BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Tinjauan Penilaian Pembelajaran a. Pengertian Penilaian Pembelajaran Proses akhir pembelajaran dapat diketahui melalui tahap penilaian. Penilaian bertujuan untuk mengetahui tercapai atau tidaknya tujuan pembelajaran yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu guru harus memiliki data yang akurat sehingga hasil penilaian yang diperoleh benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Data hasil penilaian pada akhirnya dapat digunakan untuk bahan pertimbangan pengambilan keputusan selain juga digunakan sebagai laporan. Zainul dan Nasution menyatakan penilaian adalah proses untuk mengambil keputusan dengan menggunakan informasi yang diperoleh melalui pengukuran hasil belajar baik menggunakan instrumen tes maupun non tes (dalam Wuryani & Faturrohman, 2012:92). Dari pendapat yang telah diungkapkan tersebut lebih merujuk pada penilaian sebagai sinonim dari evaluasi.
Sedangkan menurut
Purwanto (2013:204) Penilaian
berhubungan dengan pengambilan keputusan. Pengambilan keputusan didasarkan pada nilai. Penilaian
pembelajaran
adalah
proses
memberikan
atau
menentukan nilai kepada objek tertentu berdasarkan suatu kriteria tertentu. Proses pemberian nilai tersebut berlangsung dalam bentuk interpretasi yang diakhiri judgement (Sudjana, 2009:3). Penilaian dalam arti assessment merupakan suatu proses pengumpulan, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa baik perorangan maupun kelompok yang diperoleh melalui pengukuran (Indrastoeti, 2012:2). Dalam bukunya Arifin (2009:4) mengungkapkan 6
7
Penilaian adalah suatu proses atau kegiatan yang sistematis dan berkesinambungan untuk mengumpulkan informasi tentang proses dan hasil belajar peserta didik dalam rangka membuat keputusankeputusan berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Keputusan yang dimaksud adalah keputusan tentang peserta didik, seperti nilai yang akan diberikan atau juga keputusan tentang kenaikan kelas dan kelulusan. Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran adalah proses atau kegiatan memberikan atau menentukan keputusan tehadap proses dan hasil belajar siswa berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. b. Tujuan dan Fungsi Penilaian Penilaian pembelajaran mempunyai tujuan-tujuan sebagai berikut: 1) Mendeskripsikan kecakapan belajar siswa sehingga dapat diketahui kelebihan dan kekurangannya dalam berbagai bidang studi atau mata pelajaran yang ditempuhnya 2) Mengetahui keberhasilan proses pendidikan dan pengajaran di sekolah, yakni seberapa jauh keefektifannya dalam mengubah tingkah laku para siswa kearah tujuan pendidikan yang diharapkan 3) Menentukan tindak lanjut hasil penilaian, yakni melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam hal program pendidikan dan pengajaran serta strategi pelaksanaannya 4) Memberikan pertanggungjawaban (accountability) dari pihak sekolah kepada pihak-pihak yang berkepentingan. (Sudjana, 2009:4) Selain itu Suryabrata (1981) mengungkapkan tujuan penilaian pembelajaran adalah 1) Kebutuhan psikologis. Setiap orang ingin mengetahui hasil pencapaian prestasi untuk menentukan posisinya saat ini dan harus bergerak kearah mana guna menuju tujuan pendidikannya 2) Kebutuhan didaktis. Hasil evaluasi sangat berguna untuk memenuhi kebutuhan didaktis yaitu memberi pendidikan bagi para peserta didik agar termotivasi untuk maju dalam berprestasi. 3) Kebutuhan administratif. Hasil evaluasi akan dapat bermanfaat untuk membuat laporan prestasi belajar yang telah dicapai oleh siswa pada periode tertentu. (dalam Dariyo 2014:152)
8
Arikunto menjelaskan lebih lanjut berkaitan dengan fungsi dari penilaian pembelajaran diantaranya: 1) Penilaian berfungsi selektif Dengan cara mengadakan penilaian guru mempunyai cara untuk mengadakan seleksi atau penilaian terhadap siswanya 2) Penilaian berfungsi diagnostik Apabila alat yang digunakan dalam penialaian cukup memenuhi persyaratan, maka dengan melihat hasilnya, guru akan mengetahui kelemahan siswa. Disamping itu, diketahui pula sebab-sebab kelemahan itu. 3) Penilaian itu berfungsi sebagai penempatan Pendekatan yang lebih bersifat melayani perbedaan kemampuan, adalah pengajaran secara kelompok. Untuk dapat menentukan dengan pasti di kelompok mana seorang siwa harus ditempatkan, digunakan suatu penilaian. 4) Penilaian berfungsi sebagai pengukur keberhasilan Fungsi keempat dari penilaian ini dimaksudkan untuk mengetahui sejauh mana suatu program berhasil diterapkan.(2005:10-11) Fungsi penilaian yang lebih sederhana diungkapkan oleh Dariyo dalam bukunya Dasar-Dasar Pedagogi Modern, yaitu 1) Fungsi selektif dan penempatan. Penilaian pendidikan memiliki fungsi untuk proses seleksi terhadap siswa guna mempersiapkan mereka pada suatu kegiatan tetentu maupun penempatan yang lebih tinggi dalam rangka pengembangan diri mereka. 2) Fungsi diagnostik dan treatment. Penilaian pendidikan juga memiliki nilai diagnostik artinya dapat dipergunakan sebagai dasar untuk mengetahui kelemahan-kekuatan pada diri siswa sehingga dapat dijadikan pijakan untuk perbaikan melalui treatment.(2013:154) Berdasarkan berbagai pendapat ahli di atas dapat disimpulkan bahwa fungsi penilaian terdiri dari fungsi administratif, fungsi penempatan, fungsi diagnostik, dan pengukur keberhasilan.
9
c. Model Penilaian Model penilaian pembelajaran secara umum terbagi dalam empat macam yaitu: 1) Penilaian formatif Penilaian formatif adalah untuk memantau kemajuan belajar peserta didik selama proses belajar berlangsung, untuk memberikan balikan (feed back) bagi penyempurnaan program pembelajaran, serta untuk mengetahui kelemahan-kelemahan yang memerlukan perbaikan, sehingga hasil belajar peserta didik dan proses pembelajarn guru menjadi lebih baik 2) Penilaian sumatif Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilakukan jika satuan pengalaman belajar atau seluruh materi pelajaran dianggap telah selesai. 3) Penilaian penempatan Penilaian penempatan pada umumnya berupa pretest tujuannya untuk mengetahui apakah peserta didik telah memiliki keterampilan-keterampilan yang diperlukan untuk mengikuti suatu program pembelajaran dan sejauh mana peserta didik telah munguasai kompetensi dasar sebagaimana ynag tercantum dalam silabus dan RPP 4) Penilaian diagnostik Penialian diagnostik dimaksudkan untuk mengetahui kesulitan belajar peserta didik berdasarkan hasil penilaian formatif sebelumnya. (Arifin, 2009:35-37) d. Langkah-Langkah Penilaian Secara garis besar, kegiatan penilaian mencakup langkah-langkah sebagai berikut: 1) Menginformasikan silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester. 2) Mengembangkan indikator pencapaian kompetensi dasar dan memilih teknik penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran. 3) Mengembangkan instrumen dan pedoman penilaian yang sesuai dengan bentuk dan teknik penilaian yang dipilih. 4) Melaksanakan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang diperlukan. 5) Mengolah hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar dan kesulitan belajar peserta didik 6) Mengembalikan hasil pemerikasaan pekerjaan peserta didik disertai balikan/komentar yang mendidik.
10
7) Memanfaatkan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran. 8) Melaporkan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagi cerminan kompetensi utuh. 9) Melaporkan hasil penilaian akhlak kepada guru pendidikan agama dan hasil penilaian kepribadian kepada guru pendidikan kewarganegaraan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester akhlak dan kepribadian peserta didik (Winarno, 2013:218-219) e. Aspek yang Dinilai Berdasarkan kemampuan dasar yang ingin dicapai, maka penilaian harus mencakup diantaranya: 1) Proses belajar yaitu seluruh pengalaman belajar yang dilakukan siswa. Misalnya, dalam membuat karya tulis, selain memanfaatkan kemampuan mengetik dengan sepuluh jari juga harus mengetahui standar penulisan baku Bahasa Indonesia, serta cara memformat dengan word processing sesuai dengan aturan penulisan baku. 2) Hasil belajar, yaitu ketercapaian setiap kemampuan dasar baik kognitif, afektif maupun psikomotor yang diperoleh siswa selama mengikuti kegiatan pembelajaran tertentu.(Jihad & Haris, 2013:64) f. Teknik dan Instrumen Penilaian Asep Jihad dan Abdul Haris menyatakan bahwa teknik penilaian dibedakan menjadi teknik tes dan non tes. Tes merupakan himpunan pertanyaan yang harus dijawab, atau ditanggapi maupun tugas yang harus dilaksanakan. Teknik tes digunakan untuk menilai aspek pengetahuan yang terdiri dari tes tertulis, tes lisan dan tes perbuatan. Instrumen tes tetulis terdiri atas bentuk objektif dan uraian. Bentuk objektif meliputi pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak) sebab akibat dan menjodohkan. Bentuk uraian meliputi uraian terbatas dan uraian bebas. (2013:67-70) Instrumen non-tes dapat digunakan untuk mengetahui kualitas proses dan produk dari suatu pekerjaan serta hal-hal yang berkenaan dengan domain afektif, seperti sikap, minat, bakat, dan motivasi. Arifin menjelaskan bahwa instrumen non-tes dapat berupa observasi, wawancara, skala sikap, daftar cek (check list), skala penilaian, angket, studi kasus (case study),
11
catatan insidental (anecdotal records), sosiometri dan inventori kepribadian (2009:152). Menurut Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 teknik dan instrumen yang dapat digunakan untuk menilai kompetensi pada aspek sikap, keterampilan, dan pengetahuan adalah sebagai berikut: 1) Penilaian kompetensi sikap Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menilai sikap peserta didik, antara lain melalui observasi, penilaian diri (self assessment), penilaian teman sebaya (peer assessment), dan penilaian jurnal. Instrumen yang digunakan antara lain daftar cek atau skala penilaian (rating scale) yang disertai rubrik, yang hasil akhirnya dihitung berdasarkan modus. 2) Penilaian kompetensi pengetahuan a) Tes tertulis Bentuk soal tes tertulis, yaitu: (1) Memilih jawaban, dapat berupa pilihan ganda, dua pilihan (benar-salah, ya-tidak), menjodohkan dan sebab-akibat (2) Mensuplai jawaban, dapat berupa isian atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek dan uraian b) Observasi terhadap diskusi, tanya jawab dan percakapan 3) Penilaian kompetensi keterampilan a) Unjuk Kerja/Kinerja/Praktik yang berupa daftar cek, skala penilaian (rating scale) b) Projek c) Produk d) Portofolio Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa teknik dan instrumen penilaian secara umum terbagi menjadi dua yaitu tes dan non tes. Teknik tes dapat berupa tulisan maupun lisan. Sedangkan teknik non-tes dapat berupa observasi, angket untuk penilaian sikap, jurnal, dan berbagai penilaian proyek maupun produk. g. Asumsi-Asumsi dalam Penilaian Reynolds, Livingston, dan Willson (dalam Budiyono, 2015:8-9) mengungkapkan ada beberapa asumsi yang melandasi penilaian pendidikan (educational assessment) yaitu sebagai berikut:
12
1) Psychological and educational construct exists. Pada penilaian pendidikan, didefinisikan apa yang disebut konstruks. Konstruks sebagai kemampuan atau karakteristik yang diukur oleh suatu tes. 2) Psychological and educational construct can be measured. Jika konstruks itu ada, maka konstruks itu dapat diukur. 3) Althogh we can measure construct, our measurement is not perfect. Asumsi ini mengatakan bahwa walaupun konstruks dapat diukur, tetapi tidak pernah ada pengukuran yang sempurna (proses dan produknya). Oleh karena itu, diasumsikan bahwa ada error (kesalahan) pengukuran walaupun mungkin kecil. 4) There are different ways to measure any given construct. Asumsi ini mengatakan bahwa suatu konstruks tertentu dapat diukur melalui berbagai macam cara, yang masing-masing cara mempunyai karakteristik sendiri-sendiri. 5) All assessment procedures have strengths and limitations. Walaupun suatu konstruks dapat diukur dengan berbagai cara, masing-masing cara itu mempunyai keunggulan dan kelemahan sendiri-sendiri. 6) Multiple sources of information should be part of assessment process. Asumsi ini mengatakan bahwa untuk menilai seseorang, harus digunakan berbagai sumber informasi. 7) Performance on tests can be generalized to nontest behaviors. Diasumsikan bahwa segala sesuatu yang ada pada tes, misalnya cara pengembangannya, dapat dialihkan ke non-tes. Berdasar asumsi inilah para ahli mengembangkan non-tes berdasarkan cara-cara yang dilakukan ketika para ahli tersebut mengembangkan tes. 8) Assessment can provide information that helps educators make better educational decisions. Penggunaan asesmen dalam pembelajaran diyakini dapat membantu pendidik untuk memperbaiki kinerjanya dalam proses pembelajaran. Lebih lanjut dijelaskan hal ini sebagai bagian dari tugas pendidik professional yaitu: (a) memilih prosedur penilaian yang cocok, (b) mengembangkan dengan baik prosedur penilaian yang cocok untuk membuat keputusan pembelajaran, (c) melaksanakan penilaian, melakukan penskoran, dan menginterpretasi secara professional penilaian yang dibuatnya, (d) menggunakan hasil penilaian untuk membuat keputusan pembelajaran, (e) mengembangkan prosedur pemberian skor yang benar sesuai informasi yang diperoleh dari penilaian, (f) mengkomunikasikan hasil penilaian dengan pihak-pihak terkait, dan (g) mengetahui dan menghindari tindakan tercela
13
akibat penggunaan prosedur atau informasi penilaian yang tidak etis, illegal dan tidak benar. 9) Assessment can be conducted in fair manner. Diasumsikan bahwa penilaian dapat dilakukan dalam keadaan yang adil. 10) Testing and assessment can benefit our educational institutions and society as a whole. Pada akhirnya, diasumsikan bahwa apa yang dilakukan oleh para ahli dan praktisi pengukuran dan pengujian diyakini akan berdampak positif terhadap lembagalembaga pendidikan dan masyarakat pendidikan secara keseluruhan
2. Tinjauan Sikap a. Pengertian Sikap Sikap siswa dalam kegiatan pembelajaran mempunyai peran yang cukup penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa. Stiggins (1994) menyatakan bahwa siswa yang memiliki sikap positif dan motivasi memiliki peluang yang lebih untuk mencapai prestasi belajar yang lebih baik daripada siswa yang memiliki sikap yang negatif (Widoyoko, 37:2014). Arifin
(159:2009)
menyatakan
bahwa,
“sikap
merupakan
suatu
kecenderungan tingkah laku untuk berbuat sesuatu dengan cara, metode, teknik, dan pola tertentu terhadap dunia sekitarnya, baik berupa orang-orang maupun berupa objek-objek tertentu yang mengacu kepada perbuatan atau perilaku seseorang”. Anderson dalam Budiyono (2015:134) menyatakan bahwa sikap adalah kualitas yang menunjukkan cara khas seseorang menyatakan perasaan atau emosinya. Lebih lanjut bahwa sikap melibatkan perasaan dan emosi yang memiliki pola ungkapan yang relatif sama dalam berbagai situasi ruang dan waktu. Sikap berangkat dari perasaan (suka atau tidak suka) yang berkaitan dengan kecenderungan bertindak seseorang dalam merespons sesuatu/objek. Sikap juga sebagai ekspresi dari nilai-nilai atau pandangan hidup yang dimiliki oleh seseorang (Uno & Koni, 2012:29). Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa sikap adalah cara khas seseorang menyatakan perasaan (suka atau tidak
14
suka) dalam merespons suatu objek yang memunculkan tindakan atau perilaku. b. Komponen-Komponen Sikap Berdasarkan pendapat dari Widoyoko (2014:38-39) dan Uno & Koni (2012:29) komponen-komponen sikap terdiri dari: 1) Komponen Kognisi Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul
berdasarkan
pemahaman,
kepercayaan
maupun
keyakinannya terhadap objek sikap. Secara umum dapat dikatakan bahwa komponen kognisi menjawab pertanyaan apa yang diketahui, dipahami dan diyakini siswa terhadap objek sikap yang menjadi pegangan seseorang. 2) Komponen Afeksi Komponen ini merupakan bagian sikap siswa yang timbul berdasarkan apa yang dirasakan siswa terhadap objek. Komponen ini digunakan yang dirasakan siswa ketika menghadapi objek. Perasaan siswa terhadap objek dapat muncul karena faktor kognisi maupun faktor-faktor tertentu yang sangat sulit diketahui. Dengan demikian komponen afeksi merupakan perasaan yang dimiliki oleh seseorang terhadap sesuatu objek. 3) Komponen Konasi Konasi merupakan kecenderungan seseorang untuk bertindak maupun bertingkah laku dengan cara-cara tertentu terhadap suatu objek berdasarkan pengetahuan maupun perasaannya terhadap objek. c. Sikap Kewarganegaraan Berangkat dari falsafah negara Pancasila yang merupakan pencerminan nilai-nilai yang digali dari seluruh bumi nusantara. Moehamad Soeparno mengemukakan rumusan karakter bangsa Indonesia yaitu:
15
1) Bangsa Indonesia adalah manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha esa, patuh kepada hukum, perundang-undangan serta peraturan yang berlaku. 2) Bangsa Indonesia adalah manusia yang bangga sebagai WNI serta mencintai Tanah Air dan bangsanya, berbudi pekerti baik, siap membela negara dan bangsa demi tegaknya negara Republik Indonesia. 3) Bangsa Indonesia didalam kehidupan bermasyarakat, bernegara dan berbangsa adalah manusia yang memiliki jiwa kebersamaan, gotong-royong, toleransi serta anti segala bentuk kekenilain. 4) Bangsa Indonesia adalah manusia yang berbadan sehat, bersih, hemat, jujur, tertib, cermat, rajin, tepat waktu serta berdisiplin tinggi (dalam Kardiman & Yasin, 100:2010) UNDP mengungkapkan civic disposition mencakup warga negara yang memilki kompetensi dalam hal sebagai berikut: 1) Developing confidence to be able to participate in civic life 2) Participating in civic life 3) Assuming the roles, rights, and responsibilities usually associated with citizenship in democratic systems 4) Being open, tolerant, and responsible in exercising their rights and responsibilities (dalam Winarno, 179:2013). Lebih lanjut Winarno (179:2013) mengidentifikasikan sejumlah karakter kewarganegaraan yaitu sebagai berikut: 1) Memiliki karakter privat seperti tanggung jawab moral, disiplin diri dan penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia 2) Memiliki karakter publik seperti kepedulian sebagai warga negara, kesopanan, mengidahkan aturan main (rule of law), berpikir kritis, dan kemauan untuk mendengar, bernegosiasi dan berkompromi 3) Menerima dan menghormati kesamaan akan harkat dan martabat setiap manusia 4) Menghormati, melindungi, dan melaksanakan hak-hak yang sama bagi setiap manusia 5) Berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan kemasyarakatan 6) Melaksanakan dan mendukung pemerintahan yang disetujui 7) Memberi contoh perilaku moral dari kewarganegaraan demokratis
16
8) Memajukan kebaikan umum 9) Menjadi anggota masyarakat yang mandiri 10) Adanya pertanggungjawaban ekonomi politik dan personal sebagai warga neagara 11) Berpartisipasi dalam masalah bersama dengan cara yang terbuka, bijaksana dan efektif 12) Menyebarluaskan fungsi dari demokrasi konstitusional secara sehat 13) Mengembangkan kepercayaan diri untuk mampu berpartisipasi dalam kehidupan publik 14) Terbuka, toleran dan bertanggung jawab dalam melaksanakan hak dan kewajibannya Udin S. Winataputra menjelaskan butir-butir yang termasuk civic disposition yaitu: 1) Kepedulian terhadap masalah-masalah personal dan sosial kultural antar warga negara 2) Toleransi terhadap perbedaan personal, sosial, ekonomi, kultural, dan spiritual 3) Penghormatan terhadap hak hidup, hak kebebasan, dan hak milik orang lain atas dasar keimanan dan ketakwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa 4) Penghormatan terhadap kedudukan dan lembaga-lembaga politik/kenegaraan, ekonomi, kebudayaan, kemasyarakatan, atas dasar tagging jawab sosial politik sebagai warga negara 5) Penghormatan terhadap kedudukan, peran, dan tanggung jawab orang lain yang memegang jabatan kenegaraan, profesi, bisnis, dan kemasyarakatan atas dasar tanggungjawab sosial-politik warga negara 6) Penghormatan terhadap bangsa dan negara lain atas dasar persamaan derajat, persahabatan, perdamaian, dan prinsip saling menghormati 7) Penghormatan terhadap hak cipta/karya orang lain dalam berbagai bidang atas dasar tanggungjawab sosial-profesional 8) Komitmen terhadap keputusan bersama yang diambil secara benar, jujur, dan adil sesuai dengan konsep, prinsip, dan semangat demokrasi konstitusional yang berlaku 9) Kemauan dan kesiapan menerima pendapat, komentar, dan kritik orang lain tentang penampilan, pendirian, keyakinan sendiri atas dasar kesadaran bahwa setiap orang memiliki cara pandang dan keyakinan yang berbeda
17
10) Sikap kritis terhadap segala sesuatu yang datang dari luar atas dasar kesadaran bahwa dalam kehidupan sosial tidak ada yang mutlak, selain kebenaran menurut agama 11) Keterbukaan terhadap kemungkinan pengujian ulang atas suatu keputusan atas dasar keyakinan bahwa setiap orang memiliki kelemahan 12) Komitmen terhadap kedudukan, peran, dan tanggung jawab yang dipikul atas dasar hukum, kesepakatan, atau kesediaan sendiri 13) Kejujuran terhadap kesalahan sendiri selaku individu/warga negara 14) Kesediaan “saling asah, asih, dan asuh”, atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial sebagai warga negara, makhluk sosial, dan insan Tuhan Yang Maha Esa 15) Toleransi terhadap perasaan orang lain atas dasar kesadaran sosial sebagai warga negara 16) Komitmen terhadap norma yang berlaku atas dasar kesadaran dan tanggung jawab sosial 17) Kesadaran menjadi calon/wakil rakyat atas dasar kesadaran terhadap amanah dan tanggung jawab 18) Kejujuran dalam pikiran, ucapan, dan perbuatan atas dasar tanggung jawab personal, sosial, spiritual sebagai individu, warga negara dan Tuhan YME 19) Kemauan dan kesediaan untuk berubah menuju hari esok yang lebih baik 20) Komitmen untuk belajar sepanjang hayat yang dilandasi keyakinan (dalam Winarno, 189-190, 2013). Pemerintah Republik Indonesia dalam buku kebijakan nasional pembangunan karakter bangsa tahun 2010-2025 (20-21:2010) menjelaskan berbagai karakter/sikap kewarganegaraan yang diambil dari Pancasila yaitu: 1) Bangsa yang Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa adalah bentuk kesadaran dan perilaku iman dan takwa serta akhlak mulia sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter Ber-Ketuhanan Yang Maha Esa seseorang tercermin antara lain hormat dan bekerja sama antara pemeluk agama dan penganut kepercayaan, saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaannya itu; tidak memaksakan agama dan kepercayaannya kepada orang lain. 2) Bangsa yang Menjunjung Kemanusiaan yang Adil dan Beradab Sikap dan perilaku menjunjung tinggi kemanusian yang adil dan beradab diwujudkan dalam perilaku hormat menghormati antar
18
warga negara sebagai karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kemanusiaan seseorang tercermin antara lain dalam pengakuan atas persamaan derajat, hak, dan kewajiban; saling mencintai; tenggang rasa; tidak semena-mena terhadap orang lain; gemar melakukan kegiatan kemanusiaan; menjunjung tinggi nilai kemanusiaan; berani membela kebenaran dan keadilan; merasakan dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia serta mengembangkan sikap hormat-menghormati. 3) Bangsa yang Mengedepankan Persatuan dan Kesatuan Bangsa Komitmen dan sikap yang selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan Indonesia di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter kebangsaan seseorang tecermin dalam sikap menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan, dan keselamatan bangsa di atas kepentingan pribadi atau golongan; rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara; bangga sebagai bangsa Indonesia yang bertanah air Indonesia serta menunjung tinggi bahasa Indonesia; memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang Ber-Bhinneka Tunggal Ika 4) Bangsa yang Demokratis dan Menjunjung Tinggi Hukum dan Hak Asasi Manusia Sikap dan perilaku demokratis yang dilandasi nilai dan semangat kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan merupakan karakteristik pribadi warga negara Indonesia. Karakter kerakyatan seseorang tecermin dalam perilaku yang mengutamakan kepentingan masyarakat dan negara; tidak memaksakan kehendak kepada orang lain; mengutamakan musyawarah untuk mufakat dalam mengambil keputusan untuk kepentingan bersama; beritikad baik dan bertanggung jawab dalam melaksanakan keputusan bersama; menggunakan akal sehat dan nurani luhur dalam melakukan musyawarah; berani mengambil keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta nilai-nilai kebenaran dan keadilan. 5) Bangsa yang Mengedepankan Keadilan dan Kesejahteraan Komitmen dan sikap untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan merupakan karakteristik pribadi bangsa Indonesia. Karakter berkeadilan sosial seseorang tecermin antara lain dalam perbuatan yang mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan kegotong-royongan; sikap adil; menjaga keharmonisan antara hak dan kewajiban; hormat terhadap hakhak orang lain; suka menolong orang lain; menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain; tidak boros; tidak bergaya hidup mewah; suka bekerja keras; menghargai karya orang lain.
19
Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa sikap/karakter kewarganegaraan terdiri dari karakter privat dan karakter publik yang harus dimiliki oleh setiap warga negara. d. Sikap dalam Mata Pelajaran PPKn Kelas X Berdasarkan hasil analisis silabus pada mata pelajaran PPKn Kelas X diperoleh pemetaan sikap pada setiap kompetensi dasar yaitu sebagai berikut: Tabel 2.1 Sikap dalam Mata Pelajaran PPKn Kelas X No
Kompetensi Dasar/Indikator Pembelajaran (Ranah Sikap)
Sikap
Semester 1
1.1
Menghayati nilai-nilai ajaran agama dan kepercayaan dalam kehidupan bermasyarakat. Religius
1 1.1.1 Peserta didik mampu menunjukkan sikap religius sesuai ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan bermasyarakat 2.1 Menghayati nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Religius
2 2.1.1 Peserta didik mampu menunjukkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara
Peduli
20
Nasionalis
Demokratis
Adil
3
4
2.2 Mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. 2.2.1 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam Pembukaan UUD Negara RI Tahun 1945 dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
2.3 Menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam pasal-pasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam berbagai aspek kehidupan ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan kemanan serta hukum. 2.3.1 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam pasalpasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam aspek kehidupan ideologi. 2.3.2 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam pasalpasal Undang-Undang Dasar Negara
Penghargaan terhadap Kemerdekaan
Nasionalis
Partisipatif
21
Republik Indonesia Tahun 1945 dalam aspek kehidupan politik.
5
2.3.3 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam pasalpasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam aspek kehidupan ekonomi.
Mandiri
2.3.4 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam pasalpasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam aspek kehidupan sosial budaya.
Peduli
2.3.5 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam pasalpasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam aspek kehidupan pertahanan keamanan.
Partisipatif
2.3.6 Peserta didik mampu memperlihatkan sikap yang berdasar pada nilai-nilai dalam pasalpasal Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam aspek kehidupan hukum.
Taat Hukum
2.4 Mengamalkan sikap toleransi antar umat bergama dan kepercayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2.4.1 Peserta didik mampu menunjukkan sikap toleransi antar umat beragama dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 2.4.2 Peserta didik mampu menunjukkan sikap toleransi antar umat kepercayaan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan
Toleransi
Semester 2 1
1.2 Menghayati isi dan makna pasal 28E dan 29 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Penghargaan terhadap
22
1.2.1 Peserta didik mampu menunjukkan sikap panghargaan terhadap kebebasan beragama sesuai yang tercantum dalam pasal 28E dan 29 ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2.5 Mengamalkan perilaku toleransi dan harmoni keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2 2.5.1 Peserta didik mampu mempraktikan sikap toleransi keberagaman dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. 2.6 Mengamalkan nilai dan budaya demokrasi dengan mengutamakan prinsip musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). 3 2.6.1 Peserta didik mampu mempraktikkan sikap demokratis berdasarkan prinsip musyawarah mufakat dalam kehidupan sehari-hari dalam konteks NKRI. (Sumber: Data hasil olahan silabus PPKn SMA Kelas X)
kebebasaan beragama
Toleransi
Demokratis
3. Tinjauan Penilaian Sikap a. Pengertian Penilaian Sikap Kurukulum 2013 mengacu pada aspek penilaian pengetahuan, sikap dan keterampilan. Sikap seseorang dapat tercermin dalam perilakunya. Dari perilaku yang ditampilkian oleh peserta didik guru dapat menilainya dengan berbagai teknik penilaian sikap. Berdasarkan berbagai definisi tentang penilaian dapat disimpulkan bahwa penilaian pembelajaran adalah proses atau kegiatan memberikan atau menentukan keputusan tehadap proses dan hasil belajar siswa berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu. Sedangkan sikap adalah cara khas seseorang menyatakan perasaan (suka atau tidak suka) dalam merespons suatu objek yang memunculkan tindakan atau perilaku. Jadi penilaian sikap yaitu kegiatan memberikan atau menentukan keputusan hasil belajar berkaitan dengan sikap peserta didik berdasarkan kriteria dan pertimbangan tertentu.
23
b. Objek Penilaian Sikap Winarno (2013:222) dan Widoyoko (2014:39) menyatakan bahwa objek sikap yang dapat dinilai dalam proses pembelajaran adalah sebagai berikut: 1) Sikap terhadap materi pembelajaran Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap mata pelajaran. Dengan sikap positif dalam diri siswa akan tumbuh dan berkembang minat belajar, sehingga akan lebih mudah diberikan motivasi dan menyerap materi pembelajaran. 2) Sikap terhadap guru/pengajar Peserta didik yang memiliki sikap negatif terhadap guru cenderung mengabaikan hal-hal yang diajarkan dan sulit menyerap materi pelajaran. Sehingga sikap positif terhadap guru/pengajar sangat diperlukan dalam pembelajaran. 3) Sikap terhadap proses pembelajaran Peserta didik perlu memiliki sikap positif terhadap proses pembelajaran yang berlangsung. Proses pembelajaran mencakup suasana pembelajaran, strategi, metodologi, dan teknik pembelajaran yang digunakan. Proses pembelajaran yang menyenangkan dapat menumbuhkan motivasi siswa, sehingga akan lebih mudah menyerap materi pembelajaran. 4) Sikap berkaitan dengan nilai atau norma yang berhubungan dengan suatu materi pelajaran Dalam PPKn, terdapat banyak sekali norma maupun nilai yang termuat dalam kompetensi inti dan kompetensi dasar. Dengan demikian,
untuk
pembelajaran
internalisasi
dan
dilakukan penilaian sikap.
mengetahui
hasil
nilai-nilai
dari proses
tertentu
perlu
24
c. Taksonomi Penilaian Sikap Ranah afektif menurut Krathwol, Bloom dan Ma’isa (1964) dibedakan menjadi lima jenjang, yaitu sebagai berikut: 1) Receiving/attending (kemauan menerima/memperhatikan) Receiving/attending merupakan kepekaan seseorang dalam menerima rangsangan (stimulus) dari luar yang datang kepada dirinya baik dalam bentuk masalah, situasi, gejala dan lain-lain. Termasuk juga adalah kesadaran dan keinginan untuk menerima stimulus, mengontrol dan menyeleksi gejala-gejala atau rangsangan yang datang dari luar. Tugas pendidik mengarahkan perhatian siswa pada fenomena yang menjadi objek pembelajaran. Penerimaan merupakan jenjang afektif yang paling rendah, yaitu menerima secara pasif terhadap suatu masalah, fenomena, dan kegiatan. 2) Responding (Menanggapi) Responding (menanggapi) mengandng arti adanya partisipasi
aktif.
Jadi
kemampuan
menanggapi
adalah
kemampuan yang dimiliki oleh seseorang untuk mengikut sertakan dirinya secara aktif dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya. Hasil pembelajaran pada ranah ini menekankan pada perolehan respons, misalnya peserta didik memiliki keinginan kuat untuk mempelajari lebih jauh atau menggali lebih dalam bagi segala sesuatu yang telah dipelajari. 3) Valuing (Menilai/Menghargai) Menilai atau menghargai artinya memberikan nilai atau memberikan penghargaan terhadap suatu kegiatan atau objek , sehingga apabila kegiatan itu tidak dikerjakan dan dirasakan akan membawa kerugian atau penyesalan. Valuing menunjukkan kepercayaan terhadap sesuatu, apresiasi (penghargaan) terhadap sesuatu, sikap ilmiah atau kesungguhan (komitmen). Dalam
25
kaitannya dalam proses belajar-mengajar, siswa tidak hanya mau menerima nilai yang diajarkan, tetapi mereka telah berkemampuan untuk menilai konsep atau fenomena, yaitu baik atau buruk. Hasil belajar pada tingkat ini berhubungan dengan perilaku yang konsisten dan stabil agar nilai dikenal secara jelas, misalnya tumbuh kemampuan yang kuat pada diri siswa untuk berlaku disiplin, baik di sekolah, di rumah maupun di tengahtengah kehidupan masyarakat. 4) Organization (Mengatur/Mengorganisasikan) Pengorganisasian berkenaan dengan mempertemukan perbedaan nilai sehingga terbentuk nilai baru yang universal, yang membawa pada perbaikan umum. Pada tingkat ini terjadi pengembangan dari nilai kedalam satu sistem organisasi, termasuk di dalamnya hubungan satu nilai dengan nilai lain, pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya. Hasil pembelajaran pada jenjang ini berupa konseptualisasi nilai atau organisasi sistem nilai, misalnya pengembangan filsafat hidup. 5) Characterization by a Value Complex (Karakterisasi dengan Suatu Nilai atau Kompleks Nilai) Karakterisasi dengan suatu nilai atau kompleks nilai, merupakan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki oleh seseorang, yang mempengerahi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Di sini proses internalisasi nilai telah menempati tempat tertinggi dalam suatu hierarki nilai. Nilai itu telah tertanam secara konsisten pada sistemnya dan telah mempengaruhi emosinya. Jenjang ini merupakan tingkat afektif tertinggi, karena sikap batin peserta didik telah benar-benar bijaksana, ia telah memiliki phyloshophy of life yang mapan.
26
d. Teknik Penilaian Sikap Penilaian sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara atau teknik. Berdasarkan pendapat Suwandi (2009:84) dan Uno & Koni (2012:32) teknik teknik tersebut antara lain: 1) Observasi Perilaku Perilaku
seseorang
pada
umumnya
menunjukkan
kecenderungan seseorang dalam suatu hal. Observasi perilaku di sekolah dapat dilakukan dengan menggunakan buku catatan khusus tentang kejadian-kejadian berkaitan dengan peserta didik selama di sekolah. Selain itu dalam observasi perilaku dapat juga digunakan daftar cek (checklist) yang memuat perilakuperilaku tertentu yang diharapkan muncul dari peserta didik pada umumnya atau dalam keadaan tertentu. 2) Pertanyaan Langsung Guru dapat menggunakan teknik ini untuk menilaian sikap dan membina peserta didik. Teknik ini dilakukan dengan cara bertanya langsung atau wawancara tentang sikap seseorang berkaitan dengan sesuatu hal. Berdasarkan jawaban dan reaksi lain yang tampil dalam member jawaban dapat dipahami sikap peserta didik terhadap objek sikap. 3) Laporan Pribadi Teknik ini menuntut peserta didik diminta membuat ulasan yang berisi pandangan atau tanggapannya tentang suatu masalah, keadaan, atau hal yang menjadi objek sikap. Teknik penilaian sikap dalam kurikulum 2013 sesuai yang tercantum dalam lampiran Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 104 Tahun 2014 adalah sebagai berikut: 1) Observasi Observasi
adalah
suatu
proses
pengamatan
dan
pencatatan secara sistematis, logis, objektif, dan rasional
27
mengenai berbagai fenomena, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam situasi buatan untuk tujuan tertentu (Arifin, 2009:153). Dalam pembelajaran obervasi dilakukan untuk mengamati sikap peserta didik ketika dalam pembelajaran ataupun di luar pembelajaran. Berdasarkan uraian dalam lampiran Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 disebutkan bahwa sikap dan perilaku keseharian peserta didik direkam melalui pengamatan dengan menggunakan format yang berisi sejumlah indikator perilaku yang diamati sesuai mata pelajaran. 2) Penilaian Diri (Self Assessment) Widoyoko mengungkapkan bahwa penilaian diri (self assessment)
merupakan
teknik
penilaian
yang
memberi
kesempatan kepada siswa untuk menilai pekerjaan dan kemampuan mereka sesuai dengan pengalaman yang mereka rasakan (2014:66). Peserta didik diminta untuk menilai tentang dirinya sendiri meliputi status, proses dan tingkat pencapaian kompetensi yang dipelajarinya dalam mata pelajaran tertentu (Suwandi, 2009:114). Dalam penilaian ini peserta didik menganalisis
sendiri
kelebihan
dan
kekurangan
yang
dimilikinya dalam pencapaian kompetensi mata pelajaran tertentu. 3) Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment) Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014 menjelaskan bahwa penilaian teman sebaya atau antarpeserta didik adalah “penilaian dengan cara meminta peserta didik untuk saling menilai terkait dengan pencapaian kompetensi”. Penilaian ini dilakukan pada akhir semester dengan instrumen lembar pengamatan antarpeserta didik. 4) Penilaian Jurnal (anecdotal record)
28
Jurnal merupakan “catatan-catatan singkat tentang peristiwa-peristiwa sepintas yang dialami peserta didik secara perseorangan” (Arifin, 2009:169). Catatan ini merekam tentang sikap postif maupun nergatif selama dan diluar proses pembelajaran. Teknik penilaian sikap dapat disimpulkan diantaranya yaitu teknik observasi, penilaian diri dan teman sebaya, dan jurnal. e. Jenis-Jenis Skala Sikap Beberapa bentuk skala yang dapat digunakan untuk mengukur sikap antara lain: 1) Skala Likert Skala ini disusun dalam bentuk suatu pernyataan dengan lima respons yang menunjukkan tingkatan. Skala Likert biasanya diisi oleh responden berdasarkan pendapatnya sendiri yang harapannya tanpa dipengaruhi oleh orang lain (Budiyono, 2014:127). 2) Skala Thurstone Skala Thurstone mirip dengan skala Likert, namun biasanya rentangan skala pada Thurstone lebih lebar, berkisar antara 7 sampai dengan 11 skala. Pada skala ini, responden juga hanya membubuhkan tanda ceklist (√) pada tempat yang disediakan (Budiyono, 2014:129). 3) Skala Beda Semantik (Semantic Differential) Instrumen yang disusun oleh Osgood dan kawan-kawan ini mangukur konsep-konsep untuk tiga dimensi. Dimensidimensi yang ada diukur dalam kategori: baik-tidak baik, kuatlemah, dan cepat-lambat atau aktif-pasif, atau dapat juga berguna-tidak berguna (Arikunto, 2013:197).
29
4) Skala Pilihan Ganda Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa “skala ini bentuknya seperti soal bentuk pilihan ganda, yaitu suatu pernyataan yang diikuti oleh sejumlah alternatif
pendapat”
(2013:195). 5) Skala Guttman Skala ini disusun oleh Bogardus, yaitu berupa tiga atau empat buah pernyataan yang masing-masing harus dijawab “ya” atau “tidak” (Arikunto, 2013:196). f. Pengembangan Instrumen Penilaian Sikap Winarno (2013:234) mengungkapkan langkah-langkah pembuatan instrumen penilaian sikap sebagai berikut: 1) Pilih ranah afektif yang akan dinilai : sikap, minat, konsep diri, atau nilai. 2) Tentukan indikator dari ranah afektif yang telah dipilih. 3) Pilih tipe skala yang digunakan. 4) Telaah instrumen dengan teman sejawat. 5) Uji coba instrumen. 6) Analisis hasil uji coba. 7) Penafsiran hasil pengukuran. Pendapat lain diungkapkan Djemari Mardhapi (2002:20) langkahlangkahnya adalah sebagai berikut: 1) Menyusun spesifikasi instrumen. 2) Menulis butir-butir instrumen. 3) Menelaah butir-butir instrumen. 4) Melakukan uji coba. 5) Menganalisis butir-butir instrumen berdasar uji coba 6) Melakukan revisi terhadap butir-butir instrumen yang kurang baik. 7) Merakit instrumen dengan menetapkan butir-butir yang dipakai. 8) Melaksanakan pengukuran (pengujian) pada subjek yang dikehendaki. 9) Menafsirkan hasil yang diperoleh.
30
4. Tinjauan Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment) a. Pengertian Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment) Penilaian teman sebaya (peer assessment) merupakan bagian dari teknik dan instrumen penilaian sikap pada kurikulum 2013. Penialaian ini diberikan setiap akhir semester. Menurut Widoyoko penilaian teman sebaya/sejawat (peer assessment) merupakan teknik penilaian dengan cara meminta siswa untuk mengemukakan kelebihan dan kekurangan temannya dalam berbagai hal. (2014:69). Topping (2009) mengungkapkan bahwa “Peer assessment can be defined as a form of participatory assessment where students grade and/or provide feedback on the work of their peers” yang artinya penilaian teman sebaya dapat didefinisikan sebagai bentuk penilaian partisipatif di mana siswa kelas dan / atau memberikan umpan balik pada karya rekan-rekan mereka (dalam Sandvoll, 1:2014). Noonan dan Duncan mendefinisikan penilaian teman sebaya sebagai berikut: Peer assessment have been quite varied although evaluators generally agree that peer-assessment involves one student's assessment of the performance or success of another student. Peerassessment has also been described as a strategy involving students’ decisions about others' work that would typically occur when students work together on collaborative projects or learning activities (2:2005).(Penilaian teman sebaya cukup bervariasi meskipun evaluator umumnya sepakat bahwa penilaian teman sebaya melibatkan penilaian salah satu siswa dari kinerja atau keberhasilan siswa lain. Penilaian teman sebaya juga telah digambarkan sebagai strategi yang melibatkan keputusan tentang pekerjaan orang lain (siswa) yang biasanya akan terjadi ketika siswa bekerja sama dalam proyek kolaboratif atau kegiatan pembelajaran) Falchikov (2007) dalam jurnal Thomas yang berjudul Feeling good, but Missing The Mark menyatakan bahwa Peer-assessment includes processes which require students to provide either feedback or grades (or both) to their peers on a product, process, or performance, based on the criteria of excellence for that product or event which students may have been involved in
31
determining. Whatever form of peer-assessment is used, ideally the method should allow learners to practice making reasonable judgements about the extent to which their peers have achieved expected outcomes.(Penilaian teman sebaya meliputi proses yang mengharuskan siswa untuk menyediakan baik umpan balik atau nilai (atau keduanya) ke rekan-rekan mereka di produk, proses, atau kinerja, berdasarkan kriteria keunggulan untuk produk atau even yang siswa mungkin telah terlibat dalam menentukan. Apapun bentuk penilaian teman sebaya digunakan, idealnya metode harus memungkinkan peserta didik untuk berlatih membuat penilaian yang wajar mengenai sejauh mana rekan-rekan mereka telah mencapai hasil yang diharapkan (3:2014). Berdasarkan berbagai pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa penilaian teman sebaya adalah teknik penilaian dengan meminta siswa untuk mengungkapkan kelebihan, kekurangan dan sejauh mana capaian siswa lainnya. b. Urgensi Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment) Proses penilaian terhadap siswa tidak selamanya dilakukan oleh guru, siswapun bisa melakukan penilaian terhadap kinerja siswa yang lain. Djemari Mardhapi (2013:10) mengungkapkan urgensi penilaian teman sebaya yang bertujuan untuk mencapai: 1) Kejujuran: peserta didik harus dalam perkataan dan perbuatan dalam berinteraksi dengan lingkungan termasuk orang lain 2) Integritas:peserta didik harus megikat pada kode nilai, misalnya etika dan moral 3) Adil: peserta didik harus berpendapat bahwa semua orang memperoleh perlakuan hukum yang sama 4) Kebebasan: peserta didik harus yakin bahwa mereka memiliki kebebasan yang terbatas, dalam arti bebas tetapi tindakan merugikan pihak lain 5) Kerjasama: peserta didik harus mampu bekerjasama dengan orang lain dalam mengerjakan kebaikan Bouzidi dan Jailet (2009) dalam Budiyono (2014:3) menyatakan bahwa penilaian teman sebaya setara dengan penilaian yang dilakukan oleh
32
guru. Senada dengan Bouzidi dan Jailet, Bostock (2010) juga menulis meurut McDowell dan Mowl dalam Budiyono (2014:4) bahwa peer assessment adalah salah satu bentuk penilaian inovatif yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberdayakan siswa. Zhi (2013) menyatakan bahwa “The students made positive modifications to their work with the help of feedback from others after participating in the online peer assessmet activities”, dengan kata lain para siswa membuat modifikasi positif terhadap pekerjaan mereka dengan bantuan umpan balik dari orang lain setelah berpartisipasi dalam kegiatan penilaian teman sebaya secara online (Budiyono, 2014:5). Keuntungan dari penggunaan peer assessment di kelas antara lain dapat meumbuhkan rasa percaya diri, dapat mendorong, membiasakan dan melatih peserta didik untuk berbuat jujur, karena mereka dituntut untuk objektif dalam melakukan penilaian. Willey & Gardner (2008) dalam Muslich (2014:4) juga menyebutkan bahwa penilaian teman sebaya menjadi fasilitas mereka dalam menerima umpan balik yang menguntungkan dari teman kelompok mereka, sebagai faktor penentu keberhasilan dalam belajar kelompok mereka. Selain itu dapat mendorong siswa untuk mandiri dan meningkatkan motivasi mereka. Berdasarkan berbagai pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa urgensi penilaian teman sebaya merupakan bentuk penilaian untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan memberdayakan siswa agar mereka memiliki sikap jujur dan tanggungjawab. c. Kelebihan dan Kekurangan Penilaian Teman Sebaya Berdasarkan apa yang tertulis di laman utama website Universitas Sydney kelebihan dari penilaian teman sebaya adalah 1) Encourages student involvement and responsibility. (Mendorong keterlibatan siswa dan tanggung jawab). 2) Encourages students to reflect on their role and contribution to the process of the group work.
33
(Mendorong siswa untuk merefleksikan peran dan kontribusi mereka terhadap proses kelompok bekerja). 3) Focuses on the development of student’s judgment skills. (Fokus pada pengembangan keterampilan penilaian siswa). 4) Students are involved in the process and are encouraged to take part ownership of this process. (Siswa terlibat dalam proses dan didorong untuk mengambil bagian dalam proses). 5) Provides more relevant feedback to students as it is generated by their peers. (Memberikan umpan balik yang lebih relevan kepada siswa seperti yang dihasilkan oleh rekan-rekan mereka). 6) It is considered fair by some students, because each student is judged on their own contribution. (Hal ini dianggap wajar oleh beberapa siswa, karena setiap kontribusi siswa dinilai sendiri). 7) When operating successfully can reduce a lecturer's marking load. (Ketika berhasil dapat mengurangi beban pengajar) (http://sydney.edu.au/education). Sedangkan kekurangannya menurut Davies and Cassidy dalam Thomas (3:2011) adalah sebagai berikut: 1) If students perceived that peer assessment were being used as a means of alleviating pressures for tutors. (Jika siswa menganggap penilaian teman sebaya sedang digunakan sebagai cara untuk mengurangi beban bagi pengajar) 2) If students feel ill-equipped or not capable. (Jika siswa merasa tidak siap atau tidak mampu) 3) If students feel uncomfortable with the responsibility of peer assessment duties. (Jika siswa merasa tidak nyaman dengan tanggung jawab tugas penilaian teman sebaya) 4) And if tutors have concerns about subjectivity and reliability of assessment. (Dan jika pengajar memiliki kekhawatiran tentang subjektivitas dan keajegan penilaian). d. Format Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment) Penilaian teman sebaya (peer assessment) adalah teknik penilaian yang melibatkan peserta didik secara langsung. Instrumen yang digunakan berupa lembar pengamatan antarpeserta didik. Penilaian teman sebaya (peer
34
assessment) dilakukan oleh peserta didik terhadap 3 (tiga) teman sekelas atau sebaliknya. Contoh yang digunakan adalah sebagai berikut: Tabel 2.2 Format Penilaian Teman Sebaya No
Pernyataan
Skala 4 3 2 1
1
Teman saya berkata benar, apa adanya kepada orang lain 2 Teman saya mengerjakan sendiri tugas-tugas sekolah 3 Teman saya mentaati peraturan (tata-tertib) yang diterapkan 4 Teman saya memperhatikan kebersihan diri sendiri 5 Teman saya mengembalikan alat kebersihan, pertukangan, olah raga, laboratorium yang sudah selesai dipakai ke tempat penyimpanan semula 6 Teman saya terbiasa menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan petunjuk guru 7 Teman saya menyelesaikan tugas tepat waktu apabila diberikan tugas oleh guru 8 Teman saya berusaha bertutur kata yang sopan kepada orang lain 9 Teman saya berusaha bersikap ramah terhadap orang lain 10 Teman saya menolong teman yang sedang mendapatkan kesulitan (Sumber: Lampiran Permendikbud Nomor 104 Tahun 2014)
5. Tinjauan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) a. Pengertian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) Pendidikan Kewarganegaraan sebagai pendidikan politik yang fokus materinya adalah peranan warga negara dalam kehidupan bernegara yang kesemuanya itu diproses dalam rangka untuk membina peranan tersebut sesuai dengan ketentuan Pancasila dan UUD 1945 agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara (Cholisin dalam Winarno, 2013:6). Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan bahwa pendidikan kewarganegaraan adalah program pendidikan yang membina para pelajar agar menjadi warga negara yang baik, sehingga
35
mampu hidup bersama-sama dalam masyarakat, baik sebagai anggota keluarga, masyarakat maupun sebagai warga negara. Winataputra
(2005:6)
mengungkapkan
bahwa
Pendidikan
Kewarganegaraan adalah sebagai berikut: Pendidikan kewarganegaraan sebagai suatu bidang kajian yang mempunyai objek telaah kebajikan dan budaya kewarganegaraan, menggunakan disiplin ilmu pendidikan dan ilmu politik sebagai kerangka kerja keilmuan pokok serta disiplin ilmu lain yang relevan yang secara koheren, diorganisasikan dalam bentuk program kokurikuler kewarganegaraan aktivitas sosial-kultural masyarakat kewarganegaraan, dan kajian ilmiah kewarganegaraan. Berdasarkan naskah Penguatan Kurikulum Mata Pelajaran PPKn tebitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan kemendikbud 2012, dinyatakan bahwa: Pelajaran PKn disesuaikan menjadi mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Penyesuaian menuju mata pelajaran PPKn ini dilakukan untuk dapat mengakomodasi perkembangan dan persoalan yang berkembang di masyarakat dan untuk mengakomodasi substansi 4 pilar kebangsaan yaitu Pancasila, UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Bhineka Tunggal Ika sebagai ruang lingkup baru (Winarno, 2013:36). Menurut Winarno (2013:16), perubahan dan pembaruan yang terjadi tidak hanya sekedar pergantian nama mata pelajaran, tetapi lebih mengarah pada visi dan muatan misi penekanannya. Misalnya, PPKn tahun 1994 misi utamanya adalah menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada warga negara muda sebagai proses penyiapan warga negara Indonesia yang Pancasilais. Sedangkan kurikulum 2013 mata pelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) mempunyai misi untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhinneka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia.
36
Berdasarkan berbagai pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa Pendidikan kewarganegaraan (PKn) dimaksudkan sebagai pendidikan kewarganegaraan dalam arti luas yang meliputi kajian ilmiah, program kurikuler, dan sosial-kultural masyarakat. Dari ketiga komponen tesebut, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) merupakan bagian dari pendidikan kewargaan (pkn) sebagai program kurikuler dalam pendidikan intrakurikuler di sekolah yang mengemban misi nasional mencerdaskan kehidupan bangsa melalui pembelajaran berbasis nilai dan membina pelajar agar menjadi warga negara yang baik. b. Tujuan PPKn Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan pendidikan yang menfokuskan pada pembentukan karakter warga negara yang baik sesuai dengan yang diamanahkan dalam Pancasila dan UUD 1945. Tujuan pembelajaran PKn di sekolah adalah untuk membentuk peserta didik agar memiliki kemampuan: 1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan. 2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggungjawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi. 3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya (Winarno dan Wijianto, 2010:8) Sedangakan tujuan dari mata pelajaran PPKn dalam kurikulum 2013 adalah sebagai berikut: 1) Tujuan PPKn tidak bisa dipisahkan dari funsi dan tujuan pendidikan nasional yang temaktub dalam Pasal 3 UndangUndang Sistem Pendidikan Nasional yang berbunyi: “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
37
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. 2) PPKn bertujuan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia (Winarno, 2013:37-38) Kesimpulan dari pendapat di atas adalah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang bertujuan membentuk peserta didik menjadi warga negara yang baik dengan mengetahui hak dan kewajibannya sebagai warga negara dan memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air yang dijiwai oleh nilai-nilai Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, semangat Bhineka Tunggal Ika, dan komitmen Negara Kesatuan Republik Indonesia. c. Ruang Lingkup PPKn Berdasarkan
pendapat
Winarno
(2013:38)
dalam
bukunya
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan, ruang lingkup PPKn pada kurikulm 2013, yaitu: 1) Pencasila, sebagai dasar negara, pandangan hidup, dan ideologi nasional Indonesia serta etika dalam pergaulan internasional. 2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, sebagi hukum dasar yang menjadi landasan konstitusional kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. 3) Bhineka Tunggal Ika, sebagai wujud komitmen keberagaman kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang utuh dan kohesif secara nasional dan harmonis dalam pergaulan antar bangsa, dan 4) Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagi bentuk final Negara Republik Indonesia yang melindungi segenap bangsa dan tumpah darah Indonesia. Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa ruang lingkup PPKn di sekolah meliputi empat pilar kebangsaan yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Bhineka Tunggal Ika dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat pilar
38
tersebut sejalan dengan amanat yang tecantum dalam bagian penjelasan Pasal 37 Udang-Undang Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang merupakan misi pendidikan kewarganegaraan. d. Komponen PPKn Winataputra (2005) menyatakan bahwa komponen utama PPKn adalah civic knowledge, yakni pengetahuan dan wawasan kewarganegaraan; civic disposition, yakni nilai, komitmen, dan sikap kewarganegaraan; civic skills, yakni perangkat keterampilan dan intelektual sosial, personal kewarganegaraan (Winarno, 2013:26). Lebih lanjut menurut Winarno dan Wijianto (2010:12) isi dari tiga komponen utama Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah sebagai berikut: Civic knowledge berkaitan dengan isi apa yang seharusnya warga negara ketahui. Civic skill merupakan keteampilan apa yang seharusnya dimiliki oleh warga negara yang mencakup keterampilan intelektual dan keterampilan partisipasi. Sedangkan civic disposition berkaitan dengan karakter privat dan publik dari warga neagara yang perlu dipelihara dan ditingkatkan dalam demokrasi konstitusional. Cakupan PPKn dalam kurikulum 2013, berdasarkan Peraturan Mentei Pendidikan Republik Indonesia Nomor 59 Tahun 2014 tentang kurikulum 2013 Sekolah Menengah Atas/Madrasah Aliyah bagian lampiran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan menyebutkan bahwa dalam pembeajaran PPKn terdapat tiga kompetensi inti yaitu kompetensi inti sikap spiritual (KI-1); kompetensi inti sikap sosial (KI-2); kompetensi inti pengetahuan (KI-3); kompetensi inti keterampilan (KI-4). Dari kompetensi inti tersebut dapat dilihat bahwasannya sikap spiritual dan sosial termasuk dalam civic skill, pengetahuan bagian dari civic knowledge, dan civic dispositions terdapat dalam kompetensi inti keterampilan.
B. Penelitian yang Relevan
39
1. Hasil Penelitian Sholeh Muntasyir (2014) dengan judul “Eksperimentasi Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Head Together (NHT) dengan Assessment for Learning (AfL) Melalui Penilaian Teman Sejawat pada Materi Persamaan Garis Ditinjau dari Kretivitas Belajar Matematika Siswa MTsN di Kabupaten Sragen” menunjukkan bahwa: a. Model pembelajran NHT dengan AfL melalui penilaian teman sejawat memberikan prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan model pembelajaran NHT dan pembelajaran langsung. b. Siswa dengan kreativitas belajar matematika tinggi memiliki prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kreativitas belajar sedang dan rendah, sedangkan siswa dengan kreativitas belajar matematika sedang dan rendah memiliki prestasi belajar yang sama. c. Pada model pembelajaran NHT dengan AfL melalui penilaian teman sejawat, siswa dengan kreativitas tinggi memiliki prestasi yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kreativitas belajar sedang, siswa dengan kreativitas belajar tinggi memiliki prestasi yang sama dengan siswa yang mempunyai kreativitas belajar rendah, siswa dengan kreativitas belajar sedang memiliki prestasi yang sama dengan
siswa
yang
mempunyai
kreativitas
belajar
rendah.
Sedangkan pada model pembelajaran NHT dan langsung, siswa yang memiliki kreativitas belajar matematika tinggi, sedang dan rendah memiliki presatasi yang sama. d. Pada
tingkat
kreativitas
belajar
matematika
tinggi,
model
pembelajaran NHT dengan AfL melalui penilaian teman sejawat memberikan prestasi belajar yang lebih baik dibanding model pembelajaran NHT dan pembelajaran langsung, sedang model pembelajaran NHT memberikan prestasi yang sama dengan pembelajaran langsung. Pada tingkat kreativitas belajar matematika sedang dan rendah, model pembelajaran NHT dan AfL melalui
40
penilaian
teman
sejawat,
model
pembelajaran
NHT
dan
pembelajaran langsung memberikan presatsi belajar matematika yang sama. 2. Hasil Penelitian Yani Hedrajaya (2013) dengan judul “Pengembangan Model Assessment for Learning (AfL) melalui Penilaian Teman Sejawat untuk Pembelajaran Matematika di Sekolah Menengah Pertama Kristen Kalam Kudus Surakarta Tahun Ajaran 2012/2013” menunjukkan bahwa: a. Pembelajaran dengan AfL melalui penilaian teman sejawat dapat diterapkan pada siswa kelas VIII SMP Kristen Kalam Kudus pada semester gasal tahun pelajaran 2012/2013 b. Pembelajaran dengan AfL melalui penilaian teman sejawat memberikan hasil prestasi sistem persamaan dua variabel yang lebih tinggi dari pembelajaran langsung. c. Siswa dengan kecerdasan bahasa mempunyai hasil prestasi sistem persamaan linier dua variabel yang tinggi dibandingkan siswa dengan kecerdasan lainnya, sedangkan siswa dari kelompok kecerdasan logika matematika memiliki prestasi yang sama baiknya dengan siswa dari kelompok kecerdasan bahasa. d. Pembelajaran dengan AfL melalui penilaian teman sejawat untuk siswa dengankecerdasan bahasa sama baiknya dengan pembelajaran langsung, sedangkan untuk siswa dengan kecerdasan logika metematika dan kecerdasan lainnya, pembelajaran dengan AfL melalui penilaian teman sejawat lebih efektif daripada pembelajaran langsung. C. Kerangka Berpikir Kerangka bagaimana
berpikir
merupakan
“Model
konseptual
tentang
teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah
diidentifikasi sebagai masalah
yang penting” (Sugiyono, 2013: 60).
Berdasarkan kajian teori yang sudah disusun, penulis membuat kerangka berpikir dimulai dari permasalahan penyusunan instrumen penilaian teman
41
sebaya di SMA kelas X, sampai dengan pembuatan produk pengembangan instrumen penilaian teman sebaya, secara sistematisnya adalah sebagai berikut: Penerapan Kurikulum 2013 yang mendadak sehingga persiapannya kurang maksimal, Belum siapnya sekolah, guru dan siswa dalam pelaksanaan K 13 terutama dalam hal penilaian
Permasalahan Instrumen Penilaian Teman Sebaya: Ketidaksesuaian pernyataan dalam instrumen dengan aspek sikap dalam silabus, penggunaan instrumen yang sama untuk semua mata pelajaran Analisis Kebutuhan Instrumen Penilaian teman Sebaya sesuai dengan tujuan PPKn pada Penjelasan Pasal 77K Ayat (2) huruf b PP Nomor 32 Tahun 2013
REALITA INSTRUMEN PENILAIAN TEMAN SEBAYA
Memilih dan menentukan pengembangan instrumen penilaian teman sebaya yang sesuai dengan mata pelajaran PPKn
Pengembangan Instrumen Penilaian Teman Sebaya (Peer Assessment) untuk Mata Pelajaran PPKn Gambar 2.1 Kerangka Berpikir