KAJIAN PERIKANAN TRAWL DEMERSAL : EVALUASI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD)
RONNY IRAWAN WAHJU
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi “Kajian Perikanan Trawl Demersal: Evaluasi Tiga Jenis Bycatch Reduction Device (BRD)” adalah karya saya dengan arahan dari Komisi Pembimbing dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain, telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir disertasi ini.
Bogor, Januari 2012 Ronny Irawan Wahju NRP.C561050031
ABSTRACT RONNY IRAWAN WAHJU. Assessment of Demersal Trawl Fisheries: Evaluation of Three Type of Bycatch Reduction Device. Under supervision of M. FEDI ALFIADI SONDITA, JOHN HALUAN and SUGENG HARI WISUDO In recent years, global concern over the impacts of fishing activity on non-target species termed as “by-catch” has been increasing. Most of conventional shrimp trawls are poorly selective so they retain large quantities of bycatch (Saila 1983). The main objective of this research is to determine the type of bycatch reduction device which is appropriate for demersal trawl in Indonesia. This was achieved by three following objectives : 1) to compare the effectiveness three BRDs in reducing the bycatch from the industrial trawl fisheries, 2) to observe the process escapement of fish from three types of bycatch reduction device, and 3) to analyze characteristic of the bycatch from small scale demersal trawl fisheries. There were three types of BRDs tested for this study, i.e. the TED super shooter BRD, the square mesh window BRD, and the fish eye BRD. The TED super shooter BRD reduced reduced the compressed fish down to 4,98% and the anguilliform fish down to 0,47%, the square mesh window reduced the compressed fish down to 6,23% and the fish eye reduced the compressed fish down to 10,23% and the anguilliform fish down to 4,62%. Observation in the flume tank revealed that the BRD super shooter reduce compressed fish up to 30% and depressed fish 30%. The square mesh window reduced the compressed fish up to 50% and depressed fish 50%. While the fish eye BRD reduce compressed fish 30% and depressed fish 50%. The bycatch and target catch from 30 fishing trip in Blanakan in July 2007 were 52,92 kg and 354,88 kg (ratio of 1:6) and in December 2007 were 192 kg and 788 kg (ratio of 1:4). The bycatch and target catch from 30 fishing trip in Eretan Kulon in July 2007 were 101,38 kg and 273,43 kg (ratio of 1:3) and in December were 194,2 kg and 692 kg (ratio of 1:4). The bycath from Blanakan was dominated by compressed fish such as Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae and Mullidae, depressed fish from Platychepalidae. The composition of the bycatch from Eretan Kulon were dominated by compressed fish such as Sciaenidae, Leiognathidae, Nemipteridae and Mullidae, fusiform fish from Synodontidae. Since the bycatch was dominated by compressed fish, then bycatch reduction device fish eye and square mesh window are recommended to be used in Indonesian trawl fisheries. Keywords : demersal trawl, bycatch reduction device, development of BRD
RINGKASAN RONNY IRAWAN WAHJU. Kajian Perikanan Trawl Demersal: Evaluasi Tiga Jenis Bycatch Reduction Device (BRD). Dibimbing oleh M. FEDI ALFIADI SONDITA, JOHN HALUAN dan SUGENG HARI WISUDO. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan trawl demersal seperti spesies ikan atau hewn air lainnya menjadi masalah besar ketika bycatch yang dikembalikan kelaut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk hidup. Pada perikanan trawl demersal masalah ini muncul karena alat tangkap trawl tidak selektif dalam menangkap ikan dan bycatch yang tertangkap umumnya berukuran kecil atau masih dalam tingkat pertumbuhan juvenil. Trawl umumnya mempunyai selektivitas yang rendah karena ukuran mata jaring pada bagian kantong (codend) biasanya kecil menyebabkan ikan yang berukuran kecil ikut tertangkap. Untuk itu perlu dilakukan upaya untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan sehingga keberlanjutan dari sumberdaya ikan demersal dapat terus terjaga. Hal ini sejalan dengan yang telah dicanangkan oleh FAO (1995) dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries menyebutkan “state(s) and users of aquatic ecosystems should minimize waste, catch of nontarget species, both fish and non-fish species, and impacts on associated or dependent species”. Salah satu upaya yang dilakukan untuk merespon yang telah dicanangkan dalam FAO (1995), yaitu dengan meningkatkan selektivitas alat tangkap trawl dasar untuk mengurangi masalah hasil tangkap sampingan (bycatch) khususnya perikanan trawl udang (Brewer et al., 1998, Broadhurst dan Kennelly, 1996). Peningkatan selektivitas trawl udang telah banyak diterapkan di beberapa negara didunia diantaranya dengan melakukan pengembangan modifikasi alat tangkap trawl melalui perbaikan peningkatan selektivitas sehingga dapat mengurangi hasil tangkap sampingan yang dibuang kelaut. Peningkatan selektivitas alat tangkap trawl udang dapat dilakukan dengan cara : 1) modifikasi dari bentuk mata jaring (mesh shape) dari bentuk diamond menjadi square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memasang Bycatch Excluder Device (BED) atau Bycatch Reduction Device (BRD) dengan memanfaatkan tingkah laku ikan untuk meloloskan ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan (Broadhurst, 2000). Tujuan umum dari penelitian ini adalah : Menentukan jenis bycatch reduction device yang tepat untuk perikanan trawl demersal di Indonesia. Sementara tujuan khusus: 1) Menganalisis keefektifan 3 jenis bycatch reduction device (BRD) dalam mengurangi bycatch, 2) Menganalisis proses pelolosan ikan bycatch dari 3 jenis bycatch reduction device (BRD), 3) Menganalisis karakteristik bycatch perikanan trawl skala kecil. Penelitian ini dilaksanakan tiga tahap dimana Tahap pertama penelitian dilakukan di laut Arafura bertujuan untuk : 1) Mengumpulkan data komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD maupun tanpa BRD; 2) Mengumpulkan data komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD maupun tanpa BRD; 3) Mengevaluasi tiga jenis BRD berdasarkan morfologi ikan bycatch yang tertangkap.
Uji coba penangkapan (experimental fishing) dilakukan dengan eksperimen secara langsung dengan menggunakan kapal pukat udang komersial untuk menguji tiga tipe jenis BRD (bycatch reduction device) super shooter, square mesh window dan fish eye. Tahap kedua dilakukan di flume tank dengan menggunakan model codend yang dilengkapi dengan tiga jenis BRD dengan tujuan untuk : 1) Mendeskripsikan proses pelolosan ikan pada tiga jenis BRD yaitu TED super shooter, square mesh window dan fish eye, 2) Mengkuantifikasi pelolosan ikan dari tiga jenis BRD yang berbeda yaitu TED super shooter, square mesh window dan fish eye.Tahap ketiga dilaksanakan di dua lokasi yaitu pantai utara Jawa Barat (perairan Blanakan di Kabupaten Subang dan perairan Eretan Kulon di Kabupaten Indramayu). Tujuan dari penelitian ini adalah : 1) Mengestimasi komposisi hasil tangkapan jaring arad di dua lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu yang berbeda (yaitu Juli dan Desember 2007), 2) Membandingkan morfologi jenis ikan yang tertangkap jaring arad di dua lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu yang berbeda (yaitu Juli dan Desember 2007). Hasil uji coba penangkapan dari tiga jenis BRD menunjukkan bahwa Jumlah spesies yang telah diidentifikasi selama uji coba penangkapan diperoleh TED super shooter 23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Square mesh window terdiri dari 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Bycatch reduction device tipe TED super shooter terjadi penambahan sebesar 15,44 kg per towing, fish eye mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) per towing sebesar 51,44 kg dan square mesh panel sebesar 25,69 kg. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter terdiri dari compressed 50%, depressed 14%, anguilliform 8%, fusiform 4% dan mixed 24,71%. Jenis square mesh window terdiri dari compressed 31%, depressed 6%, anguilliform 5%, fusiform 1% dan mixed 58%. Sedangkan fish eye terdiri dari compressed 73%, depressed 18%, fusiform 3%, anguilliform 1% dan mixed 5%. Persentase morfologi ikan yang diloloskan, TED super shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (4,98%) dan anguilliform (0,47%), square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk compressed (6,23%) dan fish eye mengurangi ikan yang berbentuk compressed (10,23%) dan anguilliform (4,62%). Hasil pengamatan di flume tank menunjukkan bahwa rata-rata persentase pelolosan square mesh window sebesar 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super shooter 30%. Berdasarkan morfologi BRD jenis square mesh window dan fish eye dapat digunakan untuk meloloskan ikan yang berbentuk compressed. Hasil tangkapan utama jaring arad di Blanakan pada bulan Juli didominasi udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) yaitu sebesar 44,20 kg (10,84%). Pada bulan Desember udang jerbung (Penaeus merguiensis), sebesar 92,0 kg (9,39%). Komposisi bycatch bulan Juli 2007, spesies didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) dengan berat sebesar 71,0 kg atau 17,41% dari hasil tangkapan total yang didaratkan. Rasio berat hasil tangkapan utama dengan bycatch pada bulan Juli 2007 adalah 52,92 kg : 354,88 kg (1 : 6). Bycatch bulan Desember 2007 didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 113,20 kg (11,55). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan bycatch pada bulan Desember adalah 192 kg : 788,20 kg (1 : 4). Hasil tangkapan utama jaring arad di Eretan Kulon pada bulan Juli 2007 didominasi oleh udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), yaitu sebesar 57,40 kg (15,31%). Pada bulan Desember hasil tangkapan utama terdiri atas
udang kipas (Penaeus squamosus) sebesar 68,00 kg (7,67%). Bycatch bulan Juli 2007, didominasi oleh bloso (Saurida tumbil) sebesar 39,10 kg (10,43%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada bulan Juli adalah 101,38 kg : 273,43 kg (1 : 3). Pada bulan Desember bycatch didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 122,00 kg (13,77%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada bulan Desember adalah 194,2 kg : 692 kg (1 : 4). Bycatch untuk di Blanakan pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang berbentuk compressed 57,15%, fusiform 22,82%, depressed 14,11% dan mixed 5,92%. Sedangkan pada bulan Desember terdiri dari compressed 52,02%, depressed 21,62%, fusiform 18,34% dan mixed 8,02%. Bycatch untuk di Eretan Kulon pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang berbentuk compressed 59,5%, fusiform 17,57%, depressed 14,23% dan mixed 8,74%. Bulan Desember terdiri dari compressed 53,85%, fusiform 20,95%, depressed 16,32%, dan mixed 8,88%. Alternatif pengelolaan untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan 1) melakukan input kontrol yaitu pengaturan daerah penangkapan ikan untuk perikanan demersal trawl skala kecil; 2) hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan demersal trawl skala industri dapat dilakukan dengan mengolah ikan hasil tangkapan sampingan di atas kapal untuk menjadi bahan baku produk olahan; 3) untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch reduction device. Bycatch reduction device (BRD) yang sesuai untuk perikanan demersal trawl di Indonesia yaitu tipe mata ikan (fish eye) dan jendela empat persegi (square mesh window). Perlu dibangun program monitoring dalam pengelolaan perikanan demersal trawl terutama dibentuknya pembagian area penangkapan (sub region), identifikasi spesies yang menjadi prioritas, karakterisasi hasil tangkapan sampingan serta diperlukannya observer untuk perikanan demersal trawl skala industri. Kata kunci : demersal trawl, bycatch reduction device, evaluasi BRD
@ Hak cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. 2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya Tulis dalam bentuk apapun tanpa ijin IPB.
KAJIAN PERIKANAN TRAWL DEMERSAL : EVALUASI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD)
RONNY IRAWAN WAHJU
Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Program Studi Teknologi Kelautan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2012
Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup : 1. Prof.Dr.Ir. Mulyono S Baskoro, M.Sc Guru Besar Departemen PSP-FPIK,IPB 2. Dr.Ir. Budhi Hascaryo Iskandar, M.Si Staf Pengajar Departemen PSP-FPIK,IPB Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Terbuka : 1. Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc Staf Pengajar Departemen PSP-FPIK,IPB 2. Dr.Ir. Suharyanto, M.Si Direktur Sekolah Pascasarjana Sekolah Tinggi Perikanan,STP Jakarta.
Judul Disertasi : Kajian Perikanan Trawl Demersal : Evaluasi Tiga Jenis Bycatch Reduction Device (BRD) Nama
: Ronny Irawan Wahju
NIM
: C 561050031
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Ketua
Prof. Dr. Ir. John Haluan M.Sc Anggota
Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si Anggota
Diketahui,
Program Studi Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr
Tanggal Ujian : 20 Januari 2012
Tanggal Lulus :
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt karena dengan berkat dan rahmatnya sehingga penulisan disertasi ini dapat diselesaikan dengan baik. Disertasi yang berjudul :”Kajian Perikanan Trawl Demersal: Evaluasi Tiga Jenis Bycatch Reduction Device (BRD)” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan IPB Bogor. Disertasi ini merupakan hasil penelitian yang penulis lakukan berdasarkan penelaahan lapangan yang berlangsung sejak tahun 2007. Penulisan disertasi ini dapat diselesaikan atas berkat bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinggi nya kepada Dr.Ir. M Fedi A. Sondita, M.Sc, Dr.Ir.Sugeng Hari Wisudo, M.Sc. dan Prof.Dr.Ir. John Haluan M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah mengarahkan dan membantu penyelesaian disertasi ini. Selain itu kepada Prof.Dr.Ir. Mulyono S. Baskoro sebagai Ketua Program Studi Teknologi Kelautan, Prof.Dr.Ir Ari Purbayanto, M.Sc, Dr.Ir. Nimmi Zulbainarni M.Si yang telah memberikan banyak masukan serta Dr.Ir. Mustarudin, Adi Susanto S.Pi, M.Si, Fis Purwangka S.Pi,M.Si dan Suparman Sasmita S.Pi,M.Si dalam perbaikan penulisan disertasi. Penulis sampaikan juga ucapan terima kasih kepada FAORome, Balai Pengembangan Penangkapan Ikan, Kementerian Kelautan dan Perikanan di Semarang dan PT Sinar Abadi Cemerlang yang telah memfasilitasi sehingga kegiatan penelitian ini dapat terlaksana. Demikian pula kepada semua pihak yang telah membantu dalam pemikiran dan tenaga sehingga dapat diselesaikannya penulisan disertasi ini. Disadari sepenuhnya bahawa sebagai suatu hasil proses belajar, uraian dalam disertasi ini tidak lepas dari keterbatasan dan kekurangan. Namun demikian penulis berharap semoga isi disertasi ini dapat bermanfaat dalam penggunaan bycatch reduction device khususnya trawl demersal di Indonesia.
Bogor, Januari 2012
Ronny Irawan Wahju
RIWAYAT HIDUP Penulis adalah anak ketiga dari empat bersaudara, dilahirkan di Bogor pada tanggal 6 September 1961 dari pasangan Bapak Prof.Dr. Juju Wahju M.Sc (Alm) dan Ibu Kuraesin Genar. Pendidikan penulis diawali pada tahun 1968 masuk di Sekolah Dasar Latihan Negeri III Bogor kemudian melanjutkan sekolah di SMP Negeri II Bogor pada tahun 1974 dan tahun 1980 menamatkan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 2 Bogor. Pada tahun 1981 penulis menempuh pendidikan (S1) di Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor (Sekarang bernama Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan), Jurusan Eksploitasi Sumberdaya Perikanan dan tamat pada tahun 1986. Pada tahun 1987 sampai sekarang bekerja sebagai dosen di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Selama tahun 1991-1993 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi Master of Philosophy (S2) di University of Newcastle Upon Tyne England. Selanjutnya sejak Oktober tahun 2005 penulis terdaftar pada program Doktor (S3) di Sekolah Pascasarjana IPB Bogor, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Program Studi Teknologi Kelautan. Publikasi yang berkaitan dengan disertasi ini yaitu Daya pengurangan hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari tiga tipe bycatch reduction device (BRD): percobaan trawl di Laut Arafura yang diterbitkan pada Buletin PSP volume XVII no: 1 April, 2008. Serta Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan trawl demersal skala kecil di perairan Utara Jawa Barat yang diterbitkan pada Buletin PSP (Jurnal Ilmiah Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap) volume XVII no 3, Desember 2008.
i
DAFTAR ISI halaman DAFTAR ISI ............................................................................................................ i DAFTAR TABEL ................................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ vii DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... ix DAFTAR ISTILAH ............................................................................................... xi 1
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang .......................................................................................... 1 1.2 Perumusan Masalah .................................................................................. 3 1.3 Tujuan Umum Penelitian .......................................................................... 6 1.4 Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................ 7 1.5 Manfaat Penelitian .................................................................................... 8 1.6 Hipotesis Penelitian .................................................................................. 8 1.7 Kerangka Penelitian .................................................................................. 9
2
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 13 2.1 Perikanan yang Berkelanjutan (sustainable fisheries)............................ 13 2.2 Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch management) ........ 14 2.3 Perikanan Tangkap Skala Kecil .............................................................. 15 2.4 Deskripsi Alat Tangkap Jaring Arad ...................................................... 16 2.5 Hasil Tangkapan Jaring Arad ................................................................. 18 2.5.1 Hasil tangkapan utama.................................................................18 2.5.2 Hasil tangkapan sampingan .........................................................19 2.6 Selektivitas Alat Penangkapan Ikan ....................................................... 19 2.6.1 Pengaturan selektivitas alat penangkapan ikan............................20 2.6.2 Selektivitas alat penangkapan ikan berdasarkan panjang dan girth ikan......................................................................................22 2.6.3 Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan tingkah laku ikan................22 2.6.4 Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan ukuran ikan ........................23 2.6.5 Tingkah laku ikan di dalam kantong (codend) ............................24 2.7 Penelitian yang Telah Dilakukan Mengenai Bycatch Reduction Device 24
3
METODOLOGI UMUM ............................................................................... 29 3.1 Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................................. 29 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ...................................................................... 30 3.3 Analisis Data........................................................................................... 31
4
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN............................................ 33 4.1 Kabupaten Subang .................................................................................. 33 4.1.1 Karakteristik Fisik Perairan Subang ............................................33 4.1.2 Keadaan umum perikanan tangkap di PPI Blanakan...................34 4.2 Keadaan Umum Kabupaten Indramayu.................................................. 39 4.2.1 Karakteristik fisik perairan Indramayu ........................................39 4.2.2 Keadaan umun perikanan laut Kabupaten Indramayu .................40
ii
4.3 Keadaan Umum Perikanan Laut Arafura ................................................46 4.3.1 Potensi perikanan laut di Arafura................................................46 4.4 Armada trawl di Arafura .........................................................................47 4.4.1 Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) trawl demersal di Laut Arafura .................................49 5
DAYA PENGURANGAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BYCATCH) DARI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD) : PERCOBAAN TRAWL DI LAUT ARAFURA............................................51 5.1 Pendahuluan ............................................................................................51 5.2 Tujuan dari penelitian .............................................................................53 5.3 Metode Penelitian....................................................................................53 5.3.1 Waktu dan tempat penelitian.......................................................53 5.3.2 Metode pengambilan data ...........................................................53 5.3.3 Analisis data ................................................................................55 5.4 Hasil .....................................................................................................61 5.4.1 Komposisi hasil tangkapan .........................................................61 5.4.2 Keefektifan ketiga jenis BRD dalam mengurangi bycatch berdasarkan morfologi ................................................................70 5.5 Pembahasan.............................................................................................73 5.5.1 Keragaan teknis BRD selama uji coba penangkapan ..................73 5.5.2 Perbandingan Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD ...............................................................74 5.5.3 Efektivitas BRD dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan ...................................................................................77 5.5.4 Pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi ikan .............................................................................81 5.6 Kesimpulan .............................................................................................84
6
PROSES PELOLOSAN IKAN MELALUI BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD): PERCOBAAN LABORATORIUM ..................................85 6.1 Pendahuluan ............................................................................................85 6.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................85 6.3 Metode Penelitian....................................................................................86 6.3.1 Waktu dan tempat penelitian.......................................................87 6.3.2 Metode pengumpulan data ..........................................................87 6.3.3 Analisis data ................................................................................89 6.4 Hasil .....................................................................................................89 6.4.1 Persentase pelolosan ikan melalui BRD .....................................89 6.4.2 Proses pelolosan ikan melalui BRD ............................................90 6.5 Pembahasan.............................................................................................93 6.6 Kesimpulan .............................................................................................94
7
MORFOLOGI HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) DI PERAIRAN UTARA JAWA BARAT .........................97 7.1 Pendahuluan ............................................................................................97 7.2 Tujuan Penelitian ....................................................................................99 7.3 Metode Penelitian....................................................................................99 7.3.1 Waktu dan tempat .......................................................................99 7.3.2 Metode pengumpulan data ........................................................100
iii
7.3.3 7.4 Hasil 7.4.1 7.4.2 7.4.3 7.4.4
Analisis data...............................................................................101 ................................................................................................... 106 Hasil tangkapan jaring arad di Blanakan Kabupaten Subang....106 Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember.....106 Komposisi hasil tangkapan sampingan......................................107 Hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu ..................................................................................108 7.4.5 Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon ..........................................................................109 7.4.6 Morfologi hasil tangkapan sampingan.......................................111 7.5 Pembahasan .......................................................................................... 114 7.5.1 Komposisi hasil tangkapan ........................................................115 7.5.2 Komposisi morfologi hasil tangkapan sampingan.....................117 7.6 Kesimpulan ........................................................................................... 119 8
PEMBAHASAN UMUM ............................................................................ 121 8.1 Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch) Trawl Demersal ..................... 121 8.1.1 Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri ........121 8.1.2 Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala kecil ............122 8.2 Pengelolaan Perikanan Trawl Demersal dalam Mengurangi Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch) ......................................................... 124 8.2.1 Peraturan yang berkaitan dengan jalur penangkapan ikan ........128 8.2.2 Moratorium Laut Arafura ..........................................................128 8.2.3 Pelaporan hasil tangkapan kapal ikan ........................................129 8.3 Alternatif Pengelolaan .......................................................................... 130 8.3.1 Closing area (penutupan wilayah penangkapan) ......................130 8.3.2 Pemanfaatan hasil tangkapan sampingan (bycatch) ..................132 8.3.3 Perbaikan teknologi penangkapan ikan .....................................134 8.3.4 Program monitoring dalam pengelolaan perikanan trawl..........137 8.4 Kesimpulan ........................................................................................... 138
9
KESIMPULAN UMUM DAN SARAN...................................................... 139 9.1 Kesimpulan ........................................................................................... 139 9.2 Saran ................................................................................................... 140
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 141
v
DAFTAR TABEL halaman 1. Daftar penelitian yang pernah dilakukan dengan bycatch reduction device pada trawl demersal ..............................................................................25 2. Perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan tahun 2004 sampai 2008 .........36 3. Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Tahun 2004 – 2008 ......37 4. Data Produksi dan nilai produksi per jenis ikan satu tahun terakhir (Juni 2006-Juli 2007) ................................................................................................38 5. Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2003-2009 ........................................................................................................41 6. Jumlah alat tangkap di Eretan Kulon tahun 2003 – 2009 ................................42 7. Data statistik perikanan tangkap per jenis ikan yang ditangkap di perairan Indramayu tahun 2006 .......................................................................42 8. Nama dan lokasi PP/PPI di Kabupaten Indramayu..........................................44 9. Fasilitas yang tersedia di PPI Eretan Kulon.....................................................45 10. Spesifikasi kapal dan ukuran head rope dan ground rope trawl demersal yang beroperasi di Laut Arafura. .....................................................................48 11. Rancangan percobaan uji coba penangkapan di laut dari 3 jenis BRD............55 12. Spesifikasi umum KM Laut Arafura................................................................57 13. Spesifikasi trawl yang digunakan pada uji coba penangkapan di laut .............57 14. Dimensi flume tank yang digunakan dalam pengamatan .................................86 15. Kesamaan ikan uji dan ikan bycatch ................................................................87 16. Rancangan percobaan untuk pengamatan di flume tank ..................................88 17. Tingkat pelolosan rata-rata ikan uji pada setiap jenisBRD ..............................90 18. Pengelompokan jenis ikan berdasarkan morfologi ........................................102 19. Morfologi hasil tangkapan sampingan ...........................................................112
vii
DAFTAR GAMBAR halaman 1. Diagram alir rumusan masalah penelitian..........................................................6 2. Bagan alir kajian perikanan trawl demersal: evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD). ..................................................................................12 3. Alat penangkapan ikan jaring arad...................................................................18 4. Daerah penangkapan pukat udang di Laut Arafura..........................................47 5. Perkembangan alat tangkap trawl di Arafura tahun 2005-2009.......................48 6. Peta lokasi penelitian BRD di Arafura.............................................................54 7. Desain dan konstruksi dari TED super shooter dan posisi penempatannya di dalam codend. ....................................................................58 8. Desain dan konstruksi dari square mesh window dan posisi penempatannya di dalam codend. ....................................................................59 9. Desain dan konstruksi dari fish eye dan posisi penempatannya di dalam codend. .............................................................................................................60 10. Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD super shooter ...........................62 11. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter .........................63 12. Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl TED super shooter .............................64 13. Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD square mesh window................65 14. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD square mesh window ............66 15. Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dan trawl square mesh window .................................67 16. Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD fish eye .....................................69 17. Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD fish eye ..................................69 18. Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl BRD fish eye ........................................70 19. Persentase bycatch antara trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD menurut morfologi ikan hasil tangkapan.........................................................72 20. Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih kecil dari jarak kisi pada TED super shooter ...........................................................................................91 21. Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih besar dari jarak kisi pada TED super shooter. ..........................................................................................91 22. Proses pelolosan ikan pada square mesh window. ...........................................92 23. Proses pelolosan ikan pada fish eye. ................................................................93 24. Peta lokasi penelitian di Blanakan Kabupaten Subang ....................................99
viii
25. Peta lokasi penelitian di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu......................100 26. Contoh pengukuran panjang total (total length, TL), panjang cagak (forklength, FL) dan panjang baku (standard length, SL) (Sparre dan Venema, 1999) ..............................................................................................103 27. Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan selama bulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad.............107 28. Komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampinganselama bulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad............108 29. Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan selama Bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad......110 30. Perbedaan berat hasil tangkapan utama dan sampingan selama bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad. .............111 31. Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di Blanakan. .......................................................................................................113 32. Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon..................................................................................................114
ix
DAFTAR LAMPIRAN
halaman 1. Desain trawl yang digunakan dalam penelitian .............................................156 2. Ketiga jenis BRD yang dipasang pada bagian kantong .................................157 3. Hasil tangkapan trawl selama penelitian........................................................158 4. Hasil tangkapan utama ...................................................................................159 5. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super shooter di perairan Arafura dengan KM Laut Arafura...........................................................................................160 6. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan square mesh window di perairan Arafura dengan KM Laut Arafura...........................................................................................161 7. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan fish eye di perairan Arafura dengan KM Laut Arafura ...........................................................................................................162 8. Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super shooter di perairan Arafura dengan KM laut Arafura....................................163 9. Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan square mesh window ...........................................................................................................163 10. Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan fish eye ...........163 11. Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi TED Super Shooter .........................164 12. Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi fish eye .............................................165 13. Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi square mesh window .......................166 14. Posisi setting dan hauling selama penelitian..................................................167 15. Desain dan spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon .......................................169 16. Desain dan spesifikasi jaring arad di Blanakan..............................................170 17. Spesifikasi jaring arad di Blanakan................................................................171 18. Spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon .........................................................173 19. Unit Penangkapan Jaring Arad.......................................................................175 20. Jaring arad di perahu ......................................................................................176 21. Penyortiran hasil tangkapan jaring arad .........................................................177 22. Pengukuran ikan hasil tangkapan sampingan jaring arad ..............................178
x
23. Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Blanakan .....................................179 24. Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon ...............................181 25. Uji Kenormalan dan ANOVA untuk perbedaan waktu dan lokasi OneSample Kolmogorov-Smirnov Test...............................................................183
xi
DAFTAR ISTILAH Bycatch
: merupakan hasil tangkapan sampingan merupakan bagian dari hasil tangkapan yang bukan merupakan tujuan utama penangkapan. Bycatch meliputi seluruh hewan
yang
bukan
menjadi
tujuan
utama
penangkapan dan juga yang non hewan. Bycatch reduction device : suatu alat yang dipasang pada bagian kantong (codend) dari trawl digunakan untuk mengurangi ikan hasil tangkapan sampingan, hewan kecil lainnya termasuk sampah. Codend
: merupakan bagian ujung dari alat tangkap trawl yang mana ikan hasil tangkapan terkumpul dibagian tersebut.
CCRF
: Code of conduct for responsible fisheries Tata laksana untuk perikanan yang bertanggung jawab.
Demersal trawl
: trawl yang dioperasikan di dasar perairan.
Discarded catch
: merupakan komponen dari hasil tangkapan sampingan dikembalikan ke laut.
Endangered species
: spesies hewan yang termasuk langka
Fish eye
: suatu BRD yang dibuat dari bingkai besi atau aluminium
yang
berbentuk
ellips
untuk
ikan
meloloskan diri Over fishing
: Tangkap lebih dimana jumlah upaya penangkapan yang melebihi upaya maksimum.
Responsible fishing
: merupakan
kegiatan
penangkapan
ikan
yang
berkelanjutan selain itu juga menyediakan konsumen dengan kualitas yang baik dan memenuhi standar kualitas makanan
yang sesuai dengan standar
keselamatan makanan.
xii
Square mesh window
: jaring dengan bentuk empat persegi yang dipasang pada bagian atas kantong untuk meloloskan ikan.
Sustainable fisheries
: kegiatan
perikanan
merupakan
kegiatan
menyebabkan produktifitas
ikan
perikanan
perubahan ekonomi,
yang
dalam
berkelanjutan yang
tidak
biologi
atau
keanekaragaman
hayati
struktur ekosistem untuk generasi yang akan datang. Target spesies
: adalah
spesies
yang
menjadi
tujuan
utama
penangkapan dan bernilai ekonomi. Turtle Excluder Device
: merupakan alat yang dipasang pada bagian kantong (codend) dari trawl ditujukan untuk meloloskan hasil tangkap sampingan khususnya penyu dan hewan berukuran besar lainnya.
1
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang Hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi masalah ketika bycatch
yang dikembalikan ke laut (discarded) tidak semuanya dalam keadaan hidup atau berpeluang baik untuk hidup. Pada perikanan trawl masalah ini muncul karena alat tangkap trawl tidak selektif dalam menangkap ikan dan bycatch umumnya berukuran kecil atau masih dalam tingkat pertumbuhan juvenil. Proses pengembalian bycatch ke laut telah menarik perhatian dunia (Saila, 1983; Andrew dan Pepperell, 1992; Alverson et al. 1994; Purbayanto et al. 2004, Kelleher, 2005). Beberapa dampak akibat, baik secara langsung maupun tidak langsung, pengembalian bycatch, diantaranya (Saila, 1983; Gulland dan Rothschild, 1984; Erzini et al. 2002): (1) kerugian akibat hilangnya makanan potensial yang baik; (2) berdampak buruk terhadap lingkungan dasar perairan dan (3) mengurangi populasi ikan target dan ikan bukan target. Trawl demersal merupakan alat tangkap yang umum digunakan skala perikanan industri tetapi juga oleh nelayan-nelayan kecil. Jumlah bycatch yang discards ditaksir sekitar 332.186 ton/tahun (Purbayanto et al. 2004), umumnya adalah juvenil ikan karena mata jaring pada bagian kantong (codend) berukuran kecil (1 ¾ inci). Masalah pengurangan bycatch dan discards perlu ditangani untuk menjaga keberlanjutan sumberdaya ikan demersal, sebagaimana dicanangkan oleh FAO (1995) dalam Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF). Pengurangan bycatch dan discards di atas dapat dilakukan dengan cara memperbaiki atau meningkatkan selektifitas trawl dasar (Brewer et al. 1998, Broadhurst dan Kennelly, 1996). Peningkatan selektifitas trawl udang telah banyak diterapkan dibeberapa negara, diantaranya dengan memodifikasi alat tangkap trawl : 1) mengganti bahan jaring bermata diamond dengan bahan jaring bermata square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memasang bycatch excluder device (BED) atau bycatch reduction device (BRD) yang dirancang dengan memperhatikan morfologi, morfometrik dan tingkah laku ikan untuk
2
meloloskan ikan yang bukan menjadi target atau tujuan penangkapan (Broadhurst, 2000). Penggunaan BED telah diterapkan setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 85 tahun 1982 dimana setiap trawl diharuskan menggunakan BED. Perikanan trawl demersal skala kecil belum diharuskan menggunaan BED, dikarenakan belum ada peraturan dari pemerintah. Jenis BRD yang digunakan untuk skala industri adalah Turtle Excluder Device (TED) super shooter, namun banyak mengalami kendala dalam pengoperasiannya karena mengurangi hasil tangkapan udang akibat dari adanya penyumbatan pada kisi. Bycatch reduction device yang digunakan dalam industri perikanan trawl demersal belum tentu dapat digunakan pada perikanan trawl demersal skala kecil. Beberapa kondisi yang harus diperhatikan dalam menentukan BRD yang tepat untuk trawl demersal skala kecil seperti : daerah penangkapan ikan, musim penangkapan dan morfologi dari ikan-ikan yang akan diloloskan. Dengan adanya kendala pada penggunaan BRD jenis TED super shooter serta karakteristik bycatch trawl demersal skala kecil yang berbeda untuk setiap wilayah penangkapan. Penggunaan bycatch reduction device pada trawl demersal dapat mengurangi hasil tangkapan sampingan yang umumnya berukuran kecil. Untuk itu maka kajian alternatif BRD yang sesuai untuk digunakan pada perikanan trawl demersal perlu dilakukan. Disertasi menyajikan hasil penelitian tentang evaluasi tiga jenis BRD melalui penerapan teknologi alat pemisah ikan yang tepat untuk perairan laut di Indonesia. Penelitian ini mencakup analisis uji coba BRD, yakni: TED super shooter, jendela empat persegi/square mesh window, dan mata ikan/fish eye dilakukan di perairan Arafura. Pengamatan proses pelolosan ikan dari ketiga jenis BRD dilakukan pada laboratorium dengan menggunakan flume tank. Pengamatan karakteristik morfologi komunitas ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch) diperoleh dari penelitian perikanan jaring arad (mini trawl) di perairan utara Jawa Barat. Hasil evaluasi dari dari ketiga tipe BRD yang dilakukan dilapangan dan di laboratorium selanjutnya dibahas untuk menentukan jenis BRD yang sesuai untuk trawl demersal di Indonesia.
3
1.2
Perumusan Masalah Tertangkapnya hewan hasil tangkapan sampingan (bycatch) serta
pembuangan hasil tangkapan sampingan (discards) oleh kapal-kapal trawl dasar telah menjadi perhatian di dunia. Di berbagai tempat di Indonesia, ikan hasil tangkapan sampingan dan discards tersebut umumnya didominasi oleh ikan berukuran kecil yang umumnya muda. Hal ini menyebabkan bukan hanya stok ikan sasaran (target species) akan mengalami ancaman overfishing, tetapi juga stok ikan-ikan lainnya berikut sejumlah jenis hewan laut yang dilindungi (dalam kategori endangered species). Ada berbagai alasan bycatch terpaksa dikembalikan ke laut (sebagai discards). Armada perikanan komersial biasanya memfokuskan diri pada satu atau beberapa target species, seperti terjadi pada armada perikanan trawl di Arafura (Evans dan Wahju, 1996; Purbayanto dan Riyanto, 2005). Alasan lain adalah
bycatch tidak bernilai ekonomi yang signifikan jika harus diangkut,
didaratkan dan dijual, misalnya karena ukurannya terlalu kecil, tidak ada yang akan membelinya, atau tergolong sebagai barang ilegal karena ada larangan menyimpan, mengangkut atau memperjual-belikan (Alverson et al. 1994; Pascoe, 1997). Selain itu ada juga alasan teknis, seperti terbatasnya ruang penyimpanan ikan karena sudah terisi penuh, baik oleh target species maupun bycatch yang bernilai ekonomi. Pengembalian bycatch ke laut termasuk upaya baik namun manfaat pengembalian jenis hasil tangkapan ini sangat ditentukan oleh kemampuan ikan untuk bertahan hidup (survival rate) segera setelah dibuang ke laut (Chopin dan Arimoto, 1995). Menurut Wassenberg dan Hill (1988) menyatakan bahwa dari 85% dari bycatch krustase yang dibuang ke laut dan hanya sekitar 20% yang dapat bertahan hidup. Rendahnya daya tahan hidup dari discards akan berdampak kepada menurunnya populasi spesies ikan yang menjadi bycatch dan berpotensi besar berdampak terhadap populasi hewan-hewan lain yang terdapat dalam jejaring makanan pada suatu ekosistem laut, mamalia, burung dan ikan lainnya (Hall, 1996; Harrington et al. 2005). Kerugian dari adanya discards yang tidak dapat bertahan hidup adalah ketidak-efisienan operasi penangkapan ikan akibat
4
jumlah tenaga kerja dan waktu yang terpaksa harus dikerahkan untuk menanganinya.
Bycatch dan discards menyebabkan waktu untuk memilih
(sorting) hasil tangkapan menjadi lebih lama. Perikanan trawl di Indonesia menghadapi masalah yang berkaitan dengan karakteristik sumberdaya ikan di kawasan tropika, yaitu keaneka-ragaman hayati yang tinggi, sehingga bycatch tidak dapat dihindarkan dalam setiap penarikan jaring (towing).
Masalah ini merupakan konsekuensi teknis akibat metode
penangkapan ikan yang bersifat menyaring (filtering) untuk mendapatkan udang sebagai sasaran utama. Di satu sisi, nelayan berharap untuk mendapatkan udang sebanyak-banyaknya sehingga codend dibuat dari bahan jaring bermata kecil. Di sisi lain, ikan-ikan yang tidak diinginkan terpaksa ikut tertangkap sehingga menjadi bycatch. Dilema ini merupakan tantangan bagi para ahli penangkapan ikan; salah satu cara untuk mengatasinya adalah dengan memperbaiki selektivitas trawl. Sementara penggunaan trawl telah dilarang dipakai untuk menangkap ikan secara komersial di beberapa tempat (Keppres Nomor 39/1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl dan Keppres Nomor 85/1982 tentang Penggunaan pukat udang), banyak nelayan di tanah air tetap berupaya menangkap udang karena harganya jauh lebih baik dari ikan-ikan biasa pada umumnya.
Pada
perikanan trawl industri yang beroperasi di perairan Kei, Tanimbar, Aru, Papua dan Laut Arafura dengan batas koordinat 130o BT ke arah timur diwajibkan menggunakan alat pemisah ikan.
Alat pemisah ikan ini sama dengan turtle
excluder device (TED) atau bycatch excluder device (BED) yang dipasang di depan codend. Alat pemisah ikan ini bertujuan untuk meloloskan penyu dan hewan berukuran besar lainnya yang bukan tujuan penangkapan (Sumiono dan Sadhotomo, 1985). mengalami
kendala
Namun hingga kini, penggunaan alat pemisah ikan ini teknis
sehingga
banyak
nelayan
enggan
untuk
menggunakannya (Evans dan Wahju, 1996). Terlepas dari adanya pelarangan penggunaannya, di tempat-tempat lain di Indonesia berkembang perikanan trawl yang dilakukan oleh usaha perikanan skala kecil. Perikanan trawl ini memang memiliki sasaran baik udang maupun ikan,
5
Perikanan trawl ini tercatat sebagai kegiatan penangkapan ikan dengan alat tangkap yang dinamai berbagai sebutan. Di antaranya adalah jaring arad yang sebenarnya adalah trawl mini. Salah satu tempat yang merupakan tempat beroperasinya armada jaring arad adalah perairan
pantai utara Jawa Barat.
Armada perikanan skala kecil ini berpangkalan di sepanjang pesisir seperti Blanakan, Eretan dan Gebang. Sampai saat ini penelitian tentang
pengembangan bycatch reduction
device (BRD) untuk trawl demersal skala kecil untuk meningkatkan selektivitas masih sangat sedikit (Hufiadi et al. 2008). Beberapa penelitian tentang BRD yang telah dilakukan di Indonesia masih terfokus untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan yang dihasilkan oleh perikanan trawl berskala industri (Monintja, 1980, Nasution et al. 1983; Sumiono dan Sadhotomo, 1986; Purnomo, 2004). Salah satu penelitian tentang bycatch reduction device tipe super shooter pada trawl untuk perikanan industri telah dilakukan dengan hasil berupa penurunan hasil tangkapan udang sebesar 13% sampai 59% (Mahiswara et al. 2004). Masalah tingginya jumlah bycatch ini harus diperhatikan dan ditangani dengan baik mengingat sumberdaya ikan harus tetap ada agar kekayaan alam ini memberikan manfaat yang optimum. Masalah ini tidak hanya terjadi pada perikanan industri (seperti di laut Arafura), tetapi juga pada perikanan skala kecil seperti yang terjadi di di sepanjang pesisir utara Jawa Barat. Untuk menangani masalah ini, evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD) pada perikanan demersal trawl sangat diperlukan dengan beberapa rumusan permasalahan dalam penelitian ini diantaranya : 1. Sumberdaya ikan bersifat multi species; 2. Jenis hasil tangkapan sampingan (bycatch) yang efektif dikurangi oleh suatu BRD; 3. Proses pelolosan ikan di sekitar kantong (codend) trawl belum banyak diketahui; 4. Karakteristik sumberdaya ikan (bentuk dan ukuran) dari sumberdaya ikan dimana trawl tersebut dioperasikan;
6
5. Pemasangan bycatch reduction device adalah salah satu cara mengurangi bycatch trawl. Namun teknologi bycatch reduction device yang tepat untuk di Indonesia
belum
diketahui.
Pemili han
BRD
harus
memperhatikan
karakteristik sumberdaya ikan, waktu dan lokasi. Diagram alir rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1 berikut :
Gambar 1 Diagram alir rumusan masalah penelitian 1.3
Tujuan Umum Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menentukan jenis bycatch reduction device
untuk perikanan trawl demersal di Indonesia. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Menganalisis analisis keefektifan 3 jenis bycatch reduction device (BRD) dalam mengurangi bycatch;
7
2. Menganalisis proses pelolosan ikan bycatch dari 3 jenis bycatch reduction device (BRD); 3. Menganalisis karakteristik bycatch perikanan trawl skala kecil. 1.4
Ruang Lingkup Penelitian Dalam upaya mempertajam fokus penelitian agar sesuai dengan tujuan
penelitian, dalam studi ini dilakukan pembatasan ruang lingkup penelitian. Penelitian ini difokuskan hanya pada lingkup alat penangkapan ikan demersal yang dikategorikan sebagai trawl. Adapun spesifikasi trawl yang dimaksud dalam penelitian ini berkaitan erat dengan jenis trawl yang umum digunakan pada usaha perikanan berskala industri dan usaha perikanan yang biasa diselenggarakan oleh nelayan kecil. Berikut adalah penjelasan lain mengenai ruang lingkup penelitian ini: 1. Trawl adalah alat penangkapan ikan yang terbuat dari bahan jaring yang dirancang sedemikian rupa sehingga ketika dioperasikan dengan cara ditarik kapal akan berbentuk kerucut; alat tangkap ini terdiri dari dua buah sayap, sebuah badan dan sebuah kantong; 2. Perikanan trawl skala kecil adalah kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan kapal ikan yang ukurannya kurang dari 30 GT; 3. Perikanan trawl skala industri adalah kegiatan penangkapan ikan yang menggunakan kapal ikan yang ukurannya lebih dari 30 GT hingga 150 GT; 4. Hasil tangkapan utama adalah hasil tangkapan yang menjadi tujuan atau sasaran penangkapan oleh nelayan; 5. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah hasil tangkapan yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan oleh nelayan; 6. Sumberdaya ikan demersal adalah berbagai jenis ikan dan biota laut lainnya yang sebagian besar hidupnya menggunakan habitat dasar perairan; 7. Jenis desain bycatch reduction device (BRD) yang digunakan dalam penelitian ini adalah TED super shooter, square mesh window dan fish eye.
8
1.5
Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa:
1. Informasi lapangan terkini tentang komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan dari perikanan trawl yang diselenggarakan oleh kalangan industri dan masyarakat nelayan kecil. 2. Adanya suatu teknologi alternatif (bycatch reduction device, BRD) yang dapat dipertimbangkan untuk digunakan untuk pengembangan perikanan trawl demersal yang bertujuan mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch). 3. Permasalahan baru untuk penelitian selanjutnya dalam perbaikan teknologi perikanan tangkap yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan trawl demersal dengan penggunaan tipe bycatch reduction device. Hasil penelitian ini dapat memberikan kontribusi dalam pengelolaan perikanan tangkap khususnya perikanan trawl demersal yang berkelanjutan. 1.6
Hipotesis Penelitian Sesuai dengan ruang lingkupnya, beberapa permasalahan pengurangan
bycatch pada perikanan trawl berkaitan erat dengan karakteristik sumber daya ikan yang dapat dilihat dari ikan-ikan yang berhasil ditangkap. Karakteristik sumber daya ikan ini mengalami dinamika yang berkaitan dengan siklus hidup, habitat selama siklus hidup dan kondisi lingkungan laut yang sangat dipengaruhi oleh faktor musim.
Selain itu mengingat desain BRD akan menentukan
komposisi ukuran dan jenis ikan yang tertangkap, maka diduga kuat akan ada perbedaan hasil tangkapan di antara hasil tangkapan dari trawl yang dilengkapi dengan BRD yang berbeda. Oleh karena itu, penelitian ini menguji tiga hipotesis berikut: 1. Desain bycatch reduction device (BRD) memberikan pengaruh yang nyata terhadap morfologi hasil tangkapan sampingan (bycatch). 2. Ada perbedaan hasil tangkapan trawl pada bulan Juli (musim angin timur) dan Desember (musim angin barat);
9
3. Ada perbedaan hasil tangkapan trawl antara daerah penangkapan (fishing ground) yang berbeda, karena faktor kedekatan dengan daratan dan muara sungai dan kedalaman air. 1.7
Kerangka Penelitian Permasalahan hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan tantangan
besar dalam pengembangan dan keberlanjutan perikanan trawl.
Karakteristik
hasil tangkapan akan sangat menentukan proporsi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan.
Karakteristik hasil tangkapan tersebut paling sedikit
ditentukan oleh 2 faktor penting, yaitu karakteristik komunitas ikan tempat trawl dioperasikan, dan desain alat trawl. Pengaruh faktor pertama dapat dijelaskan dengan mudah karena kegiatan penangkapan ikan pada prinsipnya mengambil sebagian atau seluruh ikan yang berada di dalam zone of action dari alat tangkap yang digunakan (Nikonorov, 1975). Oleh karena itu masalah bycatch sangat besar ketika trawl dioperasikan di perairan tropika (termasuk kawasan Indo-Pasifik) yang memiliki keaneka-ragaman tinggi dan ikan-ikan dengan berbagai tahap perkembangan dalam siklus hidupnya bercampur-baur (seperti biasa terjadi di perairan pantai yang dangkal) sementara nelayan mempunyai tujuan penangkapan ikan berupa satu atau beberapa jenis ikan saja, misalnya udang Penaeid. Sebaliknya, pada perairan yang memiliki keanekaragaman rendah dan didominasi oleh jenis ikan yang menjadi sasaran atau tujuan penangkapan ikan, masalah bycatch menjadi lebih ringan.
Di Indonesia, sumber daya ikan demersal
umumnya memiliki keanekaragaman yang tinggi, sementara sasaran favorit nelayan adalah udang Penaied karena harganya per satuan berat jauh lebih tinggi dari ikan-ikan pelagis dan demersal lainnya. Sementara itu, daerah operasi kapalkapal trawl yang bertujuan menangkap udang sebagai sasaran utama adalah perairan pantai yang kedalamannya kurang dari 30 meter, bahkan sejumlah kapal beroperasi sangat dekat dengan garis pantai. Oleh karena itu, persoalan bycatch yang dihadapi perikanan trawl (baik oleh kalangan industri maupun nelayan kecil) adalah tinggi. Secara umum penanganan masalah bycatch yang dihadapi oleh perikanan trawl akan mencakup pengkajian aspek teknologi, aspek musim dan aspek biologi.
10
Aspek teknologi bersifat statis karena sangat tergantung pada spesifikasi trawl dan BRD yang diterapkan sedangkan aspek musim dan biologi bersifat dinamis karena berkaitan dengan biota yang tumbuh berkembangan mengikuti siklus hidupnya tanpa selalu harus berada di lokasi yang sama. Kondisi lokasi ikan-ikan ini sangat ditentukan oleh keadaan cuaca atau pola musim sehingga secara langsung maupun tidak langsung akan mempengaruhi karakteristik komunitas ikan dan akhirnya karakteristik hasil tangkapan. Untuk itu maka penelitian ini dipandang perlu untuk dilaksanakan untuk memecahkan permasalahan yang ada. Bagan alir kajian perikanan trawl demersal evaluasi tiga jenis bycatch reduction device (BRD) untuk perikanan trawl demersal skala industri dan skala kecil dapat dilihat pada Gambar 2. Pengembangan
teknologi
perikanan
tersebut
dimulai
dengan
mengidentifikasi hasil tangkapan sampingan (bycatch) perikanan trawl di Indonesia. Termasuk jenis teknologi demersal trawl usaha perikanan berskala kecil yang biasa diselenggarakan oleh masyarakat nelayan kecil. Selanjutnya adalah menganalisis komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan berdasarkan taksonomi dan morfologi untuk setiap unit perikanan demersal trawl. Berdasarkan informasi morfologi komposisi hasil tangkapan sampingan (bycatch) selanjutnya menentukan jenis BRD yang sesuai untuk meloloskan ikan-ikan bycatch. Tiga jenis BRD yang sesuai berdasarkan morfologi bycatch adalah TED super shooter, square mesh window dan fish eye. Untuk TED super shooter merupakan BRD yang sampai saat ini digunakan pada perikanan trawl demersal skala industri. Square mesh window dan fish eye adalah jenis BRD yang belum pernah digunakan di Indonesia tetapi telah digunakan di negara lain seperti Australia dan Amerika. Sebagai upaya mencari teknologi trawl demersal skala industri yang ramah lingkungan, penelitian ini akan mengevaluasi kinerja teknologi bycatch reduction device dalam kondisi perikanan pukat udang di lapangan sebagai bagian dari uji coba. Uji coba dari tiga tipe bycatch reduction device (BRD) dilakukan dengan menganalisis keefektifan ketiga jenis BRD dengan cara membandingkan komposisi hasil tangkapan, berat hasil tangkapan sampingan serta proporsi
11
pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi dari perikanan trawl skala industri. Proses pelolosan ikan dari ketiga jenis bycatch reduction device diamati dengan melakukan pengamatan pada skala laboratorium dengan menggunakan flume tank. Uji skala laboratorium proses pelolosan ikan dari ketiga jenis BRD ditujukan untuk mengestimasi kinerja dari BRD dalam mereduksi setiap kategori bycatch. Tahap selanjutnya dengan melakukan indentifikasi hasil tangkapan sampingan dari trawl demersal skala kecil pada dua lokasi dan musim yang berbeda berdasarkan morfologi. Pendugaan besarnya tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan dalam penelitian ini meliputi data morfologi dari setiap jenis ikan dominan menjadi data masukan dalam menentukan jenis BRD yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan trawl demersal skala kecil. Hasil pengukuran kinerja ketiga jenis bycatch reduction device dalam mereduksi hasil tangkapan sampingan untuk skala lapangan, skala laboratorium serta karakteristik bycatch perikanan trawl demersal skala kecil menjadi pertimbangan dalam menentukan BRD yang sesuai untuk trawl demersal di Indonesia. Dalam mewujudkan trawl demersal yang ramah lingkungan baik skala industri maupun skala kecil di wilayah penelitian didasarkan pada FAO (1995) diacu dalam Monintja (2001) menyebutkan proses penangkapan yang ramah lingkungan meliputi : 1) selektivitas tinggi; 2) hasil tangkapan yang terbuang minim; 3) tidak membahayakan keanekaragaman hayati; 4) tidak menangkap jenis ikan yang dilindungi; 5) tidak membahayakan habitat; 6) tidak membahayakan kelestarian sumberdaya ikan target; 7) tidak membahayakan keselamatan nelayan; dan 8) memenuhi ketentuan yang berlaku.
12
Gambar 2 Bagan alir kajian perikanan trawl demersal: evaluasi tiga jenis bycatch reduction device evice (BRD).
13
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Perikanan yang Berkelanjutan (sustainable fisheries) Sumberdaya ikan bersifat dapat pulih/diperbaharui (renewable resources),
dimana sumberdaya tersebut memiliki kemampuan regenerasi secara biologis, akan tetapi apabila tidak dikelola secara hati-hati dan menyeluruh akan mengarah kepada eksploitasi yang tidak terkontrol dan mengancam keberlanjutan sumberdaya. Perhatian pembangunan perikanan yang berkelanjutan dimulai pada awal tahun 1990-an yang merupakan proses dari terjadinya beberapa perubahan yang menyangkut (Fauzi dan Anna, 2002) : 1. Meningkatnya perhatian terhadap lingkungan dari para stakeholders sebagai akibat Rio summit yang menyerukan diperlukannya perbaikan secara global terhadap pengelolaan sumberdaya perikanan dan kelautan; 2. Terjadinya collapse dari beberapa perikanan dunia seperti anchovy, tuna dan salmon yang menyadarkan orang tentang konsekuensi sosial dan ekonomi; 3. Pemberdayaan para stakeholders yang menuntut diperlukan pandangan yang lebih luas (holistik) mengenai pengelolaan perikanan. The World Commission on Environment and Development (WCED), (1987) mendefinisikan pembangunan perikanan yang berkelanjutan (sustainable development) adalah pembangunan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia saat ini, tanpa menurunkan atau menghancurkan kemampuan generasi mendatang dalam memenuhi kebutuhan. Berbagai permasalahan sumberdaya maupun lingkngan yang sedang dihadapi pada saat ini telah menjadi dasar dan alasan penting bahwa pengembangan teknologi ikan dimasa mendatang lebih dititik beratkan pada kepentingan konservasi sumberdaya ikan dari ancaman kepunahan. Seperti telah dilakukan di industri penangkapan ikan di laut utara tela melakukan berbagai usaha untuk mengurangi buangan hasil tangkapan sampingan lebih dari 100 tahun yang lalu (Purbayanto dan Baskoro, 1999).
14
Operasi penangkapan ikan dapat berjalan dengan baik apabila suatu usaha perikanan memiliki beberapa kriteria. Menurut Monintja (2001) membagi kriteria ramah lingkungan dan berkelanjutan suatu teknologi penangkapan ikan berdasarkan : 1) selektifitas yang tinggi; 2) tidak membahayakan nelayan; 3) tidak destruktif terhadap nelayan; 4) produknya berkualitas; 5) produknya tidak membahayakan konsumen; 6) bycatch dan discard minimum; 7) tidak menangkap spesies yang dilindungi atau terancam punah; 8) dampak minimum terhadap keanekaragman hayati; 9) dapat diterima secara sosial. Kriteria kegiatan penangkapan ikan yang berkelanjutan terdiri dari 1) menerapkan teknologi penangkapan yang ramah lingkungan; 2) jumlah hasil tangkapan tidak melebihi junlah hasil tangkapan yang diperbolehkan (TAC); 3) menguntungkan; 4) investasi rendah; 5) penggunaan bahan bakar minyak kecil; 6) memenuhi ketentuan hukum dan perundangan yang berlaku 2.2
Pengelolaan Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch management) Kepedulian secara global untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan
dalam dunia perikanan telah menjadi hal penting dalam pengelolaan perikanan. Menurut Hall (1996) menyatakan pengelolaan hasil tangkapan sampingan adalah: 1. Menghindari kepunahan dari suatu spesies; 2. Menjaga struktur dasar dan fungsi dari suatau ekosistem; 3. Mengurangi pembuangan dalam perikanan 4. Mengurangi interaksi antar perikanan 5. Menjaga supaya perikanan tetap terbuka 6. Menjaga tujuan pemasaran 7. Membangun kembali populasi yang menurun 8. Mengawasi peningkatan populasi Permasalahan mengenai dampak terhadap lingkungan dengan menangkap hasil tangkapan sampingan dapat menimbulkan pengaruh yang merusak ekosistem laut dan dapat merusak perikanan sendiri. Permasalahan terhadap lingkungan ini
15
terutama akibat pembuangan dari ikan-ikan hasil tangkapan sampingan yang berukuran kecil dari tangkapan sampingan trawl udang (Andrew dan Pepperell, 1992; Alverson et al. 1994). Selain
kedua
hal
tersebut
diatas
untuk
menjaga
keberlanjutan
(sustainability) dari suatu stok dapat dilakukan dengan menerapkan peraturan ukuran ikan terkecil yang dapat didaratkan (minimum landing size). Implementasi dari output control ini dapat dilakukan dengan mengatur selektivitas alat tangkap. Pengaturan selektivitas alat tangkap trawl dapat dilakukan dengan cara : 1) modifikasi dari bentuk mata jaring (mesh shape) dari bentuk diamond menjadi square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memanfaatkan tingkah laku ikan untuk meloloskan non-target spesies dengan memasang BED, BRD dan square mesh panel (Broadhurst, 2000). 2.3
Perikanan Tangkap Skala Kecil Perikanan tangkap nasional sampai saat ini masih didominasi oleh
perikanan tangkap skala kecil. Hal ini dapat dilihat dari komposisi armada perikanan tangkap di Indonesia yang sampai tahun 2009 didominasi oleh usaha perikanan tangkap skala kecil sebesar 97,11% dan hanya sekitar 2,89% dilakukan oleh usaha perikanan skala besar (DJPT, 2010). Menurut Smith (1983) terdapat berbagai cara untuk membedakan sksla perikanan tangkap. Pada dasarnya perbedaan tersebut mencakup perikanan skala kecil atau skala besar, perikanan pantai atau lepas pantai, artisanal atau komersial. Selain itu pengelompokan juga dapat dilakukan berdasarkan pada ukuran kapal atau besarnya tenaga, tipe alat tangkap dan jarak daerah penangkapn dari pantai. Sementara itu Charles (2001) mengatkan bahwa membagi skala usaha perikanan dilihat dari berbagai aspek diantaranya berdasarkan ukuran kapal yang dioperasikan, berdasarkan daerah penangkapan yaitu jarak dari pantai ke lokasi penangkapan dan berdasarkan tujuan produksinya. Pengelompokan tersebut dilakukan melalaui perbandingan perikanan skala kecil (small scale fisheries) dengan perikanan skala besar (large scale fisheries), walaupun diakuinya belum begitu jelas sehingga masih perlu dilihat dari berbagai aspek yang lebih spesifik.
16
Menurut Smith (1983) mengenukakan bahwa perikanan tradisional memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Kegiatan dilakukan dengan unit penangkapan skala kecil, kadang-kadang menggunakan perahu bermesin atau tidak sama sekali; 2. Aktifitas penangkapan merupakan paruh waktu, dan pendapatan keluarga adakalanya ditambah dari pendapatan lain dari kegiatan diluar penangkapan; 3. Kapal dan alat tangkap biasanya dioperasikan sendiri; 4. Alat tangkap dibuat sendiri dan dioperasikan tanpa bantuan mesin; 5. Investasi rendah dengan modal pinjaman dari penampung hasil tangkapan; 6. Hasil tangkapan per unit usaha dan produktivitas pada level sedang sampai sangat rendah; 7. Hasil tangkapan tidak dijual kepada pasar besar yang terorganisir dengan baik tapi diedarkan di tempat pendaratan atau dijual di laut; 8. Sebagian atau keseluruhan hasil tangkapan dikonsumsi sendiri bersama keluarganya; 9. Komunitas nelayan tradisional sering kali terisolasi baik secara geografis maupun sosial dengan standar hidup keluargha nelayan yang rendah sampai batas maksimal. 2.4
Deskripsi Alat Tangkap Jaring Arad Jaring arad merupakan salah satu alat penangkap ikan dari jenis pukat hela
yang banyak digunakan oleh para nelayan skala kecil, di daerah perairan pantai utara jawa, dalam operasi penangkapan ikan demersal dan udang atau dapat pula didefinisikan sebagai alat penangkap ikan berbentuk kantong yang terbuat dari dua bagian sayap pukat, bagian square dan bagian badan serta bagian kantong pukat (Standar Nasional Indonesia, 2004). Sedangkan menurut Manadiyanto, et al. (2000), jaring arad adalah alat penangkap yang dioperasikan secara aktif dengan cara ditarik oleh perahu.
17
Menurut Subani dan Barus (1989), jaring arad diklasifikasikan ke dalam pukat udang. Jaring arad banyak dikenal dengan nama cungking trawl atau mini otter trawl. Alat tangkap ini dikelompokkan ke dalam jenis otter trawl yaitu trawl yang dilengkapi alat pembuka mulut jaring (otter board). Alat tangkap jaring arad terdiri dari sayap (wing), badan jaring (body), kantong jaring (cod end), papan rentang (otter board), tali ris atas (head rope), tali ris bawah (ground rope), tali selambar (warp), pelampung (float), dan pemberat (sinker) yang dapat dapat dideskripsikan sebagai berikut (Standar Nasional Indonesia, 2004): 1. Sayap (wing) Bagian jaring yang terletak di ujung depan dari bagian jaring arad. Sayap pukat terdiri dari sayap atas (upper wing) dan sayap bawah (lower wing). 2. Badan jaring (body) Bagian jaring yang terletak antara sayap dan kantong jaring. 3. Kantong jaring (cod end) Bagian jaring yang terpendek dan terletak di ujung belakang dari jaring arad. 4. Papan rentang (otter board) Kelengkapan jaring arad yang terbuat dari papan kayu berbentuk empat persegi panjang, yang dipergunakan sebagai alat pembuka mulut jaring. 5. Tali ris atas (head rope) Tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian atas melalui mulut bagian atas. 6. Tali ris bawah (ground rope) Tali yang dipergunakan untuk menggantungkan dan menghubungkan kedua sayap jaring bagian bawah melalui mulut bagian bawah. 7. Tali selambar (warp rope) Tali yang berfungsi sebagai penghela jaring arad di belakang kapal yang sedang berjalan dan penarik jaring arad ke atas geladak kapal.
18
8. Pelampung (float) Pelampung digunakan untuk membantu membuka mulut jaring ke arah atas. 9. Pemberat (sinker) Pemberat berfungsi untuk membuka mulut jaring ke arah bawah. Sketsa alat tangkap jaring arad menurut Standar Nasional Indonesia (2004) dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 3 Alat penangkapan ikan jaring arad 2.5 2.5.1
Hasil Tangkapan Jaring Arad Hasil tangkapan utama Hasil tangkapan utama adalah hasil tangkapan yang menjadi target utama
nelayan. Hasil tangkapan utama jaring arad ialah udang Penaeid. Di seluruh perairan Indonesia ditemukan 81 jenis udang Penaeid, 46 jenis diantaranya sering tertangkap oleh nelayan Indonesia. Terdapat sembilan jenis udang yang bernilai ekonomis tinggi, yaitu Penaeus merguensis. P. indicus, P. chinensis, P. monodon, P. semisulcatus, P. latisulcatus, Metapenaeus monoceros, M. ensis dan M. elegans. Udang bersifat bentik, hidup di permukaan dasar laut. Famili Penaeidae menyukai daerah terjadinya percampuran antara air sungai dan air laut, dengan dasar berlumpur atau dasar perairan yang agak keras berupa lumpur berpasir (Naamin, 1984).
19
Hasil tangkapan yang utama dari jaring arad diantaranya adalah udang jerbung (Penaeus merguiensis ) dan beberapa jenis ikan demersal yang tertangkap oleh jaring arad yaitu: pepetek (Leioghnatus sp), gulamah (Pseuosciena sp), beloso (Saurida tumbil), kerapu (Epinephelus sp), kerong – kerong (Therapon theraps), sebelah (Psettodes erumei), pari (Trygon sephen), cucut (Squalus sp) dan gurita (Octopus sp) (Barus, 1989). 2.5.2
Hasil tangkapan sampingan Menurut Saila (1983) menyatakan bahwa hasil tangkapan sampingan (by-
catch) merupakan total dari spesies yang bukan merupakan tujuan penangkapan (incidental catch) ditambah dengan hasil tangkapan yang dikembalikan ke laut karena tidak memiliki nilai ekonomis (discarded catch). Sementara itu Hall (1996), membedakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) menjadi dua kategori, yaitu: 1. Spesies yang kebetulan tertangkap (incidental catch), merupakan hasil tangkapan yang sekali-kali tertangkap dan bukan merupakan spesies target dari unit penangkapan, namun masih dapat dimanfaatkan oleh nelayan. 2. Spesies yang dikembalikan ke laut (discarded catch), merupakan bagian dari hasil tangkapan sampingan yang dikembalikan ke laut karena pertimbangan ekonomis (ikan yang tertangkap bernilai ekonomis rendah) atau spesies ikan yang tertangkap adalah spesies yang dilindungi. 2.6
Selektivitas Alat Penangkapan Ikan Selektivitas suatu alat penangkapan ikan didefinisikan sebagai kemampuan
dari suatu alat penangkap ikan untuk menangkap ikan dengan suatu ukuran tertentu atau spesies tertentu dalam suatu populasi (Hamley, 1975; Fridman, 1986). Sedangkan menurut South Asian Fisheries Development Center (1999) mendefinisikan suatu selektivitas alat tangkap sebagai : Gear selectivity is a property of fishing gear that reduces/excludes the capture of unwanted sizes of fish and incidental catch. Selektivitas alat penangkapan ikan tergantung dari ikan yang diseleksi oleh suatu alat tangkap. Proses seleksi oleh suatu alat penangkapan ikan dapat
20
menyebabkan hasil tangkapan dari suatu alat tangkap mempunyai perbedaan komposisi dari ikan dalam suatu populasi dimana alat tersebut dioperasikan (Wileman et al. 1996). Pendekatan mengenai selektivitas alat penangkapan ikan mencakup keduanya untuk selektivitas ukuran (size selectivity) dan selektivitas spesies (species selectivity). Regier dan Robson (1966) menjelaskan bahwa selektivitas spesies adalah peluang dari suatu ikan dengan spesies tertentu dan ukuran yang ditangkap memasuki suatu alat tangkap. Sementara itu selektivitas ukuran dari suatu alat tangkap adalah proporsi dari suatu total populasi ikan dari ukuran selang kelas tertentu dimana ikan tertangkap dan tertahan oleh suatu alat tangkap (Lagler, 1968). Pada pengggunaan BRD kurva selektivitas dijelaskan sebagai peluang ikan untuk tertahan, tidak lolos melewati kisi-kisi (Tokai et al. 1996). Peluang ikan melalui kisi (grid) dapat dikelompokkan dalam tiga kemungkinan yaitu (1) ikan lolos masuk kedalam kantong (codend), (2) tertahan oleh kisi atau (3) meloloskan diri melalui lubang keluar (exit hole). Nilai 0% selektivitas kisi menunjukkan bahwa, seluruh ikan dapat lolos melewati kisi-kisi, dan 100% terjadi saat ikan tertahan oleh kisi dan atau lolos melalui lubang keluar (Tokai et al., 1996). 2.6.1
Pengaturan selektivitas alat penangkapan ikan Penelitian mengenai jenis teknologi penangkapan yang dipilih difokuskan
pada penggunaan teknologi penangkapan yang sesuai dengan prinsip yang ramah lingkungan. Perbaikan teknologi trawl sehingga memenuhi kriteria ramah lingkungan dapat dilakukan melaui peningkatan selektivitas di bagian kantong (cod-end) dari trawl. Berbagai cara dapat dilakukan untuk meningkatkan selektivitas trawl seperti penggunaan BED (Evans dan Wahju, 1996). Pemasangan TED super shooter (Mahiswara et al. 2004), penggunaan composite square mesh panels (Eayrs, 2005) atau pemasangan BRD pada jaring arad (mini trawl) (Purbayanto and Chalimi, 2005). Juvenil and Trash Excluder Device (JTEDs) telah dikembangkan di beberapa negara di Asia Tenggara seperti di Thailand, Brunei, Vietnam, Malaysia, dan Indonesia (Chokesanguan, 2004). JTEDs yang dikembangkan memiliki dua jenis yaitu soft dan rigid shorting grid, dari penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa rigid shorting grid memiliki kemampuan lebih untuk meloloskan ikan-ikan kecil dibanding dengan jenis
21
lainnya. Jenis JTEDs Rigid yang dikembangkan oleh SEAFDEC adalah jenis rectangular shape windows dan semi-curve JTEDs (Chokesanguan, 2004). Penentuan teknologi yang digunakan memiliki kelebihan maupun kekurangannya, sehingga perlu diteliti secara cermat untuk menemukan suatu metode dan teknologi yang paling sesuai dengan kondisi sumberdaya dan lingkungan serta kebiasaan nelayan. Berdasarkan pertimbangan di atas, perbaikan selektivitas dapat diimplementasikan secara efektif pada alat tangkap trawl. Hal ini perlu dilakukan untuk menghindari penerapan BED pada pukat udang di perairan Indonesia timur yang tidak efektif sehingga nelayan tidak mau untuk menggunakannya (Evans dan Wahju, 1996). Bycatch reduction device merupakan alat yang dipasang pada bagian antara badan jaring dengan bagian kantong pukat udang. Alat ini biasa disebut juga dengan nama by-catch excluder device (BED) yang awalnya ditujukan untuk meloloskan penyu yang tertangkap trawl, sehingga disebut turtle excluder devices (TED). Alat ini dikembangkan oleh NMFS-NOAA-USA sekitar tahun 1980-an. Sejak ditemukannya, alat ini telah mengalami perubahan konstruksi secara terus menerus, hingga saat ini yang direkomendasikan adalah BED tipe super shooter yang mempunyai konstruksi lebih simpel dan mempunyai keragaan lebih baik didalam mereduksi by-catch dibanding yang diperkenalkan sebelumnya (NOAA, 1996). Beberapa penelitian penggunaan BRD menunjukkan adanya pengurangan dalam jumlah bycatch. Pengurangan ini ternyata juga diikuti pula berkurangnya hasil tangkapan udang. Maka untuk lebih mengoptimalkan penggunaan perangkat BRD dalam menurunkan kuantitas bycatch, mempertahankan tangkapan udang dan menjaga keberlanjutan sumberdaya dan lingkungan sebaiknya dilakukan pengaturan jarak antar kisi dengan tetap mempertimbangkan ukuran udang sebagai target spesies (Purbayanto et al. 2003). Semakin besar kisi-kisi yang dipasang semakin besar pula ukuran ikan yang diloloskan. Selain itu beberapa faktor yang menjadi pertimbangan dalam pengembangan bycatch reduction device adalah :
22
1. Peraturan perikanan yang berlaku serta interaksi antara sektor perikanan dengan sektor yang lainnya (Karlsen dan Larsen, 1989; Isaksen et al. 1992); 2. Ukuran dari jaring trawl dan cara penanganannya (Broadhusrt dan Kennelly, 1996); 3. Lokasi dari daerah penangkapan ikan serta kondisi dari daerah penangkapan ikan (Robin dan McGilvray, 1999); 4. Spesies ikan yang akan dikeluarkan dan ukurannya (Averill, 1989; Matsuoka dan Kan, 1991, Robin dan McGilvray, 1999); 5. Pengetahuan mengenai tingkah laku ikan yang menjadi target dan hasil tangkapan sampingan (Broadhurst dan Kennelly, 1996; Watson, 1989). 2.6.2
Selektivitas alat penangkapan ikan berdasarkan panjang dan girth ikan Selektivitas suatu alat tangkap ikan hubungannya dengan ukuran panjang
dan maksimum body girth pada alat tangkap trawl banyak dilakukan (lihat Walsh et al. 1989; Willeman et al. 1996; Matsushita et al. 1997; Fonteyne dan M’Rabet, 1992). Sampai saat ini penelitian tersebut banyak ditujukan pada hubungan antara panjang ikan dengan maksimum body girth dari ikan pada bagian kantong dari trawl. Wileman et al. (1996) menyebutkan bahwa proses pelolosan ikan dari codend sangat dipengaruhi oleh ukuran girth ikan walaupun pada panjang ikan dan maksimum body girth mempunyai hubungan yang linear akan tetapi hal ini sangat dipengaruhi oleh musim dan kondisi dari daerah penangkapan ikan. Matsushita et al. (1997) menjelaskan bahwa perbedaan dari ukuran maksimum body girth pada panjang ikan yang sama menunjukkan adanya perbedaan rasio ikan yang tertangkap pada codend dengan mengamati rasio maksimum body girth dan mesh perimeter pada codend. 2.6.3
Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan tingkah laku ikan Mekanisme dari bycatch reduction device ini dilakukan berdasarkan
prinsip bahwa ikan mempunyai kemampuan renang (swimming ability), yang lebih baik dibandingkan dengan invertebrates yang bergerak lambat dan mempunyai respon karakteristik khusus terhadap suatu alat tangkap trawl. Ikan-
23
ikan biasanya dapat mendeteksi suatu alat tangkap dengan menggunakan kombinasi dari visual dan tactile stimuli yang disebabkan oleh adanya suatu pergerakan dari alat tangkap. Orientasi dari ikan-ikan ini akan sangat tergantung dari kemampuan renang ikan dan physicological response baik dalam menghindari secara bersama-sama atau pada saat ikan-ikan tersebut kembali kebelakang kearah mulut jaring (Wardle, 1983). Watson (1989) mengamati bahwa dimana ikan-ikan akan digiring bersama-sama masuk kebagian belakang dari jaring kemudian ikan tersebut akan kehilangan arah, yang diakibatkan adanya penambahan kecepatan renang dan berusaha untuk melarikan diri kearah samping dari jaring. Kondisi ini menjadi posisi yang strategis untuk pelolosan (escapement) ikan-ikan hasil tangkapan sampingan. Dengan melakukan pendekatan perbedaan tersebut maka BRD yang sesuai yaitu dengan cara memasang suatu funnel, baik horizontal maupun vertikal panel atau escape window (Watson, 1996; Brewer et al. 1998) atau panels square mesh pada bagian kantong
(Averill, 1989; Thorsteinsson, 1992; Broadhurst dan
Kennelly, 1994). Karena jenis invertebrata seperti udang tidak mempunyai kemampuan untuk menjaga kecepatan renangnya terhadap jaring sehingga aliran air yang diakibatkan pergerakan jaring akan mendorong udang tersebut masuk ke arah jaring lalu masuk kedalam kantong (codend). 2.6.4
Seleksi ikan oleh BRD berdasarkan ukuran ikan Mekanisme pelolosan ikan melalui BRD yang berdasarkan pemisahan
spesies dan ukuran ikan dilakukan dengan cara memasang suatu grid (kisi) yang biasanya ditempatkan diantara bagian depan codend (Kendall, 1990; Andrew et al. 1993; Isaksen et al. 1992). Hampir semua BRD kategori ini didesain terutama untuk menyekat/memisahkan hasil tangkapan, berdasarkan ukuran dan untuk mengeluarkan individual yang lebih besar dari dalam separating panel. Watson dan Taylor (1990) mengembangkan beberapa bycatch reduction device yang dilengkapi dengan guiding funnel dan panel dengan mata jaring berukuran kecil dipasang tepat dibagian depan/muka dari dari kantong (codend). Fungsi dari panel ini untuk mengarahkan aliran air dan udang dengan gerakan yang lambat masuk kedalam kantong (codend) dan membiarkan ikan untuk
24
berenang kearah muka dan keluar melalui pintu keluar (escape exit) yang telah disediakan. 2.6.5
Tingkah laku ikan di dalam kantong (codend) O’Neill et al. (2003) menjelaskan mengenai tingkah laku ikan dalam
pergerakan dinamika dari codend. Ikan-ikan yang masuk melalui trawl akan masuk melalui mulut trawl dan akan tetap berusaha berenang sejajar terhadap alat tangkap dan didepan dari foot rope. Setelah beberapa saat ikan –ikan tersebut akan lelah dan langsung masuk kedalam kantong. Di dalam kantong ikan-ikan masih tetap berenang searah penarikan jaring dan sekali-sekali membuat burst swimming ke depan.
Rose (1995) menyatakan beberapa ikan dengan aktif
mencoba keluar dari mata jaring pada bagian codend, pelolosan ini berhubungan dengan kemampuan visual stimuli dari ikan. Berdasarkan pengamatan ikan-ikan yang berada di dalam codend paling dominan meloloskan diri melalui terbukanya mata jaring dibagian muka dari hasil tangkapan (O’Neill dan Kynoch, 1996). O’Neill et al. (2003) menyatakan bahwa pergerakan ikan ini disebabkan oleh pergerakan dari codend itu sendiri, dan bukan karena terjadinya turbulensi selain itu bentuk dari tangkapan yang padat sehingga akan membentuk bullshaped dibagian codend. Beberapa ikan bereaksi terhadap mata jaring yang terbuka dan jika bagian kepala ikan tersebut dapat melewati satu mata jaring, maka ikan tersebut akan meloloskan diri melalui mata jaring yang terbuka. 2.7
Penelitian yang Telah Dilakukan Mengenai Bycatch Reduction Device Penelitian yang telah dilakukan terhadap pemasangan bycatch reduction
device dalam meningkatkan selektivitas alat tangkap trawl demersal telah banyak dilakukan. Sebagai gambaran umum hasil penelitian tersebut disajikan pada Tabel 1 dibawah ini :
25
Tabel 1
Daftar penelitian yang pernah dilakukan dengan bycatch reduction device pada trawl demersal
Lokasi Indonesia
Nama BRD Bycatch Excluder Device
Indonesia
Bycatch Excluder Device
Indonesia
Bycatch Excluder Device
Papua New Guinea
Turtle Excluder Device
South-eastern, USA
Hard dan soft TEDs dan fish eye
NSW, Australia
Morrison soft TEDs
NSW, Australia
Square mesh panel dipasang pada bagian kantong
Aberdeen, North Sea
Square mesh panel pada trawl dasar
Hasil penelitian Pengurangan berat bycatch 58%-64%, pengurangan berat total udang 27% Pengurangan berat bycatch 63.9%, pengurangan berat total udang 20% Pengurangan berat bycatch 29%, pengurangan berat total udang 7 - 10% Pengurangan bycatch 38%, Penaeus monodon berkurang 18% dan udang lain (Penaeus spp) bekurang sebesar 2% Total ikan bycatch berkurang anatar 11 – 60%. Besarnya pengurangan udang tidak disebutkan tetapi kehilangan udang digantikan dengan meningkatnya efisiensi pengurangan bycatch Total bycatch berkurang 32%, Penaeus plebejus berkurang 1%. Sulit dalam penanganan TED dan berkurangnya beberapa produk Jumlah spesies ikan Agyrosomus hololepidotus berkurang 45%-95%. Berat tangkapan total Metapenaeus macleyi, M bennetae dan P plebesus mengalami penurunan antara 16% sampai 52%. Mudah untuk dipasang dan direkomendasikan untuk penelitian lebih lanjut Perbedaan ukuran mesh panel dari 80 ke 100 mm telah meningkatkan nilai l50 untuk ikan haddock
Pustaka Naamin dan Sujastani ( 1984) Nasution et al. (1982) Sumiono dan Sadhotomo (1985) Matsuoka dan Kan (1991)
Harrington (1992)
Andrew et al. (1993).
Broadhurst dan Kennelly (1994)
Graham dan Kynoch (2001)
26
Lokasi QLD, Australia
Nama BRD Morrison soft TED
Alabama, USA
Florida fish eye
QLD, Australia
AusTED
NSW, Australia
Square mesh panel
Hasil penelitian Berat total bycatch yang tidak komersial berkurang sampai 32%. Hasil tangkapan total P plebejus dan M bennetae dan Penaeus esculentus mengalami penurunan sampai 29%. Keragaan yang bervariasi dari setiap daerah penangkapan dan perlu kajian lebih jauh. Berat total bycatch berkurang sebesar 28%. Sedangkan hasil tangkapan utama udang Penaeus spp mengalami penurunan berkisar 5%-14%. Rekomendasi perlu dilakukan uji coba lebih jauh. Berat bycatch yang tidak komersial mengalami pengurangan 11%-59%. Bycatch untuk jenis invertebrata berat totalnya mengalami penurunan sebesar 42% - 54%.Hasil tangkapan utama Metapenaeus endeavouri, P plebejus,P.esculentus, M bennettae dan Metapenaeus ensis mengalami penurunan antara 3% - 9%.Variasi dalam keragaan dari BRD untuk setiap daerah penangkapan Jumlah A hololepidotus mengalami penurunan antara 34%-40%. Sedangkan hasil tangkapan utama Metapenaeus macleayi mengalami penurunan sebesar 5%. Penelitian ini menguji coba posisi square mesh panel pada bagian depan kantong jaring
Pustaka Robins-Troeger (1994)
Wallace dan Robinson (1994)
Robins-Troeger et al. (1995)
Broadhurst dan Kennelly (1995)
27
Lokasi NSW, Australia
Nama BRD Square mesh panel
NSW, Australia
Composite Square mesh panel
Gulf of Mexico, USA
Fish eye dan penambaham funnel, dan panjang kantong
NSW, Australia
Composite Square mesh panel
Hasil penelitian Total berat bycatch berkurang lebih dari 45%. Jumlah individu Sillago flindersi berkurang sebesar 71%. Hasil tangkapan utama udang Penaeus plebejus beratnya berkurang sekitar 2% 7%. Berat total bycatch mengalami penurunan 40%, jumlah individu Sillago robusta berkurang 64% dan Platycephalus longispinis sebesar 59%. Hasilnya mengkuantifikasi keliling lingkaran dari bagian kantong terhadap pengurangan bycatch. Bycatch jumlah individu Lutjanus campechanus berkurang 26%-40%, Scomberomorus cavalla sampai 79% dan Cynoscion nebulosus sebesar 55%. Sementara berat total hasil tangkapan utama mengalami penurunan <3%. Berat total bycatch berkurang sebesar 23%41% sedangkan jumlah individu Sillago spp berkurang sebesar 70%. Sedangkan hasil tangkapan utama yaitu udang Penaeus plebejus berat totalnya bertambah antara 5% - 14%. BRD yang diujicobakan disetiap lokasi perikanan hasilnya menunjukkan keragaan dari BRD konsisten dan secara sukarela dapat diterima oleh nelayan.
Pustaka Broadhurst et al. (1996)
Broadhurst dan Kennelly (1996)
Watson (1996) dalam Broadhurst (2000)
Broadhurst dan Kennelly (1997)
28
Lokasi Northern Australia
Nama BRD Super Shooter
Indonesia
TEDs Super shooter
Indonesia
TED Super Shooter
Hasil penelitian Berat total ikan hasil tangkap sampingan dikurangi sampai 39%.Hasil tangkapan utama jenis udang Penaeus spp berat totalnya mengalami penurunan sebesar 50%. Dari 16 desain BRD yang diujicobakan hasilnya menunjukkan bahwa Super shooter merupakan desain yang terbaik. Keragaan dari BRD sangat dipengaruhi oleh cuaca dan kondisi penangkapan ikan. Hasilnya menunjukkan bahwa ada perbedaan terhadap rasio jarak kisi dengan lebar ikan terhadap ikan kapasan (Pentaprion longimanus), kurisi (Nemipterus marginatus) dan bloso (Saurida longimanus) Hasil tangkapan sampingan dikurangi sebesar rata-rata 38,43% dan penyu 100%. Sedangkan hasil tangkapan utama yaitu udang mengalami penurunan rata-rata sebesar 18,43%.
Pustaka Brewer et al. (1998)
Mahiswara dan Wahyu (2006)
Widodo dan Mahiswara (2008)
29
3
3.1
METODOLOGI UMUM
Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilaksanakan dalam tiga tahap dimana tahap pertama uji
coba penangkapan di laut (experimental fishing) dilakukan pada 29 November sampai 9 Desember 2007. Tahap kedua adalah penelitian skala laboratorium dilakukan pada 20 Desember 2007 di fasilitas flume tank Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Tahap ketiga pengumpulan data dilapangan untuk trawl demersal skala kecil dilakukan pada bulan Juli 2007 dan Desember 2007 di Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten Indramayu). Pada tahap ketiga, penelitian dilakukan dengan cara mengumpulkan data perikanan dan penangkapan ikan pada bulan Juli dan Desember 2007. Penelitian ini dilakukan di Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten Indramayu). Adapun tahapan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut : 1. Tahap pertama
adalah uji coba alat tangkap dalam sebuah experimental
fishing. Kegiatan ini bertujuan untuk menganalisis keefektivan 3 tipe bycatch reduction device ketika dioperasikan, yaitu jenis super shooter, fish eye dan square mesh window. Uji coba penangkapan untuk
ketiga tipe bycatch
reduction device dilakukan dengan menggunakan kapal pukat udang komersial yang dilaksanakan pada bulan November sampai Desember 2007 untuk mendapatkan data hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch). 2. Tahap kedua pengamatan proses pelolosan ikan melalui bycatch reduction device pada skala laboratorium. Model tiga tipe bycatch reduction device (TED super shooter, square mesh window, dan fish eye) yang berbeda di pasang pada model codend . Tiga tipe BRD yang berbeda dipasang pada setiap model codend. Model codend yang sudah dilengkapi dengan model BRD selanjutnya dipasang didalam flume tank yang airnya mengalir. Simulasi untuk mengamati proses pelolosan ikan melalui setiap bycatch reduction device dilakukan dengan menggunakan ikan air tawar. Ikan air tawar yang digunakan
30
merupakan representasi dari ikan-ikan yang berbentuk compressed dan depressed. Pengamatan jumlah ikan yang lolos serta proses pelolosan ikan melalui bycatch
reduction
device
diamati
secara
langsung
dengan
menggunakan handycam. Rekaman proses pelolosan ikan dari setiap BRD selanjutnya dianalisis di laboratorium tingkah laku ikan. 3. Tahap ketiga adalah pengumpulan data ini dilakukan dengan menerapkan metode penelitian survei.
Objek penelitian adalah 30 sampel unit
penangkapan jaring arad yang beroperasi di daerah Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten Indramayu). Sampel tersebut dipilih dengan metode purposive sampling karena beberapa hal, misalnya: kesiapan nelayan untuk di wawancara. Unit alat tangkap jaring arad yang berperahu motor tempel dengan lama operasi penangkapan satu hari (one day fishing). Data tentang komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan diperoleh dari pengamatan langsung dan pencatatan ketika kapal jarring arad tersebut membongkar muatannya. 3.2
Alat dan Bahan Penelitian Alat dan bahan penelitian yang digunakan dalam experimental fishing (uji
coba penangkapan) adalah unit jaring arad dengan perlengkapannya, kuesionner, dua unit jaring trawl, tiga tipe bycatch reduction device (super shooter, square mesh window,
dan fish eye), data sheet hasil tangkapan, bridge log operasi
penangkapan, peta, mikrometer, kamera digital dan handycam digital. Alat dan bahan penelitian yang digunakan pada skala laboratorium adalah tiga model codend dan tiga model bycatch reduction device (super shooter, square mesh window, dan fish eye). Tiga jenis ikan uji yaitu nila (Oreochromis niloticus), patin (Pangasius pangasius), dan mas (Cyprinus carpio). Ketiga jenis ikan tersebut sebagai representasi dari bentuk compressed, compressed campuran dan datar. Serta satu unit flume tank yang dilengkapi dengan flow meter, kamera digital dan handycam digital.
31
3.3
Analisis Data Analisis yang digunakan dalam menguji hasil tangkapan sampingan
berdasarkan perlakuan antara yang menggunakan BRD dan tanpa menggunakan BRD, maka digunakan analisis ANOVA klasifikasi satu arah (Walpole, 1995). Untuk mengetahui efektivitas pengurangan hasil tangkapan sampingan, maka proporsi bycatch dihitung dengan menggunakan rumus :
.................................(1) dengan: Zi1 = rata-rata hasil tangkapan ke-i tanpa BRD Z1 = total hasil tangkapan tanpa BRD
.................................(2) dengan Zi2 = rata-rata hasil tangkapan ke-i dengan BRD Z2 = total hasil tangkapan dengan BRD Proporsi pengurangan trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD menggunakan rumus : .....................................(3) ∆ = perubahan persentase rata −rata hasil tangkapan ke −i
dimana :
Xi1 = Proporsi bycatch tanpa BRD (%) Xi2 = Proporsi bycatch dengan BRD (%)
32
33
4
4.1 4.1.1
KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Kabupaten Subang Karakteristik Fisik Perairan Subang Secara geografis Kabupaten Subang terletak di sebelah utara Provinsi Jawa
Barat dan terletak pada 107º31’ – 107º54’ Bujur Timur dan 6º11’ - 6º30’ Lintang Selatan. Secara administrasi batas wilayah Kabupaten Subang adalah sebagai berikut: Sebelah utara
: Laut Jawa
Sebelah selatan
: Kabupaten Bandung
Sebelah Timur
: Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Sumedang
Sebelah Barat
: Kabupaten Purwakarta dan Kabupaten Karawang
Luas wilayah Subang adalah sebesar 205.176,95 ha (5,39% dari luas Provinsi Jawa Barat) dengan ketinggian antara 0-1.500 meter di atas permukaan laut. Perairan pantai Subang yang merupakan bagian dari sistem Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh angin muson yang berkembang secara kuat di perairan ini. Di wilayah Laut Jawa munculnya periode musim Barat terjadi pada Desember hingga Februari umumnya diikuti dengan adanya musim hujan dan musim Timur terjadi pada bulan Juni hingga Agustus dengan adanya kemarau. Dalam musim Timur penguapan yang terjadi di laut lebih besar daripada curah hujannya. Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah menyebabkan penguapan lebih dari 100 mm/bulan. Suhu dan salinitas di wilayah perairan Subang berfluktuasi secara musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum fluktuasi suhu bulanan Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum (28,7º C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5º C). Puncak maksimum terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak
34
minimum terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan Barat). Rerata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 ºC sampai dengan 28,7 ºC. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ – 33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi dalam bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰) dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei. Perairan pantai Subang memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai, dimana untuk kedalaman kurang dari 5 m disekitar Blanakan gradiennya sekitar 2,0027 dan 0,0054 di sekitar Pusakanagara; di perairan 5 – 10 m gradien kedalaman berkisar 0,00006 (di sekitar Blanakan). 4.1.2
Keadaan umum perikanan tangkap di PPI Blanakan Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1999 wilayah
administratif Kabupaten Subang terbagi atas 22 kecamatan dengan jumlah desa 243 dan 8 kelurahan. Dari 22 kecamatan yang ada, hanya 4 kecamatan yang merupakan kecamatan di wilayah pesisir, yaitu kecamatan Blanakan, Kecamatan Pamanukan, Kecamatan Legonkulon, dan Kecamatan Pusakanegara. Wilayah Kabupaten Subang memiliki wilayah pesisir dengan panjang garis pantai kurang lebih 68 km. Wilayah kecamatan Blanakan, mempunyai luas 85,81 km2, yang terdiri dari 9 desa. Diantara desa-desa yang berada dibawah naungan Kecamatan Blanakan, terdapat 7 desa yang merupakan desa pesisir yaitu Desa Cilamaya Hilir, Rawameneng, Jayamukti, Blanakan, Langensari, Muara dan Tanjung Tiga. Desa Blanakan terletak di 6º10’ - 6º22’ Lintang Selatan dan 107º30’ 107º53’ Bujur Timur dengan luas wilayah 980.463 ha.Secara umum Blanakan beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata per tahun sekitar 2.300 mm dan ratarata jumlah bulan hujan adalah 4 bulan, dengan suhu rata-rata harian sebesar 29ºC. Sebagai daerah pesisir,bentang wilayah untuk Desa Blanakan digolongkan kedalan Zona 3 (tiga) dengan ketinggian 2,5 m dpl. Jarak dari Desa Blanakan ke ibu kota kecamatan sekitar 1 km sedangkan jarak ke ibu kota kabupaten sekitar 46,3 km dan berjarak 112 km dari ibu kota
35
Provinsi Bandung. Letak Blanakan yang berada pada posisi strategis, memberikan keuntungan tersendiri terhadap kehidupan ekonomi di Desa Blanakan. Lengkapnya sarana dan prasarana transportasi dan komunikasi akan memudahkan pelaku-pelaku ekonomi untuk melakukan aktivitas ekonomi, seperti produksi dan pemasaran. Keuntungan tersebut tentunya akan memberikan pengaruh positif terhadap sektor perikanan khususnya sub sektor perikanan tangkap. Salah satu contoh keuntungan dari letak strategis Desa Blanakan untuk perikanan tangkap adalah kemudahan dalam memasarkan hasil tangkapan, baik untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat setempat maupun untuk memenuhi kebutuhan masyarakat luar kota bahkan luar provinsi. 1) Sarana dan Prasarana Penangkapan Pangkalan pendaratan ikan yang ada kecamatan Blanakan sampai saat ini terdapat di empat lokasi yaitu PPI Blanakan di desa Blanakan, PPI Cilamaya Girang di Desa Cimalaya Girang, PPI Muata Ciasem di Desa Muara Ciasem dan PPI Karya Baru di Desa Rawameneng. Dibandingkan dengan ke empat lokasi PPI tersebut PPI Blanakan merupakan PPI yang paling banyak kegiatannya baik dari sisi kapal penangkap ikan, bakul dan penjual ikan. Banyaknya aktifitas di PPI Blanakan dibandingkan dengan tempat lainnya dikarenakan PPI Blanakan memiliki sarana dan prasarana yang lebih lengkap dibandingkan PPI lainnya. Seperti pelabuhan perikanan umumnya fasilitas pelabuhan yang terdapat di PPI Blanakan mempunyai beberapa fasilitas sebagai berikut : 1. Fasilitas pokok terdiri dari dermaga dan kolam pelabuhan; 2. Fasilitas fungsional terdiri dari Tempat Pelelangan Ikan (TPI), bengkel, pabrik ikan, galangan kapal, Solar Packed Dealer Nelayan (SPDN), tempat pemasaran dan lainnya; 3. Fasilitas penunjang yang terdiri dari pertokoan, kantor syahbandar, kantor pengelola TPI, kantin dan mushola. Fasilitas dan aktivitas perdagangan ikan di PPI Blanakan di kelola oleh KUD Inti Mina Fajar Sidik yang merupakan KUD mandiri sejak tahun 1990
36
(Surat Keputusan Menteri Koperasi RI no: 344/KPTS/M/III/1990). Kegiatan utama yang dilakukan oleh KUD Mina Fajar Sidik adalah pelelangan ikan. Unit usaha TPI ini berfungsi untuk menstabilkan harga ikan melalui penambahan bakul ikan serta peningkatan sarana dan prasarana. 2) Kapal Kapal yang berlabuh di PPI Blanakan dapat dikelompokkan ke dalam 3 jenis, yaitu kapal yang berukuran besar (≥30GT), sedang (10-30GT) dan kecil <10 GT). Kapal yang berukuran besar pada umumnya digunakan oleh nelayan pendatang dari pekalongan yang mengoperasikan alat tangkap pukat cincin (purse seine). Kapal ikan yang berukuran sedang maupun kecil umumnya dimiliki oleh nelayan lokal di sekitar PPI Blanakan. Jumlah kapal ikan dari setiap kategori ukuran di PPI Blanakan menunjukkan penurunan (Tabel 2). Sebagai contoh, jumlah kapal besar menurun dari 48 unit pada tahun 2004 menjadi 32 unit pada tahun 2008 sementara kapal sedang menurun dari 256 unit pada tahun 2004 menjadi 172 unit pada tahun 2008. Tabel 2 Perkembangan jumlah kapal di PPI Blanakan tahun 2004 sampai 2008 No
Ukuran Kapal
1
Besar
2
Sedang
3
Kecil Jumlah
2004 48
2005 37
Tahun 2006 30
2007 30
2008 32
256
198
161
159
172
38
29
24
24
26
342
265
215
213
230
Sumber : KUD Inti Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Penurunan jumlah kapal ini disebabkan oleh peningkatan biaya operasional penangkapan karena kenaikan harga bahan bakar minyak; harga solar meningkat dari Rp 1950/liter menjadi Rp 4500/liter. Penurunan jumlah kapal ikan berlanjut karena banyak dari nelayan yang tidak mampu mempertahankan kapalnya akibat mahalnya biaya operasional. Akan tetapi pada tahun 2008 jumlah kapal yang berada di PPI Blanakan kembali mengalami peningkatan sebesar 7,98%.
37
3) Alat Tangkap Jenis alat penangkap ikan yang dioperasikan di PPI Blanakan terdiri dari purse seine, cantrang, jaring kantong, jaring bondet, jaring tegur, pancing dan jaring cumi.
Di antara tujuh alat tersebut, jaring kantong/udang adalah alat
tangkap yang paling banyak digunakan (Tabel 3). Tabel 3 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPI Blanakan Tahun 2004 – 2008 No
Jenis alat tangkap
2004 48
2005 37
Tahun 2006 30
2007 30
2008 32
62
48
39
39
42
145
112
91
90
97
1
Jaring Purse seinek
2
Jaring Cantrang
3
Jaring Kantong/udang
4
Jaring Bondet
15
12
10
10
11
5
Jaring Tegur
12
9
7
7
8
6
Pancing
49
38
31
30
32
7
Jaring Cumi
11
9
7
7
8
342
265
215
213
230
Jumlah
Sumber : KUD Mandiri Mina Fajar Sidik, 2009 (diolah kembali)
Jaring kantong atau disebut dengan jaring udang merupakan jaring yang terdiri dari tiga
bagian yaitu sayap, badan dan bagian kantong dengan
menggunakan otterboard
untuk
membuka jaringnya
(Tabel 3).
Jaring
kantong/udang yang dioperasikan di PPI Blanakan dari segi konstuksinya dan metode pengoperasiannya sama dengan jaring arad. Alat tangkap jaring arad ini ditujukan untuk menangkap udang dan ikan demersal lainnya. Jumlahnya mengalami penurunan selama tahun 2004 – 2006 dengan nilai rata-rata 20%. Sedangkan pada tahun 2008 mengalami kenaikan sebesar 7,8%. Jaring arad yang beroperasi di Desa Blanakan pada umumnya merupakan jaring arad tradisional yang menggunakan alat bantu garden untuk menarik jaringnya.
4) Produksi dan nilai produksi per jenis ikan yang didaratkan di TPI Blanakan Berdasarkan data Dinas Perikanan Kabupaten Subang tahun 2007, sedikitnya terdapat 23 jenis ikan yang didaratkan di PPI Blanakan. Persentase tertinggi berdasarkan volume produksi didominasi oleh petek (Leiognathus sp)
38
dengan volume produksi sebesar 523,6 kg,
diikuti kemudian oleh tigawaja
(Johnius dussumieri) sebesar 284,61 kg, songot (Arius sp) sebesar 250,32 kg dan tongkol (Euthynnus spp) sebesar 220,41 kg (Tabel 4). Tabel 4
Data Produksi dan nilai produksi per jenis ikan satu tahun terakhir (Juni 2006-Juli 2007)
Volume Nilai Persentase Produksi produksi (%) (kg) (Rp) 1 Layang 116,53 3,56 1.250.270.000 2 Bawal 54,10 1,66 55.682.000 3 Kembung 118,52 3,63 950.720.000 4 Selar 73,25 2,24 1.506.730.000 5 Tembang 175,71 5,38 1.008.827.000 6 Rebon 10,63 0,33 350.215.000 7 Tongkol 220,41 6,74 3.830.526.000 8 Tenggiri 82,60 2,53 1.871.650.000 9 Layur 66,18 2,02 178.590.000 10 Remang 123,56 3,78 605.598.000 11 Tigawaja 284,61 8,71 1.250560.500 12 Ekor kuning 15,23 0,47 160.580.000 13 Ikan kuwe 1,25 0,04 230.165.000 14 Petek 523,6 16,02 950.587.000 15 Manyung 140,52 4,30 798.562.000 16 Songot 250,32 7,66 880.664.000 17 Cucut 169,80 5,19 442.697.000 18 Pari 185,54 5,68 548.706.000 19 Kakap 14,34 0,44 172.079.000 20 Bambangan 65,56 2,01 1.136.250.000 21 Kerapu 24,32 0,74 286.510.000 22 Kurau 53,12 1,63 375.750.000 23 Belanak 12,78 0,39 561.858.000 24 Cumi-cumi 102,11 3,12 1.352.795.000 25 Terubuk 125,40 3,84 250.460.000 26 Udang dogol 72,64 2,22 44.562 27 Udang Jerbung 15,62 0,48 1.895.600 28 Udang Krosok 135,56 4,15 950.256.000 29 Lain-lain 35,03 1,07 125.365.000 30 Jumlah 3.268,99 100% 22.084.592.662 Sumber : Dinas Perikanan Subang (2007) (diolah kembali) No
Nama Ikan
Persentase (%) 6,02 0,27 4,58 7,25 4,85 1,69 18,43 9,01 0,86 2,91 6,02 0,77 1,11 4,57 3,84 4,24 2,13 2,64 0,83 5,47 1,38 1,81 2,70 6,51 1,21 0,00 0,01 4,57 0,60 100%
39
4.2 4.2.1
Keadaan Umum Kabupaten Indramayu Karakteristik fisik perairan Indramayu Kabupaten Indramayu terletak di pesisir utara Pulau Jawa dan memiliki 10
kecamatan yang berbatasan langsung dengan laut dengan panjang garis pantai 114 Km. Apabila dilihat dari letak geografisnya, Kabupaten Indramayu terletak pada 107o52’-108o36’ Bujur Timur dan 6o15’-6o40’ Lintang Selatan. Adapun batasbatas administratif Kabupaten Indramayu adalah sebagai berikut: Sebelah utara
: Laut Jawa
Sebelah barat
: Kabupaten Subang
Sebelah selatan
: Kabupaten
Sumedang,
Kabupaten
Majalengka
dan
Kabupaten Cirebon Sebelah timur
: Kabupaten Cirebon
Sementara berdasarkan topografinya, sebagian besar merupakan dataran atau daerah landai. Keadaan ini berpengaruh terhadap drainase, bila curah hujan tinggi, maka di daerah-daerah tertentu akan terjadi genangan air. Kabupaten Indramayu berada pada ketinggian antara 0-100 meter diatas permukaan laut dengan kemiringan berkisar antara 0-5%. Secara umum topografi kabupaten ini melandai ke arah utara dengan sebaran ketinggian sebagai berikut: 1) 0-3 meter dpl berada di bagian barat laut 2) 3-25 meter dpl berada di bagian tengah 3) 25-100 meter dpl meliputi sebagian kecil wilayah di bagian selatan Menurut Schmidt dan Ferguson, keadaan iklim di Kabupaten Indramayu termasuk ke dalam iklim sedang (tipe D) dengan musim hujan (bulan basah) selama 3-4 bulan dengan kelembaban 80%. Musim hujan dan musim kemarau silih berganti sepanjang tahun. Curah hujan rata-rata sebesar 107 mm/bulan, dengan curah hujan tertinggi rata-rata 6,024 mm/bulan sedangkan curah hujan terendah rata-rata 35 mm/bulan. Letak Kabupaten Indramayu yang membentang sepanjang pesisir pantai utara Pulau Jawa membuat suhu udara di kabupaten ini cukup tinggi yaitu berkisar antara 18o - 28o Celcius.
40
Perairan pantai Indramayu yang merupakan bagian dari sistem Laut Jawa sangat dipengaruhi oleh angin muson yang berkembang secara kuat di perairan ini. Di wilayah Laut Jawa munculnya periode musim Barat terjadi pada Desember hingga Februari umumnya diikuti dengan adanya musim hujan dan musim Timur terjadi pada bulan Juni hingga Agustus dengan adanya kemarau. Dalam musim Timur penguapan yang terjadi di laut lebih besar daripada curah hujannya. Kecepatan angin yang tinggi dan kelembaban yang relatif rendah menyebabkan penguapan lebih dari 100 mm/bulan. Suhu dan salinitas di wilayah perairan Indramayu berfluktuasi secara musiman yang dipengaruhi oleh dinamika perairan Laut Jawa. Secara umum fluktuasi suhu bulanan Laut Jawa menunjukkan adanya dua puncak maksimum (28,7º C) dan dua puncak minimum (sekitar 27,5º C). Puncak maksimum terjadi dalam periode musim peralihan (bulan Mei dan November), sedangkan puncak minimum terjadi bulan Agustus dan Februari (puncak musim Timur dan Barat). Rerata suhu bulanan bervariasi antara 27,5 ºC sampai dengan 28,7 ºC. Rata-rata salinitas bulanan di perairan Laut Jawa berkisar antara 31,5‰ – 33,7‰. Salinitas maksimum pertama (33,7‰) dan kedua (33,3‰) terjadi dalam bulan September dan November, sedangkan salinitas minimum pertama (31,8‰) dan kedua (31,3‰) terjadi masing-masing sekitar bulan Februari dan Mei. Perairan pantai Indramayu memiliki kedalaman yang relatif dangkal (kurang dari 20 m) dengan gradien kedalaman yang relatif landai. 4.2.2
Keadaan umun perikanan laut Kabupaten Indramayu
1) Unit Penangkapan Ikan Perkembangan jumlah unit penangkapan di Kabupaten Indramayu dalam periode 7 tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 8 sedangkan perkembangan jumlah alat tangkap di Eretan Kulon dapat di lihat pada Tabel 5.
41
Tabel 5
Perkembangan jumlah alat tangkap di Kabupaten Indramayu tahun 2003-2009 Jumlah Alat Tangkap per Tahun
No
Jenis Alat Tangkap
1 2
Pukat kantong (Lampara,Dogol, Payang) Pukat Pantai
3
Rata-rata Perkembangan (%)
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
1486
1486
1486
1486
1190
1080
1080
-15,10
288
288
288
1173
1163
1163
1163
154,05
Purse seine
156
156
156
197
178
178
181
8,32
4
Gillnet
2390
2390
2390
2879
2976
2976
3100
9,33
5
Jaring Klitik
870
870
870
334
334
334
334
-61,60
6
Pancing
332
332
332
115
115
115
115
-65,36
7
Sero
80
80
80
78
78
78
78
-2,5
5602
5602
5602
5966
5924
5924
6084
2,83
Jumlah
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2010
Sebanyak tujuh jenis alat tangkap yang terdapat di Kabupaten Indramayu, tiga di antaranya memiliki jumlah yang besar yaitu gillnet, pukat kantong dan pukat pantai (Tabel 5). Alat tangkap gillnet (jaring insang) merupakan alat tangkap yang dominan dimana dari 2390 unit pada tahun 2003 menjadi 3100 unit pada tahun 2009 dengan rata-rata perkembangan sebesar 9,33% yang kemudian diikuti oleh alat tangkap pukat pantai. Pukat pantai tumbuh cukup signifikan sebesar 154,05%. Selain kedua alat tangkap tersebut pukat kantong merupakan alat tangkap yang banyak digunakan walaupun rata-rata perkembangannya mengalami penurunan yaitu -15,10% dimana pada tahun 2003 jumlahnya 1486 unit menjadi 1080 unit pada tahun 2009. Meskipun tidak meningkat drastis alat tangkap purse seine (pukat cincin) juga mengalami kenaikan dimana dalam periode 2003 (sebanyak 156 unit) meningkat menjadi 181 unit pada tahun 2009, atau dengan rata-rata perkembangan sebesar 8,32%. Sedangkan alat tangkap lainnya seperti jaring klitik, pancing dan sero selama periode 2003 sampai 2009 mengalami penurunan dengan rata-rata perkembangan masing-masing sebesar 61,60%, -65,36% dan 2,50%. Jenis alat tangkap di Eretan Kulon tidak banyak mengalami perubahan selama periode tahun 2003 sampai tahun 2009 (Tabel 6). Alat tangkap yang digunakan di Eretan Kulon didominasi oleh pukat pantai dan jaring klitik. Empat jenis alat tangkap lainnya yaitu pukat kantong, pukat pantai, gillnet dan jaring klitik tidak mengalami perubahan jumlah (unit). Sedangkan untuk alat tangkap
42
purse seine mengalami penurunan rata-rata sebesar -9,10% (dari 44 unit tahun 2003 menjadi 40 unit pada tahun 2009). Tabel 6 Jumlah alat tangkap di Eretan Kulon tahun 2003 – 2009 Jumlah Alat Tangkap per Tahun No
Jenis Alat Tangkap
1 2
Pukat kantong (Lampara,Dogol,Payang) Pukat Pantai
3
2004
2005
2006
2007
2008
2009
86
86
86
86
86
86
86
277
277
277
277
277
277
277
Purse seine
44
44
44
44
40
40
40
-9,10
4
Gillnet
47
47
47
47
47
47
47
0
5
Jaring Klitik
108
108
108
108
108
108
108
0
6
Pancing
0
0
0
0
0
0
72
0
7
Sero
0
0
0
0
0
0
0
0
562
562
562
562
558
558
630
Jumlah
2003
Rata-rata Perkembanga n (%) 0 0
Sumber : Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2010 2) Jenis Ikan dan Produksi Ikan
Bertolak dari jenis alat tangkap yang dioperasikan di perairan Kabupaten Indramayu, maka jenis ikan yang tertangkap juga beragam. Sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 7 dapat diketahui bahwa dari 7 jenis alat tangkap yang beroperasi teridentifikasi 24 jenis ikan yang didaratkan oleh nelayan Indramayu. Beberapa jenis ikan yang tertangkap didominasi oleh tongkol (Euthynnus spp), pepetek (Leiognathus sp) dan manyung (Arius sp) dengan hasil tangkapan tahun 2006 dari ketiga jenis ikan tersebut berkisar 39,40% dari total hasil tangkapan. Tabel 7
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Data statistik perikanan tangkap per jenis ikan yang ditangkap di perairan Indramayu tahun 2006 Jenis Ikan
manyung selar layang bawal hitam bawal putih kakap putih tembang lemuru lidah teri pepetek kakap merah belanak
Harga (Rp) 10.000 7.000 8.000 22.000 25.500 20.000 2.500 5.000 5.000 35.000 3.500 20.000 6.000
Triwulan I 1.123,20 621,50 107,20 626,10 17,00 14,00 787,60 9,80 23,20 91,60 3.013,90 713,10 20,70
Produksi (Ton) Triwulan Triwulan II III 532,30 583,50 433,90 378,80 45,30 1.264,90 278,10 615,80 9,70 885,80 96,90 663,60 2.776,80 1508,20 640,70 984,90 19,40 27,00 81,80 750,50 3.727,40 609,80 181,20 786,70 1,70 34,50
Triwulan IV 1.167,10 596.80 45,50 656,30 534,10 31,80 590,10 141,30 56,90 13,30 5245,50 734,00 4,50
43
Produksi (Ton) Triwulan Triwulan Triwulan I II III 14 kuniran 4.000 725,50 44,70 62,20 15 kuro 20.000 10,40 53,30 74,20 16 talang-talang 5.000 20,80 6,50 727,60 17 gulamah tigawaja 3.500 160,80 519,10 544,60 18 kembung 8.000 753,60 312,10 1507,30 19 tenggiri 25.000 659,90 630,60 826,40 20 tongkol 7.000 2.298,20 3.357,10 1458,50 21 kerapu 17.000 14,00 6,50 22 layur 6.000 10,80 46,70 437,40 23 cucut 9.000 74,80 473,90 644,20 24 pari 8.000 279,70 131,00 402,60 25 ikan lainnya 5.000 1.801,60 820,40 339,30 26 udang dogol 35.000 4,70 171,20 27 udang jerbung 25.000 23,20 401,40 28 udang lainnya 15.000 1.007,50 522,40 300,20 29 kepiting 30.000 11,00 9,80 33,40 30 rajungan 20.000 11,80 10,30 67,90 31 cumi-cumi 20.000 306,00 291,40 491,70 32 sotong 22.000 192,50 22,60 223,90 33 terbang 9.000 97,00 JUMLAH 15.535,70 16.170,80 17.808,00 Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu, 2007 No
Jenis Ikan
Harga (Rp)
Triwulan IV 25,20 11,40 952,50 724,60 455,80 5.354,70 27,40 546,90 601,60 371,30 1,845,8 357,00 535,10 316,30 316,30 69,70 515,00 223,80 22.786,60
3) Prasarana pendukung
Kegiatan penangkapan ikan memerlukan prasarana dalam bentuk pelabuhan perikanan/pangkalan pendaratan ikan. Fungsi prasarana tersebut adalah sebagai tempat berlabuhnya kapal penangkap ikan, mendaratkan hasil tangkapan, pengisian perbekalan, pusat pemasaran dan distribusi ikan, pengembangan masyarakat nelayan, pusat pembinaan mutu hasil tangkapan dan pusat pelaksanaan penyuluhan dan pengumpulan data perikanan. Fasilitas dari prasarana perikanan tangkap terdiri dari: 1) Fasilitas pokok meliputi: a. Penahan gelombang (break water); b. Dermaga (jetty); c. Kolam pelayaran, alur pelayaran, monumen pelabuhan; d. Turrap; e. Jalan dan drainase.
44
2) Fasilitas fungsional meliputi: a. Tempat pelelangan ikan (TPI); b. Pasar ikan dan depot es; c. Tempat pengolah ikan; d. Instalasi air bersih; e. Instalasi listrik dan telkom; f. Balai pertemuan nelayan; g. Kantor PP/PPI dan syahbandar; h. Bengkel. 3) Fasilitas tambahan meliputi: a. Toko bahan alat perikanan (BAP); b. Poliklinik; c. Perumahan nelayan dan tempat ibadah; d. Tempat penginapan. Prasarana perikanan tersebut terbentuk dalam suatu kawasan Pelabuhan Perikanan/Pangkalan Pendaratan Ikan. Adapun jumlah PP/PPI di Kabupaten Indramayu adalah sebanyak 14 buah, terdiri atas 12 buah PPI dan 1 buah PPP (Tabel 8). Tabel 8 Nama dan lokasi PP/PPI di Kabupaten Indramayu No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama PP/PPI PPI Ujung Gebang PPI Bugel PPP Eretan Wetan PPI Eretan Kulon PPI Cangkring PPI Bedahan PPI Karangsong PPI Singaraja PPI Majakerta PPI Limbangan PPI Lombang
Desa Ujung Gebang Sukahaji Eretan Wetan Eretan Kulon Cangkring Brondong Karangsong Singaraja Majakerta Limbangan Lombang
45
No Nama PP/PPI Desa 12 PPI Juntinyuat Juntinyuat 13 PPI Dadap Dadap 14 PPI Tegal Agung Tegal Agung Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007)
Sampai saat ini terdapat 14 PP/PPI yang ada di Kabupaten Indramayu, Empat diantaranya merupakan pusat produksi perikanan tangkap. Keempat PP/PPI tersebut adalah PPP Eretan Wetan, PPI Eretan Kulon, PPI Karangsong, dan PPI Dadap. Mengingat aktifitasnya, maka PPI Eretan Kulon dan PPI Karangsong direncanakan ditingkatkan menjadi PPP. Tabel 9 Fasilitas yang tersedia di PPI Eretan Kulon Jumlah (unit) atau Panjang (m) 1 Breakwater 520 m 2 Kade 350 m 3 Jetty 2000 m 4 Kantor PPI 1 unit 5 Koperasi 1 unit 6 TPI 1 unit 7 Depot es 1 unit 8 SPDN 1 unit 9 Bengkel 1 unit 10 Mushola 1 unit Sumber: Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Indramayu (2007) No
Jenis Fasilitas
Fasilitas yang dimiliki oleh PPI Eretan Kulon cukup memadai untuk menunjang kegiatan perikanan tangkap. Pada akhir tahun 2007, telah berdiri pabrik fillet ikan kuniran di daerah tersebut. Hal ini menunjukkan adanya perhatian dinas perikanan dan kelautan setempat terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Fillet ikan kuniran tersebut diekspor ke Malaysia. Berdirinya pabrik fillet ikan kuniran dapat memberikan nilai tambah untuk pencanangan PPI Eretan Kulon menjadi PPP.
46
4.3
Keadaan Umum Perikanan Laut Arafura
4.3.1
Potensi perikanan laut di Arafura Laut Arafura merupakan salah satu wilayah perairan potensial untuk
penangkapan udang dan ikan demersal. Usaha kegiatan penangkapan ikan dan udang dimulai sejak tahun 1960-an, baik oleh armada asing maupun armada yang dimiliki oleh PMA, PMDN, dan perusahaan swasta nasional. Wilayah perairan Laut Arafura dan Laut Timor termasuk kedalam Wilayah Pengelolaan (WPP-718) merupakan bagian dari paparan sahul yang dibatasi oleh Provinsi Papua di sebelah Utara dan provinsi Maluku disebelah barat, serta berhubungan langsung dengan Laut Banda dan Laut Timor. Menurut Naamin (1984) luas wilayah perairan ini mencapai 150 000 km2. Daerah Penangkapan di Laut Arafura terdiri dari tiga bagian yaitu : 1. Daerah Kepala Burung ( sub-area I dan II) meliputi Sele, teluk Bintuni, Fakfak dan perairan Kaimana; 2. Dolak dan perairan sekitarnya (sub-area IV) meliputi perairan Kokonao, Aika, Mimika, Aidma dan Digul; 3. Aru dan perairan sekitarnya (sub-area III) Daerah penangkapan pukat udang di laut Arafura seperti dapat dilihat pada Gambar 4. Daerah pengoperasian trawl dibatasi pada koordinat 1300 kearah timur kecuali di perairan pantai dari masing-masing pulau yang terdapat disekitar laut Arafura dan dibatasi oleh garis isobath sedalam 10 m. Upaya penangkapan dengan pukat udang terdapat diperairan Dolak, Kaimana, Mimika, Kepulauan Aru, Teluk Bintuni, Sele dan selat Membrano di bagian utara Papua. Untuk penangkapan komersial dilakukan pada kedalaman 10-30 m, disebelah timur Kepulauan Aru 40-50 m sekitar 40 mil dari pantai (Naamin, 1989). Besarnya potensi ikan demersal di wilayah pengelolaan 718 untuk ikan demersal sebesar 284,7 ribu ton/tahun sedangkan untuk potensi udang penaeid sebesar 44,7 ribu ton/tahun dengan status untuk ikan demersal over exploited dampak dari pengoperasian pukat
ikan
(http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen
Desember 2011).
diunduh
tanggal
28
47
Sumber : KKP (2012)
Gambar 4 Daerah penangkapan pukat udang di Laut Arafura. 4.4
Armada trawl di Arafura Armada penangkapan ikan yang beroperasi di Laut Arafura sangat
beragam, mulai dari perahu tidak bermotor hingga kapal ikan berukuran lebih besar dari 500 GT. Kapal pukat udang yang beroperasi dikelompokkan menjadi stern shrimp trawl dan double rig shrimp trawl.
Pengoperasin stern trawl
penarikan jaring dilakukan dibagian buritan kapal dan hanya menggunakan satu buah jaring. Sedangkan double rig shrimp trawl penarikan jaring dilakukan dari dua sisi kapal menggunakan dua buah jaring. Peningkatan jumlah unit penangkapan double rig shrimp trawl dan stern trawl sampai dengan tahun 2008 mencerminkan bahwa sumberdaya ikan demersal (dan udang) di Laut Arafura merupakan sasaran utama para pengusaha perikanan. Namun demikian setelah tahun 2008 menurun nya jumlah unit penangkapan kedua unit tersebut dikarenakan semakin menurunnya produksi dan fishing ground yang semakin sempit. Hal ini dikarenakan adanya penolakan masyarakat lokal terhadap
48
pengoperasian pukat udang pada daerah-daerah daerah daerah tertentu seperti di perairan teluk Bintuni dan teluk Sele.
Gambar 5 Perkembangan alat tangkap trawl di Arafura tahun 2005 -2009 2009
Kapal trawl yang beroperasi di Arafura berkisar pada 160 – 550 GT dengan mesin induk menggunakan 400 sampai 1300 PK. Panjang tali ris atas (head rope)) berkisar antara 22-30 22 30 m panjang tali ris bawah berkisar antara 22 – 32 m. Pada setiap pengoperasian trawl digunakan dua buah otterboard yang dipasang pada ujung sayap dengan tipe flat rectangular. Ukuran otterboard yang digunakan panjang 2,5 m dan lebar 1,2 m. Spesifikasi kapal dan ukuran head rope dan ground rope trawl demersal dapat dilihat pada Tabel 10 dibawah ini : Tabel 10 Spesifikasi pesifikasi kapal dan ukuran head rope dan ground rope trawl demersal yang beroperasi di Laut Arafura. Nama kapal Mina Raya 23 Napier Pearl, Aru Pearl Surya 85 (PT Maprodin) Merbah
2,75 3,92
Mesin Induk (PK) 800 900
Head Rope ope (m) 28,10 23,04
Ground Rope (m) 31,40 28,60
2,70 2,34 2,05
402 650 650
28,11 23,50 29,80
22,23 29,00 23,60
GT
Panjang (m)
Lebar (m)
Dalam (m)
na 166
32,24 21,84
6,50 7,42
166 170 170
24,95 32,30 32,92
7,85 5,96 5,96
49
Mesin Head Ground Induk Rope Rope (PK) (m) (m) Nusantara Guna I 171 26,40 6,80 3,00 600 23,04 28,60 Nusantara Guna II 171 29,00 7,00 3,20 600 23,04 28,60 Kurnia 12 192 27,40 7,20 3,20 556 25,00 21,00 Kurnia 8 192 27,55 7,32 3,84 565 26,00 22,00 Merawal II 229 35,14 6,60 ? 900 23,04 28,60 (PT Maprodin) 229 39,00 6,60 2,85 900 23,50 29,00 (PT Maprodin) 240 41,30 6,40 2,93 1.000 23,50 29,00 (PT Maprodin) 243 39,00 6,60 2,35 900 23,50 29,00 Aman 10 250 24,72 6,90 2,95 565 22,40 26,00 Toyo 57 490 49,60 8,20 3,67 1.000 na ? (PT Maprodin) 532 50,15 8,50 3,64 1.300 23,50 29,00 Sumber: Purnomo (2004); Purbayanto et al. (2004); Purbayanto dan Riyanto (2005) Nama kapal
4.4.1
GT
Panjang (m)
Lebar (m)
Dalam (m)
Hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) trawl demersal di Laut Arafura Hasil tangkapan utama kapal trawl adalah berbagai macam jenis udang
seperti udang windu (Penaeus monodon), udang jerbung ( Penaeus merguiensis), udang krosok (Slonecera spp) dan udang dogol (Metapenaus eborancis). Selain udang sebagai hasil tangkapan utama trawl juga menangkap jenis ikan demersal seperti peptek (Leiognathus sp), beloso (Saurida tumbil), gulamah (Argyrosomus amoyensis), tenggiri (Scomberomous sp), kembung (Rastrelliger sp), cumi-cumi (Loligo sp), manyung (Arius thallassinus) dan layur (Trichiurus spp), kerongkerong (Terapon theraps) dan kurisi (Nemipterus) ikan-ikan tersebut termasuk dalam bycatch dari trawl (Naamin, 1987; Evans dan Wahju, 1995).
50
51
5
5.1
DAYA PENGURANGAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN (BYCATCH) DARI TIGA JENIS BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD) : PERCOBAAN TRAWL DI LAUT ARAFURA
Pendahuluan Dalam perikanan udang komersial pembuangan hasil
tangkapan
sampingan (discards) yang dibuang ke laut merupakan hal umum dilakukan dengan berbagai alasan seperti ekonomi atau keterbatasan ruang. Pembuangan hasil tangkapan sampingan dianggap berlawanan dengan tujuan konservasi sumberdaya laut di seluruh dunia. Jumlah ikan yang dibuang kembali ke laut secara global ditaksir sekitar 7 juta ton per tahun (Kelleher, 2005). Sementara itu, estimasi jumlah hasil tangkapan sampingan pada perikanan pukat udang di Laut Arafura Indonesia mencapai 300 ton per tahun (Purbayanto et al. 2004). Hasil tangkapan sampingan (HTS) tersebut dapat berupa ikan-ikan berukuran kecil dan spesies yang bukan menjadi sasaran penangkapan (non-target species), termasuk ikan rucah (trash fish) dan jenis ikan-ikan non ekonomis yang sebagian besar dibuang kelaut. Industri perikanan trawl di perairan Arafura mulai dikembangkan sejak tahun 1969 ketika Balai Penelitian Perikanan Laut (BPPL) bekerjasama dengan tiga perusahaan perikanan udang dari Jepang melakukan survei di perairan Arafura pada bulan Mei 1969. Semenjak itu jumlah kapal penangkap udang bertambah dengan pesat dari sembilan unit pada tahun 1969 menjadi 125 unit trawl pada tahun 1981 (Naamin dan Sumiono, 1983). Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap (2010) mencatat sebanyak 2186 kapal berukuran 100-500 GT yang mengoperasikan double rig shrimp trawl dengan mesin penggerak berkekuatan dari 220 hingga 1300 HP dengan menggunakan double rig shrimp trawl. Penelitian dalam bidang selektivitas alat tangkap pada perikanan pukat udang (BED-TED) telah dimulai oleh Balai Riset Perikanan Laut (BRPL). Untuk pertama kalinya, bycatch excluder device (BED) sebagai jenis TED pertama yang digunakan pada perikanan pukat udang diujicoba melalui riset bersama antara BPPT, IPB, Ditjen Perikanan dan BRPL pada bulan September-Oktober 1982 di
52
perairan Laut Arafura (AAAT, 1982). Selanjutnya, ujicoba dilanjutkan oleh BRPL di perairan Cilacap dan pantai selatan Jawa Tengah pada bulan Oktober 1982 (Nasution et al. 1983). Pada ujicoba di perairan Laut Arafura secara statistik penggunaan BED memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pengurangan jumlah bycatch, yaitu mencapai 80,11 kg per towing (42,51%)
dan tidak
mengurangi hasil tangkapan udang, yaitu mencapai 4,27 kg per towing (27,48%). Sementara itu pada ujicoba penangkapan di perairan Cilacap, penggunaan BED juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah bycatch, yaitu mencapai 86,21 kg per towing (63,92%), dengan kehilangan tangkapan udang mencapai 1,80 kg per towing (31,41%). Meskipun secara statistik pengurangan jumlah hasil tangkapan udang tidak berbeda nyata dengan penggunaan BED, namun angkanya cukup tinggi (27,48-31,41%). Apabila pengoperasian pukat udang di Laut Arafura adalah dua jam dalam satu kali towing, maka potensi kehilangan tangkapan udang mencapai 17,08 kg/towing sedangkan di perairan Cilacap mencapai 7,20 kg/towing. Pengembangan alat tangkap yang selektif yang telah digunakan untuk mencapai kelestarian ekosistem sebagai contohnya adalah penggunaan turtle excluder device (TED) pada perikanan trawl komersial di Laut Arafura yang berhasil mengurangi HTS lebih dari 40%, namun diikuti berkurangnya hasil tangkapan udang mencapai 5% (Nasution, 1997). Pada kenyataannya, untuk memperkecil jumlah udang yang lolos dapat dilakukan dengan mengubah desain jaring sehingga mempercepat arus dan udang akan terbawa melewati TED dan masuk ke dalam kantong Sainsbury (1986). Evans dan Wahju (1996) melakukan penelitian dengan menggunakan pukat udang tanpa TED pada bulan Februari 1992. Mereka melaporkan bahwa bycatch di Laut Arafura terdiri atas 34 spesies ikan dan 5 spesies invertebrata. Berat bycatch didominasi oleh ekor kuning (Carangidae), petek (Leioghnathus insidiator), kurisi (Nemipterus hexadon), kerong-kerong (Therapon theraps) dan layur (Trichiurus savala). Sementara Mahiswara dan Widodo (2005) melaporkan bahwa bycatch dari kapal pukat udang ganda (double rig shrimp trawl) tanpa TED (double-rigged non TED shrimp trawl) berukuran 180 GT yang beroperasi di sekitar Pulau Unu Laut Arafura pada bulan Juli 2004 terdiri atas 38 spesies finfish,
53
krustase, ular dan penyu. Hasil tangkapan didominasi oleh petek (Leiognathidae), teri (Engraulidae), gerot-gerot (Haemulidae), pari, sardin, gulamah (Sciaenidae). Beberapa desain jenis bycatch reduction device (BRD) (seperti TED super shooter, square mesh windows dan fish eye) telah tersedia untuk diterapkan pada perikanan trawl udang di Laut Arafura dengan performa terbaik yang dapat memperbesar peluang pelolosan bagi ikan bycatch dan memperkecil kehilangan tangkapan udang. Namun demikian, penggunaan BRD dan efektivitasnya pada perikanan trawl udang di Indonesia perlu diteliti lebih lanjut baik untuk mengurangi jumlah bycatch yang dibuang kembali ke laut. 5.2
Tujuan dari penelitian
1. Mengumpulkan data komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD maupun tanpa BRD; 2. Mengevaluasi tiga jenis BRD berdasarkan morfologi ikan bycatch yang tertangkap; 3. Membandingkan efektivitas dari tiga jenis BRD yang berbeda dalam mengurangi bycatch berdasarkan proporsi morfologi hasil tangkapan. 5.3 5.3.1
Metode Penelitian Waktu dan tempat penelitian Penelitian untuk membandingkan efektivitas tiga jenisBRD yang berbeda
telah dilakukan di perairan sekitar Pulau Dolak Laut Arafura mulai dari tanggal 29 November sampai 9 Desember 2007. Lokasi penelitian berada pada 7º03’ - 8º43’ LS and 137º20’ - 138º45’ BT (Gambar 6). Sedangkan untuk posisi setting dan hauling selama penelitian dapat dilihat pada Lampiran 14. 5.3.2
Metode pengambilan data Uji coba penangkapan dilakukan dengan menggunakan KM Laut Arafura
yang berpangkalan di Merauke, Provinsi Papua. Operasi penangkapan dilakukan di sekitar perairan Pulau Dolak yang dicapai selama 20 jam dari Merauke. Efektivitas tiga jenis BRD dilakukan dengan menggunakan metode twin trawl (Wileman et al. 1996). Dengan metode ini, satu kapal menarik dua jaring trawl
54
yang berukuran sama dimana satu sisi jaring dipasang dengan BRD yang akan di uji coba. Sedangkan sisi lain dipasang dengan jaring tanpa BRD. Kedua jaring tersebut ditarik secara simultan di bagian samping dengan menggunakan double rig trawl untuk dibandingkan jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Dengan demikian pengurangan hasil tangkapan sampingan dari jaring trawl yang dilengkapi BRD dapat diperkirakan (Cotter et al. 1997). Sebanyak
21 towing telah dilakukan untuk mengambil sampel hasil
tangkapan pada siang dan malam dengan selama 2 sampai 3 jam/towing (towing duration) pada kecepatan kapal sekitar 2,5 – 3,0 knot. Panjang tali selambar mencapai 4-6 kali dari kedalaman perairan. Jaring trawl yang digunakan sesuai dengan yang dioperasikan oleh KM Laut Arafura dengan desain disajikan pada Lampiran 1.
Kondisi penangkapan ikan ini disesuaikan dengan operasi
penangkapan yang dilakukan oleh kapal trawl komersial.
Gambar 6 Peta lokasi penelitian BRD di Arafura. Data tentang hasil tangkapan diperoleh dari trawl yang dilengkapi dengan jenis BRD yang berbeda, (1) trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter yang digunakan secara komesial di Laut Arafura dan (2) jaring tanpa BRD (kontrol).
Data yang dikumpulkan meliputi berat hasil tangkapan total (kg),
komposisi spesies per towing, berat ikan per spesies (kg) dan posisi setiap kali
55
melakukan penangkapan.
Bagian sampel pada setiap towing distandarisasi
sebagai hasil tangkapan per towing.
Rata-rata berat hasil tangkapan dari tiga
jenis BRD yang berbeda dipisahkan berdasarkan kelompok taksonomi untuk dibandingkan. Setelah disortir, hasil tangkapan dipisahkan ke dalam tiga bagian yaitu : 1. Kelompok ikan, kepiting, dan hewan lainnya berdasarkan spesies. 2. Udang komersial terdiri dari udang windu atau tiger prawn
(Penaeus
monodon dan Penaeus semisulcatus) dan udang jerbung (P. merguiensis) 3. Hasil tangkapan non ekonomis yang terdiri dari ikan-ikan yang tidak dimanfaatkan. Sub sampel hasil tangkapan sampingan (bycatch) di lakukan dengan mengambil satu boks ikan dengan berat sekitar 20 kg dari setiap hauling jaring baik yang dilengkapi BRD dan tanpa BRD. Estimasi berat total hasil tangkapan sampingan per hauling dihitung dengan mengalikan jumlah boks hasil tangkapan per hauling. Seluruh hasil tangkapan di total jumlahnya untuk setiap jaring perlakuan. 5.3.3
Analisis data
Tabel 11 Rancangan percobaan uji coba penangkapan di laut dari 3 jenis BRD .Ulangan 1 2 Dst
TED SS Xi Xn Dst Dimana : Xi
Tanpa BRD Xi1 Xn1 Dst
Jenis BRD SMW Tanpa BRD Yi Yi1 Yn Yn1 Dst Dst
FE Zi Zn Dst
Tanpa BRD Z i1 Z n1 Dst
: rata-rata hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter per towing ke-i
Xi1
:
rata-rata hasil tangkapan trawl tanpa BRD per towing ke-i
Yi
: rata-rata hasil tangkapan trawl dengan square mesh window per towing ke-i
Yi1
: rata-rata hasil tangkapan trawl tanpa BRD per towing ke-i
Zi
: rata-rata hasil tangkapan trawl dengan fish eye per towing ke-i
56
Zi1
: rata-rata hasil tangkapan trawl tanpa BRD per towing ke-i
Data hasil tangkapan per towing dari tiga jenis BRD digunakan untuk mengestimasi efektivitas pengurangan hasil tangkapan sampingan. Hasil analisis data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram. Estimasi proporsi bycatch untuk setiap jenis BRD dihitung dengan menggunakan rumus (1) dan rumus (2). Sedangkan untuk proporsi pengurangan trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD menggunakan rumus (3). (1)
Alat dan bahan Alat dan bahan yang digunakan selama uji coba penangkapan di Laut
Arafura diantaranya : a. kapal double-rig trawl komersial KM Laut Arafura dengan kapasitas 166 GT (Tabel 12) b. jaring trawl komersial yang dilengkapi dengan BRD jenis TED super shooter, square mesh window, dan fish eye (Gambar 7, 8 dan Gambar 9). c. papan ukur d. keranjang/kotak untuk mengambil contoh hasil tangkapan e. buku identifikasi siapa nama penulisnya f. timbangan g. data sheet komposisi hasil tangkapan h. log book kegiatan penangkapan i. kamera digital j. handycam, dan k. semua alat yang ada di kapal (radar, GPS, echo sounder, binoculair, radio komunikasi , dll.).
57
Tabel 12 Spesifikasi umum KM Laut Arafura Nama Kapal Jenis kapal Panjang total (m) Lebar (m) Dalam (m) Grostonase Mesin utama (HP)
MV Laut Arafura Komersial 22,56 meter 7,79 meter 4,26 meter 166 tonnage register 402 HP
Tabel 13 Spesifikasi trawl yang digunakan pada uji coba penangkapan di laut A. Data alat Nama
Keterangan Tipe alat Double rig trawl, 4 seam Jumlah alat 2 unit Lingkaran mulut jaring (a) 36,6 meter Panjang total (b) 31,2 meter Tali ris atas (head rope) (l) 22,6 meter Tali ris bawah (ground rope) (m) 25,6 meter Sayap bagian atas (upper wing) (c) 6,86 meter 120 ML ; PE 380, 30 ply Sayap bagian bawah (lower wing) 5,72 meter 100 ML ; PE 380, 30 ply (d) Square (d-c) 2,29 meter 40 ML ; PE 380, 30 ply Badan (baiting/belly) (e) 11,43 meter 200 ML ; PE 380, 30 ply Panel bagian sisi (side panel) (n) 24,57 meter 430 ML ; PE 380, 30 ply Kantong (codend) (f) 6,68 meter 400 ML ; PE 380, 30 ply Panjang rantai 41,0 meter Tipe otter board Flat rectangular Ukuran otter board 2,5 m (L) x 1,1 m (B) Berat otter board 250 kg B. Data bagian kantong (codend) Ukuran mata jaring (mesh size) (mm) Jumlah mata melingkar Panjang kantong (m) Jumlah mata kantong Bentuk mata jaring Material kantong Knotted/knotless Tipe benang Bentuk pilinan Single/double twine
44,5 mm (1¾ “) 160 ML 6,675 meter 160 MD Diamond mesh PE 180 d/60 Knotted Multifilament Twisted Single
58
Ukuran mata jaring (mesh mesh size) size (mm) Diameter benang (mm) Warna benang
44,5 mm (1¾ “) 2,30 mm Hijau
Spesifikasi tiga jenis BRD yang digunakan selama penelitian dari TED super shooter, square mesh window, window dan fish eye serta pemasangannya pada bagian codend seperti dapat dilihat pada Gambar 7, 8, dan 9.
Spesifikasi Bycatch reduction device Grid length (cm) Grid breadth (cm) Sudut grid Jenis bahan Diameters dari grid (mm) Jumlah dari grid Jarak kisi (cm) Kemiringan grid (º) Posisi pemasangan Gambar 7
jenis TED super shooter 120 cm 90 cm 25º Besi stainless steel 16 mm 8 buah 10 cm 57,1º Bagian depan kantong
Desain dan kon struksi dari TED super shooter dan posisi penempatannya di dalam codend.
59
Bycatch reduction device jenis jendela empat persegi (square mesh window) Bentuk mata jaring Posisi pemasangan Panjang jendela Lebar jendela Bukaan mata jaring (mm) Material jaring Knotted/knotless Tipe benang Bentuk pilinan Single/double twine Diameter benang (mm) Warna benang
Square mesh window Bagian atas dari kantong 22 M = 978 mm (in stretched) 48 M = 2136 mm (in stretched) B1 = 22,5 mm (A,B,C) and B2 =31,75 mm (D) PE 380, 60 fly Knotted Multifilament Twisted Single 1,60 mm (A,B,C) and 2,30 mm (D) Hijau
Gambar 8 Desain dan konstruksi dari square mesh window dan posisi penempatannya di dalam codend.
60
80 ◊
67 ◊
160 ◊
Bycatch reduction device jenismata ikan (fish eye) Jenis bahan Diameter dari mata ikan (mm) Panjang bingkai (cm) Lebar bukaan bingkai bagian belakang (cm) Lebar bukaan bingkai bagian depan (cm) Tinggi bingkai bagian tengah (cm) Posisi pemasangan Gambar 9
Besi stainless steel 12,7 mm 60 cm 15 cm 45 cm 9,5 cm Bagian atas dari kantong
Desain dan konstruksi dari fish eye dan posisi penempatannya di dalam codend.
61
5.4 5.4.1
Hasil Komposisi hasil tangkapan Keragaan turtle exluder device (TED) super shooter, square mesh window
dan fish eye diamati secara visual selama masa uji coba penangkapan dilaut. Semua tahapan uji coba penangkapan dari pemasangan bycatch reduction device (BRD) ke dalam kantong, penurunan jaring (setting), (penarikan jaring) towing, pengangkatan (hauling) dan pelepasan hasil tangkapan dari kantong dengan cara direkam sebanyak 21 kali secara teknis seluruh jenis BRD menunjukkan performa yang baik. 5.4.1.1 Komposisi hasil tangkapan jaring trawl tanpa menggunakan BRD dan TED jenis super shooter Estimasi berat hasil tangkapan total dari 6 kali towing tanpa menggunakan perangkat BRD selama penelitian adalah 1.470,86 kg atau 245,14 kg/towing yang terdiri dari hasil tangkapan utama berupa udang dan ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch). Hasil tangkapan sampingan dari trawl yang digunakan ada yang dimanfaatkan dan ada yang dibuang (discarded). Dari hasil tangkapan total dapat dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama berupa udang sebesar 0,46% atau sebesar 6,72 kg dengan rata-rata 1,12 kg/towing. Hasil tangkapan sampingan yang dimanfaatkan oleh nelayan (fish catch retained) sebesar 261,65 kg atau 17,79% dari berat total hasil tangkapan yang diperoleh. Jumlah hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan dan dibuang ke laut (discarded) lebih besar dari proporsi keduanya, yaitu mencapai 82,21% atau 1209,21 kg. Penggunaan perangkat TED super shooter pada trawl memberikan pengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan total yang diperoleh, baik hasil tangkapan utama maupun hasil tangkapan sampingan. Total hasil tangkapan yang diperoleh sebesar 1.565,61 kg atau 260,94 kg/towing yang terdiri atas 0,30% atau 4,55 kg udang, 13,07% ikan yang dimanfaatkan berupa ikan ekonomis penting sebesar 204,70 kg dan hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan (discarded) sebesar 86,93% atau sebesar 1.360,91 kg. Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super shooter seperti dapat dilihat pada Lampiran 5.
62
Estimasi total hasil tangkapan per towing
untuk jaring trawl tanpa
menggunakan BRD sebesar 246,26 kg. Komposisi hasil tangkapan per towing trawl tanpa menggunakan BRD didominasi oleh Loligo spp sebanyak 45,39 kg (18,43%), kerong- kerong (Terapon theraps) 37,44 kg (15,20%), layur (Trichiurus lepturus) 22,59 kg (9,17%), tiga waja (Johnius spp) 20,50 kg (8,32%), sardin (Pellona ditchela) 16,73 kg (6,79%), kuro (Polydactillus spp) 14,75 kg (5,99%) dan beberapa jenis ikan lainnya.
Gambar 10 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD super shooter Sedangkan dengan pemasangan TED jenis super shooter hasil tangkapan per towing didominasi oleh kepiting (crab) sebesar 67,35 kg (25,74%), diikuti oleh ikan kerong (Terapon theraps) sebesar 50,20 kg (19,18%), layur (Trichiurus lepturus) 22,80 kg (8,71%), tiga waja (Johnius spp) 18,30 kg (6,99%), sardine (Pellona ditchela) 16,32 kg (6,23%) dan beberapa jenis ikan lainnya seperti selar (Carangoides spp), kuro (Polydactillus spp) dan lain-lain sebesar 86,33 kg (32,98%).
63
Gambar 11 Komposisi hasil tangkapan trawl dengan TED super shooter Apabila dilihat dari jenis dan berat ikan per towing yang tertangkap, hasil tangkapan trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter lebih besar dari trawl tanpa BRD dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan. Beberapa spesies ikan yang mengalami penurunan dengan pemasangan TED super shooter antara lain Loligo spp dari 45,39 kg/towing menjadi 1,05 kg menurun sebesar 18,03 %, pari (Dasyatis kuhlli) mengalami penurunan dari 12,24 kg menjadi 6,69 kg (2,41%), gerot-gerot (Pomadasys maculatus) mengalami penurunan dari 9,20 kg menjadi 0,42 kg (3,58%), Polydactillus spp mengalami penurunan dari 14,75 kg menjadi 10,14 kg (2,11%) dan Johnius spp dari 20,50 kg menjadi 18,30 kg (1,33%). Berdasarkan persentase morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl dengan TED super shooter menunjukkan bahwa kedua trawl didominasi oleh ikan-ikan
compressed
dan
depressed.
Jenis
krustase
(kepiting)
yang
dikelompokan campuran (mixed) banyak tertangkap pada trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter (Gambar 12).
64
Gambar 12 Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl TED super shooter 5.4.1.2 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa menggunakan BRD dan BRD square mesh window (jendela empat persegi) Estimasi berat hasil tangkapan total trawl tanpa perangkat BRD sebesar 3.451,37 kg dengan rata-rata 431,42 kg/towing yang terdiri atas udang sebagai hasil tangkapan utama dan ikan sebagai hasil tangkapan sampingan. Berat udang yang tertangkap sebesar 6,10 kg atau 0,18% dari total hasil tangkapan. Sementara itu jumlah ikan yang dimanfaatkan mencapai 200,25 kg atau 5,80%. Hasil tangkapan sampingan yang tidak dimanfaatkan mencapai 94,19% atau 3.251,12 kg dengan rata-rata 406,39 kg/towing. Pemasangan BRD jenis square mesh window berpengaruh terhadap jumlah hasil tangkapan yang diperoleh. Berat total hasil tangkapan yang diperoleh untuk jaring yang dilengkapi dengan square mesh window adalah 3.245,82 kg dengan rata-rata 405,73 kg/towing. Berat udang yang tertangkap adalah 4,75 kg atau hanya 0,15% dari total hasil tangkapan. Sementara itu ikan ekonomis yang masuk ke dalam kantong sebesar 143,60 kg atau 4,42%. Berat ikan non ekonomis yang tidak dimanfaatkan (discarded) mencapai 95,58% dari hasil tangkapan atau mencapai 3.102,22 kg dengan rata-rata 387,78 kg/towing (Lampiran 6).
65
Pada Gambar 13 menunjukkan bahwa hasil
tangkapan per towing tanpa
menggunakan perangkat square mesh window (SMW) didominasi oleh kepiting sebesar 154,62 kg (35,7%), ikan bulu ayam (Setipinna spp) sebesar 57,53 kg (13,3%), sardine Pellona ditchela sebesar 54,79 kg (12,68%), tiga waja (Johnius spp) sebesar 28,61 kg (6,62%), layur (Trichiurus lepturus) sebesar 23,74 kg (5,49%) dan beberapa jenis ikan lainnya yang mencapai 26,05% dari berat total per towing ikan sebesar 112,40 kg.
Gambar 13 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD square mesh window
66
Gambar 14 Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD square mesh window Pemasangan square mesh window menunjukkan adanya perubahan pada komposisi hasil tangkapan yang diperoleh. Hasil tangkapan per towing didominasi oleh ikan tiga waja (Johnius spp) sebesar 21,34 kg (5,25%), layur (Trichiurus lepturus) sebesar 18,15 kg (4,47%), selar (Alepes melanoptera) sebesar 2,05 kg (0,05%), lidah (Cynoglosus spp) sebesar 6,44 kg (1,59%), kuro (Platycepalus spp) sebesar 0,31 kg (0,1%), slengseng (Megalaspis cordila) sebesar 4,35 kg (1,07%) dan beberapa jenis ikan lainnya seperti remang (Muraenesox bagio) dalam jumlah kurang dari 1 % dari berat per towing seperti dapat dilihat pada Gambar 14. Proporsi hasil tangkapan bycatch berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dan trawl square mesh window didominasi oleh jenis krustase (kepiting) dan ikan compressed. Kepiting banyak tertangkap dalam jumlah besar baik yang dilengkapi BRD maupun tidak dilengkapi BRD.
67
Gambar 15 Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dan trawl square mesh window 5.4.1.3 Komposisi hasil tangkapan jaring trawl tanpa BRD dan BRD fish eye (mata ikan) Estimasi hasil tangkapan total trawl tanpa dilengkapi BRD sebesar 2.650,17 kg dengan rata-rata 378,60 kg/towing yang terdiri atas hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Hasil tangkapan utamanya berupa udang sebesar 19,95 kg atau 0,75%. Sementara itu hasil tangkapan sampingan yang dimanfaatkan sebanyak 168,80 kg atau 6,37%, dan sisanya merupakan hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discarded) mencapai 93,63% atau sebesar 2.481,37 kg dengan rata-rata 354,48 kg/towing. Penggunaan fish eye memberikan pengaruh terhadap total hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari penurunan jumlah total hasil tangkapan mencapai 359,36 kg. Total hasil tangkapan yang diperoleh trawl yang dilengkapi dengan mata ikan sebesar 2.290,80 kg dengan rata-rata 327,26 kg/towing yang terdiri dari udang sebagai hasil tangkapan utama sebesar 15,71 kg atau 0,69%, ikan yang dimanfaatkan sebesar 88,05 kg atau 3,84% dan ikan yang tidak dimanfaatkan (discarded) mencapai 96,16% atau sebesar 2.202,75 kg dengan ratarata 314,68 kg/towing (Lampiran 7).
68
Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa komposisi hasil tangkapan per towing dari trawl tanpa perangkat BRD.
Hasil tangkapan trawl tanpa
menggunakan BRD di didominasi oleh kepiting sebesar 203 kg (53,22%), ikan bulu ayam (Thryssa setrirostris) sebesar 34,18 kg (8,96%), tiga waja (Johnius spp) sebesar 27,14 kg (7,11%), sardine (Pellona ditchela) sebesar 18,29 kg (4,78%), tembang (Illisa melastoma) sebesar 16,72 kg (4,78%), gerot-gerot (Pomadasys maculatus)
12,64 kg (3,31%) dan bawal hitam (Formio niger)
sebesar 11,81 kg (3,10%). Sedangkan beberapa jenis ikan lainnya seperti petek (Leiognathus spp), nomei (Harpadon nehereus), kerong (Terapon theraps) dan manyung (Arius maculathus) yang mencapai 15,13.% dari total ikan per towing yaitu sebesar 57,73 kg. Pemasangan bycatch reduction device mata ikan (fish eye) pada trawl berpengaruh terhadap hasil tangkapan trawl per towing. Hasil tangkapan didominasi oleh ikan carangids (Urapsis urapsis) sebesar 169,08 kg (51,32%), diikuti manyung (Arius maculathus) sebesar 39,37 kg (11,95%), bulu ayam (Setipinna spp) sebesar 26,80 kg (8,13%), tembang (Illisa melastoma) sebesar 21,94 kg (6,66%), srinding (Apogon spp) sebesar 11,86 kg (3,60%) dan kepiting sebesar 13,99 kg (4,25%). Sedangkan beberapa jenis ikan lainnya dengan persentase mencapai 13,51% dari berat total ikan per towing sebesar 44,22 kg (Lampiran 17). Berdasarkan Gambar 18 menunjukkan bahwa persentase bycatch yang tertangkap tanpa BRD dan dengan fish eye didominasi oleh ikan-ikan yang berbentuk compressed dan kepiting.
69
Gambar 16 Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD fish eye
Gambar 17 Komposisi hasil tangkapan trawl dengan BRD fish eye
70
Gambar 18 Persentase hasil tangkapan sampingan (bycatch) berdasarkan morfologi antara trawl tanpa BRD dengan trawl BRD fish eye 5.4.2
Keefektifan ketiga jenis BRD dalam mengurangi bycatch berdasarkan morfologi Berdasarkan pengelompokan berat ikan hasil tangkapan sampingan dari
setiap jenis BRD menunjukkan bahwa untuk TED super shooter ikan-ikan yang tertangkap didominasi yang berbentuk compressed yaitu seperti kerong (Terapon theraps) 19,15%, selar (Carangoides spp) 5,11%, tigawaja (Johnius spp) 6,98% dan kuro (Polydactillus spp) 3,87%, untuk yang berbentuk anguilliform yaitu layur (Trichiurus lepturus) 8,7%,
yang berbentuk depressed yaitu manyung
(Arius maculatus) 3,51%. Untuk BRD jenismata ikan (fish eye) ikan yang tertangkap didominasi oleh yang berbentuk compressed-1 dan compressed-2 yang terdiri dari carangid (Urapsis urapsis) 51,67%, tigawaja (Otolites spp) 33,65% dan bulu ayam (Setipinna spp) 8,19%. Untuk ikan yang berbentuk depressed ikan yang tertangkap didominasi oleh manyung (Arius maculatus) 12,03%. Sedangkan BRD jenis jendela empat persegi (square mesh window) ikan tangkapan sampingan yang tertangkap terdiri dari yang berbentuk compressed-1 dan compressed-2 yaitu bulu ayam (Setipinna spp) 8,86%, tigawaja (Johnius spp) 5,28%, Pellona ditchela 4,94% dan selar (Carangoides spp) 3,47%. Untuk ikan yang berbentuk depressiform ikan yang tertangkap yaitu manyung (Arius
71
maculatus) 2,85%, lidah (Cynoglosus spp) 1,59% dan pari (Dasyatis kuhlli) 1,1%. Sedangkan untuk ikan yang berbentuk anguilliform jenis ikan yang tertangkap yaitu layur (Trichiurus lepturus) sebesar 4,49%. Berdasarkan estimasi berat ikan hasil tangkapan sampingan yang diloloskan untuk setiap bentuk morfologi ikan hasilnya menunjukkan bahwa untuk BRD jenissuper shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (baik itu compressed-1 maupun compressed-2) sebesar 4,98%, untuk yang berbentuk depressiform sebesar 1,79% dan anguilliform sebesar 0,47%. Sedangkan untuk ikan hasil tangkapan sampingan yang berbentuk fusiform mengalami kenaikan sebesar 3,65%. Sementara itu untuk BRD jenis square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk compressed sebesar 6,23%, sedangkan untuk depressed, fusiform dan anguilliform masing-masing mengalami kenaikan sebesar 3,55%, 0,72% dan 0,97%. Sedangkan untuk BRD jenis mata ikan (fish eye) mengurangi ikan hasil tangkapan sampingan yang berbentuk compressed sebesar 10,23% dan anguilliform sebesar 4,62%. Sedangkan untuk ikan yang berbentuk depressed dan fusiform masing-masing mengalami kenaikan sebesar 13,32% dan 1,54%. Perbandingan proporsi ikan yang tertangkap berdasarkan bentuk ikan pada bagian jaring tanpa BRD dan jaring yang dilengkapi BRD dapat dilihat pada Gambar 19 dibawah ini. Hasil uji statistik dengan menggunakan analisis sidik ragam satu arah menunjukkan bahwa perbandingan berat hasil tangkapan ikan yang berbentuk compressed dari ketiga jenis bycatch reduction device tidak berbeda nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai P 0,074 > α(0,05).
Demikian pula hasil uji statistik
untuk ikan yang berbentuk depressed tidak berbeda nyata dengan P 0,472 > α(0,05) dan ikan yang berbentuk anguilliform hasil nya tidak berbeda nyata P 0,165> α(0,05).
72
Gambar 19 Persentase bycatch antara trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD menurut morfologi ikan hasil tangkapan Berdasarkan pada Gambar 19 diatas menunjukkan bahwa proporsi dari ketiga jenisBRD masih didominasi oleh ikan-ikan yang berbentuk compressed untuk TED super shooter sebesar 65,95%, fish eye sebesar 76,72%, TED super shooter sebesar 65,95% dan square mesh window sebesar 73,50%.
Akan tetapi
bila dilihat berdasarkan persentase pelolosan nya fish eye mengurangi ikan-ikan yang berbentuk compressed dengan persentase tertinggi dibandingkan dengan square mesh window atau TED super shooter. Sedangkan untuk BRD jenis fish eye ikan yang berbentuk depressiform tertangkap sebesar 19,12% kemudian TED super shooter 18,15% dan square mesh window sebesar 14,83%. Untuk TED super shooter dan square mesh window ikan yang berbentuk anguilliform tertangkap masing-masing sekitar 11%. Sementara untuk ikan-ikan yang berbentuk fusiform dari ketiga jenis BRD hanya tertangkap dibawah 5%. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam untuk morfologi dari ketiga jenis BRD tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan kisaran nilai yang kecil untuk setiap morfologi ikan yang tertangkap oleh BRD, sehingga tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata secara statistik.
73
5.5
Pembahasan
5.5.1
Keragaan teknis BRD selama uji coba penangkapan Pada awalnya bycatch reduction device yang digunakan pada perikanan
pukat udang Indonesia disebut BED (bycatch excluder devices) yang berasal dari modifikasi TED (turtle excluder devices) dari Amerika. Pemasangan TED pada trawl ditujukan untuk mengurangi tertangkapnya penyu dan disebut juga sebagai “Trawl Efficiency Device”, karena alat ini juga dapat mencegah tertangkapnya hewan-hewan laut besar lainnya seperti ikan hiu, ikan pari dan ubur-ubur (Eayrs, 2005). Perkembangan desain dan konstruksi TED mengalami modifikasi yang ditujukan untuk meloloskan penyu yang dikenal dengan TED jenis super shooter. TED jenis super shooter yang baru dikembangkan harus dipakai tetapi, banyak kapal trawl menyalah gunakan aturan ini sehingga pada saat operasi penangkapan tidak memasang alat tersebut dengan lasan mengganggu saat melakukan operasi penangkapan diatas kapal. Setelah diamati terdapat beberapa permasalahan dalam mengimplementasikan TED tersebut seperti : teknis, sering terjadi kegagalan operasi penangkapan akibat penggunaan TED, lemahnya penjagaan, kontrol, pengawasan karena lemahnya hukum (Purbayanto et al. 2004); dan pengurangan hasil tangkapan udang sebagai tangkapan utama sangat signifikan jumlahnya (Evans dan Wahju, 1996; Nasution, 1997). Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan jenis bycatch reduction device diantaranya : 1. Ukuran dari jaring trawl dan cara penanganan nya (Broadhusrt dan Kennelly, 1994); 2. Lokasi dari daerah penangkapan ikan serta kondisi dari daerah penangkapan ikan (Brewer et al. 1998; Robin dan McGilvray, 1999); 3. Spesies ikan yang akan dikeluarkan dan ukurannya (Matsuoka dan Kan 1991, Robin dan McGilvray, 1999); 4. Pengetahuan mengenai tingkah laku ikan yang menjadi target dan hasil tangkapan sampingan (Broadhurst dan Kennelly, 1996; Watson, 1989).
74
5.5.2
Perbandingan Komposisi hasil tangkapan trawl tanpa BRD dan trawl dengan BRD Kondisi sumberdaya ikan demersal yang menjadi habitat wilayah perairan
dekat pantai cenderung memiliki keanekaragaman yang tinggi dibandingkan dengan ikan pelagis (Mahiswara, 2004). Jenis sumberdaya tersebut dapat berupa ikan, moluska maupun krustase. Beragamnya jenis sumberdaya tersebut yang mengakibatkan hasil tangkapan trawl tediri atas berbagai macam spesies baik udang sebagai target utama maupun ikan sebagai hasil tangkapan sampingan. Hal ini disebabkan oleh sifat pengoperasian trawl yang ditarik menyapu dasar perairan sehingga semua jenis sumberdaya ikan yang ada di daerah pengoperasian akan masuk kedalam kantong. Beragamnya jenis sumberdaya ikan di lokasi penelitian ditunjukkan oleh banyaknya spesies ikan dan krustasea yang tertangkap. Jumlah spesies ikan yang tertangkap selama penelitian untuk TED super shooter sebanyak 25 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Untuk jaring yang dilengkapi dengan square mesh window ikan yang tertangkap terdiri dari 29 spesies, 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Sedangkan untuk jaring trawl yang dilengkapi dengan fish eye terdiri dari 27 spesies diantaranya 25 spesies ikan dan 2 spesies krustase. 5.5.2.1 Trawl tanpa BRD versus trawl dengan TED super shooter Penggunaan perangkat TED super shooter tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap komposisi hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari jumlah spesies yang tertangkap pada pengoperasian trawl baik tanpa maupun dilengkapi dengan TED super shooter. Tujuan pemasangan TED super shooter adalah untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan pada trawl. Akan tetapi dari uji coba penangkapan yang telah dilakukan, hasil tangkapan total trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter lebih besar 15,44 kg bila dibandingkan dengan trawl tanpa TED. Apabila dilihat dari perbandingan berat rata-rata hasil tangkapan antara trawl tanpa TED dan trawl yang dilengkapi dengan TED super shooter
tidak terdapat perbedaan yang nyata pada hasil
tangkapan trawl baik tanpa TED maupun dilengkapi dengan TED super shooter. Hal ini dikarenakan TED super shooter dirancang khusus untuk mengeluarkan penyu yang masuk ke dalam trawl sehingga jarak antar kisinya 10 cm lebih lebar
75
bila dibandingkan dengan ukuran ikan yang masuk ke dalam kantong berkisar antara 2-4 cm. Berat rata-rata hasil tangkapan pada trawl yang dilengkapai TED super shooter lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa BRD. Hal ini mengindikasikan telah terjadi penyumbatan (blocking) pada bagian pintu keluar (exit hole), sehingga ikan-ikan yang seharusnya dapat meloloskan diri masuk kedalam codend. Mekanisme pelolosan ikan melalui TED super shooter terjadi jika ikan yang memiliki kemampuan renang tinggi mampu bertahan dan menemukan celah keluar di bagian bawah TED (Eayrs, 2005). Selain itu ikan yang memiliki ukuran body girth lebih besar ketika menabrak kisi akan tertahan sesaat dan kemudian berusaha untuk meloloskan diri melewati celah yang ada. Ikan berukuran kecil yang memiliki kemampuan renang rendah akan ikut terdorong masuk kekantong pada saat trawl ditarik, sehingga ikan tersebut masuk kedalam kantong. Meskipun demikian, penggunaan TED super shooter memberikan pengaruh terhadap pengurangan persentase ikan hasil tangkapan rata-rata per towing baik yang dimanfaatkan maupun yang dibuang kelaut. Selain itu terdapat juga adanya penambahan persentase ikan hasil tangkapan rata-rata per towing untuk beberapa ikan hasil tangkapan sampingan. Pengguraan TED super shooter menunjukkan berhasil mengurangi persentase ikan yang signifikan yaitu pada Loligo spp sebesar 18,03% sedangkan penambahan persentase rata-rata per towing pada kepiting yaitu 25,3%. 5.5.2.2 Trawl tanpa BRD versus trawl dengan BRD square mesh window Jendela empat persegi (square mesh window) merupakan perangkat BRD yang memungkinkan ikan yang memiliki orientasi renang ke atas dapat meloloskan diri melalui celah mata jaring yang lebih besar (Broadhurst, 2000). Penggunaan jendela empat persegi pada trawl tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap komposisi hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat dari jumlah spesies keduanya yang tidak jauh berbeda. Pada trawl tanpa jendela empat persegi jenis spesies yang tertangkap sebanyak 29 spesies yang terdiri atas 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Sementara itu pada trawl dengan jendela empat persegi , jumlah spesies yang tertangkap adalah 29 spesies yang terdiri atas 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Jendela empat persegi
76
memungkinkan jenis ikan yang memiliki kemampuan renang dan daya tahan melawan arus yang baik untuk meloloskan diri pada saat penarikan jaring berlangsung. Spesies ikan yang tertangkap didominasi oleh jenis ikan demersal yang memiliki kemampuan renang rendah sehingga tidak dapat meloloskan diri melalui celah yang ada di bagian atas kantong trawl. Meskipun demikian, beberapa spesies ikan yang dimanfaatkan oleh nelayan mengalami penurunan persentase dengan pemasangan perangkat jendela empat persegi antara lain Cynoglosus spp, Megalaspis cordila, Trichiurus lepturus dan Johnius spp. Menurut Y-H Kim et al. (2008) menyebutkan bahwa pelolosan ikan melalui jendela empat persegi sangat dipengaruhi oleh sudut yang tepat dari ikan untuk berenang lurus kedepan, rangsangan yang ditimbulkan oleh perubahan pergerakan jaring, sudut pembelokan dan kecepatan renangnya.
Secara keseluruhan
penggunaan jendela empat persegi telah mengurangi persentase hasil tangkapan sampingan secara keseluruhan sebesar 26,12%, demikian pula dengan jumlah ikan ekonomis yang tertangkap mengalami pengurangan. 5.5.2.3 Trawl tanpa BRD versus trawl dengan BRD fish eye Penggunaan mata ikan pada trawl memberikan pengaruh terhadap jumlah spesies hasil tangkapan yang diperoleh. Hal ini dapat dilihat pada jumlah spesies pada trawl tanpa mata ikan yang lebih banyak, yaitu 27 spesies yang terdiri dari 26 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Sementara itu pemasangan mata ikan mengurangi jumlah spesies yang tertangkap. Jumlah spesies pada trawl dengan mata ikan adalah 20 spesies, yang terdiri atas 18 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Perangkat mata ikan pada prinsipnya menyerupai jendela empat persegi yang mengandalkan pada kemampuan bertahan dan kecepatan renang ikan untuk meloloskan diri melalui celah yang terdapat pada bagian atas kantong. Perbedaannya adalah, pada mata ikan celahnya merupakan celah tunggal dan menyerupai bentuk mata ikan. Pada saat penarikan jaring, arus yang ditimbulkan akan membuka bagian kantong trawl, dan dalam waktu yang bersamaan celah pelolosan mata ikan akan ikut terbuka. Ikan yang memiliki kemampuan renang yang tinggi meloloskan diri melalui celah yang terbuka. Posisi pemasangan mata ikan sangat berpengaruh terhadap jumlah ikan yang dapat diloloskan. Hal ini
77
dinyatakan oleh Hannah et al. (2003) bahwa pemasangan mata ikan mengurangi hasil tangkapan sampingan akan tetapi efektifitasnya sangat dipengaruhi oleh posisi penempatannya pada jaring. Berdasarkan pada persentase pengurangan rata-rata ikan per towing yang diperoleh, pemasangan mata ikan mampu mereduksi hasil tangkapan sampingan sebesar 63,85%. Sedangkan bila dilihat dari jumlah spesies yang berhasil dikeluarkan, mata ikan lebih baik dibandingkan dengan TED super shooter dan jendela empat persegi. Hal ini dikarenakan terjadinya pengurangan untuk jenis kepiting yang mencapai 48,97%. Penggunaan mata ikan telah mereduksi 7 spesies ikan antara lain Thryssa setrirostris, Harpadon nehereus, Johnius spp, Alepes melanoptera, Formio niger, Euristhmus lepturus dan Triachantus spp. Sedangkan dari perbandingan antara berat hasil tangkapan rata-rata per towing pemasangan mata ikan mengurangi ikan berat ikan sebesar 51,44 kg per towing. Pemasangan mata ikan mengurangi persentase ikan ekonomis penting yang tertangkap tetapi besarnya hanya dibawah 5%. 5.5.3
Efektivitas BRD dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan Secara umum diketahui hampir semua perikanan tangkap menghasilkan
hasil tangkap sampingan (bycatch), namun dibandingkan beberapa alat tangkap lainnya khususnya trawl memberikan kontribusi hasil tangkapan sampingan yang lebih besar bila dibandingkan dengan alat tangkapan lainnya (Alverson et al. 1994). Khususnya pukat udang yang beroperasi di perairan Arafura merupakan alat yang paling efektif untuk menangkap udang dan ikan dasar lainnya. Dari segi konstruksi pukat udang memiliki kantong (codend) dengan ukuran mata jaring yang berukuran 1 ¾ inci (40 mm) sehingga banyak organisme laut lain yang ikut tertangkap termasuk ikan dalam berbagai ukuran. Hasil tangkapan sampingan dominan pukat udang adalah jenis ikan demersal yang memiliki nilai ekonomis cukup tinggi serta hewan lainnya seperti kepiting, sotong, gurita dan udang kecil lainnya. Purbayanto dan Sondita (2006) telah mengidentifikasi hasil tangkapan pukat udang di sekitar perairan Dolak sebanyak 43 spesies yang terdiri dari 35 spesies ikan, 3 spesies moluska dan 5 spesies krustase. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) ini
dipengaruhi oleh
78
faktor musim dan lokasi pengoperasian dari alat tangkap (Harris dan Poiner, 1990). Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian Purbayanto dan Sondita (2006) yang menyebutkan faktor kedalaman serta lokasi perairan berpengaruh nyata terhadap biomas dari 11 taksa yang diidentifikasi. Permasalahan yang dihadapi pada perikanan trawl saat ini adalah banyaknya hasil tangkap sampingan yang selanjutnya dibuang kembali ke laut (discards). Untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan tersebut maka pemasangan Bycatch Reduction Device (BRD) merupakan suatu alternatif. Dari penelitian yang telah dilakukan oleh Chokesanguan et al. (1994) di Thailand, Renaud et al. (1993) di Amerika, dan Brewer et al. (1998) di Australia menunjukkan bahwa pemasangan BRD dapat mengurangi berat hasil tangkapan sampingan. Sedangkan untuk pemasangan TED jenis super shooter di Indonesia menunjukkan adanya penurunan hasil tangkapan sampingan sebesar 40%, namun demikian hasil tangkapan udang juga mengalami penurunan sebanyak 30 % (Nasution, 1997). Dari hasil penelitian yang dilakukan terlihat bahwa penggunaan BRD dengan kisi-kisi dapat mengurangi komposisi spesies hasil tangkapan terutama pada spesies ikan pelagis seperti ikan herring yang memiliki kecepatan renang relatif cepat dibandingkan spesies ikan demersal dengan ukuran kecil (Suuronen, 1995). Konstruksi BRD didesain untuk memberikan peluang terhadap ikan yang akan diloloskan, baik oleh karena mekanisme arus yang ditimbulkan maupun menabrak kisi (Mahiswara, 2004). Menurut Day (1996) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa, pada saat trawl dioperasikan di bagian dalam jaring terjadi turbulensi arus, yang kemudian oleh adanya pengarah ikan akan terdorong menuju kerangka berkisi. Kondisi ini memungkinkan ikan ukuran besar serta ikan dengan kemampuan renang relatif kuat dapat meloloskan diri melalui pintu keluar. Sementara ikan yang berukuran kecil dengan kemampuan renang relatif lemah terbawa arus masuk menuju bagian kantong dari trawl. Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi jumlah HTS yang keluar dari trawl yang menggunakan TED super shooter, yaitu terjadinya penutupan pada bagian kisi (blocking) dan
79
menyumbat pintu keluar. Penutupan pada bagian kisi terutama disebabkan karena sampah dasar perairan ataupun ikan ukuran besar. Menurut Suuronen (1995); Ferno dan Olsen (1994) menyatakan bahwa selektifitas dari BRD yang menggunakan sorting grid dipengaruhi oleh besarnya tangkapan yang dapat menghambat kisi. Kondisi ini tidak dapat dihindarkan oleh trawl karena target spesies (udang) menghuni habitat bersama dengan spesies yang lain di dasar perairan. Untuk memperbaiki keragaan dari TED super shooter diperlukan untuk membuat kondisi dimana ikan tidak terakumulasi di bagian depan dari grid atau kisi. Perolehan hasil tangkapan selama penelitian memberikan gambaran keragaman jenis ikan yang tertangkap jaring trawl sangat tinggi. Dimana sebanyak 28 spesies berhasil diidentifikasi selama penelitian. Faktor posisi dan kedalaman perairan stasiun pengoperasian tampak berpengaruh terhadap berat, jenis dan ukuran hasil tangkapan. Faktor yang berpengaruh terhadap jumlah HTS pada perikanan trawl antara lain bentuk dan ukuran mata jaring, diameter kantong, hanging ratio (Eayrs, 2005), ketersediaan ikan, kondisi perairan (Hall, 1996), kecepatan dan lama penarikan jaring (Cotter et al. 2002). Pada saat pengoperasian trawl bentuk dan ukuran mata jaring (mesh size) akan mengalami perubahan. Penarikan jaring menjadikan mata jaring menjadi rapat. Bukaan mata jaring sebagai pengaruh pemberian nilai hanging ratio menjadi berubah oleh bentuk oleh pengaruh penarikan jaring dan beban dibagian kantong (Herrmann, 2005). Disamping bukaan mata jaring, faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan sampingan yaitu terjadinya blocking (penutupan) bagian kantong oleh hasil tangkapan di bagian kantong (Ferno dan Olsen, 1994). Pada trawl tanpa dipasang BRD dan trawl yang dilengkapi ketiga jenis BRD mengurangi rata-rata hasil tangkapan total per towing. Dimana fish eye mengurangi total tangkapan per towing yaitu sebesar 51,44 kg, yang diikuti square mesh window sebesar 25,69 kg, tetapi pada super shooter lebih besar sebesar 15,44 kg. Lebih tingginya nilai total rata-rata per towing pada TED super shooter dikarenakan perbedaan kontruksi dari TED super shooter yang memiliki kisi-kisi yang cukup lebar serta adanya pintu keluar (exit hole) pada bagian bawah kisi menyebabkan ikan yang berukuran lebih kecil dari jarak kisi akan terus
80
masuk kedalam bagian kantong (codend). Sementara bagian pintu keluar dari TED super shooter berada dibagian bawah sehingga ikan-ikan yang tidak memiliki orientasi renang kebawah akan sulit untuk keluar. Sedangkan pada BRD jenis fish eye hal ini diduga karena konstruksi mata ikan dan memiliki celah yang cukup lebar sehingga memungkinkan ikan yang memiliki kemampuan penglihatan yang cukup baik dan kecepatan renang lebih besar dapat lolos melalui celah tersebut. Sedangkan pada trawl dengan jendela empat persegi ikan dapat lolos melalui jaring empat persegi yang berukuran 2,25 cm dan 3,15 cm pada saat penarikan mata jaring empat persegi ini tidak ikut tertutup sehingga ikan yang memiliki ukuran lebih kecil dari jaring empat persegi dengan kemampuan renang yang baik dapat lolos dari bagian kantong. Evaluasi menyeluruh terhadap efektivitas penggunaan BRD untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dijelaskan dengan membandingkan persentase pengurangan dari masing-masing jenis BRD yang digunakan. Parameter tersebut adalah persentase rata-rata per towing untuk masing-masing spesies dari hasil tangkapan sampingan (HTS) dan udang yang dapat dikurangi. Secara keseluruhan untuk parameter jumlah spesies, jaring trawl yang menggunakan square mesh window memperoleh jumlah spesies tertinggi (29 spesies) diikuti oleh TED super shooter (25 spesies) dan mata ikan (20 spesies). Hal ini diduga berkorelasi dengan pengoperasian alat tangkap yang dilakukan di tempat yang memiliki keanekaragaman yang tinggi. Untuk proporsi pengurangan rata-rata hasil tangkapan sampingan per towing menunjukkan bahwa pemasangan ketiga jenis BRD mengurangi rata-rata hasil tangkapan sampingan per towing walaupun secara statistik tidak signifikan. Dari hasil pengurangan bycatch tersebut menunjukkan bahwa fish eye memberikan kemudahan bagi ikan untuk meloloskan diri melalui pintu keluar dan menghindarkan udang lolos dari bagian kantong (cod end). Sedangkan menurut Broadhurst et al. (2002) menyatakan penggunaan square mesh panel secara signifikan telah mengurangi berat dari hasil tangkapan sampingan (bycatch) sebesar 49% serta berat dari beberapa ikan hasil tangkapan sampingan yang komersial dan non komersial sebesar 75,7% (Broadhurst et al. 2002). Akan tetapi penelitian tidak menjelaskan morfologi dari bycatch yang dikurangi. Hal ini diduga adanya perbedaan jenis ikan serta bentuk
81
morfologi dari ikan-ikan bycatch yang diloloskan. Berdasarkan ketiga jenis BRD tersebut proporsi dari ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama masih tinggi lebih dari 95%. Menurut Purbayanto dan Riyanto (2005) menyatakan bahwa tinggi nya proporsi antara ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama dikarenakan beberapa faktor yaitu : 1. Alat tangkap pukat udang memiliki sifat aktif yaitu mengejar target ikan dengan cara ditarik oleh kapal sehingga banyak ikan yang bukan menjadi target penangkapan ikut tertangkap; 2. Perairan tempat observasi adalah perairan dangkal dengan kedalaman 10-35 m, kondisi ini menyebabkan bukaan mulut pukat udang masih dapat menyapu sebagian besar kolom perairan, ditandai dengan tertangkapnya jenis ikan pelagis; 3. Perairan yang dangkal merupakan tempat ikan mencari makan (feeding ground), pemijahan (spawning ground), dan pemeliharaan (nursery ground). Sehingga banyak ikan muda (berukuran kecil) yang ikut tertangkap; 4. Dasar perairan Laut Arafura memiliki permukaan yang relatif landai karena merupakan daerah paparan dan memiliki substrat berlumpur yang merupakan habitat bagi jenis ikan demersal; dan 5. Pengoperasian pukat udang tidak diikuti pemasangan alat pemisah ikan (API), sehingga jumlah ikan yang bukan menjadi target penangkapan banyak tertangkap. 5.5.4
Pengurangan hasil tangkapan sampingan berdasarkan morfologi ikan Berdasarkan persentase pengurangan berat ikan yang tertangkap pada
bagian kantong yang dilengkapi dengan BRD dengan berat ikan yang tidak dilengkapi dengan BRD untuk setiap jenis BRD menunjukkan bahwa BRD jenis fish eye mengurangi hasil tangkapan sampingan untuk ikan-ikan yang berbentuk compressed dan anguilliform. Demikian juga untuk TED super shooter mengurangi ikan-ikan yang berbentuk compressed dan anguilliform. Sedangkan untuk BRD jenis square mesh window mengurangi ikan-ikan yang berbentuk compressed. Ikan-ikan yang berbentuk compressed memiliki proporsi yang cukup besar hal ini dapat dilihat dari ketiga jenis BRD yang digunakan menangkap lebih
82
dari 70%. Hal ini berkaitan dengan distribusi ikan demersal yang berbentuk compressed banyak dijumpai di laut Arafura seperti hasil penelitian sebelumnya bahwa ikan-ikan yang mendominasi diantaranya peperek, bilis, gerot-gerot dan tembang (Purbayanto dan Sondita, 2006). Sedangkan untuk ikan-ikan yang berbentuk depressed dan fusiform persentasenya hanya sedikit. Selain itu jumlah tangkapan di kantong (codend) dan kecepatan penarikan kapal (towing speed) selama penelitian berlangsung diduga berpengaruh terhadap pelolosan ikan melalui BRD. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan BRD jenis fish eye mengurangi ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dari famili Lutjanidae, Sciaenidae dan Scombridae (Rulifson et al. 1992; Watson, 1996). Pengurangan hasil tangkapan sampingan dengan menggunakan BRD square mesh panel pertama kali dilakukan di Eropa (Karlsen dan Larsen, 1989) dan di Australia pada kondisi perikanan komersial (Broadhurst dan Kennelly, 1997). Dari ketiga jenis BRD ikan-ikan yang berbentuk depressed mengalami kenaikan dibandingkan dengan yang tanpa menggunakan BRD. Hal ini berkaitan dengan kemampuan renang yang rendah dari ikan yang berbentuk depressed untuk berenang kearah atas menuju posisi fish eye ataupun square mesh window. Menurut Broadhurst dan Kennelly (1997) menyebutkan bahwa square mesh yang dipasang pada bagian atas dari codend berhasil mengurangi hasil tangkapan sampingan secara signifikan terutama untuk spesies komersial seperti Sillaginidae dan Platycephalidae serta meningkatkan efisiensi dari trawl dalam menangkap udang sebesar 14% (Broadhurst dan Kennelly, 1997). Lebih jauh lagi Briggs (1992) telah melakukan observasi dimana panel empat persegi yang dipasang pada pada bagian kantong (codend) untuk menangkap Nephrops efektif untuk beberapa spesies yang berbentuk fusiform untuk meloloskan diri terutama dari jenis ikan whiting tanpa mengurangi hasil tangkapan utama secara signifikan. Sedangkan dalam penelitian ini bentuk ikan fusiform yang tertangkap pada trawl yang dilengkapi dengan square mesh window persentasenya hanya sedikit (<1%). Sehingga walaupun adanya kenaikan persentase penambahan <1% belum dapat menggambarkan proporsi square mesh window dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan.
83
Beberapa penelitian mengenai TED super shooter telah dilakukan di Gulf of Mexico yang menunjukkan efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan berukuran besar seperti penyu (Renaud et al. 1993). Selain untuk meloloskan penyu TED super shooter telah berhasil mengurangi tangkapan sampingan ikan-ikan berukuran besar lainnya (Brewer et al. 1998; McGilvray et al. 1999). Walaupun hasilnya efektif untuk meloloskan penyu dan ikan berukuran besar lainya, namun demikian BRD jenis super shooter tidak didukung oleh industri perikanan terutama disebabkan karena biaya, dampak negatif terhadap keragaan alat tangkap, penanganan dan lolosnya hasil tangkapan utama yaitu udang (Tucker et al. 1997). Hal ini dikarenakan konsruksi dari kisi-kisi (grid) yang dipasang berfungsi sebagai pengarah dari ikan/hewan lainnya untuk keluar melalui lubang keluar (exit hole) yang dipasang dibagian bawah kisi. Berdasarkan persentase pengurangan bentuk ikan yang diloloskan pemasangan TED super shooter mengurangi ikan-ikan yang berbentuk compressed dan anguilliform. Sedangkan untuk ikan-ikan yang berbentuk depressed dan fusiform mengalami kenaikan. Persentase pengurangan ikan-ikan yang berbentuk compressed dan anguilliform berkaitan dengan respon dari ikan-ikan tersebut untuk berenang kearah bawah. Sedangkan ikan-ikan yang berbentuk depressed terdiri dari ikan pari dan sebelah yang mewakili bentuk badan yang lebar melebihi jarak dari kisi (grid) dan kemampuan renang yang rendah sehingga masuk kedalam kantong (codend). Selain TED super shooter efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan yang mencapai 39% akan tetapi TED super shooter juga mengurangi hasil tangkapan utama sebesar 50% (Brewer et al. 1998). Sehingga untuk perikanan trawl skala industri yang beroperasi di perairan Arafura maka bycatch reduction device yang sesuai untuk dikembangkan berdasarkan bentuk morfologi ikan yang akan diloloskan yaitu BRD jenis mata ikan (fish eye) dan jendela empat persegi (square mesh window).
84
5.6
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Jumlah spesies yang telah diidentifikasi selama uji coba penangkapan diperoleh TED super shooter 23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Square mesh window terdiri dari
27 spesies ikan dan 2 spesies
krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase. 2. Komposisi hasil tangkapan untuk trawl dengan TED super shooter terdiri dari compressed 50%, depressed 14%, anguilliform 8%, fusiform 4% dan mixed 24,71%. Jenis square mesh window terdiri dari compressed 31%, depressed 6%, anguilliform 5%, fusiform 1% dan mixed 58%. Sedangkan fish eye terdiri dari compressed 73%, depressed 18%, fusiform 3%, anguilliform 1% dan mixed 5%. 3. Berdasarkan persentase morfologi ikan yang diloloskan, BRD jenis fish eye mengurangi ikan yang berbentuk compressed (10,23%) dan anguilliform (4,62%). Bycatch reduction device jenis square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk compressed (6,23%) sedangkan TED super shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (4,98%) dan anguilliform (0,47%).
85
6
6.1
PROSES PELOLOSAN IKAN MELALUI BYCATCH REDUCTION DEVICE (BRD): PERCOBAAN LABORATORIUM
Pendahuluan Pemasangan bycatch reduction device pada trawl ditujukan untuk
mengurangi ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dari perikanan trawl demersal. Mekanisme pelolosan ikan melalui BRD dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu secara mekanik atau fisik agar ikan tidak menuju bagian kantong (codend) dan menggiring ikan untuk keluar melalui pintu keluar (exit hole). Selain itu dengan melakukan pendekatan melalui perbedaan tingkah laku ikan dan udang. Dimana ikan mempunyai kemampuan renang (swimming ability) yang lebih baik dibandingkan dengan invertebrate yang bergerak lambat. Ikan pada jaring yang bergerak dan menyesuaikan diri terhadap arah tarikan, kemudian berenang keluar melalui pintu keluar. Sebaliknya udang akan langsung masuk kedalam codend dari trawl (Eayrs, 2005). Pada perikanan pukat udang perbedaan karakteristik (ukuran, tingkah laku dan morfologi dari ikan yang akan diloloskan mempunyai peranan yang sangat penting. Perbedaan tersebut akan menentukan jenis BRD yang akan digunakan. Untuk jarring yang dilengkapi dengan BRD pada kantong bagian atas akan efektif dalam meloloskan ikan-ikan yang memiliki orientasi renang keatas (Eayrs, 2005). Sehingga setiap jenis BRD memiliki proses pelolosan berbeda tergantung dari karakteristik ikan yang akan diloloskan. Untuk itu maka proses pelolosan ikan ikan pada trawl terutama bagian kantong merupakan faktor yang penting untuk diamati. 6.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mendeskripsikan proses pelolosan ikan pada tiga jenis BRD yaitu TED super shooter, square mesh window dan fish eye 2. Mengkuantifikasi pelolosan ikan dari tiga jenis BRD yang berbeda yaitu TED super shooter, square mesh window dan fish eye
86
6.3
Metode Penelitian Penelitian dilakukan di flume tank dengan menggunakan model codend
trawl yang ditempatkan pada bagian pengamatan. Tiga jenis BRD (TED super shooter, square mesh window, dan fish eye) yang berbeda di pasang pada model codend . Tiga jenis BRD yang berbeda dipasang pada kantong dengan mata ¾ inci, panjang codend 80 mata dan keliling kantong 90 mata. Pengamatan dilakukan untuk tiga jenis BRD yang berbeda dan tingkah laku ikan di dalam codend yang terpasang di dalam flume tank. Kecepatan air di dalam flume tank diukur dengan menggunakan flow meter dengan merk flow watch. Pengamatan terhadap tiga jenis BRD yang berbeda dilakukan untuk mengamati proses pelolosan ikan dari codend. Simulasi proses pelolosan ikan dilakukan dengan menggunakan ikan air tawar yaitu nila (Oreochromis niloticus), patin (Pangasius pangasius), dan mas (Cyprinus carpio). Pemilihan ketiga jenis ikan ini ditujukan untuk mewakili morfologi dari ikan yang berbentuk compressed dan depressed. Proses pelolosan ikan dari TED super shooter, square mesh window, dan fish eye diamati dengan mengunakan handycam dan kamera digital. Pada penelitian ini, menggunakan asumsi bahwa ikan yang dijadikan sampel pengujian mewakili secara morfologi ikan bycatch dari trawl. Tabel 14 Dimensi flume tank yang digunakan dalam pengamatan Panjang
10 m
Lebar
4m
Tinggi
1,9 m
Ukuran kanal/lorong air
1,2 x 1,2 m
Kapasitas air
48.000 lt
Kecepatan air
0,5 – 3 m/s
Jendela pengamatan
3m x 1m
87
Tabel 15 Kesamaan ikan uji dan ikan bycatch No 1
Ikan uji Ikan Nila
Ikan Bycatch
Keterangan
Pepetek
Morfologi Comppressed 1
Kuniran
Morfologi Comppressed 2
Manyung
Morfologi Depressed
(Oreochromis Oreochromis niloticus)
2
Ikan Mas (Cyprinus carpio)
3
Ikan Patin (Pangasius pangasius)
6.3.1
Waktu dan tempat penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2007 bertempat di Flume tank
Departemen Pemanfaatan emanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 6.3.2
Metode pengumpulan data Pengamatan di flume tank dilakukan untuk mengamati tingkah laku ikan
pada saat meloloskan diri melalui BRD. Pengamatan terhadap tingkat pelolosan ikan untuk masing-masing masing jenis BRD dilakukan dengan menghitung jumlah ikan yang lolos dan tertangkap pada setiap jenisBRD. Pengamatan tan dilakukan dengan dua jenisukuran ukuran ikan yang berbeda (compressed, ( dan depressed) depressed dengan 3 kali ulangan untuk setiap jenis BRD. Ikan yang digunakan sebanyak 40 ekor dengan proporsi sama untuk setiap ekor. Rancangan gan percobaan untuk pengamatan di flume tank adalah sebagai berikut :
88
Tabel 16 Rancangan percobaan untuk pengamatan di flume tank Morfologi C1
Jenis bycatch reduction device TED super shooter Square mesh window 1 1 2 2 3 3
Fish eye 1 2 3
C2
1 2 3
1 2 3
1 2 3
D1
1 2 3
1 2 3
1 2 3
D2
1 2 3
1 2 3
1 2 3
Keterangan : C1 = ikan compressed-1 (ikan pipih tegak) C2 = ikan compressed-2 (ikan pipih campuran) D1 = ikan depressed-1 (ikan bentuk datar lebih kecil dari kisi) D2 = ikan depressed-2 (ikan bentuk datar lebih besar dari kisi)
1. TED super shooter Model TED super shooter dipasang di dalam flume tank pada kecepatan air 0,7 m/s. Konstruksi dari kerangka TED super shooter terbuat dari besi berukuran diameter 6 mm, dengan tinggi dan lebar masing-masing 26,7 mm dan 21,5 mm. Kisi terbuat dari bahan besi dengan diameter 4 mm berjumlah 7 buah dengan panjang antara 200-270 mm. Kerangka dari TED super shooter berbentuk oval, dipasang pada trawl dengan sudut pemasangan 57,1 o , dengan jarak kisi 19 mm. Dua buah pelampung dipasang pada bagian atas dari kerangka TED super shooter dengan gaya apung sebesar 28 grf/unit.
89
2. Fish eye Fish eye dibuat dari besi dengan diameter 4 mm. Pintu keluar berbentuk elips dengan ukuran 215 mm dan ukuran melingkar 285 mm. Panjang dan tinggi dari fish eye masing-masing adalah 145 mm dan 50 mm. Satu pelampung plastik Y3H dipasang di bagian atas dari bagian elips untuk mengurangi berat besi dari fish eye sehingga jaring tidak turun kebawah. Fish eye dipasang pada bagian codend dengan posisi 17 ½ mata dari depan dan 38 mata dari belakang. 3. Square mesh window Model square mesh window terbuat dari 2,5 inci PE 380 d/30 berbentuk kotak dengan panjang 4 x 6 bar di bagian tengah. Square mesh ukuran 1,5 inci dibuat dari PE 380 d/30 dengan panjang 10 b x 15 b yang dipasang mengelilingi square mesh dengan ukuran 2,5 inci. Pemasangan square mesh di dalam codend diletakan pada 25 ½ mata dari bagian depan. 6.3.3
Analisis data Analisis data yang digunakan dalam pengamtan proses pelolosan ikan ini
secara deskriptif tabulatif. 6.4
Hasil Pengamatan terhadap proses pelolosan ikan dari trawl yang dilengkapi tiga
jenis bycatch reduction device telah dilakukan dengan memasang model BRD didalam flume tank. Selama pengamatan setiap individu ikan yang meloloskan diri dari codend yang dilengkapi dengan BRD menunjukkan proses yang berbeda. Proses pelolosan dari setiap BRD dijelaskan pada sub bagian dibawah ini. 6.4.1
Persentase pelolosan ikan melalui BRD Hasil pengamatan di flume tank menunjukkan bahwa square mesh window
meloloskan ikan lebih banyak yaitu 17 ekor diikuti oleh fish eye 15 ekor dan TED super shooter 12 ekor. Dengan demikian tingkat pelolosan ikan dengan menggunakan square mesh window 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super shooter 30% dari total ikan yang digunakan. Data pengamatan tingkat pelolosan ikan di flume tank seperti dapat dilihat pada Tabel 17.
90
Tingginya tingkat pelolosan pada BRD jenis square mesh window dibandingkan dengan fish eye dan TED super shooter, diduga berkorelasi dengan posisi penempatan lubang pelolosan yang berbeda. Konstruksi square mesh window yang dibentuk dari jaring empat persegi (bar) memudahkan ikan untuk keluar. Sementara fish eye hanya memiliki satu pintu keluar yang dipasang pada bagian atas kantong (codend). Pemasanagan BRD jenis square mesh window dan fish eye membutuhkan kemampuan ikan yang mempunyai orientasi renang keatas (upper fore). Sedangkan TED jenissuper shooter memiliki mekanisme yang berbeda dalam meloloskan ikan dibandingkan dengan square mesh window maupun fish eye. Tabel 17 Tingkat pelolosan rata-rata ikan uji pada setiap jenisBRD Morfologi
C1 C2 D1 D2
TED super shooter Lolos Tertangkap %
2 4 3 3
8 6 7 7
20 40 30 30
square mesh window Lolos Tertangkap %
3 5 4 5
7 5 6 5
30 50 40 50
Lolos
fish eye Tertangkap
%
2 3 5 5
8 7 5 5
20 30 50 50
Keterangan : C1 = ikan compressed-1 (ikan pipih tegak) C2 = ikan compressed-2 (ikan pipih campuran) D1 = ikan depressed-1 (ikan bentuk datar lebih kecil dari kisi) D2 = ikan depressed-2 (ikan bentuk datar lebih besar dari kisi)
6.4.2
Proses pelolosan ikan melalui BRD
1. TED super shooter Ikan yang memiliki tebal tubuh lebih kecil dari dari kisi akan melakukan mekanisme pelolosan sebagai berikut : (1) ikan melewati kisi dan langsung masuk kedalam codend, (2) ikan berhasil lolos dengan melewati kisi bagian depan seolah-olah akan masuk ke codend namun demikian menerobos kisi bagian bawah dan keluar melalui lubang pelolosan hingga akhirnya keluar, (3) ikan lolos dikarenakan ada obyek atau ikan yang berukuran besar tertahan pada kisi bagian bawah sehingga menimbulkan celah yang cukup lebar antara flapper dengan kisi TED super shooter, (4) ikan tersangkut pada kisi TED super shooter secara melintang atau pada bagian sirip ventralnya dan (5) ikan tersangkut pada kisi dan berhasil lolos melalui lubang keluar. Berdasarkan pengamatan Winger et al.
91
(2010) menyatakan bahwa ketika ikan melewati bagian jarring menghadap ke kisi memebrikan beberapa respon seperti berputar arah, tetap berenang kearah kisi, berenang melalui kisi dan keluar melalui lubang pelolosan. Proses pelolosan ikan dari TED super shooter selama pengamatan dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20 Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih kecil dari jarak kisi pada TED super shooter Kelompok ikan yang kedua adalah ikan yang memiliki tebal tubuh lebih besar dari kisi. Kelompok ikan ini memilki tiga respon ketika mendekati TED super shooter yaitu : (1) ikan masuk ke dalam codend dengan menggunakan bagian nasal tubuhnya (kepala), (2) ikan masuk ke dalam codend dengan ventral (ekor) terlebih dahulu kemudian memutar badannya 90o, kemudian ikan terdorong arus dan masuk ke dalam codend, dan (3) ikan lolos dari TED super shooter setelah menabrak kisi dan terdorong oleh arus dan keluar melalui lubang keluar. Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih besar dari kisi disajikan pada Gambar 21.
Gambar 21 Proses pelolosan ikan dengan tebal tubuh lebih besar dari jarak kisi pada TED super shooter.
92
2. Square mesh window Proses pelolosan ikan pada square mesh window dapat dikelompokkan menjadi empat kelompok yaitu (1) ikan lolos langsung dari lubang pelolosan, dilakukan oleh ikan-ikan berukuran kecil berbentuk compressed dan compressed campuran dengan cara renang vertikal tanpa merubah posisi tubuhnya terhadap sumbu x, (2) ikan lolos dengan menerobos lubang pelolosan dari arah codend dengan
sudut pelolosan berkisar 30-60o terhadap sumbu x, (3) ikan yang
meloloskan diri dengan menerobos celah pelolosan dari arah depan dengan sudut pelolosan berkisar antara 30-60o, dan (4) ikan yang membatalkan menerobos lubang pelolosan karena ukuran tubuhnya lebih besar dari lubang pelolosan. Proses pelolosan ikan pada square mesh window selama pengamatan disajikan pada Gambar 22.
Gambar 22 Proses pelolosan ikan pada square mesh window. 3. Fish eye Proses pelolosan ikan pada fish eye relatif hampir sama dengan dua jenisBRD sebelumnya, tetapi ada beberapa perbedaan proses pelolosan yang mencolok pada fish eye. Pada fish eye hanya terdapat dua respon ikan ketika mendekati alat yaitu: (1) ikan meloloskan diri melalui celah fish eye dari arah belakang. Ikan yang melakukan proses ini adalah ikan-ikan yang memiliki tebal tubuh lebih kecil dari lubang fish eye yang berbentuk elip dalam hal ini semua ikan yang dicoba memiliki peluang untuk meloloskan diri. (2) ikan yang mendekati fish eye dan kemudian membelokkan arah renangnya ke bagian bawah
93
fish eye. Proses pelolosan ikan dengan mengunakan fish eye ditunjukkan pada Gambar 23.
Gambar 23 Proses pelolosan ikan pada fish eye. 6.5
Pembahasan Tingkat pelolosan ikan melalui square mesh window mempunyai
persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan dua jenisBRD lainnya. Perbedaan tingkat pelolosan ini disebabkan perbedaan konstruksi dari ketiga jenisBRD tersebut. Perbedaan konstruksi akan berpengaruh terhadap proses pelolosan ikan dimana setiap ikan memiliki orientasi renang yang berbeda. Kim dan Wardle (2005) mengindikasikan bahwa ikan dengan lebar tubuh lebih kecil dari mata jaring akan mampu meloloskan diri dari codend jika dapat mengatasi penglihatan dan memiliki kemampuan renang lebih cepat dari penarikan jaring. Celah pelolosan pada square mesh window yang berbentuk empat persegi akan tetap terbuka sehingga sehingga akan memudahkan ikan untuk meloloskan diri. Akan tetapi pada square mesh window berdasarkan pengamatan membutuhkan perubahan posisi renang dari ikan untuk keluar yaitu posisi horizontal menjadi vertikal. Hal ini membutuhkan energi yang cukup bagi ikan terutama adanya arus pada flume tank. Larsen dan Isaksen (1993) menyatakan bahwa kesulitan bagi ikan untuk mengubah arah renangnya sebesar 90 0 untuk menerobos jaring pada kecepatan arus yang tinggi. Menurut Kim dan Wardle (2005) ada tiga parameter yang menentukan pelolosan ikan pada square mesh window yaitu sudut renang ikan saat mendekati mata jaring, sudut ketika tubuh ikan menerobos mata jaring dan kecepatan menerobos. Ikan umumnya akan menerobos dengan posisi tubuh lurus untuk mengurangi gesekan dan tanpa harus menarik tubuhnya. Ketiga
94
tahapan tersebut membutuhkan energi yang cukup besar. Dari hasil pengamatan untuk BRD jenissquare mesh window mempunyai tiga jenis pelolosan. Hal ini yang menyebabkan square mesh window lebih mudah untuk meloloskan diri dibandingkan dengan BRD jenislain. Pada square mesh window ikan dapat membengkokkan tubuhnya setelah mendekati mata jaring (1) menerobos secara vertikal, (2) memanfaatkan sudut-sudut mata jaring sehingga dapat keluar secara diagonal, dan (3) ikan yang berukuran kecil dapat bergerak secara vertikal tanpa merubah arah renangnya. Celah pelolosan pada BRD fish eye tidak harus merubah pola renang ikan dan ikan dapat lolos tanpa ada gesekan bahkan dapat melewati celah meskipun ada arus dalam codend. Sebaliknya berdasarkan hasil pengamatan ikan-ikan yang memiliki tubuh lebih besar dari ukuran mata jaring (depressed) mengalami kesulitan keluar melalui square mesh window. Ikan berbentuk compressed yang berukuran kecil memiliki kemampuan renang yang rendah. Ikan kecil yang berbentuk compressed memudahkan ikan-ikan tersebut untuk meloloskan diri. Namun pada kondisi yang sesungguhnya ikan-ikan yang berukuran kecil mungkin tidak dapat mempertahankan posisi renangnya bahkan untuk mencari celah pelolosan. Selain ukuran ikan kondisi perairan juga juga akan berpengaruh terhadap penglihatan ikan (Breen et al. 2004). Keterbatasa dalam penelitian ini yaitu ikan-ikan yang digunakan bukan merupakan ikan yang ada di laut tetapi hanya mewakili dari aspek morfologinya. Selain itu ukuran ikan yang digunakan berukuran kecil sehingga dalam uji coba di flume tank menggunakan arus yang kecil 0,7 m/s tidak mewakili arus yang sesungguhnya pada penarikan trawl (2,5 knot). Aspek morfologi dari ikan-ikan yang berbentuk compressed dan depressed dari ikan uji memiliki tingkah laku renang yang sama dengan ikan bycatch. Sehingga dengan proses pelolosan ikan-ikan yang di uji coba dapat menggambarkan proses pelolosan ikan melalui BRD. Selain itu penelitian ini menjadi acuan untuk pengembangan penelitian proses pelolosan ikan selanjutnya. 6.6
Kesimpulan
1. Bycatch reduction device jenis square mesh window mampu meloloskan ikan lebih banyak daripada jenis fish eye maupun TED super shooter dimana
95
square mesh window sebesar 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super shooter 30%. 2. Square mesh window dan fish eye dapat digunakan untuk meloloskan ikan dengan morfologi compressed. Selain ikan compressed BRD fish eye dapat digunakan untuk meloloskan ikan depressed. 3. Proses pelolosan ikan-ikan pada square mesh window dan fish eye memudahkan ikan untuk meloloskan diri dibandingkan dengan TED super shooter.
96
97
7
7.1
MORFOLOGI HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN JARING ARAD (MINI TRAWL) DI PERAIRAN UTARA JAWA BARAT
Pendahuluan Sumberdaya ikan di perairan Indonesia sangat beragam dan telah
dimanfaatkan nelayan dengan berbagai jenis peralatan penangkapan ikan. Salah satu jenis alat penangkapan ikan yang efektif namun mendapat sorotan banyak pihak adalah trawl. Sorotan ini muncul di antaranya akibat diperolehnya ikan jenis non target atau bycatch dalam proporsi yang umumnya jauh lebih besar dari proporsi ikan jenis target (Saila, 1983; Hall, 1996; Purbayanto, 2004). Masalah ini timbul
karena
spesifikasi
trawl
yang
sekarang
banyak
digunakan
menyebabkannya tergolong sebagai alat tangkap yang tidak selektif karena tidak mampu
meloloskan
berbagai jenis/ukuran ikan yang sebenarnya tidak
diharapkan. Masalah lain dari penggunaan trawl ini berhubungan dengan perilaku nelayan yang umumnya membuang hasil tangkapan sampingan ke laut (disebut discards), khususnya
dari kegiatan kapal-kapal ikan yang dioperasikan oleh
perikanan berskala industri, mereka tidak memanfaatkan hasil tangkapan ini (Andrew dan Pepperell, 1992; Alverson et al. 1994; Kelleher, 2005). Sifat teknis alat
dan
perilaku
nelayan
tersebut
mendorong
timbulnya
ide
bahwa
pengembangan teknologi ini perlu diarahkan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan sumberdaya ikan sehingga mendukung konservasi sumberdaya ikan agar tidak terjadi kepunahan (Purbayanto dan Baskoro, 1999). Sejak diterbitkannya Keppres No. 39 tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl di seluruh Wilayah Indonesia, nelayan penangkap udang melakukan terobosan
dengan menggunakan beberapa jenis alat penangkapan ikan yang
prinsip cara pengoperasiannya adalah sama dengan cara trawl dioperasikan. Beberapa contoh di antaranya adalah jaring arad (Purbayanto, 2003). Secara umum konstruksi jaring arad terdiri dari bagian sayap (wing), badan (body) dan kantong (codend). Bahan jaring seluruhnya dibuat dari bahan polyethylene (PE). Dalam pengoperasiannya jaring diturunkan dan kemudian jaring ditarik keatas kapal dengan menggunakan alat bantu gardan dalam pengoperasiannya jaring arad
98
dilengkapi dengan alat pembuka mulut jaring (otterboard) yang dibuat dari bahan kayu dan diberi pemberat (Manadiyanto et al. 2000). Sampai saat ini, khususnya perairan utara Jawa, jaring arad telah lama beroperasi dengan menggunakan perahu motor tempel dan dioperasikan di wilayah perairan pantai dengan jenis dasar lumpur dengan kedalaman perairan 5 – 10 m (Imron, 2008). Jaring arad digolongkan sebagai demersal trawl skala kecil yang dioperasikan secara aktif dengan ditarik oleh perahu. Alat tangkap ini ditujukan untuk menangkap udang dan ikan demersal (Subani dan Barus, 1989). Trawl dan alat-alat sejenisnya tersebut masih banyak dioperasikan di wilayah barat Indonesia dan konflik sering terjadi di antara nelayan pengguna trawl/alat sejenisnya dan nelayan yang mengoperasikan alat tangkap yang lain. Sementara ini, trawl (pukat hela) masih diijinkan untuk dioperasikan di wilayah Kalimantan Timur dengan adanya Permen no 06 tahun 2008 tentang Penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela di perairan Kalimantan Timur bagian utara ( Ditjen Perikanan Tangkap, 2011). Di tengah keprihatinan tentang dampak terhadap lingkungan dan sumberdaya ikan, trawl masih tetap menjadi alat tangkap primadona karena alat ini sangat efektif untuk menangkap ikan demersal maupun jenis ikan pelagis, tergantung pada metode pengoperasiannya (von Brandt, 2004).
Status
permasalahan hasil tangkapan sampingan (bycatch) belum tentu sama pada tempat dan waktu yang berbeda. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya adalah selektivitas dari alat tangkap (Kelleher, 2005; Enever et al. 2009), musim (Ye et al. 2000), orientasi ekonomi (Diamond, 2003), lama operasi penangkapan (Cotter et al. 2002) serta lokasi dan waktu operasi penangkapan ikan (Kennelly, 1995). Oleh karena itu, cara untuk menangani permasalahan hasil tangkapan
sampingan
pada
perikanan
mempertimbangkan faktor-faktor tersebut.
trawl
harus
dibuat
dengan
Hal ini juga berarti, permasalah
bycatch di dua lokasi yang berdekatan belum tentu sama, walaupun jenis teknologi yang diterapkan adalah sama. Penelitian ini merupakan bagian dari upaya perbaikan teknologi bycatch reduction device (BRD). mengatasi permasalahan yang dijelaskan
Upaya untuk
harus dimulai dengan mempelajari
karakteristik jenis-jenis ikan yang tertangkap. Salah satu faktor penting yang
99
menentukan kuantitas hasil tangkapan sampingan (bycatch) adalah morfologi dari setiap jenis ikan yang akan diloloskan (Broadhurst, 2000). 7.2
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengestimasi komposisi hasil tangkapan jaring arad di dua lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu yang berbeda (yaitu Juli dan Desember 2007). 2. Membandingkan morfologi jenis ikan yang tertangkap jaring arad di dua lokasi, yaitu Blanakan dan Eretan Kulon, pada waktu yang berbeda (yaitu Juli dan Desember 2007). 7.3 7.3.1
Metode Penelitian Waktu dan tempat Penelitian telah dilakukan pada bulan Juli sampai dengan Desember 2007
di Blanakan (Kabupaten Subang) dan Eretan Kulon (Kabupaten Indramayu) yang merupakan fishing base untuk unit penangkapan jaring arad di pantai utara Jawa Barat. Lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 24 dan 25.
Gambar 24 Peta lokasi penelitian di Blanakan Kabupaten Subang
100
Gambar 25 Peta lokasi penelitian di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu 7.3.2
Metode pengumpulan data Data tentang komposisi hasil tangkapan utama dan sampingan dari jaring
arad diperoleh dari kegiatan operasi penangkapan jaring arad yang secara langsung diamati. Di setiap lokasi penelitian, satu sampel perahu diikuti peneliti selama satu trip untuk melihat langsung proses penangkapan ikan dengan jaring arad. Sampel perahu tersebut masing-masing dipilih secara purposif, yaitu perahu dengan nelayan yang siap bekerjasama dengan peneliti. Saila (1983) membedakan hasil tangkapan yang menjadi tujuan sebagai target species dan yang bukan menjadi tujuan penangkapan sebagai bycatch (hasil tangkapan sampingan). Jelas sekali bahwa pengelompokan hasil tangkapan tersebut semata-mata berdasarkan tujuan dari operasi penangkapan ikan. Oleh karena itu jika nelayan bertujuan untuk menangkap jenis-jenis ikan tertentu saja maka kegiatan penangkapan ikan yang dilakukannya berpeluang menghasilkan bycatch lebih banyak dibandingkan dengan nelayan yang oportunis dan tidak punya harapan tertentu. Nelayan kedua akan cukup puas untuk memanfaatkan ikan apa saja yang tertangkap sehingga bycatch dan discards menjadi lebih sedikit. Data yang digunakan dalam penelitian ini terutama diperoleh dari pengamatan (pengukuran morfometrik dan penimbangan berat ikan) terhadap hasil tangkapan yang didaratkan oleh armada jaring arad.
Pengambilan data
101
morfometrik tersebut dilakukan dari 30 sampel perahu, masing 15
unit di
Blanakan dan 15 unit di Eretan Kulon. Sampel perahu tersebut dipilih secara purposif, yaitu perahu-perahu yang ditemukan sedang membongkar muatan (hasil tangkapan) dan nelayannya siap bekerja sama dengan peneliti. Jumlah sampel tersebut setara dengan sekitar 10 % dari jumlah populasi armada jaring arad di kedua lokasi penelitian selama dua bulan pengambilan data. Perahu jaring arad digerakkan oleh sebuah motor tempel (20 PK). Mengingat satu trip operasi berlangsung selama 8-10 jam (one day fishing), maka total upaya sampling selama penelitian ini ekuivalen dengan 60 trip operasi penangkapan ikan Lokasi operasi armada jaring arad selama penelitian adalah sekitar 1-2 mil dari pantai terdekat yang dicapai sekitar 1-2 jam perjalanan dari pangkalan perikanan. Data jumlah dan berat ikan yang tertangkap dari setiap trip diperoleh dengan menghitung jumlah setiap jenis ikan secara sensus karena secara teknis dapat dilakukan dengan mudah. Berat dari setiap jenis ikan dan kategori diperoleh dari penimbangan di darat. 7.3.3
Analisis data Jenis ikan yang ditangkap dibedakan menjadi dua kategori berdasarkan
minat nelayan dan nilai ekonominya, yaitu hasil tangkapan sasaran utama (kelompok udang-udangan) dan hasil tangkapan sampingan seperti ikan, krustase dan cepalopod. Ikan hasil tangkapan sampingan dibedakan menjadi 4 kategori berdasarkan morfologi (Lagler et al. 1977), yaitu pipih datar (depressed), cerutu (fusiform), pipih tegak dan campuran (compressed). Untuk compresed termasuk jenis ikan yang mempunyai rasio tebal badan dan tinggi kecil dengan bagian badan membulat atau pipih tegak. Kategori berdasarkan morfologi perbedaan bentuk ikan seperti dapat dilihat pada Tabel 18 berikut ini :
102
Tabel 18 Pengelompokan jenis ikan berdasarkan morfologi Morfologi Fusiform
Compressed-1
Compressed-2
Contoh Famili Synodontidae
Leiognathidae, Clupeidae
Mullidae,Nemipteridae Pomadasydae, Mugillidae, Scianidae
Psettodidae, Cynoglossidae Depressed
Anguilliform
Trichiuridae
Mixed
Kepiting, krustase moluska, cumi-cumi Sumber : Modifikasi dari Lagler et al. (1977)
Proporsi setiap jenis dan kategori ikan dihitung sebagai persentase berat (10%) untuk setiap trip di setiap bulan dan lokasi pengambilan data. Analisis sidik ragam (Walpole, 1995) klasifikasi satu arah digunakan untuk mengetahui apakah hasil tangkapan per trip berbeda di antara dua lokasi (Blanakan dan Eretan Kulon) dan dua waktu penelitian (Juli dan Desember 2007). Data hasil tangkapan tersebut diolah dengan menggunakan perangkat lunak SPSS for Windows versi 17.
103
Gambar 26 Contoh pengukuran panjang total (total length, TL), panjang cagak (forklength, FL) dan panjang baku (standard length, SL) (Sparre dan Venema, 1999)
Untuk mengestimasi terhadap jumlah hasil tangkapan unit penangkapan demersal diperlukan jumlah armada unit penangkapan demersal trawl yang beroperasi, jumlah observasi sampel dan komposisi hasil tangkapan dari armada unit penangkapan demersal trawl ke i (i = 1,2,3, .........n). Sebanyak 10 % dari jumlah populasi armada unit penangkapan demersal trawl skala kecil yang beroperasi akan dijadikan sebagai sampel (Nasution, 2004) selama dua bulan pengambilan data. Jumlah ikan hasil tangkapan utama dan sampingan diestimasi dengan berdasarkan rumus : 1. Hasil tangkapan rata-rata ikan ke-j pada bulan ke-k : n
X (Meanjk ) =
i 1
n
ijk
....................................... (4)
Dimana : Meanjk = hasil tangkapan rata-rata ikan ke-j pada bulan ke-k Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
104
2. Standar deviasi ikan ke-j pada bulan ke-k : STDjk =
n
n
n
i1
i 1
i 1
(( X ijk . X ijk )) (X iijk X ijk ) ............................. (5)
Dimana : STDjk = standar deviasi ikan ke-j pada bulan ke-k Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
3. Rasio hasil tangkapan utama ke-l pada bulan ke-k n
X R-HTU kl =
i1
0
ikl
n
X
ijk
j 1 j1
...................................... (6)
Dimana : R-HTUkl = rasio hasil tangkapan utama ke-l pada bulan ke-k Xikl
= hasil tangkapan armada ke-i pada bulan ke-k untuk HTU ke-l
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j (baik HTU maupun HTS) pada musim ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
j
= 1,2,3,......, o
o
= jumlah jenis ikan
k
= 1 (bulan Juli) dan 2 (bulan Desember)
l
= jenis hasil tangkapan utama (HTU)
4. Rasio hasil tangkapan rata-rata bulan ke-k :
105
n
X
o
R-Meank
( i 1 j 1
ijk
)
n n
X ( n 2
o
i1
k 1 j 1
ijk
) ................................... (7)
Dimana : R-Meank
=
rasio hasil tangkapan rata-rata bulan ke-k
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
j
= 1,2,3,......, o
o
= jumlah jenis ikan
k
= 1 (bulan Juli) dan 2 (bulan Desember)
5. Rasio standar standar deviasi bulan ke-k : o
R-STDk =
j 1
2
n
n
n
i 1
i1
i 1
(( X ijk . X ijk )) (X iijk X ijk )
o
n
(( X k 1
j 1
i 1
ijk
n
n
i1
i 1
. X ijk )) (X iijk X ijk ) ................... (8)
Dimana : R-STDk
=
rasio hasil tangkapan rata-rata bulan ke-k
Xijk
= hasil tangkapan armada ke-i untuk ikan ke-j pada bulan ke-k
i
= 1,2,3,….., n
n
= jumlah armada
j
= 1,2,3,......, o
o
= jumlah jenis ikan
k
= 1 (bulan Juli) dan 2 (bulan Desember)
106
7.4 7.4.1
Hasil Hasil tangkapan jaring arad di Blanakan Kabupaten Subang Berdasarkan hasil tangkapan secara keseluruhan yang didapatkan selama
penelitian komposisi hasil tangkapan telah diidentifikasi sebanyak 20 spesies, untuk bulan Juli dan Desember. Komposisi hasil tangkapan bulan Juli terdiri dari krustase (18,13%), ikan (70,84%) dan moluska (11,03%), sedangkan dalam bulan Desember terdiri dari krustase (24,40%), ikan (64,10%) dan moluska (11,53%). Hasil tangkapan jaring arad dapat dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Pada bulan Juli, berat hasil tangkapan utama sebesar 52,92 kg, sedangkan hasil tangkapan sampingan 354,88 kg. Hasil tangkapan utama bulan Desember didapatkan sebesar 192 kg, dan berat hasil tangkapan sampingan dengan berat 788,20 kg (Lampiran 23). 7.4.2
Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember Pada bulan Juli hasil tangkapan utama yang didapatkan terdiri dari udang
jerbung (Penaeus merguiensis), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) dan udang flower (Penaeus latisulcatus). Dengan nilai tertinggi pada udang krosok yaitu sebesar 44,20 kg (10,84%), udang jerbung 4,32 kg (1,06%) dan udang flower 4,40 kg (1,08%) dari berat hasil tangkapan total. Sedangkan pada bulan Desember hasil tangkapan utama terdiri atas udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), udang jerbung (Penaeus merguiensis), dan udang flower (Penaeus latisulcatus) dengan komposisi terdiri dari udang jerbung sebanyak 92,0 kg (9,39%) diikuti udang krosok 68 kg (6,94%) dan udang flower 32 kg (3,26%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan untuk bulan Juli adalah 1 : 6 sedangkan untuk bulan Desember adalah 1 : 4. Perbedaan berat total hasil tangkapan selama bulan Juli dan Desember di Blanakan dapat dilihat pada Gambar 27. Berat total hasil tangkapan utama pada bulan Juli mengalami kenaikan sebesar 262,92% yaitu dari 52,92 kg menjadi 192,20 kg pada bulan Desember. Sementara peningkatan hasil tangkapan sampingan mengalami kenaikan sebesar 122,10% yaitu dari 354,88 kg menjadi 788,20 kg.
107
Gambar 27 Berat hasil asil tangkapan utama dan hasil tangkap an sampingan selama bulan ulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad. 7.4.3
Komposisi hasil asil tangkapan sampingan
1) Hasil tangkapan sampingan Bulan Juli dan Desember di Blanakan Pada Lampiran ampiran 23
dapat dilihat bahwa
komposisi hasil tangkapan
sampingan bulan Juli, spesies yang mendominasi adalah pepetek ( Leiognathus sp) dengan berat sebesar 71,0 kg atau 17,41% dari hasil tangkapan total yang didaratkan. Selanjutnya adalah bloso ( Saurida tumbil) sebesar 36,00 kg (8,83%), tigawaja (Johnius Johnius dussumieri) dussumieri sebesar 34,00 kg (8,34%), cumi ( Sepia sp) sebesar 29,00 kg (7,11%) dan kurisi (Hemipterus ( sp) sebesar 27,20 kg (6,67%). Pada bulan Desember komposisi hasil tangkapan sampinga n didominasi oleh pepetek (Leiognathus Leiognathus sp) sebesar 113,20 kg (11,55%), tigawaja ( Johnius dussumieri)) sebesar 81,20 kg (8,28%), baji-baji baji (Grammoplites sp) sebesar 80,20 kg (8,18%), kurisi (Hemipterus Hemipterus spp) sebesar 63,60 kg (6,49%) yang kemudian diikuti oleh lidah (Cynoglosus Cynoglosus lingua) lingua dan kuniran (Upeneus Upeneus sulphureus) yang masing-masing masing sebesar 60,20 kg (6,14%) dan 60,00 kg (6,12%). Perbedaan berat hasil tangkapan sampingan untuk bulan Juli dan Desember d apat dilihat pada Gambar 288 dibawah ini.
108
Gambar 28 Komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampinganselama bulan Juli dan Desember di Blanakan dari 30 trip kapal jaring arad.
7.4.4
Hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon Kabupaten Indramayu Berdasarkan hasil tangkapan secara keseluruhan yang didapatkan selama
penelitian telah diidentifikasi sebanyak 24 spesies. Pada bulan Juli komposisi hasil tangkapan telah diidentifikasi sebanyak 22 spesies sedangkan untuk bulan Desember sebanyak 17 spesies. Komposisi hasil tangkapan bulan Juli terdiri dari krustase (30,76%), ikan (66,89%) dan moluska (2,36%), sedangkan pada bulan Desember terdiri dari krustase (27,33%), ikan (61,73%) dan moluska (10,94%). Hasil tangkapan jaring arad dapat dikelompokkan menjadi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan. Pada bulan Juli, berat hasil tangkapan utama sebesar 101,38 kg, sedangkan hasil tangkapan sampingan 273,43 kg. Hasil tangkapan utama bulan Desember didapatkan sebesar 194,20 kg, dan berat hasil tangkap sampingan sebesar 692,10 kg (Lampiran 24).
109
7.4.5
Komposisi hasil tangkapan utama bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon Pada bulan Juli hasil
tangkapan didominasi oleh udang krosok
(Parapenaeopsis sculptilis), udang jerbung (Penaeus merguiensis) dan udang kipas (Penaeeus squomosus). Dengan nilai tertinggi pada udang krosok yaitu sebesar 57,40 kg (15,31%), udang jerbung 39,00 kg (10,41%) dan udang kipas 4,9 kg (1,33%) dari berat total hasil tangkapan. Sedangkan pada bulan Desember hasil tangkapan utama terdiri atas udang kipas (Penaeus squamosus), udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), udang ronggeng (Harpiosquilla raphidea) dan udang windu (Penaeus monodon). Dengan komposisi terdiri dari udang kipas 68,00 kg (7,67%), udang krosok 55 kg (6,21%), udang ronggeng 39,20 kg (4,42% dan udang windu 32,00 kg (3,60%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan selama bulan Juli adalah 1 : 3 sedangkan pada bulan Desember adalah 1 : 4. Demikian juga untuk hasil tangkapan utama di Eretan Kulon dari bulan Juli dan Desember terjadi peningkatan sebesar 10,14%, yaitu dari 101,38 kg menjadi 194,20 kg. Sedangkan untuk hasil tangkapan sampingan meningkat sebesar 153,12% yaitu dari 273,43 kg menjadi 692,10 kg pada bulan Desember. Perkembangan berat total hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan di Eretan Kulon seperti dapat dilihat pada Gambar 29.
110
Gambar 29 Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan selama Bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad
1) Hasil tangkapan sampingan Bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon Pada Lampiran 24 dapat dilihat bahwa
komposisi hasil tangkapan
sampingan bulan Juli, spesies yang mendominasi adalah bloso (Saurida Saurida tumbil) tumbil sebesar 39,10 kg (10,43%), tigawaja (Johnius ( dussumieri)) sebesar 34,50 kg (9,20%), gulamah (Argyromosus Argyromosus amoyensis) amoyensis ) sebesar 36,40 kg (9,71%) dan pepetek (Leiognathus sp) sebesar 17,20 kg (4,56%), sedangkan untuk ikan yang lain berat nya kurang dari dibawah 5% terhadap berat total hasil tangkapan. Pada bulan Desember komposisi hasil tangkapan sampingan didominasi oleh pepetek, tigawaja (Johnius Johnius dussumieri) dussumieri ) sebesar 122,00 kg (13,77%), tigawaja (Johnius dussumieri) sebesar 86,00 kg (9,70%), (9,70 kurisi (Hemipterus spp) sebesar 64,00 kg (7,22%) yang kemudian diikuti oleh lidah (Cynoglosus ( Cynoglosus lingua) lingua dan kuniran (Upeneus Upeneus sulphureus) yang masing-masing masing sebesar 61,00 kg (6,88%) dan 60,50 kg (6,83%). Perbedaan berat hasil tangkapan sampingan untuk bul an Juli dan Desember dapat dilihat pada Gambar 30 dibawah ini.
111
Gambar 30 Perbedaan berat hasil tangkapan utama dan sampingan selama bulan Juli dan Desember di Eretan Kulon dari 30 trip kapal jaring arad. arad 2) Perbedaan hasil tangkapan sampingan pada lokasi dan musim yang berbeda Untuk melihat perbedaan hasil tangkapan sampingan dari kedua lokasi dan musim yang berbeda maka dilakukan uji kenormalan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Smirnov. Berdasarkan hasil uji test tersebut menunjukkan bahwa data menyebar normal. Dari hasil uji Kolmogorov -Smirnov Smirnov menunjukkan bahwa data menyebar normal untuk bulan Juli dan Desember. Selanjutnya dilakukan uji lanjutan analisis sidik ragam (ANOVA) untuk melihat apakah ada perbedaan dalam setiap bulannya ( Lampiran 25).). Berdasarkan hasil uji analisis sidik ragam (ANOVA) menunjukkan bahwa untuk lokasi Blanakan dan Eretan Kulon terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan tangkap sampingan, dimana hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung lebih besar dari F tabel 4,0068 (α0,05) dengan nilai F hitung sebesar 51,295. 7.4.6
Morfologi hasil tangkapan sampingan Morfologi adalah bentuk luar ikan, yang merupakan ciri -ciri ciri yang mudah
dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis jenis jenis ikan dimana morfologi ikan
112
berkorelasi dengan habitat ikan di suatu perairan. Berikut merupakan bentuk morfologi serta kisaran ukuran ikan hasil tangkapan sampingan yang didapatkan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19 Morfologi hasil tangkapan sampingan No
Hasil Tangkapan Sampingan
Nama Latin
Panjang (cm)
Tebal (cm)
1
Pepetek
Leiognathus sp
7-13.47
0.2-0.7
2
Tetet
Otolithes argenteus
7-13.1
0.5-1
3
Baji-baji
Grammoplites sp
14.5-20.3
1-2.1
4
Tigawaja
Johnius dussumieri
15-18.2
1.1-2.2
5
Lidah
Cynoglosus lingua
15-23.2
6
Beloso
Saurida tumbil
7
Kuniran
8
7-15
0.6-1.3
Upeneus sulphureus
14.5-19
0.7-2.2
Kurisi
Hemipterus spp
16.1-19
0.5-2.2
9
Gerok
Therapon theraps
10-12.1
0.7-2.1
10
Japuh
Dussumieria acuta
10-15.8
0.6-2
11
Sebelah
Psetodes erumei
11-23.6
1.1-2.1
12
Belanak
Mugil cephalus
13.1- 20.1
1-2.2
13
Gulamah
Argyrosomus amoyensis
13.5-20.5
1-2.3
14
Gurita,sotong
Octopus sp,Loligo sp
Morfologi Pipih (compressed) Pipih (compressed), perut agak mendatar Depressed (kepala dan tubuh picak) pada bagian perut mendatar. Pipih (compressed) Depressed (badan datar) Bagian depan silindris, bagian belakang pipih (fusiform) Pipih memanjang. perut agak mendatar (compressed) Pipih (compressed) perut membundar Pipih (compressed) perut membundar Pipih (compressed) Depressed (badan datar) Bagian depan subsilindris,bagian belakang pipih (compressed) Pipih (compressed) perut membundar Campuran (mixed)
Pada Tabel 19 dapat dilihat bahwa bentuk tubuh (morfologi) hasil tangkapan sampingan yang didapatkan dari jaring arad selama penelitian serta kisaran ukuran tebal dan panjang ikan yang dominan tertangkap jaring arad di kedua lokasi penelitian. Berdasarkan pengelompokan morfologi dari ikan hasil tangkapan sampingan menunjukkan bahwa untuk wilayah Blanakan berat ikan didominasi oleh ikan yang berbentuk compressed terdiri dari famili leiognathidae,
113
sciaenidae, nemipteridae dan mullidae sed angkan ngkan yang berbentuk depressed dari famili platycephalidae (Gambar 31).
Gambar 31 Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di Blanakan Blanakan.
114
Gambar 32 Persentase bentuk badan ikan bycatch hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon. Sedangkan berdasarkan Gambar 322 dapat dilihat bahwa untuk bentuk morfologi ikan hasil tangkapan sampingan di wilayah Eretan Kulon didominasi oleh ikan yang berbentuk compressed dari famili Sciaenidae, Leiognathidae, eiognathidae, Nemipteridae dan Mullidae ullidae serta yang berbentuk fusiform yaitu famili Synodontidae. 7.5
Pembahasan Jaring arad ditujukan untuk menangkap udang serta ikan demersal lainnya
dimana alat ini daerah penangkapannya di sekitar pantai dan pada perairan dangkal pada kedalaman laman 10-20 10 20 m, sehingga hasil tangkapannya didominasi oleh berbagai jenis ikan yang hidup pada atau dekat dengan dasar perairan ( demersal fish). ). Sesuai dengan rancang bangun dan metode pengoperasian yang diterapkan nelayan Blanakan dan Eretan Kulon, jaring arad terdiri dari sayap, badan dan kantong dengan sepasang otterboard yang dipasang di kedua sisi kiri dan kanan
115
jaring. Pebedaan dari kedua jaring arad di Blanakan dan Eretan Kulon terdapat pada panjang tali ris atas (head rope) yang digunakan serta jumlah mata jaring bagian badan. Panjang tali ris atas untuk jaring arad di EretanKulon panjangnya 12 m sedangkan di Blanakan 10 m. 7.5.1
Komposisi hasil tangkapan Secara keseluruhan hasil tangkapan di dua lokasi menunjukkan adanya
kecenderungan yang sama hal ini dapat dilihat dari hasil selama penelitian yang menunjukkan untuk kedua musim dan lokasi yang berbeda terdiri dari krustasea, ikan dan moluska. Hasil tangkapan sampingan ikan masih mendominasi di kedua lokasi yang mencapai lebih dari 60% sedangkan untuk krustase dan moluska mencapai lebih dari 30%. Besara komposisi dimana ikan tertangkap lebih dari 60% dan 14% lebih terdiri dari krustase dan cephalopod juga ditemukan dalam suatu seurvei trawl di wilayah tropis Australia (Wassenberg dan Hill, 1990). Selama bulan Juli dan Desember berat hasil tangkapan utama dan berat hasil tangkapan sampingan di ke dua lokasi juga menunjukkan adanya kenaikan. Secara statistik perbedaan berat hasil tangkapan sampingan untuk kedua lokasi dan waktu menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan (α0,05). Perbedaan dalam berat hasil tangkapan menunjukkan adanya perbedaan secara lokasi dan waktu. Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan, menunjukkan adanya perubahan
spesies hasil tangkapan yang diidentifikasi baik untuk bulan Juli
maupun Desember. Bulan Desember merupakan bulan peralihan timur ke barat untuk di kedua tempat (Blanakan dan Eretan Kulon) sehingga kedua wilayah tersebut dipengaruhi oleh peningkatan curah hujan. Peningkatan curah hujan mengakibatkan pengenceran air laut (Wyrtki, 1962). Selain itu menurut Naamin (1984) adanya gerakan angin menyebabkan lapisan permukaan bagian atas ikut bergerak sehingga terjadi turbulensi dan teraduknya lapisan permukaan air. Adanya lapisan turbulensi ini menyebabkan ikan dan udang yang terpendam di dasar perairan bergerak ke permukaan dasar perairan sehingga mudah tertangkap oleh jaring arad pada saat dioperasikan. Hal ini dapat ditunjukkan dari hasil tangkapan utama nya yaitu udang yang berbeda antara bulan Juli dan Desember.
116
Berat hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan rata-rata per kapal dari penelitian ini menunjukkan perbedaan diantara dua waktu penelitian (Juli dan Desember)
dan antara dua lokasi penelitian (Blanakan dan Eretan
Kulon). Selain karena pengaruh musim kondisi geografis kedua perairan seperti adanya muara sungai serta substrat dasar perairan yang berbeda akan mempengaruhi keberadaan ikan walaupun pengoperasian jaring arad dari kedua lokasi penelitian tidak jauh dari pantai hanya 2 – 3 mil dari garis pantai. Hasil analisis sidik ragam hasil tangkapan sampingan di kedua lokasi juga menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan. Bianchi et al. (1996) menyatakan bahwa musim merupakan faktor yang penting terhadap keberadaan ikan demersal. Sedangkan faktor lain yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan diantaranya suhu dan salinitas (Rogers dan Milner, 1996), tipe dasar perairan (Rocha et al. 2010) serta struktur keberadaan bentos (Martins et al., 1995). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ikan peperek, beloso dan tigawaja yang relatif dominan tertangkap terutama di perairan Blanakan dan Eretan Kulon pada bulan Juli dan Desember. Hal ini seperti yang dinyatakan Suhariyono (2003) yang menyebutkan kelimpahan terbesar ikan peperek dan tiga waja di perairan Utara Jawa ditemukan pada kedalaman 15 m. Selain itu substrat dasar perairan lumpur berpasir merupakan habitat yang tepat untuk jenis ikan pepetek dan beloso (Nontji, 1987). Adanya perbedaan berat ikan hasil tangkapan sampingan untuk jenis peperek dan tigawaja berkorelasi dengan musim di lokasi penelitian hal ini ditunjukkan dengan penelitian Imron (2008) yang menyebutkan bahwa jenis ikan pepetek pada bulan juli indeks musim penangkapan nya mencapai 108,84% dan lebih rendah pada bulan Desember (101,13%) di perairan Utara Jawa. Demikian juga dengan ikan tigawaja yang menunjukkan adanya peningkatan indeks musim penangkapan pada bulan Desember. Secara keseluruhan di kedua lokasi penelitian tidak menunjukkan adanya dominansi dari spesies tertentu pada hasil tangkapan, hal ini mengindikasikan keaneka-ragaman hayati yang tinggi (Sriwiyono et al. 2006). Hal ini merupakan karakteristik perikanan trawl di perairan tropis dimana hasil tangkapan sampingan dari trawl yang bervariasi (Wassenberg dan Hill, 1990; Ye, 2000).
117
7.5.2
Komposisi morfologi hasil tangkapan sampingan Berdasarkan hasil penelitian di kedua lokasi menunjukan bahwa ikan hasil
tangkapan sampingan didominasi oleh ikan berbentuk pipih (compressed) dengan lebar badan berkisar antara 0,2 – 2,2 cm dengan panjang berkisar 7,0 – 20,5 cm. Bentuk pipih dari ikan yang tertangkap dengan jaring arad merupakan bentuk ikan yang banyak tertangkap untuk ikan dasar untuk di perairan Utara Jawa (Mahiswara, 2004). Famili dari Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae dan Mullidae merupakan jenis ikan yang banyak tertangkap di perairan utara Jawa dalam pengoperasian trawl dasar dan tertangkap sebagai ikan yang bukan menjadi tujuan utama dari penangkapan ( Ernawati, 2007; Sumiono dan Nuraini, 2007). Ikan-ikan berukuran kecil yang tertangkap oleh jaring arad sangat berkorelasi dengan ukuran mata jaring yang digunakan yaitu 20 mm. Hal ini yang menjadikan alat tangkap trawl dasar tergolong alat tangkap yang selektivitasnya masih rendah (Wiyono et al. 2006). Morfologi serta densitas dari ikan hasil tangkapan sampingan ini akan dijadikan informasi dasar dalam pengembangan alat tangkap trawl untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan. Upaya yang dilakukan dengan memasang bycatch reduction device yang sesuai dengan jenis ikan yang akan diloloskan (Brewer et al. 2006; Robins dan McGilvray, 1999). Lebih jauh lagi ikan-ikan yang mempunyai bentuk pipih (compressed), mempunyai tingkah laku renang ini sangat baik untuk berbalik dengan cepat dan berenang dengan cepat untuk jarak pendek (Sea Grant http : // www . aqua . org/animals.html). Faktor lain yang menentukan pelolosan ikan oleh suatu bycatch reduction device ditentukan oleh respon secara tactile dan visual stimuli (Glass dan Wardle, 1995); kepadatan, kelimpahan dan tingkah laku ikan pada bagian kantong (Broadhurst et al. 1999) serta morfologi dari ikan yang akan diloloskan (Broadhurst, 2000). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ikan-ikan yang tertangkap didominasi oleh bentuk ikan compressed dengan lebar tubuh yang tipis berkisar antara 0.2 – 2.2 cm dengan panjang berkisar antara 7 – 20.5 cm. Bentuk pipih dari ikan-ikan yang tertangkap dengan jaring trawl merupakan bentuk ikan yang banyak tertangkap untuk ikan-ikan dasar di perairan utara Jawa (Mahiswara, 2004). Ikan-ikan tersebut banyak ditemukan dan tertangkap sebagai ikan yang
118
bukan menjadi tujuan utama dari penangkapan demersal trawl skala kecil. Pengoperasian alat tangkap demersal trawl skala kecil ditujukan untuk menangkap udang sedangkan ikan-ikan lainnya banyak yang tertangkap dikategorikan sebagai ikan hasil tangkapan sampingan. Berdasarkan data morfologi dari ikan hasil tangkapan sampingan di Blanakan menunjukkan bahwa ikan yang tertangkap didominasi oleh compressed yaitu dari famili Leiognathidae, Scianidae, Nemipteridae dan Mullidae sedangkan untuk yang berbentuk depressed didominasi oleh platycephalidae. Ikan-ikan yang berbentuk compressed ini cenderung membentuk suatu schooling dengan kemampuan renang (swimming ability), visual acuity dan optomotor reaction yang lebih baik dibandingkan dengan krustase (Wardle, 1983). Pengumpulan data morfologi serta tingkah laku dari ikan yang akan diloloskan sangat dibutuhkan karena sangat berpengaruh terhadap bentuk dari BRD yang akan akan dipasang pada suatu alat tangkap (Watson, 1989; Briggs, 1992). Teknologi yang tepat untuk meloloskan ikan hasil tangkapan sampingan tersebut dilakukan dengan menganalisa morfologi dari ikan yang akan diloloskan serta tingkah laku dari ikan (Broadhurst, 2000; Eayrs, 2005). Proporsi morfologi dari hasil tangkapan sampingan, perbedaan bulan dan lokasi dapat dijadikan dasar dalam pengembangan alat tangkap trawl untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan. Perbaikan teknologi yang akan digunakan perlu dilakukan dengan mempertimbangkan karakteristik sumberdaya serta teknologi yang digunakan nelayan jaring arad. Berdasarkan pertimbangan di atas, perbaikan teknologi dapat dilakukan secara efektif pada alat tangkap jaring arad Dengan memperhatikan faktor teknis dari bagian kantong (codend) jaring arad yang dibuat dari bahan PE multifilament dengan mesh size ¾ inci dimana jumlah mata jaring kearah panjang 55 mata dan keliling mata jaring 170 mata. Hal ini tentu akan mempengaruhi bentuk geometri dari bagian kantong (codend) tersebut. Upaya yang dilakukan dengan memasang bycatch reduction device yang sesuai dengan jenis ikan yang akan diloloskan (Broadhurst, 2000). Dengan pertimbangan hal tersebut diatas maka jenis BRD yang sesuai untuk diterapkan pada jaring arad di Blanakan adalah BRD yang tidak
119
menggunakan grid (kisi) dan bentuknya simpel yaitu jenis jendela empat persegi (square mesh window) atau mata ikan (fish eye). Sedangkan untuk ikan hasil tangkapan sampingan di Eretan Kulon didominasi oleh jenis ikan yang berbentuk compressed dari famili sciaenidae dan mullidae serta fusiform (synodontidae). Karena ikan-ikan yang akan diloloskan berbentuk compressed mempunyai karakteristik tingkah laku yang sama dengan di Blanakan maka untuk daerah Eretan Kulon jenis BRD yang dapat digunakan adalah jendela empat persegi (square mesh window) atau mata ikan (fish eye). Bycatch reduction device jenis jendela empat persegi (square mesh window) dipasang pada bagian atas kantong (codend) yang mengurangi kecepatan arus air dimana ikan-ikan berbentuk compressed dan berukuran kecil dapat menjaga posisinya dekat lubang pelolosan. Dengan tetap terbukanya mata jaring yang berbentuk empat persegi memungkinkan untuk ikan-ikan yang mempunyai bentuk compressed dapat meloloskan diri melalui jaring tersebut. Demikian juga dengan mata ikan (fish eye) yang dipasang pada bagian atas codend dengan sebuah bingkai berbentuk mata ikan, sehingga ikan-ikan yang berbentuk compressed dapat meloloskan diri. Kedua jenis bycatch reduction device (BRD) tersebut direkomendasikan untuk perbaikan teknologi alat tangkap mini trawl dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan di perairan Utara Jawa. 7.6
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Hasil tangkapan utama jaring arad di Blanakan pada bulan Juli didominasi udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis) yaitu sebesar 44,20 kg (10,84%). Pada bulan Desember udang jerbung (Penaeus merguiensis), sebesar 92,0 kg (9,39%). Komposisi bycatch bulan Juli 2007, spesies didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp)
dengan berat sebesar 71,0 kg atau 17,41% dari hasil
tangkapan total yang didaratkan. Rasio berat hasil tangkapan utama dengan bycatch pada bulan Juli 2007 adalah 52,92 kg : 354,88 kg (1 : 6). Bycatch bulan Desember 2007 didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 113,20 kg (11,55). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan bycatch pada bulan Desember adalah 192 kg : 788,20 kg (1 : 4).
120
2. Hasil tangkapan utama jaring arad di Eretan Kulon pada bulan Juli 2007 didominasi oleh udang krosok (Parapenaeopsis sculptilis), yaitu sebesar 57,40 kg (15,31%). Pada bulan Desember hasil tangkapan utama terdiri atas udang kipas (Penaeus squamosus) sebesar 68,00 kg (7,67%). Bycatch bulan Juli 2007, didominasi oleh bloso (Saurida tumbil) sebesar 39,10 kg (10,43%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada bulan Juli adalah
101,38 kg : 273,43 kg (1 : 3). Pada bulan Desember
bycatch didominasi oleh pepetek (Leiognathus sp) sebesar 122,00 kg (13,77%). Rasio berat hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan pada bulan Desember adalah 194,2 kg : 692 kg (1 : 4). 3. Bycatch untuk di Blanakan pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang berbentuk compressed 57,15%, fusiform 22,82%, depressed 14,11% dan mixed 5,92%. Sedangkan pada bulan Desember terdiri dari compressed 52,02%, depressed 21,62%, fusiform 18,34% dan mixed 8,02%. 4. Bycatch untuk di Eretan Kulon pada bulan Juli 2007 terdiri dari ikan-ikan yang berbentuk compressed 59,5%, fusiform 17,57%, depressed 14,23% dan mixed 8,74%. Bulan Desember terdiri dari compressed 53,85%, fusiform 20,95%, depressed 16,32%, dan mixed 8,88%.
121
8
8.1 8.1.1
PEMBAHASAN UMUM
Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch) Trawl Demersal Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri Komposisi ikan-ikan hasil tangkapan sampingan dari perikanan trawl
demersal skala industri melebihi (95%). Dari total bycatch yang tertangkap 6-18 % dimanfaatkan oleh nelayan sementara sisanya dibuang kelaut (discarded). Komposisi bycatch terdiri dari ikan, krustase dan moluska. Untuk ikan-ikan hasil tangkapan sampingan didominasi ikan-ikan berukuran kecil. Kondisi ini menjadi masalah utama dimana pada pengoperasian trawl demersal didunia
terdiri dari
ikan-ikan juvenil yang tertangkap karena menggunakan ukuran mata jaring yang kecil (Robins-Troeger, 1994). Secara keseluruhan masing-masing jenis bycatch reduction device memberikan keragaman spesies yang berbeda dimana TED super shooter terdiri 23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Square mesh window terdiri dari 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Perbedaan ini diduga berkorelasi dengan pengaruh lokasi dari setiap towing, waktu pengoperasian dan pasang surut (Stephenson et al. 1982 yang dikutip dalam Kennelly, 1995). Bycatch reduction device jenis square mesh window dan fish eye efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) per towing kemudian diikuti oleh TED super shooter. Dari ketiga jenis BRD ini memanfaatkan perbedaan reaksi dari udang dan ikan ketika tertangkap dengan trawl. Reaksi ini dapat dilihat ketika ikan-ikan pelagis dan ikan demersal digiring didepan mulut trawl terjadi pemisahan antara ikan demersal dan ikan pelagis. Dimana ikan demersal yang kemampuan renang nya rendah masuk kedalam kantong (Wardle, 1993). Hasil uji coba penangkapan di Arafura persentase morfologi ikan yang diloloskan oleh BRD jenis fish eye mengurangi ikan compressed (10,23%) dan anguilliform (4,62%). Square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk compressed (6,23%) sedangkan TED super shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (4,98%) dan anguilliform (0,47%). Bila dibandingkan
122
dengan mengamati proses pelolosan ikan di flume tank hasilnya BRD jenis fish eye dan square mesh window memiliki persentase yang tinggi dalam meloloskan ikan. Beberapa penelitian sebelumnya menyebutkan jenis soft bycatch reduction device dengan memasang square mesh pada bagian atas codend cukup efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan tanpa mengurangi hasil tangkapan udang (Broadhurst dan Kennelly, 1994; Briggs, 1992). Jenis BRD yang menggunakan kisi (grid) berfungsi sebagai pengarah bagi ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan penangkapan untuk meloloskan diri melalui celah pelolosan (exit hole) yang berada dibagian bawah. Ikan-ikan yang berukuran kecil dan sudah dalam kondisi kelelahan (exhausted) akan melewati kisi dari TED karena lebar dari tubuh ikan yang lebih kecil. Seperti yang dinyatakan Isaksen dan Valdermasen, (1994) bahwa ikan-ikan yang berukuran kecil dengan kondisi kelelahan akan masuk kedalam kantong melewati kisi bersama udang. Selain itu kelemahan dari BRD yang menggunakan kisi adalah ikut keluarnya udang melalui celah pelolosan karena kisi terhalang oleh suatu benda seperti kayu atau material lainnya. Karakteristik hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala industri didominasi oleh ikan-ikan yang berukuran kecil dengan morfologi compressed. Ikan jenis compressed yang tertangkap umumnya compressed campuran dan compressed pipih tegak. Sedangkan untuk proporsi yang ikan depressed, anguilliform dan fusiform relatif kecil. Hasil evaluasi dari ketiga jenis BRD tersebut menunjukkan bahwa fish eye dan square mesh window mengurangi ikan bycatch yang berbentuk compressed. Dengan pertimbangan hal tersebut diatas maka untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch reduction device. Bycatch reduction device yang sesuai untuk perikanan demersal trawl skala industri yaitu mata ikan (fish eye) dan jendela empat persegi (square mesh window). 8.1.2
Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala kecil Karakteristik ikan-ikan hasil tangkapan sampingan (bycatch) untuk kedua
lokasi menunjukkan adanya perbedaan dalam komposisi spesies yang tertangkap Hasil tangkapan sampingan trawl demersal skala kecil dari kedua lokasi penelitian
123
di dominasi oleh ikan-ikan yang berukuran kecil. Secara kesuluruhan berat total tangkapan pada bulan Juli lebih sedikit dibandingkan dengan bulan Desember untuk kedua lokasi (Blanakan dan Eretan Kulon). Walaupun secara berat total pada bulan Desember lebih besar akan tetapi persentasi perbedaan berat total dari ikan hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama proporsi nya lebih tinggi untuk bulan Juli dibandingkan Desember. Walaupun secara total berat total hasil tangkapan bulan Desember lebih besar tetapi secara persentase hasil tangkapan sampingan dengan hasil tangkapan utama nya lebih kecil. Komposisi hasil tangkapan sampingan di Blanakan di dominasi oleh ikan yang berbentuk compressed (Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae dan Mullidae) sementara untuk di Eretan Kulon di dominasi oleh ikan yang berbentuk compressed (Sciaenidae, Leiognathidae, Nemipteridae, dan
Mullidae) dan fusiform
(Synodontidae). Hasil tangkapan sampingan dari kedua lokasi bervariasi berdasarkan jumlah spesies yang tertangkap tetapi tidak ada spesies yang dominan hal ini menunjukkan bahwa kedua lokasi penelitian memiliki kondisi perairan yang relatif sama dimana habitat dasar perairannya berlumpur dan berpasir serta dipengaruhi oleh sungai. Sadhotomo (1990) mengatakan bahwa ikan-ikan Pomadasydae, Synodontidae dan Nemipteridae merupakan taksonomik yang mencirikan
komunitas
karang
atau
pasir,
sedangkan
ikan-ikan
seperti
Leiognathidae dan Sciaenidae mencirikan komunitas demersal atau lumpur. Karakteristik hasil tangkapan sampingan dari trawl demersal skala kecil selain persentasenya cukup tinggi (>80%) juga adanya perbedaan proporsi untuk lokasi dan bulan yang berbeda (Juli dan Desember). Tertangkapnya ikan-ikan berukuran kecil di kedua lokasi berkorelasi dengan ukuran mata jaring yang digunakan pada bagian kantong yang mempunyai ukuran mata jaring 20 mm. Penggunaan ukuran mata jaring pada bagian codend dikarenakan trawl demersal ditujukan untuk menangkap udang. Sampai saat ini alternatif solusi untuk untuk mengurangi perikanan trawl demersal skala kecil belum pernah dilakukan. Untuk mengurangi ikan hasil tangkapan sampingan dari trawl demersal skala kecil harus mempertimbangkan beberapa aspek yaitu: besarnya alat tangkap yang digunakan, kemudahan dalam pengoperasian, ketersediaan material dan pembuatannya mudah. Selain itu faktor lain yang juga penting adalah karakteristik dari bycatch
124
serta morfologi ikan yang tertangkap. Dengan memperhatikan adanya karakteristik serta morfologi ikan yang tertangkap dengan trawl demersal skala industri yang didominasi oleh jenis compressed. Serta hasil pengamatan pada skala flume tank menunjukkan bahwa square mesh window dan fish eye mempunyai persentase rata-rata meloloskan ikan-ikan dengan bentuk compressed lebih tinggi dibandingkan dengan TED super shooter. Berdasarkan adanya kesamaan karakteristik hasil tangkapan sampingan untuk trawl demersal skala industry dan skala kecil maka BRD jenis soft BRD memungkinkan untuk digunakan. Penggunaan jenis soft BRD ini dapat digunakan dengan beberapa pertimbangan : 1) perlu adanya modifikasi bentuk square mesh window dan fish eye yang sesuai dengan ukuran codend yang digunakan; 2) mudah dalam pemasangan nya serta material yang mudah untuk didapatkan; 3) pemeliharaan nya yang tidak rumit. 8.2
Pengelolaan Perikanan Trawl Demersal dalam Mengurangi Hasil Tangkapan Sampingan (bycatch) Hasil tangkapan sampingan (bycatch) merupakan isu yang sangat penting
dalam pengelolaan perikanan saat ini. Kebijakan hasil tangkapan sampingan (bycatch) sebagai isu pengelolaan karena semakin meningkatnya kesadaran perlunya keberlanjutan sumberdaya yang disebabkan oleh dampak perkembangan perikanan komersial (Northridge, 1991; Alverson et al. 1994). Pembuangan ikan-ikan yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan ini akan memberikan pengaruh terhadap keanekaragaman hayati laut melalui dampak terhadap rantai makanan seperti predator dan pemindahan individu beberapa spesies. Dampak lainnya adalah dapat menimbulkan konflik antar perikanan karena akan menimbulkan pengurangan sumberdaya untuk perikanan yang lain melalui kematian dari ikan-ikan yang berukuran kecil dan dikategorikan masih juvenile (Sainsbury, 1991). Menurut Clucas (1997) menyebutkan beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya pembuangan hasil tangkapan kelaut diantaranya : 1. Ikan yang tertangkap bukan spesies yang diinginkan atau karena kondisi rusak; 2. Karena faktor keterbatasan tempat penyimpenan;
125
3. Karena ikan tersebut mengandung racun; 4. Karena mudah rusak sebelum mencapai dek kapal; 5. High grading; 6. Telah mencapai kuota; 7. Hasil tangkapan merupakan kategori hewan yang tidak boleh ditangkap, karena musim, daerah penangkapan ikan atau karena alat tangkap. Pengelolaan perikanan demersal trawl sangat diperlukan terutama untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) baik untuk perikanan demersal trawl skala kecil maupun demersal trawl skala industri. Beberapa alternatif untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) telah di implementasikan baik itu melalui input kontrol dan output kontrol (Hall, 2002). Input kontrol dapat dilakukan dengan penutupan wilayah penangkapan atau penutupan musim penangkapan. Selain dengan menerapkan pengelolaan perikanan melalui input kontrol dan output kontrol cara lain yang dapat dijadikan solusi dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan adalah melalui pemanfaatan bycatch dan perbaikan teknologi penangkapan ikan (Matsuoka, 2008). Pelarangan pengoperasian trawl di wilayah perairan Indonesia dimulai sejak dikeluarkannya Keputusan Presiden Nomor 39 Tahun 1980 tentang Penghapusan Jaring Trawl. Penghapusan tersebut dilakukan secara bertahap dimana pada tahun 1982 melalui Instruksi Presiden no 11 tahun 1982, dinyatakan bahwa pada satu januari 1983 tidak boleh ada lagi kapal penangkap ikan yang menggunakan trawl di Indonesia. Pertimbangan dikeluarkannya instruksi Presiden tersebut dilakukan untuk melindungi sumberdaya perikanan, untuk mendukung pertambahan pendapatan nelayan tradisional dan mencegah ketegangan sosial. Namun demikian pada tahun 1982 telah dikeluarkan pengecualian terhadap penggunaan trawl. Penggunaan trawl dapat dilakukan dengan memasang satu alat pemisah ikan (bycatch excluder device) pada bagian kantong sehingga namanya menjadi pukat udang. Selain pemasangan bycatch excluder device juga adanya pembatasan lokasi pengoperasian pukat udang yang hanya diperbolehkan pada koordinat 1300 BT ke Timur yaitu Kepulauan Kei, Tanimbar, Aru, Irian Jaya dan Laut Arafura dengan garis isobath 10 m.
126
Pengoperasian pukat udang telah diatur melalui Keputusan Presiden no 85 tahun 1982 telah mengatur beberapa ketentuan diantaranya : 1. Izin penggunaan pukat udang diberikan bagi perusahaan perikanan yang telah memiliki izin untuk menangkap udang terutama di perairan seperti yang disebutkan diatas. 2. Jumlah kapal perikanan yang diberi izin menggunakan pukat udang disesuaikan dengan daya dukung dari sumberdaya udang setempat. 3. Perusahaan perikanan yang memperoleh izin untuk menggunakan pukat udang berkewajiban menyerahkan hasil tangkapan sampingannya kepada perusahaan perikanan nasional untuk dimanfaatkan bagi kepentingan masyarakat. 4. Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pukat udang, tersebut dilaksanakan penelitian bersama oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Balai Penelitian Perikanan Laut dan Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian. 5. Di perairan di luar kawasan perairan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, maka Keputusan Presiden No 39 Tahun 1980 dan Instruksi Presiden no 11 Tahun 1982 tetap berlaku dimana penggunaan pukat udang tidak diperbolehkan. 6. Perusahaan perikanan yang melanggar terhadap Keputusan Presiden ini akan dicabut ijinnya. 7. Menteri Pertanian akan mengatur lebih lanjut pelaksanaan dari Keputusan Presiden ini. 8. Keputusan Presiden ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan yaitu 24 Desember 1982. Menindaklanjuti Keputusan Presiden ini maka telah ditetapkan Keputusan Menteri Pertanian no 930/Kpys/Um/12/1982 mengenai pelaksanaan dari Keputusan Presiden no 85 Tahun 1982 pada 27 Desember 1982 dan Direktorat Jenderal Perikanan telah diberikan mandat untuk menentukan ukuran mata jaring melalui Keputusan Direktorat Jenderal No IK/010/S3.8075/82 tentang Bentuk
127
Jaring Pukat Udang (31 Desember 1982). Sedangkan peraturan-peraturan lain yang terkait dengan pengelolaan trawl di Indonesia adalah : 1. Keputusan Menteri Pertanian No 503/Kpts/Um/7/1980, merupakan langkah pertama dalam menerapkan pembatasan penggunaan jarring trawl. Keputusan ini sekaligus sebagai peraturan pelengkap dari Keputusan Presiden no 39 tahun 1980 dan memberikan definisi rinci tentang jaring trawl. Berdasarkan Keputusan Menteri Pertanian, jaring trawl adalah sejenis jaring ikan yang berbentuk seperti kantong dan diseret dengan kapal dan dipasang papan “otter board” yang diseret dengan dua kapal. Keputusan ini sekaligus memberikan penjelasan mengenai macam-macam jarring trawl, seperti : pukat harimau, pukat tarik, tangkul tarik, jaring tarik, jarring trawl ikan, pukat Apollo dan pukat langgai. Adapula penjelasan yang menyatakan bahwa pukat udang juga memiliki bentuk yang sama dengan jaring trawl hanya saja pukat udang memiliki bentuk yang sama dengan jaring trawl hanya saja pukat udang dipasang alat pemisah ikan untuk mengeluarkan hasil tangkapan sampingan. 2. Keputusan Menteri Pertanian no 694/Kpts/Um/9/1980 tentang Pembatasan Wilayah Perikanan untuk Usaha Penangkapan Ikan dengan Trawl. Keputusan ini menetapkan batas wilayah perikanan Indonesia yang terlarang untuk penangkapan ikan yang menggunakan jaring trawl. 3. Keputusan Menteri Pertanian no 542/Kpts/Um/6/1981 tentang Penetapan Jumlah Kapal Trawl diluar Provinsi Jawa, Bali dan Sumatera. Keputusan ini menetapkan jumlah kapal trawl di luar Provinsi Jawa, Bali dan Sumatera dan pengoperasian kapal-kapal tersebut harus mengikuti arahan dan berkonsultasi dengan Direktorat Jendral Perikanan. 4. Keputusan Menteri Pertanian no 392 Tahun 1999 tentang wilayah Perikanan. Keputusan ini menentukan mengenai zona tertutup untuk penggunaan jarring trawl dan menyatkan bahwa jaring sejenis trawl juga tidak boleh digunakan. 5. Keputusan Menteri Pertanian no 770/Kpts/IK.120/10/96 tentang Penggunaan Jaring Trawl Penangkap Ikan di Wilayah ZEEI Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera dan sekitar D.I Aceh.
128
6. Keputusan
Menteri
Pertanian
No
1039.1/Kpts/IK.120/10/99
tentang
Perubahan dari Keputusan Menteri Pertanian No.770/Kpts/IK.120/10/96 tentang penggunaan jaring trawl ikan di wilayah ZEEI Samudera Hindia, sebelah barat Sumatera dan sekitar wilayah D.I Aceh. 7. Keputusan Direktorat Jendral Perikanan No 868/Kpts/IK.340/II/2000 tentang Pembentukan Alat Pemisah Ikan (API/TED) dan Dasar Penangkapan Ikan dengan Pukat Udang (10 Februari 2000). 8. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia
No.PER.06/MEN/2008 tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur Bagian Utara. 9. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia
No.PER.11/MEN/2009 tentang Penggunaan Pukat Ikan (fish net) di Zona Ekonomi Eksklusif. 8.2.1
Peraturan yang berkaitan dengan jalur penangkapan ikan Pengaturan mengenai jalur penangkapan ikan ditujukan untuk mengatur
alat penangkapan ikan yang diperbolehkan beroperasi sehingga dapat mengurangi konflik dalam memanfaatkan sumberdaya perikanan. Peraturan yang mengatur menganenai jalur penangkapan dan alat penangkapan ikan yang dapat dioperasikan adalah : 1. Keputusan Menteri Pertanian No. 392/Kpts/IK.120/4/99 tentang Jalur-Jalur Penangkapan Ikan. 2. Peraturan
Menteri
Kelautan
dan
Perikanan
Republik
Indonesia
No.PER.02/MEN/2011 tentang Jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. 8.2.2
Moratorium Laut Arafura Peraturan mengenai moratorium di Laut Arafura telah ditetapkan
berdasarkan surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap yang mengatur pemberhentian sementara ijin penangkapan ikan bagi usaha baru alat penangkapan ikan dan penggunaan alat bantu penangkapan ikan. Hal ini dilakukan untuk
129
memberikan waktu pulihnya sumberdaya dengan membatasi akses pemanfaatan sumberdaya yang bersifat terbuka (open access) menjadi terbatas (limited access). Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap No KEP 08/DJ-PT/2010 tentang Pemberhentian sementara pemberian ijin bagi usaha baru alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan menjelaskan tentang : 1. Menghentikan sementara pemberian izin bagi usaha baru untuk alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan tertentu seperti : purse seine pelagis besar dengan ukuran kapal ≥200GT, pukat ikan semua ukuran, pukat udang semua ukuran, gillnet oceanic semua ukuran dan alat bantu penangkapan ikan rumpon untuk semua ukuran kapal.Dengan daerah penangkapan untuk purse seine pelagis besar semua daerah penangkapan, pukat ikan ZEEI Laut Arafura, pukat udang untuk semua daerah penangkapan, gillnet oceanic untuk Arafura dan rumpon untuk semua ZEEI. 2. Pemberhentian sementara pemberian izin bagi usaha baru untuk alat penangkapan ikan dan alat bantu penangkapan ikan seperti yang disebutkan pada poin 1. 3. Pemberhentian ini dilakukan sampai dengan kondisi sumberdaya ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dinyatakan pulih berdasarkan hasil evaluasi yang akan ditinjau kembali sekurang-kurangnya setiap satu tahun sekali. 4. Keputusan berlaku efektif mulai tanggal 15 Maret 2010. 8.2.3
Pelaporan hasil tangkapan kapal ikan Dalam pengelolaan suatu sumberdaya diperlukan data yang lengkap, salah
satunya yaitu kewajiban bagi nelayan untuk melaporkan hasil tangkapan sebagaimana tercantum di Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 05/MEN/2008 tentang usaha perikanan tangkap. Pada kenyataannya pelaporan masih ada yang belum sesuai dengan perolehan hasil tangkapan yang sebenarnya. Kondisi yang tidak lengkapnya dalam menangani pendataan trawl telah menimbulkan dampak yang kurang baik terhadap pengelolaan dari alat tangkap tersebut. Dimana implikasi dijelaskan oleh Monintja et al., (2007) sebagai berikut:
130
1. Perikanan trawl bukan perikanan yang diatur (unregulated fishing); 2. Sumberdaya ikan demersal tidak dikelola dengan baik kaena trawl merupakan jenis alat yang tangkap yang efektif untuk menangkap ikan demersal. Haisl tangkapan trawl tidak tercatat dengan baik. Oleh karena itu status sumberdaya ikan demersal tidak dapat dinilai dan keputusan pengelolaan perikanan dapat menjadi tidak sesuai; 3. Nelayan yang mengoperasikan trawl dan sejenisnya selalu berada dalam posisi bersalah karena mengoperasikan alat tangkap yang tergolong dilarang; 4. Otoritas perikanan (yaitu Dinas Perikanan dan kelautan di daerah) berada dalam dilemma, yaitu antara menegakkan peraturan untuk melarang penggunaan trawl dan membiarkan nelayan mengoperasikan alat tangkap terlarang (trawl) karena pertimbangan mata pencaharian nelayan; 5. Pemerintah setempat tidak memperoleh keuntungan optimum dari perikanan trawl karena sebagian besar keuntungan akan dinikmati oleh mereka yang mengendalikan dan melindungi praktek penangkapn ikan illegal (illegal fishing); 6. Sumberdaya ikan di beberapa perairan yang dapat dilakukan pengoperasian trawl tidak dapat dimanfaatkan oleh armada perikanan domestic, sebaliknya dimanffatkan oleh armada perikanan negara asing; 7. Berbagai tindakan pengelolaan perikanan menjadi tidak dapat dilaksanakan karena kebijakan dianggap tidak pernah konsisten oleh nelayan yang mencoba untuk mematuhi peraturan. Sentiment ini dapat menjadi kendala utama dalam proses partisipatif yang dianjurkan dalam pengelolaan perikanan. 8.3 8.3.1
Alternatif Pengelolaan Closing area (penutupan wilayah penangkapan) Penutupan wilayah penangkapan merupakan salah satu cara yang efektif
untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan dan ikan-ikan berukuran kecil dari spesies yang bukan menjadi tujuan utama penangkapan. Penutupan musim penangkapan dilakukan dengan memberlakukan waktu tertentu untuk melakukan
131
penangkapan sedangkan penutupan wilayah penangkapan dilakukan dengan melarang dilakukannya aktifitas penangkapan pada suatu wilayah tertentu (Caddy, 1982). Penerapan penutupan musim penangkapan sebagai contoh telah dilakukan di Northern Prawn Fishery dan di Kuwait untuk melindungi tertangkapnya udangudang yang belum matang (Dann dan Pascoe, 1994; Ye et al. 2000) selain untuk melindungi udang yang belum matang penutupan musim penangkapan ditujukan untuk mengurangi terjadinya overfishing (Somers dan Wang, 1997). Untuk di perairan Arafura penutupan area atau musim penangkapan telah diusulkan untuk memberi kesempatan bagi pemulihan sumberdaya ikan dan lingkungan. (Purbayanto, 2008). Dalam menentukan wilayah atau musim penutupan harus didukung oleh informasi ilmiah mengenai distribusi sebaran ikan serta musim pemijahan. Namun demikian menerapkan input kontrol dengan melakukan penutupan musim atau area penangkapan belum menjawab permasalahan mengenai pengurangan hasil tangkapan sampingan dari perikanan demersal trawl skala industri. Hal ini karena beberapa kapal trawl demersal skala industri mempunyai variabilitas karakteristik spasial yang besar serta temporal (waktu) yang relatif lama akan berdampak terhadap pendapatan nelayan yang cukup signifikan dengan cara penutupan daerah penangkapan ikan (Hall, 2002). Sedangkan untuk mengalihkan ke daerah penangkapan udang sulit untuk dilakukan karena adanya peraturan yang melarang pengoperasian trawl di wilayah barat. Sehingga bila penutupan area penangkapan akan di implementasikan maka perlu dicarikan alternatif daerah penangkapan ikan yang lain. Pengaturan ijin usaha baru alat penangkapan ikan dilakukan untuk mengatur jumlah alat tangkap yang diperbolehkan beroperasi dengan mengurangi effort dengan demikian diharapkan sumberdaya dapat pulih. Pembatasan input kontrol juga dapat dilakukan dengan membatasi ukuran kapal (gross tonnage) yang digunakan. (Pope, 2002). Dengan pengaturan besarnya gross tonnage akan memungkinkan untuk mengurangi upaya penangkapan dan akan berdampak untuk pengurangan hasil tangkapan sampingan dalam jangka panjang. Selain pembatasan upaya penangkapan maka kuota untuk ikan hasil tangkapan sampingan spesies tertentu juga memungkinkan untuk diterapkan (Pope, 2002; Diamond, 2004). Output kontrol yang dapat dilakukan dengan membatasi jumlah
132
hasil tangkapan yang dibolehkan (JTB) pada waktu tertentu. Akan tetapi dalam pelaksanaan nya jumlah tangkapan yang dibolehkan merupakan total tangkapan yang didaratkan. Sehingga untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan maka perlu juga dibuat aturan mengenai jumlah ikan hasil tangkapan sampingan yang didaratkan. Sedangkan untuk demersal trawl skala kecil dengan penutupan wilayah penangkapan dan musim penangkapan akan berdampak bagi kehidupan ekonomi nelayan yang menggantungkan hidupnya pada satu alat tangkap. Sehingga untuk perikanan demersal trawl skala kecil perlu adanya pengaturan daerah penangkapan yang membagi daerah penangkapan berdasarkan suatu alat tangkap. Seperti pengaturan area penangkapan dengan melakukan zonasi pengoperasian alat tangkap, untuk wilayah seperti di laut utara jawa maka pengaturan meliputi zona I (0-3mil) hanya diperuntukkan bagi alat tangkap skala kecil yang beroperasi secara pasif. Sementara untuk zona II (3-6mil) bagi kapal-kapal yang beroperasi secara aktif seperti jaring arad. 8.3.2
Pemanfaatan hasil tangkapan sampingan (bycatch) Pada umumnya nelayan di beberapa Negara Asia tidak menghadapi
masalah dengan hasil tangkapan sampingan karena ikan-ikan kecil yang didaratkan dikategorikan sebagai “trash fish” atau ikan rucah. Beberapa manfaat dari pengelolaan hasil tangkapan sampingan dinyatakan oleh Hall (1996) sebagai berikut : 1. Menghindari
kepunahan
dari
suatu
spesies
dengan
memperhatikan
keberlanjutan dari suatu spesies dengan membuat skala prioritas; 2. Menjaga struktur dasar dan fungsi dari ekosistem dengan melakukan monitoring dampak perubahan dalam kelimpahan dan distribusi dari suatu spesies; 3. Mengurangi sampah dalam perikanan; 4. Mengurangi interaksi antar perikanan dimana dalam beberapa kasus hasil tangkap sampingan untuk suatu perikanan menjadi tangkapan utama untuk perikanan yang lainnya;
133
5. Menjaga supaya perikanan tetap terbuka; 6. Mengurangi tujuan pemasaran; 7. Membangun populasi yang sudah menurun; 8. Mengontrol peningkatan populasi. Food and Agriculture Organization pada tahun 1982 telah mencanangkan untuk memanfaatkan ikan-ikan hasil tangkapan sampingan ini yang diolah menjadi berbagai produk (Allsopp, 1982). Demikian juga dengan perikanan demersal trawl skala kecil di Indonesia ikan-ikan yang tergolong trash fish (rucah) ini dimanfaatkan oleh nelayan. Biasanya ikan-ikan tersebut di sortir menjadi ikan yang dapat dikonsumsi dan ikan yang bukan untuk di konsumsi tergantung dari spesies, ukuran dan kualitasnya. Namun demikian ini adalah satu masalah penting dimana ikan-ikan yang digolongkan trash fish masuk dalam kategori juvenile ikan ekonomis penting. Beberapa jenis ikan yang banyak tertangkap di perairan utara jawa terutama didominasi oleh ikan demersal seperti dari famili Leiognathidae, Sciaenidae dan Mullidae dimana spesies tersebut dikategorikan termasuk yang komersial. Berdasarkan kondisi tersebut maka pemanfaatan ikan-ikan yang masih tergolong dibawah ukuran tingkat kematangan gonadnya akan berdampak terhadap keberlanjutan sumberdaya ikan demersal. Dalam Perikanan dermesal trawl skala industri khususnya pukat udang di perairan Arafura pemanfaatan hasil tangkapan sampingan dapat dilakukan dengan pemanfaatan langsung di kapal yang diolah dalam bentuk bahan baku untuk olahan seperti surimi (Djazuli, 2009). Namun demikian dalam memanfaatkan hasil tangkapan sampingan untuk perikanan pukat udang masih mengalami beberapa kendala seperti keterbatasan volume palka yang khusus hanya untuk menampung udang, selain itu operasi penangkapan pukat udang umumnya tersebar di seluruh wilayah perairan bagian timur. Salah satu upaya yang telah dilakukan dengan menerapkan mesin pembuat surimi untuk memanfaatkan ikanikan hasil tangkapan sampingan seperti gulamah, kurisi dan biji nangka (Purbayanto et al. 2009). Djazuli (2009) menyebutkan bahwa dalam upaya memanfaatkan ikan hasil tangkap sampingan skala industri perlu dilakukan pendekatan dengan cara : 1) strategi dan teknik preparasi dalam pengumpulan
134
bahan baku dari kapal pukat udang yang tersebar di perairan yang luas dengan keterbatasan volume palka dan periode waktu operasi penangkapan yang cukup lama, 2) teknologi pengolahan surimi dengan menggunakan campuran jenis ikan, mengingat ikan hasil tangkapan sampingan merupakan campuran berbagai jenis dan ukuran ikan. Pemanfaatan hasil atngkapan sampingan menjadi bahan baku surimi memerlukan penambahan modal serta adanya pasar yang mendukung produk hasil olahan dari ikan-ikan tersebut. Meskipun dari segi nelayan skala kecil khususnya di perairan Utara Jawa pemanfaatan ikan-ikan tersebut masih dapat dilakukan sepanjang pemanfaatan yang rasional. 8.3.3
Perbaikan teknologi penangkapan ikan Keberadaan dari hasil tangkap sampingan (bycatch) merupakan kontribusi
dari rendahnya selektivitas dari suatu alat tangkap serta menjadi suatu karakteristik dari daerah penangkapan ikan untuk yang bersifat multi spesies (Slavin, 1982; Kelleher, 2005). Sementara pembuangan kelaut dikarenakan beberapa faktor seperti telah dijelaskan pada bagian sebelumnya diantaranya ekonomi, tempat penyimpanan yang terbatas dan karena adanya aturan pengelolaan. Pembuangan hasil tangkapan kelaut ikan-ikan yang tidak dapat dimanfaatkan harus dihindari walaupun beberapa beberapa faktor yang menyebabkan pembuangan kelaut telah dijelaskan pada bagian sebelumnya. Sementara itu pilihan pengelolaan dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan dengan peningkatan selektifitas dari demersal trawl telah diterapkan untuk pukat udang di beberapa negara (Watson, 1989; Kendal, 1990; Isaksen et al. 1992). Peningkatan selektifitas alat tangkap trawl dapat dilakukan dengan cara : 1) modifikasi dari bentuk mata jaring (mesh shape) dari bentuk diamond menjadi square mesh; 2) memperbesar ukuran mata jaring; 3) memanfaatkan tingkah laku ikan untuk meloloskan non-target spesies dengan memasang BED, BRD dan square mesh panel (Fonteyne dan M’Rabet, 1992; Glass dan Wardle, 1995; Broadhurst dan Kennelly, 1997).
135
Sedangkan Watson et al. (1986) menyatakan bahwa perangkat untuk mengurangi bycatch yang dipasang pada trawl
pemasangan mempunyai
beberapa keuntungan diantaranya : 1. Pengurangan dari tekanan pada jaring dan akan mengurangi konsumsi bahan bakar; 2. Mengurangi waktu pekerjaan dalam menyortir ikan hasil tangkapan; 3. Meningkatkan kualitas dari hasil tangkapan. Pendekatan yang dapat dilakukan untuk mengurangi masalah bycatch dan pembuangan kelaut menurut Matsuoka (2008) ada dua pendekatan yang dapat dilakukan yaitu : 1) meloloskan spesies ikan yang bukan menjadi tujuan tangkapan di dalam air dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan; 2) pemanfaatan dari hasil tangkap sampingan termasuk untuk sektor lain seperti untuk pakan budidaya, bahan baku untuk industri lainnya dan untuk konsumsi manusia. Pada tahun 2000 Australia telah mengharuskan pemasangan bycatch reduction device (BRDs) dan turtle exclusion devices (TEDs) pada perikanan trawl udang di NPF (Northern Prawn Fishery). Dengan pemasangan BRD jenis super shooter pada alat tangkap trawl Australia menunjukkan bahwa pemasangan BRD telah mengurangi total berat hasil tangkapan dan ikan hasil tangkapan berukuran besar (> 5 kg) selain itu pemasangan BRD mengurangi kerusakan udang hasil tangkapan dan meningkatkan harga jual (Salini et al., 2000). Di Indonesia hasil tangkapan sampingan dari trawl skala industri yang beroperasi di perairan Arafura merupakan bagian dari tangkapan dimana tidak dijual tetapi dikembalikan kembali kelaut dengan alasan karena tidak ekonomis dan hanya sebagian kecil yang dimanfaatkan serta di daratkan di pelabuhan. Hasil tangkapan sampingan dari pukat udang meliputi ikan, krustasea dan moluska. Hasil tangkapan sampingan dari trawl skala industri ini bervariasi secara spasial dan musiman dengan rasio dari hasil tangkapan sampingan dan udang berbedabeda untuk setiap lokasi daerah penangkapan ikan (Evans dan Wahju, 1996; Purwanto dan Nugroho, 2010) perbedaan waktu siang dan malam (Purbayanto dan Riyanto, 2005).
136
Untuk menggunakan BRD beberapa faktor termasuk modifikasi dari BRD yang harus memenuhi persyaratan terutama dalam mengurangi hasil tangkap sampingan tanpa mengurangi tujuan tangkapan utamanya. Dari hasil tangkapan sampingan dari perikanan trawl di Arafura menunjukkan bahwa spesies yang menjadi hasil tangkapan sampingan merupakan spesies ikan demersal yang juga menjadi tujuan utama alat tangkap lain seperti pukat pantai atau trammel net. Sehingga dengan pembuangan kelaut ikan-ikan hasil tangkapan akan berdampak terhadap keberlanjutan stok ikan demersal. Sedangkan peraturan yang mengharuskan pemasangan bycatch excluder device pada alat tangkap trawl yang beroperasi di Arafura mengacu kepada Keputusan Presiden no 85 tahun 1982 keberadaan trawl diganti dengan pukat udang yang sudah dilengkapi dengan BED. Pada tahun 1996 peneliti dari National Marine Fisheries Service-NOAA Amerika Serikat melakukan introduksi TEDs jenissuper shooter dengan melakukan uji coba di Laut Jawa. Pada tahun 2003 TEDs jenissuper shooter diujicobakan pada kapal trawl udang di perairan Arafura (Widodo dan Mahiswara, 2008). Walaupun hasilnya menunjukkan adanya pengurangan hasil tangkap sampingan rata-rata sebesar 38,34% akan tetapi disisi lain pemasangan TEDs super shooter mengurangi hasil tangkapan utama yaitu udang rata-rata sebesar 18,43% (Widodo dan Mahiswara, 2008). Karena dengan adanya pengurangan hasil tangkapan utama tersebut maka TEDs super shooter tidak pernah digunakan dalam setiap pengoperasian pukat udang dengan pertimbangan penanganan di atas kapal terutama bila terjadi clogging karena adanya benda besar yang menghalangi. Sehingga diperlukan jenisbycatch reduction device yang sifatnya tidak rigid dan sesuai dengan ikan-ikan yang akan diloloskan. Berdasarkan pertimbangan teknis selama penelitian, identifikasi spesies ikan, ukuran ikan serta morfologi yang akan diloloskan terutama yang berbentuk compressed, depressed dan anguilliform maka BRD yang sesuai untuk dikembangkan pada perikanan pukat udang di Arafura dapat digunakan BRD jenismata ikan (fish eye) dan jendela empat persegi (square mesh window). Selain spesies serta ukuran ikan yang akan diloloskan BRD jenisfish eye dan square mesh window memiliki kemudahan dalam penangan diatas kapal serta secara teknis ukuran yang digunakan sudah sesuai dengan ukuran kantong (codend) dari jaring trawl yang digunakan.
137
8.3.4
Program monitoring dalam pengelolaan perikanan trawl Diperlukan adanya suatu identifikasi yang kontinyu untuk mengestimasi
jumlah spesies ikan yang tertangkap di Laut Arafura atau di Perairan Utara Jawa. Data tersebut meliputi spesies yang dikategorikan sebagai komersial dan spesies yang tidak dimanfaatkan (discard). Estimasi setiap tahun untuk hasil tangkap sampingan dan yang dibuang kelaut (discard); Identifikasi terhadap spesies yang dikategorikan sebagai yang perlu mendapat prioritas; Karakterisasi dari hasil tangkap sampingan perlu dilakukan mengingat perikanan di Indonesia merupakan multispesies yang hal ini perlu dilakukan mengingat hasil tangkap sampingan dipengaruhi secara spasial dan temporal serta lingkungan perairan. Sehingga perlu dilakukan suatu pembagian wilayah berupa sub area yang membagi setiap WPP sehingga setiap sub area memberikan informasi yang lebih akurat; Program Monitoring Perikanan; tujuan dari program monitoring ini adalah untuk menyediakan informasi dalam kuantitas, ukuran dan komposisi umur dari ikan-ikan yang dimanfaatkan dan ikan-ikan yang dibuang kelaut (discard). Hal ini perlu dilakukan terutama untuk perikanan industri khususnya pukat udang mengenai pencatatan hasil tangkap sampingan dari setiap kapal ikan termasuk posisinya yang dicatat dalam suatu logbook. Dalam perikanan industri dapat dilakukan dengan melakukan program penempatan observer di kapal-kapal ikan atau dapat pula dilakukan dengan melakukan pelatihan dari awak kapal yang khusus untuk mencatat logbook tersebut. Sedangkan untuk perikanan skala kecil hanya perlu ditempat di tempat pendaratan ikan untuk mencatat hasil tangkap yang didaratkan mengingat persentase ikan yang dibuang sangat kecil dalam perikanan trawl skala kecil. Sehingga data dari ikan-ikan yang didaratkan sudah dapat mewakili kondisi hasil tangkap dari perikanan trawl skala kecil di perairan utara Jawa.
138
8.4
Kesimpulan Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Alternatif pengelolaan untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan melakukan input kontrol yaitu pengaturan daerah penangkapan ikan untuk perikanan trawl demersal skala kecil. Sedangkan untuk perikanan trawl demersal skala industri dapat dilakukan dengan pembatasan ukuran kapal (gross tonnage) dan pembatasan (kuota) untuk spesies tertentu; 2. Hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari perikanan demersal trawl skala industri dapat dilakukan dengan mengolah ikan hasil tangkapan sampingan di atas kapal untuk menjadi bahan baku produk olahan; 3. Untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch reduction device. Bycatch reduction device yang sesuai untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil yaitu BRD jenis mata ikan (fish eye) dan jenis jendela empat persegi (square mesh window); 4. Perlu dibangun program monitoring dalam pengelolaan perikanan demersal trawl terutama dibentuknya pembagian area penangkapan (sub region), identifikasi spesies yang menjadi hasil tangkapan sampingan, karakterisasi hasil tangkapan sampingan serta diperlukannya observer baik untuk perikanan demersal trawl skala industri.
139
9
KESIMPULAN UMUM DAN SARAN
Melalui serangkaian kajian yang dilakukan melalui metode yang diterapkan dalam pengembangan bycatch reduction device untuk perikanan demersal trawl, maka kesimpulan dan saran yang dapat diambil adalah sebagai berikut: 9.1
Kesimpulan Secara keseluruhan masing-masing jenis BRD memiliki keragaman
spesies yang berbeda dimana TED super shooter 23 spesies ikan, 2 spesies krustase dan 1 spesies moluska. Square mesh window terdiri dari 27 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Fish eye terdiri dari 20 spesies ikan dan 2 spesies krustase. Bycatch redcution device jenis mata ikan (fish eye) efektif dalam mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) per towing kemudian diikuti oleh jendela empat persegi (square mesh window) dan
TED super shooter.
Berdasarkan persentase morfologi ikan yang diloloskan, BRD jenis fish eye mengurangi ikan yang berbentuk compressed (10,23%) dan anguilliform (4,62%). BRD jenis square mesh window mengurangi ikan yang berbentuk compressed (6,23%) sedangkan TED super shooter mengurangi ikan yang berbentuk compressed (4,98%) dan anguilliform (0,47%). Pada skala laboratorium BRD jenis square mesh window rata-rata meloloskan ikan sebesar 42,5%, fish eye 37,5% dan TED super shooter 30%. Komposisi hasil tangkapan jaring arad didominasi oleh ikan hasil tangkapan sampingan dengan proporsi yang berbeda untuk setiap lokasi dan bulan yang berbeda. Komposisi hasil tangkapan sampingan di Blanakan di dominasi oleh ikan yang berbentuk compressed (Leiognathidae, Sciaenidae, Nemipteridae dan Mullidae) sementara untuk di Eretan Kulon di dominasi oleh ikan yang berbentuk compressed (Sciaenidae, Leiognathidae, Nemipteridae dan Mullidae) dan fusiform (Synodontidae). Untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil mengurangi hasil tangkapan sampingan (bycatch) dapat dilakukan dengan perbaikan teknologi
140
penangkapan ikan melalui pemasangan bycatch reduction device. Bycatch reduction device yang sesuai untuk perikanan demersal trawl skala industri dan skala kecil yaitu BRD jenis mata ikan (fish eye) dan jenis jendela empat persegi (square mesh window); 9.2
Saran Perlu dikembangkan suatu BRD yang sesuai dengan bentuk morfologi dari
ikan yang akan diloloskan untuk perikanan trawl skala kecil seperti jendela empat persegi (square mesh window) dan mata ikan (fish eye). Untuk perikanan trawl demersal skala industri BRD fish eye dan square mesh window dapat dijadikan alternatif sebagai pengganti TED super shooter. Perlu diberlakukan jalur penangkapan ikan untuk perikanan demersal trawl skala kecil untuk menghindari terjadinya konflik dengan nelayan yang menggunakan alat penangkapan ikan yang pasif. Perlu dibentuk suatu program monitoring dalam pengelolaan perikanan demersal trawl terutama dibentuknya pembagian area penangkapan (sub region), identifikasi spesies yang menjadi hasil tangkapan sampingan, karakterisasi hasil tangkapan sampingan serta diperlukannya observer baik untuk perikanan demersal trawl skala industri. Diperlukan suatu pemahaman terhadap masyarakat mengenai pentingnya mengurangi pembuangan bycatch dari perikanan trawl demersal yang akan berdampak pada keberlanjutan sumberdaya ikan-ikan demersal.
141
DAFTAR PUSTAKA
[AAAT] Agency for Assessment and Application of Technology. 1982. Fishing Experiment on Pukat Amerika (BED-equipped shrimp net) in the Arafura Sea,AAAT, 1982. 7 p. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2010. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2009. Departemen Kelautan dan Perikanan. Vol 10 no:1. Jakarta. [DJPT] Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2011. Kumpulan Peraturan Alat Penangkapan Ikan. Ditjen Perikanan Tangkap. Kementerian Kelautan dan Perikanan RI. Jakarta. [FAO] Food and Agriculture Organization. 1995. The Code of Conduct for Responsible Fisheries. FAO of the United Nations.Rome.Italy. p45. [FAO] Food and Agriculture Organization. 2007. Pengukuran Panjang Ikan dan Krustase.http:www.fao//pengukuran.php.com. (April 2007) [SEAFDEC] South Asian Fisheries Development Center. 1999. Responsible Fishing Operations. Regional Guidelines for Responsible Fisheries in Southeast Asia. SEAFDEC, Thailand. Allsopp, W.H.L. 1982. Use of Fish Bycatch from Shrimp Trawling: Future Development. In Fish Bycatch, Bonus from the Sea. Report of the Technical Consultation on Shrimp Bycatch Utilization, Held in Georgetown, Guyana, 27-30 October 1981. Sponsored Jointly by FAO and IDRC,Ottawa. IDRC(ICRC-1980): pp 29-36. Alverson, D.L., Freeberg, M.H., Murawski, S.A. and Pope, J.G. 1994. A Global Assessment of Fisheries Bycatch and Discards. FAO Fish.Tech.Pap. No. 339.233p. Andrew,N.L. and Pepperell, J.G. 1992. The By-catch of Shrimp Trawl Fisheries. Annual Review of Oceanography and Marine Biology, 30: pp 527565. Andrew,NL., Kennelly, S.J. dan Broadhurst, MK. 1993. The Bycatch of Shrimp Trawl Fisheries. Oceanography Marine Biology Annual Review. 30: pp 527-565. Averill, P.H. 1989. Shrimp/fish Separator Trawls for Northern Shrimp Fishery. In Campbell, C.M. (ed), Proceedings of the World Symposium on Fishing Gear and Fishing Vessels. Maine Institute, St Johns, Canada, pp 42-47.
142
Bianchi,G.M., Badrudin, M. dan Budihardjo. 1996. Demersal Assemblages of the Java Sea: A Study Based on Trawl Survey of the RV Mutiara 4. In : D. Pauly dan P. Martosubroto (Eds). Baseline Studies of Biodiversity : The Fish Resources of Western Indonesia. ICLARM. Manila. pp 55-61. Breen,M., Dyson, J. O’Neill, F.G., Jones, E., Haigh, M. 2004. Swimming Endurance of Haddock (Melanogrammus aeglefinus L.) at Prolonged and Sustained Swimming Speeds, and Its Role in Their Capture by Towed Fishing Gears. ICES Journal of Marine Science. 61, pp 10711079. Brewer, D., Rawlinson, N., Eayrs, S. dan Burridge, C. 1998. An Assessment of Bycatch Reduction Devices in a Tropical Australian Prawn Trawl Fishery. Fisheries Research.36.pp195-215. Briggs, R.P. 1992. An Assessment of Nets with a Square Mesh Panel as a Whiting Conservation Tool in the Irish Sea Nephrops Fishery. Fisheries Research.13. pp 133-152. Broadhurst, M.K. 2000. Modifications to Reduce Bycatch in Prawn Trawls: A Review and Framework for Development. Reviews in Fish Biology and Fisheries, 10: pp 27-60. Kluwer Academic Publ. Netherlands. Broadhurst, M.K. Kennelly, S.J dan Gray, CA. 2002. Optimal Positioning and Design of Behavioural-type By-catch Reduction Devices Involving Square-mesh Panels in Penaeid Prawn-trawl Codends. Marine and Freshwater Research, vol 53 no 4.pp 813-823. Broadhurst,MK dan Kennelly, SJ. 1994. Reducing the By-catch of Juvenile Fish (Mulloway Argyrosomus hololepidotus) Using Square Mesh Panels in Codends in Hawkesbury River Prawn Trawl Fishery,Australia. Fisheries Research.19. pp 321-331. Broadhurst,MK dan Kennelly, SJ. 1995. A Trouser-trawl Experiment to Assess Codends that Exclude Juvenile Mulloway (Argyrosomus hololepidotus) in the Hawkesbury River Prawn-trawl Fishery. Marine and Freshwater Research. 46. pp 953-958. Broadhurst,MK dan Kennelly, SJ. 1997. The Composite Square Mesh Panel: A Modification to Codends for Reducing Unwanted Bycatch and Increasing Catches of Prawns throughout the New South Wales Oceanic Prawn-trawl Fishery. Fishery Bulletin. 95. pp 653-664. Broadhurst,MK, Kennelly, SJ. dan O’Doherty,G. 1996. Effects of Square-mesh Panels in Codends and of Haulback-delay on Bycatch Reduction in the Oceanic Prawn-trawl Fishery of New South Wales, Australia. Fishery Bulletin. 94. pp 412-422.
143
Brodjo, M dan Williandi. 2004. Pengantar Praktikum Ikhtiologi. Bahan Praktikum Ikhtiologi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Caddy, J.F. 1982. Management of Shrimp Fisheries. In Fish Bycatch-bonus from the Sea: Report of A Technical Consultation on Shrimp By-catch Utilization Held in Georgetown, Guyana, 27-30 October 1981,IDRC, Ottawa. pp 120-124. Charles, A.T. 2001. Sustainable Fishery System. Blackwell Science Ltd. 370 p. Chokesanguan, B. Weerawat, P. Bouchoy, A. dan Bernard P. 2004. Construction of A Juvenile and Trash Excluder Device Using the Semi Curve Rigid Sorting Grid. SEAFDEC/TD.Thailand. Chopin, F.S. dan Arimoto, T. 1995. The Condition of Fish Escaping from Fishing Gears A- Review. Fisheries Research. 21. pp 315-327. Cotter, A.J.R. Course, G. Buckland, S.T and Garrod, C. 2002. A PPS Sample Survey of English Fishing Vessels to Estimate Discarding and Retention of North Sea Cod, Haddock, and Whiting. Fisheries Research. 55. pp 25-35. Dann, T dan Pascoe, S. 1994. A Bioeconomic Model of the Northern Prawn Fishery. ABARE Research Report 94:13 p. Diamond, S.L. 2003. Estimation of Bycacth in Shrimp Trawl Fisheries: Acomparison of Estimation Methods Using Field Data and Simulated Data. Fishery Bulletin. 101. pp 484-500. Djazuli. N., Wahyuni, M., Monintja, D. dan Purbayanto, A. 2009. Modifikasi Teknologi Pengolahan Surimi dalam Pemanfaatan “Bycatch” Pukat Udang di Laut Arafura. Jurnal Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia. Vol XII Nomor 1. Kementerian Kelautan dan Perikanan. 2006. www.kkp.go.id. 21 Januari 2012. Eayrs, S.
2005. A Guide to Bycatch Reduction in Tropical Shrimp-Trawl Fisheries. Food and Agriculture Organization (FAO) of the United Nations,Rome,Italy.
Ernawati. T. 2007. Distribusi dan Komposisi Jenis Ikan Demersal yang Tertangkap Trawl pada Musim Barat di Perairan Utara Jawa Tengah. Jurnal Iktiologi Indonesia,Vol 7 no 1. Erzini, K. Monteiro, P. Araujo, A. dan Castro, M. 2003. Limited Mid-water Scavenging of Trawl Discards. Journal Marine Biology Association. 83. pp 731-734.
144
Evans, S.M. and Wahju, R.I. 1996. The Shrimp Fishery of the Arafura Sea (Eastern Indonesia). Fisheries Research. 26.pp 365-371. Fauzi, A. dan Anna S. 2002. Evaluasi Status Keberlanjutan Pembangunan Perikanan: Aplikasi Pendekatan RAPFISH (Studi Kasus Perairan Pesisir DKI Jakarta). Jurnal Pesisir dan Lautan Vol. 4 (2).pp 36-49. Fennessy, ST dan Isaksen, B. 2007. Can Bycatch Reduction Devices be Implemented Successfully on Prawn Trawlers in the Western Indian Ocean?. African Journal of Marine Science,vol 29, no3.pp 453-463. Ferno dan Olsen, 1994. Marine Fish Behavior in Capture Abundance Estimation. Fishing News Book. London. pp 69-81. Fonteyne, M.J. dan M’Rabet. 1992. Selectivity Experiments on Sole with Diamond and Square Mesh Codends in Belgian Coastal Beam Trawl Fishery. Fisheries Research. 13. pp 221-233. Fridman, A.L. 1986. Calculations for Fishing Gear Design. FAO Fishing Manuals. Fishing News Books. p241. Glass, C.G dan Wardle, C.S. 1995. Studies on the Use of Visual Stimuli to Control Fish Escape from Codends II. The Effect of A Black Tunnel on the Reaction Behaviour of Fish in Otter Trawl Codends. Fisheries Research. 23. pp 165-174. Graham, N. dan Kynoch, RJ. 2001. Square Mesh Panels in Demersal Trawls: Some Data on Haddock Selectivity in Relation to Mesh Size and Position. Fisheries Research.49. pp 207-218. Gulland, J.A. dan Rotschilds, B.J. 1984. Penaeid Shrimps- Their Biology and Management. Fishing News Books. Farnham. London. Hall, A.M. 1996. On Bycatches, Reviews in Fish Biology and Fisheries 6. pp 319-352. Hall,S. 2002. The Use of Technical Measures in Responsible to Fisheries: Area and Time Restrictions. (ed) Cohrane,K.L. A Fishery Manager’s Guide Book. Management Measures and Their Application. FAO Fisheries Technical Paper no:424.FAO. Rome,231p. Hamley, J.M dan Regier, H.A. 1973. Direct Estimates of Gillnet Selectivity to Walleye (Stizostedion vitreum vitreum). Journal Fisheries Research Board of Canada. 30, pp 817-830. Hamley, J.M. 1975. Review of Gillnet Selectivity. Journal Fisheries Research Board of Canada. 32.pp 1943-1969. Hannah, R.W. Jones, S.A. dan Matteson, K.M. 2003. Observation of Fish and Shrimp Behavior in Ocean Shrimp (Pandalus jordani) Trawls.
145
Oregon Department of Fish and Wildlife. Marine Resources Program 2040 S.E. Marine Science Drive Newport,Oregon. Harrington, J.M., Myers, R.A dan Rosenberg, A.A. 2005. Wasted Fishery Discarded Bycatch in the USA. Fish and Fisheries, 6. pp 350-361. Herrmann, B. 2005. Effect of Catch Size and Shape on the Selectivity of Diamond Mesh Cod-ends 1. Model Development. Fisheries Research.71. pp 1-13. http://infohukum.kkp.go.id/files_kepmen/KEP%2045%20MEN%202011.pdf Hufiadi, Mahiswara dan Nurdin, E. 2008. Selektivitas Kisi-kisi Juvenile and Trash Excluder Devices pada Alat Tangkap Trawl Mini di Perairan Utara Jawa. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia.Vol 14 no: 4. hal 353-361. Imron, M.
2008. Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Demersal yang Berkelanjutan di Perairan Tegal Jawa Tengah. Sekolah Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor (Disertasi). 226 hal.
Isaksen, B., Valdermasen, J.W., Larsen, R.B. dan Karlsen, L. 1992. Reduction of Fish Bycatch in Shrimp Trawl Using A Rigid Separator Grid in the Aft Belly. Fisheries Research. 13. pp 335-352. Isaksen,B, dan Valdemarsen,J.H. 1994. Bycatch Reduction in Trawls by Utilizing Behaviour Differences. In: A Ferno and S Olsen (ed). Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. Fishing News Books. Karlsen, L. dan Larsen, R. 1989. Progress in the Selective Shrimp Trawl Development in Norway. In : Campbell, C.M (ed). Proceedings of the World Symposium on Fishing Gear and Fishing Vessels. Marine Institute, St Johns, Canada. pp 30-39. Kelleher, K. 2005. Discards in the World’s Marine Fisheries: An Update.FAO Fisheries Technical Paper No 470. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome, Italy. Kendall, D. 1990. Shrimp Retention Characteristics of the Morrison Soft TED: A Selective Webbing Exclusion Panel Inserted in A Shrimp Trawl Net. Fisheries Research. 9. pp 13-21. Kennelly, S.J. 1995. The Issue of Bycatch in Australia's Demersal Trawl Fisheries. Review in Fish Biology and Fisheries. 23. pp 165-174. Kim, Y.H dan Wardle, C.S. 2005. Basic Modeling of Fish Behavior in Towed Trawl Based on Chaos in Decision-making. Fisheries Research. 73. pp 217-229.
146
Lagler, K.F. 1968. Capture, Sampling and Examination of Fishes. In W.E Ricker ed Methods for Assessment of Fish Production in Freshwater. IBP Handbook 3,Blackwell Scientific Publication, Oxford and Edinburg. p313. Larsen, R. dan Isaksen, B. 1993. Size Selectivity of Rigid Sorting Grids in Bottom Trawls for Atlantic Cod (Gadus morhua) and Haddock (Melanogrammus aeglefinnus). ICES Marine Science Symposium. 196. pp 178-182. Mahiswara dan Wahyu, RI. 2006. Selektivitas Kisi TED (Turtle Excluder Device) Tipe Super Shooter pada Trawl. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol 12 no 1 April 2006. hal 25-32. Mahiswara. Wahyu, RI., dan DR Monintja. 2004. Pengaruh Jarak Kisi pada TED Tipe Super shooter terhadap Hasil Tangkapan Sampingan Trawl Udang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia 10. hal 11-19. Manadiyanto, H., H. Latif, dan S. Iriandi. 2000. Status Penangkapan Udang Penaeid Pasca Pukat Harimau di Perairan Laut Jawa. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Laut. 26 hal. Martin, T.J. Brewer, D.T. dan Blaber, S.J.M. 1995. Factors Affecting Distribution and Abundance of Small Demersal Fishes in the Gulf of Carpentaria, Australia. Marine and Freshwater Research 46(6) hal 909–920. Matsuoka, T. 2008. A Review of Bycatch and Discard Issue Toward Solution. Fisheries for Global Welfare and Environment, 5 th World Fisheries Congress. pp 169-180. Matsuoka, T. dan Kan, T.T. 1991. Passive Exclusion on Finfish by Trawl Efficiency Device (TED) in Prawn Trawling in Gulf of Papua, Papua New Guinea. Nippon Suisan Gakkaishi 57. pp 3121-3129. Matsushita, Y. Dan Inoue. Y. 1997. Variation of Square Mesh Codend Selectivity for Walleye pollock (Theragra chalcogramma) with Respect to Difference in Body Shape. Nippon Suisan Gakkaishi, vol 63(1). pp 23 – 29. McGilvray., J.G., Mounsey, R.P. dan Mac Cartie, J. 1999. The AusTED II, An Improved Trawl Efficiency Device 1. Design Theories. Fisheries Research. 40. pp17-28. Monintja D. 2001. Pemanfaatan Sumberdaya Pesisir dalam Bidang Perikanan Tangkap. Prosiding Pelatihan Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor. 156 hal.
147
Monintja, D., Adrianto, L., Ariadno, M.K., Sondita, A.F. Kusumawardhani, I., dan Nelly, E. 2007. Peninjauan Ulang terhadap Upaya Intensifikasi Pengurangan Hasil Tangkapan Sampingan dan Perubahan Pengelolaan Perikanan Trawl melalui Peraturan yang Komprehensif. Kerjasama antara FAO dengan Departemen Kelautan dan Perikanan RI dan LPPM-IPB. Monintja. R.D. dan Sudjastani, T. 1985. Studi Perbandingan antara Pukat Udang dan Trawl Standar di Laut Arafura. Buletin Perikanan vol II,no 1, 1985. Naamin N dan Sumiono B. 1983. Hasil Samping pada Penangkapan Udang di Perairan Arafura dan Sekitarnya. LPPL.no 24/1982. BPPL. Jakarta. Naamin, N. dan Sujastani, T. 1984. The Bycatch Excluder Device. Experiments in Indonesia. Presented at FAO/Australia: Workshop on the Management of Penaeid Shrimps/Prawns in the Asia Pacific Region, 29 October - 2 November. p 20. Naamin, N. 1987. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguiensis de man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. Jurnal Penelitian Perikanan Laut No 42. 9 hal. Naamin, N. 1984. Dinamika Populasi Udang Jerbung (Penaeus merguensis de Man) di Perairan Arafura dan Alternatif Pengelolaannya. [Disertasi]. tidak dipublikasikan. Bogor. Fakultas Pasca Sarjana,IPB. 281 hal. Nasution, C., Nugroho, D dan Jamal, R. 1983. Uji Coba Pukat Udang di Perairan Cilacap dan Sekitarnya, Oktober 1982. Laporan Penelitian Perikanan Laut no 25/1983. Balai Penelitian Perikanan Laut. Jakarta. hal 6377. Nasution, C. 1997. Preliminary Fishing Experiment on the Use of Turtle Excluder Device (TED) in Commercial Shrimp Trawling in the Arafura Sea. Paper Presented in the FAO Workshop on Selective Shrimp Trawling with Selective Device. Darwin, Australia, 24-26 July 1997. 22 p. Nasution, 2004. Metode Research (Penelitian Ilmiah). Jakarta. Bumi Aksara. Nikoronov, I.V. 1975. Interaction of Fishing with Fish Aggregations. Keter. Publishing House Jerussalem Ltd. Israel Nontji, A. 1987. Laut Nusantara. Penerbit Jembatan Jakarta. 368 hal. Northridge, S.P. 1991. An Updated World Review of Interactions between Marine Mammals and Fisheries. FAO, Fisheries Technical Paper 251 (Suppl.1 I–VI). p 58.
148
O’Neill, F.G., dan Kynoch, R.J. 1996. The Effect of Cover Mesh Size and Codend Catch Size on Codend Selectivity. Fisheries Research. 28. pp 291-303. O’Neill, F.G., McKay, S.J., Ward, J.N. Strickland, A., Kynoch, R.J., Zuur, A.F. 2003. An Investigation of the Relationship between Sea State Induced Vessel Motion and Cod-end Selection. Fisheries Research.60. pp 107-130. Pope, J. 2002. Input and Output Controls: The Practice of Fishing Effort and Catch Management in Responsible Fisheries. (ed) Cohrane,K.L. A Fishery Manager’s Guide Book. Management Measures and Their Application. FAO Fisheries Technical Paper no:424. FAO. Rome. 231 p. Purbayanto,A. dan Baskoro M. 1999. Tinjauan Singkat Tentang Pengembangan Teknologi Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Mini Review on the Development of Environmental Friendly Fishing Technology Graduate Student at Tokyo University of Fisheries. Department of Marine Science and Technology. Tokyo. 5 hal. Purbayanto, A. 2003. Trawl Ramah Lingkungan. Makalah Seminar Pengelolaan Trawl di Indonesia. Himafarin dan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. 66 hal. Purbayanto, A., SH. Wisudo, J. Santoso, M. Wahyuni, R.I. Wahyu, Dinarwan, Zulkarnain, Sarmintohadi, A. D. Nugraha, D.A. Soeboer, B. Pramono, A. Marpaung dan M. Riyanto. 2004. Pedoman Umum Perencanaan Pengelolaan dan Pemanfaatan Hasil Tangkap Sampingan Pukat Udang di Laut Arafura. Diterbitkan oleh Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Papua bekerjasama dengan PT. Sucofindo. Jakarta. Purbayanto,A. dan Riyanto,M. 2005. Pengoperasian Pukat Udang pada Siang dan Malam Hari Pengaruhnya Terhadap Hasil Tangkap Sampingan di Laut Arafura, Papua. Maritek vol 5 no 1: hal 29-41. Purbayanto, A. dan Sondita, F., A. 2006. Jenis, Sebaran Keanekaragaman Sumberdaya Ikan Hasil Tangkapan di Tepian Laut Arafura. Monintja et al.(eds). Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, FPIK-IPB. Purbayanto, A., Santoso,J. Riyanto,M., Purnomo., Pramono,B dan Susanto,A. 2009. Uji Kinerja Mesin Pemisah Daging dan Tulang Ikan untuk Pemanfaatan By-Catch di Atas Kapal Pukat Udang. Seminar Nasional Teori dan Aplikasi Teknologi Kelautan, 17 Desember 2009.
149
Purnomo, A. 2004. Hasil Tangkap Pukat Udang dan Indek Produktivitasnya di Laut Arafura dan Sekitarnya. Balai Pengembangan Penangkapan Ikan Semarang. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Purwanto dan Nugroho, D. 2010. Tingkat Optimal Pemanfaatan Stok Udang, Ikan Demersal, dan Pelagis Kecil di Laut Arafura. Jurnal Penelitian Perikananan Indonesia. Vol 16, no 4. hal 311-321. Renaud, M., Gilschlag, G., Klima, E., Shah, A., Koi, D. dan Nance, J. 1993. Loss of Shrimp by Turtle Excluder Devices (TEDs) in Coastal Waters of the United States, North Carolina to Texas: March 1988-August 1990. Fishery Bulletin. 91. pp 129-137. Robins, J.B. and McGilvray, J.G. 1999. The Austed II, an Improved Trawl Efficiency Device 2. Commercial Performance. Fisheries Research. 40. pp 29-41. Robins-Troeger. JB. 1994. Evaluation of the Morrison Soft Turtle Excluder Device: Prawn and Bycatch Variation in Moreton Bay, Queensland. Fisheries Research. 19. pp 205-217. Robins-Troeger., JB., Buckworth, RC dan Dredge, M.C.L. 1995. Development of a Trawl Efficiency Device (TED) for Australian Prawn Fisheries.II. Field Evaluation of the AusTED. Fisheries Research. 22. pp 107117. Rocha, M.L.C.F., Fernades, W.S dan Filho, A.M.P. 2010. Spatial and Temporal Distribution of Fish in Palmas Bay, Ubatuba, Brazil. Braz. j. oceanography. vol.58 no.1 São Paulo Jan./Mar. 2010. Rogers, S.I. dan Millner, R.S. 1996. Factors Affecting The Annual Abundance and Regional Distribution of English Inshore Demersal Fish Populations: 1973 to 1995. ICES Journal Marine Science. (1996) 53 (6). pp 1094-1112. Rose, C.S.
1995. Behavior of North Pacific. Proceedings of The Solving Bycatch Workshop, Sept 25-27. 1995. Seattle,Washington.
Rulifson, R.A., Murray, J.D. dan Bahen, J.J. 1992. Finfish Catch Reduction in South Atlantic Shrimp Trawls using Three Designs of By-Catch Reduction Devices. Fisheries, 17. pp 9-19. Sadhotomo, B dan B. Sumiono. 1986. Hubungan antar Jenis Hasil Tangkapan Pukat Udang dan Trawl di Perairan Teluk Bintuni, Irian Jaya. Jurnal Penelitian Perikanan Laut no 37/1986, Balitkanlut 1, Jakarta. Hal 110. Sadhotomo,B. 1990. Ordinasi Komunitas Ikan Demersal di Pantai Utara Jawa 1: Penentuan Unit Komunitas. Jurnal Penelitian Perikanan Laut. No 56.
150
Saila, S.B.
1983. Importance and Assessment of Discards in Commercial Fisheries. FAO Fisheries circular no 765. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome. p 62.
Sainsbury, J.C. 1986. Commercial Fishing Method: An Introduction to Vessel and Gear. Farnham. Surrey. Fishing News Book Ltd. Second edition. Sainsbury, K.J. 1991. Application of An Experimental Approach to Management of A Tropical Multi Species Fishery with Highly Uncertain Dynamics. ICES Marine Science Symposium. 193. pp 301-320. Salini, J. Brewer, D. Farmer, M. dan Rawlinson, N. 2000. Assessment and Benefits of Damage Reduction in Prawns Due to Use of Different Bycatch Reduction Devices in the Gulf of Carpentaria, Australia. Fisheries Research. 45. pp 1-8. Slavin, J.W. 1982. Utilization of the Shrimp By-catch, In Fish By-Catch…Bonus from the Sea. FAO/IDRC,Ottawa. pp 21-28. Smith IR. 1983. A Research Framework for Traditional Fisheries. International Center for Living Aquatic Resources Management (ICLARM), Manila. 89 p. Somers, I dan Wang, Y. 1997. A Simulation Model for Evaluating Seasonal Closure in Australia’s Northern Prawn Fishery, North.American. Journal of Fisheries.Management 17(1). pp 114-130. Sondita, M.F. Hasyim, B dan Budiman, S. 2006. Zonasi Wilayah Perikanan Tepian Laut Arafura: Upaya Mewujudkan Pengelolaan Perikanan yang Efektif. Monintja.D.R. et al, (eds) Perspektif Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Tangkap Laut Arafura. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. FPIK-IPB. 226 hal. Sparre, P dan Venema. SC. 1999. Introduksi Pengkajian Stok Ikan Tropis. Buku I. Manual. Yogyakarta. Lapera Pustaka Utama. Subani, W. dan H. R. Barus. 1989. Alat Penangkapan Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Perikanan Laut Nomor: 50 Tahun 1988/1989. Edisi Khusus. Jakarta: Balai Penelitian Perikanan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian. Sumiono, B dan Sadhotomo, B. 1985. Perbedaan Hasil Tangkapan Pukat Udang dan Trawl Di Perairan Teluk Bintuni, Irian Jaya. Jurnal. Penelitian Perikanan Laut no 33. hal 61-76. Sumiono, B. dan Nuraini, S. 2007. Beberapa Parameter Biologi Ikan Kuniran (Upeneus sulphureus) Hasil Tangkapan Cantrang yang Didaratkan di Brondong Jawa Timur. Jurnal Iktiologi Indonesia,Vol 7 no 2.
151
Suuronen.P. 1995. Conservation of Young Fish by Management of Trawl Selectivity. Finnish Fisheries Research. No 15. pp 97-116. Thorsteinsson, G. 1992. The Use of Square Mesh Codends in the Icelandic Shrimp (Pandalus borealis) Fishery. Fisheries Research.13. pp 255266. Tokai, T., S. Omoto, R. Sato dan K. Matuda. 1996. A Method of Determining Selectivity Curve of Separator Grid. Fisheries Research.27. pp 51-60. Tucker, A.D., Robbins, J.B., dan McPhee, D.P. 1997. Adopting Turtle Excluder Devices in Australia and the United States: What Are the Differences in Technology Transfer, Promotion and Acceptance. Coastal Management. 25. pp 405-421. vonBrandt, A. 2004. Fish Catching Method of the World. Edited by O.Gabriel, K. Lange,E. Dahmn & T. Wendt. Fourth ed. Blackwell Publishing Ltd. p523. Wallace, RK dan Robinson CL. 1994. Bycatch and Bycatch Reduction in Recreational Shrimping. Northeast Gulf.Science. 13. pp 139-144. Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistik. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama. 515 hal. Walsh, S.J., Cooper, C., dan Hickey, W. 1989. Size Selection of Plaice by Square and Diamond Mesh Codends. ICES-CM-1989/B:22. 13 p. Wardle, C.S. 1993. Fish Behavior and Fishing Gears. Chapter:18. In: T.J. Pitcher [ed.]. The Behavior of Teleost Fishes. 2nd Edition. Chapman and Hall.Fish and Fisheries Series 7. pp 609-643. Warlde, C.S. 1983. Fish Reactions to Towed Gears In: Mac Donald, A and Priede I.G (eds) Experimetal Biology at Sea. Academic Press New York. pp 167-195. Wassenberg, T.J. and Hill, B.J. 1990. Partitioning of Material Discarded from Prawn Trawlers in Moreton Bay. Australian Journal Marine and Freshwater Research. 41. pp 27–36. Watson, J.W. 1989. Fish Behaviour and Trawl Design: Potential for Selective Trawl Development. In: Campbell,C.M (ed), Proceedings of the World Symposium on Fishing Gear and Fishing Vessels. Mar.Inst, St Johns, N.F,Canada. pp 25-29. Watson, J.W., Mitchell, J.F. dan Shah, A.K. 1986. Trawling Efficiency Device: A New Concept for Selective Shrimp Trawling Gear. Marine Fisheries. Rev.48. pp 1-9.
152
Watson, J.W. dan Taylor, C.W. 1990. Reasearch on Selective Shrimp Trawl Designs for Penaeid Shrimp in the United States. In: DeAlteris, J.T and Grady, M.(eds), Proceedings of the Fisheries Conservation Engineering Workshop. Narraganset,Rhode Island, April 4-5, 1990. Rhode Island Sea Grant. pp 50-59. Watson, JW. 1996. Summary Report on the Status of Bycatch Reduction Device Development. NOAA, MS Lab. PO Drawer 1207. Pasgoucola,MS39567. Widodo, AA. dan Mahiswara. 2008. Keragaan TEDs Tipe Super Shooter pada Trawl Udang yang Beroperasi di Laut Arafura. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. Vol.14.no1 Maret 2008. hal 123-135. Wileman, D.A., Ferro, R.S.T., Fonteyne,R., Millar, R.B (eds). 1996. Manual of Methods of Measuring the Selectivity of Towed Fishing Gears. ICES Cooperative Research Report No. 215,Copenhagen. p126. Winger, P.D., Eayrs,S dan Glass., W. 2010. Fish behavior near bottom trawls in Behavior of Marine Fishes: Capture Process and Conservation Challenges (ed Pinggue He).Blackwell, Publishing.Ltd. Wiyono, E.S. S.Yamada, E.Tanaka, T.Arimoto dan T. Kitakado. 2006. Dynamics of Fishing Gear Allocation by Fishers in Small-scale Coastal Fisheries of Pelabuhanratu Bay, Indonesia. Fisheries Ecology, Blackwell. Publishing.Ltd. Wyrtki, K. 1962. The Upwelling in the between Java and Australian During the South East Monsoon. Australian Journal Marine and Freshwater Research. pp 217-225. Ye, Y. Alsaffar, A.H dan Mohammed, H.M. 2000. Bycatch and Discards of the Kuwait Shrimp Fishery. Fisheries Research. 45. pp 9-19.
153
Sumber lain : Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1980 Tentang Penghapusan Jaring Trawl. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 85 Tahun 1982 Tentang Penggunaan Pukat Udang. Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 392/Kpts/IK.120/4/99 Tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan. Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan jo UU Nomor 31 Tahun 2004 Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. Nomor PER.06/MEN/2008 Tentang Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela di Perairan Kalimantan Timur bagian Utara. Surat Keputusan Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Nomor 08/DJ-PT/2010 tentang Pemberhentian Sementara Izin bagi Usaha Baru Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor PER 02/MEN/2011 Tentang Jalur-jalur Penangkapan Ikan dan Penempatan Alat Penangkapan Ikan dan Alat Bantu Penangkapan Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor Kep 45/MEN 2011 tentang Potensi Estimasi Potensi Sumber Daya Ikan di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia.
154
155
LAMPIRAN
156
Lampiran 1 Desain trawl yang digunakan dalam penelitian
157
Lampiran 2 Ketiga jenis BRD yang dipasang pada bagian kantong
(a) TED super shooter
(b) Square mesh window
(c) Fish Eye
158
Lampiran 3 Hasil tangkapan trawl selama penelitian
Hasil tangkapan trawl selama penelitian
Penyortiran hasil tangkapan trawl
159
Lampiran 4 Hasil tangkapan utama
Udang sebagai hasil tangkapan utama
Udang sebagai hasil tangkapan utama
Pencatatan dan pengukuran hasil tangkapan utama
160
Lampiran 5 Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super shooter di perairan Arafura dengan KM Laut Arafura
No
Spesies
Tanpa BRD Berat (kg)/ towing
Persentase
Super shooter Berat (kg)/ towing
Persentase
Perubahan (%)
Hasil tangkapan utama 1
Udang
1.12
0.45
0.76
0.29
0.31
2.20 11.50
0.89 4.67
3.97 7.95
1.52 3.04
0.63 -1.63
1.15 45.39 3.56
0.47 18.43 1.44
67.35 1.05 3.97
25.74 0.40 1.52
25.27 -18.03 0.07
7.53 1.05 37.44 2.72 0.63
3.06 0.42 15.20 1.10 0.25
5.86 0.00 50.20 0.84 1.05
2.24 0.00 19.18 0.32 0.40
-0.82 -0.42 3.98 -0.78 0.14
14.75 22.59 7.11 12.55
5.99 9.17 2.89 5.10
10.14 22.80 5.02 9.20
3.88 8.71 1.92 3.52
-2.11 -0.46 -0.97 -1.58
1.05 12.24 16.73
0.42 4.97 6.79
2.61 6.69 16.32
1.00 2.56 6.23
0.57 -2.41 -0.56
1.67 9.20 4.18 2.93 6.48
0.68 3.74 1.70 1.19 2.63
4.50 0.42 6.28 2.93 13.39
1.72 0.16 2.40 1.12 5.12
1.04 -3.58 0.70 -0.07 2.48
0.00 20.50 245.14 246.26
0.00 8.32
0.10 18.30 260.94 261.70
0.04 6.99
0.04 -1.33
Hasil tangkapan sampingan 2
Saurida spp
3
Thryssa setirostis
4
Kepiting
5
Loligo spp
6
Harpadon
7
Herklotsichtis spp
8
Rastrelliger kanagurta
9
Terapon theraps
10
Upeneus sulphureus
11
Nemipterus nematophorus
12
Polydactillus spp
13
Trichiurus lepturus
14
Cynoglosus spp
15
Arius maculathus
16
Priacanthus maculatus
17
Dasyatis kuhlli
18
Pellona ditchela
19
Leiognathus spp
20
Pomadasys maculatus
21
Polynemus spp
22
Alepes melanoptera
23
Carangoides spp
24
Illisa melastoma
25
Johnius spp Sub total HTS Total
161
Lampiran 6 Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan square mesh window di perairan Arafura dengan KM Laut Arafura
No
Spesies
Tanpa BRD Berat (kg)/ towing
Persentase
Square mesh window Berat (kg)/ towing
Persentase
Perubahan (%)
Hasil tangkapan utama 1
Udang
0.76
0.18
0.59
0.15
-0.03
0.61
0.14
1.58
0.39
0.25
57.53
13.31
35.79
8.81
-4.50
Hasil tangkapan sampingan 2
Saurida spp
3
Setipinna spp
4
Thryssa setrirostris
1.77
0.41
3.32
0.82
0.41
5
Diodon spp
0.00
0.00
5.11
1.26
1.26
6
Urapsis urapsis
13.39
3.10
0.51
0.13
-2.97
7
Kepiting
154.62
35.78
232.62
57.25
21.47
8
Terapon theraps
0.76
0.18
0.26
0.06
-0.11
9
Upeneus sulphureus
0.61
0.14
0.51
0.13
-0.02
10
Polydactillus spp
5.63
1.30
3.45
0.85
-0.45
11
Trichiurus lepturus
23.74
5.49
18.15
4.47
-1.03
12
Cynoglosus spp
11.66
2.70
6.44
1.59
-1.11
13
Arius maculathus
16.13
3.73
11.50
2.83
-0.90
14
Priacanthus maculatus
0.30
0.07
5.24
1.29
1.22
15
Harpadon nehereus
0.61
0.14
1.28
0.31
0.17
16
Dasyatis kuhlli
2.13
0.49
4.40
1.08
0.59
17
Leiognathus spp
3.65
0.85
1.41
0.35
-0.50
18
Alepes melanoptera
2.44
0.56
2.05
0.50
-0.06
19
Carangoides spp
12.63
2.92
14.03
3.45
0.53
20
Euristhmus lepturus
0.00
0.00
1.02
0.25
0.25
21
Megalaspis cordila
9.59
2.22
4.35
1.07
-1.15
22
Illisa melastoma
16.31
3.77
6.26
1.54
-2.23
23
Johnius spp
28.61
6.62
21.34
5.25
-1.37
24
Herklotsichtis spp
2.19
0.51
0.64
0.16
-0.35
25
Pellona ditchela
54.79
12.68
19.94
4.91
-7.77
26
Platycephalus spp
0.30
0.07
0.31
0.08
0.01
27
Polinemus spp
4.57
1.06
2.05
0.50
-0.55
28
Pomadasys maculatus
6.85
1.58
2.17
0.53
-1.05
Sub total
431.42
Total
432.18
100.00
405.73 406.32
162
Lampiran 7 Perbandingan komposisi hasil tangkapan diantara dua jenis trawl tanpa BRD dan trawl dengan fish eye di perairan Arafura dengan KM Laut Arafura
No
Spesies
Tanpa BRD Berat (kg)/ towing
%
fish eye Berat (kg)/ towing
%
Perubahan (%)
Hasil tangkapan utama Udang
2.85
0.75
2.24
0.68
-0.07
Hasil tangkapan sampingan 1
Formio niger
11,81
3.10
2,61
0.79
-2.30
2
Saurida spp
2,28
0.60
7,11
2.16
1.56
3
Thryssa mistax
1,45
0.38
0,24
0.07
-0.31
4
Setipinna spp
1,86
0.49
26,80
8.13
7.64
5
Thryssa setrirostris
34,18
8.96
0,00
0.00
-100
6
Urapsis urapsis
7
Kepiting
8 9
0,31
0.08
169,08
51.32
51.23
203,00
53.22
13,99
4.25
-48.97
Pomadasys maculatus
12,64
3.31
0,24
0.07
-3.24
Rastrelliger kanagurta
0,21
0.05
6,17
1.87
1.82
11,29
2.96
1,19
0.36
-2.60
10
Terapon theraps
11
Upeneus sulfureus
1,86
0.49
10,20
3.09
2.61
12
Polidactilus spp
2,49
0.65
0,95
0.29
-0.36
13
Trichiurus lepturus
10,15
2.66
3,20
0.97
-1.69
14
Cynoglosus spp
2,49
0.65
0,00
0.00
-100
15
Arius maculathus
4,56
1.19
39,37
11.95
10.75
16
Harpadon nehereus
4,56
1.19
0,00
0.00
-100
17
Dasyatis kuhlli
2,90
0.76
8,06
2.45
1.69
18
Leiognathus spp
0,52
0.14
2,61
0.79
0.66
19
Carangoides spp
1,35
0.35
0,00
0.00
-0.35
20
Euristhmus lepturus
2,90
0.76
0,00
0.00
-0.76
21
Megalaspis cordila
1,24
0.33
0,24
0.07
-0.25
22
Apogon spp
0,00
0.00
11,86
3.60
3.60
23
Illisa melastoma
16,72
4.38
21,94
6.66
2.27
24
Johnius spp
27,14
7.11
0,00
0.00
-100
25
Pellona ditchela
18,23
4.78
0,47
0.14
-4.63
26
Polinemus spp
2,49
0.65
0,95
0.29
-0.36
Sub total
378,60
327,26 100,00
100,00
163
Lampiran 8 Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan TED super shooter di perairan Arafura dengan KM laut Arafura No
Morfologi
1 Compressed 2 Depressed 3 Fusiform 4 Anguilliform Jumlah
Trawl tanpa BRD Kg/towing 5,51 1,27 0,09 0,90
% 70,93 16,36 1,14 11,58 100
Trawl dengan TED super shooter Kg/towing % 5,39 65,95 1,48 18,15 0,39 4,79 0,91 11,11
Perubahan % -4,98 1,79 3,65 -0,47
100
Lampiran 9 Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan square mesh window No
1 2 3 4
Jenis morfologi
Compressed Depressed Fusiform Anguilliform Jumlah
Trawl tanpa BRD Kg/towing % 4,44 79,73 0,63 11,28 0,01 0,22 0,49 8,76 100
Trawl dengan square mesh window Kg/towing % 3,04 73,50 0,61 14,83 0,04 0,94 0,44 10,73 100
Perubahan % -6,23 3,55 0,72 0,97
Lampiran 10 Perbandingan komposisi hasil tangkapan menurut jenis morfologi ikan diantara dua jenis trawl: trawl tanpa BRD dan trawl dengan fish eye No 1 2 3 4
Jenis morfologi Compressed Depressed Fusiform Anguilliform Jumlah
Trawl tanpa BRD Kg/towing % 5,14 86,95 0,34 5,80 0,08 1,33 0,35 5,92 100
Trawl dengan fish eye Kg/towing % 5,73 76,72 1,43 19,12 0,21 2,87 0,10 1,30 100
Perubahan % -10,23 13,32 1,54 -4,62
164
Lampiran 11 Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi TED Super Shooter
No. 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Nama lokal Beloso Bulu ayam Carangid Crab Cumi Nomei Japuh Kerong Kuniran Kurisi Kuro Layur Lidah Manyung Mata Besar Pari Petek
Selar Selar Tembang Tiga waja Total tangkapan
Nama ilmiah Saurida spp Thryssa setirostis Urapsis urapsis Portunus sp Loligo spp Harpadon Dussumieria acuta Terapon theraps Upeneus sulphureus Nemipterus nematophorus Polydactillus spp Trichiurus lepturus Cynoglosus spp Arius maculathus Priacanthus maculatus Dasyatis kuhlli Pellona ditchela Leiognathus spp Pomadasys maculatus Polynemus spp Alepes melanoptera Carangoides spp Illisa melastoma Johnius spp
Berat (kg) 23,85 47,69 404,11 6,28 23,85 35,14 301,20 5,02 6,28 60,87 136,80 30,12 55,22 15,69 40,16 97,89 26,98 2,51 37,65 17,57 80,32 0,63 109,81 23,85 1565,61
Persentase (%) 1,52 3,05 25,81 0,40 1,52 2,24 19,24 0,32 0,40 3,89 8,74 1,92 3,53 1,00 2,57 6,25 1,72 0,16 2,40 1,12 5,13 0,04 7,01 1,52 100
165
Lampiran 12 Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi fish eye
No 1 2 3 4 5 6 7 8 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Nama lokal Bawal hitam Beloso Bulu ayam Bulu ayam Carangid Crab Gerot-gerot Kembung Kerong Kuniran Layur Manyung Pari Petek Kuro Slengseng Srinding Tembang Tigawaja Total tangkapan
Nama ilmiah Formio niger Saurida spp Setipinna spp Thryssa mistax Urapsis urapsis Portunus sp Pomadasys maculatus Rastrelliger kanagurta Terapon theraps Upeneus sulphureus Trichiurus lepturus Arius maculathus Dasyatis kuhlli Pellona ditchela Leiognathus spp Polidactilus spp Polinemus spp Megalaspis cordila Apogon spp Illisa melastoma Otolites spp
Berat (Kg) 18,26 49,8 1,66 187,58 1183,58 97,94 1,66 43,16 8,3 71,38 6,64 22,41 275,56 56,44 18,26 1,66 83 153,55 3,32 6,64 18,26 2290,80
Persentase (%) 0,80 2,17 0,07 8,19 51,67 4,28 0,07 1,88 0,36 3,12 0,29 0,98 12,03 2,46 0,80 0,07 3,62 6,70 0,14 0,29 0,80 100
166
Lampiran 13 Hasil tangkapan trawl yang dilengkapi square mesh window
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
Nama lokal Beloso Bulu ayam Bulu ayam Buntal Carangid Crab Nomei Kerong Kuniran Kuro Layur Lidah Mata Besar Manyung Pari Petek
Selar Selar Sembilang Slengseng Tembang Tiga waja Total tangkapan
Nama ilmiah Saurida spp Setipinna spp Thryssa setrirostris Diodon spp Urapsis urapsis Portunus sp Harpadon nehereus Herklotsichtis spp Terapon theraps Upeneus sulphureus Polydactillus spp Trichiurus lepturus Cynoglosus spp Priacanthus maculatus Arius maculathus Dasyatis kuhlli Pellona ditchela Leiognathus spp Platycephalus spp Polinemus spp Pomadasys maculatus Alepes melanoptera Carangoides spp Euristhmus lepturus Megalaspis cordila Illisa melastoma Johnius spp
Berat (Kg) 12,68 286,30 26,59 40,90 4,09 1860,95 2,05 4,09 27,61 145,20 51,53 92,03 41,92 10,23 35,17 11,25 16,36 112,27 8,18 34,77 50,10 170,76 5,11 159,51 2,45 16,36 17,38 3245,82
Persentase (%) 0,39 8,82 0,82 1,26 0,13 57,33 0,06 0,13 0,85 4,47 1,59 2,84 1,29 0,32 1,08 0,35 0,50 3,46 0,25 1,07 1,54 5,26 0,16 4,91 0,08 0,50 0,54 100
167
Lampiran 14 Posisi setting dan hauling selama penelitian POSISI HAULING
POSISI SETTING Date 2 Des 2007
No
Waktu Setting
Hauling
Towing duration (minute)
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
5,15 7,3 10.00 12.30 15.30 09.15 21.00 23.20 02.30 03.50 05.25 07.10 11.40 14.25 16.40 18.45 21.15 00.30 02.40 04.45 07.00 09.10
7,15 9,45 12.40 14.30 16.45 10.20 22.10 00.30 03.40 05.15 06.50 08.30 13.40 16.30 18.30 20.45 23.15 02.30 04.30 06.25 08.30 10.55
120 135 160 120 75 65 70 70 70 85 75 80 120 125 120 120 120 120 110 100 90 105
Latitude
8 8 08 08 08 08 08 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07
38 37 35 34 32 43 08 58 45 42 40 38 29 27 26 29 24 15 09 04 03 06
Longitude
69 353 701 302 134 104 195 942 525 263 746 907 054 613 350 000 895 273 211 217 359 569
138 138 138 138 138 138 137 137 137 137 137 137 137 137 138 137 138 138 138 138 138 138
28 26 23 31 40 23 25 28 29 29 33 35 52 59 00 57 02 09 10 10 07 01
Latitude
244 475 443 019 660 600 104 731 081 430 746 981 310 597 530 110 851 715 0.68 933 812 725
8 8 08 08 08 08 08 08 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07 07
37 35 34 32 32 43 04 56 42 40 39 37 28 25 29 25 22 09 04 02 06 10
750 861 310 364 483 900 902 237 691 776 804 533 403 829 610 910 148 962 704 783 050 395
Longitude
138 138 138 138 138 138 137 137 137 137 137 137 137 138 137 137 138 138 138 138 138 137
26 23 30 36 45 20 27 29 29 32 36 34 57 01 57 50 07 10 10 11 02 56
246 505 900 832 295 360 080 810 272 724 406 019 838 063 747 662 555 028 427 270 802 905
Haluan
Depth (m)
Speed (knot)
260 030 070 077 100 260/195 005/80 010/100 010/100 050 090 280/110 128/110 070/110 190/110 220/110 80/110 05/125 09/125 60/125 240/130 240/130
27 16 10 8.8 9.1 47.9 8.9 11.2 13.8 14.1 15 15 14 14 15 14 15 19.3 19.5 21.7 22 21
2,5 3.0 3.1 3.3 3.5 2.5 3.2 2.6 2.6 2.7 2.6 2.8 2.8 3.1 2.6 2.5 3.0 2.7 2.8 2.7 3.1 3.2
168
POSISI HAULING
POSISI SETTING Date
No
Waktu Setting
Hauling
23 24 25 26 27 28 29 30 31 32
11.15 13.10 15.35 18.40 23.45 01.50 04.15 07.30 09.45 16.15
13.00 14.50 17.30 20.35 00.35 04.05 06.10 09.15 11.00 18.15
Towing duration (minute) 105 100 115 115 50 120 120 105 65 120
Latitude 07 07 07 07 07 07 07 08 08 08
11 16 25 34 52 59 01 07 12 40
Longitude 078 588 269 675 366 271 533 883 175 057
137 137 137 137 137 137 137 137 137 137
56 53 41 42 21 20 21 25 26 31
Latitude 138 543 778 708 972 421 430 188 695 980
07 07 07 07 07 08 08 08 08 08
16 20 29 39 58 02 00 11 14 46
080 848 068 048 340 182 065 900 050 169
Longitude 137 137 137 137 137 137 137 137 137 137
53 50 45 41 26 22 20 26 27 36
355 227 639 195 635 319 538 137 080 312
Haluan
Depth (m)
Speed (knot)
230/130 213/125 215/110 215/110 198/100 179/110 300/110 180/80 90/75 120/150
20 18 15.8 16 14.5 15.4 14.9 10 6 26
2.8 3.1 2.5 2.4 3.1 3.3 2.5 3.5 2.3 2.5
169
Lampiran 15 Desain dan spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon
85
Tali ris atas 10 mm 12 m
85 120
A
Tali ris bawah 10 mm 16 m
B
PE 38,1 mm
210 PE 38,1 mm
(1) 200 PE 31,75 mm (1) PE 31,75 mm
C
D
84 (2) PE 25,4 mm E 85 PE 19,05 mm
Keterangan : A B C dan D
84 (2) PE 25,4 mm E
F
85 PE 19,05 mm
: Sayap jaring arad bagian atas; : Sayap jaring arad bagian bawah; : Badan jaring arad (1) bagian atas dan bawah;
120
170
Lampiran 16 Desain dan spesifikasi jaring arad di Blanakan
1
1 1
Tali ris atas 5,9 mm 10.6 m
A
Tali ris bawah 12,7 mm 14.6 m
B
PE
43.75
mm 53
53
PE 43.75
mm (1) 75
75
PE 37.5 mm (1) PE 37.5 mm
D
C
(2) PE 30 mm E
PE 20 mm
Keterangan : A B C D E
F
(2) PE 30 mm E
F
: Sayap jaring arad bagian atas; : Sayap jaring arad bagian bawah; : Badan Jaring arad bagian Atas : Badan jaring arad bagian bawah; : Badan jaring (2) bagian atas dan bawah; dan : Kantong
PE 20 mm
1
171
Lampiran 17 Spesifikasi jaring arad di Blanakan 1. Sayap (wing) a. material b. mesh size c. jenis simpul d. jumlah mata ke arah panjang - atas - bawah e. jumlah mata ke arah lebar - atas - bawah f. warna 2. Badan (body) a. material b. mesh size (C dan D) c. mesh size (E) d. jenis simpul e. Jumlah mata kearah panjang (C) f. Jumlah mata kearah panjang (D) g. Jumlah mata kearah panjang (E) h. Jumlah mata kearah lebar (C) -Bagian atas -Bagian bawah i. Jumlah mata kearah lebar (D) -Bagian atas -Bagian bawah j. Jumlah mata kearah lebar (E) -Bagian atas -Bagian bawah 3. Kantong (cod end) a. material b. mesh size(1) c. jenis simpul d. Jumlah mata kearah panjang (F) e.Jumlah mata kearah lebar (F) -Bagian atas -Bagian bawah
4. Pelampung (float) a. material b. panjang c. diameter lubang d. diameter tengah e. bentuk f. warna g. jumlah
PE monofilament 43.75 mm English knot 1 mata 75mata 1 mata 53 mata Hijau
PE monofilament 37.5 mm 30 mm English knot 164 82 103 200 85 150 92 90 64
PE multifilament 20 mm Trawler knot 69 90 64
Karet 16 cm cm 2 cm Elips Putih 10 buah
karet 4,5 cm 2,5 cm balok putih 13 buah
0,5
172
5.Pelampung besar a. material b. panjang c. diameter lubang d. diameter tengah e. bentuk f. warna g. jumlah 6. Pemberat (sinker) a. material b. panjang c. diameter lubang d. diameter tengah e. bentuk f. warna g. jumlah h. berat 7. tali ris atas (head rope) a. material b. panjang c. diameter d. warna e. jumlah 7. tali ris bawah (ground rope) a. material b. panjang c. diameter d. warna e. jumlah 8. bridle line a. material b. panjang c. warna d. Diameter 9. papan rentang (otter board) a. material b. panjang c. tinggi d. tebal e. berat f. bentuk 10. tali selambar (warp rope) a. material b. panjang c. warna 11. Palang kayu a. material b. Panjang c. Tinggi D. Lebar
Plastik 30 cm 1 cm 12.5 cm Silinder Putih 1 buah
Timah 7 cm 1 cm 1,5 cm Elips Hitam 40 buah 0,2 kg
8 cm lingkaran abu-abu 4 buah 0,5 kg
PE Multifilamen 10.6 m 4.5 cm 1 cm (tali pelampung) Hijau 1 buah Rami 14.6 m 1 cm Putih 1 buah plastik 20 meter Putih 1 cm Kayu dan semen (dicor) 100 cm 60 cm 2 cm 12 kg Persegi panjang PE Multifilament 60-100 m Hijau Kayu 120 cm 2 cm 5.1 cm
173
Lampiran 18 Spesifikasi jaring arad di Eretan Kulon 1. Sayap (wing) a. material b. mesh size c. jenis simpul d. jumlah mata ke arah panjang - atas - bawah e. jumlah mata ke arah lebar - atas - bawah f. warna 2. Badan (body) a. material b. mesh size c. jenis simpul d. jumlah mata ke arah panjang - atas - bawah e. jumlah mata ke arah lebar - atas - bawah f. warna 3. Kantong (cod end) a. material b. mesh size c. jenis simpul d. jumlah mata ke arah panjang - atas - bawah e. jumlah mata ke arah lebar - atas - bawah f. warna 4. Pelampung (float) a. material b. panjang c. diameter lubang d. diameter tengah e. bentuk f. warna g. jumlah
PE monofilament 38,1 mm English knot 200 mata 280 mata 85 mata 120 mata Hijau PE monofilament 31,75 mm English knot
25,4 mm English knot
145 mata 67 mata
55 mata 55 mata
210 mata 200 mata Hijau
84 mata 84 mata hijau
PE multifilament 19,05 mm English knot 55 mata 55 mata 85 mata 85 mata Hijau Karet 16 cm 1 cm 2 cm Elips Putih 10 buah
karet 4,5 cm 0,5 cm 2,5 cm balok putih 13 buah
plastik 32 cm 12,5 cm silinder putih 1 buah
174
5. Pemberat (sinker) a. material b. panjang c. diameter lubang d. diameter tengah e. bentuk f. warna g. jumlah h. berat 6. tali ris bawah (ground rope) a. material b. panjang c. diameter d. warna e. jumlah 7. tali ris atas (head rope) a. material b. panjang c. diameter d. warna e. jumlah 8. bridle line a. material b. panjang c. warna 9. papan rentang (otter board) a. material b. panjang c. tinggi d. tebal e. berat f. bentuk 10. tali selambar (warp rope) a. material b. panjang c. warna 11. danleno a. material b. warna 12. tali pengikat a. material b. warna
Timah 7 cm 1 cm 1,5 cm Elips Hitam 40 buah 0,2 kg
8 cm lingkaran abu-abu 4 buah 0,5 kg
Rami 16 m 2 cm Putih (coklat) 1 buah Plastik 12 m 1,5 cm 0,5 cm (tali pelampung) Hijau 1 buah plastik 30 meter hijau Kayu dan semen 73 cm 40 cm 2 cm 15 kg Persegi panjang Rami 40-100 m Putih (coklat) plastik hijau plastik hijau
175
Lampiran 19 Unit Penangkapan Jaring Arad
Kapal Penangkapan Jaring Arad
Mesin Kapal Jaring Arad
176
Lampiran 20 Jaring arad di perahu
Jaring Arad
Otter board
177
Lampiran 21 Penyortiran hasil tangkapan jaring arad
Penyortiran hasil tangkapan
Pengukuran hasil tangkapan utama
Penimbangan sampel ikan
Penimbangan hasil tangkapan sampingan
Pengukuran hasil tangkapan sampingan
178
Lampiran 22 Pengukuran ikan hasil tangkapan sampingan jaring arad
Pengukuran panjang ikan bloso
Pengukuran ikan baji-baji
Pengukuran lebar karapas rajungan
Pengukuran ikan pepetek
Pengukuran ikan kurisi
Pengukuran panjang ikan sebelah
179
Lampiran 23 Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Blanakan Bulan Juli No
Nama lokal
Famili
Nama ilmiah
Berat (kg)
Kg/kapal
Bulan Desember
Se
Persen
Berat (kg)
Kg/kapal
Se
Persen
Hasil tangkapan utama 1 U jerbung
Crustacea
Penaeus merguiensis
2 U krosok
Crustacea
3 U flower Crustacea sub total Hasil tangkap sampingan 4 Rajungan Portunidae 5 Cumi Sepiidae 6 Sotong Loliginidae 7 Pepetek Leiognathidae 8 Tetet Sciaenidae 9 Bloso Synodontidae 10 Baji-baji Platycephalidae 11 Tiga waja Sciaenidae 12 Lidah Cynoglossidae 13 Kuniran Mullidae 14 Kurisi Nemipteridae 15 Gerok Pomadasydae 16 Japuh Clupeidae
4.32
0.29
0.02 1.06
92
6.13
0.18
9.39
Parapenaeopsis sculptilis
44.20
2.95
0.13 10.84
68
4.53
0.23
6.94
Penaeus latisulcatus
4.40 52.92
0.29
0.02 1.08
32 192
2.13
0.09
3.26
Portunus sp Sepia sp Loligo sp Leiognathus sp Otolithes argenteus Saurida tumbil Grammoplites sp Johnius dussumieri Cynoglosus lingua Upeneus sulphureus Hemipterus spp Therapon theraps Dussumieria acuta
21 29 16 71 12.6 36 26 34 21 3.4 27.2 14 3.86
1.40 1.93 1.07 4.73 0.84 2.40 1.73 2.27 1.40 0.23 1.81 0.93 0.26
0.08 0.09 0.06 0.21 0.06 0.1 0.05 0.08 0.09 0.01 0.07 0.04 0.02
47.20 55.00 42.00 113.20 29.80 47.60 80.20 81.20 60.20 60.00 63.60 12.20 9.00
3.15 3.67 2.80 7.55 1.99 3.17 5.35 5.41 4.01 4.00 4.24 0.81 0.60
0.10 0.07 0.09 0.20 0.05 0.11 0.19 0.18 0.15 0.21 0.14 0.05 0.05
4.82 5.61 4.28 11.55 3.04 4.86 8.18 8.28 6.14 6.12 6.49 1.24 0.92
5.15 7.11 3.92 17.41 3.09 8.83 6.38 8.34 5.15 0.83 6.67 3.43 0.95
180
Bulan Juli No 17 18 19 20
Nama lokal
Famili
Sebelah Psettodidae Belanak Mugilidae Gulamah Sciaenidae Gurita Molusca sub total Total Rasio HTU dan HTS Jumlah kapal
Nama ilmiah Psetodes erumei Mugil cephalus Argyrosomus amoyensis Octopus sp
Berat Kg/kapal (kg) 3.06 0.20 11 0.73 25.76 1.72 0 0 354.88 407.80 6.71 15
Bulan Desember
Se 0.01 0.06 0.09 0
Persen 0.75 2.70 6.32 0
Berat Kg/kapal (kg) 51.60 3.44 19.40 1.29 0 0 16 1.07 788.20 980.20 4.10 15
Se 0.39 0.06 0 0.05
Persen 5.26 1.98 0 1.63
181
Lampiran 24 Komposisi hasil tangkapan jaring arad di Eretan Kulon
Bulan Juli No
1 2 3 4 5
6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Nama lokal
Famili
Hasil tangkapan utama U krosok Crustacea U jerbung Crustacea U kipas Crustacea U ronggeng Crustacea U windu Crustacea sub total Hasil tangkapan sampingan Kepiting Portunidae Rajungan Portunidae Sotong Loliginidae Cumi Sepiidae Pepetek Leiognathidae Bloso Synodontidae Tigawaja Sciaenidae Buntal Diodontidae Gerok Pomadasydae Giligan Sciaenidae Gulamah Sciaenidae Japuh Clupeidae
Nama ilmiah
Berat (kg)
Kg/kapal
Bulan Desember
Se
Persen
Berat (kg)
Kg/kapal
Se
Persen
Parapenaeopsis sculptilis Penaeus merguiensis Penaeus squamosus Harpiosquilla raphidea Penaeus monodon
57.4 39 4.98 0 0 101.38
3.83 2.6 0.33 0 0
0.11 0.12 0.03 0 0
15.31 10.41 1.33 0 0
55 0 68 39.2 32 194.2
3.67 0 4.53 2.6 2.13
0.16 0 0.23 0.09 0.09
6.21 0.00 7.67 4.42 3.61
Scylla serrata Portunus sp Loligo sp Sepia sp Leiognathus sp Saurida tumbil Johnius dussumieri Diodon histrix Therapon theraps Panna microdon Argyrosomus amoyensis Dussumieria acuta
3.10 10.80 7.63 1.20 17.10 39.10 34.50 10.00 14.60 6.30 36.40 15.40
0.21 0.72 0.51 0.08 1.14 2.61 2.22 0.93 0.97 0.42 2.43 1.03
0.02 0.05 0.04 0.01 0.10 0.12 0.14 0.11 0.10 0.05 0.11 0.10
0.83 2.88 2.04 0.32 4.56 10.43 9.20 2.67 3.90 1.68 9.71 4.11
0 48 42 55 122 48 86 13.4 0 0 0 9.2
0.00 3.20 2.80 3.67 8.13 3.20 5.73 0.87 0.00 0.00 0.00 0.60
0.00 0.10 0.09 0.07 0.18 0.11 0.16 0.06 0.00 0.00 0.00 0.05
0.00 5.42 4.74 6.21 13.77 5.42 9.70 1.51 0.00 0.00 0.00 1.04
182
Bulan Juli No
Nama lokal
18 19 20 21 22 23 24
Kuniran Kurisi Lidah Pari Sebelah Sembilang Tetet Sub total Total Rasio HTU dan HTS Jumlah kapal
Famili Mullidae Nemipteridae Cynoglossinae Dasyatidae Psettodidae Plotosidae Sciaenidae Sub total Total
Nama ilmiah Upeneus sulphureus Hemipterus spp Cynoglosus lingua Dasyatis kuhlii Psetodes erumei Plotosus canius Otolithes argenteus
Proporsi HTU dengan HTS Jumlah kapal
Berat Kg/kapal (kg) 8.20 1.53 16.20 1.4 18.40 1.51 6.40 0.66 5.20 0.35 8.90 0.59 14.00 0.93 273.43 374.81 2.69 15
Bulan Desember
Se 0.15 0.08 0.10 0.05 0.10 0.06 0.11
Persen 2.19 4.32 4.91 1.71 1.39 2.37 3.74
Berat Kg/kapal (kg) 60.5 4.00 64 4.27 61 4.07 0 0.00 52 3.47 0 0.00 31 2.07 692.1 886.3 3.56 15
Se 0.21 0.13 0.15 0.00 0.39 0.00 0.05
Persen 6.83 7.22 6.88 0.00 5.87 0.00 3.50
183
Lampiran 25 Uji Kenormalan dan ANOVA untuk perbedaan waktu dan lokasi One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Berat_Hasil_Tangkapan N Normal Parameters
60 a,,b
Mean Std. Deviation
Most Extreme Differences
16.13231
Absolute
.204
Positive
.204
Negative
-.124
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
27.1433
1.577 .014
184
Lanjutan Lampiran 25 Hasil Anova untuk perbedaan lokasi Descriptives Berat_Hasil_Tangkapan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation Std. Error
Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
Blanakan
30
38.1027
16.02969
2.92661
32.1171
44.0883
16.00
65.60
Eretan
30
16.1840
4.90190
.89496
14.3536
18.0144
8.50
28.50
Total
60
27.1433
16.13231
2.08267
22.9759
31.3107
8.50
65.60
ANOVA Berat_Hasil_Tangkapan Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
7206.419
1
7206.419
Within Groups
8148.408
58
140.490
15354.827
59
Total
F tabel = 4.006873 (95%) F tabel = 7.093097 (99%)
F 51.295
Sig. .000
185
Lanjutan Lampiran 25 Hasil Anova untuk perbedaan bulan Descriptives Berat_Hasil_Tangkapan 95% Confidence Interval for Mean N
Mean
Std. Deviation Std. Error Lower Bound
Upper Bound
Minimum Maximum
Juli
30
20.9533
5.68038
1.03709
18.8322
23.0744
10.80
32.60
Desember
30
33.3333
20.44347
3.73245
25.6996
40.9670
8.50
65.60
Total
60
27.1433
16.13231
2.08267
22.9759
31.3107
8.50
65.60
ANOVA Berat_Hasil_Tangkapan Sum of Squares Between Groups
df
Mean Square
2298.966
1
2298.966
13055.861
58
225.101
Total 15354.827 F tabel = 4.006873 (95%) F tabel = 7.093097 (99%)
59
Within Groups
F 10.213
Sig. .002