BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA BERPIKIR
A. Kajian Pustaka 1. Kosep Solidaritas Sosial a. Pengertian Solidaritas . Manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan dan tidak bisa hidup secara sendirian di alam dunia ini. Berbagai kekuatan dalam peningkatan keberdayaan masyarakat tidak dapat diselenggarakan bila tidak terbangun solidaritas. Ketika pribadi yang satu mempunyai kesamaan dengan yang lain, maka timbullah rasa solidarias diantara mereka. Pengertian solidaritas sosial berasal dari dua kata pemaknaan kata yaitu solidaritas dan sosial merupakn perasaan atau ungkapan dalam sebuah kelompok yang dibentuk oleh kepentingan bersama Secara etimologi solidaritas adalah kesetiakawanan atau kekompakan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dijelaskan bahwa solidaritas diambil dari kata Solider yang berarti mempunyai atau memperlihatkan perasaan bersatu. Secara pengertian solidaritas memang menekankan pada hubungan persaudaraan antara individu dengan individu hubungan solidaritas ditekankan pada kelompok sosial. Wacana solidaritas bersifat kemanusiaan dan mengandung nilai muli dan tinggi, tidaklah aneh kalau solidaritas ini merupakan keharusan yang tidak bisa ditawar-tawar lagi. Kehidupan dalam masyarakat sangat sangat ditekankan karena Solidaritas salah satu bagian dari nilai yang terkandung dalam masyarakat yang mengandung nilai kemanusiaan (humanistic). Kelompok SH Terate dan SH Winongo merupakan kelompok yang memiliki jiwa solidaritas yang kuat, lahirnya solidaritas memang didukung dengan adanya ketertarikan antar individu dalam melakukan hubungan saudara, ketertarikan individu ini menyebabkan adanya rasa kepemilikan yang kuat bahkan kelompok kedua SH memiliki ciri-ciri khas yang menyangkut tentang mitos, sejarah dan legenda. Kelompok menjadikan kesetiakawanan dalam anggotanya hal ini menjadikan tumbuhnya jiwa
7
8
solidaritas dalam kelompok sosial. Telah diuraikan bahwa penghargaanpenghargaan timbal balik yang menyertai pembentukan struktur kelompok itu mempunyai hubungan yang erat dengan dapatnya solidaritas tersebut. Solidaritas kelompok yang tinggi berdasarkan pengalaman-pengalaman anggotanya bahwa tindakan-tindakan yang diharapkan timbal balik dari anggota kelompok sesuai dengan fungsi masing-masing dalam kelompok, memang dilakukan secara memuaskan sesuai dengan perannannya dalam hirarki strutur kelompok. artinya mengalami bahwa tugas kewajiban yang diserahkan kepada masing-masing, dalam bermacam-macam keadaan, memang dikerjakan oleh kawan-kawannya dan oleh diri sediri dengan baikbaik. Dengan kata lain, terdapatnya solidaritas yang tinggi didalam kemampuan kawan-kawannya utuk melaksanakan tugasnya dengan baik. Kepercayaannya tersebut berdasarkan pula pada pengalaman-pengalaman anggota kelompok dalam situasi-situasi yang sukar. Makin sesuai dengan tugas dalam kelompok dengan kecakapan yang nyata dalam bermacammacam keadaan, atau makin jitu penempatan the right man on the fight place dalam kelompok itu, makin tinggi pula solidaritas kelompok. Proses dengan sendirinya pula makin efektif pekerjaan kelompok serta makin kokoh interaksi sosial dalam kelompok tersebut, keadaan kelompok sosial juga mempertebal sense of belongingness anggota kelompok. selain itu solidaritas kelompok mempunyai hubungan-hubungan yang erat dengan sikap-sikap para anggotanya terhadap norma-norma pedoman kegiatan kelompok. b. Syarat Terbentuknya Solidaritas 1. Penegasan Kelompok Solidaritas sosial terbentuk karena adanya kelompok sosial Penegasan struktur kelompok menyinggung masalah mengenai antara hubunganhubungan kelompok berdasarkan peranan-peranan dan status mereka sebagai anggota kelompok bagian ini merupakan untuk memujudkan tujuan kelompok itu sendiri. Dengan kata lain struktur mengarah pada susunan hierarki antara tugas kewajiban yang diserahkan kepada anggotanya itu akan terselesaikan dengan sewajarnya. Tiap-tiap anggota kelompok sosial itu
9
berdasarkan ciri-ciri kepribadian anggota, kelompok memiliki bentuk ciri-ciri berbeda hal ini juga mempengaruhi penegasan wilayah kerja masing-masing. Penegasan ini akan menimbulkan hubungan timbal balik antara anggota kelompok sehingga terdapat hubungan yang khas dalam kelompok sosial. Oleh karena itu kuatnya hubungan kelompok ini menjadikan interaksi yang sama dalam kelompok internal bahkan hubungan kelompok ini menjadikan pola yang berbeda dengan kelompok luar. 2. In Group dan Out Group Sejajar dalam struktur kelompok, timbul juga sikap dan perasaan, yang disebut sikap perasaan in group yang dibatasi dengan sikap out group. sikap perasaan in group itu berkenaan dengan seluk balik usaha dan orang-orang yang dipahami dialami oleh anggota pada interaksi didalam kelompoknya, sedangkan out group ialah usaha dan orang-orang yang tidak termasuk dalam in group. sikap perasaan terhadap in group adalah sikap terhadap orang dalam sedangkan sikap perasaan out group adalah sikap perasaan terhadap orang luar group. Sikap perasaan in group adalah sikap yang seakan-akan sikap yang ditungankan kepada anggota in group jadi kegiatan apa yang dilakukan in group yang dilakukan akan menjadi bersama. Perasaan in group merupakan perasaan yang dipikul bersama, anggota kelompok seakan-akan dibuat untuk merasakan pahit getirnya bersama dalam melaksanakan tujuan yang dimiliki. c. Macam-Macam Solidaritas 1. Gotong Royong Bentuk solidaritas yang banyak kita temui di masyarakat misalnya adalah gotong-royong. Menurut Hasan Shadily (1993: 205), gotongroyong adalah rasa dan pertalian kesosialan yang sangat teguh dan terpelihara. Gotong-royong lebih banyak dilakukan di desa daripada di kota di antara anggota-anggota golongan itu sendiri. 2. Kerjasama Kerjasama merupakan penggabungan antara individu dengan individu lain, atau kelompok dengan kelompok lain sehingga bisa mewujudkan suatu hasil
yang dapat
dinikmati
bersama. Setelah tercapainya
10
penggabungan itu barulah kelompok itu dapat bergerak sebagai suatu badan sosial. Sehingga kerjasama itu diharapkan memberikan suatu manfaat bagi anggota kelompok yang mengikutinya dan tujuan utama dari bekerjasama bisa dirasakan oleh anggota kelompok yang mengikutinya. Kerjasama timbul karena adanya orientasi orang-perseorangan terhadap kelompoknya
(yaitu
in-group-nya)
dan kelompok
lainnya
(yang
merupakan out-group-nya). keinginan pokoknya tidak dapat terpenuhi karena adanya rintangan-rintangan yang bersumber dari luar kelompok itu. Keadaan tersebut menjadi lebih tajam lagi apabila kelompok demikian merasa tersinggung atau dirugikan sistem kepercayaan atau dalam salah satu bidang sensitif kebudayaan (Soerjono Soekanto, 2006: 101). Peneliti juga akan menggunakan konsep teori tentang kerjasama ini untuk mengetahui tentang bentuk solidaritas sosial yang ada di Desa Melikan, dikarenakan kerjasama merupakan bentuk paling umum dari solidaritas sosial. d. Faktor - Faktor Solidaritas 1. Faktor Keluarga Keluarga memang merupakan proses sosialisasi pertama dalam pembentukan individu. Individu dibentuk secara kolektif dalam kehidupan keluarga. Keluarga merupakan bentuk pengaruh kehidupan seorang idividu dalam memenuhi proses sosial dalam masyarakat. Keluarga yang bahagia dilihat dari kekuatan solidaritas yang terwujud dalam internal sebuah keluarga dan bagaimana seorang individu melakukan kehidupan berkelompok dilingkungan masyrakat serta dorongan individu dalam memenuhi tugas pokok fungsi dalam kehidupan masyarakat 2. Faktor Lingkungan Lingkungan merupakan bagian seorang individu mengenal sebuah praktek kehidupan masyarakat. Lingkungan juga dianggap sebagai proses sosial individu dalam menjalankan tugas, pokok dan fungsi dalam tata kehidupan masyarakat. Lingkungan berperan juga dalam pembentukan
11
kehidupan pribadi seorang individu, pembentukan didasarkan pada keadaan lingkungan. Lingkungan juga berperan bagaimana seorang individu terlibat dalam soidaritas yang ada didalam masyarkat, masyarakat yang membentuk solidaritas individu baik solidaritas yang berbentu positif maupun solidaritas yang berbentuk negatif. e. Bentuk – Bentuk Solidaritas Emile Durkheim (1859-1917), Profesor Sosiologi Pertama dari Universitas
Paris,
mengambil
pendekatan
kolektivitis
terhadap
pemahaman mengenai masyarakat yang melibatkan berbagai bentuk solidaritas. Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial", dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif. Ada bentuk yang disebut solidaritas mekanis, dimana individu yang diikat dalam suatu bentuk solidaritas memiliki "kesadaran kolektif" yang sama dan kuat. Karena itu individualitas tidak berkembang karena dilumpuhkan dengan tekanan besar untuk menerima konformitas. Contoh masyarakat yang memiliki solidaritas ini adalah masyarakat pra-industri dan masyarakat pedesaan.Sementara itu ketika masyarakat semakin kompleks melalui pembagian kerja, solidaritas mekanik runtuh digantikan dengan solidaritas organik. Ketika terjadi pembagian kerja maka akan timbul spesialisasi yang pada akhirnya menimbulkan ketergantungan antar individu. Hal ini juga menggairahkan individu untuk meningkatkan kemampuannya secara individual sehingga "kesadaran koletif" semakin redup kekuatannya. Solidaritas ini ada pada masyarakat Industri. Maka itu Durkheim mengusulkan perlunya suatu konsensus intelektual dan moral untuk keteraturan sosial yang bersifat harmonis dan integratif. Pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh.
12
Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanis dan organis. Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, “masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda” (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 9091). Durkheim berpendapat bahwa masyarakat primitif memiliki kesadaran kolektif yang lebih kuat yaitu pemahaman norma dan kepercayaan bersama. Peningkatan pembagian kerja menyebabkan menyusutnya kesadaran kolektif. Kesadaran kolektif lebih terlihat dalam masyarakat yang ditopang oleh solidaritas mekanik dari pada masyarakat yang ditopang oleh solidaritas organik. Masyarakat modern lebih mungkin bertahan dengan pembagian kerja dan membutuhkan fungsi-fungsi yang yang dimiliki orang lain dari pada bertahan pada kesadaran kolektif. Oleh karena itu meskipun “masyarakat organik memiliki kesadaran kolektif, namun dia adalah bentuk lemah yang tidak memungkinkan terjadinya perubahan individual” (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 92). Masyarakat yang dibentuk oleh solidaritas mekanik, kesadaran kolektif melingkupi seluruh masyarakat dan seluruh anggotanya, dia sangat diyakini, sangat mendarah daging, dan isinya sangat bersifat religious. Sementara dalam “masyarakat yang memiliki solidaritas organik, kesadaran kolektif dibatasi pada sebagian kelompok, tidak dirasakan terlalu mengikat, kurang mendarah daging, dan isinya hanya kepentingan individu yang lebih tinggi dari pedoman moral” (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 91-92). Besar kecilnya konflik pada anggota SH Terate dan SH Winongo merupakan bentuk kuatnya solidaritas antar individu dalam organisasi SH Terate dan SH Winongo, kesetian kepada organisasi merupakan bagian dari pembelaan terhadap nama baik organisasi. Kuatnya soldaritas antar individu yang mengarah pada kelompok merupakan dampak dari lahirnya konflik yang membesar dan sangat
13
kuat. Pandangan Durkheim tentang kajian solidaritas terdapat dua pokok pemikiran yaitu dua solidaritas yang pertama menekankan pada solidaritas mekanis, yang lahirnya dari masyarakat kesukuan elementer yang diorganisasikan diseputar kesamaan homogenitas dan yang kedua merupakan solidaritas organik dengan pembagian kerja yang luas dan memliki pola saling ketergantungan. Pertumbuhan populasi dalam masyarakat primitif meningkatkan perbedaan sosial, mengurangi kemungkinan bagi solidaritas mekanis dengan melemahkan adat istiadat dan budaya tradisional yang menyatukan mereka. Pola yang dikembangan pada teori Durkheim tentang solidritas merupakan contoh masyarakat dalam industri (pembagian kerja). Pandangan konflik mengenai solidaritas tidak berkembang hanya pada sistem pembagian kerja tetapi penulis mencoba menganalisis megunakan teori solidaritas karya Durkheim dengan konflik yang terjadi dalam anggota kelompok SH. B. Dampak Solidaritas Terhadap Konflik Perpecahan diantara kelompok atau golongan semakin bertambah banyak jika tidak ada solidaritas yang dimulai dari dalam internal dan lingkungan kelompok. Perasaan solidaritas, senasib seperjuangan, setia, sifat satu rasa yang solider diberbagai macam kalangan, sangat mengutamakan golongan dan banyak dilupakan demi kepuasan diri sendiri atas kepentingan diri sendiri bahkan kepentingan kelomponya. Solidaritas itu penting karena sangat mempengaruhi perubahan sosial budaya. Perubahan sosial yang mencakup sikap setiap orang dan kondisi suatu lingkungan yang didominasi oleh perbedaan, dan perbedaan budaya yang menyebabkan solidaritas itu sendiri hilang seiring berjalannya waktu, dari generasi ke generasi karena tidak diterapkan dalam kehidupan sehari-hari ketika menghadapi perbedaan. Menciptakan keadaan sosial yang teratur dan satu, merupakan tujuan dari solidaritas. Perbedaan yang ada disekitar kita bukan untuk ditertawakan dan diasingkan, namun disitulah peran penting solidaritas, yaitu menyamakan dan mempersatukan perasaan toleransi. Peran penting solidaritas dapat diukur keberhasilannya jika solidaritas dapat menciptakan kesatuan dan kesamaan perjuangan dalam masyarakat. Hal-hal yang terjadi jika tidak ada
14
solidaritas
disekitar
kita
adalah
timbulnya
stereotype,
prasangka,
dan
primordialisme. Mempertahankan apa yang menurutnya paling baik, tidak mau membuka diri dan selalu mencaci maki golongan lain, adalah contoh hal-hal yang berpotensi akan terjadi jika tidak dilandasi oleh solidaritas. Solidaritas antar manusia sudah harus diterapkan dari semenjak dini. Mengingat pentingnya solidaritas yang mengatasnamakan perbedaan dapat memperkaya relasi, budaya dan persatuan, maka solidaritas harus diusahakan dan dipertahankan. Cara untuk membangun solidaritas dari yang paling sederhana adalah menghormati orang yang sedang beribadah, mengucapkan selamat kepada orang yang merayakan hari raya, dan tidak memilih-milih teman. Saling menghargai terhadap orang yang tidak sesuku, berbeda kepercayaan dan status, juga sangat ditekankan dalam hal solidaritas. Kesadaran dari dalam diri setiap manusia juga merupakan salah satu faktor yang paling penting untuk menciptakan solidaritas. Berbicara tentang solidaritas mungkin merupakan hal yang sangat mudah dilakukan oleh banyak orang, tetapi setelah kita mengerti betapa pentingnya solidaritas itu dikehidupan kita, sudah selayaknya kita mengusahakan agar solidaritas itu tetap ada dan tidak hilang. Faktor-faktor yang mendukung adanya solidaritas dari dalam diri hendaknya ditumbuh kembangkan menjadi suatu kebiasaan yang positif. Solidaritas tidak hanya sebatas teori saja yang memiliki tujuan dan peranan penting dalam kehidupan setiap orang, melainkan juga suatu praktik yang bersifat rendah hati, tulus dari dalam diri dan terusmenerus. Dampak mengutamakan solidaritas pada satu golongan maupun terhadap kelompoknya yaitu konflik. Perbedaan pendapat menyebabkan adanya satu kegagalan dalam membanggun kerukunan didalam masyarakat. solidaritas memang sangai baik digunakan didalam masyarkat jika solidaritas ini dalam bentuk tinakan positif yang tidak mengatasnamakan golongan, bahkan solidaritas yang positif dapat menciptakan keharmonisan didalam masyarakat. sebaliknya jika kita memandang solidaritas hanya dalam satu golongan atau kelompoknya akan memicu kecemburuaan sosial, kecemburuan sosial inilah penyebab dari perbedaan-perbedaan yang menjadikan timbulnya gesekan-gesekan kelompok
15
didalam masyarakat. Contoh dari kasus konflik antar anggota SH Terate dan SH Winongo merupakan konflik yang didasari pada kuatnya solidaritas internal mereka. Proses pembangunan konflik dimulai dari internal kelompok, dimana kekuatan internal individu dimulai dari proses pelatihan individu untuk menjadi anggota SH. Organisasi SH memang merupakan organisasi massa yang memiliki jumlah massa yang begitu besar hubungan anggota antar anggota begitu kuat. Jiwa solidaritas yang dimiliki internal kelompok begitu kuat, tetapi seharusnya bentuk solidaritas ini digunakan sebagai kegiatan positif bukannya digunakan sebagai tindakan konflik. Damapak dari kuatnya solidaritas menimbulkan adanya konflik antar anggota dalam kelompok organisasi SH. Konflik antar organisasi SH apabila terjadi secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat. Konflik memang hal yang tak bisa dihindarkan didalam kehidupan masyarakat. Konflik selalu lahir dalam setiap fungsi dan struktur dalam proses tata kehidupan dalam masyarakat. Masyarakat merupakan sebuah struktur dengan bagian-bagian yang saling berhubungan dan setiap bagian terkadang tidak berfungsi selalu berbenturan dengan norma adat dan kebudayaan yang mengakar dalam masyarakat. Kegagalan fungsi menjadikan masyarakat rentan untuk melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan tata nilai yang terdapat dalam masyarakat dan timbul konflik sosial. Dalam konflik yang terjadi dalam tubuh anggota organisasi SH Terate dan SH Winongo merupakan konflik yang lahir dari perpecahan kedua organisasi, berdasarkan sejarah sebelum adanya konflik, kedua perguruan ini dipersatukan dengan nama perguruan silat SETIA HATI yang didirikan oleh Ki Ngabehi Soero diwiryo, atau biasa disebut Eyang Soero, dimana Eyang Soero memiliki dua murid kesayangan. Konflik antara kedua murid Eyang Soero terjadi pada saat Eyang Soero meninggal. Sehingga perguruan silat SETIA HATI terpecah menjadi dua, yakni perguruan silat Setia Hati Terate dengan perguruan silat Setia Hati Tunas Muda Winongo, dimana kedua murid ini saling mengklaim bahwa perguruan yang mereka anut adalah ajaran SETIA HATI yang asli dari Eyang Soero, konflik ini merambah sampai ke pengikut masing masing pergurun yaitu SH Terate dan SH Winongo.
16
Sejarah menjadikan konflik kedua organisasi semakin kuat dan besar, konflik kedua organisasi memang identik dengan sebuah kekerasan dan kekuatan masa. Lahirnya konflik merupakan penyebab lahirnya masalah kecil dari individu mengakar ke masalah kelompok, rasa gengsi dan pengeklaiman ajaran menyebabkan konflik sering terjadi bahkan dengan gaya-gaya yang berbeda. Konflik sangat mengganggu kenyamanan masyarakat, konflik sangat memberikan kerugian materi bahkan non materi bagi masyarakat. Konflik memang lahir dari individu yang mengarah pada kelompok besar, konflik yang berjalan bertahun-tahun tidak ada titik temu tentang perdamaiaan. Kultural konflik yang dibentuk sejak perpecahan organisasi menjadikan konflik semakin tahun semakin besar dan kuat. Terciptanya konflik dalam organisasi SH Terate dan SH Winongo merupakan konflik bersekala besar, konflik kedua organisasi menyebabkan massa sangat besar, kekuatan massa kedua organisasi merupakan bentuk kekuatan kelompok. Intensitas konflik menjadikan hubungan individu dalam kelompok menjadi sangat erat, pembangunan solidaritas kelompok terjadi ketika anggota memiliki rangkaian kegiatan yang melibatkan nama organisasi. Konflik kedua organisasi juga menyangkut rasa gengsi yang tinggi, solidaritas yang kuat menyebabakan kekuatan masa yang sangat besar bahkan menentukan keunggulan kelompok. Dari uraian diatas, maka penulis menarik kesimpulan bahwa konflik lahir dari sebuah perpecahan yang lahir dari keinginan kedua murid perguruan SH yang ingin mendirikan perguruan sendiri. Berjalannya waktu konflik menjalar pada anggota kedua perguruan, pengakuan ajaran kebenaran dan rasa gengsi antar anggota penyebab utama konflik pecah. Konflik kedua organisasi juga lahir dari sebuah masalah individu yang menjalar ke kelompok besar. Rasa solidaritas kelompok merupakan perwujudan bentuk individu dalam kepemilikan organisasi sehingga ketika menemui masaslah yang menyangkut tentang nama organisasi atau masalah individu yang tergabung dalam kelompok SH akan melibatkan massa yang sangat besar, bahkan apabila terjadi konflik, konflik akan mejadi besar dan kuat. Penelitan yang melibatkan konflik kedua organisasi SH Winongo dan SH Terate merupakan penelitian yang menggunakan teori konflik dengan
17
pandangan Lewis A Coser, Selama dua puluh tahun Lewis A Coser tetap terikat pada model sosiologi dengan tekanan pada struktur sosial. Pada saat yang sama dia menunjukan bahwa model tersebut selalu mengabaikan studi tentang konflik sosial. Berbeda dari ahli tokoh sosiologi yang menegaskan eksistensi dua prespektif teori fungsional struktural versus teori konflik Coser mengungkapkan komitmennya pada kemungkinan menyatukan kedua pendekatan tersebut. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan dan kosnsensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsional struktural tetapi juga menunjuk pada proses konflik sosial. Coser (1956 : 16-19 ) “dalam membahas ahli teori (bangsa Amerika) yang lebih awal, menyatakan pemahaman mereka tentang konflik sebagai kesadaran yang tercermin dalam semangat pembaharuan masyarakat. “Coser juga menyatakan sosiologi dilahirkan dalam semangat modern untuk memeperbaikai masyarakat” (dikutip dalam coser, 1956 : 17) Akan tetapi para ahli sosiologi kontemporer sering mengacuhkan analisa konflik sosial, secara implisit, melihatnya sebagai sebagai destruktif atau patologis bagi kelompok sosial. Coser memilih menunjukan berbagai sumbangan konflik yang secara potensial positif untuk membentuk serta mempertahankan struktur, selain itu Coser dalam memahami konflik secara positif juga melakukan tindakan dengan membangun diatas karya sosiologi klasik, pernyataan-pernyataan yang berhubungan dengan konflik sosial, dan terutama melalui pada ahli sosiologi jerman yang terkenal yaitu Geroge Simmel. Coser juga tidak mencoba untuk menghasilkan teori menyeluruh dan mencakup seluruh fenomena sosial karena yakin bahwa setiap usaha untuk menghasilkan suatu teori sosial yang holistis adalah prematur. Simmel juga mempertahankan pendapatnya bahwa sosiologi bekerja untuk menyempurnakan dan menggambarkan bentuk – bentuk atau konsep – konsep sosiologis dimana isi dunia empiris dapat ditempatkan. Konflik adalah salah satu bentuk sosiologis yang dibahas oleh Simmel. Konflik merupakan bentuk interaksi dimana tempat, waktu, bahan sebagaimana dengan isi segitiga yang dapat berubah. Coser mengambil pembahasan konflik dari Simmel dan mengembangkan proporsi dan
18
memperluas konsep Simmel tersebut dalam menggambarkan kondisi-kondisi dimana konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat. Konflik dalam masyarakat secara alami memang terjadi dalam masyrakat tetapi menurut Coser konflik secara potensial positif untuk membentuk serta mempertahankan struktur. Lewis Coser sebagai seorang tokoh yang mendalami teori konflik memiliki cara pandang yang sangat bertolak belakang dengan Parsons dalam hal melihat konflik di dalam masyarakat atau kelompok tertentu. Parsons menganalogikan perubahan sosial pada masyarakat seperti halnya pertumbuhan pada mahkluk hidup. Komponen untama parsons melihat diferensiasi, Parsons juga mengungkapkan bahwa stiap masyarakat tersusun dari sekumpulan sub-sistem yang berbeda berdasarkan strukturnya maupun bedasarkan makna fungsionalnya bagi masyarakat yang luas. Ketika masyarkat berubah, umumnya masyarakat tersebut akan tumbuh dengan kemampuan yang lebih baik untuk menanggulangi masalah hidupnya. Dapat dikatakan parsons termasuk golongan yang memandang optimis sebuah proses perubahan. 1. Menjadikan Bentuk Positif Konflik secara positif membantu struktur sosial dan bila terjadi secara negatif akan memperlemah kerangka masyarakat. Konflik dalam masyarakat secara alami memang terjadi dalam masyrakat tetapi menurut Coser konflik secara potensial positif untuk membentuk serta mempertahankan struktur. Maksud Coser dalam hal ini ialah bahwa ketika terjadi konflik dalam suatu masyarakat, maka hal tersebut akan membangun identitas dan otonomi. Akibatnya adalah terlihat dengan jelas batas-batas kelompok yang mungkin tadinya samar-samar, tetapi ketika itu menjadi jelas mereka akhirnya memiliki identitas dan bersifat otonom dalam suasana kesatuan. Konflik yang dilakukan oleh anggota SH Terate dan SH Winongo juga dapat mengakibatkan terjadinya penyatuan. Peneliti mencoba melihat bahwa konflik yang tejadi dalam perguruan pencak silat wilyah Kresidenan Madiun kususnya Kabupaten Ponorogo merupakan bentuk konflik secara besar dan memberikan dampak, baik dampak segi positif maupun bentuk dari sisi negatif. Coser memandang konflik sangat berbeda dengan ahli sosiologi
19
kontemporer lainnya. Para ahli sosiologi kontemporer memandang konflik secara implisit melihatnya secara desdruktif atau patologis. Memandang konflik yang terjadi dalam pencak silat bahwa sebenarnya konflik malah memperkuat struktur yang terjadi didalam ikatan kelompok sosial yang terlibat di dalamnya. Seperti kasus yang di atas menjelaskan, beberapa hal yang berpotensi menimbulkan konflik merupkan bentuk solidaritas dari setiap anggota pencak silat. Pada kasus ini konflik bisa menjadi fungsional, karena menurut Coser konflik memiliki fungsi sosial. Konflik ini juga dapat mencegah pembekuan sistem social dengan adanya inovasi dan kreativitas dan menghadapi musuh bersama dapat mengintegrasikan orang menghasilkan solidaritas dan keterlibatan dan membuat orang lupa akan perselisihan intern mereka sendiri. Konflik yang dilakukan anggota organisasi SH Terate dan SH Winongo merupakan bentuk konflik yang begitu besar, konflik melibatkan beberapa pihak baik dari anggota masayarakat, kepolisian bahkan anggota SH Terate dan SH Winongo. Kekuatan jumlah massa menjadikan konflik menjadi besar dan kuat. Kekuatan konflik antara anggota SH disebabkan oleh kekuatan jumlah anggota, solidaritas yang diberikan kepada individu terhadap kelompok merupakan perwujudan dari sebuah kecintaan anggota dalam bentuk ikatan kelompok internal bahkan dalam internal organisasi SH adanya hubungan persaudaraan yang begitu kuat. Setiap individu memperoleh sebuah pendidikan yang menyangkut tentang arti sebuah persaudaraan sehingga menyebabkan para anggota SH mengenal arti solidaritas dalam internal kelompok SH. Lewis A Coser memandang bahwa konflik memberikatan ikatan – ikatan yang kuat dalam internal kelompok konflik dengan kelompok lain juga menegaskan struktur kelompok dan memberi reaksi kepada hubungan internal sehingga Lewis A Coser memandang bahwa konflik dapat memeberikan dampak ikatan kelompok dan menjaga fungsi kelompok itu sendiri. 2.
Ikatan Kelompok dan Pemeliharaan Fungsi – Fungsi Kelompok Sosial Konflik merupakan proses yang bersifat instrumental dalam pembentukan,
penyatuan, dan pemeliharaan struktur sosial. Konflik dapat menetapkan dan
20
menjaga garis batas antara dua atau lebih kelompok. Konflik dengan kelompok lain dapat memperkuat kembali ke identitas kelompok dan melindunginya agar tidak lebur kedalam dunia sosial sekelilingnya. Seluruh fungsi positif konflik itu ( keuntungan dari situasi konflik yang memperkuat struktur ) dapat dilihat dalam ilustrasi suatu kelompok yang sedang mengalami konflik dengan out-group. Konflik yang berlangsung dengan out-group dapat memperkuat identitas para anggota kelompok. Konflik yang terjadi dalam kelompok pencak silat telah memperkuat identifikasi in group dalam anggotanya. Konflik yang terjadi didalam kalangan anggota pencak silat berhasil mengatasi hambatan fungsi negatif dalam kelompok in group. Secara fungsi konflik malah memeperkuat indentitas in group. Coser mengakui beberapa susunan struktural merupakan hasil persetujuan dan consensus, suatu proses yang ditonjolkan oleh kaum fungsionalis structural, tetapi ia juga menunjukkan pada proses lain yaitu konflik social. Menurut Coser, konflik itu bersifat fungsional (baik) dan bersifat disfungsional (buruk), bagi hubungan-hubungan dan struktur yang tidak terangkum dalam sistem social sebagai suatu keseluruhan. Perhatian Coser cendrung melihat dari sisi fungsi bukan dari sisi disfungsinya. Karena Cosar mendefinisikan konflik sosial sebagai suatu perjuangan terhadap nilai dan pengakuan terhadap status yang langka, kemudian kekuasaan dan sumber-sumber pertentangan dinetralisasikan atau dilangsungkan, atau dieliminasi saingan-saingannya. Coser dengan konflik fungsionalnya menyatakan, bahwa konflik dapat merubah bentuk interaksi, sedangkan ungkapan perasaan permusuhan tidaklah demikian. Coser merumuskan fungsionalisme ketika membincangkan tentang konflik disfungsional bagi struktur sosial ketika terdapat toleransi atau tidak terdapat konflik. Intensitas konflik itu lantas mengancam adanya suatu perpecahan yang akan menyerang basis konsensus sistem sosial berhubungan dengan kekuatan suatu struktur. Apa yang mengancam kondisi pecah belah bukanlah konflik melainkan kekacauan konflik itu sendiri, yang mendorong adanya permusuhan yang terakumulasi dan tertuju pada suatu garis pokok perpecahan yang dapat meledakkan konflik.
21
Pandangan Coser dalam memahami konflik tidak semata-mata hanya konflik menjadikan suatu hubungan kelompok internal menjadi positif tetapi memandang dalam arti sebuah hubungan sebab akibat yang menjadikan sebuah konflik lahir dari tuntutan maupun kepentingan. Menurut Lewis A Coser membagi konflik menjadi dua yaitu konflik realitas dan nonrealitas. Yang dimaksud dengan konflik realitas adalah konflik yang muncul dari tekanan sebuah tuntutan khusus dalam hubungan kelompok dan perkiraan (pencapaian keuntungan) oleh anggota yang merupakan objek penderita. Sedangkan konflik non realistis disebabkan oleh kepentingan kesadaran adanya tekanan dalam hubungan satu orang atau lebih. Tekanan serangan utama tidak secara langsung terikat kepada objek yang menjadi sasaran dengan kejadian berdasarkan situasi. Penyebab lahirnya konflik antara anggota kedua SH merupakan lahir dari akar sebuah sejarah yang masih belum ada titik temunya, konflik antar anggota SH selalui didasari adanya sebuah masalah-masalah kecil yang menjadi tuntutan untuk melakukan konflik yang menjadi sebuah besar dan konflik antar anggota SH juga lahir dari sebuah kepentingan yang tidak bertanggung jawab. 3. Bentuk Realistis Dan Non Realistis Dalam membahas berbagai situasi konflik Coser membedakan konflik yang realistis dan non realistis. Konflik realistis berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan-tuntutan khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan para partisipasi dan ditunjukan pada objek yang dianggap mengecewakan. Konflik non realistis adalah konflik yang bukan berasal dari tujuan-tujuan saingan yang antagonistis tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak (coser 1959 : 59 Poloma M Margaret, Sosiologi Kontemporer ). Contoh dari konflik realistis dalam konflik yang terjadi dikalangan anggota pencak silat adalah kegagalan seorang anggota pencak silat mengaplikasikan bentuk nilai ajaran SH didalam masyarakat. Konflik yang dilakukan anggota merupakan konflik yang
karena sebuah gengsi dan
doktrinasi yang dilakukan oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab sehingga memicu rasa persaudaraan dalam hubungan kelompok serta timbul bola panas yang memicu terjadinya konflik.
22
Melihat teori Coser dari sudut pandang konflik realistis konflik lahir dari sebuah tuntutan-tuntutan khusus dalam hubungan dan dari perkiraan keuntungan anggota dan yang diarahkan pada objek frustasi. Di samping itu, konflik merupakan keinginan untuk mendapatkan sesuatu. Konflik kedua organisasi lahir bukan karena kesalahan sebuah organisasi tetapi bentuk dari kesalahan pengaplikasian nilai ajaran SH dalam masyarakat yang tujuannya ingin mendapatkan kekuasaan yang lebih sebagai kekuatan kelompok. Konflik dalam pencak silat juga merupakan bentuk frustasi terhadap hasil nilai ajaran SH dalam bentuk pengaplikasian yang akhirnya diluapkan dalam bentuk konflik. Tindakan konflik yang dilakukan oleh beberapa anggota SH merupakan bagian dari sebuah dendam atau permusuhan yang muncul dari rasa gengsi masalah individu bahkan pengeklaiman ajaran. Berbagai cara sudah dijalankan dari pihak pengurus, kepolisian bahkan dari masyarakat umum untuk menyelesaikan konflik antar anggota organisasi SH. Hasil yang didapatkan dilapangan konflik bukannya mereda malah menjadikan konflik semakin menyebar bahkan semakin membesar. Kekuatan yang dihasilkan konflik memang sangat kuat dikarenakan dalam konflik antar anggota SH sangat didukang dengan jumlah msasa yang begitu banyak, jumlah massa yang begitu besar mempengaruhi bentuk konflik itu sendiri. Dalam teori Lewis A Coser konflik sebagai sebuah indeks stabilitas hubungan. Dalam hal ini konflik dianggap sebagai sesuatu yang dapat dilihatsebagai ukuran stabilitas hubungan dalam suatu kelompok. Ketidak hadiran konflik dalam sebuah hubungan tidak dapat menunjukkan stabilitas. Konflik tidak menekankan bahwa kehadiran konflik menunjukkan dasar stabilitas, tetapi kehadiran perasaan yang bertentangan dalam sebuah hubungan akan dinyatakan dalam konflik bila keadaan kelompok stabil. 4. Permusuhan Dalam Hubungan-Hubungan Sosial Yang Intim Menurut Coser terdapat kemungkinan seseorang terlibat dalam konflik realistis tanpa permusuhan dan agresif. Akan tetapi bila konflik berkembang dalam hubungan sosial yang intim, maka pemisahan (antara konflik realistis dan non realitis)
23
Semakin dekat hubungan semakin besar rasa kasih sayang yang sudah tertanam, sehingga semakin besar juga kecendrungan untuk menekan ketimbang mengungkapkan rasa permusuhan. Sedang pada hubunganhubungan sekunder, seperti misalnya dengan rekan bisnis permusuhan semakin bebas diungkapkan. Hal ini tdak selalu bisa terjadi dalam hubungan-hubungan primer dimana keterlibatan total para partisipasipan membuat pengungkapan perasaan yang demikian merupakan bahaya bagi hubungan tersebut Semakin dekat hubungan semakin sulit rasa permusuhan itu diungkapkan tetapi semakin lama perasaan ditekan, maka semakin penting pengungkapannya demi mempertahankan hubungan itu sendiri karena dalam satu hubungan yang intim keseluruhan kepribadian sangat boleh jadi terlibat, maka konflik itu, ketika benar-benar meledak, mungkin sekali akan sangat keras. Pandangan Coser, bila segala sesuatu dianggap sama, konflik antara dua orang yang tidak saling kenal akan kurang tajam. Dalam bagian ini penulis menekankan bahwa konflik dalam pencak silat merupakan konflik yang berwatakkan dendam. Konflik antara organisasi pencak silat merupakan bentuk konflik yang dimotori dari doktrin maupun dogma yang belum terbukti kebenarannya. Dalam konflik pencak silat munculnya rasa dendam sudah tertanam dari beberapa tahun sehingga menyebabkan isu-isu yang tidak jelas bermunculan sehingga timbul konflik yang sangat besar sehingga kelompok membiarkan konflik terus berkembang dengan membiarkan isu-isu lahir tanpa hal yang mendasar. 5. Kondisi-Kondisi yang Mempengaruhi dengan Kelompok Luar dan Struktur Kelompok Coser menjelaskan bahwa konflik dengan kelompok luar akan membantu pemantapan batas-batas struktural. Sebaliknya konflik dengan kelompok dalam juga dapat mempertinggi integrasi di dalam kelompok. Coser (1956:92-93). berpendapat bahwa “tingkat konsensus kelompok sebelum konflik terjadi merupakan hubungan timbal balik paling penting dalam konteks apakah konflik dapat mempertinggi kohesi kelompok. Coser menegaskan bahwa kohesi sosial dalam kelompok mirip sekte itu tergantung pada penerimaan secara total seluruh aspek-aspek kehidupan kelompok. Untuk kelangsungan hidupnya kelompok “mirip-sekte” dengan ikatan tangguh itu bisa tergantung pada musuh-musuh luar.
24
Konflik dengan kelompok-kelompok lain bisa saja mempunyai dasar yang realistis, tetapi konflik ini sering (sebagaimana yang telah kita lihat dengan berbagai hubungan emosional yang intim) berdasar atas isu yang non-realistis. Pola yang dibentuk dalam hubungan internal kelompok SH Terate maupun Winongo memang sangat kuat, pembentukan rasa persaudaraan memang sangat kental hal ini mempengaruhi tingkat integrasi dalam kelompok internal SH, sehingga terbentuklah suatu kesepakatan ketika salah satu anggota kelompok dilukai ataupun terkena masalah semua akan ikut serta dalam perpecahan masalahnya. Konflik merupakan langkah penyatuan kelompok dalam tubuh SH hal in karena dalam konflik menyangkut nama arti sebuah persaudaraan dan nama baik organisasi. Dengan hal inilah konflik dalam tubuh anggota SH akan membantu hubungan struktural dalam internal kelompok sehingga pola hubungan yang dibangun akan sangat kuat. Ada beberapa pandangan Coser terhadap konflik dalam hubungan dengan terjalinnya suatu fungsi dalam masyarakat, atara lain Coser mencoba mengemukakan kondisi-kondisi dimana secara positif konflik mampu mempertahankan struktur sosial. Konflik sebagai proses sosial dapat merupakan mekanisme lewat mana kelompok-kelompok dan batas-batasanya terbentuk dan dipertahankan. Selanjutnya konflik dapat menyatukan para anggota kelompok lewat pengukuhan kembali identitas kelompok. Apakah konflik merupakan sumber kohesi atau perpecahan kelompok tergantung atas asal mula ketegangan, isu tentang konflik, cara bagaimana ketegangan ditangani, dan yang terpenting tipe struktur dimana konflik itu berkembang. Coser juga membedakan konflik realistis dengan non realistis, keseluruhan butir-butir tersebut merupakan faktor-faktor yang menetukan fungsi konflik sebagi suatu proses sosial. Dengan demikian konflik dan konsensus, integrasi dan perpecahan adalah proses fundamental walau dalam porsi dan campuran yang berbeda dari setiap sistem sosial yang dapat dimengerti C. Kerangka Berpikir Solidaritas memang berperan kuatnya hubungan individu antar individu dalam sebuah organisasi kelompok SH Terate dan SH Winongo. Solidaritas sangat berperan dalam hubungan kekerabatan dan kesetiakawanan dalam kelompok yang
25
menjadi dasar tujuananya untuk menjadi sukses sebuah kelompok. tetapi kita seharusnya melihat bahwa solidaritas ini sangat berperan baik bagi masyarakat atau malah menjadikan bentuk negatif didalam masyarakat. Tidak sampai disitu solidaritas juga mengutamakan hal-hal yang berfanmaat untuk satu golongan dan golongan lainya. Apabila solidaritas ini lahir hanya untuk mengutamakan kekuatan kelompok makan yang terjadi akan menciptkan kecemburuaan sosial dimasyarakat dan meledak menjadi konflik antar kelompok maupun golongan. Konflik memang tindakan yang tak bisa dihindarkan dari kehidupan masyarakat tetapi didalam masyarakat terdapat nilai dan norma yang harus dipatuhi. Muncul berbagai pertanyaan dalam masyarakat jika terdapat nilai dan norma mengapa masih tetap ada konflik. Pada tahapan ini penulis coba memberikan gambaran bagaimana bentuk konflik pada kasus pertikaian dalam dunia pencak silat. Konflik selalu ada hubungan sebab dan akibat Peneliti mencoba mencari karakteristik dan hubungan solidaritas kelompok ketika konflik. Organisasi SH dulunya merupakan satu organisasi yang tujuannya sebagai alat mengolah raga dan bela negara seiring berjalannya waktu pimpinan SH meninggal organisasi SH pun pecah menjadi dua yaitu SH Terate dan SH Winongo, perpecahan kedua organisasi mengakibatkan kedua organisasi saling melebarkan sayap untuk mendapatkan anggota. Kedua organisasi berlomba-lomba untuk mendapatkan anggota sehingga terjadi kecemburuan sosial diantar kedua organisasi. Kecemburan sosial ini mengakibatkan timbulnya fitnah, gengsi dan pengeklaiman tentang ajaran yang asli, hal ini memicu timbulnya konflik dalam anggota kedua organisasi akibatnya konflik terjadi terus menerus hingga saat ini. Konflik yang dilakukan oleh kedua organisasi sangat bervariasi karena konflik sering dilakukan sehingga masyarakat sangat hafal setiap detik-detik menjelang konflik. Organisasi SH Terate dan SH Winongo merupakan organisasi yang baik kedua organisasi menanamkan jiwa persaudaraan, kuatnya jiwa persaudaraan ini sangat memepengaruhi ketika konflik dikarenakan konflik bukan terjadi individu tetapi dengan jumlah masa yang sangat besar.
26
Gamabar 1.2 Solidaritas Kelompok
Solidaritas Internal Organisasi SH Terate dan SH Winongo Solidaritas Organik dan Mekanik
Dampak Solidaritas
Fungsi Positif Konflik
Fungsi Negatif Konflik
Konflik positif dapat memeperkuat struktur masyarakat
Dampak Negatif Memperlemah kerangka struktur masyarakat
27