BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Ikan berparuh (Istioporidae dan Xiphiidae) merupakan hasil tangkapan kedua terbesar setelah tuna, dimana terkadang tidak tercatat dengan baik di logbook (Cramer et al., 1998). Hampir 90% ikan berparuh yang di daratkan di dunia merupakan hasil tangkap sampingan dari perikanan rawai tuna (Prager et al., 1995; Amande et al., 2008, 2010; Chapman, 2001; Cramer dan Adams, 1999; Campbell dan Tuck, 1998). Ikan pedang (Xiphias gladius) merupakan satu – satunya spesies dari famili Xiphiidae yang telah menjadi obyek eksploitasi di Samudera Pasifik (Brodziak dan Ishimura, 2010), Atlantik, dan Laut Mediterania (Tserpes dan Tsimenides, 1995). Di Samudera Hindia, eksploitasi ikan pedang, dimulai sejak tahun 1950-an oleh armada Jepang dan didominasi oleh armada Taiwan pada tahun 1990-an (IOTC, 2009) sedangkan Indonesia mulai pada tahun 1983 semenjak diperkenalkannya deep tuna longline (Sadiyah et al., 2011). Hasil tangkapan ikan pedang di Samudera Hindia terus meningkat, dari kurang 10.000 ton pada awal tahun 1990 dan mencapai puncaknya pada tahun 1998, yakni 35.000 ton (Wang dan Nishida, 2010). Kontribusi ikan pedang terhadap perikanan tuna di Indonesia cukup signifikan yakni sekitar 5%, dengan produksi rata – rata mencapai 1.600 ton pada kurun waktu 2004 – 2007 (Mahiswara dan Prisantoso, 2009).
1
2
Seiring dengan tingkat eksploitasi yang terus meningkat, sumberdaya ikan pedang di Samudera Hindia terus menurun, indikatornya adalah penurunan CPUE (Catch per Unit of Effort) secara global dari tahun ke tahun dengan tingkat laju eksploitasi sudah mencapai padat tangkap (optimum) (IOTC, 2009). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa jumlah penangkapan sudah mendekati nilai maksimum tangkapan lestarinya (MSY) yakni antara 29.900 – 34.200 ton (IOTC, 2013). Untuk menghindari adanya penangkapan yang berlebih maka dibutuhkan upaya penelitian kajian stok untuk mengetahui tingkat laju eksploitasi yang aman, sehingga sumberdaya ikan pedang dapat dimanfaatkan secara berkelanjutan. Kajian stok tak terlepas dari aspek biologi yaitu sumberdaya ikan yang menjadi target penangkapan, aspek sumberdaya yang mendukung keberhasilan operasi penangkapan, aspek teknis seperti alat tangkap, aspek sosial yaitu yang berkaitan dengan tenaga kerja, maupun aspek ekonomi. Aspek biologi memegang peranan penting dalam kajian stok, yakni perubahan (dinamika) yang terjadi pada populasi ikan pedang yang dipengaruhi oleh pertumbuhan dan rekrutmen (pertambahan
stok/biomassa),
serta
mortalitas
alami
dan
penangkapan
(pengurangan stok/biomassa). Kajian stok ikan pedang dapat dilakukan dengan berbagai pendekatan, salah satunya adalah menggunakan informasi aspek morfometrik, seperti data frekuensi panjang ikan tertangkap, dapat digunakan sebagai dasar manajemen pengelolaan perikanan (Herrera dan Pierre, 2011; Neilson et al., 2006). Metode atau model yang berbasis dari data tersebut adalah FISAT (FAO/ICLARM Stock Assessment Tools) (Gayanilo et al., 2005), COMPLEAT ELEFAN (Electronic Length
3
Frequency Analysis) (Gayanilo dan Pauly, 1989), dan LFSA (Length based Fish Stock Assessment) (Sparre dan Venema, 1999). Data frekuensi panjang dipilih karena data tersebut paling mudah didapatkan dibandingkan data pengukuran jaringan keras (sisik, otolith, sirip dan tulang belakang) maupun tagging. Akan tetapi pada ikan berparuh, khususnya ikan pedang, untuk memperoleh data frekuensi panjang standar relatif sulit karena hasil tangkapan langsung diproses di laut, yaitu kepala, sirip, isi perut dibuang sehingga pengukuran hanya dapat dilakukan mulai dari panjang dari pangkal sirip dada ke ujung lekukan tengah sirip ekor (pectoral fork length) sedangkan ukuran standar yang digunakan dalam kajian stok sesuai standarisasi IOTC adalah panjang dari ujung rahang bawah ke ujung lekukan tengah sirip ekor (lower jaw fork length). Perbedaan pengukuran ini menimbulkan interpretasi data yang berbeda antara panjang utuh dengan panjang setelah diproses, sehingga dibutuhkan persamaan empiris untuk konversi ukuran diantaranya (Prager et al., 1995). Persamaan empiris tersebut dapat dihasilkan dari data pengukuran rutin pada beberapa aspek morfometrik terhadap setiap sampel ikan. Penelitian – penelitian mengenai aspek morfometrik khususnya mengenai hubungan antara beberapa pengukuran panjang telah dikemukakan oleh Uchiyama dan Kazama (2003) di Kepulauan Hawaii, Su et al. (2005) di pesisir dan lepas pantai Taiwan, dan beberapa lainnya di Samudera Atlantik (Lenarz dan Nakamura, 1974); Prince dan Lee, 1989; Lee dan Prince, 1990). Penelitian mengenai pendugaan umur dan pertumbuhan sebagian besar berasal dari Atlantik (Ehrhardt, 1992; Ehrhardt et al., 1996; Arocha et al., 2003), Pasifik (Sun et al.,
4
2009; 2010; Cerna, 2008) dan perairan Laut Mediterranea (Tserpes dan Tsimenides, 1995; Aliçli dan Oray, 2001; Valeiras et al., 2008). Akan tetapi penelitian tentang ikan pedang yang berasal dari Samudera Hindia masih terbatas, hal ini disebabkan sebagian besar negara yang berbatasan dengan Samudera Hindia merupakan negara berkembang sehingga keterbatasan dana penelitian menjadi isu yang utama. Oleh sebab itu perlu adanya upaya penelitian tentang aspek biologi seperti: umur dan pertumbuhan, mortalitas, laju eksploitasi. Hasil penelitian diharapkan akan memberikan gambaran mengenai dinamika populasi ikan pedang di perairan Samudera Hindia sehingga dapat dijadikan dasar dalam kajian dinamika stok ikan pedang sehingga sumberdaya ikan tersebut dapat terus dimanfaatkan sesuai dengan potensi lestarinya. 1.2. Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah: a) Bagaimanakah model/persamaan empiris untuk konversi dari ukuran panjang tidak standar (PFL dan EFL) ke panjang standar (LJFL) dan signifikansinya terhadap jenis kelamin? b) Bagaimanakah umur (t0) dan laju pertumbuhan (K) ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia? c) Berapakah nilai laju mortalitas alami (M) dan mortalitas akibat penangkapan (F) ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia? d) Bagaimanakah laju eksploitasi perikanan ikan pedang di Samudera Hindia?
5
1.3. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Membuat model/persamaan empiris untuk konversi dari ukuran panjang tidak standar (PFL dan EFL) ke panjang standar (LJFL) dan signifikansinya terhadap jenis kelamin. 2. Menentukan nilai estimasi umur (t0) dan laju pertumbuhan (K) 3. Menentukan nilai mortalitas alami (M) dan mortalitas akibat penangkapan (F). 4. Menduga laju eksploitasi (E) ikan pedang yang tertangkap oleh armada rawai tuna di Samudera Hindia. 1.4. Manfaat Penelitian Membuat model/persamaan empiris untuk konversi dari ukuran panjang tidak standar (PFL dan EFL) ke panjang standar (LJFL) dapat digunakan untuk melakukan standarisasi dari berbagai macam ukuran panjang ikan pedang yang ada. Selain itu, informasi mengenai parameter – parameter dinamika populasi seperti umur dan pertumbuhan, mortalitas serta laju eksploitasi dapat digunakan sebagai dasar manajemen pengelolaan perikanan salah satu diantaranya adalah penentuan status stok ikan pedang berdasarkan metode – metode ataupun model – model pengkajian stok yang berbasis data tersebut.