JENIS DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN HASIL TANGKAPAN NON-TARGET SPECIES PADA PURSE SEINE DI MUNCAR, BANYUWANGI
RATNA PURBONINGRUM
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PERNYATAAN MENGENAI 6.5,36, DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Jenis dan Distribusi Ukuran Ikan Hasil Tangkap Non-Target Species pada Purse Seine di Muncar, Banyuwangi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Oktober 2016 Ratna Purboningrum NIM C44120007
ABSTRAK RATNA PURBONINGRUM. Jenis dan Distribusi Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Non-Target Species pada Purse Seine di Muncar, Banyuwangi. Dibimbing oleh MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR dan RONNY IRAWAN WAHJU. Muncar merupakan penghasil ikan lemuru (Sardinella lemuru) terbesar di Banyuwangi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jumlah, jenis, dan distribusi ukuran ikan hasil tangkapan pukat cincin (purse seine). Pengambilan sampel hasil tangkapan dilakukan selama 10 hari. Pengambilan sampel hasil tangkapan dilakukan secara acak dari palka kapal sebanyak 11-12 kg dari total hasil tangkapan per kapal. Selanjutnya ikan sampling diidentifikasi berdasarkan jenisnya, kemudian dilakukan penimbangan dan pengukuran panjang cagak per ekornya. Hasil tangkapan utama purse seine adalah lemuru (Sardinella lemuru) sebanyak 77,83% dengan ukuran dominan 14-15 cm. Adapun hasil tangkap sampingan yaitu layang (Decapterus ruselli) dengan ukuran dominan 19-20,5 cm, dan slengseng (Scomber australasicus) dengan ukuran dominan 23-25 cm, masing-masing sebanyak 13,77% dan 8,40%. Ikan yang memiliki kemiripan karakteristik dengan ikan lemuru berdasarkan panjang dan bobot ikan adalah ikan layang. Kata kunci: hasil tangkap sampingan, pukat cincin, distribusi ukuran dan jenis, Lemuru, Muncar
ABSTRACT RATNA PURBONINGRUM. Species and Size Distribution of Non-Target Species Purse Seine in Muncar, Banyuwangi. Supervised by MOKHAMAD DAHRI ISKANDAR and RONNY IRAWAN WAHJU. Muncar is the largest area in producing of sardine (Sardinella lemuru) in Banyuwangi. The objectives of this research are to identify the number of species, and size distribution of fish catch by purse seine. The sampling was conducted for 10 days. Around 11-12 kg of total number of catch was collected from hold of vessel. Then, the sample were identified based on its species, afterwards its weight and fork length were measured. The target catch of purse seine was sardine (Sardinella lemuru) which comprises 77.83% with a dominant size of 14-15 cm. Meanwhile, the bycatch were scad mackerel (Decapterus ruselli) with a dominant size range of 19-20.5 cm, and slimy mackerel (Scomber australasicus) with a dominant size range of 23-25 cm, comprising 13.77% and 8.40%, respectively. Fish with similar characteristics with sardine in the length and weight parameters was scad mackerel. Keywords: bycatch, purse seine, size distribution and species, sardine, Muncar
JENIS DAN DISTRIBUSI UKURAN IKAN HASIL TANGKAPAN NON-TARGET SPECIES PADA PURSE SEINE DI MUNCAR, BANYUWANGI
RATNA PURBONINGRUM
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas segala Rahmat dan karuniaNya, penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jenis dan Distribusi Ukuran Ikan Hasil Tangkapan Non-Target Species pada Purse Seine di Muncar, Banyuwangi”. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana perikanan, pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terimaksih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini, terutama kepada : 1. Ir Mokhamad Dahri Iskandar, MSi selaku pembimbing pertama dan Dr Ir Ronny Irawan Wahju, MPhil selaku pembimbing kedua atas bimbingan serta arahan yang telah diberikan kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. 2. Dr Ir Wazir Mawardi, MSi selaku dosen penguji tamu atas saran dan arahannya. 3. Dr Mochammad Riyanto, SPi MSi selaku komisi pendidikan Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan atas saran dan arahannya. 4. Dosen dan staf Tata Usaha Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan yang telah membantu dan memberikan saran. 5. Orang tua tercinta, Bapak Suhadak dan Mamak Sulastri atas do’a, kasih sayang, serta pengorbanannya selama ini. 6. Sri Wahyuni, Ulfa Ayu Azizah, Denta Tirtana, Dinda Ayu Lestari, Riris Nurkayah dan seluruh keluarga PSP 49 atas kebersamaannya selama ini. 7. Keluarga besar PAD Bojonegoro (49), Resimen Mahasiswa Mahawarman IPB, Paskibra Menwa IPB yang selalu memberi semangat dan sarannya. Penulis berharap semoga penelitian ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Bogor, Oktober 2016 Ratna Purboningrum
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Penelitian Terdahulu
2
Perumusan Masalah
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
METODE
3
Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
3
Metode Penelitian
3
Bahan
4
Alat
4
Analisis Data
4
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Pembahasan SIMPULAN DAN SARAN
6 6 20 24
Simpulan
24
Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
25
LAMPIRAN
29
RIWAYAT HIDUP
33
DAFTAR TABEL 1 2 3 4
Daftar alat dan kegunaannya Spesifikasi alat tangkap purse seine di perairan Muncar Catch per unit effort (CPUE) purse seine (kg/trip) Pengelompokan hasil tangkapan ikan
4 9 13 18
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Peta lokasi penelitian Konstruksi pukat cincin (purse seine) Kapal jaring dan kapal golekan yang dioperasikan di Muncar Distribusi panjang cagak ikan lemuru selama penelitian Hubungan panjang cagak dan berat ikan lemuru Distribusi panjang cagak ikan layang selama penelitian Hubungan panjang cagak dan berat ikan layang Distribusi panjang cagak ikan slengseng selama penelitian Hubungan panjang cagak dan berat ikan slengseng Dendogram hasil tangkapan purse seine
3 9 10 14 14 15 16 17 17 19
DAFTAR LAMPIRAN 1 Hasil tangkapan pukat pincin (purse seine)
2 Perhitungan uji Kruskal Wallis 3 Uji t untuk hubungan panjang berat ikan hasil tangkapan purse seine
28 29 30
PENDAHULUAN Latar Belakang Unit penangkapan ikan lemuru yang paling dominan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar adalah pukat cincin (purse seine). Berdasarkan data dari unit pelaksana teknis (UPT) pelabuhan perikanan pantai (PPP) Muncar, jumlah alat tangkap pukat cincin pada tahun 2014 adalah sebanyak 220 unit. Jumlah tersebut mengalami peningkatan dari 190 unit pada tahun 2001 menjadi 220 unit pada tahun 2014. Hasil tangkapan pukat cincin pada tahun 2013 adalah sebesar 3.747 ton. Bila dibandingkan dengan alat tangkap lainnya, pukat cincin menyumbangkan hasil tangkapan yang paling tinggi di PPP Muncar. Berdasarkan data dari UPT PPP Muncar, hasil tangkapan utama pukat cincin (purse seine) di PPP Muncar adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru). Hasil tangkapan lemuru yang diperoleh armada purse seine pada tahun 2010 adalah sebesar 16.280 ton, dan pada tahun 2013 menurun menjadi 3.747 ton. Selain lemuru tertangkap juga ikan jenis lainnya seperti layang, kembung, tongkol, pari, manyung dan slengseng. Hasil tangkapan tersebut dikenal sebagai hasil tangkap sampingan (bycatch). Hasil tangkap sampingan (bycatch) dapat diartikan sebagai ikan hasil tangkapan non target dari suatu kegiatan perikanan tangkap tertentu (Pauly 1984 dalam Alverson & Hughes 1996). Berdasarkan data produksi UPT PPP Muncar pada tahun 2010 produksi ikan lemuru sebesar 16.280 ton dan pada tahun 2013 menurun menjadi 3.747 ton. Penurunan produksi ini diduga disebabkan oleh banyaknya hasil tangkapan yang tidak termasuk kedalam jenis target utama atau termasuk jenis target utama namun ukuran dan bobot belum layak tangkap. Rata-rata panjang cagak ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap (LC) adalah 14,23 cm, dengan ukuran terkecil yaitu 13,5 cm (Dwiponggo 1986). Adapun ikan lemuru matang gonad untuk pertama kali (LM) berada pada ukuran >17 cm. Hal ini menunjukkan bahwa LC < LM, artinya ikan-ikan yang tertangkap pada purse seine memiliki ukuran yang belum layak tangkap. Penangkapan ikan dengan alat tangkap purse seine di negara maju (Prancis, Spanyol dan Turki) hasil tangkapan utama adalah ikan tuna. Adapun hasil tangkapan sampingan yang dimanfaatkan adalah M. Barbatus, P. Saltatrix, P maxima, M. Merlangus, S. Sarda, B. Belone. Selain hasil tangkapan sampingan yang dimanfaatkan adapula hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discarded species) yaitu Signatus sp., H. guttulatus, Soleanasuta, U. Scaber, Trachinus draco dan masih banyak jenis ikan lainnya (Sahin, Ceylan, Kalayci 2015). Alverson (1996) mengestimasi bahwa rata-rata 27 juta ton ikan per tahun termasuk kedalam hasil tangkapan yang dibuang (discarded). Hasil tangkapan sampingan yang di buang akan berdampak kepada kerugian ekonomi, biologi dan ekologi hingga sosial budaya. Hal ini karena proses laju rekruitmen sumberdaya lemuru terhambat akibat penangkapan ikan yang belum layak tangkap pada perikanan purse seine. Oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan penelitian jenis dan distribusi ukuran ikan hasil tangkapan non target spesies pada purse seine.
2 Penelitian Terdahulu Penelitian mengenai hasil tangkapan sampingan (bycatch) pada purse seine telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain oleh Tarigan (2015) yang menyatakan bahwa, hasil tangkapan purse seine di PPN Pengambengan didominasi oleh ikan yang belum layak tangkap yaitu 72%. Hasil tangkapan purse seine yang layak tangkap yaitu sebanyak 28%. Nurfaqih (2015) menyatakan bahwa, pada bulan Februari penangkapan lemuru menggunakan alat tangkap purse seine di perairan Muncar didominasi oleh hasil tangkapan yang tidak layak tangkap yaitu sebesar 88,40% dan yang layak tangkap sebesar 11,60%. Zakiah (2015) menyatakan bahwa, hasil tangkapan purse seine di Selat Bali pada bulan Februari didominasi oleh ikan lemuru yang belum layak tangkap yaitu sebesar 91 % dan yang layak tangkap hanya sebesar 9 %. Perumusan Masalah Produksi ikan lemuru yang paling tinggi di Indonesia yaitu di perairan Muncar Kabupaten Banyuwangi. Namun stok sumberdaya ikan lemuru mulai mengalami penurunan, salah satu faktor penyebab penurunan stok sumberdaya adalah tingginya jumlah bycatch yang tertangkap pada purse seine. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian, agar dapat diketahui ; 1. Jenis dan jumlah hasil tangkapan utama dan hasil tangkap sampingan pada perikanan purse seine. 2. Distribusi ukuran ikan hasil tangkapan utama dan hasil tangkap sampingan pada perikanan purse seine. 3. Karakteristik ukuran hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan pada perikanan purse seine. Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk menentukan; 1. Jenis dan jumlah ikan yang tertangkap pada perikanan purse seine, berupa hasil tangkapan utama dan hasil tangkap sampingan. 2. Ukuran ikan hasil tangkapan utama dan hasil tangkap sampingan pada perikanan purse seine. 3. Ikan apa saja yang mempunyai kemiripan karakteristik dengan ikan lemuru (Sardinella lemuru) berdasarkan panjang dan bobot. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini merupakan informasi penting yang dapat digunakan oleh semua pihak yang membutuhkan informasi tentang perikanan pukat cincin (purse seine), serta hasil tangkap sampingan baik yang dimanfaatkan maupun yang tidak dimanfaatkan oleh nelayan pukat cincin (purse seine) di PPP Muncar, Kabupaten Banyuwangi.
3
METODE Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur. Penelitian dilakukan dari tanggal 30 November – 10 Desember 2015.
114°0’0’’E 114°0’0’’E 114°0’0’’E
114°10’0’’E 114°10’0’’E 114°10’0’’E
114°20’0’’E 114°30’0’’E 114°40’0’’E 114°50’0’’E 114°20’0’’E 114°30’0’’E 114°40’0’’E 114°50’0’’E 114°20’0’’E 114°30’0’’E 114°40’0’’E 114°50’0’’E
8°40’0’’S 8°30’0’’S 8°20’0’’S
8°20’0’’S
PPP Muncar 8°30’0’’S
8°40’0’’S
114°10’0’’E
114°0’0’’E
114°20’0’’E
114°30’0’’E
114°40’0’’E
114°50’0’’E
Gambar 1 Peta Lokasi Penelitian Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei dan observasi langsung ke lapangan. Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data primer yaitu data yang dikumpulkan secara langsung selama penelitian. Data yang dikumpulkan berupa sampling hasil tangkapan purse seine yang dioperasikan di PPP Muncar. Sampling pada penelitian ini digunakan untuk mendata jenis spesies ikan hasil tangkapan utama dan hasil tangkap sampingan, ukuran panjang cagak per spesies ikan yang tertangkap, dan berat per spesies ikan yang tertangkap. Pengambilan sampel hasil tangkapan dilakukan satu kali sehari dengan mengambil hasil tangkapan pada kapal yang berbeda setiap harinya. Pengambilan sampel ini dilakukan dengan cara mengeruk secara acak hasil tangkapan dari palka kapal sebanyak 11-12 kg dari total hasil tangkapan per kapal. Selanjutnya ikan sampling diidentifikasi berdasarkan jenisnya, kemudian dilakukan penimbangan dan pengukuran panjang cagak per ekornya. Penelitian ini
4 berlangsung selama 10 hari, sehingga didapatkan data 10 kali sampling ikan hasil tangkapan. Data sekunder diperoleh dari Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Banyuwangi dan PPP Muncar, Banyuwangi. Data sekunder berupa informasi tentang produksi perikanan, unit penangkapan dan lain-lain. Bahan Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah 10 Unit penangkapan ikan pukat cincin (purse seine) yang berada di PPP Muncar, Banyuwangi. Alat Peralatan yang digunakan pada penelitian disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Daftar alat dan kegunaannya NO 1 2 3 4
Nama Alat Alat Tulis Timbangan digital Kamera Buku Identifikasi Ikan
5 6
Measuring board Kuisioner
Kegunaan Mencatat hasil tangkapan Menghitung berat hasil tangkapan Dokumentasi Buku penunjang untuk mencocokkan gambar dengan hasil tangkapan Mengukur panjang hasil tangkapan Bahan untuk mewawancarai nelayan Analisis Data
1. Analisis distribusi ukuran ikan hasil tangkapan Ikan hasil tangkap sampingan adalah ikan yang ikut tertangkap pada purse seine selain ikan target, yaitu layang, slengseng. Data jenis hasil tangkap sampingan digunakan untuk memperoleh komposisi hasil tangkap sampingan purse seine yang beroperasi di Selat Bali. Data distribusi ukuran ikan hasil tangkapan dianalisis guna untuk mengetahui selang panjang cagak dari tiga spesies ikan yang dominan tertangkap. Analisis ini dilakukan dengan cara menghitung jumlah dan interval panjang kelas (Walpole 1995). Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung jumlah dan interval panjang kelas (walpole 1995) adalah sebagai berikut : K = 1 + 3,32 log (n)
(1)
C = W/K
(2)
Dengan : K = Banyak kelas; n = Jumlah data; C = Selang kelas;
W = Wilayah (max-min)
5 Selanjutnya data yang telah diolah disajikan dalam bentuk grafik, dan dibandingkan antara ukuran panjang cagak ikan hasil tangkapan dengan nilai LM (length at first maturity). Apabila ukuran panjang cagak ikan hasil tangkapan kurang dari LM maka ikan tersebut dikatakan belum layak tangkap, dan apabila ukuran panjang cagak ikan hasil tangkapan lebih besar atau sama dengan LM maka ikan dikatakan layak tangkap. 2. Analisis perbedaan panjang cagak ikan hasil tangkapan antar trip Analisis untuk menentukan perbedaan panjang cagak ikan hasil tangkapan antar trip maka dilakukan uji Kruskal Wallis. Jika hasil dari uji Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan panjang cagak yang nyata antar trip, maka dilakukan uji lanjut dengan menggunakan Mann- Whitney (Supranto 2009). Hipotesis yang digunakan pada uji Kruskal Wallis adalah sebagai berikut: H0 = Panjang cagak ikan hasil tangkapan purse seine trip 1 hingga trip 10 tidak berbeda nyata. H1 = Minimal ada 1 pasang panjang cagak ikan hasil tangkapan purse seine trip 1 hingga 10 yang berbeda nyata. Pengambilan keputusan : Jika probabilitas > 0,05 maka terima Jika probabilitas < 0,05 maka tolak 3. Analisis hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan Hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan dapat dianalisis dengan persamaan sebagai berikut (Effendie 2002) : W = aLb Dengan : W = Berat ikan hasil tangkapan (gram) L = Panjang ikan hasil tangkapan (cm)
(3) a = Konstanta b = Konstanta
Selanjutnya rumus (3) dapat dirumuskan dengan menggunakan analisis regresi linear sederhana sebagai berikut : Log W = log a + b log L atau y = a + bx Dengan panjang merupakan peubah bebas (x) dan berat merupakan peubah tak bebas (y). Nilai a merupakan perpotongan dengan sumbu vertikal dan b adalah kemiringan (slope). Korelasi parameter dari hubungan panjang berat dapat dilihat dari nilai konstanta b. Jika nilai b = 3 maka pertambahan berat seimbang dengan pertambahan panjang (isometrik), jika b < 3 maka pertambahan panjang lebih cepat dibanding pertambahan berat (alometrik negatif), dan jika b > 3 maka pertambahan berat lebih cepat dibanding pertambahan panjangnya (alometrik
6 positif). Pengujian nilai b=3 atau b ≠ 3 dilakukan dengan menggunakan uji-t dengan hipotesis sebagai berikut (Nurdin 2012): H0 : b = 3 (pertumbuhan bersifat isometrik) H1 : b ≠ 3 (pertumbuhan bersifat alometrik, jika b > 3 maka allometrik positif dan apabila b < 3 maka allometrik negatif).
Dengan, b1 adalah nilai b (dari hubungan panjang berat), b0 adalah 3, Sb1 adalah simpangan koefisien b. Perbandingan nilai t hitung dengan t tabel dilakukan pada selang kepercayaan 95% . Apabila t hitung > t tabel maka keputusannya adalah tolak H0, apabila t hitung < t tabel maka keputusannya adalah terima H0. 4. Analisis pengelompokan hasil tangkapan purse seine Analisis yang digunakan untuk melihat pengelompokan hasil tangkapan purse seine adalah Analisis Clustering. Menurut Mattjik (2011) menyatakan bahwa, analisis clustering merupakan teknik peubah ganda yang mempunyai tujuan utama untuk mengelompokkan objek-objek berdasarkan kemiripan karakteristik yang dimilikinya. Analisis clustering pada penelitian ini digunakan untuk mengelompokkan ikan hasil tangkapan purse seine berdasarkan kemiripan panjang dan bobotnya. Analisis ini diolah dengan menggunakan SPSS Software. Data yang telah diolah akan diubah dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif. Rumus yang digunakan untuk mencari rata-rata sampel dalam cluster adalah sebagai berikut (Suharyadi 2007) : (4) Dengan : X = Rata-rata sampel dalam cluster Z = Nilai standardisasi
µ = Rata-rata populasi σ = Standar Deviasi
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Unit penangkapan purse seine di PPP Muncar 1. Alat tangkap purse seine Penagkapan ikan lemuru (Sardinella lemuru) di PPP Muncar menggunakan alat tangkap pukat cincin (purse seine). Pukat cincin adalah jaring yang umumnya berbentuk persegi panjang tanpa kantong dengan banyak cincin di bagian bawahnya. Pukat cincin (purse seine) digunakan untuk menangkap gerombolan ikan permukaan. Pengoperasian purse seine dilakukan dengan cara melingkari
7 gerombolan ikan hingga berbentuk seperti mangkuk pada akhir proses penangkapan. Tali kerut atau tali cincin berfungsi untuk membuat jaring yang semula tidak berkantong menjadi berkantong pada akhir penangkapan (Subani dan Barus 1989). Pukat cincin yang dikembangkan di Selat Bali lebih dikenal sebagai jaring slerek. Pukat cincin ini mempunyai panjang terentang sebesar 300 m. Konstruksi purse seine menurut Subani dan Barus (1998), terdiri atas jaring (jaring utama, jaring sayap dan jaring kantong), srampatan, tali temali (tali ris atas, tali ris bawah, tali pemberat, tali pelampung, tali kolor dan tali selambar), pelampung, pemberat, dan cincin. a. Jaring (webbing) Jaring pada purse seine terdiri dari jaring sayap dan jaring badan. Jaring pada purse seine di PPP Muncar berbentuk trapesium dengan ukuran panjang terpasang pada bagian atas 300-500 meter dan tinggi jaring pada saat terpasang yaitu 30-54 meter. Jaring badan berbentuk persegi panjang dengan ukuran 100 x 54 cm, dan jaring sayap berbentuk trapesium dengan ukuran 100 x 30 x 54 cm. Bahan yang digunakan untuk jaring purse seine adalah nilon berwarna hijau tua. Jaring bagian sayap menggunakan nilon 210 D6 dengan ukuran mata jaring 1 inch dan jaring badan menggunakan nilon 210 D9 dengan ukuran mata jaring 0,5 inch. Jaring pada bagian sayap hanya digunakan untuk menggiring ikan, sedangkan jaring badan digunakan untuk kantong pada saat proses hauling sehingga jaring bagian badan harus lebih kuat dibandingkan jaring bagian sayap. b. Srampatan (Selvedge) Selvedge terbuat dari benang polyethylene (PE380) dengan ukuran mesh size 1 inch. Warna jaring pada selvedge yaitu berwarna hijau tua. Diameter benangnya lebih besar dibandingkan dengan jaring sayap dan jaring badan. Selvedge dipasang pada bagian atas, samping kiri, samping kanan, dan bawah dari badan pukat cincin. Selvedge digunakan sebagai jaring pelindung untuk memperkuat bagian tepi badan jaring agar tidak cepat rusak. c. Tali ris (Bridles line) Tali ris pada purse seine terdiri dari tali ris atas dan tali ris bawah. Tali ris terbuat dari polyethylene (PE). Tali ris atas memiliki diameter sebesar 6-8 mm dan panjang 420 m. Fungsi tali ris atas yaitu menggantungkan atau mengikatkan jaring purse seine bagian atas agar lebih kuat. Tali ris bawah memiliki diameter sebesar 6-8 cm dengan panjang 450 m. Fungsi tali ris bawah yaitu mengikatkan jaring purse seine bagian bawah agar lebih kuat. d. Tali pelampung (Float line) Tali pelampung pada purse seine terbuat dari bahan polyethylene (PE), dengan diameter 10 mm. Panjang tali pelampung yaitu 420 m, berisi pelampung sebanyak 1000 buah. Tali pelampung dipasang dengan cara diikatkan pada tali ris atas.
8 e. Tali pemberat (Weight line) Tali pemberat pada purse seine terbuat dari bahan polyethylene (PE). Panjang tali pemberat yaitu 450 m dengan diameter 10 mm. Tali pemberat berfungsi untuk meletakkan pemberat. Pemberat yang terpasang yaitu sebanyak 700 buah. Tali pemberat ini dipasang pada bagian bawah jaring, dengan cara diikatkan pada tali ris bawah. f. Tali kolor (Purse line) Tali kolor atau purse line digunakan untuk mengaitkan ring atau cincin purse seine. Bahan yang digunakan pada tali kolor ini adalah kuralon. Tali kolor memiliki panjang 500 m dengan diameter 26 mm. Tali kolor dipasang pada bagian bawah jaring. Tali kolor ini dipasang melewati ring atau cincin yang digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang memiliki panjang satu meter. g. Pemberat (Weight) Pemberat berfungsi untuk menenggelamkan badan jaring sewaktu dioperasikan. Daya tenggelam ini tidak sampai menenggelamkan pelampung jaring, sehingga pelampung jaring harus memiliki extra bouyancy yang besar. Bahan yang biasa digunakan untuk pemberat adalah timah . Jumlah pemberat yang dipasang pada jaring purse seine yaitu sebanyak 700 buah. Diameter pemberat sebesar 6 cm dengan panjang 7 cm. Pemberat pada purse seine di PPP Muncar memiliki bentuk oval. h. Pelampung (Float) Pelampung adalah alat yang digunakan untuk mengapungkan seluruh jaring. Bahan yang digunakan pada pelampung adalah synthetic rubber Y-50 dan Y-80. Bentuk pelampung yang digunakan untuk purse seine biasanya berbentuk oval. Jumlah pelampung pada purse seine yaitu sebanyak 1000 buah. Dipasang pada bagian sayap sebelah kanan sebanyak 300 buah, bagian sayap sebelah kiri sebanyak 300 buah dan pada bagian tengah badan dipasang sebanyak 400 buah. Pelampung yang dipasang pada bagian tengah lebih rapat dibandingkan dengan pelampung yang dipasang pada sayap bagian kanan dan sayap bagian kiri. Diameter pelampung yang digunakan yaitu 14 cm dengan panjang pelampung yaitu 15,5 cm. i. Cincin (Ring) Cincin berfungsi untuk melewatkan tali kerut, agar cincin terkumpul sehingga jaring bagian bawah tertutup. Bahan yang digunakan adalah kuningan dengan diameter 11,5 cm. Cincin ini digantungkan pada tali pemberat dengan seutas tali yang panjangnya satu meter.
9 Secara lebih detail konstruksi purse seine yang digunakan dalam penelitian disajikan pada Gambar 2. Pelampung
Tali Ris Atas
Tali Selambar
300 – 500 m
30-54 m Tali Ris Bawah
Pemberat
22 cm
Tali Kolor
Cincin/Ring
Gambar 2 Konstruksi Pukat Cincin (purse seine) Secara lebih detail spesifikasi alat tangkap purse seine yang digunakan di perairan Muncar disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Spesifikasi alat tangkap purse seine di perairan Muncar Bagian Jaring Badan jaring Jaring sayap Tali selambar Tali pelampung Tali ris atas Tali ris bawah Tali pemberat Tali kolor Pelampung Pemberat Cincin
Ukuran
Φ 27 mm P = 38 m (kanan) 15 m (kiri) Φ 10 mm P = 420 m Φ 6-8 mm P = 420 m Φ 6-8 mm P = 450 m Φ 10 mm P = 450 m Φ 26 mm P = 500 m Ʃ 600 buah Ʃ 400 buah Ʃ 700 buah Φ lubang 11,5 cm
Deskripsi Bahan
Jenis
Nilon Nilon Polyethylene (PE)
210 D9 210 D6 PE380
Polyethylene (PE)
-
Polyethylene (PE)
-
Polyethylene (PE)
-
Polyethylene (PE)
-
Kuralon
-
Synthetic rubber (SR)
Y50 dan Y80
Timah hitam Kuningan
-
10 2. Kapal purse seine Pukat cincin atau purse seine di PPP Muncar menggunakan dua kapal, yaitu kapal jaring dan kapal golekan. Bentuk kapal golekan dan kapal jaring sama, akantetapi berbeda pada dimensi ukurannya. Kapal jaring adalah kapal yang bertugas melakukan operasi penangkapan ikan, membawa jaring purse seine, ABK, logistik yang diperlukan selama melaut dan mengangkut hasil tangkapan. Ukuran kapal jaring adalah P x L x D = 13 x 2,8 x 1,5 m. Jumlah mesin pada kapal jaring adalah 5-6 buah. Kapal golekan adalah kapal yang bertugas menarik tali kolor (purse line) pada saat pengoperasian purse seine, dan juga digunakan untuk mengangkut hasil tangkapan. Ukuran kapal golekan adalah P x L x D = 11 x 2,7 x 1,5 m. Jumlah mesin pada kapal golekan yaitu 2 mesin. Kapal jaring dan kapal golekan yang digunakan dalam pengoperasian purse seine, memiliki bobot kapal berkisar antara 26-29 GT dengan PK mesin 150 PK. Mesin yang digunakan kedua kapal tersebut adalah mesin tempel (out board) bermerk Yanmar. Bahan pembuat kapal pada kapal jaring dan kapal golekan adalah kayu. Kapal yang digunakan untuk pengoperasian purse seine di Muncar disajikan pada Gambar 3.
(a)
(b)
Gambar 3(a) Kapal jaring, dan (b) Kapal golekan yang dioperasikan di Muncar 3. Daerah Penangkapan Ikan Daerah penangkapan ikan lemuru menggunakan kapal purse seine berada di perairan Grajagan, Sembulungan, Pengambengan, dan Jimbaran, Bali. Ketika musim puncak, penangkapan ikan lemuru dilakukan di perairan Sembulungan. Waktu tempuh dari fishing base ke perairan Sembulungan adalah 0,5 jam. Apabila memasuki musim peralihan sekitar bulan Desember maka penangkapan ikan dilakukan di perairan yang cukup jauh dari PPP Muncar, yaitu di perairan Jimbaran, Bali. Hal ini dilakukan karena ikan lemuru disekitar PPP Muncar sudah mulai menurun. Waktu tempuh dari fishing base ke fishing ground di perairan Jimbaran yakni enam jam perjalanan. Lamanya trip penangkapan yaitu hanya satu hari (one day fishing). Kapal berangkat pukul 13.00 WIB dan kembali lagi ke fishing base pada pukul 08.00 WIB.
11 4. Metode pengoperasian pukat cincin (purse seine) Pengoperasian pukat cincin (purse seine) di PPP Muncar terdiri dari persiapan, penurunan jaring (setting), penarikan jaring (hauling), dan pengambilan hasil tangkapan. a)
Persiapan Kegiatan persiapan yaitu meliputi kegiatan pengecekan kapal dan mesin, penataan jaring purse seine ke atas dek kapal, penyiapan perbekalan melaut seperti pengisian BBM, es balok, makanan dan minuman. Pengisian perbekalan biasanya dimulai dua jam sebelum kapal berangkat ke fishing base. Selanjutnya, pada pukul 13.00 WIB nelayan purse seine berangkat dari fishing base menuju ke fishing ground. Waktu tempuh dari fishing base ke fishing ground yaitu 6-7 jam, sehingga sampai di fishing ground pukul 18.00 WIB. Sesampainya di fishing ground, para nelayan mempersiapkan segala sesuatu yang akan digunakan pada saat setting. b) Penurunan jaring (setting) Jaring mulai diturunkan ketika fishing ground telah ditentukan. Apabila gerombolan ikan terlihat maka yang dilakukan selanjutnya adalah melingkarkan jaring purse seine pada gerombolan ikan. Adapun cara melingkarkan jaring atau setting yang pertama kali adalah mendekatkan kapal golekan pada kapal jaring. Selanjutnya salah satu ujung tali ris atas dan tali selambar dipindahkan ke kapal golekan. Tali tersebut mulai ditarik oleh kapal golekan sehingga bagian pelampung dan jaring mengikuti turun ke perairan bersamaan dengan tali kerut yang sudah tertata. Penarikan ini bergerak secara melingkar mengelilingi gerombolan ikan. Setelah penurunan jaring selesai, maka selanjutnya adalah pemindahan tali selambar dan tali kolor. Ujung tali yang awalnya berada pada kapal golekan dipindahkan lagi ke kapal jaring. Ujung tali kolor ditarik hingga jaring membentuk mangkok. c)
Pengangkatan jaring (hauling) Pengangkatan jaring diawali dengan menarik tali selambar dan tali kerut agar badan jaring membentuk seperti mangkok dan ikan hasil tangkapan terkurung. Proses pengangkatan jaring ini membutuhkan waktu 90-120 menit. Pengangkatan jaring dilakukan oleh ABK sebanyak 15-20 orang, tiga orang ABK juru haluan kapal, dua orang ABK juru lampung yang tugasnya menarik dan menata pelampung, dua orang ABK juru batu untuk menyusun pemberat. Setelah terangkat di samping kanan kapal, maka selanjutnya dilakukan proses pengambilan hasil tangkapan (brailing) d) Pengambilan hasil tangkapan (brailing) Pengambilan hasil tangkapan pada purse seine dilakukan dengan cara mengeruk hasil tangkapan yang berada di dalam kantong jaring. Pengerukan atau pengambilan ikan tersebut dilakukan dengan menggunakan serok. Hasil tangkapan purse seine didominasi oleh satu jenis hasil tangkapan, sehingga tidak dilakukan penyortiran terlebih dahulu. Ikan hasil tangkapan langsung dipindahkan dari kantong jaring dan dimasukkan ke dalam palka yang telah diberi es.
12 e)
fishing base Satu kali trip operasi penangkapan ikan dengan menggunakan purse seine dilakukan penurunan jaring (setting) sebanyak dua kali. Setelah proses brailing yang kedua kalinya, selanjutnya yaitu persiapan kembali ke fishing base. Perjalanan ke fishing base membutuhkan waktu selama 6-7 jam. Tiba di fishing base sekitar pukul 07.00-08.00 WIB. Setelah kapal di tambatkan pada dermaga, selanjutnya dilakukan pembongkaran ikan. Pembongkaran ikan hasil tangkapan tersebut menggunkan ember berkapasitas 5 kg. Selanjutnya ikan dimasukkan pada keranjang bambu dengan kapasitas 70-80 kg, pada saat ikan di masukkan ke dalam keranjang dilakukan juga penyortiran berdasarkan jenis ikan. Ikan yang telah terkumpul pada keranjang bambu, kemudian diangkut oleh dua orang nelayan dengan cara dipikul dari dek kapal menuju ke atas truk pengangkut ikan. Truk tersebut bertugas untuk mengangkut atau mendistribusikan hasil tangkapan ke perusahan pengolahan. Ikan yang diangkut oleh truk adalah ikan lemuru. Ikan jenis lainnya dijual kepada pengepul yang berada dipinggir-pinggir dermaga. 5. Nelayan purse seine Nelayan purse seine di PPP Muncar berasal dari masyarakat sekitar Muncar seperti Kalimati, Tembokrejo, Kedungrejo, Palurejo, Tratas, Bagorejo, dan Muncar. Nelayan purse seine berjumlah 28 orang. Pembagian tugas ABK pada operasi penangkapan ikan yaitu 20 orang ABK bertugas untuk mengangkat jaring ketika hauling, tiga orang ABK sebagai juru haluan kapal, dua orang ABK sebagai juru batu, dua orang ABK sebagai juru lampung, dan satu orang sebagai kapten kapal. Selain nelayan yang ikut melaut, pada perikanan purse seine terdapat juga pengisi, buruh manol, dan penguras. Pengisi adalah orang yang bertugas untuk menyiapkan perbekalan melaut yaitu melakukan pengisian es ke dalam palka, dan menyiapkan jaring purse seine. Penguras bertugas untuk mengisi BBM, merawat kapal dan mesin, serta menjaga kapal pada saat tidak dioperasikan. Buruh manol bertugas mengangkut hasil tangkapan purse seine dari kapal ke atas truk, dan dari truk diturunkan ke perusahaan pengolahan. Hasil tangkapan purse seine di PPP Muncar Hasil tangkapan utama purse seine di PPP Muncar adalah lemuru. Adapun hasil tangkapan sampingan berupa layang dan slengseng. Ketiga jenis ikan tersebut merupakan hasil tangkapan dominan. Berdasarkan hasil operasi penangkapan ikan yang dilakukan oleh 10 kapal penangkap ikan selama 10 trip diperoleh hasil tangkapan berupa ikan lemuru (Sardinella lemuru) sebesar 7,88 ton, ikan slengseng (Scomber australasicus) sebesar 0,7595 ton, dan ikan layang (Decapterus ruselli) sebesar 0,413 ton. Data hasil tangkapan purse seine selama 10 kali trip, disajikan pada Tabel 3.
13 Tabel 3 Catch per unit effort (CPUE) purse seine (kg/trip) Jenis Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Slengseng (Scomber australasicus) Layang (Decapterus ruselli)
Catch (Kg) 7880 759,5 413
Sumber : Hasil sampling yang telah diolah (2015)
effort/ Trip 10 10 10
CPUE 788 75,95 41,3
Distribusi ukuran panjang cagak hasil tangkapan purse seine di PPP Muncar 1. Lemuru (Sardinella lemuru) Ikan yang menjadi target tangkapan pada pukat cincin (purse seine) di PPP Muncar ialah ikan lemuru (Sardinella lemuru). Menurut Wijaya (2009) ikan lemuru dibedakan kedalam empat kategori yaitu sempenit (<11 cm), protolan (1115 cm), lemuru (15-18 cm) dan lemuru kucing (>18 cm). Sempenit yaitu ikan lemuru yang memiliki ukuran kurang dari 11 cm. Protolan adalah ikan lemuru yang memiliki ukuran 11-15 cm. Ikan lemuru yang memiliki ukuran 15-18 cm disebut lemuru, akan tetapi jika ukurannya lebih dari 18 cm maka disebut lemuru kucing. Total sampling selama 10 kali trip diperoleh lemuru sebanyak 3.367 ekor. Pengelompokan ukuran ikan lemuru hasil penelitian mengacu pada kategori Wijaya (2009). Kategori sempenit tidak tertangkap pada penelitian ini. Lemuru kucing hanya tertangkap dalam jumlah yang sedikit yaitu 7 ekor, dan kategori lemuru tertangkap sebanyak 1.328 ekor. Hasil tangkapan yang paling banyak tertangkap yaitu pada kategori protolan dengan jumlah 2.032 ekor. Nilai LM (length at first maturity) ikan lemuru yaitu berkisar antara 17,7818,9 cm (Wudji et al 2013). Berdasarkan ukuran LM tersebut, ikan lemuru pada penelitian ini yang memiliki ukuran lebih dari 17,78 cm merupakan ikan lemuru yang layak tangkap sedangkan ikan lemuru yang berukuran kurang dari 17,78 cm belum layak tangkap. Adapun ukuran lemuru yang layak tangkap yaitu sebanyak 7 ekor atau sebesar 0,21%, dan ikan lemuru yang belum layak tangkap sebesar 3.360 ekor atau sebesar 99,79%. Dengan demikian hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil tangkapan purse seine didominasi oleh ikan yang belum layak tangkap. Distribusi panjang cagak ikan lemuru selama penelitian, secara lebih rinci disajikan pada Gambar 4.
14
Gambar 4 Distribusi panjang cagak ikan lemuru selama penelitian. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis terhadap ukuran ikan lemuru pada waktu trip yang berbeda diperoleh nilai probabilitas sebesar 1,000. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi ukuran panjang cagak lemuru tidak berbeda nyata dari trip 1 hingga trip 10. Berdasarkan regresi linear antara panjang dan bobot ikan lemuru, diperoleh nilai b sebesar 3,1600, nilai R2 sebesar 0,7648, dan nilai r sebesar 0,8783. Hubungan panjang dan berat ikan lemuru secara lebih rinci disajikan pada Gambar 5.
Gambar 5 Hubungan panjang cagak dan berat ikan lemuru. Hal ini berarti bahwa setiap pertambahan panjang satu satuan (cm) maka bobot ikan lemuru akan bertambah sebesar b yaitu 3,1600 gram. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,8783 hal ini berarti hubungan antara panjang dan bobot ikan lemuru tergolong erat. Berdasarkan nilai W = 0,9895L3,1600, maka Ikan lemuru (Sardinella
15 lemuru) bersifat alometrik positif, dengan nilai b sebesar 3,1600. Jika nilai b>3 maka tubuh ikan gemuk, karena pertumbuhan berat (gram) lebih cepat jika dibandingkan dengan pertumbuhan panjang totalnya (cm). 2.
Layang (Decapterus ruselli)
Jenis hasil tangkapan sampingan yang tertangkap pada penelitian ini salah satunya adalah ikan layang (Decapterus ruselli). Total sampling selama 10 kali trip diperoleh layang sebanyak 596 ekor. Jumlah tersebut merupakan jumlah yang paling banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan sampingan jenis lainnya. Berdasarkan hasil penelitian, ukuran panjang cagak ikan layang (Decapterus ruselli) paling banyak tertangkap yaitu pada kisaran 19-20,5 cm dengan jumlah 255 ekor. Hasil tangkapan paling sedikit yaitu pada ukuran panjang cagak antara 23,5-25 cm berjumlah satu ekor. Hariati (2005) menyebutkan bahwa, ukuran LM (length at first maturity) pada ikan layang yaitu 16 cm. Berdasarkan ukuran LM tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 570 ekor atau sebesar 95,63% ikan layang memiliki ukuran lebih dari 16 cm. Ikan layang yang memiliki ukuran lebih dari 16 cm merupakan ikan layang yang sudah layak tangkap. Adapun ikan layang yang memiliki ukuran kurang dari 16 cm termasuk ukuran ikan layang yang belum layak tangkap, yaitu sebanyak 26 ekor atau sebesar 4,37%. Hasil tangkapan ikan layang pada penelitian ini didominasi oleh ikan layang yang sudah layak tangkap yaitu sebanyak 570 ekor atau 95,63%. Distribusi panjang cagak ikan layang selama penelitian, secara lebih rinci disajikan pada Gambar 6.
Gambar 6 Distribusi panjang cagak ikan layang selama penelitian. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis terhadap ukuran ikan layang pada waktu trip yang berbeda diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,997. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi ukuran panjang cagak layang tidak berbeda nyata dari trip 1 hingga trip 10.
16 Berdasarkan regresi linear antara panjang dan bobot ikan layang, diperoleh nilai b sebesar 2,0737, nilai R2 sebesar 0,9592, dan nilai r sebesar 0,9807. Hubungan panjang dan berat ikan layang secara lebih rinci disajikan pada Gambar 7.
Gambar 7 Hubungan panjang cagak dan berat ikan layang. Hal ini berarti bahwa setiap pertambahan panjang satu satuan (cm) maka bobot ikan layang akan bertambah sebesar b yaitu 2,0737 gram. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,9592 hal ini berarti hubungan antara panjang dan bobot ikan layang tergolong erat. Berdasarkan nilai W = 1,0694L2,0737, maka Ikan layang (Decapterus ruselli) memiliki sifat alometrik negatif karena nilai b<3. Jika nilai b<3 maka pertumbuhan panjang total ikan layang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan beratnya. 3. Slengseng (Scomber australasicus) Hasil sampling ikan slengseng pada purse seine selama penelitian adalah sebanyak 56,80 kg dengan jumlah 363 ekor. Adapun ukuran panjang cagak ikan slengseng (Scomber australasicus) paling banyak tertangkap yaitu pada kisaran 23-25cm dengan jumlah 143 ekor. Hasil tangkapan paling sedikit yaitu pada ukuran panjang cagak antara 27-28 cm dengan jumlah dua ekor. Nugraha et al (2013) menyebutkan bahwa, ukuran LM (length at first maturity) pada ikan slengseng yaitu 24 cm. Berdasarkan ukuran LM tersebut, hasil penelitian menunjukkan bahwa sebanyak 305 ekor atau sebesar 84,02% ikan slengseng memiliki ukuran lebih dari 24 cm. Ikan slengseng yang memiliki ukuran lebih dari 24 cm merupakan ikan slengseng yang sudah layak tangkap. Adapun ikan slengseng yang memiliki ukuran kurang dari 24 cm termasuk ukuran ikan layang yang belum layak tangkap, yaitu sebanyak 58 ekor atau sebesar 15,98%. Hasil tangkapan ikan layang pada penelitian ini didominasi oleh ikan slengseng yang sudah layak tangkap yaitu sebanyak 305 ekor atau 84,02%. Distribusi panjang cagak ikan slengseng selama penelitian secara lebih rinci disajikan pada Gambar 8.
17
Tidak Layak Tangkap 15,98%
Layak Tangkap 84,02%
Gambar 8 Distribusi panjang cagak ikan slengseng selama penelitian. Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis terhadap ukuran ikan slengseng pada waktu trip yang berbeda diperoleh nilai probabilitas sebesar 0,981. Hal ini menunjukkan bahwa distribusi ukuran panjang cagak slengseng tidak berbeda nyata dari trip 1 hingga trip 10. Berdasarkan regresi linear antara panjang dan bobot ikan slengseng, diperoleh nilai b sebesar 3,8379, nilai R2 sebesar 0,9691, dan nilai r sebesar 0,9991. Hubungan panjang dan berat ikan slengseng secara lebih rinci disajikan pada Gambar 9.
Gambar 9 Hubungan panjang cagak dan berat ikan Slengseng.
18 Hal ini berarti bahwa setiap pertambahan panjang satu satuan (cm) maka bobot ikan slengseng akan bertambah sebesar b yaitu 3,8379 gram. Koefisien korelasi (r) sebesar 0,9991 hal ini berarti hubungan antara panjang dan bobot ikan slengseng tergolong erat. Berdasarkan nilai W = 0,0402L3,8379, maka Ikan slengseng (Scomber australasicus) memiliki sifat alometrik positif karena nilai b>3. Jika nilai b>3 maka pertumbuhan berat ikan slengseng lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Cluster hasil tangkapan purse seine di PPP Muncar Jenis ikan hasil tangkap sampingan purse seine adalah ikan slengseng dan ikan layang, sedangkan hasil tangkapan utama adalah ikan lemuru. Berdasarkan hasil akhir uji clustering terhadap hasil tangkapan purse seine, terbentuk dua cluster yaitu cluster 1 dan cluster 2. Adapun cluster 1 adalah cluster yang berisi jenis ikan yang memiliki nilai panjang dan bobot yang besar. Panjang cagak ikan slengseng yaitu 21-31 cm dan bobot lebih dari 100 gram . Adapun cluster 2 adalah cluster yang berisi jenis ikan dengan nilai panjang dan bobot yang rendah. Panjang ikan lemuru dan ikan layang pada cluster 2 adalah 12-25 cm dengan bobot masing-masing adalah 21-50 gram dan 45-110 gram. Ikan layang dan ikan lemuru berada pada satu cluster yaitu cluster 2. Hal ini diduga ikan layang dan ikan lemuru memiliki kemiripan panjang dan bobotnya. Ikan slengseng memiliki bobot dan panjang yang jauh lebih besar dibandingkan ikan layang dan lemuru, sehingga ikan slengseng berada pada cluster yang berbeda yaitu cluster 1. Secara lengkap jarak anggota cluster ke pusat cluster disajikan pada Tabel 4 seperti berikut : Cluster
Anggota cluster
Cluster 1
Slengseng trip 1 Slengseng trip 2 Slengseng trip 3 Slengseng trip 4 Slengseng trip 5 Slengseng trip 6 Slengseng trip 7 Slengseng trip 8 Slengseng trip 9 Slengseng trip 10 Lemuru trip 1 Lemuru trip 2 Lemuru trip 3 Lemuru trip 4 Lemuru trip 5 Lemuru trip 6 Lemuru trip 7 Lemuru trip 8 Lemuru trip 9
Cluster 2
Pusat cluster 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658
Jarak anggota cluster ke pusat cluster 0,08 0,06 0,05 0,04 0,26 0,12 0,33 0,19 0,10 0,29 0,65 0,62 0,60 0,63 0,58 0,57 0,61 0,63 0,65
19 Lanjutan Tabel 4 Cluster
Anggota cluster
Cluster 2
Lemuru trip 9 Lemuru trip 10 Layang trip 1 Layang trip 2 Layang trip 3 Layang trip 4 Layang trip 5 Layang trip 6 Layang trip 7 Layang trip 8 Layang trip 9 Layang trip 10
Pusat cluster 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658 0,3658
Sumber : Data sampling yang telah diolah menggunakan SPSS software.
Jarak anggota cluster ke pusat cluster 0,65 0,64 0,92 0,64 0,76 0,63 0,60 0,57 0,37 0,78 0,76 0,83
Anggota cluster yang memiliki nilai kurang dari 0,3658 termasuk kedalam cluster 1 dan anggota cluster yang memiliki nilai lebih dari 0,3658 termasuk kedalam cluster 2. Semakin jauh jarak anggota cluster ke pusat cluster maka anggota cluster tersebut memiliki perbedaan panjang dan bobot yang nyata dengan cluster yang berbeda. Hasil clustering ini disajikan dalam bentuk diagram dendogram. Berikut adalah diagram dendogram hasil clustering dari ketiga jenis ikan tangkapan dominan pada purse seine.
Gambar 4 Dendogram hasil tangkapan purse seine.
20 Pembahasan Komposisi target dan bycatch hasil tangkapan Perikanan lemuru di perairan Muncar berkembang sangat pesat sejak diperkenalkannya alat tangkap pukat cincin oleh peneliti Lembaga Penelitian Perikanan Laut (LPPL) yang sekarang menjadi BPPL yaitu pada tahun 1972. Sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan Muncar terdiri dari berbagai jenis ikan seperti lemuru, layang, kembung, tembang dan selar, akan tetapi yang paling dominan di perairan Muncar adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru) (Wujdi et al 2013). Menurut Setyohadi et al (1998), perikanan lemuru di perairan Muncar sudah berkembang dengan cukup pesat sejak puluhan tahun yang lalu. Faktanya sampai saat ini belum diterapkan teknik pengelolaan yang memadai. Pertumbuhan jumlah alat tangkap purse seine didasarkan pada jumlah alat tangkap dan jumlah hasil tangkapan ikan pada saat itu. Perikanan purse seine di Indonesia khususnya di perairan Muncar, target utama penangkapan adalah ikan lemuru dan hasil tangkapan sampingan (bycatch) berupa layang dan slengseng. Komposisi hasil tangkapan purse seine di perairan Muncar selama 10 trip, yaitu terdiri dari ikan lemuru sebanyak 7.880 kg, slengseng 759,5 kg, dan layang sebanyak 413 kg. Perikanan purse seine di negara lain, target utama penangkapannya adalah ikan tuna. Menurut Romanov (2002), bycatch yang tertangkap oleh perikanan purse seine di perairan India Barat selama 1986-1992 adalah sebanyak 40 spesies diantaranya billfishes (Istiophoridae), wahoo (A. Solandri), sharks (Lamnidae, Carcharhinidae, Sphyrnidae), rainbow runner (E. Bipinnulata), dolphinfishes (C. Hippurus), Barracuda (S. Barracuda), mackerel scad (D. Macarellus), sea turtels dan bycatch lainnya, sedangkan jenis target utamanya hanya dua spesies yaitu yellow fin tuna dan skipjack. Amande et al (2010) menyatakan bahwa, rata-rata hasil tangkapan sampingan (bycatch) pada perikanan tuna purse seine di perairan Atlantik mencapai 6.400 ton per tahun, atau 7,5 % dari total tangkapan. Sebanyak 83 % (67,2 ton/1000 ton) dari total bycatch adalah ikan tuna. Bycatch jenis lainnya adalah bonyfishes (10%, 7,8 ton/1000 ton), billfishes (5%, 4,0 ton/1000 ton), sharks (1 %, 0,9 ton/1000 ton) dan rays (1%, 0,9 ton/1000 ton). Hasil tangkapan sampingan (bycatch) dari jenis non target pada perikanan purse seine di perairan Muncar hanya terdiri dari dua jenis yaitu layang dan slengseng, jika dibandingkan dengan bycatch purse seine di negara lain jumlah tersebut masih tergolong rendah. Akan tetapi hasil tangkapan yang belum layak tangkap dari ikan target masih sangat tinggi. Perbedaan keragaman jenis ikan hasil tangkapan sampingan ini juga diakibatkan oleh berbedanya tingkat keragaman ikan di suatu perairan. Hasil tangkapan sampingan atau bycatch pada purse seine umumnya dibagi menjadi dua yaitu hasil tangkapan yang dimanfaatkan dan hasil tangkapan yang dibuang (discarded). Hasil tangkapan sampingan (bycatch) pada penelitian ini tidak ada yang dibuang, semua bycatch dimanfaatkan oleh nelayan dengan cara dijual kepada tengkulak. Alverson (1996) menyatakan bahwa, bycatch yang tinggi akan menimbulkan dampak yang buruk, seperti dampak ekonomi, sosial budaya, ekologi dan biologi. Dampak ekonomi yang ditimbulkan yaitu nelayan mengalami
21 kerugian, hal ini diakibatkan oleh pembuangan hasil tangkapan yang memiliki ukuran belum layak tangkap, sedangkan hasil tangkapan yang dimanfaatkan jumlahnya lebih sedikit dibandingkan hasil tangkapan yang dibuang. Dampak sosial budaya yaitu perselisihan pendapat mengenai strategi untuk mengatasi hasil tangkap sampingan (bycatch). Perselisihan ini dikarenakan oleh tingginya bycatch tiap negara memiliki faktor atau penyebab yang berbeda-beda. Dampak dari hasil tangkapan sampingan yang dibuang (discarded spesies) lainnya adalah dampak ekologi dan biologi. Tingginya hasil tangkapan sampingan (bycatch) dan hasil tangkapan yang dibuang (discarded species) mengakibatkan terjadinya biological overfishing, sehingga hal ini akan mengubah struktur ekosistem laut. Selain hal tersebut, bycatch juga diidentifikasi sebagai faktor penyebab turunnya laju recruitment dan populasi ikan disuatu wilayah. Penurunan laju recruitment ditandai dengan penurunan ukuran hasil tangkapan. Distribusi ukuran ikan hasil tangkapan Berdasarkan data penelitian diperoleh bahwa hasil tangkapan lemuru selama 10 kali trip yaitu sebanyak 3.367 ekor. Hasil penelitian ini dibagi menjadi empat kategori (Wijaya 2009) yaitu, sempenit (<11 cm) tidak tertangkap pada penelitian ini, protolan (11-15 cm) sebanyak 2.032 ekor, lemuru (15-18 cm) sebanyak 1.328 ekor, dan kategori lemuru kucing sebanyak 7 ekor. Berdasarkan ukuran hasil tangkapan didapatkan ukuran yang paling dominan tertangkap adalah ukuran 1115 cm atau nelayan Muncar sering menyebutkan sebagai protolan. Nilai LM (length at first maturity) ikan lemuru yaitu berkisar antara 17,78-18,9 cm (Wujdi et al 2013). Berdasarkan ukuran LM tersebut, ikan lemuru pada penelitian ini yang memiliki ukuran lebih dari 17,78 cm merupakan ikan lemuru yang sudah layak tangkap sedangkan ikan lemuru yang berukuran kurang dari 17,78 cm termasuk kedalam ukuran yang belum layak tangkap. Adapun ukuran lemuru yang layak tangkap yaitu sebanyak 7 ekor atau sebesar 0,21%, dan ikan lemuru yang belum layak tangkap sebesar 3.360 ekor atau sebesar 99,79%. Penelitian Tarigan (2015) menyatakan bahwa, ikan lemuru yang tertangkap dan didaratkan di PPN Pengambengan memiliki ukuran yang beragam, yaitu berkisar antara 11 cm hingga 26 cm. Ukuran ikan yang banyak tertangkap adalah 15 cm yaitu 26 %. Ukuran ikan yang sedikit tertangkap adalah 11 cm yaitu 1%. Hasil penelitian ini didominasi oleh ikan tidak layak tangkap yaitu 72 %. Menurut penelitian Nurfaqih (2015), pada bulan Februari penangkapan lemuru menggunakan alat tangkap purse seine di perairan Muncar didominasi oleh hasil tangkapan yang tidak layak tangkap yaitu sebesar 88,40 % dan yang layak tangkap sebesar 11,60 %. Berbeda dengan Zakiah (2015) hasil tangkapan purse seine di Selat Bali pada bulan Februari didominasi oleh ikan lemuru yang belum layak tangkap yaitu sebesar 91 % dan yang layak tangkap hanya sebesar 9 %. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Wijaya et al (2009) yang menyatakan bahwa musim protolan atau lemuru kecil terjadi pada bulan Desember- Januari. Berbeda halnya pada ikan lemuru di perairan Selat Mentawai, pada ukuran dibawah 140 mm atau 14 cm berada pada kondisi reproduksi yang belum matang gonad. Lemuru mulai mengalami kematangan gonad untuk pertama kali yaitu pada ukuran 140 – 150 mm atau 14 – 15 cm (Ginanjar 2006). Perbedaan ukuran pada saat matang gonad pertama kali ini salah satu penyebabnya adalah wilayah
22 perairan yang berbeda. Berbedanya suatu perairan, maka berbeda pula kandungan makanan yang tersedia untuk ikan lemuru sehingga mengakibatkan perbedaan pertumbuhan ikan. Menurut Allen et al, dalam Hermiyati (2009), spesies yang sama pada lokasi yang berbeda akan memiliki pertumbuhan yang berbeda pula karena faktor internal yang mempengaruhi pertumbuhan ikan tersebut. Hasil sampling sebanyak 10 kali dari 10 kapal purse seine yang berbeda, didapatkan sebanyak 596 ekor ikan layang. Ikan layang banyak tertangkap pada ukuran 19-20,5 cm yaitu sebanyak 255 ekor dan yang paling sedikit tertangkap yaitu pada ukuran 23,5-25 cm sebanyak satu ekor. Data pada fishbase.org, Length at first maturity (LM) dari ikan layang adalah 16,1 cm. Penelitian Hariati (2005) mengenai Length at first maturity (LM) dari ikan layang di perairan Selat Malaka adalah sebesar 16 cm. Layang yang layak tangkap berdasarkan Hariati (2005) sebesar (96,61 %) sebanyak 570 ekor, sedangkan ikan layang yang belum layak tangkap yaitu sebesar (3,39 %) atau sebanyak 26 ekor. Berdasarkan hasil tersebut ikan layang yang dominan tertangkap pada pengoperasian purse seine merupakan ukuran yang sudah layak tangkap. Musim penangkapan ikan layang dapat ditelusuri dari berlangsungnya musim ikan yaitu melimpah antara bulan Juli hingga Desember dengan puncaknya sekitar bulan Nopember (Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan 2005). Menurut Widodo (1998), tingkat kematangan gonad ikan layang dijumpai pada bulan April sampai Juni, sedangkan pada tingkat lepas telur (masa istirahat dan menyerupai kantong kosong) terjadi pada bulan Desember. Hal ini terbukti bahwa Ikan layang yang tertangkap pada saat penelitian adalah ikan layang yang telah memiliki ukuran layak tangkap. Hasil tangkapan slengseng yang tersampling pada 10 kali trip yaitu sebanyak 363 ekor. Ikan slengseng (Scomber australasicus) yang tertangkap paling dominan yaitu pada ukuran panjang cagak antara 23-25 cm yaitu sebanyak 143 ekor, dan yang paling sedikit tertangkap pada ukuran 27-28 cm yaitu sebanyak dua ekor. Hasil yang sama pada penelitian Nugroho et al (2013) yang menyatakan bahwa, hasil tangkapan dominan ikan slengseng yaitu berada pada kisaran ukuran 24 cm sebanyak 412 ekor, dan paling sedikit tertangkap yaitu pada kisaran ukuran 29 cm sebanyak 58 ekor. Berdasarkan uji kruskal wallis pada ikan lemuru, layang, dan slengseng didapatkan nilai probabilitas masing-masing sebesar 1,000, 0,997 dan 0,981. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran panjang cagak ikan lemuru, layang dan slengseng antara trip 1 hingga trip 10 tidak berbeda nyata. Tidak ada perbedaan panjang cagak yang mencolok pada ikan lemuru, layang, dan slengseng hal ini dikarenakan operasi penangkapan ikan (trip) masih dilakukan pada bulan yang sama. Hasil akan berbeda jika dilakukan operasi penangkapan pada bulan yang berbeda. Menurut Merta (1992), ikan lemuru memijah pada bulan Mei hingga Agustus dan September. Jika penangkapan ikan dilakukan pada bulan-bulan sebelum pemijahan maka akan mendapatkan ukuran yang lebih kecil dibandingkan saat penangkapan setelah pemijahan. Hubungan panjang dan berat ikan hasil tangkapan Hubungan panjang dan berat ikan lemuru bersifat alometrik positif dengan nilai b sebesar 3,1600. Jika nilai b>3 maka pertumbuhan berat (gram) lebih cepat jika
23 dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya (cm). Secara umum, nilai b tergantung pada kondisi fisiologi dan lingkungan seperti suhu, Ph, salinitas, letak geografis dan teknik sampling (Jening et al 2001) dan juga kondisi biologis seperti perkembangan gonad dan ketersediaan makanan (Froese 2006). Menurut Shukor et al (2008), menyatakan bahwa ikan yang hidup diperairan arus deras umumnya memiliki nilai b yang lebih rendah dan sebaliknya ikan yang hidup pada perairan tenang akan menghasilkan nilai b yang besar. Hal ini senada bahwa ikan lemuru di perairan Selat Bali memiliki nilai b yang besar, dikarenakan dari aspek oseanografi perairan Selat Bali memiliki arus lebih tenang (Tampubolon et al 2002). Perairan yang memiliki arus tenang memiliki kelimpahan zooplankton yang besar. Berdasarkan penelitian Subani et al (1973) kelimpahan zooplankton di Selat Bali lebih besar daripada di perairan selatan Jawa. Hasil pemeriksaan isi perut menunjukkan bahwa ikan lemuru tergolong ikan pemakan plankton. Makanannya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu zooplankton dan fitoplankton (Pradini et al 2001). Hal ini membuktikan bahwa perairan Selat Bali memiliki kelimpahan makanan yang tinggi untuk ikan lemuru, sehingga pertumbuhan berat ikan lemuru lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan panjangnya. Analisis hubungan panjang dan berat pada ikan layang menunjukkan bahwa nilai b sebesar 2,82. Setelah uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan layang memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif. Allometrik negatif ini berarti menunjukkan pertambahan panjang total ikan layang lebih cepat dari pada pertumbuhan berat. Jika dibandingkan dengan penelitian Aprilianty (2000) di perairan Sibolga, Mubarak (1972) di perairan Tegal, Syamsuddin (1978) di Selat Makasar, nilai b yang didapat bervariasi dari 2,53 sampai 3,42. Nilai tersebut menunjukkan pola pertumbuhan ada yang bersifat isometrik dan allometrik. Menurut Apriliyanti (2000) Pola pertumbuhan tersebut bisa berbeda, perbedaan ini tergantung pada waktu, tempat dan kondisi lingkungan. Nikolsky (1963) juga mengatakan bahwa pola pertumbuhan organisme perairan bervariasi tergantung pada kondisi lingkungan dimana organisme tersebut berada serta ketersediaan makanan yang dimanfaatkan untuk menunjang kelangsungan hidup dan pertumbuhannya. Pendugaan parameter pertumbuhan ini dipengaruhi juga oleh jumlah ikan sampel, kisaran panjang total ikan, faktor lingkungan dan kondisi ikan. Berdasarkan hasil analisis hubungan panjang dan berat ikan slengseng, diketahui bahwa persamaan hubungan panjang dan beratnya adalah W = 0,0402L3,8379 dengan nilai b sebesar 3,8379. Setelah dilakukan uji t (α = 0,05) terhadap nilai b tersebut diketahui bahwa ikan slengseng memiliki pola pertumbuhan allometrik positif, artinya pertambahan berat lebih cepat dari pada pertambahan panjangnya. Menurut Bagenal dalam Habibun (2011), faktor-faktor yang menyebabkan nilai b selain perbedaan spesies adalah faktor lingkungan, perbedaan stok ikan dalam spesies yang sama, tahap perkembangan ikan, jenis kelamin, tingkat kematangan gonad, bahkan perbedaan waktu dalam hari karena perubahan isi perut. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Nugroho et al (2013), yang dilakukan pada bulan Februari hingga Maret 2013. Hasil penelitian menunjukkan
24 bahwa ada perbedaan panjang cagak ikan slengseng pada bulan Februari dan Maret. Terlihat adanya perbedaan selang kelas panjang tertinggi dibulan Februari terletak pada selang kelas 24 cm dan 26 cm dengan frekuensi 47 ekor, pada bulan Maret selang kelas tertinggi terletak pada 26 cm dengan frekuensi 113 ekor. Pengelompokan hasil tangkapan Berdasarkan hasil clustering (pengelompokan) tangkapan purse seine di PPP Muncar, menunjukkan bahwa cluster 1 yaitu berisi ikan slengseng dan cluster 2 terdiri dari ikan lemuru dan ikan layang. Pengelompokan tersebut didasarkan pada kemiripan karakteristik antar jenis ikan. Ikan lemuru yang tertangkap mempunyai panjang cagak antara 12-21 cm dan ikan layang yang tertangkap pada ukuran panjang cagak antara 13-23,5 cm sedangkan ikan slengseng tertangkap pada kisaran 23-28 cm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa ikan lemuru cenderung berkelompok dengan ikan layang, sehingga muncul dugaan bahwa banyaknya ikan layang yang tertangkap pada purse seine dikarenakan memiliki kemiripan panjang dan bobot dengan ikan terget. Akan tetapi selain dari kemiripan panjang dan bobotnya banyak faktor lain yang mempengaruhi yaitu ruaya ikan, kedalaman renang dan kebiasaan makan. Ikan layang ini memiliki sifat senang bergerombol. Sifat bergerombol ikan layang tidak hanya sesama spesies, tetapi sering bergabung dengan spesies lain seperti ikan kembung, Radtrelliger sp, selar, Caranx sp, tembang, dan lemuru (Sardinella sp) (Soemarto dalam Supriatinah 1998). Ikan layang cenderung berkelompok didekat lapisan permukaan laut pada kedalaman 3-20 meter. Ikan layang muncul di permukaan karena dipengaruhi oleh ruaya harian dari organisme-organisme lain yang terdapat di suatu perairan, seperti ikan dan plankton. Gerombolan ikan layang pada siang hari bergerak ke lapisan dalam, mengikuti perpindahan massal dari plankton nabati yang diikuti pula oleh plankton hewani dan binatang-binatang kecil pemakan plankton (Asikin 1971). Seperti halnya ikan lemuru, hasil pemeriksaan isi perut menunjukkan bahwa ikan lemuru tergolong ikan pemakan plankton. Makananya dapat dibagi menjadi dua golongan, yaitu zooplankton dan fitoplankton (Pradini et al 2001). Sehingga dari kesamaan ruaya dan kebiasaan makan ikan layang dan ikan lemuru maka tidak salah jika lemuru dan layang berada dalam satu cluster.
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Hasil tangkapan utama pada purse seine adalah lemuru (Sardinella lemuru) yaitu 3.367 ekor atau 77,83% dari total hasil tangkapan. Adapun hasil tangkap sampingan yaitu layang (Decapterus ruselli) sebanyak 596 ekor atau 13,77%, slengseng (Scomber australasicus) yaitu 363 ekor atau 8,40% . 2. Hasil tangkapan utama yaitu ikan lemuru (Sardinella lemuru) yang tertangkap pada kisaran 18,1-21 cm (tujuh ekor), dan tertangkap pada kisaran 11-18 cm (3.360 ekor). Layang (Decapterus ruselli) tertangkap pada kisaran 13-16 cm
25 (26 ekor), dan 16-28 cm (570 ekor). Slengseng (Scomber australasicus) tertangkap pada kisaran 13-24 cm (58 ekor) dan 24-28 cm (305 ekor). 3. Ikan yang memiliki kemiripan karakteristik dengan ikan lemuru berdasarkan panjang dan bobot ikan adalah ikan layang. Saran Sebaiknya untuk masa mendatang ada peraturan mengenai musim penangkapan ikan lemuru. Penangkapan hanya bisa dilakukan ketika sumberdaya ikan sudah layak untuk ditangkap. Hal ini dilakukan agar ikan lemuru yang tertangkap memiliki ukuran yang layak tangkap. Agar kedepannya stok sumber daya ikan lemuru tetap tersedia di perairan, dan masa recruitmen tetap berjalan sesuai dengan semestinya.
DAFTAR PUSTAKA Alverson DL, Freeberg MH, Murawski S, And Pope JG. 1996. A global assessement of fisheries bycatch and discard. FAO Fishing Technical Paper. No 339. Alverson DL, and Hughes SE. 1996. Bycatch : from emotion to effective natural resource management. Fish Biology and Fisheries 6: 443-462. Amande M, Ariz J, Chasoot E, Moura AD, Gaertner D, Murua H, Pianet R, Roiz D, Chavance PV. 2011. Bycatch of the European Purse Seine Tuna Fishery in the Atlantic Ocean for the 2003-2007 Period. Aquatic Living Resources. 23(4) : 353-362. Apriliyanti H. 2000. Beberapa Aspek Biologi Ikan Layang Decapterus ruselli (Ruppel) di Perairan Teluk Sibolga, Sumatera Utara [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Asikin T. 1971. Synopsis biologi ikan layang. Jakarta (ID): LON-LIPI. Dwiponggo A. 1982. Beberapa Aspek Ikan Lemuru di Jawa Timur. Prosiding Perikanan Lemuru. Jakarta (ID). Banyuwangi Puslitbangkan. Effendie MI. 2002. Biologi perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka Nusatama. Froese R. 2006. Cube law, condition factor and weight length relationship: history metaanalysis and recomendation. Jurnal of applied ichthyology. 22 : 241253. Ginanjar M. 2006. Kajian Reproduksi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru Blk.) Berdasarkan Perkembangan Gonad dan Ukuran Ikan dalam Penentuan Musim Pemijahan di Perairan Pantai Timur Pulau Siberut [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Habibun EA. 2011. Aspek Pertumbuhan dan Reproduksi Ikan Ekor Kuning (Caesio cuning) yang Didaratkan di Pangkalan Pendaratan Ikan Pulau Pramuka, Jakarta [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
26 Hariati T. 2005. Beberapa Aspek Reproduksi Ikan Layang (Decapterus ruselli) dan Ikan Bayar (Rastrellinger Kanagurta) di Perairan Selat Malaka Indonesia. Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia. 11(2): 47-56. Harmiyati D. 2009. Analisis Hasil Tangkapan Sumberdaya Ikan ekor kuning (Caesio cuning) yang Diaratkan di PPI Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Jening S, Kaiser MJ, Reynold JD. 2001. Marine Fishery Ecology. Oxford (UK): Blackwell Sciences. Merta IGS. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru Sardinella lemuru Bleeker, 1853 (pisces : clupeid) di Perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaan [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mubarak H. 1972. Beberapa Aspek Biologi Ikan Layang Decapterus Spp. dan Perikanan Payang di Perairan Tegal [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Nikolsky GV. 1963. The Ecology of Fisheries. New York (USA): Academic Press. Nugroho ES, Efrizal T, Zulfikar A. 2013. Faktor Kondisi dan Hubungan Panjang Berat Ikan Slikur (Scomber Australasicus) di Laut Natuna yang Didaratkan di Pelantar KUD Kota Tanjung Pinang. Tanjung Pinang (ID): Universitas Maritim Raja Ali Haji. Nurfaqih L. 2015. Analisis Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-a dan Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Muncar Banyuwangi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. 2005. Statistik Pelabuhan Perikanan Nusantara Pekalongan. Pekalongan (ID) : Pelabuhan Nusantara Pekalongan. Pradini S, Raharjo MF, Kaswadji S. 2001. Kebiasaan Makan Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di Perairan Muncar, Banyuwangi. Jurnal Ikhtiologi Indonesia. 1(1): 41-45 Purwaningsih R. 2015. Analisis Nilai Tambah Produk Perikanan Lemuru Pelabuhan Muncar Banyuwangi. Jurnal Ilmiah Teknik Industri. 14(1): 1314. Romanov EV. 2002. Bycatch in the Tuna Purse Seine Fisheries of the Western Indian Ocean. Fishing Bulletin. 100(1) : 90-105. Shukor MY, Samat A, Ahmad AK, Ruziztun J. 2008. Comparative Analysis of Length- weight Relationship of Rasbora Sumatrana in Relation to The Physico Chemical Characteristic in Different Geographical Areas in Peninsular Malaysia. Malaysia Applied Biology. 37(1) : 21-29. Simbolon D. 2008. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Tongkol Berdasarkan Pendekatan Suhu Permukaan Laut Deteksi Satelit dan Hasil Tangkapan di Perairan Teluk Pelabuhanratu. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Daerah NTT . 4(1) : 23-30. Setyohadi D, DO Sutipto, DGR Wiadnya. 1998. Dinamika Populasi Ikan lemuru (Sardinella lemuru) serta Alternatif Pengelolaannya. Jurnal Ilmu-ilmu Hayati. 10(1) : 91-104. Subani W, HR Barus. 1989. Alat Tangkap Ikan dan Udang Laut di Indonesia. Jurnal Penelitian Laut. 50(1) : 93-112. Subani W, Sudrajat A. 1973. Penelitian Plankton di Selat Bali dan Sumatera Indonesia (Selatan Jawa dan Barat Sumatera). Laporan Penelitian Perikanan
27 Laut. Dalam Prosiding Seminar Perikanan Lemuru, Banyuwangi. 18-21 Januari 1982. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.
Suharyadi, & Purwanto S. K. (2007). Statistika: Untuk Ekonomi dan Keuangan Modern, Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Supranto J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi Edisi Ketujuh Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Supriatinah S. 1998. Analisis Aspek Biologi Ikan Layang (Decapterus spp) Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPI Lempasing Kecamatan Teluk Betung, Kota Madya Bandar Lampung [skripsi]. Bogor (ID): Institut Prtanian Bogor. Steel RGD, Torrie JH. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Suatu Pendekatan Biometrik. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama. Syamsuddin MS. 1978. Penelitian Aspek Biologi Ikan Layang (Decapterus macrosoma) di Pulau Kondingareng Selat Makassar [tesis]. Bandung (ID). Universitas Padjajaran. Tampubolon RV, Sutrisno S, Raharjo MF. 2002. Aspek Biologi Reproduksi dan Pertumbuhan Ikan Lemuru (Sardinella longiceps) di Perairan Teluk Sibolga. Jurnal Iktiologi Indonesia. 2(1) : 1-7. Tarigan DJ. 2016. Pendugaan Daerah Penangkapan Ikan Lemuru Berdasarkan Kandungan Klorofil-A dan Komposisi Hasil Tangkapan yang Didaratkan di PPP Pengambengan [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. [UPT PPP Muncar] Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai Muncar. 2010. Laporan Tahunan Unit Pelaksana Teknis Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Muncar. Banyuwangi (ID): UPT PPP Muncar. Walpole. 1995. Pengantar Statistika. Edisi Ketiga. Terjemahan oleh Sumantri B. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Widodo J. 1998. Potensi dan Penyebaran Sumberdaya Laut di Perairan Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Oceanografi. Wijaya RA, Koeshendrajana S. 2009. Kajian Excess Capacity Pengolahan Perikanan Lemuru di Selat Bali. Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan Dan Perikanan. Badan Riset Kelautan Dan Perikanan. Departemen Kelautan Dan Perikanan. Wujdi A, Suwarso, Wudianto. 2013. Biologi Reproduksi dan Musim Pemijahan Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Bleeker 1853). Bawal 5(1): 49-57. Zakiah S. 2015. Pendugaan DPI Lemuru (Sardinella sp) Melalui Analisis Suhu Permukaan Laut dan Komposisi Hasil Tangkapan di PPP Muncar [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
28 Lampiran 1 Hasil Tangkapan Pukat Cincin (Purse Seine)
Gambar 1 Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) Sumber: Dokumen pribadi
Gambar 2 Ikan Layang (Decapterus ruselli) Sumber: Dokumen pribadi
Gambar 3 Ikan Slengseng (Scomber australasicus) Sumber: Dokumen pribadi
29
Lampiran 2 Perhitungan uji Kruskal Wallis Tabel 9 Perhitungan uji Kruskal Wallis pada ikan lemuru Chi-Square df Asymp. Sig.
DU ,917 9 1,000
Sumber : Data yang telah diolah
Tabel 10 Perhitungan uji Kruskal Wallis pada ikan layang Chi-Square df Asymp. Sig.
DU 1,493 9 ,997
Sumber : Data yang telah diolah
Tabel 11 Perhitungan uji Kruskal Wallis pada ikan Slengseng Chi-Square df Asymp. Sig. Sumber : Data yang telah diolah
DU 2,501 9 ,981
30 Lampiran 3 Uji t untuk hubungan panjang berat ikan hasil tangkapan purse seine Uji t untuk hubungan panjang berat ikan lemuru (Sardinella lemuru) Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,878333 0,771468 0,7714 0,0354 3367
Tabel Sidik Ragam (TSR) df
SS MS F 1 14,23542 14,23542 11359,42 3365 4,216957 0,001253 3366 18,45238
Regression Residual Total
Simpangan baku -2,233451687 0,034883456 3,160054513 0,029649441
Intercept Slope T Hitung
Significance F 0
= (3,160-3)/0,029 = 5.3982
T table
= TINV(0,5: 3366) = 0,6745
T hit > T tab maka tolak hipotesis nol (H0), selanjutnya b>3 yang artinya pola pertumbuhan bersifat allometrik positif.
31 Uji t untuk hubungan panjang berat ikan layang (Decapterus ruselli) Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,980769 0,961908 0,961844 0,021516 596
Tabel Sidik Ragam (TSR) df Regression Residual Total
1 594 595
Significance F 0
Simpangan baku -1,82392 0,029836102 2,82136 0,023036535
Intercept Slope T Hitung
SS MS F 6,9440 6,9440 14999,71 0,2749 0,0004 7,2190
= (2,82136-3)/0,023 = -7,7546
T table
= TINV(0,5: 595) = 0,6749
T hit > T tab maka tolak hipotesis nol (H0), selanjutnya b<3 yang artinya pola pertumbuhan bersifat allometrik negatif.
32 Uji t untuk hubungan panjang berat ikan slengseng (Scomber australasicus) Regression Statistics Multiple R R Square Adjusted R Square Standard Error Observations
0,999128 0,998257 0,998252 0,000631 363
Tabel Sidik Ragam (TSR) df
Regression Residual Total
SS MS F 1 0,082361 0,0823617 206731,5 361 0,000143 0,0000003 362 0,082505 Simpangan baku -0,31319 0,00100222 0,328044 0,00072149
Intercept Slope T Hitung
Significance F
= (0,328044-3)/0,0007 = -3703,3
T table
= TINV(0,5: 362) = 0,6751
T hit > T tab maka tolak hipotesis nol (H0), selanjutnya b>3 yang artinya pola pertumbuhan bersifat allometrik positif.
0
RIWAYAT HIDUP
3HQXOLV GLODKLUNDQ GL %RMRQHJRUR SDGD WDQJJDO 0HL PHUXSDNDQDQDNWXQJJDO GDULSDVDQJDQEDSDN6XKDGDN GDQ LEX 6XODVWUL 7DKXQ SHQXOLV PHQ\HOHVDLNDQ SHQGLGLNDQGDVDUQ\DGL6HNRODK'DVDU1HJHUL6'1 6HQJRQ GDQSDGDWDKXQ\DQJVDPDSHQXOLVGLWHULPDVHEDJDLSHVHUWD GLGLN GL 6HNRODK 0HQHQJDK 3HUWDPD 1HJHUL 6031 1JDPERQ GDQ OXOXV SDGD WDKXQ 7DKXQ SHQXOLV OXOXV GDUL 6HNRODK 0HQHQJDK $WDV 60$1 .DOLWLGX GDQ GLWHULPD VHEDJDL PDKDVLVZD GL 3URJUDP 6WXGL 7HNQRORJL GDQ 0DQDMHPHQ 3HULNDQDQ 7DQJNDS 'HSDUWHPHQ 3HPDQIDDWDQ 6XPEHUGD\D 3HULNDQDQ )DNXOWDV 3HULNDQDQ GDQ ,OPX .HODXWDQ ,QVWLWXW 3HUWDQLDQ %RJRU 6HODPD PHQJLNXWL SHUNXOLDKDQ GL ,QVWLWXW 3HUWDQLDQ %RJRU SHQXOLV PHQGDSDWNDQ EHDVLVZD%LGLNPLVL 6HODPD PHQJLNXWL SHUNXOLDKDQ SHQXOLV MXJD PHQMDGL DVLVWHQ PDWD NXOLDK 1DYLJDVL .DSDO 3HULNDQDQ WDKXQ DMDUDQ 6HODLQ LWX SHQXOLV MXJD DNWLI GLEHUEDJDLRUJDQLVDVLGDQNHSDQLWLDDQ3HQXOLVDNWLIGL8QLW.HJLDWDQ0DKDVLVZD 5HVLPHQ 0DKDVLVZD 0HQZD 0DKDZDUPDQ ,3% GDQ PHQMDEDW VHEDJDL DQJJRWD 3URYRVW SDGD SHULRGH 3DGD SHULRGH SHQXOLV PHUDQJNDS VHEDJDLDQJJRWD%LUR,,2SHUDVLGDQMXJDDQJJRWD3URYRVWGDQPHQMDEDWVHEDJDL NRPDQGDQ 3URYRVW SDGD SHULRGH $NWLI GL Non Goverment Organisation 1*2 VHSHUWL Food and Water Care GDQ Hilo Green Community XQWXLNZLOD\DK%RJRUSDGDWDKXQ 3HQXOLV SHUQDK PHQMDGL 6HNUHWDULV 'LYLVL $FDUD SDGD NHJLDWDQ NHSDQLWLDDQ Fishermen Friend \DQJ GLODNVDQDNDQ ROHK 'LYLVL /LWEDQJSURI +LPSXQDQ 0DKDVLVZD 3HPDQIDDWDQ 6XPEHUGD\D 3HULNDQDQ +,0$)$5,1 3DGD WDKXQ SHQXOLV SHUQDK PHQJLNXWL NHJLDWDQ LQWHUQDVLRQDO \DLWX Global Peace Camp GL3DKDQJ0DOD\VLD