BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1.
Teori Belajar a. Belajar Penemuan Menurut Dahar (2011: 79) salah satu model instruksional kognitif yang sangat berpengaruh ialah model dari Jerome Bruner (1966) yang dikenal dengan nama Belajar Penemuan. Bruner menganggap bahwa belajar penemuan sesuai dengan pencarian pengetahuan secara aktif oleh manusia dan dengan sendirinya memberikan hasil yang paling baik. Bruner menyarankan agar siswa-siswa hendaknya belajar melalui partisipasi secara aktif dengan konsep dan prinsip-prinsip untuk memperoleh pengalaman dan melakukan eksperimen-eksperimen yang mengizinkan mereka untuk menemukan prinsip-prinsip itu sendiri. Pengetahuan
yang
diperoleh
dengan
belajar
penemuan
menunjukkan beberapa kebaikan. Pertama, pengetahuan itu bertahan lama atau lama diingat atau lebih mudah diingat bila dibdaningkan dengan pengetahuan yang dipelajari dengan cara-cara lain. Kedua, hasil belajar penemuan mempunyai efek transfer yang lebih baik daripada hasil belajar lainnya. Dengan kata lain, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dijadikan milik kognitif seseorang lebih mudah diterapkan pada situasisituasi baru. Ketiga, secara menyeluruh belajar penemuan meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir secara bebas. Secara khusus belajar penemuan melatih keterampilan kognitif siswa untuk menemukan dan memecahkan masalah tanpa pertolongan orang lain (Dahar, 2011: 80). Selanjutnya
dikemukakan
bahwa
belajar
penemuan
membangkitkan keingintahuan siswa, memberi motivasi untuk bekerja terus sampai menemukan jawaban-jawaban. Lagi pula pendekatan ini dapat mengajarkan keterampuilan memecahkan masalah tanpa pertolongan 8
9 orang lain dan meminta para siswa untuk menganalisis dan memanipulasi informasi, tidak hanya menerima saja (Dahar, 2011: 80). Bruner
menyadari
bahwa
belajar
penemuan
yang
murni
memerlukan waktu sehingga dalam bukunya The Relevance of Education (1971), ia menyarankan agar penggunaan belajar penemuan ini hanya diterapkan sampai batas-batas tertentu, yaitu dengan mengarahkannya pada struktur bidang studi (Dahar, 2011: 80). Struktur suatu bidang studi terutama diberikan oleh konsep-konsep dasar dan prinsip-prinsip bidang studi itu. Bila seorang siswa telah menguasai struktur dasar, tidak akan sulit baginya untuk mempelajari bahan-bahan pelajaran lain dalam bidang studi yang sama dan ia akan lebih mudah ingat bahan baru itu. Hal ini disebabkan karena ia telah memperoleh
kerangka
pengetahuan
yang
bermakna
yang
dapat
digunakannya untuk melihat hubungan-hubungan yang esensial dalam bidang studi itu sehingga dapat memahami hal-hal yang mendetail (Dahar, 2011: 80). Menurut Bruner, mengerti suatu bidang studi ialah memahami bidang studi itu sedemikian rupa, hingga dapat menghubungkan hal-hal lain pada struktur itu secara bermakna. Secara singkat dapat dikatakan bahwa mempelajari bagaimana hal-hal dihubungkan (Dahar, 2011: 80). Teori belajar penemuan Bruner ini berfungsi sebagai dasar dari penelitian yang akan dilakukan. Siswa harus dapat menerapkan dan menghubungkan konsep-konsep yang telah diterimanya. Belajar penemuan akan terbukti berhasil bila siswa dapat menghubungkan konsep-konsep tersebut. Dalam penelitian ini dilakukan serangkaian tes yang berusaha mengungkap pengetahuan siswa akan konsep-konsep
yang telah
diterimanya dengan pengetahuan yang baru. Pembelajaran yang diterima oleh siswa akan menjadi bermakna bila siswa dapat menjawab pertanyaanpertanyaan dalam tes yang dilakukan. Hal ini sesuai dengan teori bruner yang mengatakan bahwa belajar harus melibatkan 3 proses kognitif yaitu
10 memperoleh informasi baru, transformasi informasi dan menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. b. Belajar Bermakna Inti teori Ausubel tentang belajar menurut Dahar (2011: 95) ialah belajar bermakna. Bagi Ausubel, belajar bermakna merupakan suatu proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep yang relevan yang terdapat dalam struktur kognitif seseorang. Walaupun kita tidak mengetahui mekanisme biologi tentang memori atau disimpannya pengetahuan, kita mengetahui bahwa informasi disimpan di daerah-daerah tertentu dalam otak. Banyak sel otak yang terlibat dalam penyimpanan pengetahuan itu. Dengan berlangsungnya belajar, dihasilkan perubahanperubahan dalam sel-sel otak, terutama sel-sel yang telah menyimpan informasi yang mirip dengan informasi yang sedang dipelajari. Menurut Ausubel, belajar diklasifikasikan kedalam dua dimensi. Dimensi pertama berhubungan dengan cara informasi atau mata pelajaran yang disajikan pada siswa melalui penerimaan atau penemuan. Dimensi kedua menyangkut cara bagaimana siswa dapat mengkaitkan informasi itu pada struktur kognitif yang telah ada. Struktur kognitif adalah fakta, konsep, generalisasi yang telah dipelajari dan diingat oleh siswa (Dahar, 2011: 94). Pada
tingkat
pertama
dalam
belajar
informasi
dapat
dikomunikasikan pada siswa dalam bentuk belajar penerimaan yang menyajikan informasi itu dalam bentuk final ataupun dalam bentuk belajar penemuan yang mengharuskan siswa untuk menemukan sendiri sebagian atau seluruh materi yang akan diajarkan. Dalam tingkat kedua siswa menghubungkan atau mengkaitkan informasi itu pada pengetahuan (berupa konsep atau yang lainnya) yang telah dimilikinya: dalam hal ini terjadi belajar bermakna. Akan tetapi siswa itu juga dapat mencoba-coba menghafalkan informasi baru itu tanpa menghubungkannya pada konsepkonsep yang telah ada dalam struktur kognitifnya dalam hal ini terjadi belajar hafalan (Dahar, 2011: 94).
11 Kontribusi teori belajar bermakna Ausubel ini pada penelitian yang akan dilakukan sama halnya seperti teori belajar penemuan Bruner sebagai landasan teori dalam pengembangan. Teori belajar bermakna milik Ausubel dan belajar penemuan milik Bruner saling memiliki keterkaitan, pembelajaran bermakna akan tercapai dengan melakukan penemuanpenemuan konsep sendiri oleh siswa. Baik secara keseluruhan konsep ataupun sebagian. Selain itu pembelajaran bermakna akan tercapai dengan baik jika siswa dapat menghubungkan atau mengaitkan konsep-konsep yang disajikan dengan pengetahuan atau konsep-konsep yang telah diterima sebelumnya. Penelitian ini dirancang agar siswa dapat mengkaitkan konsep-konsep yang telah meraka peroleh dengan konsep baru yang disajikan dalam bentuk tes. Tes ini mengharuskan siswa menghubungkan
konsep
dasar
dalam
pembelajaran
kimia
untuk
memecahkan permasalahan baru yang disajikan. Dengan demikian teori belajar Ausubel ini sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan.
2.
Prinsip Dasar Asesmen Terdapat istilah yang dikaitan dengan kegiatan evaluasi pendidikan, yaitu pengukuran, pengujian, asesmen, dan evaluasi. Pengukuran adalah penetapan angka dengan cara yang sistematik untuk menyatakan keadaaan individu atau objek. Pengujian merupakan kegiatan untuk mengetahui kemampuan yang dimiliki peserta didik. Asesmen mencakup semua cara yang digunakan untuk menilai unjuk kerja individu atau kelompok. Kegiatan pengukuran
asesmen,
dan
evaluasi
adalah
hirarki.
Pengukuran
membandingkan hasil pengamatan dengan kriteria, asesmen menjelaskan dan menafsirkan hasil pengukuran sedangkan evaluasi adalah penetapan nilai atau implikasi suatu kebijakan atau keputusan. Sifat yang hirarkis ini menunjukan bahwa setiap kegiatan evaluasi melibatkan pengukuran dan asesmen (Mardapi, 2012:5-6). Istilah pengukuran terkait dengan psikometri, pengukuran sebagai suatu proses untuk membuat kuantifikasi prestasi individu, kepribadiannya,
12 sikapnya, kebiasaannya, dan kecakapannya. Kuantifikasi tersebut dilandasi fenomena yang dapat diamati. Pengukuran juga sebagai suatu prosedur pemberian angka (kuantifikasi) terhadap atribut atau variabel sepanjang garis kontinum. Pengukuran dilandaskan untuk menjawab pertanyaan how much? Pengukuran dapat menggunakan tes dan non-tes. Testing atau pengujian adalah metode atau Pengujian merupakan bagian dari pengukuran yang biasanya dilanjutkan dengan kegiatan penilaian. Secara sederhana pengujian berarti melakukan ujian atau suatu cara untuk meraih nilai tertentu dari sebuah tes. Dari segi bentuknya pengujian dapat dimaknai sebagai sederet pertanyaan atau masalah yang dirancang untuk menetapkan tingkat pengetahuan, kecerdasan, atau kecakapan seseorang. Makna ini lebih dekat kepada tes sebagai alat atau perangkat (Basuki dan Hariyanto, 2014: 5-6) Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional nomor 20 Tahun 2007 tentang standar Penilaian Pendidikan (demikian juga Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 66 tahun 2013 tentang standar penilaian pendidikan), penilaian pendidikan adalah suatu proses pengumpulan dan pengolahan informasi untuk menentukan pencapaian belajar peserta didik, hal ini dinyatakan secara lebih tegas dalam Rancangan Penilaian Hasil Belajar (Depdiknas, 2008) yang menyatakan bahwa penilaian adalah rangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan. Terlihat bahwa penilaian yang ideal adalah yang menyangkut proses maupun hasil belajar. Dipihak lain ada yang mendefinisikan asesmen atau penilaian sebagai istilah umum yang mencakup semua metode yang biasa digunakan untuk menilai unjuk kerja individu peserta didik atau kelompok. Proses penilaian mencakup pengumpulan bukti untuk menunjukan pencapaian belajar peserta dididk. Pengertian lain menyebutkan bahwa penilaian sebagai suatu upaya formal untuk menjelaskan karakteristik seseorang atau sesuatu. Sementara itu Popham dalam Basuki dan
13 Hariyanto (2014) memberikan definisi asesmen sebagai suatu usaha formal untuk menetapkan status siswa terkait dengan sejumlah variabel minat dalam pendidikan. Variabel minat itu menurut Pophan antara lain adalah pengetahuan siswa terhadap bahan ajar, seberapa jauh kecakapan menguasai operasi-operasi suatu kegiatan pembelajaran pada subjek tertentu, seberapa jauh tingkat kepositifan siswa terhadap pembelajaran, dan sebagainya. Variabel-variabel itu dipilih oleh guru sesuai dengan kepedulian atau minat guru sehingga disebut vaiabel minat (Basuki dan Hariyanto, 2014: 6-7). Evaluasi dimaknai sebagai suatu penilaian yang sistematik tentang manfaat atau kegunaan suatu objek. Dalam, melaksanakan evaluasi terdapat pertimbangan (judgment) untuk menentukan nilai suatu program yang sedikit banyak mengandung unsur subjektif. Evaluasi dengan demikian memerlukan data hasil pengukuran dan informasi dari penilaian yang multi-dimensi, dan antara lain mencakup dimensi kemampuan, kreativitas, sikap, minat, keterampilan dan lain-lain. Evaluasi juga dimaknai sebagai suatu proses pengumpulan, analisis, dan penafsiran yang sistematis untuk menetapkan sampai sejauh mana peserta didik mencapai tujuan pembelajaran seperti yang dinyatakan dalam kurikulum (Basuki dan Hariyanto, 2014: 9-10) Dalam kaitan dengan program pembelajaran, evaluasi adalah suatu kegiatan identifikasi untuk melihat apakah suatu program yang telah dirancang telah tercapai atau belum, berharga atau tidak, efisien atau tidak. Evaluasi adalah suatu proses penilaian untuk mengambil keputusan yang menggunakan seperangkat hasil pegukuran dan berpedoman kepada tujuan yang telah ditetapkan. Pengukuran, penilaian, evaluasi bersifat bertahap. Artinya kegiatan dilaksanakan secara berurutan, dimulai dengan pengukuran, penilaian, berlanjut dengan evaluasi kemudian diakhiri dengan laporan kepada seluruh pemangku kepentingan pendidikan (Basuki dan Hariyanto, 2014: 9-10)
14 Tabel 2.1 Perbedaan Antara Pengujian dan Penilaian No 1
2
3
Dimensi Perbedaan Tujuan
Pengujian (Testing) Secara khusus untuk mendapatkan taksiran tentang sesuatu, biasanya berkenaan dengan kemampuan dan keterampilan
Penilaian (Assessment) Secara khusus untuk menjawab suatu permasalahan, atau untuk membuat suatu keputusan yang menggunakan alatalat evaluasi Proses Pengujian bisa dilakukan Secara khusus individual ataupun penilaian untuk kelompok, setelah tes individu, perbedaan selesai peserta tes akan dengan pengujian, dijumlahkan berapa penilaian lebih fokus jumlah benar dan salah pada bagaimana proses setiap individu, bukan hanya hasil pengolahan tes Hasil Hasilnya berupa skor tes, Penilaian memerlukan atau beberapa skor dari pendekatan tes pemecahan masalah atau banyak sumber data yang digunakan untuk menjelaskan hasil. Sumber: Cohen, Swerdlik, dan Sturman (2013:3) Assessment atau penilaian merupakan sesuatu yang hadir setelah
pembelajaran dan tidak bisa dipisahkan dari proses pembelajaran. Penilaian telah mendapat pengakuan menjadi bagian inti dari pendidikan, dengan perannya yang terbukti membantu pembelajaran dan juga membantu pelaporan pembelajaran. Bagaimana hasil dari penilaian siswa digunakan dan memiliki pengaruh yang penting, yang dapat berupa pengaruh positif atau negatif dalam isi dan metode pembelajaran. Hubungan antara pembelajaran, isi atau content dengan penilaian disajikan seperti pada Gambar 2.1
15
Pedagogi
Penilaian
Konten
Gambar 2.1 Hubungan anatar Penilaian, Pedagogi dan Konten Sumber: Harlen (2013:26) Gambar 2.1 memberikan gambaran dengan jelas bahwa mengajar dipengaruhi bagaimana cara mengajar (aspek pedagogi), apa yang diajarkan (aspek konten) dan bagaimana melakukan penilaian (aspek penilaian) mempengaruhi apa dan bagaimana cara mengajar. Interaksi ini penting sebagai saran untuk digunakan pada pembelajaran menggunakan pendekatan inkuiri, guru sebaiknya tidak memberikan isi pelajaran yang begitu banyak dengan tidak memperhatikan penilaian yang sesuai, karena biasanya guru hanya memberikan soal penilaian pada level menghafal. Sebuah sistem penilaian yang efektif mendukung pembelajaran dalam berbagai cara, dari menyediakan umpan balik formatif, untuk digunakan dalam pengambilan keputusan jangka pendek tentang kegiatan belajar, untuk memberikan informasi tentang prestasi siswa, untuk melaporkan kepada orang tua dan orang lain, untuk digunakan dalam perencanaan jangka panjang dan sebagai bagian dari evaluasi diri sekolah. Selanjutnya, proses penilaian dapat membantu untuk memperjelas dan mengkomunikasikan makna tujuan pembelajaran melalui pembentukan kriteria untuk prestasi atau memberikan tugas yang memberikan contoh penggunaan keterampilan penyelidikan dan pemahaman. Hal yang tak jauh berbeda dikemukakan oleh Arikunto (2013). Terdapat hubungan antara tujuan pembelajaran, KBM dan evaluasi. Hubungan tersebut adalah sebagai beriut: a. Hubungan antara tujuan dengan KBM Kegiatan belajar mengajar yang dirancang dalam bentuk rencana mengajar disusun oleh guru dengan mengacu pada tujuan yang hendak dicapai. Dengan demikian anak panah yang menunjukan keduanya
16 mengarah pada tujuan dengan makna bahwa KBM mengacu pada tujua, tetapi juga mengarah pada dari tujuan ke KBM, menunjukkan langkah dari tujuan dilanjutkan pemikirannya ke KBM. b. Hubungan antara tujuan dengan evaluasi Evaluasi adalah kegiatan pengumpulan data untuk mengukur sejauh mana tujuan sudah tercapai. Dengan makna demikian maka anak panah berasal dari evaluasi menuju ke tujuan. Di sisi lain, jika dilihat dari langkah, dalam menyusun alat evaluasi ia mengacu pada tujuan yang sudah dirumuskan. c. Hubungan antara KBM dengan evaluasi Seperti yang sudah disebutkan, KBM dirancang dan disusun dengan mengacu pada tujuan yang telah dirumuskan dan alat evaluasi juga disusun dengan mengacu pada tujuan. Selain mengacu pada tujuan, evaluasi juga harus mengacu atau disesuaikan dengan KBM yang dilaksanakan. Misalnya jika kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh guru dengan menitik beratkan pada keterampilan, evaluasinya juga harus mengukur tingkat keterampilan siswa, bukannya aspek pengetahuan.
3.
Bentuk Tes Menurut bentuk pertanyaannya pada umumnya tes dibedakan kedalam dua kelompok, yaitu tes membangun-jawaban (constructedresponse) dan tes memilih jawaban (selected-response) (Budiyono, 2015: 69) a. Tes membangun jawaban (constructed-response) Termasuk kedalam tes membangun jawaban adalah tes uraian (essay test) dan tes jawaban singkat (short-answer test). Pada tipe ini peserta tes diharapkan merumuskan jawaban sendiri dengan kata-kata sendiri. Jawaban tipe tes uraian dapat berupa jawaban pendek atau jawaban panjang, tergantung dari arah dan cakupan yang dikehendaki oleh butir tes. Jenis ini biasanya memuat permasalahan yang menuntut peserta tes untuk mengorganisir dan merumuskan jawabannya dengan menggunakan katakata, ide dan pemikirannya sendiri berdasarkan latar belekang pengetahuan
17 yang dimilikinya. Keunggulan yang dimiliki tes uraian antara lain: (1) menghendaki pengorganisasian jawaban, sehingga pada tes uraian bisa dilihat jalan pikiran peserta tes, (2) jawaban disampaikan dengan kata-kata dan tulisannya sendiri, sehingga dapat dilihat kejernihan jalan pikiran peserta tes, (3) mudah menyusun soalnya, (4) dapat membedakan secara jelas kemampuan siswa. Disisi lain kelemahan dari tes uraian antara lain: (1) bahan yang diliput terbatas, (2) waktu yang diperlukan untuk menjawab soal uraian lama, (3) penilaian yang cendrung subjektif, (4) sukar dalam menentukan skor (Budiyono, 2015:69-71). b. Tes memilih jawaban (selected-response) Secara garis besar, tes memilih jawaban dapat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu tes benar salah, tes menjodohkan dan tes pilihan ganda. Dari ketiga jenis ini, yang paling banyak digunakan (terutama di tingkat SMA/SMK) adalah jenis pilihan ganda. Tes pilihan ganda dapat dibedakan menjadi 9 bentuk, yaitu (1) melengkapi 5 pilihan, (2) asosiasi dengan 5 pilihan, (3) hal kecuali, (4) analisis hubungan antar hal, (5) analisis kasus, (6) perbandingan kualitatif, (7) hubungan dinamik, (melengkapi berganda, dan (9) pemakian gambar, diagram, atau grafik. Dari berbagai bentuk itu yang paling sering digunakan adalah bentuk melengkapi lima pilihan, bentuk analisis kasus, dan bentuk melengkapi berganda. Tes bentuk pilihan ganda terdiri dari batang tubuh yang berupa suatu pernyataan yang belum lengkap atau suatu pertanyaan yang diikuti oleh sejumlah kemungkinan jawaban. Batang tubuh tadi sering disebut pokok soal (stem) kemungkinan jawaban disebut option. Option yang merupakan jawaban yang benar disebut kunci (key), dan option-option yang bukan kunci jawaban disebut pengecoh (distractor). Kelebihan dari soal bentuk pilihan ganda adalah lebih fleksibel dan lebih efektif dari pada bentuk lain. Jika dikosntruksi dengan baik, soal bentuk pilihan ganda amat efektif mengukur kemampuan menguraikan informasi, perbendaharaan kata, aplikasi suatu konsep, atau kemampuan
18 menginterpretasikan sesuatu. Jika dikonstruksi dengan baik soal pilihan ganda juga dapat mendeskriminasikan, menentukan pendapat, dan menarik kesimpulan. Satu-satunya kemampuan yang tidak dapat diukur dengan tipe pilihan ganda adalah kemampuan mengorganisir (proses) sesuatu. Selain itu kelemahan lainnya adalah mengonstruksi tes bentuk pilihan ganda sangat sukar dan memerlukan waktu yang lama. Tidak jarang pembuat soal hanya memasukan hal-hal yang mudah-mudah saja. Yaitu sekedar mengukur hal-hal yang bersifat pengetahuan (hafalan) (Budiyono, 2015: 75-77).
4.
Pengembangan Instrumen Tes Tes merupakan salah satu bentuk instrumen yang digunakan untuk melakukan pengukuran. Tes terdiri atas sejumlah pertanyaan yang memiliki jawaban benar atau salah, atau semua menar atau sebagian benar. Tujuan melakukan tes adalah untuk mengetahui pencapaian belajar atau kompetensi yang telah dicapai peserta didik untuk bidang tertentu. Hasil tes merupakan informasi karakteristik seseorang atau sekelompok orang. Karakteristik ini bisa berupa kemampuan kognitif atau keterampilan seseorang. Kegiatan pengetesan merupakan salah satu cara untuk menaksir tingkat kemampuan peserta didik secara tidak langsung, yaitu melalui respon seseorang terhadap sejumlah stimulus atau pertanyaan. Hasil tes diharapkan menghasilkan data dengan kesalahan sekecil mugkin. Oleh karena ini untuk diperoleh data yang akurat dibutuhkan tes yang sahih (valid) dan anda (reliabel) (Mardapi, 2012: 108) a. Menentukan Tujuan Penelitian Dalam kegiatan penilaian, tentu guru mempunyai maksud dan tujuan tertentu. Tujuan penilaian ini harus dirumuskan secara jelas dan tegas serta ditentukan sejak awal karena menjadi dasar untuk menentukan arah, ruang lingkup, jenis/model, dan karakter alat penilaian. Tujuan penilaian jangan terlalu umum sehingga tidak menuntun guru dalam menyusun soal. Dalam penilaian hasil belajar ada empat kemungkinan tujuan penilaian, yaitu
19 untuk memperbaiki kinerja atau proses pembelajaran (formatif), untuk menentukan keberhasilan peserta didik (sumatif), untuk mengidentifikasi kesulitan belajar peserta didik (diagnostik), atau untuk dapat menempatkan peserta didik sesuai dengan kemampuannya (penempatan). b. Mengidentifikasi Kompetensi dan Hasil Belajar Kompetensi adalah pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Peserta didik dianggap kompeten apabila dia memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap, dan nilai-nilai untuk melakukan sesuatu setelah mengikuti program pembelajaran. c. Menyusun Kisi-Kisi Penyusunan kisi-kisi dimaksudkan agar materi penilaian betul-betul representatif dan relevan dengan materi pembelajaran yang sudah diberikan oleh guru kepada peserta didik. Kisi-kisi adalah format pemetaan soal yang menggambarkan ditribusi item untuk beberapa topik atau pokok bahasan berdasarkan jenjang kemampuan tertentu. Fungsi kisi-kisi adalah sebagai pedoman untuk menulis soal atau merakit soal menjadi perangkat tes. Kisi-kisi yang baik harus memenuhi persyaratan tertentu, antara lain (1) representatif, yaitu harus benar-benar mewakili ini kurikulum sebagai sampel yang inngin dinilai. (2) komponen-komponennya harus terurai jelas/terperinsi, jelas, dan mudah dipahami. (3) soalnya dapat dibuat sesuai dengan indikator dan bentuk soal yang ditetapkan. d. Mengembangkan Draf Instrumen Mengembangkan draf instrumen penilaian merupakan salah satu langkah penting dalam prosedur penilaian. Instrumen penilaian dapat disusun dalam bentuk tes maupun non tes. Dalam bentuk tes, berarti guru harus membuat soal. Penulisan soal adalah penjabaran indikator menjadi pertanyaan-pertanyaan yang karakteristiknya sama dengan kisi-kisi. Setiap pertanyaan harus jelas dan terfokus serta menggunakan bahasa yang efektif, baik bentuk pertanyaan dan bentuk jawabannya. Kualitas butir soal akan menentukan kualitas tes secara keseluruhan. Setelah semua soal
20 ditulis, sebaiknya soal tersebut dibaca lagi, jika perlu didiskusikan lagi dengan tim penelaah soal, baik dari ahli bahasa, ahli bidang studi, ahli kurukulum, dan ahli evaluasi. e. Uji Coba dan Analisis Soal Jika semua soal sudah disusun dengan baik,
maka perlu
diujicobakan terlebih dahulu dilapangan. Tujuannya untuk mengetahui soal-soal mana yang perlu diubah, diperbaiki, bahkan dibuang sama sekali, serta soal-soal mana yang baik digunakan selanjutnya. Soal yang baik adalah soal yang sudah mengalami beberapakali uji coba dan revisi, yang didasarkan
atas
analisis
empiris
dan
rasional.
Analisis
empiris
dimaksudkan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan setiap soal yang digunakan. f. Revisi dan Merakit Soal (Instrumen Baru) Setelah soal diuji coba dan dianalisis kemudian direvisi sesuai dengan tingkat kesukaran dan daya pembeda. Dengan demikian masih ada soal yang dapat diperbaiki dari segi bahasa, ada juga soal yang harus direvisi soal, baik yang menyangkut pokok soal (stem) maupun alternatif jawaban (option), bahkan ada soal yang harus dibuang atau disisihkan. Berdasarkan hasil revisi soal ini, barulah dilakukan perakitan soal menjadi suatu instrumen yang terpadu.
5.
Instrumen Testlet Pengertian testlet dalam buku yang ditulis oleh Tissen dan Wainer (2001: 173) testlet adalah suatu group atau kelompok item (pertanyaan) yang berhubungan dengan suatu topik tertentu yang dikembangkan menjadi satu kesatuan dan berisi sejumlah langkah yang telah ditentukan sebelumnya dan yang dapat diikuti oleh peserta. Testlet termasuk kedalam jenis super tes yang menghasilkan lebih dari satu respon, lebih lanjut Testlet ini memiliki respons yang relatif bertingkat dalam kaitannya dengan pengetahuan (construct) yang akan diukur.
21 Desain instrumen Testlet menurut Huang dan Wang (2012) adalah suatu set item yang memberikan stimulus. Hal ini telah banyak di gunakan dalam dunia pendidikan dan tes psikologi. Banyak pengembang test yang menemukan desain Testlet ini menarik karena efisien dalam penulisan itemnya. Dalam sains beberapa topik adalah hirarkis, sebagai contoh struktur hirarki kemampuan mental. Beberapa peneliti telah mengembangkan jenis “latent trait” untuk mengukur berbagai macam keterampilan, seperti diagnosis kognitif yang dilakukan oleh De La Torre dan Douglas (2004), model multidimensi dengan struktur hirarkis yang dilakukan oleh Sheng dan Wikle (2008) dan IRT tingkat tinggi yang dikembangkan oleh De la Torre dan Song (2009). Dalam literatur, Testlet model respon dan model IRT tingkat tinggi di kembangkan secara terpisah. Tetapi topik yang hirarkis dapat di ukur dengan menggunakan item Testlet. Hal ini memiliki nilai yang baik untuk pengembangan dari model IRT yang menghubungkan testlet dengan struktur topik yang hirarkis. Dua konsep umum yang biasa digunakan pada faktor model Testlet adalah independensi tiap item dan multi dimensional. Testlet yang digunakan biasanya tidak terlepas dari 2 bentuk tersebut. Testlet dengan independensi artinya setiap item tes yang dikembangkan tidak berhubungan dengan item lainnya, sebaliknya dengan menggunkan konsep multidimensi setiap item yang dikembangkan mungkin berhubungan dengan item lainnya sebagai contoh ketika disajikan suatu data grafik pertanyaan pertamanya adalah apa yang didapatkan dari grafik, sedangkan pertanyaan tingkat selanjutnya adalah mengapa itu terjadi. Multidimensi ini mungkin terlihat lebih beralasan ketika diterapkan pada multi item yang berhubungan dengan konteks tetapi tidak dibuat secara langsung dari satu sama lain (DeMars, 2012). Kusumaningrum, Yamtinah, dan Saputro(2015) telah melakukan penelitian mengembangkan instrumen diagnostik kesulitan belajar dalam bentuk Testlet, contoh instrumen Testlet yang digunakan adalah sebagai berikut:
22 Pernyataan berikut digunakan untuk mengerjakan soal nomor 5 dan 6. Pada pembentukan 1 mol magnesium sulfat pada keadaan standar dihasilkan kalor sebesar 1284,9 kJ. 5. Persamaan termokimia yang tepat untuk reaksi pembentukan magnesium sulfat adalah…. A. MgO(s) + SO3(s) → MgSO4(s) ΔH= -1284,9 kJ B. Mg(s) + S(s) + 2O2(s) → MgSO4(s) ΔH= -1284,9 kJ C. 2Mg(s) + S(s) + 2O2(s) → Mg2SO4(s) ΔH= -1284,9 kJ D. 2MgO(s)+ SO2(s) → Mg2SO4(s) ΔH= +1284,9 kJ E. Mg(s)+ S(s) + 4O(s) → MgSO4(s) ΔH= +1284,9 kJ 6. Persamaan termokimia yang tepat untuk reaksi penguraian magnesium sulfat adalah…. A. Mg2SO4(s) → MgO(s) + SO2(s) ΔH= -1284,9 kJ B. MgSO4(s) → MgO(s) + SO3(s) ΔH= -1284,9 kJ C. MgSO4(s) → Mg(s)+ S(s) + 4O(s) ΔH= +1284,9 kJ D. MgSO4(s) → Mg(s) + S(s) + 2O2(s) ΔH= +1284,9 kJ E. Mg2SO4(s) → 2Mg(s) + S(s) +O2(s) ΔH= +1284,9 Kj 6.
Skoring Pada Instrumen Testlet Embertson dan Raise (2000: 97) menyatakan bahwa Graded Response Model (GRM) cocok atau sesuai untuk digunakan ketika item yang digunakan dapat dikategorikan atau memiliki respon bertingkat seperti yang digunakan pada skala Linkert. GRM merupakan generalisasi dari model 2PL (Parameter Logistic). Pada model GRM, setiap skala item atau butir (i) dijelaskan oleh suatu parameter penurunan atau diskriminasi ( i ) dan j = . . . . mi antara kategori tingkat kesukaran (threshold) ( ij ). mi + 1= k i dikatakan sebagai banyaknya kategori respon dalam satu item. ( )
( )
(
)(
)
Pix* ( ) merupakan nilai fungsi karakteristik operasi dan k adalah
banyaknya kategori. Skor kategori untuk butir i berupa bilangan bulat x, dimana x = 0, 1, 2, … , m. Sebagai contoh, butir dengan jumlah kategori respons butir k = 4, peserta tes memperoleh skor x = 0, 1, 2, 3. Dengan empat pilihan jawaban, terdapat mi = 3 parameter tingkat kesukaran (threshold) (j = 1, 2, 3) antara pilihan respons. Salah satu tujuan menggunakan GRM adalah
23 menentukan lokasi dari tingkat kesukaran (treshold) pada garis kontinum (Embertson dan Raise (2000: 98-99). Penerapan Graded Response Model tersebut diaplikasikan pada penskoran instrumen testlet. Aplikasi dari GRM pada instrumen disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 Skoring pada Instrumen Testlet No 1 2 3 4
Aspek Penilaian Jawaban salah pada langkah pertama Jawaban benar pada langkah pertama, tetapi salah atau tidak menjawab pada langkah ke 2 dan ke 3 Jawaban benar pada langkah pertama dan kedua tetapi salah pada langkah ke 3 Jawaban benar pada semua langkah Pedoman
penskoran
tersebut
digunakan
untuk
Skor 0 1 2 3
menganalisis
keterampilan proses sains siswa. Disamping itu, dengan melakukan GRM dapat pula diketahui kelemahan siswa sehingga akan diketahui profil kemampuan setiap siswa berdasarkan jawaban yang mereka berikan.
7.
Keterampilan Proses Sains (KPS) Keterampilan Proses Sains (KPS) menurut Dahar (2012) adalah kemampuan siswa untuk menerapkan metode ilmiah dalam memahami, mengembangkan dan menemukan ilmu pengetahuan. Keterampilan Proses Sains (KPS)
sangat penting bagi setiap siswa sebagai bekal untuk
menggunakan metode ilmiah dalam mengembangkan sains serta diharapkan memperoleh pengetahuan baru atau mengembangkan pengetahuan yang telah dimiliki. Keterampilan Proses Sains (KPS) adalah perangkat kemampuan kompleks yang biasa digunakan oleh para ilmuwan dalam melakukan penyelidikan ilmiah ke dalam rangkaian proses pembelajaran. Pendekatan keterampilan proses (termasuk didalamnya sains) menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 138) dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan-keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang pada
24 prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Dari pengertian tentang pendekatan keterampilan proses tersebut didapatkan gambaran bahwa pendekatan keterampilan proses bukanlan tindakan instruksional yang berada diluar kemampuan
siswa.
Justru
pendekatan
ini
dimaksudkan
untuk
mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa. Kesimpulan yang dapat diambil dari pendekatan keterampilan proses (termasuk didalamnya sains) menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 139) adalah a. Keterampilan proses sebagai wahana penemuan dan pengembangan fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan bagi diri siswa. b. Fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan yang ditemukan dan dikembangkan
siswa
berperan
pula
menunjang
pengembangan
keterampilan proses pada diri siswa. c. Interaksi antara pengembangan keterampilan proses dengan fakta, konsep, serta prinsip ilmu pengetahuan, pada akhirnya akan mengembangkan sikap dan nilai ilmuan pada diri siswa. Dengan demikian unsur keterampilan proses, ilmu pengetahuan, serta sikap dan nilai yang terjadi dalam pembelajaran yang menerapkan PKP saling berinteraksi dan berpengaruh satu dengan yang lainnya. Kegiatan yang mencerminkan ketarmpilan proses menurut Dimyati dan Mudjiono (2013: 141) adalah: a. Mengamati b. Mengklasifikasikan c. Mengkomunikasikan d. Mengukur e. Memprediksi f. Menyimpulkan Menutut jurnal yang ditulis oleh Lati, Supasorn, dan Promarak (2012) keterampilan proses sains dapat dikategorikan dalam 2 level, dasar dan terintegrasi. Keterampilan proses sains terintegrasi disusun oleh 5 keterampilan, yaitu:
25 a. Mengidentifikasi dan mengontrol variabel b. Mendefinisikan secara operasional c. Memformulasikan hipotesis d. Mengeksperimenkan termasuk harus dapat mendesain dan menguji hipotesisnya sendiri. e. Menginterpretasikan data dan membuat kesimpulan. Langkah-langkah untuk melakukan pendekatan proses sains menurut Conny Semiawan (1992), adalah antara lain: a. Mengobservasi atau mengamati (meliputi: menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang/waktu). b. Membuat hipotesis. c. Merencanakan penelitian/eksperimen d. Mengendalikan variabel e. Menginterpretasi atau menafsirkan data f. Menyusun kesimpulan sementara (inferensi) g. Meramalkan (memprediksi) h. Menerapkan i. Mengomunikasikan. Keterampilan proses sains menurut Shahali dan Halim (2010) telah menjadi komponen yang penting dalam kurikulum sains dan juga telah menjadi pendekatan yang memberikan pendidikan sains menjadi lebih efektif untuk anak-anak. Untuk itu pengembangan kurikulum yang menitik beratkan pada keterampilan proses sains membutuhkan pengembangan instrumen yang reliabel dan valid yang dapat mengevaluasi peningkatan dari keteramapilan ini. Penilaian menggunnakan “hands-on procedure” untuk menentukan keterampilan proses sains dari siswa dianggap paling sesuai. Komponen keterampilan proses sains yang diukur pada penelitian yang dilakukan oleh Shahali dan Halim (2010) adalah sebagai berikut: a. Memformulasikan hipotesis (7 item) b. Mengontrol Variabel (7 item) c. Mendefinisikan secara operasional (5 item)
26 d. Menginterpretasikan data (7 item) e. Mendesain percobaan (4 item) Sedangkan Hodosyova et. al. (2015) dalam penelitian yang dilakukannya, mengukur 4 keterampilan proses sains, yaitu: a. Pemahaman konsep (6 item) b. Merencanakan penelitian (7 item) c. Menginterpretasikan hasil (14 item) d. Membuat kesimpulan (5 item). Berdasarkan berbagai pengertian tentang keterampilan proses sains yang telah dijelaskan, dan dari banyak indikator ketrampilan proses sains yang telah dijabarkan, maka dalam penelitian ini memilih indikator keterampilan proses sains sebagai berikut: a. Memahami konsep b. Mengobservasi atau mengamati (meliputi: menghitung, mengukur, mengklasifikasi, mencari hubungan ruang/waktu) c. Mengontrol variabel d. Menginterpretasikan data e. Membuat kesimpulan Indikator ini dipilih berdasarkan kesesuaian dengan pembelajaraan dan karakteristik proses sains yang dapat diukur dalam instrumen tes yang akan disusun. Penyusunan instrumen penilaian berldanaskan indikator keterampilan proses sains yang telah ditetepkan tersebut. Dengan demikian, proses sains yang dimiliki siswa dapat terukur.
8.
Penelitian dan Pengembangan Penelitian dan pengembangan menjadi strategi yang menjanjikan untuk meningkatkan pendidikan, karena penelitian dan pengembangan ini relatif baru dalam pendidikan. Penelitian dan pengembangan (R&D) adalah proses yang digunakan untuk mengembangkan dan memvalidasi produk pendidikan. Langkah dalam proses ini biasanya merujuk pada siklus R&D yang
terdiri
dari
mempelajari
temuan
penelitian
yntuk
kemudian
27 mengembangkan produk, mengembangkan produk berdasarkan temuan penelitian, uji lapangan dimana produk itu kan digunakan nantinya, dan merevisi produk untuk memperbaiki kekurangan yang ditemukan pada uji lapangan. Dalam siklus R&D ini akan berulang sampai produk yang dikembangkan ssuai dengan tujuan yang telah ditetapkan (Borg dan Gall, 1983: 624). Tujuan dari penelitian pendidikan bukan mengembangkan produk, tetapi menemukan pengetahuan baru (basic research) atau untuk menjawab suatu pertanyaan dalam permasalahan yang spesifik (applied research). Pendidik dan peneliti telah mecari cara yang dapat menjembatani celah antara basic research dan applied research, hasil kontribusi pencarian tersebut adalah penelitian dan pengembangan pendidikan. Temuan yang dihasilkan dari penelitian basic dan applied digunakan untuk membangun suatu produk yang secara operasional dapat diaplikasikan di sekolah. R&D dapat meningkatkan potensi
temuan dari penelitian basic dan applied dengan
mentranslasikan keduanya menjadi produk pendidikan yang berguna (useble). Bidang evaluasi pendidikan mirip dengan penelitian pengembangan. Teknik evaluasi memerankan peran utama dalam R&D, dan juga evaluasi digunakan dalam pendidikan untuk tujuan lain (Borg dan Gall, 1983:624-625). Langkah
utama
dalam
siklus
R&D
yang digunakan
untuk
mengembangkan produk adalah sebagai berikut (Borg dan Gall, 1983:624625): a. Penelitian dan mengumpulkan informasi, termasuk meninjau literatur, observasi kelas, dan menyiapkan laporan. b. Merencakan, termasuk menentukan keterampilan, menentukan tujuan dan menentukan urutan. c. Mengembangkan bentuk awal produk, termasuk menyiapkan materi, buku, dan alat evaluasi d. Uji lapangan awal, dilakukan dengan 1 sampai 3 sekolah menggunakan 6 sampai 12 subjek. Wawancara, observasi dan angket digunakan untuk mengumpulkan data.
28 e. Revisi produk utama, revisi ini didasarkan dari hasil uji lapangan awal. f.
Uji lapangan utama, dilakukan dengan 5 sampai 15 sekolah menggunakan 30 sampai 100 subjek. Data kuantitatif sebelum dan sesudah perlakuan dapat dikumpulkan dalam tahap ini. Hasilnya dievaluasi sesuai dengan tujuan dan dapat dibdaningkan dengan grup kontrol jika dibutuhkan.
g. Revisi produk operasional, revisis produk ini didasarkan pada hasil dari uji lapangan utama. h. Uji lapangan operasional, dilakukan dengan 10 sampai 30 sekolah menggunakan 40 sampai 200 subjek. Wawancara, observasi, dan angket dikumpulkan dan dianalisis pada tahap ini. i. Revisi produk akhir, revisis ini didasarkan dari hasil uji lapangan operasional. j. Diseminasi dan distribusi, melaporkan produk dalam pertemuan para profesional dan pada jurnal. Memonitor pendistribusian untuk mengontrol kualitas. Penelitian dan pengembangan produk dengan menggunakan pendekatan R&D
akan menemukan kendala yang seringkali tidak dapat
dijawab oleh peneliti yang mengacu pada model R&D diatas. Studi skala kecil untuk mengembangkan produk akan sangat membantu peneliti dalam mengembangkan produk. Siklus R&D memungkinkan beberapa peluang untuk mengumpulkan data penelitian dan untuk merevisi produk. Fase siklus R&D ini dapat digunakan untuk menjawab tekanan pertanyaan penelitian dalam pembuatan dan penggunaan produk (Borg dan Gall, 1983: 779-786). a. Perencanaan (Planning) Perencanaan merupakan aspek paling penting dari penelitian yang berbasis produk pendidikan yang merupakan pernyataan tujuan spesifik yang akan dicapai dari produk yang akan dikembangkan. b. Mengembangkan bentuk awal produk (develop of the preliminary form of the product)
29 Pada langkah ini akan dikembangkan produk awal yang dadasari dari hasil angket dan wawancara. Langkah ini merupakan suatu prinsip yang penting yang harus diamati dalam pengembangan produk bentuk awal sehingga memungkinkan mendapatkan banyak masukan dari uji lapangan. c. Uji lapangan awal dan revisi (preliminary field test dan product revision) Tujuan dari tahap ini adalah untuk mendapatkan evaluasi kuantitatif awal dari produk pendidikan yang baru. Sehingga hasilnya bisa digunakan sebagai acuan revisi produk d. Uji lapangan utama dan revisi (Main field test dan product revision) Tujuan dari siklus tahap ini adalah untuk menentukan apakah produk yang sedang dikembangkan performanya memenuhi tujuannya. Hasil dari uji ini digunakan sebagai ldanasan untuk merevisi produk e. Uji pelaksanaan lapangan dan revisi (operational field test dan final product revison) Tujuan dari tahap ini adalah untuk menentukan produk pendidikan telah benar-benar siap untuk digunakan di sekolah tanpa kehadiran pengembang dan stafnya. Hasil dari uji ini digunakan sebagai saran dan masukan untuk penyempurnaan produk yang dikembangkan f. Diseminasi dan Implementasi (dissemination dan implementation) Diseminasi merupakan cara yang efektif untuk menjastifikasi dengan mendemostrasikan produk hasil penelitian dan pengembangan kepada khalayak.
9.
Hidrolisis Garam Materi hidrolisisi garam merupakan materi kimia kelas XI SMA/MA yang berapa pada semester 2. Materi ini pada kurikulum 2013 diajarkan seteral bab Asam dan Basa. Purba (2006: 252) menyatakan reaksi asam dengan basa membentuk garam disebut reaksi penetralan. Akan tetapi reaksi penetralan tidaklah berarti membuat larutan garam menjadi netral. Sabun merupakan contoh garam yang bersifat basa. Bahasan ini dikaitan dengan
30 sifat larutan gararn. Teori yang menjelaskan sifat larutan garam tersebut, yaitu konsep hidrolisis. Pada bagian akhir akan dibahas rumus yang dapat digunakan untuk memperkirakan pH larutan garam berdasarkan konsentrasi dan tetapan ionisasi asam atau basa pembentuknya. Garam merupakan senyawa ion, yang terdiri dari kation logam dan anion sisa asam. Kation garam dapat dianggap berasal dari suatu basa, sedangkan anionnya berasal dari suatu asam. Jadi, setiap garam mempunyai komponen basa (kation) dan asam (anion). Natrium klorida (NaCI) terdiri dari kation Na+ yang dapat dianggap berasal dari NaOH. dan Cl- yang berasal dari HCl Di dalam air, NaCl terdapat sebagai ion-ion yang terpisah. NaCI(aq) — Na+(aq) + C1-(aq) Amonium sulfat [(NH4)2SO4] terdiri dari kation NH4+ dan anion SO42-. Ion NH4+ dapat dianggap berasal dari basa NH3 sedangkan ion SO42- berasal dari asam sulfat (H2SO4).di dalam larutannya, (NH4)2SO4 terdapat sebagai ion-ion yang terpisah. (NH4)2SO4 (aq) — 2NH4 (aq) + SO42- (aq) Sebagian asam dan basa tergolong elektrolit kuat sedangkan sebagian lainnya tergolong elektrolit lemah. Di antara asam dan basa yang biasa kita temukan, yang tergolong elektrolit kuat adalah: Asam Kuat Basa kuat
: H2SO4, HCI, HNO3 (juga HI, HBr, dan HClO4). :NaOH, KOH (sernua basa logam alkali) dan Ca(OH)2, Ba(OH)2 (semua basa logam alkali tanah, kecuali Be(OH)2.
Dari hasil percobaan diketahui bahwa sifat larutan garam bergantung pada kekuatan relatif asam basa penyusunnya. a.
Garam dari asam kuat dan basa kuat bersifat netral (tidak terhidrolisis)
b. Garam dari asam kuat dan basa lemah bersifat asam (terhidrolisis
sebagian) c.
Garam dari asam lemah dan basa kuat bersifat basa (terhidrolisis sebagian)
31 d. Garam dari asam lemah dan basa lemah bergantung pada harga tetapan
ionisasi asam dan tetapan ionisasi basanya (Ka dan Kb) (terhidrolisis total) Ka > Kb bersifat asam Ka < Kb bersifat basa Ka = Kb bersifat netral Reaksi hidrolisis merupakan reaksi kesetimbangan. Meskipun hanya sebagian kecil dari garam itu yang mengalami hidrolisis, tetapi cukup untuk mengubah pH larutan. Tetapan kesetimbangan dari reaksi hidrolisis disebut tetapan hidrolisis dan dinyatakan dengan lambang Kh. Untuk menghitung pH suatu garam digunakan persamaan sebagai berikut (Purba, M, 2006: 256-259) a. Garam yang berasal dari asam kuat dan basa kuat Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, garam dari asam kuat dan basa kuat tidak mengalami hidrolisis, sehingga larutannya bersifat netral (pH=7) b. Garam dari basa kuat dan asam leamah Garam yang berasal dari basa kuat dan asam lemah mengalami hidrolisis
partial,
yaitu
hidrolisis
anion.
Reaksi
yang
dapat
menggambarkan hidrolisis dalam hal ini adalah sebagai berikut: A-(aq) + H2O
HA(aq) + OH-
Tetapan hidrolisis untuk teori tersebut adalah: [
][ [ ]
]
Konsentrasi ion OH- sama dengan konsentrasi HA, Sedangkan konsentrasi kesetimbangan ion A- dapat dianggap sama dengan konsentrasi ion A- yang berasal dari garam (jumlah ionn A- yang terhidrolisis dapat diabaikan). Jika konsentrasi ion A- dimisalkan M, maka persamaan dapat ditulis sebagai berikut: [ [
]
] √
32 Selanjutnya harga tetapan hidrolisis Kh dapat dikaitkan dengan tetapan ionisasi asam lemah (Ka) dan tetapan kesetimbangan (Kw). Hal tersebut menghasilkan persamaan berikut: [
]
√
Dengan: Kw : tetapan kesetimbangan air Ka : tetapan ionisasi asam lemah M
: Konsentrasi anion yang terhidrolisis
c. Garam dari Asam kuat dan basa lemah Dengan menggunakan pendekatan yang sama dengan garam yang berasal dari basa kuat dan asam lemah, maka dapat diturunkan rumusrumus berikut:
[
]
√
Dengan: Kw : tetapan kesetimbangan air Kb : tetapan ionisasi asam basa lemah M
: Konsentrasi anion yang terhidrolisis
d. Garam dari asam lemah dan basa lemah Garam yang berasal dari asam lemah dan basa lemah mengalami hidrolisis total (kation dan anion yang mengalami hidrolisis). Adapun pH larutan secara kuantitatif sulit dikaitkan dengan harga Ka dan Kb maupun dengan konsentrasi garam. pH larutan yang tepat hanya dapat ditentukan melalui pengukuran. pH larutan dapat diperkirakan dengan rumus: [
]
√
33 Sifat larutan bergantung pada sifat relatif asam dan basa yang bersangkutan. Jika asam lebih lemah dari pada basa maka anion akan terhidrolisis lebih banyak dan larutan akan bersifat basa. Jika basa lebih lemah dari pada asam maka kation yang terhidrolisis lebih banyak dan larutan akan bersifat asam. Sedangkan jika sama lemahnya, larutan bersifat netral.
B. Kajian Penelitian yang Relevan Pada jurnal yang ditulis oleh Huang dan Wang (2012) disebutkan bahwa desain Testlet adalah suatu set item yang memberikan stimulus. Hal ini telah banyak di gunakan dalam dunia pendidikan dan tes psikologi. Banyak pengembang test yang menemukan desain Testlet ini menarik karena efisien dalam penulisan itemnya. Dalam sains beberapa topik adalah hirarkis, sebagai contoh
struktur
hirarki
kemampuan
mental.
Beberapa
peneliti
telah
mengembangkan jenis “latent trait” untuk mengukur berbagai macam keterampilan, seperti diagnosis kognitif yang dilakukan oleh De La Torre dan Douglas (2004), model multidimensi dengan struktur hirarkis yang dilakukan oleh Sheng dan Wikle (2008) dan IRT tingkat tinggi yang dikembangkan oleh De la Torre dan Song (2009). Dalam literatur, Testlet model respon dan model IRT tingkat tinggi di kembangkan secara terpisah. Tetapi topik yang hirarkis dapat di ukur dengan menggunakan item Testlet. hal ini memiliki nilai yang baik untuk pengembangan dari model IRT yang menghubungkan testlet dengan struktur topik yang hirarkis. Penelitian ini dilakukan dengan yang pertama memformulasikan model IRT tingkat tinggi sebagai bentuk baru dari model respon tingkat tinggi. Kedua menjelaskan parameter estimasi dan mode data penilaian yang digunakan untuk model respon tingkat tinggi. Ketiga, mensimulasikan dan menghubungkan untuk menilai parameter, efek dari spesifikasi model yang telah dibuat menggunakan program komputer WinBUGS. Keempat, dua contoh penelitian peningkatan dan personal yang didemonstrasikan dengan aplikasi dari model respon tingkat tinggi yang baru. Kelima membuat kesimpulan dan saran untuk penelitian selanjutnya.
34 Dalam penelitian yang dilakukan, meneliti berbagai metode penilaian yang diolah dengn berbagai tipe persamaan. Model dikotomi dan politomi juga digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan persamaan yang berbeda pula untuk menentukan performa, reliabilitas, dan validitas instrumen yang dikembangkan. Kontribusi jurnal ini terhadap penelitian yang akan dilakkan adalah sebagai dukungan teoriritis dan contoh penelitian yang menggabungkan antara testlet model dengan IRT tingkat tinggi. Jika pengembangan yang dilakukan untuk membuat suatu instrumen model testlet maka menurut jurnal ini bisa dikombinasikan dengan subjek spesifik yang hirarkis. Hal ini dapat meambah fungsi dari Testlet tersebut. Selain itu, dalam jurnal ini pula dijelakan bahwa untuk menghitung respon dari item yang menggunakan dikotomi dan politomi diolah dengan cara yang berbeda pula. Untuk itu jurnal ini dapat dijadikan sebagai referensi yang mendukung penelitian pengembangan yang akan dilakukan. Jurnal yang ditulis oleh DeMars (2012) berisi tentang mendeteksi efek dari Testlet. Dua konsep umum yang biasa digunakan pada faktor model Testlet adalah independensi tiap item dan multi dimensional. Testlet yang digunakan biasanya tidak terlepas dari 2 bentuk tersebut. Testlet dengan independensi artinya setiap item tes yang dikembangkan tidak berhubungan dengan item lainnya, sebaliknya dengan menggunkan konsep multidimensi setiap item yang dikembangkan mungkin berhubungan dengan item lainnya sebagai contoh ketika disajikan suatu data grafik pertanyaan pertamanya adalah apa yang didapatkan dari grafik, sedangkan pertanyaan tingkat selanjutnya adalah mengapa itu terjadi. Meltidimensi ini mungkin terlihat lebih beralasan ketika diterapkan pada multi item yang berhubungan dengan konteks tetapi tidak dibuat secara langsung dari satu sama lain. Dalam jurnal ini dijelaskan pula faktor yang mempengaruhi Testlet model jika menggunkan model independen dan multidimensi. Kontribusi jurnal ini dalam penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai tambahan informasi mengenai kelebihan dan juga efek menggunakan instrumen Testlet. Juga sebagai acuan untuk mengembangkan Testlet dalam bentuk multidimensi yang memungkinkan satu item berhubungan dengan item
35 lainnya, karena jika dihubungkan dengan subjek spesifik maka topik pada sains biasanya adalah hirarkis, sehingga memungkinkan untuk menggunkan model Testlet multidimensi. Aktams dan Yenice (2010) dalam jurnalnya dijelaskan bahwa dalam penelitian yang dilakukan keterampilan proses sains didefinisiskan sebagai keterampilan yang dapat membantu untuk belajar, membantu untuk menemukan dan meneliti, meningkatkan pembelajaran, membuat siswa lebih aktif, meningkatkan respon siswa, dan membantu siswa untuk mengerti dan melakukan praktek, juga meningkatkan tanggung jawab siswa akan pembelajarannya sendiri. Tujuan lain dari pembelajaran sains adalah untuk mendidik siswa agar dapat berpikir kritis. Penelitian yang dilakukan untuk mewujudkan “science dan technology literate” adalah dengan mengkombinasikan setiap individu yang memiliki kemampuan bertanya dan meneliti, berpikir kritis, pemecahan masalah, keterampilan memecahkan masalah, mau untuk belajar (long life learning), keterampilan sains, sikap, nilai dan pemahaman dan pengetahuan yang dibutuhkan untuk melanjutkan keingintahuan tentang lingkungan dan dunia. “science and technology literate” dapat dimengerti dan digunakan secara baik dari “nature of science” dan konsep sains fundamental, prinsip, hukum, dan teori, untuk digunakan sebagai keterampilan proses sains seperti memecahkan masalah dan membuat keputusan. Sebagai hasil dari penelitian tentang keterampilan proses sains dan keterampilan berpikir kritis ini adalah, untuk mengukur dan mengevaluasi setiap keterampilan ini tidak hanya dapat dilakukan dengan instrumen pilihan gdana, tetapi dapat menggunakan wawancara juga observasi. Kontribusi jurnal ini pada penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai dasar atau referensi pengembangan instrumen yang digunakan untuk mengukur keterampilan proses sains. Dalam jurnal ini bukan hanya keterampilan proses sains saja yang dapat diukur dengan item pilihan ganda tetapi juga dapat mengukur keterampilan berpikir kritis. Untuk itu jurnal ini bisa dijadikan acuan pengembangan. Pada jurnal yang ditulis oleh Shahali dan Halim (2010) dijelaskan bahwa keterampilan proses sains telah menjadi komponen yang penting dalam kurikulum
36 sains dan juga telah menjadi pendekatan yang memberikan pendidikan sains menjadi lebih efektif. Untuk itu pengembangan kurikulum yang menitik beratkan pada keterampilan proses sains membutuhkan pengembangan instrumen yang reliabel dan valid yang dapat mengevaluasi peningkatan dari keteramapilan ini. Penilaian menggunnakan “hands-on procedure” untuk menentukan keterampilan proses sains dari siswa dianggap paling sesuai. Sekolah sains di Malaysia telah mengimplementasikannya dengan kerja praktek, yang disebut dengan “PEKA” untuk menilai keterampilan proses sains siswa. Ada beberapa tes dalam bentuk “paper dan pencil test” yang telah dikembangkan untuk mengukur keterampilan proses sains pada pendidikan dasar dan menengah. Beberapa diantaranya adalah yang dikembangkan oleh Walbesser (1965), Dietz dan George (1970), Riley (1972), McLeod, Berkheimer, Fyfee, dan Robinson (1975), dan masih banyak lagi. Keterampilan proses sains bukanlah suatu subjek spesifik, tetapi keterampilan ini berkonjungsi dengan subjek pengetahuan spesifik. Harus ada tugas, beberapa informasi yang dapat di serap atau suatu permasalahan yang dapat dipecahkan sehingga keterampilan ini dapat diaplikasikan. Melakukan penilaian keterampilan proses dengan tidak menyertakan pemahaman konsep yang tidak dimiliki oleh siswa didalamnya adalah sesuatu yang tidak valid. Oleh karena ini, penting untuk melakukan penilaian keterampilan proses hanya yang berhubungan dengan konten
dimana
pengetahuan konseptual yang tidak akan menjadi
permasalahan untuk menggunakan keterampilan proses. Pada semua kasus, penilaian keterampilan dipengaruhi tidak hanya oleh kemampuan untuk menggunakan keterampilan tetapi juga pengetahuan dari subjek spesifik dimana keterampilan itu digunakan. Kontribusi dari jurnal ini adalah sebagai acuan juga landasan untuk mengembangkan suatu instrumen penilaian yang dapat mengukur keterampilan proses sains. Dari jurnal ini didapatkan contoh berbagai instrumen yang telah dikembangkan. Khusus untuk jurnal ini mengembangkan 30 soal pilihan ganda yang didesain untuk mengukur keterampilan proses sains dan dikembangkan berdasarakan 5 indikator keterampilan proses sains
37 C. Kerangka Berpikir Berdasarkan teori-teori yang telah diuraikan diatas, maka dibuatlah suatu kerangka
berpikir
yang
merangkai
teori-teori
tersebut
sehingga
dapat
menghasilkan jawaban sementara dari permasalahan yang dirumuskan dalam penelitian ini. Pengertian testlet dalam buku yang ditulis oleh Tissen, D., dan Wainer, H. (2001: 173) adalah suatu group atau kelompok item (pertanyaan) yang berhubungan dengan suatu topik tertentu yang dikembangkan menjadi satu kesatuan dan berisi sejumlah langkah yang telah ditentukan sebelumnya dan yang dapat diikuti oleh peserta. Testlet termasuk kedalam jenis tes yang menghasilkan lebih dari satu respon, lebih lanjut Testlet ini memiliki respons yang relatif bertingkat dalam kaitannya dengan pengetahuan (construct) yang akan diukur. Menurut Cohen, Swerdlik, dan Sturman (2013: 124-125) terdapat dua kriteria yang digunakan untuk menentukan kualitas dari suatu tes dan prosedur pengukurannya, kriteria tersebut adalah validitas dan reliabilitas. Sementara itu, menurut Sudijono (2005) Identifikasi terhadap seluruh item tes hasil belajar perlu dilakukan dengan harapan akan menghasilkan berbagai informasi berharga yang pada dasarnya akan berguna sebagai umpan balik guna melakukan perbaikan, pembenahan, penyempurnaan kembali terhadap butir-butir item yang digunakan pada saat tes hasil belajar sehingga pada waktu yang akan datang tes hasil belajar yang disusun atau dirancang oleh tester itu betul-betul dapat berfungsi sebagai alat pengukur hasil belajar yang memiliki kualitas yang tinggi. Rangkaian kegiatan seperti telah diuraikan diatas itulah yang sering disebut dengan istilah analisis item (item analysis) yang meliputi analisis tingkat kesukaran, daya pembeda item, dan analisis fungsi distraktor. Sehingga dengan dilakukannya analisis terhadap kualitas butir soal yang dikembangkan berdasarkan teori diatas diharapkan instrumen yang dikembangkan akan memiliki kriteria sebagai suatu soal yang baik. Keterampilan Proses Sains (KPS) yang terintegrasi akan melatih 5 kemampuan, kemampuan tersebut adalah (1) Mengidentifikasi dan mengontrol variabel (2) Mendefinisikan secara operasional (3) Memformulasikan hipotesis (4) Mengekperimenkan termasuk harus dapat mendesain dan menguji hipotesisnya
38 sendiri menggunakan prosedur yang ada untuk mendapatkan data yang reliabel (5) Menginterpretasikan data dan membuat kesimpulan (Lati, Supasorn, dan Promarak, 2012) . Keterampilan proses sains bukanlah suatu subjek spesifik, tetapi keterampilan ini berkonjungsi dengan subjek pengetahuan spesifik. Harus ada tugas, beberapa informasi yang dapat di serap atau suatu permasalahan yang dapat dipecahkan sehingga keterampilan ini dapat diaplikasikan. Melakukan penilaian keterampilan proses dengan tidak menyertakan pemahaman konsep yang tidak dimiliki oleh siswa didalamnya adalah sesuatu yang tidak valid. Oleh karena itu, penting untuk melakukan penilaian keterampilan proses hanya yang berhubungan dengan konten dimana pengetahuan konseptual tidak akan menjadi permasalahan untuk menggunakan keterampilan proses. Pada semua kasus, penilaian keterampilan dipengaruhi tidak hanya oleh kemampuan untuk menggunakan keterampilan tetapi juga pengetahuan dari subjek spesifik dimana keterampilan itu digunakan (Shahali, dan Halim, 2010). Harlen (2013) keterampilan proses sains yang tidak mengikutsertakan penilaiannya akan mengakibatkan pembelajaran yang dilakukan sia-sia. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan penilaian yang sesuai dengan KPS tersebut. Keterampilan proses sains adalah ilmu yang interdisipliner. Semua topik sains saling tumpang tindih satu sama lain seperti konsep sains yang umum tentang energi, partikel, dan struktur, juga gerakan. Oleh karena itu dibutuhkan suatu instrumen yang dapat mengukur keterampilan proses sains dan juga dapat diaplikasikan untuk materi sains yang saling tumpang tindih dan hirarkis. Desain instrumen Testlet adalah suatu set item yang memberikan stimulus. Hal ini telah banyak di gunakan dalam dunia pendidikan dan tes psikologi. Banyak pengembang test yang menyatakan desain Testlet ini menarik karena efisien dalam penulisan itemnya. Dalam sains beberapa topik adalah hirarkis, sebagai contoh struktur hirarki kemampuan mental. Dalam literatur, Testlet model respon dan model IRT tingkat tinggi dikembangkan secara terpisah. Tetapi topik yang hirarkis dapat di ukur dengan menggunakan item Testlet. hal ini
39 memiliki nilai yang baik untuk pengembangan dari model IRT yang menghubungkan testlet dengan struktur topik yang hirarkis. Sejalan dengan pengertian keterampilan proses sains yang memerlukan penilaian keterampilan proses sains agar pembelajaran tidak sia-sia dan menimbang materi dalam sains adalah saling tumpang tindih dan hirarkis maka diduga instrumen testlet yang memiliki karakteristik instrumen hirarkis dan disusun berdasarkan indikator keterampilan
proses sains akan mampu
menampilkan profil siswa dengan kemampuan proses sains yang berbeda-beda. Hasil ini juga bisa digunakan sebagai bahan diagnosis kesulitan belajar siswa dan bahan evaluasi bagi guru untuk memperbaiki proses pembelajaran dikelas.