BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR A. Kajian Pustaka 1. Pengertian Matematika Pengertian matematika secara umum seringkali hanya dikemukakan karena berfokus pada tinjauan pembuat definisi itu sendiri. Dengan demikian, banyak muncul definisi atau pengertian tentang matematika yang beraneka ragam atau dengan kata lain tidak terdapat satu definisi tentang matematika yang tunggal dan disepakati oleh tokoh atau ahli matematika. James and James (Tim MKPBM, 2001: 18) dalam kamus matematikanya mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 888), matematika adalah ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur operasional yang digunakan dalam menyelesaikan masalah. Menurut Elea Tinngih (Tim MKPBM, 2001: 18), secara etimologis perkataan matematika berarti “ilmu pengetahuan yang diperoleh dengan bernalar”, hal ini dimaksudkan bukan berarti ilmu lain diperoleh tidak melalui penalaran, akan tetapi dalam matematika lebih menekankan aktivitas dalam dunia penalaran, sedangkan dalam ilmu lain lebih menekankan hasil observasi atau eksperimen di samping penalaran. Adapun karakteristik dari matematika yaitu: 1) Memiliki obyek abstrak 2) Bertumpu pada kesepakatan 3) Berpola pikir deduktif 4) Memiliki simbol yang kosong dari arti 5) Memperhatikan semesta pembicaraan 6) Konsisten dalam sistemnya
6
7
Berdasarkan pendapat-pendapat tentang matematika tersebut, dapat didefinisikan bahwa matematika merupakan ilmu deduktif, yang diperoleh dengan bernalar mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lainnya dan terbagi dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri.
2. Pengertian Belajar Belajar merupakan proses belajar aktif, pelajar mengkontruksi arti yang berupa teks, dialog, pengalaman fisis, dan lain-lain. Belajar dimaknai sebagai kegiatan aktif siswa dalam membangun makna atau pemahaman. Belajar bukan lagi merupakan konsekuensi otomatis dari penyampaian informasi oleh guru ke dalam kepala seorang peserta didik. Belajar membutuhkan keterlibatan mental dan aktivitas siswa sendiri, artinya belajar baru bermakna jika ada pembelajaran terhadap dan oleh siswa (Suyono & Hariyanto, 2014: 14). Belajar menurut paham konstruktivisme adalah suatu proses mengasimilasikan dan mengaitkan pengalaman atau pelajaran yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimilikinya, sehingga pengetahuannya dapat dikembangkan (Cahyo, 2013: 34). Paham konstruktivisme memandang bahwa subjek belajar mempunyai potensi dan karakternya masing-masing yang mesti dibentuk sendiri dan dikembangkan sesuai dengan langkah-langkah yang mandiri. Aunurrahman (2014: 18) mengemukakan bahwa belajar merupakan suatu proses mengkonstruksi pengetahuan melalui keterlibatan fisik dan mental
siswa
secara
aktif.
Belajar
juga
merupakan
suatu
proses
mengasimilasikan dan menghubungkan bahan yang dipelajari dengan pengalaman-pengalaman yang dimiliki seseorang sehingga pengetahuannya tentang objek tertentu menjadi lebih kokoh. Cobb, dkk (Tim MKPBM, 2001: 72) menguraikan bahwa belajar dipandang sebagai proses aktif dan konstruktif dimana siswa mencoba untuk menyelesaikan masalah yang muncul sebagaimana mereka berpartisipasi secara aktif dalam latihan di kelas.
8
Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli tersebut, belajar pada penelitian
ini
adalah
proses
mengasimilasikan
dan
menghubungkan
pengalaman atau bahan yang dipelajari dengan pengertian yang sudah dimiliki seseorang untuk mengembangkan pengetahuan secara menyeluruh. Belajar dalam penelitian ini dikhususkan pada belajar di bidang matematika.
3. Pengertian Konsep dalam Matematika Matematika
memiliki
karakteristik
tertentu
dan
salah
satu
karakteristiknya adalah objeknya bersifat abstrak. Konsep merupakan salah satu dari objek matematika. Berikut ini dikemukakan beberapa pengertian konsep . Gagne (Tim MKPBM, 2001:36) mengemukakan bahwa konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang meyakinkan orang dapat mengklasifikasikan obyek-obyek atau kejadian-kejadian kedalam contoh atau bukan contoh dari suatu obyek tertentu. Misalnya konsep bujur sangkar, bilangan
prima,
himpunan,
dan
vektor.
Hudoyo
(Lado,
2012:5)
mendefinisikan konsep sebagai suatu klasifikasi dari obyek-obyek, sifat-sifat obyek
atau
kejadian-kejadian
yang
ditentukan
dengan
cara
mengabstraksikannya. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 725), dijelaskan bahwa konsep adalah ide atau pengertian yang diabstrakan dari peristiwa konkret. Soedjadji (Marga, 2015: 7) mengatakan bahwa konsepkonsep dalam matematika pada umumnya disusun dari konsep-konsep sebelumnya. Misalnya konsep pangkat disusun dari konsep perkalian, konsep luas segitiga disusun dari konsep luas persegi panjang, konsep luas trapesium disusun dari konsep luas segitiga. Berarti konsep-konsep sebelumnya yang dipahami siswa sangat dibutuhkan untuk mengkonstruksi suatu konsep baru. Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa konsep dalam matematika adalah suatu ide abstrak yang dapat menggolong-golongkan contoh dan bukan contoh dari suatu objek tertentu.
9
4. Pengertian Miskonsepsi Suparno (Suwarto, 2013 : 76) menyatakan bahwa miskonsepsi sebagai pengertian yang tidak akurat akan konsep, penggunaan konsep yang salah, klasifikasi contoh-contoh yang salah, kekacauan konsep-konsep yang berbeda dan hubungan hierarkis konsep-konsep yang tidak benar. Miskonsepsi muncul jika hasil konstruksi pengetahuan siswa tidak cocok dengan hasil konstruksi pengetahuan para ilmuwan. Modell, Michael, & Wenderoth (Suwarto, 2013 : 76) menyatakan bahwa miskonsepsi merupakan pemahaman suatu konsep atau prinsip yang tidak konsisten dengan penafsiran atau pandangan yang berlaku umum tetang konsep tersebut. Pendapat Suparno dengan pendapat Modell, Michael, & Wenderoth sejalan bahwa miskonsepsi ditinjau dari pemahaman konsep oleh siswa yaitu pemahaman konsep yang tidak konsisten dengan pemahaman konsep yang berlaku umum (para ilmuwan). Alfiani (2015:29) menyatakan bahwa miskonsepsi adalah konsep yang digunakan tidak benar tetapi disertai dengan data atau fakta yang terjadi. Leinhardt, Zaslavsky, Stein (Herutomo & Saputro, 2014: 135) mendefinisikan miskonsepsi sebagai pemahaman yang salah dalam pengetahuan siswa yang terjadi secara berulang. Berdasarkan beberapa definisi dari para ahli tersebut, miskonsepsi pada penelitian ini adalah pemahaman siswa terhadap suatu konsep yang tidak cocok dengan konsepsi para ilmuwan.
5. Menyelesaikan Soal Matematika Menurut
Hudoyo
(Rode,
2013:8)
mengatakan
bahwa
soal
matematika dibedakan menjadi dua bagian. Kedua bagian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Latihan (soal) yang diberikan pada waktu belajar matematika adalah bersifat berlatih agar terampil atau sebagai aplikasi dari pengertian yang baru saja diajarkan. Soal seperti ini dapat diselesaikan dengan prosedur rutin yang telah biasa dilakukan oleh siswa. 2. Masalah tidak hanya seperti latihan tadi, menghendaki siswa untuk menggunakan sintesis atau analisis. Untuk menyelesaikan suatu masalah,
10
siswa tersebut harus menguasai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan, keterampilan dan pemahaman, tetapi dalam hal ini siswa menggunakan pada situasi baru. Beberapa hal yang diperlukan dalam menyelesaikan permasalahan matematika yaitu : (1) informasi yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi; (2) pengetahuan tentang bilangan, bentuk, dan ukuran; (3) kemampuan untuk menghitung; (4) kemampuan untuk mengingat dan menggunakan hubungan-hubungan (Abdurrahman, 2010: 252). Dalam menyelesaikan suatu masalah siswa tersebut harus mengusai hal-hal yang telah dipelajari sebelumnya yaitu mengenai pengetahuan, ketrampilan dan pemahaman tetapi dalam hal ini ia menggunakannya didalam situasi baru. Dalam menghadapi masalah matematika, siswa harus melakukan analisis dan interpretasi informasi sebagai landasan untuk menentukan pilihan dan keputusan mengenai cara pemecahannya. Dalam memecahkan masalah matematika, siswa harus menguasai cara mengaplikasikan konsep-konsep dan menggunakan keterampilan komputasi dalam berbagai situasi baru yang berbeda- beda.
6. Pengertian Strategi Penyelesaian Permasalahan Matematika Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Hamdani, 2010:18), strategi adalah rencana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus (yang diinginkan). Menurut Hamdani (2010:19), strategi dapat diartikan sebagai suatu susunan, pendekatan, atau kaidah-kaidah untuk mencapai suatu tujuan dengan menggunakan tenaga, waktu, serta kemudahan secara optimal. Rahman & Amri (2013:24) mengemukakan bahwa strategi digunakan untuk memperoleh kesuksesan atau keberhasilan dalam mencapai tujuan. Menurut Hardy, Langley, dan Rose dalam Sudjana (Majid, 2013: 3) mengemukakan strategy is perceived as a plan or a set of explisit intention preceeding and controling actions (strategi dipahami sebagai rencana atau kehendak yang mendahului dan mengendalikan kegiatan). Menurut Majid (2013: 3) strategi adalah suatu pola yang direncanakan dan ditetapkan secara sengaja untuk
11
melakukan kegiatan atau tindakan. Berdasarkan pengertian-pengertian tersebut dapat dikemukakan bahwa strategi adalah suatu rencana yang ditetapkan untuk mencapai keberhasilan dalam melakukan suatu kegiatan. Matematika memang suatu ilmu yang dalam mempelajarinya memerlukan ketekunan yang tinggi. Berbagai macam soal dalam matematika mempunyai kekhasan dan memerlukan strategi yang khas pula untuk menyelesaikannya. Strategi semacam ini secara utuh akan dapat dipahami dan dikuasai apabila seseorang terbiasa melatih diri dengan berbagai macam tipe dan tingkat kesulitan soal-soal matematika. Ormae & Weney (Khotimah, 2014:8) mengemukakan bahwa strategi pemecahan masalah merupakan suatu proses memecahkan suatu masalah dan yang menyangkut merubah keadaan yang aktual menjadi keadaan seperti yang dikehendaki. Menurut Purwanto (Khotimah, 2014: 8), strategi pemecahan masalah adalah suatu proses dengan menggunakan strategi, cara, atau teknik tertentu untuk menghadapi situasi baru, agar keadaan tersebut dapat dilalui sesuai dengan keinginan yang telah ditetapkan. Indrajaya, Ratu & Kriswandani (2012: 4) mengemukakan bahwa strategi pemecahan masalah matematika adalah suatu teknik penyelesaian soalsoal matematika yang bersifat praktis. Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat dikemukakan bahwa strategi pemecahan permasalahan matematika merupakan suatu rencana yang ditetapkan dalam memecahkan masalah matematika.
7. Pengertian Analisis Dalam Kamus Bahasa Indonesia Kontemporer karangan Peter Salim dan Yenni Salim (2002:61) menjabarkan pengertian analisis sebagai berikut : 1) Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (perbuatan, karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan fakta yang tepat (asal usul, sebab, penyebab sebenarnya, dan sebagainya). 2) Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan hubungan antar bagian untuk
12
mendapatkan pengertian yang tepat dengan pemahaman secara keseluruhan. 3) Analisis adalah penjabaran (pembentangan) sesuatu hal, dan sebagainya setelah ditelaah secara seksama. 4) Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulai dengan hipotesis (dugaan, dan sebagainya) sampai terbukti kebenarannya melalui beberapa kepastian (pengamatan, percobaan, dan sebagainya). 5) Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) ke dalam bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip dasarnya. Menurut Parera (Marga, 2014: 11) analisis merupakan proses menjelaskan gejala-gejala alam dengan cara: (1) membedakan, (2) mengelompokkan, (3) menghubung-hubungkan, (4) mengendalikan, dan (5) meramalkan.
Menurut
Kamus
Besar
Bahasa
Indonesia
Departemen
Pendidikan Nasional (2008: 58) menjelaskan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab-musabab, duduk perkara, dan
sebagainya).
Berdasarkan
beberapa
pengertian
tersebut,
dapat
dikemukakan bahwa analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau kejadian dengan langkah-langkah tertentu untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya.
8. Kesalahan dalam Menyelesaikan Soal Matematika Kesalahan berasal dari kata dasar salah, kata salah dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008: 1206) berarti tidak benar, tidak betul, keliru, khilaf, menyimpang dari yang seharusnya, luput, tidak mengenai sasaran, gagal, cela, cacat, kekeliruan. Kesalahan berarti kekeliruan atau kealpaan, ada bermacam-macam kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal matematika. Sebagai seorang yang sedang belajar, hal tersebut merupakan suatu hal yang wajar. Namun, kesalahan-kesalahan itu tetap harus diusahakan untuk diminimalisasi agar prestasi belajar siswa semakin baik.
13
Lerner (Abdurahman , 2010: 262) mengemukakan bahwa “Ada beberapa kekeliruan umum yang dilakukan anak, yaitu kurang pemahaman tentang simbol, nilai tempat, perhitungan, penggunaan proses yang keliru, dan tulisan
yang
tidak
dapat
dibaca”.
Sleeman
(Marga,
2014:
13)
mengelompokkan kesalahan sebagai berikut : kesalahan tetap, kesalahan yang berkenaan dengan perhatian, kesalahan dalam aturan, kesalahan mengingat, kesalahan hitung, serta kesalahan tulis. Arti Sriati (Marga, 2014: 13) dalam penelitiannya menemukan beberapa jenis kesalahan yang dilakukan siswa, yaitu : 1) Kesalahan strategi, yaitu kesalahan yang terjadi jika siswa memilih jalan yang tidak tepat yang mengarahkan ke jalan buntu. 2) Kesalahan terjemahan, yaitu kesalahan dalam mengubah informasi ke ungkapan matematik atau kesalahan memberi makna suatu ungkapan matematik. 3) Kesalahan sistematik, yaitu kesalahan yang berkenaan dengan pilihan yang salah atas teknik ekstrapolasi. 4) Kesalahan konsep, yaitu kesalahan dalam memahami gagasan abstrak. 5) Kesalahan tanda, yaitu kesalahan dalam memberikan atau menuliskan tanda operasi matematika. 6) Kesalahan tanpa pola, yaitu kesalahan dimana siswa dalam mengerjakan soal secara sembarangan. 7) Kesalahan hitung, yaitu kesalahan dalam melakukan operasi hitung dalam matematika, seperti menjumlah, mengurangkan, mengalikan, dan membagi. Kesalahan menurut klasifikasi Watson (Mutmainah, 2013: 8) terdiri dari 8 kesalahan. Jenis kesalahan tersebut adalah: 1) Data tidak tepat (inappropriante data) yaitu siswa berusaha mengoperasikan pada level yang tepat, tetapi memilih informasi data yang tidak tepat.
14
2) Prosedur tidak tepat (inappropriante procedure) yaitu siswa berusaha mengoperasikan pada level yang tepat pada suatu masalah, tetapi dia menggunakan prosedur atau cara yang tidak tepat. 3) Data hilang (omitted data) yaitu kehilangan satu data atau lebih dari respon siswa. Dengan demikian penyelesaian menjadi tidak benar. Mungkin respon siswa tidak menemukan informasi yang tepat, namun siswa masih berusaha mengoperasikan pada level yang tepat. 4) Kesimpulan hilang (omitted conclusion), gejala kesimpulan hilang adalah siswa menunjukkan alasan pada level yang tepat kemudian gagal menyimpulkan. 5) Konflik level respon (respon level conflict), pada situasi ini siswa menunjukkan suatu kompetensi operasi pada level tertentu dan kemudian menurunkan operasi yang lebih rendah dan biasanya untuk menarik kesimpulan. 6) Manipulasi tidak langsung (undered manipulation) alasan tidak urut tetapi kesimpulan diperoleh dan secara umum semua data digunakan. Suatu jawaban benar diperoleh dengan menggunakan alasan sederhana dan penuangan tidak logis atau acak. Gejala ini diamati sebagai manipulasi tidak langsung. 7) Masalah hierarki keterampilan (skill hierarchy problem), banyak pertanyaan matematika yang memerlukan keterampilan dalam mencari penyelesaian seperti keterampilan yang melibatkan kemampuan menggunakan ide aljabar dan keterampilan memanipulasi numerik. Jika keterampilan siswa dalam aljabar atau memanipulasi numerik tidak muncul, terjadi masalah hierarki keterampilan. Masalah hierarki keterampilan
dapat
ditunjukkan
misalnya
siswa
tidak
dapat
menyelesaikan permasalahan karena kurangnya keterampilan. 8) Selain ketujuh kategori di atas (above other), kesalahan yang termasuk dalam kategori ini diantaranya pengopian data yang salah dan tidak merespon.
15
Menurut Newman (Clement, 1980) tipe-tipe kesalahan yang di lakukan siswa yaitu: kesalahan karena kecerobohan atau kurang cermat dalam menyelesaikan soal matematika sering dijumpai kesalahan dalam proses penyelesaian di mana siswa tidak menguasai suatu konsep matematika dan siswa kurang menguasai teknik berhitung; kesalahan dalam keterampilan proses, siswa dalam menggunakan kaidah atau aturan sudah benar atau siswa sudah bisa menguasai konsep, tetapi siswa melakukan kesalahan dalam melakukan perhitungan atau komputasi; kesalahan memahami soal, siswa belum menangkap informasi yang terkandung dalam pernyataan sehingga siswa tidak dapat memproses lebih lanjut untuk memperoleh solusi dari permasalahan atau siswa tidak bisa menuliskan hasil akhir dari soal; kesalahan transformasi, siswa gagal dalam memahami soal-soal untuk di ubah ke dalam kalimat matematika yang benar; kesalahan dalam menggunakan notasi, dalam hal ini siswa melakukan kesalahan dalam menggunakan notasi/tanda saat mengerjakan soal; kesalahan membaca, siswa melakukan kesalahan dalam membaca kata-kata penting dalam pertanyaan atau siswa salah dalam membaca informasi utama, sehingga siswa tidak menggunakan informasi tersebut untuk menyelesaikan soal. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, dapat diketahui bahwa jenis-jenis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika sangat beragam. Dalam penelitian ini peneliti mengelompokkan kesalahan-kesalahan diantaranya kesalahan strategi, kesalahan hitung, kesalahan konsep, kesalahan hierarki keterampilan, dan kesalahan penarikan kesimpulan. Kesalahan konsep, kesalahan strategi dan kesalahan hitung merupakan kesalahan menurut Arti Sriati (Marga, 2014: 13), kesalahan hierarki ketrampilan merupakan kesalahan menurut klasifikasi Watson (Mutmainah, 2013: 8), dan kesalahan penarikan kesimpulan merupakan kesalahan menurut Syafmen (2015:74). Pada kesalahan strategi, indikator yang digunakan peneliti adalah indikator
menurut
klasifikasi
Watson
yaitu,
(1)
siswa
berusaha
mengoperasikan pada level yang tepat pada suatu masalah, tetapi
16
menggunakan prosedur atau cara yang tidak tepat, (2) siswa berusaha mengoperasikan pada level yang tepat, tetapi memilih informasi data yang tidak tepat. Pada kesalahan hitung, indikator yang digunakan peneliti adalah indikator menurut Marga (2014: 14) yaitu, (1) siswa melakukan kesalahan dalam memberikan atau menuliskan tanda operasi matematika, (2) siswa melakukan kesalahan dalam melakukan operasi hitung dalam matematika, seperti menjumlah, mengurangkan, mengalikan, dan membagi. Pada kesalahan konsep, indikator yang digunakan peneliti adalah indikator menurut Kastolan (Sarirah, 2012:3) yaitu, (1) siswa melakukan kesalahan dalam menentukan rumus atau teorema atau definisi untuk menjawab masalah, (2) siswa tidak menuliskan rumus atau teorema atau definisi untuk menjawab masalah. Pada kesalahan hierarki keterampilan, indikator yang digunakan peneliti adalah indikator menurut Watson (Mutmainah, 2013: 8) yaitu, (1) siswa tidak terampil dalam melakukan manipulasi aljabar, (2) siswa tidak terampil dalam membuat hubungan logis antara persamaan-persamaan pada identitas trigonometri. Pada kesalahan penarikan kesimpulan, indikator yang digunakan peneliti adalah indikator menurut Syafmen (2015:74) yaitu, (1) siswa melakukan penyimpulan tanpa alasan pendukung yang benar, (2) siswa melakukan penyimpulan pernyataan yang tidak sesuai dengan penalaran logis. Siswa dianggap melakukan kesalahan apabila setidaknya satu indikator terpenuhi.
9. Faktor Penyebab Kesalahan Dewi & Kusrini (2014: 198) mengemukakan bahwa faktor penyebab kesalahan siswa meliputi faktor secara internal dan faktor secara eksternal. a) faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam diri siswa sendiri antara lain: faktor kematangan, faktor fisiologis, faktor psikis, kesulitan belajar yang dialami siswa, lupa, kurang teliti dalam menjawab soal. b) faktor eksternal yaitu faktor yang berasal dari luar diri siswa, antara lain: kesalahan informasi dari guru, karakteristik materi, fasilitas belajar, lingkungan belajar. Dalam penelitian ini penyebab kesalahan siswa dibatasi pada faktor penyebab kesalahan internal.
17
Herutomo & Saputro (2014: 136) menyatakan sumber kesalahan dalam matematika adalah miskonsepsi, meskipun ada sumber lain selain miskonsepsi yang menyebabkan kesalahan seperti kecerobohan atau penggunaan bahasa yang menyesatkan. Menurut Gabel (Suwarto, 2013: 77), miskonsepsi yang dimiliki siswa dapat disebabkan oleh (1) hasil pengamatan terhadap fenomena alam di sekitar siswa, kadang-kadang perasaan dapat menipu mereka dalam memahami fenomena tersebut, dan (2) konsep yang diajarkan tidak terjangkau oleh perkembangan mental siswa. Artinya, informasi yang berasal dari luar dan dalam kelas berpotensi sebagai sumber miskonsepsi, jika informasi yang dicandra siswa tidak menjadikan gambaran mental siswa menjadi benar. Suwarto (2013: 780) mengemukakan bahwa miskonsepsi siswa dalam pelajaran matematika terjadi karena kurangnya pemahaman konsep matematika. Miskonsepsi terjadi karena kesalahan yang dilakukan
seseorang dalam membangun konsepsi berdasarkan informasi
lingkungan fisik disekitarnya atau teori yang diterima. Oleh karena itu, miskonsepsi pada siswa terutama terjadi pada siswa ketika mengikuti kegiatan proses belajar mengajar di kelas karena kesalahan mengasimilasi konsepkonsep dan merupakan hal yang baru bagi siswa tersebut. Siswa dikatakan kurang memahami konsep apabila tidak mampu menyatakan ulang konsep, tidak mampu mengklasifikasikan objek-objek sesuai konsep, tidak mampu menyajikan konsep, atau tidak mampu mengaplikasikan konsep dalam pemecahan masalah. Yahya & Shahrill (2015: 1192), There were other psychological factors noted as well such as carelessness and participants’ lack of confidence in answering the questions. Terdapat faktor psikologis lain seperti ketidaktelitian dan kurangnya rasa percaya diri dalam menjawab pertanyaan. Wicaksono (2013: 59) menyatakan bahwa siswa masih bingung saat menjawab soal mengenai gabungan operasi hitung. Herutomo & Saputro (2014: 140) mengemukakan bahwa penyebab siswa melakukan kesalahan conjoining operasi penjumlahan dan perkalian adalah adanya kecenderungan dalam penyelesaian masalah aritmatika yang mengarah pada jawaban satu digit angka
18
dan menafsirkan simbol “+” sebagai suatu operasi yang “harus” dilakukan. Herutomo & Saputro (2014: 141) mengemukakan bahwa kesalahan siswa dalam menggunakan tanda “=” menunjukkan siswa tidak paham makna tanda “=”, siswa tidak paham bahwa makna tanda “=” yang menyatakan relasi kesetaraan. Narulita & Masduki (2016: 164) mengemukakan bahwa kesalahan siswa dalam menuliskan simbol disebabkan karena siswa terburu-buru. Siswa dikatakan terburu-buru apabila ditengah pekerjaan, siswa melakukan kesalahan yang sifatnya sederhana namun pada pekerjaan selanjutnya kesalahan tersebut tidak dilakukan. Haryati
(2015:
118)
mengemukakan
bahwa
siswa
banyak
menghabiskan waktu untuk memahami makna kalimat atau mengidentifikasi informasi sehingga siswa hanya menuliskan jawaban yang dianggapnya mendekati benar sehingga lembar jawab tidak kosong di sisa waktu yang ada. Pada penelitian ini, siswa dikatakan mengarang jawaban apabila jawaban yang diberikan tidak logis dan tidak sesuai dengan proses mendapatkannya. Widhiastuti (2014: 13) yang menyatakan bahwa penyebab siswa mengalami kesalahan dalam memahami masalah adalah siswa merasa kurang waktu dalam mengerjakan soal. Hal senada juga dikemukakan oleh Sangadah (2016) bahwa salah satu faktor penyebab siswa melakukan kesalahan adalah kehabisan waktu. Siswa dikatakan mengalami kehabisan waktu apabila hasil pekerjaan siswa menunjukkan bahwa sebenarnya siswa mampu menyelesaikan soal namun jawaban tidak tuntas atau apabila pada pekerjaan akhir siswa langsung memberi suatu kesimpulan tanpa adanya proses perhitungan yang benar. Otay, Mohidin & Ismail (2013: 7) mengemukakan bahwa penyebab kesalahan siswa adalah kurangnya penguasaan bahasa matematika, keliru menafsirkan atau menerapkan rumus, salah perhitungan, kurang teliti, tergesagesa dalam menyelesaikan soal, dan lupa konsep. Khasanah (2015: 9-10) mengemukakan bahwa penyebab siswa tidak mampu menentukan rumus dengan tepat adalah siswa tidak menguasai konsep matematika yang ia pelajari dan siswa lupa rumus yang digunakan saat mengerjakan soal. Pada
19
penelitian ini, siswa mengalami kesalahan dalam menafsirkan rumus apabila siswa menyamakan rumus yang salah dengan rumus yang benar. Indrajaya, Ratu & Kriswandani (2012: 2) mengemukakan bahwa pada kenyataannya masalah yang terjadi adalah daya kreatifitas siswa dalam menyelesaikan masalah masih rendah, penyebab hal itu karena siswa hanya mencontoh dan mencatat bagaimana cara menyelesaikan soal yang telah dikerjakan oleh gurunya. Nilasari, Hobri, Lestari (2014: 3) mengemukakan bahwa penyebab siswa melakukan kesalahan masalah hirarkhi keterampilan adalah siswa salah dalam menuangkan ide aljabar dan kurang teliti dalam perhitungan. Siswa dikatakan kurang terampil dalam membuat hubungan logis antar rumus apabila hasil pekerjaan siswa tidak menunjukkan kemampuan mengaitkan satu rumus dengan rumus lainnya. Hastuti, Surantoro, & Raharjo (2011: 1) mengemukakan bahwa penyebab kesalahan strategi adalah siswa tidak membaca petunjuk mengerjakan soal, siswa kurang paham dengan apa yang ditanyakan dari soal, dan siswa kurang latihan soal yang bervariasi. Kurangnya latihan soal yang bervariasi berakibat pada kurangnya kemampuan siswa mencari variasi ide dalam menyelesaikan soal. Pada penelitian ini, penyebab kesalahan strategi berupa ketidakmampuan siswa menentukan ide lain ditunjukkan dengan tidak munculnya ide lain pada coretan siswa. Penyebab lainnya adalah anggapan siswa yang salah terhadap penyelesaian suatu masalah, hal ini dapat dilihat dari kecenderungan cara yang digunakan siswa dalam mengerjakan soal. Herutomo ketidakmampuan
& siswa
Saputro
(2014:
melakukan
141)
dengan
mengemukakan
bahwa
benar
operasi
proses
penjumlahan/pengurangan dua pecahan dengan menyamakan penyebut dan melakukan
generalisasi
proses
kanselasi
sebenarnya
bermula
pada
pembelajaran operasi bilangan, ketika siswa diminta untuk menyederhanakan perhitungan pecahan dengan melakukan pencoretan. Kurangnya pemahaman pada materi pecahan menyebabkan kesalahan siswa dalam menggeneralisasi proses pencoretan. Kegagalan siswa dalam menerapkan dengan benar sifat distributif operasi perkalian terhadap penjumlahan disebabkan karena siswa
20
tidak memperhatikan tanda bilangan dan operasi yang digunakan serta proses perkaliannya tidak melibatkan semua suku-suku yang ada pada bentuk aljabar. Dewi & Kusrini (2014: 197) mengemukakan bahwa penyebab siswa dalam menerapkan sifat distributif adalah siswa kurang memahami sifat distributif. Haryati (2015: 3) mengemukakan bahwa penyebab siswa melakukan kesalahan penarikan kesimpulan adalah siswa kurang teliti. Nilasari, Hobri & Lestari (2014: 3) mengemukakan bahwa penyebab siswa melakukan kesalahan kesimpulan adalah siswa lupa belum menuliskan kesimpulan, kurang memahami pertanyaan yang ada pada soal, dan kurang teliti ketika membaca perintah soal. Permatasari, Sugiarti & Irvan (2014: 4) mengemukakan bahwa penyebab kesalahan kesimpulan hilang yaitu siswa lupa tidak menuliskan kesimpulan, siswa malas menuliskan kesimpulan yang terpenting sudah menjawab soal, dan takut waktunya tidak cukup.
Sahriah (2012)
mengemukakan bahwa faktor penyebab siswa melakukan kesalahan tidak menuliskan tanda, kesalahan dalam operasi hitung aljabar adalah siswa kurang teliti dalam melakukan operasi penjumlahan, pengurangan, perkalian dan pembagian pada pecahan bentuk aljabar. Siswa dikatakan kurang teliti apabila pekerjaan siswa menunjukkan kemampuan untuk menyelesaikan soal dengan benar namun pada bagian tertentu siswa melakukan kesalahan. Herutomo & Saputro (2014: 142) menyatakan bahwa kadangkadang, tidak ada metode yang jelas yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah yang disajikan, menggunakan cara menebak akhirnya menjadi salah satu alternatif untuk menjawab soal yang diberikan. Kegiatan menebak siswa ini terlihat dari ketidaklogisan jawaban siswa dari satu langkah ke langkah selanjutnya. Agustina (2015: 194) mengemukakan bahwa penyebab kesalahan yang paling banyak dilakukan siswa salah satunya adalah kurang terampil dalam manipulasi operasi aljabar. Manipulasi aljabar merupakan suatu cara mengubah bentuk aljabar. Siswa dikatakan kurang terampil
dalam
melakukan
manipulasi
aljabar
apabila
siswa
tidak
menunjukkan kemampuan mengubah bentuk aljabar yang satu menjadi bentuk aljabar yang lain.
21
10. Tinjauan Materi Identitas Trigonometri Dalam penelitian ini materi yang digunakan adalah trigonometri yang lebih khusus lagi dibatasi mengenai identitas trigonometri. Adapun uraian mengenai materi tersebut adalah sebagai berikut. Menurut Krismanto (2008:23), identitas trigonometri adalah suatu relasi atau kalimat terbuka yang memuat fungsi-fungsi trigonometri dan yang bernilai benar untuk setiap penggantian variabel dengan konstan anggota domain fungsinya. Gambar 2.1 menunjukkan segitiga siku-siku ABC dengan salah satu sudutnya ∠𝐵𝐴𝐶 = 𝛼. Didefinisikan sisi-sisi a dan b berturut-turut merupakan sisi yang berhadapan dan berdampingan dengan ∠𝐵𝐴𝐶 , serta sisi c sebagai hipotenusa dari segitiga ABC, maka didefinisikan sec 𝛼 = = csc 𝛼 = = cot 𝛼 = =
hipotenusa
A
sisi yang berdampingan 𝑐
=
𝑏
𝛼
1
c
cos 𝛼
𝑏
hipotenusa sisi yang berhadapan 𝑐
=
𝑎
B
𝑎
1 sin 𝛼
𝐶
Gambar 2.1 Segitiga ABC
sisi yang berdampingan sisi yang berhadapan 𝑏 𝑐
=
1 tan 𝛼
Setiap persamaan trigonometri di atas disebut identitas trigonometri. Oleh karena itu, setiap persamaan tersebut bernilai benar untuk semua nilai 𝛼. Selain identitas di atas, terdapat beberapa identitas trigonometri dasar lainnya antara lain 1) tan 𝛼 =
sin 𝛼 cos 𝛼
2) sin2𝛼 + cos2𝛼 = 1
3) 1 + tan2𝛼 = sec2𝛼 4) 1 + cot2𝛼 = csc2𝛼
Untuk membuktikannya perhatikan Gambar 2.2. Perhatikan bahwa B (x,y) = B (r,𝛼), karena x2 + y2 = r2 dengan x = r cos 𝛼 dan y= r sin 𝛼, maka
22
tan 𝛼 = = =
𝑦 𝑥
𝑌
𝑟 sin 𝛼
B (x,y) atau B (r,𝛼)
r cos 𝛼 sin 𝛼
𝑟
cos 𝛼
y
Sehingga, terbukti bahwa tan 𝛼 =
sin 𝛼 cos 𝛼
… (1)
𝛼
O
Dari identitas (1) diperoleh cot 𝛼 = cot 𝛼 =
1 tan 𝛼
𝑋
𝑥
1
=
sin 𝛼 cos 𝛼
=
Gambar 2.2 Garis OB yang membentuk sudut 𝛼 terhadap sumbu X
cos 𝛼 sin 𝛼
cos 𝛼 sin 𝛼
karenax2 + y2 = r2 dengan x = r cos 𝛼 dan y= r sin 𝛼, maka x2 + y2 = r2 ⇔ (r cos 𝛼)2 + (r sin 𝛼)2= r2
⇔r2 cos2𝛼 + r2 sin2𝛼= r2 ⇔r2 (cos2𝛼 + sin2𝛼) = r2 ⇔cos2𝛼 + sin2𝛼= 1 Sehingga terbukti bahwa cos2𝛼 + sin2𝛼= 1 Perhatikan kembali, jika pada x2 + y2 = r2 dilakukan pembagian dengan x2 dan y2 berturut-turut diperoleh hasil sebagai berikut. 𝑥2
𝑦2
𝑥
𝑥2
+ 2
⇔1 +
𝑦2 𝑥2
=
=
𝑟2
;
𝑥2
𝑟2
;
𝑥2
𝑦 2
𝑟 2
𝑥2
𝑦2
𝑦
𝑦2
+ 2
=
𝑟2 𝑦2
𝑥2
𝑟2
𝑦
𝑦2
+ 1= 2 𝑥 2
𝑟 2
⇔1 + ( ) = ( ) 𝑥 𝑥
;
(𝑦) + 1 = (𝑦)
⇔1 + tan2 𝛼 = sec 2 𝛼
;
cot 2 𝛼 + 1 = csc 2 𝛼
Sehingga, terbukti bahwa 1 + tan2 𝛼 = sec 2 𝛼 dan cot 2 𝛼 + 1 = csc 2 𝛼 Maka kita peroleh identitas-identitas trigonometri dasar sebagai berikut. a) sin 𝛼 =
1 cos 𝛼
, csc 𝛼 =
1 sin 𝛼
23
b) cos 𝛼 = c) tan 𝛼 = d) tan 𝛼 =
1 sec 𝛼 1 cot 𝛼
, sec 𝛼 =
, cot 𝛼 =
sin 𝛼 cos 𝛼
, cot 𝛼 =
1 cos 𝛼 1 tan 𝛼 cos 𝛼 sin 𝛼
e) cos2𝛼 + sin2𝛼= 1 atau cos2𝛼= 1 -sin2𝛼 atau sin2𝛼 = 1 - cos2𝛼 f) 1 + tan2 𝛼 = sec 2 𝛼 atau tan2 𝛼 = sec 2 𝛼 − 1 atau sec 2 𝛼 − tan2 𝛼 = 1 g) 1 + cot2𝛼 = csc2𝛼 atau cot2𝛼 = csc 2 𝛼 − 1 atau csc2𝛼 − cot 2 𝛼 = 1 (Suprijanto,dkk., 2007:68-70)
11. Hasil Penelitian yang Relevan Ada beberapa penelitian terkait dengan topik penelitian yang diajukan. Listiyanto (2005) dalam penelitiannya mengenai analisis kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal trigonometri di SMA MTA Surakarta, menemukan bahwa jenis kesalahan yang dilakukan siswa diantaranya (1) kesalahan memahami maksud soal, penyebabnya antara lain penguasaan konsep pendukung kurang, terbiasa tidak menuliskan yang diketahui, yang ditanya dari soal, tergesa-gesa dalam mengerjakan soal dan langsung mengilustrasikan soal
dalam bentuk gambar, (2) kesalahan dalam
menafsirkan konsep, penyebabnya antara lain kurang memahami konsep aturan sinus dan aturan cosinus, kurang teliti dalam menuliskan rumus, memilih algoritma yang panjang, hanya menghafal rumus, lupa nilai perbandingan trigonometri untuk sudut istimewa, kurang memahami konsep perbandingan trigonometri untuk sudut berelasi diberbagai kuadran, dan kurang menguasai konsep penyelesaian persamaan trigonometri untuk mencari besar sudut, (3) kesalahan dalam melakukan operasi aljabar, penyebabnya antara lain kurang memahami konsep merasionalkan penyebut berbentuk akar, kurang teliti, kurang menguasai operasi pembagian dengan bilangan desimal, memperkirakan nilai akar dari bilangan, kurang memahami konsep penjumlahan, pengurangan, dan perkalian yang dioperasikan secara
24
bersama-sama. Penelitian tersebut memiliki kaitan yang erat dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keduanya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif, selain itu keduanya sama-sama ingin menganalisis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal trigonometri. Adapun perbedaannya terletak pada subyek dan sub pokok bahasan materi yang diteliti. Syafmen (2015) dalam penelusuran identifikasi kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal matematika di SMA Negeri 11 Jambi, menemukan bahwa jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal materi perbandingan trigonometri diantaranya (1) kesalahan konsep (2) kesalahan menggunakan data (3) kesalahan menginterpretasikan data (4) kesalahan tehnis yang terdiri dari kesalahan manipulasi operasi aljabar (5) kesalahan menarik kesimpulan. Penelitian tersebut memiliki kaitan yang erat dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keduanya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif, selain itu keduanya sama-sama ingin menganalisis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal trigonometri. Adapun perbedaannya terletak pada subyek dan sub pokok bahasan materi yang diteliti, selain itu penelitian tersebut hanya ingin mengidentifikasi jenisjenis kesalahannya saja, tanpa mengidentifikasi penyebab kesalahan tersebut. Padmavathy (2015), results show that students commit -concept error (82.8%), defective algorithm (78.1%), misused data (71.4%), calculation error (73.3%), and technical error (76.2%) respectively. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 82.8 % siswa melakukan kesalahan konsep, 78.1% algoritma yang kurang baik, 71.4% penyalahgunaan data, 73.3% kesalahan hitung dan 76.2% kesalahan teknik secara berturut-turut. Penelitian tersebut memiliki kaitan yang erat dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keduanya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif, selain itu keduanya sama-sama ingin mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika Adapun perbedaan dari kedua penelitian ini terletak pada subyek dan materi yang diteliti.
25
Burhanzade & Aygör (2015), As a result of the study, it has been seen that the students have major inadequate of the math's fundamentals "the Factorization" and therefore they were not able to reach the conclusion although they knew the solution. Some of the students could not think to necessary that simplify with factorization in the question. Another part of the students could not realise that they should factorize by utilizing identities. Berdasarkan hasil penelitian, dapat diketahui bahwa siswa tidak memiliki kecakapan dalam dasar matematika “pemfaktoran” sehingga siswa tidak mampu mencapai kesimpulan meskipun mereka tahu penyelesaiannya. Beberapa siswa tidak mampu berpikir untuk perlu menyederhanakan dengan pemfaktoran pada persamaan. Beberapa siswa tidak menyadari bahwa mereka harus memfaktorkan dengan memanfaatkan identitas. Penelitian tersebut memiliki kaitan yang erat dengan penelitian yang peneliti lakukan. Keduanya sama-sama menggunakan pendekatan kualitatif, selain itu keduanya samasama ingin mengetahui jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika Adapun perbedaan dari kedua penelitian ini terletak pada subyek dan materi yang diteliti.
B. Kerangka Berpikir Identitas trigonometri merupakan salah satu sub pokok bahasan pada materi trigonometri. Pada sub pokok bahasan identitas trigonometri, terdapat banyak rumus yang harus dipahami dan bukan hanya sekedar dihafalkan oleh siswa. Siswa yang hanya sekedar menghafal persamaan-persamaan tersebut dan tidak mampu membuat hubungan yang logis antara persamaan-persamaan tersebut saat menyelesaikan soal identitas trigonometri, menyebabkan siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal identitas trigonometri. Kesulitan belajar siswa dalam memecahkan masalah atau menyelesaikan soal identitas trigonometri dapat terlihat dari adanya kesalahan penyelesaian soal. Agar dapat membantu siswa yang mengalami kesulitan belajar materi identitas trigonometri, perlu diketahui kesulitan belajar tersebut. Hal ini dapat dilakukan dengan menganalisis kesalahan siswa dalam mengerjakan soal trigonometri. Analisis kesalahan dapat ditempuh
26
dengan cara memberikan soal tes diagnostik kepada siswa. Banyaknya kesalahan yang dilakukan siswa pada langkah penyelesaian soal dapat menjadi petunjuk sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi identitas trigonometri. Tentunya banyak faktor yang melatarbelakangi kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa, oleh karena itu dari kesalahan-kesalahan yang ditemukan selanjutnya dapat ditelusuri faktor-faktor penyebab terjadinya kesalahan, untuk mengetahui faktorfaktor penyebab siswa melakukan kesalahan dilakukan dengan analisis terhadap hasil pekerjaan siswa dan hasil wawancara dengan siswa. Pada penelitian ini analisis kesalahan-kesalahan siswa dalam menyelesaikan soal-soal identitas trigonometri, meliputi kesalahan strategi, kesalahan konsep,
kesalahan hitung, kesalahan penarikan kesimpulan dan kesalahan karena masalah hierarki keterampilan. Ketika siswa memilih cara penyelesaian soal yang tidak tepat yang mengarahkan ke jalan buntu, saat itulah siswa melakukan kesalahan strategi, hal ini dapat berakibat pada soal tidak dapat terjawab atau soal dapat terjawab, namun jawaban yang diperoleh merupakan jawaban yang salah. Ketika siswa melakukan kesalahan dalam memahami gagasan abstrak, saat itulah siswa melakukan kesalahan konsep. Konsep-konsep dalam matematika pada umumnya disusun dari konsep-konsep sebelumnya, oleh karena itu, letak kesalahan konsep yang dilakukan siswa perlu untuk diketahui agar tidak berlanjut pada kesalahan konsep yang baru. Kesalahan hitung merupakan kesalahan yang sering dialami siswa ketika mengerjakan soal matematika, siswa sering melakukan kesalahan dalam melakukan operasi hitung dalam matematika, seperti menjumlah, mengurangkan, mengalikan, dan membagi. Kesalahan hitung penting untuk diketahui karena berakibat pada kesalahan hasil akhir jawaban siswa. Saat menyelesaikan soal identitas trigonometri, diperlukan keterampilan seperti keterampilan
yang
melibatkan
kemampuan
memanipulasi
aljabar,
ketidakmampuan siswa dalam melakukan keterampilan ini berakibat pada kesalahan yang dalam penelitian ini disebut sebagai kesalahan masalah hierarki keterampilan (skill hierarchy problem). Melalui kesalahan ini, dapat dilihat sejauh mana kemampuan siswa dalam melakukan manipulasi aljabar, karena keterampilan ini dibutuhkan siswa bukan hanya pada penyelesaian soal identitas
27
trigonometri saja, namun juga soal-soal pada materi lain. Ketika siswa melakukan penyimpulan tanpa alasan pendukung yang benar atau tidak sesuai dengan penalaran logis, saat itulah siswa melakukan kesalahan penarikan kesimpulan. Kesalahan ini penting untuk diketahui karena apabila siswa salah dalam menarik kesimpulan terhadap suatu proses perhitungan, dapat berakibat pada kesalahan di proses selanjutnya. Pada penelitian ini, berdasarkan hasil analisis pekerjaan siswa pada tes diagnostik dan wawancara berbasis tugas dapat diketahui letak kesalahan dan faktor penyebab siswa melakukan kesalahan. Kesalahan yang terjadi tidak hanya berasal dari siswa yang memiliki nilai kategori kelompok rendah saja, namun siswa yang memiliki nilai pada kategori kelompok sedang dan tinggi juga melakukan kesalahan. Kesalahan-kesalahan yang dilakukan siswa kelompok tinggi dan sedang juga perlu mendapat perhatian dari guru karena dimungkinkan kesalahan yang dilakukan kelompok tinggi tidak sama dengan kesalahan yang dilakukan kelompok rendah, dimungkinkan pula kesalahan yang dilakukan kelompok sedang tidak sama dengan kesalahan yang dilakukan kelompok rendah. Deskripsi mengenai letak kesalahan dan faktor penyebab kesalahan siswa kelompok tinggi, kelompok sedang, dan kelompok rendah
dapat diketahui
kecenderungan kesalahan siswa, sehingga dapat menjadi bahan pertimbangan guru dalam memutuskan kesalahan apa yang perlu untuk segera diatasi, selain itu hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam menyusun rencana pembelajaran yang lebih baik serta dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan langkah antisipasi agar kesalahan- kesalahan yang serupa tidak terjadi lagi, selain itu apabila ditemukan kesalahan yang hanya dilakukan siswa kelompok tertentu saja, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan penanganan khusus terhadap kesalahan tersebut.
28
Siswa mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal identitas trigonometri Siswa melakukan kesalahan Dilakukan analisis terhadap hasil pekerjaan siswa dan dilakukan wawancara Diketahui letak kesalahan dan penyebab kesalahan Gambar 2.3. Kerangka Berpikir
6