut mampu memberikan kegiatan yang bervariasi untuk melayani perbedaan individual siswa, apakah metode tersebut juga memberikan urutan kegiatan yang bertingkat-tingkat, apakah penggunaan metode tersebut dapat mencapai tujuan kognitif, afektif dan psikomotor, apakah metode tersebut lebih menaktifkan siswa, apakah
metode tersebut
mendorong
berkembangnya kemampuan baru, apakah metode tersebut dapat menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah dan rumah sekaligus mendorong penggunaan sumber belajar di rumah dan di masyarakat, serta perlunya kegiatan belajar yang menekankan learning by doing, bukan hanya learning by seeing and knowing. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulakan bahwa metode pembelajaran bagi penutur asing adalah cara berupa langkah-langkah yang digunakan untuk melaksanakan program pembelajaran agar dapat terlaksana sesuai tujuan yang diharapkan c.
Media Pembelajaran Keterampilan Berbicara Banyak bahasan yang dikemukakan oleh pakar pendidikan tentang media
pembelajaran. Gagne dalam Sadiman (1990) menyatakan bahwa media adalah semua alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta merangsang siswa untuk belajar, misalnya buku, film dan kaset. Selain itu ada juga yang menyampaikan bahwa Media adalah sebuah alat yang mempunyai fungsi menyampaikan pesan (Bovee: 1997). Media pembelajaran merupakan salah satu komponen yang dapat mempermudah pencapaian tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, setiap pengajar hendaknya mampu mengembangkan konsep pembelajaran dengan menggunakan media yang sesuai dengan materi dan karakteristik siswa. Kita mengetahui bahwa
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
40
di lembaga-lembaga pendidikan yang menyadari pentingnya media mereka akan berusaha menyediakannya, seperti yang disampaikan Gutierrez dan Tyner (2012) Given the ubiquity and dominance of multiple media in the informal education of children and youth, it is not as if schools are unaware of the pervasive influence of media. For many years, schools have attempted to integrate media tools and texts into classroom practice. Proses belajar mengajar perlu didukung oleh penggunaan media dan alatalat bantu pengajaran yang tepat. Untuk itu perlu diperhatikan beberapa hal berikut, yaitu alat/media apa yang dibutuhkan, bila belum ada apa penggantinya, bagaimana pembuatannya, siapa yang membuat, bagaimana pembiayaannya, dan kapan dibuatnya, bagaimana pengorganisasiannya dalam keseluruhan kegiatan belajar, serta adanya pemahaman bahwa hasil terbaik akan diperoleh dengan menggunakan multi media. Menurut Morrel dan Adrade (2006) berkaitan dengan media dikatakan bahwa That new media texts are more relevant to and affirming of the everyday sociocultural experiences of students and can be used to teach the literacy skills needed for academic advancement, critical citizenship, and professional employment. Media pembelajaran bahasa Indonesia yang dapat digunakan cukup banyak. Media tersebut antara lain media elektronik (video, vcd, tape, televisi, dan lain-lain), media cetak/ majalah, surat kabar dan lain-lain. Suparno (dalam Esti, 2011:129) mengemukakan bahwa media adalah suatu alat yang dipakai sebagai saluran (chanel) untuk menyampaikan suatu pesan (massage) atau informasi dari suatu sumber (resource) kepada penerimanya (receiver). Media audiovisual menjadi pilihan tepat dalam mengelaborasi kepentingan pembelajaran bahasa Indonesia karena mampu menghadirkan potret budaya dan kehidupan social masyarakat secara nyata.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
41
Melalui media audiovisual, penutur asing dapat betul-betul mencermati kehidupan masyarakat Indonesia yang berpengaruh positif dalam upaya mempelajari bahasa Indonesia. Perancangan media ini harus dilakukan berdasarkan pertimbangan prinsip pembelajaran bahasa kedua, dalam hal ini bahasa Indonesia untuk penutur asing agar tidak berakibat pada kebingungan bahasa. Biasanya, kebingungan bahasa timbul karena komunikasi terlalu cepat dan banyak kata-kata baru seperti pada penggunaan media-media lagu atau film yang cenderung sukar untuk dipahami. Menurut (Lestyarini: 2012) ia menyatakan bahwa
dalam beberapa penelitian, penggunaan media audiovisual dalam
pembelajaran bahasa kedua bekerja efektif untuk mencapai pemahaman bahasa. Ada lagi pendapat Bretz (dalam Anitah, 2008:1) yang menyatakan bahwa media adalah sesuatu yang terletak di tengah-tengah jadi suatu perantara yang menghubungkan semua pihak yang membutuhkan terjadinya suatu hubungan, dan membedakan antara media komunikasi dan alat bantu komunikasi. Pendapat lain dikemukakan oleh Imam Syafei (1994:19) yang dimaksud dengan media pembelajaran adalah segala sesuatu, baik yang berupa benda, orang, peristiwa yang dapat digunakan untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan siswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dikehendaki dalam proses pembelajaran. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa media pembelajaran bahasa Indonesia bagi penutur asing adalah sarana yang digunkan untuk menyampaikan pesan dan merangsang peserta didik untuk belajar sehingga siswa dapat menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dikehendaki dalam proses pembelajaran. d.
Materi Pokok Berkenaan dengan Pembelajaran Keterampilan Berbicara Suatu pengajaran tanpa didukung oleh materi ajar yang tepat adalah
tindakan yang sia-sia diberikan untuk dikuasai oleh pebelajar. Tidaklah mungkin sebuah pengajaran berlangsung dengan baik tanpa diikuti oleh penyediaan materi ajar yang sesuai
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
42
karena materi
elajar untuk belajar dalam rangka
mencapai kompetensi. Begitu juga halnya dengan pengajaran BIPA. Penyiapan dan pengembangan materi ajar BIPA yang sesuai dengan kompetensi merupakan syarat mutlak tercapainya kompetensi yang diharapkan. Tercapainya kompetensi atau tujuan pembelajaran merupakan salah satu indikator keberhasilan pengajaran BIPA. Posisi tawar bahasa Indonesia dalam lingkup internasional memang menduduki area penting. Hal ini berimplikasi pada pengembangan kurikulum pengajaran bahasa Indonesia untuk penutur asing yang harus diupayakan agar sesuai dengan standar internasional dan kondusif dalam penyelenggaraannya. Dalam hal ini, identitas kultural Indonesia semestinya diinkulkasikan dalam pembelajaran termasuk dalam media pembelajaran bahasa. Dengan mempelajari konteks budaya, kehidupan sosial masyarakat Indonesia, dan norma-norma sebagai nilai entitas masyarakat. Penutur asing dapat mempelajari karakter Indonesia yang merupakan sine qua non (prasyarat mutlak) untuk mempelajari bahasa Indonesia. Hal ini dapat dipahami karena bahasa merupakan salah satu cermin jati diri masyarakat sehingga kajian dan pembelajarannya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan masyarakat (Lestyarini: 2012). Ketika hal ini dapat diperhatikan lebih dalam kurikulum ataupun materi pembelajaran maka pembelajar akan dapat dengan mudah memahami budaya Indonesia dan mudah beradaptasi dalam prose pembelajaran. Bahan ajar adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan, yaitu mencapai kompetensi atau subkompetensi dengan segala kompleksitasnya (Widodo dan Jasmadi dalam Lestari, 2013:1). Salah satu problem yang sering dihadapi guru di sekolah adalah bagaimana memilih begitu banyak materi yang harus diajarkan kepada para siswa dengan waktu yang sangat terbatas. Ketepatan pemilihan materi sangat penting dikuasai oleh para pengajar.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
43
Satu hal penting yang harus diperhatikan oleh guru yaitu pembelajaran bahasa perlu memperhatikan prinsip-prinsip pengajaran, antara lain penyampaian materi harus dilakukan dari yang mudah ke yang sulkar, dan dari hal-hal yang dekat ke yang jauh, dari yang sederhana ke yang rumit, dari yang diketahui, dan dari yang konkret ke yang abstrak (Depdikbud, 1993b: 16). Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa materi adalah seperangkat sarana atau alat pembelajaran yang berisikan materi pembelajaran, metode, batasan-batasan, dan cara mengevaluasi yang didesain secara sistematis dan menarik dalam rangka mencapai tujuan yang diharapkan. B. Kerangka Berpikir Keterampilan berbicara pada mahasiswa BIPA masih belum berjalan dengan maksimal. Perencanaan pembelajaran berbicara terkadang masih belum memenuhi target. Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara masih mengalami beberapa kendala, salah satunya adalah waktu yang tersedia masih belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Dalam hal ini keterampilan berbicara sangat penting dikuasai oleh penutur asing, hal ini merupakan parameter keberhasilah sebuah pembelajaran bahasa. Seseorang tidak hanya memahami bahasa secara gramatikal namun juga mampu menggunakan bahasa tersebut dalam berkominikasi secara lisan. Pengajaran BIPA sebagai sebuah program, tentu memiliki pijakan yang jelas sebagaimana tampak pada prinsip dasar pembelajaran pada umumnya. Demikian pula, sebagai bentuk pembelajaran bahasa sudah semestinya juga mendasarkan pada kaidah konseptual pembelajaran bahasa asing yang menjadi landasan pendekatannya. Kaidah konseptual yang dimaksud terutama bersumber pada teori bahasa dan teori pembelajaran bahasa (Spolsky, 1980; Stern, 1987). Secara aspektual, spesifikasi pengajaran BIPA antara lain tampak pada (1) tujuan pembelajaran, (2) sasaran pembelajaran, (3) tatanan materi, (4) pemilihan metode,
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
44
(5) pemanfaatan sumber/ media, (6) kegiatan pembelajaran, (7) evaluasi pembelajaran, dan (8) problematik pembelajarannya. Mengingat perwujudan aspek-aspek pembelajaran tersebut merupakan hal yang cukup (Soegihartono, Prosiding the 4th International Conference on ) kompleks, maka diperlukan landasan konseptual pengajaran BIPA yang jelas. Tanpa kejelasan acuan sangat dimungkinkan arah pengajaran BIPA menjadi bias dan berpengaruh negatif pada produktivitasnya. Mengacu pada dasar teoi di atas, sebelum melangkah pada materi ajar, maka keseragaman tujuan pengajaran dan sasaran pengajaran BIPA perlu disepakati, bahwa: Tujuan pengajaran BIPA adalah: (1)Memperkenalkan Indonesia kepada penutur asing untuk berbagai kepentingan, baik pengajaran maupun komunikasi praktis, (2) Memberikan penguasaan lisan dan tertulis kepada penutur asing dalam bahasa Indonesia yang benar, (3) Penutur asing dapat memahami bahasa yang dipergunakan penutur asliny, (4) Membentuk pemahaman baru yang positif dari penutur asing terhadap Indonesia melalui kekayaan budaya Indonesia. Adapun sasaran pengajaran BIPA adalah para penutur asing untuk kepentingan diplomasi, ekonomi, edukasi dan ilmu pengetahuan, informasi, sosial dan budaya bagi penutur asing dalam pemerintahan, para intelektual, dan akademisi, pelajar, maupun masyarakat internasional secara umum. Setelah tujuan dan sasaran pengajaran BIPA dapat disepakati, melangkah pada tahap berikutnya, yaitu materi ajar atau tatanan materi serta evalusai yang dilakukan selama proses pembelajaran berlangsung. Berdasarkan uraian di atas, secara skematis kerangka pemikiran dapat digambarkan dalam skema atau bagan sebagai berikut:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
45
Pembelajaran Keterampilan Berbicara pada Mahasiswa Program BIIPA
Model pembelajaran keterampilan berbicara pada peserta program BIPA
Pelaksanaan pembelajaran keterampilan berbicara pada peserta program BIPA
Kendala yang dialami dalam pembelajaran berbicara pada peserta program BIPA
Deskripsi Pembelajaran Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA)
Gambar 1. Kerangka Berpikir Penelitia
commit to user
Solusi yang dilakukan untuk mengatasi kendala dalam pembelajaran BIPA