~
RISTI::K
LAPORAN AKHIR KEGIATAN PENELITIAN
JENIS DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN HASIL TANGKAP SAMPINGAN (BYCATCH) PADA PERIKANAN TUNA 01 SAMUDERA PASIFIK
Oleh: Agustin us Anung Widodo Budi Iskandar Prisantoso Ralph Thomas Mahulette
PROGRAM INSENTIF PENINGKATAN KEMAMPUAN PENELITI DAN PEREKAYASA DEWAN RISET NASIONAL KEMENTERIAN NEGARA RISET DAN TEKNOLOGI kerjasama dengan
BADAN RISET KELAUTAN DAN PERIKANAN KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN JAKARTA 2010
LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN 1.
Judul Penelitian
Jenis Dan Distribusi Ukuran lkan Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Pada PerikananTuna Di Samudera Pasifik
2.
Jenis lnsentif
Riset Terapan
3.
Bidang Fokus
Ketahanan Pangan
4.
Satuan Kerja
Pusat Penelitian Pengelolaan Perikanan dan Konservasi Suberdaya lkan
5.
Ala mat
Jalan Pasir Putih I, Ancol Timur, Jakarta Utara 14430
6.
Penanggung Jawab
Agustinus Anung Widodo
7.
Tim Peneliti
1. Agustinus Anung Widodo (Peneliti Muda) 2. Budi Iskandar Prisantoso (Peneliti Madya) 3. Ralph Thomas Mahulette (Peneliti Pertama)
8.
Total Biaya
Rp 85 006 091,- (Delapan puluh lima juta en am ribu sembilan puluh satu rupiah.
Jakarta, 19 November 2010
Penanggung jawab kegiatan
/"' lr. Purwanto, MS.,PhD. NIP. 19550603 198103 1 002
~/ A. Anung Widodo, MSi. NIP. 19610826 198903 1 001
ABSTRAK Jenis dan Ukuran lkan HTS (bycatch) Pada Perikanan Tuna di Samudera Pasifik Persoalan umum yang dihadapi dalam operasi penangkapan ikan terhadap sumberdaya yang sifatnya multi spesies dan multi-cohort pada daerah tropis adalah diperolehnya hasil tangkapan bukan spesies target yang biasa disebut hasil tangkap samping (HTS) atau by-catch. HTS atau bycatch dapat diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target pada suatu perikanan tangkap tertentu. Perikanan tuna merupakan salah satu perikanan tangkap yang menghasilkan banyak HTS. HTS bisa berupa spesies ikan selain ikan target atau spesies target yang ukurannya di bawah ukuran target. Kebijakan pengelolaan HTS yang keliru akan berakibat penurunan populasi dan hilangnya pendapatan nelayan di masa mendatang. Perkembangan teknologi penangkan pada perikanan tuna belum mampu mengeliminir tertangkapnya HTS. Sejauh ini data dan informasi HTS pada perikanan tuna di Indonesia masih sangat kurang. Oleh karena itu pad a tahun 2010 direncanakan dilakukan penelitian berjudul 'Jenis dan Ukuran lkan HTS (bycatch) Pada Perikanan Tuna di Samudera Pasifil(. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan random sampling (pengambilan contoh secara acak) di perusahaan perikanan tuna di Bitung. Kegiatan sampling dilakukan pad a bulan Mei-Oktober 2010 dengan bantuan enumerator yang terlatih. Kegiatan sampling dilakukan sekali satu minngu yaitu pada minggu terakhir. Aspek yang diamati meliputi jenis dan ukuran panjang cagak (fork length-FL) ikan HTS rawai tuna dan pukat cincin. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ukuran FL ikan madidihang yang tertangkap. Tujuan riset untuk mendapatkan data dan informasi terkait dengan aspek jenis dan struktur ukuran ikan HTS perikanan tuna. Hasil riset menunjukkan bahwa Jumlah hasil tagkap sampingan (HTS) rawai tuna mencapai 24,96 % dari total tangkapan. Adapun pada alat tangkap pukat cincin tuna jumlah HTS-nya mencapai 6,58 %. Jenis hasil tangkapan sampingan (HTS) rawai tuna teridentifikasi sebanyak 16 spesies yang didominasi oleh ikan setuhuk hitam atau black marlin. Adapun pad a pukat cincin teridentifikasi sebanyak 10 jenis ikan HTS yang didominasi oleh jenis amberjack (Seriola rivoliana). Jenis ikan madidihang dan tuna mata besar pada perikanan pukat cincin tertangkap pad a stadium juvenil dengan ukuran Lc < Lm.
11
ABSTRACT Species and size distribution of tuna fisheries by catch in Pacific Ocean. By catch is a critical issue in capture fisheries especially in tropical waters. Fish resource in tropical waters is multi species and multi cohort. As result of that condition effected to non target fish species caught as bycatch in the fishing activity. Tuna fishery in Indonesian Pacific Ocean is also produce bycatch. Bycatch created decreasing of fish population and the lost of fishermen income in the future. Data and information are needed in order to management measure on tuna fishery bycatch in Indonesian Pacific Ocean. Data and information concerning to the bycatch of tuna fishery in Indonesian Pacific Ocean is very lack. In order to fulfil data and information, this research is proposed to identify bycatch of tuna fishery in Indonesian Pacific. The aims of research to obtain data and information related to the species and size distribution of tuna fishery bycatch. Research will be carried out in Bitung through port sampling method. Result of research show that bycatch of tuna long line is 24,96 % of total catch dan bycath of purse seine is 6,58 % of total catch. At least 16 species of tuna long line bycatch those dominated by swordfish, black marlin and thresher sark. There are 10 species of tuna purse seine bycatch these dominated by amberjack (Serio/a rivoliana). Yellowfin tuna and bigeye tuna on purse seine fisheries can be said as bycatch, because they caugth as juvenile where size at first captured (Lc) smaller than size at first matured (Lm).
Ill
PRAKATA lndustri perikanan tuna di Samudera Pasifik wilayah Indonesia dengan basis di Bitung-Sulawesi Utara telah berkembang sejak puluhan tahun silam. Alat tangkap ikan tuna yang banyak digunakan di perairan Samudera Pasifik dan didaratkan di Bitung antara lain huhate (pole and line), pukat cincin (purse seine), jaring insang hanyut (drift gil/net), rawai tuna (tuna long line) dan pancing ulur (hook and line). Tertangkapnya ikanikan non target baik dari segi jenis (spesies) dan ukuran ikan merupakan hal yang tidak terelakkan pada perikanan di perairan ini. lkan-ikan non target tersebut biasa diistilahkan sebagai hasil tangkap sampingan (HTS) atau bycatch. Tertangkapnya HTS disebabkan interaksi antar spesies dan antar ukuran ikan yang berbeda pada satu wilayah daerah penangkapan. HTS merupakan isu penting perikanan tangkap yang saat ini sangat mendapat perhatian untuk dilakukan pengelolaan dengan baik. Pelaksanaan pengelolaan HTS memerlukan data dan informasi terkait aspek biologi Uenis ikan, kebiasaan makan), aspek dinamika populasi (ukuran ikan) dan aspek ekploitasi Uenis alat tangkap, CPUE). Permasalahan yang dihadapi adalah tidak tersedianya data dan informasi tersebut secara memadai. Dalam rangka pemanfaatan dana hibah riset bagi peneliti dan perekayasa departemen kelautan dan perikanan telah dipilih kegiatan penelitian dengan tujuan mendapatkan informasi terkait aspek bilogi dan dinamika populasi HTS. Judul kegiatan penelitian adalah "Jenis Dan Distribusi Ukuran lkan Hasil Tangkap Sampingan (Bycatch) Pada Perikanan Tuna Di Samudera Pasifik". Penelitian ini difokuskan pada HTS rawai tuna dan pukat cincin tuna. Ucapan terima kasih diucapkan kepada jajaran manajemen PT. Nutrindo Freshfood International, PT. Bitung Mina Utama (BMU) dan PT. Bintang Mandiri Bersaudara (BMB) yang telah memberikan kesempatan sebagai tempat penelitian.
Jakarta,
November 2010
~/ Aqustinus Anung Widodo Penanggung Jawab Penelitian
1\'
DAFTAR lSI Halaman LEMBAR IDENTITAS DAN PENGESAHAN .......................................... .. ABSTRAK............. ..................................................................................
ii
PARAKA TA...................... ... .. . ... ...... ... ...... ............ ..... .... .............. .
iv
DAFTAR lSI........................... ............. ........................................
v
DAFTAR GAM BAR .. .. .... ... ... ... ... ... ..... .. .. .. ... ..... .. .... .. .. .. ... ... .. .. ..... .. ... ... ...
vi
DAFTAR TABEL ... .. .. .. ... .. .. .. ... ... ... .. ... .. .. .. ... ... .. ... ... ... ... .. ... ... .. .. ... .. .. ... ... ..
vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ .. BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ ..
3
BAB Ill TUJUAN DAN MANFAAT .......................................................... .
16
BAB IV PROSEDUR DAN METODOLOGI ........................................ .
17
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... .
20
5.1 . Rawai Tuna ....................................................................................
20
a. Struktur Armada dan Performansi Teknologi Rawai Tuna di Bitung ...............................................................................................
20
b. Laju Pancing (Hook Rete) .............................................................. .
23
c. Jenis lkan HTS Rawai Tuna ........ .. .................................................. .
23
d. Ukuran lkan HTS .............................................................................. .
26
5.2. Pukat Cincin (Purse Seine) ............................................................ ..
28
a. Struktur Armada dan Performansi Teknologi Pukat Cincin di Bitung ............................. ..................................................................
28
b. Tangkapan per Upaya (Catch per Unit Effort-CPU E) HTS .............. .
30
c. Jenis lkan HTS Pukat Cincin ...................... .. .................................. ..
31
d. Ukuran lkan HTS ........................ ..... ................................................ ..
32
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ...... .......................................... .
35
DAFTAR PUSTAKA ............... .... ..... ... ... .... ... ............................................. .
36
v
DAFTAR GAMBAR Halaman 1.
Ciri fisik enam spesies ikan paruh panjang yang sering tertangkap armada rawai Indonesia di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik........................
4
2.
Anatomi ikan pari manta.............. .. ...................................... .. ..............
9
3.
Bitung sebagai lokasi riset .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .... .... .. .... .. ...
17
4.
Ukuran panjang cagak (fork length) beberapa jenis ikan HTS yang sering tertangkap rawai tuna dan pukat cincin tuna............................ .. .. .. .. .. .. .. .. .. ..
19
Disain dan konstruksi umum rawai tuna yang dioperasikan di Samudera Pasifik...... ................................................. .........................................................
21
6.
Struktur armada rawai tuna yang berbasis di Bitung tahun 2010.... .. ...... ......
21
7.
Profil kapal rawai tuna 60 GT.............................................................................
22
8a.
Sebaran ukuran dan kurva seleksi ikan setuhuk hitam yang tertangkap rawai tuna bulan Mei-Juli 2010 di Samudera Pasifik Indonesia ................................
27
Sebaran ukuran dan kurva seleksi ikan meka yang tertangkap rawai tuna bulan Mei-Juli 2010 di Samudera Pasifik Indonesia.................................
27
Sebaran ukuran dan kurva seleksi ikan cucut tikusan yang tertangkap rawai tuna bulan Mei-Juli 2010 di Samudera Pasifik Indonesia..........................
28
Disain dan konstruksi umum purse seine yang dioperasikan di Samudera Pasifik dengan mengambil contoh milik KM. Mina Kencana 08 di Bitung (2010) .. ....... ... .<........... ...... ... ... ... ... ... ... ... ... ... ........ .... ... ... ............ ... .. .
29
10.
Struktur armada pukat cincin yang berbasis di Bitung tahun 201 0..............
29
11 .
Profil kapal pukat cincin penangkap 90 GT.... .... .. .. .. .. .. .. ...... .. .. .. .. .... .. .. .. ...........
30
12.
Distribusi ukuran panjang cagak (Fl) dan ukuran pertama kali tertangkap (lc) ikan madidihang oleh alat tangkap pukat cincin (purse seine-PS) yang didaratkan di PT. BMB-Bitung bulan Mei-Oktober 201 0.......................... ........
33
5.
8b.
8c.
9.
n
DAFTAR TABEL
Halaman
1.
2. 3. 4.
5.
6. 7.
Masalah-masalah bycatch pada perikanan rawai tuna dan pukat cincin tuna ............. ... ... ... ........... ........... ............................................... .
12
Status teknologi pengurangan bycatch pada perikanan rawai tuna dan pukat cincin tuna .... ...............................................................................
14
Laju pancing (hook rete) rawai tuna yang mendarat di PT Nutrindo F.l bulam Mei-Oktober 2010 .......................... .......................................... ..
23
Jenis ikan sepesies target (tuna) dan HTS rawai tuna hasil pengamatan bulan Mei-Oktober 2010 PT. Nutrindo Freshfood lnt'l ......................................................... .............................................. .
25
CPUE ikan target (tuna) dan HTS pukat cincin hasil pengamatan bulan Mei-Oktober 2010 di PT. Bintang Mandiri Bersaudara (BMB) .....
31
Jenis (spesies) ikan HTS pukat cincin hasil pengamatan bulan MeiOktober 2010 di PT. Bintang Mandiri Bersaudara (BMB) .................... ..
31
Distribusi frekuensi panjang (FL) bulan Mei-Oktober tahun 201 ikan madidihang yang tertangkap pukat cincin di Samudera Pasifik Indonesia yang didaratkan di Bitung ............................................ .
32
\'11
BABIPENDAHULUAN 1.1. Gambaran Umum Asosiasi antar spesies ikan pada area penangkapan (fishing ground) yang sama merupakan ciri menonjol sumber rainbow runner, mahimahi, ocean triggerfish, mackerel scad, and silky shark, daya perikanan di perairan tropis, termasuk Indonesia. Pada umumnya berbagai jenis ikan membentuk kelompok yang biasa disebut fish schoaling. Hal tersebut diindikasikan pada hasil tangkapan pukat cincin yang dioerasikan di perairan Indonesia. Sebagai contoh, pukat cincin tuna di samudera Pacifik terutama ditujukan untuk menangkap ikan cakalang. Kenyataan menunjukan bahwa pukat cincin di tersebut juga menangkap spesies ikan rainbow runner, mahimahi, ocean triggerfish, mackerel scad, and silky shark (ltano, 1990). Lima spesies yang disebut terakhir dapat dianggap hasil tangkapan samping-HTS (bycatch). HTS hampir terdapat pada semua jenis perikanan tangkap di Indonesia, termasuk pada perikanan tuna di Samudera Pasifik. HTS atau bycatch dapat diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target pada suatu perikanan tangkap tertentu (Pauly, 1984 ; Alverson eta!, 1994). lkan non target dapat berupa bukan spesies tujuan atau jenis ikan target tapi ukurannya di bawah standar yang diinginkan yaitu berupa ikan yuwana atau ikan muda. Pada perikanan rawai tuna misalnya, jenis-jenis ikan cucut, pari, setuhuk, layaran dan lainnya sering tertangkap sebagai
HT~.
Pada perikanan pukat cincin tuna tertangkap ikan-ikan tuna
muda (baby tuna). Saville (1980) dalam Pascoe (1997) mengatakan bahwa dampak dari tertangkapnya yuwana atau ikan muda sebagai HTS mengakibatkan terjadinya penurunan populasi ikan. Akibat selanjutnya adalah hilangnya pendapatan nelayan di masa mendatang. Sejauh ini, fokus penelitian terkait HTS adalah pada perikanan demersal, khususnya perikanan trawl. Baik secara lingkungan, biologi maupun ekonomi HTS perikanan demersal telah banyak dibahas. Berbeda dengan perikanan pelagis besar terutama perikanan tuna. Beberapa riset HTS pada perikanan tuna di Indonesia kebanyakan subjeknya adalah spesies 'endengereous' terutama penyu.
Spesies
lainnya seperti halnya setuhuk, cucut, dan pelag is besar lainnya pada perikanan tuna
1
belum banyak diteliti. Selain itu terkait HTS dari aspek ukuran ikan juga belum banyak diriset. Dikarenakan kondisi tersebut, maka tahun 2010 akan dilakukan riset HTS perikanan tuna. Lokasi riset adalah perairan Samudera Pasifik dengan lokasi BitungSulawesu Utara. Laporan tahap II merupakan laporan yang berisikan laporan tahap I ditambah informasi kegiatan penelitian bulan pada sebagian dari bulan Juli, bulan Agustus, September dan Oktober. Laporan tahap II ini tidak ada perubahan mengenai : perumusan masalah, tinjauan pustaka, tujuan dan manfaat maupun prosedur dan metodologi. 1.2. Perumusan Masalah
lndustri perikanan tuna di Samudera Pasifik wilayah Indonesia dengan basis di Bitung-Sulawesi Utara telah berkembang sejak puluhan tahun silam. Alat tangkap ikan tuna yang banyak digunakan di perairan Samudera Pasifik dan didaratkan di Bitung antara lain huhate (pole and line), pukat cincin (purse seine), jaring insang hanyut (drift gil/net), rawai tuna (tuna long line) dan pancing ulur (hook and line). Tertangkapnya
ikan-ikan non target baik dari segi jenis (spesies) dan ukuran ikan merupakan hal yang tidak terelakkan pada perikanan di perairan ini. lkan-ikan non target tersebut biasa diistilahkan sebagai hasil tangkap sampingan (HTS) atau bycatch. Hal ini disebabkan interaksi antar spesies dan antar ukuran ikan yang berbeda pada satu wilayah daerah penangkapan. HTS merupakan isu penting perikanan tangkap yang saat ini sangat mendapat perhatian untuk dilakukan pengelolaan dengan balk. Sebagaimana diketahui banwa pelaksanaan pengelolaan HTS memerlukan data dan informasi terkait aspek
biologi Uenis ikan, kebiasaan
makan), aspek dinamika populasi (ukuran ikan) dan aspek ekploitasi Uenis alat tangkap, CPUE).
Permasalahan yang dihadapi adalah tidak tersedianya data dan
informasi tersebut secara memadai. long line dan pukat cincin.
Penelitian ini difokuskan pada perikanan tuna
BAB II TINJAUAN PUSTAKA lkan-ikan non target pada suatu kegiatan penangkapan ikan biasa diistilahkan sebagai hasil tangkap sampingang (HTS) atau bycatch. Hal ini disebabkan interaksi antar spesies dan antar ukuran ikan yang berbeda pada satu wilayah daerah penangkapan. HTS merupakan isu penting perikanan tangkap yang saat ini sangat mendapat perhatian untuk dilakukan pengelolaan dengan baik. Sebagaimana diketahui banwa pelaksanaan pengelolaan HTS memerlukan data dan informasi terkait aspek biologi Uenis ikan, kebiasaan makan), aspek dinamika populasi (ukuran ikan) dan aspek ekploitasi Uenis alat tangkap, CPUE). Perairan Samudera Pasifik bag ian barat memasok produk ikan tuna terbesar di dunia. Perairan Pasifik Indonesia termasuk ke dalam wilayah Pasifik bagian Barat. Diperkirakan sekitar 1089,607 mt. Sumberdaya ikan tuna dan spesies asosianya tertangkap di perairan Pasifik bagian Barat (Lawson, 1993).
Dari total tangkapan
tersebut, 67 % adalah tuna dan 33 % merupakan hasil tangkapan non tuna yang biasa diistilahkan hasil tangkap sampingan-HTS (bycatch). Lebih lanjut disampaikan bahwa HTS atau bycatch diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target pada suatu perikanan tangkap tertentu (Pauly, 1984 ; Alverson et a/, 1994). lkan non target dapat berupa bukan spesies tujuan atau jenis ikan target tapi ukurannya di bawah standar yang diinginkan yaitu berupa ikan yuwana atau ikan muda. Pada perikanan rawai tuna misalnya, jenis-jenis ikan cucut, pari, setuhuk, layaran dan lainnya sering tertangkap sebagai HTS. Pada perikanan pukat cincin tuna tertangkap ikan-ikan tuna muda (baby tuna). Saville (1980) dalam Pascoe (1997) mengatakan bahwa dampak dari tertangkapnya yuwana atau ikan muda sebagai HTS mengakibatkan terjadinya penurunan populasi ikan. Akibat selanjutnya adalah hilangnya pendapatan nelayan di masa mendatang. lstilah-istilah yang erat kaitanya dengan bycatch antara lain : target catch, incidential catch, dan discard. Target catch diartikan sebagai hasil tangkapan yang
merupakan target utama. Pada perikanan tun a antara lain cakalang, madidihang, tuna mata besar, albakor.
lncidential catc'1 adalah jenis tuna yang tertangkap secara
insidensil misalnya tun a sirip birJ t:
.,~ e'i"
tuna).
Discard adalah hasil tangkap
sampingan yang tidak dimanfaatl
baik dalam keadaa
ati. Pada perikanan tuna discard yang sering empunyai manfaat ekonomis misalnya ikan sersan
mayor yang sering banyak tertangkap pukat cincin tuna.
Jenis HTS (bycatch)
perikanan tuna yang biasa ditemui adalah ikan-ikan yang biasa berasosiasi dengan tuna milasnya, ikan paruh panjang (bill fish), cucut (shark), ikan pari (rays) penyu laut (sea turtle), mamalia laut (marne mamal) dan burung laut (sea bird).
a. Beberapa bycatch yang biasa tertangkap rawai tuna dan pukat cincin tuna lkan Paruh Panjang (Billfish) Paling tidak ada 13 spesies ikan paruh panjang di dunia dan 6 diantaranya banyak tertangkap armada rawai tuna Indonesia baik yang beroperasi di Samudera Hindia maupun di Samudera Pasifik. Enam spesies yang dimaksud adalah swordfish (Xiphias g/adius), sailfish (lstiophorus sp), marlin dan longbill spearfish (Tetrapturus
spp). Gambar 1 menyajikan secara garis besar cirri-ciri fisik 6 spesies ikan paruh panjang tersebut.
SI NGLE CAUDAL KEEL
SArLfl$14 ISI.DI'"'OI'iJ ~
~1-ifdi<.IS
)(tPft•U
, f
MOST OF ODASAL LO /W LOBE - - POINTFD-
NO FIN SPOTS
(or Sf41l lt w ud rare)
/1'
, /
SMAll DAR K SPOTS OVER MOST OF FIN
ROUNDEDlOBE
~
~-
PIIUJJpl#tiJ.S
ll.Ul MAR M.a• t~ •• "''lil'' •n.:~
·
::::z::.~'---- ..._._A w
f('f'•PleHut •;b,INI,
l ARGE DARK SPOTS MOSTLY ALON G U SE Of FIN
MOST OF LN OCI EATE T. U
OO~S'AL LOW~ :
• \ .u......,.
, u.
... oiii(.,.J
Tm•ptv.,. •P·
~ -
lOBE SLIG HTLY POI NT ED AND
-
AJJ
_.,..... _ ,
PECTORAL TIP POINTED
TRUNCAl£~
NO FIN SPOTS
•
MOST OF DORSAl / --
..,.,.
MODERATELY HIG H --
~- ~
~·
QllLL
·-
$>r tAAH~H
"~tto~~plvf~;l
IJI:~"''
Gambar 1 Ciri fisik enam spesies ikan paruh panjang yang sering tertangkap armada rawai tuna Indonesia di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.
lkan Meka atau swordfish (Xiphias gladius) lkan meka termasuk highly migratory species atau ikan beruaya jauh. Tubuh ikan meka dapat mencapai ukuran 455 em dengan berat 650 kg. Tubuhnya berbentuk bulat dan memanjang serta mempunyai paruh yang panjang dan pipih. lkan meka sangat populair di dunia olah raga memancing (sport fishing). The International Game Fish Association's tahun 1953 mencatat bahwa ikan meka tertangkap pada ukuran berat 536,15 kg Paruh yang berukuran panjang pada ikan meka konon tidak digunakan untuk menombak atau menusuk namun paruh yang panjang dan tajam digunakan untuk memotong mangsa sehingga terluka dan mudah ditangkap. Paruh pada ikan meka atau billfish pada umumnya berfungsi sebagai alat perlindungan dari pemangsa (predator)nya. Salah satu musuh ikan meka ialah cucut mako yang ukurannya lebih besar, namun cucut mako sering gagal memangsa ikan meka karena perlawanan yang gigih dengan cara melukai gills slit atau perut cucut mako hingga mati. Kecepatan berenang ikan ini mencapai 80 km/jam dan sangat gesit dalam menangkap mangsanya. Sebagimana ikan pada umumnya, ikan meka betina tumbuh lebih besar dari yang jantan. lkan betina di perairan Samudera Pasifik Tenggara umumnya dewasa pada umur 4-5 tahun dan memijah pada perairan hangat (> 24°C) pada bulan MaretJuli di area equator Pasifik. Jenis ikan yang biasa dimangsa ikan meka diantaranya adalah tuna kecil, barracuda, ikan terbang, ikan layang, dan cumi-cumi. lkan meka dan· billfish pada umumnya tidak hidup bergerombol membentuk schooling tetapi berenang send irian dengan jarak sekitar 10 meter antara satu dengan lainnya. lkan meka sering kedapatan sedang 'berjemur' dengan memunculkan sirip punggung pertamanya di permukaan air. lkan meka dan billfish pada umumnya, juga sering melakukan lompatan-lompatan indah di atas permukaan air yang biasa disebut 'breaching' sebagai upaya mengeluarkan parasit yang ada di kulit tubuhnya seperti halnya remora atau lampreys. Se ain itu lompatan ikan meka adalah dalam upaya menarik perhatian ikan-ikan keci: se~
~;~a
..... ~dah dimangsa.
Di Samudera Atl antik, ikan ma!
~:ara:rar
tropis seperti halnya laut Caribia,
Teluk Mexico, pantai Florida atau perairan ekuatotor yang hangat plainnya. Di perairan subtropis, ikan meka memijah pada musim panas. lkan Cucut (Shark) Cucut atau hiu (shark) adalah sekelompok (superordo Selachimorpha) ikan dengan kerangka tulang rawan yang lengkap dan tubuh yang ramping. Cucut bernapas dengan menggunakan lima liang insang (kadang-kadang enam atau tujuh, tergantung pada spesiesnya) di samping, atau dimulai sedikit di belakang, kepalanya. Cucut mempunyai tubuh yang dilapisi kulit dermal denticles untuk melindungi kulit mereka dari kerusakan, dari parasit, dan untuk menambah dinamika air. Mereka mempunyai beberapa deret gigi yang dapat digantikan. Hiu mencakup spesies yang berukuran sebesar telapak tangan hiu pigmi, Euprotomicrus bispinatus, sebuah spesies dari laut dalam yang panjangnya hanya
22 em, hingga hiu paus, Rhincodon typus, ikan terbesar, yang bertumbuh hingga sekitar 12 meter dan yang, seperti ikan paus, hanya memakan plankton melalui alat penyaring di mulutnya. Hiu banteng, Carcharhinus leucas, adalah yang paling terkenal dari beberapa spesies yang berenang di air laut maupun air tawar Uenis ini ditemukan di Danau Nikaragua, di Amerika Tengah) dan di delta-delta. Kerangka hiu sangat berbeda dibandingkan dengan ikan-ikan bertulang seperti misalnya ikan kod, karena terbuat dari tulang muda, yang sangat ringan dan lentur, meskipun tulang muda di ikan-ikan hiu yang lebih tua kadang-kadang sebagian bisa mengapur, sehingga membuatnya lebih keras dan lebih seperti tulang. Rahang hiu beraneka ragam dan diduga telah berevolusi dari rongga insang yang pertama. Rahang ini tidak melekat pada cranium dan mempunyai deposit mineral tambahan yang memberikannya kekuatan yang lebih besar. Hiu umumnya lambat mencapai kedewasaan seksualnya dan menghasilkan sedikit sekali keturunan dibandingkan dengan ikan-ikan lainnya yang dipanen. lni telah menimbulkan keprihatinan di antara para biologiwan karena meningkatnya usaha yang dilakukan untuk menangkapi ikan hiu selama ini, dan banyak spesies yang kini dianggap terancam punah.
6
Klasifikasi ilmiah ikan cucut adalah sebagai berikut : Kerajaan
Animalia
Filum
Chordata
Upafilum
Vertebrata
Kelas
Chondrichthyes
Upakelas
Elasmobranchii
Superordo
Selachimorpha
Ordo
Carcharhiniformes, Heterodontiformes, Hexanchiformes, Lamniformes, Orectolobiformes, Pristiophoriformes, Squaliformes dan Squatiniformes
lkan cucut yang biasa tertangkap rawai tuna di Samudera Hindia yang berbasis di Cilacap (Laporan PPS Cilacap Tahun 2001) antara lain : cucut tikus I smalltooth thresher shark, cucut lanjaman I silky shark, cucut slendang I blue shark, cucut martil I scalloped hammerhead, cucut pahitan I bigeyed thresher, cucut cakilan I shortfin mako, cucut coboy I oceanic whitetip shark, cucut buas I tiger shark, cucut lander I gummy shark, cucut botol I crocodille shark, cucut peri I isabela I westernangel shark, cucut patilan I dog fish, cucut gabel I black fin ghost shark
lkan Pari (Rays)
Labih dari 50 spesies ikan pari teridentifikasi di Samudera Hindia (Anung dan J. Widodo, 2002). Salah satu jenis ikan pari yang paling banyak tertangkap rawai tuna di Samudera Pasifik adalah ikan pari manta. lkan pari manta (Manta birostris) adalah salah satu spesies ikan pari terbesar di dunia. Lebar tubuhnya dari ujung sirip dada ke ujung sirip lainnya mencapai hampir 7 meter (kemungkinan lebih karena ada laporan yang mengatakan bahwa ada manta yang Iebar tubuhnya mencapai 9,1 meter. Bobot terberat manta sendiri yang pernah diukur mencapai 3 ton. Manta dapat ditemukan di lautan tropis di seluruh dunia - kurang lebih antara 35° lintang utara hingga 35° lintang selatan. Persebarannya yang luas dan penampilannya yang unik menyebabkan ikan ini memiliki banyak nama mulai dari "manta Pasifik", "manta Atlantik", "devil fish", hingga "sea devil". Di Indonesia sendiri,
7
pari manta memiliki aneka nama lokal seperti cawang kalung, plampangan, serta pari kerbau· (mung kin karen a bag ian tubuh mirip tanduk di kepalanya sehingga ia dianggap mirip dengan kerbau). Pari manta belakangan dikategorikan sebagai "dekat dengan ancaman" (near threatened) oleh IUCN karena walaupun jumlahnya belum masuk kategori terancam punah, namun di masa depan diperkirakan populasinya akan menyusut hingga akhirnya terancam punah. Populasi pari manta dianggap dekat dengan bahaya karena tingginya kegiatan perikanan dan kondisi laut yang semakin terpolusi, namun rasio kelahiran mereka rendah. Manta dimasukkan ke dalam famili Myliobatidae yang terdiri dari 40 spesies pari berbeda. Famili dari ikan pari ini juga dikenal sebagai "pari elang" (eagle ray) karena mereka tidak hidup di dasar laut dan berenang bebas sehingga saat dilihat mereka sekilas seperti elang yang "terbang" di dalam laut. Famili Myliobatidae ini dibagi dalam 4 subfamili dan pari manta dimasukkan ke dalam subfamili Mobulinae yang juga diisi oleh ikan pari dari genus Mobula yang memiliki penampilan mirip pari manta namun ukurannya lebih kecil. Nama "manta" sendiri berasal dari bahasa Spanyol yang berarti "selimut". Ada 3 spesies yang sebelumnya dianggap merupakan bagian dari genus Manta: Manta birostris (pari manta Atlantik), Manta hamiltoni (pari manta Pasifik), dan
Manta raya (pari manta Pangeran Alfred). Ketiga pari manta itu sendiri sangat mirip satu sama lain. Belakangan, setelah dilakukan penelitian terhadap contoh gen mereka, ketiga spesies itu dimasukkan dalam satu spesies yang sama: spesies Manta
birostris.l61 Namun, ada pula yang mengatakan bahwa setidaknya ada 2 spesies manta: yang satu berukuran besar dan suka bermigrasi, sementara yang satunya lagi berukuran lebih kecil dan lebih suka menetap. Anatomi pari manta adalah sebagai berikut : manta memiliki fisik yang secara umum mirip dengan kebanyakan ikan pari dengan sirip dada yang Iebar serta ekor kecil seperti cambuk. Sirip dadanya yang .ebar membuat tubuhnya terlihat pipih. Manta bergerak memakai sirip dadanya cerga:- cara mengombakkannya dari bagian dekat kepala hingga ke belakang tubun
se n. -~;a
saa;: dilihat, pari manta seolah-olah sedang
terbang di dalam laut. Ekor ma'"':a ss~:s. lsDm pendek dibandingkan dengan ekor ikan
pari kebanyakan dan i:.ca• jauh lebih tebal
:-:.:-5~,n ;=i.
d i bar: ~.·ig ~ = r,
K•.L: rr. a~, ;:a juga diselubungi lapisan lendir yang
E<=:u 92i •s::>anyakan. Lapisan lendir ini diduga ada -~:r.ya
hubungannya untu
yang rentan. Manta juga memiliki ukuran otak
an lain dan hiu kerabatnya sehingga mereka
yang lebih besar dianggap lebih ce as : ::ar. :
~;,a n
l<erabatnya yang lain. Gambar 2 menyajikan
anatomi ikan pari manta
Gambar 2 Anatomi ikan pari manta.
Ciri khas manta adalah sepasang "tanduk" di dekat mulutnya. "Tanduk" ini sebenarnya adalah sepasang sirip sefala (kepala) yang membantu memasukkan air laut yang mengandung plankton makanannya dan bisa ditekuk ke dalam mulut. Di dalam mulutnya juga terdapat 300 gigi kecil berbentuk pasak dan nyaris tersembunyi di bawah kulit. Gigi ini tidak digunakan untuk makan, namun mungkin gigi ini berguna saat manta melakukan perkawinan. Manta juga memiliki lima pasang celah insang di bag ian bawah tubuhnya untuk mengeluarkan air yang masuk melalui mulutnya. Di bagian dalam celah insangnya terdapat tapis insang atau piringan penyaring (filter plate) yang berfungsi untuk memerangkap plankton yang masuk bersama dengan air laut. Manta memiliki warna yang bervariasi, mulai dari hitam, biru keabu-abuan, cokelat, hingga nyaris putih. Pola warna pada tubuh manta juga bervariasi di mana pada pari manta yang ditemukan di Pasifik timur bagian bawah tubuhnya berwarna dominan hitam, sementara pada jenis pari manta yang ditemukan di Pasifik barat, warna bagian bawah tubuhnya pucat. Belum diketahui apa fungsi dan penyebab dari pewarnaan bervariasi ini, namun wamanya yang bervariasi memudahkan para ilmuwan untuk membedakan manta dari wilayah
ya~g
satu dengan wilayah lainnya. Hal unik lain
seputar pewarnaan manta adalah mere'
bawah tubuhnya dan pola-pola ini berbeda pada setiap individu manta sehingga dianggap mirip dengan sid ik jari pad a man usia. Pari manta adalah hewan yang secara umum memiliki perilaku yang tenang. Ia juga menunjukkan perilaku bersahabat dengan para penyelam sehingga penyelam yang kebetulan berada di dekatnya bisa memegang dan bahkan menungganginya. Ia juga biasa terlihat di dekat permukaan laut dan di sekitar terumbu karang. Pari manta bisa dijumpai dalam jumlah cukup besar di wilayah-wilayah yang kaya akan plankton, namun pari manta diketahui tidak menunjukkan tanda-tanda interaksi sosial satu sama lain maupun membentuk kelompok. Reproduksi pari manta ada;ah sebagai berikut : Di musim kawin, sejumlah besar manta akan berkumpul untuk mencari pasangan kawin. Beberapa manta jantan bisa saling bersaing untuk mendapatkan manta betina pasangannya. Manta jantan yang berhasil mendapatkan manta betina akan berpegangan pada sirip pasangannya menggunakan giginya dan merapatkan perutnya, lalu memulai perkawinan dengan cara memasukkan alat kelaminnya ke dalam lubang kelamin betina. Perkawinan berlangsung selama kurang lebih 90 detik. Pari manta adalah ovovivipar di mana telur menetas saat masih berada di dalam tubuh induknya. Seekor manta betina bisa membawa 2 bayi manta sekaligus dalam tubuhnya. Periode "kehamilan" manta sendiri belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan bisa berlangsung antara 9-12 bulan. Bayi manta yang baru menetas lalu keluar dari tubuh induknya dengan kondisi sirip yang masih terlipat. Bay1 manta mulai aktif segera setelah ia mengembangkan siripnya dan bisa langsung mulai berenang. Seekor bayi manta yang baru lahir diketahui bisa berukuran selebar 1,2 meter dan seberat 45 kg. Bayi manta bisa tumbuh sangat cepat karena dalam waktu satu tahun, Iebar tubuh mereka sudah mencapai hampir 2 kali lebarnya saat pertama kali lahir. Usia maksimal pari manta sendiri yang diketahui mencapai 20 tahun. Manta terkenal dapat melompat keluar dari air dan karena ukuran tubuhnya yang besar, ia selalu menarik perh atian saat sedang melakukan lompatan. Ada beberapa teori mengenai sebab mereka melompat dari air. Mereka mungkin melakukan itu untuk melarikan diri dari pemangsanya atau untuk melepas parasit yang menempel pada tubuhnya. Teori lainnya, manta menggunakan itu untuk berkomunikasi satu sama
0
lain. Manta juga diperkirakan melompat keluar air untuk menunjukkan kekuatannya saat sedang mencari pasangan. lkan-ikan kecil diketahui sering berada di dekat manta. Salah satu spesies ikan laut yang paling sering diketahui suka berada di dekat manta adalah ikan remora (Echeneida sp.). lkan ini biasa ditemukan menempel pada bagian bawah tubuh manta memakai semacam penghisap pada bagian atas tubuhnya. Remora mendapat keuntungan dengan menempel pada manta karena ia terlindung dari pemangsanya dan ia memperoleh "makanan gratis" berupa parasit yang menempel pada kulit manta. Penyu Laut (Sea Turtle)
Penyu Hijau (Chelonia mydas) merupakan jenis penyu yang paling sering ditemukan dan hidup di laut tropis. Dapat dikenali dari bentuk kepalanya yang kecil dan paruhnya yang tumpul. Dinamai penyu Hijau bukan karena sisiknya berwarna Hijau, tapi warna lemak yang terdapat di bawah sisiknya berwarna Hijau. Tubuhnya bisa berwarna abu-abu, kehitam-hitaman atau kecoklat-coklatan. Daging jenis penyu inilah yang paling banyak dikonsumsi di seluruh dunia terutama di Bali. Mungkin karena orang memburu dagingnya maka penyu ini kadang-kadang pula disebut penyu daging. Penyu Hijau dewasa hidup di hamparan lamun dan ganggang. Berat penyu Hijau dapat mencapai 400 kg, namun di Asia Tenggara yang tumbuh paling besar sekitar separuh ukuran ini. Penyu Hijau di barat daya kepulauan Hawai kadang kala ditemukan mendarat pada waktu siang untuk berjemur panas. Anak-anak penyu Hijau (tukik), setelah menetas, akan menghabiskan waktu di pantai untuk mencari makanan. Tukik penyu Hijau yang berada di sekitar Teluk Carifornia hanya memakan alga merah. Penyu Hijau akan kembali ke pantai asal ia dilahirkan untuk bertelur setiap 3 hingga 4 tahun sekali. Ketika penyu Hijau masih muda mereka makan berbagai jenis biota laut seperti cacing laut, udang remis, rumput laut juga alga. Ketika tubuhnya mencapai ukuran sekitar 20-30 em, mereka berubah menjad i herbivora dan makanan utamanya adalah rumput laut. Penyu Sisik (Eretmochelys fmbricata.l atau dikenal sebagai Hawksbi/1 turtle karena paruhnya tajam dan menve mirip paruh burung elang. Demikian
cing dengan rahang yang agak besar ~~a
.:.:arena sisiknya yang tumpang tindih/over
lapping (imbricate) seperti sisik ikan maka orang menamainya penyu sisik. Ciri-ciri umum adalah warna karapasnya bervariasi kuning , hitam dan coklat bersih, plastron berwarna kekuning-kuningan. Terdapat dua pasang sisik prefrontal. Sisiknya (disebut bekko dalam bahasa Jepang)banyak digunakan sebagai bahan baku dalam industri kerajinan tangan terutama di Jepang untuk membuat pin, sisir, bingkai kacamata dll. Sebagian besar bertelur di pulau-pulau terpencil. Penyu Sisik selalu memilih kawasan pantai yang gelap, sunyi dan berpasir untuk bertelur.Paruh penyu sisik agak runcing sehingga memungkinkan mampu menjangkau makanan yang berada di celah-celah karang seperti sponge dan anemon. Mereka juga memakan udang dan cumi-cumi. Penyu Sisik termasuk dalam phylum chordata, bertulang belakang (subphylum Verterbrata), kelas Reptilia, ordo Testudines, suborder Crypyodira, superfamily Cheloniidae, Family Cheloniidae, spesies Eretmochelys imbricata.
Teknik Meminimalisir Bycatch Sebagaimana diketahui bahwa perikanan rawai tuna dan pukat cincin tuna telah menimbulkan masalah bycatch. Telah banyak penelitian dalam rangka mengurangi (meminimalisir) bycatch atau HTS pada alat tangkap rawai tuna dan pukat cincin tuna. Brikut ini disajikan beberapa hasil penelitian mengenai masalah bycatch atau HTS yang timbul dan teknik pengurangannya (Tabel1 ). Tabel1 Masalah-masalah bycatch pada perikanan rawai tuna permukaan dan pukat cincin tuna. Spesies
Rawai Tuna Permukaan
Pukat Cincin Tuna
Seabirds Burung Laut
Khususnya pad a posisi lintang tinggi (< 13° LS), banyak burung albatross dan patrel besar terancam tertangkap pancing rawai (Gales 1998, Brothera at al., 1999, Gilman et al., 2005)
Tidak menimbulkan masalah
Penyu Laut enic
Penyu laut dapat terbelit pad a FADs dan dapat tertangkap pada pukat cincin (Hall et al., 2000, Romanov 2002, Molony 2005). Penyu laut biasanya ditemukan I tertangkap dalam keadaan hidup dan dilepas kembali ke laut (FAO In Press). Operasi penangkapan di
FADs dan logs menghasilkan jumlah penyu laut yang tertangkap lebih banyak dibanding pengoperasian pukat cincin di luar FADs I logs (pada gerombolan ikan yang bebas berenang) (Hall1998, Hall et al., 2000, Safina 2001, Molony 2005). lkan Cucut I Hiu
Cucut tertangkap dengan jumlahlproporsi besar pad a rawai tuna. lkan cucut dapat berupa target, bycath atau discarded bycatch (Gilman et al., 2008). Telah ada peningkatan perhatian mengenai status stok, penangkapan yang berkesinambungan beberapa jenis ikan cucut dan pengaruh mutu ekosistem terhadap penurunan populasi ikan cucut (FAO 1999b, Meyers et al., 2007)
Telah ada banyak ikan cucut sebagai bycatch pada perikanan pukat cincin (Hall et al., 2000, Romanov 2002). Pengoperasian pukat cincin di FADs I logs menangkap cucut lebih banyak dibanding pengoparesian pukat cincin pada gerombolan ikan yang bebas berenang (Hall 1998, Hall et al., 2005, Safina 2001, Molony 2005).
Marine Mammals Mamalia Laut
lnteraksi rawai tuna-mamalia laut kadangkala mengakibatkan terbelitnya mamalia laut oleh tali rawai, selain itu mamalia laut juga sering memakan umpan pancing. Hal tersebut menimbulkan luka dan kematian mamalia laut (Forney 2004). Nelayan sering melukai dan membunuh cetacean saat melepas umpan dan pancing yang dimakan mamalia laut.
Di perairan Pasifik Barat, kebanyakan (98 %) mamalia laut (khususnya dolphin) yang tertangkap pukat cincin dapat dilepas kembali ke alut dalam keadaan hid up (Hall1988, lATTC 2007c). Namun pelepasan dolphin kembali ke laut setelah tertangkap pukat cincin mengakibatkat populasinya tidak pulih sebagaimana diharapkan. Dugaan disebabkan dolphin mengalami keguguran atau memisahkan induk dengan anaknya (Archer et al. 2004, Edwards 2006). Di beberapa lokasi perairan pukat cincin dioperasikan jauh dari gerombolan dolphin, namun banyak juga yang mengoperasikan pukat cincin di gerombolan tuna yang berasosiasi dengan dolphin sehingga mengakibatkan lukan dan kematian dolphin (Romanov 2002, Molony 2005).
lkan tuna muda atau di bawah standar ukuran.
Tidak ada masruar; :::ada ::>e'ikanan rawai tuna.
Pengoperasian pukat cincin pada di FADs I logs menghasilkan banyak ikan tuna muda dan dibawah ukuran standar dibanding jikan pukat cincin dioperasikan di gerombolan ikan tuna yang bebas (Rom anov 2002, Secretariat of the Pacific Community 2006).
Tabel 2 Status teknologi peng urangan bycatch pada perikanan rawai tuna dan pukat cincin tuna. Bycatch Species Group
Rawai Tuna Permukaan
Seabirds Burung Laut
Beberapa teknik untuk Tidak ada masalah. menghindari tertangkapnya burung laut pada rawai tuna permukaan adalah tawur (setting) pancing pada malam hari, pemasangan tori line, penggunaan peralatan yang memungkinkan tawur di bawah air, tawur di sisi kapal bukan di buritan sebagaimana biasanya, pemasangan pemberat pada tali cabang rawai, pemberian I pencelupan umpan dengan pewarna biru (Brothers et al. 1999, Gilman et al. 2003, Gilman et al. 2005, Gilman et al. 2007a).
Penyu Laut
Penggunaan mata pancing jenis 'Wide circle hook with < 10° offset dan penggunaan umpan berukuran besar (Gilman et al. 2006c, FAO In Press). Melakukan percobaan 'setting lebih dalam, mendesain mata pancing khusus, umpan palsu, (Gilman et al. 2006c, FAO In Press).
Melakukan penelitian yaitu memodifikasi rancang bangun FADs (Molina et al. 2005). Menghindari terlingkarnaya penyu oleh pukat c1ncm, melepas kembali penyu yang terbelit di FADs, mengangkat FADs yang tidak digunakan (FAO In Press). Dilarang melakukan tawur (setting) pukat cincin pada logs atau sampah di suatu perairan.
Cucut I Hiu
Hindari cumi-cumi (squid) sebagai umpan, tali cabang rawai tidak menggunakan wire leader, hindari daerah I perairan yang banyak cucutnya sebagai tempat awur rawai, berpindah daerah enangkapan jikan terlihat I banyak cucut ard et al. 2007, ru 2008, FAO In an riset penolah Stoner and
Mengindari penangkapan pada perairan yang banyak cucutnya, Dilarang tawur pada FADs, logs atau sampah di laut dan kerumumnan ikan paus. Melakukan penelitian teknologi penolak di FADs (Stoner and Kaimmer In Press).
Marine Mammals Mamalia Laut
Pukat cincin Tuna
panas, Dilarang melakukan tawur di antar daerah mamalia laut. 2006a,
Gilman et al. 2006b). Melakukan penelitian mengenai alat penghidar/penangkis serta pengacau radar/indra mamalia laut (Mooney et al. 2008). Juvenile/ Tuna ukuran standar.
di
bawah
Tidak ada masalah.
Melakukan penelitian terkait ukuran mata jarring (Nelson 2007). Dilarang melakukan tawur pukat cincin di FADs.
BAB Ill TUJUAN DAN MANFAAT 3.1. Tujuan Penelitian Tujuan dari kegiatan penelitian ini adalah mempelajari aspek biologi ikan HTS dan dinamika populasi ikan HTS. Aspek biologi difokuskan pada jenis ikan, adapun aspek dinamika populasi adalah ukuran ikan terutama panjang ikan HTS. Selain itu dipelajari juga ukuran saat pertama tertangkap (Lc) ikan HTS yang dominan tertangkap pada perikanan tuna long line dan pukat cincin.
3.1. Manfaat Penelitian Data dan informasi aspek bilogi dan dinamika populasi sumberdaya ikan merupakan bahan penting dalam pelaksanaan pengelolaan sumberdaya ikan termasuk sumberdaya ikan HTS. Pengelolaan sumberdaya ikan yang baik sangat dibutuhkan agar sumberdaya ikan dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan.
BAB IV PROSEDUR DAN METODOLOGI 4.1. Tempat dan Waktu Penelttia Penelitian dilakukan d 3 : ... n; dilakukan setiap hari pada ml,'lggu
s. . awesi Utara (Gambar 3).
:e~ai
Pengumpulan data
setiap bulan. Pengumpulan data dilakukan 3
enumerator dan diselia oleh oena.;ti setiap 2 bulan sekali. Waktu riset adalah bulan MeiJuli 2010. Pengumpulan data dilakukan terhadap kapal-kapal rawai tuna dan pukat cincin. Kapal rawai tuna adalah milik PT. Bitung Mina Utama dan PT. Nutrindo Freshfood lnt'l. HTS kapal pukat eincin yang diteliti adalah milik PT. Bintang Mandiri Bersaudara (BMB). S. Pasifik
u
•
UNs:AI.E
Gambar 3 Bitung sebagai lokasi riset.
4.2. Alat Penelitian Alat yang dipergunakan pada kegiatan ini terutama adalah alat pengukur panjang berupa kaliper
jangka sorong
(measuring board) ukuran 80 em.
17
ukuran 200 em dan papan pengukur
4.3. Metoda Pengumpulan Data
a. Data jumlah ikan hasil tangkapan
rawai tuna dan pukat cincin diperoleh dari
catatan pembongkaran di perusahaan-perusahaan tempat dilakukan penelitian tersebut di atas. Seluruh hasil tangkapan dicatat dari setiap kapal yang mendarat. b. Data jenis dan ukuran diperoleh melalui pangambilan contoh (sampling) yang dilakukan secara acak (random). -
Jenis dan ukuran contoh (sample) ikan HTS rawai tuna yang diamati adalah yang berasal dari kapal yang mendarat setiap bulan.
-
Jenis dan ukuran contoh ikan HTS pukat cincin diamati setiap hari pada minggu terakhir setiap bulan.
-
Jumlah contoh ikan HTS rawai tuna yang diamati dan diukur adalah keseluruhan hasil tangkapan yang di bongkar (unloading).
-
Jumlah contoh ikan HTS pukat cincin yang diamati dan diukur adalah antara 30-60 ekor dari setiap kapal yang
melakukan
pembongkaran
hasil
tangkapannya. 4.4. Jenis Data
Jenis data primer yang dikumpulkan adalah jenis (spesies) dan ukuran ikan tuna yang didaratkan di Bitung.
a. Data jenis ikan didasarkan pada Buku ldentifikasi jenis ikan pelagis besar mengacu Collete &Nauen (1983), Compagno. L.J.V.,(1999) dan Sainsbury, K.J., P.J. Kailola and G.G.Leyland (198-5).
b. Data ukuran adalah ukuran panjang cagak (fork length-FL) yang mengacu pada Standard Operating Procedures For M.V.Seafdec 2. Panjang cagak adalah jarak antara muncong mulut bag ian depan hingga titik pangkal cagak pada sirip ekor (Gambar 4). 4.5. Analisis Data
Metode analisis yang akan diterapkan yaitu : a. Komposisi jenis ikan HTS yang didaratkan di Bitung dianalisis secara deskriptif dan
hasil analisis disajikan secara narail: label dan grafik.
b. Ukuran panjang cagak atau for:-<
e~g:.~
(rl dianalisis secara deskriptif dan hasil
anal isis disajikan secara naratii iaDel .:an ,g ra~t".
c. Ukuran ikan yang pertama kali tertangkap atau length of first captured (Lc) merupakan 50% fraksi tertahan (ikan yang tertangkap) dari alat tangkap (L 50%) atau Lc = L 50% yang merupakan pengembangan dari kurva seleksi alat tangkap yang dikemukakan Sparre and Venema (1998) yaitu Lc = L 50% ..
.:.
' Fos~
r:en]t_h_ '_
Gambar 4 Ukuran panjang cagak (fork length) beberapa jenis ikan HTS yang sering tertangkap rawai tuna dan pukat cincin tuna.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN Sekilas Perikanan Tuna Di Bitung Perikanan tuna yang berkembang di Samudera Pasifik dengan basis pendaratan di Bitung antara lain huhate (pole and line), pancing ulur (hand lines), rawai tuna (tuna long line) dan pukat cincin (purse seine). Hasil observasi awal menunujukkan bahwa
huhate dan pancing ulur tidak signifikan mengasilkan hasil tangkap sampingan-HTS (bycatch). Oleh karena itu peneltian difokuskan pada perikanan rawai tuna dan pukat cincin saja.
5.1. Rawai Tuna (Tuna Long Line) a. Strutur Armada dan Performansi Teknologi Rawai Tuna Di Bitung Hasil penelitian pertengahan bulan Juli-Oktober 2010 menunjukkan bahwa tidah ada perubahan struktur armada rawai tuna dibanding hasil penelitian bulan Meipertengahan Juli 2010. Demikian halnya performansi teknologinyapun tidak ada perubahan. Tuna longline (rawai tuna) adalah alat penangkap tuna yang paling efektif. Rawai tuna merupakan rangkaian sejumlah pancing yang dioperasikan sekaligus. Wawancara (Pers Comm, 201 0) dengan nakoda kapal KM. Nutrindo 3 milik PT. Nutrindo Freshfood lnt'l. diperoleh informasi bahwa Satu tuna longliner biasanya
mengoperasikan 950 - 1200 mata pancing setiap kali tawur (setting). Rawai tuna umumnya dioperasikan di laut lepas. Alat tangkap ini bersifat pasif, menanti umpan dimakan oleh ikan sasaran (tun a). Gambar 5 menunjukkan disain dan konstruksi rawai tuna yang banyak beropersi di Samudera Pasifik dan berbasis di Bitung.
~lampung
e 30
Tal i ~lamp ung 40-60 m
Tali Ut ama
; -(.Brak antar tali cabang 50-60 I
• ~'
Tali Gabang 25-30 m Matapancing No7-8
Gambar 5 Disain dan konstruksi umum rawai tuna yang dioperasikan di Samudera Pasifik. Ukuran armada rawai tuna yang tercatat di Bitung adalah mencapai 274 kapal. Dari jumlah tersebut, ukuran kapal yang dominan adalah 30-90 GT yaitu mencapai 186 yang terdiri dari ukuran 30-60 GT sebanyak 90 kapal dan 61-90 GT sebanyak 96 kapal. Gambar 6 menyajikan struktur armada rawai tuna yang terdaftar di Bitung (PSDKP Bitung, 201 0).
:s
II
~~ nmlli 0 (")
v
0 '-0I 0
0 0\I ,......, '-0
0
~ ,......, ,......,I 0\
0 1.()
,......, ,......,I ~ ,......,
0
00 ,......, I
,......,
0
00 ,......, 1\
1.()
,......,
G1rukran K apal (GT)
Gambar 6 Struktur annada rawai tun a yang berbasis di Bitung tahun 2010.
Secara garis besar proses operasi penangkapan rawai tuna adalah sebagai berikut. Setelah kapal mencapai daerah penangkapan maka pancing rawai akan di pasang yaitu pancing diturunkan di perairan daerah penangkapan, proses pelepasan rawai ke periaran disebut setting. Setelah setting selesai mesin kapal dimatikan, kapal dan alat tangkap akan hanyut mengikuti arah arus atau sering disebut drifting. Drifting berlangsung selama kurang lebih empat jam.
Saat drifting, biasanya tuna makan
umpan rawai. Selanjutnya rawai diangkat kembali ke atas kapal, proses penarikan rawai ke atas kapal disebut hauling. Gambar 7 menujukkan profil kapal rawai tuna yang saat ini banyak beroperasi di Samudera Pasifik dan berbasis di Bitung.
Gambar 7 Profil kapal rawai tuna 60 GT.
Umpan rawai tuna harus bersifat atraktif, misalnya sisik ikan mengkilat. Selain itu umpan rawai tuna harus tahan di dalam air, dan tulang punggung kuat. Jenis umpan yang digunakan umumnya ikan pelagis kecil , seperti lemuru (Sardinella sp.), layang (Oecopterus sp.), kembung (Rastrelliger sp.), bandeng (Chanos chanos) dan cumi-cumi (Loligo sp). lkan hasil tangkapan biasanya disimpan dalam bentuk segar (fresh) dan beku (frozen). Hal tersebut
terganiu n~
ikan di kapal. Pembongka:-a"'
dar. rujuan penangkapan dan fasilitas penyimpanan
"as ~
:a-:gkapan seharusnya dilakukan di pelabuhan
perikanan milik pemerintan. namu:. .j j 3;r.-"g banyak yang melakukan pembongkaran di luar PPS Bitung yaitu pengolah ikan.
d'da~·a;a ~c:-:
pe"Jsahaan panangkapan atau perusahaan
b. Laju Pancing (Hook Rate) HTS Hasil enumerasi terhadap kapal rawai tuna yang mendarat di PT. Bitung Mina Utama (BMU) dan PT. Nutrindo Freshfood lnt'l menunjukkan bahwa
pada bulan
pertengahan Mei-Oktober secara berturut-turut laju pancing (hook rate) ikan tuna adalah 50,4; 40,5, 46,8; 48,7; 56,9 dan 51 ,9 kg/1 00 mata pancing/tawur. Adapun laju pancing (hook rate) hasil tangkap sampingan (HTS} nya adalah 38,3; 9,6; 28,0; 11 ,2; 16,1 dan 14,3 kg/1 00 mata pancing (Tabel 3). Dari tabel 1 dapat diinformasikan juga bahwa perbandingan hasil tangkapan target (tuna) di banding HTS rawai tuna pada bulan Mei 2010 adalah 56,8% : 43,2 %, bulan Juni 2010 adalah 80,8% : 19,2 %; Juli 2010 adalah 62,54 % : 37,46 %. Pad a bulan Agustus 2010 perbandingannya adalah 81,28% : 18,72 %. Pada bulan September 2010 perbandingannya adalah 77,05% : 22,05% dan pada bulan Oktober 2010 adalah 78,39%: 21,61 %. Tabel 3 Laju pancing (hook rate) rawai tuna yang mendarat di PT. Nutrindo F.l. bulan Mei-Oktober 2010. Bulan
Jumlah Kapal
Jumlah Setting
Jumla .. Mata Pancing
Mei
1
36
43200
Juni
1
35
42000
Juli
1
36
43200
Agus
2
71
81300
Sept
2
72
72100
Okto
1
34
37200
Jumlah hasil tangkapan (KG) Tuna
HTS
21794 (56.8%) 17013 (80.8%) 20225 (62.5%) 39590 (81.3%) 41005 (77.9%) 19300 (78.4%)
16545 (43.2%) 4023 (19.2%) 12116 (37.5%) 9120 (18.7%) 11600 (22.1%) 5320 (21.6%)
Hook Rate (kg/100 mp/haul) Tuna
HTS
50.4
38.3
40.5
9.6
46 .8
28.0
48.7
11.2
56.9
16.1
51,9
14,3
c. Jenis lkan HTS Rawai Tuna Jumlah spesies HTS rawai tuna teridentifikasi selama penelitian bulan MeiOktober 2010 adalah sebanyak 16 spesies (Tabel 4). Pada bulan Mei jumlah HTS terbanyak adalah setuhuk ikan setuhuk hitam (Makaira indica) yaitu sebanyak 3385 kg (87 ekor), bulan Juni HTS terbanyak adalah ikan meka (Xipias gladius) yaitu 1719 kg (31 ekor), bulan Juli jumlah HTS terbanyak adalah ikan meka atau swordfish (Xiphias gladius) yaitu mencapai 2241 kg 46 ekor). Pada bulan Agustus jenis HTS yang
,..,
paling banyak tertangkap adalah setuhuk putih atau marlin sebanyak 1310 kg (22 ekor). Pada bulan September jenis ikan HTS yang banyak tertangkap adalah setuhuk hitam yaitu 2805 kg (51 ekor). Pada bulan Oktober HTS didominasi oleh setuhuk hitam yaitu 1230 kg (22 ekor).
Tabel 4 Jenis ikan spesies target (tuna) dan HTS rawai tuna hasil pengamatan bulan Mei-Oktober 2010 di PT. Nutrindo Freshfood lnt'l.
NO
Jenis ikan Ekor
A
2 B
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Spesies Target (Tuna) Madidihang I Yellowfin tuna Tunnuns a/bacares Tuna Mata Besar I Big Eye tuna Thunnus obesus
Hasil Tangkapan Per Bulan Mei Juni KG Ekor KG
-
21794
-
17013
437
15320
376
13159
162
6474
101
3854
16545
Spesies Nontarget (HTS) Meka/Swordfish Xipias g/adius Setuhuk hitam I Black marlin Makaira indica Setuhuk loreng I Indo Pacific blue marlin Makaira mazara Layaran/ Sailfish /stiophorus sp Setuhuk putih I Stripped marlin Tetrapturus audax Layaran tumbuk I Short bill spearfish Tetrapturus sp Cucut mako/Shortfin make /surus oxyrinchus Cucut lanyam/Silky shark Carcharhinus falciformis Cucut pahitan/Bigeyed thresher shark Aloias superci/iosus Cucut tikusan/Smalltooth thresher shark Aloias pelagicus Casper/Angel fish
4023
58
2620
31
1719
87
3885
16
708
1
63
12
424
3
132
49
2098
2
169
9
397
1
30
1
37
3
215
2
110
26
1744
2
118
3262
Lemadang I Common dolphinfish Delphinus de/phis Opah/Opah Lampris reguis Pari hantu /Manta ·rays Mobula japonica lkan setan (Gindara) /Escoler Lepidocybium sp. Penyu hijau Chelonia my_das
2
446
84 328
'
3
190
-
1168
1
11,3
40
-
582
Lanjutan Tabel4. Hasil Tangkapan Per Bulan NO
A
1
Jenis ikan
Agustus
Juli
Spesies Target {Tuna) Madidihang I Yellowfin tuna
September
Oktober
Ekor
KG
Ekor
KG
Ekor
KG
Ekor
KG
428
20225
826
39590
719
41005
379
19300
354
16720
655
31400
599
34140
269
13700
74
3505
171
8190
120
6865
110
5600
11600
-
5320
(Tunnus albacores)
2
Tuna Mata Besar I Big Eye tuna (Tunnus abesus)
B
1
9120
12116
Spesies Nontarget {HTS) Meka/Swordfish
46
2241
28
1248
40
2408
17
950
34
1986
19
1104
51
2805
22
1230
5
349
18
1008
22
1230
4
202
13
508
7
395
11
627
11
580
36
2016
22
1310
28
790
13
640
19
1290
8
445
8
406
0
0
1
51
13
890
8
445
2
109
1
44
5
466
7
433
5
231
6
305
3
189
1
54
3
114
22
1006
18
735
1
42
6
238
Xiphias gladius
2
Setuhuk hitam/Biack marlin Makaira indica
3
Setuhuk loreng /Indo Pacific blue marlin Makaira mazara
4
Layaran/Sailfish lstiopharus sp
5
Setuhuk putih/Stripped marlin Tetrapturus audax
6
Layaran tumbuk/Short bill spearfish Tetraptrus sp
7
Cucut mako/Shortfin mako lsurus oxyrinchus
8
Cucut lanyam/Silky shark Carcharhinus falciform is
9
Cucut pahitan/Bigeyed thresher shark Alopias superciliasus
10
Cucut tikusan/Smalltooth thresher shark Alapias pelagicus
11 12
Casper/Bawal Batu
980
Lemadang/Common dolphinfish
4
Delphinus de/ph is
13
Pari hantu/Manta ra ys
4
Mobula japonica
15
61
0
122
15
154
0
Opah/Opah Lampris reguis
14
446
lkan setan (Ginda ra) / Escoler
1003
Lepidocybium sp .
0
905 5
178 0 706
76
805 0
52
288 6
277 814
0
1
46 123
d. Ukuran lkan HTS. Hasil penelitian pertenga::ar. penelitian Mei-Oktober 20 10.
L!k~;an
.~J !i-Oktober
2010 tidak berbeda dengan hasil
Da";ar.g cagak (fork length-FL) beberapa spesies
ikan HTS yang dominan tertangi
~a.·.a ~J;'a
black marlin, meka atau swordfls"
Xw.fi..~es
diukur sepert halnya setuhuk hitam atau
aied}us·, dan ikan hiu tikusan atau thresher
shark (A/opias vulpinus). Ukuran FL ikan setuhuk hitam yang tertangkap antara 97-198 em dengan modus pada ukuran 141-160 em dan ukuran ikan pertama kali tertangkap (Le) 121-140 em. Ukuran FL ikan meka yang tertangkap antara 94-241 em dengan modus pada ukuran 161-180 em dan ukuran pertama kali tertangkap (Le) 141-160 em. Ukuran FL ikan eueut tikusan antara 96-190 em dengan modus pada ukuran 121-140 em dan ukuran pertama kali tertangkap (Le) 111-140 em. Gambar 8a, 8b dan 8e menyajikan sebaran ukuran dan kurva seleksi ikan setuhuk hitam, meka dan eueut tikusan yang tertangkap rawai tuna selama penelitian.
35 ~
0
30
~ 25 ~ 20 ..:.:
~ 15 .!!! 10 E
~
5 0
jp:,_~ I
0
0 ......
v
n~n-!
I I~
:I ~
I
I
I
0
0
......
""' .!t
IJ)
......
......
N
......
6
0 ......
N
E ::> ::.:: Q)
.=
I
0
......
......
N
.!t
.!t IJ)
.!t
""'
......
50 - --- -- ------- --
""'
0
co
n = 72
~
IR
!
100
n = 72
0 0 0
.-<
0
v
0 0
~);
0
N
.-<
I
0
.-<
.-<
0 0
N
.-<
"'
Lc
co ......
.-<
.:.
rj-J
0
0
00
.-<
.-<
FL (em)
FL (em)
Gambar 8a Sebaran ukuran dan kurva seleksi ikan setuhuk hitam yang tertangkap rawai tuna pertengahan di Samudera Pasifik Indonesia.
35
100 n = 68
30
0 25 ..:.: .!:!::!.
c
?i
20
E
~
~ 15 ~
5
0
50
-"'
.s:: .!!! 10
~
'-'-
I 1,1 Ill II II . II II I 0 0
N
v
......
0
0
......
6
'7 ""' ......
......
......
0
N
0
IJ)
......
.!t
""'...... FL (em)
0
co ......
.!t
IJ)
......
0 0
N
.!t
co ......
0 0
N 1\
0 0 0
...... v
'
~ .....
0 00
""'
<.0
0
0
......
""'...... .!t ;.
N
6 0
......
N
......
......
Lc
......
.!t ......
0 0
N
.!t
0 0
N
1\
00
......
FL (em)
Gambar 8b Sebaran ukuran dan KJr.·a se.eksi ikan meka yang tertangkap rawai tuna di Samudera Pas:~.;, ~ c:::rr: es l a .
100
10 ....
~
*'E
8
~
lij
::>
6
~
4
]
2
so ~ ---------
-"' ~
~
~
n =43
u...
0 0 0 0
N
ot
v
60
N
.-1
0
.-1 .-1
0
0
ID .-1
'7 .-1
..!!
.-1
.-1
ot
0
co .-1 ..!!
ID .-1
0 0
N
..!! co .-1
FL (em)
0 0
N A
0 0 ,....,
v
0
N
,....,
6
0 ,....,
'
~ ,.....
0 <.D
,...., ,....,' ,....,
~,..... "'" Lc
0
00
,...., ,....,'
<.D
,....,
0 0
0 0
'";'~
N A
,...., ,....,
00
FL (em)
Gambar Be Sebaran ukuran dan kurva seleksi ikan cucut tikusan yang tertangkap rawai tuna di Samudera Pasifik Indonesia.
5.2. Pukat Cincin (Purse Seine) a. Strutur Armada dan Performansi Teknologi Pukat Cincin Di Bitung Tidak ada perbedaan hasil penelitian mengenai strutur armada dan performansi teknologi pukat cincin antara penelitian sebelumnya dan penelitian pertengahan JuliOktober 2010. Pukat cincin (purse seine) adalah alat tangkap ikan berbenruk jaring yang di bagian bawahnya dipasang sejumlah cincin atau gelang besi. Perkembangan pukat cincin yang ditujukan untuk menangkap ikan tuna di Samudera Pasifik berkembang pesat. . Pukat cincin dioperasikan dengan cara melingkarkan jaring terhadap gerombolan ikan. Pelingkaran dilakukan dengan cepat, kemudian secepatnya menarik purse line di antara cincin-cincin yang ada, sehingga jaring akan membentuk seperti mangkuk. Kecepatan jaring membentuk mankuk harus tinggi diperlukan agar ikan tidak dapat
meloloskan diri. Setelah ikan terkurung dalam jaring yang telah
membentuk mangkuk, dilakukan pengambilan hasil tangkapan menggunakan serok atau penciduk. Gambar 9 menujukkan disain dan konstruksi umum pukat cincin untuk menangkap tuna.
998 m
' Pelampung Vinyl spoge Bentuk bulat 121. 30 em
'
'
I
"'= 1700
' Nylon R·tex 120
I I
Nylon R·tex 120
3.5 ..
3.5 ..
I
'
'
Nylon R-tex 120
I I I
3.5 ..
'
I
Nylon R·tex 120
I
2.0 ..
'
'
I
Nylon R-tex 120
3.5 ..
Nylon R-tex 120
3.5 ..
I I
Nylon R·tex 120
3.5 ..
I
l
136m
Pemberat Rantai baja bentuk elips 121. 15 em I = 1100 m
Ring baja bentuk lingkaran 121. 55 em N = 600 Disain dan konstruksi purse seine di KM. Mina Keneana 08 Digambar kembeli oleh : Anung (2008)
Gambar 9
Disain dan konstruksi umum purse seine yang dioperasikan di Samudera Pasifik dengan mengambil contoh milik KM. Mina Kencana 08 di Bitung (2010).
Pukat cincin tuna di Samudera Pasifik umumnya dioperasikan pada malam hari. Alat bantu penangkapan adalah berupa cahaya lampu dan rumpon. Karena modal yang dibutuhkan pada perikanan pukat cincin tuna sangat besar, maka pelaku usaha pada perikanan ini adalah perusahaan panangkapan skala besar. Saat ini sistem perikanan pukat cincin tuna yang saat berkembang di Bitung adalah dengan sistem 'pakef. Satu paket armada pukat cincin biasanya terdiri dari 3-4 kapal angkut (carrier
vessel), 1 kapal penangkap (catch vessel) dan 3-4 kapal lampu (light vessel). Gambar 10 Struktur armada
p~kat
cincin yang berjumlah 114 kapal dengan basis di Bitung
tahun 2010.
"'
-::.Z
-
-
-
~
-
0 0
:;;;,
"" M:::; :;;;,
-
"'
.;
Gam bar 10 Struktur a; c.::: ·:_
0 0
M II
-~~
~
::Jerbasis di Bitung tahun 2010.
Gambar 11 Profil kapal pukat cincin penangkap 90 GT.
Manajemen operasi penangkapan pukat cincin tuna yang berbasis di Bitung adalah sebagai berikut : kapal panangkap melakukan penangkapan dengan bantuan kapal lampu dan rumpon.
Hasil ikan yang tertangkap langsung ditampung kapal
penampung yang juga berfungsi sebagai kapal pengangkut. Gambar 11 menunjukkan profil kapal penangkap pada perikanan pukat cincin . Kapal penangkap melakukan operasi penangkapan setiap malam. Satu malam bisa melakukan penangkapan 1-2 kali penangkapan (tergantung jumlah kapal lampu dan rumpon) .
Satu kali trip kapal
penankap antara 60-90 hari, sedangkan kapal penampung bisa 7-10 hari. Perbekalan kapal penangkap selama operasi penangkapan disuplai oleh kapal penampung.
b. Tangkapan per Upaya (Catch per Unit Effort-CPU E) HTS
Hasil enumerasi terhadap kapal pukat cincin yang mendarat di PT. Bintang Mandiri Berasaudara (BMB) pertengahan bulan Mei-Oktober 2010 menunjukkan bahwa CPUE ikan target (cakalang, madidihang dan tuna mata besar) secara berturutan adalah 3142,0; 3188,; 5860,0; 5180,0; 5310,0 dan 6300 kg/hauling . CPUE hasil tangkap sampingan (HTS)-nya berturut-turut adalah 1150,3; 1155,4; 488,9; 321,1; 324,0 dan 479,0 kg/hauling.
1 abel
an
5 dapat diinformasikan juga bahwa
perbandingan hasil tangkapan targ ei (cakalang, madidihang dan tuna mata besar) dibanding HTS-nya adalah bulan Mei bulan Juli 92,3 % : 7,7 % ;
73 ,1 ~'o
bJ . a~ :.~ ... s: ... s
5,7% dan bulan Oktober 92,9 :: : 7. E:.
: 26,9 %; bulan Juni 73,4 % : 26,6 %;
94.2% : 5,8%; bulan September 94,3% :
Tabel 5 CPUE ikan targe Oktober 2010 di P Bulan
Jumlah Kapal Da ri Jurr a;; Angkut Mendarat Kapal Pena,;-ca:
Mei
6
3
Juni
3
2
Juli
6
3
Agus
12
5
Sept
11
3
Okto
5
2
a·
da:. r. 1S
pukat cincin hasil pengamatan bulan Mei'andiri Bersaudara (BMB).
__
an Hasil tangkapan (KG) YFT BET HTS
""
- ~-
S
1C3540 ---
36 3 67 31
27986 15,5% 18257 21,0% 36360 15,9% 69350 17,3% 56950 15,1%
439 ~ 335 0,4%
48314 26,9% 23108 26,6%
52.0% 154800 ~ ~ 67,7% 8,7% 7,7% 277400 ~ 23440 69,1% 7,8% 5,8% 271 350 27470 _1_!l1Q_ 71 ,9% 7,3% 5,8% 141050 ~ 16120 14840 67,1% 18,1% 7,7% 7,1%
CPUE (KG/Haul) Target HTS Total
3142,0 1150,3
4292 ,3
3188,3 1155.4
4343,7
5860,0
488,9
6348,9
5180,0
321' 1
5501 '1
5310,0
324,0
5634,0
6300,0
479,0
6779,0
Keterangan = SKJ adalah cakalang, YFT adalah madidihang, BET adalah tuna mata besar dan HTS adalah hasil tangkap sampingan (bycatch).
c. Jenis lkan HTS Pukat Cincin. Jenis dan komposisi jenis ikan HTS pukat cincin pertengahan Juli-Oktober 2010 adalat tidak berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya. Hasil pengamatan sedikitnya teridentifikasi 10 spesies HTS pukat cincin selama penelitian (Tabel 6). Dari 10 spesies terse but, spesies yang mendominasi adalah Seriola rivoliana (31 ,6 %). Selain itu, yang cukup banyak adalah jenis Oecapterus macarel/us.
Hasil wawancara pribadi dengan
nakoda kapal pukat cincin tuna mengindikasikan bahwa llumba-lumba atau dolphin sering tidak bisa dihindari dan ikut tertangkap, namun seluruh lumba-lumba yang tertangkap dilepas kembali dalam keadaan hidup. Tabel 6 Jenis (spesies) ikan HTS pukat cincin hasil pengamatan bulan Mei-Oktober 2010 di PT. Bintang Mandiri Bersaudara (BMB). No Spesies Persentase HTS 1 Amberjack (Seriola rivo/iana) 31,6 2 Mackerel scad (Decapterus macarellus) 18,3 3 Rainbow runner (E/agatis bipinnulata) 16.1 4 Drummer (Kyphosus cinerascens) 11,2 5 Mahimahi (Coryphaena hippurus) 7,1 6 Ocean triggerfish (Canthidermis acu/ates) 6,9 7 Silky shark (Carcharhinus falciform is) 3,4 8 Wahoo (Acanthocybium solandn) 2,2 9 Filefish (A/uterus monocerus) 2,1 10 Sergeant major (Abudefduf saxatilis 11 J
31
d. Ukuran lkan HTS.
Jenis ikan HTS pukat cincin tersebut di atas tidak dapat diukur karena umumnya hanya berupa cacatan logbook penangkapan yang dilaporkan oleh nakoda kepada manajemen perusahaan. lkan tuna jenis madidihang (Thunnus a/bacares) dan jenis tuna mata besar (Thunnus obesus) juga termasuk dalam katagori HTS. Kedua jenis tuna tersebut tertangkap sebagai ikan muda Uuvenile) yang ukurannya di bawah ukuran target. Tabel 7 menyajikan Distribusi frekuensi panjang (FL) bulan Mei-Oktober tahun 2010 ikan madidihang yang tertangkap pukat cincin di Samudera Pasifik Indonesia yang didaratkan di Bitung.
Tabel 7 Distribusi frekuensi panjang (FL) bulan Mei-Oktober tahun 201 ikan madidihang yang tertangkap pukat cincin di Samudera Pasifik Indonesia yang didaratkan di Bitung.
Mei
Frekuensi (ekor) per bulam Juni Juli Agustus September
:::; 15 16-25 26-35 36-45 46-55 56-65 66-75 76-85
0 18 52 135 75 107 58 0
0 16 91 136 163 70 11 0
0 6 46 76 112 82 27 7
0 12 48 75 135 106 58 25
6 11 58 117 192 121 57 18
4 7 36 127 142 98 54 8
Jumlah
445
487
356
459
580
476
FL (CM)
?fl. .X
~
LL
35 30 25 20 15 10 5 0
-
~ _::.:::
~
u..
l ( ) l ( ) l ( ) l ( ) l ( ) l()l()J..I") ..-NC")"<:tl()
VI
c1> c1> ("') c1> "<:t c1> c1> c1> c1> ..-- N l() <0 1'Ukuran FL (CI••
Oktober
35 30 25 20 15 10 5 0 l()l()J..I")l()l()l()J..I")l() ..-NC")"<:tl()
VI
I
I
I
~ ~ ~ ~
I
I
ffS $
Ukuran FL (CM)
I
~
35 35 Juli 2010 30 ~ (n =356)
25
25
e:. ..::.::
~ 20 ~ 15 LL
~
~
u..
20 15 10
10
5
5
0
Agustus 2010 (n =459)
30
1
0
+-----."~
L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')
L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')
..-NM"<:tLn
VI~~~~~~~
VI
..--NM"<:tl{')CDI"-00
Ukuran FL (CM)
Ukuran FL (CM)
35 30
35 30
25
25
cf?.
20
..::.:: ~
15
u..
~
1
Okto 2010
1(n =4
20
~ 15
LL
10
10
5
5
0,....,....
0
L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')
L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')L{')
..--NM"<:tl{')CDI"-00
..-NM-.::tLn
VI
clJ clJ clJ clJ clJ clJ clJ C'0 -.::t L{') <0 1'-
VI
...- N
..-- N
Ukuran FL (CM)
Ukuran FL (CM)
Gambar 12
clJ clJ clJ clJ clJ clJ clJ C'0 -.::t L{') <0 1'-
...- N
Distribusi ukuran panjang cagak (FL) dan ukuran pertama kali tertangkap (Lc) ikan madidihang oleh alat tangkap pukat cincin (purse seine-PS) yang didaratkan di PT. BMB-Bitung bulan Mei-Oktober 2010.
Ukuran madidihang yang tertangkap pukat cincin tuna di Samudera Pasifik Indonesia sebagaimana disajikan pada Gambar 12 mempunyai modus ukuran 45-56 em bahkan pada bulan Mei 2010 mempunyai modus ukuran 35-46 em. Sementara ukuran pertama kali dewasa ikan madidihang terkrcil ukuran 90 em. Dengan demikian ikan madidihang yang tertangkap pukat cincin tuna di perairan Samudera Pasifik Indonesia merukapak ikan muda
~.JvenileJ.
mempunyai nilai ekonomis, yai maka ikan tuna muda yang terta"',g-
Karena ikan tuna muda tersebut tetap
anan baku pada pabrik pengalengan tuna, ::: 1~ a:
cincin tuna lebih tepat disebut byproduct. a·ena ikan madidihang yang tertangkap
'6UfL{SfjJBIIO !S!PUO~ leda~Jadwaw
ue!~!wap
ue6uao
'!PefJal 4eUJad
~eP!l uaWl!nJ~aJ
uep 4ef1uwaw 4euJad wn1aq
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Sementara Dari uraian di atas untuk sementara dapat disimpulkan bahwa : a. Jumlah hasil tagkap sampingan (HTS) rawai tuna pertengahan bulan Mei-Oktober 2010 rata-rata mencapai dari
24,96 % dari total tangkapan. Ada pun pad a alat
tangkap pukat cincin tuna jumlah HTS-nya adalah 6,575 %. b. Jenis hasil tangkapan sampingan (HTS) rawai tuna teridentifikasi sebanyak 15 spesies ikan yang didominasi oleh ikan setuhuk hitam atau black marlin dan 1 spesies penyu hijau yang tertangkap dalam keadaan hidup dan dilepas kembali ke Iaut. Ada pun pad a pukat cincin teridentifikasi sebanyak 10 jenis ikan HTS yang didominasi oleh jenis amberjack (Seriola rivoliana).
Selain itu tertangkap juga
lumba-lumba dan dilepas kembali dalam keadaan hidup. c. Jenis ikan madidihang dan tuna mata besar pada perikanan pukat cincin tertangkap pada stadium juvenil dengan ukuran lebih kecil dari ukuran pertama kali dewasa/memijah atau length of first matured (Lm). lkan-kan tuna muda tersebut dimanfaatkan dan mempunyai nilai ekonomis dalam memasok industri pengalengan ikan (fish cannary), maka tertangkapnya ikan tuna muda pada perikanan pukat ciincin tuna dapat digolongkan sebagi byproduct.
6.2.
Saran Dari kesimpulan di atas, yang perlu mendapat perhatian serius adalah HTS berupa ikan target yang berukuran di dawah ukuran yang diinginkan. Pada perikanan pukat cincin adalah hasil tangkapan madidihang dan tuna mata besar. Disarankan agar jumlah pukat cincin yang beroperasi harus di kendalikan dengan cara tidak menambah jumlah armada.
DAFT AR PUSTAKA Au, D.W. 1991. Polyspecific nature of tuna schools: Shark, dolphin, and seabird associates. Fish. Bull. NOAA-NMFS 89: 343-354. Campagna. L.J.V.,1999. The Living Marine Resource of the Western Central Pacific Vol. 3 FAO. Rome. p.1398-1529. Hampton, J. 1994. A review of tuna fishery interaction issues in the western and central Pacific Ocean. In: Shomura, R.S., J. Majkowski and S. Langi (eds.). Interactions of Pacific tuna fisheries. Proceedings of the First FAO Expert Consultation on Interactions of Pacific Tuna Fisheries, 3-11 December 1991 , Noumea, New Caledonia. Vol. 1: Summary report and papers on interaction. FAO Fish. Tech. Pap. (336/1): 138-157. Sainsbury, K.J. , P.J. Kailola and G.G.Leyland (1985). Continental Shelf Fishes of Nothern and North-Western Australia. CSIRO Division of Fisheries ResearchCanbera-Autralia. 375 p. Siriraksopon, S. , et.al. , (2004). Standard Operation Procedures for MV. Seafdec 2. Researh Division. Southern Asian Fisheries Development Center, Training Departmen. Samut Prakarn-Thailand. 93 p. Sparre, Per and S.C. Venema ,(1998). Introduction to Tropical Fish Stock Assessment -Part 1 and 2. FAO Fish.Tech.Paper No.306/2.Rev.2. FAO. Sepkoski, Jack (2002). "A compendium of fossil marine animal genera". Bulletins of American Paleontology 364: 560. Safina (1996). Xiphias gladius. 2006. IUCN Red List of Threatened Species. IUCN 2006. www.i.ucnredlist. org. Retrieved on 12 May 2006. Michael Hopkin (2005): Swordfish heat their eyes for better vision Nature, 10 January 2005 Fritsches, Kerstin A. , Bril l, Richard W., and Warrant, Eric J. (2005): Warm Eyes Provide Superior Vision in Swordfishes Current Biology 15, 55-58 Froese, Rainer, and Daniel Pauly, eels. 2005). "Xiphias gladius" in Fish Base. 10 2005 version . Budker, Paul (1971). The Life of Sna 297003070. Allen, Thomas B.(1999). The Sna 55821-582-4.
on: Weidenfeld and Nicolson. SBN
ew York: The Lyons Press. ISBN 1-
Hamlett, W. C. (1999). Sharks s .-e.~ss a ~::· ::;ays: The Bio/ogyofE/asmobranch Fishes. Johns Hopk;"s v - • e-sr:-, :>ess. ISBN 0-8018-6048-2 . Castro, Jose (1983). The Sha,..r.rs _: A&M University Press S3 Stevens, John D. (1987). Sharks. 858052-49-4.
~ e .·~
...merican Waters. College Station: Texas 96-143-3. York: NY Facts on File Publications. ISBN 1-
Pough, F. H.; Janis, C. M. & helser, J. B. (201 0). Vertebrate Life. 7th Ed .. New Jersey: Pearson Ed ucation Ltd .. ISBN 0-13-127836-3. Archer, F. , Gerrodette, T., Chivers, S., Jackson, A. 2004. "Annual estimates of the unobserved incidental kill of pantropical spotted dolphin (Stenella attenuate attenuate) calves in the tuna purse-seine fishery of the eastern tropical Pacific. " Fishery Bulletin 102 (Apr.): 233-244. Bayliff, W.H. , Moreno, J.l., Majkowski, J. , eds. 2005. Second Meeting of the Technical Advisory Committee of the FAO Project "Management of Tuna Fishing Capacity: Conservation and Socio-economics". Madrid, Spain, 15-18 March 2004. FAO Fisheries Proceedings No. 2. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Beverly, Steve, Chapman, Lindsay. 2007. Interactions between Sea Turtles and Pelagic Longline Fisheries. Western and Central Pacific Fisheries Commission, Scientific Committee, third Regular Session, 13-24 August 2007, Honolulu. Information Paper WCPFC-SC3-EB SWG/IP-01 . Palikir, Federated States of Micronesia: Western and Central Pacific Fisheries Commission. Brothers Nigel P., Cooper, John, Lokkeborg, Svein. 1999. The Incidental Catch of Seabirds by Longline Fisheries: Worldwide Review and Technical Guidelines for Mitigation. FAO Fisheries Circular No. 937. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Brothers, Nigel, Chaffey, David, Reid, Tim. 2000. Performance Assessment and Performance Improvement of Two Underwater Line Setting Devices for Avoidance of Seabird Interactions in Pelagic Lonline Fisheries. ARF Project R2000/0469. Canberra: Australian Fisheries Management Authority and Environment Australia. Edwards, E.F. 2006. "Duration of unassisted swimming activity for spotted dolphin (Stenella attenuata) calves: implications for mother-calf separation during tuna purse-seine sets. " Fishery Bulletin 104: 125-135.
37
Environmental Law Institute. 28:: - :.e S:::~... s and Character of In-Lieu Fee Mitigation in the United States :. as~ ~g:·:r J .C.: Environmental Law Institute. FAO. In Press. FAO Techn:ca. 2~ ::e. ~es for Responsible Fisheries. Reducing Sea Turtle Interactions a"8 '.'o:-:a.. ty in Marine Capture Fisheries. ISSN 1020 5292. Rome: Fooc and .=':.oricu;ture Organization of the United Nations. FAO. 2007. The State o' ' ·
- isneries and Aquaculture 2006. Rome: Food and f .... e United Nations.
FAO. 2005. Discards in e v.'orld's Marine Fisheries: An Update. FAO Fisheries Technical Paper . 470. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. FAO. 1999a. International Plan of Action for Reducing Incidental Catch of Seabirds in Longline Fisheries. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. FAO. 1999b. International Plan of Action for the Conservation and Management of Sharks.Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Fitzgerald, S.M. , T. Smith, J. Smoker. 2004. "Implementation before regulation: Coordinated efforts to proactively reduce freezer longline seabird bycatch in Alaskan waters." In Proceedings of the Thirty-first Annual Meeting of the Pacific Seabird Group. La Paz, Mexico, 21-25 January 2004, 45. Pacific Seabird Group. Forney, K.A. 2004. Estimates of Cetacean Mortality and Injury in Two U.S. Pacific Longline Fisheries, 1994-2002. Southwest Fisheries Science Center Administrative Report LJ-04-07. La Jolla, USA: U.S. National Marine Fisheries Service. Fowler S, Cavanagh R, Camhi M, Burgess G, Cailliet G, Fordham S, Simpfendorfer C, Musick J., eds. 2005. Sharks, Rays and Chimaeras: The Status of the Chondrichthyan Fishes. Gland, Switzerland: The World Conservation Union. Gales, Rosemary. 1998. "Albatross populations: Status and threats." In Albatross Biology and Conservation, ed. Graham Robertson and Rosemary Gales, 2045. Chipping Norton, Australia: Surrey Beatty and Sons. Gilman, Eric, Chris Boggs, Nigel Brothers. 2003. "Performance assessment of an underwater setting chute to mitigate seabird bycatch in the Hawaii pelagic long line tuna fishery. " Ocean and Coastal Management 46: 985-1010. Gilman, Eric, Nigel Brothers, Donald Kobayashi. 2005. "Principles and approaches to abate seabird bycatch in longline fisheries." Fish and Fisheries 6: 35-49.
38
Gilman, Eric, Nigel Brothe'"S :.:- ~:i K~c-·G:: . ::s- 2007a. "Comparison of the efficacy of three seabird :) :c::- ::.v ~: i::.;-; :e methods in Hawaii pelagic long line fisheries. " Fisr.e:""es 3: e,;i:.e / 3: 2·~8-21 0. Gilman, Eric, Nigel Brot'.e"S :;e-:~ Mc?-:erson, Paul Dalzell. 2006a. "Review of cetacean interac::-s ,•, :.- :::~g 1; ne gear." Journal of Cetacean Research and Managemen Gilman, Eric, Shelley Cl a:~e 1.::;e' 3rothers, Joanna Alfaro-Shigueto, John Mandelman, Jeff Mangel. Sa.":a~.:!'la ?eterson Susanna Piovano, Nicola Thomson, Paul Dalzell, MigJe. Jaroso, Meidad Goren, Tim Werner. 2008. "Shark interactions in De.agic long line fisheries." Marine Policy 32: 1-18. 10 Gilman, Eric, Paul Dalzell, Sean Martin. 2006b. "Fleet communication to abate fisheries bycatch ." Marine Policy 30(Jul.): 360-366. Gilman, Eric, Donald Kobayashi, Thomas Swenarton, Nigel Brothers, Paul Dalzell, Irene Kinan. 2007c. "Reducing sea turtle interactions in the Hawaii-based longline swordfish fishery." Biological Conservation 139(Sept.): 19-28. Gilman, Eric, Donald Kobayashi. 2008. Reducing Seabird Bycatch in the Hawaii Longline Tuna Fishery. Honolulu: National Marine Fisheries Service, Pacific Islands Regional Office. Gilman, Eric, Thomas Moth-Paulsen, Gabriella Bianchi. 2007b. Review of Measures Taken by Inter-Governmental Organizations to Address Problematic Sea Turtle and Seabird Interactions in Marine Capture Fisheries. Fisheries Circluar No. 1025, ISSN 0429-0329. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Gilman, Eric, Erica Zollett, Steve Beverly, Hideki Nakano, Daisuke Shiode, Kim Davis, Paul Dalzell, Irene Kinan. 2006c. "Reducing sea turtle bycatch in pelagic longline gear. " Fish and Fisheries 7: 2-23. Hall, Martin A., Alverson, D.L., Metuzals, K.l. 2000. "By-catch: problems and solutions." Marine Pollution Bulletin 41: 204-219. Hall, Martin A. 1998. "An ecological view of the tuna-dolphin problem: impacts and trade-offs." Reviews in Fish Biology and Fisheries 8(Mar.): 1-34. Hyrenbach, K.David, Forney, Karin A., Dayton, Paul K. 2000. "Marine protected areas and ocean basin management." Aquatic Conservation: Marine and Freshwater Ecosystems 10: 437-458. IATTC. 2007a. Agreement on the International Dolphin Conservation Program. Executive Report on fr:e Functioning of the AIDCP in 2006. La Jolla, U.S.A.: Inter-American Trooica. Tuna Commission.
39
IATTC. 2007b. Ag reemert G;- :.-s ntsm a~on a l Dolphin Conservation Program (as amended October 2::- ln:er-American Tropical Tuna Commission, La Jolla, U.S.A. ICCAT. 2007. Report m ~e Spain Februa Conservatio- _:
e Sub-Committee on Ecosystems, Madrid, Madrid: International Commission for the
IUCN and Western Pacific Regional Fishery Management Council. 2008. Sustainable Tuna Roundtable, 2008 Meeting Report. April 21 , 2008, Manos Conference Center, Brussels. Gland, Switzerland and Honolulu, U. S.A.: International Union for the Conservation of Nature and Western Pacific Regional Fishery Management Council. Johnston RJ , Wessells C, Donath H, Asche F. 2001. "A contingent choice analysis of ecolabeled seafood : Comparing consumer preferences in the United States and Norway." J. Agr. and Resour. Econ. 26: 20-39. Lack, M. 2007. Catching On? Trade-related Measures as a Fisheries Management Tool. Cambridge, UK: TRAFFIC International. Largacha, E. , Parrales, M., Rendon, L. , Velasquez, V., Orozco, M., Hall, M. 2005. Working with the Ecuadorian Fishing Community to Reduce the Mortality of Sea Turtles in Longlines: The First Year March 2004 - March 2005. Honolulu: Western Pacific Regional Fishery Management Council. Lutz P.L. , Musick J.A., eds. 1997. The Biology of Sea Turtles. Boca Raton: CRC Press. Majkowski, J. 2007. Global Fishery Resources of Tuna and Tuna-like Species. FAO Fisheries Technical Paper 483. Rome: Food and Agriculture Organization of the United Nations. Molina, A. , Ariz, J., Palleres, P. , Molina, R., Deniz, S. 2005. Project on New FAD Designs to Avoid Entanglement of By-Catch Species, Mainly Sea Turtles and Acoustic Selectivity in the Spanish Purse Seine Fishery in the Indian Ocean. 151 Meeting of the Scientific Committee of the Western and Central Pacific Fisheries Commission, 8-19 August 2005, Noumea, New Caledonia. Fishing Technology Working Paper 2, Scientific Committee. Palikir, Federated States of Micronesia: Western and Central Pacific Fisheries Commission. Molony, Brent. 2005. Estimates of the Mortality of Non-Target Species with an Initial Focus on Seabirds, Turtles and Sharks. WCPFC-SC1 EB WP-1. 1st
40
Meeting of the Scientific Comminee of the Western and Central Pacific Fisheries Commission, ',VCPFC-SC1 , Noumea, New Caledonia, 8-19 August 2005. Palikir, Federated States of Micronesia: Western and Central Pacific Fisheries Commission. Mooney, T., Nachtigal!, P., Pacini, A. , Breese, M. 2008. "Acoustic deterrents reduce false killer whale (?seudorca crassidens) echolocation abilities but only so much. " In Proceedings of the Fourth International Fishers Forum, November 12-14 2007, Puntarenas, Costa Rica, ed. Eric Gilman, 55-62. Honolulu: Western Pacific Regional Fishery Management Council. Myers, R.A. , Baum, J.K. , Shepherd, T.D., Powers, S.P., Peterson, C.H., 2007. "Cascad ing effects of the loss of apex predatory sharks from a coastal ocean ." Science 315(Mar.): 1846-1850. Nelson, P. 2007. Response of Yellowfin Tuna to Different Sorting Grids for Reducing Juvenile Bycatch. Eureka, USA: Sea Grant Extension California. Romanov, E. 2002. "Bycatch in the tuna purse-seine fisheries of the western Indian Ocean." Fishery Bulletin 100: 90-105. Rosenberg, A. A. 2003. "Managing to the margins: the overexploitation of fisheries." Frontiers in Ecology and the Environment 1(Mar.): 102-106. Safina, C., Klinger, D. 2008. "Collapse of bluefin tuna in the Western Atlantic." Conservation Biology 22(Apr.): 243-246. Safina, Carl. 2001. "Tuna Conservation." In Tuna Ecological Physiology and Evolution, ed. B. A. Block and D. Stevens, 413-459. San Diego: Academic Press. Secretariat of the Pacific Community. 2006. Preliminary Review of the Western and Central Pacific Ocean Purse Seine Fishery. Prepared for the Internal Meeting of Pacific Island Parties to the South Pacific Regional U.S. Multilateral Treaty, March 6-8, Honolulu, Hawaii. Noumea, New Caledonia: Secretariat of the Pacific Community. Stoner, A., Kaimmer, S. In Press. "Reducing elasmobranch bycatch: Laboratory investigation of rare earth metal and magnetic deterrents with spiny dogfish and Pacific halibut." Fisheries Research. Ward, P., Lawrence, E., Darbyshire, R. , Hindman, S. 2007. Large-scale Experiment Shows that Banning Wire Leaders Helps Pelagic Sharks and Longline Fisheries. Working Paper 5. Western and Central Pacific Fisheries Commission, Scientific Committee Third Regular Session, 13-24 August
2007, Honolulu.
:Ja~~:::.e
Central Pacific Fis"'e"'es Weimerskirch H, Catard A, :J r n"a: chinned petrels Antarctica." Bioloaica
=a-~e·ated
c::~lrr ::
States of Micronesia: Western and
SSIOn.
erel Y, Croxall JP. 1999. "Foraging whiteaequinoctialis at risk: from the tropics to servation 86 (Feb.): 273-275.
42